KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH UNTUK MENGHASILKAN BERAS KUALITAS PREMIUM DAN PRODUKTIVITAS DI ATAS 7 T/HA GKG DI SULAWESI SELATAN. Suriany, dkk
ABSTRAK Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu padi sawah untuk menghasilkan beras premium merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah pendapatan petani. Beras premium adalah beras dengan kualitas setara kelas II dan III dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Tujuan pengkajian ini adalah (1) mendapatkan teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada usahatani padi untuk produksi beras berkualitas premium dengan produktivitas >7 t/ha GKG di Sulawesi Selatan, (2) mendapatkan jenis mesin penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan, (3) meningkatkan nilai tambah komoditas dengan menerapkan teknologi pengelolaan tanaman terpadu pada usahatani padi dan (4) sebagai acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam menetapkan kebijaksanaan pengembangan usahatani padi untuk produksi beras premium. Dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2011 di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan pada lahan sawah irigasi dan meliputi dua tahap kegiatan yaitu budidaya dan pasca panen. Kegiatan budidaya paket teknologi yang dikaji adalah varietas sebanyak 3 jenis yaitu Inpari 4 (A1), inpari 7 (A2), dan Inpari 13 (A3) dan pemupukan sebanyak 3 perlakuan yaitu bahan organic + 300 kg/ha Urea (B1), pupuk anorganik berdasarkan uji PUTS (B2) dan pemupukan berdasarkan kebiasaan petani (B3). Kegiatan pasca panen, hasil kegiatan budidaya digiling menjadi beras dengan menggunakan jenis mesin penggilingan yaitu single pass (C1) dan double pass (C2). Luas lahan seluruhnya yang digunakan sekitar 1,7 ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas inpari 13 dengan dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organik + 300 kg urea menghasilkan gabah kering giling sebesar 7,5ton ha GKG dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Baik penggilingan single pass maupun double pass untuk semua varietas dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organik + 300 kg Urea (B1) dan 150 kg urea + 200 kg phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA (B2) dapat menghasilkan beras dalam kelas mutu III. Rata-rata perlakuan mempunyai R/C rasio berkisar 3,08 –5,66 untuk gabah dan 3,26 – 3,78 untuk produk beras > 1 sehingga layak untuk dikembangkan.
Kata kunci: Beras premium, usahatani, panen, pasca panen, RMU, Sawah irigasi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintah Sulawesi Selatan sedang berupaya mengembangkan usahatani padi untuk menghasilkan beras berkualitas premium terutama tujuan ekspor.
Hal ini dimotivasi oleh
banyaknya permintaan dari luar negeri yang berminat membeli beras premium dari daerah ini. Salah satu Negara yang berminat dan telah menjajaki kerjasama
untuk membeli beras
premium dari Sulawesi Selatan adalah Malaysia sebanyak 400 ton per bulan. Beras berkualitas premium adalah beras berkualitas tinggi setara dengan mutu kelas II dan III dalam BSN-Standar Nasional Indonesia ( SNI) No. 6128:2008 dengan kriteria :
(1)
derajat sosoh minimal 100 -95%, (2) kadar air maksimum 14 %, (3) butir kepala minimum 8978 %, (4) butir patah maksimum 10-20 %, (5) butir menir maksimum 1-2 %, (6) butir merah maksimum 1-2 %, (7) butir kuning atau rusak maksimum 1-2%, (8) butir mengapur maksimum 1-2 %, (9) benda asing maksimum 0,02 %, (10) dan butir gabah maksimum 1%/100 g beras, (BSN, 2008 dan Bulog, 2006). Untuk menghasilkan beras berkualitas premium untuk tujuan ekspor, selain peningkatan produksi perbaikan mutu beras giling juga mutlak diperlukan agar memberi nilai tambah bagi petani. Sulawesi Selatan mempunyai lahan sawah seluas 581.200 ha dengan produktivitas gabah 4,6 t/ha gabah kering giling (GKG) atau rata-rata 4,8 t/ha GKG (Distan Sulawesi Selatan, 2009). Tingkat produktivitas usahatani padi tersebut masih rendah dibanding potensi yang ada. Rendahnya tingkat produktivitas disebabkan teknik budidaya belum diterapkan dengan tepat seperti penggunaan varietas unggul baru padi secara spesifik, penggunaan pupuk yang belum mengacu pada tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman, serta pengendalian hama dan penyakit . Penggunaan dosis pupuk yang tidak tepat seperti dosis pupuk KCl yang terlalu tinggi, akan menghasilkan beras yang mudah patah sehingga berasnya bermutu rendah. Pengendalian hama dan penyakit yang kurang baik juga akan menghasilkan beras bermutu rendah. Untuk mendapatkan beras bermutu baik maka harus dilaksanakan perbaikan dari hulu sampai hilir Artinya harus dilakukan perbaikan (1) aspek budidaya, (2) aspek penanganan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2
panen dan pasca panen, (3) aspek teknik penggilngan, (4) aspek mesin penggilngan dan (5) aspek sumber daya manusia. Penggunaan pupuk organic dalam budidaya padi untuk produksi beras premium sangat tepat karena mempunyai multifungsi dalam memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Tetapi penggunaan pupuk anorganik tetap diperlukan dalam rangka menghasilkan tingkat produktvitas yang tinggi diatas 7 t/ha GKG. Kadar unsure hara dalam pupuk organic umumnya jauh lebih rendah dibanding dengan pupuk anorganik seperti Urea. (VUB)
padi
pemupukan
umumnya mempunyai potensi hasil
Varietas unggul baru
tinggi dan sangat respon terhadap
dosis tinggi dibanding varietas local.
Oleh karena itu untuk mendapatkan
produktivitas yang tinggi sesuai potensi hasil dalam pengembangan VUB harus didukung dengan ketersediaan unsure hara yang tinggi dalam tanah dan hal tersebut hanya dapat dilakukan pemberian pupuk anorganik seperti urea dan pupuk anorganik lainnya.
Untuk
mendapatkan kualitas pertumbuhan tanaman dan hasil gabah / beras yang tinggi sangat dipengaruhi oleh pemupukan yang tepat dosis, tepat jenis, tepat waktu dan tepat cara. Setyono (2006) mengemukakan bahwa bahan baku untuk menghasilkan beras adalah gabah. Untuk mendapatkan beras berkualitas tinggi harus berasal dari gabah berkualitas tinggi, yaitu (1) berkadar air maksimum 14%, (2) gabah hampa maksimum 1-3%, (3) butir rusak/butir kuning maksimum 2-7%, (4) butir mengapur/gabah muda maksimum 1-10%, (5) butir merah maksimum 1 – 4 %, (6) benda asing maksimum 0,5-1%, (7) gabah varietas lain maksimum 2 10% (SNI, 1993). Gabah berkualitas tinggi diperoleh dari tanaman padi yang sehat dengan teknik budidaya yang baik dengan memperhatikan
pengelolaan LATO yaitu (1) kesehatan
lahan, (2) pengelolaan air irigasi, (3) penggunaan varietas unggul dengan benih bersertifikat, dan (4) pengendalian hama dan penyakit tanaman.
Pengelolaan LATO tersebut dapat
dilaksanakan secara efektif melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi Oleh karena itu perlu dikaji pengelolaan tanaman terpadu padi sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium (SNI) dengan produktivitas diatas 7 t/ha serta disukai konsumen Perumusan Masalah Dalam usahatani padi produk akhir yang diharapkan adalah produktivitas tinggi dengan mutu gabah dan beras yang berkualitas agar pendapatan dan kesejahteraan petani dapat meningkat.
Sampai sekarang usahatani padi di Sulawesi Selatan belum memberikan
pendapatan dan kesejahteraan yang memadai bagi petani.
Tingkat produktivitas yang www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3
dihasilkan baru berkisar 4,6 t/ha dengan kualitas gabah dan beras yang dihasilkan masih rendah bila dibandingkan dengan potensi yang ada.
Rendahnya tingkat produktivitas dan
mutu gabah dan beras yang dihasilkan ini disebabkan teknologi budidaya belum diterapkan dengan tepat seperti penggunaan varietas unggul baru padi
secara spesifik, penggunaan
pupuk yang belum mengacu pada tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman, penanganan panen dan pasca panen serta tingkat keterampilan petani yang masih perlu ditingkatkan seperti teknik penjemuran gabah secara benar belum dikuasai petani pada umumnya. Penanganan panen dan pasca panen sangat berpengaruh terhadap tingkat kualitas beras yang akan dihasilkan seperti ketepatan waktu panen berdasarkan kematangan dan kadar air gabah selama dalam pertanaman, penjemuran gabah untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu, dan kualitas mesin penggilingan gabah yang digunakan. Dimotivasi oleh banyaknya permintaan luar negeri untuk mau
membeli berkualitas tinggi (premium) di
Sulawesi Selatan maka sejak tahun 2009 Pemerintah daerah ini melakukan pengembangan usahatani padi spesifik lokasi untuk produksi beras premium. Untuk itu diperlukan teknologi inovasi yang efektif untuk mendukung dihasilkannya beras premium sehingga harapan untuk mengekspor beras premium minimal 400 ton per bulan dapat terwujud didaerah ini Tujuan Mendapatkan teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada usahatani padi untuk produksi beras berkualitas premium dengan produktivitas >7 t/ha GKG di Sulawesi Selatan. Mendapatkan jenis mesin penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan Meningkatkan nilai tambah komoditas dengan menerapkan teknologi pengelolaan tanaman terpadu pada usahatani padi. Sebagai acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam menetapkan kebijaksanaan pengembangan usahatani padi untuk prdoduksi beras premium Keluaran Dihasilkannya/didapatkannya teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada usahatani padi sawah untuk produksi beras berkualitas premium dengan produktivitas >7 t/ha GKG Diketahuinya jenis mesin penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4
Diperolehnya nilai tambah optimal komoditi melalui penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu usahatani padi Diperolehnya acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam kebijaksanaan pengembangan usahatani padi untuk produksi beras premium. Perkiraan Outcome Teradopsinya teknologi budidaya PTT
meliputi varietas dan dosis pemupukan pada
usahatani padi sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan luasan penerapan minimal 0,5 ha dan 3 petani adaptor . Teradopsinya jenis mesin penggilingan padi yang menghasilkan beras berkualitas premium. Perkiraan Manfaat Meningkatnya produksi beras berkualitas premium dan pendapatan petani akibat mengadopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu
dan menggunakan mesin
penggilingan yang berkualitas. Perkiraan Dampak Meningkatnya produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan. Berkembangnya kegiatan ekspor beras berkualitas premium ke Negara tetangga
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5
TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan tanaman terpadu padi dapat dijadikan model pengembangan usahatani padi sawah untuk meningkatkan produktivitas padi (Endrizal dan Jumakir, 2007). Penerapan teknologi dalam pola PTT padi mampu meningkatkan hasil gabah dan pendapatan petani. Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 8,2 t/ha GKG dengan memakai varietas Fatmawati dan 7,6 t/ha GKG dengan memakai varietas Way Apo Buru. Jumlah anakan berkorelasi positif dengan anakan produktif dan jumlah gabah per malai berkorelasi dengan gabah isi. Karakter tersebut sangat penting untuk mendapatkan tanaman dengan hasil tinggi (Lestari, A.P., dan Y. Nugraha, 2007).
Tiap galur/varietas mempunyai tanggap yang berbeda terhadap lingkungan (Siregar,
dkk., 1993). Beberapa varietas
unggul baru telah menghasilkan produktivitas diatas 7 t/ha GKG
seperti Inpari 4 dan 7 dengan kualitas beras yang bagus setara kelas II SNI dan rendemen 68 % (Imran, 2009). Varietas inpari 9 dilepas tahun 2009, dengan potensi hasil 9,3 t/ha GKG, bentuk gabah panjang dan ramping yang umumnya disukai konsumen di Asia Tenggara, tekstur nasi pulen, kadar amilosa 20,46 g, bobot 1000 butir 22,8 g, tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri, tungro dan kurang disukai oleh hama penggerek batang. ( BBLITPA, 2009). Pengembangan usahatani padi organic SRI mempunyai produktivitas dan keuntungan pendapatan yang lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan cara usahatani padi konvensional (Fitriadi dan Nurmalina, 2008). Pengunaan pupuk kandang dikombinasi Urea 300 kg/ha dengan bibit muda 15 hari memberikan produktivitas lebih tinggi dibanding tanpa pupuk kandang (Sirappa, dkk., 2006). Produktivitas usahatani padi yang tinggi sebanyak 8,2 t/ha GKG dapat dicapai dengan menerapkan teknologi spesifik lokasi seperti prinsip pemupukan 6 tepat, disertai pemeliharaan intensif, dan penggunaan varietas yang benar dan tepat sesuai kondisi agroekosistem (Imran, dkk., 2006). Produktivitas dan keuntungan usahatani padi tanpa penggunaan pupuk KCl dapat memberikan hasil gabah yang tinggi asalkan jerami hasil panen dikembalikan kedalam tanah dalam bentuk pupuk kompos. Kelayakan pendapatan yang dicapai sebanyak B/C ratio 3,37 (Wahid, dkk., 2000). Penanganan pasca panen sangat berpengaruh terhadap tingkat kualitas beras yang akan dihasilkan.
Adapun komponen-komponen pasca penen yang perlu diperhatikan adalah www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6
ketepatan waktu panen berdasarkan kematangan dan kadar air gabah selama dalam pertanaman, penjemuran gabah untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu, dan kualitas mesin penggilingan gabah yang digunakan.
Pengalaman dilapangan menunjukkan
salah satu cara untuk mendapatkan beras berkualitas tinggi pada tahap pasca panen adalah menghindari penggilingan gabah segera setelah penjemuran.
Umumnya diperlukan proses
pendinginan gabah setelah dijemur selama 2 x 24 jam untuk mengurangi tingkat kepatahan beras Setyono (2009), mengemukakan bahwa secara biologis gabah yang baru dipanen masih hidup dan masih berlangsung proses respirasi yang menghasilkan CO2, uap air dan panas, sehingga proses biokimia berjalan cepat Jika tidak segera dikendalikan, maka gabah menjadi rusak dan beras bermutu rendah. Salah satu cara perawatan gabah adalah melalui proses pengeringan dengan cara dijemur atau menggunakan mesin pengering.
Ditingkat petani,
gabah umumnya dijemur diatas anyaman bambu atau terpal plsrtik, sedangkan di unit penggilinghan padi pada lantai beton, lantai semen atau menggunakan mesin pengering Pada tahun 1990 telah dicoba perawatan gabah hasil panen dengan menggunakan mesin pengering vortexe. Cara ini menghasilkan gabah berkualitas baik, tetapi waktu pengeringan lebih dari 10 hari (Rahmat, dkk., 1990 dalam Setyono 2009).
Perbaikan pengeringan gabah juga dapat
dilakukan dengan cara mengatur ketebalan gabah pada saat penjemuran (Thahir dkk., 1995). Penggunaan box dryer menghasilkan beras bermutu baik dan kehilangan hasil kurang dari 1 % lebih rendah dibandingkan dengan penjemuran. Kehilangan hasil pada tahapan penjemuran relative tinggi, 1,5 – 2.2 %. Hal ini disebabkan oleh sebagian gabah tercecer, dimakan ayam atau burung, sedangkan dengan mesin pengering kehilangan hasil kurang dari 1 % (Dinas Pertanian Lampung, 2006., Dinas Pertanian Jawa Tengah, 2006 ; Dinas Pertanian Bali, 2006 : Dinas Pertanian Kalimantan Selatan, 2006 dalam Setyono, 2009). Teknik pengeringan yang tidak benar akan menghasilkan beras dengan butir patah tinggi.
Penjemuran gabah yang terlalu tipis pada lantai penjemuran dari lantai semen
menyebabkan gabah sangat cepat kuning.
Akibatnya terjadi banyak butir retak, dan jika
digiling berasnya menjadi patah (Setyono, 2006). Indrasari, dkk., (2007) mengemukakan bahwa kadar air 14% pada gabah merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan mutu gabah terbaik untuk semua kelas mutu gabah. Kadar air yang tinggi dari 14% memicu kerusakan gabah yang cepat. Rendemen beras dipengaruhi densitas gabah yaitu ukuran yang menggambarkan bobot gabah persatuan volume dalam
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7
g/liter. Densitas rata-rata varietas padi di Indonesia 454,4-577 g/l. Tingkat prosentase yang tinggi beras kepala disukai konsumen. Kriteria warna beras secara fisik diukur secara relative, dibandingkan dengan warna kristal putih BaSO4 yang mempunyai derajat putih 87%. Dalam usahatani padi produk akhir yang diharapkan adalah beras yang bermutu baik. Beras dikatakan bermutu baik, jika beras tersebut telah memenuhi standar mutu beras yang telah ditetapkan sesuai dengan kelas mutu beras. Artinya setiap komponen mutu beras harus memenuhi standar beras yang telah ditetapkan termasuk persyaratan umum (Setyono, 2006). BSN (2008) menetapkan klasifikasi mutu beras dalam 5 kelas mutu yaitu I, II, III, IV, dan V. Syarat mutu beras terdiri atas: syarat umum yaitu (1) bebas hama dan penyakit; (2) bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya; (3) bebas dari campuran dedak dan bekatul; (4) bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen.
Sedangkan syarat
khusus mutu beras terdiri atas 10 komponen fisik. Mutu kelas II dan III itulah yang disetarakan dengan beras kualitas premium. Tabel 1. Komponen beberapa mutu kelas beras. No.
Komponen Mutu
Mutu kelas
Satuan I
II
III
IV
V
1.
Derajat Sosoh (min)
(%)
100
100
95
85
85
2.
Kadar Air (maks)
(%)
14
14
14
14
15
3.
Beras Kepala (Min)
(%)
95
89
78
73
60
4.
Butir patah (maks)
(%)
5
10
20
25
35
5.
Butir menir (maks)
(%)
0
1
2
2
5
6.
Butir merah (maks)
(%)
0
1
2
3
3
7.
Butir Kuning / rusak (maks)
(%)
0
1
2
3
5
8.
Butir mengapur (maks)
(%)
0
1
2
3
5
9.
Benda asing (maks)
(%)
0
0,02
0,02
0,05
0,2
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8
10.
Butir gabah (maks)
0
(butir/100 g)
1
1
2
3
METODOLOGI Ruang Lingkup Pengkajian Pelaksanaan
pengkajian
meliputi
ruang
lingkup
lapangan
dan
laboratorium.
Pelaksanaannya terdiri atas beberapa tahap yaitu survey lokasi, penentuan petani kooperator, apresiasi kepada pemda dan kelompok tani, kegiatan budidaya, temu lapang, panen dan pasca panen, pelaporan dan seminar hasil penelitian. Survey dilakukan pada beberapa daerah sentra pengembangan padi sebagai tahap awal kegiatan dilapangan dengan tujuan untuk menentukan lokasi yang memenuhi syarat untuk penelitian. Petani kooperator adalah petani yang aktif berusahatani setiap musim tanam, mempunyai semangat yang tinggi dalam berusahatani, aktif mencari dan mudah menerima inovasi teknologi baru, secara partisipatif bersedia melaksanakan seluruh petunjuk-petunjuk teknis yang dianjurkan, dan bersifat kooperatif mendukung seluruh tahapan pelaksanaan penelitian. Apresiasi dilakukan untuk tujuan sosialisasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat mengenai tujuan dan manfaat kegiatan penelitian. Dalam pertemuan tersebut diharapkan ada umpan balik pemda dan masyarakat yang bersifat saran untuk kelancaran pelaksanaan penelitian. Kegiatan budidaya terdiri atas pengolahan tanah, pesemaian, plotting, penanaman, pemupukan, dan pengendalian OPT. Temu lapang dilakukan dalam bentuk pertemuan yang dihadiri oleh peneliti, penyuluh, kelompok tani, tokoh masyarakat, dan pemda. Dalam temu lapang tersebut dilakukan diskusi mengenai pelaksanaan penelitian, dan kunjungan lapangan untuk melihat dan menilai langsung pertanaman dilapangan. Panen dan pasca panen meliputi kegiatan panen, perontokan gabah, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah menjadi beras. Pelaporan terdiri atas tabulasi dan analisis data, penyusunan laporan hasil pengkajian dan seminar hasil.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9
Waktu dan Lokasi Pengkajian Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah irigasi di sentra pengembangan usahatani padi Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan dengan dukungan akses jalan yang bagus, dan lahan berdrainase baik. Kegiatan dilaksanakan
pada bulan Maret sampai
dengan Desember 2011. Rancangan pengkajian Pengkajian dilaksanakan di lahan petani dengan kriteria memiliki motivasi untuk maju dan bersedia menggunakan inovasi teknologi, bersemangat, aktif, terampil dan tekun dalam berusaha tani padi, mempunyai komitmen yang tinggi dalam memajukan usahatani padi, serta mau mengikuti petunjuk yang ditetapkan peneliti. Pelaksanaan penelitian akan dibagi menjadi 2 unit kegiatan. Kegiatan Pertama: Penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) untuk menghasilkan beras premium. Tiga varietas padi sawah yang dikaji dan tiga dosis pemupukan yang disusun dalam rancangan factorial dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan varietas (A) dan faktor kedua adalah perlakuan pemupukan (B). Adapun perlakuan pada masing-masing faktor adalah sebagai berikut: Faktor Pertama : A1 : Varietas Inpari 4 A2 : Varietas Inpari 7 A3 : Varietas Inpari 13 Faktor kedua : B1 : Dosis Bahan Organik (pupuk kandang) + Urea 300 kg/ha B2 : Dosis Pupuk anorganik berdasarkan Uji PUTS B3 : Dosis Kebiasaan petani Sehingga kombinasi perlakuannya ada 9 perlakuan adalah A1B1; A1B2; A1B3;; A2B1; A2B2; A2B3;; A3B1; A3B2; dan A3B3. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Dengan demikian ada 36 plot. Ukuran plot perlakuan seluas ± 10 x 10 m. Adapun tahap kegiatan tersebut antara lain pengolahan tanah sempurna, semai benih, tanam pindah, jarak tanam 20 cm x 20 cm. Aplikasi pupuk organik dilakukan setelah lahan diolah dan siap tanam. Pupuk anorganik diaplikasi 3 kali yaitu umur 10 hari setelah tanam (HST) aplikasi 30% urea + 50% SP18 + 50% ZA. Umur 25 www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10
HST aplikasi Urea 40%+50% SP18+50% Za+50% Phonska 15-15-15-10.
Umur 45 HST
aplikasi Urea 30% + 50% Phonska 15-15-15-10. Aplikasi pestisida sintetik untuk perlakuan yang menggunakan pestisida
dilakukan
jika terjadi serangan hama/penyakit.
Untuk
pengendalian gulma, semua perlakuan diberikan herbisida purna tumbuh. Kegiatan Kedua. Penerapan teknologi pascapanen padi menuju kualitas premium. Penelitian ini untuk menghasilkan beras premium dari perlakuan pada kegiatan pertama digiling menjadi beras dengan menggunakan mesin penggilingan sebagai perlakuan.
Adapun
perlakuannya sebagai berikut : C1 : Mesin penggilingan single pass C2 : Mesin penggilingan double pass Kombinasi perlakuannya adalah A1B1C1; A1B2C1; A1B3C1;; A2B1C1; A2B2C1; A2B3C1; A3B1C1; A3B2C1; A3B3C1;; A1B1C2; A1B2C2; A1B3C2; A2B1C2; A2B2C2; A2B3C2; A2B4C2; A3B1C2; A3B2C2; A3B3C2; dan A3B4C2. Tahapan kedua panen dan pasca panen terdiri atas panen pada saat malai matang dan menguning dengan kadar air 22-36% atau 90-95 % gabah pada malai menguning,
perontokan gabah bertujuan untuk melepas gabah dari malainya
setelah panen dengan menggunakan alat dan mesin perontok, penjemuran gabah hasil panen dan penggilingan gabah menjadi beras. Penggilingan gabah menjadi beras (RMU) yang digunakan adalah yang mempunyai kualitas yang baik dan terbukti dapat menghasilkan beras yang berkualitas tinggi sesuai tujuan penelitian.
Penetapan penggilingan (RMU) terpilih dilakukan berdasarkan survey untuk
beberapa penggilingan di Sulawesi Selatan. Pengumpulan data dikelompokkan menjadi tiga, yaitu; a) pengamatan pertumbuhan tanaman, b) pengamatan produksi dan c) pengamatan pascapanen. Pengamatan / pengolahan dan analisis data Data yang dikumpulkan dalam kegiatan ini meliputi data pertumbuhan tanaman, produksi, penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi, dan pengamatan kualitas fisik beras. Pengamatan kualitas fisik beras mengikuti kualitas beras kelas II dan III SNI No. 016128-1999
meliputi (1) derajat sosoh, (2) kadar air, (3) beras kepala/butir utuh, (4) butir
patah, (5) menir, (6) butir merah, (7) butir kuning/butir rusak, (8) butir kapur/butir hijau, (9) benda asing, (10) butir gabah, (11) campuran varietas lain.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11
Data tersebut ditabulasi dan selanjutnya
dianalisis statistik dengan menggunakan
program irristat dengan uji Duncan untuk menetahui perbedaan antar perlakuan. Untuk mengukur tingkat kemampuan pengembalian atas biaya usahatani padi dengan penerapan teknologi PTT digunakan tolok ukur nisbah penerimaan atas biaya produksi (Gross R/C).
Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh teknologi introduksi mampu meningkatkan
keuntungan petani digunakan tolok ukur nisbah peningkatan keuntungan bersih. Contoh beras adalah sejumlah beras yang mewakili atau menggambarkan sifat dan ciriciri populasi beras dari partai yang diperiksa kualitasnya. gram beras. Contoh analisis adalah contoh terkecil
Besarnya contoh kerja minimal 1000
yang diambil dari contoh kerja dengan
mengunakan sample devider atau dengan system quartering untuk keperluan analisis komponen kualitas beras, dengan berat minimum 100 g.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wilayah Kabupaten Pinrang merupakan salah satu daerah sentra produksi beras di Sulawesi Selatan. Luas lahan sawah 48.709 ha, yang terdiri atas lahan sawah irigasi seluas 43.987 ha, dan sawah tadah hujan 4.722 ha. Berdasarkan peta agroklimat Kabupaten Pinrang menurut Oldeman et al (1980) termasuk tipe iklim B dan C.
Periode musim hujan terjadi pada bulan Nopember sampai Juni
dengan puncak curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember – Desember dan musim kemarau terjadi pada bulan Agustus sampai dengan September. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Secara umum pertumbuhan tanaman untuk semua perlakuan sampai panen cukup bagus. Meskipun pada umur 40 hst terjadi serangan hama penggerek batang, tapi masih dapat dikendalikan dan pada saat panen keadaan cuaca tidak mendukung karena curah hujn yang cukup tinggi.
Tinggi Tanaman Dari 3 (tiga) jenis varietas yang dikaji, varietas Inpari 4 menampilkan tanaman yang lebih tinggi rata-rata (110 cm) dan berbeda nyata dengan varietas inpari 7 rata-rata (105 cm) yang menampilkan tanaman terendah.
Untuk perlakuan pemupukan (B1) dengan dosis 5 ton
/ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea tinggi tanaman rata-rata 109 cm berbeda nyata dengan perlakuan (B2) pemupukan dengan dosis 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha tinggi tanaman rata-rata 105 cm. Berdasarkan hasil analisis statistic (Tabel 2) ada pengaruh varietas, pemupukan dan kombinasi antara varietas dan pemupukan terhadap tinggi tanaman.
Kombinasi perlakuan
varietas Inpari 4 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha menampilkan tanaman tertinggi rata-rata 114 cm dan terendah inpari 7 dengan pemupukan dosis 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha rata-rata 101 cm. Pertumbuhan tanaman terhadap tinggi tanaman pada semua perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan potensi varietas.
Ini diduga karena kemampuan beradaptasi masing-
masing varietas dengan lingkungan tempat tumbuh dan pengaruh perlakuan pemupukan. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13
Tabel 2 : Tinggi Tanaman (cm) Pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Tinggi Tanaman (cm)
Varietas
Rata-rata
B1
B2
B3
1.
Inpari 4 (A1)
109
107
115
110 A
2.
Inpari 7 (A2)
110
101
105
105 B
3.
Inpari 13 (A3)
110
107
104
107 Ab
109 A
105 b
108 ab
107
Rata-rata
Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha
Jumlah Malai per rumpun Jumlah malai (anakan produktif) per rumpun tanaman dihitung pada umur 45 hst juga cukup bervariasi antar varietas dan pemupukan. Rata-rata jumlah malai terbanyak diperoleh pada varietas Inpari 7 (17,8 batang) dan berbeda nyata dengan varietas Inpari 13 (16,6 batang). Untuk 3 (tiga) dosis pemupukan, perlakuan pemupukan (B3) 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha memberikan rata-rata jumlah malai / anakan produktif per rumpun terbanyak yaitu 18, 2 batang dan berbeda nyata dengan pemupukan 5 ton /ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea yaitu 15,6 batang (terendah). Berdasarkan hasil analisis statistic ada pengaruh pemupukan, dan kombinasi antara varietas dan pemupukan terhadap jumlah malai/anakan produktif.
Namun yang sangat
berpengaruh terhadap jumlah malai / anakan produktif per rumpun adalah pemupukan. Kombinasi perlakuan varietas Inpari 7 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha memberikan rata-rata jumlah malai / anakan produktif terbanyak yaitu 19,6 batang dan terendah (14,7 batang) Inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 14
Tabel 3 : Jumlah Malai / Anakan Produktif per rumpun (batang) Pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Varietas
Jumlah Malai /Anakan Produktif (batang) B1
B2
B3
Rata-rata
1.
Inpari 4 (A1)
17
17
17
16.8 Ab
2.
Inpari 7 (A2)
15
19
20
17.8 A
3.
Inpari 13 (A3)
15
17
18
16.6 B
Rata-rata
15.5
b
17.6 a
18.2 a
17.1
Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha
Pembentukan anakan produktif terutama dipengaruhi oleh keberadaan unsur hara N (Vergara, 1995) dan ketersediaan air. Tisdale dan Nelsone (1975), mengatakan pemberian N yang cukup akan mempercepat sintesa karbohidrat yang diubah menjadi protein, memperbesar volume dan jumlah protoplasma yang terbentuk sehingga memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik. Selama penelitian berlangsung ketersediaan air cukup menunjang pertumbuhan tanaman, dan mendekati masa panen curah hujan cukup tinggi.
Persentase Gabah Hampa Dari 3 varietas yang dikaji, varietas Inpari 4 memiliki persentase gabah hampa terbesar yaitu 10,15 % tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Persentase gabah hampa terkecil (8,99 %) diperoleh pada dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea dan berbeda nyata dengan dosis pemupukan 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha (10,34 %) dan 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha (10,20 %).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 15
Berdasarkan hasil analisis statistic ada pengaruh perlakuan pemupukan terhadap persentase gabah hampa. Persentase gabah hampa tertinggi (10,81 %) diperoleh pada inpari 4 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha dan terendah (8,53 %) inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea. Secara umum persentase gabah hampa pada semua perlakuan relative rendah, ini didukung ketersediaan air yang cukup mendukung pertumbuhan tanaman pada fase vegetative dan generative sehingga pengisian bulir gabah dapat optimal. Selain itu, tingkat kehampaan yang rendah pada semua perlakuan juga dapat disebabkan dosis pemupukan memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
yang diuji dapat
Menurut Vergara (1995), tingkat
kehampan gabah suatu varietas dipengaruhi oleh factor genetic dan system budidaya seperti pemupukan yang tepat, pengairan yang cukup dan pengendalian hama/penyakit yang terpadu Tabel 4 : Persentase gabah hampa pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Gabah Hampa (%)
Varietas
Rata-rata
B1
B2
B3
1.
Inpari 4 (A1)
9.39
10.26
10.82
10.16 A
2.
Inpari 7 (A2)
9.06
10.02
10.53
9.87 A
3.
Inpari 13 (A3)
8.53
10.33
9.67
9.51 A
10.26 a
10.34 a
9.85
Rata-rata
8.99
b
Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha
Bobot 1000 butir gabah Varietas inpari 7 dan 13 memiliki rata-rata berat 1000 butir gabah sebesar 25,11 gr dan tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Demikian pula halnya dengan perlakuan terhadap dosis pemupukan. Hasil analisis statistic tidak ada pengaruh perlakuan varietas, pemupukn, kombinasi antara varietas dan pemupukan terhadap bobot 1000 butir gabah.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 16
Tabel 5 : Bobot 1000 butir gabah KA 14 % pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Gabah Hampa (%)
Varietas
Rata-rata
B1
B2
B3
4.
Inpari 4 (A1)
25
25
24
24.56 A
5.
Inpari 7 (A2)
26
25
25
25.11 A
6.
Inpari 13 (A3)
26
25
25
25.11 A
Rata-rata
25.33 a
24.78 a
24.67 a
24.93
Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha
Hasil Gabah Data hasil produksi diperoleh berdasarkan hasil ubinan yaitu 10 x 10 m. Varietas inpari 13 memberikan rata-rata hasil ubinan tertinggi ( 82 kg/100 m) berbeda nyata dengan varietas lainnya yaitu terendah inpari 4 (72 kg) dan inpari 7 (77 kg). Perlakuan dengan menggunakan 5 ton /ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea memberikan hasil gabah tertinggi rata-rata (86 kg) berbeda nyata dengan perlakuan pemupukan 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha ( 78 kg) dan 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha terendah (67 kg). Berdasarkan hasil analisis statistic ada pengaruh varietas, dan perlakuan pemupukan terhadap produksi. Varietas Inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea memberikan hasil tertinggi (94 kg) dan terendah yaitu pada perlakuan varietas Inpari 4 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha (62 kg). Hasil kajian menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul dengan pemberian pupuk yang tepat takarannya ternyata dapat memberikan hasil gabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh petani selama ini. Varietas mempunyai peranan cukup penting dalam meningkatkan hasil tanaman. Menurut hasil kajian FAO yang dilaporkan Las (2003), secara partial, varietas memberikan www.sulsel.litbang.deptan.go.id 17
kontribusi sebesar 16 %, tetapi jika diintegrasikan dengan pupuk dan irigasi peningkatan produksi
dapat mencapai
75%.
Pemupukan juga mempunyai peran
penting dalam
meningkatkan hasil gabah. Penggunaan pupuk yang berimbang sangat penting dalam upaya meningkatkan hasil gabah.
Penggunaan pupuk organic yang dikombinasikan dengan pupuk
urea memberikan hasil gabah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemupukan lainnya. Penambahan bahan organic pada lahan sawah mempunyai fungsi, diantaranya adalah membentuk dan menyebabkan stabilitas agregat tanah menjadi mantap, meningkatkan kapasitas menahan air, meningkatkan porositas tanah, serta mempengaruhi permeabilitas dan laju infiltrasi tanah. Tabel
6 : Hasil Gabah (t/ha) GKG pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Gabah Hampa (%)
Varietas
Rata-rata
B1
B2
B3
7.
Inpari 4 (A1)
7.9
7.5
6.3
7.2 A
8.
Inpari 7 (A2)
8.5
8.0
6.7
7.7 B
9.
Inpari 13 (A3)
9.4
8.1
7.2
8.2 C
Rata-rata
8.6 a
7.8 b
6.7 c
7.7
Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha
Kualitas Fisik Beras Kualitas beras merupakan salah satu factor yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu varietas. Karakter kualitas beras sangat dipengaruhi oleh factor genetik dan interaksi faktor genetiknya dengan factor lingkungan. Selain itu juga ditentukan oleh
penanganan
pasca
panen.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 18
Inpari 4 Kadar air beras yang dihasilkan baik penggilingan single pass (C1) maupun double pass (C2) untuk semua perlakuan pemupukan yaitu 14 % termasuk beras kualitas baik. Sedangkan derajat sosoh untuk mesin penggilingan single pass
(satu kali penyosohan) 95 % dan untuk
mesin penggilingan double pass (dua kali penyosohan) 100 %. Persentase beras kapala yang dihasilkan berkisar 73,47 – 88,21 % dan persentase beras pecah berkisar 11,33 – 25,71%. Sedangkan persentase menir dan butir kapur sangat rendah kurang dari 1 % (berkisar 0.09 – 0,57 %).
Penentuan kelas mutu beras sangat ditentukan oleh persentase beras kepala dan
persentase menir, sehingga beras yang dihasilkan hanya termasuk dalam kelas mutu III berdasarkan BSN – Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk perlakuan pemupukan 5 ton pupuk organic + 300 kg pupuk urea (B1) dan pemupukan 150 kg Urea + 250 kg phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA pr ha (B2) dengan menggunakan mesin penggilingan single pass (C1) maupun double pass (C2). Sedangkan untuk perlakuan pemupukan 200 kg urea + 100 kg phonska + 100 kg SP 18 per ha (B3) dengan menggunakan mesin penggilingan single maupun double pass beras yang dihasilkan hanya masuk dalam kelas mutu IV. Tabel 7.
Pengaruh perlakuan pemupukan dan penggunaan mesin penggilingan terhadap kualitas beras varietas Inpari 4 pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011.
No.
Komponen Hasil
B1 C1
Dosis Pemupukan/ mesin penggilingan B2 B3 C2 C1 C2 C1
C2
1.
Kadar air (%)
14
14
14
14
14
14
2.
Derajat sosoh (%)
95
100
95
100
95
100
3.
Beras Kepala (%)
88.21
84.19
84.17
80.17
75.87
73.47
4.
Beras Pecah (%)
11.33
15.07
15.53
18.91
23.91
25.71
5.
Menir (%)
0.14
0.43
0.20
0.47
0.22
0.57
6.
Butir kapur (%)
0.15
0.19
0.14
0.17
0.09
0.19
7.
Kelas Mutu
III
III
III
III
IV
IV
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 19
Inpari 7 Kadar air beras yang dihasilkan untuk semua perlakuan pemupukan yaitu 14 %
dan
termasuk dalam kualitas baik. Demikan pula halnya dengan derajat sosoh yang dihasilkan untuk semua perlakuan berkisar 95 – 100 %
berdasarkan BSN Standar Nasional Indonesi
termasuk dalam kualitas baik. Persentase beras kapala yang dihasilkan berkisar 73,51 – 81.38 % dan persentase beras pecah berkisar 18.18 – 24.94 %. Sedangkan persentase menir dan butir kapur sangat rendah kurang dari 1 % (berkisar 0.15 – 0,57 %).
Beras yang dihasilkan
hanya termasuk dalam kelas mutu III dan IV berdasarkan BSN – Standar Nasional Indonesia (SNI). Tabel 8.
Pengaruh perlakuan pemupukan dan penggunaan mesin penggilingan terhadap kualitas beras varietas Inpari 7 pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011.
No.
Komponen Hasil
B1 C1
Dosis Pemupukan/ mesin penggilingan B2 B3 C2 C1 C2 C1
C2
1.
Kadar air (%)
14
14
14
14
14
14
2.
Derajat sosoh (%)
95
100
95
100
95
100
3.
Beras Kepala (%)
81.38
77.78
79.68
76.04
76.86
73.51
4.
Beras Pecah (%)
18.18
21.03
19.97
21.67
22.78
24.95
5.
Menir (%)
0.16
0.57
0.26
0.56
0.21
0.45
6.
Butir kapur (%)
0.17
0.20
0.15
0.19
0.18
0.21
7.
Kelas mutu
III
IV
III
IV
IV
IV
Inpari 13 Kadar air beras yang dihasilkan untuk semua perlakuan penggilingan yang digunakan yaitu 14 %
pemupukan
dan mesin
dengan derajat sosoh berkisar 95 – 100 %
berdasarkan BSN Standar Nasional Indonesi termasuk dalam kualitas baik. Persentase beras www.sulsel.litbang.deptan.go.id 20
kepala yang dihasilkan berkisar 73,89 – 89.03 % dan persentase beras pecah berkisar10.64 – 25.78 %. Sedangkan persentase menir dan butir kapur juga sangat rendah kurang dari 1 % (berkisar 0.13 – 0,47 %).
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap beberapa komponen
kualitas beras, maka beras yang dihasilkan hanya termasuk dalam kelas mutu III dan IV berdasarkan BSN – Standar Nasional Indonesia (SNI). Tabel 9.
Pengaruh perlakuan pemupukan dan penggunaan mesin penggilingan terhadap kualitas beras varietas Inpari 13 pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011.
No.
B1
Komponen Hasil
C1
Dosis Pemupukan/ mesin penggilingan B2 B3 C2 C1 C2 C1
C2
1.
Kadar air (%)
14
14
14
14
14
14
2.
Derajat sosoh (%)
95
100
95
100
95
100
3.
Beras Kepala (%)
89.03
84.03
83.78
78.78
77.04
73.89
4.
Beras Pecah (%)
10.64
15.75
15.86
20.12
22.73
25.78
5.
Menir (%)
0.15
0.35
0.18
0.29
0.23
0.47
6.
Butir kapur (%)
0.14
0.18
0.13
0.17
0.14
0.18
7.
Kelas Mutu
III
III
III
III
IV
IV
Rendah persentase beras kepala yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh banyak factor mulai dari factor budidaya, perlakuan pasca panen seperti cara dan alat perontokan, cara dan alat
pengeringan
maupun
factor
pengolahan
baik
alat
maupun
cara
penggilingan.
Keterlambatan proses pengeringan atau penjemuran dapat menyebabkan butir gabah retak atau craking, sehingga butir beras akan lebih mudah pecah pada saat proses penggilingan. Pada saat panen curah hujan dilokasi penelitian cukup tinggi , sehingga proses perontokan dan penjemuran gabah tidak segera dilakukan. Analisis Usahatani Analisis kelayakan financial dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani padi. Tabel 10 dan 11, menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis usahatani padi baik dalam bentuk gabah maupun setelah digiling menjadi beras semua perlakuan
layak untuk
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 21
direkomendasikan karena R/C >1. Keuntungan terbesar Rp. 19.908.530,- dengan R/C 3,68 dalam bentuk gabah dan kentungan Rp.32.539.530,- dengan R/C 3,70 dalam bentuk beras, diperoleh pada perlakuan varietas inpari 13 dengan perlakuan pemupukan 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha. Tabel 10. Analisis usahatani Gabah Kering Giling pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011. Uraian
B1
B2
B3
Upah tenaga kerja Pengolahan tanah (Rp.)
800.000,-
800.000,-
800.000,-
Tanam (Rp.)
800.000,-
800.000,-
800.000,-
Pemupukan (Rp.)
100.000,-
100.000,-
100.000,-
Panen ( Rp.)
800.000,-
800.000,-
800.000,-
Benih (Rp.)
125.000,-
125.000,-
125.000,-
Pupuk (Rp.)
4.230.000,-
955.000,-
750.000,-
Herbisida (Rp.)
108.235,-
108.235,-
108.235,-
Pestisida (Rp.)
503.235,-
503.235,-
503.235,-
7.466.470,-
4.191.470,-
3.986 470,-
Inpari 4
22.995.000,-
21.900.000,-
18.250.000,-
Inpari 7
24.820.000,-
23.360.000,-
19.710.000,-
Inpari 13
27.375.000,-
23.725.000,-
21.170.000,-
Inpari 4
15.528.530,-
17.708.530,-
14.263.530,-
Inpari 7
17.353.530,-
19.168.530,-
15.723.530,-
Inpari 13
19.908.530,-
19.533.530,-
17.183.530,-
Inpari 4
3.08
5.22
4.58
Inpari 7
3.32
5.57
4.94
Inpari 13
3.68
5.66
5.31
Sarana Produksi
Total Pengeluaran (Rp.) Penerimaan (Rp.)
Keutungan
R/C
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 22
Tabel 11. Analisis usahatani Beras pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011. Uraian
B1
B2
B3
Upah tenaga kerja (Pengolahan tanah, tanam, pemeliharaan, panen, pengilingan gabah jadi beras) Inpari 4
6.100.000,-
5.830.000,-
4.708.000,-
Inpari 7
6.272.500,-
5.860.000,-
4.690.000,-
Inpari 13
7.050.000,-
6.190.000,-
4.918.000,-
Sarana Produksi
4.966.470,-
1.691.470,-
1.486.470,-
Inpari 4
11.066.470,-
7.521.470,-
6.194.470,-
Inpari 7
11.238.470,-
7.551.470,-
6.176.470,-
Inpari 13
12.016.470,-
7.881.470,-
6.404.470,-
Inpari 4
36.024.000,-
33.300.000,-
20.260.800,-
Inpari 7
37.740.000,-
33.600.000,-
21.868.800,-
Inpari 13
44.556.000,-
36.936.000,-
24.192.800,-
Inpari 4
24.957.530,-
25.778.530,-
14.066.330,-
Inpari 7
26.501.030,-
26.048.530,-
15.692.330,-
Inpari 13
32.539.530,-
29.054.060,-
17.788.330,-
Inpari 4
3,26
4,43
3,27
Inpari 7
3,36
4,45
3,54
Inpari 13
3,70
4,69
3,78
Total Pengeluaran (Rp.)
Penerimaan (Rp.)
Keutungan
R/C
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 23
KESIMPULAN
Varietas inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha yang menghasilkan gabah kering giling diatas 7,5 ton per ha di Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Semua mesin penggilingan yang digunakan baik single pass maupun double pass pada varietas inpari 4, inpari 7 dan inpari 13 dapat menghasilkan beras berkualitas premium dalam kelas mutu III berdasarkan BSN – Standar Nsional Indonesia (SNI) dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organic + 300 kg urea dan 150 kg urea + 200 kg phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha di Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Semua perlakuan mempunyai R/C rasio > 1 baik dalam bentuk gabah maupun beras, sehingga layak untuk dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA Badan Urusan Logistik (Bulog), 2006. Pedoman Umum Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun 2006 di Lingkungan Perum Bulog Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2008. Beras. Standar Nasional Indonesia. SNI 6128 : 2008. ICS 67. 060. Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2008. Beras Giling. Standar Nasional Indonesia No. 016128-1999. Departemen Pertanian (Deptan), 2008. Tanaman Terpadu Padi.
Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distan) Sulawesi Selatan, 2009. Statistik Pertanian Tahun 2008. Laporan Tahunan. Endrizal dan Jumakir, 2007. Keragaan Beberapa Varietas Padi Unggul Baru dan Kelayakan Usahatani Padi Pada Lahan Sawah Irigasi di Propinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 10 (3) : 199-206. Fitriadi, F., dan R. Nurmalina., 2008. Analisis Pendapatan Pemasaran Padi Organik Metode System of Rice Intensification (SRI) (Kasus di Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya). Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian www.sulsel.litbang.deptan.go.id 24
dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 11 (1) : 94-103. Imran, A., Suriani dan Sahardi, 2006. Kajian Tanam Padi Hambur Benih Langsung di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 9 (2) : 111-117. Imran, A., dan Suriany, 2010. Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru Padi Sawah Irigasi untuk Produktivitas diatas 7 t/ha GKG di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (Laporan internal, belum dipublikasikan). Indrasari, S.D., A, Daradjat, I. Hanarida, dan Komari, 2007. Evaluasi Karakteristik Nutu Giling, Tanak, dan Kandungan Protein Besi Kompleks Pada Beberapa Genotipe Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26 (1) : 62-68 Lestari, A.P., dan Y. Nugraha, 2007. Keragaman Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Padi Hasil Kultur Anter. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26 (1) : 8-13 Sarwono, A.B., Surono, dan Z. Harahap, 1982. Hubungan Antara Kadar Amilosa Beras dengan Rasa Nasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Badan Penelitian dan Pengemangan Pertanian. Jurnal Penelitian Pertanian. 2 (1) : 33-37 Setyono, A, 2006. Perbaikan Mutu Beras di Tingkat Rice Milling Unit (RMU) dan Metode Penilaiannya. Makalah disampaikan pada Training Karakteristik dan Daerah Adaptasi Padi Hibrida Maro bagi Agronomis PT. DuPont Indonesia pada tanggal 23 Maret 2006. Setyono, A., Suismono, Jumali dan Sutrisno, 2006b. Studi Penerapan Teknik Penggilingan Mutu untuk Produksi Beras Bersertifikat. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelsnjutsan. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Setyono, A., 2009. Perbaikan Teknologi Pasca Panen Dalam Upaya Menekan Kehilangan Hasil Panen. Orasi Pengukuhan Propesor Riset Bidang Pengolahan Hasil (Teknologi dan Mekanisasi Pertanian) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertnian. Departemen Pertanian. Bogor, 26 Nopember 2009. Kerjasama Deptan – LIPI.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 25
Sirappa, M. P., Andriko, N.S., dan Yakob, T., 2006. Kajian Usahatani Padi Varietas Unggul Tipe Baru dengan Pendekatan PTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 9 (10) : 18-28. Siregar, H., E. Suparman, dan B. Siregar, 1993. Daya Hasil Galur-galur Harapan Padi Sawah dan Interaksinya dengan Lingkungan. Penelitian Pertanian. Agricultural Research. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 13 (1) : 12-15 Standar Nasional Indonesia (SNI), 1993. Standar Mutu Gabah. Akreditasi. Badan Agribisnis Departemen Pertanian. TAN/01/01/1993
Pusat Standarisasi dan SNI 0224-1987-0/SPI-
Thahir, R. Sueharmadi dan A. Setyono, 1995. Usaha Perbaikan Pengeringan Padi di Tingkat Petani. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku 3. Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan – Jakarta/Bogor, 23 – 25 Agustus 1995. Wahid, S., L. Wiradjaswadi, S. Piay, dan M. Rahayu, 2000. Kajian Efisiensi Pemupukan Kalium Padi Sawah di Nusa Tenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 2 (2) : 75-83.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 26