Manajemen Konstruksi
IDENTIFIKASI RANTAI PASOK BAJA RINGAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RUMAH TAHAN GEMPA DI INDONESIA (271K) Azaria Andreas1, Muhamad Abduh2 1
Mahasiswa Program Studi Magister dan Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10 Bandung Email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10 Bandung Email:
[email protected]
ABSTRAK Gempa bumi merupakan bencana alam yang sering melanda di beberapa daerah di Indonesia. Gempa bumi sering mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik dari segi materi maupun korban jiwa. Untuk mengantisipasi besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat gempa, maka diperlukan sejumlah upaya yang setidaknya meminimalisir kerugian yang terjadi. Salah satu upaya tersebut adalah mengganti komponen struktur bangunan. Tren penggunaan baja ringan sebagai material alternatif pengganti kayu pada komponen rangka atap meningkat cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia. Akan tetapi tingginya permintaan konsumen terhadap baja ringan belum ditanggapi pemerintah terutama pada pengendalian kualitas dan standar produk dari hulu ke hilir. Lebih lanjut, kedua hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan banyak produk baja ringan yang beredar tidak sesuai standar dan merugikan konsumen. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan rantai pasok baja ringan untuk meningkatkan koordinasi antar pihak yang terlibat di dalamnya, dan memberikan value sesuai yang diinginkan konsumen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi rantai pasok baja ringan yang terjadi serta melakukan kajian terhadap baja ringan untuk mendukung pembangunan rumah tahan gempa di Indonesia. Parameter yang akan diidentifikasi meliputi, pihak-pihak yang terlibat, structure channel dan hubungan antar pihak, serta isu-isu penting yang ditemukan di sepanjang rantai pasok baja ringan. Metode penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif, di mana responden dipilih menggunakan teknik non probability sampling, dan pengumpulan data menggunakan teknik wawancara semi terstruktur. Survei telah dilakukan terhadap 17 perusahaan yang terletak di 5 kota menunjukkan bahwa terdapat 7 pihak yang terlibat dalam rantai pasok baja ringan di Indonesia di mana setiap pihaknya memiliki permasalahan yang berbeda-beda sesuai perannya dalam rantai pasok baja ringan. Kata kunci: rantai pasok konstruksi, baja ringan, industri baja, material konstruksi
1. PENDAHULUAN Sejak tahun 1998 sampai dengan 2008, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat telah terjadi gempa berkategori besar sebanyak 114 kali di mana 3 diantaranya diikuti dengan bencana tsunami. Total kerugian yang diakibatkan mencapai angka Rp. 43,356 triliyun, sedangkan jumlah korban jiwa mencapai 173.000, dimana lebih dari separuhnya dinyatakan meninggal. Selanjutnya diperkirakan 474.171 rumah, 10.519 pusat pendidikan, dan 1.336 rumah sakit dalam kondisi rusak berat dan runtuh. Angka-angka ini didominasi oleh gempa yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 yang diikuti dengan tsunami (Satyarno, 2010). Melihat tingginya angka-angka tersebut, perlu diketahui bahwa Indonesia terletak di antara tiga lempeng tektonik. Pergerakan dari lempeng-lempeng tersebut meyebabkan terjadinya gempa bumi. Selain dari sebagian wilayah Indonesia terletak pada zona aktif gempa, faktor lain yang ikut menyebabkan nilai kerugian yang dialami sangat besar adalah kondisi fisik bangunan. Iskandar (2010) menyatakan bahwa tingginya angka korban jiwa dan nilai kerugian diakibatkan oleh kondisi fisik bangunan, dalam hal ini rumah tinggal yang tidak didesain untuk tahan terhadap gempa bumi. Satyarno (2007) mempaparkan bahwa sebagian besar bangunan rumah tinggal (non-engineered) dan bahkan bangunan engineered seperti perkantoran, hotel, rumah sakit, dll rusak berat dan bahkan roboh karena bangunan tersebut memiliki kerentanan yang tinggi terhadap gempa. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk meminimalisir kerugian dan korban jiwa yang diakibatkan oleh gempa bumi dengan mengurangi kerentananya.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
K - 275
Manajemen Konstruksi
Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengganti komponen struktur rangka atap dengan material baja ringan yang lebih ringan. Tingginya angka korban jiwa salah satunya disebabkan oleh bangunan roboh dan menimpa warga di dalamnya. Penggunaan rangka atap tap yang terbuat dari kayu memiliki bobot yang cukup berat, selain itu kayu saat ini semakin sulit diperoleh karena penggundulan hutan yang terjadi mencapai 2 juta hektar/ tahun (Adinugroho, 2009) dan harganya semakin mahal. Tren penggunaan baja ringan sud sudah ah dimulai di beberapa negara (Inggris, Kanada, Afrika Selatan, Australia) pada awal tahun 2000 2000-an. an. Di Indonesia sendiri, kebutuhan baja ringan terus meningkat. Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA, 2012) mencatat peningkatan produksi bahan bbaku baja ringan, Cold Rolled Coil (CRC) sebanyak 25 % dari tahun 2009 hingga 2010.
Gambar 1. Rangka Atap Baja Ringan Peningkatan kebutuhan masyarakat akan baja ringan sayangnya belum ditanggapi dengan serius oleh pemerintah terutama dalam mengendalikan kualitas dan standar produk yang dihasilkan. Lebih lanjut, dengan minimnya kontrol dari pemerintah khususnya oleh Departemen Perindustrian menyebabkan banyak produk baja ringan yang tidak sesuai standar bermunculan dan mengakibatkan kerugian pada konsumen. Oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan rantai pasok baja ringan untuk meningkatkan koordinasi antar pihak yang terlibat di dalamnya sehingga dapat memberikan value sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Adapun pengelolaan rantai pasok yang terjadi masih belum berjalan dengan baik karena setiap pihak yang terlibat di dalamnya berada di bawah kendali departemen yang berbeda. Berangkat dari hal di atas, tujuan ujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi rantai pasok baja ringan yang terjadi serta melakukan kajian terhadap baja ringan untuk mendukung pembangunan rumah tahan gempa di Indonesia.
2. KAJIAN PUSTAKA Rantai Pasok (Supply Chain) Pada level industri manufaktur proses produksi terjadi berkelanjutan yang mana tujuannya mengubah barang mentah menjadi enjadi produk dengan nilai tertentu. London (2008) mendefinisikan rantai pasok ((supply supply chain chain) sebagai suatu jaringan organisasi yang terlibat dalam suatu hubungan dari hulu ke hilir, di mana di dalamnya terdapat aktivitas dan proses yang mengubah nilai barang ang mentah menjadi produk ataupun jasa ke tangan konsumen. Rantai ini melibatkan dua atau lebih organisasi (entitas) yang terpisah namun terhubung melalui suatu aliran barang dan jasa, informasi, Ridderr (2005) menjelaskan bahwa rantai pasok pada dan arus uang (Arbulu dan Ballard, 2005). Vrijhoef dan Ridde dasarnya mewakili suatu rangkaian hubungan antara suplaier dan konsumen di mana di dalamnya terdapat aliran produk seperti pada gambar 2. berikut.
Sumber Sumber: Poirier & Reiter, (1996) dalam London (2008)
Gambar 2. Rantai Pasok London (2008) mendefinisikan manajemen rantai pasok ((supply chain management)) sebagai suatu manajemen dari industri hulu ke industri hilir di mana di dalamnya terdapat jaringan suplaier dan konsumen yang mengatur aktivitas engubah nilai dari barang mentah menjadi produk dengan nilai tertentu. Green Jr. dkk (2012) dan proses untuk mengubah menekankan bahwa suatu rantai pasok harus memiliki integrasi dan koordinasi untuk memberikan kepuasan pada konsumen akhir, dan kolaborasi untuk menjamin kesuksesan perusahaan (Simchi-Levi Levi dkk, 2007). Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, konsep rantai pasok diadopsi dari industri manufaktur. Manajemen rantai pasok telah Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
K - 276
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Manajemen Konstruksi
diadopsi oleh industri konstruksi sebagai suatu konsep yang cukup populer oleh kalangan akadem akademis sejak pertengahan tahun 1990-an. an. Industri konstruksi merupakan industri terfrakmentasi yang identik dengan isu isu-isu negatif seperti rendahnya produktivitas kerja, tidak tepat dalam hal waktu dan biaya, penuh konflik, sengketa, klaim hingga pengadilan (Wirahadikusumah rahadikusumah dan Abduh, 2010).
Sumber: O’Brien dkk, 2002
Gambar 33. Konsep Rantai Pasok Konstruksi Berdasarkan lingkupnya, rantai pasok konstruksi dapat dibagi menjadi 3 kategori (London, 2008), yaitu rantai pasok Inter-organizational, dan rantai pasok Cross-organizational Intra-organizational, rantai pasok Inter organizational (gambar 4).
Sumber: London, 2008
Gambar 4.. Tiga Kategori Rantai Pasok, Intra-organizational, Inter-organizational,, and Cross-organizational organizational merupakan sistem rantai pasok pada sebuah entitas organisasi. Jenis rantai pasok Rantai pasok Intra-organizational Inter-organizational merupakan sistem rantai pasok pada sebuah proyek konstruksi, dimana melibatkan beberapa entitas yang berbeda dalam sistem rantai pasoknya. Jenis rantai ppasok Cross-organizational organizational merupakan gabungan dari beberapa rantai pasok pada lingkup yang lebih luas lagi yaitu industri konstruksi. Kategori Crossorganizational meliputi beberapa pemangku kepentingan dan sifatnya ada pada level industri, sehingga sangat cocok digunakan oleh pemerintah, lebih khusus pada beberapa departemen yang terkait dalam membuat suatu kebijakan. berbeda-beda Sebuah proyek konstruksi melibatkan partisipasi dari grup yang berbeda beda yang termasuk di dalamnya engineer), kontraktor, arsitektur, teknisi (engine ), pekerja, dan pengembang (Cheng, 2009). Yan dan Zhangong (2012) menjelaskan rantai pasok konstruksi ((Construction Supply Chain)) adalah suatu jaringan organisasi dari hulu ke hilir yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi dimana di dalamnya terdapat kontraktor, subkontraktor, suplaier bahan eralatan, desainer, dan owner. baku, suplaier peralatan, Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24 24-26 Oktober 2013
K - 277
Manajemen Konstruksi
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatiff, dimana responden survei dipilih dengan menggunakan teknik non probability sampling. Digunakannya teknik ini karena sampling hendak diambil pada beberapa populasi yang berbeda, informasi yang dikumpulkan dapat lebih luas dan bermacam-macam, selain itu hasil dari penelitian bukan untuk digeneralisasi. Dengan megacu pada pola rantai pasok baja di Indonesia (gambar 4.), selanjutnya akan diperoleh gambaran awal siapa saja pihak yang terlibat dalam rantai pasok baja ringan, selanjutnya sampling dikumpulkan untuk setiap pihak dalam gambar 4. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur, dan proses pengambilan data dianggap selesai jika responden sudah tidak lagi memberikan informasi yang baru (jenuh).
Sumber: data olahan pribadi
Gambar 4. Pola Rantai Pasok Baja di Indonesia Adapun parameter yang hendak diidentifikasi berdasarkan gambar 4. di atas antara lain pihak-pihak lain yang terlibat dalam rantai pasok, structure channel dan hubungan antar pihak, serta memetakan isu-isu penting pada setiap pihak yang terlibat dalam rantai pasok baja ringan. Hasilnya kemudian akan dianalisa dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk melihat pola hubungan yang terjadi.
4. HASIL PENELITIAN Proses pengambilan data (survei) dilakukan terhadap 17 perusahaan yang tersebar di 5 kota (Jakarta, Bandung, Bekasi, Medan, dan Manado). Ke-17 perusahaan tersebut terbagi atas 2 Produsen CRC (bahan baku baja ringan), 5 Fabrikator, 5 Distributor, 2 Aplikator, dan 3 Kontraktor. Berikut adalah informasi yang diperoleh terkait pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok baja ringan: a) Trader (Importir), Merupakan pihak yang menyediakan bahan baku bagi produsen CRC nasional. Trader adalah perusahaan yang memberikan jasa import material mentah khususnya bagi produsen CRC nasional yang tidak memiliki hubungan kerja sama dengan pihak suplaier di luar negeri. b) Produsen Bahan Baku Asing, Merupakan produsen bahan semi finished produk baja (Slab, Billet, dan Bloom) yang berlokasi di luar negeri. Beberapa produsen CRC dalam negeri mengimport bahan baku produk CRC ini karena faktor ekonomi. c) Produsen CRC, Merupakan pihak yang memproduksi CRC yang selanjutnya akan menjadi bahan baku dari produk baja ringan (genteng metal, truss, dll). Produsen CRC di Indonesia tidak semuanya memproduksi CRC dengan spesifikasi untuk penggunaan dalam baja ringan. d) Produsen CRC Asing, Merupakan produsen CRC yang berlokasi di luar negeri. CRC yang diimport adalah CRC yang memiliki spesifikasi untuk digunakan menjadi bahan baja ringan. e) Fabrikator Baja Ringan, Merupakan pihak yang mengolah CRC untuk diolah menjadi berbagai macam produk baja ringan, salah satunya adalah rangka atap (truss) baja ringan. Selain memproduksi baja ringan, fabrikator juga menyediakan software untuk perhitungan produk baja ringannya, serta menyediakan tim khusus untuk pemasangan produk di lokasi proyek. f) Distributor Baja Ringan, Merupakan pihak yang mendistribusikan baja ringan dari fabrikator ke tangan konsumen. Distributor pada umumnya berhubungan erat dengan aplikator, karena pada saat konsumen mencari baja ringan, distributor akan menawarkan juga jasa pemasangan. g) Aplikator Baja Ringan, Merupakan pihak spesialis penyedia jasa pemasangan rangka atap, dan sering menjadi subkontraktor dari proyek-proyek yang menggunakan baja ringan sebagai komponen rangka atap. Aplikator merupakan tim kecil yang beranggotakan beberapa pekerja dan dikepalai seorang mandor. h) Kontraktor, Merupakan pihak penyedia jasa yang mengerjakan proyek pengadaan barang dan jasa dengan mengubah sumberdaya menjadi konstruksi yang memiliki nilai. Khusus untuk proyek yang melibatkan pemasangan rangka atap baja ringan, umumnya kontraktor akan mensubkonkan pada aplikator. i) Konsumen, Merupakan pihak yang menggunakan jasa kontraktor ataupun aplikator. Berikut adalah structure channel dari rantai pasok baja ringan di Indonesia yang menggambarkan hubungan keterkaitan antar pihak yang terlibat mulai dari bagian hulu hingga hilir dari rantai pasok:
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
K - 278
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Manajemen Konstruksi
Keterangan gambar (gambar 5): Pertama-tama, produsen CRC lokal memperoleh bahan baku melalui trader dan produsen bahan baku asing. Pada tahap selanjutnya, CRC yang diproduksi oleh produsen CRC akan dikirim kepada fabrikator. Oleh fabrikator, CRC diproses untuk selanjutnya menghasilkan berbagai produk baja ringan (genteng metal, profil baja ringan (truss), dll). Selanjutnya produk baja ringan ini dikirimkan kepada distributor di berbagai daerah. Untuk pemasangan, konsumen (bisa kontraktor, bisa juga owner perorangan) akan menggunakan jasa aplikator. Garis Hitam menunjukkan arah aliran produk, garis biru menjelaskan hubungan dari fabrikator ke owner dan fabrikator ke kontraktor.
Sumber: data olahan pribadi
Gambar 5. Structure Channel dari Rantai Pasok Baja Ringan di Indonesia
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
K - 279
Manajemen Konstruksi
Berikut adalah sejumlah isu (permasalahan) yang berhasil diperoleh melalui hasil pengumpulan data pada setiap pihak yang terlibat dalam rantai pasok baja ringan: Tabel 1. Permasalahan pada Rantai Pasok Baja Ringan
3
4
5
Infrastruktur sangat kurang sehingga jalan dipenuhi kendaraan berat, dan waktu tempuh meningkat
2
Harga baja import lebih murah sehingga banyak peminatnya
3
Roadmap untuk industri baja dan industri baja ringan dalam negeri belum ada
4
Pemerintah tidak bisa melindungi industri baja dalam negeri terkait baja import yang masuk dan menawarkan produk yang lebih murah
5
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian dan Lingkungan belum terkoordinasi dengan baik
6
Bea impor barang masuk yang ditetapkan pemerintah terlalu rendah, sehingga banyak produk asing masuk
7
Pembuatan SNI untuk produk dalam negeri sangat sulit
1
Persaingan harga baja ringan di pasaran semakin ketat sehingga membuat sebagian pihak mengimpor baja ringan
2
Belum ada SNI ataupun standarisasi yang berlaku untuk baja ringan mulai dari dimensi, perhitungan, dan pemasangan
3
Fabrikator yang tidak berbadan hukum semakin banyak, sehingga harga makin turun
4
Dengan meningkatnya kebutuhan akan baja ringan, fabrikator kesulitan memperoleh CRC yang jumlah pasokannya tidak terlalu banyak
5
Infrastruktur pendukung khususnya untuk pengiriman dengan jalur laut sangat kurang, sehingga meningkatkan waktu tempuh, dan harga menjadi mahal
6
Pemerintah dinilai cukup mudah dalam pemberian ijin mendirikan perusahaan (fabrikator)
1
Konsumen kurang mendapatkan edukasi terkait pentingnya memilih baja ringan yang bermutu
2
Konsumen masih terpaku pada harga yang termurah tanpa mempertimbangkan faktor keselamatan
3
Banyak aplikator yang menawarkan jasa pemasangan dengan mengandalkan pengalaman
4
Suplai produk dari fabrikator cenderung sering terhambat untuk daerah di luar pulau Jawa
5
Persaingan harga baja ringan di pasaran semakin ketat karena toko-toko retail juga ikut menjual baja ringan dengan volume kecil
1
Kontraktor sering tidak menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, kadang kesesuaian konstruksi sebagai dudukan rangka atap sering tidak cocok
2
Pemilik proyek sering tidak mau tahu tentang kualitas baja ringan yang akan digunakan karena lebih mengutamakan harga
3
Menjamurnya fabrikator menyebabkan banyak baja ringan non standar beredar di pasaran
4
Persaingan untuk memenangkan tender semakin ketat karena aplikator semakin banyak
5
Banyak aplikator nakal yang memperoleh baja ringan dari sumber yang tidak jelas
1
Metode perhitungan khusus untuk baja ringan kurang mendapat perhatian dari pemerintah terkait kebijakan yang mengaturnya
2
Banyak aplikator baja ringan tidak memberikan garansi pemasangan pada produk mereka
3
Kemampuan aplikator dalam memasang baja ringan sangat bervariasi, ada yang bisa, ada juga yang tidak bisa
Fabrikator Baja Ringan
Produsen CRC
1
Distributor Baja Ringan
2
Permasalahan
Aplikator Baja Ringan
1
Pihak
Kontraktor
No
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
K - 280
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Manajemen Konstruksi
4
Aplikator terkadang salah dalam mendesain dan menghitung kebutuhan baja ringan dalam suatu proyek
5
Aplikator banyak menggunakan baja ringan non standar untuk memperoleh keuntungan
6
Baja ringan non standar secara visual sulit diketahui
5. KESIMPULAN Pengelolaan dari rantai pasok baja yang baik dapat membantu pemerintah untuk mengelola komoditas yang utama dan signifikan, serta mengidentifikasi kebutuhan koordinasi antar Kementrian terkait dengan rencana pengembangan industri pendukung pada sektor konstruksi. Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap baja ringan sampai saat ini belum ditanggapi dengan baik oleh pemerintah, terbukti dari sejumlah masalah yang telah dipaparkan di atas. Dapat disimpulkan bahwa pemerintah lewat jajaran Departemennya belum terkoordinasi dengan baik untuk mendukung rantai pasok baja ringan. Hal tersebut selanjutnya memunculkan masalah seperti belum adanya standar produk, ketersediaan jaringan infrastruktur yang memadai, dan kualitas produk.
DAFTAR PUSTAKA Adinugroho, W.C., (2009), Penebangan Liar (Illegal Logging), Sebuah Bencana Bagi Dunia Kehutanan Indonesia Yang Tak Kunjung Terselesaikan, makalah, Institut Pertanian Bogor. Cheng, J.C.P., Law, K.H., Bjornsson, H., Jones, A., and Sriram, R., (2009), A Service Oriented Framework for Construction Supply Chain Integration, Automation in Construction, vol 19, hal 245-260. Green, K.Jr., Whitten, D., Inman, R.A., (2012), Aligning Marketing Strategies Throughout the Supply Chain to Enhance performance, Industrial Marketing Management, article in press. London, K., (2008), Construction Supply Chain Economics, Spon Research Book, Oxon: Taylor & Francis Group. O’Brien, W.J., London, K., Vrijhoef, R., (2002), Construction Supply Chain Modeling: A Research Review and Interdisciplinary Research Agenda, Proceedings IGLC-10, Brazil. Satyarno, I., (2007), Some practical Aspects in the post Yogyakarta Earthquake Reconstruction of brick Masonry Houses, The Yogyakarta Earthquake of May 27, 2006, Star Publisher, USA. Satyarno, I., (2011), Evaluasi dan Tindakan Pengurangan kerentanan bangunan Dalam Rangka Mitigasi Bencana Gempa, pidato pengukuhan jabatan guru besar, Universitas Gajah Mada. Simchi-Levi, D., et al, (2007), Designing and Managing the Supply Chain – Concepts, Strategies and Case Studies, McGraw-Hill, New York. Vrijhoef, R., Ridder, H.A.J., (2005), Supply Chain Integration for Achieving Best Value for Construction Clients: Client-Driven Versus Supplier-Driven Integration, Conference Proceedings, QUT Research Week 2005, Brisbane, Australia. Wirahadikusumah, R.D., Abduh, M., (2010), Reinforcing The Role of Owners In The Supply Chains of Highway Construction Projects, MICCE 2010, vol 1, hal 1321-1328. Yan, C., Zhangong, X., (2012), Study on The Information Technology-Based lean Construction Supply Chain Management Model, DEIT, vol 2, hal 499-505.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
K - 281