KAJIAN PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU PRODUK SIRUP GULA INVERT DARI GULA PALMA
Oleh :
M. RIFQI IMANDA F34101103
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KAJIAN PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU PRODUK SIRUP GULA INVERT DARI GULA PALMA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : M. RIFQI IMANDA F34101103
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU PRODUK SIRUP GULA INVERT DARI GULA PALMA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : M. RIFQI IMANDA F34101103 Dilahirkan di Lhokseumawe, pada tanggal 27 April 1983 Tanggal Lulus : 20 Juli 2007 Disetujui, Bogor,
Agustus 2007
Ir. Muslich, MSi Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi Dosen Pembimbing II
ii
M. Rifqi Imanda. F34101103. The Study on the Effect of Temperature and Storage Time to the Quality Characteristics of Invert Palm Sugar Syrup. Supervised by Muslich and Titi Candra Sunarti. 2007
SUMMARY Sugar that has been produced from palm are now already widespread be used as sweetener beside cane sugar. This sweetener that called as brown sugar, has specific taste and aroma that often used as main choice to make various foods. In practice, the usage of brown sugar has to be remelted and filtered. Palm sugar modification into syrup form was a breakthrough that can increase the added value of product so it will be much more efficient when used. This research investigated the change of quality characteristics of invert sugar syrup during storage with different temperature and time of storage. Firstly, the research was began by characterized the quality of palm sugar as raw material for invert sugar syrup production. The next step was production of invert sugar syrup by using acid hydrolysis with 0.1% of HCl. Characterization of invert sugar syrup were analized the sucrose and reducing sugar content, total plate count (TPC), pH, crystallization level, moisture, ash contents, viscosity, density and total soluble solid (TSS). The products were kept on 25, 37, 50 oC for 8 weeks, and investigated the changes of sucrose and reducing sugar contents, TPC, pH and crystallization level every two weeks. The results showed that the invert sugar syrups containing: moisture content (32.1–33.36%), ash (2.39–2.91% db), density (1.3382–1.3468 g/ml), insoluble material (0.42–0.52% db), viscosity (130.67–291.49 cP) and TSS (67.18–69.23 oBrix). Invert sugar syrup from coconut sugar during storage containing: reducing sugar were ranged (4.5–15.7% db), sucrose (46.5–60% db), pH (4.9–5.2), crystallization level (0.63–0.77% db) and TPC (3.8x10–2.2x102 colonies/ml). However, invert sugar syrup from arenga palm sugar during storage containing: reducing sugar were ranged (2–7.4% db), sucrose (55.7–63.9% db), pH (5.3–5.6), crystallization level (0.97–1.59% db) and TPC (1.3x102–6.2x102 colonies/ml). Inversion of sucrose was still continuing during the storage. This could be seen from the increasing of reducing sugar content during the storage, while the sucrose content of invert syrups was decreasing during storage. The pH value was decreasing during storage for all temperatures that have been used. TPC value is not showing a trend but the value was still fulfilled the specification of SNI 01-3544-1994. Storage temperature also had significant effect on the inversion process whereas the higher the storage temperature makes the inversion process getting higher. Sucrose of invert sugar syrup is still being crystallized during storage. The sucrose crystallization was relatively low (0.63–1.59%) and increasing slowly during storage, so it could be concluded that the content of invert sugar plays an important role as ‘doctor sugar’ to prevent the sucrose crystallization.
iii
M. Rifqi Imanda F34101103. Kajian Pengaruh Suhu dan Waktu Penyimpanan Terhadap Karakteristik Mutu Sirup Gula Invert dari Gula Palma. Dibawah bimbingan Muslich dan Titi Candra Sunarti. 2007
RINGKASAN Gula cetak yang dihasilkan dari tanaman palma kini sudah banyak digunakan sebagai sumber pemanis selain gula tebu. Pemanis yang sering disebut gula merah ini pada umumnya memiliki rasa dan aroma yang khas sehingga gula merah terkadang menjadi pilihan utama dalam pembuatan berbagai jenis masakan dan makanan. Pada penggunaannya gula merah terkadang harus dicairkan terlebih dahulu sehingga terasa kurang praktis. Modifikasi gula palma cetak menjadi bentuk sirup gula invert merupakan suatu terobosan yang dapat meningkatkan nilai tambah pada produk tersebut sehingga lebih praktis saat digunakan. Penelitian ini mengkaji perubahan karakteristik sirup gula invert yang dihasilkan selama penyimpanan dengan waktu dan suhu penyimpanan yang berbeda-beda. Penelitian dimulai dengan melakukan karakterisasi gula palma (aren dan kelapa) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup gula invert, pembuatan sirup gula invert dilakukan dengan hidrolisis asam menggunakan HCl pada konsentrasi 0,1%. Sirup gula invert yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi yang meliputi kandungan gula pereduksi dan sukrosa, total plate count (TPC), pH, tingkat pengkristalan, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, viskositas, berat jenis, dan total soluble solid (TSS). Setelah karakterisasi awal produk disimpan selama delapan minggu dan diamati setiap dua minggu sekali meliputi kandungan gula pereduksi dan sukrosa, TPC, pH, tingkat pengkristalan. Penyimpanan dilakukan pada tiga suhu yaitu 25, 37 dan 50 oC dengan menggunakan inkubator. Pada akhir penyimpanan dilakukan karakterisasi yang sama seperti karakterisasi awal. Hasil karakterisasi awal sirup gula invert dari gula palma didapatkan data sebagai berikut: kadar air berkisar 32,1-33,36% (bb), kadar abu 2,39-2,91% (bk), bobot jenis 1,3382-1,3468 (g/ml), kadar bagian tak larut air 0,42-0,52% (bk), viskositas 130,67-291,49 cP, dan TSS 67,18-69,23 oBrix. Selama penyimpanan selama 8 minggu didapatkan data sebagai berikut, untuk sirup gula invert dengan bahan baku gula kelapa, kadar gula pereduksi berkisar 5,5-15,7% (bk), kadar sukrosa 46,5-56,9% (bk), pH 4,9-5,2, tingkat pengkristalan 0,63-0,77% (bk), dan TPC 3,8x10-2,2x102 koloni/ml. Sirup gula invert dari gula aren memiliki kadar gula pereduksi berkisar 4,3-7,4% (bk), kadar sukrosa 55,7-58,9% (bk), pH 5,3-5,5, tingkat pengkristalan 1,42-1,59% (bk), dan TPC 1,3x102-6,2x102 koloni/ml. Selama masa penyimpanan teramati masih terjadi inversi sukrosa. Hal ini terlihat dari meningkatnya kadar gula pereduksi, sedangkan kadar sukrosa pada umumnya cenderung turun. Nilai pH cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan pada ketiga suhu yang digunakan. Nilai tingkat pengkristalan mengalami sedikit peningkatan selama masa penyimpanan. Untuk nilai TPC tidak terdapat kecenderungan, hanya saja dari pengamatan nilai TPC pada umumnya masih memenuhi SNI 01-3544-1994. Perlakuan suhu penyimpanan juga berpengaruh terhadap terjadinya proses inversi dimana semakin tinggi suhu penyimpanan maka proses inversi yang terjadi
iv
juga semakin tinggi. Selama penyimpanan sirup gula invert juga masih mengalami pengkristalan sukrosa akan tetapi nilai tingkat pengkristalan yang berkisar 0,631,59% masih bisa dikatakan cukup rendah sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan gula invert sangat berperan sebagai “doctor sugar” dalam menghambat kristalisasi sukrosa selama penyimpanan.
v
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : “Kajian Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpananan Terhadap Karakteristik Mutu Produk Sirup Gula Invert Dari Gula Palma” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Juli 2007
M. Rifqi Imanda F34101103
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama M. Rifqi Imanda, dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 27 April 1983. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Muzakkir Ali dan Tauhidiyah Hasansyah. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Muhammaddiyah (1988-1989). Selanjutnya di SDN 2 Lhokseumawe (1989-1995), SLTP Neg 1 Lhokseumawe (1995-1998), dan SMUN 2 Modal Bangsa Aceh Besar (1998-2001). Pada tahun 2001, penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN. Selama kuliah penulis juga tergabung dalam organisasi Himalogin (2003-2004). Selain itu Penulis juga berkesempatan menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2003-2005. Pada tahun 2004 penulis berkesempatan melaksanakan Praktek Lapang (PL) di PT Sumber Sari Bumi Pakuan, Cisarua, Bogor dengan topik kajian proses produksi teh hijau. Penulis melakukan penelitian akhir dalam rangka memperoleh gelar sarjana dengan judul “Kajian Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpananan Terhadap Karakteristik Mutu Produk Sirup Gula Invert Dari Gula Palma”. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2006 di laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian.
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’aalamin, penulis haturkan segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Semoga dapat menjadi amal ibadah yang ikhlas dalam rangka memperoleh ridho-Nya. Amin. Penulis juga hendak menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ir. Muslich, MSi selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya. 2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi selaku dosen pembimbing kedua atas arahan dan bimbingannya. 3. Ir. Sugiarto, MSi selaku dosen penguji atas waktu, bantuan, bimbingan serta masukannya dalam perbaikan skripsi ini. 4. Kedua orang tua penulis Ayahanda Muzakkir Ali dan Ibunda Hj. Tauhidiyah Hasansyah, adik penulis M. Ikram Syahputra dan Nilam Humaira. 5. Laboran-laboran di laboratorium TIN : Bapak Sugiardi, Bapak Edi, Bapak Gunawan, Ibu Sri, Ibu Rini, Ibu Egnawati, Mas Diki; dan juga petugas perpustakaan TIN Bapak Wagimin. 6. Rekan-rekan seperjuangan di laboratorium yang turut membantu selama penelitian : Istro, Dwicahyo, Anto, Tarwin, dan yang lainnya. Rekan-rekan penulis, Firmansyah, Seno, Ahmad, M.Yusuf, Mas Fajrin, Anak-anak basket TIN 38 : Aji, Fahmi, Dicki, Citra. serta rekan-rekan TIN 38 pada khususnya dan IPB pada umumnya yang telah ikut membantu dan memberi dorongan semangat kepada penulis. 7. Leuser, Malahayati serta IMTR crew untuk kebersamaan di rantau selama ini. Penulis sadar bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik, saran serta masukan sangat diharapkan dalam rangka perbaikan skripsi ini. Namun terlepas dari ketidaksempurnaan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat pada umumnya dan penulis sendiri khususnya. Bogor, Juli 2007 Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG............................................................................. 1 B. TUJUAN ................................................................................................. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 4 A. TANAMAN PALMA.............................................................................. 4 1. Aren (Arenga pinnata Merr).............................. ............................... 5 2. Kelapa (Cocos nucifera Linn)........................................................... 6 B. GULA PALMA ....................................................................................... 7 C. HIDROLISIS ASAM .............................................................................. 9 D. SIRUP GULA INVERT ......................................................................... 11 E. PENYIMPANAN PRODUK .................................................................. 12 F. KRISTALISASI GULA .......................................................................... 14 III. BAHAN DAN METODE ............................................................................. 15 A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................. 15 1. Bahan ................................................................................................ 15 2. Alat.................................................................................................... 15
ix
B. METODE PENELITIAN ........................................................................ 15 1. Penelitian Pendahuluan ..................................................................... 15 2. Penelitian Utama ............................................................................... 16 a. Proses Produksi Sirup Gula Invert .............................................. 16 b. Penyimpanan Produk Sirup Gula Invert ..................................... 17 C. RANCANGAN PERCOBAAN .............................................................. 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 19 A. KARAKTERISTIK GULA PALMA CETAK........................................ 19 1. Kadar air............................................................................................ 19 2. Kadar Abu ......................................................................................... 20 3. Kadar Protein .................................................................................... 21 4. Kadar Lemak..................................................................................... 21 5. Kadar Gula Pereduksi dan Sukrosa................................................... 22 6. Kadar Bagian Tak Larut Air ............................................................. 24 7. Total Padatan Terlarut....................................................................... 24 B. PRODUKSI SIRUP GULA INVERT DENGAN HIDROLISIS ASAM 25 1. Tingkat Hidrolisis ............................................................................. 26 2. Karakteristik Sirup Gula Invert......................................................... 27 3. Karakteristik Sirup Gula Invert Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ......................................................................................28 C. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GULA INVERT..........................................31 1. Kadar Gula Pereduksi ....................................................................... 31 2. Kadar Sukrosa ................................................................................... 33 3. Tingkat Pengkristalan ....................................................................... 35
x
4. pH...................................................................................................... 37 5. TPC ................................................................................................... 38 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 41 A. KESIMPULAN ....................................................................................... 41 B. SARAN ................................................................................................... 42 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 43 LAMPIRAN........................................................................................................ 46
xi
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Komposisi nira palma Indonesia ....................................................... 6 Tabel 2. Standar nasional mutu gula palma..................................................... 9 Tabel 3. Daya inversi beberapa jenis asam...................................................... 10 Tabel 4. Komposisi kimia gula palma cetak ................................................... 19 Tabel 5. Hasil analisa tingkat hidrolisis produk sirup invert........................... 26 Tabel 6. Karakteristik sirup gula invert ........................................................... 27 Tabel 7. Perubahan karakteristik sirup sebelum dan sesudah penyimpanan... 28 Tabel 8. Perubahan nilai TPC selama penyimpanan ....................................... 39
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Mekanisme hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa...... 11 Gambar 2. Diagram alir pembuatan sirup gula invert ................................... 16 Gambar 3. Kadar gula pereduksi dan sukrosa gula cetak .............................. 22 Gambar 4. Perubahan kadar gula pereduksi sirup invert dari gula aren ........ 32 Gambar 5. Perubahan kadar gula pereduksi sirup invert dari gula kelapa .... 32 Gambar 6. Perubahan kadar sukrosa sirup invert dari gula aren ................... 34 Gambar 7. Perubahan kadar sukrosa sirup invert dari gula kelapa................ 34 Gambar 8. Perubahan tingkat pengkristalan sirup invert dari gula aren........ 36 Gambar 9. Perubahan tingkat pengkristalan sirup gula invert dari gula kelapa 36 Gambar 10. Perubahan nilai pH sirup invert dari gula aren............................. 37 Gambar 11. Perubahan nilai pH sirup gula invert dari gula kelapa ................. 38
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur analisa sirup gula invert ................................................
47
Lampiran 2. Data karakteristik sirup gula invert pada awal dan akhir penyimpanan ................................................................................
52
Lampiran 3. Perubahan karakteristik sirup gula invert selama penyimpanan .
53
Lampiran 4. Sidik ragam data perubahan karakteristik sirup gula invert dari gula aren.......................................................................................
55
Lampiran 5. Sidik ragam data perubahan karakteristik sirup gula invert dari gula kelapa ...................................................................................
57
Lampiran 6. Uji lanjut Duncan produk sirup gula invert dari gula aren ..........
59
Lampiran 7. Uji lanjut Duncan produk sirup gula invert dari gula kelapa.......
60
xiv
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Gula Palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon palma, yaitu aren (Arenga pinnata Merr), kelapa (Cocos nucifera Linn), siwalan (Borassus flabellifer) atau jenis palma lainnya dan berbentuk cetak atau serbuk/granula (SNI 01-3743-1995). Gula palma ataupun sering disebut gula merah umumnya digemari karena memiliki rasa dan aroma yang khas yang tidak terdapat pada gula tebu ataupun pemanis lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari gula palma sering digunakan sebagai pemanis ataupun sebagai campuran makanan, baik dalam skala rumah tangga maupun industri. Seiring dengan mulai banyaknya produk pangan yang menggunakan bahan baku gula palma, maka tidaklah heran jika permintaan gula palma di dalam negeri semakin hari semakin meningkat. Selain di dalam negeri permintaan gula palma juga datang dari luar negeri. Menurut Departemen Perindustrian di dalam Sunanto (1993), hal ini disebabkan karena semakin banyaknya orang-orang Asia yang pindah ke Eropa, Australia, Amerika dan Timur Tengah. Selain itu mereka juga semakin menggemari gula palma sebagai pemanis alami alternatif selain gula tebu. Gula palma pada saat digunakan terkadang harus dicairkan terlebih dahulu, contohnya untuk bahan baku pembuatan es cendol, es dawet, dan bubur sumsum. Mengingat di pasaran umumnya gula palma dijual dalam bentuk gula cetak dan serbuk, adanya produk gula palma yang dimodifikasi berbentuk sirup merupakan terobosan baru yang nantinya diharapkan dapat lebih memudahkan konsumen dari segi kepraktisan penggunaanya. Pembuatan gula palma cair merupakan salah satu upaya yang dapat meningkatkan nilai tambah produk gula palma sebagai pemanis alternatif selain gula tebu. Dengan keunggulan yang dimiliki oleh gula palma sendiri diharapkan nantinya produk sirup gula palma ini akan semakin diminati dan menjadi pilihan utama. Akan tetapi produk sirup gula palma juga memiliki beberapa kelemahan, kendala yang terjadi yaitu pada saat penyimpanan dan penanganan produk.
Kadar air produk yang relatif tinggi membuat produk ini rentan terhadap serangan mikroorganisme, sehingga dibutuhkan biaya penanganan yang tinggi. Pertumbuhan mikroorganisme sebenarnya dapat dihambat, yaitu dengan cara produk sirup gula palma yang dihasilkan haruslah memiliki konsentrasi tinggi, sehingga produk memiliki nilai aktifitas air yang cukup rendah untuk ditumbuhi oleh mikroorganisme. Akan tetapi konsentrasi sukrosa yang tinggi dapat mengakibatkan produk sirup gula palma akan sangat mudah mengkristal. Menurut Buckle et al. (1985), kristalisasi akan terjadi secara spontan, tetapi hal ini bisa dicegah dengan menggunakan bahan-bahan termasuk gula invert dan sirup glukosa yang bersifat tidak mengkristal akan tetapi sangat menghambat terjadinya kristalisasi. Bahan semacam ini biasanya disebut “dokter” dan dapat ditambahkan sebagai campuran dari produk. Selain itu gula invert juga dapat dihasilkan selama proses pemasakan dengan adanya penambahan katalis asam untuk menghidrolisis sukrosa. Proses hidrolisis ini akan memecah sebagian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang termasuk dalam golongan gula pereduksi. Proses pemecahan sukrosa menjadi gula invert sering disebut sebagai proses inversi. Proses ini sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan katalis asam organik ataupun enzim, akan tetapi hidrolisis menggunakan katalis asam jauh lebih murah dan mudah digunakan dibandingkan dengan hidrolisis menggunakan enzim. Selama penyimpanan, produk pasti akan mengalami penurunan mutu. Tingkat kerusakan bahan pangan ditentukan oleh lamanya penyimpanan, sedangkan
laju
deteriorasi
akan
dipengaruhi
oleh
kondisi
lingkungan
penyimpanan seperti suhu ruangan ataupun faktor lainnya. Dalam penelitian ini dilakukan kajian pengaruh suhu dan waktu penyimpanan terhadap karakteristik mutu produk sirup gula palma yang dihasilkan dengan hidrolisis asam menggunakan bahan baku gula kelapa dan gula aren.
2
B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis perubahan karakteristik mutu produk sirup gula invert dari gula palma yang terjadi selama penyimpanan dan mendapatkan gambaran pengaruh suhu dan waktu penyimpanan terhadap perubahan karakteristik mutu dari produk sirup gula invert yang dihasilkan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN PALMA Keluarga tanaman palma merupakan tumbuh-tumbuhan yang sudah ada sejak lama di planet Bumi ini. Dari fosil-fosil zaman purba yang ditemukan diduga bahwa tanaman ini sudah ada sejak 120 juta tahun yang lalu. Diperkirakan di dunia ini terdapat sekitar 2800 jenis keluarga palma yang terdiri dari ± 215 genus. Jenis-jenis tanaman palma ini pada umumnya tersebar di daerah tropik dan subtropik. Indonesia sebagai negara tropik memiliki sekitar 460 jenis tanaman dari ± 35 genus, yang tersebar merata di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Irian Jaya, dan pulau-pulau kecil lainnya (Rahman dan Sudarto, 1992). Tanaman palma sudah dikenal sebagai tanaman yang sangat banyak manfaatnya bagi manusia. Beberapa kegunaan tanaman palma menurut Rahman dan Sudarto (1992), misalnya: •
Kelapa (Cocos nucifera Linn) dan kelapa sawit (Elaies guineensis Jack) sebagai penghasil minyak nabati. Selain itu nira kelapa juga bisa digunakan untuk menghasilkan gula.
•
Sagu (Metroxylon sagu) sebagai penghasil karbohidrat, yang setiap batang tanaman ini bisa menghasilkan sekitar 200-300 kg tepung basah.
•
Rotan (Calamus sp) dan nibung (Oncperma tiggilarium) sebagai penghasil bahan kerajinan dan bangunan yang mempunyai sifat yang sangat khas.
•
Pinang (Areca catechu Linn) dan pinang kuhli (Pinanga kuhli) sebagai bahan penyegar, obat-obatan, penyamak dan lain-lain.
•
Lontar/siwalan (Borassus flabellifer), aren (Arenga pinnata Merr), Nipah (Nypa fruticans Wurmb) sebagai tanaman palma penghasil gula. Selain yang telah disebutkan diatas tadi banyak juga tanaman palma
yang dibudidayakan sebagai tanaman hias, karena tanaman palma pada umumnya memiliki nilai-nilai keindahan tersendiri. Contoh tanaman palma yang sering dijadikan tanaman hias adalah: pinang merah dan palem kipas.
Tanaman palma penghasil gula biasanya menghasilkan nira yang memiliki kadar gula sekitar 12-18 %. Nira ini biasanya dihasilkan dengan menyadap tangkai bunga tanaman palma. Menurut Muchtadi (1992), nira adalah cairan yang keluar dari bunga tanaman kelapa ataupun pohon penghasil nira lainnya seperti aren, siwalan, dan lontar dengan cara disadap. Cairan ini berwarna bening dan merupakan bahan baku utama pembuatan gula palma. Beberapa tanaman palma penghasil gula antara lain yaitu aren, dan kelapa. 1. Aren (Arenga pinnata Merr) Aren (Arenga pinnata Merr) termasuk suku aracaceae (pinangpinangan), dan merupakan salah satu tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) (Sunanto, 1993). Tanaman ini merupakan spesies dari genus Arenga dan termasuk famili Palmae. Tanaman aren merupakan tanaman yang multiguna, hampir seluruh bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan. Dari tandan bunganya dapat diperoleh nira untuk bahan pembuat gula, cuka atau minuman. Buahnya (kolang-kaling) dipakai sebagai bahan makanan dan minuman. Ijuknya merupakan bahan baku anyaman, dekorasi dan atap rumah tradisional, sedangkan batangnya mengandung pati yang dapat diperdagangkan (Flach dan Rumawas, 1996). Pohon aren banyak tumbuh di daerah tropis. Jenis tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di tempat yang dekat aliran sungai, baik di hutan atau di tempat yang agak terbuka pada ketinggian 0-1400 m dpl. Tanaman ini pada umumnya baru mulai berbunga pada umur 8-10 tahun. Sejak itu pohon bisa disadap niranya selama 3-4 tahun. Dari setiap batangnya diperkirakan akan dihasilkan 10 l nira dengan kadar gula sekitar 17% (Soeseno, 2000), sedangkan menurut Goutara dan Wijandi (1975) pada umur 5-12 tahun pohon aren sudah dapat disadap niranya. Tiap tanaman dapat disadap selama 3 tahun dan tiap tahun dapat disadap 3-4 tangkai bunga. Hasil niranya 300-400 l per musim tangkai bunga (3-4 bulan) atau 900-1600 l nira pertahun. Dalam sehari dapat disadap dua kali dengan menghasilkan 3-10 l nira.
5
Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi nira aren antara lain varietas tanaman, umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah, iklim, pemupukan dan pengairan (Goutara dan Wijandi, 1975). Komposisi nira aren selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nira Palma Indonesia Nira dari palma Aren Kelapa Bahan kering (g/l) 140-180 150-200 Sukrosa (g/l) 130-170 120-180 Gula pereduksi (g/l) 7-10 Protein (g/l) 1-6 Lemak (g/l) 0.4 Abu (g/l) 2-4 1-4 N (mg/l) 410 300-510 P (mg/l) 10 60-100 K (mg/l) 1200 1200-2000 Ca (mg/l) 10 10-20 Mg (mg/l) 100 30-50 pH 8 7,2 Sumber : Flach dan Rumawas (1996) Komponen
2. Kelapa (Cocos nucifera Linn) Tanaman kelapa (Cocos nucifera Linn) termasuk anggota tanaman palma yang sangat terkenal dan banyak tersebar di daerah tropis. Tanaman kelapa sangat banyak terdapat di Indonesia yang pada umumnya dapat tumbuh dengan subur di daerah pesisir pantai. Sama seperti aren, tanaman ini juga merupakan tanaman yang multiguna. Beberapa kegunaan tanaman kelapa diantaranya yaitu daunnya banyak digunakan sebagai janur (hiasan), batang daun digunakan sebagai lidi, dan nira dari pohon kelapa merupakan bahan baku untuk pembuatan gula palma. Tumbuhan ini banyak tersebar di daerah tropika dan sering dijumpai di daerah pantai. Menurut Sudarnadi (1996), tanaman kelapa tumbuh dengan baik di bawah ketinggian 300 m dpl dengan curah hujan 1.2702.550 mm pertahun. Di Indonesia tanaman ini sering ditanam
6
di pekarangan atau tegalan. Tanaman ini memiliki daun majemuk dan bersirip genap, bunganya berwarna kekuningan atau kehijauan, tersusun dalam malai. Tumbuhan akan berbunga terus-menerus sepanjang tahun. Dalam tandan bunga betina terletak dipangkalnya, sedangkan bunga jantan di ujung tandan. Buahnya bulat, berbatok dan berdaging buah. Menurut Palungkun (1998), terdapat dua jenis varietas kelapa, yaitu kelapa genjah (Dwarf coconut) dan kelapa dalam (Tall coconut). Selain itu terdapat kultivar kelapa hibrida yang merupakan persilangan antara kelapa genjah dan kelapa dalam. Nira kelapa merupakan cairan yang dihasilkan dari penyadapan tangkai bunga tanaman kelapa. Kelapa mulai dapat disadap pada umur 6-8 tahun dan dapat disadap hingga 25-30 tahun. Penyadapan dilakukan sepanjang tahun selama 4 bulan, dengan hasil niranya 2-4 l per hari (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Usaha menghasilkan gula kelapa terutama dipengaruhi oleh kondisi harga kopra. Jika harga kopra tinggi, maka produksi gula kelapa akan menurun. Sebaliknya jika harga kopra merosot produksi gula kelapa kembali meningkat (Deinum, 1984). Setiap harinya akan diperoleh ± 3 l nira per pohon dengan kandungan gula sekitar 17%. Komposisi nira kelapa disajikan pada Tabel 1. B. GULA PALMA Gula Palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon palma, yaitu aren (Arenga pinnata Merr), kelapa (Cocos nucifera Linn), siwalan (Borassus flabellifer) atau jenis palma lainnya dan berbentuk cetak atau serbuk/granula (SNI 01-3743-1995), sedangkan menurut Dachlan (1986), gula palma atau gula merah merupakan produk yang dihasilkan dari pengentalan nira dengan cara memanaskan nira tersebut sehingga nira kehilangan kadar airnya dan mengental. Nira yang digunakan biasanya merupakan hasil penyadapan dari tanaman kelapa, aren, lontar ataupun siwalan.
7
Pada dasarnya prinsip pembuatan gula palma adalah diuapkannya air yang terdapat pada nira dengan cara pemanasan hingga nira tersebut mencapai kekentalan tertentu dan kemudian dicetak sesuai keinginan. Pada umumnya digunakan potongan bambu atau tempurung kelapa untuk mencetak gula palma, sehingga dihasilkan gula palma yang berbentuk silinder ataupun berbentuk setengah bola. Menurut Soeseno (2000), gula aren yang dicetak dengan bambu sering disebut gula golong dan yang dicetak dengan tempurung kelapa sering disebut gula batok. Istilah ini biasanya diciptakan masyarakat untuk membedakan gula aren dari gula merah yang terbuat dari tebu, dan gula jawa yang terbuat dari nira kelapa. Setelah dibentuk gula palma yang sudah keras selanjutnya dikemas dan siap untuk diperdagangkan. Kemasan yang biasa digunakan adalah daun pisang atau daun aren yang dikeringkan. Pengemasan dilakukan untuk menjaga gula palma agar terhindar dari benturan selama tranportasi serta mempertahankan kualitas gula agar tetap baik (Sunanto, 1993). Gula palma memiliki tekstur dan struktur yang kompak, tidak terlalu keras sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan empuk. Gula palma berwarna kuning sampai coklat tua (Santoso et al., 1988). Selain itu gula palma juga memiliki aroma dan rasa yang khas. Rasa manis gula palma disebabkan karena gula palma mengandung beberapa jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, glukosa dan maltosa. Kekerasan dan warna gula palma yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh mutu nira yang digunakan. Nira mempunyai sifat yang mudah asam karena adanya proses fermentasi oleh khamir Saccharomyces sp. Oleh karena itu nira harus segera dimasak, paling lambat 90 menit setelah dikeluarkan dari bumbung (Sunanto, 1993). Menurut Soeseno (2000), nira aren yang sudah masam jika diolah menjadi gula akan sulit dicetak menjadi gula aren dan produk yang dihasilkan lembek. Persyaratan mutu gula palma menurut SNI 01-3743-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.
8
Tabel 2. Standar Nasional Mutu Gula Palma Kriteria Uji 1. Keadaan Bentuk Aroma dan rasa Warna 2. Bagian yang tidak larut air 3. Air 4. Abu 5. Gula pereduksi 6. Jumlah gula sebagai sukrosa Sumber : SNI 01-3743-1995
Persyaratan
Satuan
% b/b % b/b % b/b % b/b % b/b
Cetak
Butiran
Normal Normal, khas Kuning kecoklatancoklat Maks. 1,0 Maks. 10 Maks. 2,0 Maks. 10 Maks. 77
Normal Normal, khas Kuning kecoklatancoklat Maks. 2,0 Maks. 3,0 Maks. 2,0 Maks. 60 Maks. 90
C. HIDROLISIS ASAM Menurut Wilbraham dan Matta (1992), hidrolisis berarti pembelahan suatu molekul di dalam air. Jika molekul terbelah, hidrogen dari air melekat pada salah satu produk, sedangkan –OH pada produk lainnya. Hidrolisis gula termasuk yang cukup rumit, yaitu dilakukan dengan memanaskan larutan karbohidrat dengan air, dan sedikit katalis asam. Reaksi umum hidrolisis adalah : H+ MA + H2O
MOH + HA
Beberapa polisakarida akan terhidrolisis selama pemasakan atau proses pengolahan. Hal ini lebih dimungkinkan terjadi terutama pada produk yang mengandung banyak zat asam didalamnya, atau dengan penambahan zat asam didalamnya. Sebagai contoh polisakarida akan terhidrolisis oleh asam membentuk fruktosa dan glukosa (Meyer, 1978). Goutara dan Wijandi (1985) menyatakan bahwa semua karbohidrat dapat dihidrolisis oleh asam. Sebagai contoh, polisakarida jika dihidrolisis akan menghasilkan sejumlah monosakarida, dan oligosakarida akan menghasilkan dua sampai enam gula monosakarida. Girindra (1993), juga menyatakan
9
bahwa polisakarida termasuk karbohidrat jika dihidrolisis menghasilkan sejumlah monosakarida. Proses hidrolisis dengan katalis asam merupakan cara yang umum dan sering dipergunakan. Hampir semua jenis asam anorganik maupun organik dapat dipergunakan sebagai katalis. Pemilihan asam yang akan digunakan tergantung pada penggunaan akhir sirup invert tersebut. Asam yang sering dipergunakan sebagai katalis adalah asam klorida (Junk dan Pancoast, 1980). Secara komersial asam klorida banyak digunakan untuk menghidrolisis sukrosa karena daya inversinya yang tinggi. Daya inversi dari beberapa jenis asam disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Daya Inversi Beberapa Jenis Asam Jenis Asam Asam klorida Asam sulfat Asam fosfat Asam tartarat Asam sitrat Asam laktat Sumber : Junk dan Pancoast (1980)
Daya Inversi 100 53,6 6,21 3,0 1,72 1,07
Asam klorida termasuk golongan asam halida. Larutan asam ini tidak berwarna dan mempunyai bau asam yang khas. Asam klorida akan terionisasi dengan sempurna di dalam air dan termasuk golongan asam kuat. kekuatan asam ini dalam ionisasi dinyatakan dengan nilai Ka (konstanta pengionan asam) sebesar 2,5 x 107. Reaksi ionisasi asam klorida dalam air adalah sebagai berikut: HCl
H3O+ + Cl-
+ H2 O
Junk dan Pancoast (1980) menyebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesempurnaan hidrolisis asam adalah konsentrasi asam yang ditambahkan, suhu pemanasan dan waktu pemanasan. Ion H+ dihasilkan dari asam sebagai katalis. Ion-ion ini akan terus dihasilkan selama proses inversi berlangsung. Konsentrasi asam yang dipergunakan akan mempengaruhi kecepatan inversi, karena semakin tinggi konsentrasi asam maka ion H+ yang dihasilkan semakin banyak dan proses inversi berjalan cepat.
10
D. SIRUP GULA INVERT Gula invert merupakan hasil hidrolisis dari sukrosa yaitu α-D-glukosa dan β-D-fruktosa. Hidrolisis terjadi pada larutan dengan suasana asam atau dengan enzim invertase (Junk dan Pancoast, 1980). Reaksi hidrolisis ini disebut inversi karena terjadi akibat perubahan putaran optik sebagai berikut : Sukrosa + air
D (+)-glukosa
[α]D = +66,50
[α]D = +52,50
+
D(-)-fruktosa [α]D = -920
[α]D = -200 Selama pendidihan larutan sukrosa dengan adanya asam akan terjadi proses hidrolisis menghasilkan gula pereduksi (glukosa dan fruktosa). Sukrosa diubah menjadi gula pereduksi dan hasilnya dikenal sebagai gula invert. Kecepatan inversi dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan, dan nilai pH dari larutan (Desrosier, 1988). Apabila sukrosa terhidrolisis sempurna, maka akan dihasilkan 52,63% glukosa dan 52,63% fruktosa. Jadi dari hasil reaksi ini ada tambahan padatan terlarut sekitar 5%. Hal ini tergantung pada derajat inversinya. Mekanisme hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (www.britishsugar.co.uk) Menurut Winarno (1997), ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan dari ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak
11
pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terdapat pada karbon nomor dua. Beberapa tipe gula cair yang penting menurut Junk dan Pancoast (1980), adalah gula cair sukrosa, gula cair invert, dan liquid brown sugar. Gula cair sukrosa dapat diperoleh melalui dua cara yaitu pencairan gula kristal secara langsung (merupakan gula cair pertama) atau pada saat pembuatan gula kristal namun tanpa melewati proses kristalisasi. Menurut Junk dan Pancoast (1980), sirup gula invert dapat diproduksi melalui tiga cara. Pertama adalah dengan menggunakan enzim invertase, cara yang kedua dengan hidrolisis asam sedangkan cara yang ketiga dengan menggunakan resin penukar ion. Gula invert mempunyai nilai kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan sukrosa. Dengan basis sukrosa 100, gula invert dianggap memiliki kemanisan 85-130 dengan rata-rata 105 (Johnson, 1976). Gula cair invert adalah gula cair dengan persentase gula invert yang bervariasi yaitu dari 10% hingga 90%. Gula cair jenis ini biasanya dibuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari gula cair sukrosa yang umumnya dibuat dengan konsentrasi padatan 66,5o-68o Brix. Gula cair invert lebih diterima karena memiliki densitas yang lebih tinggi. Dengan sifat ini sirup gula invert mempunyai ketahanan terhadap serangan kapang dan khamir (Junk dan Pancoast, 1980). E. PENYIMPANAN PRODUK Produk bahan pangan secara alami akan mudah mengalami kerusakan yaitu terjadinya perubahan-perubahan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Kondisi selama proses pengolahan maupun penyimpanan akan dapat mempengaruhi atribut mutu bahan pangan. Perubahan kimia, fisika dan mikrobiologi merupakan perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk pangan. Suatu larutan gula dengan konsentrasi tinggi (TSS > 70 oBrix) akan mampu memberikan stabilitas mikroorganisme pada suatu produk. Pembuatan gula dengan konsentrasi yang tinggi merupakan salah satu teknik pengawetan
12
pangan yang cukup penting. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan aktivitas air (Aw) seiring dengan peningkatan konsentrasi gula itu sendiri, sehingga air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al., 1985). Selama penyimpanan suatu larutan sukrosa dengan konsentrasi tinggi akan mudah mengalami kristalisasi ataupun graining. Hal ini dapat mengurangi mutu rupa dan tekstur dari produk tersebut. Kristalisasi ini terjadi secara spontan akan tetapi dapat dicegah dengan menggunakan bahan-bahan termasuk sirup glukosa dan gula invert yang bersifat tidak mengkristal akan tetapi sangat menghambat terjadinya pengkristalan. Bahan semacam ini sering disebut “dokter” yang bisa ditambahkan dari luar ataupun gula invert dihasilkan dengan menghidrolisis sebagian sukrosa yang ada dengan menggunakan katalis asam (Buckle et al., 1985). Arpah (2001) menyatakan perubahan mikrobiologis ditandai oleh adanya pertumbuhan mikroba. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu faktor intrinsik (pH, Aw, kandungan nutrisi, struktur biologis dan kandungan anti mikroba) dan faktor ekstrinsik (suhu penyimpanan, kelembaban relatif, jenis dan jumlah gas pada lingkungan). Hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimia yang terjadi dalam produk pangan bersifat kumulatif dan ireversible (tidak dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi. Lama waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu produk makanan tidak dapat lagi diterima disebut sebagai waktu kadaluarsa (Syarief dan Halid, 1993). Syarief
et
al.
(1989)
mengemukakan
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi umur simpan bahan pangan. faktor-faktor tersebut antara lain (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen yang memungkinkan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, (2) ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume, (3) kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, (4) sifat keseluruhan dari kemasan.
13
F. KRISTALISASI GULA Ciri gula yang penting ialah kemampuannya membentuk kristal. Kristalisasi merupakan salah satu tahap yang penting dalam pemurnian gula. Semakin murni larutan gula, maka semakin mudah pula gula tersebut mengkristal. Menurut Smythe (1971) di dalam DeMan (1997), adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kristal sukrosa yaitu kelewatjenuhan larutan, suhu, kecepatan nisbi kristal dan larutan, sifat dan konsentrasi pencemar, dan sifat permukaan kristal. Shallenberger dan Birch (1975) di dalam DeMan (1997), menyebutkan bahwa pada kenyataannya gula reduksi tertentu umumnya lebih sukar mengkristal, penyebabnya ialah adanya anomer dan isomer cincin dalam larutan yang yang mengakibatkan gula ini secara intrinsik ’tidak murni’. Campuran gula akan lebih sukar untuk mengkristal dibandingkan larutan gula tunggal.
14
III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah gula aren dan gula kelapa, bahan baku ini diperoleh dari pasar Anyar Bogor. Bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi sirup gula palma antara lain HCl teknis sebagai katalis dalam proses hidrolisis asam dan untuk menetralkannya digunakan NaHCO3 (soda kue). Bahan kimia yang digunakan untuk analisis produk sirup gula palma ini diantaranya ialah larutan Luff Schroll, Pb asetat setengah basa, Na2CO3, KI 20%, H2SO4 25%, indikator kanji, Na2S2O3 0,1 N, HCl 25%, katalis CuSO4+Na2SO4, H2SO4 pekat, NaOH 50%, NaOH 30%, HCl 0,02 N, indikator Mengsel, NaOH 0,02 N, pelarut hexan, PCA dan larutan etanol 70%. 2. Alat Peralatan yang digunakan untuk membuat sirup gula palma ini adalah kompor, panci dan hot plate. Peralatan yang digunakan untuk analisis diantaranya ialah cawan alumunium, cawan porselen, desikator, oven, pemanas destruksi, tanur listrik, labu Kjeldahl, alat destilasi, pipet volumetrik, mikropipet, tabung reaksi, tabung reaksi berulir, labu takar, labu ukur, labu Soxhlet, labu lemak, alat kondensor, pendingin tegak, timbel, buret, erlenmeyer, otoklaf, kertas saring, gelas piala, cawan petri, penangas air, pH meter, waterbath, Viscometer Brookfield, dan Refraktrometer Abbe. B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan Dalam penelitian pendahuluan dilakukan pengujian karakteristik bahan baku gula cetak yang digunakan, meliputi kadar air, kadar abu,
kadar protein, kadar lemak kasar, kadar gula pereduksi, kadar sukrosa, total padatan terlarut, dan bagian tak larut air.
2. Penelitian Utama a. Proses produksi sirup gula invert Diagram alir pembuatan sirup gula invert dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Gula
Pencairan (Pemasakan selama ±10 menit)
air
Larutan induk (TSS ± 65%)
HCl 0,1%
Hidrolisis (suhu 70oC, 90 menit)
Netralisasi
Soda kue 95% b/v HCl
Pendinginan
Sirup Gula Invert
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Sirup Gula Invert Penelitian terdahulu yang telah dilakukan Sriwindarwati (2006), didapatkan perlakuan terbaik untuk proses produksi sirup gula invert yaitu hidrolisis asam menggunakan HCl dengan konsentrasi 0,1% pada suhu 70 oC dan waktu 90 menit. Proses produksi sirup gula invert pada penelitian utama ini menggunakan kombinasi perlakuan terbaik
16
tersebut dengan menggunakan bahan baku gula aren dan gula kelapa, sehingga nantinya dihasilkan dua jenis sirup gula invert. Pembuatan sirup gula invert dengan bahan baku gula palma dilakukan dengan melarutkan gula palma dalam air panas sampai semua gula larut. Sebelumnya gula palma dihancurkan terlebih dahulu menjadi bagian-bagian kecil untuk mempermudah dan mempersingkat waktu pelarutan, hal ini dimaksudkan agar suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi, serta mencegah terjadinya karamelisasi gula dan reaksi Maillard yang berlebihan jika terlalu lama dipanaskan. Setelah semua gula larut maka dihasilkan larutan sukrosa dengan TSS ± 65 oBrix. Larutan induk yang dihasilkan kemudian disaring dan disiapkan untuk proses hidrolisis. Proses hidrolisis dilakukan dengan katalis asam HCl pada konsentrasi 0,1 % pada suhu 70 oC selama 90 menit. Setelah itu dilakukan penetralan dengan menggunakan soda kue (NaHCO3), jumlah yang ditambahkan yaitu 95% bobot per volume HCl 0,1%. Analisa yang dilakukan selama proses produksi sebelum dan sesudah hidrolisis yaitu analisa TSS, analisa kadar gula pereduksi dan sukrosa, serta tingkat hidrolisis produk. Produk yang dihasilkan kemudian dikemas dengan menggunakan botol jar dan dikarakterisasi selama penyimpanan. b. Penyimpanan produk sirup gula invert Produk sirup gula invert yang dihasilkan disimpan pada tiga suhu berbeda yaitu 25 oC, 37 oC, 50 oC untuk kemudian diamati parameter mutunya secara berkala selama 8 minggu. Analisa yang dilakukan untuk mengamati perubahan mutu yang terjadi pada produk gula selama penyimpanan yaitu analisa mikrobiologi dengan metode TPC, kadar gula pereduksi, kadar sukrosa menggunakan metode Luff Schroll, tingkat pengkristalan, dan pH. Analisa-analisa ini dilakukan setiap dua minggu sekali sebanyak 4 titik pengamatan. Selain analisa yang telah disebutkan, sebelum dan sesudah masa penyimpanan juga
17
dilakukan analisa-analisa lainnya seperti; kadar air, kadar abu, total padatan terlarut, viskositas, kadar bagian tak larut air, dan berat jenis. Secara lengkap metode analisa terdapat pada Lampiran 1.
C. RANCANGAN PERCOBAAN Penelitian Utama Rancangan penelitian utama adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Penelitian utama dilakukan dengan dua kali ulangan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan
Yijk = µ + Ti + Hj + THij + εk(ij) Dengan : Yijk : Parameter respon dari pengaruh taraf ke-i faktor T dan pengaruh taraf ke-j faktor H pada ulangan ke-k µ
: Rata-rata umum atau sebenarnya
Ti
: Pengaruh faktor T (Suhu penyimpanan) taraf ke-i (i = 1,2,3)
Hj
: Pengaruh faktor H (Waktu penyimpanan) taraf ke-j(j = 1,2,3,4)
THij : Pengaruh interaksi antar suhu ke-i dan waktu penyimpanan ke-j εk(ij) : Galat percobaan Perlakuan yang diberikan pada penelitian utama ini adalah •
Faktor T (Suhu penyimpanan), terdiri dari 3 taraf yaitu : 1. T-1 : 25 oC 2. T-2 : 37 oC 3. T-3 : 50 oC
•
Faktor H (Waktu penyimpanan), terdiri dari 4 taraf yaitu: 1. H-0 : 0 hari 2. H-1 : 14 hari 3. H-2 : 28 hari 4. H-3 : 56 hari
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK GULA PALMA CETAK Pada penelitian pendahuluan dilakukan karakterisasi terhadap tiga jenis gula cetak yaitu gula aren, gula kelapa serta gula merah tebu. Karakterisasi yang dilakukan meliputi analisa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, bagian yang tidak larut air, total padatan terlarut, kadar gula pereduksi dan kadar sukrosa. Dari ketiga jenis gula cetak tersebut, hanya gula cetak dari tanaman palma yang digunakan sebagai bahan baku untuk membuat sirup gula invert dalam penelitian ini, yaitu gula aren dan gula kelapa. Hasil pengamatan karakteristik ketiga jenis gula cetak disajikan pada Tabel 4. Dari hasil analisa ketiga jenis gula cetak, terlihat adanya beberapa perbedaan dalam sifat-sifat fisik dan kimianya. Berikut ini juga ditampilkan persyaratan gula cetak yang dibandingkan dengan SNI 01-3743-1995 tentang gula palma pada tabel dibawah. Tabel 4. Komposisi kimia gula cetak (bahan baku) Komponen Air (% bb) Abu (% bb) Lemak (% bk) Protein (% bk) Gula pereduksi (% bb) Sukrosa (% bb) Bagian tak larut air (% bb) Total padatan terlarut (oBrix)
SNI 01-3743-1995 Maks.10 Maks. 2 ----------Maks. 10 Min. 77 Maks. 1 -------
Jenis Gula Cetak Aren Kelapa Tebu 10,3 8,8 8,3 2,8 3,6 1,9 1,7 1,9 1,6 1,5 2,9 0,7 11,8 6,0 5,4 75,8 84,3 86,0 0,3 0,2 0,3 83,8 89,7 87,4
1. Kadar Air Kandungan air di dalam suatu bahan sangatlah penting karena berpengaruh terhadap daya tahan suatu produk selama masa penyimpanan. Kadar air yang cukup tinggi pada suatu produk akan mengakibatkan aktifitas air yang ada sangat cocok sebagai media pertumbuhan mikroorganisme.
Winarno (1980) menyatakannya sebagai water activity (Aw), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikrooganisme untuk pertumbuhannya. Hasil analisa kadar air untuk masing-masing gula cetak disajikan pada Tabel 4. kadar air gula cetak berkisar 8,3-10,3%. Dari ketiga gula cetak yang dianalisa, gula palma aren melebihi kadar air yang disyaratkan didalam SNI tentang gula palma cetak yaitu maksimum 10% (bb). Kadar air yang tinggi ini menandakan bahwa telah terjadi penyerapan uap air dari lingkungan, pada dasarnya produk gula palma cetak merupakan produk yang higroskopis (mudah menyerap air dari lingkungan). Kondisi penyimpanan dan penanganan yang tidak sesuai selama penyimpanan dapat berpengaruh terhadap perubahan kadar air. Selain itu kandungan gula pereduksi yang semakin tinggi juga dapat meningkatkan sifat higroskopis dari gula palma. Kandungan kadar gula pereduksi pada gula palma aren melebihi SNI, hal ini sangat berpengaruh pada sifat higroskopisnya yang terlihat dari kadar air gula aren yang juga melebihi SNI 01-3743-1995 tentang gula palma. 2. Kadar Abu Kadar abu yang terdapat didalam suatu bahan menunjukkan adanya kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut DeMan (1997), bahan mineral dapat berupa garam anorganik atau organik ataupun dapat digabung dengan bahan organik, seperti fosfor yang digabung dengan fosfoprotein dan logam yang digabung dengan enzim. Mineral dalam makanan biasanya ditentukan dengan cara pengabuan. Hasil analisa kadar abu gula cetak yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan kadar abu berkisar 1,9%-3,6% (bb). Dari hasil analisa terlihat kadar abu masing-masing gula cetak masih cukup tinggi hanya gula cetak dari nira tebu saja yang masih memenuhi persyaratan mutu SNI 01-3743-1995 tentang gula palma, sedangkan untuk gula cetak aren dan kelapa kadar abunya melebihi dari yang disyaratkan didalam SNI yaitu maksimum 2 %(bb). Tingginya kadar abu dari gula palma cetak ini sangat dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat pada bahan bakunya yaitu nira itu sendiri. Selain itu adanya bahan-bahan yang ditambahkan pada nira yang digunakan
20
baik itu untuk tujuan pengawetan, ataupun memperbaiki karakteristik juga dapat meningkatkan kadar abu dari gula cetak yang dihasilkan. 3. Kadar Protein Protein merupakan suatu polimer yang berasal dari sekitar 21 jenis asam amino berlainan yang digabungkan oleh suatu ikatan peptida (DeMan, 1997). Kandungan protein pada gula palma cetak sangatlah bervariasi, selain dipengaruhi oleh kadar protein nira sebagai bahan baku, adanya reaksi Maillard yang terjadi selama pemasakan nira juga dapat berpengaruh nyata terhadap kadar protein produk gula palma cetak. Hasil analisa kadar protein pada ketiga jenis gula palma cetak ini didapatkan kadar protein gula palma cetak berkisar 0,7%-2,9% (bk) yang disajikan pada Tabel 4. Kandungan protein yang terukur pada ketiga jenis gula palma cetak ini bisa dikatakan cukup rendah. Pada reaksi Maillard, protein akan bereaksi dengan gula pereduksi yang akan menghasilkan senyawa nitrogen yang berwarna coklat atau melanoidin, sehingga reaksi ini sering juga disebut pencoklatan nonenzimatik. Adanya reaksi Maillard inilah juga dapat mempengaruhi nilai kandungan protein pada produk gula cetak. 4. Kadar Lemak Lemak adalah campuran trigliserida, dimana trigliserida terdiri atas satu molekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak (Gaman dan Sherington, 1992). Menurut Buckle et al. (1985), istilah lemak (fat) biasanya digunakan untuk campuran trigliserida yang berbentuk padat pada suhu ruangan. Hasil analisa kadar lemak untuk ketiga jenis gula palma cetak sangatlah bervariasi yaitu berkisar antara 1,6%-1,9% (bk) (Tabel 4). Kadar lemak yang terdapat pada gula palma cetak ini selain berasal dari bahan baku nira itu sendiri juga bisa saja disebabkan karena adanya penambahan bahan-bahan yang mengandung minyak dan lemak selama proses pembuatan gula palma cetak seperti minyak kelapa, parutan kelapa, parutan kemiri. Nurhalim (1985) menyebutkan bahwa minyak kelapa ditambahkan untuk mencegah buih,
21
parutan kelapa dan kemiri ditambahkan untuk mempersingkat waktu pengentalan nira. 5. Kadar Gula Pereduksi dan Sukrosa Hasil analisa kadar gula pereduksi dan sukrosa yang dilakukan terhadap ketiga jenis gula cetak disajikan pada Gambar 3, terlihat bahwa kandungan yang tertinggi adalah sukrosa. Menurut Junk dan Pancoast (1980), sukrosa merupakan disakarida dengan satu molekul α-D-glukosa yang diikat oleh satu molekul β-D-fruktosa. Sukrosa bukan merupakan golongan gula pereduksi karena tidak adanya gugus karbonil yang bebas. Glukosa dan Fruktosa merupakan monosakarida penyusun sukrosa, Kedua monosakarisa ini merupakan golongan gula pereduksi.
100.0
86.0
84.3 75.8
80.0 60.0 40.0 20.0
11.8
6.0
5.4
0.0 Aren
Kelapa
Gula pereduksi (% bb)
Tebu Sukrosa (% bb)
Gambar 3. Kadar gula pereduksi dan sukrosa gula palma cetak Untuk ketiga jenis gula cetak yang dianalisa, gula kelapa dan gula tebu masih memenuhi persyaratan SNI 01-3743-1995 tentang gula palma yaitu minimum 77% (bb), hanya gula aren yang tidak memenuhi syarat SNI. Untuk analisa kadar gula pereduksi dari ketiga jenis gula cetak, hanya gula aren yang melampaui syarat SNI gula palma cetak yaitu maksimum 10% (bb). Disini terlihat jelas bahwa pada produk gula palma aren telah terjadi inversi sukrosa yang merupakan komponen gula utama menjadi glukosa dan fruktosa (gula pereduksi) selama transportasi dan penyimpanan, sehingga nilainya melebihi
22
persyaratan yang telah ditetapkan didalam SNI. Inversi ini bisa saja disebabkan oleh masih adanya aktivitas mikroba pada gula palma cetak. Kandungan kadar gula pereduksi dan sukrosa yang ada pada gula cetak sangat berhubungan erat, dimana gula pereduksi yang ada pada umumnya adalah campuran dari glukosa dan fruktosa, yaitu monosakarida yang merupakan hasil inversi dari sukrosa. Proses inversi ini bisa terjadi sesaat setelah nira disadap hingga pada saat nira tersebut dimasak menjadi gula. Pada nira segar proses inversi sukrosa biasanya disebabkan adanya aktivitas mikroba yang menghasilkan invertase. Menurut Okafor (1978) yang dikutip oleh Chafid (1991), mikroba yang terdapat di dalam nira aren adalah jenis bakteri dan khamir. Jenis-jenis bakteri yang ditemukan adalah dari genus Streptococcus, Acetobacter, Lactobacillus, Micrococcus, Pediococcus, Klebsiella, Bacillus, Leuconostoc, Sarcina, Zymomonas, Corynobacterium, dan Serratia, sedangkan jenis khamir yang banyak tedapat adalah Sacharomyces cerevisae. Mekanisme kerusakan nira akibat fermentasi oleh mikroba adalah sebagai berikut: •
•
•
C12H22O11 + H2O Sukrosa
C6H12O6 + C6H12O6 Glukosa Fruktosa
C6H12O6 Glukosa/fruktosa
2 C5H5OH + 2 CO2 Etanol
C2H5OH + O2 Etanol
CH3COOH + H2O Asam Asetat
Pada reaksi pertama yaitu terjadinya inversi sukrosa yang disebabkan invertase yang dihasilkan oleh mikroba yang mengkontaminasi nira tersebut. Kemudian glukosa dan fruktosa yang dihasilkan tersebut difermentasi menjadi etanol, selanjutnya etanol yang terbentuk tersebut akan teroksidasi dan menghasilkan asam asetat. Ciri-ciri nira yang telah rusak ini dapat dilihat secara fisik yaitu warnanya berubah menjadi putih berbuih dan berbau asam. Kandungan gula pereduksi yang tinggi pada nira akan menyebabkan gula palma cetak yang dihasilkan menjadi lembek dan bersifat higroskopis (Sardjono et al., 1983).
23
Selama proses pengolahan nira menjadi gula juga terjadi penurunan kadar sukrosa akibat adanya reaksi hidrolisis dan browning. Proses pemasakan nira secara konvensional (suhu tinggi dan waktu yang lama) sangat mempengaruhi
terjadinya
kedua
reaksi
tersebut.
Desrosier
(1988)
menyebutkan bahwa selama pendidihan larutan sukrosa dengan adanya asam akan menyebabkan terjadinya proses hidrolisis yang menghasilkan gula pereduksi (glukosa dan fruktosa), kecepatan inversi dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan dan pH larutan. 6. Kadar Bagian Tak Larut Air Kadar bagian tak larut air merupakan bagian dari gula palma cetak yang merupakan bahan pengotor dan terikut dalam nira yang digunakan pada pembuatan gula palma. Semakin tinggi kandungan pengotor ini maka semakin rendah pula kualitas gula palma tersebut. Bahan pengotor ini dapat berupa ranting dan bunga yang berasal dari pohon palma itu sendiri, atau juga berasal dari bahan yang ditambahkan untuk pegawetan nira setelah disadap seperti kemiri, parutan kelapa ataupun tatal nangka. Hasil analisa kadar bagian tak larut air yang disajikan pada Tabel 4 didapatkan data kadar bagian tak larut air untuk gula cetak ± 0,2-0,3%, dari ketiga gula cetak yang diamati semuanya masih memenuhi persyaratan dalam SNI 01-3743-1995 yaitu maksimum sebesar 1% (bb). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa untuk ketiga jenis gula palma cetak yang dianalisa sudah cukup baik mutunya dengan kandungan bahan pengotor yang sangat sedikit. Hal ini bisa terjadi karena proses pengolahan terutama penyaringan nira sudah dilakukan dengan cukup baik selain itu bahan tambahan yang ditambahkan selama proses pengolahan juga sedikit. 7. Total Padatan terlarut Nilai total padatan terlarut diukur dengan menggunakan refraktometer. Nilai yang terukur dinyatakan dengan oBrix, yang merupakan skala hidrometer yang menunjukkan persen berat gula yang terdapat didalam larutan. Nilai total
24
padatan terlarut yang terukur untuk ketiga jenis gula cetak (Tabel 4), berkisar ± 83,8-89,7 oBrix Nilai TSS dari gula aren merupakan nilai yang paling rendah, nilai ini menunjukkan bahwa kadar sukrosa yang merupakan komponen gula utama pada gula palma aren ini sudah mengalami penurunan akibat terjadinya inversi menjadi monosakarida penyusunnya. Inversi ini bisa saja disebabkan adanya aktivitas mikroba selama penyimpanan. B. PRODUKSI SIRUP GULA INVERT DENGAN HIDROLISIS ASAM Proses produksi sirup gula invert yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sriwindarwati (2006), dari penelitian ini dihasilkan kombinasi perlakuan terbaik yaitu dengan hidrolisis asam dengan HCl 0,1% pada suhu 70
o
C dan waktu 90 menit. Tingkat
pengkristalan yang dihasilkan ±2,63% serta tingkat hidrolisis produk paling tinggi yaitu sebesar 3,65%. Tingkat pengkristalan yang dihasilkan merupakan nilai yang paling rendah dibandingkan kombinasi perlakuan hidrolisis yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa inversi yang dilakukan telah berhasil menahan laju pengkristalan sukrosa, yang merupakan komponen utama dari produk sirup gula invert berbahan baku gula palma. Proses hidrolisis dalam proses produksi sirup gula invert bertujuan untuk memecah sebagian ikatan sukrosa menjadi monosakarida penyusunnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghadirkan fungsi “doctor agent” dengan adanya kandungan gula pereduksi pada sirup gula invert yang diproduksi. Hidrolisis sukrosa disebut juga dengan proses inversi. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan putaran optik. Proses inversi ini sendiri bertujuan untuk mengubah sifat-sifat sukrosa, misalnya untuk meningkatkan kelarutan gula sehingga pengkristalan sukrosa secara spontan pada konsentrasi yang tinggi dapat dicegah, selain itu juga bisa untuk meningkatkan kemanisan gula. Menurut Junk dan Pancoast (1980), larutan gula dengan jumlah yang sama antara sukrosa dan gula invert akan memberikan nilai kelarutan tertinggi.
25
1. Tingkat Hidrolisis Tingkat hidrolisis pada proses produksi sirup gula invert ini ditampilkan pada Tabel 5. Nilai ini menunjukkan bahwa telah terjadi proses inversi sukrosa menjadi gula monosakarida penyusunnya, yang terlihat dari peningkatan kadar gula pereduksi setelah proses hidrolisis. Tabel 5. Hasil analisa tingkat hidrolisis produk sirup invert Sampel
Tingkat Hidrolisis (%)
Sirup Invert Aren
2,5
Sirup Invert Kelapa
2,2
Perbedaan tingkat hidrolisis yang didapatkan untuk masing-masing sirup gula invert ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik dari bahan baku gula palma yang digunakan. Seperti yang telah ditampilkan pada hasil analisa proksimat sebelumnya (Tabel 4). Walaupun kondisi hidrolisis yang digunakan sama perbedaan kadar air bahan baku akan menyebabkan kadar air larutan sukrosa induk juga berbeda. Kandungan air yang tersedia ini sangat berpengaruh terhadap tingginya tingkat hidrolisis yang terjadi. Air merupakan komponen yang paling penting dalam proses hidrolisis karena berperan sebagai pereaksi langsung. Kandungan air gula aren lebih tinggi dibandingkan gula kelapa sehingga menyebabkan tingkat hidrolisis yang terjadi pada sirup gula invert berbahan baku gula aren menjadi sedikit lebih tinggi dibandingkan sirup gula invert dari gula palma kelapa. Buckle et al. (1985) menyatakan bahwa adanya kandungan mineral yang terdapat pada gula palma juga bisa menghambat inversi sukrosa, karena akan menyebabkan efek buffer dalam rebusan gula. Kandungan mineral dapat diketahui dengan mengukur kadar abu. Dari data analisis proksimat pada Tabel 5 terlihat bahwa kadar abu gula palma kelapa lebih tinggi dibandingkan kadar abu gula palma aren. Kadar abu yang tinggi pada gula palma kelapa akan menghambat inversi sukrosa sehingga mengakibatkan tingkat hidrolisis yang dihasilkan juga menjadi lebih rendah. Secara umum tingkat hidrolisis pada gula palma memang cukup rendah hal ini bisa saja terjadi karena
26
banyaknya kandungan bahan-bahan non gula pada gula palma yang bisa menghambat proses hidrolisis itu sendiri. 2. Karakteristik Sirup Gula Invert Sirup gula invert yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi. Data hasil karakterisasi sirup gula invert ditampilkan pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6. Karakteristik sirup gula invert Parameter Kelapaa
Arena
Arenb
Kadar Air (%bb)
33,36
32,1
24,33
Kadar Abu (%bk)
2,91
2,39
2,33
Bobot jenis (g/ml)
1,3382
1,3467
1,3711
0,42
0,52
-----
130,67
291,49
808,67
67,18
69,23
71,08
Kadar Bagian Tak Larut Air (%bk) Viskositas (cp) TSS (%) Ket : a ) Sirup Hasil Penelitian b ) Sriwindarwati (2006)
Hasil karakterisrik sirup gula invert yang dihasilkan pada penelitian ini bila dibandingkan dengan sirup gula invert yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya (Sriwindarwati, 2006), tampak bahwa kadar air dari sirup invert yang diproduksi masih cukup tinggi yaitu 33,36% untuk sirup invert dari gula kelapa dan 32,1% untuk sirup dari gula aren. Nilai kadar air sirup gula invert yang dihasilkan oleh Sriwindarwati yaitu sebesar 24,33% (bb). Nilai kadar air yang tinggi ini juga mempengaruhi nilai parameter yang lainnya seperti nilai viskositas, nilai bobot jenis, serta nilai TSS. Nilai viskositas produk sirup gula invert hasil penelitian ini masih cukup rendah bila dibandingkan produk hasil penelitian terdahulu. Hal ini disebabkan kandungan air yang relatif tinggi. Rata-rata nilai viskositas yaitu 211,1 cP, nilai kekentalan yang cukup rendah ini sangat berpengaruh terhadap tekstur dan penampakan produk. Selain kadar air yang tinggi nilai total padatan produk sirup gula invert yang dihasilkan juga lebih rendah dibandingkan hasil penelitian sebelumnya (71,08 oBrix). Nilai total padatan dari sirup gula yang dihasilkan berkisar 67,18-69,23 oBrix, hal ini juga
27
disebabkan oleh kandungan air yang cukup tinggi sehingga nilai TSS yang terukur menjadi lebih kecil. Nilai bobot jenis sirup gula invert yang dihasilkan dari penelitian ini rata-rata ± 1,3424 nilai ini masih lebih rendah bila dibandingkan nilai bobot jenis produk sirup gula invert yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya yaitu ± 1,3711. Rendahnya nilai bobot jenis ini juga diduga berkaitan dengan tingginya kadar air dari kedua jenis sirup gula invert yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air maka bobot jenisnya akan semakin rendah (mendekati bobot jenis air). 3. Karakteristik Sirup Gula Invert Sebelum dan Sesudah Penyimpanan Sirup gula invert yang dihasilkan disimpan didalam inkubator pada tiga suhu penyimpanan yang berbeda selama ± 8 minggu. Produk sirup gula invert ini dianalisa kembali pada akhir penyimpanan untuk melihat perubahan yang terjadi. Hasil karakterisasi setelah penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini. Tabel 7. Perubahan karakteristik sirup sebelum dan sesudah penyimpanan Kelapa Aren Parameter Suhu Akhir Awal Awal Akhir o 25 C 32,26 31,77 32,1 o Kadar Air (%bb) 33,36 37 C 32,31 31,6 o 50 C 32,07 31,09 o 25 C 2,8 2,56 o Kadar Abu (%bk) 2,91 2,39 37 C 2,79 2,58 50 oC 2,79 2,44 25 oC 1,3376 1,3453 Bobot Jenis (g/ml) 1,3382 1,3467 37 oC 1,3386 1,346 o 50 C 1,3412 1,3472 o 25 C 0,36 0,25 Kadar Bagian Tak o 0,42 0,52 37 C 0,35 0,28 larut air (%bk) o 50 C 0,34 0,28 o 25 C 137,25 337,13 Viskositas (cp) 130,67 291,49 37 oC 141,5 340,13 50 oC 146,5 324,25 25 oC 67,05 69,08 o o TSS ( Brix) 67,18 69,23 37 C 67,23 69,28 o 50 C 67,7 69,58
28
Hasil analisa kadar air produk sirup gula invert setelah penyimpanan (Tabel 7) memperlihatkan sedikit penurunan pada kedua jenis produk sirup, baik itu sirup gula invert berbahan baku gula kelapa maupun yang berbahan baku gula aren. Penurunan kadar air ini diduga akibat terjadinya penguapan air yang terkandung di dalam produk, semakin tinggi suhu penyimpanan yang digunakan penurunan kadar air juga semakin meningkat hal ini disebabkan air lebih mudah menguap pada suhu yang lebih tinggi. Proses hidrolisis yang terjadi pada sirup gula invert selama penyimpanan juga bisa mengakibatkan kadar air yang ada berkurang, karena air merupakan komponen utama berperan sebagai pereaksi dalam proses ini. Hasil pengamatan menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan maka inversi yang terjadi juga semakin tinggi (kadar gula pereduksi) sehingga kadar air juga semakin menurun. Hasil analisa kadar abu produk sirup gula invert sebelum dan sesudah penyimpanan disajikan pada Tabel 7. Hasil ini memperlihatkan terjadinya penurunan kadar abu untuk sirup gula invert berbahan baku gula kelapa pada ketiga suhu penyimpanan yang digunakan. Untuk sirup gula invert dari gula aren mengalami peningkatan kadar abu pada ketiga suhu penyimpanan yang digunakan. Peningkatan dan penurunan kadar abu yang terjadi tidak terlalu tinggi, untuk sirup dari gula kelapa rata-rata penurunan kadar abu adalah 0,12%, sedangkan rata-rata peningkatan kadar abu untuk sirup dari gula aren adalah sekitar 0,14 %. Bobot jenis larutan didefinisikan sebagai unit massa per unit volume dan ditunjukkan dalam g/ml. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan piknometer pada suhu 27,5 oC. Hasil pengukuran bobot jenis (Tabel 7), menunjukkan bahwa bobot jenis produk yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar 1,3382-1,3472 g/ml. Terjadi sedikit penurunan nilai bobot jenis selama penyimpanan pada suhu 25 oC, sedangkan pada suhu 37 oC dan 50 oC terjadi sedikit peningkatan untuk kedua jenis gula invert baik itu yang berbahan baku gula aren maupun gula kelapa. Kadar bagian tak larut air merupakan bahan pengotor yang masih terdapat di dalam produk sirup gula invert yang dihasilkan. Bahan pengotor ini
29
bisa berasal dari bahan baku gula palma yang digunakan. Hasil analisa kadar bagian tak larut air untuk kedua sirup gula invert selama penyimpanan (Tabel 7), menunjukkan penurunan pada semua suhu penyimpanan yang digunakan. Untuk sirup gula invert dari gula kelapa terjadi penurunan kadar bagian tak larut air sebesar ± 0,07%, sedangkan untuk sirup gula invert dari gula aren terjadi penurunan sebesar ± 0,25%. Penurunan ini diduga karena sebagian dari partikel yang tak larut seperti debu ada yang berperan menjadi bibit kristal dalam proses kristalisasi. Viskositas menurut Less dan Jackson (1975), adalah ukuran hambatan cairan di dalam pergerakan. Berdasarkan nilai viskositas, larutan dibagi menjadi dua yaitu bersifat Newtonian dan Non Newtonian. Larutan Newtonian memiliki nilai viskositas yang konstan, sedangkan larutan Non Newtonian bersifat sebaliknya. Satuan metrik dari nilai viskositas adalah Poise (dyne.s.cm-2). Dalam penelitian ini nilai viskositas produk diukur dengan menggunakan viscosimeter Brookfield dengan spindle no.3 dan kecepatan putaran 30 rpm. Hasil analisa kedua jenis sirup gula invert yang dihasilkan (Tabel 7.) terlihat nilai viskositas produk berkisar 130,67-340,13 cP. Rata-rata nilai viskositas untuk sirup gula invert dari gula aren lebih tinggi dibandingkan sirup gula invert dari gula kelapa, sehingga sirup gula invert dari gula aren menjadi lebih kental. Selama penyimpanan viskositas kedua jenis produk sirup gula invert mengalami peningkatan pada ketiga suhu penyimpanan yang digunakan. Nilai viskositas sirup gula invert dari gula kelapa pada awal penyimpanan yaitu ± 130,67 cP setelah peyimpanan nilai viskositas produk menjadi ± 141,75 cP, terjadi peningkatan viskositas ± 8,48%. Sedangkan untuk sirup gula invert dari gula aren nilai viskositas pada awal penyimpanan yaitu ± 291,49 cP, setelah penyimpanan nilai viskositas produk menjadi ± 333,83 cP dengan peningkatan viskositas ± 14,53%. Total Soluble Solid (TSS), merupakan nilai total padatan terlarut yang terdapat di dalam suatu larutan yang dinyatakan dengan oBrix dan dihitung sebagai persen sukrosa. Skala brix adalah skala hidrometer untuk larutan gula
30
yang menunjukkan persen berat gula dalam larutan. Pada penelitian ini nilai TSS diukur menggunakan Refraktometer Abbe. Konsentrasi total padatan terlarut berhubungan dengan daya tahan sirup gula palma. Semakin tinggi kandungan sukrosa maka larutan yang dihasilkan akan lebih tahan terhadap serangan mikrorganisme, akan tetapi kandungan sukrosa yang tinggi (TSS > 65 oBrix) akan mengakibatkan larutan mudah mengkristal karena larutan melewati titik jenuhnya. Hasil analisa TSS kedua produk sirup gula invert disajikan pada Tabel 7. Nilai TSS produk sirup gula invert berkisar 67,05-69,58 oBrix. Setelah penyimpanan terjadi sedikit penurunan kadar padatan terlarut pada suhu penyimpanan 25 oC, sedangkan untuk suhu 37 dan 50 oC kadar padatan terlarut sedikit meningkat, akan tetapi nilai peningkatan dan penurunan yang terjadi tidaklah signifikan yaitu ± 0,52%. Jadi bisa dikatakan nilai TSS produk selama penyimpanan cukup stabil. C. PENGARUH
SUHU
DAN
WAKTU
PENYIMPANAN
TERHADAP
KARAKTERISTIK SIRUP GULA INVERT Tujuan utama dari penelitian ini yaitu mempelajari pengaruh suhu dan waktu penyimpanan terhadap perubahan karakteristik mutu produk sirup gula invert yang dihasilkan selama penyimpanan. Parameter yang diamati disini meliputi kadar gula pereduksi, kadar sukrosa, tingkat pengkristalan, pH, dan TPC. Kelima parameter ini sangat berhubungan erat dengan karakteristik mutu dari produk sirup gula invert. Perubahan karakteristik selama penyimpanan serta pengaruh suhu dan waktu penyimpanan adalah sebagai berikut. 1. Kadar Gula Pereduksi Selama penyimpanan, sukrosa akan mengalami inversi dan terpecah menjadi monosakarida penyusunnya yaitu glukosa dan frutosa. Kedua gula ini merupakan golongan gula pereduksi. Kandungan gula pereduksi yang tinggi menunjukkan telah terjadinya inversi sukrosa menjadi sukrosa dan fruktosa yang hasilnya biasanya dikenal dengan gula invert. Desrosier (1988) menyatakan bahwa kandungan gula invert sangat berguna karena kristalisasi
31
sukrosa dalam larutan yang sangat kental dapat dihambat atau dicegah, akan tetapi tingkat inversi yang tinggi akan menyebabkan terjadinya granulasi dekstrosa di dalam substrat. Karena itu diperlukan keseimbangan antara kadar sukrosa dengan kadar gula pereduksi. Hasil analisa kadar gula pereduksi selama penyimpanan menunjukkan terjadinya peningkatan kadar gula pereduksi pada kedua jenis produk sirup gula invert, baik itu yang berbahan baku gula palma kelapa maupun yang berbahan baku gula palma aren. Perubahan kadar gula pereduksi untuk kedua jenis sirup gula invert pada Gambar 4 dan 5 dibawah ini. 7,4
% Gula Pereduksi
8,0 7,0
5,8
6,0 5,0 4,0 3,0 2,0
4,3
4,1 2,0 2,0 2,0
2,6 2,7 2,6
4,8
o
T-1: 25 C
3,2
o
T-2: 37 C o
T-3: 50 C
1,0 0,0 H-0
H-1
H-2
H-3
Gambar 4. Perubahan kadar gula pereduksi sirup invert dari gula aren 15,7
16,0 % Gula pereduksi
14,0 12,0 10,0
7,0
8,0 6,0
4,5 4,5 4,5
8,7
4,8 5,1
5,4 6,0
H-1
H-2
5,5
6,8
T-1 : 25 oC o
T-2 : 37 C o
T-3 : 50 C
4,0 2,0 0,0 H-0
H-3
Gambar 5. Perubahan kadar gula pereduksi sirup invert dari gula kelapa
Hasil sidik ragam untuk produk sirup gula invert dari gula aren (Lampiran 4) menunjukkan bahwa faktor suhu penyimpanan dan faktor waktu
32
penyimpanan berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar gula pereduksi produk (α=0,05). Pengujian lebih lanjut dengan uji Duncan (Lampiran 6) menunjukkan bahwa untuk faktor suhu penyimpanan rata-rata kadar gula pereduksi berbeda nyata pada suhu 50 oC dimana didapatkan rata-rata kadar gula pereduksi tertinggi, sedangkan pada suhu 25 oC dan 37 oC rata-rata kadar gula pereduksi tidak berbeda nyata. Untuk faktor waktu penyimpanan 0 hari (H-0) dan 14 hari (H-1) rata-rata kadar gula pereduksi yang terukur tidak berbeda nyata. Untuk waktu penyimpanan 28 hari (H-2) dan 56 hari (H-3) rata-rata kadar gula pereduksi berbeda nyata, dengan rata-rata kadar gula pereduksi tertinggi yaitu pada waktu penyimpanan 56 hari (H-3). Hasil sidik ragam untuk produk sirup gula invert dari gula kelapa (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penyimpanan serta interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar gula pereduksi produk (α=0,05). Pengujian lebih lanjut dengan uji Duncan (Lampiran 7) menunjukkan bahwa rata-rata kadar gula pereduksi tertinggi yaitu pada interaksi suhu penyimpanan 50 oC (T-1) dan waktu penyimpanan 56 hari (T-2). Dari hasil ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan dan semakin lama waktu penyimpanan, maka kadar gula pereduksi yang terbentuk juga akan semakin tinggi. 2. Kadar Sukrosa Sukrosa merupakan kandungan utama dari sirup gula invert berbahan baku gula palma. Menurut Buckle et al. (1985), selama penyimpanan suatu larutan gula sukrosa dengan konsentrasi tinggi akan mudah mengalami kristalisasi ataupun graining. Hal ini dapat mengurangi mutu rupa dan tekstur dari produk tersebut. Selain mengalami kristalisasi, adanya pengaruh suhu penyimpanan dan aktivitas mikroba juga akan menyebabkan terjadinya inversi sukrosa yang dapat menurunkan kadar sukrosa itu sendiri. Hasil analisa kadar sukrosa selama penyimpanan menunjukkan terjadinya penurunan kadar sukrosa pada kedua jenis produk sirup gula invert, baik itu yang berbahan baku gula palma kelapa maupun yang berbahan baku
33
gula palma aren. Perubahan kadar sukrosa untuk kedua jenis sirup gula invert dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7 dibawah ini. 65,0
61,4 62,4 61,4 61,4
63,6 63,9 63,2 63,0 62,6 58,9
%Sukrosa
60,0
59,9 55,7
55,0
T-1 : 25 oC o
T-2 : 37 C o
T-3 : 50 C
50,0 45,0 H-0
H-1
H-2
H-3
Gambar 6. Perubahan kadar sukrosa sirup invert dari gula aren 60,0
60,0 55,8 55,8 55,8
57,5 56,6
57,9 55,5
55,5
56,9
56,2
% Sukrosa
55,0 T-1 : 25 oC
50,0 46,5
T-2 : 37 oC T-3 : 50 oC
45,0 40,0 H-0
H-1
H-2
H-3
Gambar 7. Perubahan kadar sukrosa sirup invert dari gula kelapa
Hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula aren (Lampiran 4) menunjukkan bahwa hanya faktor waktu penyimpanan yang berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar sukrosa, sedangkan faktor suhu penyimpanan dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kadar sukrosa produk (α=0,05). Pengujian lebih lanjut dengan uji Duncan (Lampiran 6) menunjukkan bahwa faktor waktu penyimpanan 56 hari (H-3) rata-rata kadar sukrosanya berbeda nyata dan merupakan rata-rata yang terendah, sedangkan untuk waktu peyimpanan lainnya rata-rata kadar
34
sukrosanya tidak berbeda nyata. Hal ini berarti kadar sukrosa menurun akibat semakin lamanya waktu penyimpanan. Hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula kelapa (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penyimpanan, serta interaksi dari kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan kadar sukrosa produk (α=0,05). Pengujian lebih lanjut dengan uji Duncan (Lampiran 7) menunjukkan interaksi suhu 50
o
C (T-3) dan waktu
penyimpanan 56 hari (H-3) menunjukkan rata-rata kadar sukrosa yang berbeda nyata, sedangkan interaksi lainnya memiliki rata-rata kadar sukrosa yang tidak berbeda nyata. 3. Tingkat Pengkristalan Ciri gula yang penting ialah kemampuannya membentuk kristal. Kristalisasi merupakan salah satu tahap yang penting dalam pemurnian gula. Semakin murni larutan gula, maka semakin mudah pula gula tersebut mengkristal. Menurut Smythe (1971) di dalam DeMan (1997), adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kristal sukrosa yaitu kelewatjenuhan larutan, suhu, kecepatan nisbi kristal dan larutan, sifat dan konsentrasi pencemar, dan sifat permukaan kristal. Hal ini juga diperkuat oleh Buckle et al. (1985), yang menyebutkan bahwa selama penyimpanan suatu larutan gula sukrosa dengan konsentrasi tinggi akan mudah mengalami kristalisasi ataupun graining. Hal ini dapat mengurangi mutu rupa dan tekstur dari produk tersebut. Hasil pengamatan tingkat pengkristalan selama penyimpanan untuk produk sirup gula invert dari gula kelapa cenderung stabil, sedangkan untuk sirup gula invert dari gula aren sedikit mengalami peningkatan. Perubahan tingkat pengkristalan selama penyimpanan dapat dilihat Gambar 8 dan 9 dibawah ini. Hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula aren (Lampiran 4) menunjukkan bahwa faktor waktu berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai tingkat pengkristalan produk selama penyimpanan (α= 0,05). Pengujian lebih lanjut dengan uji Duncan terhadap faktor waktu (Lampiran 6) menunjukkan
35
bahwa
rata-rata
tingkat
pengkristalan
tertinggi
terjadi
pada
waktu
penyimpanan 56 hari (H-3), hal ini menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan akan semakin meningkatkan pengkristalan.
1,60
% Pengkristalan
1,40 1,20
0,97
1,17 1,13
1,13
1,20
1,32
1,54 1,59 1,42
o
1,00
T-1 : 25 C
0,80
T-2 : 37 C
0,60
T-3 : 50 C
o o
0,40 0,20 0,00 H-1
H-2
H-3
% Pengkristalan
Gambar 8. Perubahan tingkat pengkristalan sirup invert dari gula aren 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00
0,77 0,67
0,63
0,67
0,69 0,68
0,72
0,65 0,66 o
T-1 : 25 C o
T-2 : 37 C o
T-3 : 50 C
H-1
H-2
H-3
Gambar 9. Perubahan tingkat pengkristalan sirup gula invert dari gula kelapa
Hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula kelapa (Lampiran 5) menunjukkan faktor waktu dan suhu penyimpanan serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengkristalan produk selama penyimpanan (α=0,05). Tingkat pengkristalan produk sirup gula invert dari gula kelapa selama penyimpanan bisa dikatakan cukup stabil. Nilai tingkat pengkristalan yang terjadi pada kedua jenis Sirup gula invert masih cukup rendah yaitu berkisar 0,63-1,59%. Dari hasil ini dapat
36
dikatakan proses inversi yang dilakukan cukup berhasil untuk menahan laju pengkristalan yang terjadi selama pengkristalan. 4. pH Derajat keasaman atau pH sirup gula invert yang dihasilkan sangat tergantung dari nilai pH bahan baku yang digunakan. Selain itu proses penetralan setelah hidrolisis juga bisa mempengaruhi nilai pH dari produk, jika asam yang digunakan dalam proses hidrolisis tidak ternetralisir seluruhnya maka akan menurunkan nilai pH. Nilai derajat keasaman akan mempengaruhi cita rasa produk sirup gula invert, sirup gula invert dengan pH rendah akan terasa asam dan tidak disukai konsumen. Hasil analisa nilai pH produk selama penyimpanan menunjukkan penurunan pada kedua jenis produk sirup gula invert (Gambar 10 dan 11). Suhu penyimpanan yang berbeda juga memiliki pengaruh yang berbeda terhadap penurunan nilai pH, semakin tinggi suhu penyimpanan tingkat penurunan pH produk juga semakin tinggi. Akan tetapi secara keseluruhan penurunan nilai pH yang terjadi selama penyimpanan tidaklah terlalu signifikan dimana penurunan pH maksimum yang terjadi untuk sirup gula invert dari gula aren yaitu hanya 5,3% dari nilai pH awal dan untuk sirup gula invert dari gula kelapa yaitu hanya 6,3% dari nilai pH produk pada awal penyimpanan. Penurunan nilai pH maksimum ini terjadi untuk penyimpanan pada suhu tertinggi yang digunakan (50 oC). 5,70
5,63 5,63 5,63
5,60
5,52 5,51 5,47
pH
5,50
5,50
5,53 5,47
5,50 T-1
5,39
5,40
5,33
5,30
: 25 oC T-2 : 37 oC T-3 : 50 oC
5,20 5,10 H-0
H-1
H-2
H-3
Gambar 10. Perubahan nilai pH sirup invert dari gula aren
37
5,30
5,23
5,23
5,23 5,16
5,20
5,12
5,16
5,11
5,04
5,10
pH
5,16
5,10 T-1 : 25 oC
4,99
5,00
4,90
4,90
T-2 : 37 oC T-3 : 50 oC
4,80 4,70 H-0
H-1
H-2
H-3
Gambar 11. Perubahan nilai pH sirup gula invert dari gula kelapa Hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula aren (Lampiran 4) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penyimpanan serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH selama penyimpanan (α=0,05). Sedangkan hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula kelapa (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai pH produk (α=0,05). Pengujian lebih lanjut dengan uji Duncan (Lampiran 7) menunjukkan bahwa untuk faktor suhu penyimpanan rata-rata nilai pH berbeda nyata pada suhu 50 oC dimana didapatkan rata-rata tertinggi, sedangkan pada suhu 25 oC dan 37 oC rata-rata nilai pH tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk faktor waktu penyimpanan 0 hari (H-0) memiliki rata-rata nilai pH yang berbeda nyata, sedangkan untuk waktu penyimpanan yang lain (H-1, H-2, H-3) ratarata nilai pH tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan nilai pH terbesar selama penyimpanan terjadi pada 2 minggu pertama penyimpanan. 5. TPC Mutu mikrobiologis dari suatu makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis
mikroorganisme
yang
terdapat
didalam
bahan
pangan.
Mutu
mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari suatu produk
38
ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme, dan keamanan produk dari mikroorganisme dapat ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terdapat pada produk tersebut (Buckle et al., 1985). TPC
merupakan
satu
metode
untuk
menghitung
cemaran
mikroorganisme total pada bahan pangan. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan dan memberikan gambaran umum dari cemaran mikroba didalam suatu bahan pangan. SNI 01-3544-1994 tentang sirup mensyaratkan nilai cemaran mikroba yaitu maksimum 5 x 102 koloni/ml (angka lempeng total). Hasil analisa TPC selama penyimpanan (Tabel 8) pada suhu penyimpanan yang berbeda tidak terlihat kecenderungan peningkatan aktifitas mikroorganisme pada kedua jenis produk sirup gula invert. Selain itu semakin lama waktu penyimpanan juga tidak memperlihatkan kecendrungan perubahan aktivitas mikroorganisme pada produk. Nilai TPC yang terukur selama penyimpanan masih memenuhi persyaratan dalam SNI 01-3544-1994 tentang sirup yaitu angka lempeng total maksimum sebesar 5 x 102 koloni/ml. Hanya nilai TPC sirup gula invert dari gula aren pada suhu penyimpanan 37 oC (T-2) dan waktu penyimpanan 14 hari (H-1) saja yang melebihi dari SNI yaitu sebesar 6,3 x 102. Tabel 8. Perubahan nilai TPC selama penyimpanan Jenis Suhu
Sirup invert Kelapa T-1
T-2
T-3
Sirup invert Aren T-1
T-2
T-3
H-0
2,1x102 2,1x102 2,1x102
1,8x102 1,8x102
1,8x102
Waktu H-1
2,4x102 2,4x102 1,4x102
3,2x102 6,3x102
4,8x102
H-2
1,2x102 1,7x102 8,2x10
3,4x102 1,6x102
3x102
H-3
1,8x102 2,2x102 3,8x10
2,3x102 1,5x102
1,3x102
Pada dasarnya produk sirup gula invert ini cukup tahan terhadap aktifitas mikroba karena menurut Buckle et al. (1985), suatu larutan gula dengan konsentrasi tinggi (TSS > 70%) akan mampu memberikan stabilitas
39
mikroorganisme pada suatu produk. Pembuatan gula dengan konsentrasi yang tinggi merupakan salah satu teknik pengawetan pangan yang cukup penting. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan aktivitas air (Aw) seiring dengan peningkatan konsentrasi gula itu sendiri sehingga air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme Hasil sidik ragam (α=0,05) untuk kedua jenis produk sirup gula invert, faktor suhu dan waktu penyimpanan serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan aktifitas mikroorganismenya. Hal ini menunjukkan bahwa kadar gula yang tinggi pada produk mampu memberikan stabilitas terhadap nilai cemaran mikroba selama penyimpanan.
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Selama penyimpanan, dapat diamati perubahan pada beberapa parameter mutu sirup gula invert, yaitu masih terjadinya inversi parsial sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Faktor suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh terhadap tingkat inversi sukrosa produk. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka tingkat inversi produk juga semakin tinggi dan semakin lama penyimpanan maka tingkat inversi juga meningkat. Tingkat pengkristalan produk yang dihasilkan masih cukup rendah yaitu rata-rata ± 0,68% untuk sirup dari gula kelapa dan ± 1,27% untuk sirup dari gula aren. Tingkat pengkristalan sirup dari gula kelapa cenderung stabil selama penyimpanan, sedangkan sirup dari gula aren sedikit mengalami peningkatan. Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai pH pada kedua jenis produk sirup gula invert. Semakin tinggi suhu penyimpanan penurunan pH yang terjadi semakin tinggi. Hasil analisa cemaran mikroorganisme menggunakan metode TPC selama penyimpanan tidak memperlihatkan suatu kecenderungan baik itu peningkatan ataupun penurunan, akan tetapi secara umum nilai cemaran mikroba yang terhitung masih memenuhi persyaratan SNI 01-3544-1994 tentang sirup. Perlakuan waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan aktivitas mikroorganisme pada produk sirup gula invert. Kadar total padatan yang tinggi pada produk sirup gula invert menjadikan produk ini cukup awet selama penyimpanan. Secara keseluruhan mutu kedua jenis sirup gula invert selama penyimpanan umumnya masih cukup baik. Semakin tinggi suhu penyimpanan akan meningkatkan kecepatan reaksi secara umum, yaitu reaksi pembentukan gula pereduksi dan penguraian sukrosa produk yang semakin meningkat.
B. SARAN Perlu dilakukan analisis pengaruh jenis kemasan yang berbeda terhadap perubahan karakteristik mutu sirup gula invert selama penyimpanan. Mengingat belum adanya standar SNI untuk sirup gula invert dari gula palma perlu dilakukan penelitian lanjutan yang diperlukan untuk penyusunan standar baku mutu sirup gula invert dari gula palma.
42
DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. AOAC International. The Association of Official Analytical Chemist. Academic Press, Washington. --------. 1999. Official Methods of Analysis. AOAC International. The Association of Official Analytical Chemist. Academic Press, Washington. Apriantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Y. Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. PAU-Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Arpah, M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana. IPB, Bogor. Atjung. 1990. Tumbuhan–Tumbuhan Berguna III, Tanaman Yang Menghasilkan Minyak, Tepung dan Gula. CV. Yasaguna, Jakarta. Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleer dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan : Adiono dan Hari Purnomo. UI Press, Jakarta. Dachlan, S.N. 1986 Proses Pembuatan Gula Merah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor. Deinum, H.K. 1984. Gula Rakyat, Gula Siwalan dari Madura, Gula Jawa dari Banyumas dan Gula Aren dari Banten. Seri Peninggalan Tulisan Yang Berserakan. DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan: Kosasih Patmawinata. Penerbit ITB, Bandung. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan: Muchji Muljodiharjo. UI-Press, Jakarta. Djohana, S.M. 1982. Kelapa Hibrida Budidaya dan Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta. Flach, M dan F. Rumawas (eds). 1996. PROSEA (Plant Resources of South East Asia) No.9 : Plant Yielding non Seed Carbohydrates. Prosea Foundation. Bogor-Indonesia. Girindra, A. 1993. Biokimia I. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Goutara dan S. Wijandi. 1975. Dasar Pengolahan Gula. Agroindustri Press, Bogor. -------------------------------- 1985. Dasar Pengolahan Gula I. Agroindustri Press, Bogor.
Hanafiah, K.A. 2004. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Johnson, J.C. 1976. Specialized Sugars for The Food Industry. Noyes Data Corporation. New Jersey, USA. Junk, W.R. dan H.M. Pancoast. 1980. Handbook of Sugars. Avi Publishing Company. Inc. Westport, Connecticut. Meyer, L.H. 1978. Food Chemistry. The AVI Publishing. Co. Inc. Westport, Conneticut. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Palungkun, R. 1998. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya, Jakarta. Rachman, A.K. dan Y. Sudarto. 1992. Nipah. Sumber Pemanis Baru. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Santoso, H., S.T. Soekarto, dan J. Hermanianto. 1988. Mempelajari Sifat Keempukan Gula Merah. Prosiding Seminar Penelitian Pasca Panen Pertanian (I). 1-2 Januari 1988. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. SNI 01-2892-1992. Cara Uji Gula. Dewan Standarisasi Nasional. SNI 19-2897-1992. Cara Uji Cemaran Mikroba. Dewan Standarisasi Nasional. SNI 01-3544-1994. Sirup. Dewan Standarisasi Nasional. SNI 01-3743-1995. Gula Palma. Dewan Standarisasi Nasional. Soeseno, S. 2000. Bertanan Aren. Penebar Swadaya, Jakarta. Sriwindarwati. 2006. Kajian Pengaruh Hidrolisis Asam terhadap Karakteristik Gula Palma Cair. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB, Bogor. Sudarmadji, S., B. Haryanto dan Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil. E. Guharja. (ed). Penebar Swadaya, Jakarta. Sunanto, H. 1993. Aren. Budidaya dan Multigunanya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
44
Syarief, R., S. Santausa., St. Isyana, B. 1989. Buku dan Monograf I Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa dan Proses Pangan. Pusat Antar Universitas. IPB, Bogor. Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Bandung. Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia, Jakarta. Wilbraham, A.C. dan M.S. Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Penerbit ITB, Bandung. Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ------------------ 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
45
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisa Sirup Gula Invert 1. Gula pereduksi (Metode Luff Schoorl, SNI 01-2892-1992) Cara Kerja : Sebanyak 2 g contoh dilarutkan dalam air dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, 5 ml Pb asetat setengah basa ditambahkan dan digoyang. Tambahkan satu tetes larutan (NH4)2HPO4 10%, (bila timbul endapan putih maka penambahan Pb asetat setengah basa sudah cukup). Untuk mengendapkan Pb asetat setengah basa, ditambahkan 15 ml larutan (NH4)2HPO4 10%. 1-2 tetes (NH4)2HPO4 10% ditambahkan untuk menguji apakah Pb asetat setengah basa telah diendapkan seluruhnya. Apabila tidak timbul endapan berarti penambahan (NH4)2HPO4 10% sudah cukup. Labu ukur dikocok dan ditera dengan akuades kemudian dikocok 12 kali. Larutan didiamkan sebentar sebelum akhirnya disaring. Sebanyak 10 ml larutan hasil penyaringan dipipet dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml, kemudian 15 ml akuades dan 25 ml larutan Luff serta beberapa butir batu didih ditambahkan. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan dipanaskan selama 10 menit, kemudian diangkat dan segera didinginkan (erlenmeyer tidak boleh mengalami goyangan). Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% (untuk penambahan H2SO4, hati-hati terbentuk gas C02). Larutan kemudian dititrasi dengan larutan tio 0,1 N, sebagai indikator digunakan larutan kanji 0,5%. Prosedur blanko ditentukan seperti contoh dengan menggunakan 25 ml akuades dan 25 ml larutan Luff. Perhitungan : Selisih kebutuhan titrasi blanko dan sampel (ml tio) dijadikan ml 0,1N kemudian dalam Tabel penentuan gula menurut Luff Schroll dicari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml tio yang dipergunakan (misalkan w1 mg). Gula pereduksi = w1 x fp x 100% Bobot contoh (mg) Ket :
wl = mg glukosa yang setara dengan ml tio. fp = faktor pengenceran
2. Kadar Sukrosa (Metode Luff Schoorl, SNI 01-2892-1992) Cara Kerja : Sebanyak 50 ml hasil saringan pada penetapan gula pereduksi dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 25 ml HCl 25% dan dihidrolisis pada suhu 68-70°C selama 10 menit, kemudian didinginkan secara cepat dan dinetralkan menggunakan NaOH 30% (dengan indikator fenolftalin terbentuk warna merah muda). Kemudian ditepatkan sampai tanda tera dan dikocok 12 kali. Selanjutnya 10 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml ditambahkan 15 ml akuades dan 25 ml larutan Luff serta beberapa butir batu didih. Kemudian erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan dipanaskan selama 10 menit, selanjutnya erlenmeyer diangkat dan segera
47
didinginkan (erlenmeyer tidak boleh mengalami goyangan). Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2S04 25% (untuk penambahan H2S04, hati-hati terbentuk gas CO2). Larutan kemudian dititrasi dengan larutan tio 0,1 N, sebagai indikator digunakan larutan kanji 0,5%. Perhitungan : Selisih kebutuhan titrasi blanko dan sampel (ml tio) dijadikan ml 0,1N kemudian dalam Tabel dibawah dicari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml tio yang dipergunakan (misalkan Z mg). % Gula sesudah inversi = Keterangan : Z fp % gula total % sukrosa
Z x fp x 100 % Bobot contoh (mg)
= mg glukosa yang setara dengan ml tio = faktor pengenceran = 0,95 x % gula sesudah inversi (sebagai sukrosa) = 0,95 x % gula (sesudah - sebelum inversi)
Tingkat hidrolisis = G pereduksi produk – G pereduksi larutan awal x 100% Kadar sukrosa larutan awal Tabel Penentuan gula menurut Luff Schroll. Na2S2O3 0,1 Glukosa, fruktosa Na2S2O3 0,1 N N (ml) Gula invert (mg) (ml) 1 2,4 13 2 4,8 14 3 7,2 15 4 9,7 16 5 12,2 17 6 14,7 18 7 17,2 19 8 19,8 20 9 22,4 21 10 25 22 11 27,6 23 12 30,3
Glukosa, fruktosa Gula invert (mg) 33 35,7 38,5 41,3 44,2 47,1 50 53 56 59,1 62,2
3. Kadar Air (AOAC, 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100±1oC selama 5 jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator. Bobot akhirnya ditimbang dan pekerjaan ini diulangi hingga bobot akhir konstan. Kadar Air (%) = bobot awal sampel (g) – bobot akhir sampel (g) x 100% bobot awal sampel (g)
48
4. Kadar Abu (AOAC, 1999) Sampel sebanyak 3 – 5 g ditimbang dan ditaruh dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Sebelum diabukan, sampel terlebih dahulu dipanaskan diatas pemanas destruksi hingga terbentuk arang dan tidak berasap lagi. Selanjutnya sampel diabukan dalam tanur listrik pada suhu 550oC hingga terbentuk warna abu-abu. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator. Bobot akhirnya ditimbang dan pekerjaan ini diulangi hingga bobot akhir konstan. Kadar abu (%) =
bobot abu setelah pengabuan (g) berat awal sampel (g)
x 100%
5. Kadar Protein (Metode Semi Mikro Kjeldahl) (AOAC, 1999) Sebanyak 0,1 g bahan dicampur dengan 1 g katalis (dibuat dengan mencampurkan 1 g CuSO4 dan 1,2 g Na2SO4) dan 2,5 ml H2SO4 pekat dididihkan sampai jernih dalam labu Kjeldahl, kemudian didinginkan. Setelah itu diencerkan sampai dengan 100 ml, diambil sebanyak 5 ml untuk dimasukkan ke alat destilasi ditambah 15 ml NaOH 50% dan didestilasi. Hasil destilat ditampung dalam 25 ml HCl 0,02 N dan ditambah 2 tetes indikator Mengsel (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02 dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai berwarna abu-abu. Dilakukan juga terhadap blanko. Kadar protein = (ml NaOH – ml blanko) x N x 14,007 x 6,25 x 100% mg contoh Ket:
N = normalitas larutan NaOH
6. Kadar Lemak Kasar Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 2 – 5 g ditimbang dengan seksama kemudian dibungkus dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui berat keringnya. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet kemudian ditambahkan pelarut heksan secukupnya. Proses dilanjutkan dengan refluks selama ± 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Selanjutnya pelarut disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C hingga bobotnya tetap. Kadar Lemak (%) =
g awal sampel – g akhir sampel g awal sampel
x
100%
7. Bagian Tak Larut air (SNI 01-2891-1992) Cara Kerja : Sebanyak 20 g contoh dimasukkan ke dalam gelas piala 400 ml lalu ditambahkan 200 ml air panas dan diaduk hingga larut. Dalam keadaan panas, bagian yang tidak larut dituangkan ke dalam kertas saring yang
49
telah dikeringkan dan ditimbang. Gelas piala dan kertas saring dibilas dengan air panas, kemudian kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobotnya tetap. Penimbangan kertas saring menggunakan botol timbang. Perhitungan : Kadar bagian tak larut air =
W1 – W 2 W
x 100%
Keterangan : W : bobot contoh (g) W1 : bobot botol timbang + kertas saring berisi bagian yang tak larut (g) W2 : bobot botol timbang + kertas saring kosong (g)
8. Total padatan terlarut (SNI 01 2891-1992) Cara kerja : Sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam gelas piala lalu ditambahkan 25 ml air dan diaduk. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. 2-3 tetes larutan contoh diteteskan ke refraktometer lalu dibaca persen total padatan terlarutnya. Perhitungan : Total Padatan terlarut = 100 x T W Keterangan : T : Persen total padatan yang terbaca W: bobot contoh (g) 9. Bobot jenis (SNI 01 -2891-1992) Prosedur : Piknometer dicuci dan dikeringkan, kemudian ditimbang (g). Piknometer dengan volume tertentu (ml) diisi dengan akuades sampai meluap dan tidak terbentuk gelembung udara, kemudian ditutup dan ditimbang.Untuk berat jenis contoh, piknometer diisi dengan contoh, ditutup dan ditimbang (g 2 ). Perhitungan : Bobot jenis =
g2 - g Volume (ml)
50
10. Tingkat Pengkristalan Prosedur : Botol kosong ditimbang (w1 ) kemudian sampel dimasukkan dan ditimbang lagi (w2 ).Botol berisi sampel disimpan dalam inkubator suhu 25° C selama 17 hari. Kristal yang terbentuk dipisahkan dari larutan, kemudian ditimbang (w 3 ). Perhitungan : Pengkristalan =
W3 W2 – W1
x 100%
11. Viskositas Prosedur : Sampel disiapkan dalam wadah (suhu 25oC). Alat viscosimeter Brookfield dipasang dengan menggunakan spindel no. 3 dan kecepatan putaran 30 rpm. Sampel diukur selama 3 menit (sampai putaran konstan). Nilai yang terbaca dicatat, pengukuran dilakukan secara triplo. Perhitungan : Viskositas (cP) = Nilai yang terbaca x fp Keterangan : fp spindel no.3, 30 rpm adalah 40 12. pH (Apriyantono et al., 1988) Prosedur : pH meter dinyalakan dan didiamkan 15-30 menit agar stabil. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue, selanjutnya elektroda dicelupkan dalam sampel, pH yang terbaca dicatat.
51
Lampiran 2. Data Karakteristik Sirup Gula Invert pada Awal dan Akhir Penyimpanan. Sirup Gula Invert dari Gula Aren Ka Air (% bb)
Suhu penyimpanan
25 oC Rata-rata 37 oC Rata-rata 50 oC Rata-rata
Ka, Abu (% bk)
Densitas
BTLA (% bk) Awal 0,67
Akhir 0,31
Viskositas (cP) Awal 262,40
Akhir 307,00
TSS (%)
Awal 31,86
Akhir 31,83
Awal 2,63
Akhir 3,01
Awal 1,3483
Akhir 1,3457
Awal 69,35
Akhir 69,15
32,33
31,71
2,15
2,12
1,3452
1,3450
0,37
0,19
320,57
367,25
69,10
69,00
32,10 31,86
31,77 31,83
2,39 2,63
2,56 3,03
1,3467 1,3483
1,3453 1,3465
0,52 0,67
0,25 0,28
291,49 262,40
337,13 308,75
69,23 69,35
69,08 69,40
32,33
31,37
2,15
2,13
1,3452
1,3456
0,37
0,29
320,57
371,50
69,10
69,15
32,10 31,86
31,60 30,88
2,39 2,63
2,58 2,52
1,3467 1,3483
1,3460 1,3480
0,52 0,67
0,28 0,27
291,49 262,40
340,13 287,25
69,23 69,35
69,28 69,55
32,33
31,30
2,15
2,36
1,3452
1,3464
0,37
0,29
320,57
361,25
69,10
69,60
32,10
31,09
2,39
2,44
1,3467
1,3472
0,52
0,28
291,49
324,25
69,23
69,58
Sirup Gula Invert dari Gula Kelapa Suhu penyimpanan 25 oC Rata-rata 37 oC Rata-rata 50 oC Rata-rata
Ka Air (% bb)
Ka. Abu (% bk)
Densitas
BTLA (% bk)
Viskositas (cP)
TSS (%)
Awal 33,77 32,96
Akhir 32,68 31,85
Awal 3,05 2,76
Akhir 2,95 2,66
Awal 1,3359 1,3404
Akhir 1,3354 1,3397
Awal 0,45 0,39
Akhir 0,29 0,44
Awal 120,00 141,33
Akhir 120,50 154,00
Awal 66,65 67,70
Akhir 66,70 67,40
33,36 33,77 32,96
32,26 32,62 32,00
2,91 3,05 2,76
2,80 2,96 2,62
1,3382 1,3359 1,3404
1,3376 1,3364 1,3408
0,42 0,45 0,39
0,36 0,33 0,37
130,67 120,00 141,33
137,25 120,75 162,25
67,18 66,65 67,70
67,05 66,85 67,60
33,36 33,77 32,96
32,31 32,43 31,70
2,91 3,05 2,76
2,79 2,95 2,63
1,3382 1,3359 1,3404
1,3386 1,3396 1,3429
0,42 0,45 0,39
0,35 0,37 0,32
130,67 120,00 141,33
141,50 125,00 168,00
67,18 66,65 67,70
67,23 67,30 68,10
33,36
32,07
2,91
2,79
1,3382
1,3412
0,42
0,34
130,67
146,50
67,18
67,70
Lampiran 3. Perubahan Karakteristik Sirup Gula Invert Selama Penyimpanan Sirup gula aren Waktu Penyimpanan (H) H-0 (0 hari) Rata-rata H-1 (14 hari) Rata-rata H-2 (28 hari) Rata-rata H-3 (56 hari) Rata-rata
Gula pereduksi (%) T-1 T-2 T-3 (25oC) (37oC) (50oC)
T-1 (25oC)
Sukrosa (%) T-2 T-3 (37oC) (50oC)
T-1 (25oC)
pH T-2 (37oC)
T-3 (50oC)
Tingkat pengkristalan (%) T-1 T-2 T-3 (25oC) (37oC) (50oC)
TPC (koloni/ml) T-1 T-2 T-3 (25oC) (37oC) (50oC)
1,9
1,9
1,9
61,3
61,3
61,3
5,8
5,8
5,8
160,0
160,0
160,0
2,1
2,1
2,1
61,4
61,4
61,4
5,5
5,5
5,5
195,0
195,0
195,0
2,0
2,0
2,0
61,4
61,4
61,4
5,6
5,6
5,6
177,5
177,5
177,5
2,0
2,3
2,1
63,6
64,4
64,7
5,6
5,6
5,5
0,92
1,11
1,04
145,0
105,0
95,0
3,2
3,2
3,2
61,1
63,4
61,6
5,5
5,4
5,4
1,02
1,22
1,22
485,0
1145,0
860,0
2,6
2,7
2,6
62,4
63,9
63,2
5,5
5,5
5,5
0,97
1,17
1,13
315,0
625,0
477,5
2,8
3,6
5,0
64,6
64,7
63,6
5,6
5,6
5,5
1,04
1,10
1,12
515,0
140,0
490,0
3,6
4,5
6,6
61,3
62,6
61,5
5,4
5,4
5,3
1,21
1,31
1,52
155,0
170,0
100,0
3,2
4,1
5,8
63,0
63,6
62,6
5,5
5,5
5,4
1,13
1,20
1,32
335,0
155,0
295,0
4,9
4,9
5,9
58,6
61,1
57,1
5,6
5,6
5,4
1,28
1,36
1,25
245,0
190,0
135,0
3,6
4,7
8,8
59,2
58,7
54,3
5,4
5,4
5,2
1,57
1,71
1,93
220,0
115,0
130,0
4,3
4,8
7,4
58,9
59,9
55,7
5,5
5,5
5,3
1,42
1,54
1,59
232,5
152,5
132,5
53
Lampiran 3. (Lanjutan). Sirup gula kelapa Waktu Penyimpanan (H) H-0 (0 hari) Rata-rata H-1 (14 hari) Rata-rata H-2 (28 hari) Rata-rata H-3 (56 hari) Rata-rata
Gula pereduksi (%) T-2 T-3 T-1 (37oC) (50oC) (25oC)
T-1 (25oC)
Sukrosa (%) T-2 T-3 (37oC) (50oC)
T-1 (25oC)
pH T-2 (37oC)
T-3 (50oC)
Tingkat pengkristalan (%) T-1 T-2 T-3 (25oC) (37oC) (50oC)
TPC (koloni/ml) T-1 T-2 T-3 (25oC) (37oC) (50oC)
4,9
4,9
4,9
55,3
55,3
55,3
5,30
5,30
5,30
310
310
310
4,0
4,0
4,0
56,3
56,3
56,3
5,16
5,16
5,16
115
115
115
4,5
4,5
4,5
55,8
55,8
55,8
5,2
5,2
5,2
212,5
212,5
212,5
5,3
5,2
6,5
56,0
56,1
55,4
5,24
5,20
5,08
0,68
0,87
0,67
400
375
80
4,3
5,0
7,4
59,1
57,2
55,5
5,08
5,05
5,00
0,66
0,66
0,59
80
100
190
4,8
5,1
7,0
57,5
56,6
55,5
5,2
5,1
5,0
0,67
0,77
0,63
240
237,5
135
5,9
6,9
9,5
58,1
56,4
51,8
5,24
5,19
5,04
0,65
0,73
0,71
190
275
80
4,8
5,0
7,9
61,9
59,4
59,1
5,09
5,03
4,94
0,68
0,64
0,64
50
80
85
5,4
6,0
8,7
60,0
57,9
55,5
5,2
5,1
5,0
0,67
0,69
0,68
120
177,5
82,5
6,0
7,2
14,4
56,5
54,3
46,5
5,23
5,15
4,94
0,70
0,69
0,68
240
420
65
5,1
6,5
17,0
57,4
58,1
46,5
5,09
5,04
4,85
0,74
0,62
0,65
120
20
10
5,5
6,8
15,7
56,9
56,2
46,5
5,2
5,1
4,9
0,72
0,65
0,66
180
220
37,5
54
Lampiran 4. Sidik Ragam Data Perubahan Karakteristik Sirup Gula Invert dari Gula Aren
Kadar gula pereduksi Jumlah Kuadrat Sumber variasi db Kuadrat Tengah F hitung Rata-rata 1 314,650 314,650 425,923 Suhu 2 8,851 4,425 5,990* Waktu 3 44,858 14,953 20,240** Interaksi 6 9,146 1,524 2,063 Galat 12 8,865 0,739 Total 23 71,720 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
F tabel 0,05
0,01
3,880 3,490 3,000
6,930 5,950 4,820
F tabel 0,05
0,01
3,880 3,490 3,000
6,930 5,950 4,820
Kadar sukrosa Jumlah Kuadrat Tengah Sumber variasi db Kuadrat F hitung Rata-rata 1 90552,735 90552,735 42983,893 Suhu 2 9,168 4,584 2,176 Waktu 3 97,088 32,363 15,362** Interaksi 6 13,729 2,288 1,086 Galat 12 25,280 2,107 Total 23 145,265 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
pH Jumlah Kuadrat Sumber variasi db Kuadrat Tengah F hitung Rata-rata 1 729,304 729,304 30707,530 Suhu 2 0,048 0,024 1,000 Waktu 3 0,165 0,055 2,310 Interaksi 6 0,029 0,005 0,205 Galat 12 0,285 0,024 Total 23 0,526 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
F tabel 0,05
0,01
3,880 3,490 3,000
6,930 5,950 4,820
Lampiran 4. (Lanjutan).
Tingkat pengkristalan Sumber Jumlah Kuadrat variasi Kuadrat Tengah db F hitung Rata-rata 1 29,210 29,210 549,697 Suhu 2 0,097 0,049 0,913 Waktu 2 0,580 0,290 5,456* Interaksi 4 0,013 0,003 0,060 Galat 9 0,478 0,053 Total 17 1,168 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
F tabel 0,05
0,01
4,260 4,260 3,630
8,020 8,020 6,420
F tabel 0,05
0,01
3,880 3,490 3,000
6,930 5,950 4,820
TPC Jumlah Kuadrat Tengah Sumber variasi db Kuadrat F hitung Rata-rata 1 1763126,042 1763126,042 20,393 Suhu 2 627,083 313,542 0,004 Waktu 3 354803,125 118267,708 1,368 Interaksi 6 142481,250 23746,875 0,275 Galat 12 1037487,500 86457,292 Total 23 1535398,958 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
56
Lampiran 5. Sidik Ragam Data Perubahan Karakteristik Sirup Gula Invert dari Gula Kelapa
Kadar gula pereduksi Jumlah Kuadrat Sumber variasi db Kuadrat Tengah F hitung Rata-rata 1 1021,815 1021,815 1243,588 Suhu 2 71,778 35,889 43,678** Waktu 3 79,355 26,452 32,193** Interaksi 6 68,433 11,405 13,881** Galat 12 9,860 0,822 Total 23 229,425 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
F tabel 0,05
0,01
3,880 3,490 3,000
6,930 5,950 4,820
F tabel 0,05
0,01
3,880 3,490 3,000
6,930 5,950 4,820
Kadar sukrosa Jumlah Kuadrat Tengah Sumber variasi db Kuadrat F hitung Rata-rata 1 74827,834 74827,834 16972,574 Suhu 2 80,783 40,391 9,162** Waktu 3 66,985 22,328 5,065* Interaksi 6 80,304 13,384 3,036* Galat 12 52,905 4,409 Total 23 280,976 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
pH Jumlah Kuadrat Sumber variasi db Kuadrat Tengah F hitung Rata-rata 1 628,327 628,327 75399,200 Suhu 2 0,081 0,040 4,850* Waktu 3 0,150 0,050 6,000** Interaksi 6 0,043 0,007 0,850 Galat 12 0,100 0,008 Total 23 0,373 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
F tabel 0,05 0,01 3,880 3,490 3,000
6,930 5,950 4,820
57
Lampiran 5. (Lanjutan).
Tingkat pengkristalan Jumlah Kuadrat Tengah Sumber variasi db Kuadrat F hitung Rata-rata 1 8,350 8,350 2081,823 Suhu 2 0,006 0,003 0,774 Waktu 2 0,001 0,0003 0,068 Interaksi 4 0,018 0,005 1,142 Galat 9 0,036 0,004 Total 17 0,061 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
F tabel 0,05
0,01
4,260 4,260 3,630
8,020 8,020 6,420
TPC Jumlah Kuadrat Tengah Sumber variasi db Kuadrat F hitung Rata-rata 1 712426,042 712426,042 31,706 Suhu 2 39108,333 19554,167 0,870 Waktu 3 32486,458 10828,819 0,482 Interaksi 6 21216,667 3536,111 0,157 Galat 12 269637,500 22469,792 Total 23 362448,958 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata
F tabel 0,05
0,01
3,880 3,490 3,000
6,930 5,950 4,820
58
Lampiran 6. Uji lanjut Duncan Produk Sirup Gula Invert Dari Gula Aren
Pengaruh suhu penyimpanan terhadap kadar gula pereduksi Suhu N Rata- rata Peringkat (α=0,05)* o t = 25 C 8 3,0130 A o t = 37 C 8 3,4000 A t = 50 oC 8 4,4500 B * = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata Pengaruh waktu penyimpanan terhadap kadar gula pereduksi Waktu N Rata- rata Peringkat (α=0,05)* 0 hari 6 2,0000 A 14 hari 6 2,6670 A 28 hari 6 4,3500 B 56 hari 6 5,4670 C * = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata Pengaruh waktu penyimpanan terhadap kadar sukrosa Waktu N Rata- rata Peringkat (α=0,05)* 56 hari 6 58,1667 A 0 hari 6 61,3500 B 28 hari 6 63,0500 B 14 hari 6 63,1333 B * = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata Pengaruh waktu penyimpanan terhadap tingkat pengkristalan Waktu N Rata- rata Peringkat (α=0,05)* 14 hari 6 1,0883 A 28 hari 6 1,2167 AB 56 hari 6 1,5167 B * = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
59
Lampiran 7. Uji Lanjut Duncan Produk Sirup Gula Invert Dari Gula Kelapa
Pengaruh interaksi suhu dan waktu penyimpanan terhadap kadar gula pereduksi Peringkat (α=0,05)* Interaksi N Rata- rata T1-H0 2 4,4500 A T2-H0 2 4,4500 A T3-H0 2 4,4500 A T1-H1 2 4,8000 AB T2-H1 2 5,1000 AB T1-H2 2 5,3500 AB T1-H3 2 5,5500 AB T2-H2 2 5,9500 AB T2-H3 2 6,8500 BC T3-H1 2 6,9500 BC T3-H2 2 8,7000 C T3-H3 2 15,7000 D * = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata Pengaruh interaksi suhu dan waktu penyimpanan terhadap kadar sukrosa Interaksi N Rata- rata Peringkat (α=0,05)* T3-H3 2 46,5000 A T3-H1 2 55,4500 B T3-H2 2 55,4500 B T1-H0 2 55,8000 B T2-H0 2 55,8000 B T3-H0 2 55,8000 B T2-H3 2 56,2000 B T2-H1 2 56,6500 B T1-H3 2 56,9500 B T1-H1 2 57,5500 B T2-H2 2 57,9000 B T1-H2 2 60,0000 B * = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
60
Lampiran 7. (Lanjutan).
Pengaruh suhu penyimpanan terhadap nilai pH Suhu N Rata- rata Peringkat (α=0,05)* o t = 50 C 8 5,0375 A o t = 37 C 8 5,1375 B t = 25 oC 8 5,1750 B * = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Pengaruh waktu penyimpanan terhadap nilai pH Waktu N Rata- rata Peringkat (α=0,05)* 56 hari 6 5,0500 A 28 hari 6 5,0667 A 14 hari 6 5,1000 A 0 hari 6 5,2500 B * = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
61