Edisi 2 No. 4 | Okt - Des 2005
Kalyanamedia
titian menuju Pemberdayaan Perempuan
Perempuan dan Pemukiman Kumuh ISSN 1829-541X | Rp. 4.000,-
SAPAAN
REDAKSIONAL Penanggung Jawab Rena Herdiyani Pemimpin Redaksi Hegel Terome Redaktur Pelaksana Sinta Nuzuliana Redaksi Iha Sholihah Listyowati Nani Ekawaty Rakhmayuni Sri Mukartini Tata Letak Adrian M.Zen Distribusi Nani Ekawaty Kalyanamedia merupakan media yang memuat pandangan-pandangan yang membangun kesadaran kritis kaum perempuan di seluruh Indonesia sehingga memberdayakan dan menguatkan mereka. Kekuatan bersama kaum perempuan yang terbangunkan itu merupakan sendi-sendi penting terdorongnya gerakan perempuan dan sosial umumnya untuk menuju masyarakat yang demokratis, setara, tidak diskriminatif dan tidak subordinatif. Kalyanamedia diterbitkan oleh:
kalyanamitra Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan
Jl.Kaca Jendela II No.9 Rawajati-Kalibata Jakarta Selatan 12750 Telp : 021-7902109 Fax : 021-7902112 Email :
[email protected] Situsweb : www.kalyanamitra.or.id Untuk berlangganan Kalyanamedia secara rutin, kirimkan nama dan alamat lengkap ke redaksi. Redaksi menerima sumbangan pengganti biaya cetak dan pengiriman di rekening Bank Bukopin Cabang Kalibata No. Rekening 0103-034652 a/n. Rena Herdiyani.
2
Bermukim Layak?
P
ANGAN, SANDANG DAN PAPAN disepakati sebagai kebutuhan paling mendasar bagi tiap manusia yang hidup, termasuk bagi perempuan. 2 nomor 4 Kalyanamedia sengaja mengangkat salah satu kebutuhan dasar itu, yakni papan. Kalyanamedia ingin menyoroti minimnya pemenuhan dan akses perempuan berkenaan dengan kebutuhan atas papan. Maka, Kalyanamedia mengangkat isu ini dalam tema Perempuan dan Pemukiman Kumuh. Perumahan kumuh erat kaitannya dengan masyarakat kelas bawah, ekonomi rendah dan kaum marginal. Penggusuran atas nama ketertiban sering menyapa komunitas pemukiman kumuh ini. Tak jarang dalam kondisi seperti ini, perempuan yang memiliki peran ganda dalam mengelola kebutuhan keluarga seperti mencari nafkah untuk membeayai kebutuhan mereka, mesti turut sengsara didera kepentingan penguasa. Bicara tentang pemukiman kumuh, tak hanya soal kondisi tempat tinggal yang jauh dari layak dan tidak sehat secara jasmani maupun rohani. Dalam komunitas pemukiman kumuh, segala akses sangat terbatas menyentuh masyarakat ini. Akses kesehatan, pendidikan, dan ekonomi sangat kurang. Masyarakat di komunitas pemukiman kumuh lebih rentan sakit, pendidikannya rendah dan pendapatannya terbatas. Kehidupan perempuan di pemukiman kumuh kami bahas dalam Fokus Utama dan didukung beberapa rubrik lainnya, seperti Warta, Kesehatan Perempuan dan Sosok. Materi sosialisasi pasal-pasal CEDAW tetap diusung Kalyanamedia dalam Edisi ini dengan mengangkat topik Perempuan dan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan Perempuan Pedesaan. Rubrik-rubrik lain juga mengisi Kalyanamedia, seperti Puisi, Kisah, dan Catatan Lepas yang menyajikan segala sesuatu yang bersifat informatif bagi perempuan dan pihak lain yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan gender: kita semua yang berjuang menuju perempuan yang berdaya! Akhir Desember 2005 Sinta Nuzuliana Redaktur Pelaksana Redaksi menerima kritik, saran dan sumbangan berupa surat pembaca, artikel dan foto jurnalistik. Naskah, artikel dan foto jurnalistik yang diterima redaksi adalah yang tidak anti demokrasi, anti kerakyatan, diskriminatif dan bias gender. Naskah tulis diketik pada kertas A4, spasi satu, huruf Times New Roman 12, maksimal 3 halaman dalam bentuk file atau print-out. Untuk pemasangan iklan di buletin, hubungi Redaksi Kalyanamedia. Telp : 021-7902109 Fax : 021-7902112 Email :
[email protected] Situsweb : media.kalyanamitra.or.id Edisi ini diterbitkan sebagai hasil kerjasama:
kalyanamitra WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
K I o S THE FINNISH NGO FOUNDATION FOR HUMAN RIGHTS
Kalyanamedia | Edisi II No. 2
| Okt - Des 2005
DAFTAR ISI SURAT PEMBACA FOKUS UTAMA 5 Perempuan
dan Pemukiman Kumuh: Ironi Pembangunan di Indonesia
OPINI 11 Anggaran
dan Pelayanan Pendidikan
WACANA 14 KUASA SOSOK 16 Pengabdian
5
Tulus Ibu Rohati
ADVOKASI 18 Prinsip Kewajiban Negara dalam Pelaksanaan Konvensi CEDAW 20 Pemulihan Psikologis dan Ekonomi Perempuan Aceh pasca Tsunami KESEHATAN PEREMPUAN 21 Cabai dan Kesehatan 22 Bahaya kelebihan vitamin
A
PUISI KITA 25 Sabar 25 Mimpinya KISAH 26 Pada
Malam
WARTA PEREMPUAN 28 Kesetaraan
Hak Kewarganegaran tanpa Diskriminasi Gender 29 Persamaan Gender dalam Tunjangan Sosial dan Ekonomi tanpa Diskriminasi 30 Ada Apa dengan Perempuan Pedesaan Indonesia? 32 Menggugat Hak-hak Sosial Ekonomi Perempuan
20 KRONIK 34
Jalan Berliku Menuju Konvensi CEDAW
PUSTAKARIA 37
Membangun Kreativitas di Sanggar ISCO Depok
BEDAH BUKU 39
Bunga Trotoar Kota Jakarta BEDAH FILM 41
41
The Secret Life of Zoey: Pupusnya Kebahagiaan dalam Keluarga
CATATAN LEPAS 43
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
Tak Menjadi Apa-apa di negeri Ironi Indonesia
| Okt - Des 2005
3
SURAT PEMBACA S. Merduyanti Jagakarsa, jaksel
Panutan bagi wanita-wanita Indonesia
P
Saya telah 2 kali membaca majalah Kalyanamedia, Saya tertarik dengan isinya karena mengangkat hampir semua permasalahan tentang wanita yang kadang tidak tercover dengan media lain. Saya ingin memberi saran kepada redaksi Kalyanamedia, bagaimana setiap edisinya Kalyanamedia mengangkat profil atau perjalanan hidup wanita ternama dan sukses di bidangnya. Terlebih beliau peduli dengan permasalahan seputar wanita. Menurut Saya tulisan tersebut sangat bagus karena bisa dijadikan contoh atau panutan bagi wanitawanita Indonesia yang lain. Terima kasih atas perhatiannya dan sukses selalu untuk kalyamamitra
Terima kasih juga atas atensi kawan Merduyanti. Kami memang berharap besar apa yang Kalyanamedia sampaikan mampu memberikan informasi baru bagi perempuan khususnya. Kami akan sangat senang sekali dapat bekerjasama lebih lanjut dalam bentuk kegiatan diskusi di tempat Merduyanti. Untuk informasi lebih lanjut, Merduyanti dapat menghubungi Redaksi Kalyanamedia di alamat dan nomor telpon yang tertera di halaman sampul. Kami tunggu respon selanjutnya.
Saya tanyakan
Hindarti Purwaningsih Email:
[email protected] P.T Panama Group Graha Surya Internusa Lt.8 Jl H.R Rasuna Said. Jakarta
S
Terima kasih atas masukan kawan Hindarti. Semoga edisi-edisi mendatang Kalyanamedia bisa memenuhi harapan kawan Hendarti.
Demikian atas perhatian dan konfirmasinya. Saya ucapkan banyak terima kasih Salam,
Penyuluhan atau diskusi
Nasrullah Idris
[email protected]
Saya seorang bidan di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. Pekerjaan saya selalu berhubungan dengan kesehatan perempuan. Dalam pekerjaan sehari-harinya perlu pengetahun yang banyak mengenai perempuan dan ruang lingkupnya. Suatu saat Saya membaca majalah Kalyanamedia Saya berpendapat banyak pengetahuan tentang perempuan dan segala permasalahannya dimuat dalam majalah ini. Saya sangat berterimaksih sekali apabila Kalyanamitra membuat penyuluhan atau diskusi yang mengangkat seputar masalah perempuan di rumah sakit tempat Saya bekerja. Karena pada umumnya karyawan di tempat Saya bekerja sebagian besar adalah wanita. Terima kasih atas perhatiannya Dan sukses selalu untuk Kalyanamedia
kawan Nasrullah, profil bulletin Kalyanamedia dapat dibaca di bulletin Kalyanamedia baik versi cetak maupun on line di www.kalyanamitra.or.id. Kami menerima artikel dari luar berkaitan dengan isu perempuan. Pemuatan artikel disesuaikan dengan tema yang akan diangkat dalam nomor tersebut. Artikel dapat dikirim melalui pos, email, fax maupun dibawa langsung. Ketentuan penulisan 4 halaman A4 (maksimal), Times New Romans 12, spasi tunggal. Untuk sementara, Kalyanamedia belum dapat memberikan honorarium atas artikel yang dimuat. Kami hanya menjamin hak cipta dari artikel tersebut. Tentang masalah kadaluwarsa, Kalyanamedia tidak memberikan batasannya, namun semuanya kembali pada Nasrullah. Semoga penjelasan kami cukup jelas dan kami tunggu kiriman artikelnya!
4
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
P
Ada yang ingin Saya tanyakan: • Ini media massa apa? Dimana alamatnya? • Apakah menerima artikel dari luar? • Kalau ya, artikel apa yang sebaiknya dikirim? • Apakah bisa dikirimkan lewat email? • Apakah ada honornya? • Bolehkah Saya memberikan masa kadaluarsa? Kalau boleh berapa lama idealnya sejak dikirim?
| Okt - Des 2005
FOKUS UTAMA Perempuan dan Pemukiman Kumuh:
Ironi Pembangunan di Indonesia Indonesia “Dunia yang akan kita bina adalah dunia baja, kaca dan tambang-tambang yang menderu. Bumi bakal tidak lagi perawan, tergarap dan terbuka, sebagai lonte yang merdeka. Mimpi yang kita kejar, mimpi platina yang berkilatan. Dunia yang kita injak, dunia kemelaratan. Keadaan yang menyekap kita, rahang serigala yang menganga” (Renda, ‘Kesaksian Tahun 1967’, dalam kumpulan sajak Blues untuk Bonnie, Pustaka Jaya, 1987)
M
eskipun umat manusia telah mencapai kemajuan yang tiada taranya dalam bidang perindustrian, pendidikan, dan ilmu pengetahuan, namun suatu tempat berteduh yang nyaman sederhana, dengan kebebasan pribadi (privacy) dan perlindungan terhadap keganasan cuaca alam masih juga belum termasuk jangkauan bagi kebanyakan warga umat manusia. Tidak meratanya kemajuan manusia dibandingkan dengan jenis-jenis makhluk yang lebih rendah tingkatannya dapat dengan jelas dilukiskan dalam perjuangan manusia untuk memperoleh tempat berteduh. Dalam hal ini, lebih nyata daripada aspek-aspek kehidupan lainnya, bangsa-bangsa yang dengan kebudayaan lebih primitif ternyata lebih besar kemampuannya untuk mengatasi rintangan alam lingkungan, dibandingkan dengan penduduk kota. Salah satu sebab keterbelakangan ini ialah karena meledaknya penduduk, yang di seluruh dunia telah bertambah lebih dari dua kali lipat dalam masa satu abad. Berkat kemajuan ilmu kedokteran modern, kemajuan dalam usaha pemeliharaan kebersihan dan kesehatan, dan meningkatnya produksi pangan, semakin banyak manusia yang usianya bertambah panjang, yang sebelumnya, kebanyakan sudah meninggal dunia sebelum sempat berkembang. Jumlah penduduk dunia yang hampirhampir tiada berubah selama 18 abad, kini meningkat dengan 50-60 juta jiwa setiap tahunnya. Dan lebih kurang 40 tahun ke depan, diperkirakan sebanyak 6-7 milyar warga dunia harus disediakan rumah, pangan dan sandang. Sementara tanah lading yang habis terkuras dan tidak lagi menghasilkan cukup bahan pangan untuk melayani jumlah mulut yang makin bertambah banyak, dan dengan tertutupnya kesempatan untuk mengungsi ke daerah yang masih belum digarap, daerah perkotaan di tiap negara telah dijadikan
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
foto:pusdok kalyanamitra
calon yang paling lumrah untuk menampung surplus penduduk. Dan masalah pertama yang dihadapi pendatang yang berduyun-duyun memasuki daerah perkotaan, ialah mencari atap tempat berteduh. Dan dengan begitu, tanah dan perumahan sekarang menjadi bertambah penting dalam perjuangan untuk menjamin kelangsungan hidup. Sejak zaman fajar peradaban, segala kegiatan manusia untuk kelangsungan hidup selalu berkaitan dengan soal tanah. Dari tanah diharapkan bahan sandang dan bahan pangan, serta sekadar ruangan tempat memasak, mencuci, menghabiskan waktu senggang dan untuk tidur. Tanah menjadi faktor penting pula dalam kegiatan manusia membangun rumah tempat kediamannya; karena dari tanah diperoleh tanah Lumpur, batu, kayu, rumput dan bambu yang dapat diolahnya dengan tangan sendiri. Tempat berteduh yang dapat dibangun dengan tenaga sendiri cukup memadai untuk
5
FOKUS UTAMA foto:pusdok kalyanamitra
memenuhi kebutuhannya yang sederhana, yaitu sekadar tempat beristirahat yang akrab, tempat untuk menyimpan sekadar harta benda yang dimilikinya, dan untuk memberi perlindungan terhadap cuaca. Dari rumahnya dia dapat mencapai ladangnya dan menikmati alam terbuka dan sinar matahari, berdekatan dengan tempat kerja dan sanak keluarga, dan merupakan ruang yang cukup luas untuk bergerak dengan leluasa.
lagi, jarang sekali ia mampu membeli atau menyewa rumah yang dibutuhkan. Masalahnya bertambah rumit, karena kenyataan bahwa arus kaum pemukim berbondong-bondong masuk kota lebih cepat daripada kemampuan industri untuk menampung tenaga kerja. Arus manusia yang semakin meningkat jumlahnya, yang ramai-ramai membanjiri kota telah dan tetap akan menambah gawatnya kebutuhan akan perumahan. Dan hal ini telah ikut pula memperuncing persaingan mencari pekerjaan untuk memperoleh uang untuk membayar harga pembelian atau sewa rumah. Dan umumnya kaum pemukim ini tiba di kota tanpa mempunyai pendapatan atau keterampilan yang memadai, dan sering menjalani kehidupan marjinal selama bermukim di kota itu. Sebagai akibatnya, maka orang tidur di jalanan, timbul slum area (perkampungan jembel), tempattempat dengan kepadatan penduduk berlebihan, dan pemukiman liar, yang menampilkan kesengsaraan manusia di kota-kota yang sedang berkembang pesat.
Massa penduduk yang kini menuju ke kota, menyadari bahwa tanah di daerah perkotaan itu sudah dibagi-bagi dalam petakan yang kecil-kecil, yang dapat dibeli atau disewa. Dan sekiranya mereka mampu membeli tanahnya, mereka tidak lagi sanggup membangun rumah dengan alat dan keterampilan sendiri. Bahkan mereka tidak mempunyai waktu untuk membangun rumah. Sering menu makanannya yang sangat bersahaja, kurang sekali menyediakan tenaga setelah menyelesaikan tugas pekerjaan sehari-hari, dan setelah menempuh jarak jauh dan meletihkan dari tempat kerjanya. Bahan bangunan pun perlu dibeli dari produsen atau pengecer. Tambahan lagi, sekarang terdapat berbagai undang-undang yang menentukan bagaimana dan di mana rumah boleh dibangun. Untuk dapat membeli atau menyewa rumah, diperlukan arus uang dari pekerjaan yang tetap. Tegasnya, rumah sudah merupakan komoditi pula, seperti beras dan lauknya. Seseorang tak dapat lagi memprakarsai atau mengatur pembangunan rumahnya sendiri dan lebih celaka
Persoalan Pemukiman bagi Masyarakat Miskin Saat ini pemukiman menjadi persoalan yang makin membebani karena hingga tahun 2000 jumlah penduduk dunia diperkirakan mencapai kurang lebih 7 milyar jiwa. Diperkirakan 1 milyar orang tinggal di rumah-rumah yang tidak layak, ratusan juta di antaranya tinggal di daerah kumuh. Di Indonesia sendiri, pada saat ini, hidup 210 juta orang. Sampai tahun 2000 masih terdapat 4.338.862 rumah tangga yang tidak memiliki rumah. Setiap tahun dibutuhkan kurang lebih 800 ribu unit rumah baru, yang itu, setiap tahunnya, sekitar 13 juta unit rumah memerlukan peningkatan kualitas agar menjadi layak huni. Di perkotaan, masalah pemukiman menjadi jauh lebih kompleks, setidaknya karena, pertama, kebutuhan perumahan di kota sangat tinggi. Kedua, karena banyak yang menghadang pembangunan perumahan di perkotaan. Alasan pertama berkaitan dengan tingginya tingkat konsentrasi penduduk di perkotaan, dan tingginya pertumbuhan penduduk kota. Kedua, di perkotaan Indonesia terjadi penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang sangat signifikan. Penurunan kualitas lingkungan ini turut disumbang oleh belum adanya pelayanan di lingkungan pemukiman.
6
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
FOKUS UTAMA Akibatnya, banyak kawasan perumahan pemukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan, misalnya ditandai dengan meningkatnya lingkungan kumuh di Indonesia setiap tahunnya. Pada saat ini luas lingkungan kumuh telah mencapai 47.500 hektar, yang tidak kurang di 10.000 lokasi. Ketiga, kemampuan masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan perumahan mereka sendiri sangat rendah di Indonesia, diperkirakan sekitar 65% penduduk yang mampu membeli rumah sederhana dengan harga yang paling rendah. Sementara itu, perumahan tanpa subsidi hanya dapat dijangkau oleh 25% populasi yang berpendapatan tinggi. Keempat, kondisi kemiskinan membuat kelompok in sering hanya mampu tinggal di pemukiman kumuh atau pemukiman liar di kota. Lingkungan kumuh yang didiami biasanya minim sarana pemukiman, dan ini menghadapkan kaum miskin pada kualitas kehidupan yang harus tanggung di lingkungan pemukiman. Dengan demikian, keterbatasan
foto:pusdok kalyanamitra
masyarakat miskin dalam mengakses perumahan diperparah dengan kurang memadainya pelayanan penyediaan prasarana dan sarana dasar. Rendahnya kualitas kehidupan di lingkungan pemukiman kumuh ini pada gilirannya menghambat potensi produktivitas dan kewirausahaan para penghuninya. Pada akhirnya mereka hanya mampu mengakses perekonomian informal kota, yaitu dicirikan oleh status hukum yang lemah dan tingkat penghasilannya yang rendah. Kelima, penggunaan lahan di masa datang akan didominasi oleh kawasan perkotaan. Padahal, kegiatan utama kawasan perkotaan bukanlah pertanian, melainkan pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi, dan kegiatan pemukiman yang berorientasi semacam ini. Tanah di perkotaan akan menjadi sumberdaya yang mahal. Pada gilirannya, tingginya harga lahan membuat penyediaan rumah bagi masyarakat miskin menjadi hal yang semakin sulit. Keenam, sistem pembeayaan dan pasar perumahan belum memberikan ruang bagi kelompok miskin untuk mengakses perumahan. Di perkotaan pembangunan perumahan bagi kelompok miskin akan bergeser dari kegiatan perseorangan menjadi kegiatan industri. Sebagai kebutuhan perseorangan, rumah direncanakan dan dibangun secara swadaya oleh individu, dan masyarakat sekitar. Kini, sebagai kegiatan industri; perencanaan dan perumahan telah menjadi ajang kerja bagi para spesialis dan professional. Sayang, di dalam kegiatan industri, para spesialis dan professional sering hanya mengabdi pada modal, dan bukan pada kaum miskin. Dengan demikian,
Kasus Penggusuran Tahun 2001: terjadi 45 kasus penggusuran pemukiman, 6.588 rumah dan 5 sekolah dihancurkan; 6.774 KK dan 34.514 jiwa kehilangan tempat tinggal; 19 orang mati; 67 orang terluka dan sakit; 1000 orang depresi; dan 4.252 orang kehilangan pekerjaan. Alasannya adalah penegakan Perda 11/ 1988. Penggusuran disertai dengan kekerasan dan pembakaran yang melibatkan aparat Pemda, preman, banpol, polisi. Tahun 2002: terjadi 26 kasus penggusuran pemukiman, sedikitnya 4.908 rumah dihancurkan; 15 orang luka; 11 orang ditangkap dan ditahan. Alasannya melanggar Perda 11/1988. Lahan akan dijadikan lokasi usaha. Penggusuran dilakukan dengan kekerasan dan pembakaran yang melibatkan aparat Pemda, preman, banpol, polisi. Tahun 2003: terjadi 15 kasus penggusuran pemukiman, sedikitnya 7.280 KK kehilangan tempat tinggal; 1 orang mati; 1 anak perempuan diperkosa aparat; 20 orang terluka; 26 orang ditahan. Alasannya untuk pembangunan proyek banjir kanal.
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
7
FOKUS UTAMA kegiatan sosial dan ekonomi yang produktif bagi warganya. sering pasar perumahan bisa diakses oleh kelompok masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi. Ketujuh, secara umum aspek kelembagaan bidang perumahan belum tertata. Aspek kelembagaan yang belum tertata ini mencakup segi sumberdaya manusia, tata laksana, dan dukungan sarana serta prasarana kelembagaannya. Hal ini ditambah dengan lemahnya implementasi kebijakan, terjadinya inkonsistensi pemanfaatan lahan dan tingkat pelayanan yang berkaitan dengan perumahan, dan ketidakmampuan lebih terkait dengan perumahan untuk mencegah terjadinya dampak negatif terhadap perumahan dan pemukiman.
Sulitnya masyarakat miskin untuk mendapatkan rumah yang layak huni tentu menimbulkan persoalan yang mendesak untuk diatasi. Kesepakatan masyarakat global yang tertuang dalam Agenda Habitat, mengamanatkan pentingnya penyediaan hunian yang layak untuk lapisan masyarakat, dengan mengedepankan strategi pemberdayaan.
Kendala bagi pemenuhan kebutuhan perumahan kelompok masyarakat membuat masyarakat miskin menempati rumah-rumah yang tidak layak dan terutama sekali di lingkungan kumuh. Lingkungan kumuh sendiri merupakan kondisi yang sulit untuk diatasi. Tingkat kepadatan rumah yang tinggi, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, tingkat perpindahan penduduk dan pekerjaan penghuni yang membuat penduduk lingkungan kumuh sangat sulit untuk ditemui apalagi untuk memperbaiki lingkungan pemukiman mereka. Tidak heran jika pemukiman kumuh sendiri sesungguhnya merupakan ancaman serius bagi kesejahteraan kota. Serius bukan hanya dalam pengertian dampak lingkungan terhadap tingkat produktivitas dan kualitas hidup warga kota. Tetapi juga, sebagai pengertian bahwa keberadaan pemukiman kumuh ini mencerminkan kegagalan dalam pembangunan perumahan. Karena, idealnya, di samping untuk memenuhi kebutuhan sosial, pembangunan perumahan harus dapat berperan menjadi alat pembangunan yang dinamis. Artinya, pembangunan perumahan dapat juga berperan untuk menjadi semangat membangun, mendorong kegiatan swadaya masyarakat, menghidupi rakyat, dan menciptakan lapangan kerja baru. Keberadaan warga miskin di perkampungan-perkampungan kumuh yang hampir hanya menawarkan akses ekonomi upah rendah, jelas menunjukkan bahwa di samping gagal memberikan perumahan yang layak, pemerintah juga gagal menjadi perumahan sebagai bagian
Pemukiman sebagai Fenomena Gender Persoalan pemukiman bagi masyarakat miskin di perkotaan pada akhirnya menjadi masalah gender. Pandangan ini didasari oleh dua alasan. Pertama, berbagai fakta menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kemiskinan dengan perempuan. Feminisasi kemiskinan berbicara mengenal hal itu, bahwa sebagian besar komunitas miskin diisi oleh kaum perempuan. Dengan demikian, jika kaum miskin memiliki persoalan pemukiman, maka dapat diperkirakan bahwa sesungguhnya persoalan itu akan ditanggung oleh kaum perempuan. Kedua,
8
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
FOKUS UTAMA persoalan pemukiman akan menampilkan persoalan gender jika kita lihat siapa sebenarnya yang memiliki akses terhadap sarana-sarana survival pemukiman. Siapakah yang memiliki akses terhadap mata pencaharian yang layak? Siapakah yang memiliki akses terhadap sarana-sarana kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lingkungan pemukiman? Konstruksi gender yang ada sekarang menunjukkan bahwa perempuan sering menghadapi ketidakberuntungan yang ekstrem
Negara Indonesia memiliki kemampuan nasional yang rendah dalam anggaran dan pendapatan negaranya. Sebagian besar anggaran pemerintah dialokasikan untuk perbaikan ekonomi, seperti untuk sektor industri, pertanian, pengadaan ekonomi, dan sejenisnya. Prosentase anggaran pemerintah untuk pengadaan menempati prioritas yang rendah, dengan jumlah yang kecil. Hal ini membuat rumah untuk kelompok miskin, khususnya kelompok perempuan miskin menjadi terabaikan. Sering pemerintah mengabaikan kebutuhan perumahan bagi masyarakat miskin. Pembangunan dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memerlukan modal yang memberikan pemasukan kecil setiap tahunnya. Nilai ekonomi lahan pemukiman senantiasa bertambah, membuat pengadaan rumah lebih memihak pada kelompok yang berpenghasilan tinggi. Hampir di semua kota, masyarakat miskin terlempar ke wilayah-wilayah kumuh, pemukiman liar, atau tempat yang jauh dari lokasi tempat mereka mencari nafkah. Mereka dijauhkan dari sarana survival dalam lingkungan pemukiman yang terdiri atas mata pencaharian, sarana pendidikan, kesehatan, dan pelayanan lainnya. Dengan jauh perempuan dari sarana-sarana survival, mereka harus hidup dengan kualitas lingkungan sosial dan ekonomi yang rendah.
foto:pusdok kalyanamitra
dalam hal akses terhadap sarana survival dalam lingkungan pemukiman. Masalah akses perempuan terhadap sarana survival perkotaan menjadi sesuatu yang berat di kalangan kaum miskin. Beberapa kondisi perumahan di perkotaan yang rusak menunjukkan adanya ketidakberuntungan bagi kaum miskin dan khususnya perempuan di sektor perkotaan. Beberapa hal patut dicatat terkait dengan hambatan kaum perempuan terhadap akses tersebut.
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
Perumahan bagi kaum miskin sering tidak memberikan kepastian penghuninya, atas tanah dan bangunan yang mereka tempati. Bagi perempuan, ketidak kepastian hukum ini bahkan terjadi pada barang dan aset formal lainnya. Kampung-kampung tempat kelompok masyarakat miskin tinggal dapat dengan cepat beralih fungsi menjadi kawasan bisnis atau kawasan lainnya. Sebaliknya, kawasan bisnis sangat sulit menyediakan lahannya untuk keperluan perumahan masyarakat miskin mengakibatkan masyarakat miskin di mana banyak terdapat perempuan di dalamnya, tergusur ke kawasan pinggiran yang jauh dari kota. Kegiatan relokasi terhadap warga korban penggusuran, atau pembangunan untuk kelompok
9
FOKUS UTAMA
Kegiatan penggusuran terhadap kelompok masyarakat miskin, biasanya tidak dengan pemberian tenggang waktu untuk membuat masyarakat siap untuk menempati lokasi dan rumah baru. Kaum perempuan sebagai penanggungjawab masalah domestik biasanya akan banyak terbebani untuk mempersiapkan diri dan keluarganya menghadapi lokasi perumahan baru. Pendapatan masyarakat miskin sangat rendah. Setelah dipakai untuk membayar pakaian, dan keperluan sehari-hari lainnya, mereka hanya memiliki sangat sedikit penghasilan untuk mengurus keperluan rumah mereka. Akibatnya, masyarakat miskin khususnya kaum perempuan miskin, tidak mampu lagi untuk menyediakan rumah mereka sendiri. Terkonsentrasinya masyarakat miskin di lingkungan kumuh yang sempit membuat banyak rumah orang miskin tidak mampu menyediakan tempat bagi perempuan untuk melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang produktif. Ketika perumahan menjadi industri, disain rumah bagi kelompok masyarakat sering mengurangi tingkat kebahagiaan perempuan. Contohnya, dengan dapur yang kecil, yang sangat mengurangi potensial kenyamanan memasak perempuan. WHO menetapkan standar ukuran agar tiap orang dalam rumah memiliki ruang sebesar 10m persegi per orang. Sempitnya ruang sangat potensial menghambat aktivitas masyarakat miskin di dalam rumah mereka sendiri. Standar bahan bangunan
10
Masyarakat sesungguhnya merupakan pelaku utama dalam pembangunan. Ketidakberuntungan perempuan di bidang pemukiman yang dialami perempuan, jelas membuat perempuan terhambat untuk mengakses pemukiman layak. Padahal, konstruksi gender justru menempatkan perempuan sebagai pihak yang memiliki durasi waktu terpanjang tinggal di rumah. Dengan demikian, segala ketidakberuntungan yang dialami sebenarnya potensial untuk menimbulkan dampak yang lebih luas. Sebagai domain publik, maka pemukiman bagi masyarakat perempuan miskin khususnya, masyarakat miskin pada umumnya, akan berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang langsung berpengaruh terhadap mereka ialah kebijakan pertanahan dan tata ruang. Kebijakan pembeayaan pemukiman, dan kebijakan kelembagaan pembangunan pemukiman. Semua kebijakan tersebut belum menjamin ketersediaan rumah bagi kelompok masyarakat miskin, yang memenuhi sendiri kebutuhan rumahnya lewat mekanisme pasar. Pemerintah sebagai lembaga yang mengelola anggaran juga tidak peka gender. Pemerintah selalu memiliki rasionalitas dan kepentingannya sendiri. Dalam anggaran menjadi sangat rawan terhadap isu demokrasi, desentralisasi, perilaku rente, korupsi, dan tingkat kesadaran gender yang dianut pemerintah. Perubahan paradigma pembangunan pemukiman yang adil gender menjadi landasan penting untuk terciptanya pemukiman perkotaan yang manusiawi dan berkelanjutan di Indonesia. (HG)
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
foto:pusdok kalyanamitra
miskin, biasanya dilakukan di daerah pinggiran. Hal ini menciptakan kesulitan bagi perempuan yang bekerja, dalam bentuk peningkatan beaya transportasi dan berkurangnya waktu untuk mengasuh anak.
bagi perumahan kalangan miskin sering tidak ditetapkan dengan baik. Kalau pun sudah ditetapkan secara hukum, standar ini riskan terhadap praktik korupsi dari para pengembang perumahan. Akibatnya, perempuan miskin harus tinggal di rumah-rumah dengan standar bahan bangunan yang sangat rendah.
OPINI
Anggaran dan Pelayanan Pendidikan *) Darmaningtyas *)
Akal sehat (common sense) akan mengatakan bahwa anggaran pendidikan yang tinggi akan meningkatkan kualitas pendidikan. Atau dengan kata lain untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu anggaran pendidikan yang tinggi. Tapi yang terjadi di lapangan secara empiris, anggaran pendidikan yang tinggi bisa pula berarti tingginya uang yang dikorup dan dimanipulasi, sehingga anggaran pendidikan yang tinggi tidak secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan, terutama bila mental birokratnya belum dibenahi.
P
ersoalan utama yang dihadapi oleh pendidikan nasional kita bukan mengenai kecilnya anggaran, tapi soal rendahnya kemampuan manajerial dan tingginya mental korup sehingga dana yang sedikit itu pun digunakan secara tidak efisien. Oleh sebab itu, kampanye mengenai pentingnya anggaran pendidikan yang tinggi itu penting, tapi yang lebih penting adalah kampanye pentingnya peningkatan kemampuan managerial agar dana-dana yang tersedia digunakan secara efisien dan tidak dikorup. Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009. Dari sini kita dapat mengetahui secara pasti berapa besaran rencana kenaikan anggaran pendidikan nasional dari tahun ke tahun. 1. Pembeayaan Ideal Pembangunan Pendidikan Rencana pembeayaan ideal pembangunan pendidikan dihitung berdasarkan struktur pembeayaan pemerintah yang terdiri Beaya Operasional dan Beaya Investasi. Beaya Operasional terdiri dari Beaya Administrasi Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, dan Beaya Operasional Sub-sektor Pendidikan (PAUD, pendidikan dasar, pendidikan menengah, PNF (Pendidikan Non Formal), pendidikan tinggi, dan mutendik, serta penelitian dan pengembangan). Beaya Investasi terdiri dari komponen pembeayaan program yang diklasifikasikan dalam tiga bentuk, yaitu peningkatan mutu (quality improvement grant), pengembangan sarana/prasarana (facility development), dan pengembangan kapasitas pengelolaan (capacity development grant). Beberapa program yang termasuk dalam alokasi pembeayaan peningkatan mutu adalah program pemberdayaan masyarakat/komunikasi publik, perluasan & mutu PAUD, pengembangan mutu SD/
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
zen
SMP/SMA/SMK, pengembangan governance PT, dan pengembangan /manajemen guru. Program yang termasuk dalam alokasi dana pengembangan sarana/prasarana adalah pembangunan gedung baru, rehabilitasi dan sumberdaya pendidikan. Program yang termasuk dalam alokasi dana pengembangan kapasitas adalah peningkatan manajemen dimulai dari manajemen provinsi, manajemen kabupaten/kota sampai dengan satuan pendidikan termasuk monitoring, evaluasi dan peningkatan akuntabilitas. Selain itu dapat juga digunakan untuk membeayai pengembangan sistem informasi manajemen pendidikan. Perhitungan beaya operasional tahun 2005 menggunakan besarnya beaya satuan per siswa per tahun menurut jenjang dari sekolah dengan mutu rata-rata berdasarkan studi Abbas (2004) dan McMahon(2003). Perhitungan operasional tahun 2009 menggunakan besarnya beaya satuan per
11
OPINI Trilyun). Dengan skenario tersebut, anggaran pendidikan dialokasikan kepada masing-masing program sesuai dengan urutan prioritas yang telah ditetapkan oleh Depdiknas dan sesuai RPJM. siswa per tahun menurut jenjang dengan mutu yang sangat baik berdasarkan studi yang sama. Perhitungan beaya investasi didasarkan pada kebutuhan beaya untuk pengadaan lahan, sarana dan prasarana, serta pengembangan sumberdaya manusia. Seperti telah disinggung di depan, baik beaya operasional maupun beaya investasi dihitung sesuai dengan komitmen Pemerintah untuk mengupayakan pencapaian Standar Nasional Pendidikan. Hal ini berarti proyeksi pembeayaan telah memperhitungkan optimalisasi penggunaan dana pemerintah dan kontribusi swasta yang berorientasi pada peningkatan kualitas manajemen, termasuk proporsi kontribusi swasta/ pemerintah (non-government/government shares) yang makin tinggi pada jenjang Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi (post-basic education). Proyeksi juga telah memperhitungkan pengaruh variabel ekonomi makro. Sementara itu, sumber pembeayaan pendidikan 2005 yang berasal dari APBN/APBD (rutin & pembangunan) diperkirakan sebesar 65 trilyun, di luar dana kontribusi masyarakat. Berdasarkan perkiraan tersebut, proyeksi dana yang belum terpenuhi pada tahun 2005 diperkirakan sebesar 26.9 trilyun. Dengan asumsi kenaikan 5% per tahun, besarnya sumber pembeayaan pada tahun 2005 diperkirakan sebesar 79 trilyun, dan besarnya dana yang belum terpenuhi menjadi 23 trilyun. Untuk mengetahui kemungkinan pemenuhan kekurangan dana (fiscal gap), sumber-sumber dana yang dapat diperhitungkan di luar pemerintah ialah dari pemerintah daerah, masyarakat (untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi), dan donor luar negeri.
Setiap program pembangunan pendidikan yang tercantum dalam RPJM memiliki tingkat prioritas yang berbeda. Prioritas anggaran, selain ditentukan untuk mengatasi masalah-masalah yang mendesak, juga dimaksudkan untuk melanjutkan upaya yang telah dilakukan sebelumnya dalam mengembangkan dasar-dasar bagi pencapaian tahapan berikutnya, dalam kerangka pencapaian tujuan pembangunan pendidikan jangka panjang. Prioritas program dijabarkan lebih lanjut dalam program strategis dalam rangka mencapai sasaransasaran jangka menengah sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas telah menetapkan 36 program strategis yang terbagi dalam tiga tema pembangunan pendidikan, yaitu perluasan & pemerataan (12 kegiatan), mutu & relevansi (13 kegiatan), dan Governance & Akuntabilitas (11 kegiatan). Dalam pelaksanaan anggaran, pembeayaan 36 program strategis dibebankan pada 15 program pembangunan pendidikan. Program Peningkatan Mutu Pendidik & Tenaga Kependidikan yang dianggarkan sekitar 3,1 Triliun (2005), selain untuk rekrutmen guru dalam rangka program Wajar Dikdas, juga akan digunakan untuk pembeayaan program-program strategis yang termasuk dalam tema peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, yaitu pengembangan guru sebagai profesi dan pengembangan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan. Kedua program yang strategis untuk membenahi persoalan guru tersebut akan terus berlanjut dengan anggaran 9,6 Triliun pada tahun 2009.
Berdasarkan kesepakatan antara DPR dengan Pemerintah pada tahun 2004, diperoleh skenario kenaikan secara bertahap anggaran pendidikan berdasarkan proyeksi kapasitas fiskal pemerintah hingga mencapai 20% dari Belanja Pemerintah. Rencana kenaikan tersebut berturut-turut (mulai 2006) adalah 12% (33,8 trilyun), 14,7% (43,4 Trilyun), 17,4% (54 Trilyun), dan 20,1% (65,5
Pendidikan Non-Formal (PNF) dianggarkan sekitar 348 Milyar (2005) yang antara lain digunakan untuk pembeayaan program-program strategis berikut, baik yang termasuk dalam tema perluasan dan pemerataan pendidikan, maupun peningkatan mutu dan relevansi. Program-program yang dimaksud ialah Perluasan Akses Pendidikan Wajar Non-Formal dan Pendidikan Keaksaraan bagi usia>15th, serta Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills), yang merupakan bagian dari 36 program strategis. Sampai dengan tahun 2009, anggaran PNF terus ditingkatkan hingga mencapai sekitar 4,6 Triliun, yang diharapkan juga dapat
12
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
2.
Rencana Pembeayaan Program Prioritas
| Okt - Des 2005
OPINI mengurangi angka buta huruf hingga mencapai paling tinggi 5% pada tahun 2009, yang selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki peringkat IPM (HDI) Indonesia. Pendidikan PAUD dianggarkan sekitar 253 Milyar (2005), diperuntukkan bagi program strategis yang termasuk dalam tema perluasan dan pemerataan pendidikan, yaitu Perluasan akses PAUD. Anggaran tersebut berangsur-angsur meningkat hingga mencapai 3 Triliun pada tahun 2009. Pendidikan Menengah dianggarkan sekitar 2,8 Triliun (2005) dan akan ditingkatkan hingga 8,9 Triliun pada tahun 2009, yang antara lain untuk membeayai program-program strategis yang termasuk dalam tema perluasan dan pemerataan pendidikan, serta peningkatan mutu dan relevansi, yaitu Perluasan Akses SMA/SMK dan SM Terpadu; Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup; Pengembangan Sekolah Berkeunggulan (lokal & internasional); Akselerasi Jumlah Program Studi Kejuruan, Vokasi, dan Profesi. Program Pendidikan Tinggi yang dianggarkan 6,4 Triliun (2005), diperuntukkan bagi programprogram strategis yang termasuk dalam tema perluasan dan pemerataan, yaitu program Perluasan Akses PT dan Pemanfaatan ICT sebagai media pembelajaran jarak jauh, serta tema peningkatan mutu dan relevansi, yaitu program yang mendorong jumlah program studi untuk masuk dalam 100 besar Asia, dan peningkatan jumlah dan mutu publikasi ilmiah dan HAKI. Anggaran Pendidikan Tinggi terus ditingkatkan hingga mencapai 15,5 Triliun pada tahun 2009. Program Manajemen Pelayanan dianggarkan sekitar 392,5 Milyar (2005), digunakan untuk pembeayaan program-program strategis yang termasuk dalam tema Governance dan Akuntabilitas, yaitu Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Aparat dalam perencanaan dan penganggaran; serta Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Manajerial Aparat. Program yang penting dalam peningkatan kemampuan pengelolaan pendidikan ini akan terus ditingkatkan anggarannya hingga mencapai sekitar 2,7 Triliun pada tahun 2009. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara yang dianggarkan 28,5 Miyar pada tahun 2005 akan terus ditingkatkan hingga mencapai 321,5 Milyar pada tahun 2009. Anggaran program akan digunakan untuk pembeayaan
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
program-program strategis yang termasuk dalam tema Governance dan Akuntabilitas, yaitu Peningkatan SPI yang berkoordinasi dengan BPKP dan BPK; Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Pemeriksaan Aparat ITJEN; Pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan KKN; Intensifikasi tindakan-tindakan preventif oleh itjen; Intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh itjen, BPKP, dan BPK; serta Penyelesaian tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan ITJEN, BPKP, dan BPK. Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan yang dianggarkan 86,4 Milyar (2005), dan meningkat hingga 655 Milyar (2009), diharapkan dapat meningkatkan mutu penelitian untuk mendukung kebijakan. Anggaran programprogram lainnya (2005), yaitu program Penelitian dan Pengembangan Iptek (40 Milyar), Pengembangan Budaya Baca & Pembinaan Perpustakaan (70,3 Milyar), Penguatan Kelembagaan PUG dan Anak (17,3 Milyar), Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur (5 Milyar), Peningkatan Sarana Prasarana Aparatur (112,2 Milyar) serta Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan & Kepemerintahan (432,5 Milyar), juga ditingkatkan bertahap hingga tahun 2009, agar dapat memberikan dukungan yang makin efektif untuk berhasilnya program-program lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Program strategis lainnya yang belum disebutkan di atas, yaitu Peningkatan peran serta masyarakat dalam perluasan akses SMA/SMK/SM terpadu, SLB, dan PT, serta Penerapan Telematika dalam pendidikan, sudah termasuk dalam slot-slot pendanaan beberapa program yang relevan pada jenis dan jenjang pendidikan masing-masing. ——————— *) Aktivis LSM dan Pengamat Pendidikan *) Makalah disampaikan dalam Diskusi Publik Sosialisasi CEDAW di Kalyanamitra, 15 September 2005
13
WACANA
KUASA Ketika kuasa laki-laki atas perempuan menjadi tema penting analisis kaum feminis gelombang ketiga terhadap penindasan perempuan, naamun secara mengejutkan hanya sedikit karya feminis yang membahas persoalan kuasa tersebut. Sungguh pun persoalan bagaimana kuasa itu dipahami adalah jantung feminisme itu sendiri. Kuasa laki-laki atas perempuan tentu saja tampak disebarluaskan dan dasar pembenarannya makin dipertanyakan.
N
Sejak kuasa disamakan dengan penindasan patriarkhis masyarakat, maka kaum feminis gelombang baru menciptakan organisasi yang bersifat non hirarkhis. Mereka mencari jalan bertukar pengalaman, bekerjasama dan dengan cara baru memberdayakan perempuan, daripada berusaha meraih kekuasaan dan posisi menurut pandangan laki-laki. Dengan demikian, terdapat kekeliruan di kalangan aliran feminisme terhadap persoalan tersebut. Gerakan perempuan untuk menguasai ruang yang selama ini menjadi dominasi laki-laki dan posisi kekuasaan politik, misalnya, diklaim oleh kalangan feminis liberal sebagai kemajuan feminisme. Kaum feminis radikal terang-terangan menolak gagasan bahwa patriarkhis ditantang dengan menyamai laki-laki dalam pengertian yang hirarkhis. Mereka lebih mencari jalan bagaimana masyarakat yang patriarkhis menjadikan perempuan tak berkuasa, dan bagaimana feminisme dapat mengarah pada pemberdayaan perempuan dalam berbagai pengertiannya.
zen
amun, pertanyaan di atas dasar apa kuasa tersebut ditegakan, hal itu senantiasa menjadi perdebatan. Landes berpendapat bahwa feminisme menciptakan penguclian perempuan dari kuasa dan pengambilan keputusan yang terlihat, namun tidak semua perempuan terpengaruh dengan cara yang sama. Hal ini merupakan tema yang mungkin digali secara langsung dalam kegiatan politis, novel dan karya fiksi ilmiah feminis daripada produksi pengetahuan feminis yang lebih teoritis.
Feminis radikal akan secara umum nenempatkan kuasa laki-laki di dalam struktur dan ideologi patriakhal masyarakat. Feminis Marxis melihat adanya sejarah yang kontradiksi kekuasaan lakilaki yang tertanam baik di dalam sistem organisasi produksi masyarakat maupun dalam struktur hubungan gender, termasuk mungkin keunggulan fisikal laki-laki atas perempuan. Berbagai perbedaan tersebut telah melindungi penyelesaian teori penindasan perempuan yang dikerjakan kaum feminis sebagai strategi politik umum meraih kebebasan.
Tidak ada kesatuan pandangan atau kesepakatan mengenai teori kuasa tersebut di kalangan feminis liberal, radikal dan marxis; setidak-tidaknya soal di mana kuasa itu berada di masyarakat. Sementara sebagian besar feminis menentukan posisi mereka, feminis liberal melihat bahwa kuasa bercampuraduk dengan berbagai cara melalui masyarakat, meskipun tidak begitu seimbang.
Pendekatan kaum feminis radikal terhadap isu kuasa secara mendasar telah berubah dari citra dominasi kebarat-baratan yang agresif dan kompetisi menjadi citra kemampuan perempuan yang lebih matang, penuh perhatian, penuh penciptaan, saling berbagi, dan bekerjasama. Pandangan demikian menantang arti pemerintahan, hal yang politis, komunitas, dan organisasi domestik yang sangat dominan di barat serta mengajukan sarana baru organisasi
14
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
zen
WACANA
masyarakat yang tak secara inheren bersifat hirarkhis dan menindas. Feminisme radikal memperlihatkan bahwa kuasa laki-laki atas perempuan, dan juga kuasa yang digenggam perempuan, tak dapat dipisahkan dari kemampuan reproduksi mereka. Dengan demikian, konsekuensi strategi penolakan kuasa dalam masyarakat yang patriarkhis adalah dengan cara membiarkan masalah itu tanpa penjelasan teoritis yang memadai dan tepat dalam rangka strategi politik yang efektif. Perjuangan feminis melawan kuasa laki-laki telah menciptakan, seperti apa yang dikatakan Hartsock, yaitu “visi kelompok tertindas” yang jelas. Penjelasan dia lebih lanjut bahwa ketika pernyataan ini menampilkan sisi lakilaki mengenai konsepsi kuasa secara sejarah dan konstruksi budaya kelompok-kelompok yang dominan, maka hal itu tak menerangkan pembagian kerja secara seksual yang justru sangat perlu ditransformasi. Dia menyimpulkan bahwa feminis lebih memusatkan perhatiannya pada penindasan perempuan daripada bagaimana kuasa laki-laki atas perempuan dibentuk dan ditangani kembali.
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
Isu kuasa adalah perjuangan feminis yang penting melawan penindasan, sementara kuasa perempuan yang berbeda klas dan ras tetap menjadi persoalan. Perempuan kelas pekerja atau perempuan kulit hitam tak memiliki kemampuan yang sama dalam memilih melaksanakan kuasanya di Amerika Serikat dan Inggris, sebagaimana itu dengan agak mudah dilakukan oleh perempuan kelas menengah kulit putih. Fokus terhadap kuasa menyingkapkan adanya pertikaian gagasan antara feminis radikal dan Marxis, yang juga memperlihatkan perlunya saling bekerjasama. Konsepsi feminis radikal tentang pemberdayaan perempuan harus didasarkan atas analisis sejarah organisasi produksi, namun analisis feminis Marxis hanya berbeda dari analisa kaum Marxis umumnya apabila tantangan yang dilancarkan feminis radikal juga diperhitungkan. Studi mengenai kuasa menjadi pertentangan yang terus melekat di dalam teori feminis dan praktik politik. Hal ini merupakan persoalan saling keterkaitan daripada perbedaan cara di dalam pendekatan feminis. (HG) Sumber: Caroline Ramazanoglu, Feminism and The Contradictions of Oppression, Routledge, London, 1989.
15
SOSOK
Pengabdian Tulus Ibu Rohati Keikhlasan dan ketulusan hati ibu guru ini menjadi barang mahal yang sangat sulit ditemukan sekarang. Dengan kata lain, sangat sulit menemukan seorang guru yang mau digaji dengan alakadarnya. Terlebih masuknya era krisis ekonomi dewasa ini menuntut kompensasi mereka mesti dibayar sesuai profesional kerja yang mereka emban.
foto:pusdok kalyanamitra
“Ibu...,PR nya mana?” Seorang anak berusia kurang lebih 5 tahun menghampiri seorang wanita paruh baya sambil berlari membawa buku. Dengan penuh kasih sayang ia merangkul anak itu bagai anaknya sendiri. Wanita paruh baya ini, bernama Rohati. Anak-anak biasanya akrab dengan sapaan bu Ati. Sudah genap 5 tahun lebih wanita berusia 37 tahun ini mengabdi sebagai Guru Taman Kanakkanak DERAP, yaitu sebuah TK yang menampung anak-anak yang berasal dari ekonomi yang kurang mampu. Lokasinya memang berada di kawasan kumuh, yaitu tepatnya di kawasan Prumpung Sawah, Jakarta Timur.
ilmu yang Ia berikan dan juga kasih sayangnya terhadap anak-anak. “ Tiap bulannya saya terima Rp 100 ribu, itu juga baru naik habis lebaran kemarin. Udah naik beberapa kali sih dari 50 ribu, ke 80 ribu dan baru sekarang 100 ribu” tuturnya dengan nada memelas.” Tapi kita kan maklum di sini anakanak dari kalangan tidak mampu, ya..wajar aja kita terima segitu”. Lanjutnya.
“ Dari kecil cita-cita saya emang pengen banget jadi guru, tapi karena orang tua saya tidak bisa membeayai saya sampai SMA, ya...terpaksa saya tidak sekolah lagi. Lagipula saya sangat senang dengan anak kecil’. Akunya. Mungkin tak dapJat percaya jika ia menyebutkan jumlah gaji yang ia terima setiap bulannya. Sebuah angka yang sangat tidak pantas, jika dibandingkan dengan pengabdian
Jika dibandingkan dengan taman kanak-kanak lain memang sangat berbeda jauh mengenai biaya yang harus dikeluarkan. Uang pendaftaran tiap anaknya hanya lima ribu rupiah Sedangkan iuran perbulannya hanya sepuluh ribu rupiah. Otomatis terkumpulnya dana tiap bulannya habis untuk biaya operasional TK. Namun naiknya semua kebutuhan pokok akhirakhir inipun tidak menuntut untuk menaikkan iuran anak setiap bulannya ”Pengen sih naikin iuran bulanan, tapi saya tidak tega. Kalau biaya TK DERAP, saya yakin mereka tidak bisa sekolah TK,
16
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
SOSOK paling mereka langsung ke SD, kan sekarang biaya masuk TK mahal-mahal sekali”, lanjutnya. “Kita setiap bulannya nabung dari hasil sisa uang gaji dan opersional TK untuk biaya sewa rumah TK, ini kan masih nyewa, pertahunnya 4 juta”. Tuturnya. Ibu Rohayati mengakui, ia sangat terbeban dengan biaya sewa rumah TK, ia sangat berharap jika ada seseorang atau instansi yang dengan sukarela menawarkan rumah dengan biaya yang sangat murah atau sama sekali digratiskan.” Kalau ada tempat tinggal tetap buat TK, jadi kitakan enak banget gak usah pake pindah-pindah segala” Ujarnya dengan nada harap. Mengenai perilaku anak didiknya ia menanggapi memang agak sedikit sulit mengajar anak yang masih usia TK, bahkan ada beberapa yang pra TK. ”Dari yang nggak ngerti-ngerti pelajaran sampai anak yang agak susah diatur, tapi bagaimanapun aku sayang sekali dengan anakanak. Kehadiran mereka dalam hidup saya sangat berarti. Mereka semuanya sudah saya anggap seperti anak sendiri, satu hari tidak ketemu mereka bisa kangen banget”, candanya. Sebelum bekerja sebagai guru TK DERAP ia sudah beberapa kali pindah kerja. Kebutuhan perekonomian keluarganya menuntut ia harus turun tangan “membanting tulang” guna menyambung hidup dan memenuhi semua kebutuhan keluarga. Namun susahnya hidup yang ia alami sekarang tidak sesulit sewaktu suaminya masih ada.” Dulu lumayan sedikit ringan beban Saya, suami saya bekerja di mesjid sebagai pesuruh kebersihan mesjid kadang-kadang memandikan mayat, gajinya lumayan cukup buat makan. Tidak seperti sekarang, semuanya menjadi beban saya”, kenangnya. Tepat di pertengahan tahun 2001, ia beserta kedua anaknya ditinggal mati oleh suaminya. Hidup yang ia lewati dengan kesulitan ekonomi terlebih di zaman susah seperti sekarang tidak menyurutkan semangatnya untuk terus mengajar anak-anak. Sejak itu semua beban keluarga ditumpahkan kepadanya alias ia menjadi single parents. Dengan penuh kasih sayang kini ia hidup bersama dengan kedua anak perempuannya di sebuah rumah kontrakan yang kondisinya sangat memprihatinkan.“ Anak saya yang satu sudah kelas
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
3 SMEA dan yang satu lagi masih kelas 2 SMP. Khusus untuk ongkos dan jajan ke sekolah saja tiap harinya 20 ribu, belum untuk makan dan lain sebagainya. Untuk menyokong pertumbuhan ekonomi keluarganya ia dagang kelontong dan makanan kecil di rumahnya. Tidak ketinggalan ia juga berdagang makanan ringan di TK. Salah satu anaknya dengan setia menunggu dagangannya yang ia taruh di halaman TK. “Kalau mengharap dari hasil gaji guru mana cukup, makanya itu saya dagang. Hasil dagangan lumayan sekali buat sebagian ditabung sebagian buat bayar uang sekolah dan kontrakan rumah”, ujarnya. Dengan semangat yang tinggi, Ibu lulusan SMP ini tiada henti-hentinya membanting tulang demi 2 anak yang dicintainya. “Saya sangat kepingin kedua anak saya ini jadi “orang”, gak kaya ibunya hanya lulusan SMP. Apa saja akan saya lakukan untuk keperluan sekolah anak saya yang penting mereka lulus. Harapan yang ia berikan kepada anaknya tidak berbeda jauh dengan harapan yang ia beri kepada anak-anak didiknya.“ Saya ikhlas, walau berapapun tenaga dan pikiran yang saya keluarkan dan gaji yang tidak seberapa asal anak–anak semuanya pinter dan nantinya jadi orang yang berguna buat negara”, ujarnya menutup perbincangan dengan Kalyanamedia. (NRL)
foto:pusdok kalyanamitra
17
ADVOKASI
Prinsip Kewajiban Negara dalam Pelaksanaan Konvensi CEDAW Suatu negara harus memodifikasi sistem hukum domestiknya agar sesuai dengan prinsip-prinsip perjanjian yang diratifikasinya. Ketika suatu negara terikat di bawah sebuah perjanjian, berarti negara memiliki kewajiban hukum untuk menaati ketentuan-ketentuan perjanjian tersebut. Sering hal ini dipertentangkan karena negara dan aparat-aparatnya berargumen bahwa hukum yang berlaku di negaranya adalah hukum nasional. Ini tejadi ketika tidak ada ketentuan-ketentuan konstitusional yang membuat hukum kesepakatan berjalan sendiri1 atau tidak ada tindakan lain negara untuk memasukkan hukum kesepakatan kedalam perundang-undangan nasioanal2
N
egara memiliki kewajiban di bawah hukum internasional yang harus ditaati. Kegagalan untuk melakukannya akan melemahkan dasar hukum kesepakatan internasional. “Semua negara memiliki kepentingan bersama dalam memastikan bahwa semua pihak menghormati perjanjianperjanjian yang mereka pilih untuk diikuti.”3
Negara menjadi terikat pada kewajiban ini melalui proses ratifikasi. Oleh karenanya terikat untuk memastikan undang-undang dan praktik-praktik negara berjalan seiring dengan prinsip-prinsip perjanjian. Jika memerlukan perundang-undangan pendukung untuk memasukkan prinsip-prinsip perjanjian ke dalam hukum nasional, maka negara berkewajiban melakukannya. Negara harus melakukannya karena diwajibkan untuk memastikan tidak ada kesenjangan antara ketentuan perjanjian dan hukum nasional. Oleh karenanya, perjanjian itu hendaknya dimasukkan ke dalam hukum domestik. Ini menjadi dasar bagi individu untuk menggunakan perjanjian tersebut dalam pengadilan-pengadilan nasional dan menghindari masalah-masalah yang berkenaan dengan penerjemahan kewajiban-kewajiban perjanjian tersebut ke dalam hukun nasional4 Meskipun pilihan cara untuk mengefektifkan perjanjian tersebut diserahkan pada negara, namun harus ada komite CEDAW untuk meninjau 1 2
3 4 5
cara-cara yang telah digunakan. Secara teori, negara peserta dapat diajukan ke Pengadilan Internasional oleh negara peserta lain bila penafsiran dan penerapan perjanjian itu dipertentangkan5 Lebih jauh, di tingkat nasional perempuan dapat mempetisi pengadilan-pengadilan nasional untuk memaksa pemerintah melaksanakan kewajibankewajiban mereka di bawah perjanjian tersebut. Dalam hal konvensi CEDAW, ada contoh kelompok perempuan yang mempetisi pengadilan nasional atas kegagalan negara untuk menyelaraskan hukum nasional dengan prinsip-prinsip perjanjian. Bila Protokol Opsional konvensi CEDAW diratifikasi oleh satu negara peserta, maka terdapat mekanisme lain di tingkat internasional bagi perempuan untuk mengajukan petisi pada komite CEDAW atas ketidaktaatan pemerintah terkait setelah mereka menggunakan mekanisme di dalam negeri. Dalam hal ini “aturan yang mengharuskan digunakannya segala cara di dalam negeri memperkuat keutamaan cara-cara nasional”. Di bawah sebuah perjanjian, atau konvensi CEDAW, dinamika hubungan antara negara dan perempuan bukan lagi dinamika ketergantungan perempuan pada niat baik atau kesewenang-wenangan negara, melainkan negara memiliki tanggung jawab terhadap perempuan. Ini berarti perempuan tak
Sebuah perjanjian terlaksana dengan sendirinya ketika di bawah konstitusi perjanjian tersebut, setelah disahkan, secara otomatis menjadi undang-undang negeri tersebut Dalam sebagian sistem legal perlu dilakukan proses legal untuk memasukkan prinsip-prinsip perjanjian yang sudah disahkan ke dalam perundang-undangan nasional. Ini membutuhkan disetujuinya sebuah undang-undang yang memungkinkan undang-undang nasional diubah guna mengikuti ketetapan-ketetapan perjanjian tersebut Pernyataan yang dibuat oleh Norwegia dalam keberatannya dengan cara Libya membatasi implementasi konvensi CEDAW dengan reservasi konvensi CEDAW Paragraf 8 Komentar Umum 9 tentang Domestic Application of the Covenant by the Committee on The Covenant on Economic Social and Cultural Rights Harus dicatat bahwa tidak pernah ada satu pihak negara yang mengajukan pihak negara lain ke ICJ (Pengadilan Internasional) karena tidak melaksanakan kewajibannya di bawah hukum kesepakatan
18
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
ADVOKASI harus tergantung pada negara yang murah hati, tetapi berhak dan dapat bertindak untuk mengklaim hak-hak mereka. Di samping memiliki kewajiban yang mengikat berarti negara memiliki akuntabilitas untuk mengikuti perjanjian tersebut dengan itikad baik. Negara dapat dipertanyakan atas ketidaktaatan dan harus menjelaskan kegagalannya untuk mematuhi. Ada juga mekanisme monitoring untuk memastikan akuntabilitas itu. Semua negara peserta harus menyerahkan laporan periodik kepada komite CEDAW. Komite CEDAW secara konsisten mempertanyakan negara-negara peserta melalui proses pelaporan, tentang kegagalan mereka menerapkan prinsipprinsip konvensi CEDAW di tingkat nasional. Komite ini menunjuk kewajiban negara dalam komentar kesimpulan dan melalui rekomendasi umumnya untuk mengamandemen undang-undang nasional atau menerapkan undang-undang baru guna mengefektifkan prinsip-prinsip kesetaraan dan non diskriminasi, yang menjadi prinsip utama konvensi CEDAW. Komite telah bertanya kepada negaranegara peserta apakah konvensi CEDAW dapat digunakan dalam pengadilan-pengadilan nasional atau apakah konvensi ini dapat ditegakkan oleh pengadilan? Negara memiliki kewajiban untuk meningkatkan kesadaran di lingkungan sistem peradilan dalam kaitan dengan kewajiban mereka untuk menegakkan perjanjian tersebut. Dalam batasan pelaksanaan fungsi peninjauan mereka, pengadilan harus mempertimbangkan hak-hak yang disebut dalam perjanjian agar dipastikan bahwa sikap negara sesuai dengan kewajiban di bawah perjanjian itu. Kewajiban negara ialah yuridiksi terhadap semua perempuan dan tidak hanya pada warga negaranya. Komite CEDAW telah mengembangkan yurisprudensi melalui komentar kesimpulan dan melalui dialognya dengan negara-negara peserta guna memastikan bahwa semua kategori seperti perempuan minoritas; perempuan pribumi; sukusuku; perempuan dengan asal usul sosial tertentu seperti kasta, perempuan migran, akan dililndungi oleh negara, meskipun kategori-kategorinya tak disebutkan secara spesifik dalam naskah konvensi. Efek kebijakan non diskriminasi yang diterapkan harus memungkinkan negara untuk: Menghormati hak-hak perempuan dengan tidak melakukan apapun yang dapat dianggap sebagai diskriminasi terhadap
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
perempuan dan untuk memastikan bahwa tidak ada otoritas atau lembaga politik yang melanggar hak-hak perempuan itu. Dalam hal ini, negara berkewajiban untuk membatalkan semua undang-undang dan kebijakan yang diskriminatif. Dengan demikian, semua tindakan negara harus diregulasi untuk memastikan hal non diskriminasi itu Melindungi hak-hak perempuan termasuk perlindungan terhadap perempuan dengan mengambil tindakan-tindakan untuk menghilangkan diskriminasi oleh perorangan, perusahaan, atau lembaga apapun. Ini akan mengacu pada aktor swasta atau non negara. Ini termasuk menghapus penghambatan bagi terwujudnya kesetaraan perempuan berdasarkan pada sikap dan praktik budaya dan tradisi yang negatif Memenuhi hak-hak perempuan dengan mempromosikan kesetaraan melalui segala cara yang diperlukan. Negara harus mengambil langkah-langkah positif dan menyediakan kondisi yang mendukung dan membangun kapasitas perempuan untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang disediakan melalui undang-undang dan kebijakan ataupun program. Ini termasuk tindakan-tindakan pro aktif dan kondisi pendukung yang diperlukan untuk memastikan perkembangan dan kemajuan sepenuhnya kaum perempuan. Dengan demikian, negara berkewajiban untuk menerapkan affirmative action dalam mempercepat kesetaraan secara de facto. Agar itu dapat dilakukan, negara berkewajiban menerapkan perundang-undangan sekunder yang digunakan untuk mendefinisikan diskriminasi, melarang, menjatuhkan sanksi bila terjadi diskriminasi serta mengidentifikasi kewajiban negara. Oleh karena konvensi CEDAW mengandung model substantif kesetaraan dan mendefiniskan diskriminasi sebagai diskriminasi langsung dan tidak langsung. (SN) Sumber: Tim Prepcom CEDAW, Materi pelatihan bagi aktivis Indonesia tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 3-7 Desember 2005, Bandung
19
ADVOKASI
Pemulihan Psikologis dan Ekonomi Perempuan Aceh pasca Tsunami Berbicara dampak psikologis yang dialami oleh masyarakat Aceh akibat tsunami, tidak terlepas juga kita akan berbicara soal dampak ekonominya. Ketika kita bertemu dengan korban dan menanyakan masalah trauma yang dialaminya, maka jelas mereka akan bicara ”sekarang kami sudah tidak punya apa-apa untuk hidup”. Kondisi riil ini yang kemudian menggugah Kalyanamitra mendisain kegiatan untuk pemulihan psikologis dan pemberdayaan ekonominya kelompok-kelompok perempuan pasca tsunami di Aceh Barat dan Nagan Raya.
K
Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok. Terdapat 20 kelompok perempuan dari sepuluh wilayah dampingan: di Aceh Barat (Cot Rambong, Blang Luah, Suak Pangkat, Suak Ribee, Cot Darat, Paya Lumpat) dan di Nagan Raya (Kuala Trang, Kuala Tadu, Kuala Tripa dan Suak Puntong). Masingmasing kelompok memiliki jenis keterampilan (kegiatan ekonomi) yang berbeda. Dalam kegiatan kelompok ini, selain melakukan usaha produksi juga terjadi proses pemulihan trauma yang dikoordinir oleh seorang konselor. Saling berbagi pengalaman, saling mendukung dan menumbuhkan rasa solidaritas serta kesatuan dalam kelompok. Mengingat bahwa trauma yang dialami korban tsunami, bukan trauma yang bersifat individual, melainkan trauma kolektif. Dengan begitu, metode pemulihannya menggunakan media kelompok dirasakan lebih tepat.
foto:pusdok kalyanamitra
elompok sasaran kegiatan ini adalah perempuan dewasa. Mengapa? Selain perempuan banyak yang menjadi single parent yang harus memikul beban ganda (mencari nafkah dan mengurus kehidupan keluarga), perempuan menjadi kelompok yang kerap terlupakan dalam memperoleh bantuan pekerjaan. Sering sasarannya hanya untuk laki-laki. Hal ini dilatarbelakangi sistem distribusi bantuan yang hanya berdasarkan kepala keluarga. Di Undang-Undang Perkawinan maupun dalam masyarakat, masih berlaku bahwa seorang kepala keluarga adalah laki-laki. Oleh karenanya, perempuan yang menjadi kepala keluarga karena berbagai alasan, tidak tersentuh oleh program pendistribusian bantuan tersebut.
serta tumbuhnya sendi-sendi perekonomian masyarakat di wilayah dampingan, meskipun dalam skala yang kecil. Dalam rangka melakukan promosi dan distribusi produk, kami melakukan kegiatan Pekan Raya Tsunami dengan tema Menuju Kemandirian Hidup Pasca Bencana. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan promosi dan pemasaran produk, membangun interaksi sosial antar daerah dampingan khususnya dan masyarakat umumnya serta sebagai sarana pemulihan psikologis korban karena tempat kegiatan berada di tepi laut, yaitu Lapangan Teuku Umar Meulaboh selama 3 hari.
Kegiatan ini berjalan sejak Mei 2005 hingga sekarang. Beberapa capaian kegiatan ini terjadi, meskipun belum maksimal, yaitu kondisi psikologis kelompok dampingan mulai pulih dari rasa takut dan putus asa akibat peristiwa yang dialaminya,
Untuk tahap selanjutnya, di samping melakukan pengembangan usaha kelompok untuk menjadi sebuah usaha ekonomi yang lebih besar/maju dan dapat menjadi penyangga kebutuhan hidup, maka perlu penguatan kapasitas anggota-anggota kelompok dalam berbagai bidang kegiatan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan mereka sendiri. (LS)
20
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
KESEHATAN PEREMPUAN
Cabai dan Kesehatan Tahukah anda bahwa cabai yang suka kita makan sebagai pembangkit selera berbagai masakan ternyata berkhasiat obat? Rasa pedas saat makan cabai ternyata berpengaruh bagi kelancaran sirkulasi darah dalam jantung. Bahkan kejang otot, rematik, sakit tenggorokan, dan alergi bisa sembuh dengan makan cabai.
S
enyawa kapsaikin (C18H27NO3) dalam buah cabai merah (Capsicum annuum) maupun rawit (C. frustescens) adalah unsur aktif dan pokok yang diketahui berkhasiat. Zat ini terdiri atas 5 komponen kapsaikinoid, yaitu nordihidro kapsaikin, kapsaikin, dihidro kapsaikin, homo kapsaikin, dan homo dihidro kapsaikin. Ini dijadikan obat yang berharga dalam pengobatan sirkulasi darah yang kurang lancar, seperti aliran darah di tangan, kaki, dan jantung. Saat kita mengonsumsi buah cabai yang pedas, suhu tubuh akan meningkat sehingga merangsang metabolisme yang mengakibatkan lancarnya sirkulasi darah. Analgesik, Mukokinetik dan Antioksidan Apabila digunakan pada bagian luar tubuh, cabai sedikit bersifat analgesik. Efeknya sama dengan mengonsumsi, berupa peningkatan sirkulasi darah dengan ditandai warna merah pada kulit yang terasa panas bila diraba. Ini merupakan aksi zatzat yang terkandung dalam buah cabai. Keadaan itu dapat meringankan rasa pegal dan dingin akibat rematik serta encok. Selain itu, kapsaikin mampu menjadikan saraf tepi tidak peka sehingga bisa dimanfaatkan untuk anti alergi akibat kedinginan yang ditandai dengan pembekakan kulit dan gatal.
membantu penyembuhan bronchitis, influenza, masuk angin, sinusitis dan asma. Hasil penelitian Luke Howard, Ph.D dari Universitas Texas A & M (Organic Gardening, Edisi Februari 1997) menyebutkan bahwa buah cabai mengandung flavonoid dan antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari kanker dan penyakit lain. “Rasa pedas yang ditimbulkan berasal dari senyawa kapsaikinoid yang bersifat antioksidan,” paparnya.
Selain kapsaikin, unsur aktif lainnya dalam cabai ialah kapsikidin yang ada di biji cabai. Zat ini melancarkan sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem pencernaan. Semacam minyak asiri yang disebut capsicol dapat digunakan menggantikan minyak kayu putih yang berfungsi mengurangi pegal-pegal, rematik, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal-gatal. Kandungan kalsium dan fosfor cabai yang cukup tinggi membantu pertumbuhan tulang dan sel-sel baru.
Kandungan kapsaikin cabai merah yang sangat pedas dapat mencapai 0,8-1,1 %. Namun, umumnya buah cabai merah mengandung 0,5 % kasaikin. Biasanya tingkat kepedasan dinyatakan dalam satuan unit scoville yang diperoleh dari pengukuran sensorik kepedasan pada berbagai kosentrasi kapsaikin dalam larutan glukosa. Menurut Ratih Dewanti dari Fakultas Teknologi Pertanian (IPB), dalam skripsinya disebutkan bahwa tingkat kepedasan buah cabai merah ialah 100250.000 unit scoville. Cabai merah umumnya kurang pedas daripada cabai rawit. Juga dikatakan semakin besar ukuran cabai dan nyata warnanya, kepedasannya kian berkurang.
Dra. Emma S.W M.Sc., dalam buku “Buah dan Sayuran Untuk Terapi” menyebutkan kapsaikin bersifat mukokinetik yang dapat mengurangi, mengatur, dan mengeluarkan lendir dari paruparu. Dengan demikian, cabai efektif untuk
Terapi Bila dikonsumsi secara teratur, cabai membantu membersihkan bahan-bahan yang harus dibuang oleh tubuh, seperti racun dan meningkatkan aliran nutrisi pada jaringan tubuh. Lebih jauh, menurut
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
21
KESEHATAN PEREMPUAN Tabel Kandungan gizi cabai per 100 gram
Howard (asisten professor jurusan ilmu dan teknologi pangan) dianjurkan mengonsumsi sebuah cabai setiap hari untuk kesehatan tubuh (panjang buah cabai kurang lebih 14 cm). Di negara empat musim, selain dikonsumsi dan dijadikan bumbu, cabai pun dibuat tablet. Menurut ahli kesehatan, wanita dianjurkan tidak mengkonsumsi tablet selama hamil karena dapat menyebabkan keguguran. Bentuk lain cabai yang dimanfaatkan untuk terapi adalah bubuknya. Cabai bubuk yang dikombinasikan dengan 25 ml jus lemon, madu dan air panas, sangat baik untuk berkumur saat sakit tenggorokan. Obat yang mengandung cabai di pasaran yang sering kita jumpai adalah koyo. Indikasi obat untuk meringankan pegal dan sakit gigi.
Kandungan gizi Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Serat Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Niasin Kapsaikin Pati Pentosan Pektin
Jumlah 31,00 kal 1,00 g 0,30 g 7,30 g 29,00 mg 24,00 mg 0,30 g 0,50 mg 71,00 RE 0,05 mg 0,03 mg 18,00 mg 0,20 mg 0,1-1,5 % 0,8-1,4 % 8,57 % 2,33 %
(NE) Sumber: Dadang WI., Buah dan Sayuran untuk Terapi, Majalah Trubus, Juli 1997
Bahaya kelebihan vitamin A Lebih dari 1.500 tahun lalu, orang-orang Cina dan Mesir sudah mengenal khasiat hati binatang untuk mengobati penyakit rabun ayam. Ketika itu belum diketahui, bahwa unsur aktif yang dikandung hati binatang ialah vitamin A. Kini diketahui bahwa kekurangan atau kelebihan vitamin A bisa berdampak pada kesehatan.
V
itamin A dapat diidentifikasi tahun 1913 dan mekanismenya untuk memerangi rabun ayam atau ancaman kebutaan pada anak diketahui secara pasti satu dekade kemudian. Tahun 1980an dimulai era baru fungsi vitamin A, setelah diketahui bahwa vitamin ini memainkan peranan menentukan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel. Sejak dua dekade lalu, muncul eforia berlebihan menyangkut khasiat vitamin A. Tidak berlebihan jika vitamin A banyak dipuji dan diharapkan dapat mencegah dan memerangi penyakit tertentu, seperti kanker. Penelitian selama beberapa dekade menunjukkan, vitamin A adalah unsur penting untuk mempertahankan kondisi kesehatan yang bagus, pertumbuhan, sistem kekebalan tubuh, reproduksi dan penglihatan. Diketahui secara umum bahwa kekurangan vitamin A pada anak-anak terutama di negara-negara
22
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
KESEHATAN PEREMPUAN berkembang menjadi penyebab utama penyakit rabun ayam atau bahkan kebutaan. Tentu saja dipertanyakan apa sebetulnya vitamin A itu? Dari mana sumbernya? Vitamin A bisa diperoleh dari berbagai sumber, dan terdapat dalam dua macam bentuk, yakni retinol dan betacarotene. Retinol lazim disebut vitamin A yang sebenarnya karena dapat langsung dimanfaatkan oleh tubuh. Sumber retinol kebanyakan dari makanan hewani, seperti hati, telur atau minyak ikan. Sementara beta-carotene disebut provitamin A, karena harus diolah dulu oleh tubuh, untuk menjadi retinol. Sumber beta-carotene kebanyakan berasal dari makanan nabati, terutama yang berwarna oranye atau hijau tua seperti wortel, ubi dan mangga. Tubuh menyimpan retinol maupun beta-carotene di dalam hati dan mengambilnya dari tempat penimbunan tersebut jika tubuh membutuhkannya. Ditimbun dalam hati Karena vitamin A ditimbun di dalam hati (tidak larut dalam air), maka berbahaya jika kadarnya melebihi ambang batas aman (muncul ancaman kesehatan). Berdasarkan rekomendasi institut kesehatan nasional Amerika Serikat, disarankan konsumsi harian vitamin A antara 500 sampai 1.500 mikrogram. Tentu saja konsumsinya disesuaikan untuk tiap kelompok umur dan jenis kelamin. Anak-anak lebih kecil dari orang dewasa, ibu menyusui lebih banyak dari wanita remaja. Kurang dari itu, dapat muncul gangguan kesehatan, seperti gangguan penglihatan atau pertumbuhan pada anak.
Osteoporosis Mengapa, setelah sebelumnya, hampir semua pihak di dunia berlomba-lomba mengatasi situasi kekurangan vitamin muncul peringatan bahaya kelebihan vitamin tersebut? Penyebabnya ialah tingginya kasus penyakit kerapuhan tulang atau osteoporosis di kalangan warga negara maju. Di Amerika Serikat, institut kesehatan nasional melaporkan bahwa lebih dari 10 juta warganya menderita gejala kerapuhan tulang. Sekitar 80 persen penderitanya adalah wanita. Sekitar 18 juta warga Amerika lainnya, menderita gejala berkurangnya kerapatan tulang, yang menunjukan perkembangan awal dari osteoporosis. Dalam penelitian memang ditemukan, penyebabnya bermacam-macam dan bukan hanya akibat kelebihan vitamin A. Ada yang merupakan penyakit genetis, kurang konsumsi kalsium, akibat kebiasaan merokok atau konsumsi alkohol secara berlebihan. Beberapa tahun belakangan, para peneliti memusatkan perhatian pada kaitan antara kelebihan vitamin A dengan risiko kerapuhan tulang. Pemicunya, adalah konsumsi vitamin A sintetis dalam jumlah besar di negara-negara maju akibat promosi yang gencar menyangkut bahaya kekurangan vitamin A.
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
www.womanshealth.gov/faq/osteopor.htm
Muncul pertanyaan, bagaimana kalau tubuh kelebihan vitamin A? Di sinilah letak keunikan vitamin A. Diketahui, vitamin A sangat penting bagi kesehatan tulang. Namun jika terjadi kondisi kelebihan atau hypervitaminosis, justru muncul penyakit kerapuhan tulang atau osteoporosis. Para peneliti menduga, kelebihan vitamin A memicu aktivitas osteoclast, yakni sel yang menguraikan tulang. Juga diperkirakan, kelebihan vitamin A memicu korelasi timbal balik dengan vitamin D, yang memainkan peranan penting dalam pembentukan tulang. Dalam komposisi yang cukup, vitamin A dapat mencegah kanker, kelebihan justru memicu tumbuhnya kanker.
23
http://habitatnews.nus.edu.sg/activities/briskwalk/breakfast.html
KESEHATAN PEREMPUAN
Dalam penelitian di Swedia, dengan kasus kerapuhan tulang akibat kelebihan vitamin A amat menonjol, terlihat hubungan yang signifikan menyangkut hal itu. Penelitian terhadap 72.000 wanita yang sudah memasuki masa menopause, yang mengonsumsi vitamin A dalam bentuk suplemen setara dengan 3000 mikrogram per hari, atau kira-kira tiga kali kebutuhannya, menunjukan risiko kerapuhan tulang yang meningkat 3 kali lipat. Sementara penelitian terhadap 2.000 orang lelaki di Swedia, yang kadar retinol dalam darahnya lebih tinggi dari normal, terlihat juga peningkatan risiko kerapuhan tulang. Swedia menjadi contoh menarik, karena populasinya mengonsumsi vitamin A dalam kadar tinggi, dibarengi dengan kurangnya biosintesa vitamin D, akibat kurangnya sinar matahari. Faktor risiko di negara maju Kecemasan dampak kelebihan vitamin A memang lebih banyak muncul di negara maju. Sementara di negara berkembang, yang dicemaskan justru kekurangan vitamin A pada anak-anak dan ibu hamil atau menyusui. Menu makanan warga di negara maju dinilai oleh para peneliti mencukupi kebutuhannya akan vitamin A sehari-hari. Apalagi
24
dalam menu makanan mereka terdapat hati sapi atau hati ayam yang mengandung retinol kadar tinggi. Pokoknya, para peneliti mengingatkan, jika menu makanan sehari-hari sudah mengandung vitamin A kadar tinggi, tak perlu lagi mengonsumsi suplemen vitamin A. Terutama diperingatkan bagi orang-orang lanjut usia yang memiliki risiko kerapuhan tulang lebih tinggi. Pada manusia lanjut usia, fungsi hati sudah menurun dan kurang efektif dalam mengolah kelebihan retinol. Artinya, kadar vitamin A dalam tubuh mereka cukup tinggi dan biasanya tidak memerlukan suplemen lagi. Akan tetapi, jika memang dibutuhkan suplemen vitamin A, disarankan mengonsumsinya dalam bentuk betacarotene. Dengan begitu, kebutuhan vitamin A dapat dipenuhi secara optimal tanpa meningkatkan risikonya. Juga disarankan agar kelompok risiko seperti wanita yang sudah memasuki menopause atau manula, berkonsultasi dengan dokternya untuk menetapkan kadar aman konsumsi. (SN) Sumber:
[email protected]. Friday, March 18, 2005 6:44 PM
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
PUISI KITA
Mimpinya
Sabar Jala Paser ( Buat kawan seperjuangan Afif tersanyang) Kita merasakan realitas yang sama Dunia yang kita geluti tidaklah mudah Cacian, makian, cercaan bahkan gunjingan Tapi, kita telah memilihnya Bersbarlah kawan…! Egois…ambisi…dominasi…diskriminasi Adalah bumbu yang harus kita olah Menjadi racikan yang nikmat dalam penyajian Pergolakan-pergolakan jiwa yang berkeinginan Haruslah dikaji dan diteliti benarnya Kau, aku dan mereka adalah objek bahkan sekedar pelengkap Kepicikan-kepicikan para pakar alibi Yang terus berkonsep dan berkonsep Ya…tentunya kita sama-sama paham Kuasa…lagi-lagi kuasa yang bertahta Lalu, bagaimana?? Keliaran-keliaran otak kanan dan kiri belumlah cukup Masih ada mata hati yang tak bias dikesampingi Kekuatan Tuhan yang juga tak bias ditinggali Kawan bersabarlah…! Benturan dan gesekan terkadang menyakiti Merasa tidak dimanusiakan itu sering terjadi Jenuh…patah semangat bahkan ingin lari Adalah gangguan psikologis yang sulit ditepis Bersabarlah…dan bertahanlah…!! Kasihan mereka yang telah berkawan dengan kita Matanya yang polos menatap hampa Tangan-tangan mereka menggapai Mulut-mulut mereka terjejali dan tak kuasa berpikir Akankan kita mundur di tengah jalan?? Bersabarlah kawan…!!! Mari kita usung semangat mengawali! Dan tak harus diakhiri Perjuangan belum usai…ingat itu! Mereka, para perempuan desa itu tunggu hadir kita di tengahnya Tuk temani ruang-ruang sadarnya Sekali lagi bersabarlah dan bertahanlah…!! Dekaplah luka tuk segera dibuang perangkapnya Pelan-pelan dan optimis tuntasi Berkeyakinan tuk lenyapi angka-angka yang kian bertambah Perdetik, permenit, perhari, pertahun bahkan perabad Kawan…mari saling kuati Kau, aku dan mereka….!!
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
Jala Paser Berjalan, berlari membawa sakitnya Stress…depresi bahkan ingin malaikat maut jemput rohnya Berulangkali coba bunuh diri Atas keadilan yang grogoti tubuhnya Namun Tuhan berkata lain Dia hidup sampai saat ini Meski belenggu silam menjerat, mencabik bahkan tak bersahabat Pahitnya hidup tak lagi dirasa Gadis manis itu berpindah-pindah tempat mangkal Asal nyaman dan diterima adalah nafasnya Tak peduli siapa dan dimana Sebuah pergulatan yang panjang Akan haknya yang tercabut paman dan ayah kandung sendiri Akunya sejak dirawat dan dampingi Sungguh mengerikan perilaku mereka Lelaki yang bernama paman Lelaki yang bernama ayah Teganya memperkosa kemenakan dan anak sendiri Biadap….. Bejat…… Kurang ajar…… Bangsat….. Langitnya makin gelap ketika tak kuasa penjarakan mereka Untuk tutupi aibnya dikawinkan dengan pemuda pilihan ayahnya Lagi-lagi nasib baik tak berpihak padanya Pemuda itu lari usai gadis manis lahirkan anak yang sekaligus adiknya Betapa terpukulnya dan kembali coba habisi nyawanya Mereka kejam…mereka nikmati tubuhku dan membuangku Aku tak layak…untuk apa aku hidup, biarkan aku mati Kegalauan-kegalauan mencoba dibedah oleh ruang pikirnya Terpaksa dan dipaksa bias oleh ruang pikirnya Terpaksa dan dipaksa bias oleh sebatang karanya Aku harus pergi dari sini Aku tak ingin tergantung Aku harus cari hidupku apapun caranya Aku tak ingin menyusahkan kalian Telah banyak yang aku dapat di sini Sampai sertifikat untuk kerja kalian tuntu aku Maaf atas hadirku di sini Terima kasih….terima kasih Tanpa beritahu gais manis itu pergi tinggalkan kami Entah kemana Selang beberapa saat dia kontak Aku kerja di salon kak Aku senang bias makan dan kos Boleh main kesitu lagi ya? Tanya yang memilukan Seolah tak ada yang tampung dirinya Ha….leganya hati ini Gadis itu temui jalannya Salon adalah mimpinya Yang hampiri lenyapkan kemelutnya
25
KISAH
PADA MALAM Pada malam aku sering mengadu, bertanya dan bercerita tentang semua yang telah kujalani, tentang kenangan, kisah kasih, cinta yang pupus, dia dan mereka yang pergi dan semua yang pernah membuat aku hidup. Dan, pada malam juga, aku selalu bertanya tentang kata yang sering kudengar akan karakterku di mata mereka. Pada malam ku selalu ingat kalimat bunda bahwa aku adalah anak yang paling jelek namun berotak besar, keserbabisaan, tegar namun juga sombong.
L
ewat malam aku pernah menangis karena ucapan kakak laki-lakiku yang akhirnya membunuh harapanku saat itu. Pada malam aku coba selami makna tentang kata yang pernah diucap oleh salah satu kakak perempuan pertamaku agar aku tidak terlalu memilih. Dan, tentang katakata seorang kawan perempuanku yang sebenarnya dia tidak terlalu dekat denganku, bahwa dia tidak pernah menemukan duka di wajah senduku bahkan dia pernah bertanya pernahkah aku menangis? Juga pada malam yang berbeda, kawanku laki-laki dan perempuan pernah menangis dalam sedu yang tertahan air mata deras ketika kujawab
sebagian tanya yang dilontarkan. melalui malam-malamku dengan rindu yang tertahan pada seorang kawan yang demikian jauhnya dariku dan aku tidak tau akankah dia juga rindu aku. Namun lagi-lagi, malam selanjutnya aku selalu rindukan karena ada dia di sana.
Malam adalah jelmaan aksara kata. Malam pula saksi bisu getirnya hari-hari sulit yang kulalui. Ia adalah jelmaan bintang yang mengantarkan senyum dalam jiwaku yang menangis. Di sini, pada malam, kadang kupahami makna ketegaranku yang sering diucapkan kawan. Lewat malam panjang aku bersujud jika citaku tercapai, disaat ku telah memberi dan menerima sesuatu yang tidak pernah kuduga. Itulah sebagian kisah malam yang kulalui. Dan kini, kuberanjak bangkit dari kematianku, pada malam aku selalu rindu kenangan, cerita bahkan epos yang pernah terjalani.
Aku tahu dia sayang padaku. Karena itu, dia ingin tingkatkan kualitas diriku seperti yang dimilikinya. zen Lewat malam aku pahami kalau dia tulus bangkitkan aku.
Sekarang, malam pun jadi saksi aku sering menangis dan ingin teriak. Aku kangen dan ingin bersua. Malam kadang jadi saksi kebahagiaanku jika terima kabar manisnya. Malam yang menjadi saksi itu semua. Dan akhirnya malamlah yang memberi jawaban tentang tanya, ketakutan dan gundahku selama ini. Lewat malam dia mengatakan agar aku tidak menombaknya dengan permohonan semacam pintaku.
Kini (Kamis malam 13 Oktober 05...), saat kutuangkan tulisan ini aku ucap bahwa aku kini
Sesungguhnya, dia telah memberi lebih dari yang kupinta. Lewat malam aku sadar bahwa aku tak secerdas dia. Aku tau dia selalu belajar arif karena dia memaknai semua kisahku secara dalam. Dan lewat malam aku tahu bahwa dia tidak ingin aku terninabobokkan oleh harapan yang tidak pasti. Akhirnya malam membuat aku, kau, kita dalam diam dalam hening yang panjang, saat kukatakan bahwa semua ini karena salahku. Karena akulah penyebab semua ini. Karena kita memaknainya dengan paham yang berbeda. Lagi-lagi dia selalu ajarkan aku tentang makna semua.
26
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
KISAH Dan pada hening malam dia hilang sesaat. Aku tahu itu dia lakukan untuk memberiku ruang waktu memikirkan secara benar. Dan pagi (ini adalah jelmaan malam) kau berkabar tentang berbagai pernyataan, yang intinya agar aku paham bahwa kejujuran yang diucapnya adalah jauh lebih bagus untuk kuterima. Dan meski susah aku terima pernyataan itu, dengan ketidakrelaan, dan jika aku rela, tak lebih karena kusadar bahwa aku adalah dalang semua itu. Aku katakan bahwa dia yang hidupkan aku, pada saat yang sama, aku katakan agar dia siap hadapi kematianku selanjutnya, suatu saat. Dan demi Allah, dia memang sosok yang unggul. Di tengah peliknya pintaku, dia masih ingatkan aku akan Bunda yang sempat kulupa. Akan epos
yang membuatnya angkat topi. Akan harapannya agar aku menjadi sosok yang sama pada epos yang ada. Akan kebanggaannya jika dapat menghadirkan laksamana baru. Pernyataan dan harapan itu yang menjadi akhir dan sekaligus jawaban pernyataanku selama ini. Dan malam akan berganti dengan malam selanjutnya, namun akan memberikan kisah lain yang berubah.
Anita Pratiwi Pagatan, Kalimantan Tengah, 15 Oktober 2005
Tabel Besaran Hutang dan Subsidi Negara untuk Konglomerat
Konglomerat dan perusahaannya
Jumlah hutang (Rp.)
Hutang yang sudah dibayar (Rp.)
Sadono Salim (Eks BCA)
52,627 triliun
Syamsul Nursalim (Eks BDNI)
27,4 triliun
Dalam proses penjualan
27,4 triliun
Bob Hasan (Eks BUN)
5,341 triliun
Dalam proses penjualan
5,341 triliun
17 triliun
Nilai subsidi (Rp.) 35 triliun
Keterangan Dapat surat bebas hutang Dapat surat bebas hutang Dapat surat bebas hutang Dapat surat bebas hutang Dapat surat bebas hutang
Sudwikatmono Dalam proses (Eks Bank 1,88 triliun 1,88 triliun penjualan Surya) Usman 12,5 triliun 2 triliun 10,5 triliun Admadjaja (Eks Bank Danamon) Kaharudin Dalam proses Tidak Tidak Ongko (Eks 8,348 triliun penjualan diketahui diketahui BUN) Samadikun Dalam proses Tidak Tidak 2,664 triliun Hartono (Eks penjualan diketahui diketahui Bank Modern) Hokiarto (Eks Dalam proses Tidak Tidak 298 milyar Bank Hokindo) penjualan diketahui diketahui Ibrahim Risyad Sumber: http://www.indonesia-house.org/focus/HumanRights/2003/11/111103Forum.. 637 milyar Dapat surat (Eks Bank RSI) 637 milyar 0 bebas hutang Kalyanamedia Edisi 2 No. 4 Okt - Des 2005
|
|
27
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K I o S THE FINNISH NGO FOUNDATION FOR HUMAN RIGHTS
Serial Diskusi Komunitas
Kesetaraan Hak Kewarganegaran tanpa Diskriminasi Gender Ketentuan yang mengatur kewarganegaraan ada dalam UU No. 62 Tahun 1958. Undang-undang ini merupakan undang-undang baru pengganti UU No. 3 Tahun 1948. Undang-undang penggantinya pun masih mengandung bias gender dan menganut budaya patriarkis dengan asas kesatuan warga negara bagi anak (one person in the law doctrine). Penentu kesatuan kewarganegaraan adalah suami atau bapak (Pasal 1 c,d,dan e). UU No.62 tahun 1958 tentang kewarganegaaraan masih sangat diskriminatiof terhadap perempuan karena : 1. Ibu tidak dapat menentukan kewarganegaaraan anaknya 2. Perempuan dapat kehilangan kewarganegaraannya karena perkawinan/perceraian/kematian pasangannya. Hal ini sering terjadi di negara-negara Islam. Dalam kasus ini perempuan menjadi stateless karena Indonesia tidak menganut dwi kewarganegaraan. Dan hal ini masih belum disadari banyak perempuan WNI yang menikah dengan laki-laki WNA dan atau sebalilknya 3. Perempuan dan anak dalam perkawinan campuran yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga sulit memperoleh keadilan secara hukum. Apabila perempuan telah mengikuti warga negara suami, maka sebenarnya perempuan tersebut dapat menuntut kepada hukum yang berlaku di negara suaminya 4. Ada pembatasan hak perempuan untuk bekerja dalam perkawinan campuran. Ketika perempuan WNI menikah dengan laki-laki WNA; dan suami kehilangan pekerjaan di Indonesia, maka perempuan dihadapkan pada pilihan yanng sama-sama sulit. Ikut suami pulang ke negara asal dengan konsekuensi meninggalkan karir dan keluarga di indonesia atau tetap berkarir di Indonesia namun berjauhan dengan suami dan anak. Perempuan WNA yang menikah dengan laki-laki WNI tidak dapat bekerja di Indonesia tanpa dukungan perusahaan dan biasanya hanya berlaku untuk profesi staf ahli. UU kewarganegaraan berpeluang merusak keutuhan keluarga karena : 1. Perempuan dapat kehilangan hak pengasuhan anak karena perpisahan 2. Bila suami WNA kehilangan pekerjaan, suami dan anak harus keluar dari Indonesia 3. Anak tidak seccara otomatis mendapatkan hak asuh dari ibunya, karena status kewarganegaraan berbeda dengan ibunya Hak kewarganegaraan perempuan sangat jelas tercantum dalam pasal 9 CEDAW, sebagai berikut: 1. Para negara peserta harus memberikan kepada perempuan hak-hak yang sama dengan laki-laki untuk memperoleh, berganti, atau mempertahankan kewarnegaraan mereka. Mereka harus menjamin terutama bahwa baik dalam perkawinan dengan orang asing ataupun perubahan kewarnegaraan dengan kewarganegaraan suami, selama perkawinan, tidak secara otomatis mengubah kewarnegaraan isteri, yang membuat dia tidak berkewarnegaraan atau memaksakan kepadanya kewarganegaraan suami 2. Para negara peserta harus memberikan kepada perempuan hak-hak yang sama dengan laki-laki dalam hak kewarganegaraan anak-anak mereka. Sehubungan dengan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak dalam kewarganegaraan yang sangat diskriminatif ini, UU Nomor 62 tahun 1958 harus segera dihapuskan melalui amandemen UU yang lebih menjunjung tinggi HAM, melindungi dan memenuhi hak-hak perempuan dan anak. Selain itu, pemerintah harus meninjau dan merevisi UU lain dan peraturan-peraturan yang terkait dengan masalah kewarganegaraan, misalnya UU Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan lainnya. Dalam era globalisasi, Indonesia diharapkan dapat mengubah cara pandang yang sempit tentang warga negara, lebih terbuka dalam menerima pertukaran budaya, nilai-nilai universal, multikulturalisme antar bangsa, dan tidak anti dwi kenegaraan.
28 28
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4 | Okt - Des Des 2005 2005
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K I o S THE FINNISH NGO FOUNDATION FOR HUMAN RIGHTS
Serial Diskusi Komunitas
foto:pusdok kalyanamitra
Persamaan Gender dalam Tunjangan Sosial dan Ekonomi tanpa Diskriminasi Secara umum, cakupan untuk melihat hak sosial, ekonomi, budaya dan benefits masih sangat terbatas. Beberapa hak umum untuk perempuan seperti hak untuk mendapatkan informasi yang bebas, pendidikan, pengupahan yang adil dan layak, mengekspresikan budaya, mendapatkan layanan kesehatan yang memadai, serta berorganisasi bagi perempuan belum dilihat dalam konteks hak-hak sosial dan budaya perempuan di dalam Laporan Pemerintah. Namun demikian, beberapa hal dalam laporan pemerintah perlu mendapat catatan bahwa masih terdapat diskriminasi dalam perolehan tunjangan keluarga bagi pekerja perempuan. Aspek Jaminan Sosial, dalam praktek nyata, hampir tidak dijumpai, tidak diketahui dan sulit diakses oleh buruh perempuan. Banyak perempuan yang bekerja di sektor informal sama sekali tidak terjangkau oleh petlindungan dan aturan ketenagakerjaan. Secara umum, sistem tunjangan keluarga dikatakan belum ada di Indonesia. Ketika pemerintah Indonesia memutuskan mencabut subsidi atas bahan bakar minyak mengakibatkan keresahan pada kalangan perempuan karena naiknya harga segala kebutuhan hidup. Naiknya harga BBM segera menyadarkan banyak perempuan bahwa keputusan di ruang publik akan mempengaruhi kehidupan di ruang privat mereka. Ketika janji-janji kampanye politisi tidak terbukti dan mereka merasa kualitas hidup menurun, mereka mengatakan kecewa, namun kekecewaan perempuan tidak menjadi bahan introspeksi pemerintah dan pertimbangan, ketika negara berhitung dengan angka-angka neraca keuangan. Permasalahan yang dihadapi perempuan Indonesia berkait dengan hak sosial, ekonomi dan budaya: • Kebijakan pemerintah yang tidak memperhitungkan kebutuhan khusus perempuan dan persoalan buta gender • Tidak ada skema tunjangan sosial bagi warga negara • Kurang Akses terhadap informasi • UU Perkawinan No.1 tahun 1974(laki- laki sebagai kepala keluarga) • Pembagian harta waris yang sering merugikan perempuan • Perempuan kurang akses pada skema kredit • Tidak mempunyai waktu untuk diri sendiri Berdasarkan konvensi-konvensi yang telah diratifikasi dan Undang-undang yang telah disahkan, maka hal berikut perlu direkomendasikan: • Pendidikan untuk kesetaraan perempuan dan laki-laki • Penerapan UUD 1945 pasal 31 tentang Anggaran Pendidikan 20% dan Kesehatan 15 % (APBN dan APBD) • Penerapan UU No. 7 th 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (pasal 13) • Peninjauan ulang UU No. 40 th 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional (mengatur pemberian tunjangan bagi warga miskin, terutama perempuan) • Mendorong pemerintah membuat skema tunjangan sosial bagi warga negaranya • Pemberian kredit tanpa agunan dan bunga rendah bagi perempuan usaha kecil
Kalyanamedia | Edisi Edisi 22 No. No. 4 | Okt Okt -- Des Des 2005 2005
29
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K I o S THE FINNISH NGO FOUNDATION FOR HUMAN RIGHTS
• Pemberian cuti haid,melahirkan dan tunjangan kesehatan • Pelatihan keuangan,penggunaan teknologi, pengelolaan usaha dan pemasaran untuk perempuan usaha kecil • Pembangunan sarana publik (taman kota,lapangan dan gedung olahraga) • Evaluasi program Pencanangan 2005 sebagai tahun mikro keuangan Indonesia • Pelibatan perempuan secara penuh dalam proses pengambilan keputusan baik dalam rumah tangga, RW, desa maupun dalam kegiatan kebudayaan • Menghidupkan lagi kegiatan kebudayaan yang telah lama ada dengan melibatkan perempuan • Adanya hari libur dan perlindungan untuk PRT (pekerja rumah tangga) di dalam negeri maupun di luar negeri Berkait dengan hak perempuan untuk memperoleh kredit, komitmen dunia yang dilahirkan pada Microcredit Summit I di Washington 1997 menyepakati bahwa Kredit Mikro adalah metodologi efektif untuk menanggulangi kemiskinan dan merumuskan 4 Kriteria Kredit Mikro, yakni: • Menjangkau yang paling miskin • Menjangkau dan Memberdayakan PEREMPUAN • Membangun Kelembagaan yang Mandiri secara Finansial • Dampak kegiatannya terukur Perempuan dalam usaha kredit berperan sebagai: 1)fund manager, artinya perempuan sepenuhnya mengelola dana kredit; 2) pipe line, artinya perempuan sebagai perantara; atau 3) sebagai partnership, artinya bersama-sama suami mengelola uang kredit yang didapat. Pembahasan mengenai hak ekonomi, sosial dan budaya perempuan disampaikan Nugraheni Pancaningtyas (KPI Seknas) dengan topik “Tunjangan Sosial dan Ekonomi Bagi Perempuan dalam CEDAW” dan Harya Sumarta (Gema PKM Indonesia) dengan topik “Akses Perempuan terhadap Informasi Kredit dan Dana Kompensasi” di Diskusi komunitas Kalyanamitra. Diskusi ini dimoderatori Hegel Terome (Kalyanamitra) dilaksanakan di Komunitas Ibu-Ibu Arisan Tanjung Barat pada 9 Desember 2005 jam 13.00 -15.00 wib. (SN)
Serial Diskusi Publik
Ada Apa dengan Perempuan Pedesaan Indonesia?
foto:pusdok kalyanamitra
Indonesia dengan 13.000 ribu pulau lebih adalah negara agraris yang kaya akan sumberdaya alam dan tenaga kerja. Berabad-abad lamanya negeri ini telah menjadi incaran kekuatan asing untuk dikuasai, dihisap kekayaannya dan ditindas penduduknya. Dalam rentang waktu yang panjang, kehidupan masyarakat kita di pedesaan dicengkram oleh berbagai persoalan mendasar yang tak pernah ditemukan jalan penyelesaiannya, meskipun pemerintahan demi pemerintahan silih berganti berkuasa di negeri ini. Kita melihat, mendengar dan menyaksikan bahwa perempuan di pedesaan masih diposisikan secara sangat marjinal. Hal itu karena masih dominannya budaya patriarki dalam masyarakat kita sehingga membuat perempuan sulit untuk mendapatkan hak-haknya secara wajar dan penuh dalam berbagai
30
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4 | Okt - Des Des 2005 2005
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K I o S THE FINNISH NGO FOUNDATION FOR HUMAN RIGHTS
dimensi aktivitasnya, seperti kehidupan bermasyarakat, politik (hak suara dalam proses-proses pengambilan keputusan publik), ekonomi dan budaya. Kuatnya cengkraman ideologi yang dianut negara sisa-sisa Orde Baru menghilangkan otonomi politik bagi kaum perempuan di pedesaan. Dengan demikian, akan menghambat gerakan perempuan dalam pembangunan di pedesaan secara berkelanjutan. Lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru berkuasa ternyata telah merombak tatanan masyarakat pedesaan di Indonesia. Berbagai paradigma kearifan lokal yang ada dihancurkan kemudian diganti dengan paradigma kapitalistis yang membela kepentingan kaum pengusaha dan penguasa lokal dan nasional. Dalam kaitan itu, perempuan pedesaan tidak menempati posisinya yang layak dalam menjamin kelangsungan hidup keluarga mereka. Termasuk kerja mereka di sektor-sektor yang tidak menghasilkan uang. Dengan diberlakukannya otonomi daerah yang sedikit banyak berdampak pada posisi perempuan pedesaan. Mereka terdiskriminasi dan tak memperoleh akses dalam berbagai dimensi. Kekerasan kerap mewarnai upaya mereka untuk bangkit mandiri. Negara harus memberikan perhatian dan dorongan bagi perempuan di pedesaan untuk mendapatkan kesetaraan gender, termasuk peran perempuan dalam publik (politik). Kita ketahui bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dengan UU No. 7 Tahun 1984 yang menentang diskriminasi terhadap perempuan dan UU No. 68 Tahun 1956 tentang Hakhak Politik Perempuan. Dalam pengalaman Bina Swadaya, yang konsen melakukan pendampingan terhadap perempuan pedesaan, kelompok swadaya yang menjadi kelompok dampingan masih sulit berkembang karena banyak kendala terutama masalah permodalan. Karena memang dalam usaha mikro, akses modal menjadi kendala utama. Sebagian besar usaha yang dilakukan masyarakat adalah usaha mikro. Ironisnya sekitar 17% yang dapat dilayani oleh perbankan. Sedangkan kalangan NGO masih sangat terbatas pendampingannya. Dua hal yang direkomendasikan untuk dilakukan: 1. Bantuan kredit yang bersifat bergulir bagi kelompok yang sangat membutuhkan, miskin dan tak punya penghasilan atau usaha ekonomi 2. Untuk yang miskin namun memiliki usaha ekonomi bisa dilakukan kredit dengan syarat berkelompok. Untuk perkotaan sebesar 2 juta rupiah dan 1 juta rupiah untuk pedesaan. 3. Dibantu mengambil kredit dengan sistem BPR Dalam mendiskusikan peran dan posisi perempuan di tengah era globalisasi, perlu dilihat kembali realita perempuan Indonesia saat ini: • • • • •
Angka kematian ibu hamil dan melahirkan pada 2003 berkisar 470 per 100.000 kelahiran hidup dan tertinggi di Asia Tindak kekerasan terhadap perempuan terus tinggi bak fenomena gunung es Di Indonesia 64.5% penduduk miskin dan berpendidikan rendah (tak tamat SD dan tak bersekolah sama sekali, 43.9% buta huruf), 79.6% adalah perempuan Keterwakilan perempuan di legislatif rendah (8.9%) Indonesia menduduki peringkat sangat rendah dalam Gender Related Development Index yakni urutan 91 dari 162 negara
Kalyanamedia | Edisi Edisi 22 No. No. 4 | Okt Okt -- Des Des 2005 2005
31 31
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K I o S THE FINNISH NGO FOUNDATION FOR HUMAN RIGHTS
Kemiskinan struktural di pedesaan tetap menjadi wajah persoalan perempuan kita. Ketidakadilan agraria yang menimpa perempuan, mendesak mereka menjadi buruh tani dengan upah sangat minim dan diskriminatif; kondisi kerja dan kesehatan reproduksi yang buruk. Hal ini mendorong migrasi perempuan secara besar-besaran, masuk ke sektor kerja yang eksploitatif seperti pekerja seks dan buruh migran. Kota-kota besar negeri ini memperlihatkan wajah ”beringas”-nya dengan menggusur rakyat miskin. Korban terbesar penggusuran adalah perempuan dan anak. Beberapa hal penyebab terhimpitnya Indonesia dalam tantangan globalisasi: 1. Terjebak skenario neo-liberal (penguasa pasar global pada sekelompok orang/organisasi/ negara; berjalannya resep neoliberal dalam tiap sendi penghidupan negara-negara miskinberkembang) 2. Terjebak perangkap utang 3. Terjebak perangkap MNCs (dengan resep privatisasi, maka terjadi monopoli di sektor produksi, distribusi dan konsumsi hampir seluruh produk yang dibutuhkan manusia, keuntungan hanya dinikmati para pemilik/pmegang saham MNCs) Pengalaman dan pendapat itu menjadi materi pembahasan diskusi publik yang dilaksanakan Kalyanamitra pada Kamis, 27 Oktober 2005 di Sekretariat Bina Desa, Jl. Saleh Abud No. 18-19 Otista,Jakarta Timur. Diskusi dihadiri 2 orang narasumber: Arimbi (Debt Wacht) yang membahas topik ”Peluang dan Tantangan Pembangunan Perempuan Pedesaan dalam Pemerintahan SBY-JK” dan Ikasari (Bina Swadaya) dengan topik bahasan ”Membangun Kemandirian Ekonomi Perempuan Pedesaan”. Bertindak sebagai moderator adalah Hegel Terome (Kalyanamitra). (SN)
Serial Diskusi Publik
Menggugat Hak-hak Sosial Ekonomi Perempuan Kovenan Internasional yang ditandatangani tahun 1996 tentang Hak ekonomi, sosial, dan budaya melarang diskriminasi yang berbasis gender. Kenyataannya, perempuan masih mengalami diskriminasi. Instrumen-instrumen internasional yang diadopsi CEDAW dengan jelas menyatakan pengakuan atas berbagai aspek kehidupan perempuan yang terdiskriminasi. Hak-hak perempuan dalam CEDAW didasarkan atas 3 prinsip: kesetaraan, non diskriminasi dan kewajiban negara. Namun belum menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan dalam berbagai bidang antara lain hak sosial ekonomi. Kebijakan pemerintah untuk memotong subsidi dan menaikkan harga BBM sebanyak dua kali dalam setahun sangat meresahkan kaum perempuan yang selama ini sudah terpuruk dengan kondisi ekonomi yang makin sulit. Sementara itu, dari kebijakan ini pemerintah tidak mampu mengendalikan dampak dalam kehidupan masyarakat meskipun pemerintah memberikan dana kompensasi sebesar Rp 100 ribu rupiah per kepala keluarga. Ini sungguh tidak manusiawi! Hak-hak masyarakat dirampas secara ekonomi, sosial dan budaya. Secara ekonomi, kita melihat banyaknya usaha kecil yang gulung tikar karena tidak mampu membayar upah buruh dan ini meningkatkan jumlah pengangguran; para petani yang tidak bertani karena kenaikan harga pupuk; para nelayan yang tidak bisa melaut karena naiknya harga solar. Hal itu sangat dirasakan terutama oleh kaum perempuan yang selama ini telah dibatasi kebebasan hak sipilnya sehingga hanya
32 32
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K I o S THE FINNISH NGO FOUNDATION FOR HUMAN RIGHTS
foto:pusdok kalyanamitra berada dalam ruang privat. Dengan kata lain, pelanggaran hak sosial ekonomi dan budaya telah merampas hak kolektif perempuan. Proses dislokasi ekonomi dan sosial ini sering membuat kesenjangan dan ketidaksetaraan gender yang ada menjadi lebih buruk. Dalam kebanyakan masyarakat, kaum perempuan tidak menikmati hak-hak pemilikan tanah dan bangunan (properti), tingkat pendidikan yang rendah daripada lakilaki, bekerja dalam sektor informal, mengalami mobilitas yang terbatas, dan memikul tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti air, bahan bakar, dan pakan ternak. Oleh sebab itu, gangguan ekonomi dan sosial akan mengakibatkan kesulitan yang lebih besar bagi kaum perempuan daripada laki-laki. Dalam seluruh situasi perubahan orang—secara individual maupun sebagai masyarakat—menerima dampak yang berbeda- beda. Gender menjadi alat analisa yang penting dalam melihat penerimaan dampak. Biasanya, perhatian terhadap perencanaan kebijakan difokuskan di tingkat rumah tangga. Kegagalan untuk memahami dinamika dalam rumah tangga akan lebih berdampak kepada kaum perempuan daripada kaum laki-laki. Satu hal yang dapat direkomendasikan ialah pelibatan dan partisipasi perempuan dalam segala aspek perencanaan (anggaran yang pro gender dan perempuan miskin), pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan menjadi kata kunci yang tidak bisa ditawar-tawar. Pilihan gerakan secara eksklusif (gerakan perempuan) maupun inklusif (gerakan sosial), satu hal yang mungkin bisa dikerjakan (berangkat dari kondisi nyata) ialah masuk ke kelompok-kelompok akar rumput dengan tidak melepaskan kesadarannya secara sinergis dari tingkatan atas sampai bawah, di segala lini dan segala sektor. Analisa dan rekomendasi tersebut dihasilkan dalam Diskusi Publik Kalyanamitra dalam rangka sosialisasi pasal-pasal CEDAW yang dilaksanakan di Sekretariat Bina Desa, Jl. Saleh Abud No. 1819 Otista,Jakarta Timur, 6 Desember 2005. Diskusi dihadiri oleh dua orang narasumber, yaitu Sri Palupi (Lembaga Ecosoc) dengan topik bahasan “Menyikapi Tantangan Pembangunan dalam Menyejahterakan Perempuan” dan Tubagus Haryo Karbiyanto (Fakta) yang membahas topik “Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Pemenuhan Hak Ekosob Perempuan”. Bertindak sebagai moderator adalah Hegel Terome (Kalyanamitra). (SN)
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
33 33
KRONIK
Jalan Berliku Menuju Konvensi CEDAW Tidak mudah memformulasikan instrument internasional yang ditargetkan mampu melindungi hak-hak perempuan. Dibutuhkan sekian puluh kali pertemuan di PBB sebelum mencapai naskah final Konvensi CEDAW (Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan).
K
ata sepakat untuk mendesak pembuatan konvensi anti diskriminasi terhadap perempuan sendiri baru tercetus pada 1972. Kesepakatan itupun masih menyisakan pertanyaan mengenai apakah sebaiknya persetujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk instrumen tunggal atau lebih baik dibuat menjadi beberapa instrumen yang saling mendukung. Baru pada 1974 Komisi Kedudukan Perempuan setuju untuk memilih sebuah perjanjian tunggal yang komprehensif. Sebuah kelompok penyusun rancangan pun mulai bekerja. Hasil rancangan tersebut kemudian disebarluaskan dan mendapat tanggapan untuk diedit oleh empat puluh negara, empat badan khusus dan sepuluh lembaga swadaya masyarakat.
Pada 19 Desember 1976 rancangan konvensi CEDAW diadopsi oleh Komisi Kedudukan Perempuan tanpa melalui proses pengambilan suara. Terjadi perdebatan panjang dan rumit mengenai bagianbagian tertentu dalam konvensi CEDAW. Baru pada 1978 kelompok negosiasi di Majelis Umum PBB menyelesaikan revisi kebahasaan untuk terakhir kalinya. Pada 6 dan 7 Desember 1979 ternyata masih ada sejumlah delegasi yan berkeberatan dengan beberapa bagiannya. Pada 18 Desember 1979, Majelis Umum PBB memutuskan untuk mengadopsi konvensi CEDAW setelah mengadakan pemungutan suara dengan hasil 130 setuju, 0 tidak setuju dan 11 abstain.
Kronologi Rancangan Konvensi CEDAW
34
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
KRONIK
Dari jumlah itu, 40 negara melakukan reservasi terhadap beberapa bagian. Tercatat 11 pasal direservasi oleh keempat puluh negara tersebut. Pasal yang menyatakan diprbolehkannya keterlibatan Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan persengketaan di dalam negara merupakan bagian yang paling banyak direservasi oleh negara-negara peserta. Indonesia termasuk negara yang melakukan reservasi terhadap pasal ini. 1972 1973 1975 1977 1979
dianggap mengancam spirit konvensi CEDAW hanya diberlakukan sementara.
Menurut pengamatan komite CEDAW, beberapa negara yang melakukan reservasi karena enggan dimintai tanggung jawab. Oleh karena itu, komite CEDAW menyatakan keprihatinannya dan menyerukan agar negara-negara tersebut untuk menarik reservasi-reservasi ”yang berseberangan dengan konvensi atau yang tidak sesuai dengan hukum internasional”. Lembaga Swadaya Yang dimaksud dengan reservasi adalah pernyataan Masyarakat sangat berperan dalam membujuk, Sekretaris Jenderal PBB meminta tepatnya, mengenai menekan pemerintah untuk yang mengubah atau membatasi efekpandangan substantif pemerintah ”hakikat dan isi instrumen tersebut” dari satu atau lebih bagian baru suatu perjanjian. Di membatalkan reservasi tersebut. (SN) DewanPerjanjian ekonomiWina, danreservasi Sosial terhadap menunjuk kelompok kerja yang bawah pasalberanggotakan 15 orang untuk mulai menyusun pasal konvensi CEDAW diperbolehkan. Alasannya rancangan konvensi CEDAWPBB menyadari bahwa ada negara-negara Sumber: adalah International Women’s Yearhalangan World ekonomi Plan of Action menghimbau yang kemungkinan menghadapi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk ”persiapan dan pengadopsian konvensi CEDAW dan prosedut-prosedur maupun budaya dalam mengimplementasikan Diskriminasi terhadap Perempuan:: Panduan efektif untuk implementasinya” kewajiban-kewajiban tertentu. Reservasi yang Jurnalis, Jakarta: LSPP, 1999. Majelis Umum memerintahkan kelompok kerja untuk melanjutkan pertimbangan mereka atas rancangan konvensi CEDAW Beberapa Reservasi Penting rancangan terhadap Konvensi CEDAW Majelis Umum mengadopsi terakhir, mengundang negaranegara yang bersedia menandatangani dan meratifikasi Bagian yang direservasi Negara yang mereservasi Definisi diskriminasi Inggris Komitmen untuk menghapuskan Bangladesh, Cook Island, Mesir, Iraq, libya, diskriminasi Malawi, Inggris Ukuran-ukuran untuk mempercepat Malawi kesetaraan de facto Ukuran-ukuran untuk menghapuskan Cook Island, Perancis, India prasangka dan stereotipe Penghapusan diskriminasi di kehidupan Austria, Belgia, Jerman, Luxemburg, Spanyol, politik dan publik Thailand Hak kewarganegaraan yang setara Cyprus, Mesir, Perancis, Iraq, Jamaika, Jordania, Korea, Thailand, Tunisia, Turkey, Inggris Penghapusan diskriminasi dalam Thailand, Inggris pendidikan
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
35
KRONIK Hak tenaga kerja yang setara
Australia, Austria, Irlandia. Selandia Baru. Thailand, Inggris Akses setara ke kredit keuangan Bangladesh, Irlandia, Malta, Inggris Kapasitas legal penuh Austria, Brazil, Irlandia, libya, Jordania, Malta, Thailand, Tunisia, Turki, Inggris Penghapusan diskriminasi dalam Bangladesh, Brazil, Mesir, Perancis, India, perkawinan dan keluarga Iraq, Irlandia, Jordania, Libya, Luxemburg, Malta, Mauritius, Kore, Thailand, Tunisia, Turki, Inggris
23 Anggota Ahli Komite CEDAW Tahun 2005 No
Nama
1 2 3
Docras Ama Ferma Coker-Appiah Huguette Bokpe Gnancadja Meriem Belmihoub-Zerdani (Wakil Ketua) Anamah Tan Fumiko Saiga Heisoo Shin Mary Shanthi Dairiam Naela Gabr Pramilla Patten Rosario Manalo (Ketua) Salman Khan Zou Xiaoqiao Cornelis Flinterman Dubravka Imonovic (Pemberi Laporan) Francoise Gaspard Hanna Beate Schopp-Schilling (Wakil Ketua) Kriztina Morvai Maria Regina Tavares da Silva Tiziana Maiolo Victoria Popescu Sandru Glenda P. Simms Magalys Arocha Dominguez Silvia Pimentel (Wakil Ketua)
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Negara Ghana Benin Algeria Singapure Jepang Republik Korea Malaysia Mesir Mauritius Filipina Bangladesh Cina Belanda Kroasia
Akhir Masa Jabatan 2006 X X X
X X X X X X X X X X X
Perancis Jerman Hungaria Portugal Italia Romania Jamaika Kuba Brazil
Akhir Masa Jabatan 2008
X X X X X X X X X
Sumber: Tim Prepcom CEDAW, Materi pelatihan bagi aktivis Indonesia tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 3-7 Desember 2005, Bandung
36
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
PUSTAKARIA
Membangun Kreativitas di Sanggar ISCO Depok Letaknya agak jauh dari hiruk-pikuk kota Depok. Tepatnya di Kampung Lio, Depok Jaya. Memang berada di komunitas kumuh, namun di sinilah sisi kelebihannya, suasana sekitar yang tenang menjadikannya tempat yang nyaman untuk belajar dan berkreativitas.
J
am menunjukkan pukul 12.33 WIB ketika Kalyanamedia tepat berada di sanggar ISCO Depok. Jam pelajaran belum dimulai. Beberapa anak sanggar ISCO asyik dengan kegiatannya masing-masing; dari bermain sampai mengerjakan PR. Rupanya mereka sedang menggunakan waktu luang sebelum tiba saatnya waktu belajar di sanggar (biasanya pukul 3.00 WIB). Suara gaduh yang diselingi cekikan tawa anak-anak yang sedang bermain adalah fenomena khas dari sanggar ini.
wilayah Depok Kecamatan Sukma Jaya (SDN Pancoran Mas 1, SDN Anyelir 2, SDN 02, 03, 04 dan 07 Depok Jaya).
Dengan diameter dan kondisi fisik sanggar yang kurang memadai, 94 anak setiap harinya datang ke sanggar ISCO ini. Mereka tercatat sebagai anak yayasan ISCO. Yayasan ini membantu anak-anak yang tidak mampu agar bisa menikmati bangku sekolah. Bila dilihat dari status sosial mereka, anak-anak di ISCO kebanyakan berasal dari ekonomi lemah alias kalangan keluarga tak mampu. Mereka adalah siswa Sekolah Dasar Negeri wilayah kota depok yang terdiri atas murid kelas 1 sampai kelas 5 SD dari 6 SDN, yang ada di
Setelah hadirnya sanggar ISCO ditengah kehidupan mereka, tepatnya pada tahun 1999, waktu mereka untuk turun ke jalan bisa dikata mulai sempit. Jika waktu sekolah mereka pada pagi hari, maka siangnya mereka harus datang ke sanggar. Begitu pun sebaliknya. Jika waktu sekolah mereka siang hari, mereka wajib datang pada pagi hari. Sisi positifnya, dengan kahadiran sanggar ISCO, otomatis mereka lebih serius dengan pelajaranpelajaran sekolahnya.
foto:pusdok kalyanamitra
Dulu, sewaktu belum hadirnya ISCO di kota Depok, sebagian besar mereka rentan turun kejalan dengan tujuan untuk mencari nafkah dengan berbagai cara dari mengamen sampai mengemis. Waktunya bervariasi. Ada yang sebelum dan sesudah pulang sekolah.
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
37
PUSTAKARIA
Setiap hari, mereka ditemani 3 orang pengajar yang bertugas selayaknya guru di sekolah. Materimateri yang diajarkan cukup bervariatif, di antaranya matematika, IPS, kesenian, bahasa Indonesia, IPA dan agama. Para pengajar selalu setia pada semua kebutuhan anak sanggar, mulai dari mengajarkan mata pelajaran sampai membantu mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) dari guru di sekolah asalnya yang bagi tiap anak sanggar dirasa sangat sulit. Bukan hanya kebutuhan untuk pelajaran. Kebutuhan membaca untuk anak sanggar terpenuhi dengan adanya 1 rak buku. Mereka menyebutnya “perpustakaan mini”. Koleksi-koleksi buku yang ada cukup untuk menambah pengetahuan anak sanggar baik yang bersifat edukatif sampai yang non-edukatif (komik/buku cerita). Koleksi-koleksi buku ini mereka gunakan kebanyakan pada waktu luang di sanggar, bahkan tak jarang dari mereka ada yang membawa pulang buku tersebut untuk dibaca dirumah. Banyak segi positif yang dirasakan setelah hadirnya “perpustakaan mini”, di samping menambah pengetahuan anak, waktu untuk bermain di luar sanggar, dapat digunakan untuk membaca buku.
foto:pusdok kalyanamitra
Khusus untuk hari Selasa, Rabu, Kamis dan Jumat, sebelum jam pelajaran dimulai, tiap anak mendapatkan makan dan vitamin (sirup maupun kapsul) serta makanan pokok (nasi dan lauk). Progam ini dinamakan HNP (Health Nutricion Program) Di samping bertujuan untuk memenuhi standar gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, juga
38
foto:pusdok kalyanamitra
bertujuan untuk mencegah anak kekurangan gizi. Karena bagi yayasan sendiri, faktor gizi cukup berpengaruh pada prestasi belajar anak di sekolah. Mengenai kedisiplinan masuk sanggar, maksimal dalam sebulan mereka tidak boleh absen lebih dari 70 persen. Yayasan bertindak tegas bagi anak yang sering bolos. Sanksinya bermacam-macam, mulai dari teguran, tidak boleh ikut berpariwisata (acara-acara ISCO) sampai dikeluarkan. Hampir semua masyarakat menyambut positif hadirnya Sanggar ISCO di lingkungan tempat tinggal mereka. Terlebih dapat mengurangi jumlah siswa yang putus sekolah, khususnya pada usia wajib belajar. Karena salah satu persoalan Kota Depok adalah masih tingginya jumlah anak yang tidak bisa menikmati dunia pendidikan. Kita berharap tumbuhnya “sanggar-sanggar ISCO” lainnya. Seandainya semua tempat di daerah kumuh maupun tertinggal mempunyai sarana belajar yang ditujukan untuk kaum marjinal, maka diprediksikan tingkat putus sekolah, khususnya usia wajib belajar, di Indonesia akan rendah. (NRL)
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
BEDAH BUKU Judul Buku : Bunga Trotoar – Sebuah Tinjauan terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima dalam Roda Pembangunan Ibukota Penyusun : Divisi Informasi dan Dokumentasi FAKTA Tim Penulis: Agustinus Herwanto, Ary Subagio Wibowo, SH. Azas Tigor Nainggolan, SH. Christina Widiantarti, SH. Tubagus Haryo Karbyanto, SH. Cetakan : April 2004 Tebal Buku : xxii + 199 halaman
Bunga Trotoar Kota Jakarta Buku monografi ini b e r u s a h a menghadirkan keberadaan pedagang kaki lima Jakarta dengan segala selukbeluknya: sejarah, permasalahan, karakteristik dan strategi advokasi. Untuk menjaring informasi yang berkaitan dengan pedagang kaki lima, dilakukan penelitian kepustakaan, wawancara dan menyebarkan kuesioner. Buku ini terdiri berisi 13 bab, dimulai dengan pendahuluan yang menjelaskan asal mula istilah kaki lima, sumber dan sejarah persoalan pedagang kaki lima, diskriminasi sektor informal, tujuan penulisan buku, metode pengumpulan data dan responden penelitian. H. Koesnan A. Halim, Walikota Jakarta Timur, berpendapat bahwa salah satu penyebab muncul dan berkembangnya pedagang kaki lima karena minimnya lapangan pekerjaan. Pemerintah tak mampu menyediakan lapangan pekerjaan dengan baik. Pedagang kaki lima menjadi jawaban atas hal tersebut. Namun menjadi kendala ketika keberadaannya menimbulkan masalah perkotaan, seperti ketertiban umum dan kebersihan. Untuk solusinya, H. Koesnan A. Halim berpendapat adalah perbaikan mental yang didahului dengan perbaikan kondisi ekonomi berskala nasional. Ia melihat pentingnya penegakan hukum dan konsistensi para pelaksananya. Pemda Jakarta Timur kini melakukan penataan dengan gagasan penyediaan ruas jalan bagi pedagang kaki lima dengan kesempatan berdagang dalam batasan waktu tertentu.
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
Sarimun Hadiseputra, Walikota Jakarta Barat, melihat keberadaan pedagang kaki lima punya pengaruh positif bagi kehidupan kota. Pedagang kaki lima menciptakan keramaian kota, daya tangkal bagi munculnya masalah kesenjangan sosial dan solusi bagi terbatasnya lapangan pekerjaan. Namun pedagang kaki lima itu menjadi masalah sosial ketika mereka tak memahami rasa memiliki kota. Akibatnya, kota tidak tertib dan teratur. Pemda Jakarta Barat memiliki 3 cara penanganan pedagang kaki lima, yakni pelarangan berdagang di lokasi-lokasi tertentu, relokasi dan sistem buka tutup. Buku ini memuat pandangan pakar sejarah tentang pedagang kaki lima, dengan mewawancarai Adolf Heuken, sejarawan yang mengenal betul selukbeluk kota Jakarta dan banyak menulis buku tentang kota Jakarta. Beliau mengungkapkan bahwa kebiasaan berdagang di pinggir jalan di Jakarta telah muncul sejak abad ke-17. Singapura berhasil menata pedagang kaki limanya, sedangkan pemerintah Jakarta tak mampu menata kota karena tak punya rencana yang jelas dan disiplin para aparat yang rendah. Sementara itu, penduduk kota Jakarta sebagian besar adalah pendatang yang kurang mempunyai rasa memiliki. Bagian lain buku berisi monografi pedagang kaki lima di beberapa lokasi di Jakarta, yakni Pulo Gadung, Halim-Cawang, Blok M dan GrogolCengkareng. Berbagai data dikumpulkan dari para pedagang kaki lima dan disajikan secara tabelaris dan diagram-diagram. Data yang dimuat adalah data pedagang dan keluarganya, antara lain jenis kelamin, usia, daerah asal, pendidikan terakhir, pekerjaan sebelumnya, alasan ke Jakarta, kepemilikan KTP, jumlah tanggungan keluarga, omzet berdagang dan pengeluaran bulanan. Sayangnya jenis data yang dikumpulkan dari tiap
39
BEDAH BUKU
lokasi penelitian berbeda-beda sehingga sukar diperbandingkan satu dengan lainnya. Banyak hal menarik yang ditemukan dari hasil penelitian ini. Banyak warga yang ber-KTP menunjukkan bahwa para pedagang dan keluarganya tertib dalam bermasyarakat. Mereka bukanl orang yang tidak dikenal dan bukan pula “warga ilegal”, melainkan sungguh masyarakat yang mampu bersosialisasi sekaligus berusaha menopang hidupnya sendiri. Penggusuran 60 pedagang kaki lima di Pulo Gadung dapat mengakibatkan 212 jiwa terganggu pemenuhan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan dasar (pangan, sandang dan papan) maupun kebutuhan pendidikan dan informasi, karena menghilangkan pendapatan harian mereka sebesar Rp.3.372.000. Bagian kelima buku ini memuat kisah hidup pedagang kaki lima Jakarta, latar belakang kehidupan mereka di daerah asal dan perjuangannya meneruskan hidup di ibukota. Dari 7 kisah yang dimuat, semuanya pernah mengalami penggusuran dan tindakan tidak adil yang dilakukan aparat. Kisah-kisah ini dilanjutkan dengan kumpulan kesan masyarakat terhadap pedagang kaki lima yang dimuat pada bab berikutnya. Ratarata mereka menyukai keberadaan pedagang kaki lima yang dianggap menyediakan barang-barang kebutuhan mereka yang relatif murah, praktis, mudah dicapai dan makanan yang dijual lebih enak. Buku ini juga berisikan paparan karakteristik pedagang kaki lima, organisasi pedagang kaki lima, pola-pola penggusuran yang dilakukan aparat, dasar hukum pengakuan pedagang kaki lima, strategi advokasi, data penggusuran sepanjang tahun 2003 (tanggal, wilayah, diskripsi kasus, jumlah korban, pelaku dan respon). Di bagian akhir buku ini dimuat beberapa rekomendasi yang diusulkan pada Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan bagi para pedagang kaki Lima. Penulis mengeritik pemda DKI yang dianggap bertindak diskriminatif terhadap PKL: Pembangunan berbagai macam sarana kota Jakarta
40
lebih memprioritaskan aspek formal, seperti mall, plaza dan supermarket, sementara sarana dengan budaya informal seperti PKL terlupakan. Perda No. 11 tahun 1988 yang selama ini menjadi dasar hukum penggusuran terbukti tidak berpihak pada kaum miskin kota, sehingga harus dicabut atau direvisi. Pemda DKI Jakarta perlu memikirkan tempat khusus bagi pedagang kaki lima dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Kepada pedagang kaki lima disarankan untuk memikirkan cara berdagang yang baik, dengan memperhatikan kebersihan dan tidak mengganggu kepentingan umum. Para pedagang kaki lima perlu memikirkan terbentuknya paguyuban manciri sebagai wadah pembicaraan bersama tentang penataan yang sesuai dengan keinginan mereka, pengelolaan kebersihan dan menghindari perselisihan di antara mereka. Buku ini cukup bagus pemaparannya tentang pedagang kaki lima dari berbagai sisi. Namun, sama sekali tidak disinggung mengenai permasalahan yang kompleks dan berskala nasional bahwa pedagang kaki lima ada di seluruh kota besar di Indonesia dan disebabkan terkumpulnya pembangunan dan investasi di kota-kota besar. Akibat yang ditimbulkan adalah berkurangnya kesempatan berusaha di daerah-daerah non perkotaan asal para migran yang berdagang kaki lima. (RF)
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
BEDAH FILM Judul Sutradara Aktor/Aktris Produsen
: : : :
The Secret life of Zoey Robert Mandel Julia Whelan, Caroline Aaron, Clif Deyoung, Andrew McCharthy Richard Davis
The Secret Life of Zoey: Pupusnya Kebahagiaan dalam Keluarga
F
ilm arahan Robert Mandel ini merupakan kisah yang menggambarkan kehidupan anak tunggal dalam situasi kedua orang tua yang bercerai. Zoey Carter, gadis cantik berusia 16 tahun, berasal dari keluarga yang cukup mapan. Ibunya, Marcia Carter, karyawati sebuah salon terkemuka. Ayahnya, John Carter, seorang pengusaha handal. Zoey Carter, yang diperankan Julia Whelan, adalah siswi di bangku SMU. Di sekolah, ia dikenal sebagai anak periang dengan nilai akademis yang memuaskan. Sehari-harinya, baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah, ia ditemani Kayla, teman akrabnya. Karena pengadilan menetapkan hak asuh dirinya jatuh ke tangan ibunya, maka sehari-harinya ia tinggal bersama satu rumah dengan ibunya. Namun demikian, ini tidak membuat hubungan dengan ayahnya renggang walaupun tak satu rumah dengan ayahnya. Zoey tetap akrab dengan ayahnya dan ayahnya kerap memberi kebutuhan-kebutuhan materinya. Pengawasan terhadap diri Zoey bisa dikata sangat ketat oleh kedua orang tuanya. Pulang dari mana pun Zoey tidak boleh pulang larut malam. Oleh bapaknya, ia tidak boleh memakai telepon genggam. Beruntung ia boleh mengendarai mobil kesekolahnya. Itu pun karena kesibukan orang tuanya yang cukup padat, sehingga orang tuanya tak ada waktu untuk mengantar jemput putrinya. Dengan situasi orang tuanya yang cerai berai (tidak harmonis) ditambah lagi pangawasan yang cukup ketat dari orang tuanya, Zoey merasa hidupnya tidak nyaman. Kadang untuk menghilangkan penat, sepulang sekolah ia menyempatkan diri berkunjung ke panti rehabilitasi orang-orang yang sedang sakit jiwa. Lingkungan di sana membuat
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
Zoey merasa nyaman. Ia dekat dengan seorang kakek berumur 70 tahun yang dirawat karena gangguan psikis. Tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya, lambat laun ia terjun ke dunia yang memaksa dirinya mengonsumsi obat-obat terlarang. Ia selalu mengunjungi tempat d imana ia dan temantemannya bebas membeli dan mengonsumsi obatobat terlarang. Ia selalu mengonsumsi obat-obat terlarang tersebut terlebih ketika dirinya sedang berada pada situsi yang membuatnya tidak nyaman dan tertekan. Sekian lama ia berhasil menutupi situasi ini di depan orang tuanya. Walaupun teman dekatnya tahu ia telah memakai obat terlarang, namun rahasia diantara mereka tetap terjaga. Selain rentan mengonsumsi obat terlarang, Zoey kerap melakukan perbuatan asusila. Suatu hari ia berjalan-jalan ke sebuah toko perhiasan, matanya tertuju pada sebuah arloji mahal. Niat buruk pun timbu. Ia ingin mengambil atau mencuri arloji tersebut. Tanpa segan ia memasukkan arloji tersebut ke dalam tas. Tanpa sepengetahuannya petugas toko memperhatikannya. Oleh petugas toko itu, ia dibawa ke kantor polisi. Zoey ingin ibunya tidak tahu tentang ini. Akhirnya petugas kepolisian menghubungi ayah Zoey. Menghadapi situasi anaknya ini, ayah Zoey sama sekali tidak marah. Malah, ia berdalih bahwa tiap manusia pasti melakukan kesalahan. Dengan persetujuan petugas, Zoey boleh pulang dan memilih ingin menginap di rumah Ayahnya. Setibanya di rumah ayahnya, Zoey sangat senang. Ayahnya menghadiahkan dirinya handphone. Namun, ada yang membuat ia tertekan. ia memergoki ayahnya sedang tidur dengan wanita lain.
41
BEDAH FILM
Suatu saat, ia sedang berada di tempat haram. Ia berkenalan dengan seorang pemuda yang bernama Horn. Tanpa sepengetahuan orang tuanya, Zoey dan Horn akhirnya berpacaran. Hari-harinya bersama Horn ia lewati dengan kebahagiaan. Zoey menganggap Horn orang yang tepat untuk menghilangkan kesedihan dan tempat mencari kesenangan. Sampai-sampai waktu bermain atau berkumpul dengan teman-temannya ia abaikan. Menghadapi situasi ini, Kalya merasa tersisih dari Zoey karena kehadiran Horn. Suatu ketika, ibunya dan teman salonnya menguntit Zoey di sekolah. Dari dalam mobil mereka melihat Zoey dan Horn berciuman. Ibu Zoey sangat terpukul melihat situasi ini. Ia bingung mengapa selama ini Zoey tidak cerita kepadanya kalau ia sedang dekat dengan seorang laki-laki. Nyonya Marcia merasa saat ini tidak mengenal Zoey lagi sebagai anaknya. Ia bingung sebagai ibunya. Hari-hari Zoey makin tidak terkendali. Nilai-nilai ujiannya menurun. Ia terus mengonsumsi obatobat terlarang. Suatu hari ibunya membongkar tas sekolah milik Joey. Nyonya Marcia sangat kaget ketika ia menemukan satu kotak obat yang tidak ia ketahui jenisnya. Ia penasaran hendak mengetahui jenis obat tersebut. Tanpa berpikir panjang, ia membawa obat tersebut ke tempat penelitian obat agar ia segera dapat mengetahui jenis obat tersebut. Betapa kagetnya ia ketika pihak farmasi menyimpulkan bahwa obat itu adalah obat-obatan terlarang. Hatinya sangat terpukul. Sebagai ibu ia merasa gagal telah membesarkan anaknya. Ia dan Zoey sempat bersitegang dalam menghadapi masalah ini.
Ia suntikkan obat terlarang itu kedalam tubuhnya sampai over dosis. Untung, ketika ia pingsan, ia berada tepat di depan rumahnya jatuh di depan ibunya. Zoey tidak sadarkan diri. Cepat nyonya Marcia membawa Zoey ke rumah sakit, dan di sana ia bertemu dengan suaminya. Dokter berpendapat Zoey dalam keadaan kritis. Dengan pertolongan dokter dan peralatan medis, akhirnya Zoey membaik. Setelah sembuh, Zoey tak langsung dipulang ke rumah .Ia tinggal di panti rehabilitasi tempat orang-orang yang kecanduan narkotik. Di tempat ini Zoey berteman dengan anak seusianya, yang nasibnya hampir sama dengannya. Selama lebih 6 bulan di bawah pengawasan Dr Mike Happer yang sabar dan secara komprehensif menangani Zoey. Zoey divonis benar-benar sembuh dan menaklukan segala permasalahannya. Akhirnya, Zoey diperbolehkan pulang. Keluar dari panti, Zoey menjalani hari-harinya yang indah tanpa obat-obat terlarang “The Secret Life of Zoey” mengungkap akibat negatif penggunaan obat terlarang dan mengisahkan kegigihan orang tua yang berjuang demi anaknya untuk menjauhi dan lepas dari obat terlarang. Film produksi Movieline Entertainment ini adalah bagian kecil beribu kejadian yang sama yang ada di dunia. Hikmahnya, kita memberi kebahagiaan kepada anak bukan hanya dalam bentuk materi, namun juga perhatian orang tua dan keluarga yang harmonis. Inilah kebahagiaan hakiki yang tak ternilai harganya. (NRL)
Untuk memecahkan masalah ini, kedua orangtuanya sepakat agar Zoey mengikuti pendidikan khusus bagi penderita obat-obat terlarang. Namun, kiat ini tidak sesuai dengan harapan mereka. Suatu hari di sekolah, Zoey melihat Horn kekasihnya sedang asyik berduaan dengan wanita lain. Ia sangat kaget dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Hatinya kacau balau. Satu-satunya cara menghilangkan kesedihannya yaitu dengan mengonsumsi narkotik.
42
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
CATATAN LEPAS
Tak Menjadi Apa-apa di negeri Ironi Indonesia “…Biarlah saya tambahkan bahwa pengalaman-pengalaman pribadi saya tak seberapa dibandingkan dengan pengalaman beratus-ratus ribu orang, yang kini tetap membisu. Bukan hanya rasa takut yang menahan mereka berbicara, namun juga kepedihan kenangan yang harus dibawanya dalam kehidupan.” (Carmel Budiardjo, Bertahan Hidup di Gulag Indonesia, MIK, 1999)
foto:pusdok kalyanamitra
hidupnya. Kalau boleh mengulang sejarah, ia ingin lahir di zaman pra kemerdekaan atau masa depan. Dirinya bingung melihat di media cetak maupun elektronik ada orang yang menobatkan dirinya sendiri menjadi tokoh atau pemimpin, tanpa ada yang memilihnya. Mereka berkoar. Kata-katanya muluk. Mereka melarang ini itu. Mereka menghukum orang lain sebagai pendosa dan sebagainya. Mereka nilai dirinya benar 100 persen, yang lain salah total. Seakan merekalah yang suci, yang lainnya laknat.
S
uatu ketika, aku dan seorang teman asyik ngobrol di warung Tegal sambil nyantap sop dan sate kambing. Malam itu, hujan mengguyur lebat hampir di sebagian besar wilayah Jakarta. Tenda warung di mana kami tengah bersantap pun seakan tak mampu menahan derasnya hujan. Tetesan hujan merembes ke mana-mana yang akhirnya membasahi kami juga. Tapi itu tak mengganggu kami untuk terus bersantap dan ngobrol. Temanku ini berkisah bahwa dirinya baru terkena PHK dari sebuah lembaga swadaya masyarakat yang cukup punya nama. Pasalnya, sambil bekerja di lembaga itu, ia selama ini melanjutkan studinya ke tingkat master (S2) di bidang pembangunan sosial di suatu universitas terkenal di Jakarta. Sebagai staf lembaga tersebut, ia dituntut melaksanakan program-program yang ada. Salah satu program di lembaga tersebut ialah pengembangan sumberdaya manusia. Dia, dengan beaya sendiri, ingin memulai memberi arti betapa pentingnya program pengembangan sumberdaya manusia itu dilakukan dan bukan sekadar ditulis dan dikata-katai. Percakapan kami berlanjut sampai ke hal-hal yang terkait dengan masalah sosial, politik, budaya dan sebagainya. Ia bilang, ia menyesal lahir di tengah bangsa dan negeri yang makin tak jelas arah
Kalyanamedia | Edisi 2 No. 4
| Okt - Des 2005
Namun, di balik semua kebohongan publik itu, perbuatan mereka lebih membingungkan lagi. Ada yang melarang melacur, namun memelihara banyak perempuan, yang tak jelas bagaimana mempertanggungjawabkannya. Ada yang melarang berjudi, namun menjadi pemilik bandar judi terbesar. Ada yang melarang mencuri, namun menjadi koruptor kakap. Pokoknya, banyak hal yang tak masuk di nalar. Sungguh mencengangkan kita! Kemudian, temanku ini menyatakan betapa saat ini kita hanya menjadi sampah di negeri sendiri. Orang sampai tak memiliki lahan, padahal lahan di negeri ini luasnya walahualam. Orang kelaparan, padahal berlimpah makanan. Nelayan tak makan ikan, padahal ikan melimpah. DPR yang bergaji tinggi minta naik gaji, sedangkan jutaan buruh di PHK. Berjuta kegilaan lainnya terus berseliweran di depan mata dan benak kita. Dari obrolan di warung Tegal itu, kami kemudian pahami bahwa bangsa ini memerlukan pencerahan moral. Betapa tidak, ada orang miskin yang tega mencuri harta orang miskin dan membunuh sesamanya. Preman beraninya memeras orang miskin. Moral bangsa dan masyarakat harus diperbaiki, bukan dengan kata-kata ataupun doktrin-doktrin, melainkan dengan sikap dan perbuatan konsisten yang bersahaja. “..kan aneh, masak lembaga yang gembar-gembornya memberdayakan manusia, kok stafnya yang mau maju malah di PHK!” celutuk temanku. “Di Indonesia, kita tak menjadi apa-apa!”timpalku, sembari kami akhiri diskusi malam itu. (HG)
43