Penerbit: Bank Indonesia Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta Indonesia
Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi “mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan”.
KSK diterbitkan secara semesteran dengan tujuan untuk: Meningkatkan wawasan publik dalam memahami stabilitas sistem keuangan Mengkaji risiko-risiko potensial terhadap stabilitas sistem keuangan Menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan Merekomendasi kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil.
Informasi dan Order: KSK ini terbit pada bulan September 2013 dan didasarkan pada data dan informasi per Juni 2013, kecuali dinyatakan lain. Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain. Dokumen KSK lengkap dalam format pdf tersedia pada web site Bank Indonesia: http://www.bi.go.id Permintaan, komentar dan saran harap ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Kebijakan MakroPrudensial Jl.MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia Email:
[email protected]
Kajian Stabilitas Keuangan ( No.21, September 2013)
Departemen Kebijakan Makroprudensial
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Bab 1 Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
5
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
halaman ini sengaja dikosongkan
6
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Bab 1
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Secara umum ketahanan sektor keuangan Indonesia selama semester I 2013 masih relatif terjaga meskipun terdapat peningkatan risiko dalam bentuk tekanan di pasar keuangan di penghujung semester.Adanya isu tapering, ketidakpastian mengenai pemulihan ekonomi dunia dan kondisi defisit transaksi berjalan Indonesia menyebabkan meningkatnya potensi risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar. Walaupun risiko secara keseluruhan masih terkendali, kondisi tersebut perlu terus dipantau untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di masa yang akan datang.
Di penghujung semester I 2013, tekanan di
Disagregasi ISSK menunjukkan arah perkembangan
pasar keuangan meningkat, namun dengan stabilitas
ISSK tersebut dipicu oleh tekanan di pasar keuangan,
institusi keuangan yang masih terjaga dengan
sedangkan kondisi Institusi Keuangan masih berada pada
cukup baik sehingga kombinasi dari pengaruh tekanan
kondisi terjaga normal. Tekanan pada pasar keuangan
tersebut menjadi terbatas. Peningkatan tekanan pada
disebabkan oleh ekspektasi kebijakan tapering dari Federal
semester I 2013 tercermin dari kondisi Indeks Stabilitas
Reserve Bank (FRB) AS dan ditunjukkan oleh nilai tukar
Sistem Keuangan. Berdasarkan hasil kajian, meskipun
Rp terhadap USD yang melemah. Isu tapering ini secara
ISSK pada semester I 2013 masih berada pada kondisi
lebih detil disampaikan dalam Boks 1.1. Sementara itu,
normal, namun perkembangan ISSK pada Agustus 2013
terdapat juga peningkatan tekanan pada pasar obligasi
perlu diwaspadai.
(yield obligasi) dan pasar saham (IHSG) serta peningkatan
Grafik 1.1 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) Agregasi
risiko likuiditas pasar (PUAB). Investor asing menilai sinyal tapering dari FRB sebagai
3.0
upaya AS untuk mulai mengurangi stimulus ekonomi yang dilaksanakan untuk pemulihan perekonomian AS
2.5
melalui pembelian obligasi pemerintah AS. Sinyal ini
2.0
dianggap investor global sebagai penilaian FRB bahwa 1.5
kondisi perekonomian AS sudah membaik, sehingga 1.0
investor kembali memburu mata uang dan portofolio
Sumber : Bank Indonesia
2013M07
2012M11
2012M06
2012M01
2011M08
2011M03
2010M10
2010M05
2009M12
2009M07
2009M02
2008M09
2008M04
2007M11
2007M06
2007M01
2006M08
2006M03
2005M10
2005M05
2004M12
2004M07
2004M02
2003M09
2003M04
2002M11
2012M06
2002M01
0.5
dalam dollar AS serta menarik portofolionya di emerging market termasuk Indonesia. Aksi investor global ini
7
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik1.4 Risiko Likuiditas Pasar
mengakibatkan peningkatan volatilitas nilai tukar Rupiah, indeks pasar saham dan yield obligasi pemerintah sehingga pasar keuangan secara umum mengalami tekanan.
1,2
1,0
0,8
0,6
2013 sebesar 5.214,98 dengan peningkatan y-t-d sebesar
0,4
20,81%, IHSG kemudian turun mencapai 4.082,73 di akhir
0,2
2013 mengalami depresiasi sebesar 13,16% (y-t-d).
2013M08
23082013
2013M07
20082013
2013M06
2013M05
2013M04
2013M03
2013M02
2013M01
2012M12
2012M11
(atau kerugian). Nilai tukar sampai dengan akhir Agustus
0,0 2012M08
Agustus 2013 dan memotong return y-t-d menjadi -4,79%
2012M10
terburuk. Setelah mencatat rekor tertinggi pada 20 Mei
2012M09
Dalam hal ini, pasar saham menunjukkan kinerja yang
Sumber: Bank Indonesia
Obligasi pemerintah yang mendominasi pasar obligasi mengalami peningkatan yield terutama sejak bulan Mei 2013. Beberapa indikator pasar yang merepresentasikan tekanan di pasar keuangan diilustrasikan dalam beberapa
Isu tapering bukan satu-satunya penyebab pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan.Kondisi defisit transaksi berjalan yang persisten sebagai akibat berkurangnya ekspor dan masih tingginya impor,
gambar di bawah ini.
meningkatnya inflasi sebagai akibat gejolak harga bahan Grafik1.2 Spread Yield Obligasi Pemerintah
pangan, pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah, serta ekspektasi perlambatan perekonomian Indonesia
1,4
juga menurunkan kepercayaan investor asing pada
1,2
perekonomian Indonesia.
1,0 0,8
Tekanan di pasar keuangan juga tercermin dari
0,6
perkembangan harga Credit Default Swap (CDS).Seperti
0,4 0,2
terlihat di Boks 1.2, pada saat meningkatnya tekanan di 2013M08
23082013
2013M07
20082013
2013M06
2013M05
2013M04
2013M03
2013M02
2013M01
2012M12
2012M11
2012M10
2012M09
2012M08
0,0
pasar keuangan domestik sebagaimana diuraikan di atas, harga CDS Indonesia merupakan yang tertinggi diantara
Sumber: Bloomberg (diolah)
ke-6 negara Asia. Secara keseluruhan, industri perbankan masih
Grafik1.3 Volatilitas 5 Hari IHSG
memegang peranan dalam sistem keuangan Indonesia. Pangsa pasar industri perbankan semester I
2,5
2013 sebesar 77,9%, menurun tipis dibandingkan dengan
2,0
2013M08
2013M07
2013M06
2013M05
2013M04
2013M03
pembiayaan, asuransi, perusahaan modalventura dan 2013M02
0 2013M01
aset lembaga keuangan non bank seperti perusahaan 2012M12
5
2012M11
pangsa ini terjadi terutama karena meningkatnya
2012M10
1,0
2012M09
pangsa semester II 2012 sebesar 78,3%. Penurunan
2012M08
1,5
pegadaian. Peningkatan pangsa perusahaan pembiayaan antara lain disebabkan masih meningkatnya permintaan
Sumber: Bloomberg (diolah)
masyarakat terhadap kredit kepemilikan kendaraan
8
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
bermotor yang diajukan melalui perusahaan pembiayaan.
Dalam survei yang dilakukan oleh Financial Stability
Ke depan, peran lembaga keuangan bukan bank di
Board (FSB) [FSB 2012], Bank Indonesia turut berkontribusi
Indonesia diharapkan dapat semakin meningkat melalui
untuk memberikan data Indonesia walaupun eksposur
upaya financial deepening serta semakin meningkatnya
sistem keuangan Indonesia terhadap shadow banking1
minat masyarakat Indonesia terhadap produk-produk
masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-
keuangan di luar produk perbankan. Peningkatan
negara anggota G-20 serta negara-negara peserta survei
aktivitas usaha lembaga keuangan lain dan perbankan
lainnya, keterkaitan antara shadow banking dan sistem
serta keterkaitannya perlu dipantau dalam konteks risiko
perbankan di Indonesia cukup tinggi karena adanya survei
sistemik. Jumlah aset perbankan yang relatif besar serta
FSB (2012) menyebutkan bahwa keterkaitan shadow
keterkaitannya dengan institusi keuangan lain seperti
banking dan sistem perbankan di Indonesia cukup tinggi,
Perusahaan Pembiayaan harus dilakukan dengan tingkat
tercermin dari ketergantungan sumber dana yang tinggi
kehati-hatian yang tinggi.
dari entitas shadow banking kepada perbankan dan penempatan dana yang tinggi oleh entitas shadow banking
Grafik 1.5 Komposisi Aset Lembaga Keuangan
2.8%
6.8%
0.1% 0.1% 0.6%
0.1%
pada perbankan. Masih tingginya dominasi sistem perbankan dalam sistem keuangan Indonesia inilah yang menyebabkan
Perbankan BPR
10.8%
stabilitas institusi perbankan menjadi bagian yang sangat
Asuransi
1.3%
penting dalam penilaian stabilitas sistem keuangan secara
Dana Pensiun Perusahaan Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura
keseluruhan.
Perusahaan Penjamin 77.9%
Manager Investasi Pegadaian
Tabel 1.1 Jumlah Lembaga Keuangan Komposisi Aset LK *) Data per Juni’13, kecuali dinyatakan lain Lembaga Keuangan Perbankan
Jumlah Lembaga Keuangan 120
BPR
1,640
Asuransi1
139
Dana Pensiun1
268
Perusahaam Pembiayaan Perusahaan Modal
Ventura2
Perusahaan penjamin1 Manager Investasi3 Pegadaian4
197 89 7 73 1
1 per
Maret 2013 Pebruari 2013 3 per Desember 2013 4 per Mei 2013 2 per
1) FSB mendefinisikan shadow banking sebagai intermediasi kredit yang melibatkan entitas dan aktivitas di luar sistem perbankan yang biasa.[Financial Stability Board 2012]“Global Shadow Banking Monitoring Report 2012”, November 2012.
Sumber: Bank Indonesia dan OJK
9
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Boks 1.1
Tapering – Off Federal Reserve
Diluar dugaan kalkulasi dan ekpektasi mayoritas
berupa pengurangan pembelian sekitar USD10-15
pengamat pasar keuangan, ekonom serta pelaku
milyar/bulan. Kesimpulan ini merebak dengan cepat
ekonomi, Federal Reserve (Fed) pada 18 September
pasca pernyataan ”mengejutkan” Fed Chairman, Ben
2013 secara mengejutkan memutuskan untuk tetap
Bernanke pada 22 Mei lalu yang mengindikasikan
melanjutkan program unconventional monetary
akan mempertimbangkan pengurangan jumlah QE
policies(menunda tapering-off) berupa quantitative
jika beberapa indikator makro ekonomi menunjukkan
easing (QE1; 2 dan 3) untuk mendukung recovery
perbaikan. Dampak langsung pernyataan ini
ekonomi dan stabilitas pasar keuangan pasca krisis
mengakibatkan berbagai tekanan dan reaksi negatif
sub-prime mortgages tahun 2008. Terkait QE3, Fed
dari hampir seluruh pasar keuangan dunia antara
melakukan pembelian sebesar USD85 miliar/bulan
lain pasar saham, nilai tukar, khususnya emerging
surat berharga AS berupa US Treasuries USD45 milyar
economies. Yield US Treasury 10 tahun naik (harga
dan Mortgage Back Securities USD40 miliar. Respon
turun) 100bps.
positif atas keputusan tersebut mewarnai seluruh pasar
Grafik Boks 1.1.2 Nilai Tukar Beberapa Negara Pra dan Pasca Wacana Tapering-Off
keuangan emerging dengan menguatnya saham, obligasi serta mata uang negara-negara tersebut. 50
120
Kedepan, dunia tetap meyakini Fed akan melakukan tapering off yang akan dimulai Desember tahun ini dan berakhir pertengahan tahun depan.
115 45
110 105 100
40
95
Grafik Boks 1.1.1. Indeks Saham Beberapa Negara Pra dan Pasca Wacana Tapering-Off
90
35
85 80
30
75 70
Apresiasi/(Depresiasi) Nilai Tukar Tanggal
7,000 25,000 6,000 20,000
23 Mei 2013 19-Sep-13
Rupiah Indonesia -1.13% 4.21%
Bath Thailand -0.00% 0.73%
Ringgit Malaysia -0.38% 2.62%
Peso Philippina
Yen Jepang
-1.16% 1.09%
-0.64% 1.20%
9/ 1/ 20 13
4/ 1/ 20 13 5/ 1/ 20 13 6/ 1/ 20 13 7/ 1/ 20 13 8/ 1/ 20 13
30,000
6/ 1/ 20 12 7/ 1/ 20 12 8/ 1/ 20 12 9/ 1/ 20 12 10 /1 /2 01 2 11 /1 /2 01 2 12 /1 /2 01 2 1/ 1/ 20 13 2/ 1/ 20 13 3/ 1/ 20 13
8,000
4/ 1/ 20 12 5/ 1/ 20 12
25
Bath Thailand Ringgit Malaysia Peso Philippina Rupiah Indonesia (Skala Kanan) Yen Jepang (Skala Kanan)
5,000
4,000
15,000
3,000 10,000 2,000 5,000
Pertumbuhan Indeks Tanggal
IHSG
Thailand
Malaysia
Philippina
23 Mei 2013 19-Sep-13
-1.66% 4.66%
-1.46% 3.47%
-0.61% 1.21%
-0.96% 2.81%
Nikkei -7.32% 1.80%
Hang-Seng -2.54% 1.67%
Sumber: Bloomberg Database
9/ 1/ 20 13
4/ 1/ 20 12 5/ 1/ 20 12 6/ 1/ 20 12 7/ 1/ 20 12 8/ 1/ 20 12 9/ 1/ 20 12 10 /1 /2 01 2 11 /1 /2 01 2 12 /1 /2 01 2 1/ 1/ 20 13 2/ 1/ 20 13 3/ 1/ 20 13 4/ 1/ 20 13 5/ 1/ 20 13 6/ 1/ 20 13 7/ 1/ 20 13 8/ 1/ 20 13
1,000
IHSG Malaysia DOW Jones (Skala Kanan) Hang-Seng (Skala Kanan)
Keterangan: nilai tukar beberapa mata uang pada tabel di atas disajikan dalam bentuk skala untuk mempermudah visualisasi. Mata uang Rupiah disajikan dalam bentuk ribu rupiah per dolar, sedangkan ringgit Malaysia disajikan dalam bentuk Ringgit per sepuluh dolar.
Thailand Philippina Nikkei (Skala Kanan)
Sumber: Bloomberg Database
Keputusan Fed ini menjadi anti-klimaks dari derasnya gejolak pasar di emerging market, sejak pernyataan Bernanke Mei lalu. Anti-klimaks
10
Hasil analisis, riset dan diskusi yang menyimpulkan
terhadap persiapan/antisipasi tapering-off dari
bahwa tapering off akan diputuskan Fed pada Federal
investor keuangan global yang seolah-olah saling
Open Market Committee (FOMC) September ini,
berlomba menarik investasi mereka pada higher yield
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
instruments. Pembalikan investasi berupa out-flow
Grafik Boks 1.1.3 Inflasi Amerika Serikat: Persentase Perubahan CPI YoY
reversal ini pada dasarnya dapat dimaklumi sebagai bagian dari strategi repatriasi dana investasi pasca
4.5
pelaksanaan QE yang menggelembungkan neraca Fed
4 3.5
hingga USD3,7 triliun, dimana sebagian mengalir ke
Target Inflasi
Persen (%)
3
emerging market. The Economic Times mengasumsikan sekitar 35% dari jumlah QE diinvestasikan diluar
2.5 2 1.5 1
perekonomian AS.
0.5 0 20 10 M 20 1 10 M 20 3 10 M 20 5 10 20 M7 1 20 0M 10 9 M 20 11 11 M 20 1 11 M 20 3 11 M 20 5 11 20 M7 1 20 1M 11 9 M 20 11 12 M 20 1 12 M 20 3 12 M 20 5 12 20 M7 1 20 2M 12 9 M 20 11 13 M 20 1 13 M 20 3 13 M 5
Dari pernyataan resmi FOMC dan press conference terlihat nada pesimistis (dovish tone) atas
CPI % CHANGE
Sumber: IFS, IMF
perkembangan fundamental ekonomi AS dan Fed, antara lain: ì
Fundamental Ekonomi :
dan akan naik perlahan hingga 2% tahun 2016;
Tampaknya Fed masih ragu atas kesinambungan
Tingkat pengangguran telah mengalami
economic recovery AS. Kinerja tenaga kerja
penurunan yang cukup signifikan dibanding saat
yang belum sepenuhnya membaik seperti
krisis (10%) ke level 7.3% namun masih jauh
yang diharapkan, terutama dalam setahun
dari target awal yang sebesar 5.5%. Demikian
terakhir sejak kebijakan QE3.Pertumbuhan
pula halnya dengan pertumbuhan jumlah tenaga
ekonomi AS relatif masih terbatas dengan tingkat
kerja yang masih sangat kecil (0.54% yoy)
inflasi yang relatif rendah. Berbagai analisis
yang diikuti pula dengan menurunnya tingkat
mengungkapkan bahwa proyeksi besaran makro
partisipasi selama 10 tahun terakhir. Hal ini
ekonomi yang selama ini disusun Fed cenderung
menunjukkan bahwa: (i) adanya permasalahan
optimistis (hawkish estimate). Terkait hal ini, Fed
dalam penyerapan tenaga kerja baru dan (ii)
memandang perlu untuk merevisi turun proyeksi
indikasi terbatasnya tingkat pertumbuhan yang
dimaksud seperti revisi turun GDP 2013 menjadi
dapat dicapai oleh perekonomian Amerika Serikat
1,8-2,4% dari 2,0-2,6%; GDP 2014 menjadi 2,2-
(Tabel Boks 1.1.1).
3,3% dari 3,3-3,6%; Inflasi 2013 dibawah 1,2% Tabel Boks 1.1.1 Profil Ketenagakerjaan Amerika Serikat Ukuran Ketenagakerjaan
Bekerja Pengangguran Total Tenaga Kerja
Jumlah Orang M8 2012 (Ribu Jiwa)
Actual Vs Target Rate 2008 M6
Rate 2012 M8
Rate 2013 M8
Pertumbuhan Target
YoY M8
YTD M8
144,170
94.30%
91.57%
92.76%
94.5%
1.41%
0.59%
11,316
5.70%
8.10%
7.30%
5.5%
-9.35%
-8.24%
155,486
100%
100%
100%
N/A
0.54%
-0.11%
66.10%
63.8%
3.5%
N/A
-0.47%
-0.63%
Partisipasi Sumber: IFS IMF, US Bureau of Labour Statistic
11
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
ì
Grafik Boks 1.1.4 Mortgage Loan (USD Juta) dan Suku Bunga Mortgage (%)
Fed juga khawatir atas peningkatan gejolak risiko pasar keuangan(financial instability), baik domestik AS maupun global dalam beberapa 7.0
bulan terakhir serta peningkatan tingkat bunga
16,000,000 15,000,000
6.5
14,000,000 6.0
pada sektor perumahan dan keuangan AS.
13,000,000 5.5
ì
1XDQVDìperdebatan fiskal antara Pemerintah dan Kongres pada akhir September 2013 terkait
12,000,000
5.0
11,000,000
4.5
10,000,000 9,000,000
4.0
budget dan debt ceiling juga menjadi perhatian
8,000,000 3.5
Fed yang dapat berpotensi kepada government
7,000,000 6,000,000
Mortagage Rate
biaya pemerintah). ì
2013Q1
2012Q3
2011Q3 2012Q1
2010Q3 2011Q1
2010Q1
2009Q1 2009Q3
2008Q3
2007Q3 2008Q1
2007Q1
2006Q3
2005Q3 2006Q1
2005Q1
2004Q3
shut-down (tidak lagi mampu membiayai seluruh
2003Q3 2004Q1
2003Q1
3.0
Total Mortagage
Sumber: federalreserve.gov
Lemahnya pasar kredit pemilikan rumah (mortgage). Merespon wacana tapering-off yang dikeluarkan oleh Fed, jumlah pinjaman mortgage terus mengalami penurunan. Wacana tapering-off telah mempengaruhi pasar obligasi sehingga long-term borrowing costs mengalami peningkatan. Secara umum, suku bunga pinjaman perumahan telah mengalami penurunan signifikan sejak Q3/08 yaitu dari sekitar 6% hingga dibawah 3,5% pada Q3/12,
mengeluarkan berbagai paket kebijakan stimulus fiskal maupun moneter demi menopang pertumbuhan ekonomi mereka. Hal ini secara tidak langsung juga berdampak positif kepada potensi peningkatan ekspor ke negara tersebut serta aliran dana investasi (inflows) ke pasar keuangan emerging countries, termasuk Indonesia. Saat ini neraca Bank of Japan membengkak menjadi lebih dari USD2 triliun dan diperkirakan tahun depan mencapai USD3 triliun.
namun kembali naik sejak bulan Juni 2013 (pasca wacana tapering-off), dimana suku bunga mortgage loan ditransaksikan pada 4.07%. Sementara perkembangan jumlah pinjaman
DAFTAR REFERENSI [1]
usa-fed-banks-analysis idUSBRE98I07B20130919 [2]
perumahan yang disalurkan hanya mengalami penurunan yang gradual (relatif mampu
http://www.reuters.com/article/2013/05/08/ususa-fed-inflation-idUSBRE94704L20130508
[3]
http://economistsoutlook.blogs.realtor.
mencegah penurunan yang masif pasca-krisis
org/2013/07/03/latest-mortgage-applications-
sub-prime mortgages tahun 2008).
data/
Bagi Indonesia, penundaan tapering off ini dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk memperbaiki kinerja eksternal melalui kebijakan pemerintah sehingga dapat memperbaiki current account deficit
[4]
Bloomberg Database dan News
[5]
www.federalreserve.gov
[6]
International Financial Statistics, IMF
[7]
http://data.bls.gov/cgi-bin/surveymost
[8]
http://articles.economictimes.indiatimes.
serta mengundang investor global khususnya yang
com/2013-06-11/news/39899565_1_emerging-
berorientasi pada sektor riil. Hal ini penting mengingat
economies-crisis-liquidity
saat ini pemerintah Jepang juga sangat agresif untuk
12
http://www.reuters.com/article/2013/09/19/us-
[9]
Global Counterpart Bank Indonesia
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Boks 1.2
Analisis Perkembangan Pasar Credit Default Swap (CDS) Indonesia 2013
Credit Default Swap (CDS) suatu negara seringkali
Dalam hal ini, pihak pembeli harus membayar premi/
dijadikan indikator yang meresahkan baik bagi negara
kupon secara periodik selama jangka waktu tertentu
yang bersangkutan maupun investor, khususnya
kepada penjual CDS. Total volume transaksi CDS secara
dikala tingginya ketidakpastian. Dinamisnya interaksi
global telah mencapai USD2 triliun, sementara rata-rata
pelaku pasar keuangan dengan berbagai kompleksitas
nilai transaksi per-minggu sekitar USD590 miliar.
instrumen, disatu sisi meningkatkan opsi, volume
Pembentukan harga (pricing mechanism) CDS
serta likuiditas pasar itu sendiri. Namun disisi lain,
pada dasarnya bertumpu kepada perhitungan dari
instrumen yang tersedia justru menambah kerancuan
ekpektasi probability of default, disamping dipengaruhi
berbagai pihak atas fungsi serta peran yang melekat
oleh faktor lainnya (supply/demand, volume, volatility,
atas instrumen tersebut, antara lain CDS dan Non-
ekpektasi perbaikan kondisi fundamental ekonomi dan
Deliverable Forward (NDF). Pembentukan harga CDS
pasar keuangan negara yang bersangkutan serta unsur
dalam perkembangannya secara relatif tidak lagi
spekulasi dan lainnya). Oleh karena itu, perkembangan
dipengaruhi oleh parameter baku seperti tingkat
harga CDS suatu negara tidak selalu seiring dengan
rating maupun perhitungan matematis probability of
kinerja rating negara yang bersangkutan secara relatif
default (PD) atas intrinsik value dari CDS itu sendiri.
dibandingkan dengan negara lainnya.
Fenomena pasar keuangan ini menjadi suatu kewajaran
Dari analisis korelasi dan regresi atas pengamatan
yang sangat dipahami dan dimaklumi oleh berbagai
data harian sejak tahun 2007-2013 diperoleh
kalangan dengan kemasan adanya inefisiensi pasar
kesimpulan bahwa CDS Indonesia dipengaruhi oleh
keuangan, asymmetric information, perubahan risk-
beberapa indikator pasar keuangan lainnya antara lain
appetite,credit event dan lainnya sehingga hal ini juga
nilai Forward Rate Rupiah (NDF 1 bulan); pergerakan
memicu berkembangnya motif spekulasi.
Index Dow Jones dan bursa IHSG; dan Implied Volatility
Pada dasarnya CDS merupakan instrumen
dari option di Bursa Chicago Board Options Exchange
keuangan (derivatif) yang bertujuan sebagai salah
(spread antara BI rate dan Fed Fund rate (UIRP) juga
satu opsi mitigasi risiko (hedging) atas kemungkinan
diuji, namun ditemukan tidak signifikan).
terjadinya event of default(bankruptcy, failure to pay,
Fluktuasi CDS dari 6 negara di Asia bergerak
restructuring, moratorium, obligation acceleration)
dengan pola yang serupa, dimana harga CDS Indonesia
seperti negara-negara Argentina, Rusia, Yunani serta
merupakan yang tertinggi diantara ke-6 negara Asia.
lembaga-lembaga keuangan Fannie Mae, Freddie
Peningkatan fluktuasi CDS (terutama negara dengan
Mac, Lehman Brothers, Washington Mutual, Bank of
current account defisit yang relatif besar) terjadi pasca
Ireland. Dari berbagai definisi, CDS adalah kontrak
pernyataan Fed Chairman, Ben Bernanke pada 22 Mei
derivatif (OTC-over the counter), dimana pembeli akan
yang menyinggung kemungkinan Tapering Off atas
menerima pembayaran dari penjual CDS apabila issuer
kebijakan Quantitative Easing (QE), mengakibatkan
(penerbit surat utang) mengalami event-of-deault.
pengetatan pada credit market. Negara-negara yang
13
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
Tabel Boks 1.2.1 Hasil Analisis Regresi
DĞƚŽĚĞƐƟŵĂƐŝ͗ Ordinary Least Square dengan ŵŽĚŝĮkasi HAC Standard Errorand Covariance (Menggunakan ĂƌƚůĞƩ Kernel dan Bandwidth Newey-West untuk mengatasi permasalahan Autokorelasi dan HĞƚĞƌŽƐŬĞĚĂƐƟƐŝƚĂƐ͘ ĂƚĂ͗ Harian, 4 Januari 2007 – 20 Agustus 2013
sĂƌŝĂďĞl DependeŶ͗ sĂƌŝĂďĞl Independen͗
CDS Indonesia 5 Tahun ^ŝŐ͘
KŽĞĮsŝen
t-StĂt
Konstanta
0͘00
1͘07
CDS Indonesia 5 Th (t-1)
ͲϬ͘ϭϳ
Ͳϯ͘ϯϲ
***
NDF
0͘59
2͘29
**
IHSG
ͲϬ͘ϴϳ
Ͳϱ͘ϵϴ
***
DJIA (t-1)
ͲϬ͘ϲϬ
Ͳϰ͘Ϭϲ
***
DJIA (t-2)
ͲϬ͘ϰϭ
Ͳϯ͘ϰϮ
***
Implied Volatility
0͘07
4͘43
***
Implied Volatility(t-1)
0͘Ϭϴ
3͘23
***
UIRP (t-2)
0͘Ϭϲ
1͘01
Adjusted R-^ƋƵĂƌed ŬĂŝŬĞ Info CƌŝƚĞƌŝon SchwĂƌnj CƌŝƚĞƌŝŽŶ
Ϯϳ͘ϲй Ͳϯ͘ϲϱ Ͳϯ͘ϲϮ
Sumber: Perhitungan Penulis
memiliki current account defisit yang besar mendapat
Grafik Boks 1.2.1 Perbandingan CDS Indonesia dan Regional 350
tekanan yang cukup dalam seperti India (naik 76 bps)
300
dan Indonesia (naik 56 bps) pada akhir Juni. Sementara
dan Thailand naik 35 bps serta Korea naik hanya 19 bps. Sejak awal tahun 2013 perilaku pergerakan harga
Harga (Bps)
250
CDS Malaysia dan Cina naik sebesar 41 bps, Philipina
200
150
100
50
CDS Indonesia mulai menunjukkan pola yang melebar
Boks 1.2.1). Dari sisi volatilitas (annualized), harga CDS
14
CDS Indonesia
CDS Thailand
CDS Philipines
8/1/2013
7/1/2013
6/1/2013
5/1/2013
4/1/2013
3/1/2013
2/1/2013
1/1/2013
12/1/2012
9/1/2012
11/1/2012
8/1/2012
CDS Malaysia
10/1/2012
7/1/2012
6/1/2012
5/1/2012
4/1/2012
3/1/2012
2/1/2012
1/1/2012
12/1/2011
9/1/2011
11/1/2011
8/1/2011
CDS China
10/1/2011
7/1/2011
6/1/2011
5/1/2011
4/1/2011
3/1/2011
2/1/2011
1/1/2011
0
dari negara Asia lainnya (divergence pattern) (Grafik
CDS Korea
Sumber: Bloomberg
Indonesia merupakan kedua tertinggi setelah
Peningkatan tekanan serta volatilitas CDS negara Asia
Cina, dimana tingginya volatilitas CDS Cina juga
dalam beberapa bulan terakhir sangat dipengaruhi
disebabkan oleh adanya cash/credit squeeze pada 7 Juni
oleh kekhawatiran menurunnya kinerja ekonomi
mengakibatkan bunga O/N Shibor naik secara signifikan.
negara Asia disatu sisi dan membaiknya beberapa
Bab 1. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
data ekonomi serta pasar keuangan US dan Eropa di
alasan mengapa pembentukan harga CDS Philipina
sisi lain. Intensitas tekanan ini berlanjut terkait semakin
lebih baik dari negara lainnya di Asia diantaranya:
tingginya ekspektasi pasar atas kebijakan Tapering Off
ì
7HUEDWDVQ\DìHNVSRVXUìIRUHLJQìLQYHVWRUìWHUKDGDSì asset domestik(hanya di kisaran 2-3% dari total
the Fed pada 18 September 2013.
asset domestik);
Terdapat indikasi bahwa Eksposur foreign investor juga merupakan faktor yang mempengaruhi harga
ì
Kinerja external balance-sheet seperti current
CDS, dimana komposisi kepemilikan asing untuk
account surplus sejak tahun 2003 dan balance
obligasi di Malaysia (42%) dan Indonesia (30%) yang
of payment sejak 2005, disamping akumulasi
relatif tinggi. Sementara negara lain seperti Srilanka,
kecukupan cadangan devisa yang cukup signifikan;
Korea dan Thailand memiliki komposisi masing-masing
ì
.RQGLVLì ILVNDOì \DQJì WHUXVì PHPEDLNì VHODPDì
sebesar 13%, 15% dan 17%. Harga CDS suatu negara
beberapa tahun terakhir dengan debt to GDP
juga tidak selalu sejalan dengan kinerja sovereign
yang terus turun hingga hanya sekitar 41%.
rating negara tersebut, misalnya CDS Philipina yang memiliki rating Standard and Poor (BB-) lebih rendah,
DAFTAR REFERENSI
dari Indonesia (BB+), namun pembentukan harga CDS
[1]
http://www.reuters.com
negara tersebut relatif lebih baik (CDS Philipina 117 bps;
[2]
Bloomberg Database dan News
CDS Indonesia 242 bps) (Tabel Boks 1.2.2).
[3]
International Financial Statistics, IMF
Menurut salah satu counterpart Bank Indonesia,
[4]
Citibank Singapore & Citibank Hong Kong
yang merupakan global investment bank, beberapa
[5]
Global Counterpart Bank Indonesia
Tabel Boks 1.2.1 Hasil Analisis Regresi
Volume Transaksi
Harga CDS 9/19/2013 (Bps)
Negara
Bid
Ask
Spread
USD Juta
Current Account ĞĮcit Nilai (USD Juta)
ZĂƟng
Periode
S&P
Indonesia
220
229
9
100-150
(5,270.10)
2013Q1
BB+
Phillipina
107
113
6
100-150
3,439.00
2013Q1
BB-
Thailand
106
110
4
35-50
922.66
2012Q4
BB+
Malaysia
104
108
4
50-75
7,489.65
2012Q4
A-
Cina
80
83
3
250-300
45,111.70
2012Q4
AA-
Korea
72
74
2
150-250
9,971.80
2013Q1
A+
Sumber: Perhitungan Penulis
15
halaman ini sengaja dikosongkan
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Bab 2 Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
17
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
halaman ini sengaja dikosongkan
18
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Bab 2
Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Secara umum kondisi korporasi dan rumah tangga masih menunjukkan perkembangan yang positif. Kegiatan usaha masih menunjukkan perbaikan, didukung oleh optimisme peningkatan kegiatan usaha dengan tingkat risiko yang terjaga. Indikator profitabilitas, solvabilitas serta hasil survey mendukung adanya perkembangan yang terus meningkat. Namun demikian, perbaikan tersebut perlu dicermati mengingat berbagai risiko yang bersumber dari ekonomi dunia dan domestik.Risiko pelemahan ekonomi dari eksternal terutama akibat penurunan permintaan global, sehingga harga komoditas ekspor menurun. Sementara dari internal dalam negeri, dihadapkan pada peningkatan biaya produksi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan penyesuaian Upah Minimum Regional (UMR) pada beberapa daerah di Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM dan TTL, disamping berdampak pada meningkatnya biaya produksi perusahaan, bagi rumah tangga dapat menyebabkan turunnya daya beli masyarakat.
2.1. SEKTOR KORPORASI Kegiatan usaha secara umum masih
oleh musim liburan. Sementara untuk sektor pertanian,
menunjukkan perkembangan yang membaik. Hasil
perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan yang
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia
dipengaruhi oleh faktor musiman, dimana puncak musim
mengindikasikan ekspansi kegiatan usaha triwulan II 2013
panen komoditas perkebunan umumnya akan terjadi pada
yang meningkat dari triwulan sebelumnya, dicerminkan
triwulan III. Seiring dengan peningkatan ekspansi bisnis,
dengan SBT (Saldo Bersih Tertimbang) sebesar 18,62%
situasi bisnis dirasakan semakin membaik dan makin
(Grafik 2.1). Peningkatan tersebut dipicu oleh peningkatan
kondusif pada 6 bulan mendatang.
konsumsi domestik yang meningkatkan penjualan
Kinerja keuangan korporasi sedikit membaik
dan berdampak pada membaiknya kinerja keuangan
dibandingkan periode yang sama pada tahun
korporasi. Ekspansi kegiatan usaha diperkirakan masih
sebelumnya yang dicerminkan dari peningkatan
terus meningkat pada triwulan III 2013, terkonfirmasi
profitabilitas. Ditengah ancaman belum membaiknya
dari kenaikan SBT menjadi 23,89%. Sektor ekonomi
kondisi ekonomi global, menurunnya ekspor dan
yang diperkirakan mengalami ekspansi terbesar adalah
menurunnya beberapa harga komoditas, kinerja keuangan
sektor perdagangan, hotel dan restoran yang didorong
korporasi masih menunjukkan perbaikan.Masih kuatnya
19
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Grafik 2.1 Perkembangan Realisasi dan Perkiraan Dunia Usaha %,SBT
Dalam hal pembiayaan, sektor korporasi publik masih relatif berhati-hati dalam menggunakan dana pinjaman untuk mendukung peningkatan
30
usahanya. Indikator rasio utang korporasi go public 20
bahkan cenderung menurun. Hal ini terlihat dari rasio Debt to Equity Ratio (DER) pada Triwulan I 2013 sebesar
10
0,87 dibandingkan dengan Triwulan IV 2012 sebesar 0 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2011
2010
Tw II
Tw III
Tw IV
2012
Tw I
Tw II
Tw III
2013
0,91, sedangkan rasio solvabilitas (total liabilities terhadap total aset) relatif stabil sebesar 0,46 (Triwulan
Sumber: SKDU, Bank Indonesia, Triwulan II-2013
I 2013) (Grafik 2.3). Menurunnya rasio DER dan konsumsi domestik menjadi faktor utama peningkatan kegiatan usaha yang berdampak pada membaiknya kinerja keuangan korporasi. Indikator profitabilitas korporasi yang dicerminkan dari ROA pada Triwulan I 2013 sebesar 2,01%
solvabilitas terutama dipicu oleh meningkatnya modal perusahaan sebesar 4% dan menurunnya kewajiban perusahaan sebesar 0,6% dibandingkan triwulan sebelumnya.
atau meningkat dibandingkan dengan Triwulan I 2013 sebesar 1,82%. Dengan demikian, terjadi pertumbuhan sebesar 10,56% (Grafik 2.2). Peningkatan ROA juga diiringi dengan peningkatan ROE dari 3,66% pada
Grafik 2.3 Perkembangan DER dan TL/TA KorporasiNon-Financial yang Go Public 1,40 1,20
Triwulan I 2013 menjadi 3,76% pada Triwulan I 2013 atau menunjukkan peningkatan sebesar 2,8%. Membaiknya
1,00 0,87
0,80 0,60
ini mencerminkan waktu penerimaan cash menjadi lebih
DER
TL/TA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tw I
Tw I
Tw III
Tw I
Tw III
Tw I
Tw III
Tw I
Tw III
Tw I
Tw III
Tw I
Tw III
Tw I
0,00 Tw III
hari (Triwulan I 2013) menjadi 20 hari (Triwulan I 2013).Hal
0,20
Tw I
operasional seperti menurunnya collection period dari 43
0,46
0,40
Tw III
kinerja profitabilitas juga didukung oleh beberapa indikator
2012 2013
Sumber: Bloomberg
cepat.Semakin cepat korporasi memperoleh cash dari hasil penjualan, semakin cepat korporasi menggunakan kembali
Secara umum tidak ada aturan threshold baku
dananya tersebut untuk modal kerja dan investasi yang
untuk rasio DER. Terdapat pemahaman umum bahwa,
mendukung perkembangan usahanya.
semakin tinggi rasio DER, semakin tinggi risiko perusahaan
Grafik 2.2 Pertumbuhan ROA dan ROE KorporasiNon-Financial yang Go Public %y-o-y
dalam membayar kembali utangnya. Namun, rasio yang rendah juga dapat diartikan bahwa perusahaan belum memanfaatkan sumber dana eksternal secara optimal
%y-o-y 50
50 ROA(skala kiri)
untuk mendukung modal bagi ekspansi usaha. Rasio
ROE (skala kanan)
25
25
DER biasanya dibandingkan dengan standar atau rata0
0
rata yang berlaku di masing-masing industri. Studi yang -25
-25
dilakukan oleh sebuah lembaga analisa keuangan di -50
Sumber: Bloomberg, diolah
20
TwIV
TwIII
Tw I
TwII 2012
-50
Tw I
2011
TwIV
TwIII
TwII
TwI
(9.78)
Amerika Serikat, mengatakan rata-rata DER untuk industri
2013
manufaktur 1,77, retail 1,80, transportasi 2,0, konstruksi
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
1,78, dan jasa asuransi keuangan 0,84. Sementara
Kenaikan probability of default disebabkan peningkatan
limit rasio DER untuk usaha kecil maksimal 2. Secara
risiko yang terjadi di sektor industri lain-lain,yang didominasi
keseluruhan perkembangan indikator kinerja korporasi
oleh industri tekstil dan otomotif, serta sektor perdagangan
tercermin dalam grafik 2.4.
yang didominasi oleh industri retail, wholesale dan restoran, hotel dan tour. Hal ini diperkirakan sebagai dampak
Grafik 2.4 Indikator Kunci Keuangan Korporasi
meningkatnya biaya produksi. Peningkatan PoD di sektor perdagangan khususnya industri retail makanan dan minuman
Current Ratio 6
serta restoran diperkirakan dipicu oleh meningkatnya biaya
5 4 DER
ROA
3 2
produksi akibat kenaikan TTL serta kenaikan harga beberapa 2012:Q1
1
2013:Q1
0
bahan baku makanan yang sempat mengalami kelangkaan pasokan pada Februari 2013 karena pembatasan impor antara
Collection Period
ROE
lain produk-produk hortikultura dan bawang . Sebagian besar kredit perbankan yang disalurkan
Inventory Turn Over Ratio
kepada korporasi dalam bentuk modal kerja dan
Sumber: Bloomberg, diolah
investasi. Sebagian besar kredit kepada korporasi dalam
Ditengah perkembangan usaha yang cukup kondusif, risiko kredit masih berada pada tingkat yang relatif rendah. Berdasarkan perhitungan probability of default (PoD) terdapat perusahaan non financial yang go public mengalami peningkatan potensi default. Probability of default Triwulan I 2013 menjadi sebesar 2,01% sedikit meningkat dari periode sebelumnya sebesar 1,91%
bentuk modal kerja mencapai 64,3% (Tabel 2.2). Dari total kredit yang disalurkan kepada korporasi sebesar Rp1.660,5 triliun, dimanfaatkan untuk keperluan modal kerja sebesar Rp1.068,5 triliun,kegiatan investasi sebesar Rp550,0 triliun dan keperluan konsumsi sebesar Rp42,1 triliun. Sedangkan apabila dilihat dari sektor ekonomi, kredit korporasi lebih banyak digunakan antara lain di sektor Perindustrian (27,1%), sektor jasa-jasa (24,6%) dan sektor Perdagangan,
(Triwulan IV 2012), Tabel 2.1.
hotel, restoran (17,6%), Tabel 2.3. Tabel 2.1 Probability of Default Korporasi berdasarkan Sektor Ekonomi SEKTOR
2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4
2012Q1
2012Q2 2012Q3 2012Q4 2013Q1
Pertanian
2,37%
2,01%
0,00%
2,12%
0,16%
0,23%
0,27%
0,28%
0,05%
Industri Bahan Dasar
1,70%
0,89%
2,49%
1,96%
1,97%
1,31%
0,88%
1,75%
1,69%
Industri Bahan Konsumsi
1,15%
0,62%
0,89%
0,61%
0,70%
0,89%
0,50%
1,28%
0.94%
Infrastruktur
0,96%
0,79%
0,25%
1,26%
0,54%
0,51%
0,61%
1,72%
1,13%
Industri lain-lain
2,18%
6,23%
6,63%
6,96%
7,67%
8,89%
5,51%
5,41%
6.34%
Pertambangan
1,72%
0,77%
1,38%
1,30%
1,21%
1,18%
3,13%
1,52%
1.36%
Properti
1,70%
0,88%
0,00%
2,68%
3,12%
3,40%
1,98%
1,50%
0.90%
Perdagangan
4,88%
2,84%
2,78%
3,26%
2,50%
1,90%
2,40%
2,17%
3.44%
Agregrate (Keseluruhan korporasi)
2,38%
1,78%
2,44%
2,55%
2,23%
2,16%
1,82%
1,91%
2.01%
*) Perhitungan Probability of default menggunakan Metode Contingent Claim Analysis **) Perhitungan periode TW.I-2013 hanya diwakili oleh 195 perusahaan Sumber: Bloomberg, diolah
21
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Tabel 2.2 Fasilitas Kredit yang diberikan kepada Korporasi menurut Jenis Kredit
Tabel 2.3 Kredit yang diberikan kepada Korporasi menurut Sektor Ekonomi Korporasi
Korporasi SektorEkonomi
Jenis Kredit
Baki Debet % thdp Baki (Triliun Rp)
Debet
1.068,5
64,3%
Kredit Investasi
550,0
33,1%
Kredit Konsumsi
42,1
2,5%
1.660,5
100,0%
Kredit Modal Kerja
TOTAL
Sumber: Sistem Informasi Debitur (SID), Agustus 2013* *Sementara
123,5 95,0 449,7 71,1 92,2 293,0 122,2 407,9 6,0 1.660,5
%thd Baki Debet 7,4% 5,7% 27,1% 4,3% 5,6% 17,6% 7,4% 24,6% 0,4% 100%
Sumber: Sistem Informasi Debitur (SID), Agustus 2013* *Sementara
Ditengah perkembangan dunia usaha yang
Untuk melihat sejauh mana ketahanan korporasi
terjaga, terdapat beberapa risiko yang perlu
akibat pelemahan nilai tukar dan dampaknya terhadap
mendapat perhatian. Perkembangan korporasi Indonesia
stabilitas sistem keuangan, telah dilakukan asesmen
sejak awal tahun 2013 masih dibayangi ancaman eksternal
terhadap kondisi aset dan kewajiban korporasi yang
penurunan permintaan global, yang disertai penurunan
mempunyai komponen dalam bentuk valas. Korporasi
harga komoditas. Rencana The Fed yang akan melakukan
dengan kondisi keuangan yang memiliki kewajiban valas
kebijakan tapering off juga telah berdampak aliran
lebih besar dibandingkan dengan aset valasnya lebih
modal keluar sehingga terjadi fluktuasi nilai tukar. Selain
rentan terjadi penurunan kinerja keuangan saat terjadi
menghadapi kondisi ekternal yang kurang baik, kinerja
depresiasi nilai tukar rupiah. Hal tersebut pada gilirannya
korporasi juga dihadapkan pada peningkatan biaya
akan berpengaruh pada kemampuan bayar korporasi
produksi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM),
atas kewajiban-kewajiban keuangannya yang semakin
Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan penyesuaian Upah Minimum
meningkat.
Regional (UMR) pada beberapa daerah di Indonesia.
22
Pertanian,perburuan,dansaranapertanian P e rt a mba nga n P e ri ndus tr i a n Listrik,Gas,dana i r Kons t r uks i Perdagangan,restorandanhotel Pengangkutan,pergudangandankomunikasi Jasa-j a s a Lain-l a i n TOTAL
BakiDebet (triliunRp)
Pengamatan dilakukan terhadap 196 perusahaan non
Kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga
keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Secara
BBM dan TTL, disamping berdampak pada menurunnya
umum, kondisi keuangan korporasi masih cukup tahan
daya beli masyarakat terhadap produk perusahaan,
terhadap depresiasi rupiah. Sehingga dampak lanjutan
juga meningkatkan biaya produksi perusahaan. Pasca
terhadap NPL dan CAR perbankan masih relatif minimal.
kenaikan harga BBM (Juni 2013), BPS mencatat inflasi
Stress test dilakukan terhadap beberapa perusahaan yang
IHK pada Juli mencapai 3,29% (mtm) atau 8,61% (yoy).
insolvent ketika simulasi nilai tukar rupiah melemah sampai
Sementara itu, ancaman perlambatan ekonomi global
dengan Rp16.000. Hasil stress-test dengan level depresiasi
berpotensi pada kinerja korporasi yang bergerak pada
rupiah sampai dengan Rp16.000 menunjukkan terjadinya
kegiatan ekspor terutama pada produk ekspor berbasis
peningkatan NPL industri perbankan menjadi 2,02% dari
sumber daya alam antara lain batu bara, karet, dan crude
semula sebesar 1,87%, sementara itu CAR perbankan
palm oil (CPO).
tidak berubah yaitu masih tetap berada pada 17,95%.
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Asesmen ketahanan korporasi tersebut diatas
dan Tahun Baru. Prediksi berkurangnya permintaan
menjadi salah satu bagian dari asesmen secara lebih
pasca hari raya Idul Fitri telah sedikit menurunkan tekanan
lengkap untuk melihat dampak terhadap stabilitas
harga pada 3 bulan mendatang. Hal tersebut diindikasikan
sistem keuangan. Keterkaitan tersebut terutama karena
dengan penurunan indeks ekspektasi harga kelompok
pembiayaan kegiatan usaha korporasi sebagian besar
bahan makanan (-2,4 poin). Hal serupa juga terjadi
bersumber dari lembaga keuangan terutama bank.
pada indeks ekspektasi harga kelompok transportasi, komunikasi serta jasa keuangan (-2,4 poin). Sebaliknya,
2.2. Kondisi Sektor Rumah Tangga
perkiraan tekanan kenaikan harga terutama terjadi pada
Sejalan dengan masih tumbuhnya dunia usaha, indeks keyakinan konsumen juga meningkat.
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (3,9) poin.
Konsumsi rumah tangga masih mengalami peningkatan
Sementara itu, tekanan harga pada 6 bulan yang
sehingga menjadi penggerak perekonomian dalam
akan datang (Desember 2013) diprediksi meningkat.
negeri. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya Indeks
Hal ini dindikasikan oleh kenaikan indeks 0,3 poin yang
Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juni 2013 setelah tiga
disebabkan oleh pengaruh musiman yakni natal dan tahun
bulan sebelumnya mengalami penurunan. IKK meningkat
baru (Grafik 2.6).
5,4 poin menjadi 117,1 yang disebabkan oleh kenaikan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) sebesar 5,6 poin dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 5,1 poin (Grafik 2.5). Pendorong utama meningkatnya keyakinan konsumen adalah meningkatnya indeks keyakinan akan ketersediaan lapangan kerja sebesar 9,9 poin dari 97 menjadi 106,9.
Grafik 2.6 Indeks Ekspektasi Harga Pada Enam Bulan Yang Akan Datang (%)
(Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota) 200
Inflasi Kumulatif Selama 6 bulan - BPS (sb. kanan) Indeks Ekspetasi Harga 6 Bulan yad (sb. kiri)
5,0 4,5
190
4,0
180
3,5 170
3,0
160
2,5
150
2,0 1,5
140
1,0 130
Grafik 2.5 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
0,5
120
0,0 1
3
5
7
2009
9
11
1
3
5
7
2010
9
11
1
3
5
7
9
11
1
3
2011
5
7
2012
9
11
1
3
5
7
9
11
2013
(Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota)
Sumber: Survei Konsumen, DSM, Bank Indonesia
140.0 130.0
Kredit rumah tangga masih mengalami trend
110.0
OPTIMIS
120.0
pertumbuhan, meskipun dalam beberapa bulan
90.0
PESIMIS
100.0 Rencana Kenaikan Harga BBM
80.0
Efek Kenaikan TDL
Krisis Ekonomi Global
70.0
terakhir cenderung melambat. Tingkat NPL masih IndeksKondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) IndeksEkspektasi Konsumen (IEK) IndeksKeyakinan Konsumen (IKK)
60.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: Survei Konsumen, DSM, Bank Indonesia
stabil pada level aman. Berbeda dengan korporasi yang menggunakan sebagian besar kredit untuk modal kerja, rumah tangga lebih dominan menggunakan kredit untuk
Tekanan kenaikan harga pada 3 bulan ke depan
keperluan konsumsi (70,1%). Posisi Juni 2013 kredit sektor
(September 2013) diperkirakan sedikit melemah
rumah tangga adalah sebesar Rp646,8 triliun atau tumbuh
setelah permintaan kembali normal pasca Hari Raya
9,41% yoy. Namun pertumbuhan kredit rumah tangga
Idul Fitri. Sebaliknya, tekanan harga pada 6 bulan
sampai dengansemester I 2013 ini melambat dibandingkan
mendatang (Desember 2013) menjadi cukup besar
periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
seiring dengan pengaruh musiman menjelang Natal
31,59% (Juni 2012).
23
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Sementara itu, non performing loans (NPL) kredit sempat mengalami sedikit peningkatan pada awal tahun
dan peralatanrumah tangga lainnya) yaitu dari 50,76% menjadi -50,97%.
2013. Dalam perkembangan sampai pada akhir semester
Meski secara umum kredit rumah tangga mengalami
I cenderung menurun dengan rasio relatif rendah yaitu
perlambatan pertumbuhan, rasio NPL seluruh jenis kredit
1,54% (Grafik 2.7).
sektor RT masih stabil pada level yang rendah, yaitu perumahan 2,33%, kendaraan 0,93%, peralatan RT
Grafik 2.7 Perkembangan Kredit dan NPL ke Sektor Rumah Tangga
0,93%, multiguna 0,87% dan kredit RT lainnya sebesar 1,48%. 1,80
700
1,60
600
1,40 1,20 400 1,00 300
NPL (%)
Triliun (Rp)
500
0,80
200
0,60
Kredit RT (Kiri)
0,40 Jun -13
Apr -13
Mei -13
Mar -13
Jan -13
Feb -13
Des -12
Okt -12
Nov -12
Sep -12
Jul -12
Agust -12
Jun -12
Apr -12
Mei -12
Mar -12
Jan -12
Growth(yoy) 100%
NPL RT (Kanan)
100 Feb -12
Grafik 2.9 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya
80% 60% 40% 20%
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum , diolah
0% -20%
Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit kepada
-40% -60%
sektor rumah tangga bertujuan untuk kredit perumahan, diikuti oleh kredit multiguna, dan kredit kendaraan (Grafik
Perumahan
Kendaraan
PeralatanRT
Multiguna
RTLainnya
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum , diolah
2.8). Grafik 2.8 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya (per Juni 2013)
Grafik 2.10 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya NPL 3,50%
RTLainnya 3,77%
3,00%
Perumahan 43,64%
2,50% 2,00% 1,50%
Multiguna 37,15%
1,00% 0,50% 0,00%
Perumahan
Peralatan RT 0,22%
Kendaraan 15,22%
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum , diolah
Perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh jenis kredit rumah tangga, bahkan pertumbuhan negatif terjadi pada kredit kendaraan (dari 15,81% menjadi -8,17%) dan kredit pembelian peralatan rumah tangga (seperti furnitur, televisi, alat elektronik, komputer, alat komunikasi
24
Kendaraan
PeralatanRT
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum , diolah
Multiguna
RTLainnya
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Boks 2.1
Pengendalian Risiko di Sektor Properti
Pangsa kredit konsumsi terhadap total kredit
dan 12,1% pada Triwulan II 2013. Kenaikan tersebut
perbankan di Indonesia menunjukkan trend yang
merupakan yang tertinggi sejak survei diselenggarakan
terus meningkat. Pangsa kredit konsumsi sampai
oleh Bank Indonesia. Dari sisi ukuran bangunan,
dengan bulan Juni 2013 mencapai 28,8% meningkat
kenaikan tertinggi terjadi pada harga rumah kecil
dari 21,6% pada akhir tahun 2002. Di antara kredit
(luas<36m2). Bila melihat masing-masing lokasi proyek
konsumsi tersebut kredit dalam bentuk Kredit Pemilikan
diproperti, kenaikan harga properti per tahun dapat
Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan
sangat bervariasi. Kenaikan harga yang tinggi didorong
Kredit Multiguna mempunyai pangsa dominan. Dalam
oleh tingginya permintaan terhadap perumahan, baik
rangka menghindari penyaluran kredit yang berlebihan
untuk rumah tinggal maupun untuk investasi. Kenaikan
pada sektor tertentu serta untuk meningkatkan kehati-
harga perumahan residensial ini tidak hanya terjadi di
hatian perbankan, Bank Indonesia telah mengeluarkan
beberapa wilayah tertentu tapi menyebar ke berbagai
ketentuan Down Payment (DP) minimum bagi KKB
wilayah. Hal ini dikhawatirkan dapat menjadikan harga
dan Loan to Value (LTV) maksimal bagi KPR yang
rumah semakin mahal dan sulit terjangkau, khususnya
berlaku sejak 15 Juni 2012. Sejak penerapan ketentuan
oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Selain
tersebut pertumbuhan KKB menurun dan Non
itu, tingginya harga rumah, yang memiliki konsekuensi
Performing Loan (NPL) nominal juga berkurang. Namun
pengambilan KPR dalam nilai yang lebih besar bila
demikian, pertumbuhan KPR tipe > 70 dan kredit untuk
dilakukan dengan pembiayaan perbankan, berpotensi
flat/apartment (KPA) >70 masih tinggi masing-masing
menjadi pemicu instabilitas keuangan apabila terjadi
mencapai 24,1% dan 62,3% pada periode Juni 2013.
gagal bayar.
Tingginya pertumbuhan KPR/KPA ini dibarengi
Perhatian terhadap pertumbuhan harga properti
dengan tingginya kenaikan Indeks Harga Properti
dan pertumbuhan KPR ini diperkuat dengan tambahan
Residensial (IHPR) sebesar 11,0% pada Triwulan I 2013
informasi bahwa di lapangan terdapat pembelian
Tabel Boks 2.1.1 Debitur dengan lebih dari satu fasilitas KPR
No
1 2 3 4
Pangsa Jumlah Jumlah Jumlah Total Plafon Jumlah KPR Debitur Rumah (Rp Miliar) Debitur
2 31.368 3-6 2.937 6-9 942 >9 46 Total 35.293 Total KPR April 2013
88,9% 62.736 8,3% 8.811 2,7% 4.092 0,1% 384 100,0% 76.023
24.878 5.796 3.211 618 34.503
Pangsa Total Plafon 72,1% 16,8% 9,3% 1,8% 100,0%
Total NPL Baki Debet (Rp Miliar) (Rp Miliar) 22.968 5.288 3.001 573 31.830 257.635 12,4%
366 45 9 420 6.179 6,8%
% NPL
1,6% 0,9% 0,3% 0,0% 1,3% 2,4%
25
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Tabel Boks 2.1.2 Jumlah Debitur dengan KPR lebih dari satu
Baki Debet (Rp miliar)
Plafon (Rp miliar)
Plafon (%)
5.102
16%
6.025
17%
3.500
11%
3.852
11%
Tahun
Jumlah KPR
Pangsa (%)
1
<2009
13.298
38%
2
2010
4.700
13%
3
2011
6.570
19%
7.300
23%
7.958
23%
4
2012
8.299
24%
11.803
37%
12.378
36%
5
2013 (s.d. Apr’13)
2.431
7%
4.126
13%
4.290
12%
Total
35.298
100%
31.830
100%
34.502
100%
properti secara bulk (lebih dari 1 bahkan 10 unit
-
Permintaan properti 1 tahun ke depan diperkirakan
sekaligus), baik menggunakan KPR ataupun secara cash
juga tetap kuat. Hal ini ditunjukkan bahwa 64%
/ cash bertahap. Data Sistem Informasi Debitur (SID) per
responden memilih berinvestasi di properti di
April 2013 menunjukkan adanya debitur yang memiliki
banding pilihan lainnya untuk periode 1 tahun
KPR lebih dari satu sebanyak 35.298 debitur (sekitar
ke depan.
4,6% dari total 768.132 debitur KPR), dengan nilai
-
81,1% responden menyatakan bahwa alasan
baki debet Rp 31,8 T(12,4% dari total Baki debet KPR
membeli properti adalah adanya ekspektasi
posisi April 2013 sebesar Rp 257,6 T). Dengan perilaku
kenaikan harga.
demikian, maka permintaan terhadap perumahan
-
Tidak seluruh properti yang mendapatkan KPR/KPA
diperkirakan akan terus meningkat dan dikhawatirkan
pertama dipergunakan untuk ditinggali. 13,9%
terus mendorong kenaikan harga rumah.
responden menggunakan KPR/KPA pertama sebagai sarana investasi atau disewakan.
Sekitar 50% debitur dengan lebih dari satu KPR tersebut memperoleh fasilitas pembiayaan dalam 3
-
Semakin banyak rumah/KPR/KPA yang dimiliki,
tahun terakhir.Sejak tahun 2010 hingga data bulan
semakin besar kemungkinan digunakan sebagai
April 2013, jumlah debitur yang memiliki KPR lebih
alat investasi. Survei menunjukkan 65% KPR/KPA
dari satu cenderung meningkat.
kedua digunakan untuk investasi dan 100% KPR/
Tingginya pertumbuhan KPR tersebut diatas
26
Baki Debet(%)
No
KPA ketiga digunakan untuk investasi.
didukung oleh preferensi properti sebagai investasi
Kredit yang terkait properti terdiri dari KPR/
masyarakat yang ditangkap melalui survei. Beberapa
KPA, kredit konstruksi dan kredit real estate, dengan
kesimpulan penting dalam survei Bank Indonesia yang
informasi tambahan bahwa sebagaian dari kredit
dilaksanakan pada Mei 2013 adalah sebagai berikut:
multiguna digunakan juga untuk pembelian properti.
-
Dalam 1 tahun terakhir 42,5% responden
Hal ini didasarkan survei Bank Indonesia pada bulan
memilih untuk berinvestasi atau membeli properti
Mei 2013 bahwa 5% responden menggunakan kredit
dibandingkan emas, saham/reksadana dan
multiguna untuk pembelian atau tambahan pembelian
deposito.
properti.
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Untuk melihat dampak risiko kredit properti,
-
Rukan kedua dan seterusnya.
dilakukan stress test dengan asumsi terjadi default dari kredit terkait properti di atas sebesar 10%, maka akan
Mengatur LTV untuk kredit/pembiayaan Ruko dan
-
Melarang pemberian kredit/pembiayaan
terdapat beberapa bank yang mengalami NPL di atas
tambahan untuk uang muka pembelian
5%. Namun demikian, dampak terhadap permodalan
properti
bank relatif minimal.Hasil stress test menunjukkan tidak
-
Suami dan istri dianggap sebagai satu debitur.
terdapat bank dengan rasio CAR di bawah 8% sesuai
Dengan demikian, bila debitur yang masih
treshold yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa
memiliki KPR/KPA/Kredit konsumsi beragun
ketahanan perbankan dianggap masih cukup untuk
properti yang belum lunas mengajukan KPR/KPA
menyerap potensi kerugian yang mungkin muncul
lagi atas nama suami/istri, maka akan dikenakan
jika terjadi default kredit terkait properti sebesar 10%.
ketentuan LTV yang lebih rendah karena
Hasil stress test yang menunjukkan penurunan
merupakan KPR/KPA kedua. Hal ini dikecualikan
kinerja perbankan dari indikator NPL pada beberapa
jika suami – istri memiliki perjanjian pisah harta
bank, perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut.
yang disahkan notaris.
Oleh karenanya, untuk menjaga stabilitas keuangan
-
Kredit Pemilikan Ruko dan Rukan kedua dan
dipandang perlu untuk meningkatkan tingkat kehati-
seterusnya dikenakan ketentuan LTV.
hatian bank untuk menghindari risiko yang lebih tinggi.
Secara ringkas ketentuan LTV untuk fasilitas kredit
Selain itu, peningkatan ketentuan kehati-hatian juga
kedua, ketiga dan seterusnya adalah sebagai berikut:
diharapkan dapat mengendalikan penggunaan kredit
Selain pengaturan LTV tersebut, guna perluasan
atau pembiayaan perbankan untuk pembelian properti
faktor mitigasi risiko dan perlindungan konsumen,
yang tidak ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan
penyaluran fasilitas kredit/pembiayaan properti kedua
primer.
dan seterusnya hanya dapat dilakukan bila properti yang
Kebijakan Bank Indonesia dimaksud selanjutnya
dibiayai sudah dalam keadaan selesai dibangun sesuai
dituangkan dalam pengaturan LTV lebih lanjut dengan
yang diperjanjikan dan siap untuk diserahterimakan
pokok-pokok pengaturan sebagai berikut:
kepada pembeli. Namun, untuk pemberian fasilitas
-
Pengaturan LTV yang lebih rendah untuk KPR/
kredit/pembiayaan properti pertama, properti yang
KPA kedua, ketiga dan seterusnya.
dibiayai masih diperbolehkan belum dibangun (inden)
Pengenaan LTV untuk rumah tinggal dengan
namun pencairan kredit / pembiayaan oleh bank
tipe 22-70m2 untuk KPR kedua, ketiga dan
harus disesuaikan dengan progres pembangunan unit
seterusnya.
properti yang dibiayai.
-
-
-
Pengenaan LTV untuk KPA pertama tipe 22-
Tidak semua konsumen membeli properti dengan
70m2
menggunakan kredit. Sebagian pembeli properti
Memberlakukan ketentuan LTV bagi kredit
melakukan pembayaran secara cash/cash bertahap
konsumsi beragun properti (di luar skim KPR/
tanpa harus meminta KPR/KPA. Disadari bahwa
KPA), misalnya adalah kredit multiguna beragun
ketentuan Bank Indonesia hanya dapat mempengaruhi
properti.
permintaan properti yang menggunakan kredit, namun
27
Bab 2. Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
tidak efektif mempengaruhi pembelian properti
Pemilikan Apartemen (KPA) agar tidak tumbuh
menggunakan cash/cash bertahap.
berlebihan. Pertumbuhan kredit properti yang wajar
Kebijakan LTV dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat kehati-hatian bank dan mengarahkan
juga dapat menjaga kelangsungan pertumbuhan sektor properti dalam jangka panjang secara lebih baik.
pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Kredit
Tabel Boks 2.1.3. Tipe Kredit/Pembiayaan atau Agunan LTV/FTV Maksimum
Tipe Kredit/Pembiayaan atau Agunan KPR Tipe > 70 KPRS Tipe > 70 KPR Tipe 22- 70 KPRS Tipe 22 - 70 KPRS Tipe sd 21 KP Ruko/Rukan
28
I 70% 70% 80% -
LTV/FTV Maksimum II 60% 60% 70% 70% 70% 70%
> II 50% 50% 60% 60% 60% 60%
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Bab 3 Ketahanan Sistem Keuangan
29
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
halaman ini sengaja dikosongkan
30
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Bab 3
Ketahanan Sistem Keuangan
Di tengah meningkatnya tekanan dari perekonomian domestik dan global selama semester 1 2013, industri perbankan telah berhasil menghadapi berbagai tantangan dan menunjukkan hasil positif sebagaimana terlihat dari aspek fungsi intermediasi, profitabilitas dan struktur permodalan. Secara keseluruhan, perbankan mampu menjalankan fungsi intermediasi sebagaimana ditunjukkan oleh jumlah dana masyarakat yang berhasil dihimpun dan kredit yang disalurkan. Perbankan juga berhasil menjaga risiko kredit pada level yang rendah dan risiko likuiditas pada level yang aman. Strategi ekspansi kredit yang berorientasi ke sektor-sektor produktif yang disertai dengan peningkatan efisiensi operasional telah berdampak positif terhadap profitabilitas perbankan. Dari sisi permodalan, CAR perbankan masih berada pada level aman dan di atas level minimum berdasarkan profil risikonya.
3.1. RISIKO DI SISTEM PERBANKAN
sektor-sektor produktif. Namun demikian, selama semester
3.1.1. Perkembangan dan Risiko Kredit
laporan terjadi trend perlambatan pertumbuhan kredit
Perkembangan Kredit
dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Pertumbuhan kredit perbankan masih
Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut antara
menunjukkan peningkatan dan dapat berkontribusi
lain terkait dengan ketidakpastian penyelesaian krisis
terhadap perekonomian. Selama semester I 2013,
global yang berdampak pada menurunnya permintaan
penyaluran kredit mengalami pertumbuhan sebesar 9,3%
permintaan dunia terhadap komoditas ekspor serta
atau tumbuh 20,6% (yoy) dan kebanyakan disalurkan ke
perlambatan perekonomian nasional.
Grafik 3.1 Pertumbuhan Kredit Per Valuta
Grafik 3.2 Pendanaan Kredit Per Valuta
14% 12%
1% 1%0% 11.5% 11.2%
11.5% 10.4% 9.28%
11.2%
9.68%
10% 8%
20%
7.12% 6.3%
6% 78%
4% 2% 0% Rupiah Sem I - 2012
Valas Sem II - 2012
Total Sem I - 2013
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia
< 1 bln
1- 3 bln
6- 12 bln
> 12 bln
3- 6 bln
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia
31
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Penurunan ekspor akibat krisis global serta pelemahan nilai tukar rupiah turut mendorong perlambatan kredit valas. Kredit valas pada semester I 2013 tumbuh sebesar 7.12%, cenderung
dengan kebijakan LTV dan DP yang efektif mulai berlaku sejak Juni 2012. Grafik 3.3 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan 20.0%
melambat dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu. Sejalan dengan melemahnya permintaan beberapa negara mitra dagang utama Indonesia dan menurunnya harga komoditas ekspor berbasis sumber
18.50%
18.0% 16.0% 14.0%
13.2%
12.8%
12.6%
12.0%
10.8% 9.2%
10.0% 8.0%
8.2% 6.90%
6.50%
6.0%
dan batubara.
4.0% 2.0% 0.0% KMK
Meskipun pertumbuhan kredit valas cenderung
KI
Sem I - 2012
melambat, namun potensi risikonya tetap perlu diantisipasi mengingat pelemahan nilai tukar rupiah dapat menurunkan kemampuan debitur dalam memenuhi
KK
Sem II - 2012
Sem I - 2013
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia
Grafik 3.4 Pertumbuhan Kredit Per Sektor Ekonomi
kewajiban pembayaran utang yang pada akhirnya dapat
30%
menyebabkan peningkatan kredit bermasalah. Selain
25%
itu, perbankan juga harus berhati-hati dalam mengelola
20%
sumber pendanaan kredit valas, karena sumber utama
15%
19% 17.9%
16.9%
pembiayaan utamanya adalah Dana Pihak Ketiga (DPK)
10%
valas jangka pendek, sehingga potensi terjadinya currency
5%
mismatch perlu dimitigasi.
0%
tujuannya, penyaluran kredit ke sektor produktif masih
8.4%
7.9% 4.6%
Lai n-l ain
Ind ust ri Pen ga ng ku tan Ko nst ruk si Per tan Jas ian aD un ia U sah a Jas aS osi al Per tam ba ng an
dominan selama semester I 2013. Jika dilihat berdasarkan
12.6%
0.9%
Per da ga ng an
Peranan kredit ke sektor produktif tetap
13.5% 8.8%
Sem I - 2012
Sem II - 2012
Lis trik
daya alam (SDA) seperti kelapa sawit (crude palm oil)
Sem I - 2013
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia
tetap dominan. Share kredit produktif meningkat dari 70,5% pada semester lalu menjadi 71,2%. Peningkatan share kredit produktif tersebut terutama didukung peningkatan pertumbuhan kredit invetasi sejalan dengan masih optimisnya kalangan pebisnis terhadap kondisi perekonomian nasional. Masih tingginya pertumbuhan kredit investasi diharapkan dapat mendorong sektor riil dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam hal ini, perbankan perlu mewaspadai risiko kredit investasi terutama dari sisi sumber dana perbankan yang mayoritas masih berjangka waktu pendek sementara jangka waktu kredit investasi umumnya lebih panjang. Sementara itu, perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi lebih terkait
32
Jika dilihat secara sektoral, secara umum penyaluran kredit ke semua sektor produktif tumbuh positif meskipun melambat dibandingkan lalu. Jika dilihat lebih jauh, beberapa sektor ekonomi mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya adalah sektor pertambangan, lainnya, dan industri pengolahan. Perlambatan tersebut diduga terkait dengan penurunan kinerja sebagian korporasi domestik seiring dengan masih tingginya ketidakpastian dalam penyelesaian krisis global. Selain itu, penurunan likuiditas perbankan yang disertai dengan proses revitalisasi kredit juga mendorong tren perlambatan tersebut.
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Grafik 3.5 Non-Performing Loans (NPL)
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Kolektibitas 2 dan NPL
4,5 4 3,5
40,0%
8,0%
35,0%
6,0%
7,0%
5,0% 4,0%
30,0%
3
3,0% 2,0%
25,0%
2,5
1,0%
1.88
1,5
20,0%
0,0%
Des -11 Jan -12 Feb -12 Mar -12 Apr -12 Mei -12 Jun -12 Jul -12 Agust -12 Sep -12 Okt -12 Nop -12 Des -12 Jan -13 Feb -13 Mar -13 Apr -13 Mei -13 Jun -13
2
15,0%
1
0.94
10,0%
0,5
5,0%
2008
2009
2009
2011
N PL Gross
2012
2013
0,0%
Sep-00 Mei-01 Jan 02 Sep-02 Mei-03 Jan-04 Sep-04 Mei-05 Jan-06 Sep-06 Mei-07 Jan-08 Sep-08 Mei-09 Jan-10 Sep-10 Mei-11 Jan-12 Sep-12 Mei-13
0
N PL Net
Kolek 2
Grafik 3.6 Siklus GDP dan NPL 20 %
Siklus Ekonomi dan Risiko Kredit Bank
Kolek 2 + NPL
Grafik 3.8 Perkembangan Rasio Kredit Kualitas 2 dan NPL 5,0% 4,5%
18
4.0%
16
3,5%
14
NPL
average :4,2%
3,9%
4,6% 4,7% 4,6% 4,5% 4,3%
4,2%
3,8%
3,0% koef, korelasi = 0,68
12 10
2,5% 2,0%
8
2,2%
1,9% 2,0%
1,5%
6
1,9%
1,0%
4
0,5%
2
Sep - 01 Mar - 02 Sep - 02 Mar - 03 Sep - 03 Mar - 04 Sep - 04 Mar - 05 Sep - 05 Mar - 06 Sep - 06 Mar - 07 Sep - 07 Mar - 08 Sep - 08 Mar - 09 Sep - 09 Mar - 10 Sep - 10 Mar - 11 Sep - 11 Mar - 12 Sep - 12 Mar - 13 NPL (%)
GDN (%)
Risiko Kredit1
Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12 Jun-12 Jul-12 Aug-12 Sep-12 Oct-12 Nov-12 Dec-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Jun-13
0,0%
0
Rasio Kredit Dalam Perhatian Khusus/Total Kredit Rasio NPL/Total Kredit
Kecenderungan perlambatan ekonomi mulai
Ditengah upaya untuk meningkatkan fungsi
berdampak pada perlambatan kredit namun
intermediasi, risiko kredit perbankan masih rendah.
risiko kredit masih rendah. Meskipun NPL kredit
Pada akhir semester I 2013, rasio NPL gross perbankan
pada semester ini masih rendah, namun perlambatan
mencapai 1,88%, relatif stabil dibandingkan semester
ekonomi yang terjadi terlihat mulai berdampak pada
lalu, dan menurun dibandingkan posisi yang sama tahun
meningkatnya kredit kolektibilitas 2. Meskipun kredit
lalu. Penurunan tersebut terutama karena perbankan
kolektibilitas 2 dapat berpotensi menjadi NPL, namun
melakukan proses penyaluran kredit secara selektif
risiko tersebut diperkirakan cenderung terbatas. Meskipun
sehingga peningkatan jumlah NPL kredit lebih rendah
relatif terbatas, peningkatan risiko tersebut antara lain
dibandingkan pertumbuhan kreditnya.
dapat terjadi pada sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan, listrik, gas dan air, penyediaan akomodasi, serta penyediaan makanan dan minuman karena mengalami pertumbuhan kredit kolektibilitas 2
1) Tanpa kredit penerusan (channeling), kecuali dinyatakan lain
yang cukup tinggi.
33
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Tabel 3.1 Pertumbuhan Nominal Kredit Kolektibilitas 2 per Sektor Ekonomi Pertumbuhan YoY
Pertumbuhan MTM
Nama Bank
Share
Growth
Nama Bank
Share
Growth
Perdagangan Besar dan Eceran
8.1%
44.8%
Perdagangan Besar dan Eceran
5.2%
12.8%
Industri Pengolahan
6.2%
52.9%
Industri Pengolahan
2.9%
21.8%
Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan
4.8%
166.9%
Rumah Tangga - Untuk Pemilikan Rumah Tinggal
2.8%
17.5%
Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan
1.8%
37.7%
Rumah Tangga - Untuk Pemilikan Kendaraan bermotor
0.9%
11.9%
Transportasi pergudangan dan komunikasi
0.9%
22.2%
Bukan lapangan Usaha Lainnya
0.8%
11.1%
Rumah Tangga - Untuk Pemilikan Peralatan Rumah Tangga lainnya
3.9%
94.1%
Rumah Tangga - Untuk Pemilikan Rumah Tinggal
3.8%
22.1%
Pertanian perburuan dan Kehutanan
2.5%
63.9%
Listrik gas dan air
1.4%
613.3%
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum
Pertanian Perburuan dan Kehutanan 1.1%
102.7%
0.8%
16.5%
Konstruksi
0.8%
19.4%
24.4%
Listrik gas dan air
0.7%
85.0%
30.4%
Industri
Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan Perorangan lainnya
1.0%
56.5%
Trasportasi pergudangan dan komunikasi
1.0%
Industri
16.1%
Keterangan : Data Periode bulan Juni 2013
Grafik 3.9 Rasio Kredit Kualitas 2 terhadap Total Kredit p
pinjaman, surat-surat berharga, kewajiban lainnya serta kewajiban pada Bank Indonesia dan setoran jaminan.
7.0%
DPK tetap tumbuh namun melambat dibanding
6.5%
semester lalu maupun posisi yang sama tahun
6.0% 5.5%
sebelumnya. Selama semester I 2013, DPK perbankan
5.0%
meningkat Rp149,2 triliun (4,63%) sehingga menjadi
4.5% 4.0%
Rp3.374,4 triliun. Kenaikan DPK pada semester ini lebih
3.5%
rendah dari kenaikan DPK pada semester II 2012 yang
3.0% Jan
Feb
Mart Apr 2010
Mei
Jun 2011
Jul
Agust Sep Okt 2012
Nop Des
2013
mencapai sebesar Rp269,40 triliun (9,12%) maupun dibandingkan semester I 2012 yang tercatat sebesar
3.1.2. Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan Dana Pihak Ketiga Struktur pendanaan bank masih didominasi oleh Dana Pihak Ketiga (DPK). Sampai dengan semester I 2013, pangsa DPK menjadi sumber utama pendanaan mencapai 89,62%, meningkat dibandingkan semester sebelumnya maupun posisi yang sama tahun lalu. Sementara itu, sumber dana dari antar bank pada semester ini mengalami penurunan sebesar 3,22%. Komponenkomponen lain menyumbang porsi yang sangat kecil, yaitu:
34
6,14%. Penurunan pertumbuhan tersebut juga terkait dengan faktor musiman menjelang bulan puasa dan hari Raya Idul Fitri. Dari sisi golongan pemilik, pertumbuhan DPK lebih bertumpu pada golongan individu swasta perusahaan dan Pemda. Pertumbuhan DPK tertinggi terdapat pada golongan swasta perusahaan sebesar Rp290,20 triliun atau 49,40% diikuti oleh golongan swasta lainnya sebesar Rp73,92 triliun atau 19,55%. Sebaliknya, golongan swasta perseorangan mengalami penurunan
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
sebesar 0,67% setelah pada semester sebelumnya
total pertumbuhan DPK. Peningkatan DPK rupiah ini lebih
mengalami penurunan sebesar 2,79%.
rendah daripada semester sebelumnya yang mengalami
Grafik 3.11 Pangsa Pendanaan dan Pembiayaan Bank
Grafik 3.13 Delta Nominal Peningkatan DPK Berdasarkan Golongan Pemilik
100% 90%
peningkatan sebesar Rp118,1 triliun.
Antar bank 3,54%
80% 70% DPK 89,62%
60%
Rp T 400
Kredit 72,77%
300
50% 40%
200
(200) (300)
Grafik 3.12 Pertumbuhan DPK per Semester
Sem I - 2012
400
16.00%
350
14.00%
300
12.00%
250
10.00%
200
8.00%
150
6.00%
100
4.00%
Non Residen
(100)
Swasta-Lainnya
Penempatan
Swasta-Perusahaan
Pendanaan
Swasta-Lemb Keuangan
0%
100
Swasta-Perseorangan
10%
SSB 8,52% Antar bank 4,07% BI 17,50%
Pemerintah Daerah
20%
Pemerintah Pusat
30%
Sem I - 2013
Grafik 3.14 Komposisi Deposito Valuta Berdasarkan Jangka Waktu 0.79% 9.77%
2.00%
50 -
0.00%
11.26%
sem I-09 sem II-09 sem I-10 sem II-10 sem I-11 sem II-11 sem I-12 sem II-12 sem I-13
growth dalam nominal - skala kiri
growth dalam % - skala kanan
56.87%
21.30%
Berdasarkan jenis komponennya, seluruh komponen DPK meningkat, dengan peningkatan tertinggi pada komponen Giro dan deposito, yaitu masing-masing sebesar
= 1 BLN
> 1-3 BLN
> 6-12 BLN
> 12 BLN
> 3-6 BLN
Rp60,30 triliun (7,90%) dan Rp99,7 triliun (7,20%). Sementara pada semester sebelumnya, peningkatan DPK tertinggi terjadi pada komponen tabungan dan deposito, yaitu masing-masing sebesar Rp137,63 triliun (14,65%) dan Rp83 triliun (6,39%). Pengalihan dari tabungan menjadi deposito sejalan dengan pertumbuhan swasta perusahaan. Sementara berdasarkan valuta, peningkatan DPK terutama disumbang oleh DPK rupiah. Selama periode laporan, DPK rupiah meningkat Rp86,5 triliun atau 3,14% dari total pertumbuhan DPK, sedangkan
DPK masih menempati porsi utama bagi perbankan sebagai sumber pembiayaan kredit. Hal ini tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mengalami peningkatan 3,73% dari semester I 2013 ke semester II 2012. Apabila dilihat berdasarkan valuta, LDR Valas tetap menempati posisi lebih tinggi dibandingkan LDR Rupiah. Pada bulan Juni 2013, LDR Valas tercatat lebih tinggi dibandingkan LDR Rupiah. Demikian juga pada Juni 2012 dan Desember 2012, LDR Valas tercatat lebih tinggi dibandingkan LDR Rupiah.
DPK valas meningkat Rp62,7 triliun atau 13,41% dari
35
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Rasio alat likuid (AL) terhadap non-core deposit (NCD)
Tabel 3.2 Perkembangan LDR Bank Umum Des’11
atau AL/NCD per Juni 2013 (setelah dikurangi GWM)
Jun’12
Des’12
Jun’12
79%
82,88%
83,96%
87,69%
LDR Rupiah
76,67%
81,51%
82,72%
87,97%
LDR Valas
93,45%
91,46%
91,27%
88,74%
LDR
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah
LDR Valas yang tinggi tersebut mencerminkan bahwa DPK Valas merupakan sumber utama pembiayaan kredit
tercatat sebesar 96,67% turun dibandingkan posisi Desember 2012 sebesar 115,40% maupun Juni 2012 yang mencapai 161,38%. Penurunan tersebut sejalan dengan ekspansi kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan DPK sehingga bank menggunakan alat likuidnya.
valas disamping komponen antar kantor dan kewajiban
Grafik 3.15 Komposisi Alat Likuid Perbankan
lainnya. Sebagian besar (56,87%) sumber pendanaan kredit valas masih berasal dari dana jangka pendek yaitu
Rp T 800
deposito dengan jangka waktu sampai dengan 1 bulan,
700
Rp T 1150 1100
600
sehingga perbankan perlu menerapkan strategi khusus
1050
500
untuk menggeser produk pendanaan valas ke jangka yang
400
lebih lama dan ekspansi penggalangan dana valas murah.
1000
300
950
200
Meskipun beberapa bank memiliki sumber pendanaan dari
900
100
pemegang saham pengendali yang berada di luar negeri,
0
namun secara umum perbankan harus tetap berhati-hati
12 1 2011
2 3
6 7 8 2012
9 10 11 12 1
Primary Reserves Tertiery Reserves
dalam mengelola sumber pendanaan kredit valas, karena terdapat potensi terjadinya mismatch yang berpotensi
4 5
2
3 4 5 2013
6
850
Secondary Reserves Alat Likuid
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia
menimbulkan kerugian tambahan dari selisih nilai tukar. Tabel 3.3 Komposisi Alat Likuid Perbankan
Risiko Likuiditas Risiko Likuiditas relatif terjaga meskipun alat
Posisi Juni 2012 (Rp T)
likuid cenderung menurun disebabkan oleh faktor musiman menjelang Hari Raya Idul Fitri. Selama semester I 2013, total alat likuid perbankan turun 7,69%
Pertumbuhan yoy Nominal (Rp T)
%
Primary Reserves
368.92
(2.69)
(0.72)
44.20
13.64
Secondary Reserves
573.44
(88.04)
(13.31)
(5.99)
(1.03)
sehingga menjadi Rp1.016,33 triliun. Penurunan alat likuid
Tertiary Reserves
bersumber dari penurunan secondary reserves yang terdiri
Total
dari SBI, Penempatan pada BI lainnya, SUN Trading dan
Pertumbuhan Semester Nominal % (Rp T)
73.96
6.12
9.02
5.29
7.70
1016.33
(84.61)
(7.69)
43.50
4.47
“Komponen Alat Likuid di atas belum mengeluarkan kewajiban GMW Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia
SUN AFS yaitu sebesar 13,31% dan primary reserves yang
36
terdiri dari Kas, Giro Bank di BI sebesar 0,72%. Sementara
Ditinjau dari penyebaran likuiditas dan
itu, tertiary reserves perbankan naik sebesar 9,02% yang
kepemilikannya, dana yang tersedia masih menunjukkan
disebabkan oleh menurunnya SUN HTM.
kondisi yang kurang merata. Mayoritas alat likuid dan
Kemampuan likuiditas perbankan masih
DPK dikuasai 14 bank besar dengan pangsa sekitar 70%,
memadai untuk memenuhi kewajibannya namun
sedangkan 106 bank lain hanya sekitar 30%. Namun
terdapat risiko likuiditas yang perlu diwaspadai.
demikian, kondisi kecukupan likuiditas individual bank
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
dalam mengcover kebutuhan penarikan non-core deposit-
3.1.3. Profitabilitas dan Permodalan
nya masih memadai. Apabila dibandingkan dengan
Profitabilitas
periode yang sama tahun lalu, masih jauh lebih banyak
Seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia
bank dengan rasio AL/NCD di atas 100% dibandingkan
yang relatif terjaga, industri perbankan mampu
bank dengan rasio AL/NCD <50%.
mencatatkan profit yang cukup besar. Selama semester
Grafik 3.16 Pangsa Penempatan Bank pada Bank Indonesia Rp T 900
I2013 Perbankan membukukan laba bersih sebesar Rp51,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan 2 semester sebelumnya. Kenaikan laba tersebut antara lain didorong
Pangsa Penempatan Bank pada BI
oleh pertumbuhan pendapatan bunga kredit dengan
800 700
kontribusi sebesar 72,2% dari total pendapatan bunga.
600
Secara tahunan, pendapatan bunga kredit mengalami
500 400
pertumbuhan mencapai 15,5%. Tingginya laba tersebut
300 200
tercermin dari ROA perbankan yang mencapai 3,0% (per
100
Juni 2013), menurun tipis dibandingkan posisi Desember
0 12 1 2011
2 3
4
5
6 7 2012
Giro bank di BI
SBI
8
9 10 11 12 1
2
3 4 2013
5
Penempatan pada BI lainnya
6
2012 sebesar 3,1%. Jika dilihat per kelompok bank, porsi terbesar
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia
penyumbang laba bersih Perbankan terdapat pada kelompok Grafik 3.17 Pangsa Alat Likuid
bank Persero yang mencapai 44,8%, disusul BUSN 35,2%, BPD 11,5%, KCBA 4,4% dan Campuran 4,1%.
Pangsa Alat Likuid Industri Perbankan
Tabel 3.4 Perkembangan Laba/Rugi Industri Perbankan Alat Likuid bank lain 30%
T Rp Alat Likuid 14 BB 70%
Pangsa Kepemilikan Dana Industri Perbankan
L/R Operasional L/R Non Operasional L/R sebelum Pajak L/R setelah Pajak
Jun’12
Des’12
Jun’13
55.8
114.7
62.0
2.3
21.9
11.1
58.2
119.5
64.4
45.7
92.8
51.1
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia
DPK bank lain 30%
Laba operasional yang diperoleh perbankan DPK 14 BB 70%
masih didominasi oleh pendapatan bunga bersih atau Net Interest Income (NII) dengan tren yang meningkat. Sebagaimana periode-periode sebelumnya, perolehan laba perbankan sampai dengan akhir semester
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia
I 2013 masih didominasi oleh laba operasional. Pada Juni 2013, laba operasional perbankan tercatat sebesar Rp62,0 triliun, meningkat 11,1% dibanding laba operasional semester yang sama tahun lalu. Peningkatan
37
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Tabel 3.5 Perkembangan Profitabilitas dan Kredit per Kelompok Bank
No
Kelompok Bank
Growth Kredit (% YOY)
L/R Setelah Pajak (T Rp) Jun’12
Des’12
Jun’13
Jun’12
NIM (%)
Des’12
Jun’13
Jun’12
Des’12
Jun’13
1 Persero
19.0
40.8
22.9
20,2%
23,5%
24,9%
5.8
6.0
5.9
2 Swasta
17.3
34.5
18.0
28,2%
20,8%
17,1%
5.3
5.4
5.3
3 BPD
4.6
8.9
5.9
22,9%
26,2%
24,9%
6.4
6.7
7.2
4 Campuran
1.8
3.4
2.1
46,9%
33,2%
21,1%
3.6
3.6
3.5
5 KCBA
3.1
5.1
2.3
28,7%
26,6%
17,1%
3.5
3.5
3.4
45.7
92.8
51.1
25,7%
23,1%
20,6%
5.4
5.5
5.4
Industri
Sumber :Statistik Perbankan Indonesia dan Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia
laba operasional tersebut terutama didukung pencapaian rata-rata NII bulanan perbankan selama semester I
Grafik 3.19 Komposisi Pendapatan Bunga Industri Perbankan (%)
2013 sebesar Rp19,0 triliun, lebih tinggi dari perolehan
100%
semester lalu (Rp18,3 triliun) maupun posisi yang sama
80%
tahun lalu (Rp16,3 triliun). Peningkatan NII menunjukkan
60%
bahwa perbankan sudah mampu melakukan efisiensi
40%
tercermin dari terus meningkatnya pendapatan bunga
20%
sebagai dampak dari kredit yang bertumbuh dan
0%
cenderung menurunnya beban bunga perbankan.
20%
20%
20%
7%
6%
6%
70%
71%
72%
3% Jun’12
3% Des’12
Penempatan pada BI
2% Jun’13
Kredit
SSB
Lainnya
Namun demikian, bank perlu mencermati dampak dari Sumber :Statistik Perbankan Indonesia
penyesuaian suku bunga DPK dan kredit pada semester II 2013 sebagai akibat dari peningkatan BI-Rate pada
Dari sisi sumber pendapatan bunga, porsi pendapatan bunga kredit masih menduduki
akhir Juni 2013.
posisi teratas dari total pendapatan bunga dengan Grafik 3.18 Komposisi Laba/Rugi Perbankan
kecenderungan meningkat. Semakin meningkatnya share pendapatan bunga kredit terhadap total pendapatan
70
100%
60
95%
50
bunga tersebut sejalan dengan meningkatnya jumlah
90%
penyaluran kredit perbankan. Pendapatan bunga kredit
85%
cenderung meningkat walaupun spread suku bunganya
80%
cenderung turun karena penurunan suku bunga kredit
75%
lebih besar daripada penurunan suku bunga DPK. Kondisi
70%
ini diperkirakan tidak akan berlanjut pada semester II 2013
40 30 20 10 0 Jun’12 L/R Opr (lhs)
Des’12 L/R N on Opr (lhs)
Sumber :Statistik Perbankan Indonesia
Jun’13 Pangsa L/R Opr (rhs)
sejalan dengan peningkatan BI Rate yang kemungkinan besar akan mendorong bank untuk meningkatkan suku bunga DPK dan kredit.
38
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Pada posisi Juni 2013, NIM perbankan tercatat 5,4%
Grafik3.20 Spread Suku Bunga Rupiah Perbankan (%)
sedikit lebih rendah dibandingkan posisi Desember
8.00
2012 (5,5%). Penurunan NIM tersebut sejalan dengan
7.50
tren pada tahun-tahun sebelumnya dimana NIM pada
7.00 6.50
pertengahan tahun cenderung lebih rendah dibanding
6.00
6.30
pada akhir tahun dan akan meningkat kembali menjelang
5.50
akhir tahun.
5.00 4.50
Spread suku bunga cenderung menyempit Mar-06 Jun-06 Sep-06 Dec-06 Mar-07 Jun-07 Sep-07 Dec-07 Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Jun-11 Sep-11 Dec-11 Mar-12 Jun-12 Sep-12 Dec-12 Mar-13 Jun-13
4.00
sejalan penurunan suku bunga kredit. Selama semester I 2013, suku bunga kredit menunjukkan tren menurun, hal
Sumber : Bank Indonesia, Laporan Bulanan Bank Umum, diolah
Grafik 3.21 Perkembangan Rasio ROA dan BOPO Perbankan (%) %
% 100
dengan efisien. Aspek yang mendorong penurunan suku bunga kredit adalah ketentuan Suku Bunga Dasar Kredit
4.0
(SBDK) yang dikeluarkan Bank Indonesia pada bulan Maret
95 3.5
90
ini mengindikasikan fungsi intermediasi perbankan berjalan
2011. Trend SBDK cenderung menurun sejak Maret 2011
85
3.0
dan terjadi pada semua segmen terutama disebabkan oleh
80 2.5
75 70
menurunnya komponen HPDK.
2.0
Return on Asset (ROA) mengalami penurunan.
65 1.5
BOPO (lhs)
ROA Juni 2013 menurun 10 bps dibandingkan Desember
Jun-13
Dec-12
Jun-12
Dec-11
Jun-11
Dec-10
Jun-10
Dec-09
Jun-09
Dec-08
Jun-08
Dec-07
60
2012 dari 3,08% menjadi 2,98%. Penurunan ROA pada
ROA (rhs)
semester ini lebih besar dibandingkan penurunan ROA pada
Sumber : Bank Indonesia, Laporan Bulanan Bank Umum, diolah
semester sebelumnya sebesar 3 bps dari 3,11% pada Juni
Sejalan dengan penurunan spread suku bunga,
2012. Penurunan tersebut terutama terjadi karena persentase
Net Interest Margin (NIM) perbankan mengalami
pertumbuhan laba industri perbankan lebih kecil daripada
penurunan tipis dibanding semester sebelumnya.
persentase pertumbuhan rata-rata total aset perbankan.
Tabel 3.6 Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%)
Seluruh Sampel Segmen
2011
Kredit Mar
Jun
Sep
2012 Des
Mar
Jun
Sep
9,81 9,75
2013 Des
Mar
Jun
9,69 9,53
qtq
Juni 12 -
Maret 12 -
Juni 13
Juni 13
Korporasi
10,51 10,72 10,51 10,18 9,86
9,65
0.11
(0.16)
(0.86)
Retail
11,80 11,91 12,04 11,61 11,23 11,08 11,03 11,14 10,91 11,03
0.12
(0.05)
(0.77)
KPR
11,16 11,38 11,04 10,71 10,61 10,50 10,45 10,41 10,33 10,37
0.04
(0.13)
(0.79)
Non KPR
11,56 11,86 11,88 11,51 11,05 10,99 10,67 10,65 10,62 10,59
(0.03)
(0.40)
(0.97)
Ket: data tanpa outlier dan perhitungan secara weighted average Sumber :Laporan Berkala Bank Umum, Bank Indonesia, diolah
39
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Efisiensi perbankan selama semester I 2013 sedikit mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang sedikit meningkat dibandingkan semester lalu. Kondisi tersebut disebabkan peningkatan biaya operasional yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan pendapatan operasional. Penurunan efisiensi tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan komponen Overhead Cost pada semua segmen (KPR, Ritel, Non-KPR dan Korporasi. Selain itu Harga Perolehan
menyerap potensi risiko yang berasal dari aktivitas usaha bank ataupun perubahan lingkungan bisnis. Grafik 3.22 Perkembangan Komponen Permodalan Perbankan Rp T 4500
% 18.5
4000 18
3500 3000
17.5
2500
17
2000
16.5
1500 16
1000
15.5
500 0
Dana Kredit (HPDK) pada segmen Korporasi dan Non-KPR
15 Jun-11
juga mengalami peningkatan. Peningkatan kebijakan BI rate pada awal semester II 2013 diperkirakan akan
Des-11
Jun-12
ATMR (lhs)
Des-12
Jun-13
Modal (lhs)
CAR (rhs)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, diolah
Grafik 3.23 Perkembangan CAR Industri
menyebabkan penurunan tingkat efisiensi bank pada akhir tahun 2013.
25
3.500 3.000
Permodalan
20
2.500
CAR masih berada dalam level aman dan diatas
2.000
level minimum yang dipersyaratkan Basel. Sejalan
1.500
CAR (%)
15 10
AT MR 1.000
dengan peningkatan laba yang dicapai, maka ketahanan
5 500
perbankan yang tercermin dari rasio CAR pada Juni 2013
Modal -
2004 2005
mencapai 17,98%. Selama semester I 2013, CAR bergerak
2006
2007
2008
2009
2010 2011
2012
2013
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, diolah
cukup stabil dengan level tertinggi yang mencapai 19,18% dan level terendah sebesar 17,98%. Rasio CAR tersebut naik dibandingkan semester lalu (17,32%) disebabkan oleh persentase peningkatan modal yang lebih besar dibandingkan persentase peningkatan ATMR. Peningkatan modal tersebut tergambar dari
Grafik 3.24 Perkembangan CAR per Kelompok Bank 40% 35% 30% 25% 20%
struktur permodalan bank juga mengalami penguatan sebagaimana tercermin pada komposisi ekuitas tier 1 yang naik menjadi sebesar Rp511,5 T sehingga pangsa Tier 1 terhadap total modal mencapai 89,9% (pada semester II 2012 sebesar 89,3%). Sementara itu, pangsa komponen
40
15% 10% 5% 0% Persero Des-11
Swasta
BPD Jun-12
Campuran Des-12
KCBA Jun-13
modal lainnya yaitu Tier 2 turun menjadi 10,13% dari
Dengan memperhatikan perkembangan kondisi
10,76% dan Tier 3 tetap sebesar 0,006% dibanding
global dan dalam rangka menjaga ketahanan perbankan,
semester II 2012. Peningkatan komposisi ekuitas Tier 1
bank diharapkan dapat menjaga CAR pada level yang
mengindikasikan semakin baiknya ketahanan bank dalam
tinggi dan menambah modal sesuai dengan peningkatan
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Tabel 3.7 Distribusi CAR Individual Bank
CAR
Jumlah Bank
Penguatan modal berdasarkan Basel III dilakukan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Untuk meningkatkan kualitas permodalan, Basel III mensyaratkan penyesuaian terhadap komponen dan persyaratan instrumen modal
< 10%
4
12 - 15%
27
15 - 20%
39
20 - 25%
20
> 25%
30
TOTAL
120
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, diolah
termasuk komponen pembentuk modal inti (Tier 1), modal pelengkap (Tier 2) dan penghapusan Tier 3 capital, serta penetapan rasio minimum modal inti utama (common equity tier 1 /CETI1) dan modal inti (Tier 1) masing-masing sebesar 4,5% dan 6%. Sementara itu, dalam rangka meningkatkan kuantitas modal yang akan berfungsi sebagai buffer pada saat krisis, bank diminta
profil risiko dan kegiatan usaha bank terutama ditengah
untuk membentuk tambahan modal di atas persyaratan
masih berlanjutnya dampak krisis global. Disamping itu,
penyediaan modal minimum melalui penerapan capital
penguatan modal kedepannya masih akan terus dilakukan
conservation buffer sebesar 2,5%, counter-cyclical buffer
terutama dalam rangka persiapan pemenuhan kewajiban
sebesar 0% sd 2,5% serta capital surcharge bagi bank
permodalan yang baru berdasarkan Basel III.
yang dinyatakan berdampak sistemik.
41
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Tabel 3.8 Perkembangan Permodalan Perbankan berdasarkan Kelompok Bank Growth (%)
Des’11
Jun’12
Des’12
Jun’13
sem II -
sem I -
2012
2013
yoy
Modal (Rp T) Persero
166,30
156,96
166,80
185,97
5.9%
11.8%
18.5%
Swasta
204,86
193,46
204,86
235,73
5.9%
15.1%
21.8%
BPD
35,84
31,50
35,84
38,31
13.8%
6.9%
21.6%
Campuran
30,40
29,58
30,40
37,23
2.8%
22.5%
25.9%
KCBA
73,09
67,49
73,09
85,49
8.3%
17,0%
26.7%
Total
510,50
479,00
510,50
582,74
6.6%
14.2%
21.7%
Persero
874,06
946,90
1,028,29
1,119,93
8.6%
8.9%
18.3%
Swasta
1,178,05
1,226,66
1,329,02
1,445,43
8.3%
8.8%
17.8%
BPD
159,01
183,85
197,90
244,16
7.6%
23.4%
32.8%
Campuran
138,96
149,13
156,33
174,68
4.8%
11.7%
17.1%
KCBA
192,99
237,97
236,59
257,71
-0.6%
8.9%
8.3%
Total
2,543,07
2,744,50
2,948,13
3,241,91
7.4%
10.0%
18.1%
ATMR (Rp T)
Delta (%) CAR (%) Persero
19.03%
16.58%
16.17%
16.61%
(0,4)
0,4
0,0
Swasta
19.39%
15.77%
15.41%
16.31%
(0,4)
0,9
0,5
BPD
22.54%
17.13%
18.11%
15.69%
1,0
(2,4)
(1,4)
Campuran
21.88%
19.83%
19.45%
21.31%
(0,4)
1,9
1,5
KCBA
37.87%
28.36%
30.89%
33.17%
2,5
2,3
4,8
Total
20.07%
17.43%
17.32%
17.98%
(0,1)
0,7
0,5
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum, diolah
42
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
3.2. POTENSI RISIKO PASAR KEUANGAN DAN
Grafik 3.25 Peta Stabilitas Pasar Keuangan
PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN
Volatility PUAB Rupiah 50
BANK (LKBB) 3.2.1. Potensi Risiko Pasar Keuangan
40 30
Risiko sistem keuangan meningkat pada
ULN/ PDB (%)
Volatility Kurs USD/IDR
20 10
seluruh komponen dibanding semester sebelumnya,
0
tidak hanya bersumber dari perekonomian domestik juga berasal dari faktor eksternal. Peningkatan
Volatility Sun (%)
risiko bersumber dari perekonomian domestik
Jun-12
Volatility IHSG
Des-12
Jun-13
yaitu tingginya ekspektasi inflasi ke depan serta Sumber :Bloomberg, LHBU, Statistik ULN Indonesia, diolah
kekhawatiran akan defisit transaksi berjalan dan dari faktor eksternal berupa ketidakpastian
Fed untuk mengurangi pembelian surat berharga melalui
perekonomian global serta kebijakan yang dilakukan
Quantitative Easing Policy. Kekhawatiran akan dampak
bank sentral lain sehingga diperkirakan potensi risiko
yang dapat timbul dari kebijakan ini sangat mempengaruhi
kedepan masih akan terus meningkat.
pergerakan keluar aliran dana investasi asing pada pasar
Peta Stabilitas Pasar Keuangan secara umum
keuangan domestik serta pasar keuangan regional.
menunjukkan peningkatan risiko dibandingkan dengan
Sementara isu internal terkait defisit neraca perdagangan
kondisi pada semester II 2012, dimana masing-masing
Indonesia dan ekspektasi inflasi yang meningkat juga
komponen pasar keuangan, yaitu volatilitas nilai tukar,
sangat mempengaruhi perilaku investor domestik maupun
volatilitas pasar obligasi, volatilitas pasar saham, volatilitas
asing.
PUAB dan rasio ULN/PDB berada pada level risiko yang
Transaksi non residen baik pada saham, SBN dan SBI
lebih tinggi (Grafik 3.25). Peningkatan risiko terbesar
yang pada awal tahun berada dalam tren yang meningkat,
dialami oleh pasar saham akibat penjualan yang cukup
namun mengalami penurunan secara signifikan sejak
besar oleh investor asing sehingga meningkatkan
akhir bulan Mei 2013 (Grafik 3.26). Penjualan yang cukup
persentase risiko hingga menjadi 45% dibanding dengan
besar tercatat pada pasar saham dan SBN dengan jumlah
semester sebelumnya yang hanya sekitar 9%. Sementara
masing-masing sebesar Rp23,33 triliun dan Rp22,44 triliun
itu, volatilitas pasar uang antar bank, meningkat
pada akhir semester I, walaupun masih tercatat inflow
dengan level risiko yang paling kecil dalam indikator
tipis pada SBI sehingga secara keseluruhan pada periode
sistem keuangan yang dipantau, dimana pada semester
tersebut terjadi outflow asing sebesar Rp45,62 triliun.
sebelumnya berkisar 19% menjadi 23% pada semester
Secara keseluruhan sepanjang semester I 2013, investor
II 2013. Pasar uang antar bank cenderung lebih stabil
asing masih melakukan pembelian neto surat berharga di
tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia untuk menjaga
ketiga pasar dengan jumlah Rp13,94 triliun turun 78%
likuiditas baik di pasar uang Rupiah maupun valas.
dari semester II 2012 (Rp57,79 triliun) dengan komposisi
Peningkatan gejolak di pasar keuangan Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor domestik, namun
Rp11,85 triliun dari SBN, Rp1,41 triliun dari pasar saham dan Rp0,69 triliun dari SBI.
juga sentimen negatif yang dipicu oleh faktor eksternal, terutama menjelang akhir semester terkait rencana the
43
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Volatilitas PUAB Valas berada pada level yang
Grafik 3.26 Flows Non Residen: Saham, SBN, SBI 30
cukup tinggi walaupun sempat mengalami penurunan
Rp (T)
pada periode Februari hingga Mei 2013 sering dengan
20
upaya BI untuk menjaga volatilitas nilai tukar Rupiah.
10 0
Namun demikian, nilai tukar Rupiah melemah cukup
-10
besar sejak akhir Mei dipengaruhi oleh kekhawatiran
-20
investor akan tingginya defisit neraca pembayaran
-30
ditengah kebutuhan valas dari korporasi yang cukup
-40
SBI
SBN
Jun-13
Mei-13
Apr-13
Mar-13
Feb-13
Jan-13
Dec-12
Nov-12
Oct-12
Sep-12
Ags-12
Jul-12
Jun-12
Mei-12
Apr-12
Mar-12
Feb-12
Jan-12
-50
Saham
tinggi dan relatif terbatasnya supply valas di pasar. Selain itu, kebijakan BI pada periode ini lebih difokuskan untuk membentuk pricing Rupiah yang lebih konvergen. Kondisi
Sumber : Bloomberg, DPM, diolah
tersebut telah mendorong peningkatan volatilitas PUAB valas sebagaimana Grafik 3.28. Namun demikian, Bank
Risiko Pasar Uang
Indonesia tetap berupaya menjaga kestabilan di pasar valas
Secara umum stabilitas pasar uang antar bank (PUAB) Rupiah masih cukup terkendali sedangkan pasar uang antar bank (PUAB) Valas
dengan menjaga kecukupan likuiditas baik dalam Rupiah dan Valas, memonitor lalu lintas devisa serta pelaksanaan lelang TD Valas.
mengalami peningkatan risiko. Dalam semester I Grafik 3.28 Volatilitas PUAB Valas
2013 volatilitas PUAB Rupiah cenderung turun dan hanya mengalami peningkatan seiring dengan kebijakan BI untuk
1400%
meningkatkan BI Rate dan Deposit Facility, namun masih
1200%
dalam rentang risiko yang terkendali (Grafik 3.27). Kondisi
1000%
stabilitas PUAB Rupiah dipengaruhi oleh upaya Bank
800%
Indonesia untuk menjaga kecukupan likuiditas melalui
600% 400%
Jun-13
Apr-13
Mei-13
Mar-13
Jan-13
Feb-13
Dec-12
Oct-12
Nov-12
Sep-12
Jul-12
Ags-12
Jun-12
Apr-12
Mei-12
kestabilan pasar keuangan.
Mar-12
0%
Jan-12
dengan instrumen moneter lainnya dalam mendukung
200%
Feb-12
operasi moneter dan juga dukungan bauran kebijakan
Sumber : LHBU diolah
Grafik 3. 27 Volatilitas PUAB Rupiah
Risiko Pasar Surat UtangNegara (SUN) 35%
Risiko di pasar SBN meningkat yang tercermin
30% 25%
dari kenaikan volatilitas dibandingkan semester
20%
sebelumnya. Beberapa faktor yang menjadi pemicu
15%
meningkatnya volatilitas, pertama adalah penurunan
10%
outlooksovereign rating Indonesia oleh Standard and
5%
Poor’s dari “positive” menjadi “stable” di awal Mei 2013
Sumber : LHBU diolah
44
Jun-13
Mei-13
Apr-13
Mar-13
Jan-13
Feb-13
Dec-12
Nov-12
Oct-12
Sep-12
Ags-12
Jul-12
Jun-12
Apr-12
Mei-12
Mar-12
Jan-12
Feb-12
0%
sehingga berdampak pada penurunan minat investor asing di Indonesia. Namun dampak keputusan Standard
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
and Poor ini masih terjaga seiring dengan kebijakan BI
Grafik 3.29. Yield Curve SUN
untuk tetap berada di pasar SBN. Pembelian SBN oleh BI ini terutama bertujuan untuk digunakan sebagai
8%
instrumen moneter, khususnya Reverse Repo SBN dan
7%
sekaligus membantu menstabilkan harga pasar sehingga
6%
menurunkan risiko bagi investor.
5%
Kedua, kondisi yang kurang kondusif tersebut
4%
berlanjut dengan meningkatnya kekhawatiran akan 3%
tingginya inflasi dan defisit neraca perdagangan
1
Indonesia serta imbas kekhawatiran global seiring dengan membaiknya perekonomian AS sehingga menguatnya
2
3
Jan-12 Mar-13
4
5
Jun-12 Apr-13
6
7
8
Dec-12 May-13
9
10
15
Jan-13 Jun-13
20
30
Feb-13
Sumber : Bloomberg
kekhawatiran akan pengetatan kebijakan moneter Grafik 3.30 Volatilitas SUN FR Benchmark
AS. Otoritas keuangan domestik mencoba merespons pelemahan yang terjadi di pasar keuangan ini, khususnya 30
35
25
30
BI melalui beberapa kebijakan berupaya menaikan suku
Kurva yield SUN meningkat untuk semua tenor walaupun hingga bulan April yield untuk jangka pendek
FR0063 FR0066
FR0064 IDMA (RHS)
Jun-13
0
May-13
terjadi pada tahun 2008 atau tahun 2005.
5
0
Apr-13
jika dibandingkan dengan gejolak di pasar keuangan yang
10
5
Mar-13
di pasar; misalnya penurunan IDMA Index; lebih rendah
15 10
Feb-13
aksi jual yang cukup besar namun dampak yang terjadi
20 15
Jan-13
sekunder. Walaupun investor asing tercatat melakukan
25
20
Dec-12
bunga BI Rate dan terus melakukan pembelian SBN di pasar
FR0065
Sumber : Bloomberg
dan sebagian jangka menengah sempat mengalami penguatan. Pada akhir semester, yield telah meningkat
dengan akhir semester I 2013 sebagaimana pergerakan
untuk semua tenor dengan kenaikan yang lebih tinggi
VaR berdasarkan kelompok tenor (Grafik 3.31).
untuk tenor jangka pendek dan menengah (Grafik
Arah pergerakan VaR berdasarkan kelompok tenor
3.29). Demikian pula dengan volatilitas SUN masih
menggambarkan bahwa terjadi dampak yang sama pada
dalam tingkatan yang terjaga walaupun meningkat
seluruh tenor instrumen obligasi negara sebagai imbas
cukup signifikan menjelang akhir semester. Volatilitas
perilaku investor global.
untuk jangka pendek cenderung lebih tinggi dari
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pembiayaan
jangka menengah dan panjang yang mengindikasikan
fiskal yang bersumber dari dalam negeri, jumlah SBN
bahwa investor memandang bahwa secara fundamental
yang diterbitkan Pemerintah terus meningkat. Selain SBN
perekonomian Indonesia cukup baik (Grafik 3.30).
yang dapat diperdagangkan pada Tabel 3.9, Pemerintah
Berdasarkan indikator Value at Risk (VaR), level
juga menerbitkan beberapa seri SBN yang tidak dapat
risiko SUN pada awal semester I 2013 membaik dan
diperdagangkan, seperti Sukuk Dana Haji yang khusus
kemudian meningkat kembali pada bulan Mei sampai
diterbitkan kepada Departemen Agama. Porsi terbesar
45
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Grafik 3.31 VaR SUN per Tenor
Tabel 3.9 Potensi Dampak Perubahan Harga SBN
T Rp
VaR SUN 1.20
Eksposure Perbankan
1.00
Kelompok Banl
0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
Jul
Ags Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
2012
Apr
Mei
Jun
2013
Jangka Pendek
Jangka Menengah
Jangka Panjang
Sumber : Bloomberg diolah
BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 Total IDMA
Des’12
Jun’13
' Des’12 Jun’13
52.63 129.77 72.35 221.61 476.35 111.7
8.07 38.58 61.05 163.23 270.93 104.7
-44.56 -91.18 -11,30 -58,38 -205.42 -6.27%
Note: memperhitungkan seluruh posisi SBN Bank (terdapat SBN yang dicatat Bank hold to maturity)
Grafik 3.32. Pergerakan yield SUN
Tabel 3.10 Kepemilikan SBN yang Dapat Diperdagangkan
Volatilitas beberapa Seri SBN 160% 140%
InsƟtusi (RpT)
Des-11 Jun-12 Des-12 Jun-13
Bank Bank Indonesia Non-Banks Reksadana Asuransi Asing Dana Pensiun Sekuritas Lain-lain Total
265.03 297.98 299.66 314.34
120% 100% 80% 60% 40% 20%
1 th
5 th
1-Jun-13
1-Apr-13
1-Mei-13
1-Mar-13
1-Jan-13
1-Feb-13
1-Dec-12
1-Oct-12
1-Nov-12
1-Sep-12
1-Jul-12
1-Ags-12
1-Jun-12
1-Mei-12
1- Apr-12
1- Mar-12
1- Jan-12
1- Feb-12
0%
10 th
Sumber : Bloomberg diolah
7.84 450.75 47.22 93.09 222.86 34.39 0.14 53.05 723.62
20.36 3.07 29.13 472.85 517.53 545.05 48.6 43.19 39.61 106.86 83.42 126.38 224.42 270.52 282.96 34.56 56.46 29.11 0.27 0.30 0.99 58.14 63.64 40.97 791.19 820.27 888.51
Δ Des'12 Jun'13 4.9% 848.9% 5.3% -8.3% 51.5% 4.6% -48.4% 230.0% -35.6% 8.32%
Sumber : DJPU-Kemenkeu, diolah
SBN yang diperdagangkan tersebut dimiliki oleh pihak non bank dengan jumlah Rp545,05 triliun, sedangkan sekuritas mempunyai kepemilikan paling kecil pada akhir semester I 2013, yaitu hanya Rp0,99 triliun. Sementara untuk kepemilikan SBN Perbankan, peningkatan terjadi karena pembelian di Pasar Perdana dan peningkatan penjualan oleh investor asing yang ditampung oleh Bank. Namun, akibat penurunan harga SBN terjadi penurunan likuiditas perbankan akibat mark to market terhadap SBN yang harus dilakukan Bank dengan jumlah yang cukup besar (Tabel 3.10).
46
Berdasarkan maturity profile, SUN seri FR yang bertenor pendek dan menengah memiliki porsi terbesar, walaupun SUN bertenor diatas 10 tahun juga mulai menunjukkan peningkatan (Grafik 3.33). Sebaran maturitas SUN cenderung dalam kisaran yang proporsional, sehingga risiko maturitas dan skema pembayaran utang negara menjadi semakin terprediksi dan disesuaikan dengan anggaran Pemerintah.
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Grafik 3.33 Maturity Profile SUN
Grafik 3.34. IHSG dan Indeks Harga Saham Global 140
60 Rp T
Jun-13
Apr-13
Mey-13
Jan-13
MSCI World MSCI Asia
Sumber : Bloomberg diolah
Grafik 3.35. IHSG Sektoral
Sumber : DJPU-Kemenkeu, diolah
Risiko Pasar Saham
Mar-13
Sumber : DJPU-Kemenkeu, diolah
Feb-13
IHSG MSCI Euro
VR
Feb-13
Jan-12
2042 2041 2038 2037 2033 2032 2031 2030 2028 2027 2026 2025 2024 2023 2021 2020 2019 2018 2017 2016 2015 2014 2013 FR
Jan-13
80
Dec-12
-
Oct-12
90
Nov-12
10
Sep-12
100
Jul-12
20
Aug-12
110
Jun-12
30
Apr-12
120
Mey-12
40
Mar-12
130
Feb-12
Rebased:1/1/2012=100
50
250
Kinerja pasar saham domestik menunjukkan 200
peningkatan risiko yang signifikan sejalan dengan perkembangan bursa regional. Pergerakan IHSG cenderung searah dengan indeks harga saham global yang
150
100
disebabkan perubahan pola pergerakan investor global
Keuangan Kosumsi Infrastruktur
Mey-13
Apr-13
Mar-13
Dec-12
Nov-12
Oct-12
Sep-12
Aug-12
Jul-12
Jun-12
Mey-12
IHSG Ind Dasar & Kimia Pertambangan Aneka Industri
menguat hingga pertengahan semester dan mencapai indeks 136,9 pada bulan Mei 2013 namun kemudian terus
Apr-12
Feb-12
aset yang dinilai lebih aman (safe haven assets). IHSG terus
Mar-12
Rebased:1/1/2012=100
50
Jan-12
yang menyesuaikan portofolio investasinya menjadi jenis
Pertanian Properti Perdagangan
Sumber : Bloomberg diolah
bergerak turun sampai dengan akhir semester I 2013. Grafik 3.36. Volatilitas Saham Sektor Perbankan
Pergerakan indeks saham diperkirakan masih akan menurun pada semester mendatang karena belum terdapat kepastian mengenai respon kebijakan the Fed terkait penguatan
Volatilitas Sektor Perbankan 80 70
perekonomian AS yang tengah berlangsung (Grafik 3.34).
60
Kinerja pasar saham secara sektoral pada umumnya
50 40
mengikuti pergerakan IHSG. Sektor properti sempat
30
mengalami kenaikan indeks yang cukup tinggi sebelum
20
semester I 2013. Untuk saham sektor keuangan, indeks cenderung menguat dan lebih stabil dibandingkan dengan
IHSG
JAKFIN
Jun-13
Mey-13
Apr-13
Mar-13
Feb-13
Jan-13
Dec-12
Nov-12
Oct-12
Sep-12
Aug-12
Jul-12
Jun-12
Mey-12
Apr-12
Mar-12
0
Jan-12
pertambangan cenderung bergerak menurun sepanjang
10
Feb-12
turun menjelang akhir semerter sementara saham
Index 13 BB
Sumber : Bloomberg diolah
saham sektor lainnya walaupun volatilitas juga meningkat pada akhir semester I 2013 (Grafik 3.35 dan 3.36).
47
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Eksposur risiko pasar saham domestik seiring dengan
Kinerja Reksadana
kinerja beberapa pasar global yang selama semester I 2013
Kinerja reksadana pada semester I 2013
meningkat namun peningkatan risiko IHSG tinggi, kecuali
membaik, tercermin dari NAB reksadana yang
terhadap Nikkei (Grafik 3.37). Pergerakan ini dipengaruhi
meningkat. NAB reksadana naik sebesar 14,36% dari
respon investor asing dan domestik terhadap kebijakan
Rp187,59 triliun akhir semester lalu menjadi Rp201,64
global yang mempengaruhi transaksi pada bursa domestik.
triliun per Juni 2013 (Grafik 3.38). Peningkatan NAB
Otoritas Pasar Modal dan Bank Indonesia berupaya
terutama diiringi dengan peningkatan jumlah saham
untuk mengeloladampakdari kontraksi demand investasi
yang menjadi underlying reksadana dan kondisi ini
global dan dampak risiko yang muncul terutama terhadap
sangat didukung oleh kinerja pasar saham yang
saham sektor perbankan domestik melalui peningkatan BI
cenderung membaik walaupun turun pada akhir semester.
rate pada akhir semester I 2013. Selain itu, bauran kebijakan
Berdasarkan jenisnya, proporsi jenis reksadana selama
yang terintegrasi terus dilakukan untuk mempertahankan
semester I 2013 cenderung stabil dengan semester II
stabilitas sistem keuangan yang lebih baik.
2012. Proporsi jenis reksadana masih didominasi oleh
Grafik 3. 37 Volatilitas Bursa Saham Kawasan dan Global Volatilitas Bursa Regional
90
Reksadana Saham dengan pangsa 42,16%, dan diikuti oleh Reksadana Terproteksi (pangsa 18,48%), Reksadana Pendapatan Tetap (pangsa 15,46%), Reksadana
80
Campuran (pangsa 12,24%), dan Reksadana Pasar Uang
70
(pangsa 6,02%). Khusus untuk reksadana saham, terjadi
60 50
peningkatan jumlah saham yang menjadi underlying di
40
bulan Juni yang diperkirakan terkait dengan penurunan
30 20
harga saham pada akhir semester I 2013 sehingga
10
Jun-13
Apr-13
Mey-13
Mar-13
Jan-13
Nikkei
Feb-13
Dec-12
Oct-12
FSSTI
Nov-12
Sep-12
Jul-12
IHSG
Aug-12
Jun-12
Apr-12
Mey-12
Mar-12
Jan-12
Feb-12
0
Hang Seng
memberikan stimulus bagi para manajer investasi untuk menambah investasi saham dalam portofolio investasinya mengingat prospek perekonomian Indonesia dalam jangka panjang masih menjanjikan.
Volatilitas Bursa Global
60
Grafik 3.38. Kinerja Reksadana
50 40
Rp M 120
Rp T
30
200 180
20
140
10
110
120 100
Jun-13
Mey-13
Apr-13
Mar-13
Feb-13
Jan-13
Dec-12
Nov-12
Oct-12
Sep-12
Aug-12
Jul-12
Jun-12
Mey-12
Apr-12
Mar-12
Feb-12
0
Jan-12
115
160
105
80 60
100
40
IHSG Sumber : Bloomberg diolah
MSCI World
MSCI Asia
20 95
0 Juni
Juli
SAHAM TERPROTEKSI SYARIAH
Agust Sept
Okt
Nov
2012 PS UANG INDEX ETF-Indeks
Sumber : Statistik pasar modal diolah
48
Des
Jan
Feb
Mar
CAMPURAN ETF-SAHAM JUMLAH UNIT (RHS)
Apr
Mei
Juni
2013 PENDAPATAN TETAP ETF - PENDAPATAN TETAP
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Aktivitas reksadana selama semester I 2013 secara
di Pasar Modal sampai dengan akhir semester I 2013
keseluruhan tercatat net subscription. Berdasarkan periode
telah mencapai Rp3.126 triliun, meningkat dibandingkan
waktu, terjadi net penjualan atau redemption pada periode
akhir semester II 2012 sebesar Rp2.742 triliun (Tabel
Januari hingga Februari 2013, sedangkan pada Maret hingga
3.11). Sebagaimana periode sebelumnya, pada semester
Juni 2013 terjadi net pembelian atau subscription (Grafik
I 2013 komposisi kepemilikan efek masih didominasi oleh
3.39), dimana net pembelian atau net subscription paling
saham diikuti oleh obligasi korporasi dengan pangsa yang
tinggi terjadi pada akhir Juni 2013 (Rp9,23 triliun).
cenderung stabil. Pada semester I 2013, penerbitan obligasi, obligasi
Grafik 3.39. Aktivitas Reksadana
berkelanjutan dan sukuk telah mencapai Rp34,76 ZƉd
25 20
triliunyang diterbitkan oleh 29 perusahaan. Dari sektor perbankan, penerbitan obligasi dan obligasi berkelanjutan
15
berasal dari sektor perbankan selama semester I 2013,
10 5
masing-masing sebesar Rp1,2 triliun dan Rp9,6 triliun
0 -5
dari 6 bank emiten. Hal ini didukung oleh proses emisi
-10
obligasi berkelanjutan yang lebih mudah dari sisi birokrasi
-15 -20
perizinannya dan biaya penerbitan yang lebih murah.
-25 Jun
Jul
Agust Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
2012 ZĞĚĞŵƉƟŽŶ;ZͿ
Mar
Apr
May
Jun
Pembiayaan melalui pasar modal merupakan
2013 ^ƵďƐĐƌŝƉƟŽŶ;^Ϳ
S-R
Sumber : Statistik pasar modal diolah
salah satu alternatif untuk mengurangi eksposur risiko sistemik yang berasal dari sektor perbankan. Namun
Peningkatan kinerja reksadana tidak lepas dari
demikian, terdapat potensi risiko yang bersumber dari
kepercayaan pasar bahwa dalam jangka panjang,
pasar modal itu sendiri karena unsur spekulatifnya akan
kepemilikan saham sebagai aset investasi masih
lebih besar dibanding sektor perbankan yang sangat
menguntungkan. Mengingat underlying dalam portofolio
highly regulated. Untuk itu, pengembangan kebijakan
reksadana, maka kondisi pasar keuangan yang berfluktuasi
berbasis mitigasi risiko yang berasal dari pasar modal
akan mempengaruhi kinerja reksadana. Dengan demikian,
perlu ditingkatkan tanpa mengurangi insentif bagi para
risiko pasar merupakan simpul risiko yang harus
investor untuk menanamkan modalnya. Pengembangan
diperhitungkan dalam pengelolaan reksadana. Namun,
instrumen pembiayaan yang berisiko rendah, efektif
instrumen reksadana adalah instrumen keuangan yang
dan efisien dalam pasar modal merupakan pilihan
bermanfaat terkait unsur lindung nilai (hedging) terhadap
dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan dari
portofolio dana investasi.
pasar modal. Bertambahnya pilihan investasi dari pasar modal tentunya akan mempermudah upaya diversifikasi
3.2.2. Pembiayaan Melalui Pasar Modal dan
risiko dan mitigasi internal terhadap krisis global dan
Perusahaan Pembiayaan
menambah minat investor domestik untuk berinvestasi
Penerbitan Saham dan Obligasi Korporasi
didalam negeri.
Selama semester I 2013, sumber pembiayaan
Pada semester I 2013, IPO saham dan right issue
dari Pasar Modal untuk mendukung perekonomian
mengalami peningkatan yang memadai seperti semester
nasional mengalami peningkatan. Kepemilikan efek
ganjil tahun sebelumnya. Secara total, peningkatan IPO
49
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Tabel 3.11 Komposisi Efek di Pasar Modal
Posisi (Rp Miliar)
Des'11
1
Saham (Rp M)
2
Obligasi Korp. (Rp M)
Jun'12
2,091,205 92.30%
Des'12
2,884,618
92.28%
6.62
206,461
6.60%
141,918
6.26%
725
0.03%
758
0.03%
967
0.04
998
0.03%
MTN (Rp M)
11,934
0.53%
12,009
0.50%
11,881
0.43
10,542
0.34%
MTN (Jt USD)
7,419
0.33%
4,731
0.20%
9,452
0.34
9,651
0.31%
4
Sukuk (Rp M)
5,876
0.26%
6,669
0.28%
6,883
0.25
6,974
0.22%
5
Warran (Rp M)
4,460
0.20%
2,695
0.11%
3,114
0.11
3,661
0.12%
6
EBA (Rp M)
1,447
0.06%
1,247
0.05%
1,982
0.07
1,700
0.05%
7
Mutual Fund (Rp M)
488
0.02%
1,004
0.04%
1,252
0.05
1,461
0.05%
8
Right (Rp M)
238
0.01%
1
0.00%
47
0.002
2
0.00%
100
3,126,068
100%
3
Jumlah
2,265,711 100.00%
2,406,694
100%
2,525,005 181,404
92.09
2,216,406 161,174
Obligasi Korp. (Jt USD)
92.09% 6.70%
Jun'13
2,741,988
Sumber : Statistik pasar modal diolah
saham telah mencapai Rp10,10 triliun dan Rp20,71 triliun untuk right issue (Grafik 3.40). Peran pasar modal sebagai
Grafik 3.41 Penerbitan surat-surat berharga melalui pasar modal Rp T
alternatif sumber pembiayaan akan membantu perusahaan
70
untuk mendapatkan sumber dana murah, dan akan
60
mendorong sektor keuangan lainnya untuk pengelolaan
50 40
sumber dana secara lebih efisien.
30 20
Grafik 3.40 Perkembangan pembiayaan kredit dan pasar modal
10 0 Sem II'10
% 45
Sem I'11
Sem II'11
Sem I'12
Sem II'12
Sem I'13
IPO Saham Rights Issue Saham Obligasi Berkelanjutan Sukuk +EBA Emisi Obligasi Korporasi (IPO Obl+EmisiII)
40 35 30
Sumber : DSM diolah
25 20 15
Kinerja dan Risiko Perusahaan Pembiayaan
10 5
(Finance Companies) Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mey-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mey-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mey-12 Jun-12 Jul-12 Aug-12 Sep-12 Oct-12 Nov-12 Dec-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mey-13 Jun-13
0
IPO Saham Kredit Tanpa Channeling
Rights Issue Saham Total Pembiayaan Ps. Modal
Total Emisi Obligasi
Selama semester I 2013, kinerja Perusahaan Pembiayaan (PP)membaik seiring dengan pertumbuhan penyaluran pembiayaannya yang
Sumber : Statistik pasar modal diolah
meningkat terutama untuk pembiayaan konsumen. Kinerja PP masih tetap digerakkan oleh segmen
50
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
pembiayaan pada skala kecil/retail yang sebagian besar
Sebagaimana telah disebutkan diatas, pembiayaan
merupakan skema pembiayaan konsumen khususnya
konsumen masih tetap mendominasi kegiatan penyaluran
untuk pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor.
pembiayaan dari PP dengan porsi penyaluran pembiayaan
Skema fasilitas pembiayaan tersebut merupakan skema
terbesar pada pembiayaan pada segmen otomotif karena
pembiayaan yang sama seperti ditawarkan entitas
proses persyaratan kredit yang sangat mudah yaitu
perbankan dalam pembiayaan kredit kendaraan bermotor
persyaratan collateral yang lebih rendah dibandingkan
dan perumahan. Disisi lain, skema pembiayaan dari
dengan persyaratan kredit perbankan dan juga upaya
perusahaan pembiayaan lebih menawarkan kemudahan
pemasaran lebih luas. Namun demikian, risiko credit
persyaratan untuk memperoleh pembiayaan dengan
default perlu diwaspadai terkait dengan kemudahan
persyaratan minimum.
memperoleh pembiayaan tersebut. Pembiayaan PP dari
Namun demikian, kemudahan pembiayaan tersebut
segmen pembiayaan konsumen selama semester I 2013
pada bulan Juni 2012 telah dibatasi dengan beberapa
mengalami peningkatan sebesar Rp18 triliun dibandingkan
persyaratan antara lain yang tertuang dalam kebijakan
dengan semester II 2012, yaitu dari Rp192 triliun menjadi
Loan to Value ratio (LTV) dan juga kebijakan lainnya yang
Rp210 triliun (Grafik 3.43). Porsi pembiayaan konsumen
diterbitkan oleh otoritas keuangan lainnya dalam kerangka
pun meningkat dibanding semester sebelumnya dari
kebijakan makroprudensial. Secara nominal, aset PP masih
63,5% menjadi 65,4% dari total pembiayaan. Namun
meningkat dengan peningkatan asetnya sebesar Rp 17,44
secara keseluruhan, trend total pembiayaan dari PP
triliun dibandingkan dengan semester sebelumnya, yaitu
cenderung terus menurun selama semester I 2013.
dari Rp342 triliun menjadi Rp359 triliun yang berasal dari Grafik 3.43 Pangsa Pembiayaan PP
peningkatantipis yang berasal pada kegiatan pembiayaan, pendanaan dan peningkatan modal (Grafik 3.42). Pada pertengahan semester I 2013, terjadi penurunan aset yang disebabkan oleh tutupnya sebuah perusahaan pembiayaan yaitu Pan Multifinance.
Rp.T
RpT
350
10.0 9.0
300
8.0 250
7.0
200
6.0 5.0
Grafik 3.42 Kinerja Perusahaan Pembiayaan
4.0
100
3.0 2.0
50
Rp T 32 30
340 28 290
26
240
24 22
190
1.0 0.0
0 Feb'08 Apr'08 Jun'08 Aug'08 Oct'08 Dec'08 Feb'09 Apr'09 Jun'09 Aug'09 Oct'09 Dec'09 Feb'10 Apr'10 Jun'10 Aug'10 Oct'10 Dec'10 Feb'11 Apr'11 Jun'11 Aug'11 Oct'11 Des'11 Feb'12 Apr'12 Jun'12 Agt'12 Okt'12 Des'12 Feb'13 Apr'13 Jun'13
RpT 390
150
Sewa Guna Usaha Total pembiayaan
Pembiayaan Konsumen Anjak Piutang(RHS)
Sumber : DSM diolah
Dari sisi pendanaan, selama semester I 2013 penerbitan
20 18 Jul'11 Aug'11 Sep'11 Oct'11 Nov'11 Dec'11 Jan'12 Feb'12 Mar'12 Apr'12 May'12 Jun'12 Jul'12 Aug'12 Sep'12 Oct'12 Nov'12 Dec'12 Jan'13 Feb'13 Mar'13 Apr'13 Mei'13 Jun'13
140
Aset Sumber : DSM diolah
Pembiayaan
Pendanaan
Modal (RHS)
surat-surat berharga terutama obligasi korporasi yang dilakukan PP cenderung meningkat, dan hal yang sama terjadi pada pendanaan pinjaman dari bank dalam negeri, disisi lain trend pendanaan pinjaman yang berasal dari bank luar negeri cenderung menurun. Sehingga secara keseluruhan,
51
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
total pendanaan PP meningkat, terutama didorong oleh
rasio keuangan yang cukup terjaga pada semester I 2013.
kenaikan tipis dari pinjaman bank dalam negeri (Grafik
Kebijakan-kebijakan keuangan yang saling terintegrasi
3.44). Peningkatan pendanaan PP tersebut merupakan
oleh otoritas keuangan domestik memberikan sinyal
upaya PP untuk merealisasikan rencana pendanaan pada
kepada PP untuk lebih berhati-hati dalam penyaluran
awal tahun dan dalam rangka memanfaat momentum
kegiatan pembiayaannya.
kondisi pasar pada awal semester I 2013 yang cukup baik,
Tabel 3.12. Indikator Keuangan PP
mempertimbangkan potensi ketidakpastian perekonomian yang akan meningkat pada semester berikutnya. Sebagian
Triliun Rp
PP telah melakukan akumulasi pendanaan dari beberapa tahun sebelumnya untuk optimalisasi pembiayaan selama tahun 2013 mengingat cenderung meningkatnya risiko perekonomian menjelang tahun 2014. Grafik 3.44 Sumber Pendanaan PP
Jun 2012
Des 2012
Sem II 2012
Jun 2012
Sem I 2013
Asset
322
342
6%
359
5%
Kewajiban
263
275
5%
285
4%
Salah Satunya Hutang
245
255
4%
264
3%
Modal
60
67
11%
74
11%
Laba sebelum Pajak
8
16
102%
9
-43%
Laba setelah Pajak
6
12
102%
7
-42%
Rasio Keuangan (%)
Rp Triliun 350
ROA (%)
5.03
4.86
5.08
300
ROE (%)
20.45
19.80
19.83
250
DER (%)
75.97
76.35
74.91
200
Hutang/Ekuitas
4.09
3.84
3.56
150
Kewajiban/Ekuitas
4.75
4.54
4.34
100 Sumber : DSM diolah 50 0 Pinjaman dari
Obligasi yang
Pembiayaan yang
Bank Dalam
Bank Luar Negeri
Diterbitkan
Diterima
menjadi 0,77% pada semester I 2013 dibandingkan
Jun-13
dengan semester sebelumnya yang masih mencapai
Negeri Jun-11
Dec-11
Jun-12
Dec-12
Sumber : DSM diolah
1,14 % didorong oleh penurunan NPL dari segmen
Rasio keuangan PP selama semester I 2013
pembiayaan konsumen (Tabel 3.13). Turunnya
menunjukkan tingkat rentabilitas dan efisiensi yang
pertumbuhan pembiayaan PP sangat berhubungan
cenderung stabil seperti semester sebelumnya (Tabel 3.12).
erat dengan kondisi perekonomian dan terkait pula
Kondisi ini merupakan dampak dari tidak terlalu banyaknya
dengan kebijakan yang dikeluarkan. Diharapkan dengan
perubahan pada skema penyaluran pembiayaan konsumen
diberlakukannya beberapa kebijakan yang sinergis dengan
dan sewa guna usaha pada aktivitas pembiayaan PP serta
kebijakan disektor keuangan lainnya dapat meningkatkan
meningkatnya jumlah pembiayaan yang berkategori lancar.
kemampuan PP untuk mengelola risiko dari proses
Besarnya persentase Non Performing Loan
bisnisnya, namun demikian tetap memberikan peluang
(NPL) pembiayaan PP menunjukkan penurunan
kepada PP untuk dapat berkembang sehingga dapat
dibandingkan dengan semester sebelumnya, yang
menjadi salah satu alternatif sumber pendanaan dalam
mengindikasikan eksposur risiko pendanaan yang
menggerakkan perekonomian domestik.
menurun. Kondisi tersebut masih didukung oleh indikator
52
Persentase NPL PP yang secara agregat menurun
Pinjaman dari
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Tabel 3.13 Total Pembiayaan dan NPL Per Jenis Pembiayaan Pembiayaan PP Triliun Rp
Jun 2012
Des 2012
Sem II Jun 2012 2012
Grafik 3.45. Jenis Investasi 10 Perusahaan Asuransi Go Public
Sem I 2013
22% 18%
Q2 2013 35%
22%
Total Pembiayaan Sewa Guna Usaha
320.82
302.05
-5.85
320.82
6.21
105.56
105.08
-0.45
105.56
0.45
Anjak Piutang
5.41
5.15
-4.85
5.41
5.10
Kartu Kredit
0.00
0.00
87.41
0.00
-46.64
209.86
191.82
-8.59
209.86
9.40
Total pembiayaan
0.77
1.14
Sewa Guna Usaha
0.76
0.29
0.76
Anjak Piutang
2.52
1.51
2.52
Kartu Kredit
0.00
0.00
0.00
0.73
1.60
0.73
0% 0%
0%
41%
39%
Q4 2012
21% 16%
28% 15% 18% 23%
Q1 2013
Pembiayaan Konsumen
Deposito SB Pemerintah
Saham Sertifikat BI
Obligasi dan MTN Reksa dana
NPL (%)
0.77
Pembiayaan Konsumen
Sumber : Bursa Efek Indonesia diolah
Total aset sampai dengan akhir semester I 2013 meningkat sebesar Rp2,41 triliun atau 11,29% menjadi Rp23,71 triliun dibandingkan akhir periode tahun
Sumber : DSM diolah
Kinerja dan Risiko Perusahaan Asuransi Kinerja perusahaan 10 asuransi yang go public pada semester I 2013 cenderung meningkat dibandingkan semester II 2012. Pola penempatan aset dan diversifikasi investasi perusahaan asuransi yang dilakukan selama semester I tahun 2013 cenderung tetap namun terjadi sedikit perubahan pada komposisi investasi. Pergeseran komposisi tersebut mengarah pada penambahan porsi saham sebagai sarana investasi, melewati porsi obligasi dan MTN dan reksa dana yang umumnya menempati porsi terbesar kedua dan ketiga setelah deposito berjangka (Grafik 3.45). Hal ini ditunjang oleh peningkatan indeks di pasar saham Indonesia yang sempat berulangkali memecahkan rekor pencapaian IHSG. Perubahan strategi kebijakan investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi ke arah instrumen yang memiliki tingkat return yang tinggi diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan selain upaya peningkatan laba usaha melalui penerimaan premi
sebelumnya sebesar Rp21,31 triliun. Sehingga pergerakan positif pasar keuangan yang terjadi pada semester I 2013 berbanding lurus dengan pertumbuhan perusahaan asuransi tersebut. Berdasarkan data industri perasuransi yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan, per Juni 2013, terdapat 139 perusahaan asuransi yang terdiri dari 45 asuransi jiwa (dengan 17 asuransi yang memiliki unit usaha syariah/ UUS), 80 asuransi kerugian (dengan 22 asuransi yang memiliki UUS), 5 asuransi sosial (dengan 3 asuransi yang memiliki UUS), dan 4 reasuransi (Tabel 3.14). Dari seluruh perusahaan asuransi tersebut terdapat 10 yang telah go public dengan total aset per Juni 2013 sebesar Rp23,71 triliun. Dari 10 perusahaan asuransi yang go public tersebut, pangsa aset terbesar didominasi oleh 1 (satu) perusahaan asuransi yang mencapai 61% (Grafik 3.46). Selama semester I 2013, 10 perusahaan asuransi go public tersebut menunjukkan kinerja yang cukup menjanjikan, terlihat dari indikator profitabilitas yang dicapai sampai dengan pertengahan tahun antara lain: ROA sebesar 3,84% dan ROE sebesar 6,45% (Tabel 3.15).
asuransi yang sampai dengan Juni 2013 telah mencapai 65% dari perolehan tahun sebelumnya.
53
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Tabel 3.14. Perkembangan 11 Perusahaan Asuransi yang Listing pada KSEI
Perkembangan Aset 10 Perusahaan Asuransi yang Go Public ASET INVESTASI (Triliun)
2010
0.29 REKSADANA 1.38 OBLIGASI DAN MTN 2.81 DEPOSITO BERJANGKA 0.86 SAHAM SB PEMERINTAH SERTIFIKAT BI 12.13 JUMLAH ASET INVESTASI JUMLAH ASET NON INVESTASI 1.37 TOTAL ASET 13.51 1 2 3 4 4 5
INDIKATOR PROFITABILITAS ROA ROE
¨ (%yoy) 2011 ¨ (%yoy) 2012 -80.89 0.11 -60.87 1.84 173.47 1.03 -25.03 1.78 61.89 2.51 -10.54 3.49 -86.90 0.90 3.92 1.77 0.05 0.00 21.44 14.16 16.69 8.44 14.58 2.53 84.04 2.36 20.71 16.68 23.54 10.81
9.56% 13.08%
8.67% 13.72%
8.36% 14.10%
Sumber : Bursa Efek Indonesia diolah
Grafik 3.46 Pangsa 10 Perusahaan Asuransi Go Public AHAP 1% ABDA 9%
AMAG 6%
ASBI 2%
ASDM 3%
ASJT 1%
ASRM 4%
PNIN 61% LPGI 9% MREI 4%
ABDA ASJT
AHAP ASRM
AMA LPGI
ASBI MREI
ASDM PNIN
Sumber : Bursa Efek Indonesia diolah
Tabel 3.15. Perkembangan Industri Asuransi Jumlah Perusahaan Profil Asuransi Konv
UUS
Full Syariah
Total (Konv+FS)
Asuransi Jiwa
45
17
3
48
Asuransi Kerugian
80
22
2
82
Asuransi Sosial
5
-
-
5
Reasuransi
4
3
-
4
134
42
5
139
Total
54
¨ (%yoy) 1535.68 72.20 39.01 97.15 -40.35 -6.49 -35.22
¨ (%ytm) 1.90 3.44 1.37 -23.14 3.34 -4.16 1.96 10.77 0.05 -3.21 0.00 8.63 2.20 3.61 53.14 23.71 119.35
Jun-13
3.84% 6.45%
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Boks 3.1
Pertambangan Pangsa DPK Valas pada Industri Perbankan Grafik Boks 3.1.2. Perkembangan DPK Valas
Tekanan perekonomian global dan domestik terhadap sistem keuangan meningkat pada paruh kedua semester I 2013. Beberapa peristiwa seperti adanya peningkatan inflasi domestik, tapering off oleh
560
55,0 54,5
537.73
540
54,0 53.8
53,5
520
53,0
The Fed dan survey Bloomberg serta mulai terjadinya
490.56
500
52,5
net outflow di pasar keuangan memperkuat indikasi
52,0 51,5
480
adanya ekspektasi depresiasi rupiah beberapa bulan ke
50.6
51,0
460
50,0
depannya. Kondisi ini menjadi salah satu alasan yang
50,0 440 Jan-13
kuat untuk mendorong beberapa nasabah bank untuk
Feb-13
Mar-13
Apr-13
DPK Valas (Rp T) Average May-Jul 2013
menyimpan dananya dalam bentuk valas dibanding
May-13
Jun-13
Jul-13
49,5
Average Jan-Apr 2013 DPK valas (USD M)
dalam bentuk Rupiah. Seiring dengan kondisi tersebut, DPK valas pada industri perbankan cenderung meningkat.
Grafik Boks 3.1.3 Perkembangan DPK Valas bulan Agustus 2013 (data LHBU)
Pertambahan DPK Valas secara signifikan terjadi pada
590.0
bulan Mei 2013 dan Juli 2013. Pada kedua periode
580.0
tersebut, pangsa deposito valas masing-masing
570.0
mencapai 15,9% dan 16,2%, meningkat dari rata-rata
560.0
tahun 2012 yang hanya sekitar 14%. Secara rata-rata
550.0
nominal, DPK Valas meningkat dari Rp490,56T (periode
54.40 54.32
582.4 54.20 573.2 54.00
53.74
560.5
53.80
552.9
53.60 53.40 53.25
540.0
53.20
53.10
Januari – April 2013) menjadi Rp537,73 T (periode Mei – Juli 2013) atau dalam denominasi valas dari USD
530.0
53.00 3 Ags
15 Ags DPK Valas (Rp)
22 Ags
29 Ags
DPK Valas (USD M)
50,6M menjadi USD 53,8M. Grafik Boks. 3.1.1. Perkembangan Komposisi Pertambahan DPK Rupiah dan Valas
Pertumbuhan DPK Valas tersebut masih berlanjut pada bulan Agustus 2013, namun apabila dikonversi dalam mata uang USD maka nilainya menjadi fluktuatif
100%
akibat dari volatilitas nilai tukar rupiah. Mencermati 95%
Avg share DPK Va 2012 14% 16,2%
perkembangan DPK Valas (dalam mata uang USD) yang sempat turun di pertengahan bulan Agustus dan
85%
menurunnya DPK valas di akhir Agustus dibandingkan
80%
dengan Juli 2013 tersebut mengindikasikan bahwa
75%
preferensi nasabah untuk mengubah mata uang rupiah Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12 Jun-12 Jul-12 Aug-12 Sep-12 Oct-12 Nov-12 Dec-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Jun-13 Jul-13
90%
DPK Rp
menjadi valas belum disertai bukti yang cukup.
DPK Va
55
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Berdasarkan trend peningkatan DPK valas
deposito valas yang meningkat signifikan dengan
dan peristiwa pendukung pelemahan nilai rupiah
delta DPK valas lebih besar dari Rp 1 triliun. Dengan
terhadap USD tersebut, telah dilakukan pemantauan
melihat profil dari para deposan di bank-bank tersebut
terhadap individual bank. Pemantauan dilakukan
semakin jelas bahwa peningkatan DPK valas bukan
dengan melakukan filtering bank-bank mana saja
diakibatkan adanya currency switching dari para
yang memiliki pangsa deposito valas tinggi dan
deposan, tetapi merupakan antisipasi dari kegiatan
melihat profil deposan deposito valas.Selama periode
operasional bisnis yang dilakukan oleh para deposan
April – Juli 2013, terdapat 12 bank yang memiliki
bank.
Tabel Boks 3.1.1 DPK Valas (USD M) No
Nama Bank
1
A
7.40
8.67
8.23
8.21
1.17
2
B
4.98
6.97
6.72
6.11
1.14
3
C
3.34
3.57
3.98
4.10
0.76
4
D
1.83
1.97
1.87
2.08
0.25
5
E
2.31
2.31
2.34
2.44
0.13
6
F
0.42
0.50
0.51
0.58
0.16
7
G
3.36
3.42
3.20
3.34
(0.03)
8
H
0.63
0.64
0.78
0.75
0.11
9
I
1.33
1.33
1.39
1.39
0.06
10
J
0.56
0.59
0.65
0.66
0.11
11
K
0.18
0.30
0.31
0.29
0.11
12
L
1.65
1.71
1.69
1.66
0.01
April 2013
May 2013
JUni 2013
JUli 2013
Delta April - Juli 2013
Pengaliran Dana DPK Valas pada Bank-Bank yang Mengalami Peningkatan DPK Valas (Periode Juli 2013 dalam Rp T)
56
No
Nama Bank
DPK Valas
Kredit Valas
TD Valas
Nostro
GWN Valas
SBN Valas
Mismatch/ Excess Valas
1
A
25.07
18.3
0
0.55
2.31
0.62
3.25
2
B
7.68
3.1
0
1.20
0.70
0.25
2.46
3
C
5.97
3.4
0
0.29
0.42
0.00
1.81
4
D
34.29
15.9
2.05
7.88
3.14
4.27
1.03
5
E
2.95
3.2
0
1.24
0.37
0.00
(1.87)
6
F
42.10
24.6
2.82
5.46
3.51
3.85
(2.09)
7
G
17.03
15.0
1.74
0.19
1.83
0.70
(2.41)
8
H
62.83
43.9
2.05
11.08
7.63
3.83
(5.54)
9
I
21.38
12.8
2.05
8.83
1.69
2.76
(5.76)
10
J
84.33
50.9
13.34
15.07
7.96
6.31
(9.29)
11
K
6.73
18.8
0
0.13
1.73
0.00
(13.88)
12
L
14.32
43.9
0
0.19
1.63
2.13
(33.56)
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Sementara itu, DPK valas yang dihimpun oleh perbankan dikelola dan diinvestasikan dalam berbagai instrumen penempatan. Sebagian besar bank menggunakan DPK valas tersebut untuk penyaluran kredit valas maupun penempatan pada bank lain di LN, dan juga SBN valas. Sementara sisanya ditransaksikan di pasar uang. Sehingga selama semester I 2013, posisi devisa neto perbankan masih berada di bawah threshold yang telah ditetapkan, yaitu 20% dari modal bank.
57
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Boks 3.2
Instrumen Makroprudensial dalam Basel III
I. KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
makro dan mikro yang mencakup: kualitas dan tingkat
Sampai dengan saat ini belum terdapat definisi
permodalan yang lebih tinggi; standar modal untuk
kebijakan makroprudensial yang baku. Namun demikian,
meredam siklus ekspansi dan kontraksi kredit yang
beberapa institusi menjabarkan makroprudensial
berlebihan; dan standar modal untuk mengurangi risiko
sebagai perangkat untuk membatasi risiko sistemik.
sistemik. Selain peningkatan standar permodalan, Basel
Menurut IMF2, kebijakan makroprudensial merupakan
III juga memperkenalkan 2 (dua) standar minimum
kebijakan yang menggunakan perangkat kehati-hatian
likuiditas yaitu: LCR (Liquidity Coverage Ratio) dan
(prudential) sebagai perangkat utamanya untuk
NSFR (Net Stable Funding Ratio). LCR dimaksudkan
membatasi risiko sistemik atau risiko keuangan secara
untuk meningkatkan ketahanan bank terhadap
sistem luas.
potensi tekanan likuiditas jangka pendek. Sementara
Risiko sistemik memiliki 2 (dua) dimensi yaitu:
itu, NSFR bertujuan antara lain untuk membatasi
dimensi waktu (time dimension)dan dimensi lintas
ketergantungan yang berlebihan kepada sumber dana
sektoral (cross-sectional dimension). Time dimension
besar jangka pendek ketika terjadi ekses likuiditas di
berkaitan dengan aspek prosiklikalitas, di mana
pasar keuangan.
lembaga keuangan cenderung mengambil risiko yang berlebihan pada saat ekonomi ekspansif namun
III. INSTRUMEN MAKROPRUDENSIAL DALAM
sebaliknya mengalami ketakutan yang berlebihan
BASEL III
untuk mengambil risiko ketika ekonomi kontraksi.
Berangkat dari pengertian makroprudensial
Cross-sectional dimension merupakan risiko yang
sebagaimana diuraikan pada butir I di atas, perangkat
timbul dari eksposur yang sama dan/atau adanya
utama Basel III yang bertujuan untuk meredam terjadinya
saling keterkaitan antar lembaga keuangan di dalam
prosiklikalitas dan contagion risk sebagai berikut:
sistem keuangan.
1.
Countercyclical Capital Buffer Kerangka Basel III memperkenalkan persyaratan
II. BASEL III
modal yang bersifat time-varying sebagai
Basel III pada dasarnya merupakan suatu
tambahan modal atas persyaratan modal
kerangka pengaturan untuk memperkuat standar
minimum Basel III, yaitu countercyclical
permodalan dan pengaturan standar likuiditas bank.
capital buffer. Persyaratan modal ini akan
Tujuan Basel III adalah meningkatkan ketahanan sektor
diimplementasikan secara bertahap mulai tahun
perbankan terhadap krisis.
2016 sampai dengan tahun 2019. Tujuan dari
Kerangka pengaturan permodalan secara garis
countercyclical capital buffer adalah memastikan
besar mengintegrasikan kebijakan kehati-hatian
bank memiliki modal yang memadai untuk melaksanakan fungsi intermediasi kredit di
1) International Monetary Fund. Macroprudential Policy: An Organizing Framework. 2011.
58
berbagai kondisi ekonomi.
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Pada saat ekonomi ekspansif, di mana risiko
bertahap mulai tahun 2016 sampai dengan
sistemik pada umumnya cenderung mulai
tahun 2019.
terbentuk, persyaratan countercyclical capital
Di samping kerangka permodalan untuk G-SIBs,
buffer akan diaktivasikan untuk mendorong
Basel Committee on Banking Supervision
bank membentuk tambahan modal. Pada saat
juga menerbitkan kerangka untuk bank yang
kondisi keuangan memburuk atau ekonomi
sistemik secara domestik (Domestic-Systemically
kontraksi, yaitu ketika bank cenderung
Important Banks atau D-SIBs). Namun demikian,
membatasi kredit yang diberikan atau
kerangka tersebut lebih bersifat guiding principles
mengalami kerugian yang berdampak terhadap
yang penjabaran kerangkanya diserahkan
penurunan modal, countercyclical capital buffer
kepada masing-masing negara.
akan digunakan untuk menghindari terjadinya credit crunch. Dengan demikian, countercyclical
3.
Instrumen lainnya
capital buffer diharapkan akan menstabilkan
Persyaratan Basel III lainnya yang bertujuan
laju pertumbuhan kredit di sepanjang siklus
memitigasi risiko yang timbul dari eksposur
ekonomi.
antar lembaga keuangan di tataran individu bank mencakup, antara lain: 1.) persyaratan
2.
Systemic capital surcharges
modal untuk mendukung penggunaan central
Selain persyaratan Basel III, bank-bank yang
counterparties di pasar OTC derivatives dan
sistemik secara global (Global-Systemically
2.) persyaratan likuiditas yang bertujuan untuk
Important Banks atau G-SIBs) akan dikenakan
memberikan disinsentif bagi bank yang sumber
persyaratan modal minimum yang lebih
dananya berasal dari pinjaman jangka pendek
besar karena bank-bank tersebut berpotensi
antar bank.
menimbulkan risiko yang lebih besar di sistem
Berdasarkan persyaratan likuiditas Basel III,
keuangan. Dengan modal yang lebih besar
terutama untuk standar LCR, bank diwajibkan
diharapkan kemungkinan terjadinya kegagalan
memiliki aset likuid berkualitas tinggi untuk
G-SIBs akan lebih rendah karena kemampuan
meng-cover potensi penarikan seluruh dana
yang lebih baik untuk menyerap kerugian dalam
yang berasal dari pinjaman jangka pendek antar
jumlah besar.
bank. Sementara menurut standar NSFR Basel
Tambahan persyaratan modal akan dipenuhi
III yang diterbitkan oleh Basel Committee on
dari persyaratan modal inti utama (Common
Banking Supervision di tahun 2010 yang saat
Equity Tier 1) yang berkisar antara 1% sampai
ini masih dalam proses penyempurnaan, sumber
dengan 3.5% di atas modal minimum yang
dana jangka pendek bank tidak diperhitungkan
dipersyaratkan, tergantung kepada derajat
sebagai komponen sumber dana stabil yang
sistemik bank yang bersangkutan. Sebagaimana
dapat digunakan untuk membiayai aset jangka
halnya dengan countercyclical capital buffer,
panjang bank.
tambahan modal ini akan diimplementasi secara
59
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Boks 3.3
Peran Suku Bunga JIBOR Dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan
APA ITU SUKU BUNGA JIBOR?
PERKEMBANGAN JIBOR
Jakarta Interbank Offered Rate(JIBOR)
Sejak pembentukannya tahun 1993, JIBOR
merupakan suku bunga indikasi penawaran dalam
telah mengalami beberapa kali evolusi. Lama tidak
transaksi PUABdi Indonesia. Suku bunga tersebut
“disentuh”, pada tahun 2005 pelaporan JIBOR yang
mencerminkan suku bunga pinjaman yang ditawarkan
sebelumnya dilakukan melalui PIPU, disempurnakan
suatu bank kepada bank lain, sekaligus merupakan
menjadi Laporan Harian Bank Umum (LHBU).
suku bunga pinjaman yang bersedia diterima suatu
Seluruh bank diwajibkan untuk melaporkan kuotasi
bank dari bank lain. Dengan kata lain, suku bunga
JIBOR melalui LHBU, dan JIBOR ditentukan dengan
JIBOR merupakan suku bunga acuan (reference rate)
menggunakan metode rata-rata suku bunga yang
untuk transaksi pasar uang antar bank. Suku bunga
dilaporkan.
JIBOR terdiri atas 2 mata uang,yaitu IDR dan USD,
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan
dengan masing-masing terdiri dari 6 tenor yakni 1 hari
suku bunga referensi di pasar, pada tahun 2011
(overnight), 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan
Bank Indonesia melakukan penyempurnaan JIBOR
12 bulan. Sejak pengembangan tahun 2013, Bank
agar lebih kredibel melalui penyempurnaan metode
Indonesia menetapkan 28 bank kontributor untuk
perhitungan JIBOR. Penyempurnaan metode tersebut
JIBOR IDR dan 14 bank kontributor unuk JIBOR USD
adalah dengan menggunakan Nilai rata-rata setelah
2013. Bank kontributor tersebut dipilih berdasarkan
mengeluarkan 1 data tertinggi dan 1 data terendah
jumlah bank teraktif yang mencakup minimal 75% dari
dari seluruh kuotasi yang masuk, dan penyempurnaan
total transaksi PUAB Rupiah dan USD. Dari data suku
jumlah bank yang ditunjuk sebagai kontributor JIBOR
bunga kuotasi yang masuk dari bank-bank kontributor
yang merupakan bank teraktif dalam transaksi PUAB.
tersebut, Bank Indonesia melakukan cleansing data
Pada tahun 2013, JIBOR kembali mengalami evolusi
dengan menggunakan metode perhitungan JIBOR
dan Bank Indonesia kembali menyempurnakan metode
yaitu dengan menghitung nilai rata-rata setelah
perhitungan JIBOR menjadi interquartile mean, dimana
mengeluarkan 25% data tertinggi dan 25% data
JIBOR ditentukan berdasarkan Nilai rata-rata setelah
terendah dari kuotasi yang masuk.
mengeluarkan 25% data tertinggi dan 25% data terendah dari kuotasi yang masuk.
1993
60
Pembentukan JIBOR
2001
Pelapor JIBOR melalui LHBU
2 2011 011
Pengembangan ke arah Best Practice
201ȅaȅ
Penyempurnaan Metode JIBOR
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Seiring dengan penyempurnaan bank
Grafik Boks 3.3.3 BI Rate, PUAB dan JIBOR Rupiah
kontributor dan metode perhitungan, kredibilitas suku bunga JIBOR semakin meningkat. Beberapa bank mulai menggunakan suku bunga JIBOR
8.00 7.50 7.00 6.50
sebagai reference rate untuk perhitungan instrumen keuangannya, seperti cross currency swap dan
6.00 5.50 5.00
interest rate swap. Perbedaan (deviasi) suku bunga JIBOR dengan suku bunga yang terjadi di PUAB
4.50 4.00 3.50 4-Jan-10
juga semakin kecil, menunjukkan kuotasi JIBOR
4-Jan-11
LF Rate PUAB Overnight
yang disampaikan oleh bank menjadi semakin baik,
4-Jan-12
BI Rate JIBOR Overnight
4-Jan-13 DF Rate
sehingga meningkatkan kredibilitas JIBOR sebagai Grafik Boks 3.3.4 Spread JIBOR dan PUAB Rupiah
reference rate. Hal ini terlihat sebagaimana grafik berikut ini:
40 30
Grafik Boks 3.3.1 Perkembangan JIBOR IDR
20 10
8,00 7,50
0
7,00
-10
6,50 -20
6,00 5,50
-30
5,00
4-Jan-10
4,50 4,00
4-Jan-11
4-Jan-12
Spread Overnight
4-Jan-13 Spread 1 Week
3,50
2011
Jun Agust
Feb
2012
Apr
Okt Des
Jun
Agust
Feb
Apr
Okt Des
Jun
Agust
Feb
Sumber: LHBU, Website BI diolah
Apr
3,00
PERAN SUKU BUNGA JIBOR DALAM
2013
Overnight
1 Minggu
1 Bulan
3 Bulan
6 Bulan
12 Bulan
MENDUKUNG SSK Suku bunga JIBOR merupakan reference rate
Grafik Boks 3.3.2 Perkembangan JIBOR USD
yang dapat digunakan untuk perhitungan harga (pricing) berbagai instrumen keuangan, selain juga
1,80 1,60
sebagai acuan para pelaku pasar terhadap kondisi
1,40
likuiditas pasar. Keberadaan reference rate dibutuhkan
1,20 1,00
pelaku pasar domestik maupun internasional,
0,80 0,60
sehingga kredibilitas suku bunga referensi menjadi
0,40
sangat penting untuk mendukung pengembangan
2011 Overnight 3 Bulan
2012 1 Minggu
1 Bulan
6 Bulan
12 Bulan
2013
Jun Agust
Feb
Apr
Okt Des
Jun
Agust
Feb
Apr
Okt Des
Jun
Agust
-
Feb Apr
0,20
pasar keuangan (BIS, Mar 2013). Perhatian dunia terhadap suku bunga referensi semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya manfaat reference
61
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
rate terhadap perkembangan pasar keuangan
masih menjadi barometer terhadap tingkat solvabilitas
dan ekonomi makro secara umum 3 . Penelitian
perbankan5. Pada periode sub-prime crisis, spread
menunjukkan terdapat 2 jalur suku bunga referensi
LIBOR-OIS sudah mulai meningkat sejak pertengahan
dalam mempengaruhi ekonomi makro:
tahun 2007, dan mencapai level tertinggi terjadi ketika
–
Mengurangi asimetrik informasi dalam fungsi
Lehman Brothers mengalami kebangkrutan pada bulan
intermediasi perbankan, dimana suku bunga
September 2008, sehingga dapat disimpulkan bahwa
yang digunakan tidak terlalu bervariasi antar
pergerakan LIBOR-OIS merupakan early warning bagi
pelaku
para pelaku pasar dan otoritas terkait untuk melihat
Memberikan informasi yang lebih akurat
tekanan (distress) di pasar keuangan, meskipun
(mengurangi noise yang terjadi di pasar
kredibilitas LIBOR saat ini menurun seiring dengan
uang) kepada otoritas moneter dalam rangka
adanya skandal penentuan harga LIBOR.
–
penerapan kebijakan moneter. Grafik Boks 3.3.5 Spread 3 Month LIBOR dan OIS
Hasil penelitian menunjukkan pentingnya suku bunga referensi yang “reliable” bagi ekonomi dan pasar
100
keuangan, terutama dalam perspektif stabilitas makro
350
dan penerapan kebijakan moneter, khususnya dalam
300
Lehman Brothers Bankruptcy
250
kondisi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini. Pentingnya suku bunga referensi sebagaimana penelitian tersebut juga dapat tercermin dari meningkatnya peran suku bunga referensi sebagai
200 150
Subprime crisis Krisis Eropa (Yunani)
100 50 0 Jan-07
Jan-08
Jan-09
Jan-10
Jan-11
Jan-12
Jan-13
early warning atas keketatan likuiditas dalam sistem keuangan. Mengacu pada suku bunga referensi
Sejalan dengan best practice tersebut diatas,
lainnya, London Interbank Offered Rate (LIBOR)
seiring dengan semakin meningkatnya kredibilitas
yang merupakan suku bunga indikasi berapa bank
JIBOR di mata pelaku pasar, JIBOR dapat menjadi
mau meminjamkan dananya kepada bank lain untuk
salah satu alternatif early warning terhadap kondisi
jangka waktu tertentu. Sebagai indikator early warning
distress di pasar keuangan domestik. Spread suku
biasanya LIBOR digabung (dikurangi) dengan overnight
bunga JIBOR dengan premi swap USD/IDR (interest
index swap (OIS) yang merupakan ekspektasi pelaku
rate differential) untuk jangka waktu 1 bulan mulai
pasar terhadap suku bunga bank sentral (fed fund rate)
meningkat seiring dengan adanya tekanan terhadap
ke depan. Spread antara LIBOR dan OIS menunjukkan
pasar keuangan, utamanya di nilai tukar. Seiring
persepsi pelaku pasar terhadap risiko dari kondisi
dengan meningkatnya tekanan depresiasi rupiah yang
pasar keuangan, khususnya di credit
market4.
Alan
menyebabkan meningkatnya volatilitas nilai tukar,
Greenspan bahkan menjelaskan bahwa LIBOR-OIS
maka spread antara suku bunga JIBOR 1 bulan dengan
3) “Financial Markets, Monetary Policy and Reference Rates: Assessments in DSGE Framework” Nao Sudo, Dec 2012 4) Reuters Financial Glossary
62
5) Thorton, Daniel L. (2009) What the LIBOR–OIS Spread Says. Economic Synopses, Number 24, 2009. Federal Reserve Bank of St. Louis
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
implied premi swap untuk tenor yang sama cenderung
Terlihat bahwa seiring dengan meningkatnya
meningkat, dari sebelumnya pada kisaran –10s/d -20
tekanan terhadap pasar keuangan, spread antara
bps menjadi 30 s/d 150 bps.
JIBOR dan Premi swap semakin meningkat. Tekanan terhadap pasar keuangan domestik dan juga sebagian
Grafik Boks 3.3.6
7.00
JIBOR dan Premi Swap 1 Mo
6.00
besar emerging market masih belum akan berakhir, 200 150
5.00
menjadi salah satu upaya untuk mendukung tugas
50
otoritas untuk merumuskan kebijakan dalam rangka
0
mencegah tekanan semakin besar, sehingga stabilitas
-50
sistem keuangan menjadi lebih terjaga. Namun
-100
demikian, masih dibutuhkan kajian lebih mendalam
3.00
Pelemahan NT dan Kenaikan BI Rate
1.00
Jan-13 Jan-13 Jan-13 Feb-13 Feb-13 Feb-13 Mar-13 Mar-13 Apr-13 Apr-13 Apr-13 May-13 May-13 May-13 Jun-13 Jun-13 Jun-13 Jul-13 Jul-13 Aug-13 Aug-13 Aug-13 Sep-13
0.00
Spread (rhs)
JIBOR 1 Mo
Premi Swap 1 Mo
The Federal Reserves6. Pengayaan early warning
100
4.00
2.00
sejalan dengan rencana tapering yang akan dilakukan
untuk meneliti tingkat konsistensi dari analisis spread JIBOR-Premi Swap $/Rp sebagai salah satu early warning dari tingkat distress pasar keuangan.
6) “Explaining Financial Market Barometers” Barclays (2013)
63
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Boks 3.4
Reformasi Pasar OTC Derivatives
I. LATAR BELAKANG Krisis keuangan tahun 2008 memperlihatkan
transaksi dan terjadinya penarikan credit line di pasar
bahwa transaksi over-the-counter (OTC)
setelah kegagalan Lehman Brothers yang merupakan
derivatives secara umum dan credit derivatives
salah satu dealer utama di pasar OTC derivatives. Informasi
secara khusus memiliki implikasi sistemik
yang tidak memadai juga menyebabkan terbatasnya
terhadap pasar keuangan. Bail-out AIG dan gagal
kemampuan otoritas di dalam mengidentifikasi dan
bayar Lehman Brothers menunjukan adanya kelemahan
mengambil tindakan untuk menanggulangi risiko
di dalam pengelolaan risiko kredit pihak lawan dan
sistemik. Kurangnya transparansi perdagangan kontrak
kurangnya transparansi di pasar OTC derivatives yang
OTC juga dapat berdampak negatif terhadap efisiensi
berdampak sistemik.
harga dan kerentanan pasar terhadap manipulasi.
Kelemahan di dalam pengelolaan risiko
Guna mengatasi permasalahan-permasalahan
pihak lawan. Kelemahan di dalam pengelolaan risiko
di atas, Pimpinan G20 di pertemuan Pittsburgh bulan
pihak lawan untuk transaksi derivatif terungkap dari
September 2009 menyepakati reformasi pasar OTC
kasus AIG. Karena perusahaan induknya memiliki
derivatives dengan batas waktu implementasi akhir
peringkat kredit AAA dan hanya menjual CDS (Credit
2012 yang mencakup beberapa hal, yaitu:
Default Swaps) atas sekuritisasi aset yang memiliki
1.
Menyederhanakan dan meningkatkan
tranch “super-senior”, anak perusahaan AIG (AIG
standarisasi kontrak OTC derivatives.
Financial Groups) hanya diwajibkan menyetor
Penyederhanaan dan standarisasi kontrak
margin atau agunan jika peringkat kredit induknya
OTC derivatives, yang mencakup standarisasi
turun. Akibatnya ketika peringkat kredit AIG dan
term kontrak dan operasionalisasi, bertujuan
sekuritisasi aset yang dijamin jatuh, AIG mengalami
meningkatkan jumlah kontrak OTC derivatives
margin calls dan tekanan likuiditas secara bersamaan.
yang dapat dikliringkan melalui CCP dan atau
Untuk menghindari dampak sistemik karena luasnya
diperdagangkan melalui bursa atau platform
keterkaitan dan jangkauan AIG yang memiliki nasabah
perdagangan elektronik. Standarisasi juga akan
global termasuk instansi pemerintah, perusahaan,
memudahkan pasar di dalam melakukan valuasi
nasabah ritel hingga pihak lawan transaksi, AIG
harga kontrak derivatif dan memudahkan otoritas
mendapat dana talangan dari pemerintah US pada
di dalam menggabungkan data perdagangan dari
tanggal 16 September 2008.
berbagai repositori perdagangan global.
Kurangnya transparansi di pasar OTC
64
Hal ini menyebabkan pelaku pasar enggan melakukan
2.
Kliring seluruh kontrak OTC derivatives
derivatives. Kurang transparannya posisi trading dan
yang standar melalui Central Counterparties.
eksposur pelaku pasar OTC derivatives menyebabkan
Central counterparties atau CCP berfungsi sebagai
pelaku pasar sulit memprediksi dampak gagal bayar pelaku
circuit breaker untuk menghindari terjadinya efek
pasar tertentu terhadap kelayakan kredit pihak lawan.
contagion di pasar OTC derivatives yang antara lain
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
3.
4.
berasal dari kelemahan pengelolaan risiko salah
dan pasar OTC. Perdagangan di bursa secara
satu pihak yang terlibat di dalam transaksi. Dengan
tradisional dilakukan melalui mekanisme openoutcry,
adanya CCP maka perdagangan kontrak derivatif
dimana anggota bursa bertemu secara langsung
akan dilakukan dengan CCP sebagai pihak lawan.
untuk melakukan transaksi. Namun demikian,
Perdagangan kontrak derivatif yang standar
perdagangan di bursa dalam perkembangannya juga
di bursa atau platform perdagangan
telah menggunakan platform perdagangan elektronik
secara elektronik dan pelaporan kontrak
yang secara otomatis mempertemukan harga
derivatif kepada repositori perdagangan.
penawaran beli dan harga penawaran jual dari pelaku
Perdagangan kontrak derivatif melalui bursa atau
pasar melalui perdagangan multilateral. Perbedaan
platform perdagangan elektronik dan pelaporan
utama antara bursa dan pasar OTC adalah dalam hal
kontrak derivatif kepada repositori perdagangan
pengaturan. Sebagian besar bursa mengatur aktivitas
bertujuan untuk meningkatkan transparansi bagi
anggota bursa baik di bursa maupun di luar bursa.
peserta pasar dan otoritas yang berwenang.
Selanjutnya, pasar OTC derivatives terorganisir
Meningkatnya transparansi, terutama mengenai
dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu: traditional dealer market;
eksposur dan harga, akan lebih memudahkan
electronically borkered market; dan proprietary trading
pasar di dalam meng-assess dampak gagal bayar
platform.
pelaku pasar tertentu terhadap kelayakan kredit
i.
Traditional dealer market. Pasar OTC secara
pihak lawan dan menghindari manipulasi harga.
tradisional diselenggarakan oleh satu atau lebih
Di sisi lain, transparansi yang lebih baik akan
dealer sebagai market maker yang menetapkan
membantu otoritas di dalam mengidentifikasi
kuotasi harga belidan jualkepada peserta pasar.
pembentukan risiko sistemik lebih dini.
Kuotasi dan negosiasi harga eksekusi biasanya
Persyaratan margin dan modal yang lebih
dilakukan per telepon atau melalui electronic
besar atas kontrak bilateral. Disamping
bulletin boards yang menyajikan kuotasi dealer.
persyaratan pengelolaan risikoyang lebih robust,
Proses perdagangan melalui telepon, baik
kontrak bilateral derivatif akan dikenakan
antara end user dan dealer maupun antara
persyaratan margin dan modal yang lebih besar
dealer dan dealer, dikenal sebagai perdagangan
untuk memastikan pengelolaan risiko kredit yang
bilateral karena hanya dua pelaku pasar tersebut
lebih baik di pasar OTC derivatives.
yang secara langsung mengetahui kuotasi atau eksekusi.Meskipun kuotasi harga hanya
II. PASAR DAN JENIS KONTRAK OTC DERVATIVES
diketahui oleh dua pelaku, peserta pasar
1. Pasar OTC derivatives
dengan menghubungi beberapa dealer dapat
Menurut Randall Dodd (2002)7 kontrak derivatif
memperoleh view mengenai pasar yang tidak
diperdagangkan di 2 (dua) jenis pasar, yaitu: bursa
berbeda jauh dengan view yang diperoleh melalui perdagangan multilateral.
7) Randall Dodd. The Structure of OTC Derivatives Markets. The Financier VOL. 9, NOS. 1-4. 2002
ii.
Electronically brokered market. Perdagangan kontrak OTC derivatives dapat dilakukan melalui
65
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
electronically brokered platform yang pada
atau tanpa perantara. Kategori kedua terdiri atas
dasarnya sama dengan platform perdagangan
derivatif yang standar dan diperdagangkan di bursa,
elektronik yang digunakan di bursa. Di pasar ini,
yang dikenal secara umum sebagai listed derivatives atau
institusi yang mengelola platform perdagangan
futures. Berlawanan dengan OTC derivatives, futures
hanya bertindak sebagai perantara perdagangan
diperdagangkan di bursa dan kemudian dibukukan
dan tidak mengambil posisi trading atau bertindak
pada central counterparty yang lazim dikenal sebagai
sebagai pihak lawan transaksi. Namun kondisi
clearing house. Kategori terakhir adalah derivatif yang
ini berbeda jika platform tersebut menggunakan
dikliringkan (cleared derivatives) yaitu OTC derivatives
lembaga kliring. Lembaga kliring akan mengambil
yang dinegosiasikan secara bilateral namun seperti
alih risiko kredit perdagangan yang dilakukan
futures dibukukan pada central counterparty.
melalui platform dan dilaporkan kepada lembaga kliring. iii.
III. CENTRAL COUNTERPARTY
Proprietary trading platform. Platform ini
Cakupan reformasi pasar OTC derivatives yang
merupakan kombinasi antara traditional dealer
diperkirakan memiliki dampak paling signifikan
market dan electronically brokered market dimana
terhadap perubahan struktur pasar keuangan domestik
dealer OTC derivatives membentuk platform
adalah mandat kliring melalui CCP. Karena itu,
perdagangan proprietary-nya sendiri. Di dalam
pemahaman mengenai peran CCP, manfaat, dan
platform ini, kuotasi berasal hanya dari dealer
risikonya perlu dikaji lebih khusus.
pemilik platform. Mekanisme ini dikenal sebagai
1.
Manfaat sentralisasi kliring
mekanisme perdagangan multilateral satu arah
Netting multilateral. Salah satu esensi dari kliring
karena peserta pasar hanya mengetahui kuotasi
tersentralisasi adalah, melalui proses hukum yang
dari dealer sementara kuotasi dari peserta pasar
dikenal sebagai novasi, penyerahan perdagangan
lainnya tersirat dari perubahan harga eksekusi.
yang dilakukan secara bilateral kepada CCP.
Dengan platform ini, dealer mengambil seluruh
Sebagai konsekuensi, CCP mengambil alih
risiko kredit di pasar dengan menjadi pihak lawan
tanggung jawab kewajiban yang berhubungan
atas seluruh transaksi di platform.
dengan transaksi dengan menjadi pembeli bagi setiap penjual dan menjadi penjual bagi
2. Jenis Kontrak OTC derivatives
setiap pembeli. Mekanisme ini memungkinkan
Menurut ISDA (International Swaps and Derivatives
penyederhanaan eksposur bilateral kepada
Association)8, kontrak derivatif terdiri atas tiga kategori
beberapa pihak lawan menjadi satu net eksposur
besar. Pertama, over-the-counter derivatives yang
kepada CCP. Dengan demikian, dibandingkan
merupakan perjanjian bilateral yang customized.
dengan mekanisme bilateral, netting multilateral
Kontrak tersebut dinegosiasikan antara dua pihak dan
dapat mengurangi jumlah eksposur kepada pihak
dibukukan oleh masing-masing pihak secara langsung
lawan di sistem perbankan dan keterkaitan antara bank yang satu dengan bank yang lainnya.
8) http://www.isda.org/educat/faqs.html
66
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
Persyaratan margin dan default fund.
Gambar 3.4.1 Hubungan Counterparty OTC Derivatives
Selain itu, anggota kliring juga dipersyaratkan menyetor margin awal dan margin variasi untuk
Bilateral clearing
mengurangi dampak kerugian apabila anggota
I A
J
kliring yang bersangkutan mengalami gagal bayar. Di samping persyaratan margin, CCP memiliki sumber dana lain untuk mengatasi
G
D
E
kejadian ekstrim. Jika margin dan kontribusi dana anggota kliring yang gagal bayar pada
H
F
default fund tidak memadai untuk menyerap
Large financial institution Small financial institution
B
End User
kerugian maka default fund CCP yang berasal
C
dari kontribusi anggota kliring lainnya dapat digunakan (mutualisasi kerugian) di samping Central clearing
modal CCP sendiri. 2.
I A
Konsentrasi risiko Risiko kredit pihak lawan. Kedudukan CCP di
J
antara sejumlah besar pihak lawan menyebabkan G
CCP
konsentrasi risiko kredit. Kegagalan CCP karena
D
antara lain kurang memadainya pengelolaan E
risiko CCP dapat menyebabkan gangguan FI
H
signifikan di sistem keuangan secara luas, terutama jika CCP menjalankan fungsi kliring di
BI
C
pasar yang systemically important. Risiko operasional. Gangguan operasional
Asesmen kelayakan kredit. Penggunaan
yang serius pada CCP juga dapat berdampak
CCP tidak serta merta akan mengurangi
sistemik. Meskipun CCP secara umum memiliki
risiko pihak lawan karena risiko pihak lawan
sistem back-up dan disaster recovery plan yang
akan terkonsentrasi pada CCP. Karena itu,
baik, terdapat kemungkinan rencana kontinjensi
kemampuan CCP mengelola risiko menjadi
yang disusun belum mencakup seluruh kejadian
penting. Perangkat mitigasi risiko yang
yang dapat terjadi di masa yang akan datang.
digunakan CCP secara umum tidak berbeda
Gangguan pelayanan sementara pada saat
dengan yang digunakan pada perdagangan
kondisi pasar stabil kemungkinan tidak akan
bilateral anggota kliring wajib memenuhi standar
menimbulkan masalah yang besar. Di sisi lain,
minimum kelayakan kredit dan menjalani due
gangguan yang signifikan atau berkepanjangan,
dilligence.
penghentian pembayaran suatu transaksi, dan/
67
Bab 3. Ketahanan Sistem Keuangan
atau ketidakpastian yang terkait dengan status transaksi yang dikliringkan pada saat kondisi pasar tidak stabil dapat meningkatkan ketidakpastian di pasar dan mendorong penarikan likuiditas. Kemampuan CCP mengelola risiko kredit pihak lawan dan operasional menjadi penting agar pendiriannya tidak menimbulkan risiko baru di sistem keuangan dan sebaliknya, dapat mengurangi risiko kredit pihak lawan di pasar derivatif antara lain karena adanya netting multilateral.
68
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
Bab 4 Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
69
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
halaman ini sengaja dikosongkan
70
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
Bab 4
Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
Stabilitas sistem keuangan dan sistem moneter tidak terlepas dari peran strategis sistem pembayaran sebagai infrastruktur sistem keuangan.Sistem pembayaran yang andal juga merupakan faktor penting dalam memperlancar aktivitas pembayaran dalam perekonomian.
Selama semester I 2013, keandalan sistem
yang pernah terjadi pada semester sebelumnya.
pembayaran baik yang diselenggarakan oleh Bank
Dengan pengkinian jaringan komunikasi dari
Indonesia maupun industri sistem pembayaran tetap
SNA menjadi TCP/IP maka gangguan teknis pada
terpelihara dengan baik. Keandalan sistem pembayaran
BI-RTGS terkait jaringan komunikasi dapat lebih
yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tercermin dari
termitigasi.
tingkat ketersediaan (availability) Sistem BI-RTGS, BI-
Selain itu, kelancaran operasional Sistem BI-RTGS
SSSS, dan SKNBI yang memenuhi service level yang telah
tidak terlepas dari keandalan sistem Utama,
ditetapkan. Hal ini tentunya sangat mendukung stabilitas
dan tersedianya infrastruktur Disaster Recovery
sistem keuangan dan moneter sehingga memberikan
Center (DRC) Sistem BI-RTGS yang harus selalu
kontribusi positif pada kegiatan perekonomian. Keandalan
siap setiap saat menggantikan sistem utama bila
sistem pembayaran tersebut didukung oleh upaya mitigasi
terjadi kondisi gangguan. Untuk memastikan
risiko yang senantiasa dilakukan Bank Indonesia, baik
kesiapan operasional infrastruktur DRC Sistem
dalam bentuk pengembangan sistem, penyempurnaan
BI-RTGS tersebut, Bank Indonesia secara reguler
(enhancement) sistem, maupun penetapan kebijakan di
mengoperasikan infrastruktur DRC untuk kegiatan
bidang sistem pembayaran.
transaksi sehari-hari. Penggunaaan infrastruktur DRC dimaksud dilakukan secara transparan sehingga
4.1. UPAYA MITIGASI RISIKO DAN MANAJEMEN
peserta Sistem BI-RTGS dapat mengetahui bahwa
LIKUIDITAS
layanan sistem utama dan back-up (DRC) Sistem
1)
Sistem BI-RTGS
BI-RTGS memiliki tingkat kualitas yang sama. Pada
Aktivitas operasional Sistem BI-RTGS secara umum
periode laporan, penggunaan DRC site Sistem
selama semester I 2013 berjalan dengan aman dan
BI-RTGS untuk kegiatan transaksi dilakukan pada
lancar. Berbeda dengan semester sebelumnya, tidak
April 2013 dengan kelangsungan operasional yang
terjadi lagi gangguan jaringan komunikasi data
berjalan baik dan lancar.
71
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
Terkait dengan manajemen likuiditas, selama
2)
BI-SSSS
semester I 2013 kondisi likuiditas pada Sistem
Aktivitas operasional Sistem BI-SSSS selama semester
BI- RTGS dapat dikatakan dapat terjaga dengan
I 2013 berjalan dengan aman dan lancar. Terjaganya
baik yang tercermin dari indikator turn over ratio1,
ketersediaan Sistem BI-SSSS selama semester I 2013
jumlah transaksi yang queue, transaksi unsettled,
tidak terlepas dari keandalan sistem utama BI-SSSS dan
throughput guideline2 dan FLI. Bila dibandingkan
tersedianya infrastruktur back up system yang dapat
dengan semester sebelumnya, pada semester I
menggantikan setiap saat bila terjadi gangguan pada
2013 terjadi penurunan turn over ratio dan terjadi
sistem utama. Seperti halnya pada Sistem BI-RTGS,
peningkatan jumlah transaksi antrian (queuing)
dengan pengkinian jaringan komunikasi dari SNA
dari sisi volume dan nilai. Indikator turn over ratio
menjadi TCP/IP maka gangguan teknis pada BI-SSSS
selama semester I 2013 secara rata-rata adalah
terkait jaringan komunikasi dapat lebih termitigasi.
0,96. Jumlah transaksi yang mengalami antrian (queuing) selama semester I 2013 adalah sebanyak
3)
SKNBI
3.503 dengan total nilai sebesar Rp27,99 triliun.
Secara umum, operasional penyelenggaraan SKNBI
Pada semester I 2013, dicatat terjadi 13 transaksi
selama semester I 2013 berjalan baik dan lancar yang
unsettled dengan nilai Rp719,87 miliar. Selanjutnya
ditunjukkan dengan tidak adanya system down.
pola transaksi berdasarkan throughput yang terjadi
Meskipun secara harian terdapat beberapa kasus
selama semester I 2013 menunjukkan pola 34%:
perpanjangan waktu yang diakibatkan permasalahan
53%: 13%. Berdasarkan pola distribusi tersebut
teknis, namun hal tersebut tidak mengganggu
dapat dikatakan bahwa rata-rata mayoritas
penyelenggaraan SKNBI secara keseluruhan. Untuk
transaksi dapat diselesaikan pada pertengahan hari.
menjaga kelancaran operasional SKNBI, Bank
Selain itu, selama semester I 2013 tidak terdapat
Indonesia juga memiliki prosedur contingency yang
bank yang memanfaatkan fasilitas likuiditas
didukung dengan infrastruktur back-up yang handal.
intrahari. Sistem BI-RTGS (FLI-RTGS), sehingga dapat
Likuiditas peserta SKNBI selama semester I 2013 secara
dikatakan bahwa kondisi likuiditas peserta BI-RTGS
umum juga dapat terlihat dari beberapa indikator
tetap terjaga. Penyediaan FLI merupakan upaya
antara lain pemenuhan kewajiban penyediaan
mitigasi risiko yang disediakan Bank Indonesia untuk
prefund, penggunaan prefund, top up prefund
mengatasi kesulitan pendanaan sementara yang
dan transaksi yang tidak dapat diperhitungkan.
dihadapi oleh bank peserta BI-RTGS yang terjadi
Sepanjang semester I 2013, tidak ada bank yang
selama jam operasional agar tidak terjadi kemacetan
mengalami ketidakmampuan memenuhi penyediaan
pembayaran (gridlock).
prefund di awal hari sebagai syarat untuk dapat mengikuti kliring harian.
1) Turn over ratio merupakan perbandingan antara outgoingtransaction yang diselesaikan melalui saldo rekening bank yang disediakan pada awal hari. Rasio turn over tinggi dapat diartikan bahwa bank lebih banyak membayar kewajibannya dengan menunggu incoming transfer dari bank lain dari pada menggunakan modalnya sendiri, sehingga perilaku transaksi tercermin pada rasio turn over yang semakin tinggi. 2) Througputguideline adalah suatu target dimana Peserta diharapkan telah menyelesaikan persentase tertentu dari total pembayaran selama 1 hari dengan mengacu pada graduatedpaymentschedule< 10.30 WIB ; 10.30 s/d 14.30 WIB ; 14.30 s/d 16.30 diharapkan 30% : 30% : 40%
72
4.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI MELALUI SISTEM PEMBAYARAN Aktivitas transaksi keuangan melalui sistem pembayaran selama semester I 2013 mengalami
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
peningkatan baik dari sisi volume maupun nilai. Dari sisi
tahun sebelumnya (Grafik 4.2). Nilai transaksi melalui
nilai, transaksi keuangan melalui sistem pembayaran non
BI-SSSS pada semester I tahun 2013 mencapai 10,24
tunai masih didominasi oleh transaksi yang melalui Sistem
ribu triliun atau mengalami penurunan sebesar 52%
BI-RTGS, dengan porsi mencapai 76% dari keseluruhan
berbanding terbalik dengan volume transaksi yang
nilai transaksi keuangan yang melalui sistem pembayaran.
mengalami peningkatan yaitu tercatat sebanyak
Selanjutnya transaksi BI-SSSS dengan porsi 19,33%, dan
68,316 ribu transaksi atau meningkat sebesar
APMK dengan porsi 2,45%. Sementara itu, dari sisi volume
8% dibandingkan dengan semester I tahun 2012.
transaksi, porsi terbesar masih berasal dari penggunaan
Dengan demikian rata-rata harian transaksi yang
Kartu ATM dan ATM/Debet, yang mencapai 92,01% dari
dilakukan melalui Sistem BI-SSSS semester I tahun
seluruh volume transaksi sistem pembayaran non-tunai
2013 mencapai nilai 83,14 triliun dengan volume
sampai akhir semester I 2013.
sebesar 555 transaksi.
1)
Grafik 4.2 Perkembangan Transaksi BI-SSSS
Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS Aktivitas transaksi pembayaran melalui Sistem
250
BI-RTGS selama semester I 2013 menunjukkan
200
900
500 400
100
300
Jun 13
Jan 13
Des 12
Okt 12
Nov 12
Jul 12
Ags 12
Sep 12
Jun 12
Apr 12
Mei 12
Mar 12
Jan 12
sisi nilai sebesar 32%. Selama semester I 2013,
Feb 12
-
sisi volume sebesar 3% sedangkan penurunan pada
100
RRH Volume Apr 13
tahun sebelumnya (Grafik 4.1). Peningkatan pada
200
RRH Nilai
50
Mei 13
sisi nilai dibandingkan dengan periode yang sama
600
Mar 13
peningkatan pada sisi volume dan penurunan pada
700
150
Feb 13
Nilai (Triliun RP)
800
Sumber: BI-SSSS
rata-rata harian nilai dan volume transaksi Sistem BIRTGS sebesar Rp326,90 triliun dan 71.119 transaksi
Perkembangan Transaksi SKNBI
dengan total nilai dan volume transaksi selama
Aktivitas transaksi pembayaran melalui SKNBI selama
semester I 2013 mencapai Rp40.188,74 triliun dan
semester I 2013 menunjukkan terjadinya penurunan
8,74 juta transaksi.
pada sisi volume dan peningkatan pada sisi nilai
Grafik 4.1 Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS 500 Nilai (Triliun Rp)
400 300 200 RRH Nilai 100 RRH Volume
sebelumnya (Grafik 4.3). Selama semester I 2013,
sebesar Rp9,39 triliun dan 409,10 ribu transaksi
Jun 13
Apr 13
Mei 13
Mar 13
Jan 13
Feb 13
Des 12
Okt 12
Nov 12
Sep 12
Jul 12
Jun 12
Ags 12
Apr 12
Mei 12
Mar 12
Jan 12
Feb 12
-
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
rata-rata harian nilai dan volume transaksi SKNBI Volume (dalam ribu)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 -
600
2)
3)
dengan total nilai dan volume transaksi selama semester I 2013 mencapai Rp1.153,52 triliun dan 50,29 juta transaksi. Bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (y-o-y)
Sumber: EDW SP subjek area BI-RTGS
baik dari sisi nilai dan volume, masing-masing
Perkembangan Transksi BI-SSSS
mengalami peningkatan pada sisi nilai sebesar 10%
Transaksi melalui BI-SSSS pada semester I tahun 2013
dan penurunan pada sisi volume sebesar 2%.
menunjukkan penurunan dibandingkan dengan
73
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
peningkatan dibandingkan dengan periode yang
12
600
10
500
8
400
6
300
4
200
RRH Nilai
2
sama tahun sebelumnya (Grafik 4.5). Selama semester I 2013, rata-rata harian nilai dan volume menggunakan Kartu Kredit sebesar Rp589,19 miliar
Volume (dalam ribu)
Nilai (Triliun Rp)
Grafik 4.3 Perkembangan Transaksi SKNBI
dan 642,24 ribu transaksi dengan total nilai dan
100
RRH Volume
volume transaksi selama semester I 2013 mencapai
-
Rp106,67 triliun dan 116,23 juta transaksi. Bila
Jun 13
Apr 13
Mei 13
Jan 13
Feb 13
Mar 13
Des 12
Okt 12
Nov 12
Jul 12
Sep 12
Jun 12
Ags 12
Apr 12
Mei 12
Mar 12
Jan 12
Feb 12
-
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
Sumber: EDW SP subjek area SKNBI
sebelumnya (y-o-y) baik dari sisi nilai dan volume, 4)
Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu
masing-masing mengalami peningkatan sebesar 9%
ATM dan ATM/Debet
dan 7%.
Aktivitas transaksi pembayaran menggunakan Grafik 4.5 Perkembangan Transaksi Kartu Kredit
600
2013 mencapai Rp1.800,72 triliun dan 1,65 miliar
560 540
RRH Volume Jun 13
Apr 13
Mei 13
Jan 13
Feb 13
Mar 13
Des 12
Okt 12
Nov 12
Sep 12
Jul 12
520 Jun 12
total nilai dan volume transaksi selama semester I
580
RRH Nilai
Volume (dalam ribu)
620
Jan 12
sebesar Rp9,98 triliun dan 9,11 jt transaksi dengan
640
Ags 12
dan volume transaksi Kartu ATM dan ATM/Debet
660
Apr 12
Nilai (Triliun Rp)
4.4). Selama semester I 2013, rata-rata harian nilai
680
0.64 0.62 0.60 0.58 0.56 0.54 0.52 0.50 0.48 0.46 Mei 12
periode yang sama tahun sebelumnya (Grafik
Mar 12
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
Feb 12
Kartu ATM dan ATM/Debet selama semester I 2013
Sumber: EDW LKPBU
transaksi. Bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (y-o-y) baik dari
Elektronik
peningkatan sebesar 25% dan 25%.
Aktivitas transaksi pembayaran menggunakan Uang
10.00 Nilai (Triliun Rp)
8.00 6.00 4.00
RRH Nilai
2.00
RRH Volume Jun 13
Apr 13
Mei 13
Mar 13
Jan 13
Feb 13
Des 12
Okt 12
Nov 12
Agt 12
Sep 12
Juli 12
Juni 12
Mei 12
Apr 12
Mar 12
Jan 12
Feb 12
0.00
Elektronik selama semester I 2013 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Grafik 4.6). Selama
Volume (dalam ribu)
10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 -
12.00
Sumber: EDW LKPBU
semester I 2013, rata-rata harian nilai dan volume transaksi menggunakan Uang Elektronik sebesar Rp7,01 miliar dan 356,97 ribu transaksi dengan total nilai dan volume transaksi selama semester I 2013 mencapai Rp1,27 triliun dan 64,99 juta transaksi. Bila dibandingkan dengan periode yang sama pada
Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu
tahun sebelumnya (y-o-y) baik dari sisi nilai dan
Kredit
volume, masing-masing mengalami peningkatan
Aktivitas transaksi pembayaran dengan menggunakan
sebesar 67% dan 55%.
Kartu Kredit selama semester I 2013 menunjukkan
74
Perkembangan Transaksi Menggunakan Uang
sisi nilai dan volume, masing-masing mengalami
Grafik 4.4 Perkembangan Transaksi Kartu ATM/Debet
5)
6)
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
RTS/X) telah menyelesaikan tahapan UAT, training
Grafik 4.6 Perkembangan Transaksi Uang Elektronik 400
8.00
350
7.00
300 250
5.00
200
4.00
RRH Nilai
150
3.00 2.00
100
RRH Volume
kegiatan connectivity testing untuk mengakomodasi pengujian oleh Peserta yang telah mengikuti training terkait interkoneksi aplikasi di sisi Peserta (Participant Platform) dan di sisi Penyelenggara
Jun 13
Apr 13
Mei 13
Jan 13
Feb 13
Des 12
Okt 12
Sep 12
Nov 12
Jul 12
Ags 12
Jun 12
Apr 12
Mei 12
Mar 12
Jan 12
50
0.00 Feb 12
1.00 Mar 13
Nilai (Miliar Rp)
6.00
batch I kepada anggota Working Group dan
Volume (dalam ribu)
9.00
(Central Node) serta pengujian mekanisme interface antara Participant Platform dengan sistem internal
Sumber: EDW LKPBU
Peserta.
4.3. PENGEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN UNTUK
Adapun pengembangan Sistem BI-SSSS Generasi
MEMPERKUAT INFRASTRUKTUR SISTEM KEUANGAN
II yang meliputi modul DEPO/X dan TRAD/X serta
Terpeliharanya keandalan dan keamanan sistem
pengembangan HARTIS, kegiatan masih difokuskan
pembayaran tidak terlepas dari upaya untuk memitigasi risiko
untuk penyusunan script UAT.
sistem pembayaran dalam rangka mendukung stabilitas sistem keuangan dan moneter.Dalam kaitan ini, fokus utama
b.
kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran
Penyempurnaan Aplikasi BI-SSSS Dalam rangka mendukung rencana Pemerintah
diarahkan untuk menjaga keamanan, meningkatkan efisiensi
untuk menambah skema penjualan Surat Utang
sistem pembayaran, dan mendukung perluasan akses sistem
Negara melalui Lelang Surat Utang Negara Tambahan
pembayaran. Selain itu, kebijakan sistem pembayaran
(green shoe option), telah dilakukan penyempurnaan
juga diarahkan agar penyelenggaraan sistem pembayaran
aplikasi BI-SSSS, serta simulasi lelang green shoe
yang aman, efisien, lancar, dengan tetap memperhatikan
option dan pelatihan kepada Kementerian Keuangan
perluasan akses dan kepentingan nasional.
dan dealer utama pelaku lelang.
Kebijakan terkait pengembangan dimaksud antara lain melalui Progress Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, Penyempurnaan Aplikasi BI-SSSS, Interkoneksi Antar Prinsipal Dalam Rangka Pengembangan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway) serta Implementasi dan Pengembangan Layanan Sistem Pembayaran dan Keuangan berbasis mobile (Mobile Payment Services), penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) yaitu perihal Tatacara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara serta SEBI Perihal Transfer Dana. a.
c.
Interkoneksi Antar Prinsipal Dalam Rangka Pengembangan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway) Dalam rangka meningkatkan efisiensi penyelenggaran sistem pembayaran ritel, Bank Indonesia telah dan terus berupaya untuk mendorong terwujudnya interkoneksi antar pelaku industri, diantaranya melalui pengembangan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway/NPG). Pengembangan NPG merupakan upaya bersama Bank Indonesia
Progress Pengembangan Sistem BI-RTGS dan
dan pelaku industri untuk menciptakan switching
BI-SSSS Generasi II
nasional yang memenuhi kebutuhan transaksi antar
Sampai dengan Semester I 2013, kegiatan
penyelenggara sistem pembayaran, yang terjadi di
pengembangan Sistem BI-RTGS Generasi II (modul
berbagai jenis delivery channel seperti ATM, EDC,
75
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
internet, telepon, maupun telepon selular. Selain itu,
industri. Dari perspektif yang lebih luas, hal ini juga
dengan NPG, data sistem pembayaran nasional dapat
memberikan insentif bagi industri perbankan untuk
tersentralisasi sehingga lebih komprehensif dalam
melakukan ekspansi infrastruktur ke area terpecil
mendukung penyusunan kebijakan dan pengambilan
yang belum terjangkau layanan ATM; bahwa
keputusan di bidang sistem pembayaran.
dengan biaya investasi yang lebih rendah akan
Langkah awal pengembangan dilakukan dengan
menghasilkan kenaikan pendapatan jasa. Inisiatif
membangun interkoneksi jaringan penyelenggara
ini juga memberikan keuntungan di sisi nasabah.
kartu ATM. Pada 2012, dengan fasilitasi Bank
Manfaat langsung yang dirasakan oleh masyarakat
Indonesia, telah dimulai interkoneksi jaringan ATM
dengan adanya interkoneksi antar prinsipal adalah
antara BCA dan Bank Mandiri yang mampu melayani
kemudahan untuk melakukan transfer dari dan
kebutuhan transaksi penarikan tunai, transfer dana,
ke seluruh bank di wilayah Indonesia; kondisi
dan transaksi lainnya seperti informasi saldo. Inisiasi
sebelumnya tidak dapat menjangkau perbankan
interkoneksi antara dua bank tersebut diharapkan
secara keseluruhan karena terdapat beberapa
menjadi pemicu bagi pelaku industri lainnya
bank yang tidak memiliki keterhubungan jaringan
untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan
ATM. Kemudahan dan kelancaran transaksi antar
interkoneksi yang lebih luas mengingat infrastruktur
masyarakat, disertai dengan perbaikan kualitas
sistem pembayaran masih terkonsentrasi di kota
layanan dan keamanan, pada akhirnya, diharapkan
besar, belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat
menjadi penggerak aktivitas ekonomi nasional.
di wilayah Indonesia.
Sinergi antar prinsipal domestik ini merupakan
Sebagai tindak lanjut dari inisiasi tersebut, pula
landasan bagi Bank Indonesia untuk menata sistem
telah diimplementasikan interkoneksi antar prinsipal
pembayaran ritel nasional, yang mencakup jasa
domestik, yaitu PT Alto Network, PT Artajasa
pembayaran ritel lainnya seperti kartu debet, kartu
Pembayaran Elektronis, dan PT Rintis Sejahatera
kredit, dan uang elektronik. Kondisi ideal, dimana
yang ditandai dengan penandatanganan nota
seluruh penyelenggara dan instrumen sistem
kesepahaman antar para pihak pada 6 Mei 2013.
pembayaran saling memiliki keterhubungan, akan
Meskipun interkoneksi antar prinsipal masih
menumbuhkan keinginan masyarakat dan pelaku
terbatas pada kerjasama layanan transfer dana,
usaha untuk lebih menggunakan non-tunai sehingga
hal ini merupakan sinyal positif dari pelaku industri
dapat meningkatkan transaksi ekonomi nasional
untuk mewujudkan perluasan cakupan layanan
sekaligus memperkuat daya saing industri domestik
sekaligus meningkatkan alternatif layanan sistem
terhadap pelaku internasional.
pembayaran yang lebih efisien. Kerjasama tersebut memberikan kesempatan bagi perbankan untuk
76
d.
Implementasi dan Pengembangan Layanan
memperluas wilayah pelayanan ke seluruh pelosok
Sistem Pembayaran dan Keuangan berbasis
Indonesia dengan biaya infrastruktur ATM yang
mobile (Mobile Payment Services)
lebih rendah; penyediaan infrastruktur ATM tidak
Dengan semakin berkembangnya perekonomian
lagi didasarkan pada kebutuhan masing-masing
nasional serta penduduk yang tersebar di berbagai
bank, namun dapat dihitung dari kebutuhan agregat
pulau, Bank Indonesia memandang perlunya layanan
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
sistem pembayaran dan keuangan yang dapat
dan tabungan, penarikan uang tunai, pembayaran
menjangkau wilayah Indonesia secara luas temasuk
tagihan rutin (bill payment), transfer dana, dan lain-
untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang
lain. Adnya layanan yang sederhana diharapkan
belum mengenal layanan sistem pembayaran. Disadari
keberadaan layanan ini dapat memenuhi kepentingan
bersama bahwa saat ini penyelenggara layanan
ekonomi masyarakat unbanked dan underbanked.
sistem pembayaran dan keuangan masih terbatas
Masyarakat tersebut akan mulai mengenal dan
dari sisi jangkauan sehingga banyak masyarakat yang
tercatata dalam sistem keuangan sehingga nantinya
belum terlayani. Untuk itu diperlukan inovasi bentuk
dapat diperluas dengan memperoleh tambahan dana
layanan yang dapat menjangkau seluruh lapisan
untuk pembiayaan usaha produktif.
masyarakat dimanapun berada melalui penggunaan
Di dunia internasional, khususnya di emergingmarket,
teknologi berbasis mobile dan jasa pihak ketiga,
praktek branchless banking bukanlah hal baru. Dari
yaitu unit perantara layanan sistem pembayaran dan
berbagai studi literatur tercatat lebih dari 100 (seratus)
keuangan dalam memberikan layanan jasa sistem
negara, seperti Malaysia, India, Filipina, Kenya,
pembayaran dan keuangan.
Pakistan, dan Mexico, yang mengimplementasikan
Salah satu dasar pertimbangan penggunaan
branchless banking. Sementara itu, dalam konteks
teknologi berbasis mobile adalah besarnya tingkat
Indonesia, branchless banking merupakan hal baru
penetrasi penggunaan ponsel di Indonesia yang
bagi industri perbankan di Indonesia. Oleh karena
mencapai hingga 240 juta dengan jumlah pengguna
itu, implementasi branchless banking perlu dilakukan
instrumen uang elektronik berbasis mobile yang
secara hati-hati mengingat implementasi perluasan
mencapai 12,5 juta. Di sisi lain infrastruktur
layanan sistem pembayaran dan keuangan melalui
telekomunikasi juga telah menjangkau menjangkau
penggunaan teknologi dan jasa pihak ketiga dapat
95% dari wilayah Indonesia dengan 2 juta agen
meningkatkan risiko, khususnya risiko operasional,
dan retailer telekomunikasi tersebar di wilayah
risiko hukum dan risiko reputasi bagi bank dan
Indonesia. Sementara itu penggunaan jasa pihak
perusahaan telekomunikasi.
ketiga sebagai perantara layanan sistem pembayaran
Untuk meminimalisir risiko yang dapat timbul maka
dan keuangan diharapkan dapat lebih mendekatkan
terlebih dahulu dilakukan proyek uji coba. Melalui
kepada masyarakat tidak hanya dari sisi jarak ke
uji coba ini diharapkan dapat diperoleh model
penyelenggara namun terlebih lagi dari sisi psikologi
bisnis yang sesuai dengan kondisi industri sistem
dan budaya. Masyarakat kelas bawah yang selama
pembayaran dan keuangan Indonesia, budaya
ini enggan berurusan dengan lembaga formal akan
masyarakat serta kendala-kendala yang muncul
merasa lebih nyaman untuk melakukan kegiatan
di lapangan serta risiko-risiko yang dihadapi oleh
sistem pembayaran dan keuangan melalui agen yang
para pihak yang terlibat. Adapun keseluruhan
bersifat lebih informal.
implementasinya dilakukan secara bertahap mulai
Pada umumnya perluasan layanan keuangan seperti
dari penerbitan pedoman (guiding principles),
ini di lingkup internasional dikenal dengan sebutan
uji coba, monitoring, evaluasi menyeluruh, dan
branchless banking. Layanan keuangan yang diberikan
implementasi secara penuh melalui penerbitan
antara lain pembukaan rekening uang elektronik
ketentuan mobile payment services.
77
Bab 4. Penguatan Infrastruktur Sistem Keuangan
Secara garis besar pedoman ini mengatur mengenai
2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara
pelaksanaan aktivitas layanan sistem pembayaran
di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang
dan perbankan terbatas melalui jasa pihak ketiga,
Negara. Latar belakang penerbitan SEBI tersebut
antara lain mengenai model bisnis dan produk yang
disebabkan PMK yang lama hanya mengakomodir
disediakan, kegiatan yang dilakukan, persyaratan
pelaksanaan lelang tambahan (green shoe option)
dan teknologi yang digunakan, manajemen
untuk SBSN dan pelaksanaan lelang tambahan
risiko, kepatuhan terhadap anti pencucian uang,
(green shoe option), sedangkan untuk lelang surat
edukasi perlindungan nasabah dan lain-lain.
utang negara belum ada pengaturannya.
Uji coba dilaksanakan sejak bulan Mei hingga
Selain menerbitkan SEBI perihal Tata Cara Lelang Surat
November 2013 dengan acuan yang dipakai adalah
Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan
pedoman (guiding principles). Pelaksanaan proyek
Surat Utang Negara pada pada semester 1 tahun
uji coba dilakukan oleh 5 bank dan 2 perusahaan
2013 dalam rangka mendukung keamanan dan
telekomunikasi secara terbatas di 8 (delapan) provinsi
kelancaran transaksi transfer dana serta memberikan
yang dapat dipilih oleh bank, yaitu Sumatera Utara,
kejelasan pengaturan hak dan kewajiban bagi pihak
Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan
Timur, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.
transfer dana juga diterbitkan SEBI No. 15/23/DASP
Dengan pemilihan lokasi oleh setiap bank paling
tanggal 27 Juni 2013 perihal Transfer Dana. SEBI
banyak di 2 propinsi dan untuk setiap propinsi paling
tersebut merupakan ketentuan pelaksanaan dari
banyak 3 kecamatan.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012
Diharapkan melalui pelaksanaan uji coba tersebut
tentang Transfer Dana (Lembaran Negara Republik
seluruh stakeholder yang terlibat dapat memiliki
Indonesia Tahun 2012 Nomor 283, Tambahan
pemahaman yang komprehensif sehingga memiliki
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
kesiapan yang memadai untuk mendukung
5381).
implementasi proyek uji coba tersebut termasuk sebagai masukan bagi regulator dalam melakukan penyusunan ketentuan terkait mobile payment services.
e.
Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara serta SEBI Perihal Transfer Dana Berkenaan dengan perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.50/PMK.08/2012 tentang Lelang Surat Utang Negara Dalam Mata Uang Rupiah dan Valuta Asing di Pasar Perdana Domestik, maka diterbitkan SEBI No. 15/12/DASP tanggal 8 April
78
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
Bab 5 Tantangan SSK Ke Depan
79
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
halaman ini sengaja dikosongkan
80
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
Bab 5
Tantangan SSK Ke Depan
Sistem Keuangan Indonesia pada tahun 2013 dihadapkan oleh tantangan terganggunya keseimbangan internal dan eksternal perekonomian Indonesia. Dari sisi keseimbangan internal, pertumbuhan ekonomi pada 2013 diperkirakan melambat dibandingkan tahun 2012 dengan laju inflasi yang tinggi. Sementara dari sisi keseimbangan eksternal diwarnai oleh kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatat defisit hingga triwulan II 2013 namun diprakirakan membaik pada akhir tahun. Berdasarkan hasil stress test yang dilakukan terhadap industri perbankan terlihat bahwa ketahanan perbankan Indonesia masih tetap terjaga, karena didukung oleh permodalan yang memadai. Dengan kondisi ini, prospek perbankan Indonesia di tahun 2013 masih cukup baik, namun perlu diwaspadai potensi kenaikan risiko kredit.
5.1 TANTANGAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN
pertumbuhan China menjadi 7,8% dari 8,1% dalam WEO
5.1.1 Peluang dan Tantangan Eksternal
April 2013. Perlambatan ekonomi China tercermin dari
Perekonomian global pada 2013 diperkirakan
pertumbuhan indeks produksi China yang turun menjadi
tumbuh tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Beberapa
8,9% (yoy) pada bulan Juni 2013 dari 9,2% (yoy) pada
institusi internasional merevisi pertumbuhan ekonomi
bulan Mei dan melambatnya pertumbuhan investasi,
global dari perkiraan sebelumnya. IMF dalam World
khususnya di sektor manufaktur dan real estate.
Economic Outlook (WEO) Update Juli 2013 menurunkan
Sementara itu, pemulihan ekonomi negara
pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2% dari
maju diperkirakan masih berjalan lambat khususnya
prakiraan WEO April 2013 sebesar 3,3%(yoy). World Bank
di Euro Area. IMF dalam WEO Juli 2013 menurunkan
memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2013 sebesar
perkiraan pertumbuhan Amerika Serikat dan Euro Area,
2,2% pada rilis Juni 2013, lebih rendah dibandingkan
masing-masing sebesar -0,2% dibandingkan dengan
dengan perkiraan sebelumnya sebesar 2,4%.
perkiraan sebelumnya. Walaupun demikian, dalam
Revisi ke bawah pertumbuhan ekonomi dunia
perkembangan hingga triwulan II 2013, perekonomian
tersebut terutama disebabkan oleh kinerja ekonomi
AS menunjukkan perkembangan yang positif, tercermin
China yang melambat. Pada triwulan II 2013, China
dari realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan II 2013 yang
mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah
mencatat 1,7% (yoy), meningkat dari sebesar 1,3%(yoy)
dari perkiraan, sehingga mendorong terjadinya koreksi
pada triwulan I 2013. Sementara itu, perekonomian Euro
perkiraan untuk keseluruhan tahun 2013. IMF dalam World
Area masih diliputi oleh pengeluaran konsumsi yang lemah.
Economic Outlook (WEO) Update Juli 2013 memperkirakan
Perbaikan ekonomi dialami oleh Jepang yang diindikasikan
81
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
oleh kinerja sektor industri yang meningkat sejalan dengan
menambah ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia.
peningkatan ekspor. Kebijakan Abenomics yang ditempuh
Penundaan tersebut mengindikasikan bahwa pemulihan
meningkatkan keyakinan konsumen yang tercermin dari
perekonomian AS tidak sesuai dengan perkiraan
peningkatan signifikan pada penjualan eceran.
semula, sehingga menambah ketidakpastian mengenai
Dengan perkiraan perekonomian global yang
pelaksanaan kebijakan tersebut. Ketidakpastian pemulihan
cenderung lebih lemah menyebabkan volume perdagangan
ekonomi global tersebut perlu diwaspadai dalam
dunia yang lebih rendah dibandingkan perkiraan semula
pengelolaan stabilitas perekonomian dan sektor keuangan
dan harga komoditas yang menurun, khususnya komoditas
Indonesia, karena berpotensi memicu gejolak di pasar
nonmigas. Prospek harga minyak pada 2013 diperkirakan
keuangan global, meningkatkan volatilitas capital flows
menjadi lebih tinggi dari perkiraan semula sejalan dengan
dan fluktuasi nilai tukar negara lainnya, termasuk negara
pemulihan ekonomi AS dan sentimen negatif gejolak
emerging.
geopolitik.
5.1.2 Peluang dan Tantangan Internal
Ke depan, perekonomian dunia masih akan diliputi oleh ketidakpastian. Penundaan kebijakan
Stabilitas sistem keuangan diperkirakan
tappering off quantitative easing oleh Amerika Serikat
akan mendapat tantangan dari terganggunya
yang diumumkan pada 18 September 2013 berpotensi
keseimbangan internal dan eksternal perekonomian
Tabel 5.1 Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Worl Bank
WEO-IMF
2012
2013
2011
2012
-
-
-
-
-
-
3,9
3,1
Advanced Economies
1,7
1,2
1,8
3,8
2,9
3,1
-
-
-
1,2
1,1
1,1
Amerika Serikat
1,8
2,2
2,0
1,8
2,2
2,0
1,8
2,8
1,6
1,7
2,2
2,0
2,8
2013
2011
2012
3,5
2012
Asia Development Bank Forecast
2011 World Output
2013 2011
Asia Pacific Consensus Forecast
2,3
2,2
2013
Jepang
-0,6
1,9
3,5
-0,5
2,0
1,4
-0,6
2,0
1,9
-0,7
1,9
1,8
Eropa
1,5
-0,6
0,3
1,5
-0,5
-0,6
1,5
-0,5
-0,4
-
-
-
Developing Asia *
7,8
6,5
7,0
-
-
-
-
-
-
7,2
6,1
6,3
China
9,3
7,8
7,9
9,3
7,8
7,7
9,3
7,8
7,5
9,3
7,8
7,7
India
6,3
3,2
6,0
6,2
5,0
5,7
6,2
5,0
4,9
6,5
5,0
5,8
ASEAN 5
4,5
6,1
5,5
-
-
-
-
-
-
4,5
5,6
5,2
Indonesia
-
-
-
6,5
6,2
6,2
6,5
6,2
5,7
6,5
6,2
6,4
Malaysia
-
-
-
-
-
-
5,1
5,6
4,4
5,1
5,6
5,3
Philipina
-
-
-
-
-
-
3,6
6,8
7,0
3,9
6,6
6,0
Thailand
-
-
-
0,1
6,5
5,0
0,1
6,5
3,6
0,1
6,4
4,9
Vietnam
-
-
-
-
-
-
5,9
5,0
5,2
5,9
6,0
5,2
and the Caribbean
4,6
3,0
2,9
4,4
3,0
3,3
-
-
-
-
-
-
Middle East and North Africa
2,9
2,4
2,8
-2,2
3,5
2,5
-
-
-
-
-
-
Sub-Saharan Africa
5,4
4,9
-
4,7
4,4
4,9
-
-
-
-
-
-
Latin America
Sumber : IMF World Economic Outlook Update July 2013, WB Global Economic Prospect, June 2013; Consensus Forecasts September 2013; Asia Pacific Consensus Forecasts September 2013; ADB Asia Development Outlook April 2013 & Supplement July 2013.
82
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
Indonesia. Dari sisi keseimbangan internal, pertumbuhan
Dari sisi penawaran, pertumbuhan nilai tambah
ekonomi pada 2013 melambat dibandingkan tahun
sektor ekonomi utama diperkirakan melemah pada
2012 dan laju inflasi yang tinggi. Sementara dari sisi
2013. Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan,
keseimbangan eksternal diwarnai oleh kinerja Neraca
hotel dan restoran diprakirakan tumbuh melambat karena
Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatat defisit hingga
kenaikan harga BBM berdampak terhadap menurunnya
triwulan II 2013.
permintaan domestik. Sektor pertanian diprakirakan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013
tumbuh relatif stabil. Kinerja sektor pengangkutan dan
diperkirakan berada di kisaran bawah 5,5%-5,9%.
komunikasi diprakirakan masih tumbuh tinggi, terutama
Kisaran pertumbuhan ini mengalami revisi ke bawah dari
bersumber dari nilai tambah dari komunikasi data dan
perkiraan sebelumnya sebesar 5,8%-6,2% (yoy). Penyebab
meningkatnya aktivitas komunikasi seiring dengan
utama direvisinya perkiraan pertumbuhan adalah perkiraan
dimulainya proses pelasanaan pemilu 2014. Sementara itu,
melambatnya permintaan domestik yang selama ini
sub sektor angkutan mengalami tekanan akibat kenaikan
menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia.
tarif angkutan pasca kenaikan harga BBM bersubsidi.
Konsumsi rumah tangga melemah akibat menurunnya
Kinerja sektor bangunan diperkirakan melambat karena
daya beli masyarakat. Dampak program jaring pengaman
pengeluaran investasi masih lemah. Sementara itu,
sosial bagi masyarakat kelas bawah diperkirakan belum
kinerja sektor pertambangan diprakirakan membaik
mampu mengangkat daya beli masyarakat. Perbaikan
dilatarbelakangi oleh berlanjutnya perbaikan produksi
konsumsi rumah tangga diperkirakan baru akan terjadi
minyak dan pulihnya produksi pertambangan nonmigas.
pada triwulan IV 2013 seiring dengan dimulainya aktivitas
Sementara itu, inflasi tahun 2013 diprakirakan
pemilu. Sejalan dengan perlambatan konsumsi rumah
berada di kisaran 9,0% - 9,8%atau di atas targetnya
tangga, pengeluaran investasi, khususnya investasi
sebesar 4,5%±1%. Kenaikan laju inflasi disebabkan
nonbangunan, cenderung tumbuh lebih rendah pada
oleh dampak kenaikan harga BBM bersubsidi pada Juni
2013. Berbagai indikator investasi seperti impor barang
2013 yang selain berpengaruh terhadap naiknya inflasi
modal, penjualan alat-alat berat, dan konsumsi listrik
administered price, juga selanjutnya berpengaruh terhadap
industri manufaktur mengkonfirmasi bahwa investasi
kelompok volatile food. Dampak kenaikan harga BBM
nonbangunan diprakirakan mengalami kontraksi pada
ini diperkirakan hanya akan berlangsung sementara dan
semester II 2013. Kinerja investasi yang melemah
akan segera kembali ke pola normalnya. Hal ini tercermin
diperkirakan juga akan dipengaruhi oleh kenaikan suku
dari laju inflasi Agustus yang lebih rendah dibandingkan
bunga dan pelemahan nilai tukar Rupiah.
Juli 2013. Tekanan inflasi di sisa tahun 2013 diperkirakan
Di sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan
akan menurun sebagai dampak perlambatan permintaan
meningkat. Walaupun prospek pemulihan ekonomi dunia
domestik serta langkah-langkah penguatan koordinasi
cenderung melemah, namun depresiasi nilai tukar Rupiah
kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah dalam
diperkirakan berpengaruh positif terhadap kenaikan
pengendalian inflasi.
pertumbuhan ekspor pada 2013. Sementara itu, untuk
Dari sisi keseimbangan eksternal, NPI tahun 2013
keseluruhan tahun 2013, pertumbuhan impor barang dan
mengalami tantangan yang berasal dari ketidakpastian
jasa riil diperkirakan melemah seiring dengan melambatnya
pemulihan ekonomi dunia. Ketidakpastian ini menyebabkan
permintaan domestik.
volume perdagangan dunia dan harga komoditas
83
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
tumbuh tidak setinggi yang diperkirakan. Dilain pihak,
analysis (khusus stress test risiko Kredit)1 menunjukkan
permintaan domestik yang hingga semester I 2013 relatif
bahwa pada Juni 2013, perbankan masih mampu
tinggi juga memberikan tekanan terhadap permintaan
menyerap potensi peningkatan risiko kredit dan risiko
impor barang dan jasa. Akibatnya, hingga triwulan II
pasar. Dalam hal ini, risiko pasar mencakup kenaikan
2013 NPI masih mencatat defisit sebesar USD2,5 miliar.
suku bunga rupiah, penurunan harga obligasi negara dan
Pada semester kedua 2013, neraca transaksi berjalan
pelemahan nilai tukar.
diprakirakan membaik. Prospek pemulihan ekonomi global
Berdasarkan kelompok bank, kelompok bank
yang diikuti peningkatan harga komoditi global yang
BPD, Swasta dan Persero paling rentan terhadap
diprakirakan terjadi pada semester II 2013 diperkirakan
kenaikan NPL dan suku bunga dengan penurunan
dapat mendukung peningkatan kinerja ekspor nasional.
CAR lebih dari 100bps. Kelompok bank Persero juga
Sementara itu, perlambatan ekonomi domestik dan
rentan terhadap pelemahan harga obligasi negara,
pelemahan nilai tukar Rupiah diprakirakan mendorong
sementara KCBA terindikasi paling rentan terhadap
impor yang lebih rendah. Kenaikan harga BBM bersubsidi
pelemahan harga obligasi negara. Kelompok bank
pada Juni 2013 akan turut menyumbang penurunan
Campuran cukup memiliki daya tahap terhadap risiko pasar
impor minyak. Dengan perkiraan kondisi semester II 2013
dan dampak penurunan CAR akibat risiko kredit juga relatif
tersebut, defisit neraca transaksi berjalan pada semester II
kecil dibandingkan kelompok bank lainnya.
2013 diperkirakan menjadi lebih rendah dan terkendali. 1 Mengacu pada FSAP 2009.
5.2 DAMPAK TERHADAP SISTEM PERBANKAN 5.2.1 Penilaian Risiko Tantangan eksternal dan internal diatas berpotensi mempengaruhi ketahanan perbankan. Tantangan ini terutama dalam bentuk pelemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia, pelemahan nilai tukar rupiah, dan kenaikan suku bunga domestik. Konstelasi makroekonomi Indonesia yang demikian berpotensi meningkatkan risiko kredit dan risiko pasar bagi perbankan. Untuk melihat ketahanan perbankan dalam menghadapi potensi risiko kredit dan risiko pasar yang timbul, dilakukan analisis stress test ketahanan perbankan dengan standar yang mengacu pada metodologi yang digunakan Financial Sector Assessment Program-IMF (FSAP) tahun 2009. Secara umum, ketahanan perbankan dalam menghadapi potensi peningkatan risiko kredit dan risiko pasar cukup baik didukung CAR yang lebih tinggi dibandingkan akhir semester II 2012. Stress test yang dilakukan berdasarkan sensitivity dan scenario
84
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
Tabel 5.2 Delta CAR setelah Stress Test
CAR setelah Stress Test (Juni 2013) All
BPD
Swasta
Campuran
KCBA
Persero
CAR Awal
17,95%
15,67%
16,27%
21,31%
33,17%
16,61%
Kenaikan NPL (menjadi 9,8%)
15,21%
10,76%
13,77%
19,69%
31,64%
13,50%
Kenaikan Suku Bunga Rupiah (10%)
16,15%
11,88%
14,91%
21,17%
32,47%
14,15%
Pelemahan Harga Obligasi Negara (-20%)
16,78%
15,16%
15,58%
20,54%
30,89%
14,85%
Pelemahan Nilai Tukar Rupiah (-50%)
17,55%
15,64%
16,05%
20,98%
32,60%
15,91%
Delta CAR setelah Stress Test (dlm bps) All
BPD
Swasta
Campuran
KCBA
Persero
Kenaikan NPL (menjadi 9,8%)
-274
-491
-250
-162
-153
-311
Kenaikan Suku Bunga Rupiah (10%)
-180
-379
-136
-15
-71
-246
Pelemahan Harga Obligasi (-20%)
-118
-51
-70
-77
-228
-176
-40
-4
-22
-33
-57
-69
Pelemahan Nilai Tukar Rupiah (-50%)
5.2.2 Penilaian Risiko Kredit Stress test risiko kredit berpotensi meningkatkan
bank tersebut paling rentan dikarenakan NPL awalnya yang
NPL perbankan, yaitu dari 1,88% (akhir Desember 2012)
cukup tinggi dan CAR yang relatif sama yaitu pada kisaran
menjadi 9,8% (akhir Juni 2013). Stress test ini dilakukan
16%, sementara NPL awal kelompok bank Campuran
sesuai dengan salah satu skenario FSAP 2009 yang
dan KCBA relatif lebih rendah dengan CAR diatas 20%.
menskenariokan pertumbuhan ekonomi (PDB) menjadi
Berdasarkan rata-rata historis, persentase NPL selama 10
0%. Dengan menggunakan skenario tersebut, CAR
tahun terakhir tercatat sebesar 4,5%. Dengan skenario
perbankan berpotensi turun sebesar 274 bps menjadi
kenaikan NPL menjadi 5%, CAR perbankan hanya turun
15,21%. Transmisi penurunan CAR berasal dari kenaikan
sebesar 92 bps menjadi sebesar 17,04%.
NPL bank sebesar 5,22 kali dengan skenario penurunan
Grafik 5.1 Hasil Stress Test Risiko Kredit
GDP s.d 0%. Peningkatan NPL tersebut diasumsikan berasal dari kredit Lancar (kol 1) dan Kurang Lancar (kol 2)
CAR 18%
menjadi Diragukan (Kol 4). Perubahan kolektabilitas Kredit akibat tambahan nominal NPL berdampak meningkatnya
-274 bps
16% 14% 12%
provisi yang harus dibentuk bank. Dengan demikian, pembentukan tambahan provisi akan mengurangi modal.
10% 8% 6%
Berdasarkan kelompoknya, kelompok BPD, Persero dan Swasta terindikasi paling rentan tehadap peningkatan
4% 2% 0%
risiko kredit dengan masing-masing CAR setelah stress test
CAR Awal
NPL5%
NPL7,5%
NPL10% NPL12,5%
NPL15% FSAP Skenario NPL9,8%
sebesar 10,76%, 13,50%, dan 13,77%. Ketiga kelompok
85
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
Grafik 5.3 Hasil Stress Test Peningkatan Suku Bunga
5.2.3 Penilaian Risiko Pasar Dari sisi risiko pasar, eksposur aset dan
CAR
liabilities perbankan berjangka pendek yang rentan terhadap perubahan suku bunga mengalami sedikit
18%
-180 bps
16% 14%
peningkatan pada semester I 2013. Berdasarkan tenornya, maturity profile rupiah yang berjangka pendek
12% 10% 8%
(<12 bulan) mencatat adanya kenaikan posisi neto kewajiban jangka pendek bank, yaitu dari Rp275,15
6% 4% 2%
triliun (Desember 2013) menjadi Rp327,69 triliun (Juni
0% CAR Awal
2013). Dari posisi kewajiban tersebut, sebagian besar
suku bunga naik 1%
suku bunga suku bunga suku bunga suku bunga FSAP Skenario naik 2% naik 3% naik 4% naik 5% sk. bunga naik 10%
bertenor sampai dengan 1 bulan dan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan semester sebelumnya.
Peningkatan risiko pasar, selain dapat bersumber dari peningkatan suku bunga rupiah,
Grafik 5.1 Maturity Profile Rupiah
juga dapat berasal dari penurunan harga obligasi negara. Pada periode awal krisis 2008, nilai mark to
Rp T 400
market portofolio Available for Sale (AFS) dan Trading
200
perbankan mengalami penurunan sebagai dampak dari
0
turunnya harga obligasi negara. Per Juni 2013, eksposur
-200
perbankan terhadap risiko penurunan harga obligasi
-400
negara sedikit meningkat dibandingkan dengan semester
-600
II 2012 yang berasal dari penambahan portofolio obligasi
-800 s.d 1 bulan
1-3 bulan Des-11
Jun-12
3-6 bulan Des-12
6-12 bulan Jun-13
negara AFS dan Trading menjadi Rp191,38 T (Juni 2013) dari Rp181,22 T (Desember 2012). Stress test penurunan harga obligasi negara sebesar
Stress test suku bunga rupiah berpotensi
20% berpotensi berpotensi menurunkan CAR perbankan
menurunkan CAR perbankan sebesar 180 bps menjadi
sebesar 118 bps menjadi 16,78%. Transmisi penurunan
16,15% dengan menggunakan skenario FSAP yaitu suku
CAR perbankan berasal dari kerugian mark to market
bunga rupiah naik sebesar 10% secara paralel pada seluruh
obligasi negara sebesar 20% dari total obligasi negara
maturity bucket yang berjangka waktu dibawah 1 tahun.
dalam portofolio AFS dan Trading. Berdasarkan kelompok
Transmisi penurunan CAR berasal dari potensi kerugian
bank, KCBA yang memiliki portofolio obligasi negara
bank yang berasal dari peningkatan interest bearing
terbesar berpotensi mengalami penurunan CAR paling
liabilities menyusul kenaikan suku bunga. Berdasarkan
signifikan yaitu sebesar 228 bps. Namun, karenaCAR
kelompok bank, BPD dan Persero yang memiliki net
KCBA berada pada level yang tinggi, yaitu diatas 30%,
kewajiban jangka pendek yang cukup signifikan menjadi
CAR akhir KCBA tetap berada diatas 30%. Kelompok bank
paling rentan terhadap risiko peningkatan suku bunga
Persero terkena dampak signifikan, yaitu mencatat CAR
rupiah dengan masing-masing CAR setelah stress test
akhir sebesar 14,85% dengan penurunan sebesar 170bps.
sebesar 11,88% dan 14,15%.
86
2
2 Sesuai dengan skenario FSAP.
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
Grafik 5.4 Hasil Stress Test Penurunan Harga SUN CAR
perbankan hanya turun sebesar 40 bps menjadi 17,55% atau tidak signifikan berpengaruh terhadap ketahanan modal dikarenakan eksposur perbankan yang relatif kecil.
18%
-147 bps
Berdasarkan kelompok bank, seluruh kelompok bank
16% 14%
memiliki ketahanan yang memadai terhadap eksposur
12%
risiko nilai tukar dengan CAR akhir yang tetap bertahan
10% 8%
diatas 15%.
6% 4%
Grafik 5.6 Hasil Stress Test Depresiasi Rupiah
2% 0% CAR Awal
Harga SUN -5%
Harga SUN -10%
Harga SUN -15%
FSAP Skenario Harga SUN -20%
Harga SUN -25%
CAR 18%
-40 bps
16%
Pelemahan nilai tukar rupiah juga menjadi salah satu risiko pasar yang berpotensi menekan CAR perbankan. Depresiasi nilai tukar rupiah berpotensi
14% 12% 10% 8% 6%
menimbulkan kerugian bank yang berasal dari peningkatan kewajiban valas bank menyusul pelemahan nilai tukar
4% 2% 0%
rupiah. Berdasarkan data eksposur valas perbankan pada
CAR Awal
Depresiasi RP 10%
Depresiasi RP 20%
Depresiasi RP Depresiasi RP 30% 40%
FSAP Skenario Depresiasi RP 50%
Juni 2013, posisi deviso neto (PDN) tercatat relatif rendah yaitu sebesar 2,93% atau tidak berubah banyak dari posisi
Secara umum, dari hasil stress test di atas dapat
Desember 2012 (2,91%). Sementara itu, nilai tukar rupiah
disimpulkan bahwa masing-masing kelompok bank
telah terdepresiasi dari sekitar Rp9.360/USD (Desember
masih cukup mampu menyerap eksposur risiko
2012) menjadi Rp9.780/USD (Juni 2013). PDN pada Juni
kredit dan risiko pasar. Hal ini ditunjukkan oleh level
2013 masih berada pada level yang rendah dibandingkan
CAR hingga semester I 2013 yang masih baik. Namun
dengan level maksimum yang diperbolehkan berdasarkan
demikian, perlu diwaspadai peningkatan eksposur risiko
ketentuan, yaitu 20%.
pada kelompok bank BPD khususnya terkait risiko kredit
Grafik 5.5 Posisi Devisa Netto per Kelompok Bank
dan kenaikan suku bunga rupiah. Grafik 5.7 Hasil Stress Test Kelompok Bank
PDN 5%
PDN
4,49%
35%
4,029% 3,77% 4,05% 3,80% 3,82%
4%
3,48% 3,09% 3,02%
3%
2,93% 2,91% 2,75% 2,70% 2,47%
2,55% 2,20% 2,10% 2,16%
2%
2,01% 2,17% 2,09% 1,99%
30%
25%
1,63%
20% 1,04%
1%
15%
0% Persero
Swasta
BPD
Des-11
Jun-12
Campuran Des-12
KCBA
Total
Jun-13
0% BPD
Swasta
Campuran
CAR Awal Kenaikan Suku Bunga Rupiah (10%) Pelemahan Nilai Tukar Rupiah (-50%)
KCBA
Persero
Kenaikan NPL (menjadi 9,8%) Pelemahan Harga Obligasi Negara (-20%)
Pada stress test pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 50%3, penurunan CAR relatif minimal. CAR
3 Sesuai dengan skenario yang digunakan dalam FSAP.
87
Bab 5. Tantangan SSK ke Depan
tumbuh cukup tinggi meskipun melambat dibandingkan
5.2.4 Analisis Risiko Contagion Bank harus lebih berhati-hati dalam melakukan
tahun 2012 dengan ketahanan yang masih tetap
aktivitasnya untuk menghindari terjadinya potensi
terjaga. Pertumbuhan kredit sampai dengan akhir 2013
contagion dikarenakan adanya saling keterkaitan
diperkirakan akan berada pada kisaran 19,0%-20,4%.
antarbank. Analisis contagion perbankan dilakukan
Sementara itu pertumbuhan DPK sampai dengan akhir
untuk mengetahui indikasi potensi dampak contagion
2013 diperkirakan akan berada pada kisaran 15,3% –
kegagalan suatu bank terhadap bank lainnya melalui
16,3%. Pelemahan pertumbuhan ekonomi disertai dengan
eksposur penempatan antar bank. Berdasarkan hasil stress
kenaikan inflasi, pelemahan nilai tukar dan kenaikan BI Rate
test dengan asumsi ekstrim yang dilakukan pada posisi
berpotensi menyebabkan meningkatnya risiko kredit, rasio
Juni 2013, terlihat bahwa apabila tujuh bank pemicu
NPL diprediksikan meningkat pada kisaran 2,3% - 2,6%.
(bank peminjam) mengalami default sehingga tidak dapat membayar kewajiban antarbanknya, maka akan terdapat
Grafik 5.8 Pertumbuhan Kredit (% YoY)
dua puluh bank yang permodalannya berpotensi tertekan (single failure impact). Dampak selanjutnya (multiple failure) menyebabkan permodalan tiga bank lainnya berpotensi ikut tertekan (second round impact). Bank Pemicu
Bank Terkena Dampak
A
B
C
D
E
F
G
H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA AB AC AD
5.3 PROSPEK KETAHANAN PERBANKAN DAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN Prospek perbankan Indonesia di tahun 2013 masih cukup baik namun perlu diwaspadai potensi kenaikan risiko kredit. Dengan mempertimbangkan peluang dan tantangan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia dan kinerja dan ketahanan perbankan saat ini, perbankan Indonesia diperkirakan akan masih
88
Grafik 5.9 Pertumbuhan NPL (%)
Grafik 5.10 Pertumbuhan DPK (% YoY)
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
Artikel
89
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
halaman ini sengaja dikosongkan
90
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
Artikel 1 Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia (Januar Hafidz1, Sagita Rachmanira2, Tika Octia3)
1. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memegang
melakukan pembiayaan mikro. Namun, seiring dengan
peranan yang pentingdan strategis dalam mendorong
semakin ketatnya persaingan penyaluran kredit kepada
perekonomian Indonesia.Hal ini antara lain dapat terlihat
sektor korporasi dan ritel, cukup besarnya pangsa usaha
melalui keberhasilan sektor UMKM untuk bertahan dan
mikro yang potensial untuk mendapatkan pembiayaan,
menopang perekonomian pada saat krisis. Kontribusi
serta marjin keuntungan segmen mikro yang relatif lebih
UMKM terhadap perekonomian yang cukup signifikan
tinggi dibandingkan sektor lainnya, mendorong bank
ini mengakibatkan sustainability dan pengembangan
umum untuk membiayai usaha mikro. Hal ini menyebabkan
UMKM menjadi sangat penting. Salah satu cara untuk
persaingan di segmen mikro menjadi semakin ketat,
mengembangkan dan memperkuat peran UMKM dalam
termasuk persaingan antara bank umum dengan BPR.
struktur perekonomian nasional adalah melalui peningkatan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penelitian
akses kredit/pembiayaan terhadap UMKM. Melalui risetnya,
ini disusun dengan tujuan untuk mengidentifikasi (i)
Morduch (1999) dan Robinson (2001) mengemukakan
karakteristik usaha dan pembiayaan mikro, (ii) tingkat
bahwa supply pembiayaan terhadap micro and small
persaingan/kompetisi di pembiayaan mikro bank umum
enterpreneurs (MSE) memegang peranan yang penting
dan BPR, serta (iii) tingkat efisiensi bank umum dan BPR.
dalam memerangi kemiskinan dan mampu mengakselerasi
Identifikasi terhadap tingkat efisiensi dilakukan mengingat
pertumbuhan ekonomi pada negara berkembang.
beberapa penelitian menunjukkan bahwapersaingan
Di Indonesia, dengan sistem keuangan yang bersifat
antar bank mampu mempengaruhi kinerja bank, salah
bank-based economy, pembiayaan terhadap UMKM saat
satunya mampu mempengaruhitingkat efisiensi (Casu dan
ini cenderung didominasi oleh sektor perbankan, baik bank
Girardone, 2007, Schaeck dan ihák, 2008).
umum4 maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pemberian kredit mikro awalnyalebih identik dilakukan oleh BPR
2. STUDI PUSTAKA
maupun lembaga keuangan mikro lainnya. Karakteristik
Kompetisi adalah saling berjuang antara dua individu
penyaluran kredit mikro yang bersifat high cost dan
atau beberapa kelompok untuk memperebutkan objek
high labour menjadi kendala bagi bank umum dalam
yang sama. Secara umum, terdapat dua pendekatan dalam teori kompetisi, yaitu pendekatan struktural dan non-
1) 2) 3) 4)
Penulis adalah Peneliti Ekonomi, Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Penulis adalah Peneliti Ekonomi, Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Penulis adalah Research Fellow, Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Bank umum terdiri dari Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS).
struktural (Bikker dan Haaf, 2002). Pendekatan struktural berangkat dari teori konvensional Industrial Organization
91
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
92
(IO) yakni perhitungan kompetisi yang didasarkan dari
dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada struktur perbankan
tingkat konsentrasi, atau yang dikenal dengan pendekatan
dengan tingkat persaingan yang tinggi, loyalitas nasabah
Structure Conduct Performance (SCP). Berdasarkan
cenderung menurun. Sehingga hubungan antara nasabah
pendekatan SCP, tingkat konsentrasi yang tinggi akan
dan bank menjadi kurang stabil dan lebih bersifat jangka
menghasilkan perilaku kolusif dan non-kompetitif. Semakin
pendek (Boot dan Schmeijts, 2005). Kondisi yang demikian
tinggi tingkat konsentrasi, semakin tinggi market-power.
selain dapat memicu munculnya permasalahan asymmetric
Dengan demikian terdapat korelasi negatif antara tingkat
information, juga menstimulus bank agar lebih fokus dan
konsentrasi dan kompetisi. Sementara itu, pendekatan
banyak mengeluarkan biaya pada kegiatan yang bertujuan
non-struktural lebih memfokuskan pada informasi yang
untuk meningkatkan loyalitas nasabah. Pendapat lain
diperoleh tentang perilaku kompetitif dan tidak bergantung
mengenai hubungan antara tingkat persaingan dan
dari tingkat konsentrasi, antara lain perhitungan kompetisi
efisiensi bank diungkapkan oleh Casu dan Girardone
yang didasarkan atas elastisitas revenue terhadap input
(2007). Hasil penelitian mereka menyimpulkan bahwa
price (Panzar dan Rosse, 1987). Secara umum terdapat
kondisi inefisien pada industri perbankan yang kompetitif
4 faktor yang mempengaruhi tingkat kompetisi industri
dapat diartikan sebagai 2 hal, yakni bank sedang struggling
perbankan yakni regulasi, fast-growing demand akan jasa
dengan tingkat kompetisi yang tinggi atau sebagai signal
perbankan, perkembangan teknologi, dan inovasi pasar
bahwa bank sedang tereksploitasi dengan peningkatan
keuangan global (Maudos et al, 2002).
market power.
Dalam dekade terakhir, penelitian mengenai
Secara umum, selain perhitungan sederhana melalui
tingkat kompetisi perbankan tidak hanya berhenti
accounting ratio, terdapat 2 (dua) pendekatan yang lazim
sampai teridentifikasinya persaingan. Bahasan mengenai
digunakan untuk menghitung tingkat efisiensi bank, yaitu:
bagaimana dampak kompetisi terhadap kinerja bank
pendekatan parametrik dan non-parametrik. Pendekatan
menjadi topik penelitian yang menarik. Salah satunya
parametrik memerlukan persyaratan spesifikasi dan
penelitian Schaeck danihák (2008) yang menyimpulkan
estimasi dari fungsi biaya atau fungsi produksi, sebagai
bahwa kompetisi antar bank mampu berpengaruh positif
contoh perhitungan efisiensi biaya dengan menggunakan
terhadap tingkat kesehatan melalui transmisi efisiensi.
metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution
Dalam penelitiannya, Schaeck dan ihák (2008) melakukan
Free Analysis (DFA). Hal utama yang perlu diperhatikan
pengujian terhadap 2 hipotesis, yakni The Competition-
dalam melakukan perhitungan tingkat efisiensi melalui
Efficiency Hypothesis dan didasarkan dari The Efficient
pendekatan ini adalah ketepatan dalam menentukan
Structure Hypothesis (Demsetz, 1973) yang menyatakan
spesifikasi fungsi dan underlying proses stokastik yang
bahwa semakin tinggi market share, cenderung mempunyai
digunakan. Sedangkan pendekatan non-parametrik tidak
kemampuan untuk menciptakan harga yang lebih tinggi
memerlukan spesifikasi persamaan (fungsi) ekonometrik
dari marginal cost. Harga yang tinggi ini identik dengan
tertentu. Pendekatan ini menggunakan teknik program
kondisi yang kurang efisien. Sehingga sebaliknya, pada
linear untuk membentuk efficient frontier sebagai acuan.
pasar kompetitif dengan market share yang rendah,kecil
Salah satu metode non-parametrik yang sering digunakan
kemungkinan terciptanya harga di atas marginal cost.
untuk menghitung tingkat efisiensi di perbankan adalah
Kondisi ini mencerminkan tingkat efisiensi yang lebih
Data Envelopment Analysis (DEA).DEA memiliki keunggulan
baik.Sedangkan The Competition-Inefficiency Hypothesis
untuk mengukur tingkat efisiensi dari suatu aktivitas
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
ekonomi yang memiliki multiple input dan output. Pada
kredit UMKM. Akibatnya, plafon kredit UMKM setiap bank
tahun 2006, Fiorentino, et al mencoba mengukur tingkat
menjadi berbeda-beda tergantung dari risk appetite bank
efisiensi perbankan di Jerman melalui dua pendekatan,
tersebut. Dari sisi masyarakat/nasabah, kondisi ini kurang
SFA dan DEA. Beradasarkan penelitian tersebut, diperoleh
menguntungkan mengingat suku bunga kredit mikro yang
hasil bahwa pendekatan non-parametrik cenderung
lebih tinggi dibandingkan segmen kredit lainnya.
lebih sensitif terhadap pengukuran error dan outliers.
Saat ini,jumlah pembiayaan perbankan ke sektor
Sedangkan pendekatan parametrik menghasilkan estimasi
mikro diperkirakan baru mencapai 14,8%5 dari total usaha
tingkat efisiensi yang kurang stabil setelah 12 tahun
mikro yang ada.Sedangkan dari sisi bank, pembiayaan
periode estimasi.
mikro hanya 4,1% dari total kredit perbankan. Dengan
Penggunaan metode parametrik dan non-parametrik
demikian, masih terdapat peluang bagi bank untuk
dalam menghitung tingkat efisiensi lembaga keuangan,
meningkatkan penyaluran kredit mikro. Hal ini didukung
dapat dilakukan melalui 3 (tiga) konsep pendekatan
pula oleh potensi/permintaan masyarakat yang cukup
input output, yaitu pendekatan produksi, pendekatan
besar. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan
intermediasi, dan pendekatan aset. Pendekatan
fungsi intermediasi ke UMKM, melalui PBI yang sama Bank
produksimendefinisikan institusi keuangan sebagai
Indonesia mewajibkan bank umum untuk memberikan
produsen dari akun-akun deposit dan kredit. Sementara
pembiayaan kepada UMKM sekurang-kurangnya 20%
pendekatan intermediasimendefiniskan institusi keuangan
dari total pembiayaan bank. Batasan minimum ini akan
sebagai intermediator yang merubah liabilitis deposit
diimplementasikan secara bertahap sampai dengan
menjadi aset keuangan kredit. Hampir menyerupai
tahun 2018. Namun demikian, dalam peraturan tersebut
pendekatan intermediasi, pendekatan asetmendefinisikan
tidak ditentukan pangsa minimum untuk masing-masing
institusi keuangan sebagai pencipta aset-aset, terutama
komponen UMKM.
kredit.
Sampai dengan akhir 2012, kredit mikro memiliki pangsa yang terendah dari porsi pembiayaan UMKM
3. KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN
bank umum (18,5%). Karakteristik sebagian besar
PEMBIAYAAN USAHA MIKRO
usaha mikro yang bersifat tidak feasible dan/atau tidak
Melalui PBI No.14/22/PBI/2012, Bank Indonesia
bankable, regulasi bank umum yang cukup kompleks,
mendefinisikan kredit mikro sebagai kredit yang diberikan
serta penerapan prinsip tingkat kehati-hatian, terkadang
kepada pelaku usaha yang memenuhi kriteria usaha mikro.
menjadi kendala bagi usaha mikro untuk mendapatkan
Adapun definisi usaha mikro sebagaimana tercantum
pembiayaan bank. Sementara dari sisi bank, penyaluran
dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM adalah
kredit mikro juga bukan hal yang mudah. Diperlukan biaya
usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
operasional yang cukup tinggi serta sumber daya manusia
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro
(SDM) yang tidak sedikit dan memiliki keahlian khusus
sebagai berikut: (i) memiliki kekayaan bersih paling banyak
dalam pemberian kredit mikro, termasuk pendekatan yang
Rp50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
lebih intens dibandingkan dengan segmen komersial dan
usaha; dan (ii) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling
korporasi. Selain itu, lokasi usaha mikro yang sebagian
banyak Rp300 juta. Namun demikian, peraturan tersebut tidak mengatur besarnya plafon untuk setiap segmen
5) Dengan menggunakan angka potensi usaha mikro dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
93
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
besar berada di pelosok, mengakibatkan bank sering
dominan sebagai pelaku kredit mikro antara lain karena
mengalami kendala infrastruktur antara lain transportasi,
didukung oleh infrastruktur dan permodalan yang lebih
komunikasi, supply cash (peredaran uang), dan fasilitas
kuat, sumber dana yang cukup, jaringan kantor yang
perbankan lainnya seperti pembukaan kantor cabang
luas, serta kuantitas dan kualitas SDM yang memadai bila
dan ATM. Akibatnya, tidak semua bank umum memiliki
dibandingkan dengan BPR. Sementara itu, berdasarkan
eksposur kredit mikro. Sebaliknya, kredit mikro memiliki
jumlah rekening, kredit mikro memiliki jumlah rekening
pangsa tertinggi dari total pembiayaan UMKM BPR, yakni
yang cukup signifikan. Pangsa rekening kredit mikro
69,7% (Desember 2012). Regulasi BPR yang relatiftidak
terhadap rekening kredit UMKM sangat dominan yakni
seketat bank umum, dan juga lokasi BPR yang berdekatan
mencapai 79,96%. Sedangkan dibandingkan rekening
dengan usaha mikro, menyebabkan proses pembiayaan
total kredit porsinya tercatat sebesar 14,56%.
mikro oleh BPR menjadi lebih mudah dan cepat. Oleh karena itu, kredit kepada usaha mikro menjadi salah satu kredit andalan di BPR.
Grafik Artikel 1.3 Pangsa Kredit Mikro terhadap Rekening Kredit UMKM (%) 20,04
Grafik Artikel 1.1 Pangsa Kredit Mikro terhadap Total Kredit Bank Umum dan BPR (%)
79,96
4,06
Mikro
95,94
Mikro
Kecil & Menengah
Grafik Artikel 1.4 Pangsa Rekening Kredit Mikro terhadap Rekening Total Kredit (BU dan BPR - %) Non Mikro
14,56
Grafik Artikel 1.2 Pangsa Kredit Mikro terhadap Bank Umum dan BPR (%)
85,44
13,79 Mikro
Non Mikro
86,21
a. Bank Umum Perkembangan Kredit UMKM Mikro BU
Mikro BPR
Selama 3 tahun terakhir, penyaluran kredit bank
94
Karakteristik lain dari kredit mikro adalah jumlah
umum kepada usaha mikro terus meningkat, baik dari sisi
debitur kredit mikro perbankan yang sangat banyak
volume maupun jumlah bank yang bermain di segmen
namun dengan nominal kredit yang relatif kecil. Dari sisi
mikro. Secara total, pangsa kredit UMKM terhadap total
nominal, bank umum merupakan penyalur kredit mikro
kredit perbankan mencapai 19,31% (Desember 2012),
terbesar dengan porsi 86,21% dari total kredit mikro
dengan pangsa kredit mikro terhadap total kredit UMKM
perbankan, sedangkan BPR hanya sebesar 13,79%.
dan total kredit perbankan masing-masing sebesar 18,46%
Kondisi ini menunjukkan bahwa bank umum lebih
dan 3,57%. Sementara itu dari sisi kualitas, pemberian kredit
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
mikro bank umum diimbangi dengan kualitas kredit yang
Ke depan, pemberian kredit UMKM dari bank umum
terjaga. Hal ini tercermin dari rasio NPL grosskredit mikro
melalui BPR diperkirakan akan semakin meningkat, baik
yang selalu dibawah angka 3% selama tiga tahun terakhir,
secara nominal maupun jumlah banknya. Hal ini antara
atau lebih rendah dari NPL grosssegmen kredit kecil (4,74%),
lain didukung oleh faktor-faktor berikut: (i) peraturan
menengah (2,57%) dan UMKM secara total (3,23%).
Bank Indonesia yang mewajibakan bank umum untuk memiliki eksposur kredit UMKM setidaknya 20% dari
Tabel Artikel 1.1 Perkembangan Kredit Mikro Bank Umum Konvensional
total kredit; (ii) usaha MKM yang terbukti relatif lebih tahan dalam menghadapi gejolak perekonomian serta
Tahun Nominal Pangsa thd Pangsa thd NPL (T RP) Kredit Total Gross UMKM (%) Kredit (%) (%)
mampu menghasilkan pendapatan yang relatif stabil dan cukup prospektif; serta (iii) demand masyarakat akan
2010
71,63
19,02
4,03
2,69
kredit UMKM (termasuk kredit mikro) yang dinilai masih
2011
88,02
19,21
3,97
2,33
cukup tinggi. Terlebih, data menunjukkan bahwa beberapa
2012
97,18
18,46
3,57
2,49
bank yang fokus kepada penyaluran kredit mikro dan/ atau UMKM, cenderung mempunyai rasio net interest
Dalam menyalurkan kredit mikro, bank umum dapat
margin (NIM) yang lebih besar dari peer group dan juga
melakukannya dengan cara langsung kepada masyarakat
dari rata-rata industri perbankan. Hal ini mencerminkan
dan melalui lembaga lain atau yang dikenal dengan linkage
bahwa kredit mikro mampu menghasilkan pendapatan
program melalui BPR. Program ini dapat dilakukan dengan
yang memadai bagi bank.
skim executing dan channeling. Selama 3 tahun terakhir, linkage program menunjukkan trend yang meningkat
Komponen Suku Bunga
hingga mencapai Rp7,29 T pada tahun 2012, khususnya
Saat ini sumbangan kredit mikro terhadap pendapatan
pada skimexecuting. Kenaikan tersebut terjadi seiring
bunga kredit perbankan masih relatif rendah yakni
dengan bertambahnya jumlah bank umum dan BPR yang
sebesar 6,1%. Namun, pangsa tersebut berpotensi untuk
terlibat di dalam linkage program. Hal ini berdampak positif
terus meningkat seiring dengan meningkatnya volume
mendorong turunnya suku bunga yang dikenakan oleh
penyaluran kredit mikro.
bank umum kepada BPR pada skim executing.
Tabel Artikel 1.2 Perkembangan Linkage Program
Desember - 10
Desember - 11
Desember - 12
Executing Outstanding (juta Rp) Bank Umum BPR Rata-rata Suku Bunga (%) Kisaran Suku Bunga (%)
2.660.382
3.826.197
6.428.560
36
41
49
443
4503
545
13,03
12,29
11,78
7,5 - 17,00
7,00 - 17,00
6,50 - 16,78
1.851.529
1.937.635
861.395
126
122
118
4.511.911
5.763.832
7.290.055
Executing Outstanding (juta Rp) BPR Total Linkage
95
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
penjelasan diatas, bank mempertimbangkan banyak hal
Tabel Artikel 1.3 Kontribusi Kredit UMKM terhadap Pendapatan Bunga Kredit Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga (%)
Segmen Kredit
2011
dalam menetapkan suku bunga simpanan antara lain suku
Kontribusi thd Pendapatan Bunga Kredit (%)
2012
2011
2012
bunga bank pesaing, kebutuhan likuiditas, strategi usaha bank dan target-target yang telah ditetapkan (antara lain target penyaluran kredit dan laba). Sedangkan komponen pembentuk SBDK yang terbesar, yaitu OHC, sebagian
Kredit Mikro
17,22
17,52
6,1
6,1
Kredit Makro
15,49
14,65
9,2
8,7
Kredit Menengah
11,75
11,4
10,7
10,8
besar dipengaruhi oleh biaya tenaga kerja (BTK) dan biaya promosi. Besaran BTK antara lain terkait dengan perkembangan usaha bank, kebutuhan pegawai, serta
Dengan menggunakan pendekatan konsep Suku
program pemeliharaan dan pengembangan pegawai
Bunga Dasar Kredit (SBDK), struktur suku bunga kredit
(retaining program). Sejalan dengan hal tersebut, data
mikro terdiri dari 4 komponen yakni Harga Pokok Dana
menunjukkan bahwa BTK cenderung meningkat sejak
untuk Kredit (HPDK), biaya overhead (OHC), marjin
tahun 2000 sampai dengan 2012. Kenaikan tersebut harus
keuntungan dan premi risiko. Berdasarkan laporan 11
diiringi dengan peningkatan produktivitas pegawai baik
bank yang mempunyai segmen kredit mikro yang cukup
dalam hal penyaluran kredit, penghimpunan dana maupun
signifikan, secara rata-rata (simple average) komponen
dalam menghasilkan laba.
terbesar pembentuk suku bunga kredit mikro adalah OHC
Sementara itu, perkembangan biaya promosi antara
sebesar 40%, diikuti HPDK (30%), serta marjin keuntungan
lain terkait dengan strategi usaha, upaya meningkatkan
dan premi risiko masing-masing sebesar 15%. Dengan
brand awareness masyarakat, posisi persaingan di industri
demikian, upaya penurunan suku bunga kredit mikro dapat
dan juga sebagai upaya untuk mempertahankan nasabah.
dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi (fokus
Secara industri, pangsa biaya promosi terhadap beban
ke HDPK dan OHC) serta penetapan marjin keuntungan
operasional cenderung meningkat sejak tahun 2010
dan premi risiko yang wajar.
namun masih relatif rendah yakni sebesar 2,21% per
Penyumbang terbesar HPDK adalah biaya DPK yakni
Desember 2012. Sedangkan jika dibandingkan dengan
sekitar 73% dari HPDK. Hal ini terkait dengan besaran
DPK, kredit dan total aset porsi biaya promosi sangat
suku bunga simpanan dan volume DPK. Sebagaimana
rendah yakni dibawah 0,3%.
Tabel Artikel 1.4 Rekapitulasi Kontribusi/Kinerja Tenaga kerja per Kelompok Bank No
Kelompok Bank
TA/TK (Juta Rp) 2011
2012
Laba/TK (Juta Rp) 2011
2012
Kredit/TK (Juta Rp)
DPK/TK (Juta Rp)
2011
2012
2011
2012
B.Diklat/TK (Juta Rp) 2011
2012
BTK/TA (%) 2011
2012
BTK/Laba (%) 2011
2012
1
persero
9.311
7.449
231,14
200,15
5.453,87
4.654,67
7.296,86
5.829,85
7,12
5,72
1,36
1,41
54,75
52,48
2
Swasta Devisa
8.580
8.551
146,97
158,43
5.401.62
5.587.89
6.864,06
6.787,70
5,49
5,19
1,40
1,43
81,63
77.41
3
Swasta Non Devisa
3.580
2.852
47,88
56,97
1.947,55
1.913,15
2.371,42
2.207,92
2,97
3,20
2,44
2,49
155,32
124,70
4
BPD
8.555
7.938
211,00
193,65
4.947,65
4.737,44
6.626,26
6.029,41
7,75
7,53
1,97
1,95
80,01
80,12
5
Campuran
6
KCBA
7
Industri
18.732
16.541
259,54
269,62
12.425,19
11.526,87
11.835,57
9.975,05
11,72
9,27
1,24
1,20
89,58
73,85
26.941
28.804
509,67
488,37
13.702,00
16.481,55
14.202,72
14.202,72
13,50
15,38
1,19
1,13
63,08
66,60
8.938
8.083
182,98
175,70
5.385,25
5.104,22
6.807,90
6.079,38
6,33
5,68
1,45
1,48
70,66
67,60
Ket TA = Total Aset, TK = Jmh Tenaga Kerja, B.Diklat = Biaya Pendidikan dan Pelatihan, DPK = Dana Pihak Ketiga, BTK = Biaya Tenaga Kerja, Laba = Laba Bersih
96
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
Di dalam menetapkan marjin keuntungan, bank
menjadi dibawah 50% dari total kredit sejak tahun
antara lain memperhatikan tingkat persaingan, target laba
2011. Sementara itu, berbeda dengan perkembangan
yang telah ditetapkan (tercantum di dalam Rencana Bisnis
kredit mikro bank umum, kualitas kredit mikro BPR justru
Bank - RBB), dan juga strategi pengembangan usaha bank
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan segmen
(antara lain berupa pemupukan laba untuk meningkatkan
kredit lainnya, namun dengan tren yang menurun. Hal
modal). Adapun estimasi premi risiko selain terkait dengan
ini tercermin dari rasio NPL grosskredit mikro BPR yang
data historis kinerja NPL kredit mikro, juga terkait dengan
mencapai 7,61% per Desember 2012.
proyeksi bank terhadap kemampuan membayar, prospek
Komponen Suku Bunga
usaha dan kinerja debitur. Oleh karena itu, bank perlu mempunyai database yang baik dan mengembangkan
Sumber dana BPR dalam membiayai kredit sebagian
metode/cara perhitungan yang akurat untuk menghitung
besar adalah DPK yang mencapai 81,15% dari total sumber
premi risiko baik untuk individu debitur maupun kelompok
dana. Pada tahun 2012 pertumbuhan DPK tercatat lebih
debitur agar bank dapat menetapkan premi risiko yang
rendah dari kredit, sehingga hal ini perlu dicermati terkait
wajar kepada nasabah.
dengan kesinambungan penyaluran kredit. Sementara itu selama 3 tahun terakhir LDR BPR relatif cukup tinggi
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
yakni rata-rata sebesar 78%. Dengan kondisi tersebut BPR
Perkembangan Kredit UMKM
membutuhkan sumber dana lain untuk membiayai kredit
Pangsa kredit mikro terhadap total kredit BPR
antara lain melalui linkage program dengan bank umum.
menunjukkan tren yang menurun sejak tahun 2010
Sebagai alternatif sumber dana, linkage program memiliki
hingga menjadi 31,21% pada tahun 2012, namun tetap
keunggulan dan kelemahan. Rata-rata suku bunga linkage
merupakan porsi yang terbesar dibandingkan segmen
program yang mencapai 11,78% pada tahun 2012,
kredit kecil dan menengah. Perkembangan yang sama
merupakan sumber dana mahal bagi BPR mengingat
juga terjadi pada pangsa kredit UMKM yang turun
rata-rata suku bunga deposito BPR hanya 8,40%. Di sisi
Tabel Artikel 1.5 Perkembangan Kredit Mikro BPR
Penggolongan Kredit
P os is i (miliar R p)
P ertumbuhan (%)
2011
2012
33.844
41.100
49.819
21,44
21,22
100
100
100
6,10
5,22
4,75
a. Mikro
12.668
14.292
15.551
12,82
8,81
37,43
34,77
31,21
8,61
8,03
7,61
b. Kecil
3.669
3.795
4.838
3,45
27,48
10,84
9,23
9,71
6,08
5,86
5,70
c. Menengah
1.313
2.421
3.408
84,45
40,74
3,88
5,89
6,84
7,20
3,86
4,03
d. Non-MKM
16.195
20.591
26.022
27,14
26,38
47,85
50,10
52,23
4,09
3,32
2,96
33.844
41.100
49.818
21,44
21,21
100
100
100
6,10
6,10
4,75
16.790
19.557
23.030
16,48
17,76
49,61
47,59
46,23
8,40
7,54
6,69
b. Investasi
1.929
2.364
2.964
22,56
25,40
5,70
5,75
5,95
5,06
4,17
4,65
c. Konsumsi
15.126
19.178
23.824
26,79
24,22
44,69
46,66
47,82
3,71
2,99
2,63
Per Jenis Penggunaan a. Modal Kerja
2012
2010
2011
NP L (%)
2010
Per Jenis Usaha *
2011
P angs a (%) 2012
2010
2011
2012
*) Untuk data tahun 2010 dan 2011, kriteria kredit berdasarkan jenis usaha telah disesuaikan dengan kriteria UMKM dalam UU No.20 Thn 2008 Tentang UMKM
97
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
lain, selain tidak diperlukannya biaya tambahan untuk
serta biaya promosi dan edukasi yang masing-masing
penghimpunan dana, kontribusi dana dari linkage program
memiliki pangsa sebesar 52,61%, 13,74% dan 9,54%.
terhadap sumber dana BPR hanya sekitar 17%. Dengan
Dominasi BTK terjadi seiring perkembangan usaha
demikian, sumber dana linkage program seharusnya tidak
BPR yang mana kebutuhan pegawai serta supply akan
otomatis meningkatkan suku bunga kredit mikro BPR.Oleh
tenaga kerja berkualitas meningkat (retaining program).
karena itu, kedepan BPR perlu mempunyai strategi untuk
Sementara itu, kenaikan biaya promosi terkait dengan
menyeimbangkan sumber dananya baik yang berasal dari
upaya BPR untuk memperkenalkan produk dan layanannya
DPK (dengan kondisi persaingan yang semakin ketat, baik
kepada masyarakat serta bagian dari upaya untuk
sesama BPR maupun dengan bank umum) dan linkage
mempertahankan nasabah seiring dengan persaingan
program (dengan kondisi pasokan dana yang sangat
yang semakin ketat.
besar dari bank umum namun suku bunganya relatif
Marjin keuntungan merupakan pembentuk terbesar kedua terhadap suku bunga kredit mikro BPR. Beberapa
lebih tinggi ). Diantara segmen kredit UMKM lainnya, suku bunga
faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain adalah:
kredit mikromerupakan yang tertinggi (33,14% pada
(i) kredit merupakan sumber utama pendapatan bunga
tahun 2012) namun dengan tren yang menurun seiring
BPR; (ii) laba merupakan komponen modal sehingga laba
upaya efisiensi yang terus dilakukan oleh BPR. Tingkat
yang tinggi dapat meningkatkan permodalan BPR yang
bunga ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan suku
berguna untuk ekspansi usaha; dan (iii) berdasarkan hasil
bunga kredit mikro bank umum (17,52%). BPR memiliki
survey, nasabah kredit UMKM (termasuk mikro) tidak
struktur suku bunga yang serupa dengan bank umum
terlalu memperhatikan suku bunga kredit yang dikenakan
namun dengan komposisi yang berbeda. Pangsa HPDK,
oleh BPR karena akses dan kecepatan merupakan aspek
OHC, marjin keuntungan dan premi risiko masing-masing
yang paling penting bagi nasabah, sehingga hal ini menjadi
sebesar 23,42%, 31,18%, 29,52%, dan 15,89%.
salah satu pertimbangan bagi BPR untuk menetapkan
Tabel Artikel 1.6 Perkembangan Suku Bunga Kredit UMKM BPR Jenis Usaha Kredit
suku bunga kredit yang relatif tinggi. Marjin keuntungan yang tinggi tersebut menyebabkan rasio ROA dan NIM
Rata - Rata Suku Bunga (%)
industri BPR relatif tinggi bahkan lebih tinggi dari bank
2010
umum. Selanjutnya, komponen pembentuk suku bunga
2011
2012
Mikro
34,51
34,00
33,14
Kecil
29,87
27,39
26,57
Menengah
24,23
24,55
25,15
Selain MKM
28,13
27,30
26,12
kredit mikro yang pangsanya terkecil adalah premi risiko. Besaran premi risiko yang ditetapkan oleh BPR cukup moderatwalaupun NPL gross kredit mikro rata-rata sebesar 8,08% pada periode 2010-2012.
Seperti halnya bank umum, HPDK BPR sangat
98
bergantung dari volume dan besaran suku bunga DPK
4. TINGKAT KOMPETISI PEMBIAYAAN USAHA
sebagai sumber dana utama BPR. Sementara OHC
MIKRO ANTARA BANK UMUM DAN BPR
merupakan penyumbang terbesarterhadap beban
Perhitungan tingkat kompetisi dalam penelitian
operasional BPR dengan rata-rata pangsa dalam 3 tahun
ini dilakukan melalui pendekatan struktural dengan
terakhir sebesar 51,61%. Adapun komponen terbesar
menghitung Herfindahl-Hirschman Index atau yang dikenal
pembentuk OHC adalah BTK, biaya barang dan jasa,
dengan Herfindahl Index (HHI). HHI merupakan alat
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
statistik yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat
yang sama besar, dan mencapai nilai tertinggi sebesar
konsentrasi. Menurut Bikker dan Haaf (2002), kemampuan
17 dalam keadaan pasar persaingan tidak sempurna
rasio konsentrasi dalam mencerminkan kondisi struktural
(monopoli). Kemampuan HHI untuk mengidentifikasi
pasar menjadikan rasio konsentrasi sebagai alat statistik
tingkat persaingan dalam sebuah pasar dapat dijelaskan
yang sering digunakan dalam model struktural untuk
pada bagan berikut: (Gambar 1.1)
menjelaskan kompetisi bank. Di beberapa negara, HHI
Berdasarkan teori ekonomi, market power menunjukkan
memegang peranan penting dalam proses pelaksanaan
seberapa besar kemampuan perusahaan untuk dapat menaikkan
antitrust perbankan. Sebagai contoh, Department of
harga di atas marginal cost(mc) dan sekaligus berperan
Justice dan The Federal Commission Amerika Serikat
sebagai penentu harga (price setter). Dengan demikian, pasar
menggunakan HHI sebagai indeks untuk mengukur
dengan market power yang tinggi mengindikasikan pasar
competitive effect dalam proses merger bank. US Horizontal
yang semakin mengarah ke monopoli. Hal ini sejalan dengan
Merger Guidelines of 2010, membagi threshold HHI dalam
pendekatan SCP pada bahasan sebelumnya yang menyatakan
3 (tiga) kategori, yakni: (i) Unconcentrated Markets, untuk
bahwa tingkat konsentrasi yang tinggi akan menghasilkan
HHI <1500; (ii) Moderately Concentrated Markets, untuk
perilaku kolusif dan non-kompetitif.
1500 < HHI < 2500; (iii) Highly Concentrated Markets,
Selanjutnya, guna melengkapi analisis dan untuk
untuk HHI >2500. Apabila proses merger menghasilkan
mengidentifikasi market power, dilakukan perhitungan
angka HHI pada kategori Highly Concentrated Markets
indeks konsentrasi terhadap k bank terbesar (CRk ) dengan
dengan perubahan HHI pre-merger dan post-merger lebih
formula sebagai berikut:
dari 200 point, maka merger dinilai berhasil mencapai tingkat konsentrasi yang cukup untuk menciptakan bank
(4.2)
ܴܥ ൌ ݏ ୀଵ
yang memiliki kekuatan pasar (market power). Batasan tersebut bukanlah angka yang baku, dan dapat berbeda
Tidak ada ketentuan khusus dalam menentukan jumlah
penerapannya di negara lain.
bank terbesar (k) yang masuk dalam perhitungan indeks
Secara matematis, HHI dapat diformulasikan sebagai hasil penjumlahan dari kuadrat tingkat konsentrasi
konsentrasi (CRk ). Jumlah k ditentukan berdasarkan arbitrary decision.
(pangsa) masing-masing bank yang berada dalam sebuah pasar, atau dinyatakan dalam rumusan berikut: (4.1)
Pada bagian ini, perhitungan HHI akan dilakukan terhadap pangsa pembiayaan usaha mikro di bank umum dan BPR. Oleh karena itu, perhitungan hanya akan
ܫܪܪൌ σୀଵ ݏଶ
melibatkan bank-bank yang memiliki eksposur kredit
di mana s merupakan pangsa dari masing-masing bank,
mikro8 . Adapun data yang digunakan bersumber dari
dan n adalah jumlah bank. HHI akan memiliki nilai terendah VHEHVDUìì®n6 yakni apabila setiap bank memiliki pangsa ìì'DSDWìGLQ\DWDNDQìGDODPìEHQWXNìODLQì ®Q ì
7) Dapat dinyatakan dalam bentuk lain 10.000 8) Tidak termasuk kelompok Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) dengan pertimbangan perbedaan karakteristik KCBA dengan kelompok bank lainnya, khususnya dalam hal permodalan dan biaya dana.
Gambar Artikel 1.1
HHI
Tingkatkonsentrasi
Marketpower
ሺ ݉ܿሻ
Lesscompetitive
99
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
Tabel Artikel 1.8 Tingkat Konsentrasi BPR
laporan bulanan individual bank kepada Bank Indonesia pada 3 (tiga) posisi, yaitu Desember 2010, Desember 2011,
2010
dan Desember 2012.
2011
2012
Rata-rata 3 tahun
Mengacu pada threshold HHI yang digunakan
Pangsa max (%)
3,44
3,71
3,25
3,47
di Amerika Serikat, dapat disimpulkan bahwa pasar
Pangsa min (%)
0,00001
0,00001
0,00001
0,00001
HHI
38,99
37,57
35,19
37,25
CR2
5,80
5,62
5,08
5,50
HHI tanpa 2 bank terbesar
24,33
22,65
23,60
23,53
Jumlah Bank
1530
1539
1548
kredit mikro bank umum dalam 3 (tiga) tahun terakhir dikategorikan sebagai highly concentrated markets. Angka HHI yang melampaui 2500 mengindikasikan adanya pelaku dominan dalam pemberian kredit mikro oleh bank umum. Hal ini diperkuat oleh pangsa 2 (dua) bank terbesar (CR2) yang mencapai >70%. Bahkan dari total kredit mikro yang didistribusikan oleh bank umum, >50%nya hanya berasal dari 1 (satu) bank. Namun demikian, apabila perhitungan HHI dilakukan tanpa mengikutsertakan bank pelaku dominan, pasar kredit mikro bank umum justru dikategorikan sebagai unconcentrated markets. Artinya, selain pada bank pelaku utama, terdapat indikasi adanya persaingan diantara sesama bank umum dalam pemberian kredit mikro.
Selanjutnya, dengan memperhitungkan bank umum dan BPR dalam satu kesatuan pasar kredit mikro, diperoleh kesimpulan yang relatif sama dengan pasar kredit mikro bank umum, yaitu angka HHI yang menunjukkan karakteristik highly concentrated markets dan kecenderungan adanya market power. Hal ini disebabkan oleh skala usaha BPR yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan bank umum. Akibatnya, peranan bank umum dalam pasar kredit mikro lebih dominan dibandingkan dengan BPR. Namun,
Sementara itu, berdasarkan angka HHI dalam 3 (tiga) tahun terakhir, pasar kredit mikro BPR dapat dikategorikan sebagai unconcentrated markets.Angka HHI yang sangat rendah mengindikasikan adanya persaingan diantara sesama BPR dalam pemberian kredit mikro, dengan tingkat persaingan yang cenderung meningkat selama periode pengamatan. Namun, dengan skala usaha BPR yang hanya terkonsentrasi pada wilayah tertentu, dapat diartikan bahwa kompetisi diantara sesama BPR dalam pemberian kredit mikro hanya
tanpa memperhitungkan pelaku utama, angka HHI menunjukkan karakteristisk unconcentrated markets dan mengindikasikan adanya persaingan antara bank umum dan BPR dalam pemberian kredit mikro. Perlu ditekankan bahwa dengan skala usaha BPR yang hanya terkonsentrasi pada wilayah tertentu, maka persaingan antara bank umum dan BPR dalam pemberian kredit mikro hanya dapat terjadi apabila berada dalam satu wilayah operasi yang sama.
terjadi pada BPR yang beroperasi di wilayah yang sama. Tabel Artikel 1.9 Tingkat Konsentrasi Bank Umum dan BPR
Tabel Artikel 1.7 Tingkat Konsentrasi Bank Umum 2010
2011
Pangsa max (%)
57,2
62,5
62,6
60,8
Pangsa max (%)
48,6
Pangsa min (%)
0,001
0,001
0,001
0,001
Pangsa min (%)
0,000002
HHI
3.616
4.119
4.084
3.940
HHI
2.610
3.045
3.035
2896,7
CR2
74,5
75,7
71,5
73,9
CR2
HHI tanpa 2 bank terbesar Jumlah Bank
100
2012
739,8
740,0
1.069,1
77
78
78
Rata-rata 3 tahun
849,6
2010
2011 53,7
2012
Rata-rata 3 tahun
54,0
52,1
0,000001 0,000002
0,000002
63,2
65,0
61,6
63,3
HHI tanpa 2 bank terbesar
264,5
271,2
442,6
326,1
Jumlah Bank
1607
1617
1626
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil survei dan FGD
industri, jumlah plafon per rekening kredit mikro di bank
yang menyimpulkan bahwa 90% BPR menganggap ada
umum lebih besar dibandingkan BPR, yakni >Rp10 juta
persaingan dengan bank umum, baik dalam memperebutkan
per rekening di bank umum dan
nasabah baru maupun take over debitur dan pegawai.
tersebut mengindikasikan adanya segmentasi debitur
Sebaliknya, hanya 42% bank umum yang merasa bersaing
kredit mikro antara bank umum dan BPR. Berdasarkan
dengan BPR. Adanya perbedaan segmen pasar mikro bank
pangsanya, sebagian besar kredit mikro yang disalurkan
umum dan BPR sebagaimana tercermin dari perbedaan
oleh bank umumberada dalam kisaran Rp10 juta – Rp50
plafon kredit mikro, mengakibatkan 58% responden bank
juta dan terjadi peningkatan pangsa plafon >Rp500 juta.
umum tidak merasa bersaing dengan BPR.Bagi bank umum,
Sementara pada BPR, terjadi pergeseran jumlah plafon
main competitor dalam pembiayaan kredit mikro justru
kredit mikro yang diberikan oleh BPR. Bila sebelumnya
sesama bank umum, khususnya dalam peer yang sama.
sebagian besar kredit mikro diberikan dalam plafon Rp1
Namun demikian, terdapat fenomena beberapa bank umum
juta – Rp10 juta per rekening oleh BPR, pada akhir periode
yang mulai melalukan pembiayaan mikro melalui sistem
pangsa terbesar berubah menjadi kisaran plafon Rp10
mass community/community banking, sehingga berpotensi
juta – Rp50 juta. Perkembangan tersebut menunjukkan
meningkatkan persaingan dengan BPR.
bahwa secara umum persaingan antara bank umum dan BPR dapat terjadi pada kisaran plafond Rp1 juta - Rp500
Tabel Artikel 1.10 Rata-Rata Plafond Kredit Mikro per Rekening
juta per rekening, dengan persaingan tertinggi terjadi pada kisaran plafond Rp10 juta - Rp50 juta.
Rp juta 2010 Bank Umum
2011
2012
13,1
15,8
16,9
7,3
8,1
9,4
BPR
5. TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM DAN BPR Perhitungan tingkat efisiensi dalam penelitian ini
Selama periode pengamatan 3 (tiga) tahun terakhir,
dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu perhitungan
rata-rata jumlah plafon per rekening kredit mikro pada
accounting ratio dan metode non-parametrik DEA.
bank umum maupun BPR mengalami peningkatan. Secara
Selanjutnya, hasil kedua pendekatan tersebut akan
Grafik Artikel 1.5 Pangsa Plafond Kredit Mikro per Rekening
5,4%
1,4%
2012
2011
2010 3,7%
0,1%
3,7%
1,6% 4,9%
27,2%
24,3%
2,8% 6,6%
7,7%
24,4%
37,6% 43,2%
47,0%
14,9%
52,7%
13,6%
56,5%
> 500 juta
53,1%
100 - 500 juta
Bank Umum
BPR
> 500 juta 49,6%
100 - 500 juta
50 - 100 juta
50 - 100 juta
10 - 50 juta
10 - 50 juta
1 - 10 juta
2,7%
14,1%
< 1 juta
Bank Umum
43,0%
BPR
< 1 juta
100 - 500 juta 50 - 100 juta 10 - 50 juta
1,3%
1 - 10 juta
2,5%
> 500 juta
52,6%
Bank Umum
1 - 10 juta
BPR
< 1 juta
101
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
dibandingkan dan dilihat tingkat konsistensinya. Adapun
bunga. Berdasarkan data historis sejak tahun 2005, rasio
data yang digunakan pada bagian ini bersumber dari
BOPO bank umum menunjukkan tren yang menurun.
laporan bulanan individual bank kepada Bank Indonesia,
Perkembangan ini mengindikasikan bahwa bank umum
meliputi bank umum maupun BPR untuk periode sampai
di Indonesia senantiasa berupaya untuk meningkatkan
dengan Desember 2012.
efisiensi, khususnya dalam upaya memberikan tingkat suku bunga yang wajar kepada masyarakat.
yang biasa digunakan sebagai indikator untuk mengukur
88 85
Des'12 Des-12
Apr12
Ags'12 Agust-12
Agt11
Des11
Apr11
Dec10
Apr10
Aug10
Dec09
Apr09
Aug09
dihitung dari seberapa besar biaya yang dikeluarkan
Dec08
70 Apr08
rasio BOPO, perhitungan tingkat cost efficiency bank
Aug08
76 73 Des-05
tersebut terletak pada perhitungan beban bunga. Pada
Dec07
82 79
Apr07
Income Ratio (CIR). Perbedaan mendasar dari kedua rasio
94 91
Apr06
terhadap pendapatan operasional (BOPO) dan Cost to
Aug06
tingkat efisiensi bank, yakni rasio beban operasional
Perkembangan Rasio BOPO Perbankan (%) 97
Aug07
Secara umum, terdapat 2 (dua) accounting ratio
Grafik Artikel 1.6 Perkembangan Rasio BOPO Bank Umum (%)
Dec06
5.1 Perhitungan Accounting Ratio
untuk menghasilkan sejumlah pendapatan. Sedangkan Grafik Artikel 1.7 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Perbankan (%)
pada CIR, tingkat cost efficiency bank dihitung tanpa memperhitungkan biaya bunga. Semakin rendah angka kedua indikator tersebut, menunjukkan tingkat efisiensi
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Perbankan (%) 18
yang semakin baik. Pada penelitian ini, perhitungan
16
tingkat efisiensi difokuskan melalui rasio BOPO. Secara
12
14 10
matematis, kedua rasio tersebut dihitung berdasarkan
8 6
formula berikut:
Apr-12
Des-11
Apr-11
Agust-11
Des-10
Agust-10
Apr-10
Des-09
Apr-09
Dep 1 bln
Agust-09
Des-08
Apr-08
Agust-08
Des-07
Apr-07
Des-06
Agust-07
Apr-06
Des-05
ை௦ሺைሻ ௗ௧ை௦ሺைሻ
Agust-06
(5.1) ܱܱܲܤሺΨሻ ൌ
4
Kredit
di mana BO meliputi beban bunga dan beban operasional selain bunga, serta PO meliputi pendapatan bunga dan pendapatan operasional selain bunga. ை௩ௗሺைுሻ
(5.2) ܴܫܥሺΨሻ ൌ ௗ௧௨௦ାௗ௧ை௦௬
102
Meningkatnya efisiensi bank umum sebagaimana tercermin dari perkembangan rasio BOPO tersebut di atas, serta didukung oleh tren penurunan suku bunga simpanan sebagaimana tercermin dari tren penurunan suku bunga
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, beban
deposito rupiah 1 bulan, diindikasikan telah mendorong
bunga DPK memegang pangsa terbesar di dalam beban
penurunan rata-rata suku bunga kredit. Berdasarkan data
operasional bank. Sementara dari sisi pendapatan
historis sejak tahun 2005, pergerakan rata-rata suku bunga
operasional, pendapatan bunga, khususnya bunga kredit,
kredit rupiah menunjukkan penurunan, yang mana per
merupakan penyumbang terbesar. Dengan demikian dapat
Desember 2012 tercatat sebesar 12,06%.
disimpulkan bahwa perkembangan rasio BOPO sangat erat
Namun sedikit berbeda dengan argumen
dipengaruhi oleh aktivitas intermediasi penghimpunan
tersebut, hasil diskusi dengan pengawas dan beberapa
dan penyaluran dana, baik dari sisi volume maupun suku
bank umum justru menghasilkan informasi bahwa
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
membaiknya tingkat efisiensi bank tidak selalu diikuti
BPR serta didukung oleh penurunan suku bunga simpanan,
dengan penurunan suku bunga kredit. Ketika bank
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan
semakin efisien maka bank akan memperoleh tambahan
suku bunga kredit BPR dan berimbas pada penurunan
pendapatan, antara lain akibat keberhasilan mengurangi
NIM BPR.
sejumlah biaya tertentu, sebagaimana tercermin dari peningkatan marjin bank. Di samping itu, terdapat
5.2 Pendekatan Data Envelopment Analysis
kecenderungan bahwa bank akan menjaga besaran suku
DEA pertama kali dikenalkan oleh Charnes, et
bunga kredit pada level tertentu berdasarkan hasil bench
al (1978) atau yang dikenal dengan model CCR, dan
marking dan peer group analisis, sehingga ketika bank
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Banker, et al
semakin efisien sebagian bank akan menaikkan marjin
(1984) atau yang dikenal dengan model BCC. Perbedaan
keuntungan sebagai balancing agar suku bunga kredit
diantara kedua model DEA tersebut terletak dari asumsi
tetap terjaga (tidak turun).
model yang digunakan. Model CCR menggunakan asumsi constant returns to scale (CRS) yang berarti satu
Tabel Artikel 1.11 Indikator Utama BPR INDIKATOR
2010
unit input akan menghasilkan unit output yang fixed.
2011
2012
returns to scale (VRS). Baik model CCR maupun BCC
Suku Bunga (%) Tabungan
5,53
5,21
4,68
Deposito
10,25
9,85
8,40
Kredit yang diberikan
30,56
29,48
28,29
dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yakni input oriented dan output oriented. Input oriented bertujuan untuk meminimalkan penggunaan input dalam rangka
Rasio (%) LDR
Sebaliknya, model BCC menggunakan asumsi variable
79,02
78,54
78,63
menghasilkan level output tertentu. Sedangkan output oriented bertujuan untuk memaksimalkan output dengan
ROA
3,16
3,32
3,46
ROE
26,71
29,46
32,63
BOPO
80,97
79,47
77,77
NPLGross
6,12
5,22
4,75
NPL Net
4,25
3,67
3,25
terhadap 110 bank umum 9 dan 1390 BPR dengan
12,92
12,09
11,96
menggunakan periode data Desember 2012. Mengingat
NIM
level input yang tersedia. Pada bagian ini, perhitungan DEA akan dilakukan
bahasan efisiensi pada penelitian ini akan dikaitkan Selanjutnya, kecenderungan membaiknya tingkat
dengan tingkat kompetisi dalam pemberian kredit
efisiensi juga terjadi pada industri BPR. Rasio BOPO industri
mikro, maka metode yang dipilih adalah DEA – output
BPR dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren
oriented melalui pendekatan intermediasi. Perhitungan
yang menurun hingga menjadi 77,77%. Sebagaimana
DEA dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) alternatif
bank umum, beban operasional BPR sangat dipengaruhi
variabel input output untuk setiap model CCR dan BCC.
oleh komponen beban bunga, khususnya bunga
Selanjutnya, hasil perhitungan DEA akan dibandingkan
DPK. Sementara itu dari sisi pendapatan, pendapatan
dengan tingkat efisiensi menggunakan accounting ratio,
operasional BPR juga didominasi oleh pendapatan bunga,
yaitu rasio BOPO yang erat dipengaruhi oleh aktivitas
khususnya dari kredit. Dengan demikian, rasio BOPO BPR
intermediasi.
juga sangat dipengaruhi oleh aktivitas intermediasi BPR. Sebagaimana bank umum, membaiknya tingkat efisiensi
9) Tidak termasuk kelompok Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) dengan pertimbangan perbedaan karakteristik KCBA dengan kelompok bank lainnya, khususnya dalam hal permodalan dan biaya dana.
103
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
Tabel Artikel 1.12 Modelling Strategy untuk Perhitungan Efisiensi Efficiency Approach
Model description
Accounting Ratio
BOPO = Beban Operasional/ Pendapatan Operasional DEA (Data Envelopment Analysis) Alternative
Input
Alternative 1 1. Beban Over head Frontier
2. Biaya DPK Alternative 2 1. Beban Over head 2. DPK Volume
Output 1. Pendapatan Bunga Kredit 2. Pendapatan Operasional Lainnya 1. Kredit Volume 2. Pendapatan Operasional Lainnya
Berbeda dengan rasio BOPO, angka DEA 100%
dengan sumber dana yang lebih bervariasi, pasar yang
justru menunjukkan tingkat bank yang paling efisien.
lebih luas, infrastruktur dan fasilitas yang lebih baik,serta
Berdasarkan hasil berhitungan DEA untuk kedua alternatif
SDM yang lebih memadai,bank umum mampu menekan
variabel input output, baik menggunakan model CCR
biaya operasional, khususnya OHC dan juga biaya dana,
maupun BCC, diperoleh kesimpulan yang sama, yaitu
dibandingkan dengan BPR.
tingkat efisiensi yang lebih baik pada bank umum
Hasil perhitungan DEA tersebut di atas konsisten
dibandingkan BPR. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
dengan perhitungan tingkat efisiensi melalui accounting
berikut. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, faktor
ratio, BOPO. Hal ini ditunjukkan dari hubungan antara DEA,
yang paling mempengaruhi tingkat efisiensi perbankan
baik model CCR maupun BCC, dengan rasio BOPO yang
adalah HDPK dan OHC. Pada BPR, dengan pasar yang
menunjukkan adanya korelasi negatif. Artinya,semakin
relatif terbatas maka guna menarik minat masyarakat
rendah rasio BOPO maka DEA akan menunjukkan
BPR cenderung memberikan tingkat bunga DPK, yang
hasil yang sebaliknya, yaitu semakin tinggi. Kedua hal
merupakan komponen terbesar HDPK, yang lebih tinggi
tersebut menunjukkan perkembangan yang sama,
dibandingkan dengan bank umum. Terlebih tingkat suku
yaitu tingkat efisiensi yang semakin baik. Selanjutnya,
bunga penjaminan BPR juga lebih tinggi. Sebaliknya,
tabel perbandingan antara hasil HHI dengan DEA
Grafik Artikel 1.8 Hasil DEA Perbandingan Rata-rata Tingkat Efisiensi (CCR)
%
100
100
80
80
80
80
60
60
60
60
40
40
40
40
20
20
20
20
0
0
100 BU
BPR
Alt 1
Alt 2
%
100 BU
BU & BPR
0
104
Perbandingan Rata-rata Tingkat Efisiensi (BCC)
%
%
BPR
BU & BPR
0 Alt 1
Alt 2
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
mengindikasikan bahwa bank umum cenderung memiliki
b.
Selanjutnya, skala usaha BPR yang jauh lebih kecil
angka HHI dan DEA yang lebih tinggi dibandingkan dengan
dibandingakan dengan bank umum menyebabkan
BPR. Artinya, dengan tingkat kompetisi yang lebih tinggi,
pangsa kredit mikro yang diberikan oleh BPR hanya
justru dihasilkan tingkat efisiensi yang cenderung lebih
13,79% dari total kredit mikro perbankan, sedangkan
rendah pada BPR, atau sejalan dengan teori Competition-
selebihnya (86,21%) diberikan oleh bank umum.
Inefficiency hypothesis.Namun, hal ini menjadi bias untuk
c.
Perhitungan tingkat kompetisi dalam penelitian
diartikan secara langsung, mengingat tingkat kompetisi
dilakukan melalui pendekatan struktural dengan
pada penelitian ini hanya difokuskan dalam pemberian
menghitung Herfindahl-Hirschman Index(HHI), dan
kredit mikro, sedangkan tingkat efisiensi hanya dihitung
diperoleh hasil sebagai berikut:
dari keseluruhan aktifitas bank. Walaupun efisiensi bank
ìì
$GDQ\Dì market power dalam pembiayaan
sangat dipengaruhi oleh kegiatan intermediasi, namun
kredit mikro oleh perbankan, yang mana >50%
pemberian kredit mikro memiliki pangsa yang terbatas
kredit mikro bank umum hanya diberikan
dari total intermediasi bank.
oleh 1 bank. Walaupun pangsa 1 bank tersebut sangat dominan, namun tidak selalu
Tabel Artikel 1.13 Korelasi DEA dan BOPO
berdampak negatif sepanjang tidak secara
CRS
signifikan mempengaruhi harga. Bahkan bank
VRS
Alt 1
Alt 2
Alt 1
Alt 2
tersebut saat ini justru dijadikan role model
BU
-0.570
-0.210
-0.515
-0.183
oleh bank lain dalam melakukan pembiayaan
BPR
-0.671
-0.367
-0.562
-0.333
BU & BPR
-0.668
-0.346
-0.572
-0.306
terhadap usaha mikro. ì
umum dan sesama BPR dalam pemberian
Tabel Artikel 1.14 Perbandingan HHI dan DEA HHI
CRS Alt 1
kredit mikro, dengan tingkat persaingan yang
Alt 1
Alt 2
BU
1.069
61.423
41.593 75.294
55.387
BPR
23.60
44.013
32.580 50.042
37.381
442.58
42.686
31.205 47.570
34.376
BU & BPR
lebih tinggi di BPR, khususnya bagi BPR dalam
VRS Alt 2
7HUGDSDWì SHUVDLQJDQì GLDQWDUDì VHVDPDì EDQNì
wilayah operasi yang sama. ì
7HUGDSDWì SHUVDLQJDQì DQWDUDì EDQNì XPXPì dan BPR dalam pembiayaan kredit mikro. Berdasarkan segmen, persaingan tertinggi terjadi pada kredit mikro dengan plafond
6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
antara Rp10 juta – Rp50 juta.
6.1 Kesimpulan a.
Sampai dengan akhir 2012, kredit mikro hanya
d.
antara bank umum dengan BPR yakni melalui linkage
memegang pangsa sebesar 4,06% dari total
program. Namun linkage program tersebut masih
pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan, baik
merupakan sumber dana mahal bagi BPR.
bank umum maupun BPR. Karakteristik pemberian kredit mikro yang bersifat high cost dan high labour antara lain menjadi kendala bagi bank umum dalam melakukan pembiayaan pada usaha mikro.
Selain persaingan secara langsung, terdapat sinergi
e.
Sementara itu dari sisi efisiensi terlihat bahwa tingkat efisiensi bank umum dan BPR menunjukkan tren yang membaik. Secara kuantitatif, perhitungan tingkat efisiensi dilakukan melalui Data Envelop
105
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
Analysis (DEA) dan accounting ratio (BOPO), dengan
lain BOPO dan NIM), SBDK dan suku bunga
ì
3HUKLWXQJDQì WLQJNDWì HILVLHQVLì GHQJDQì '($ì
kredit di dalam Rencana Bisnis Bank (RBB)
maupun BOPO menunjukkan hasil yang
yang selanjutnya RBB tersebut dievaluasi dan
sejalan, yang mana terdapat korelasi negatif
dimonitor oleh Bank Indonesia sebagai bagian
antara DEA dan BOPO.
dari supervisory action.
ì
+DVLOì SHUKLWXQJDQì '($ì PHQXQMXNNDQì EDKZDì
0HODNXNDQìSHPDQWDXDQìVHFDUDìUXWLQìWHUKDGDSì perkembangan suku bunga (kredit dan
dengan BPR.
simpanan) yang dilaporkan oleh bank yang
ì%LODìGLEDQGLQJNDQìGHQJDQìWLQJNDWìSHUVDLQJDQì
selanjutnya akan dilakukan supervisory action
diperoleh kesimpulan bahwa tingkat persaingan
jika diperlukan. ì
0HQGRURQJì linkage program antara bank
angka DEA yang cenderung lebih rendah. Hal
umum dengan BPR,dengan harapan BPR akan
ini sejalan dengan Competition-Inefficiency
mendapatkan dana tambahan dengan suku
hypothesis yang menyatakan bahwa kompetisi
bunga yang relatif rendah untuk disalurkan
mengakibatkan inefisiensi. Namun demikian,
kepada UMKM.
hasil ini menjadi bias mengingat kompetisi dalam penelitian ini hanya dilihat dari sisi
ì
'LìGDODPìNHWHQWXDQìMultilicense: -
Salah satu aspek yang dipertimbangkan
pembiayaan mikro yang memiliki pangsa
oleh Bank Indonesia ketika melakukan
relatif kecil terhadap total pembiayaan bank.
evaluasi RBB yang terkait dengan
Sementara efisiensi dihitung dari seluruh
pembukaan jaringan kantor bank
kegiatan intermediasi.
adalah aspek efisiensi, sehingga dapat
Kedepan, segmen mikro merupakan pasar yang
mendorong bank untuk senantiasa
potensial untuk dibiayai. Selain permintaan yang
meningkatkan efisiensinya.
masih cukup besar, kredit mikro relatif lebih tahan
-
Bank berdasarkan kelompoknya (Bank
terhadap gejolak perekonomian dengan kualitas
Umum Kegiatan Usaha - BUKU) wajib
kredit yang terjaga (NPL gross kredit mikro <3%).
menyalurkan kredit produktif dengan
Bank Indonesia sebagai regulator senantiasa
kisaran 55%-70% dari total kreditnya
berupaya untuk mendorong persaingan dan
yang wajib dipenuhi paling lambat akhir
efisiensi perbankan baik melalui ketentuan maupun
bulan Juni 2016. Dengan demikian supply
supervisory approach. Beberapa kebijakan yang telah
kredit produktif akan bertambah sehingga
dikeluarkan Bank Indonesia antara lain adalah:
dapat meningkatkan persaingan dan
ì
mendorong penurunan suku bunga
0HQJHOXDUNDQìNHWHQWXDQìNHZDMLEDQìSXEOLNDVLì informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
106
ì
bank umum relatif lebih efisien dibandingkan
yang lebih tinggi di BPR diikuti dengan rata-rata
g.
%DQNìZDMLEìPHPDVXNNDQìWDUJHWìHILVLHQVLìDQWDUDì
hasil sebagai berikut:
ì
f.
ì
-
Kewajiban penyaluran kredit produktif
pada bulan Maret 2011 (termasuk pengaturan
tersebut diatas termasuk di dalamnya
tambahan segmen Mikro pada bulan Februari
adalah kewajiban bank untuk
2013).
menyalurkan kredit kepada UMKM
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
paling rendah 20% dari total kredit bank
bank akan lebih memilih menyalurkan kredit ke
yang pemenuhannya secara bertahap
segmen kecil dan/atau menengah karena nominal
sampai dengan tahun 2018
kreditnya lebih besar jika dibandingkan segmen
Selain itu, di dalam penilaian tingkat kesehatan
mikro sehingga pencapaian target 20% lebih
bank dan juga di dalam monitoring rutin
managable. Oleh karena itu agar diperoleh proporsi
terhadap kinerja bank, aspek efisiensi
penyaluran kredit yang lebih merata untuk setiap
merupakan salah satu faktor penting yang
segmen kredit, sebaiknya pencapaian target 20%
menjadi perhatian dan penilaian pengawas.
kredit UMKM bank dapat dialokasikan secara proporsional untuk setiap segmen kredit disesuaikan
6.2 Rekomendasi
dengan kemampuan, kebutuhan dan strategi usaha
a.
bank.
Perlu dilakukan edukasi yang berkesinambungan baik oleh regulator, pemerintah maupun industri
bunga dalam linkage program agar menjadi sumber
suku bunga kredit yang dikenakan. Salah satu bentuk
dana murah bagi BPR namun tetap memberikan
edukasi yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia
keuntungan bagi bank umum. e.
Selama 3 tahun terakhir (2010 – 2012), NPL gross
segmen kredit mikro).
kredit mikro lebih rendah dari kredit kecil dan
Perlu diatur besaran plafon kredit untuk segmen
menengah yang menunjukkan membaiknya kinerja
mikro, kecil dan menengah agar: (i) terdapat
kredit mikro selama 3 tahun terakhir. Melihat
keseragaman plafon antar bank untuk kebutuhan
perkembangan diatas, dalam rangka pemenuhan
pelaporan/statistik, dan (ii) tidak menimbulkan
kewajiban penyaluran kredit UMKM paling rendah
kesempatan bagi bank untuk menempatkan suatu
20% dari total kredit bank, sekaligus untuk
debitur pada segmen mikro dengan tujuan untuk
mendorong penyaluran kredit ke segmen mikro
pengenaan suku bunga kredit yang lebih tinggi.
(insentif) maka perlu dikaji kemungkinan pengenaan
Pengaturan ini dimungkinkan karena: (i) merupakan
besaran ATMR untuk segmen mikro yang lebih
kewenangan Bank Indonesia untuk mengatur
rendah dari segmen kecil dan menengah.
batasan plafon kredit, dan (ii) UU No.20 tahun
c.
Perlu ditinjau dan didiskusikan kembali besaran suku
perbankan kepada masyarakat mengenai besaran
adalah melalui ketentuan publikasi SBDK (termasuk
b.
d.
f.
Perlunya kajian lebih lanjut mengenai peran
2008 tentang UMKM hanya menjelaskan/mengatur
bank umum dan BPR dalam pembiayaan usaha
mengenai pengertian/definisi usaha mikro, kecil
mikro, apakah bersifat substitusi (bersaing secara
dan menengah (tidak mengatur batasan plafon
langsung) atau komplemen (saling melengkapi/
kredit).
mengisi).
Di dalam PBI No.14/22/PBI/2012 tanggal 21 Desember
g.
Agar kajian tersebut lebih komprehensif, maka
2012, bank umum wajib menyalurkan kredit UMKM
kedepan perlu dilakukan kajian lanjutan antara
paling rendah 20% dari total kreditnya, tetapi tidak
lain untuk melihat peta persaingan per daerah
ditetapkan berapa porsi untuk masing-masing
dan juga penggunaan tools statistik yang lebih
segmen kredit (mikro, kecil dan menengah). Sehingga
baik terutama untuk melihat tingkat kompetisi/
untuk mencapai target tersebut kemungkinan besar
persaingan.
107
Artikel 1. Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Banker, R.D., A.W. Charnes, dan W.W. Cooper, 1984, “Some Models for Estimating Technical and Scale Inefficiencies in Data Envelopment Analysis”, Management Science, 30(9) 1078-1092. Bikker, J.A., dan K. Haaf, 2002, “Measure of Competition and Concentration in the Banking Industry: A Review of the Literature”, Economic & Financial Modelling 9, 53-98. Boot, A.W., dan A. Schmeijts, 2005, “ The Competitive Challenge in Banking”, Amsterdam Center for Law & Economics Working Paper No. 2005-08. Casu, B., dan C. Girardone, 2007, “Does Competition Lead to Efficiency? The Case of EU Commercial Banks”, Essex University, Discussion Paper No. 07-01. Charnes, A., W.W. Cooper, dan Rhodes, E., 1978, “Measuring the Efficiency of Decision Making Units”, European Journal of Operational Research, 2, 429-444. Demsetz, H., 1973, “Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy”, Journal of Law and Economics, Vol. 51, pp.393-414. Fiorentino, E., A. Karmann, dan M. Koetter, 2006, “ The Cost Efficiency of German Banks: A Comparison of SFA and DEA”, Discussion Paper, Series 2: Banking and Financial Studies 10, Germany: Deutsche Bundesbank. Maudos, J., J.M. Pastor, dan F. Perez, 2002, “Competition and Efficiency in the Spanish Banking Sector: The Importance of Specialisation”, Applied Financial Economics 12, 505-516. Morduch, J., (1999), “The Microfinance Promise”, Journal of Economic Literature, 37, 1569-1614. Panzar, J.C., dan J.N. Rosse, 1987, “Testing for ‘Monopoly’ Equilibrium’, Journal of Industrial Economics 35, 443-456.
108
Robinson, M., 2001, “The Microfinance Revolution: Sustainable Finance for The Poor”, World Bank, Washington D.C. Schaeck, K., dan M. ihák, 2008, “How Does Competition Affect Efficiency and Soundness in Banking? New Empirical Evidence”, ECB Working Paper No. 932 (Frankfrurt: European Central Bank).
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
Artikel 2 Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif (Pungky P. Wibowo1, Ricky Satria2, Primitiva Febriarti3) Untuk mengikutsertakan kelompok masyarakat kecil (the bottom of the pyramid) yang umumnya masih unbanked dalam sistem pereknomian dan keuangan, namun dengan tetap memperhatikan aspek efisiensi bagi penyelenggara dan terjangkaunya harga layanan oleh nasabah, diperlukan inovasi layanan jasa keuangan. Salah satu inovasi dimaksud adalah di sisi distribusi dan channel infrastruktur layanan sistem pembayaran dan keuangan yaitu branchless banking atau mobile payment service yang paska krisis 2008 banyak diimplementasikan di berbagai emerging market. Inovasi dimaksud menggunakan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta pihak ketiga, yang untuk implementasinya perlu didukung dengan inovasi regulasi yang proporsional. Upaya perluasan akses keuangan kepada masyarakat ini ditujukan bukan semata untuk keuangan inklusif, namun juga untuk stabilitas sistem keuangan, pertumbuhan ekonomi dan pengurangan inequality untuk menuju kesejahteraan.
KEUANGAN INKLUSIF DAN STABILITAS SISTEM
ì
KEUANGAN
'LYHUVLILNDVLìULVLNRìOLNXLGLWDVì3DGDìNULVLVììPHQMDGLì bukti bahwa ketergantungan bank pada dana
Dengan melihat dampak keuangan inklusif yang
NRUSRUDVLìVHEDJDLìVXPEHUìXWDPDìGDSDWìPHQLPEXONDQì
luas terhadap sistem keuangan, belakangan dapat
liquidity risk dengan cepat apabila satu atau dua
disimpulkan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan.
NRUSRUDVLì PHQDULNì GDQDQ\Dì WLEDWLEDì 'HQJDQì
Khan (2011) mendukung hal tersebut dengan menyatakan
GLUDQJNXOQ\DìPDV\DUDNDWìJRORQJDQìunbanked yang
bahwa keuangan inklusif dan stabilitas sistem keuangan
jumlahnya cukup besar meskipun dengan dana
bukan lagi menjadi suatu pilihan kebijakan namun
VHFDUDìLQGLYLGXìFXNXSìNHFLOìGDSDWìPHQMDGLìVXPEHUì
menjadi kebijakan yang harus dilakukan. Bahkan secara
dana baru bagi perbankan, dana retail.
eksplisit Khan berpendapat bahwa keduanya ibarat dua
ì
'LYHUVLILNDVLì ULVLNRì NUHGLWì 3HUEDQNDQì PHOD\DQLì GDQì
sisi dari mata uang yang sama (two sides of the same
PHQJHOXDUNDQìSURGXNì\DQJìFRFRNìXQWXNìPDV\DUDNDWì
coin). Beberapa hal yang menunjukkan keterkaitan erat
JRORQJDQì NHFLOì GDSDWì PHPEDQWXì SHUEDQNDQì
keduanya adalah sebagai berikut:
PHQGLYHUVLILNDVLì ULVLNRì NUHGLWQ\Dì %DQNì DNDQì OHELKì
ì 3HQXOLVìDGDODKì'LUHNWXUì'HSDUWHPHQì3HQJHPEDQJDQì$NVHVì.HXDQJDQìGDQì80.0ì%DQNì ,QGRQHVLD ì 3HQXOLVìDGDODKì$QDOLVì6HQLRUì'HSDUWHPHQì3HQJHPEDQJDQì$NVHVì.HXDQJDQìGDQì80.0ì %DQNì,QGRQHVLD ì 3HQXOLVìDGDODKì$QDOLVì'HSDUWHPHQì3HQJHPEDQJDQì$NVHVì.HXDQJDQìGDQì80.0ì%DQNì ,QGRQHVLD
WDKDQìWHUKDGDSìULVLNRìNUHGLWìGHQJDQìfailnya sejumlah GHELWXUì PLNURì GLEDQGLQJì VDWXì DWDXì GXDì GHELWXUì NRUSRUDVL
109
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
ì
ì
ì
3HQLQJNDWDQì NDSDELOLWDVì 6DODKì VDWXì V\DUDWì
HNRQRPLìWXPEXKìOHELKìsustain, termasuk penurunan
tercapainya keuangan inklusif adalah adanya
ULVLNRìVRVLDOìGDQìULVLNRìSROLWLNì
peningkatan literasi keuangan yang membantu
.HXDQJDQìLQNOXVLIìDNDQìVXOLWìGLODNXNDQìGDODPìNRQGLVLì
SHQLQJNDWDQì NHPDPSXDQì SHQJHORODDQì NHXDQJDQì
adanya instabilitas, bahkan financial exclusion justrudapat
Hal ini dilakukan melalui edukasi keuangan yang
memperparah situasi.
berkelanjutan. Edukasi keuangan yang efektif
6HODLQì KDOì WHUVHEXWì GLDWDVì NHELMDNDQì PRQHWHUì GDQì
dan terus menerus tentu akan meningkatkan
PDNURSUXGHQVLDOì XQWXNì PHUHVSRQì SHUNHPEDQJDQì PDUNHWì
NHPDPSXDQìPHQJHORODìNHXDQJDQì\DQJìEHUGDPSDNì
akan lebih efektif karena kebijakan yang dikeluarkan
SRVLWLIì EDJLì VWDELOLWDVì VLVWHPì NHXDQJDQì VHSHUWLì
dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat dimanapun
PHPEDQWXì PHQXUXQNDQì ULVLNRì GHIDXOWì NUHGLWì
EHUDGDì6HEDJDLìLOXVWUDVLìNHELMDNDQìPRQHWHUìPHODOXLìpolicy
'LPDQDìPDV\DUDNDWìPDPSXìPHQJHORODìEXGJHWìGDQì
rate umumnya ditransmisikan lewat perbankan, dalam hal
FDVKIORZì \DQJì WHQWXQ\Dì PHPEDQWXì PHQXUXQNDQì
ini perbankan akan melakukan penyesuaian suku bunga
ULVLNRìNUHGLW.
simpanan dan suku bunga kredit. Dengan keuangan
3HQLQJNDWDQì SHUVDLQJDQì /LWHUDVLì NHXDQJDQì
inklusif, masyarakat yang dulunya tidak menjadi nasabah
tentunya dapat meningkatkan bargaining position
bank, sekarang menjadi berbank tentunya terkena dampak
bagi masyarakat sehingga dapat memilih dan
SHQ\HVXDLDQìVXNXìEXQJDìWHUVHEXWì0DV\DUDNDWìDNDQìPHUXEDKì
PHPXWXVNDQìGHQJDQìEDLNìSLOLKDQìSURGXNìGDQìMDVDì
behaviour menabung maupun permintaan akan kredit.
GDULìEHUEDJDLìSHODNXìNHXDQJDQì0DV\DUDNDWìWHQWXQ\Dì
Namun demikian, perlu disadari bahwa upaya
DNDQì PHPLOLKì SURGXNì \DQJì SDOLQJì PXUDKì ULVLNRì
keuangan inklusif apabila tidak dilakukan secara benar
NHFLOìGDQìSHODNXìVHNWRUìNHXDQJDQì\DQJìVHKDWì+DOì
GDQìKDWLKDWLìGDSDWìEHUSRWHQVLìULVLNRìEDJLìSHUHNRQRPLDQì
LQLì WHQWXQ\Dì LQLì SRVLWLIì EDJLì SHUHNRQRPLDQì NDUHQDì
dan stabilitas mengingatbahwa:
akan meningkatkan persaingan sesama pelaku
ì
NHXDQJDQìXQWXNìPHPEHULNDQìSURGXNìGDQìMDVDì\DQJì
sistem keuangan apabila tidak disertai edukasi
WHUEDLNì3DGDìXMXQJQ\DìKDOìWHUVHEXWìGDSDWìPHPEDQWXì
akan menimbulkan assymetric information yang
SHQXUXQDQì FRVWì EDJLì SHUHNRQRPLDQì VHSHUWLì VXNXì
GDSDWì PHQMDGLì IDNWRUì SHQ\HEDEì NULVLVì 6HODLQì LWXì
bunga kredit yang rendah.
UHQGDKQ\Dì NHPDPSXDQì PHQJHORODì NHXDQJDQì
'HQJDQì WHUOD\DQLQ\Dì VHPXDì PDV\DUDNDWì GHQJDQì
tentunya mempercepat defaultnya debitur.
KDUJDì\DQJìPXUDKìSURGXNì\DQJìFRFRNìGDQìGLLPEDQJLì
ì
.HORPSRNì XQEDQNHGì XPXPQ\Dì DGDODKì unfeasible
GHQJDQì SHQLQJNDWDQì SHQJHORODDQì NHXDQJDQì
and unelligible, dengan bufferìULVLNRì\DQJìUHQGDKì
WHQWXQ\DìGDSDWìPHQLQJNDWNDQìNHVHMDKWHUDDQìLQGLYLGXì
2OHKìNDUHQDìLWXìSHPEHULDQìNUHGLWìSDGDìNHORPSRNì
DWDXì UXPDKì WDQJJDì 3HQLQJNDWDQì NHVHMDKWHUDDQì
ini kurang bisa dilakukan sepertilayaknya kredit
rumah tangga dimaksud secara luas akan
NHSDGDì GHELWXUì QRUPDOì NDUHQDì EHUEDJDLì IDNWRUì
meningkatan pemerataan pendapatan, mengurangi
VHODLQì NHWLGDNPDPSXDQì PHQJHORODì NHXDQJDQì GDQì
JDSìDQWDUDì\DQJìNHFLOìGDQì\DQJìPDPSXì+DOìLQLìSRVLWLIì
ketidakcukupan agunan yang dimiliki.
untuk meningkatkan daya tahan rumah tangga.
110
8SD\DìPHQJLNXWVHUWDNDQìPDV\DUDNDWìXQEDQNHGGDODPì
ì
3HQJJXQDDQìSLKDNìNHWLJDìROHKìSHUEDQNDQìGDODPìUDQJNDì
6HFDUDìNROHNWLIìDNDQìVDQJDWìPHPEDQWXìPHQXUXQNDQì
memperluas jangkauan layanan keuangan dapat
ULVLNRì \DQJì PHPEDQWXì PHQGRURQJì SHUWXPEXKDQì
EHUSRWHQVLìPHQLQJNDWNDQìULVLNRìEDJLìSHQ\HOHQJJDUD
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
ì
$NWLYLWDVì WUDQVIHUì \DQJì PXGDKì GDQì PXUDKì
SRQVHO ì LQRYDVLì LQIUDVWUXNWXUì SHQ\HGLDDQì GDWDì WUDFNLQJì
VDQJDWì GLVHQDQJLì ROHKì NHORPSRNì unbanked, hal
EHKDYLRUìQDVDEDK ìGDQìLQRYDVLìUHJXODVLìGLODNXNDQQ\Dì.<&ì
LQLWHQWXQ\Dì GDSDWì PHQLQJNDWNDQì ORDGì GDULì VLVWHPì
VHGHUKDQDì SHQJJXQDDQì SLKDNì NHWLJD ì WHUPDVXNì LQRYDVLì
pembayaran, apalagi sistem pembayaran yang sudah
GLELGDQJìHGXNDVLìGDQìSHUOLQGXQJDQìNRQVXPHQ
WHULQWHURSHUDELOLW\ì $SDELODì WHUMDGLì SHUPDVDODKDQì
%DQ\DNì IDNWRUì \DQJì PHODWDUEHODNDQJLì PHQJDSDì
di sistem pembayaran, dapat menimbulkan
masih banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan
permasalahan tersendiri.
jasa perbankan/keuangan. Diantaranya adalah jarak yang MDXKìNHìORNDVLìNDQWRUìEDQNìWHUGHNDWìPDKDOQ\DìELD\Dì\DQJì
Peran Regulasi
dibebankan bank untuk transaksi keuangan bernilai kecil,
3HUDQì UHJXODWRUì VHEDJDLì “extending the reach
WLQJNDWì SHQJHWDKXDQì NHXDQJDQì \DQJì UHQGDKì SURGXNì
of depth of financial services through responsible
yang kurang sesuai dengan kebutuhan, pendapatan yang
innovation”, tentunya sangat diharapkan agar layanan
UHQGDKìLPDJHìGDQìODLQODLQì'LVDPSLQJìLWXìDGDQ\Dìimage
keuangan mampu menjangkau masyarakat yang berada
perbankan hanya melayani kalangan menengah ke atas
pada “thebottom of pyramid” tanpa menimbulkan
WXUXWìEHUSHQJDUXKìWHUKDGDSìNRQGLVLìSVLNRORJLVìPDV\DUDNDWì
GDPSDNì QHJDWLIì 8QWXNì PHPLWLJDVLì ULVLNRì NHWHQWXDQì
$WDVìGDVDUìEHEHUDSDìIDNWRUìWHUVHEXWìSHPEHULDQìOD\DQDQì
PHPHJDQJì SHUDQì SHQWLQJì GLVDPSLQJì PRQLWRULQJì GDQì
NHXDQJDQìVHFDUDìLQIRUPDOìPHUXSDNDQìSHQGHNDWDQì\DQJì
VXUYHLOODQFHì EDLNì GLWLQJNDWì PLNURì PLNURSUXGHQVLDO ì GDQì
OHELKìFRFRNìGLWHUDSNDQìSDGDìPDV\DUDNDWì
PDNURìPDNURSUXGHQVLDO ì5HJXODVLìVHODLQìGLWXMXNDQìXQWXNì
6HPHQWDUDì LWXì GDULì VLVLì SHUEDQNDQì XSD\Dì XQWXNì
PHQJDWXUìSHODNVDQDDQìMXJDìPHQ\HLPEDQJNDQìLQRYDVLìGDQì
mendekatkan bank ke masyarakat dengan memperluas
ULVLNRì6HODLQìLWXìNHWHQWXDQìMXJDìSHQWLQJìXQWXNìPHQMDPLQì
MDULQJDQì NDQWRUì MXJDì WLGDNì PXGDKì GLODNXNDQì 3HQGLULDQì
DGDQ\DìSHUOLQGXQJDQìEDJLìNRQVXPHQ
NDQWRUì FDEDQJì EDQNì PHPEXWXKNDQì SURVHVì \DQJì FXNXSì
/HELKì MDXKì LPSOHPHQWDVLì NHXDQJDQì LQNOXVLIì SHUOXì
NRPSOHNVì EDLNì GLNDUHQDNDQì SHUV\DUDWDQì DGPLQLVWUDWLIì
didukung dengan aspek responsible finance yang terdiri
maupun persyaratan keuangan.Disamping itu terbatasnya
GDULìGXDìIDNWRUì\DLWXìHGXNDVLìGDQìSHUOLQGXQJDQìNRQVXPHQ
LQIUDVWUXNWXUìGDQìNRQGLVLìDODPì,QGRQHVLDì\DQJìEHUNHSXODXDQì
.HGXDQ\DìPHUXSDNDQìIDNWRUì\DQJìWLGDNìELVDìGLWLQJJDONDQì
menjadi kendala tersendiri.
apalagi target keuangan inklusif adalah masyarakat kecil
$GDQ\Dì VWLJPDì EDKZDì RUDQJì NHFLOPLVNLQì WLGDNì
yang umumnya memiliki tingkat financial literacy yang
mampu menabung tidak sepenuhnya benar. Berdasarkan
UHQGDKì.HGXDìIDNWRUìGLPDNVXGìVHODLQìPHQMDGLìWDQJJXQJì
penemuan di lapangan bahwa masyarakat kecil mampu
MDZDEìGDULìUHJXODWRUìMXJDìPHQMDGLìNHZDMLEDQìEDJLìPDUNHW
menyisihkan sebagian pendapatan, hanya saja tidak tersedia sarana untuk penyaluran simpanan tersebut yang
Branchless Banking
WHUNHQGDODìIDNWRUIDNWRUìVHSHUWLìGLNHPXNDNDQìGLDWDVì+DOì
6DODKìVDWXìLQRYDVLìGLìELGDQJìNHXDQJDQìLQNOXVLIì\DQJì
ini juga didukung pendapat beberapa ahli, antara lain
PHQMDGLìVROXVLìXQWXNìPHQJDWDVLìEHUEDJDLìKDPEDWDQìDNVHVì
5XWKYHQìGNNì ìGDODPìEXNXìThe portfolio of the
keuangan adalah branchless banking. Branchless banking
poor 4 menyimpulkan bahwa masyarakat miskin mampu
LQLì WLGDNì KDQ\Dì PHQFDNXSì LQRYDVLì FKDQQHOì DOWHUQDWLIì
PHQDEXQJìGDQìPHUHNDìDGDODKìDFWLYHìPRQH\ìPDQDJHU
GLVWULEXVL ìQDPXQìMXJDìDVSHNìLQRYDVLìSURGXNìSHQJJXQDDQì EDVLFì VDYLQJì DFFRXQW ì LQRYDVLì GHYLFHVì SHQJJXQDDQì
ìì&ROOLQVì0RUGXFKì5XWKHUIRUGì5XWKYHQì
111
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
6HPHQWDUDìLWXìGDULìsupply juga terdapat paradigma
mengurangi kesenjangan akses layanan perbankan/
bahwa penyediaan layanan keuangan untuk segmen
NHXDQJDQì DGDODKì GHQJDQì PHPSHUOXDVì MDULQJDQì NDQWRUì
masyarakat kecil tidak menguntungkan. Beberapa
EDQNì PHODOXLì PHWRGHì QRQNRQYHQVLRQDOì &DUDì \DQJì
perkembagnan terkini telah mengubah paradigma
GDSDWìGLWHPSXKìDGDODKìGHQJDQìPHPDQIDDWNDQìWHNQRORJLì
tersebut seperti penerapan Grameen Bank dan fakta
NRPXQLNDVLPLVDOì SHQJJXQDDQì WHOHSRQì VHOXOHUì mobile
EDKZDì SURILWì ELVQLVì GLì VHNWRUì 80.0ì UHODWLYHì WLQJJLì
banking), Point of Sale berupa alat gesek kartu yang
3UDKDODWì ìGDODPìEXNXìThe fortune at bottom of
WHUKXEXQJì GHQJDQì WHUPLQDOì DWDXì PHQJJXQDNDQì *356ì
the pyramid5 juga menyatakan bahwa terdapat bisnis
VDWHOLWìGDQìODLQQ\DìGDQìXQLWìXVDKDìORNDOìVHSHUWLìMDULQJDQì
\DQJì PHQJXQWXQJNDQì GLOHYHOì PDV\DUDNDWì \DQJì NXUDQJì
ritel (agen) yang memiliki penetrasi tinggi di masyarakat
EHUXQWXQJìVHSDQMDQJìNRUSRUDVLìGDSDWìPHQHPXNDQìSURVHVì
untuk diintegrasikan dengan layanan keuangan, bukan
ELVQLVì\DQJìVHVXDLì6DDWìLQLìPXODLìEDQ\DNìSHUXVDKDDQì\DQJì
GHQJDQì PHPEXNDì NDQWRUì FDEDQJì ì ,QLODKì \DQJì GLVHEXWì
IRNXVìSDGDìVHJPHQìLQLìNHXDQJDQìPDXSXQìQRQìNHXDQJDQì
dengan branchless banking.
ataupun sinergi keduanya) dengan memanfaatkan
'DODPì NRQVHSì NHXDQJDQì LQNOXVLIì GLì ,QGRQHVLDì branchless banking merupakan kegiatan jasa layanan
NHPDMXDQìWHNQRORJLìEXGD\DìGDQìHQWLWDVìNHGDHUDKDQ 'LWLOLNìGDULìNHSHQWLQJDQìHNRQRPLìPDV\DUDNDWì\DQJì
keuangan terbatas dan sistem pembayaran yang
masih unbanked, kebutuhan dasar yang mereka perlukan
GLODNXNDQìWDQSDìPHODOXLìNDQWRUìILVLNìEDQNìQDPXQìGHQJDQì
sebenarnya bersifat sederhana yaitu pengiriman uang,
PHQJJXQDNDQì VDUDQDì WHNQRORJLì GDQDWDXì MDVDì SLKDNì
PHQ\LPSDQìNHOHELKDQìSHQGDSDWDQìPDXSXQìPHPSHUROHKì
ketiga terutama untuk melayani masyarakat unbanked.
WDPEDKDQìGDQDìXQWXNìSHPELD\DDQìXVDKDìSURGXNWLIì-LNDì
6DUDQDì WHNQRORJLì \DQJì GLJXQDNDQì GDODPì LPSOHPHQWDVLì
NHEXWXKDQìWHUVHEXWìGLNRPELQDVLNDQìGHQJDQìXSD\DìXQWXNì
branchless bankingì DGDODKì PHODOXLì WHOHSRQì JHQJJDPì
memelihara dan meningkatkan efisiensi perbankan dalam
7HOHSRQì JHQJJDPì PHQMDGLì SLOLKDQì XWDPDì PHQJLQJDWì
rangka menekan suku bunga kredit, maka jawaban untuk
FXNXSìWLQJJLQ\DìWLQJNDWìSHQJJXQDDQQ\DìROHKìPDV\DUDNDWì ,QGRQHVLDìEDKNDQìVDPSDLìNHìPDV\DUDNDWìSHGHVDDQ
ì&.ì3UDKDODGì
Badan usaha individu
Basic saving account TabungaKu dan/atau &/ e-moneye-money
System informasi & aplikasi
Data
POS
A gen
1 Register no HP
2
Unbanked System informasi & aplikasi
3
USSD SYSTEM
Perusahaan Telekomunikasi
Agent Network Agent Management Management Network 6XPEHUì%DQNì,QGRQHVLDì
112
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
'DODPìNHUDQJNDì61.,ìEUDQFKOHVVìEDQNLQJìPHUXSDNDQì
ì
7HUGDSDWì EDWDVDQì OLPLWì XQWXNì EHUWUDQVDNVLì GLì
SURJUDPìGDULì3LODUìì\DLWXìSHQLQJNDWDQìLQWHUPHGLDVLìGDQì
agen khususnya penarikan maupun mengunakan
sarana distribusi. Branchless banking diartikan sebagai
KDQGSKRQHìNKXVXVQ\DìWUDQVDNVLìWUDQVIHU
kegiatan jasa layanan sistem pembayaran dan keuangan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik
Agen: Apa dan Bagaimana?
bank,namun dengan menggunakan sarana teknologi
6DODKìVDWXìNXQFLìVXNVHVìDNWLYLWDVìEUDQFKOHVVìEDQNLQJì
dan/atau jasa pihak ketiga terutama untuk melayani
DGDODKì SLKDNì NHWLJDì DJHQ ì \DQJì GLVHEXWì GQHJDQì 8QLWì
masyarakat unbankedì -DGLì LQWLQ\Dì PHQJJXQDNDQì DJHQì
3HUDQWDUDì /D\DQDQì NHXDQJDQì 83/. ì 83/.ì LQLì DGDODKì
GDQìDWDXìWHNQRORJLì
fungsinya sebagai perpanjangan tangan penyelenggara
6DDWìLQLìVXGDKìWHUGDSDWìOHELKìGDULììLPSOHPHQWDVLì
dalam memberikan layanan pembayaran dan keuangan.
branchless banking di lebih 60 negara. Beberapa negara
.DUHQDìSHUDQìLQLìSHPLOLKDQìDJHQìPHUXSDNDQìSURVHVì\DQJì
\DQJìPHQMDGLìSLRQHHUìDGDODKì)LOLSLQDì$VLD ì.HQ\Dì$IULND ì
SHUOXìGLODNXNDQìVHFDUDìKDWLKDWLìNDUHQDìGDSDWìPHQLPEXONDQì
GDQì%UD]LOì$PHULNDì6HODWDQ ì'LKDUDSNDQìGHQJDQìbranchless
ULVLNRì RSHUDVLRQDOì GDQì UHSXWDVLì 0HPSHUWLPEDQJNDQì
banking sebagai sarana masyarakat kecil untuk dapat
YLWDOQ\Dì IXQJVLì DJHQì %DQNì ,QGRQHVLDì PHZDMLENDQì EDQNì
melakukan transaksi keuangan yang sesuai, pada tahap
untuk melakukan penilaian (due dilligence) agen dan
permulaan masih mengajak untuk menabung, namun
PHQGDIWDUNDQìDJHQì\DQJìWHODKìORORVìVHOHNVLìNHSDGDì%DQNì
dengan sasaran akhir adalah tersedianya pembiayaan,
,QGRQHVLD
NKXVXVQ\Dì NUHGLWì PLNURì GDQì NHFLOì VHKLQJJDì SRVLWLIì EDJLì HNRQRPLìUXPDKìWDQJJD
3DGDìSULQVLSQ\Dì83/.ìDGDODKìSLKDNì\DQJìPHQMDOLQì NHUMDVDPDìGHQJDQìEDQNWHOFRìXQWXNìPHPEHULNDQìOD\DQDQì
$GDSXQìSHQHUDSDQìbranchless bankingìGLì,QGRQHVLDì
MDVDìNHXDQJDQìSDGDìPDV\DUDNDWì3DGDìSUDNWHNìGLìQHJDUDì
yang saat ini masih dalam taraf pilot projectìVGì1RYHPEHUì
lain, pengaturan mengenai agen setidaknya menekankan
2013), utamanya adalah sebagai berikut:
SDGDììEHVDUDQìFDNXSDQì\DLWXìNULWHULDìDJHQìDNWLYLWDVì\DQJì
ì
0DV\DUDNDWì GDSDWì PHPEXNDì DSOLNDVLì WDEXQJDQH
GDSDWìGLODNXNDQìROHKìDJHQìGDQìSHPEHNDODQìNHSDGDìDJHQì
PRQH\ìGHQJDQìPHQJJXQDNDQìGRNXPHQìSHQJJDQWLì
DWDXì HGXNDVLì DJHQì PHQJHQDLì .<&ì GDQì SHUOLQGXQJDQì
LGHQWLWDVìGDQìPHQGDIWDUNDQìQRìWHOHSRQìJHQJJDP
QDVDEDKì $GDSXQì EHEHUDSDì DVSHNì WHUNDLWì DJHQì \DQJì
Customer due dilligence sederhana tetap dilakukan
diperlukan adalah:
XQWXNì SURVHVì .<&ì QDPXQì ROHKì DJHQì GHQJDQì
ì
ì
ì
.ULWHULDì GDODPì SHPLOLKDQì DJHQì EDLNì \DQJì EHUVLIDWì
SHUVHWXMXDQìUHNHQLQJìWDEXQJDQìWHWDSìROHKìEDQNìGLì
kuantitatif maupun kualitatif, seperti sudah punya
EDFNìRIILFHìYHULILNDVL ìì
usaha terlebih dahulu dan merupakan penduduk
-HQLVì WDEXQJDQì \DQJì GLJXQDNDQì DGDODKì basic
VHWHPSDWìDJHQìLQGLYLGX
saving account dengan kriteria tidak mempunyai
ì
8SD\DìPLWLJDVLìULVLNRìXQWXNìPHQJKLQGDULìIUDXGìROHKì
ELD\Dì DGPLQLVWUDVLì FRQWRKQ\Dì 7DEXQJDQ.Xì
agen, misalnya:
Dalam hal ini bank dapat menyediakan buku
ì
tabungan atau kartu debet atau tidak sama sekali. 'DODPìKDOìLQLìPDV\DUDNDWìGDSDWìPHOLKDWìVDOGRìGDQì
ì VLVWHPì DSOLNDVLì \DQJì GLJXQDNDQì DJHQì KDUXVì GLVHGLDNDQìGDQìGLSDQWDXìROHKìSHQ\HOHQJJDUD
ì
ì DSOLNDVLì \DQJì GLVHGLDNDQì ROHKì SHQ\HOHQJJDUDì
EHEHUDSDìKLVWRU\ìWUDQVDNVLìWHUDNKLUìPHODOXLìWHOHSRQì
tidak memungkinkan bagi agen untuk melihat
genggam.
DNWLYLWDVìWUDQVDNVLìQDVDEDKQ\D
113
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
ì
ì
0HPDKDPLì SURVHGXUì &''ì GDQì SULQVLSì .<&ì XQWXNì
penerapan branchless bankingìGLì%UD]LOì.HQ\DìDQGì6RXWKì
menghindari adanya praktik pencucian uang dan
$IULFD
SHQGDQDDQìWHURULVPHìPHODOXLìDJHQìì
ì
Branchless banking merupakan sarana efektif dan
0HPEHNDOLì DJHQì SHQJHWDKXDQì XQWXNì PHQDQJDQLì
HILVLHQì PHPEHULNDQì OD\DQDQì NHXDQJDQì IRUPDOì NHì
keluhan nasabah dan pentingnya menjaga
NHORPSRNìvulnerable
kerahasiaan data nasabah.
ì
0DV\DUDNDWì MDUDQJì PHQJDODPLì SHUPDVDODKDQì DWDXì
ì
(GXNDVLìGDQDìWUDLQLQJìNHSDGDìDJHQìVHFDUDìUHJXOHUì
kehilangan dananya dengan layanan branchless
ì
0RQLWRULQJìROHKìSHQ\HOHQJJDUDìEDLNìXQWXNìPHOLKDWì
banking
SRWHQVLì SHQJHPEDQJDQì DJHQì PDXSXQì WUDQVDNVLì
ì
QDPXQìSDOLQJìPXGDKìGLVHOHVDLNDQ
PHQFXULJDNDQìROHKìDJHQ %HEHUDSDì SUDNWHNì XQWXNì PHPLWLJDVLì ULVLNRì DGDODKì
/LNXLGLWDVìDJHQìDGDODKìPDVDODKì\DQJìVHULQJìGLWHPXLì
ì
mewajibkan agen untuk menempatkan dana di bank
$GDì WHQGHQVLì PDV\DUDNDWì SHQJJXQDì XQWXNì PHQJJXQDNDQQ\DìGDODPìMDQJNDìSDQMDQJ
(jaminan) atau bank memilih agen yang sudah menjadi GHELWXUì EDQNì VHEHOXPQ\Dì $GDSXQì DNWLYLWDVì NHXDQJDQì
Faktor yang Mendukung Kesiapan Indonesia.
\DQJì GLODNXNDQì GLì DJHQì MXJDì UHODWLYHì WHUEDWDVì VHEDJDLì
6HFDUDì XPXPì EHUGDVDUNDQì NRQGLVLì \DQJì DGDì
berikut:
GDQì EHEHUDSDì KDVLOì VWXGLVXUYHLì FXNXSì EDQ\DNì IDNWRUì
ì
)DVLOLWDWRUìSHPEXNDDQìUHNHQLQJìWDEXQJDQUHNHQLQJì
pendukung untuk berkembangnya branchless banking di
XDQJìHOHNWURQLNì'DODPìKDOìLQLìDJHQìKDQ\DìPHQMDGLì
,QGRQHVLDì\DLWXìVHEDJDLìEHULNXW
penerus aplikasi pembukaan rekening dan pelaksana
ì
terdapat banyak segmen unbanked.
&''ì NHSDGDì QDVDEDKì VHPHQWDUDì SHUVHWXMXDQì SHPEXNDDQìUHNHQLQJìWHWDSìGLODNXNDQìROHKìEDQNì ì
ì
0DUNHWìVXGDKìPHODNXNDQìbranchless banking kepada
3HQDULNDQìGDQìSHQ\HWRUDQìWXQDLì.HJLDWDQìSHQDULNDQì
masyarakat, terutama untuk sarana pembayaran,
GDQì VHWRUDQì WXQDLì GLEDWDVLì GDODPì UDQJNDì PLWLJDVLì
VHEDJDLìFRQWRKì
ULVLNRìOD\DQDQìGLìDJHQìGDQìDVSHNì$38ìGDQì337
ì
ì 3HQHUELWDQìSURGXNìe-money, seperti e-wallet, ROHKìEDQNìGDQìSHUXVDKDDQìWHOHNRPXQLNDVL
ì
3HPED\DUDQìWXQDLìDWDVìNUHGLW
ì
3HPED\DUDQìWXQDLìDWDVìWDJLKDQ
ì
3HPED\DUDQìWXQDLìDWDVìSHQVLXQìGDQìEDQWXDQìWXQDLì
GHQJDQìPHQJXQDNDQì('&ìXQWXNìPHPEHULNDQì
pemerintah
layanan keuangan kepada masyarakat di
ì
3HPED\DUDQìWXQDLìDWDVìJDML
daerah.
ì
Remittance
ì
3HQ\DOXUDQìDVXUDQVLìPLNUR
ì
7UDQVIHUìGDQD
ì
3HQHUXVDQìDSOLNDVLìNUHGLWìPLNUR
SXEOLFì XWLOLWLHVì GLì 3D\PHQWì 3RLQWì 2QOLQHì %DQNì
ì
/DLQQ\Dì\DQJìGLSHUEROHKNDQìROHKìUHJXODWRU
332% ì \DQJì GDSDWì EHUXSDì DJHQì LQGLYLGXì
Dari berbagai implementasi, penerapan branchless
SHURUDQJDQ
bankingìFXNXSìDPDQìGDQìQ\DPDQìVHSHUWLìGLXQJNDSìROHKì Bankable Frontier Associatesì ì PHODNXNDQì VXUYHLì
114
3RWHQVLì SDVDUì \DQJì FXNXSì EHVDUì PHQJLQJDWì PDVLKì
ì
ì
ì 3HQJJXQDDQì PRELOì DWDXì NDU\DZDQì NHOLOLQJì
ì 3HPED\DUDQì WUDQVDNVLì GHQJDQì NDUWXì NUHGLWì GLODNXNDQìYLDì('&ìGLìPHUFKDQW
ì
ì
ì 3HQJDPELODQìXDQJìDWDXìSHPED\DUDQìWDJLKDQì
0DV\DUDNDWììVHPDNLQìPRELOHìRULHQWHGìWHUEXNWLìFXNXSì WLQJJLQ\DìNHSHPLOLNDQìWHOHSRQìJHQJJDPì'DWDì\DQJì
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
DGDì PHQXQMXNNDQì SHQJJXQDì WHOHSRQì JHQJJDPì GLì
Analisa Kuantitatif Terkait Branchless Banking
,QGRQHVLDì PHQFDSDLì ì MXWDì RUDQJì \DQJì VXGDKì
Potensi simpanan dan pembiayaan UMK
PHQMDQJNDXìNHìSHORVRNìGDHUDKì ì
ì
8QWXNì PHQXQMDQJì LPSOHPHQWDVLì branchless
3HQJJXQDDQìWHNQRORJLìDQWDUDìODLQìWHOHSRQìJHQJJDPì
bankingì GLODNXNDQì PDSSLQJì SRWHQVLì PHQDEXQJì
LQWHUQHWìGDQìEURDGEDQGìEHUSRWHQVLìPHQLQJNDWNDQì
PDXSXQSHQ\DOXUDQì NUHGLWì NKXVXVQ\Dì NUHGLWì PLNURì GDQì
SHUWXPEXKDQìHNRQRPLì
kecil dengan cara mengukur tingkat kepadatan layanan
7LQJNDWìNHDPDQDQìWUDQVDNVLìNHXDQJDQìGLì,QGRQHVLDì
EDQNì PHQJJXQDNDQì SHQGHNDWDQì %RVWRQì &RQVXOWLQJì
FXNXSìWLQJJLì+DOìLQLìGLGXNXQJìROHKìKDVLOìVXUYHLìGDULì
*URXSì PDWULNVì \DQJì ì GLGDVDUNDQì SDGDì WHRULì
OHPEDJDìNRQVXOWDQìLQWHUQDVLRQDOìPHQJHQDLìWLQJNDWì
VLNOXVì SURGXNì life cycle theory ì :LERZRì 3XQJN\ì 3ì
NHDPDQDQì NHXDQJDQì GLì ,QGRQHVLDì FXNXSì WLQJJLì
ì 0RGHOì DQDOLVLVì LQLì GDSDWì GLJXQDNDQì MXJDì XQWXNì
apalagi dibandingkan dengan di beberapa negara
PHPHWDNDQìLQGXVWULìSHUEDQNDQìSHUìSURYLQVLìGLìZLOD\DKì
HPHUJLQJìPDUNHWìVHSHUWLì&KLQDì,QGLDìGDQì%UD]LO
,QGRQHVLDì \DQJì PHPLOLNLì EDQ\DNì SHODNXì SDVDUì GHQJDQì
Pertumbuhan PDRB
SHUVDLQJDQìPRQRSROLVWLNì
UNDERBANKED (Kuadran IV)
MEDIUM EQUILIBRIUM BANKED (Kuadran I)
6RXUFHì%&*ì7KHì%RVWRQì&RQVXOWLQJì*URXS ì§$VLDQªVì1H[Wì%LJì2SSRUWXQLW\ì,QGRQHVLDªVì 5LVLQJì0LGGOH&ODVVìDQGì$IIOXHQWì&RQVXPHUVì0DUFKì
ì
,QGRQHVLDì WHUPDVXNì QHJDUDì GHQJDQì NDWHJRULì KLJKì readiness untuk penerapan branchless banking.
LOW EQUILIBRIUM BANKED
OVERBANKED
(Kuadran III)
(Kuadran II)
Faktor DPK per kapita dan Kreditper kapita ì6XPEHUì
0DWULNVì WHUVHEXWì GLEHQWXNì GHQJDQì PHQJJXQDNDQì SHUWXPEXKDQì 3URGXNì 'RPHVWLNì 5HJLRQDOì %UXWRì 3'5% ì VHEDJDLìVXPEXìWHJDNìGDQìIDNWRUì'DQDì3LKDNì.HWLJDì'3. ì 6XPEHUììì0RELOHì)LQDQFLDOì6HUYLFHì'HYHORSPHQWì5HSRUWìì:RUOGì(FRQRPLFì)RUXP
7.
ì
perkapita dan kredit perkapita sebagai sumbu mendatar.
Basic saving account sebagai basic tool sudah tersedia
Nilai thresholdì SHUWXPEXKDQì 3'5%ì GLWHQWXNDQì GHQJDQì
(TabunganKu).
DQJNDì SHUWXPEXKDQì 3'5%ì QDVLRQDOì KDUJDì EHUODNX ì
3URJUDPì HGXNDVLì NHXDQJDQì MXJDì WHUXVì EHUMDODQì
sedangkan nilai thresholdìIDNWRUì'3.ìSHUNDSLWDìGDQìNUHGLWì
EDLNìNHSDGDìSHODMDUìPDXSXQìNHORPSRNìPDV\DUDNDWì
SHUNDSLWDìGLJXQDNDQì'3.ìSHUNDSLWDìGDQìNUHGLWìSHUNDSLWDì
tertentu.
QDVLRQDOì
115
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
UNDERBANKED EQUILIBRIUM MODERAT
EQUILIBRIUM RENDAH
OVERBANKED
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Propinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Utara Maluku Papua Papua Barat
6XPEHUì%DQNì,QGRQHVLDì
Penerimaan simpanan 0RGHOì UHJUHVLì OLQHDUì GLJXQDNDQì XQWXNì PHODNXNDQì
pertambahan jumlah jaringan bank selama ini sudah cukup
estimasi peningkatan rekening tabungan jika ada
UDVLRQDOì 6HEDOLNQ\Dì MLNDì GLWLQMDXì GDULì VLVLì SHUDQDQì EDQNì
penambahan layanan jasa keuangan. Dasar perhitungan
sebagai agent of development menunjukkan peranan
GHQJDQìPHQJJXQDNDQìPRGHOìUHJUHVLìOLQLHUìGDULìVHWLDSì]RQDì
bank dalam pengembangan jaringan layanan perlu lebih
kejenuhan bank.
GLRSWLPDONDQì
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, pengaruh
Penyaluran kredit mikro dan kecil
penambahan jumlah jaringan layanan bank (traditional office dan agent banking) terhadap peningkatan jumlah
6HODQMXWQ\DìMXJDìFREDìGLDQDOLVDìSRWHQVLìSHQ\DOXUDQì
rekening bank dihitung berdasarkan tingkat kejenuhan
NUHGLWì PLNURì GDQì NHFLOì 'HQJDQì PHQJJXQDNDQì DVXPVLì
EDQNìGLìVHWLDSìSURYLQVLì
EDKZDì3'%ìVDPSDLìGHQJDQìWDKXQììDNDQìWXPEXKìSDGDì
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan
DQJNDì\DQJìVDPDì\DLWXììGDQìXVDKDì0LNURìGDQì.HFLOì
PRGHOì UHJUHVLì OLQLHUì PHQXQMXNNDQì EDKZDì SHQDPEDKDQì
PHPLOLNLìSDQJVDì\DQJìUHODWLIìVDPDìPDNDììSRWHQVLìXVDKDì
jumlah rekening tabungan yang terbanyak akan terjadi
0LNURì GDQì .HFLOì GLì WDKXQì ì GLSHUNLUDNDQì PHQFDSDLì
GLì ]RQDì PHGLXPì HTXLOLEULXPì EDQNì VHGDQJNDQì \DQJì
5SìWULOLXQ
WHUHQGDKì EHUDGDì GLì ]RQDì ORZì HTXLOLEULXPì EDQNì +DOì LQLì
'DULìKDVLOìSUR\HNVLìGLPDNVXGìVHODQMXWQ\DìGLODNXNDQì
juga mengindikasikan bahwa dari sisi economic of scale
DQDOLVLVìSRWHQVLìNUHGLWì80.ìGHQJDQìPHQJJXQDNDQì%&*ì
Unstandardized Coefficient Model
B
Std. Error
Standardized Coefficient Beta
Sig.
=RQDì
72,059
,953
10.949
,000
=RQDì
43,101
,991
14,779
,000
=RQDì
,000
=RQDì
7,661
,000
6XPEHUì%DQNì,QGRQHVLDì
116
T
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
0DWUL[ìXQWXNìPHQJXNXUìWLQJNDWìNHMHQXKDQìNUHGLWì'DODPì
KESIMPULAN
DQDOLVLVìLQLìSHUWXPEXKDQì3'5%ìNHPEDOLìPHQMDGLìVXPEXì
6HEDJDLì EDJLDQì \DQJì WLGDNì GDSDWì GLSLVDKNDQì GDULì
<ìQDPXQìSDGDìDQDOLVLVìLQLìVXPEXì;ìPHQXQMXNNDQìSRWHQVLì
6WUDWHJLì1DVLRQDOì.HXDQJDQì,QNOXVLIìEUDQFKOHVVìEDQNLQJì
80.ì(PSDWìNXDGUDQìGDODPìDQDOLVLVìLQLìDGDODKìD ì.XDGUDQì
dapat merealisasikan perluasan akses masyarakat
ìSRWHQVLìWLQJJLìeconomic of scaleìWLQJJLììE ì.XDGUDQìì
terhadap layanan jasa keuanganyang luas dengan biaya
SRWHQVLìWLQJJLìeconomic of scale UHQGDKìF ì.XDGUDQìì
\DQJìWHUMDQJNDXìGDQìSHQ\HGLDDQìSURGXNìNHXDQJDQì\DQJì
SRWHQVLìUHQGDKìeconomic of scaleìUHQGDKììG ì.XDGUDQìì
sesuai dengan kebutuhan masyarakat berpenghasilan
SRWHQVLìUHQGDKìeconomic of scale tinggi.
rendah untuk mendukungstabilitas sistem keuangan dan
+DVLOìDQDOLVLVì\DQJìGLODNXNDQìPHQXMXNNDQìSURYLQVLì \DQJìPHPLOLNLìSRWHQVLìWLQJJLìGDQìeconomic of scale tinggi
SHUWXPEXKDQì HNRQRPLì \DQJì EHUNHVLQDPEXQJDQì VHUWDì inklusif.
DGDODKì 3DSXDì %DUDWì GDQì .DOLPDQWDQì 7LPXUì 6HGDQJNDQì
Branchless banking dapat menjadi trigger untuk
SURYLQVLì \DQJì WHUPDVXNì NHì GDODPì NXDGUDQì SRWHQVLì
SHQLQJNDWDQì NDSDELOLWDVì GDQì NXDOLWDVì KLGXSì LQGLYLGXì
rendah dan economic of scalHì UHQGDKì DGDODKì SURYLQVLì
dan rumah tangga yang dapat membantu mengurangi
-DZDì7HQJDKì-DZDì7LPXUì%DOLì.DOLPDQWDQì%DUDWì1XVDì
inequality sehingga membantu peningkatan kesejahteraan.
7HQJJDUDì%DUDWìGDQì3DSXDì
Branchless banking bukanlah pelayanan jasa keuangan
%HUGDVDUNDQì DQDOLVDì %&*ì 0DWUL[ì XQWXNì SHPHWDDQì
yang murah bahkan dapat dikatakan termasuk aman
SRWHQVLì SHPELD\DDQì 80.0ì GLì DWDVì GDSDWì GLVLPSXONDQì
dan dapat membantu mewujudkan berbank adalah hak
bahwa dengan branchless banking, menimbulkan tendensi
VHPXDìRUDQJ
EDJLìEDQNìXQWXNìPHQ\DOXUNDQìNUHGLWì80.ìOHELKìFHSDW
Potensi rendah, economic scale tinggi (Kw IV)
Potensi & economic scale rendah (Kw III)
Potensi tinggi, economic
Potensi tinggi, economic scale rendah (Kw II)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Propinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Utara Maluku Papua Papua Barat
6XPEHUì%DQNì,QGRQHVLDì
117
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
Namun demikian, penerapannya memerlukan SHQJDWXUDQì\DQJìSURSRUVLRQDOìGDQìPRQLWRULQJìVHKLQJJDì
IRU0EDQNLQJìDQGì0SD\PHQWV¨ì&KLFDJR86$ì7KHì &HQWHUìRIì)LQDQFLDOì6HUYLFHVì,QQRYDWLRQ
GDPSDNì QHJDWLYHì EDLNì NHPDV\DUDNDWì VHQGLULì EDQNì
7KHì %RVWRQì &RQVXOWLQJì *URXS ì §$VLDQªVì 1H[Wì %LJì
HNRQRPLì PDXSXQì VWDELOLWDVì VLVWHPì NHXDQJDQì GDSDWì
2SSRUWXQLW\ì ,QGRQHVLDªVì 5LVLQJì 0LGGOH&ODVVì DQGì
diminalisir. Kedepan, branchless banking akan disebut
$IIOXHQWì&RQVXPHUVì0DUFKìì
dengan mobile payment services.”
&RKHQì0RQLTXHì'DQLHOOHì+RSNLQVìDQGì-XOLHì/HHìì §)LQDQFLDOì(GXFDWLRQì$ì%ULGJHìEHWZHHQì%UDQFKOHVVì
DAFTAR PUSTAKA
%DQNLQJì DQGì ì /RZ,QFRPHì &OLHQWV¨ì :RUNLQJì
$),ì)LQDQFLDOì,QFOXVLRQì'DWDì7UDFNLQJìDQGì0HDVXUHPHQWì
3DSHUì 1Rì :DVKLQJWRQì '&ì 0LFURILQDQFHì
'HPDQG6LGHì 6XUYH\Vì WRì ,QIRUPì 3ROLF\PDNLQJì *XLGHOLQHì1RWHì1Rìì$XJXVWì $),ì0RELOHì)LQDQFLDOì6HUYLFHVì%DVLFì7HUPLQRORJ\ì*XLGHOLQHì 1RWHì1Rìì$XJXVWì $),ì 0RELOHì )LQDQFLDOì 6HUYLFHVì ,QGLFDWRUVì IRUì 0HDVXULQJì $FFHVìDQGì8VDJHìì*XLGHOLQHì1RWHì1Rìì$XJXVWì 2013. $UGLFì23ì,PERGHQì.ìDQGì/DWRUWXHì$)LQDQFLDOì$FFHVVì ì *HWWLQJì WRì Dì 0RUHì &RPSUHKHQVLYHì 3LFWXUHì 1Rì-XQHìì&*$3 %DQNìRIì*KDQDìì§*XLGHOLQHVìIRUì%UDQFKOHVVì%DQNLQJ¨ìì $FFUDì*KDQDì%DQNìRIì*KDQD %DQNìRIì3DNLVWDQìì§%UDQFKOHVVì%DQNLQJì5HJXODWLRQVì
%ROGì &ì 3RUWHRXVì 'ì DQGì 5RWPDQì 6ì 6RFLDOì &DVKì 7UDQVIHUVìDQGì)LQDQFLDOì,QFOXVLRQìì(YLGHQFHìIURPì)RXUì &RXQWULHVì1Rìì)HEìì&*$3 &*$3ì$SSOLHGì3URGXFWì,QQRYDWLRQìLQì%UDQFKOHVVì%DQNLQJì 2FWREHUì &*$3ì *OREDOì 6WDQGDUG6HWWLQJì %RGLHVì DQGì ),ì IRUì WKHì 3RRU2FWREHUì &*$3,QWHURSDELOLW\ì DQGì 5HODWHGì ,VVXHVì LQì %UDQFKOHVVì %DQNLQJì$ìIUDPHZRUN &*$3ì5HJXODWLQJì7UDQVIRUPDWLRQDOì%UDQFKOHVVì%DQNLQJì 0RELOHì 3KRQHVì DQGì 2WKHUì 7HFKQRORJ\ì WRì ,QFUHDVHì $FFHVìWRì)LQDQFHì-DQXDU\ì
IRUì )LQDQFLDOì ,QVWLWXWLRQVì 'HVLURXVì WRì XQGHUWDNHì
&*$3ì6XSHUYLVLQJì1RQEDQNì(0RQH\ì,VVXHUVì-XO\ì
%UDQFKOHVVì%DQNLQJ¨ìì,VODPDEDGì3DNLVWDQì%DQNìRIì
'DVVì 5DMDQLVKì DQGì 6XMR\ì 3DOì ì §$GRSWLRQì RIì
3DNLVWDQ %DQNDEOHì)URQWLHUì$VVRFLDWHVììì§7KHì0]DQVLì%DQNì $FFRXQWì ,QLWLDWLYHì LQì 6RXWKì $IULFD¨ì )LQDOì 5HSRUWì %DQNDEOHì)URQWLHUì$VVRFLDWHV %DQNDEOHì )URQWLHUì $VVRFLDWHVì ì ì §&RQVXPHUì ([SHULHQFHVì LQì %UDQFKOHVVì %DQNLQJ¨ì )LQDOì 5HSRUWì %DQNDEOHì)URQWLHUì$VVRFLDWHV
0RELOHì )LQDQFLDOì 6HUYLFHVì DPRQJì 5XUDOì 8QGHU %DQNHG¨ì $KPHGDEDGì ,QGLDì ,QGLDQì ,QVWLWXWHì RIì 0DQDJHPHQW 'LDVì'ìDQGì0F.HHì.ì3URWHFWLQJì%%ì&RQVXPHUVì3ROLF\ì 2EMHFWLYHVìDQGì5HJXODWRU\ì2SWLRQVì1Rì6HSWHPEHUìì ì&*$3 'LWWXVì 3HWHUì DQGì 0LFKDHOì .OHLQì ì §2Qì KDUQHVVLQJì
%DVHOì &RPPLWWHHì RQì %DQNLQJì 6XSHUYLVLRQì ì
WKHì SRWHQWLDOì RIì ILQDQFLDOì LQFOXVLRQ¨ì %,6ì :RUNLQJì
§2XWVRXUFLQJì LQì )LQDQFLDOì 6HUYLFHV¨ì 7KHì -RLQWì
3DSHUì 1Rì 6ZLW]HUODQGì %DQNì IRUì LQWHUQDWLRQDOì
)RUXPì 6ZLW]HUODQGì %DQNì IRUì LQWHUQDWLRQDOì
6HWWOHPHQW
6HWWOHPHQW
2SSRUWXQLWLHV
)LQDQFLDOì ,QFOXVLRQì DQGì &XVWRPHUì 3URWHFWLRQì LQì 3HUXì ì
%R\Gì &DUROLQHì ì §0RELOHì )LQDQFLDOì 6HUYLFHVì DQGì
7KHì%UDQFKOHVVì%DQNLQJì%XVLQHVVì-RLQWìDVVHVVPHQWì
WKHì 8QGHUEDQNHGì 2SSRUWXQLWLHVì DQGì &KDOOHQJHVì
5HSRUWì6XSHULQGHQFHìRIì%DQNVì,QVXUDQFHìDQGì$)3Vì
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
&RQVXOWDWLYHì *URXSì WRì $VVLVWì WKHì 3RRUì )HEUXDU\ì
$FFHVVì WRì )LQDQFH¨ì )RFXVì 1RWHì ì :DVKLQJWRQì
2010.
'&ì&*$3
)ODPLQJì0ì3URFKDVNDì.ì6WDVFKHQì6ìì'LDJQRVWLFì
/\PDQì 7LPRWK\ì *DXWDPì ,YDWXU\ì DQGì 6WHIDQì 6WDVFKHQì
5HSRUWì RQì WKHì OHJDOì DQGì UHJXODWRU\ì HQYLURQPHQWì
ì§8VHì2Iì$JHQWVì,Qì%UDQFKOHVV%DQNLQJì)RUì7KHì
IRU%UDQFKOHVVì %DQNLQJì LQì ,QGRQHVLDì -XQHì ì
3RRUì5HZDUGVì5LVNVì$QGì5HJXODWLRQ¨ì)RFXVì1RWHì
&*$3
ì:DVKLQJWRQì'&&*$3
)ODPLQJì0ì0F.D\ì&ìDQGì3LFNHQVì0$JHQWì0DQDJHPHQWì
/DXHUì .ì 'LDVì 'ì DQGì 7DUD]Lì ì 0ì ì %DQNì $JHQWVì
7RRONLWì %XLOGLQJì Dì 9LDEOHì 1HWZRUNì RIì %%ì $JHQWVì
5LVNì0DQDJHPHQWì0LWLJDWLRQì6XSHUYLVLRQì1Rìì
7HFKQLFDOì*XLGHìì&*$3
'HFì&*$3
+DQQLJìì$ìDQGì-DVHQì6ì)LQDQFLDOì,QFOXVLRQìDQGì)LQDQFLDOì 6WDELOLW\ì &XUUHQWì 3ROLF\ì ,VVXHVì $'%,QVWXWLWHì $'%,ì ZRUNLQJìSDSHUìVHULHVìì1Rìì'HFHPEHUì +DZNLQVì3HQHRSHì ì§)LQDQFLDOìDFFHVVìDQGìILQDQFLDOì VWDELOLW\¨ì LQì %DQNì IRUì ,QWHUQDWLRQDOì 6HWWOHPHQWVì &HQWUDOìEDQNVìDQGìWKHìFKDOOHQJHìRIìGHYHORSPHQWìSSì ¥ìZZZELVRUJìHYHQWVFEFGSGI ,0)ì (QKDQFKLQJì )LQDQFLDOì 6HFWRUì 6XUYHLODQFHì LQì /RZ ,QFRPHì&RXQWULHVì)LQDQFLDOì'HHSHQLQJìDQGì0DFUR 6WDELOLW\ìì$SULOìì ,QWHUQDWLRQDOì)LQDQFHì&RUSRUDWLRQìì§0RELOHìEDQNLQJì
0DNLQì 3DXOì ì §5HJXODWRU\ì ,VVXHVì DURXQGì 0RELOHì %DQNLQJ¨ì&RQVXOWì+\SHULRQì2(&' 0DVì,JQDFLRìDQGì+DQQDKì6LHGHNìì§%DQNLQJWKURXJKì 1HWZRUNVì RIì 5HWDLOì $JHQWV¨ì )RFXVì 1RWHì ì :DVKLQJWRQì'&ì&*$3 0DUWLQH]ìì0ìDQGì0F.D\ì&ì(PHUJLQJì/HVVRQVìRIì3XEOLFì )XQGHUVì LQì %UDQFKOHVVì %DQNLQJì 1Rì ì -XO\ì ì &*$3 3LFNHQVì0DUNì'DYLGì3RUWHRXVìDQGì6DUDKì5RWPDQìì §6FHQDULRVìIRUì%UDQFKOHVVì%DQNLQJìLQì¨ì)RFXVì 1RWHìì:DVKLQJWRQì'&ì&*$3
LQì ,QGRQHVLDì $VVHVVLQJì WKHì 0DUNHWì 3RWHQWLDOì IRUì
5ì.KDQì+DUXQìì,VVXHVìDQGì&KDODQJJHVìLQì)LQDQFLDOì
0RELOHì 7HFKQRORJ\ì WRì ([WHQGì %DQNLQJì WRì WKHì
,QFOXVLRQì3ROLFLHVìSDUWQHUVKLSVìSURFHVVì ìSURGXFWVì
8QEDQNHGì DQGì 8QGHUEDQNHG¨ì -DNDUWDì $XVWUDOLD
.H\QRWHVì DGGUHVVì E\ì 0U+DUXQì .KDQì DWì WKHì
,QGRQHVLDì3DUWQHUVKLS
V\PSRVLXPìRQì§)LQDQFLDOì,QFOXVLRQìLQì,QGLDì(FRQRP\¨ì
,YDWXU\ì *ì DQGì 0DVì ,ì 7KHì (DUO\ì ([SHULHQFHì ZLWKì %UDQFKOHVVì%DQNLQJì1Rìì$SULOìì&*$3 .OHLQì0LFKDHOìDQGì&ROLQì0D\HUìì§0RELOHì%DQNLQJì DQGì )LQDQFLDOì ,QFOXVLRQì 7KHì 5HJXODWRU\ì /HVVRQV¨ì
ì-XQHì 6XEUDPDQLDQì /DNVKPLQDUD\DQDQì 'HQQLVì 6KDVKDì DQGì $VKOHVKì6KDUPDìì§6HFXUHì%UDQFKOHVVì%DQNLQJ¨ì 0RQWDQDì86$ì16'5ì
)UDQNIXUWì6FKRROì¥ì:RUNLQJì3DSHUì6HULHV)UDQNIUXWQì
7DGXì5ìDQGì0X\DPELULì%ì ì)LQDQFLDOì,QFOXVLRQìDQGì
1Rì )UDQNIUXW*HUPDQ\ì )UDQNIUXWì 6FKRROì RIì
)LQDQFLDOì 6WDELOLW\ì WKHì LPSRUWDQWì UROHì RIì ILQDQFLDOì
)LQDQFHìDQGì0DQDJHPHQW
UHJXODWLRQìLQìH[SODLQLQJìWKHìUHODWLRQVKLSì-RXUQDOìRIì
.HQGDOOì-DNHì1DWDOL\Dì0\OHQNRìDQGì$OHMDQGURì3RQFHìì §0HDVXULQJì)LQDQFLDOì$FFHVVìDURXQGìWKHì:RUOG¨ì3ROLF\ì 5HVHDUFKì:RUNLQJì3DSHUì1Rìì:RUOGì%DQN /\PDQì7LPRWK\ì'DYLGì3RUWHRXVìDQGì0DUNì3LFNHQVìì
5HVHDUFKìLQì,QWHUQDWLRQDOì%XVLQHVVìDQGì0DQJHPHQWì 9ROì SSìì$SULOì 7DUD]Lì0ìDQGì%UHORIIì3ì5HJXODWLQJì%DQNLQJì$JHQWVì1Rì ì0DUFKìì&*$3
§5HJXODWLQJì 7UDQVIRUPDWLRQDOì %UDQFKOHVVì %DQNLQJì
:LERZRì 3XQJN\ì 3ì ì %DQNì ,QGRQHVLDì %UDQFKOHVVì
0RELOHì 3KRQHVì DQGì 2WKHUì 7HFKQRORJ\ì WRì ,QFUHDVHì
%DQNLQJì 6HWHODKì 0XOWLOLFHQVHì $QFDPDQì $WDXì
119
Artikel 2. Branchless Banking dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
.HVHPSDWDQì%DJLì3HUEDQNDQì1DVLRQDOì3DSHUì6HVSLELì $QJNDWDQì;;;, :RUOGì (FRQRPLFì )RUXPì 7KHì 0RELOHì )LQDQFLDOì 6HUYLFHVì 'HYHORSPHQWì5HSRUWìì
120
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
Artikel 3 Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer Iman Gunadi1, Diana Yumanita2, Januar Hafidz3, Rieska Indah Astuti4 Abstraksi Countercyclical capital buffer merupakan salah satu kebijakan makroprudensial yang diharapkan dapat mengurangi prosiklikalitas yang terjadi dalam perekonomian. Dengan memperlambat pertumbuhan kredit, kebijakan ini diharapkan pada akhirnya dapat menahan pola pertumbuhan kredit yang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, bahwa terjadi prosiklikalitas pada pergerakan kredit di Indonesia. Oleh karena itu, paper ini mengkaji indikator yang dapat digunakan sebagai dasar penetapan besaran countercyclical capital buffer (CCB). Dengan menggunakan periode data 2001-2012 dan mengacu pada pendekatan yang berpedoman pada BCBS, paper ini memberi indikasi bahwa rasio narrow credit to GDP gap, merupakan indikator yang dapat digunakan sebagai indikator countercyclical capital buffer. Namun demikian, indikator narrow credit to GDP gap perlu didukung dengan indikator-indikator perekonomian lainnya, khususnya dalam menentukan saat yang tepat untuk mengaktifkan atau menonaktifkan kebijakan CCB.
I. LATAR BELAKANG
sektor riil, serta perilaku moral hazard merupakan faktor
Krisis keuangan semakin menunjukkan tingkat
penyebab utama dari terjadinya krisis keuangan. Schinasi
kekerapan yang semakin tinggi. Meskipun setiap krisis
(2000) menggambarkan bahwa pertumbuhan sektor
bersifat unik, namun pada umumnya menimbulkan
keuangan semenjak tahun 1970 meningkat sangat
kerugian yang cukup besar bagi pelaku ekonomi dan
ekspansif dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
masyarakat luas. Sebagai contoh, krisis 1997/1998 telah
riil. Pada tahun 2000, pertumbuhan aset pada sektor
menimbulkan biaya pemulihan yang melampaui 51% dari
keuangan di negara maju telah meningkat dua kali dari
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
periode 1970-2000. Selain itu, pertumbuhan aset sektor
Perkembangan dan inovasi produk keuangan yang
keuangan di UK meningkat dari 110% (tahun 1980)
semakin canggih, namun tidak memiliki underlying di
menjadi 377% (tahun 2000). Sementara pada periode yang sama, di Jerman meningkat dari 182% menjadi
1) 2) 3) 4)
Penulis adalah Peneliti Senior, Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Penulis adalah Peneliti Senior, Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Penulis adalah Peneliti Ekonomi, Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Penulis adalah Peneliti Ekonomi, Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia
353% dan di Amerika Serikat meningkat dari 111% menjadi 257%.
121
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
Kondisi inilah yang antara lain mendorong pemimpin-
II. TUJUAN PENELITIAN
pemimpin negara yang tergabung dalam G-20 menyusun
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
blueprint bagi reformasi keuangan global. Secara umum,
indikator yang dapat dijadikan kandidat dalam rangka
reformasi keuangan global mencakup 8 hal pokok, yaitu
penetapan countercyclical capital buffer. Selain itu, kajian
(1) improving bank capital and liquidity standards, (2)
ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi indikator-indikator
addressing systemically important financial institutions
lainnya yang dapat digunakan untuk menggambarkan
(SIFIs), (3) expanding and refining the regulatory perimeter,
kondisi perekonomian dan sistem keuangan yang
(4) improving the OTC and commodity derivatives markets,
sesungguhnya, sebagai pendukung bagi indikator utama.
(5) developing macro-prudential frameworks and tools, (6) strengthening and converging accounting standards, (7)
III. DEFINISI COUNTERCYLICAL CAPITAL BUFFER
strengthening adherence to international supervisory and
III.1. Capital Buffer
regulatory standards, dan (8) other issues.
Dalam literatur, definisi mengenai capital buffer
Sebagian dari kesepakatan tersebut di atas selanjutnya
cukup beragam. Jokipii dan Milne (2008) mendefinisikan
dituangkan dalam Basel III yang mengatur aspek permodalan
capital buffer sebagai besaran modal berbasiskan risiko
dan likuiditas perbankan. Dalam konteks aspek permodalan,
dengan rasio kurang dari 8%. Setelah Basel II, bank memiliki
jumlah modal minimum pada Basel I dan II sebesar 8%
metode estimasi risiko yang berbeda-beda, sebagai contoh
dipandang tidak memadai untuk mengatasi prosiklikalitas
dengan menggunakan pendekatan internal rating. Oleh
pada sistem keuangan dan perekonomian. Oleh karena itu,
karena itu, bank cenderung akan memiliki modal yang
menurut Basel III, bank diwajibkan meningkatkan modalnya
berbeda tergantung pada bagaimana mereka menilai
untuk mengantisipasi terjadinya prosiklikalitas dalam bentuk
risikonya. Jackson (1999), Bikker and Metzemakers (2005),
Countercyclical Capital Buffer (CCB).
Jokipii dan Milne (2008) menyebutkan bahwa bank akan
Kebijakan countercyclical capital buffer ini bertujuan
menjaga kelebihan modalnya untuk memberikan sinyal
untuk meningkatkan cadangan modal bank yang akan
kepada pasar mengenai tingkat solvabilitasnya. Apabila
digunakan untuk menekan pertumbuhan kredit yang
bank memiliki tingkat solvabilitas yang baik maka akan
berlebihan agar tidak terjadi risiko sistemik. Cadangan
mudah bagi bank untuk mengumpulkan dana pada tingkat
ini dibentuk pada saat siklus perekonomian meningkat
bunga yang rendah.
dan digunakan pada saat siklus perekonomian menurun
Secara umum, penggunaan capital buffer ini untuk
dengan tujuan untuk mempertahankan aliran kredit atau
melindungi bank dari potensi kerugian yang akan timbul
pembiayaan kepada sektor produktif.
di masa yang akan datang. Selain capital buffer, ada
Pada bulan Desember 2010, Basel Committee for
instrumen lain juga yang dapat digunakan yaitu provisi.
Banking Supervision (BCBS) menerbitkanguideline yang
Namun, capital buffer dan provisi memiliki perbedaan yang
memuat prinsip umum dan formulasi perhitungan CCB.
cukup signifikan dalam hal penggunaan. Dalam kajiannya
Kajian ini berupaya untuk mengimplementasikan isi
Terrier et. al. (2011) mengungkapkan bahwa fungsi dari
guideline tersebut pada perbankan di Indonesia.
provisi adalah menyerap kerugian yang sudah diharapkan sebelumnya pada neraca perbankan. Sedangkan fungsi dari capital buffer sendiri adalah untuk menyerap kerugian yang tidak terduga di masa mendatang. Pada Grafik 3.1
122
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
tampak bahwa provisi digunakan untuk menutup kerugian
Keberadaan capital buffer akan mempengaruhi
yang sudah diharapkan dan sudah terjadi (expected loss),
spread suku bunga dapat dijelaskan melalui argumentasi
hal ini ditunjukan dari grafik provision yang menunjukan
bahwa bank akan memperketat screening dan monitoring
kenaikan. Sedangkan grafik capital buffer yang cenderung
kreditnya. Hal ini sejalan dengan temuan Meh dan Moran
turun menunjukan penggunaan buffer pada saat kerugian
(2010) yang menunjukkan bahwa ketidakoptimalan
yang tidak diharapkan tersebut muncul (“unexpected loss”)
pengawasan bank terhadap debiturnya akan menimbulkan risiko yang biayanya dibebankan kepada debitur.
Grafik Artikel 3.1 Capital and Provisions Unexpected loss Covered by Capital
Probability of observing loss
Expected loss Covered by Provisions
Berdasarkan argumentasi saluran di atas, Fonseca et al. mengemukakan tiga hipotesis yaitu: 1)
Capital buffer akan menekan spread tingkat suku bunga
2)
Dampak negatif capital buffer terhadap suku bunga kredit dan deposito lebih besar terjadi pada developing country
3) Losses, Loan portfolio Sumber : Terrier et.al. (2011), IMF Working Paper, WP/11/159
III.2. Capital Buffer dan Siklus Bisnis Dalam praktiknya upaya penambahan modal dan pergerakan kredit memiliki siklus yang berbeda. Hal ini dibuktikan oleh Chen dan Hsu (2011) yang menunjukkan bahwa hubungan antara capital buffer dan siklus kredit memiliki korelasi yang cenderung negatif. Temuan ini senada dengan hasil studi lainnya, yang menunjukkan terjadinya co-movement yang negatif antara capital buffer dengan siklus perekonomian. Kondisi ini yang selanjutnya akan mendorong prosiklikalitas. (Fonseca et.al., 2010). Lebih jauh Agenor (2009) menyatakan bahwa ada 2
Keberadaan jaminan atas simpanan mengurangi kemampuan capital buffer untuk menekan spread suku bunga kredit Kondisi dimana suku bunga cenderung tinggi
pada saat perekonomian mengalami penurunanakan berdampak kepada permintaan kredit pada periode tersebut. Permintaan kredit yang cenderung menurun pada periode burst akan menyebabkan penurunan keuntungan pada bank, dan bank akan kesulitan untuk mencari dana kelolaan pada periode ini. Dampak inilah yang coba dihindari oleh bank sentral di berbagai negara. Secara lebih rinci, dampak kebijakan countercyclical capital buffer terhadap pertumbuhan kredit dapat digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.
saluran dimana capital buffer dapat mempengaruhi siklus perekonomian yaitu: a.
Mempengaruhi investasi perusahaan melalui tingkat bunga pinjaman (spread lending rate dengan deposit rate).
b.
Mempengaruhi konsumsi rumah tangga melalui tingkat bunga simpanan (spread lending rate dengan deposit rate)
123
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
Grafik Artikel 3.2 Hubungan Siklus Bisnis, Capital Buffer dan Pertumbuhan Kredit
adanya risiko ini, maka otoritas harus memperhatikan apakah data/informasi yang digunakan dalam perhitungan CCB seperti halnya indikator Credit/
Growth
GDP cukup konsisten dengan variabel lainnya, seperti Burst
Bo om
various asset prices, funding spread and CDS spread credit condition surveys. t2
t1
t
Buffer
4.
Penggunaan CCB dapat segera dilakukan pada saat dibutuhkan (prompt release). Pada kondisi stress
B1
maka CCB harus dapat langsung digunakan untuk
B2 B1
mengurangi risiko tidak tersalurnya kredit karena t
merosotnya permodalan bank.
Cost of credit
5.
14
Dimungkinkan menggunakan secara bersamaan
13
tools makroprudensial lainnya di samping CCB (other
12 11
macroprudential tools). Pada saat kondisi stress, Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q
alternatif tools makroprudensial lainnya (seperti
Sumber: Hipotetical, berdasarkan hasil kajian Fonseca et.al (2010), “Cyclical Effects of Bank Capital Buffers with Imperfect Credit Markets : International Evidence.”
Loan to Value ratio (LTV) dan income gearing limits) harus dapat pula digunakan secara bersamaan untuk
III.3. Penentuan Leading Indicator Berdasarkan
mengurangi risiko sistemik.
Guideline BCBS
Sementara itu, dalam menentukan waktu yang
Secara umum, BCBS telah menggariskan 5 prinsip
tepat (timing) untuk membentuk dan menggunakan
dasar yang dapat dijadikan guideline dalam menghitung
CCB dibutuhkan leading indicator yang tepat yang dapat
besarnya CCB, yaitu:
saja berbeda untuk setiap negara. Drehman et al. (2010)
1.
Tujuan dari CCB adalah memproteksi sistem
melakukan analisis terhadap variabel yang mampu menjadi
perbankan dari potensi kerugian ketika terjadi
leading indicator tersebut. Variabel yang dianalisis dibagi
pertumbuhan kredit yang berlebihan dan diperkirakan
ke dalam 3 kelompok besar, yaitu:
akan mengganggu stabilitas sistem keuangan.
ì
2.
Menggunakan rasio Credit/GDP sebagai common
growth, deviasi Credit/GDP terhadap long term
reference atau benchmark. Kredit yang dimaksud
trendnya (gap Credit/GDP), deviasi harga equity real
disini berupa broad credit (mencakup kredit dari bank
terhadap long term trendnya (gap harga equity real).
dan non bank). Namun demikian, otoritas tidak harus
ì
mengadopsi pendekatan ini. Sekiranya menggunakan pendekatan lain, otoritas harus dapat menjelaskan dasar keputusan dalam menentukan indikator
3.
124
Macroeconomic variables: GDP growth, (real) GDP
.LQHUMDì EDQNì profits (earnings) dan proksi gross losses.
ì
Cost of funding: credit spreads. Metode statistik signal extraction digunakan dalam
benchmark tersebut.
menentukan leading indicator dari variabel-variabel
Penggunaan pendekatan Credit/GDP atau
tersebut di atas. Salah satu kriteria penting dalam
pendekatan lainnya dapat menimbulkan risiko sinyal
penetapan leading indicator menggunakan metode
yang misleading(risk of misleading signal). Dengan
statistik signal extraction menurut Kaminsky dan Reinhart
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
(1999) indikator tersebut memiliki noise-to-signal ratio
memutuskan penggunaan gap Credit/GDP dengan
terendah. Pada prinsipnya, noise-to-signal ratio dapat
beberapa pertimbangan sebagai berikut:
memberikan sinyal tentang kualitas leading indicator.
ì
/HELKìsmooth karena dinormalisasi dengan pembagi
Semakin besar rasio sinyal baik terhadap sinyal buruk
size perekonomian (GDP) dan tidak dipengaruhi oleh
maka semakin baik variabel yang diuji untuk dijadikan
pola siklus normal dari pertumbuhan kredit.
leading indicator. Hasil simulasi menunjukkan bahwa
ì
/HELKì PXGDKì PHQFDSDLì WXMXDQì GDULì NHELMDNDQì
gap Credit/GDP memberikan noise-to-signal ratio
makroprudensial dalam memproteksi sektor
paling rendah. Penelitian lainnya (Borio dan Lowe,
perbankan dari pertumbuhan kredit yang
2002) menunjukkan pula bahwa indikator gap Credit/
berlebihan.
GDP merupakan pemberi sinyal yang sangat baik
Dengan berpedoman pada guideline BCBS di
untuk memprediksi terjadinya krisis perbankan. Oleh
atas, secara umum kerangka pemikiran kajian ini dapat
karena itu, di samping alasan empiris di atas BCBS
digambarkan sebagai berikut:
Gambar Artikel 3.1. Kerangka Pemikiran
Menentukan Indikator dalam Rangka Menetapkan Capital Buffer
Implementasi di Negara Lain
Pedoman BCBS Gap Rasio Kredit terhadap GDP dengan Long Term Trendnya
Menentukan AlternaƟf Indikator Narrow Credit to GDP
Menetapkan Metode Perhitungan Tren Jangka Panjang
Narrow Credit Growth Consumer Loan to GDP Property Credit to GDP
Hodric Prescott Filter
Kalman Filter
Property Credit to GDP Mortgages Loan to GDP Mortgages Loan Growth
Berdasarkan Kriteria: 1. Rekomendasi BCBS 2. Pemenuhan asumsi untuk masing-masing filter
(Broad Credit – External Debt (ED)) Growth (Broad Credit – ED + Bank ED) Growth
(Broad Credit – Bank ED) Growth Loan to Deposit RaƟo Market CapitalizaƟon to GDP
Berdasarkan Kriteria: 1. Gap saat krisis lebih tinggi dari H 2. Early Warning 2-3 tahun sebelum krisis 3. Noise to Signal Ratio yang terendah 4. Ketersediaan Data
Market CapitalizaƟon Growth PMTDB to GDP
Kandidat Indikator
Contrafactual Test Kerangka Implementasi Indikator Terpilih
125
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
Selanjutnya gap dari masing-masing indikator
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Penentuan Gap Indikator dengan HP Filter
dihitung sebagai:
Gap merupakan selisih antara masing-masing
GapW= indikatort – tren jangka panjang indikatort
indikator di atas terhadap tren jangka panjangnya. BCBS (2010) merekomendasikan metode HP Filter dengan Ȝ =400,000 untuk mengestimasi tren jangka panjang
Gap dari indikator tersebut akan dijadikan dasar dalam penentuan besarnya CCB bagi perbankan Indonesia.
masing-masing indikator. Pemilihan nilai Ȝ =400,000
Grafik Artikel 3.3 Siklus Bisnis dan Siklus Keuangan di Indonesia
didasarkan atas beberapa pertimbangan (Drehman et al, 2010) yang dijelaskan sebagai berikut.
120.00% 100.00%
Data historis menunjukkan fluktuasi financial cycle
98.44%
93.68%
80.00% 60.00%
(siklus kredit) yang terkait dengan krisis umumnya lebih
53.61% 40.00%
panjang dibandingkan fluktuasi business cycle (siklus
23.68%
20.00%
-40.00%
berikut adalah perhitungan untuk penentuan Ȝ yang
-38.55%
2012q4
2012q2
2011q4
2011q2
2010q4
2010q2
2009q4
2009q2
2008q4
2008q2
2007q4
2006q4 2007q2
2006q2
2005q4
2005q2
2004q4
2004q2
2003q4
2003q2
2002q4
2002q2
2001q4
2001q2
2000q4
2000q2
1999q4
-20.00%
1999q2
bisnis). Berdasarkan prosedur Bry dan Boschan (1971),
1998q4
0.00%
-37.02% -50.64%
-60.00% -80.00%
disesuaikan dengan siklus perekonomian di Indonesia.
-100.00% IHSG (Financial Cycle)
Kurs (Business Cycle)
Tabel Artikel 3.1 Financial Cycle dan Business Cycle di Indonesia
IV.2. Penentuan Gap Indikator dengan Kalman Rata-rata durasi (Kuartal) Siklus
Filter Metode Kalman Filter dikembangkan pertama
Business Cycle*) Financial cycle**)
kali oleh Rudolf Emil Kalman pada tahun 1960.
Peak to peak
10.00
44
Trough to trough
9.50
36
Siklus
9.75
40
Kalman Filter merupakan algoritma pengolahan data rekursif untuk menghitung penduga yang optimal berdasarkan informasi yang ada. Kalman filter juga
Financial cycle/ Business cycle
4.10
*) Pertumbuhan GDP **) Pertumbuhan Kredit (narrow kredit antara 1997-2008-Sistemik)
panjang suatu indikator. Dalam praktiknya, untuk tujuan mencari tren jangka panjang, HP filter lebih popular apabila dibandingkan Kalman filter. Hal ini disebabkan terdapat asumsi-asumsi yang harus
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa siklus
dipenuhi dalam penggunaan Kalman filter yang dalam
kredit di Indonesia empat kali lebih panjang dibandingkan
kenyataannya sulit untuk dipenuhi oleh data yang
dengan siklus bisnis, sehingga diperoleh Ȝ=4,104*1,600
tersedia. Adapun asumsi-asumsi yang harus dipenuhi
у 400,000 (Drehman et al., 2010). Nilai Ȝ yang tinggi
adalah sebagai berikut:
memberikan rentang waktu yang lebih besar dalam
1.
Error memiliki distribusi normal dengan nilai
mengidentifikasikan awal periode krisis sehingga
harapan dan rata-rata kesalahan adalah 0
meningkatkan reliabilitas suatu variabel sebagai early
(E(ɸ)=0)
warning indicator.
126
dapat digunakan untuk menentukan tren jangka
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
2.
3.
Homokedastisitas atau variansi Ht dan Șt adalah tetap
Namun, untuk kepentingan penelitian akan
untuk semua pengamatan
diilustrasikan penggunaan Kalman filter untuk selanjutnya
Independensi, yaitu tidak terjadi autokorelasi antar
dibandingkan dengan HP filter, dengan menggunakan
error/pengganggu
data credit/GDP tahun 2000 kuartal 4 sampai dengan
Dalam penelitian ini, Kalman filter tidak dapat
tahun 2012 kuartal 3.
digunakan karena asumsi kenormalan untuk data credit/GDP
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa seluruh
yang dimulai sejak tahun 1993 kuartal 1 tidak terpenuhi,
asumsi untuk Kalman filter telah terpenuhi. Selanjutnya
mengingat terjadinya krisis tahun 1997-1998 yang terjadi
dengan menggunakan Kalman filter akan dicari tren yang
di Indonesia mengakibatkan data tidak terdistribusi secara
merupakan penduga yang optimal dari Credit/GDP untuk
normal atau mengikuti skew pattern karena nilai ekstrem
selanjutnya dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari
selama periode krisis. Sehingga dalam penelitian ini, metode
HP filter dengan Ȝ=400,000.
HP filter lebih robust dalam menentukan tren jangka panjang masing-masing indikator tersebut. Tabel Artikel 3.2 Tes Diagnostic Residual Data Credit/ GDP (Tahun 2000 Kuartal 4 s.d. 2012 Kuartal 3)
Grafik Artikel 3.5 Narrow Credit/GDP dan Kalman Filter 35 30
No
Asumsi
StaƟƐƟk
Nilai
Nilai KriƟƐ
Hasil Pengujian
N
5,78 8
5,99
Asumsi T Terpenuhi
1/H H(14)
0,49 9
2,86
Asumsi T Terpenuhi
Q Q(11)
5,26 6
12,59
Asumsi T Terpenuhi
25 20
NARROW CREDIT/EDP
Grafik Artikel 3.4 Narrow Credit/GDP dan HP Filter 35
2012Q2
2011Q4
2010Q2
2010Q4 2011Q2
2009Q2
2009Q4
2008Q4
2008Q2
2007Q4
2007Q2
2006Q4
2006Q2
2005Q4
2004Q2
0
2004Q4 2005Q2
5 2003Q2 2003Q4
Independen nsi
2002Q2
3
10
2002Q4
HomoskedaƐƟƐŝƚĂƐ
2001Q4
2
15
2001Q2
Normality
2000Q4
1
Kalman Filter Trend
Tabel Artikel 3.4. Hasil Uji Korelasi Kalman Filter & HP Filter
30 25 20
Paired Samples Correla ons
15 10 5
NARROW CREDIT/EDP
2012Q2
2011Q4
2010Q2
2010Q4 2011Q2
2009Q2
2009Q4
2008Q4
2008Q2
2007Q4
2007Q2
2006Q4
2006Q2
2005Q4
2004Q2
2003Q2 2003Q4
2002Q2
2002Q4
2001Q4
2001Q2
2000Q4
2004Q4 2005Q2
Pair 1
0
Correl
Gap Kalman Filter & Gap HP Filter
HP Filter Trend
on
Sig.
0.750
0.000
Tabel Artikel 3.3 Hasil Pengujian Beda Rata-rata Dua Populasi
Paired SamplesTest 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1 Gap Kalman Filter Gap HP Filter
.06026
Std. Deviation .85962
Std. Error Mean .13109
Lower
-.20429
Upper
.32481
t
.460
df
42
Sig. (2-tailed)
.648
127
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
Berdasarkan grafik dan tabel di atas, dapat
-
Noise-to-signal ratio: rasio antara type-2 error
disimpulkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95%,
terhadap (1 – type-1 error)
rata-rata tren yang diperoleh dengan menggunakan
Kaminsky dan Reinhart dalam studinya menyatakan
metode Kalman filter dengan metode HP filter tidak
bahwa best early warning indicator adalah indikator yang
berbeda secara statistik. Hal ini diperkuat dengan adanya
memiliki nilai noise-to-signal ratio (NSR) terendah.
korelasi positif yang tinggi antara keduanya yaitu sebesar
Selain harus memenuhi syarat reliabilitas, suatu
0,75. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut
leading indicator juga harus memiliki konsistensi dengan
dan karena adanya pelanggaran asumsi normalitas, untuk
indikator pelengkap lainnya dalam mengidentifikasi
penelitian ini selanjutnya akan digunakan metode HP filter
krisis. Hal ini diperlukan mengingat bahwa semakin
dengan Ȝ=400,000.
banyak indikator yang memberikan sinyal berupa nilai gap indikator tersebut yang memiliki tren meningkat
IV.3. Pemilihan Kandidat Leading Indicator
hingga melebihi batas atas (H), maka semakin akurat
Pemilihan leading indicator didasarkan atas
pula indikator tersebut dalam mendeteksi krisis. Dengan
kemampuan indikator tersebut dalam mengidentifikasi
tercapainya konsistensi dari leading indicator dengan
krisis dalam periode waktu 2-3 tahun sebelum terjadi krisis
indikator pelengkap lainnya, maka diharapkan wrong
(BCBS, 2010). BCBS menetapkan terdapat tiga kriteria yang
signal detection dapat dihindarkan.
harus dipenuhi oleh indikator, yaitu: 1.
Pada saat terjadi krisis, gap Credit/GDP tH.
2.
2 atau 3 tahun sebelum terjadi krisis gap Credit/GDP
IV.4. Hasil Estimasi Kandidat Indikator Identifikasi indikator yang tepat sangat diperlukan
berada pada level L.
untuk memberikan sinyal yang akurat terhadap krisis
Ketersediaan data kredit di Indonesia
keuangan di dalam suatu perekonomian. Beberapa
Selain tiga kriteria di atas, pada penelitian ini
literatur menunjukkan bahwa indikator yang tepat
digunakan dua guideline tambahan sebagai acuan untuk
bagi satu negara belum dapat digunakan oleh
menentukan indikator yang dijadikan sebagai leading
negara lain dalam menggambarkan siklus bisnis dan
indicator, yaitu reliabilitas dan konsistensi indikator.
keuangannya.
3.
Reliabilitas suatu indikator dapat diukur dengan
Pada subbab 4.2.1 (Tabel 3.1) telah disebutkan
menghitung nilai noise-to-signal ratio (NSR) indikator
bahwa terdapat 14 indikator yang menjadi kandidat leading
tersebut. Suatu indikator dikatakan memberikan sinyal
indicator yang akan digunakan dalam penetapan besaran
yang dikategorikan benar jika berhasil mengidentifikasikan
CCB. Masing-masing indikator tersebut akan dievaluasi
krisis dengan tepat dalam periode waktu 2-3 tahun
untuk melihat kesesuaiannya dengan kondisi perekonomian
sebelum terjadinya krisis dengan nilai noise-to-signal ratio
di Indonesia. Sementara itu, dalam menetapkan besaran
(NSR) terendah (Drehmann et al, 2010) dimana:
CCB digunakan guideline BCBS Desember 2010, yang
-
Type-1 error: sinyal tidak terdeteksi tetapi terjadi
dimulai dengan menghitung rasio dari setiap indikator.
krisis
Kemudian dilanjutkan dengan menghitung gap antara
Type-2 error: sinyal terdeteksi tetapi tidak terjadi
rasio setiap indikator dengan trend jangka panjangnya.
krisis
Dalam menghitung trend jangka panjang setiap indikator,
-
digunakan HP Filter dengan Ȝ= 400,000.
128
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
Selanjutnya, berdasarkan gap yang diperoleh akan
GDP dan gap LDR memiliki noise to signal ratio (NSR)
dapat ditentukan besarnya batas bawah (L) dan batas
tertinggi yaitu 1 yang mengindikasikan bahwa probabilitas
atas (H). Penetapan threshold dilakukan dengan mengacu
indikator tersebut dalam memberikan sinyal yang salah
pada consultative document yang telah dikeluarkan oleh
tentang kejadian krisis adalah 1. Begitu pula dengan
BIS. Setelah menetapkan L dan H, kemudian dilakukan
indikator gap Market Capitalization Growth, gap
transformasi gap menjadi CCB.
Mortgages Loan Growth, gap Property Credit Growth
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa terdapat
dan gap pertumbuhan Broad Credit – Pinjaman luar
beberapa indikator yang tidak memenuhi kriteria yang
negeri yang masing-masing memiliki NSR lebih dari 0.
telah ditetapkan oleh BCBS. Indikator gap PMTDB/
Kaminsky dan Reinhart (1999) dalam studinya menyatakan
Berikut adalah tabel uraian kandidat indikator dan pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan oleh BCBS. Tabel Artikel 3.5. Peta Indikator Kriteria
No
Indikator
Gap Indikator Saat Krisis
Deteksi Sinyal (Kuartal Sebelum Krisis)
1997 Q3
2005 Q4
2008 Q4
1997 Q3
2005 Q4
2008 Q4
Noise to Signal RaƟo (NSR)
1
Narrow Credit /GDP
21.686
-2.977
2.770
7
-
1
0
2
Market CapitalizaƟon/GDP
32.491
-18.115
-55.567
9
-
-
0
3
PMTDB/GDP
4.043
-1.836
2.490
11
-
-
1
4
Mortgages Loan/GDP
1.254
0.048
0.150
6
-
-
0
5
Property Credit/GDP
5.843
-0.621
0.835
6
-
-
0
6
Consumer Loan/GDP
2.340
1.028
0.073
6
4
-
0
7
Narrow Credit Growth
15.899
5.265
10.771
11
6
5
0
8
Market CapitalizaƟon Growth
-32.400
-13.523
-74.686
-
-
-
0.67
9
Mortgages Loan Growth*
17.699
11.771
4.007
2
9
-
0.33
10
Property Credit Growth*
37.795
11.495
6.402
2
11
6
0.33
11
BC-Pinjaman LN Growth**
21.163
0.343
9.665
2
6
5
0.33
12
BC-(Pinjaman LN+LN Bank)**
-
2.217
8.317
-
6
5
0
13
BC-Pinjaman LN Bank**
-
0.468
16.089
-
1
4
0
14
Loan to Deposit RaƟo
31.550
-3.962
12.681
14
-
4
1
Keterangan: - *Ketersediaan data dimulai kuartal satu tahun 1997 - **Ketersediaan data dimulai kuartal satu tahun 2002 - Cell berwarna merah menandakan bahwa gap indikator saat krisis melebihi batas atas (H) yang telah ditentukan untuk masing-masing - Cell berwarna kuning menandakan bahwa indikator tersebut memberikan sinyal dalam waktu lebih atau sama dengan 2 tahun sebelum terjadinya krisis - Cell berwarna hijau mengindikasikan indikator yang memiliki NSR terendah (indikator terbaik)
129
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
bahwa best early warning indicator adalah indikator
Grafik Artikel 3.6 Indikator Terpilih dan Threshold
yang memiliki nilai noise-to-signal ratio (NSR) terendah.
CRISIS
60,00 58,00 56,00 54,00 52,00 50,00
Dengan mempertimbangkan pemenuhan dua kriteria lainnya, yaitu gap saat krisis dan deteksi sinyal dini serta
Credit/GDP, Consumer Loan/GDP dan Narrow Credit
2012Q3
2010Q3
2011Q1
2012Q1
2011Q3
2010Q1
2009Q3
2009Q1
2008Q3
2008Q1
2006Q1
2006Q3
2007Q1
2007Q3
2004Q1
2005Q3
2003Q3
2005Q1
2004Q3
2003Q1
2002Q1
2002Q3
2001Q3
2000Q1
2001Q1
1999Q1
2000Q3
1998Q1
1999Q3
1997Q1
1998Q3
1997Q3
1996Q1
1995Q1
1996Q3
L=2 1994Q1
yaitu Narrow Credit/GDP, Mortgages Loan/GDP, Property
1995Q3
yang merupakan kandidat dari best leading indicator,
Gap (%) H = 15
1994Q3
20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 -2,00 -4,00 -6,00 -8,00 -10,00 -12,00 -14,00 -16,00 -18,00 -20,00
ketersediaan data yang memadai, maka tersisa 5 indikator
Growth. dikarenakan rata-rata CAR perbankan di Indonesia saat
IV.5. Usulan Alternatif Indikator Terbaik
ini sudah cukup tinggi, yaitu sekitar 16-17 persen, yang
Dengan menggunakan kriteria L dan H dari BCBS, berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil bahwa dari 14 indikator (Tabel 3.1) terdapat 4 indikator yang sesuai dengan kondisi di Indonesia, yaitu gap Narrow Credit/
artinya CAR tersebut sudah melebihi maksimum buffer yang ditetapkan. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan saat CCB sudah diterapkan maupun kondisi saat CCB belum diterapkan.
GDP, gap Mortgages Loan/GDP, gap Property Credit/GDP dan gap Consumer Loan/GDP, dengan batas bawah (L)
V. KESIMPULAN
dan batas atas (H) untuk masing-masing indikator adalah sebagai berikut.
countercyclical capital buffer di Indonesia dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa :
Tabel Artikel 3.6. Indikator Terpilih dan Threshold No
Berdasarkan kajian atas Identifikasi indikator
Indikator
1.
Upaya untuk mengidentifikasi indikator yang dapat
Threshold
digunakan sebagai CCB masih terkendala dengan
L
H
data-data sebelum tahun 1997. Ketersediaan data yang cukup panjang menjadi kunci dalam penetapan
1
Narrow Credit /GDP
2
15
2
Mortgages Loan/GDP
0.5
1
3
Property Credit/GDP
2
5
4
Consumer Loan/GDP
0.5
1
siklus kredit dan siklus keuangan sebagai dasar perhitungan dalam menetapkan besaran buffer. Hanya data kredit dan pertumbuhan ekonomi yang
Indikator Narrow Credit/GDP merupakan indikator
memiliki series yang cukup lengkap semenjak tahun
utama yang digunakan sebagai acuan dalam menetapkan
1977 sementara yang lainnya terbatas dan bervariasi
besaran CCB, sementara ketiga indikator lainnya digunakan
dari tahun 1996 dan 2000, seperti data pinjaman luar
sebagai complement untuk memperkuat sinyal dalam early
negeri, data obligasi dan saham, data kredit property,
warning indicator.
data kredit konsumsi. Sehingga, asumsi kredit yang
Untuk menguji apakah suatu kebijakan baru efektif
digunakan dalam kajian CCB di Indonesia hanya
atau tidak dalam penerapannya dapat digunakan uji kontrafaktual (Heckman, 2008). Namun, untuk kebijakan
130
mencakup narrow credit bukan broad credit. 2.
Berdasarkan ketersediaan data semenjak 1997 dan
CCB, uji kontrafaktual tidak memberikan kontribusi yang
pemenuhan kriteria BCBS maka terdapat empat
signifikan dalam penentuan efektivitas kebijakan ini
indikator yang sesuai dengan kondisi di Indonesia
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
yaitu gap narrow credit to GDP, gap mortgages
kebijakan CCB diperlukan kerangka strategi
loan to GDP, gap property credit to GDP, dan gap
komunikasi yang tepat baik dengan instansi terkait
consumer to GDP. Selain ketersediaan data dan
maupun publik khususnya industri perbankan
kesesuaian dengan kriteria BCBS, keempat indikator
sehingga implementasi kebijakan CCB dapat berjalan
ini secara statistik memiliki nilai noise-to-signal ratio
dengan efektif.
yang terendah. 3.
Indikator gap narrow to credit merupakan indikator
DAFTAR PUSTAKA
utama yang digunakan sebagai acuan dalam
Agusman et al., 2012, “Countercyclical Capital Buffer:
menetapkan besaran CCB, dengan besaran threshold
Evidence from Indonesia”, Department of Banking
antara 2-15. Sementara ketiga indikator lainnya
Research and Regulation, Bank Indonesia
digunakan sebagai komplemen untuk memperkuat
4.
Agenor et al., 2011, “Capital Requirements and Business
sinyal early warning.
Cycles with Credit Market Imperfections.”, Banco
Penentuan tren jangka panjang dengan pendekatan
Central Do Brazil, Working Paper Series 231, p 1-58,
Kalman filter tidak dapat digunakan karena asumsi
January 2011
kenormalan untuk data Credit to GDP yang dimulai
Basel Committee on Banking Supervision, 2010,
sejak tahun 1993 kuartal 1 tidak terpenuhi,
“Guidance for National Authorities Operating The
mengingat terjadinya krisis tahun 1997-1998 yang
Countercyclical Capital Buffer”, Bank of International
terjadi di Indonesia mengakibatkan data tidak
Settlements, December.
terdistribusi secara normal atau mengikuti skew
Borio, et al.,2001, “Procyclicality of The Financial System
pattern karena nilai ekstrem selama periode krisis.
and Financial Stability: Issues and Policy Options”,
Sehingga dalam penelitian ini, metode HP filter lebih
BIS Papers No 1.
robust (Ȝ=400.000) dalam menentukan tren jangka panjang masing-masing indikator tersebut.
Bank of England, 2013, “The Financial Policy Committess’s Powers to Supplement Capital Requirements: A Draft Policy Statement,” Bank of England.
VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN ì
ì
3HQHQWXDQìLQGLNDWRUìWHUMDGLQ\DìERRPìDWDXìEXUVWìGDULì
Provisioning Behaviour and Procyclicality”, Journal
perekonomian tidak dapat sepenuhnya disandarkan
of International Financial Markets, Institution and
pada satu indikator yaitu gap kredit terhadap GDP,
Money, Elsevier, Vol 15 (2), Pages 141-157, April.
namun perlu dilihat beberapa indikator lainnya dalam
Berger et al., 1995, “The Role of Capital in Financial
rangka early warning, seperti ISSK, indikator makro
Institution.”, Wharton Financial Institution Center
dan juga indikator fiskal.
Working Paper 95-01
8QWXNìSHQ\HPSXUQDDQìNHìGHSDQìPDVLKìGLSHUOXNDQì
Bry, Gerhard and Boschan, Charlotte, 1971, “Cyclical
lagi upaya menyusun siklus keuangan dan siklus
Analysis of Time Series: Selected Procedures and
bisnis yang lebih tepat dengan ketersediaan
Computer Programs.”, National Bureau of Economic
data yang ada, baik data-data perbankan, pasar
Research, ISBN 0-87014-223-2
keuangan, maupun data-data makroekonomi. ì
Bikker, J.A and Metzemakers, P.A.J, 2005, “Bank
6HODLQì LWXì NHì GHSDQì GDODPì UDQJNDì LPSOHPHQWDVLì
Claessens, et al., 2011, “How Do Business and Financial Cycles Interact?”, IMF Working Paper WP/11/88.
131
Artikel 3. Identifikasi Indikator Countercyclical Capital Buffer
Caruana, Jaime, 2010, “Systemic risk: how to deal with
Repullo, Rafael and Saurina, Jesus, 2011, “The
it?”, Bank for International Settlements,http://www.
Countercyclical Capital Buffer of Basel III: A Critical
bis.org/publ/othp08.htm
Assessment.”, CEPR Discussion Paper 8304, C.E.P.R
Chen et al., 2011, “Are Bank Capital Buffers Cyclical – Evidence for Developed and Developing Countries.”, Department of Finance, University of Kaohsiung Drehman, et al.,2010, “Countercyclical Capital Buffer: Exploring Options”, BIS Working Papers No 137, July. Derantino, Elis,2011, “Procyclicality of Bank Capital Buffer and its Impact on Bank’s Lending Activity in ASEAN Countries”, Department of Banking Research and Regulation, Bank Indonesia Furine, Craig, 2001, “The Interbank Market During a Crisis.”, Bank for International Settlement Working Papers No. 99, June 2001. Fonseca et al., 2010, “Cyclical Effects of Bank Capital Buffers with Imperfect Credit Markets: International Evidence.”, Banco Central Do Brazil, Working Paper Series 216, p 1-54, October 2010 Gopinath dan Choudhary, 2012, “Countercyclical Capital Buffer Guidance for India”, RBI Working Paper Series, WPS (DEPR) 12/2012, June. Jokipii, Terhi and Milne, Alistair, 2008, “The Cyclical Behaviour of European Bank Capital Buffers”, Journal of Banking and Finance 32 (2008) 1440-1451 Kaminsky, G. L and Reinhart C. M, 1999, “The Twin Crisis: The Causes of Banking and Balance of Payment Problems.”, The American Economic Review, Vol. 89 No. 3, June. Meh, Cesaire A. and Moran, Kevin, 2010, “The Role of Bank Capital in the Propagation of Shocks.”, Journal of Economic Dynamics and Control 34 (3) : 555-576 Phua, Wee Ling, 2011, “Basel III & Beyond: A View from Asia.”, Master of Finance Individual Project, Judge Business School, University of Cambridge, August.
132
Discussion Paper. Tabak et al., 2011, “Bank Capital Buffers, Lending Growth and Economic Cycle: Empirical Evidence for Brazil.”, BIS CCA-004-2011 Terrier et al., 2011, “Policy Instruments to Lean Against The Wind in Latin America.”, IMF Working Papers, WP/11/159 Utari et al., 2012, “Optimal Credit Growth”, Economic Research Group, Bank Indonesia Vuuren, 2012, “Basel III Countercyclical Capital Rules: Implications for South Africa”, Department of Economics, North-West University.