11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
A. Dasar Hukum Perjanjian Kredit 1. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian berbeda dengan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.5 Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang tersebut saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janj-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.6 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.7 Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua 5
R Subekti, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, 1987. hal.1. Ibid, hal.6. 7 R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal. 49 6
Universitas Sumatera Utara
12
perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, dinyatakan bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst
dalam
bahasa
Belanda.
Kata
overeekomst
tersebut
lazim
diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.8 Pengertian perikatan lebih luas dari pada pengertian perjanjian. Perikatan bersumber dari perjanjian dan Undang–Undang. Perikatan yang bersumber dari Undang–Undang ada dua, yaitu : yang lahir dari Undang–Undang saja dan yang lahir karena perbuatan manusia.9 Perikatan yang lahir karena perbuatan manusia terbagi dua, yaitu : perbuatan yang halal dan perbuatan yang melanggar hukum.10 Sedangkan perjanjian adalah sumber perikatan, dan merupakan perbuatan para pihak yang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dengan demikian pengertian perikatan bersifat abstrak sedangkan perjanjian bersifat konkret.11 Menurut M. Yahya Harahap, “Perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang
8
Solahudin, SH, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Visimedia, 2008, hal.466. R Subekti, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, 1987. hal.1. 10 Ibid, hal.2. 11 Ibid, hal.3. 9
Universitas Sumatera Utara
13
memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi”.12 Menurut pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya ; b. Cakap untuk membuat sesuatu perjanjian ; c. Mengenai sesuatu hal tertentu ; d. Suatu sebab yang halal. Syarat sepakat dan cakap bagi sahnya perjanjian, disebut sebagi syarat subjektif karena menyangkut orang atau pihak – pihak yang terlibat dalam perjanjian, sedangkan syarat mengenai suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek yang diperjanjikan oleh orang – orang atau subjek yang membuat perjanjian. Jika suatu syarat subjektif tidak terpenuhi ( sepakat mereka yang mengikatkan dirinya atau cakap untuk berbuat sesuatu ) maka perjanjiannya dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak. Apabila syarat objektif tidak terpenuhi (mengenai sesuatu hal tertentu atau sebab yang halal) maka perjanjiannya batal demi hukum.13 Pengertian perjanjian perdata batal demi hukum berbeda dengan perjanjian dapat dimintakan pembatalan. Perjanjian batal demi hukum berarti secara yuridis dari semula tidak ada perjanjian dan juga tidak ada pula suatau perikatan diantara subjek yang membuat perjanjian itu. Pada perjanjian yang dapat dimintakan 12 13
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1986, hal.6. R Subekti, op.cit.,hal.21.
Universitas Sumatera Utara
14
pembatalan, berarti Undang-Undang menyerahkan kepada para pihak yang berkepentingan untuk membatalkan perjanjian itu atau tidak.14 Pasal 1337 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh Undang-Undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Dan pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan semua persetujuan yang dibuat sesuai Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan
yang
ditentukan
oleh
Undang-Undang.
Persetujuan
harus
dilaksanakan dengan iktikad baik. Hukum perjanjian Indonesia menganut sistem terbuka, artinya bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membuat perjanjian apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. 15 Terkait dengan masalah perjanjian maka tidak terlepas dari hal prestasi, prestasi adalah sesuatu yang dapat dituntut. Jadi dalam suatu perjanjian suatu pihak (biasanya kreditur) menuntut prestasi pada pihak lainnya (biasanya debitur). Menurut pasal 1234 KUH Perdata prestasi terbagi dalam 3 macam:16 1.
Prestasi untuk menyerahkan sesuatu;
2.
Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu; dan
3.
Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu
14
Ibid, hal. 22 Ibid., hal.14. 16 Marindra Prahandi Ferdianto, Perbuatan Melanggar Hukum atau Wanprestasi, hukumonline.com, 5 May 2013. 15
Universitas Sumatera Utara
15
Apabila seseorang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian itu, maka kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan atau menaatinya. Dan apabila seseorang yang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian tersebut tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka orang tersebut disebut melakukan wanprestasi, atau apabila debitur tidak melaksanakann kewajibannya maka ia telah dikatakan wanprestasi. Kata wanprestasi dalam bahasa Indonesia berarti lalai, alpa atau ingkar janji. Wanprestasi atau ingkar janji dapat berupa :17 1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukan ; 2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan ; 3. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat ; 4. Melakukan
sesuatu
yang
menurut
perjanjian
tidak
boleh
dilakukannya.
2.
Perjanjian Kredit
a. Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya percaya. Artinya pemberi pinjaman percaya bahwa penerima pinjaman mampu memenuhi perikatannya. Didalam kepustakaan Hukum Perdata terdapat beberapa pendirian mengenai arti kredit antara lain : 17
R. Subekti, op.cit.,hal.45.
Universitas Sumatera Utara
16
1) Savelberg mengatakan bahwa kredit mempunyai arti antara lain : a) Sebagai dasar perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain ; b) Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang telah diserahkannya. 2) Levy merumuskan arti kredit yaitu menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit.18 Pengertian kredit dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan; Kredit adalah : Penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah janhka waktu tertentu dengan pemberian bunga Pasal 1 angka 12 UU Perbankan 1998 mengartikan Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari pengertian kredit dan pembiayaan diatas ternyata pengertian kredit pada UU Perbankan 1998 lebih luas bila dibandingkan pengertian pembiayaan dalam UU Perbankan 1998. Karena dalam UU Perbankan 1998 hanya 18
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1991, hal.24
Universitas Sumatera Utara
17
diisyaratkan adanya bunga, sedangkan dalam UU Perbankan 1998 tentang pembiayaan selain mengisyaratkan adanya bunga, juga ada mengisyaratkan adanya imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
b. Perjanjian Kredit Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata sudah dipenuhi, maka berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian telah mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu Undang-Undang.19 Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, ditenukan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, namun Undang-Undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan pinjam-meminjam tersebut. Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan, oleh karenanya perlu untuk memahami pengertian perjanjian kredit yang diutarakan oleh para pakar hukum antara lain: Marhainis Abdul Hay mengemukakan bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII dari Buku III KUH Perdata.20
19
Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Di Gadaikan, USU Press, Medan, 2008, hal 49. 20 Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Bandung, 1975, hal.67
Universitas Sumatera Utara
18
Demikian juga halnya yang dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman: Dari rumusan yang terdapat didalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk didalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.21
Perjanjian kredit bank berasaskan konsensualisme, artinya mengikat setelah ada kesepakatan dari pihak yang melakukan perjanjian. Dengan demikian, perjanjian kredit ini tunduk pada Buku III KUH Perdata juga ketentuan UU Perbankan 1992 dan UU Perbankan 1998. Volmar mengemukakan bahwa Undang-undang membedakan perjanjian menjadi dua, yaitu perjanjian bernama tertentu, dan perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang ditentukan Undang-undang secara khusus, terdapat antara lain dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku III KUH Perdata.22 Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian kredit bank di Indonesia termasuk perjanjian bernama. Peraturan perbankan Indonesia mengharuskan bentuk perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis, dalam prakteknya tiap perjanjian kredit dibuat dalam bentuk 21
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung. 1994. hal. 110-111 22 Mariam Darus Badrulzaman, opcit, hal.45.
Universitas Sumatera Utara
19
tertulis yang berupa suatu surat akta. Bentuk akta ini, dimaksudkan untuk membuktikan adanya perjanjian kredit dan juga kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban antara bank dengan debiturnya. Dalam prakteknya di PT. Bank Sumut Cabang Utama untuk perjanjian yang jumlah pinjamannya besar perjanjian kreditnya dibuat dengan akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris (yang sering disebut juga akta notaris).23 Dalam praktek, setiap bank telah menyediakan blanko (formulir,model) perjanjian kredit, yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu ( standart form ). Formulir ini diberikan kepada setiap permohonan kredit. Isinya tidak dibicarakan terlebih dahulu kepada pemohon. Kepada pemohon hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut di dalam formulir itu atau tidak. Hal-hal yang kosong (belum diisi) dalam blanko itu adalah hal-hal yang tidak mungkin diisi sebelumnya yaitu antara lain jumlah pinjaman, bunga, tujuan dan jangka waktu kredit.24 Hal diatas menunjukkan bahwa perjanjian kredit didalam praktek tumbuh sebagai perjanjian standart (standart contract).25
B. Tujuan Dan Fungsi Kredit Ditinjau dari segi ekonomi kredit bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara pengorbanan sekecil-kecilnya untuk dapat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Menurut Thomas Suyatno,26 tujuan kredit yang hanya mendapatkan keuntungan semata-mata hanya terdapat di negara-negara 23
Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Bapak Muhsin Adlin, SH Mariam Darus Badrulzaman,op.cit.,hal.35. 25 Ibid 26 Thomas Suyatno dkk, Kelembagaan Perbankan, Jakarta; Gramedia, 1990, hal.13. 24
Universitas Sumatera Utara
20
liberal. Di Indonesia yang sedang membangun, tujuan utama kredit yaitu untuk mensukseskan pembangunan. Mensukseskan pembangunan di sini berarti pembangunan fisik dan mental bangsa Indonesia. Indonesia yang dasar hukumnya adalah Undang-undang Dasar 1945 dengan berdasarkan Pancasila yang juga sebagai falsafah hidup bangsa maka tujuan kredit di Indonesia tidaklah semata-mata hanya untuk mencari keuntungan, melainkan harus disesuaikan dengan tujuan negara kita, yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila. Fungsi kredit dalam kehidupan perekonomian perdagangan dan keuangan di Indonesia secara garis besarnya adalah sebagai berikut :27 a. Kredit dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal atau uang dana yang tersimpan pada suatu bank akan bermanfat bagi para pengusaha untuk memperluas usahanya. Karena dana yang ada tersebut tidaklah diam, tetapi dana tersebut disalurkan untuk usahausaha yang bermanfaat baik kemanfaatan bagi pengusaha juga bagi masyarakat luas. b. Kredit dapat meningkatkan utility (daya guna) sesuatu barang Dengan mendapatkan kredit para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi kemudian dijual makan dengan kredit yang diterima, pengusaha tersebut dapat memproduksi barang mentah menjadi barang jadi yang kemudia hasilnya dijual kepasar. c. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Melalui kredit maka peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih berkembang baik itu di daerah terpencil maupun di daerah perkotaan. d. Kredit menimbulkan gairah usaha masyarakat Kegiatan ekonomi akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dengan cara tidak langsung akan memacu kegairahan masyarakat untuk berusaha. Dengan pemberian kredit maka bank memberikan bantuan permodalan guna meningkatkan usaha pihak pengusaha ( masyarakat ). e. Kredit sebagai alat stabilitas ekonomi 27
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Bandung, Citra Aditya Bakti.1996, hal.152.
Universitas Sumatera Utara
21
Bahwa pemberian kredit dapat menekan arus inflasi, dapat meningkatkan eksport, rehabilitasi, prasarana, dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat sehingga stabilitas ekonomi tetap terjaga. f. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional Dengan meningkatnya usaha degan pemberian kredit maka memperluas usaha dan mendirikan proyek baru yang membutuhkan tenaga kerja maka akan membuka lapangan pekerjaan sehingga meningkatkan pendapat nasional. g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan Internasional Bank sebagai pemberi kredit tidak hanya menjalankan usaha di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Bank asing yang berada di Indonesia misalnya : tidak hanya beroperasi di negara asalnya tetapi juga di Indonesia.
C. Bentuk Dan Jenis-Jenis Kredit 1.
Bentuk Perjanjian Kredit Menurut hukum perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis,
yang terpenting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPerdata. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern perjanjian secara lisan tentu sudah tidak dapat disarankan lagi untuk dipergunakan meskipun secara teori diperbolehkan, karena perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap perjanjian apapun harus dibuat akta dengan bentuk tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Pasal 1 angka 11 UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan menyebutkan “penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Universitas Sumatera Utara
22
Maka dari kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat dengan bentuk tertulis berupa surat akta perjanjian, agar seluruh perjanjian jelas dan jika perjanjian tidak ditepati oleh salah satu pihak akan di dilakukan upaya hukum yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Bentuk perjanjian kredit didalam praktek perbankan dapat dibagi menjadi dua: a. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan Maksud dari perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan adalah perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standart ( standard form )28 Kalau perjanjian (standart) kredit itu kita pelajari lebih mendalam lagi, maka perjanjian kredit dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ”perjanjian induk” (hoofdcontract) dan “perjanjian tambahan” (hulp contract). Perjanjian induk mengatur tentang hal – hal pokok dari perjanjian tambahan, perjanjian tambahan menguraikan apa yang terdapat dalam perjanjian induk.29 b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris (dinamakan akta otentik atau akta notariil) Yang membuat perjanjian ini bisa seorang notaris, bisa dibuat dihadapan notaris, dan bisa dibuat oleh para pihak dan didaftarkan 28
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, cet.3, Bandung:Alfabeta, Bandung, 2005, hal.100 29 Mariam Darus Badrulzaman,op.cit.,hal.36
Universitas Sumatera Utara
23
kepada notaris. Namun pada prakteknya semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Akta ini biasanya dibuat untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit sindikasi.
2. Jenis-Jenis Kredit Dalam praktek perbankan, kredit dapat dibedakan berdasarkan faktorfaktor yang terdapat dalam pemberian kredit tersebut sehingga dapat ditemukan jenis-jenis kredit berdasarkan jangka waktunya, sifat penggunaannya, dan juga berdasarkan cara pemakaiannya. a. Berdasarkan jangka waktunya, kredit terbagi menjadi :30 1) Kredit jangka pendek yaitu kredit yang mempunyai jangka waktu sampai satu tahun. Kredit ini diberikan untuk jangka waktu tiga bulan, enam bulan, dan selama-lamanya satu tahun. Setelah berakhir jangka waktunya maka bank dapat memberikan perpanjangan waktu lagi atas permohonan debitur. Jenis kredit jangka pendek ini sering diberikan untuk Kredit Modal Kerja, kredit dalam perdagangan ekspor dan impor. 2) Kredit jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu tahun hingga tiga tahun. Biasanya kredit ini diberikan 30
Munir Fuadi, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
24
untuk investasi yang tidak lebih dari tiga tahun, misalnya untuk membeli kendaraan bermotor, kredit untuk keperluan produksi, atau untuk Kredit Modal Kerja. 3) Kredit jangka panjang yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Kredit ini biasanya diberikan untuk investasi dalam rangka rehabilitasi, ekspansi atau pendirian suatu proyek. b. Kredit menurut sifat penggunaannya terbagi menjadi dua yaitu: 1) Kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan yang bersifat konsumsi. Kebutuhan ini berupa kebutuhan primer seperti kebutuhan akan tempat tinggal, dan kebutuhan sekunder. 2) Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan roduksi
baik
untuk
meningkatkan
usaha
debitur
dalam
berproduksi, investasi, maupun untuk perdagangan. c. Kredit ditinjau dari segi cara pemakaiannya terbagi menjadi : 1) Kredit rekening Koran bebas, yaitu kredit dalam bentuk rekening Koran (kredit berdasarkan perhitungan debet dan kredit, dimana bank selalu membukukan pengambilan dan setoran oleh debitur) yang diberikan secara berangsur-angsur dimana rekening korannya telah diisi menurut besarnya kredit (maksimum jumlah kredit) dan debitur bebas melakukan penarikan rekening Koran selama kredit berjalan. 2) Kredit rekening Koran terbatas, yaitu kredit rekening Koran dengan pembatasan tertentu dalam penarikan uang dari rekening
Universitas Sumatera Utara
25
korannya secara berangsur-angsur. Disini debitur dilarang menarik uang sekaligus, tetapi secara teratur dan sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan laporan perkembangan usaha debitur. 3) Kredit rekening Koran aflopend, disini debitur dapat menarik seluruh maksimum jumlah kredit. Dalam kredit ini yang diatur adalah saldo debet pada waktu-waktu tertentu yang harus ditaati debitur. Kredit ini biasanya digunakan pada kredit investasi. 4) Revolving credit, disini penarikan kredit sama dengan pada jenis kredit rekening Koran bebas dan masa penggunaannya satu tahun tetapi dengan syarat penarikannya yaitu pada akhir triwulan kesatu saldo peminjam harus tersisa nol, dan pada triwulan kedua debitur dapat menarik lagi secara bebas dan seterusnya sampai akhir satu tahun. Bila bank beranggapan bahwa kredit masih dapat dilanjutkan maka dapat diadakan pembaharuan kredit. 5) Term loan, jenis kredit ini mirip dengan kredit rekening Koran bebas tetapi penggunannya sangat fleksibel, artinya debitur dapat menggunakan kreditnya untuk keperluan apa saja dan bank tidak tahu tentang penggunaannya. Jenis kredit ini dapat digunakan untuk kredit perdagangan dan investasi. Ada juga penamaan jenis kredit didasarkan pada penggunannya, yaitu Kredit Usaha Tani, Kredit Konsumtif dan Kredit Profesi, Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja, Kredit Usaha Kecil (KUK) dan lain-lain.31 31
Ibid. hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
26
D. Subjek, Objek, Hak Dan Kewajiban Serta Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Kredit Berdasarkan pasal 1 angka 12 UUP 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan pasal 1 angka 12 UUP 1998, subjek hukum dalam perjanjian kredit bank, yaitu: a.
Bank, yang umumnya disebut sebagai kreditor atau pemberi pinjaman.
b.
Pihak peminjam, yang umumnya disebut sebagai debitor atau penerima pinjaman.
Menurut R Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian, mendefinisikan bahwa subjek hukum itu adalah pembawa hak atau subjek dalam hukum. Begitu juga menurut Sudikno Mertokusumo
dalam bukunya Hukum Acara Perdata
Indonesia, menjelaskan bahwa subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Subjek dalam perjanjian kredit bank adalah pihak-pihak yang terkait/ikut dalam perjanjian kredit tersebut sehingga dapat dikatakan pihak bank sebagai kreditur (pemberi kredit) dan pihak peminjam/nasabah sebagai debitur (penerima kredit).
Universitas Sumatera Utara
27
Kreditur kadangkala merasa benda yang dijadikan jaminan belum dirasakan cukup untuk melunasi hutang debitur, oleh karena itu kreditur meminta pihak ketiga untuk dijadikan pihak penjamin hutang debitur. Oleh karena itu, subjek hukum dalam perjanjian kredit selain kreditur dan debitur, ada pula pihak ketiga yang dijadikan penjamin. Berdasarkan pasal 1 angka 12 UU Perbankan 1998, objek hukum dalam perjanjian kredit berupa : 1. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu 2. Pelunasan hutang atau pinjaman 3. Pemberian sejumlah bunga Bank yang sistem operasionalnya tidak berdasarkan hukum islam, menjadikan sejumlah bunga sebagai objek hukum dalam perjanjian kredit. Sedangkan bank yang sistem operasionalnya berdasarkan hukum islam menjadikan pembagian hasil keuntungan sebagai objek hukum perjanjian kredit. Kewajiban kreditur berupa pemberian pinjaman kepada debitur didasarkan pada perjanjian kredit pada waktu yang telah ditentukan. Hak debitur yaitu berupa mendapatkan sejumlah uang pinjaman yang telah disepakati dalam jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah bunga yang ditetapkan. Sedangkan kewajiban debitur berupa pelunasan sejumlah uang pinjaman dalam jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah bunga, dan debitur berhak mendapatkan pinjaman uang dari kreditur pada waktu yang telah ditentukan. Objek dari suatu perjanjian adalah “prestasi”. Prestasi tersebut berdasarkan apa yang diperjanjikan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian
Universitas Sumatera Utara
28
kredit. Jadi objek dari perjanjian kredit adalah kredit itu sendiri. Hubungan hukum dalam perjanjian kredit menurut Pasal 1234 KUH Perdata adalah “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Jadi dalam hal perjanjian kredit, maka kreditur wajib menyerahkan sejumlah uang atau sejumlah barang pada debitur (peminjam). Sedangkan debitur berkewajiban untuk melakukan pelunasan hutang pada jangka waktu yang telah diperjanjikan, maka hubungan hukum dalam perjanjian kredit adalah timbulnya hak dan kewajiban antara kreditur sebagai pemberi kredit dan debitur sebagai pemegang kredit. Hak bank adalah menerima pelunasan hutang pada jangka waktu yang telah ditetapkan, kewajiban bank adalah memberikan sejumlah uang yang telah diperjanjikan.
Universitas Sumatera Utara