KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN SUMBER DAYA INVESTASI Jln. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
KAJIAN RANTAI PASOK BAJA KONSTRUKSI UNTUK MENDUKUNG INVESTASI INFRASTRUKTUR
RINGKASAN EKSEKUTIF Tahun Anggaran 2012 Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5-1
Daftar Isi
Halaman Daftar Isi
i
Daftar Gambar
iii
Daftar Tabel
v
1. Pendahuluan
1-1
1.1.
Latar Belakang
1-1
1.2.
Maksud dan Tujuan
1-6
1.3.
Sasaran
1-6
2. Metodologi Penelitian
2-1
2.1.
Metodologi Studi
2-1
2.2.
Perancangan Pengambilan Data
2-3
2.3.
Responden Survei
2-5
2.4.
Jadual Survei
2-7
3. Kebutuhan Baja Konstruksi
3-1
3.1. Perekenomian Nasional
3-1
3.2. Profil Konstruksi Nasional
3-3
3.3. Data Kebutuhan (demand) Baja Konstuksi
3-4
3.4. Sebaran Kebutuhan Baja Konstruksi
3 - 13
4. Pasokan Baja Nasional
4-1
4.1. Industri Baja Dunia
4-3
4.2. Industri Baja Nasional
4-9
4.3. Komoditas Baja Konstruksi
4 - 10
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5-2
4.4. Produsen Baja Konstruksi
5. Rantai Pasok
3 - 13
5-1
5.1. Rantai Pasok
5-1
5.2. Struktur, Perilaku dan Kinerja Rantai Pasok Konstruksi
5-6
5.3. Supply Channel
5-7
5.4. Kajian Rantai Pasok
5-9
5.5. Hasil Survei
5 - 10
5.6. Permasalahan Umum Dalam Rantai Pasok Baja Konstruksi di Indonesia
5 -36
6. Kesimpulan dan Rekomendasi
6-1
6.1. Kesimpulan
6 -1
6.2. Rekomendasi
6 -2
Daftar Pustaka
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5-3
Daftar Gambar
Halaman Gambar 1.1. Indikasi Investasi untuk Infrastruktur dalam MP3EI
1-4
Gambar 2.1 Bagan Alir Pelaksanaan
2-2
Gambar 2.2 Structure Channel di Konstruksi
2-5
Gambar 3.1 Penggunaan Material Baja pada Commercial dan
3-5
Industrial Buildings Gambar 3.2 Penggunaan Material Baja pada Power plant dan Batching plant
3-5
Gambar 3.3. Penggunaan Material Baja Ringan pada Residential dan Housing pada
3-6
StrukturAtap Gambar 3.4 Penggunaan Material Baja Infrastruktur
3-7
Gambar 3.5 Peta Sebaran Demand Baja
3 - 14
Gambar 4.1 Produksi Baja Dunia
4-2
Gambar 4.2 Perkembangan Produksi Baja Dunia
4-2
Gambar 4.3 Pohon Industri Baja Nasional
4-6
Gambar 4.4 Kapsitas Produksi Baja Nasional
4-7
Gambar 4.5 Trend Produksi Baja Indonesia 2004-2009
4-7
Gambar 4.6. Trend Ekspor Baja Indonesia 2004-2009
4-8
Gambar 4.7 Trend Impor Baja Indonesia 2004-2009
4-8
Gambar 4.8 Komoditas Produik Baja
4-9
Gambar 4.9 Peta Sebaran Komoditas Baja Konstruksi Nasional
4 - 15
Gambar 4.10 Peta Sebaran Pasokan Baja Konstruksi Nasional
4 - 16
Gambar 5.1 Rantai Pasok Konstruksi
5-2
Gambar 5.2 Konseptual Supply Chain Proyek Konstruksi
5-5
Gambar 5.3 Hubungan Konseptual Antara Struktur, Perilakuk dan Kinerja Rantai
5-6
Pasok Gambar 5.4 Framework Distribusi Channel Structure
5-7
Gambar 5.5 Pendekatan Channel Structure
5-8
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5-4
Gambar 5.6 Skema Rantai Pasok di Indonesia
5-8
Gambar 5.7 Tipologi Organisasi Rantai Pasok
5 - 10
Gambar 5.8 Rantai Pasok Baja Tulangan
5 - 14
Gambar 5.9 Rantai Pasok Baja Profil
5 - 16
Gambar 5.10 Rantai Pasok Pipa Baja
5 - 18
Gambar 5.11 Rantai Pasok Steel Wire
5 - 20
Gambar 5.12 Rantai Pasok Baja Ringan
5 - 22
Gambar 5.13 Komponen Export PT. Komatsu Indonesia
5 - 24
Gambar 5.14 Komponen In House PT. Komatsu Indonesia
5 - 25
Gambar 5.15 Rantai Pasok Baja Alat Berat
5 - 26
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5-5
Bab I
Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Salah satu faktor bagi suatu negara untuk dapat bersaing adalah memiliki tingkat produktivitas yang kompetitif. Produktivitas ini akan menjadi pondasi bagi para pengambil kebijakan untuk memperbaiki kondisi mikro dan makro ekonomi, sehingga kebijakan tersebut mampu untuk memperbaiki tingkat produktivitas. Dengan demikian produktivitas akan menentukan posisi yang strategis untuk mengetahui posisi negara tersebut. Untuk dapat meningkatkan produktivitas terdapat dua belas pilar pendukung. Keduabelas pilar tersebut institutions, infrastructure, macroeconomics environment, health and primary education, higher education and training, goods market efficiency, labor market efficiency, financial market development, technology readiness, market size, business sophistication, innovation. Keduabelas faktor ini juga dapat menjadi indeks untuk mengukur tingkat kompetitif bagi suatu negara. Keterkaitan penelitian ini dengan keduabelas faktor difokuskan pada infrastruktur. Infrastuktur menjadi penting karena dengan adanya infrastrukstur yang layak akan menjamin dari keberlangsungan perekonomian. Jika perekonomian meningkat maka akan memberikan kontribusi yang signikan terhadap produktivitas. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2011-2012 yang diterbitkan oleh World Economic Forums, pada tahun 2011-2012 daya saing Indonesia berada pada peringkat46setelah Portugal dari 142 negara. Sedangkan pada tahun 2010-2011, daya saing Indonesia berada pada peringkat 44. Hal ini memberikan indikasi bahwa tingkat produktivitas Indonesia menurun 2 peringkat. Faktor yang menjadi penyebab turunnya peringkat ini adalah tingkat ketersediaan infrastruktur yang masih rendah. Sehingga memperlambat laju tingkat perekonomian. Dampak dari kondisi semacam ini berkurangnya minat investor untuk memindahkan investasinya ke negara tetangga yang kondisi infrastrukturnya relatif lebih memadai. Oleh karena itu, diperlukan percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5-6
Upaya untuk mempercepat ketersediaan infrastruktur yang layak dan memadai adalah harus ditunjang oleh sumber daya material dan peralatan yang memiliki waktu pendek sehingga tingkat ketercapaian infrastruktur dapat lebih tinggi.Ketersediaan material yang memungkinan untuk mencapai kondisi tersebut adalah baja.Material baja memberikan peluang positif dari sisi waktu karena selain kemudahan untuk dikerjakan juga dapat dikerjakan off-site. Semula baja hanya fokus digunakan untuk pekerjaan struktur pada penulangan saja ataupun pada gelagar dan rangka jembatan, atau struktur rangka pergudangan, tetapi dalam perkembangannya baja dengan berbagai modifikasi dimungkinkan dipakai pada elemen bangunan yang lain seperti baja ringan pada atap. Pertimbangan pemakaian baja ringan menjadi pilihan karena adanya isu-isu strategis untuk mengurangi dampak dari pemanasan global.Oleh karena itu, penggunaan baja ringan menjadi kompetitif terhadap material kayu sebagai upaya untuk mengurangi kelangkaan penggunaan kayu.Tabel berikut ini akan memberikan gambaran tentang permintaan baja di konstruksi berdasarkan RPJM dan MP3EI. Tabel 1.1.Kebutuhan Material dan Peralatan Konstruksi No
Jenis MPK
1 2 3 4
Semen (juta ton) Baja (juta ton) Aspal (ribu ton) Alat berat (ribu unit)
Kebutuhan Per Tahun Berdasarkan RPJM Berdasarkan MP3EI 2012
2013
2014
2012
2013
2014
12.1 5.3 1250 42
13.9 6.0 1.7 50
16.0 7.0 2.0 60
12.1 7.6 2800 38.1
18.6 10.1 3.7 51
21.4 12.6 4.7 64
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi dalam Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan Peralatan Konstruksi untuk Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012
Selain itu, seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta terbatasnya lahan,terutama pada wilayah perkotaan telah membuat kecenderungan penyelenggaraan konstruksi ke arah bidang bangunan yang lebih kompleks, misalnya: bangunan bertingkat tinggi, gedung pertemuan dan olahraga dengan ukuran super besar, pembangunan jembatan dengan bentang panjang sebagai alternatif solusi transportasi yang lebih ekonomis, pengembangan jaringan perpipaan dalam sistem penyediaan air minum dan sebagainya. Perkembangan penggunaan baja tersebut menyebabkan kenaikan tingkat konsumsi baja dalam jumlah yang cukup besar.Berdasarkan angka pertumbuhan 8,25%/tahun pada periode 20042009, maka estimasi kebutuhan baja di Indonesia sampai dengan 2025 seperti pada tabel di bawah ini.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5-7
Tabel 1.2.Estimasi Kebutuhan Baja Nasional Sampai dengan 2025 Konsumsi Baja Jumlah konsumsi (juta ton) Konsumsi/kapita (kg/kapita/tahun)
2011 10.36 43
2015 14.22 57
2020 2025 21.14 31.43 81 116 Sumber: Natsir, M., Sistem Rantai Pasok Material Dan Peralatan Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur dalam Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan Peralatan Konstruksi untuk Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012
Tingkat konsumsi baja suatu negara pada saat ini telah menjadi salah satu indikator dalam kemajuan negara tersebut.Semakin makmur suatu negara, yang ditunjukkan dengan nilai PDB per kapita, cenderung memiliki konsumsi baja yang semakin tinggi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3.Tingkat konsumsi baja perkapita Indonesia pada saat itu tercatat hanya sebesar 38,7 kg, berada dibawah konsumsi baja Philipina pada tahun 2008 sebesar 39.4 kg/kapita/tahun. Menurut Natsir, M., (2012) dengan asumsi pertumbuhan konsumsi baja di ketiga negara tersebut 5%/tahun, maka konsumsi baja rata-rata pada tahun 2025 diestimasikan sebesar 453 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, jika ingin bersaing dengan ketiga negara tersebut, maka industri baja nasional perlu meningkatkan kapasitas produksinya sebesar 14%/tahun sejak saat ini, agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, pemerintah telah merencanakan percepatan peningkatan investasi infrastruktur dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini tertuang dalamProgram Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dimana di dalamnya terdapat alokasi dana yang sangat besar pada sektor infrastruktur. Tabel 1.3. Konsumsi Baja di Negara Asia dan Australia Tahun 2008 Negara Vietnam Philipina Indonesia Thailand Malaysia Taiwan Korea Jepang Singapura Australia
PDB Per Kapita 1.054 1.847 2.252 3.937 7.014 17.013 19.076 38.442 38.723 47.430
Konsumsi Baja (kg/kapita) 94,8 39,4 38,7 203,1 297,7 693,3 1.222,4 608,4 775,1 367,1
Sumber: Natsir, M., Sistem Rantai Pasok Material Dan Peralatan Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur dalam Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan Peralatan Konstruksi untuk Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5-8
Gambar 1.1. Indikasi investasi untuk infrastruktur dalam MP3I Sumber: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 *Catatan:Jumlah tersebut terdiri dari investasi dari Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan sektor swasta
Seiring dengan rencana pengembangan infrastruktur tersebut, dapat dipastikan kebutuhan baja sebagai material konstruksi di Indonesia akan semakin meningkat pula.Selain digunakan sebagai bahan bangunan, baja juga sangat dibutuhkan dalam mendukung industri manufaktur permesinan, misalnya industri alat otomotif dan alat berat. Industri alat berat nasional saat ini mengalami kemajuan yang cukup pesat, yaitu 15% pertahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asosiasi Industri Alat Besar Indonesia (HINABI), tercatat beberapa merek alat berat ternama seperti Komatsu, Sakai, Bomag dan produsen lainnya yang tergabung dalam HINABI telah mampu memproduksi alat berat di dalam negeri dengan persentase kandungan lokal sebagaimana terlihat pada tabel berikut: Tabel 1.4. Persentase Komponen Lokal Produk Alat Berat Nasional Kandungan Lokal
2006
2010 est
2015 target
Excavator
45 %
50%
60%
Bulldozer
40 %
50%
60%
Dump Truck
20 %
35 %
40%
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi dalam Workshop Kebijakan dan Strategi Pembinaan Sumber Daya Material dan Peralatan Konstruksi, Jakarta 6-7 Maret 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5-9
Sebagian dari local content tersebut masih memerlukan raw material yang berasal dari impor, antara lain: weld wire, steel bar, wiring cable, dan material baja lainnya, khususnya baja mutu tinggi. Kebutuhan baja yang masih besar, baik material baja lokal maupun impor merupakan peluang yang hendaknya dapat dimanfaatkan para produsen baja nasional, sehingga ketahanan industri baja nasional untuk mendukung penyelenggaraan konstruksi dan industri manufaktur berbasis baja menjadi lebih kuat. Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan salah satu konsumen sekaligus produsen baja yang besar. Kapasitas produksi baja nasional pada tahun 2011 tercatat sebesar 18,9 juta ton, sedangkan konsumsi baja nasional pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 12 juta ton. Berdasarkan dari sisi supply dan demand, seharusnya kebutuhan baja nasional telah dapat dipenuhi. Akan tetapi, ternyata masih ditemukan berbagai permasalahan terkait dengan pemenuhan baja nasional.Sedangkan dari berbagai informasi yang diperoleh, tercatat bahwa Indonesia masih memenuhi sebagian besar kebutuhan baja dalam negeri melalui impor sebanyak 4-5 juta ton per tahunnya.Berbagai permasalahan seperti fluktuasi harga masih sering kali terjadi, terutama pada masa puncak proyek (Oktober-Desember) sehingga produk baja standar seringkali tidak terjangkau oleh pelaksana konstruksi dalam menyelesaikan pekerjaannya.Penggunaan baja non standar (ukuran “banci”) kemudian menjadi alternatif pilihan dalam situasi tersebut.Dengan terjadinya keruntuhan beberapa bangunan jembatan dalam satu tahun terakhir ini semakin menyadarkan kita akan pentingnya perhatian terhadap kualitas baja yang digunakan, terutama dengan adanya beberapa rencana pembangunan mega proyek infrastruktur kedepan yang menuntut baja dengan kualitas tinggi. Untuk menjawab tantangan tingkat konsumsi baja Nasional yang cenderung meningkat serta berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut, khususnya baja untuk keperluan material konstruksi dan material alat berat konstruksi kedepan, maka diperlukan suatu sinergi diantara para pemangku kepentingan untuk melakukan pengelolaan rantai pasok baja konstruksi yang lebih baik agar penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan dengan lancar. Kesiapan produsen nasional terhadap rencana proyek-proyek infrastruktur strategis, seperti rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda dan kesiapan dalam menghadapi ACFTA yang akan berlaku secara penuh pada tahun 2018 sangat diperlukan, sehingga diharapkan produsen baja lokal dapat memegang peranan yang lebih besar dalam memenuhi kebutuhan baja konstruksi nasional. Dengan dipenuhinya pasokan dari dalam negeri, diharapkan kontinyuitas pasokan dan kestabilan harga dapat lebih terjamin.Selain itu tentunya akan semakin mengurangi pengeluaran devisa untuk impor dan dapat meningkatkan perekonomian nasional. Dalam hal ini, sistem informasi yang cepat dan terupdate mengenai Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 10
kebutuhan baja konstruksi, standar dan katalog produk, kapasitas produksi, tingkat konsumsi, serta perkembangan harga baja terbaru sangat diperlukan untuk dapat dimanfaatkan secara luas, baik oleh masyarakat, kalangan industri baja, investor yang berencana melakukan investasi di Indonesia, maupun pihak pemerintah sebagai sumber pertimbangan untuk membuat dan mengambil kebijakan. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi bermaksud menyelenggarakan kegiatan Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur.Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh informasi terkait kondisi dan permasalahan rantai pasok baja sertamembangun kesepahaman diantara pemangku kepentingan yang terkait untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi.Dengan demikian,diharapkan penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan serta
tata
niaga
baja
konstruksi
untuk
mendukung
program
penyelenggaraan
infrastruktur.Sedangkan tujuannya adalah merumuskan rekomendasi kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga baja konstruksi nasional.
1.3. Sasaran Sasaran dari penelitian adalah: a.
Siklus produk baja konstruksi
b.
Rumusan permasalahan pasok baja konstruksi
c.
Katalog baja konstruksi
d.
Sistem produksi baja konstruksi
e.
Pasokan bahan baku untuk produksi baja konstruksi
f.
Porsi penggunaan dan produksi baja konstruksi terhadap baja secara keseluruhan
g.
Rumusan ketersediaan baja konstruksi nasional
h.
Rumusan kebutuhan baja konstruksi nasional
i.
Keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan baja konstruksi
j.
Tata niaga pasokan baja konstruksi nasional
k.
Informasi rantai pasok baja ringan
l.
Potensi pengembangan industri baja konstruksi nasional
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 11
m. Rumusan rekomendasi kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga baja konstruksi nasional
Bab II
Metoda Penelitian 2.1. Metodologi Studi Metoda yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan pelaksanaan sebagai berikut: 1. Tahap I Pada tahapan ini, kegiatan yang dilakukan meliputi kajian literatur terhadap material baja, profil konsumsi baja, demand-kapasitas-trend produk baja, profil produsen baja di Indonesia, standar-standar yang digunakan, rantai pasok, struktur-perilaku-kinerja rantai pasok konstruksi, supply channel, kajian rantai pasok, mengidentifikasi jenis komoditas baja, dalam kajian ini hanya dibatasi pada baja konstruksi, baja yang digunakan untuk alat berat dan baja ringan untuk komponen atap dari gedung, melakukan kajian pasar terhadap kebutuhan baja dan menyusun draft model struktur baja, kemudian tahap akhir dari bagian pendahuluan adalah perancangan survei
2. Tahap II Menyusun draft model struktur rantai pasok baja, kemudian perancangan survei, lalu dilanjutkan dengan kegiatan pelaksanaan survei di lokasi-lokasi yang telah ditentukan yaitu Banten, Surabaya, Palembang, Manado dan Banjarmasin. Setelah survei dilaksanakan, diadakan Focus Group Discussion (FGD) yang akan membahas tentang hasil survei, dan dari hasil FGD ini diharapkan memberikan masukan terhadap hasil survei guna yang akan digunakan sebagai inputan terhadap penyusunan struktur rantai pasok baja konstruksi, penyusunan katalog dan pengembangan katalog serta kajian pasar baja konstruksi pemetaan rantai pasok baja. Bagian ini terdiri dari beberapa kegiatan yaitu penyusunan katalog dan pengembangan katalog serta pemetaan rantai pasok baja. Tahapan kegiatan ini diperoleh setelah melakukan survei baik sekunder maupun primer
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 12
.
Identifikasi komoditas baja
Kajian literatur
Kajian Pasar Baja
Draft Model Struktur Rantai Pasok
LaporanPendahuluan
Tahap I
a. Administrasi dan personel b. Penyusunan metodologi, rencana kerja dan rencana survei c. Kajian data sekunder, peraturan terkait dan studi yang pernah dilakukan
Laporan Pendahuluan
Persiapan
Perancangan survei
a. Survei institusional b. Survei wawancara c. Survei inventarisasi/kondisi
FGD
Laporan Antara
Tahap II
Pelaksanaan Survei
Perencanaan struktur katalog
Pemetaan rantai pasok baja
Analisa Rantai Pasok Baja Dasar analisa: a. Identifikasi pihak-pihak (pelaku dan pembuat kebijakan) b. Identifikasi hubungan antar pihak-pihak (pengadaan dan kontrak) c. Channel Structure (variasi channel dan faktor yang menyebabkan) d. Kapasitas pihak-pihak (level rantai pasok, kapasitas supply, tingkat penyerapan, komposisi, importasi, harga dan masalah yang berhubungan dengan tata niaga
Laporan Akhir
Tahap III
Pengembangan katalog
Finalisasi Studi Analisa dan potensi rekomendasi
Lap. Final
Tahap IV
Loka Karya
Gambar 2.1.Bagan Alir Pelaksanaan Studi Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 13
Tahap III Tahap akhir dari studi ini melakukan analisa dengan beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap rantai pasok baja, yaitu identifikasi pihak-pihak yang terdiri dari pelaku dan pembuat kebijakan, identifikasi hubungan antar pihak-pihak yang meliputi pengadaan dan kontrak, channel structure, terdiri dari variasi channel dan faktor yang menyebabkan dan kapasitas pihak-pihak yang terdiri dari: level rantai pasok, kapasitas supply, tingkat penyerapan, komposisi, importasi, harga dan masalah yang berhubungan dengan tata niaga. Setelah dilakukan analisa, hasilnya kemudian dipaparkan dalam sebuah workshop yang tujuannya melakukan validasi terhadap analisa pekerjaan yang telah dilaksanakan sampai sejauh ini. Selain itu workshop juga dapat memberikan masukan pada analisa pekerjaan yang belum sempurna.
Tahap IV Tahapan ini meliputi analisa akhir, kesimpulan, dan potensi rekomendasi terhadap studi rantai pasok baja yang telah dilakukan. Merupakan tahap akhir dari studi yang mana akan diambil kesimpulan dari keseluruhan studi ini yang kemudian akan dirumuskan menjadi rekomendasi-rekomendasi bagi pemerintah.
2.2. Perancangan Pengambilan Data Pengambilan data dalam kajian ini menggunakan kuesioner yang disesuaikan dengan jenis responden yang menjadi target survei. Untuk itu kuesioner dibedakan menjadi 6 macam berdasarkan jenis entitas yang akan dicari informasinya, antara lain sebagai berikut:
Q(1) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Produsen baja
Q(2) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Kontraktor
Q(3.1) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Distributor baja
Q(3.2) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Fabrikator baja
Q(4) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Konsultan
Q(5) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Asosiasi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 14
Berikut adalah kesesuaian kuesioner yang dibuat dengan sasaran yang akan dituju yang tertera dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) Tabel 2.1. Matriks Kesesuaian Instrumen dengan Sasaran KAK No
1
2
3
4
5
Sasaran berdasarkan KAK
Jenis Pertanyaan
Jumlah Pertanyaan
Karakteristik Penggunaan Produk
9
Praktek Kontraktor (Q1) Rantai Pasok
11
Hubungan dalam anggota rantai pasok
16
Karakteristik Penggunaan Produk
14
Praktek Rantai Pasok
15
Hubungan dalam anggota rantai pasok
4
Karakteristik Penggunaan Produk
12
Responden
Produsen (Q2)
Servis Center, Praktek Fabrikator dan Rantai Pasok Sub Kontraktor (Q3.1) Hubungan dalam anggota rantai pasok
1
2
4
5
6
7
10
11
12
13
4
5
22
Praktek Rantai Pasok
8
Hubungan dalam anggota rantai pasok
8
Karakteristik Penggunaan Produk
5
Praktek Konsultan (Q4) Rantai Pasok
12
Hubungan dalam anggota rantai pasok
3
(Q5)
9
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur Asosisasi, BPS 6
8
Karakteristik Penggunaan Produk Distributor (Q3.2)
3
5 - 15
Produsen
Distribut or
Servis center Fabrikator
Subkontraktor Kontraktor
Gambar 2.2.Structure Channel di Konstruksi Sumber: Abduh, M., Workshop Identifikasi Rantai Pasok Sumber Daya Material dan Peralatanuntuk Mendukung InvestasiI nfrastruktur Hotel Amos Cozy, Jakarta, 19 April 2011 Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi Kementrian Pekerjaan Umum
Berdasarkan Gambar 2.2, pelaksanaan survei dimulai dari kontraktor atau proyek yang sedang dikerjakan. Informasi yang diharapkan dari kontraktor atau proyek adalah aliran barang dan jasa yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan material baja.
2.3. Responden Survei Dalam survei ini, informasi diperoleh dengan cara pengisian kuesioner dan wawancara yang diajukan kepada para responden. Adapun yang menjadi responden antara lain:
Produsen baja, merupakan pihak yang mengolah material mentah baja menjadi bahan baku yang akan diolah oleh pihak fabrikator.
Fabrikator baja, merupakan pihak yang mengolah bahan baku yang diproduksi oleh produsen. Pihak fabrikator akan membentuk bahan baku tadi menjadi berbagai macam bentuk baja yang diinginkan konsumen. Kemudian dari fabrikator, barang tersebut bisa dijual langsung ke konsumen, ataupun bisa melalui distributor.
Distributor, merupakan pihak yang menyalurkan barang dari fabrikator ke distributor. Dalam hal ini biasanya distributor menyimpan barang di inventory (gudang), biasanya dikenal sebagai stockist. Kemudian dari distributor kemudian barang disalurkan ke tangan konsumen. Distributor juga bisa menyalurkan barang ke distributor yang lebih kecil kapasitasnya, atau bisa juga disebut retail /atau toko bangunan yang biasanya dijual ke masyarakat.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 16
Penyedia jasa service center, merupakan pihak yang menyediakan jasa galvanizing, coating, erection, instalasi, welding, cutting, dan lain-lain. Jasa service center bisa merupakan pihak yang terintegrasi langsung dengan pihak fabrikator, bisa juga merupakan pihak yang berdiri sendiri.
Kontraktor, dalam hal ini merupakan pihak yang menggunakan atau pemakai dari komoditas baja. Kontraktor dapat dibedakan menjadi konstraktor besar dan kontraktor kecil, dalam hubungannya dengan rantai pasok baja konstruksi keduanya berbeda dari segi kuantitas volume pembelian produk baja.
Konsultan, adalah perwakilan dari owner (pemilik proyek). Salah satu pekerjaan konsultan adalah sebagai perencana. Kemudian dari perencanaan nanti bisa ditentukan apakah konstruksi yang akan dibangun akan menggunakan materail baja sebagai material utama atau tidak, oleh karena itu perlu juga dilakukan survei bagaimana proses pemilihan material utama dalam konstruksi, dan apakah material baja menjadi prioritas utama pemilihan. Berikut adalah daftar responden yang menjadi target dari pelaksanaan survei: Tabel 2.2.Daftar Responden Rantai Pasok Baja No
Kota
Nama Perusahaan
Status
Keterangan
1
Jakarta & Sekitarnya
PT. Pembangunan Perumahan (Persero)
Kontraktor
BUMN
2
PT. Krakatau Steel (Persero)
Produsen
3
BUMN
PT. Gunung Garuda
Produsen/Fabrikator
Swasta
4
PT. Interworld Steel
Produsen/Fabrikator
Swasta
5
PT. Master Steel
Produsen/Fabrikator
Swasta
6
PT. Power Steel
Produsen/Fabrikator
Swasta
7
PT. Tata Logam Lestari
Fabrikator
Swasta
8
PT. KHI Pipe Industries
Fabrikator
Swasta
9
PT. Sumiden Serasi
Fabrikator
Swasta
10
PT. Delta Systech Indonesia
Service Center
Swasta
11
PT. Perentjana Djaja
Konsultan
Swasta
PT. Nindya Karya (Persero)
Kontraktor
BUMN
13
PT. Wijaya Karya (Persero)
Kontraktor
BUMN
14
PT. Wika Gedung
Kontraktor
BUMN
15
PT. Surya Abadi Putra
Distributor
Swasta BUMN
12
16
Banjarmasin
Palembang
PT. Hutama Karya (Persero)
Kontraktor
17
PT. Adhi Karya (Persero)
Kontraktor
BUMN
18
PT. Alpin Karya
Kontraktor
Swasta
19
PT. Muara Dua
Distributor
Swasta
20
PT. Bisma
Distributor
Swasta
21
Roofmart
Distributor
Swasta
PT. Wijaya Karya (Persero)
Kontraktor
BUMN
23
PT. Leilem Jaya
Kontraktor
Swasta
24
PT. Pilar Dasar Membangun
Kontraktor
Swasta
25
PT. Wijaya Kombos Indah
Distributor
Swasta
26
CV. Suma Tirta Kencana
Distributor
Swasta
27
Toko Pelita Indah
Distributor
Swasta
PT. Bhirawa
Produsen/Fabrikator
Swasta
29
PT. Hanil Jaya Steel
Produsen/Fabrikator
Swasta
30
PT. Ispat Indo
Produsen/Fabrikator
Swasta
31
PT. Kongdom Indah
Fabrikator
Swasta
32
PT. Steel Pipe Indonesia
Fabrikator
Swasta
22
28
Manado
Surabaya
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 17
Responden sebagian merupakan perusahaan negara BUMN dan perusahaan swasta. Lalu terdapat juga perusahaan yang berperan sebagai produsen dan fabrikator.
2.4. Jadwal survei Dalam pelaksanaan proyek baik konstruksi bangunan gedung, konstruksi bangunan sipil ataupun konstruksi khusus, tentunya dibutuhkan sumber daya seperti material (dalam hal ini hanya difokuskan pada baja) dan pengelola yang terdiri dari kontraktor dan rantai pasoknya. Masing-masing pengelola tentunya mempunyai kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda pada suatu proyek konstruksi. Pemetaan para pelaku rantai pasok tersebut akan digunakan sebagai dasar pelaksanaan survei pada kajian studi rantai pasok baja. Berdasarkan KAK yang diperoleh maka kontraktor yang akan disurvei meliputi wilayah Jakarta dan sekitarnya, Surabaya, Palembang, Manado dan Banjarmasin. Pelaksanaan survei akan dilakukan dengan menggunakan metode non random/nonprobability sampling. Pertimbangan teknis menggunakan metode ini adalah keterbatasan waktu untuk melakukan survei. Tabel 2.3. Jadwal Perencanaan Survei
2.5. Pelaksanaan Survei Pelaksanaan survei yang dilakukan pada Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi meliputi 5 kota yang mengacu pada Kerangka Acuan Kerja yaitu Jakarta, Surabaya, Palembang, Manado dan Banjarmasin. Komoditas baja yang disurvei hanya baja konstruksi yang terdiri dari: baja tulangan, baja profil, baja plat, baja ringan, pipa baja dan baja untuk keperluan alat berat. Sedangkan nara sumber yang digunakan sebagai responden terdiri dari konsultan, kontraktor, produsen, fabrikator, distributor dan service centre. Pertimbangan responden yang beragam ini merupakan gambaran dari masing-masing tier sebagai pelaku pada jaringan rantai pasok. Kontraktor yang dijadikan sebagai responden Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 18
memiliki grade 6 atau 7, sedangkan kepemilikannya hampir 90% dilakukan pada BUMN sedangkan 10% nya swasta. Perlunya kontraktor sebagai responden karena kontraktor adalah sebagai salah satu entitas pada jaringan rantai pasok yang menggunakan produk baja. Entitas berikutnya adalah konsultan, entitas ini tidak semua berada pada jaringan rantai pasok semua komoditas. Namun demikian, peran konsultan turut menentukan jenis atau spesifikasi baja yang akan digunakan. Pada akhirnya, penentuan jenis atau spesifikasi baja lebih banyak ditentukan oleh owner. Responden berikutnya adalah produsen, fabrikator, dan distributor. Ketiga entitas ini hampir dapat dipastikan berada pada semua komoditas karena ketiga entitas ini memiliki peran penting dalam jaringan rantai pasok terhadap ketersediaan baja. Entitas service centre lebih sering ada pada komoditas steel wire. Kekhasan dari komoditas steel wire ini memerlukan service centre untuk melakukan finishing dari pekerjaan prestress yaitu stressing. Karakteristik dari masing-masing responden di tiap kota berbeda-beda, dalam artian tidak semua kota mempunyai responden sebagai produsen atau juga tidak semua entitas berada pada 1 kota. Hal ini disebabkan produsen lebih banyak berada di pulau Jawa. Sedangkan distributor memang ada di semua kota yang disebutkan di atas, tetapi karakteristik jenis komoditasnya pun tidak beragam dan tidak semua distributor memiliki komoditas baja yang digunakan untuk keperluan konstruksi. Ada distributor yang memiliki spesialis pada komoditas baja tertentu saja tetapi juga ada yang memiliki lebih dari satu komoditas. Demikian pula dengan fabrikator ataupun service centre. Entitas-entitas tersebut lebih banyak terfokus di pulau Jawa. Berdasarkan dari segi waktu, antara perencanaan dan pelaksanaan tidak ada perbedaan.
a. Pelaksanaan Survei di Jakarta Survei pertama kali dilakukan di kota Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2012. Entitas yang disurvei terdiri dari kontraktor, konsultan, produsen, dan service centre. Kontraktor yang disurvei adalah PT. Pembangunan Perumahan (PP), konsultan yang disurvei adalah PT. Perentjana Djaja, produsen yang disurvei adalah PT. Krakatau Steel, dan service center yang disurvei adalah PT. Delta Systech Indonesia.
b. Pelaksanaan Survei di Banjarmasin Survei kedua dilakukan di kota Banjarmasin pada tanggal 7-9 Agustus 2012. Entitas yang disurvei terdiri dari kontraktor dan distributor. Kontraktor yang disurvei antara
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 19
lain BUMN dan kontraktor lokal. Namun pada akhirnya yang dapat disurvei hanya dari BUMN saja. Sedangkan di kota Banjarmasin tidak ditemukan produsen baja, bahkan distributor baja dalam skala besarpun tidak ditemukan.
c. Pelaksanaan Survei di Palembang Survei ketiga dilakukan di kota Palembang padatanggal 10-11 Agustus 2012. Entitas yang disurvei terdiri dari kontraktor dan distributor. Kontraktor yang disurvei antara lain BUMN dan kontraktor lokal. Di kota Palembang terdapat distributor baja (tulangan, pipa, profil, plat, dan baja ringan) dalam skala besar, tetapi tidak ada produsen baja. Adapun yang menjadi target responden utama dalam survei di kota Palembang adalah BUMN. Hampir semua BUMN menempatkan kantor divisi cabang operasional wilayah Sumatranya di kota Palembang.
d. Pelaksanaan Survei di Manado Survei keempat dilakukan di kota Manado pada tanggal 13-15 Agustus 2012. Entitas yang disurvei terdiri dari kontraktor dan distributor. Kontraktor yang disurvei antara lain BUMN dan kontraktor lokal. Sedangkan yang menjadi target responden utama dalam survei di kota Manado adalah distributor khusus baja ringan, dan kontraktor lokal.
e. Pelaksanaan Survei di Surabaya Survei kelima dilakukan di kota Surabaya pada tanggal 30-31 Agustus 2012. Entitas yang disurvei terdiri dari produsen dan fabrikator. Target responden utama dalam survei di kota Surabaya adalah produsen baja tulangan, produsen wire rod, fabrikator pipa baja, dan fabrikator steel wire.
f. Pelaksanaan Survei di Jakarta dan Sekitarnya Survei keenam dilakukan di kota Jakarta dan Sekitarnya pada tanggal 3-4 September 2012. Entitas yang disurvei terdiri dari produsen dan fabrikator. Adapun yang menjadi target responden utama dalam survei di kota Jakarta dan sekitarnya adalah produsen baja, fabrikator pipa, fabrikator steel wire, dan fabrikator baja ringan.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 20
g. Pelaksanaan Survei Tambahan di Jakarta dan Sekitarnya Survei tambahan dilakukan di kota Jakarta 6 November 2012. Entitas yang disurvei terdiri dari produsen dan fabrikator alat berat di PT. Komatsu Indonesia. Selain itu juga dilakukan survei ke Balai Jalan Nasional selaku pemilik proyek jalan tol pada proyek Jalan Tol Tanjung Priok yang menggunakan spesifikasi baja tulangan secara khusus, yang hanya dapat diperoleh dengan cara impor, sekalipun ini merupakan kebijakan dari proyek dengan soft loan.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 21
Bab III
KEBUTUHAN BAJA KONSTRUKSI 3.1. Perekonomian Nasional Peran sektor konstruksi dalam perkembangan ekonomi Indonesia memberikan kontribusi yang terus meningkat seperti yang tercatat dalam data yang dikeluarkan oleh BPS setiap tahunnya, dimana sektor konstruksi memberikan sumbangsih tehadap PDB. Hal ini terbukti dari catatan BPS, dimana nilai konstruksi yang diselesaikan pada tahun 2004 – 2009 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12.5%. Hal ini juga didukung oleh pemerintah yang melakukan peningkatan pembangunan infrastruktur seperti jembatan, jalan tol, dermaga, sarana telekomunikasi dan gedung-gedung sebagai penunjang untuk mempercepat perkembangan ekonomi. Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebagaimana digambarkan oleh peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto) setiap tahun pada tahun 2001 – 2010, seperti yang dicatat oleh BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia (Tabel 3.1). Adapun sektor-sektor yang membentuk PDB menurut BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia adalah: Pertanian, Peternakan, Kehutanan&Perikanan Pertambangan&Penggalian IndustriPengolahan: IndustriMigas, IndustriBukanMigas Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 22
Perdagangan, Hotel &Restoran PengangkutandanKomunikasi: Pengangkutan, Komunikasi Keuangan, Real Estate &Jasa Perusahaan Jasa-jasa: PemerintahanUmum, Swasta Tabel 3.1. Gambaran Pertumbuhan Produk Domestik Bruto 2001 – 2010 No
TahunTinjauan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pertumbuhan PDB terhadapTahunSebelumnya (%) 3.32 3.66 4.10 5.13 5.60 5.50 6.30 6.10 4.50 6.10 Sumber: www.bps.go.id
Salah satu pembentuk PDB tersebut adalah sektor konstruksi. Berikut ini akan disajikan nilai PDB untuk sektor-sektor rtersebut di atas untuk kurun waktu tahun 2004 – 2009: Tabel 3.2.Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha No
Nilai PDB (Milliar Rupiah)
Sektor Pembentuk PDB 2004
2005
2006
2007
2008
2009
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
329,124.60
364,169.30
433,223.40
541,931.50
716,065.30
858,252.00
2
Pertambangan & Penggalian
205,252.00
309,014.10
366,520.80
440,609.60
540,605.30
591,531.70
3
Industri Pengolahan
644,342.60
760,361.30
919,539.30
1,068,653.90
1,380,713.10
1,480,905.40
4
Listrik, Gas & Air Bersih
23,730.30
26,693.80
30,354.80
34,723.80
40,846.10
46,823.10
5
Konstruksi
151,247.60
195,110.60
251,132.30
304,996.80
419,642.40
554,982.20
368,555.90
431,620.20
501,542.40
592,304.10
691,494.70
750,605.00
142,292.00
180,584.90
231,523.50
264,263.30
312,190.20
352,407.20
194,410.90
230,522.70
269,121.40
305,213.50
368,129.70
404,116.40
236,870.30
276,204.20
336,258.90
398,196.70
6 7 8 9
Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan Jasa-jasa
481,669.90 573,818.70 Sumber: www.bps.go.id
Berdasarkan nilai-nilai sektor-sektor pembentuk PDB di atas, maka dapat dilihat bahwa sektor pembentuk PDB setiap tahunnya dengan nilai yang paling besar adalah sektor Industri
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 23
Pengolahan. Sedangkan sektor konstruksi berada pada urutan ketujuh berdasarkan besarnya nilai pembentuk PDB.
3.2. Profil Konstruksi Nasional Sektor konstruksi memegang peranan sangat penting dalam menunjang kegiatan perekomonian Indonesia karena produk dalam sektor konstruksi merupakan pusat kegiatan ekonomi seperti bangunan gedung, dan juga sarana dan prasarana infrastruktur seperti pelabuhan, jembatan, bandar udara, jalan, dan bangunan-bangunan irigasi. Meskipun sektor konstruksi bukan sektor utama yang paling banyak membentuk GDP Indonesia, namun sebagian besar pembentuk GDP terbesar di Indonesia seperti kegiatan industri dan manufaktur dilakukan dengan bantuan produk dari sektor konstruksi. Percepatan pembangunan infrastruktur tersebut di atas dipengaruhi oleh material yang dipilih berdasarkan tujuan pembangunan konstruksi tersebut. Pemilihan akan material pembentuk konstruksi didasarkan kepada kelebihan dan kekurangan material utama dengan berbagai aspek tinjauan sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan material tersebut, selain didasarkan atas kebutuhan, juga perkembangan teknologi yang memungkinkan untuk melakukan inovasi di dunia konstruksi, termasuk inovasi dalam pemilihan dan pemakaian material utama pembentuk suatu konstruksi. Namun penggunaan baja sebagai material utama pembentuk komponen struktural maupun non struktural belum terlalu popular di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan konsumsi baja Indonesia yang maih rendah dibandingkan negara-negara lain di ASEAN dengan konsumsi baja 32.9kg/kapita (Republika, 2007). Kemungkinan belum populernya penggunaan baja dibandingkan dengan beton bertulang yang sudah popular di Indonesia kemungkinan disebabkan oleh biaya yang dibayar untuk suatu komponen strultural baja lebih mahal dibandingkan dengan beton bertulang karena upah tenaga kerja untuk aplikasi beton bertulang di Indonesia masih murah jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk baja. Biaya total yang dibutuhkan untuk baja lebih besar dari pada biaya total untuk beton bertulang. Meskipun demikian, penggunaan baja sebagai material utama dalam suatu konstruksi tidak menutup kemungkinan untuk mengalami perubahan dan peningkatan apabila dilakukan inovasi terhadap perencanaan konstruksi dan material itu sendiri. Inovasi yang dilakukan oleh para pemasok baja sebagai penyedia material konstruksi sangat dipengaruhi oleh trend jenis dan profil yang banyak digunakan dalam konstruksi-konstruksi tertentu yang pada umumnya menggunakan baja sebagai salah satu material utamanya. Kebutuhan untuk mengetahui Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 24
konsumsi baja tersebut dapat dilakukan dengan melakukan kajian terhadap data historis dalam sektor konstruksi.
3.3. Data Kebutuhan (Demand) Baja Konstruksi Jumlah kebutuhan material baja konstruksi menurut RPJM dan MP3EI (dalam ton): Tabel 3.3. Demand Baja Konstruksi Berdasarkan
Infrastruktur
Non Infrastruktur
Total
RPJM
5,300,000
8,000,000
13,300,000
MP3EI
7,600,000
11,400,000
19,000,000 Sumber: Pusbinsdi
Kajian ini hanya fokus pada pemakaian baja pada konstruksi. Secara garis besar, tipe konstruksi dapat dibagi ke dalam beberapa kategori: a. Commercial & Industrial Building Tipe konstruksi ini banyak berhubungan dengan bangunan yang berorientasi pada gedung-gedung yang berskala besar dan berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi. Material dasar yang digunakan pada tipe bangunan ini dapat dari beton ataupun baja atau merupakan gabungan dari kedua komponen tersebut. Apabila komponen struktur dari tipe bangunan ini dirinci maka komposisi dari penggunaan material beton dan baja diperkirakan memiliki porsi yang sama. Pada bagian sub struktur, yaitu tipe pondasi yang digunakan tentunya tipe pondasi dalam seperti bor pile, tiang pancangatau pun sumuran. Berdasarkan dari tipe pondasi ini, baja tulangan lebih dominandigunakan pada tipe baja lain selain beton sebagai komplemennya. Bagian berikutnya adalah tiebeam, yang juga tidak mungkin lepas dari baja tulangan baik yang fungsinya digunakan sebagai tulangan pokok ataupun sebagai tulangan geser. Struktur utama yaitu kolom dan balok juga memiliki kandungan penggunaan baja tulangan meskipun sebenarnya dapat digantikan dengan menggunakan baja profil, demikian pula dengan bagian atap dapat juga menggunakan beton ataupun baja atau gabungan dari kedua komponen tersebut.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 25
Gambar 3.1. Penggunaan Material Baja pada Commercial dan Industrial Buildings Sumber: www.google.com
Pada bagian plat lantai pun dimungkinkan menggunakan baja sebagai material utama sehingga proporsi dari material baja dapat melebihi lima puluh persen dari pemakaian beton apabila struktur utamanya menggunakan rangka baja.
b. Heavy Industrial Tipe konstruksi yang kedua adalah heavy industrial, contoh power plant da ncement plant. Penggunaan material baja untuk tipe konstruksi ini sangat dominan, karena masing-masing komponen struktur berkaitan dengan tekanan yang tinggi dari proses yang dibutuhkan untuk memproduk hasil akhir dari power plant dan cement plant. Jenis baja yang dibutuhkan juga tentunya baja mutu tinggi yang mampu mendukung dari kegiatan yang ada di power plant atau cement plant. Baja bukan hanya digunakan pada struktur saja tetapi juga dipergunakan hampir di seluruh jaringan kegiatan dari power plant atau cement plant, seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.2. Penggunaan Material Baja pada Power plant dan Batching plant Sumber: www.google.com
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 26
Komposisi dari pemakaian baja pada tipe heavy industrial diperkirakan lebih dari enam puluh persen terutama untuk tipe penggunaan profil baja.
c. Residential & Housing Tipe konstruksi residential dan housing, masih memberikan peluang yang sama terhadap penggunaan material baja, hampir tipikal dengan commercial & industrial building. Beberapa bagian struktur utama dapat menggunakan beton atau baja, atau merupakan gabungan keduanya yang disebut dengan komposit. Namun untuk tipe konstruksi ini memiliki adanya penggunaan material yang baru yaitu baja ringan sebagai struktur utama pada atap, selain lebih murah dibandingkan dengan baja konvensional seperti profil L, waktu yang dibutuhkan juga relative lebih singkat sehingga komponen baja ringan menjadi prioritas pilihan yang sering digunakan.
Gambar 3.3. Penggunaan Material Baja Ringan pada Residential dan Housing pada StrukturAtap Sumber: www.google.com
d. Infrastruktur Pada tipologi konstruksi khususnya infrastruktur, memiliki banyak ragam jenis konstruksinya seperti jalan, jembatan, dermaga, dan bandara. Berdasarkan jenis tersebut masing-masing memiliki komposisi pemakaian yang sangat beragam pula. Sebagai contoh, untuk jalan pemakaian baja hanya digunakan pada jenis perkerasannya flexible dan rigid pavement. Sedangkan bagian lain hanya digunakan sebagai asesories seperti hand rail atau pengaman di trotoar. Pemakaian baja pada konstruksi jalan tidak signifikan apabila dibandingkan dengan jembatan. Demikian pula pada bandara, komposisi penggunaan material baja tidak memberikan signifikansi terhadap jumlah namun bukan berarti tidak ada sama sekali. Meskipun
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 27
demikian jembatan juga masih ada yang menggunakan beton tetapi terbatas hanya untuk bentang-bentang pendekat ataupun apabila digunakan pada bentang panjang hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu. Komposisi pemakaian baja pada jembatan sangat mendominasi terutama profil-profil besar sebagai pendukung pada gelagar induk, dan akan sangat dominan apabila jembatan ini menggunakan rangka baja yang hampir dapat dipastikan penggunaannya akan mencapai 90%. Sedangkan pemakaian baja pada bangunan air seperti dermaga, justru memiliki komposisi yang cukup signifikan sebagai contoh pemakaian sheet pile dan fender. Jenis sheet pile yang digunakan juga sangat beragam. Hal ini memberikan indikasi bahwa material baja sangat berkontribusi terhadap tren penggunaannya.
Gambar 3.4.Penggunaan Material Baja Infrastruktur Sumber: www.orientalsheetpiling.com; www.google.com
Berdasarkan dari keempat jenis konstruksi di atas, yang menjadi objek kajian adalah konstruksi infrastruktur dan non infrastrukstur yang terdiri dari gedung bertingkat dan konstruksi rumah. Data persentase penggunaan nilai material baja dalam total nilai konstruksi diperoleh dari: a. Abduh, M (2011)
Persentase rata-rata nilai baja terhadap nilai proyek konstruksi gedung tinggi adalah 25.92%. Nilai konsumsi baja per tingkat bangunan dan per m² berbeda-beda ditentukan oleh fungsi gedung, lokasi dan tahun pembangunan gedung
Persentase rata-rata nilai material baja dalam suatu proyek jembatan adalah 34.99%. Nilai konsumsi baja untuk masing-masing jembatan ditentukan oleh tipe jembatan, lokasi jembatan dan tahun pelaksanaan konstruksi jembatan
Persentase nilai rata-rata baja dalam suatu proyek dermaga adalah 16.08%. Nilai konsumsi baja untuk masing-masing dermaga ditentukan oleh jenis dermaga (fungsi dermaga), lokasi dermaga, kapasitas rencana dan tahun pelaksanaan konstruksi dermaga
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 28
b. Pendekatan
konseptual
yang
menggunakan
data
nilai
konstruksi
nasional
dibandingkan dengan data kebutuhan baja nasional Dalam pendekatan ini, nilai konsumsi baja nasional diperoleh dari persentase nilai material baja dari total nilai konstruksi dikali dengan nilai konstruksi di daerah yang ingin ditinjau. Estimasi persentase material baja menggunakan persamaan di bawah ini:
Menurut persamaan di atas, data yang diperlukan adalah pertama, total nilai material baja keseluruhan. Hal ini bisa diperoleh dengan cara mengalikan data demand baja konstruksi tahun 2012 menurut RPJM ataupun MP3EI yang dikeluarkan Pusbinsdi. IISIA (Indonesian Iron & Steel Association) mengeluarkan harga baja konstruksi per April 2012 sebesar Rp. 8,000/ kg. Sehingga jika harga yang dikeluarkan IISIA tersebut dikalikan dengan data kebutuhan baja nasional yang dikeluarkan Pusbinsdi akan diperoleh total estimasi nilai material baja yang diperlukan untuk konstruksi (Tabel 3.4). Tabel 3.4. Nilai Material Baja Konstruksi Konstruksi
RPJM (ton)
Nilai Material (Rp.)
MP3EI (ton)
Nilai Material (Rp.)
Infrastruktur
5,300,000
42,400,000
7,600,000
60,800,000
Non Infrastruktur
8,000,000
64,000,000
11,400,000
91,200,000
Total
13,300,000
106,400,000
19,000,000
152,000,000
Sumber: data diolah (dalam juta)
Selanjutnya adalah menentukan total nilai konstruksi yang dikerjakan dalam satu tahun. Seperti yang telah disebutkan di atas, pekerjaan konstruksi dibagi menjadi pekerjaan infrastruktur dan pekerjaan non infrastruktur. Dalam menentukan total nilai konsttruksi yang terjadi dalam satu tahun digunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data dari BCI Asia. Baik kedua-duanya menggunakan data nilai konstruksi di tahun 2012. Data nilai konstruksi menurut BPS:
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 29
Tabel 3.5. Data Nilai Konstruksi (BPS) Jenis Pekerjaan
Nilai Konstruksi 2008
Nilai Konstruksi 2009
Nilai Konstruksi 2010
Nilai Konstruksi 2011 *
Nilai Konstruksi 2012 **
Konstruksi Bangunan Sipil
33,078,407
31,491,315
34,078,408
47,368,987
56,842,785
Konstruksi Gedung
46,241,921
63,300,400
67,683,868
94,080,577
112,896,692
Konstruksi khusus
22,695,272
19,475,604
23,268,764
32,343,582
38,812,298
Jumlah/ Total
102,015,600
114,267,319
125,031,040
173,793,146
208,551,775
Sumber: BPS (2010) (dalam juta) * Asumsi persentase kenaikan sebesar 0.39% (BCI Asia) ** Asumsi persentase kenaikan sebesar 0.2% (BCI Asia)
Saat ini (2012), BPS baru menyediakan data nilai konstruksi sampai 2010. Oleh karena itu perhitungan nilai konstruksi di tahun 2011 dan 2012 menggunakan data kenaikan persentase yang dikeluarkan oleh BCI Asia (2012). Sehingga diperoleh nilai konstruksi infrastruktur sebesar Rp. 112,896,692,000,000 (112 triliun) dan nilai konstruksi non infrastruktur sebesar Rp. 95,665,083,000,000 (95 triliun). Berikutnya adalah melakukan perbandingan antara total nilai material baja konstruksi dengan total nilai konstruksi: Tabel 3.6. Persentase Nilai Material Baja Menurut BPS Konstruksi
Nilai Konstruksi*
Nilai Material
Persentase (%)
Infrastruktur
112,896,692
42,400,000
37.5
Non Infrastruktur
95,655,083
64,000,000
67
Total
208,551,775
106,400,000
51
Demand baja menurut RPJM Konstruksi
Nilai Konstruksi*
Nilai Material
Persentase (%)
Infrastruktur
112,896,692
60,800,000
53.8
Non Infrastruktur
95,655,083
91,200,000
95.3
Total
208,551,775
152,000,000
72.8
Demand baja menurut MP3EI Sumber: data diolah (dalam juta)
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 30
Data nilai konstruksi menurut BCI Asia: Tabel 3.7. Data Nilai Konstruksi (BCI Asia) Nilai Konstruksi (Rp.) dalam jutaan Wilayah 2011
2012
Sumatera
53,523,891
64,228,669
Jawa
124,128,338
148,954,006
Bali & Nustra
12,062,110
14,474,532
Kalimantan
31,436,168
37,723,402
Sulawesi, Maluku, Papua
27,575,023
33,090,028
Total
248,725,530
298,470,636 Sumber: BCI Asia (2011) (dalam juta)
Masih dari sumber yang sama, data di atas juga memperlihatkan persentase nilai konstruksi menurut jenis konstruksi, infrastruktur dan non infrastruktur pada 5 region di Indonesia tahun 2011. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa lebih dari 50% pembangunan non infrastruktur di Indonesia dilakukan di pulau Pulau Jawa, lalu diurutan ke dua berada di Pulau Sumatera. Hal lain yang menarik dari grafik di atas adalah untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia, persentasenya cenderung lebih merata, meskipun begitu, pembangunan paling besar masih berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Berdasarkan kedua grafik di atas, terlihat bahwa pembangunan infrastruktur dan non infrastruktur di daerah timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, dan Papua) masih sangat kecil dibandingkan di wilayah lainnya. Agar menggunakan data perhitungan yang seragam, maka data nilai konstruksi tahun 2011 di atas perlu diolah dengan melakukan forecasting pada tahun 2012 dengan persentase kenaikan nilai konstruksi sebesar 0.2% yang juga dikeluarkan oleh BCI Asia. Dengan mengasumsikan persentase kenaikan nilai konstruksi berlaku sama di seluruh wilayah, maka dalam pengolahan data selanjutnya diperoleh nilai konstruksi infrastruktur sebesar Rp. 150,180,427,000,000 (150 triliun) dan nilai konstruksi non infrastruktur sebesar Rp. 148,290,209,000,000 (148 triliun). Berikutnya adalah melakukan perbandingan antara total nilai material baja konstruksi dengan total nilai konstruksi:
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 31
Tabel 3.8. Nilai Konstruksi Infrastruktur dan Non Infrastruktur Infrastruktur Non Infrastruktur Nilai Konstruksi * Nilai Konstruksi * Persentase Persentase (dalam juta rupiah) (dalam juta rupiah) 29.48 34,640,709 16.07 18,883,182
Wilayah Sumatera Jawa
36.72
46,292,835
61.74
77,835,503
Kalimantan
14.23
21,130,688
6.94
10,305,480
Sulawesi, Maluku, Papua
13.42
17,791,193
7.38
9,783,830
Bali & Nustra
6.15
5,294,931
7.86
6,767,179
Sumber: Daya Saing Industri Konstruksi Nasional, Pamulu (2012)
Tabel 3.9. Persentase Nilai Material Baja Menurut BCI Asia Konstruksi
Nilai Konstruksi*
Nilai Material
Persentase (%)
Infrastruktur
148,290,209
42,400,000
28
Non Infrastruktur
150,180,427
64,000,000
43
Total
208,551,775
106,400,000
36
Demand baja menurut RPJM Konstruksi
Nilai Konstruksi*
Nilai Material
Persentase (%)
Infrastruktur
148,290,209
60,800,000
40
Non Infrastruktur
150,180,427
91,200,000
62
Total
298,470,636
152,000,000
51
Demand baja menurut MP3EI Sumber: data diolah (dalam juta)
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 32
Setelah diperoleh persentase nilai material baja baik menurut BPS dan BCI Asia, maka tahap selanjutnya adalah memilih kondisi mana yang paling ideal, sesuai, dan masuk akal. Tabel 3.10. Persentase Nilai Material Baja Menurut BCI Asia Konstruksi
BPS (%) (1)
BCI Asia (%) (2)
Infrastruktur
37.5
28
NonInfrastruktur
67
43
Total Nilai Konstruksi
51
36
Demand baja menurut RPJM Konstruksi
BPS (%) (3)
BCI Asia (%) (4)
Infrastruktur
53.8
40
NonInfrastruktur
95.3
62
Total Nilai Konstruksi
72.8
51
Demand baja menurut MP3EI Sumber: data diolah
Berdasarkan Tabel 3.10 memperlihatkan nilai-nilai dari kombinasi antara data nilai konstruksi menurut BPS dan BCI Asia dengan data nilai demand baja menurut RPJM dan MP3EI. Cara membacanya, misal pada point 1 (BPS-RPJM), persentase nilai material baja terhadap nilai konstruksi infrastruktur adalah 37.5%; sedangkan persentase nilai material baja terhadap nilai konstruksi non infrastruktur adalah 67%; lalu jika dilihat secara keseluruhan total nilai material baja terhadap total nilai konstruksi adalah sebesar 51%. Tabel ditas merupakan kombinasi yang paling sesuai dan masuk akal adalah kombinasi dari data nilai konstruksi BCI Asia dengan data nilai demand baja RPJM (point nomor 2). persentase nilai material baja terhadap nilai konstruksi infrastruktur adalah 28%; sedangkan persentase nilai material baja terhadap nilai konstruksi non infrastruktur adalah 43%; lalu jika dilihat secara keseluruhan total nilai material baja terhadap total nilai konstruksi adalah sebesar 36%. Ada beberapa alasan mengapa hasil yang diperoleh di atas ada yang menghasilkan nilai yang tidak masuk akal. Alasan pertama adalah ketidakakurtan data nilai konstruksi, dan yang kedua adalah estimasi nilai demand baja terlalu besar.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 33
3.4. Sebaran Kebutuhan Baja Konstruksi Sebaran kebutuhan baja konstruksi di berbagai wilayah Indonesia diperoleh dengan mengalikan rata-rata persentase nilai material baja terhadap nilai konstruksi di wilayah yang akan ditinjau. Tabel 3.11. Sebaran Kebutuhan Baja di Setiap Wilayah Region
Nilai Konstruksi Nilai Material Baja Demand Baja (ton)
Sumatera
22,659,818
9,779,664
1,222,458
Jawa
93,402,603
40,311,270
5,038,909
Kalimantan
12,366,576
5,337,243
667,155
Sulawesi, Maluku, Papua
11,740,596
5,067,079
633,385
Bali & Nustra
8,120,615
3,504,745
438,093
Material baja dalam konstruksi non infrastruktur = 43% Region
Nilai Konstruksi Nilai Material Baja Demand Baja (ton)
Sumatera
41,568,851
11,736,012
1,467,001
Jawa
55,551,402
15,683,665
1,960,458
Kalimantan
25,356,826
7,158,918
894,865
Sulawesi, Maluku, Papua
21,349,431
6,027,522
753,440
Bali & Nustra
6,353,917
1,793,883
224,235
Material baja dalam konstruksi infrastruktur = 28% Sumber: data diolah (nilai konstruksi-material dalam juta)
Tabel 3.12. Jumlah Demand Baja untuk Setiap Wilayah Region
Demand Baja (ton)
Sumatera
2,689,459
Jawa
6,999,367
Kalimantan
1,562,020
Sulawesi, Maluku, Papua
1,386,825
Bali & Nustra
662,328
Sumber: data diolah (nilai konstruksi-material dalam juta)
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 34
Berdasarkan Tabel 3.12, terlihat bahwa kebutuhan baja di pulau Jawa mencapai lebih dari 50% total kebutuhan baja nasional, hal ini mencerminkan pembangunan di Indonesia masih terpusat di wilayah pulau Jawa. Berikut adalah peta sebaran demand baja nasional:
Gambar 3.5. Peta Sebaran Demand Baja Pada Gambar 3.5 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar demand (kebutuhan) akan material baja nasional berada di wilayah Barat Indonesia (Jawa dan Sumatra). Sedangkan wilayah timur Indonesia kebutuhannya sangat sedikit, hal tersebut dikarenakan pembangunan di Indonesia belum merata (masih terfokus di Jawa). Pada peta ini juga dapat dilihat potensi pengembangan wilayah Timur Indonesia terutama untuk pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan perekonomian daerah.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 35
Bab IV
Pasokan Baja Nasional 4.1.
Industri Baja Dunia Industri baja dunia saat ini yakin bahwa pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development) harus memenuhi kebutuhan pada saat ini dan menjaga agar generasi mendatang dapat tetap memenuhi kebutuhan mereka. Dua komponen penting dari baja adalah besi (salah satu element yang paling melimpah yang ada di bumi), dan baja daur ulang (scrap). Sekali baja diproduksi, akan menjadi sumberdaya yang permanen, karena baja 100% dapat didaur ulang, dan memiliki life cycle yang tidak terbatas, dengan kata lain baja adalah sumberdaya yang tidak pernah habis karena kemampuannya yang dapat didaur ulang. Kemampuannya yang dapat didaur ulang tak terbatas tanpa mengurangi properties-nya menyebabkan baja menjadi sangat berharga dan unik. Sebagai contohnya, perdagangan scrap dunia perlahan meningkat dengan stabil dari tahun ke tahun. Hal ini mengindikasikan kebutuhan dunia akan baja. Pada tahun 2011, konsumsi baja dunia perkapita mencapai angka 215 kg. seperti yang terlihat pada Tabel 4.1, konsumsi baja meningkat perlahan dari waktu ke waktu. Berdasarkan data yang ada, dari tahun 2006 sampai 2011, Korea Selatan menjadi negara dengan konsumsi baja perkapita yang paling tinggi. Tahun 2011 konsumsi baja perkapita Korea Selatan mencapai 1,156 kg. menurut World Steel Association (2012), industri baja dunia adalah kunci utama penggerak perekonomian dunia saat ini. Tabel 4.1. Konsumsi Baja Dunia Tahun
Konsumsi Baja/ kapita
2006
187.5
2007
198.4
2008
196.4
2009
181.9
2010
205.5
2011
214.7
Sumber: World Steel in Figures 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 36
Selain itu, dari data World Steel Association, berikut adalah 10 negara dengan produksi baja terbesar di dunia (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Produksi Baja Dunia Sumber: World Steel in Figures 2012
Berdasarkan data di atas, China merupakan negara dengan produksi baja terbesar di dunia yang mencapai 683 juta ton yang menguasai 45% produksi baja dunia. Sedangkan posisi Indonesia dengan produksi yang mencapai angka 5 juta ton menempati peringkat ke 37 dengan mengambil porsi sebesar 0,35% dari baja dunia. Berikut ini merupakan grafik perkembangan produksi baja dunia (gambar 4.1). Berdasarkan Gambar 4.1, terlihat bahwa posisi Indonesia sangat kecil dalam industri baja dunia dibandingkan China.
Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Baja Dunia Sumber: Peran Industri Baja Dalam Memasok Material Baja Untuk Mendukung Kemandirian Industri Nasional, Fazwar Bujang, Juni 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 37
4.2. Industri Baja Nasional Kebutuhan akan material konstruksi sangat bergantung pada kemampuan produsen material dalam memenuhi permintaan konsumen. Namun, bila material yang ada di pasar tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumen, maka konsumen harus menggunakan material yang tersedia di pasar walau dalam jumlah sedikit, atau mencoba menggunakan material alternatif (material pengganti), dan bisa juga untuk konsumen para pelaku sektor konstruksi melakukan usaha penyesuaian desain konstruksi terhadap ketersediaan material di pasar. Dalam rangka usaha pemenuhan kebutuhan baja di Indonesia, terutama dalam penggunaannya pada sektor konstruksi, para produsen baja di Indonesia yang tergabung dalam IISIA (Indonesian Iron and Steel Industry Association) berusaha meningkatkan pasokan baja yang dominan dalam sektor konstruksi. Kegiatan yang dilakukan oleh para produsen baja tersebut dalam rangka usaha memenuhi kebutuhan baja di Indonesia adalah dengan pertama melakukan kegiatan produksi, dan kedua melakukan impor berupa bahan mentah atau bahan baku. Tapi untuk kondisi tertentu, impor juga dapat dilakukan dengan mendatangkan secara langsung bahan yang diperlukan untuk konstruksi dan siap untuk langsung dipergunakan di proyek konstruksi yang memerlukan. Kapasitas industry baja nasional menurut IISIA, terdapat sekitar 63 produsen baja (Industri) yang berada di Indonesia yang menghasilkan berbagai jenis baja sesuai dengan spesialisasi dan kapasitas produksinya masing-masing. Sebagian produksi dari 63 produsen baja tersebut digunakan untuk memasok baja untuk keperluan sektor konstruksi Berdasarkan Road Map Pengembangan Klaster Industri Prioritas Basis Industri Manufaktur Tahun 2010 - 2014 struktur industri baja nasional dibagi ke dalam beberapa kelompok yang dapat dilihat pada Tabel 4.2
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 38
Tabel 4.2 Pengelompokan Industri Baja Nasional
Wire Rod
Plat Baja Mur & baut
Bloom
Slab
CRC/ P /S
Pembuatan Semi Finished Product
Kawat Las
Pembuatan Baja Kasar
HRC/ P/ S
Industri Antara 2
Ingot
Scrap
Pig Iron
Penyediaan Bahan Baku
Besi Spons
Ferro Nickel
Bijih Besi
Pertambangan
Industri Antara 1
Billet
Industri Hulu
Industri Hilir
PC Wire
Kawat Baja
Kawat Beton
Besi Beton
Wire Mesh
Paku
Profil
Besi Kanal
Baja Batangan
Pembuatan Finished Long Product
Shearing/ Slitting
Pipa Baja
Profil Las
Galvanizing
Tin Plate
BJLS
Pembuatan Finished Flat Product
Sumber: Road Map Pengembangan Klaster Industri Prioritas Basis Industri Manufaktur Tahun 2010 - 2014
Pengelompokan tersebut diusulkan sebagai bentuk penyederhanaan dalam identifikasi kondisi masingmasing tahapan proses. 1.
Kelompok Industri Hulu a. Pertambangan
Meskipun secara proses bukan dianggap sebagai bagian dari industri besi baja dan merupakan industri pemasok dalam supply chain industri baja, namun keberadaannya sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu negara. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah pertambangan bijih besi, pasir besi, ferro nikel, batu bara baik untuk bahan energi maupun bahan baku kokas, gas alam, mineral penunjang seperti batu kapur dan dolomit. b. Penyedia Bahan Baku. Kelompok ini juga sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu/negara. Kelompok ini terdiri dua jalur proses pembuatan besi (iron making) serta satu industri penyediaan scrap yang merupakan material besi bekas. Sebagaimana dipahami secara umum dalam dunia perbajaan, bahwa terdapat dua jalur utama dalam industri pembuatan besi. Jalur pertama yang mendominasi sebesar 70% dari produksi besi dunia adalah melalui teknologi blast furnace. Melalui proses ini bijih besi direduksi dengan kokas batu bara dalam sebuah tanur tiup yang tinggi. Produk dari proses ini adalah besi cair yang kemudian dapat diproses lebih lanjut dalam tahap steel making atau dapat langsung dicetak sebagaimana dikenal sebagai pig iron. Jalur lain yang merupakan alternatif industri pembuatan besi adalah jalur pembuatan besi spons. Melalui jalur ini bijih besi dalam bentuk bulk atau pellet direduksi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 39
dengan gas pereduksi (yang berasal dari gas alam atau batu bara). Produk dari proses ini dapat berupa besi spons atau hot briquette iron (HBI), sebagai bahan baku proses steel making selanjutnya. Jalur ini menguasai sekitar 25 dari produksi besi dunia. Selain dua jalur utama diatas terdapat pula beberapa teknologi penyedia bahan baku industri baja yang jumlahnya relatif kecil seperti teknologi direct smelting, rotary kiln, dan open heart.
2.
Kelompok Industri Antara 1: Pembuatan Baja Kasar (Crude Steel)
Kelompok ini sering dijadikan ukuran produksi industri baja suatu negara. Melalui proses yang tahap akhirnya mengubah baja cair menjadi baja padat ini dihasilkan bloom dan billet sebagai bahan baku industri baja pengolahan long product, slab sebagai bahan baku industri pengolahan flat product dan ingot sebagai bahan baku industri pembentukan baja lainnya. Konsumsi per kapita industri baja suatu negara dihitung dari jumlah produksi baja kasar ini dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut pada saat itu.
3.
Kelompok Industri Antara 2: Pembuatan Baja Semi Finished Product
Kelompok ketiga ini adalah tahap yang memproses baja kasar menjadi produk semi finished. Billet dan bloom merupakan bahan baku untuk pembuatan produk semi finished wire rod dan green pipe. Selanjutnya wire rod akan menjadi bahan baku berbagai industri pengolahan long finished product seperti paku, baut, mur, kawat las, PC wire.Sedangkan green pipe akan menjadi bahan baku industri seamless pipe (OCTG dan Line Pipe) bagi industri migas. Sementara semi finished product di jalur flat product adalah hot rolled coil (HRC), hot rolled plate (HRP) dan cold rolled coil (CRC). HRC selain merupakan bahan baku terbesar dari industri pengolahan flat product seperti untuk konstruksi, pipa las spiral dan otomotif. Sementara CRC digunakan sebagai bahan baku industri peralatan rumah tangga, otomotif, pelapisan seng. Pelat baja merupakan semi finished product yang digunakan sebagai bahan baku industri pipa las longitudinal, profil dan perkapalan. 4.
Kelompok Industri Hilir
a.
Pembuatan baja finished flat product
Kelompok ini merupakan konsumen terbesar industri baja dunia. Berbagai industri pemakai diantaranya industri konstruksi, otomotif, pipa, profil dan pelapisan. Sebagai media antara bahan baku HRC dan CRC dengan kebutuhan industri pembuatan finished product, maka dimasukkan pula dalam kelompok ini industri jasa pemotongan dan pembentukan baja lembaran (shearing/slitting lines). Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 40
b.
Pembuatan baja finished long product
Kelompok ini merupakan konsumen paling bervariasi dari industri baja. Berbagai industri pemakai diantaranya industri pembuatan baja batangan, profil, baja konstruksi, kawat, paku, mur/baut. Berdasarkan uraian di atas, maka produk dari hulu sampai ke hilir dapat digambarkan ke dalam pohon industri baja nasional
Gambar 4.3 Pohon Industri Baja Nasional Sumber: Road Map Pengembangan Klaster Industri Prioritas Basis Industri Manufaktur Tahun 2010 - 2014
Sedangkan jenis kelompok produk dan kapasitas baja yang diproduksi oleh perusahaanperusahaan di atas antara lain seperti pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Kelompok Produk dan Kapasitas Industri Baja Nasional No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Kapasitas 2009 Perusahaan (Ribu Ton) Slab Baja 1 1,850 Billet 30 7,057 Besi Beton / Profile 63 5,844 HRC 2 2,200 Batang Kawat Baja 10 1,560 Plate 4 920 Pipa Las Lurus / Spiral 29 2,243 BJLS / warna 16 1,200 Tin Plate 1 130 Light & Heavy H-Beam 3 500 Sumber: Indonesian Iron and Steel Industry Association, 2009 Kelompok
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 41
Kapasitas produksi baja Indonesia dari tahun 2004 sampai 2010 pada Gambar 4.4 di bawah menunjukkan tren positif terutama pada peningkatan kapasitas produksi baja kasar, besi beton dan kawat baja.
Kapasitas (x Juta) Ton
Kapasitas Produksi Baja Indonesia 10.00 9.50 9.00 8.50 8.00 7.50 7.00 6.50 6.00 5.50 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 2003
Baja Kasar
Besi Beton
HRC/Plates Pipa Las Kawat Baja Baja Lembaran
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 4.4. Kapasitas Produksi Baja Indonesia Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementrian Perindustrian untuk trend produksi, ekspor dan impor baja di sektor konstruksi tahun 2010 adalah sebagai berikut: Produksi Baja Indonesia 4.50
Produksi (x Juta) Ton
4.00 3.50
Baja Kasar
3.00 2.50
HRC/Plate
2.00
Besi Beton
1.50 Kawat Baja Pipa Las Baja Lembaran
1.00
0.50 0.00 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 4.5. Trend Produksi Baja Indonesia 2004-2009 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 42
Ekspor (x10000) Ton
Ekspor Baja Indonesia 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 2003
HRC/Plates
Kawat Baja
2004
2005
2006
2007
2008
Pipa Las Baja Lembaran Besi Beton Baja Kasar 2009 2010
Tahun
Gambar 4.6. Trend Ekspor Baja Indonesia 2004-2009 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010
Impor (x10000) Ton
Impor Baja Indonesia 270 260 250 240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2003
Baja Kasar
HRC/Plates Besi Beton Baja Lembaran
Kawat Baja
Pipa Las 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 4.7. Trend Impor Baja Indonesia 2004-2009 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 43
Berdasarkan grafik di atas maka, dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut: 1. Jenis baja yang paling banyak diproduksi di Indonesia adalah Baja Kasar, HRC/Plates, dan Besi Beton. Baja kasar menjadi jenis baja yang paling banyak diimpor, sedangkan HRC/plates menjadi jenis baja yang paling banyak di ekspor. 2. Tahun 2008 terjadi peningkatan drastis pada impor baja jenis baja kasar, HRC/plates, dan besi beton. Lalu terjadi penurunan kuantitas impor yang cukup banyak pada tahun 2009.
4.3. Komoditas Baja Konstruksi Baja yang diproduksi dari masing-masing produsen memiliki karakteristik dan tipe yang berbeda, sehingga di pasaran akan dijumpai berbagai macam produk baja. Perbedaan dari karakteristik dan tipe yang berbeda dapat disebabkan pula karena permintaan dari pasar sehingga produsen akan memproduksi sesuai dengan permintaan tersebut. Baja bukan hanya digunakan untuk keperluan konstruksi tetapi pemakaiannya dapat di berbagai sektor lain seperti packaging, furniture, home appliance, office equipment, arts equipment, educational equipment ataupun sport equipment. Pemetaan komoditas baja menurut sektor pemakaiannya dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Produsen Baja Baja untuk Keperluan Umum (BjKU)
Packaging Furniture Home Appliance, Office Equipment Arts Equipment Educational Equipment Sport Equipment
Baja untuk Keperluan Konstruksi (BjKK)
Baja Profil Plat Baja Tulangan Steel Wire Pipa Rantai Peralatan Berat Baja Ringan
Gambar 4.8. Komoditas Produk Baja Sumber: Diolah dariwww.steelindonesia.com
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 44
Sehingga berdasarkan gambar di atas, maka komoditas baja konstruksi yang dianalisa: a. Baja tulangan dengan rincian berbagai diameter yang lazim digunakan pada sub strucutre dan upper structure. b. Baja profil baik untuk atap, gelagar pada jembatan ataupun profil lain seperti pipa untuk jaringan air minum c. Baja dalam bentuk lembaran atau plat, yang banyak digunakan untuk profil yang dibuat khusus, penutup rangka atap atau plat lantai sebagai pengganti plat beton d. Baja ringan yang diperuntukkan untuk konstruksi atap e. Baja untuk material peralatan konstruksi
4.4. Produsen Baja Konstruksi Berikut adalah beberapa profil produsen industri penghasil baja di Indonesia yang tergabung dalam IISIA, dimana sebagian produksi bajanya digunakan untuk memasok kebutuhan sektor konstruksi. 1. PT Krakatau Steel PT Krakatau Steel didirikan pada tanggal 31 Agustus 1970. Saat ini Krakatau Steel adalah produsen baja terbesar terintegrasi di Asia Tenggara. Perusahaan ini merupakan produsen baja lembaran panas (HRC) dan baja lembaran dingin (CRC) yang terbesar di Indonesia. Dalam hal spesifikasi produk, Krakatau Steel menguasai sekitar 85% dari total produk diserap oleh pasar domestik. Perusahaan ini memiliki kapasitas baja gabungan sebesar 2,45 juta ton per tahun. 2. Gunung Steel Group Gunung Steel Group didirikan pada tahun 1986 sebagai produsen Hot Rolled seperti baja batangan dan baja siku, dan terletak di Cikarang Bekasi Barat, Jawa Barat. Gunung Steel Group terdiri dari empat perusahaan terpisah yang bekerja sama yaitu: PT Gunung Garuda (GG) Didirikan pada tahun 1986, jenis produk yang dihasilkan yaitu Angle Hot Roll, Cell Form, H-Beam, Honey Comb, King Cross, Queen Cross, T-Beam, WideFlange Beam (IWF). PT Gunung Raja Paksi (GRP) Didirikan pada tahun 1998, jenis produk yang dihasilkan yaitu Angle Cold Formed, Bridge Deck, ERW Pipe, Expanded Mesh, Floor Deck, Guard Rail, HR Coil, Lipped Chanel, Rectangular Pipe, Roof & Wall Sheeting, Spiral Pipe,
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 45
Square Pipe, Steel Plate, Anchor Bolt, Annealed Wire, Galvanized Wire, Nails, Nail Wire, Round/Deformed Bar, Sagrod, Welded Beam, Wire Mesh dan Wire Rod. PT Gunung Gahapi Sakti (GGS) GGS merupakan perusahaan gabungan PT Gunung Gahapi dan PT Gunung Sakti. PT Bukit Terang Paksi Galvanizing Didirikan pada tahun 1970 untuk memenuhi permintaan layanan galvanizing (pelapisan/coating). 3. PT Ispat Indo PT Ispat Indo didirikan pada tahun 1976. Perusahaan ini memproduksi berbagai jenis billet dengan nilai karbon rendah dan tinggi,wire rod dan baja batangan dengan menggunakan sekitar 65% dari skrap dan 35% dari DRI/Pig iron. Campuran bervariasi sesuai dengan kelas baja yang dihasilkan. Penjualan produk sekitar 70% ke pasar domestic dan 30% untuk pasar ekspor di kawasan Asia Pasifik.PT. Ispat Wire Produk (IWP) adalah anak perusahaan 100% dari PT. Ispat Indo dan bergerak dalam kegiatan seperti produksi kawat batang, pembuatan paku, produksi bar lurus, dll. IWP mengkonsumsi wire rod untuk dijual dalam negeri maupun ekspor. PT. Ispat Indo adalah produsen batang kawat terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar tertinggi. 4. PT Bhirawa Steel PT. Bhirawa Steel pada tahun 1973. PT Bhirawa Steel adalah salah satu pabrik baja asli di Indonesia. Pabrik baru ini memiliki kapasitas 50 ton billet/jam yang memungkinkan pabrik untuk menghasil kantotal 250.000 MT per tahun dari berbagai kualitas seperti Round Bar, Shaft Bar, Hexagon Bar, Deformed Bar, Flat Bar, dan Angle Bar mulai dari karbon rendah sampai dengan karbon tinggi. 5. Gunawan Group Gunawan Group memiliki dua pabrik Hot Rolled Plate yaitu PT. Gunawan Dianjaya Steel dan PT. Jaya Pari Steel. PT Gunawan Dianjaya Steel yang memiliki kapasitas tahunan 350.000 ton, terletak di sebidang 15 hektar tanah di Surabaya dengan menggunakan teknologi AS. Perusahaan menggunakan bahan baku seluruhnya diimpor. Sekitar 80% dari produksinya diekspor ke Eropa. PT Jaya Pari Steel (JPS) merupakan adik perusahaan PT. Gunawan Dianjaya Steel tercatat sejak tahun 1989. Pabrik baja terpadu ini memiliki kapasitas tahunan 100.000 ton. Pada tahun 2007, JPS memperoleh kenaikan penjualan menjadi Rp 432,8 miliar dengan laba bersih Rp Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 46
41,5 miliar dibanding 2006 senilai Rp 340,2 miliar dengan laba bersih Rp 26,7 miliar. Penjualan tersebut antara lain dilakukan melalui penetrasi ke pasar Asia Tenggara terutama ke Singapura, meskipun 90% dari total penjualan ditujukan untuk pasar domestik terutama sektor konstruksi. 6. PT Essar Dhanajaya PT. Essar Dhanajaya (ED) didirikan pada tahun 1996 sebagai perusahaan patungan antara PT. Garama Adipratama dan Essar Group dari India dengan kapasitas awal 200.000 MT. Perusahaan ini meningkatkan kapasitas dengan 200.000 ton menjadi 400.000 ton pada pertengahan 2003. Mayoritas bahan baku HRC dipasok oleh perusahaan induk yaitu Baja Essar Limited, yang merupakan pabrik baja besar terintegrasi di India.
Berikut adalah daftar produsen baja lainnya untuk setiap komoditas di sektor konsturksi beserta kapasitasnya masing-masing menurut direktori IISIA (2012):
Baja Tulangan No
Nama Perusahaan
Lokasi
Kapasitas produksi Ton/tahun
1
Asian profile Indosteel
Surabaya
48,000
2
Beton Jaya Manunggal
Surabaya
12,000
3
Bhirawa Steel
Surabaya
250,000
4
Delcoprima Pacific
Tangerang
23,000
5
Gramitrama Jaya Steel
Gresik
4,000
6
Growth Sumatra
Medan
86,000
7
Gunung Gahapi Sakti
Medan
150,000
8
Gunung Garuda
Cibitung
150,000
9
Hanil Jaya Steel
Surabaya
360,000
10
Interworld Steel
Tangerang
230,000
11
Inti General Jaya
Semarang
100,000
12
Ispat Indo
Surabaya
200,000
13
Ispat Panca Putra
Gresik
300,000
14
Ispat Wire Product
15
Jakarta Cakra tunggal Steel
16
Surabaya
9,000
Jakarta
360,000
Jatim Taman Steel
Surabaya
140,000
17
Krakatau Wajatama
Cilegon
150,000
18
Liangying Nuansa Indonesia
Mojokerto
2,400
19
Mekarindo Baja Utama
20
Nasional Interindo Metal
Mojokerto
36,000
21
Pangeran Karang Murni
Jakarta
50,000
22
Power Steel Indonesia
Tangerang
192,000
23
Pulogadung Steel
Jakarta
110,000
Gresik
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 47
24
Raksa Indo Steel
Gresik
12,000
25
Surya Steel
Surabaya
4,500
26
The Master Steel
Jakarta
360,000
27
Tobu indonesia Steel
Jakarta
120,000
28
Toyogiri Iron & Steel
Bekasi
200,000
29
Waru Djaya
Sidoarjo
3,200
30
Wuhan
Jakarta
6,000
Total National Capacity
3,668,100 Sumber: Direktori IISIA (2012)
Baja Profil
1
Alim Ampuh Jaya Steel
Surabaya
Kapasitas produksi Ton/tahun 110,000
2
Alim Surya Steel
Surabaya
24,000
3
Aneka Jakarta Steel
Jakarta
10,800
4
Bhirawa Steel
Surabaya
3,600
5
Bukit Baja Buana
Bekasi
72,000
6
Cigading H-Beam
Cilegon
100,000
7
Growth Sumatra
Medan
14,000
8
Gunung Gahapi Sakti
Medan
58,000
9
Gunung Garuda
Bekasi
800,000
10
Interworld Steel
Tangerang
42,000
11
Inti General Jaya Steel
Semarang
50,000
12
Jatim Mustika Sarana Steel
Surabaya
8,000
13
Jaya Peri Steel
Surabaya
40,000
14
Krakatau Wajatama
Cilegon
150,000
15
Multi Color Indah Indo
Surabaya
30,000
16
Perjuangan Steel
Surabaya
67,500
17
Sarana Steel Corp
Jakarta
24,000
18
Sinar Tangerang Steel
Tangerang
6,000
19
Super Tata Surya
Tangerang
48,000
20
The Master Steel
21
Timur Jaya
22
Triputra Jaya Lestari
No
Nama Perusahaan
Lokasi
Jakarta
53,000
Surabaya
10,000
Gresik
10,000
Total National Capacity
1,730,900 Sumber: Direktori IISIA (2012)
HRC No 1 2 3 4
Nama Perusahaan Krakatau Steel Gunung Raja Paksi Gunawan Dianjaya Steel Jayapari Steel
Lokasi Cilegon Bekasi Surabaya Surabaya
Kapasitas produksi Ton/tahun 2,400,000 700,000 350,000 100,000
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 48
5 Little Giant Steel 6 Raja Besi Total National Capacity
Semarang Semarang
60,000 100,000 3,710,000 Sumber: Direktori IISIA (2012)
CRC No
Nama Perusahaan
Lokasi
Kapasitas produksi Ton/tahun
1
Essar Indonesia
Bekasi
400,000
2
Intan Nasional
Medan
60,000
3
Krakatau Steel
Cilegon
850,000
4
Little Giant Steel
Semarang
230,000
5
Raja Besi
Semarang
150,000
Total National Capacity
1,690,000 Sumber: Direktori IISIA (2012)
Steel Wire No
Nama Perusahaan
1 Krakatau Steel 2 Gunung Raja Paksi 3 Gunung Gahapi 4 Growth Sumatra Industry 5 Ispat Indo 6 Master Steel 7 Pangeran Karang Murni Total National Capacity
Lokasi Cilegon Bekasi Medan Medan Surabaya Bekasi Jakarta
Kapasitas produksi Ton/tahun 650,000 60,000 100,000 45,000 700,000 250,000 490,000 2,295,000 Sumber: Direktori IISIA (2012)
Steel Pipe No
Nama Perusahaan
Lokasi
Kapasitas produksi Ton/tahun
1
Ahli Teknik
Medan
23,000
2
Alim Surya Steel
Sidoarjo
82,000
3
Aneka Djakarta Iron Steel
Jakarta
75,000
4
Bakrie Pipe Industries
Bekasi
300,000
5
Buana Central Steel Industry
Cilegon
24,000
6
Bumi Karya steel Industry
Bekasi
150,000
7
Indonesia Steel Tube Works
Jakarta
140,000
8
Indo Mitra Sedaya
Bekasi
9,600
9
Indal Steel Pipe
Gresik
120,000
10
Indom Ulti
Surabaya
20,000
11
KHI Pipe Industries
Cilegon
200,000
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 49
12
Perjuangan steel
Surabaya
20,000
13
Raja Besi
Semarang
50,000
14
Sinar Surya Baja Profilindo
Tangerang
36,000
15
South East Asia Pipe Industry
Lampung
200,000
16
Sri Rejeki Perdana Steel
Bekasi
60,000
17
Steel Pipe Industry of Indonesia
Surabaya
250,000
18
Super Tata Raya Steel
Tangerang
82,560
19
Swarna Baja
Tangerang
60,000
20
Tri Putrajaya Lestari
Gresik
10,000
Total National Capacity
No
1,912,160 Sumber: Direktori IISIA (2012)
Kapasitas produksi Komoditas
Jenis Produk
Jumlah Perusahaan
Kapasitas Produksi Ton/tahun
1
Profile
Heavy Profile, Channel, Angle, TBeam
22
1,730,900
2
Bars
Deformed and Round Bars
30
3,668,100
3
Hot Rolled Coil
Steel Plate, Plate untuk Alat Berat
6
3,710,000
4
Cold Rolled Coil
Light Steel Frame
5
1,690,000
5
Steel Wire
Wire Rod
7
2,295,000
6
Steel Pipe
Seamless Pipe, Welded Spiral Pipe
20
1,912,160
Total Produksi
15,006,160 Sumber: Direktori IISIA (2012)
Berikut adalah peta sebaran produsen komoditas baja konstruksi:
Gambar 4.9. Peta Sebaran Komoditas Baja Konstruksi Nasional Sumber: Direktori IISIA (2012)
Berdasarkan Gambar 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa produsen baja masih terkonsentrasi di pulau Jawa, dan beberapa produsen yang berlokasi di pulau Sumatra (daerah Medan dan Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 50
Lampung). Untuk wilayah Indonesia bagian barat sebagian besar baja konstruksi di pasok dari daerah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Sedangkan untuk wilayah Indonesia Timur, baja konstruksi dipasok dari daerah Jawa Timur. Produsen baja yang lebih banyak berpusat di pulau Jawa diperkirakan karena pulau Jawa merupakan pusat pembangunan di Indonesia selama ini. Berikut adalah peta sebaran supply baja nasional:
Gambar 4.10. Peta Sebaran Pasokan Baja Konstruksi Nasional Sumber: Direktori IISIA (2012)
Berdasarkan Gambar 4.10 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah pasokan baja konstruksi hampir seluruhnya berada di pulau Jawa, dan sebagian kecil di pulau Sumatra (daerah Sumatra utara dan lampung). Dengan menumpuknya pasokan baja di pulau jawa, hal ini menimbulkan masalah lain terutama dalam masalah harga material khususnya untuk di daerah luar pulau Jawa. Selain itu waktu dan lamanya pengiriman material juga menjadi masalah lain yang turut mempengaruhi harga material baja konstruksi di daerah luar pulau Jawa.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 51
Bab V
Rantai Pasok 10.1. Rantai Pasok Supply chain atau rantai pasok merupakan suatu konsep yang relatif baru di dunia konstruksi, yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Konsep supply chain berhubungan erat dengan lahirnya konsep lean production yang berakar pada pemikiran lean thinking yang telah merubah paradigma produksi dalam industri manufaktur. Tuntutan terhadap efisiensi memaksa perusahaan untuk membentuk struktur organisasi yang lebih sederhana, mendorong perusahaan untuk lebih fokus pada bisnis intinya, dan menyerahkan aktifitas pendukungnya pada pihak lain. Perkembangan ini mengakibatkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu bisnis, bukan lagi merupakan output dari satu organisasi secara individu, namun merupakan output dari suatu rangkaian organisasi, yang disebut supply chain (Maylor, 2003). Menurut Hanfield dan Nichols (1999) bahwa pada dasarnya supply chain merupakan sekumpulan supplier dan customer yang terhubung, setiap customer pada gilirannya akan menjadi supplier bagi organisasi hilir selanjutnya. Rangkaian hubungan customer-supplier tersebut terjadi dalam suatu rentang proses perubahan material, dimulai dari tahapan material alam hingga produk akhirnya mencapai 10 pengguna akhir, bagaikan suatu rangkaian mata rantai yang terhubung secara linier. Namun bentuk jaringan supply chain dalam konteks bisnis yang sesungguhnya memiliki bentuk yang kompleks. Kompleksitas hubungan tersebut terjadi karena suatu perusahaan memiliki hubungan ke hulu dengan beberapa pemasok (multiple suppliers) dan ke hilir dengan beberapa customer (multiple customers). Secara lebih luas lagi terdapat pula hubungan antara supplier dengan supplier-nya supplier serta hubungan antara customer dengan customer-nya customer. Hal ini membentuk satu sistem pola jaringan yang kompleks. Pada jaringan ini terdapat ketergantungan antar berbagai pihak, sehingga hubungan ini lebih tepat digambarkan dengan suatu jaringan (network) dari pada rantai (chain) (Christopher, 1998).
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 52
Dalam konteks konstruksi, kompleksitas supply chain konstruksi digambarkan oleh Vaidyanathan (2001) seperti tertera pada Gambar 2.11, secara makro bahwa pihak-pihak yang terlibat dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu: penyedia jasa yang terdiri dari penyandang dana, penyedia jasa struktur, mekanikal, elektrikal, dan arsitektur dan kelompok kedua yaitu penyedia barang/material yang terdiri dari pemasok material/produk bangunan dan subkontraktor. Structural Engineer
Mechanical Engineer
Penyandang dana
General Contractor (Construction Manager at risk) ia
l
Owner
Al ir
an
m
Produk Bangunan Manufaktur II
Arsitek
at er
Produk Bangunan Manufaktur I
Electrical Engineer
Al ir
an
in
fo r
m
as
i
Produk Bangunan Manufaktur n
Sub Kontraktor I
Pekerja langsung
Sub Kontraktor II
Pekerja tidak langsung
Pekerja langsung
Gambar 5.1 Rantai Pasok Konstruksi Sumber: Vaidyanathan (2001)
Kedua kelompok besar ini akan memberikan kontribusi sesuai dengan fungsi dari masing-masing anggota kelompok tersebut kepada kontraktor sebagai bagian yang akan mewujudkan keinginan dari owner sehingga kontraktor secara kontinu dan langsung akan mempunyai hubungan garis komando terhadap owner. Sedangkan hubungan antara arsitek dengan owner hanya garis koordinasi. Sementara hubungan owner dengan sub kontraktor sebatas hanya untuk mengetahui aliran informasi dan aliran material. Sejalan dengan pengertian supply chain dalam konteks manufaktur, maka dalam konteks konstruksi, supply chain dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari sekumpulan aktivitas perubahan material alam hingga menjadi produk akhir (misalnya jalan, bangunan, dan jasa perencanaan), untuk digunakan oleh pengguna jasa dengan mengabaikan batas-batas
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 53
organisasi yang ada. Tambahan dalam definisi Tommelein dkk (2003) yang menyatakan bahwa dalam jaringan yang terstruktur tersebut dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan owner, juga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota supply chain tersebut. Dalam konteks pola tradisional, pembentukan supply chain konstruksi yang terlibat dalam suatu proses produksi, dimulai pada tahap penawaran, ketika suatu jaringan supply chain konstruksi suatu kontraktor akan memiliki daya saing tertentu terhadap jaringan supply chain konstruksi dari kontraktor lainnya dalam memenangkan tender. Dalam tahap ini, hal itu menunjukkan bahwa persaingan yang terjadi bukan lagi persaingan antar perusahaan konstruksi secara individu, namun merupakan persaingan antar jaringan supply chain konstruksi – antar jaringan perusahaan-perusaahan yang tergabung dalam suatu hubungan proses produksi konstruksi, yang ditawarkan dalam penawaran. Dalam tahap pelaksanaan, dimana terjadi proses pengadaan yang dilakukan oleh kontraktor dalam penyusunan jaringan supply chain-nya, akan menentukan seberapa besar tingkat efisiensi yang terjadi dalam proses produksinya, hingga menghasilkan produk dan jasa yang sesuai dengan value dari owner. Apa yang terjadi dalam konstruksi tersebut membenarkan pendapat yang menyatakan bahwa keunggulan persaingan yang menjadi aturan main sekarang ini adalah keunggulan persaingan antar jaringan supply chain (Christopher, 1998). Ditengah kompetisi usaha yang semakin ketat, menuntut kontraktor untuk melakukan efisiensi dalam proses konstruksinya. Pola supply chain yang memiliki daya saing pada tahap pengadaan, selanjutnya akan memberikan kinerjanya pada tahap produksi (pelaksanaan). Hal itu menunjukkan bahwa desain suatu jaringan supply chain sangat penting peranannya. Suatu studi menunjukkan bahwa desain supply chain yang buruk memiliki potensi untuk meningkatkan biaya proyek hingga 10% (Bertelsen, 2002). Hal ini menunjukkkan bahwa pola supply chain konstruksi akan memberikan kontribusi terhadap efisiensi suatu pelaksanaan proyek, sehingga pola suatu supply chain konstruksi memiliki potensi untuk menjadi salah satu ruang yang memungkinkan untuk dilakukannya peningkatan dalam industri konstruksi. Sehingga dalam konteks konstruksi dimana fragmentasi sudah menjadi bagian dari karakteristik industri ini, maka peningkatan yang dapat dilakukan adalah melalui manajemen hubungan terhadap organisasi yang terlibat dalam suatu susunan jaringan supply chain yang menghasilkan produk konstruksi tertentu. Konsep supply chain management merupakan konsep yang relatif baru. Konsep ini merupakan perluasan dari konsep logistik dimana lingkupnya adalah optimasi aliran (optimizing flows) didalam lingkup suatu organisasi tertentu (Christopher, 1998). Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 54
Konsep supply chain management melihat bahwa konsep logistik belum mencukupi dalam usaha untuk mencapai optimalisasi aliran yang terjadi, sehingga perlu diperluas hingga keluar batas organisasi tersebut - ke hulu dengan supplier-nya dan ke hilir dengan customernya (Christopher, 1998). Dengan demikian hal yang paling mendasar dari manajemen hubungan dalam suatu supply chain adalah yang menyangkut hubungan antar organisasi yang berbeda dalam suatu proses produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanfield & Nichols (1999) bahwa supply chain management merupakan pendekatan manajemen yang terintegrasi dari aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam proses perubahan material, melalui peningkatan hubungan dalam supply chain. Dalam konteks persaingan bisnis yang semakin ketat, melalui penerapan konsep ini diharapkan daya saing yang berkelanjutan dapat tercapai (Christopher, 1998). Hal inilah yang menunjukkan pentingnya penerapan supply chain manajemen dalam praktek bisnis saat ini, termasuk dalam industri konstruksi. Fragmentasi yang sudah menjadi karkteristik industri konstruksi, yang disebabkan tingginya tingkat kebutuhan spesialisasi dalam industri ini, telah menyebabkan terpecah-pecahnya suatu proses (aktifitas) menjadi paket-paket yang lebih kecil, yang masing-masing melibatkan pihak tertentu. Sehingga dalam suatu proyek konstruksi bangunan, yang melibatkan item pekerjaan yang sangat banyak, yang menuntut keahlian tertentu didalam produksinya, telah membentuk jaringan supply chain yang kompleks. Hal itu menujukkan bahwa karakteristik dalam industri konstruksinya pun telah menuntut suatu konsep manajemen yang dapat mengatur hubungan antar mata rantai yang menghasilkan output produk konstruksi. Sehingga peran konsep dalam industri konstruksi menjadi penting. Definisi ini diinterpretasikan oleh Arbulu dan Ballard (2005), yang mendefinisikan supply chain sebagai sekelompok perusahaan dan individu yang bekerja sama dalam suatu jaringan proses yang saling berhubungan. Menurutnya pula bahwa dalam suatu supply chain terdapat sistem pasokan yang harus didefinisikan, dirancang, dan diimplementasikan untuk mendapatkan aliran yang efektif dari material, informasi dan dana dalam suatu supply chain.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 55
Supplier Supplier Sub
Perencana Owner Sub
Kontraktor
Supplier Supplier Supplier Jaringan aktivitas pada proyek
Gambar 5.2 Konseptual supply chain Proyek Konstruksi Sumber: O’Brien et al., 2002
Pada Gambar 2.12 yang dikembangkan oleh O‟Brien et. al. (2002), terlihat keterlibatan beberapa pihak dalam proses produksi yang terjadi di dalam site (in site production), juga menunjukkan adanya rangkaian pihak yang menunjukkan proses produksi yang terjadi luar site (off site production). Rangkaian aktifitas subkontraktor sebagai pihak yang memberikan input pada site konstruksi dipahami sebagai pihak yang dapat melakukan proses produksinya diluar site. Berdasarkan pada model supply chain pada proyek konstruksi di atas, maka karakteristik dari supply chain konstruksi adalah: Karakteristik produknya unik – produk konstruksi bangunan pada umumnya dibuat berdasarkan permintaan tertentu (custom made product). Dengan demikian tidak ada satu pun produk konstruksi yang sama - walaupun hal ini tergantung pada tingkatan mana kita melihatnya. Dilakukan oleh organisasi yang bersifat sementara (temporary organisastion). Suatu rangkaian supply chain yang terbentuk yang menghasilkan produk konstruksi, akan berakhir ketika selesai masa produksi. Produknya terikat pada tempat tertentu, sehingga proses produksinya berlangsung di site konstruksi (in site production). Hal ini juga memberikan kontribusi terhadap keunikan produk konstruksi, karena pada proyek yang sama, baik kondisi fisik (kondisi tanah, pengaruh cuaca, dan lain-lain) maupun non fisik (regulasi yang berlaku, kondisi lalulintas, dan lain-lain) yang mempengaruhinya tidak akan pernah sama.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 56
In site production dan off site production. Terjadinya produksi didalam site konstruksi (in site production), telah membagi dua batasan proses yang terjadi dalam produksi konstruksi. Diproduksi dalam lingkungan alam yang tidak terkendali, sehingga terdapat ketidakpastian yang tinggi dalam konstruksi.
10.2. Struktur, Perilaku dan Kinerja Rantai Pasok Konstruksi Konsep rantai pasok di industri konstruksi sangat bermanfaat untuk melihat sejauh mana kinerja industri konstruksi tersebut. London (2008) menyampaikan bahwa pengelolaan rantai pasok pada tingkat industri akan sangat bermanfaat dalam penetapan kebijakan di industri konstruksi itu sendiri. Hal ini sangat sesuai dengan pendekatan ekonomi organisasi industri yang menyatakan bahwa struktur (structure) dari rantai pasok dan perilaku (conduct) pihak-pihak yang ada dalam rantai pasok akan mempengaruhi kinerja dari rantai pasok tersebut (Martin, 1993). Hal ini sering disebut dengan pendekatan SCP atau Structure, Conduct, and Performance. Marke Structure
Technology
Procurement Relationship
Supply Chain
Supply Chain Performance
Demand
Firm Conduct
Gambar 5.3 Hubungan Konseptual Antara Struktur, Perilaku dan Kinerja Rantai Pasok Sumber: London, K., 2008
Sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.13, struktur pasar akan berinterkasi dengan perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam pasar tersebut. Dalam hal ini, struktur akan mempengaruhi perilaku, dan perilaku akan mempengaruhi struktur pasar juga. Interaksi ini akan terlihat dari bagaimana perusahanperusahaan yang ada terikat dalam proses pengadaan. Perilaku akan terlihat sekali dalam proses ini, terkait dengan bagaimana formasi perikatan terjadi, transaksi terjadi dan pengelolaan dilakukan. Jadi dengan demikian, jika diharapkan
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 57
akan dilakukan pengelolaan rantai pasok konstruksi, maka gambaran akan strukturnya, perilakunya, dan interaksinya harus dapat teridentifikasi dengan baik, agar pengelolaan yang dirancang dapat menghasilkan kinerja rantai pasok konstruksi yang diharapkan.
10.3. Supply Channel Beberapa industri ataupun organisasi melakukan pembagian supply chain ke dalam beberapa level. Sebagai contoh pembagian level dapat dilihat pada Gambar 2.14. Dalam industri konstruksi masih jarang yang melakukan pembagian ke dalam beberapa level seperti yang dilakukan oleh industri yang non konstruksi. Hal ini dapat dilakukan hanya pada konsultan atau kontraktor yang berskala besar. Tujuan dari pembagian ke dalam beberapa lavel ini untuk mengetahui flow dari beberapa komoditas yang sangat bervariasi dan kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa group sehingga memudahkan pengendalian. Metode inilah yang kemudian dikenal dengan istilah channel structure. Sedangkan pada Gambar 2.15, menunjukkan tipe channel structure dari distribusi komoditas sehari-hari dan distribusi komoditas industri. Perbedaan dari kedua channel structure ini jangkauan dari produsen sampai ke konsumen atau end user, dapat langsung ke konsumen atau pengguna komoditas atau harus melalui suatu perusaahaan yang berperan sebagai supplier bagi level berikutnya. Selain itu juga menggambarkan posisi dan peran dari masing-masing perusahaan sebagai entitas dari channel structure sehingga mampu memberikan arus informasi aliran komoditas tersebut. Middleman
First level
Merchant
Functional middleman
Second level
Split Function middleman
Limited Function middleman
Full Function middleman
Third level
Service Rendered
Class of customer
Ownership, control or representation
Limited Function middleman
Line of goods
Method of operation
Gambar 5.4. Framework distribusi Channel Structure Sumber: London, K, 2008
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 58
Producer
Producer
Agent or broker
Wholesaler
Wholesaler
Retailer
Retailer
Retailer
Agent or broker
Agent or broker
Industril distributor
Industrial distributor
Consumer
Industrial user
Typical channel structure alternatives in consumer goods distribution
Typical channel structure alternatives in industrial goods distribution
Gambar 5.5. Pendekatan Channel Structure Sumber: London, K, 2008
Berdasarkan kerangka diatas, maka apabila channel struktur tesebut digunakan konstruksi maka akan didapakan channel structure seperti pada Gambar 5.5, khususnya untuk rantai pasok baja dalam sektor konstruksi di Indonesia. Bagi kontraktor, untuk mendapatkan baja konstruksi dapat diperoleh langsung dari produsen atau harus melalui beberapa entitas dari channel structure tersebut seperti service centre, distributor, fabrikator atau sub kontraktor. Produsen
Distribut or
Servis center Fabrikator
Subkontraktor Kontraktor
Gambar 5.6. Skema Rantai Pasok Baja di Indonesia Sumber: Sandika, 2011
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 59
10.4. Kajian Rantai Pasok Beberapa peneliti menggambarkan tipologi dari supply chain ke dalam dua bagian yaitu logistik dan supply chain management seperti pada Gambar 2.17. Kontribusi dari masing-masing tipologi ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan tingkat kepentingan dari masing-masing organisasi yang mengimplementasikan supply chain. Tipologi yang dilakukan oleh Hines (1998) adalah intra-functional supply chain, inter-functional supply chain, inter organizational supply chain, network supply chain dan regional clustering supply chains. Sedangkan menurut London, K., (2008), rantai pasok di konstruksi terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu: a. Intra-organizational supply chain, yang dimaksud dengan intra-organizational supply chain adalah sistem logistik di dalam perusahaan masing-masing perusahaan yang menjadi entitas dari rantai pasok. Sistem logistik ini hanya terbatas pada masing-masing perusahaan saja tidak terkait dengan perusahaan lainnya. b. Inter-organizational supply chain, tipe supply chain yang kedua, hubungan rantai pasok yang tergabung dalam suatu proyek konstruksi. Tipe ini melibatkan beberapa entitas dari perusahaan yang berbeda-beda dan selanjutnya bergabung di dalam suatu rantai pasok untuk proyek konstruksi. c. Cross-organizational supply chain, cross-organizational supply chain merupakan gabungan dari beberapa rantai pasok beserta beberapa clients. Tipe rantai pasok seperti ini banyak diimplementasikan pada rantai pasok industri konstruksi. Intra-organizational supply chain Purchasing
Material control
Production
Sales
Distribution
Purchasing
Material control
Production
Sales
Distribution
Inter-organizational supply chain Supplier
Focal Company
Customer
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 60
Gambar 5.7. Tipologi organisasi rantai pasok Sumber: Diolah dari London, K., 2008
10.5. Hasil Survei Survei yang dilakukan dari keenam kota dan dari keenam komoditas baja, hanya baja untuk keperluan alat berat tidak dapat diperoleh data sehingga jaringan rantai pasoknya tidak dapat dipetakan. Secara umum, proses dari pembuatan baja dimulai dari bahan baku yang terdiri dari biji besi dan scrap (besi bekas). Sumber dari bahan baku baik biji besi dan scrap berasal dari impor dan lokal. Menurut hasil survei yang dilakukan komposisi antara impor dan lokal adalah 70% berasal dari impor dan 30% dari lokal. Para pelaku dari bahan baku ini biasanya dilakukan oleh para trader atau pengepul kemudian akan didistribusikan ke produsen. Tahap berikutnya adalah proses peleburan dari biji besi atau scrap akan diolah menjadi sponge iron. Hasil dari sponge iron dapat dibagi menjadi 2 yaitu long product dan slab product. Long product menjadi bahan dasar untuk pembuatan baja tulangan, baja profil, dan steel wire. Pada proses produksi, bloom dan billet merupakan hasil dari long product sebelum diolah menjadi bahan jadi seperti profil, tulangan dan steel wire. Untuk memproduk profil, baja
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 61
tulangan dan steel wire, dari bloom dan billet akan diolah ke dalam suatu proses yang disebut dengan Hot Rolling Mill. Adapun yang dimaksud dengan rolling adalah proses reduksi pengurangan luas penampang atau pengurangan ketebalan atau proses pembentukan logam melalui deformasi dengan melewatkan benda kerja pada sepasang roll yang berputar dengan arah berlawanan. Sedangkan yang dimaksud dengan Hot Rolling Mill adalah operasi pencairan yang dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi daripad temperatur rekristalisasi. Pada proses hot rolling, deformasi tidak menyebabkan terjadinya penguatan logam. Tegangan alir bahan akan semakin kecil dengan semakin tingginya temperatur operasi. Energi deformasi yang dibutuhkan menjadi lebih kecil daripada temperatur yang lebih tinggi. Khusus untuk profil dihasilkan dari bloom sedangkan baja tulangan dan steel wire diproduk dari billet. Produk yang berikutnya adalah slab product, produk ini akan menghasilkan baja dalam bentuk lembaran. Produk ini akan menjadi bahan baku bagi produk pipa baja, baja ringan ataupun untuk alat berat. Setelah sponge iron diolah menjadi slab, maka tahap berikutnya adalah Hot Rolling Mill, dari proses ini akan dihasilkan Hot Rolling Plate dan Hot Rolling Coil. Hot Rolling Plate akan diproses berikutnya yang akan digunakan untuk pipa baja dan alat berat. Demikian pula dengan Hot Rolling Coil akan diproses untuk plat baja. Untuk memperoleh hasil akhir baja ringan, Hot Rolling Coil diolah terlebih dahulu menjadi cold roll coil/CRC. CRC ini merupakan salah satu bentuk produk baja yang dihasilkan dari proses pengerolan dingin. Baja putih ini memiliki sifat tipikal yang berbeda secara signifikan dengan baja hitam atau baja lembaran panas. Baja lembaran dingin memiliki kualitas permukaan yang lebih baik, lebih tipis dan dengan ukuran yang lebih presisi, serta mempunyai sifat mekanis yang baik dan formability yang sangat bagus. Hasil survei yang telah dilakukan pada masing-masing tier baik yang dimulai dari produsen ke tier-tier atau entitas yang paling akhir dan dari entitas yang paling akhir ke produsen maka jaringan rantai pasok untuk masing-masing komoditas dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Rantai Pasok Baja Tulangan Untuk komoditas baja tulangan, sumber bahan baku masih sama dengan yang harus diperoleh produsen yaitu scrap atau biji besi. Asal sumber bahan dasar pun berasal dari impor dan lokal. Komposisi impor dan lokal berbanding 70:30. Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa suatu produsen dapat memiliki fungsi yaitu produsen dan fabrikator. Istilah produsen ini mengacu pada produk yang dihasilkan untuk tier berikutnya, dalam hal ini produk yang dimaksud adalah long product dan slab product. Oleh karena pada rantai pasok ini merupakan baja tulangan maka produk yang diperoleh dari produsen adalah long product. Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 62
Pada Gambar 5.8 terlihat bahwa produsen yang memiliki fungsi sebagai produsen saja hanya ada 2 (berdasarkan yang disurvei) yaitu PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group. Sedangkan produsen yang memiliki 2 fungsi baik sebagai produsen dan fabrikator ada 3 perusahaan yaitu PT. Inter World Steel, PT. Hanil Jaya Steel dan PT. Master Steel. Khusus untuk 2 produsen PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda, produk yang dihasilkan tidak semua didistribusikan kepada fabrikator lokal tetapi juga ada yang diekspor ke luar negeri. Bagi produsen PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda, mendistribusikan billet ke fabrikator yang merupakan anak perusahaan mereka sendiri yaitu PT. Krakatau Wajatama yang merupakan anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel sedangkan PT. Gunung Garuda mendistribusikan billet ke anak perusahaan mereka yang berada di bawah paying PT. Gunung Garuda Group. Produk akhir dari kedua anak perusahaan ini pun juga melayani kebutuhan di beberapa negara sehingga proses ekspor pun terjadi di komoditas baja tulangan yang diproduksi oleh PT. Krakatau Wajatama dan PT. Gunung Garuda Group. Baik PT. Krakatau Wajatama dan PT. Gunung Garuda juga mendistribusikan ke distributor lokal dengan tujuan untuk melayani kebutuhan pasar lokal dengan jumlah yang tidak terlalu besar sehingga dari distributor pun mendistribusikan ke retail (dalam hal ini toko-toko besi). Selain melayani ke distributor, PT. Krakatau Wajatama dan PT. Gunung Garuda Group, seringkali mendapatkan order dari kontraktor-kontraktor besar seperti BUMN. Order dari BUMN ke kedua produsen biasanya dalam jumlah besar sehingga seringkali untuk menghindari fluktuasi harga yang signfinkan maka kedua belah pihak terikat dalam kontrak payung. Sedangkan PT. Hanil Jaya Steel, PT. Master Steel dan PT. Inter World Steel, juga mendistribusikan ke distributor dan dari distributor ke retail serta mendistribusikan langsung ke kontraktor berskala atau yang berada pada grade 6 atau grade 7. Dengan pertimbangan yang sama yaitu menghindari pengaruh fluktuasi harga yang tinggi, mereka pun seringkali menggunakan kontrak payung. Berdasarkan hasil survei, ada juga fabrikator yang mendapatkan billet dari para trader, fabrikator tersebut adalah PT. Bhirawa Steel Indonesia yang beroperasi di Surabaya. Hasil survei menunjukkan bahwa fabrikator ini juga melayani ke distributor dan kontraktorkontraktor. Bagi para kontraktor yang dimiliki oleh negara tidak menutup kemungkinan untuk melakukan impor langsung dari fabrikator. Pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah masalah harga, yang tentunya sangat berpengaruh terhadap nilai kontrak yang langsung berhubungan dengan owner. Bagi owner, dimensi baja tulangan tidak memberikan pengaruh yang kuat tetapi harga yang murah dan selama masih masuk ke dalam toleransi akan dipilih. Bagi kontraktor kecil, perolehan baja tulangan biasanya dari retail ataupun kalau membutuhkan dalam jumlah yang cukup besar maka diperoleh dari Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 63
distributor. Berdasarkan hasil survei, biasanya bagi para pengguna baja tulangan mereka memilih produsen atau fabrikator atas dasar pertimbangan bahwa mereka sebagai mitra tetap dan tentunya harga yang bersaing dengan produk sejenis yang diproduk oleh berbagai macam produsen. Penggunaan baja tulangan ini relatif lebih besar pemakaian apabila dibandingkan dengan komoditas baja yang lain. Hampir 90% bangunan konstruksi akan menggunakan baja tulangan sebagai main struktur, selain itu dari hasil survei kepada konsultan menunjukkan bahwa owner cenderung memilih struktur beton daripada baja profil dengan alasan harga lebih optimal.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 64
Raw Material
Supllier Produsen
Produsen
Fabrikator
Distributor
PP
Fabrikator 1
600,000
150,000
HK
Fabrikator 2 Lokal
Perusahaan Pengumpul
Konsumen
Ekspor
Ekspor
Produsen 1
Service
200,000
WK
Produsen 2 230,000
Produsen 3 Import
Trader
NK
360,000
Produsen 4
Distributor
360,000
Non BUMN Fabrlatpr 3 250,000
Import
Kontraktor Kecil Retail
Gambar 5.8. Rantai Pasok Baja Tulangan Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 65
b. Rantai Pasok Baja Profil Komoditas berikutnya adalah komoditas baja profil. Demikan halnya yang berkaitan dengan bahan dasar masih sama yaitu scrap atau biji besi. Kedua bahan dasar ini pun masih diperoleh dengan cara impor dan lokal. Entitas dari rantai pasok baja profil tidak sebanyak pada baja tulangan. Sebagai contoh pada rantai pasok baja profil, entitas nya hanya terdiri dari raw material, supplier produsen, produsen, fabrikator dan konsumen. Bagi para produsen yaitu PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group memperoleh bahan dasar dari para pengepul atau trader lokal ataupun importer. Produk yang dihasilkan dari kedua produsen tersebut adalah long product tepatnya bloom bukan billet. Bloom ini akan didistribusikan ke fabrikator yaitu PT. Krakatau Wajatama dan PT. Gunung Garuda Group, yang merupakan anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group. Produk akhir yang berupa profil, jalur distribusi nya langsung ke konsumen yaitu kontraktor dan tidak melewati distributor ataupun retail. Penggunaan baja profil lebih banyak digunakan pada jembatan, gudang ataupun bangunan industri. Seperti yang telah disebutkan di atas biasanya owner cenderung memilih baja tulangan sebagai main struktur pada proyek yang dimilikinya, harga masih menjadi pertimbangan utama pemilihan baja profil atau baja tulangan. Rantai pasok baja profil dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 66
Raw Material
Supllier Produsen
Produsen
Fabrikator
Distributor
Service
Konsumen
PP Lokal
Import
Perusahaan Pengumpul
Krakatau Steel
K. Wajatama
HK
Gunung Garuda
G. Group
WK
Trader NK
Gambar 5.9. Rantai Pasok Baja Profil Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 67
c. Rantai Pasok Pipa Baja Pipa baja merupakan komoditas baja konstruksi yang masih menjadi bagian dari kajian studi ini. Karakteristik dari jaringan rantai pasok pipa baja hampir tipikal dengan rantai pasok baja profil, dari segi entitas atau pelaku pada jaringan rantai pasok sama tidak ada distribusi atau retail. Produsen yang disurvei pada kajian studi ini hanya dua yaitu PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group. Asal bahan dasar dari pipa baja ini yaitu biji besi dan scrap yang perolehannya dari lokal dan impor. Produk yang dihasilkan oleh PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group adalah slab product. Slab product ini diproses dengan Hot Rolling Mill menjadi Hot Rolling Plate (HRP). Slab product yang diproduksi oleh PT. Krakatau Steel didistirbusikan ke fabrikator seperti PT. Spindo, PT. Bakrie Pipe Industry dan PT. KHI Pipe. Oleh fabrikator ini, slab product yang berasal dari produsen diolah menjadi pipa welded. Para fabrikator memproduk berbagai macam pipa dengan cara melipat HRP sesuai dengan diameter yang dibutuhkan kemudian dilakukan pengelasan ke arah longitudinal. Dalam perolehan slab product, tidak menuntup kemungkinan bagi para fabrikator untuk mendapatkan langsung dari pengepul bahan dasar. Hal ini terjadi apabila dari kedua produsen tersebut belum dapat memenuhi permintaan dari para fabrikator tersebut. Jalur distribusi dari pipa baja ini akan berakhir pada konsumen yaitu kontraktor tanpa melalui distributor ataupun retail. Bagi bara konsumen atau kontraktor ini juga kadang kala melakukan impor apabila spesifikasi produk yang diminta oleh mereka tidak dapat dipenuhi oleh para fabrikator, sebagai contoh pipa baja dengan mutu tinggi. Penggunaan pipa baja ini dapat dijumpai di beberapa sektor seperti oil and gas, air minum, pipa untuk keperluan konstruksi khususnya pancang. Fabrikator yang disurvei memiliki komposisi yang berbedabeda terhadap pengguna baja, sebagai contoh PT. KHI Pipe lebih banyak melayani penggunaan pipa untuk oil and gas, dibandingkan PT. Spindo lebih banyak melayani di sektor konstruksi untuk pancang. Sedangkan PT. BPI beragam memberikan pelayanan ke berbagai sektor, untuk konstruksi 30% kebutuhan pipa dapat didistribusikan dari PT. BPI. Selain pipa welded ada juga seamless yaitu pipa yang tidak menggunakan metode pengelasan, jenis pipa ini lebih banyak digunakan untuk oil and gas karena membutuhkan spesifikasi material yang tahan terhadap tekanan yang tinggi. Jaringan rantai pasok pada pipa baja dapat dilihat pada Gambar 5.11.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 68
Raw Material
Supllier Produsen
Produsen
Krakatau Steel
Lokal
Fabrikator
Distributor
KHI Pipe
Perusahaan Pengumpul
Service
Konsumen
PP
HK BPI
Import
WK
Trader
Gunung Garuda
Spindo
NK
Import
Gambar 5.10. Rantai Pasok Pipa Baja Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 69
d. Rantai Pasok Steel Wire Jenis komoditas baja konstruksi berikutnya adalah steel wire. Steel wire ini banyak digunakan pada pekerjaan jembatan yang menggunakan beton prestress. Rantai pasok pada steel wire ini memiliki keunikan yaitu masih diperlukan entitas „service center’ sebagai pelengkap hasil akhir produk yaitu untuk melakukan pekerjaan stressing atau penarikan kabel seperti pada Gambar 5.11. Produsen yang memproduk steel wire sampai dengan pendistribusian hanya PT. Ispat Indo, sedangkan PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda tidak memproduk steel wire. Peroleh bahan dasar scrap yang digunakan oleh PT. Ispat Indo juga melalui para trader lokal dan impor. Produk yang dihasilkan oleh PT. Ispat Indo berupa billet kemudian melalui proses Hot Rolling Mill menjadi wire rod. Billet yang diproduksi oleh PT. Ispat Indo didistribusikan kepada fabrikator dan juga berfungsi sebagai distributor, yang berdasarkan hasil survei terdapat 3 fabrikator yaitu PT. Sumiden, PT. Kingdom Indah Surabaya dan PT. Walsin. Ketiga fabrikator inilah yang akan memproses billet menjadi steel wire. Tier berikutnya yang menggunakan produk dari fabrikator adalah servis centre yang memberikan jasa penarikan atau stressing pada pekerjaa precast concrete. Service center yang dijadikan responden adalah PT. DSI, sekalipun pada Gambar 5.12 masih ada service centre yang lain yaitu PT. Fressynet dan PT. VSL. Entitas yang menggunakan jasa mereka adalah kontraktor yang sedang melaksanakan pekerjaan precast concrete seperti jembatan ataupun gedung. Jenis jasa yang mereka gunakan merupakan bagian dari struktur gedung ataupun jembatan sehingga hal yang berhubungan dengan kontrak sifatnya hanyalah short term saja tidak menggunakan jenis kontrak payung yang membutuhkan waktu lebih panjang. Penggunaan jasa dari fabrikator dan distributor ini dapat terbagi menjadi 2 macam, bagi para konsumen dapat melakukan pemesanan steel wire langsung ke produsen kemudian jasa penarikan atau stressing diserahkan kepada PT. DSI, PT. Fressynet atau PT. VSL, sehingga mereka hanya menerima jasa stressing saja. Opsi kedua adalah mulai dari pemesanan steel wire dan penarikan menjadi satu paket untuk pekerjaan yang diserahkan dari para konsumen. Secara tidak langsung ada juga fabrikator yang langsung melakukan pemesanan tidak melalui produsen lokal seperti PT. Ispat Indo, tetapi mendatangkan dari luar negeri. Dalam proses pelaksanaan survei ada juga BUMN yang memiliki ruang lingkup pekerjaan yang sama dengan PT. Ispat Indo yaitu PT. Wijaya Karya Beton, baik dari bahan baku sampai pekerjaan stressing dilakukan sendiri karena memang memiliki peralatan yang mendukung.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 70
Raw Material
Suplplier Produsen
Produsen
Fabrikator
Distributor
Service
Konsumen
Krakatau Steel
Gunung Garuda
Lokal
Import
G. Group
Perusahaan Pengumpul Sumiden
DSI
Walsin
VSL
Kingdom
Feyssinet
Trader
Ispat Indo
Import
Wijaya Karya
BUMN
Wijaya Karya
Gambar 5.11. Rantai Pasok Steel Wire Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 71
e. Rantai Pasok Baja Ringan Komoditas baja ringan juga menjadi bagian kajian dari studi ini. Baja ringan ini menjadi bagian kajian karena sudah menjadi material alternative yang digunakan sebagai bahan pengganti kayu, sehingga jumlah demandnya menunjukkan kenaikan. Hal ini dapat dilihat banyaknya property yang menggunakan baja ringan sebagai rangka atap. Dalam jalur distribusinya pun tidak sekomplek pada komoditas baja konstruksi yang lain, artinya siapa pun dapat memperoleh dengan mudah. Produsen yang menghasilkan bahan baku bagi produk baja ringan ada 2 yang disurvei yaitu PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group. Produk yang dihasilkan dari kedua produsen tersebut adalah slab produk yang selanjutnya oleh fabrikator diolah dengan Hot Rolling Mill dan Hot Rolling Cold menjadi cold rolling coil (CRC). Fabrikator yang ada pada Gambar 5.13 ada tiga yaitu PT. Bluescopesteel, PT. Alpin Jakarta dan PT. Gunung Garuda Group, dan satu lagi yang memiliki dua fungsi sebagai fabrikator dan distributor adalah PT. Tata Logam Lestari. Proses yang dikerjakan pada fabrikator hampir mirip pada pekerjaan pipa welded yang membedakan adalah pada fabrikator baja ringan tidak melakukan pengelasan tetapi yang dilakukan adalah former process atau proses pembentukan. Sebagai contoh apabila sebuah reng dibutuhkan panjang 25 cm per batang, maka CRC ini akan dislitting per 25 cm kemudian akan dibentuk reng seperti huruf C atau yang lain dengan menggunakan former machine. Setelah diproses oleh fabrikator maka produk ini akan didistribusikan kepada distributor dan dari distributor akan ke para retail. Dalam pelaksanaan survei, fabrikator PT. Tata Logam Lestari dapat melayani langsung ke konsumen tetapi sifatnya by project tidak melayani pembelian per batang. Apabila konsumen memerlukan per batang maka dapat dilayani oleh para distributor. Upaya yang dilakukan oleh PT. Tata Logam Lestari untuk mengurangi biaya distribusi, mereka membuka fabrikatorfabrikator kecil di beberapa lokasi sebagai contoh di Manado, sehingga apabila mereka mengirim produk tidak dalam kondisi jadi tetapi masih dalam bentuk lembaran yang siap dipotong sesuai kebutuhan produk. Selain itu, untuk melayani pemakaian kapasitas kecil mereka membuka factory outlet dengan nama Roofmart. Jenis kontrak yang dipakai pada komoditas ini dari konsumen ke tier sebelumnya lebih banyak menggunakan jual lepas. Penggunaan baja ringan ini lebih banyak pada kontraktor yang tidak berskala besar atau perorangan untuk proyek-proyek perumahan.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 72
Raw Material
Supllier Produsen
Produsen
Fabrikator
Distributor
Service
Konsumen
Blue Scope Krakatau Steel Tata Logam Lokal
Perusahaan Pengumpul
Import
Trader
Gunung Garuda
Alpin Jakarta
Distributor
Kontraktor Kecil
G. Group
Retail
Perorangan
Gambar 5.12. Rantai Pasok Baja Ringan Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 73
f. Rantai Pasok Baja Alat Berat Komoditas lain yang dikaji dalam studi ini adalah komoditas baja untuk alat berat. Salah satu produsen yang disurvei adalah PT. Komatsu Indonesia. Fungsi dari PT. Komatsu Indonesia ini adalah sebagai fabrikator alat berat. Adapun jenis alat berat yang difabrikasi oleh PT. Komtasu Indonesia adalah: hydraulic excavator, dump truck dan bulldozer. Spesifikasi dari masing-masing jenis alat berat yang difabrikasi oleh PT. Komatsu Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 5.1. Spesifikasi Hydraulic Excavator Operation Weight ( Kg )
Flywheel Horse Power ( Hp / Rpm )
PC200-7
20,785
SAA6D102E ( 143 / 1950 ) 107 KW
0.9 ( Std ) 0.8 ( Quarry )
PC300LC-7
31,520
SAA6D114E ( 242 / 1900 ) 180 KW
2.1
* Bucket 2.3 * Parallel Link Cab * RLG 1.8
PC300SE-7
33,490
SAA6D114E ( 242 / 1900 ) 180 KW
2.1
* Bucket 2.3
PC400LCSE-7
44,190
SA6D125E ( 330 / 1850 ) 246 KW
3.0
Specification
Bucket Capacity ( M3 )
Optional Attachment * SLF * SEF * Fix & Rotary Grapple * Swing Yarder
Sumber: www.komi.co.id
Tabel 5.2. Spesifikasi Bulldozer Operation Weight ( Kg )
Flywheel Horse Power ( Hp / Rpm )
D68ESS-12
19,100
S6D114E-1 ( 155 / 1850 ) 116 KW
Angle (3970)
* Towing Winch * Sweep Guard
D85ESS-2
21,490
S6D125E ( 215 / 1950 ) 161 KW
Angle (4370)
* Towing Winch * Sweep Guard
Specification
Blade Type
Optional Attachment
Sumber: www.komi.co.id
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 74
Tabel 5.3. Spesifikasi Dumptruck Operation Weight ( Kg )
Flywheel Horse Power ( Hp / Rpm )
Payload ( Ton )
HD465-7
98,800
SAA6D170E-3 ( 715 / 2100 ) 533 KW
55.0
HD785-5
166,000
SA12V140 ( 1010 / 2000 ) 753 KW
91.0
Specification
Optional Attachment
Sumber: www.komi.co.id
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan proses fabrikasi dari alat berat tersebut, sumber bahan baku dari masing-masing komponen dapat dibagi 3 (tiga) yaitu lokal, import dan in house. Sedangkan rantai pasok dari alat berat dapat dilihat pada Gambar 5.15. Adapun yang dimaksud lokal adalah komponen di subkon dari dalam negeri Indonesia. Para sub kon ini memiliki fungsi untuk memotong lembaran plat menjadi bagian-bagian dari alat berat seperti arm, boom, crawler kemudian oleh PT. Komatsu Indonesia digabung melalui pengelasan sehingga menjadi satu kesatuan komponen. Sedangkan komponen yang diimpor adalah mesin dan transmisi. Komponen yang dibuat sendiri oleh PT. Komatsu Indonesia seperti bucket, arm dan beberapa komponen yang lain melalui proses pengecoran. Bahan baku yang diperlukan untuk pengecoran menggunakan sisa baja potongan dari subkon PT. Komatsu Indonesia. Komposisi material dari masing-masing produk untuk dump truck 60% import sedangkan 30% lokal, excavator 60% import sedangkan 40% lokal, dan bulldozer 60% import dan 40% lokal. Rincian dari masing-masing komponen baik yang lokal maupun in house dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Export Components
Idler
Crawler
Outrigger
Arm
Boom
Super Long Arm & Boom
Gambar 5.13. Komponen export PT. Komatsu Indonesia Sumber: www.komi.co.id
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 75
In-House Components
Bucket
Arm
Boom
Floor Plate
Revol Frame
Track Frame
Blade
Under Cover
C-Frame
Track Frame
Hull Frame
Mainframe Assy
Rear Cross Assy
Member LH/RH
Side Member LH/RH
Gambar 5.14. Komponen in house PT. Komatsu Indonesia Sumber: www.komi.co.id
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 76
Raw Material
Lokal
Import
Supplier Produsen
Lokal
Impor Jepang
Produsen
Lokal (ex. Arm, boom, guard, counter weight, bukcet
Import (machine, transmisi)
Fabrikator
Distributor
Service
Konsumen
Subkontraktor
Fabrikator 1 Distributor 1
Kontraktor Rental Private Public
Fabrikator 2
Distributor 2
Lokal (dari scrap)
In House (ex. Shoe, centre frame, silinder, hoist)
Fabrikator 3
Produsen I
Gambar 5.15. Rantai Pasok Baja Alat Berat Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 77
g. Katalog Produk Baja Selain mengenai komoditas produk baja yang dikaji, bagian lain yang menjadi obyek dalam survei adalah katalog produk. Tiap-tiap produsen mempunyai katalaog produk yang berbeda pula baik dari informasi spesifikasi produk maupun bentuk fisik dari informasi yang mereka berikan kepada para pengguna. Ada produsen yang menerbitkan dalam bentuk buku katalog tetapi juga ada dalam bentuk brosur. Berikut ini adalah beberapa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan informasi produk dari masing-masing produsen. i. Katalog baja tulangan Unit Weight Designation
Nominal
Tolerance
Nominal Diameter
Effective Cross Section Area
Height of Rings Min
Max Distance Between Rings
Max
Gap Between Rings
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Krakatau Steel, 2012
Diameter
Code
Product
Weight
Tolerance
Nominal
Tolerance
Cross Section
Tinggi Sirip (h)
Jarak Sirip (p)
Lebar Rususk (b)
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Gunung Garuda, 2012
Nominal Diameter
Plain/ Deformed
Section Area
Tolerance (+/-)
Nominal Mass
Diameter
Weight pc
Weight lost
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Master Steel, 2012
ii. Katalog baja profil Designation
Dimension
Section Area
Unit Weight
Moment of Inertia
Radiius of Gyration
Modulus of Section
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Krakatau Steel, 2012 Dimension
Section Area
Unit Weight
Informative Reference Center of Gravity
Moment of Inertia
Radiius of Gyration
Modulus of Section
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Gunung Garuda, 2012
Section
Dimension
Section Area
Mass
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Master Steel, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 78
iii. Katalog pipa baja Standard Specf.
Grade
Chemical Composition
Application
Mechanical Strenght
Size Outside Diameter
Weight
Wall Thickness
Inside Diameter
Minimum Pressure, kPax100
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Krakatau Steel, 2012
iv. Katalog pipa plat Specification
Grade
Product Thickness
Thickness Range
Tensile Test
Bend Test
Impact Test
Application
Remarks
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Gunung Raja Paksi 2012
Specification
Designation Grade
Application
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Krakatau Steel, 2012
v.
Katalog baja ringan Type
Spesification
Thickness
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Tata Logam Lestari, 2012
Type
Specification
Width
Height
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Pryda Indonesia, 2012
h. Perilaku pada Rantai Pasok dan Permasalahannya Para pelaku yang berada pada masing-masing tier rantai pasok berbeda-beda, tidak semua pada tier memiliki pelaku. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh kompleksitas dari masing-masing jenis komoditas dan tingkat kuantitas pemakaian dari jenis komoditas. Sebagai bahan perbandingan antara komoditas baja tulangan dan baja profile, pelaku yang ada pada masing-masing tier komoditas baja profil lebih komplek daripada komoditas profile ataupun jenis komoditas yang lain. Dengan semakin kompleksnya pelaku yang ada pada masing-masing tier maka akan semakin kompleks pula permasalahan yang ada pada komoditas tersebut. Adapun permasalahan dari masing-masing untuk jenis komoditas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 79
Tabel 5.4. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Tulangan No
Tier
Mekanisme Pengadaan
Mekanisme Penentuan Harga
Mekanisme Pembayaran
Permasalahan
1
Supplier Produsen (Trader)
Dari pihak ke 3
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap negara tujuan
2
Produsen
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap kandungan B3 belum memiliki standar yang baku dalam bentuk SNI
3
Fabrikator
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional
Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering kosong dan terhambat
4
Distributor
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional
Sesuai pesanan
Infrastruktur bangunan pelengkap di pelabuhan kondisinya sudah tidak layak, akibatnya waktu bongkar muat menjadi lebih lama Adanya pungutan liar pada jalur distribusi
5
Konsumen
Pembelian langsung
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
Ketersediaan baja tulangan pada bulan-bulan tertentu (oktoberdesember) Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012 Kontrak Payung
5 - 80
Tabel 5.5. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Profil No
Tier
Mekanisme Pengadaan
Mekanisme Penentuan Harga
Mekanisme Pembayaran
Permasalahan
1
Supplier Produsen (Trader)
Dari pihak ke 3
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap negara tujuan
2
Produsen
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap kandungan B3 belum memiliki standar yang baku dalam bentuk SNI
3
Fabrikator
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering kosong dan terhambat
4
Distributor
5
Konsumen
-
-
Pembelian langsung
-
-
Sesuai pesanan
Ketidakpastian informasi tentang pengadaan barang dan jasa konstruksi Infrastruktur bangunan pelengkap di pelabuhan kondisinya sudah tidak layak, akibatnya waktu bongkar muat menjadi lebih lama Adanya pungutan liar pada jalur distribusi
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 81
Tabel 5.6. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Pipa No
Tier
Mekanisme Pengadaan
Mekanisme Penentuan Harga
Mekanisme Pembayaran
Permasalahan
1
Supplier Produsen (Trader)
Dari pihak ke 3
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap negara tujuan
2
Produsen
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap kandungan B3 belum memiliki standar yang baku dalam bentuk SNI
3
Fabrikator
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering kosong dan terhambat
4
Distributor
-
-
-
Ketidakpastian informasi tentang pengadaan barang dan jasa konstruksi
5
Konsumen
Pembelian langsung
Sesuai pesanan
Infrastruktur bangunan pelengkap di pelabuhan kondisinya sudah tidak layak, akibatnya waktu bongkar muat menjadi lebih lama
Adanya pungutan liar pada jalur distribusi Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 82
Tabel 5.7. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Steel Wire No
Tier
Mekanisme Pengadaan
Mekanisme Penentuan Harga
Mekanisme Pembayaran
Permasalahan
1
Supplier Produsen (Trader)
Dari pihak ke 3
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap negara tujuan
2
Produsen
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap kandungan B3 belum memiliki standar yang baku dalam bentuk SNI
3
Fabrikator
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering kosong dan terhambat
4
Distributor
-
-
-
Ketidakpastian informasi tentang pengadaan barang dan jasa konstruksi
5
Konsumen
Pembelian langsung
Sesuai pesanan
Infrastruktur bangunan pelengkap di pelabuhan kondisinya sudah tidak layak, akibatnya waktu bongkar muat menjadi lebih lama
Adanya pungutan liar pada jalur distribusi Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
5 - 83
Tabel 5.8. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Ringan No
Tier
Mekanisme Pengadaan
Mekanisme Penentuan Harga
Mekanisme Pembayaran
Permasalahan
1
Supplier Produsen (Trader)
Dari pihak ke 3
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap negara tujuan
2
Produsen
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Material import sering kewalahan dalam memenuhi pesanan
3
Fabrikator
Pembelian langsung
Mengikuti harga di lokasi
Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering kosong dan terhambat Infrastruktur bangunan pelengkap di pelabuhan kondisinya sudah tidak layak, akibatnya waktu bongkar muat menjadi lebih lama
4
Distributor
Pemelian langsung
5
Konsumen
Pembelian langsung
Mengikuti harga di lokasi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
Sesuai pesanan
Adanya pungutan liar pada jalur distribusi Karena jumlah distributor cukup banyak, maka harga menjadi bersaing
Sesuai pesanan Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
5 - 84
Tabel 5.9. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Plat No
Tier
Mekanisme Pengadaan
Mekanisme Penentuan Harga
Mekanisme Pembayaran
Permasalahan
1
Supplier Produsen (Trader)
Dari pihak ke 3
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap negara tujuan
2
Produsen
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap kandungan B3 belum memiliki standar yang baku dalam bentuk SNI
3
Fabrikator
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional
Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering kosong dan terhambat
4
Distributor
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional
Sesuai pesanan
Infrastruktur bangunan pelengkap di pelabuhan kondisinya sudah tidak layak, akibatnya waktu bongkar muat menjadi lebih lama Adanya pungutan liar pada jalur distribusi
5
Konsumen
Pembelian langsung
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
Ketidakpastian informasi tentang pengadaan barang dan jasa konstruksi Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012 Sesuai pesanan
5 - 85
Tabel 5.10. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Alat Berat No
Tier
Mekanisme Pengadaan
Mekanisme Penentuan Harga
Mekanisme Pembayaran
Permasalahan
1
Supplier Produsen (Trader)
Dari pihak ke 3
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap negara tujuan
2
Produsen
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional dan dunia
Sesuai pesanan
Delivery, kualitas Pajak yang ditetapkan: 10%-15% dikenakan bagi komponen-komponen yang diimport 0% dikenakan bagi 1 unit alat berat yang diimport
3
Fabrikator
Pembelian langsung
Mengikuti pasar baja nasional
Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering kosong dan terhambat
4
Distributor
Pembelian langsung
Mengikuti harga dari fabrikator masing-masing produk
Sesuai pesanan
5
Konsumen
Pembelian langsung
Mengikuti harga dari distributor
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
Informasi pembelian seharusnya kepada distributor tetapi yang sering terjadi ke fabrikator Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012 Sesuai pesanan
5 - 86
10.6. Permasalahan Umum Dalam Rantai Pasok Baja Konstruksi di Indonesia Berikut adalah permasalahan umum dalam rantai pasok baja konstruksi di Indonesia: a. Supplier produsen: Kebijakan ekspor impor terhadap negara tujuan khususnya mengenai kandungan B3 dalam scrap yang berbeda-beda dari masing-masing negara tujuan
b. Produsen:
Kebergantungan bahan baku terhadap impor, maka apabila terjadi ketidakstabilan baik harga maupun faktor lain, maka produsen akan mengalami langsung dampak dari kondisi tersebut
Belum adanya informasi yang akurat tentang kebutuhan baja konstruksi untuk keperluan proyek konstruksi di Indonesia
Belum tersedianya teknologi yang mendukung untuk produk baja yang memiliki spesifikasi khusus
Masuknya mesin produksi baja yang sudah tidak layak atau tidak boleh beroperasi di negara asal, tetapi justru mesin produksi baja tersebut beroperasi di Indonesia sementara produk baja tersebut tidak memenuhi standar karena mereka memproduk sesuai permintaan dari konsumen
Pabrikan produk-produk (pada point 4) tersebut tidak memberikan kontribusi terhadap pajak
Belum adanya terobosan yang kuat pemerintah terhadap perlindungan produk dalam negeri
Investasi yang dilakukan oleh produsen bertujuan untuk memperbesar kapasitas tetapi tidak menyebar ke luar pulau Jawa
c. Fabrikator:
Kelangkaan bahan baku pada produsen pada waktu-waktu tertentu dan selanjutnya akan berdampak fabrikator
Adanya fabrikator yang melakukan „modifikasi ukuran‟ (contoh: melakukan penarikan ulang terhadap produk baja yang sebenarnya sudah terstandar)
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -87
d. Distributor: Infrastruktur pendukung seperti prasarana di pelabuhan yang kurang layak guna, adanya pungutan liar sepanjang jalur distribusi
e. Konsumen:
Kelangkaan produk baja pada waktu-waktu tertentu
Penggunaan baja banci pada penggunaan beberapa proyek konstruksi
Kurangnya prosedur baku dalam pemasangan komponen struktur baja ringan
Belum tersedinya produsen baja di luar pulau Jawa, menyebabkan harga baja menjadi mahal
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -88
Bab VI
Kesimpulan dan Rekomendasi 6.1.
Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan
adalah sebagai berikut: 1. Sebagai salah satu negara produsen baja di dunia, Indonesia berkontribusi sebesar 0.35% dari total baja dunia sebesar 5,21 Mega Ton, dan berada pada peringkat ke 37 di dunia 2. Sektor konstruksi sebagai salah satu pembentuk PDB, memiliki porsi 67.6% dari total produk yang dihasilkan sebesar 5.500.000 ton 3. Berdasarkan peta sebaran supply dan demand: o Supply baja lebih banyak berada di pulau Jawa, sekalipun ada juga yang berada di luar Jawa seperti Sumatera Utara tetapi kapasitas produksi yang dimiliki kecil, ada juga yang berada di Lampung khusus untuk produk pipa o Demand, hampir tersebar di seluruh Indonesia: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua o Jumlah demand masih lebih besar daripada supply 4. Berdasarkan hasil kajian studi rantai pasok, komoditas yang paling banyak didominasi oleh baja tulangan dengan persentase 27.5% dibanding komoditas lain (steel wire, steel plate, steel pipe, profil dan CRC) 5. Kompleksitas dari masing-masing komoditas rantai pasok beragam: o Rantai pasok yang kompleks dimiliki oleh baja tulangan o Rantai pasok yang sederhan dimiliki oleh baja profil
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -89
6.2.
Rekomendasi Sedangkan rekomendasi untuk kajian rantai pasok baja konstruksi untuk mendukung
infrastruktur adalah: 1. Kementrian PU harus mendefinisikan dan menginformasikan kebutuhan baja konstruksi dengan lebih jelas dan terinci dari segi waktu, jenis dan wilayah sebagai hasil forecast serta mengadakan model estimasi konseptual kebutuhan 2. Mengidentifikasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur untuk distribusi material konstruksi yang dibutuhkan di seluruh Indonesia 3. Kebutuhan akan standarisasi produk baja perlu dikaji untuk memastikan jumlah demand 4. Menyampaikan hasil kajian kepada kementerian-kementerian yang terkait dengan industri baja baik yang terkait dengan produksi, distribusi, perdagangan dan bahan mentah 5. Membuat forum komunikasi pertemuan antara konsumen dan produsen baja konstruksi secara periodik untuk menunjang pembangunan infrastruktur 6. Memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai produk baja untuk konstruksi umum non struktural (baja ringan dan baja banci). 7. Mensosialisasikan manajemen rantai pasok kepada perusahan konstruksi terkait material baja agar terjadi efisiensi 8. Memberikan edukasi kepada kontraktor-kontraktor terutama kontraktor kecil terkait dengan rantai pasok untuk mengurangi pengunaan produk tidak standar dan mutu yang sesuai spesifikasi 9. Memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai produk baja untuk konstruksi umum non struktural. 10. Mendukung penggunaan produk baja dalam negeri dengan menerapkan TKDN dalam proses pengadaan pekerjaan konstruksi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -90
RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
Latar Belakang Ketersediaan Infrastruktur yang baik merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan dalam mendorong perekonomian suatu negara. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2011-2012 yang diterbitkan oleh World Economic Forums, daya saing Indonesia berada pada peringkat46 dari 142 negara yang dinilai(menurun 2 peringkat dari Tahun 20102011). Salah
satupenyebab rendahnya daya saing dan
terhambatnya percepatan
pertumbuhan ekonomi tersebut adalah ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai. Kondisi tersebut juga menyebabkan beberapa calon investor pada sektor ekonomi strategis mengalihkan investasinya ke negara tetangga yang kondisi infrastrukturnya relatif lebih memadai. Untuk memperbaiki hal ini, diperlukan percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Agar pembangunan infrastruktur tersebut dapat berjalan dengan lancar, maka perlu ditunjang oleh sumber daya material dan peralatan yang memadai. Salah satu material utama yang sangat diperlukan dalam pembangunan infrastruktur adalah Baja. Perkembangan penggunaan material baja dalam dunia konstruksi baja di tanah air akhirakhir ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Di masa lalu penggunaan baja terfokus pada pembesian untuk konstruksi beton, gelagar baja untuk jembatan, rangka baja untuk jembatan, dan struktur atap pergudangan. Namun sejak merebaknya isu pemanasan global, hasil penebangan hutan berupa kayu sebagai material konstruksi menjadi sangat terbatas dan harganya pun menjadi mahal. Kondisi ini membuat masyarakat mulai beralih untuk menggunakan konstruksi rangka atap baja ringan yang harganya semakin bersaing dengan kayu. Disamping itu, seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta terbatasnya lahan,terutama pada wilayah perkotaan telah membuat kecenderungan penyelenggaraan konstruksi ke arah bidang bangunan yang lebih kompleks, misalnya: bangunan bertingkat tinggi, gedung pertemuan dan olahraga dengan ukuran super besar, pembangunan jembatan dengan bentang panjang sebagai alternatif solusi transportasi yang lebih ekonomis, pengembangan jaringan perpipaan dalam sistem penyediaan air minum dan sebagainya. Perkembangan penggunaan baja tersebut menyebabkan kenaikan tingkat konsumsi baja dalam jumlah yang cukup besar. Tingkat konsumsi baja suatu negara pada saat ini telah menjadi salah satu tolak ukur dalam kemajuan negara tersebut. Semakin makmur suatu Negara, yang ditunjukkan dengan nilai PDB per kapita, cenderung memiliki konsumsi baja yang semakin tinggi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -91
Tingkat konsumsi baja perkapita Indonesia pada saat itu tercatat hanya sebesar 38,7 kg, berada dibawah konsumsi baja gabungan rata-rata di tiga negara, yaitu: Vietnam, Thailand, dan Malaysia pada tahun 2008 sebesar 198 kg/kapita/tahun. Dengan asumsi pertumbuhan konsumsi baja di ketiga negara tersebut 5%/tahun, maka konsumsi baja rata-rata pada tahun 2025 diestimasikan sebesar 453 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, jika ingin bersaing dengan ketiga negara tersebut, maka industri baja nasional perlu meningkatkan kapasitas produksinya sebesar 14%/tahun sejak saat ini, agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, pemerintah telah merencanakan percepatan peningkatan investasi infrastruktur dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini tertuang dalamProgram Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dimana di dalamnya terdapat alokasi dana yang sangat besar pada sektor infrastruktur. Seiring dengan rencana pengembangan infrastruktur tersebut, dapat dipastikan kebutuhan baja sebagai material konstruksi di Indonesia akan semakin meningkat pula. Selain digunakan sebagai bahan bangunan, baja juga sangat dibutuhkan dalam
mendukung
industri manufaktur permesinan, misalnya industri alat otomotif dan alat berat. Industri alat berat nasional saat ini mengalami kemajuan yang cukup pesat, yaitu 15% pertahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asosiasi Industri Alat Besar Indonesia (HINABI), tercatat beberapa merek alat berat ternama seperti Komatsu, Sakai, Bomag dan produsen lainnya yang tergabung dalam HINABI telah mampu memproduksi alat berat di dalam negeri dengan persentase kandungan lokal yang berbeda-beda. Sebagian dari local content tersebut masih memerlukan raw material yang berasal dari impor, antara lain: weld wire, steel bar, wiring cable, dan material baja lainnya, khususnya baja mutu tinggi. Kebutuhan baja yang masih besar, baik material baja lokal maupun impor merupakan peluang yang hendaknya dapat dimanfaatkan para produsen baja nasional, sehingga ketahanan industri baja nasional untuk mendukung penyelenggaraan konstruksi dan industri manufaktur berbasis baja menjadi lebih kuat. Sebagaimana kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu konsumen sekaligus produsen baja yang besar. Kapasitas produksi baja nasional pada tahun 2011 tercatat sebesar 18,9 juta ton, sedangkan konsumsi baja nasional pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 12 juta ton. Dari sisi supply dan demand, seharusnya kebutuhan baja nasional telah dapat dipenuhi. Akan tetapi, ternyata masih ditemukan berbagai permasalahan terkait dengan pemenuhan baja nasional.Dari berbagai informasi yang diperoleh, tercatat bahwa Indonesia masih memenuhi sebagian besar kebutuhan baja dalam negeri melalui impor sebanyak 4-5 juta ton per tahunnya. Berbagai permasalahan seperti fluktuasi harga masih sering kali terjadi, terutama pada masa puncak proyek (Oktober-Desember) sehingga produk baja standar seringkali tidak
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -92
terjangkau oleh pelaksana konstruksi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Penggunaan baja non standar (ukuran ‚banci‛) kemudian menjadi alternatif pilihan dalam situasi tersebut. Dengan terjadinya keruntuhan beberapa bangunan jembatan dalam satu tahun terakhir ini semakin menyadarkan kita akan pentingnya perhatian terhadap kualitas baja yang digunakan, terutama dengan adanya beberapa rencana pembangunan mega proyek infrastruktur kedepan yang menuntut baja dengan kualitas tinggi. Untuk menjawab tantangan tingkat konsumsi baja Nasional yang cenderung meningkat serta berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut, khususnya baja untuk keperluan material konstruksi dan material alat berat konstruksi kedepan, maka diperlukan suatu sinergi diantara para pemangku kepentingan untuk melakukan pengelolaan rantai pasok baja konstruksi yang lebih baik agar penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan dengan lancar. Kesiapan produsen nasional
terhadap rencana proyek-proyek
infrastruktur strategis, seperti rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda dan kesiapan dalam menghadapi ACFTA yang akan berlaku secara penuh pada tahun 2018 sangat diperlukan, sehingga diharapkan produsen baja lokal dapat memegang peranan yang lebih besar dalam memenuhi kebutuhan baja konstruksi nasional. Dengan dipenuhinya pasokan dari dalam negeri, diharapkan kontinyuitas pasokan dan kestabilan harga dapat lebih terjamin. Disamping itu tentunya akan semakin mengurangi pengeluaran devisa untuk impor dan dapat meningkatkan perekonomian nasional. Dalam hal ini, sistem Informasi yang cepat dan terupdate mengenai kebutuhan jangka menengah dan jangka panjang, standar dan katalog produk, kapasitas produksi, tingkat konsumsi, serta perkembangan harga baja terbaru sangat diperlukan untuk dapat dimanfaatkan secara luas, baik oleh masyarakat, kalangan industri baja, investor yang berencana melakukan investasi di Indonesia, maupun pihak pemerintah sebagai sumber pertimbangan untuk membuat dan mengambil kebijakan. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi bermaksud menyelenggarakan kegiatan Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh informasi
terkait
kondisi
dan
permasalahan
rantai
pasok
semensertamembangun
kesepahaman diantara pemangku kepentingan yang terkait untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian,diharapkan penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
Permasalahan Hingga saat ini Indonesia masih terus melakukan import terhadap material dasar untuk pengolahan baja. Kebutuhan akan material mentah tersebut seluruhnya didatangkan dari negri luar khususnya untuk pellet dan bijih besi. Material mentah lainnya yang digunakan
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -93
untuk produksi baja adalah besi rongsokan (scrap) yang juga ternyata tidak semua kebutuhannya diperoleh dari dalam negri. Importasi scrap yang dilakukan pihak-pihak pabrikan akhir-akhir ini mendapat masalah khususnya karena kondisi scrap itu sendiri yang adalah bahan rongsokan besi ternyata memang bahan yang kotor. Kebijakan importasi scrap pada setiap negara berbeda-beda dalam hal kualitas dan tingkat kebersihan scrap. Hal ini menjadi masalah, ketika kebijakan scrap negara lain ternyata berbeda dengan kebijakan di negara ini. Akibat perbedaan tersebut, barang yang sudah diimport ada yang tidak dapat diterima. Hal ini selanjutnya akan menyulitkan pihak pabrikan baja di Indonesia yang ujung-ujungnya akan meningkatkan harga baja dan kekosongan baja. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahan mentah industri baja Indonesia sangat tergantung pada importasi. Sehingga ketika ada masalah dalam importasi, maka hal tersebut akan secara langsung berdampak pada harga dan hal lainnya. Begitu sensitifnya industri baja di Indonesia sehingga kestabilan kondisi baja global dapat mempengaruhi arah pertumbuhan industri baja di Indonesia. Hal lainnya adalah, pihak penyedia jasa konstruksi pemerintah Indonesia belum menyediakan informasi yang akurat dan jelas tentang kebutuhan baja di sektor konstruksi untuk keperluan pembangunan di Indonesia. Pemerintah dirasa kurang dalam melakukan terobosan khususnya terkait perlindungan terhadap penggunaan material dalam negri dalam proyek-proyek khusus multi negara yang didanai lewat pinjaman asing. Penguasaan teknologi sendiri menjadi salah satu isu utama dalam industri baja nasional. Lemahnya penguasaan teknologi, kurangnya riset dan pengembangan turut membatasi perkembangan industri baja nasional. Belum lagi akhir-akhir ini Indonesia kedatangan mesin-mesin produksi baja generasi lama dari luar negeri. Di negeri asalnya mesin-mesin ini telah dilarang penggunaannya karena suddah tidak sesuai dari segi efisiensi konsumsi bahan bakar dan kapasitas produksinya yang terkait dengan teknologi yang sudah tua. Lebih parahnya lagi, mesin-mesin yang masuk ke Indonesia ini ternyata justru digunakan untuk memproduksi produk-produk baja dengan kualitas rendah dan tidak sesuai spesifikasi. Bahkan ada indikasi bahwa perusahaan-perusahaan yang menggunakan mesin – mesin ini tidak membayar pajak pada pemerintah Indonesia. Menumpuknya para produsen baja di pulau Jawa menyebabkan tingginya harga jual baja untuk daerah-daerah di luar pulau Jawa, khususnya di daerah Indonesia timur. Hal ini menyebabkan meningkatnya biaya pengiriman dan waktu pengiriman, lebih lanjut dengan lamanya waktu pengiriman, maka resiko yang dihadapi juga meningkat. Arah investasi para produsen baja saat ini masih terfokus pada peningkatan kapasitas produksi saja, tanpa berpikir untuk ekspansi perusahaan ke luar pulau Jawa. Bagi pihak fabrikator, sering juga mengalami kelangkaan bahan baku dari produsen. Hal ini merupakan rentetan permasalahan dari kelangkaan bahan baku pada pihak produsen baja.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -94
Selain itu ditemukan juga adanya pihak fabrikator yang melakukan ‛modifikasi ukuran‛ pada produk baja tertentu dengan maksud meningkatkan profit tapi tanpa memikirkan pengaruh yang akan ditimbulkannya pada masyarakat luas. Infrastruktur menjadi masalah lainnya terutama untuk distribusi produk baja dari pulau Jawa ke luar daerah. Pengiriman yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan jalur laut, dan di sinilah masalahnya berada. Di daerah kelengkapan dari bangunan pelabuhan sangat minim dan kondisinya sudah tidak layak, belum lagi sejumlah pungutan-pungutan liar yang terjadi di sepanjang jalur distribusi. Bagi konsumen, sebagai pemakai masalah utama yang dihadapi adalah, hilangnya produk baja konstruksi pada waktu-waktu tertentu. Hal ini karena waktu pengerjaan proyek di Indonesia dilaksanakan pada waktu yang bisa dikatakan pendek. Sehingga secara tiba-tiba pihak produsen kebanjiran pesanan besi beton (over demand) yang menyebabkan kewalahan dan ketidaksanggupan produsen dalam menyediakan besi beton tersebut. Hal ini pada akhirnya menyebabkan perusahaan kontraktor mengambil jalan alternatif lain yaitu melakukan importasi. Beredarnya penggunaan baja ‛banci‛ di pasaran khususnya penggunaannya pada masyarakat luas semakin memprihatinkan. Isu ini hanya ada pada kontraktor kecil yang membeli baja banci (besi beton dengan ukuran yang tidak sesuai standart) dari distributor baja. Celakanya banyak penggunaanya yang salah yang menyebabkan sejumlah kegagalan bangunan khususnya rumah saat terjadi gempa. Karena berhubungan dengan masyarakat luas, isu ini menjadi sangat penting, ditambah lagi sejumlah pabrikan kecil yang memproduksi baja banci ini tidak dilarang beroperasi.
Maksud dan Tujuan Maksud dari kajian studi ini adalah mengkaji keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan serta tata niaga baja konstruksi untuk mendukung program penyelenggaraan infrastruktur. Adapun tujuannya adalah merumuskan rekomendasi kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga baja konstruksi nasional
Lingkup Pekerjaan dan Keluaran Lingkup dari kajian rantai pasok baja konstruksi ini (1). meliputi mengidentifikasi para pemangku kepentingan baik personal maupun kelembagaan yang terkait dengan kajian kebutuhan dan ketersediaan material dan peralatan konstruksi untuk mendukung peningkatan investasi infrastruktur; (2) melakukan brainstorming dengan para pemangku kepentingan untuk membahas berbagai topik terkait dalam rangka mencapai maksud, tujuan dan sasaran paket pekerjaan ini secara efisien dan efektif, (3) menyusun katalog
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -95
produk baja yang diperlukan dalam dunia konstruksi katalog dan katalog produk baja yang diperlukan untuk mendukung industri alat beratnasional; (4) mengidentifikasi trend penggunaan baja konstruksi dan siklus hidup baja konstruksi di Indonesia; (5) melakukan kajian kebutuhan dan ketersediaan baja konstruksi di Indonesia (6) mengidentifikasi kondisi rantai pasok baja konstruksi dan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan nasional, meliputi volume impor, ekspor, pasokan bahan baku, sistem produksi, sistem distribusi dan fluktuasi harga baja konstruksi (termasuk baja ringan); (7) mengidentifikasi
kesiapan
produsen
baja
nasional
dalam
mendukung
investasi
infrastruktur, meliputi: peta sebaran produsen baja di Indonesia, jenis baja yang diproduksi beserta kapasitas produksinya; (8) merumuskan persentase penggunaan baja konstruksi terhadap konsumsi baja secara keseluruhan; (9) merumuskan potensi pengembangan industri baja dan pengelolaan rantai pasok baja konstruksi yang efektif dan efisien dalam mendukung investasi infrastruktur di Indonesia; (10) mengidentifikasi standar yang berlaku untuk produk baja dan permasalahan yang dihadapi dalam penerapannya; (11) mengidentifikasi kebutuhan terhadap sistem informasi baja yang terpadu dan up to date mengenai produksi, distribusi dan harga baja di Indonesia; (12) merumuskan rekomendasi kebijakan strategis yang diperlukan dalam upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga baja konstruksi nasional
Pelaksanaan Pekerjaan Studi kajian rantai pasok baja konstruksi untuk mendukung investasi instrukstruktur, dalam pengerjaannya direncanakan ke dalam empat tahapan. Tahapan pekerjaan ini didasarkan pada maksud dan tujuan kajian studi ini, lingkup pekerjaan serta keluaran dari kajian studi ini. Tahap pertama dari kegiatan ini adalah melakukan kajian terhadap kondisi eksisting dari baja yang digunakan pada konstruksi di Indonesia dan mengidentifikasi komoditas dari masing-masing baja konstruksi. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengetahui peta akan kebutuhan pasar baja konstruksi secara nasional dalam pengembangan sistem rantai pasok baja konstruksi. Tahap kedua adalah menyusun draft model rantai pasok baja konstruksi, menyusun perancangan survei dengan tujuan sebagai dasar pelaksanaan survei dan merencanakan pemetaan rantai pasok serta perencanaan struktur katalog baja konstruksi. Tahap ketiga meliputi kegiatan menganalisa hasil dari survei dengan dasar beberapa hal yaitu melakukan identifikasi pihak-pihak (pelaku dan pembuat kebijakan), mengidentifikasi hubungan antar pihak-pihak (pengadaan dan kontrak), channel structure (variasi channel dan faktor yang menyebabkan) dan kapasitas pihak-pihak (level rantai pasok, kapasitas supply, tingkat penyerapan, komposisi, importasi, harga dan masalah yang berhubungan dengan tata niaga
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -96
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
Mengidentifikasi kondisi eksisting sebagai dasar kajian
TahapI
Kajian pasar baja di Indonesia
Melakukan kajian literatur
Identifikasi komoditas baja
Menyusun draft pemodelan struktur rantai pasok
Perencanaan struktur katalog
Menyusun perancangan survei
Melakukan survei
Pemetaan rantai pasok baja
T a h a p II
Melakukan analisa rantai pasok baja Pengembangan struktur rantai pasok baja konstruksi
Pengembangan katalog baja konstruksi
Rekomendasi struktur rantai pasok dan katalog konstruksi
T a h a p IV
a. Identifikasi pihak-pihak (pelaku dan pembuat kebijakan) b. Identifikasi hubungan antar pihak-pihak (pengadaan dan kontrak) c. Channel Structure (variasi channel dan faktor yang menyebabkan) d. Kapasitas pihak-pihak (level rantai pasok, kapasitas supply, tingkat penyerapan, komposisi, importasi, harga dan masalah yang berhubungan dengan tata niaga
T a h a p III
Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
Analisa Kondisi Eksisting Baja yang diproduksi dari masing-masing produsen memiliki karakteristik dan tipe yang berbeda, sehingga di pasaran akan dijumpai berbagai macam produk baja. Perbedaan dari
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -97
karakteristik dan tipe yang berbeda dapat disebabkan pula karena permintaan dari pasar sehingga produsen akan memproduksi sesuai dengan permintaan tersebut. Baja bukan hanya digunakan untuk keperluan konstruksi tetapi pemakaiannya dapat di berbagai sektor lain seperti packaging, furniture, home appliance, office equipment, arts equipment, educational equipment ataupun sport equipment. Sementara pemetaan pemakaian baja konstruksi yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik terbagi menjadi tiga yaitu konstruksi bangunan gedung, konstruksi bangunan sipil dan konstruksi khusus. Dalam 5 tahun (2004-2009) terakhir, untuk konstruksi bangunan sipil menunjukkan peningkatan yang signifikan terutama dari tahun 2007 ke tahun 2008, apabila dibandingkan dengan konstruksi bangunan gedung. Sebagai analisa awal, bahwa yang dimaksud dengan konstruksi bangunan sipil meliputi ketersediaan infrastruktur. Hal ini berarti bahwa adanya peningkatan nilai konstruksi untuk infrastruktur memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam mendukung laju investasi di Indonesia. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa kebutuhan material baja untuk menunjang ketersediaan infrastruktur juga akan meningkat. Nilai konstruksi bangunan gedung memang menunjukkan peningkatan, besar kemungkinan diperkirakan adanya dukungan dari sektor perumahan yang sedang berkembang. Pada sektor ini kontribusi baja terbesar diprediksi dari meningkatnya penggunaan baja ringan sebagai komponen pada struktur atap. Proses konstruksi yang dilaksanakan baik pada commercial & industrial buildings, residential & housing buildings, heavy construction ataupun infrastruktur tidak dapat dilepaskan dari penggunaan alat berat. Penggunaan alat berat ini didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti kondisi geografis/alam, tingkat kesulitan dari jenis konstruksi yang dikerjakan dan waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian konstruksi. Pada umumnya ketersediaan alat berat pada proses konstruksi dilakukan dengan menyewa pada pihak ketiga, tentunya dengan pertimbangan bahwa kepemilikan alat berat membutuhkan investasi yang sangat mahal. Namun demikian keberadaan industri yang memproduksi alat berat juga sangat dibutuhkan sebagai penopang produktivitas bagi negara yang menjadi indikator untuk dapat berkompetisi dengan negara lain. Segmentasi dari industri peralatan berat bukan saja melayani pada sektor konstruksi saja tetapi peralatan berat ini juga melayani pada sektor pertambangan, kehutanan, kelautan dan sektor-sektor lain. Berdasarkan MP3EI, jumlah kebutuhan alat berat di sektor konstruksi juga menunjukkan tren yang terus meningkat terutama potensi penggunaan alat berat di sektor kontruksi. Namun pada sisi yang lain, tantangan terhadap ketersediaan untuk menyediakan alat berat ini adalah bagaimana menyediakan bahan material baja sebagai material utama pembentuk alat berat. Gambaran dari penggunaan baja yang merupakan pengembangan dari baja konvensional adalah baja ringan merupakan baja mutu tinggi yang memiliki sifat ringan dan tipis, namun memililki fungsi setara baja konvensional. Rangka atap baja ringan diciptakan untuk memudahkan perakitan dan konstruksi. Desain stuktur karena perilaku strukturnya yang
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -98
berbeda, struktur rangka atap baja ringan tidak bisa dihitung menggunakan software analisis struktur untuk konstruksi baja tebal yang umum dipakai. Sistem pengaku/bracing dan murplat (top plate) rangka atap baja ringan dibuat dari baja tipis, Meskipun telah dibuat menjadi bentuk profil yang kokoh, kekuatannya tinggi tetapi kekakuannya lemah (dibanding balok kayu misalnya). Dengan kekakuan yang lemah, struktur rangka atap baja ringan harus dilengkapi dengan batang pengaku/bracing yang cukup. Banyak kasus rangka atap baja ringan yang roboh akibat kurangnya batang pengaku/bracing ini. Penggunaan baja ringan sebagai material pada konstruksi atap sangat berkembang dan signfikan dalam satu decade ini. Salah satu yang mendasarinya adalah harga kayu yang semakin naik, begitu juga dengan harga besi. Dahulu atap-atap rumah banyak menggunakan kayu sebagai penyangga untuk memasang genteng (atap). Sekarang hal tersebut mulai beralih pada penggunaan rangka baja ringan yang lebih kuat, dan harganya pun terjangkau. Produk-produk baja ringan banyak tersebar di pasaran dengan berbagai merek dan kualitas. Selain itu, produk baja ringan umumnya akan memberikan garansi 5 tahun dalam pemasangannya. Hal ini juga salah satu alasan semakin meningkatnya penggunaan baja ringan sebagai penyangga atap. Tren baja ringan pada mulanya digunakan untuk rumah-rumah berskala besar dan gedunggedung. Kini, rumah-rumah sederhana juga sudah banyak yang menggunakan baja ringan, termasuk di antaranya sekolah. Pendek kata, hampir semua bangunan yang tadinya menggunakan kayu sebagai penyangga atap genteng, dan seng, kini beralih menggunakan material baja ringan. Salah satu keunggulan baja ringan dalam aplikasinya pada pemasangan rangka atap adalah kecepatan instalasinya yang lebih cepat dibanding menggunakan material kayu. Hal ini membuat baja ringan menjadi salah satu material pilihan yang dapat digunakan untuk merenovasi konstruksi khususnya di daerah pedesaan saat terserang bencana alam. Sehingga berdasarkan uraian dan data di atas, maka komoditas yang akan dijadikan sebagai sampling adalah baja tulangan dengan rincian berbagai diameter yang lazim digunakan pada sub strucutre dan upper structure, baja profil baik untuk atap, gelagar pada jembatan ataupun profil lain seperti pipa untuk jaringan air minum, baja dalam bentuk lembaran atau plat, yang banyak digunakan untuk profil yang dibuat khusus, penutup rangka atap atau plat lantai sebagai pengganti plat beton, baja ringan yang diperuntukkan untuk konstruksi atap dan baja untuk material peralatan konstruksi
Analisa Kebutuhan Baja Konstruksi Peran sektor konstruksi dalam perkembangan ekonomi Indonesia memberikan kontribusi yang terus meningkat seperti yang tercatat dalam data yang dikeluarkan oleh BPS setiap tahunnya, dimana sektor konstruksi memberikan sumbangsih tehadap PDB. Hal ini terbukti
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -99
dari catatan BPS, dimana nilai konstruksi yang diselesaikan pada tahun 2004 – 2009 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12.5%. Hal ini juga didukung oleh pemerintah yang melakukan peningkatan pembangunan infrastruktur seperti jembatan, jalan tol, dermaga,
sarana
telekomunikasi
dan
gedung-gedung
sebagai
penunjang
untuk
mempercepat perkembangan ekonomi. Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor. Sektor konstruksi memegang peranan sangat penting dalam menunjang kegiatan perekomonian Indonesia karena produk dalam sektor konstruksi merupakan pusat kegiatan ekonomi seperti bangunan gedung, dan juga sarana dan prasarana infrastruktur seperti pelabuhan, jembatan, bandar udara, jalan, dan bangunan-bangunan irigasi. Meskipun sektor konstruksi bukan sektor utama yang paling banyak membentuk GDP Indonesia, namun sebagian besar pembentuk GDP terbesar di Indonesia seperti kegiatan industri dan manufaktur dilakukan dengan bantuan produk dari sektor konstruksi. Percepatan pembangunan infrastruktur tersebut di atas dipengaruhi oleh material yang dipilih berdasarkan tujuan pembangunan konstruksi tersebut. Pemilihan akan material pembentuk konstruksi didasarkan kepada kelebihan dan kekurangan material utama dengan berbagai aspek tinjauan sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan material tersebut, selain didasarkan atas kebutuhan, juga perkembangan teknologi yang memungkinkan untuk melakukan inovasi di dunia konstruksi, termasuk inovasi dalam pemilihan dan pemakaian material utama pembentuk suatu konstruksi. Namun penggunaan baja sebagai material utama pembentuk komponen struktural maupun non struktural belum terlalu popular di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan konsumsi baja Indonesia yang maih rendah dibandingkan negara-negara lain di ASEAN dengan konsumsi baja 32.9kg/kapita (Republika, 2007). Kemungkinan belum populernya penggunaan baja dibandingkan dengan beton bertulang yang sudah popular di Indonesia kemungkinan disebabkan oleh biaya yang dibayar untuk suatu komponen strultural baja lebih mahal dibandingkan dengan beton bertulang karena upah tenaga kerja untuk aplikasi beton bertulang di Indonesia masih murah jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk baja. Biaya total yang dibutuhkan untuk baja lebih besar dari pada biaya total untuk beton bertulang. Meskipun demikian, penggunaan baja sebagai material utama dalam suatu konstruksi tidak menutup kemungkinan untuk mengalami perubahan dan peningkatan apabila dilakukan inovasi terhadap perencanaan konstruksi dan material itu sendiri. Inovasi yang dilakukan
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -100
oleh para pemasok baja sebagai penyedia material konstruksi sangat dipengaruhi oleh trend jenis dan profil yang banyak digunakan dalam konstruksi-konstruksi tertentu yang pada umumnya menggunakan baja sebagai salah satu material utamanya. Kebutuhan untuk mengetahui konsumsi baja tersebut dapat dilakukan dengan melakukan kajian terhadap data historis dalam sektor konstruksi. Berdasarkan jenis konstruksi menurut BPS, yang menjadi objek kajian adalah konstruksi infrastruktur dan non infrastrukstur yang terdiri dari gedung bertingkat dan konstruksi rumah, maka menurut Abduh, M (2011) diperoleh bahwa persentase rata-rata nilai baja terhadap nilai proyek konstruksi gedung tinggi adalah 25.92%. Nilai konsumsi baja per tingkat bangunan dan per m² berbeda-beda ditentukan oleh fungsi gedung, lokasi dan tahun pembangunan gedung, persentase rata-rata nilai material baja dalam suatu proyek jembatan adalah 34.99%. Nilai konsumsi baja untuk masing-masing jembatan ditentukan oleh tipe jembatan, lokasi jembatan dan tahun pelaksanaan konstruksi jembatan dan persentase nilai rata-rata baja dalam suatu proyek dermaga adalah 16.08%. Nilai konsumsi baja untuk masing-masing dermaga ditentukan oleh jenis dermaga (fungsi dermaga), lokasi dermaga, kapasitas rencana dan tahun pelaksanaan konstruksi dermaga Sementara apabila dilihat berdasarkan kebutuhan baja, maka di pulau Jawa membutuhkan lebih dari 50% total kebutuhan baja nasional, hal ini mencerminkan pembangunan di Indonesia masih terpusat di wilayah pulau Jawa. Sebagian besar demand (kebutuhan) akan material baja nasional berada di wilayah Barat Indonesia (Jawa dan Sumatra). Sedangkan wilayah timur Indonesia kebutuhannya sangat sedikit, hal tersebut dikarenakan pembangunan di Indonesia belum merata (masih terfokus di Jawa). Adapun kebutuhan atau demand baik untuk proyek infrastruktur dan non infrastruktur pada masing-masing wilayah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran Kebutuhan Baja di Setiap Wilayah Region
Nilai Konstruksi
Nilai Material Baja
Demand Baja (ton)
Sumatera
22,659,818
9,779,664
1,222,458
Jawa
93,402,603
40,311,270
5,038,909
Kalimantan
12,366,576
5,337,243
667,155
Sulawesi, Maluku, Papua
11,740,596
5,067,079
633,385
Bali & Nustra
8,120,615
3,504,745
438,093
Material baja dalam konstruksi non infrastruktur = 43% Region
Nilai Konstruksi
Nilai Material Baja
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
Demand Baja (ton)
1 -101
Sumatera
41,568,851
11,736,012
1,467,001
Jawa
55,551,402
15,683,665
1,960,458
Kalimantan
25,356,826
7,158,918
894,865
Sulawesi, Maluku, Papua
21,349,431
6,027,522
753,440
Bali & Nusa Tenggara
6,353,917
1,793,883
224,235
Material baja dalam konstruksi infrastruktur = 28% Sumber: data diolah (nilai konstruksi-material dalam juta)
Sedangkan kemampuan yang dapat disediakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, juga masih berfokus di pulau Jawa sehingga pengaruh dari ketersediaan ini akan banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya tranportasi dan keberadaan infrastruktur pendukung. Salah satu akibat dari kondisi ini, harga per kilo baja untuk wilayah Indonesia bagian timur akan sangat mahal. Berikut ini merupakan peta dari supply baja.
Gambar 2. Peta Sebaran Pasokan Baja Konstruksi Nasional Sumber: Direktori IISIA (2012)
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -102
Analisa RantaI Pasok Baja Konstruksi dan Katalog Produk Survei yang dilakukan dari keenam kota dan dari keenam komoditas baja. Secara umum, proses dari pembuatan baja dimulai dari bahan baku yang terdiri dari biji besi dan scrap (besi bekas). Sumber dari bahan baku baik biji besi dan scrap berasal dari impor dan lokal. Menurut hasil survei yang dilakukan komposisi antara impor dan lokal adalah 70% berasal dari impor dan 30% dari lokal. Para pelaku dari bahan baku ini biasanya dilakukan oleh para trader atau pengepul kemudian akan didistribusikan ke produsen. Tahap berikutnya adalah proses peleburan dari biji besi atau scrap akan diolah menjadi sponge iron. Hasil dari sponge iron dapat dibagi menjadi 2 yaitu long product dan slab product. Long product menjadi bahan dasar untuk pembuatan baja tulangan, baja profil, dan steel wire. Sedangkan produk dari slab product adalah baja dalam bentuk lembaran. Untuk komoditas baja tulangan, sumber bahan baku masih sama dengan yang harus diperoleh produsen yaitu scrap atau biji besi. Asal sumber bahan dasar pun berasal dari impor dan lokal. Komposisi impor dan lokal berbanding 70:30. Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa suatu produsen dapat memiliki fungsi yaitu produsen dan fabrikator. Istilah produsen ini mengacu pada produk yang dihasilkan untuk tier berikutnya, dalam hal ini produk yang dimaksud adalah long product dan slab product. Rantai pasok yang memiliki kompleksitas pada masing-masing tier dimiliki oleh rantai pasok baja tulangan yang dapat dilihat pada Gambar 3. Raw Material
Supllier Produsen
Produsen
Fabrikator
Distributor
Service
Ekspor
Ekspor
PP
Fabrikator 1
Produsen 1 600,000
150,000
HK
Fabrikator 2 Lokal
Perusahaan Pengumpul
Konsumen
200,000
WK
Produsen 2 230,000
Produsen 3 Import
Trader
NK
360,000
Produsen 4
Distributor
360,000
BUMN Fabrikator 3 250,000
Import
Kontraktor Kecil Retail
Gambar 3. Rantai Pasok Baja Tulangan Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -103
Komoditas berikutnya adalah komoditas baja profil. Demikan halnya yang berkaitan dengan bahan dasar masih sama yaitu scrap atau biji besi. Kedua bahan dasar ini pun masih diperoleh dengan cara impor dan lokal. Entitas dari rantai pasok baja profil tidak sebanyak pada baja tulangan. Sebagai contoh pada rantai pasok baja profil, entitas nya hanya terdiri dari raw material, supplier produsen, produsen, fabrikator dan konsumen. Rantai pasok pada baja profil tidak memiliki kompleksitas yang panjang apabila dibandingkan dengan rantai pasok baja tulangan. Adapun rantai pasok baja profil dapat dilihat pada Gambar 4. Raw Material
Supllier Produsen
Produsen
Fabrikator
Distributor
Service
Konsumen
PP Lokal
Import
Perusahaan Pengumpul
Krakatau Steel
K. Wajatama
HK
Gunung Garuda
G. Group
WK
Trader NK
Gambar 4. Rantai Pasok Baja Profil Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Pipa baja merupakan komoditas baja konstruksi yang masih menjadi bagian dari kajian studi ini. Karakteristik dari jaringan rantai pasok pipa baja hampir tipikal dengan rantai pasok baja profil, dari segi entitas atau pelaku pada jaringan rantai pasok sama tidak ada distribusi atau retail. Jenis komoditas baja konstruksi berikutnya adalah steel wire. Steel wire ini banyak digunakan pada pekerjaan jembatan yang menggunakan beton prestress. Rantai pasok pada steel wire ini memiliki keunikan yaitu masih diperlukan entitas ‘service center’ sebagai pelengkap hasil akhir produk yaitu untuk melakukan pekerjaan stressing atau penarikan kabel. Komoditas baja ringan juga menjadi bagian kajian dari studi ini. Baja ringan ini menjadi bagian kajian karena sudah menjadi material alternative yang digunakan sebagai bahan pengganti kayu, sehingga jumlah demandnya menunjukkan kenaikan. Hal ini dapat dilihat banyaknya property yang menggunakan baja ringan sebagai rangka atap. Dalam jalur distribusinya pun tidak sekomplek pada komoditas baja konstruksi yang lain, artinya siapa pun dapat memperoleh dengan mudah. Komoditas lain yang dikaji dalam studi ini adalah komoditas baja untuk alat berat. Salah satu produsen yang disurvei adalah PT. Komatsu Indonesia. Fungsi dari PT. Komatsu Indonesia ini adalah sebagai fabrikator alat berat. Adapun jenis alat berat yang difabrikasi oleh PT. Komtasu Indonesia adalah: hydraulic Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -104
excavator, dump truck dan bulldozer. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan proses fabrikasi dari alat berat tersebut, sumber bahan baku dari masing-masing komponen dapat dibagi 3 (tiga) yaitu lokal, import dan in house. Selain mengenai komoditas produk baja yang dikaji, bagian lain yang menjadi obyek dalam survei adalah katalog produk. Tiap-tiap produsen mempunyai katalaog produk yang berbeda pula baik dari informasi spesifikasi produk maupun bentuk fisik dari informasi yang mereka berikan kepada para pengguna. Ada produsen yang menerbitkan dalam bentuk buku katalog tetapi juga ada dalam bentuk brosur. Pentingnya katalog menjadi kajian adalah mempertemukan kepentingan informasi yang diberikan oleh produsen dan apa yang dibutuhkan oleh konsumen, sehingga setiap informasi yang diberikan oleh produsen baik melalui katalog ataupun bentuk lain dapat memberikan manfaat secara langsung kepada konsumen.
K e s i m p u l a n d a n R e k o m e n d a si Berdasarkan kajian yang telah dilakukan baik melalui kajian literatur maupun survei yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: (1) sebagai salah satu negara produsen baja di dunia, Indonesia berkontribusi sebesar 0.35% dari total baja dunia sebesar 5,21 Mega Ton, dan berada pada peringkat ke 37 di dunia (2) sektor konstruksi sebagai salah satu pembentuk PDB, memiliki porsi 67.6% dari total produk yang dihasilkan sebesar 5.500.000 ton, (3) berdasarkan peta sebaran supply dan demand diperoleh bahwa supply baja lebih banyak berada di pulau Jawa, sekalipun ada juga yang berada di luar Jawa seperti Sumatera Utara tetapi kapasitas produksi yang dimiliki kecil, ada juga yang berada di Lampung khusus untuk produk pipa, sedangkan demand hampir tersebar di seluruh Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua dan jumlah demand masih lebih besar daripada supply dari dalam negeri; (4) berdasarkan hasil kajian studi rantai pasok, komoditas yang paling banyak didominasi oleh baja tulangan dengan persentase 27.5% dibanding komoditas lain (steel wire, steel plate, steel pipe, profil dan CRC) (5) kompleksitas dari masing-masing komoditas rantai pasok beragam yaitu rantai pasok yang kompleks dimiliki oleh baja tulangan dan rantai pasok yang sederhan dimiliki oleh baja profil. Sedangkan rekomendasi yang dapat dikembangkan untuk rantai pasok baja konstruksi ini terdiri dari (1) Kementrian PU harus mendefinisikan dan menginformasikan kebutuhan baja konstruksi dengan lebih jelas dan terinci dari segi waktu, jenis dan wilayah sebagai hasil forecast serta mengadakan model estimasi konseptual kebutuhan; (2) mengidentifikasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur untuk distribusi material konstruksi yang dibutuhkan di seluruh Indonesia; (3) kebutuhan akan standarisasi produk baja perlu dikaji untuk memastikan jumlah demand ; (4) menyampaikan hasil kajian kepada kementeriankementerian yang terkait dengan industri baja baik yang terkait dengan produksi, distribusi, Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -105
perdagangan dan bahan mentah; (5) membuat forum komunikasi pertemuan antara konsumen dan produsen baja konstruksi secara periodik untuk menunjang pembangunan infrastruktur; (6) memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai produk baja untuk konstruksi umum non struktural (baja ringan dan baja banci); (7) mensosialisasikan manajemen rantai pasok kepada perusahan konstruksi terkait material baja agar terjadi efisiensi; (8) memberikan edukasi kepada kontraktor-kontraktor terutama kontraktor kecil terkait dengan rantai pasok untuk mengurangi pengunaan produk tidak standar dan mutu yang sesuai spesifikasi; (9) memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai produk baja untuk konstruksi umum non struktural; (10) mendukung penggunaan produk baja dalam negeri dengan menerapkan TKDN dalam proses pengadaan pekerjaan konstruksi.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -106
Daftar Pustaka
Bertelsen, Sven (2002), Complexity- Construction in A New Perspective revised paper of a report originally prepared as a contribution for an IGLC championship. http://www.bertelsen.org/strategisk_r%E5dgivning_aps/pdf/Complexity%20 %20Construction%20in%20a%20New%20Perspective.pdf (8/20/2004 DATA 25) Brian, M., (2004) An Introduction To Materials Engineering And Science, p. 693), Mc. Graw Hill Christopher, M. ( 1998), Logistics and Supply Chain Management, Second Edition, Prentice Hall Dewobroto, W. (2011), Prospek dan Kendala Pada Pemakaian Material Baja untuk Konstruksi bangunan di Indonesia, Seminar & exhibition Future prospects of Steel For Construction In Indonesia, Gran Media Hotel, 2011 Hanfield, R.B., & Nichols, E.L. (1999), Introduction to supply chain management, PrenticeHall, Upper Saddle River, New Jersey http://pusbinsdi.net/peta_material.php?jenis=3 http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=22&submit.y=23&submit=prev&page=2&qual =high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Fsip4%2F2008%2Fjiunkpens-s1-2008-21404037-11811-baja-chapter2.pdf Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi, 2012, Supply-Demand Material dan Peralatan Konstruksi dalam Rangka Mendukung Investasi Infrastruktur Nasional, Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan Peralatan Konstruksi untuk Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012 Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi, 2012, Profil Industri Alat Berat Indonesia 2012, Workshop Kebijakan dan Strategi Pembinaan Sumber Daya Material dan Peralatan Konstruksi, Jakarta 6-7 Maret 2012 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 Maylor, H., 2003, Project Management, third edition, Prentice-Hall. Natsir, M., 2012, Sistem Rantai Pasok Material dan Peralatan Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur dalam Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan Peralatan Konstruksi untuk Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -107
Scwab, K., 2011, The Global Competitiveness Report 2011-2012, World Economic Forum, Geneva Switzerland Setiawan, A.,(2008), Jakarta
Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, PT. Erlangga,
SNI 03-1729-2002 Tommelein, I.D.; Walsh, K.D.; Hershauer, J.C. (2003). Improving Capital Projects Supply Chain Performance. Research Report PT172-11. Texas: Construction Industry Institute. 241 p. Vaidyanathan, K. ( 2001), Value of Visibility Planning in An Enginerr-to-Order Environment 7 Desember 2004
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -108
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur
1 -109