KARAKTERISTIK DAN KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF BURUNG MERPATI LOKAL Pendahuluan Sifat kualitatif burung merpati lokal masih beragam. kualitatif tersebut merupakan kekayaan plasma nutfah
Keragaman sifat
dan sumber genetik.
Adapun keragaman sifat kualitatif burung merpati berkaitan dengan salah satu manfaat burung merpati yaitu sebagai burung hias, karena keragaman tersebut menarik bagi penghobi burung merpati hias.
Keragaman sifat kualitatif juga
terdapat pada burung merpati balap. Hardjosubroto (1999) menyatakan bahwa sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan dan dikelompokkan secara tegas, misalnya warna bulu, bentuk jengger, ada tidaknya tanduk dan sebagainya. Sifat kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Penampilan sifat kualitatif yang tampak dari luar disebut fenotipe. Warwick et al. (1990) mendefinisikan bahwa fenotipe sebagai suatu penampilan luar atau sifat-sifat lain dari suatu individu yang dapat diamati atau dapat diukur. Adapun catatan dan hasil penelitian mengenai keragaman sifat kualitatif burung merpati lokal masih terbatas. Karakteristik dan keragaman sifat kualitatif ini menarik untuk diamati, dengan demikian tujuan dari penelitian ini untuk menambah informasi karakteristik dan keragaman genetik burung merpati lokal. Selain itu informasi sifat kualitatif burung merpati lokal ini diharapkan dapat membantu pengembangan pemanfaatan burung merpati lokal sebagai komoditi non pangan, seperti sebagai unggas kesenangan (balap dan hias). Metode Materi Penelitian ini dilakukan dengan mencatat sifat kualitatif dari burung merpati yang dipelihara di lokasi penelitian. Selain itu data sifat kualitatif juga dikumpulkan dari burung merpati yang dipelihara penggemar burung merpati di sekitar lokasi penelitian. Adapun jumlah burung yang diamati sifat kualitatifnya sebanyak 711 ekor.
28
Pengambilan Data Sifat kualitatif yang diamati meliputi warna bulu, pola bulu, corak bulu, warna shank (ceker), ada tidaknya bulu pada ceker, warna iris mata, dan ornament jambul di kepala. Karakteristik corak dan pola warna burung merpati disajikan pada Tabel 3.
Adapun deskripsi sifat kualitatif yang diamati pada
penelitian ini dijelaskan pada Lampiran 1. Tabel 3 Karakteristik warna dasar, pola, dan corak bulu burung merpati lokal Fenotipe Warna dasar bulu Pola warna bulu Badge
Hysterical
Piebald Qualmond Mottled
Grizzled
Checker
Corak bulu Barr less Barr
Karakteristik Warna bulu yang memiliki proporsi tinggi pada seekor burung
di lapang dikenal dengan sebutan telampik yaitu warna bulu sayap primer lebih dari satu helai secara berurutan berwarna putih dari bulu nomor 10 di lapang dikenal dengan istilah selap yaitu pada bulu saya primer yang berwarna gelap terdapat di antaranya yang berwarna putih 1-3 lembar pada posisi tidak sampai di ujung (bulu ke-10) atau di sela-sela bulu sayap primer terdapat warna bulu sayap primer yang berbeda dengan warna dasar bulu burung bersangkutan di lapang disebut dengan istilah blantong terdapat warna putih pada bagian kepala, punggung, sayap dan dada bulu pada punggung terdapat pola huruf V dikenal dengan istilah totol terdapat bercak warna putih pada warna bulu dasar gelap atau bercak warna gelap pada warna bulu dasar putih pada punggung, dada dan kepala. Di lapang mottled juga disebut telon yaitu warna bulu dasar putih, terdapat bercak sebanyak dua warna gambir, abu; hitam, megan atau variasi diantaranya sehingga perpaduan 3 warna yaitu: putih, hitam dan gambir; atau putih, megan dan abu di lapang dikenal dengan istilah blorok yaitu warna bulu dasar hitam, megan, gambir atau abu terdapat warna putih yang menyebar dan tidak teratur pada bulu tersier, sekunder dan kemungkinan pada bulu primer di lapang dikenal dengan istilah Tritis terdapat warna gelap disertai pelangi pada bulu sayap dan ekor
bulu pada bagian kepala, badan, sayap dan ekor berwarna sama terdapat pelangi pada bulu sayap skunder dan ekor
Penelitian ini juga melakukan perkawinan resiprokal untuk memperoleh pewarisan pola bulu dan corak bulu. Perkawinan resiprokal juga dilakukan untuk memperoleh pewarisan warna iris mata. Perkawiana resiprokal antara tetua jantan dan betina polos dan tidak polos dilakukan dengan 4 macam perkawinan yaitu:
29
1. jantan polos x betina polos 2. jantan tidak polos x betin tidak Polos 3. jantan polos x betina tidak polos 4. jantan tidak polos x betina polos Anak-anak yang menetas dari tiap pasangan dari 4 macam perkawinan dicatat pola bulu dan corak bulunya. Perkawinan resiprokal pada pengamatan pewarisan warna
iris mata
dilakukan dengan melakukan perkawinan resiprokal antara tetua jantan dan betina dengan kombinasi 4 warna iris mata yaitu: 1.jantan kuning x betina kuning 2.jantan coklat x betina coklat 3.jantan kuning x betina coklat 4.jantan coklat x betina kuning 5.jantan lip lap x betina kuning 6.jantan lip lap x betina coklat 7.jantan lip lap x betina lip lap 8.jantan lip lap x betina putih 9.jantan kuning x betina lip lap 11.jantan coklat x betina lip lap 12.jantan putih x betina lipa lap 13.jantan putih x betina putih 14.jantan putih x betina coklat 15.jantan putih x betina kuning 16.jantan coklat x betina putih Warna iris mata dari anak-anak yang menetas dari perkawinan di atas dicatat. Data yang dikumpulkan dianalisis secara diskriptif. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif yang diamati diperoleh dengan menghitung jumlah burung yang memiliki sifat kualitatif tertentu dibagi dengan jumlah populasi burung yang diamati dikalikan 100%. Perhitungan frekuensi fenotipe menggunakan formula (Minkema 1993) yaitu: % Fenotipe A = βternak dengan fenotipe A x 100% Total ternak yang diamati
30
Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Autosomal Frekuensi gen dominan autosomal dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Nishida et al. 1980): q = 1 - οΏ½π
π
/ππ
;
p=1βq
Keterangan:
q = frekuensi gen dominan p = frekuensi gen resesif autosomal R = jumlah burung yang menunjukkan sifat resesif N = jumlah seluruh burung Keragaman Fenotipe Keragaman fenotipe dianalisis frekuensi genotipenya beserta alelnya berdasarkan metode perhitungan frekuensi dilakukan menurut Noor (2008) maupun
menurut
Noor (2008). Uji Ο
Nei dan Kumar (2000)
2
untuk
mengetahui suatu populasi berada dalam kesimbangan, yaiu: Ο 2= οΏ½
ππ
ππ=1
οΏ½
(Oi βEi ) 2
Keterangan:
Ei
οΏ½
Ο 2 = khi kuadrat O = pengamatan E = frekuensi harapan i = individu ke-i, i dari 1 hingga ke-n Heterozigositas Heterozigositas digunakan untuk menentukan keragaman fenotipik pada sifat kualitatif yang diamati. Nilai heterozigositas dihitung dengan menggunakan rumus menurut Nei dan Kumar (2000) yaitu: h = 1 - βππππ=1 X
R
i
2
Keterangan:
h = nilai heterozigositas X i 2 = frekuensi alel ke-i q = jumlah alel
31
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman warna bulu burung merpati lokal pada penelitian ini menunjukkan bahwa masih sedikit campur tangan manusia sehingga berbagai warna, pola warna serta corak bulu dapat ditemukan di lapang. Selain keragaman fenotip maupun genotipe warna bulu, ditemukan pula
keragaman
fenotipe
dan genotipe pada warna iris mata, jambul pada kepala, dan ceker berbulu. Warna Dasar Warna dasar burung merpati lokal terdapat lima macam. Kelima macam warna dasar tersebut adalah hitam, megan, gambir, putih, dan abu. Mosca (2000) tidak mengemukakan adanya warna megan pada burung merpati karena ekspresi warna megan dipengaruhi oleh pigmen melanin dan pigmen melanin ini mempengaruhi munculnya warna hitam. Fenotipe warna dasar bulu burung merpati lokal disajikan pada Lampiran 2. Adapun frekuensi warna dasar bulu disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Frekuensi warna dasar bulu pada burung merpati lokal Fenotipe
Genotipe S- B+- Css B+- CS- b- C-
Variasi (macam) 12 20 13
N (ekor) 137 (142) 199 (142) 122 (142)
Frekuesi (%) 19.27 27.99 17.16
Hitam Megan Coklat/ Gambir Putih Abu
S- -- cc Ss BA-C-
17 6
109 (142) 144 (142)
15.33 20.25
68
711
Jumlah
Ο 2 hit
Ο2 tabel (4;0.05)
36.14**
13.277
100.0
Keterangan: **= sangat nyata
Fenotipe untuk warna bulu burung merpati lokal ditemukan sebanyak 68 macam pada penelitian
ini, sedangkan
Cornell Lab of Ornithology (2007)
menyatakan diduga ada sebanyak 28 jenis warna burung merpati, yang disebut "morphs," namun kelompok-kelompok dari Proyek Pigeon Watch menyatakan hanya tujuh morphs. Ditambahkan pula bahwa burung merpati juga memiliki bulu leher berwarna-warni. Bulu-bulu leher yang berwarna-warni terdiri dari warna hijau, kuning, dan unggu yang disebut "hackle".
Adapun Zickefoose (2007)
menyatakan bahwa Proyek Pigeon Watch mengelompokkan warna merpati ke
32
dalam tujuh morphs dan menggunakan nama-nama yang biasa digunakan oleh peternak burung merpati yaitu: Blue-bar; warna dan pola merpati liar asli dari Eropa, Asia, dan Afrika disebut biru-bar, meskipun burung ini tidak benar-benar biru. Umumnya burung merpati memiliki kepala gelap, leher, dan dada dengan penampilan warna tertentu; bagian dada dan perut abu-abu; band hitam di ujung ekor, dan dua garis hitam atau bar pada setiap sayap. Red-bar; memiliki pola dasar yang sama dengan blue-bar namun daerah hitam diganti dengan warna merah karat atau coklat. Burung ini disebut red-bar. Checker; jika seekor merpati memiliki pola checker pada sayapnya disebut checker. Checkers dapat berkisar dari abu-abu sangat ringan dengan hanya beberapa hitam, hingga sangat gelap dengan hanya sedikit cahaya abu-abu yang masih terlihat. Beberapa checkers memiliki sayap-bar, dan ada pula yang tidak memiliki bar pada sayap. Red; jika sebagian atau seluruh tubuh merpati dan sayap berwarna merah karat atau coklat. Spread: jika burung benar-benar berwarna hitam atau abu-abu gelap. Pied; kadang-kadang merpati memiliki warna bercak putih, biasanya pada kepala atau bulu sayap. Ada dua bentuk. Salah satu jenis terlihat seperti telah disiram dengan putih. Jenis lain memiliki putih hanya pada bulu sayap utama. White: burung berwarna putih polos. Variasi warna megan
paling banyak diantara warna yang lain yaitu
sebanyak 20 macam, sedangkan variasi warna abu paling sedikit yaitu 6 macam. Frekuensi fenotipe warna bulu megan paling banyak diantara warna bulu yang lain yaitu 27.99%. Warna bulu abu variasinya paling sedikit akan tetapi frekeunsi di lapang menempati urutan kedua setelah megan yaitu sebanyak 20.25%. Frekuensi warna putih paling sedikit pada pengamatan ini, yaitu 15.33% (Tabel 4). Secara statistik (Ο 2 hit > Ο 2 tabel ) berarti frekuensi warna dasar bulu berbeda nyata, atau Hukum hardy-Weinberg tidak berlaku. Hal ini dikarenakan perkawinan tidak secara acak atau penggemar mengawinkan burung piaraan miliknya sesuai keinginan penggemar melalui penjodohan buatan (bukan alami). Dominasi
warna
bulu
dasar
abu>hitam>megan>coklat/gambir>putih.
pada
burung
merpati
adalah
Hal ini berkaitan dengan pigmentasi
yang mempengaruhi ekspresi warna. Pigmen yang mengendalikan warna bulu gelap seperti megan dan hitam adalah melanin. Adapun gen yang mengontrol
33
warna bulu dasar terdapat tiga lokus, seperti pada pengamatan ini bahwa warna hitam memiliki genotipe (S-B+-C-), megan (ss B+-C-), coklat (S-bbC-), putih (S-- cc), dan abu (SsBA-C-). Satu dari ketiga lokus tersebut merupakan alel ganda yang terpaut kelamin (pada kromosom Z), dengan dominasi menurut Noor (2008) dan Huntley (1999b) bahwa abu (BA) dominan terhadap biru (B+) dan coklat (b). Penggemar atau penghobi burung merpati balap kurang menyukai warna putih untuk jantan, sedangkan untuk pasangan betinanya tidak ada kesukaan pada
warna dasar bulu tertentu.
Hal ini disebabkan burung balap yang
diterbangkan adalah jantan, jika jantan berwarna putih maka joki sulit mendeteksi kedatangan burung jantan dari jarak jauh sehingga joki sulit pula memberi abaaba/instruksi kepada burung jantan agar terbang cepat, kemudian mendarat menempel pada pasangan betinanya yang dipegang oleh joki sebagai kleper (untuk mengklepek /memanggil jantan). Burung betina hanya digunakan sebagai kleper yang berfungsi untuk sarana pemberi aba-aba/instruksi oleh joki agar jantan pasangannya segera menghampiri. Di lapang ada kecenderungan betina yang dipakai untuk kleper memiliki pola warna bulu telampik (badge). Pola Warna dan Corak Warna Bulu Pola warna bulu burung merpati lokal terdapat 10 macam dan variasi corak warna bulu terdapat 2 macam. Pola bulu sayap terdiri polos, telampik, dan selap. Adapun pola bulu tubuh terdiri dari tujuh yaitu blantong, qualmond, totol, telon, blorok, batik dan tritis. Variasi pola warna bulu ditemukan sebanyak 24 macam pada penelitian ini. Corak bulu adalah barr dan non barr. Frekuensi dari variasi pola warna bulu burung merpati pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 3. Warna polos memiliki frekuensi paling banyak pada pengamatan ini. Frekuensi warna yang sedikit yaitu; tritis qualmond batik, bule selap, blorok bule dan blantong tritis batik (Lampiran 3). Fenotipe burung merpati lokal pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 3.
Variasi warna bulu burung merpati sebanyak 67 buah. Warna dasar hitam
memiliki 12 variasi pada penelitian ini, yaitu polos, telampik, telampik bule, selap, tritis, tritis batik telampik, bule dan bule selap. Frekuensi hitam polos paling banyak, sedangkan frekuensi yang sedikit yaitu blorok bule dan bule selap.
34
Warna dasar gambir memiliki 12 variasi yaitu polos, polos jambul, telampik, selap, blorok, blantong, blantong gendong, bule, merah terasi, punggung putih dan ekor putih. Frekuensi gambir polos paling banyak, sedangkan gambir punggung putih paling sedikit (Lampiran 4). Hasil pengamatan perkawinan resiprokal polos dengan polos, tidak polos dengan polos, polos dengan tidak polos dan tidak polos dengan polos dengan menggunakan sebanyak 124 pasang dihasilkan frekuensi anak polos dan tidak polos seperti disajikan pada Lampiran 4. Pada Lampiran 4 tersebut tampak bahwa warna bulu dipengaruhi oleh banyak gen (multiple alel). Hasil uji Ο 2 berbeda sangat nyata (Pβ€0.05). Frekuensi pola warna bulu tidak berimbang (Hukum Hardy-Weinberg tidak berlaku). Berarti jenis perkawinan mempengaruhi frekuensi pemunculan pola warna anak dan pola warna polos memiliki frekuensi pemunculan tinggi. Ornamen Kepala Ornamen kepala pada burung merpati ada dua macam yaitu berupa jambul (bulu kepala walik) atau crest dan tidak jambul (fade).
Mayntz (2011)
menyatakan bahwa crest adalah seberkas bulu yang menonjol di puncak kepala burung. Puncak bulu ini sangat bervariasi, dari hanya beberapa bulu di kepala, seperti puncak yang sangat kecil dan halus pada ruby-crowned kinglet hingga puncak lebih menonjol seperti northern cardinal atau blue jay. Beberapa unggas menampilkan puncak bulu dengan bentuk, ukuran, warna dan panjang puncak yang bervariasi. Jika puncak itu berdaging, seperti pada red jungle fowl disebut comb. Frekuensi bulu kepala jambul pada merpati lokal disajikan pada Tabel 5. Secara statistik pemunculan ornament bulu pada kepala tidak berbeda nyata. Berarti populasi dalam keadaan setimbang. Adapun frekuensi jambul rendah disebabkan sifat ini resesif sehingga pemunculannya juga rendah. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapang bahwa frekuensi pemunculan ornament bulu pada kepala burung merpati rendah bahkan mendekati tidak ada. Anak burung merpati yang berbulu jambul ini muncul dari tetua yang keduanya tidak berjambul. Hal ini menurut Levi (1945) bahwa bulu jambul diwariskan oleh gen resesif, dengan demikian anak berjambul diperoleh dari tetua yang tidak berjambul heterosigot.
35
Tabel 5 Frekuensi bulu pada kepala (ornament) pada burung merpati lokal Ornament
N (ekor) 2 (1.78)
Jambul (crest) Tidak jambul (fade)
709 (709.22)
Ο 2 hit
Frekuensi 0.003
0.04tn
Ο 2 tabel 0.05 (1) 3.841
0.097
Keterangan: tn= tidak berbeda nyata
Di lapang, burung merpati untuk balap datar maupun balap tinggi yang memiliki bulu kepala jambul tidak ditemukan. Biasanya bulu jambul ini ditemukan pada burung merpati hias seperti burung merpati kipas. Warna Paruh Warna paruh berkaitan dengan pigmentasi seperti halnya pada ekspresi warna bulu.
Burung merpati yang memiliki warna bulu dasar gelap memiliki
warna paruh gelap. Burung merpati yang memiliki warna dasar hitam dan megan maka warna paruhnya hitam.
Warna paruh coklat tua hingga coklat terang
dimiliki oleh burung merpati yang memiliki bulu dasar coklat/gambir. Hal ini merujuk kepada Huntley (1999b) bahwa gen "Smoky" (sy) mengakibatkan warna kulit lebih terang dan paruh berwarna terang (gading). Gen smoky adalah gen resesif autosomal dengan simbol (sy). Burung merpati yang memiliki warna bulu hitam dan paruhnya abu, dari hasil perkawinan sesamanya memungkinkan munculnya anak berwarna bulu coklat/gambir.
Pada penelitian ini anak berbulu gambir muncul dari tetua
berwarna bulu hitam maupun megan dan sesuai dengan dominasi warna bahwa hitam dan megan lebih dominant terhadap gambir.
Warna paruh belang
ditemukan pada burung merpati yang memiliki warna bulu dasar tidak polos, seperti blantong (piebald). Warna paruh burung merpati terdapat lima macam yaitu hitam, coklat tua, coklat muda, abu, belang. Frekuensi warna hitam paling banyak diantara warna lain. Warna hitam dikarenakan adanya pigmen melanin. Warna paruh ini untuk mengidentifikasi warna kulit burung merpati. Semakin gelap warna paruh, maka warna kulit semakin gelap sehingga penampilan daging karkas burung merpati juga lebih gelap.
36
Warna paruh hitam polos disertai dengan warna kuku hitam polos disukai oleh penggemar burung merpati balap.
Hal ini dijadikan salah satu seleksi
penampilan burung merpati balap yang bagus. Namun dari hasil pengamatan pada penelitian ini warna tersebut tidak ada kaitannya dengan ketangkasan terbang burung merpati. Pada Tabel 6 disajikan warna paruh beserta frekuensi warna bulu. Urutan frekuensi warna paruh dari terbanyak adalah hitam, coklat muda/pink, coklat, belang dan abu. Secara statistik (uji Ο 2) frekuensi warna paruh berbeda sangat nyata, berarti di lapang warna paruh tidak setimbang diduga karena ada seleksi. Hal ini sesuai hasil warna bulu yang memiliki frekuensi tinggi adalah warna yang memiliki pigmen gelap yaitu megan maka frekuensi warna paruh pigmen gelap lebih tinggi yaitu hitam. Tabel 6 Frekuensi warna paruh burung merpati lokal Warna Coklat Coklat muda/pink Hitam Abu Belang
N (ekor) 95 (142.2) 111 (142.2) 409 (142.2) 11 (142.2) 85 (142.2)
Frekuensi Fenotipe 0.134 0.156 0.575 0.015 0.119
Ο 2 hit
Ο 2 tabel 0.01(4)
667.15**
13.277
Keterangan: **= berbeda sangat nyata
Burung merpati yang memiliki warna paruh gelap maka warna kulit dagingnya gelap juga. Sebagai burung merpati potong, warna kulit daging yang terang lebih disukai konsumen.
Hal ini terdapat pada burung merpati yang
memiliki bulu dasar coklat/gambir, putih dan memiliki warna paruh terang. Olehkarenanya burung merpati pedaging kebanyakan berwarna bulu putih seperti King (putih), Carnaeau (putih, coklat). Frekuensi warrna paruh hitam paling tinggi. Warna paruh berkaitan dengan warna kuku. Burung merpati yang memiliki warna paruh polos maka warna kukunya polos, sedangkan burung merpati yang memiliki warna paruh belang maka warna kuku juga belang. Warna paruh juga dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi warna kulit. Burung merpati yang memiliki warna paruh terang yaitu coklat muda/pink maka warna kulitnya terang, sedangkan burung merpati yang memiliki warna paruh
37
gelap yaitu hitam dan abu maka warna kulitnya gelap.
Warna paruh ini
dipengaruhi oleh pigmen melanin yang ekspresinya menampilkan warna gelap seperti hitam dan abu. Hal ini menjadi pertimbangan pada pengembangan burung merpati pedaging. Burung merpati ras pedaging yang dikembangkan adalah burung merpati yang memiliki paruh terang sehingga kulitnya terang juga seperti King dan Carneau. Shank (ceker) Ceker burung merpati ada yang berbulu dan tidak berbulu. Cornell Lab of Ornithology (2007) menyatakan bahwa beberapa burung merpati memiliki "stoking," pada kakinya (bulu pada cekernya). Pada penelitian ini frekuensi ceker berbulu sebesar 0.294 lebih rendah dibandingkan frekuensi ceker tidak berbulu sebesar 0.706.
Ceker berbulu
diwariskan dominant terhadap ceker tidak berbulu. Di lapang penggemar burung merpati untuk game (balap datar dan balap tinggi) menyukai burung merpati yang cekernya tidak berbulu. Burung merpati yang memiliki ceker berbulu dapat dijumpai pada
burung merpati hias dan
sebagian burung merpati lokal. Frekuensi ceker berbulu dan tidak berbulu pada penelitian ini disajikan pada Tabel 7. Frekuensi ceker tidak berbulu lebih tinggi dibandingkan berbulu. Secara statistik berbeda sangat nyata. Hal ini berarti di dalam populasi dalam keadaan tidak setimbang, dan diduga ada seleksi sehingga walaupun kedua macam ceker tersebut dapat ditemukan pada burung merpati lokal, namun frekuensi ceker tidak berbulu lebih tinggi frekeuensinya dibandingkan ceker berbulu. Tabel 7 Frekuensi ceker berbulu dan tidak berbulu pada burung merpati lokal Ceker
N (ekor)
Frekuensi Fenotipe
Berbulu
209 (18.20)
0.294
Tidak berbulu
502 (692.80)
0.706
Ο 2 hit
Ο 2 tabel 0.01 (1)
2052.22**
6.635
Keterangan:**= berbeda sangat nyata
Ceker burung merpati sebanyak 0.999 (99.9%) berwarna merah mendekati 100% merah pada penelitian ini.
atau
Ini menunjukkan bahwa warna
38
ceker burung merpati sudah seragam yaitu merah. Hal ini berarti juga bahwa warna ceker merah sudah terfiksasi dalam populasi sehingga frekuensi warna ceker merah proporsinya mendekati 100% dan dalam keadaan homosigot, walaupun Cornell Lab of Ornithology (2007) menyatakan bahwa kaki (ceker) burung merpati berwarna merah, merah muda dan hitam keabu-abuan bahkan putih pada beberapa merpati. Keseragaman yang tinggi pada burung merpati lokal dapat dikarenakan adanya seleksi menurut Bourdon (2000). Anak-anak dari hasil perkawinan dari tetua yang memiliki ceker berwarna merah dengan sesamanya yang berwarna ceker merah semuanya memiliki ceker berwarna merah pada penelitian ini. Demikian pula pada perkawinan burung yang memiliki ceker hitam dengan merah menghasilkan anak yang memiliki ceker berwarna merah, sehingga diduga ceker berwarna merah dikendalikan oleh gen resesif.
Hal ini mengakibatkan ceker burung merpati didominasi warna merah.
Frekuensi warna ceker pada burung merpati lokal disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Frekuensi warna ceker pada burung merpati lokal Warna Ceker Merah Hitam
N 710 (710.36) 1 (0.64)
Frekuensi Fenotip 0.999
Ο 2 hit 0.138tn
Ο 2 tabel 0.05 (1) 3.814
0.001
Keterangan: tn=tidak nyata
Secara statistik frekuensi fenotip warna ceker tidak berbeda nyata, dengan demikian populasi dalam keadaan setimbang. Berarti tidak ada seleksi, migrasi maupun mutasi di dalam populasi. Hal ini sesuai dengan pewarisan bahwa warna ceker merah resesif dan frekuensinya tinggi di lapang. Peluang dan frekuensi perkawinan antar burung merpati yang berceker merah tinggi sehingga peluang anak berceker merah tinggi. Sebaliknya perkawinan antara burung merpati yang memiliki ceker merah kehitaman rendah sekali, selain itu perkawinan antar ceker merah kehitaman dengan merah kehitaman maupun dengan ceker merah jarang dilakukan akibatnya frekuensi ceker merah kehitaman rendah. Fenomena frekuensi ceker warna merah pada burung merpati dijelaskan Huntley (1999) bahwa gen dirty (dy) adalah dominan autosomal yang menghasilkan fenotipe (warna) gelap. Di sarang, squab muda yang membawa gen modifier ini dengan mudah dapat dikenali yaitu paruh, jari kaki, kaki, dan kulit
39
berwarna hitam. Meskipun benar bahwa blues memiliki paruh hitam dan kaki yang lebih gelap. Namun, ketika meninggalkan sarang, ceker mereka mulai berubah menjadi merah. Hal ini dikarenakan adanya senyawa yang larut dalam lemak termasuk karoten. Djelaskan pula bahwa squab atau merpati muda biasanya tidak memiliki cukup bahan tersebut yaitu karoten untuk mengubah warna ceker menjadi merah. Jenis squab biru atau tipe liar mengandung melanin berwarna hitam kecoklatan. Seperti pada burung dewasa, melanin akan berkurang dan mengubah warna ceker dari hitam menjadi merah. Warna Iris Mata Pada penelitian ini terdapat empat (4) fenotipe iris mata pada burung merpati lokal, yaitu coklat (bull eye), kuning (red and orange), putih (pearl eye) dan lip-lap (perpaduan antar dua warna pada kedua iris mata, yaitu iris mata sebelah kiri berwarna coklat dan iris mata sebelah kanan berwarna kuning, atau sebaliknya dan bisa juga perpaduan kuning-putih, coklat-putih). Hal ini berbeda dengan Cornell Lab of Ornithology (2007) bahwa merpati dewasa memiliki mata oranye atau kemerahan, remaja yang berumur kurang dari enam hingga delapan bulan memiliki mata coklat atau keabu-abuan. Adapun frekuensi warna iris mata pada burung merpati lokal disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Frekuensi iris mata burung merpati lokal Fenotipe Coklat ( bull eye) Kuning (red and orange) Putih (pearl eye) Liplap
N 143 (177.8) 526 (177.8) 28 (177.8) 14 (177.8)
Frekuensi 0.20 0.74 0.04 0.02
Ο 2 hit 137.8 **
Ο 2 tabel(3;0.01) 11.345
Keterangan:**= sangat nyata
Warna iris mata kuning memiliki frekuensi terbanyak (74.12%), sedangkan warna iris mata liplap paling sedikit frekuensinya (1.47%).
Iris mata liplap
coklat-putih dan putih-kuning tidak ditemukan pada penelitian ini.
Urutan
frekuensi warna iris mata burung merpati lokal di lapang adalah warna iris mata kuning, coklat, putih dan lip lap. Bagi penggemar/penghobi burung merpati balap lebih menyukai warna iris mata kuning dibandingkan warna iris mata yang lain. Hasil analisa statistik frekuensi warna iris mata sangat berbeda nyata (P<0.01). Hal ini disebabkan warna iris mata kuning lebih banyak (dominan) di
40
antara warna iris mata yang lain. Di lapang penggemar melakukan perkawinan antara pasangan yang memiliki warna iris mata kuning sehingga peluang munculnya anak berwarna kuning lebih besar. Hasil persilangan keempat fenotipe warna iris mata yaitu coklat, kuning, putih dan lip lap beserta resiprokalnya dari 81 pasang burung merpati diperoleh anak berjumlah 174 ekor. Adapun hasil warna iris mata anak dari perkawinan resiprokal pada penelitian ini disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Frekuensi warna iris mata pada persilangan resiprokal burung merpati lokal ______________________________________________________________ Perkawinan β Tetua Warna Iris Mata Anak (%) β Anak Kuning x kuning Coklat x coklat Kuning x coklat Coklat x kuning Lip lap x kuning Lip lap x coklat Lip lap x lip lap Putih x putih Putih x coklat Putih x kuning Coklat x putih Jumlah
(pasang) 30 14 10 3 2 3 5 3 5 3 3 81
Coklat 3.22 79.31 31.58 50.00 60.00 100.00 16.70 0.00 40.00 0.00 50.00 31.98
Kuning 95.16 20.69 15.79 50.00 40.00 0.00 50.00 0.00 30.00 100.00 37.50 61.05
Putih 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 30.00 0.00 12.50 5.81
LipLap 1.61 0.00 2.63 0.00 0.00 0.00 33.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.16
(ekor) 62 29 38 4 5 3 6 6 10 3 8 174
Uji Ο 2 berbeda nyata; Ο 2 hit =882.707; Ο 2 tabel (0.01;10) =23.20
Hasil uji Ο
2
warna iris mata pada anak berbeda sangat nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa perkawinan berpengaruh terhadap frekuensi warna iris mata anak. Pewarisan warna iris mata dari tetua kepada anak tergantung pasangan iris mata tetua dan dominasi gen sehingga pemunculan warna iris mata tidak berimbang frekuensinya. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan pada Tabel 9 bahwa warna iris mata kuning lebih besar frekuensinya, maka hasil resiprokal pada Tabel 10 frekuensi warna iris mata kuning juga lebih besar. Tetua yang memiliki warna iris mata kuning pada perkawinan kuningxkuning mewariskan kepada anak-anaknya iris mata coklat, kuning atau liplap. Kedua tetua yang memiliki iris mata berwarna coklat mewariskan warna iris mata coklat atau kuning pada anak-anaknya. Frekuensi pemunculan fenotipe iris mata putih
41
dan liplap rendah.
Fenotipe iris mata berwarna putih diperoleh dari tetua
putihxputih, putihxcoklat dan coklatxputih. Adapun fenotipe liplap pada anak muncul dari perkawinan tetua kuningxkuning, kuningxcoklat dan liplapxliplap (Tabel 10). Frekuensi fenotipe iris mata kuning paling tinggi yaitu 61.05% pada penelitian ini. Selanjutnya fenotipe iris mata coklat (31.98%), putih (5.81%) dan frekuensi liplap terendah yaitu 1.16%. Warna iris mata kuning memiliki derajat pigmentasi lebih tinggi.
Levi
(1945) menyatakan, jika sel dipenuhi dengan granul-granul kuning kecil menyebar pada permukaan membran iris dan sekitarnya bergaris-garis serabutserabut otot yang merah bebas pigment. Granul-granul pigmen adalah kuning. Adapun warna kuning memiliki derajat pigmentasi tertinggi yang merupakan warna iris mata sebenarnya. Warna iris mata berwarna kuning (orange dan red eye) memiliki sejumlah tingkatan warna dari merah terang sampai merah tua atau orange dan kuning. Granul-granul kuning disertai efek merah atau merah terang akibat banyaknya pembuluh darah kecil berwarna merah. Merah terang atau merah delima ini akibat tertutupnya pigment kuning oleh pembuluh darah merah. Kadang-kadang pembuluh darah ini membatasi bagian luar iris yang mengakibatkan merah di sekitar bagian luar dan orange atau kuning di pusat, kondisi ini umum pada Racing homer. Warna iris mata putih akibat sedikitnya pigmen atau derajat pigmentasi paling rendah pada iris mata.
Sel iris dipenuhi
dengan granul-granul yang mengakibatkan hilangnya warna dan mencegah lewatnya cahaya sehingga warna yang tampak atau terrefleksi adalah warna graywhite pada permukaan iris mata. Warna iris mata putih diwariskan resesif. Dari hasil penelitian ini dapat diidentifikasi bahwa warna iris mata dikendalikan oleh 3 gen yang merupakan alel ganda dengan dominasi coklat=kuning>putih, 1 pasang gen berpigmen>tak berpigmen dan 1 pasang gen yang mempengaruhi ekspresi penyebaran warna yaitu dilute (d) dan alel normal (D). Gen dilute berpengaruh pada fenotipe warna iris mata coklat, yaitu dengan hadirnya gen dilute dalam keadaan resesif (homosigot resesif) maka fenotip yang muncul adalah warna iris mata kuning walaupun gen yang dimiliki adalah warna iris mata coklat. Selanjutnya individu yang memiliki gen iris mata coklat, namun
42
gen dilute dalam keadaan homosigot dan ada gen tak berpigmen maka fenotip yang muncul adalah putih. Fenotipe dan genotipe warna iris mata pada burung merpati lokal disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Fenotipe dan genotipe warna iris mata burung merpati lokal Fenotipe Iris mata warna coklat (bull eye)
Genotipe A-bbC-D-
Keterangan coklat, berpigmen, normal
Iris mata warna kuning (red and orange eye)
A-bbC-dd
coklat, berpigmen, dilute
aaB-C-D-
kuning,berpigmen, normal
A-B-ccDA-bbccD-
walaupun ada gen coklat namun tidak ada pigmen (cc)
Iris mata warna putih (pearl eye)
A-bbccdd aaB-ccD-
Iris mata warna lip lap
aaB-ccD-
ada gen kuning, namun tidak ada pigmen (cc) maka putih
aabbccdd
putih homosigot
A-B-C-D-
Coklat, kuning, normal
Penggemar burung merpati lebih menyukai warna iris mata kuning pada burung merpati peliharaannya. Hal ini berkaitan dengan performa, bahwa burung merpati yang memiliki warna iris mata kuning tampak lebih menarik (gagah) terutama untuk burung merpati jantan untuk lomba balap tinggi maupun balap datar. Berdasarkan hasil perkawinan resiprokal (Tabel 11) tersebut untuk mengembangkan burung merpati yang memiliki iris mata kuning dapat diperoleh dari perkawinan tetua kuningxkuning, kuningxcoklat, coklatxkuning, lip lapxkuning, lip lapxlip lap, putihxcoklat, putihxkuning. Pada penelitian ini warna iris mata kuning tidak muncul dari perkawinan tetua lip lapxcoklat dan putihxputih. Hal ini dapat dianalisis dari hasil perkawinan resiprokal tersebut bahwa terdapat 3 lokus yang mengendalikan warna iris mata yaitu 1 lokus terdiri dari 3 gen yang merupakan alel ganda dengan dominasi coklat=kuning>putih, 1 pasang gen yang ekspresinya berpigmen (C) dominant terhadap tidak berpigmen (c) dan 1 pasang gen yang mempengaruhi ekspresi penyebaran warna yaitu dilute
43
(d) dan alelnya normal (D). Gen dilute berpengaruh pada fenotipe warna iris mata merah dengan hadirnya gen dilute dalam keadaan resesif (homosigot resesif) maka fenotip yang muncul adalah kuning. Selanjutnya gen iris mata merah, gen dilute dalam keadaan homosigot tidak ada gen berwarna maka fenotip yang muncul adalah putih. Warna iris mata pada burung merpati tidak dapat diketahui saat piyik menetas dan waktu untuk dapat mendeteksi warna iris mata tersebut bervariasi, dengan keragaman yang tinggi yaitu 20.92-52.21% (Tabel 12). Olehkarenanya warna iris mata pada piyik burung merpati dapat diamati pada rataan dan kisaran umur seperti disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Umur anak burung merpati saat warna iris mata dapat diamati __________________________________________________________________ Warna Umur Anak Burung (hari) Iris Mata N Rataan Simpangan Kisaran KK (%) Coklat
11
44.30
9.27
32 - 57
20.92
Kuning
10
64.60
28.00
57- 132
43.34
Putih
4
88.30
46.10
45- 145
52.21
Lip lap
2
45.50
16.30
34- 57
35.82
Keterangan: KK=koefisien keragaman
Ekspresi warna iris mata coklat pada piyik dapat diamati paling cepat yaitu saat piyik berumur 44.3 hari, berikutnya lip lap dapat diamati pada saat piyik berumur 45.5 hari, karena lip lap adalah ekspresi gabungan coklat dengan warna iris mata yang lain, yaitu kuning atau putih. Warna iris mata kuning mulai dapat dibedakan dengan iris mata coklat mulai umur 57 hari dan paling lama pada umur 132 hari sehingga rataan pada penelitian ini untuk pengamatan warna iris mata kuning adalah saat piyik berumur 64.6 hari. Warna iris mata yang paling lama tampak adalah putih karena pada awal mirip coklat atau kuning, kemudian tampak keabu-abuan, kemudian putih kemerahan dengan putih sedikit di sekitar bola mata yang hitam yang berpeluang sebagai iris mata coklat atau kuning, selanjutnya jika putihnya bertambah luas maka baru dinyatakan warna iris mata tersebut adalah putih. Kisaran untuk mengidentifikasi iris mata piyik burung merpati berwarna putih yaitu saat piyik berumur 45 hingga 145 hari.
44
Pewarisan Sifat dan Frekuensi Gen Frekuensi gen dari sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 13. Warna dasar bulu dikontrol oleh banyak pasang gen yang terdapat pada kromosom otosom dan satu pasang gen yang terdapat pada kromosom seks, sehingga dari perkawinan tetua megan dengan megan diperoleh anak gambir betina, hal ini seperti dikemukakan oleh (Noor 2008). Frekuensi pola bulu blantong, selap, telampik dan corak lebih sedikit dibandingkan dengan polos. Pola bulu burung merpati dipengaruhi oleh 4 pasang gen yaitu blantong, selap, telampik dan corak. Keempat alel yang mempengaruhi ekspresi pola bulu pada burung merpati tersebut terdapat pada kromosom otosom dan pada lokus yang berbeda. Tabel 13 Frekuensi gen pada burung merpati lokal Fenotipe
Genotipe
Pola Bulu Piebald (Blantong) Polos Hysterical (Selap) Polos Badge (Telampik) Polos Grizzle Polos
pp Pss Stt T Ggg
p P s S t T G g
0.31 0.69 0.25 0.75 0.31 0.69 0.29 0.71
Ornamen Kepala Crest (Kucir) Fade (Polos)
crcr CR-
cr CR
0.05 0.95
Warnma Shank (ceker) Hitam kemerahan Merah
rr R-
r R
0.03 0.97
Shank (ceker) berbulu Tidak berbulu Grouse (Berbulu)
grgr GR-
Gr GR
0.84 0.16
Warna Iris mata Bull eye (Coklat) Red and Orange eye (Kuning) Pearl eye (Putih)
ABAa/bb
A B a/b
0.40 0.40 0.20
Dominasi pola bulu.
Gen
Frekuensi Gen
Pola bulu blantong dan corak diwariskan resesif
terhadap polos. Gen yang mempengaruhi pola bulu ini terdapat pada kromosom
45
Z. Adapun selap dan telampik diwariskan seks influenced, berarti terdapat pada kromosom otosom (kromosom Z) pula dan resesif terhadap polos. Dominasi gen yang mengekspresikan ornament bulu kepala berjambul (crest) adalah resesif terhadap tidak berjambul (fade). Frekuensi bulu jambul sebesar 0.05 dan bulu polos 0.95 pada penelitian ini. Frekuensi gen tidak jambul (fade) lebih tinggi dibandingkan frekuensi gen berjambul (crest).
Hal ini
mengakibatkan fenotipe tidak berjambul lebih tinggi di lapang, dan dalam keadaan homosigot
atau heterosigot.
Pemunculan tidak berjambul hanya
membutuhkan satu gen karena pewarisan tidak berjambul adalah dominant autosomal yaitu pada kromozom A. Warna ceker merah diwariskan resesif terhadap hitam kemerahan.
Di
lapang frekuensi warna ceker merah mendekati 1. Hal ini dikarenakan adanya gen modifier
yang menyebabkan ceker yang hitam berubah menjadi merah,
sehingga piyik yang berceker hitam setelah dewasa warna cekernya berubah menjadi merah, seperti dikemukakan oleh Huntley (1999).
Gen yang
mempengaruhi ekspresi warna ceker terdapat pada kromosom otosom (komosom A), sehingga ekspresi pada kedua jenis kelamin sama. Frekuensi gen ceker berbulu lebih rendah dibandingkan ceker tidak berbulu. Di lapang penggemar burung merpati lokal lebih menyukai burung merpati yang cekernya tidak berbulu, adapun burung merpat yang memiliki ceker berbulu adalah nurung merpati hias. Ceker berbulu terdapat pada kromosom otosom (kromosom A) dan diwariskan dominat, namun frekuensi gen di lapang rendah, dan perkawinan dengan ceker berbulu jarang dilakukan sehingga fenotipe ceker tidak berbulu lebih banyak dibandingkan ceker yang berbulu. Frekuensi gen warna iris mata putih lebih rendah dibandingkan dengan warna iris mata kuning maupun warna coklat. Gen yang mempengaruhi ekspresi iris mata juga terdapat pada kromosom otosom. Heterosigositas Keragaman sifat kualitatif pada burung merpati lokal merupakan keanekaragaman genetik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai hetersosigositas yang disajikan pada Tabel 14. Adanya keragaman sifat kualitatif dapat diseleksi
46
sesuai dengan manfaat burung merpati sebagai binatang kesayangan yaitu burung merpati hias. Tabel 14 Nilai heterosigositas (h) sifat kualitatif pada burung merpati lokal Sifat
h Β± SE(h)
Warna dasar tubuh
0.428 Β± 0.009
Warna dasar bulu sayap
0.428 Β± 0.028
Pola bulu sayap
0.375 Β± 0.011
Pola warna pelangi (barr)
0.412 Β± 0.010
Ornamen kepala
0.095 Β± 0.010
Warna ceker
0.058 Β± 0.008
Shank tidak berbulu
0.269 Β± 0.013
Warna iris mata
0.064 Β± 0.004
H Β± SE(H)
0.266 Β± 0.004
Pada Tabel 14 bahwa warna shank, warna iris mata dan ornament kepala cenderung lebih seragam dibandingkan sifat kualitatif yang lain. Adapun warna bulu beragam berdasarkan nilai heterozigositas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai heterosigositas warna bulu lebih tinggi dibandingkan ornament kepala, warna ceker, dan warna iris mata. Adapun nilai heterosigositas masing-masing sifat kualitatif pada penelitian berkisar dari 0.0582 β 0.428.
Warna ceker
memiliki nilai heterosigositas terendah dibanding yang lainnya. Berarti warna iris mata mendekati keseragaman. Hal ini diduga sudah ada seleksi yang dilakukan oleh penggemar burung merpati yang lebih menyukai warna iris mata tertentu yaitu kuning. Heterosigositas rata-rata sebesar
0.266
menunjukkan bahwa burung
merpati lokal masih beragam. Seperti dikemukakan oleh Javanmard (2005) bahwa populasi dinyatakan beragam apabila hetersigositasnya lebih dari 0.05. Berarti seleksi pada burung merpati lokal masih efektif dilakukan. Simpulan 1. Warna dasar burung merpat lokal hitam, megan, abu, coklat dan putih. Pola warna bulu sayap primer polos, telampik, selap. Warna iris mata
47
kuning, coklat, putih, dan liplap. Ornament bulu kepala tidak berjambul. Warna ceker merah. Ceker tidak berbulu. 2. Sifat kualitatif dalam keadaan tidak setimbang kecuali warna ceker dan ornament kepala dalam keadaan setimbang (equilibrium). 3. Sifat
kualitatif
pada
burung
merpati
masih
beragam
dengan
heterosigositas rata- rata sebesar 0.266. 4. Warna iris mata yang paling cepat dapat dilihat pada piyik burung merpati adalah warna iris mata coklat sedang warna iris mata putih paling lama. Warna iris mata dikontrol oleh empat pasang gen pada kromosom otosomal. 5. Gen pengontrol warna bulu terdapat pada tiga lokus yang terletak pada 2 kromosom otosom dan 1 kromosom seks. 6. Warna ceker dan ceker berbulu dikontrol gen yang terdapat pada kromosom otosom.
Warna ceker seragam merah dengan adanya gen
modifier. 7. Warna paruh berkaitan dengan warna kuku dan warna kulit.