Edisi Khusus (November 2016)
Karya Vira Jati
17
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
ABSTRAK
Proxy war adalah suatu konflik yang terjadi antara dua negara atau aktor bukan negara, namun keduanya tidak berhadapan secara langsung. Proxy war mulai dirasakan fenomenanya di Indonesia sehingga harus disikapi dengan tepat melalui beragam langkah dalam menghadapinya. Karakteristik proxy war yang memanfaatkan teknologi terkini dengan mendayagunakan negara atau aktor non negara untuk mengalahkan musuh tanpa harus berhadapan secara langsung, menempatkan pendidikan bela negara pada posisi yang sangat strategis. Bela Negara dalam hal ini juga memperoleh momentum sebagai solusi yang dianggap cepat atas ancaman tersebut. Untuk itulah, jalinan kerjasama antara Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dengan perguruan tinggi beberapa waktu terakhir, harus disikapi sebagai suatu kesadaran akan suatu kondisi pergeseran ancaman maupun tantangan bagi Indonesia di era kekinian. Guna memperoleh solusi atas permasalahan tersebut maka disusunlah tulisan ilmiah dengan berbasis pada data primer maupun data sekunder. Teknik wawancara maupun studi kepustakaan dilakukan untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Sebagai hasilnya penulis menyarankan suatu langkah pembaruan dengan langkah reorientasi dan reformulasi pola pendidikan bela negara, dari satu arah menjadi beragam arah, dari yang sangat teknologis, ke arah humanis. Pemanfaatan teknologi terkini, sumber daya manusia unggul, hingga kesadaran kebangsaan yang kuat dalam pola hubungan militer dan pendidikan tinggi, merupakan bentuk pembaruan yang bersinergi guna mengatasi ancaman. Kata kunci: Pendidikan Pendahuluan Bela Negara, Proxy War. ABSTRACT
Proxy War as a uniqeue form of warfare and begin to influence Indonesia, must be settled properly through various defense reform. Considering the characteristic of proxy war as a conflict which uses the latest technology empower state or non state actor to defeat enemy without facing them directly, put the state patriotic program at a strategic position and gain momentum as the best prescription for the problem. Therefore, the cooperation between Indonesian Army and universities have to be elevated in order to increase the awareness of the threats and challenges that faced by Indonesia. This qualitative research was conducted in order to formulate the strategy to face the proxy war. As a result, we suggested reformulation and reorientation structure on the state patriotic program in order to shape our younger generation from technologies approach to humanity approach. By using the modern technology dan better human resources, there should be a stronger relationship between the military and the universities in Indonesia in forming sinergy to face the proxy war threats. Keywords: Proxy War, TNI AD, non state actors, state patriotic program, young generation 18
Karya Vira Jati
Edisi Khusus (November 2016)
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
PENDAHULUAN
Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Pada sebuah kesempatan kuliah
1945.2
umum di Universitas Indonesia, Jenderal
Oleh karenanya, jalinan kerjasama
Gatot Nurmantyo memaparkan sifat dan
antara Tentara Nasional Indonesia Angkatan
karakteristik perang yang saat ini telah
Darat (TNI AD) dengan perguruan tinggi
bergeser seiring perkembangan ilmu
beberapa waktu terakhir, harus disikapi
pengetahuan dan teknologi. Digambarkan
sebagai suatu kesadaran akan suatu kondisi
bahwa dimasa yang akan datang, ketika
pergeseran ancaman maupun tantangan
energi fosil diprediksi menipis pada 2043,
bagi Indonesia di era kekinian maupun
kawasan dengan sumber bio energi, menjadi
dimasa mendatang. Bagaimanapun, ketika
wilayah perebutan dan menjadi ajang konflik
upaya penyelamatan bangsa dan negara
sebagai akibat tarik-ulur kepentingan yang
diancangkan, maka yang harus
mengarah pada lokasi dan wilayah sumber
dipersiapkan adalah generasi penerus yang
pangan sekaligus sumber energi tersebut.
1
memiliki ketangguhan. Adapun generasi
Indonesia sebagai salah satu negara
penerus terbaik itu tidak lain adalah para
dengan bentang wilayah laut mencapai 5,8
mahasiswa yang sangat terbuka terhadap
juta km2, dengan gugusan lebih dari 17.500
ragam disiplin ilmu dengan bermacam
pulau, serta garis pantai sepanjang 81.000
anasirnya. Di satu sisi, keterbukaan
km merupakan yang terpanjang kedua di
informasi dan disiplin ilmu sangat diperlukan.
dunia setelah Kanada. Indonesia adalah
Akan tetapi tanpa penjagaan yang kuat,
wilayah yang memenuhi syarat untuk
kebebasan demikian potensial mengalami
diperebutkan sebagaimana digambarkan di
distorsi dan pembelokan arah yang tidak
atas. Belum lagi luasan areal hutan yang
mudah untuk dikembalikan. Bahkan pada
mencapai 99.6 juta hektar, merupakan
titik
potensi vegetasi yang sangat besar
penerus bangsa yang disebut mahasiswa
sepanjang tahun yang akan menjadi arena
demikian, dapat pula berbalik menjadi actor
persaingan kepentingan nasional berbagai
non state yang justru menjadi senjata utama
negara. Untuk itu, diperlukan langkah
proxy war.
tertentu tanpa filterisasi, generasi
antisipasi dan persiapan yang matang agar
Pada suatu kondisi, generasi muda
bangsa Indonesia mampu menjamin tetap
penerus bangsa sangat potensial larut
tegaknya keutuhan dan kedaulatan Negara
dalam budaya global dominan dan
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
melupakan nilai-nilai budaya lokal dan nasional. Gaya hidup, pola hidup, dan
1
Nurmantyo, Gatot. (2014). Kuliah Umum oleh Pangkostrad Letjen TNI Gatot Nurmantyo bertajuk “Peran Pemuda dalam Menghadapi Proxy War”, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2015). 2
perilaku hidup kaum muda telah banyak yang berkiblat pada budaya populer (pop
. Ibid
Edisi Khusus (November 2016)
Karya Vira Jati
19
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
culture) yang sangat bernuansa ideologi
proxy war yang juga mengandalkan daya
kapitalisme-liberalisme (Agus Subagyo,
pikir mutakhir dalam penghancuran suatu
2015), merupakan bentuk lain yang mulai
target yang dijadikan musuh utamanya.
jamak. Bahkan disadari atau tidak,
Sebagaimana dapat ditelusuri melalui
kemunculan beragam pemikiran ekstrim,
lembar sejarah, dunia militer dan akademik,
moderat maupun yang bersifat fatalistik,
selama ini seakan berjarak dan
kesemuanya muncul dan bersemi di
memunculkan gejolak ketika bertemu muka
perguruan tinggi.
3
Untuk itu, ketika terjadi salah asuh
pada suatu bahasan atas masalah bangsa. Kondisi demikian kontraproduktif dan sudah
akibat pola pendidikan yang salah, berakibat
seharusnya segera diakhiri.
tidak hanya menghancurkan diri pribadi sang
bagaimana kondisi berjarak demikian
mahasiswa, akan tetapi tingkat
dihindari? Langkah apa saja yang dapat
kerusakannya mencapai kaliber bangsa.
ditempuh guna memanfaatkan potensi
Mahasiswa yang digadang-gadang sebagai
generasi muda yang ada, agar gejolak dapat
generasi penerus bangsa, bisa jadi justru
dihindari, dan pada saat yang sama potensi
menjelma menjadi sumber malapetaka
dapat dikembangkan di era proxy war
ketika daya juang, cinta tanah air dan
sebagai salah satu wujud pengembangan
bangsa, serta kesadaran akan tantangan
pendidikan pendahuluan bela negara di
yang akan datang, menjadi hal yang
Perguruan Tinggi? Beberapa pertanyaan
terabaikan tanpa persiapan. Hal ini
inilah yang selanjutnya dikaji dalam
berpotensi terjadi karena pada tataran
penelitian ini.
mahasiswalah beragam warna dan jati diri
MASALAH
suatu bangsa terbentuk sekaligus dapat diteropong potensi perkembangannya. Oleh karenanya, kolaborasi melalui pendidikan bela negara yang tidak hanya selalu angkat senjata, dan hanya dilakukan dengan pendekatan indoktrinasi, perlu dipikirkan sebagai sebuah langkah pendahuluan dalam usaha bela negara. Inilah urgensi memikirkan sebuah langkah berdimensi pemikiran yang patut disiapkan dan dicerna dengan sangat baik ketika menghadapi 3
Subagyo, Agus. (2015). Bela Negara, Peluang dan Tantangan di Era Global, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2015).
20
Karya Vira Jati
Lalu
Guna memfokuskan kajian dalam mengupas pendidikan pendahuluan bela negara dikalangan generasi muda, isu proxy war dan potensi penanggulangannya melalui pendidikan bela negara ditataran mahasiswa, berikut ini diajukan sebuah pertanyaan, mengapa pembaruan pendidikan bela negara perlu dilakukan? Pertanyaan ini sekaligus menyingkap ekses ketika pembaruan pendidikan pendahuluan bela negara tidak dilakukan guna menghadapi era proxy war yang mempunyai aspek multidimensional. Edisi Khusus (November 2016)
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
METODE
bakat tertentu. Adapun mahasiswa yang lain,
Penelitian ini merupakan karya ilmiah
hanya dilatih oleh pembina dari kalangan
yang mengikuti tradisi keilmuan kualitatif.
kampus sebatas pada saat seremonial
Langkah penelusuran suatu isu atau
orientasi mahasiswa baru. Artinya, para
permasalahan, digali melalui pendataan
mahasiswa yang diharapkan menjadi tulang
mendalam dan observasi hingga akhirnya
punggung guna menghadapi proxy war,
ditemukan simpul yang menjadi penyebab
ternyata mengenyam pendidikan
suatu masalah. Melalui data primer maupun
pendahuluan bela negara hanya pada
data sekunder yang diperoleh dari teknik
tataran pengenalan tanpa memahami
pengumpulan data, baik wawancara,
substansinya. Hal demikian dapat dicermati
maupun studi pustaka, suatu isu dianalisis
karena sejak menjadi mahasiswa baru, dan
guna ditemukan solusinya.
selama menjalani proses perkuliahan.
PEMBAHASAN
Hingga tiba saatnya wisuda, praktis hanya satu kali sang mahasiswa menerima
Observasi yang dilakukan penulis mengenai pendidikan pendahuluan bela negara pada pendidikan tinggi di Indonesia dengan mengambil obyek studi di Universitas Diponegoro Semarang. Penulis menemukan sebuah titik otokritik yang menarik untuk dikaji. Secarik catatan tersebut adalah mengenai model pendidikan
pembekalan mengenai bela negara. Dalam amatan penulis, kecuali perwakilan mahasiswa yang dilatih di Yonif 400/Raider dan mahasiswa yang tergabung dalam anggota resimen mahasiswa (Menwa) yang dilatih di Rindam IV/Diponegoro, maka bekal mengenai bela negara masih patut disangsikan dan dipertanyakan.
yang parsial, satu arah dan menggunakan penekanan doktrin yang ternyata semakin mengarahkan sifat pendidikan ke arah teknologis dan menjauhi kodrat humanis. Sebagai contoh, berkenaan dengan metode pendidikan bela negara yang masih jauh dari kata efektif ketika pendidikan bela negara belum menjadi kesadaran generasi muda.
Parsialitas pendidikan bela negara yang teknologis demikian dalam pandangan Satjipto Rahardjo, lebih menekankan pada pembinaan keterampilan profesi ketimbang bahasan akan keadilan dan kemanusiaan. Disebut teknologis, oleh karena pola pendidikan bela negara selama ini hanya menekankan pada pengetahuan bela
Hal demikian misalnya dicermati ketika digelar pendidikan bela negara yang dilaksanakan di Yonif 400/Raider Kodam IV/Diponegoro ternyata hanya melatih perwakilan mahasiswa berbasis minat dan
Edisi Khusus (November 2016)
negara dan cara-cara menggunakan power dalam aktivitas bela negara tersebut. Sebagai akibatnya aspek-aspek manusia dan kemanusiaan yang sejatinya menjadi modal utama pemikiran guna menangkal
Karya Vira Jati
21
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
ancaman tidak terkecuali berkait proxy war,
dimunculkan, langkah perbaikan kurikulum
menjadi kurang diperhatikan dan terdorong
dilakukan, pendekatan termutakhir
ke belakang.4
diaplikasikan, yang kesemuanya semakin
Pandangan demikian sejatinya
mempertegas sisi teknologis pendidikan
merupakan hasil pengamatan panjang
bela negara sebagai sebuah mekanisme
dalam konteks kehadiran model pendidikan
penyelesai ancaman yang ada.
modern sejak 200 tahun yang lalu. Peneliti
Aspek teknologis pendidikan bela
mengamati adanya pergerakan, yang
negara demikian agaknya sejalan dengan
meskipun pelan namun pasti, semakin
pendidikan hukum yang pernah terjadi
membawa pendidikan bela negara yang
secara mekanistis semata. Salah satunya
ditempuh menampilkan identitasnya
disebabkan oleh pandangan preskriptif
sebagai suatu mesin penyelesaian ancaman
terhadap pendidikan hukum yang saat ini
dan tantangan secara parsial. Dengan
juga menggejala pada pendidikan bela
demikian berimplikasi pula terhadap sifat
negara. Dalam perspektif pendidikan
dan kapasitas teknologisnya. Semakin
hukum, Satjipto Rahardjo mengungkapkan
kompleks permasalahan kebangsaan dan
bahwa;
kenegaraan yang dihadapi, maka berkonsekuensi logis semakin rumit pula teknologi pendidikan bela negara untuk menyelesaikannya. Gambaran demikian dapat dilihat ketika membandingkan penyelesaian suatu ancaman dan tantangan sejak perang konvensional, hingga kemunculan perang-perang jenis baru diantaranya perang asimetris, perang hibrida dan perang proxy. Acapkali beragam teknologi ilmu bantu bahkan kewenangan tambahan pada pendidikan bela negara diperlukan guna membongkar sindikasi sebuah model
“…optik yang digunakan dalam dunia pendidikan hukum, terutama adalah optik preskriptif. Dengan optik demikian, hukum dilihat sebagai suatu sarana yang harus dijalankan. Lembaga pendidikan yang menggunakan optik ini akan mengajarkan kepada mahasiswanya keterampilan tentang bagaimana menguasai sarana itu dan bagaimana pula menggunakannya. Hal ini berarti bahwa pendidikan hukum kita tidak mendidik mereka untuk benar-benar dan sistematis mengkaji hukum sebagai suatu sarana pengatur dalam masyarakat, melainkan hanya tentang bagaimana menjalankan hukum itu dengan benar. Secara singkat bisa dikatakan bahwa keterampilan yang diajarkan adalah keterampilan tukang atau craftsmanship.5
peperangan terkini. Beragam model
Lebih lanjut Satjipto Rahardjo
pembelajaran bela negara yang baru
menegaskan, penggunaan optik preskriptif
4 Rahardjo, Satjipto. (1987). Mempengaruhi Pendidikan Hukum di Indonesia Untuk Apa dan Ke Arah Mana? Jurnal Mimbar Hukum Nomor 5/V/1987 FH UGM Yogyakarta.
5 Rahardjo, Satjipto. (1987). Mempengaruhi Pendidikan Hukum di Indonesia Untuk Apa dan Ke Arah Mana? Jurnal Mimbar Hukum Nomor 5/V/1987 FH UGM Yogyakarta.
22
Karya Vira Jati
Edisi Khusus (November 2016)
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
yang dominan dalam dunia pendidikan
pengembangan pendidikan bela negara ini.
hukum di Indonesia, berimplikasi pada
Beliau mengingatkan bahwa pendidikan
kurang membantu dan mendorong
bela negara dapat saja terjerembab bukan
mahasiswa untuk menghadapi hukum
lagi menjadi tempat mencari keadilan dan
secara kritis dan juga kreatif. Oleh karena
kebenaran yang menyadarkan generasi
dunia pendidikan yang berorientasi pada
penerus bangsa, melainkan lebih
optik preskriptif itulah, maka output yang
merupakan medan pertempuran untuk
dihasilkan pada akhirnya membentuk alam
mencari kemenangan semata dan tidak bisa
pikiran mereka, terutama adalah
mencapai tujuan yang dikehendaki yaitu
1) Peraturan apakah yang harus dipakai
mengubah kesadaran generasi muda, tetapi
dalam suatu kasus tertentu? 2) Bagaimana
hanya menjadi suatu pemaksaan kehendak
teknik penerapannya? Keadaan demikian
negara kepada pemuda. Pizzi mengatakan,
mengandung resiko terjadinya semacam
“… ini menunjukkan suatu sistem peradilan dimana menang dan kalah adalah tujuan utama dimana kualitas seorang pengacara yang digunakan atau komposisi juri menjadi yang lebih penting, dibandingkan dengan proses persidangan dan kualitas pembuktian yang terjadi selama sidang…”.7
penyempitan dalam kemampuan intelektual mereka yang bertentangan dengan usaha ke arah pembinaan seorang ilmuwan yang sesungguhnya.6 Kekhawatiran Satjipto ini dapat juga
Lebih lanjut Pizzi mengkritik sistem
terjadi pada pendidikan bela negara yang saat ini diancangkan secara mekanistis.
Amerika dengan mengatakan, “Sistem peradilan yang kuat harus menempatkan kebenaran dan kerja keras untuk mencapai tujuan sebagai prioritas utama. Sistem peradilan kita tidak memiliki hal ini dan telah kehilangan tujuannya. Tanpa tujuan untuk bekerja kedepan, sistem peradilan mendekati suatu prosedur yang tidak memiliki arah..”8
Ketika ketidaksesuaian untuk berubah tetap dipelihara, maka pandangan yang disampaikan Satjipto demikian dapat saja berlangsung pula terhadap pendidikan bela negara dikalangan mahasiswa. Kecenderungan kearah pembelajaran bela negara yang semakin teknologis
Pemikiran Rahardjo dan Pizzi apabila
ini, digambarkan seperti halnya yang terjadi
ditarik ke konsep pelaksanaan bela negara
di peradilan Amerika. Dengan menerangkan
sangat berkaitan karena penerapannya
pandangan William Pizzi sewaktu
cenderung menjadi suatu pertarungan
mengomentari kegagalan sistem peradilan
kemenangan negara versus warga negara,
pidana Amerika, terdapat pesan berharga
bukan kebenaran dan keadilan.
dari Satjipto Rahardjo terkait 6
Rahardjo, Satjipto. (1987). Mempengaruhi Pendidikan Hukum di Indonesia Untuk Apa dan Ke Arah Mana? Jurnal Mimbar Hukum Nomor 5/V/1987 FH UGM Yogyakarta. Edisi Khusus (November 2016)
7
Pizzi. William T. (1999). Trial Without Truth- Why our system of criminal trials has become an expensive failure and what we need to do to rebuild it. New York: New York University Press. 8
Ibid
Karya Vira Jati
23
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
Sebaran pemikiran Satjipto Rahardjo
kapitalisme. Maka menjadi tuntutan bangsa
dan Pizzi ini dalam konteks pendidikan bela
agar pendidikan bela negara berhasil
negara, sampailah pada sistem keadilan
merespons perkembangan ancaman yang
modern, yang ternyata lebih merupakan
ada tersebut dengan menyediakan generasi
tempat pertarungan kemenangan dan bukan
penerus bangsa yang 'siap pakai'. Tuntutan
kebenaran keadilan.
akan perubahan menjadi semakin menonjol
Berdasarkan gambaran inilah, sangat
sejak fakultas hukum Universitas
tepat kiranya apabila Jenderal TNI Gatot
Diponegoro diminta menjadi tempat
Nurmantyo yang mengingatkan bahwa para
diselenggarakannya vocational, dalam
pemuda sebagai tulang punggung bangsa
aplikasi penanggulangan ancaman proxy
untuk segera menyadari bermacam
war beserta perang pemikirannya di era
tantangan dan ancaman, untuk kemudian
terkini.
bersatu padu dan bersinergi menjaga keselamatan bangsa dan negara.
Berdasarkan tesis di atas, maka pendidikan bela negara harus kembali
Sejumlah aksi yang dapat dilakukan
memberikan garis besar yang tegas bahwa
oleh mahasiswa untuk menangkal proxy war
globalisasi, internasionalisasi, keadilan
dengan pendidikan pendahuluan bela
transnasional, yang sejak beberapa dekade
negara dikalangan generasi muda,
terakhir sudah turut untuk menjadi "masalah
diantaranya adalah dengan selalu
unggulan" dunia harus segera disiapkan
mengidentifikasi dan mengenali masalah,
proxy war. Oleh karena itu, maka generasi
menjadi ahli dalam bidang disiplin ilmu
mendatang harus disiapkan menjadi
masing-masing, melakukan gerakan
masyarakat yang tidak canggung dikancah
pemuda berbasis wirausaha, dan
internasional yang acapkali menuntut
mengadakan komunitas belajar serta
perubahan-perubahan baru.
merintis program pembangunan karakter.
Beragam perubahan dan tuntutan
Intinya mahasiswa didorong untuk kembali
baru tersebut tentu saja erat kaitannya
"back to basic", sehingga dapat memahami
dengan kesiapsiagaan pendidikan bela
bahwa cinta dan peduli akan kepentingan
negara. Generasi kedepan harus disiapkan
negara harus menjadi kepentingan tertinggi
menjadi generasi pejuang yang siap dengan
diatas kepentingan lainnya.
kesadaran baru bahwa proxy war dapat tiba
Berdasarkan pembahasan di atas,
dan muncul kapan saja dan dimana saja,
pendidikan bela negara yang disampaikan
sehingga perlu tumbuh kesadaran baru
dikalangan pendidikan tinggi, sudah saatnya
untuk menyiapkan sistem pendidikan bela
tidak hanya dilaksanakan secara parsial
negara, yang memperhatikan keterkaitan
agar tidak terhanyut ke dalam globalisasi
antara posisi lokal dan global, serta jalinan militer dan pendidikan tinggi.
24
Karya Vira Jati
Edisi Khusus (November 2016)
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
Dengan demikian posisi pendidikan
negara di Indonesia, terutama sejak adanya
bela negara sekarang ini digambarkan
kemerosotan kepedulian dan kepekaan
berdiri ditengah-tengah tarikan-tarikan
generasi muda terhadap ancaman proxy
antara "globalisasi kapitalisme", dan
war. Pada saat rakyat sangat berharap
"kemanusiaan". Dalam situasi demikian,
kepada generasi muda untuk bersinergi
maka konsepsi pendidikan bela negara yang
menghadapi pola baru penghancuran suatu
integral adalah hal yang juga disoroti oleh
bangsa, di lain pihak tidak sedikit generasi
Gerry Spence tentang pendidikan tinggi
muda yang justru menjadi garda terdepan
hukum di Amerika Serikat, (Gerry Spence
dalam penyalahgunaan narkotika, tindak
1997). Menurut Spence, pelayanan hukum
kekerasan dan ragam konflik horizontal yang
dan kualitas proses hukum di Amerika
menjadi penciri proxy war. Publik tentunya
menjadi seperti sekarang ini disebabkan
juga merasakan kondisi disaat lembaga-
oleh pendidikan yang terlalu ditujukan kepada pembentukan "manusia hukum", dengan demikian menghilangkan "manusia yang utuh". Sebagai dampaknya, terjadi penurunan kepekaan kemanusiaan sebagaimana disampaikan oleh Marc Galanter di muka. Kegagalan tragis peradilan OJ.Simpson menjadi fokus kritik Spence terhadap pendidikan para pengacara di Amerika Serikat yang mengutamakan mendidik manusia hukum. Dengan demikian, mereka tidak dapat melihat kekurangan kompetensi mereka sendiri. Dikatakan oleh Spence, “sebagian besar pengacara tidak menyadari bahwa mereka tidak kompeten. Hal ini dikarenakan tidak kompetennya mereka sebagai manusia, bukan sebagai pengacara. Pengacara yang baik harus bisa berbicara bahasa orang biasa”.
lembaga pendidikan tinggi berkompetensi menduduki tempat teratas diantara yang lain, ternyata hampir tidak ada yang tampil di depan sebagai institusi yang ingin melayani rakyat dan membantu mengatasi kesulitan rakyat.
Dengan kondisi demikian, maka
peran pendidikan bela negara perlu diperkuat bukan hanya mengantisipasi ancaman perang konvensional, namun juga menghadapi proxy war yang mengecilkan makna bela negara itu sendiri. Dalam rangka mengembangkan pendidikan pendahuluan bela negara yang lebih komprehensif, perlu disimak pandangan Galanter, Spence dan Satjipto Rahardjo ketika menggaris bawahi pentingnya “mengangkat penderitaan manusia”. Gagasan Galanter dan Spence inilah yang menekankan agar para penyusun konsep pendidikan bela negara “untuk lebih memahami dimensi
Hal yang dirisaukan oleh Spence di atas, ada kaitannya dengan pendidikan bela
Edisi Khusus (November 2016)
kemanusiaan yang akan menjadi objek". Satjipto Rahardjo mendorong agar dunia
Karya Vira Jati
25
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
pendidikan tinggi memahami pendapat
SIMPULAN
tersebut dan menjabarkannya ke dalam
Dalam menghadapi ancaman
fokus pendidikan tinggi secara umum dan
kekinian berwujud proxy war, maka seluruh
pendidikan bela negara secara khusus.
komponen bangsa harus mengintegralkan
Satjipto Rahardjo mengajak pendidikan
seluruh potensi untuk melahirkan konsep
tinggi untuk berefleksi dan menentukan
pendidikan bela negara bagi generasi muda.
konsep komprehensif yang bisa dan akan
Adapun generasi muda yang paling siap
dilakukan, agar pendidikan tinggi termasuk
menerima tanggungjawab bela negara
pendidikan bela negara, benar-benar
dalam konteks memerangi proxy war
memberikan sesuatu yang berguna bagi
tersebut tidak lain adalah mahasiswa.
rakyat.
Kecanggihan pemikiran dan basis teknologi
Dalam hal ini dapat diketengahkan bahwa pendidikan bela negara pada akhirnya memerlukan pembaruan dan meminta perhatian terhadap satu aspek saja, yaitu menjadikan pendidikan bela negara yang mengutamakan "pengembangan kemanusiaan" di atas keinginan menghasilkan "manusia
mutakhir yang dimanfaatkan proxy war, harus dilawan dengan penyiapan generasi muda yang cerdas, rela berkorban dan bertanggung jawab dengan balutan cinta tanah air dan bangsanya dengan tebal. Maka pelaksanaan pendidikan bela negara yang parsial sudah saatnya ditinggalkan diganti dengan sebentuk upaya pendidikan bela negara yang integral. Untuk
teknologis semata". Untuk menghindari
mewujudkan hal tersebut, maka perlu
terjadinya hal yang dikhawatirkan oleh
dilakukan langkah reorientasi dan
Spence mengenai pendidikan di Amerika,
reformulasi pola pendidikan bela negara,
yaitu bahwa “pada saat para calon
dari satu arah menjadi beragam arah, dari
pengacara memasuki sekolah hukum,
yang sangat teknologis, ke arah humanis.
mereka tidak memahami apa itu manusia,
Pemanfaatan teknologi terkini, sumber daya
keterbukaannya, pekaannya dan
manusia unggul, hingga kesadaran
kemampuan, merasakan, sehingga setelah
kebangsaan yang tebal dalam pola
lulus mereka lebih menyebabkan
hubungan militer dan pendidikan tinggi,
permasalahan dari pada mengatasinya".
9
inilah yang merupakan bentuk pembaruan yang bersinergi guna mengatasi ancaman bertajuk proxy war demikian.
9
Spence. Gerry. (1997). The Death of Justice. New York: St Martin's Press.
26
Karya Vira Jati
Edisi Khusus (November 2016)
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo. Satjipto. (1981). Manfaat Telaah
Haryoko, Farida. (2014). Siaran Pers UI,
Ilmu Sosial terhadap Hukum. Pidato
'Pangkostrad Letjen TNI Gatot
Pengukuhan Penerimaan Jabatan
Nurmantyo Ajak Mahasiswa Menangkal
Sebagai Guru Besar Tetap dalam Mata
Proxy War', Senin, 10 Maret 2014.
Kuliah Sosiologi Hukum pada Fakultas
Jurnal dan Peraturan Perundang-undangan
Hukum Universitas Diponegoro Semarang. 13 Desember 1980.
Jurnal Hukum Militer, Vol 1.No.6, Mei 2003, Pusat Studi Hukum Militer Sekolah Tinggi
(Kumpulan Pidato-Pidato Pengukuhan). Bandung: Alumni Bandung, 169.
Hukum Militer Jakarta. Rahardjo, Satjipto. (1987). Mempengaruhi Jurnal Studi Kepolisian, Edisi 076, JanuariApril 2012. Jurnal Pertahanan, Volume 5, Nomor 3 Desember 2015. Jurnal Karya Vira Jati Seskoad, Edisi 01, Mei 2016.
Pendidikan Hukum di Indonesia Untuk Apa dan Ke Arah Mana? Jurnal Mimbar Hukum Nomor 5/V/1987 FH UGM Yogyakarta. Spence. Gerry. (1997). The Death of Justice. New York: St Martin's Press.
Nurmantyo, Gatot. (2014). Kuliah Umum
Subagyo, Agus. (2015). Bela Negara,
oleh Pangkostrad Letjen TNI Gatot
Peluang dan Tantangan di Era Global,
Nurmantyo bertajuk “Peran Pemuda
(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2015).
dalam Menghadapi Proxy War”, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2015). Pizzi. William T. (1999). Trial Without TruthWhy our system of criminal trials has become an expensive failure and what we need to do to rebuild it. New York: New
UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. U U N o m o r 3 Ta h u n 2 0 0 2 t e n t a n g Pertahanan Negara.
York University Press. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Raharjo. Satjipto. (2004). Kemanusiaan, Hukum dan Teknokrasi.2004-a
Edisi Khusus (November 2016)
Karya Vira Jati
27
Jurnal Sekolah Staf dan Komando TNI AD
BIODATA PENULIS Mayor Inf Dony Gredinand; dilahirkan di Purworejo, 06-04-1980; Riwayat pendidikan umum yang pernah ditempuh adalah SD (1992); SLTP (1995); SLTA (1998). Selanjutnya Riwayat Pendidikan Militer sebagai berikut: Akmil (2002); Sussarcab If (2003); Diklapa II (2012); Dik Para Dasar (2001); Susdanramil (2003); Suspa Combat Intel (2003); Dik Raider (2005); Suspa Pasi Ops (2008); Suspabinlatsat MK. Penugasan yang pernah diikuti yaitu: Ops Aceh (2003) dan Ops Pamtas RI-PNG (2013). Kemudian pengalaman jabatan dimulai dari jabatan Pama Pussenif (2002); Danramil 05-0107/Asel (2004); Danton SMS Kiban Yonif 112/DJ (2005); Danton I Kipan E Yonif 112/DJ (2005); Dankipan B Yonif 112/DJ (2007); Pasi 2/Ops Yonif 112/DJ (2009); Pasi 2/Ops Yonif 112/Raider (2011); Kaurmatsisfo Sibinmatsisfo Infolahta Dam IM (2012); Pabanda Ops Sopsdam IV/Dip (2012); Wadan Yonif 410/ALG Rem 073/MKT Dam IV/Dip (2013); dan sekarang menjadi Pasiops Dim 0733 BS/Semarang Dam IV/Dip (Dik Seskoad).
28
Karya Vira Jati
Edisi Khusus (November 2016)