A. Terminologi
Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Dalam bahasa Inggris beton disebut sebagai concrete yang berasal dari bahasa Latin yaitu concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Beton ialah material yang diperoleh dengan cara mencampur semen, air, agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil/spilt) dengan rasio tertentu yang kemudian mengeras menyerupai batu. Untuk tujuan tertentu kadang-kadang pada adukan beton diberikan suatu bahan tambahan (admixture), bisa yang bersifat kimiawi (chemical admixture) atau yang bersifat mineral (additive).
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Menurut SNI 03-2847-2002 (Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung), beton didefinisan sebagai campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton tanpa bahan tambahan dan dibuat menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah dikenal dengan beton normal di mana mempunyai berat isi 2200 kg/m3 sampai 2500 kg/m3. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara air dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan agregat halus (pasir) akan menjadi mortar dan jika ditambahkan lagi agregat kasar (seplit/kerikil) akan menjadi beton.
Gambar 1. Proses terjadinya beton Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Beton yang sudah mempunyai umur yang cukup (sudah mengeras seperti batu) kekuatan tekannnya sangat tinggi sementara kekuatan tariknya rendah.
Untuk menutupi kelemahan tersebut (kuat tariknya rendah), beton biasanya dikompositkan dengan batangan baja (yang selanjutnya disebut dengan istilah tulangan), sehingga membentuk apa yang disebut beton bertulang (reinforced concrete).
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Kebanyakan orang hanya mengetahui era kejayaan struktur beton pada masa Mesir Kuno atau Romawi, dan mapan pada saat Joseph Aspdin mendaftarkan patentnya untuk Semen Portland pada tahun 1824. Tapi sesungguhnya jauh sebelumnya pada tahun 6500 SM para pedagang Nabataea (atau sering disebut dengan kaum Bedouin) di Syria selatan dan Jordan utara telah membangun struktur bangunan mirip beton (Gambar 2). Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 2. Bangunan purba Nabataea di Syria (http://www.nachi.org/images10-2/syrian-concretestructure.jpg) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pada tahun 5600 SM, rumah-rumah beton mulai dibangun di sepanjang bantaran Sungai Danube, Yugoslavia (Gambar 3).
Gambar 3. Bekas reruntuhan pemukiman di bagian timur di bantaran Sungai Danube, Yugoslavia, tampak bekas-bekas fondasi rumah beton dari masa lalu (http://donsmaps.com/images7/lepenskihouse45dig.jpg) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pada tahun 3000 SM, mortar digunakan oleh bangsa Mesir kuno dengan mencampur lumpur dan jerami serta gypsum dan kapur untuk membuat bata dan membangun piramida.
Piramida yang sangat terkenal, yaitu Great Pyramid di Giza (Gambar 4), memerlukan sekitar 500.000 ton mortar yang digunakan sebagai pelapis batu-batu kotak sehingga dapat dipahat.
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 4. Great Pyramid di Giza (http://www.culturefocus.com/egypt/pictures/pyramids-22small.jpg) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan pembangunan piramida di Mesir , bangsa Cina mulai mengaplikasikan semen untuk membuat kapal dan membangun Tembok Besar (The Great Wall) dengan menggunakan bahan perekat semacam beras ketan (sticky rice). Di sebelah barat daya Cina tepatnya di Provinsi Gansu beton mulai digunakan untuk pembuatan struktur lantai bangunan, di mana beton di Cina masa itu berwarna hijau kehitaman, dan terbuat dari campuran semen, air, pecahan tanah liat, dan tulang. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 5. Tembok Besar China (http://www.thesurfbum.com/wp-content/uploads/2009/05/great_wall_1.jpg) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pada tahun 800 SM, bangsa Assiria dan Babilonia menggunakan bitumen (aspal) untuk merekatkan antara batuan besar dan kecil.
Selain itu, mereka juga menggunakan bitumen untuk merekatkan bata yang dibakar untuk membangun „ziggurat‟, yaitu bangunan masif berbentuk menara berundak.
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 6.
Bitumen pada bangunan „ziggurat‟ di Ur, wilayah Mesopotamia (http://www.biblearchaeology.org/post/2009/09/21/cult ural-change-andthe- confusion-of-language-in-ancientsumer.aspx) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 6. Bangunan „ziggurat‟ di Ur, (http://www.mesopotamia.co.uk/ziggurats/home_set.html) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Perkembangan teknologi beton yang cukup signifikan yaitu setelah ditemukannya material pozzolan alam dari pulau Santoini oleh bangsa Yunani pada tahun 600 SM. Pozzolan alam tersebut bersifat hidraulis bila dicampur dengan kapur dan dapat mengeras di dalam air maupun di udara terbuka. Salah satu bangunan beton yang terkenal dari masa tersebut adalah Kuil Neptunus di Paestum yang menjadi cagar budaya sampai saat ini. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 7. Kuil Neptunus di Paestum, salah satu kuil Yunani terbesar (http://www.travel-tidbits.com/tidbits/images/italy/I_Paestum_Temple_of_Neptune.jpg) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Perkembangan teknologi beton selanjutnya adalah berdirinya Kota Kuno Petra, Petra Ancient City (400 SM – 200 SM), yang terletak di sebelah barat daya Yordania dan kurang lebih 95 mil di sebelah tenggara Yerusalem. Kota Kuno Petra merupakan pemukiman kaum Nabataea yang sangat maju dan secara genius mampu melengkapi infrastruktur kota untuk kepentingan pertanian, rekayasa hidraulis, dan arsitektur, misalnya mereka menerapkan sistem konsevasi air, membangun dam-dam untuk mencegah banjir, dan membangun kuil-kuil. Rumah-rumah mereka dibangun pada tebing padas berwarna merah sehingga sering juga disebut dengan “rose-red city”. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 8. Kota Kuno Petra (http://www.workersforjesus.com/petra.htm) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pelaku pengembangan teknologi beton selanjutnya adalah Bangsa Romawi yang dimulai tahun 300 SM dengan mengaplikasikan bangunanbangunan beton yang fenomenal. Beton yang dibuat oleh Bangsa Romawi yaitu dengan cara merekatkan pecahan-pecahan material (bebatuan) dengan mortar dan kemudian di bagian sisi luar dan bagian sisi dalam dibungkus (dilapisi) dengan bata yang sekaligus berfungsi sebagai cetakan beton (bekisting). Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Untuk bangunan yang bersifat artistik dan bernilai, bangsa Romawi biasanya menggunakan semen dengan pasir vulkanis jenis „harena fossicia‟. Sementara untuk bangunan-bangunan yang terekspos atau yang langsung berhubungan dengan air (misal jembatan, dermaga, saluran drainase, saluran air, dll) mereka menggunakan pasir vulkanis jenis „pozzoulana‟ yang berasal dari Pozzouli, di dekat Teluk Naples. Kedua jenis pasir vulkanis tersebut bila tercampur dengan kapur dan air akan bereaksi secara kimiawi dan mengalami hidrasi sehingga menjadi suatu massa yang padat, keras dan kuat seperti batu. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Material beton yang dibuat oleh Bangsa Romawi mempunyai performance atau kinerja sangat baik ketika digunakan untuk membangun bangunanbangunan yang besar dan memerlukan kekuatan yang tinggi. Pemakaian bahan tambah (admixture) pada saat itu sudah digunakan dengan metode-metode yang sangat mendasar, antara lain lemak binatang, susu, dan darah.
Pada masa kejayaan Romawi juga telah mulai diproduksi pozzolan buatan dari tanah lempung kaolin yang terkalsinasi dan batuan vulkanis terkalsinasi. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Beberapa bangunan fenomenal yang dibangun pada jaman kejayaan Romawi diantaranya Pantheon pada tahun 128 M, Pemandian Romawi (Roman Baths) pada tahun 75 SM, Colloseum pada tahun 82 M dan lain-lain.
Gambar 9. Pemandian Romawi (Roman Baths) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi (http://www.bluffton.edu/~sullivanm/bathbaths/greatbath.jpg) - UNWIKU Purwokerto
Gambar 10. Colloseum di Roma, malam hari (http://www.hotelyorkcinisello.com/wpcontent/uploads/2012/07/Rome- How-Much-Youll-Pay-to-Visit-theColiseum.jpg) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 11. Bangunan “Pantheon” tampak atas, kubah terlihat jelas Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Salah satu bangunan beton fenomenal pada masa kejayaan Romawi yang lain dan patut menjadi catatan adalah „Pont du Gard Aqueduct‟ (saluran air) yang dibangun sekitar tahun 40-60 M.
Saluran air dari beton ini melintasi Sungai Gardon dekat Nimes di sebelah selatan Perancis di mana terbentang dari sumber air di Fontaine d'Eure dekat Ucetia (Uzes) sampai ke tempat tujuan distribusi air di Nemausus (Nimes) dan termasuk dalam Daftar Kekayaan Dunia, “The World Heritage List” (http://whc.unesco.org/en/list/344).
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 12. „Pont du Gard Aqueduct‟ , termasuk dalam World Heritage List (http://blog.pv-holidays.com/wp-content/uploads/2010/05/Pont-du-GardRoman-Aqueduct.jpg) Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Seiring jatuhya Kekaisaran Romawi pada tahun 476 M, teknologi beton tidak mengalami perkembangan atau bahkan tenggelam. Era kebangkitan kembali teknologi beton diawali penemuan John Smeaton (1756) yaitu proses penyempurnaan semen hidraulis Romawi, dengan mencampurkan Aberthaw biru (batu kapur dari Wales selatan) yang dibakar dengan pozzolan Itali dari Vicitavecchia.
Penemuan tersebut diaplikasikan untuk memperbaiki bangunan mercusuar „Eddystone Lighthouse‟ di Cornwall, Inggris pada Teknologi tahun 1756-1759 Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Tonggak sejarah terpenting perkembangan teknologi beton adalah ditemukannya Semen Portland oleh Joseph Aspdin pada tahun 1824. Namun, sebelum penemuan Semen Portland, beberapa patent untuk semen telah didaftarkan oleh para penemunya misalnya : 1. Bry Higgins telah mempatentkan semen hidraulis„stucco‟ (1779-1780) untuk keperluan plaster eksterior. 2. Tahun 1796, James Parker (Inggris) mempatentkan semen hidraulis alam yang mengandung lempung dengan nama Semen Parker atau juga disebut dengan Semen Romawi (Roman Cement). Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
3. Louis Vicat, pada tahun 1812-1813 telah mempatentkan kapur hidraulis buatan dengan mengkalsinasi campuran sintetis antara batu kapur dan lempung. 4. Patent semen hidraulis juga telah diperoleh Maurice St. Leger pada tahun 1818. Pada tahun yang sama, Canvass White, seorang insinyur Amerika, menemukan bahan galian cadas di Madison County, New York, sehingga dapat memproduksi semen hidraulis dengan cara yang lebih sederhana. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Nama „Portland‟ pada Semen Portland yang ditemukan oleh Joseph Aspdin (1824) merujuk pada suatu bangunan batu berkualitas prima yang dijumpai di Portland, Inggris.
Joseph Aspdin memperkenalkan metode pabrikasi semen Portland dengan cara pembakaran batu kapur pecah dengan lempung dan meleburnya hingga memperoleh bubuk semen.
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Kemajuan teknlogi beton berikutnya ditandai dengan perolehan patent oleh Joseph-Louis Lambot (1855) untuk sebuah kapal kecil yang terbuat dari beton bertulang.
Seiring dengan penemuan kapal beton bertulang oleh Lambot, Francois Coignet pada tahun 1853 berhasil membangun suatu rumah yang terbuat dari beton.
Gambar 13. Rumah Beton pertama Coignet, 1853 Teknologi Bahanoleh II - IwanFrancois Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pada tahun 1867 juga terjadi tonggak sejarah perkembangan teknologi beton yaitu dengan dipatenkannya bak air dari beton bertulang oleh seorang tukang kebun bernama Joseph Monier. Setelah penemuan bak air Joseph Monier juga berturut-turut mempatenkan pipa dan tangki (1868), plat datar (1869), jembatan (1873) dan tangga (1875).
Gambar 14.
Jembatan Chazelet oleh Joseph Monier, 1873 Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Sejarah perkembangan teknologi beton juga terjadi di Negara Amerika Serikat yaitu adanya eksperimen balok beton bertulang oleh Thaddeus Hyatt pada tahun 1850. Penemuan Hyatt tersebut tidak dipublikasikan sampai tahun 1877, kemudian pada tahun 1884 Ernest L. Ransome menggunakan konsep penemuan Hyatt menggunakan dan mempatenkan beton bertulang dengan tulangan ulir. Masih dari Amerika Serikat pada tahun 1875, William Ward untuk pertama kalinya membangun sebuah rumah dari beton bertulang di Port Chester, New York (sampai sekarang masih berdiri). Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 15. Ward Castle, rumah yang didirikan William Wards di Amerika Serikat, 1875
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Masih dari Amerika Serikat, pemikiran dalam bidang teknologi beton juga disumbangkan oleh Henri Le Chatelier (1887) yang merumuskan perbandingan tentang oksida-oksida penyusun kapur untuk bahan pembuat semen. Bahan-bahan penyusun tersebut dinamakan „Alite‟ (trikalsium silikat), „Belite‟ (dikalsium silikat), dan „Celite‟ (tetrakalsium alumina ferit). Le Chatelier juga berpendapat bahwa pengerasan beton disebabkan oleh pembentukan kristal-kristal yang disebabkan reaksi antara semen dan air. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Perkembangan teknologi beton di Amerika Serikat tahun 1890-an juga sangat signifikan.
Pada tahun 1891, George Bartholomew, membuat jalan beton pertama di Bellefontaine, Ohio, Amerika Serikat, di mana jalan beton tersebut masih ada dan masih dipergunakan sampai sekarang.
Gambar 16. Jalan beton tertua di Bellefontaine, Ohio, USA, lengkap dengan monumen peringatan Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pada awal abad ke-20, teknologi beton mengalami perkembangan dan kemajuan yang signifikan. Pada tahun 1902, August Perret membangun apartemen dari struktur beton bertulang di Paris, yang diterapkan pada kolom, balok, dan lantai, dengan desain eksterior yang berupa „façade‟. Pada tahun 1904, E.L. Ransome membuat bangunan bertingkat tinggi pertama (terdiri dari 16 lantai dengan ketinggian 210 ft) dari struktur beton bertulang di Cincinnati, Ohio, USA yang diberi nama
Ingalls Building.
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 17. Apartemen karya August Perret di 25 Rue Frank lin, Paris, Perancis
Gambar 18. Ingalls Building, 1904
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Saat yang bersamaan dengan pembangunan Ingalls Building di Ohio, USA (tahun 1904), beton pra-cetak (precast concrete) mulai diaplikasikan di proyek Pelabuhan Sidney, yaitu mercusuar dan dermaga, Bradley's Head Lighthouse and Millers Point Wharves.
Gambar 19. Bradley's Head Lighthouse Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pasca gempa San Fransisco tahun 1906, beberapa peristiwa penting dalam perkembangan teknologi beton perlu dicatat. Di Roma pada tahun 1911 dibangun Jembatan Risorgimento dari material beton bertulang dengan bentang sepanjang 328 feet. Pada tahun 1913 di Baltimore, Maryland, USA, perusahaan beton siap-pakai (ready-mix) mulai berproduksi.
Gambar 20. Jembatan Risorgimento di Roma Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Dalam hal standarisasi dan peraturan terkait material beton di USA, pada tahun 1917, National Bureau of Standards (sekarang the National Bureau of Standards and Technology) dan the American Society for Testing and Materials (sekarang ASTM International) telah menetapkan standar formula untuk Semen Portland.
Dalam kurun waktu tahun 1900-1920, terdapat 2 hal penemuan yang menarik terkait inovasi di bidang teknologi beton. Pada tahun 1908, Thomas Alva Edison mempatentkan sistem cetakan besi untuk rumah beton monolit yang mencetak sekaligus dinding, lantai, tangga, atap, bak mandi dan bak cuci, serta saluran untuk listrik dan air. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pada tahun 1911 ditemukan metode konstruksi bernama ‟shotcrete‟ yang mempermudah pengecoran vertikal dan horisontal tanpa cetakan (form work).
Pada tahun 1913 telah dipatentkan pompa beton (concrete pump) yang mempermudah proses pengecoran pada lokasi yang mempunyai ketinggian. Pada tahun 1914 setelah beberapa puluh tahun proses penggarapan konstruksinya telah diresmikan infrastruktur yang dibuat dari struktur beton yaitu Terusan Panama. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 21. Terusan Panama masa kini Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Tonggak sejarah perkembangan teknologi beton selanjutnya terjadi pada tahun 1921 yaitu dibangunnya 2 buah hanggar raksasa berbentuk parabola di Bandara Orly, Perancis oleh Eugene Freyssinet seorang pemilik/penemu patent beton prategang (prestressed concrete) .
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 23. Hanggar raksasa parabolik di Bandara Orly, Perancis
Gambar 22. Pekerjaan hanggar raksasa Parabolik di Bandara Orly, Perancis Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Setelah ditemukannya air entraining agent yaitu suatu zat untuk meningkatkan ketahanan beton terhadap pembekuan (freezing) ataupun pencairan (thawing) pada tahun 1930, inovasi dalam teknologi beton yaitu ditemukannya struktur „pelat-cangkang‟ (thin shell) yang digunakan Pier Luigi Nervi untuk hanggar Angkatan Udara Itali pada tahun 1935. Struktur beton bertulang pelat-cangkang biasanya digunakan pada atap dan kubah, di mana elemen ini meniadakan penyangga, dan konsekuensinya kinerja elemen didasarkan sepenuhnya pada elemen pelat cangkang itu sendiri, sehingga memberikan interior yang luas. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 24. Hanggar pelat-cangkang Pier Luigi Nervi untuk Angkatan Udara Itali
Gambar 25. Kantilever beratap pelat-cangkang Teknologi Bahanpada II - IwanMadrid Rustendi Hippodrome - UNWIKU Purwokerto
Pada tahun yang sama yaitu 1935, Eduardo Torroja, seorang insinyur Spanyol membangun kantilever beratap pelat cangkang pada Madrid Hippodrome (Gambar 25). Trend atap bangunan dengan pelat cangkang pada waktu itu juga menghasilkan bangunan spektakuler lainnya, yaitu desain dari Felix Candela (1951) untuk atap hiperbolik parabolik (Gambar 26) pada The Cosmic Ray Laboratory at the University of Mexico City.
Bentuk atap jenis pelat cangkang juga dijumpai pada Sydney Opera House yang fenomenal, yang dikerjakan pada tahun 1959-1973, didesain oleh Jorn Utzon, dan Lotus Temple di New Delhi, India, yang mengaplikasikan atap pelat cangkang yang membentuk bunga lotus. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 25. The Cosmic Ray Laboratory dengan atap hiperbolik parabolik
Gambar 26.Lotus Temple di New Delhi dengan konstruksi atap pelat cangkang yang disusun berlapis Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 27. Pekerjaan konstruksi gedung Sidney Opera House, Australia
Gambar 28. Gedung Sydney Opera House, Australia masa kini Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pada tahun 1935 perkembangan teknologi beton mencatat peristiwa penting yaitu selesainya proyek waduk raksasa Hoover Dam (Boulder Dam) yang dibangun sejak tahun 1931 di perbatasan Nevada bagian selatan dan Arizona yang membentang di sepanjang Sungai Colorado di Black Canyon. Tujuan dibangunnya Hoover Dam adalah untuk mencukupi kebutuhan irigasi, listrik dari sumber daya air, dan mencegah banjir, terutama di Negara bagian California dan Arizona dan telah menghabiskan 3.250.000 yard beton serta tambahan 1.110.000 yard untuk pembangkit listrik dan bangunan penunjang lainnya. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Hoover Dam
Gambar 28. Pekerjaan konstruksi waduk raksasa
Gambar 29. Hoover Dam di tahun 2011 Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Era selanjutnya dalam perkembangan teknologi beton adalah era „pencakar langit‟ (skyscrapers) yang dimulai tahun 1960-an. Pada tahun 1962 berdiri pencakar langit Bertrand Goldberg's Twin Towers setinggi 588 ft di Marina City, Chicago yang menandai era aplikasi beton bertulang untuk bangunan bertingkat tinggi (tall
building).
Pada tahun 1964 Place Victoria di Montreal Canada setinggi 624 ft berdiri dengan mengaplikasikan beton berkekuatan 6000 psi untuk kolomnya. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 30. Bertrand Goldberg's Twin Towers di Marina City, Chicago
Gambar 31. Place Victoria di Montreal, Teknologi CanadaBahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Pada tahun 1970, One Shell Plaza di Houston, Texas, setinggi 714 ft didirikan juga dengan mengaplikasikan beton berkekuatan 6000 psi. Mutu beton yang lebih tinggi, yaitu 7500 psi juga telah diaplikasikan pada gedung Lake Point Tower setinggi 645 ft dengan 70 lantai di Illinois, Chicago pada tahun 1968.
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Bangunan-bangunan pencakar langit yang mengaplikasikan teknologi beton sangat menarik untuk dicermati, karena berbagai bangunan pencakar langit yang mulai dibangun sejak tahun 1930-an berlombalomba mencapai ketinggian maksimum. Diawali dengan pembangunan Empire State Building, New York, berdiri pada tahun 1931 dan diikuti World Trade Center (WTC) yang berdiri pada tahun 1972-1973. Pada tahun 1974 berdiri Sears Tower di Chicago dan disusul Petronas Tower pada tahun 1998 di Kuala Lumpur Malaysia. Pada tahun 1999 berdiri Jin Mao Tower di Sanghai, dan tahun 2003 berdiri Two International Finance Center.
Menara Taipei 101 berdiri tahun 2004, diikuti Shanghai World Finance Center pada tahun 2007. Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab, selesai dibangun pada tahun 2009 dan pada tahun tersebut mulai dibangun Freedom Tower atau One World Trade Center yang diharapkan selesai pada tahun 2013. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 32. Bangunan-bangunan tertinggi di dunia Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Aplikasi teknologi beton dalam infrastruktur jembatan juga mengalami kemajuan pesat, khususnya pada pemabagunan jembatan bentang panjang. Sunniberg Bridge dengan bentang 526 m merupakan landmark dari Landquart River Valley dekat Klosters di Swiss, dibangun tahun 1998 dan diresmikan tahun 2005.
Jembatan bentang panjang lainnya yang dibangun setelah itu adalah 17th Street Bridge di San Fransisko pada tahun 2003. Sebelumnya yaitu tahun 2000 dibangun lintasan kereta api dan terowongan Oresund Fixed Link yang menghubungkan Denmark dengan Swedia. Pada tahun 2005, berdiri jembatan Millau Viaduct dengan bentang 2.5 km yang menghubungkan Paris dan Montpellier, dengan kolom jembatan tertinggi di dunia setinggi 200 m. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 33. Sunniberg Bridge di Landquart River Valley, Swiss
Gambar 34. Jembatan Millau Viaduct di Perancis
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Bangunan infrastruktur penting lainnya yang mengaplikasikan teknologi beton adalah waduk Three Gorges Dam yang dibangun setelah tahun 2000 di China tepatnya di Yiling District, Yichang, Provinsi Hubei. Waduk raksasa tersebut dibangun pada tahun 2009 dan direncanakan selesai konstruksinya pada tahun 2012 dan dibangun untuk mencukupi kebutuhan 13 kota dan 2 juta penduduk.
Perkembangan teknologi beton masih terus akan ditumbuhkan dari waktu ke waktu untuk mencapai dunia berkelanjutan. Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 35. Three Gorges Dam di China Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
THE END
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Gambar 2. Minturnae Aquaduct
Gambar 3. Colosseum di Roma
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto
Teknologi Bahan II - Iwan Rustendi - UNWIKU Purwokerto