1 I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kuda Sumba merupakan kuda poni yang kemudian diberi nama kuda Sandel
atau kuda Sandelwood Pony, hasil perkawinan silang kuda poni lokal (grading up) dengan kuda Arab dan merupakan kuda pacu asli Indonesia. Masyarakat Sumba pada awalnya menggunakan kuda Sumba sebagai alat transportasi, namun seiring dengan perkembangan kehidupan di Sumba, kuda tidak hanya digunakan sebagai alat transportasi tetapi juga digunakan sebagai mahar, sebagai cendera mata untuk urusan adat, seperti perdamaian dan bawaan saat menghadiri upacara penguburan. Kuda Sumba saat ini mulai dikembangkan ke arah prestasi seperti olah raga atau pacuan kuda.
Kegiatan pacuan kuda di Kabupaten Sumba Timur telah
menjadi kegiatan rutin setiap tahun dan dijadikan sebagai kegiatatan adat. Kegiatan tersebut membuat kuda Sumba mulai banyak diminati oleh masyarakat Sumba. Bobot badan kuda merupakan salah satu indikator produktivitas ternak. Bobot badan yang terlalu kecil (kurus) menandakan bahwa kuda kekurangan asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Bobot badan yang terlalu besar, walaupun berarti asupan gizi kuda cukup namun dapat mengganggu aktivitas pergerakan kuda terutama jika kuda merupakan kuda atlet yang digunakan untuk event pacuan atau olahraga sehingga bobot badan menjadi salah satu kriteria seleksi dalam kegiatan pacuan kuda. Bobot badan ternak yang baik dan akurat dapat diketahui dengan menimbangnya dengan scaler.
2 Masalah yang sering dihadapi dalam mengukur bobot badan ternak dalam jumlah yang besar serta biasanya tidak dikandangkan adalah membutuhkan peralatan, tenaga, dan waktu yang banyak sehingga pekerjaan menjadi tidak efektif dan efisien. Permasalahan yang dihadapi di lapangan khususnya peternak rakyat adalah tidak ada timbangan di lokasi peternakan karena harganya relatif mahal yang sulit terjangkau oleh peternak rakyat. Penaksiran bobot badan ternak dapat dilakukan dengan dua cara. Cara yang pertama adalah dengan pengamatan langsung terhadap kondisi atau penampilan tubuh ternak, namun pada penaksiran ini penilaian sangat tergantung pada sifat subyektif penilai. Cara lain untuk mengetahui bobot badan tanpa harus melalui proses penimbangan adalah dengan menduga melalui rumus dengan parameter ukuran tubuh ternak. Beberapa parameter ukuran tubuh ternak yang memiliki hubungan yang erat dengan bobot badan sering dimanfaatkan sebagai penduga bobot badan. Ukuran tubuh yang biasa dijadikan parameter yaitu seperti lingkar dada, tinggi pundak, dan panjang badan. Rumus Schoorl merupakan salah satu rumus pendugaan bobot badan untuk ternak sapi.
Pendugaan ini berdasarkan ukuran lingkar dada ternak yang
kemudian diolah dalam rumus Schoorl.
Berbagai penelitian telah dilakukan
mengenai besar penyimpangan yang dihasilkan dari pendugaan bobot badan ini dan hasilnya dikatakan bahwa besar penyimpangan terhadap bobot aktual tidak berbeda nyata sehingga rumus Schoorl dapat digunakan dalam pendugaan bobot badan ternak. Rumus Schoorl biasa digunakan untuk pendugaan bobot badan sapi, kambing, maupun domba. Pada ternak kuda Sumba, belum diketahui besarnya penyimpangan terhadap bobot aktual kuda sehingga belum diketahui pula apakah
3 pendugaan bobot badan kuda Sumba dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Schoorl. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai “Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba
Menggunakan Rumus Schoorl Terhadap Bobot Badan Aktual (Perlombaan Pacuan Kuda Di Lapangan Rihi Eti, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur)”. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah yang dapat diambil
sebagai berikut: 1. Seberapa besar penyimpangan bobot badan kuda Sumba dengan menggunakan rumus Schoorl. 2. Apakah rumus Schoorl dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menduga bobot badan ternak kuda Sumba. 1.3
Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui besar penyimpangan bobot badan kuda Sumba dalam pengukuran dengan menggunakan rumus Schoorl. 2. Mengetahui apakah rumus Schoorl dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menduga bobot badan ternak kuda Sumba. 1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi ilmiah bagi peneliti dan
khususnya bagi peternak kuda untuk mengetahui bagaimana cara mengukur dan menghitung bobot badan ternaknya jika di lokasi peternakan tidak tersedia alat timbangan yaitu dengan cara mengukur lingkar dada dan menghitung dengan
4 menggunakan rumus Schoorl dan untuk mengetahui apakah pendugaan bobot badan menggunakan rumus Schoorl cocok diterapkan pada ternak kuda Sumba. 1.5
Kerangka Pemikiran Kuda dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe kuda yaitu tipe ringan, berat,
dan kuda poni sesuai dengan ukuran, bentuk tubuh, dan kegunaan. Kuda tipe ringan mempunyai tinggi 1,45-1,7 m, bobot badan 450-700 kg, sering digunakan sebagai kuda tunggang, tari, atau pacu dan secara umum lebih aktif juga lebih cepat dibandingkan kuda tipe berat. Kuda tipe berat mempunyai tinggi 1,45-1,75 m, bobot badan lebih dari 700 kg, dan digunakan sebagai kuda pekerja. Kuda poni memiliki tinggi kurang dari 1,45 m, bobot badan 250-450 kg, dan beberapa kuda biasanya terbentuk dari keturunan kuda tipe ringan (Ensminger, 1962). Kuda Lokal Indonesia (termasuk kuda Sumba) digolongkan ke dalam kuda poni (Edwards, 1994). Kuda Poni telah beradaptasi secara fisik dan merubah gaya hidup mereka untuk bertahan dari kondisi dimana mereka hidup (Roberts, 1994). Ternak kuda masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat di pedesaan, seperti halnya di Kabupaten Sumba Timur, yang memiliki fungsi sosial dan fungsi ekonomis yang cukup tinggi.
Kuda
digunakan sebagai tenaga kerja dan alat angkut yang praktis, selain itu dijadikan sumber ekonomi bagi masyarakat Sumba Timur salah satunya dengan mengikuti event pacuan kuda sehingga dalam memilih seekor kuda perlu memperhatikan tinggi pundak, lingkar dada, tinggi pinggul, dan panjang badan dari ternak kuda tersebut. Seleksi kuda dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu menggunakan silsilah, performance, dan observasi visual. Bobot badan merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linier tubuh meliputi
5 lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak. Parameter tubuh yang sering digunakan dalam menilai produktivitas ternak antara lain tinggi pundak, lingkar dada, dan panjang badan (Blakely dan Bade, 1991). Ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan adalah bagian dari sifat kuantitatif yang memiliki korelasi dengan komponen dan kondisi tubuh ternak. Ukuranukuran tubuh ternak mempunyai banyak kegunaan karena dapat digunakan untuk menaksir bobot badan. Kegunaan dari penaksiran bobot badan digunakan untuk menentukan jumlah pakan, obat-obatan, dan suplemen yang akan diberikan pada ternak, serta salah satu kriteria untuk melakukan seleksi (Ensminger, 1991). Ukuran-ukuran tubuh merupakan faktor yang banyak berhubungan dengan performance ternak. Penggunaan ukuran-ukuran tubuh, sangat baik untuk berat badan maupun untuk mengetahui sifat keturunan dan produksi, sehingga dengan memakai ukuran-ukuran badan dapat menilai performance ternak. Pengamatan terhadap ukuran tubuh digunakan untuk penentuan keragaman baik ukuran maupun bentuk tubuh terhadap populasi ternak berukuran besar seperti kuda dan sering dipakai secara rutin sebagai parameter pengganti dalam menduga bobot hidup ternak (Komosa dan Purzyc, 1982). Tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, dan lingkar dada mempunyai peranan yang cukup besar pada ukuran tubuh ternak kuda pedaging dan pekerja. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai hubungan yang positif dengan bobot badan dan lingkar dada mempunyai pengaruh paling besar terhadap bobot badan (Suryana, 2008). Lingkar dada mempunyai korelasi yang lebih tinggi terhadap bobot badan, dibandingkan panjang badan. Nilai korelasi lingkar dada terhadap bobot badan adalah 0,93, sedangkan nilai korelasi panjang badan terhadap bobot badan adalah 0,84 (Darmadi, 2004).
6 Rumus Schoorl merupakan salah satu rumus yang dapat digunakan untuk pendugaan bobot badan ternak dan biasa digunakan untuk menduga bobot badan ternak ruminansia seperti sapi, kambing, atau domba. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan rumus Schoorl terhadap bobot aktual. Penyimpangan pendugaan bobot badan umumnya berkisar antara 5% sampai 10% dari bobot badan sebenarnya (Williamson dan Payne, 1978). Besarnya penyimpangan berat badan dengan menggunakan rumus Schoorl adalah 9,26% pada sapi PO, 3,62% pada sapi persilangan Simental dan PO dan 9,09% pada sapi persilangan Limousin dan PO (Rusdiana, 2010). Sejauh ini belum diketahui berapa besarnya penyimpangan terhadap bobot aktual pada ternak kuda Sumba dan apakah rumus Schoorl dapat diterapkan pada pendugaan bobot ternak kuda Sumba. 1.6
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada saat acara pacuan kuda di lapangan Rihi
Eti, Kota Waingapu, Kecamatan Prailu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Lama penelitian adalah dua minggu, yaitu terhitung dari 20 Oktober sampai dengan 7 November 2015.