7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1
Klasifikasi Kuda Menurut Blakely dan Bade (1991) secara umum klasifikasi zoologis ternak
kuda adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Perissodactyla
Famili
: Equidae
Genus
: Equus
Spesies
: Equus caballus
Indonesia mempunyai beberapa jenis kuda yang semuanya termasuk tipe kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm.
Kuda tersebut yang
dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab. Kuda-kuda tersebut pada umumnya diberi nama sesuai dengan asalnya di Indonesia, yaitu Sandel (dari Sumbawa), Sumbawa, Bima, Timor, Subu (dari Sawo), Flores, Lombok, Bali, Batak, Sulawesi, Jawa, dan Priangan (Prakkasi, 2006). Habitat kuda adalah lingkungan yang basah berawa. Pemuliaan kuda yang terdapat di Indonesia dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Bentuk leher tegak dan lebar, tengkuk umumnya kuat, punggung
8 lurus, dan pinggul kuat. Letak ekor tinggi dan berbentuk lonjong, kaki berotot kuat, dada lebar, persendian baik tetapi tulang rusuk berbentuk lengkung serasi, sedangkan bentuk kuku kecil dan berada di atas telapak yang kuat (Blakely dan Bade, 1991). 2.1.1
Sejarah Kuda Sumba Pulau Sumba merupakan salah satu pulau terbesar di Nusa Tenggara
Timur (NTT) yang terkenal karena kemegahan megalitik marapunya serta ketangkasan dan kesatriaan para umbu di punggung kuda Sumba dalam pesona perang pasola yang diadakan setiap tahun. Kuda Sumba bagi masyarakat Sumba merupakan simbol kesejahteraan dan menunjukkan strata sosial dalam masyarakat Sumba. Usaha melestarikan kuda Sumba yang menyatu dengan ritual adat dan sebagai kearifan lokal merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sosial masyarakat Sumba (Disnak Provinsi NTT, 2012). Kuda Sumba berpinggang agak tinggi dan merupakan keturunan kuda Australia yang pernah diintroduksi ke pulau Sumba.
Kuda Sumba dianggap
sebagai jenis kuda yang baik sebagai kuda pacu, maka pada tahun 1841 pejantanpejantan kuda unggul diekspor ke pulau Jawa, Singapura dan Malaysia (Straits Settlements), Manila dan Mauritius (Afrika Timur) sehingga sebagai akibatnya hanya disisakan pejantan yang berkualitas rendah dan menyebabkan mutu peternakan merosot. Tahun 1.918 jumlah kuda di pulau Sumba sekitar 16.000 ekor dan memperlihatkan dua jenis bentuk, yaitu kuda yang berbentuk kecil di daerah selatan dan timur serta kuda yang berbentuk agak besar di daerah utara dan barat (Soehardjono, 1990).
9 2.1.2 Deskripsi Kuda Sumba Keputusan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
Nomor
426/Kpts/Sr.120/3/2014 tentang Penetapan Rumpun Kuda Sandel yaitu: 1. Nama rumpun
: Kuda Sandelwood
2. Asal-usul
: Berasal dari persilangan antara kuda poni Sumba dan Kuda Tiberi Timur Tengah
3. Wilayah sebaran asli geografis : Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur 4. Wilayah sebaran
: Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pulau Jawa, Pulau Madura, dan Pulau Bali
5. Karakteristik Tabel 1. Karakteristik Sifat Kualitatif Warna Bulu
Ekor
Hitam cokelat, putih,
Hitam cokelat, putih,
cokelat, krem, abu-abu dan
cokelat, krem, abu-abu
belang
dan belang
Tempramen Aktif
10 Tabel 2. Karakteristik Sifat Kuantitatif Tinggi pundak Panjang badan Ukuran Tubuh
Lingkar dada Bobot badan Tinggi pinggul
Umur dewasa kelamin Umur beranak pertama Jarak beranak Lama berahi Siklus berahi
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
131 ± 2,0 cm 131 ± 1,3 cm 133 ± 1,3 cm 140 ± 0,7 cm 138 ± 1,1 cm 151 ± 0,9 cm 209 ± 5,6 kg 246 ± 2,3 kg 130 ± 1,4 cm 130 ± 1,2 cm 1,5 – 2 tahun 2,5 – 3 tahun 1 tahun 5 – 6 hari 10 – 39 hari
2.1.3 Keunggulan Kuda Sumba Kuda Sumba memiliki postur tubuh lebih rendah bila dibandingkan kudakuda ras Australia atau Amerika yang banyak digunakan orang untuk kuda tarik, kuda tunggang, dan bahkan kuda pacu. Keistimewaannya terletak pada kaki dan kukunya yang kuat, leher besar serta memiliki daya tahan tubuh yang istimewa (Disnak Provinsi NTT, 2012). Kaki kuda Sumba berotot kuat, kening, dan persendiannya baik. Bentuk kuku kecil dan berada di atas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya yang kurang serasi (kurang baik), karena kedua kaki bagian muka lebih berkembang bila dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara, termasuk di Sumba (Disnak Provinsi NTT, 2012).
11 Kuda Sumba sampai saat ini masih merupakan kuda yang diternakkan di Pulau Sumba dan dikirim ke pulau-pulau lain seperti Jawa, Madura, dan Bali untuk dipergunakan sebagai kuda tarik, kuda tunggang, serta kuda pacu. Lomba pacuan kuda Sandelwood masih bisa dinikmati di berbagai daerah di Indonesia terutama di Jawa, Madura, dan Sumba (Disnak Provinsi NTT, 2012). Kekuatan kuda Sumba yang bertumpu pada kuku disebabkan kondisi alam Sumba yang tandus dan berbukit-bukit serta cara pemeliharaan yang dilakukan secara ekstensif atau dilepas bebas merumput di padang. Jenis makanan kuda Sumba dari rerumputan liar diperkirakan ikut mempengaruhi kekuatan dan daya tahan tubuh kuda Sumba (Disnak Provinsi NTT, 2012). 2.2
Pertumbuhan dan Perkembangan Ternak Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot
hidup, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan komponenkomponen tubuh dan organ serta komponen kimia. Pertumbuhan seekor ternak dilihat antara lain dari bertambahnya ukuran tubuh (Soeparno, 2005). Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan berhubungan erat dengan adanya perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa (Sugeng, 1992).
Proses pertumbuhan hewan yaitu:
pertambahan berat sampai dewasa (growth) dan perkembangan bentuk badan dan proses kinerjanya (development). Pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan, kemudian berlangsung lebih cepat, selanjutnya berangsur-angsur menurun atau melambat dan berhenti setelah mencapai dewasa tubuh (Tillman dkk, 1984). Selama pertumbuhan dan perkembangan, bagian dan komponen tubuh mengalami perubahan.
Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan
12 maksimal yang berbeda pula.
Komponen tubuh secara kumulatif mengalami
pertambahan berat selama pertumbuhan sampai mengalami kedewasaan. Komposisi kimia komponen-komponen tubuh termasuk tulang, otot, dan lemak. Tulang, otot, dan lemak merupakan komponen utama penyusun tubuh (Soeparno, 2005). Pertumbuhan dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya. Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya pertambahan bobot badan ternak (Tillman dkk., 1998). Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen atau pengelolaan yang diterapkan, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan, dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Rasyaf, 1994 ; Tomaszewska dkk, 1993). 2.3
Hubungan Antara Lingkar Dada dengan Bobot Badan Bobot badan merupakan salah satu aspek produksi ternak yang perlu
diketahui sehingga perlu diukur. Bobot tubuh ternak merupakan hasil pengukuran dari proses tumbuh ternak yang dilakukan dengan cara penimbangan. Penimbangan bobot badan berguna untuk tatalaksana pemeliharaan seperti pemberian pakan, perkawinan, seleksi, mengetahui kondisi pertumbuhan, dan juga penentu harga dalam kegiatan jual beli ternak. Hasil pengukuran ukuran-ukuran tubuh yang objektif dapat memberikan informasi tambahan dalam pengujian penampilan dan sangat berguna bagi beberapa peternak, karena apabila hasil penilaiannya baik maka dapat meningkatkan harga ternak (Ensminger, 1991).
13 Bobot badan seekor ternak dapat diduga dengan mengetahui ukuran tubuh tertentu. Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain secara bebas, korelasinya dapat disebut positif apabila peningkatan satu sifat menyebabkan sifat lain juga meningkat. Apabila satu sifat meningkat dan satu sifat lain menurun maka korelasinya adalah negatif (Laidding, 1996). Parameter tubuh ternak yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan antara lain lingkar dada dan panjang badan karena panjang badan dan lingkar dada adalah komponen tubuh ternak yang berkorelasi positif tinggi dengan memberikan nilai penyimpangan yang semakin kecil (Dwiyanto, 1982). Pertambahan bobot badan pada hewan menyebabkan hewan tersebut menjadi lebih besar dan diikuti dengan semakin menambah kekuatan dan kesuburan otot-otot penggantung Musculus serratus ventralis dan Musculus pectoralis yang terdapat di daerah dada, sehingga pada gilirannya ukuran lingkar dada semakin meningkat (Malewa, 2009). Lingkar dada memiliki pengaruh yang besar terhadap bobot badan karena dalam rongga dada terdapat organ-organ seperti jantung dan paru-paru, begitu juga dengan pertumbuhan panjang badan tubuh ternak.
Pertumbuhan tubuh dan organ-organ tersebut akan tumbuh
mengalami pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak. Pertambahan bobot badan juga dipengaruhi oleh penimbunan lemak (Yusuf, 2004). Pertambahan lingkar dada menyebabkan bertambahnya bobot badan karena daerah badan akan semakin dalam dan meluas yang akhirnya bagian tersebut akan tertimbun oleh otot daging maupun lemak. Penimbunan otot ini akan mempengaruhi perubahan badan yang semakin membesar dan bertambah berat (Diwiyanto dkk, 1984).
14 Bobot badan dan lingkar dada merupakan fungsi umur, sehingga akan semakin meningkat dengan bertambahnya umur ternak. Komponen tubuh yang berhubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan. Penggunaan ukuran lingkar dada, panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor ternak dengan tepat (Massiara, 1986 ; Dwiyanto, 1982 ; Williamson dan Payne, 1986) Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan cara melingkarkan pita ukur pada tubuh ternak tepat di belakang kaki depan. Pita ukur harus dikencangkan sehingga pita ukur pada bagian dada terasa. Ternak harus dalam posisi normal, kaki depan dan belakang harus sejajar satu sama lain dan kepala ternak harus menghadap ke depan.
Ternak dipuasakan selama 12 jam sebelum dilakukan
pengukuran dengan tujuan agar kondisi ternak tersebut mencapai bobot badan kosong (Gilbert, 1993). 2.4
Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Schoorl Bobot badan seekor ternak dapat diduga dengan mengetahui ukuran
tubuhnya. Rumus penentuan bobot badan berdasarkan ukuran tubuh telah banyak diketahui seperti rumus Schoorl, rumus Winter, serta beberapa diantaranya telah mengoreksi rumus tersebut disesuaikan dengan keadaan lingkungan, pengaruh genetik, umur ternak, dan waktu (Santosa, 2003). Penggunaan ukuran tubuh seperti lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak memberikan petunjuk tentang bobot badan seekor ternak dengan ketelitian yang baik (Williamson dan Payne, 1993).
Bobot badan yang akurat dapat
diketahui dengan cara menimbangnya dengan scaler. Kendala yang dihadapi oleh peternak rakyat adalah harga timbangan yang relatif mahal dan memerlukan tempat yang luas. Cara lain untuk mengetahui bobot badan ternak adalah dengan
15 menggunakan rumus pendugaan bobot badan. Rumus pendugaan bobot badan yang sering digunakan adalah rumus Schoorl yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia yang menggunakan lingkar dada sebagai parameternya (Siregar, 1994). Besar penyimpangan bobot badan dengan menggunakan rumus Schoorl adalah 9,26% pada sapi PO, 3,62% pada sapi persilangan Simental dan PO dan 9,09% pada sapi persilangan Limousin dan PO sedangkan penyimpangan rumus Schoorl terhadap bobot badan aktual pada kuda lokal di Kuningan sebesar 22,09% (Rusdiana, 2010 ; Yudhandi, 2010). Pendugaan rumus Schoorl yang dilakukan pada domba Donggala menghasilkan penyimpangan sebesar 0,874% pada domba jantan dan 5,112% pada domba betina (Malewa, 2009).