Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S
IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF MERPATI BALAP TINGGIAN DAN MERPATI BALAP DASAR JANTAN IDENTIFICATION OF QUANTITATIVE TRAITS ON MALE "TINGGIAN" AND SPRINT RACING PIGEONS Dimas Aji S*, Dani Garnida**, dan Iwan Setiawan** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran *Alumnus Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di empat lapang merpati merpati tinggian di Kecamatan Jatinangor dan dua peternak merpati balap dasar, Kabupaten Sumedang selama dua minggu. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum mengenai sifat-sifat kuantitatif merpati balap tinggian jandan dewasa dan merpati balap dasar jantan dewasa. Metode penelitianyang digunakan yaitu Purposive Sampling dengan jumlah populasi 57 ekor merpati balap tinggian jantan dewasa dan 48 ekor merpati balap dasar jantan dewasa. Sifat kuantitatif merpati balap tinggian jantan dan merpati balap dasar jantan yang diteliti yaitu bobot badan, panjang paruh, lebar paruh, panjang kepala, lebar kepala, tinggi kepala, panjang leher, panjang punggung, panjang rentang sayap, tebal pangkal sayap, jarak antar tulang pubis, lebar dada, panjang dada, lingkar dada, panjang kaki, panjang shank, jumlah bulu sayap primer, jumlah bulu ekor. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa yang membedakan dari merpati balap tinggian dan merpati balap dasar berdasarkan sifat kuantitatif yaitu bobot badan, lebar paruh, panjang kepala, tinggi kepala, tebal pangkal sayap, rentang panjang sayap, lebar dada, panjang dada, lingkar dada, panjang kaki dan panjang shank. Kata kunci : merpati balap tinggian jantan dewasa, merpati balap dasar jantan dewasa, sifat-sifat kuantitatif. ABSTRACT The research was conducted in four field "tinggians" racing pigeons in Jatinangor Subdistrict and two sprint racing pigeon breeders, Sumedang District for two weeks. The study aims to determine the general description of quantitative traits of adult male "tinggian" racing pigeons and male sprint racing pigeons. The method used is purposive sampling with a population of 57 adult male "tinggian" racing pigeons and 48 adult male sprint racing pigeons. Quantitative traits of male "tinggian" racing pigeons and sprint racing pigeons studied were body weight, beak length, beak width, head length, head width, head height, long neck, long brisket, long wing span, thicknees of base wing, the distance between the pubic bone, chest widht, length chest, chest circumference, long legs, long shank, the number of primary wing feathers and tail feathers number. Based on the results of research and discussion, it can be concluded that the difference of "tinggian" racing pigeons and sprint racing pigeons on quantitative trait were body weight, beak width, head length, head height, thickness of base wing, the wing span length, chest width, length chest, chest circumference, long legs and a long shank. Keywords : adult male "tinggian" racing pigeons, adult male sprint racing pigeons, quantitative traits
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S PENDAHULUAN Burung merpati disebut juga burung dara. Kata merpati diambil dari bahasa sangsekerta yaitu Bharyapati. Merpati bersifat monogami yang selalu dijumpai hidup berpasangan dan hidup dalam kelompok. Merpati merupakan salah satu jenis burung yang cukup banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Merpati yang terdapat di Indonesia berasal dari jenis merpati lokal, merpati lokal tersebut diperkirakan berasal dari jenis merpati liar (Columba livia) yang telah lama dibudidayakan dan awal mulanya berasal dari Eropa. Ketertarikan masyarakat pada merpati hanya sebatas mudah dikembangbiakkan mudah sekali jinak, dan memiliki kemampuan terbang yang cepat. Tujuan pemeliharaan merpati secara umum terbagi menjadi empat jenis, yaitu sebagai merpati balapan (racing), merpati konsumsi, merpati hias (fancy) dan merpati pos. Dari keempat jenis merpati, merpati balap adalah jenis yang cukup banyak dipelihara oleh masyarakat, karena selain pemeliharaannya mudah, pengembangbiakannya tidak sulit dan ternak afkirnya dapat dijadikan sebagai ternak pedaging, di Indonesia awalnya merpati balap dikenal sebagai ketangkasan burung merpati, yang mana sepasang merpati lokal dibuat jodoh. Selanjutnya merpati jantan dipisah agak jauh dari pasangannya. Begitu dilepas merpati jantan akan terbang menghampiri pasangan sekuat tenaga (Rachmanto, 2001). Merpati balap terbagi menjadi dua jenis, yaitu merpati balap tinggian dan merpati balap dasar. Merpati tinggian di Jawa sering disebut tomprangan atau merpati kentongan atau merpati dhuwuran. Sampai saat ini masih sedikit informasi ataupun referensi mengenai sifat kualitatif dan kuantitatif untuk merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dan juga masyarakat belum secara efisien bisa membedakan mana merpati balap tinggian dan mana merpati balap dasar. Selain itu merpati balap tinggian maupun merpati balap dasar merupakan aset bangsa yang kepemilikannya masih dipegang utuh oleh bangsa Indonesia dan termasuk salah satu sumber daya genetik unggas lokal yang perlu ditingkatkan baik potensi maupun kualitas genetiknya. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merasa termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai identifikasi sifat kuantitatif merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan di Kabupaten Sumedang.
BAHAN DAN METODE Burung merpati yang digunakan sebagai materi penelitian berasal dari Kabupaten Sumedang. Adapun jumlah burung merpati berjumlah 57 ekor merpati tinggian yang ada di
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S empat lapang merpati tinggian di Kecamatan Jatinangor dan 48 ekor merpati balap dasar yang terdapat di dua peternak merpati balap di Kecamatan Tomo dan Kecamatan Sumedang Utara. Pengambilan data dilaksanakan selama dua minggu. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, pita ukur, jangka sorong, kamera digital dan alat tulis. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling. Metode ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan diataskan strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2010). Peubah yang diamati meliputi bobot badan, panjang paruh, lebar paruh, panjang kepala, lebar kepala, tinggi kepala, panjang leher, panjang punggung, panjang rentang sayap, tebal pangkal sayap, jarak antara tulang pubis, lebar dada, panjang dada, lingkar dada, panjang kaki, panjang shank, jumlah bulu sayap (primer) dan jumlah bulu ekor. Data dianalisis secara statistik deskriptif (Sudjana, 2005), meliputi rata-rata, simpangan baku dan koefisien variasi kemudian dilakukan uji lanjut menggunakan uji T (Independent Test) untuk mengetahui perbedaan antara merpati balap tinggian dan merpati balap dasar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penimbangan dan perhitungan dari bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Bobot badan rata-rata merpati balap tinggian jantan dewasa yaitu 401,14 ± 20,16 gram dan koefisien variasi 5,03%, sedangkan rata-rata bobot badan merpati balap dasar jantan dewasa 442 ± 33,13 gram dan koefisien variasi 7,48% ini menandakan bobot badan merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa bobot badan merpati balap tinggian berbeda dengan bobot badan merpati balap dasar. Bobot badan merpati balap tinggian lebih ringan karena digunakan untuk terbang tinggi di udara. Rata-rata panjang paruh merpati balap tinggian jantan dewasa yaitu 1,99 ± 0,18 cm dan koefisien variasi 9,05% , sedangkan rata-rata panjang paruh merpati balap dasar jantan dewasa yaitu 2 ± 0,12 cm dan koefisien variasi 6% ini menyatakan panjang paruh merpati balap tinggian
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S dan merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa panjang paruh merpati balap tinggian tidak berbeda dengan panjang paruh merpati balap dasar. Menurut Tanubrata (2004) paruh pendek, lurus, kuat dan ujungnya sedikit melengkung menandakan keket atau giringnya bagus, sehingga akan menunjang dalam kemaksimalkan kecepatan terbangnya.
Tabel 1. Hasil dan Perhitungan Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Merpati Balap Tinggian dan Merpati Balap Dasar Jantan Dewasa Peubah yang diamati
Rata-rata Tinggian 401,14 ± 20, 16 (a) 1,99 ± 0,18 (a) 0,25 ± 0,04 (a) 3,38 ± 0,22 (a) 1,93 ± 0,08 (a) 2,38 ± 0,23 (a) 7,01 ± 0,43 (a) 12,8 ± 0,95 (a)
Dasar 442,81 ± 33,13 (b) 2 ± 0,12 (a) 0,19 ± 0,04 (b) 3,71 ± 0,25 (b) 1,92 ± 0,09 (a) 2,82 ± 0,11 (b) 7,2 ± 0,58 (a) 12,99 ± 1,03 (a)
Bobot Badan (g) Panjang Paruh (cm) Lebar Paruh (cm) Panjang Kepala (cm) Lebar Kepala (cm) Tinggi Kepala (cm) Panjang Leher (cm) Panjang Punggung (cm) Panjang Rentang Sayap (cm) 29,32 ± 1,54 (a) 30,15 ± 0,76 (b) Tebal Pangkal Sayap (cm) 0,59 ± 0,11 (a) 0,89 ± 0,18 (b) Jarak Antar Tulang Pubis (cm) 0,57 ± 0,08 (a) 0,56 ± 0,06 (a) Lebar Dada (cm) 7,9 ± 0,21 (a) 8,01 ± 3,87 (b) Panjang Dada (cm) 8,93 ± 1,05 (a) 10,84 ± 1,13 (b) Lingkar Dada (cm) 24,39 ± 1,09 (a) 25,12 ± 0,86 (b) Panjang Kaki (cm) 7,05 ± 0,37 (a) 7,4 ± 0,5 (b) Panjang Shank (cm) 2,91 ± 0,32 (a) 3,23 ± 0,44 (b) Jumlah Bulu Sayap (p) (helai) 9,96 ± 0,19 (a) 11,93 ± 0,32 (a) Jumlah Bulu Ekor (helai) 11,93 ± 0,32 (a) 11,92 ± 0,35 (a) Keterangan: n = 57 ekor(tinggian) ; n = 48 ekor (dasar)
KV Tinggian Dasar 5,03% 7,48% 9,05% 6% 16% 21,05% 6,51% 6,74% 4,15% 4,69% 9,66% 3,9% 6,13% 8,06% 7,42% 7,93% 5,25%
2,52%
18,64%
20,22%
14,04% 2,66% 11,76% 4,47% 5,25% 11%
10,71% 3,87% 10,41% 3,42% 6,76% 13,62%
1,91%
0%
2,68%
2,94%
Rata-rata lebar paruh merpati balap tinggian jantan dewasa yaitu 0,25 ± 0,04 cm dengan koefisien variasi 16%, sedangkan rata-rata hasil penelitian lebar paruh merpati balap dasar
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S jantan dewasa yaitu 0,19 ± 0,04 cm dan koefisien variasi 21,05% ini menyatakan lebar paruh merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif beragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa lebar paruh merpati balap tinggian berbeda dengan lebar paruh merpati balap dasar, merpati balap dasar memiliki lebar paruh yang lebih pendek dan runcing dari pada merpati balap tinggian, karena lebih aerodinamis dan menambah kecepatan ketika melakukan terbang lurus. Paruh merpati balap dasar seperti moncong pesawat tempur yang bagian depan berbentuk runcing dan kecil, karena dapat menambah kecepatan terbang, ini didukung dengan teori pesawat dari Anderson (2010) yang mengatakan, untuk menambah kecepatan sebuah ujung pesawat tempur berbentuk kerucut, karena shock (keadaan transisi yang tiba-tiba kecepatannya naik melebihi kecepatan suara) berbentuk busur membentuk kerucut mendekati pangkal kerucut. Rata-rata panjang kepala merpati balap tinggian hasil penelitian 3,38 ± 0,22 cm dengan koefisien variasi 6,51%, sedangkan panjang kepala merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 3,71 ± 0,25 cm dengan koefisien variasi 6,74% ini menyatakan panjang kepala merpati balap tinggian dan merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang kepala merpati balap tinggian berbeda dengan panjang kepala merpati balap dasar, merpati balap dasar memiliki kepala lebih panjang dari merpati balap tinggian. Lebar kepala merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 1,93 ± 0,08 cm dengan koefisien varisi 4,15%, sedangkan lebar kepala merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 1,92 ± 0,09 cm dengan koefisien varisi 4,69% ini menyatakan lebar kepala merpati balap tinggian dan merpati dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa lebar kepala merpati balap tinggian tidak berbeda dengan lebar kepala merpati balap dasar. Tinggi kepala merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 2,38 ± 0,23 cm dengan koefisien variasi 9,66%, sedangkan tinggi kepala merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 2,82 ± 0,11 cm dengan koefisien variasi 3,9% ini menyatakan tinggi kepala merpati balap tinggian dan merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa tinggi kepala merpati balap tinggian berbeda dengan tinggi kepala merpati balap dasar, merpati balap dasar memiliki kepala lebih tinggi dari merpati balap tinggian. Berdasarkan perbedaan panjang dan tinggi kepala akan mempengaruhi bentuk dari kepala merpati, bentuk kepala merpati akan berbentuk bulat dan juga berbentuk lonjong. Menurut Sutejo (2002) yang menyatakan bahwa bentuk kepala merpati balap dasar yang baik adalah bentuk kepala merpati yang lonjong, yaitu lonjong tidak terlalu kecil atau besar. Karakteristik bentuk kepala pada merpati juga dapat membedakan antara merpati balap dasar dan merpati balap tinggian. Bentuk kepala merpati balap tinggian berbentuk bulat, ini dikarenakan merpati tersebut terbang tinggi dan tekanan udara kurang, sehingga tidak mempengaruhi gaya terbang merpati balap tinggian. Berbeda dengan merpati balap dasar yang mendapat tekanan dari udara cukup besar, sehingga diperlukan bentuk kepala yang lonjong untuk mengurangi tekanan udara, jika bentuk kepala merpati balap dasar berbentuk bulat akan mempengaruhi kecepatan terbang, karena dengan bentuk kepala bulat merpati balap dasar tersebut akan mendapatkan tekanan angin yang besar sehingga akan menghambat terhadap kecepatan terbang merpati itu sendiri. Menurut Rahmanto (2001) bentuk kepala merpati tinggian bulat, sedangkan bentuk kepala merpati dasar lonjong. Rata-rata panjang leher merpati balap tinggian jantan dewasa yaitu 7,01 ± 0,43 cm dengan koefisien variasi 6,19%, sedangkan rata-rata panjang leher merpati balap dasar jantan dewasa yaitu 7,2 ± 0,58 cm dengan koefisien variasi 8,06% ini menyatakan panjang leher merpati balap tinggian dan merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa panjang leher merpati balap tinggian tidak berbeda dengan panjang leher merpati balap dasar. Panjang leher menjadi kriteria di dalam pemilihan merpati balap dasar jantan yang memiliki tubuh proposional dapat menjaga posisi terbang terhadap udara agar tetap streamline (Tanubrata, 2004). Rata-rata panjang punggung merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 12,8 ± 0,95 cm dan koefisien variasi 7,42% , sedangkan panjang punggung merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 12,99 ± 1,03 cm dan koefisien variasi 7,93% ini menyatakan
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S panjang punggung merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa panjang punggung merpati balap tinggian tidak berbeda dengan panjang punggung merpati balap dasar. Panjang rentang sayap merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 29,32 ± 1,54 cm dengan koefisien variasi 5,25%, sedangkan panjang rentang sayap merpati balap dasar memiliki rata-rata 30,15 ± 0,76 cm dengan koefisien variasi 2,52% ini menyatakan panjang rentang sayap merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang rentang sayap merpati balap tinggian berbeda dengan panjang rentang sayap merpati balap dasar. Panjang rentangan sayap pada merpati balap dasar lebih panjang bila dibandingkan dengan merpati balap tinggian. Panjangnya sayap menunjang dalam hal kecepatan terbangnya, karena dapat mengambil dorongan angin lebih banyak ketika sayap di kepakan sehingga panjang rentang sayap menjadi sesuatu hal yang dianggap perlu dalam pemilihan merpati balap dasar jantan (Firmansyah, 2007). Merpati balap ketika sayapnya sengaja direntangkan akan menutup kembali dengan cepat ini menandakan merpati balap tersebut bagus. Rata-rata tebal pangkal sayap merpati balap tinggian 0,59 ± 0,11 cm dan koefisien varasi 18,64%, sedangkan rata-rata tebal pangkal sayap merpati balap dasar 0,89 ± 018 cm dan koefisien variasi 20,22% ini menyatakan tebal pangkal sayap merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif beragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa tebal pangkal sayap merpati balap tinggian berbeda dengan tebal pangkal sayap merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki pangkal sayap yang lebih tebal dari merpati balap tinggian. Perbedaan dari tebal pangkal sayap pada merpati balap dipengaruhi oleh faktor latihan, semakin sering merpati melakukan latihan pangkal sayap akan semakin tebal dan kuat. Dewi (2005) Menyatakan aktifitas terbang pada merpati mengandalkan otot bagian sayap, merpati balap yang lebih sering melakukan kepakan sayap akan memiliki otot yang lebih bagus, oleh karena itu merpati yang belum dilatih terbang belum memiliki perototan yang baik di tubuhnya.
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S Jarak antar tulang pubis merpati balap tinggian jantan dewasa memiliki rata-rata 0,57 ± 0,08 cm dan koefisien variasi 14,04% ,sedangkan rata-rata jarak tulang pubis merpati balap dasar jantan dewasa, yaitu 0,56 ± 0,06 cm dan koefisien variasi 10,71% ini menyatakan jarak tulang pubis merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa jarak tulang pubis merpati balap tinggian tidak berbeda dengan jarak tulang pubis merpati balap dasar. Faktor yang membedakan jarak tulang pubis adalah jantan dan betina karena untuk produksi telur. Menurut pendapat Sutejo (2002), merpati balap yang baik memiliki jarak tulang pubisnya yaitu sekitar 0,5 cm. Apabila jarak tulang pubis terlalu renggang tubuh merpati tidak aerodinamis. Tulang pubis merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan pemilihan kualitas merpati balap yang baik (Firmansyah, 2007). Rata-rata lebar dada merpati balap tinggian 7,9 ± 0,21 cm dan koefisien variasi 2,66%, sedangkan lebar dada merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 8,01 ± 0,31 cm dan koefisien variasi 3,87% ini menyatakan lebar dada merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa lebar dada merpati balap tinggian berbeda dengan lebar dada merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki dada yang lebih lebar dari pada merpati balap tinggian. Merpati balap dasar memerlukan oksigen yang banyak karena sering mengepakan sayapnya dan terbang cepat sehingga dada menjadi lebih lebar. Apabila terlalu pendek lebar dadanya menyebabkan cadangan udara (oksigen) tidak banyak disimpan (Firmansyah, 2007). Panjang dada merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 8,93 ± 1,05 cm dan koefisien variasi 11,76%, sedangkan panjang dada hasil penelitian memiliki rata-rata 9,71 ± 1,05 cm dan koefisien variasi 10,81% ini menyatakan panjang dada merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang dada merpati balap tinggian berbeda dengan panjang dada merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki dada yang lebih panjang dari pada merpati balap tinggian.
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S Lingkar dada merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 24,39 ± 1,09 dan koefisien variasi 4,47%, sedangkan lingkar dada merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 25,12 ± 0,86 dan koefisien variasi 3,42% ini menyatakan lingkar dada merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa lingkar dada merpati balap tinggian berbeda dengan lingkar dada merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki lingkar dada yang lebih besar dari merpati balap tinggian. Lebar dada, panjang dada, lingkar dada harus seproposional mungkin karena jika terlalu besar kecepatan terbang akan berkurang karena merpati akan tertahan oleh dorongan angin. Hal ini sependapat dengan pernyataan Firmansyah (2007), Lebar dada, panjang dada dan lingkar dada menentukan aerodinamis suatu merpati dan juga menentukan kecepatan terbang. Menurut penelitian Firmansyah (2012) lebar dada dalam, lingkar dada, panjang dada, panjang punggung dan lebar pangkal ekor sebelum dan setelah diterbangkan sama. Hal ini menunjukkan latihan terbang tidak mempengaruhi ukuran-ukuran tubuh tersebut. Rata-rata panjang kaki merpati balap tinggian jantan dewasa 7,05 ± 0,37 cm dan koefisien variasi 5,25%, sedangkan rata-rata panjang kaki merpati balap dasar jantan dewasa 7,4 ± 0,5 cm dan koefisien variasi 6,76% ini menyatakan kaki merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang kaki merpati balap tinggian berbeda dengan panjang kaki merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki kaki yang lebih panjang dari merpati balap tinggian. Kaki berfungsi sebagai penopang bobot badan pada saat tidak terbang dan juga sebagai sarana pada saat merpati mendarat (Firmansyah, 2007). Tanubrata (2004) mengatakan bahwa kaki proposional dengan jari yang kecil dan panjang digunakan untuk mengarahkan angin kebelakang setelah melewati dada pada saat terbang. Panjang shank merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 2,91 ± 0,32 cm dan koefisien variasi 11%, sedangkan panjang shank merpati balap hasil penelitian memiliki rata-rata 3,23 ± 0,44 cm dan koefisien variasi 13,62% ini menyatakan panjang shank merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang shank merpati balap tinggian
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S berbeda dengan panjang shank merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki shank yang lebih panjang dari merpati balap tinggian, hal ini kemungkinan untuk lebih mudah mengendalikan jari-jari kaki ketika sedang terbang lurus yang rendah dalam kecepatan tinggi dan shank harus kuat dan kokoh sebab berguna untuk menahan hambatan angin, jika shank tidak kuat maka kecepatan terbang diudara akan berkurang. Menurut Firmansyah (2007) Kekuatan dan kekokohan shank penting, sama halnya dengan kaki pada merpati sebab digunakan untuk menopang seluruh bobot badannya. Merpati balap tinggian jantan dewasa memiliki jumlah bulu sayap primer rata-rata 9,96 ± 0,19 helai dibulatkan menjadi 10 helai dan koefisien variasi 1,91%, sedangkan merpati balap dasar jantan dewasa memiliki jumlah bulu sayap primer rata-rata 10 ± 0 helai dan koefisien variasi 0% ini menyatakan jumlah bulu sayap primer merpati balap balap jantan dewasa di Kabupaten Sumedang seragam. Hasil uji T tersebut di dapat P > 0,05 artinya bahwa bulu sayap merpati balap tinggian tidak berbeda dengan bulu sayap merpati balap dasar. Bulu sayap merpati balap dasar pada penelitian ini semuanya berjumlah sepuluh (normal) dikarenakan semua burung balap dasar di penelitian dijaga kondisinya dengan baik sehingga mampu berlomba dengan maksimal. Hasil ini sejalan dengan pendapat Tanubrata (2004) yang menyatakan bahwa bulu sayap primer normalnya terdiri dari sepuluh helai bulu, tetapi kadang ditemui merpati dengan bulu sayap primer dengan sebelas helai bulu pada salah satu atau kedua sayapnya. Tyne dan Berger (1976) menyatakan bahwa sayap pada burung berfungsi memberikan dorongan pada tubuh sehingga menambah kecepatan terbang. Bulu sayap primer merupakan bagian terpenting pada saat burung terbang karena berfungsi seperti baling-baling ketika burung terbang. Jumlah bulu ekor primer merpati balap tinggian rata-rata 11,93 ± 0,32 helai dibulatkan menjadi 12 helai dan koefisien variasi 2,68%, sedangkan jumlah bulu ekor primer merpati balap dasar rata-rata 11,92 ± 0,35 helai dibulatkan menjadi 12 helai dan koefisien variasi 2,94% ini menyatakan jumlah bulu ekor primer merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P > 0,05 artinya bahwa bulu ekor merpati balap tinggian tidak berbeda dengan bulu ekor merpati balap dasar. Hasil penelitian ini sejalan
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S dengan pendapat sutejo (2002) bulu ekor merpati balap rata-rata berjumlah dua belas helai, hal ini menunjukan keadaan (jumlah bulu) maksimal (lengkap). Jumlah bulu ekor harus berjumlah lengkap karena bulu ekor berpengaruh ketika terbang di udara, karena bulu ekor bisa menjadi kemudi ketika akan berbelok. Menurut Dewi (2005) Bulu ekor akan berpengaruh pada saat pendaratan yaitu memungkinkan pendaratan yang keras. Bulu ekor Pada merpati balap tinggian di Kabupaten Sumedang kondisinya sebagian besar berjumlah normal.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa yang membedakan dari merpati balap tinggian dan merpati balap dasar berdasarkan sifat kuantitatif yaitu bobot badan, panjang kepala, tinggi kepala, lebar paruh, tebal pangkal sayap, rentang panjang sayap, lebar dada, panjang dada, lingkar dada, panjang kaki dan panjang shank. Disarankan dalam menentukan standarisasi merpati balap tinggian jantan dewasa dan juga merpati balap dasar jantan dewasa yang berkualitas, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan sifat kuantitatif dengan kecepatan terbang.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, pembimbing, dan rekan-rekan yang telah meluangkan waktu, bimbingan, motivasi, dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, J.D. 2010. Fundamentals of Aerodynamics. Five Edition. McGraw-Hill. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Dewi, D. R. K. 2005. Karakteristik Sifat Kualitatif Merpati Balap Di Kabupaten Bondowoso. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap.....................................................Dimas Aji S Firmansyah, F. 2007. Identifikasi Bobot Badan Dan Ukuran-Ukuran Tubuh Pada Merpati Balap Dasar Jantan Dewasa. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Sumedang. Firmansyah, R. 2012. Karakteristik Dan Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rachmanto. 2001. Beternak dan Mencetak Merpati Menjadi Jago Balap dan Raja Awan. Penerbit Kanisus. Yogyakarta. Sudjana. 2005. Metode Statistik. Edisi lima. Penerbit Tarsito. Bandung Sutejo. 2002. Merpati Balap. Penebar Swadaya. Jakarta. Tanubrata, H. Dan U. S. R. Syamkhard. 2004. Menghasilkan Merpati Balap Sprint Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. Tyne, J. V & A. J. Berger. 1976. Fundamentals of Ornithology. 2 nded.A Willey Interscience Publication. John Wiley and Sons. NewYork-London-Sidney-Torontalo.