KANDUNGAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA MAKANAN DAN MINUMAN JAJANAN DI SDN I-X KELURAHAN CIPUTAT KECAMATAN CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH ANNIS SYARIFAH NASUTION NIM : 1110101000096
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, November 2014 ANNIS SYARIFAH NASUTION, NIM:1110101000096 KANDUNGAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA MAKANAN DAN MINUMAN JAJANAN DI SDN I-X KELURAHAN CIPUTAT KECAMATAN CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014 (xv + 67 halaman, 7 tabel, 6 gambar, 2 lampiran) ABSTRAK Zat pewarna sintetis merupakan bahan tambahan makanan buatan yang dapat memperbaiki penampilan makanan. Berdasarkan hasil uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun 2008 terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total sampel itu, 10,45 % mengandung pewarna yang dilarang (Nurdwiyanti, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan di SDN I-X Kelurahan Ciputat, diketahui bahwa dari 15 sampel makanan dan minuman jajanan terdapat 7 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya. Berdasarkan hasil observasi, dari 10 SDN hanya beberapa saja yang menyediakan kantin sekolah dan pihak sekolah juga memperbolehkan siswa/i jajan diluar sekolah karna keterbatasan kantin yang kurang memadai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian studi kasus yang dilakukan sejak bulan Juni-Oktober 2014 di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat. Penelitian ini menggunakan total sampling sebanyak 20 sampel makanan dan 20 sampel minuman dan dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan alat Hot Plate and Stirrer menggunakan serat wool. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari masing-masing 20 sampel makanan dan minuman terdapat 9 sampel makanan dan 17 sampel minuman yang positif mengandung zat pewarna sintetis. Semua zat pewarna sintetis yang di temukan pada sampel makanan dan minuman jajanan adalah dilarang Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Akan tetapi jumlah zat pewarna sintetisnya sebanyak 15 jenis pewarna dan diantaranya Maka disarankan, sebaiknya BPOM dan pihak sekolah memantau dan mengawasi peredaran makanan dan minuman jajanan disekolah, dan memberikan bimbingan dan pembinaan kepada pedagang agar memahami jenis pewarna sintetis dan bahayanya terhadap kesehatan. Daftar Bacaan: 54 (1971 – 2012) Kata Kunci : Makanan dan Minuman Jajanan, Zat pewarna sintetis, Sekolah Dasar
ii
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STUDY PROGRAM PUBLIC HEALTH A Thesis, November 2014 ANNIS SYARIFAH NASUTION, NIM:1110101000096 THE CONTENT OF SYNTHETIC DYES IN FOOD AND BEVERAGE SNACKS AT STATE ELEMENTARY SCHOOL I-X IN CIPUTAT VILLAGE, CIPUTAT SUB-DISTRICT, TANGERANG SELATAN CITY, 2014 (xv + 67 pages, 7 tables, 6 pictures, 2 appendix) ABSTRACT Synthetic dyes are artificial food additives that can improve the appearance of food. In 2008, Food and Drug Control (BPOM) has conducted tests over 861 food samples in 18 provinces in Indonesia. According to the test results, BPOM found that 39,95% (344 food samples) did not meet the required standard of food safety. Additionally, there are 10,45% of the total food samples contain of prohibited food colouring materials. A preliminary study has also been conducted at the SDN I-X, Ciputat. The research has shown that there are 7 put of 15 food and beverages samples contain synthetic dyes that are strictly prohibited to be used.The purpose of this study was to know the presence of synthetic dyes which are prohibited in food and beverage snacks that was sold at state elementary school in Ciputat Village, Ciputat Sub-district, Tangsel City in 2014. This study was a descriptive case study used total sampling, as many as 20 food samples and 20 beverage samples. The inspection of this food and beverages were done in laboratory using Hot Plate and Stirrertool with wool fibers. This Study were conducted in June to October 2014 around state elementary school I-X area in Ciputat Village. Result of study showed that from each 20 food and beverages samples, 9 food samples and 17 beverage samples contained synthetic dyes. All of this synthetic dyes which were found in food and beverages samples, prohibited by Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Other synthetic dyes also found in food and beverage samples, but this dyes not found in Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. However, the amount of synthetic dye as many as 15 types of dyes and dominated by Sunset Yellow FCF, Amaranth, and Erythrosine. These types can cause health effects, such as irritation of the respiratory tract, skin irritation, deterioration of the brain and tumor. As many as 12 kind of synthetic dyes prohibited by regulation contained in the food samples taken. So, it is advisible for FDA and school authority to tighten distribution of food and beverages sold in school area, and giving a counseling to food and beverage sellers so that they understand kind of synthetic dyes and its hazardous effect to health. Reading List: 54 (1971 – 2012) Keywords : Food and beverages, synthetic dyes, primary school.
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS PERSONAL Nama
: Annis Syarifah Nasution
TTL
: Medan, 17 Oktober 1991
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Golongan Darah
: AB Positive
Alamat Asal
: Jl. Perintis Kemerdekaan Kec. Kotanopan Kab. Madina Prov. Sumatra Utara - Medan
Alamat Sekarang
: Jl.Nubala No.62 RT 004 RW 08 Ciputat Timur – Tangerang Selatan
No. Hp
: 082113172428
Email
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2010 - sekarang
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyrakat Peminatan Kesehatan Lingkungan
2006 – 2010
: SMA swasta Galih agung Pesantren Darul Arafah RayaMedan
2003 – 2006
: SMP Negeri 1 Kotanopan, Kab.Madina - Medan
1997 – 2003
: SD Negeri 142621 Kotanopan, Kab.Madina - Medan
1996
: TK Dharma Wanita Kotanopan, Kab. Madina – Medan
vi
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu. Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’atnya. Skripsi yang berjudul “Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan dan Minuman Jajanan di SDN Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangsel Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan. Namun dengan bantuan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku tersayang sejagat raya, Ayahku H. Khoiruddin Nasution dan Mamaku HJ. Hamidah Lubis yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam penulisan skripsi sehingga dapat menyelesaikan studi S1 ini. 2. Kakak, dan adikku tercinta, Irma Julianti Nst, S.Pd., Yusfi Khairani Nst, HJ. Ridha Husniati Nst, Marubah Handayani Nst S.Sos, Drg. Eldhelina Ariani Nst, Rahmat Rayyan, BA., Atika Azmi Utammi Nst, Aisyah Khoiriah Nst yang selalu mendoakan, dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. DR (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku pembimbing I skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan, kritik dan saran bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
vii
6. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M. Kes selaku dosen pembimbing II skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan, kritik dan saran bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 7. Ibu Fase Badriah, Ph.D, Bapak dr. Tony Wandra, M.Kes dan Ibu Minsarnawati Tahangnacca, M.Kes selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 8. Pihak Laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yangE telah memberikan izin penelitian serta arahan maupun dukungannya. 9. Pihak Laboratorium Pusat Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin penelitian serta arahan. 10. Teman-teman Kesling 2010, yaitu Nida,Dillah, Alya, Tuti, Yuni, Fitri, Rizka, Misyka, Ifa, Reka, Elfira, Angger, Fuad, Ilham, Febri, dan Akbar yang samasama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, terima kasih atas semangat yang diberikan. 11. Teman-teman Kesmas 2010 yang menjadi teman seperjuangan dan berbagi ilmu maupun pengalaman selama masa perkuliahan. 12. Teman-teman satu kontrakanku, yaitu Dewi, Yuni, Tuti, Fitri dan Yuli yang selalu direpotkan dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Kekasihku
Dian
Andersen
S.E
yang
selalu
mendukungku
dan
mengerahkanku dalam keadaan apapun untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 14. Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik senantiasa diharapkan penulis agar menjadi masukan di masa mendatang. Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi penulis maupun berbagai pihak. Terima kasih.
Jakarta, November 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI Pernyataan Keaslian Karya……………………………………………...............…i Abstrak..……………… ……………………………………………………..........ii Abstract...…………………… …………………………………………...............iii Lembar Persetujuan……………………………………………..…………...........iv Daftar Riwayat Hidup Penulis……………………………………………............vi Kata Pengantar…………………………………………………….......................vii Daftar Isi………………………………………………………………...............vix Daftar Tabel………………………………………………………..............……xiii Daftar Gambar………………………………………………………...................xiv Daftar Lampiran……………………………………………………….................xv BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………............1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….......1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………......8 1.3 Pertanyaan Penelitian…………………………………………………….........8 1.4 TujuanPenelitin………………………………………………...………….......9 1.4.1 Tujuan Umum………………………………………………………......9 1.4.2 Tujuan Khusus…………………………………………………….........9 1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………………….......10 1.6 Ruang Lingkup Penelitian………………………………………………........11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………....12 2.1 Makanan Jajanan......……………………………………………………........12 2.2 Bahan Tambahan Makanan……………………………………………..........14 2.2.1 Definisi Bahan Tambahan Makanan......................................................14 2.2.2 Penggunaan Bahan Tambahan Makanan...............................................14
ix
2.2.3 Jenis Bahan Tambahan Makanan...........................................................15 2.2.4 Bahan Tambahan Makanan yang Diizinkan..........................................16 2.2.5 Bahan Tambahan Makanan yang Dilarang............................................18 2.3 Zat Pewarna Makanan..…………………………………………………........20 2.3.1 Pengertian Zat Pewarna Makanan………………………………..........20 2.3.2 Zat Pewarna Alami.....................................................……………........21 2.3.3 Zat Pewarna Sintetis……………………………………………...........21 2.4 Dampak Zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan....…........25 2.5 Kerangka Teori....………………………………………………………........ 29 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...…… …..30 3.1 Kerangka Konsep...……………………………………………………..........30 3.2 Definisi Operasional...…………………………………………………..........31 BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………………........32 4.1 Desain Penelitian…………………………………………………………......32 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian…..………………………………………........32 4.2.1 Tempat Penelitian..................................................................................32 4.2.2 Waktu Penelitian....................................................................................32 4.3 Populasi dan Sampel…………………………………………………............32 4.3.1 Populasi..................................................................................................32 4.3.2 Sampel....................................................................................................33 4.4 Metode Pengumpulan Data……………………………………………..........33 4.4.1 Data Primer............................................................................................33 4.4.2 Data Sekunder........................................................................................33 4.5 Instrumen Jenis Zat Warna…………………………………………...............33 4.5.1 Peralatan.................................................................................................33
x
4.5.2 Metode pemeriksaan Makanan dan Minuman Secara Kualitatif................................................................................................34 4.6 Analisis Data…………………………………………………………........…34 4.7 Alur Penelitian.................................................................................................35 BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………...........…………36 5.1 Pemeriksaan Kualitatif Zat Pewarna Sintetis pada Makanan dan Minuman Jajanan.....................................................................................36 5.1.1 Pengujian Makanan Jajanan dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Wool.....................................................................37 5.1.2 Pengujian Minuman Jajanan dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Wool.....................................................................40 5.2 Zat Pewarna Sintetis yang Ditemukan pada Makanan Jajanan........................42 5.3 Zat Pewarna Sintetis yang Ditemukan pada Minuman Jajanan.......................44 BAB VI PEMBAHASAN……………………………………….......…………...46 6.1 Keterbatasan Penelitian………………………………………..........…..........46 6.2 Jenis Zat Pewarna Sintetis pada Makanan dan Minuman Jajanan…...............46 6.2.1 Zat Pewarna Sintetis Sunset Yellow FCF pada Makanan dan Minuman Jajanan.............................................................................51 6.2.2 Zat Pewarna Sintetis Amaranth pada Makanan dan Minuman Jajanan.............................................................................52 6.2.3 Zat Pewarna Sintetis Eritrosin pada Makanan dan Minuman Jajanan.............................................................................54 6.3 Zat Pewarna Sintetis dalam Perspektif Islam...................................................55 BAB VII PENUTUP…………………..........………………................................60 7.1 Simpulan………………………………………………........………………..60 7.2 Saran……………………………………………………………….........…....61
xi
7.2.1 Bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).............................61 7.2.2 Bagi Sekolah..........................................................................................61 7.2.3 Bagi Masyarakat....................................................................................61 DAFTAR PUSTAKA…………………………………..............………………..63
xii
DAFTAR TABEL Tabel
Keterangan
Halaman
Tabel 2.1
Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia
22
Tabel 2.2
Kelas-kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA
24
Tabel 2.3
Dampak Zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan
28
Tabel 5.1
Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
39
Tabel 5.2
Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
41
Tabel 5.3
Jenis Zat Pewarna pada Makanan Jajanan yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis
43
Tabel 5.4
Jenis Zat Pewarna pada Minuman Jajanan yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis
45
Jenis Zat
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar
Keterangan
Halaman
Gambar 2.1
Kerangka Teori
29
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
31
Gambar 5.1
Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Diuji dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Wool
38
Gambar 5.2
Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Diuji dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Wool
40
Gambar 5.3
Hasil Uji Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis dengan Hot Plate and Stirrer
42
Gambar 5.4
Hasil Uji Minuman Jajanan di SDN Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis dengan Hot Plate and Stirrer
44
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Perubahan Warna Serat Wool Oleh Berbagai Pereaksi Lampiran 2 : Foto
xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus ada pada pangan yang akan dikonsumsi oleh setiap insan. Pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi bisa berasal dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Oleh karena itu, industri pangan adalah salah satu faktor penentu berkembangnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sekarang ini, terjadi perubahan yang sangat luar biasa dalam pengolahan makanan karena didukung oleh semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyaknya bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan dan minuman,
sebagai contoh
rhodamin B yang banyak digunakan untuk pewarna minuman dan hal ini dilakukan untuk berbagai tujuan. Makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52% (Judarwanto, 2004). Meskipun makanan
jajanan
memiliki keunggulan-keunggulan
dalam
menyumbang kecukupan gizi remaja setiap harinya, namun makanan jajanan di sekolah ternyata sangat berisiko terhadap kesehatan karena penanganannya sering tidak higienis yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun penggunaan bahan tambahan makanan (BTM) yang tidak diizinkan (Mudjajanto, 2005). Penggunaan bahan tambahan makanan (BTM), zat pewarna sintetik khususnya yang ilegal seperti rhodamin B (pewarna merah pada tekstil) dan methanil yellow, dapat 1
terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan kelainan-kelainan pada organ tubuh manusia. rhodamin B (pewarna merah berbahaya) bila tertelan dapat mengakibatkan iritasi saluran pencernaan, gangguan fungsi hati, dan kanker hati. Untuk methanil
yellow
(pewarna
kuning
berbahaya)
bila
tertelan
dapat
mengakibatkan mual, muntah, sakit perut, dan kanker kandung kemih (Elfansyah, 2006). Belakangan juga terungkap bahwa reaksi menyimpang pada makanan yang mengandung zat pewarna sintetik ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autis (Judarwanto, 2004). Departemen Kesehatan telah memasyarakatkan penggunaan BTP yang diizinkan dalam proses produksi makanan dan minuman, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan dengan acuan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang menekankan aspek keamanan. Sedangkan UU No. 7/1996 tentang Pangan, selain mengatur aspek keamanan dan mutu dan gizi, juga mendorong terciptanya perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat (Cahyadi, 2008). Walaupun pemerintah sudah menetapkan peraturan mengenai penggunaan BTP, masih saja ada penjual makanan atau produsen yang menggunakan BTP yang dilarang yang dapat membahayakan kesehatan manusia, seperti pada hasil uji BPOM yang dilakukan di 18
2
propinsi pada tahun 2008 diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan Padang terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total sampel itu, 10,45 % mengandung pewarna yang dilarang, yakni rhodamin B, methanil yellow dan amaranth (Nurdwiyanti, 2008). Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati makanan setelah aroma. Aroma yang wangi, rasa yang lezat, dan tekstur yang lembut bisa jadi akan diabaikan jika warna dari makanan itu tidak menarik atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari makanan itu. Di kalangan anak-anak, warna jelas menjadi daya tarik paling utama di samping bentuk dan kemasan. Bahkan terkadang tidak memperdulikan bagaimana rasa makanan atau minuman yang ingin mereka beli. Selama warna, bentuk, dan kemasannya menarik, mereka pasti merengek pada orang tuanya untuk membelikan makanan atau minuman tersebut (Gardjito, 2006). Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampilan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Zat pewarna makanan terbagi tiga bagian yaitu pewarna alami, pewarna identik alami dan pewarna sintetis (Mudjajanto, 2006). Peraturan mengenai pemakaian zat warna dalam makanan ditetapkan oleh masing-masing negara, dengan tujuan antara lain untuk menjaga
3
kesehatan dan keselamatan rakyat dari hal-hal yang dapat timbul karena pemakaian zat warna tertentu yang dapat membahayakan kesehatan. Peraturan dari suatu negara berbeda dengan negara lainnya, dimana suatu zat warna yang dilarang di satu negara belum tentu di larang di negara lainnya. Misalnya amaranth yang dilarang di Amerika Serikat karena ditakutkan dapat menyebabkan kanker, masih diperbolehkan di negara-negara Eropa dan berbagai negara lainnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004 tentang pangan yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Salah satu masalah pangan yang masih memerlukan perhatian adalah penggunaan bahan tambahan pangan untuk berbagai keperluan. Penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan pada industri pengolahan pangan, maupun dalam pembuatan makanan jajanan, yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga. Keunggulan jajanan adalah murah, mudah didapat serta cita rasanya enak. Namun jajanan juga berisiko terhadap kesehatan karena dalam proses pengolahannya sering kali ditambahkan pewarna seperti rhodamin B, methanil yellow dan pengawet makanan seperti formalin dan boraks. Penggunaan rhodamin B dan methanil yellow, pengawet formalin dan boraks dilarang karena bersifat karsinogenik kuat yang dapat menyebabkan
4
kanker hati, kandung kemih, dan saluran cerna. Dari hasil analisis sampel jajanan Badan Pengawas Obat dan Makanan antara Februari 2001 hingga Mei 2003, didapatkan bahwa dari 315 sampel, 155 (49%) mengandung rhodamin B, dari 1222 sampel, 129 (11%) mengandung boraks dan dari 242 sampel, 80 (33%) mengandung formalin. Pangan yang mengandung rhodamin B di antaranya kerupuk, makanan ringan, kembang gula, sirup, biskuit, minuman ringan, cendol, dan manisan. Pangan yang mengandung formalin adalah mie ayam, bakso, dan tahu. Sedangkan pangan yang menggunakan boraks adalah bakso, siomay, lontong, dan lemper. Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan.
5
Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima perubahan atau pembaharuan, karena kelompok anak sekolah sedang berada dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Mei tahun 2014, SDN Ciputat 1 dan SDN Ciputat 6 tidak menyediakan kantin sekolah kecuali koperasi sekolah. Oleh karena itu, siswa kedua sekolah tersebut jajan diluar sekolah. Sedangkan kantin di SDN Ciputat 2 masih kurang lengkap dalam menjajakan makanan sehingga pihak sekolah memperbolehkan para siswanya membeli makanan jajanan di luar sekolah pada saat jam istirahat. Makanan jajanan yang dijajakan oleh pedagang di luar sekolah masih kurang memperhatikan keamanan produk makanan yang berpotensi mengandung pewarna sintetik berbahaya. Produk makananan dan minuman yang paling sering ditambahkan dengan zat warna adalah makanan jajanan yang disertai dengan saus merah, minuman yang berwarna-warni, seperti sirup yang sangat digemari oleh anakanak SD karena warnanya yang menarik. Maka penulis tertarik untuk meneliti zat warna yang terdapat pada makanan maupun minuman jajanan yang dijajakan di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014. Pada hasil uji BPOM yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun 2008 diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan Padang terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total sampel itu,
6
10,45 % mengandung pewarna yang dilarang, yakni rhodamin B, methanil yellow dan amaranth (Nurdwiyanti, 2008). Selain itu, sambal botolan yang biasa digunakan oleh pedagang makanan di pinggiran jalan, seperti bakso, mie ayam, dan lain sebagainya mengandung zat pewarna yang melebihi ambang batas, beberapa produk saus dan sambal botolan juga ditenggarai memakai zat pewarna terlarang, yang seringkali digunakan untuk produk tekstil dan industri yaitu rhodamin B dan methanil yellow untuk membuat warna merah menyala (Iis, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada awal Mei 2014 melalui pemeriksaan laboratorium dengan 15 sampel makanan dan minuman jajanan yang dijajakan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat, didapatkan hasil sebanyak 7 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya dan 2 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis namun tidak dilarang penggunaannya. Siswa sekolah selalu ingin mencoba jajanan yang dijajakan namun mereka tidak pernah memperhatikan kandungan jajanan yang mereka makan. Hal ini harus menjadi perhatian banyak pihak antara lain pemerintah, sekolah dan orang tua. Kurangnya perhatian dan pengawasan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan dan gangguan kesehatan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengetahui lebih dalam mengenai kandungan zat pewarna sintetis pada makanan dan minuman jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014. Selain itu, penelitian tentang zat pewarna sintetis pada makanan dan minuman jajanan anak sekolah dasar
7
masih sangat jarang dilakukan di wilayah Tangerang Selatan terutama Kelurahan Ciputat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat zat warna sintetis yang digunakan pada makanan maupun minuman yang dijajakan di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat dan apakah jenis zat pewarna sintetis
yang
terkandung dalam makanan dan minuman tersebut sesuai dengan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah ada zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014? 2. Jika ada, apakah jenis zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014? 3. Jika ada, apakah zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 sesuai dengan ketentuan
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988?
8
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya dalam makanan dan minumanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui keberadaan zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014. 2. Untuk mengetahui jenis zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014. 3. Untuk mengetahui kesesuaian dengan ketentuan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna sintetis yang ditemukan pada makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.
9
1.5 Manfaat Penelitiam 1. Manfaat Bagi SDN I-X Ciputat Kota Tangerang Selatan Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para pendidik serta pemahaman tentang keamanan pangan pada makanan dan minuman jajanan, sehingga pendidik dapat memberitahukan kepada siswa/i jajanan baik itu makanan maupun minuman yang baik dan yang tidak mengandung pewarna minuman serta mengajarkan siwa/i akan efek pewarna minuman terhadap kesehatan. 2. Manfaat Bagi Peneliti Dapat meningkatkan pengetahuan terutama dalam masalah pewarna
sintetik
pada
makanan
dan
minuman
serta
dapat
menginformasikan yang telah didapat dari hasil penelitian ini kepada orang lain serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya. 3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan referensi serta informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola konsumsi makanan jajanan pada siswa/i sekolah dasar.
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Studi ini ingin mengetahui keberadaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Jajanan Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman, manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Adapun pengertian makanan menurut WHO (World Health Organization) yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Tyas, 2009). Berdasarkan FAO dalam Judarwanto (2008) makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi kemudian tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Makanan dan minuman jajanan ini umumnya memiliki bentuk, cita rasa yang berbeda dan warna yang mencolok yang dapat menarik perhatian dan mempengaruhi anak-anak. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (KepMenKes No.942/Menkes/SK/VII/2003).
Makanan/Minuman
jajanan
adalah
makanan/minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan-bahan
12
tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk di konsumsi (Cahyadi,2005). Jenis makanan atau minuman jajanan yang disukai anak-anak adalah makanan yang mempunyai rasa manis, enak, dengan warna-warna yang menarik, dan bertekstur lembut. Jenis makanan seperti coklat, permen, jeli, biskuit, makanan ringan (snack) merupakan produk makanan favorit bagi sebagian besar anak-anak. Untuk kelompok produk minuman yakni minuman yang berwarna-warni (air minum dalam kemasan maupun es sirup tanpa label, minuman jeli, es susu (milk ice), minuman ringan (soft drink) dan lainlain (Nuraini, 2007). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penelitian di Indonesia pada tahun 2003 terhadap 9465 sampel jajanan sekolah, ternyata 80% dari semua jajanan yang diteliti mengandung bahan-bahan yang membahayakan kesehatan seperti formalin, boraks, natrium siklamat, rhodamin B, dan sakarin banyak jajanan kaki lima yang tercemar, tidak dapat dipungkiri banyak sekali dampak yang akan terjadi bagi masyarakat. Pada tahun 2007, POM melakukan survei kembali dengan melibatkan 4.500 sekolah di Indonesia dan membuktikan bahwa 45% jajanan anak berbahaya. BPOM menunjukkan bahwa sebesar 78% anak mengkonsumsi jajanan di lingkungan
sekolah
(BPOM,
2008).
Namun
sayangnya,
kebiasaan
mengkonsumsi makanan jajanan sehat masih belum banyak dimengerti oleh siswa, terutama siswa Sekolah Dasar (SD).
13
2.2 Bahan Tambahan Makanan 2.2.1 Definisi Bahan Tambahan Makanan Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
komponen
khas
makanan,
mempunyai
atau
tidak
mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan,
pengolahan,
penyiapan,
pengemasan,
penyimpanan
atau
perlakuan,
pengangkutan
pengepakan,
makanan
untuk
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik (Widyaningsih, 2006).Bahan tambahan makanan (BTM) atau sering juga disebut dengan Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan Tambahan Makanan itu sendiri bisa memiliki nilai gizi, tetapi ada juga yang tidak (Yuliarti, 2007). 2.2.2 Penggunaan Bahan Tambahan Makanan Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan makanan lebih mudah dihidangkan, serta
14
mempermudah preparasi bahan makanan. Pada umumnya bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila (Cahyadi, 2009): 1.
Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan.
2.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi syarat.
3.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan.
4.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Adapun
Peraturan
Fungsi
Menteri
bahan
Kesehatan
tambahan Republik
makanan
berdasarkan
Indonesia
Nomor
235/Menkes/Per/VI/1979, yaitu sebagai Antioksidan; Antikempal; Pengasam; Penetral, dan Pendapar;Enzim, Pemanis buatan;Pemutih dan Pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental; Pengeras; Pewarna alami dan sintetik; Penyedap rasa dan aroma; Seskuestran; serta Bahan tambahan lain. 2.2.3 Jenis Bahan Tambahan Makanan Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan pangan dapat berasal dari sumber alamiah, seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya. Bahan ini dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan
15
yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya, yaitu sering terjadi ketidaksempunaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia (Cahyadi, 2009). 2.2.4 Bahan Tambahan Makanan yang Diizinkan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/MENKES/PER/IX/1988, golonganBTM yang diizinkan digunakan pada makanan diantaranyasebagai berikut: 1) Bahan Tambahan Makanan yang terdiri dari golongan: a) Antioksidan (Antioxidant) adalah bahan tambahanmakanan yang dapat mencegahatau menghambatoksidasi. b) Antikempal (Anticaking Agent) adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegahmengempalnya makanan yang berupa serbuk. c) Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) adalahbahan tambahan makanan
yang
dapat
mengasamkan,menetralkan
dan
mempertahankan derajat keasamanmakanan. d) Pemanis Buatan (Artificial Sweetener) adalah bahantambahan makanan yang dapat menyebabkan rasamanis pada makanan, yang hampir tidak mempunyainilai gizi. e) Pemutih dan Pematang Tepung (Flour Treatment Agent) adalah bahan
tambahan
makanan
16
yang
dapatmempercepat
proses
pemutihan dan pematangantepung sehingga dapat memperbaiki mutupemagangan. f) Pengemulsi, Pemantap, Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) adalah
bahan
tambahanmakanan
yang
dapat
membantu
terbentuknya ataumemantapkan sistem dispersi yang homogen padamakanan. g) Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan makanan yang mencegah
atau
menghambat
peruraian
lain
terhadap
fermentasi,
makanan
yang
pengasaman
atau
disebabkan
oleh
mikroorganisme. h)
Pengeras (Firming Agent) adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
i) Pewarna (Colour) adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. j) Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
adalah
bahan
tambahan
makananyang
dapat
memberikan, menambah, ataumempertegas rasa dan aroma. k) Sekuestran (Sequestrant) adalah bahan tambahanmakanan yang dapat mengikat ion logam yang adadalam makanan. 2) Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu antioksidan, maka basil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu.
17
3) Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu pengawet, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu. 4) Batas penggunaan “secukupnya” adalah penggunaan yang sesuai dengan cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada makanan tidak melebihi jumlah wajar yang diperlukan sesuai dengan tujuan penggunaan bahan tambahan makanan tersebut. 5) Pada bahan tambahan makanan golongan pengawet, batas maksimum penggunaan garam benzoat dihitung sebagai asam bezoat, garain sorbat sebagai asam sorbat dan senyawa sulfit sebagai SO2. 2.2.5 Bahan Tambahan Makanan yang Dilarang Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakandalam makanan menurut Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/Per/IX/1988sebagai berikut: 1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya. 2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC) 4. Dulsin (Dulcin) 5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramphenicol) 7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetableoils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
18
9. Formalin (Formaldehyde) 10. Kalium Bromat (Potassium Bromate) Sedangkan
menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan tambahan di atas masih ada tambahan kimia yang dilarang, seperti rhodamin B(pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dan potasium bromat (pengeras) (Cahyadi, 2009). Islam sebagai agama yang lengkap dan sempurna juga mengatur berbagai makanan yang layak dikonsumsi. Oleh karena itu, dalam mengkonsumsi makanan tidak semata ditinjau dari kehalalan tetapi juga kualitas makanan tersebut. Banyak makanan halal tetapi tidak berkualitas atau tidak bergizi. Halal dan bergizi menjadi syarat kelayakan suatu makanan untuk dikonsumsi sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al- Maidah ayat 88: وﻛﻠﻮا ﻣﻤﺎ رزﻗﻜﻢ اﷲ ﺣﻠﻼ ﻃﯿﺒﺎ واﺗﻘﻮا اﷲ اﻟﺬى اﻣﺘﻢ ﺑﮫ ﻣﺆﻣﻨﻮن Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (Q.S. al-Maidah/5:88)”.
19
2.3 Zat Pewarna Makanan 2.3.1 Pengertian Zat Pewarna Makanan Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan makanan agar menarik, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan (Cahyadi, 2009). Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, nilai gizinya dan juga sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya daun pandan atau daun suji untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna, antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahantambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis (Cahyadi, 2009).
20
2.3.2 Zat Pewarna Alami Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai warna hijau, kuning, merah. Penggunaan zat warna alam untuk makanan dan minuman tidak memberikan kerugian bagikesehatan, seperti halnya zat warna sintetik yang semakin banyak penggunaannya (Firdaus, 2010). Konsumen dewasa ini banyak menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka. Banyak pewarna olahan yang tadinya menggunakan pewarna sintetik berpindah ke pewarna alami. Sebagai contohnya serbuk bit (dari umbi bit) menggantikan pewarna merahFD dan C No.2. (Amaranth) namun penggantian dengan pewarna alami secara keseluruhan masih harus menunggu para ahli untuk dapat menghilangkan kendala seperti bagaimana menghilangkan rasa bit-nya, mencegah penggumpalan dalam penyimpanan dan menjaga kestabilan dalam penyimpanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, di antaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid (Cahyadi, 2009). 2.3.3. Zat Pewarna Sintetis Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahanbahan kimia, atau dari bahan
21
yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan adalah tartazine untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan sebagainya. Kelebihan pewarna buatan adalah dapat menghasilkan warna lebih kuat meskipun jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Selain itu, biarpun telah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah (Cahyadi, 2009). Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang dilarang untuk pangan diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/1988. Tabel 2.1 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia Nomor Indeks warna (C.I.No.)
Bahan Pewarna Citrus Red no.2 Ponceau 3 R
Red G
12156 16155
Ponceau SX
Food red no. 1
14700
Rhodamine B
Food red no. 5
45170
Guinea green B
Acid green no. 3
42085
Magenta
Basic violet no. 14
42510
Chrysoidine
Basic oranges no.2
11270
Butter yellow
Solvent yellow no.2
11020
Sudan II Food yellow no.2 12055 Methanil yellow Food yellow no.14 13065 Auramine Ext D&C yellow no.1 41000 Oil oranges SS Basic yello no.2 Oil oranges XO Solvent oranges no.7 12100 Oil yellow AB Solvent oranges no.5 11380 Oil yellow OB Solvent oranges no.6 11390 Sumber:Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988
22
Menurut Joint FAC / WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna buatan, yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan pangan. Sedangkan untuk zat pewarna lakes dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium hidrat (Alumina). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Tabel 2.2 berikut menunjukkan kelas-kelas zat pewarna buatan menurut Joint FAC / WHO Expert Committee on Food Additives (Cahyadi, 2009).
23
Tabel 2.2 Kelas-kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA Zat Pewarna Azo: 1. Tartazin 2. Sunset yellow FCF 3. Allura Red AC 4. Ponceau 4R 5. Red 2G 6. Azorubine 7. Fast Red E 8. Amaranth 9. Brilliant Black BN 10. Brown FK 11. Brown HT Triarilmetana: 12. Brilliant blue FCF 13. Patent Blue V 14. Green S 15. Fast Green FCF
Warna
Biru Biru Biru kehijauan Hijau
Quinolin: 16. Quinolin Yellow
Kuning kehijauan
Kuning Orange Merah (kekuningan) Merah Merah Merah Merah Merah (kebiruan) Ungu Kuning coklat Coklat
Xanten: 17. Erythrosine Merah Indigoid: 18. Indigotine Biru kemerahan Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 Pewarna sintetik yang tidak direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan FDA (Food and Drug Association) dapat mempengaruhi kesehatan (Saparinto dan Hidayati, 2006). Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988. Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan
24
pemakaian zat pewarna untuk sembarangan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut (Cahyadi, 2008). 2.4 Dampak Zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan Pemakaian bahan pewarna sintetis dalam makanan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Menurut Cahyadi (2009), beberapa hal yang mungkin memberikan dampak negatif tersebut terjadi apabila: 1) Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang. 2) Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama. 3) Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan seharihari dan keadaan fisik. 4) Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan. 5) Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.
25
Sejumlah makanan yang kita konsumsi tidak mengandung zat berbahaya menurut daftar zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988). Namun demikian, penggunaan pewarna tersebut hendaknya dibatasi karena meskipun relatif aman, penggunaannya dalam jumlah yang besar tetap dapat membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa bahan pewarna yang harus dibatasi penggunaannya diantaranya adalah amaranth, allura merah, citrus merah, karamel, eritrosin, indigotin, karbon hitam, dan kurkumin. Amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernafasan dan dapat mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Allura merah dapat memicu kanker limfa, sedangkan karamel dapat menimbulkan efek pada sistem saraf dan dapat menyebabkan gangguan kekebalan. Penggunaan tartazin ataupun Sunset yellow yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya bagi orang yang sensitif pada asam benzoat, selain akan mengakibatkan asma dapat pula menyebabkan hiperaktif pada anak. Fast green FCF yang berlebihan akan menyebabkan reaksi alergi dan produksi tumor, sedangkan Sunset yellow dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntahmuntah, dan gangguan pencernaan. Indigotin dalam dosis tertentu mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Pemakaian eritrosin akan mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak-anak dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku, sedangkan Ponceau SX dapat
26
mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian dapat memicu timbulnya tumor (Yuliarti, 2007). Begitu juga dengan zat pewarna yang berbahaya seperti Rhodamin B, zat ini digunakan pada industri tekstil dan kertas. Pemakaian zat warna ini tidak diizinkan karena dapat menimbulkan bahaya bagi konsumen. Zat ini sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan dan air seni akan berwarna merah. Penyebarannya dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati (Cahyadi, 2006). Selain Rhodamin B, zat pewarna kuning Metanil yellow yang digunakan pada industri tekstil dan cat sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung kemih dan saluran kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, dan tekanan darah rendah (Cahyadi, 2006). Sedangkan dampak zat pewarna sintetis pada makanan terhadap kesehatan berdasarkan Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dapat dilihat pada tabel 2.3.
27
Tabel 2.3 Dampak zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan No. 1.
Jenis Zat Pewarna Sintetis Tartazin
Dampak Terhadap Kesehatan
Reaksi alergi khususnya bagi orang yang sensitif pada asam asetilsiklik dan asam benzoat, asma, mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. 2. Sunset yellow FCF Radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah, dan gangguan pencernaan. 3. Allura Red AC Memicu kanker limpa. 4. Ponceau 4R Kerusakan sistem urin dan dapat memicu timbulnya tumor, hiperaktif pada anak-anak, penyebab kanker. 5. Red 2G Gatal-gatal dan ruam kulit. 6. Azorubine Kanker hati 7. Fast Red E Lebih berisiko terhadap penderita hepatitis B kronik dan kanker hati 8. Amaranth Tumor, reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak-anak . 9. Briliant Black BN Kanker hati 10. Brown FK Kanker hati 11. Brown HT Kanker hati 12. Brilliant blue FCF Ruam kulit, hiperaktivitas. 13. Patent blue V Ruam kulit, dapat menyebabkan tumor ginjal. 14. Green S Memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas. 15. Fast Green FCF Reaksi alergi dan produksi tumor. 16. Quinolin yellow Meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan asma. 17. Erythrosine Mengakibatkan reaksi alergi seperti nafas pendek, dada sesak, sakit kepala, dan iritasi kulit, kemunduran kerja otak, menurunnya konsentrasi belajar. 18. Indigotine Mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 dalam Cahyadi (2009)
28
2.5 Kerangka Teori Makanan dan Minuman
Bahan Tambahan Makanan
Zat Pewarna
Tidak Ada
Ada
Alami
Buatan/Sintetis
Bahan Tambahan Makanan yaitu Pewarna Sintetis yang DilarangMenurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88
Dampak Terhadap Kesehatan
Kanker Pada Kandung Kemih dan Kanker Hati
Iritasi Pada Mata
Iritasi Pada Kulit
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber: Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988
29
Iritasi Pada Saluran Pernapasan
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya dalam makanan dan minuman yang dijual di SDN IX Kelurahan Ciputat. Untuk mencapai tujuan tersebut dan berdasarkan tinjauan teori, maka keberadaan zat pewarna pada makanan dan minuman jajanan dikaji berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Penemuan adanya zat pewarna sintetis seperti Sunset yellow FCF, Amaranth dan Eritrosin dalam makanan dan minuman jajanan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat beraneka ragam dan warna yang sangat mencolok. Sedangkan dampak yang ditimbulkan bagi kesehatan tidak diteliti karena keterbatasan dalam pengukuran dan membutuhkan waktu yang lama. Kerangka konsep penelitian ini adalah seperti pada gambar 3.1 berikut.
30
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Makanan/Minuman Jajanan
Keberadaan Zat Pewarna Sintetis
3.2 Definisi Operasional No.
Variabel
1.
Makanan/ Minuman Jajanan
2.
Zat Pewarna Sintetis
Definisi Cara Operasional Ukur Makanan dan minuman Pemeriksa jajanan yang dijual oleh an lab. pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi. Makanan dan minuman jajanan umumnya memiliki bentuk, cita rasa yang berbeda dan warna yang mencolok agar kelihatan lebih menarik. Bahan tambahan makanan Pemeriksa yang dapat memperbaiki an lab. warna makanan yang berubah atau menjadi tidak pucat agar kelihatan lebih menarik.
31
Alat Ukur
Hasil Ukur
Hot Plate and Stirrer mengguna kan serat wool
-Mengandung zat pewarna sintetis -Tidak mengandung zat pewarna sintetis
Hot Plate and Stirrer mengguna kan serat wool
Nama jenis zat pewarna sintetis
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah epidemiologi deskriptif dengan desain penelitian studi kasus untuk mengetahui keberadaan zat pewarna sintetis dan jenisnya. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan yaitu pada makanan dan minuman jajanan yang dijual oleh 40 pedagang jajanan, pemilihan tempat dikarenakan banyaknya penjual makanan dan minuman jajanan, dimana di lokasi jajanan tersebut terdapat makanan terutama minuman yang berwarna, kemudian pemeriksaan zat warna dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Oktober 2014. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh makanan dan minuman yang dibuat sendiri oleh pedagang makanan dan minuman
32
jajanan di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. 4.3.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah semua makanan dan minuman berwarna sebanyak 40 sampel yaitu, 20 sampel makanan dan 20 sampel minuman yang dijual oleh penjaja makanan dan minuman yang menetap di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Pengambilan sampel menggunakan total sampling. 4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer Data primer yaitu data tentang jenis zat pewarna sintetis pada makanan dan minuman jajanan yang diambil dari penjaja makanan dan minuman dan hasil pemeriksaan laboratorium. 4.4.2 Data Sekunder Data sekunder meliputi data terkait zat pewarna sintetis dari BPOM. 4.5 Instrumen Jenis Zat Warna 4.5.1 Peralatan Daftar Alat dan Bahan pada Penetapan Zat Warna 1. Alat a. Hot Plate and Stirrer b. Serat Wool c. piala gelas
33
d. lempeng tetes e. pipet tetes 2. Bahan a. HCl pekat b. NaOH 10% c. H2SO4 pekat d. NH4OH 12% e. Contoh bahan pangan yang mengandung zat warna 4.5.2 Metode Pemeriksaaan Makanan dan Minuman Secara Kualitiatif Prinsip pemeriksaan ini dilakukan dengan Hot Plate and Strirrer menggunakan serat wool yang digunakan untuk analisis zat warna karena sifatnya yang dapat mengabsorpsi zat warna baik yang asam maupun yang basa (Aprianto, 1989). Serat Wool dan sutera mengandung protein amfoter yang mempunyai afinitas terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam. Dengan mengamati perubahan warna dari benang wool yang telah dicelup dalam berbagai pereaksi maka jenis zat warna dapat ditentukan. Dapat dilihat pada lampiran 1. 4.6 Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu jenis zat pewarna hasil pemeriksaan dilaboratorim dibuat dalam bentuk tabel dan dinarasikan, pembahasan serta diambil simpulan. Kemudian hasil pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan (BTM). Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui
34
apakah makanan dan minuman yang dijual mengandung atau tidak mengandung pewarna sintetis. 4.7 Alur Penelitian ALUR PENELITIAN 30 – 50 ml contoh berupa cairan (untuk padatan 25g contoh harus dilarutkan dalam air sampai larut (homogen) kemudian diambil 30 – 50 ml) diasamkan dengan sedikit HCl 10%.
Masukkan benang wool (kurang lebih 20 cm) ke dalam larutan, didihkan selama 30 menit.
Benang wool diangkat, cuci dengan air dingin.
Keringkan, potong menjadi 4 bagian.
Tempatkan keempat potongan benang wool diatas lempeng tetes kemudian tiap potongan ditetesi dengan satu zat yang berbeda, yaitu: NaOH 10%, HCl pekat, H2SO4 pekat dan NH4OH 12%.
Amati perubahan warna, bandingkan dengan standar warna (Lihat lampiran 1)
35
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Pemeriksaan Kualitatif Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan Dan Minuman Jajanan Pemeriksaan zat pewarna sintetis dilakukan pada 40 sampel, yaitu 20 sampel makanan jajanan dan 20 sampel minuman jajanan. Sampel makanan dan minuman jajanan diambil dari semua penjual makanan maupun minuman jajanan yang ada di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Kesehatan Lingkungan dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk penentuan jenis zat pewarna sintetis memakai alat Hot Plate and Stirrer dengan menggunakan serat wool. Makanan jajanan yang diperiksa dibagi menjadi lima kategori yaitu, kategori bumbu ( cabe bubuk cilok dan cimol), kategori saus (saus kacang (somay, cilok Bandung), saus sambal (telur gulung, bakso, bakso bakar), saus cilok dan saus cakwe). Selain itu, kategori produk daging olahan (bakso tusuk, bakso ikan, sosis sapi, kornet), kategori produk tepung olahan (cilok boga, cilok pentpl, cireng), dan produk bubur (bubur sumsum). Dari semua jenis makanan inilah yang dijadikan sampel pemeriksaan zat pewarna sintetis. Minuman jajanan yang diperiksa dibagi menjadi tiga kategori yaitu, kategori sirop (sirop hijau, sirop strawberry, sirop kuning, sirop
36
jeruk, sirop blackcurrent), kategori minuman es (es teh manis, es timun, es susu coklat, es doger, es vanila blue, es strawberry, es krim) dan kategori air (gula bubur sumsum). Dari semua jenis minuman inilah yang dijadikan sampel pemeriksaan zat pewarna sintetis. Standar yang digunakan untuk mengetahui zat pewarna sintetis pada makanan dan minuman jajanan yaitu memakai alat Hot Plate and Stirrer dengan menggunakan serat
wool yang sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 01-2891.1992. Sedangkan standar untuk mengetahui jenis zat pewarna yang ditemukan adalah Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. 5.1.1
Pengujian Makanan Jajanan dengan Hot Plate and Strirrer Menggunakan Serat Wool Sampel makanan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima kategori
yaitu bumbu (cabe bubuk cimol, cabe bubuk cilok), saus (saus kacang somay, saus cabe, saus sambal telur gulung, saus sambal bakso, saus sambal bakso bakar, saus kacang cilok Bandung, saus cilok, saus cakwe), produk daging olahan (bakso tusuk, bakso ikan I, sosis sapi, bakso ikan II, kornet, sosis sapi), produk tepung olahan (cilok boga, cilok pentol, cireng) dan bubur (bubur sumsum). Hasil pemeriksaan zat pewarna sintetis secara kualitatif dengan Hot Plate and Stirrer menggunakan serat woll pada sampel makanan jajanan dapat dilihat pada gambar 5.1 berikut.
37
Gambar 5.1 Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Diuji dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Wool
1 (5%) 3 (15%)
2 (10%)
8 (40%)
6 (30%)
Ket: Bumbu Saus Produk Daging Olahan Produk Tepung Olahan Bubur
Berdasarkan gambar 5.1 diatas, dapat dilihat makanan jajanan yang paling banyak mengandung zat pewarna sintetis sebesar 40% terdapat pada jenis makanan saus. Sedangkan zat pewarna sintetis yang paling sedikit ditemukan yaitu pada jenis makanan bubur sebesar 5%. Untuk analisis kandungan zat pewarna sintetis pada makanan jajanan dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.
38
Tabel 5.1 Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 No.
Sampel
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Cabe bubuk cimol Saus kacang somay Saus cabe Bubur sumsum Bakso tusuk Bakso ikan I Sosis sapi Cilok boga Bakso ikan II Cilok pentol Saus sambal telur gulung Saus sambal bakso Saus sambal bakso bakar Saus kacang cilok Bandung Saus cilok Saus cakwe Cabe bubuk cilok Kornet Sosis sapi Cireng
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Hasil Pemeriksaan Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif
Jenis Zat Pewarna Sintetis Amaranth Orange SS, Sunset yellow FCF Sunset yellow FCF Turmeric Brilliant blue FCF, Sudan G Auramin Sunset yellow FCF Bismark brown Ponceau SX -
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, diketahui bahwa terdapat 6 sampel makanan jajanan positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang dan 3 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis namun tidak dilarang oleh Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.
39
5.1.2
Pengujian Minuman Jajanan dengan Hot Plate and Strirrer Menggunakan Serat Wool Sampel minuman dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu sirop (sirop hijau I, sirop hijau II, sirop strawberry, sirop kuning, sirop jeruk dan sirop blackcurrent), adapun jenis es (es teh manis I, es teh manis II, es teh manis III, es teh manis IV, es timun, es susu coklat I, es susu coklat II, es susu coklat III, es susu coklat IV, es doger, es vanila blue, es strawberry dan es krim) dan pada jenis air yaitu gula bubur sumsum. Pemeriksaan zat pewarna sintetis secara kualitatif dengan Hot Plate and Strirrer menggunakan serat wool pada sampel minuman jajanan dapat dilihat pada gambar 5.2. Gambar 5.2 Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Diuji dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Wool
1 (5%) 6 (30%)
13 (65%)
Ket: Sirop Es Air gula
40
Berdasarkan gambar 5.2, diketahui bahwa minuman es yang diperiksa merupakan jumlah sampel yang paling besar persentasenya sebesar 65%. Untuk analisis kandungan zat pewarna sintetis pada minuman jajanan dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 No.
Sampel
Hasil Pemeriksaan
Jenis Zat Pewarna Sintetis Guinea Green B Guinea Green B Aniline Yellow Aniline Yellow Azorubin Fast Green FCF Bismark brown Magenta, Enoglaucine A Bismark brown Bismark brown, Amaranth Sudan II, Yellow AB Eritrosin Eritrosin Formyl violet, rose bengal Auramin Brilliant blue FCF Tartazin -
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Sirup hijau I Sirup hijau II Es teh manis I Es teh manis II Es teh manis III Es teh manis IV Es timun Es susu coklat I Es susu coklat II Es susu coklat III Es susu coklat IV
Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif
12. 13. 14. 15.
Sirop strawberry Sirop kuning Sirop jeruk Sirop blackcurrent
Positif Positif Positif Positif
16. 17. 18. 19. 20.
Es doger Es vanila blue Es strawberry Es krim Air gula
Positif Positif Positif Negatif Negatif
41
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa sebanyak 17 sampel minuman jajanan positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang oleh Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Akan tetapi, ada 4 zat pewarna sintetis yang tidak dilarang yaitu, Aniline yellow, Bismark brown, Formyl violet, dan Rose bengal. 5.2 Zat Pewarna Sintetis yang Ditemukan pada Makanan Jajanan Pada sampel makanan jajanan yang diuji dengan Hot Plate and Stirrer memakai serat wool adalah bumbu, saus dan produk daging olahan. Ketiga jenis makanan tersebut mengandung pewarna sintetis sementara pada produk tepung olahan dan bubur tidak diuji. Hasil uji makanan jajanan yang terdeteksi positif mengandung zat pewarna sintetis dapat dilihat pada gambar 5.3 dibawah ini: Gambar 5.3 Hasil Uji Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Woll
2 (22%)
1 (11%)
6 (67%)
Ket:
Bumbu Saus Produk Daging Olahan
42
Berdasarkan gambar 5.3 diketahui bahwa makanan yang positif mengandung pewarna sintetis paling banyak ditemukan pada produk saus sebesar 67%. Hampir semua zat pewarna sintetis yang dilarang Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 ada di produk saus dan merupakan sampel makanan jajanan terbanyak dengan jenis pewarna sintetis Sunset yellow FCF. Dari 9 sampel makanan jajanan yang mengandung zat pewarna sintetis dapat dilihat pada tabel 5.3: Tabel 5.3 Jenis Zat Pewarna pada Makanan Jajanan yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis
Jenis Pewarna
Amaranth Orange SS Sunset yellow FCF Brilliant blue FCF Auramin Ponceau SX Bismark brown
1 Bumbu (cabe bubuk)
1 -
Jenis Makanan 6 Saus sambal ( saus sambal, saus kacang, saus cilok, saus cakwe) 1 3 1 1 -
2 Produk daging olahan (kornet, sosis sapi) 1 1
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa hasil pemeriksaan laboratorium dari 6 saus sambal ditemukan paling banyak zat pewarna sintetis Sunset yellow FCF yaitu berjumlah 3 sampel (saus sambal telur gulung, saus sambal bakso dan saus cakwe). Semua zat pewarna sintetis yang ditemukan pada sampel makanan jajanan
di
atas
adalah
yang
43
dilarang
oleh
Permenkes
RI
No.722/Menkes/Per/IX/1988 kecuali pewarna sintetis jenis Bismark brown. 5.3 Zat Pewarna Sintetis yang Ditemukan pada Minuman Jajanan Hasil pemeriksaan dengan Hot Plate and Stirrer menggunakan serat wool didapatkan sebanyak 17 sampel minuman positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang. Hasil uji minuman jajanan yang terdeteksi positif mengandung zat pewarna sintetis dapat dilihat pada gambar 5.4 dibawah ini: Gambar 5.4 Hasil Uji Minuman Jajanan di SDN Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangsel Tahun 2014 yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Wool
6 (32%) 11 (68%)
Ket: Sirup Es
Berdasarkan gambar 5.4, diketahui bahwa pada minuman yang positif mengandung pewarna sintetis yang dilarang paling banyak ditemukan pada minuman es sebesar 68%. Sampel minuman jajanan yang positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang dapat dilihat pada tabel 5.4:
44
Tabel 5.4 Jenis Zat Pewarna pada Minuman Jajanan yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis Jenis Minuman Jenis Pewarna 6 Sirop 11 Es Guinea green B 2 Sudan II 1 Yellow AB 1 Eritrosin 2 Formy violet 1 Rose bengal 1 Aniline yellow 2 Azorubin 1 Fast green FCF 1 Bismark brown 3 Magenta 1 Enouglaucine A 1 Amaranth 1 Auramin 1 Brilliant blue FCF 1 Tartazin 1
Berdasarkan tabel 5.4 dibawah, pada sampel minuman diketahui bahwa jenis zat pewarna sintetis yang dilarang paling banyak ditemukan adalah Bismark brown. Akan tetapi, Bismark brown tidak termasuk dalam Permenkes RI No.722/Per/Menkes/IX/1988. Dari semua zat pewarna sintetis diatas, sebanyak 12 jenis pewarna sintetis sesuai dengan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Adapun 12 pewarna sintetis tersebut adalah Guinea green B, Sudan II, Yellow AB, Eritrosin, Azorubin, Fast green FCF, Magenta, Enouglacine A, Amaranth, Auramin, Brilliant blue FCF dan Tartazin.
45
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: 1. Peneliti tidak melakukan kalibrasi alat yang digunakan pada pemeriksaan makanan dan minuman jajanan. 2. Peneliti tidak melakukan uji sensitivitas terhadap alat yang digunakan. 3. Metode pemeriksaan makanan dan minuman jajanan pada penelitian ini adalah Hot Plate and Stirrer menggunakan serat wool. Padahal jika menggunakan metode lain seperti kromatografi kertas, zat pewarna pada sampel yang diuji dapat menghasilkan lebih dari satu jenis zat pewarna yang ditemukan pada masing-masing sampel. 6.2 Jenis Zat Pewarna Sintetis pada Makanan dan Minuman Jajanan Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan masalah yaitu penggunaan bahan tambahan pada bahan makanan untuk berbagai keperluan. Diantara beberapa Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang sangat sering digunakan salah satunya adalah pewarna makanan. Makanan dan minuman jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat beragam macamnya. Beberapa makanan jajanan yang dijajakan adalah sosis, bakso bakar, kornet, ditambahkan dengan saus merah. Adapun minuman dingin dijajakan dengan berbagai macam warna seperti hijau, kuning, merah jambu, biru, ungu, dan lain-lain yang sangat disukai oleh anak-anak sekolah dasar. 46
Umumnya makanan dan minuman jajanan yang ada di SDN I-X Kelurahan Ciputat merupakan makanan dan minuman yang dibuat sendiri oleh penjaja makanan dan minuman. Karena kenyataannya, di Indonesia makanan dan minuman yang dijajakan di banyak sekolah tidak meminta izin ke BPOM sehingga di makanan dan minuman itu sendiri tidak ada informasi konten dan komposisi yang di cantumkan. Dalam penelitian ini, beberapa makanan maupun minuman yang telah terdaftar di BPOM tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pewarna buatan/sintetis untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi (Cahyadi, 2005). Beberapa contoh pewarna buatan yaitu: Warna kuning : tartrazin, sunset yellow Warna merah : allura, eritrosin, amaranth. Warna biru
: biru berlian
Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami, maka warna
47
tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan (Cahyadi, 2005). Menurut Winarno (2004), penggunaan zat pewarna pada makanan dan minuman adalah untuk mempertajam atau menyeragamkan warna bahan makanan yang mengalami perubahan pada saat atau proses pengolahan, memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar keliatan lebih menarik. Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan (BTM) bahwa tidak semua zat pewarna yang digunakan merupakan zat pewarna yang diizinkan. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM tahun 2008 pada 195 Sekolah Dasar di 18 Provinsi, diantaranya Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, dan Denpasar sebanyak 861 sampel yaitu minuman ringan, es sirop, saus, kerupuk dan makanan gorengan. Hasil uji analisis menunjukkan bahwa 46 sampel minuman sirop mengandung Amaranth, dan 8 sampel minuman sirop dan minuman ringan mengandung Methanil yellow. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh YLKI (Yayasan Layanan Konsumen Indonesia) pada tahun 1990 di Semarang terhadap minuman jajanan, dari 22 sampel yang diuji terdapat 54,55 % sampel mengandung Rhodamin B (Cahyadi, 2006). Sejalan dengan penelitian sebelumnya, hasil penelitian ini diperoleh bahwa dari 40 sampel yang terdiri dari 20 sampel makanan dan 20 sampel
48
minuman yang diperiksa, semua sampel makanan dan minuman mengandung pewarna sinteis yang dilarang. Hasil
pemeriksaan
yang
sudah
dilakukan
dibandingkan
dengan
Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Hasil penelitian menunjukkan dari 20 sampel makanan yang diperiksa, 9 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang. Sedangkan dari 20 sampel minuman yang diperiksa, 17 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang. Namun dari 26 sampel makanan dan minuman yang positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang, ternyata Sunset yellow, Amaranth dan Eritrosin merupakan jenis zat pewarna sintetis yang dilarang yang mendominasi makanan dan minuman tersebut. Kemudian hasil pemeriksaan jenis zat pewarna sintetis yang berjumlah 21, bahwa 15 jenis zat pewarna sintetis tersebut adalah zat pewarna sintetis yang dilarang menurut
Peraturan Menkes RI,
Nomor 722/Menkes/Per/IX/88.
Sedangkan 6 jenis pewarna sintetis lainnya tidak masuk dalam Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88. Maka dari itu, tugas BPOM adalah perlu memantau dan mengawasi peredaran jajanan khususnya jajanan anak sekolah, dan memberikan bimbingan dan pembinaan kepada pedagang jajanan di sekolahsekolah agar mengetahui tentang pewarna sintetis dan bahayanya terhadap kesehatan. Dampak negatif makanan jajanan yaitu apabila dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kelebihan asupan energi. Sebuah studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak mengonsumsi lebih dari sepertiga kebutuhan kalori sehari yang berasal dari makanan jajanan jenis fast food dan soft drink 49
sehingga berkontribusi meningkatkan asupan yang melebihi kebutuhan dan menyebabkan obesitas (Tyas, 2009). Selain itu, bahan untuk menghasilkan pewarna sintetis itu sendiri berasal dari ratusan jumlah coar-tar, dan sebagian coar-tar bersifat toksik berbahaya bagi manusia dan beberapa bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemisahan antara pewarna yang hanya boleh digunakan oleh industri non pangan dengan pewarna yang digunakan untuk industri pangan (Cahyadi, 2008). Dalam makanan jajanan bahan tambahan yang berbahaya, cepat atau lambat dapat menurunkan daya tahan tubuh, begitupula pada kemampuan belajarnya. Namun hal itu tidak diperhatika karena daya tarik warna dan kemasan. Bahaya yang dapat ditimbulkan dari efek zat-zat berbahaya pada makanan jajanan yaitu, kurang gairah belajar, kurang konsentrasi, meningkatkan kenakalan anak, mudah mengantuk dan daya ingat pada anak kurang (Cahyadi, 2008). Adapun jenis zat pewarna sintetis berdasarkan hasil yang uji laboratorium adalah jenis zat pewarna sintetis yang dilarang menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Zat pewarna sintetis tersebut adalah Amaranth, Orange SS, Sunset yellow FCF, Brilliant blue FCF, Auramin, Ponceau SX, Guinea green B, Azorubin A, Fast green FCF, Magenta, Enouglacine A, Sudan II, Yellow AB, Eritrosin dan Tartazin. Tiga zat pewarna sintetis yang paling banyak ditemukan dari hasil penelitian ini adalah Sunset yellow FCF, Amaranth dan Eritrosin. dan merupakan jenis zat pewarna sintetis yang dilarang yang mendominasi makanan dan minuman tersebut.
50
6.2.1 Zat Pewarna Sintetis Sunset yellow FCF pada Makanan dan Minuman Jajanan Sunset yellow FCF merupakan jenis pewarna jingga sintetik yang sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuningan yang biasa digunakan pada produk fermentasi yang telah mengalami proses pemanasan. Pewarna ini biasa digunakan pada pembuatan sirop, saus dan pada bahan-bahan pangan lain yang mengandung warna kuning, orange dan kemerahan (Yuliarti, 2007). Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 melarang keberadaan Sunset yellow FCF dalam produk makanan. Namun demikian masih ditemukan pada makanan saus sambal I dan saus sambal II. Karena ketika diberi HCl pekat dan H2SO4 jenuh sampel berubah warna menjadi kemerahan, diberi NaOH 10% dan NH4OH berubah menjadi pink orange. Selain itu, ditemukan juga pewarna sintetis Sunset yellow FCF pada saus cakwe. Sampel (saus cakwe) mengandung zat pewarna sintetis ketika diberi HCL pekat dan H2SO4 jenuh berubah warna menjadi kemerahan, sementara ketiak diberi NaOH 10% dan NH4OH tidak berubah warna. Sunset yellow FCF adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna buatan ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual dan muntah (Cahyadi, 2006).
51
Sunset yellow FCF dapat mengakibatkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah dan gangguan pencernaan (Yuliarti, 2007). Oleh karena itu, dalam pemilihan makanan dan minuman jajanan agar lebih memperhatikan warnanya karena hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatan jika dikonsumsi secara terus menerus 6.2.2 Zat Pewarna Sintetis Amaranth pada Makanan dan Minuman Jajanan Jenis pewarna sintetis Amaranth ini terdapat pada makanan cabe bubuk dan minuman es susu coklat IV. Amaranth merupakan satu dari tujuh pewarna yang diizinkan penggunaannya pada makanan oleh Food and Drug Act di Amerika pada tahun 1906. Setelah melakukan pengamatan selama 7 tahun, Amaranth dinyatakan aman pada tahun 1964. Pada tahun 1970, dua kelompok riset di Rusia melaporkan efek karsinogenik dan embriotoksik terhadap penggunaan Amaranth. Di Amerika hasil ini terlihat meragukan kemudian American Food and Drug Administration melakukan pengamatannya sendiri pada tahun 1971. Hasilnya, ditemukan beberapa bukti terjadinya embriotoksik pada tikus, akhirnya Amaranth dilarang penggunaannya secara resmi pada tahun 1976 (Hughes, 1987). Berdasarkan hasil uji laboratorium, Amaranth ditemukan pada cabe bubuk adalah ketika sampel diberi H2SO4 jenuh berubah warna menjadi ungu kecoklatan, diberi NaOH 10% berubah warna menjadi dull brownies to orange red dan ketika diberi NH4OH sedikit berubah warna. Sementara
52
ketika diberi HCl pekat tidak berubah warna. Sementara pada minuman yang ditemukan adanya kandungan zat pewarna sintetis Amaranth terdapat pada es susu cokelat IV karena ketika sampel diberi HCl pekat warna sangat gelap, diberi H2SO4 jenuh berubah warna menjadi ungu kecoklatan dan ketika diberi NH4OH warna sedikit berubah. Perlu diperhatikan bahwa pada saat ini banyak pengusaha yang tetap menggunakan zat-zat pewarna berbahaya yaitu zat pewarna bukan untuk makanan ataupun minuman. Efek dari pewarna sintetis jenis Amaranth tersebut dapat menyebabkan tumor, reaksi alergi pada pernafasan dan hiperaktif pada anak-anak (Cahyadi, 2009). Dapat disimpulkan bahwa bahan perwarna dapat membahayakan kesehatan bila pewarna buatan ditambahkan dalam jumlah berlebih pada makanan maupun minuman, atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Amaranth adalah zat pewarna yang paling banyak digunakan dan diperkirakan mencapai sepertiga dari seluruh pewarna makanan yang sering digunakan (deMan, 1980). Amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan
tumor,
reaksi
alergi
pada
pernafasan
dan
dapat
mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak (Yuliarti, 2007). Walaupun dilarang penggunaannya, zat pewarna ini sangat sering digunakan pada minuman seperti sirop, limun, kerupuk, roti dan agar/jeli (Syah, 2005). Dengan demikian, jika ditemukan makanan jajanan di sekolah yang
53
berwarna merah mencolok maka sebaiknya, tidak dikonsumsi terlalu sering karena efek yang ditimbulkan apabila dikonsumsi secara terus menerus dapat menimbulkan penyakit seperti tumor. 6.2.3 Zat Pewarna Sintetis Eritrosin pada Makanan dan Minuman Jajanan Eritrosin merupakan sebuah zat pewarna sintetis yeng memberikan warna cherry-pink, biasanya digunakan sebagai pewarna makanan maupun minuman. Zat pewarna ini berupa tepung coklat, larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah, sedangkan larutannya dalam air berwarna merah cherry (Kurniawati, 2009). Mengonsumsi Eritrosin dalam dosis tinggi dapat bersifat karsinogen. Selain itu juga meningkatkan hiperaktivitas pada anak SD, dapat mengakibatkan reaksi alergi seperti nafas pendek, dada sesak, sakit kepala, dan iritasi kulit (Usmiati, 2004). Hasil uji laboratorium diperoleh bahwa pada minuman sirup kuning mengandung zat pewarna sintetis Eritrosin karena pada saat pemeriksaan dengan diberi HCl pekat berubah warna menjadi kuningorange, diberi NaOH 10% tidak berubah warna dan saat diberi NH4OH warna tidak berubah. Selain pada sirup kuning, pada sirup jeruk juga di dapat hasil yang sama yaitu mengandung zat pewarna sintetis Eritrosin. Dengan demikian, Eritrosin tidak dapat dipakai dalam produk minuman karena eritrosin mudah diendapkan oleh asam. Maka dari itu, minuman
54
yang berwarna kuning mencolok dicurigai mengandung zat pewarna sintetis yang membahayakan bagi kesehatan. Dari tiga zat pewarna sintetis yang dilarang diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar makanan dan minuman jajanan yang dijajakan di sekolah mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang oleh Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Kemudian, makanan dan minuman yang mempunyai warna mencolok harus dicurigai karena kemungkinan mengandung zat pewarna sintetis. Zat pewarna sintetis yang dilarang dapat membahayakan kesehatan terutama jika dikonsumsi secara terus menerus karena berefek jangka panjang. Selain itu, kasus yang banyak ditemukan salah satunya pada makanan dan minuman anak sekolah yang dijual di lingkungan sekolah tetutama sekolah dasar. Maka sebaiknya, pihak sekolah memberi penyuluhan atau edukasi kesehatan tentang makanan dan minuman jajanan yang baik untuk dikonsumsi dan yang tidak baik dikonsumsi serta dampak dari makanan dan minuman tersebut. Serta pihak sekolah sebaiknya mengawasi penjualan makanan dan minuman jajanan yang dijajakan di lingkungan sekolah. 6.3 Zat Pewarna Sintetis dalam Perspektif Islam Makanan merupakan asupan gizi yang dibutuhkan, oleh karena itu asupan yang akan dicerna oleh tubuh harus mempunyai standarisasi empat sehat lima sempurna, dewasa ini perkembangan ketertarikan masyarakat terhadap beberapa
55
produk makanan jajanan merupakan peluang usaha yang prospektif untuk ditekuni oleh industri kecil atau industri rumah tangga. Banyaknya persaingan produk makanan jajanan, distributor atau home industry harus menyajikan makanan jajanan secara menarik untuk mempengaruhi daya minat konsumen membeli produk tersebut. oleh karena itu, penggunaan bahan tambahan makanan (BTM) dalam pembuatan makanan, minuman dan jajanan yang diproduksi, dijual dan dikonsumsi, baik dalam kondisi siap saji maupun setelah diawetkan selama waktu tertentu (Pitojo, 2009). Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan (Winarno,2004). Islam sangat menganjurkan makan dan minum yang baik dan halal, tentunya hal ini tidak lepas dari kebutuhan pokok kesehatan. Di samping itu, alQur’an telah meletakkan kaidah untuk makanan yang baik dan yang diharamkan (Asyari, 1989). Dalam firman-Nya yang artinya: “Yang dimaksud dengan at-tayyibat (yang baik-baik) adalah semua yang dianggap
baik dan dinikmati oleh manusia,
tanpa adanya
mash/dalil
pengharamannya. Begitu pula jika dianggap kotor maka makanan atau jajanan itu diharamkan” (Al-a’raf (7):157). 56
Dari ayat tersebut bahwa manusia diciptakan dari sari pati (berasal) dari tanah, maka kedudukan makanan dalam islam sangat diperhatikan kemurnian dan kehalalannya untuk dikonsumsi. Makanan dan jajanan adalah kebutuhan pokok, secara tidak langsung bisa dikatakan kebutuhan tersebut tidak dapat dihindari, baik yang bersifat jajanan dan makanan yang diperjualbelikan oleh pedagang (Mahran, 2006). Ketidaktahuan konsumen sering kali menjadi keuntungan bagi home industry dan pedagang, bahwa makanan itu layak atau tidak untuk dikonsumsi. Apakah makanan jajanan tersebut sudah aman dari zat-zat kimiawi ataupun tidak, dan bagaimana pandangan hukum islam apakah ini nanti termasuk dalam satu penipuan terhadap konsumen (Muhammad, 1997). Sejak dahulu kala umat manusia berbeda-beda dalam menilai masalah makanan dan minuman mereka, ada yang boleh dan ada juga yang tidak boleh. Lebih-lebih dalam masalah makanan yang berupa binatang (Qardhawi, 1993). Dewasa ini makanan dan minuman yang semakin unik dan membanjiri kehidupan masyarakat, baik yang sehat atau murni alami dan yang mengandung zat-zat kimiawi yang kasat mata dapat dilihat yakni zat pewarna sintetis (Mahran, 2006). Makanan yang sering dijumpai dibanyak tempat seperti makanan ringan atau tambahan pada makanan, contoh pada makanan ringan seperti pentol, cilok, tempura dan jajanan ringan lainnya. Sedangkan tambahan pada makanan yang sering kali tidak bisa dihindari seperti saos, dan kecap yang menjadi tambahan pada makanan seperti bakso, soto, mie ayam dan jajanan ringan lainnya.
57
Asumsinya bahwa, sangat riskan sekali terhadap dampak penggunaan zat pewarna sintetis dalam kesehatan mental dan jasmani di usia dini anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Banyak pula minuman yang dalam pewarnanya menggunakan tambahan zat pewarna sintetis, seperti dalam minuman yang sering dijumpai, es dawet, es cendol, dan susu eceran. Penggunaan zat pewarna lebih diminati pada produsen yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup murah dan bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Cara memperoleh zat pewarna sintetispun cukup mudah. (Mahran, 2006). Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan makanan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Adapun keunggulan dalam penggunaan zat pewarna sintetis mudah didapat dan harganyapun sangat terjangkau dibandingkan dengan pewarna alami selain itu, dalam penggunaannya pewarna sintetis lebih praktis dan dapat dilihat takarannya (Cahyadi, 2008). Tetapi dalam kenyataannya, cara tersebut mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat karena bahan pewarna sintetis dapat mempengaruhi stuktur metabolisme manusia. Oleh karen itu, keahlian, ketelitian dan pengawasan untuk menjamin kesehatan bagi pengguna dan konsumen sangat diperlukan (Syauqi Al Fanjari, 1999). Islam sangat memperhatikan terhadap asupan makanan yang baik dan halal dari manfaat berbagai aspek, intelektual, fisik maupun mental (Basith, 2004). Kodrat Allah dan kemu’jizatan-Nya juga menghendaki ini. Dimana makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh tubuh haruslah mengcover dari empat sehat lima sempurna, esensi dari jaminan kesehatan yang harus didapatkan 58
oleh konsumen haruslah terjamin tanpa adanya zat-zat yang ditambahkan dalam makanan maupun minuman, yang bersifat kimiawi yang bisa merusak organ tubuh manusia itu sendiri (Mahran, 2006). Dalam hal makanan, zat pewarna sintetis mengandung zat kimia aktif di mana lama kelamaan akan menghancurkan saraf dan sel-sel. Oleh karena itu, rusaknya tujuan yang mengakibatkan timbulnya mafsadat, maka hal tersebut dilarang sebagaimana dalam kaidah: “ Selain wajib menjaga diri, setiap manusia wajib menjaga diri dari perbuatan yang merusak keselamatan jiwa orang lain, dimana kaidah yang diambil dari sebuah ayat al-Qur’an dari surah al-A’raf (7) 55 dan surah al-Qasas (28) 77 (Djazuli, 2006). Atau yang lebih dikenal dari kaidah ini dari hadis Nabi Muhammad SAW. yang diriwayatkan oleh
Ibnu Malik,
berkaitan dengan kaidah tersebut, Syekh Ali Tantawi mengatakan bahwa segala sesuatu yang buruk, kotor atau merusak baik kepada diri sendiri maupun orang lain maka adalah haram (Thanthawi, 1998). Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW. bersabda yang artinya: “ Bahwa dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, Nabi Muhammad SAW. telah menegaskan bahwa tidak dibenarkan untuk melakukan penipuan yang bersifat merugikan konsumen. Tindakan penipuan yang pada akhirnya merugikan konsumen sangatlah tidak dibenarkan. Pewarna makanan adalah salah satu tambahan untuk meningkatkan nilai keuntungan penjual, namun hal ini tidak dibenarkan karena mengandung unsur penipuan (Mahran, 2006).
59
BAB VII PENUTUP
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SDN I-X Kelurahan Ciputat tentang analisis kandungan zat pewarna sintetis pada makanan dan minuman jajanan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Terdapat zat pewarna sintetis pada makanan jajanan sebesar 22% dan minuman jajanan sebanyak 42%. 2. Jenis zat pewarna sintetis yang ditemukan pada makanan dan minuman jajanan sebanyak 21 pewarna sintetis, yaitu Sunset yellow FCF, Amaranth, Eritrosin, Orange SS, Brilliant blue FCF, Auramin, Ponceau SX, Guinea green B, Azorubin A, Fast green FCF, Magenta, Enouglacine A, Sudan II, Yellow AB, dan Tartazin, Aniline yellow, Turmeric, Sudan G, Bismark brown, Formyl violet, dan Rose Bengal. Namun, 6 jenis zat pewarna sintetis (Aniline yellow, Turmeric, Sudan G, Bismark brown, Formyl violet, dan Rose Bengal) tidak dilarang penggunaannya. 3. Zat
pewarna
sintetis
yang
dilarang
oleh
Permenkes
RI
No.
722/Menkes/Per/IX/1988 di dalam sampel makanan terdapat 15 jenis. Sunset yellow FCF, Amaranth dan Eritrosin merupakan zat pewarna sintetis yang mendominasi makanan dan minuman tersebut. Jenis ini bisa menyebabkan efek kesehatan seperti iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, kemunduran kerja otak, dan tumor.
60
7.2 Saran Berkaitan dengan hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran diantaranya adalah: 7.2.1 Bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 1. Memperketat pengawasan peredaran jajanan khususnya jajanan anak sekolah. 2. Memberi penyuluhan kepada pedagang jajanan agar memahami tentang pewarna sintetis dan bahayanya terhadap kesehatan. 7.2.2 Bagi Sekolah 1. Memperketat pengawasan makanan dan minuman jajanan di sekolah. 2. Memberikan edukasi bagi anak-anak sekolah tentang pewarna sintetis dan bahayanya terhadap kesehatan. 7.2.3 Bagi Masyarakat 1. Untuk para orangtua, agar dalam pemilihan produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya pilih makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok, karena kemungkinan warna tersebut berasal dari bahan pewarna bukan makanan (non food grade) seperti pewarna tekstil. 2. Agar teliti dalam memilih makanan maupun minuman jajanan terutama yang ada di lingkungansekolah karena pada umumnya makanan yang dijajakan di lingkungan sekolah dibuat langsung oleh para pedagang.
61
3. Agar teliti dalam memilih makanan maupun minuman jajanan terutama yang ada di sekolahan karena pada umumnya makanan yang di jajakan di sekolahan dibuat langsung oleh para pedagang.
62
DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2006. Rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman di Makassar. Republika Kamis 5 Januari 2006 Arifin, B. 2008. Ekonomi Swasembada Gula Indonesia. Economic Review Arisman, 2009. Keracunan Makanan. Jakarta: EGC Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2008. Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Nasional. Dipublikasikan melalui FoodWatch Volume I/2009 Baliwati YF, Roosita K., 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya Basith, Muhammad Sayyid Abdul. 2004. Rahasia Kesehatan Nabi , cet. I, Solo: Tiga Serangkai Cahyadi, W, 2005. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Cetakan I. Bumi Aksara , 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta , 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan Jakarta: Bumi Aksara. Edisi kedua, hlm 2-3 , 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan Jakarta: Bumi Aksara. Edisi kedua, hlm 4 , 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan Jakarta: Bumi Aksara. Edisi kedua, hlm 53 , 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan Jakarta: Bumi Aksara. Edisi kedua, hlm 57-60
63
, 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan Jakarta: Bumi Aksara. Edisi kedua, hlm 71 deMan, John M. 1980. Principles Of Food Chemistry. New York: Van Nostrand Reihold Company. . Kimia Makanan Edisi Kedua. Penerjemah: Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. 1997: 238, 253, 280 – 282, 487 – 491, 520 – 529. Departemen Kesehatan RI. 1998. Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan (BTM) Depkes RI, 1979. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 235/Menkes/Per/VII/1979 Tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Depkes RI, Jakarta. Departemen Agama RI, 1971. Al-Qur’an dan Tafsirannya. Semarang: Toha Putra Dewan Ketahanan Pangan dan World Food Programe. 2009. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia. Jakarta. Desrosier,N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI.Press.Jakarta Djazuli, H.A. 2006. Kaidah-Kaidah Fiqh, cet. I, Jakarta: Kencana Perdana Media Grup Firdaus, A., dan Winarti Sri, 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak Bunga Rosela untuk Pewarna Makanan dan Minuman, dalam Jurnal Teknologi Pertanian (Vol.11, No. 2, Agustus 2010), hlm 78
Gardjito, M., Murdiati, A., dan Aini, N. 2006. Mikroenkapsulasi β-karoten Buah Labu Kuning dengan Enkapsulan Whey dan Karbohidrat. Jurusan TPHP Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.
Ghazali, Imam. 1989. Halal dan Haram, ahli bahasa: M.A. Asyhari, t.t.p: Bintang Remaja 64
Hidayat, Nur dan Anis Saati. 2006. Membuat Pewarna Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana Hughes, Christopher. 1987. The Additivies Guide. Great Britain: C.C. Hughes Judarwanto, Widodo. 2008. Perilaku Makan Anak Sekolah. http://ludruk.com Kurniawati, Ika Y. 2009. Mengenal Zat Adiktif Makanan. Jakarta : Sinar Cemerlang Kusnandar, dkk. 2008. Teknologi Proses Produksi Minuman Nata de Coco dalam Cup. www.unhas.ac.id, diakses 29 Desember 2014 Mahran, Jamalidin Abdul Azhim Hafna Mubaayir. 2006. Al-Qur’an Bertutur Tentang Makanan dan Obat-Obatan, cet. I, Yogyakarta: Mitra Pustaka Mudjajanto. 2006. Situational Analysis of Nutrition Problems in Indonesia. Available at http://www.idpas.org/ (Verified 12 Nopember 2008) . 2005. Keamanan Makanan Jajanan Tradisional. Ebookpangan.com Muhammad, Syekh Fauzi. 1997. Hidangan Islam, cet. I, Jakarta: Gema Insani Press Moutinho., I.L.D., Bertges., L.C., Asses, R.V.C., (2007), Prolonged use of Food Dye Tartazin (FD & C Yellow No. 5) and its Effect on the Gastric Mucosa of Wistar Rats, Braz. Journal Biology 67(1): 141-145. Nuraini, Heny, 2007. Memilih dan Membuat Jajanan Anak yang Sehat dan Halal. Qultum Media, Jakarta Pitojo, Setijo dan Zumiati. 2009. Pewarna Nabati Makanan, Yogyakarta: Kanisius Pringgodigdo A.G, dkk. 2005. Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius dan Franklin Book Programs Inc, 180-181 Qadrawi, Syekh Muhammad Yusuf. 1993. Halal dan Haram Dalam Islam, ahli bahasa, H. Mu’ammaly Hamidy, t.t.p: PT. Bina Ilmu
65
Retno, Lestari A. 2012. Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan (Tartazine). http://retno-ani-lestari.blogspot.com. Diakses pada 10 oktober 2014 SNI 01-2891-1992. Saus Cabe. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Syah.et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB Syauqi Al Fanjri, Ahmad.1999. Nilai Kesehatan Dalam Syari’ah Islam, Jakarta: Bumi Aksara Tantawi, Syaikh Ali. 1998. Fatwa-Fatwa Poouler Ali Thanthawi, ahli bahasa Tim Penerjemah Intermedia, cet. I, Solo: Era Intermedia, Rajab 1491H Tyas ES. 2009. Gambaran perilaku jajan murid sekolah dasar di Jakarta. Jurnal Psikobuana Fakultas Atmajaya Jakarta Usmiati S. dan Yuliani, 2004. Pemanis Alami dan Buatan untuk Kesehatan. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 10 (1): 13 – 17. Wahyuni, Sunarsih Tri. 2003. Identifikasi Zat Warna Sintetis Dalam Saos Tomat yang Beredar di Pasar Johar Kota Semarang. Undergraduate thesis, Diponegoro University. http://eprints.undip.ac.id/10896/, diakses tanggal 14 Oktober 2014 Walford, John, 1980. Development in Food Colours-1. England: Applied Science Publisher Ltd. , 1984. Development in Food Colours-2. New York: Elseveir Applied Science Publisher Ltd. Widyaningsih, dkk. 2006. Formalin. Trubus agrisarana. Surabaya Winarno, FG. 1997. Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 66
,2004. Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Winarti, S., 2006. Minuman Kesehatan. Trubus Agrisarana, Surabaya. Universitas Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Andi. Yogyakarta
67
LAMPIRAN 1 Perubahan Warna Serat Wool oleh Berbagai Pereaksi Bahan Pewarna Sintetis Rhodamin B Rose Bengal
H2SO4 Jenuh
NaOH 10% Biru Tidak berubah
Palatine Red
Jingga Kuning Hampir tak Jingga berwarna Merah Reddish-brown Coklat Coklat kekuningan kekuningan Hampir tak Kuning berwarna Gelap Biru
Bordeaux B
Ungu
Biru
Amaranth
Sangat gelap
Ungu kecoklatan
Tak berwarna Dull-brown Sedikit berubah Brickred Sedikit berubah Dull brownish Sedikit to orange red berubah
Azorubin A Erythrosin
Sedikit berubah Jingga-kuning
Ungu Jingga-kuning
Merah Tidak berubah
Ponceau 6 R
Ungu-merah
Ungu
Coklat
Ponceau 6 RB
Biru
Biru
Ungu-merah
Cristal Ponceau
Merah
Ungu
Dull-brown
Ponceau 3 R
Sedikit berubah
Sedikit berubah
Dull-orange
Ponceau SX
Merah tua
Merah tua
Jingga-kuning
Sudan III Safranin
Ungu, berubah Hijau coklat Hijau-biru Hijau
Merah
Eritrosin G
Kuning-orange
Kuning-jingga
Tidak berubah
Sudan II
Merah
Ungu-merah
Sedikit berubah
Bismark brown
Merah gelap
Coklat
Kuning
Archil Magenta Acid magenta
HCl Pekat
Ungu Tak berwarna
NH4OH Biru Tidak berubah Ungu Paler
Tak berwarna
Ungu merah
Merah Tidak berubah Jinggamerah Sedikit berubah Sedikit berubah Sedikit berubah Sedikit berubah Sedikit berubah Merah Tidak berubah Sedikit berubah Kuning
Crosin orange
Jingga merah
Jingga
Sangat gelap
Acid violet 6 B
Agak kuning
Kuning
Orange SS
Merah ceri
Kuning sangat kecoklatcoklatan Merah ceri
Sangat kuning
Tidak berubah
Yellow AB
Merah
Ungu
Sedikit berubah
Sudan G
Jingga kuning
Jingga kuning
Butter yellow
Ungu-merah
Jingga kuning
Coklat kekuningan Tidak berubah
Aniline yellow
Ungu merah
Jingga kuning
Sedikit berubah
Flouresceine
Sedikit berubah
Sedikit berubah
Metanil yellow
Ungu merah
Ungu
Hijau flouresceine Tidak berubah
Azow flapin
Ungu merah
Ungu merah
Dull brown
Brilliant yellow S
Ungu merah
Ungu merah
Sedikit berubha
Tartazine
Sangat gelap
Sangat gelap
Sedikit berubah
Kemerahan
Kecoklatan Warna hilang
Tidak berubah Tidak berubah Tidak berubah Tidak berubah Hijau flouresceine Tidak berubah Sedikit berubah Sedikit berubah Sedikit berubah Tidak berubah Paler
Jingga
Jingga
Warna hilang
Warna hilang Biru
coklat
Sunset yellow Kemerahan FCF Auramin Warna hilang Turmeric
Merah
Guinea green b
Kuning pucat Jingga
Fast green FCF
Warna hampir hilang Coklat kemerahan jingga Jingga coklat Hijau kecoklatan
Brilliant blue Kuning Kuning FCF Night green 2 B Jingga pucat Kuning coklat Malachite green Warna hampir Hampir hilang hilang
Biru
Tidak berubah Warna hilang Warna hilang
Tidak berubah More bluish
Tidak berubah Pucat Warna hilang
Enoglaucine A
Kuning
Patent blue A
Jingga pucat
Indigotine
Sangat gelap
Formyl violet
Jingga pucat
Methyl violet
Kekuning kuningan
Kekuning kuningan
Warna hilang
Nigrosine
Biru tua
Dull greenish
Brilian scarlet
Merah
Ungu merah
Merah kecoklatan, pucat Agak kuning Jingga merah kecoklatan
Sumber : Aprianto, et.al, 1989.
Coklat atau Sangat gelap kuning pucat Hijau Sedikit berubah kecoklatan Gelap Kuning kehijauan Pucat, dull Warna hilang orange
Sedikit berubah Sedikit berubah Biru kehijauan Warna hampir hilang Warna hampir hilang Pucat kemerahan
LAMPIRAN 2 FOTO No.
1.
Gambar
Keterangan
Proses
pemasakan
sampel
makanan
pada produk daging olahan.
2.
Proses
pemasakan
sampel
minuman
pada produk sirop
No.
3.
Gambar
Keterangan
Proses pemasakan sampel makanan pada saus sambal dan saus kacang
4.
Proses pemasakan sampel makanan pada
produk
tepung olahan
No.
5.
Gambar
Keterangan
Pengadukan sampel minuman.
6.
Beberapa sampel makanan
produk
tepung
olahan
seperti bakso dan sosis.
No.
7.
Gambar
Keterangan
Beberapa sampel minuman produk
sirop
seperti
sirop
hijau dan produk es seperti es teh manis, es susu coklat.
8.
Perubahan warna pada serat wool
yang
ditetesi
HCL
pekat,
H2SO4,
NaOH 10% dan NH4OH
No.
9.
Gambar
Keterangan
Proses penimbangan sampel makanan.
10.
Serat wool yang telah
dimasak
bersamaan dengan
sampel
makanan ataupun minuman diletakkan di atas keramik dibagi
dan menjadi
empat bagian.
No.
11.
Gambar
Keterangan
Pemeriksaan sampel saus yang diberi
HCL
pekat,
H2SO4,
NaOH 10% dan NH4OH
12.
Pemeriksaan sampel minuman yaitu strawbrry,
es susu
coklat dan susu coklat III yang diberi
HCL
pekat,
H2SO4,
NaOH 10% dan NH4OH
No.
13.
Gambar
Keterangan
Perubahan warna yang terjadi pada serat wool dalam pemeriksaan sampel makanan (kornet dan sosis) yang
telah
ditetesi
HCL
pekat,
H2SO4,
NaOH 10% dan NH4OH
14.
Perubahan warna yang terjadi pada sampel minuman es
dan
sampel
makanan
saus
setelah serat wool diberi
HCL
pekat,
H2SO4,
NaOH 10% dan NH4OH
No.
15.
Gambar
Keterangan
Sampel makanan sebelum dimasak.
16.
Sampel makanan setelah dimasak.