II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas Keong mas atau siput murbai merupakan siput air tawar yang diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1981 sebagai hewan hias. Sejak diintroduksi ke Indonesia, ada dua pendapat yang bertentangan perihal keong mas. Satu pihak mendukung introduksi keong mas dan membiakkannya sebagai komoditas ekspor, dan pihak lain berpendapat keong mas dikhawatirkan akan menjadi hama tanaman (Hendarsih dan Kurniawati, 2002). Bentuk morfologi keong mas dapat dilihat pada Gambar 1. Klasifikasi keong mas (Pomacea canaliculata) menurut Cazzaniga (2002) adalah sebagai berikut : Filum : Molusca Kelas : Gastropoda Subkelas : Prosobranchiata Ordo : Mesogastropoda Famili : Ampullaridae Genus : Pomacea Spesies : Pomacea canaliculata
Gambar 1 Keong Mas (Pamoceae canaliculata)
9
Estebenet dan Martin (2002) menambahkan siklus hidup keong mas bergantung pada temperatur, hujan atau ketersedian air dan makanan. Pada lingkungan dengan temperatur yang tinggi dan makanan yang cukup, siklus hidup pendek (sekitar tiga bulan). Keong mas (Pomacea canaliculata) adalah siput sawah dengan warna cangkang keemasan yang dianggap sebagai salah satu hama dalam produksi padi. Keong mas dewasa memiliki cangkang berwarna coklat dan daging berwarna putih krem hingga kemerah-merahan. Ukuran tubuhnya bervariasi dan tergantung pada ketersediaan makanan. Makanan keong mas umumnya berupa tanaman yang masih muda dan lunak, misalnya bibit padi, sayuran, dan enceng gondok (Budiyono 2006). Budiyono (2006) menyatakan keong mas bersifat herbivore, yang pemakan segala dan sangat rakus, tanaman yang disukai yaitu tanaman yang masih muda dan lunak seperti bibit padi, tanaman sayuran, dan eceng gondok. Apabila habitatnya dalam keadaan kekurangan air maka keong mas akan membenamkan diri pada lumpur yang dalam, hal ini dapat bertahan selama 6 bulan. Bila habitatnya sudah kembali berisi air maka keong mas akan muncul kembali pada saat pengolahan lahan. Keong mas dewasa meletakkan telur pada tempat-tempat yang tidak tergenang air (tempat yang kering) dan bertelur pada malam hari pada rumpun tanaman, tonggak, saluran pengairan bagian atas dan rerumputan. Telur keong mas diletakkan secara berkelompok berwarna merah jambu seperti buah murbei sehingga disebut juga keong murbei. Selama hidupnya keong mas mampu menghasilkan telur sebanyak 15 - 20 kelompok, yang tiap kelompok berjumlah kurang lebih 500 butir, dengan persentase penetasan lebih dari 85%. Waktu yang dibutuhkan pada fase telur yaitu 1 - 2 minggu, pada pertumbuhan awal membutuhkan waktu 2 - 4 minggu lalu menjadi siap kawin
10
pada umur 2 bulan. Keong mas dewasa berwarna kuning kemasan. Dalam satu kali siklus hidupnya memerlukan waktu antara 2 - 2,5 bulan. Keong mas dapat mencapai umur kurang lebih 3 tahun. Keong mas menyerang tanaman padi muda dengan cara melahap pangkal bibit padi.
2.2 Komposisi Kimia Keong Mas Keong mas cukup potensial sebagai sumber protein hewani. Keong mas memiliki kandungan gizi lain yakni kalori dan karbohidrat. Keong mas juga mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Beberapa mineral yang ditemukan dalam daging keong mas antara lain kalsium, natrium, kalium, fosfor, magnesium, seng, dan zat besi.
Kandungan nutrient keong mas
ditampilkan pada Table.1
Table 1. Kandungan Nutrien Keong Mas No Kandungan Nutrisi
Jumlah Daging
1 2 3 4 5
Protein kasar Lemak kasar Serat kasar Kadar abu Energy metabolis
Referensi
52,7% 3,20% 5,59% 15,3% -
51,8% 13,62% 6,09% 24% 2094 Kkal/kg*
Budiharjo dalam Sulistiono (2007)
Julfereina (2008)
Cangkang 2,94% 0,12% 26,68% 54,93% BPPT dalam Sulistiono (2007)
Komposisi kimia keong mas dinyatakan dalam persentase dari unsur-unsur air, abu, protein, dan lemak. Komposisi kimia bahan baku sangat bervariasi,
11
tergantung pada ukuran, kelamin, tingkat kematangan seksual, maupun waktu penangkapan biota. Kandungan mineral keong mas ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Mineral Keong Mas Komposisi mineral makro Kalsium Natrium Kalium Fosfor Magnesium (Pambudi 2011)
Kadar (bk) (mg/100 gr) 7593,81 620,84 824,84 1454,32
Komposisi mineral mikro Besi Seng Selenium Tembaga
Kadar (bk) (mg/100 gr) 44,16 20,57 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi 238,05
2.3 Fermentasi 1) Arti dan Manfaat Fermentasi Biokonversi dapat dilakukan dengan tekhnik fermentasi. Fardiaz, (1988) mengemukakan proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses protein enrichment yang mengandung pengertian proses pengayaan protein bahan dengan menggunakan mikroba tertentu.
Proses protein enrichment identik dengan
pembuatan Singgle Cell Protein atau protein sel tuggal (PST), hanya saja pada protein enrichment tidak dilakukan pemisahan sel mikroba dari substratnya (Stanton dan Wallbridge, 1989). Akibat fermentasi terjadi pula peningkatan zatzat makanan lainnya seperti vitamin dan asam-asam amino. Mikroba dapat pula mensintesa vitamin seperti niasin, pantotenat, ribovlafin, piridoksin, pro vitamin A dan vitamin lainnya (Fardiaz, 1998). Winarno dan Fardiaz, 1980 menjelaskan bahwa fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi-reduksi di dalam sintesis biologi, yang menghasilkan energi sebagai donor dan akseptor elektron dengan menggunakan senyawa organik, yaitu
12
karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa tersebut akan dirubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi asam.
Suhartono (1989) berpendapat
bahwa fermentasi adalah hasil pengembangbiakan beberapa tipe mikroba khususnya bakteri, ragi, dan kapang pada media tertentu yang aktivitasnya menimbulkan perubahan kimia pada media.
Sirajuddin (2010), menyatakan
bahwa fermentasi adalah suatu proses bioteknologi dengan memanfaaatkan bakteri untuk mengawetkan pakan dan tidak mengurangi kandungan nutrient pakan bahkan dapat meningkatkan kualitas dan daya tahan pakan itu sendiri. Suhartono (1989) berpendapat bahwa fermentasi adalah hasil pengembangbiakan beberapa tipe mikroba khususnya bakteri, ragi, dan kapang pada media tertentu yang aktivitasnya menimbulkan perubahan kimia pada media. Pada proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain itu dihasilkan juga protein ekstra seluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1980).
Hal tersebut disebabkan oleh
aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba ataupun enzim yang ada pada substrat dan merubah molekul kompleks atau senyawa-senyawa orgnik seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dan mudah dicerna (Ratledge, 1994; Darana, 1995). Media tumbuh atau kultur media yang selanjutnya disebut substrat untuk fermentasi ataupun untuk pembuatan PST cukup banyak, sederhana dan mudah diperoleh secara alami. Secara garis besar media tumbuh mikroba terdiri atas dua bagian yaitu berasal dari hidrokarbon dan materi fotosintetik. Produk fotosintetik dapat berupa selulosa, pati, butir-butiran dan sisa (limbah) pertanian (Abun, 2012).
13
2) Media Fermentasi Media yang digunakan sebagai tempat tumbuh mikroba dalam proses fermentasi adalah substrat. Menurut jenis medianya, proses fermentasi dibagi dua, yaitu fermentasi padat dan media cair. Menurut Tjahyadi (1990) fermentasi media padat merupakan fermentasi yang substratnya tidak larut dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan hidup mikroba, sedangkan fermentasi media cair adalah fermentasi yang substratnya bersuspensi atau larut dalam fase cair. 3) Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Winarno (1980) dan Fardiaz (1988) berpendapat bahwa kualitas produk fermentasi dipengaruhi oleh bahan dasar, mikroba yang digunakan dan kondisi lingkungan selama proses fermentasi berlangsung. Pertumbuhan mikroba dapat ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel, sedangkan keceptan pertumbuhan bergantung pada lingkungan fisik dan kimianya. Factor utama yang mempengaruhi tumbuhnya kultur mikroba yaitu faktor nutrisi yang meliputi macam substrat yang digunakan, dan factor fisik yang meliputi suhu, pH, aerasi dan kandungan air media. 4) Perubahan Bahan Selama Fermentasi Selama proses fermentasi, bermacam-macam perubahan pada komposisi kimia bahan.
Menurut Winarno (1980) perubahan tersebut berupa kandunga
protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral, juga pH, kelembaban dan aroma, serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan nilai protein. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan pengembangbiakan mikroba selama proses fermentasi. Mikroba proteolitik dapat memecah protein
14
dan komponen-komponen nitrogen lainnya, sehingga menghasilkan bau busuk yang tidak diinginkan apabila waktu fermentasi tidak terkontrol.
2.4 Probiotik Probiotik merupakan koloni mikrobia yang kaya akan mikroba selulotik, lignolitik dan proteolitik. Mikroba selulotik menghasilkan enzim selulase, mikroba proteolitik menghasilkan enzim protease (Agustono, 2009). Probiotik juga menghasilkan sejumlah nutrisi penting dalam system imun dan metabolism seperti vitamin B (Asam Pantotenat), asam folat, kobalamin, biotin, serta antioksidan penting seperti vitamin K (Adams, 2009). Bakteri asam laktat dibagi kedalam dua family, Lactobacillaceae dan Streptococus serta empat genus, yaitu Lactobacillus, streptococcus, leuconostoc, dan Pediococcus (Bottazi Reed, 1983). Bakteri asam laktat membutuhkan zat-zat makanan antara lain sumber carbon (C), nitrogen (N), asam amino, vitamin, dan mineral. Asam laktat merupakan produk utama dari fermentasi glukosa oleh bakteri asam laktat. Berdasarkan hasil fermentasinya, bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif.
Bakteri
homofermentatif mengubah heksosa menjadi asam laktat, sedangkat bakteri heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan hasil ikutan dalam jumlah yang hampir seimbang (Dicks, 1994). Bakteri asam laktat digunakan secara alami pada fermentasi sehubungan dengan timbulnya cita rasa asam akibat dari produksi asam laktat dan asetat. Pengaruh asam tersebut diakibatkan adanya konversi karbohidrat selama fermentasi.
Hal tersebut merupakan karakteristik penting
guna memperpanjang daya simpan konsentrat (Vuyst dan Vandamme, 1994).
15
2.5 pH (Derajat Keasaman) Menurut Ferdaus dkk (2008) Kondisi pH media sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh. Mikroba pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Kebanyakan mikroba dipengaruhi oleh pH optimum yang menyebabkan pertumbuhannya menjadi optimum. Berdasarkan daerah pH kehidupannya, mikroba dibagi menjadi 3 golongan yaitu mikroba asidofilik (mikroba yang tumbuh pada pH berkisar 2,0-5,0); mikroba mesofilik (mikroba yang dapat tumbuh pada pH 5,5-8) dan mikroba alkalifilik (mikroba yang dapat tumbuh pada pH 8,4-9,5).
2.6 Protein Kasar Protein adalah zat organik yang mengandung karbon, hydrogen, nitrogen, oksigen, sulfur dan fosfor. Kualitas protein tergantung dari kelengkapan dan keseimbangan asam amino esensialnya. Protein merupakan salah satu unsur nutrisi yang dibutuhkan ternak dan tersusun dari 22 asam amino, sepuluh diantaranya merupakan asam amino essensial bagi unggas, yaitu arginin, lisin, histidin, leusin, isoleusin, valin, etionin, treonin, triptofan dan fenilalanin (Scott dkk dalam Hasniah, 2010). Protein dipisahkan dari karbohidrat dan lipid karena kandungan nitrogen (N) pada protein tersebut secara umum mengandung 16% N. Pemisahan ini memungkinkan peneliti untuk mengestimasi kandungan protein dari sebuah bahan pakan dengan cara melakukan pengukuran terhadap kandungan N-nya untuk kemudian dikalikan dengan bilangan 6.25 (perbandingan terbalik dari 16%). Meskipun demikian, tidak semua N di dalam bahan pakan adalah protein, N yang bukan protein disebut Non Protein Nitrogen (NPN). Non Protein Nitrogen dapat ditemukan dalam komponen pakan seperti urea, garam ammonium
16
dan asam amino tunggal. Oleh sebab itu, nilai yang didapat dari hasil perkalian total N dengan 6.25 disebut protein kasar (Hasniah, 2010).
2.7 Fermentasi Protein Fermentasi adalah salah satu bioteknologi yang dapat menguraikan protein menjadi lebih sederhana bahnkan dapat meningkatkan kandungan protein kasar. Pada saat fermentasi sebagian protein dan lemak dihidrolisa menjadi asam-asam amino dan asam-asam lemak oleh enzim yang dihasilkan kapang sehingga nilai gizi tersebut mudah dicerna dan diserap oleh tubuh (Aisjah, 1995; Haslina dan Pratiwi, dalam Aisjah dan Abun, 2012 ). Protein diuraikan oleh enzim proteolitik menjadi asam amino sehingga N terlarutnya akan mengalami peningkatan (Sulastri dan Rahayu dalam Aisjah dan Abun, 2012). Pada proses fermentasi mikroba proteolitik akan menghasilkan enzim protease yang mampu merombak molekul protein menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptide sederhana, kemudian peptide tersebut akan dirombak menjadi asam amino (Anggorodi dalam Agustono, 2010). Asam amino ini akan dimanfaatkan oleh mikroba proteolitik maupun selulolitik untuk memperbanyak diri. Meningkatkan jumlah koloni mikroba selama proses fermentasi secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein kasar karena mikroba merupakan sumber protein sel tunggal (Wuryantoro dalam Agustono, 2010).