Kata-Kata Berdiftong Dalam Bahasa Indonesia Wiwik Darmini Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjen. S. Humardani No. 1 Sukoharjo, 57521 Telp (0271) 593156 Abstrak Penelitian ini membahas tentang diftong dalam bahasa Indoesia meliputi kata-kata berdiftong ai, au, dan oi, dan produktifitas ketiga diftong tersebut. Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif yakni mendiskripsikan apa adanya yang ditemukan dalam bahasa Indonesia kemudian diklasifikasikan, dan dianalisis. Sumber data diperoleh dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Datanya berupa semua yang mengandung diftong, ai, au, dan oi yang berada dalam kamus tersebut yang sekaligus terdapat kategorinya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah ditemukan 203 kata-kata berdiftong dalam bahasa Indonesia yang tediri atas kata berdiftong ai 84, berdiftong au 58, dan berdiftong oi 11. Adapun keproduktifan diftong dapat dikatakan yang kategori nomina yang paling produktif baik yang berdiftong ai maupun ou, diikuti adjektif, sedangkan yang lain tidak produktif. Kata-kata kunci : kata, diftong, Bahasa Indonesia
Pendahuluan Fonologi dalam Bahasa Inggrisnya phonology adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya (Kridalaksana, 1983: 45). Bidang linguistik yang satu ini masih kurang diminati oleh objek penelitian mahasiswa, khususnya di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, tempat peneliti menjadi dosen. Demikian pula diftong yang termasuk bagian pembicaraan dalam fonologi. Pembicaraan diftong dalam buku-buku, misalnya Tata Bahasa Bahasa Indonesia (Alwi dkk, 1998: 52-53), Asas-asas Linguistik Umum (Chaer, 2003; 115-116) masih sangat terbatas. Pembicaraannya baru meliputi definisi, dan macamnya, dan disertai contoh yang terbatas pula. Adapun dalam buku Fonetik (Marsono, 1993: 51) sudah cukup ada kemajuan berbeda dengan ahli yang lainnya. Perbedaan ada pada jenis diftong naik yang ada dalam bahasa Indonesia (secara lengkap bisa dilihat dalam bab dua). Adapun mengenai kategori kata berdiftong belum disinggung sama sekali badai, misalnya berkategori nomina,amboi bergategori partikel, abai berkategori adjektiva beserta maknanya masing-masing belum pernah dibahas. Selain itu keproduktifan masing-masing diftong juga belum sama sekali disinggung. Untuk melihat keproduktifan masing-masing diftong dalam bahasa Indonesia menurut peneliti melalui jumlah kata-kata yang berdiftong. Apabila jumlah kata-kata yang berdiftong tertentu banyak menandakan keproduktifan diftong tersebut, sebaliknya apabila jumlahnya sedikit dari perbandingan jumlah kata-kata yang berdiftong yang kurang produktif. Untuk mengetahui keproduktifan tersebut peneliti membuat daftar masing-masing kata yang berdiftong beserta maknanya. Berdasarkan itu mudah untuk mengetahui diftong mana yang paling produktif dan mana yang kurang produktif. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik membahas diftong dalam bahasa Indonesia. Agar peneliti terfokus perlu dirumuskan masalah. Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Apa sajakah kata-kata yang berdiftong ai, au dan oi dalam bahasa Indonesia?, (b) Apa sajakah kategori kata-kata yang berdiftong ai, au, 122
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
dan oi dalam bahasa Indonesia? (c) Bagaimanakah keproduktifan diftong ai, au dan oi dalam bahasa Indonesia? (d) Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, berikut ini dikemukakan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui: (a) Kata-kata yang berdiftong ai, au dan oi dalam bahasa Indonesia, (b) Kategori kata yang berdiftong ai, au dan oi dalam bahasa Indonesia, (c) Keproduktifan diftong ai, au, dan oi dalam bahasa Indonesia. Tinjauan pustaka ini berisi laporan terhadap buku-buku yang telah membicarakan diftong ai, au, dan oi, dalam bahasa Indonesia. Maksud tinjauan pustaka ini untuk mengetahui seberapa jauh pembicaraan diftong yang dilakukan oleh para ahli dalam tulisan-tulisannya. Berdasarkan tulisan-tulisan para ahli dapat diketahui visi-visi yang belum tuntas dibahas oleh para ahli tersebut. Sejauh pengamatan yangdilakukan ahli-ahli bahasa yang telah membicarakan diftong dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: (1) Tarjan Hadidjaja (1967:5-6) dalam buku Tata Bahasa Indonesia, mengatakan bahwa diftong atau disebut juga bunyi padu yang terdiri dari ai, au, dan oi. Diftong tersebut ada pada kerbau, danau, harimau, sampai, ramai, gadai, dan amboi; (2) Sutan Muhammad Zain (1967:13) dalam buku Djalan Bahasa Indonesia mengatakan bahwa huruf ai, au, dan oi merupakan majemuk. Selain itu huruf majemuk juga untuk menyebut ng, nj, dan tj, huruf majemuk ai, au, dan oi ada pada contoh gulai, sampai, santai, pulau, kerbau, surau, dan amboi; (3) Alisyahbana (1983: 37) dalam buku Tata Bahasa Indonesia menyebut diftong atau vocal rangkap bahasa Indonesia ai (damai), au (dalam pulau), oi (dalam sekoi, keroi, amboi). Bunyi diftong ai dalam ramai berbeda dengan bunyi ai dalam disukai. Demikian juga au dalam pulau berbeda dengan au dalam bau dan mau; (4) Keraf (1980: 32) dalam buku Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas mengacu ke tata bahasa tradisional. Diftong menurut tata bahasa tradisional adalah dua vocal berurutan yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu, seperti dalam kata-kata ramai, pantai, pulau, dan sebagainya. Urutan vocal seperti dalam kata damai, ditandai tidak termasuk diftong, karena tahap-tahapannya diucapkan dalam kesatuan waktu yang berlainan. Menurutnya dalam linguistic modern diftong tidak digunakan lagi karena tidak sesuai dengan hakikat dari bunyi-bunyi tersebut. Secara fonetis kata-kata tersebut di atas akan ditulis / ramay /, / pantay/, / pulau /dan sebagainya; (5) Marsono (1993: 19) dalam buku Fonetik diftong disebut dengan istilah bunyi rangkap. Bunyi rangkap adalah bunyi yang terdiri dari dua bunyi dan terdapat dalam satu suku kata. Cirri diftong menurut Marsono adalah keadaan posisi tidak dalam mengucapkan bunyi vocal yang satu dengan yang lain saling berbeda, diftong naik dalam bahasa Indonesia [ oi ], [ ai ] dan [ au ]. Selanjutnya Marsono (1993: 51) menyebutkan bahwa dalam bahasa Indonesia memiliki tiga jenis diftong naik yaitu: (a) Diftong naik – menutup – maju [ ai ], misalnya dalam: pakai, lalai, pamdai, tupai, sampai; (b) Diftong naik – menutup – maju [oi], misalnya dalam: amboi, sepoi-sepoi; (c) Diftong naik – menutup - mundur [au], misalnya dalam saudara, saudagar, lampau, surau, pulau, kacau; (6) Alwi dkk (1998: 52) dalam buku Tata Bahasa, Buku Bahasa Indonesia menyebut diftong adalah vocal yang berubah kualitasnya pada saat pengucapannya. Diftong dalam bahasa Idonesia ada tiga yakni /aw/, /ay/, dan /oy/. Diftong tersebut dituliskan au, ai, dan oi. Kedua bunyi vocal pada diftong melambangkan satu bunyi vocal yang tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut harus dibedakan dengan dua vocal yang berjejer (berderet). Diftong au pada harimau, ai pada sungai, dan oi pada sekoi. Diftong tersebut berbeda dengan deretan biasa au pada harimau, ai pada gulai (diberi gula) dan oi pada menjagai; (7) J. W. M Verhaar (1999: 39-40) dalam buku Azaz-azaz Linguistik Umum Verhaar menyebut vocal rangkap dua untuk diftong. Dalam buku tersebut hanya menyebut 123
WIDYATAMA
Wiwik Darmini. Perbedaan Kata Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu……….
[au] dalam kalau dan [ai] dalam badai yang berbeda dengan au dalam baur dan ai dalam kait; (8) Chaer (2003: 115) mengatakan bahwa diftong atau vocal rangkap. Diftong atau vocal rangkap. Diftong dalam adalah [an] dalam kerbau dan harimau; [ai] dalam cukai dan landai; [oi] dalam sekoi, sedangkan vocal [au] dan [ai] pada akat bau dan lain bukan diftong. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembicaraan diftong dalam bahasa Indonesia dalam buku-buku yang disusun para ahli terbatas pada pengertian dan macamnya, serta contoh-contohnya juga terbatas. Pada kesempatan ini akan dicoba untuk meneliti kata-kata yang mengandung diftong, kategori, dan produktifitas tiap-tiap diftong. Diftong adalah vocal yang berubah kuaitasnya pada saat pengucapannya. Dalam sistem penulisan diftong bisa dilambangkan oleh dua huruf. Kedua huruf vocal itu tidak bisa dipisahkan (Alwi dkk 1998: 52). Bunyi [aw] pada kata harimau adalah mau tidak dapat dipisahkan menjadi ma-u. diftong berbeda dengan deret vocal, deret vocal merupakan dua vocal yang berjejeran yang masing-masing vocal ada suku kata lain sedangkan diftong ada pada satusuku kata. Contoh deret vokal oi pada poin, au pada lauk merupakan deret vokal karena masing-masing ada pada suku kata yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia ada 3 macam diftong yakni /aw/, /ay/, dan /oy/ masingmasing ada pada lampau, cabai, dan koboi. Selain itu diftong dapat dibedakan menjadi (a) Diftong naik; (b) Diftong turun; dan (c) Diftong memusat. Dalam bahasa Indonesia diftongnya termasuk diftong baik. Metode Penelitian ini dimasukan dalam penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian jenis ini bertujuan mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendiskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal, keadaan, gejala atau fenomena. Hal itu tidak terbatas pada sekadar pengumpulan data, melainkan meliputi analisis dan interprestasi mengenai data tersebut (Sutopo, 1996: 8). Adapun menurut Whitney (dalam Nasir, 1985: 65) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. Sumber data yang digunakan adalah sumber-sumber tertulis seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengarang, Suharso dan Ana Retnoningsih, 1992, Penerbit Semarang Widya Karya. Adapun data penelitian berupa semua kata yang berdiftong dalam bahasa Indonesia yang ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pengarang, Suharso dan Ana Retnoningsih, 1992, Semarang Widya Karya. Berkaitan dengan di atas, pengumpulan data digunakan teknik-teknik sebagai berikut: (a) Teknik pustaka, teknik ini menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto, 1992: 42); (b) Sumber tertulis tersebut dalam penelitian ini seperti kamus dan buku-buku fonologi; (c) Teknik baca dan catat, teknik ini digunakan untuk membaca sumber tertulis yang sudah diuraikan di atas dibarengi dengan pencatatanterhadap data yang diperoleh agar memudahkan analisis selanjutnya. Dalam analisis data digunakan metode distribusional. Metode distribusional menganalisis sistem bahasa berdasarkan perilaku atau tingkah laku kebahasaannya (Subroto, 1992: 64-83). Penerapan metode distribusional di dalam penelitian ini dilanjutkan dengan menggunakan teknik perluasan. Teknik perluasan adalah teknik memperluas satuan lingual tertentu dengan unsur atau satuan lingual tertentu baik perluasan ke kiri maupun ke kanan. Teknik ini diberi contoh sebagai berikut untuk mengetahui kata berdiftong itu berkategori tertentu misalnya nomina dapat diperluas ke kiri atau ke kanan. Contoh pantai diperluas ke kiri bukan pantai, dierluas ke kanan pantai WIDYATAMA
124
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
yang indah. Dari perluasan tersebut diketahui kata berdiftong pantai memiliki kategori nomina, kaena yang dipakai untuk memperluas tersebut adalah ciri-ciri nomina. Hasil dan Pembahasan Berikut ini disajikan hasil penelitian yang dilakukan terhadap kata-kata yang berdiftong sekaligus pengelompokan masing-masing dalam kategori, kemudian dilanjutkan produktifitas dari masing-masing diftong. Kata-kata Berdiftong dalam Bahasa Indonesia dan kategorinya Berikut ini disajikan kata-kata berdiftong dalam bahasa Indonesia beserta maknanya berdasarkan penelitian yang dilakukan beserta pengklasifikasian dari masing-masing diftong. Kategori nomina 84, yakni Alai’ pohon yang buahnya seperti petai besar’(26), ambai’ jaring yang dipasang pada belat’ (33), ambai’ tumbuhan (benalu)’(33), ambai-ambai ‘ketam yang hidup di pantai, yang jalannya cepat’ (33), andai’ peristiwa yang dianggap mungkin terjadi (38), badai’ angin ribut’ (64), bagai kl ‘jenis, macam, sama, persamaan, banding’ (65), balai ‘gedung, rumah, kantor’ (70), balai-balai’ tempat duduk atau tempat tidur yang dibuat dari bamboo atau kayu’ (70), bantai ‘daging (binatang yang disembelih)’ (75), barai ‘sifat laut yang dapat dimakan’ (77), bantai ‘sejenis pohon’ (78), baterai ‘alat penghimpun dan pembangkit listrik’ (78), belalai’ jenger, hidung yang panjang’ (81), belantai, kayu yang ringan’ (81), berunai ‘pohon’ (86), birai’ pagar atau dinding rendah ditepi jembatan; penyekat (90), bonsai ‘tumbuhan yang tumbuh sangat kerdil’ (92), brurai ‘pohon perdu yang tingginya dapat mencapai 4 sampai 5 m, karyanya lurus dank eras, biasanya untuk tongkat’ (94), bulai ‘putih seluruh tubuh dan rambut ‘(95), bunglai’ tumbuhan ‘(96), cabai ‘lada; Lombok’ (97), cadai ;kain berlahan maudi’ (99), canai ‘batu asahan yang bundar’ (103), cengkurai ‘sutra, cindai’ (107), ceramai ‘pohon; buahnya kecil-kecil macam’ (108), cindai’ sutera yang berbunga-bunga’ (109), cukai ‘bea, pajak’ (110), damai ‘riuh rendah’ (115), dawai ‘kawat halus’ (118), denai ‘bekas, jejak binatang besar’ (119), gadai ‘pinjam meminjam uang dengan menyerahkan barang dan dengan batas waktu’ (145), gerai’ tempat duduk pengantin’ (154), hampai menyampaikan’ (168), helai ‘lembar barang yang tipis seperti daun, kertas’ (167), kasa ‘nama ikan laut’ (227), kedelai ‘kacang bijinya dibuat tempe, tahu’ (231), kerai ‘jalinan bilah penutup pintu/jendela (238), kerpai ‘tas tempet peluru; patrem’ (244), kyai ‘sebutan alim ulama islam’ (251), kilai’ kumparan benang untuk memintal’ (252), kisai ‘ajakan’ (254), kuai ‘air gulai yang biasa dimakam dengan nasi’ (270), kucai’ bawang yang dipakai sebagai sayur’ (272), kedau’ rumah tempat berjuang barang-barang (231), kudai ‘bakul (dari rafon’ (272), kumai ‘ukiran, barikan yang timbul’ (273), kurai ‘urat pada kayu’ (275), longgai ‘belat penangkap ikan ‘(284), malai-malai’pohon’(307), murai ,burung yang suka berkicau pagipagi hari’ (330), ngarai ‘serbuk cendana yang sering ditaburkan pada kain kafan’ (348), pantai ‘landai, miring sedikit, datar menurun’ (357), pegawai ‘orang yang bekerja pada pemerintah, perusahaan dan sebagainya’ (365), perai ‘bawang yang daunnya panjangpanjang dan dapat dimasak’ (371), perangkai ‘tabiat; watak’kelakuan’ (372), petai’ pohon buahnya berbiji yang baunya kurang sedap, tetapi enak dimakan ‘(377), pulai ‘pohon’ (394), peramai ‘burung sejenis merpati, terkukus dsb’ (395), rambai ‘pohon yang tingginya mencapai ‘(5 sampai 20 meter; buahnya seperti langsat’ (405), rambai ‘bulu yang halus dan panjang’ (405), rantai ‘tali dari cincin yang berkaitan ‘(408), rawai ‘alat penangkap 125
WIDYATAMA
Wiwik Darmini. Perbedaan Kata Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu……….
ikan yang terbuat dari tali atau rotan yang direntangkan dan diikat beberapa buah kail’ (411), relai ‘siput mutiara’ (418), salai ‘ikan, pisang salai; pisang yang dikeringkan di atas api’ (442), samurai’ pedang panjang khas Jepang’ (448), sangai, tudung kukusan, tudung saji yang kasar dari daun nipah’ (449), satai ‘irisan daging kecil-kecil yang ditusuk dan dipanggang’ (457), sebagai ‘seperti, semacam, bagai’ (460), selai ‘bubur dari buah-buahan yang dimasak dengan gula sampai kental’ (468), selampai ‘kain sutera yang lebarnya lebih kurang empat centi meter’ (469), senarai ‘daftar’ (475), sesai ‘uang jujur atau mas kawin yang belum terbuat’ (484), sigai ‘pasak atau palang yang dipasang ditiang bamboo untuk tumpuan memanjat’ (489), tangkai ‘gagang pada buah, daun, bunga’ (527), tapai ‘panganan terbuat dari ketan, ubi kayu yang direbus dan diragikan’ (530), tasai ‘tumbuhan’ (534), tempilai ‘pohon yang kayunya baik untuk dipakai bahan rumah’ (550), tukai ‘seluruh kaki dari pangkal paha ke bawah’ (600), tupai ‘binatang menggunggis, bajing’ (601), umbai ‘sebangsa usus kecil pada usus buntu’ (613), Kategori adjektiv ditemukan 26, yakni Abai ‘tak peduli’ (11), ampai ‘panjang (tinggi) dan ramping (35), bangsai ‘rapuh dan buruk; lapuk’ (74), capai ‘hendak memegang; capek, lelah’ (104), gemulai ‘berayan terlambai-lambai’ (154), kerasai ‘berbutir-berbutir, tidak lembik (tentang nasi)’ (244), ketai ‘paling kalah (tentang bermain kartu) (274), lalai ‘lengah’ (282), landai ‘tanah, pantai’ (284), langsai ‘sudah terbayar semua’ (284), lengkai ‘ramping dan tidak laku’ (290), lerai ‘menceraikan, melerai’ (294), lihai ‘ulung, pintar, cerdik’ (294), luncai ‘gendut’ (299), lunyai ‘lusuh; kumal’ (300), masai ‘kusut’ (312), pandai ‘pintar, cerdas’ (256), permai ‘elok, indah’ (375), pingai ‘putih kekuning-kuningan, kuning muda’ (382), ramai ‘riuh rendah; meriah ‘(405), remain ‘berasa di tulang’ (419), santai ‘bebas dari rasa ketegangan’ (452), semampai ‘ramping dan lemas’ (472), sengsai ‘kena benar atau cocok keadaannya’ (485), urai ‘lepas terbuka; tidak terikat; tidak bersimpul’ (621). Kategori adverbial 4 buah, yakni dapat dilihat di bawah ini : Pesai ‘terlepas dan berceraicerai’ (377), tunai ‘tidak bertanggung lagi’ (597), mulai ‘sejak dari’ (329), usai ‘selesai’ (623); Kategori partikel 1 buah, yakni Wahai ‘kata setu untuk menarik perhatian, memanggil’ (633) Kata-kata berdiftong au ditemukan 78 buah terdiri dari: Kategori nomina 58 buah yakni: Ambau “rakit yang dipasang pada kiri kanan perahu supaya tidak mudah terbalik (33), anggau ‘sejenis kepiting di Mentawai’ (40), bakau ‘pohon yang tumbuh di pantai’ (69), bakau berbagai pohon’ (70), barau-barau ‘burung cucak rawa; ikan laut yang dapat dimakan’ (77), belau ‘biru, ikan laut’ (81), betau ‘anakanak yang dilahirkan oleh satu ibu tetapi dari ayah yang berbeda atau sebaliknya (Dayak)’ (87), bukau ‘bukit dan lurah’ (95), cumau ‘pohon’ (102), cerau ‘buyi sebagai air hujan yang amat deras (108), danau ‘kumpulan air yang luas disekeliling daratan’ (116), dangau ‘gubuk disawah atau diladang’ (117), darau ‘daratan tinggi’ (117), desau ‘tiruan bunyi seperti daun-daunan tertimpa hujan lebar’ (121), enau ‘aren’ (134), endilau ‘pohon yang dapat mencapai ketinggian 15 m’ (134), geragau ‘mencakar-cakar kaki, tangan ‘ (154), igau ‘huru-hara, gempar’ (174), jeriau ‘kayu/bamboo yang dipasang melintang pada kasau untuk memasang atap’ (204), kakagau ‘putusan lembaga hokum tertinggi (di Toraja)’ (213), kasau ‘kayu (bamboo) yang dipasang melintang seakan-akan merupakan tulang rusuk pada atap rumah’ (227), kerbau ‘binatang ternak yang serupa lembu, tapi lebih besar dan kulitnya kelabu’ (240), keruyan ‘bunyi seperti yang timbul waktu mengunyah mentimun’ (243), kertau ‘pohon yang daunnya dipakai untuk memakan ulat sutra’ (245), WIDYATAMA
126
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
kicau ‘bunyi burung’ (252), kilau ‘cahaya berkilap’ (252), kuntau ‘kain tinju’ (275), kurau ‘ikan laut’ (276), langkau ‘tempat menjemur kopra’ (284), langkisau ‘angin kencang yang arahnya tidak tetap’ (284), lepau ‘berasa dibelakang rumah untuk dapur’ (291), linau ‘tumbuhan sebangsa palem, batangnya berduri lebar’ (295), mendau ‘pedang khas Kalimantan’ (309), merlimau ‘tumbuhan yang kayunya biasa dijadikan tongkat’ (319), pacau ‘barang yang berbau busuk yang dapat dipakai menakut-nakuti burung’ (348), pakau ‘permainan kartu Cina dengan kartu tiga helai ditangan dan dapat ditukarkan seperti main ceki’ (351), panu ‘belang-belang putih pada kulit manusia’ (356), pandau ‘paya, rawa’ (356), pantau ikan kecil berperut buncit yang hidup di air tawar’ (358), pikau ‘burung puyuh’ (380), pulau ‘tanah daratan yang dikelilingi air, dilaut, disungai atau danau’ (394), pakau ‘tepung dari biji kecubung dipakai untuk memabukkan atau menyebabkan orang tidur nyenyak oleh pencuri’ (394), rambau ‘patok atau tiang’ (406), rantau ‘pantai sepanjang teluk’ (408), rasau ‘pandan yang tumbuh di tepi sungai, baunya harum’ (410), sangau ‘tumbuhan dilaut’ (450), santau ‘racun yang sangat berbahaya yang dibuat dari berbagai ramuan’ (452), saudara ‘orang yang seibu sebapak ataupun seibu atau sebapak saja;adik atau kakak; orang yang bertalikan keluarga; anak; sanak; sederajat; dsb’ (457), saudari ‘saudara perempuan’ (458), surai ‘tempat umat Islam melakukan ibadah; langgar’ (506), tanau ‘burung seindit’ (524), telau ‘belang yang berwarna lebih muda atau lebih terang pada dasar warna tua’ (544), tembakau ‘tumbuhan daunnya diracik atau dikeringkan, dijadikan rokok, cerutu’ (547), tembarau ‘gelegah’ (548), tirau ‘hantu yang jahat’ (575), tungau ‘kutu yang kecil sekali beberapa pada kulit ayam’ (598), Kategori adjektiva 16 buah yakni:Balau ‘kacau’ (70), bantau ‘pukat tanah, jaring yang rapat-rapat untuk menangkap burung’ (75), basau ‘keras seperti kentang, ubi’ (78), cacau ‘lincah; selalu berpindah-pindah; tidak tetap’ gugup’ (99), galau ‘kacau tidakkaruan’ (147), garau ‘besar dan malam, suara parau’ (152), jerau ‘merah dan malam, suara perau’ (152), lempau ‘lunak, tetapi keras pada bagian atasnya’ (291), lecau ‘gilap; berkilat; berkilau’ (293), parau ‘serak; gerau’ (360), pasau ‘agak asin karena tercampur air laut’ (364), risau ‘buruk kelakuan (suka berbuat jahat)’ (431), rasau ‘gelisah; rusuh hati’ (431), sasau ‘kurang piker; sasar’ (456), sengau ‘suara melalui hidung’ (476), silau’ tidak dapat melihat nyata karena terlampau terang’ (491), Kategori partikel 3 buah yaitu: Kalau ‘kata penghubung untuk menandai syarat’ (214), kalau-kalau ‘kata penghubung untuk menandai pengandaian yang tidak pasti’ (214), walau ‘meskipun’ (634). Kategori pronominal hanya 1 buah cakau ‘promina person tunggal’ (134). Kata-kata berdiftong oi ditemukan 11 terdiri atas: Kategori nomina 7 buah, yakni Aboi ‘sebutan pembesar orang Cina’ (12), amoi ‘anak perempuan Cina’ (35), antoi ‘pohon, kayunya berwarna keputih-putihan, dipakai untuk pembuatan rumah sementara karena mudah lapuk’ (47), konvoi ‘iring-iringan mobil dengan pengawalan bersenjata garis vertical (266), masoi ‘mesiu’ (312), sekoi ‘biji-bijian; jawa’ (466), Kategori adjektiva 2 buah, yakni Adjektiva Peroi ‘lunak dan rapuh’ (375), tomboy sifat kelaki-lakian’ (579), Kategori partikel 2 buah, yakni:Amboi ‘kata seru menyatakan heran, kasian, atau kagum’ (34), asoi ‘cak, enak; nikmat’ (56). Produktifitas Diftong ai, au, dan oi 127
WIDYATAMA
Wiwik Darmini. Perbedaan Kata Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu……….
Berdasarkan uraian di atas masing-masing hasil pengelompokan dimasukkan tabel hasilnya dapat dilihat berikut ini: Tabel Produktifitas Diftong Diftong Jumlah Ʃ jumlah N adj par adv proun ai 84 26 1 2 au 58 16 3 1 oi 7 2 2 149 42 7 4 1 203 Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan yang paling produktif adalah diftong ai, au, yang terakhir oi tidak begitu produktif karena hanya ditemukan dalam 11 kata. Jumlah 203 itu didominasi kategori nomina 149 buah, 42 adjektiva. Simpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa (a) Kata-kata berdftong ai, au, dan oi dalam bahasa Indonesia ditemukan sejumlah 203, (b) Diftong ai, berkategori nomina 84, adjectiva 26, adverbia 2, dan partikel 1;Diftong au berkategori, nomina 58, adjectiva 16, pronomina 3, dan partikel 3; dan Diftong oi berkategori, nomina 7, adverbia 2, dan partikel 2; (c) Berdasarkan uraian di atas yang paling produktif kategori N baik berdiftong ai dan au sedangkan yang lainnya tidak begitu produktif. Daftar Rujukan Alisjahbana, Sutan Takdir. 1983. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Alwi, Hasan. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Chaer, Abdul. 1003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Hadidjaja, Tardjan. 1967. Tata Bahasa Indonesia. Yogyakarta: UP. Indonesia. Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. EndePlores: Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Marsono. 1993. Fonetik. Jogjakarta: Gajah Mada. University Press. Muhammad Zain. 1967. Djalan Bahasa Indonesia. Surabaya: Socora Asia. Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Linguistik Struktural. Surakarta: Duta Wacana University Press. Suharso dan Ana Retnoningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya. Verhar, J.W.M. 1999. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
WIDYATAMA
128