Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Kajian Pengaruh Berbagai Jenis Kemasan Terhadap Kehilangan Hasil Cabai Selama Pengangkutan 1
Renny Utami Somantri1*) dan Syahri1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian No. 83 Km. 6 Palembang 30153 *) Penulis untuk korespondensi:
[email protected] ABSTRAK
Penurunan mutu dan kehilangan hasil cabai setelah dipanen terjadi karena proses respirasi yang terus berlangsung, sehingga cabai menjadi layu atau membusuk. Seperti produk segar hortikultura lainnya, cabai mempunyai karakteristik mudah rusak. Kerusakan ini terjadi akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis. Selama pengangkutan maupun penyimpanan cabai dapat mengalami kerusakan fisik dan fisiologis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehilangan hasil melalui penggunaan berbagai kemasan selama pengangkutan sangat beragam. Kajian dilakukan di Desa Sungai Belida, Kecamatan Lempuing, Kabupaten OKI sejak Juni-Agustus 2016. Adapun perlakuan yang diuji yakni jenis kemasan yang terdiri dari: A) kardus, B) krat plastik sedang (2208), C) krat pelastik kecil (2204), dan D) karung plastik (kontrol) yang diulang pada 3 petani. Setelah dipanen cabai disortasi untuk memisahkan buah yang rusak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam berbagai kemasan dengan kondisi penuh. Cabai diangkut ke Laboratorium BPTP Sumsel yang berjarak sekitar 126 km untuk selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kerusakan fisik, fisiologis dan mikrobiologis serta dikakukan analisis terhadap sifat fisik dan organoleptik buah cabai. Kerusakan cabai selama pengangkutan terendah ditunjukkan pada perlakuan kemasan kardus (A) yakni hanya sebesar 23,6% jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yakni sebesar 35,8%. Kemasan kardus mampu menekan susut bobot buah cabai selama pengangkutan, dimana bobot 100 buah cabai yakni 362,80 g lebih tinggi dibandingkan kontrol yakni 349,09 g. Selain itu, sifat warna dan tekstur buah cabai yang dikemas dengan kardus relatif lebih mampu dipertahankan dibandingkan dengan penggunaan kemasan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan kemasan kardus mampu menekan kerusakan fisik mekanis, fisiologis maupun mikrobiologis selama proses pengangkutan. Kata kunci: cabai, kehilangan hasil, kemasan, pengangkutan. PENDAHULUAN Cabai merupakan produk hortikultura yang mudah rusak sehingga tidak dapat disimpan untuk waktu yang lama. Jika tidak didistribusikan segara, cabai akan mengalami kerusakan baik kualitas maupun kuantitas. Hal ini sebabkan karena kandungan airnya yang tinggi mencapai 90,09%, tumbuh dekat tanah sehingga mudah terkontaminasi mikroba dan kulitnya yang tipis sehingga mudah diserang oleh mikroba. Kerusakan ini terjadi akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis. Di Indonesia, losses hortikultura berkisar 25-40% (Muhtadi,1995). Menurut Triaji et al. (2005), selama pengangkutan dan penyimpanan cabai merah dapat mengalami kerusakan fisik dan fisiologis. Kerusakan lain pada cabai adalah pembusukan yang disebabkan oleh mikroba seperti Aspergillus flavus, Cladosporium fulvum, Collectrichum phomoides serta Fusarium sp. Wijaya et al. (2013) menyatakan rusaknya cabai merah biasanya terjadi selama proses rantai pasokan dari petani sampai dengan pedagang kecil dan konsumen yang diakibatkan masih kurang tertatanya 616
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
proses penanganan pascapanen mulai dari tingkat petani, pengepul, pedagang besar dan pedagang kecil. Selain hal tersebut, banyaknya tingkat kecacatan juga diakibatkan karena ketidaksesuaian cabai merah dengan standar nasional yang telah ditetapkan. Menurut Pangidoan et al. (2014), karena sifat yang mudah rusak inilah sehingga cara pengemasan serta transportasi menjadi titik kritis pascapanen untuk menjaga kesegaran produk pada saat didistribusikan sampai ke konsumen. Pengangkutan sangat penting mengingat jarak antara lokasi panen cabai dengan konsumen biasanya tidak dekat. Untuk memperpanjang kesegaran, biasanya pedagang memerlukan alat angkut yang cocok untuk memperlancar pemasaran. Penggunaan moda transportasi darat umum dilakukan petani sehingga harus diperhatikan bahwa produk segar harus tetap dalam kualitas terbaik dan dapat dipertahankan kondisinya selama transportasi (Sirivatanapa, 2006). Produk segar rentan terhadap kerusakan mekanis selama penanganan dan transportasi baik disebabkan oleh guncangan, getaran maupun tekanan (FAO, 2011). Hasil penelitian membuktikan bahwa 25% produk segar hilang setelah panen, terutama selama pemanenan atau transportasi dari lapangan ke pasar jika tidak dilakukan pengemasan yang baik (Techawongstien, 2006). Hal ini sejalan dengan Sutarya et al. (1995) yang menyatakan pengangkutan cabai dalam jarak lebih dari 200 km dengan kemasan karung berkapasitas 90 kg menyebabkan kerusakan hingga 20%. Pengemasan dapat mempengaruhi masa simpan cabai, dengan kandungan air yang cukup tinggi (55-85%) pada saat panen menyebabkan cabai merah memiliki tingkat kerusakan yang dapat mencapai 40% selama transportasi dan penyimpanan (Lamona et al., 2015). Menurut Walker (2010), penyimpanan cabai dengan kotak akan menghilangkan bobot sekitar 3,5% pada suhu 24OC setiap harinya, namun hanya 0,5% jika menggunakan suhu penyimpanan 8OC, sedangkan jika menggunakan kemasan plastik polietilen (PE), kehilangan bobotnya lebih rendah. Penggunaan keranjang bambu dalam pengangkutan yang jauh, dapat menekan susut bobot hingga 0%, tingkat kerusakan 1,30%, dan kesegaran cabai cukup baik (Hartuti dan Sinaga, 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemasan karton/kardus dengan kapasitas 20 kg dapat digunakan bila dipadukan dengan karung jala yang dimasukkan ke dalam kardus berventilasi (Taufik, 2010). Seperti diketahui, sebagian besar petani cabai mengemas buah cabai menggunakan karung plastik dengan jumlah yang melebihi kapasitas simpan kemasan tersebut. Hal ini tentunya dapat berakibat pada meningkatnya risiko kerusakan buah cabai selama pengangkutan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi pengemasan yang baik agar kehilangan dan kerusakan buah cabai selama pengangkutan dapat ditekan. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu. Kajian dilaksanakan di Desa Sungai Belida, Kec. Lempuing, Kab. Ogan Komering Ilir dan Laboratorium BPTP Sumatera Selatan yang berjarak sekitar 126 km. Waktu pelaksanaan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2016. Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan dalam pengkajian ini diantaranya adalah buah cabai segar, terpal plastik ukuran 4 m x 6 m, karung plastik kapasitas 50 kg, karung jala kapasitas 25 kg, krat berukuran sedang (2208), krat berukuran kecil (2204). Alat yang diperlukan adalah timbangan kapasitas 50 kg, ember kapasitas 40 L, kamera digital. Metode Pelaksanaan. Kajian terdiri dari 4 perlakuan yang merupakan jenis kemasan yakni: A) kardus, B) krat plastik sedang (2208), C) krat pelastik kecil (2204), dan D) karung plastik (kontrol) yang diulang pada 3 petani. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan sebagai berikut.
617
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
1) Panen. Cabai yang telah matang dipetik secara manual dan dimasukkan ke dalam ember plastik 10 L, selanjutnya buah dihamparkan pada terpal plastik ukuran 4 m x 6 m untuk dilakukan proses sortasi. 2) Sortasi. Sebelum dimasukkan ke dalam kemasan, cabai yang sudah dipetik terlebih dahulu disortasi untuk memisahkan buah yang baik dan yang rusak. Buah yang baik dengan karakteristik tidak patah, memar, maupun terkontaminasi mikroba selanjutnya dimasukkan ke dalam kemasan sesuai perlakuan. 3) Pengemasan dan Pengangkutan. Setiap kemasan (kardus, krat plastik sedang, krat plastik kecil dan karung plastik) diisi penuh dengan buah cabai hasil sortasi. Untuk kemasan karung plastik, karung diisi sampai penuh dengan cara dipadatkan sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan petani. Cabai yang telah dikemas ditimbang terlebih dahulu beratnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam mobil pick up dan diangkut ke Laboratorium BPTP Sumsel yang berjarak sekitar 126 km untuk selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kerusakan fisik dan mekanis, fisiologis dan mikrobiologis. Pengumpulan dan Analisis Data. Data yang dikumpulkan meliputi persentase kerusakan cabai akibat gangguan fisik dan mekanis, fisiologis, dan mikrobiologis. Kerusakan fisik ditandai dengan buah cabai yang tidak utuh seperti patah dan memar. Kerusakan fisiologis di antaranya adanya perubahan warna pada cabai yang diakibatkan gangguan fisiologis seperti warna coklat. Sedangkan, kerusakan mikrobiologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh mikroba yang ditandai dengan buah busuk atau menunjukkan gejala antraknosa.. Pengamatan kerusakan cabai dilakukan di Lab. BPTP Sumatera Selatan, dimana dari setiap kemasan dilakukan pemisahan antara cabai yang sehat, cacat fisik/mekanis, rusak fisiologis, dan yang terserang mikroba. Selain itu, juga dilakukan analisis terhadap sifat fisik cabai berupa warna dan tekstur di Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi Hasil Pertanian Universitas Sriwijaya. Data yang diperoleh selanjutnya ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif. HASIL Persentase Kerusakan Fisik dan Mekanis Buah Cabai Selama Pengangkutan Adapun tingkat kerusakan fisik dan mekanis pada buah cabai pada berbagai jenis kemasan selama pengangkutan disajikan pada tabel berikut. Tabel 1. Persentase kerusakan fisik dan mekanis buah cabai Persentase kerusakan (%) Jenis Kemasan Rerata I II III Kardus 1,8 6,3 2,0 3,3 Krat sedang (2208) 4,0 2,4 1,8 2,7 Krat kecil (2204) 8,1 1,1 5,2 4,8 Karung plastik 13,5 12,6 3,9 10,0 Berdasarkan Tabel 1, kemasan krat plastik sedang (2208) mampu menekan kerusakan fisik dan mekanis buah cabai selama pengangkutan, dimana tingkat kerusakan hanya sebesar 2,7%. Persentase Kerusakan Fisiologis Cabai Adapun tingkat kerusakan fisiologis pada buah cabai pada berbagai jenis kemasan selama pengangkutan disajikan pada tabel berikut:
618
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Tabel 2. Persentase kerusakan fisiologis buah cabai Persentase kerusakan (%) Jenis Kemasan Rerata I II III Kardus 6,3 7,4 10,0 7,9 Krat sedang (2208) 7,6 8,5 8,4 8,2 Krat kecil (2204) 7,5 6,1 14,9 9,5 Karung plastik 25,2 4,5 4,9 11,5 Tabel 2 memperlihatkan bahwa kemasan kardus relatif lebih mampu menekan kerusakan cabai yang diakibatkan gangguan fisiologis selama pengangkutan, dimana kerusakan buah cabai hanya sebesar 7,9% lebih rendah dibanding kontrol yakni mencapai 11,5%. Persentase Kerusakan Mikrobiologis Cabai Adapun tingkat kerusakan mikrobiologis pada buah cabai pada berbagai jenis kemasan selama pengangkutan disajikan pada tabel berikut. Tabel 3. Persentase kerusakan mikrobiologis buah cabai Persentase kerusakan (%) Jenis Kemasan Rerata I II III Kardus 5,4 3,9 27,6 12,3 Krat sedang (2208) 5,7 5,7 39,3 16,9 Krat kecil (2204) 6,6 8,8 27,2 14,2 Karung plastik 6,3 24,3 12,4 14,3 Berdasarkan Tabel 3 di atas, kemasan kardus juga mampu menkean kerusakan buah cabai akibat gangguan mikrobiologis selama pengangkutan, dimana tingkat kerusakan hanya 12,3%. Kerusakan Total pada Buah Cabai Selama Pengangkutan Pengaruh berbagai jenis kemasan terhadap kerusakan buah cabai selama pengangkutan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase kerusakan buah cabai selama pengangkutan Total Nilai Jenis Kemasan kerusakan penekanan Kardus 23,6 34,2 Krat sedang (2208) 27,8 22,6 Krat kecil (2204) 28,5 20,5 Karung plastik 35,9 Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis kemasan sangat mempengaruhi tingkat kerusakan buah cabai, dimana penggunaan kemasan kardus terbukti mampu menekan kerusakan buah cabai hingga 34,2%. Hal ini terlihat dari tingkat kerusakan yang hanya 23,6% jauh lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan karung plastik yakni mencapai 35,9%. Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Bobot Cabai selama Pengangkutan Adapun pengaruh jenis kemasan selama pengangkutan terhadap bobot cabai ditampilkan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Bobot cabai pada berbagai kemasan setelah pengangkutan Kardus Krat sedang (2208) Krat kecil (2204) Karung plastik Perlakuan 345,51 347,20 349,09 Bobot 100 butir 362,80 (g) 619
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Pada Tabel 5 di atas terlihat bahwa kemasan kardus mampu menekan susut bobot buah cabai selama pengangkutan, dimana bobot 100 buah cabai yakni 362,80 g lebih tinggi dibandingkan kontrol yakni 349,09 g. Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Sifat Fisik Buah Cabai selama Pengangkutan Adapun pengaruh jenis kemasan selama pengangkutan terhadap sifat fisik buah cabai yang meliputi warna dan tekstur, serta hasil uji organoleptiknya ditampilkan pada Tabel 6 berikut.
620
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Tabel 6. Karakteristik warna dan tekstur buah cabai pada berbagai jenis kemasan selama pengangkutan. Warna Perlakuan Tekstur L C H Kardus 47,7 46,1 31,3 138,8 Krat sedang (2208) 45,0 29,2 14,5 129,1 Krat kecil (2004) 45,0 35,6 20,5 123,0 Karung plastik 43,7 37,7 13,1 139,2 Selanjutnya, dilakukan uji organoleptik terhadap beberapa karakteristik fisik tersebut, dimana hasil uji organoleptik tersebut disajikan pada Tabel berikut. Tabel 7. Hasil uji organoleptik terhadap sifat fisik cabai pada berbagai jenis kemasan setelah pengangkutan. Sifat Fisik Warna
Tekstur
Penampakan keseluruhan
Kriteria penilaian Merah cerah Merah Merah agak gelap Merah gelap Merah kehitaman Padat; keras/mengkel Padat Kurang padat; mulai lunak/lembek/mengering Lunak /lembek Lunak sampai keluar air/kering Permukaan kulit mengkilat; mulus Kurang mengkilat; cukup mulus Agak kusam; mulai keriput; mulai busuk Kusam; keriput; busuk Sangat kusam; sangat keriput
Preferensi panelis terhadap buah cabai pada kemasan (%) Krat Karung Kardus Krat kecil sedang plastik 50 40 30 50 30 30 40 10 20 30 30 40 0 0 0 0 0 0 0 0 40 20 0 50 30 40 60 50 30 30 40 0 0 10 0 0 0 0 0 0 22 33 11 67 67 11 0 0
44 22 0 0
78 11 0 0
33 0 0 0
PEMBAHASAN Proses pengangkutan dapat menyebabkan meningkatnya kehilangan hasil pada sayuran termasuk cabai. Hal ini sejalan dengan Sharma dan Singh (2011) yang menyatakan kehilangan hasil produk sayuran dapat disebabkan karena fasilitas transportasi yang buruk, pengelolaan dan pasar yang buruk, atau karena penanganan pascapanen yang buruk oleh petani, pedagang dan konsumen. Verma dan Singh (2004) menambahkan total kehilangan hasil dapat mencapai 25% dari total produksi. Oleh karena itu, penanganan pascapanen mulai dari pengemasan hingga proses transportasi haruslah diperhatikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kemasan sangat mempengaruhi tingkat kerusakan buah cabai selama proses pengangkutan. Kerusakan ini disebabkan karena gangguan fisik mekanis, fisiologis dan mikrobiologis. Taufik (2010) menyatakan selama pengangkutan, cabai dapat mengalami kerusakan mekanis karena kontak dengan wadah atau dengan cabai yang lain akibat goncangan. Sementara menurut Fauzia et al. (2013), kerusakan mekanis pada buah dan sayuran segar paling banyak dihasilkan dari getaran dan tumbukan yang diterima oleh produk. Kerusakan fisiologis juga bisa terjadi akibat gangguan metabolisme dalam bahan. Proses respirasi yang masih berlangsung dalam cabai yang ditumpuk menghasilkan H2O, CO2, dan energi dalam bentuk panas. Jika panas yang
621
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
dihasilkan berlebihan akan mengakibatkan cabai menjadi layu, respirasi makin cepat, dan jaringan sel mati. Kemasan karung plastik yang biasa digunakan oleh petani menyebabkan kerusakan buah cabai semakin besar. Penggunaan kemasan kardus terbukti mampu menekan kerusakan buah cabai dibanding penggunaan kemasan lainnya, dimana tingkat kerusakan buah cabai hanya 23,6%, lebih rendah dibanding penggunaan karung plastik yakni 35,9%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Sutarya et al. (1995) yang menyatakan pengemasan cabai yang kurang baik dapat menyebabkan kerusakan dan kehilangan hasil selama pengangkutan. Menurutnya, pengangkutan cabai dalam jarak lebih dari 200 km dengan kemasan karung berkapasitas 90 kg menyebabkan kerusakan hingga 20%. Waluyo (1990) menambahkan bahwa kerusakan fisik buah-buahan selama proses transportasi dipengaruhi oleh varietas buah, jenis kemasan, pola susunan buah dalam kemasan dan lama transportasi. Pengaruh jenis kemasan selama proses pengangkutan juga terlihat pada perubahan bobot buah cabai, dimana perubahan bobot cabai dapat ditekan dengan adanya penggunaan kemasan kardus. Bobot cabai pada kemasan kardus yakni 362,80 g lebih besar dibanding karung plastik yang hanya 349,09 g. Hal ini diduga karena kemasan kardus dapat meminimalisir adanya gesekan antar buah, selain itu adanya sirkulasi udara dalam kemasan kardus diduga dapat menekan risiko serangan mikroorganisme pada buah cabai. Getaran yang terjadi selama transportasi mengakibatkan gesekan antar cabai dengan cabai serta cabai dengan kemasan besar sehingga terjadi memar pada cabai, hal tersebut akan memicu terjadinya susut bobot dan memperpendek umur simpan (Pangidoan et al. 2013; Purwadaria 1992). Luka dan memar memicu peningkatan respirasi dan transpirasi senyawa kompleks yang terdapat dalam sel, seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul sederhana seperti CO2 dan air yang mudah menguap sehingga cabai mengalami susut bobot (Wills et al., 1998). Penggunaan kemasan kardus juga terbukti mampu mempertahankan warna maupun tekstur cabai sehingga masih dapat diterima konsumen. Perubahan warna pada cabai terjadi akibat adanya sintesis dari pigmen tertentu, seperti karatenoid dan flavonoid, disamping terjadinya perombakan klorofil (Nurdjannah, 2014). Namun, jika dilihat dari hasil preferensi panelis terhadap parameter warna menunjukkan bahwa buah cabai yang dikemas dengan kardus maupun karung plastik masih memiliki warna yang merah cerah. Hasil ini sejalan dengan penelitian Pangidoan et al. (2014) yang menyatakan perubahan warna pada cabai merah tidak terlalu dipengaruhi oleh jenis kemasan, hal tersebut disebabkan karena cabai termasuk buah non-klimakterik sehingga fase pemasakan karena proses respirasi akan berjalan lambat. Berdasarkan hasil ini tentunya diperoleh gambaran bahwa jenis kemasan akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan buah cabai baik yang disebabkan oleh gangguan fisik mekanis, fisiologis maupun mikrobiologis. Penggunaan kemasan yang tepat seperti kemasan kardus terbukti mampu menekan kerusakan buah cabai oleh faktor-faktor tersebut sehingga susut bobot buah cabai selama pengangkutan juga dapat dikurangi. KESIMPULAN DAN SARAN Kerusakan cabai selama pengangkutan dapat ditekan melalui penggunaan kemasan kardus, dimana kerusakan hanya sebesar 23,6% jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yakni sebesar 35,8%. Kemasan kardus juga mampu menekan susut bobot buah cabai selama pengangkutan, dimana bobot 100 buah cabai yakni 362,80 g lebih tinggi dibandingkan kontrol yakni 349,09 g. Selain itu, warna dan tekstur buah cabai yang dikemas dengan kardus lebih mampu dipertahankan dibandingkan dengan penggunaan kemasan lainnya.
622
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Program SMARTD Balitbangtan Kementerian Pertanian atas pendanaan melalui Program Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Spesifik Lokasi (KKP3SL) Tahun Anggaran 2016. DAFTAR PUSTAKA Fauzia, K., M. Lutfi, C.L. Hawa. 2013. Penentuan tingkat kerusakan buah alpukat pada posisi pengangkutan dengan simulasi getaran yang berbeda. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 1(1): 50-54. Hartuti, N. dan R.M. Sinaga. 1993. Pengaruh jenis dan kapasitas kemasan terhadap mutu cabai dalam pengangkutan. Buletin Penelitian Hortikultura 3(2): 124−132. Iswari, A dan Srimaryati. 2014. Pengaruh giberelin dan jenis kemasan untuk menekan susut cabai kopay selama pengangkutan jarak jauh. Jurnal Pascapanen 11(2): 89-100. Lamona, A., Y.A. Purwanto, Sutrisno. 2015. Pengaruh jenis kemasan dan penyimpanan suhu rendah terhadap perubahan kualitas cabai merah keriting segar. Jurnal Keteknikan Pertanian 3(2): 145-152. Muhtadi, D., Anjarsari, B. Prosiding.
2005. Meningkatkan Nilai Tambah Komoditas Sayuran.
Nurdjannah, R. 2014. Perubahan Kualitas Cabe Merah dalam Berbagai Jenis Kemasan selama Penyimpanan Dingin [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Pangidoan, S., Sutrisno, Y.A. Purwanto. 2013. Simulasi transportasi dengan pengemasan untuk cabai merah keriting segar. JTEP ISSN 2338-8439 Vol.27 April 2013. Pangidoan, S., Sutrisno, Y.A. Purwanto. 2014. Transportasi dan simulasinya dengan pengemasan curah untuk cabai keriting segar. Jurnal Keteknikan Pertanian 28(1): 2330. Pantastico, E.R.B. 1989. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Yogyakarta: Gajah Mada Press. Purwadaria, H.K. 1992. Sistem Pengangkutan Buahbuahan dan Sayuran. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor Sharma, G. and S.P. Shingh. 2011. Economic Analysis of Post-harvest Losses in Marketing of Vegetables in Uttarakhand. Agricultural Economics Research Review 24: 309315. Sirivatanapa S. 2006. Packaging and Transportation of Fruits and Vegetables for Better Marketing. APO 2006 ISBN 92-833-7051-1. Sutarya, R., G. Grubben, dan H. Sutarno. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Gadjah Mada Univ. Press bekerja sama dengan Prosea dan Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Taufik, M. 2010. Analisis pendapatan usahatani dan penanganan pasca panen cabai merah. Jurnal Litbang Pertanian 30(2): 66-72.
623
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Techawongstien S. 2006. Postharvest Management of Fruit and Vegetables in the AsiaPacific Region – Thailand. Asian Productivity Organization 2006 ISBN 92-833-70511. Verma, A. and Singh, K.P. 2004. An economic analysis of post-harvest losses in fresh vegetables. Indian Journal of Agricultural Marketing 18(1): 136-139. Waluyo, S. B. 1990. Pengkajian Dampak Getaran Mekanik Pengangkutan Truk terhadap Jeruk dalam Kemasan. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wills R, Mcglasson B, Graham D, Joyce D. 1998. Post Harvest : An Introduction to the Physiology and Handling on Fruits and Vegetable. Australia (AU) : NSW Pr Limited.
624