KAJIAN POTENSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA RUMAH POTONG HEWAN (STUDI KASUS RPH PT ELDERS INDONESIA, BOGOR)
SKRIPSI
IKA KARTIKA F34070092
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
THE STUDY POTENTION OF EMISSION GREENHOUSE GAS REDUCTION IN SLAUGHTER HOUSE (CASE STUDY : SLAUGHTER HOUSE OF PT ELDERS INDONESIA, BOGOR) Ika Kartika Department of Agroindustrial Technology Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 62 251 8624622, email:
[email protected]
ABSTRACT Slaughter house is one of the livestock industries that generate emissions of greenhouse gases from activities of their production, one of the emission gases is methane gas. Eco-efficiency in the slaughter house is a business strategy in the production of cattle through the use of less energy and reduce livestock methane simultaneously. Reducing greenhouse gas emission its doing by calculate the emissions from activity data and factor emission, with units of carbon dioxide equivalent, and collect the others data that could support the determination of emission reduction options. Greenhouse gas emissions on slaughter house resulted by electricity, generators, and LPG (Liquefied Petroleum Gases), as well as wastewater treatment and solid waste. The percentage of greenhouse gas by slaughter house with capacity ± 900 cattle per month, are 98,2% from waste treatment and 1,8% from energy consumption. The recommended options can be given to reducing greenhouse gas emissions are the use of solid and liquid waste to replace the gas consumption with biogas, the use of solid waste for composting process, efficiency use of lighting, and efficiency use of production machinery. The most potentially option for reduce the greenhouse gas emissions are use of solid and liquid waste for biogas which the reduce percentage amount of ± 69% and use of solid waste for composting process which the reduce percentage amount of ± 80,3%.
Key Words : emission greenhouse gas reduction, less energy, slaughter house, biogas, composting.
Ika Kartika. F34070092. Kajian Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pada Rumah Pemotongan Hewan (Studi Kasus : RPH PT Elders Indonesia, Bogor). Di bawah bimbingan Mohamad Yani. 2011. RINGKASAN Pemanasan global terjadi karena adanya emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat setiap tahun. Industri peternakan merupakan salah satu sektor industri yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dari kegiatan produksinya. Industri peternakan menyebabkan 18% emisi global. Penurunan emisi gas rumah kaca perlu dilakukan, khususnya di Indonesia, karena adanya komitmen dari Presiden RI pada pertemuan iklim di Kopenhagen tahun 2009 untuk menurunkan tingkat emisi di Indonesia sebanyak 26-41 % hingga tahun 2020. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi potensi sumber penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) pada RPH, menghitung emisi CO2 dan CH4 dari kegiatan pemotongan hewan, dan mengevaluasi opsi yang dapat dilakukan untuk menurunkan emisi GRK di RPH. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah RPH dapat melakukan pengurangan pengeluaran gas metan dari ternak dan menghemat penggunaan energi, sehingga dapat menurunkan tingkat emisinya serta RPH dapat menghemat biaya produksi dengan melakukan opsi yang disarankan. Penelitian ini dilakukan pada RPH PT Elders Indonesia yang memproduksi chilled meat. Bahan baku yang digunakan berupa ternak sapi, ternak sapi yang digunakan merupakan persilangan sapi Brahman dan sapi eropa (Bos Taurus). Kapasitas produksi dari RPH ini adalah sebesar ± 900 ekor sapi per bulan. Proses produksi dilakukan secara semi otomatis, yaitu menggunakan mesin-mesin yang dioperasikan secara manual oleh pekerja. Emisi GRK yang dihasilkan RPH ini berasal dari penggunaan listrik, genset, dan LPG, serta pengolahan limbah cair dan limbah padat. Perhitungan perkiraan emisi dilakukan dengan menggunakan formulasi, data aktifitas dikalikan dengan faktor emisi dari setiap sumbernya. Data aktifitas RPH PT Elders Indonesia, berupa data energi yang dikonsumsi yaitu listrik, solar, dan LPG. Perhitungan emisi dilakukan dengan mengelompokan berdasarkan sumber emisi GRK tersebut dengan tetapan faktor emisi dari laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) 2006 dan tetapan faktor emisi PLN untuk wilayah Jawa-Madura-Bali. RPH PT Elders Indonesia, membutuhkan listrik sebanyak ± 126,83 kW dengan konsumsi sebanyak 223,08 kWh per bulan. Genset yang digunakan memiliki kapasitas 225 kVA dengan konsumsi solar sebanyak 20-23 liter per jam dan membutuhkan solar setiap bulannya sebesar ± 3467 liter, sedangkan kebutuhan solar untuk mobil distribusi adalah sebesar ± 2160 liter per bulan. LPG yang digunakan per bulannya sebanyak 200 kg untuk keperluan pemanas air dan oven babat. Emisi GRK yang dikeluarkan RPH tidak hanya berasal dari penggunaan energ listrik, solar, dan LPG tetapi juga berasal dari limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Emisi yang dikeluarkan dari penggunaan listrik pada tahun 2010 rata-rata sebesar 0,199 ton CO2 per bulan, sedangkan pada Januari 2011 hingga bulan April 2011 rata-rata sebesar 0,178 ton CO2 per bulan, genset rata-rata sebesar 9,951 x 10-6 ton CO2 per bulan, sedangkan pada bulan April 2011 emisi yang dikeluarkan sebesar 1,2 x 10-5 ton CO2 per bulan, LPG rata-rata sebesar 6,243 x 10-7 ton CO2 per bulan dan emisi yang dikeluarkan dari penggunan solar dari mobil distribusi rata-rata sebesar 6,203 x 10-6 ton CO2 per bulan. Total emisi CH4 yang dihasilkan dari pengolahan limbah di RPH PT Elders Indonesia adalah sebesar 0,5364 ton CH4 pada tahun 2010 dan 0,1946 ton CH4 pada tahun 2011 (hingga April 2011) setara dengan 12,337 ton CO2 equiv. pada tahun 2010 dan 4,476 ton CO2 equiv. pada tahun 2011 (hingga April 2011).
Opsi yang dapat diberikan untuk menurunkan emisi GRK pada RPH PT Elders Indonesia yaitu pemanfaatan limbahpadat dan cair untuk biogas, pemanfataan limbah padat untuk pupuk kompos, efisiensi penggunaan lampu, dan efisiensi penggunaan mesin produksi. Limbah padat dan pengolahan limbah cair dapat dimanfaatkan untuk disubtitusikan pada penggunaan gas di RPH. Emisi yang dapat dikurangi dari pemanfaatan ini adalah sebesar 0,37 ton CH4 per tahun atau setara dengan 8,51 ton CO2 equivalen. Penghematan yang dapat dilakukan dari pemanfaatan limbah ini adalah sebesar Rp. 1.103.250 – Rp 1.471.000 per bulan atau Rp 13.239.000 – Rp 17.652.000 per tahun. Opsi penurunan dengan merubah limbah padat (kotoran ternak) dengan proses pengomposan agar menjadi kompos, berpotensi menurunkan emisi sebesar 0,423 ton CH4 per tahun atau setara dengan 9,729 ton CO2 equivalen per tahun. Efisiensi penggunaan lampu di RPH PT Elders Indonesia dengan mengurangi lampu dan efisiensi penggunaannya. Pengurangan lampu sebanyak 5 unit dapat mengurangi daya sebesar 132 watt. Emisi yang dapat diturunkan dari pengurangan lampu ini adalah sebesar 125,53 g CO2 per jam dan penghematan finansial sebesar Rp 75.000. Pemborosan penggunaan lampu terjadi pada 22 unit lampu selama 12 jam dengan energinya sebanyak 555 watt, jika dilakukan efisiensi penggunaan lampu maka RPH dapat mengurangi emisi sebanyak 6,33 kg CO2. Efisiensi mesin produksi dapat dilakukan dengan penggantian mesin vaccum dengan unit yang baru agar penggunaan listrik dapat diefisiensikan. Kata Kunci : penurunan emisi gas rumah kaca, rumah potong hewan, efisiensi energi, biogas, pengomposan.
KAJIAN POTENSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA RUMAH POTONG HEWAN (STUDI KASUS RPH PT ELDERS INDONESIA, BOGOR)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh IKA KARTIKA F34070092
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Kajian Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pada Rumah Potong Hewan (Studi Kasus RPH PT Elders Indonesia, Bogor) : Ika Kartika : F34070092
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng) NIP. 19630805 199002 1 001
Mengetahui : Kepala Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus
: 27 Juli 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pada Rumah Potong Hewan (Studi Kasus RPH PT Elders Indonesia, Bogor) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011 Yang membuat pernyataan
Ika Kartika F34070092
©Hak cipta milik Ika Kartika, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS
Ika Kartika. Lahir di Jakarta, 10 Juli 1990 dari ayah Yanizar Matropi dan ibu Tetty Widyastoety, putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 29 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program Studi yang dijalani penulis adalah Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Organisasi yang diikuti penulis adalah Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin). Pada tahun 2008 menjabat sebagai Kepala Biro Kepustakaan UKF periode 2008-2009. Tahun 2009 menjabat sebagai Bendahara Eksternal UKF periode 2009-2010. Kepanitiaan yang pernah diikuti penulis adalah Reds Cup (BEM-F) sebagai tim Medis, Hagatri 2009 (Himalogin) sebagai tim Auditor, Tetranology 2nd (BEM-F) sebagai Koordinator Konsumsi, dan UKF Expo 2009 (UKF) sebagai Bendahara. Kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah pelatihan Bird Banding Training UKF IPB – WCS Indonesian Program pada tahun 2010 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pati, Gula, dan Sukrokimia pada tahun 2011. Penulis melaksanakan Praktek Lapangan pada tahun 2010 di Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu, Lampung. Pada tahun 2011 penulis menyelesaikan penelitian mengenai Kajian Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pada Rumah Potong Hewan (Studi Kasus : RPH PT Elders Indonesia, Bogor).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi ini didedikasikan untuk Kedua orang tua penulis, ayah Yanizar Matropi dan bunda Tetty Widyastoety serta adik tersayang Muhammad Iqbal Immadudin yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk penulis. Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang-orang di bawah ini : 1. Dr. Ir. Mohamad Yani, M. Eng selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 2. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M. Eng selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Jason Hatchett sebagai Operation Manager RPH PT Elders Indonesia yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di perusahaan tersebut. 5. Ibu Maryani Dewi selaku Kepala Produksi RPH PT Elders Indonesia yang telah memberikan pengarahan selama melakukan penelitian di perusahaan tersebut. 6. Cholillurrahman sebagai sahabat yang selalu memberikan dorongan moril untuk penulis. 7. Eka Melia Sari, Wardah Nazripah, Yuliana Kaneu T, Reiza Mutia, Biantri Raynasari, Eko Nopianto, Eki Hercules, Surya Ramdan S, Julian Pradifta, Pandudamai IT, serta teman-teman TIN 44 terima kasih untuk persahabatan yang indah ini. 8. Adi Setiawan sebagai teman satu bimbingan, terima kasih untuk kebersamaannya. 9. Aidell Fitri, Yudia Putri Anne, Hanna Mery Aulia, Aulia Indiarti Zen, Risma Adelia, Atik Wuryani, Dini Herlina, Agung Kurniawan, Angga Saputra, Adam Sukma Putra, Gilang Sukma Putra, Akrom Mubarok, Soni Budi Setiawan, Reza Pradifta, Azis Kurniansyah, serta teman-teman Uni Konservasi Fauna (UKF) angkatan 5 dan keluarga besar UKF, terima kasih untuk rasa kekeluargaan yang tak akan pernah putus. 10. Seluruh penghuni Puri Sembilan yang selalu membawa keceriaan setiap hari. Terima kasih untuk seluruh pihak telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga tulisan ini bermanfat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................................................
iii
DAFTAR ISI................................................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL........................................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………...…...…. vii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….…………….………. viii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG………………………………..…………….…………………...…
1
B. TUJUAN PENELITIAN……………………………………………….………….………
2
C. MANFAAT PENELITIAN………………………………….…………………………….
2
D. PERUMUSAN MASALAH……………………………………………….……..……….
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENCEMARAN UDARA………………………………………………...…………….….
3
B. PEMANASAN GLOBAL DAN EMISI GAS RUMAH KACA…………...……………....
3
C. EMISI GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) DAN GAS METANA (CH4)………………….
4
D. CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM (CDM)……………………..…………………...
6
E. INDUSTRI PETERNAKAN SEBAGAI SUMBER EMISI GAS RUMAH KACA..….….
7
F.
8
PERHITUNGAN DAN PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA……………..……
III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN……………………………………………..……………….. 11 B. TATA LAKSANA PENELITIAN………………………………………….………..…… 11 C. ANALISIS DATA………………………………………………………………………… 15 IV. SEKILAS TENTANG RPH PT ELDERS INDONESIA A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN…..…………………………….. 16 B. KETENAGAKERJAAN………………………………………………….......................... 17 C. SISTEM MANAJEMEN PENDUKUNG………………………………………………. .. 17 D. PROSES PRODUKSI…………………………………………………………………….. 18 E. PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH……………………………………… 23 V. PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA RPH A. SUMBER EMISI.................................................................................................................. 25 B. EMISI GAS RUMAH KACA RPH PT ELDERS INDONESIA......................................... 29 C. ANALISA OPSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA........................................ 36 D. UPAYA PENGELOAAN RPH TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA..................................................................................................................................
42
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN.................................................................................................................... 43 iv
B. SARAN................................................................................................................................ 44 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 45 LAMPIRAN............................................................................................................................... 48
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17.
Kontribusi Beberapa Senyawa Gas dalam Efek Rumah Kaca………………………… . Faktor Emisi Pembakaran Bahan Bakar………………………………………………... Faktor Emisi Peternakan……………………………………………………………..…. Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain……………………………………… . Faktor Emisi berdasarkan Sumber Emisinya…………………………………………… Konversi Satuan Energi Berdasarkan Bahan Bakar yang Digunakan………………….. Penanganan dan Pengolahan Limbah RPH PT Elders Indonesia Berdasarkan Jenis Limbah……………………………………………………………………….…… Data Sarana Pengolahan Air Limbah………………………………………………….. . Kebutuhan Listrik RPH PT Elders Indonesia…………………………………………… Kebutuhan Solar RPH PT Elders Indonesia…………………………………………….. Kebutuhan LPG RPH PT Elders Indonesia……………………………………………... Limbah Padat RPH PT Elders Indonesia……….………………………………………. Pengujian Limbah Cair RPH PT Elders Indonesia (April 2011)……………………….. Penggunaan Lampu di RPH PT Elders Indonesia……………………………………… Pengurangan Lampu……………………………………………………………………. Penggunaan Lampu diberbagai Kondisi Pada RPH PT Elders Indonesia……………… Jam Kerja Mesin Produksi di RPH PT Elders Indonesia……………………………….
vi
5 8 9 10 14 14 23 24 25 26 26 28 29 39 39 40 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23.
Efek Rumah Kaca (ERK)……………………….…………………........................... Konsentrasi Karbondioksida di Atmosfer 1960-2010…............................................. Grafik Prakiraan Emisi CH4 dari Sapi Potong di Indonesia, 2004-2007…………… Kerangka Berpikir..………………………………………………………………… Tahapan Penelitian…………………………………………………………………… Penurunan Ternak…………………………………………………………………….. Stunning Gun (a) dan Stunning Box (b)……………………………............................. Brisket Saw…………………………………………………………………………… Splitter Carcass……………………………………………………………………… Bone saw……..………………………………………………………………………. Konsumsi Listrik RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011..……..….. Konsumsi Energi RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011..……..….. Perkiraan Emisi GRK dari Penggunaan Listrik Tahun 2010 s.d. April 2011………... Perkiraan Emisi GRK dari Penggunaan LPG dan Solar (Genset dan Mobil Distribusi) Tahun 2010 s.d. April 2011………………………………….…………… Perkiraan Total Emisi GRK yang Dihasilkan Pada Tahun 2010 s.d. April 2011 oleh RPH PT Elders Indonesia Berdasarkan Sumber Emisinya………………...…… Perkiraan Emisi CH4 dari Pengolahan Limbah Ternak RPH PT Elders Indonesia………………………………………………………………….. Perkiraan Emisi CH4 dari Penggemukkan Sapi………………………………………. Perkiraan Emisi CO2 dan CH4 yang Dikeluarkan RPH PT Elders Indonesia.……….. Perkiraan Emisi GRK Equivalen CO2……………………...…….………………….. Perbandingan Perkiraan Total Emisi CH4 dengan CO2…………………...…………. Perbandingan Perkiraan Total Emisi CH4 equivalen CO2 dengan Total Emisi CO2.... Diagram Persentase Emisi Gas Rumah Kaca Pada RPH PT Elders Indonesia……… Reaktor Biogas Kapasitas 17 m3 (Skala Industri)…...………………………………..
vii
4 5 7 11 12 18 19 20 21 22 25 27 30 30 31 32 33 33 34 34 35 35 36
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4a. Lampiran 4b. Lampiran 4c. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7a. Lampiran 7b. Lampiran 8. Lampiran 9a. Lampiran 9b. Lampiran 10. Lampiran 11a. Lampiran 11b. Lampiran 11c. Lampiran 11d. Lampiran 11e. Lampiran 12.
Struktur Organisasi RPH PT Elders Indonesia………………..………………. Diagram Alir Proses Produksi…………………………………………..…........ Bagian-bagian Daging Komersial (Aus-Meat)…………………………….…. Mesin Produksi RPH PT Elders Indonesia……………………………………. Kebutuhan Operasional RPH PT Elders Indonesia……………………………. Kebutuhan Lampu RPH PT Elders Indonesia………………………………..…. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Listrik RPH PT Elders Indonesia….. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari LPG RPH PT Elders Indonesia….… Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Solar untuk Genset RPH PT Elders Indonesia……………………..……………………………………… Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Solar untuk Mobil Distribusi RPH PT Elders Indonesia……………………………………..……………………… Perhitungan Total Emisi dari Stationery Combution.…………...………….… Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Limbah Padat RPH PT Elders Indonesia………………………………………………………………………… Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Pengolahan Limbah Cair RPH PT Elders Indonesia…………………………………………………………….. Perhitungan Total Emisi Gas Rumah Kaca RPH PT Elders Indonesia…………. Denah Area Kandang RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya.. Denah Area Slaughter Floor RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya………….………………………………………….……………….. Denah Area Bonning dan Packing Room RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya………………….……………………………………. . Denah Area Office Room RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya…………………………………………………….………….……. . Denah RPH PT Elders Indonesia dan Penerangan Lainnya……………...……... Desain Reaktor Biogas…………………………………………………………
viii
49 50 51 52 52 52 53 54 55 56 57 58 59 59 60 61 62 63 64 65
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemanasan global merupakan isu lingkungan yang sedang marak saat ini. Gas rumah kaca adalah penyebab terjadinya pemanasan global yang juga mengakibatkan terjadinya perubahan iklim di muka bumi. Efek rumah kaca terbentuk karena adanya interaksi antara karbon dioksida (CO2) dalam atmosfir yang jumlahnya bertambah oleh radiasi solar. Industri merupakan salah satu sektor yang memiliki andil dalam perubahan lingkungan. Industri juga merupakan sektor yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dari kegiatan produksinya. Umumnya industri menggunakan bahan bakar minyak untuk melakukan proses produksi, hal tersebut merupakan sumber terbesar dalam peningkatan jumlah CO2 di atmosfir. Menurut Anonim (2011) yang dipublikasikan dalam website Wikipedia, menyatakan bahwa sektor industri menyumbangkan gas emisi sebesar 16,8% per tahun dan pada tahun 2005, Indonesia merupakan negara keempat terbesar dalam menyumbangkan gas emisi ke udara sebesar 6% per tahunnya dengan gas emisi rumah kaca sebesar 12,9 ton per kapita. Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang meratifikasi Protokol Kyoto pada tahun 1998. Indonesia termasuk dalam salah satu Negara Non-Annex I dalam Protokol Kyoto. Negara Non-Annex I dalam Protokol Kyoto tidak diwajibkan untuk memenuhi perjanjian yang telah ditandatangani dalam Protokol Kyoto akan tetapi negara Non-Annex I perlu melakukan penurunan emisi GRK dengan mekanisme Clean Development Mechanism (CDM). Mekanisme ini tercantum dalam Pasal 12 Protokol Kyoto. Mekanisme CDM merupakan suatu cara yang dapat diambil oleh negara maju untuk berinvestasi di negara berkembang dalam mencapai target menurunkan emisi GRK. Sementara itu, negara berkembang berkewajiban untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan tujuan utama konvensi. Pengurangan emisi yang disertifikasi (Certified Emission Reduction-CER) melalui penerapan CDM merupakan sebuah bukti atas bantuan negara maju terhadap negara berkembang dalam upaya penurunan emisi di negaranya. Di negara berkembang, kerjasama ini merupakan sesuatu yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara tersebut serta mempercepat tercapainya pembangunan berkelanjutan. Greenhouse Gas Calculation perlu dilakukan di Indonesia, karena adanya komitmen dari Presiden RI pada pertemuan iklim di Kopenhagen tahun 2009 untuk menurunkan tingkat emisi di Indonesia sebanyak 26-41 % hingga tahun 2020. Agar komitmen tersebut dapat terwujud, seluruh sektor yang menghasilkan emisi gas rumah kaca di Indonesia perlu melakukan upaya penurunan. Inpres No. 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi, juga menyebutkan bahwa himbauan kepada semua instansi pemerintah dan swasta untuk melaksanakan upaya penghematan energi, untuk mengatasi peningkatan masalah krisis energi dunia dan degradasi lingkungan. Gas metan (CH4) dari industri peternakan merupakan salah satu emisi gas yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Penelitian terbaru mengatakan bahwa industri peternakan ditengarai sebagai sumber emisi gas rumah kaca terbesar di bumi. Peternakan merupakan salah satu sektor yang menghasilkan gas rumah kaca berupa gas CH 4 yaitu ternak yang menghasilkan 18% emisi global. Menurut IPCC (1995) CH4 memiliki dampak 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas karbondioksida sehingga gas ini termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca.
Pengaruh gas metan dari sektor peternakan terhadap pemanasan global sangat besar sehingga mempengaruhi konsumsi daging sapi di Indonesia. Menurut BPS pada tahun 2008, konsumsi daging sapi di Indonesia semakin menurun hingga 0,8% pada tahun 2008 per kapita per minggu. Pada tahun 2008, dapat dikatakan bahwa setiap penduduk Indonesia mengkonsumsi 0,03 kg daging sapi per bulan atau 0,36 kg daging sapi per tahun. Penurunan konsumsi ini akan menyebabkan turunnya permintaan daging sapi terhadap industri peternakan. Industri peternakan memerlukan strategi bisnis yang tepat sehingga dapat meningkatkan produk dan kinerja lingkungannya secara bersamaan. Eco-efficiency pada industri peternakan merupakan strategi bisnis dalam memproduksi hasil peternakan dengan menggunakan sedikit energi dan menurunkan gas metan dari ternak secara bersamaan.
B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi potensi sumber penghasil emisi GRK pada RPH 2. Menghitung emisi CO2 dan CH4 dari kegiatan pemotongan hewan 3. Mengevaluasi opsi yang dapat dilakukan untuk menurunkan emisi GRK di RPH
C. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. RPH dapat melakukan pengurangan pengeluaran gas metan dari ternak dan menghemat penggunaan energi, sehingga dapat menurunkan tingkat emisinya 2. RPH dapat mengurangi biaya produksi dengan melakukan opsi yang disarankan 3. RPH ikut berpartisipasi dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) penurunan emisi gas rumah kaca
D. RUANG LINGKUP Penelitian ini dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) sebagai salah satu dari industri peternakan yang menghasilkan emisi CO2 dan CH4. Titik berat pada penelitian ini adalah emisi yang dihasilkan dari kegiatan pemotongan hewan, berupa proses produksi, manajemen limbah peternakan, dan pembangkit energinya. Data aktifitas yang diperoleh berasal dari konsumsi energi RPH dan manajemen limbah peternakan di RPH, kemudian data aktivitas tersebut akan dikonversi menjadi nilai emisi dengan menggunakan perhitungan emisi yang telah disetujui oleh organisasi internasional. Nilai emisi tersebut akan di equivalenkan dengan nilai emisi berupa CO 2.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENCEMARAN UDARA Udara adalah campuran beberapa macam gas dan berupa atmosfir yang mengelilingi bumi dan memiliki fungsi yang sangat penting untuk kelangsungan kehidupan di bumi. Susunan udara bersih dan kering adalah nitrogen (N2) sebanyak 78,09%, oksigen (O2) sebanyak 21,94%, argon (Ar) sebanyak 0,93%, dan karbon dioksida (CO 2) sebanyak 0,032% (Wardhana 2004). Emisi merupakan zat atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang berpotensi sebagai unsur pencemar udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer. Sumber emisi berasal dari setiap usaha atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik (Anonim 2010). Pencemaran udara merupakan adanya komponen-komponen asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan udara dari keadaan normalnya. Pencemaran udara disebabkan oleh pembangunan yang berkembang pesat pada sektor industri dan teknologi serta meningkatnya kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (Wadhana 2004). Penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan industri dimulai sejak akhir abad ke-19, udara dicemari oleh gumpalan-gumpalan asap hitam sebagai hasil pembakaran bahan bakar tersebut (Buchari et al 2001). Menurut Soemarno (1999) pencemaran udara ada dua macam berdasarkan sumbernya yaitu, alami dan non-alami. Pencemaran udara alami adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara, diakibatkan oleh proses-proses alam, sedangkan pencemaran nonalami adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara yang diakibatkan oleh hasil samping aktivitas manusia yang tanpa disadari.
B. PEMANASAN GLOBAL DAN EMISI GAS RUMAH KACA Pemanasan global merupakan salah satu dampak dari terjadinya pencemaran udara di bumi. Peristiwa ini diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfir, temperatur pada air laut, dan temperatur pada daratan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang menimbulkan gas rumah kaca dan dapat mengakibatkan efek rumah kaca (Anonim 2011). Burnie (2005) menyatakan bahwa efek rumah kaca merupakan hal yang sangat penting bagi semua kehidupan di bumi. Efek tersebut mengubah atmosfer menjadi isolator searah, energi sinar matahari yang akan mencapai tanah terhalangi oleh aliran kembali energi tersebut keluar dari bumi menuju ke luar angkasa sehingga jika tidak ada efek rumah kaca suhu di bumi pada malam hari akan sangat dingin. Kekuatan efek rumah kaca (Gambar 1) tergantung pada jumlah karbon yang ada di atmosfer, semakin banyak terdapat gas tersebut maka semakin sulit panas keluar dari bumi. Pendapat ini ditambahkan oleh Fardiaz (1992) efek rumah kaca merupakan meningkatnya suhu rumah kaca karena adanya atap dan dinding kaca yang terbentuk oleh konsentrasi gas CO2 yang tinggi di atmosfer, menjadi seperti filter satu arah sehingga CO2 mengabsorbsi radiasi gelombang panjang dan menyebabkan suhu bumi meningkat.
Gambar 1. Efek Rumah Kaca (ERK) (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Greenhouse_gas) Emisi gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca, ada enam jenis emisi gas rumah kaca yang telah disepakati dalam Protokol Kyoto, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrooksida (N2O), chloro-fluoro-carbon (CFCs), hydro-fluoro-carbon (HFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6) (Susanta dan Sutjahjo 2007).
C. EMISI GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) DAN GAS METANA (CH4) Karbon merupakan salah satu bahan yang terdapat di udara sebagai karbon dioksida (CO2), di air sebagai CO2 terlarut, dan di tanah sebagai bebatuan karbonat. Karbon adalah bahan dasar penyusun semua kehidupan, senyawa-senyawa ini dimakan oleh konsumen, sehingga karbon berpindah-pindah dari tanaman ke hewan dan dari hewan kembali lagi ke udara berupa gas (Gonick dan Outwater 2004). Unsur karbon dalam CO2 bukan termasuk polutan udara dan komponen yang terdapat dalam susunan udara, serta CO2 yang secara terus-menerus mengalami sirkulasi ke dalam dan ke luar atmosfer melalui aktivitas tanaman dan hewan merupakan hal yang normal dan tidak menimbulkan kerusakan, namun dengan bertambahnya aktivitas manusia, menyebabkan siklus tersebut terganggu sehingga jika diakumulasikan dari seluruh aktivitas yang terjadi maka akan terjadi kenaikan CO2 di atmosfer dan menyebabkan adanya efek rumah kaca (Fardiaz 1992). Burnie (2005) menyatakan bahwa, seorang ahli fisika Inggris bernama John Tyndall menemukan sifat dari gas karbondioksida yang tidak biasa, yaitu gas tersebut tembus cahaya namun menghalangi panas. Sifat inilah yang menjadi penyebab efek rumah kaca. Selama kurun waktu 100 tahun gas karbon dioksida meningkat 44 % dari 250 part per million (ppm) saat sebelum revolusi industri, menjadi 360 ppm. Hal tersebut termasuk dalam perubahan yang luar biasa cepat. Gas karbon dioksida tambahan tersebut sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil. Pada tahun 1957, para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Penelitian tersebut menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer (Gambar 2). Banyaknya konsentrasi dalam atmosfer menyebabkan
4
peningkatan suhu di bumi. Selama penelitian tersebut berlangsung, IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1–6,4 °C (2,0 hingga 11,5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
Gambar 2. Konsentrasi Karbondioksida di Atmosfer 1960-2010 (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global) Menurut Hanks (1996) dan Porteous (1992) dalam Suprihatin et al (2008), senyawa CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan penebangan hutan, senyawa CH4 berasal dari peternakan, sampah, dan lahan pertanian, senyawa NOx berasal dari kegiatan industri dan penggunaan pupuk, senyawa CFC (chloro-fluoro-carbon) berasal dari penggunaan AC (air conditioning), lemari pendingin, dan busa aerosol, sedangkan senyawa O 3 (ozon) berasal dari konversi polutan otomobil oleh sinar matahari. Disajikan dalam Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Kontribusi Beberapa Senyawa Gas dalam Efek Rumah Kaca Kontribusi Relatif terhadap Efek Senyawa
CO2 CH4
Sumber
Pembakaran bahan bakar fosil, penebangan hutan Sapi, dekomposisi sampah (landfill), lahan persawahan
Gas Rumah Kaca (dalam persen) Hanks (1996)
Porteous (1992)
60
50
15
20
NOx
Industri, pupuk
5
5 (mencakup air)
CFC
AC, refrigerator, busa aerosol
12
15
8
10
O3
Konversi polutan otomobil oleh sinar matahari
Sumber : Hanks (1996) dan Porteous (1992) dalam Suprihatin et al (2008) Murdiyarso et al (1994) menyatakan bahwa gas rumah kaca kedua terbesar yang menyebabkan terjadinya pemanasan global adalah CH 4, karena metana menyumbang sekitar 15% dari total gas rumah kaca. Menurut Newman (1993) gas metana dapat terbentuk dari selulosa dan hemiselulosa. Prosesnya terjadi dalam 3 (tiga) tahapan biologis yang terpisah,yaitu:
5
Selulosa → gula (glukosa) → asetat → CH4 + CO2 Selama ini dapat diketahui bahwa produksi metana sebagian besar berasal dari limbah domestic seperti kotoran sapi, sludge, dan pembuangan domestik. Ginting (2007) menambahkan Gas metana terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan lumpur yang membusuk pada dasar kolam, tidak berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar. Menurut Whitman et al (1992) dalam Boone (2000), metana adalah produk penting yang terbentuk dari hasil degradasi bahan organik oleh bakteri di lingkungan seperti tanah tergenang, lahan basah, muara, sedimen air tawar dan laut, serta saluran pencernaan binatang. Setiap tahunnya ada 350-500 juta ton gas metana yang dihasilkan dari peternakan, penggunaan bahan bakar fosil, gas alam, kultivasi padi, dan lahan tempat pembuangan akhir sampah. Emisi metana merupakan gas emisi yang juga potensial mencemari lingkungan bahkan berkontribusi dalam pemanasan global. Walaupun gas karbodioksida merupakan gas yang paling berpengaruh terhadap pemanasan global, radiasi gas metana lebih tinggi dibandingkan karbondioksida. Pemanasan metana terhadap atmosfer meningkat 1% setiap tahunnya, dan hewan ternak berkontribusi menghasilkan gas metana sebesar 3% dari total gas rumah kaca (Tyler dan Ensminger 2006). Kontribusi gas rumah kaca terhadap pemanasan global tergantung dari jenis gasnya. Setiap gas rumah kaca mempunyai potensi pemanasan global (Global Warming Potential – GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO2 dengan nilai 1 (satu). Semakin besar nilai GWP maka akan semakin bersifat merusak (Sugiyono 2006; Tyler dan Ensminger 2006). CO2 merupakan gas rumah kaca yang terpenting karena kontribusinya yang paling tinggi terhadap efek rumah kaca, yaitu sebesar 55% (Murdiyarso et al 1994). Setiap gas rumah kaca memiliki GWP berbeda-beda dan dibandingkan dengan besarnya GWP CO2. CH4 memiliki dampak 21 kali lebih tinggi (BPPP 2004, Wuebbles et al 2000) dan 23 kali lebih tinggi (Venterea 2005) dibandingkan gas CO2 sehingga gas ini termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global.
D. CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM (CDM) Clean Development Mechanism (CDM) merupakan salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto sebagai upaya penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan negara berkembang (Non-annex I) seperti Indonesia dengan bantuan dari negara maju (Annex I). CDM merupakan salah satu mekanisme yang ditawarkan dalam Protokol Kyoto yang ditandatangani pada COP III untuk UNFCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) pada tahun 1997, sedangkan yang lainnya adalah International Emission Trading (IET) dan Joint Implementation (JI) (Anonim 2002). Tujuan dari CDM adalah untuk saling membantu di antara negara para pihak yaitu negara berkembang membantu negara maju dan transisi ekonomi dalam memenuhi target penurunan emisi seperti yang telah diatur dalam Protokol Kyoto, sedangkan negara maju dan transisi ekonomi membantu negara berkembang dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan (Anonim 2002).
6
Secara umum menurut Mudiyarso (2003) CDM merupakan kerangka multilateral yang memungkinkan negara maju melakukan investasi di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya, sementara itu negara berkembang berkepentingan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Panjiwibowo et al (2003) menambahkan bahwa CDM, pada dasarnya dibedakan atas kegiatan yang menurunkan emisi GRK pada sumber dan kegiatan yang menyerap GRK dari atmosfer. Kegiatan menurunkan emisi dari sumbernya terfokus pada sektor pemanfaatan energi, sedangkan kegiatan menyerap GRK dari atmosfer dikenal dengan carbon sequestration, kegiatan non-energi seperti kehutanan. Sektor-sektor yang menjadi sumber emisi GRK dan yang termasuk dalam CDM adalah sektor energi, sektor transportasi, sektor industri, sektor komersial dan rumah tangga, sektor persampahan, serta sektor kehutanan (Panjiwibowo et al 2003).
E. INDUSTRI PETERNAKAN SEBAGAI SUMBER EMISI GAS RUMAH KACA
Emisi GRK (Ribu Ton)
Sumber emisi dari sektor industri adalah pemakaian energi, proses produksi yang menghasilkan emisi GRK dan limbah yang mengeluarkan gas CH 4 (Wiharja 2010). Industri peternakan merupakan termasuk salah satu sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor yang menjadi sumber emisi GRK. Gas metana dari sektor pertanian merupakan gas terbesar kedua yang mempengaruhi pemanasan global (Departemen Pertanian 2007). 500 400 300 200 100 0 2004
2005 2006 CH4 equiv. CO2
2007
Gambar 3. Grafik Prakiraan Emisi CH4 dari Sapi Potong di Indonesia, 2004-2007 Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup 2009
Pada Gambar 3 menunjukan bahwa perkiraan emisi CH4 yang dihasilkan dari peternakan, khususnya sapi potong, terus meningkat setiap tahunnya. Jika besarnya emisi CH 4 diequivalenkan dengan CO2, maka emisi yang dikeluarkan sektor peternakan sapi potong akan menghasilkan emisi yang besar (Kementrian Lingkungan Hidup 2009). Menurut penelitian pada tahun 2006 diketahui bahwa 51% emisi GRK berasal dari industri peternakan. Emisi CH4 dari industri peternakan berasal dari 2 (dua) aktivitas, yaitu aktivitas pencernaan hewan (enteric fermentation) dan pengolahan kotoran ternak (manure management) (Departemen Pertanian 2007). Industri peternakan, khususnya rumah potong hewan termasuk industri yang menghasilkan emisi GRK berupa gas CO2 dari penggunaan energi seperti listrik dan gas CH4 dari hewan ternak.
7
F. PERHITUNGAN DAN PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA 1. Perhitungan Emisi Perhitungan emisi dapat dilakukan dengan menghitung konsumsi energi. Menurut Laksamana (2007) konsumsi energi bertujuan untuk mengetahui dan memperkirakan besarnya energi yang dibutuhkan dalam proses produksi. Perhitungan tersebut dapat pula dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi proses produksi serta tindakan-tindakan penghematan dan konservasi energi pada masing-masing bagian produksi. Menurut Goswani (1986) Konservasi energi merupakan kegiatan pengurangan atau penghematan penggunaan energi melalui suatu cara peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi tanpa mengurangi produktivitas produksi. Studi yang dilakukan secara global sejak awal tahun 1970-an menunjukkan bahwa konservasi energi dapat dilakukan melalui penerapan manajemen energi. Perhitungan emisi, dilakukan dengan menggunakan dasar perhitungan emisi yang telah diakui oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Laporan IPCC 2006, perhitungan emisi yang diakibatkan pembakaran bahan bakar adalah sebagai berikut :
Faktor emisi yang digunakan berdasarkan dari bahan bakar yang digunakan pada industri yang bersangkutan, nilai yang digunakan merupakan nilai-nilai konstanta yang telah ditentukan (default) oleh IPCC. Tabel 2. di bawah ini merupakan faktor emisi untuk pembakaran stasioner oleh IPCC tahun 2006.
Tabel 2. Faktor Emisi Pembakaran Bahan Bakar No.
Produk
Faktor Emisi CO2 (Kg/TJ)
1
Bensin
69.300
2
Solar
74.100
3
Minyak Tanah
71.900
4
Batubara
94.600
5
LPG
63.100
6
Briket Batubara
97.500
7
Arang Kayu
112.000
8
Kayu Bakar
112.000
Sumber : IPCC Report 2006
Perhitungan emisi yang dihasilkan dari peternakan memiliki nilai faktor emisi yang berbeda dengan faktor emisi dari hasil pembakaran. Berikut adalah Tabel 3 merupakan faktor emisi untuk peternakan oleh IPCC tahun 2006.
8
Tabel 3. Faktor Emisi Peternakan No 1
2
3
Produk
Faktor Emisi CH4 (kg/ekor)
Hewan Ternak (Fermentasi Pencernaan) Sapi perah
61
Sapi Potong
47
Kerbau
55
Kuda
18
Kambing
5
Dmba
5
Babi
1
Hewan Ternak (Pupuk Kandang) Sapi perah
31
Sapi Potong
1
Kerbau
2
Kuda
2,19
Kambing
0,2
Dmba
0,22
Babi
7
Hewan Unggas (Pupuk Kandang) Ayam pedaging
0,22
Ayam petelur
0,03
Itik
0,03
Sumber : IPCC Report 2006
Formulasi untuk perhitungan yang berasal dari peternakan juga telah ditetapkan oleh IPCC tahun 2006, yaitu sebagai berikut:
2. Penurunan Emisi CO2 Emisi CO2 semakin menunjukkan penigkatan dari tahun ke tahun, sehingga perlu adanya strategi dalam mengurangi emisinya. Salah satu strateginya adalah mengganti energi dengan energi terbarukan (renewable energy). Energi terbarukan merupakan salah satu cara untuk memperkecil tingkat emisi CO2 dengan cara mengganti energi yang berasal dari bahan bakar fosil menjadi energi yang berasal dari sumber lain, seperti angin, air, nuklir, biomassa, dan biobriket (Fiantisca 2002).
9
Penurunan emisi dapat dilakukan dengan menginventarisasi emisi karbon yang dihasilkan suatu perusahaan. Metode tersebut digunakan untuk mengestimasikan emisi karbon yang dapat diturunkan industri. Greenhouse Gas Inventory merupakan metode pendekatan yang digunakan dalam proses penurunan emisi gas rumah kaca (Putt del Pino et al 2006). Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsentrasi CO 2 dari atmosfer, yaitu mengurangi produksi CO2 dengan 2 (dua) cara berupa mengganti bahan bakar fosil dengan energi terbarukan dan mereboisasi hutan, serta menghilangkan sebagian CO 2 dari atmosfer dengan terknologi terbarukan (Newman 1993). Wardhana (2004) menyatakan emisi gas rumah kaca dari sektor industri dapat ditanggulangi atau dikurangi secara teknis dengan cara mengganti sumber energi yang digunakan, yaitu mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar LNG (Liquid Natural Gases) yang akan menghasilkan gas buang yang lebih bersih. Fiantisca (2002) juga menyatakan bahwa cara mereduksi emisi CO2 dari industri adalah dengan menggunakan bahan bakar bio, peralatan hemat energi, reboisasi, mengurangi penggunaan mesin produksi berumur tua, dan meminimalkan penggunaan material yang tidak ramah lingkungan.
3. Penurunan Emisi CH4 Kotoran ternak dari sektor peternakan yang tidak dikelola akan menghasilkan emisi gas metana. Pemanfaatan kotoran ternak dapat dilakukan dengan cara diolah menjadi biogas atau pupuk organik (kompos) (Departemen Pertanian (2007). Pernyataan ini ditegaskan oleh Agenda Riset Bidang Energi 2009-2013 yang dikeluarkan Institut Pertanian Bogor (2008) bahwa limbah rumah potong hewan akan lebih termanfaatkan jika digunakan sebagai biogas. Wahyuni (2009) menyatakan bahwa pembuatan biogas memerlukan digester untuk menguraikan kotoran ternak menjadi emisi gas metana agar dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar alternatif. Pada Tabel 4 bahwa 1 m3 biogas setara dengan gas elpiji sebanyak 0,46 kg.
Tabel 4. Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain Keterangan
Bahan Bakar Lain Elpiji 0,46 kg Minyak Tanah 0,62 liter
1 m3 Biogas
Minyak Solar 0,52 liter Bensin 0,80 liter Gas Kota 1,50 m3 Kayu Bakar 3,50 kg
Sumber : Wahyuni 2009 Penurunan emisi gas rumah kaca dengan menghasilkan biogas, tidak hanya berasal dari limbah padat industri peternakan tetapi juga dapat berasal dari limbah cair. Menurut Hambali (2007), limbah cair rumah potong hewan merupakan salah satu limbah cair yang mengandung banyak bahan organik yang dapat menghasilkan gas dalam proses anaerobik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan penghasil biogas.
10
III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Pemanasan global yang semakin meningkat menuntut industri peternakan untuk ikut serta dalam upaya penurunan emisi gas. Penurunan emisi gas dengan metode Greenhouse Gas Inventory. Penggunaan metode ini berupa cara perhitungan emisi karbon yang dikeluarkan oleh industri, dengan adanya perhitungan jejak karbon maka industri dapat mengontrol dan mengurangi emisi karbon yang dikeluarkan. Berikut ini adalah gambaran kerangka berpikir dalam penelitian ini (Gambar 4).
Penggunaan bahan bakar fosil
Penggunaan energi yang boros Emisi gas CO2 meningkat
Berkembangnya industri peternakan Emisi gas CH4 terbesar
Pemanasan global
Protokol Kyoto
Industri peternakan sebagai penghasil CH4 dan pengguna bahan bakar fosil
Tuntutan penurunan emisi GRK
Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Perhitungan Gas Rumah Kaca
Upaya penurunan emisi GRK
Gambar 4. Kerangka Berpikir
B. TATA LAKSANA PENELITIAN 1. Sumber Data Penelitian dilaksanakan di RPH PT Elders Indonesia, Darmaga Bogor. Waktu pelaksanaan dilakukan selama 2 (dua) bulan antara tanggal 14 Maret sampai dengan 14 Mei
2011. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung terhadap sumber emisi dan wawancara dengan bagian yang berkaitan. Pengamatan langsung dilakukan terhadap konsumsi listrik, pengukuran tingkat iluminasi dengan lux meter, perhitungan neraca massa dari 10 ekor ternak sapi, dan pengujian limbah cair. Data sekunder didapatkan melalui penelusuran literatur dan diskusi dengan forum yang dapat membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
2. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan terhadap sumber emisi GRK RPH. Berikut ini adalah diagram metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini (Gambar 5).
Perencanaan dan identifikasi
Klasifikasi sumber emisi CO2 dan CH4
Identifikasi data
Menghitung emisi
Opsi penurunan emisi
Analisa finansial
Laporan prakiraan emisi yang dapat diturunkan
Gambar 5. Tahapan Penelitian
a) Tahap Perencanaan dan Identifikasi (Plan and Identify) Tahap perencaan merupakan tahapan yang dilakukan untuk merencanakan kajian yang akan dilakukan dan menentukan area atau bagian dari industri yang akan dilakukan efisiensi. Tahap identifikasi merupakan tahap mengidentifikasi bagianbagian dari industri yang memiliki potensi menghasilkan emisi gas rumah kaca,
12
khususnya CO2 dan CH4 . Fokus dari tahap ini adalah sumber emisi atau energi yang digunakan dan jumlah yang dipergunakan pada industri tersebut.
b) Tahap Klasifikasi Sumber Emisi CO2 dan CH4 (Classification) Tahap klasifikasi merupakan tahapan setelah tahap perencanaan dan identifikasi. Pada tahap ini dilakukan pengelompokan emisi CO2 dan CH4 berdasarkan sumbernya. Berdasarkan sumbernya emisi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu emisi langsung (direct emissions) dan emisi tidak langsung (indirect emissions). Tahap klasifikasi ini diperlukan untuk membedakan perhitungan emisi CO2 dan CH4 yang dihasilkan dari sumber yang berbeda-beda pula.
c) Tahap Identifikasi Data (Gather Data) Tahap identifikasi data merupakan tahap pengelompokan data menjadi dua bagian, yaitu data aktivitas dan faktor emisi. Dua bagian tersebut dibutuhkan untuk menghitung emisi CO2. Data aktivitas yang digunakan berupa data kuantitas yang berasal dari aktivitas yang menjadi sumber emisi secara langsung dan tidak langsung, sedangkan faktor emisi yang digunakan berdasarkan penggunaannya.
d) Tahap Menghitung Emisi (Calculate the Emissions) Tahap perhitungan emisi dilakukan dengan mengelompokan berdasarkan sumber emisi GRK tersebut dan mengonversi nilai emisi GRK menjadi ekuivalen dengan emisi karbondioksida. Pengolahan dan analisis data untuk emisi GRK dilakukan dengan formulasi perhitungan emisi CO2 (Putt del Pino dan Bhatia 2002):
Data aktivitas RPH PT Elders Indonesia, berupa data energi yang dikonsumsi yaitu listrik, solar, dan LPG. Perhitungan emisi dilakukan dengan mengelompokan berdasarkan sumber emisi GRK tersebut dengan tetapan faktor emisi dari laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) 2006. Perhitungan ini akan menghasilkan nilai dengan satuan ton CO2. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup, faktor emisi PLN untuk wilayah Jawa-Madura-Bali adalah sebesar 0,891 tCO2/MWh (MENLH 2009) maka perhitungan emisi yang dikeluarkan dari penggunaan listrik adalah sebagai berikut :
Perhitungan emisi selain dari sumber listrik menggunakan faktor emisi berdasarkan setiap jenis bahan bakar yang terdapat pada Tabel 2. Faktor emisi yang digunakan pada penelitian ini adalah disajikan pada Tabel 5 berikut.
13
Tabel 5. Faktor Emisi berdasarkan Sumber Emisinya Sumber
Faktor Emisi (Kg/TJ)
Emisi
CO2
CH4
N2O
LPG
63.100
5
0,1
Solar
74.100
10
0,6
Emisi yang berasal dari penggunaan energi, akan dilakukan konversi terlebih dahulu terhadap data aktivitas ke dalam satuan energi, Tabel 6 merupakan konversi satuan energi berdasarkan bahan bakar yang digunakan sebagai sumber energi di RPH PT Elders Indonesia.
Tabel 6. Konversi Satuan Energi Berdasarkan Bahan Bakar yang Digunakan Bahan Bakar
Solar
LPG (Liquified Petroleum Gases)
Kalor
Satuan
10,7
kWh/L
1187
L/ton
12668
kWh/ton
7,4
kWh/L
1850
L/ton
13721
kWh/ton
Sumber: AZoCleantech (Statistik Energi Digest Inggris 2005)
Perhitungan emisi metana (CH4) peternakan dapat dilakukan dengan perhitungan yang berasal dari jumlah ternak per tahunnya dengan faktor emisi sebesar 47 kg CH4/ekor/tahun untuk fermentasi pencernaan ternak sapi dan 1 kg CH4/ekor/tahun, berikut adalah perhitungannya :
Menurut IPCC 2002, Gas metana memiliki nilai GWP sebesar 23 dan gas nitrooksida memiliki GWP sebesar 293. GWP merupakan nilai yang relatif sama dengan CO2, maka konversinya sebagai berikut:
Maka perhitungan emisi yang equivalen dengan emisi karbon yang adalah sebagai berikut :
14
e) Tahap Opsi Penurunan Emisi Tahap penentuan opsi penurunan emisi merupakan tahap pemberian opsi-opsi yang dapat dilakukan perusahaan untuk menurunkan emisi karbon yang dihasilkan. Penentuan opsi ini dilakukan setelah sumber emisi dan jumlah emisi yang dihasilkan diketahui.
f) Tahap Analisa Finansial Tahap analisa finansial merupakan tahap perhitungan penurunan emisi secara ekonomi. Analisa ini dilakukan dengan menentukan keuntungan secara finansial yang akan didapatkan perusahaan jika melakukan opsi yang disarankan.
g) Tahap Penulisan Laporan Penulisan laporan prakiraan penurunan emisi merupakan laporan estimasi yang dibuat untuk membantu industri dalam mengimplementasikan penurunan emisi CO2. Laporan ini akan menjelaskan tahapan yang harus dilakukan RPH dalam upaya penurunan emisi CO2, opsi yang dapat dipilih untuk mengimplementasikan program tersebut, dan keuntungan yang didapatkan industri jika melakukan program ini.
C. ANALISA DATA Analisis data dilakukan setelah pengolahan data selesai dilakukan, yaitu setelah semua emisi GRK diketahui berdasarkan sumbernya. Analisis dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan mempertimbangkan opsi yang dapat diberikan kepada RPH PT Elders Indonesia agar mudah diimplementasikan sehingga penurunan emisi GRK dapat dilakukan.
15
IV. SEKILAS TENTANG RPH PT ELDERS INDONESIA A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PT Elders Indonesia merupakan perusahaan penanaman modal asing yang bergerak di bidang peternakan, yaitu penggemukan (feedlot) dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Perusahaan ini berdiri di Indonesia pada tanggal 5 September 2000 dengan akte notaris No 3 dan pengesahan oleh Departemen Kehakiman No 1.861.HT.01.01 tanggal 9 Maret 2001. Bank Marsden Pty. Ltd dan PT Elders Limited merupakan pemegang saham perusahaan yang berada di Australia. Kantor pusat perusahaan ini berada di Wisma Raharja Lantai 8 Jalan TB Simatupang Kavling No 1 Cilandak, Jakarta Selatan, sedangkan RPH PT Elders Indonesia terletak di Jalan Agatis, Kampus IPB Darmaga, Bogor. Perusahaan tersebut juga memiliki unit penggemukan sapi yang berada di KM 52 Trans Sumatra Highway Gunung Sugih, Lampung Tengah. RPH PT Elders Indonesia awalnya merupakan RPH tradisional yang dikelola oleh Fakultas Peternakan IPB, kemudian pada tahun 2000 pengelolaan RPH berpindah ke PT Ausi Fres Import Indonesia. Pada tahun 2002 pengelolaannya dialihkan kepada PT Celmor Perdana Indonesia yang merupakan cabang dari Celmor Company Australia. Pada tahun 2000, PT Elders Indonesia pertama kali bergerak dalam usaha penggemukan sapi (feedlot) yang diimport dari Australia. Waktu penggemukan berkisar antara 90-100 hari hingga mencapai spesifikasi yang diharapkan. Awalnya PT Elders Indonesia melakukan kerjasama dengan RPH PT Celmor Perdana Indonesia pada tahun 2005. Kerjasama yang dilakukan berupa jasa pemotongan ternak sapi di RPH yang dimiliki PT Celmor Perdana Indonesia. Pada 26 Juni 2006, terjadi pengalihan pengelolaan RPH sepenuhnya ke PT Elders Indonesia. Visi dari PT Elders adalah untuk menjadi tolak ukur bagi kualitas dan inovasi dalam usaha untuk mendukung perkembangan pertanian di Indonesia, sedangkan misi dari peursahaan ini adalah memperoleh yang terbaik dari Elders sebagai perusahaan dalam memberikan manfaat kepada Indonesia dan peningkatan industri pedesaan di negara ini. PT Elders akan melakukan misi tersebut dengan cara yang menguntungkan dan saling mendukung peserta lokal yang lain, staff dan masyarakat lokal yang akan mereka layani. Pendirian PT Elders Indonesia telah mendapatkan izin usaha tetap nomor 141/Peternakan/2004 yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal, izin mengoperasikan tempat pemotongan hewan, yaitu Nomor Kontrol Veteriner (NKV) No 524.7/2654-Kesmavet/2006, dan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor MUI 01014001230506. PT Elders Indonesia berkembang menjadi produsen penghasil daging sapi dengan produk berupa daging sapi chilled dengan merek Sterling. Perusahaan ini menerapkan sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) dalam proses produksinya untuk menjaga kualitas produk yang mereka hasilkan. Selain itu persyaratan bangunan RPH juga telah memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI 01-6159-1999.
B. KETENAGAKERJAAN RPH PT Elders Indonesia dikepalai oleh seorang manajer dan memiliki lima divisi, yakni Finance/Human Resource Development, Production, Quality Control or Quality Assurance, Maintenance, dan Purchase/Warehouse. Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Hari kerja dibagi menjadi dua macam hari kerja. Hari ganjil yaitu Senin, Rabu, dan Jum’at merupakan hari pemotongan (killing), sedangkan hari genap yaitu Selasa, Kamis, dan Sabtu merupakan hari boning. Waktu kerja dimulai pada pukul 07:30 WIB dan selesai pukul 16:00 WIB, dengan dua kali istirahat selama hari kerja, yaitu pada pukul 09:30 s.d. 10:00 dan pukul 12:00 s.d. 13:00.
C. SISTEM MANAJEMEN PENDUKUNG 1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) RPH PT Elders Indonesia telah menerapkan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk melindungi pekerjanya. Pekerja di RPH ini di lengkapi dengan alat pelindungan diri (APD), APD disesuaikan dengan kebutuhan pekerja di unit kerja masing seperti, sepatu bot, apron, masker, iron gloves, helm, sarung pisau dengan ikat pinggang rantai. Pada unit pemingsanan (stunning) disediakan earplug untuk melindungi stunner dari kebisingan. Peralatan-peralatan tersebut diletakan di dalam ruang produksi dan selalu dibersihkan setelah dipakai. RPH ini juga menyediakan peralatan kesehatan dan keselamatan kerja seperti menyediakan tempat cuci tangan, kamar mandi dan toilet khusus pekerja serta ventilasi yang cukup untuk sanitasi pekerja, serta terdapat kotak P3K dan alat pemadam api ringan (APAR) yang disimpan di ruangan dekat pos satpam. APAR di RPH Elders tersedia dua unit, kedua unit tersebut diletakan di pos jaga dan ruang maintenance untuk mempermudah pengambilan jika terjadi kebakaran. Pengawasan terhadap K3 dilakukan setiap hari selama bekerja sebagai tindakan preventif yang dilakukan pihak manajemen. Pengawasan ini dilakukan sebagai proses mengingatkan pekerja yang melakukan tindakan tidak aman baik yang disengaja atau tidak disengaja. Selain itu, perusahaan juga mengikutka pekerjanya pada program JAMSOSTEK. Hal tersebut dilakukan sebagai tindakan antisipasi jika terjadi kecelakaan kerja.
2. Pemeliharaan Divisi pemeliharaan atau maintenance merupakan divisi yang bertanggung jawab terhadap kinerja peralatan-peralatan di RPH. Tugas yang dilakukan antara lain memperbaiki kerusakan, mengontrol kinerja mesin, perawatan secara berkala, mengganti atau memasang suku cadang. Perawatan dan perbaikan yang tepat waktu merupakan usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan mesin pada saat proses berlangsung. Kerusakan mesin dan peralatan merupakan titik kritis proses pada saat proses berlangsung akan mengakibatkan terhentinya proses produksi.
17
3. Quality Control or Quality Assurance RPH PT Elders Indonesia sangat menjaga kualitas dari daging yang dihasilkan dan keamanan kesehatan. Hal tersebut dilakukan dengan memperkerjakan seorang dokter hewan untuk mengawasi kesehatan ternak sebelum dipotong dan setelah daging dipotong. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk melindungi konsumen dari penyakit ternak, seperti anthrax. Seorang Quality controler setiap harinya mengawasi dan mengevaluasi kualitas dari produk yang mereka hasilkan.
4. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) HACCP merupakan sistem yang digunakan untuk mengetahui, mengukur dan mengendalikan bahaya yang signifikan terhadap keamanan produk. RPH PT Elders Indonesia memiliki 8 (delapan) titik sebagai titik kritis produksi(Critical Control Point/CCP). CCP 1 terdapat pada bagian kandang, CCP 2 terdapat pada proses pemeriksaan jeroan merah, CCP 3 terdapat pada penyimpanan daging di chiller carcass, CCP 4 terdapat pada proses vacuum daging, CCP 5 terdapat pada blast freezer, CCP 6 dan CCP 7 terdapat pada proses penyimpanan dan pemeriksaan sebelum dilakukan pengiriman, kedua kegiatan tersebut dilakukan di dalam chiller carton, serta CCP 8 terdapat pada proses pengiriman (delivery).
D. PROSES PRODUKSI Proses produksi di RPH PT Elders Indonesia terdapat 14 (empat belas) tahap proses hingga ke tangan distributor dengan mengimplementasikan HACCP pada prosesnya. Kapasitas produksi dari RPH ini adalah sebesar ± 900 ekor sapi per bulan. Diagram alir proses dapat dilihat pada Lampiran 2. Berikut penjelasan dari tahapan prosesnya, antara lain:
1. Penurunan dan Pengistirahatan Ternak sapi yang akan dipotong berasal dari feedlot PT Elders Indonesia, ternak tersebut dibawa ke RPH beberapa hari sebelum pemotongan dilakukan. Ternak yang telah sampai, diistirahatkan dikandang dan diperhatikan dengan baik kesejahteraannya agar ternak sapi tidak berada dalam keadaan stress (Gambar 6).
Gambar 6. Penurunan Ternak
18
2. Pembersihan dan Pemandian Ternak sapi yang siap dipotong, harus dibersihkan dan dimandikan terlebih dahulu. Hali ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada tubuh sapi juga dapat menenangkan sapi yang stress. Pembersihan dan pemandian dilakukan dengan mengalirkan air ke badan sapi dan dilakukan oleh satu orang pekerja.
3. Pemingsanan (Stunning) Pemingsanan merupakan tahapan yang dilakukan untuk membuat hewan menjadi tidak sadar atau dapat disebut proses pelumpuhan. Tahapan ini dilakukan agar sapi tidak mudah berontak saat proses penyembelihan, sapi yang berontak dengan membantingkan tubuhnya akan mempengaruhi produk akhirnya. Semakin banyak memar yang terdapat pada ternak sapi potong maka akan semakin menurun pula kualitas dagingnya. Selain itu, pemingsanan dilakukan agar lebih mudah dalam proses penyembelihan. Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan alat Stunning Gun (Gambar 7a). Alat tersebut seperti senapan pneumatic yang bobotnya ± 5 kg. Proses penembakan dengan stunning gun, dilakukan pada stunning box (Gambar 7b). Penembakan harus ditembakan tepat di dahi sapi.
(a) (b) Gambar 7. Stunning Gun (a) dan Stunning Box (b) (Sumber : http://media.qcsupply.com/catalog dan http://www.bonner-bg.com/shared)
4. Penyembelihan dan Pengeluaran Darah (Bleeding) Penyembelihan dilakukan segera setelah proses pemingsanan dilakukan. Tahapan ini dilakukan pada saat sapi dalam posisi rebah setelah proses pemingsanan. Produk yang dihasilkan merupakan produk daging sapi halal yang telah disertifikasi. Menurut Phillips (2002) proses penyembelihan yang halal harus dilakukan secara islami dengan menyebutkan “Bismillahi Allahuakbar” saat memotong leher bagian bawah yaitu bagian tenggorokan, vena jugularis dan artery carotis. Sapi yang telah mati, jika sudah tidak ada lagi pergerakan tubuhnya. Pisau untuk penyembelihan harus steril setiap kali penyembelihan dilakukan, pensterilan pisau sembelih dilakukan dengan cara membersihkannya menggunakan air panas. Pengeluaran darah merupakan proses setelah penyembelihan dilakukan. Tahapan ini dilakukan dengan mengaitkan kaki belakang sapi pada suatu crane agar posisi leher menjadi
19
di bawah sehingga sebagian besar darah dalam tubuh sapi dapat dikeluarkan. Semakin banyak darah yang keluar maka kualitas daging yang didapatkan akan semakin baik.
5. Pemotongan Kepala dan Kaki Sapi yang telah dipastikan dalam kondisi mati, maka tahapan pemotongan kepala dan kaki segera dilakukan. Pemotongan kepala dilakukan pada bagian persendian leher yang paling ujung dan dekat otak, biasa disebut dengan ulak-ulak. Pemotongan kepala dan kaki bagian depan dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggunakan pisau steril. Kaki bagian belakang sapi dipotong dengan menggunakan cutter leg pada bagian phalageal bones. Kepala dan kaki yang telah dipotong dipindahkan ke ruang penimbangan offal untuk ditimbang.
6. Pengulitan dan Pemotongan Ekor Proses pengulitan dilakukan saat posisi sapi sudah bergantung pada crane dengan menggunakan pisau yang steril. Tahapan ini dimulai dengan membuat irisan panjang pada bagian dada tengah sampai bagian perut sapi, kemudian dilanjutkan dengan membuat irisan pada keempat kaki ternak. Proses ini biasanya dilakukan oleh lebih dari satu pekerja.
7. Pembelahan Dada dan Pengeluaran Jeroan Pembelahan dada dilakukan dengan menggunakan brisket saw (Gambar 8), alat yang sejenis dengan gergaji mesin. Hal ini dilakukan untuk membuat lubang agar memudahkan dalam pengeluaran jeroan dari tubuh sapi, dengan mengiris perut sapi hingga bagian dada. Pembelahan dada dimulai dengan menyayat garis perut, kemudian jeroan dikeluarkan melalui lubang yang telah dibuat pada bagian perut.
Gambar 8. Brisket Saw (Sumber: http://www.jarvisnz.com/mg1.htm)
Proses pengeluaran jeroan harus dilakukan dengan hati-hati agar isi rongga perut dan kantong kemih tidak mencemari karkas. Jeroan terdiri atas dua bagian yaitu red offal dan green offal. Kedua bagian jeroan ini dipisahkan berdasarkan bagiannya.
20
8. Pembelahan Karkas dan Pencucian Karkas Pembelahan karkas dilakukan dengan menggunakan splitter carcass (Gambar 9). Karkas sapi dibelah menjadi dua bagian yang sama besar. Splitter carcass merupakan alat berupa gergaji atau pisau otomatis yang dapat membelah karkas. Saat proses pembelahan, dari alat tersebut akan keluar air ketika dinyalakan dan air akan berhenti ketika alat tersebut mati. Penggunaan air pada alat tersebut adalah untuk mempermudah proses pembelahan.
Gambar 9. Splitter Carcass (Sumber: http://www.jarvisnz.com/bv.htm)
Proses pembelahan ini juga dibantu tangga hidrolik untuk mempermudah pemotongan dari bagian atas ke bawah. Tangga hidrolik dikendalikan dengan menggunakan kaki untuk mempermudah pekerja dalam melakukan pekerjaan tersebut. Pencucian karkas dilakukan setelah pembelahan karkas. Pencucian ini dilakukan bertujuan untuk membersihkan bagian bekas pembelahan dan sisa lemak pada bagian paha dan brisket.
9. Penimbangan Karkas dan Pemberian Stampel Karkas yang telah terbagi menjadi dua bagian disebut hot carcass. Hot carcass kemudian ditimbang dengan menggunakan carcass scale yang terdapat pada crane tempat menggantungkan kaskas. Pemberian stempel dilakukan setelah proses penimbangan dengan menggunakan crayon khusus daging (food grade) atau disebut meat crayon. Pada stempel tersebut terdapat nomor urutan penyembelihan dan bagian sisi karkas, untuk karkas sisi kanan adalah A dan karkas sisi kiri adalah B.
10. Pelayuan Karkas yang telah ditimbang, diberi stempel, dan dibersihkan selajutnya akan dimasukkan ke dalam ruang pelayuan (chiller). Karkas-karkas tersebut akan digantung selama ± 24 jam pada suhu 4-10°C.
11. Pemisahan Tulang dan Daging Pemisahan tulang dan daging disebut dengan deboning. Proses ini merupakan proses pemotongan karkas yang telah dilayukan menjadi potongan-potongan daging komersial. Deboning dilakukan setelah karkas tersebut mencapai suhu 10°C dan suhu ruangan yang
21
diperlukan adalah 16°C. Proses deboning terdiri atas tiga tahapan, yaitu boning, cutting, dan trimming. Boning merupakan tahap pemisahan daging dengan tulang. Cutting merupakan tahap pemotongan bagian-bagian daging sesuai dengan potongan komersilnya (Lampiran 3) dan proses pemotongan tulang dilakukan dengan bone saw (Gambar 10). Proses terakhir dari deboning adalah trimming, proses ini merupakan proses pembersihan lemak yang menempel pada daging dan daging yang masih menempel pada tulang.
Gambar 10. Bone Saw (Sumber: http://image.made-in-china.com/4f0j00mCMTnQpGOtof/Bone-Saw-GRTBS210A-.jpg)
12. Pengemasan dan Pengepakan Potongan daging yang telah dipotong sesuai dengan potongan komersialnya, kemudian dimasukkan ke dalam kemasan plastik sesuai dengan ukuran daging. Kemasan plastik merupakan plastik khusus vacuum yang dapat digunakan pada proses vakum. Dagingdaging yang telah dikemas dengan plastik akan di vakum dengan menggunakan vacuum pack machine. Hal tersebut dilakukan untuk menjadikan daging lebih tahan lama, proses vakum tersebut dilakukan dalam keadaan hampa udara (pressmeat). Produk yang dihasilkan tidak hanya daging komersial saja, tetapi juga berupa tulang, lemak, dan tendon. Produk-produk tersebut dikelompok berdasarkan jenisnya, kemudian dikemas ke dalam kardus-kardus yang telah dilapisi plastik linier di dalamnya. Proses pelabelan dilakukan setelah produk-produk tersebut dikemas ke dalam kardus. Isi label pada produk adalah tanggal produksi, masa kadaluarsa, jenis produk, bobot produk, jumlah produk, saran penyimpanan (keep chilled atau keep frozen), dan produsen. Produk yang telah dikemas dan diberi label, kemudian diikat dengan menggunakan alat stripping band machine.
13. Penyimpanan Produk yang telah dikemas ke dalam kardus, kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan (cold storage). Penyimpanan produk dilakukan pada keadaan chilled dan frozen. Keadaan chilled terdapat pada carton chiller, suhu pada carton chiller berkisar antara 0-4°C. Keadaan frozen terdapat pada blast freezer dengan suhu berkisar antara -35 s.d -45°C. Penyimpanan produk dilakukan berdasarkan saran penyimpanan masing-masing produk. Keep
22
chilled harus disimpan di bawah suhu 4°C, sedangkan keep frozen harus disimpan di bawah suhu -20°C.
14. Pemasaran dan Distribusi Pemasaran produk yang dilakukan RPH PT Elders Indonesia tidak langsung ke tangan konsumen. Pemasaran dilakukan melalui perusahaan distributor yaitu PT Sukanda Djaya. Distribusi dilakukan menggunakan mobil yang dilengkapi box refrigerator agar kualitas daging tetap terjaga hingga ke tangan distributor.
E. PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH Limbah merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh sebuah perusahaan. Setiap perusahaan pengolah hasil pertanian pasti akan menghasilkan limbah yang secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dampak terhadap lingkungan ekologis. RPH PT Elders Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang melakukan pengolahan hasil pertanian berupa produk olahan dari ternak sapi. RPH PT Elders Indonesia mengeluarkan 3 (tiga) macam jenis limbah, yaitu limbah padat, cair, dan gas. Penanganan dan pengolahan limbah tersebut dilakukan berdasarkan jenis limbahnya, berikut penjelasannya dalam Tabel 7.
Tabel 7. Penanganan dan Pengolahan Limbah RPH PT Elders Indonesia Berdasarkan Jenis Limbah. Jenis
Sumber Limbah
Limbah
Penanganan dan Pengolahan
Kotoran Ternak Sisa Pakan Padat
Dibuang pada tempat penampungan kotoran khusus limbah peternakan
Isi Rumen Sisa Lemak
Di kumpulkan pada karung dan dibuang
Darah
Dijual kepada pengumpul darah
Air sisa pembersihan kandang Air sisa pembersihan karkas Cair
Air buangan cuci tangan dan mandi karyawan (syarat higienis produksi) Air buangan toilet
Dibuang pada satu saluran menuju ke kolam IPAL untuk diolah lebih lanjut
Air cucian piring Air sisa klorin Asap dari proses pembakaran dialirkan Gas
Cerobong asap dari genset
ke dalam bunker bawah tanah untuk direduksi, kemudian dibuang ke udara
23
Penanganan terhadap limbah padat yang dihasilkan dilakukan dengan mengumpulkannya pada sebuah penampungan limbah peternakan yang terdapat di belakang RPH. Pada penampungan ini dapat dilakukan proses pengomposan sederhana sehingga dapat dihasilkan pupuk, pupuk ini dapat digunakan untuk pupuk tanaman. Limbah cair yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia sebagian besar berasal dari air sisa pembersihan kandang dan proses produksi. Pengolahan yang dilakukan pada air limbah ini adalah dengan mengalirkannya ke dalam satu parit untuk menuju ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang kemudian dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke badan air.
Tabel 8. Data Sarana Pengolahan Air Limbah No
Kolam
Dimensi (m)
Volume (m3)
Retensi (hari)
1
Trapping
5,5 x 2,3 x 3
37,95
0,76
2
Kolam I
6,13 x 5,25 x 4
128,73
2,56
3
Kolam II
8x5x3
120
2,39
4
Kolam III
8,1 x 6,8 x 3
165,24
3,29
5
Kolam IV
5,3 x 5,3 x 2
56,18
1,12
Keterangan : m3 air yang digunakan RPH per hari sebesar 50,15 m3 dengan kapasitas 20 ton produk daging per hari.
IPAL di RPH PT Elders Indonesia terdiri dari kolam trapping dan kolam lainnya sebanyak 4 unit. Sarana yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8. Pengujian air limbah dilakukan setiap setahun sekali oleh RPH PT Elders Indonesia dengan menggunakan jasa dari Laboratorium Pengujian yang ada di Institut Pertanian Bogor. Limbah yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia selain limbah padat dan cair adalah limbah gas. Limbah gas yang dihasilkan berasal dari cerobong genset. Genset ini dilengkapi dengan bunker yang berfungsi sebagai pereduksi gas hasil pembakaran dari genset sebelum dibuang ke udara bebas. Cerobong genset di RPH tersebut memiliki tinggi sekitar ± 7 meter. Berdasarkan Keputusan Kepalan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup No. Kep 205/Bapedal/07/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, disebutkan bahwa cerobong udara harus dibuat dengan mempertimbangkan aspek pengendalian pencemaran udara yang didasarkan pada lokasi dan tinggi cerobong. Tinggi cerobong sebaiknya 2-2½ kali tinggi bangunan sekitarnya sehingga lingkungan sekitar tidak terkena turbulensi. Cerobong genset di RPH PT Elders Indonesia sudah cukup sesuai dengan keputusan yang dikeluarkan oleh kepala BAPEDAL.
24
V. PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA RPH
A. SUMBER EMISI Sumber emisi gas rumah kaca (GRK) RPH PT Elders Indonesia berasal dari penggunaan listrik, genset, LPG (Liquified Petroleum Gases), pengolahan limbah cair, dan pengolahan limbah padat. RPH PT Elders Indonesia merupakan salah satu industri pengolahan pangan dengan produk berupa daging kemasan (chilled meat) dengan kapasitas produksi sebesar ± 900 ekor per bulan. Proses produksinya dilakukan secara semi otomatis, maksud dari semi otomatis adalah dalam proses produksinya menggunakan mesin-mesin yang dioperasikan oleh pekerja. Mesin-mesin yang dioperasikan oleh pekerja antara lain adalah pintu stunning box, cutter leg, brisket saw, splitter carcass, pencuci babat, oven babat, bone saw, vaccum, shrink tank, dan strapping machine. Mesin-mesin yang diopersikan secara otomatis adalah carcass chiller, sterilized tank, belt conveyor, blast freezer, dan carton chiller.
Tabel 9. Kebutuhan Listrik RPH PT Elders Indonesia Kebutuhan
Unit
kWatt
Mesin Produksi
24
99,22
Operasional
42
24,08
Penerangan (Lampu)
144
3,52
Total
126,83
Tabel 9 menunjukkan RPH ini membutuhkan listrik sebanyak 99,22 kW untuk mesin-mesin produksi (Lampiran 4a), 24,08 kW untuk kebutuhan operasional lainnya (Lampiran 4b), dan ± 3,53 kW untuk kebutuhan penerangan (Lampiran 4c). Total kebutuhan listrik RPH Elders adalah sebesar ± 126,83 kW.
350 300 200 150 100 50 April
March
Feb
Jan
Dec
Nov
Okt
Sep
Agust
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
0 Jan
kWh
250
Konsumsi Listrik Gambar 11. Konsumsi Listrik RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011
Gambar 11 merupakan grafik konsumsi listrik yang digunakan oleh RPH PT Elders Indonesia selama tahun 2010 hingga April 2011. Dari grafik dapat diketahui bahwa terjadi fluktuasi penggunaan listrik setiap bulannya selama satu tahun. Pada tahun 2010 rata-rata konsumsi listrik RPH mencapai 223,08 kWh/bulan. Konsumsi listrik berbanding lurus dengan emisi GRK yang dihasilkan dari konsumsi listrik. Fluktuasi listrik sering terjadi di RPH PT Elders Indonesia, keadaan ini dapat menghambat proses produksi. RPH memerlukan peralatan yang dapat menggantikan energi listrik selama keadaan fluktuatif listrik terjadi, alat yang digunakan berupa genset. Kapasitas genset yang digunakan RPH ini adalah sebesar 225 kVA, dengan konsumsi solar sebanyak 20-23 liter per jam dan membutuhkan solar setiap bulannya sebesar ± 3467 liter. Selain penggunaan genset, emisi yang dikeluarkan dari bahan bakar solar adalah berasal dari mobil delivery yang digunakan RPH PT Elders untuk proses distribusi ke perusahaan distributor yaitu PT Sukanda Djaya. Kebutuhan solar untuk mobil distribusi adalah sebesar ± 2160 liter per bulan, dengan jarak tempuh ±342 km per hari. Tabel 10 menunjukkan kebutuhan energi solar dari penggunaan mesin genset dan mobil distribusi.
Tabel 10. Kebutuhan Solar RPH PT Elders Indonesia Kebutuhan
Unit
Liter
Genset
24
3467
Mobil Distribusi
42
2160
Total
5627
Penggunaan LPG pada industri juga dapat mengeluarkan emisi GRK. RPH ini menggunakan bahan bakar LPG pada proses produksinya. LPG yang digunakan sebanyak 200 kg untuk keperluan pemanas air dan oven babat (Tabel 11). Air panas digunakan dalam proses produksinya sebagai syarat higienis produk tersebut, sedangkan oven sebagai proses pengolahan babat.
Tabel 11. Kebutuhan LPG RPH PT Elders Indonesia Kebutuhan
Unit
Kg
Oven Babat
1
50
Water Heater
3
150
Total
200
26
Konsumsi energi oleh RPH PT Elders Indonesia berdasarkan sumbernya dari Januari 2010 hingga April 2011 ditunjukan pada Gambar 12.
4500 4000 3500 Jumlah
3000 2500 2000 1500 1000 500
Listrik (kWh)
LPG (kg)
Genset (L)
Apr
Mar
Feb
Jan
Dec
Nov
Oct
Sept
Agst
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
0
Mobil Distribusi (L)
Gambar 12. Konsumsi Energi RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011
Emisi GRK yang dikeluarkan RPH tidak hanya berasal dari penggunaan energi listrik, solar, dan LPG tetapi juga berasal dari limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat dan cair yang dikeluarkan RPH dapat menghasilkan emisi GRK yaitu gas metan (CH4). Menurut Wahyuni (2009) CH4 memiliki dampak 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas karbondioksida sehingga gas ini termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Limbah padat RPH berupa kotoran ternak sapi yang dikeluarkan saat proses pengistirahatan ternak sapi dan isi rumen. Satu ekor sapi dapat mengeluarkan 3,72 % kotoran dan isi rumen dari bobot awalnya, maka dari 70 ekor sapi yang dipotong dapat diasumsikan sebanyak 1155,77 kg kotoran dan isi rumen yang dikeluarkan oleh RPH selama proses pemotongan dilakukan. Banyaknya limbah padat yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia pada tahun 2010 hingga april 2011 ditunjukkan pada Tabel 12.
27
Tabel 12. Limbah Padat RPH PT Elders Indonesia Indonesia Tahun
2010
Bulan
Kapasitas (ekor)
Kotoran (kg)*
Jan
910
15024,1
Feb
910
15024,1
Mar
910
15024,1
Apr
910
15024,1
Mei
910
15024,1
Jun
910
15024,1
Jul
910
15024,1
Agsts
975
16097,25
Sep
560
9245,6
Okt
910
15024,1
Nov
910
15024,1
Des
910
15024,1
10635
175583,9
Jan
840
13868,4
Feb
840
13868,4
Mar
915
15106,65
Apr
910
15024,1
3505
57867,55
Total
2011
Total
*Asumsi kotoran sapi sebesar 16,51 kg/ekor
Limbah cair yang dikeluarkan RPH menurut Jenie dan Rahayu (1993) mengandung darah, lemak, padatan anorganik dan organik, dan garam-garam serta penambahan bahan kimia jika diperlukan selama proses pengolahan. Satu ekor sapi dapat menghasilkan darah 7,7% dari bobot awalnya yaitu rata-rata sebesar 34,2 kg. Setiap kali pemotongan, RPH memotong ternak sapi sebanyak 70 ekor, dengan kata lain RPH menghasilkan darah sapi sebanyak 2394,29 kg selama proses pemotongan dilakukan. Darah yang dihasilkan dari proses pemotongan tidak disalurkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RPH, karena darah ternak dapat menyebabkan tingginya konsentrasi BOD5 di dalam air limbah tersebut dan dapat merusak lingkungan. RPH PT Elders Indonesia melakukan suatu tindakan yang dapat mengurangi beban cemaran air limbah mereka dengan membuka tender untuk mengelola darah dari hasil pemotongan. Darah tersebut akan diolah kembali menjadi pakan ikan, sehingga selain dapat mengurangi beban cemaran di RPH, juga dapat memberikan keuntungan untuk pengusaha pakan ikan. Hasil dari pengujian limbah cair di RPH PT Elders Indonesia disajikan pada Tabel 13.
28
Tabel 13. Pengujian Limbah Cair RPH PT Elders Indonesia (April 2011) Hasil Pemeriksaan Parameter
Baku Mutu
Satuan Inlet
Outlet
Gol I
Gol II
100
300
COD
mg/l
1956
74
TKN
mg/l
238,02
109,54
Zat Padat Tersuspensi (TSS)
mg/l
582
154
200
400
Deterjen
mg/l
3,93
0,345
-
-
Terbagi menjadi nilai
nitrat, nitrit, dan nitrogen
Catatan: Pengujian dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB
Pengolahan air limbah di RPH PT Elders Indonesia menggunakan sistem lagoon. Pada proses degradasi bahan organik di dalam air limbahnya terjadi dalam reaksi anaerobik. Menurut Rosalin et al (2009) sistem kolam anaerobik merupakan salah satu pengolahan air limbah yang di dalamnya terjadi degradasi bahan-bahan organik tanpa adanya oksigen bebas yang menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Gas metana yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif (bahan bakar) sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global.
B. EMISI GAS RUMAH KACA RPH PT ELDERS INDONESIA Emisi GRK yang dikeluarkan RPH PT Elders Indonesia berasal dari 4 (empat) sumber. Perhitungan emisi GRK dilakukan dengan menghitung konsumsi dari setiap penggunaan energi dan pengolahan limbah yang dilakukan.
1. Emisi GRK dari Penggunaan Energi Berikut merupakan Gambar 13 yang menunjukkan perkiraan emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan listrik. Emisi dari penggunaan energi dapat disebut juga sebagai emisi yang berasal dari stationary combustion. Perhitungan emisi untuk listrik dapat dilihat pada Lampiran 5.
29
0.35 0.30 ton CO2
0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 Apr
Mar
Feb
Jan
Dec
Nov
Okt
Sep
Agst
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
0.00
Emisi GRK (Listrik) Gambar 13. Perkiraan Emisi GRK dari Penggunaan Listrik Tahun 2010 s.d. April 2011
Sumber listrik RPH PT Elders Indonesia menjadi satu dengan sumber listrik Institut Pertanian Bogor (IPB), listrik di IPB memiliki tingkat voltase yang berubah-ubah (fluktuatif) setiap hari. Hal ini sangat menggangu proses produksi di RPH, sehingga RPH memerlukan sumber energi lain untuk membantu proses produksi agar berjalan dengan baik yaitu energi solar dengan menggunakan genset. Emisi GRK yang dikeluarkan dari penggunaan listrik pada tahun 2010 rata-rata sebesar 0,199 ton CO2 per bulan, sedangkan pada Januari 2011 hingga bulan April 2011 rata-rata sebesar 0,178 ton CO2 per bulan.
14
ton CO2 (10-6)
12 10 8 6 4 2
LPG
Genset
Apr
Mar
Feb
Jan
Des
Nov
Okt
Sept
Agst
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
0
Mobil Distribusi
Gambar 14. Perkiraan Emisi GRK dari Penggunaan LPG dan Solar (Genset dan Mobil Distribusi) Tahun 2010 s.d. April 2011
Grafik pada Gambar 14 menunjukkan perkiraan emisi GRK yang dihasilkan dari sumber energi selain energi listrik. Solar untuk penggunaan genset merupakan sumber emisi
30
yang tertinggi dalam menghasilkan emisi GRK dibandingkan dengan emisi yang berasal dari bahan bakar solar untuk mobil distribusi dan LPG. Emisi yang dikeluarkan bahan bakar solar untuk penggunaan genset rata-rata sebesar 9,951 x 10-6 ton CO2 per bulan, sedangkan saat pengamatan yaitu pada bulan April 2011 emisi yang dikeluarkan sebesar 1,2 x 10-5 ton CO2. Emisi yang dikeuarkan dari penggunaan LPG rata-rata sebesar 6,243 x 10-7 ton CO2 dan emisi yang dikeluarkan dari penggunan solar dari mobil distribusi rata-rata sebesar 6,203 x 10-6 ton CO2. Perhitungan emisi untuk LPG dan solar dapat dilihat pada Lampiran 6, 7a, dan 7b. Emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan energi berupa listrik, LPG, solar untuk genset, dan solar untuk mobil distribusi akan dijumlahkan untuk mengetahui jumlah emisi equivalen dengan CO2 yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia. Perhitungan total emisi dari penggunaan energi dapat dilihat pada Lampiran 8. Berikut adalah Gambar 16 yang menunjukkan jumlah keseluruhan dari emisi yang dihasilkan dari penggunaan energi.
0.35 0.30
ton CO2
0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 Apr
Mar
Feb
Jan
Des
Nov
Okt
Sept
Agst
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
0.00
Total Emisi Gambar 15. Perkiraan Total Emisi GRK yang Dihasilkan Pada Tahun 2010 s.d. April 2011 oleh RPH PT Elders Indonesia Berdasarkan Sumber Emisinya
Pada Gambar 15 diketahui bahwa emisi dari listrik memberikan pengaruh yang besar terhadap perhitungan total emisi, yaitu dengan jumlah rata-rata sebesar 0,199 ton CO2 per bulan, sedangkan pada Januari 2011 hingga bulan April 2011 rata-rata sebesar 0,178 ton CO2 per bulan. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai faktor emisi untuk listrik yaitu sebesar 0,891 ton CO2/MWh. Besarnya tetapan faktor emisi yang dikeluarkan oleh PLN karena bahan bakar yang digunakan untuk pembangkit listrik di Jawa-Madura-Bali (Jamali) adalah batubara sehingga pembakarannya menghasilkan emisi yang cukup besar.
2. Emisi GRK dari Pengolahan Limbah Padat dan Cair Peternakan Sumber emisi RPH bukan hanya berasal konsumsi energi, tetapi juga berasal dari pengolahan limbah padat dan cair. Emisi yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair dan padat adalah emisi gas metan. Gas metan memiliki perbandingan nilai panas dengan gas
31
karbon dioksida sebesar 1:23, sehingga perhitungannya seperti pada Lampiran 9a untuk pengolahan limbah padat dan Lampiran 9b untuk pengolahan limbah cair. Emisi gas metan dari peternakan berasal dari enteric fermentation dan manure management. Pada Gambar 16 berikut, terdapat keterangan emisi (1) dan emisi (2) untuk emisi CH4 dari peternakan. Emisi (1) merupakan jumlah emisi CH4 yang dihasilkan dari akumulasi perhitungan enteric fermentation dan manure management, sedangkan emisi (2) merupakan perhitungan emisi CH4 yang berasal dari kotoran sapi.
50 45 40 35 Jumlah
30 25 20 15 10 5 0 Produksi (ekor)
Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul Agsts Sep
Okt Nov Des
Jan
Feb
Mar Apr
910
910
910
910
910
910
910
840
840
915
910
975
560
910
910
910
Emisi (1) (ton CH4) 43.68 43.68 43.68 43.68 43.68 43.68 43.68 46.8 26.88 43.68 43.68 43.68 40.32 40.32 43.92 43.68 Emisi (2) (ton CH4) 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.048 0.028 0.045 0.045 0.045 0.042 0.042 0.045 0.045 Produksi (ekor)
Emisi (1) (ton CH4)
Emisi (2) (ton CH4)
Gambar 16. Perkiraan Emisi CH4 dari Pengolahan Limbah Ternak RPH PT Elders Indonesia
Perhitungan emisi (1) CH4 dari enteric fermentation menggunakan faktor emisi sebesar 47 kg CH4 per ekor per tahun dan manure management menggunakan faktor emisi sebesar 1 kg CH4 per ekor per tahun. Perhitungan emisi (2) CH4 dari kotoran sapi menggunakan faktor emisi sebesar 1 kg CH4/ekor yang kemudian dikonversi dengan perhitungan turunan rumus dari IPCC Report 2006, sehingga akan dihasilkan 1 kg kotoran sapi setara dengan 0,003 kg CH4. Emisi (1) merupakan perhitungan emisi CH4 saat ternak berada di tempat penggemukkan (feedlot), sedangkan emisi (2) merupakan perhitungan emisi CH4 saat ternak akan dan sudah dipotong. Emisi CH4 yang dihasilkan dari limbah padat RPH PT Elders Indonesia adalah rata-rata sebesar 0,044 ton CH4 per bulan. Emisi CH4 yang dihasilkan di tempat pemggemukan sapi adalah rata-rata sebesar 42,42 ton CH4 per bulan. Gambar 17 menunjukkan emisi CH4 yang dihasilkan dari tempat penggemukkan sapi.
32
1200 1000 Ton
800 600 400 200
CH4 (1)
Apr
Mar
Feb
Jan
Des
Nov
Okt
Sep
Agsts
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
0
CH4 (1) equiv. CO2
Gambar 17. Perkiraan Emisi CH4 dari Penggemukan Sapi
.Emisi CH4 yang dihasilkan dari pengolahan limbah RPH, kemudian dibandingkan dengan emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan energi RPH. Pada grafik dalam Gambar 18 terlihat bahwa jumlah emisi CH4 yang dihasilkan RPH lebih kecil dibandingkan dengan jumlah emisi CO2.
0.35 0.30
Ton
0.25 0.20 0.15 0.10 0.05
CO2
Apr
Mar
Feb
Jan
Des
Nov
Okt
Sep
Agsts
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
0.00
CH4
Gambar 18. Perkiraan Emisi CO2 dan CH4 yang Dikeluarkan RPH PT Elders Indonesia
Emisi CH4 yang dihasilkan RPH memang lebih kecil dibandingkan dengan emisi CO2. Jumlah emisi CH4 tersebut belum equivalen dengan emisi CO2, sehingga jumlah emisi CH4 akan dikalikan dengan nilai panasnya terhadap emisi CO2 dan akan dihasilkan rata-rata jumlah emisi CH4 equivalen dengan CO2 adalah sebesar 1,007 ton CO2 equiv. per bulan. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan nilai CO2 dari penggunaan energi yang rata-rata jumlahnya sebesar 0,199 ton CO2 per bulan. Jumlah emisi CH4 equiv. CO2 dari kotoran ternak 406,03 % lebih besar dibandingkan emisi CO2 dari penggunaan energi. Grafiknya disajikan pada Gambar 19.
33
1.2 1.0
Ton
0.8 0.6 0.4 0.2
CO2
Apr
Mar
Feb
Jan
Des
Nov
Okt
Sep
Agsts
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
0.0
CH4 equiv. CO2
Gambar 19. Perkiraan Emisi GRK Equivalen CO2
Pada pengolahan limbah cair juga dapat diketahui besarnya emisi CH4 yang dapat dihasilkan. Menurut IPCC (2006) bahwa 1 kg COD akan menghasilkan 0,21 kg CH4. Emisi CH4 yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair RPH adalah sebesar 20,6 kg CH4 pada bulan April 2011 dan nilai tersebut setara dengan 0,433 ton CO2 equiv., perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9b. Emisi CH4 yang dihasilkan dari pengolahan limbah di RPH PT Elders Indonesia adalah sebesar 0,5364 ton CH4 per bulan pada tahun 2010 dan 0,1946 ton CH4 per bulan pada tahun 2011 (hingga April 2011). Berikut adalah Gambar 20 yang menunjukkan perbandingan total emisi CH4 dari pengolahan limbah dengan total emisi CO2 dari penggunaan energi.
Emisi GRK (ton)
3 2.5 2 1.5
CO2
1
CH4
0.5 0 2010 (12 bulan)
2011 (4 bulan)
Gambar 20. Perbandingan Perkiraan Total Emisi CH4 dengan CO2
Konversi total emisi CH4 menjadi ton CO2 equiv. adalah sebesar 12,337 ton CO2 equiv. per bulan pada tahun 2010 dan 4,476 ton CO2 equiv. per bulan pada tahun 2011 (hingga April 2011). Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 10. Berikut adalah Gambar 21 yang menunjukkan grafik perbandingan total emisi CH4 yang equivalen CO2 dari pengolahan limbah dengan total emisi CO2 dari penggunaan energi.
34
14
Emisi GRK (ton)
12 10 8 CO2
6
CH4 equiv. CO2
4 2 0 2010 (12 bulan)
2011 (4 bulan)
Gambar 21. Perbandingan Perkiraan Total Emisi CO2 dan CH4 equiv. CO2
Pada penelitian ini diketahui bahwa emisi yang paling banyak dihasilkan dari penanganan limbah, yaitu sebesar 98,2 % dari total keseluruhan emisi yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia. Data tersebut disajikan pada diagram berikut (Gambar 22).
Emisi tidak Bergerak, 1.8%
Penanganan Limbah Emisi tidak Bergerak
Penanganan Limbah, 98.2% Gambar 22. Diagram Persentase Emisi GRK Pada RPH PT Elders Indonesia
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2009) peternakan sapi potong menghasilkan gas metana sebesar 25 % dari keseluruhan gas metana yang dihasilkan sektor peternakan yaitu 897 ton CH4 per tahun atau setara dengan 20.631 ton CO2 equivalen per tahun. Jika dibandingkan dengan peternakan diseluruh Indonesia, emisi yang dihasilkan dari RPH ini adalah 526,752 kg CH4 per tahun atau setara dengan 12,115 ton CO2 per tahun. Perhitungan prakiraan emisi dari 1(satu) RPH dengan kapasitas produksi ± 900 ekor per bulan, bahwa RPH ini menyumbangkan emisi gas metana sebesar 0,2 % dari 25 % keseluruhan peternakan sapi potong di Indonesia dan menyumbangkan emisi gas metana sebesar 0,06 % dari keseluruhan sektor peternakan diseluruh Indonesia.
35
C. ANALISA OPSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Opsi yang dapat diberikan sebagai upaya potensi penurunan emisi gas rumah kaca di RPH PT Elders Indonesia, yaitu pemanfaatan limbah padat dan cair untuk biogas, pemanfaatan limbah padat untuk kompos, efisiensi penggunaan lampu, dan efisiensi penggunaan mesin produksi. Berikut adalah analisa mengenai opsi-opsi yang akan diberikan.
1.
Pemanfaatan Limbah Padat dan Limbah Cair untuk Biogas
Bisnis pemotongan hewan tidak hanya menghasilkan daging segar sebagai produknya, tetapi juga menghasilkan limbah padat berupa kotoran ternak dan limbah cair yang dapat menyebabkan timbulnya pencemaran lingkungan. Pencemaran ini akan menimbulkan dampak pemanasan global, sehingga perlu dilakukan penurunan dampak dengan memanfaatkan limbah-limbah tersebut sebagai alternatif energi terbarukan. Menurut Agenda Riset Bidang Energi 2009-2013 yang dikeluarkan Institut Pertanian Bogor (2008) limbah rumah potong hewan akan lebih termanfaatkan jika digunakan sebagai biogas. Abdullah et al (1998) menambahkan keuntungan yang dapat diperoleh dari tekonologi biogas adalah mengurangi ketergantungan energi bahan bakar yang relatif cukup mahal saat ini, mengurangi pencemaran lingkungan, dan menghasilkan produk buangan akhir yang dapat digunakan sebagai pupuk. Limbah padat yang dikeluarkan oleh RPH PT Elders belum termanfaatkan dengan baik. Selama ini limbah padat tersebut tidak termanfaatkan dengan baik. Limbah peternakan yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia berupa kotoran ternak, sisa pakan (saat pengistirahatan), dan isi rumen. Limbah-limbah tersebut dapat termanfaatkan apabila dijadikan sebagai sumber biogas. Potensi biogas yang dapat dihasilkan RPH adalah sebesar 26,565 – 46,200 m3 dengan asumsi setiap kali hari pemotongan (killing day) ada ± 70 ekor sapi yang dipotong.
Gambar 23. Reaktor Biogas Kapasitas 17 m3 (Skala Industri)
Biogas dari kotoran sapi membutuhkan suatu alat agar gas tersebut dapat tebentuk, alat tersebut adalah sebuah digester atau reaktor biogas (Lampiran 12). Reaktor yang dikembangkan di Indonesia ada 4 (empat ) tipe, yaitu reaktor tipe kubah (fixed dome) terbuat dari pasangan batu kali atau batubata/beton, tipe silinder (floating drum) terbuat dari tong/drum/plastic, tipe plastik terbuat dari plastik, dan tipe fiberglass terbuat dari bahan
36
fiberglass (Wahyui 2009). Desain reaktor biogas harus disesuaikan dengan banyaknya input yang akan dimasukkan ke dalam reaktor. Hal tersebut dapat diasumsikan dari jumlah ternak sapi yang dikelola.RPH PT Elders Indonesia melakukan pemotongan ternak sapi sebanyak ± 70 ekor sapi per hari killing, sehingga diperlukan reaktor biogas dengan kapasitas 17 m3 (Gambar 23) yang dispesifikasikan untuk skala industri dengan jumlah ternak sapi sebanyak 25 – 50 ekor. Menurut Wahyuni (2009), biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerob. Bahan-bahan organik untuk proses biogas berasal dari biomassa berupa kotoran hewan, kotoran manusia, limbah pertanian, dan sampah organik rumah tangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas adalah C/N rasio (20 – 30), pH (6 – 7), suhu (25 – 35 °C), kandungan total padatan, dan ukuran reaktor biogas. Kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan biogas, karena C/N rasio dari kotoran ternak sapi adalah sebesar 24. Menurut Anonim (2010) C/N rasio pada suatu biomassa sangat penting dalam produksi biogas, apabila C/N rasio terlalu tinggi maka gas yang dihasilkan akan rendah, karena nitrogen dalam biomassa akan lebih cepat dikonsumsi oleh bakteri metanogenik untuk pertumbuhannya dan hanya sedikit karbon yang dihasilkan, sedangkan apabila C/N rasio rendah maka nitrogen dalam biomassa akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amoniak (NH4) sehingga pH lebih besar dari 8,5 dan hal tersebut menyebabkan berkurangnya bakteri metanogenik. Berdasarkan perhitungan potensi biogas yang dihasilkan RPH per hari, dapat disubtitusikan ke dalam kebutuhan gas LPG RPH per bulan sehingga emisi GRK yang dikeluarkan dapat diturunkan dan RPH dapat melakukan penghematan dari pemanfaatan tersebut. Menurut Wahyuni (2009), limbah padat peternakan berupa kotoran sapi berpotensi menghasilkan biogas sebesar 0,023-0,040 m3 per kg kotoran. LPG memiliki kandungan energi sebesar 49,51 MJ/Kg, sedangkan biogas memilki kandungan energi sebesar 35 MJ/Kg dengan konsentrasi gas metana sebanyak 50 - 70 %, gas CO2 30 – 40 %, gas H2 5 – 10 %, serta gasgas lainnya dalam jumlah yang sedikit. Perhitungan penurunan emisi dari pemanfaatan limbah untuk biogas yaitu diasumsikan dari total emisi yang dihasilkan dari penanganan limbah yang dikeluarkan RPH, yaitu 0,5364 ton CH4 per tahun . Kesetaraan energi biogas terhadap LPG adalah sebesar 70 %, sehingga dapat diasumsikan bahwa emisi yang dapat dikurangi dari pemanfaatan ini adalah sebesar 0,37 ton CH4 per tahun atau setara dengan 8,51 ton CO2 equivalen. Persentase penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan dari opsi ini adalah sebesar ± 69 % dari total perkiraan emisi CH4 dari penanganan limbah peternakan di RPH PT Elders Indonesia. Biaya yang dikeluarkan RPH untuk kebutuhan gas LPG adalah Rp 1.471.000 per bulannya, dengan asumsi bahwa harga LPG ukuran 50 Kg adalah Rp 367.750 per tabung. Penghematan yang dapat dilakukan dari pemanfaatan limbah menjadi biogas ini adalah sebesar Rp. 1.103.250 – Rp 1.471.000 per bulan atau Rp 13.239.000 – Rp 17.652.000 per tahun. Selain menghasilkan biogas sebagai sumber energi, dalam prosesnya dihasilkan juga pupuk yang berkualitas baik dibandingkan dengan hasil pengomposan biasa. Menurut Wahyuni (2009) keuntungan lain dari pemanfaatan biogas (ukuran 17 m3) adalah by product yang dapat dimanfaatkan kembali berupa sludge padat (pupuk kompos) dan pupuk cair. Dari kedua by product tersebut akan didapatkan keuntungan jika dijual kembali sebesar Rp 3.145.000.
37
2. Pemanfaatan Limbah Padat untuk Pengomposan Penanganan limbah padat yang paling sederhana dari industri peternakan adalah dilakukan pengomposan, yaitu membuat kotoran ternak menjadi kompos. Menurut Cooperband (2002); Firmansyah (2010), pengomposan adalah proses pelapukan (dekomposisi) sisa-sisa bahan organik secara biologi yang terkontrol menjadi bahan-bahan yang terhumuskan. Proses pengomposan membutuhkan beberapa kondisi terkotrol, salah satunya adalah C/N rasio. Nilai C/N rasio yang ideal untuk pembuatan kompos adalah sebesar 25-35:1 (nilai C sebesar 25-35 dan N sebesar 1). Kotoran ternak merupakan salah satu bahan organik yang dapat dijadikan kompos, dengan memiliki nilai nitrogen yang tinggi yaitu sebesar 5-25. Limbah padat yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia berupa kotoran ternak, sisa pakan, dan isi rumen, dapat dimanfaatkan untuk kompos. Namun, kompos yang dibuat dari kotoran ternak saja akan menghasilkan kompos yang kurang baik sehingga perlu ditambahkan bahan-bahan lain untuk menghasilkan kompos yang baik. Menurut Herdiyantoro (2010) C/N rasio yang efektif untuk proses pengomposan adalah 30:1 – 40:1, dengan mikroba pemecah senyawa C sebagai sumber energi dan senyawa N untuk sintesis protein. Apabila nilai C/N rasio terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. Proses pengomposan yang cocok untuk RPH adalah sistem open windrow. Sistem ini merupakan sistem pengomposan yang sederhana dan praktis, karena tidak memerlukan tambahan zat kimia dan inokulan mikroba sehingga aman bagi lingkungan. Cara pengomposannya adalah kotoran ternak ditumpuk dalam barisan yang disusun sejajar dan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kompos ini adalah selama 3 – 6 bulan (Herdiyantoro 2010). Sistem pengomposan ini diperuntukan untuk pengomposan dalam skala besar dan ini cocok untuk RPH karena limbah padat yang dihasilkan RPH cukup banyak Pada pengamatan, 1 (satu) ekor sapi di RPH PT Elders Indonesia dapat menghasilkan ± 16,5 kg limbah padat (kotoran & isi rumen). Menurut Cooperband (2002), pengomposan dari bahan kotoran ternak sapi selama 3 bulan akan mengomposkan 80 % material organik dari total kotoran ternak sapi (limbah padat peternakan). Potensi emisi yang dapat diturunkan dari pengolahan limbah padat menjadi kompos, 80 % dari 0,527 ton CH4 per tahun adalah sebanyak 0,423 ton CH4 per tahun atau setara dengan 9,729 ton CO2 equivalen per tahun. Persentase potensi penurunan emisi pada RPH adalah sebesar 80,3 % dari total perkiraan emisi CH4 dari penanganan limbah padat peternakan di RPH PT Elders Indonesia.
3. Efisiensi Penggunaan Lampu Opsi ketiga yang dapat dilakukan RPH dalam penurunan emisi GRK adalah dengan mengefisiensikan penggunaan lampu. Menurut Anonim (2010) 1 watt lampu sama dengan emisi CO2 sebesar 0,951 g CO2 per jam. Hal yang perlu diketahui untuk melakukan efisensi penggunaan lampu adalah tingkat iluminasi setiap area yang terdapat di RPH. Tabel 14 menunjukkan tingkat iluminasi dengan satuan lux pada setiap area di RPH PT Elders Indonesia.
38
Tabel 14. Penggunaan Lampu di RPH PT Elders Indonesia
Tingkat
Kebutuhan Cahaya (Lux)
Iluminasi
KEPMENKES RI. No.
(Lux)
1405/MENKES/SK/XI/02
45 - 90,5
20 - 50
Slaughter Floor
80,2
70 - 150
Boning Room
291
200 - 300
Pekerjaan Kontinyu
Packing Room
129,93
200
Pekerjaan Kontinyu
Penyimpanan
26 - 56
100
Ruang Penyimpanan
Locker Room
42 - 125
20 - 100
Penerangan Minimum
Office Room
66 -180
20 - 150
Pencahayaan Umum
Kantin
185
50 - 150
Ruang (Agak) Terbuka
Security
77 - 167
50 - 150
Ruang (Agak) Terbuka
Musholla
49
20 - 150
Pencahayaan Umum
25 - 109
20 - 50
Ruang Terbuka
Area
Kandang
Lampu Jalan
Keterangan
Ruang Terbuka
Keterangan: Pengukuran tingkat iluminasi dilakukan dengan menggunakan alat Luxmeter
Pada Tabel 12 diketahui bahwa ada beberapa area di RPH yang memiliki tingkat iluminasi yang melebihi ketentuan yang ditetapkan Menteri Kesehatan Tahun 2002, sehingga perlu dilakukan pengurangan. Jumlah unit lampu yang digunakan di RPH PT Elders Indonesia adalah sebanyak 144 unit, dengan 2 (dua) jenis lampu yang digunakan. Jenis lampu yang digunakan adalah lampu hemat energi dengan daya 15 watt dan lampu TL dengan daya 18 watt serta 38 watt. Lampu dengan daya 15 watt terpasang sebanyak 44 unit, 18 watt sebanyak 47 unit, dan 38 watt sebanyak 53 unit. Pengurangan lampu berdasarkan jumlah dan besarnya tingkat iluminasi setiap lampu yang terpasang di seluruh area di RPH. Besarnya tingkat iluminasi setiap lampu dapat dilihat pada denah setiap ruangan di RPH, terdapat pada Lampiran 11a hingga Lampiran 11e. Berdasarkan pengamatan pada setiap area dapat diketahui pengurangan lampu dapat dilakukan pada bagian-bagian berikut, terlihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Pengurangan Lampu
Area
Awal
Akhir
Pengurangan
Persiapan Offal
4 x 18 watt
2 x 18 watt
36 watt
Bonning Room
22 x 38 watt
20 x 38 watt
76 watt
Kantin
1 x 38 watt
1 x 18 watt
20 watt
Total (Watt)
132
Pada Tabel 14 dapat diketahui pengurangan lampu yang dapat dilakukan sebanyak 5 unit dengan pengurangan daya sebesar 132 watt. Emisi yang dapat diturunkan dari pengurangan lampu ini adalah sebesar 125,53 g CO2 per jam. Penghematan yang dapat dilakukan RPH adalah sebagai berikut:
39
Biaya Lampu (sblm)
= (44 x Rp 29.000)+(47 x Rp 25.000)+(53 x Rp 25.000) = Rp 3.776.000
Biaya Lampu (stlh)
= (44 x Rp 29.000)+(46 x Rp 25.000)+(51 x Rp 25.000) = Rp 3.701.000
Penghematan
= Rp 3.776.000 – Rp 3.701.000 = Rp 75.000
Efisiensi penggunaan lampu tidak hanya dari pengurangan lampu saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan mematikan lampu jika tidak dibutuhkan. Selama melakukan pengamatan RPH PT Elders Indonesia, ditemukan penggunaan lampu yang tidak efisien. Penggunaan yang tidak efisien merupakan penggunaan lampu pada siang hari pada ruangan atau area yang mendapatkan cahaya matahari yang cukup, sehingga penggunaan lampu sebenarnya tidak dibutuhkan pada ruangan atau area tersebut. Contoh penggunaan lampu yang tidak efisien adalah pada ruangan toilet staff, locker room untuk pekerja, dan lampu yang terus menyala pada area kandang yang merupakan area terbuka.
Tabel 16. Penggunaan Lampu diberbagai Kondisi Pada RPH PT Elders Indonesia
Lampu
Watt.
(Unit)
jam
8
93
2620
19,95
Malam Hari
12
43
778
8,88
Lain-lain
24
33
753
17,19
Kondisi
Jam Kerja (Jam)
Siang Hari
Total
Emisi (kg CO2)*
46,02
*Asumsi 1 watt = 0,951 g CO2 per jam
Pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa terjadi pemborosan penggunaan lampu di RPH, yaitu sebanyak 22 unit lampu. 22 unit lampu tersebut menyala selama 24 jam, seharusnya lampu tersebut menyala hanya selama 12 jam. Sehingga pemborosan yang terjadi adalah sebanyak 555 watt. Jika dilakukan efisiensi penggunaan lampu maka RPH dapat mengurangi emisi sebanyak 6,33 kg CO2. Namun, menurut pihak RPH sebanyak 11 unit dari 22 unit lampu tersebut harus menyala selama 24 jam karena alasan keselamatan pegawai saat di malam hari. Bagian yang paling efektif dalam penggunaan lampu adalah chiller carcass karena penggunaan lampunya dilakukan secara otomatis, yaitu apabila pintu chiller tertutp dengan sempurna maka lampu akan mati.
4. Efisiensi Mesin Produksi Opsi keempat yang dapat diberikan adalah efisiensi penggunaan mesin produksi. Jam kerja dari setiap mesin produksi harus diketahui untuk menentukkan alat atau mesin mana yang membutuhkan efisiensi. Berikut adalah Jam kerja setiap mesin produksi pada RPH PT Elders Indonesia (Tabel 17).
40
Tabel 17. Jam Kerja Mesin Produksi di RPH PT Elders Indonesia No
Alat
Daya
Jml
Jam Kerja
(Unit)
HP
Kwatt
1
10
7,5
1-2 jam
Keterangan Killing Days (1x putar @10
1
Pencuci Babat
2
Oven Babat
1
0,02
0,015
40 menit
Killing Days (1x @20 menit)
3
Brisket Saw
1
4
3
5 jam 30 menit
Killing Days
4
Cutter Leg
1
3
2,25
5 jam 30 menit
Killing Days
5
Carcass Splitter
1
3
2,25
5 jam 20 menit
Killing Days
6
Compressor
1
10
7,5
7 jam 22 jam
Chiller Carcass (kecil)
1
16
12 10 jam 45 menit
7 22 jam Chiller Carcass (besar)
1
16
12 15 jam
8
mnt)
Killing Days Killing Days (mati 20 mnt/6 jam) Boning Days (mati 20 mnt/6 jam) Killing Days (mati 20 mnt/6 jam) Boning Days (mati 20 mnt/6 jam)
Vaccum (baru)
1
7,5
5,5
5 jam 20 menit
Boning Days
Vaccum (lama)
1
7,5
5,5
5 jam 27 menit
Boning Days
Shrink Tank (kecil)
1
4
3
11 jam 25 menit
Boning Days
9 10
12
Shrink Tank (besar)
1
9,34
7
11 jam 25 menit
Boning Days
Belt Conveyor
1
3
2,25
6 jam 50 menit
Boning Days
Strapping Machine
1
0,5
0,375
7 jam
Boning Days
Strapping Machine (Carton Chiller)
1
0,5
0,375
7 jam
Killing Days
7 jam
Boning Days
23 jam 30 menit 13
Blast Freezer
1
30
33,5 22 jam 45 menit
Killing Days (mati 25 mnt/8 jam) Boning Days (mati 25 mnt/8 jam)
14
Carton Chiller
1
4
3
24 jam
mati 30 mnt/2,5 jam
15
Pompa Air
2
0,17
0,251
8 jam
Killing & Boning Days
16
Bone Saw
1
2
1,5
6 jam 15 menit
Boning Days
5
5 jam 50 menit
Killing Days
1
5 jam 50 menit
Boning Days
3
12 jam
Boning Days
6 jam
Killing Days
12 jam
Boning Days
17
Sterilizer
18
Air Curtain
19
20
AC Bonning Room
AC Packing Room
5 1 1 1
1
1,34 0,2 4
4
3
3
6 jam
Killing Days
12 jam
Boning Days
Pada Tabel 16 diketahui bahwa seluruh mesin produksi yang terdapat di RPH PT Elders Indonesia digunakan sesuai dengan kebutuhannya dan tidak terdapat pemborosan pemakaian pada jam kerja. Pemborosan yang terjadi ada pada daya yang digunakan, yaitu pada mesin vacuum. Vacuum di RPH terdapat 2 (dua) unit, digunakan untuk proses
41
pengemasan daging dan merupakan bagian dari HACCP RPH. Salah satu alat vacuum yang boros energi perlu diganti dengan unit yang baru agar penggunaan listrik dapat diefisiensikan.
D. UPAYA PENGELOLAAN RPH TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Pada pengamatan di RPH, emisi yang dikeluarkan berasal dari 2 (dua) bagian yaitu emisi dari penggunaan energi dan penanganan limbah. Opsi-opsi yang diberikan dan telah dianalisa merupakan opsi-opsi yang memungkinkan untuk dilakukan dalam upaya penurunan emisi GRK di RPH PT Elders Indonesia. Hasil analisa dari opsi-opsi tersebut, bahwa pemanfaatan limbah padat menjadi kompos merupakan opsi terbaik dalam penurunan emisi GRK di RPH. Selain itu, pemanfaatan limbah padat dan cair untuk biogas merupakan opsi kedua terbaik dalam penurunan emisi GRK. Penurunan emisi GRK dengan memanfaatkan limbah, sangat direkomendasikan untuk RPH ini. Hal ini didasari dengan besarnya emisi yang dihasilkan dari penanganan limbah, sehingga akan lebih efektif untuk menurunkan emisi GRK apabila memanfaatkan limbah untuk kompos atau biogas. RPH PT Elders Indonesia tertarik dengan adanya opsi mengenai biogas, karena emisi yang dihasilkan RPH sebagian besar emisi berasal dari bahan bakunya yaitu ternak sapi. Keuntungan dari pembuatan biogas selain dapat mengurangi emisi GRK berupa gas metana (CH4), dapat memberikan keuntungan secara finansial dengan menghemat penggunaan energi gas yang selama ini berasal dari LPG. Kendala dari opsi ini adalah bahwa belum ada desain reaktor biogas yang dapat diimplimentasikan secara optimal untuk RPH dengan kapasitas ± 900 ekor per bulan. Opsi penurunan emisi GRK dengan memanfaatkan limbah RPH yang lebih baik diimplementasikan dalam waktu dekat adalah melakukan pengomposan. Implementasi opsi ini lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan implementasi opsi biogas. Selain itu, opsi ini akan lebih banyak menurunkan emisi GRK dibandingkan dengan implementasi opsi biogas. Opsi penurunan dengan efisiensi penggunaan listrik juga cukup mudah untuk diimplementasikan, namun tidak menghasilkan penurunan emisi GRK yang signifikan. Opsi efisiensi penggunaan listrik dapat dilakukan dengan efisiensi penggunaan lampu dan mesin produksi. Penurunan dengan opsi efisiensi penggunaan lampu dapat dilakukan, akan tetapi pihak RPH menyatakan penerangan yang ada di ruang produksi mereka sudah cukup atau bahkan kurang. Pernyataan tersebut dilandasi dengan adanya audit yang dilakukan saat sertifikasi NKV. Menurut Lukman (2010) NKV adalah sertifikat atau bukti tertulis yang sah telah terpenuhinya syarat higiene sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan, sehingga pihak RPH tidak dapat melakukan opsi tersebut. Opsi penurunan emisi GRK dengan efisiensi penggunaan mesin produksi adalah mengganti mesin yang lama dengan unit yang baru, akan tetapi penurunan emisi GRK dengan mengganti unit mesin produksi akan membutuhkan banyak biaya dan tidak signifikan dalam menurukan emisi di RPH PT Elders Indonesia.
42
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan salah satu industri peternakan yang menghasilkan emisi gas rumah kaca berupa CO2 dan CH4. RPH PT Elders Indonesia merupakan salah satu industri pengolahan pangan dengan produk berupa daging kemasan (chilled meat) dengan kapasitas produksi sebesar ± 900 ekor per bulan. Emisi yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia berasal dari 4 (empat) sumber yaitu listrik, LPG, solar, dan pengolahan limbah. Potensi emisi CO2 berasal dari penggunaan energi, sedangkan emisi CH4 berasal dari pengolahan limbah padat dan limbah cair. Penggunaan energi berupa listrik, LPG, dan solar, masing-masing dari energi tersebut menghasilkan emisi CO2. Penggunaan listrik menghasilkan emisi rata-rata sebesar 0,199 ton CO2 per bulan pada tahun 2010, sedangkan pada Januari 2011 hingga bulan April 2011 rata-rata sebesar 0,178 ton CO2 per bulan. Penggunaan LPG menghasilkan emisi rata-rata sebesar 6,242 x 10-7 ton CO2 per bulan. Emisi yang dikeluarkan bahan bakar solar untuk penggunaan genset rata-rata sebesar 9,951 x 10-6 ton CO2 per bulan, sedangkan saat pengamatan yaitu pada bulan April 2011 emisi yang dikeluarkan sebesar 1,2 x 10-5 ton CO2. Emisi yang dikeluarkan bahan bakar solar untuk mobil distribusi rata-rata sebesar 6,2 x 10-6 ton CO2 per bulan. Total potensi emisi CO2 yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia dari penggunaan energi adalah rata-rata sebesar 0,199 ton CO2 per bulan, sedangkan pada Januari 2011 hingga bulan April 2011 rata-rata sebesar 0,178 ton CO2 per bulan. emisi dari listrik yang memberikan pengaruh yang besar terhadap perhitungan total emisi karena bahan bakar yang digunakan untuk pembangkit listrik di Jawa-Madura-Bali (Jamali) adalah batubara sehingga pembakarannya menghasilkan emisi yang cukup besar. Total potensi emisi CH4 yang dihasilkan dari pengolahan limbah adalah sebesar 0,5364 ton CH4 pada tahun 2010 dan 0,1946 ton CH4 pada tahun 2011 (hingga April 2011) atau setara dengan 12,337 ton CO2 equiv. pada tahun 2010 dan 4,476 ton CO2 equiv. pada tahun 2011 (hingga April 2011). Opsi yang berpotensi menurunkan emisi GRK di RPH PT Elders Indonesia adalah pemanfaatan limbah padat dan cair untuk biogas, pemanfaatan limbah padat untuk kompos, efisiensi penggunaan lampu, dan efisiensi penggunaan mesin produksi. Opsi pemanfaatan limbah padat dan limbah cair adalah merubahnya menjadi biogas untuk disubtitusi ke penggunaan gas di RPH. Pemanfaatan ini akan menurunkan emisi sebesar 0,37 ton CH4 per tahun atau setara dengan 8,51 ton CO2 equivalen. dan penghematan yang dapat dilakukan RPH adalah sebesar Rp. 1.103.250 – Rp 1.471.000 per bulan atau Rp 13.239.000 – Rp 17.652.000 per tahun. Opsi penurunan dengan merubah limbah padat (kotoran ternak) dengan proses pengomposan agar menjadi kompos, berpotensi menurunkan emisi sebesar 0,423 ton CH4 per tahun atau setara dengan 9,729 ton CO2 equivalen per tahun. Opsi efisiensi penggunaan lampu dapat dilakukan dengan pengurangan jumlah lampu dan efisiensi penggunaannya. Mengurangi jumlah unit lampu dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 125,53 g CO2 per jam dengan mengurangi unit lampu, sedangkan untuk efisiensi penggunaannya dapat menurunkan emisi sebanyak 6,33 kg CO2. Opsi efisiensi pengunaan mesin produksi dilakukan dengan mengganti mesin produksi yang sudah lama yaitu mesin vacuum.
Opsi pemanfaatan dari penanganan limbah dengan memanfaatkan sebagai biogas dan pengomposan merupakan opsi yang memiliki potensi dalam penurunan emisi GRK terbaik untuk RPH karena ditinjau dari persentase emisi GRK yang dihasilkan, penanganan limbah merupakan sumber emisi terbesar dari RPH PT Elders Indonesia yaitu sebesar 98,2 %. Opsi yang paling berpotensi untuk menurunkan emisi secara signifikan yaitu dengan melakukan opsi pemanfaatan limbah untuk biogas yaitu sebesar ± 69 %, sedangkan untuk pengomposan sebesar ± 80,3 % penurunan emisi dari total prakiraan emisi di RPH PT Elders Indonesia.
B. SARAN Penurunan emisi dapat dilakukan pada setiap industri yang ada di Indonesia untuk memperkirakan berapa emisi yang dihasilkan dari setiap industri. Setiap industri pasti menggunakan energi yang berbeda dengan konsumsi berbeda pula (tergantung dari proses produksi). Implementasi dari opsi yang berpotensi menurunkan emisi di RPH lain dengan kapasitas produksi yang berbeda perlu dilakukan agar industri peternakan juga ikut serta dalam menurunkan emisi GRK di Indonesia.
44
DAFTAR PUSTAKA Abdullah K, K A Irwanto, N Siregar, S E Agustina, dkk. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. Diktat Kuliah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tidak diterbitkan. Anonim. 2002. Perspektif Clean Development Mechanism pada Proyek Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi. Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Jakarta. ---------. 2010. Beberapa Pengertian Istilah Pencemaran Udara. Artikel. http://bulekbasandiang.wordpress.com/2010/05/30/beberapa-pengertian-istilahpencemaranudara/. [ 23 November 2010]. ---------. 2010. Pengolahan Limbah Peternakan : Biogas. Handout Kuliah. Grati. Tidak diterbitkan. ---------. 2010. Jejak Karbon danKenaikan Emisi Gas Rumah Kaca. Artikel. http://oke.or.id/2010/09/jejak-karbon-dan-kenaikan-emisi-gas-rumah-kaca/. [28 Januari 2011]. ---------. 2011. Greenhouse Gas. Artikel. http://en.wikipedia.org/wiki/Greenhouse_gas. [15 Januari 2011]. ---------. 2011. Pemanasan Global. Artikel. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global. [30 Januari 2011]. AZoCleantech. 2007. Menghitung Emisi Karbon dari Bahan Bakar dan Konsumsi Power. Artikel. http://www.azocleantech.com [30 Januari 2011]. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Tanah Sawah dan Teknologi Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak), Bogor. Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Konsumsi Daging Sapi Per Kapita Per Minggu (kg). Jakarta. Buchari I W Arka, K G D Putra, dan K S P Dewi. 2001. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta. Burnie D. 2005. Bengkel Ilmu : Ekologi. Penerbit Erlangga, Jakarta. Cooperband L. 2002. The Art and Science of Composting : A Resource For Farmers and Compost Producers. University of Wisconsin, Madison. Departemen Pertanian. 2007. Agenda Nasional (2008-2015) dan Rencana Aksi (2008-2009): Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Pertanian, Jakarta. Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan & Gizi. IPB, Bogor. Fiantisca A. 2002. Kajian Inventarisasi Gas Rumah Kaca Pada Sektor Pertanian dan Kehutanan dengan Menggunakan Metode IPCC (Studi Kasus Lahan Gambut Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah). Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, IPB, Bogor. Firmasyah M A. 2010. Teknik Pembuatan Kompos. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama Widya, Bandung. Gonick L dan Outwater A. 2004. Kartun Lingkungan. Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Goswani D Yogi. 1986. Alternative Energy in Agriculture Volume I. CRC Press, Inc, Boca Raton, New York. Hambali E. 2007. Teknologi Bioenergi. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Herdiyantoro D. 2010. Pengomposan : Mikrobiologi dan Teknologi Pengomposan. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
http://en.wikipedia.org/wiki/Greenhouse_gas. [28 Januari 2011] http://image.made-in-china.com/4f0j00mCMTnQpGOtof/Bone-Saw-GRT-BS210A-.jpg. [30 Mei 2011] http://media.qcsupply.com/catalog/ [30 Mei 2011] http://www.bonner-bg.com/shared/products/klan/box.jpg [30 Mei 2011] http://www.jarvisnz.com/bv.htm [30 Mei 2011] http://www.jarvisnz.com/mg1.htm [30 Mei 2011] [IPB] Institut Pertanian Bogor, Agenda Riset Bidang Energi 2009-2013. 2008. Bogor. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1995. Climate Change 1994: Radiative Forcing of Climate Change and An Evaluation of the IPCC IS92 Emission Scenarios. Cambridge University Press, Cambridge. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2002. The Supplementary Report to The IPCC Scientific Assesment. Cambridge University Press. Cambridge. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Vol. 2: Energy; Chapter 2: Stationery Combustion. Washington D.C, USA. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Vol. 4: Agriculture, Forestry and Other Land Use; Chapter 10 : Emissions From Livestock and Manure Management. Washington D.C, USA. Jenie Betty S L dan W P Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Laksmana I. 2007. Analisis Efisiensi Penggunaan Energi Pada Industri Gula Tebu (Studi Kasus di PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh Majalengka, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lukman D W. 2010. Legislasi dan Etika Veteriner. Handout Kuliah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tidak diterbitkan. Mudiyarso D, K Hairah, dan M Van Noordwijk. 1994. Modeling and Measuring Soil Organic Mater Dynamics and Greenhouse Gas Emissions After Forest Conversions. ASBIndonesia. Report Number 1. Bogor, Indonesia. Mudiyarso D. 2003. Protokol Kyoto. Kompas, Jakarta. [MENLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2009. Faktor Emisi PLN untuk Wilayah Jawa-MaduraBali. http://dna.cdm.menlh.go.id/en/database/. [1 Juni 2011]. [MENLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Angka. Kementrian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta. Newman E I. 1993. Applied Ecology. Blockwell Science Ltd, Cambridge. Panjiwibowo C, M H Soejachman, O Tanujaya, W Rusmantoro. 2003. Mencari Pohon Uang: CDM Kehutanan di Indonesia. Pelangi, Jakarta. Phillips C. 2002. Cattle Behaviour and Welfare; second edition. Blackwell Publishing, United Kingdom. Putt del Pino S dan Bathia P. 2002. Working 9 to 5 on Climate Change : An Office Guide. World Resources Institute, Washington D.C. Soemarno S H. 1999. Meteorologi Pencemaran Udara. Catatan Kuliah. Penerbit ITB, Bandung. Sugiyono A. 2006. Penanggulangan Pemanasan Global di Sektor Pengguna Energi. Jurnal Sains & Teknologi, Modif Cuaca 7 (2) : 15-19. Suprihatin, N S Indrasti, dan M Romli . 2008. Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Pengomposan Sampah. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol 18(1), 53-59.
46
Susanta G dan Sutjahjo H. 2007. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global. Penebar Swadaya, Jakarta. Tyler H D dan M E Ensminger. 2006. Dairy Cattle Science: Fourth Edition. Pearson Education Inc., New Jersey. Venterea R T, M Burger, dan K A Spokas. 2005. Nitrogen oxide and Fertilizer Management. Journal Environment. Qual 34 : 1467-1477. Wahyuni S. 2009. Biogas. Penebar Swadaya, Jakarta. Wardhana W A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset, Yogyakarta. Wuebbles D J, K A S Hayhoe, dan R Kotamarthi. 2000. Methane In The Global Environtment. In : Khalik, MAK. (ed.) Atmospheric Methane : Its Role In The Global Environtment. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Germany.
47
Lampiran 1. Struktur Organisasi RPH PT Elders Indonesia
Operation Manager Jason Hatchett
Finance/HRD
Production/Sanitation
Fenny Saptawati
Maryani Dewi
Quality Control Zaenal Arifin drh. Ira Ramadhani
Maintenance
Warehouse/Purchase
Yayu Tajudin
Ade Hendra
Security Head Production
Sanitation/Delivery/Storage
Purchase
Asmadi
Haerulloh
Dadan Triyana
Mawardinur
Supriatman Udarma
49
49
Lampiran 2. Digram Alir Proses Produksi Ternak Sapi
Penurunan dan Pengistirahatan
Pembersihan / Pemandian
Pemingsanan
Penyembelihan dan Pengeluaran Darah
Penggantungan dan Pemotongan kepaladan kaki
Pengulitan dan Pemotongan Ekor
Pembelahan Dada dan Pengeluaran Jeroan
Pembelahan Karkas dan Pencucian Karkas
Penimbangan Karkas dan Pemberian Stempel
Pelayuan
Pemisahan tulang dan daging
Pengemasan dan Pengepakan
Penyimpanan
Pemasaran dan Distribusi
50
Lampiran 3. Bagian-bagian Daging Komersial (Aus-Meat)
51
Lampiran 4a. Mesin Produksi RPH PT Elders Indonesia No Alat Jml (Unit) 1 Pencuci Babat 1 2 Oven Babat 1 3 Brisket Saw 1 4 Cutter Leg 1 5 Carcass Splitter 1 6 Compressor 1 7 Chiller Carcas 2 8 Vaccum 2 9 Shrink Tank (kecil) 1 10 Shrink Tank (besar) 1 11 Blower 2 12 Belt Conveyor 1 13 Strapping Machine 2 14 Blast Freezer 1 15 Carton Chiller 1 16 Pompa Air 2 17 Bone Saw 1 18 AC Bonning Room 1 19 AC Packing Room 1 Kebutuhan Listrik (Kwatt)
HP 10 0,02 4 3 3 10 16 7,5 4 9,3 0,8 3 0,5 30 4 0,167 2 4 4
Watt 7500 15 3000 2250 2250 7500 24000 11250 3000 7000 1200 2250 750 22500 3000 251 1500 3000 3000
Kwatt 7,5 0,015 3 2,25 2,25 7,5 24 11,25 3 7,0 1,2 2,25 0,75 22,5 3 0,251 1,5 3,0 3,0 99,2156
Watt 600 300 1500 2250 2115 1650 300 3500 5000 53 75 750 5985
Kwatt 0,6 0,3 1,5 2,25 2,115 1,65 0,3 3,5 5 0,05 0,08 0,75 6 24,08
Lampiran 4b. Kenutuhan Operasional RPH PT Elders Indonesia No 1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 12 13
Alat Timbangan Digital Air Curtain
Jml (Unit) 4 2 1 Air Condition 2 PC Computer 6 Kipas 11 Perangkap Serangga 4 Mesin Cuci 1 Mesin Pengering 1 TV 1 Dispenser 1 Exhause Fan 2 Sterilyzer Tank 6 Kebutuhan Listrik (Kwatt)
HP 0,2 0,2 2 1,5 0,47 0,2 0,1 4,7 6,7 0,07 0,1 0,5 1,33
Lampiran 4c. Kebutuhan Lampu RPH PT Elders Indonesia Lampu Total (Watt) Watt Jumlah 15 44 660 18 47 846 38 53 2014 Total Kebutuhan 3520 kWatt 3,52
52
Lampiran 5. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Listrik RPH PT Elders Indonesia
Konsumsi Listrik (MWh) A
CO2
CH4
N2O
CO2
CH4
N2O
Total Emisi (tCO2)
B1
B2
B3
C1 = A*B1
C2 = A*B2
C3 = A*B3
D=C1+C2+C3
Jan
0,299
0,891
-
-
0,266
-
-
0,266
Feb
0,285
0,891
-
-
0,254
-
-
0,254
Mar
0,241
0,891
-
-
0,215
-
-
0,215
Apr
0,209
0,891
-
-
0,186
-
-
0,186
Mei
0,210
0,891
-
-
0,187
-
-
0,187
Jun
0,186
0,891
-
-
0,166
-
-
0,166
Jul
0,169
0,891
-
-
0,151
-
-
0,151
Agst
0,213
0,891
-
-
0,190
-
-
0,190
Sept
0,104
0,891
-
-
0,093
-
-
0,093
Okt
0,323
0,891
-
-
0,288
-
-
0,288
Nov
0,239
0,891
-
-
0,213
-
-
0,213
Des Total
0,199
0,891
-
-
0,177
-
-
0,177
2,385
-
-
2,385
Jan
0,159
0,891
-
-
0,142
-
-
0,142
Feb
0,235
0,891
-
-
0,209
-
-
0,209
Tahun
2010
2011
Bulan
Faktor Emisi (ton/MWh)
Emisi GRK
2,677
Mar
0,167
0,891
-
-
0,149
-
-
0,149
Apr
0,239
0,891
-
-
0,213
-
-
0,213
0,713
-
-
0,713
Total
0,8
53
53
Lampiran 6. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari LPG (Liquefied Petroleum Gases) RPH PT Elders Indonesia Konsumsi LPG Thn
2010
Bln
Konversi F. Emisi (ton/MWh) CO2 CH4 N2O (10-7) (10-11) (10-13) C1 C2 C3
kg
MWh
CO2
CH4
N2O
A1
A2
B1
B2
B3
Jan
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
Feb
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
Mar
200
2,744
63100
5
0,100
Apr
200
2,744
63100
5
Mei
200
2,744
63100
Jun
200
2,744
Jul
200
Agst
Emisi GRK (ton) -7
-11
Equivalen CO2 (ton) -13
-9
-10
Total Emisi (tCO2)
CO2 (10 )
CH4 (10 )
N2O (10 )
CH4 (10 )
N2O (10 )
D1 = A2*C1
D2 = A2*C2
D3 = A2*C3
E1 = D2*23
E2 = D3*293
F1=D1+E1+E2
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
Sept
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
Okt
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
Nov
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
Des
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
2400
32,930
74,752
59,275
118,549
13,633
34,735
7,492 x 10-6
Jan
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
Feb
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
Mar
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
Apr
200
2,744
63100
5
0,100
2,270
1,800
3,600
6,229
4,940
9,879
1,136
2,895
6,243 x 10-7
800
10,977
24,917
19,758
39,516
4,544
11,578
2,497 x 10-6
Total
2011
Faktor Emisi (kg/TJ)
Total 54
54
Lampiran 7a. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Solar untuk Genset RPH PT Elders Indonesia Konsumsi Solar Genset Thn
2010
Bln
Konversi F. Emisi (ton/MWh) CO2 CH4 N2O (10-7) (10-11) (10-12) C1 C2 C3
Liter
MWh
CO2
CH4
N2O
A1
A2
B1
B2
B3
Jan
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
Feb
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
Mar
3467
37,097
74100
10
0,600
Apr
3467
37,097
74100
10
Mei
3467
37,097
74100
Jun
3467
37,097
Jul
3467
Agst
Emisi GRK (ton) -6
-9
Equivalen CO2 (ton) -11
-8
-8
Total Emisi (tCO2)
CO2 (10 )
CH4 (10 )
N2O (10 )
CH4 (10 )
N2O (10 )
D1 = A2*C1
D2 = A2*C2
D3 = A2*C3
E1 = D2*23
E2 = D3*293
F2=D1+E1+E2
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
Sept
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
Okt
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
Nov
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
Des
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
41604
445,163
118,814
16,026
96,155
33,654
28,173
1,195 x 10-4
Jan
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
Feb
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
Mar
3467
37,097
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
9,901
1,335
8,013
3,072
2,348
9,955 x 10-6
Apr
4238
45,347
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
12,103
1,632
9,795
3,755
2,870
1,217 x 10-5
14639
156,637
41,806
5,639
33,834
11,842
9,913
4,203 x 10-5
Total 2011
Faktor Emisi (kg/TJ)
Total 55
55
Lampiran 7b. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Solar untuk Mobil Distribusi RPH PT Elders Indonesia Konsumsi Solar Mobil Thn
2010
Bln
Konversi F. Emisi (ton/MWh) CO2 CH4 N2O (10-7) (10-11) (10-12) C1 C2 C3
Liter
MWh
CO2
CH4
N2O
A1
A2
B1
B2
B3
Jan
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
Feb
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
Mar
2160
23,112
74100
10
0,600
Apr
2160
23,112
74100
10
Mei
2160
23,112
74100
Jun
2160
23,112
Jul
2160
Agst
Emisi GRK (ton) -6
-10
Equivalen CO2 (ton) -11
-8
-8
Total Emisi (tCO2)
CO2 (10 )
CH4 (10 )
N2O (10 )
CH4 (10 )
N2O (10 )
D1 = A2*C1
D2 = A2*C2
D3 = A2*C3
E1 = D2*23
E2 = D3*293
F3=D1+E1+E2
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
Sept
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
Okt
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
Nov
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
Des
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
25920
277,344
74,023
99,844
59,906
22,964
17,553
7,44 x 10-5
Jan
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
Feb
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
Mar
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
Apr
2160
23,112
74100
10
0,600
2,669
3,600
2,160
6,169
8,320
4,992
1,914
1,463
6,2 x 10-6
8640
92,448
24,674
33,281
19,969
6,989
5,851
2,48 x 10-5
Total
2011
Faktor Emisi (kg/TJ)
Total 56
56
Lampiran 8. Perhitungan Total Emisi dari Stationery Combution
Tahun
Bulan
Total Emisi (ton CO2) G=D+F1+F2+F3
2010
2011
Jan
0,266
Feb
0,254
Mar
0,215
Apr
0,186
Mei
0,187
Jun
0,166
Jul
0,151
Agst
0,190
Sept
0,093
Okt
0,288
Nov
0,213
Des Total
0,177
Jan
0,142
Feb
0,209
Mar
0,149
Apr
0,213
Total
2,385
0,713
57
Lampiran 9a. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Limbah Padat RPH PT Elders Indonesia
Thn
2010
Emisi (kg CH4)
Total Emisi (kg CH4)
F = A*E
F. Emisi (kg CH4/kg F) G
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
42770
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
1
42770
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
47
1
42770
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
910
47
1
42770
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
Sep
910
47
1
42770
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
Okt
910
47
1
42770
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
Nov
910
47
1
42770
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
Des
910
47
1
42770
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
513240
10920
524160
524,16
Total emisi (kg CH4)
Pencernaan
Kotoran
Pencernaan
Kotoran
A
B1
B2
C1 = A*B1
C2 = A*B2
D = C1+C2
Jan
910
47
1
42770
910
Feb
910
47
1
42770
Mar
910
47
1
Apr
910
47
Mei
910
Jun
Total Emisi (ton CH4)
Kotoran (kg/ekor)
Kotoran (kg)
E
43680
43,68
910
43680
42770
910
1
42770
47
1
910
47
Jul
910
Agst
Bln
Total
2011
F. Emisi (kg CH4/ekor)
Kapasitas (ekor)
10920
180289,2
Total Emisi (ton CH4)
H = F*G
540,868
0,5409
Jan
840
47
1
39480
840
40320
40,32
16,51
13868,4
0,003
41,605
0,0416
Feb
840
47
1
39480
840
40320
40,32
16,51
13868,4
0,003
41,605
0,0416
Mar
915
47
1
43005
915
43920
43,92
16,51
15106,65
0,003
45,320
0,0453
Apr
910
47
1
42770
910
43680
43,68
16,51
15024,1
0,003
45,072
0,0451
164735
3505
168240
168,24
173,603
0,1736
Total
3505
57867,55
58 58
Lampiran 9b. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Pengolahan Limbah Cair RPH PT Elders Indonesia
Pengujian
COD (mg/l)
Volume (m3)
F. Emisi (kg CH4/kg COD)
Emisi CH4 (kg)
Emisi CO2 equiv. (ton)
Juni 2010 April 2011
A 891,67 1956
B 50,15 50,15
C 0,21 0,21
D =((A*(B*103))/106)*C 9,39 20,60
E = (D*23)/103 0,216 0,474
Lampiran 10. Perhitungan Total Emisi dari Pengolahan Limbah Padat dan Cair
Tahun 2010 2011
Emisi CH4 (ton) Limbah Padat Limbah Cair A B 0,527 0,0094 0,174 0,0206
Emisi CO2 equiv. (ton) Limbah Padat Limbah Cair C1 = A*23 C2 = B*23 12,121 0,216 4,002 0,474
Total Emisi CH4 equiv. CO2 (ton) D = C1+ C2 12,3372 4,4758
59 59
Lampiran 11a. Denah Area Kandang RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya
78 lux (1 x 15 w) 41 lux (1 x 15 w)
38 lux (1 x 15 w)
41 lux (1 x 18 w)
38 lux (1 x 15 w)
91 lux (1 x 38 w)
27 lux (1 x 18 w)
119 lux (1 x 15 w)
76 lux (1 x 15 w)
73 lux (1 x 15 w) 116 lux (1 x 15 w)
55 lux (1 x 18 w)
60 60
Lampiran 11b. Denah Area Slaughter Floor RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya 18 lux (1 x 15 w)
70 lux (2 x 18 w)
125 lux (2 x 38 w)
42 lux (1 x 18 w)
79 lux (1 x 18 w) 23 lux 29 lux (1 x 15 w) (1 x 15 w)
21 lux (1 x 15 w)
29 lux (1 x 15 w)
23 lux (1 x 15 w)
200 lux (2 x 18 w)
217 lux (2 x 18 w)
29 lux (1 x 15 w)
31 lux (1 x 15 w)
29 lux (1 x 15 w)
39 lux (1 x 15 w)
52 lux (2 x 18 w)
23 lux (1 x 15 w)
61
28 lux (1 x 15 w)
→ Bonning Room
80 lux (2 x 38 w) 23 lux (1 x 15 w)
39 lux (1 x 15 w)
36 lux (1 x 38 w)
58 lux (1 x 38 w)
63 lux (2 x 18 w)
69 lux (2 x 38 w)
46 lux (1 x 38 w)
125 lux (2 x 38 w)
103 lux (1 x 38 w)
56 lux (1 x 18 w)
65 lux (1 x 38 w)
100 lux (2 x 38 w)
87 lux (2 x 18 w)
72 lux (2 x 18 w)
87 lux (2 x 18 w)
45 lux (1 x 38 w)
75 lux (2 x 18 w)
60 lux (1 x 38 w)
85 lux (2 x 18 w)
57 lux (2 x 38 w)
90 lux (2 x 18 w)
119 lux (2 x 38 w)
68 lux (1 x 38 w)
61
Lampiran 11c. Denah Area Bonning dan Packing Room RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya
227 lux (2 x 38 w)
Slaughter Floor ←
74 lux (1 x 15 w) 52 lux (1 x 15 w) 47 lux (1 x 15 w)
53 lux (1 x 15 w) 62 lux (1 x 15 w)
355 lux (2 x 38 w)
310 lux (2 x 38 w) 265 lux (2 x 38 w)
82 lux (1 x 18 w)
68 lux (1 x 18 w)
50 lux (1 x 15 w)
380 lux (2 x 38 w)
222 lux 216 lux (2 x 38 w) (2 x 38 w)
368 lux (2 x 38 w)
94 lux (1 x 18 w)
66 lux (1 x 18 w)
118 lux (1 x 38 w)
13 lux (1 x 18 w)
115 lux (1 x 38 w)
26 lux (1 x 18 w)
76 lux (1 x 18 w)
16 lux (1 x 18 w)
77 lux (1 x 18 w)
49 lux (1 x 18 w)
34 lux (1 x 18 w)
290 lux (2 x 38 w)
34 lux (1 x 18 w)
86 lux (1 x 18 w)
24 lux (1 x 18 w)
60 lux (1 x 18 w)
27 lux (1 x 18 w)
293 lux (2 x 38 w)
344 lux (2 x 38 w)
88 lux (2 x 18 w)
35 lux (1 x 18 w)
207 lux (2 x 38 w)
49 lux (1 x 18 w)
180 lux (1 x 38 w)
176 lux (1 x 38 w)
168 lux (1 x 18 w)
62 62
Malam Hari Lampiran 11d. Denah Area Office Room RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya Siang Hari
88 lux (1 x 15 w)
60 lux (1 x 15 w)
88 lux (1 x 15 w)
60 lux (1 x 15 w)
102 lux (1 x 15 w)
180 lux (1 x 15 w)
102 lux (1 x 15 w)
230 lux (1 x 15 w)
83 lux (1 x 15 w)
208 lux (1 x 15 w)
110 lux (1 x 15 w)
101 lux (1 x 15 w)
110 lux (1 x 15 w)
121 lux (1 x 15 w)
111 lux (1 x 15 w)
98 lux (1 x 15 w)
111 lux (1 x 15 w)
209 lux (1 x 15 w)
63
60 lux (1 x 15 w)
80 lux (1 x 15 w)
63
Lampiran 11e. Denah RPH PT Elders Indonesia dan Penerangan Lainnya
Pasture II Area Pasture I Area
Blood Handling Area
Laundry 85 lux (1 x 15 w)
Canteen 185 lux (1 x 38 w)
Carcass Chiller II Carcass Chiller I
167 lux (1 x 15 w)
Carton Chiller
Packing Room
48 lux (1 x 15 w)
Trimming Room 51 lux (1 x 15 w)
75 lux (1 x 15 w)
Office Area
Meeting Room
50 lux (1 x 15 w)
100 lux (1 x 15 w)
109 lux (1 x 15 w)
Parking Area
75 lux (1 x 15 w)
45 lux (1 x 18 w)
Offal Packing
Security 77 lux (1 x 15 w)
Boning Room
Front Gate
25 lux (1 x 15 w)
Loading Ramp
Back Gate
32 lux (1 x 15 w)
64
63 lux (1 x 15 w))
19 lux (1 x 15 w)
Mosque 49 lux (1 x 15 w)
50 lux (1 x 15 w)
83 lux (1 x 18 w)
25 lux (1 x 15 w)
58 lux (1 x 15 w) 86 lux (1 x 38 w)
Parking Area
Slaughter Floor
Offal Room
Maintainance
21 lux (1 x 15 w)
Genset Area
53 lux (1 x 38 w)
64
Lampiran 12. Desain Reaktor Biogas
65 65