KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 28, Maret 2017
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 28, Maret 2017
DEPARTEMEN KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
Mitigasi Risiko Sistemik Melalui Penguatan Koordinasi Antar Institusi di Tengah Konsolidasi Perekonomian Domestik
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 28, Maret 2017
Pengarah Penerbit : Bank Indonesia
Erwin Rijanto Filianingsih Hendarta Yati Kurniati Dwityapoetra S. Besar
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta
Koordinator dan Editor Umum
Indonesia
Retno Ponco Windarti – Rozidyanti – Mirza Yuniar I. - Januar Hafidz – Leanita Indah P.
Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari
Tim Penyusun M. Firdaus Muttaqin, Kurniawan Agung, Ita Rulina, Indra Gunawan, Yanti Setiawan, Clarita Ligaya, Arlyana
pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia di bidang pengaturan dan pengawasan Makroprudensial
Abubakar, Ndari Suryaningsih, Cicilia A. Harun, Sri Noerhidajati, Theresia Silitonga, Agus Fadjar Setiawan, Viana
sebagaimana tercantum pada Undang-undang No. 21 Tahun 2011.
Sari, Reska Prasetya, Risa Fadila, Khairani Syafitri, Bayu Adi Gunawan, Susana Wibisana, Heny Sulistyaningsih, Sigit Setiawan, Vienella Zarmida, Lisa Rienellda, Arifatul Khorida, Justina Adamanti, Anita, Maulana Harris Muhajir,
KSK diterbitkan secara semesteran dengan tujuan untuk:
Zulfia Fathma, Sagita Rachmanira, Marluga Sidabutar, Wienda Afriyanti, Frimayudha Ardyaputra, Arisyi Fariza
• Meningkatkan wawasan publik dalam memahami stabilitas sistem keuangan
Raz, Anindhita Kemala D., Apsari Anindita N.P, Dhanita Fauziah Ulfa, Randy Cavendish, Rieska Indah Astuti,
• Mengkaji risiko-risiko potensial terhadap stabilitas sistem keuangan
Harris Dwi Putra, Pita Pratita, Vergina Hapsari, Lestari Shita, Irman Robinson, Irma Yunita Barus, Arry Priyanto,
• Menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan
Wahyu Widianti, Eka Putra Budi Nugroho, RR. Diva Amelia Putri, Ridwan Anhar, Duky Sumantri, I.G.N. Yudia,
• Merekomendasikan kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil
Rolan Marulitua, Kartina Eka Darmawanti, Aski Catranti, Fiona Rebecca Hutagaol, Syachman Perdymer, Saraswati, Widyastuti Noviandari, Diana Yumanita, Cecep M Hakim, Siti Nurfalinda, Agustina Damayanti, Dopul Rudy Tamba,
Informasi dan Order: KSK ini terbit pada bulan Maret 2017 dan didasarkan pada data dan informasi per Desember 2016, kecuali dinyatakan lain. Dokumen KSK lengkap dalam format pdf tersedia pada web site Bank Indonesia:http://www.bi.go.id Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain.
Permintaan, komentar dan saran harap ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Kebijakan Makroprudensial Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia Email :
[email protected]
Agus Seno Aji, Aditya Candra, Rakhma Fatmaningrum, Fransiskus Xaverius Tyas Prasa, Ardina Ayu Dwiratna, Donny Ananta, Citra Marliani, Novianti
KONTRIBUTOR Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK) Departemen Pengembangan UMKM (DPUM) Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Departemen Statistik (DSta) Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK) Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP)
PENGOLAH DATA, LAYOUT, DAN PRODUKSI Saprudin, Elsa Puspa Silfia, I Made Yogi
“Mitigasi Risiko Sistemik Melalui Penguatan Koordinasi Antar Institusi di Tengah Konsolidasi Perekonomian Domestik”
DEPARTEMEN KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Daftar Isi Kata Pengantar
xiii
Ringkasan Eksekutif
xvii
1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
3
1.1 Perkembangan Risiko di Pasar Keuangan Global dan Regional 1.2 Perkembangan Risiko pada Perekonomian Domestik 1.3 Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan 1.4 Ketidakseimbangan Keuangan Domestik Boks 1.1. Analisis Perkembangan Indikator Financial Imbalances Berdasarkan National Financial Account & Balance Sheet (NFA & BS) Triwulan III-2016 Boks 1.2. Perkembangan Reformasi Keuangan Global di Indonesia
2. Pasar Keuangan
31 33 38 55 64 68
Boks 2.2. Perkembangan Pasar Modal Sebagai Alternatif Sumber Pendanaan dan Investasi Selain Perbankan
72
3.1. Asesmen Risiko Sektor Rumah Tangga 3.2. Asesmen Risiko Sektor Korporasi Boks 3.1. Kerangka Asesmen dan Surveillance Sistem Keuangan: Sektor Korporasi, Rumah Tangga, Dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB)
4. Perbankan dan IKNB 4.1. Asesmen Kondisi dan Risiko Perbankan 4.2. Asesmen Industri Keuangan Non Bank Boks 4.1. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Mendorong Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
5. Infrastruktur Sistem Keuangan 5.1. Kinerja Sistem Pembayaran 5.2. Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran 5.3. Indikator Sistem Pembayaran 5.4. Risiko Sistem Pembayaran dan Upaya Mitigasi Risiko 5.5. Perkembangan Data Keuangan Inklusif dan Layanan Keuangan Digital Boks. 5.1. National Standard Indonesia Chip Card Specification (NSICCS)
Bank Indonesia
25
2.1. Peran Pasar Keuangan Sebagai Sumber Pembiayaan Perekonomian 2.2. Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan 2.3. Asesmen Pasar Keuangan Syariah Boks 2.1. Pengaturan Surat Berharga Komersial Boks 2.2. Local Currency Settlement Framework
3. Asesmen Kondisi dan Risiko Rumah Tangga dan Korporasi
ii
5 8 10 12 21
45 47 54 67
71 73 102 112
187 189 191 194 195 197 202
6. Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
205
6.1. Penyempurnaan Ketentuan Mengenai Rasio Loan To Value Atau Rasio Financing To Value Untuk Kredit Atau Pembiayaan Properti Dan Uang Muka Untuk Kredit Atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor 6.2. Evaluasi Kebijakan Countercyclical Buffer (CCB) 6.3. Kebijakan Giro Wajib Minimum Terkait Loan to Funding Ratio (GWM LFR) 6.4. Pengawasan Makroprudensial 6.5. Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan dan Sinergi Koordinasi Bank Indonesia dengan Otoritas Lainnya Boks 6.1. Center of Excellence Pengawasan Bank Indonesia Boks 6.2. Protokol Manajemen Krisis (PMK) Bank Indonesia
208 212 216 219 220 226 231
235
7. Tantangan, Outlook dan Arah Kebijakan SSK Ke Depan 7.1. Tantangan Stabilitas Sistem Keuangan 7.2. Prospek Ketahanan Perbankan dan Stabilitas Sistem Keuangan 7.3. Arah Kebijakan Boks 7.1. Survei Risiko Sistemik Sistem Keuangan Indonesia Boks 7.2. Fungsi Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
237 239 240 242 244
Artikel Artikel 1 Penggunaan Macroprudential Tools dalam Kerangka Protokol Manajemen Krisis Artikel 2 Analisis Kerentanan Rumah Tangga Menggunakan Balance Sheet Approach (BSA) dan Financial Margin Approach (FMA)
Bank Indonesia
248 256
iii
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
DAFTAR TABEL
1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Tabel 1.1
Outlook Perekonomian Dunia
5
Tabel 1.2.
Jumlah Lindung Nilai ULN yang Dilakukan dan Pemenuhannya Triwulan III 2016
18
2. Pasar Keuangan
Tabel 3.4.
Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Non Keuangan
92
Tabel 3.5.
Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Komoditas Utama
94
Tabel 3.6.
Kredit Korporasi menurut Sektor Ekonomi
96
Tabel 3.7.
Kredit Berdasarkan Komoditas Utama Ekspor
97 99
Tabel 2.1.
Pembiayaan Perbankan dan NonBank (Rp Triliun)
33
Tabel 3.8
ULN Restru Menurut Sektor Ekonomi
Tabel 2.2.
Sumber Penghimpunan dan Penyaluran Dana berdasarkan Jumlah Bank
37
Tabel 3.9.
Jenis ULN Restrukturisasi Tone Positif dan Negatif
101
Tabel Boks 3.1.1.
104
Sumber Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bank berdasarkan Volume
37
Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan
Tabel Boks 3.1.2.
Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan
105
Tabel 2.4.
Perbandingan rata-rata Spread NDF Negara Kawasan
44
Tabel Boks 3.2.1.
Batasan harga minimal properti yang dapat dibeli pihak asing
112
Tabel 2.5.
Komposisi Kepemilikan SBN
45
Tabel 2.6.
Yield SBN 10 Tahun Kawasan (%)
48
Tabel 2.7.
Volatilitas Yield SBN 10 Tahun di Negara Kawasan (%)
48
Tabel 2.8.
Kepepemilikan Obligasi Korporasi
Tabel 2.9.
Tabel 2.3.
4. Perbankan dan IKNB Tabel 4.1
AL/NCD per BUKU
119
48
Tabel 4.2
Penambahan AL Triwulan II
119
Kepemilikan Saham oleh Asing per Unit Saham (Miliar Unit)
51
Tabel 4.3
Perkembangan LDR per Kelompok BUKU
120
Tabel 2.10.
Volatilitas Indeks Sektoral (rata-rata semesteran)
51
Tabel 4.4
Pertumbuhan DPK per BUKU (%, yoy)
121
Tabel 2.11.
Distribusi Daftar Efek Syariah
56
Tabel 4.5
Penerimaan Dana Tax Amnesty per BUKU
121
Tabel Boks 2.2.1
Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Negara
69
Tabel 4.6
Pangsa DPK berdasarkan Jangka Waktu
122
Tabel Boks 2.2.2
Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Valuta
69
Tabel 4.7
Pangsa DPK per Pulau
124
Tabel Boks 2.3.1
Lembaga Penerbit Obligasi Korporasi
76
Tabel 4.8
Pertumbuhan PDB Sektoral per Sektor Ekonomi
126
Tabel Boks 2.3.1
Kepemilikan Obligasi Korporasi
76
Tabel 4.9
Pangsa Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
127
Tabel 4.10
Pertumbuhan Kredit per BUKU (% yoy)
127
Tabel 4.11.
Pertumbuhan dan Pangsa Kredit UMKM berdasarkan BUKU
130
Tabel 4.12
NPL Gross per Wilayah (%)
131
Tabel 4.13
Rasio NPL gross per BUKU (%)
132
3. Rumah Tangga dan Korporasi Tabel 3.1.
Komposisi DSR Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan
84
Tabel 3.2.
Komposisi Tabungan Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan
84
Tabel 3.3
Kredit Sektor Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Penggunaannya
87
iv
Bank Indonesia
Tabel 4.14
Jumlah Obligasi Yang Mengalami Downgrade (Rating Pefindo)
132
Tabel 5.3.
Perkembangan Agen LKD Individu dan Agen LKD Badan Hukum
199
Tabel 4.15.
Perbandingan Penyaluran Kredit UMKM dan KUR
137
Tabel 4.16
Subsidi Suku Bunga
138
Tabel 4.17
Suku Bunga DPK per BUKU
139
6. Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Tabel 4.18
Suku Bunga Kredit per BUKU
140
Tabel 6.1.
209
Tabel 4.19
Tabel Nilai Kepemilikan SBN oleh Perbankan per BUKU
142
Rasio dan Tiering LTV untuk Kredit Properti dan Pembiayaan Properti
Tabel 6.2.
210
Tabel 4.20
Pangsa Kepemilikan SBN oleh Perbankan per BUKU
143
Rasio LTV/FTV berdasarkan tiper property
Tabel 6.3.
210
Tabel 4.21.
Perkembangan Laba/Rugi Industri Perbankan (Triliun Rp)
146
Mekanisme Pencairan kredit/ pembiayaan property
Tabel 6.4.
211
Tabel 4.22.
Rincian Pos Pendapatan (Trilliun Rp)
147
Perkembangan harga Properti Residensial
Tabel 4.23
.Rincian Pos Biaya (Trilliun Rp)
147
Tabel 4.24
Perkembangan CAR berdasarkan BUKU
149
7. Tantangan, Outlook dan Arah Kebijakan SSK Ke Depan
Tabel 4.25
Keterkaitan Perbankan dengan Perusahaan Pembiayaan
159
Tabel 7.1
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
237
Tabel 4.26
Rasio Investasi per Jenis Asuransi
160
Tabel 7.2
Proyeksi PDB AS dan Tiongkok
237
Tabel 4.27
Keterkaitan Industri Perbankan dan Industri Asuransi
162
Tabel 4.28
Perkembangan Aset dan Kinerja Keuangan Asuransi
164
Tabel 4.29
Kecukupan Modal Minimum Asuransi Go Public (Rp Miliar)
164
Tabel Boks 4.2.1.
Investasi dan Aset BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
177
Tabel Boks 4.2.2.
Portofolio Investasi BPJS Ketenagakerjaan 2015
177
Tabel Boks 4.2.3.
Porsi Kepemilikan SBN oleh IKNB
178
Tabel Boks 4.3.1
Rasio Likuiditas per Kelompok Bank
180
5. Infrastruktur Sistem Keuangan Tabel 5.1.
Perkembangan Sistem BIRTGS, BI-SSSS, SKNBI, Transaksi menggunakan APMK dan Uang Elektronik
191
Tabel 5.2.
Bank yang menjadi Core dalam Sistem BI-RTGS
196
Bank Indonesia
v
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
DAFTAR GRAFIK DAN GAMBAR 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik 1.27.
Perkembangan ULN Swasta Nonbank Berdasarkan
18
Grafik 1.28.
Perkembangan Debt Service Ratio (DSR) Jangka Waktu Asal
18
Grafik 1.29.
Kepemilikan SBN Investor Nonresiden
19
Grafik 1.30.
Kepemilikan Saham Investor NonResiden
19
Grafik 1.31.
Kepemilikan SBI Asing dan Domestik
20
Grafik 1.32.
Perkembangan Harga dan Volume Transaksi Saham
20
Grafik 1.1.
Perkembangan Harga Minyak Brent
6
Grafik 1.2.
Perkembangan Harga Logam
6
Grafik 1.3.
CDS Negara Maju dan Kawasan
7
Grafik 1.4.
IHSG dan Indeks Bursa Global
7
Grafik 1.5.
Perkembangan VIX
7
Grafik 1.6.
Inflasi dan Pertumbuhan PDB Tahunan
9
Grafik 1.7.
Neraca Pembayaran 2016
9
Grafik 1.8.
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
9
Grafik 1.9.
Apresiasi dan Depresiasi terhadap Dolar AS
9
Grafik 1.33.
Perkembangan Harga dan Volume Transaksi SBN
20
Grafik 1.10.
Indeks Harga Saham Gabungan Beberapa Negara
9
Grafik Boks 1.1.
Net Transaksi Antar Sektor (Rp T)
22
Grafik Boks 1.1.
Net Transaksi Antar Sektor (Rp T)
23
Grafik 1.11.
Aliran Dana Nonresiden
9
Grafik 1.12.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK)
11
Grafik 1.13.
Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK)
11
Grafik 1.14.
Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK)
11
Grafik 1.15.
Indeks Risiko Sistemik Perbankan (IRSP)
11
Grafik 1.16.
Indeks Harga Saham Gabungan Beberapa Negara Kawasan
12
Grafik 1.17.
Pangsa Aset Lembaga Keuangan
2. Pasar Keuangan Grafik 2.1.
Volume IPO dan Right Issue di Pasar Saham
34
Grafik 2.2.
Perbandingan Yield Curve Obligasi Korporasi dan Rata-rata Suku Bunga KI & KMK
34
Grafik 2.3.
Nominal Emisi Obligasi
35
Grafik 2.4.
Nominal Outstanding MTN dan NCD
35
Grafik 2.5.
Grafik MTN dan NCD Jatuh Tempo
35
12
Grafik 2.6.
Nominal Issuance MTN dan NCD
36
Volatilitas Pasar Keuangan
39
Grafik 1.18.
Siklus Keuangan
13
Grafik 2.7.
Grafik 1.19.
Prosiklikalitas Pertumbuhan Kredit Perbankan
13
Grafik 2.8.
Aliran Dana Asing di Saham, SBN, dan SBI
39
Grafik 1.20.
Perkembangan Komponen Penerimaan Semester I 2010 – 2016
15
Grafik 2.9.
Suku Bunga PUAB Rupiah Overnight
40
Grafik 2.10.
40
Kontribusi Pertumbuhan Komponen Penerimaan Semester II 2010 – 2016
15
Volatilitas Suku Bunga PUAB Overnight
Grafik 2.11.
Perkembangan PUAB Rupiah
40
Perkembangan Komponen Belanja Semester II 2010 – 2016
15
Grafik 2.12.
Pola Transaksi PUAB Rupiah
40
Grafik 2.13.
Perkembangan PUAB Valas
41
Perkembangan Defisit dan Keseimbangan Primer
15
Grafik 2.14.
Suku Bunga PUAB Valas O/N
41
Grafik 1.24.
Rasio Hutang Pemerintah terhadap Penerimaan Negara
16
Grafik 2.15.
Volatilitas Suku Bunga PUAB Valas
42
Grafik 2.16.
Perilaku Transaksi PUAB Valas
42
Grafik 1.25.
Keseimbangan Primer Indonesia dan Negara
16
Grafik 2.17.
Transaksi Repo Antar Bank
43
Grafik 2.18.
Transaksi Lending Facility
43
Grafik 1.26.
Komposisi ULN berdasarkan kelompok peminjam dan komposisi ULN terhadap PDB
17
Grafik 2.19.
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
43
Grafik 2.20.
Premi Risiko Pasar Valas
44
Grafik 2.21.
Volatilitas Rupiah
44
Grafik 1.21. Grafik 1.22. Grafik 1.23.
vi
Bank Indonesia
Grafik 2.22.
Komposisi Pasar Valas Domestik
44
Grafik 2.52.
Perkembangan Jumlah Daftar Efek Syariah
56
Grafik 2.23.
Komposisi Kepemilikan SBN
46
Grafik 2.24.
Net Flow Asing di SBN dan IDMA
46
Grafik 2.53.
Perbandingan IHSG dan ISSI
57
Grafik 2.54.
Pertumbuhan Kapitalisasi Pasar (yoy)
57
Grafik 2.55.
Perkembangan Indeks Saham Syariah
57
Grafik 2.56.
Volatilitas Indeks Saham
57
Grafik 2.57.
Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah
58
Grafik 2.58.
Pertumbuhan NAB Syariah
58
Grafik 2.59.
NAB Reksadana Syariah berdasarkanJenis Reksadana
58
Grafik 2.60.
Penerbitan Surat Berharga Negara
59
Grafik 2.61.
Penerbitan Sukuk Berdasarkan Jenis
59
Grafik 2.62.
Outstanding Sukuk Negara
60
Grafik 2.63.
Pertumbuhan Outstanding SBN
60
Grafik 2.64.
Komposisi Sukuk Berdasarkan Seri SBSN
60
Grafik 2.65.
Komposisi Sukuk berdasarkan Jangka Waktu
60
Grafik 2.25.
Yield curve SBN
46
Grafik 2.26.
Rebased Yield SBN per Tenor
46
Grafik 2.27.
Volatilitas Yield SBN per Tenor
47
Grafik 2.28.
Turnover Transaksi SBN dan Obligasi Korporasi (data msh s.d. Okt’16
47
Grafik 2.29.
Rasio SBN per GDP (data GDP 4 negara s.d. Tw.III 2016)
47
Grafik 2.30.
Rebased Yield SBN 10 th Emerging Market
47
Grafik 2.31.
Net Flow Asing di Obligasi Korporasi dan Outstanding Kepemilikannya
49
Grafik 2.32.
Yield Curve Obligasi Korporasi
49
Grafik 2.33.
Volatilitas Yield Obligasi
49
Grafik 2.34.
Emisi Obligasi Korporasi per Sektor
49
Grafik 2.35.
Perkembangan Indeks Harga Saham
50
Grafik 2.36.
Perkembangan Volatilitas Harga Saham
50
Grafik 2.37.
Arus Masuk Dana Asing di Pasar Saham Kawasan
50
Grafik 2.38.
Net Beli/Jual Asing di Pasar Saham & Level IHSG
50
Grafik 2.39.
Turnover Pasar Saham
Grafik 2.40.
Grafik 2.66.
Kepemilikan SBSN (Tradable)
61
Grafik 2.67.
Pertumbuhan Sukuk dan Obligasi Korporasi
61
Grafik 2.68.
Perkembangan Market Share dari Sukuk Korporasi
61
51
Grafik 2.68.
Sukuk Korporasi Berdasarkan Pemilik
62
Kapitalisasi IHSG dan LQ45
52
Grafik 2.69.
62
Grafik 2.41.
Share Frekuensi Perdagangan IHSG
52
Obligasi Korporasi Berdasarkan Pemilik
Grafik 2.42.
Perkembangan Reksadana
53
Grafik 2.70.
NAB Reksadana Berdasarkan Jenis
53
Pengumpulan dan Penyaluran Dana Zakat
62
Grafik 2.43. Grafik 2.44.
Volatilitas NAB Reksadana per Jenis
53
Grafik 2.45.
Growth Reksadana (yoy)
53
Grafik 2.71.
63
Grafik 2.46.
Profil Risiko Produk Reksadana
54
Proporsi Penghimpunan dan Penyaluran dana ZIS berdasarkan provinsi
Grafik 2.47.
NAB Reksadana Close End dan Open End
54
Gambar Boks 2.2.1
Contoh Skema Local Currency Settlement
70
Grafik 2.48.
Akumulasi Dana Pada Pasar Modal Syariah
55
Gambar Boks 2.2.2
Alur Pelaksanaan Mekanisme LCS
71
Grafik Boks 2.3.1
Rata-rata Pertumbuhan Pasar Modal Syariah
55
Perkembangan Penerbitan Instrumen Pasar Modal
73
Grafik 2.49.
Grafik Boks 2.3.2
Perkembangan Pasar Modal Syariah
55
Perkembangan Kepemilikan Saham oleh Investor Domestik
73
Grafik 2.50. Grafik 2.51.
Pangsa Pasar Modal Syariah
56
Grafik Boks 2.3.3
Rasio jumlah Investor terhadap Tenaga Kerja Indonesia
73
Grafik Boks 2.3.4
Perbandingan Perkembangan Jumlah akun investor Pasar Saham
74
Desember 2016
Bank Indonesia
vii
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
DAFTAR GRAFIK DAN GAMBAR Grafik Boks 2.3.5
Perbandingan Persentase Jumlah Akun Investor Pasar Saham terhadap Tenaga Kerja
74
Grafik Boks 2.3.6
Kinerja Pasar Saham Indonesia dan 12 Negara lain pada Akhir Tahun 2016
74
Grafik Boks 2.3.7
Jangka Waktu SBN yang Diterbitkan
75
Grafik Boks 2.3.8
Kepemilikan SBN
75
3. Rumah Tangga dan Korporasi Grafik 3.1.
Kontribusi Konsumsi RT Terhadap PDB
81
Grafik 3.2.
Pertumbuhan Penjualan Riil
81
Grafik 3.3.
Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini, Indeks Ekspektasi Konsumen
82
Grafik 3.4.
Indeks Ekspektasi Harga pada 3 Bulan Mendatang
82
Grafik 3.5.
Indeks Ekspektasi Harga pada 6 Bulan Mendatang
83
Grafik 3.6.
Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga
83
Grafik 3.7.
Komposisi dan Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
85
Grafik 3.8.
Komposisi dan Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga
86
Grafik 3.9.
Komposisi Kredit Perbankan
86
Grafik 3.10.
Perkembangan Kredit Konsumsi
87
Rumah Tangga Berdasarkan Komponen Grafik 3.11.
Nominal dan NPL Kredit Konsumsi Rumah Tangga
88
Grafik 3.12.
Perkembangan NPL Kredit Konsumsi Rumah Tangga per Komponen
88
Grafik 3.13.
Komposisi Kredit Konsumsi Rumah Tangga per Jenis
88
Grafik 3.14.
Perkembangan Harga Beberapa Komoditas
89
Grafik 3.15.
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia
90
Grafik 3.16.
Perkembangan Realisasi dan Perkiraan Dunia Usaha
90
Grafik 3.17.
Kapasitas Produksi Terpakai
91
Grafik 3.18.
Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Non Keuangan
91
Grafik 3.19.
Perkembangan Kinerja Keuangan Korporasi Publik Non Keuangan
92
viii
Bank Indonesia
Grafik 3.20.
Perkembangan Kemampuan Membayar Korporasi Non Keuangan
93
Grafik 3.21.
Perkembangan Kinerja Keuangan Korporasi Komoditas
94
Grafik 3.22.
Kinerja Korporasi Berdasarkan Altman
95
Grafik 3.23.
Pergerakan Korporasi Berisiko dan GDP
95
Grafik 3.24.
Kredit Korporasi per BUKU
95
Grafik 3.25.
Perkembangan DPK Korporasi
97
Grafik 3.26.
DPK Korporasi per BUKU
97
Grafik 3.27
ULN Indonesia
98
Grafik 3.28.
Pertumbuhan dan Nominal ULN Swasta
98
Grafik 3.29
ULN Restru Korporasi Non Keuangan
Grafik 3.30
Perkembangan Outstanding ULN Restru (Miliar Dolar AS)
100
Grafik 3.31
Perkembangan Pangsa Outstanding ULN Restru terhadap total ULN Restru (%)
100
Grafik 3.32
Pembayaran Bunga dan Pokok ULN Restru Tone Positif dan Negatif
101
Grafik 3.33
Rencana Pembayaran Bunga dan Pokok ULN Restru Tone Positif dan Negatif
102
Grafik Boks 3.1.1.
Pekerjaan Utama Kepala Rumah Tangga
105
Grafik Boks 3.1.2.
Aset Rumah Tangga 2015-2016
106
Grafik Boks 3.1.3.
Aset Tetap Rumah Tangga 2015-2016
106
Aset Lancar Rumah Tangga 2015-
106
Grafik Boks 3.1.4.
99
2016 Grafik Boks 3.1.5.
Investasi Rumah Tangga 2015-2016
106
Grafik Boks 3.1.6.
Utang Rumah Tangga 2015 - 2016 Berdasarkan Jangka Waktu
107
Grafik Boks 3.1.7.
Utang Rumah Tangga 2015 - 2016 Berdasarkan Sumber
107
Grafik Boks 3.1.8.
Distribusi Rumah Tangga Yang Berutang ke Bank Berdasarkan Tujuan Pinjaman (%)
108
4. Perbankan dan IKNB Grafik 4.1
Rasio Likuiditas Perbankan
118
Grafik 4.2
Perkembangan Alat Likuid Perbankan
118
Grafik 4.3
Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian dan Rasio Likuiditas Perbankan
119
Grafik 4.4
Net Ekspansi Pemerintah
119
Grafik 4.30.
Realisasi KUR tahun 2016
136
Grafik 4.5
Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
120
Grafik 4.31.
Penyaluran KUR Berdasarkan Skema tahun 2016
136
Grafik 4.6
Perkembangan Lending Standard
120
Grafik 4.32.
136
Grafik 4.7
Pertumbuhan DPK (yoy)
121
Baki Debet KUR Berdasarkan Sektoral 2016
Grafik 4.8
Pangsa DPK berdasarkan Deposan Inti/Non-Deposan Inti
122
Grafik 4.33.
Baki Debet KUR Berdasarkan Sektoral 2016
136
Grafik 4.9
Pangsa DPK berdasarkan Nilai Penjaminan
122
Grafik 4.34.
NPG dan NPL KUR
137
Gambar 4.2.
Skema Subsidi Resi Gudang
138
Grafik 4.10
Pertumbuhan DPK Berdasarkan Jenis Simpanan
122
Grafik 4.35
Perkembangan Suku Bunga Kredit dan DPK
139
Grafik 4.11
Rata-rata Suku Bunga Deposito Rupiah 1 bulan per BUKU
123
Grafik 4.35
Perkembangan Suku Bunga Kredit dan DPK
141
Grafik 4.12
Pangsa Komposisi DPK Perbankan
123
Grafik 4.36
Total dan Rasio PDN per BUKU
142
Grafik 4.13
Perkembangan DPK Berdasarkan Golongan Pemilik
124
Grafik 4.37
Volatilitas Yield SBN
144
Grafik 4.38
Perkembangan ULN Indonesia
144
Grafik 4.14
Pertumbuhan Kredit Perbankan
125
Grafik 4.39
ULN per Kelompok Bank
144
Grafik 4.15
Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan
125
Grafik 4.40
ULN Swasta
144
Grafik 4.16
Pangsa Kredit per Jenis Pengunaan
125
Grafik 4.41
Pertumbuhan ULN Bank
145
Grafik 4.17
Pertumbuhan Kredit per Sektor Ekonomi (% yoy)
126
Grafik 4.42
Jangka Waktu Utang Luar Negeri Bank
145
Grafik 4.18
Pertumbuhan Kredit per Sektor Ekonomi (Rp T)
126
Grafik 4.43
Profil Jatuh Tempo ULN Jk. Panjang Bank (Desember 2016)
146
Grafik 4.19
Suku Bunga Kredit Rupiah Per BUKU
127
Grafik 4.44
Komposisi Jatuh Tempo ULN Jk.Panjang (Desember 2016
146
Grafik 4.20.
Perkembangan Kredit UMKM
128
Grafik 4.45
ROA per BUKU
146
Grafik 4.21.
Pertumbuhan Kredit UMKM pada 6 Sektor Ekonomi
128
Grafik 4.46
NIM Per BUKU
148
Grafik 4.22.
Perkembangan Rasio NPL
130
Grafik 4.47
Rasio BOPO per BUKU (%)
148
Grafik 4.23.
Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
130
Grafik 4.48
Rasio CIR per BUKU (%)
149
Grafik 4.49
Perkembangan CAR Perbankan (%)
149
Grafik 4.24.
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi (% yoy)
130
Grafik 4.50
Rasio Tier I Perbankan (%)
151
Grafik 4.51
Skenario Risiko Kredit (NPL)
151
Grafik 4.25.
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi (Rp T)
130
Grafik 4.51
Skenario Risiko Kredit (NPL)
152
Grafik 4.53
Skenario Risiko Nilai Tukar
152
Grafik 4.54
Skenario Risiko Suku Bunga
153
Grafik 4.26.
Rasio NPL Gross Kredit UMKM per Tahun
132
Grafik 4.55
Hasil Stress Test Aggregat
153
Grafik 4.27.
NPL Gross Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
133
Grafik 4.56
Hasil Stress Test per BUKU (Skenario Severe I)
153
Grafik 4.28.
NPL Gross Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha
133
Grafik 4.57
Hasil Stress Test per BUKU (Skenario
154
Perkembangan NPL Gross Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
133
Pencapaian Rasio Kredit UMKM
134
Grafik 4.29. Gambar 4.1.
Bank Umum tahun 2016
Severe II) Grafik 4.58
Aset & Pembiayaan PP
155
Grafik 4.59
Pembiayaan PP per Jenis Usaha
155
Grafik 4.60
Pembiayaan berdasarkan Jenis Valuta
156
Bank Indonesia
ix
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
DAFTAR GRAFIK DAN GAMBAR Grafik 4.61
Rasio NPF PP (%)
156
Grafik 4.62
Growth Pembiayaan & Pendanaan
157
Grafik 4.63
Sumber Dana
157
Grafik 4.93.
Pembiayaan Berdasarkan Akad (Desember 2016)
171
Grafik 4.94.
Perkembangan NPF
171
Grafik 4.95.
Perkembangan NPF
171
Grafik 4.96.
Komposisi NPF berdasarkan Sektor Ekonomi
171
Grafik 4.97.
Return on Asset
172
Grafik 4.98.
Return on Equity
172
Grafik 4.64
Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada PP
157
Grafik 4.65
Perkembangan Utang Luar Negeri PP
158
Grafik 4.66
Perkembangan ROA, ROE dan BOPO PP
158
Grafik 4.67.
Pangsa Aset Asuransi per Jenis
160
Grafik 4.100.
Capital Adequacy Rati
172
Grafik 4.68.
Aset dan Investasi Asuransi
160
Gambar Boks 4.1.1.
173
Grafik 4.69
Rasio Premi/ Klaim Bruto
161
Crowdfunding dan Peer-to-peer lending
Grafik 4.70
Rasio Current Asset/Current Liabilities
161
Gambar Boks 4.1.2.
Direct Balance Sheet
173
Gambar Boks 4.1.3.
Perkembangan Indikator Asuransi
162
Risiko Fintech: Deposits, Lending and Capital Raising
174
Grafik 4.71 Grafik 4.72
Perkembangan ULN Industri Asuransi
162
Grafik Boks 4.3.1.
Rasio Likuiditas Industri Perbankan
180
Grafik Boks 4.3.2.
RRT SB PUAB Pinjam BPD per Tenor
180
Grafik 4.73
Perkembangan Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga DPK Rupiah BUKU 1
163
Grafik Boks 4.3.3.
Perkembangan DPK BPD Berdasarkan Pemilik
181
Grafik 4.74
Komposisi Aset Investasi Perusahaan Asuransi
164
Grafik Boks 4.3.4.
Pertumbuhan DPK BPD (% Yoy)
182
Grafik Boks 4.3.5.
Rasio Likuiditas BPD
182
Grafik 4.75
Perkembangan Industri Perbankan Syariah
165
Gambar Boks 4.4.1.
Gambaran Umum Mekanisme Persetujuan PKLN
184
Grafik 4.76
Pertumbuhan Aset, DPK, dan Pembiayaan
166
Grafik 4.77.
Perkembangan Aset
166
Grafik 4.78.
Market Share Aset
166
Grafik 4.79.
Perkembangan DPK
167
Grafik 4.81.
Komposisi DPK per Desember 2016
167
Grafik 4.80.
Market Share DPK
167
Grafik 4.82.
Perkembangan Komposisi DPK
167
Grafik 4.83
Komposisi Penyaluran Dana Perbankan Syariah
Grafik 4.84
5. Infrastruktur Sistem Keuangan Grafik 5.1.
Perkembangan Turn Over Ratio
194
Grafik 5.2.
Perkembangan Turn Over Ratio per Kelompok BUKU
194
Grafik 5.3.
Queue Transaction
195
Grafik 5.4.
Indeks Komposit Keuangan Inklusif Indonesia
197
168
Gambar 5.1.
Penyelenggara Agen LKD di Indonesia
198
FDR Perbankan Syariah
168
Grafik 5.5.
Perkembangan Agen LKD Tahun
199
Grafik 4.85
Perkembangan Pembiayaan
168
Grafik 4.86
Perkembangan Pembiayaan
168
Grafik 4.87.
Pembiayaan Berdasarkan Jenis Penggunaan (Desember 2016)
169
Grafik 4.89.
Pembiayaan Berdasarkan Akad (Desember)
169
Grafik 4.90.
Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi Desember
169
Grafik 4.91.
Tingkat Return Giro, Tabungan dan
170
Deposito Syariah Grafik 4.92
Struktur Imbal Hasil DPK Syariah Posisi November 2016
x
Bank Indonesia
170
2016 Grafik 5.6
Persentase Jenis Transaksi Uang Elektronik pada Agen LKD Semester II
199
Grafik 5.7.
Perkembangan Jumlah Pemegang Uang Elektronik Pada Agen LKD (Juta)
199
Gambar Boks 5.1.1.
Roadmap Implementasi NSICCS
203
6. Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan Grafik 6.1.
Perkembangan Kredit Properti
211
Grafik 6.2
Perkembangan Penjualan Properti
212
Tabel 6.4.
Perkembangan harga Properti Residensial
Grafik 6.4.
Indikator Utama Gap Kredit terhadap PDB
213
Grafik 6.5.
Besaran CCB sesuai Indikator Utama
213
Grafik 6.6.
Siklus Keuangan dan Siklus Bisnis
213
Grafik 6.7.
Pertumbuhan PDB Riil (yoy)
214
Grafik 6.8.
Inflasi (yoy)
214
Grafik 6.9.
Nilai Tukar (Rp/USD)
214
Grafik 6.10.
ULN Swasta Rp (yoy)
214
Grafik 6.11.
Pertumbuhan Kredit (yoy)
215
Grafik 6.12.
Pertumbuhan DPK (yoy)
215
Grafik 6.13.
Rasio NPL (%)
215
Grafik 6.14.
Rasio ROA (%)
215
Grafik 6.15.
Rasio CAR (%)
215
Grafik 6.16.
Volatilitas IHSG
216
Grafik 6.17.
Intermediasi Perbankan
217
Grafik 6.18.
Perkembangan Batas Atas dan Batas Bawah Ketentuan GWM-LDR/LFR
218
Grafik 6.19.
Perkembangan Jumlah Bank Yang Memenuhi Ketentuan GWM LFR
218
Gambar Boks 6.1.2.
Interaksi Kebijakan Bank Indonesia di Bidang Makroprudensial, Moneter dan Pasar Uang, serta Sistem
227
21
Pembayaran Gambar Boks 6.1.2.
Siklus Pengawasan Bank Indonesia
228
7. Tantangan , Outlook dan Arah Kebijakan SSK Ke Depan Grafik 7.2
Pertumbuhan Kredit (yoy)
240
Grafik 7.3
Pertumbuhan DPK (yoy)
240
Grafik Boks 7.2.1.
Kontribusi UMKM Terhadap Jumlah Unit Usaha, PDB, dan Penyerapan Tenaga Kerja
245
Grafik Boks 7.2.2..
Pembiayaan UMKM dibandingkan Negara Lain
245
Grafik Boks 7.2.3.
Komposisi Kredit Perbankan
245
Bank Indonesia
xi
KATA PENGANTAR
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Berbagai peristiwa penting di pasar keuangan global
keuangan untuk mengikuti siklus perekonomian
dan domestik telah memberikan warna pada sistem
(procyclicality).
keuangan Indonesia diparuh kedua tahun 2016 ini. Kejadian demi kejadian yang menjadi peluang maupun
Sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan tujuan
tantangan dalam siklus keuangan dan perekonomian
tunggal Bank Indonesia dalam mencapai dan
Indonesia, dapat diarahkan dan dikendalikan dengan
memelihara
baik. Tentu hal ini merupakan rahmat dari Tuhan Yang
makroprudensial akan melengkapi implementasi
Maha Kuasa, yang dengan perkenan-Nya melapangkan
kebijakan
ikhtiar bagi Bank Indonesia untuk bersama-sama
perekonomian
dengan otoritas lainnya di sektor keuangan menjaga
intensitas yang meningkat sebagai dampak negatif
stabilitas sistem keuangan.
globalisasi dan integrasi pasar keuangan. Dalam
kestabilan moneter
merumuskan
yang
nilai
Rupiah,
dalam semakin
kebijakan
kebijakan
mengatasi
gejolak
beragam
dengan
makroprudensial
ini,
Untuk merefleksikan berbagai dinamika serta capaian
Bank Indonesia melaksanakan asesmen terhadap
yang diperoleh dalam menjaga stabilitas sistem
komponen–komponen
keuangan pada semester II tahun 2016 tersebut, Bank
yang meliputi pasar keuangan, korporasi, rumah
Indonesia menerbitkan Kajian Stabilitas Keuangan
tangga, perbankan dan industri keuangan nonbank
(KSK) Nomor 28, Edisi Maret 2017. Penerbitan KSK
untuk memetakan keterkaitan dan interaksi antar
bersifat periodik setiap semester dan dilakukan secara
komponen, serta pengukuran risikonya terhadap
berkelanjutan sebagai salah satu bentuk akuntabilitas
stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh.
Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya, terutama
Asesmen juga mencakup penilaian terhadap kinerja
dalam menjalankan tugas dan wewenang di bidang
sistem pembayaran yang dapat menjadi salah satu
pengaturan dan pengawasan makroprudensial.
pemicu timbulnya risiko sistemik.
Secara prinsip, KSK mengulas kondisi dan risiko di sistem
Asesmen dan pemetaan ini akan memberikan indikasi
keuangan serta faktor – faktor yang dapat mengganggu
sumber-sumber
stabilitas
menyeluruh
sistem keuangan yang selanjutnya direspon secara
dan komprehensif. Dalam KSK dijelaskan berbagai
komprehensif oleh Bank Indonesia melalui kebijakan
respon kebijakan Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran
makroprudensial untuk memitigasi risiko sistemik
dan pengelolaan uang Rupiah. Dari hasil asesmen
yang berpotensi muncul, yang pada intinya ditujukan
dan pemetaan ini pula akan diketahui tantangan dan
untuk mengendalikan potensi instabilitas sebagai
prospek stabilitas sistem keuangan ke depan, serta
akibat terjadinya gangguan yang menular (contagion)
bagaimana arah kebijakan yang akan dtempuh Bank
pada sebagian atau seluruh sistem keuangan karena
Indonesia dalam menyikapi hal tersebut.
sistem
keuangan
secara
dalam
kerentanan
sistem
dan
keuangan
potensi
risiko
interaksi faktor ukuran (size), kompleksitas usaha (complexity), dan keterkaitan antar institusi dan/
Berdasarkan kerangka tersebut, Bank Indonesia
atau pasar keuangan (interconnectedness), serta
menilai kondisi stabilitas sistem keuangan pada
kecenderungan perilaku yang berlebihan dari institusi
semester II 2016 terjaga dengan baik, sejalan dengan
xiv
Bank Indonesia
perekonomian
Indonesia.
dengan otoritas lainnya di sektor keuangan, yaitu
didukung
kontribusi
Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan
positif dari komponen–komponen sistem keuangan,
Lembaga Penjamin Simpanan, baik secara bilateral
diantaranya penurunan risiko di pasar keuangan
maupun dalam kerangka koordinasi dibawah Komite
domestik, kinerja sektor rumah tangga yang relatif
Stabilitas Sistem Keuangan sebagai perwujudan
stabil, peningkatan kinerja keuangan korporasi,
amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang
perbaikan kondisi perbankan, dan penurunan eksposur
Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
risiko industri keuangan nonbank, serta tersedianya
Implementasi kebijakan yang disertai proses koordinasi
sistem pembayaran yang aman, lancar, efisien dan
tersebut membawa hasil yang positif. Kebijakan LTV
handal. Namun demikian, masih terdapat berbagai
telah membawa perbaikan pada angka pertumbuhan
risiko yang membayangi stabilitas sistem keuangan,
KPR dengan disertai adanya perbaikan risiko kredit.
antara lain masih lambatnya intermediasi perbankan
Demikian pula dengan penetapan CCB sebesar 0%
dan risiko kredit yang masih cukup tinggi.
dan peningkatan batas bawah rasio GWM LFR, dapat
berkurangnya Pencapaian
risiko tersebut
oleh
memberikan ruang gerak yang cukup bagi peningkatan Merespon hasil asesmen stabilitas sistem keuangan,
intermediasi ke perekonomian.
Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan penyempurnaan
Kami berharap uraian mengenai hasil asesmen
ketentuan mengenai Rasio Loan To Value (LTV) atau
stabilitas sistem keuangan dan kebijakan yang telah
Rasio Financing To Value (FTV) untuk kredit atau
dilakukan Bank Indonesia dalam KSK Nomor 28 ini
pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit
dapat memberikan pemahaman mengenai fungsi
atau pembiayaan kendaraan bermotor, penerapan
makroprudensial yang dijalankan Bank Indonesia
kebijakan Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0%,
dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan.
dan penyesuaian batas bawah rasio Loan to Funding
Namun demikian, kami menyadari bahwa ruang untuk
Ratio (LFR) yang dikaitkan dengan Giro Wajib
meningkatkan kualitas akuntabilitas pelaksanaan
Minimum (GWM-LFR) menjadi 80% untuk bank umum
fungsi makroprudensial yang diamanatkan kepada
konvensional dengan batas atas tetap dipertahankan
Bank Indonesia masih terbuka. Untuk itu, saran dan
sebesar 92%.
Kebijakan makroprudensial tersebut
kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat
dilaksanakan secara sinergis melalui koordinasi
kami harapkan untuk penyempurnaan analisis dan
makroprudensial
meliputi
kajian dimasa datang.
Jakarta, Maret 2017 Gubernur Bank Indonesia
Agus D. W. Martowardojo
Bank Indonesia
xv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Sistem keuangan pada paruh kedua 2016 relatif stabil
Countries (OPEC). Harga batubara meningkat sejak
bahkan membaik sejalan dengan menurunnya risiko
triwulan III terutama karena langkah Tiongkok dalam
perekonomian domestik. Meningkatnya stabilitas
mengatasi overcapacity sehingga terjadi penurunan
sistem keuangan didukung oleh tingginya permodalan
supply. Sementara kenaikan harga logam dipengaruhi
dan likuiditas perbankan serta terjaganya stabilitas
oleh spekulasi di pasar future sebagai antisipasi pasar
pasar keuangan. Kondisi tersebut tercermin dari
terhadap rencana pembangunan infrastruktur di AS
penurunan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK)
pasca hasil pemilihan presiden.
dan Indeks Risiko Sistemik Perbankan (IRSP) pada semester II 2016 dibandingkan periode sebelumnya.
Ketidakpastian di pasar keuangan global menurun
Namun demikian, perlambatan pertumbuhan kredit
seiring membaiknya perkembangan ekonomi dan
perbankan dan masih tingginya risiko kredit perlu
adanya kepastian kebijakan moneter AS. Meskipun
tetap diwaspadai.
sempat meningkat akibat sentimen negatif “Hard Brexit“ dan “Trump Effects”, namun hal tersebut
Membaiknya stabilitas sistem keuangan tidak terlepas
bersifat temporer dan persepsi investor global kembali
dari pengaruh menurunnya risiko sistem keuangan
positif menjelang akhir 2016.
global dan regional. Penurunan risiko global dan
menyebabkan membaiknya risiko dan kinerja di pasar
regional tercermin dari perbaikan perekonomian
keuangan domestik.
Perkembangan ini
yang disertai dengan menurunnya ketidakpastian di pasar keuangan. Perbaikan pertumbuhan ekonomi
Risiko perekonomian domestik relatif membaik pada
global dimotori oleh pertumbuhan ekonomi Amerika
semester II 2016. Perbaikan tersebut didukung oleh
Serikat (AS) dan Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi AS
stabilitas makroekonomi yang baik sejalan dengan
disumbang oleh konsumsi dan investasi non residensial
inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang
sebagaimana tercermin dari penjualan eceran yang
terjaga.
meningkat. Data tenaga kerja AS juga menunjukkan
eksternal
perbaikan. Sementara ekonomi Tiongkok tumbuh
mereda. Neraca pembayaran tercatat surplus dengan
meningkat diatas perkiraan ditopang konsumsi dan
defisit transaksi berjalan yang tercatat lebih rendah. Di
investasi swasta. Di sisi lain, perekonomian Jepang
sisi lain, nilai tukar Rupiah berada dalam tren menguat
tumbuh terbatas dan sentimen negatif referendum
meskipun sempat sedikit tertekan menjelang akhir
Inggris
tahun.
(Brexit)
sempat
menyebabkan
investor
Tekanan global terhadap keseimbangan perekonomian
Indonesia
cenderung
menunda kegiatan investasi hingga ketidakpastian mereda.
Di tengah membaiknya stabilitas sistem keuangan dan risiko perekonomian domestik yang menurun,
Seiring dengan perbaikan ekonomi global, harga
masih terdapat beberapa faktor kerentanan yang
beberapa komoditas dunia terutama minyak, batubara
dapat menyebabkan ketidakseimbangan keuangan
dan logam mulai menunjukkan peningkatan. Harga
domestik sehingga perlu dicermati. Hal ini terlihat dari
minyak dunia naik seiring dengan rencana penurunan
berlanjutnya kontraksi pada siklus keuangan sebagai
produksi Organization of the Petroleum Exporting
akibat kredit perbankan yang bersifat prosiklikal
xviii
Bank Indonesia
sehingga intermediasi perbankan semakin melambat.
tenor lainnya. Pasar repo antar bank menunjukkan
Keterbatasan
kondisi yang likuid, tercermin dari menurunnya suku
ruang
fiskal
akibat
penerimaan
pemerintah yang masih rendah meskipun terdapat
bunga
repo, meningkatnya volume transaksi dan
penerimaan tambahan dari amnesti pajak namun
meningkatnya jumlah bank yang melakukan transaksi.
tidak banyak membantu menopang pengeluaran yang
Penerapan Global Master Repo Agreement (GMRA)
sebenarnya diharapkan menjadi stimulus ditengah
dalam transaksi repo merupakan salah satu faktor
masih terbatasnya pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
yang menyebabkan semakin likuidnya pasar tersebut.
posisi Utang Luar Negeri (ULN) korporasi nonbank yang
Sementara
cukup tinggi meskipun dengan volume yang menurun
menjelang akhir tahun dan naiknya suku bunga Operasi
serta kepemilikan investor nonresiden terhadap aset
Moneter (OM) valas Bank Indonesia menyebabkan
domestik yang cukup dominan dapat menyebabkan
suku bunga PUAB valas meningkat. Namun demikian
perekonomian domestik rentan terhadap risiko dari
volatilitas dan spread suku bunga tertinggi – terendah
faktor eksternal terutama apabila terjadi gejolak nilai
di pasar mengalami penurunan yang mengindikasikan
tukar.
bahwa risiko di PUAB valas masih terjaga. Sementara
itu,
meningkatnya
kebutuhan
valas
itu risiko di pasar valas mengalami penurunan, Sejalan dengan menurunnya ketidakpastian di pasar
tercermin dari menguatnya nilai tukar Rupiah dan
keuangan global dan terjaganya makroekonomi
turunnya volatilitas serta relatif stabilnya premi risiko.
Indonesia, stabilitas di pasar keuangan domestik relatif
Sentimen negatif global menjelang akhir tahun
stabilnya pasar uang baik Pasar Uang Antar Bank
menyebabkan tekanan pada pasar modal namun
(PUAB) Rupiah dan valas, pasar Repo antar bank
dalam level yang relatif terbatas. Terbatasnya tekanan
maupun pasar valas. Sentimen negatif hasil pemilu
di pasar modal tercermin dari masih meningkatnya
AS yang memicu keluarnya modal asing dari pasar
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan masih
keuangan domestik menjelang akhir tahun sempat
masuknya arus modal asing baik di pasar Surat
menekan pasar obligasi negara dan obligasi korporasi.
Berharga Negara (SBN), obligasi korporasi maupun
Sementara pasar saham dan reksadana masih tetap
saham. Yield SBN posisi akhir tahun untuk semua tenor
terjaga dan tumbuh dengan baik.
mengalami kenaikan dibandingkan akhir semester I
relatif terjaga. Hal ini diindikasikan oleh
2017 dan diikuti dengan kenaikan volatilitas namun Risiko di pasar uang terjaga dengan baik dengan
masih jauh lebih rendah dibandingkan posisi akhir
likuiditas yang meningkat meskipun volatilitas sedikit
tahun lalu. Sejalan dengan SBN, yield dan volatilitas
naik akibat kebijakan penurunan suku bunga acuan
obligasi korporasi juga mengalami peningkatan namun
Bank Indonesia. Suku bunga harian PUAB Rupiah
posisi investor asing justru mengalami peningkatan
turun untuk semua tenor karena terjaganya likuiditas
dibandingkan semester sebelumnya. Berbeda dengan
di pasar dan penurunan suku bunga kebijakan Bank
pasar obligasi, meskipun menghadapi sentimen
Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate. Penurunan suku
yang sama, namun pasar saham masih tumbuh
bunga kebijakan ini menyebabkan volatilitas suku
positif sehingga IHSG masih mengalami peningkatan
bunga PUAB meningkat baik untuk tenor O/N maupun
meskipun volatilitas sedikit meningkat, investor asing
Bank Indonesia
xix
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
juga masih mencatatkan net inflow meskipun dalam
sejalan dengan semakin baiknya governance
jumlah yang lebih terbatas. Pasar reksadana juga
transparansi pengelolaan dan penyaluran dana oleh
menunjukkan perkembangan yang positif, ditandai
lembaga amil zakat dan nazhir.
dan
dengan nilai aktiva bersih (NAB) yang tumbuh meskipun dengan volatilitas yang meningkat sejalan
Kinerja sektor rumah tangga pada semester II 2016
dengan peningkatan volatilitas aset yang menjadi
relatif stabil dengan risiko yang masih terjaga seiring
underlying-nya.
dengan
membaiknya
perekonomian.
Kenaikan
pertumbuhan ekonomi di semester ini mendorong Terjaganya risiko di pasar keuangan domestik
optimisme rumah tangga, tercermin dari survei
menyebabkan pasar keuangan menjadi alternatif
mengenai Indeks Penjualan Riil dan Indeks Keyakinan
pembiayaan yang menarik ditengah terbatasnya
Konsumen yang menunjukkan perbaikan. Optimisme
pertumbuhan kredit perbankan. Pada semester II
rumah tangga juga terkonfirmasi dari survei neraca
2017, meskipun terdapat sentimen negatif global
rumah tangga (SNRT) yang menunjukkan pertumbuhan
hasil pemilihan presiden AS yang memberikan
positif aset, utang dan networth rumah tangga.
tekanan di pasar keuangan domestik, namun sumber pembiayaan yang berasal dari pasar modal utamanya
Optimisme rumah tangga tersebut berpengaruh
obligasi korporasi
masih mengalami peningkatan.
terhadap peningkatan pengeluaran rumah tangga.
Selain itu, penerbitan instrumen keuangan seperti
Alokasi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi dan
Negotiable Certificate Deposit dan Medium Term Note
cicilan pinjaman cenderung meningkat pada semester
juga mengalami peningkatan karena cost of fund yang
II 2016, sedangkan alokasi pengeluaran untuk tabungan
lebih rendah dan persyaratan penerbitan yang lebih
relatif tetap. Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan
longgar.
yang berasal dari sektor rumah tangga mengalami kenaikan dengan porsi yang masih mendominasi DPK
Sejalan dengan terjaganya perkembangan pasar
perbankan. Kenaikan tersebut utamanya dipengaruhi
keuangan, di pasar keuangan syariah, kinerja sektor
oleh peningkatan giro dan deposito. Dari sisi kredit,
keuangan syariah kembali menunjukkan tren yang
pertumbuhan kredit perbankan kepada sektor rumah
meningkat meskipun dampak sentimen negatif
tangga juga mulai menunjukkan kenaikan dengan
global menjelang akhir tahun juga menyebabkan
kualitas kredit yang membaik jika dibandingkan
volatilitas pasar keuangan syariah meningkat.
Hal
semester I 2016. Namun demikian, meningkatnya debt
ini ditunjukkan oleh indeks saham syariah yang
service ratio (DSR) rumah tangga terutama kelompok
bergerak naik dengan kapitalisasi yang meningkat
berpendapat menengah perlu dicermati meskipun
signifikan dan sukuk pemerintah yang juga meningkat
peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan.
ditengah konsolidasi fiskal pemerintah. Selain itu, pertumbuhan nilai aktiva bersih reksadana syariah
Secara umum, kinerja korporasi non keuangan
juga mencatatkan peningkatan bahkan melebihi
triwulan III 2016
reksadana konvensional. Sektor keuangan sosial
indikator
juga mencatatkan perkembangan yang positif. Dana
dan debt to equity ratio (DER) yang cenderung
kumpulan zakat dan wakaf uang semakin meningkat
menunjukkan
xx
Bank Indonesia
mulai membaik ditandai oleh
profitabilitas, perbaikan
solvabilitas, walaupun
likuiditas, indikator
Kenaikan
Di tengah perilaku korporasi yang masih menahan
profitabilitas terutama disebabkan oleh peningkatan
ekspansi usahanya, kondisi industri perbankan relatif
net income karena korporasi melakukan upaya-upaya
membaik selama semester II 2016 dibandingkan
efisiensi, baik berupa penurunan biaya maupun
semester sebelumnya. Perbaikan kondisi perbankan
utang. Selain itu
juga dipengaruhi oleh mulai
tercermin dari peningkatan pertumbuhan DPK,
membaiknya harga beberapa komoditas dan kuatnya
peningkatan likuiditas dan permodalan perbankan.
konsumsi rumah tangga.
Perbaikan profitabilitas
Namun demikian, masih melambatnya pertumbuhan
tersebut meningkatkan kemampuan korporasi non-
kredit dan relatif tingginya risiko kredit meskipun
keuangan dalam membayar hutang yang tercermin
menurun di akhir tahun tetap perlu diwaspadai.
produktivitas
mengalami
penurunan.
dari membaiknya DSR dan Interest Coverage Ratio. Membaiknya kinerja korporasi, dikonfirmasi oleh
Pertumbuhan kredit perbankan masih melambat, selain
hasil perhitungan Altman Z-Score yang menunjukkan
dipengaruhi oleh rendahnya permintaan korporasi
bahwa pangsa korporasi yang berada di area berisiko
juga dipengaruhi oleh kehati-hatian perbankan
pada triwulan III 2016 menurun dibandingkan dengan
dalam menyalurkan kredit. Namun, penyaluran
triwulan III 2015.
kredit terbantu oleh peningkatan permintaan kredit untuk pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah.
Membaiknya kinerja keuangan sektor korporasi
Sementara itu, penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil
belum mampu mendorong pertumbuhan kredit. Hal
dan Menengah (UMKM) mengalami peningkatan pada
tersebut antara lain karena korporasi masih menahan
semester II 2016 walaupun mayoritas merupakan
ekspansi usahanya di tengah kondisi ketidakpastian
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Risiko kredit
perekonomian global dan domestik. Perilaku korporasi
masih menunjukkan peningkatan pada periode laporan
yang masih menahan ekspansinya ini terkonfirmasi
walaupun pertumbuhan kredit bermasalah mulai
dari hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang
menunjukkan perlambatan. Rasio NPL gross turun
dilakukan Bank Indonesia pada akhir semester II yang
menjadi 2,93% pada periode laporan dibandingkan
mengindikasikan kegiatan usaha tumbuh melambat
dengan 3,05% pada semester I 2016.
sehingga menyebabkan rata-rata kapasitas produksi terpakai juga mengalami sedikit penurunan. Perilaku
Berbeda dengan kredit yang masih tumbuh melambat,
korporasi yang masih menahan ekspansi kegiatan
pertumbuhan DPK perbankan pada semester II mulai
usaha juga berpengaruh terhadap penurunan utang
meningkat dibandingkan semester I dan bahkan sudah
luar negerinya. Dari sisi kualitas kredit, rasio NPL gross
lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Peningkatan DPK
kredit korporasi mengalami peningkatan pada periode
tersebut terutama disebabkan oleh masuknya dana
laporan dibandingkan semester I 2016.
Namun
tebusan dan repatriasi program amnesti pajak. Selain
demikian, DPK perbankan yang bersumber dari sektor
itu ekspansi rekening pemerintah di akhir tahun juga
korporasi justru tumbuh meningkat karena proses
mempengaruhi peningkatan DPK.
konsolidasi korporasi sehingga kelebihan dananya ditempatkan di perbankan.
Dari sisi kinerja keuangan, profitabilitas perbankan sedikit menurun yang tercermin dari penurunan
Bank Indonesia
xxi
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
angka Return on Asset (ROA). Penurunan profitabilitas
maupun risiko pasar yang disimulasikan melalui stress
ini dipengaruhi oleh penurunan kredit ditengah cukup
test yang secara reguler dilakukan Bank Indonesia.
tingginya biaya pencadangan yang harus dialokasikan
Selain itu, permodalan yang tinggi tersebut dapat
perbankan akibat tingginya risiko kredit. Namun,
memenuhi aturan Basel III mengenai permodalan
Net Interest Margin (NIM) tercatat relatif stabil pada
yang berlaku mulai tahun 2016, khususnya capital
semester II 2016 disebabkan oleh relatif terjaganya
conservation buffer, countercyclical buffer dan capital
spread antara suku bunga kredit dan DPK sehingga
surcharge untuk bank yang tergolong sistemik.
dapat menahan penurunan profitabilitas perbankan. Sementara itu, efisiensi industri perbankan mengalami
Sejalan dengan membaiknya kondisi perbankan
penurunan yang terlihat dari kenaikan rasio Biaya
konvensional, perbankan syariah turut mengalami
Operasional
Operasional
perbaikan kinerja pada semester II 2016 yang
(BOPO). Kenaikan rasio BOPO dipengaruhi oleh
ditunjukkan oleh peningkatan aset perbankan syariah
kenaikan biaya overhead yaitu biaya pencadangan
terutama
akibat peningkatan risiko kredit dan beban tenaga
Daerah (BPD) Aceh menjadi bank syariah pada bulan
kerja.
September 2016. Secara umum, aset perbankan
terhadap
Pendapatan
paska
konversi
Bank
Pembangungan
syariah menunjukkan tren positif sepanjang dengan Likuiditas industri perbankan meningkat baik dari
selalu berada di atas angka pertumbuhan aset
aspek ketahanan maupun penambahan alat likuid.
perbankan konvensional. Pola yang sama terjadi pada
Peningkatan likuiditas perbankan tidak terlepas
DPK perbankan syariah yang mayoritas didominasi
dari masuknya dana tebusan amnesti pajak dan
oleh deposito, dengan diikuti oleh tabungan dan giro
meningkatnya ekspansi rekening pemerintah serta
pada posisi ketiga. Sementara itu, risiko pembiayaan
masih lambatnya pertumbuhan kredit.
Sementara
perbankan syariah tercatat lebih tinggi dibandingkan
peningkatan ketahanan likuiditas perbankan dapat
dengan perbankan konvensional. Namun dengan
dilihat
peningkatan
dari
naiknya
kemampuan
bank
dalam
permodalan
perbankan
syariah,
memenuhi kewajiban penarikan DPK dan ekspansi
ketahanan perbankan syariah diperkirakan masih
kredit sebagaimana tercermin dari naiknya risiko alat
relatif memadai dalam menghadapi potensi risiko
likuid terhadap non core deposit dan rasio alat likuid
yang dihadapi.
terhadap dana pihak ketiga perbankan. Kinerja positif juga ditunjukkan oleh Industri Keuangan Permodalan perbankan membaik dengan Capital
Non Bank (IKNB) utamanya perusahaan pembiayaan
Adequacy Ratio (CAR) yang berada diatas threshold
pada semester II 2016. Kinerja perusahaan pembiayaan
dan naik dari 21,39% pada semester II 2015 menjadi
mengalami perbaikan baik dari sisi pembiayaan
22,56% pada semester II 2016. Kenaikan permodalan
maupun pendanaan seiring dengan penurunan
ini
pertumbuhan
eksposur risiko yang berasal dari pergerakan nilai
kredit sehingga menurunkan pertumbuhan Aktiva
tukar seiring dengan penurunan posisi ULN. Pada
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) perbankan.
perkembangannya, perbaikan kinerja tersebut juga
Tingginya
menunjukkan
meningkatkan profitabilitas perusahaan pembiayaan
ketahanan perbankan dalam menghadapi risiko kredit
yang tercermin dari peningkatan ROA pada periode
xxii
seiring
dengan
perlambatan
permodalan
Bank Indonesia
tersebut
laporan. Namun demikian, risiko pembiayaan PP
oleh rendahnya risiko setelmen dan kondisi likuiditas
(NPF) meningkat yang terutama terjadi pada sektor
yang memadai untuk penyelesaian transaksi pada
pengangkutan/transportasi dan dipengaruhi pula oleh
periode laporan,
proses re-klasisifikasi kolektibilitas pembiayaan sesuai
sistem yang sesuai dengan tingkat layanan yang telah
ketentuan OJK.
ditetapkan serta lebih cepatnya proses setelmen baik
kehandalan dan ketersediaan
untuk transaksi ritel maupun transaksi besar. Selain
perusahaan
pembiayaan,
asuransi
juga
menunjukkan kinerja yang positif. Perbaikan kinerja
Sementara itu, kinerja sistem pembayaran yang
asuransi tersebut tercermin dari pertumbuhan aset
diselenggarakan oleh industri juga terjaga dengan
dan investasi industri asuransi yang mengalami
baik, tercermin dari tidak terdapatnya gangguan yang
peningkatan sehingga meningkatkan rasio investasi
signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran
asuransi pada periode laporan. Kinerja positif tersebut
dan peningkatan volume dan nilai transaki pada
didukung oleh penurunan risiko usaha asuransi
semester II 2017. Hal tersebut tidak terlepas dari
yang diukur melalui peningkatan rasio kecukupan
berbagai upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk
premi terhadap pembayaran klaim. Namun dari sisi
senantiasa
profitabilitas, ROA dan Return on Equity (ROE) industri
pembayaran nontunai dengan tetap memperhatikan
asuransi sedikit mengalami penurunan pada periode
dan aspek perlindungan konsumen.
mendorong
penggunaan
instrumen
laporan dibandingkan dengan semester I 2016. Risiko sistem pembayaran relatif terjaga baik risiko Interconnectedness antara IKNB dengan perbankan
setelmen, likuiditas, risiko operasional maupun risiko
secara
antara
sistemik. Dari sisi risiko setelmen dan likuiditas tercatat
Bank dengan perusahaan pembiayaan mengalami
relatif rendah pada semester II 2016 yang ditunjukkan
peningkatan sejalan dengan peningkatan kredit
oleh rendahnya volume dan nilai unsettled transaction
perbankan
pembiayaan.
serta tidak adanya penggunaan Fasilitas Likuiditas
Namun, keterkaitan antara Bank dengan industri
Intrahari (FLI) maupun FLI Syariah oleh bank peserta
asuransi cenderung turun seiring dengan penurunan
Sistem Pembayaran BI Nontunai. Sementara itu, risiko
penempatan dana asuransi di bank.
operasional dan risiko sistemik juga terjaga dengan
umum
meningkat.
kepada
Keterkaitan
perusahaan
baik. Dari sisi risiko operasional, Bank Indonesia telah Sistem pembayaran sebagai salah satu infrastruktur
melakukan mitigasi risiko dengan mempersiapkan
sistem keuangan memegang peranan yang penting
prosedur Business Continuity Plan yang dapat
dalam mendukung aktivitas perekonomian domestik
diaktifkan setiap saat apabila terjadi gangguan pada
dan stabilitas sistem keuangan.
Penyelenggaraan
sistem utama. Dari sisi risiko sistemik, Bank Indonesia
sistem pembayaran yang diselenggarakan BI yang
melakukan pemantauan secara reguler dan intensif
meliputi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
terhadap indikator – indikator sistem pembayaran
(SKNBI), Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement
yang berpotensi menangkap gangguan sistemik.
System (BI-RTGS), dan Bank Indonesia – Scriptless Securities Settlement System (BI-SSSS) berjalan aman,
Penguatan
lancar, efisien dan handal. Hal tersebut ditunjukkan
didukung oleh penguatan akses keuangan dari
infrastruktur
sistem
keuangan
Bank Indonesia
juga
xxiii
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
masyarakat melalui layanan keuangan inklusif. Indeks
berlebihan dilakukan melalui kebijakan countercyclical
Komposit Keuangan Inklusif Indonesia (IKKI) tercatat
buffer (CCB).
mengalami peningkatan pada periode laporan. Hal tersebut menunjukkan bahwa akses masyarakat
Pada semester II 2016, Bank Indonesia melakukan
Indonesia untuk menggunakan layanan keuangan
penyempurnaan ketentuan LTV/FTV dengan tujuan
cenderung meningkat. Layanan Keuangan Digital
untuk mendorong berjalannya fungsi intermediasi
di Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang
perbankan dengan tetap memperhatikan prinsip
meningkat tercermin dari pertambahan jumlah bank
kehati-hatian
penyelenggara, agen, jumlah nasabah serta transaksi
Berdasarkan hasil evaluasi Bank Indonesia, kebijakan
elektronik yang dilakukan di agen.
LTV/FTV mampu menahan perlambatan pertumbuhan
dan
perlindungan
konsumen.
kredit/pembiayaan pemilikan rumah oleh bank yang kepercayaan,
tercermin dari pertumbuhan KPR yang membaik
memperkuat aspek perlindungan konsumen dan
dibandingkan semester sebelumnya. Selain itu,
akseptasi masyarakat atas instrumen pembayaran
penyempurnaan kebijakan GWM LFR dilakukan dalam
nontunai,
Bank Indonesia telah menyesuaikan
rangka untuk meningkatkan pertumbuhan kredit serta
ketentuan terhadap batas maksimum suku bunga
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini
Kartu Kredit serta kewajiban Penerbit Kartu Kredit
dilakukan dengan menaikkan batas bawah LFR dari
untuk penyampaian pernyataan penutupan (closing
78% menjadi 80% untuk bank umum konvensional,
statement) Kartu Kredit. Selain itu adanya ketentuan
sedangkan batas atas tetap dipertahankan sebesar
Personal
92% sehingga kisaran LFR yang diberlakukan menjadi
Dalam
Bank
rangka
Indonesia
meningkatkan
terkait
penggunaan
Identification Number (PIN) online 6 (enam) digit serta
80% - 92%.
Standar Nasional Teknologi Chip untuk kartu ATM dan/ atau Kartu Debet diharapkan dapat meningkatkan
Kebijakan makroprudensial lainnya yang diberlakukan
keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat dalam
di semester II 2016 adalah kebijakan yang bertujuan
melakukan transaksi.
untuk mencegah peningkatan risiko sistemik yang bersumber dari pertumbuhan kredit yang berlebihan
Sebagai upaya untuk merespon kondisi sistem
dan untuk menyerap kerugian yang dihadapi perbankan
keuangan dan memitigasi risiko-risiko utama, Bank
melalui pembentukan tambahan modal sebagai
Indonesia menerapkan kebijakan makroprudensial
penyangga (buffer). Kebijakan CCB ini mewajibkan
yang
bersifat
bank untuk membentuk tambahan modal pada
countercyclical. Selama semester II 2016, kebijakan
periode ekspansi yang berdampak pada pengurangan
makroprudensial yang dikeluarkan Bank Indonesia
percepatan kredit. Sebaliknya pada periode kontraksi,
meliputi penetapan rasio loan to value/financing to
penurunan/pelepasan tambahan modal CCB yang
value (LTV/FTV) dan penyesuaian Giro Wajib Minimum
telah dibentuk bank akan mendorong penyaluran
(GWM) yang dikaitkan dengan besaran Loan to
kredit perbankan serta menutupi kerugian yang
Funding Ratio (GWM LFR). Selain itu kebijakan untuk
mungkin timbul. Adapun hasil evaluasi kebijakan CCB
mengurangi perilaku prosikilikalitas perbankan yang
yang kembali menetapkan besaran CCB 0% didasarkan
xxiv
masih
bersifat
Bank Indonesia
akomodatif
dan
pada pertimbangan bahwa belum ada potensi risiko
tanggal 15 April 2016. Cakupan utama UU PPKSK
sistemik yang bersumber dari pertumbuhan kredit
adalah (i) pemantauan dan pemeliharaan stabilitas
yang berlebihan.
sistem keuangan (SSK); (ii) penanganan krisis sistem keuangan dan (iii) penanganan permasalahan bank
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank
sistemik
dalam kondisi normal dan kondisi krisis.
Indonesia selalu berkoordinasi dan bekerjasama
Dengan keluarnya UU PPKSK, payung hukum tindakan
dengan otoritas lainnya. Selama semester II 2016,
pencegahan dan penanganan krisis menjadi semakin
Bank Indonesia secara intens melakukan koordinasi
kuat dan jelas sehingga akan meningkatkan langkah
bilateral dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
pencegahan dan penanganan krisis. Pada akhirnya hal
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kerjasama dan
ini akan berdampak positif terhadap stabilitas sistem
koordinasi antara Bank Indonesia dan OJK terus
keuangan.
dilakukan dengan prinsip dasar bersifat kolaboratif, meningkatkan efisiensi dan efektitifas, menghindari
Mencermati
perkembangan
duplikasi, melengkapi pengaturan sektor keuangan
potensi risiko domestik dan global, kondisi SSK
dan memastikan kelancaran pelaksanaan tugas BI
di 2017 diperkirakan terkendali. Hal ini didukung
dan OJK. Sementara itu kerjasama dan koordinasi
oleh
Bank Indonesia dengan LPS juga diperkuat. Penguatan
industri perbankan di tengah membaiknya kondisi
dilakukan melalui antara lain dengan penandatanganan
perekonomian. Tantangan eksternal antara lain
nota kesepahaman tentang Koordinasi dan Kerjasama
pemulihan ekonomi global yang meskipun membaik
Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
namun belum stabil, tekanan inflasi di negara maju
Bank Indonesia. Selain itu dalam level operasional,
yang diperkiraakan akan meningkat, risiko geopolitik
telah dilakukan penandatangan perjanjian kerjasama
di Eropa serta masih adanya ketidapastian kebijakan
(PKS) BI-LPS mengenai Penjualan SBN oleh LPS kepada
pemerintah AS termasuk rencana kenaikan suku bunga
Bank Indonesia. Transaksi SBN antara LPS dan Bank
The Fed yang dapat meningkatkan nilai tukar dolar
Indonesia tersebut dapat dilakukan dalam rangka
AS. Sementara itu dari sisi internal, sistem keuangan
penanganan bank sistemik atau bank sistemik dan
menghadapi beberapa tantangan antara lain adanya
bank selain sistemik dalam kondisi krisis.
potensi kenaikan inflasi dari administered price serta
meningkatnya
perekonomian
ketahanan
dan
dan
kinerja
upaya peningkatan penerimaan negara terutama yang Selain koordinasi yang bersifat bilateral, Bank
berasal dari pajak untuk mengendalikan defisit.
Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan Kementrian Keuangan (Kemenkeu), OJK dan LPS dalam
Tantangan eksternal dan internal yang dihadapi
kerangka Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap
Koordinasi diantara empat lembaga terkait SSK ini
prospek perekonomian Indonesia ke depan. Bank
pada akhirnya berhasil meletakkan payung hukum
Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi
bagi manajemen krisis dengan disahkannya Undang-
tumbuh pada kisaran 5,0 – 5,4% dengan sasaran inflasi
Undang No 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan
4% ± 1%. Seiring dengan proyeksi perekonomian,
Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) pada
pertumbuhan kredit dan DPK diperkirakan akan lebih
Bank Indonesia
xxv
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
baik dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan
Menghadapi kompleksitas tantangan dari domestik
kredit diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 10-
maupun global yang akan berpengaruh terhadap
12% sejalan dengan kinerja korporasi yang cenderung
stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia akan
meningkat. Risiko kredit diperkirakan mulai stabil dan
memperkuat
akan turun sejalan dengan membaiknya pertumbuhan
terukur, terintegrasi dan bersinergi dengan kebijakan
ekonomi,
moneter dan sistem pembayaran.
meningkatnya
pertumbuhan
kredit
kebijakan
makroprudensial
secara
Kebijakan
korporasi non
makroprudensial akan diarahkan untuk memperkuat
keuangan dengan beberapa sektor ekonomi yang akan
stabilitas sistem keuangan dan menjaga resiliensi
mengalami pertumbuhan. Dari sisi DPK, pertumbuhan
sistem keuangan dengan rumusan : (i) memperkuat
simpanan industri perbankan diperkirakan mencapai
dan memperluas cakupan surveilans makroprudensial
kisaran 9-11% atau lebih tinggi dibandingkan 2016.
untuk mengidentifikasi lebih dini sumber tekanan;
perbankan dan terjaganya kinerja
(ii) identifikasi dan pemantauan risiko sistemik Lebih lanjut, berdasarkan kemampuan perbankan
dengan menggunakan Balance Set of Systemic Risk;
dalam mempertahankan pertumbuhan laba dan
(iii) penguatan kerangka manajemen krisis melalui
ketahanan permodalan, serta mengelola risiko
penyelarasan indikator stabilitas sistem keuangan
kredit dengan cukup baik, maka SSK dan ketahanan
dan hasil surveilans Bank Indonesia dengan PMK
perbankan diperkirakan akan tetap terjaga di 2017.
Nasional; (iv) mendukung upaya-upaya pendalaman
Kondisi
juga
pasar keuangan untuk memperkuat ketahanan pasar
membaik seiring dengan operasi keuangan pemerintah
keuangan terhadap guncangan, serta (v) penguatan
dan aliran masuk uang kartal, serta meningkatnya
koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah, OJK
perekonomian. Namun demikian, dengan perkiraan
dan LPS untuk mendukung bauran kebijakan yang
pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan
ditempuh Bank Indonesia.
likuiditas
perbankan
diperkirakan
DPK tersebut maka akan berpotensi menimbulkan risiko funding gap terutama di triwulan IV 2017.
xxvi
Bank Indonesia
Bank Indonesia
xxvii
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
baik dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan
Menghadapi kompleksitas tantangan dari domestik
kredit diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 10-
maupun global yang akan berpengaruh terhadap
12% sejalan dengan kinerja korporasi yang cenderung
stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia akan
meningkat. Risiko kredit diperkirakan mulai stabil dan
memperkuat
akan turun sejalan dengan membaiknya pertumbuhan
terukur, terintegrasi dan bersinergi dengan kebijakan
ekonomi,
moneter dan sistem pembayaran.
meningkatnya
pertumbuhan
kredit
kebijakan
makroprudensial
secara
Kebijakan
korporasi non
makroprudensial akan diarahkan untuk memperkuat
keuangan dengan beberapa sektor ekonomi yang akan
stabilitas sistem keuangan dan menjaga resiliensi
mengalami pertumbuhan. Dari sisi DPK, pertumbuhan
sistem keuangan dengan rumusan : (i) memperkuat
simpanan industri perbankan diperkirakan mencapai
dan memperluas cakupan surveilans makroprudensial
kisaran 9-11% atau lebih tinggi dibandingkan 2016.
untuk mengidentifikasi lebih dini sumber tekanan;
perbankan dan terjaganya kinerja
(ii) identifikasi dan pemantauan risiko sistemik Lebih lanjut, berdasarkan kemampuan perbankan
dengan menggunakan Balance Set of Systemic Risk;
dalam mempertahankan pertumbuhan laba dan
(iii) penguatan kerangka manajemen krisis melalui
ketahanan permodalan, serta mengelola risiko
penyelarasan indikator stabilitas sistem keuangan
kredit dengan cukup baik, maka SSK dan ketahanan
dan hasil surveilans Bank Indonesia dengan PMK
perbankan diperkirakan akan tetap terjaga di 2017.
Nasional; (iv) mendukung upaya-upaya pendalaman
Kondisi
juga
pasar keuangan untuk memperkuat ketahanan pasar
membaik seiring dengan operasi keuangan pemerintah
keuangan terhadap guncangan, serta (v) penguatan
dan aliran masuk uang kartal, serta meningkatnya
koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah, OJK
perekonomian. Namun demikian, dengan perkiraan
dan LPS untuk mendukung bauran kebijakan yang
pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan
ditempuh Bank Indonesia.
likuiditas
perbankan
diperkirakan
DPK tersebut maka akan berpotensi menimbulkan risiko funding gap terutama di triwulan IV 2017.
xxviii
Bank Indonesia
Bank Indonesia
xxix
Egrang, permainan tradisional yang dimainkan di berbagai daerah di Indonesia merupakan permainan yang membutuhkan keseimbangan yang tinggi agar dapat berjalan cepat untuk mencapai garis akhir. Dalam permainan engrang, kemampuan koordinasi yang baik antara otak kanan dan kiri, tangan dan kaki, konsentrasi, fokus serta keberanian dalam mengambil risiko adalah hal yang wajib dimiliki. Kemampuan bermain egrang yang baik dapat diibaratkan dengan kemampuan menjaga stabilitas sistem keuangan yang memerlukan identifikasi risiko, keterkaitan antar komponen dalam sistem keuangan, takaran dan keseimbangan kebijakan yang tepat serta koordinasi yang baik antar institusi.
01 Risiko perekonomian Indonesia berkurang pada semester II 2016 sehingga stabilitas sistem keuangan membaik. Walaupun pada triwulan IV sempat terjadi peningkatan risiko sebagai imbas dinamika pasar keuangan global yang bersifat temporer. Di penghujung tahun, stabilitas sistem keuangan kembali membaik seiring menurunnya ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate pasca pemilihan Presiden AS. Perekonomian domestik menunjukkan stabilitas dan ketahanan yang baik. Hal ini didukung oleh konsumsi rumah tangga yang cukup tinggi, perbaikan harga komoditas yang mendukung kinerja korporasi, moderasi risiko di pasar keuangan, dan lembaga keuangan terutama perbankan yang memiliki permodalan yang tinggi serta likuiditas yang mencukupi. Terjaganya stabilitas sistem keuangan tersebut terindikasi dengan turunnya Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) yang didukung oleh penurunan Indeks Risiko Sistemik Perbankan (IRSP). Di tengah terjaganya stabilitas sistem keuangan, masih terdapat ketidakseimbangan keuangan domestik yang dapat menjadi faktor pemicu kerentanan sistem keuangan. Namun demikian, besaran ketidakseimbangan keuangan tersebut relatif menurun dibandingkan semester sebelumnya. Faktor ketidakseimbangan keuangan tersebut meliputi prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan di tengah kontraksi siklus keuangan dan keterbatasan ruang fiskal yang masih terjadi meskipun Pemerintah telah menerapkan kebijakan amnesti pajak untuk menggenjot penerimaan. Selain itu, masih cukup tingginya Utang Luar Negeri (ULN) korporasi nonbank terutama yang tidak dihedging dan tingginya kepemilikan investor asing di pasar keuangan domestik juga menjadi faktor pemicu ketidakseimbangan keuangan domestik karena memiliki risiko pembalikan arus modal masih besar.
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
STABILITAS SISTEM KEUANGAN TERCATAT MEMBAIK SEJALAN DENGAN MENURUNNYA RISIKO PEREKONOMIAN DOMESTIK
Kondisi Perekonomian Domestik • Risiko perekonomian domestik mulai membaik • Pertumbuhan ekonomi terjaga di kisaran 5% • Inflasi tercatat rendah • Neraca pembayaran surplus • Nilai tukar Rupiah menguat • Kinerja pasar keuangan tetap positif • Konsolidasi di sisi fiskal Kondisi Global • Pertumbuhan global dan regional membaik • Harga komoditas dunia meningkat • Ketidakpastian di pasar keuangan global menurun • Volatilitas meningkat temporer pasca Brexit dan pemilihan presiden AS • Pasar saham global membaik
Rp
Rp
Ketidakseimbangan Keuangan Domestik Prosiklikalitas Penyaluran
Keterbatasan
ULN Korporasi Nonbank
Tingginya Kepemilikan
Kredit Perbankan dan
Ruang Fiskal
yang Masih Berada pada
Nonresiden di Pasar
Level yang Cukup Tinggi
Keuangan Domestik
Kontraksi Siklus Keuangan
Stabilitas sistem keuangan membaik
Krisis 2008 Krisis 2005
2,0 0,88
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
ISSK
4
Bank Indonesia
2008
2009
2010
Krisis
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
1.1. Perkembangan Risiko di Pasar Keuangan Global dan Regional
tercermin dari penjualan eceran yang meningkat. Data tenaga kerja AS juga menunjukkan perbaikan. Ekonomi Tiongkok tumbuh meningkat ditopang
Risiko sistem keuangan global dan regional pada
konsumsi dan investasi swasta. Di sisi lain, sentimen
semester II 2016 relatif mereda. Hal itu tercermin pada
negatif dari Brexit mempengaruhi keputusan investor
perbaikan perekonomian disertai ketidakpastian di
yang menyebabkan terjadinya penundaan investasi.
pasar keuangan yang menurun. Perekonomian global
Sementara itu, ekonomi Jepang tumbuh terbatas
dan regional yang membaik didukung oleh ekonomi
sejalan dengan kinerja konsumsi dan investasi.
Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Sementara itu, meredanya ketidakpastian di pasar keuangan
Harga komoditas dunia meningkat pada semester II
tercermin dari indeks volatilitas yang membaik
2016 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global
meskipun sedikit meningkat di penghujung tahun. Di
yang mulai membaik. Harga minyak dunia meningkat,
tengah perkembangan tersebut, harga minyak dunia
meskipun masih berada pada level yang
dan komoditas utama ekspor Indonesia yang membaik
Harga Brent pada akhir semester II 2016 naik menjadi
memberikan optimisme terhadap kinerja ekonomi
55,41 Dolar AS per barel, naik dari 48,6 Dolar AS per
Indonesia.
barel. Kenaikan ini sejalan dengan rencana penurunan
rendah.
produksi Organization of the Petroleum Exporting
Tabel 1.1. Outlook Perekonomian Dunia Outlook Perekonomian Dunia 2016
Dunia
2017
IMF
Consensus Forecast
BI
Okt
Des
Des
3,1
3,1
3,0
Realisasi 3,1
IMF
Consensus Forecast
BI
Jan
Jan
Feb
3,4
3,6
3,4
Amerika Serikat
1,6
1,6
1,6
1,6
2,3
2,3
2,3
Eropa
1,7
1,6
1,6
1,6
1,6
1,5
1,5
Jepang
0,6
0,7
0,5
1,0
1,0
1,0
0,8
Tiongkok
6,6
6,7
6,6
6,7
6,5
6,4
6,5
India
7,6
7,0
7,4
7,3
7,2
7,5
7,4
Sumber: IMF, Bloomberg, dan Bank Indonesia
Pertumbuhan ekonomi global pada semester II
Countries (OPEC) yang disepakati pada akhir September
2016 membaik, dimotori oleh pertumbuhan AS dan
2016 (Grafik 1.1) dan berlaku pada 10 Desember 2016.
Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi AS disumbang oleh
Penurunan tersebut dilakukan melalui pemotongan
konsumsi dan investasi nonresidensial, sebagaimana
produksi sebesar 1,8 mbpd (1,2 mbpd OPEC dan 0,56
Bank Indonesia
5
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
mbpd non-OPEC termasuk Rusia). Sementara itu,
Meredanya risiko global juga terlihat dari persepsi
harga batubara dan logam meningkat secara gradual
risiko investor terhadap aset negara maju dan
sejak triwulan III 2016 (Grafik 1.2). Kenaikan tersebut
negara berkembang yang secara umum menurun.
disebabkan oleh langkah pemerintah Tiongkok dalam
Persepsi investor global tersebut diilustrasikan oleh
mengatasi overcapacity sehingga terjadi penurunan
pergerakan premi CDS (Credit Default Swap) tenor
supply. Kenaikan harga logam kemudian dieskalasi
5 tahun yang tercatat turun pada akhir semester II
oleh adanya spekulasi di pasar future sebagai antisipasi
2016 dibandingkan dengan posisi di akhir semester
pasar terhadap rencana pembangunan infrastruktur
I 2016. Mayoritas negara maju dan berkembang
di AS pasca hasil pemilihan presiden.
mencatatkan angka CDS yang lebih rendah pada posisi tanggal 31 Desember 2016 kecuali negara – negara
Ketidakpastian di pasar keuangan global menurun
tertentu karena faktor internal, seperti Turki yang
seiring perkembangan kinerja perekonomian global
premi risikonya cenderung meningkat akibat faktor
dan adanya kepastian terkait kebijakan moneter
instabilitas politik dalam negerinya.
AS. Setelah mengalami penurunan pada semester I 2016, indikator VIX1 sebagai cerminan ketidakpastian
Sejalan dengan ketidakpastian yang relatif mereda,
bergerak pada kisaran yang lebih rendah (Grafik 1.5).
pasar saham global membaik pada semester II 2016.
Gejolak politik pasca European Union (EU) referendum
Pasar saham di AS, Jepang dan Hongkong tumbuh
yang memenangkan kubu Brexit sempat meningkatkan
positif (Grafik 1.4). Namun, kinerja pasar saham
volatilitas di triwulan III 2016. Namun, dampak dari
negara berkembang tercatat beragam. Bursa Thailand
keputusan Brexit tersebut cenderung temporer. Di sisi
dan India tercatat meningkat, sementara Vietnam dan
lain, volatilitas mulai mengalami peningkatan pada
Indonesia tetap positif meskipun lebih rendah dari
akhir tahun 2016 dipengaruhi oleh sentimen negatif
semester I 2016.
hasil pemilihan presiden AS.
Grafik 1.1. Perkembangan Harga Minyak Brent
Grafik 1.2. Perkembangan Harga Logam
60
55,5
USD/MT
USD/MT 7500
50
22000
6500 5500
40
17000
4500 3500
12000
30
2500 1500
Sumber: Bloomberg
Des 16
Nov 16
Okt 16
Sep 16
Agt 16
Jul 16
Jun 16
Mei 16
Apr 16
Mar 16
Feb 16
Jan 16
20
1
500
Jan 14 Feb 14 Mar 14 Apr 14 Mei 14 Jun 14 Jul 14 Agt 14 Sep 14 Okt 14 Nov 14 Des 14 Jan 15 Feb 15 Mar 15 Apr 15 Mei 15 Jun 15 Jul 15 Agt 15 Sep 15 Okt 15 Nov 15 Des 15 Jan 16 Feb 16 Mar 16 Apr 16 Mei 16 Jun 16 Jul 16 Agt 16 Sep 16 Okt 16 Nov 16 Des 16
7000
Nikel
Timah
Tembaga (skala kanan )
Sumber: Bloomberg
VIX Index adalah indeks yang digunakan untuk mengukur volatilitas indikator pasar keuangan global. VIX Index tersebut diestimasi dari implied volatilities indeks saham SNP 500.
6
Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik 1.3. CDS Negara Maju dan Kawasan
Germany China
Des-16
Malaysia
Jun-16 Thailand Philippines Indonesia Brazil Turkey 0
50
100
150
200
250
300
350
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.4. IHSG dan Indeks Bursa Global
Grafik 1.5. Perkembangan VIX 45
Kenaikan FFR 25 bps menjadi 0,25%-0,5%
40
World EM Asia
Kenaikan FFR 25 bps menjadi0,5%-0,75%
35
US (Dow Jones)
BREXIT
Japan (Nikkei)
30
Hasil pemilihan presiden AS
India (SENSEX)
25
Hong Kong (Hang Seng) Strait Times (STI)
20
Kuala Lumpur (KLCI) Thailand (SET)
15
0
Semester I 2016
Sumber: Bloomberg
5,0
10
Semester II 2016
15
20
-25
10
VIX
Harga minyak WTI Oil Price mencapai level terendah 26 Dolar AS /barel
5
Jul 16 Agt 16 Sep 16 Okt 16 Nov 16 Des 16
-5
Jun 16
-10
Okt 15 Nov 15 Des 15 Jan 16 Feb 16 Mar 16 Apr 16 Mei 16
-15
Jul 15 Agt 15 Sep 15
% -20
Mar 15 Apr 15 Mei 15 Jun 15
Indonesia (IHSG)
Jan 15 Feb 15
Vietnam
Sumber: Bloomberg
Bank Indonesia
7
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
1.2. Perkembangan Risiko pada Perekonomian Domestik
perkiraan, meskipun telah memperhitungkan tebusan
Risiko perekonomian domestik relatif membaik pada
Neraca pembayaran pada semester II 2016 membaik
semester II 2016. Perbaikan ini didukung oleh stabilitas
sejalan dengan perbaikan harga komoditas di tengah
makroekonomi yang kuat sejalan dengan inflasi yang
terjaganya
rendah dan pertumbuhan ekonomi yang terjaga.
domestik. Perbaikan neraca pembayaran bersumber
Tekanan global terhadap keseimbangan eksternal
dari defisit transaksi berjalan (TB) yang lebih rendah
perekonomian Indonesia cenderung mereda. Neraca
dan surplus transaksi modal dan finansial (TMF)
pembayaran tercatat surplus dengan defisit transaksi
yang lebih tinggi (Grafik 1.7). Kinerja TB ditopang
berjalan yang tercatat lebih rendah. Di sisi lain, nilai
oleh perbaikan ekspor sejalan dengan peningkatan
tukar Rupiah berada dalam tren menguat, meskipun
harga komoditas utama ekspor. Selain itu, mulai
sedikit tertekan menjelang akhir tahun.
meningkatnya harga minyak dunia dan perbaikan lifting
amnesti pajak.
momentum
pertumbuhan
ekonomi
minyak berkontribusi terhadap perbaikan kinerja TB. Inflasi tercatat rendah yaitu 3,02% di akhir 2016, dan
Sementara itu, surplus TMF 2016 meningkat signifikan
berada di batas bawah kisaran inflasi sasaran 4±1%.
sejalan dengan stabilitas ekonomi domestik dan
Kinerja inflasi didukung oleh inflasi inti yang cukup
prospek perekonomian yang tetap positif sehingga
rendah sejalan dengan terkendalinya ekspektasi
menarik aliran dana asing masuk ke Indonesia.
inflasi, nilai tukar yang terjaga dan minimnya tekanan dari permintaan domestik. Inflasi yang rendah juga
Nilai tukar Rupiah pada semester II 2016 dalam
didukung oleh relatif terbatasnya tekanan dari sisi
tren meningkat. Penguatan terutama terjadi pada
inflasi administered prices sejalan dengan berlanjutnya
triwulan III 2016, didukung sentimen positif terhadap
reformasi subsidi di bidang energi di tengah apresiasi
perekonomian domestik meskipun masih terdapat
nilai tukar.
tekanan dari sektor eksternal. Tekanan tersebut bersumber dari dinamika ketidakpastian kenaikan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada paruh kedua
Fed Funds Rate (FFR), hasil referendum Inggris di
2016 relatif terjaga di kisaran 5%. PDB pada triwulan
luar ekspektasi pasar, penguatan indeks Dolar AS,
III dan IV 2016 tumbuh masing-masing sebesar 5,01%
serta berlangsungnya pemilu AS. Tekanan eksternal
dan 4,94% (yoy) ditopang oleh tetap tingginya investasi
tersebut dapat dinetralisir oleh sentimen positif
dan konsumsi rumah tangga serta membaiknya ekspor
kestabilan makroekonomi domestik dan persepsi
(Grafik 1.6). Namun demikian, pertumbuhan tertahan
positif terhadap reformasi struktural serta kebijakan
oleh konsolidasi operasi keuangan pemerintah.
fiskal pemerintah. Secara point to point (ptp), Rupiah
Konsumsi pemerintah pada dua triwulan terakhir
pada akhir tahun ditutup pada level Rp13.473 per
mengalami kontraksi masing-masing sebesar 2,95%
Dolar AS, atau menguat 2,32% dibandingkan tahun
dan 4,05% (yoy). Konsolidasi di sisi fiskal dipandang
sebelumnya (Grafik 1.8). Dari sisi volatilitas, Rupiah
positif karena bertujuan untuk menjaga sustainabilitas
terjaga sepanjang tahun dengan volatilitas Rupiah
fiskal di tengah realisasi anggaran yang tidak sesuai
berada di bawah rata-rata volatilitas negara peers (Grafik 1.9).
8
Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik 1.6. Inflasi dan Pertumbuhan PDB Tahunan 7
Grafik 1.7. Neraca Pembayaran 2016
%
%
10 9
6
8 5 4
7
10.000
6
5.000
1 0
-5.000
2
-10.000
0
-1
-2,5
0
3
1
-0,5
-2
4
2
-3 -3,5 -4
-15.000
-4,5 Q1
Q2 Q3
2014
2015
Pertumbuhan PDB
Q4 Q1
Q2 Q3
2013
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jun Sep Nov
2013
0
15.000
5 3
%
Miliar Dolar AS
20.000
Q4 Q1
Q2 Q3
2014
2016
Q2 Q3
2015
Q4
2016 Transaksi Berjalan
Transaksi Modal dan Finansial
Inflasi (skala kanan)
Q4 Q1
Transaksi Berjalan (%PDB) (skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 1.9. Apresiasi dan Depresiasi terhadap Dolar AS YTD 2016* VS 2015
14200
point to point
14000
TRY
13800
PHP
13600
13505
13400
13313 13195
13434 13525
13473 13337
13112 13163
13200 13172
13000
13315
13278 13110
13412
13278
-5,43 -4,15 -2,61 -4,55 -4,28
INR MYR
-5,75 2,32 0,66
BRL
12800
IDR/USD
Rata-rata Bulanan
Rata-rata Triwulanan
21,68
-4,21
ZAR 4-Jan 11-Jan 22-Jan 2-Feb 12-Feb 23-Feb 3-Mar 15-Mar 24-Mar 5-Apr 14-Apr 25-Apr 4-Mei 17-Mei 26-Mei 6-Jun 15-Jun 24-Jun 12-Jul 21-Jul 1-Agt 10-Agt 22-Agt 31-Agt 9-Sep 21-Sep 30-Sep 11-Okt 20-Okt 31-Okt 9-Nov 18-Nov 29-Nov 8-Des 20-Des 30-Des
12600
-9,94
IDR
13130
average
-17,21
12,58
-13,06
THB
0,57
-2,92 -3,28
EUR
-0,27 -2,55 -2,51
KRW -10,00
-20,00
0.00
10,00
20,00
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.10. Indeks Harga Saham Gabungan Beberapa Negara Kawasan
Grafik 1.11. Aliran Dana Nonresiden
%
2016 Rata-rata
25
SUN
IDR/USD (Skala Kanan) IDR/USD 15.000
SBI
3000
14.000
2000
13.000
1000
20 12,5
15
12.000
0 -1000
11.000
-2000
10
10.000
-3000
5
9.000
Sumber: Bloomberg
PHP
Jul 15
Sep 16 Nov 16
INR
Mar 16 Mei 16 Jul 16
THB
Nov 15 Jan 16
SGD
Sep 15
IDR
Mei 15
KRW
Jan 15
MYR
Mar 15
TRY
Nov 14
ZAR
Jul 14 Sep 14
BRL
Mei 14
-4000 Jan 14
0
Saham
USD juta 4000
2015
Mar 14
30
30,00
Sumber: Bloomberg
Bank Indonesia
9
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
masih terbatas dan perbaikan harga yang lebih dipicu
1.3. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
oleh penurunan sisi penawaran.
Stabilitas sistem keuangan membaik, didukung oleh
Transmisi
tingginya permodalan dan likuiditas perbankan, serta
pasar keuangan berdampak lebih cepat dalam
terjaganya stabilitas pasar keuangan domestik. Hal ini
mempengaruhi perekonomian domestik. Arus modal
tercermin dari penurunan ISSK dari 0,95 menjadi 0,88.
masuk ke pasar keuangan domestik cukup besar
Penurunan ISSK ini didukung baik oleh penurunan
pada triwulan III. Meskipun pada triwulan IV sempat
Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK2) maupun
terjadi arus modal keluar karena sentiment negatif
komponen Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK )
pemilihan Presiden AS dan ekspektasi kenaikan FFR,
masing-masing dari 0,66 menjadi 0,63 dan 1,14
namun secara keseluruhan selama semester II masih
menjadi 1,04.
terjadi net arus masuk di pasar keuangan domestik.
3
dari
perekonomian
global
melalui
IHSG mencatatkan peningkatan 5,58% ke level Terjaganya stabilitas sistem keuangan pada paruh
5.296,7 pada akhir semester II 2016 dibandingkan
kedua 2016 juga dikonfirmasi dengan penurunan IRSP4
semester sebelumnya. Di sisi lain, Inter-dealer Market
menjadi sebesar 1,40 dari sebesar 1,67 pada akhir
Association (IDMA) indeks mengalami penurunan tipis
semester I 2016. IRSP mengukur kontribusi perbankan
ke level 99,09 dari 101,77 pada akhir semester I 2016.
terhadap potensi risiko sistemik dalam sistem
Nilai tukar Rupiah terdepresiasi ke level Rp13.473 per
keuangan. Penurunan IRSP merupakan kontribusi dari
Dolar AS pada akhir semester II 2016, atau melemah
penurunan risiko likuiditas dan risiko permodalan di
tipis sebesar 1,99% dari Rp13.210 pada akhir semester
tengah peningkatan risiko kredit. Sementara itu, risiko
I 2016.
SBN dan risiko nilai tukar pada semester II 2016 masih relatif stabil.
Di tengah stabilitas sistem keuangan yang terjaga, masih terdapat risiko yang membayangi sektor
Dinamika perekonomian global masih diwarnai
perbankan terutama akibat menurunnya intermediasi
dengan isu lambatnya pemulihan ekonomi yang
perbankan dan risiko kredit yang masih tinggi. Risiko
memberikan dampak langsung kepada perekonomian
tersebut masih dapat diserap perbankan sejalan
domestik dan kondisi keuangan Pemerintah melalui
dengan tingginya permodalan. Rasio permodalan
jalur perdagangan. Perbaikan harga komoditas dunia
(CAR)
antara lain minyak bumi, batubara dan logam yang
pertumbuhan kredit sehingga menyebabkan Aktiva
mulai berlangsung pada semester II 2016 belum
Tertimbang
memberikan dampak signifikan kepada perbaikan
melambat. Sementara itu, likuiditas perbankan (AL/
kinerja korporasi terkait komoditas maupun keuangan
DPK) mengalami peningkatan khususnya menjelang
Pemerintah. Hal ini seiring dengan permintaan yang
akhir tahun karena peningkatan ekspansi keuangan
meningkat Menurut
dipicu Resiko
oleh
perlambatan
(ATMR)
tumbuh
ISIK dibentuk oleh indikator tekanan, indikator intermediasi dan indikator efisiensi dari institusi keuangan terutama perbankan. Komponen pembentuk ISPK adalah berbagai indikator pasar keuangan meliputi pasar uang, pasar obligasi, pasar saham, pasar valas, Credit Default Swap (CDS) dan utang luar negeri. 4 IRSP merupakan komposit dari indeks risiko kredit, indeks risiko likuiditas, indeks risiko nilai tukar, indeks risiko SBN dan indeks risiko permodalan. 2 3
10
Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Pemerintah dan dampak dari perlambatan kredit pada
dengan ekspansi keuangan Pemerintah dan masuknya
periode laporan.
dana repatriasi dan amnesti pajak.
Perlambatan intermediasi perbankan yang masih
Efisiensi
berlanjut sejalan dengan perlambatan ekonomi dan
diindikasikan oleh peningkatan rasio biaya terhadap
kinerja korporasi. Berbeda dengan berlanjutnya
pendapatan operasional (BOPO) industri perbankan
perlambatan pertumbuhan kredit, risiko kredit industri
terutama karena penambahan Cadangan Kerugian
perbankan mengalami perbaikan yang ditunjukkan
Penurunan Nilai (CKPN) seiring dengan NPL yang
oleh penurunan NPL pada semester II dibandingkan
masih cukup tinggi. Sementara itu, profitabilitas hanya
semester I 2016 walaupun risiko kredit tersebut
mengalami penurunan sedikit sebagaiman tercermin
masih meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
dari turunnya Return On Asset (ROA). Relatif kecilnya
Sementara itu, pertumbuhan DPK menunjukkan
penurunan profitabilitas perbankan disebabkan oleh
perbaikan walaupun sempat melambat hingga 3,15%
upaya untuk mempertahankan Net Interest Margin
pada bulan September 2016. Peningkatan DPK yang
(NIM) yang tinggi dengan menjaga spread yang lebar
cukup signifikan terjadi menjelang akhir tahun sejalan
antara pendapatan dan beban bunga.
Grafik 1.12. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK)
perbankan
mengalami
penurunan
Grafik 1.13. Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK)
2,00 2,00
Normal
2015 2016
2014
2014
2013
2012
2011
2010 2011
2009
Krisis
ISSK
Sumber: Bank Indonesia
2008
2007
2008
2006
2005
2004
2005
2003
2002
2016
2015
2014
2014
2013
2012
2011
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2005
2003
2002
2002
2008
Krisis
ISSK
2002
0,00
0,00
Normal
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.14. Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK)
Grafik 1.15. Indeks Risiko Sistemik Perbankan (IRSP)
3,50 2,00
0,00
ISSK
Krisis
Sumber: Bank Indonesia
Normal
ISSK
Krisis
2016
2015
2014
2014
2013
2012
2011
2010 2011
2009
2008
2008
2007
2006
2005
2005
2004
2003
2002
2002
2016
2015
2014
2014
2013
2012
2011
2010 2011
2009
2008
2008
2007
2006
2005
2005
2004
2003
2002
2002
0,00
Normal
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia
11
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 1.16. Indeks Harga Saham Gabungan Beberapa Negara Kawasan 200
140 130
180
120
160
110
140
100
120
90
100
Hong Kong
Korea Selatan
Jul-16
Okt-16
Jan-16
Apr-16
Jul-15
Okt-15
Jan-15
Apr-15
Jul-14
Okt-14
Jan-14
Indonesia
Apr-14
Okt-13
Jul-13
Jan-13
Jul-16
Okt-16
Jan-16
Apr-16
Jul-15
Tiongkong
Okt-15
Jan-15
Apr-15
Jul-14
Okt-14
Jan-14
Apr-14
Jul-13
Okt-13
Jan-13
60 Apr-13
70
60
Apr-13
80
80
Malaysia
Singapura
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.17. Pangsa Aset Lembaga Keuangan
0,13%
0,51%
0,17% 3,69% 5,19% 2,59% 10,50% 1,21% 2,77%
Perbankan
Lembaga Penjaminan
Bank Syariah
Pegadaian
Perusahaan Pembiayaan
NAB Reksadana
BPR
Perusahaan Asuransi
Dana Pensiun
Perusahaan Modal Ventura
73,23%
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah
1.4. Ketidakseimbangan Keuangan Domestik
perbankan tersebut memicu semakin dalamnya kontraksi pada siklus keuangan. Selanjutnya, faktor keterbatasan ruang fiskal masih menjadi penyebab
Faktor – faktor kerentanan yang mempengaruhi
terjadinya ketidakseimbangan keuangan domestik.
ketidakseimbangan keuangan domestik pada semester
Kebijakan amnesti pajak, yang dinilai cukup berhasil
II 2016 masih sama dengan semester sebelumnya
dibandingkan kebijakan sejenis yang dilakukan di
namun dengan magnitude yang mulai menurun. Faktor
negara lain, memberikan tambahan penerimaan
utama yang memicu ketidakseimbangan keuangan
terutama menjelang akhir semester II 2016. Namun,
domestik adalah kondisi prosiklikalitas perbankan
penerapan kebijakan amnesti pajak belum secara
dimana bank cenderung mengurangi ekspansi kredit di
signifikan mengurangi keterbatasan ruang fiskal.
tengah kondisi ekonomi yang mengalami perlambatan sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan kredit
Ketidakseimbangan
lebih
lanjut.
berasal dari posisi ULN korporasi nonbank yang
12
Bank Indonesia
Perlambatan
pertumbuhan
kredit
keuangan
domestik
lainnya
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
masih berada pada level yang cukup tinggi meskipun
Pertumbuhan kredit pada akhir 2016 tercatat sebesar
volume menurun. Kondisi tersebut menyebabkan
7,85%, atau lebih rendah dibandingkan dengan
tingginya kerentanan sektor swasta terhadap gejolak
semester I 2016 (8,89%, yoy). Perlambatan kredit
perekonomian global, khususnya yang berpengaruh
tersebut terutama dipengaruhi oleh masih rendahnya
terhadap nilai tukar. Selain itu, tingginya kepemilikan
permintaan agregat yang tercermin dari perlambatan
investor nonresiden terhadap aset keuangan domestik
ekonomi pada triwulan IV 2016 (4,94%) dibandingkan
terutama SBN dan saham juga menjadi faktor
triwulan II 2016 sebesar 5,18% (yoy).
pemicu
ketidakseimbangan
keuangan
domestik.
Posisi kepemilikan nonresiden terus meningkat pada
Prosiklikalitas penyaluran kredit dan pertumbuhan
periode laporan. Hal ini meningkatkan risiko pasar dan
ekonomi
risiko likuiditas ketika terdapat sentimen negatif yang
meningkatnya rasio NPL net menjadi 2,93% pada akhir
menyebabkan terjadinya pembalikan arus modal dari
semester II 2016 dibandingkan dengan akhir semester
pasar keuangan domestik.
I 2016 (1,52%). Hal ini mendorong perilaku perbankan
tersebut
antara
lain
menyebabkan
lebih berhati-hati dalam penyaluran kreditnya sehingga 1.4.1. Prosiklikalitas Penyaluran Kredit Perbankan dan
semakin memperlambat pertumbuhan kredit. Oleh karena itu perilaku prosiklikalitas kredit perlu dicermati
Kontraksi Siklus Keuangan Siklus Keuangan Indonesia (SKI) masih berada
mengingat pada saat ekonomi melambat sebagian
pada fase kontraksi di akhir 2016 (Grafik 1.18),
pelaku ekonomi tetap membutuhkan dukungan kredit
terutama disebabkan oleh tren perlambatan kredit.
perbankan dan juga agar perlambatan ekonomi tidak semakin dalam.
Grafik 1.19. Prosiklikalitas Pertumbuhan Kredit Perbankan
Grafik 1.18. Siklus Keuangan 2007Q2
1998Q2 1995Q2Q
0,10 0,08
2005Q2Q
0,06 0,04
2013Q3
0,02
2009Q3Q2
(0,04) (0,06)
(0,10)
2000Q2Q 1999Q2
2009Q3
Siklus Keuangan (BPF/Skala kiri) Trough SK (TP) Krisis
Sumber: Bank Indonesia
2016Q4
2016Q1
2015Q2
8
35
7
30
6
25
5
20
4
15
3
10
2
5
1
0
0
2001Q2 2001Q4 2002Q2 2002Q4 2003Q2 2003Q4 2004Q2 2004Q4 2005Q2 2005Q4 2006Q2 2006Q4 2007Q2 2007Q4 2008Q2 2008Q4 2009Q2 2009Q4 2010Q2 2010Q4 2011Q2 2011Q4 2012Q2 2012Q4 2013Q2 2013Q4 2014Q2 2014Q4 2015Q2 2015Q4 2016Q2 2016Q4
(0,08)
2014Q3
2013Q4
2013Q1
2012Q2
2011Q3
2010Q4
2010Q1
2009Q2
2008Q3
2007Q4
2007Q1
2006Q2
2005Q3
2004Q4
2004Q1
2003Q2
2002Q3
2001Q4
2001Q1
2000Q2
1999Q3
1998Q4
1998Q1
1997Q2
1996Q3
1995Q4
1995Q1
(0,02)
1994Q2
0
40
Peak SK
PDB Riil (%yoy) - skala kanan
Kredit (%yoy)
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia
13
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
1.4.2. Keterbatasan Ruang Fiskal
berdampak terhadap kondisi likuiditas. Sebagai
Pemerintah masih menghadapi kendala keterbatasan
inovasi di sisi penerimaan negara, pemerintah
ruang fiskal pada semester II 2016, terkait dengan
melakukan prefunding sejak akhir tahun 2015,
rendahnya
Terbatasnya
untuk mempercepat realisasi belanja pada awal
penerimaan negara terjadi sejak semester I 2016,
tahun 2016. Namun, pemilihan instrumen dalam
dimana penerimaan hanya mencapai Rp635 triliun,
bentuk SBN domestik berdampak terhadap likuiditas
lebih rendah dari historis dua tahun sebelumnya
perbankan. Sebagai mitigasi terhadap risiko likuidas
(Grafik 1.20.). Hal tersebut disebabkan oleh masih
tersebut, pemerintah kemudian mengganti instrumen
lemahnya perekonomian domestik dan harga-harga
prefunding pada akhir tahun 2016 menjadi global
komoditas. Penerimaan yang rendah berlanjut
bonds dengan nilai 3,5 miliar Dolar AS atau setara
ke semester kedua. Tambahan penerimaan dari
dengan 46 triliun Rupiah.
penerimaan
negara.
tebusan amnesti pajak yang mencapai Rp107 triliun belum dapat membantu kinerja penerimaan. Untuk
Risiko keterbatasan ruang fiskal yang berdampak
keseluruhan tahun, penerimaan perpajakan tercatat
pada tekanan likuiditas di akhir tahun 2016 bersifat
hanya tumbuh 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan
temporer.
pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari rasio
pemerintah di akhir 2016 lebih rendah dibandingkan
penerimaan pajak terhadap PDB yang turun dari
akhir 2015 sehingga memiliki implikasi yang lebih
10,7% menjadi 10,3% (Grafik 1.23.).
terbatas terhadap sistem keuangan. Dari sisi nominal,
Hal
ini
terindikasi
dari
prefunding
prefunding pada akhir 2016 yang setara 46 triliun Mempertimbangkan ruang fiskal yang terbatas,
Rupiah lebih kecil daripada akhir 2015 senilai 63 triliun
pemerintah melakukan kebijakan fiskal konsolidatif
Rupiah. Kedua, peningkatan suku bunga PUAB pada
pada semester II 2016 dengan tetap melakukan
akhir tahun meskipun masih sempat terjadi namun
perbaikan
kualitas
bersifat terbatas. Pada akhir 2016 peningkatan hanya
belanja terlihat dari realisasi belanja produktif dalam
terjadi di PUAB jangka menengah, sementara di akhir
bentuk belanja barang dan belanja modal yang
2015 peningkatan terjadi di PUAB jangka pendek
tetap tinggi (Grafik 1.22.). Pemerintah juga terus
dan menengah. Kondisi likuiditas akhir tahun 2016
berupaya meningkatkan kontribusi fiskal daerah
terbantu oleh adanya dropping dana dari pemerintah
kepada pertumbuhan ekonomi khususnya untuk
pada tanggal 30 dan 31 Desember 2016.
kualitas
pembangunan
belanja.
infrastruktur.
Perbaikan
Perkembangan
ini
terlihat dari Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik)
Risiko sustainabilitas fiskal tahun 2016 masih terkendali
yang meningkat tajam di tengah penurunan belanja
sebagai hasil dari kebijakan fiskal konsolidatif. Defisit
pemerintah pusat.
fiskal tahun 2016 turun menjadi 2,5% dari 2,6% terhadap PDB di tahun 2015. Selain itu, rasio utang
Keterbatasan ruang fiskal memiliki implikasi risiko
pemerintah terhadap PDB juga masih berada di
ke sistem keuangan, dengan magnitude terbatas.
koridor aman5. Ratio hutang Indonesia juga lebih
Risiko tersebut antara lain terkait dampak pemilihan
rendah dibandingkan dengan negara kawasan seperti
instrumen
Thailand, Filipina, dan Malaysia.
5
pembiayaan
anggaran
yang
akan
Berdasarkan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 12, Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
14
Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Kondisi makroekonomi Indonesia yang kondusif tersebut
mendukung
rating
perbaikan
obligasi
bahwa keterbatasan ruang fiskal memiliki tekanan yang terbatas ke sektor keuangan.
pemerintah. Lembaga pemeringkat Fitch Ratings (Fitch) meningkatkan outlook Sovereign Credit Rating
Perkembangan beberapa indikator di sisi fiskal perlu
Republik Indonesia dari stable menjadi positive,
menjadi perhatian. Indikator tersebut antara lain
sekaligus mengafirmasi rating pada BBB- (Investment
adalah keseimbangan primer6 yang masih negatif
Grade) pada 21 Desember 2016. Perbaikan rating
(Grafik 1.25.). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan
tersebut didukung oleh stabilitas makroekonomi
belanja pada tahun berjalan tidak dapat dipenuhi dari
yang dapat dijaga dengan baik oleh otoritas moneter
penerimaan pada tahun tersebut. Ke depan, rasio pajak
dan fiskal. Reformasi struktural yang terus digulirkan
terhadap GDP perlu ditingkatkan untuk memperbaiki
memperkuat iklim investasi secara bertahap dan
keseimbangan primer. Hal lain yang perlu dicermati
berdampak positif ke perekonomian ekonomi jangka
adalah indikator rasio hutang pemerintah terhadap
lebih panjang. Perbaikan rating ini juga mengkonfirmasi
penerimaan negara yang terus meningkat (Grafik 1.24).
Grafik 1.20. Perkembangan Komponen Penerimaan Semester I 2010 - 2016
Rp T
Rp T
1000
800
712,7
700
623,2
593,3
600 500
634,7
800 700
497,0
443,7
917,1
900
667,8
600
714
745
816
838
837
2013
2014
2015
552
500
400
400
300
300
200
200
100 -
Grafik 1.21. Kontribusi Pertumbuhan Komponen Penerimaan Semester II 2010 - 2016
100
2010
2011
2013
2012
2014
2015
-
2016
2010
Penerimaan dan Hibah
2011
2012
2016
PNPB
PNBP
Cukai
PPh Non Migas
PNPB
Cukai
PPh Non Migas
Pajak LN
PPN
PPh Migas
Pajak LN
PPN
PPh Migas
Sumber: Kementrian Keuangan, Laporan Semester
Sumber: Kementrian Keuangan, Laporan Semester
Grafik 1.22. Perkembangan Komponen Belanja Semester II 2010 - 2016
Grafik 1.23. Perkembangan Defisit dan Keseimbangan Primer
Rp T 1.200 1.000 800 600
884
891
1.010
1.049
1.017
994,2
646
3,0 2,0 1,0
400 200
0,0
100 0
% PDB
-1,0 2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
PNPB
-2,0 -3,0
Belanja Modal
Belanja Pegawai
Pembayaran Utang
Pajak LN
Belanja Barang
Transfer ke Daerah & Dana Desa
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Keseimbangan Primer
Defisit Fiskal
Sumber: Kementrian Keuangan, Laporan Semester Sumber: LKPP, *) Konferensi Pers APBN-P 2016 tanggal 3 Januari 2017
6
Menurut IMF, keseimbangan primer (primary balance) adalah total penerimaan dikurangi dengan total belanja dengan mengeluarkan komponen pembayaran bunga.
Bank Indonesia
15
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 1.24. Rasio Hutang Pemerintah terhadap Penerimaan Negara Rasio Hutang terhadap Pendapatan
Indonesia Filipina Malaysia
4,0
Grafik 1.25. Keseimbangan Primer Indonesia dan Negara Kawasan Indonesia Filipina
%PDB
India Brazil Thailand
4,0
Malaysia India
Brazil Thailand
3,0 2,0 1,0
3,0
0,0 -1,0 -2,0
2,0
-3,0 -4,0
1,0
-5,0
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Kementrian Keuangan, Laporan Semester
-6,0
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Kementrian Keuangan, Laporan Semester
1.4.3. Risiko ULN Korporasi Nonbank yang masih berada pada level yang cukup tinggi
Sejalan dengan perlambatan ekonomi, pertumbuhan Utang Luar Negeri (ULN) mulai melambat pada semester II 2016. Secara total, ULN menurun menjadi sebesar 316,97 miliar Dolar AS pada periode laporan dibandingkan dengan sebesar 325,54 miliar Dolar AS pada semester I 2016. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan ULN mengalami penurunan menjadi hanya sebesar 1,98% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya sebesar 6,28% (yoy). Rasio ULN terhadap GDP menurun dari sebesar 36,82% menjadi sebesar 33,89% pada periode laporan. Kondisi tersebut menurunkan tingkat sensitivitas ULN terhadap risiko pelemahan nilai tukar. Dari sisi Pemerintah dan Bank Sentral, posisi ULN Pemerintah pada bulan Desember 2016 meningkat sebesar 1,05% menjadi sebesar 154,88 miliar Dolar AS pada periode laporan dibandingkan sebesar 153,26 miliar Dolar AS pada semester sebelumnya. Sementara itu, ULN Bank Sentral menurun menjadi sebesar 3,41 miliar Dolar AS, atau lebih rendah sebesar 37,27%, dari sebesar 5,43 miliar Dolar AS pada akhir semester I 2016. 16
Dari sektor swasta, komposisi ULN berasal dari kelompok Bank dan Nonbank dimana untuk kelompok Nonbank terbagi menjadi Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan (NonLKBB). Adapun ULN swasta-bank mengalami penurunan sebesar 0,88%, ULN swasta-LKBB menurun sebesar 9,27%, sedangkan ULN swasta-NonLKBB turun sebesar 5,46% pada akhir semester II 2016. Dari sisi risiko, ULN swasta nonbank cenderung lebih prudent mengingat komposisi tenor jangka panjangnya kurang lebih 80% dari total ULN. Pertumbuhan ULN swasta nonbank jangka panjang masih terus mengalami penurunan dari sebesar -2,75% menjadi sebesar -9,16% pada akhir periode laporan. Di sisi lain, pertumbuhan ULN swasta nonbank jangka pendek mengalami peningkatan sebesar 10,13% pada akhir semester II 2016 dibandingkan sebesar 7,98% pada periode sebelumnya. Namun demikian, komposisi ULN jangka panjang yang lebih besar disertai dengan penurunan outstanding ULN belum dapat menghilangkan faktor kerentanan. Dari sisi kemampuan korporasi nonbank untuk membayar
Bank Indonesia Sumber: Kementrian Keuangan, Laporan Semester
Sumber: Kementrian Keuangan, Laporan Semester
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
ULN, tingkat risiko masih cukup tinggi mengingat aktivitas korporasi masih mengalami konsolidasi sejalan dengan perekonomian yang masih moderat. Hal tersebut tercermin pula dari Debt to Service Ratio (DSR) Tier-1 yang masih cukup tinggi berada pada level 19,63% pada akhir semester II 2016. Korporasi Nonbank cenderung mengurangi ULN-nya pada periode laporan sejalan dengan penurunan aktivitas korporasi. Hal tersebut mendorong penurunan ULN yang direstrukturisasi pada semester II 2016. Namun demikian, sebagian besar ULN restrukturisasi korporasi nonbank merupakan restrukturisasi dengan tone negatif melalui reconditioning, bunga dikapitalisasi, debt to equity swap, debt reduction, rescheduling,
dan lain – lain. Kondisi tersebut menegaskan bahwa pergerakan ULN korporasi nonbank masih perlu dicermati sebagai faktor pemicu ketidakseimbangan di pasar keuangan domestik. Upaya Bank Indonesia untuk memitigasi risiko ULN korporasi nonbank tersebut adalah dengan penerapan Rasio Lindung Nilai terhadap seluruh korporasi nonbank yang memiliki ULN dalam valuta asing. Upaya tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi ULN tetapi justru untuk memperkuat manajemen risiko. Data Laporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati – hatian (KPPK) menunjukkan bahwa aktivitas lindung nilai (hedging) belum sepenuhnya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pada triwulan III 2016, terdapat Net Kewajiban Valas (NKV) hedging 0 – 3 bulan
Grafik 1.26. Komposisi ULN berdasarkan kelompok peminjam dan komposisi ULN terhadap PDB Pemerintah dan Bank Sentral
USD Miliar 180 160 140
Bank Sentral (skala kanan)
Pemerintah
Swasta
USD Miliar 18
160
16
140
14
120
Bank
35 30 25
120
12
100
10
80
8
60
6
40
4
20
2
20
5
0
0
0
0
80
Korporasi Non Bank
60
140 120 100
15
80
Pemerintah + BS
60 40
Jan 08 Jun 08 Nov 08 Apr 09 Sep 09 Feb 10 Jul 10 Des 10 Mei 11 Okt 11 Mar 12 Agt 12 Jan 13 Jun 13 Nov 13 Apr 14 Sep 14 Feb 15 Jul 15 Des 15 Mei 16 Okt 16
Jan 08 Jun 08 Nov 08 Apr 09 Sep 09 Feb 10 Jul 10 Des 10 Mei 11 Okt 11 Mar 12 Agt 12 Jan 13 Jun 13 Nov 13 Apr 14 Sep 14 Feb 15 Jul 15 Des 15 Mei 16 Okt 16
Swasta
160
20
10
40
Pemerintah + BS dan Swasta
20 0 Jan 08 Jun 08 Nov 08 Apr 09 Sep 09 Feb 10 Jul 10 Des 10 Mei 11 Okt 11 Mar 12 Agt 12 Jan 13 Jun 13 Nov 13 Apr 14 Sep 14 Feb 15 Jul 15 Des 15 Mei 16 Okt 16
100
USD Miliar 180
Sumber: Statistik ULN, Bank Indonesia %
% 8
60 50
7 33,89
40
6
30 5
20
4,94 4
10
3
0 -10
Mar ‘04 Jun ‘04 Sep ‘04 Des ‘04 Mar ‘05 Jun ‘05 Sep ‘05 Des ‘05 Mar ‘06 Jun ‘06 Sep ‘06 Des ‘06 Mar ‘07 Jun ‘07 Sep ‘07 Des ‘07 Mar ‘08 Jun ‘08 Sep ‘08 Des ‘08 Mar ‘09 Jun ‘09 Sep ‘09 Des ‘09 Mar ‘10 Jun ‘10 Sep ‘10 Des ‘10 Mar ‘11 Jun ‘11 Sep ‘11 Des ‘11 Mar ‘12 Jun ‘12 Sep ‘12 Des ‘12 Mar ‘13 Jun ‘13 Sep ‘13 Des ‘13 Mar ‘14 Jun ‘14 Sep ‘14 Des ‘14 Mar ‘15 Jun ‘15 Sep ‘15 Des ‘15 Mar ‘16 Jun ‘16 Sep ‘15 Des ‘15
1,98
ULN / PDB (%)
Pertumbuhan. ULN (oy)
2
Pertumbuhan. PDB (skala kanan, yoy)
Sumber: CEIC dan Statistik ULN, Bank Indonesia
Bank Indonesia
17
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 1.28. Perkembangan Debt Service Ratio (DSR)
Grafik 1.27. Perkembangan ULN Swasta Nonbank Berdasarkan Jangka Waktu Asal 70
%
USD Miliar 160
60
140
50
120
40
40,0 30,0 25,0
30
100
20,0
20
80
15,0
10
60
0
40
-10
Jun
Des
2009
Jun
Des
2010
Jun
Des Jun
2011
Des
2012
Jun Des
Jun Des
2013
2014
Jun Des Jun Des
2015
19,63% 13,45%
10,0
6,18%
5,0 0,0 Q1
20
-20 -30
%
35,0
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2014
0
Q3
Q4
Q1
2015
DSR Tier-1 Total
Q2
Q3
Q4
2016
DSR Tier-1 Publik
DSR Tier-1 Swasta
2016
ULN JK Pendek (skala kanan)
ULN JK Panjang (skala kanan)
Pertumbuhan ULN Jk. Pendek
Pertumbuhan ULN Jk. Panjang
Sumber: Statistik ULN, Bank Indonesia
Tabel 1.2. Jumlah Lindung Nilai ULN yang Dilakukan dan Pemenuhannya Triwulan III 2016 Pemenuhan Ketentuan Lindung Nilai
Jumlah
Net Kewajiban Valas
(Hedging) KPPK Q3 2016
Pelapor
(NKV)
Lindung Nilai Min
Lindung Nilai 0-3 Bulan Lindung Nilai (Memenuhi)
Lindung Nilai
Selisih dari NKV
Selisih dari Lindung Nilai Min
(dalam Dolar AS) 348
2.496.133.559
624.033.390
2.224.719.397
(271.414.162)
13
59.607.773
14.901.943
278.169.507
218.561.734
263.267.564
- Bukan Lembaga Keuangan
335
2.436.525.786
609.131.447
1.946.549.890
(489.975.896)
1.337.418.444
Lindung Nilai (Tidak Memenuhi)
12
93.989.600
23.497.400
10.027.788
(83.961.812)
(13.469.612)
- Lembaga Keuangan Bukan Bank
1.600.686.007
Tidak Lindung Nilai (Tidak Memenuhi)
277
2.855.067.639
713.766.910
-
(2.855.067.639)
(713.766.910)
TOTAL
637
5.445.190.798
1.361.297.700
2.234.747.185
(3.210.443.613)
873.449.486
355.907.208
574.633.491
Lindung Nilai 0-3 Bulan Lindung Nilai (Memenuhi) - Lembaga Keuangan Bukan Bank - Bukan Lembaga Keuangan Lindung Nilai (Tidak Memenuhi) Tidak Lindung Nilai (Tidak Memenuhi)
(dalam Dolar AS) 147
291.635.044
72.908.761
647.542.252
12
65.769.218
16.442.305
436.017.929
370.248.711
419.575.625
135
225.865.826
56.466.457
211.524.323
(14.341.503)
155.057.867
8
168.527.110
42.131.778
13.272.776
(155.254.334)
(28.859.002)
153
1.539.568.662
384.892.166
-
(1.539.568.662)
(384.892.166)
Sumber: Bank Indonesia
sebesar 5.445 juta Dolar AS dengan jumlah lindung nilai minimal yang dipersyaratkan oleh ketentuan sebesar 1.361 juta Dolar AS. Berdasarkan hasil pelaporan, terdapat sejumlah 277 pelapor dari total 637 pelapor yang tidak melakukan lindung nilai. Sementara itu, NKV hedging 3 – 6 bulan adalah sebesar 1.999 juta Dolar AS dengan jumlah lindung nilai minimal sebesar 499 juta Dolar AS. Data pelaporan menunjukkan bahwa
18
Bank Indonesia
terdapat 153 pelapor dari total 308 pelapor yang tidak melakukan lindung nilai. Jumlah transaksi naked yang tercatat masih cukup besar tersebut merupakan salah satu potensi sumber kerentanan yang perlu diwaspadai. Namun demikian, jumlah pelapor yang melakukan lindung nilai dengan memenuhi semua ketentuan yang berlaku mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
1.4.4. Tingginya Kepemilikan Nonresiden di Pasar
Desember 2016 sehingga yield turun dan net inflow sebesar Rp9,44 triliun pada bulan Desember 2016.
Keuangan Domestik Di tengah ketidakpastian global, tingkat kepercayaan
Secara total, investor asing melakukan net beli sebesar
investor asing terhadap aset domestik masih terjaga
Rp26,52 triliun di pasar SBN selama semester II 2016.
dengan indikator tingginya porsi kepemilikan investor
Di pasar saham, porsi kepemilikan investor nonresiden
nonresiden di pasar keuangan domestik. Kepemilikan
mencapai angka 54,49% pada bulan Desember 2016.
nonresiden sempat menurun pada bulan Oktober
Angka tersebut menurun dari semester I 2016 seiring
dan November 2016 akibat tingginya kekhawatiran
dengan peningkatan penjualan saham domestik oleh
investor global terhadap ekspektasi peningkatan FFR
investor nonresiden. Namun demikian, investor asing
dan dibarengi tingginya ketidakpastian politik terkait
tercatat masih melakukan net beli saham domestik
pemilu di Amerika Serikat. Menjelang akhir bulan
sebesar Rp3,17 triliun sehingga indeks saham
Desember 2016, risk appetite investor global terhadap
domestik masih tercatat meningkat sebesar 5,58% ke
aset domestik kembali meningkat dipicu oleh sentimen
level 5296,711 pada akhir bulan Desember 2016.
positif domestik. Struktur kepemilikan asing yang tinggi tersebut menjadikan perekonomian Indonesia rentan
Di sisi lain, porsi kepemilikan investor nonresiden
terhadap perkembangan pasar keuangan global dan
di pasar SBI cenderung terbatas. Investor domestik
potensi capital reversal.
mencatatkan porsi kepemilikan aset sebesar 98,5%, sedangkan porsi kepemilikan investor nonresiden
Porsi kepemilikan investor nonresiden di pasar SBN
di pasar SBI hanya sebesar 1,5%. Terbatasnya porsi
tercatat sebesar 36,65% dari total SBN yang beredar
kepemilikan nonresiden di pasar SBI tersebut terkait
pada bulan Desember 2016. Meskipun prosentase
kebijakan minimum holding period yang ditetapkan
kepemilikan asing menurun dari periode sebelumnya,
oleh Bank Indonesia. Kebijakan tersebut pada
jumlah SBN nonresiden masih tercatat meningkat
awalnya ditetapkan dengan jangka waktu 1 bulan
pada periode laporan. Net outflow sebesar Rp23,63
(one month holding period). Pada perkembangannya,
triliun terjadi di pasar SBN pada bulan Oktober dan
Bank Indonesia melonggarkan kebijakan menjadi one
November 2016 yang menyebabkan peningkatan
week holding period pada 30 September 2015 dengan
yield SBN. Kondisi tersebut membaik pada bulan
tujuan untuk menarik minat investor asing.
Triliun Rupiah 2000 1800 1600
Grafik 1.30. Kepemilikan Saham Investor NonResiden 100
Kepemilikan Domestik
90
Kepemilikan Asing
80
1.003
1000
0
728 550
749
820
271
283
324
Des-12
Jun-13
Des-13
404
461
54,49
30 20
671
606
50 40
903
536
559
644
Jun-14
Des-15
Jun-16
666
10 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
800
200
45,51
60 1.151
1200
400
%
70
1400
600
2016Q2
Grafik 1.29. Kepemilikan SBN Investor Nonresiden
2014 Jun-13
Des-14
Sumber: DJPPR, Kementrian Keuangan
Des-16
2015
2016
Non Residen
Residen
Sumber: CEIC
Bank Indonesia
19
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 1.31. Kepemilikan SBI Asing dan Domestik 100
%
98,5%
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Asing
2015
2014
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Apr
Jan
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul 2013
2012
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
1,5% 2016
Domestik
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.32. Perkembangan Harga dan Volume Transaksi Saham
Rp T
Rp T 20
5800
50
15
5600
40
10
5400
30
5
5200
0
5000 4800 4600
(15)
4400
(10)
4200
(20)
4000
(30)
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bank Indonesia, BEI, Bloomberg
Bank Indonesia
9,0 8,0 7,0
0
6,0 5,0 Net Beli/Jual Asing di SBN
Yield SBN 10 Tahun (skala kanan)
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov
(25)
IHSG (skala kanan)
10,0
10
(5)
Net Beli/Jual Asing di Saham
%
20
(10)
(20)
20
Grafik 1.33. Perkembangan Harga dan Volume Transaksi SBN
2013
2014
2015
Sumber: Bank Indonesia, BEI, Bloomberg
2016
4,0
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Boks 1.1
Analisis Perkembangan Indikator Financial Imbalances Berdasarkan National Financial Account & Balance Sheet (NFA & BS) Triwulan III-2016
Melalui National Financial Account and Balance
masih cukup tinggi pada sektor korporasi dan
Sheet (NFA & BS), perekonomian merupakan
Pempus dibandingkan dengan risiko lainnya.
sebuah sistem yang terintegrasi dari neraca
Rasio kewajiban valas terhadap aset keuangan
sektoral, yang terdiri atas sektor perbankan, industri
korporasi mencapai 45,82%, Pempus 44,73% dan
keuangan nonbank (IKNB), korporasi, rumah
IKNB 18,99%. Pangsa ULN nasional terhadap total
tangga, pemerintah pusat (Pempus), pemerintah
kewajiban mencapai 28,14% yang didominasi oleh
daerah (Pemda), bank sentral dan sektor eksternal.
Pempus (54,77%), korporasi (38,97%), dan IKNB
Data NFA & BS yang terintegrasi dapat digunakan
(16,67%). Selain itu, nilai net kewajiban nasional
untuk menganalisis ketidakseimbangan keuangan
terhadap ekternal masih relatif tinggi. Hal ini
(financial imbalances) antar sektor yang dapat
mengindikasikan bahwa aset finansial domestik
dipicu karena adanya ketidaksesuaian (mismatch),
belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan sektor
baik dalam ukuran maupun komposisi aset
ekonomi (funding gap), sehingga kebutuhan
dan kewajiban yang dimiliki oleh sektor-sektor
pembiayaan dari eksternal masih cenderung
ekonomi. Informasi ketidakseimbangan keuangan
tinggi. Pada komposisi aset nasional, pangsa aset
tersebut dapat diketahui dari indikator imbalances
finansial (53,72%) lebih besar dan relatif meningkat
yang menunjukkan indikasi peningkatan risiko pada
dibandingkan aset non finansial (46,28%).
suatu sektor, maupun risiko yang timbul akibat keterkaitan antar sektor dalam sistem keuangan.
Analisis jaringan berdasarkan transaksi maupun
Terdapat 3 metode analisis7 ketidakseimbangan
posisi
keuangan dalam NFA & BS, yaitu Analisis Profil
pembiayaan eksternal yang besar, terutama
Risiko, Analisis Jaringan (Network Analysis), dan
pada korporasi dan Pempus. Berdasarkan rasio
Analisis Sensitivitas.
terhadap PDB, utang korporasi yang berasal dari
menunjukan
terdapat
ketergantungan
eksternal mencapai 38,27%, sehingga korporasi Analisis profil risiko menunjukan bahwa stabilitas
cenderung terekspos oleh withdrawal risk dan
sistem keuangan nasional relatif terjaga yang
risiko nilai tukar. Secara transaksi, terdapat aliran
tercermin
risiko
dana eksternal untuk pembiayaan domestik yang
likuiditas, risiko nilai tukar, risiko kredit dan
cenderung lebih tinggi dibandingkan periode
risiko solvabilitas. Nilai indikator risiko eksternal
sebelumnya. Hal ini menunjukkan persepsi positif
yang relatif meningkat terutama didorong oleh
investor pada perekonomian Indonesia di tengah
peningkatan ULN pada Pempus dan perbankan.
ketidakpastian perekonomian global masih positif.
dari
penurunan
indikator
Sementara eksposur risiko nilai tukar dan eksternal
Analisis Profil Risiko mencakup risiko likuiditas, risiko nilai tukar, risiko eksternal, rasio leverage dan solvabilitas. Analisis jaringan menilai interkoneksi dan transmisi risiko antar sektor dengan menggunakan intersectoral financial claim matrix yang memuat informasi mengenai posisi bilateral exposure antar sektor ekonomi. Analisis Sensitivitas mengukur sensitivas suatu sektor terhadap guncangan makro seperti fluktuasi nilai tukar, capital flow reversal, perubahan suku bunga dsb.
7
Bank Indonesia
21
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Sektor yang mengalami net inflow diantaranya
dari hasil penerbitan SBN untuk menutup defisit
adalah korporasi, bank sentral dan Pempus.
fiskal. Aliran yang diterima Pempus melalui SBN
Net inflow pada korporasi terutama karena
tersebut sebesar 40,60% berasal dari eksternal,
pembiayaan dari rumah tangga dan eksternal
31,54% pembelian SBN ritel oleh rumah tangga
melalui
ekuitas.
dan 30,67% berasal dari IKNB. Besarnya aliran
Sementara pada Pempus, terdapat aliran dana
dana dari IKNB merupakan bentuk pemenuhan
yang besar kepada bank sentral berupa simpanan
peraturan investasi SBN bagi IKNB.
penyertaan
dalam
bentuk
Grafik Boks 1.1. Net Transaksi Antar Sektor (Rp T)
Net Inflow
Net Outflow
Net Transaksi = Aset Finansial - Kewajiban Finansial (Transaksi) Aset finansial > Kewajiban Finansial : Net Outflow Aset finansial < Kewajiban Finansial : Net Inflow NFC=Korporasi, HH=rumah tangga, ODC =Bank, OFC=IKNB, CG=Pempus, CB=Bank sentral, LG=Pemda, RoW=Eksternal
posisi
aset sebesar 38,74% (terhadap PDB). Kepemilikan
menunjukan bahwa risiko interkoneksi tertinggi
aset keuangan rumah tangga mencapai 29,96%
terjadi antara korporasi dengan eskternal, serta
dari total aset keuangan nasional, yang mayoritas
perbankan dengan korporasi dan rumah tangga.
disalurkan kepada korporasi dalam bentuk ekuitas
Tingginya
membuat
dan simpanan ke perbankan. Korporasi merupakan
perlunya monitoring terhadap korporasi dan
sektor yang memiliki nilai net kewajiban tertinggi
rumah tangga, terutama kemungkinan terjadinya
selama periode 2015Q3 sampai dengan 2016Q3,
kebangkrutan
perlambatan
dengan peningkatan terbesar pada 2016Q2
ekonomi dan pelemahan nilai tukar. Sektor
karena aliran dana asing terutama pada instrumen
domestik yang mengalami surplus keuangan
ekuitas. Nilai net kewajiban korporasi kembali
terbesar adalah rumah tangga dengan nilai net
mengalami penurunan pada 2016Q3 sebagai
Analisis
22
interkoneksi
interkoneksi
korporasi
Bank Indonesia
dengan
data
tersebut
karena
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik Boks 1.2. Net Posisi Antar Sektor (Rp T)
2015 Q3 7.906,42
2016 Q2 8.148,60
4.213,24 HH
NFC
4.454,04
NFC
ODC
LG
OFC
84,17
467,33
96,16 ODC
LG
OFC
1.661,02
CG
1.907,83
HH
3.739,11
89,30
408,27
226,25
4.721,48
NFC
ROW
CB
CG
HH
4.792,42
122,41
ROW
2016 Q3 7.283,62
4.635,35
ODC
LG
OFC
124,26
415,92
CB
CB
CG
97,72
Net Kewajiban Finansial
159,39
ROW
95,17
1.971,70 Net Aset finansial
Net Posisi = Aset Finansial – Kewajiban Finansial (Posisi) Aset finansial > Kewajiban Finansial : Net Aset Finansial Aset finansial < Kewajiban Finansial : Net Kewajiban Finansial NFC=Korporasi, HH=Rumah tangga, ODC =Bank, OFC=IKNB, CG=Pempus, CB=Bank sentral, LG=Pemda, RoW=Eksternal
implikasi kebijakan amnesti pajak berupa klaim
capital flow reversal sebesar 10%, dengan asumsi
dana repatriasi. Hal ini menyebabkan aset
korporasi harus mengganti 10% pembiayaan
valas korporasi meningkat signifikan (96,49%)
eksternal
dibandingkan periode sebelumnya.
Pembiayaan domestik diperoleh dari penarikan
dengan
pembiayaan
domestik.
aset keuangan maupun kredit baru dari perbankan. Korporasi memiliki ULN yang relatif tinggi yaitu
Hasil skenario 1 menunjukan bahwa depresiasi
38,97%
Selain
nilai tukar tidak berpengaruh signifikan terhadap
itu, korporasi juga memiliki utang valas8 yang
korporasi, yang ditunjukan oleh penurunan nilai
cenderung besar sehingga relatif rentan terhadap
net kewajiban eksternal korporasi sebesar 1,75%
capital flow reversal serta depresiasi nilai tukar.
(terhadap PDB). Hal ini disebabkan oleh dominasi
Risiko pada korporasi ini dapat ditransmisikan
instrumen ekuitas sebagai sumber pembiayaan
kepada perbankan melalui peningkatan NPL
utama korporasi yang mayoritas berdenominasi
sehingga diperlukan analisis mendalam terhadap
rupiah (63,50%), serta kepemilikan aset valas
kerentanan
(57,86%) yang jauh lebih tinggi dibandingkan
terhadap
guncangan
total
korporasi, makro
pembiayaan.
terutama
terhadap
dampak
korporasi
dan
dengan kewajiban valas (17,93%) sehingga dapat
pengaruhnya terhadap sektor lain.
meredam dampak depresiasi nilai tukar.
Analisis sensitivitas pada korporasi menggunakan
Sementara
2 skenario yaitu (1) depresiasi nilai tukar 25% dan
bahwa kepemilikan aset valas yang jauh lebih
(2) depresiasi nilai tukar 25% yang diikuti oleh
besar dibandingkan dengan kewajiban valas
8
hasil
skenario
2
menunjukkan
Sumber pembiayaan korporasi dalam bentuk pinjaman berdenominasi rupiah dan valas adalah sebesar 50,42% dan 49,58%. Sedangkan dalam bentuk surat berharga berdenominasi rupiah dan valas adalah sebesar 21,53% dan 78,47%.
Bank Indonesia
23
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
menyebabkan korporasi mengalami penurunan net kewajiban eksternal hingga 6,02% (terhadap PDB) saat terjadi penarikan dana oleh eksternal. Hal ini mengindikasikan bahwa korporasi relatif solvent dalam menghadapi guncangan baik berupa depresiasi nilai tukar maupun penarikan dana oleh eksternal. Namun, di sisi lain terjadi peningkatan net aset perbankan terhadap korporasi sebesar 4,59% (terhadap PDB) sebagai implikasi dari penarikan aset keuangan korporasi atau penambahan pinjaman korporasi untuk menggantikan penarikan pembiayaan asing sebesar 10%.
24
Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Boks 1.2
Perkembangan Reformasi Keuangan Global di Indonesia
Krisis keuangan global yang terjadi pada 2008/2009
example”. Pada akhirnya, peran aktif dan partisipasi
menimbulkan konsekuensi berupa kerugian, tidak
Indonesia dalam berbagai fora, implementasi
hanya berupa biaya bail out institusi keuangan
berbagai inisiatif reformasi keuangan global, serta
yang ditanggung oleh pembayar pajak, namun
monitoring dan asesmen terhadap kesesuaian
juga loss of output dan unemployment, serta biaya
standar internasional, maupun penilaian kondisi
recovery berupa stimulus fiskal dan moneter yang
stabilitas
masih berlangsung hingga saat ini. Krisis keuangan
dilakukan oleh lembaga internasional, secara
global tersebut meng-highlight kelemahan dalam
langsung dan tidak langsung diharapkan dapat
kerangka pengaturan sebelumnya serta kebutuhan
mendukung dan memperkuat ketahanan Stabilitas
untuk meningkatkan ketahan sistem keuangan
Sistem Keuangan (SSK) Indonesia.
sistem
keuangan
Indonesia
yang
global yang semakin terinterkoneksi. Progres Implementasi Indonesia Paska krisis keuangan global,
pada 2008
1. Memperkuat ketahanan sektor perbankan
Pemimpin G20 sepakat menginisiasi reformasi
Elemen reformasi global ini memiliki fokus pada
keuangan global. Fokus utama dari reformasi
implementasi Basel III, yang bertujuan untuk
keuangan tersebut mencakup: 1) Memperkuat
meningkatkan ketahanan sektor perbankan
ketahanan sektor perbankan; 2) Mengurangi
terhadap krisis dengan memperkuat kerangka
moral hazard lembaga keuangan yang “too-
permodalan dan likuiditas serta mitigasi
big-to-fail”; 3) Mengurangi risiko sistemik dan
prosiklikalitas. Kerangka permodalan secara
meningkatkan transparansi di pasar OTC derivatif;
garis besar mengintegrasikan kebijakan kehati-
dan 4) Memperluas parameter pengawasan dan
hatian makro dan mikro yang mencakup: 1)
pengaturan lembaga keuangan. Adapun mandat
kualitas dan tingkat permodalan yang lebih
koordinasi dari implementasi berbagai inisiatif
tinggi; 2) standar modal untuk meredam siklusi
reformasi diturunkan kepada Financial Stability
ekspansi dan kontraksi kredit yang berlebihan;
Board (FSB). Sebagai fora yang didirikan pada G-2O
dan 3) standar modal untuk mengurangi risiko
London Summit April 2009, FSB bertugas untuk
sistemik.
mengkoordinasikan dan memonitor implementasi reformasi keuangan global oleh otoritas nasional
Di samping memperkuat kerangka permodalan,
dan melaporkan hasilnya kepada G20.
Basel III menerapkan standar baru untuk memperkuat likuiditas perbankan melalui
Sebagai anggota G20 dan FSB, serta berbagai
penerapan Liquidity Coverage Ratio (LCR).
fora internasional lainnya, Indonesia diharapkan
Kerangka ini bertujuan mendorong ketahanan
untuk dapat turut berpartisipasi dalam reformasi
bank terhadap tekanan likuiditas jangka
keuangan global dan menerapkan “lead-by-
pendek (30 hari) dengan memastikan bahwa
Bank Indonesia
25
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
bank memiliki High Quality Liquid Asset
Buffer. Penetapan CCyB memperhatikan siklus
(HQLA). Penguatan likuditas juga dilakukan
keuangan
melalui penerapan aturan Net Stable Funding
apabila terjadi pertumbuhan kredit perbankan
Ratio (NSFR). Standar ini mensyaratkan bank
yang berlebihan. Kedua buffer bertujuan untuk
memiliki sumber dana stabil (stable funding)
mengantisipasi kerugian pada periode krisis
yang memadai untuk mendukung pembiayaan
yang dapat mendorong terjadinya prosiklikalitas
jangka panjang.
dan mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Dalam rangka memenuhi standar Basel III,
Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan
bank yang dapat berdampak sistemik, OJK
POJK No.11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban
mengenakan persyaratan modal tambahan
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
(capital surcharge) yang besarnya bervariasi
pada
antara
akhir
Januari
2016.
Berdasarkan
1%
untuk
-
mengantisipasi
2,5%
berdasarkan
kerugian
ukuran
ketentuan tersebut, bank wajib menyediakan
bank, keterkaitan dengan sistem keuangan
modal minimum sesuai profil risiko paling
dan kompleksitas kegiatan usaha. Dalam
rendah sebesar 8%. Selain itu, bank juga
menetapkan SIB dan capital surcharge, OJK
wajib membentuk tambahan modal sebagai
berkoordinasi dengan BI.
penyangga (buffer) sesuai kriteria yang diatur dalam POJK tersebut yang mencakup: 1)
Di samping kerangka permodalan Basel III,
Capital Conservation Buffer; 2) Countercyclical
OJK juga telah mengimplementasikan LCR
Capital Buffer dan 3) Capital Surcharge untuk
pada semester I 2017 untuk bank BUKU
Systemically Important Bank (SIB).
3 dan BUKU 4. Selain itu, OJK juga telah menerbitkan consultative paper mengenai ditetapkan
proposal pengaturan leverage ratio serta
OJK sebesar 2,5% dari ATMR untuk Bank
Net Stable Funding Ratio (NSFR). Meskipun
yang digolongkan dalam bank BUKU 3 dan
secara global, kedua rasio tersebut baru akan
BUKU 4. Kewajiban pembentukan tambahan
diimplementasikan tahun 2018.
Capital
Conservation
Buffer
modal berupa Capital Conservation Buffer berlaku secara bertahap mulai tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 1 Januari 2019.
yang “too-big-to-fail”
Sementara itu, Countercyclical Capital Buffer
Kegagalan Lehman Brothers, serta penggunaan
(CCyB) besarnya ditetapkan Bank Indonesia,
dana talangan pemerintah untuk mencegah
berdasarkan PBI No. 17/22/PBI/2015 tentang
spill-over dampak kegagalan di pasar keuangan
Countercyclical
menjadikan ending-too-big-to-fail sebagai salah
Kewajiban
26
2. Mengurangi moral hazard lembaga keuangan
Pembentukan
Bank Indonesia
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
satu fokus dari reformasi keuangan global.
yang mungkin terjadi di bank. Undang-undang
Sejumlah measures atau kebijakan terkait
tersebut juga menjadi dasar hukum perangkat
kerangka Systemically Important Financial
resolusi tambahan, termasuk mekanisme bail-
Institutions (SIFI) diperkenalkan dalam rangka
in.
upaya mengatasi permasalahan too-big-tofail. Measures tersebut di antaranya yaitu persyaratan tambahan kapasitas penyerapan
transparansi di pasar OTC derivatif
Capacity/
Kurangnya transparansi dan kelemahan di
TLAC), yang bertujuan untuk memastikan bank
dalam pengelolaan risiko kredit pihak lawan
dapat tetap menjalankan fungsi kritikal tanpa
di pasar derivatif yang umumnya dilakukan
mengandalkan
pemerintah
secara over-the-counter (OTC) juga memiliki
pada saat terjadi krisis. Di samping itu, FSB
andil dalam krisis keuangan global. Guna
telah menerbitkan Key Attributes of Effective
mengatasi permasalahan tersebut, Pimpinan
Resolution Regimes for Financial Institutions
G20 di pertemuan Pittsburgh September 2009
(“Key Attributes”) sebagai panduan elemen
menyepakati reformasi pasar OTC derivatif yang
yang harus ada dalam kerangka resolusi di
mencakup 5 (lima) area yaitu:
kerugian
(Total
Loss-Absorbing
3. Mengurangi risiko sistemik dan meningkatkan
bantuan
dana
a. Standardisasi kontrak derivatif;
suatu yurisdiksi.
b. Perdagangan kontrak derivatif melalui Berkenaan dengan hal ini, Indonesia telah menerbitkan
Undang-Undang
Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang
platform trading; c. Sentralisasi
kliring
melalui
Central
Counterparty (CCP);
Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
d. Ketentuan margin dan permodalan untuk
Keuangan (UU PPKSK) pada April 2016.
transaksi derivatif yang tidak dikliringkan
Undang-undang ini menjadi dasar hukum
menggunakan CCP; dan
koordinasi dan pengambilan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan, yang terdiri dari Kemenkeu, BI, OJK dan LPS,
e. Kewajiban
pelaporan
untuk
seluruh
transaksi.
dalam rangka
pencegahan dan penanganan krisis keuangan.
Berkenaan
dengan
reformasi
Di samping itu, undang-undang tersebut
derivatif,
Indonesia
telah
memperkuat kewenangan otoritas di dalam
kewajiban pelaporan transaksi untuk bank
menerapkan
dan
yang melakukan transaksi OTC derivatif nilai
pengaturan perbankan yang lebih ketat untuk
tukar dan suku bunga. Selain itu, Indonesia
SIB, termasuk kewajiban menyusun recovery
mensyaratkan
plan guna mengatasi permasalahan keuangan
trading untuk transaksi derivatif ekuitas serta
kerangka
pengawasan
transaksi
pasar
OTC
menerapkan
melalui
platform
Bank Indonesia
27
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
komoditas. Ketentuan derivatif tersebut telah
berbagai upaya untuk menyempurnakan dan
diadopsi sebelum penerapan reformasi global
menutup kesenjangan kerangka asesmen risiko
pada tahun 2012.
antara IKNB dan perbankan terus berlangsung.
4. Memperluas parameter pengawasan dan
I. Regulatory Consistency Assessment Program
pengaturan lembaga keuangan Dengan
memperkuat
Monitoring Implementasi Indonesia
regulasi
perbankan
(RCAP)
melalui Basel III, terdapat risiko meningkatnya
Sebagai konsekuensi dari keanggotaan di
insentif bagi pelaku pasar untuk “memindahkan”
beberapa
aktivitas perbankan ke sektor keuangan yang
terikat komitmen untuk mengadopsi berbagai
regulasinya lebih longgar atau dikenal dengan
rekomendasi reformasi sektor keuangan global,
istilah shadow banking system. Untuk itu,
yang akan direview/dimonitor pelaksanaannya.
dipandang perlu adanya langkah-langkah untuk
Salah satu proses review/monitoring yang telah
memperkuat pemantauan dan pengaturan
dilaksanakan oleh Indonesia adalah Regulatory
aktvitas intermediasi kredit yang dilakukan
Consistency Assessment Program (RCAP). RCAP
entitas shadow banking. Dibandingkan elemen
merupakan proses monitoring yang dilakukan
reformasi lainnya, implementasi reformasi
Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan
terkait shadow banking masih berada dalam
(Basel Committe on Banking Supervision/BCBS)
tahap awal. FSB bersama dengan yurisdiksi
guna menilai kesesuaian regulasi perbankan
berencana untuk melakukan asesmen untuk
yang berlaku dengan standar Basel. RCAP
dapat merespon potensi risiko stabilitas
diawali dengan pelaksanaan self-assessment
keuangan di area shadow banking.
yang bertujuan untuk mengidentifikasi celah
fora
internasional,
Indonesia
antara kerangka Basel dengan ketentuan yang Berkenaan dengan monitoring dan pengaturan
berlaku.
institusi keuangan non bank (IKNB), OJK market
Pada pertemuan BCBS di bulan November 2016,
surveillance dalam rangka mengases risiko
berdasarkan hasil penilaian RCAP, Indonesia
stabilitas keuangan yang berasal dari aktivitas
ditetapkan memperoleh predikat Compliant
institusi yang bersangkutan. OJK juga memiliki
atas penilaian terhadap ketentuan Liquidity
kewenangan mengatur aktivitas IKNB, baik
Coverage Ratio (LCR) dan Largely Compliant
aktivitas saat ini maupun aktivitas yang baru.
untuk
Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan
Grading Compliant (C) merupakan grading
asesmen secara periodik atas IKNB dilihat
tertinggi dalam RCAP, sementara grading
dari sudut pandang makroprudensial. Saat ini
Largely Complaint (LC) merupakan grading
melakukan
28
pengawasan
Bank Indonesia
dan
ketentuan
kerangka
permodalan.
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
tertinggi kedua di bawah grading C. Hasil
yang dilakukan setiap periode 5 tahun, untuk
penilaian tersebut merupakan hasil optimal
menilai stabilitas dan tingkat kesehatan, serta
yang dapat diraih oleh Indonesia saat ini, karena
aspek pengembangan sektor keuangan suatu
terkait aspek kerangka permodalan Indonesia
negara.
memilih untuk mengutamakan kepentingan nasional yang lebih besar, yaitu salah satunya
Di area stabilitas sektor keuangan, Tim FSAP akan
dengan mempertahankan pengenaan bobot
mereview ketahanan dari sektor perbankan dan
risiko 0% untuk SUN (Surat Utang Negara)
sektor keuangan non-bank, termasuk melakukan
dalam denominasi mata uang asing. Sementara
stress test dan menganalisa risiko sistemik
sesuai kerangka Basel, eksposur tersebut
termasuk keterkaitan antara bank dan non-bank.
dikenakan bobot risiko berdasarkan country
Selain itu, Tim FSAP juga akan mengevaluasi
rating Indonesia yaitu 50%.
kerangka mikroprudensial dan makroprudensial, kualitas dari pengawasan bank dan non-
Hasil RCAP tersebut menunjukan regulasi
bank,
maupun
mengevaluasi
kemampuan
perbankan Indonesia secara umum telah
otoritas dalam mengimplementasikan jaring
sesuai dengan standar perbankan internasional
pengaman keuangan. Di area pengembangan
yang berlaku. Regulasi perbankan Indonesia
sektor keuangan, Tim FSAP akan mengevaluasi
dinilai sejajar dengan regulasi di negara-negara
kebutuhan pengembangan terkait institusi,
anggota BCBS lainnya, termasuk Amerika
pasar, infrastruktur, dan inklusifitas sektor
Serikat, dan bahkan lebih tinggi dibandingkan
keuangan domestik.
hasil penilaian kerangka permodalan Uni Eropa. Diharapkan dengan hasil tersebut,
Asesmen FSAP Indonesia periode 2016/2017 ini
kepercayaan masyarakat terhadap operasional
merupakan asesmen kedua setelah sebelumnya
perbankan di Indonesia dapat meningkat
dilaksanakan
serta meningkatkan kepercayaan stakeholders
melibatkan Bank Indonesia, OJK, Kementerian
termasuk investor dalam bertransaksi dengan
Keuangan dan LPS. Pelaksanaan FSAP 2016/2017
perbankan Indonesia.
dilakukan dalam dua tahap yaitu pada first
pada
tahun
2009/2010
dan
mission (19 September s.d. 5 Oktober 2016) II. Financial Sector Assessment Program (FSAP)
dan main mission (1 s.d. 16 Februari 2017).
menjalani
Melalui FSAP, otoritas Indonesia berharap dapat
asesmen sektor keuangan melalui Financial
memperoleh masukan terkait berbagai aspek
Sector Assessment Program (FSAP). FSAP
perbaikan dan pengembangan yang diperlukan
merupakan joint program dari International
guna meningkatkan stabilitas dan resiliensi sektor
Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB)
keuangan.
Selain
RCAP,
Indonesia
juga
Bank Indonesia
29
Ular Naga, permainan tradisional yang dilakukan oleh anak-anak dengan cara memegang pundak untuk membentuk barisan dan berjalan melewati “penjaga” sambil bernyanyi, membutuhkan “dialog dan negosiasi” untuk menentukan pilihan tempat bagi anak yang berada dalam barisan tersebut. Mengalirnya barisan serta “dialog dan negosiasi” untuk menentukan tempat bagi anak-anak dalam permainan ular naga tersebut dapat menggambarkan bagaimana aliran dana masuk ke pasar keuangan termasuk aliran dana asing yang pada akhirnya berpengaruh signifikan terhadap pasar keuangan Indonesia.
02 Stabilitas di pasar keuangan domestik pada semester II 2016 relatif terjaga seiring dengan terjaganya kondisi makroekonomi Indonesia di tengah dinamika perekonomian dan pasar keuangan global. Persepsi positif investor terhadap kondisi makroekonomi domestik menjadi sentimen positif bagi pertumbuhan pembiayaan dari pasar modal di tengah terbatasnya pertumbuhan kredit perbankan terutama didorong oleh pembiayaan yang bersumber dari pasar obligasi. Risiko di pasar keuangan domestik relatif terjaga meskipun volatilitas meningkat dipicu salah satunya oleh ketidakpastian perekonomian global. Namun, hal tersebut dapat diimbangi oleh sentimen positif perekonomian domestik serta baiknya kinerja sejumlah indikator pasar keuangan antara lain masih menguatnya IHSG, berlanjutnya capital inflows, membaiknya kinerja reksadana dan menurunnya volatilitas nilai tukar Rupiah. Peningkatan risiko utamanya terjadi di pasar obligasi, terlihat dari kenaikan volatilitas dan penurunan harga aset. Volatilitas pasar saham juga sedikit meningkat pada akhir tahun 2016, namun harga aset tetap tumbuh. Dari sisi pasar valas itu, peningkatan volatilitas suku bunga Pasar Uang Antar Bank lebih dipengaruhi oleh penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. Sementara, risiko di pasar valas tetap terjaga, tercermin dari turunnya volatilitas dan stabilnya premi risiko. Selanjutnya, di tengah peningkatan volatilitas aset reksadana saham dan pendapatan tetap, nilai aktiva bersih (NAB) tetap mencatat pertumbuhan positif. Kinerja positif juga tercatat di sektor keuangan syariah baik pasar saham, sukuk, maupun reksadana. Dalam rangka mendukung pengembangan pasar keuangan, kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia adalah pengaturan surat berharga komersial. Selain itu, Bank Indonesia bersama otoritas regional terkait telah menyepakati penggunaan kerangka Local Currency Settlement. Sementara itu, sektor keuangan sosial juga menunjukkan peningkatan dana kumpulan zakat dan wakaf uang, seiring dengan semakin meningkatnya governance dan transparansi pengelolaan dan penyaluran dana oleh lembagalembaga amil zakat dan lembaga nazhir.
Pasar Keuangan
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
DI TENGAH DINAMIKA PEREKONOMIAN DAN PASAR KEUANGAN GLOBAL, RISIKO DI PASAR KEUANGAN DOMESTIK RELATIF TERJAGA
Pasar Uang Risiko di pasar uang terjaga dengan baik dengan likuiditas yang terjaga meningkat meskipun volatilitas sedikit naik. PUAB O/N Rp
Pasar Repo
Suku Bunga menjadi
Suku Bunga menjadi
4,54%
4,96%-5,69%
Rata2 Volatilitas menjadi
Rata2 Harian Volume Transaksi menjadi
190,94% Rata2 Harian Volume Transaksi menjadi
Rp1.064 triliun
Rp13,3 triliun
Pasar Valas
Pasar Obligasi Risiko di pasar obligasi baik obligasi negara maupun korporasi relatif meningkat
Risiko di pasar valas mengalami penurunan, tercermin dari turunnya volatilitas serta relatif stabilnya premi risiko.
IDMA Indeks menjadi 99,09
Nilai Tukar Rupiah menjadi
Rp13.473/USD
Rp $
Yield SBN 10 tahun menjadi
Rata-rata Volatilitas menjadi
7,91%
6,81% Surat Berharga Negara
Spread NDF menjadi
9,33poin
Volatilitas SBN 10 Tahun menjadi
15,33% Net Inflow Investor Asing
Rp21,82 triliun Pasar IHSG Risiko di pasar saham mengalami peningkatan meski relatif terbatas.
Yield 10 tahun (A) menjadi
11,41%
Volatilitas menjadi
IHSG menjadi
7,89%
5295,7
Rp
Obligasi Korporasi
Volatilitas menjadi
13,84%
Net Inflow Investor Asing
Rp1,13 triliun
Net Inflow Investor Asing
Rp2,69 triliun
Pasar Keuangan Syariah Indeks Saham Syariah (JII) menjadi
694,1 Rp
32
Volatilitas Saham Syariah (JII) menjadi
21,1%
Pertumbuhan Kapitalisasi Saham Syariah (JII ) menjadi
Market Share Reksadana Syariah terhadap Reksadana Konvensional menjadi
17,15% (YoY)
4,41%
Bank Indonesia
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
2.1. Peran Pasar Keuangan Sebagai Sumber Pembiayaan Perekonomian
jangka panjang, keberadaan pasar keuangan dapat dimanfaatkan oleh perbankan untuk memperbaiki struktur likuiditas maupun meningkatkan kapasitas
Pasar keuangan memiliki posisi strategis dalam
permodalan melalui penerbitan obligasi atau saham.
perekonomian suatu negara terutama jika melihat perannya sebagai alternatif sumber pembiayaan selain
Selama semester II 2016, sumber pembiayaan yang
kredit yang berasal dari perbankan. Saat ini sumber
berasal dari pasar modal dan perusahaan pembiayaan
utama pembiayaan ekonomi di Indonesia masih
(PP) sedikit meningkat jika dibandingkan dengan
berasal dari kredit perbankan, namun seiring dengan
semester
semakin terintegrasinya pasar keuangan domestik
pembiayaan melalui pasar modal selama semester II
dengan pasar keuangan global, serta meningkatnya
2016 relatif terbatas dibandingkan dengan semester I
kebutuhan pembiayaan pelaku ekonomi, peran pasar
2016, namun pembiayaan pasar modal sepanjang 2016
keuangan di masa mendatang diperkirakan akan
meningkat cukup besar dibandingkan perkembangan
semakin meningkat. Selain sebagai alternatif sumber
di tahun 2015. Peningkatan ini terutama didorong oleh
pembiayaan, keberadaan pasar keuangan juga dapat
penerbitan obligasi korporasi dan sukuk. Hal tersebut
bersifat complementary bagi perbankan terutama
tidak lepas dari upaya para pelaku ekonomi, terutama
untuk mendukung pengelolaan likuiditas dalam jangka
Perusahaan Pembiayaan, yang mencari alternatif
pendek maupun jangka panjang. Pengelolaan likuiditas
pembiayaan jangka panjang untuk menggantikan
jangka pendek melalui penempatan di pasar keuangan
pinjaman yang berasal dari luar negeri. Perubahan
merupakan bagian dari manajemen likuiditas bank
perilaku para pelaku ekonomi dalam memperoleh
dengan mengoptimalkan imbal hasil dari penempatan
sumber pembiayaan akan dijelaskan di dalam Boks
di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), pasar obligasi,
2.3.
sebelumnya.
Meskipun
peningkatan
dan pasar uang lainnya. Sementara itu, dalam
Tabel 2.1. Pembiayaan Perbankan dan Non-Bank (Rp Triliun)
Keterangan A. Kredit Perbankan
2014 Sem I
2015 Sem II
Sem I
2016 Sem II
Sem I
Sem II
175,29
206,15
153,74
230,08
110,17
208,89
64,78
50,06
67,64
45,96
106,42
112,20
51,88
44,78
63,95
52,58
97,78
97,60
- IPO & Right Issue Pasar Saham
26,35
21,67
18,59
34,94
41,28
37,92
- Obligasi Korporasi & Sukuk
25,53
23,11
45,36
17,65
56,51
59,68
B. Pembiayaan Non Bank B1. Pasar Modal
B2. Perusahaan Pembiayaan TOTAL
12,90
5,27
3,69
-6,63
8,64
14,61
240,07
256,20
221,38
276,04
216,59
321,10
240,07
256,20
221,38
276,04
216,59
321,10
Sumber : Laporan OJK dan KSEI Keterangan: Merupakan data kredit bank dan pembiayaan dari non bank yang disalurkan hanya pada periode tersebut, dan bukan data posisi.
Bank Indonesia
33
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Sepanjang semester II 2016, pembiayaan di pasar
tercatat sebesar Rp59,68 triliun, meningkat sebesar
saham melalui Initial Public Offering (IPO) dan right
5,61% dibandingkan semester sebelumnya, diikuti
issue mengalami penurunan sebesar 8,13%, dari
dengan peningkatan jumlah emiten dari 39 emiten
Rp41,28 triliun selama semester I 2016 menjadi
menjadi 41 emiten. Peningkatan emisi dan jumlah
Rp37,92 triliun selama semester II 2016. Meskipun
emiten obligasi tersebut tidak terlepas dari perbedaan
jumlah emiten yang melakukan right issue mengalami
pricing antara obligasi dengan kredit perbankan.
peningkatan dari 14 perusahaan pada semester I 2016
Secara rata-rata, kupon obligasi korporasi masih
menjadi 20 emiten pada semester II 2016, secara
lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga kredit
nominal jumlah right issue turun sebesar Rp6,83
perbankan.
triliun dibandingkan periode sebelumnya. Meningkatnya ketidakpastian perekonomian global Menurunnya penerbitan saham dan right issue
pasca terpilihnya Trump serta kenaikan Fed Fund Rate
tersebut antara lain dipengaruhi oleh proses pemilihan
(FFR) dipenghujung semester II 2016 meningkatkan
presiden
program-
tekanan terhadap pasar obligasi di dalam negeri. Pada
program ekonomi yang diusung oleh Trump. Dalam
periode tersebut, yield obligasi korporasi mengalami
kampanyenya, Trump mengangkat isu proteksionisme
kenaikan sehingga cost of fund penerbitan obligasi
dan perdagangan internasional termasuk renegosiasi
mengalami peningkatan. Namun demikian, tekanan
perjanjian perdagangan dengan negara-negara mitra
dari perekonomian global tersebut tidak terlalu
dagang utama Amerika Serikat. Sentimen tersebut
mempengaruhi korporasi dengan rating AAA yang
memicu spekulasi terhadap prospek perekonomian
masih bisa mendapatkan pembiayaan yang lebih
global sehingga emiten cenderung wait and see.
murah dari penerbitan obligasi dibandingkan dengan
Amerika
Serikat
khususnya
meminjam ke perbankan. Berbeda dengan kondisi di pasar saham, penerbitan obligasi korporasi dan sukuk pada periode yang sama Grafik 2.1. Volume IPO dan Right Issue di Pasar Saham
Grafik 2.2. Perbandingan Yield Curve Obligasi Korporasi dan Rata-rata Suku Bunga KI & KMK
Rp Triliun
%
15
45 40
Rights Issue
Obligasi
IPO
35
13
30
12
25
Average Sk. Bunga KI & KMK (Desember’16) 11,31%
11
20
Rating A (Des’16)
10
15
9
5
8
0
7
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec
10
2015
2014
Sumber: OJK, BEI, diolah
34
Rating BBB (Des’16)
14
Bank Indonesia
2016
Rating AAA (Des’16)
1
2
3
4
5
6
7
Tenor
Sumber: OJK, BI, Bloomberg, diolah
8
9
10
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Berbeda dengan emiten penerbit NCD yang hanya
Grafik 2.3. Nominal Emisi Obligasi 25
dapat dilakukan oleh perbankan, emiten penerbit
20
MTN didominasi oleh korporasi yang bergerak di sektor properti, konstruksi, serta pertambangan. Tujuan
15
utama penerbitan MTN oleh korporasi-korporasi
10
tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan modal
5
kerja (pengembangan usaha) dan refinancing. Jul-14 Agu-14 Sep-14 Okt-14 Nov-14 Des-14 Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agu-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16
0
Obligasi Korporasi (Rp T)
Meningkatnya
Average Yield Obl. Korporasi 5 thn (%)
pendanaan
melalui
penerbitan
NCD dan MTN selain dipengaruhi oleh biaya yang
Suku Bunga Kredit KI (%)
lebih murah juga dipengaruhi oleh persyaratan
Sumber: OJK, BI, Bloomberg, diolah
penerbitan instrumen yang lebih longgar dengan tidak Sementara itu, selama semester II 2016, Negotiable
mewajibkan pemenuhan peringkat (rating) tertentu.
Certificate
instrumen
Dengan kelonggaran tersebut, proses penerbitan
keuangan yang diminati oleh perbankan sebagai
kedua instrumen menjadi lebih singkat. Hal lain yang
alternatif sumber pendanaan jangka pendek dibawah
turut berpengaruh adalah persepsi investor, meskipun
1 (satu) tahun menggantikan DPK. Pada periode
menyadari tetap terdapat risiko dalam investasi ke NCD
tersebut, outstanding NCD mengalami peningkatan
dan MTN, namun investor melihat kedua instrumen
dari Rp12,96 triliun pada semester I 2016 menjadi
pendanaan jangka pendek tersebut merupakan
Rp19,9 triliun, atau meningkat 53,57%. Sama halnya
investasi yang relatif aman mempertimbangkan
dengan NCD, instrumen Medium Term Notes (MTN)
kinerja MTN dan NCD dalam beberapa tahun terakhir
juga menunjukkan peningkatan yang cukup pesat.
belum ada yang mengalami default.
Deposit
(NCD)
menjadi
Outstanding MTN tercatat mengalami peningkatan sebesar 43,59% menjadi sebesar Rp25,69 triliun. Grafik 2.4. Nominal Outstanding MTN dan NCD
Grafik 2.5. Grafik MTN dan NCD Jatuh Tempo
Rp Triliun
Rp Triliun 4,5
45,0 MTN
40,0
NCD
4,0
35,0
3,5
30,0
3,0
25,0
2,5
NCD
2,0
20,0
1,5
15,0
1,0
10,0
0,5
5,0
Sumber: CEIC
Des-16
Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16
Jul-15 Agt-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16
Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15
0,0 Des-14 Jan-15
-
MTN
1
2
3 4
5
6 7 8
2017
9 10 11 12 1
2
3 4
5
6 8
9 10 11 12 1
2018
2
3 4
5
6 7 8
9 10 11 12
2019
Sumber: OJK, KSEI, diolah
Bank Indonesia
35
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 2.6. Nominal Issuance MTN dan NCD Rp Triliun 7
MTN
6
NCD
5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
2015
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2016
Sumber: OJK, KSEI, diolah
Dari sisi pemanfaatan pasar modal sebagai alternatif
mencapai 103 bank dengan volume rata-rata harian
sumber pembiayaan bagi perbankan, selama semester
mencapai Rp11,13 triliun, menurun dari semester
II 2016 terdapat 10 bank yang menerbitkan obligasi
sebelumnya Rp12,38 triliun. Penurunan transaksi bank
dengan total emisi mencapai Rp19,3 triliun, lebih tinggi
di PUAB sejalan dengan masih memadainya kondisi
dibandingkan dengan semester I 2016 yaitu sebanyak
likuiditas perbankan sehingga mengurangi kebutuhan
9 bank dengan nilai emisi sebesar Rp17,7 triliun. Jika
pendanaan jangka pendek perbankan.
dilihat secara keseluruhan, porsi penerbitan obligasi perbankan dibandingkan dengan total penerbitan
Menurunnya kebutuhan likuiditas jangka pendek
obligasi korporasi mencapai sebesar 32,37%, lebih
juga menyebabkan turunnya permintaan di PUAB
tinggi dibandingkan dengan semester sebelumnya
valas. Selama semester II 2016, nominal transaksi
sebesar 31,24%. Sebaliknya, pendanaan dalam bentuk
di PUAB valas mengalami penurunan
IPO dan right issue oleh emiten perbankan dalam
jumlah bank yang melakukan transaksi menunjukkan
periode yang sama hanya sebesar Rp3,5 triliun, lebih
peningkatan. Penurunan aktivitas di PUAB valas
rendah dibandingkan semester sebelumnya yang
antara lain dipengaruhi oleh semakin bervariasinya
mencapai Rp8,01 triliun.
transaksi operasi moneter valas seperti dalam bentuk
meskipun
term deposit (TD) valas sehingga menambah outlet Selain memanfaatkan pasar modal, perbankan juga
penempatan valas perbankan. Sementara dari sisi
memanfaatkan Pasar Uang Antarbank (PUAB) sebagai
jumlah bank, bank yang melakukan pinjaman di pasar
bagian dari strategi optimalisasi pengelolaan likuiditas,
PUAB valas mengalami peningkatan dari 31 bank pada
baik sebagai sumber pendanaan maupun sebagai
semester sebelumnya menjadi sebanyak 38 bank.
outlet penempatan dana terutama untuk jangka
Peningkatan juga terjadi pada bank pemberi pinjaman
pendek. Selama semester II 2016, terdapat 96 bank
dari sebanyak 37 bank pada semester sebelumnya
yang memperoleh tambahan likuiditas dari PUAB,
menjadi 45 bank pada periode laporan.
sementara bank yang menempatkan dananya di PUAB
36
Bank Indonesia
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Tabel 2.2. Sumber Penghimpunan dan Penyaluran Dana berdasarkan Jumlah Bank Keterangan
2012 Sem I
2013 Sem II
Sem I
2014 Sem II
Sem I
2015 Sem II
Sem I
2016 Sem II
Sem I
Sem II
Penghimpunan Dana I. Domestik PUAB Pinjam Rp
54
79
74
81
81
76
76
86
85
96
PUAB Pinjam Vls
51
51
50
48
47
39
40
33
31
38
3
4
3
10
1
7
19
9
12
9
17
16
18
20
10
22
2
3
6
1
9
10
1
2
1
1
-
2
Repo ke BI / LF RRH Repo oleh Bank Pasar Obligasi
7
6
8
- Obligasi
2
2
3
- Obligasi Berkelanjutan
4
4
4
3
1
1
4
-
7
7
- Obligasi Sukuk
1
-
1
-
-
-
1
-
2
1 7
Pasar Saham
3
3
4
7
9
3
3
-
4
6
- IPO
-
-
4
2
1
1
-
1
1
-
- Right/HMETD
3
4
3
7
2
2
1
3
5
7
1
-
1
-
-
-
-
-
-
PUAB Beri Rp
89
95
93
95
94
99
98
100
98
103
PUAB Beri Vls
48
47
48
49
45
42
39
31
37
45
107
105
110
100
107
134
98
114
100
98
51
65
39
-
-
-
-
-
-
31
-
-
-
43
50
76
79
74
81
71
SBI + SBIS
95
86
91
98
98
108
75
74
86
91
Reverse Repo SUN
38
30
31
25
36
59
37
17
25
41
SBN
86
86
88
88
91
87
84
95
101
108
II. Luar Negeri Obligasi (USD) Penyaluran Dana I. Domestik
Deposit Facility Term Deposit SDBI
Tabel 2.3. Sumber Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bank berdasarkan Volume RP Triliun Keterangan
2012 Sem I
2013 Sem II
Sem I
2014 Sem II
Sem I
2015 Sem II
Sem I
2016 Sem II
Sem I
Sem II
Penghimpunan Dana I. Domestik PUAB - Volume Pinjam - Vol. RRH Pinjam Rp - Vol. RRH Pinjam Vls (US Jt) Repo ke BI / LF
1,076
1,234
1,375
1,280
1,325
1,388
1,426
1,439
1,537
8,6
10,2
11,2
10,3
11,1
11,1
11,6
11,7
12,4
11,1
683,1
409,3
429,4
396,2
359,4
533,7
429,2
240,2
386,1
274,1
0,4
1,1
0,5
5,5
0,1
2,4
11,0
5,8
2,6
2,7
0,5
0,6
0,7
0,6
0,4
1,1
5,0
2,0
11,4
0,5
17,7
19,3
0,5
RRH Repo oleh Bank Pasar Obligasi
6,8
7,1
8,5
- Obligasi
0,5
0,3
1,2
- Obligasi Berkelanjutan
5,5
6,8
6,6
- Obligasi Sukuk Pasar Saham
0,8 1,9
1,9
1,0
1,3
1,5
3,7
4,0
0,7
9,4
4,2
9,4
1,5
2,1
0,6
1,0
1,7
0,6
0,1
0,1
-
0,1
0,6
-
2,4
8,8
1,5
2,0
0,6
0,9
7,5
3,5
0,7 4,7
- IPO - Right/HMETD
3,7
4,7
1,370
0,5
-
1,0
16,4
17,3
1,3
1,0
8,0
3,5
II. Luar Negeri Obligasi (USD Juta)
500
500
Penyaluran Dana I. Domestik PUAB - Vol. RRH Beri Rp - Vol. RRH Beri Vls (US Jt) Deposit Facility Term Deposit SDBI SBI + SBIS Reverse Repo SUN SBN
8,6
10,2
11,2
10,3
11,1
11,1
11,6
11,7
12,4
11,1
683,1
409,3
429,4
396,2
359,4
533,7
429,2
240,2
386,1
274,1
118,3
81,6
121,1
123,5
125,3
98,5
127,2
112,3
134,6
104,5
88,7
180,9
51,7
-
-
-
-
-
-
23,2
-
-
-
26,5
23,3
102,3
62,4
39,9
66,5
47,0
89,9
79,4
82,1
89,6
98,6
87,0
72,7
31,1
78,8
103,9
60,3
81,4
73,5
74,6
74,4
88,6
64,1
5,7
11,0
23,6
286,0
282,0
298,0
316,0
338,0
374,0
346,7
350,0
361,5
399,5
Sumber: Bank Indonesia, OJK
Bank Indonesia
37
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
2.2. Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Serikat , Tiongkok dan Jepang, menjadi sentimen negatif yang menahan laju peningkatan harga aset pada akhir 2016.
Risiko di pasar keuangan domestik pada semester II 2016 mengalami peningkatan meski relatif terbatas
Meski menghadapi tekanan yang berasal dari
jika dibandingkan dengan semester sebelumnya.
sentimen global, secara keseluruhan pasar keuangan
Peningkatan volatilitas yang diikuti dengan penurunan
domestik masih mencatatkan aliran masuk dana asing
harga aset selama semester II 2016 hanya terjadi di
(capital inflow). Selama paruh pertama semester II
pasar obligasi negara dan obligasi korporasi. Dari
2016, nilai tukar rupiah bergerak menguat terhadap
sisi pasar saham, ditengah peningkatan volatilitas
USD yang mencapai puncaknya pada akhir September
pada akhir tahun 2016 atau pasca terpilihnya Trump
2016 hingga menyentuh level di bawah Rp13.000 per
sebagai presiden AS, harga aset masih tumbuh
dolar AS. Rupiah kembali melemah menjelang akhir
meskipun dengan peningkatan yang terbatas. Harga
semester II 2016, namun pelemahan tersebut tidak
aset di pasar saham dan obligasi sempat mencapai
diiringi dengan peningkatan volatilitas. Sementara itu,
titik tertinggi pada November 2016, namun tertahan
pasar saham dan obligasi negara mencatatkan capital
menjelang akhir 2016. Sementara itu, peningkatan
inflow masing-masing sebesar Rp2,69 triliun dan
volatilitas di PUAB lebih disebabkan penurunan suku
Rp21,87 triliun.
bunga acuan. Selanjutnya, meskipun tekanan di pasar obligasi dan saham berpengaruh terhadap kinerja
Mencermati perkembangan sepanjang 2016 terutama
pasar reksadana, namun demikian pasar reksadana
diparuh kedua, pada tahun 2017, pasar keuangan
masih menunjukkan peningkatan NAB sejalan dengan
diperkirakan akan menghadapi beberapa tantangan
naiknya net pembelian unit reksadana.
terutama yang berasal dari sisi eksternal. Tantangan eksternal dari sisi sektor keuangan adalah akan
Tetap meningkatnya sejumlah harga aset ditengah
segera berakhirnya kebijakan suku bunga rendah yang
peningkatan risiko tidak terlepas dari sentimen
diterapkan The Fed sejak krisis global 2008 yang selama
positif perekonomian domestik seperti penerimaan
beberapa tahun terakhir telah mendorong tren dana
tax amnesty, kebijakan pemerintah/otoritas yang pro-growth, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
murah. Perubahan tersebut seiring kebijakan The Fed yang akan lebih agresif dalam menaikan suku bunga
relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara di
sebagai respon program pembangunan infrastruktur
kawasan, inflasi dan nilai tukar yang stabil, serta tren
yang menjadi fokus kebijakan pemerintahan Amerika
menurunnya 7 days repo rate. Disisi lain, meningkatnya
yang baru. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan
ketidakpastian perekonomian global yang dipicu oleh
rebalancing portfolio di pasar global yang akan juga
sentimen negatif hasil pemilihan presiden Amerika
berdampak terhadap pasar keuangan Indonesia.
ditambah dengan spekulasi mengenai kenaikan
Tantangan eksternal dari sisi sektor riil akan datang dari
FFR pada akhir semester II 2016, serta lambatnya
rencana penerapan kebijakan proteksi oleh pemerintah
pertumbuhan ekonomi tiga negara besar yaitu Amerika
Amerika khususnya di bidang perdagangan. Kebijakan
38
Bank Indonesia
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
tersebut diperkirakan akan berdampak terhadap
mengalami kenaikan, hal ini lebih disebabkan faktor
permintaan komoditas ekspor Indonesia.
penurunan suku bunga acuan BI dan bukan disebabkan memburuknya kondisi likuiditas perbankan. Sejalan
Menyikapi
perkembangan
tersebut,
Pemerintah
Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan yang
dengan turunnya suku bunga di PUAB, suku bunga transaksi Repo juga terpantau turun.
diharapkan dapat memberikan stimulus pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Beberapa kebijakan tersebut
2.2.2.1. Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
antara lain berupa program “Sejuta Rumah Untuk
Meskipun volatilitas suku bunga PUAB mengalami
Rakyat”, penyaluran dana repatriasi dari tax amnesty ke
peningkatan, risiko di PUAB rupiah cenderung
sektor properti, serta penurunan PPh atas penghasilan
menurun sebagaimana tercermin dari penurunan
dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan menjadi
rata-rata tertimbang (RRT) harian suku bunga PUAB
2,5%. Selain itu, Pemerintah juga meluncurkan Paket
rupiah overnight menjadi sebesar 4,54%, menurun jika
Ekonomi Jilid XII dengan fokus pada peningkatan “ease
dibandingkan semester I 2016 sebesar 5,08%. Seiring
of doing business” untuk UKM.
dengan penurunan tersebut, RRT harian suku bunga semua tenor juga menurun dari 5,30% menjadi 4,87%.
2.2.1. Pasar Uang
Demikian pula jika dibandingkan dengan semester II
Risiko di pasar uang, baik di uncollateral market
2015 yang mencatatkan rata-rata tertimbang suku
maupun collateral market pada semester II 2016
bunga overnight sebesar 6,02% dan untuk semua
masih terjaga. Penurunan terbatas volume transaksi
tenor sebesar 6,21%. Kenaikan volatilitas suku bunga
PUAB dan bertambahnya volume transaksi Repo
yang terjadi pada akhir triwulan III 2016 dan awal
mengindikasikan masih memadainya kondisi likuiditas
triwulan IV 2016 lebih disebabkan dampak penurunan
perbankan. Meskipun volatilitas suku bunga PUAB
suku bunga kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia.
Grafik 2.7. Volatilitas Pasar Keuangan PUAB Rp
Grafik 2.8. Aliran Dana Asing di Saham, SBN, dan SBI Rp Triliun 150
Reksadana
Nilai Tukar
100
50
0 Obligasi Kompromi
SBN
-50 SBI
*) Semakin jauh dari titik pusat, semakin berisiko
Saham
Sumber: Bloomberg, diolah
Sem II 2015 Sem I 2016 Sem II 2016
SBN
Saham
--100 Sem I 2010
2011
2012
2013
Sem II 2014
Sem I
Sem II 2015
Sem I Sem II 2016
Sumber: Bloomberg dan Bank Indonesia
Bank Indonesia
39
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 2.9. Suku Bunga PUAB Rupiah Overnight
Grafik 2.10. Volatilitas Suku Bunga PUAB Overnight %
%
10
5 4
8
% 600
7,5
500
7,0
3
400
2
300
%
6,5 6,0
6
5,5 5,0
4
200
1
4,5 4,0
100
2
3,5 Des 16
Sep 16
3,0 Okt 16 Nov 16
Jul 16
Agu 16
Mei 16 Jun 16
Mar 16 Apr 16
Des 15 Jan 16 Feb 16
Sep 15
Okt 15 Nov 15
Jul 15
Agu 15
Suku Bunga Rata rata Tertimbang
Mei 15 Jun 15
Feb 15
0 Mar 15 Apr 15
Agt 16
Des 16
Apr 16
Agt 15
Des 15
Apr 15
Agt 14
Des 14
Apr 14
Agt 13
Des 13
Apr 13
Agt 12
Des 12
Apr 12
Agt 11
Des 11
Apr 11
Des 10
0
Volatilitas PUAB Rupiah Rata-rata Tertimbang Pinjam (skala kanan)
Suku Bunga Pinjam Tertinggi (%) Spread min max (skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi volume transaksi, volume transaksi PUAB
menyebabkan kebutuhan likuiditas jangka pendek
selama semester II 2016 mengalami penurunan
bank dipenuhi melalui PUAB.
dibandingkan dengan semester I 2016. Rata-rata harian volume transaksi PUAB rupiah overnight turun
Berdasarkan pola transaksi, terjadi sedikit perubahan
dari Rp15,15 triliun menjadi Rp13,33 triliun. Demikian
pola transaksi yang dilakukan oleh pelaku di PUAB
juga rata-rata harian volume PUAB non overnight juga
rupiah khususnya pada kelompok bank BUKU 2. Jika
mengalami penurunan dari Rp9,62 triliun menjadi
sebelumnya kelompok bank BUKU 2 adalah pihak
Rp8,68 triliun. Volume transaksi PUAB pada semester
pemberi (net lender), maka pada semester II 2016
I yang tercatat lebih tinggi dibandingkan semester
menjadi pihak peminjam (net borrower). Sementara
II 2016 lebih dipengaruhi oleh pola musiman yaitu
itu, pola transaksi kelompok bank BUKU lainnya tidak
aktivitas ekonomi masyarakat yang cenderung lebih
mengalami perubahan. Kelompok bank BUKU 4 dan
tinggi di semester I dikarenakan perayaan hari besar
BUKU 1 cenderung berperan sebagai pemberi dana dan
keagamaan (Lebaran) dan libur sekolah. Hal tersebut
kelompok bank BUKU 3 sebagai peminjam dana. Dari
Grafik 2.11. Perkembangan PUAB Rupiah
Grafik 2.12. Pola Transaksi PUAB Rupiah Rp Triliun
8,0
35
7,0
30
6,0
25
5,0
20
4,0
15
3,0
10
2,0
5
-
-
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec
1,0
2014
2015
2016
Vol. Rata-rata Harian O/N (skala kanan)
Vol. Rata-rata Harian Non O/N (skala kanan)
Rata-rata Tertimbang Bunga All
Rata-rata Tertimbang Bunga O/N
Sumber: Bank Indonesia
40
Bank Indonesia
Rp T 150 100 50 0 -50 -100 -150 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec
%
2014 BUKU 4
2015 BUKU 3
BUKU 2
Sumber: Bank Indonesia
2016 BUKU 1
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
sisi pangsa pasar, kelompok bank BUKU 3 merupakan
selain karena kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan
kelompok bank yang mendominasi transaksi di PUAB
valas menjelang akhir tahun, juga dipengaruhi oleh
dengan pangsa mencapai 48,12% dari total volume
kenaikan suku bunga operasi moneter (OM) valas
transaksi dan total frekuensi transaksi mencapai
Bank Indonesia. Meskipun suku bunga PUAB valas
43,56%.
meningkat,
spread antara suku bunga maksimum
dan minimum maupun volatilitas suku bunga PUAB Berbeda dengan perkembangan suku bunga di PUAB
menurun, hal tersebut mengindikasikan bahwa risiko
rupiah, penurunan suku bunga tidak terjadi di PUAB
di PUAB valas masih terjaga. Rata-rata spread tercatat
valas. RRT harian suku bunga PUAB valas overnight
sebesar 16,57 bps, turun dibandingkan dengan
dan rata-rata harian suku bunga PUAB valas semua
semester sebelumnya 19,65 bps. Sementara itu, rata-
tenor pada semester II 2016 mengalami kenaikan
rata volatilitas suku bunga PUAB valas tercatat sebesar
masing-masing menjadi sebesar 0,37% dan 0,39%,
91,28%, lebih rendah dibandingkan dengan semester
dibandingkan dengan semester I 2016 yang sebesar
sebelumnya 120,78%.
0,28% dan 0,30%. Kenaikan suku bunga PUAB valas
% 0,60
Grafik 2.13. Perkembangan PUAB Valas
Rp Triliun 1.200
0,50
1.000
0,40
800
Grafik 2.14. Suku Bunga PUAB Valas O/N % 0,80
0,35
Sk. Bunga Pinjam Tertinggi
0,60
0,3
Sk. Bunga RRT
0,50
0,25
Rata-rata Tertimbang Bunga All
Rata-rata Tertimbang Bunga O/N
Sumber: Bank Indonesia
Agt-16
Des-16
Apr-16
Agt-15
2016 Vol. Rata-rata Harian Non O/N (skala kanan)
Des-15
2015
Apr-15
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec 2014 Vol. Rata-rata Harian O/N (skala kanan)
Agt-14
0 Des-14
0,05
0,00
-
Apr-14
0,1
0,10 Agt-13
0,20
Des-13
200
Apr-13
0,10
Agt-12
0,15
Des-12
400
Apr-12
0,20
Agt-11
0,2
0,30
Des-11
0,40
Apr-11
600
Des-10
0,30
0,4
Spread min max (skala kanan)
0,70
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi volume, transaksi PUAB valas tenor
dari USD40,88 juta menjadi USD59,22 juta. Dari sisi
overnight mengalami penurunan namun transaksi
perilaku kelompok bank, sejak dua tahun terakhir
pada tenor lainnya mengalami kenaikan. Selama
kelompok bank BUKU 4 masih menjadi bank peminjam
semester II 2016, rata-rata harian volume transaksi
setelah pada tahun-tahun sebelumnya cenderung
PUAB valas overnight tercatat sebesar USD491,39
sebagai bank pemberi. Sebaliknya, dalam kurun waktu
juta,
yang sama, perilaku bank BUKU 3 berubah dari bank
menurun
dibandingkan
dengan
semester
sebelumnya USD537,38 juta. Adapun rata-rata harian
peminjam menjadi bank pemberi.
volume transaksi PUAB valas selain overnight naik
Bank Indonesia
41
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 2.15. Volatilitas Suku Bunga PUAB Valas
Grafik 2.16. Perilaku Transaksi PUAB Valas %
USD Triliun
350
0,80
5
300
0,70
4
250
0,60 0,50
200
0,40 150 100 50
Volatilitas PUAB USD
2 1 0
0,30
-1
0,20
-2
0,10
-3
0,00
-4
Des 16
Okt 16
Agu 16
Jun 16
Apr 16
Feb 16
Des 15
Okt 15
Agu 15
Jun 15
Apr 15
Feb 15
0
3
RRT Pinjam (skala kanan)
-5
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec
%
2014
2015
BUKU 4
Sumber: Bank Indonesia
BUKU 3
BUKU 2
2016 BUKU 1
Sumber: Bank Indonesia
2.2.2.1. Pasar Repo Antar Bank1
Pasca kewajiban penggunaan GMRA sebagai perjanjian
Transaksi Repurchase Agreement (Repo) adalah bentuk
standar transaksi repo domestik sebagaimana diatur
transaksi pinjam meminjam dana yang memiliki fungsi
dalam POJK No. 09/POJK.04/2015 tentang Pedoman
yang sama dengan transaksi PUAB. Repo didefinisikan
Transaksi Repurchase Agreement, transaksi Repo antar
sebagai kontrak jual atau beli surat berharga dengan
bank sempat turun. Hal ini dikarenakan perbankan
janji beli atau jual kembali pada waktu dan harga
memerlukan waktu untuk penyesuaian dan perlu
yang disepakati para pihak. Berbeda dengan PUAB
menegosiasikan kembali materi perjanjian dengan
yang bersifat uncollateralized, transaksi Repo bersifat
bank counterpart yang tertuang dalam lampiran
collaterlized, karena menggunakan surat berharga
(Annex-1) perjanjian GMRA tersebut.
sebagai jaminan underlying transaksi. Karenanya, transaksi Repo lebih resilien terhadap dampak gejolak
Untuk memitigasi kondisi turunnya volume pasar
perekonomian (shock), dibandingkan transaksi PUAB
Repo tersebut, Bank Indonesia bersama dengan OJK
karena pihak yang meminjamkan dana memperoleh
melakukan berbagai upaya edukasi dan sosialisasi
“jaminan” surat berharga sebagai underlying asset
penggunaan
transaksi Repo. Sifat Repo yang memiliki jaminan
perbankan. Melalui kegiatan yang intensif dan
underlying asset (collateralized) tersebut menjadikan
berkelanjutan, bank yang mengadopsi perjanjian
risiko counterpart transaksi ini menjadi minimal,
GMRA terus bertambah.
standar
perjanjian
GMRA
kepada
sekalipun dalam masa krisis atau volatilitas yang tinggi.
Selain lebih resilien terhadap volatilitas
Dibandingkan dengan awal tahun 2016, bank yang telah
perekonomian, pengembangan transaksi Repo antar
mengadopsi dan memiliki counterpart Repo GMRA
bank juga sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia
meningkat dari 4 bank menjadi 74 bank, sementara
yang menggunakan 7days reverse repo sebagai suku
bank yang telah bertransaksi Repo meningkat dari 4
bunga acuan.
bank menjadi 44 bank. Dengan perkembangan pelaku
1
Repurchase Agreement (Repo) adalah perjanjian untuk menjual dan membeli kembali surat berharga pada tanggal dan harga yang telah ditetapkan. Secara umum pasar Repo terdiri dari Repo antar bank dan Repo kepada Bank Indonesia melalui Lending Facility.
42
Bank Indonesia
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
pasar tersebut, rata-rata harian volume transaksi Repo semua tenor meningkat lebih dari dua kali lipat,
Grafik 2.18. Transaksi Lending Facility %
Rp Triliun
yaitu dari Rp412 miliar pada semester I 2016 menjadi
12,0
Rp1.064 miliar pada semester II 2016.
10,0
8,5 8,0 7,5
8,0
Sejalan dengan penurunan suku bunga PUAB pada semester II 2016, suku bunga Repo antarbank juga mengalami
penurunan
dibandingkan
semester
sebelumnya. Rata-rata harian suku bunga Repo
7,0 6,5
6,0
6,0
4,0
5,5 5,0
2,0
4,5 4,0
0 1 3
5 7 9 11 1 3
2012
antarbank untuk semua tenor menurun dari kisaran
1800
1400 1200
7,5
600
PRH (Semua Tenor)
Bunga LF (skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia
turun yang tercermin dari menurunnya rata-rata
6,0
II 2016 dan relatif stabilnya premi risiko. Sementara
5,5
itu, pelemahan kurs rupiah dari Rp13.210 per Dolar AS
5,0
di akhir semester I 2016 menjadi Rp13.473 per Dolar
Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr May
2015
6 8 10 12
2016
pada semester I 2016 menjadi 6,81% pada semester
4,0
2014
4
6,5
4,5
0
8 10 12 2
2015
volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap USD dari 9,54%
400 200
4 6
7,0
1000 800
8 10 12 2
Risiko di pasar valas pada semester II 2016 cenderung %
1600
6
2.2.2. Pasar Valas
Grafik 2.17. Transaksi Repo Antar Bank Rp miliar
4
2014
Volume Total
5,28% - 6,50% menjadi 4,96% - 5,69%.
2000
5 10 12 2
2013
2016 Repo Rate (Skala Kanan)
Sumber: Bank Indonesia
AS di akhir semester II 2016 dipengaruhi oleh faktor seasonal adanya peningkatan permintaan terhadap Dolar AS pada akhir tahun disamping pengaruh sentimen hasil pemilihan presiden Amerika Serikat dan spekulasi terhadap kenaikan FFR.
Selain pengelolaan likuiditas melalui pasar Repo Grafik 2.19. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
antarbank, perbankan juga dapat melakukan transaksi Repo dengan Bank Indonesia. Pada semester laporan,
% 16000
80
15000
70
14000
menunjukkan peningkatan yang tercermin dari
60
13000
peningkatan total volume transaksi Lending Facility
50
12000
40
11000
30
10000
20
9000
10
8000
0
7000
transaksi Repo antara bank dengan Bank Indonesia
(LF) dari Rp2,6 triliun pada semester I 2016 menjadi Rp2,69 triliun pada semester II 2016. Lebih tingginya volume LF di semester II 2016 dibanding semester I 2016 dipengaruhi oleh adanya mismatch kebutuhan likuiditas jangka pendek.
Apr-11 Jun-11 Aug-11 Oct-11 Dec-11 Feb-12 Apr-12 Jun-12 Aug-12 Oct-12 Dec-12 Feb-13 Apr-13 Jun-13 Aug-13 Oct-13 Dec-13 Feb-14 Apr-14 Jun-14 Aug-14 Oct-14 Dec-14 Feb-15 Apr-15 Jun-15 Aug-15 Oct-15 Dec-15 Feb-16 Apr-16 Jun-16 Aug-16 Oct-16 Dec-16
90
Volatilitas
Kurs (skala kanan) Sumber: Bloomberg, diolah
Bank Indonesia
43
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 2.20. Premi Risiko Pasar Valas
Grafik 2.21. Volatilitas Rupiah 15500
600
15000
500
14500
400
30
% 15
5
14000
300 200
13500
100
13000
0
12500
-100
12000
-200
11500
-400
11000
Spread NDF-FWD
NDF 1B (skala kanan)
-
15 10 5 -
Jun-08 Sep-08 Des-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Des-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Des-10 Mar-11 Jun-11 Sep-11 Des-11 Mar-12 Jun-12 Sep-12 Des-12 Mar-13 Jun-13 Sep-13 Des-13 Mar-14 Jun-14 Sep-14 Des-14 Mar-15 Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16
Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agt-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16
-300
2016
10
20
1-Jan 26-Jan 20-Feb 16-Mar 10-Apr 5-Mei 30-Mei 24-Jun 19-Jul 13-Agt 7-Sep 2-Okt 27-Okt 21-Nov 16-Des
700
RRH 20D Spread
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah
Berbeda dengan cenderung turunnya rata-rata
Transaksi di pasar valas domestik masih di dominasi
volatilitas nilai tukar Rupiah, spread transaksi NDF
oleh transaksi spot yang mencapai 63,42% dari total
terhadap forward domestik cenderung meningkat.
transaksi. Sementara itu, pangsa transaksi derivatif
Peningkatan spread ini bersifat sementara yang dipicu
dalam bentuk swap dan forward masing-masing
oleh sentimen terpilihnya Trump, namun spread
tercatat sebesar 30,63% dan 5,95%. Porsi transaksi
kembali turun pada akhir tahun 2016. Pada semester II
swap dan forward tersebut menurun dibandingkan
2016, rata-rata spread transaksi NDF terhadap forward
dengan semester sebelumnya yakni sebesar 31,52%
domestik 1 bulan tercatat sebesar 9,33 poin, naik
dan 5,58%. Masih rendahnya komposisi transaksi swap
dibandingkan semester sebelumnya minus 10,09 poin.
dan forward disebabkan oleh rendahnya permintaan
Sementara itu, di sejumlah negara kawasan spread
dari pelaku bisnis dan relatif tingginya biaya premi
transaksi NDF terhadap forward domestik bervariasi,
transaksi derivatif.
hal tersebut menunjukkan persepsi investor asing yang beragam terhadap nilai tukar negara kawasan.
Tabel 2.4. Perbandingan rata-rata Spread NDF Negara Kawasan
Negara
2014 Sem I
2015 Sem II
Sem I
2016 Sem II
Sem I
USD Miliar
80 70
Sem II
0,01
0,02
0,04
0,06
(0,00)
(0,01)
50
Malaysia
(0,00)
0,00
(0,00)
(0,00)
(0,01)
0,00
40
Filipina
(0,01)
0,01
(0,02)
0,05
0,04
0,09
30
India
(0,12)
(0,11)
(0,08)
(0,05)
(0,04)
(0,05)
20
(54,18)
14,20
25,77
41,45
(10,09)
9,33
10 0
2014
Sumber: Bloomberg
44
Bank Indonesia
Forward
Option
60
Thailand
Indonesia
Swap
Spot
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Poin
Grafik 2.22. Komposisi Pasar Valas Domestik
2015
Sumber: Bank Indonesia
2016
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
2.2.3. Pasar Obligasi
menjadi faktor penyeimbang bagi investor asing untuk
2.2.3.1. Pasar Surat Berharga Negara (SBN)
mempertahankan kepemilikan SBN Indonesia.
Pada semester II 2016, kondisi di pasar SBN relatif tertekan
sentimen
Sementara itu, kepemilikan SBN oleh investor
kekhawatiran
domestik khususnya bank, asuransi, dan dana pensiun
terhadap kebijakan ekonomi yang akan dikeluarkan
meningkat. Peningkatan kepemilikan oleh asuransi
pemerintahan baru Amerika Serikat seperti proteksi
dan dana pensiun dipengaruhi salah satunya oleh
perdagangan, pemangkasan pajak, repatriasi pajak
penerapan ketentuan OJK2 yang mewajibkan Lembaga
korporasi, serta kenaikan FFR menjelang akhir
Keuangan Bukan Bank (LKBB) untuk memenuhi
semester II 2016. Tekanan di pasar SBN, yang
sejumlah persentase tertentu dari total investasinya
terefleksi dari penurunan harga dan meningkatnya
dalam bentuk SBN. Meskipun kepemilikan SBN oleh
yield SBN, berdampak pada posisi investor asing
LKBB cenderung meningkat, kepemilikan SBN oleh
di pasar SBN. Kepemilikan SBN oleh investor asing
investor domestik masih didominasi oleh perbankan.
selama semester II 2016 tercatat sebesar Rp21,87
Pada akhir semester II 2016, perbankan menguasai
triliun atau secara persentase porsi kepemilikan SBN
22,53% dari total SBN yang beredar, meningkat dari
oleh investor asing sedikit turun dari 39,10% menjadi
21,95% pada semester sebelumnya. Begitu juga dengan
37,55% dari total volume SBN yang beredar. Namun
kepemilikan SBN oleh investor LKBB seperti asuransi
demikian, penurunan ini lebih rendah dibandingkan
dan dana pensiun yang mengalami peningkatan baik
penurunan pada semester sebelumnya yang sebesar
secara nominal maupun persentase. Dibandingkan
Rp85,47 triliun atau turun mencapai 15,30% dari nilai
semester sebelumnya, persentase kepemilikan SBN
nominal semester II 2015. Imbal hasil SBN pemerintah
oleh asuransi dan dana pensiun meningkat menjadi
Indonesia yang relatif tinggi dibandingkan imbal hasil
13,44% dan 4,92%.
negatif
dipengaruhi dari
oleh
eksternal
sejumlah
terutama
instrumen sejenis dari negara berkembang lainnya
Tabel 2.5. Komposisi Kepemilikan SBN 2015 Pemillik
Sem - I Jumlah (Rp T)
Bank Bank Sentral Reksadana
2016 Sem - II
Pangsa
Jumlah (Rp T)
Sem - I
Pangsa
Jumlah (Rp T)
∆ Sem II-I Sem - II
Pangsa
Jumlah (Rp T)
Pangsa
Nominal (Rp T)
Pangsa
369,11
27,21%
350,07
23,95%
361,54
21,95%
399,46
22,53%
37,92
9,49%
80,58
5,94%
148,91
10,19%
150,13
9,12%
134,25
7,57%
(15,88)
-11,83%
56,28
4,15%
61,60
4,21%
76,44
4,64%
85,66
4,83%
9,22
10,77%
Asuransi
161,81
11,93%
171,62
11,74%
214,47
13,02%
238,24
13,44%
23,77
9,98%
Asing
537,53
39,63%
558,52
38,21%
643,99
39,10%
665,81
37,55%
21,82
3,28%
Dapen
46,32
3,42%
49,83
3,41%
64,67
3,93%
87,28
4,92%
22,61
25,91%
Individu
0,03
0,00%
42,53
2,91%
48,90
2,97%
57,75
3,26%
8,85
15,33%
Lainnya
104,02
7,67%
78,50
5,37%
86,72
5,27%
104,80
5,91%
18,08
17,25%
Sumber: CEIC
2
POJK No.1/POJK.05/2016 tanggal 11 Januari 2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank
Bank Indonesia
45
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 2.24. Net Flow Asing di SBN dan IDMA
Grafik 2.23. Komposisi Kepemilikan SBN Rp T 90
Rp T
1800 1600
Bank
Bank Sentral
Reksadana
80
Asuransi
Asing
Dapen
70
1400
Individu
IDMA (skala kanan)
SBN
104 102 100
60
98
1200
50
1000
40
800
30
94
20
92
10
90
600 400
96
0
200
88 Sem 1
0
2013
Des-12 Jun-13 Des-13 Jun-14 Des-14 Jun-15 Des-15 Jun-16 Des-16
Sem 2
2014
Sem 1
Sem 2
2015
Sem 1
Sem 2 2016
Sumber: CEIC
Sumber: Bank Indonesia
Selama semester II 2016, harga SBN mengalami
persepsi investor yang memandang bahwa sentimen
penurunan tercermin dari penurunan Indeks Inter
terpilihnya Trump dan kenaikan FFR masih akan
Dealer Market Association (IDMA) dari 101,77
mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia
menjadi 99,09 atau turun sebesar 2,63% dibandingkan
dalam jangka pendek. Selain itu, kenaikan yield dan
semester I 2016. Penurunan harga SBN tersebut diikuti
volatilitas SBN juga sejalan dengan kenaikan yield
dengan kenaikan yield SBN terutama untuk tenor 10
obligasi negara di beberapa negara tetangga yang
tahun yang meningkat sebesar 50 bps menjadi 7,91%.
terdampak oleh sentimen eksternal.
Peningkatan yield juga diikuti dengan peningkatan rata-rata volatilitas menjadi sebesar 15,33% dari
Meningkatnya risiko di pasar SBN menyebabkan
periode sebelumnya yang sebesar 9,81%.
volume perdagangan di pasar SBN juga mengalami penurunan tercermin dari penurunan rasio turnover
Secara keseluruhan, yield untuk semua tenor SBN
perdagangan dari 19,91% pada semester I 2016
mengalami kenaikan dengan peningkatan terbesar
menjadi 14,30% pada posisi Oktober 2016.
terjadi pada tenor pendek. Hal ini mengindikasikan Grafik 2.25. Yield curve SBN
Grafik 2.26. Rebased Yield SBN per Tenor
% 10.0
220 200
9.5
180
9.0
160
8.5
140
8.0
120
7.5
100 80
Des-15
6.5 1
2
3
4
5
6
7
Jun-15
8 10 11 12 13 15 16 18 20 30
Sumber: Bloomberg, diolah
46
Bank Indonesia
Des-16
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Jk. Pendek : 1-5 tahun Jk. Menengah : 6-10 tahun Jk. Panjang : 11-30 tahun
60 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Mei-14 Jun-14 Jul-14 Agt-14 Sep-14 Okt-14 Nov-14 Des-14 Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agt-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16
7.0
6.0
rebased 1/1/2013
Sumber: Bloomberg, diolah
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Grafik 2.27. Volatilitas Yield SBN Per Tenor 50
%
Jangka Pendek Jangka Panjang
45 40
Jangka Menengah Rata Rata 3 Bulan
35 30 25 20 15 10 5 Okt-16
Des-16
Jun-16
Agt-16
Apr-16
Feb-16
Okt-15
Des-15
Jun-15
Agt-15
Apr-15
Feb-15
Okt-14
Des-14
Jun-14
Agt-14
Apr-14
Feb-14
Okt-13
Des-13
Jun-13
Agt-13
Apr-13
Feb-13
0
Sumber: Bloomberg, diolah
Seiring dengan peningkatan penerbitan SBN yang
Namun demikian, rasio SBN terhadap PDB Indonesia
dilakukan pemerintah, rasio SBN terhadap PDB
masih menjadi yang terendah dibandingkan dengan
Indonesia juga mengalami peningkatan yaitu pada
beberapa negara tetangga dimana Thailand memiliki
September 2016 tercatat sebesar 54,4%, lebih tinggi
rasio tertinggi diikuti oleh Filipina dan Malaysia.
dibandingkan semester sebelumnya yang sebesar 52%. Grafik 2.28. Turnover Transaksi SBN dan Obligasi Korporasi (data msh s.d. Okt’16)
140 turnover SBN
turnover Corp. Bond
120
30
100
25
80
Des-16
Jun-16
Sep-16
Des-15
Filipina
Mar-16
Thailand
Jun-15
Jun-13
Des-12
Malaysia
Mar-13
Jun-12
Sep-12
Des-11
Sep-11
Jul-09 Okt-09 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Okt-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Okt-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Okt-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Okt-13 Jan-14 Apr-14 Jul-14 Okt-14 Jan-15 Apr-15 Jul-15 Okt-15 Jan-16 Apr-16 Jul-16 Okt-16
Indonesia
Sep-15
0 Des-14
20
0
Mar-15
5
Jun-14
40
Sep-14
10
Mar-14
60
Sep-13
15
Des-13
20
Mar-12
% 35
Grafik 2.29. Rasio SBN per GDP (data GDP 4 negara s.d. Tw.III 2016)
Turnover = volume Obligasi diperdagangkan/outstanding Obligasi Sumber: CEIC, diolah
Sumber: CEIC, diolah
Grafik 2.30. Rebased Yield SBN 10 th Emerging Market 150
rebased 1/1/2014
130 110 90 70
30
Indonesia Malaysia
India Philippines
Thailand
Jul-14 Agt-14 Sep-14 Okt-14 Nov-14 Des-14 Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agt-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16
50
Sumber: Bloomberg
Bank Indonesia
47
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Tabel 2.7. Volatilitas Yield SBN 10 Tahun di Negara Kawasan (%)
Tabel 2.6. Yield SBN 10 Tahun Kawasan (%) INDO
INDI
THAI
MALY
FILIP
INDO
INDI
THAI
MALY
FILIP
Jun-15
8,26
8,09
2,62
3,82
3,68
Jun-15
18,11
6,56
25,71
27,06
29,16
Jul-15
8,42
8,06
2,50
3,88
3,76
Jul-15
10,76
4,36
13,12
21,74
33,09
Agt-15
8,50
8,02
2,52
4,32
3,67
Aug-15
13,43
5,55
21,62
27,22
31,42
Sep-15
9,51
7,82
2,53
4,10
3,76
Sep-15
13,61
6,73
23,26
22,64
137,68
Oct-15
8,67
7,80
2,46
4,05
3,80
Oct-15
22,25
4,51
20,11
13,37
24,42
Nov-15
8,43
7,89
2,39
4,00
4,16
Nov-15
7,81
3,66
19,32
20,36
14,63
Dec-15
8,75
7,86
2,25
3,89
4,27
Dec-15
15,45
3,47
8,57
13,14
44,29
Jan-16
8,18
7,74
1,99
3,62
3,96
Jan-16
12,20
2,57
24,13
12,62
20,61
Feb-16
7,91
7,85
1,75
3,63
3,84
Feb-16
7,56
5,66
41,71
11,86
31,95
Mar-16
7,37
7,76
1,46
3,56
3,70
Mar-16
14,42
4,57
21,01
8,37
26,02
Apr-16
7,37
7,57
1,59
3,65
3,54
Apr-16
6,76
6,62
31,36
10,86
20,09
May-16
7,51
7,58
2,08
3,66
3,48
May-16
8,13
1,81
45,47
28,62
11,25
Jun-16
7,26
7,49
1,74
3,43
3,33
Jun-16
9,79
2,69
46,81
7,38
22,05
Jul-16
6,72
7,15
1,73
3,26
2,87
Jul-16
12,50
6,49
21,88
25,72
65,48
Aug-16
6,77
7,06
1,83
3,20
3,01
Aug-16
10,21
3,20
16,27
10,27
32,05
Sep-16
6,79
6,88
1,79
3,28
3,16
Sep-16
9,24
6,43
23,47
11,97
13,50
Oct-16
6,93
6,77
1,87
3,37
3,56
Oct-16
9,00
2,54
23,89
14,82
17,27
Nov-16
7,92
6,24
2,02
4,33
4,22
Nov-16
29,95
14,95
22,90
46,69
18,69
Dec-16
7,50
6,62
2,14
3,72
4,27
Dec-16
21,04
14,98
20,98
33,67
21,26
Sumber: Bloomberg, diolah
Sumber: Bloomberg, diolah
2.2.3.2. Pasar Obligasi Korporasi
obligasi korporasi untuk semua peringkat mengalami
Sejalan dengan perkembangan risiko di pasar SBN,
kenaikan dibandingkan semester sebelumnya. Rata-
risiko di pasar obligasi korporasi juga meningkat
rata volatilitas yield obligasi korporasi semua tenor
sebagaimana tercermin dari kenaikan yield dan
juga meningkat dari 6,10% menjadi 7,89%.
volatilitas obligasi korporasi. Selain terdampak oleh koreksi harga SBN, pelemahan kinerja korporasi
Sementara itu, outstanding obligasi korporasi pada
domestik juga menyebabkan investor meminta yield
akhir semester II 2016 naik sebesar Rp34,79 triliun
yang lebih tinggi. Selama semester II 2016, yield
dari posisi semester sebelumnya menjadi sebesar
Tabel 2.8. Kepemilikan Obligasi Korporasi Rp Trliun 2015 Jenis Pemilik
2016
Sem I Jumlah
Sem II %
Jumlah
Sem I %
%
Jumlah
%
Korporasi
10,57
4,55%
9,37
3,86%
9,39
3,60%
7,89
3,25%
Individu
6,28
2,71%
6,32
2,61%
6,54
2,51%
8,96
3,69% 32,47%
Reksadana
48,49
20,89%
54,38
22,43%
63,82
24,45%
78,72
Sekuritas
0,92
0,40%
0,68
0,28%
0,84
0,32%
0,42
0,17%
Asuransi
34,22
14,75%
36,66
15,12%
41,58
15,93%
55,22
22,78%
Dana Pensiun
65,17
28,08%
68,92
28,43%
68,80
26,36%
71,16
29,35%
Perusahaan Finansial
49,11
21,16%
54,07
22,30%
56,68
21,72%
65,38
26,97%
Yayasan
1,38
0,59%
3,06
1,26%
3,55
1,36%
3,76
1,55%
Lainnya
10,34
4,46%
8,98
3,70%
9,80
3,76%
11,42
4,71%
TOTAL
232,07
242,44 Sumber: Laporan OJK, diolah
48
Jumlah
Sem II
Bank Indonesia
261,00
302,92
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Rp302,09 triliun. Dari jumlah tersebut, nilai obligasi
korporasi yang signifikan untuk masing-masing
korporasi yang dimiliki pihak asing meningkat sebesar
kelompok. Kepemilikan terbesar masih dikuasai oleh
Rp1,13 triliun menjadi Rp19,34 triliun, atau tumbuh
reksadana, dana pensiun, dan perusahaan finansial.
6,22%. Meski secara nominal meningkat, namun porsi
Selama
kepemilikan obligasi korporasi oleh investor asing
korporasi oleh ketiga kelompok tersebut mengalami
mengalami penurunan dari 6,81% menjadi 6,40%.
peningkatan dengan kepemilikan oleh reksadana dan
periode
laporan,
kepemilikan
obligasi
dana pensiun masing-masing sebesar 32,47% dan Jika dilihat berdasarkan kelompok pemilik, tidak
29,35%.
terdapat perubahan pangsa kepemilikan obligasi
Grafik 2.32. Yield Curve Obligasi Korporasi
Grafik 2.31. Net Flow Asing di Obligasi Korporasi dan Outstanding Kepemilikannya Rp T
Rp T
8
25
15
%
14
6
20
4 25
2 0
10
13 12 11 10 9
(2)
5
Net Flow Outstanding Kepemilikan Asing (skala kanan)
(4)
0
(6)
Sem I 2012
2013
Sem II
Sem I
2014
Sem II
Sem I
2015
Sem II
7 6 1
2016
2
3
4
Sumber: CEIC, diolah
Jangka Pendek Jangka Panjang
25
5
6
7
8
9
10
Sumber: CEIC
Grafik 2.33. Volatilitas Yield Obligasi Korporasi per Tenor
% 30
AAA Des’16 A Des’16 BBB Des’16
AAA Jun’16 A Jun’16 BBB Jun’16
8
Grafik 2.34. Emisi Obligasi Korporasi per Sektor Rp Triliun
70 60
Jangka Menengah Rata-rata 3 Bulan
50
20
Properti
Pertambangan
Perdagangan
Konsumsi
Aneka Industri
Infrastruktur
Financial
Ind. Dasar
Agrikultur
40
15
30
10
20
5
2008 Sumber: Bloomberg, diolah
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sem I
2015
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
Des-16
Okt-16
Nov-16
Sep-16
Jul-16
Agt-16
Jun-16
Apr-16
Mei-16
Mar-16
Jan-16
Feb-16
Des-15
Okt-15
Nov-15
Sep-15
Jul-15
Agt-15
Jun-15
0
Sem II
10
0
2016
Sumber: Laporan OJK, diolah
2.2.4. Pasar Saham
masih mencatatkan pertumbuhan meskipun lebih
Risiko di pasar saham selama semester II 2016
rendah dibandingkan semester sebelumnya. Di
mengalami peningkatan meski relatif terbatas.
penghujung 2016, IHSG menguat sebesar 5,58%
Volatilitas di pasar saham mengalami peningkatan
menjadi 5.296,7, namun penguatan tersebut masih
dibandingkan periode sebelumnya, baik secara
lebih rendah dibandingkan penguatan yang terjadi
agregat maupun sektoral. Namun demikian, IHSG
selama semester I 2016 yaitu sebesar 9,22%.
Bank Indonesia
49
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Pelemahan bursa saham juga dialami oleh beberapa
itu, jika dilihat per unit saham secara neto, terjadi
negara di kawasan sebagaimana dialami oleh India,
penurunan kepemilikan investor asing sebanyak 20,65
Malaysia, dan Filipina. Pelemahan bursa saham
miliar unit. Penurunan kepemilikan terbesar terjadi di
di kawasan tersebut terutama dipengaruhi oleh
sektor pertambangan sebesar 38,16 miliar unit.
sentimen pemilihan presiden Amerika. Kekhawatiran terhadap prospek perekonomian global menyusul
Dari sisi sektoral, volatilitas harga saham di sektor
potensi perubahan platform ekonomi pemerintahan
Aneka Industri dan sektor Pertambangan cenderung
baru Amerika Serikat mendorong investor melakukan
lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya. Tingginya
penyesuaian portofolio yang menyebabkan naiknya
volatilitas di sektor Aneka Industri disebabkan
rata-rata volatilitas pasar saham pada semester II
pergerakan harga saham Astra yang menguasai hampir
2016.
85% kapitalisasi sektor Aneka Industri. Sementara itu, tingginya volatilitas sektor Pertambangan dipengaruhi
Selama periode laporan, investor asing masih
oleh naiknya harga komoditas terutama batubara
melakukan pembelian saham sehingga aliran masuk
sehingga memicu harga saham sejumlah emiten
dana asing tercatat mencapai Rp2,69 triliun. Sementara
sektor pertambangan mengalami kenaikan harga saham yang signifikan.
Grafik 2.35. Perkembangan Indeks Harga Saham
Grafik 2.36. Perkembangan Volatilitas Harga Saham % 45
140 Rebased
130
Down Jones
MSCI Euro
MSCI Asia
Indonesia
40 35
120
30 25
110
20
100
15 10
90
5
Sumber: Bloomberg, diolah
2016
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 2.37. Arus Masuk Dana Asing di Pasar Saham Kawasan
Grafik 2.38. Net Beli/Jual Asing di Pasar Saham & Level IHSG
110
Rp Triliun
5.500
50
105 100
5.000
30
4.500 4.000
10
95
3.500
0
3.000
-10
90 Indonesia
Filipina
Thailand
2.500
-20 -30
Feb Apr Jun Agt Okt Des Feb Apr Jun Agt Okt Des Feb Apr Jun Agt Okt Des Feb Apr Jun Agt Okt Des Feb Apr Jun Agt Okt Des Feb Apr Jun Agt Okt Des
85 2011
2012
2013
2014
Sumber: Bloomberg, diolah
50
40
20
India
Bank Indonesia
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
Mei
Jan
Feb
Des
Okt
Mar
2015
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des-16
Agt-16
0
Okt-16
Jun-16
Apr-16
Filipina Feb-16
Des-15
Agt-15
Okt-15
Jun-15
Malaysia Apr-15
Feb-15
Des-14
Agt-14
Okt-14
Thailand
Jun-14
Apr-14
Feb-14
Agt-13
Okt-13
80
Des-13
Indonesia
2015
2016
2010
2011
2012
2013
Sem I Sem II Sem I Sem II 2015 2014
Sumber: Bloomberg, diolah
Sem I Sem II 2016
2.000
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Tabel 2.9. Kepemilikan Saham oleh Asing per Unit Saham (Miliar Unit) Sektor
Jun-15
Dec-15
Jun-16
Dec-16
∆Sem II'15
∆ Sem I'16
∆Sem II'16
Finansial
240,20
241,78
245,91
234,46
1,58
4,13
(11,45)
Konsumsi
38,54
38,55
72,75
73,43
0,01
34,20
0,68
Perdagangan
243,00
255,11
249,18
266,86
12,11
(5,94)
17,68
Infrastruktur
117,33
128,57
131,74
131,63
11,24
3,17
(0,11)
Properti
159,48
158,19
170,29
184,52
(1,29)
12,09
14,24
36,02
36,39
35,68
34,71
0,37
(0,71)
(0,97)
Aneka Industri Ind. Dasar Pertambangan
79,09
75,01
76,32
76,18
(4,07)
1,30
(0,14)
160,78
163,27
179,24
141,07
2,49
15,96
(38,16)
Pertanian Kepemilikan asing
42,25
43,97
43,55
41,14
1,72
(0,42)
(2,41)
1.116,71
1.140,86
1.204,65
1.184,00
24,15
63,79
(20,65)
Sumber: Laporan OJK
Tabel 2.10. Volatilitas Indeks Sektoral (rata-rata semesteran) 2014
Sektor
Sem 1
2015 Sem 2
Sem 1
2016 Sem 2
Sem 1
Sem 2
IHSG
14,56
10,79
11,41
19,53
11,84
13,84
Keuangan
19,51
13,52
14,00
25,38
15,76
15,16
Pertanian
18,50
16,38
21,78
24,57
19,82
14,42
Industri Dasar
21,21
16,17
16,22
31,85
16,79
17,65
Konsumsi
15,13
11,82
17,76
22,71
18,33
20,26
Properti
21,55
17,75
17,13
21,71
13,66
16,23
Pertambangan
15,95
15,49
13,25
18,09
18,95
21,92
Infrastruktur
16,72
12,33
12,20
19,55
16,60
18,19
Perdagangan
11,94
11,90
12,51
16,01
11,28
12,87
Aneka Industri
24,02
19,42
22,73
36,11
27,93
27,64
Sumber: Bloomberg, diolah
Rata-rata harian volume transaksi saham selama
Hal ini tidak lepas dari IHSG yang dipandang cukup
semester II 2016 tercatat sebesar Rp7,7 triliun,
prospektif seiring dengan sentimen positif kenaikan
meningkat dibandingkan dengan semester I 2016
pendapatan mayoritas emiten. Baiknya kinerja
sebesar Rp5,86 triliun. Turnover rasio transaksi di
emiten pasar saham tersebut sejalan pula dengan
pasar saham juga menunjukkan peningkatan yang
membaiknya fundamental ekonomi dalam negeri
mengindikasikan kondisi pasar saham selama periode
sehingga berpengaruh positif dalam meningkatkan
laporan lebih likuid dibandingkan periode sebelumnya.
volume transaksi pasar saham.
Grafik 2.37. Turnover Pasar Saham Rp T
0.25%
9 8
0.20%
7 6
0.15%
5 4
0.10%
3 2
0.05%
1 0 Jun-10 Sep-10 Des-10 Mar-11 Jun-11 Sep-11 Des-11 Mar-12 Jun-12 Sep-12 Des-12 Mar-13 Jun-13 Sep-13 Des-13 Mar-14 Jun-14 Sep-14 Des-14 Mar-15 Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16
0.00%
Transaction Turnover
Daily Transaction Volume (skala kanan)
Turnover = nilai transaksi harian/kapitalisasi pasar saham
Sumber: Bloomberg, diolah
Bank Indonesia
51
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Secara teknikal, pergerakan saham selama keseluruhan
lain dipengaruhi oleh menguatnya indeks sektor
paruh kedua 2016 masih positif meskipun pergerakan
Aneka Industri, Konsumsi, dan Infrastruktur dimana
saham sempat mengalami pelemahan dari November
penguatan indeks masing-masing sektor dipengaruhi
ke Desember. Pergerakan positif IHSG dipicu oleh
utamanya oleh pergerakan saham Astra International,
peningkatan saham-saham blue chip yang tercermin
HM Sampoerna, dan Telkom. Saham ketiga emiten ini
dari penguatan indeks LQ45 sebesar 2,78% dari
menguasai 31,7% dari kapitalisasi LQ45 dan 21,7%
860,72 selama semester I 2016 menjadi 884,62
dari kapitalisasi IHSG.
selama semester II 2016. Naiknya indeks LQ45 antara
Grafik 2.41. Share Frekuensi Perdagangan IHSG
Grafik 2.40. Kapitalisasi IHSG dan LQ45
Kap. IHSG
Kap. LQ45
2015
2016
Share LQ45( skala Kanan)
Sumber: Bloomberg, diolah
LQ45
Jul-16
2014
Des-16
2013
Feb-16
2012
Apr-15
2011
Sep-15
2010
Nov-14
2009
Jan-14
2008
Jun-14
2007
Agt-13
2006
Okt-12
2005
Mar-13
40% 2004
Mei-12
45%
0
Jul-11
50% 1.000
Des-11
55%
2.000
Feb-11
60%
Apr-10
65%
3.000
Sep-10
70%
4.000
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Nov-09
75%
5.000
Jan-09
80%
Jun-09
Rp Triliun 6.000
Non LQ45
Sumber: Bloomberg, diolah
2.2.5. Reksadana3
dominasi reksadana berbasis saham yang menguasi
Selama semester II 2016, kinerja reksadana masih
32,02% pangsa pasar reksadana ditengah kenaikan
tumbuh positif ditengah pelemahan yang dialami
terbatas kinerja bursa saham sebagai dampak dari
oleh pasar SBN dan penguatan terbatas pada pasar
pengaruh tekanan isu eksternal. Secara nominal, jenis
saham. Masih meningkatnya net pembelian unit
reksadana yang mengalami peningkatan NAB terbesar
reksadana menjadikan Nilai Aktiva Bersih (NAB) di
adalah reksadana pendapatan tetap dan reksadana
semester II 2016 masih tumbuh 6,97% meski lebih
terproteksi. Selama periode laporan, volatilitas NAB
rendah dibandingkan dengan semester I 2016 yang
reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran,
tumbuh sebesar 13,78%. Perlambatan pertumbuhan
dan reksadana saham mengalami peningkatan dimana
NAB tersebut disebabkan oleh melemahnya harga
peningkatan volatilitas NAB tertinggi terjadi pada
underlying assets. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh
reksadana campuran dan saham.
3
Reksadana adalah media dan pola pengelolaan dana/modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen investasi yang tersedia di pasar dengan cara membeli unit penyertaan reksadana.
52
Bank Indonesia
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Grafik 2.42. Perkembangan Reksadana Rp T
Jul
Okt
Jan
Apr
2013
2016
SAHAM
Sumber: Laporan OJK
Juli
Sep
Nov Des
Mei
Jan
Mar
Nov
Juli
Sep
Mei
2014
LAINNYA
2015
Nov Des
Juli
IDMA Sep
JCI Mei
Jml RD Mar
UP Beredar
Jan
NAB
Nov
-30
Sep
Des-16
Okt-16
Agt-16
Jun-16
Apr-16
Feb-16
Des-15
Okt-15
Agt-15
-20 Jun-15
-10
0 Apr-15
5
Juli
0
10
Mei
10
15
Sep
20
Nov
20
25
Juli
30
30
Mei
35
Feb-15
2016
TEPROTEKSI
%
Jan
40
Rd. Saham
Mar
Rd. Campuran
FIX
Grafik 2.45. Growth Reksadana (yoy)
45 Rd. Fix Income
2015
MIX
Sumber: Laporan OJK
Grafik 2.44. Volatilitas NAB Reksadana per Jenis
40
Jan
2014 PS UANG
Mar
Jul
Okt
Jan
Jul
Apr
2015
2014
Jan
2013
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Apr
0
Nov
0
0
Mar
200
Juli
50
50
Sep
400
Mei
100
100
Jan
150
600
150
Mar
200
800
200
Nov
250
1000
250
Juli
300
1200
Sep
1400
300
Jan
350
Mei
1600
Jumlah RD (skala kanan) NAB (Rp T) UP beredar (jt)
Mar
350
Grafik 2.43. NAB Reksadana Berdasarkan Jenis
2016
Sumber: Laporan OJK, berbagai periode
Sumber: Laporan OJK, berbagai periode
Dilihat dari jenis produk, mayoritas kinerja reksadana
posisi Juni 2016 (titik hijau). Dari sisi risiko, volatilitas
selama semester II 2016 mengalami penurunan jika
reksadana saham dan pendapatan tetap mengalami
dibandingkan dengan semester I 2016. Hal ini dapat
peningkatan selama semester II 2016 sejalan dengan
dilihat dari kuadran profil risiko yang menunjukkan
peningkatan risiko underlying assets dari jenis
bahwa mayoritas posisi excess return pada Desember
reksadana tersebut.
2016 (titik merah) lebih rendah dibandingkan dengan
Bank Indonesia
53
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 2.45. Profil Risiko Produk Reksadana Reksa Dana Saham
Reksa Dana Pendapatan Tetap 10
30
Jun’16 Des’15 Des’16
20
Excess Return
Excess Return
10
Jun’16 Des’15 Des’16
5
0 -10 -20
0 -5 -10
-30 -40 -1,0
-15 -0,5
-0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
-2,5
-1,5
-0,5
Reksa Dana Campuran
1,5
Reksa Dana Pasar Uang
Jun’16 Des’15 Des’16
25 20
2,5
Jun’16 Des’15 Des’16
2,0 1,0
15 10
0,0
5
-1,0
Excess Return
Excess Return
0,5 Beta
Beta
(5) (10) (15)
-2,0 -3,0 -4,0
(20)
-5,0
(25) 3
-2
-1
0
1
2
-0,5
3
-0,3
-0,1
Beta
0,1
0,3
0,5
Beta Sumber: Bloomberg, diolah
Pada semester II 2016, pertumbuhan reksadana open
dibandingkan semester I 2016 dimana reksadana open
end dan close end tumbuh masing-masing sebesar
end tumbuh sebesar 9,26% dan reksadana close end
5,45% dan 20,60%, pertumbuhan tersebut melambat
sebesar 20,96%.
Grafik 2.46. NAB Reksadana Close End dan Open End 260
Rp T
Rp T 100
240 220
80
200
60
180 160
40
140
20
120
Close End (skala kanan)
2016
Sumber: OJK *) NAB Reksadana Close End menggunakan proxy NAB Reksadana Terproteksi
54
Bank Indonesia
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
2015
Agt
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
100
Open End
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
korporasi masing-masing tercatat sebesar Rp413
2.3. Asesmen Kondisi dan Risiko Pasar Keuangan Syariah
triliun dan Rp12,3 triliun. Sementara, NAB reksadana syariah mencapai Rp14,9 triliun. Diantara instrumen
2.3.1. Pasar Modal Syariah
pasar keuangan syariah, sukuk negara mencatat
Sepanjang semester II 2016 kinerja pasar modal
pertumbuhan tertinggi pada semester II 2016 yaitu
syariah membaik, tercermin dari pertumbuhan
sebesar 40,8% seiring dengan semakin meningkatnya
nilai kapitalisasi pasar dari Indeks Saham Syariah
volume transaksi instrumen dan lembaga keuangan
(ISSI), nilai outstanding sukuk negara dan korporasi,
syariah.
serta reksadana syariah. Kinerja positif tersebut merefleksikan
perkembangan
instrumen
serta
Outstanding
sukuk
korporasi
pada
Desember
penetrasi sektor keuangan syariah terhadap sektor
2016 tercatat sebesar Rp11,82 triliun meningkat
keuangan secara nasional.
dibandingkan posisi Juni 2016 sebesar Rp11,11 triliun. Namun demikian, dibandingkan dengan pertumbuhan
Sampai dengan Desember 2016, nilai kapitalisasi
outstanding sukuk korporasi Juni 2016 yang tercatat
saham syariah telah mencapai Rp3.170 triliun.
sebesar 31,58% (YoY), pertumbuhan pada Desember
Sementara itu, outstanding sukuk negara dan sukuk
2016 turun yaitu hanya sebesar 20,62% (YoY).
Grafik 2.47. Akumulasi Dana Pada Pasar Modal Syariah
Rp Triliun 45
3.170
Jun-16 (YoY)
35
2.500
30 25
2.000
20
Des-16 Jun-16
1.500
15
1.000
10 413
5 12 Outstanding Sukuk Korporasi
0 Outstanding Outstanding Kapitalisasi Pasar ISSI Sukuk Korporasi Sukuk Korporasi
NAB Reksadana Syariah
NAB Reksadana Syariah
Sumber: Bloomberg dan Statistik Saham OJK, diolah
Grafik 2.49. Perkembangan Pasar Modal Syariah 4.000
Rp T
Rp T
20
2015 3.000
15
2.000 1.000
2015 Kapitalisasi Pasar Indeks ISSI Outstanding Sukuk Korporasi
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
413 Mei
-
15
15
Jan
Outstanding Sukuk Negara
Feb
Kapitalisasi Pasar ISSI
15
Mar
500 -
Des-16 (YoY)
40
3.000
Jun
Rp Triliun 3.500
Grafik 2.48. Rata-rata Pertumbuhan Pasar Modal Syariah
10 5 -
2016 Outstanding Sukuk Negara NAB Reksadana Syariah
Sumber: loomberg dan Statistik Pasar Modal OJK
Bank Indonesia
55
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Peningkatan kinerja pasar modal syariah yang cukup
Dari sisi emiten, daftar emiten yang sahamnya
tinggi telah meningkatkan pangsa pasar modal syariah
memenuhi kriteria efek syariah serta menjadi
terhadap pasar modal nasional. Kontribusi atau
pembentuk indeks syariah termuat di dalam daftar
pangsa pasar modal syariah dibandingkan dengan
efek syariah, yang diterbitkan secara reguler oleh
total kapitalisasi pasar modal nasional tercermin dari
Otoritas Jasa Keuangan. Sampai dengan Desember
besarnya kapitalisasi pasar saham syariah (55,11%),
2016, jumlah korporasi yang terdaftar dalam daftar
outstanding sukuk negara syariah dibandingkan sukuk
efek syariah telah mencapai 345 perusahaan atau
negara dan obligasi negara (14,84%), outstanding
bertambah 24 perusahaan dari posisi Juni 2016.
sukuk korporasi syariah dibandingkan outstanding sukuk korporasi nasional (3,78%), dan NAB reksadana syariah dibandingkan NAB raksadana nasional sekitar (4,41%).
Grafik 2.51. Perkembangan Jumlah Daftar Efek Syariah 350 300
Grafik 2.50. Pangsa Pasar Modal Syariah Desember 2016
250
2010
50
2011
2012
2013
2014
2015
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
Sem I
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
Sem II
Sem II
Sem I
Sem I
Sem II
200 % 60
2016
40 30
Tabel 2.11. Distribusi Daftar Efek Syariah
20 10
Efek
Indeks ISSI
Sukuk Negara
Sukuk Korporasi
Reksadana Syariah
Periode 2014
2.3.2. Kinerja Saham Syariah
2015
Kinerja pasar saham syariah pada semester II 2016 meningkat terefleksi dari pertumbuhan kapitalisasi pasar Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang
2016
Listing
Publik
Tidak Listing
IPO
Jumlah Efek
Sem I
301
4
12
5
322
Sem II
314
4
13
3
334
Sem I
313
4
13
4
334
Sem II
315
4
12
4
335
Sem I
307
4
10
0
321
Sem II
332
4
9
0
345
Sumber: Daftar Efek Syariah, OJK
mencapai 21,89% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kapitalisasi pasar ISSI posisi bulan
Perusahaan yang mencatatkan diri di bursa dan
Juni 2016 sebesar 5,24% (yoy) dan pertumbuhan
sahamnya memenuhi kriteria syariah cenderung
kapitalisasi pasar IHSG posisi bulan Desember 2016
bertambah setiap tahun. Meskipun pada 2016
yang sebesar 17,96% (yoy).
Kinerja saham-saham
tidak terdapat IPO dari perusahaan yang memenuhi
syariah cukup berkontribusi terhadap kinerja IHSG
kriteria syariah, namun kapitalisasi pasar saham
mengingat saham-saham syariah cukup mendominasi
syariah yang tercermin dalam kapitalisasi pasar ISSI
IHSG terlihat dari besarnya porsi saham-saham syariah
cenderung meningkat mencapai Rp3.170 triliun pada
yang mencapai 55,11% dibandingkan keseluruhan
akhir semester II 2016, lebih tinggi dari semester
saham yang menjadi pembentuk IHSG.
sebelumnya yang sebesar Rp3.030 triliun.
56
Bank Indonesia
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Grafik 2.52. Perbandingan IHSG dan ISSI Rp Triliun 7.000
6.000,00
6.000
5.000,00
5.000
4.000,00
4.000
3.000,00
3.000
2.000,00
2.000
1.000,00
-
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1.000
2015
-
2016
Kapitalisasi Pasar ISSI
Indeks IHSG (skala kanan)
Kapitalisasi Pasar IHSG
Indeks ISSI (skala kanan)
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 2.53. Pertumbuhan Kapitalisasi Pasar (YoY) Rp Triliun 25,00 20,00
25,00
15,00
20,00
10,00
15,00
5,00
10,00
-
5,00
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
Mei
Feb
Jan
Indeks ISSI
Mar
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
(15,00)
Jun
20,00)
Apr
(10,00) Mei
(15,00) Jan
(5,00)
Feb
-
(10,00)
Mar
(5,00)
Jun-15
Des-15
Jun-16
Indeks ISSI
Des-16
Indeks IHSG
Indeks IHSG
Sumber: Bloomberg, diolah
Pergerakan indeks syariah (ISSI) selaras dengan
yang dibentuk dari 30 saham-saham syariah yang
pergerakan IHSG. Pada akhir semester II 2016, ISSI
memiliki likuditas tinggi, menunjukkan volatilittas yang
tercatat sebesar 172,08 , yaitu meningkat 6,14 poin
lebih tinggi dibandingkan ISSI dan IHSG mencapai 21,1
dibandingkan posisi Juni 2016 atau meningkat sebesar
poin pada Desember 2016. JII mengalami peningkatan
27,02 poin dari posisi akhir tahun 2015, dimana
indeks hanya sebesar 90,78 poin dibandingkan posisi
volatilitas ISSI pada akhir tahun 2016 tercatat sebesar
Desember 2016 namun turun 0,22 poin dibandingkan
16,44 poin. Sementara itu, Jakarta Islamic Index (JII),
posisi Juni 2016.
Grafik 2.54. Perkembangan Indeks Saham Syariah
Grafik 2.55. Volatilitas Indeks Saham
2015
40
20 15
Index ISSI (skala kanan)
Index IHSG
Index LQ45
Volatilitas IHSG
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nov
Jul
Agt
Sep
Jun
Apr
2015
2016
Index JII
Mei
5
Mar
10 Jan
-
45
Feb
Des
Okt
Nov
Sep
Agt
Jul
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
0
Feb
1.000 Des
200 Okt
2.000
Nov
400
Sep
3.000
Jul
16,44 14,39
600
25
Agt
30
Jun
21,10
4.000
Apr
35
800
Mei
5.000
Mar
1000
Jan
6.000
Feb
1200
2016 Volatilitas ISSI
Volatilitas JII
Sumber: Bloomberg, diolah
Bank Indonesia
57
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
2.3.3. Reksadana Syariah
Berdasarkan jenisnya, pada akhir semester II 2016
Sepanjang semester II 2016 pertumbuhan nilai aktiva
NAB reksadana saham syariah tetap mendominasi
bersih (NAB) reksadana syariah cenderung meningkat.
jenis reksadana syariah dengan nilai NAB sebesar
Pertumbuhan NAB reksadana syariah cenderung
Rp8,01 triliun atau 53,65% dari total NAB reksadana
lebih tinggi dibandingkan dengan NAB reksadana
syariah, diikuti oleh reksadana syariah terproteksi dan
share
reksadana syariah pendapatan tetap yang masing-
reksadana syariah terhadap total reksadana masih
masing menguasai 14,47% dan 12,46%. Sementara itu,
relatif kecil yaitu tercatat sebesar 4,41% pada akhir
proporsi reksadana indeks terhadap total reksadana
semester II 2016, sedikit meningkat dibandingkan
syariah merupakan yang paling kecil, dengan nilai NAB
market share reksadana syariah pada akhir semester
Rp450 miliar atau 3,01% dari total NAB reksadana
I 2016 dan akhir semester II 2015 yang masing-masing
syariah.
konvensional.
Namun
demikian
market
tercatat sebesar 3,2% dan 4,05%.
Grafik 2.56. Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah
Grafik 2.57. Pertumbuhan NAB Syariah %
60,00
%
5,0
50,00
4,5
40,00
4,0
30,00
3,5
20,00
3,0
10,00 -
2,5
(10,00)
2,0
Sumber: Statistik Pasar Modal OJK diolah
Grafik 2.58. NAB Reksadana Syariah berdasarkan Jenis Reksadana 450,3% 1.160, 12%
RDS Saham RDS Pasar Uang
1.860, 12%
RDS Campuran RDS Pendapatan Tetap 8.010, 54%
1.310, 9% 1.140, 8%
RDS Terproteksi RDS Indeks
Sumber: Statistik Pasar Modal OJK diolah
58
Bank Indonesia
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
2016 Reksadana Konven
Agt
Jun
Apr
Mei
Jan
Feb
Mar
Des
Okt
2015 Reksadana Syariah
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
2016 Share NAB RDS (skala kanan)
Mei
(30,00) 2015 NAB Rd Syariah
Mar
(20,00) Jan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6
Feb
Rp Triliun
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
2.3.4. Sukuk Negara
Jenis sukuk terbesar yang diterbitkan pemerintah pada
Sepanjang
semester II 2016, penerbitan sukuk
semester II 2016 adalah Sukuk Negara Indonesia (SNI)
negara tercatat sebesar Rp56 triliun atau lebih kecil
dengan total sebesar Rp331 triliun. SNI merupakan
dibandingkan penerbitan sukuk negara pada semester
sukuk yang diterbitkan di pasar internasional dalam
I 2016 sebesar Rp934,98 triliun. Nilai penerbitan sukuk
mata uang USD dengan jangka waktu 5-10 tahun dan
negara pada semester II 2016 tersebut juga lebih kecil
underlying asset berupa Barang Milik Negara (BMN).
dibandingkan dengan nilai penerbitan surat hutang negara konvensional (obligasi negara) pada periode
Pada akhir semester II 2016, outstanding sukuk
yang sama yang tercatat sebesar Rp222,97 triliun.
terbesar adalah jenis Project Based Sukuk (PBS) atau sukuk yang diterbitkan dengan jangka waktu underlying
asset
Secara total penerbitan sepanjang 2016, nilai
menengah-panjang
penerbitan sukuk negara tercatat sebesar Rp 991
berupa proyek-proyek yang didanai oleh Anggaran
triliun atau lebih tinggi dari nilai penerbitan obligasi
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Outstanding
negara sebesar Rp878 triliun. Hal ini berbeda dengan
sukuk jenis PBS tercatat mencapai Rp154 triliun, atau
penerbitan pada dua tahun sebelumnya, dimana
tumbuh sebesar
pada tahun 2014 dan 2015 penerbitan obligasi
tinggi tersebut mencerminkan adanya potensi sumber
negara mencapai dua kali lipat dari penerbitan sukuk
pendanaan proyek pemerintah selain berasal dari
negara. Selain itu, sejak tahun 2014, proporsi sukuk
APBN. Berdasarkan jangka waktunya, sejak tahun
negara terhadap obligasi negara terus meningkat.
2015, penerbitan sukuk negara didominasi oleh sukuk
Hingga akhir semester II 2016 pangsa dari sukuk
dengan jangka waktu lebih dari 10 tahun. Outstanding
negara mencapai 14,8% dari total obligasi negara. Hal
sukuk dengan jangka waktu lebih dari 10 tahun pada
tersebut menunjukkan minat masyarakat cukup tinggi
akhir semester II 2016 mencapai Rp163,2 triliun,
terhadap sukuk negara.
lebih tinggi dibandingkan akhir semester I 2016 yang
dengan
86,14% (yoy). Pertumbuhan yang
sebesar Rp155,50 triliun.
Grafik 2.59. Penerbitan Surat Berharga Negara
Grafik 2.60. Penerbitan Sukuk Berdasarkan Jenis
Rp Triliun
5.000
Rp Triliun
6.000
4.000
4.000
3.000
1.000
3.401 1.914
-
1.901 991
2014
Reksadana Konven
878 2016
2015 Sukuk
Reksadana Syariah
2.000
4.550
2.000
SUN
2014
2015
2016
FR
ORI
RI
RIEUR
RIJPY
SBR
SPN
SPNNT
SPNNTD
USDFR
Bank Indonesia
59
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 2.61. Outstanding Sukuk Negara
Rp Milyar 500.000
Grafik 2.62. Pertumbuhan Outstanding SBN
% 17,5
Rp Triliun
70,00
15,0
400.000
%
5,0 4,5
60,00
12,5
50,00
4,0
40,00
3,5
300.000
10,0
200.000
7,5
30,00
5,0
20,00
2,5
10,00
2,5
-
2,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
-
2015
0,0
3,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
100.000
2015
2016
2016
Nilai Outstanding Surat Berharga Syariah Negara
Nilai Outstanding Surat Berharga Syariah Negara Nilai Outstanding Surat Utang Negara
Share Nilai Outstanding Surat Berharga Syariah Negara (skala kanan)
Sumber: DJPPR, Kemenkeu diolah
Grafik 2.63. Komposisi Sukuk Berdasarkan Seri SBSN % 100
Grafik 2.64. Komposisi Sukuk berdasarkan Jangka Waktu % 100
80
80
60
20
0
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16
40
20
2015
2015
2016
IFR
PBS
SPNS
SPNSNT
SDHI SR
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
60
40
SNI ST
2016 <1 Tahun
>10 Tahun
1-5 Tahun
5-10 Tahun
Sumber: DJPPR, Kemenkeu diolah
Sukuk negara kecuali Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI)
Dari total kepemilikan sukuk negara, baik yang dapat
merupakan instrumen yang dapat diperdagangkan
diperdagangkan maupun tidak dapat diperdagangkan,
di pasar sekunder, dimana outstanding SDHI pada
kepemilikan oleh perbankan terus meningkat. Pada
akhir Desember 2016 tercatat sebesar 8,89% dari
akhir semester II 2016, kepemilikan sukuk negara oleh
keseluruhan outstanding sukuk negara. Hingga akhir
perbankan tercatat sebesar 50,28% atau mencapai
semester II 2016, kepemilikan sukuk negara yang
Rp123,54 triliun dimana perbankan konvensional
dapat diperdagangkan di pasar domestik masih
mendominasi kepemilikan yaitu sebesar Rp101 triliun,
didominasi oleh perbankan konvensional dengan
sedangkan sisanya sebesar Rp22 triliun dimiliki oleh
porsi kepemilikan mencapai 41%. Sementara itu,
perbankan syariah. Kepemilikan oleh non bank antara
kepemilikan oleh asuransi dan perbankan syariah
lain perorangan juga meningkat yaitu mencapai 19,06
tercatat masing-masing sebesar 20,3%dan 9,1%.
triliun atau 7,8% dari total sukuk negara.
60
Bank Indonesia
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Grafik 2.65. Kepemilikan SBSN (Tradable)
2015
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
% 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
2016
Bank Konvensional
Bank Syariah
Asuransi
Dana Pensiun
Perorangan
Reksadana
Asing
Lain-lain
Sumber: DJPPR, Kemenkeu diolah
2.3.5. Sukuk Dan Obligasi Korporasi
3,8%. Hingga akhir semester II 2016, kepemilikan sukuk
Pada semester II 2016, jumlah maupun nilai
korporasi terbesar adalah oleh reksadana yaitu sebesar
outstanding sukuk korporasi meningkat, yaitu terdapat
32,21%. Selain itu, di semester II juga mulai tercatat
53 sukuk korporasi dengan total outstanding Rp12,25
adanya adanya kepemilikan sukuk korporasi oleh
triliun atau tumbuh 23,74% (yoy). Namun demikian,
perorangan seiring dengan meningkatnya penawaran
pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan semester
alternatif produk investasi ritel berbasis syariah oleh
I 2016 yang mencapai sebesar 31,58% (yoy). Selain itu,
pemerintah kepada individu Warga Negara Indonesia.
pertumbuhan sukuk korporasi pada semester II 2016
Kepemilikan sukuk korporasi oleh perorangan pada
juga lebih lambat dibandingkan obligasi korporasi yang
akhir semester II 2016 tercatat sebesar Rp 104 miliar
tumbuh sebesar 24,73% mencapai Rp311,67 triliun.
atau sebesar 0,85% dari total sukuk korporasi.
Pangsa pasar sukuk korporasi relatif stabil sebesar
Grafik 2.66. Pertumbuhan Sukuk dan Obligasi Korporasi
Grafik 2.67. Perkembangan Market Share dari Sukuk Korporasi Rp Triliun 13
%
% 5
12
Growth Sukuk Negara
Growth Obligasi Korporasi
Des
Nov
Okt
Sep
7
Jul
-
Agt
8 Jun
10,00 Mei
9
Apr
10
20,00
Mar
30,00
Feb
11
Jan
40,00
6
4 3 2 1 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
50,00
2015
2016
Share Outs. Sukuk Korporasi (skala kanan) Outstanding Sukuk Korporasi Sumber: Statistik Pasar Modal OJK diolah
Bank Indonesia
61
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 2.68. Sukuk Korporasi Berdasarkan Pemilik
Grafik 2.69. Obligasi Korporasi Berdasarkan Pemilik 11.424,75
2.00 367,50 2.776,00
8.051,73
3.763,69
8.816,74
714,60 104,00
65.651,84
79.552,97
3.946,33
305,78 1.972,76 33,0
2.336,81
71.040,46
Securities Company
Financial Institution
Individual
Insurance
Foundation
Mutual Fund
Pension Fund
Others
Corporate
54.396,30
Sumber: Statistik Pasar Modal OJK diolah
2.3.6. Sektor Ekonomi Sosial Pengumpulan dan penyaluran zakat, infak, dan sedekah (ZIS) tahunan mengalami peningkatan. Namun, peningkatan pada sisi pengumpulan lebih tinggi daripada penyalurannya. Hal ini pada akhirnya menyebabkan penurunan efisiensi pengelolaan dana
ZIS oleh organisasi pengelola zakat pada semester II 2016. Peningkatan pengumpulan ZIS tersebut tidak lepas dari semakin meningkatnya governance dan transparansi pengelolaan dan penyaluran dana oleh lembaga-lembaga amil zakat dan lembaga nazhir.
Grafik 2.70. Pengumpulan dan Penyaluran Dana Zakat Rp Miliar 4.500
% 62%
4.000
61%
3.500
60%
3.000 2.500
59%
2.000
58%
1.500
57%
1.000
56%
500
55%
2014
2015 Total Penghimpunan Total Penyaluran ACR (skala kanan) Sumber: Zakat Outlook Baznas 2017
62
Bank Indonesia
2016
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Pertumbuhan pengumpulan ZIS meningkat 11% pada
Pengumpulan dan penyaluran zakat pada semester II
semester II 2016 sementara penyalurannya tumbuh
2016 didominasi oleh provinsi pada wilayah Indonesia
sebesar 9,5%. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen
Barat. Lebih dari 50% penghimpunan berasal dari
masyarakat masih cukup tinggi untuk berzakat dan
provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
berinfak, namun hal tersebut belum diimbangi
Sumatera Barat, dan Riau. Sementara penyaluran
dengan kemampuan organisasi pengelola zakat dalam
dana ZIS terbesar dilakukan oleh provinsi Jawa Barat,
menyalurkan dana ZIS tersebut.
Jawa Timur, Aceh, Riau,dan Sumatera Barat.
Allocation to Collection Ratio (ACR) sebagai ukuran
Kedepan, sektor keuangan sosial memiliki prospek
efisiensi pengelolaan dana ZIS mengalami sedikit
yang positif dengan semakin terkonsolidasinya
penurunan dari tahun sebelumnya, dari 61,6%
lembaga-lembaga yang akan mengelola zakat sesuai
menjadi 60,6%. Namun demikian, rasio ACR tersebut
dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan,
tetap mengindikasikan bahwa pengelolaan dana ZIS
kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas
oleh organisasi pengelola zakat dikategorikan cukup
sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
efisien.
pelayanan dalam pengelolaan zakat sebagaimana di atur dalam Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat .
Grafik 2.71. Proporsi Penghimpunan dan Penyaluran dana ZIS berdasarkan provinsi
%
%
%
44,35%
%
46,38%
10,60% %
8,67%
%
%
%
Sumbar
Aceh
Jabar
Jatim
Jabar
Jatim
Sumbar
Jateng
Riau
Other
Riau
Other
Sumber: Sistem Informasi Mustahik BAZNAS (SIMBA)
Bank Indonesia
63
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Boks 2.1
Pengaturan Surat Berharga Komersial
Kondisi pasar uang yang dalam dan likuid menjadi
dibandingkan dengan pendanaan dari perbankan.
salah satu prasyarat untuk mendukung peningkatan
Biaya pendanaan yang rendah memungkinkan
efektivitas transmisi kebijakan moneter. Salah
biaya produksi korporasi semakin efisien, sehingga
satu strategi dalam upaya pendalaman pasar
harga jual diharapkan akan semakin bersaing. Selain
uang adalah melalui pengembangan instrumen
itu, kehadiran instrumen Surat Berharga Komersial
pasar uang, yang saat ini sangat didominasi oleh
diharapkan akan meningkatkan kompetisi yang
instrumen operasi moneter. Instrumen pasar
sehat antara pendanaan dari perbankan dan
uang yang sekarang sedang diupayakan untuk
pendanaan dari pasar uang, sehingga pada
berkembang adalah instrumen commercial paper
gilirannya diharapkan akan mendorong penurunan
atau yang di Indonesia dikenal dengan nama Surat
biaya pendanaan dari sektor perbankan.
Berharga Komersial. Surat Berharga Komersial merupakan salah satu Surat Berharga Komersial mempunyai fungsi yang
instrumen pasar uang yang dapat didefinisikan
sangat strategis dibandingkan dengan instrumen
sebagai surat sanggup tanpa jaminan (unsecured),
pasar uang lainnya. Saat ini korporasi sangat
diterbitkan oleh korporasi yang memiliki kualitas
tergantung pada pendanaan dari perbankan
kredit yang bagus, dan memiliki jangka waktu
guna memenuhi kebutuhan dana jangka pendek
di bawah 1 tahun (short term). Sebelum krisis
untuk modal kerja atau pendanaan penunjang.
1998, penerbitan Surat Berharga Komersial oleh
Ketergantungan pendanaan korporasi yang sangat
korporasi dengan menggunakan warkat sempat
tinggi kepada perbankan memiliki kelemahan
mengalami masa booming. Namun, pasca krisis
yaitu tingginya biaya dana yang harus ditanggung
1998, tidak ada lagi penerbitan dan perdagangan
korporasi yang pada akhirnya akan diteruskan
Surat Berharga Komersial di pasar domestik,
pada konsumen akhir yang tercermin pada lebih
kecuali penerbitan oleh korporasi yang sempat
tingginya harga jual suatu produk atau jasa. Disisi
muncul kembali pada tahun 2005, motivasi dari
lain, perbankan juga menghadapi keterbatasan
penerbitan tersebut lebih disebabkan perlunya
dalam
alternatif instrumen menyusul gagalnya rencana
menghimpun
dana
karena
semakin
penerbitan obligasi oleh korporasi tersebut karena
tingginya tingkat kompetisi industri.
pasar yang kurang mendukung. Dengan
64
adanya
instrumen
Surat
Berharga
Komersial sebagai alternatif pendanaan jangka
Di Indonesia saat ini, tingkat kepercayaan investor
pendek, korporasi yang memenuhi persyaratan
terhadap
tertentu dapat menghimpun dana jangka pendek
tergolong rendah. Hal tersebut dikarenakan masih
melalui pasar uang dengan biaya yang relatif
ada kekhawatiran investor terhadap potensi
lebih murah dan dengan jumlah yang relatif besar
kembali terulangnya kejadian gagal bayar (default)
Bank Indonesia
Surat
Berharga
Komersial
masih
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Surat Berharga Komersial sebagaimana yang
Komersial. Penerbitan PBI dimaksud bertujuan
terjadi pada saat krisis tahun 1998. Kekhawatiran
untuk menciptakan pasar Surat Berharga Komersial
tersebut turut mempengaruhi keputusan investasi
yang kredibel, efektif, dan efisien sehingga dapat
dari investor sehingga mempengaruhi likuiditas
menjadi salah satu sumber pembiayaan jangka
pasar Surat Berharga Komersial domestik.
pendek bagi korporasi non bank
serta sebgai
alternatif instrumen investasi bagi investor. Pengaturan mengenai Surat Berharga Komersial
Hal tersebut pada gilirannya diharapkan dapat
di Indonesia diatur dalam Surat Keputusan Direksi
mempercepat proses pendalaman pasar keuangan
No. 28/52/KEP/DIR/1995 tentang Persyaratan
dan mendukung transmisi kebijakan moneter.
Penerbitan dan Perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper) Melalui Bank
Sejumlah hal yang akan diatur dalam PBI tersebut
Umum di Indonesia, dimana ketentuan tersebut
adalah terkait dengan: i) kriteria instrumen; ii)
hanya mengatur penerbitan dan perdagangan
kriteria pelaku; iii) perizinan; iv) transaksi dan
Surat Berharga Komersial yang dilakukan melalui
penatausahaan; serta v) aspek lainnya.
bank umum di Indonesia. Karenanya saat ini belum terdapat ketentuan yang mengatur penerbitan
Definisi kriteria instrumen yang akan digunakan
dan perdagangan Surat Berharga Komersial bagi
dalam PBI ini merujuk pada definisi yang diatur di
korporasi dan lembaga keuangan non bank yang
dalam KUHD4, yaitu surat sanggup tanpa jaminan
tidak melalui bank umum. Bagi korporasi sendiri,
(unsecured), diterbitkan oleh korporasi yang
instrumen Surat Berharga Komersial masih jarang
memiliki kualitas kredit yang bagus, dan memiliki
digunakan sebagai alternatif dari pendanaan
jangka waktu di bawah 1 tahun (short term). Dari
jangka pendek perbankan.
sisi penerbit, PBI akan mengatur sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh Penerbit dari Surat
Dengan
perjalanan
Berharga Komersial. Kriteria tersebut diantaranya
perkembangan pasar Surat Berharga Komersial,
adalah: i) badan hukum berbentuk perseroan
diperlukan
pengaturan
terbatas (PT) yang memenuhi persyaratan antara
penerbitan dan perdagangan Surat Berharga
lain terdaftar sebagai emiten pada Bursa Efek
Komersial yang prudent dan kredibel. Dalam hal
Indonesia (BEI); ii) korporasi yang tidak terdaftar
ini, Bank Indonesia berencana untuk menerbitkan
sebagai Emiten atau Perusahaan Publik dengan
Peraturan
mengenai
memenuhi persyaratan telah beroperasi sekurang-
Penerbitan dan Perdagangan Surat Berharga
kurangnya 3 (tiga) tahun; iii) memiliki ekuitas
4
mempertimbangkan penyempurnaan
Bank
Indonesia
(PBI)
Kitab Undang-undang Hukum Dagang
Bank Indonesia
65
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
sekurang-kurangnya Rp 50.000.000.000,00 (lima
harus menyampaikan informasi penerbitan Surat
puluh miliar Rupiah); dan iv) menghasilkan laba
Berharga Komersial kepada pihak yang akan
usaha untuk 1 (satu) tahun terakhir.
membeli melalui memorandum informasi yang diperlukan oleh calon investor dalam membuat
PBI juga akan mengatur bahwa pihak yang menerbitkan
Surat
Berharga
keputusan investasi.
Komersial
wajib memperoleh izin penerbitan dari Bank
Terkait dengan transaksi di pasar sekunder, akan
Indonesia. Perizinan yang diberikan oleh Bank
diatur bahwa transaksi Surat Berharga Komersial
Indonesia adalah izin untuk mendaftarkan dan
oleh Bank dan Perusahaan Efek dapat dilakukan
menatausahakan surat berharga komersial pada
secara langsung maupun melalui perantaraan
lembaga yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
lembaga pendukung transaksi. Sementara itu,
Dalam memberikan izin, Bank Indonesia akan
transaksi Surat Berharga Komersial di pasar
mempertimbangkan
seperti
sekunder oleh Korporasi, orang perseorangan,
pemenuhan kriteria/persyaratan sebagai penerbit
dan bukan penduduk harus dilakukan melalui
Surat Berharga Komersial dan kriteria instrumen
perantaraan lembaga pendukung transaksi.
berbagai
aspek
Surat Berharga Komersial yang akan diterbitkan. PBI juga akan mengatur diantaranya perhitungan Hal lain yang akan diatur oleh PBI adalah kriteria
harga
transaksi
menggunakan
konvensi
instrumen Surat Berharga Komersial. Kriteria
perhitungan hari (day-count convention) yaitu
tersebut antara lain: i) diterbitkan oleh korporasi
Actual/360, penentuan harga dalam perdagangan
non bank dalam bentuk tanpa warkat (scripless);
dapat mengacu pada suku bunga acuan antara lain
ii) bunga dibayarkan secara diskonto; iii) dapat
JIBOR, jangka waktu maksimal setelmen transaksi di
diterbitkan dalam denominasi Rupiah dan Valuta
pasar uang (pasar sekunder) yaitu wajib dilakukan
Asing; iv) memiliki tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan,
maksimal 3 hari kerja setelah transaksi (T+3).
9 bulan, 12 bulan; v) peringkat instrumen minimal investment grade yang diterbitkan oleh lembaga
Selain itu, untuk dapat mewujudkan pasar Surat
Otoritas Jasa
Berharga Komersial yang kredibel, Bank Indonesia
pemeringkat yang diakui oleh
juga akan melakukan pengawasan yang mencakup:
Keuangan.
i) pengawasan terhadap pemenuhan ketentuan Selain itu, PBI juga akan mengatur persyaratan
serta ii) pengawasan terhadap pelaporan atas
keterbukaan
penerbitan dan transaksi di pasar sekunder.
informasi
Penerbitan
Surat
Berharga Komersial. Dalam hal ini penerbit
66
Bank Indonesia
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Berbagai persyaratan yang akan diatur dalam PBI mengenai Penerbitan dan Perdagangan Surat Berharga Komersial relatif lebih ketat dibandingkan dengan pengaturan sebelumnya, seperti diaturnya kriteria penerbit, kriteria instrumen, kriteria lembaga pendukung pasar uang khususnya diaspek penerbitan, keterbukaan informasi, pengaturan transaksi di pasar sekunder, penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, perlindungan investor,
maupun
pelaporan
transaksi
dan
pengawasan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan pasar Surat Berharga Komersial lebih prudent serta dapat memberikan informasi yang lebih memadai dan lebih transparan kepada investor. Kesemuanya itu pada gilirannya akan mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan.
Bank Indonesia
67
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Local Currency Settlement Framework
Boks 2.2
Mata uang yang mendominasi perdagangan
uang lokal untuk setelmen transaksi perdagangan
internasional di dunia saat ini adalah dollar
internasional (Local Currency Settlement – LCS).
Amerika Serikat (USD) dan euro (EUR) didorong
Dengan penggunaan mata uang lokal untuk
oleh likuiditas yang sangat besar, serta daya tahan
setelmen perdagangan internasional diharapkan
kedua mata uang tersebut yang relatif lebih tinggi
dapat mendiversifikasi eksposur mata uang,
dibandingkan
mata uang negara lain (Auboin,
mengurangi biaya transaksi, mengembangkan
2012)5. Penggunaan kedua mata uang tersebut
pasar mata uang regional, serta membuka akses
juga mendominasi dalam perdagangan antara
bagi para pelaku usaha. Terkait upaya untuk
eksportir dan importir di Negara Asia (intra-Asia).
memitigasi risiko kurs, Auboin juga menjelaskan
Dengan skala ekonomi dan volume perdagangan
bahwa dengan penggunaan kerangka LCS manfaat
internasional
termasuk
yang didapatkan antara lain adalah eksportir dan
Indonesia, yang semakin meningkat dari tahun ke
importir bisa menetapkan harga dalam mata uang
tahun, penggunaan USD sudah menjadi hal yang
lokal sehingga relatif kurang terekspos terhadap
wajar. Porsi perdagangan intra-Asia
pergerakan mata uang utama, terutama apabila
negara-negara
Asia,
meningkat
dari 49% di tahun 2000 menjadi 53% di tahun
terjadi gejolak di USD dan EUR.
2010 terhadap total perdagangan dunia. Namun demikian, penggunaan mata uang regional kawasan
Upaya
Asia dalam perdagangan internasional masih
Malaysia, dan Thailand.
relatif rendah. Hal ini juga terjadi di Indonesia,
Diawali dengan diskusi bilateral (bilateral meeting)
dimana tagihan transaksi perdagangan dan
antara BI dengan Bank of Thailand dan BI dengan
keuangan internasional mayoritas menggunakan
Bank Negara Malaysia, terdapat kesamaan pandang
USD. Angka Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia
terhadap dominasi mata uang tertentu dalam
menunjukkan USD mendominasi hingga mencapai
perdagangan ketiga negara. Selain itu terdapat
rata-rata 78% dari seluruh mata uang yang
keinginan yang sama untuk mengurangi dominasi
digunakan
tersebut
dalam
perdagangan
internasional
Indonesia.
Meningkatkan
melalui
Kerjasama
peningkatan
Indonesia,
penggunaan
mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi perdagangan internasional antara ketiga negara.
Memperhatikan kondisi tersebut, dipandang perlu terdapat upaya untuk mengurangi ketergantungan
Dari sisi perdagangan, Malaysia dan Thailand
terhadap penggunaan USD dan meminimalisir
merupakan negara di kawasan ASEAN yang
risiko kurs terkait pergerakan nilai tukar IDR-USD.
termasuk dalam 10 besar mitra dagang utama
Salah satu alternatif adalah penggunaan mata
Indonesia.
Auboin, Marc, “Use of Currencies in International Trade: Any Changes in The Picture?”, WTO, May 2012
5
68
Bank Indonesia
Total
volume
perdagangan
rata-
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
rata mencapai USD20 miliar per tahun untuk
Salah satu upaya untuk meningkatkan penggunaan
perdagangan Indonesia-Malaysia, serta USD15
mata uang lokal dalam transaksi perdagangan
miliar per tahun untuk perdagangan Indonesia-
internasional
Thailand, sebagaimana terlihat dalam tabel 2.2.1.
kerangka Local Currency Settlement (LCS). Terkait
Di lain pihak, penggunaan mata uang lokal baik
hal tersebut, pada 23 Desember 2016, Bank
Rupiah (IDR), Bath (THB), dan Ringgit (MYR)
Indonesia telah menandatangani Memorandum
dalam kegiatan ekspor impor Indonesia terhadap
of Understanding dengan Bank of Thailand serta
Malaysia dan Thailand masih relatif terbatas.
dengan Bank Negara Malaysia, terkait kerjasama
Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya untuk
bilateral dalam kerangka LCS antara Indonesia –
mendorong penggunaan mata uang lokal dalam
Thailand dan Indonesia – Malaysia.
adalah
dengan
menggunakan
perdagangan antara ketiga negara. Tabel Boks 2.2.1 Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Negara Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Negara (Rata-rata 2011 - 2016) Impor No
Negara Asal
Expor
Nilai (USD Bio)
%
No
Negara Asal
Nilai (USD Bio)
%
1
Tiongkok
29,17
17,53%
1
Jepang
23,64
13,78%
2
Singapura
22,38
13,45%
2
Tiongkok
19,28
11,24%
3
Jepang
17,26
10,37%
3
AS
15,84
9,24%
4
Korea Selatan
10,66
6,41%
4
Singapura
13,78
8,03%
5
Malaysia
10,53
6,33%
5
India
12,11
7,06%
6
Thailand
9,81
5,90%
6
Korea Selatan
10,65
6,21%
7
AS
8,49
5,10%
7
Malaysia
9,30
5,42%
8
Australia
5,17
3,10%
8
Taiwan
6,00
3,50%
9
Saudi Arabia
5,09
3,06%
9
Thailand
5,67
3,31%
10
Taiwan
3,85
2,32%
10
Australia
4,30
2,51%
11
Jerman
3,71
2,23%
11
Philipina
4,03
2,35%
12
India
3,67
2,21%
12
Belanda
4,02
2,34%
13
Other
36,60
22,00%
13
Other
42,94
25,03%
166,39
100,00%
Total
171,57
100,00%
Total
Tabel Boks 2.2.2 Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Valuta Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Valuta (Rata-rata 2011 - 2016) Impor
Expor
No.
Valuta
Nilai (USD Bio)
%
No.
Valuta
Nilai (USD Bio)
%
1
USD
129,77
77,99%
1
USD
160,92
93,79%
2
EUR
5,98
3,60%
2
JPY
1,92
1,12%
3
JPY
5,54
3,33%
3
EUR
1,86
1,08%
4
IDR
3,98
2,39%
4
SGD
1,65
0,96%
5
SGD
3,03
1,82%
5
IDR
1,51
0,88%
6
AUD
0,66
0,39%
6
CNY
0,92
0,53%
7
MYR
0,42
0,25%
7
HKD
0,20
0,12%
8
THB
0,33
0,20%
8
AUD
0,17
0,10%
9
GBP
0,30
0,18%
9
MYR
0,13
0,07%
10
CNY
0,29
0,17%
10
GBP
0,09
0,05%
11
CHF
0,22
0,13%
11
THB
0,07
0,04%
12
HKD
0,10
0,06%
12
AED
0,06
0,03%
13
Other
15,79
9,49%
13
Other
2,08
1,21%
Total
166,39
100,00%
Total
171,57
100,00%
Sumber: Statistik Pasar Modal OJK diolah
Bank Indonesia
69
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
(LCS)
Contoh dari penggunaan skema LCS dapat
merupakan kerangka kerjasama internasional
digambarkan sebagaimana Gambar 2.2.1. Dalam
yang memperkenankan bank yang ditunjuk -
hal importir Indonesia melakukan transaksi dengan
Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) di setiap
eksportir asal Malaysia, maka importir Indonesia
negara untuk melakukan aktivitas perbankan
dapat membuka rekening MYR di Indonesia pada
menggunakan mata uang negara counterpart.
bank yang ditunjuk, untuk dapat melakukan
Aktivitas perbankan dan transaksi keuangan yang
pembayaran dalam MYR. Pada skema non LCS,
disepakati antara lain meliputi:
umumnya diperlukan rekening USD, mengingat
(i) Pembukaan rekening di bank ACCD setempat
pembayaran dilakukan dalam USD maka hal ini
Kerangka
Local
Currency
Settlement
dalam mata uang negara counterpart.
akan menambah tekanan pada kurs USD/IDR.
(ii) Transfer dana (overbooking) atas pembelian
Melalui mekanisme LCS, importir Indonesia dapat
barang (impor) dalam mata uang lokal, dimana
melakukan forward beli MYR/jual IDR, dan tidak
eksportir akan menerima pembayaran dalam
lagi harus membeli USD. Ketika kewajiban bayar
mata uang masing-masing Negara asal.
telah jatuh waktu, maka transfer MYR dapat
(iii) Pemberian fasilitas trade financing dalam
dilakukan melalui Bank ACCD dari rekening MYR
mata uang Ringgit (MYR) atau Bath (THB) bagi
di Indonesia ke rekening MYR eksportir Malaysia
importir Indonesia,
pada bank ACCD di negara Malaysia.
(iv) Melakukan transaksi jual beli valas THB/IDR dan MYR/IDR berupa transaksi Spot, Forward
Sebaliknya, dalam hal terdapat eksportir Indonesia
dan Swap.
hendak menggunakan mekanisme LCS, maka
(v) Penerbitan direct quotation THB/IDR dan
importir Malaysia akan membuka rekening rupiah (IDR) di bank ACCD Malaysia, untuk melakukan
MYR/IDR.
pembayaran dalam mata uang IDR. Gambar Boks 2.2.1 Contoh Skema Local Currency Settlement Forward beli MYR/ Jual IDR
2
Bank ACCD Indonesia
Forward beli MYR/ Jual IDR
Perintah Pembayaran dalam MYR
3 bulan kemudian, MYR di transfer ke eksportir
1
3 Indonesia Importers
70
Bank Indonesia
4
Bank ACCD Malaysia
5 Kredit MYR ke Rek MYR Eksporter
Malaysia Exporters
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Untuk dapat menggunakan skema LCS, aktivitas
yang dimiliki oleh Malaysia dan Thailand, para
perbankan dan transaksi keuangan tersebut
eksportir dan importir di kedua negara merasa
harus dilakukan dengan didasari underlying
terbantu dengan adanya kerangka LCS. Hal ini
berupa kegiatan perdagangan barang dan jasa.
karena LCS memberikan pilihan bagi para eksportir
Pada kerangka kerjasama ini, bank yang ditunjuk
dan importir di kedua negara dalam melakukan
yaitu Appointed Cross Currency Dealer (ACCD)
penyelesaian transaksinya.
di Indonesia, Thailand dan Malaysia, dapat Local Currency
menyediakan jasa keuangan berupa fasilitas
Dengan adanya kerjasama
setelmen perdagangan barang dan jasa dengan
Settlement antara Indonesia, Malaysia dan Thailand
menggunakan mata uang lokal, dan beberapa
maka penyelesaian perdagangan internasional
fleksibilitas dalam memfasilitasi perdagangan
antara ketiga negara tersebut dapat menggunakan
barang dan jasa di ketiga negara.
mata uang lokal, dalam hal ini Rupiah, Ringgit dan Baht. Mekanisme ini diharapkan dapat mengurangi
Mekanisme surveillance dan sharing informasi antar
penggunaan USD, yang pada akhirnya dapat
bank sentral akan dilakukan untuk memastikan
berkontribusi terhadap peningkatan kestabilan
kepatuhan bank ACCD terhadap persyaratan yang
nilai tukar rupiah.
ditetapkan bank sentral. Berdasarkan pengalaman Gambar Boks 2.2.2 Alur Pelaksanaan Mekanisme LCS
Bank ACCD Malaysia
MEKANISME UMUM LCS • • • • • •
Bank ACCD Indonesia
Pembukaan rek MYR SNA, THB SNA dan IDR SNA Transaksi Spot, Forward, atau Swap MYR/IDR atau THB/IDR dengan eligible underlying Transfer IDR, MYR atau THB (overbooking), termasuk dalam rangka investasi • Trade financing dalam mata uang IDR, MYR atau THB
Bank ACCD Thailand
Bank Indonesia
71
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Boks 2.3
Perkembangan Pasar Modal Sebagai Alternatif Sumber Pendanaan dan Investasi Selain Perbankan
Keberadaan sektor keuangan yang tumbuh dan
Kondisi sebagaimana tersebut di atas juga terjadi
berkembang dengan baik dan sehat, khususnya
pada sistem keuangan Indonesia. Lazimnya,
perbankan dan pasar modal, akan memberikan
pasar modal di Indonesia lebih berperan sebagai
keunggulan komparatif bagi suatu perekonomian.
alternatif pendanaan para pelaku usaha domestik
Hal ini tidak lepas dari fungsi intermediasi yang
maupun sarana investasi bagi pemodal. Seiring
dilakukan oleh perbankan dan pasar modal.
dengan semakin berkembang dan terbukanya
Fungsi intermediasi dari keduanya berperan dalam
perekonomian Indonesia, terjadi peningkatan
menjembatani antara kebutuhan pendanaan
peran pasar modal sebagai sumber pendanaan dan
untuk kegiatan ekonomi dengan minat investor
pembiayaan bagi pelaku kegiatan usaha. Sejalan
yang mencari instrumen investasi (investment
dengan itu, sejumlah kebijakan dan peraturan
outlets) guna mendapatkan optimal return dengan
telah dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang
risiko yang terukur. Peran strategis tersebut tidak
untuk mendorong perkembangan pasar modal
hanya menjadikan perbankan dan pasar modal
baik
sebagai produk dari suatu perekonomian namun
maupun efisiensi dalam mekanisme pendanaan/
juga keduanya sebagai pendorong pertumbuhan
pembiayaan.
ekonomi suatu negara.
otoritas juga memperketat aspek pengawasan
dari
aspek
infrastruktur,
Melengkapi
upaya
kemudahan, tersebut,
untuk memastikan bahwa perkembangan pasar Selain peran strategis secara individual, peran
modal berjalan pada koridor yang sesuai dengan
intermediasi keuangan yang dilakukan oleh
perkembangan ekonomi, tumbuh secara sehat,
perbankan dan pasar modal juga bersifat saling
dengan tetap meletakkan perlindungan terhadap
melengkapi (complementary) satu sama lain
investor sebagai prioritas utama. Upaya-upaya
terutama dalam hal penyediaan pembiayaan
tersebut menunjukkan hasil sebagaimana terlihat
untuk perekonomian. Fleksibilitas yang dimiliki
dari perkembangan pasar modal yang positif
oleh pasar modal menjadi penyeimbang ketika
selama beberapa periode terakhir.
industri perbankan menghadapi kendala dalam pelaku
Selama tiga tahun terakhir, pembiayaan melalui
ekonomi. Demikian sebaliknya, ketika pasar modal
pasar modal menunjukkan tren yang positif
dihadapkan pada memburuknya persepsi risiko
terlihat dari peningkatan Right Issue (RI), Initial
para investor, maka perbankan dapat berperan
Public Offering (IPO), penerbitan obligasi korporasi,
sebagai alternatif penyedia kredit bagi korporasi
Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable
ataupun rumah tangga.
Certificate Deposit (NCD). Selama tahun 2016
menyediakan
pembiayaan
kepada
tercatat total penerbitan instrumen-instrumen
72
Bank Indonesia
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
dimaksud sebesar Rp230,8 triliun yang dilakukan
Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa
oleh bank, Institusi Keuangan Non Bank (IKNB)
minat investor domestik untuk mendiversifikasi
maupun korporasi non keuangan.
portofolio investasinya ke pasar saham domestik semakin meningkat. Meski demikian, jika dilihat
Pasar Saham
dari rasio jumlah investor yang terdaftar di pasar domestik
modal terhadap jumlah tenaga kerja yang hanya
selama selama tiga tahun terakhir sejak tahun
sebesar 0,38% pada tahun 2016 menunjukkan
2014
peningkatan.
bahwa jumlah investor domestik di Indonesia
Selama tahun 2016 kepemilikan saham investor
masih relatif rendah dibandingkan dengan dua
domestik mencapai 45,51%, meningkat pesat jika
negara ASEAN lainnya yaitu Thailand dan Filipina
dibandingkan pangsa kepemilikan pada tahun 2014
yang mencapai 3,18% dan 1,69%, sebagaimana
dan tahun 2015 masing-masing sebesar 35,7% dan
tergambar pada Grafik 2.3.5. Hal ini sekaligus
36,21%.
menunjukkan
Kepemilikan
saham
oleh
cenderung
investor
mengalami
bahwa
potensi
peningkatan
kepemilikan saham oleh investor domestik masih cukup tinggi. Grafik Boks 2.3.1 Perkembangan Penerbitan Instrumen Pasar Modal 60
Rp T 2014
50
2015
2016
Bank IKNB Korporasi
40 30 20 10
NCD
IPO
RI
Obligasi MTN
NCD
IPO
Grafik Boks 2.3.2 Perkembangan Kepemilikan Saham oleh Investor Domestik ribu akun 500
0,32
250
0,30
3000
200
0,28
2000
150
0,25
1000
100
0,24
50
0,22
0
0,20
2012
2013
2014
0,38
Agt
Nov
Feb
0,36
Mei
0
Agt
0,34
300
Nov
350
Feb
Nov
Jul
2016
Sep
Mei
Jan
Mar
Nov
Jul
2015
Sep
Mei
Jan
Mar
Nov
Jul
Sep
Jan
Mar
Mei
2014
5000
Mei
37,5%
30 25
400
4000
36,2%
35
450
6000
Agt
40
% 0,40
Jml Investor Jml Investor/Tenaga Kerja skala kanan
Agt
45,5%
Feb
45
NCD
7000
Mei
IHSG (skala kanan) Porsi Domestik
Obligasi MTN
Grafik Boks 2.3.3 Rasio jumlah Investor terhadap Tenaga Kerja Indonesia
% 50
RI
Nov
Obligasi MTN
Feb
RI
Mei
IPO
Nov
0
2015
Bank Indonesia
73
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik Boks 2.3.4 Perbandingan Perkembangan Jumlah akun investor Pasar Saham
Grafik Boks 2.3.5 Perbandingan Persentase Jumlah Akun Investor Pasar Saham terhadap Tenaga Kerja
ribu akun
1400
%
3,5
2014
1200
3,0
1000
2,5
800
2,0
600
1,5
400
1,0
200
0,5
0
Thailand
Filipina
2013
0
Indonesia
2014
2014
Thailand
2015
Filipina
2013
2014
Cenderung meningkatnya minat investor domestik
yang cukup baik. Di akhir tahun 2016, pasar
serta potensi peningkatan yang masih cukup tinggi
saham Indonesia mencatatkan kinerja positif jika
juga tidak lepas dari strategi investor domestik
dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya,
untuk mendapatkan return yang optimal dari
serta mencatat pertumbuhan yang relatif lebih
portofolio investasinya. Hal ini ditunjang salah
baik dibandingkan sejumlah negara lain di kawasan
satunya oleh kinerja pasar saham Indonesia
ataupun global.
Grafik Boks 2.3.6 Kinerja Pasar Saham Indonesia dan 12 Negara lain pada Akhir Tahun 2016 Indonesia
22,3
(12,1)
15,3 (4,8)
Korsel Thailand
2,4 3,3 15,3
(14,0)
19,8 0,2
Malaysia
6,2
(14,3)
(0,1)
Jepang
Filipina India
Dec-14 Dec-15 Dec-16
9,1
1,3 0,4
(7,2)
22,2
(3,9) (1,6) (5,0)
29,9 1,9
(2,2)
Inggris
(2,7) (4,9) (0,8)
7,5 13,4 14,4 0,7 7,0
Sumber: Bloomberg
Bank Indonesia
35,6
15,0
(19,6)
AS
Australia
7,1 0,4
Hong Kong China
12,7
(10,2)
Singapore
74
Indonesia
2015
Asesmen Kondisi dan Risiko di Pasar Keuangan
Pasar Surat Utang
oleh asing masih cukup besar yaitu mencapai 37%,
Selama 2016, volume transaksi perdagangan
hal ini salah satunya dipengaruhi oleh imbal hasil
surat utang meningkat yang dipengaruhi oleh
SBN yang relatif lebih tinggi dibandingkan negara-
peningkatan kepemilikan SBN oleh IKNB yang
negara lainnya.
cukup signifikan yaitu sebesar Rp127 triliun, dari Rp284 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp411
Sejalan dengan meningkatnya penerbitan SBN,
triliun di akhir tahun 2016. Hal tersebut seiring
penerbitan obligasi korporasi juga menunjukkan
dengan pemenuhan terhadap ketentuan OJK
perkembangan yang menggembirakan. Selama
yang mewajibkan investasi SBN oleh Lembaga
tahun
6
Jasa Keuangan Non Bank . Dari semua IKNB, dana
mencapai sebesar Rp114,9 triliun didominasi
pensiun dan asuransi mencatatkan peningkatan
penerbitan oleh IKNB khususnya Perusahaan
porsi kepemilikan SBN terbesar. Selain untuk
Pembiayaan
memenuhi
peningkatan
selama tahun 2016 meningkat sebesar 82% bila
kepemilikan SBN oleh dana pensiun dan asuransi
dibandingkan penerbitan pada tahun 2015, dari
juga sebagai bagian dari strategi hedging dan
jumlah tersebut 46% merupakan penerbitan
pengelolaan likuiditas mengingat SBN umumnya
obligasi
memiliki jangka waktu panjang sesuai dengan
obligasi oleh PP dipengaruhi oleh upaya PP untuk
maturity profile kewajiban dana pensiun dan
mendiversifikasi sumber pendanaannya selain
asuransi. Meski total kepemilikan investor domestik
yang berasal dari utang bank dan utang luar negeri,
cenderung meningkat, pangsa kepemilikan SBN
serta untuk pengelolaan biaya modal.
ketentuan
POJK,
2016,
1.800 1.600 1.400
Penerbitan
korporasi
obligasi
Meningkatnya
IKNB
penerbitan
Rp T
Asing, 665,86
600 500 IKNB, 410,73 Bank, 396,97
400
1.200 1.000
300
800 600
200
400
100
200
-
-
Dec-12
6
PP.
obligasi
Grafik Boks 2.3.8 Kepemilikan SBN 700
11-30 6-10 0-5
(PP).
oleh
Grafik Boks 2.3.7 Jangka Waktu SBN yang Diterbitkan
2.000
penerbitan
Dec-13
Dec-14
Dec-15
Bank Indonesia, 137,02 Lainnya, 104,91 Indovidu, 57,79
2014
2015
2016
Dec-16
POJK No.1/POJK.05/2016 tgl 11 Januari 2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank
Bank Indonesia
75
Permainan balap karung dilakukan dengan cara berjalan, melompat dan berlari dengan sebagian badan berada dalam karung demi menjadi yang tercepat dalam mencapai garis akhir yang telah ditentukan. Diperlukan kerja keras, stamina dan strategi yang baik untuk menjadi pemenang. Kerja keras, stamina dan strategi dalam balap karung tersebut mengibaratkan kinerja korporasi non keuangan di Indonesia yang mulai membaik dan tumbuh sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi.
03 Pada semester II 2016, kinerja sektor rumah tangga relatif stabil dengan risiko yang masih terjaga seiring dengan membaiknya perekonomian. Kenaikan pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016 menyebabkan sektor rumah tangga relatif resilience serta mendorong optimisme rumah tangga terhadap kondisi perekonomian ke depan. Hal ini antara lain tercermin dari membaiknya Indeks Penjualan Riil (IPR) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Kondisi sektor rumah tangga yang diperkirakan akan membaik tersebut diharapkan dapat mendorong penghimpunan DPK dan penyaluran kredit perbankan, sekaligus terjaganya kualitas kredit ke sektor rumah tangga. Sebagaimana sektor rumah tangga, kinerja sektor korporasi dipengaruhi oleh perkembangan di eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, faktor yang mempengaruhi antara lain belum kuatnya pemulihan ekonomi global, walaupun harga beberapa komoditas mulai meningkat namun pertumbuhan ekspor masih relatif terbatas. Sementara itu, dari sisi internal, dipengaruhi oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional yang ditopang oleh relatif kuatnya konsumsi rumah tangga. Secara umum, kinerja korporasi non keuangan mulai membaik tercermin dari indikator profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, dan debt to equity ratio (DER) yang menunjukkan perbaikan, walaupun indikator produktivitas mengalami penurunan. Namun demikian membaiknya kinerja tersebut belum mampu mendorong pertumbuhan kredit perbankan karena korporasi masih cenderung menahan ekspansi usahanya. Hal ini antara lain tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang mengindikasikan kegiatan usaha pada akhir semester II 2016 tumbuh melambat dibandingkan dengan akhir semester I 2016, namun prospek kegiatan dunia usaha pada triwulan I 2017 diperkirakan akan meningkat.
Rumah Tangga dan Korporasi
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Kinerja Rumah Tangga dan Korporasi mulai menunjukkan Perbaikan
Perbaikan peretumbuhan ekonomi pada 2016 memberikan dampak positif terhadap perilaku rumah tangga
Konsumsi RT Kuat Porsi Konsumsi RT menjadi
Rp Rp
Kemampuan Menabung Naik
Rp
Kelompok RT yang Menabung menjadi
70,44%
78,92 %
Pertumbuhan DPK Individual menjadi
Pertumbuhan Kredit Perorangan menjadi
8,92% (yoy)
8,32% (yoy)
NPL Perorangan menjadi
1,59%
Kinerja Korporasi Non Keuangan Melambat Dengan Risiko Yang Masih Terjaga
Profitabilitas Rp
ROA menjadi
4,85%
Likuiditas dan Solvabilitas
Rp Rp
Rp
ROE menjadi
10,08%
Current Ratio menjadi
Kemampuan Membayar Utang Rp
DSR menjadi
74,23%
1,47%
DER menjadi
TA/TL menjadi
1,00%
2,00%
Pertumbuhan DPK menjadi
16,60% (yoy)
80
Bank Indonesia
Rp
Pertumbuhan Kredit menjadi
9,43%
Rp
NPL Gross menjadi
3,62%
Rumah Tangga dan Korporasi
Peningkatan optimisme rumah tangga terhadap
3.1. Asesmen Kondisi dan Risiko Sektor Rumah Tangga
kondisi perekonomian antara lain tercermin dari membaiknya Indeks Penjualan Riil (IPR) dan Indeks
3.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Keyakinan Konsumen (IKK). Hasil Survei Penjualan
Sumber kerentanan sektor rumah tangga antara
IPR sebesar 218,0, sedangkan akhir semester II
lain dapat berasal dari perkembangan kondisi
2016 sedikit meningkat menjadi 218,71. Namun jika
perekonomian nasional. Ekonomi Indonesia pada 2016
dilihat dari pertumbuhannya, terdapat perlambatan
mengalami peningkatan dibandingkan 2015 yakni dari
dibandingkan semester I 2016 yaitu dari 16,3% menjadi
4,88% menjadi 5,02% yang menyebabkan sektor rumah
10,5% (yoy) pada semester II 2016 (Grafik 3.2.).
Eceran (SPE) pada akhir semester I 2016 menunjukkan
tangga relatif tahan (resilience). Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga, perbaikan kinerja investasi, dan peningkatan
Grafik 3.2. Pertumbuhan Penjualan Riil (%) 40
ekspor. Pada triwulan IV 2016, konsumsi rumah tangga
30
tumbuh sedikit lebih tinggi (4,99%) dari pertumbuhan
20
ekonomi (4,94%). Penguatan konsumsi rumah tangga
10
tersebut
antara
lain
disebabkan
meningkatnya
0
dan pendidikan, serta makanan dan minuman. Seiring
-20
sedikit peningkatan yakni dari 54,77% (triwulan IV 2015) menjadi 54,80% (triwulan IV 2016) (Grafik 3.1.).
11,4 12,9
10,5
9,9
8,1
7,5
9,5
1,9
0,2
-0,7
-2,1
-1,2
-2,6
-10
konsumsi rumah tangga terhadap PDB menunjukkan
9,7
10,9 3,8
pengeluaran transportasi dan komunikasi, kesehatan dengan kenaikan tersebut, proporsi pengeluaran
11,4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112*1** 2014
Bulan Puasa
2015
2016
Pertumbuhan (%, rotm)
Keterangan : *) Angka Sementara
2017
Pertumbuhan (%, yoy)
**) Angka Sementara
Sumber : Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia. Desember 2016
Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)2, Grafik 3.1. Kontribusi Konsumsi RT Terhadap PDB
menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi 6,0%
perekonomian saat ini, juga mengalami peningkatan
5,6%
menjadi sebesar 115,4 dibandingkan akhir semester I
5,2%
2016 (113,7). Kenaikan IKK didorong oleh peningkatan
4,94%4,8%
dua komponen pembentuknya yaitu Indeks Kondisi
4,4%
Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).
(yoy)
105% 90% 75% 60%
4,99%
45% 30% 15% 0%
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
4,0%
2016
Proporsi Konsumsi RT thd PDB
Pertumbuhan Konsumsi RT (skala kanan)
Proporsi Konsumsi Non RT thd PDB
Pertumbuhan PDB (skala kanan)
IKE, menggambarkan persepsi konsumen mengenai kondisi ekonomi saat ini, menunjukkan peningkatan
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016
Indeks Riil Penjualan Eceran merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan dan memperoleh gambaran mengenai kecenderungan perkembangan penjualan eceran serta konsumsi masyarakat umumnya. Hasil survei dapat dilihat di website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id/). 2 Indeks Keyakinan Konsumen merupakan rata-rata sederhana dari indeks Kondisi Ekonomi Saat ini dan Indeks Ekspektasi Konsumen. Hasil survei dapat dilihat di website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id/). 1
Bank Indonesia
81
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
dari 99,9 pada akhir semester I 2016 menjadi 102,9
IEK, menggambarkan ekspektasi konsumen terhadap
pada akhir semester II 2016 (Grafik 3.3.). Peningkatan
kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, mengalami
tersebut didorong oleh kenaikan di seluruh komponen
peningkatan.
pembentuknya yaitu optimisme terhadap ketersediaan
meningkatnya ekspektasi ketersediaan lapangan kerja
lapangan kerja, penghasilan saat ini, dan ketepatan
6 bulan mendatang dan ekspektasi kegiatan usaha.
Kenaikan
IEK
disebabkan
oleh
waktu pembelian barang tahan lama. Demikian juga Grafik 3.3. Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini, Indeks Ekspektasi Konsumen (Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota) 140,0 130,0 115,9 Optimis
120,0 110,0
Pesimis
100,0 90,0
103,5 Penurunan Harga BBM gas dan tarif listrik
Kenaikan Harga BBM
80,0 70,0
Penurunan Harga BBM 10
116,0
112,5 106,7
11 12
1
2
3
4
5
6
Penurunan Harga BBM 7
8
9
10 11
12
1
2
3
4
5
6
2015 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
115,4
7
8
9
10 11
12
2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
IKK Triwulanan
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Sumber : Survei Konsumen (18 Kota), Bank Indonesia. Desember 2016
Pada 3 bulan ke depan, rumah tangga memperkirakan
Kondisi sektor rumah tangga juga dapat dicermati dari
adanya perlambatan tekanan harga yang disebabkan
Survei Neraca Rumah Tangga (SNRT). Berdasarkan
melemahnya tekanan harga pada kelompok sandang
hasil SNRT 2016, secara umum, komponen neraca
dan kelompok bahan makanan (Grafik 3.4). Sedangkan
responden rumah tangga (yang dikelompokkan
tekanan harga 6 bulan yang akan datang diperkirakan
berdasarkan pendapatan rendah, menengah dan
meningkat seiring dengan kenaikan permintaan
tinggi) mengalami peningkatan dibandingkan 2015
menjelang Hari Raya Idul Fitri pada akhir Juni 2017
yaitu aset tumbuh 1,7%, utang 33,6% dan networth
(Grafik 3.5.).
1,0%. Walaupun jika dilihat per kelompok, maka Grafik 3.4. Indeks Ekspektasi Harga pada 3 Bulan Mendatang
(Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota)
%
200
8,0
190
6,0 4,0
180 165,6 164,9
170 160
2,0
162,8
150 140
-2,0
11 12
1
2
2013
3
4
5
6
7
8
9
2014
10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 1
2
3
4
2015
Inflasi Triwulanan - BPS (skala kanan)
Bulan terjadinya Hari Raya Idul Fitri
Bank Indonesia
5
6
7
8
9
10 11 12
2016
Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan yad (skala kiri)
Sumber : Survei Konsumen (18 Kota), Bank Indonesia. Desember 2016
82
0,0
1
2 2017
3
-4,0
Rumah Tangga dan Korporasi
Grafik 3.5. Indeks Ekspektasi Harga pada 6 Bulan Mendatang (Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota)
(%)
200 190
8,0
6,0
180 171,6
4,0
163,5
2,0
170 160
158,3 150
11 12
1
2
3
4
5 6
7
8
9 10
11 12 1
Inflasi Semesteran - BPS (skala kanan)
2
3
4
5 6
7
8
9 10
11 12 1
Bulan terjadinya Hari Raya Idul Fitri
2
3
4
5 6
7
8
9 10
11 12
1
2
3
4
5
6
0,0
Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan yad (skala kiri)
Sumber : Survei Konsumen (18 Kota), Bank Indonesia. Desember 2016
kelompok responden rumah tangga pendapatan
Sementara itu, alokasi pengeluaran rumah tangga
rendah mengalami penurunan pada aset dan
untuk pembayaran cicilan pinjaman juga meningkat
networth. Penjelasan rinci mengenai hasil SNRT 2016
menjadi 12,33%, sedangkan alokasi pengeluaran untuk
terdapat pada Boks 3.1.
tabungan relatif tetap yakni sebesar 17,23% pada 2016 (Grafik 3.6). Kenaikan alokasi cicilan pinjaman
3.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
tersebut antara lain disebabkan pembayaran cicilan
Perbaikan pertumbuhan ekonomi domestik pada 2016
hutang rumah tangga yang cenderung meningkat
memberikan dampak positif terhadap perilaku rumah
pada akhir tahun.
tangga yang dapat diindikasikan dari hasil survei konsumen Desember 2016. Alokasi pengeluaran
Kenaikan alokasi pengeluaran rumah tangga untuk
rumah tangga untuk konsumsi mengalami peningkatan
cicilan pinjaman terjadi karena adanya peningkatan
dibandingkan 2015 yaitu dari 69,46% menjadi sebesar
jumlah rumah tangga yang memiliki DSR>30% yakni
70,44%, namun jika dibandingkan dengan semester
semula 7,32% dari total responden (semester I 2016)
I 2016 terdapat sedikit penurunan (Grafik 3.6.).
menjadi 8,97% (semester II 2016). Peningkatan
Grafik 3.6. Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Desember 2015
Juni 2016
17,36%
Desember 2016
17,76%
13,18%
17,23%
11,61%
12,33%
70,63%
69,46%
Konsumsi
Cicilan Pinjaman
70,44%
Tabungan
Sumber: Survei Konsumen (30 Kota), Bank Indonesia. Desember 2016. Diolah
Bank Indonesia
83
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
terutama terjadi pada kelompok rumah tangga
mengalami penurunan menjadi 13,29% dibandingkan
dengan pendapatan menengah ke atas. Sementara
dengan semester sebelumnya sebesar 20,34%.
itu kelompok rumah tangga berpendapatan rendah
Namun demikian rumah tangga masih berusaha untuk
cenderung mengurangi hutangnya (Tabel 3.1).
menabung tercermin dari peningkatan jumlah rumah tangga yang mengalokasikan 0-10% dan 10%-20% dari
Di sisi lain, peningkatan alokasi cicilan pinjaman
pendapatannya untuk menabung yaitu masing-masing
menyebabkan jumlah rumah tangga yang dapat
dari 22,80% dan 15,96% menjadi 27,41% dan 24,34%
menabung lebih dari 30% dari pendapatannya
(Tabel 3.2).
Tabel 3.1. Komposisi DSR Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan Semester I 2016 Pendapatan
Semester II 2016 DSR
Total
0-10%
10%-20%
20%-30%
Pendapatan
>30%
DSR
Total
0-10%
10%-20%
>30%
Rp 1,34 - 2,69 juta
25,54%
17,52%
3,52%
2,60%
1,90%
Rp 1,40 - 2,79 juta
8,78%
4,51%
1,71%
1,33%
1,23%
Rp 2,93 - 4,19 juta
34,51%
21,84%
6,10%
4,41%
2,16%
Rp 2,88 - 4,11 juta
25,45%
16,25%
4,27%
2,89%
2,04%
Rp 4,55- 5,87 juta
21,69%
12,56%
4,38%
3,44%
1,30%
Rp 4,50- 5,80 juta
34,14%
21,57%
6,02%
3,90%
2,64%
Rp 6,05 - 7,70 juta
9,41%
5,45%
1,89%
1,34%
0,72%
Rp 6,20 - 7,61 juta
21,57%
12,11%
4,51%
2,95%
2,01%
> Rp 7,70 juta Total
8,86%
4,55%
1,56%
1,53%
1,24%
> Rp 7,61 juta
100,00%
61,91%
17,44%
13,32%
7,32%
Total
10,06%
5,34%
2,11%
1,56%
1,05%
100,00%
59,78%
18,63%
12,62%
8,97%
Tabel 3.2. Komposisi Tabungan Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan Semester I 2016 Pendapatan Rp 1,34- 2,69 juta
Total 25,54%
Tabungan 0-10% 5,10%
10%-20%
20%-30%
3,34%
3,26%
>30%
Tidak bisa menabung
7,76%
5,96%
Rp 2,93 - 4,19 juta
34,51%
7,63%
5,56%
4,55%
7,13%
9,65%
Rp 4,55- 5,87 juta
21,69%
5,84%
3,71%
3,38%
3,19%
5,56%
Rp 6,05 - 7,70 juta
9,41%
2,25%
1,66%
1,57%
1,36%
2,57%
> Rp 7,70 juta
8,86%
1,98%
1,59%
1,31%
0,91%
3,08%
100,00%
22,80%
15,96%
14,07%
20,34%
26,82%
Total
Semester II 2016 Pendapatan Rp 1,40 - 2,79 juta
Total 8,78%
Tabungan 0-10% 3,01%
10%-20% 1,84%
20%-30% 1,17%
>30%
Tidak bisa menabung
1,50%
1,27%
Rp 2,88 - 4,11 juta
25,45%
6,36%
5,71%
3,49%
3,47%
6,42%
Rp 4,50- 5,80 juta
34,14%
9,55%
8,41%
4,43%
3,78%
7,96%
Rp 6,20 - 7,61 juta
21,57%
5,63%
5,74%
3,13%
2,98%
4,09%
> Rp 7,61 juta
10,06%
2,85%
2,64%
1,67%
1,56%
1,34%
100,00%
27,41%
24,34%
13,89%
13,29%
21,08%
Total
Sumber: Survei Konsumen (30 Kota), Bank Indonesia. Desember 2015 dan Desember 2016. Diolah
84
20%-30%
Bank Indonesia
Rumah Tangga dan Korporasi
3.1.3. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga3 di Perbankan
dari pertumbuhan total DPK perbankan (9,60%) dan
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) rumah tangga
juga pertumbuhan DPK bukan rumah tangga (10,47%)
pada akhir 2016 mengalami kenaikan. Pada akhir
(Grafik 3.7). Walaupun mengalami perlambatan,
semester II 2016, DPK rumah tangga tumbuh 8,92%
porsi DPK rumah tangga masih mendominasi DPK
(yoy) atau meningkat dibandingkan semester II
perbankan dan terdapat peningkatan pada semester II
2015 (6,35%) maupun semester I 2016 (7,18%).
2016 dibandingkan semester I 2016 yaitu dari 54,65%
Pertumbuhan DPK rumah tangga tersebut lebih rendah
menjadi sebesar 55,81%.
Grafik 3.7. Komposisi dan Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
Pangsa (%)
(yoy) %
20
100% 90% 80% 70%
45,47
43,36
46,00
43,84
45,35
44,19
13,63
60% 10
50%
13,97 12,65 11,56
13,06 12,29 11,31
14,51
15
12,61
8,45 7,26 6,35
40% 30%
54,53
56,64
54,00
56,16
54,65
55,81
5
20%
10,47 9,60 8,92
7,18 5,90 4,40
10% 0% Sem-I 2014 Sem-II 2014 Sem-I 2015 Sem-II 2015 Sem-I 2016 RT
-
Sem-II 2016
Sem I
Sem II
Sem I
Sem II
Sem I
2015
2014
Non RT RT
Non-RT
Sem II 2016
Total
Pangsa (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30%
6,21 41,24
44,86
52,55
51,23
20% 10% 0%
42,57
51,48
Non-RT
Sem-I 2014 Tabungan
RT
5,32
6,54
42,10
44,76
45,82
41,94
43,64
41,77
45,28
40,29
44,35
53,15
48,97
50,28
52,27
51,17
52,92
50,09
53,17
50,21
RT
Non-RT
RT
Non-RT
4,74
3,91 RT
5,78
6,27
5,94
Non-RT
Sem-II 2014 Deposito
5,19
3,90 RT
Non-RT
Sem-I 2015
RT
Non-RT
Sem-II 2015
4,63
Sem-I 2016
5,45
Sem-II 2016
Giro
Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia. Desember 2016. Diolah Keterangan : DPK RT diproksikan dari DPK perseorangan
3
Dana Pihak Ketiga rumah tangga dihitung dengan menggunakan proksi Dana Pihak Ketiga milik perseorangan
Bank Indonesia
85
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Berdasarkan komponennya, peningkatan DPK rumah
dari sebelumnya sebesar 15,82% (yoy). Namun
tangga terutama dipengaruhi oleh kenaikan giro dan
demikian, porsi tabungan terhadap total DPK rumah
deposito, yaitu dari semula giro turun -9,07% dan
tangga tetap yang tertinggi bahkan meningkat yakni
deposito relatif stagnan menjadi tumbuh 23,10% dan
dari 52,92% menjadi 53,17% pada semester II 2016
4,63% (yoy) pada semester II 2016. Sementara itu,
(Grafik 3.8.).
tabungan mengalami perlambatan menjadi 10,79% Grafik 3.8. Komposisi dan Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga
100 90 80 70
Pangsa (%)
yoy (%)
6,79
6,43
6,21
5,49
6,27
5,78
5,32
6,54
30
38,46
38,62
41,24
42,57
44,76
41,94
41,77
40,30
20
25
60 50 40 30 20 10 0
23,10
15
54,75
54,95
52,55
51,48
48,97
52,27
52,92
53,17
10
10,79 8,92
5
4,63
0 Sem I
Sem II
Sem I
2013
Sem II 2014
Tabungan
Sem I
Sem II
Sem I
2015
Deposito
-5
Sem II
-10
2016
Sem-I 13 Sem-II 13 Sem-I 14 Sem-II 14 Sem-I 15 Sem-II 15 Sem-I 16 Sem-II 16
Giro
Tabungan
Deposito
Giro
Total
Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia. Desember 2016. Diolah
3.1.4. Kredit Perbankan pada Sektor Rumah Tangga4
dari kredit ke sektor rumah tangga pada semester II
Pertumbuhan kredit perbankan kepada sektor rumah
2016 tumbuh lebih tinggi yakni menjadi 8,32% (yoy)
tangga sudah mulai menunjukkan kenaikan setelah
dibandingkan semester I 2016 (7,92%). Kredit ke sektor
sempat mengalami perlambatan. Hal ini tercermin
rumah tangga tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan
Grafik 3.9 Komposisi Kredit Perbankan 14%
100%
80%
55,02%
55,06%
56,00%
55,12%
55,51%
55,82% 8,32
60%
40%
44,98%
44,94%
44,00%
44,88%
44,49%
44,18%
6% 4% 2% 0%
0% Sem I Perseorangan
2014
Sem II Bukan Perseorangan
Sem I
2015
Sem II
Sem I
Pertumbuhan Kredit Sektor RT
Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia. Desember 2016. Diolah
Yang dimaksud kredit sektor rumah tangga pada sub bab ini adalah kredit perseorangan baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif
86
10% 8%
20%
4
12%
Bank Indonesia
2016
Sem II
Rumah Tangga dan Korporasi
total kredit industri perbankan (7,86%). Pangsa kredit
44,49% (Grafik 3.9). Sebagian besar kredit ke sektor
sektor rumah tangga terhadap total kredit perbankan
rumah tangga digunakan untuk konsumsi (61,55%),
pada semester II 2016 tercatat sebesar 44,18%, sedikit
diikuti modal kerja (27,22%) dan investasi (11,23%)
menurun dibandingkan semester sebelumnya yaitu
(Tabel 3.3.).
Tabel 3.3 Kredit Sektor Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Penggunaannya Des-15 Jenis Penggunaan
Kredit (Rp. T)
Jun-16
Pangsa (%)
NPL (%)
Kredit (Rp. T)
Des-16
Pangsa (%)
NPL (%)
Kredit (Rp. T)
Pangsa (%)
NPL (%)
1. Modal Kerja
498,67
27,93
3,75
512,87
27,66
4,21
526,43
27,22
3,54
2. Investasi
200,25
11,22
4,53
211,13
11,39
5,01
217,24
11,23
4,21
3. Konsumsi
1.086,46
60,85
1,51
1.130,28
60,95
1,68
1.190,27
61,55
1,53
TOTAL
1.785,38
100,00
2,47
1.854,28
100,00
2,76
1.933,93
100,00
2,38
Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia. Desember 2016. Diolah
Kredit ke sektor rumah tangga untuk keperluan
dan daya beli masyarakat yang belum begitu membaik
konsumsi (selanjutnya disebut dengan kredit konsumsi
mempengaruhi
rumah tangga) tumbuh melambat dari 8,89% pada
kebutuhan sekunder tahan lama oleh rumah tangga,
semester I 2016 menjadi 6,99% (yoy) pada semester
seperti kendaraan bermotor. Pertumbuhan kredit
II 2016. Perlambatan tersebut terutama disebabkan
konsumsi rumah tangga ditopang oleh pertumbuhan
menurunnya penyaluran kredit untuk kepemilikan
kredit untuk keperluan multiguna dan pemilikan
kendaraan bermotor (KKB) yakni sebesar -2,01%,
rumah (KPR) yang masing-masing tumbuh sebesar
walaupun sedikit membaik dibandingkan semester I
8,24% dan 7,67% (yoy) pada akhir 2016.
keputusan
pembelian
barang
2016 (-5,38%, yoy). Kondisi perekonomian domestik Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Konsumsi Rumah Tangga Berdasarkan Komponen (yoy) % 40 35 30 25 20 15
8,24
10
6,99 7,67
5 0
(2,01)
KPR
KKB
Multiguna
Dec-16
Sep-16
Jun-16
Mar-16
Dec-15
Sep-15
Jun-15
Mar-15
Dec-14
Sep-14
Jun-14
Mar-14
Dec-13
Sep-13
Jun-13
Mar-13
-15
Dec-12
-10
Sep-12
-5
Total RT
Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia. Desember 2016. Diolah
Bank Indonesia
87
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Dari sisi kualitas kredit, perkembangan rasio NPL
multiguna sedikit membaik yakni dari 1,40% dan 0,88%
kredit konsumsi rumah tangga pada 2016 cenderung
(2015) menjadi 1,32% dan 0,83% (2016). Meskipun
mengikuti siklus tahunan yakni lebih rendah pada akhir
NPL kredit konsumsi rumah tangga masih berada di
semester II dibandingkan semester I. Pada akhir 2016,
bawah threshold (5%), namun perkembangannya
rasio NPL kredit konsumsi rumah tangga meningkat
tetap perlu dicermati di tengah pertumbuhan kredit
menjadi sebesar 1,59% dibandingkan 2015 (1,55%),
yang melambat, terutama NPL KPR yang menyumbang
namun cenderung membaik dibandingkan semester I
sebagian besar NPL kredit konsumsi rumah tangga.
2016 yaitu sebesar 1,75% (Grafik 3.11.). Peningkatan
Sementara itu, porsi kredit konsumsi rumah tangga
NPL tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan NPL
pada tahun 2016 didominasi oleh kredit multiguna
KPR yakni dari 2,34% (2015) menjadi 2,54% (2016).
yakni mencapai 41,78%, diikuti KPR (40,19%) dan KKB
Sebaliknya, NPL KKB dan NPL kredit untuk keperluan
(12,05%), atau sama dengan tahun sebelumnya.
Grafik 3.11. Nominal dan NPL Kredit Konsumsi Rumah Tangga NPL %
Rp (Triliun)
980
1.000
2,00
900
1,60
1,59
800
1,20
700
0,80
600
0,40
500 400 Dec-16
Sep-16
Jun-16
Mar-16
Des-15
Sep-15
Jun-15
Mar-15
Des-14
Sep-14
Jun-14
Mar-14
Des-13
Sep-13
Jun-13
Mar-13
0,00
NPL RT (skala kanan)
Kredit RT
Grafik 3.12. Perkembangan NPL Kredit Konsumsi Rumah Tangga per Komponen
Grafik 3.13. Komposisi Kredit Konsumsi Rumah Tangga per Jenis
NPL (%) 3,5 5,57%
3,0 2,5
2,54
2,0
5,31%
1,59
1,5 1,0
1,32
0,5
0,83
KPR
KKB
Dec-16
Jun-16 Sep-16
Des-15
Multiguna
Mar-16
Jun-15 Sep-15
Mar-15
Sep-14
Des-14
Jun-14
Des-13 Mar-14
Jun-13 Sep-13
Mar-13
Jun-12
Sep-12 Des-12
Mar-12
-
41,78%
41,30%
Des 2015
39,94%
40,19%
Perumahan Kendaraan Peralatan RT Multiguna RT Lainnya
0,30% 13,16% 0,40% 12,05%
Total RT
Des 2016
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia. Desember 2016. Diolah
88
Bank Indonesia
Rumah Tangga dan Korporasi
pada 2011 (Grafik 3.15). Peningkatan harga terjadi
3.2. Asesmen Kondisi dan Risiko Sektor Korporasi
pada beberapa komoditas seperti minyak mentah, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), karet, serta komoditas logam seperti timah dan tembaga yang
3.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Perkembangan di internal dan eksternal mempengaruhi kinerja keuangan sektor korporasi pada semester II 2016. Dari sisi internal, dipengaruhi oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan IV 2016 yang ditopang oleh kuatnya konsumsi rumah tangga. Sementara itu, dari sisi eksternal, faktor yang mempengaruhi antara lain adalah belum kuatnya pemulihan ekonomi global, walaupun harga beberapa komoditas mulai meningkat namun pertumbuhan ekspor masih relatif terbatas.
didorong oleh naiknya permintaan dari luar negeri. Kenaikan tersebut dapat mendorong peningkatan kinerja ekspor terutama pada triwulan IV 2016. Saat ini, walaupun perekonomian Tiongkok dan Amerika Serikat sebagai negara utama tujuan ekspor Indonesia relatif masih belum pulih, namun sudah mulai terjadi peningkatan permintaan dari kedua negara tersebut. Kenaikan ekspor tidak hanya terjadi pada barang komoditas tetapi juga terjadi pada barang-barang nonkomoditas lainnya. Selain tumbuhnya ekspor, kinerja korporasi juga ditopang oleh permintaan
Beberapa komoditas utama menunjukkan kenaikan harga meskipun masih jauh di bawah harga tertingginya
domestik seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional pada 2016.
Grafik 3.14. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas
0,4
600 400
0,1
200
2,48 USD/kg
Gas (skala kanan)
Karet
0 Des-16
Jan-14
Agt-14
Jun-13
Apr-12
Nov-12
Sep-11
Feb-11
0,0
Okt-15
0
Jan-07
Des-16
Okt-15
Mei-16
Mar-15
Jan-14
Agt-14
Jun-13
Apr-12
Nov-12
Minyak Mentah
Minyak Kelapa Sawit (Skala Kanan) USD/metric ton
USD/metric ton 12,000
35,000
10,000
30,000
20.678,06 USD/metric ton
8,000 6,000
25,000 20,000
5.756,21 USD /metric ton
4,000
15,000 10,000
2,000
5,000
Aluminium
Des-16
Okt-15
Mei-16
Mar-15
Agt-14
Jun-14
Jun-13
Apr-12
Sep-11
Jan-10
Tembaga (skala kanan)
Feb-11
Des-09
Oct-08
Mar-08
Agt-07
Mei-09
1.597,42 USD/metric ton
0 Jan-07
Feb-11
Sep-11
Des-10
Des-09
Okt-08
Batu Bara
Mei-09
Mar-08
Jan-07
Agt-07
20
800
0,2
Mei-16
5
53,71 USD/bbl
1000
0,3
Mar-15
10
60 40
734,37 USD/metric ton
Des-10
47,92 USD /short ton
80
15
Des-09
100
0,5
Okt-08
8,03 USD/mmbtu
1400 1200
0,6
20
120
USD/metric ton
USD/kg
0,7
Mei-09
140
25
Mar-08
USD
Agt-07
USD
Nov-12
160
0
Timah
Sumber: Bloomberg. Diolah
Bank Indonesia
89
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Secara sektoral, kinerja komoditas kelapa sawit
terutama di sektor pertanian, perkebunan, peternakan,
mengalami
domestik
kehutanan dan perikanan yang turun menjadi -4,07%,
disebabkan adanya program mandatori biodiesel
serta sektor pertambangan dan penggalian yang turun
B20 oleh pemerintah, meskipun produksinya sempat
menjadi -1,82%. Penurunan SBT pada kedua sektor
dipengaruhi oleh dampak La Nina. Sementara itu,
tersebut antara lain disebabkan oleh faktor musiman
realisasi proyek-proyek pemerintah pada akhir 2016
(cuaca) dan melambatnya permintaan. Namun
turut mendorong membaiknya profitabilitas korporasi
demikian prospek kegiatan dunia usaha pada triwulan
walaupun dampaknya terhadap kinerja korporasi
I 2017 diperkirakan akan meningkat tercermin dari
secara menyeluruh di triwulan IV 2016 masih relatif
kenaikan SBT menjadi 6,73%. Peningkatan tersebut
terbatas.
diperkirakan terutama didorong oleh membaiknya
kenaikan
permintaan
sektor industri pengolahan dengan indikasi SBT sebesar 2,98%, meningkat dari sebelumnya -0,77%
Grafik 3.15. Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia 55
USD Miliar
50
(semester I 2016).
Rp Ribu
15
13,35
14 13
45
12
40,2
40
11
37,0
10
35
9 Des-16
Jun-16
Sep-16
Des-15
Mar-16
Jun-15
Kurs Rupiah (sisi kiri)
Sep-15
Des-14
Mar-15
Jun-14
Sep-14
Des-13
Mar-14
Jun-13
Sep-13
Mar-13
Jun-12
Sep-12 Des-12
Des-11
Mar-12
Jun-11 Sep-11
8 Mar-11
30
Ekspor
Grafik 3.16. Perkembangan Realisasi dan Perkiraan Dunia Usaha
Impor
Sumber: Bank Indonesia, diolah.
%qtq 5,0 4,0
%SBT
20,0
3,0 2,0 1,0 0,0 -1,0 -2,0 -3,0
25,0
15,0
13,20 -0,35 1,83
I
II
III IV
I
II
III IV
I
II
3,02 III IV
6,73 5,80
I
II
5,0
3,13 III IV
10,0
I*
0,0
*) Perkiraan
3.2.2. Kinerja Korporasi Secara umum, kinerja korporasi dipengaruhi oleh kegiatan usaha. Perkembangan kegiatan usaha
Nilai SBT SKDU (skala kanan)
Pertumbuhan PDB (skala kiri)
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank Indonesia, semester II 2016
tersebut antara lain dapat dilihat dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada
Sehubungan dengan kegiatan usaha yang tumbuh
akhir semester II 2016 yang mengindikasikan kegiatan
melambat, rata-rata kapasitas produksi terpakai juga
usaha tumbuh melambat dibandingkan dengan kondisi
sedikit menurun yakni dari 77,01% (semester I 2016)
pada akhir semester I 2016. Perlambatan tersebut
menjadi 76,28% (semester II 2016). Penggunaan
tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
kapasitas produksi paling tinggi terjadi pada sektor
kegiatan usaha pada semester II 2016 tercatat sebesar
listrik, gas dan air bersih yakni secara rata-rata tercatat
3,13%, lebih rendah dibandingkan SBT semester I 2016
sebesar 81,81% pada periode laporan. Sedangkan
sebesar 18,40% (Grafik 3.16).
sektor pertambangan dan penggalian memiliki tingkat penggunaan kapasitas produksi terendah, rata-rata
Pertumbuhan kegiatan usaha yang melambat pada semester II 2016 terjadi hampir di seluruh sektor,
90
Bank Indonesia
sebesar 73,06%.
Rumah Tangga dan Korporasi
Sementara itu profitabilitas korporasi nonkeuangan
Grafik 3.17. Kapasitas Produksi Terpakai
secara agregat mengalami peningkatan. Rasio ROA dan ROE pada triwulan III 2016 masing-masing
% 85 81,81
80
75,65 74,59 73,06
75
60
76.21
65 I
II
III
IV
I
II
2015 Total
76.28
70
III
IV
2016 Pertambangan dan Penggalian
Listrik, Gas dan Air Bersih
Industri Pengolahan
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank Indonesia, semester II 2016
Meskipun survei kegiatan dunia usaha tumbuh melambat, kinerja korporasi nonkeuangan yang tercermin dari indikator profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, dan debt to equity ratio (DER) cenderung perbaikan,
walaupun
dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 3,81% dan 8,21%. Kenaikan ROA dan ROE tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan net income karena korporasi melakukan
upaya-upaya
efisiensi,
baik
berupa
penurunan biaya maupun utang. Hal ini tercermin dari
Pertanian, Perternakan, Kehutanan dan Perikanan
menunjukkan
tercatat sebesar 4,85% dan 10,08%, atau meningkat
indikator
produktivitas mengalami penurunan. Produktivitas korporasi nonkeuangan sebagaimana terlihat dari rasio perputaran aset dan perputaran inventori menunjukkan penurunan pada triwulan III 2016. Dibandingkan dengan triwulan III 2015, indikator asset
penurunan proporsi utang korporasi pada triwulan III 2016 dibandingkan periode yang sama di 2015 yang terjadi hampir di semua sektor, kecuali sektor pertambangan dengan proporsi utang yang tetap. Secara agregat, indikator rasio utang terhadap ekuitas (DER) menurun dari 1,16 (triwulan III 2015) menjadi 1,00 (triwulan III 2016). Penurunan DER tersebut mendorong naiknya indikator solvabilitas (Total Aset/ Total Liabilitas) dan likuiditas (current ratio) korporasi yakni masing-masing menjadi 2,00 dan 1,47 (triwulan III 2016) dibandingkan 1,87 dan 1,40 pada triwulan III 2015.
turnover turun dari 0,71 menjadi 0,66 dan indikator inventory turnover turun dari 6,03 menjadi 5,89 pada triwulan III 2016.
Grafik 3.18. Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Non Keuangan Current Ratio 10,00 8,00 6,00 4,00
Inventory Turnover
ROA
2,00
2015Q3 2015Q4 2016Q3
0,00
TA/TL
ROE
Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg. Diolah Keterangan: Semakin besar rasio (semakin luas bidang grafik) mengindikasikan kinerja yang relatif lebih baik.
Bank Indonesia
91
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Tabel 3.4. Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Non Keuangan
No,
ROA (%)
Sektor
2015
ROE (%) 2016
2015
DER
2016
2015
Current Ratio 2016
2015
TA/TL
2016
2015
Asset TO
2016
2015
Inventory TO
2016
2015
2016
1
Pertanian
0,47%
3,28%
1,01%
7,01%
1,26
1,03
0,76
0,91
1,80
1,97
0,61
0,47
8,10
6,66
2
Industri Dasar dan Kimia
2,16%
4,25%
4,48%
8,59%
1,08
0,97
1,36
1,43
1,93
2,03
0,71
0,67
4,97
5,08
3
Industri Barang Konsumsi
11,00%
12,28%
22,28%
22,86%
1,07
0,71
1,61
1,98
1,94
2,42
1,31
1,31
4,62
4,82
4
Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi
2,52%
5,09%
6,72%
12,58%
1,67
1,30
1,04
0,98
1,60
1,77
0,53
0,52
70,86
66,21
5
Aneka Industri
4,33%
4,39%
9,88%
9,82%
1,29
1,18
1,20
1,25
1,77
1,85
0,79
0,73
7,38
7,55
6
Pertambangan
1,06%
0,87%
2,06%
1,64%
0,88
0,88
1,63
2,06
2,14
2,13
0,53
0,45
9,81
9,53
7
Properti dan Real Estate
5,47%
4,61%
11,54%
9,56%
1,09
1,06
1,79
1,70
1,92
1,94
0,36
0,32
1,88
1,70
8
Perdagangan, jasa dan investasi
3,72%
4,23%
7,16%
7,99%
0,93
0,85
1,58
1,58
2,08
2,18
0,92
0,88
7,27
7,29
3,81%
4,85%
8,21%
10,08%
1,16
1,00
1,40
1,47
1,87
2,00
0,71
0,66
6,03
5,89
Agregat
Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah. Keterangan: Posisi data triwulan III-2015 & triwulan III-2016 (Jumlah korporasi non keuangan yang diobservasi sebanyak 379).
Grafik 3.19. Perkembangan Kinerja Keuangan Korporasi Publik Non Keuangan
1.8
Inventory Turnover (skala kanan)
8.0 7.5 7.0 6.5 6.0
Sep-16
Des-15
Mar-15
Jun-14
Sep-13
Des-12
Jun-16
Jun-11
Sep-15
Des-14
Mar-14
Jun-13
Sep-12
5.5 5.0
Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah. Keterangan: Posisi data triwulan III 2015 & triwulan III 2016 (jumlah korporasi non keuangan yang diobservasi sebanyak 379).
92
Bank Indonesia
Jun-15
Mar-16
Sep-14
Des-13
Jun-12
Mar-13
Sep-16 Sep-11
1.7 Des-15
1.8
0.8 Sep-13 Jun-14 Mar-15
1.0
Jun-11
1.9
Mar-10 Des-11
Sep-15
Jun-15
Des-15
Jun-14
Sep-13
Des-12
1.2
Asset Turnover
Des-11
Mar-12
1.0 0.9 0.9 0.8 0.8 0.7 0.7 0.6 0.6 0.5
Mar-11
Jun-15
Jun-11
Jun-14
Sep-15
Jun-14
Jun-13
Sep-12
Des-11
Mar-11
0%
2.0
Mar-12 Des-12
5%
2%
2.2 2.1
Jun-16
4%
TA/TL (skala kanan)
1.4
Sep-15
10%
Current Ratio
Des-14
15%
6%
DER
1.6
Jun-13 Mar-14
20%
8%
Sep-12
ROE (skala kanan)
Mar-12
ROA (%)
10%
Rumah Tangga dan Korporasi
menyebabkan
untuk periode yang sama. Selain itu, kemampuan
kemampuan korporasi nonkeuangan dalam membayar
korporasi dalam membayar bunga juga mengalami
utang mengalami perbaikan pada triwulan III 2016.
peningkatan, tercermin dari nilai Interest Coverage
Debt Service Ratio (DSR) di triwulan III 2016 tercatat
Ratio (ICR) pada triwulan III 2016 sebesar 2,21, atau
sebesar 74,23% (median) atau menurun tipis
mengalami sedikit kenaikan dibandingkan triwulan
dibandingkan dengan posisi triwulan IV 2015 sebesar
IV 2015 (2,18). Hal ini sejalan dengan penurunan
74,73% (median). Penurunan DSR tersebut diikuti oleh
pangsa korporasi yang memiliki nilai ICR<1,5 yang
turunnya pangsa korporasi yang memiliki DSR>100%
mengindikasikan semakin kecilnya utang korporasi
dan DSR negatif yakni dari 59,21% menjadi 57,31%
yang berisiko (debt at risk5).
Profitabilitas
yang
membaik
Grafik 3.20.Perkembangan Kemampuan Membayar Korporasi Non Keuangan
100
%
%
70
59,21
90
57,31
60
80 45,49
70
46,71
47,68
50
41,34
60
40
50 30
40 30
20
20 10
10
56,97
47,17
58,26
67,69
74,73
74,23
2011
2012
2013
2014
2015
Sep-16
39,38
38,89
0
0
% Korporasi DSR>100 dan DSR negatif (skala kanan)
DSR Median
%
%
8,0 7,0 32,89
6,0 5,0
26,14 26,32
40,90
32,23
40 35
27,18 26,32
45
33,04
31,58
31,77
30 25
4,0
20 3,0
15
2,0 1,0
10 4,34
4,73
3,68
3,16
2,18
2,21
2011
2012
2013
2014
2015
Sep-16
0,0
5 0
ICR (Median)
% Korporasi ICR<1.5 (skala kanan)
Debt at risk
Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah. Keterangan: Posisi data triwulan IV tahun 2010-2015 dan triwulan III tahun 2016 (379 korporasi)
Debt at risk: Total utang korporasi dengan ICR <1,5 / Total utang seluruh korporasi
5
Bank Indonesia
93
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Sementara itu, kinerja korporasi di sektor komoditas
kenaikan nilai DER menyebabkan tingkat kerentanan
utama cukup bervariasi. Dari 5 komoditas yakni
korporasi di ketiga sektor tersebut meningkat
batubara, kelapa sawit, karet, minyak dan gas, serta
terutama dalam jangka panjang (Tabel 3.5). Oleh
logam, hanya 2 yang menunjukkan perbaikan kinerja
karena itu, peningkatan DER tersebut perlu dimonitor
yaitu kelapa sawit dan karet. Perbaikan kinerja ini
di tengah penurunan profitabilitas dan produktivitas
disebabkan oleh kenaikan harga sepanjang 2016.
korporasi karena dapat berdampak pada kemampuan
Rendahnya nilai ROA dan ROE korporasi di sektor
membayar kewajibannya.
batubara, minyak dan gas serta logam diiringi dengan Tabel 3.5. Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Komoditas Utama ROA (%)
Sektor Batubara
ROE (%) 2016
2015
TA/TL 2016
2015
Current Ratio 2016
2015
Asset Turnover
2016
2015
Inventory TO
2016
-3,39%
-4,51%
-10,17%
-14,59%
2,02
2,53
0,63
0,67
1,49
1,40
0,44
0,43
12,86
15,75
0,71%
3,35%
1,52%
7,34%
1,27
1,11
0,77
0,87
1,79
1,90
0,61
0,47
8,56
7,04
Kelapa Sawit
2015
DER
2015
2016
2015
2016
Karet
-0,08%
1,24%
-0,17%
2,66%
1,16
1,13
0,55
0,58
1,86
1,89
0,36
0,33
7,17
6,79
Minyak dan Gas
-1,51%
-5,09%
-4,34%
-16,78%
1,97
2,74
0,88
1,07
1,51
1,37
0,26
0,22
12,95
11,75
-1,80%
-2,31%
-3,34%
-4,11%
0,77
0,78
1,13
1,37
2,30
2,28
0,57
0,42
4,03
3,47
Logam
Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah. Posisi data triwulan III 2015 & triwulan III 2016 (jumlah korporasi komoditas yang diobservasi sebanyak 73)
Grafik 3.21. Perkembangan Kinerja Keuangan Korporasi Komoditas Utama
ROA 15%
3.0
10%
2.5
5%
2.0 1.5
0%
1.0
-5% -10%
DER
0.5 I
II III
IV I
II
2012
III
IV
I
II
2013
IV
III
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
0.0
III
I
2016
II
III
IV
I
2012
II
III
Current Ratio
I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II
III
2016
Inventory Turnover
25
35
2.0
30 25
1.5
20
1.0
15 10
0.5
5
0.0 I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
Batu bara
IV
I
II
III
IV
I
2015
Kelapa Sawit
II
0
III
I
2016
II
III
2012
Logam
IV
I
II
III
2013
Karet
Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah.
94
IV
2013
Bank Indonesia
IV
I
II III
IV
2014
Minyak dan Gas
I
II
III
2015
IV
I
II 2016
III
Rumah Tangga dan Korporasi
Selanjutnya, dari sisi risiko, potensi risiko kegagalan sektor
korporasi
menunjukkan
Grafik 3.23. Pergerakan Korporasi Berisiko dan GDP
penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
PDB % (yoy)
Pangsa %
lalu. Hal ini tercermin dari hasil perhitungan Altman
50
7,0
40,57
6,5
Z-Score6 dengan menggunakan data 212 korporasi
45
publik nonkeuangan yang tersebar di seluruh sektor
35
ekonomi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
30
5,0
25
4,5
20
4,0
6,0
40
PDB (skala kanan)
triwulan III 2015, yaitu dari 45,45% menjadi 40,57%. Selain itu, tren pangsa korporasi yang berisiko
5,5
Jun-16 Sep-16
Sep-15 Des-15 Mar-16
Mar-14 Jun-14 Sep-14 Des-14 Mar-15 Jun-15
Mar-13 Jun-13 Sep-13 Des-13
Sep-12
Des-12
Mar-12 Jun-12
triwulan III 2016 menurun dibandingkan dengan
Jun-11 Sep-11 Des-11
Mar-11
pangsa korporasi yang berada di area “berisiko” pada
5,01
Pangsa Korporasi Berisiko
Sumber: Bloomberg, CEIC, September 2016. Diolah
cenderung menurun sejak triwulan I 2016. Angka tersebut juga relatif lebih rendah jika dibandingkan
ketidakpastian perekonomian global dan domestik,
dengan periode krisis 2008-2009. Sementara itu,
sehingga berpengaruh terhadap permintaan kredit.
hasil plotting Altman Z-Score dengan pertumbuhan
Pada semester II 2016, porsi kredit perbankan yang
PDB menunjukan bahwa perkembangan kondisi
disalurkan ke sektor korporasi sedikit meningkat yakni
perekonomian dapat berpengaruh terhadap kinerja
dari 48,39% di semester I 2016 menjadi 48,43%. Porsi
korporasi.
penyaluran kredit korporasi terhadap total kredit terbesar terdapat pada bank BUKU 4 dan BUKU 3, masing-masing sebesar 45,69% dan 37,36%. Hal ini
Grafik 3.22. Kinerja Korporasi Berdasarkan Altman Z-Score
dapat mengindikasikan bahwa penyaluran kredit bank
Pangsa %
BUKU 4 dan BUKU 3 lebih berorientasi pada korporasi,
55 50 45
44,89 40,63
41,04
40 35
40,57
sedangkan bank BUKU 2 dan BUKU 1 lebih berorientasi pada pembiayaan kredit ritel (Grafik 3.24).
30 25
18,40
20
Grafik 3.24. Kredit Korporasi per BUKU Des-07 Mar-08 Jun-08 Sep-08 Des-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Des-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Des-10 Mar-11 Jun-11 Sep-11 Des-11 Mar-12 Jun-12 Sep-12 Des-12 Mar-13 Jun-13 Sep-13 Des-13 Mar-14 Jun-14 Sep-14 Des-14 Mar-15 Jun-15 Sep-15 Mar-16 Jun-16 Jun-16 Sep-16
15 10
Aman
Beresiko
Moderat
Sumber: Bloomberg, CEIC, September 2016. Diolah
(%)
Pangsa (%)
35.00
100 90
30.00
80
25.00
70 60 50
20.00 9,43
40
belum sejalan dengan eksposur kredit korporasi perbankan yang menunjukkan perlambatan. Hal ini antara lain disebabkan korporasi cenderung menahan ekspansi
2011
2012
2013
BUKU 1
BUKU 3
BUKU 2
BUKU 4
Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des
0
Mar Jun Sep Des
Peningkatan kinerja keuangan korporasi nonkeuangan
15.00 10.00
3,62 Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des
3.2.3. Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
30 20 10
2014
2015
5.00 -
2016
Pertumbuhan Kredit (yoy, skala kanan)
NPL Gross (skala kanan)
Sumber: Laporan Bank Umum, Desember 2016. Diolah
usahanya di tengah kondisi
Altman Zscore, metode kuantitatif untuk mengukur kesehatan dan probabilitas kebangkrutan korporasi. Perhitungan Altman’s Z-score dimana Z> 2,99 Zona “aman” , 1,81 < Z < 2,99 Zona “moderat”, Z < 1,81 Zona “berisiko”; menggunakan data 212 korporasi publik non keuangan yang tersebar pada seluruh sektor ekonomi
6
Bank Indonesia
95
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Kredit perbankan ke sektor korporasi pada semester II
masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit
2016 tumbuh melambat yakni tercatat sebesar 9,43%
industri perbankan secara keseluruhan.
(yoy), dibandingkan dengan semester I 2016 (12,13%). Perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh
Sementara itu, kualitas kredit korporasi mengalami
perlambatan di sektor jasa-jasa sosial serta sektor
sedikit pemburukan, tercermin dari rasio NPL gross
pengangkutan, pergudangan dan komunikasi (Tabel
yang meningkat dari 3,56% (semester I 2016) menjadi
3.6). Bahkan secara nominal, sektor pengangkutan,
3,62% (semester II 2016), sedangkan sebagian sektor
pergudangan dan komunikasi merupakan satu-satunya
yang lain menunjukkan perbaikan. NPL gross tertinggi
sektor yang mengalami penurunan nilai kredit. Selain
terjadi di sektor pertambangan yang meningkat dari
itu, sektor industri pengolahan yang merupakan
6,13% menjadi 7,13% di semester II 2016. Hal ini
pangsa kredit terbesar, pertumbuhan kreditnya juga
antara lain disebabkan kinerja industri pertambangan
melambat. Sedangkan sektor pertambangan yang
sepanjang semester II 2016 yang masih belum
mengalami penurunan kredit sejak tahun lalu mulai
membaik di tengah perlambatan pemulihan ekonomi
menunjukkan perbaikan di semester II 2016. Meskipun
global yang mengakibatkan rendahnya permintaan
tumbuh melambat, pertumbuhan kredit korporasi
global terhadap produk pertambangan.
Tabel 3.6. Kredit Korporasi menurut Sektor Ekonomi
Des-15 No
Sektor Ekonomi
Baki Debet (Rp T)
Pangsa (%)
Juni-16 Pertmb. Kredit, yoy (%)
NPL Gross (%)
Baki Debet (Rp T)
Pangsa (%)
Des-16
Pertmb. Kredit, yoy (%)
NPL Gross (%)
Baki Debet (Rp T)
Pangsa (%)
Pertmb. Kredit, yoy (%)
NPL Gross (%)
1
Industri pengolahan
652,68
33,69
15,11
2,39
655,16
32,48
9,46
3,78
680,71
32,11
4,29
3,60
2
Perdagangan, restoran, dan hotel
411,90
21,26
16,29
2,95
430,01
21,32
13,14
3,61
447,05
21,09
8,53
4,47
3
Jasa-jasa dunia usaha
173,53
8,96
14,21
2,01
190,20
9,43
24,52
2,15
204,43
9,64
17,81
2,20
4
Pertanian
157,89
8,15
14,76
1,30
179,82
8,92
23,68
1,01
193,65
9,14
22,65
1,68
5
Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi
136,55
7,05
18,76
4,14
157,59
7,81
21,17
4,63
165,68
7,82
21,33
3,63
6
Konstruksi
152,13
7,85
2,52
3,65
151,21
7,50
1,31
5,61
143,69
6,78
(5,55)
5,07
7
Pertambangan
8
Listrik, gas, dan air
9
Jasa-jasa sosial/masyarakat
10
Lain-lain
Total
92,79
4,79
22,54
2,38
104,87
5,20
27,78
1,73
128,06
6,04
38,01
1,65
122,95
6,35
(5,88)
3,73
109,85
5,45
(14,92)
6,13
116,44
5,49
(5,29)
7,13
29,04
1,50
2,25
3,40
31,66
1,57
32,86
3,17
33,33
1,57
14,77
1,92
7,64
0,39
(22,92)
2,29
6,52
0,32
(14,28)
4,99
6,63
0,31
(13,13)
0,61
1.937,09
100,00
12,70
2,71
2.016,89
100,00
12,13
3,56
2.119,68
100,00
9,43
3,62
Sumber: Laporan Bank Umum Desember 2016. Diolah
Risiko kredit pada korporasi yang bergerak di lima
memiliki rasio NPL di atas threshold 5%. Sementara
komoditas utama juga meningkat seiring dengan
itu, meskipun harga beberapa komoditas sudah mulai
masih lemahnya kinerja korporasi di sektor tersebut.
membaik, namun NPL debitur terutama yang bergerak
Beberapa komoditas, khususnya batubara dan migas,
di sektor batubara masih menunjukkan kenaikan yakni
96
Bank Indonesia
Rumah Tangga dan Korporasi
dari 6,51% (Desember 2015) menjadi 8,31% (Juni
perlambatan nilai investasi dibandingkan tahun lalu
2016) dan naik lagi menjadi 10,30% (Desember 2016).
sehingga terdapat idle money untuk ditempatkan di
Tren kenaikan NPL tersebut dapat menyebabkan
perbankan.
perbankan menjadi lebih selektif dalam menyalurkan kredit ke sektor komoditas sebagai bagian dari proses
Pada akhir semester II 2016, bank BUKU 4 dan
konsolidasi dan juga untuk menghindari NPL yang
BUKU 3 merupakan pilihan utama korporasi untuk
lebih tinggi.
menempatkan dananya. Hal ini terlihat dari porsi DPK korporasi terhadap total DPK pada bank BUKU 4
Di tengah melambatnya pertumbuhan kredit, DPK
sebesar 44,20% dan BUKU 3 sebesar 39,82%. Faktor-
perbankan yang berasal korporasi pada semester II
faktor yang menyebabkan antara lain kemudahan
2016 tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 16,60% (yoy),
administrasi, keamanan dan kenyamanan dalam
dibandingkan dengan pertumbuhan di semester I 2016
bertransaksi, serta produk dan jasa yang ditawarkan
(9,95%). Kenaikan DPK tersebut antara lain karena
(Grafik 3.26).
Tabel 3.7. Kredit Berdasarkan Komoditas Utama Ekspor
No.
Baki Debet per Jun’16 (Rp T)
Komoditas
Pangsa thd Total Kredit (%) Des'15
Jun'16
Des'16
Pertumbuhan yoy (%) Des'15
Jun'16
Rasio NPL Gross (%)
Des'16
Des'15
Jun'16
Des'16
1.
Kelapa Sawit
267,84
5,84
5,84
6,12
24,61
20,82
13,11
1,11
1,10
1,40
2.
Migas
102,23
2,19
2,20
2,34
12,01
10,14
15,21
1,42
2,38
2,58
3.
Produk Logam
98,52
2,64
2,25
2,25
1,59
(6,71)
(8,05)
4,63
5,93
6,04
4.
Batubara
39,77
1,14
1,00
0,91
0,66
(17,18)
(14,38)
6,51
8,31
10,30
5.
Karet
20,28
0,45
0,46
0,46
(5,43)
(2,10)
11,89
4,51
4,24
4,13
Total
528,65
12,25
11,75
12,08
13,00
7,60
6,31
2,55
3,00
3,27
Sumber: Laporan Bank Umum Desember 2016. Diolah
Grafik 3.25. Perkembangan DPK Korporasi
Grafik 3.26. DPK Korporasi per BUKU yoy %
1.400 1.200
35 30 25
1.000
16,60 20
800
15
600 400
10
200
5
DPK Korporasi
Des-16
Jun-16 Sep-16
Des-15
Mar-16
Jun-15
Sep-15
Des-14
Mar-15
Jun-14
Sep-14
Des-13
Mar-14
Jun-13
Sep-13
Des-12
Mar-13
Jun-12 Sep-12
Des-11
Mar-12
Jun-11
Sep-11
Mar-11
-
Pertumbuhan DPK Korporasi (skala kanan)
Sumber: Laporan Bank Umum Desember 2016. Diolah
pangsa (%)
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
44,20%
39,82%
13,76% 2,21%
BUKU 1
BUKU 2
Jun-14 Sep-14 Des-14 Des-15 Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16
1.388
Mar-11 Jun-11 Sep-11 Des-11 Mar-11 Mar-11 Sep-12 Des-12 Mar-13 Jun-13 Sep-13 Des-13 Mar-13
DPK Korporasi (Rp T) 1.600
BUKU 3
BUKU 4
Sumber: Laporan Bank Umum Desember 2016. Diolah
Bank Indonesia
97
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
3.2.4. Utang Luar Negeri (ULN) Swasta
Penurunan
ULN
pada
korporasi
nonkeuangan
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Desember
sejalan dengan ekspansi usaha yang masih terbatas
2016 tercatat sebesar 316,97 miliar Dolar AS dengan
sehingga kebutuhan dana menurun. Sementara itu
komposisi yang relatif berimbang antara sektor
penurunan ULN di sektor keuangan (Bank dan IKNB)
publik dan swasta. Namun demikian perkembangan
terkait dengan masih lemahnya permintaan kredit/
ULN sektor swasta khususnya di sektor keuangan
pembiayaan sehingga lembaga keuangan (Bank dan
cenderung melambat sejak akhir 2014. Kondisi ini
IKNB) mengurangi pinjaman dari luar negeri sebagai
antara lain dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi
salah satu sumber dana untuk penyaluran kredit/
dan pergerakan nilai tukar Rupiah. Berdasarkan
pembiayaan tersebut. Menurunnya ULN korporasi
komponen ULN Swasta, per Desember 2016, ULN
nonkeuangan berdampak terhadap penurunan jumlah
lembaga keuangan bukan bank (LKBB) tercatat turun
ULN yang direstrukturisasi.
sebesar -12,04% (yoy), diikuti bank (-7,56%), BUMN nonkeuangan (-7,37%), dan korporasi nonkeuangan
Nilai ULN korporasi non keuangan pada Desember
(-4,55%).
2016 mencapai 119,4 miliar Dolar AS. Berdasarkan
Grafik 3.27 ULN Indonesia Pangsa % 100
3,47
1,97
2,19
2,45
1,95
3,64
3,48
5,45
5,86
7,82
8,53
7,95
7,22
37,57
38,42
40,65
40,45
42,21
38,93
37,91
41,91
44,16
45,75
47,24
46,16
42,84
58,96
59,61
57,17
57,10
55,84
57,42
58,60
52,64
49,97
46,43
44,23
45,89
49,94
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
90 80 70 60 50 40 30 20 10 -
Pemerintah dan Otoritas Moneter
BUMN Non Keuangan
Swasta Lainnya
Grafik 3.28. Pertumbuhan dan Nominal ULN Swasta 120% 100%
Pertumbuhan, yoy (%) 35
80% 60%
30
40%
25
20%
20
0 -7,56% -7,37% -4,55%
-20% -40%
LKBB Bank
Total ULN Swasta Korporasi Non Keuangan
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
-60%
-5,61% -12,04%
BUMN Non Keuangan
USD Milliar
USD Milliar 180 158,7 160 22,9
80
15
60
10
9,7
5
Bank Indonesia
40 20
2004
2006
2008
LKBB Bank
Sumber: Statistik ULN, Bank Indonesia, Posisi Desember 2016, diolah
98
140
22,9 120 119,4 100
2010
2012
Swasta Skala Kanan Korporasi Non Keuangan
2014
2016 BUMN Non Keuangan
Rumah Tangga dan Korporasi
karakteristiknya, ULN korporasi nonkeuangan yang
Tindakan restru ULN tone negatif dapat menjadi
direstrukturisasi (restru) dapat dibagi menjadi dua
indikasi memburuknya kinerja perusahaan yang dapat
kelompok, yaitu ULN restru dengan tone positif dan
mempengaruhi kinerja pembayaran utangnya baik
ULN restru dengan tone negatif . Pada ULN restru
pada perbankan domestik maupun luar negeri.
7
tone positif, kegiatan restrukturisasi ditujukan untuk meningkatkan kinerja dan bisnis korporasi yang
Berdasarkan sektoral, nominal ULN restru tertinggi
meliputi: (i) penambahan plafon, (ii) refinancing,
terdapat pada sektor industri pengolahan (13,3 Miliar
(iii) rollover, dan (iv) pengalihan kreditur. Sementara
Dolar AS per Desember 2016). Hal ini antara lain
itu, ULN restru dengan tone negatif dilakukan
disebabkan sektor industri pengolahan memiliki bahan
karena memburuknya kinerja koporasi, antara lain
baku dengan impor konten tinggi yang sebagian besar
disebabkan kesulitan pembayaran, memburuknya
biayanya dalam valuta asing. Sebaliknya penjualan
prospek usaha, dan likuiditas. ULN restru dengan tone
produk dominan dilakukan di pasar domestik
negatif tersebut dapat berupa: (i) reconditioning, (ii)
sehingga pendapatan mayoritas dalam Rupiah yang
bunga dikapitalisasi, (iii) debt to equity swap, (iv) debt
menyebabkan terekspos risiko nilai tukar.
reduction, (v) rescheduling, dan (vi) ULN restru lainnya.
Grafik 3.29 ULN Restru Korporasi Non Keuangan Miliar USD 50,0
38,10
31,34
40,0 30,0 20,0 10,0
Des-16
Okt-16
Agt-16
Jun-16
Apr-16
Feb-16
Des-15
Okt-15
Agt-15
Jun-15
Apr-15
Feb-15
Des-14
-
Tabel 3.8 ULN Restru Menurut Sektor Ekonomi ULN Mei’16, (USD Jt) *) No.
Sektor Ekonomi
Non Restruk
Restru Tone Positif
Tone Negatif
Total Restruk
Total ULN
1.
Industri Pengolahan
15.740
1.688
11.586
13.274
29.014
2.
Pertambangan & Penggalian
16.341
161
3.976
4.137
20.478
3.
Listrik, Gas & Air Bersih
16.981
149
2.652
2.802
19.782
4.
Pengangkutan & Komunikasi
10.727
97
1.999
2.096
12.823
5.
Perdagangan, Hotel & Restoran
5.074
898
1.876
2.773
7.847
6.
Keuangan, Persewaan & Jasa Keuangan
5.019
534
1.486
2.020
7.039
7.
Pertanian, Perternakan, Kehutanan & Perikanan
3.058
434
2.274
2.708
5.766
8.
Sektor Lain
1.105
14
676
689
1.794
9.
Bangunan
729
183
237
420
1.149
10.
Jasa-Jasa
602
416
8
424
1.026
75.576
4.573
26.769
31.343
106.718
Total
Sumber: Statistik ULN, Bank Indonesia, Posisi Desember 2016, diolah
Penentuan ULN restru dengan tone positif dan negatif merupakan hasil FGD dengan korporasi yang memiliki ULN yang di restrukturisasi
7
Bank Indonesia
99
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
ULN restru korporasi nonkeuangan mengalami
perkembangan ULN korporasi nonkeuangan yang di
penurunan sejak Januari 2015 dan mencapai nilai
restru cenderung menurun, baik restru dengan tone
31,34 miliar Dolar AS pada Desember 2016. Terdapat
negatif maupun positif jika dibandingkan dengan posisi
sekitar 704 perusahaan yang melakukan restru tone
awal Desember 2016. Apabila dilihat dari pangsanya,
negatif dengan nilai sebesar 26,8 milliar Dolar AS,
pada Desember 2016, porsi ULN dengan tone negatif
yang tujuannya untuk mengefisienkan pembayaran
meningkat, sebaliknya pangsa ULN tone positif turun
pokok dan bunga ULN seiring dengan perlambatan
jika dibandingkan dengan Desember 2015.
ekonomi domestik dan global. Secara umum,
Grafik 3.31 Perkembangan Pangsa Outstanding ULN Restru terhadap total ULN Restru (%)
Grafik 3.30 Perkembangan Outstanding ULN Restru (Miliar Dolar AS) (USD M) 35 30,52
85,4%
Okt-16
30
26,77
Agt-16 Jun-16
25
Apr-16 Feb-16 7,15
Tone Negatif
Tone Positif
Des-15
Tone Positif 4,57
Okt-15 Agt-15
Des-16
Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16
Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16
Apr-15 Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agt-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15
Jun-15 Jan-15 Feb-15 Mar-15
20 08 06 04 02 00
14,6%
Des-16
Tone Negatif
Apr-15 Jan-15
18,5%
0%
81,5%
20%
40%
60%
80%
100%
Sumber: Statistik ULN, Bank Indonesia, Posisi Desember 2016, diolah
Berdasarkan outstanding ULN korporasi nonkeuangan,
Pada beberapa kasus, reconditioning dilakukan apabila
ULN restru tone negatif didominasi oleh jenis
ada penawaran utang baru dengan persyaratan yang
reconditioning dengan jumlah fasilitas yang di
lebih menarik, misalnya suku bunga yang lebih rendah
restrukturisasi sebanyak 519 fasilitas per Desember
dengan jangka waktu yang lebih panjang. Sementara
2016. Jenis restrukturisasi tone negatif berupa
itu untuk ULN restru tone positif paling banyak berupa
reconditioning tersebut dilakukan melalui perubahan
pengalihan kreditur dengan jumlah fasilitas yang
terms and condition dari ULN antara lain perubahan
direstrukturisasi sebanyak 121 fasilitas per Desember
jumlah utang, suku bunga dan pengalihan kreditor.
2016.
100
Bank Indonesia
Rumah Tangga dan Korporasi
Tabel 3.9 Jenis ULN Restrukturisasi Tone Positif dan Negatif Tone Restru
Posisi ULN, Mei’16 (USD Jt)
Jenis Restru
Reconditioning
Tone Negatif
Jumlah Fasilitas 11.970
Rescheduling
5.751
916
Bunga Dikapitalisasi
4.456
238
Lainnya
4.416
58
121
7
56
13
Tambah Plafond
2.269
121
Pengalihan Kreditur
1.149
22
634
30
Debt Reduction Debt to Equity Swap
Tone Positif
519
Rollover Refinancing Total
521
49
31.343
1.973
Sumber: Statistik ULN, Bank Indonesia, Posisi Desember 2016, diolah
Pada Desember 2016, perkembangan pembayaran
Juta Dolar AS dan 106 Juta Dolar AS. Sementara itu
bunga ULN restru tone positif dan negatif mengalami
pembayaran pokok ULN restru tone positif mengalami
penurunan bila dibandingkan dengan periode yang
kenaikan menjadi 3 miliar Dolar AS, sedangkan restru
sama tahun sebelumnya, masing-masing menjadi 10
tone negatif turun menjadi 2,4 miliar Dolar AS.
Grafik 3.32 Pembayaran Bunga dan Pokok ULN Restru Tone Positif dan Negatif
Pembayaran Bunga (USD Jt)
200 Tone Positif (skala kanan)
Tone Negatif
150
30
04
25
03
20 106
25
Pembayaran Pokok (USD M) 3,0
03 02
02
10
Des-15
Okt-15
Agt-15
Jun-15
-01 Apr-15
00 Feb-15
00
Des-15
00
Okt-15
01
Agt-15
Okt-16
Des-16
Agt-16
Jun-16
Apr-16
Feb-16
Des-15
Okt-15
Agt-15
Jun-15
Apr-15
Feb-15
00
01
05
Jun-15
50
01
Tone Positif (Skala Kanan)
01
Apr-15
10
03
02
02
100
04
03
2,4
Tone Negatif
Feb-15
250
Sumber: Statistik ULN, Bank Indonesia, Posisi Desember 2016, diolah
Bank Indonesia
101
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Selama 6 (enam) bulan kedepan, rencana bayar dan
Dalam rangka mitigasi risiko, Bank Indonesia telah
ULN jatuh tempo korporasi untuk ULN restru tone
menerbitkan ketentuan tentang Penerapan Prinsip
negatif dan positif tercatat lebih besar pada Januari
Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri
dan Februari 2017. Rencana bayar dan ULN jatuh
Korporasi
tempo restru tone positif diperkirakan paling tinggi
Ketentuan tersebut dikeluarkan untuk mendorong
pada Februari 2017 yakni sekitar 250 Juta Dolar
kehati-hatian korporasi nonbank dalam mengelola
AS. Adapun pada Maret, April, dan Juni 2017 tidak
berbagai risiko yang dapat timbul dari ULN. Korporasi
terdapat utang jatuh tempo untuk ULN restru tone
nonbank diwajibkan untuk memenuhi rasio lindung
positif, sedangkan untuk rencana bayar diperkirakan
nilai minimum sebesar 25% berdasarkan selisih negatif
pada kisaran 50 Juta Dolar AS setiap bulannya (Maret-
antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing
Juni 2017). Sementara itu, perlu dilakukan monitoring
yang akan jatuh tempo sampai dengan 3 bulan ke depan
yang intensif terutama terhadap pembayaran ULN
dan yang akan jatuh tempo lebih dari 3 bulan sampai
restru tone negatif mengingat pangsa outstanding
dengan 6 bulan ke depan. Selain itu, koporasi nonbank
yang cukup besar. Pada Januari 2017, rencana bayar
juga harus memenuhi rasio likuiditas valas minimum
ULN tone negatif diprediksi mencapai 2 miliar Dolar
tertentu, paling rendah sebesar 70%. Berdasarkan
AS dan ULN jatuh tempo sebesar 1,4 miliar Dolar AS.
laporan yang bersumber dari Kepatuhan Pelaporan
Sedangkan untuk periode Februari–April 2017 rencana
Prinsip Kehati-hatian (KPPK), Bank Indonesia dapat
bayar ULN dan ULN jatuh tempo nilainya berkisar
menghitung likuiditas valas dari seluruh korporasi
antara 100 Juta–1,2 Miliar Dolar AS.
nonbank yang memiliki utang luar negeri. Berdasarkan
NonBank
(PBI
No.16/21/PBI/2014).
laporan tersebut8, dari 2.443 korporasi nonbank
Grafik 3.33 Rencana Pembayaran Bunga dan Pokok ULN Restru Tone Positif dan Negatif
2.500
(USD Juta)
Tone Negatif
300
(USD Juta)
Tone Positif
250
2.000
200 1.500 150 1.000
100
500 0
50 Jan’17
Feb’17
Mar’17
Apr’17
Mei’17
Jun’17
ULN Jatuh Tempo
0 Jan’17
Rencana Bayar
Sumber: Bank Indonesia, Februari 2017
8
Posisi triwulan II 2016
102
Bank Indonesia
Feb’17
Mar’17
Apr’17
Mei’17
Jun’17
Rumah Tangga dan Korporasi
yang memiliki ULN yang telah melaporkan likuiditas valasnya kepada Bank Indonesia, sampai dengan 3 bulan ke depan terdapat 12,4% korporasi nonbank yang belum memenuhi rasio minimum untuk likuiditas valas maupun lindung nilai. Sedangkan untuk likuditas valas lebih dari 3 bulan sampai dengan 6 bulan ke depan, terdapat 8,06% korporasi nonbank yang belum memenuhi ketentuan. Sebagai salah satu upaya untuk mengukur risiko yang dapat timbul dari korporasi yang memiliki ULN, Bank Indonesia telah melakukan simulasi untuk mengetahui ketahanan
perbankan
terhadap
penurunan
kemampuan membayar korporasi yang memiliki ULN restru tone negatif. Simulasi dilakukan terhadap bank yang menyalurkan kredit pada korporasi yang memiliki ULN dengan restru tone negatif, dengan menggunakan skenario default 20%, 30% dan 50%. Hasil stress test menunjukkan bahwa tingkat NPL industri perbankan masih relatif aman (dibawah 5%) dan tidak berdampak signifikan terhadap permodalan bank.
Bank Indonesia
103
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Boks 3.1
Survei Neraca Rumah Tangga
Rumah tangga merupakan salah satu unit
Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
ekonomi yang memiliki peran penting di dalam
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan
perekonomian dan juga terhadap stabilitas sistem
dan Maluku. Untuk dapat memberikan gambaran
keuangan. Oleh karena itu, surveilans terhadap
mengenai
sektor rumah tangga perlu dilakukan secara reguler.
Indonesia secara lengkap, responden SNRT 2016
Salah satu bentuk surveilans Bank Indonesia
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan
terhadap sektor rumah tangga adalah melalui
pendapatan yaitu pendapatan rendah, menengah,
penyelenggaraan Survei Neraca Rumah Tangga
dan tinggi (Tabel Boks 3.1.1).
karakteristik
ekonomi
masyarakat
(SNRT). SNRT bertujuan untuk : (i) memperoleh informasi mengenai struktur neraca rumah tangga
Dari total responden, 88,6% rumah tangga
di Indonesia, (ii) membangun data yang berguna
memiliki kepala rumah tangga yang bekerja dan
untuk mendesain surveilans, (iii) memperoleh
11,4% kepala rumah tangga lainnya tidak memiliki
data aset dan kewajiban sektor rumah tangga
pekerjaan selama satu tahun terakhir. Mayoritas
dalam rangka penyusunan National and Regional
kepala rumah tangga yang bekerja tersebut
Balance Sheets dan indikator financial imbalances.
memiliki status kedudukan pekerjaan utama sebagai pegawai (59,9%)10, Grafik Boks 3.1.1.
SNRT 2016 dilaksanakan di 14 provinsi di Indonesia
Sementara itu berdasarkan sektor lapangan usaha,
dengan total responden sebanyak 3.500 rumah
mayoritas kepala rumah tangga yang bekerja
tangga. Berdasarkan data Susenas 20139, total
memiliki pekerjaan utama pada sektor tersier
populasi di 14 provinsi tersebut mewakili 73%
(56,5%), diikuti sektor primer (31,0%) dan sektor
penduduk Indonesia. Provinsi tersebut adalah
sekunder (12,5%)11.
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Tabel Boks 3.1.1. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan
Kelompok Pendapatan Rendah Menengah Tinggi
Range Pendapatan (ribu Rupiah)
Jumlah Responden
Distribusi (%)
< 2.792,5
1.400
40,0
2.792,5 - 6.900
1.401
40,0
699
20,0
> 6.900
Kerangka sampel SNRT 2016 disusun berdasarkan data SUSENAS 2013 Triwulan I. Pekerjaan utama adalah pekerjaan dengan alokasi waktu terbesar atau menghasilkan penghasilan terbesar. Status kedudukan pekerjaan: 1). Berusaha sendiri atau memiliki status berusaha sendiri, 2). Pegawai terdiri dari (a) buruh/karyawan/pegawai, (b) pekerja bebas di pertanian, dan (c) pekerja bebas di non pertanian, 3). Pengusaha terdiri dari (a) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, dan (b) berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, 4). Pekerja keluarga atau memiliki status pekerja keluarga/tidak dibayar. 11 Sektor primer terdiri dari (1) sektor pertanian, kehutanan, & perikanan, dan (2) sektor pertambangan & penggalian. Sektor sekunder terdiri dari sektor (1) industri pengolahan, (2) pengadaan listrik & gas, (3) pengadaaan air, dan (4) konstruksi. Sektor tersier terdiri dari (1) perdagangan besar & eceran, dan reparasi mobil & sepeda motor; (2) transportasi & pergudangan; (3) penyediaan akomodasi & makanan minuman; (4) informasi & komunikasi; (5) jasa keuangan; (6) real estate; (7) jasa perusahaan; (8) administrasi pemerintah & jaminan sosial wajib; (9) jasa pendidikan; (10) jasa kesehatan & kegiatan sosial; dan (11) lainnya. 9
10
104
Bank Indonesia
Rumah Tangga dan Korporasi
Grafik Boks 3.1.1. Pekerjaan Utama Kepala Rumah Tangga 0,2%
Berusaha Sendiri 30,9%
Pengusaha Pegawai
9,0%
Pekerja Keluarga
59,9%
Gambaran
Umum
Neraca
Rumah
Tangga
nilai rata-rata total utang dan kekayaan bersih
Indonesia
(networth) rumah tangga (Tabel Boks 3.1.2).
Dibandingkan dengan kondisi 2015, secara umum
Berdasarkan kelompok pendapatan, semakin
nilai rata-rata total aset rumah tangga pada 2016
tinggi pendapatan responden maka peningkatan
meningkat sebesar 1,7% menjadi Rp584.061 ribu
networth semakin besar.
per rumah tangga. Peningkatan juga terdapat pada Tabel Boks 3.1.1. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan
Kelompok Responden
Total
2015
2016
Perubahan
(ribu Rupiah)
(ribu Rupiah)
(%, yoy)
Keterangan
Aset
574.331,2
584.061,8
1,7
Utang
13.084,6
17.479,9
33,6
Networth
561.246,6
566.581,9
1,0
Pendapatan Rendah
Aset
262.399,6
254.322,9
(3,1)
Utang
2.864,7
4.206,5
46,8
Networth
259.534,9
250.116,4
(3,6)
Pendapatan Menengah
Aset
425.892,9
430.903,0
1,2
Utang
Networth
Pendapatan Tinggi
Aset
Utang
Networth
10.118,1
12.619,4
24,7
415.774,8
418.283,6
0,6
1.496.600,6
1.551.457,8
3,7
39.499,4
53.806,4
36,2
1.457.101,2
1.497.651,4
2,8
Bank Indonesia
105
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Aset Rumah Tangga
persentase
Pada 2016, aset rumah tangga Indonesia
Sementara itu, kepemilikan rumah tangga pada
didominasi oleh aset nonkeuangan (non financial
investasi relatif kecil yaitu hanya sebesar 0,2%
asset), yaitu aset tetap (89,1%). Rumah dan
dari total aset yang dimiliki. Investasi tersebut
bangunan merupakan jenis aset tetap terbesar
didominasi oleh kepemilikan usaha (63,4%).
kepemilikan
terbesar
(29,5%).
yang dimiliki oleh rumah tangga (66,2%). Di dalam kelompok aset lancar, tabungan tercatat memiliki Grafik Boks 3.1.2. Aset Rumah Tangga 2015-2016
Grafik Boks 3.1.3. Aset Tetap Rumah Tangga 2015-2016
% 100
4,1 4,1
Peralatan Rumah Tangga Tahan Lama
89,0 89,1
7,3 6,5
80 Kendaraan 60
20
8,0 8,0
0,8 0,9
Aset Lancar
Investasi
Aset Dibatasi Penggunaannya
2015
Aset Lainnya
Aset Tetap
0
20
2015
2016
Grafik Boks 3.1.4. Aset Lancar Rumah Tangga 2015-2016
%
40
60
80
100
2016
Grafik Boks 3.1.5. Investasi Rumah Tangga 2015-2016
4,6 5,3
Piutang Hewan Ternak & Binatang Peliharaan
3,3 3,4
63,4 74,0
Kepemilikan Usaha
Emas Perhiasan & Logam Mulia Persediaan Barang Produktif
26,9 27,4 16,5 17,1
27,1 20,9
Reksadana
13,1 12,5
Deposito 2,5 2,5
Giro
Obligasi
3,5 1,1
Saham
6,0 4,0
29,5 24,9
Tabungan
%
3,7 6,9
Uang Tunai 0
2015
Bank Indonesia
22,3 22,2
Tanah dan Lahan
1,9 1,9
0,2 0,2
0
106
66,2 67,2
Rumah dan Bangunan
40
20
40
2016
60
80
100
0
20
2015
%
40
60
2016
80
100
Rumah Tangga dan Korporasi
Sebanyak 38% rumah tangga menyatakan memiliki
Berdasarkan sumbernya, mayoritas utang rumah
utang.
pendapatan,
tangga pada 2016 berasal dari Bank (73,9% dari
rumah tangga pemilik utang terbesar berasal dari
total utang). Secara rata-rata, utang per rumah
kelompok pendapatan menengah (44%), diikuti
tangga yang berasal dari Bank dan Non Lembaga
pendapatan rendah (31%) dan pendapatan tinggi
Keuangan (NLK) meningkat masing-masing sebesar
(25%). Secara rata-rata, utang per rumah tangga
49,1% dan 109,7% (yoy). Meskipun utang dari NLK
pada 2016 tercatat sebesar Rp17.479 ribu, atau
meningkat cukup signifikan, namun porsi utang
meningkat 33,6% dibandingkan 2015 (Rp13.084
dari NLK terhadap total utang masih relatif rendah
ribu). Berdasarkan jangka waktu, sebagian besar
(7,1%). Sementara itu, porsi utang dari Lembaga
utang rumah tangga 2016 berupa utang jangka
Keuangan Non Bank (LKNB) menurun menjadi 19%
panjang dengan porsi 64,1%, kondisi ini relatif
pada 2016 dibandingkan 2015 (29,3%).
Berdasarkan
kelompok
sama dengan kondisi 2015 (64,0%).
Grafik Boks 3.1.6. Utang Rumah Tangga 2015 - 2016 Berdasarkan Jangka Waktu % 100
64,0 64,1
80 60
36,0
35,9
40 20 0
2015
2016
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Grafik Boks 3.1.7. Utang Rumah Tangga 2015 - 2016 Berdasarkan Sumber Dana
Lembaga Non Keuangan
7,1 4,5 19,0 29,3
Lembaga Keuangan Non Bank
73,9 66,2
Bank
% 0
20
2015
40
60
80
100
2016
Bank Indonesia
107
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Berdasarkan tujuan peminjaman utang, secara
Sementara itu, responden yang memiliki utang
umum responden menyatakan utang dipergunakan
dari NLK menyatakan bahwa utang dipergunakan
antara lain untuk modal usaha dan membeli
untuk kebutuhan sehari-hari.
aset baik tanah, rumah, maupun kendaraan.
Grafik Boks 3.1.8. Distribusi Rumah Tangga Yang Berutang ke Bank Berdasarkan Tujuan Pinjaman (%)
1,0 2,0 0,5 0,5
2,0
2,0
6,0
28,0%
8,0 8,0
15,0%
Modal Usaha
Bangunan untuk usaha
Membeli tanah/rumah/aset
Membangun/renovasi rumah
Membangun/renovasi rumah
Kesehatan
Kebutuhan khusus (pesta)/hari
Mesin untuk usaha
Pendidikan
Tanah untuk usaha
Kebutuhan Sehari hari
27,0%
Kendaraan untuk usaha
3,0%
2,0%
1,0%
3,0%
4,0% 4,0%
2,0%
1,0%
5,0% 7,0%
14,0%
8,0% 58,0%
51,0%
14,0% 23,0%
108
Pembelian Aset
Membangun/merenovasi rumah
Pembelian Aset
Pendidikan
Modal Usaha
Pesta dan kebutuhan khusus lainnya
Kebutuhan Sehari-hari
Tidak Bersedia Menjawab
Kebutuhan Sehari-hari
Tidak Bersedia menjawab
Pesta dan kebutuhan Khusus Lainnya
Kesehatan
Pendidikan
Kesehatan
Modal Usaga
Membeli tanah/rumah/aset lainnya
Bank Indonesia
Rumah Tangga dan Korporasi
Networth Rumah Tangga
dan deposito. Cash ratio SNRT 2016 tercatat
Berdasarkan neraca rumah tangga 2016, terlihat
sebesar 3,6 kali yang mencerminkan potensi
bahwa sumber dana utama rumah tangga yang
kegagalan rumah tangga dalam memenuhi
berasal dari penghasilan sendiri (networth)
kewajiban (utang) jangka pendek relatif kecil.
mencapai 97,0%. Networth rata-rata per rumah tangga pada 2016 tercatat sebesar Rp566.581,9
Kondisi Solvensi Rumah Tangga 2016
ribu, meningkat dibandingkan 2015 sebesar
Solvensi didefinisikan sebagai kemampuan rumah
Rp561.246,6 ribu (Tabel Boks 3.1.2).
tangga untuk memenuhi pembayaran utang jangka panjang. Hasil survei menunjukkan bahwa
Analisis Keuangan Rumah Tangga Indonesia 2016
kemampuan aset rumah tangga Indonesia cukup
Analisis keuangan rumah tangga 2016 bertujuan
baik tercermin dari household gearing ratio (rasio
untuk melihat performa/kinerja keuangan rumah
total utang terhadap total aset) maupun debt
tangga secara umum, yang terdiri dari aspek
to equity ratio/DER (rasio total utang terhadap
likuiditas dan solvensi rumah tangga.
networth) yang relatif rendah, yaitu masing masing hanya sebesar 3,0% dan 3,1%. Nilai household
Kondisi Likuiditas Rumah Tangga 2016
gearing ratio yang kecil tersebut juga merupakan
Analisa likuiditas rumah tangga menggambarkan
salah satu indikasi bahwa rumah tangga masih
kemampuan rumah tangga untuk melunasi
mempunyai kemampuan yang cukup untuk
kewajiban
mendapatkan tambahan pembiayaan dari bank.
(utang)
jangka
pendeknya
yang
dilakukan dengan menggunakan rasio keuangan, terdiri dari current ratio dan cash ratio.
Analisis Kerentanan Keuangan Rumah Tangga
a. Current ratio
2016
Current ratio atau rasio aset lancar terhadap
Analisis kerentanan keuangan rumah tangga
utang lancar rumah tangga 2016 tercatat
dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat rumah
sebesar 7,4 kali. Hal ini menunjukkan kondisi
tangga responden SNRT 2016 dalam menghadapi
rumah tangga Indonesia cukup likuid atau
permasalahan finansial yang mungkin terjadi
kemungkinan rumah tangga tidak dapat
tanpa dapat diduga sebelumnya . Analisa tersebut
melunasi utang jangka pendeknya relatif
dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan
rendah.
kepada responden sebagai berikut:
b. Cash ratio
a. Seberapa lama rumah tangga dapat bertahan
Cash ratio mengindikasikan kemampuan
ketika
kas terdiri dari uang tunai, tabungan, giro,
sumber
pendapatan
utama?
rumah tangga untuk melunasi utang jangka pendek dengan menggunakan kas dan setara
kehilangan
Sebanyak 35,5% responden menyatakan bahwa
apabila
kehilangan
sumber
Bank Indonesia
109
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
pendapatan utama, maka simpanan dan uang
terakhir. Responden yang mengaku pernah
tunai yang dimiliki dapat dipergunakan untuk
mengalami
memenuhi kebutuhan hidup selama seminggu
utang selama satu tahun terakhir hanya
sampai kurang dari satu bulan, diikuti kurang
sekitar 18,6%, yang mana sebanyak 51,5%
dari seminggu (25,0%) dan antara satu bulan
diantaranya
hingga kurang dari tiga bulan (22,0%).
kelompok pendapatan rendah.
kesulitan
dalam
merupakan
membayar
responden
dari
b. Seberapa besar pengeluaran tidak terduga yang
e. Hal apa saja yang dilakukan ketika mengalami
dapat dibayarkan tanpa harus menimbulkan
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup
kesulitan keuangan?
atau membayar utang?
Mayoritas responden menjawab maksimal Rp500
ribu
pengeluaran dibayarkan
(72,3%)
sebagai
tidak
terduga
seketika
tanpa
besaran
yang
dapat
menimbulkan
paling banyak dipilih oleh responden ketika mengalami
kesulitan
dalam
memenuhi
kebutuhan hidup atau membayar utang adalah
17,4% responden menjawab maksimal Rp1
responden), meminjam makanan atau uang
juta.
dari keluarga atau teman (15,7% responden),
mengurangi
pengeluaran
(23,8%
dan menarik uang dari tabungan (12,5%
memenuhi kebutuhan hidup?
responden).
Upaya
Secara umum mayoritas responden SNRT 2016
pengeluaran
tersebut
(66,7%) tidak pernah mengalami kesulitan
pertama yang dipilih oleh responden dari
dalam memenuhi kebutuhan hidup selama
seluruh kelompok pendapatan. Sementara
satu tahun terakhir. Hanya 33,3% responden
itu alternatif pilihan yang paling jarang dipilih
yang menyatakan bahwa pernah mengalami
sebagai upaya untuk mengatasi kesulitan
kesulitan
kebutuhan
dalam memenuhi kebutuhan hidup dan utang
hidup selama satu tahun terakhir. Dari
adalah mengalihkan kredit (0,1% responden),
seluruh responden yang menyatakan pernah
dan menggunakan kartu kredit untuk menarik
mengalami
uang atau membayar tagihan atau membeli
dalam
memenuhi
kesulitan
tersebut,
mayoritas
(54,4%) berasal dari kelompok pendapatan rendah. d. Apakah pernah mengalami kesulitan dalam membayar utang? Secara umum, mayoritas responden (81,4%) menyatakan tidak pernah mengalami kesulitan dalam membayar utang selama satu tahun
110
Secara umum, tiga langkah utama yang
kesulitan keuangan. Sementara itu sekitar
c. Apakah pernah mengalami kesulitan dalam
Bank Indonesia
untuk
mengurangi
menjadi
makanan (0,1% responden).
prioritas
Rumah Tangga dan Korporasi
Boks 3.2
Kepemilikan Properti oleh Pihak Asing
Dalam
rangka
meningkatkan
sektor
properti,
Pemerintah
di
hak atas rumah dan tanahnya kepada pihak
mengeluarkan
lain yang memenuhi syarat dalam jangka
investasi
Paket Kebijakan I pada 9 September 2015 yang membuka kesempatan bagi asing untuk memiliki rumah susun mewah dengan harga lebih dari Rp10
waktu 1 tahun. 5. Persyaratan rumah tinggal yang dapat dibeli oleh orang asing:
miliar. Menindaklanjuti paket kebijakan tersebut,
a. Hanya 1
Pemerintah menerbitkan PP No.103 tahun 2015
keluarga.
bidang tanah per orang/
tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau
b. Luas tanah maksimal 2.000 meter2.
Hunian oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di
c. Orang Asing pemegang izin tinggal di
Indonesia. Berdasarkan PP tersebut, orang asing
Indonesia yang dapat membeli rumah
pemegang izin tinggal di Indonesia dapat membeli
tinggal dapat memiliki izin tinggal
rumah tempat tinggal atau hunian dengan
berupa:
pengaturan sebagai berikut:
• Izin tinggal dinas (diberikan oleh
1. Membeli rumah tunggal yang didirikan di
Kementerian Luar Negeri).
atas tanah Hak Pakai (HP), HP diatas Hak
• Izin tinggal diplomatik (diberikan
Milik (HM) berdasarkan perjanjian atau HP
oleh Kementerian Luar Negeri).
yg berasal dari perubahan HM atau Hak Guna
• Izin tinggal kunjungan (berupa visa
Bangunan (HGB). 2. Membeli satuan rumah susun (sarusun) yang
kunjungan, bebas visa kunjungan maupun Visa on arrival).
dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atau
• Izin tinggal terbatas, bisa diberikan
yang berasal dari perubahan Hak Milik Atas
dalam jangka waktu 1 atau 2 tahun
Satuan Rumah Susun.
dan dapat diperpanjang paling lama
3. Hak Pakai diberikan untuk jangka waktu tidak
6 tahun.
lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, yang dapat
• Izin tinggal tetap yaitu izin yang
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama
diberikan kepada Orang Asing
20 (dua puluh) tahun, dan selanjutnya dapat
tertentu untuk bertempat tinggal
diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30
dan menetap di wilayah Indonesia
(tiga puluh) tahun.
sebagai penduduk Indonesia. Izin
4. Orang asing yang tidak lagi memenuhi syarat
ini diberikan dengan jangka waktu
sebagai pemegang hak karena meninggalkan
5 tahun dan dapat diperpanjang
Indonesia atau tidak lagi mempunyai izin
secara tidak terbatas.
tinggal, wajib melepaskan atau mengalihkan
Bank Indonesia
111
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Selain itu, Pemerintah menetapkan batasan harga
dibedakan berdasarkan lokasi properti tersebut,
minimal properti yang dapat dibeli asing yang
sebagai berikut:
Tabel Boks 3.2.1. Batasan harga minimal properti yang dapat dibeli pihak asing
No
Lokasi/Provinsi
Harga Minimal Rumah Tunggal (Rupiah)
Harga Minimal Rumah Susun (Rupiah)
1
DKI Jakarta
10 Miliar
3 Miliar
2
Banten
5 Miliar
2 Miliar
3
Jawa Barat
5 Miliar
1 Miliar
4
Jawa Tengah
3 Miliar
1 Miliar
5
DI Yogyakarta
5 Miliar
1 Miliar
6
Jawa Timur
5 Miliar
1,5 Miliar
7
Bali
5 Miliar
2 Miliar
8
NTB
3 Miliar
1 Miliar
9
Sumatera Utara
3 Miliar
1 Miliar
10
Kalimantan Timur
2 Miliar
1 Miliar
11
Sulawesi Selatan
2 Miliar
1 Miliar
12
Daerah/Provinsi Lainnya
1 Miliar
750 Juta
Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016
Sehubungan dengan adanya batasan harga nominal
Indonesia tidak membedakan pengaturan Loan
properti yang cukup tinggi dan juga untuk membeli
to Value Ratio (LTV) terhadap Kredit Pemilikan
suatu properti konsumen dapat menggunakan
Rumah bagi penduduk maupun orang asing.
pembiayaan dari bank, Bank Indonesia tidak
Dengan dibukanya kesempatan bagi orang asing
mengatur larangan bagi bank untuk menyalurkan
dapat membeli properti di Indonesia, maka
kredit kepada orang asing. Sesuai PBI No.18/19/
manfaat yang dapat diperoleh antara lain:
PBI/2016 tanggal 5 September 2016 tentang
1. Meningkatnya permintaan properti sehingga
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara
dapat menciptakan lapangan kerja dan
Bank Dengan Pihak Asing, pihak asing dapat
peningkatan serapan produk lokal yang
memperoleh Kredit atau Pembiayaan Konsumsi
selanjutnya diharapkan mampu mendorong
dalam Rupiah dan/atau valuta asing sepanjang
pertumbuhan ekonomi.
digunakan di dalam negeri. Selain itu, Bank
112
Bank Indonesia
Rumah Tangga dan Korporasi
2. Peningkatan
penerimaan
Pemerintah
Pusat dan Daerah melalui pajak yang harus
membeli properti (affordability) menjadi turun.
dibayarkan oleh pihak pengembang dan
2. Perkiraan meningkatnya permintaan dari
pembeli properti seperti Pajak Pertambahan
orang asing akan mendorong pengembang
Nilai (PPn) atas bangunan, Pajak Bumi dan
untuk
Bangunan (PBB), dan Biaya Pengalihan Hak
persediaan properti, sedangkan kapasitas
Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
pengembang
3. Menghilangkan transaksi pembelian tanah oleh
pihak
asing
yang
menggunakan
penduduk lokal sebagai perantara (nominee agreement),
sehingga
penambahan
terdapat
pendapatan
potensi
negara
yang
diperoleh dari transaksi langsung pembeli 4. Mendukung peningkatan cadangan devisa karena
adanya
dalam
berupaya juga
menambah
terbatas
penyediaan
termasuk
lahan.
Hal
ini
dikhawatirkan dapat menimbulkan aksi yang bersifat spekulasi. 3. Terdapat properti
kemungkinan yang
tidak
meningkatnya
produktif
karena
dibiarkan kosong oleh pemiliknya (WNA). 4. Dapat dijadikan sarana bagi orang asing
properti (pihak asing). negara
di
selalu
foreign
direct
investment (FDI) dengan adanya pembelian
untuk menghindari pajak dan melakukan pencucian uang dari negara asalnya. 5. Dapat menciptakan distribusi kemakmuran yang tidak merata.
properti oleh pihak asing. 5. Dengan pertimbangan bahwa pihak asing adalah smart investor yang selalu melihat
Hal lain yang perlu dicermati adalah kemungkinan
data untuk melakukan investasi di bidang
adanya potensi permintaan properti oleh asing,
properti, maka kualitas data sektor properti
yakni:
di Indonesia dapat menjadi lebih transparan
1. Dengan masih terbatasnya jumlah pekerja asing (expatriates) di Indonesia (yang
dan akuntabel.
memiliki KITAS dan KITAP), permintaan Namun demikian, di sisi lain terdapat beberapa
properti dari orang asing diperkirakan belum
risiko yang perlu diperhatikan dan dicermati
akan meningkat secara signifikan.
terkait dengan kepemilikan properti oleh asing,
2. Daya tarik properti Indonesia biasanya
yaitu:
terletak di daerah yang merupakan pusat
1. Meningkatnya permintaan properti akibat
ekonomi atau pariwisata seperti Jakarta,
pembelian pihak asing dapat menyebabkan harga
properti
meningkat
Surabaya, Bali, Batam, dan Medan.
sehingga
kemampuan penduduk domestik/lokal untuk
Bank Indonesia
113
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Permainan congklak merupakan permainan tradisional yang membutuhkan strategi penempatan buah congklak ke dalam masing-masing ceruk pada papan congklak agar habis lebih dulu. Dalam sistem keuangan, serupa dengan distribusi buah congklak dari satu ceruk ke ceruk lainnya, perbankan menjalankan fungsi intermediasinya dengan menyalurkan dana yang dihimpun melalui pertimbangan berbagai risiko, tidak hanya untuk mencapai keuntungan dan efisiensi namun juga untuk mendukung pembiayaan perekonomian.
Perbankan dan IKNB
04 Selama semester II 2016, perkembangan industri perbankan secara umum membaik dibanding semester sebelumnya, tercermin dari peningkatan pertumbuhan intermediasi dengan risiko kredit yang terkendali, didukung permodalan dan likuiditas yang terus membaik. Total aset industri perbankan tercatat sebesar Rp6.729,8Triliun, dengan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan semester sebelumnya. Permodalan perbankan yang masih terjaga di level tinggi dan didominasi oleh modal inti menunjukkan ketahanan perbankan dalam menghadapi risiko. Dari sisi intermediasi, pertumbuhan DPK meningkat signifikan, ditopang oleh masuknya dana tax amnesty dan meningkatnya ekspansi rekening pemerintah. Sedangkan pertumbuhan kredit masih dalam tren perlambatan, dipengaruhi oleh masih terbatasnya permintaan kredit dari korporasi dan perilaku bank yang cenderung hatihati dalam penyaluran kredit. Risiko kredit perbankan masih perlu dicermati, meskipun rasio NPL gross tercatat membaik pada semester II 2016. Sementara itu profitabilitas dan efisiensi perbankan sedikit menurun sebagai dampak penurunan kredit dan meningkatnya biaya pencadangan akibat tingginya risiko kredit. Sejalan dengan perkembangan perbankan konvensional, kinerja perbankan syariah membaik di paruh kedua 2016, didorong semakin menguatnya konsolidasi. Pertumbuhan aset dan pembiayaan perbankan syariah meningkat seiring dengan peningkatan market share sebagai dampak positif dari konversi BPD Aceh menjadi bank syariah pada September 2016. Tingkat pembiayaan bermasalah perbankan syariah relatif cukup tinggi, namun rasio profitabilitas masih meningkat. Disisi lain, ketahanan risiko perbankan syariah masih cukup memadai dengan meningkatnya permodalan. Kinerja Industri Keuangan Nonbank (IKNB) selama semester II 2016 mengalami perbaikan baik dari sisi pembiayaan maupun pendanaan, meski NPF Perusahaan Pembiayaan (PP) masih meningkat. Profitabilitas PP membaik, didukung peningkatan pembiayaan, sementara itu eksposur risiko dari sisi valuta asing berkurang seiring dengan turunnya ULN. Industri asuransi juga menunjukkan perbaikan kinerja, sebagaimana tercermin pada peningkatan total aset dan volume investasi serta penurunan risiko usaha industri asuransi.
Perbankan dan IKNB
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Kinerja Institusi Keuangan dan Syariah melambat namun risiko masih terjaga dengan baik
Risiko Perbankan Meningkat Namun Ketahanan Masih Terjaga
Permodalan Masih Kuat CAR menjadi
Likuiditas Terjaga dengan Baik
Rp Rp
Rp
22,69% Efisiensi Menurun %
55,53%
99,36%
2,93% Risiko Pasar Relatif Terjaga
Rp Rp
Risiko Suku Bunga Relatif Terjaga Perbankan Short Valas Sebesar
7,86% Pertumbuhan DPK menjadi
Profitabilitas Terjaga ROA menjadi
Rp5,09 triliun Risiko Perubahan Harga SBN Sedikit Meningkat
9,60%
2,17%
LDR menjadi
NIM menjadi
5,47
NPL Gross menjadi
Pertumbuhan Kredit menjadi
CIR menjadi
Rp
Risiko Kredit Membaik
AL/NCD menjadi
Intermediasi Masih Melambat
BOPO menjadi
82,85
Rp
90,50%
%
Kredit UMKM Penyaluran Kredit UMKM menjadi
NPL Kredit UMKM menjadi
8,4%
4,15%
Kinerja Industri Keuangan Nonbank (IKNB) selama semester II 2016 mengalami perbaikan namun Risiko Pembiayaan Masih Cukup Tinggi.
Perusahaan Pembiayaan
Aset menjadi
Rp Rp
Rp 443 triliun Profitabilitas Meningkat
Rp
ROA menjadi
3,87% ROE menjadi
12,01%
Pertumbuhan Volume Pembiayaan menjadi
Efisiensi Sedikit Menurun BOPO menjadi
Rp
Pertumbuhan Sumber Pendanaan PP menjadi
4,29%
116
Bank Indonesia
Pertumbuhan Volume Investasi menjadi
Aset menjadi
Rp Rp
Rp932 triliun
6,67% (yoy)
82,71% Rp
Asuransi
Rp Rp
Rp
21,70%
Likuiditas MasihTerjaga Current Ratio sebesar
1,66
Rp
Profitabilitas Sedikit Menurun ROA menjadi
Risiko Menurun
Risiko Kredit Meningkat NPF
Rasio kecukupan Premi terhadap Pembayaran Klaim menjadi
3,26%
157,99%
3,29% ROE menjadi
12,16%
Perbankan dan IKNB
Rp
Rp Rp
Kinerja Perbankan Syariah Masih Cukup Baik namun Risiko Pembiayaan Masih Cukup Tinggi
Likuiditas meningkat AL/NCD menjadi
Profitabilitas ROE menjadi
Rp
121,27%
4,59%
AL/DPK menjadi
CAR menjadi
15,95%
ROA menjadi
22,04%
0,63%
Intermediasi
Risiko Kredit
DPK menjadi
FDR menjadi
20,83%
88,78%
Pembiayaan menjadi
16,44
NPF Gross menjadi
4,68%
%
Bank Indonesia
117
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
perbankan diperkirakan akan mampu menjaga kondisi
4.1. Asesmen Kondisi dan Risiko Sektor Perbankan
likuiditas perbankan tetap di atas threshold karena ditunjang pola pengelolaan likuiditas bank yang lebih
4.1.1. Asesmen Kondisi dan Risiko Likuiditas
antisipatif (posisi short penempatan OM) terutama
Likuiditas industri perbankan meningkat baik dari
pada periode tekanan.
aspek ketahanan maupun penambahan alat likuid apabila dibandingkan dengan semester sebelumnya,
Ketahanan likuiditas perbankan terindikasi dari rasio
meski sedikit mengalami tekanan pada triwulan III
Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) yang
2016 akibat outflow setoran tax amnesty dan outflow
mencerminkan kemampuan bank untuk memenuhi
kartal lebaran. Terjaganya kondisi likuiditas perbankan
kewajibannya terkait potensi penarikan DPK serta
pada akhir 2016 sejalan dengan inflow dana tebusan
untuk mendukung ekspansi kredit. Pada semester II
tax amnesty pada Triwulan IV 2016, meningkatnya
2016 AL/NCD meningkat ke level 99,36% dibandingkan
ekspansi rekening pemerintah di akhir tahun, dan
dengan semester I 2016 di level 97,40%. Meningkatnya
melambatnya pertumbuhan kredit. Tingginya likuiditas
rasio AL/NCD juga sejalan dengan rasio AL/DPK yang masih jauh di atas thresholdnya.
Grafik 4.1 Rasio Likuiditas Perbankan 24%
110%
23%
105%
22%
99,36%
100%
21%
95%
20%
20,93%
90%
19%
85%
18%
AL/ NCD
Des-16
Jul-16
Apr-16
Jan-16
Oct-15
Jul-15
Apr-15
Jun-15
Oct-14
Jul-14
Apr-14
Jan-14
Jan-13
Oct-13
16% Jul-13
17%
75% Apr-13
80%
AL/DPK (Skala Kanan)
Grafik 4.2 Perkembangan Alat Likuid Perbankan 120
Rp T 1.600
%
1.400
110
1.200
100
1.000
90
800
80
600
70
400
60
200
50
0 Des ’12
Jun ‘13
Des ’13
Jun ’14
AL/NCD
Des ’14
Jun ’15
Alat Likuid (Skala Kanan)
AL = Kas + Penempatan pada BI + Excess Reserve - GWM NCD = 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito Sumber: Bank Indonesia
118
Bank Indonesia
Des ’15
Jun ’16
Des ’16
Perbankan dan IKNB
Berdasarkan kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha
penempatan di Bank Indonesia yang sebagian dananya
(BUKU), rasio AL/NCD kelompok BUKU 2, 3 dan 4
berasal dari perpindahan DPK dari BUKU 1 ke BUKU 3
mengalami kenaikan dibandingkan dengan semester
dan 4 sehingga AL/NCD BUKU 1 mengalami penurunan
sebelumnya, sedangkan kelompok BUKU 1 mengalami
akibat penurunan Depocit Facility. Adapun secara
penurunan. Peningkatan AL/NCD pada BUKU 2, 3 dan
industri, posisi AL/NCD masih baik karena berada jauh
4 tersebut didorong oleh kenaikan alat likuid terutama
diatas threshold sebesar 50%.
Tabel 4.1 AL/NCD per BUKU
Tabel 4.2 Penambahan AL Triwulan II
Rasio AL/NCD (%) 2014
2015
Des
Jun
Penambahan AL (Rp T) Tw IV
Pola
Semester
2016 Des
Jun
Des
BUKU 1
102,88
87,15
86,38
104,90
100,95
BUKU 2
109,44
101,88
113,07
109,13
110,34
BUKU 3
82,33
91,72
89,15
99,43
105,20
BUKU 4
107,17
90,20
90,69
92,63
93,28
INDUSTRI
99,83
92,50
93,44
97,40
99,36
Ytd
2014
150,16
2015
37,06
149,22 13,02
2016
81,56
154,62
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi likuiditas perekonomian, M2 tumbuh
pemerintah. Sementara M1 pada semester II 2016
meningkat ke 10,02% dari 8,39% pada semester I
tumbuh menjadi 17,27% dibanding 13,94% pada
2016 sejalan dengan peningkatan DPK perbankan
semester I 2016 karena ditopang peningkatan aliran
dan dipengaruhi oleh ekspansi operasi keuangan
uang kartal sejalan dengan ekspansi pemerintah.
Grafik 4.3 Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian dan Rasio Likuiditas Perbankan
25% 20%
Grafik 4.4 Net Ekspansi Pemerintah
140%
Trilliun Rp, Ytd
120%
250
100%
15%
80%
10%
60% 40%
5% Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
0%
20%
2012 M2 (%yoy)
2013
2014 M1 (%yoy)
2015
0%
150 100 50 0 (50)
2016 AL/NCD (%) - rhs
194 171 157 135
200
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 2013
2014
2015
2016
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia
119
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
4.1.2. Asesmen Kondisi dan Risiko Intermediasi
Rp208,9 triliun pada semester II 2016, lebih tinggi
Intermediasi perbankan pada semester II 2016
dibanding peningkatan pada semester I 2016 sebesar
ditandai dengan perlambatan pertumbuhan kredit,
Rp110,2 triliun.
namun terdapat peningkatan pertumbuhan DPK. Grafik 4.5 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
Peningkatan DPK tersebut disebabkan penerimaan dana tax amnesty oleh bank yang ditunjuk. Sehingga Loan-to-Deposit Ratio (LDR) perbankan menurun. Perlambatan kredit yang terjadi masih berlanjut
15%
8,89%
5%
5,90%
7,86%
dibanding tahun sebelumnya namun telah membaik dibanding semester I 2016. Meningkatnya permintaan
0% Sem I 2015
pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah telah
DPK
meng-offset lemahnya permintaan kredit baru dari korporasi. Pelaksanaan konsolidasi kredit bermasalah oleh
perbankan
juga
telah
berkurang
seiring
melambatnya pertumbuhan NPL bank.
9,60%
10%
Sem II 2015
Sem I 2016
Kredit
Grafik 4.6 Perkembangan Lending Standard Lebih Ketat
35 30
Survey Q2 2015
25 20
Perbaikan
pertumbuhan
kredit
dengan penurunan tipis indeks lending standard
Survey Q3 2015
15
terkonfirmasi 1
Sem II 2016
10 Tidak Berubah
0
pada triwulan IV 2016, meskipun masih pada level
-5
yang cukup tinggi. Penyaluran kredit perbankan di
Lebih -10 Longgar
triwulan I 2017 diperkirakan tidak seketat di triwulan sebelumnya.
Survey Q4 2016
5
Ekspektasi Q1 2017 Kredit Investasi
Kredit Modal Kerja
Kredit Konsumsi
Total
Tabel 4.3 Perkembangan LDR per Kelompok BUKU
Selain dari perbankan, korporasi mendapatkan pendanaan dari pasar modal berupa pendanaan dari penerbitan obligasi korporasi dan sukuk serta dari IPO, serta dari perusahaan pembiayaan. Pembiayaan dari pasar modal dan perusahaan pembiayaan menunjukkan tren peningkatan, mencapai Rp111,0 triliun sedikit meningkat dibanding semester sebelumnya sebesar Rp106,8 triliun (Informasi lebih detail terkait sumber
Keterangan
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
BUKU 1 Kredit (Rp T)
71,46
74,75
78,24
83,01
DPK (Rp T)
95,71
81,15
95,38
88,02
LDR (%)
74,65
92,12
82,03
94,31
Kredit (Rp T)
602,08
BUKU 2 636,36
658,22
685,36
DPK (Rp T)
700,95
660,67
728,41
710,28
85,89
96,32
90,36
96,49
Kredit (Rp T)
1.543,61
BUKU 3 1.565,12
1.578,18
1.604,10
DPK (Rp T)
1.589,31
1.590,52
1.609,11
1.684,32
97,12
98,40
98,08
95,24
Kredit (Rp T)
1.610,90
BUKU 4 1.781,89
1.853,67
2.004,72
DPK (Rp T)
1.933,77
2.080,91
2.141,77
2.354,14
83,30
85,63
86,55
85,16
LDR (%)
LDR (%)
pembiayaan nonbank dapat dilihat pada Bab 2).
LDR (%)
Pembiayaan secara total mengalami peningkatan
Kredit (Rp T)
3.828,04
Industri 4.058,13
4.168,31
4.377,19
DPK (Rp T)
4.319,75
4.413,24
4.574,67
4.836,76
dibanding
LDR (%)
88,62
91,95
91,12
90,50
semester sebelumnya
dikontribusikan
peningkatan yang signifikan pada pembiayaan oleh
Sumber: Bank Indonesia
bank. Pembiayaan oleh bank meningkat sebesar 1
Lending Standard adalah kebijakan yang ditetapkan sebagai pedoman umum pemberian kredit kepada calon debitur dalam suatu institusi keuangan. Lending standard dapat berbeda antar satu institusi keuangan dengan institusi keuangan lainnya dan antar wilayah. Indeks Lending Standard mengukur pelonggaran atau pengetatan pedoman dalam pemberian pinjaman kepada debitur secara industri perbankan.
120
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)
sebelumnya sebesar 9,83% pada semester I 2016.
Pada semester II 2016, pertumbuhan DPK industri
Sementara itu, pertumbuhan DPK valas yang mulai
perbankan meningkat menjadi 9,60% (yoy) dari
mencatatkan angka negatif sejak Maret 2016, per
sebelumnya 5,90% di semester I 2016. Peningkatan
Oktober 2016 sudah mengalami titik balik. DPK valas
pertumbuhan DPK terjadi pada akhir semester II 2016
tumbuh -0,33% di semester II 2016, lebih tinggi
disebabkan antara lain oleh masuknya dana tebusan
dibanding semester I 2016 yang tumbuh -12,12%.
dan repatriasi program tax amnesty. Selain itu juga terdapat kontribusi base effect2 akibat terjadinya
Dilihat dari jenis simpanan, hanya tabungan yang
perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan
pertumbuhannya melambat, yaitu dari 16,33% pada
di akhir 2015 yang turut disebabkan penurunan
semester I 2016 menjadi 11,16% di semester II 2016.
pertumbuhan dana Pemerintah Daerah di perbankan.
Sebaliknya, giro dan deposito mengalami peningkatan
Apabila dilihat berdasarkan BUKU, pertumbuhan
pertumbuhan, yaitu masing-masing menjadi 13,84%
paling tinggi terjadi di BUKU 4.
dan 6,46% pada semester II 2016, dari 1,47% dan 1,97% pada semester I 2016.
Berdasarkan
valuta,
mulai
terjadi
peningkatan
pertumbuhan DPK Rupiah menjadi 11,62% dari Tabel 4.4 Pertumbuhan DPK per BUKU (%, yoy) BUKU
Pangsa Pasar Posisi Semester II 2016 (%)
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
BUKU 1
15,69
4,08
(0,35)
8,47
1,82
BUKU 2
18,36
6,66
3,92
7,51
14,68
BUKU 3
10,03
6,51
1,25
5,90
34,82
BUKU 4
12,75
8,17
10,76
13,13
48,67
Industri
12,65
7,26
5,90
9,60
100,00
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 4.5 Penerimaan Dana Tax amnesty per BUKU
Grafik 4.7 Pertumbuhan DPK (yoy)
40% BUKU BUKU 1
30%
Dana Tax Amnesty (Rp M) Tebusan
Repatriasi
Total
20%
-
-
-
10%
BUKU 2
4,521
7,985
12,506
0%
BUKU 3
22,675
40,321
62,996
-10%
BUKU 4
68,154
50,181
118,335
-20%
Industri
95,350
98,486
193,836
Sumber: OJK
11,62% 9,60% -0,33%
Sem I
Sem II
2013
Sem I
Sem II
2014
Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan DPK Valas (yoy)
Sem I
Sem II
2015
Sem I
Sem II
2016
Pertumbuhan DPK Rupiah (yoy)
Sumber: Bank Indonesia
2
Yang dimaksud dampak base effect adalah pertumbuhan tahunan (yoy) yang lebih tinggi karena pertumbuhan tahunan (yoy) pada periode yang sama tahun sebelumnya lebih rendah daripada kondisi pada umumnya.
Bank Indonesia
121
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Peningkatan pertumbuhan deposito terutama terjadi
berjangka panjang. Selain itu, meskipun pangsanya
pada deposito di atas Rp2 miliar, yaitu menjadi 8,53%
cenderung menurun seiring usaha perbankan untuk
di semester II 2016, lebih tinggi dibanding 0,35% di
menambah sumber pendanaannya dan mengalihkan
semester I 2016. Sedangkan deposito ≤ Rp2 miliar
ke CASA, namun ketergantungan perbankan pada
melambat menjadi 2,35% dari 5,37% di semester
deposan inti dan sumber dana mahal masih cukup
I 2016. Peningkatan pertumbuhan deposito ini
besar. Hal ini dapat menjadi sumber kerentanan
ditengarai merupakan dampak dari masuknya dana
dan risiko perbankan terutama bank-bank kecil yang
tax amnesty ke perbankan.
harus berkompetisi untuk memperoleh pendanaan. Namun tentunya terdapat trade off antara semakin
DPK Perbankan masih didominasi oleh DPK jangka
panjangnya sumber pendanaan yang meningkatkan
pendek, sehingga terjadi mismatch dengan pembiayaan
kestabilan perbankan, mengurangi mismatch namun
yang dilakukan perbankan yang sebagian besar
meningkatkan pula biaya bunga.
Tabel 4.6 Pangsa DPK berdasarkan Jangka Waktu
Jangka Waktu
Grafik 4.8 Pangsa DPK berdasarkan Deposan Inti/Non-Deposan Inti
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
JW <= 1 Bulan
72,3%
74,1%
72,1%
73,7%
JW > 12 Bulan
2,8%
2,5%
2,4%
2,3%
JW 1-3 Bulan
14,5%
14,5%
15,9%
14,4%
JW 3-6 Bulan
5,9%
5,3%
5,8%
5,4%
JW 6-12 Bulan
4,5%
3,6%
3,8%
4,2%
Grand Total
100%
100%
100%
100%
72,85%
76,07%
74,73%
77,00%
27,15%
23,03%
25,27
23,00%
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
Deposan Inti
Grafik 4.9 Pangsa DPK berdasarkan Nilai Penjaminan
Non-Deposan Inti
Grafik 4.10 Pertumbuhan DPK Berdasarkan Jenis Simpanan
50% 40% 30% 56,81%
54,03%
54,94%
55,80%
20%
13,84% 11,16% 8,53%
10% 0%
2,35%
-10% 43,19%
45,97%
45,06%
44,20%
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
-20% Sem I Giro
DPK s.d 2M
DPK di atas 2M Sumber: Bank Indonesia
122
Bank Indonesia
Sem II
2013
Sem I
Sem II
2014 Tabungan
Sem I
Sem II
2015 Deposito <= 2M
Sem I
Sem II
2016 Deposito >2M
Perbankan dan IKNB
Dari sisi komposisi DPK, tabungan mengalami kenaikan
Berdasarkan golongan pemilik dana, peningkatan
pangsa dibanding semester I 2016, menjadi 32,08%
DPK terutama dikontribusikan oleh meningkatnya
pada semester II 2016. Sebaliknya, giro dan deposito
pertumbuhan DPK pada golongan perseorangan
mengalami penurunan pangsa. Penurunan pangsa
seiring dengan masuknya dana tax amnesty ke
deposito terjadi baik pada deposito >Rp2 miliar
perbankan. Di samping perseorangan, peningkatan
maupun deposito ≤ Rp2 miliar. Penurunan pangsa
DPK milik swasta perusahaan non keuangan juga turut
deposito merupakan hasil dari upaya bank untuk
berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan DPK.
mengurangi ketergantungannya pada dana mahal dalam rangka efisiensi.
Grafik 4.11 Rata-rata Suku Bunga Deposito Rupiah 1 bulan per BUKU
8,0% 7,5% 7,0% 7,62
6,5%
6,82 6,0% 5,5% 5,0% Jun-16 Buku 1
Jul-16 Buku 2
Agt-16 Buku 3
Sep-16 Buku 4
Okt-16
Nov-16
Des-16
Industri
Grafik 4.12 Pangsa Komposisi DPK Perbankan
32,06%
30,54%
30,38%
30,25%
15,24%
15,45%
15,16%
14,42%
28,24%
31,63%
31,02%
32,08%
24,46%
22,38%
23,44%
23,24%
Sem I 2016
Sem II 2016
Sem I 2015 Giro
Tabungan
Sem II 2015 Deposito <=2M
Deposito >2M
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia
123
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Secara spasial, peningkatan pertumbuhan DPK terjadi
penghimpunan DPK masih terpusat di Jawa sejalan
pada tiga pulau dengan pangsa DPK terbesar, yaitu,
dengan kegiatan bisnis dan perputaran uang yang
Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, sementara pulau-
berpusat di Jawa, khususnya di DKI Jakarta sebagai
pulau lainnya mencatatkan perlambatan pertumbuhan
pusat ekonomi. DKI Jakarta mencatatkan pangsa DPK
dibandingkan semester I 2016. Di semester II 2016,
sebesar 50,62% dari total DPK perbankan.
Grafik 4.13 Perkembangan DPK Berdasarkan Golongan Pemilik Rp T 250 200 150 100 50 0% -50 -100 -150 -200 Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Sem II 2015
Swasta Perseorangan
Sem I 2016
Swasta - IKNB
Swasta Perusahaan non Lembaga Keuangan
Swasta Lainnya
Non Residen
Sem II 2016
Tabel 4.7 Pangsa DPK per Pulau
Pertumbuhan YOY DPK (%) Pulau
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
Jawa
13,40
7,48
6,27
10,70
78,09
Sumatera
10,68
4,79
3,05
7,81
10,99
Kalimantan
6,46
0,81
0,58
4,06
3,98
Sulawesi
12,08
17,87
14,07
3,32
2,96
Bali & Nusa Tenggara
12,23
10,09
7,87
5,02
2,54
Papua & Kepulauan Maluku
13,22
8,38
6,13
3,32
1,44
Sumber: Bank Indonesia
124
Pangsa DPK (%) Sem II 2016
Sem I 2015
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Perkembangan Kredit
KK
perlambatan
pertumbuhan
dikontribusikan
Pertumbuhan kredit masih berada dalam tren
melambatnya pertumbuhan kredit multiguna. Apabila
perlambatan sampai dengan semester II 2016. Kredit
dilihat pangsanya, penyaluran kredit perbankan masih
tumbuh 7,86% (yoy), lebih rendah dibanding semester
didominasi kredit bersifat produktif yakni KMK.
I 2016 yang sebesar 8,89% (yoy). Perpaduan antara rendahnya permintaan terhadap kredit baru dengan
Grafik 4.14 Pertumbuhan Kredit Perbankan
tingginya tingkat kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan kredit. Korporasi berupaya meningkatkan efisiensi dalam
pengaturan
arus
kas
dan
manajemen
persediaannya untuk mengurangi kebutuhan terhadap kredit baru, serta menahan investasi baru. Sedangkan
40% 30% 20% 9,15% 7,86%
10% 0%
0,92%
-10% -20% Sem I
perbankan fokus melaksanakan konsolidasi terhadap kredit bermasalahnya dan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru.
Sem II
Sem I
2013
Sem II
Sem II
Sem I
2015
Sem II
2016
Pertumbuhan Kredit Rupiah (yoy)
Pertumbuhan Kredit (yoy) Pertumbuhan Kredit Valas (yoy)
Berdasarkan valuta, terjadi perlambatan kredit rupiah
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan
dari 12,25% (yoy) pada semester I 2016 menjadi 9,15% (yoy) pada semester II 2016. Sebaliknya kredit valas
14,70%
mengalami peningkatan dari -7,76% menjadi 0,92%. Peningkatan penyaluran kredit valas ini disumbang
Sem I
2014
12,03% 9,04%
8,64%
7,30%
9,09%
8,84% 8,76%
6,93%
oleh peningkatan kredit valas pada perusahaan leasing dan untuk pembiayaan impor. Perusahaan leasing terindikasi menggunakan kredit dalam valas untuk membiayai ekspansi usaha mendanai peningkatan
KMK
KI
Sem II 2015
Sem I 2016
KK
Sem II 2016
leasing kendaraan bermotor roda empat serta untuk membayar utang luar negerinya yang jatuh tempo.
Grafik 4.16 Pangsa Kredit per Jenis Pengunaan
Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan kredit terjadi pada semua jenis penggunaan baik Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi
27,47%
(KK). Penyumbang perlambatan terutama berasal dari
KMK 46,81%
KI, dikontribusikan oleh sektor industri pengolahan
KK
dan perdagangan. Perlambatan ini seiring peningkatan risiko kredit di kedua sektor tersebut sehingga
KI
25,71%
korporasi menahan investasinya. Perlambatan KMK terutama disebabkan melambatnya kredit di sektor
Sumber: Bank Indonesia
pertanian dan perdagangan. Sementara itu, untuk Bank Indonesia
125
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Dari sisi sektor ekonomi, penyumbang utama
perlambatan
perlambatan pertumbuhan kredit pada semester II
pertanian, terutama disumbang subsektor perkebunan
2016 terutama berasal dari sektor industri pengolahan
sawit yang disebabkan sikap wait and see terhadap
dan pertanian. Perlambatan penyaluran kredit pada
stabilitas peningkatan harga sawit dari perkebunan
sektor industri pengolahan terutama terjadi pada
sawit sebelum melakukan perluasan lahan. Sikap wait
industri pupuk, logam dasar dan rokok. Sementara
and see tersebut karena harga sawit yang baru kembali
perlambatan kredit pada sektor pertanian terutama
meningkat pada semester II 2016 setelah berada pada
disumbang subsektor perkebunan kelapa sawit,
level yang cukup rendah selama beberapa semester
meskipun terjadi peningkatan PDB sektor pertanian
sebelumnya.
yang cukup signifikan pada semester II 2016.
pertumbuhan cukup signifikan pada semester II 2016
Perlambatan kredit di sektor industri pengolahan
sebagian besar disebabkan peningkatan harga sawit,
sejalan
namun dipengaruhi juga oleh base effect karena
dengan
penurunan
pertumbuhan
PDB
pertumbuhan
PDB
sektor
kredit
pada
pertanian
sektor
mengalami
harganya yang sangat rendah pada semester I 2016.
secara semesteran pada sektor tersebut. Sedangkan
Dari sisi spasial, penurunan pertumbuhan kredit paling Tabel 4.8 Pertumbuhan PDB Sektoral per Sektor Ekonomi 2014
Sektor
Jun
PERTANIAN
2015 Des
Jun
Jun
Des
5,02
3,48
5,20
2,34
2,50
4,03
(0,25)
1,10
(1,53)
(5,23)
1,18
0,95
INDUSTRI PENGOLAHAN
4,66
4,63
4,14
4,52
4,65
3,94
PENGADAAN LISTRIK
4,89
6,89
1,24
0,58
6,86
3,99
PENGADAAN AIR
4,81
5,66
6,20
7,92
4,75
2,51
KONSTRUKSI
6,83
7,11
5,68
6,98
5,93
4,57
PERDAGANGAN
5,57
4,81
2,64
2,53
4,12
3,75
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
7,28
7,45
5,85
7,47
7,40
8,06
HOTEL DAN RESTORAN
6,40
5,17
3,51
5,09
5,32
4,57
10,31
9,94
9,45
9,92
8,47
9,26
JASA KEUANGAN
4,54
4,83
5,54
11,58
11,44
6,56
REAL ESTAT
4,80
5,19
4,43
3,80
4,81
3,81
10,13
9,50
7,50
7,88
7,85
6,89
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
0,03
4,62
5,50
3,84
4,53
1,95
JASA PENDIDIKAN
4,46
6,39
8,26
6,50
5,24
2,56
JASA KESEHATAN
8,20
7,75
8,43
5,09
5,76
4,29
JASA LAINNYA
8,92
8,93
8,02
8,13
7,89
7,70
PERTAMBANGAN
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA PERUSAHAAN
Grafik 4.17 Pertumbuhan Kredit per Sektor Ekonomi (% yoy)
Grafik 4.18 Pertumbuhan Kredit per Sektor Ekonomi (Rp T) Triliun Rp
36,21%
120
24,18% 8,27% 6,40%
20%
2,85%
56,3
80
15,59%
10%
92,7
100
11,18% 7,86%
54,5
60 40
1,27%
41,8
21,7
29,5
20
0%
Sem I 2016
du st ri Pe n
Sem II 2015
Bank Indonesia
ga n
la in
In
in -
ga n Pe rd a
Sem II 2016
Sumber: Bank Indonesia
(8,9)
gk ut an Ko ns tru ks i Pe r t Ja an sa ia n Du ni a Us ah a Ja sa So Pe sia rta l m ba ng an
Sem II 2015
(5,8)
-40 ga n
k
To ta l
-20
Pe n
Lis tri
ga ng ku ta n Ko ns tru ks i Pe rta Ja ni sa an Du ni a Us ah a Ja sa So Pe sia rta l m ba ng an
(6,61%)
us tri
la
In d
La in -
Pe rd a
ga n
ga n
-20%
in
-10%
1,3
0
La
-3,24%
36,0
Sem I 2016
Sem II 2016
k
30%
Lis tri
40%
126
2016 Des
Perbankan dan IKNB
dalam terjadi di Sulawesi dan Sumatera. Secara pangsa
perlambatan
kredit,
meskipun
perlambatan
penyaluran kredit perbankan pada semester II 2016
pertumbuhan kredit di Jawa relatif kecil, perlambatan
masih terpusat di Pulau Jawa, diikuti oleh Sumatera,
tersebut menyumbang paling besar pada perlambatan
dan Kalimantan. Pulau Jawa sebagai pulau dengan
kredit keseluruhan.
pangsa penyaluran kredit terbesar juga mengalami Selanjutnya apabila dilihat dari kelompok BUKU, BUKU Tabel 4.9 Pangsa Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
Pertumbuhan YOY Kredit (%)
Pulau
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Pangsa Kredit (%) Sem II 2016
Sem II 2016
10,54
10,76
8,66
8,16
69,90
Sumatera
8,54
9,72
8,13
6,32
14,66
Kalimantan
7,44
3,16
5,19
4,48
5,91
Sulawesi
12,54
14,55
15,05
8,95
4,98
Bali & Nusa Tenggara
14,96
10,72
10,88
10,96
3,26
Papua & Kepulauan Maluku
13,02
11,77
12,74
14,99
1,29
Jawa
Sumber: Bank Indonesia
4 dan BUKU 2 mencatatkan perlambatan pertumbuhan
menghadapi peningkatan risiko kredit.
dibanding semester sebelumnya. Penyaluran kredit BUKU 4 tumbuh 12,51% (yoy) di semester II 2016,
Perlambatan pertumbuhan kredit perbankan diikuti
melambat dibanding 15,07% di semester I. Sementara
oleh penurunan suku bunga kredit pada semua BUKU
kredit BUKU 2 tumbuh 7,70%, melambat dari 9,32%
kecuali pada BUKU 1. Selain karena permintaan kredit
di semester I 2016. Perlambatan ini disebabkan
yang melemah, penurunan suku bunga tersebut juga
melemahnya permintaan terhadap kredit baru dan
seiring dengan penurunan suku bunga DPK.
sikap perbankan yang berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru akibat upaya konsolidasi yang dilakukan
Tabel 4.10 Pertumbuhan Kredit per BUKU (% yoy)
Grafik 4.19 Suku Bunga Kredit Rupiah Per BUKU (%)
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
Pangsa Posisi Sem II 2016 (%)
BUKU 1
6,91
7,19
9,50
11,05
1,90
BUKU 2
14,12
12,54
9,32
7,70
15,66
BUKU 3
8,08
5,32
2,24
2,49
36,65
BUKU 4
11,42
14,73
15,07
12,51
45,80
Industri
10,37
10,45
8,89
7,86
100,00
BUKU
17 16 15 14 13 12 11 10 Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II 2012 BUKU 1
2013 BUKU 2
2014
2015 BUKU 3
Sem I Sem II 2016 BUKU 4
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia
127
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Perkembangan Kredit UMKM
yaitu Industri Pengolahan dan Konstruksi, yang masing-
Penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
masing meningkat menjadi 10,7% (yoy) dan 11,8%
(UMKM) pada semester II 2016 mencapai Rp857 Triliun
(yoy) pada semester II 2016 dibandingkan semester
atau 19,4% dari total penyaluran kredit perbankan.
sebelumnya yang sebesar 5,3% dan 8%. Selain itu,
Penyaluran kredit UMKM tersebut tumbuh 8,4%
peningkatan pertumbuhan juga terjadi pada sektor
(yoy), meningkat dibandingkan dengan semester
akomodasi dan transportasi & telekomunikasi yang
sebelumnya sebesar 8,3% (yoy) dan dibandingkan
masing-masing tumbuh menjadi sebesar 18,6% (yoy)
dengan tahun sebelumnya (semester II 2015) yaitu
dan 2,2% (yoy) pada semester II 2016 dibandingkan
8% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM
semester sebelumnya yakni sebesar 17,4% dan -1,7%.
menjadi salah satu indikator mulai membaiknya perekonomian domestik dari kondisi perlambatan
Di sisi lain, beberapa sektor ekonomi dengan pangsa
ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya. Selain itu,
kredit yang cukup besar juga masih mengalami
kondisi likuiditas perbankan dan masih berlanjutnya
dampak dari perlambatan ekonomi yang terlihat
penurunan suku bunga kredit turut mendorong
dari menurunnya pertumbuhan kredit UMKM pada
peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada akhir
semester II 2016, yaitu sektor perdagangan besar
tahun 2016. Berdasarkan jenis penggunaannya,
& eceran dan sektor pertanian dan kehutanan yang
Kredit Modal Kerja (KMK) mengalami peningkatan
masing-masing turun menjadi 9,5% (yoy) dan 9,6%
pertumbuhan pada semester II 2016 menjadi sebesar
(yoy) dibandingkan semester sebelumnya sebesar
9,2% (yoy) dibandingkan semester I 2016 (7,8%, yoy).
12,5% dan 9,8%. Perlambatan pertumbuhan juga
Sementara itu, Kredit Investasi (KI) turun menjadi 6,4%
dialami beberapa sektor lain, yaitu Real Estate,
(yoy) dibandingkan dengan semester I 2016 (9,6%,
Perikanan, Jasa Kesehatan, dan Jasa Pendidikan yang
yoy).
masing-masing turun menjadi 5,7% (yoy), 7,4% (yoy), 9,2% (yoy), dan 10,2% (yoy) pada semester II 2016 peningkatan
dibandingkan semester sebelumnya sebesar 11,7%,
pertumbuhan kredit UMKM dialami oleh beberapa
10,6%, 20,1%, dan 13,3%. Menurunnya pertumbuhan
sektor ekonomi dengan pangsa kredit cukup besar,
kredit UMKM pada sektor perdagangan dipengaruhi
Berdasarkan
sektor
ekonomi,
Grafik 4.20. Perkembangan Kredit UMKM Triliun Rp
Grafik 4.21. Pertumbuhan Kredit UMKM pada 6 Sektor Ekonomi (%) 25,0 406
800 700 600 500
20,0
40,0%
19,42
30,0%
15,0
20,0%
255
400
200
10,0 8,4 5,0
100
196
-
Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agt-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16
300
BD Usaha Menengah
BD Usaha Kecil
BD Usaha Mikro
Share Kredit UMKM (skala kanan)
Growth Kredit UMKM -yoy (skala kanan) Sumber: Bank Indonesia,2016
128
0,0
Bank Indonesia
11,8% 10,7%
10,0%
9,6%
0,0%
9,4% 5,7%
-10,0%
-2,0%
-20,0%
Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 May-15 Jun-15 Jul-15 Aug-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-16 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16
900
Pertanian Real Estate
Perdagangan Industri Pengolahan
Js Kemasyarakatan Konstruksi
Sumber: Bank Indonesia, Laporan Bulanan Bank Umum 2016, diolah.
Perbankan dan IKNB
oleh pertumbuhan ekonomi domestik yang masih
4 pada penyaluran kredit UMKM disebabkan bank
terbatas
bisnis
di kelompok BUKU 4 telah memiliki competitive
perdagangan. Selain itu, ekspektasi konsumen untuk
advantage yang dibutuhkan dalam menyalurkan kredit
bulan Desember 2016 yang masih belum optimis juga
UMKM secara luas dengan kualitas terjaga, antara lain
turut mempengaruhi permintaan konsumen terhadap
jaringan kantor yang luas sampai ke tingkat desa serta
barang. Hal serupa juga dialami sektor pertanian
jumlah SDM yang memadai. Dari sisi pertumbuhan,
dan kehutanan yang terimbas perlambatan ekonomi
dibandingkan dengan semester II 2015 kelompok
global, sehingga penyaluran kredit ke sektor tradable
BUKU 1 mengalami penurunan pertumbuhan kredit
(pertanian, industri, dan pertambangan) masih
UMKM yang signifikan yaitu sebesar -44,4%. Demikian
melambat.
juga BUKU 3 yang pada semester II 2016 mengalami
sehingga
mempengaruhi
laju
pertumbuhan kredit sangat rendah sebesar 2,7%. Secara spasial, sebaran penyaluran kredit UMKM
Perlambatan serta rendahnya pertumbuhan kredit
masih belum merata dan terfokus pada wilayah-
UMKM pada BUKU 1 dan BUKU 3 tersebut antara
wilayah pusat aktivitas ekonomi seperti di pulau Jawa
lain karena strategi bank untuk fokus pada upaya
dan Sumatera dengan pangsa masing-masing sebesar
perbaikan kualitas kredit yang cenderung mengalami
58,0% dan 19,7%. Sementara itu, untuk wilayah timur
pemburukan sehingga menahan penyaluran kredit
Indonesia yaitu Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Nusa
baru.
Tenggara, serta Papua dan Maluku pangsanya masih
kredit sebagai dampak perlambatan ekonomi serta
relatif rendah yakni masing-masing sebesar 7,2%,
meningkatnya persaingan dengan adanya penyaluran
7,0%, 5,7%, dan 2,3%. Hal ini antara lain disebabkan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) memperkuat tertahannya
ketersediaan infrastruktur perbankan yang mayoritas
pertumbuhan kredit. Di sisi lain, bank-bank BUKU 2
berada di wilayah perkotaan. Sementara itu, secara
dan BUKU 4 masih mampu mengalami pertumbuhan
sektoral, mayoritas kredit UMKM diserap oleh sektor
yang cukup tinggi pada semester II 2016.
Disamping
itu
menurunnya
permintaan
Perdagangan Besar dan Eceran (pangsa 52,7%) yang ditujukan kepada usaha menengah. Dominasi ini
Perkembangan Risiko Kredit
lebih dipengaruhi oleh kompetensi SDM perbankan
Meskipun risiko kredit masih melanjutkan tren
dalam penyaluran kredit ke sektor perdagangan, serta
peningkatan
potensi risikonya yang relatif lebih teru. Sedangkan
pertumbuhan kredit bermasalah sudah mengalami
penyaluran kredit UMKM kepada sektor lainnya yang
perlambatan. Rasio NPL gross meningkat menjadi
juga berkontribusi cukup besar pada pertumbuhan
2,93% dibanding 2,49% di semester II 2015. Namun
ekonomi seperti sektor industri pengolahan dan
demikian, tingkat NPL gross pada semester laporan
sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan masih
tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
rendah dengan pangsa 10,3% dan 8,2% .
semester I 2016 sebesar 3,05%. Peningkatan NPL yang
pada
semester
II
2016,
namun
terjadi lebih rendah dibanding beberapa semester Berdasarkan kelompok BUKU, penyaluran kredit
sebelumnya. Tren peningkatan risiko kredit disebabkan
UMKM pada semester II 2016 tetap didominasi oleh
penurunan
BUKU 4 (pangsa 56,4%), diikuti oleh BUKU 3 (26,8%),
pertumbuhan kredit.
kinerja
korporasi
dan
perlambatan
BUKU 2 (14,2%), dan BUKU 1 (2,6%). Dominasi BUKU
Bank Indonesia
129
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Dari sisi jenis penggunaan, risiko kredit KMK, KI,
Dibandingkan dengan semester II 2015, peningkatan
maupun KK mengalami peningkatan dibandingkan
NPL KMK terutama dikontribusikan oleh sektor
semester II 2015. Peningkatan NPL gross terbesar
industri pengolahan dan perdagangan. Sedangkan,
dialami KMK dan KI, masing-masing naik dari 2,99%
peningkatan NPL KI dikontribusikan oleh sektor
dan 2,61% pada semester II 2015 menjadi 3,59% dan
perdagangan
3,21% pada semester II 2016. Sementara NPL gross KK
penyumbang utama NPL pada KK adalah kredit KPR
naik tipis dari 1,50% menjadi 1,53%.
tipe di atas 70.
dan
pertambangan,
sementara
Tabel 4.11. Pertumbuhan dan Pangsa Kredit UMKM berdasarkan BUKU
Pertumbuhan Kredit UMKM (yoy)
BUKU
Pangsa Kredit UMKM
Sem I 2014
Sem II 2014
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
Sem I 2014
Sem II 2014
Sem I 2015
Buku 1
5,7%
5,1%
5,1%
-0,6%
Sem II 2015
Sem I 2016
-1,9%
-44,4%
5,7%
5,1%
5,1%
5,1%
5,1%
Sem II 2016
Buku 2
15,9%
13,7%
13,1%
-11,1%
2,6%
-10,4%
12,3%
15,9%
13,7%
13,1%
13,7%
13,1%
14,2%
Buku 3
27,6%
28,3%
26,4%
6,4%
3,7%
2,7%
27,6%
28,3%
26,4%
28,3%
26,4%
26,8%
Buku 4
50,9%
52,9%
55,3%
16,4%
17,7%
15,6%
50,9%
52,9%
55,3%
52,9%
55,3%
56,4%
Sumber: Bank Indonesia, Laporan Bulanan Bank Umum 2016, diolah.
Grafik 4.23 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
Grafik 4.22. Perkembangan Rasio NPL 5,0%
3,74%
4,0%
4,0% 3,0%
2,93%
2,0%
3,59%
3,26%
3,21%
2,99%
3,0%
2,61% 1,67%
2,0% 1,50%
1,24%
1,0%
1,53%
Sem I Sem II
2011
2012
NPL Gross
Sem I Sem II
Sem I Sem II
2010
Sem I Sem II
Sem I Sem II
2009
Sem I Sem II
Sem I Sem II
2008
Sem I Sem II
Sem I Sem II
1,0% 0,0%
2013
2014
2015
2016
0,0%
KMK
KI
Sem II 2015
NPL Nett
Grafik 4.24 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi (% yoy)
KK
Sem I 2016
Sem II 2016
Grafik 4.25 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi (Rp T) (Rp T)
8,0%
7,16%
14
7,0%
10
3,86%
Sem II 2015
Sem I 2016
ga n
Sem II 2015
Sem II 2016 Sumber: Bank Indonesia
130
Bank Indonesia
1,3 1,4
3,5
2,0
-0,3
ga n Pe rd a
To ta l
-2 Lis tri k
0
0,0% Pe rd ag an ga n La in -la in In du Pe st ri ng an gk ut an Ko ns tru ks i Pe r t Ja an sa ia n Du ni a Us ah a Ja sa So Pe sia rta l m ba ng an
1,0%
1,5
1,6
2
Sem I 2016
Sem II 2016
-0,1 k
4
Lis tri
6
st ri ga ng ku ta n Ko ns tru ks i Pe rta Ja ni sa an Du ni a Us ah a Ja sa So Pe sia rta l m ba ng an
2,93% 1,64%
Pe n
1,52%
2,10%
la in
2,0%
2,23%
1,95%
In du
4,0% 3,0%
7,9
8,4
8
n-
3,44%
4,10%
La i
5,0%
12
4,83%
6,0%
Perbankan dan IKNB
ekonomi,
kembali menjadi penyumbang peningkatan NPL
penyumbang terbesar peningkatan NPL gross industri
terbesar di semester II 2016, selain itu NPL juga turut
perbankan adalah sektor perdagangan, industri
disumbang subsektor jasa pertambangan minyak dan
pengolahan dan pertambangan. Sementara sektor
gas. NPL gross subsektor pertambangan batubara dan
yang mencatat NPL gross tertinggi adalah sektor
jasa pertambangan minyak dan gas masing-masing
pertambangan, dengan NPL gross pada semester
naik dari 6,46% dan 7,17% di semester II 2015 menjadi
II 2016 sebesar 7,16%. Peningkatan NPL sektor
11,09% dan 14,78% di semester II 2016.
Apabila
dilihat
berdasarkan
sektor
perdagangan terutama berasal dari perdagangan bahan
konstruksi
dan
perdagangan
makanan,
Secara spasial, peningkatan rasio NPL gross industri perbankan dibandingkan semester II 2015 terjadi
minuman dan tembakau lainnya.
di Jawa, Kalimantan, serta Bali dan Nusa Tenggara. Sementara itu, sektor industri pengolahan juga
Jawa mencatatkan peningkatan terbesar dari 2,27%
mencatatkan peningkatan risiko kredit yang signifikan.
di semester II 2015 menjadi 2,92% di semester II
NPL sektor ini tercatat 3,44% pada semester II 2016,
2016. Di sisi lain, Kalimantan sebagai daerah yang
meningkat dibanding semester II 2015 dimana
mengalami dampak cukup signifikan dari penurunan
NPL tercatat sebesar 2,50%. Peningkatan NPL pada
harga komoditas mencatatkan peningkatan NPL
sektor industri pengolahan khususnya pada industri
terbesar, naik dari 3,86% di semester II 2015 menjadi
pengolahan akhir tekstil dan industri minuman.
4,40% di semester II 2016. Meskipun begitu, pangsa kredit Kalimantan relatif tidak terlalu besar sehingga
Meskipun perbankan sudah membatasi eksposur
peningkatan NPL tersebut dampaknya tidak terlalu
kreditnya pada subsektor batubara sejalan dengan
signifikan terhadap profil NPL nasional.
pemburukan komoditas tersebut, subsektor batubara
Tabel 4.12 NPL Gross per Wilayah (%)
Pulau Jawa
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
Pangsa Kredit sem II 2016 (%)
2,27
2,27
2,91
2,92
69,90
Sumatera
3,34
2,82
3,14
2,68
14,66
Kalimantan
3,42
3,86
4,76
4,40
5,91
Sulawesi
3,40
2,98
2,99
2,58
4,98
Bali & Nusa Tenggara
1,84
2,15
2,69
2,47
3,26
Papua & Kepulauan Maluku
4,09
3,72
3,79
3,12
1,29
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia
131
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Selanjutnya, berdasarkan BUKU, dibanding semester II
mengalami rating downgrade. Berdasarkan rating
2015 peningkatan rasio NPL gross terjadi pada semua
Pefindo, jumlah obligasi yang mengalami penurunan
BUKU. Peningkatan NPL gross terbesar terjadi pada
rating pada tahun 20163 berjumlah 24 obligasi atau
BUKU 1 dan BUKU 4. Namun, level NPL tersebut masih
meningkat dari tahun 2015 yang hanya berjumlah 13
jauh di bawah threshold 5%.
Obligasi.
Pemburukan
kualitas
kredit
perbankan
seiring
dengan meningkatnya jumlah Obligasi Korporasi yang
Tabel 4.13 Rasio NPL gross per BUKU (%)
BUKU
Tabel 4.14 Jumlah Obligasi Yang Mengalami Downgrade (Rating Pefindo)
Sem I 2015
Sem II 2015
Sem I 2016
Sem II 2016
Periode
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
BUKU 1
2,83
2,47
3,27
2,97
Q1
6
2
4
0
5
0
1
BUKU 2
3,19
2,97
3,71
3,31
Q2
12
7
2
1
3
0
3
BUKU 3
2,95
2,96
3,28
3,23
Q3
6
1
5
1
1
1
0
BUKU 4
1,94
1,90
2,61
2,55
Q4
0
3
4
0
1
1
1
Industri
2,56
2,49
3,05
2,93
Total
24
13
15
2
10
2
5
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah.
Perkembangan Risiko Kredit UMKM Selama periode laporan, risiko kredit UMKM mengalami tren penurunan dibandingkan kondisi NPL selama awal tahun 2016 bahkan lebih rendah dibandingkan periode semester akhir tahun 2015.
Grafik 4.26. Rasio NPL Gross Kredit UMKM per Tahun (%) 5.00 4.50
Perbaikan NPL sepanjang 2016 menunjukkan mulai
4.00
pulihnya kondisi perekonomian domestik yang sempat
3.50
melambat sejak 2014. Perbaikan tersebut ditunjukkan
3.00
dengan menurunnya NPL pada semester II 2016 menjadi 4,15% dari 4,20% pada semester II 2015.
Penurunan rating hingga posisi akhir september
3
132
Bank Indonesia
4,20% 4,15% 3,97% 3,23% 3,19% Jan
Feb
2012
Mar Apr 2013
Mei
Jun
Jul 2014
Agt
Sep
Okt Nov
Des
2015
Sumber: Bank Indonesia, Laporan Bulanan Bank Umum 2016, diolah.
2016
Perbankan dan IKNB
Dari sisi perbankan, membaiknya NPL gross antara lain
Grafik 4.28.NPL Gross Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha
dipengaruhi oleh kehatian-hatian perbankan dalam menyalurkan kreditnya, dimana pada akhir tahun
7,00
lebih berfokus berupaya mengembalikan kolektibilitas
6,00
nasabah
dapat
4,00
5,06% 4,30% 4,15%
meminimalisir berkurangnya laba akibat Cadangan
3,00
2,91%
2,00
2,10%
Kerugian Penurunan Nilai yang membesar.
1,00
Usaha Kecil UMKM
Des-16
Agt-16
Okt-16
Jun-16
Apr-16
Feb-16
Des-15
Agt-15
Usaha Mikro Usaha Kecil
Berdasarkan jenis penggunaan, pada semester II
Okt-15
Jun-15
sehingga
Apr-15
turun,
Feb-15
yang
Des-14
UMKM
5,00
Perbankan
2016 Kredit Investasi UMKM memiliki rasio NPL Sumber: Bank Indonesia, Laporan Bulanan Bank Umum 2016, diolah.
gross sebesar 4,26%, lebih tinggi dibandingkan Kredit Modal Kerja UMKM yang sebesar 4,11%. Sejalan
Perbaikan kualitas kredit UMKM pada semester II
dengan membaiknya NPL gross kredit UMKM, risiko
2015 terjadi pada sebagian besar sektor ekonomi
kredit kedua jenis kredit UMKM tersebut menurun
diantaranya sektor perdagangan besar dan eceran
dibandingkan semester I 2016 yaitu sebesar 4,54%
menjadi 3,94%, sektor industri pengolahan (3,8%),
untuk Kredit Investasi dan 4,60% untuk Kredit Modal
sektor pertanian dan kehutanan (4,21%), dan sektor
Kerja.
jasa kemasyarakatan (3,58%). Di sisi lain, terdapat beberapa sektor yang juga mengalami perbaikan
Grafik 4.27. NPL Gross Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
NPL, namun masih berada pada kategori macet, yaitu sektor konstruksi menjadi 6,70% yang bersumber dari
6,00%
subsektor konstruksi perumahan sederhana, serta
terdapat pada Usaha Menengah sebesar 5,06%, diikuti
Grafik 4.29. Perkembangan NPL Gross Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi 12,0%
oleh Usaha Kecil (4,30%), dan Usaha Mikro (2,10%).
10,0%
Tingginya NPL pada Usaha Menengah terutama
6,0%
bersumber dari sektor perdagangan besar dan eceran
2,0%
dengan porsi NPL yang sebesar 42,30% dari total nominal NPL Kredit Usaha Menengah. Sementara itu, berdasarkan kelompok BUKU, NPL gross tertinggi kredit UMKM terdapat pada BUKU 1 sebesar 7,17%, diikuti oleh BUKU 2 (7,02%), BUKU 3 (4,98%), dan
8,27% 6,70%
8,0%
5,31%
5,19%
4,21%
3,94%
3,80%
4,0%
2,43%
0,0%
Sem II 2015
Sem I 2016
Listrik dan Gas
Berdasarkan klasifikasi usaha, rasio NPL gross tertinggi
2,43%.
Industri
Sumber: Bank Indonesia, Laporan Bulanan Bank Umum 2016, diolah.
pemburukan masing-masing menjadi 5,31% dan
Perdagangan
KI UMKM
real estate dan sektor listrik, gas & air mengalami
Pertanian
KMK UMKM
dan penggalian Lainnya Sementara itu, NPL di sektor
Transporatasi
Kredit UMKM
terutama bersumber dari subsektor pertambangan
Real Estate
3,00%
Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agt-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16
4,00%
sektor pertambangan & penggalian (8,27%) yang
Konstruksi
4,26% 4,15% 4,11%
Pertambangan
5,00%
Sem II 2016
Sumber: Bank Indonesia, Laporan Bulanan Bank Umum 2016, diolah.
BUKU 4 (2,90%). Bank Indonesia
133
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Pemenuhan Kewajiban Penyaluran Kredit UMKM
non migas kepada non UMKM. Di dalam implementasi
Dalam rangka mendorong pengembangan UMKM,
kebijakan ini, Bank Indonesia mengenakan insentif dan
melalui PBI No.14/22/PBI tanggal 21 Desember 2012
disinsentif kepada Bank Umum yang dapat memenuhi
sebagaimana diubah oleh PBI No.17/12/PBI tanggal
atau tidak dapat memenuhi target rasio kredit UMKM
25 Juni 2015 tentang Pemberian Kredit/Pembiayaan
pada setiap tahapnya dengan kualitas yang terjaga.
oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka
Insentif yang diberikan berupa pelonggaran batas atas
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, bank
Loan to Funding Ratio (LFR) kepada bank yang dapat
umum diwajibkan untuk menyalurkan kredit kepada
mencapai rasio kredit UMKM lebih cepat dari yang
UMKM minimum sebesar 20% (secara bertahap) dari
ditetapkan dengan kualitas kredit yang terjaga. Selain
total kredit yang disalurkan. Pada akhir tahun 2016,
itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan insentif
bank umum diwajibkan untuk memiliki rasio kredit
berupa pelatihan kepada bank untuk meningkatkan
UMKM terhadap total kredit minimum sebesar 10%
kompetensi SDM bank dalam penyaluran kredit
dengan kualitas kredit yang terjaga. Khusus bagi
UMKM, pelatihan kepada UMKM calon debitur
kelompok Bank Campuran dan Kantor Cabang Bank
bank, fasilitasi pemeringkatan kredit (credit rating),
Asing, mengingat kedua kelompok bank ini kurang
serta publikasi dan penghargaan (award). Sedangkan
memiliki keahlian dalam menyalurkan kredit UMKM,
disinsentif yang dikenakan berupa pengurangan jasa
namun agar tetap memberikan kontribusi positif dalam
giro bagi bank umum konvensional yang tidak dapat
perekonomian nasional, maka pemenuhan ketentuan
mencapai rasio kredit UMKM yang ditentukan dan/
rasio kredit UMKM kedua kelompok bank tersebut
atau kualitas kredit UMKM dan total kredit kurang
diakomodir dengan cara memasukkan kredit ekspor
baik.
Gambar 4.1. Pencapaian Rasio Kredit UMKM Bank Umum tahun 2016
Mencapai Rasio Kredit UMKM 10%
NPL <5% 56 Bank
!
118 Bank
Tidak Mencapai Rasio Kredit UMKM 10% 30 Bank
NPL <5% 56 Bank
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum 2016, diolah.
134
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Pada akhir tahun 2016, dari 118 Bank Umum, 56 bank
internal bank, yaitu strategi bisnis head office
umum (47,5%) telah memenuhi kewajiban pencapaian
yang tidak masuk ke segmen UMKM dan rating
rasio kredit UMKM dengan kualitas yang terjaga.
debitur tidak memenuhi standar rating bank.
Selebihnya merupakan bank umum yang belum dapat memenuhi kewajiban tersebut. Dari 30 Bank Umum
Di tengah kendala-kendala tersebut, perbankan tetap
yang belum dapat memenuhi rasio kredit UMKM,
berupaya meningkatkan penyaluran kredit kepada
mayoritas berasal dari BUKU 2 sebanyak 15 bank
UMKM, antara lain melalui strategi-strategi sebagai
diikuti oleh BUKU 1 (9 bank) dan BUKU 3 sebanyak
berikut:
6 bank. Tidak terpenuhinya ketentuan rasio kredit
a. Pengembangan produk dengan pendekatan supply chain financing.
UMKM terutama karena kurangnya keahlian bank dalam penyaluran kredit UMKM serta menurunnya
b. Restrukturisasi dan eksekusi bagi debitur yang default.
permintaan kredit dan kinerja UMKM sebagai dampak
Mobile collection kepada debitur usaha mikro.
perlambatan ekonomi domestik yang menyebabkan
c.
tingginya risiko kredit (NPL) UMKM pada 2016.
d. Penyaluran kredit yang lebih selektif dan pembenahan internal untuk menjaga kinerja
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD)
kredit.
dengan pihak Perbankan, beberapa kendala yang
e. Pemetaan secara geografis berdasarkan proyeksi
dihadapi bank dalam memenuhi ketentuan rasio
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan kredit
kredit UMKM adalah:
per wilayah.
a. Kurangnya keahlian dan kapasitas Bank dalam
f. Pembentukan
biro
kredit
baru UMKM,
yang
menangani
penyaluran kredit UMKM, antara lain mencakup
penyaluran
penyederhanaan
aspek:
proses pengajuan kredit, optimalisasi Account Officer (AO), dan mempermudah prosedur kredit.
1) Keterbatasan jaringan kantor 2) Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
Perkembangan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
secara kuantitas dan kualitas 3) Minimnya
infrastruktur
dan
Teknologi
Informasi (TI) 4) Terbiasa dalam penyaluran kredit konsumtif, bukan produktif b. Biaya kredit yang tinggi, sehingga tingkat suku bunga kurang kompetitif
Program KUR merupakan kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) di bidang usaha yang produktif dan layak namun belum bankable yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin. KUR diluncurkan pertama kali pada November 2007. KUR bertujuan
c. Menurunnya permintaan kredit serta kinerja
untuk meningkatkan akses pembiayaan UMKM kepada
UMKM sebagai dampak perlambatan ekonomi
perbankan, yang terbagi dalam skim KUR Mikro, KUR
domestik.
Ritel, dan KUR Penempatan TKI. Dalam perjalanannya
d. Relatif sulitnya memperoleh debitur baru yang
skema KUR mengalami penyempurnaan. Untuk KUR
potensial (sebagai dampak persaingan dengan
skema baru (skema tahun 2015 dan 2016) terutama
KUR)
diarahkan untuk mendorong kenaikan pertumbuhan
e. Khusus bagi beberapa Bank Asing dan Bank
ekonomi yang sedang melambat.
Campuran, juga terkendala dengan kebijakan Bank Indonesia
135
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Penyaluran KUR selama periode 2016 (hingga
sektor jasa-jasa (11%), sektor industri pengolahan
Desember 2016) telah mencapai Rp94,4 Triliun atau
(4,1%) dan sektor perikanan (1,2%). Meskipun masih
94,4% dari target 2016 (Rp100 Triliun) yang disalurkan
terkonsentrasi di sektor perdagangan besar dan
kepada 4.362.599 debitur. Bank pelaksana KUR yang
eceran, porsi penyaluran KUR kepada sektor produksi
memiliki realisasi terbesar adalah BRI (Rp69,5 Triliun),
(pertanian, perikanan, dan industri) cenderung
73,6% dari penyaluran KUR nasional, diikuti oleh Bank
meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan wilayah,
Mandiri (Rp13,3Triliun, 14,1%) dan BNI (Rp10,3Triliun,
Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah penyaluran
10,9%). Sedangkan realisasi bank-bank pelaksana KUR
KUR tertinggi, mencapai Rp16,9 triliun atau 17,9% dari
lainnya sesuai dengan targetnya yang masih sangat
realisasi KUR nasional, diikuti oleh Jawa Timur dan
rendah. Berdasarkan skema, penyaluran KUR terbesar
Jawa Barat. Sebaran tersebut sejalan dengan sebaran
dialokasikan pada skema KUR Mikro sebesar 69,5%.
jumlah UMKM di Indonesia. Di sisi lain, terdapat penurunan pangsa penyaluran di wilayah Indonesia bagian Timur, terutama Maluku & Papua (2,3%) dari
87,8
Triliun 80,2
80%
94,4%
87,8%
72,3
80,2%
65,3% 65,3
72,3%
54,8% 54,8
90% 70% 60%
Grafik 4.32. Baki Debet KUR Berdasarkan Sektoral 2016
50%
26,9
40% 30% 20%
6,2
20
Desember 2015 (3,0%).
% 100%
14,3
6,2%
14,3%
50
26,9%
70 60
38,5% 38,5
80
46,1% 46,1
90
61,9% 61,9
100
40 30
94,4
Grafik 4.30. Realisasi KUR tahun 2016
11,0%
10%
Target
Realisasi
Des-16
Nov-16
Okt-16
Sep-16
Agt-16
Jul-16
Jun-16
Mei-16
Apr-16
Mar-16
Feb-16
Jan-16
10
30,3%
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan Perikanan Industri Pengolahan
Capaian (skala kanan)
Perdagangan Jasa-jasa 66,3%
Realisasi : Rp 65,6 T Debitur : 4.143.550 NPL : 0,35%
Grafik 4.33. Baki Debet KUR Berdasarkan Sektoral 2016
Realisasi : Rp 28,65 T Debitur : 206.892 NPL : 0,54% Realisasi : Rp 177 M Debitur : 12.157 NPL : 4,3% 69,5%
1,2% 4,1%
Grafik 4.31.Penyaluran KUR Berdasarkan Skema tahun 2016 0,2%
17,4%
0%
KUR Mikro
6,2%
9,9% 2,3%
KUR TKI
KUR RItel 19,6% Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, diolah.
54,4%
7,6%
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, diolah.
Sebagaimana periode sebelumnya, penyaluran KUR pada 2016 terkonsentrasi di sektor perdagangan besar dan eceran (66,3%), diikuti sektor pertanian (17,4%),
136
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Dari sisi risiko, NPL KUR tercatat masih sangat rendah
dengan penetapan rasio kredit UMKM secara bertahap.
yaitu sebesar 0,37%, dengan NPL terbesar pada skema
Penyaluran KUR juga mendukung peningkatan daya
KUR Penempatan TKI yaitu 4,3%, diikuti NPL skema
saing ekonomi, mendorong penurunan suku bunga
Ritel (0,54%), dan NPL skema Mikro (0,35%). Pada
kredit, dan memperluas jangkauan ke sektor yang
skema KUR sebelum 2016, Non Performing Guarantee5
dianggap berisiko tinggi. Namun di sisi lain, perlu
(NPG) KUR relatif tinggi, sementara pada periode
dicermati tantangan bagi sektor perbankan yang
Januari hingga Desember 2016, NPG KUR mengalami
muncul dengan adanya skema KUR, antara lain berupa
penurunan sejalan dengan adanya skema KUR 2016
potensi terjadinya shifting kredit UMKM ke KUR.
yang masih dalam kinerja baik. Namun demikian,
Hal ini terindikasi dari mayoritas penyaluran kredit
perlu diwaspadai NPG ke depannya sebagaimana
UMKM selama tahun 2016 yang berasal dari KUR.
pengalaman periode tahun sebelumnya.
Dari 110 bank penyalur kredit UMKM di 2016, hanya 54 Bank yg mengalami peningkatan Baki Debet kredit
Pada prinsipnya, Bank Indonesia mendukung program
UMKM (17 bank adalah penyalur KUR dengan pangsa
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) skema baru yang
82,1% dari penambahan Baki Debet). Sementara Baki
dilakukan Pemerintah karena sejalan dengan upaya BI
Debet kredit UMKM dari 56 bank lainnya mengalami
mendorong intermediasi perbankan kepada UMKM
penurunan.
Grafik 4.34. NPG dan NPL KUR 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00%
3,32%
4,00% 3,00% 2,00%
2,60%
1,00%
NPG
Des-16
Sep-16
Jun-16
Mar-16
Des-15
Sep-15
Jun-15
Mar-15
Des-14
0,00%
NPL Sumber: NPL (Bank Indonesia,LBU), NPG (Jamkrindo dan Askrindo)
Tabel 4.15.Perbandingan Penyaluran Kredit UMKM dan KUR Keterangan Bank 17 bank penyalur KUR dengan ∆ BD positif 37 bank non penyalur KUR dengan ∆ BD positif 56 bank dengan ∆ BD negatif (8 bank Penyalur KUR) 8 bank dengan ∆ BD = 0
Baki Debet Kredit UMKM (Rp T) Des-2015
Baki Debet Kredit UMKM (Rp T)
Des-2016
Outstanding KUR*) (Rp T) Des-16
500,17
580,14
79,97
49,18
66,58
17,39
70,34 -
241,11
210,24
(30,87)
0,33
-
-
-
-
790,47
856,96
66,49
70,67
Bali & Nusa Tenggara
14.96
10.72
10.88
10.96
Papua & Kepulauan Maluku
13.02
11.77
12.74
14.99
Total
Sumber: LBU, diolah *) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Diolah
5
NPG menggambarkan klaim penjaminan yang dibayar oleh Lembaga Penjamin Kredit (LPK) dibandingkan dengan KUR yang dijamin porsi LPK. NPG = (klaim dibayar/nilai penjaminan) x 100%
Bank Indonesia
137
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah
Subsidi Resi Gudang (S-SRG) untuk menjamin
masih terkonsentrasinya penyaluran KUR pada sektor
kontinuitas produksi petani pasca panen serta dapat
perdagangan. Dalam mengoptimalkan manfaat KUR
mengurangi risiko gagal bayar oleh petani karena SSRG
pada sektor produksi, perlu disinergikan dengan
dapat digunakan sebagai jaminan pelunasan KUR
program-program lainnya seperti di sektor pertanian,
(bagan 1).
penyaluran KUR dapat disinergikan dengan Skema
Gambar 4.2. Skema Subsidi Resi Gudang
Petani
Hasil Panen
Gudang
Prasyarat : 1. Penetapan komoditas S-SRG oleh Bappepti. 2. Penyesuaian ketentuan SSRG** menjadi Debitur yang sudah mempunyai KUR dapat mengajukan SSRG sepanjang SSRG yang diterima digunakan untuk pelunasan KUR mengingat ketentuan Bappeoti hal tersebut tidak diperbolehkan
Komoditas SRG dijadikan agunan di bank (max pembayaran 70%)
KUR Resi Gudang
Penyaluran KUR untuk modal kerja - Suku bunga KUR : 9% - Subsidi bunga : 9,5%
Prasyarat : *) Paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh LPS dtambah 5% **) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK 05/2009 Pasal 10 ayat 2
SSRG - Suku bunga SSRG : 6% - Subsidi bunga : 5,25%
Pelunasan KUR dengan S-SRG
Selanjutnya, dalam menyempurnakan program KUR,
penyaluran, yaitu untuk sektor pertanian, perikanan
telah diterbitkan Permenko Nomor 9 tahun 2016
dan kelautan, serta industri pengolahan.
pada 10 November 2016, dengan menambahkan keterlibatan Koperasi sebagai pelaksana KUR. Pada
Dengan mempertimbangkan suku bunga yang terus
tahun 2017, rencana penyaluran KUR ditargetkan
menurun, maka subsidi suku bunga untuk KUR mikro
sebesar Rp110 Triliun, sementara total plafon
yang semula 10% diturunkan menjadi 9,5%, sehingga
yang telah ditetapkan untuk 38 lembaga penyalur
suku bunga dan subsidi untuk masing-masing jenis
sebesar Rp106,6 Triliun. Porsi penyaluran KUR pada
KUR serta alokasi plafon menjadi sebagai berikut :
sektor produksi ditargetkan sebesar 40% dari total Tabel 4.16 Subsidi Suku Bunga
Subsidi Bunga Skema KUR
Alokasi Plafon
Suku Bunga 2017
2016
2017
2016
Mikro
9%
9,5%
10%
8,1%
70%
Retail
9%
4,5%
6%
18%
28%
KUR-TKI
9%
12%
15%
1%
2%
Sumber: Bank Indonesia, Departemen Statistik
138
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
4.1.3. Risiko Pasar
Risiko Suku Bunga
Risiko pasar bagi Bank di Indonesia bersumber dari
Selama semester II 2016, risiko suku bunga yang
dampak perubahan suku bunga pasar terhadap: (i)
dihadapi industri perbankan dari penghimpunan dana
suku bunga simpanan dan kredit, (ii) dampaknya
dan penyaluran kredit masih terjaga. Terjaganya risiko
terhadap harga portofolio Surat Berharga Negara
ini disebabkan penurunan suku bunga DPK perbankan
(SBN) yang dimiliki oleh perbankan, serta (iii) risiko
lebih dalam dibandingkan dengan penurunan suku
nilai tukar.
bunga kredit. Pelebaran intermediation spread tersebut menyebabkan profitabilitas perbankan masih relatif stabil. Grafik 4.35 Perkembangan Suku Bunga Kredit dan DPK 14
(%)
(%)
9,0
Suku Bunga Kredit
Jul-16
Okt-16 Des-16
Jan-16
Apr-16
Okt-15
Jul-15
Jan-15
Apr-15
Jul-14
Okt-14
Jan-14
Apr-14
Jul-13
Okt-13
Jan-13
Apr-13
Jul-12
Suku Bunga DPK
Okt-12
Jan-12
Apr-12
6,0 Jul-11
2 Okt-11
6,5
Jan-11
7,0
4 Apr-11
7,5
6
Jul-10
8
Okt-10
8,0
Jan-10
8,5
10
Apr-10
12
Spread (Skala Kanan)
Tren BI 7-Day (Reverse) Repo Rate yang merupakan
penurunan. Pada akhir semester laporan, suku bunga
policy rate pengganti BI Rate sejak Agustus 2016,
deposito rupiah 1 bulan menurun menjadi 6,46%
menurun selama semester II 2016, yaitu berada pada
dibandingkan dengan semester sebelumnya 6,82%,
level 4,75% (Oktober 2016 hingga Januari 2017) dari
suku bunga tabungan rupiah menurun dari 1,67%
sebelumnya 5% pada September 2016 dan 5,25%
menjadi 1,59%, sedangkan suku bunga giro rupiah
pada Juni 2016 hingga Agustus 2016. Seiring dengan
naik tipis dari 2,17% menjadi 2,18%.
tren penurunan policy rate tersebut dan capping suku bunga OJK, secara umum suku bunga DPK industri
Berdasarkan kelompok BUKU, penurunan suku bunga
perbankan selama semester II 2016 mengalami
DPK dialami oleh semua kelompok BUKU, kecuali suku bunga giro rupiah pada BUKU 3 dan BUKU 4.
Tabel 4.17 Suku Bunga DPK per BUKU Smt I 2013
Smt II 2013
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
BUKU 1
Suku Bunga Deposito 1 Bln Rp (%)
6,55
8,71
Smt I 2014 8,82
9,03
8,63
8,44
7,63
Smt II 2016 7,48
BUKU 2
5,77
8,60
8,64
8,94
8,36
8,26
7,40
7,23
BUKU 3
5,75
8,39
8,51
8,99
8,13
8,02
6,99
6,60
BUKU 4
5,06
7,02
7,77
7,95
7,00
6,76
6,22
5,94
Industri
5,55
7,92
8,27
8,58
7,78
7,60
6,82
6,46
Bank Indonesia
139
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Smt I 2013
Smt II 2013
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
BUKU 1
Suku Bunga Giro Rp (%)
2,73
2,36
Smt I 2014 2,68
2,30
2,75
3,03
3,14
Smt II 2016 2,48
BUKU 2
2,56
2,36
2,78
2,57
2,73
2,57
2,73
2,46
BUKU 3
2,27
2,42
2,52
2,51
2,54
2,42
2,39
2,42
BUKU 4
1,85
1,80
1,92
1,90
1,74
1,75
1,72
1,96
Industri
2,17
2,12
2,32
2,22
2,25
2,10
2,17
2,18
Smt I 2013
Smt II 2013
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
Suku Bunga Tabungan Rp (%)
Smt I 2014
Smt II 2016
BUKU 1
3,22
3,23
3,15
3,08
3,21
3,05
2,87
2,69
BUKU 2
4,43
4,60
3,23
3,15
3,05
2,82
2,59
2,15
BUKU 3
2,62
2,51
2,56
2,66
2,97
3,01
2,70
2,58
BUKU 4
1,42
1,43
1,42
1,35
1,27
1,31
1,17
1,16
Industri
1,99
2,01
1,88
1,87
1,85
1,86
1,67
1,59
*) Penggolongan Bank menggunakan BUKU OJK per Desember 2016 Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah
Selama semester II 2016, suku bunga kredit perbankan
suku bunga kredit didorong oleh penurunan suku
juga mengalami penurunan seiring dengan penurunan
bunga DPK yang menyebabkan biaya intermediasi
suku bunga DPK. Namun, penurunan suku bunga kredit
menjadi semakin murah di tengah tren penurunan
tidak sebesar penurunan suku bunga DPK. Suku bunga
policy rate. Selain itu, penurunan suku bunga kredit
KMK rupiah menurun dari 11,84% menjadi 11,38%,
KMK dan KI didorong oleh upaya bank meningkatkan
suku bunga KI rupiah menurun dari 11,49% menjadi
penyaluran kredit di tengah perlambatan kredit akibat
11,21%, dan suku bunga KK rupiah menurun dari
melemahnya permintaan kredit KMK dan KI.
13,83% menjadi 13,59%. Secara umum, penurunan Tabel 4.18 Suku Bunga Kredit per BUKU Smt I 2013
Smt II 2013
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
BUKU 1
Suku Bunga KMK Rp (%)
15,84
15,91
Smt I 2014 17,82
17,80
16,79
16,31
15,39
16,52
BUKU 2
11,99
12,71
13,17
14,09
13,73
13,52
13,13
13,19
BUKU 3
11,19
12,31
12,95
12,85
12,63
12,48
11,79
11,29
BUKU 4
11,31
11,72
12,08
12,22
12,31
12,02
11,34
10,71
Industri
11,42
12,14
12,64
12,81
12,71
12,48
11,84
11,38
Suku Bunga KI Rp (%)
Smt I 2013
Smt II 2013
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
BUKU 1
17,55
17,63
19,64
18,00
17,12
16,60
14,95
14,93
BUKU 2
12,09
12,60
13,04
13,48
13,38
13,00
12,73
12,61
Smt I 2014
Smt II 2016
BUKU 3
12,08
12,89
13,26
13,29
13,19
13,04
12,17
12,05
BUKU 4
9,93
10,60
11,05
11,25
11,25
11,19
10,72
10,31
Industri
11,14
11,83
12,25
12,36
12,30
12,12
11,49
11,21
Smt I 2013
Smt II 2013
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
BUKU 1
13,69
13,58
13,41
13,31
13,36
13,34
13,86
14,07
BUKU 2
13,05
12,95
12,97
13,30
13,34
13,37
13,01
12,91
BUKU 3
14,92
14,94
15,01
15,18
15,45
15,28
15,02
14,50
BUKU 4
11,06
11,13
11,46
11,90
12,22
12,60
12,91
12,86
Industri
13,14
13,13
13,30
13,58
13,82
13,88
13,83
13,59
Suku Bunga KK Rp (%)
Smt I 2014
*) Penggolongan Bank menggunakan BUKU OJK per Desember 2016 Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah
140
Smt II 2016
Bank Indonesia
Smt II 2016
Perbankan dan IKNB
Risiko Nilai Tukar
mengindikasikan adanya pengaruh terpilihnya Donald
Posisi nilai tukar pada semester II 2016 secara umum
Trump sebagai presiden AS pada bulan November
terjaga dengan baik, meskipun sempat melemah
2016. Berbaliknya posisi tersebut sejalan dengan
cukup tajam setelah Donald Trump dinyatakan terpilih
meningkatnya nilai tukar rupiah dari Rp13.180 per
sebagai presiden AS. Risiko pasar sektor perbankan
USD pada Juni 2016 menjadi Rp13.436 per USD pada
melalui nilai tukar cenderung rendah. Risiko nilai tukar
Desember 2016.
tersebut dapat dilihat dengan Posisi Devisa Neto (PDN) Bila dilihat dari rasio PDN terhadap modal perbankan,
perbankan yang masih rendah.
pada akhir semester II 2016 rasio tersebut sebesar Pada akhir semester II 2016, perbankan mencatat
2,18%, meningkat jika dibandingkan dengan akhir
posisi short valas sebesar Rp5,09 triliun, dibandingkan
semester I 2016 sebesar 1,52%. Rasio PDN tersebut
dengan posisi akhir semester I 2016 yang mencatat
masih jauh dibawah threshold ketentuan sebesar 20%
posisi long valas sebesar Rp2,22 triliun. Posisi short
dari modal. Berdasarkan kelompok BUKU, rasio PDN
valas telah tercatat pada akhir bulan November
tertinggi terdapat pada BUKU 4 (2,75%) yang diikuti
2016 sebesar Rp0,08 triliun, sementara pada akhir
oleh BUKU 3 (1,82%), BUKU 2 (1,37%) dan BUKU 1
bulan Juli sampai dengan akhir bulan Oktober 2016
(0,81%).
perbankan masih mencatat posisi long valas. Hal ini Grafik 4.36 Total dan Rasio PDN per BUKU RP T
Total PDN per Buku Smt II-2016
4,0 2,0 0,0 -2,0 -4,0 -6,0 -8,0
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
Rasio PDN 5% 4% 3% 2% 1%
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
DEs-16
Jun-16
Des-15
Jun-15
Des-14
Jun-14
Des-13
Jun-13
Des-12
Jun-12
Des-11
0%
Industri
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia
141
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Risiko Penurunan Harga SBN
Portofolio
SBN
perbankan
tercatat
mengalami
Risiko pasar perbankan yang bersumber dari
kenaikan sebesar 10,18% dari Rp409,6 triliun pada
perubahan harga SBN sedikit meningkat terutama
akhir semester I 2016 menjadi Rp451,27 triliun pada
disebabkan penjualan SBN di pasar keuangan yang
akhir semester II 2016. Berdasarkan kelompok BUKU,
terjadi setelah Donald Trump dinyatakan terpilih
mayoritas kepemilikan SBN masih tercatat pada
sebagai presiden AS. Harga SBN yang tercermin dari
kelompok BUKU 4, diikuti oleh BUKU 3 dan BUKU 2.
IDMA Index yang turun dari 102,7 pada akhir semester I 2016 menjadi 99,0 pada akhir semester II 2016.
Grafik 4.37 Volatilitas Yield SBN
Selama semester II 2016, perbankan meningkatkan %
kepemilikan SBN sejalan dengan masuknya dana tax
10
amnesty dan perlambatan penyaluran kredit bank
9
sehingga SBN menjadi salah satu alternatif bagi
8 7
penempatan dana bank. Peningkatan penempatan
6
SBN perbankan tersebut lebih dialokasikan pada Maturity (HTM) yang mengindikasikan kecenderungan
Sem I 2014 Sem II 2014
bank untuk menggunakan SBN sebagai alat likuiditas serta investasi jangka panjang, bukan untuk tujuan
Sem I 2015
Sem I 2016
Sem II 2015
Sem II 2016
111 116 121 126
4
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 101 106
5
portofolio Available for Sale (AFS) serta Hold to
Sumber: Bank Indonesia
perdagangan. Tabel 4.19 Tabel Nilai Kepemilikan SBN oleh Perbankan per BUKU Smt I 2013
Smt II 2013
Smt I 2014
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
BUKU 1
SBN Trading (Rp T)
0,11
0,04
0,10
0,03
0,23
0,26
0,02
BUKU 2
10,86
5,47
9,68
12,16
7,84
13,51
12,01
4,66
BUKU 3
13,68
9,57
17,18
11,32
15,93
17,31
21,74
24,05
BUKU 4
1,88
0,80
1,97
2,39
3,61
2,62
2,47
2,57
Industri
26,52
15,88
28,93
25,90
27,62
33,70
36,23
31,33
SBN AFS (Rp T)
0,04
Smt I 2013
Smt II 2013
Smt I 2014
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
BUKU 1
1,63
1,27
1,01
1,13
1,17
1,21
0,88
0,57
BUKU 2
11,86
15,10
18,60
19,09
25,44
27,92
27,51
17,44
Smt II 2016
BUKU 3
36,64
51,77
51,11
56,35
67,67
79,62
84,36
115,61
BUKU 4
114,48
108,10
123,26
123,14
96,44
110,74
126,21
138,78
Industri
164,61
176,23
193,98
199,71
190,73
219,50
238,96
272,40
Smt I 2013
Smt II 2013
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
SBN HTM (Rp T)
Smt I 2014
Smt II 2016
BUKU 1
1,22
1,57
1,99
2,35
2,58
2,67
2,64
1,07
BUKU 2
13,39
16,12
14,06
15,49
18,79
23,61
29,29
18,54 44,96
BUKU 3
7,04
11,51
14,24
18,25
21,47
30,97
28,55
BUKU 4
53,41
39,95
55,00
59,56
54,32
66,79
73,88
82,97
Industri
75,07
69,16
85,28
95,65
97,16
124,05
134,37
147,54
Sumber: Bank Indonesia
142
Smt II 2016
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Peningkatan kepemilikan SBN terjadi pada kelompok
sedangkan pada kelompok BUKU 1 dan 2 cenderung
bank di BUKU 2, 3, dan 4, sedangkan pada BUKU 1
membeli SBN untuk tujuan investasi jangka panjang.
terjadi sedikit penurunan. Kelompok BUKU 3 dan
Selanjutnya apabila diperlukan, kelompok BUKU 3
4 cenderung menempatkan SBN pada portofolio
dan 4 akan lebih mudah untuk menjual SBN dan
AFS sedangkan BUKU 1 dan 2 cenderung untuk
menyalurkan dananya untuk kredit tanpa hambatan
menempatkan SBN pada portofolio HTM. Hal ini
sanksi
mengindikasikan perbedaan perilaku kelompok BUKU
kelompok BUKU 1 dan 2. Sementara itu, portofolio
3 dan 4 yang cenderung memegang SBN untuk tujuan
perdagangan pada seluruh kelompok bank relatif tidak
likuiditas dan dapat sewaktu-waktu mencairkan SBN,
berubah.
secara
akuntansi
dibandingkan
dengan
Tabel 4.20 Pangsa Kepemilikan SBN oleh Perbankan per BUKU BUKU 4
Smt I 2013
Trading
Smt II 2013
Smt I 2014
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
Smt II 2016
1,10
0,54
1,09
1,29
2,34
1,46
1,22
1,15
AFS
67,43
72,62
68,39
66,53
62,47
61,47
62,31
61,87
HTM
31,46
26,84
30,51
32,18
35,19
37,07
36,47
36,99
BUKU 3
Smt I 2013
Smt II 2013
Smt I 2014
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
Smt II 2016
Trading
23,84
13,14
20,82
13,17
15,16
13,53
16,14
13,03
AFS
63,89
71,06
61,93
65,59
64,40
62,25
62,65
62,62
HTM
12,27
15,80
17,25
21,24
20,44
24,22
21,21
24,35
BUKU 2
Smt I 2013
Smt II 2013
Smt I 2014
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
Smt II 2016
Trading
30,06
14,90
22,87
26,02
15,06
20,77
17,45
AFS
32,85
41,16
43,93
40,84
48,86
42,93
39,98
42,91
HTM
37,09
43,95
33,20
33,14
36,08
36,30
42,57
45,61
BUKU 1
Smt I 2013
Trading
Smt II 2013
Smt I 2014
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
11,48
Smt II 2016
3,65
1,38
3,09
0,83
5,87
6,34
0,58
2,48
AFS
55,04
43,98
32,56
32,16
29,44
29,28
24,95
33,85
HTM
41,31
54,64
64,35
67,01
64,69
64,38
74,46
63,66
Industri
Smt I 2013
Trading
Smt II 2013
Smt I 2014
Smt II 2014
Smt I 2015
Smt II 2015
Smt I 2016
Smt II 2016
9,96
6,08
9,39
8,06
8,75
8,93
8,85
6,94
AFS
61,84
67,45
62,94
62,16
60,45
58,18
58,35
60,36
HTM
28,20
26,47
27,67
29,77
30,80
32,88
32,81
32,69
Sumber: Bank Indonesia
4.1.4. Utang Luar Negeri (ULN) Industri Perbankan
yang lebih fleksibel. Berdasarkan jangka waktu, ULN
Utang Luar Negeri (ULN) merupakan salah satu
bank terdiri dari ULN jangka pendek (sampai dengan
alternatif sumber pendanaan bagi bank. Selain itu,
1 tahun) dan ULN jangka panjang (di atas 1 tahun).
ULN bank juga dapat digunakan untuk memperbaiki
Sumber ULN bank dapat berasal dari pihak terkait
funding
pengelolaan
bank (seperti perusahaan induk atau kelompok usaha),
likuiditas. Saat ini, kecenderungan penggunaan ULN
dan pihak tidak terkait. ULN bank yang bersumber
bank sebagai alternatif sumber pendanaan semakin
dari pihak terkait umumnya memiliki suku bunga dan
meningkat karena biaya dana ULN relatif lebih murah
persyaratan yang lebih ringan dibandingkan dengan
dibandingkan dengan DPK dan memiliki jangka waktu
ULN dari pihak tidak terkait. Sesuai ketentuan, bank
maturity
structure,
dan
Bank Indonesia
143
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
hanya diperkenankan memiliki ULN jangka pendek
Sementara itu, total outstanding ULN industri
maksimum sebesar 30% dari modal. Bank Indonesia
perbankan
secara harian melakukan pemantauan terhadap
tumbuh
pemenuhan ketentuan ULN jangka pendek Bank
dengan pertumbuhan pada semester I 2016 sebesar
melalui Laporan Harian Bank Umum (LHBU).
-5,19% (yoy). Pangsa ULN perbankan tersebut
tercatat
-7,56%
sebesar
(yoy),
USD29,51Miliar,
menurun
dibandingkan
mencapai 18,59% dari ULN sektor swasta atau 9,31% Berdasarkan posisi Desember 2016, ULN Indonesia
dari total outstanding ULN Indonesia. Berdasarkan
tumbuh 1,98% (yoy), yaitu lebih rendah dibandingkan
jenis kepemilikan, bank yang memiliki outstanding
pertumbuhan semester I 2016 sebesar 6,66% (yoy).
ULN terbesar adalah kelompok Bank Swasta Nasional
Per akhir Desember 2016 jumlah ULN Indonesia
sebesar USD14,93Miliar (pangsa 50,58%), diikuti
tercatat sebesar USD316,97Miliar, terdiri dari ULN
kelompok Bank Campuran sebesar USD7,58Miliar
Pemerintah dan Bank Sentral sebesar USD158,28Miliar
(25,70%), kelompok Bank BUMN USD4,48Miliar
(49,94% dari total ULN) dan ULN sektor swasta sebesar
(15,20%) dan kelompok Kantor Cabang Bank Asing
USD158,68Miliar (50,06% dari total ULN).
sebesar USD2,51Miliar (8,52%).
Grafik 4.38 Perkembangan ULN Indonesia
Grafik 4.39 ULN per Kelompok Bank
2011
2012
2013
Pemerintah dan bank Snetral
2014
2015
2016
Swasta
2011
Total PLN Indonesia (skala kanan)
2012
BUMN
Grafik 4.40 ULN Swasta
2013
2014
Swasta Asing
2015*
Swasta Campuran
SMT 2**
SMT 1*
SMT 2
2.000 0
SMT 1
4.000
SMT 2
-
SMT 1
Sem 2**
Sem 2
Sem 1*
Sem 1
Sem 2
Sem 1
Sem 2
Sem 1
Sem 2
Sem 1
Sem 2
Sem 1
50.000
SMT 2
100.000
12.000 10.000 8.000 6.000
SMT 1
200.000
SMT 2
150.000
250.000
18.000 16.000 14.000
SMT 1
80.000 60.000 40.000 20.000
300.000
Juta USD
SMT 2
juta USD 350.000
SMT 1
juta USD 180.000 160.000 140.000 120.000 100.000
2016
Swasta Nasional
Grafik 4.41 Pertumbuhan ULN Bank
Juta USD 180.000
Juta USD
160.000
35.000
2015*
2016
Bukan Bank
Sumber: Bank Indonesia, diolah
144
Bank Indonesia
2011 PLN Bank
2012
2013
2014
2015*
Growth (yoy) PLN Bank
SMT 1*
SMT 2
SMT 1*
SMT 2
SMT 1
SMT 2
SMT 2
SMT 1
2014
SMT 2**
2013 Bank
SMT 2**
2012
SMT 1
SMT 2
SMT 1
SMT 2
SMT 1 2011
-
SMT 1
5.000
0
SMT 2
10.000
20.000
SMT 1
40.000
20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% -5,00% -10,00% SMT 2
15.000
SMT 1
20.000
60.000
SMT 2
25.000
80.000
SMT 1
100.000
40,00% 35,00% 30,00% 25,00%
SMT 2
120.000
30.000
SMT 1
140.000
2016
Perbankan dan IKNB
pada 2017 tercatat sebesar USD2,45Miliar (21,31%). Grafik 4.42 Jangka Waktu Utang Luar Negeri Bank
kepada Bank Indonesia, pada tahun 2017 perbankan 41,43% 42,15%
Indonesia merencanakan mengajukan permohonan ULN bank jangka panjang sebesar USD10,75Miliar.
58,57%
2011
2012 2013 Jangka Pendek
2014
2015*
Untuk memitigasi risiko terkait ULN bank dapat dilakukan melalui naturally hedge yaitu menggunakan
SMT 2**
SMT 1*
SMT 2
SMT 1
SMT 2
SMT 1
SMT 2
SMT 1
SMT 2
SMT 1
SMT 2
57,85% SMT 1
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) yang disampaikan
2016
Jangka Panjang
Sumber: Bank Indonesia
ULN tersebut untuk membiayai kredit dalam valas yang menghasilkan devisa. Kedepan Bank Indonesia akan terus meningkatkan
ULN bank sebagian besar berjangka waktu pendek dengan outstanding sebesar USD17,28 Miliar (58,57%), yang umumnya berbentuk cash & deposit. ULN bank jangka panjang, mayoritas akan jatuh tempo pada tahun 2025 sebesar USD3,35Miliar (pangsa 29,11%). Sementara ULN bank jangka panjang yang jatuh tempo Grafik 4.43 Profil Jatuh Tempo ULN Jk. Panjang Bank (Desember 2016)
pemantauan terhadap perkembangan ULN, khususnya terhadap ULN sektor swasta dalam rangka memitigasi risiko ULN
yang dapat mempengaruhi stabilitas
makroekonomi, serta mendorong agar ULN dapat berperan optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan.
Grafik 4.44 Komposisi Jatuh Tempo ULN Jk.Panjang (Desember 2016)
Tahun
0,22%
2026 2025 2024
4,07%
3.346,91
29,11%
00,0
2022 2021
15,35%
731,87
2019
2019 2020
1.764,97 2.162,49
2018
2021
2.450,33
2017 -
2018 2016
534,04
2020
2017
6,36%
469,39
2023
2025
4,64%
15,14
18,81% 4.000
2.000
21,31%
2023 2024
Juta USD
Sumber : Bank Indonesia, SIUL-DSta, Diolah
4.1.5. Asesmen Profitabilitas, Efisiensi dan Permodalan
utama pendapatan bank dan meningkatnya biaya
4.1.5.1. Profitabilitas
pencadangan bank akibat peningkatan NPL tersebut,
Kinerja profitabilitas perbankan secara umum sedikit
masih tertahan disebabkan pelebaran spread suku
menurun yang diperlihatkan oleh penurunan rasio
bunga. Pelebaran spread suku bunga diakibatkan
Return On Asset (ROA) industri perbankan dari
penurunan suku bunga DPK (sebagai dampak dari
2,26% pada semester I 2016 menjadi 2,17% pada
kebijakan capping suku bunga OJK dan penurunan
semester II 2016. Penurunan ROA dalam situasi
policy rate) yang lebih dalam dari suku bunga kredit.
turunnya
Perbankan cenderung menahan penurunan suku
pertumbuhan
kredit
sebagai
sumber
Bank Indonesia
145
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
bunga kredit sebagai upaya menahan peningkatan
bersih perbankan setelah pajak pada semester II 2016
beban operasional (terutama peningkatan biaya
tercatat sebesar Rp51,92 triliun, sedikit lebih rendah
pencadangan). Hal ini sejalan dengan rasio Net
dari semester I 2016 sebesar Rp54,62 triliun. Kenaikan
Interest Margin (NIM) industri perbankan yang masih
laba tersebut terjadi pada BUKU 4, sedangkan BUKU
meningkat menjadi 5,47% dari semester sebelumnya
1, 2 dan 3, mengalami penurunan laba dibandingkan
sebesar 5,44%.
dengan semester sebelumnya. Adapun penurunan laba terjadi akibat meningkatnya biaya pencadangan akibat peningkatan NPL.
Secara kelompok BUKU, penurunan rasio ROA ini disumbang oleh kelompok BUKU 1, 2, dan 3, sedangkan rasio ROA kelompok BUKU 4 naik dibandingkan dengan semester sebelumnya. Pencapaian laba
Grafik 4.45 ROA per BUKU
(%)
Grafik 4.46 NIM Per BUKU
(%) 6,00
5,47
4,00 5,00
3,50 3,00
4,00
2,50
2,17
3,00
2,00 1,50
2,00
1,00
1,00
0,50 0,00 2014 - I Buku 1
2014 - II
2015 - I
2015 - II
Buku 3
Buku 2
2016 - I
2016 - II
2014 - I
Industri
Buku 4
2014 - II
Buku 1
2015 - I
2015 - II
Buku 3
Buku 2
2016 - I
Buku 4
2016 - II Industri
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah *) Penggolongan Bank menggunakan BUKU OJK per Desember 2016
Tabel 4.21. Perkembangan Laba/Rugi Industri Perbankan (Triliun Rp) Laba sebelum Pajak Kelompok
2013
2014
Laba setelah Pajak
2015
2016
2013
2014
2016
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
BUKU 1
0,89
0,93
0,88
0,47
0,78
0,72
0,70
0,24
0,74
0,49
0,69
0,08
0,63
0,45
0,45
(0,10)
BUKU 2
7,84
6,55
7,59
6,34
6,20
7,20
8,42
6,78
6,44
4,40
6,16
4,26
4,86
5,43
6,56
4,91
BUKU 3
20,74
23,05
23,49
17,36
17,25
11,83
19,72
13,78
15,59
17,48
18,52
13,15
12,98
8,76
15,15
10,12
BUKU 4
34,89
42,23
41,52
45,94
40,16
49,28
41,05
46,78
28,34
33,22
33,07
36,23
32,38
39,20
32,47
36,99
INDUSTRI
64,36
72,76
73,47
70,11
64,39
69,04
69,89
67,58
51,12
55,59
58,43
53,72
50,84
53,83
54,62
51,92
*) Penggolongan Bank menggunakan BUKU OJK per Desember 2016 Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah
146
2015
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Di sisi pendapatan, pendapatan operasional bunga
Perbankan telah dapat menurunkan biaya operasional
tumbuh 0,99% dari semester sebelumnya. Kenaikan ini
bunga sebesar 3,65% dari semester I 2016, dengan
disumbang oleh pendapatan bunga dari penempatan
pangsa terbesar tetap di biaya bunga DPK (51,6%).
surat berharga dan penyaluran kredit, dengan pangsa
Kenaikan biaya operasional bunga terjadi pada surat
77,6% dari total pendapatan operasional
bunga
berharga yang meningkat 14,60% dibandingkan
perbankan. Pendapatan bunga dari penempatan pada
dengan semester sebelumnya. Sementara itu, biaya
Bank Indonesia, surat berharga dan kredit naik masing-
operasional selain bunga pada semester II 2016 tetap
masing sebesar 1,98%, 4,86% dan 1,24% dari semester
tinggi, meningkat 1% dibandingkan dengan semester
I 2016. Sementara itu, pendapatan operasional selain
sebelumnya. Peningkatan biaya operasional selain
bunga menurun 7,25% dari semester sebelumnya.
bunga terutama pada beban CKPN dengan kenaikan
Pendapatan operasional selain bunga yang mengalami
sebesar 14,43% dari semester I 2016. Pangsa biaya
peningkatan pada semester II 2016 hanya berasal
operasional selain bunga didominasi oleh beban CKPN
dari fee-based income yang naik sebesar 5,44%
sebesar 31,5%, diikuti oleh tenaga kerja (21%), dan
dibandingkan dengan semester sebelumnya, dengan
kerugian transaksi spot dan derivatif (19,3%).
pangsa 27% dari total pendapatan operasional selain bunga. Tabel 4.22.Rincian Pos Pendapatan (Trilliun Rp) 2014
Pos-Pos Pendapatan
I
Pendapatan Operasional Bunga Penempatan pada BI SSB Kredit Pendapatan Operasional Selain Bunga Penjualan Surat Berharga Trading (spot dan derivatif)
2015 II
I
2016 II
I
Pangsa
II
268,96
299,03
316,32
329,82
339,06
342,40
3,27
4,55
3,99
3,63
2,97
3,02
100% 0,9%
17,32
19,89
22,06
20,68
25,58
26,82
7,8%
193,30
210,60
219,53
231,10
235,89
238,81
69,7%
80,22
68,21
93,94
116,90
129,11
119,74
100%
3,24
3,07
3,40
2,19
4,75
4,13
3,4%
30,94
19,81
39,72
67,96
63,15
38,17
31,9%
Deviden, Komisi/Provisi/Fee
26,67
27,54
28,77
29,09
30,66
32,32
27,0%
Koreksi CKPN
13,38
9,61
15,79
8,13
23,05
22,45
18,7%
Pendapatan Non-Operasional
12,82
12,41
12,15
11,93
7,86
12,86
100%
Tabel 4.23.Rincian Pos Biaya (Trilliun Rp)
Pos-Pos Biaya Biaya Operasional Bunga Kepada Bank Lain Kepada Pihak Ketiga (non Bank)
2014 I
2015 II
I
2016 II
I
Pangsa
II
136,06
157,78
168,99
169,02
172,46
166,16
2,24
2,37
2,96
3,52
3,57
3,36
100% 2,0%
79,56
93,37
94,76
92,31
89,31
85,67
51,6%
Surat Berharga
3,51
3,49
3,92
4,04
3,83
4,39
2,6%
Pinjaman Diterima
1,76
1,75
1,91
2,43
3,44
2,89
1,7%
138,92
139,92
177,46
208,41
226,98
229,24
100%
1,66
0,92
1,39
1,46
0,75
1,73
0,8%
27,18
16,70
35,92
62,19
57,46
44,33
19,3%
Biaya Operasional Selain Bunga Kerugian Surat Berharga Spot dan Derivatif Premi Asuransi CKPN
4,76
5,13
5,82
6,11
6,50
6,19
2,7%
27,38
27,70
44,44
42,22
63,08
72,18
31,5%
Tenaga Kerja
39,62
41,13
45,20
44,08
50,05
48,19
21,0%
Biaya Non-Operasional
13,56
11,83
11,57
12,18
6,70
12,86
100%
Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah
Bank Indonesia
147
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
4.1.5.2. Efisiensi
Efisiensi tetap menurun meski indikator efisiensi mengalami
lainnya yaitu Cost to Income Ratio (CIR) yang dihitung
penurunan sebagaimana tercermin dari kenaikan rasio
sebagai rasio biaya selain bunga terhadap pendapatan
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
menunjukkan penurunan dari 56,20% pada semester
(BOPO). Rasio BOPO naik dari 82,23% pada semester I
I 2016 menjadi 55,53% pada semester II 2016.
2016 menjadi 82,85% pada semester II 2016. Kenaikan
Penurunan CIR dipengaruhi oleh pendapatan bunga
rasio BOPO yang terjadi pada BUKU 1, 2, dan 3 ini,
bersih dan pendapatan operasional selain bunga yang
terutama dipengaruhi oleh kenaikan beban overhead
naik relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban
berupa CKPN akibat peningkatan NPL di semester II
operasional selain bunga. Pergerakan CIR dan BOPO
2016 dan beban tenaga kerja. Sedangkan pada BUKU
ke arah yang berbeda ini menunjukkan bahwa efisiensi
4, kenaikan beban overhead berupa CKPN dan tenaga
bank yang menurun lebih disebabkan oleh kegiatan
kerja, serta kerugian transaksi spot dan derivatif
atau usaha bank dalam bentuk bunga.
Efisiensi
industri
perbankan
masih
diantisipasi dengan kenaikan pendapatan bunga (pelebaran spread suku bunga). Grafik 4.47 Rasio BOPO per BUKU (%) (%) 100
82,85
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2014 - I Buku 1
2014 - II Buku 2
Buku 3
2015 - I Buku 4
2015 - II
2016 - I
2016 - II
Industri
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah *) Penggolongan Bank menggunakan BUKU OJK per Desember 2016
Grafik 4.48 Rasio CIR per BUKU (%) (%) 80 55,53
70 60 50 40 30 20 10 0 2014 - I Buku 1
2014 - II Buku 2
Buku 3
2015 - I Buku 4
2015 - II Industri
Sumber: Bank Indonesia, LBU, diolah *) Penggolongan Bank menggunakan BUKU OJK per Desember 2016
148
Bank Indonesia
2016 - I
2016 - II
Perbankan dan IKNB
4.1.5.3. Permodalan
pertumbuhan ATMR bank. Tingginya CAR industri
Tingkat kecukupan permodalan industri perbankan
perbankan tersebut memungkinkan perbankan di
relatif terjaga, tercermin dari CAR yang cukup tinggi
Indonesia dalam memenuhi aturan Basel III mengenai
diatas ketentuan minimum. CAR industri perbankan
permodalan, khususnya capital conservation buffer,
naik dari 22,56% pada semester I 2016 menjadi
countercyclical buffer dan capital surcharge untuk
22,69% pada semester laporan. Kenaikan CAR
bank yang tergolong sistemik, yang mulai berlaku
perbankan dikarenakan melambatnya pertumbuhan
awal 2016. Adapun secara komposisi, permodalan
kredit sejalan dengan sikap bank yang berhati-hati
bank masih didominasi oleh modal inti (Tier 1) dengan
dalam menyalurkan kredit di tengah perlambatan
pangsa 92,16%.
pertumbuhan
ekonomi
sehingga
menurunkan
Grafik 4.49 Perkembangan CAR Perbankan (%)
Grafik 4.50 Rasio Tier I Perbankan (%)
Rp (T) 22,69
5.000
%
23,00%
25,00
22,00%
4.000 3.000 2.000 1.000
20,00%
21,00
19,00%
19,00
18,00%
17,00
17,00%
-
2014 - I
2014 - II
2015 - I 2015 - II ATMR
Modal
2016 - I
22,69
23,00
21,00%
20,91
15,00
2016 - II
2014 - I
CAR
2014 - II
2015 - I
2015 - II
CAR
2016 - I
2016 - II
Tier 1
Sumber: Bank Indonesia, SIP, diolah
Tabel 4.24 Perkembangan CAR berdasarkan BUKU
CAR Tertinggi %
2015 I
CAR Terendah 2016
II
I
2015 II
I
CAR Rata-rata 2016
II
I
2015 II
I
CAR 2016
II
I
2015 II
I
2016 II
I
II
BUKU 1
145,53
142,94
116,85
123,45
10,02
8,98
11,29
13,05
25,28
29,42
24,70
27,58
19,86
23,24
20,87
21,86
BUKU 2
61,48
121,23
138,42
119,80
12,11
14,67
11,65
11,76
22,53
26,23
28,22
26,97
19,96
22,40
22,35
22,83
BUKU 3
77,04
80,56
84,09
85,16
13,56
14,20
11,98
12,54
21,56
22,76
23,79
24,66
22,35
23,50
24,58
24,49
BUKU 4
20,16
20,16
21,79
22,64
17,23
18,61
19,26
18,12
18,66
19,29
20,89
21,02
18,78
19,26
21,06
21,24
20,28
21,39
22,56
22,69
Industri
Sumber: Bank Indonesia, SIP, diolah
Bank Indonesia
149
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
4.1.6. Stress Test Perbankan
dan pergerakan harga dan nilai tukar yang stabil.
Stress test dilakukan untuk mengukur tingkat
Skenario ini diperlukan sebagai benchmark kondisi
kesehatan perbankan dari sisi permodalan yang
perbankan dalam perhitungan stress test.
diukur melalui CAR. Perhitungan dilakukan baik secara industri maupun per kelompok BUKU dengan
Pada skenario Severe I, diasumsikan bahwa terjadi
memberikan tekanan berupa skenario makroekonomi
tekanan yang relatif moderat pada perekonomian
dengan kondisi stress yang ditransmisikan melalui
global. Tekanan tersebut didorong oleh perlambatan
risiko kredit dan pasar (suku bunga, nilai tukar dan
pertumbuhan ekonomi mitra dagang yang tidak sesuai
harga SBN) pada data neraca dan kinerja perbankan
dengan ekspektasi awal serta risiko peningkatan Fed
posisi Desember 2016.
Fund Rate yang lebih tinggi dari perkiraan. Tekanan ini akan memperlambat pertumbuhan perekonomian
Skenario Makroekonomi
domestik serta menimbulkan goncangan pada pasar
Perhitungan stress test perbankan dimulai dengan
uang dan surat-surat berharga seiring dengan adanya
menentukan skenario stress. Dalam menyusun
capital outflows.
skenario stress, perlu diketahui sumber risiko-risiko baik secara domestik (seperti kenaikan harga BBM
Pada skenario terakhir Severe II diasumsikan terjadinya
dan pelemahan kinerja korporasi) maupun eksternal
kontraksi perekonomian dunia yang cukup dalam. Hal
(seperti pelemahan harga komoditas dan perlambatan
ini termasuk terjadinya krisis keuangan di salah satu
pertumbuhan
dapat
mitra dagang utama Indonesia, tidak berlanjutnya
mengancam sistem perbankan. Sumber risiko-risiko
perbaikan harga komoditas serta peningkatan Fed
tersebut kemudian akan mempengaruhi stabilitas
Fund rate yang cukup signifikan hingga menyebabkan
makroekonomi dan sistem keuangan yang pada
capital outflows yang cukup besar. Tekanan ini akan
akhirnya ditransmisikan kepada sistem perbankan
mempengaruhi pertumbuhan PDB Indonesia secara
melalui neraca perbankan dalam bentuk risiko kredit,
signifikan. Di sisi lain, peningkatan suku bunga di
suku bunga, nilai tukar maupun harga SBN. Setelah
Amerika juga menyebabkan goncangan besar di pasar
mempertimbangkan segala bentuk risiko yang dapat
yang direfleksikan oleh melemahnya rupiah dan harga
mengancam sistem perbankan baik secara eksternal
surat-surat berharga.
ekonomi
Tionghoa)
yang
maupun domestik, ditentukan tiga jenis skenario stress test: 1) baseline (BL); 2) severe I (S1); dan 3)
Setiap skenario dihitung dengan menggunakan
severe II (S2).
model struktural yang dapat menangkap interaksi dari sumber tekanan domestik dan eksternal. Model dengan
struktural tersebut kemudian akan menghasilkan
mengasumsikan bahwa tidak terjadi tekanan dalam
proyeksi variabel-variabel makroekonomi (perbankan
perekonomian dan sistem keuangan. Oleh karena itu,
seperti pertumbuhan PDB, inflasi dan nilai tukar)
skenario ini mengasumsikan pertumbuhan ekonomi
hingga dua tahun ke depan yang menjadi komponen
Skenario
BL
adalah
proyeksi
awal
utama transmisi tekanan ke sistem perbankan.
150
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Transmisi Risiko Kredit
Transmisi Risiko Harga SBN
Perhitungan risiko kredit, yang direpresentasikan
Transmisi risiko harga SBN terjadi melalui jalur portofolio
oleh NPL, bertujuan untuk mengukur ketahanan
SBN pada sisi aset perbankan. Kategori portofolio
CAR perbankan di tengah perlambatan ekonomi dan
yang diberikan tekanan adalah SBN dengan kategori
dampaknya pada peningkatan NPL gross. Peningkatan
AFS dan trading karena kedua portofolio tersebut
NPL gross akan meningkatkan pencadangan (CKPN)
diukur berdasarkan harga pasar (mark-to-market).
risiko kredit bank yang pada akhirnya menurunkan
Penurunan harga SBN pada kedua kategori tersebut
profitabilitas bank. Profitabilitas bank yang lemah
dihitung berdasarkan pergerakan yield suku bunga.
dapat mempengaruhi pertumbuhan permodalan
Yield suku bunga mengalami tekanan/peningkatan
sehingga menurunkan CAR.
sesuai dengan skenario yang ada. Selanjutnya, harga SBN yang sudah mengalami tekanan dihitung dengan
Berdasarkan hasil perhitungan skenario, skenario BL
pendekatan discounted cash flows (DCF). Semakin
mengasilkan NPL perbankan yang cenderung stabil
besar tekanan yang dialami berdasarkan skenario
dan jauh di bawah 5% hingga akhir 2018 seiring
makroekonomi, maka semakin tinggi kenaikan yield
dengan stabilnya perekonomian. Pada skenario
SBN dan semakin besar penurunan harga SBN. Selisih
severe I, NPL industri naik hingga 5,1% pada akhir
penurunan SBN tersebut menimbulkan biaya koreksi
2018. Kemudian pada skenario severe II, peningkatan
harga aset pada laporan laba/rugi bank yang pada
NPL secara signifikan terjadi pada akhir 2018 hingga
akhirnya dapat menghambat pertambahan modal dan
mencapai 13,7% yang disebabkan oleh tekanan yang
menurunkan CAR.
cukup tajam pada perekonomian.
Grafik 4.51 Skenario Risiko Kredit (NPL)
Grafik 4.52 Skenario Yield SBN
%
Bond Yield
16
13,7
14 12 10 8 5,1
6 4
2,9
2,5
2,9
2,4
2,9
2,8
3,7
2 0 Baseline 2016
Severe I 2017
22% 20% 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4%
1
3
5
Severe II Baseline
2018
7
9
11
13 15 17 19 21 23 25 27 Year to Maurity Severe I
29
Severe II
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Bank Indonesia
151
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Transmisi Risiko Nilai Tukar
Transmisi Risiko Suku Bunga
Kerentanan bank terhadap nilai tukar rupiah dapat
Kerentanan bank terhadap risiko kenaikan suku bunga
terjadi melalui eksposur Posisi Devisa Neto (Net
diukur melalui eksposur net tagihan dan kewajiban
Open Position) perbankan baik dari sisi on-balance
rupiah jangka pendek (di bawah 1 tahun) yang
sheet maupun off-balance sheet. Pada skenario BL,
sensitif terhadap perubahan suku bunga berdasarkan
nilai tukar bergerak stabil seiring dengan kuatnya
data maturity profile bank. Pada skenario BS, suku
fundamental makroekonomi. Pada skenario severe
bunga diasumsikan bergerak stabil sehingga tidak
I, nilai tukar mengalami depresiasi secara perlahan
menimbulkan risiko pada neraca perbankan. Pada
hingga mengalami tingkat depresiasi terburuk pada
skenario severe I, suku bunga akan naik sebesar 425
akhir 2018 sebesar 30%. Pada skenario severe II,
bps pada 2017 dan 175 bps pada 2018 dengan total
nilai tukar turun cukup tajam sejak tahun pertama
kenaikan 600 bps dalam dua tahun. Sementara itu,
(2017) dan mencapai titik terburuk pada akhir 2018
pada skenario severe II suku bunga akan naik sebesar
dengan tingkat depresiasi sebesar 68%. Jika rupiah
825 bps pada 2017 dan 350 bps pada 2018 dengan
terdepresiasi cukup dalam, maka bank yang memiliki
total kenaikan 1.175 bps. Bank yang mengalami
posisi net-long valas akan mengalami keuntungan dari
positive gap (tagihan lebih besar daripada kewajiban)
selisih harga kurs. Disisi lain, bank yang memiliki posisi
pada neracanya akan mengalami keuntungan jika
net-short akan mengalami kerugian sehingga dapat
terjadi kenaikan suku bunga. Di sisi lain, bank dengan
menghambat pertambahan CAR.
negative gap (tagihan lebih kecil daripada kewajiban) akan mengalami kerugian sehingga menghambat pertambahan modal dan dapat menurunkan CAR.
Grafik 4.53 Skenario Risiko Nilai Tukar
Grafik 4.54 Skenario Risiko Suku Bunga bps 900
Tingkat Depresiasi 67,8%
60%
30,0%
20%
23,3%
2016 Baseline
4,0%
3,4%
-2,6%
-20%
2017 Severe I
700 600
54,4%
40%
0%
825
800
80%
425
500
350
400 300
175
200 100 0
2018
Q4 2017
Severe II Baseline
Sumber: Bank Indonesia, diolah
152
Bank Indonesia
0
0
Severe I
Q4 2018 Severe II
Perbankan dan IKNB
Hasil Stress Test Perbankan - Agregat
8% pada akhir tahun proyeksi (Q4 2018) dalam setiap
Setiap besaran tekanan dari masing-masing jenis
skenario.
risiko diagregasikan untuk menghasilkan hasil stress test yang terintegrasi. Dengan skenario stress test
Dari sisi sumber risiko, risiko kredit merupakan
yang bersifat dinamis, dampak shock dari masing-
sumber risiko yang dominan di setiap skenario. Hal ini
masing skenario terhadap sistem perbankan dapat
tercermin dari kontribusi rata-rata risiko kredit yang
dihitung secara berkala hingga akhir tahun 2018.
mencapai 75% dari total kerugian pada skenario severe
Secara keseluruhan, hasil stress test mengindikasikan
I dan 87% dari total kerugian pada skenario severe II.
bahwa industri perbankan masih memiliki kondisi
Pada akhir skenario terburuk (severe II tahun 2018),
permodalan yang cukup kuat. Hal ini direfleksikan
capital shortfall atau keperluan modal menjadi Rp44
oleh CAR industri perbankan yang masih jauh di atas
triliun atau sekitar 1,6% dari PDB Nominal Indonesia.
Grafik 4.55 Hasil Stress Test Aggregat Rasio CAR Industri Perbankan %
27,8
30 25
Sumber Risiko
22,7 22,7 22,7
25,0
23,9
100%
24,4 22,7
9%
60%
15
40%
10
75%
20%
5 0
3% 8%
15%
80% 19,0
20
%
87%
0% Severe I Q4 2016 Baseline
Q4 2017 Severe I
Q4 2018
Kredit
Severe II
Severe II
SBN
Nilai Tukar
Suku Bunga
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Hasil Stress test Perbankan - BUKU Grafik 4.56 Hasil Stress test per BUKU (Skenario Severe I)
Berdasarkan BUKU, pada skenario severe I, semua BUKU masih memiliki CAR yang jauh di atas 8%. Pada skenario ini, bank yang paling banyak mengalami penurunan
% 30
CAR pada akhir 2018 adalah BUKU 2 (penurunan 1,33 poin menjadi 21,5%) dan BUKU 3 (penurunan
21,9
24,8 24,0
21,3 22,8
24,5 21,5
26,5
24,3 23,6
24,6 21,2
20
0,85 poin menjadi 23,6%). BUKU 2 juga merupakan kategori BUKU dengan CAR terendah setelah tekanan.
10
Meskipun demikian, secara keseluruhan permodalan perbankan masih menunjukkan ketahanan yang cukup baik pada skenario ini. Akan tetapi, diperkirakan terdapat beberapa bank kecil yang memerlukan suntikan modal khususnya jika terjadi perlambatan
0 Buku 1 Q4 2016
Buku 2 Q4 2017
Buku 3
Buku 4
Q4 2018
Sumber: Bank Indonesia, diolah
ekonomi secara berkelanjutan.
Bank Indonesia
153
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Pada skenario severe II, hasil stress test menunjukkan
masih menunjukkan permodalan yang kuat di tengah
bahwa semua BUKU masih memiliki permodalan yang
tekanan perekonomian yang cukup tajam walaupun
cukup tebal dalam menghadapi tekanan yang cukup
terdapat beberapa bank yang mulai memiliki kesulitan
signifikan. Hal ini direfleksikan oleh CAR yang jauh di
permodalan.
atas 8% pada setiap BUKU. Pada puncak tekanan (akhir tahun 2018), BUKU yang paling banyak mengalami
Berdasarkan risiko, risiko kredit masih mendominasi
penurunan kumulasi CAR adalah BUKU 3 (penurunan
hampir di seluruh BUKU, baik dalam skenario severe
7,66 poin menjadi 16,8%) dan BUKU 2 (penurunan
I maupun severe II. Hal ini menunjukkan bahwa risiko
7,58 poin menjadi 15,3%). BUKU 2 juga merupakan
kredit masih menjadi sumber risiko utama dalam
kategori BUKU yang memiliki CAR paling rendah
sistem perbankan dan mitigasi risiko kredit yang baik
setelah tekanan. Meskipun demikian, hasil stress test
akan meningkatkan ketahanan perbankan di saat
skenario severe II menunjukkan bahwa semua BUKU
kondisi stress.
Grafik 4.57 Hasil Stress test per BUKU (Skenario Severe II)
% 30
24,5 21,9
25
22,6
22,8 19,8
20,3
20
23,9 22,6
21,2
22,0
16,8
15,3
15 10 5 0 Buku 1 Q4 2016
Q4 2017
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Q4 2018
Sumber: Bank Indonesia, diolah
dibandingkan dengan semester I 2016. Setelah
4.2. Asesmen Kondisi dan Risiko Industri Keuangan Non Bank
mengalami penurunan pertumbuhan sejak semester II 2013, kinerja PP selama semester II 2016 mengalami
Selama semester II 2016, Industri Keuangan Non
perbaikan baik dari sisi pembiayaan maupun
Bank (IKNB)
pendanaan meski masih menyisakan permasalahan
(PP)
7
7
khususnya Perusahaan Pembiayaan
menunjukkan
kinerja
yang
positif
IKNB yang dibahas mencakup Perusahaan Pembiayaan (PP) dan Asuransi
154
Bank Indonesia
jika
peningkatan NPF dibandingkan dengan semester I
Perbankan dan IKNB
2016. Di sisi lain, eksposur risiko yang berasal dari
Lainnya (terutama pembiayaan kendaraan bermotor)
valuta asing mengalami penurunan seiring dengan
memberikan kontribusi terbesar yang mencapai
terus menurunnya ULN. Meningkatnya pembiayaan
26,43%. Pembiayaan ke sektor ini cenderung
berdampak positif terhadap kinerja profitabilitas PP
meningkat sejalan dengan peningkatan penjualan
sebagaimana ditunjukkan oleh ROA yang sedikit lebih
kendaraan bermotor khususnya mobil yang tumbuh
tinggi dibandingkan semester I 2016.
sebesar 6,06% (yoy) pada akhir semester II 20169. Selain otomotif, pembiayaan untuk konsumsi rumah
Tren pertumbuhan juga dialami industri asuransi secara
tangga yang tumbuh 5,01% (yoy)10 juga berkontribusi
umum sebagaimana tercermin dari pertumbuhan
terhadap peningkatan volume pembiayaan PP.
aset dan investasi yang meningkat dibandingkan semester sebelumnya. Tren positif juga ditunjukkan
Berdasarkan jenis valuta, pembiayaan PP dalam valas
oleh peningkatan rasio kecukupan premi terhadap
mengalami tren penurunan. Selama semester II 2016,
pembayaran klaim dibandingkan dengan semester
pembiayaan dalam valas hanya mencapai Rp44 triliun
sebelumnya yang mengindikasikan penurunan risiko Grafik 4.58 Aset & Pembiayaan PP
usaha asuransi. Namun demikian, perkembangan industri Asuransi Jiwa perlu mendapat perhatian mengingat terdapat penurunan laba yang cukup signifikan pada semester II 2016.
(Rp Triliun) 500 450 400 350 300
413
420
430
426
434
443
250
Dari sisi interconnectedness, terdapat peningkatan keterkaitan antara Bank dengan PP terutama yang
200 150
361
366
370
363
Jun-15
Des-15
388
373
100 50 Jun-14
berasal dari peningkatan kredit perbankan kepada PP.
Des-14
Aset
Sebaliknya, keterkaitan Bank dengan industri asuransi mengalami penurunan disebabkan berkurangnya
Jun-16
Des-16
Pembiayaan
Grafik 4.59 Pembiayaan PP per Jenis Usaha
penempatan dana asuransi di bank. (Rp. T) 400
4.2.1. Perusahaan Pembiayaan
300
Selama Semester II 2016, pembiayaan PP meningkat
200
sebesar 6,67% (yoy). Jika dilihat berdasarkan jenisnya8,
100
pembiayaan
PP
didominasi
oleh
pembiayaan
multiguna dengan proporsi mencapai 59,39% dari total pembiayaan diikuti oleh pembiayaan investasi sebesar 27,09%, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah (8,09%) dan pembiayaan modal kerja (5,41%). Secara sektoral, sektor Bukan Lapangan Usaha
31 237
246
249
247
230
261
8
9
10
11
11
21
116
111
111
105
100
105
Jun-14
Des-14
Des-15
Jun-16
Des-16
Sewa Guna Usaha Anjak Piutang Pembiayaan Konsumen Investasi Modal Kerja
Jun-15
Multiguna Syariah Kartu Kredit Lainnya berdasarkan Persetujuan OJK
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, diatur jenis kegiatan usaha PP menjadi pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan multiguna, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK (sebelumnya jenis pembiayaan meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, kartu kredit dan pembiayaan konsumtif). 9 Sumber : www.gaikindo.or.id 10 Sumber : Laporan PDB menurut penggunaan (data per Triwulan IV 2016), Bank Indonesia 8
Bank Indonesia
155
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
atau tumbuh negatif 15,30% (yoy). Pertumbuhan
transportasi seiring melemahnya kinerja sektor
negatif tersebut lebih rendah dibandingkan semester
pertambangan dengan mayoritas objek pembiayaan
I 2016 (-12,42%) dan periode yang sama tahun
berupa kapal dan truk pengangkut komoditas tambang.
sebelumnya (-5,31%). Sebaliknya, pembiayaan dalam
Peningkatan NPF juga disebabkan oleh proses re-
rupiah mengalami peningkatan sebesar 9,69% (yoy)
klasifikasi kolektibilitas pembiayaan sejalan dengan
menjadi Rp341 triliun, lebih tinggi dibandingkan
diberlakukannya POJK No.29/POJK.05/2014 tentang
semester I 2016 (3,15%) maupun periode yang sama
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan yang
tahun sebelumnya (0%). Meningkatnya pembiayaan
sebelumnya terbagi menjadi 3 kolektibilitas (Lancar,
dalam rupiah berkontribusi terhadap peningkatan
Diragukan, Macet) menjadi 5 kolektibilitas (Lancar,
proporsi
total
Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan,
pembiayaan. Jika pada semester I 2016 dan semester
Macet). Meski hasil simulasi11 menunjukkan bahwa
II 2015 proporsi pembiayaan rupiah masing-masing
laba PP mampu menahan peningkatan NPF sampai
mencapai 86,97% dan 85,57%, pada semester II 2016
level 4,79%, namun secara fundamental potensi
porsi pembiayaan rupiah mencapai 88,48%.
peningkatan pembiayaan bermasalah perlu terus
pembiayaan
rupiah
terhadap
diwaspadai terutama jika perlambatan ekonomi masih Sejalan dengan pembiayaan yang mulai meningkat,
berlanjut.
risiko kredit PP juga cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF)
Total volume pendanaan PP tumbuh 4,29% (yoy), lebih
yang relatif tinggi yakni sebesar 3,26%, meningkat
tinggi dibandingkan dengan semester I 2016 (1,17%)
dibandingkan periode sebelumnya sebesar 2,20%.
maupun semester II 2015 (0,07%). Peningkatan
NPF terbesar berasal dari sektor pengangkutan/
Grafik 4.60 Pembiayaan berdasarkan Jenis Valuta
Grafik 4.61 Rasio NPF PP (%)
(Rp. T) %
450
4
400 61
55
52
55
49
44
3
300
2,5
250 311
314
311
324
341
2,20
1,1 1,45
1
100
0,5
50
Rupiah
NPF (%)
Valas Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Simulasi menggunakan data laba PP per Desember 2016 dengan beberapa asumsi sebagai berikut: - semua pinjaman dengan kolektibilitas 2 (Dalam Perhatian Khusus) turun menjadi kolektibilitas 3 (Kurang Lancar); dan - jika laba belum nihil maka kolektibilitas 3 diturunkan menjadi 4 (Diragukan) dan kolektibilitas 4 diturunkan menjadi 5 (Macet).
11
156
Bank Indonesia
Des-16
Jun-16
Sep-16
Mar-16
Sep-15
Des-15
Jan-15
Apr-15
Okt-14
Des-16
Jun-14
Jun-16
Sep-14
Des-15
Des-13
Jun-15
Mar-14
Des-14
Jun-13
Jun-14
Sep-13
0 Mar-13
150
2 300
Sep-12
200
3,26
3,5
Des-12
350
Perbankan dan IKNB
sumber pendanaan terutama berasal dari pinjaman
2016, penurunan ULN tercatat sebesar 22,82% (yoy),
dalam negeri sebesar 15,86% (yoy) antara lain
lebih besar dibandingkan semester sebelumnya dan
dipengaruhi oleh turunnya suku bunga pinjaman bank.
semester II 2015 masing-masing sebesar 21,36% (yoy)
Pada akhir semester II 2016, 27,38% total pinjaman
dan 6,24% (yoy). Meski menurun, porsi ULN sebagai
dari bank dikenakan suku bunga < 10% sedangkan
sumber pendanaan PP masih relatif besar (22,95%)
sisanya dikenakan suku bunga yang relatif tinggi
yang antara lain disebabkan relatif tingginya suku
(>10%) (Grafik 4.64). Meski demikian, persentase
bunga pinjaman rupiah dibandingkan dengan suku
tersebut lebih tinggi dibandingkan semester I 2016
bunga pinjaman valas.
(25%) dan semester II 2015 (22,73%). Di sisi lain, PP cenderung mengurangi sumber pendanaan yang berasal dari utang luar negeri (ULN). Pada semester II
Grafik 4.62 Growth Pembiayaan & Pendanaan
Grafik 4.63 Sumber Dana
%
(Rp.T)
20
400
35
300 10
6,67
5
4,29
Des-16
Sep-16
Jun-16
Mar-16
Des-15
355
361
39 56
40
47
48
61
67
70
109
114
121
107
95
83
142
141
136
138
147
160
Jun-14
Des-14
Jun-15
Des-15
Jun-16
Des-16
Pinjaman Dalam Negeri Pinjaman Luar Negeri
Total Pembiayaan
Modal Total Pendanaan
Surat Berharga uang diterbitkan
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Grafik 4.64 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada PP % 60 50 45,24 40 27,38 27,38
30 20
0%-10%
10,01%-12%
Des-16
Jun-16
Des-15
Mar-16
Jun-15
Sep-15
Mar-15
Sep-14
Des-14
Jun-14
Mar-14
Des-13
Jun-13
Sep-13
Mar-13
Des-12
10 Sep-16
Sep-15
Jun-15
Mar-15
Des-14
Jun-14
Sep-14
Total Pendanaan
-
346
53
100
(5)
37
351
51
200
-
345
338
15
>12%
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia
157
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Untuk memitigasi risiko nilai tukar, sebagian PP
sedikit meningkat dibandingkan semester I 2016
yang memiliki ULN dan mayoritas pembiayaannya
sebesar 82,71%, namun lebih rendah dibandingkan
dalam rupiah telah melakukan hedging. Upaya
periode yang sama tahun sebelumnya (85,35%).
tersebut merupakan strategi yang ditempuh PP
Aspek
untuk mengurangi potensi default pinjaman valuta
sebagaimana ditunjukkan oleh ROA semester II 2016
asing serta mencegah efek penyebaran (contagious
yang tercatat sebesar 3,87% (yoy), sedikit lebih tinggi
effect) terhadap bank yang menjadi induknya. Meski
dari semester I 2016 (3,59%) dan periode yang sama
demikian, pada posisi Desember 2016 tercatat 41
tahun sebelumnya (3,36%). Sementara itu, ROE
PP dengan outstanding ULN mencapai Rp82,28
meningkat menjadi sebesar 12,01% pada semester
triliun. Dari jumlah tersebut, 8 diantaranya adalah PP
II 2016, membaik dari semester I 2016 (11,04%) dan
yang sebagian sahamnya dimiliki oleh bank dengan
periode yang sama tahun sebelumnya (11,11%).
profitabilitas
juga
mengalami
perbaikan
porsi kepemilikan ≥ 25%. Total outstanding ULN 8 PP tersebut tercatat sebesar Rp25,81 triliun yang
Hasil stress test pelemahan nilai tukar terhadap
disalurkan dalam bentuk pembiayaan dalam rupiah
permodalan 39 PP yang memiliki Net Foreign Liabilities
sebesar Rp89,50 triliun dan pembiayaan valuta asing
(NFL)12 dengan skenario nilai tukar rupiah melemah
sebesar Rp2,46 triliun. Kondisi ini berdampak pada
menjadi Rp20.000,- per dolar AS menunjukkan
meningkatnya potensi risiko nilai tukar yang dihadapi
bahwa secara umum ketahanan permodalan PP
ke-8 PP tersebut.
masih terjaga meski terdapat 12 PP yang diperkirakan akan mengalami negative equity dengan salah satu
Tingkat efisiensi PP relatif stabil tercermin dari rasio
diantaranya saat ini sudah berada pada kondisi
BOPO pada semester II 2016 tercatat sebesar 82,77%,
negative equity.
Grafik 4.65 Perkembangan Utang Luar Negeri PP
Grafik 4.66 Perkembangan ROA, ROE dan BOPO PP
%
%
40
40
%
%
35
30
20
10
88 82,77 86 84 82 12,01 80
5
78 3,87 76
Porsi ULN terhadap kewajiban (%)
74 -
Growth ULN yoy (skala kanan) Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
12
Net Foreign Liabilities (NFL) = kewajiban valas lebih besar dari aset valas
158
Bank Indonesia
ROA
ROE
BOPO
Des-16
Sep-16
Jun-16
Mar-16
72 Des-15
Des-16
Sep-16
Jun-16
Mar-16
Des-15
Sep-15
Jun-15
Mar-15
Des-14
(30) Sep-14
(20)
Jun-14
5
Sep-15
10
(10)
Jun-15
(22,82)
Mar-15
-
15
15
Des-14
20
Sep-14
20 10
Jun-14
24,37
30 25
Perbankan dan IKNB
Selama semester II 2016 terjadi peningkatan
sebesar 7,92%. Sementara itu, keterkaitan sisi sumber
keterkaitan (interconnectedness) antar PP dengan
pendanaan dalam bentuk penempatan dana ke bank
perbankan
semester
(Giro, Tabungan dan Deposito) meningkat sebesar
sebelumnya. Hal ini terlihat dari kenaikan kredit
9,93%, lebih rendah dibandingkan dengan semester I
perbankan kepada PP yang meningkat sebesar 20,31%
2016 yang tumbuh sebesar 37,62%.
dibandingkan
dengan
(yoy), lebih tinggi dibandingkan semester I 2016
Tabel 4.25 Keterkaitan Perbankan dengan Perusahaan Pembiayaan Komponen
Jun-15
Dec-15
Jun-16
Dec-16
∆ yoy
% yoy
Investasi (dlm Rp M)
23,749
25,827
25,411
22,518
(3,309)
(12,81)
Deposito, Giro, Tabungan
14,196
15,785
19,537
17,352
1,567
9,93
Tagihan Spot dan Derivatif
6,871
7,405
3,409
2,327
(5,079)
(68,58)
Tagihan Akseptasi
-
-
-
-
-
0,00
453
447
156
-
(447)
(100,00)
2,125
2,136
2,279
2,758
621
29,08
Modal Pinjaman
99
41
20
70
29
70,84
Kewajiban Repo
-
-
-
-
-
0,00
SSB yang Dimiliki PP Pinjaman yang Diberikan
Jaminan
5
13
11
12
(1)
(9,12)
Liabilitas (dlm Rp M)
125,000
125,089
136,536
154,488
29,399
23,50
Hutang Bank
101,720
100,070
109,778
120,399
20,328
20,31
Kewajiban Spot Derivatif SB yang Diterbitkan PP Kewajiban Akseptasi Penyertaan dari Bank Repo
2,059
1,896
1,420
1,161
(735)
(38,77)
12,633
14,370
16,391
19,781
5,410
37,65
35
2
-
-
(2)
(100,00)
8,552
8,750
8,948
13,148
4,398
50,26
-
-
-
-
-
0,00
Reverse Repo
-
-
-
-
-
0,00
Rupa-rupa Aset
0
0
-
-
(0)
(100,00)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum
4.2.2. Perusahaan Asuransi
sosial (30,70%), 86 perusahaan asuransi umum dan
Sampai dengan akhir periode laporan, jumlah
reasuransi (14,77%), serta 3 perusahaan asuransi
perusahaan asuransi yang terdiri dari asuransi jiwa,
wajib (12,71%).
asuransi umum & reasuransi, asuransi sosial serta asuransi wajib tercatat sebanyak 146 perusahaan
Selama semester II 2016 industri asuransi mengalami
dengan total aset mencapai Rp944,58 triliun dengan
peningkatan kinerja pada seluruh jenis asuransi
sebagian besar saham dimiliki oleh swasta nasional.
dengan peningkatan rasio investasi paling tinggi terjadi
Total aset industri asuransi didominasi oleh 55
pada asuransi jiwa. Industri asuransi
perusahaan asuransi jiwa dengan pangsa aset
pertumbuhan positif sebagaimana tercermin dari
mencapai 41,83%, diikuti 2 perusahaan asuransi
total aset yang meningkat sebesar 17,53% (yoy), lebih
mengalami
Bank Indonesia
159
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
tinggi dari semester I 2016 (12,19%) dan semester
bila dibandingkan dengan semester I 2016 (13,42%)
II 2015 (6,39%). Volume investasi juga mengalami
sehingga meningkatkan rasio investasi asuransi
pertumbuhan sebesar 21,70% (yoy), lebih besar
menjadi 82,62%.
Grafik 4.67. Pangsa Aset Asuransi per Jenis
12,71%
Asuransi Jiwa Asuransi Umum & Reasuransi
41,83%
Asuransi Sosial
30,70%
Asuransi Wajib
14,77%
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Grafik 4.68. Aset dan Investasi Asuransi (Rp T) 1.000 900 800
81,94 78,22
700 600 500
755 692
616 505
400 300
80,90
85 872
804
777
80
945
780
705
622
610
542
79,79
80,01
80,77
(%) 90
82,62
75 70
641
65 60
200
55
100
50
Des-13
Des-14
Aset
Des-14
Jun-15
Investasi
Des-15
Jun-16
Des-16
Rasio Investasi/Aset(skala kanan) Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Tabel 4.26 Rasio Investasi per Jenis Asuransi Asuransi Jiwa (Rp.T)
Dec-15
Jun-16
Dec-16
Asuransi Umum & Reasuransi (Rp.T)
Aset
329,68
363,16
395,11
Aset
Investasi
283,20
313,02
343,27
85,90
86,19
86,88
Rasio Investasi/Aset (rhs)
Asuransi Sosial (Rp.T)
Dec-15
Jun-16
Dec-16
139,47
Investasi
66,15
68,16
69,71
Rasio Investasi/Aset (rhs)
49,90
48,89
49,98
Asuransi Wajib (Rp.T)
233,61
253,52
289,98
Aset
Investasi
215,33
235,83
273,16
92,18
93,02
94,20
Bank Indonesia
Dec-16
139,41
Dec-15
Jun-16
Dec-16
107,86
115,93
120,01
Investasi
76,62
88,36
94,28
Rasio Investasi/Aset (rhs)
71,03
76,22
78,56
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (diolah)
160
Jun-16
132,56
Aset
Rasio Investasi/Aset (rhs)
Dec-15
Perbankan dan IKNB
Sementara itu, risiko usaha asuransi mengalami
terjadi pada seluruh jenis asuransi kecuali Asuransi
penurunan yang tercermin dari peningkatan Rasio
Wajib disebabkan peningkatan klaim lebih besar dari
Kecukupan Premi terhadap Pembayaran Klaim dari
peningkatan pendapatan premi. Demikian halnya
155,74% pada semester I 2016 menjadi 157,99%
dengan risiko likuiditas yang relatif terjaga tercermin
pada semester II 2016, yang juga lebih tinggi
dari rasio current asset13 terhadap current liabilities14
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
yang nilainya >1 yaitu sebesar 1,66.
sebelumnya (145,14%). Penurunan risiko asuransi
Grafik 4.69 Rasio Premi/ Klaim Bruto
Premi Bruto
Klaim Bruto
Rasio Premi/Kalim Bruto (skala kanan)
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (diolah)
1,60
CA
CL
Des-16
Okt-16
Nov-16
1,50 Sep-16
Des-16
Jun-16
Des-15
Jun-15
125
Des-14
130
-
Jun-14
50 Des-13
140 135
Jun-13
100
Jul-16
145
150
1,66 1,70
Agt-16
150
200
Jun-16
155
110,17
Apr-16
145,14
148,27
1,80
Mei-16
160
(Rp.T) 1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 Feb-16
155,74
(%) 165
Mar-16
157,99
155,7
300 250
160,25
Jan-16
350
Des-15
(Rp Triliun)
Grafik 4.70 Rasio Current Asset/Current Liabilities
CA/CL (skala kanan)
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (diolah)
Pertumbuhan positif juga ditunjukkan oleh indikator
pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan
densitas dan penetrasi produk asuransi. Selama
Sosial (BPJS) maupun dengan penyediaan asuransi
semester II 2016 indikator densitas dan penetrasi
untuk segmen masyarakat berpenghasilan rendah
produk masing-masing mencatat angka sebesar
antara lain melalui pengembangan asuransi mikro.
Rp1.272.493,- dan 2,65%, lebih tinggi dari semester I 2016 masing-masing sebesar Rp1.195.065 dan
Ketergantungan industri asuransi terhadap ULN masih
2,56%. Meski meningkat, masih relatif kecilnya kedua
relatif rendah. Pangsa ULN asuransi hanya sebesar
angka indikator tersebut mencerminkan bahwa
0,10% (145 juta dolar AS) dari total ULN, namun
industri asuransi masih memiliki peluang besar untuk
demikian memiliki tren yang relatif meningkat. ULN
terus tumbuh seiring dengan pertambahan jumlah
industri asuransi tersebut berupa utang premi, utang
penduduk serta meningkatnya kesejahteraan dan
klaim, utang reasuransi, utang retrosesi (perusahaan
kesadaran masyarakat. Saat ini program ekstensifikasi
reasuransi) dan utang komisi.
dalam rangka menambah nasabah asuransi secara intensif telah dilakukan baik dalam bentuk program
13 14
Komponen Current Asset = Jumlah Aset - Bangunan dengan Hak Strata atau Tanah dengan Bangunan untuk Dipakai Sendiri - Aset Tetap Lain - Aset Lain Komponen Current Liabilities = Total Liabilities
Bank Indonesia
161
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Grafik 4.71 Perkembangan Indikator Asuransi
Grafik 4.72 Perkembangan ULN Industri Asuransi (%)
1.400 1.200 1.000
2
800 600
1
400
(Jutaan USD)
(Jutaan USD) 160 140 120 100 80 60 40
3
160.000 155.000 150,000 145.000 140.000 134.000 130.000
145
141.487
20
125.000 120.000
ULN Asuransi
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (diolah)
Des-16
Jun-16
Sep-16
Mar-16
Sep-15
Des-16
Penetrasi (Skala kanan)
Des-15
Des-15
Jun-15
Des-14
Mar-15
Des-13
Densitas (Rp Ribu)
Des-14
Des-12
Jun-14
Des-11
Premi Bruto (Rp T)
Sep-14
-
Mar-14
200
Total ULN (Skala Kanan)
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (diolah)
(interconnectedness)
pada semester laporan yang antara lain dipengaruhi
antara industri perbankan dan industri asuransi masih
oleh ketentuan OJK terkait kewajiban pemenuhan
dalam tren penurunan. Pada akhir semester II 2016,
investasi SBN. Sementara itu, pada periode yang sama,
penempatan dana asuransi di bank menurun sebesar
penempatan bank di industri asuransi mengalami
28,30% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
peningkatan sebesar 51,69% (yoy) atau sebesar Rp2,53
penurunan pada semester I 2016 sebesar 17,76%.
triliun. Angka ini sedikit lebih kecil bila dibandingkan
Penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya
dengan semester sebelumnya sebesar 69,68%.
Secara
umum,
keterkaitan
penempatan dana asuransi sebesar Rp49,84 triliun Tabel 4.27 Keterkaitan Industri Perbankan dan Industri Asuransi Komponen
Dec-15
Jun-16
Dec-16
% yoy
164,205
121,088
117,736
(46,469)
(28,30)
Deposito, Giro, Tabungan
152,452
108,729
102,612
(49,840)
(32,69)
Tagihan Spot dan Derivatif
-
-
-
-
-
Tagihan Akseptasi
-
-
-
-
0,00
6,955
6,467
10,912
3,956
56,88
513
512
578
65
12,72
4,268
5,362
3,596
(672)
(15,75)
SSB yang Dimiliki Asuransi Pinjaman yang Diberikan Modal Pinjaman Kewajiban Repo
-
-
-
-
0,00
17
17
38
21
125,99
4,897
5,534
7,429
2,532
51,69
537
1,176
1,333
796
148,06
Kewajiban Spot Derivatif
-
-
-
-
0,00
SB yang Diterbitkan Asuransi
-
-
-
-
0,00
Kewajiban Akseptasi
-
-
-
-
0,00
4,123
4,125
6,078
1,955
47,40
Repo
-
-
-
-
0,00
Reverse Repo
-
-
-
-
0,00
237
233
18
(219)
(92,39)
Jaminan Liabilitas (dlm Rp M) Hutang Bank
Penyertaan dari Bank
Rupa-rupa Aset
Sumber : Bank Indonesia, LBU (diolah) Data LBU (Rupiah penuh)
162
∆ yoy
Investasi (dlm Rp M)
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Berdasarkan BUKU, kelompok bank yang memiliki
keuangan dengan porsi terbesar ditempatkan pada
keterkaitan paling besar dengan asuransi adalah BUKU
SBN sebesar Rp220,67 triliun (28,28%), diikuti saham
1. Proporsi dana asuransi yang ditempatkan terhadap
sebesar Rp177,29 triliun (22,72%) dan reksadana
total DPK BUKU 1 mencapai 6,03% atau sebesar 38,91%
sebesar
bila dibandingkan dengan total DPK IKNB pada BUKU
penempatan aset yang cukup tinggi pada SBN antara
1. Meski cukup besar, namun ketergantungan BUKU 1
lain disebabkan industri asuransi melakukan akselerasi
terhadap dana dari asuransi cenderung menurun. Hal
kepemilikan SBN dalam rangka pemenuhan ketentuan
tersebut antara lain disebabkan oleh rata-rata suku
OJK15.
Rp132,87
triliun
(17,03%).
Proporsi
bunga yang diberikan kepada asuransi telah berada di bawah suku bunga rata-rata DPK rupiah BUKU 1
Sementara itu, profitabilitas industri asuransi16 pada
(Grafik 4.73) pada akhir 2016.
semester II 2016 sedikit mengalami penurunan tercermin dari ROA dan ROE yang lebih rendah jika
Sejalan dengan peningkatan kinerja, aset asuransi juga
dibandingkan dengan semester I 2016 maupun
menunjukkan peningkatan. Secara umum, mayoritas
semester II 2015 seiring dengan meningkatnya beban
aset asuransi ditempatkan dalam beberapa instrumen
pembayaran klaim dan manfaat.
Grafik 4.73 Perkembangan Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga DPK Rupiah BUKU 1 (%) 8 7 6 5
4,27
4
4,11
3 2 1
Des-16
Sep-16
Jun-16
Mar-16
Des-16
Sep-16
Jun-15
Mar-15
Des-14
Sep-14
Jun-14
Mar-14
Des-13
-
Rata-rata Tertimbang Suku Bunga DPK Rp Asuransi Rata-rata Tertimbang Suku Bunga DPK Rp (total)
Sumber: Bank Indonesia
15 16
POJK No.1/POJK.05/2016 tgl 11 Januari 2016 tentang Investasi SBN Data yang tersedia yaitu perusahaan asuransi jiwa, umum dan reasuransi
Bank Indonesia
163
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Grafik 4.74 Komposisi Aset Investasi Perusahaan Asuransi (Rp Triliun) 800 700 600 500 400 300 200 100 -
Jun-16
Des-15 Deposito
Saham
Sukuk atau Obligasi
SBN
Des-16 Reksa Dana
SB
Lainnya
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)
Tabel 4.28 Perkembangan Aset dan Kinerja Keuangan Asuransi Indikator (Rp.T)
Dec-15
Jun-16
Dec-16
Growth yoy
Total Aset
803,71
872,02
944,58
Total Investasi
641,29
705,36
780,42
21,70%
Deposito
147,44
121,87
120,07
-18,56%
Saham
140,21
152,45
177,29
26,45%
71,98
89,04
98,61
36,99%
151,19
188,95
220,67
45,96%
Sukuk atau Obligasi SBN
17,53%
1,28
1,00
0,83
-35,43%
101,94
122,49
132,87
30,34%
Lainnya
27,25
29,57
30,08
10,38%
Jumlah Bukan Investasi
46,48
50,14
51,84
11,52%
342,57
369,86
401,44
17,18% 56,18%
SB Reksa Dana
Total Ekuitas Jumlah Beban
96,43
67,64
150,60
Profitabilitas*
Dec-15
Jun-16
Dec-16
∆ yoy
ROA
4,26
3,69
3,29
(0,98)
ROE
13,74
12,22
12,16
(1,58)
Repo
-
-
-
-
Reverse Repo
-
-
-
-
237
233
18
(219)
Rupa-rupa Aset
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)
seluruh
Based Capital (RBC) sebesar 120%. Besarnya modal
perusahaan asuransi go public telah memenuhi
industri asuransi tersebut diharapkan meningkatkan
kewajiban permodalan minimum sebesar Rp100
kemampuan penyerapan risiko yang muncul dari
miliar. Selain itu, sebagian besar perusahaan asuransi
aktivitas perekonomian.
Sementara
itu,
dari
sisi
permodalan,
go public juga sudah memenuhi target minimum Risk
Tabel 4.29 Kecukupan Modal Minimum Asuransi Go Public (Rp Miliar) Periode
ABDA
AHAP
AMAG
ASBI
ASDM
ASJT
ASRM
LPGI
MREI
PNIN
ASMI
VINS
2016 Tw III
325,69
208,48
647,67
131,04
235,41
164,89
142,34
171,50
260,66
-
273,43
842,41
2016 Tw II
306,34
251,26
586,96
135,75
202,78
144,16
144,29
161,69
265,31
-
216,17
855,89
2016 Tw I
305,64
241,68
530,57
149,37
212,58
160,24
139,25
182,28
252,67
212,30
209,02
878,32
Sumber: Laporan Keuangan Asuransi Go Public (diolah)
164
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
mencapai 14% dan pertumbuhan dana 15%, dengan
4.3. Asesmen Kondisi dan Risiko Perbankan Syariah
tingkat risiko pembiayaan dan likuiditas yang lebih terjaga. Pertumbuhan pembiayaan dan dana tersebut selanjutnya diperkirakan dapat mendorong
Di tengah kondisi pertumbuhan ekonomi yang
peningkatan aset perbankan syariah hingga mencapai
cenderung
18%.
melambat
sepanjang
2016,
kinerja
perbankan syariah juga terkena dampaknya. Namun, menjelang triwulan keempat menguatnya konsolidasi,
4.3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah
telah mendorong membaiknya kinerja perbankan
Sepanjang 2016, kinerja industri perbankan syariah
syariah. Kinerja intermediasi berada pada tingkat
nasional relatif cukup baik, tercermin dari fungsi
yang optimal dengan nilai FDR (BUS dan UUS) sebesar
intermediasi berada pada tingkat yang cukup tinggi
88,78% dan tingkat kecukupan modal (CAR) BUS
dengan nilai FDR (BUS dan UUS) sebesar 88.78% dan
sebesar 15,95% di penghujung 2016. Sementara itu,
tingkat kecukupan modal (CAR) BUS sebesar 15,95%
rata-rata tingkat pembiayaan bermasalah perbankan
(pada bulan Desember 2016). Sementara itu, rata-rata
syariah pada 2016 relatif cukup tinggi dan berada
tingkat pembiayaan bermasalah perbankan syariah
diatas 5%. Ke depan, dengan konsistensi penguatan
pada 2016 semakin membaik setelah memasuki
pada internal perbankan syariah dan membaiknya
triwulan III. Hingga Desember 2016 rasio NPF BUS dan
kondisi perekonomian di 2017, maka pertumbuhan
UUS mencapai 4,68% turun dari 5,68% pada bulan
pembiayaan perbankan syariah diperkirakan dapat
Juni 2016.
Grafik 4.75 Perkembangan Industri Perbankan Syariah Rp Triliun
%
400
356,60
6,00 279,33
300
5,50
248,01
5,00
200
Ms. Aset
a) Total Aset, DPK dan Pembiayaan per Desember 2016
Ms.Pembiayaan
FDR / LDR
25
22,93
NPF / NPL
4,68
50
90,69
CAR
15,95
75
Nov-16
Sep-16
Jul-16
Mei-16
Mar-16
Jan-16
Nov-15
Ms. DPK
b) Market Share
88,78
100
Sep-15
Q4-2016
Pembiayaan
DPK
Aset
Q3-2016
Jul-15
Q2-2016
Jun-14
Q1-2016
Jan-15
4,00 0
Mar-15
4,50
100
0
2,86
0
25
50
75
100
c) Kinerja Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional per Desember 2016 Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
Bank Indonesia
165
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Memasuki triwulan III-2016, pertumbuhan industri
sepanjang 2016, dimana aset perbankan syariah pada
perbankan syariah mengalami peningkatan yang relatif
Desember 2016 tercatat sebesar Rp356,5 Triliun
tinggi, yaitu mencapai 20,33 persen. Konversi BPD
dengan pertumbuhan tahunan mencapai 20,33%
Aceh menjadi bank syariah pada 19 September 2016
meningkat jika dibandingkan semester I 2016 yang
merupakan salah satu pendorong utama peningkatan
hanya tumbuh sebesar 11,97%.
asset di perbankan syariah. Pertumbuhan DPK sebesar 20,83% (yoy) dan pertumbuhan pembiayaan sebesar
Dilihat dari tingkat pertumbuhannya, sepanjang 2016
16,44% (yoy)
meningkat dibandingkan dari posisi
tren aset perbankan syariah selalu berada diatas
Juni 2016 masing-masing sebesar 13,05% dan 7,82%.
pertumbuhan perbankan konvensional. Market share
Dengan bertambahnya bank syariah maka posisi 2016,
perbankan syariah terus menunjukkan peningkatan
jumlah Bank Umum Syariah (BUS) telah mencapai 13
walaupun pertumbuhan perbankan syariah pada
bank dan Unit Usaha Syariah (UUS) sebanyak 21 unit.
bulan Desember 2016 mengalami penurunan. Hingga Desember 2016 market share perbankan syariah
4.3.1.1.Perkembangan Aset
adalah sebesar 5,3% meningkat dari bulan Juni 2016
Aset perbankan syariah menunjukkan tren yang positif
sebesar 4,81%.
Grafik 4.76 Pertumbuhan Aset, DPK, dan Pembiayaan 25,00 20,83
20,00 15,00
15,90
10,00 5,00 -
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
2015 G Aset
Des
2016
G. DPK
G PYD
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
Grafik 4.77. Perkembangan Aset
Grafik 4.78. Market Share Aset
Rp Triliun 400
(%) 25
356,50
20 20,83
300
15
% 7,50
5,30
5,20 5,00
5,00
200 10 9,20 5
100 0
Q1
Q2
Q3
Q4
2015 Total Aset
Q1
Q2
Q3
Q4
0
2016
2,50
-2,50
Growth Aset (Skala Kanan)
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
Bank Indonesia
4,80 4,60
0,00
Growth Aset BUK (Skala Kanan)
166
5,40
Q1
Q2
Q3
Q4
2015 Delta Growth YOY Aset
Q1
Q2
Q3 2016
Q4 -1,37
4,40 4,20
Market Share Aset (%)
Perbankan dan IKNB
4.3.1.2.Perkembangan DPK
(10,01%). Namun selama 2016, proporsi deposito
Volume DPK yang dihimpun perbankan syariah
terus mengalami penurunan sementara tabungan dan
per Desember 2016 tercatat sebesar Rp279 Triliun
giro relatif mengalami peningkatan. Dengan demikian,
dengan laju pertumbuhan sebesar 20,83% (yoy)
terlihat bahwa nasabah bank syariah perlahan
dimana pertumbuhan tahunan posisi Juni 2016 hanya
mengalihkan simpanan berjangka panjang menjadi
sebesar 13,05%. Secara umum, laju pertumbuhan DPK
simpanan berjangka lebih pendek.
perbankan syariah mulai Januari 2016 menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan perbankan
Dari sisi jumlah rekening, sepanjang tahun 2016 jumlah
konvensional, sehingga market share DPK terus
rekening DPK mengalami peningkatan yang signifikan
mengalami peningkatan, hingga Desember 2016
dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah rekening
market share DPK sebesar 5,78% atau sedikit
DPK yang dikelola BUS dan UUS per Desember 2016
meningkat jika dibandingkan dengan market share
mencapai 22,28 juta rekening atau sekitar 10,91% dari
DPK pada Juni 2016 sebesar 5,28%.
total rekening simpanan yang dikelola bank umum secara nasional. Jumlah rekening BUS dan UUS pada
Berdasarkan proporsinya, DPK perbankan syariah
Desember 2016 tumbuh sebesar 19,94% (yoy).
pada Desember 2016 masih didominasi oleh deposito (59,49%), diikuti oleh tabungan (30,50%) dan giro Grafik 4.79.Perkembangan DPK
Grafik 4.81. Komposisi DPK per Desember 2016
Rp Triliun
%
300
25 10,01%
20 200
Giro - Wadiah
15
Tabungan
10
100
Deposito - Mudharabah
5 30,50%
0
0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2015
Q3
Q4
59,49%
2016 Growth (DPK Skala Kanan)
Total DPK
Growth DPK BUK (Skala Kanan)
Grafik 4.82. Perkembangan Komposisi DPK
Grafik 4.80.Market Share DPK
Q4
2015 Delta Growth YOY DPK
Q1
Q2
Q3 2016
Q4 -1,76
4,00
Market Share DPK (%)
25,00 0
59,49
59,24
61,02
62,27
61,13
30,50
Q3
29,73
Q2
29,11
-2,50
4,50 Q1
29,26
0,00
50,00 29,70
5,00
61,42
2,50
75,00
29,15
5,50
28,59
5,00
100,00
28,59
5,78
%
61,75
6,00
28,73
% 7,50
9,52
10,28
9,43
9,17
8,47
9,88
11,08
10,01
Q1-2015 Q2-2015 Q3-2015 Q4-2015 Q1-2016 Q2-2016 Q3-2016 Q4-2016 Giro - Wardiah
Tabungan
Deposite - Mudharabah
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
Bank Indonesia
167
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
4.3.1.3.Perkembangan Pembiayaan
Jika
Jika dilihat dari komposisinya, penempatan dana oleh
perbankan syariah secara nominal menunjukkan
BUS dan UUS melalui pembiayaan masih menjadi
tren peningkatan sepanjang 2016. Posisi penyaluran
pilihan utama untuk penempatan dana perbankan
pembiayaan pada Desember 2016 tercatat sebesar
syariah dibandingkan alternatif penempatan dana
Rp. 248 Triliun atau meningkat 16,44% (yoy) pada
lainnya, sebagaimana yang terlihat dalam Grafik
semester 2 tahun 2016 dibandingkan pertumbuhan
4.83. Dari grafik tersebut terlihat bahwa dari segi
pembiayaan 7,82% pada semester 1 tahun 2016.
proporsinya,
bentuk
Pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah pada
pembiayaan yang diberikan mengalami penurunan,
umumnya rendah dari perbankan konvensional, pada
sementara penempatan pada Bank Indonesia dan
September 2016 pertumbuhan PYD perbankan Syariah
surat-surat
peningkatan.
meningkat hingga berada diatas pertumbuhan kredit
Sementara itu, sepanjang tahun 2016 FDR perbankan
perbankan Konvensional. Peningkatan dimaksud
syariah cenderung mengalami penurunan, hingga
terutama disebabkan adanya
Desember 2016 FDR BUS dan UUS adalah sebesar
menjadi Bank Umum Syariah. yang juga menyebabkan
88,78%.
market share pembiayaan meningkat menjadi 5,78%.
penempatan
berharga
dana
dalam
mengalami
melihat
perkembangannya,
Grafik 4.83 Komposisi Penyaluran Dana Perbankan Syariah
pembiayaan
konversi BPD Aceh
Grafik 4.84 FDR Perbankan Syariah 95,00
%
90,70
100 90,00 80
85,99 85,00
60
85,99
40
74,29
75,33
73,71
72,11
8,35
7,74
7,51
8,75
13,89
13,14
15,42
14,64
Q1-16
Q2-16
Q3-16
Q4-16
Surat Berharga yang Dimiliki
Pembiayaan
Penyertaan
20
80,00 75,00 Q1
0
Q2
FDR
Q1
Q2
Q3
Q4
2016
Grafik 4.86 Perkembangan Pembiayaan
Rp T
%
250
18 15,90 16
200
14
% 7,50
5,40 5,78
12
150
10
5,00
8
100 4,66
50
6 4 2 0
Q1
Q2
Q3
Q4
2015 Total PYD Growth PYD (Skala Kanan)
Q1
Q2
Q3
1,49 0,00 Q1
Q4
2016
Bank Indonesia
5,50
2,50
-2,50
Growth PYD BUK (Skala kanan)
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
168
Q4
LDR
Grafik 4.85 Perkembangan Pembiayaan
0
Q3 2015
Q2
Q3
Q4
2015 Delta Growth YOY PYD
Q1
Q2
Q3
Q4
2016 Market Share PYD (%)
5,00
Perbankan dan IKNB
Porsi pembiayaan didominasi oleh pembiayaan
terbesar, masing-masing 13,45% dan 12,80%, setelah
konsumsi yang diikuti oleh modal kerja dan investasi
sektor lain-lain (40,87%).
(lihat Grafik 4.87) dengan jumlah pembiayaan masingmasing sebesar Rp100,6Triliun, Rp87,36Triliun, dan
Dari sisi jumlah rekening, hingga Desember 2016
Rp60,04Triliun. Sementara, dilihat dari jenis akadnya,
jumlah rekening pembiayaan BUS dan UUS adalah
secara umum penyaluran pembiayaan perbankan
sebanyak 4,52 juta rekening dengan share sebesar
syariah dengan akad murabahah masih mendominasi
10.79 % dari jumlah rekening perbankan secara
hingga Desember 2016 dengan pangsa sebesar 56,26%.
nasional. Pertumbuhan jumlah rekening pembiayaan
Berdasarkan sektor usaha, sektor perdagangan,
BUS dan UUS pada Desember 2016 tercatat sebesar
restoran, dan hotel serta sektor jasa-jasa dunia usaha
20,52% (yoy).
menjadi sektor dengan porsi penyaluran pembiayaan
Grafik 4.87. Pembiayaan Berdasarkan Jenis Penggunaan (Desember 2016)
Grafik 4.89. Pembiayaan Berdasarkan Akad (Desember 2016) 3,69%
Akad Murabahah 35,23
40,56
Akad Istishna
Modal Kerja Investasi
31,62%
Akad Qaradh
56,25%
Akad Mudharabah
Konsumsi
Akad Musyarakah 6,17%
Akad Ijarah
24,21
1,91% 0,35%
Grafik 4.90. Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi Desember 2016) 4,01% 2,66%
Industri Pengolahan
7,96%
Jasa-jasa dunia usaha
12,80%
13,45% 4,40%
4,75%
3,27%
5,82%
Perdagangan, restoran dan hotel
Jasa-jasa sosial/masyarakat
Pertambangan
Konstruksi
Pertanian, Perburuan dan sarana pertanian
Lain - lain Listrik, Gas dan Air
40,87%
Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
Bank Indonesia
169
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
4.3.1.4. Imbal Hasil
deposito 12 bulan mencapai 5,67%. Deposito 12
Secara umum, tingkat imbalan perbankan syariah
bulan memiliki rata-rata imbal hasil terkecil, dengan
mengalami penurunan dibandingkan pada bulan Juni
rata-rata imbalan sebesar 5,41%. Jika dibandingkan
2016 yang diperlihatkan antara lain dengan adanya
dengan bank konvensional, pada November 2016
penurunan tingat imbalan deposito dan tabungan.
imbal hasil giro dan deposito bank konvensional lebih
Namun demikian, imbal hasil produk giro relatif stabil
tinggi daripada produk yang sama pada bank syariah.
dan mengalami sedikit peningkatan.
Dengan kondisi imbal hasil tersebut dapat mendorong pengalihan dana dari perbankan syariah kepada
Pada bulan Desember 2016 deposito untuk jangka
perbankan konvensional untuk mendapatkan imbal
waktu 6 bulan menawarkan rata-rata tingkat imbalan
hasil yang lebih tinggi (displacement risk).
tertinggi mencapai 5,90% sedangkan tingkat imbalan
Grafik 4.91. Tingkat Return Giro, Tabungan dan Deposito Syariah
9,00
4,00
8,00
3,00 1,87
7,00
2,00
5,90 5,51 5,46
6,00 1,05
5,67 5,41
5,00
1,00
4,00 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2015
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Delta Growth YOY Asrt
Q3
Q4
Market Share Aset (%)
Dep 1 Bulan
Dep 3 Bulan
Dep 12 Bulan
Dep >12 Bulan
% 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Tabungan
1 Bulan
3 Bulan
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
170
Bank Indonesia
Q2
6 Bulan
Q3
Q4
2016
Grafik 4.92 Struktur Imbal Hasil DPK Syariah Posisi November 2016
Giro
Q1
2015
2016
12 Bulan
Dep 6 bulan
Perbankan dan IKNB
4.3.2. ASESMEN RISIKO
4.3.2.2.Risiko Pembiayaan
4.3.2.1.Risiko Likuiditas
Pada Grafik 4.93, terlihat bahwa pada semester II
Alat likuid Bank Umum Syariah pada akhir tahun 2016
tahun 2016, NPF perbankan syariah mencapai 4,15%
tercatat sebesar Rp. 45,50 Triliun, atau meningkat
yaitu sedikit membaik dibandingkan NPF pada posisi
26,73 (yoy) pada semester II tahun 2016 sedikit
semester 1 tahun 2016 yaitu 5,05% dan pada posisi
meningkat dari pertumbuhan alat likuid sebesar
semester 2 tahun 2015 sebesar 4,34%.NPF untuk
24,62% pada semester 1 tahun 2016. Pada Desember
akad ijarah dan mudharabah mengalami peningkatan
2016, rasio alat likuid terhadap total asset mencapai
sementara akad lainnya mengalami penurunan.
17,90%. Sementara indikator lain yang menunjukkan
Pembiayaan untuk akad ijarah memiliki NPF paling
likuiditas perbankan, yaitu rasio AL/DPK, berfluktuasi
tinggi dan melebihi batas 5% yaitu sebesar 7,23%
dan menunjukkan tren meningkat sejak semester I
sehingga perlu diwaspadai. Sementara, untuk akad
tahun 2016. Pada Desember 2016, AL/DPK perbankan
murabahah sebagai pembiayaan terbesar, memilik
syariah tercatat sebesar 22,04%.
NPF yang masih dibawah 5%. Berdasarkan sektor usaha, sektor yang paling besar menyumbang NPF adalah sektor perdagangan, restoran, dan hotel, sektor lain-lain, serta sektor jasa-jasa dunia usaha.
Grafik 4.93. Posisi Likuiditas Perbankan Syariah
Grafik 4.94. Perkembangan NPF
24,00
22,04
22,00
5,05
12,00
4,81
10,00
20,00
17,90
18,00
6,00
10,30
4,34
4,15
8,00
5,00 4,00
6,00
3,00
14,00
4,00
2,00
12,00
2,00
1,00
10,00
0,00
Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agt-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agt-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16
16,00
AL/DPK
0,00 Q1-15
Q2-15
Q3-15 Q4-15
NPF
AL/Aset
Grafik 4.95. Rasio NPF Berdasarkan Akad
Q1-16
Q2-16
Q3-16 Q4-16
Rasio NPF (Skala Kanan)
Grafik 4.96. Komposisi NPF berdasarkan Sektor Ekonomi
Industri Pengolahan
7,23
8,00
5,61
4,03
Jasa-jasa dunia usaha
12,97
Jasa-jasa sosial/masyarakat
6,00 4,48 4,00
3,66
Konstruksi
14,17 21,58
Lain-lain Listrik, Gas dan Air
2,00 5,49
0,00 Q1-15
Q2-15
Q3-15
Akad Ijarah Akad Istishna Akad Mudharabah
Q4-15
Q1-16
Q2-16
Q3-16
Q4-16
8,75
Akad Murabahah Akad Musyarakah Akad Qaradh
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi
19,37
Perdagangan, restoran dan hotel 4,92 3,11
Pertambangan Peetanian, perburuan dan sarana pertanian
Bank Indonesia
171
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
4.3.2.3.Profitabiitas dan Permodalan
penurunan dibandingkan posisi Juni 2016 0,10% menunjukkan
menjadi 0,63%. Sementara ROE perbankan syariah
peningkatan yang cukup signifikan. Pendapatan
pada bulan Desember 2016 mengalami penurunan
operasional per Desember 2016 tercatat sebesar
sebesar 8,70% dibandingkan posisi Juni 2016 sebesar
Rp. 35,48 Triliun atau meningkat sebesar 11,24%
5,67%. Posisi ROE perbankan syariah dan perbankan
(yoy). Sementara itu, biaya operasional perbankan
konvensional pada Desember 2016 masing-masing
syariah mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,35%
sebesar 5,17% dan 47,46%.
Pendapatan
operasional
BUS
(yoy). Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional pada tercatat mengalami penurunan
Pada 2016, permodalan perbankan syariah secara
dari 97,01% pada Desember 2015 menjadi 96.23%
umum cenderung meningkat. Jumlah modal inti BUS
pada Desember 2016. Adapun net operational margin
per Desember 2016 tercatat sebesar Rp22,62Triliun
perbankan syariah pada Desember 2016 mengalami
atau tumbuh 19,74%(yoy). Disisi lain, CAR meningkat
peningkatan sebesar 0.68% terhadap posisi yang sama
dari 14,72% pada Juni 2016 menjadi 15.95% pada
tahun 2015.
Desember 2016. CAR tersebut mengindikasikan tingkat ketahanan risiko yang masih cukup memadai
Dari sisi pengembalian asset (Return on Aset/ROA),
mengingat masih melebihi standar sebesar 8%.
tingkat profitabilitas perbankan syariah sebesar
Secara relatif, permodalan perbankan syariah masih
0.63% cenderung lebih rendah dibandingkan dengan
berada dibawah perbankan konvensional, dimana
perbankan konvensional yang mencapai 2,23%. ROA
CAR perbankan konvensional pada Desember 2016
perbankan syariah pada Desember 2016 mengalami
tercatat sebesar 22,93%.
Grafik 4.97. Return on Asset
Grafik 4.98. Return on Equity 60,00
3,00
45,00
2,25
30,00
1,50
15,00
0,75
ROA Syariah
ROA Konvensional
ROE Syariah
Grafik 4.99. Capital Adequacy Ratio 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 Q1-2015 Q2-2015 Q3-2015 Q4-2015 Q1-2015 Q2-2015 Q3-2015 Q4-2015
CAR Syariah
CAR Konvensional
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
172
Bank Indonesia
ROE Konvensional
Q4-2016
Q3-2016
Q2-2016
Q1-2016
Q4-2015
Q3-2015
Q2-2015
Q1-2015
Q4-2016
Q3-2016
Q2-2016
Q1-2016
Q4-2015
Q3-2015
Q2-2015
0,00 Q1-2015
0,00
Perbankan dan IKNB
Cakupan, Pemetaan Risiko dan Dampak Financial Technology (Fintech) terhadap Stabilitas Sistem Keuangan: Deposits, Lending dan Capital Raising
Boks 4.1
Dari empat kategori fintech sebagaimana diatur
dapat dilakukan untuk tujuan sosial, dimana
oleh FSB, yang dibahas disini adalah kategori
penyumbang tidak memperoleh imbal hasil
Deposits, Lending dan Capital Raising. Dari
apapun,
kategori tersebut dapat dibedakan beberapa
tertentu dimana penyumbang memperoleh imbal
fungsi, yaitu Crowdfunding, Online Lending dan
hasil dalam bentuk contoh produk atau diskon
Big Data Analytic.
tertentu. Crowdfunding dapat juga digunakan
dengan
tujuan
mendanai
proyek
untuk mendanai pinjaman yang diajukan melalui Crowdfunding
platform, dengan imbal hasil berupa bunga,
Crowdfunding adalah pengumpulan dana dari
disebut dengan peer-to-peer (P2P) lending atau
banyak investor (masing-masing dalam jumlah
mendanai suatu usaha startup dengan imbal
kecil) melalui online platform untuk project
hasil kepemilikan saham, disebut dengan equity
tertentu (bisnis ataupun sosial). Crowdfunding
crowdfunding.
Gambar Boks 4.1.1. Crowdfunding dan Peer-to-peer lending Crowdfunding
Peer-to-peer lending
Repayment
Platform
6
Repayment
Rp
Rp
5
Rp
Rp
Rp
Verifikasi Asesmen
Verifikasi & Asesmen
1
Borrower
Crowdfunding
2
Loan
Funding
4
Online Lending
Investor
Bank
3
Direct Balance Sheet
Online lending (direct balance sheet) merupakan
Gambar Boks 4.1.2. Direct Balance Sheet
kegiatan penyaluran pinjaman (sebagian ataupun keseluruhan) yang dilakukan melalui platform online. Dana yang digunakan oleh online lending Rp
berasal dari fintech tersebut.
Repayment
3
Platform /Investor
Verifikasi Asesment
1 2
Loan Bank
Bank Indonesia
173
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Big Data Analytic
memberikan alternatif pinjaman bagi debitur
Penggunaan big data analytic yaitu dengan
yang belum layak kredit, prosesnya mudah
mengolah big data untuk tujuan nontraditional
dan cepat, dan persaingan yang ditimbulkan
credit scoring. Data yang digunakan berupa digital
mendorong penurunan suku bunga pinjaman.
footprint, al: social network data, mobile data,
Bagi
browser data, online transaction data untuk proses
investasi dengan return yang lebih tinggi dengan
credit scoring yang diolah menggunakan algoritma
risiko default yang tersebar di banyak investor
machine learning. P2P dan online lending platform
dengan nominal masing-masing cukup rendah dan
dapat bekerja sama dengan fintech ini untuk
investor dapat memilih peminjam yang didanai
mitigasi risiko kredit.
sesuai preferensinya. Bagi perbankan, kerjasama
investor
fintech
merupakan
alternatif
dengan fintech dapat mengurangi biaya (misalnya penggunaan nontraditional credit scoring untuk
Manfaat perkembangan fintech fintech
pesat
filtering awal aplikasi kredit), menambah DPK,
membawa manfaat bagi peminjam, investor
menambah channel penyaluran kredit dan
dan perbankan. Bagi peminjam, manfaat yang
merupakan alternatif investasi bagi perbankan.
Perkembangan
yang
sangat
dirasa antara lain mendorong inklusi keuangan, Gambar Boks 4.1.3. Risiko Fintech: Deposits, Lending and Capital Raising Fintech : Deposits, Lending & Capital Rising
1. Peer-topeer Lending
2. Non Financial Return Crowdfunding
3. Direct Balance Sheet
4. E-commerce Lending Perbankan
5. Non Traditional Crecit Scoring
6. Securities Crowdfunding
Risiko
Regulasi
Otoritas
174
Bank Indonesia
Risiko pada Fintech
Intermediasi
Proses
Operational Fintech
IT
Pendanaan Fintech
SDM
Intermediasi Likuiditas
Kredit Risiko Contagion ke Perbankan Risiko pada Lainnya
Profitabilitas
Perbankan dan IKNB
Namun demikian, tanpa pengaturan rule of thumb
-
serta penyiapan regulatory sandbox yang jelas
Suatu
Penarikan dana investor secara tiba-tiba fintech
cenderung
menyalurkan
maka kehadiran fintech dapat juga mengganggu
pinjaman pada satu wilayah atau satu
optimalitas
dan
subsektor tertentu yang dapat menumbuhkan
dapat
ketergantungan dari sekelompok peminjam
memunculkan potensi risiko bagi sistem keuangan.
pada pendanaan dari fintech. Sentimen negatif
Beberapa risiko utama dari fintech adalah:
dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan
-
investor kepada fintech secara tiba-tiba. Hal
peran
perkembangannya
industri yang
perbankan
cepat
juga
Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan yang dilakukan oleh fintech
ini dapat mempengaruhi keberlangsungan
wajib dilaporkan kepada OJK setiap 3 bulan.
usaha kelompok peminjam yang tergantung
Namun demikian, belum ada standarisasi
pada fintech.
-
pengkategorian kredit, sehingga antar fintech
- IT
yang satu dengan fintech yang lain dapat
Terdapat potensi pencurian data nasabah dikelola
oleh
fintech
berbeda dalam pengakuan NPL.
yang
jika
tidak
Credit scoring
diimbangi security yang memadai. Jika bank
Belum ada standarisasi komponen web
menggunakan teknologi dari fintech yang
footprint yang digunakan dapat berbeda
digunakan secara plug-in, meningkatkan
antar credit scoring yang satu dengan yang
kerentanan terhadap cyber attack.
-
-
berbeda.
Selain kepada peminjam layak yang belum bankable,
Fraud
satu
secara
peminjam
berlebih
yang
diragukan
potensi
penyaluran
ditolak oleh bank sehingga lebih berisiko.
antara lain peminjam fiktif, penyaluran pinjaman
terdapat
pinjaman dari fintech kepada peminjam yang
Fraud dapat terjadi dalam berbagai bentuk,
-
Penyaluran kredit kepada debitur bermasalah
lain, sehingga dapat memperoleh hasil yang
kepada
-
Proses collection
tanpa
Skala usaha yang kecil dan pengalaman yang
sepengetahuan investor.
belum lama menyebabkan proses collection
Penurunan profitabilitas bank
yang dilakukan belum tentu sebaik yang
Total aset fintech saat ini masih sangat kecil
dilakukan oleh bank sehingga berpotensi menurunkan recovery rate.
dibandingkan total aset perbankan, namun perkembangannya sangat pesat. Dengan perkembangan
tersebut,
fintech
dapat
mempengaruhi stabilitas DPK di bank yang
-
Exit policy
Belum ada pengaturan bagaimana perlakuan terhadap fintech yang tutup.
ada saat ini dan bersaing dalam memperoleh pendapatan dari bunga kredit dari bank.
Bank Indonesia
175
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Boks 4.2.
Kelembagaan
keuangan. Hal ini terkait dengan besarnya jumlah
Pendirian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
dana kelolaan yang diinvestasikan di pasar
(BPJS) didasarkan pada Undang-Undang No.24
keuangan domestik. Melihat pada kegiatan BPJS
Tahun 2011 tentang BPJS yang merupakan
terkait dengan pengumpulan dana dari para
pelaksanaan amanat Undang-Undang No. 40
peserta serta mengelola dana tersebut dalam
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
bentuk investasi, maka BPJS dapat dikategorikan
Nasional. Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
sebagai Institusi Keuangan Non Bank (IKNB)
Nasional tersebut dilakukan melalui pendirian
yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan di
BPJS dengan tujuan utama untuk memberikan
bidang keuangan, secara langsung ataupun tidak
kepastian
kesejahteraan
langsung, menghimpun dana dari masyarakat dan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan
menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk
ruang lingkup meliputi BPJS Kesehatan dan BPJS
kegiatan produktif21. Berdasarkan hal tersebut,
Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan bertugas untuk
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan bahwa
menyelenggarakan program jaminan kesehatan
BPJS masuk dalam lingkup pengawasan IKNB
bagi seluruh rakyat Indonesia, sementara BPJS
sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK)
Ketenagakerjaan
No. 5/POJK.05/2013 tentang Pengawasan BPJS
perlindungan
bertugas
dan
menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari
oleh OJK.
tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Dengan berdirinya BPJS, maka sejak 1 Januari 2014,
Dalam
PT Askes berganti peran menjadi BPJS Kesehatan
BPJS
dan Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
dalam kelompok asuransi sebagaimana Daftar
Untuk
operasionalnya,
Perusahaan Asuransi22 (137 perusahaan) yang
BPJS mengumpulkan dana yang berasal dari
diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dengan
iuran para peserta maupun pemberi kerja. Dana
penguasaan pangsa mencapai 33% dari total
yang terkumpul tersebut kemudian dikelola dan
investasi industri asuransi atau 28% dari total aset
diinvestasikan
industri asuransi, dapat dikatakan bahwa BPJS
membiayai
untuk
kegiatan
meningkatkan
jaminan
kesejahteraan para anggotanya.
operasionalnya, Ketenagakerjaan
OJK dan
BPJS
menetapkan Kesehatan
merupakan salah satu IKNB yang sangat signifikan dalam industri asuransi di Indonesia.
Pengawasan Selain fungsi strategis terkait jaminan sosial, BPJS juga memiliki peran strategis dalam sistem
21 22
176
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan - http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/tentang-iknb/Pages/Tugas.aspx Perusahaan Asuransi Umum, Jiwa, Reasuransi, Asuransi Wajib dan Asuransi Sosial per 31 Desember 2015 - http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/berita-dan-kegiatan/publikasi/ Pages/Daftar-Perusahaan-Asuransi-Umum,-Jiwa,-Reasuransi,-Asuransi-Wajib-Dan-Asuransi-Sosial.aspx#sthash.jV6uW2wJ.dpuf
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Aset Kelolaan dan Investasi
Berbeda dengan Dana Jaminan Sosial, portofolio
Berdasarkan posisi Desember 2015, total investasi
investasi induk perusahaan BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Kesehatan mencapai Rp4,4 triliun atau 26%
didominasi oleh deposito sebesar 41,96% diikuti
dari total asset. Sementara itu, total investasi BPJS
oleh saham dan obligasi masing-masing sebesar
Ketenagakerjaan mencapai Rp206 triliun atau
25,64% dan 24,59%.
mencapai 97 % dari total aset. Melihat pada model bisnis yang dilakukan oleh Secara keseluruhan, portofolio investasi Dana
BPJS Ketenagakerjaan, maka portofolio BPJS
Jaminan Sosial, yang merupakan aset kelolaan BPJS
Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan, didominasi oleh obligasi (baik
panjang terlihat dari komposisi portofolio investasi
Obligasi Korporasi maupun Obligasi Pemerintah)
yang cukup besar pada instrumen obligasi dengan
dengan
pola investasi Held to Maturity (HTM)24.
proporsi
mencapai
40,99%,
diikuti
mayoritas
berdurasi
jangka
oleh deposito (22,71%) dan saham (21,17%). Tabel Boks 4.2.1. Investasi dan Aset BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan 2015 Investasi
Aset
% Investasi thdp Aset
BPJS Kesehatan Dana Jaminan Sosial
0,3
4,7
7%
Induk Perusahaan
4,1
12,2
33%
199,0
200,7
99%
7,1
11,1
64%
Asuransi Sosial
210,5
228,6
92%
Industri Asuransi
641,3
803,7
80%
33%
28%
BPJS Ketenagakerjaan Dana Jaminan Sosial Induk Perusahaan
% BPJS terhadap Industri Asuransi
Tabel Boks 4.2.2. Portofolio Investasi BPJS Ketenagakerjaan 2015 Investasi
Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan Hari Tua
Jaminan Pensiun
Jaminan Kematian
Dana Jaminan Sosial
% terhadap total investasi
Konsolidasi Induk
% terhadap total investasi
Deposito
7,003
34,731
1,569
2,017
45,320
22,71%
2,966
41,96%
Saham
1,649
39,623
85
887
42,244
21,17%
1,812
25,64%
476
15,331
75
182
16,064
8,05%
328
4,64% 0,72%
Reksadana
24
144
2
170
0,09%
51
Sukuk
KIK-EBA
1,086
10,386
654
12,126
6,08%
66
0,93%
Obligasi
3,564
76,775
800
81,790
40,99%
1,738
24,59%
Penyertaan Langsung Properti Investasi Total
13,802
651
109
109
0,05%
27
0,38%
1,694
1,694
0,85%
81
1,15%
199,517
100,00%
7,067
100,00%
178,793
2,380
4,542
Sumber: Laporan Keuangan BPJS Ketenagakerjaan, diolah
24
Informasi FGD, Kamis, 11 Februari 2016
Bank Indonesia
177
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Peran BPJS di Pasar Keuangan Otoritas OJK
Jasa
Lembaga Penjaminan serta Dana Pensiun juga
Keuangan
melalui
Peraturan
No.1/POJK.05/2016
tentang
Investasi
dikenakan kewajiban pemenuhan SBN dengan prosentase yang berbeda-beda (Tabel 3).
Surat Berharga bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank telah mewajibkan ketentuan porsi
Per 31 Desember 2016, Dana Jaminan Sosial
minimum kepemilikan SBN pada Investasi yang
BPJS Ketenagakerjaan telah mencapai target
dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS
pemenuhan porsi SBN sebesar Rp129,3 triliun
Kesehatan.
Ketenagakerjaan diwajibkan
atau 53,6% dari total Investasi (Rp241,3 triliun).
untuk menempatkan SBN paling rendah 50% dari
Seiring dengan peningkatan persentase kewajiban
seluruh jumlah investasi Dana Jaminan Sosial
investasi SBN, pada tahun 2017 diperkirakan
Ketenagakerjaan dan paling rendah masing-
kebutuhan SBN akan mencapai angka Rp69 triliun
masing 30% dari seluruh jumlah investasi BPJS
yang berasal dari BPJS dan IKNB lainnya. Diharapkan
Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Ketentuan
kebutuhan SBN tersebut dapat terpenuhi yang
ini paling lambat harus dipenuhi pada tanggal 31
antara lain berasal dari realisasi penerbitan SBN
Desember 2016. Selain BPJS, IKNB lainnya yaitu
sebesar Rp155 Triliun25 pada triwulan I 2017.
BPJS
Asuransi Jiwa, Asuransi Umum & Reasuransi, Tabel Boks 4.2.3. Porsi Kepemilikan SBN oleh IKNB IKNB (Rp. T)
Dec-15 Investasi
SBN
Dec-16 % SBN
Investasi
SBN
Target 2016 % SBN
% SBN
Kekurangan
Nominal
SBN
%SBN
Target 2017 % SBN
Kekurangan
Nominal
SBN
%SBN
Asuransi 283,2
45,1
15,9%
343,3
55,9
16,3%
20,0%
68,7
-12,7
-3,7%
30,0%
103,0
-47,1
-13,7%
- Umum & Reasuransi
- Jiwa
66,1
2,8
4,2%
69,7
8,11
11,6%
10,0%
7,0
0,0
0,0%
20,0%
13,9
-5,8
-8,4%
Lembaga Penjaminan
9,4
0,2
2,5%
9,7
0,2
2,5%
10,0%
1,0
-0,7
-7,5%
20,0%
1,9
-1,7
-17,5%
Dana Pensiun
199,1
35,6
17,9%
228,8
54,3
23,7%
20,0%
45,8
0,0
0,0%
30,0%
68,6
-14,3
-6,3%
BPJS Ketenagakerjaan (Dana Jaminan Sosial)*
199,0
66,2
33,3%
241,3
129,3
53,6%
50,0%
120,7
0,0
0,0%
50,0%
120,7
0,0
0,0%
7,1
0,6
8,2%
9,0
2,6
28,9%
30,0%
2,7
-0,1
-1,1%
30,0%
2,7
-0,1
-1,1%
TOTAL
763,9
150,5
901,7
250,5
245,7
(13,6)
310,8
(69,0)
Total
13,802
178,793
4,542
199,517
BPJS Ketenagakerjaan (Total Investasi)
2,380
100,00%
7,067
100,00%
*) Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah dana jaminan Sosial kecelakaan kerja, Dana Jaminan Sosial kematian, Dana jaminan Sosial hari tua, dan Dana Jaminan Sosial Pensiun (POJK No.1/POJK.05/2016 tanggal 11 Januari 2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank) Sumber: Laporan OJK, BPJS
24
178
Informasi FGD, Kamis, 11 Februari 2016
Bank Indonesia
Perbankan dan IKNB
Melihat pada pertumbuhan dana kelolaan BPJS khususnya BPJS Ketenagakerjaan yang terus meningkat, maka dalam beberapa tahun ke depan BPJS Ketenagakerjaan diperkirakan akan menjadi a significant market player di pasar SBN. Hal ini dapat terjadi jika BPJS Ketenagakerjaan mengoptimalkan fungsi treasury (pengelolaan portofolio investasi) dan tidak hanya melakukan strategi held to maturity. Selain itu, mengingat besarnya dana kelolaan yang dimiliki, maka BPJS Ketenagakerjaan
juga
membutuhkan
varian
instrumen investasi untuk mendapatkan optimal return serta diversifikasi risiko. Pengembangan strategi investasi sekaligus diversifikasi risiko yang dilakukan BPJS Kesehatan diharapkan akan menjadi bagian dari upaya memperdalam pasar keuangan di Indonesia.
Bank Indonesia
179
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Perilaku BPD terkait likuiditas
Boks 4.3.
Likuiditas perbankan selama 2016 cenderung
tersebut juga tercermin dari rasio likuiditas seluruh
ample dan menunjukkan kecenderungan tren
kelompok bank yang berada pada level lebih tinggi
peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya,
dibandingkan tahun sebelumnya. Kecenderungan
sejalan
peningkatan likuiditas masih berlanjut di Q1 2017.
dengan
perlambatan
kredit
dan
meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK). Kondisi Grafik Boks 4.3.1. Rasio Likuiditas Industri Perbankan %
Tabel Boks 4.3.1 Rasio Likuiditas per Kelompok Bank %
60,00
145
45,00
99,36%
Rasio AL/DPK (%)
125 105 85
30,00
20,93%
2016-TW IV
2016-TW I 2016-TW II 2016-TW III
2015-TW IV
25 2015-TW I 2015-TW II 2015-TW III
8,5% 2014-TW IV
45 5
AL/NCD (Skala Kanan)
AL/DPK
2015
Des
Des
Mar
Juni
Sept
Des
BUMN
23,7
20,5
22,0
19,8
18,6
BUSN
17,0
16,6
19,4
18,3
BPD
12,1
12,9
17,9
KCBA
49,1
53,2
INDUSTRI
20,5
19,4
85
50%
2013-TW IV 2014-TW I 2014-TW II 2014-TW III
2013-TW I 2013-TW II 2013-TW III
2012-TW I 2012-TW II 2012-TW III
0,00
2012-TW IV
15,00
2015
2016
∆ 2015 (ytd)
∆ 2016 (ytd)
21,5
(3,2)
1,0
18,3
18,0
(0,3)
1,4
17,8
17,3
18,6
0,8
5,7
59,5
53,3
60,3
53,4
4,0
0,3
22,0
20,3
20,2
20,9
(1,1)
1,5
Kelompok
AL = Kas + Penempatan pada BI + Excess Reserve - GWM DPK = Giro + Tabungan + Deposito NCD = 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
Namun sesuai dengan pola musimannya, likuiditas
Desember 2016 menjadi di atas 6%, khususnya
perbankan
menjelang
pada kelompok BPD. SB PUAB pinjam BPD jangka
tutup tahun cenderung sedikit mengetat terkait
menengah (suku bunga PUAB 1, 2, dan 3 bulan)
pola ekspansi keuangan pemerintah pusat dan
naik menjadi di atas 8%. Kenaikan dimaksud hanya
daerah. Kondisi tersebut tercermin dari kenaikan
bersifat temporer, karena telah kembali turun
temporer Rata-Rata Tertimbang (RRT) suku bunga
pada kisaran normal sejak Januari 2017.
pada
beberapa
hari
(SB) pasar uang antar bank (PUAB) pinjam pada Grafik Boks 4.3.2. RRT SB PUAB Pinjam BPD per Tenor
% 10 9 8 7 6 5
3
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Des
4
2012
RRT
Overnight
BI Rate/SBI 12 Bulan
2013
2-4 Hari
1 Minggu
2014
2 Minggu
2015
3 Minggu
BI 7 Days Repo Rate Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
180
Bank Indonesia
1 Bulan
2016
2 Bulan
3 Bulan
2017
Perbankan dan IKNB
Tekanan likuiditas temporer pada akhir tahun
DPK BPD cenderung meningkat secara gradual
2016 tersebut lebih terbatas dan lebih singkat
dan terakumulasi sejak awal tahun (seiring
dibandingkan
tahun
dropping dana Pemerintah Pusat), namun secara
sebelumnya, dimana pada Desember 2015
bertahap akan kembali menyusut di akhir tahun
tekanan disebabkan perubahan pola ekspansi
sejalan dengan operasi keuangan Pemda (jadwal
keuangan Pemerintah terkait prefunding yang
pembayaran termin proyek Pemda). Sementara
mencapai 46 triliun rupiah. Pada saat itu, RRT
DPK BPD yang berasal dari dana non-Pemda
SB PUAB pinjam industri perbankan naik di atas
(mayoritas dana perorangan) secara umum
7%. RT SB PUAB Pinjam BPD jangka pendek dan
cenderung stabil sepanjang tahun dan hanya
menengah (suku bunga PUAB ON, 1 minggu dan 2
meningkat temporer di akhir tahun. Oleh karena
minggu) naik menjadi di atas 7%, sedangkan RRT
itu, meskipun likuiditas BPD berada pada level
SB PUAB jangka menengahnya (3 minggu, 1 bulan
yang cukup tinggi, namun BPD kurang leluasa
dan 2 bulan) naik menjadi di atas 8%.
dalam memberikan pendanaan yang bersifat
kondisi
serupa
pada
jangka panjang karena memiliki sumber dana Tekanan likuiditas akhir tahun yang bersifat
yang umumnya bersifat jangka pendek. Dari sisi
temporer tersebut sejalan dengan dinamika
pertumbuhannya, DPK BPD pada 2016 cenderung
perkembangan DPK BPD, yang pada umumnya
melambat, antara lain dipengaruhi sempat
didominasi dana milik Pemda (rata-rata sejak 2012
tertundanya transfer daerah pada Triwulan IV
sekitar 46% dari DPK BPD). Pada umumnya, pola
2016.
Grafik Boks 4.3.3. Perkembangan DPK BPD Berdasarkan Pemilik (Rp T) 600 500 400 300 200 100 0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
2012 DPK PEMDA
2013
2013
2014
2015
DPK NON PEMDA
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
Bank Indonesia
181
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Grafik Boks 4.3.4. Pertumbuhan DPK BPD (% Yoy) % 80 60 40 20 0
01
02 03
04
05
06
07
08
09
10 11
12
01
02 03
2013
-20
05
06
07
08
09
10 11
12
01
02 03
04
05
2014
YOY DPK PEMDA
-40
04
06
07
08
2015
09
10 11
12 01
02 03
04
05
06
07
08
09
10 11
12
2016
YOY DPK
YOY DPK NON PEMDA
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
Pola sumber dana dimaksud menyebabkan
pada umumnya. Selain penempatan likuiditas
kecenderungan likuiditas BPD menjadi relatif tinggi
dalam bentuk Alat Likuid (Kas, Penempatan
pada pertengahan tahun, namun menipis di awal
pada BI, Excess Reserve - GWM), BPD cenderung
dan akhir tahun. Dinamika tersebut tercermin pada
melakukan penempatan di bank lain (penempatan
rasio likuiditas BPD (setelah memperhitungkan
langsung maupun melalui PUAB) dalam jumlah
net penempatan antar bank) terhadap DPK. Pola
yang cukup besar (dapat mencapai lebih dari 40%
likuiditas BPD dimaksud berbeda dengan likuiditas
likuiditas BPD).
perbankan pada umumnya yang cenderung menebal pada awal tahun dan mengetat di
Pemda dan BPD perlu meningkatkan manajemen
pertengahan tahun, sejalan siklus penarikan dana
likuiditas mengingat peran strategis BPD dalam
masyarakat menjelang bulan puasa dan lebaran.
pembangunan daerah dan agar mengurangi
Sumber dana dan siklus likuiditas BPD yang bersifat
tekanan likuiditas dan peningkatan PUAB akhir
spesifik tersebut menyebabkan penempatan
tahun serta menurunan risiko likuiditas dan
likuiditasnya juga sedikit berbeda dengan bank
kreditnya.
Grafik Boks 4.3.5. Rasio Likuiditas BPD %
%
45 40
30
35 30 25
25 20
20 15 10 5 0
15 10 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01
2012 AL + NAB/DPK
2014
2013 AL/DPK (Skala Kanan)
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
182
35
Bank Indonesia
2015
2016
5
Perbankan dan IKNB
Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/ Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) Terkait dengan Proyek Pemerintah
Boks 4.4.
Sebagaimana diamanatkan dalam Keppres No.
Bank Indonesia menyampaikan rekomendasi
59 Tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit Luar
atas permohonan PKLN kepada Kementerian
Negeri dan Keppres No. 39 Tahun 1991 tentang
Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua
Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar
Tim PKLN.
Negeri, Pemerintah membentuk Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) yang diketuai oleh
PKLN sangat bermanfaat sebagai salah satu
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
sumber pelengkap pembiayaan pembangunan
yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian
proyek
Keuangan serta
Kementerian terkait lainnya.
seperti ketenagalistrikan, telekomunikasi, dan
Latar belakang dari pembentukan Tim PKLN ini
pertambangan minyak dan gas. Selain itu,
adalah dalam rangka mewujudkan pengelolaan
PKLN bermanfaat sebagai sumber pembiayaan
PKLN yang dikelola dengan baik sehingga
proyek strategis lainnya di dalam negeri, yang
diharapkan tidak menimbulkan tekanan terhadap
pada akhirnya dapat meningkatkan kapasitas
neraca pembayaran Indonesia dan agar beban
dan pertumbuhan ekonomi. Namun, Bank
pembayaran kembali pinjaman luar negeri tetap
Indonesia perlu untuk selalu mewaspadai risiko
dalam batas kemampuan ekonomi Indonesia.
perkembangannya
Berdasarkan Keppres No. 39 Tahun 1991, adapun
nasional. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
tugas dari Tim PKLN antara lain mengkoordinasikan
keyakinan bahwa PKLN dapat berperan secara
pengelolaan PKLN yang berhubungan dengan
optimal
proyek-proyek pembangunan Pemerintah yang
pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang
diajukan oleh BUMN dan/atau BUMS.
dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.
Sebagai anggota Tim PKLN, Bank Indonesia
Dalam rangka melakukan mitigasi risiko yang
menerima permohonan tanggapan persetujuan
dapat ditimbulkan oleh PKLN, Bank Indonesia
PKLN dari Kementerian Koordinator Bidang
telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
Perekonomian atas permohonan PKLN yang
No.16/21/PBI/2014
disampaikan
dimaksud.
2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian
Selanjutnya, Bank Indonesia melakukan asesmen
Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi
atas permohonan tersebut berdasarkan dokumen-
Nonbank.
dokumen
oleh
yang
BUMN/BUMS
telah
disampaikan
BUMN/
infrastruktur
dalam
di
berbagai
terhadap
perekonomian
mendukung
tanggal
Penerapan
bidang
pembiayaan
29
prinsip
Desember
kehati-hatian
tersebut dilakukan dengan memperhatikan
BUMS secara lengkap. Asesmen yang dilakukan
kegiatan
usaha
yang
berkelanjutan
dan
mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya
mendukung kegiatan investasi. Selain itu, Bank
adalah aspek moneter dan aspek stabilitas sistem
Indonesia juga melakukan pemantauan terhadap
keuangan. Berdasarkan asesmen yang dilakukan,
perkembangan PKLN secara rutin.
Bank Indonesia
183
Kajian Stabilitas KEuangan
No. 28, Maret 2017
Selama tahun 2016, Bank Indonesia telah
Pengajuan Utang Luar Negeri selama tahun
merekomendasikan persetujuan PKLN BUMN/
2016 adalah sebagian besar digunakan untuk
BUMS yang terkait Proyek Pemerintah dengan
membiayai infrastruktur pembangkit tenaga listrik
nominal
meningkat
sejalan dengan program Pemerintah dalam proyek
dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar
penyediaan listrik 35.000 MW. Utang Luar Negeri
USD7,15
terutama
untuk sektor ketenagalistrikan mencapai 49,85%
permohonan
terhadap total nominal permohonan PKLN, diikuti
diperuntukkan
sektor pertambangan minyak dan gas sebesar
ketenagalistrikan.
47,92%, sektor telekomunikasi sebesar 1,27% dan
sebesar
USD10,43Miliar,
miliar.
disebabkan
Peningkatan
ini
peningkatan
rekomendasi
PKLN
yang
pembangunan
infrastruktur
Mayoritas sumber dana berasal dari Jepang sebesar
perusahaan pembiayaan infrastruktur 0,96%.
78% terhadap total permohonan PKLN yang telah direkomendasikan, diikuti oleh China sebesar 18,70%, Amerika Serikat sebesar 1,70%, Perancis sebesar 1,42% dan Malaysia sebesar 0,18%. Gambar Boks 4.4.1. Gambaran Umum Mekanisme Persetujuan PKLN Surat Permohonan Tanggapan Persetujuan PKLN
Surat Permohonan Persetujuan PKLN
BUMN/BUMS Terkait Proyek Pemerintah BUMN/BUMS yang terkait dengan proyek Pemerintah menyampaikan Surat Permohonan PKLN Kepada Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian.
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian menyampaikan Surat Permohonan Tanggapan Persetujuan PKLN kepada anggota TIM PKLN
Surat Tanggapan Rekomendasi PKLN
Asesmen Permohonan PKLN
Bank Indonesia
1. Sebagai anggota TIm PKLN Bank Indonesia menerima Surat Permohonan Tanggapan OKLN dari Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. 2. Selanjutnya melakukan asesmen atas permohonan PKLN berdasarkan dokumen-dokumen yang disampaikan oleh pemohon secara lengkap
Bank Indonesia
Berdasarkan asesmen yang dilakukan, Bank Indonesia menyampaikan Surat Tanggaoan Rekomendasi PKLN kepada Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian
Sumber : Bank Indonesia, LBU,diolah
184
Bank Indonesia
Surat Tanggapan Rekomendasi PKLN
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian 1. Dengan mempertimbangkan rekomendasi yang disampaikan oleh anggota TIM PKLN, Kementrian Bidang Perekonomian akan menentukan apakah permohonan PKLN disetujui atau tidak 2. Selanjutnya Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian akan menyampaikan Surat Tanggapan Permohonan PKLN kepada pemohon
Perbankan dan IKNB
Bank Indonesia
185
Dalam permainan tarik tambang, dua regu yang berbeda posisi menggunakan tali tambang yang sama untuk tarik menarik sehingga kekuatan tali tambang menjadi syarat penting agar permainan dapat berlangsung dengan baik. Jika permainan tarik tambang merupakan metafora transaksi keuangan yang terjadi dalam sistem keuangan maka tali tambang ibarat sistem pembayaran yang harus dijaga supaya berjalan aman, lancar, efisien dan andal sehingga mampu menopang stabilitas sistem keuangan.
05 Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan industri selama periode semester II 2016 berjalan dengan baik sehingga mampu mendukung terjaganya stabilitas moneter dan sistem keuangan serta memperlancar kegiatan perekonomian. Hal tersebut merupakan dampak dari kebijakan Bank Indonesia untuk terus menjaga sistem pembayaran yang aman, lancar, efisien dan andal. Penyelenggaraan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia berlangsung aman dan lancar yang tercermin dari rendahnya risiko setelmen dan likuiditas, terpenuhinya tingkat ketersediaan (availability) sistem sesuai dengan tingkat layanan (service level) yang telah ditetapkan dan pelaksanaan implementasi infrastruktur pembayaran baik untuk layanan ritel maupun high value. Bank Indonesia juga secara konsisten menetapkan kebijakan dan melakukan pengawasan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri untuk memitigasi risiko sistem pembayaran.
Infrastruktur Sistem Keuangan
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
SISTEM PEMBAYARAN SEBAGAI SALAH SATU INFRASTRUKTUR SISTEM KEUANAGN MEMEGANG PERANAN YANG PENTING DALAM MENDUKUNG AKTIFITAS PEREKONOMIAN DOMESTIC DAN SSK.
Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan industri berjalan dengan aman, lancar dan efisien.
SP yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia
SP yang diselenggarakan oleh Industri
Nilai menjadi
Nilai menjadi
Rp87.600,43 triliun
Rp3.032,07 triliun
Volume Transaksi menjadi
Volume Transaksi menjadi
Indikator Sistem Pembayaran
Saldo Giro menjadi
Rp310,98 triliun Rp
Rp3.194,37 juta
67,72 juta
1,14
APMK
BI-RTGS
Queue Transaction rendah
Nilai menjadi
Rp3.028,18 triliun
Nilai menjadi
Rp57.970,06 triliun
4,7 juta
13 transaksi Rp1.055,60Miliar. 0,0003% dari nilai transaksi RTGS 0,0018% dari volume transaksi RTGS. Seluruhnya dapat diselesaikan di akhir hari yang sama.
Volume Transaksi menjadi
Volume Transaksi menjadi
Turn Over Ratio menjadi
2.819,33 juta Uang Elektronik Nilai menjadi
BI-SSSS
Rp3.89Triliun
Nilai menjadi
Volume Transaksi menjadi
Rp27.775,99 triliun
375.04 juta transaksi
Volume Transaksi menjadi
0,14 juta
P
X
SKN BI Nilai menjadi
Rp1.854,38 triliun Volume Transaksi menjadi
62,89 juta
Rp
Mitigasi Risiko
Upaya Mitigasi Risiko Operasional: • Dilakukan penyesuaian infrastruktur back up sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SNKBI di lokasi Disaster Recovery Center (DRC) sejalan dgn implementasi sistem BI-RTGS, BISSSS dan SKNBI Generasi II. • Pengecekan secara periodik berupa pemantauan dan uji coba parsial sistem back up dan pemantauan kesiapan infrastruktur Back up Front Office (BFO) dan RPTI. Upaya Mitigasi Risiko Sistemik • Melakukan pemantauan secara reguler dan intensif terhadap potensi risiko sistemik dalam penyelenggaraan sistem pembayaran sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan.
Perkembangan Layanan Keuangan Digital Akses dan penggunaan layanan keuangan oleh masyarakat Indonesia menunjukkan peningkatan Rp
Indeks Komposit Keuangan Inklusif Indonesia menjadi
0,41 Rp
Penyelenggara LKD menjadi
5 Bank
Agen LKD menjadi
133.811 agen
188
Bank Indonesia
Rp
Nilai transaksi menjadi
Rp13,49 milliar P
X
Kebijakan keuangan inklusif Bank Indonesia selama tahun 2016 difokuskan pada perluasan akses keuangan melalui integrasi ekosistem nontunai dengan program/layanan Pemerintah, antara lain : • Bantuan Sosial (Bansos) secara nontunai • Desa Digital – Pemanfaatan Dana Desa secara Nontunai • Digitalisasi Layanan Keuangan di Pondok Pesantren • Remitansi • Elektronifikasi sistem pembayaran retail
Infrastruktur Sistem Keuangan
tercermin dari tidak terdapatnya gangguan signifikan dalam penyelenggaraannya serta peningkatan volume
5.1. Kinerja Sistem Pembayaran
dan nilai transaksi dibandingkan periode laporan Sistem Pembayaran sebagai salah satu infrastruktur
sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari berbagai upaya
sistem keuangan merupakan faktor penting untuk
yang dilakukan Bank Indonesia untuk senantiasa
mendukung
dan
mendorong penggunaan instrumen pembayaran
stabilitas sistem keuangan nasional. Penyelenggaraan
nontunai dengan tetap memperhatikan kepentingan
sistem pembayaran selama semester II 2016, berjalan
nasional dan aspek perlindungan konsumen. Dalam
dengan aman, lancar, efisien dan andal sehingga dapat
rangka memitigasi risiko pada penyelenggaraan
mendukung aktivitas perekonomian domestik dan
sistem pembayaran oleh industri, Bank Indonesia
dan sistem keuangan. Kinerja sistem pembayaran
telah menetapkan kebijakan dan ketentuan sistem
yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI)
pembayaran, melakukan koordinasi dengan lembaga
secara aman tercermin dari relatif rendahnya risiko
dan industri, serta secara aktif melakukan pengawasan
setelmen dan kondisi likuiditas yang memadai
sistem pembayaran.
kelancaran
kegiatan
ekonomi
untuk penyelesaian transaksi pada periode laporan. Sementara itu, penyelenggaraan sistem pembayaran
Sebagai otoritas di bidang sistem pembayaran, Bank
yang lancar terindikasi dari tingkat kehandalan dan
Indonesia menetapkan berbagai kebijakan baik terkait
ketersediaan sistem yang sesuai dengan tingkat
dengan sistem pembayaran yang diselenggarakan
layanan yang telah ditetapkan. Adapun perwujudan
oleh Bank Indonesia maupun industri. Kebijakan
kinerja sistem pembayaran yang efisien dilaksanakan
terkait penyelenggaraan sistem pembayaran oleh
dengan implementasi infrastruktur pembayaran yang
Bank Indonesia yang diterbitkan pada periode
mempercepat terjadinya setelmen untuk layanan
laporan adalah ketentuan mengenai Bilyet Giro serta
ritel (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia-SKNBI)
perubahan atas Peraturan Bank Indonesia mengenai
maupun infrastruktur pembayaran dengan mekanisme
Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet
liquidity saving untuk layanan bernilai besar (Sistem
Giro Kosong. Selain itu terdapat ketentuan mengenai
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement-BI RTGS
penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran
dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
untuk pengaturan dari sisi instrumen, penyelenggara,
System-BI SSSS). Hal-hal tersebut tidak terlepas
mekanisme maupun infrastruktur dengan tetap
dari berbagai upaya untuk memitigasi risiko dan
memperhatikan
meningkatkan kinerja operasional sistem pembayaran
nasional dan perlindungan konsumen.
perluasan
akses,
kepentingan
yang diselenggarakan oleh BI. Upaya tersebut dilakukan dengan menetapkan berbagai kebijakan
Dalam
rangka
meningkatkan
kepercayaan,
dan ketentuan, pengembangan infrastruktur dan
memperkuat aspek perlindungan konsumen dan
pengawasan sistem pembayaran.
akseptasi masyarakat atas instrumen pembayaran nontunai, Bank Indonesia memandang perlu untuk
Di sisi lain, kinerja sistem pembayaran yang
melakukan penyesuaian ketentuan terhadap batas
diselenggarakan oleh industri juga berjalan baik,
maksimum suku bunga Kartu Kredit serta kewajiban
Bank Indonesia
189
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Penerbit Kartu Kredit untuk penyampaian pernyataan penutupan (closing statement) Kartu Kredit yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.18/33/DKSP tanggal 2 Desember 2016 perihal Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Secara garis besar, SEBI tersebut mengatur mengenai penerapan batas maksimum suku bunga kartu kredit sebesar 2,25% per bulan atau 26,95% per tahun serta kewajiban Penerbit Kartu Kredit untuk memberikan pernyataan penutupan (closing statement) Kartu Kredit kepada Pemegang Kartu Kredit. Selain itu adanya ketentuan Bank Indonesia terkait penggunaan Personal Identification Number (PIN) online 6 (enam) digit untuk kartu ATM dan/atau Kartu Debet diharapkan dapat meningkatkan keamanan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi sistem pembayaran khususnya transaksi dengan kartu ATM/debet sehingga dapat lebih meningkatkan transaksi nontunai di Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut memberikan dampak positif terhadap penggunaan infrastruktur dan pelaksanaan penyelenggaraan sistem pembayaran selama periode pelaporan menjadi semakin aman, lancar dan efisien. Pada periode laporan, tercatat pada semester II 2016 sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan industri (Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, SKNBI, APMK, dan Uang Elektronik) mampu melayani transaksi dengan volume sebanyak 3.262,10 juta transaksi dan nilai transaksi sebesar Rp90.632,50triliun.
5.1.1. Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan Bank Indonesia Selama semester II 2016, sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh BI (baik transaksi yang bernilai besar maupun retail) mampu melayani 67,72 juta transaksi atau meningkat 5,91% dibandingkan dengan semester II 2015 yang tercatat sebesar 63,95 juta transaksi. Sementara itu, nominal transaksi yang dapat dilayani pada periode laporan adalah sebesar Rp87.600,43triliun atau mengalami peningkatan sebesar 14,98% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp76.187,85triliun. Dari sisi kemampuan setelmen sistem, Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dapat beroperasi secara optimal yang tercermin dari tingkat kehandalan dan kemampuan setelmen mencapai 99,99% pada periode laporan atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang sebesar 99,97%. 5.1.2. Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Selain Bank Indonesia Kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri mencatat peningkatan yang positif baik dari sisi instrumen yang beredar maupun penggunaan instrumen pembayaran nontunai. Hal ini tercermin dari meningkatnya penggunaan APMK dan uang elektronik yang merupakan hasil dari kebijakan Bank Indonesia mendorong penggunaan instrumen pembayaran nontunai. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan penyelenggara sistem pembayaran untuk semakin memeratakan infrastruktur dan memperluas cakupan layanan instrumen sistem pembayaran. Selama semester II 2016, sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri melayani volume transaksi sebesar 3.194,37 juta transaksi atau meningkat 13,28% dengan nilai transaksi sebesar Rp3.032,07triliun atau meningkat
190
Bank Indonesia
Infrastruktur Sistem Keuangan
12,5% dibandingkan periode yang sama tahun
ruang lingkup pemeriksaan terhadap penyelenggara
sebelumnya.
sistem pembayaran adalah kepatuhan penyelenggara terhadap ketentuan, penerapan prosedur, termasuk
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan
penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
menjaga
Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) dan pengendalian
kelancaran
sistem
pembayaran,
Bank
Indonesia juga berwenang antara lain untuk melakukan
internal.
pengawasan terhadap seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai penyelenggara APMK dan uang elektronik. Pengawasan dilakukan melalui pemeriksaan tidak langsung (offsite) berdasarkan laporan yang disampaikan oleh
penyelenggara
maupun pemeriksaan langsung (onsite). Secara umum,
terbesar nilai transaksi keuangan melalui sistem
5.2. Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran
pembayaran didominasi oleh transaksi melalui Sistem BI-RTGS, sedangkan porsi terbesar volume transaksi keuangan melalui sistem pembayaran masih
sistem
berasal dari penggunaan kartu ATM dan ATM/Debet.
pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia
Perkembangan transaksi melalui Sistem BI-RTGS, BI-
selama semester II 2016 mengalami peningkatan baik
SSSS dan SKNBI serta transaksi menggunakan APMK
dari sisi nominal maupun volume transaksi. Porsi
dan Uang Elektronik dapat dilihat dalam Tabel 5.1.
Aktivitas
transaksi
keuangan
melalui
Tabel 5.1. Perkembangan Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, SKNBI, Transaksi menggunakan APMK dan Uang Elektronik NILAI NOMINAL
Sem II 2015
VOLUME
Sem II 2016
Sem II 2015
Sem II 2016
(JT TRANSAKSI)
(JT TRANSAKSI)
Δ (%)
Δ (%)
(TRILIUN RP)
(TRILIUN RP)
BI-RTGS
55.759,02
57.970,06
3,97%
5,31
4,70
-11,54%
BI-SSSS
18.728,67
27.775,99
48,31%
0,09
0,14
52,44%
SKNBI
1.700,16
1.854,38
9,07%
58,54
62,89
7,42%
APMK
2.692,13
3.028,18
12,48%
2.507,65
2.819,33
12,43%
ATM & ATM/DEBET
2.546,75
2.886,86
13,35%
2.364,27
2.663,50
12,66%
KARTU KREDIT
145,38
141,32
-2,79%
143,38
155,84
8,69%
UANG ELEKTRONIK
3,01
3,89
29,31%
312,22
375,04
20,12%
TOTAL
78.882,99
90.632,50
2.883,81
3.262,10
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia
191
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Setelmen transaksi pembayaran melalui Sistem BI-
peningkatan transaksi sebesar 52,44% dibandingkan
RTGS meliputi transaksi operasi moneter, pemerintah,
periode yang sama tahun sebelumnya yaitu dari 91,69
transaksi atas perintah nasabah, pasar modal, Pasar
ribu transaksi menjadi sebesar 139,77 ribu transaksi
Uang Antar Bank (PUAB), penyelesaian jual beli valas
pada periode laporan.
antar bank dalam mata uang rupiah, penyelesaian transaksi valas antara bank dengan Bank Indonesia
Di sisi layanan transaksi ritel, aktivitas transaksi melalui
dalam mata uang rupiah dan lain-lain.
SKNBI selama semester II 2016 mengalami peningkatan baik dari sisi nominal maupun volume transaksi
Selama semester II 2016, aktivitas transaksi Sistem
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
BI-RTGS mengalami peningkatan dari sisi nominal
sebelumnya. Dari sisi nominal transaksi SKNBI tercatat
namun mengalami penurunan dari sisi volume jika
meningkat sebesar 9,07% yaitu dari Rp.1.700,16triliun
dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015
menjadi Rp.1.854,38triliun. Adapun dari sisi volume
(yoy). Dari sisi nominal transaksi, terjadi peningkatan
transaksi SKNBI tercatat meningkat sebesar 7,42%
sebesar 3,97% yaitu dari Rp55.759,02triliun menjadi
yaitu dari 58,54 juta transaksi pada periode semester
Rp57.970,06triliun. Adapun dari sisi volume, terjadi
II-2015 menjadi 62,89 juta transaksi. Peningkatan
penurunan sebesar 11,54%, yaitu dari 5,31 juta
tersebut terutama dikontribusikan oleh meningkatnya
transaksi menjadi 4,70 juta transaksi. Berdasarkan
volume transaksi transfer dana kliring kredit antar
jenis transaksi, peningkatan nominal transaksi Sistem
peserta kliring khususnya untuk kepentingan nasabah.
BI-RTGS disebabkan oleh meningkatnya transaksi
Sementara itu, transaksi kliring debet cenderung
pasar modal sebesar Rp1.157,01triliun atau meningkat
mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun
48,53% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
volume transaksi, yaitu masing-masing sebesar 5,94%
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2.383,96triliun.
dan 8,69% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sedangkan penurunan volume transaksi pada Sistem volume
Di sisi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh
transaksi antar nasabah sebanyak 522,41 ribu transaksi
industri, kinerja transaksi APMK yang terdiri dari ATM/
atau menurun 12,13% dibandingkan dengan periode
Debet dan kartu kredit mencatat pertumbuhan positif
yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
4.306,84 ribu transaksi.
Dari
BI-RTGS
disebabkan
oleh
menurunnya
sisi
nominal
transaksi
APMK
mencatat
pertumbuhan mencapai 12,48% (yoy) menjadi Transaksi SP yang dilayani melalui BI-SSSS cenderung
Rp3.028,18triliun dan dari sisi volume tumbuh 12,43%
meningkat dibandingkan dengan periode yang sama
(yoy) menjadi 2.819,33 juta transaksi sepanjang
tahun sebelumnya baik dari sisi nominal maupun
semester II 2016. Seiring dengan menguatnya
volume. Dari sisi nominal, transaksi BI-SSSS juga
konsumsi
mengalami peningkatan sebesar 48,31% yaitu dari
kinerja positif tersebut didorong oleh peningkatan
Rp.18.728,67triliun menjadi Rp27.775.99triliun pada
nominal dan volume transaksi ATM/Debet dengan
periode laporan. Adapun dari sisi volume, terjadi
pertumbuhan masing-masing mencapai 13,35% (yoy)
192
Bank Indonesia
masyarakat
pada
periode
laporan,
Infrastruktur Sistem Keuangan
dan 12,66% (yoy). Namun demikian, kinerja positif
nontunai. Selain itu, Bank Indonesia juga senantiasa
APMK ini hanya didorong oleh tumbuhnya transaksi
melakukan
ATM/Debet, sementara transaksi Kartu Kredit (KK)
pembayaran nontunai dengan berbagai upaya dan
mengalami sedikit koreksi sebesar 2,79% (yoy)
kebijakan.
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
melakukan kegiatan edukasi publik dengan nama
meskipun secara volume masih tumbuh 8,69% (yoy).
“Smart Money Wave” di 4 (empat) kota di Indonesia,
perluasan
penggunaan
instrumen
Pada periode laporan, Bank Indonesia
yaitu Banjarmasin, Makasar, Medan, dan Semarang Di sisi lain, transaksi uang elektronik juga tumbuh
yang bertujuan untuk mensosialisasikan Gerakan
positif, secara nominal transaksi sepanjang semester
Nasional
II 2016 mencapai Rp3,89Triliun atau tumbuh 29,31%
masyarakat melakukan transaksi secara nontunai.
(yoy) dengan volume mencapai 375,04 juta transaksi
Sasaran utama dari kegiatan adalah mahasiswa/
atau tumbuh 20,12% (yoy). Peningkatan transaksi
mahasiswi dan generasi muda milenial (Gen-Y)
uang elektronik pada periode laporan didorong oleh
yang memiliki komunikasi terbuka dan daya adaptif
adanya penambahan Gardu Tol Otomatis (GTO) di
yang tinggi terhadap perkembangan zaman serta
berbagai ruas jalan serta adanya berbagai program
perubahan teknologi dan informasi. Kegiatan Smart
promosi yang diberikan oleh penerbit uang elektronik.
Money Wave antara lain workshop dan mini pameran,
Bank Indonesia berkoordinasi dengan kementerian
kompetisi video dan blog, publikasi antara lain di
dan lembaga terkait, akan terus melakukan langkah-
media elektronik dan cetak, serta pesta netizen, yaitu
langkah perluasan akseptansi nontunai di ruas jalan
pesta penghargaan dan hiburan. Selanjutnya Bank
tol maupun moda transportasi Jabodetabek.
Indonesia juga terus mendorong penyelenggara jasa
Nontunai
(GNNT)
dan
membiasakan
sistem pembayaran untuk terus memperhatikan aspek Peningkatan transaksi APMK dan uang elektronik
perlindungan konsumen dalam rangka meningkatkan
sejalan dengan terus dilakukannya edukasi terhadap
kepercayaan masyarakat atas instrumen pembayaran
masyarakat atas penggunaan instrumen pembayaran
nontunai.
Bank Indonesia
193
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Peningkatan TOR didorong oleh peningkatan TOR pada kelompok BUKU 4 dan BUKU 3, yang juga
5.3. Indikator Sistem Pembayaran
merupakan pelaku transaksi terbesar. Kelompok BUKU 4 mengalami peningkatan sebesar 12% (TOR menjadi 5.3.1 Saldo Giro
0,84) sementara kelompok BUKU 3 mengalami
Saldo giro perbankan pada sistem BI-RTGS pada akhir
peningkatan sebesar 14% (TOR menjadi 1,38). TOR
semester II 2016 mengalami peningkatan sebesar
tertinggi adalah pada kelompok BUKU 2 dengan TOR
16,6%, yaitu dari Rp266,79triliun pada akhir semester
sebesar 1,38 yang mengalami penurunan 12% dari
I 2015 menjadi Rp310,98triliun pada akhir semester
periode sebelumnya. Sedangkan TOR BUKU 1 menjadi
II 2016. Peningkatan saldo giro tersebut ditengarai
1,41 yaitu mengalami penurunan sebesar 4% dari
sebagai antisipasi peningkatan transaksi perbankan di
sebelumnya.
sistem BI-RTGS. Grafik 5.2. Perkembangan Turn Over Ratio per Kelompok BUKU
5.3.2 Turn Over Ratio (TOR)1 Sepanjang semester II 2016 nilai TOR tercatat sebesar 1,14 atau meningkat 7% apabila dibandingkan dengan semester I 2016 yang tercatat sebesar 1,07 (Grafik 5.1.). Peningkatan TOR terutama berasal dari peningkatan transaksi perbankan melalui sistem BIRTGS, sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia untuk menurunkan minimum transaksi untuk kepentingan nasabah dari Rp500 juta menjadi Rp100 juta sejak awal semester II 2016.
2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II 2012
2013
2014
2015
2016
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
Industri
Sumber: Bank Indonesia
5.3.3 Queue Transaction2 Selama semester II 2016 terdapat 13 transaksi yang
Grafik 5.1. Perkembangan Turn Over Ratio
masuk dalam antrian (queue transaction) dengan
2,00 1,80
total nilai transaksi sebesar Rp1.055,60miliar. Queue
1,60 1,40
transaction tersebut secara volume setara dengan
1,20 1,00
0,0003% dari seluruh transaksi di Sistem BI-RTGS atau
0,80 0,60
secara nominal setara dengan 0,0018% dari seluruh
0,40
transaksi di Sistem BI-RTGS. Seluruh queue transaction
0,20 0,00
2,50
Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II 2012
2013
2014
2015
2016
BUKU 1
BUKU 2
BUKU 3
BUKU 4
Industri
Sumber: Bank Indonesia
tersebut dapat diselesaikan pada hari yang sama. Rendahnya queue transaction menunjukkan terjaganya risiko likuiditas dalam Sistem BI-RTGS. Grafik queue pada semester II tahun 2016 sebagaimana Grafik 5.3.
TOR merupakan perbandingan antara outgoing transaction dengan saldo giro peserta Sistem BI-RTGS yang tersedia pada awal hari. TOR digunakan untuk mengetahui kecenderungan kemampuan peserta Sistem BI-RTGS untuk memenuhi kewajiban dalam melakukan transaksi pembayaran. Rasio TOR >1,00 menunjukkan bahwa dalam pemenuhan kewajiban, peserta tidak dapat hanya mengandalkan saldo giro awal hari melainkan juga membutuhkan incoming dari peserta lain. 2 Queue Transaction merupakan transaksi yang pernah mengalami antrian di sistem BI-RTGS karena peserta BI-RTGS tidak memiliki kecukupan dana untuk melakukan setelmen pada saat transaksi dikirimkan namun transaksinya tetap dapat diselesaikan pada hari yang sama. 1
194
Bank Indonesia
Infrastruktur Sistem Keuangan
cara repurchase agreement (repo) surat berharga.
Grafik 5.3. Queue Transaction
Penggunaan FLI diajukan oleh peserta dengan
4,74% 1,49%
persetujuan Bank Indonesia dan akan digunakan oleh
4,74%
bank secara otomatis ketika saldo rekening giro bank Bank Asing Bank Campuran 25,81%
63,23%
BPD Non Bank Syariah
Sumber: Bank Indonesia
peserta tidak mencukupi untuk memproses outgoing transaction. Selanjutnya, pelunasan FLI dilakukan secara otomatis setiap terdapat incoming transaction ke rekening giro peserta. Tidak terdapatnya penggunaan FLI dan/atau FLIS oleh peserta Sistem Pembayaran BI Nontunai
5.4. Risiko Sistem Pembayaran dan Upaya Mitigasi Risiko
mengindikasikan bahwa selama semester II 2016 tidak terdapat peserta yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek akibat ketidaksesuaian (mismatch) antara incoming dan outgoing transaction.
5.4.1. Risiko Setelmen
3
Risiko setelmen pada semester II 2016 relatif rendah,
5.4.3. Risiko Operasional5
tercermin dari kecilnya nilai dan volume transaksi
Dalam rangka mitigasi risiko operasional, Bank
pembayaran melalui Sistem BI-RTGS yang tidak
Indonesia memiliki prosedur upaya Business Continuity
dapat diselesaikan (unsettled transaction) sampai
Plan (BCP), termasuk ketersediaan infrastruktur sistem
berakhirnya waktu (window time) operasional Sistem
cadangan, infrastruktur dapat diaktifkan setiap saat
BI-RTGS. Selama semester II 2016, total nominal
apabila terjadi gangguan pada sistem utama, kinerja
unsettled transaction Sistem BI-RTGS tercatat sebesar
yang sama dengan sistem utama (production system).
Rp8.519,68miliar atau hanya sebesar 0,00008% dari
Secara periodik Bank Indonesia melakukan pengecekan
total nominal transaksi. Sementara dari sisi volume,
terhadap kesiapan infrastruktur Sistem BI-RTGS,
tercatat sebanyak 64 transaksi yang tidak tersetel
BI-SSSS dan SKNBI. Selama semester II 2016, telah
atau sebesar 0,000008% dari total volume sebanyak
dilakukan penyesuaian infrastruktur sistem cadangan
7.657.448 transaksi.
Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI di lokasi Disaster Recovery Center (DRC). Sejalan dengan implementasi
5.4.2. Risiko Likuiditas
Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI Generasi II,
Risiko likuiditas pada sistem pembayaran di semester
pengujian secara periodik berupa pengecekan dan uji
II-2016 relatif rendah. Hal ini tercermin dari tidak
coba parsial sistem cadangan pada periode laporan
terdapatnya penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari
telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali masing-masing
(FLI) maupun FLI Syariah (FLIS) yang merupakan fasilitas
pada tanggal 16 Agustus dan 3 November 2016.
pendanaan dari Bank Indonesia kepada bank dengan
Pengecekan untuk kesiapan infrastruktur Back up
4
Secara umum, risiko setelmen dari sisi peserta merupakan risiko yang muncul akibat peserta sistem BI-RTGS terlambat atau tidak dapat menyelesaikan transaksi pembayaran karena saling menunggu incoming transaction dari peserta lain. Dari sisi penyelenggara, risiko setelmen tidak dimungkinkan terjadi karena penyelenggaraan sistem BI-RTGS menerapkan prinsip no money no game dimana setelmen transaksi hanya dilakukan apabila terdapat kecukupan dana. 4 Risiko likuiditas dalam sistem pembayaran terjadi manakala salah satu peserta dalam penyelenggaraan sistem BI-RTGS tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, meskipun mungkin mampu memenuhi kewajiban tersebut pada waktu berikutnya. 3
5
Risiko operasional merupakan risiko yang timbul karena faktor-faktor operasional, seperti permasalahan sistem atau jaringan yang digunakan.
Bank Indonesia
195
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Front Office (BFO) telah dilakukan sebanyak 2 (dua)
Pada Semester II 2016, terjadi penurunan risiko
kali masing-masing pada tanggal 18 Agustus dan 11
sistemik, yang tercermin dari penurunan total
November 2016, sedangkan pelaksanaan kegiatan
counterparty dari 10 bank tersebut di atas yang sebesar
Rencana Pemulihan Teknologi Informasi (RPTI)
2645 dibandingkan periode Semester I 2016 yang
dilakukan sebanyak 1 (satu) kali yaitu pada tanggal 26
sebesar 2710. Namun demikian, apabila dibandingkan
November 2016.
dengan Semester II 2015, terjadi peningkatan risiko sistemik, yang tercermin dari peningkatan total
5.4.4. Risiko Sistemik Risiko
sistemik
counterparty dari 2478 pada Semester II 2015 menjadi
6
merupakan
suatu
risiko
yang
2645 pada semester II 2016.
menyebabkan kegagalan dari satu ataupun beberapa bank sebagai hasil dari kejadian sistemik. Dalam
Apabila bank yang dinilai sistemik mengalami
sistem keuangan, risiko sistemik dapat diukur dari
kegagalan setelmen maka dapat berdampak pada
keterhubungan antar peserta (interconnectedness)
kelancaran setelmen bank lain yang memiliki
dalam Sistem BI-RTGS. Keterhubungan antar peserta
keterhubungan dengan bank yang dinilai sistemik
dilihat dari jumlah counterparty yang dimiliki oleh
tersebut dan berpotensi mengganggu stabilitas
masing-masing peserta Sistem BI-RTGS. Semakin besar
sistem keuangan. Memperhatikan hal tersebut, Bank
jumlah counterparty yang dimiliki oleh peserta maka
Indonesia melakukan pemantauan secara regular
semakin besar risiko yang melekat pada peserta Sistem
dan intensif terhadap potensi risiko sistemik dalam
BI-RTGS tersebut. Adapun untuk semester II 2016, 10
penyelenggaraan sistem pembayaran sebagai bagian
bank yang tercatat menjadi core dalam sistem BI-RTGS
dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan.
sebagaimana ditampilkan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Bank yang menjadi Core dalam Sistem BI-RTGS Outgoing No
Bank
1 2
Incoming
#Counter-part
Nominal
Share
#Counter-part
Nominal
Share
Bank Persero A
145
2.571.545.399.062.340
12,62%
145
2.685.772.686.113.160
13,18%
BUSN L
145
2.031.840.580.175.820
9,97%
144
1.811.766.073.342.110
8,89%
3
Bank Persero B
144
1.356.964.776.783.430
6,66%
145
1.448.757.584.750.110
7,11%
4
Bank Persero C
143
1.056.374.531.872.250
5,19%
143
925.349.643.699.271
4,54%
5
Bank Asing W
107
933.869.768.412.521
4,58%
111
961.126.139.418.529
4,72%
6
Bank Asing X
128
890.401.006.666.793
4,37%
118
901.578.926.659.386
4,43%
7
Bank Asing Y
124
858.457.868.184.435
4,21%
119
861.401.054.931.587
4,23%
8
BUSN M
135
776.270.991.321.113
3,81%
138
831.992.498.053.842
4,08%
9
Bank Asing Z
120
731.813.815.232.260
3,59%
119
790.276.318.764.596
3,88%
10
BUSN N
137
722.677.668.650.341
3,55%
135
718.195.216.791.926
3,53%
Sumber: Bank Indonesia
Risiko sistemik merupakan suatu risiko yang menyebabkan kegagalan dari satu ataupun beberapa institusi keuangan sebagai hasil dari kejadian sistemik (systemic events). Hal ini dapat berupa guncangan (shock) yang mempengaruhi salah satu institusi ataupun shock yang mempengaruhi institusi yang kemudian menyebar ataupun suatu shock yang secara simultan mengenai sejumlah besar institusi lain (De Bandt dan Hartmann, 2000 dan Zebua, 2010 dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2013).
6
196
Bank Indonesia
Infrastruktur Sistem Keuangan
(Banking Penetration-BP), serta (iii) nilai simpanan
5.5. Perkembangan Data Keuangan Inklusif dan Layanan Keuangan Digital
dan kredit (Usage of Banking System-BU). Metode Sarma (2012) memiliki nilai indeks keuangan
5.5.1. Indeks Komposit Keuangan Inklusif Indonesia
inklusif dengan rentang antara 0 dan 1, dimana
(IKKI)
semakin
Salah satu indikator yang dapat dijadikan sebagai
tinggi
nilai
indeks
keuangan
inklusif
(mendekati satu), maka tingkat inklusi keuangan di
tolak ukur untuk menilai tingkat inklusivitas suatu
negara tersebut semakin baik (complete financial
negara adalah indeks keuangan inklusif. Untuk
inclusion). Sebaliknya, nilai indeks mendekati nol
menghitung indeks keuangan inklusif dimaksud,
menggambarkan kondisi inklusi keuangan yang buruk
beberapa metode telah digunakan oleh beberapa
(complete financial exclusion).
negara, organisasi internasional seperti Alliance for Financial Inclusion (AFI), IMF, dan ekonom seperti
Faktor yang mempengaruhi tingkat keuangan inklusif
Sarma (2008, 2010, 2012), Crisil, dan Chi-Wins. Bank
Indonesia dengan negara lain tentu berbeda, salah satu
Indonesia menggunakan metode pengukuran Sarma
yang membedakan adalah kondisi geografis, kondisi
(2012) sebagai salah satu metode perhitungan Indeks
awareness masyarakat dan ketersediaan infrastruktur
Komposit Keuangan Inklusif Indonesia (IKKI).
di wilayahnya. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Sarma (2012) diperoleh IKKI pada Desember
Dalam menghitung IKKI, Bank Indonesia menggunakan
2016 di level medium yaitu 0,41 atau 41% (Grafik 5.4),
tiga indikator pada dua dimensi KI, yaitu (i) dimensi
indeks tersebut mengalami peningkatan sebesar 7,89%
akses yang menggunakan indikator ketersediaan
dibandingkan Juni 2016. Hal ini menunjukkan bahwa
layanan bank (Banking Services-BS) yaitu kantor bank,
akses masyarakat Indonesia untuk menggunakan
ATM, dan agen Layanan Keuangan Digital (LKD), dan (ii)
layanan
dimensi penggunaan dengan indikator rekening bank
keuangan
historical
secara
cenderung
meningkat.
Grafik 5.4. Indeks Komposit Keuangan Inklusif Indonesia 0,44 0,42 0,40 0,38 Jun-16 : 0,38
0,36 0,34
Keterangan Threshold : - Rendah (0 – 0,3) - Medium (0,3 – 0,6) - Tinggi (0.6-1
0,32 0,30
Jun-15 : 0,31
0,28 0,26 0,24
2015
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
Agt
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nov
Sep
Jul
2014
Agt
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
0,20
Feb
0,22
2016
Sumber : Data Perkembangan Keuangan Inklusif dan Elektronifikasi Semester II 2016
Bank Indonesia
197
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
5.5.2. Perkembangan Layanan Keuangan Digital
ii.
Agen LKD. Selama semester II 2016 jumlah agen mengalami kenaikan yang cukup pesat
(LKD) Layanan Keuangan Digital di Indonesia mengalami
dibandingkan jumlah agen LKD pada bulan Juni
pertumbuhan
dari
2016 yaitu dari 101.689 agen menjadi 133.811
bertambahnya jumlah bank penyelenggara LKD,
agen LKD pada bulan Desember 2016. Jumlah
Agen LKD, jumlah nasabah LKD serta transaksi uang
agen pada periode Desember 2016 tersebut
elektronik yang dilakukan di Agen LKD.
terdiri dari 118.700 agen merupakan Agen
yang
meningkat,
tercermin
Individu sedangkan 15.111 agen adalah Agen i. Penyelenggara
LKD.
telah
Badan Hukum. Agen individu yang digunakan
memberikan izin penyelenggaraan LKD kepada 5
antara lain berupa toko kelontong, toko pulsa,
(lima bank) penyelenggara yaitu BRI, Bank Mandiri,
apotik, restoran, dan payment point online
BNI, CIMB NIAGA dan BCA. Perkembangan agen
bank (PPOB). Sementara agen badan hukum
LKD di Indonesia berdasarkan cakupan wilayah,
yang digunakan antara lain berupa retailer,
BRI memiliki ketersebaran agen LKD paling luas
perusahaan, pegadaian, dan koperasi.
Bank
Indonesia
di 446 Kabupaten/Kota, diikuti oleh Bank Mandiri dengan ketersebaran agen LKD di 375 Kabupaten/ Kota. Sementara itu Agen LKD dari CIMB Niaga hanya tersebar pada 3 Kabupaten/Kota, sedangkan BCA terkonsentrasi di Kota Jakarta.
Gambar 5.1. Penyelenggara Agen LKD di Indonesia
3 Agen LKD di 1 Kab/ Kota
14 Agen LKD di 3 Kab/ Kota
88.066 Agen LKD di 467 Kab/ Kota
45.728 Agen LKD di 438 Kab/ Kota
Sumber : Bank Indonesia, Desember 2016, diolah
198
Bank Indonesia
Infrastruktur Sistem Keuangan
Grafik 5.5. Perkembangan Agen LKD Tahun 2016 140.000 140.000 120.000 100.000 80.000
73.534
77.911
83.982
89.101
90.691
101.689
103.673 106.404
109.481 115.056
122.924
133.811
60.000 40.000 20.000 0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 5.3. Perkembangan Agen LKD Individu dan Agen LKD Badan Hukum Periode 2016
Agen Individu
Agen Badan Hukum
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
63,810 67,970 73,790 78,641 80,745 84,374 86,534 90,477 94,065 100,050 107,733 118,700
9,724 9,941 10,192 10,460 9,946 17,315 17,139 15,927 15,416 15,006 15,191 15,111
Grafik 5.6 Persentase Jenis Transaksi Uang Elektronik pada Agen LKD Semester II 0%
27%
Top Up Initial Transfer PtoA Transfer PtoP Payment
58%
11%
Cash Out 1% 3%
Sumber : Bank Indonesia, Desember 2016, diolah
Sumber : Bank Indonesia, Desember 2016, diolah
iii. Transaksi. Pada semester II 2016 jenis transaksi
dari jumlah pemegang uang elektronik pada
yang paling banyak dilakukan oleh nasabah di
bulan Desember 2016 mencapai
agen LKD adalah transaksi setor tunai (top up)
yaitu mengalami peningkatan sebesar 8% dari
sebesar 27,00%. Hal ini menunjukkan adanya
Desember 2015.
potensi untuk melakukan sosialisasi dan edukasi
Grafik 5.7. Perkembangan Jumlah Pemegang Uang Elektronik Pada Agen LKD (Juta)
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan awareness masyarakat dalam melakukan jenis transaksi lainnya melalu agen LKD. Jumlah nilai transaksi uang elektronik di agen LKD tercatat sebesar Rp13,49miliar, dengan jumlah nilai
Des Nov Okt Sep Agt Jul
transaksi terbesar berada di Kabupaten Lampung
Jun
Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Jakarta
Mei
Timur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Jember.
1.244.102
Apr Mar Feb
Selain itu, jumlah uang elektronik yang dibuka oleh masyarakat di agen LKD juga semakin meningkat
selama
tahun
2016
tercermin
Jan 1,10
1,12
1,14
1,16
1,18
1,20
1,22
1,24
1,26
Sumber : Bank Indonesia, Desember 2016, diolah
Bank Indonesia
199
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
v. Informasi Tambahan. Keuangan inklusif menjadi
b. Desa Digital – Pemanfaatan Dana Desa secara
salah satu fokus kebijakan nasional Pemerintah
Nontunai
dengan telah diresmikannya Strategi Nasional
Pemanfaatan dana desa secara nontunai
Keuangan Inklusif (SNKI) oleh Presiden pada
dilakukan melalui sistem yang memfasilitasi
tanggal 18 November 2016. SNKI merupakan
pemerintah
sebuah cara komprehensif bagi pemerintah untuk
pembayaran penggunaan dana desa yang
meningkatkan IKKI yang dibangun atas dasar 5 pilar
sebelumnya secara tunai menjadi secara
yaitu edukasi keuangan, hak properti masyarakat,
nontunai. Pemanfaatan dana desa secara
fasilitas intermediasi dan saluran distribusi,
nontunai juga didukung dengan hadirnya
layanan keuangan pada sektor Pemerintah,
Agen LKD. Bank Indonesia menginisiasi pilot
serta
Pemerintah
project desa digital yang memfokuskan pada
menargetkan tahun 2019 indeks keuangan inklusif
pemanfaatan dana desa secara nontunai di
Indonesia akan mencapai angka 75 persen, artinya
desa Sindang Jawa Cirebon.
perlindungan
konsumen.
meningkat signifikan dibandingkan dengan indeks
desa
untuk
melakukan
c. Digitalisasi Layanan Keuangan di Pondok
keuangan inklusif tahun 2014 yang masih berada
Pesantren
pada angka 36 persen.
Perluasan akses keuangan juga dilakukan melalui
perluasan
jangkauan
Layanan
Kebijakan keuangan inklusif Bank Indonesia
Keuangan Digital (LKD) bagi komunitas
selama tahun 2016 difokuskan pada perluasan
tertentu,
akses keuangan melalui integrasi ekosistem
pesantren.
nontunai dengan program/layanan Pemerintah,
yang telah difasilitasi antara lain adalah
antara lain :
pembayaran uang sekolah siswa, pembayaran
a. Bantuan Sosial (Bansos) secara nontunai
gaji karyawan, dan pembayaran zakat.
Penyaluran bansos dilakukan dalam bentuk
salah
satunya
Adapun
pada
beberapa
pondok transaksi
d. Remitansi
mengurangi
Perluasan LKD juga dilakukan kepada TKI dan
perilaku konsumtif, menumbuhkan kebiasaan
keluarga dengan pengembangan remitansi
menabung serta meningkatkan pemahaman
secara nontunai berbasis digital. Pengiriman
penerima bantuan mengenai pentingnya
uang oleh TKI yang sebelumnya dilakukan
merencanakan keuangan dengan baik untuk
dengan cash to cash mulai diarahkan untuk
meningkatkan kesejahteraan. Selama tahun
cash to account sehingga akan mendorong
2016 Bank Indonesia bersama kementrian
keluarga penerima untuk memiliki akses
sosial telah menginisiasi penyaluran bansos
keuangan.
nontunai
yang
bertujuan
Program Keluarga Harapan (PKH) melalui
e. Elektronifikasi sistem pembayaran retail
Layanan Keuangan Digital (LKD) kepada 1,2
Pengembangan sistem elektronifikasi pada
juta penerima.
sistem pembayaran retail terus dilaksanakan secara berkesinambungan seperti halnya pada sektor transportasi yakni implementasi
200
Bank Indonesia
Infrastruktur Sistem Keuangan
e-ticketing dan e-parking. Selain itu juga
nelayan, dengan dukungan dari perbankan
dikembangkan
di Indonesia sehingga selain dapat digunakan
kartu
sebagai
instrumen
pembayaran untuk komunitas nelayan yang
untuk
penyaluran
bantuan
dapat
juga
fungsi utamanya untuk membeli alat tangkap
digunakan sebagai sarana untuk menabung.
ikan di koperasi nelayan. Di masa datang kartu ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menyalurkan bantuan kepada komunitas
Bank Indonesia
201
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Boks 5.1
National Standard Indonesia Chip Card Specification (NSICCS)
National Standar Indonesia Chip Card Specification
Teknologi Chip Kartu ATM/Debet dan SE BI 18/15/
(NSICCS) merupakan pengaturan standarisasi
DKSP tanggal 20 Juni 2016 mengenai Pengelolaan
nasional teknologi chip yang ditetapkan oleh
Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM
Bank Indonesia untuk kartu ATM/Debet yang
dan/atau Kartu Debet. SEBI dimaksud merupakan
diterbitkan oleh penerbit Indonesia dan digunakan
tindak lanjut dari penerbitan SEBI No. 17/52/DKSP
di wilayah Indonesia. Penggunaan NSICCS adalah
tanggal 30 Desember 2015 perihal Implementasi
dalam rangka meningkatkan sistem keamanan
Standar Nasional Teknologi Chip dan Penggunaan
dalam penyelenggaraan kartu ATM/Debet serta
Personal Identification Number Online 6 (Enam)
mendukung terwujudnya sistem yang saling
Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
terkoneksi pada penggunaan Alat Pembayaran
Diterbitkan di Indonesia yang mengamanatkan
Menggunakan Kartu (APMK).
pengaturan lebih lanjut mengenai kepemilikan dan penetapan standar nasional serta pengaturan
Penggunaan teknologi chip pada kartu ATM/
mengenai tugas, tanggung jawab, dan kewajiban
Debet memiliki tingkat keamanan yang lebih
pengelola standar nasional.
tinggi dibandingkan dengan magnetic stripe. Hal ini karena penyimpanan data pada teknologi chip
Implementasi
melalui mekanisme enkripsi dan proses autentikasi
penerbit kartu, Acquirer, Prinsipal dan Asosiasi
menggunakan algoritma tertentu sehingga sulit
Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Dalam
untuk digandakan. Pemanfaatan teknologi chip
rangka meningkatkan pemahaman para penerbit
merupakan salah satu mitigasi untuk mencegah
kartu, ASPI bekerjasama dengan Bank Indonesia
fraud yang dilakukan melalui metode pencurian
telah menyelenggarakan workshop Persiapan
data (skimming) sehingga dapat meningkatkan
Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan
aspek
konsumen
penggunaan PIN 6 Digit untuk Kartu ATM dan/atau
dan kepercayaan masyarakat dalam melakukan
Kartu Debet pada tanggal 31 Agustus 2016 sampai
transaksi sistem pembayaran khususnya transaksi
1 September 2016 dengan dihadiri oleh 67 Bank
dengan kartu ATM/debet.
(Bank Umum, BPD, dan BPR). Namun pelaksanaan
keamanan,
perlindungan
NSICCS
ini
melibatkan
para
NSICCS untuk kartu ATM/Debet hanya digunakan Dalam mendukung pelaksanaan implementasi
untuk rekening yang memiliki saldo diatas Rp5 juta,
NSICCS,
menerbitkan
sedangkan rekening dengan saldo maksimal Rp5
beberapa kebijakan dan peraturan terkait NSICCS
juta masih dapat menggunakan kartu magnetic
yaitu SE BI 17/52/DKSP tanggal 30 Desember
stripe dengan PIN online 6 digit.
Bank
Indonesia
telah
2015 mengenai Implementasi Standar Nasional
202
Bank Indonesia
Infrastruktur Sistem Keuangan
1 Jan 2022 : 100%
Gambar Boks 5.1.1. Roadmap Implementasi NSICCS 1 Jul 2017 : 0%
1 Jan 2019 : 30%
1 Jan 2010 : 50%
1 Jan 2021 : 80%
*dimulainya implementasi NSICCS dengan persiapan infrastruktur dari sisi Acquier meliputi host and back end system serta implementasi PIN 6 digit
Roadmap penerapan NSICCS sesuai SE No. 17/52/
dengan pendekatan 1) Survei terhadap Perbankan,
DKSP tanggal 30 Desember 2015 adalah sebagai
2) Laporan dari Prinsipal, dan 3) Laporan
berikut :
Pengawasan secara onsite maupun offsite. Hal ini dilakukan untuk memastikan implementasi diperlukan
tersebut dapat berjalan sesuai timeline yang telah
interoperabilitas antar prinsipal ATM/Debet dalam
ditentukan. Berdasarkan monitoring yang telah
mendukung beroperasinya penggunaan NSICCS.
dilakukan oleh Bank Indonesia selama tahun
Industri perlu melakukan antara lain penyiapan
2016 diketahui bahwa sebesar 24,64% mesin ATM
infrastruktur dari sisi acquirer meliputi host and
dan 19,64% mesin EDC telah di roll-out untuk
back end system, implementasi PIN 6 digit serta
dapat memproses kartu ATM/Debet chip NSICCS
migrasi kartu ATM/Debet dari kartu magnetic
sedangkan jumlah kartu ATM/Debet yang telah
stripe menjadi kartu dengan teknologi chip. Kartu
mengimplementasikan chip NSICCS sebesar 0,6%.
Dalam
pelaksanaan
NSICCS
baru yang diterbitkan dengan NSICCS dapat ditransaksikan untuk pembelanjaan pada merchant
Penerapan NSICCS ini sejalan dengan rencana
melalui proses switching dan setelmen transaksi
pengembangan
pembayarannya melalui jaringan prinsipal debet
(NPG)
domestik.
menggunakan NSICCS untuk kartu debet hanya
yang
National
Payment
Gateway
mencakup
proses
transaksi
pada prinsipal debet nasional dimana keberadaan Seiring dengan industri melakukan persiapan,
dan interkoneksinya merupakan bagian dari
Bank Indonesia terus memonitor kesiapan industri
pengembangan NPG.
Bank Indonesia
203
Strategi yang jitu dalam penempatan bidak berdasarkan langkah yang telah dilakukan, posisi lawan dan perkiraan respons lawan main merupakan kunci kemenangan dalam permainan Damdas. Serupa dengan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa menjaga stabilitas sistem keuangan dengan berbagai kebijakan Makroprudensial sebagai respon atas perkembangan sistem keuangan dan upaya memitigasi risiko sistemik yang ada dalam sistem keuangan.
06 Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, pada 2016 Bank Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan Makroprudensial yang bersifat akomodatif dan countercyclical sebagai respon atas perkembangan sistem keuangan dan upaya memitigasi risiko-risiko utama ditengah konsolidasi perekonomian domestik. Tetap terjaganya risiko di sistem keuangan memberikan ruang kebijakan Makroprudensial yang akomodatif guna semakin mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan yang berperan kritikal dalam memperkuat laju perekonomian domestik. Hal tersebut dibarengi dengan penguatan aspek mitigasi risiko yang tetap menjadi prioritas untuk melindungi sistem keuangan dari perilaku pengambilan risiko yang berlebihan. Kebijakan Makroprudensial yang dikeluarkan meliputi ketentuan Loan (Financing) to Value Ratio, ketentuan Loan to Funding Ratio yang dikaitkan dengan GWM, serta penetapan besaran Countercyclical Buffer. Selain respon kebijakan, upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan juga dilakukan melalui penguatan sinergi koordinasi antara Bank Indonesia dan otoritas terkait sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) yang diterbitkan pada 15 April 2016. UU PPKSK juga menjadi momentum penguatan kerangka Protokol Manajemen Krisis Bank Indonesia ditiga kewenangan Bank Indonesia dibidang moneter, sistem pembayaran, dan makroprudensial.
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL DITUJUKAN UNTUK MEMITIGASI RISIKO SISTEMIK GUNA MENJAGA SSK DAN MENDORONG INTERMEDIASI YANG SEIMBANG
Ketentuan Giro Wajib Minimum Terkait Loan to Funding Ratio (GWM LFR) Penyempurnaan ketentuan Loan to Funding Ratio yang dikaitkan dengan GWM (kebijakan GWM LFR). Penyesuaian dilakukan dengan menaikkan batas bawah LFR dari 78% menjadi 80% untuk bank umum konvensional, dengan batas atas tetap dipertahankan sebesar 92%.
Rp
Ketentuan LTV/FTV
Penyempurnaan Ketentuan Mengenai Rasio Loan To Value Atau Rasio Financing To Value Untuk Kredit Atau Pembiayaan Properti Dan Uang Muka Untuk Kredit Atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Evaluasi Kebijakan Countercyclical Buffer
Evaluasi kebijakan Countercyclical Buffer (CCB), Bank Indonesia kembali menetapkan besaran CCB sebesar 0% atau tidak mengalami perubahan dari hasil evaluasi bulan Mei 2016.
Pengawasan Makroprudensial
Pengawasan makroprudensial dilakukan melalui surveilans dan pemeriksaan makroprudensial guna mengidentifikasi, menilai, dan memitigasi potensi risiko sistemik, serta tidak ditujukan untuk menilai tingkat kesehatan bank secara individual.
RESPON KEBIJAKAN Undang-Undang PPKSK dan Sinergi Koordinasi Bank Indonesia dengan Otoritas Lainnya
UU PPKSK merupakan landasan empat otoritas anggota KSSK untuk menjaga SSK. Selain itu dalam rangka koordinasi dalam kerangka KSSK, BI melakukan koordinasi bilateral dengan OJK dan LPS
206
Bank Indonesia
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Sepanjang 2016 Bank Indonesia telah mengeluarkan
perlunya kebijakan yang lebih dapat mengatasi periode
sejumlah kebijakan Makroprudensial yang bersifat
kontraksi siklus keuangan agar semakin mendorong
akomodatif dan countercyclical yang ditunjang
peningkatan penyaluran kredit oleh bank-bank yang
dengan penguatan sinergi koordinasi dengan otoritas
belum mengoptimalkan fungsi intermediasinya namun
terkait sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sistem
memiliki kecukupan alat likuid dan ketahanan modal
keuangan. Mencermati perkembangan dan tetap
yang memadai. Sejalan dengan masih berlangsungnya
terkendalinya risiko sistem keuangan, memberikan
periode kontraksi siklus keuangan, evaluasi kebijakan
ruang penerapan kebijakan Makroprudensial yang
CCB dengan data triwulan III 2016, baik indikator
akomodatif guna semakin mendorong peningkatan
utama credit-to-GDP gap maupun indikator pelengkap,
fungsi intermediasi perbankan yang berperan kritikal
menunjukkan belum terdapatnya indikasi potensi
dalam
perekonomian
risiko sistemik yang bersumber dari pertumbuhan
domestik. Upaya tersebut ditempuh dengan tetap
kredit yang berlebihan, karenanya Bank Indonesia
mengutamakan pada pentingnya mitigasi risiko-risiko
kembali menetapkan besaran CCB sebesar 0%.
pemulihan
pertumbuhan
utama yang dapat berpotensi sistemik guna dapat mencegah perilaku pengambilan risiko yang berlebihan
Di sisi nasional, lahirnya Undang-Undang Pencegahan
yang dapat membahayakan stabilitas sistem keuangan.
dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK)
Penguatan kerangka koordinasi dengan otoritas terkait
pada 15 April 2016 menjadi tonggak penguatan sinergi
mendukung pencapaian tujuan dari respon kebijakan
koordinasi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Makroprudensial guna mengendalikan potensi risiko
Sejalan dengan amanat UU PPKSK, di 2016 Bank
sistemik dan menahan dampak dari periode kontraksi
Indonesia memperkuat kerangka koordinasi dengan
siklus keuangan.
otoritas terkait melalui penyempurnaan kerjasama bilateral antara BI dan OJK serta BI dan LPS. UU PPKSK
Kebijakan Makroprudensial yang dikeluarkan meliputi
juga menjadi momentum bagi Bank Indonesia untuk
ketentuan Loan (Financing) to Value Ratio, ketentuan
meningkatkan kapasitasnya dalam pencegahan dan
Loan to Funding Ratio yang dikaitkan dengan GWM,
penanganan krisis melalui penyempurnaan kerangka
serta penetapan besaran Countercyclical Buffer (CCB).
Protokol Manajemen Krisis Bank Indonesia dibidang
Penyempurnaan terhadap ketentuan Loan (Financing)
Moneter-Nilai Tukar, Makroprudensial dan Sistem
to Value Ratio didasari evaluasi terhadap ketentuan
Pembayaran yang merepresentasikan tiga tugas utama
yang diterbitkan tahun 2015 lalu yang menunjukkan
Bank Indonesia.
perlunya Loan (Financing) to Value Ratio yang lebih akomodatif terhadap kebutuhan pertumbuhan kredit properti dengan tetap mengedepankan aspek mitigasi risiko sistem keuangan. Kesimpulan yang sama juga mendasari penyempurnaan terhadap ketentuan Loan to Funding Ratio yang dikaitkan dengan GWM yaitu
Bank Indonesia
207
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
6.1. Penyempurnaan Ketentuan Mengenai Rasio Loan To Value Atau Rasio Financing To Value Untuk Kredit Atau Pembiayaan Properti Dan Uang Muka Untuk Kredit Atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor
awal penerbitan di tahun 2012, pengaturan tersebut telah beberapa kali disempurnakan guna memastikan ketentuan tetap antisipatif terhadap perkembangan risiko sistem keuangan, namun mampu merespon kondisi kontraksi atau ekspansi siklus keuangan sehingga tetap akomodatif terhadap kebutuhan
Evaluasi terhadap implementasi ketentuan Loan
pertumbuhan
(Financing) to Value Ratio (selanjutnya disebut
kendaraan bermotor guna mendukung perekonomian
ketentuan LTV/FTV) untuk kredit atau pembiayaan
domestik.
kredit/pembiayaan
properti
dan
properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang ditetapkan tahun 2015
Sebagaimana tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan
menunjukkan bahwa implementasi ketentuan tersebut
makroprudensial, pengaturan LTV/FTV dimaksudkan
telah mampu menahan perlambatan pertumbuhan
untuk mendorong manajemen risiko yang lebih baik
kredit/pembiayaan pemilikan rumah yang diberikan
dalam praktek pemberian kredit/pembiayaan untuk
bank. Hasil evaluasi di tahun 2016 menunjukkan
properti maupun kendaraan bermotor, sehingga
perlunya penyempurnaan ketentuan lebih lanjut yang
diharapkan dapat meminimalkan potensi risiko
ditempuh dengan menurunkan rasio LTV/FTV agar
sistemik yang dapat timbul dari perilaku prosiklikalitas
lebih dapat mendukung konsolidasi perekonomian
pemberian kredit/pembiayaan properti maupun
domestik ditengah periode kontraksi siklus keuangan
kendaraan
dengan tetap memastikan mitigasi risiko sistem
diterbitkan dalam rangka memberikan perlindungan
keuangan melalui persyaratan prinsip kehati-hatian
bagi konsumen yang seringkali berada dalam posisi
dan perlindungan konsumen.
yang tidak diuntungkan oleh pengembang, khususnya
bermotor.
Ketentuan
LTV/FTV
juga
dalam pembelian properti dengan mekanisme inden. Sejak tahun 2012 Bank Indonesia telah secara makroprudensial
Disisi lain, dengan tetap memperhatikan kebutuhan
yang bertujuan untuk memitigasi potensi risiko
rumah, terutama bagi masyarakat berpenghasilan
sistemik yang bersumber dari pertumbuhan kredit/
rendah, dan keinginan untuk mendukung usaha
pembiayaan properti maupun kendaraan bermotor
mikro, kecil, dan menengah (UMKM), ketentuan LTV/
yang disalurkan oleh perbankan. Efek multiplier
FTV mengatur pengecualian yang diberikan kepada
yang besar dari sektor tersebut dalam mendorong
program perumahan pemerintah pusat/daerah.
aktif
menerapkan
kebijakan
pertumbuhan ekonomi perlu dijaga dalam koridor mitigasi risiko sistem keuangan yang baik. Kebijakan
Pada
makroprudensial terhadap kredit/pembiayaan sektor
penyempurnaan ketentuan di tahun 2013, pengaturan
properti dan kendaraan bermotor diterapkan oleh
LTV/FTV bertujuan untuk memperkuat mitigasi risiko di
Bank Indonesia melalui pengaturan rasio LTV/FTV
sistem keuangan memperhatikan terdapatnya indikasi
untuk kredit/ pembiayaan properti dan uang muka
meningkatnya risiko yang bersumber dari pertumbuhan
untuk kredit/pembiayaan kendaraan bermotor. Dari
kredit properti. Sementara, penyempurnaan ketentuan
208
Bank Indonesia
awal
penerbitan
di
tahun
2012
dan
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
yang dilakukan di tahun 2015 bertujuan untuk menjaga
penerapan prinsip kehati-hatian dan perlindungan
momentum pertumbuhan perekonomian nasional
konsumen. Penyesuaian tersebut diharapkan dapat
melalui peningkatan intermediasi perbankan kepada
berdampak positif terhadap perekonomian mengingat
sektor properti dan kendaraan bermotor dengan tetap
sektor tersebut memiliki efek multiplier yang besar
memperhatikan aspek mitigasi risiko. Penyempurnaan
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan
di tahun 2015 dilakukan mempertimbangkan risiko
tetap meminimalkan potensi terbentuknya risiko
di sistem keuangan yang bersumber dari kredit/
sistemik di sistem keuangan.
pembiayaan properti dan kendaraan bermotor relatif terjaga, sehingga terdapat ruang penyempurnaan
Penyesuaian ketentuan LTV/FTV tersebut diatur dalam
kebijakan
akomodatif
terhadap
Peraturan Bank Indonesia No.18/16/PBI/2016 dan
kredit.
tersebut
Surat Edaran Bank Indonesia No.18/19/DKMP tentang
diperlukan mengingat perlambatan pertumbuhan
Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio
kredit/pembiayaan properti dan kendaraan bermotor
Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan
yang berkelanjutan pada gilirannya dapat pula
Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan
menimbulkan risiko terhadap sistem keuangan.
Bermotor. Adapun pokok-pokok penyempurnaan
LTV/FTV
kebutuhan
yang
pertumbuhan
Hal
ketentuan LTV/FTV di tahun 2016 antara lain adalah Penyesuaian ketentuan LTV/FTV di tahun 2015
sebagai berikut:
telah mampu menahan penurunan lebih dalam kredit/pembiayaan
1. Penyesuaian rasio dan tiering LTV untuk Kredit
pemilikan rumah (KPR) yang diberikan bank. Namun
Properti (KP) serta rasio dan tiering FTV untuk
demikian, penyesuaian tersebut belum cukup kuat
Pembiayaan Properti (PP) untuk untuk fasilitas ke-
untuk meningkatkan pertumbuhan KPR. Karenanya,
1, fasilitas ke-2, fasilitas ke-3 dan seterusnya:
pelambatan
pertumbuhan
di tahun 2016, dalam rangka mendukung konsolidasi perekonomian
domestik
melalui
pertumbuhan
kredit sektor properti, diperlukan penyesuaian lebih lanjut terhadap ketentuan LTV/FTV dengan tetap memperhatikan mitigasi risiko sistem keuangan melalui Tabel 6.1. Rasio dan Tiering LTV untuk Kredit Properti dan Pembiayaan Properti Pembiayaan Properti Syariah (Akad mmq Dan Imbt)
Kredit Properti Dan Pembiayaan Properti Berdasarkan Akad Mudharabah Dan Istishna Tipe Properti
ketentuan Saat Ini KP dan KP Syariah I
II
III dst
Perubahan KP dan KP Syariah I
II
III dst
Rumah Tapak Tipe >70 m2
Tipe Properti
Ketentuan Saat Ini KP dan KP Syariah
Perubahan KP dan KP Syariah
I
II
III dst
I
II
III dst
Rumah Tapak 80%
70%
60%
85%
75%
65%
Tipe >70 m2
85%
75%
60%
85%
85%
80%
Tipe 22 s.d 70 m2
-
80%
70%
-
80%
70%
Tipe 22 s.d 70 m2
-
80%
70%
-
90%
85%
Tipe ≤ 21 m2
-
-
-
-
-
-
Tipe ≤ 21 m2
-
-
-
-
-
-
Flat/Apt
Flat/Apt
Tipe >70 m2
80%
70%
60%
85%
75%
65%
Tipe >70 m2
85%
75%
65%
90%
85%
80%
Tipe 22 s.d 70 m2
90%
80%
70%
90%
80%
70%
Tipe 22 s.d 70 m2
90%
80%
70%
90%
85%
80%
Tipe ≤ 21 m2
-
80%
70%
-
80%
70%
Tipe ≤ 21 m2
-
80%
70%
-
85%
80%
Ruko/Rukan
-
80%
70%
-
80%
70%
Ruko/Rukan
-
80%
70%
-
85%
80%
Bank Indonesia
209
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Namun demikian, pelonggaran rasio dan tiering
<5% dan NPL/NPF dari KP/PP secara gross <5%.
LTV/FTV dimaksud hanya berlaku bagi bank
Dalam hal bank tidak memenuhi persyaratan NPL/
yang memenuhi persyaratan tertentu yaitu Non
NPF tersebut, maka rasio LTV/FTV yang berlaku
Performing Loan (NPL)/Non Performing Funding
adalah sebagai berikut:
(NPF) dari total kredit /pembiayaan secara net
Tabel 6.2. Rasio LTV/FTV berdasarkan Tipe Properti Pembiayaan Properti Syariah (Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) dan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT))
Kredit Properti dan Pembiayaan Properti Berdasarkan Akad Murabahah dan Istishna’ Tipe Properti
Fasilitas KP dan KP Syariah
Fasilitas KP Syariah
I
II
III dst
I
II
III dst
Rumah Tapak Tipe >70 m2
80%
70%
60%
85%
75%
65%
Tipe 22 s.d 70 m2
-
80%
70%
-
80%
70%
Tipe ≤ 21 m2
-
-
-
-
-
-
Flat/Apt Tipe >70 m2
80%
70%
60%
85%
75%
65%
(1,95)
80%
70%
2,49
80%
70%
Tipe ≤ 21 m2
-
80%
70%
-
80%
70%
Ruko/Rukan
-
80%
70%
-
80%
70%
Tipe 22 s.d 70 m2
2. Kredit/pembiayaan properti dengan mekanisme
3. Kredit/pembiayaan top-up diperlakukan sebagai
inden diperkenankan sampai dengan fasilitas
kredit/pembiayaan dengan fasilitas yang sama
kredit ke-2 dengan mekanisme pencairan bertahap
sepanjang kredit/pembiayaan memiliki kualitas
yang besarannya adalah sebagai berikut:
lancar. Dalam hal kredit/pembiayaan tidak
Tabel 6.3. Mekanisme Pencairan kredit/pembiayaan properti
Besaran Pencairan 1.
Rumah susun/Ruko/Rukan
Maks. pencairan kumulatif s.d 40% dari plafon
Fondasi telah sesuai
Maks. pencairan kumulatif s.d 80% dari plafon
Tutup atap telah selesai
Maks. pencairan kumulatif s.d 90% dari plafon
Penandatangan BAST
Maks. pencairan kumulatif s.d 100% dari plafon
Penandatangan BAST yang telah dilngkapi dengan AJB dan APHT/SKMHT
2.
210
Persyaratan
Rumah susun
Maks. pencairan kumulatif s.d 40% dari plafon
Fondasi telah sesuai
Maks. pencairan kumulatif s.d 70% dari plafon
Tutup atap telah selesai
Maks. pencairan kumulatif s.d 90% dari plafon
Penandatangan BAST
Maks. pencairan kumulatif s.d 100% dari plafon
Penandatangan BAST yang telah dilngkapi dengan AJB dan APHT/SKMHT
Bank Indonesia
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
memenuhi persyaratan tersebut, maka top-up
Pertumbuhan KPR
diperlakukan sebagai fasilitas kredit/pembiayaan
peningkatan menjadi sebesar 7,67% (yoy) lebih baik
baru. Pengaturan tersebut juga berlaku untuk
dibandingkan pada saat diberlakukannya ketentuan
kredit/pembiayaan take over.
LTV sebesar 6,21%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada
semester II 2016 mengalami
KPR rumah susun tipe≤21. Membaiknya pertumbuhan Sementara itu, pengaturan terkait uang muka kredit/
KPR ditunjang pula oleh membaiknya risiko kredit
pembiayaan untuk pemilikan kendaraan bermotor
yang tercermin dari menurunnya NPL KPR. NPL KPR
dalam ketentuan LTV/FTV yang baru tidak mengalami
Desember 2016 turun menjadi 2,54% dari sebelumnya
perubahan.
sebesar 2,92% pada Agustus 2016.
Penyesuaian ketentuan LTV/FTV yang diterbitkan
Dari sisi penjualan properti juga menunjukkan adanya
Bank Indonesia pada bulan Agustus 2016 mulai
peningkatan, terutama pada rumah tipe kecil. Disisi
menunjukkan perkembangan yang positif. Penerbitan
lain, meskipun penjualan properti meningkat, harga
ketentuan
menahan
properti masih menunjukkan tren yang melambat.
perlambatan pertumbuhan KPR serta mendorong
Kenaikan harga properti seluruh tipe rumah pada
turunnya risiko dari kredit sektor properti.
semester II 2016 sebesar 2,38% (yoy) lebih rendah
telah
berhasil
dibandingkan semester I 2016 sebesar 3,39% (yoy). Grafik 6.1. Perkembangan Kredit Properti 60.0
yoy (%)
50.0
Housing Loan Total Banking Loan
40.0
Real Estate*) 30.0 21,38 21,47
20.0
10.0
7,86
Construction*)
7,67
Dec-16
Jun-16
Sep-16
Mar-16
Sep-15
Dec-15
Jun-15
Dec-14
Mar-15
Jun-14
Sep-14
Dec-13
Mar-14
Jun-13
Sep-13
Mar-13
Dec-12
Jun-12
Sep-12
0 Mar-12
tersebut
Grafik 6.4. Pertumbuhan Kredit dan NPL per Tipe KPR
Tipe KPR
Pertumbuhan yoy (%) Agst'16
NPL (%)
Des '16
Agst'16
Des '16
Rumah Tapak Tipe ≤ 21 m2
(7,62)
(5,34)
2,93
2,30
Tipe 22 s.d 70 m2
13,93
14,32
2,69
2,31
1,02
3,45
3,03
2,70
Tipe ≤ 21 m2
10,21
14,75
3,71
3,71
Tipe 22 s.d 70 m2
(1,95)
(0,57)
2,49
2,39
Tipe >70 m2
(3,59)
(3,33)
2,18
1,81
Ruko/Rukan
3,09
3,17
4,18
3,88
Total KPR
6,21
7,67
2,92
2,54
Tipe >70 m2 Flat/Apt
Bank Indonesia
211
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 6.2 Perkembangan Penjualan Properti
70.0
qtq (%)
Kecil
Menengah
Besar
Total
60.0 50.0 40.0 30.0 8,28 5,06 4,32 2,58
20.0 10.0 (10.0) (20.0) (30.0) (40.0) I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
Tabel 6.4. Perkembangan harga Properti Residensial % 16 14 12 10
yoy
8
qtq
6 4
2,38
2 0,37 0 I
II
III
2010
IV
I
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
2012
1.2. Evaluasi Kebijakan Countercyclical Capital Buffer
6.2. Evaluasi Kebijakan Countercyclical Buffer (CCB) (CCB)
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
2016 Bank Indonesia kembali menetapkan besaran CCB sebesar 0% atau tidak mengalami perubahan dari hasil evaluasi bulan Mei 2016.
Pada November 2016, Bank Indonesia kembali
Indikator Utama
melakukan evaluasi terhadap besaran CCB dengan
Data triwulan III 2016 mengindikasikan bahwa
menggunakan data triwulan III 2016. Evaluasi terhadap
indikator utama yang digunakan dalam evaluasi CCB
indikator utama yaitu gap Kredit terhadap PDB (credit-
yaitu credit-to-GDP gap menunjukkan penurunan
to-GDP gap) menunjukkan tidak terdapat indikasi
dan berada pada area penyaluran kredit tidak
adanya potensi risiko sistemik yang bersumber dari
berlebihan. Kondisi ini terutama disebabkan oleh
pertumbuhan kredit yang berlebihan. Kesimpulan
belum optimal dan masih melambatnya pertumbuhan
yang sama juga dikonfirmasi oleh indikator pelengkap
kredit dan ekonomi. Pertumbuhan kredit mengalami
yang terdiri dari indikator makroprudensial, indikator
penurunan menjadi 6,47% pada triwulan III 2016,
makroekonomi, indikator perbankan, dan indikator
dibandingkan 8,89% pada triwulan II 2016. Sementara
harga aset. Berdasarkan evaluasi tersebut disimpulkan
itu perekonomian tumbuh 5,02% pada triwulan III
bahwa pada saat ini belum perlu dilakukan pembatasan
2016, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016
pertumbuhan kredit melalui penerapan besaran CCB
(5,18%).
di atas 0%. Karenanya, pada tanggal 17 November
belum ada potensi risiko sistemik yang bersumber
212
Bank Indonesia
Perkembangan
tersebut
menunjukkan
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
dari pertumbuhan kredit yang berlebihan, karenanya
(i). Indikator Makroprudensial
besaran CCB yang disarankan adalah 0%.
Siklus Keuangan Indonesia (SKI) masih berada pada fase kontraksi sebagaimana ditunjukkan pada Grafik
Indikator Pelengkap
6.6. Hal ini terutama disebabkan oleh tren perlambatan
Sementara itu, evaluasi terhadap indikator pelengkap
pertumbuhan kredit sebagai salah satu komponen
yang digunakan untuk mendukung dan melengkapi
utama pembentuk siklus keuangan. Perlambatan
informasi yang diperoleh dari indikator utama, juga
tersebut mengindikasikan tidak terdapat potensi risiko
mengkonfirmasi hasil evaluasi dari indikator utama.
sistemik yang berasal dari pertumbuhan kredit yang
Secara umum perkembangan indikator pelengkap
berlebihan.
menunjukkan
adanya
perlambatan
sehingga
mendukung penetapan besaran CCB 0%. Adapun indikator pelengkap tersebut terdiri dari:
Krisis
Kredit Per PDB Gap
L
2014Q4 2015Q2 2015Q4 2016Q2 2016Q4
2012Q4 2013Q2 2013Q4 2014Q2
2012Q2
2009Q4 2010Q2 2010Q4 2011Q2 2011Q4
2008Q2 2008Q4 2009Q2
2004Q2 2004Q4
H
Grafik 6.6. Siklus Keuangan dan Siklus Bisnis 2007Q2
1998Q2
0,10
0,02
1995Q2Q
0,08
0,02 2005Q2Q
0,06
0,01 2013Q3
0,04
0,01
0,04
2016Q2
2015Q3
2014Q4
2014Q1
2013Q2
2012Q3
2011Q4
2011Q1
2010Q2
2009Q3
2008Q4
2008Q1
2007Q2
2006Q3
2005Q4
2005Q1
2004Q2
2003Q3
2002Q4
2002Q1
2001Q2
2000Q3
1999Q4
1999Q1
1998Q2
1997Q3
1996Q4
1996Q1
1993Q2
0,02
1993Q3
0,02
1993Q4
-2
2007Q2 2007Q4
0,00 2014Q3 2015Q1 2015Q3 2016Q1 2016Q3
0 2014Q1
0,50
2013Q1 2013Q3
2
2012Q1 2012Q3
1,00
2010Q3 2011Q1 2011Q3
4
2008Q3 2009Q1 2009Q3 2010Q1
1,50
2006Q3 2007Q1 2007Q3 2008Q1
2,00
6
2005Q1 2005Q3 2006Q1
2,50
8
2004Q1 2004Q3
10
2005Q2 2005Q4 2006Q2 2006Q4
Grafik 6.5. Besaran CCB sesuai Indikator Utama
Grafik 6.4. Indikator Utama Gap Kredit terhadap PDB
(0,01)
2009Q3Q (0,01)
0,06 (0,02)
0,08 2000Q2Q 0,10
1999Q2 Siklus Keuangan (BPF/LHS)
Siklus Bisnis (BPF/RHS)
(0,02)
2009Q3 Peak SK (TP)
Trough SK (TP)
Krisis
Bank Indonesia
213
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
(ii). Indikator Makroekonomi
(ULN). Nilai tukar mengalami apresiasi sepanjang
Sejumlah indikator makroekonomi digunakan dalam
triwulan I sampai dengan triwulan III 2016. Disisi
evaluasi besaran CCB. PDB sebagai salah satu indikator
lain, pertumbuhan ULN mengalami penurunan yakni
makroekonomi menunjukkan terjadinya perlambatan
tercatat sebesar -6,68% (yoy) pada triwulan III 2016
pada triwulan III 2016 yakni menjadi 5,02% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2016 -2,27% (yoy).
dari 5,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Begitu pula dengan inflasi yang juga mengalami penurunan
Indikator
diakhir triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 3,07%
menunjukkan bahwa saat ini perekonomian masih
dibandingkan akhir triwulan II 2016 sebesar 3,45%.
membutuhkan dukungan kredit perbankan agar dapat
makroekonomi
diatas
secara
umum
tumbuh lebih tinggi lagi. Besaran CCB sebesar 0% dapat Indikator
makroekonomi
yang
lain
adalah
perkembangan nilai tukar dan utang luar negeri
mendukung bank untuk mendorong pertumbuhan kreditnya.
Grafik 6.7. Pertumbuhan PDB Riil (yoy)
Grafik 6.8. Inflasi (yoy)
8.0 7.0
16 14
6.0
12 5.0
10
4.0
8 6
3.0
4 2.0
2
1.0
PDB Riil (yoy)
Krisis
Inflasi (yoy)
Grafik 6.9. Nilai Tukar (Rp/USD)
2016Q3
2015Q4
2015Q1
2014Q2
2013Q3
2012Q4
2012Q1
2011Q2
2010Q3
2009Q4
2009Q1
2008Q2
2007Q3
2006Q4
2006Q1
2005Q2
2004Q3
2003Q4
2003Q1
2001Q3 2002Q2 2003Q1 2003Q4 2004Q3 2005Q2 2006Q1 2006Q4 2007Q3 2008Q2 2009Q1 2009Q4 2010Q3 2011Q2 2012Q1 2012Q4 2013Q3 2014Q2 2015Q1 2015Q4 2016Q3
0
Krisis
Grafik 6.10. ULN Swasta Rp (yoy) 60 50
15500
40
14500
30
13500
20
12500
10
11500
0
10500
-10
Nilai Tukar (Rp/USD)
214
Bank Indonesia
Krisis
ULN Swasta Rp (yoy)
Krisis
2016Q3
2014Q3 2015Q1 2015Q3 2016Q1
2011Q1 2011Q3 2012Q1 2012Q2 2013Q1 2013Q3 2014Q1
2010Q3
2007Q1 2007Q3 2008Q1 2008Q2 2009Q1 2009Q3 2010Q1
-50 2001Q1 2001Q3 2002Q1 2002Q3 2003Q1 2003Q3 2004Q1 2004Q3 2005Q1 2005Q3 2006Q1 2006Q3
2016Q3
2015Q4
2015Q1
2014Q2
2013Q3
2012Q4
2012Q1
2011Q2
2010Q3
2009Q4
2009Q1
2008Q2
2007Q3
2006Q4
2006Q1
2005Q2
2004Q3
2003Q4
-40 2003Q1
-30
7500 2002Q2
-20
8500 2001Q3
9500
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
(iii). Indikator Perbankan
meskipun telah mengalami sedikit kenaikan menjadi
Perlambatan ekonomi juga tercermin dari perilaku
2,32% pada triwulan III 2016 dibandingkan 2,26%
prosiklikalitas pertumbuhan kredit perbankan yang
pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, CAR
juga melambat sehingga berpengaruh terhadap
perbankan relatif tinggi sehingga terdapat ruang
meningkatnya NPL perbankan. Sejalan dengan hal
untuk peningkatan penyaluran kredit dan menyerap
tersebut, pertumbuhan DPK juga masih menunjukkan
risiko yang mungkin timbul. Penetapan besaran CCB
tren menurun yaitu menjadi 3,15% pada triwulan III
0% semakin memberikan ruang bagi bank untuk
2016 dari 5,90% pada triwulan sebelumnya. Kondisi
meningkatkan penyaluran kreditnya.
ini menyebabkan tekanan pada ROA perbankan Grafik 6.12. Pertumbuhan DPK (yoy)
Grafik 6.11. Pertumbuhan Kredit (yoy) 40
25
35 30
20
25 20
15
15 10
10
5 0
5
-5 -10
Pertumbuhan Kredit (yoy)
Krisis
Pertumbuhan DPK (yoy)
2016Q3
2015Q4
2015Q1
2014Q2
2013Q3
2012Q4
2012Q1
2011Q2
2010Q3
2009Q4
2009Q1
2008Q2
2007Q3
2006Q4
2006Q1
2005Q2
2005Q2
2004Q3
2003Q4
2003Q1
2002Q2
2016Q3
2015Q4
2015Q1
2014Q2
2013Q3
2012Q4
2012Q1
2011Q2
2010Q3
2009Q4
2009Q1
2008Q2
2007Q3
2006Q4
2006Q1
2005Q2
2004Q3
2003Q4
2003Q1
2002Q2
2001Q3
0
Krisis
Grafik 6.14. Rasio ROA (%)
Grafik 6.13. Rasio NPL (%) 18 4
16 14 12 10
3
8 6 2
4 2 0
Krisis
Rasio ROA (%)
2016Q3
2015Q4
2015Q1
2014Q2
2013Q3
2012Q4
2012Q1
2011Q2
2010Q3
2009Q4
2009Q1
2008Q2
2007Q3
2006Q4
2006Q1
2005Q2
2003Q4
2016Q3
2015Q4
2015Q1
2014Q2
2013Q3
2012Q4
2012Q1
2011Q2
2010Q3
Krisis
Grafik 6.15. Rasio CAR (%) 30
25
20
15
Rasio CAR (%)
2016Q3
2015Q4
2015Q1
2014Q2
2013Q3
2012Q4
2012Q1
2011Q2
2010Q3
2009Q4
2009Q4
2009Q1
2008Q2
2007Q3
2006Q4
2006Q1
2005Q2
2004Q3
10 2003Q4
2009Q4
2009Q1
2008Q2
2007Q3
2006Q4
2005Q2
2004Q3
2003Q4
2003Q1
2002Q2
2001Q3
2006Q1
Rasio NPL (%)
2004Q3
1
-2
Krisis
Bank Indonesia
215
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
(iv). Indikator Harga Aset
Pertumbuhan
Dari sisi indikator harga aset, volatilitas IHSG cenderung
perlambatan pada tahun 2016 menunjukkan belum
rendah yang mencerminkan cukup minimalnya
optimalnya fungsi intermediasi perbankan. Hal ini
tekanan pada pasar modal. Hal ini mendukung pula
dapat diidentifikasi salah satunya dari posisi Loan
penetapan besaran CCB 0%.
to Funding Ratio (LFR) pada sejumlah bank yang
kredit
yang
masih
mencatat
masih lebih rendah dari batas bawah LFR target
Grafik 6.16. Volatilitas IHSG 0.25
yang ditetapkan oleh BI sebesar 78% dan memiliki
0.20
pertumbuhan kredit yang rendah selama beberapa tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan kredit
0.15
tersebut antara lain sebagai dampak dari turunnya demand korporasi serta meningkatnya risiko kredit,
0.10
disisi lain korporasi juga cenderung menahan ekspansi
0.05
kredit dan melakukan efisiensi.
Volatilitas IHSG
2016Q3
2015Q4
2015Q1
2014Q2
2013Q3
2012Q4
2012Q1
2011Q2
2010Q3
2009Q4
2009Q1
2008Q2
2007Q3
2006Q4
2006Q1
2005Q2
2004Q3
2003Q4
2003Q1
2002Q2
2011Q3
-
Krisis
Instrumen
GWM
LFR
merupakan
instrumen
makroprudensial yang bertujuan untuk meningkatkan 1.3. Kebijakan Giro Wajib Minimum Terkait Loan to
6.3. Kebijakan Giro Wajib Minimum Terkait Funding Ratio (GWM LFR) Loan to Funding Ratio (GWM LFR)
ketahanan bank dengan memastikan kecukupan likuiditas dan pengelolaan risiko kredit sehingga dapat mendorong pelaksanaan fungsi intermediasi yang lebih optimal. Upaya Bank Indonesia untuk mendorong
Penyempurnaan ketentuan Loan to Funding Ratio
lebih optimalnya pelaksanaan fungsi intermediasi oleh
yang dikaitkan dengan GWM (kebijakan GWM LFR) di
bank melalui instrumen GWM LFR telah dilakukan di
tahun 2016 dilatarbelakangi oleh perlunya kebijakan
tahun 2015 melalui penyesuaian kebijakan GWM LFR.
yang lebih dapat mengatasi periode kontraksi siklus
Pada tahun 2015, Bank Indonesia menyempurnakan
keuangan guna semakin mendorong peningkatan
formula yang digunakan sebagai salah satu parameter
penyaluran kredit oleh bank-bank dengan kinerja
berjalannya intermediasi perbankan yaitu dari Loan to
intermediasi yang relatif rendah namun memiliki alat
Deposit Ratio (LDR) menjadi LFR melalui penerbitan
likuid yang cukup tinggi dan ketahanan permodalan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/11/PBI/2015
yang memadai. Dengan mempertimbangkan bahwa
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
risiko dalam sistem keuangan masih terkelola dengan
Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum
cukup baik, serta agar dapat mengoptimalkan
Bank Umum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi
pelonggaran kebijakan moneter, pada Agustus 2016
Bank Umum Konvensional. Penyempurnaan kebijakan
Bank Indonesia kembali melakukan penyempurnaan
tersebut dilakukan dengan menambahkan komponen
terhadap kebijakan GWM LFR. Penyesuaian dilakukan
surat-surat berharga (SSB) tertentu yang diterbitkan
dengan menaikkan batas bawah LFR dari 78% menjadi
oleh bank ke dalam formula funding (sebelumnya
80% untuk bank umum konvensional, dengan batas
hanya memperhitungkan dana pihak ketiga) yang
atas tetap dipertahankan sebesar 92%.
216
Bank Indonesia
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
digunakan dalam perhitungan LFR. Penyempurnaan
Bank
tersebut
mendorong
kebijakan GWM LFR sebagaimana tertuang dalam PBI
proses intermediasi perbankan, mendorong bank
No.18/14/PBI/2016 tentang Perubahan Keempat atas
memanfaatkan sumber pendanaan di luar DPK, serta
PBI No.15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum
memperdalam pasar keuangan. Hal tersebut dilakukan
Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi
dengan tetap memastikan termitigasinya potensi
Bank Umum Konvensional. Dalam PBI tersebut, Bank
risiko sistemik yang menjadi tujuan dari kebijakan
Indonesia melakukan penyempurnaan ketentuan
makroprudensial.
dengan menaikkan batas bawah LFR terkait GWM dari
bertujuan
untuk
dapat
Indonesia
menerbitkan
penyempurnaan
Grafik 6.17. Intermediasi Perbankan %
4.600
45,00
92 4.400
91
40,00
LDR
90
4.200
89
4.000
DPK 35,00
SSB yang diterbitkan (Skala kanan)
30,00
3.800
Kredit
87
Des-16
Okt-16
Nov-16
Sep-16
Jul-16
Agt-16
Jun-16
Apr-16
Mei-16
Mar-16
Jan-16
Feb-16
20,00 Des-15
3.400 Okt-15
25,00
Jul-15
Des-16
Okt-16
Nov-16
Sep-16
Jul-16
Agt-16
Jun-16
Apr-16
Mei-16
Mar-16
Jan-16
Feb-16
Des-15
Okt-15
Nov-15
Sep-15
Jul-15
Agt-15
85
3.600
Agt-15
86
Nov-15
LFR
Sep-15
88
Keterangan: khusus Bank Umum Konvensional
Pasca pemberlakuan ketentuan tersebut di 2015,
78% menjadi 80% untuk bank umum konvensional,
hasil evaluasi Bank Indonesia di 2016 menunjukkan
dengan batas atas tetap dipertahankan sebesar
masih perlunya mendorong peningkatan penyaluran
92%. Ketentuan tersebut mulai diberlakukan pada
kredit, khususnya oleh bank-bank dengan kinerja
24 Agustus 2016. Sebagai peraturan pelaksana, Bank
intermediasi yang relatif rendah namun memiliki alat
Indonesia juga melakukan penyempurnaan terhadap
likuid yang cukup tinggi dan ketahanan permodalan
Surat Edaran (SE) Bank Indonesia yaitu SE Bank
yang memadai. Selain itu, penyempurnaan lebih lanjut
Indonesia Nomor 18/18/DKMP perihal Perubahan
terhadap ketentuan GWM LFR
dipandang dapat
Ketiga atas SEBI No.17/17/DKMP tentang Perhitungan
mengoptimalkan pelonggaran kebijakan moneter yang
Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan
dilakukan melalui penurunan suku bunga kebijakan dan
Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional.
penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer pada tahun 2016. Karenanya, dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas serta memperhatikan bahwa risiko dalam sistem keuangan masih terkelola dengan cukup baik, pada Agustus 2016 Bank Indonesia kembali melakukan penyempurnaan terhadap kebijakan GWM LFR.
Bank Indonesia
217
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 6.18. Perkembangan Batas Atas dan Batas Bawah Ketentuan GWM-LDR/LFR
80%
92%
3 Agust 15
78%
92%
31 Des 13
78%
92%
1 Mar 11
78%
100%
LDR
LFR
24 Agust 16
Peningkatan batas bawah rasio LFR dari 78% ke 80%
CAR > 14% maupun bank yang memiliki CAR < 14%
tersebut telah mendorong perbankan melakukan
namun masih merupakan rasio modal yang memadai
proses intermediasi ke perekonomian. Hal ini dapat
bagi bank tersebut. Adapun bank yang memiliki rasio
terlihat dari penurunan jumlah bank yang tidak
LFR > 92% dengan CAR > 14% meningkat dari 36 bank
dapat memenuhi rasio LFR < 80% yaitu dari 26 bank
menjadi 41 bank, sementara bank yang memiliki rasio
di triwulan III 2016 menjadi 20 bank di akhir tahun
LFR > 92% dengan CAR < 14% naik dari 2 ke 3 bank.
2016. Adapun jumlah bank yang memiliki rasio LFR
Meningkatnya jumlah bank yang memiliki rasio LFR
dalam rentang 80% s.d. 92% stabil sebanyak 40 bank.
> 92% mencerminkan proses ekspansi intermediasi
Dalam periode yang sama, jumlah bank yang memiliki
perbankan juga didukung dengan kondisi permodalan
rasio LFR > 92% juga meningkat, baik yang memiliki
yang kuat.
Grafik 6.19.Perkembangan Jumlah Bank Yang Memenuhi Ketentuan GWM LFR
LFR <80%
42
80%
LFR>92%&CAR<14%
3
LFR>92%&CAR>14%
36
41
36 26
2
26
20 40
40
September
Desember
0 Juli
218
September
Bank Indonesia
Desember
Juli
Juli
September
Desember
Juli
September
Desember
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
6.4. Pengawasan Makroprudensial
yang memiliki keterkaitan dengan bank. Pemeriksaan makroprudensial tersebut bersifat tematik yang
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan
bertujuan untuk meyakini terjadinya risiko sistemik
wewenang menjaga stabilitas sistem keuangan, sebagai
ataupun kepatuhan bank dan/atau lembaga lainnya
otoritas makroprudensial, Bank Indonesia berwenang
atas kebijakan makroprudensial. Pemeriksaan tersebut
melakukan tidak hanya pengaturan makroprudensial
tidak ditujukan untuk menilai tingkat kesehatan
namun juga pengawasan makroprudensial. Dalam
institusi keuangan (bank) secara individual.
konteks
pengawasan
makroprudensial,
Bank
Indonesia memiliki kewenangan untuk mengawasi
Dalam
melaksanakan
fungsi
pengawasan
bank atau lembaga jasa keuangan lainnya. Pengawasan
makroprudensial, Bank Indonesia berpedoman kepada
makroprudensial dilakukan melalui surveilans dan
ketentuan internal pengawasan makroprudensial.
pemeriksaan makroprudensial.
Ketentuan tersebut mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan makroprudensial serta tindak lanjut
Surveilans
makroprudensial
dilakukan
terhadap
pengawasan maupun pengenaan sanksi. Selain
seluruh elemen sistem keuangan untuk mengetahui
pengawasan
kondisi
dengan
lanjut pengembangan pengawasan pasca peralihan
memantau, mengidentifikasi dan menilai risiko
pengawasan bank dari BI ke OJK, maka pengawasan
sistemik maupun ketidakseimbangan dalam sistem
oleh Bank Indonesia saat ini juga meliputi pengawasan
keuangan.
diperlukan,
di bidang moneter dan sistem pembayaran dengan
Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan
DSSK ditunjuk sebagai center of excellence pengawasan
makroprudensial terhadap bank dan lembaga lain
Bank Indonesia.
sistem
keuangan
Sementara
itu,
antara
apabila
lain
makroprudensial,
sebagai
Bank Indonesia
tindak
219
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
6.5. Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan dan Sinergi Koordinasi Bank Indonesia dengan Otoritas Lainnya
Tugas berat menjaga SSK tersebut hanya dapat dilaksanakan
apabila
koordinasi
antarotoritas,
baik dalam kerangka KSSK maupun secara bilateral antarotoritas, dapat berjalan dengan baik. Koordinasi antarotoritas
anggota
KSSK
berperan
krusial
Penerbitan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2016
dalam upaya menjaga SSK mengingat keterkaitan
tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
dan irisan pelaksanaan tugas dan kewenangan
Keuangan (UU PPKSK) menjadi momentum signifikan
antarotoritas yang cukup signifikan terutama terkait
dalam membangun kestabilan sistem keuangan di
dengan bidang perbankan. Dalam hal ini, UU PPKSK
Indonesia dengan memberikan landasan yang kuat
menguatkan pentingnya koordinasi dan kerjasama
bagi empat otoritas sektor keuangan di Indonesia,
antarotoritas dalam pencegahan dan penanganan
yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas
krisis sistem keuangan, terutama antara BI, OJK, dan
Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan,
LPS. Dalam peranannya sebagai otoritas moneter,
untuk menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK) agar
sistem pembayaran, dan makroprudensial, UU
berfungsi efektif, efisien, serta mampu bertahan dari
PPKSK mengamanatkan koordinasi antara BI dengan
gejolak yang bersumber dari dalam dan luar negeri.
otoritas terkait yang mencakup sejumlah hal yaitu:
UU tersebut menjadi panduan sinergi koordinasi yang
i) pertukaran data dan/atau informasi, ii) koordinasi
terstruktur antar empat otoritas sektor keuangan
antara BI dan LPS dalam penanganan permasalahan
tersebut dalam (i) melakukan koordinasi dalam rangka
solvabilitas bank, iii) koordinasi antara BI dan OJK dalam
pemantauan dan pemeliharaan SSK; (ii) melakukan
penyediaan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek serta
penanganan krisis sistem keuangan; serta (iii)
penetapan dan pemutakhiran daftar bank sistemik,
melakukan penanganan permasalahan bank sistemik,
maupun iv) dukungan dari Kementerian Keuangan, BI,
baik dalam kondisi SSK normal maupun kondisi krisis
dan OJK terhadap program restrukturisasi perbankan
sistem keuangan. Tugas tersebut menjadi tugas dari
yang diselenggarakan oleh LPS.
Komite yang dibentuk oleh UU PPKSK dalam rangka menjaga SSK terutama dalam melakukan pencegahan
Sebagai tindak lanjut dari amanat tersebut, Bank
dan penanganan krisis sistem keuangan, yaitu Komite
Indonesia telah memiliki sejumlah kerangka koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Anggota KSSK
bilateral dengan OJK dan LPS. Meskipun kerangka
terdiri dari Menteri Keuangan sebagai koordinator
koordinasi dengan kedua lembaga tersebut sudah ada
merangkap anggota, Gubernur Bank Indonesia sebagai
sejak sebelum penerbitan UU PPKSK, namun kerangka
anggota, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa
kerjasama tersebut semakin diperkuat dengan adanya
Keuangan (Ketua DK OJK) sebagai anggota, dan Ketua
UU PPKSK. Kerangka koordinasi bilateral antara BI
Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan
dengan OJK maupun LPS diwujudkan dalam bentuk
(Ketua DK LPS) sebagai anggota. Di dalam KSSK ini,
Keputusan Bersama BI-OJK dan Nota Kesepahaman
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan
BI-LPS. Kesepakatan dalam kedua kerangka koordinasi
Ketua DK OJK memiliki hak suara. Sementara Ketua DK
bilateral tersebut diharapkan dapat memperlancar
LPS adalah anggota KSSK tanpa hak suara.
220
Bank Indonesia
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
dan mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi
kepada
perbankan.
Pengaturan
tersebut
BI dengan kedua lembaga tersebut dalam rangka
menunjukkan salah satu amanat perlunya terdapat
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang BI. Selain
koordinasi antara BI dan OJK.
itu, dalam rangka koordinasi dalam kerangka KSSK, BI telah menyusun ketentuan internal mengenai
Sejumlah pasal lain dalam UU OJK juga
Protokol Manajemen Krisis yang didalamnya antara
memberikan amanat koordinasi antara BI dan
lain mengatur mengenai koordinasi antar lembaga
OJK dalam pelaksanaan tugasnya yaitu sebagai
dalam kerangka KSSK.
berikut: - Dalam
a. Koordinasi Bilateral antara BI dan OJK
pasal
39
diatur
bahwa
dalam
melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi
Sebelum terbitnya UU PPKSK, kerangka koordinasi
dengan
BI
dalam
antara BI dan OJK lahir sebagai tindak lanjut
pengawasan di bidang Perbankan antara lain: i)
amanat dari Undang-undang No. 21 Tahun 2011
kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). UU
ii) sistem informasi perbankan yang terpadu;
OJK menandai perubahan mendasar penataan
iii) kebijakan penerimaan dana dari luar negeri,
kelembagaan otoritas keuangan di Indonesia.
penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman
Sebelum lahirnya OJK, Bank Indonesia merupakan
komersial luar negeri; iv) produk perbankan,
otoritas yang bertugas untuk: i) menetapkan
transaksi derivatif, dan kegiatan usaha bank
kebijakan moneter; ii) mengatur dan menjaga
lainnya; iv) penentuan institusi bank yang
kelancaran sistem pembayaran; dan iii) mengatur
masuk
dan mengawasi bank, sebagaimana diatur dalam
bank; dan v) data lain yang dikecualikan dari
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
ketentuan tentang kerahasiaan informasi.
Bank Indonesia sebagaimana yang terakhir diubah
- Dalam pasal 40 ayat (1) diatur bahwa dalam
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
hal BI untuk melaksanakan fungsi, tugas dan
tentang Bank Indonesia.
wewenangnya
kategori
membuat
systemically
memerlukan
peraturan
important
pemeriksaan
khusus terhadap bank tertentu, BI dapat Dengan lahirnya UU OJK, tugas mengatur dan
melakukan pemeriksaan langsung terhadap
mengawasi bank dari sisi mikroprudensial beralih
bank
dari Bank Indonesia kepada OJK. Sementara,
pemberitahuan
tugas mengatur dan mengawasi bank dari sisi
dahulu kepada OJK. Selanjutnya dalam ayat
makroprudensial tetap merupakan tugas Bank
(3) diatur bahwa laporan hasil pemeriksaan
Indonesia yang cakupannya adalah hal-hal selain
bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang diatur dalam pasal 7 UU OJK. Selain itu,
disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu)
penjelasan pasal 7 juga menyebutkan bahwa
bulan sejak diterbitkannya laporan hasil
dalam rangka pengaturan dan pengawasan
pemeriksaan.
tersebut,
dengan secara
menyampaikan tertulis
terlebih
makroprudensial, OJK membantu BI untuk
- Dalam pasal 41 ayat (2) diatur bahwa dalam
melakukan himbauan moral (moral suasion)
hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami
kesulitan
likuiditas
dan/atau
Bank Indonesia
221
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
-
kondisi kesehatan makin memburuk, OJK
payung bagi kerjasama dan koordinasi BI dan
segera
untuk
OJK yang meliputi empat area utama yaitu: 1)
melakukan langkah-langkah sesuai dengan
pelaksanaan tugas sesuai kewenangan masing-
kewenangan Bank Indonesia.
masing; 2) pertukaran informasi Lembaga Jasa
Dalam pasal 43 diatur bahwa OJK, BI dan LPS
Keuangan serta pengelolaan sistem pelaporan
wajib membangun dan memelihara sarana
bank dan perusahaan pembiayaan oleh BI dan
pertukaran informasi secara terintegrasi.
OJK; 3) penggunaan kekayaan dan dokumen yang
menginformasikan
ke
BI
dimiliki dan/atau digunakan BI oleh OJK; serta Pasal-pasal tersebut menegaskan pentingnya
4) pengelolaan pejabat dan pegawai BI yang
koordinasi dengan adanya pemisahan antara fungsi
dialihkan atau dipekerjakan pada OJK.
pengaturan dan pengawasan mikroprudensial dan makroprudensial mengingat adanya irisan
Selanjutnya, untuk memperlancar pelaksanaan
dalam pelaksanaan kewenangan BI sebagai
koordinasi dan kerjasama atas Keputusan Bersama
otoritas makroprudensial dan OJK sebagai otoritas
tersebut, telah pula disusun suatu Petunjuk
mikroprudensial. Karenanya, kerangka koordinasi
Pelaksanaan atau Petunjuk Teknis yang mengatur
antara BI dan OJK telah lahir sejak tahun 2013 yaitu
detail pelaksanaannya. Kerjasama dan koordinasi
ditandai dengan kesepakatan antara Gubernur
tidak hanya meliputi antar satuan kerja di Kantor
Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner OJK
Pusat BI-OJK melainkan juga mencakup kerjasama
melalui Keputusan Bersama BI dan OJK Nomor
dan koordinasi antara Kantor Perwakilan Bank
tanggal 18 Oktober 2013 tentang
Indonesia Dalam Negeri dengan Kantor Regional/
Rangka
Kantor OJK. Adapun lingkup koordinasi dan
Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Otoritas
kerjasama tersebut mencakup hal-hal sebagai
Jasa Keuangan. Kesepakatan antara BI dan OJK
berikut:
disusun dalam rangka mengelola peralihan
1. Pertukaran Data dan/atau Informasi Hasil
Kerjasama
dan
Koordinasi
Dalam
kewenangan agar berjalan lancar serta menjamin
Pengawasan LJK dan Macro-Surveillance
tetap lancarnya koordinasi dalam pelaksanaan
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Bank
tugas masing-masing otoritas.
3. Penyusunan
Kajian
dan/atau
Penelitian
Bersama Kerjasama dan koordinasi BI dan OJK tersebut
4. Stance Indonesia atas Isu-Isu Fora Internasional
dilandasi
5. Pertukaran Informasi Dalam Rangka Sosialisasi
dengan
prinsip-prinsip:
i)bersifat
kolaborasi; ii) meningkatkan efisiensi efektivitas;
iii)
menghindari
duplikasi;
dan iv)
melengkapi pengaturan di sektor keuangan;
dan Edukasi Kepada Masyarakat 6. Kerjasama dan Koordinasi di Bidang Sistem Pembayaran
dan v) memastikan kelancaran pelaksanaan
7. Kerjasama dan Koordinasi antara Kantor
tugas BI dan OJK, dalam rangka mencapai
Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia
sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan.
dengan Kantor Regional/Kantor Otoritas Jasa
Keputusan
Keuangan
222
Bersama
Bank Indonesia
tersebut
merupakan
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
terintegrasi yang telah dibangun oleh BI dan Berbagai pelaksanaan kerjasama dan koordinasi
OJK saat ini serta potensi integrasi pelaporan
antara BI dan OJK telah berjalan dengan baik.
dari Lembaga Jasa Keuangan .
Sejumlah pencapaian telah dicatatkan dari hasil kerjasama dan koordinasi tersebut, diantaranya: 1. Pertukaran data dan/atau informasi. Salah
2. Penggunaan dokumen dan/atau kekayaan. Dalam
bidang
arsip/dokumen,
identifikasi
telah
satu bentuk kerjasama dan koordinasi yang
dilakukan
paling krusial antara BI dan OJK adalah
antara BI dan tim transisi OJK, termasuk
pertukaran data dan/atau informasi. Dalam
mekanisme
menjalankan tugas dan wewenangnya, BI dan
oleh OJK kepada BI, yaitu arsip/dokumen
OJK membutuhkan data yang bersumber dari
pengaturan dan pengawasaan bank sebelum
Lembaga Jasa Keuangan antara lain perbankan,
peralihan
IKNB, dan Pasar Modal. Sehubungan dengan
kepada OJK. Selanjutnya, terkait dengan
hal tersebut, BI dan OJK berkoordinasi dan
penggunaan kekayaan BI oleh OJK, telah pula
bekerjasama dalam melakukan pertukaran
diatur mekanisme pengembalian dan/atau
data dan/atau informasi sebagaimana amanat
perpanjangan penggunaan kekayaan BI oleh
Pasal 43 UU OJK. Pertukaran data dan/
OJK.
peminjaman
kewenangan
arsip/dokumen arsip/dokumen
mikroprudensial
informasi tersebut dilakukan diantaranya melalui suatu sarana yang disebut Sarana
3. Penugasan pejabat dan/atau pegawai BI
Pertukaran Informasi Terintegrasi (SAPIT)
kepada OJK. Dalam bidang SDM, sesuai
untuk data yang sifatnya machine to machine
dengan UU OJK, penugasan pejabat dan/atau
(data capturing dari aplikasi pelaporan).
pegawai BI kepada OJK telah berakhir pada
Sementara, untuk pertukaran data dan/
31 Desember 2016. Atas hal tersebut, telah
atau informasi BI-OJK yang bukan machine
diselesaikan pengalihan pegawai baik yang
to machine dipertukarkan melalui sarana
memilih untuk menjadi pegawai OJK, ataupun
lainnya seperti Sarana Pertukaran Informasi
yang memilih untuk kembali ke BI. Dalam
Terintegrasi Information Exchange Application
masa penyelesaian penugasan dimaksud, BI
(SAPIT IEA), surat, CD maupun e-mail.
dan OJK terus berkoordinasi dan bekerjasama sehingga hak ataupun kewajiban pegawai yang
Terkait
dengan
keterlibatan
LPS
dalam
pertukaran data/informasi, saat ini BI dan
memilih menjadi pegawai OJK telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
OJK masing-masing telah memiliki Nota Kesepahaman dengan LPS dimana di dalamnya
Selanjutnya, pasca penerbitan UU PPKSK, BI-OJK
mengatur mengenai pertukaran data dan/atau
juga menyusun Petunjuk Pelaksanaan sebagai
informasi masing-masing lembaga. Ke depan
tindak lanjut diterbitkannya UU PPKSK
akan segera diatur mengenai keterlibatan
Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama dan Koordinasi
yaitu
LPS dalam sarana pertukaran informasi
Bank Indonesia
223
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
tentang Penetapan dan Pemutakhiran Daftar Bank
Tugas dan Wewenang Bank Indonesia dengan
Sistemik serta Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama
Lembaga Penjamin Simpanan. Nota Kesepahaman
dan
Pemberian
(NK) tersebut merupakan pembaharuan dari
Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek/Pembiayaan
Surat Keputusan Bersama BI-LPS tahun 2009
Likuiditas Jangka Pendek Syariah.
dengan mempertimbangkan telah beralihnya
Koordinasi
Dalam
Rangka
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan Sejauh ini koordinasi dan kerjasama antara
pengawasan mikroprudensial perbankan kepada
BI dan OJK telah berjalan dengan cukup baik,
OJK serta telah diterbitkannya UU PPKSK pada
diantaranya terkait dengan pertukaran data rutin,
April 2016.
pengembangan laporan, serta koordinasi dalam penyusunan peraturan BI maupun peraturan OJK.
Cakupan koordinasi dan kerjasama antara BI-LPS meliputi: i) kerjasama dan koordinasi penyelesaian
Ke depan, kebutuhan koordinasi dan kerjasama
Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik berupa
antara BI dan OJK semakin perlu diperkuat. Hal
pencabutan izin usaha; ii) pendanaan dalam
ini tidak hanya dilandasi dengan sejarah pendirian
rangka penanganan permasalahan solvabilitas
OJK, melainkan juga adanya perkembangan
Bank; iii) pertukaran data dan/atau informasi; iv)
dalam industri keuangan yang membutuhkan
pengembangan kompetensi pegawai; v) penelitian,
penanganan terpadu antarotoritas. Beberapa
kajian dan/atau survei bersama; vi) sosialisasi dan/
perkembangan
atau edukasi bersama; vii) penugasan pegawai;
dalam
bidang
financial
pendalaman
technology,
dan
dan/atau viii) penanganan pelaksanaan tugas
financial inclusion sangat jelas terkait dengan
lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
kewenangan berbagai otoritas, terutama karena
undangan yang berlaku, antara lain mendukung
objek pengaturan dan pengawasannya sebagian
pelaksanaan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT),
besar
pendalaman pasar keuangan dan perluasan akses
pasar
keuangan,
adalah
perbankan.
Berbagai
inisiatif
yang diluncurkan oleh masing-masing lembaga
keuangan.
hendaknya dapat dirumuskan melalui mekanisme koordinasi dan kolaborasi agar lebih efisien serta
Cakupan yang terkait dengan aspek pendanaan
memberikan nilai tambah yang lebih besar.
dalam
rangka
penanganan
permasalahan
solvabilitas bank, merupakan amanat Pasal 27 ayat b. Koordinasi Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin
(2) dan Pasal 37 ayat (2) UU PPKSK yang mengatur
Simpanan
tentang penjualan Surat Berharga Negara (SBN)
Kerangka koordinasi dan kerjasama antara BI dan
oleh LPS kepada BI dalam rangka penanganan
LPS diwujudkan melalui penandatanganan Nota
permasalahan solvabilitas bank sistemik dan bank
Kesepahaman oleh Gubernur Bank Indonesia
selain bank sistemik dalam kondisi krisis sistem
dan Ketua Dewan Komisioner LPS Nomor
keuangan. Sebagai tindak lanjut dari amanat
tanggal 28 Juli 2016 tentang Koordinasi dan
Kerjasama Dalam Rangka Pelaksanaan Fungsi,
peraturan pelaksanaan dengan ditandatangani
224
Bank Indonesia
tersebut,
telah
disusun
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Perjanjian Kerjasama (PKS) tentang Penjualan
Sebagaimana disebutkan di atas, selain penguatan
Surat Berharga Oleh Lembaga Penjamin Simpanan
koordinasi,
Kepada Bank Indonesia pada 31 Oktober 2016. PKS
momentum untuk mensinergikan Protokol Manajemen
tersebut merupakan pedoman pelaksanaan bagi
Krisis antarotoritas di Indonesia sebagai pedoman yang
BI dan LPS untuk melakukan transaksi penjualan
terintegrasi mengenai proses kerja dan pengambilan
SBN dalam rangka penanganan permasalahan
keputusan dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem
solvabilitas bank sistemik dan bank selain bank
keuangan. Terkait hal ini, Bank Indonesia telah melakukan
sistemik dalam kondisi krisis sistem keuangan
penguatan terhadap kerangka Protokol Manajemen Krisis
sesuai dengan keputusan Komite Stabilitas Sistem
di tiga tugas Bank Indonesia yaitu bidang moneter, sistem
Keuangan (KSSK).
pembayaran, dan makroprudensial (Boks 6.2.).
penerbitan
UU
PPKSK
juga
Bank Indonesia
menjadi
225
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Boks 6.1
Center of Excellence Pengawasan Bank Indonesia
Pasca beralihnya pengawasan Bank dari BI ke OJK pada
stabilitas sistem keuangan mengingat variabel-
bulan 2014, maka cakupan pengawasan oleh Bank
variabel moneter tersebut juga merupakan dari
Indonesia saat ini adalah sesuai dengan cerminan
sumber risiko bagi sistem keuangan.
tiga tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran,
dan
makroprudensial.
Karenanya
Di sisi lain, kebijakan makroprudensial yang
cakupan pengawasan Bank Indonesia saat ini meliputi
diterapkan
untuk
menjaga
pengawasan di bidang moneter, sistem pembayaran,
keuangan juga turut berpengaruh terhadap
dan makroprudensial. Dalam hal ini, tugas tersebut
pencapaian
dilaksanakan oleh Departemen Surveilans Sistem
sistem pembayaran. Sebagai contoh, kebijakan
Keuangan (DSSK) yang telah ditunjuk sebagai center of
makroprudensial
excellence pengawasan Bank Indonesia.
tambahan bantalan modal bank sesuai dengan
target
moneter
yang
stabilitas dan
mengatur
sistem stabilitas
mengenai
siklus ekonomi (countercyclical capital buffer) Sebagai otoritas moneter, sistem pembayaran,
dapat mempengaruhi penyaluran kredit oleh bank
dan makroprudensial, Bank Indonesia memiliki
ke dalam perekonomian domestik. Hal tersebut
kepentingan
melakukan
dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
pengawasan terhadap implementasi kebijakan
sehingga pada akhirnya dapat turut berpengaruh
Bank Indonesia mengingat tujuan/sasaran yang
terhadap pencapaian inflasi yang menjadi target
ingin dicapai dari kebijakan diketiga area tersebut
kebijakan moneter.
yang
besar
untuk
mempunyai keterkaitan satu sama lain yang dapat berdampak terhadap stabilitas sistem keuangan.
Hubungan antara kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran dapat dilihat dari peranan
Kebijakan moneter memiliki sasaran akhir untuk
fungsi sistem pembayaran dalam sistem keuangan.
mencapai stabilitas moneter yang bermuara
Permasalahan dalam sistem pembayaran akan
pada stabilitas nilai Rupiah. Mengingat sebagian
berpengaruh langsung maupun tidak langsung
besar pelaku ekonomi juga merupakan elemen
terhadap stabilitas sistem keuangan. Sebaliknya,
dalam sistem keuangan, perubahan perilaku
kondisi di sistem keuangan, seperti kecukupan
karena perubahan kebijakan moneter secara tidak
likuiditas bank untuk menjalankan kewajibannya
langsung akan berpengaruh terhadap kondisi
dalam transaksi di sistem pembayaran akan turut
sistem keuangan, yang pada akhirnya bermuara
mempengaruhi kelancaran sistem pembayaran.
pada stabilitas sistem keuangan. Karenanya
Dengan demikian, kebijakan makroprudensial
monitoring terhadap variabel-variabel moneter
yang terkait dengan peran bank sentral sebagai
dilakukan tidak hanya untuk pencapaian tujuan
penyedia pinjaman likuiditas (Lender of Last
stabilitas moneter namun juga untuk tujuan
Resort) akan turut berpengaruh terhadap stabilitas sistem pembayaran.
226
Bank Indonesia
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Gambar Boks 6.1.2. Interaksi Kebijakan Bank Indonesia di Bidang Makroprudensial, Moneter dan Pasar Uang, serta Sistem Pembayaran
Objective
Stabilitas Nilai Tukar Rp
Stabilitas Sistem Keuangan
Sistem Pembayaran yang Lancar, Aman, Efisien dan Handal
Scope
Pelaku Ekonomi
Bank
Bank dan LSB
Moneter & Pasar Uang
Makroprudential
Sistem Pembayaran
Policy
Risiko dan Kerentanan
Risiko Likuiditas Risiko Nilai Tukar
Risiko Sistemik: • Financial Imbalances & Procyclicality • Common Exposure • Risk Herding & Taking • Contagion & Intercon
Risiko Settlement: Gangguan Operasional: eg System Failure Permasalahan Likuiditas Risiko Kredit, Likuiditas, Ops, Reputasi dan Hukum terkait Produk dan Aktivitas Sp
Risiko Inflasi
Memperhatikan keterkaitan sasaran yang ingin
pada aspek kepatuhan ketentuan moneter
dicapai dari tiga tugas Bank Indonesia, maka
(GWM, utang luar negeri (ULN), posisi devisa
pengawasan merupakan elemen yang penting
neto (PDN)) dan identifikasi risiko di pasar
dalam pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia. Hasil
uang dalam rangka mendukung analisis risiko
pengawasan akan menjadi masukan untuk melihat
sistemik.
efektivitas kebijakan maupun kepatuhan terhadap kebijakan Bank Indonesia. Adapun cakupan dari
c. Pengawasan sistem pembayaran antara lain
masing-masing pilar pengawasan Bank Indonesia
meliputi pengawasan terhadap bank sebagai
adalah:
peserta BI RTGS dan SKNBI dan pengawasan
a. Pengawasan
makroprudensial
dilakukan
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
terhadap sistem keuangan dalam rangka
oleh
industri
berupa
alat
pembayaran
mencegah dan mengurangi Risiko Sistemik,
menggunakan kartu (APMK), uang elektronik
mendorong fungsi intermediasi yang seimbang
(UE) termasuk layanan keuangan digital, dan
dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi.
transfer dana Bank. Dengan cakupan tersebut, pengawasan sistem pembayaran akan fokus
b. Pengawasan moneter antara lain mencakup
terhadap aktivitas sistem pembayaran yang
pengawasan terhadap aktivitas treasury Bank
dapat menimbulkan risiko sistemik, seperti
dan aktivitas Pialang Pasar Uang, dengan fokus
adanya keterkaitan yang tinggi dari para pelaku
Bank Indonesia
227
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
sistem pembayaran. Selain itu, pengawasan
kerjasama penyelenggara sistem pembayaran
juga
dengan pihak lain.
dilakukan
atas
penerapan
prinsip
berpengaruh
Berdasarkan cakupan pengawasan tersebut, tiga
pada keamanan, kelancaran, kehandalan
tujuan utama Pengawasan yang dilakukan oleh Bank
dan efisiensi sistem pembayaran, termasuk
Indonesia adalah (1) mencegah dan mengurangi risiko
kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku.
sistemik; (2) memastikan penyelenggaraan sistem
Dalam hal ini, pengawasan juga dilakukan
pembayaran dan aktivitas pasar keuangan dilakukan
terhadap
proses
dengan memperhatikan penerapan prinsip kehati-
terhadap
pengembangan
kehati-hatian
yang
dapat
pemberian
persetujuan
kegiatan
jasa
sistem pembayaran, pengembangan produk
hatian; dan (3) memastikan kepatuhan terhadap implementasi ketentuan Bank Indonesia.
dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan Gambar Boks 6.1.2. Siklus Pengawasan Bank Indonesia Siklus Keuangan & Makroekonomi Kebijakan Moneter, Makroekonomi (GDP, Fiskal, BaP), Perkembangan Pembiayaan, ULN.
- Global - Domestik
Lembaga Keuangan Size, Interconn ectedness Complexity, Aspek Compliance
- Bank Besar - IKNB
Pasar Keuangan dan Infrastruktur •
• • •
Rekomendasi Penyempurnaan kebijakan pada Satker terkait Makroprudential, Moneter (termasuk Pasar Keuangan) dan Sistem Pembayaran Rekomendasi Penguatan pengawasan Koordinasi dengan institusi/otoritas lain Pembinaan: Rekomendasi kepada Bank, Pengenaan Sanksi
Evaluasi dan Tindak Lanjut
SURVEILANS
1
Entitas Non keuangan
TEMATIK (Makroprudensial, Moneter, dan SP
KEPATUHAN - Targeted
LAPORAN SURVEILANS SISTEM KEUANGAN Laporan Reguler/Periodik Laporan Insidentil/Tematik Banking Industry Rating Risk Register LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
228
Bank Indonesia
Asset & Liabilities ( Leverage), Likuiditas, Asset Turn Over, DER Indeks Keyakinan Konsumen, DIR
- Korporasi - Rumah Tangga 3
Monitoring Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
SIKLUS PENGAWASaN BANK INDONESIA PEMERIKSAAN
Liquidity, Maturity, Curency mismatch, Aspek Compliance, Ops Risk
-Pasaar Uang -Pasaar Modal dan Ekuitas -Pasar Valas -Pialang Pasar Uang (PPU)
2
- Entitas Penyelenggara - Sistem dan Pendukung
Monitoring Identifikasi Monitoring Asesmen Asesmen Risiko Sistemik: • Granular Stress Test • Liquidity Stress Test • Banking Industry Rating & Risk Register • Network Analysis
Risiko Peserta RTGS-SKNBI dan PJSP: Likuiditas, Settlement, Interconnectedness, Oprasional, aspek compliance, Persetujuan PJSP
Risiko Sistemik Sumber Risiko Sistemik Dan Transmisi Risiko Sistemik
Kerentanan
Sumber Risiko dari Informasi EWI dan analisis sumber risiko prioritas Sumber Risiko Lainnya, termasuk sumber risiko dibidang moneter Trasmisi Risiko : Lembaga Keuangan, Sektor Ril, Pasar, Sistem Pembayaran
• Financial Imbalances (termasuk Procyclicality) • Common Exposure • Interconnectedness & Contagion effect dari idiosyncratic risk
Risiko Lain & Kepatuhan Asesmen Risiko Lain: Risk Matrix Asesmen Risiko Lain: Risk Matrix
Risiko Moneter dari Interkasi Pelaku Sistem Keuangan • Aktivitas Pasar uang, pasar valas, treasury bank termasuk lembaga pendukung • Transaksi valas rupiah,dll
Prinsip PrinsipKehati-hatian Kehati-hatian Penyelengara Penyelengarajasa jasaSPSP Penyelenggaraan Jasa Sistem Pembayaran Instrumen dan Produk Sistem Pembayaran
Prinsip Kehati-hatian Kepatuhan Penyelengara jasa SP Ketentuan Penyelenggaraan Jasa Makroprudensial, Sistem Pembayaran Moneter, Instrumendan danSP Produk Pialang Pasar Uang Sistem Pembayaran
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Kerangka Pengawasan Bank Indonesia dibangun
keuangan
yang
meliputi
melalui suatu siklus pengawasan yang berkelanjutan
timbulnya
risiko
dengan cakupan kegiatan yang terdiri dari kegiatan
keuangan dan (2) identifikasi risiko lain pada
surveilans, pemeriksaan, dan tindak lanjut hasil
aktivitas pasar uang dan sistem pembayaran
pengawasan.
yang tidak terkait langsung dengan risiko
sistemik
(1)
identifikasi
dalam
sistem
sitemik. Pelaksanaan
surveilans
pemantauan
dilakukan
(monitoring),
melalui identifikasi
Identifikasi risiko sistemik dimulai dengan
(identification), dan asesmen (assessment).
analisis sumber risiko prioritas bagi sistem
a) Pemantauan
keuangan serta proses transmisinya ke sistem
Pemantauan dilakukan terhadap data dan
keuangan. Sumber risiko berupa gangguan
informasi yang relevan yang dibutuhkan dalam
atau shock tersebut dapat berasal dari faktor
rangka mengidentifikasi risiko yang berpotensi
eksternal maupun faktor internal. Sumber
mempengaruhi kondisi dan stabilitas sistem
risiko dari faktor eksternal diantaranya kondisi
keuangan. Data dan informasi tersebut antara
ekonomi global, penurunan harga komoditas,
lain mencakup siklus keuangan, kondisi dan
perkembangan geopolitik dan lain sebagainya.
kinerja lembaga keuangan (seperti
bank,
Sementara itu, sumber risiko dari faktor
lembaga keuangan non bank, maupun grup
internal dapat berupa gangguan yang cukup
konglomerasi
pasar
masif pada sistem pembayaran atau kegagalan
keuangan dan infrastruktur berikut pelaku
institusi keuangan yang tergolong sistemik.
yang terkait (seperti pasar uang, pasar valas,
Gangguan atau shock yang termaterialisasi
pasar modal dan ekuitas, serta pialang pasar
pada institusi keuangan akan terefleksi pada
uang), kondisi entitas non keuangan, sektor
perubahan atau pemburukan profil risiko
riil (yang meliputi sektor korporasi dan
institusi tersebut, seperti risiko kredit, pasar,
rumah tangga), dan penyelenggaraan sistem
dan operasional. Jika pemburukan tersebut
pembayaran (yang mencakup: i) pemantauan
dibarengi dengan kerentanan di dalam sistem
terhadap kegiatan dan transaksi bank sebagai
keuangan, maka potensi peningkatan risiko
peserta BI RTGS dan SKNBI maupun ii)
sistemik akan semakin tinggi. Kerentanan
pemantauan kegiatan penyelenggaraan jasa
pada sistem keuangan dapat dijabarkan ke
sistem pembayaran oleh industri, termasuk
dalam beberapa kondisi, yaitu (1) financial
pelaporan terhadap produk, kegiatan, dan
imbalances, termasuk procyclicality, (2) risk
kerjasama sistem pembayaran, serta aspek
taking dan risk herding behaviour, dan (3)
pendukung lainnya).
common exposure serta interconnectedness
keuangan),
kondisi
dalam sistem keuangan. b) Identifikasi
Dalam tahap ini akan dilakukan identifikasi
Identifikasi risiko lain pada pasar keuangan dan
dan analisis sumber instabilitas pada sistem
sistem pembayaran meliputi identifikasi risiko-
Bank Indonesia
229
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
risiko yang tidak terkait langsung dengan
risiko lain yang saat ini sedang dikembangkan
risiko sistemik, namun dapat berpengaruh
adalah
terhadap pencapaian sasaran kebijakan
dapat menggambarkan profil risiko setiap
moneter
penyelenggara sistem pembayaran.
maupun
sistem
pembayaran.
penggunaan
risk
matrix
yang
Sebagai contoh, pada sistem pembayaran
Sesuai dengan tahapan siklus pengawasan Bank
juga dilakukan identifikasi risiko operasional
Indonesia, apabila diperlukan, Bank Indonesia
untuk penyelenggaran kartu kredit pada
dapat melakukan pemeriksaan, baik yang terkait
setiap
dengan pengawasan moneter, makroprudensial
bank
penyelenggara.
Identifikasi
risiko tersebut tidak terkait langsung dengan
maupun
sistem
pembayaran.
Pemeriksaan
risiko sistemik namun sangat berpengaruh
tersebut dibedakan menjadi pemeriksaan yang
terhadap pencapaian tujuan pengawasan
bersifat tematik dan kepatuhan. Pemeriksaan
sistem pembayaran dalam mencapai sistem
tematik dilakukan untuk suatu topik tertentu pada
pembayaran yang aman, lancar, handal dan
satu atau beberapa bank, sementara pemeriksaan
efisien.
kepatuhan lebih bersifat pemeriksaan berbasis kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia.
c) Asesmen
230
Asesmen dilakukan terhadap risiko sistemik
Hasil pengawasan selanjutnya akan menentukan
dan risiko lain. Saat ini, asesmen risiko sistemik
tidak lanjut pengawasan yang perlu dilakukan,
antara lain dilakukan dengan menggunakan
baik berupa rekomendasi kebijakan, pembinaan
beberapa tools seperti granular stress test,
kepada bank/penyelenggara sistem pembayaran,
liquidity stress test, Banking Industry Rating,
penguatan pengawasan, maupun pengenaan
dan network analysis. Sementara itu, asesmen
sanksi kepada bank dan/atau pihak lain.
Bank Indonesia
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Protokol Manajemen Krisis (PMK) Bank Indonesia
Boks 6.2
Pengalaman krisis tahun 1997 dan 2008 telah
bagi Bank Indonesia untuk menyempurnakan
mengajarkan
sistem
PMK BI yang disusun pada tahun 2012 dalam
keuangan. Krisis yang terjadi dalam suatu
bentuk Peraturan Dewan Gubernur Nomor18/16/
sistem keuangan dapat bersumber dari faktor
PDG/2016 tentang Protokol Manajemen Krisis dan
domestik maupun
faktor eksternal sebagai
Surat Edaran Intern Nomor 18/105/INTERN tahun
dampak rambatan dari kondisi perekonomian
2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Protokol
global. Kerentanan pada sistem keuangan serta
Manajemen Krisis. Penyempurnaan tersebut
adanya
mencakup beberapa penyesuaian pengaturan
domestik
pentingnya
gangguan/shock meningkatkan
stabilitas
eksternal potensi
maupun terjadinya
khususnya
terkait
dengan
status
tekanan,
krisis sistem keuangan yang dapat menimbulkan
mekanisme tukar menukar data dan informasi,
biaya penanganan krisis yang besar serta
serta mekanisme koordinasi dengan Komite
membutuhkan waktu pemulihan yang cukup
Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam kerangka
lama. Kecepatan dan ketepatan tindak lanjut yang
PMK Nasional.
dilakukan oleh otoritas akan berperan krusial guna meminimalkan semakin memburuknya dan
Pengaturan PMK BI dalam PDG tahun 2016
menyebarnya dampak krisis sistem keuangan.
bertujuan
Karenanya diperlukan suatu pedoman yang
sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan yang
mengatur secara terstruktur tindakan yang akan
mengatur proses kerja di Bank Indonesia serta
dilakukan dalam pencegahan dan penangangan
sebagai landasan hukum bagi Bank Indonesia
krisis dalam suatu Protokol Manajemen Krisis.
dalam pengambilan keputusan serta pelaksanaan
Untuk itu, sebagai salah satu perangkat dalam
tindakan yang dilakukan dalam rangka pencegahan
menjaga
Bank
dan penanganan Krisis. PMK BI mencakup 3
Indonesia telah membangun Protokol Manajemen
(tiga) sub protokol yaitu sub protokol Moneter
Krisis internal sebagai pedoman dan payung
– Nilai Tukar, sub protokol Makroprudensial,
hukum yang mengatur proses kerja di dalam Bank
dan sub protokol Sistem Pembayaran. Ketiganya
Indonesia secara sistematis dan terintegrasi yang
merepresentasikan
disebut dengan Protokol Manajemen Krisis Bank
Indonesia.
stabilitas
sistem
keuangan,
untuk
menjadi
tiga
pedoman
tugas
utama
yang
Bank
Indonesia (PMK BI). Setiap sub protokol mengatur pelaksanaan Disahkannya Undang Undang Pencegahan dan
surveilans dan asesmen baik secara berkala
Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK)
maupun sewaktu-waktu sebagai salah satu langkah
pada tanggal 15 April 2016 menjadi momentum
dalam rangka pencegahan krisis sistem keuangan.
Bank Indonesia
231
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Surveilans dan asesmen tersebut dilakukan melalui
Indikasi status tekanan dari hasil surveilans
beberapa kegiatan yang mencakup:
dan asesmen dibedakan menjadi Normal dan
(1) Identifikasi risiko, baik global maupun domestik.
Ditengarai Krisis. Kondisi Normal dibedakan lagi
Identifikasi dilakukan terhadap risiko-risiko yang
menjadi kondisi Stabil, Waspada, dan Siaga. Kriteria
dapat memicu peningkatan tekanan nilai tukar dan
dari masing-masing status tekanan dibedakan
eksternal, ketidakstabilan sistem keuangan serta
antara lain berdasarkan intensitas tekanan,
peningkatan risiko sistemik, dan ketidakstabilan
dampak terhadap Stabilitas Sistem Keuangan dan
sistem pembayaran, hal tersebut dilakukan melalui
perekonomian serta respon kebijakan yang harus
pengumpulan dan monitoring data dan informasi.
diambil oleh Bank Indonesia.
(2) Analisis kerentanan dan faktor pemicu
Pengambilan keputusan dalam rangka PMK
terjadinya peningkatan tekanan Nilai Tukar dan
BI dilakukan melalui Rapat Dewan Gubernur
Eksternal, ketidakstabilan Sistem Keuangan serta
(RDG). Tujuan dari RDG tersebut yaitu untuk
peningkatan Risiko Sistemik dan ketidakstabilan
mengambil keputusan terkait: (1) status tekanan,
Sistem Pembayaran. Analisa dilakukan dengan
(2) penyampaian status tekanan kepada KSSK,
menggunakan berbagai indikator baik kuantitatif
(3) respons kebijakan yang perlu dilakukan oleh
maupun kualitatif.
Bank Indonesia, dan (4) opsi respons kebijakan yang memerlukan koordinasi dengan Pemerintah,
(3) Perumusan indikasi status tekanan subprotokol
KSSK, dan atau institusi terkait lainnya. Dalam hal
Moneter-Nilai Tukar, subprotokol Makroprudensial,
RDG menetapkan status tekanan ditengarai Krisis,
dan subprotokol Sistem Pembayaran.
RDG dapat memutuskan pembentukan pusat penanganan krisis sistem keuangan Bank Indonesia
Kegiatan surveilans dan asesmen dalam rangka
guna
PMK BI tersebut dilakukan oleh masing-masing
yang dilakukan dalam rangka pencegahan dan
subprotokol
penanganan Krisis.
secara
berkala
(yaitu
bulanan,
mempercepat
langkah
atau
prosedur
mingguan dan harian) maupun sewaktu-waktu. dengan
Dalam kaitannya dengan PMK Nasional, pada
menggunakan indikator baik kualitatif maupun
status tekanan Ditengarai Krisis, Bank Indonesia
kuantitatif.
akan mengusulkan penyelenggaraan Rapat KSSK
Surveilans
dan
asesmen
dilakukan
guna membahas perubahan status tekanan Hasil surveilans dan asesmen dengan menggunakan
tersebut. Hal tersebut dilakukan mengingat pada
berbagai indikator tersebut memuat analisis
kondisi Ditengarai Krisis respons kebijakan harus
perkembangan, potensi risko, serta indikasi status
dilakukan dengan menyeluruh secara nasional.
tekanan terhadap masing-masing subprotokol.
232
Bank Indonesia
Respons Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Dalam kerangka PMK nasional, Bank Indonesia
keuangan sesuai dengan tiga kewenangan Bank
merupakan salah satu dari 4 (empat) lembaga yang
Indonesia di bidang moneter, makroprudensial,
memilki tugas untuk menjaga SSK terutama dalam
dan sistem pembayaran, (3) memberikan masukan
melakukan pencegahan dan penanganan krisis
kepada OJK dalam penetapan bank sistemik,
sistem keuangan. Selain Bank Indonesia, 3 (tiga)
(4) sebagai pemberi Pinjaman Likuiditas Jangka
lembaga lainnya adalah Kementerian Keuangan,
Pendek/Syariah (PLJP/S), (5) sebagai pembeli
OJK, dan LPS. Berdasarkan UU PPKSK, Komite yang
Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki oleh LPS
bertanggung jawab dalam melakukan pencegahan
untuk penanganan Bank bermasalah berdasarkan
dan penanganan krisis sistem keuangan disebut
keputusan KSSK, dan (6) memberikan dukungan
dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
terhadap Program Restrukturisasi Perbankan (PRP)
yang beranggotakan Menteri Keuangan yang
yang dilakukan oleh OJK dan LPS. Pelaksanaan
merangkap sebagai koordinator, Gubernur Bank
amanat UU PPKSK memerlukan koordinasi dan
Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan
kerjasama antarotoritas baik secara bilateral
Ketua Dewan Komisionar LPS.
maupun melalui KSSK. Karenanya koordinasi dan kerjasama dalam kerangka PMK Nasional Indonesia
menjadi prioritas setiap lembaga dalam menjaga
mempunyai peran yang sangat signifikan dalam
stabilitas sistem keuangan. Pelaksanaan peran
rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem
Bank Indonesia dalam kerangka PMK nasional
keuangan yaitu (1) sebagai anggota KSSK dengan
tersebut juga diatur dalam ketentuan internal
hak suara, (2) berperan aktif dalam koordinasi
Bank Indonesia mengenai PMK Bank Indonesia
pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem
dan peraturan Bank Indonesia lainnya.
Berdasarkan
UU
PPKSK,
Bank
Bank Indonesia
233
Bermain layang-layang memerlukan pengenalan cuaca serta arah dan kecepatan angin sehingga dapat mengendalikan layang-layang agar layang-layang terbang dengan stabil dan tenang di angkasa. Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia juga dapat memproyeksikan kondisi perekonomian baik global maupun domestik, tantangan yang akan dihadapi serta potensi risiko yang ada sehingga dapat mempersiapkan respons kebijakan yang diperlukan agar stabilitas tetap terjaga dengan baik.
07 Pada tahun 2017, stabilitas sistem keuangan (SSK) diperkirakan dalam kondisi terkendali seiring dengan membaiknya perekonomian serta didukung oleh meningkatnya ketahanan dan kinerja industri perbankan. Sejalan dengan hal tersebut pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan di 2017 diperkirakan akan lebih baik. Risiko kredit juga diperkirakan stabil dan diharapkan menurun sejalan dengan upaya konsolidasi perbankan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Walaupun demikian terdapat beberapa sektor ekonomi yang tetap perlu menjadi perhatian dan dicermati terkait dengan perkembangan risiko kredit di sektor-sektor tersebut. Kedepan, terdapat beberapa potensi risiko yang perlu dicermati, baik dari sisi eksternal (antara lain pemulihan ekonomi global yang belum stabil dan ketidakpastian arah kebijakan pemerintah AS) maupun internal (antara lain potensi kenaikan inflasi dari (administered price) yang dapat mempengaruhi SSK. Oleh karena itu, Bank Indonesia senantiasa akan memperkuat kebijakan makroprudensial yang terukur, terintegrasi dan bersinergi dengan kebijakan moneter dan sistem pembayaran, termasuk penguatan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah, OJK dan LPS. Kebijakan makroprudential terutama diarahkan untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan dan menjaga resiliensi sistem keuangan yakni antara lain melalui penguatan asesmen dan surveillance terhadap sistem keuangan, serta identifikasi dan pemantauan risiko sistemik dengan menggunakan Balance set of Systemic Risk.
Tantangan, Outlook dan Arah Kebijakan SSK Ke Depan
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
TANTANGAN, OUTLOOK DAN ARAH KEBIJAKAN
Prospek SSK 2017 diperkirakan terkendali yang didukung oleh meningkatnya ketahanan dan kinerja industri perbaikan di tengah membaiknya kondisi perekonomian.
Internal
Eksternal
üü Pemulihan ekonomi global yang belum stabil. üü Ketidakpastian arah kebijakan pemerintah AS termasuk rencana kenaikan suku bunga The Fed sebanyak tiga kali pada tahun 2017. üü Rebalancing yang terjadi di China.
üü Potensi kenaikan inflasi yg bersumber dari administred price dan volatile food üü Menjaga agar tidak terdapat kenaikan NPL, serta upaya perbaikan kinerja debitur üü Struktur dana perbankan yang belum seimbang dan pasar keuangan yang masih belum dalam üü Tidak terpenuhinya target penerimaan negara dari pajak dapat menyebabkan pemotongan anggaran pengeluaran pemerintah sehingga dpt mempengaruhi stimulus fiskal bagi perekonomian
5,0%–5,4%
4,0% ± 1% yoy
Pertumbuhan Kredit (yoy)
Rp
Rp
Pertumbuhan DPK (yoy)
Rp
26% 18% 23%
16%
20%
14% 11%
12%
17%
10% 14%
12%
9%
8% 6%
11%
4% 10%
8% 5%
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2013
Rp
2014
2015
2016
2017
2% 0%
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2013
2014
2015
2016
2017
Arah Kebijakan SSK
1. Memperkuat dan memperluas cakupan surveilans makroprudensial untuk mengidentifikasi lebih dini sumber tekanan 2. Identifikasi dan pemantauan risiko sistemik dengan menggunakan Balance set of Systemic Risk dalam bentuk Risk Assesment Matriks untuk mendeteksi risiko prioritas yang berpotensi mengakibatkan ketidakseimbangan pada sistem keuangan, 3. Penguatan kerangka manajemen krisis melalui penetapan alignment indikator SSK dan hasil surveillance Bank Indonesia dengan PMK Nasional, 4. Mendukung upaya-upaya pendalaman pasar keuangan untuk memperkuat ketahanan pasar keuangan terhadap guncangan/shock, serta 5. Penguatan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah, OJK dan LPS untuk mendukung bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia.
236
Bank Indonesia
Tantangan,Outlook Outlook dan Tantangan, danArah ArahKebijakan KebijakanSSK SSKKe Ke Depan Depan
7.1. Tantangan Stabilitas Sistem Keuangan
kawasan emerging market yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,5%.
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
7.1.1. Peluang dan Tantangan Eksternal Tantangan dari sisi eksternal antara lain adalah: (1)
Variabel
2015
2016
2017
2018
pemulihan ekonomi global yang belum stabil, (2)
PDB Dunia
3,2
3,1
3,4
3,6
tekanan inflasi di negara maju diperkirakan akan
- PDB Advance Economies
2,1
1,6
1,9
2,0
-PDBEmerging Economies
4,1
4,1
4,5
4,8
World Trade Volume
2,7
1,9
3,8
4,1
meningkat sehingga dapat mendorong kebijakan moneter ketat di negara-negara tersebut, (3) risiko
Sumber: WEO IMF 2017
geopolitik di Eropa, serta (4) ketidakpastian arah kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) termasuk rencana kenaikan suku bunga The Fed yang dapat
Kontributor pertumbuhan tersebut antara lain berasal
mendorong penguatan mata uang AS sehingga
dari pertumbuhan ekonomi China dan AS pada tahun
meningkatkan cost of borrowing serta berpotensi
2017 yang masing-masing diperkirakan akan tumbuh
menimbulkan tekanan pada arus modal dan nilai tukar.
sebesar 6,5% dan 2,3%. Pertumbuhan ini terutama
Selain itu, rebalancing (konsolidasi dan menyesuaikan
didukung oleh faktor: (1) relatif terbatasnya peluang
sumber-sumber pertumbuhan ekonominya) yang
penurunan harga komoditas dunia lebih lanjut
terjadi di China juga dapat menjadi salah satu
terutama harga minyak, (2) kebijakan stimulus fiskal
tantangan dari sisi eksternal.
pemerintah AS, dan (3) kemungkinan normalisasi kebijakan moneter AS yang lebih akomodatif
Sementara itu, IMF dalam publikasi World Economic
dibandingkan perkiraan semula. Berbagai faktor
Outlook
memperkirakan
tersebut diperkirakan dapat memberikan dampak
pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2017
positif ke negara lain serta meningkatkan volume
mengalami perbaikan menjadi 3,4%. Hal tersebut
perdagangan internasional yang diperkirakan akan
terutama ditopang oleh pertumbuhan ekonomi
tumbuh sebesar 3,8% pada tahun 2017.
(WEO)
Januari
2017
Tabel 7.2 Proyeksi PDB AS dan Tiongkok
Proyeksi PDB AS
Proyeksi PDB Tiongkok
IMF The Fed
IMF Govt
Oct'16
Jan'17
Oct'16
Jan'17
2016
1,9
1,6
1,6
2016
6,5-7
6,6
6,7
2017
2,1
2,2
2,3
2017
6,5
6,2
6,5
Bank Indonesia
237
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
upside
risk
dapat
peluang bagi peningkatan kredit perbankan, sekaligus
mempengaruhi outlook ke depan yakni pertumbuhan
perbaikan kualitas kredit. Berlanjutnya implementasi
ekonomi AS yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan
paket kebijakan ekonomi pemerintah juga dapat
semula. Apabila skenario tersebut terjadi maka dapat
menjadi peluang bagi sektor keuangan untuk
membuat the Fed menaikkan suku bunga acuannya
bertumbuh dalam upaya mendorong pertumbuhan
lebih
sehingga
ekonomi serta upaya menjaga dan memelihara
mendorong kenaikan yield curve US Treasury dan
stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia melalui
apresiasi mata uang USD. Di sisi lain, downside risk yang
kebijakan makroprudensial berupaya untuk mencapai
perlu dicermati antara lain adalah ketika pemerintah
hal tersebut antara lain dengan relaksasi Loan to Value
AS secara agresif melakukan proteksionisme terhadap
(LTV) untuk kredit properti dan Financing to Value
produk dalam negeri dan membatasi imigran dari
(FTV) untuk pembiayaan properti, serta peningkatan
luar AS. Kebijakan tersebut dapat mengakibatkan
batas bawah Giro Wajib Minimum (GWM)-Loan to
produksi barang AS yang sebelumnya terdiversifikasi
Funding Ratio (LFR) dari semula 78% menjadi 80%.
Selain
itu,
terdapat
agresif
dibandingkan
yang
proyeksi
berdasarkan keunggulan komparatif setiap negara menjadi terpusat di AS sehingga berpotensi memicu
Selain itu, kinerja korporasi yang diperkirakan akan
perlambatan ekonomi negara mitra dagang AS. Selain
lebih stabil dan membaik juga dapat menjadi peluang
itu, produk ekspor tujuan AS menjadi semakin sulit
bagi sektor keuangan untuk tetap tumbuh, termasuk
untuk masuk ke AS karena adanya rencana pengenaan
upaya untuk memperbaiki kualitas kredit. Selanjutnya,
pajak dalam jumlah yang cukup signifikan. Hal ini
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi
berpotensi memperlemah pertumbuhan ekonomi
dan membaiknya kinerja korporasi diharapkan dapat
dunia dan tekanan inflasi karena peningkatan ongkos
meningkatkan penghimpunan DPK perbankan sebagai
produksi.
salah satu sumber dana bagi bank dalam menyalurkan kredit.
7.1.2. Peluang dan Tantangan Internal tantangan yang perlu
Dari sisi pengendalian inflasi, terutama administered
dicermati adalah potensi kenaikan inflasi dari
prices serta pengaruh volatile food terhadap inflasi,
administered price atau harga yang diatur pemerintah,
Bank Indonesia senantiasa akan melakukan penguatan
serta upaya peningkatan penerimaan negara terutama
koordinasi dengan pemerintah melalui Tim Pemantauan
yang berasal dari pajak untuk mengendalikan defisit.
& Pengendalian Inflasi baik di skala nasional maupun
Sementara itu, upaya perbaikan kualitas kredit
daerah dengan fokus pada pengendalian harga agar
perbankan masih akan berlanjut sehingga diharapkan
tetap berada pada kisaran tertentu guna mendukung
risiko kredit sudah mulai stabil dan diperkirakan akan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sementara
turun.
itu, dari sisi fiskal, program tax amnesty diharapkan
Di sisi internal/domestik,
dapat memberikan tambahan penerimaan negara Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi,
dan perluasan tax base pembayar pajak. Risiko tidak
membaiknya beberapa harga komoditas dan juga
terpenuhinya target penerimaan negara dari pajak
masih kuatnya konsumsi domestik akan menjadi
dapat membuat pemotongan anggaran pengeluaran
238
Bank Indonesia
Tantangan,Outlook Outlook dan Tantangan, danArah ArahKebijakan KebijakanSSK SSKKe Ke Depan Depan
pemerintah yang dapat berdampak pada terbatasnya
diperkirakan mengalami pertumbuhan pada kisaran
kemampuan fiskal untuk memberikan stimulus bagi
10%-12% seiring dengan kinerja korporasi yang
perekonomian. Dari sektor keuangan, terutama
cenderung
perbankan, tantangan terbesar adalah menjaga agar
berhati-hati dalam melakukan ekspansi. Seiring
tidak terjadi kenaikan NPL lebih lanjut serta perbaikan
dengan kinerja korporasi non keuangan di tahun
kinerja debitur agar dapat memenuhi kewajibannya.
2016 yang menunjukkan perbaikan dan kondisi
Upaya untuk menurunkan NPL ini dapat mengurangi
dunia usaha di 2017 masih menghadapi tantangan,
biaya pencadangan perbankan sehingga diharapkan
diperkirakan kinerja korporasi non keuangan masih
dapat mendukung upaya penurunan suku bunga
dapat terjaga dengan beberapa sektor ekonomi yang
kredit. Selain itu, struktur dana perbankan yang belum
akan mengalami pertumbuhan. Sektor infrastruktur
seimbang dan pasar keuangan yang masih belum
masih memerlukan pembiayaan yang cukup besar
dalam juga menjadi tantangan domestik.
sehingga dapat mendorong pertumbuhan kredit
meningkat
walaupun
masih
sedikit
perbankan sejalan dengan kebijakan pemerintah
7.2. Prospek Ketahanan Perbankan dan Stabilitas Sistem Keuangan
dalam membangun sarana pendukung pertumbuhan ekonomi. Sementara itu ekspor diperkirakan meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi di negara mitra dagang dan meningkatnya harga beberapa komoditas.
Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2017
Perbaikan ekspor tersebut diperkirakan akan berlanjut
diperkirakan akan lebih baik ditengah perekonomian
tidak hanya ditopang oleh ekspor komoditas tetapi
global yang diperkirakan masih tumbuh terbatas.
juga produk manufaktur.
Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,0%–5,4% dengan sasaran inflasi 4% ± 1%. Fase
Sementara itu, DPK pada tahun 2017 diperkirakan
pemulihan ekonomi diperkirakan terus berlanjut
tumbuh dalam kisaran 9%-11% atau lebih tinggi
terutama ditopang oleh membaiknya kinerja ekspor
dibandingkan
seiring dengan mulai meningkatnya harga beberapa
pertumbuhan kredit yang diperkirakan lebih tinggi
komoditas. Sementara itu pertumbuhan konsumsi
dari DPK berpotensi menimbulkan terjadinya funding
rumah tangga diperkirakan masih cukup stabil dan kuat
gap terutama di triwulan IV 2017, sehingga akan
dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia
mendorong
yang didukung oleh terkendalinya inflasi. Stabilitas
pendanaan lain. Hal ini sejalan dengan meningkatnya
sistem keuangan juga diperkirakan akan stabil dan
proyeksi penerbitan surat berharga dan ULN bank
terkendali terutama didukung oleh ketahanan dan
pada tahun 2017. Perkiraan pertumbuhan DPK yang
membaiknya kinerja industri perbankan.
relatif masih rendah tersebut antara lain disebabkan
tahun
sebelumnya.
perbankan
untuk
Di
sisi
mencari
lain,
sumber
oleh adanya potensi perpindahan dana perbankan Sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan
dari DPK ke Surat Berharga Negara (SBN) karena SBN
berbagai kebijakan yang telah dilakukan sebelumnya,
menawarkan return yang lebih tinggi, serta peraturan
pertumbuhan kredit dan DPK di 2017 diperkirakan
OJK yang mewajibkan IKNB untuk menempatkan dana
akan lebih baik dibandingkan tahun 2016. Kredit
investasi di instrumen SBN dalam porsi tertentu.
Bank Indonesia
239
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Grafik 7.2 Pertumbuhan Kredit (yoy)
Grafik 7.3 Pertumbuhan DPK (yoy)
26% 18% 23%
16%
20%
14% 11%
12%
17%
10% 14%
12%
9%
8% 6%
11%
4% 10%
8% 5%
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2013
2014
2015
2016
2017
2% 0%
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2013
2014
2015
2016
2017
Non Performing Loan (NPL) dan konsolidasi perbankan
guna menjaga dan memelihara stabilitas sistem
diperkirakan masih akan mempengaruhi dinamika
keuangan. Menghadapi tantangan tersebut Bank
pertumbuhan kredit pada tahun 2017. Risiko kredit
Indonesia senantiasa akan memperkuat kebijakan
diperkirakan mulai stabil dan diharapkan dapat turun
makroprudensial yang terukur, terintegrasi dan
sejalan dengan upaya konsolidasi perbankan dan
bersinergi dengan kebijakan moneter dan sistem
meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Sementara
pembayaran. Kebijakan makroprudential diarahkan
itu terdapat beberapa sektor ekonomi yang masih
untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan dan
perlu menjadi perhatian dan dicermati terkait dengan
menjaga resiliensi sistem keuangan.
kondisi risiko kredit sektor-sektor tersebut saat ini dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Dengan memperhatikan tantangan di 2017, arah kebijakan makroprudential antara lain akan meliputi:
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kemampuan
(1) memperkuat dan memperluas cakupan surveilans
perbankan dalam mempertahankan pertumbuhan
makroprudensial untuk mengidentifikasi lebih dini
laba dan ketahanan permodalan, serta mengelola
sumber tekanan, (2) identifikasi dan pemantauan
risiko kredit dengan cukup baik, maka stabilitas sistem
risiko sistemik dengan menggunakan Balance set of
keuangan dan ketahanan perbankan diperkirakan akan
Systemic Risk dalam bentuk Risk Assesment Matriks,
tetap terjaga di 2017. Sementara itu, kondisi likuiditas
(3) penguatan kerangka manajemen krisis melalui
perbankan diperkirakan juga membaik seiring dengan
penetapan alignment indikator SSK dan hasil surveilans
operasi keuangan pemerintah dan aliran masuk uang
Bank Indonesia dengan PMK Nasional, (4) mendukung
kartal, serta meningkatnya perekonomian.
upaya-upaya pendalaman pasar keuangan untuk memperkuat ketahanan pasar keuangan terhadap guncangan, serta (5) penguatan koordinasi dan
7.3. Arah Kebijakan
komunikasi dengan pemerintah, OJK dan LPS untuk
Kedepan, berbagai tantangan, baik dari sisi eksternal maupun
240
domestik,
Bank Indonesia
masih
perlu
diwaspadai
mendukung bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia.
Tantangan,Outlook Outlook dan Tantangan, danArah ArahKebijakan KebijakanSSK SSKKe Ke Depan Depan
dalam
Selain itu, akses pelaku UMKM khususnya di sektor
memperkuat asesmen dan surveilans terhadap sistem
industri kreatif akan dijajaki bekerja sama dengan
keuangan antara lain dilakukan melalui pendekatan
Badan Ekonomi Kreatif (Berkaf) yang mana Bank
dan penerapan kebijakan LTV, Countercyclical Capital
Indonesia akan memfasilitasi penyusunan model
Buffer (CCB), GWM LFR, analisa national and regional
bisnis pembiayaan dan intermediasi perbankan
balance sheet, dan peran financial technology office
dengan
dalam merespon perkembangan fintech terutama
mendorong penyaluran kredit UMKM juga didukung
kaitannya dengan sistem keuangan Indonesia.
dengan terbukanya peluang penyaluran kredit kepada
Selanjutnya,
upaya
Bank
Indonesia
pelaku
usaha
industri
kreatif.
Upaya
UMKM melalui pola linkage bekerjasama dengan mendukung
fintech seiring dengan berkembangnya layanan pinjam
pengembangan UMKM melalui dua pendekatan
meminjam uang berbasis teknologi informasi (fintech).
Bank utama,
Indonesia yaitu
juga
akan
mendorong
terus peran
intermediasi
perbankan kepada UMKM dan peningkatan kapasitas ekonomi UMKM. Selain itu, Bank Indonesia akan melanjutkan program perluasan dan pendalaman infrastruktur kredit UMKM guna mengurangi kendala asymmetric information yang disebabkan adanya kesenjangan antara kapasitas UMKM dan kapasitas pembiayaan perbankan.
Bank Indonesia
241
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Boks 7.1
Survei Risiko Sistemik Sistem Keuangan Indonesia
Sebagai institusi yang memiliki kewenangan di
pada survei kedua tahun 2016. Kedepan, survei ini
bidang Makroprudensial, Bank Indonesia berperan
akan dilaksanakan secara semesteran.
untuk menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan (SSK), terutama dengan mencegah dan
Pada
mengurangi risiko sistemik. Dalam melaksanakan
responden sebanyak 202 responden dengan
tugasnya,
mengembangkan
tingkat pengembalian kuesioner (response rate)
mekanisme Balanced Approach, yakni dengan
sebesar 74,3%. Responden survei antara lain
mengidentifikasi risiko-risiko prioritas yang perlu
pelaku di bidang keuangan yang dinilai memiliki
diwaspadai, sehingga resources yang dimiliki
kompetensi dan pengetahuan yang memadai atas
dapat digunakan secara efektif dan efisien pada
perkembangan terkini dalam sistem keuangan.
risiko-risiko tersebut. Implementasi Balanced
Responden merupakan pejabat high-level di
Approach meliputi: (1) identifikasi sumber-sumber
institusi keuangan bank dan nonbank, asosiasi
gangguan berupa shocks
dan vulnerabilities ,
profesi, pakar ekonomi, korporasi, lembaga
(2) identifikasi sumber risiko yang merupakan
internasional, dan lainnya seperti akademisi,
interaksi antara shock dan vulnerability, serta (3)
media, dan lembaga riset.
Bank
Indonesia
1
2
Survei
Risiko
Sistemik
2016,
jumlah
melakukan prioritisasi atas risiko-risiko tersebut yang berpotensi menyebabkan risiko sistemik.
Survei didesain dengan 2 (dua) pertanyaan utama. Pertama, pertanyaan untuk menggali informasi
Dalam mengidentifikasi shock dan vulnerability
mengenai sumber risiko sistemik (shock dan
yang menjadi sumber risiko dalam sistem
vulnerability) dalam Sistem Keuangan Indonesia.
keuangan, Bank Indonesia juga menjaring informasi
Pertanyaan ini ditujukan untuk menggali persepsi
dari stakeholder melalui pelaksanaan survei risiko
responden atas dampak3 dan kemungkinan
sistemik. Dengan demikian, Bank Indonesia dapat
terjadi4 dari setiap shock, serta sifat risiko5 dan
memperoleh informasi yang lebih komprehensif,
tingkat keparahan6 dari setiap vulnerability.
serta dapat mengurangi asimetrik informasi
Hasil penilaian responden akan dikuantifikasi7
mengenai risiko dalam sistem keuangan Indonesia.
sehingga menghasilkan daftar prioritas shock dan vulnerability. Kedua, pertanyaan ditujukan untuk
Survei risiko sistemik mulai dilaksanakan pada
menggali informasi terkait tingkat kepercayaan
tahun 2015, dengan penyempurnaan kuesioner
responden terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
3 4 5 6 1 2
Shock adalah peristiwa tertentu yang memicu (membarengi) terjadinya krisis (the proximate cause). Vulnerabilities adalah kondisi (pre-existing features) sistem keuangan yang dapat memperkuat (amplify) dan mempercepat penyebaran shock. Penilaian dampak risiko dibedakan menjadi Besar, Sedang dan Kecil dengan nilai kuantifikasi masing-masing 3,2 dan 1. Penilaian kemungkinan terjadi dibedakan menjadi Tinggi, Sedang dan Rendah dengan nilai kuantifikasi masing-masing 3,2 dan 1. Penilaian sifat risiko dibedakan menjadi Temporal dan Struktural dengan nilai kuantifikasi masing-masing 2 dan 1. Penilaian tingkat keparahan dibedakan menjadi Mengkhawatirkan dan Tidak Mengkhawatirkan dengan nilai kuantifikasi masing-masing 2 dan 1.
Total nilai shock diperoleh dengan mengkalikan nilai dampak dan kemungkinan terjadi, sedangkan nilai vulnerbility diperoleh dengan menambahkan nilai sifat dan tingkat keparahan. 8 Penilaian tingkat kepercayaan dibedakan menjadi Sangat Percaya, Percaya, Tidak Percaya dan Sangat Tidak Percaya dengan nilai kuantifikasi 4,3,2 dan 1. 7
242
Bank Indonesia
Tantangan,Outlook Outlook dan Tantangan, danArah ArahKebijakan KebijakanSSK SSKKe Ke Depan Depan
di Indonesia, baik dalam jangka pendek(<6 bulan)
Adapun daftar prioritas shock dan vulnerability
maupun panjang (> 6bulan)8.
berdasarkan hasil Survei Risiko Sistemik tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Shock
1.
Vulnerability
Perlambatan pertumbuhan ekonomi negara yang
1.
memiliki pengaruh pada perekonomian dunia (e.g Tiongkok). 2.
nasabah besar. 2.
Perubahan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan fiskal (e.g. tax amnesty, kebijakan front
Terkonsentrasinya sumber pendanaan pada Sektor perbankan yang didominasi oleh beberapa bank besar.
3.
loading).
Pangsa dan volatilitas kepemilikan dana asing yang tinggi.
3.
Penurunan indeks harga komoditas.
4.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik.
5.
Penurunan harga minyak dunia.
5.
Peningkatan utang luar negeri swasta.
6.
Kenaikan Fed Fund rate.
6.
Komposisi ekspor didominasi oleh komoditas yang
7.
Perubahan kebijakan dan/atau regulasi pada
4.
Pasar keuangan yang belum dalam (shallow financial market).
mengalami penurunan harga.
institusi keuangan (e.g. kepemilikan SBN oleh IKNB,
7.
Over leverage korporasi.
capping suku bunga).
8.
Inovasi teknologi keuangan (Financial technology)
8.
Isu politik dan keamanan dalam dan luar negeri.
9.
Force majeur yang mempengaruhi operasional
9.
sistem keuangan.
10. Keterkaitan sistem keuangan dengan defisit fiskal.
yang belum diimbangi dengan keamanan IT. Permasalahan sumber pendanaan bank.
11. Konsentrasi kredit pada sektor tertentu atau pada komoditas yang mengalami penurunan harga. 12. Segmentasi di PUAB. 13. Prosiklikalitas pertumbuhan kredit.
Hasil survei tersebut selanjutnya akan diolah
Melalui penetapan ini, Bank Indonesia dapat
menjadi
sumber
mengidentifikasi prioritas sumber risko sistemik
Indonesia.
sehingga mitigasi risiko yang dilakukan dapat lebih
risiko
daftar
dalam
dan
Sistem
penetapan Keuangan
fokus, terarah dan komprehensif.
Bank Indonesia
243
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Shock Fungsi Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
Boks 7.2
otoritas
intermediasi, serta mendukung pengembangan
makroprudensial yang turut berperan dalam
pasar keuangan melalui pengembangan Usaha
mendorong
Sistem
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sekaligus
Keuangan9 (SSK) melalui kewenangan di bidang
memperluas jangkauan perbankan kepada semua
makroprudensial. Berdasarkan Peraturan Bank
lapisan masyarakat (financial inclusion). Hal ini
Indonesia (PBI) No.16/11/PBI/2014 tanggal 1
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan
Juli 2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan
makroprudensial oleh Bank Indonesia dilakukan
Makroprudensial, kewenangan dalam bentuk
dengan melihat dan mempertimbangkan faktor
pengaturan dan pengawasan Makroprudensial
penting lainnya sesuai dengan kondisi Indonesia
dilakukan dengan tujuan untuk: 1) mencegah dan
yaitu memasukkan aspek peningkatan akses
mengurangi risiko sistemik, 2) mendorong fungsi
keuangan khususnya akses keuangan UMKM
intermediasi yang seimbang dan berkualitas, dan
sebagai salah satu faktor pendukung dalam
3) meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan
mewujudkan stabilitas sistem keuangan.
Bank
Indonesia
merupakan
terpeliharanya
Stabilitas
akses keuangan. Adapun beberapa pertimbangan dimasukkannya Meskipun mitigasi risiko sistemik umumnya menjadi
fungsi pengembangan UMKM sebagai cakupan
ultimate goal dari kebijakan Makroprudensial,
implementasi kebijakan makroprudensial adalah
namun tujuan intermediasi yang seimbang dan
sebagai berikut:
berkualitas, serta tujuan efisiensi dan akses keuangan juga diperlukan khususnya bagi Indonesia
1. Peran Strategis UMKM dalam Sistem Keuangan
sebagai negara berkembang. Tujuan intermediasi
Indonesia.
yang seimbang dan berkualitas tersebut dilakukan
Dalam
dalam upaya menciptakan penyaluran kredit
UMKM merupakan salah satu komponen
yang sehat dan optimal sesuai dengan kapasitas
dari perusahaan non keuangan dan rumah
dan
dapat
tangga yang melakukan usaha produktif.
meminimalkan risiko yang mungkin timbul antara
UMKM memegang peranan penting dalam
lain terkonsentrasinya kredit pada sektor tertentu
sistem keuangan karena sekitar 98,74% unit
dan procyclicality kredit. Sementara itu, tujuan
bisnis di Indonesia merupakan UMKM dengan
efisiensi dan akses keuangan antara lain dilakukan
kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto
dalam upaya mendorong iklim persaingan yang
(PDB) sebesar 59% dan menyerap hampir 97%
sehat yang diharapkan dapat menurunkan biaya
tenaga kerja Indonesia.
9
244
siklus
perekonomian,
sehingga
struktur
perekonomian
Indonesia,
Stabilitas Sistem Keuangan adalah kondisi sistem keuangan yang berfungsi efektif dan efisien serta mampu bertahan dari gejolak yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri (UU PPKSK, 2016).
Bank Indonesia
Tantangan,Outlook Outlook dan Tantangan, danArah ArahKebijakan KebijakanSSK SSKKe Ke Depan Depan
Grafik Boks 7.2.1.. Kontribusi UMKM Terhadap Jumlah Unit Usaha, PDB, dan Penyerapan Tenaga Kerja Kontribusi Terhadap PDB 2013
Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja 2014 4,0%
Kontribusi terhadap Unit Usaha 2014 98,74%
100%
3,3%
90%
5,7%
80% 70% 60%
30%
50%
42%
40% 30% 20%
13%
10%
1,15%
0%
16%
Usaha Mikro
87,0%
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Kecil
Usaha Besar
Usaha Menengah
Usaha Besar
Usaha Menengah
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Besar
Usaha Menengah
Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM
Mengingat peran strategis dan kontribusi
Grafik Boks 7.2.2. Pembiayaan UMKM dibandingkan Negara Lain
UMKM yang besar dalam perekonomian
100%
Indonesia tersebut, maka dalam rangka
80%
mewujudkan stabilitas sistem keuangan tidak
60%
dapat dilepaskan dari upaya untuk membangun
50%
keberlangsungan usaha serta meningkatnya
10%
melalui
78,14%
40,20% 34,50%
40,20%
40% 30%
UMKM
80,67%
70%
terjaganya
ketahanan
94,36%
90%
32,58% 22,17% 18,01%
20%
7,16%
0% Korea
Cambodia
SMI Loan to GDP
yang Seimbang.
Malaysia
SME Loan to Total Loan
Thailand
Kepemilikan Akun
Grafik Boks 7.2.3. Komposisi Kredit Perbankan
Walaupun peran UMKM sangat strategis dalam namun
Indonesia*)
Sumber: - Asia SME Finance Monitor, ADB, 2014 - WB Global Findex 2014 (kepemilikan akun)
2. Upaya Menciptakan Intermediasi Perbankan
Indonesia,
22,40% 19,42%
10,70%
kapasitas ekonomi.
perekonomian
36,60%
16,30%
7,7% Pemerintah
UMKM
1,2% Lainnya 41,2% Korporasi
belum sepenuhnya didukung oleh pembiayaan yang
memadai
dari
lembaga
keuangan
formal (perbankan). Pada Desember 2016,
19,4% UMKM
kredit perbankan yang disalurkan ke UMKM di Indonesia baru mencapai 7,2% dari PDB. Dukungan pembiayaan ini relatif rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya
30,5% Perseorangan
seperti Malaysia (22,4%), Thailand (36,6%), Korea (40,2%) dan Kamboja (10,7%). Kondisi ini dapat terjadi karena porsi pembiayaan
Sumber: LBU, Desember 2016
Bank Indonesia
245
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
perbankan yang disalurkan ke UMKM di
20% (secara bertahap) dari total kredit yang
Indonesia relatif rendah yakni sebesar 19,4%,
disalurkan.
lebih rendah dibandingkan dengan Thailand
kredit UMKM tersebut dilakukan dengan tetap
(34,5%) dan Korea (40,2%). Porsi tersebut juga
memperhatikan prinsip kehati-hatian bank,
lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran
yang mana Bank Umum wajib menjaga tingkat
kredit perbankan kepada korporasi (41,2%)
risiko kredit dengan rasio NPL kredit UMKM
dan perseorangan/rumah tangga (30,5%) yang
dan rasio NPL total kredit dibawah 5%. Selain
sebagian besar untuk tujuan konsumsi.
itu, Bank Indonesia juga menyempurnakan
Kewajiban
peningkatan
rasio
upaya untuk mengembangkan UMKM dengan bahwa
melaksanakan berbagai program fasilitasi serta
penyaluran kredit kepada UMKM di Indonesia
pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan
masih relatif rendah. Di sisi lain, dalam
UMKM,
mewujudkan stabilitas sistem keuangan antara
information antara institusi keuangan dan
lain diperlukan adanya fungsi intermediasi yang
UMKM dapat diminimalisir dan juga risiko
lebih seimbang dengan memperluas akses
dapat dikelola dengan baik.
Indikator
di
atas
menunjukkan
sehingga
diharapkan
asymmetric
kredit bagi UMKM. Disamping itu, dengan mengembangkan akses kepada UMKM dapat
3. Pengembangan UMKM sebagai Upaya Financial
memitigasi terjadinya risiko sistemik yang
Development dalam Mendukung Implementasi
berpotensi muncul dari tingginya konsentrasi
Kebijakan Makroprudensial yang Lebih Efektif.
kredit kepada korporasi. Berdasarkan penelitian BIS (2016)10 mengenai
10
246
financial
development
Selanjutnya guna mengembangkan UMKM
keterkaitan
melalui peningkatan intermediasi perbankan
di suatu negara dengan tingkat efektifitas
kepada UMKM, melalui PBI No.14/22/PBI
instrumen
tanggal 21 Desember 2012 sebagaimana
bahwa instrumen makroprudensial khususnya
diubah
tanggal
yang bersifat price-based, seperti Giro Wajib
25 Juni 2015 tentang Pemberian Kredit/
Minimum berdasarkan Loan to Funding Ratio
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan
(GWM LFR), lebih efektif pada kondisi pasar
Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha
sistem keuangan yang telah berkembang
Mikro, Kecil dan Menengah, Bank Indonesia
(financial
mewajibkan Bank Umum untuk menyalurkan
financial development yang digunakan dalam
kredit kepada UMKM minimum sebesar
penelitian tersebut mengacu pada indikator
oleh
PBI
No.17/12/PBI
antara
makroprudensial,
developed).
Adapun
Baskaya, Kenc, Shim, and Turner (2016): “Financial Development and The Effectiveness of Macroprudential Measures” BIS Working Paper, no. 86.
Bank Indonesia
disebutkan
indikator
Tantangan,Outlook Outlook dan Tantangan, danArah ArahKebijakan KebijakanSSK SSKKe Ke Depan Depan
financial development World Bank yang
mendukung tugas lainnya yakni di bidang
sebagian besar menunjukkan bahwa semakin
moneter dan sistem pembayaran yaitu antara
besar
perbankan
lain: 1) menjaga stabilitas inflasi melalui volatile
dan lembaga keuangan terhadap PDB maka
food dengan pelaksanaan program-program
semakin berkembang sistem keuangan suatu
fasilitasi untuk mengembangkan UMKM yang
negara (Financial Developed), antara lain:
bergerak di komoditas ketahanan pangan, dan
private credit by bank/GDP.
2) mendorong keuangan inklusi dan efisiensi
Sehubungan dengan hal tersebut, kebijakan
transaksi keuangan serta meningkatkan akses
rasio kredit UMKM minimum yang diterapkan
pasar UMKM melalui pemanfaatan teknologi.
oleh
kontribusi
Bank
pembiayaan
Indonesia
merupakan
salah
satu upaya dalam meningkatkan financial
Di beberapa negara lain fungsi pengembangan
development pada sistem keuangan Indonesia.
UMKM juga dilaksanakan oleh bank sentral,
Pencapaian
dapat
diantaranya India, Filipina, dan Korea. Reserve
mendukung upaya-upaya dalam menjaga dan
Bank of India (RBI) melaksanakan fungsi
memelihara stabilitas sistem keuangan antara
pengembangan UMKM dalam rangka inklusi
lain melalui kebijakan makroprudensial.
keuangan dan pengembangan sistem keuangan.
hal
ini
diharapkan
Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) melaksanakan 4. Fungsi
Pengembangan
UMKM
sebagai
pengaturan
penyaluran
kredit
perbankan
Pendukung Pencapaian Tugas Bank Indonesia.
kepada UMKM sebagai bagian dari fungsi
Selain untuk mendukung upaya dalam menjaga
pengawasan sistem keuangan. Sementara
dan memelihara stabilitas sistem keuangan,
Bank of Korea (BOK) mengimplementasikan
pelaksanaan fungsi pengembangan UMKM
kebijakan penyaluran kredit UMKM untuk
oleh Bank Indonesia juga dimaksudkan untuk
tujuan mendukung kebijakan moneter.
Bank Indonesia
247
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Artikel 1. Liquidity Stress Testing
Penggunaan Macroprudential Tools dalam Kerangka Protokol Manajemen Krisis Irman Robinson1, Wahyu Widianti2, Duky Sumantri3, I.G.N. Yudia4, Rolan Marulitua5
248
Bank Indonesia
Artikel 1
1.1.
Latar Belakang
Sejalan dengan terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan
risiko suku bunga pada banking book, model risiko nilai
(OJK) melalui UU No. 21 Tahun 2011, Bank Indonesia
tukar berdasarkan analisis sensitivitas untuk Posisi
telah diberikan mandat untuk ikut mendorong
Devisa Neto (PDN), dan model simplified Liquidity
stabilitas sistem keuangan melalui pendekatan
Coverage Ratio (LCR) untuk risiko likuiditas.
makroprudensial dalam bentuk pengaturan dan pengawasan. Dalam rangka implementasi mandat
Khusus untuk GST likuiditas, selain untuk penilaian
tersebut, telah diterbitkan Peraturan Bank Indonesia
kecukupan likuiditas bank, pelaksanaan GST tersebut
(PBI) No.16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014 perihal
juga merupakan bagian dari Kerangka Protokol
Pengaturan
Makroprudensial.
Manajemen Krisis Bank Indonesia, khususnya dalam
Berdasarkan ketentuan ini, salah satu tujuan Bank
rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagai
Indonesia melakukan pengaturan dan pengawasan di
lender of the last resort.
dan
Pengawasan
bidang makroprudensial adalah untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik.
Dalam siklus pengawasan makroprudensial, GST merupakan bagian dari asesmen risiko sistemik
Granular Stress Test (GST) merupakan salah satu
yang dilakukan bersama dengan tools asesmen
instrumen pengukuran risiko sistemik yang berasal dari
lainnya. Selain GST, pengawas makroprudensial di
risiko individual bank (idiosyncratic risk) yang dapat
Bank Indonesia saat ini telah memiliki tools dan
berinteraksi satu sama lain dengan bank atau elemen
early warning indicator yang digunakan untuk
lain dalam sistem keuangan sehingga menyebabkan
mengidentifikasi dan menilai risiko sistemik, seperti
terjadinya contagion impact yang mengganggu
Banking Industri Rating dan Network Analysis.
stabilitas sistem keuangan. Beberapa jenis risiko yang
Dengan demikian, stress test menjadi bagian yang
dicakup dalam granular stress test adalah risiko kredit,
tidak terpisahkan dalam rangkaian aktivitas surveilans
pasar dan likuiditas. Sesuai dengan cakupannya, GST
dalam siklus pengawasan Bank Indonesia.
dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu (i) Solvency Stress Test untuk menilai ketahanan permodalan bank dalam menghadapi kondisi stress karena peningkatan eksposur risiko kredit dan risiko pasar, dan (ii) Liquidity Stress Test untuk menilai kecukupan likuiditas bank dalam memenuhi penarikan dana dalam kondisi stress selama 30 hingga 90 hari ke depan. Kedua stress test meliputi beberapa model pengukuran risiko, antara lain model NPL untuk risiko kredit, model yield curve untuk risiko pasar trading book, gap analysis untuk
• • • • •
Kepala Tim di Grup Sektor Keuangan 3, Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK), Bank Indonesia. email:
[email protected] Kepala Unit di Grup Sektor Keuangan 3, Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK), Bank Indonesia. email:
[email protected] Asisten Manajer di Grup Sektor Keuangan 3, Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK), Bank Indonesia. email:
[email protected] Kepala Unit di Grup Sektor Keuangan 3, Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK), Bank Indonesia. email:
[email protected] Kepala Unit di Grup Sektor Keuangan 3, Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK), Bank Indonesia. email:
[email protected]
Bank Indonesia
249
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
1.2 Pelaksanaan GST Likuiditas dalam Siklus Pengawasan Makroprudensial dan Penggunaan dalam Kerangka Protokol Manajemen Krisis Siklus Keuangan & Makroekonomi Kebijakan Moneter, Makroekonomi (GDP, Fiskal, BaP), Perkembangan Pembiayaan, ULN.
- Global - Domestik
Lembaga Keuangan Size, Interconn ectedness Complexity, Aspek Compliance
- Bank Besar - IKNB
Pasar Keuangan dan Infrastruktur •
• • •
Rekomendasi Penyempurnaan kebijakan pada Satker terkait Makroprudential, Moneter (termasuk Pasar Keuangan) dan Sistem Pembayaran Rekomendasi Penguatan pengawasan Koordinasi dengan institusi/otoritas lain Pembinaan: Rekomendasi kepada Bank, Pengenaan Sanksi
Liquidity, Maturity, Curency mismatch, Aspek Compliance, Ops Risk
-Pasaar Uang -Pasaar Modal dan Ekuitas -Pasar Valas -Pialang Pasar Uang (PPU) SURVEILANS
1
Entitas Non keuangan Asset & Liabilities ( Leverage), Likuiditas, Asset Turn Over, DER Indeks Keyakinan Konsumen, DIR
- Korporasi - Rumah Tangga
Evaluasi dan Tindak Lanjut
3
Monitoring Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
SIKLUS PENGAWASaN BANK INDONESIA 2
PEMERIKSAAN
- Entitas Penyelenggara - Sistem dan Pendukung
Monitoring Identifikasi
TEMATIK (Makroprudensial, Moneter, dan SP
Monitoring Asesmen
KEPATUHAN - Targeted
Asesmen Risiko Sistemik: • Granular Stress Test • Liquidity Stress Test • Banking Industry Rating & Risk Register • Network Analysis
LAPORAN SURVEILANS SISTEM KEUANGAN Laporan Reguler/Periodik Laporan Insidentil/Tematik Banking Industry Rating Risk Register LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
Risiko Peserta RTGS-SKNBI dan PJSP: Likuiditas, Settlement, Interconnectedness, Oprasional, aspek compliance, Persetujuan PJSP
Risiko Sistemik Sumber Risiko Sistemik Dan Transmisi Risiko Sistemik
Kerentanan
Sumber Risiko dari Informasi EWI dan analisis sumber risiko prioritas Sumber Risiko Lainnya, termasuk sumber risiko dibidang moneter Trasmisi Risiko : Lembaga Keuangan, Sektor Ril, Pasar, Sistem Pembayaran
• Financial Imbalances (termasuk Procyclicality) • Common Exposure • Interconnectedness & Contagion effect dari idiosyncratic risk
Risiko Lain & Kepatuhan Asesmen Risiko Lain: Risk Matrix
Risiko Moneter dari Interkasi Pelaku Sistem Keuangan
Asesmen Risiko Lain: Risk Matrix
• Aktivitas Pasar uang, pasar valas, treasury bank termasuk lembaga pendukung • Transaksi valas rupiah,dll
Prinsip PrinsipKehati-hatian Kehati-hatian Penyelengara Penyelengarajasa jasaSPSP Penyelenggaraan Jasa Sistem Pembayaran Instrumen dan Produk Sistem Pembayaran
Prinsip Kehati-hatian Kepatuhan Penyelengara jasa SP Ketentuan Penyelenggaraan Jasa Makroprudensial, Sistem Pembayaran Moneter, Instrumendan danSP Produk Pialang Pasar Uang Sistem Pembayaran
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam
yang digunakan dalam aktivitas surveilans untuk
kerangka Protokol Manajemen Krisis Bank Indonesia,
menetapkan status sistem keuangan, antara lain
Granular Stress Test likuiditas menjadi salah satu
berupa early warning indicators dan cash flow
confirming
projection.
250
factor
terhadap
Bank Indonesia
indikator
likuiditas
Artikel 1
1.3 Referensi Beberapa Negara terkait GST Likuiditas
dengan pendekatan ini mirip dengan perhitungan LCR,
Pelaksanaan stress test likuiditas di beberapa negara
ketersediaan alat likuid (atau high quality liquid assets)
dilakukan dengan pendekatan yang berbeda-beda
dibandingkan dengan kebutuhan likuiditas untuk
sebagaimana berikut ini:
memenuhi cash outflows akibat pelunasan kewajiban
Otoritas Bank of Japan Sveriges Riksbank Bank of Italy Central Bank of Brazil
Pendekatan
Skenario
Balance Sheet
Hypothetical
Balance sheet
Time Horizon
Cakupan
Liquidity Ratio Based
3 months
All major and Regional Banks (77% total asset)
Hypothetical % historical
Swedish LCR (old basel III version)
30 days
4 largest banks (75% total asset)
Balance sheet
Hypothetical % historical
Counterbalancing and NCO Gap
30 days
Top 33 Banks (90% total asset)
Balance sheet
Hypothetical
Liquidity Coverage Ratio approach
30 days
All Banks
Model Based
Macroeconomic scenarios align with sovency test
Cash flow based
30. 90 days. & 1 year
Largest 29 Banks (80% Total asset)
Model Based
Hypothetical align with solvency test
LCR and Implied cash flow
5 and 30 days
10 Banks (80% total aset)
Model Base
Hypothetical
Implied cash flow
30 days
All Commercial Bank
Central Bank of Austria
Bank of England Bank of Korea
Methods and Model
Serupa dengan model yang digunakan Bank Indonesia,
dan penarikan dana nasabah. Hasil akhir dari stress
beberapa otoritas di dunia menggunakan pendekatan
test tersebut dapat bervariasi dalam bentuk rasio
balance sheet untuk mengukur kecukupan likuiditas
(sebagaimana LCR) dan dalam bentuk sisa alat likuid
bank pada kondisi stress. Stress test likuiditas
yang dimiliki bank setelah periode tertentu. Pada
dilakukan secara terpisah dari stress test solvency
umumnya, otoritas melakukan stress test likuiditas
yang lebih fokus pada ketahanan permodalan bank.
untuk periode 30 hingga 90 hari ke depan dengan
Dasar pemikiran dari pemisahan kedua jenis stress
menggunakan balance sheet saat ini (static balance
test adalah krisis keuangan global tahun 2008 (global
sheet).
financial crisis) dimana bank-bank yang memiliki permodalan kuat belum tentu aman dari risiko
Penerapan stress test likuiditas di beberapa otoritas
likuiditas. Meskipun demikian, terdapat beberapa
difokuskan pada beberapa bank besar yang cenderung
otoritas yang mencoba menggabungkan kedua jenis
merupakan bank sistemik. Di Indonesia, Bank
stress test tersebut dengan menggunakan pendekatan
Indonesia menerapkan stress test likuiditas terhadap
berbasis model untuk menangkap interaksi di antara
seluruh bank, tidak hanya pada bank-bank yang
kedua jenis stress test.
tergolong sistemik. Pendekatan stress test likuiditas di Indonesia adalah pendekatan balance sheet dengan
Stress test likuiditas dengan pendekatan balance sheet
skenario yang bersifat hypothetical dan historis untuk
pada umummya dilakukan dengan menggunakan
mengukur roll-off kredit dan run-off dana pihak
roll-off
run-off
ditetapkan
ketiga. Hasil akhirnya adalah ketersediaan alat likuid
berdasarkan referensi tertentu (hypothetical) maupun
hingga 90 hari ke depan dalam memenuhi kebutuhan
berdasarkan data historis yang dimiliki bank atau
likuiditas untuk menutup cash outflows dari pelunasan
industri. Pendekatan perhitungan kecukupan likuiditas
kewajiban dan penarikan dana nasabah.
asumsi
dan
yang
Bank Indonesia
251
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
1.4. Framework GST Likuiditas Bank Indonesia
di antaranya adalah alat likuid yang dimiliki dan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pendekatan
dikuasai bank, seperti Kas, Giro di BI, Operasi Moneter,
GST
menggunakan
penempatan pada deposit facility bank sentral, serta
pendekatan balance sheet yang tidak jauh berbeda
Surat Berharga AFS dan Trading. Alat likuid tersebut
dengan pendekatan LCR
yang diatur dalam Basel
merupakan aset yang dimiliki dan dalam penguasaan
III atau yang dikenal sebagai simplified LCR. Serupa
bank serta mudah untuk dikonversi menjadi Kas.
dengan LCR, komponen cash inflow dan cash outflow
Tingkat risiko dan kemudahan konversi menentukan
terdiri dari komponen on- dan off- balance sheet yang
weight atau haircut untuk setiap alat likuid. Besarnya
pada kondisi stress dikenakan roll-off dan run-off
haircut untuk alat likuid dalam GST likuiditas Bank
rate tertentu sesuai asumsi severity yang ditetapkan.
Indonesia
Asumsi tersebut (roll-off maupun run-off) ditetapkan
hypothetical, yaitu dengan menggunakan referensi
atas dasar hypothetical maupun historikal untuk
LCR, IMF dan ketentuan BI, serta berdasarkan
menangkan behaviour dari nasabah. Sebagai contoh,
pendekatan historis, yaitu berdasarkan data historis
run-off untuk pinjaman dari bank lain ditetapkan
dari harga alat likuid yang diukur.
likuiditas
Bank
Indonesia
ditentukan
berdasarkan
pendekatan
sebesar 100% berdasarkan asumsi hypothetical, framework
sementara run-off untuk deposito nasabah ditetapkan
Pelaksanaan
berdasarkan data historis.
dilakukan untuk likuiditas Rupiah dan Valas (total
GST
dengan
tersebut
likuiditas) maupun hanya untuk likuiditas valas. Perbandingan antara cash outflows dan cash inflows
Adapun perbandingan antara GST likuiditas Bank
tersebut akan menghasilkan net cash outflows yang
Indonesia dan LCR adalah sebagai berikut:
akan dipenuhi dari counterbalancing capacity bank,
LIQUIDITY COVERAGE RATIO
252
VS
LIQUIDITY STRESS TEST
Stock of HQLA (High Quality Liquid Assets) Net Cash Outflow (Cash Outflow - Cash Inflow) In 30 days
FORMULA
Gap antara Alat Likuid dan Net Cash Outflow (Cash inflow - Cash Outflow
Menilai ketahanan HQLA bank dalam memenuhi kewajiban (net cash outflow) pada skenario stress yang berlangsung selama 30 (tiga puluh) hari ke depan
TUJUAN
Menilai kecukupan Alat Likuid bank dalam memenuhi net cash outflow pada situasi stress selama 90 (sembilan puluh) hari ke depan
Granular, sesuai Basel III
DATA GRANULARITY
Simplified, sesuai granularitas LBU LHBU dan LBBU
Ratio Based
BASIS PERHITUNGAN
Daily Cash Flow Gapping
Minimum 100%
PASS/FAIL
Fail jika Alat Likuid tidak dapat memenuhi NCO dalam 90 hari
Tidak ada liquidation strategy
HQLA LIQUIDATION
Mempertimbangkan liquidation strategy
Bank Indonesia
Artikel 1
Dalam framework LCR, suatu bank ditetapkan pass
berasal dari pengalihan dana nasabah di bank-
atau fail jika rasio antara alat likuid dan net cash
bank kecil.
outflows bank berada di atas threshold 100%. Berbeda
c. Haircut pada alat likuid untuk memenuhi
dengan kriteria tersebut, pass dan fail bank dalam
kebutuhan net cash outflow ditetapkan lebih
GST likuiditas Bank Indonesia ditetapkan berdasarkan
rendah pada skenario idiosyncratic daripada pada
sisa alat likuid yang dimiliki setelah dikurangi dengan
skenario general market. Hal ini didasarkan pada
net cash outflows harian hingga 90 hari ke depan.
asumsi bahwa harga surat berharga yang menjadi
Jika masih terdapat alat likuid di atas threshold
alat likuid masih berada pada kisaran normal pada
tertentu (misalnya di atas Giro Wajib Minimum), bank
skenario idiosyncratic. Tekanan likuiditas yang
ditetapkan pass karena masih mampu memenuhi
terjadi pada satu bank tidak berdampak terhadap
kebutuhan likuiditas dalam kondisi stress.
harga surat berharga yang tergolong alat likuid bank. Sebaliknya, pada skenario general market,
1.5. Skenario GST Likuiditas
tekanan yang terjadi pada industri dan pasar
GST likuiditas bank dilakukan berdasarkan dua
keuangan menyebabkan seluruh bank mengalami
skenario yang berbeda berdasarkan sumber pemicu
tekanan atas harga alat likuid yang dimiliki.
terjadinya tekanan, yaitu dari individu bank (skenario
d. Strategi likuidasi aset pada skenario idiosyncratic
idiosyncratic) dan dari kondisi industri atau pasar
dilakukan dengan prioritas pada surat-surat
(general market). Perbedaan utama pada kedua jenis
berharga dengan tingkat likuiditas yang lebih
skenario adalah sebagai berikut:
tinggi terlebih dahulu (seperti SBN dan SBI), dan
a. Metode
run-off
untuk
baru diikuti dengan likuidasi aset dengan tingkat
dana pihak ketiga didasarkan pada data historis
likuiditas yang lebih rendah (seperti obligasi
(pendekatan kontraktual maupun behavioural)
korporasi dan asset-backed securities). Strategi
dengan tingkat severity yang lebih tinggi pada
sebaliknya dilakukan pada skenario general
skenario general market, dibandingkan dengan
market. Pertimbangannya adalah pada skenario
run-off pada skenario idiosyncratic.
idiosyncratic, tidak terdapat tekanan pada harga
perhitungan
asumsi
b. Metode perhitungan asumsi roll-off rate untuk
surat-surat berharga sehingga bank mendahulukan
kredit dilakukan dengan tingkat severity yang
likuiditas pada surat-surat berharga dengan
lebih tinggi pada skenario general market.
haircut yang lebih rendah untuk menghindari
Misalnya saja, pada saat krisis, cash inflows yang
kerugian. Di sisi lain, pada skenario general market,
diharapkan akan diterima bank hanya berasal dari
terdapat tekanan harga pada surat-surat berharga
kredit modal kerja. Penetapan run-off tersebut
sehingga bank perlu mendahulukan likuidasi aset
belum memperhitungkan asumsi flight to safety
pada surat-surat berharga “second class” untuk
dimana pada saat krisis, sebagian bank justru
menghindari penurunan harga yang lebih tajam.
dapat memperoleh tambahan cash inflows yang
Bank Indonesia
253
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Secara ringkas, asumsi haircut untuk alat likuid, roll-
impact) yang dapat ditimbulkan bagi bank
off rate untuk cash inflow, dan run-off rate untuk cash
yang lain, baik untuk first round, second round
outflow terlihat pada tabel berikut:
dan seterusnya. Transmisi risiko likuiditas Idiosyncratic Risk
Description
Skenario
Skenario
General Market Risk
Alat Likuid
HAIRCUT Cash in vault Giro di Bank Indonesia Oprasi Moneter (OM) Deposit Facility (DF)
0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0%
SSB Kategori AFS dan Trading: Level 1 Level 2 A Level 2 B
5% 15% 50%
5% 15% 50%
20% 20% 50%
Reverse Repo (sovereign)*) SSB HTM (Reclassified)**) GWM Primer dan LFR
5%-
Total AL
xxxx
xxxx
NPL (Moderate) 100% 100% 100%
NPL (Severe) 100% 100% 100%
Kredit Modal kerja No Repayment 100% 100%
Derivatif
100%
100%
100%
Total Cash Inflow
xxxx
xxxx
xxxx
0%
5% Sesuai Klarifikasi (Level) 0%
20% 0% xxxx
on B/S off B/S
Cash inflow Cash Outflow
ROLL-OFF Kredit Penempatan pada Bank Lain Reverse Repo (Soverign) SSB HTM
RUN-OFF
off B/S
Cash inflow
on B/S
Percentile Run-Off DPK
P-10%
P-5%
P-2,5%
Run-off rates berdasarkan behavior dar DPK****)
Run-off rates berdasarkan behavior dar DPK****)
Run-off rates berdasarkan behavior dar DPK****)
Kewajiban pada Bank lain Kewajiban Lainnya
100% 100%
100% 100%
100% 100%
Kelonggaran Tarik (commited) Deviratif Kewajiban Kontijensi Lainnya
5% 100% 5%
5% 100% 5%
5% 100% 5%
Total Cash Outflow
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Giro Rupiah Giro Valas Giro Inti***) Tabungan Rupiah Tabungan Valas Tabungan Inti***) Deposito Rupiah Deposito Valas Deposito Inti***)
Net Cash Outflow
*) jatuh tempo > 90 hari **) jatuh tempo > 90 hari, reklasifikasi pada kondisi stress ***) run off sesuai proxy LCR ****) 7, 14, 21, 30, & 90 hari
1.6. Persepsi Makroprudensial atas Hasil GST Likuiditas a.
254
dari satu bank ke bank lain dilakukan melalui
Analisis Contagion dari Liquidity Stress Test
jalur interbank. Dengan demikian, kegagalan
Hasil
menghasilkan
likuiditas pada satu bank akan menyebabkan
kesimpulan mengenai kecukupan alat likuid
kerugian pada bank lain yang memiliki
setiap bank dalam memenuhi net cash outflows
penempatan pada bank yang gagal. Hasil akhir
pada kondisi stress. Untuk bank-bank yang
dari analisis contagion tersebut adalah besaran
tergolong fail, akan dilakukan analisis lanjutan
risiko sistemik yang terefleksikan dari jumlah
mengenai dampak penyebaran (contagion
bank yang gagal.
GST
likuiditas
Bank Indonesia
akan
Artikel 1
b.
Interconnectedness Perbankan Disamping contagion analysis atas hasil GST likuiditas, analisis interconnectedness bankbank
juga
dilakukan
untuk
memperkuat
penilaian risiko sistemik yang terkait dengan likuiditas. Analisis interconnectedness tersebut dilakukan
dengan
menggunakan
berbagai
metode network analysis untuk melihat peran suatu bank dalam transaksi pinjam-meminjam di pasar uang. Dengan analisis ini, akan diketahui posisi bank apakah sebagai central intermediary, central borrower, atau central lender di pasar uang antarbank (PUAB). Posisi bank yang tergolong sentral di PUAB akan semakin meningkatan risiko sistemik apabila bank tersebut gagal berdasarkan GST likuiditas.
Bank Indonesia
255
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Artikel 2.
Analisis Kerentanan Rumah Tangga Menggunakan Balance Sheet Approach (BSA) dan Financial Margin Approach (FMA) Arlyana Abubakar1, Rieska Indah Astuti2, Rini Oktapiani3
256
Bank Indonesia
Artikel 2
Kerentanan sektor rumah tangga dapat diukur
tangga
baik secara makro (agregat) dengan menggunakan
perekonomian. Interkoneksi yang tinggi antara
pendekatan Balance Sheet Approach (BSA) maupun
sektor rumah tangga dengan sektor keuangan dapat
berdampak
signifikan
terhadap
Margin
berpotensi meningkatkan risiko sistemik apabila
Approach (FMA), yang dilengkapi dengan penilaian
terjadi guncangan pada sektor rumah tangga.
kerentanan rumah tangga dari segi strategi bertahan
Risiko ketidakseimbangan yang berasal dari sektor
(coping strategies) rumah tangga dalam menghadapi
tumah tangga dapat ditransmisikan terhadap sistem
kesulitan keuangan. Penilaian kerentanan rumah
keuangan melalui beberapa jalur (IMF, 2005).
secara
mikro
menggunakan
Financial
dapat
tangga melalui strategi bertahan tersebut dapat dilakukan berdasarkan hasil survey dengan mengacu
Rumah tangga terekspos risiko dalam kapasitasnya
pada heatmap coping strategies yang terdiri dari tiga
sebagai pemilik aset keuangan berupa dana pihak
zona, yaitu moderate, high dan extreme. Hasil penilaian
ketiga, surat berharga, aset ekuitas serta asuransi
kerentanan rumah tangga dengan menggunakan
dan dana pensiun. Selain itu, rumah tangga juga
ketiga metode tersebut menunjukan bahwa sektor
terekspos risiko dalam perannya sebagai peminjam
rumah tangga di Indonesia tergolong cukup solvent
dana dari sektor keuangan, khususnya perbankan.
dan sound dengan interkoneksi yang tinggi terhadap
Ketidakseimbangan terjadi apabila rumah tangga tidak
korporasi dan sektor keuangan, khususnya perbankan.
dapat melunasi kewajiban kepada bank, sehingga
heatmap
bank tersebut mengalami kerugian. Di sisi lain,
Namun
demikian,
menunjukan
bahwa
coping
meskipun
strategies
secara
umum
rumah tangga yang mengalami kesulitan keuangan
kerentanan rumah tangga masih berada dalam zona
tersebut juga akan mengurangi pengeluaran untuk
moderate, namun perlu diwaspadai adanya potensi
konsumsi, sehingga mengurangi permintaan terhadap
kerentanan yang mengarah pada level yang lebih
barang dan jasa yang selanjutnya dapat berdampak
tinggi (high dan extreme) sehingga dapat berdampak
terhadap
pada ketidakseimbangan sistem keuangan.
korporasi mengalami penurunan pendapatan yang
perekonomian.
Sebagai
akibatnya,
dapat berdampak terhadap penurunan kemampuan Keywords: balance sheet analysis, financial margin,
korporasi
coping
capacity) ke bank. Oleh karena itu, diperlukan penilaian
JEL Classification: E020, G390, J100
yang lebih dalam atas profil risiko rumah tangga
dalam
membayar
utang
(repayment
dalam rangka memitigasi risiko yang bersumber dari 1. Latar Belakang
ketidakseimbangan keuangan sektor rumah tangga.
Pengalaman sub-prime mortgage di Amerika yang mengarah pada krisis global tahun 2008 menunjukan bahwa risiko kredit yang berasal dari sektor rumah
3 1 2
Peneliti Ekonomi Senior, Departemen Kebijakan Makroprudensial, Bank Indonesia; email:
[email protected] Peneliti Ekonomi, Departemen Kebijakan Makroprudensial, Bank Indonesia; email:
[email protected] Research Fellow, Departemen Kebijakan Makroprudensial, Bank Indonesia; email :
[email protected]
Bank Indonesia
257
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
2. Tinjaun Literatur
ukuran risiko kredit rumah tangga yang mengambarkan
2.1. Studi terkait Financial Margin
kemampuan membayar utang jangka pendek maupun
Vatne (2007) mengungkapkan bahwa financial margin
jangka panjang. Rumah tangga yang memiliki financial
merupakan aset likuid yang dimiliki oleh rumah
margin negatif dianggap sebagai rumah tangga yang
tangga setelah dikurangi biaya utang mencakup biaya
berada dalam masalah keuangan dan ditandai dengan
suku bunga dan utang pokok serta total pengeluaran.
ketidakmampuan
Indikator ini merepresentasikan ketahanan rumah
dasar serta membayar cicilan utang, sehingga rumah
tangga terhadap perubahan kondisi makroekonomi
tangga tersebut memiliki peluang gagal bayar yang
seperti peningkatan suku bunga atau penurunan
tinggi. Analisis1 kerentanan rumah tangga dengan
pendapatan. Hasil analisis dengan menggunakan data
menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS)
Income and Property Statistics for Household 1987-
2007 menunjukan bahwa terdapat 16% rumah tangga
2003 menunjukan bahwa sebesar 13% rumah tangga
yang rentan gagal bayar dengan kepemilikan utang
di Norwegia rentan gagal bayar atau memiliki nilai
mencapai 48% pada direct approach. Sedangkan dari
financial margin negatif, dimana kepemilikan utangnya
keseluruhan rumah tangga yang memiliki utang ke
mencapai 17% dari total utang rumah tangga.
perbankan, sebanyak 26% merupakan rumah tangga
dalam
memenuhi
kebutuhan
rentan dengan kepemilikan utang sebesar 52%. Hasil Selain itu, Albacete & Fessler (2010) menjelaskan
indirect approach menunjukan bahwa pangsa rumah
bahwa rumah tangga yang memiliki financial margin
tangga rentan mencapai 49% dengan kepemilikan
negatif dapat dianggap sebagai rumah tangga yang
utang sebesar 45%. Hasil ini tidak jauh berbeda
rentan. Pangsa dari rumah tangga yang rentan dapat
untuk rumah tangga yang memiliki utang hanya ke
menjadi indikator utama dalam memonitor ketahanan
perbankan dimana sebanyak 49% dari rumah tangga
terhadap berbagai tekanan (shock) seperti employment
tersebut merupakan yang rentan gagal bayar dan
shock, perubahan suku bunga, harga aset, nilai tukar
memiliki utang yang mencapai 46%.
dan sebagainya. Dengan menggunakan data OeNB’s
2.2. Definisi Coping Strategies rumah Tangga
Household Survey on Housing Wealth 2008 (HSHW
Coping Strategies merupakan mekanisme atau strategi
2008), penelitian tersebut menemukan bahwa pangsa
penanganan risiko oleh rumah tangga pada saat
rumah tangga rentan di Austria berkisar antara 9,2%
terjadinya suatu peristiwa yang dapat mempengaruhi
sampai dengan 15,6%. Bilston, Johnson & Read (2015)
keuangan rumah tangga (Hoogeveen, Tesliuc & Vakis
memanfaatkan data survei Household, Income, Labour
(2004)). Worldbank (2011) menjelaskan bahwa
Dynamics in Australia (HILDA) dan menemukan bahwa
adanya guncangan baik yang berasal dari pasar tenaga
pangsa rumah tangga rentan di Australia mencapai
kerja seperti pemutusan hubungan kerja, pasar kredit
12% pada tahun 2002, 10% pada tahun 2006 dan 8%
seperti kenaikan suku bunga pinjaman, pasar produk
pada tahun 2010.
seperti kenaikan harga makanan serta pengurangan subsidi dari pemerintah kepada masyarakat, secara
Pratama & Hidayat (2015) menjelaskan bahwa
umum akan direspon oleh masyarakat antara lain
financial margin dapat digunakan sebagai proksi
dengan meningkatkan pendapatan baik melalui
1
Analisis dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu direct dan indirect approach. Pada direct approach, nilai financial margin dihitung dari selisih antara per capita expenditure (proksi pendapatan) dengan monthly payment (pengeluaran). Sementara nilai financial margin pada indirect approach diperoleh dari selisih antara household expenditure (proksi pendapatan) dengan predicted basic consumption dan monthly payment.
258
Bank Indonesia
Artikel 2
penarikan tabungan dan melakukan pekerjaan
secara individual dan analisis risiko keterkaitan
tambahan serta dengan mengurangi pengeluaran.
(interconnectedness risk) rumah tangga dengan sektor
Kegagalan rumah tangga dalam merespon guncangan
lainnya.
tersebut akan mempengaruhi penurunan tingkat
Analisis risiko rumah tangga secara individual
kesejahteraan rumah tangga yang direpresentasikan
dilakukan menggunakan balance sheet risk indicators.
melalui penurunan aset keuangan berupa tabungan,
Indikator tersebut mencerminkan baik risiko likuiditas
penurunan aset non keuangan, penurunan akumulasi
yang diproksikan dengan rasio saving to expenditure,
human capital seperti mempekerjakan anak di bawah
maupun risiko solvabilitas yang direpresentasikan
usia kerja dan lain sebagainya.
melalui rasio liabilities to asset dan liabilities to GDP. Sementara analisis risiko keterkaitan rumah tangga
USAID (1999) menjelaskan bahwa tingkat kerentanan
dengan sektor lain dilakukan dengan memanfaatkan
rumah tangga dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
matriks BSA indikator Net Financial Position yang
tingkat kerentanan moderat, tinggi dan ekstrim.
menggambarkan posisi keuangan rumah tangga relatif
Rumah tangga yang memiliki strategi coping adaptasi
terhadap sektor lainnya. Net posisi keuangan1 tersebut
sebagai respon atas suatu peristiwa yang terjadi,
dihitung dari selisih antara total aset keuangan dengan
umumnya memiliki tingkat kerentanan yang relatif
kewajiban. Semakin negatif nilai net posisi keuangan
moderat. Sedangkan yang memilih untuk melakukan
mengimplikasikan bahwa sektor tersebut menghadapi
divestasi pada aset likuid cenderung memiliki tingkat
masalah keuangan dimana total aset keuangan tidak
kerentanan yang tinggi atau bahkan ekstrim terutama
mencukupi untuk memenuhi seluruh kewajiban yang
untuk rumah tangga yang melakukan divestasi pada
dimiliki (IMF (2015)).
aset produktif. Analisis mikro dengan metode FMA dilakukan dengan 3. Metodologi Penelitian
menggunakan dua pendekatan, yaitu income approach
3.1. Metode Analisis
dan expenditure approach. Kedua pendekatan tersebut
Analisis pada penelitian ini menggunakan dua
menghasilkan pangsa dan karakteristik demografi
pendekatan, yaitu secara makro dengan menggunakan
rumah tangga yang memiliki financial margin negatif,
Balance Sheet Approach (BSA) dan secara mikro
yang untuk selanjutnya didefinisikan sebagai rumah
menggunakan Financial Margin Approach (FMA).
tangga yang rentan. Pada income approach, nilai
Analisis makro dengan metode BSA menghasilkan
financial margin rumah tangga diperoleh dari selisih
informasi berupa profil risiko sektor rumah tangga
antara pendapatan dengan pengeluaran untuk
yang diperoleh melalui analisis risiko rumah tangga
konsumsi dasar dan cicilan utang.
1
Yi
: Pendapatan rumah tangga
BCi
: Konsumsi dasar rumah tangga
DSi
: Cicilan Utang rumah tangga
Sektor mengalami net aset keuangan jika nilai aset keuangan lebih besar dari kewajiban, sementara jika nilai aset keuangan lebih kecil dari kewajiban maka sektor mengalami net kewajiban
Bank Indonesia
259
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Sementara pada expenditure approach, nilai financial
pendapatan dilakukan untuk meminimalisir error-
margin diperoleh dari selisih antara total konsumsi
term (kesalahan) yang terjadi akibat penggunaan
yang merupakan proksi pendapatan dengan cicilan
data pendapatan hasil survey yang cenderung bias ke
utang. Penggunaan total konsumsi sebagai proksi dari
bawah.
Ci
: Total konsumsi rumah tangga
DSi
: Cicilan Utang rumah tangga
Selain itu, kerentanan rumah tangga juga dapat dinilai
diambil dapat berdampak langsung kepada sektor
berdasarkan strategi bertahan (coping strategies)
keuangan, seperti menarik simpanan di bank dan
yang diambil dalam menghadapi tekanan keuangan.
lain sebagainya, sehingga dapat mempengaruhi
Perilaku coping strategies rumah tangga dapat
keseimbangan sistem keuangan secara keseluruhan.
menimbulkan kerentanan apabila tindakan yang Bagan Kerangka Analisis Kerentanan Rumah Tangga
AnalisisKerentanan Rumah Tangga
Makro
Makro
Balance Sheet Approach
Financial margin Approach
Balance Sheet Risk Indicator
BSA Matrix
Profil Risiko Sektor RT
Income Approach
Coping Strategies
Expenditure Approach
Karateristik RT yang rentan
3.2. Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup
Data FABS mencakup data Financial Account (FA) dan
data National dan Regional Financial Account &
Balance Sheet (BS). Data FA mencatat transaksi atau
Balance Sheet (FABS) 2015 sebagai input untuk
aliran finansial antar sektor baik sisi aset maupun
analisis kerentanan rumah tangga secara agregat,
kewajiban secara nasional maupun di regional tertentu.
serta data Survey Neraca Rumah Tangga (SNRT) 2015
Sedangkan data BS merupakan data posisi aset dan
yang merupakan data mikro untuk analisis kerentanan
kewajiban yang dimiliki oleh sektor institusi secara
rumah tangga secara individual.
nasional atau di regional tertentu serta pada periode
1
Klasifikasi instrumen keuangan mencakup Monetary gold and sdrs; Debt securities; Equity and investment fund share/units; Financial derivatives and employee stock options; Currency and deposits; Loans; Insurance, pension and standardized guarantee schemes dan Other accounts receivable/payable.
260
Bank Indonesia
Artikel 2
tertentu. Data FABS dirinci berdasarkan klasifikasi sektor institusi mencakup sektor NFC (Korporasi Non
4. Stylized Fact: Kondisi Terkini Sektor Rumah Tangga di Indonesia
Finansial), HH (Rumah Tangga), ODC (Perbankan),
Rumah
OFC (IKNB), CB (Bank Sentral), CG (Pempus), LG
nasional terbesar yaitu mencapai 33% dari total
(Pemda) dan ROW (Eksternal atau Non Residen) serta
aset perekonomian nasional dimana sebagian besar
berdasarkan instrumen keuangan baik dari sisi aset
berupa aset keuangan. Penempatan aset keuangan
maupun kewajiban. Penelitian ini menggunakan data
rumah tangga masih didominasi oleh penyaluran dana
FABS pada level nasional dan regional.
dalam bentuk ekuitas terutama kepada korporasi yang
1
tangga
merupakan
penyumbang
aset
mencapai 47% dari aset keuangan dan penyaluran Data SNRT 2015 merupakan data hasil survey Bank
dana pihak ketiga kepada perbankan sebesar 42%.
Indonesia pada tahun 2015 yang bermanfaat untuk
Dari sisi pembiayaan, sumber utang mayoritas berasal
mengetahui struktur neraca rumah tangga di Indonesia
dari perbankan mencapai 83%, IKNB sebesar 12% dan
khususnya rumah tangga yang diperkirakan memiliki
sektor non keuangan sebesar 5%. Instrumen utang
akses dan pengaruh terhadap sistem perbankan. SNRT
didominasi oleh pinjaman (loans) sebesar 97% yang
2015 dilaksanakan secara serentak di 12 provinsi
sebagian besar dari perbankan.
yang merepresentasikan 71% penduduk Indonesia berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Secara spasial, provinsi dengan pangsa aset keuangan
pada triwulan I-2013. Provinsi tersebut diantaranya
rumah tangga terhadap PDRB terbesar adalah DKI
adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera
Jakarta mencapai 132,26%, dimana aset keuangan
Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
tersebut mayoritas disalurkan kepada korporasi
Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
dalam bentuk ekuitas (51%). Hal ini mengimplikasikan
Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Jumlah rumah
pentingnya peran sektor rumah tangga terhadap
tangga yang menjadi sampel mencapai 2.170 rumah
perekonomian di Provinsi DKI Jakarta terutama melalui
tangga yang ditentukan dengan mempertimbangkan
pembiayaan pada korporasi yang dapat digunakan
persentase penduduk yang bekerja di setiap provinsi,
untuk melakukan ekspansi usaha.
serta rata-rata jumlah anggota rumah tangga (ART) di setiap rumah tangga.
Tabel Aset Keuangan dan Kewajiban Rumah Tangga per Provinsi (% terhadap PDRB) Komponen Neraca
Provinsi* DKI Jkt
Jabar
Jatim
Kaltim
Suluc
Sumut
Aset Keuangan
132.26%
39.01%
38.95%
30.19%
28.60%
28.60%
24.34%
Sumut
35.07%
Sumsel
Kewajiban
16.87%
14.28%
11.73%
6.75%
26.01%
14.78%
17.43%
14.45%
Sumber: RFABS (2015) *Beberapa provinsi tidak dapat ditampilkan karena ketersediaan data yang tidak lengkap
Bank Indonesia
261
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
5. Analisis Kerentanan Rumah Tangga Menggunakan Balance Sheet Approach (BSA)
dan Liabilities to GDP. Penurunan tersebut dipicu oleh pertumbuhan aset keuangan sebesar 20% (yoy) yang
Indikator risiko likuiditas maupun solvabilitas rumah
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
tangga relatif terjaga pada tahun 2015, meskipun
kewajiban sebesar 6% (yoy). Hal ini mengindikasikan
sempat mengalami tekanan sebagai akibat dari
bahwa sektor rumah tangga di Indonesia tergolong
perlambatan ekonomi yang masih berlanjut di
cukup solvent terutama dalam menutupi utang jangka
tahun 2015. Hal ini tercermin dari penurunan nilai
pendek dan jangka panjang.
indikator risiko solvabilitas yaitu Liabilities to Asset
Liabilities to Asset 25% 20% 15%
17,18%
10% 5% 0%
Liabilities to GDP
20,14%
17,36% 2014Q4
Saving to Expenditure
2014Q4
Sumber: NFABS 2015, data diolah Grafik Balance Sheet Risk Indicator
Secara kumulatif, indikator risiko likuiditas yang
kepemilikan aset keuangan yang mencapai 32% dari
diproksikan oleh saving ratio menunjukan tren yang
aset keuangan nasional. Hal tersebut mengimplikasikan
meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Hal
pentingnya peranan sektor rumah tangga dalam
ini dipicu oleh peningkatan pertumbuhan simpanan
perekonomian sebagai salah satu sumber pembiayaan
rumah tangga kepada perbankan. Peningkatan
domestik terbesar. Penyaluran aset keuangan rumah
likuiditas tersebut mengimplikasikan kecukupan aset
tangga mayoritas kepada sektor korporasi dengan nilai
likuid rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan
net aset rumah tangga terhadap korporasi mencapai
dasar serta membayar cicilan utang jangka pendek.
28,95% terhadap PDB.
Berdasarkan matriks BSA indikator Net Financial Position, sektor rumah tangga merupakan sektor dengan financial surplus terbesar dengan total nilai net aset mencapai 39,68% terhadap PDB. Besarnya nilai net aset rumah tangga berasal dari tingginya
262
Bank Indonesia
Artikel 2
Tabel Matriks BSA Net Financial Position 2015Q4 Holder of Liability (Creditor Sector) Balance Sheet
NFC
HH
ODC
OFC
CB
-70.34%
39.68%
0.98%
0.81%
28.95%
6.19%
1.67%
-6.44%
-1.90% 1.14%%
CG
LG
ROW
1.1%
-14.26%
2.31%
39.72%
-1.76%
.80%
0.9%
28.60%
-2.08%
-0.42%
0.11%
0.00%
-7,61%
-1.42%
1.56%
5.10%
-0.13%
-2.04%
0.00%
2.27%
0.03%
-12.57%
-0.27%
16.32%
Issuer of the Liability (debitor Sector)
(In percent of GDP) Total NFC HH
-28,95%
ODC
-6.19%
6.44%
OFC
-1.67
1.90%
-1.14%
CB
1.76%
2.08%
7.61%
0.13%
CG
-5.80%
0.42%
1.42%
2.04%
0.15%
-0.15%
LG
-0.88%
-0.11%
-1.56%
0.00%
-0.03%
0.27%
ROW
-28.60%
0.00%
-5.10%
-2.27%
12.57%
-16.32%
0.00% 0.00%
Pembiayaan kepada sektor korporasi didominasi
masih menyalurkan aset keuangan dalam bentuk
oleh instrumen ekuitas1, dimana sebanyak 98% dari
simpanan di perbankan. Selain itu, sumbangan rumah
aset keuangan rumah tangga yang berupa ekuitas
tangga di sejumlah provinsi terhadap sektor riil juga
(46,41% dari total aset keuangan) disalurkan kepada
terlihat relatif tinggi. Hal ini ditunjukan oleh besarnya
korporasi. Hal ini menunjukan tingginya interkoneksi
kepemilikan aset keuangan berupa ekuitas korporasi
antara kedua sektor tersebut sehingga menyebabkan
di beberapa provinsi yang mencapai lebih dari 50%
sektor rumah tangga cenderung rentan terhadap
seperti Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Jawa
risiko capital loss maupun risiko likuiditas pada saat
Barat, DKI Jakarta dan Jawa Timur.
korporasi mengalami tekanan keuangan atau bahkan default. Selain itu, terdapat interkoneksi yang tinggi
Berdasarkan aspek pembiayaan, baik secara nasional
antara sektor rumah tangga dengan perbankan.
maupun regional sumber pembiayaan rumah tangga
Nilai aset keuangan rumah tangga berupa simpanan
di luar pendapatan masih didominasi oleh utang
(currency & deposit) sebesar 42,15% didominasi
berupa pinjaman (loan) terutama yang berasal dari
oleh penyaluran simpanan kepada sektor perbankan
perbankan. Secara nasional, utang rumah tangga
mencapai 92%, sehingga sektor perbankan cenderung
dalam bentuk pinjaman mencapai 96,86% dimana
terekspos oleh risiko penarikan dana secara tiba-
sebesar 86% bersumber dari perbankan. Meskipun
tiba (withdrawal risk) yang dapat dilakukan oleh
sebagian besar regional terekspos dengan perbankan
rumah tangga terutama pada saat mengalami defisit
melalui pinjaman dengan pangsa di atas 90%, risiko
keuangan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
kredit sektor rumah tangga masih relatif terjaga. Hal ini tercermin dari rata-rata Non Performing Loan (NPL)
Sementara itu, analisis spasial pada instrumen aset
rumah tangga regional yang masih berada di bawah
keuangan rumah tangga menunjukan bahwa rumah
batas minimum 5%.
tangga di sejumlah provinsi di Indonesia mayoritas
1
Termasuk kepemilikan equity korporasi yg dimiliki oleh korporasi lain, dengan asumsi ultimate shareholder adalah individual atau perseorangan (rumah tangga)
Bank Indonesia
263
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
6. Analisis Kerentanan Rumah Tangga Menggunakan
rumah tangga pada income approach yang cenderung bias ke bawah. Berdasarkan expenditure approach,
Financial Margin Approach (FMA) dengan
pangsa rumah tangga rentan dari total rumah
menggunakan indikator financial margin menunjukan
tangga yang berhutang ke bank adalah 14% dengan
bahwa secara keseluruhan hasil dengan income
kepemilikan utang mencapai 45%. Sedangkan pada
approach
overestimate
income approach, pangsa rumah tangga rentan yang
dibandingkan dengan expenditure approach. Hal
meminjam ke bank mencapai 43% dengan kepemilikan
ini disebabkan oleh penggunaan nilai pendapatan
utang sebesar 63%.
Analisis
kerentanan
rumah
cenderung
tangga
bersifat
Grafik Pangsa Rumah Tangga Rentan dan Pangsa Kepemilikan Utang oleh Rumah Tangga Rentan
Berdasarkan Pendapatan
Berdasarkan Sumber Utang 100%
Income Approach
Expenditure Approach
Income Approach
90% 80%
40%
70%
35%
60%
30%
50%
25%
40%
20%
30%
15%
20%
10%
10% 0%
Expenditure Approach
5% All
Bank
All
0%
Bank
Rendah Menengah % RT yang rentan
Tinggi
Rendah
Menengah
Tinggi
% Kepemilikan utang oleh RT rentan
Relatif tingginya pangsa rumah tangga rentan yang
Berdasarkan kelompok pendapatan, baik income
memiliki utang kepada perbankan terutama pada
approach maupun expenditure approach cenderung
income approach mengimplikasikan tingginya risiko
menunjukan pola yang sama dimana rumah tangga
kredit yang dihadapi oleh perbankan, terutama jika
berpendapatan tinggi relatif memiliki pangsa rumah
rumah tangga mengalami kesulitan dalam memenuhi
tangga rentan yang besar dan kepemilikan utang yang
kewajiban. Hal ini sejalan dengan kenaikan nilai NPL
juga tinggi. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa
kredit perseorangan perbankan yang relatif tinggi
rumah tangga berpendapatan tinggi cenderung
pada tahun 2015 yaitu mencapai 2,40%. Peningkatan
memiliki kemungkinan gagal bayar yang lebih besar
NPL untuk kredit perseorangan ditengarai merupakan
ketika mengalami defisit keuangan dan kepemilikan
akibat dari fase perlambatan ekonomi yang masih
aset
berlanjut pada tahun 2015, dimana perlambatan
keseluruhan utang jangka pendek. Meskipun demikian,
tersebut telah memberikan tekanan baik pada
potensi risiko rumah tangga tersebut relatif lebih kecil
konsumsi maupun kemampuan membayar utang
mengingat kepemilikan aset yang cenderung besar
rumah tangga.
untuk digunakan sebagai strategi bertahan dalam
likuid
tidak
mencukupi
untuk
menutupi
menutup defisit keuangan. Strategi bertahan yang
264
Bank Indonesia
Artikel 2
dapat dilakukan oleh rumah tangga tersebut antara
tinggi dengan pangsa kepemilikan utang perbankan
lain dengan menarik tabungan atau menjual aset
yang juga relatif besar.
produktif. Sementara itu, rumah tangga dengan pendidikan Berdasarkan karakteristik demografi rumah tangga,
terakhir kepala keluarga adalah perguruan tinggi serta
hasil analisis dengan kedua pendekatan menunjukan
memiliki pekerjaan sebagai pengusaha cenderung
bahwa rumah tangga yang rentan terekspos oleh
memiliki utang perbankan yang besar namun jumlah
risiko gagal bayar umumnya adalah rumah tangga
rumah tangga yang rentan relatif sedikit. Hal ini
yang dikepalai oleh laki-laki, berusia produktif (25-
mengindikasikan bahwa risiko pada kelompok rumah
59 tahun), memiliki status menikah, berpendidikan
tangga ini relatif terjaga, mengingat bahwa kepala
SMA dan memiliki pekerjaan sebagai pegawai. Selain
rumah tangga yang berprofesi sebagai pengusaha
itu, rumah tangga yang rentan tersebut juga memiliki
dapat menggunakan utang perbankan untuk modal
eksposur terhadap perbankan melalui instrumen
usaha. Adanya return dari hasil penggunaan utang
utang dengan pangsa yang relatif tinggi. Hasil tersebut
untuk investasi maupun pembiayaan laiinya membuat
sesuai dengan penelitian Pratama & Hidayat (2015)
rumah tangga ini relatif memiliki kemungkinan gagal
bahwa rumah tangga yang dikepalai oleh laki-laki dan
bayar yang kecil.
berusia produktif cenderung memiliki kerentanan yang
Berada dalam usia produktif (25-59 tahun) Berpendidikan setingkat SMA Memiliki pekerjaan sebagai pegawai Berstatus menikah Di kepalai oleh laki-laki
High Low
%Negative FM Households
Bagan Matriks Analisis Kerentanan Berdasarkan Karakteristik Rumah Tangga
Berusia Lantjut (diatas 60 tahun) Berpendidikan se tingkaht SD dan SMP Tidak memiliki Pekerjaan tetap berstatus tidak menikah Di kepalai oleh perempuan
Memiliki pendidikan setingkat perguruan tinggi Memiliki pekerjaan sebagi pengusba
Low
High % of Total Debt
7. Analisis Coping Strategies Rumah Tangga Indonesia
berupa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup,
Berdasarkan data SNRT 2015, sebesar 29% rumah tangga
sedangkan 23% rumah tangga mengalami kesulitan
yang memiliki utang menghadapi tekanan keuangan
dalam membayar utang selama satu tahun terakhir.
Grafik Pangsa Rumah Tangga yang Kesulitan Memenuhi Kebutuhan Hidup dan Membayar Utang Kesulitan Memenuhi Kebutuhan
Kesulitan Membayar Utang
Ya
Ya
90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 10%
Tidak
Tidak
Bank Indonesia
265
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
Sebagai langkah antisipasi risiko tekanan keuangan
dalam zona moderat karena mayoritas rumah tangga
yang lebih dalam, sebanyak 61% rumah tangga
tersebut masih mengandalkan strategi adaptasi dengan
memilih strategi adaptif yaitu dengan cara mengurangi
mengurangi pengeluaran sebagai respon atas tekanan
pengeluaran. Sedangkan strategi alternatif lain yang
keuangan yang dihadapi. Namun perlu diwaspadai
dipilih diantaranya adalah menjual barang berharga
bahwa selain melakukan strategi adaptasi, secara
(40%), meminjam makanan atau uang kepada kerabat
kumulatif rumah tangga tersebut juga memilih beberapa
dan keluarga (39%), menarik uang dari tabungan (37%)
strategi divestasi pada aset likuid sehingga menyebabkan
serta mencari pekerjaan tambahan (27%).
semakin tingginya tingkat kerentanan yang dihadapi.
Merujuk pada heatmap coping strategies yang terdapat
Beberapa strategi divestasi pada aset likuid yang dilakukan
pada buku manual asesmen Food Security & Early
oleh rumah tangga tersebut mencakup menjual barang
Warning Vulnerability USAID (1999), tingkat kerentanan
berharga yang dimiliki, meminjam uang kepada kerabat
rumah tangga yang memiliki utang masih berada
serta menarik tabungan.
Bagan Heatmap Coping Strategies Rumah Tangga Indonesia Household Vulnerability Moderate (106,60%) High (130,34%) Extreme (42,48%)
Household Strategies Adaptation
Divestment
Low
High
Diet change,Increase in labor, reductionof HH Costs
1
Liquid assets
Reduction size/frequency of meals Reduction in quality of meals Skipped days
5
6
Reversibility
Severity of Impact on HH
Without eating Ate wild foods Dangerous activities Longer seasonal More casual labor Increase working time child remove from school One or more family
High
Time
Sold off/consumed next season’s seed grains Sold off/consumed
7
Pawned HH possessions Sold HH possessions Consumed money intended for small business Dissaving
migration
Sold off agriculture implements
Sold of small animals Borrow money for food
3
members moved to seek work
Low
Productive Assets
Large animals
2
Sold off productive
4
tools/equipment Lost ability to service the liability
8
9
Takeover the liability
12
13
10
11
15
16
14
Borrowed money from money lender to buy food Sold or pledged land or house Destitution
Sumber: USAID Security & Early Warning Vulnerability Assessment Manual (1999). disesuaikan dengan data Indonesia
Selain itu, rumah tangga Indonesia juga memiliki
baik utang jangka pendek maupun jangka panjang
kecenderungan melakukan divestasi pada aset
sehingga kerentanan rumah tangga tersebut berada
produktif apabila strategi adaptasi dan divestasi aset
pada kondisi yang ekstrim dan dapat berdampak
likuid tidak dapat menutupi defisit keuangan. Kegagalan
terhadap sektor keuangan serta ketidakseimbangan
pada strategi divestasi aset produktif akan memicu
sistem keuangan secara keseluruhan.
hilangnya kemampuan untuk membayar cicilan utang
266
Bank Indonesia
Artikel 2
Berdasarkan kelompok pendapatan, rumah tangga
Sedangkan rumah tangga yang mengalami kesulitan
yang memiliki utang dan mengalami kesulitan untuk
untuk membayar utang mayoritas berasal dari
memenuhi kebutuhan hidup dalam satu tahun terakhir
kelompok rumah tangga berpendapatan menengah.
didominasi oleh rumah tangga berpendapatan tinggi.
Grafik Pangsa Rumah Tangga yang Mengalami Kesulitan Berdasarkan Pendapatan Kesulitan Membayar Utang
Kesulitan Memenuhi Kebutuhan Hidup
48% 40%
37%
34% 23% 19%
Strategi bertahan yang paling banyak dipilih oleh
kecenderungan untuk melakukan penarikan tabungan
rumah
kelompok
sehingga perlu adanya kewaspadaan dari perbankan
pendapatan tinggi, menengah maupun rendah
untuk mengantisipasi risiko likuiditas yang dipicu oleh
merupakan strategi adaptasi dengan cara mengurangi
penarikan besar-besaran dari rumah tangga. Strategi
pengeluaran. Sebagai alternatif, kelompok rumah
bertahan yang dipilih oleh rumah tangga berdasarkan
tangga
kelompok pendapatan adalah sebagai berikut:
tangga
Indonesia
berpendapatan
baik
tinggi
dari
juga
memiliki
Bagan Coping Strategies Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pendapatan
Pendapatan Tinggi Mengurangi pengeluaran Menarik uang dari tabungan Menjual barang berharga Meminjam makanan atau uang dari keluarga dan teman Melakukan pekerjaan tambahan
Pendapatan Menengah Mengurangi pengeluaran Menjual barang berharga meminjam makanan atau uang dari keluarga dan teman Melakukan pekerjaan tambahan Menarik uang dari tabungan
Pendapatan rendah Mengurangi pengeluaran Menjual barang berharga meminjam makanan atau uang dari keluarga dan teman Menarik uang dari tabungan Bekerja lebih lama untuk mendapatkan tambahan uang
Bank Indonesia
267
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
8. Kesimpulan financial
margin
Hasil analisis balance sheet risk indicators menunjukan
Analisis
bahwa sektor rumah tangga di Indonesia tergolong
dengan menggunakan income approach cenderung
cukup solvent dan sound, baik dari sisi solvabilitas
overestimate
maupun dari kecukupan likuiditas. Meskipun demikian,
approach. Namun, hasil analisis berdasarkan dua
terdapat interkoneksi keuangan yang tinggi antara
pendekatan tersebut mengarah pada kesimpulan
sektor rumah tangga dengan korporasi dan sektor
yang sama yaitu potensi risiko gagal bayar yang relatif
rumah tangga dengan perbankan. Sebagai implikasi,
tinggi berasal dari kelompok rumah tangga dengan
sektor perbankan terekspos risiko penarikan dana
kepala keluarga berada pada usia produktif (25-
secara tiba-tiba (withdrawal risk) yang dapat dilakukan
59 tahun), berpendidikan setingkat SMA, memiliki
oleh rumah tangga pada saat mengalami defisit
pekerjaan tetap sebagai pegawai, berstatus menikah
keuangan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
dan dikepalai oleh laki-laki. Lebih lanjut, hasil analisis
Sementara itu, sektor rumah tangga terekspos oleh
pada heatmap coping strategies menunjukan bahwa
risiko yang berasal dari kepemilikan aset ekuitas saat
kerentanan rumah tangga masih berada dalam zona
korporasi mengalami default. Secara agregat, sektor
moderat, dimana sebanyak 61% rumah tangga yang
rumah tangga merupakan sektor dengan financial
memiliki utang cenderung memilih strategi adaptasi.
surplus terbesar yang diindikasikan oleh nilai net aset
Adapun strategi adaptasi yang dipilih sebagai
keuangan rumah tangga yang mencapai 39,68% (rasio
respon atas tekanan keuangan yang dihadapi adalah
terhadap PDB). Selain itu, tingginya aset keuangan
mengurangi pengeluaran. Namun, perlu diwaspadai
rumah tangga turut menggambarkan peranan sektor
karena secara kumulatif kerentanan rumah tangga
rumah tangga yang penting dalam perekonomian
memiliki potensi meningkat ke level yang lebih tinggi
karena merupakan salah satu sumber pembiayaan
(high dan extreme) sehingga dapat berdampak pada
domestik terbesar.
ketidakseimbangan sistem keuangan.
268
Bank Indonesia
melalui
pendekatan
dibandingkan
dengan
expenditure
Artikel 2
DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Arlyana., et all, (2015), “Kerangka dan Analisis Indikator Ketidakseimbangan Keuangan dalam National dan Regional Balance Sheet (Versi I)”, Bank Indonesia. Armas, JCA., (2016), “Balance Sheet Analysis: A New Approach to Financial Stability Surveillance”, Bangko Sentral ng Pilipinas. Bank Indonesia., (2016), “Kajian Stabilitas Keuangan – Mitigasi Risiko Sistemik untuk Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dan Mendorong Intermediasi di Tengah Tantangan Global dan Domestik”, KSK Maret 2016, Bank Indonesia. Bilston, Tom., Johnson, Robert & Read, Matthew., (2015), “Stress Testing the Australian Household Using the HILDA Survey”, Research Discussion Paper, Reserve Bank of Australia. Craig, Sean., (2015), “Risk and Spillovers: Use of National Balance Sheet Data”, Material for Meeting of the IMF Government Finance Statistics Advisory Committee, Washington DC. Haim, Yair., Levy, Roee., (2007), “Using the Balance Sheet Approach in Financial Stability Surveillance: Analyzing the Israeli Economy’s Resilience to Exchange Rate Risk”, Financial Stability Area, Bank of Israel. Hoogeveen, Johannes., Tesliuc, Emil & Vakis, Renos., (2004), “A Guide to the Analysis of Risk, Vulnerability and Vulnerable Groups”, Worldbank & University of Stanford. IMF (2015), “Balance Sheet Analysis in Fund Surveillance”, Policy Paper International Monetary Fund (IMF), Juni 2015. IMF (2015), “Balance Sheet Analysis in Fund Surveillance – Reference Note”, Policy Paper International Monetary Fund (IMF), Juli 2015. Johanson, Martin W., Persson, Mattias., 2006, “Swedish Households’ Indebtedness And Ability To Pay – A Household Level Study”, Penning – OCH valutapolitik 3/2006, Sveriges Riksbank. Nicolas, Albacete., Fessler, Pirmin., (2009), “Stress Testing Austrian Households”, Oesterreichische Nationalbank. Pratama, Alvin., Hidayat, Taufik., (2015), “Indonesia Households’ Financial Vulnerability”, Paper submitted to Bank Indonesia. PEP-CBMS Network Coordinating Team., (2011), “Definition and Types of Shocks and Coping Strategies to be Monitored”, Material for Technical Workshop on Monitoring Household Coping Strategies During Complex Crises March 2011, Poverty Environment Partnership (PEP) – United Nations Development Program (UNDP) & Community Based Monitoring System International Network (CBMS). Ryan, Paul., Stone, Tahlee., (2009), “Household Wealth in Australia: Evidence from the 2014 HILDA Survey”, Reserve Bank of Australia. Santoso, Wimboh., Sukada, Made., (2009), “Risk Profile of Households and The Impact on Financial Stability”, BIS Papers No 46.
Bank Indonesia
269
Kajian Stabilitas KEuangan No. 28, Maret 2017
WHO/EHA., (1999), “Emergency Health Training Programme for Africa - Coping Mechanism”, Draft 1-1999. Yuventus, Effendi., 2015, “The Indonesia Households’ Stress Testing : A Micro Simulation Approach”, Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance Indonesia. Vatne, BH., 2006, “How Large Are The Financial Margin Of Norwegian Households? An Analysis Of Micro Data For The Period 1987 - 2004”, Economic Bulletin 4/06 (Vol.77) 173-180, Central Bank of Norway. Vatne, BH., 2007, “Financial Margin in Norwegian Household – An Analysis of Micro Data for the Period 1987 2003”, EIFC Bulletin No 25, Central Bank of Norway.
270
Bank Indonesia
Artikel 2
Bank Indonesia
271
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 28, Maret 2017
Pengarah Penerbit : Bank Indonesia
Erwin Rijanto – Filianingsih Hendarta – Yati Kurniati – Dwityapoetra S. Besar
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta
Koordinator dan Editor Umum
Indonesia
Retno Ponco Windarti – Rozidyanti – Mirza Yuniar I. - Januar Hafidz – Leanita Indah P.
Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari
Tim Penyusun M. Firdaus Muttaqin, Kurniawan Agung, Ita Rulina, Indra Gunawan, Yanti Setiawan, Clarita Ligaya, Arlyana
pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia di bidang pengaturan dan pengawasan Makroprudensial
Abubakar, Ndari Suryaningsih, Cicilia A. Harun, Sri Noerhidajati, Theresia Silitonga, Agus Fadjar Setiawan, Viana
sebagaimana tercantum pada Undang-undang No. 21 Tahun 2011.
Sari, Reska Prasetya, Risa Fadila, Khairani Syafitri, Bayu Adi Gunawan, Susana Wibisana, Heny Sulistyaningsih, Sigit Setiawan, Vienella Zarmida, Lisa Rienellda, Arifatul Khorida, Justina Adamanti, Anita, Maulana Harris Muhajir,
KSK diterbitkan secara semesteran dengan tujuan untuk:
Zulfia Fathma, Sagita Rachmanira, Marluga Sidabutar, Wienda Afriyanti, Frimayudha Ardyaputra, Arisyi Fariza
• Meningkatkan wawasan publik dalam memahami stabilitas sistem keuangan
Raz, Anindhita Kemala D., Apsari Anindita N.P, Dhanita Fauziah Ulfa, Randy Cavendish, Rieska Indah Astuti,
• Mengkaji risiko-risiko potensial terhadap stabilitas sistem keuangan
Harris Dwi Putra, Pita Pratita, Vergina Hapsari, Lestari Shita, Irman Robinson, Irma Yunita Barus, Arry Priyanto,
• Menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan
Wahyu Widianti, Eka Putra Budi Nugroho, RR. Diva Amelia Putri, Ridwan Anhar, Duky Sumantri, I.G.N. Yudia,
• Merekomendasikan kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil
Rolan Marulitua, Kartina Eka Darmawanti, Aski Catranti, Fiona Rebecca Hutagaol, Syachman Perdymer, Saraswati, Widyastuti Noviandari, Diana Yumanita, Cecep M Hakim, Siti Nurfalinda, Agustina Damayanti, Dopul Rudy Tamba,
Informasi dan Order: KSK ini terbit pada bulan Maret 2017 dan didasarkan pada data dan informasi per Desember 2016, kecuali dinyatakan lain. Dokumen KSK lengkap dalam format pdf tersedia pada web site Bank Indonesia:http://www.bi.go.id Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain.
Permintaan, komentar dan saran harap ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Kebijakan Makroprudensial Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia Email :
[email protected]
Agus Seno Aji, Aditya Candra, Rakhma Fatmaningrum, Fransiskus Xaverius Tyas Prasa, Ardina Ayu Dwiratna, Donny Ananta, Citra Marliani, Novianti
KONTRIBUTOR Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK) Departemen Pengembangan UMKM (DPUM) Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Departemen Statistik (DSta) Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK) Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP)
PENGOLAH DATA, LAYOUT, DAN PRODUKSI Saprudin, Elsa Puspa Silfia, I Made Yogi
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 28, Maret 2017
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 28, Maret 2017
DEPARTEMEN KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
Mitigasi Risiko Sistemik Melalui Penguatan Koordinasi Antar Institusi di Tengah Konsolidasi Perekonomian Domestik