BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian dan syarat perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri.9 Perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Selain itu, kontrak dan perjanjian mempunyai makna yang sama karena dalam KUHPerdata hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-undang atau yang secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut: “Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang saja dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.10 Perjanjian (kontrak) adalah hubungan hukum antara subjek hukum satu dengan subjek hukum lain dalam bidang harta kekayaan. Subjek hukum yang satu
9
Ahmadi Miru & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 KUH PERDATA), (Rajawali Pers, Jakarta, 2011), hal. 6. 10 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Rajawali Pers, Jakarta, 2013), hal.1
21
Universitas Sumatera Utara
22
berhak atas prestasi dan begitu pula subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”11 Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. suatu hal tertentu; d. suatu sebab yang halal Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya, perjanjian tersebut akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu, agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.Syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut : 1) Kesepakatan Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya dengan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat 11
Salim H.S.,Perkembangan Hukum Kontrak Innominnat di Indonesia, (Sinar Grafika, Jakarta 2005), hal 15-17
Universitas Sumatera Utara
23
dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan.12 2) Kecakapan Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah (walaupun usianya belum mencapai 21 tahun). 13 3) Suatu hal tertentu Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi suatu perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek yang tertentu.14 4) Suatu sebab yang halal Kata halal di sini bukan dengan maksud untuk memperlawankan dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan di sini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.15 2. Jenis-jenis dan asas-asas perjanjian Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:16
12
Ahmadi Miru. Op.Cit, hal 14 Ahmadi Miru dan Sakka Pati. Op.Cit, hal 68 14 Ibid 15 Ibid. hal 69 16 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Alfabeta, Bandung, 2003), hal 13
82
Universitas Sumatera Utara
24
a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya. b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan. c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata. d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat
Universitas Sumatera Utara
25
umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris. e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan Bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undangundang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit. Salim H.S. memaparkan jenis perjanjian dengan cara yang sedikit berbeda dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalam bukunya menyebutkan bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah: 17 1. Kontrak menurut sumber hukumnya kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Perjanjian (kontrak) dibagi jenisnya menjadi lima macam, yaitu: (a) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan; (b) Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik; (c) Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban; (d) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsovereenkomst;
17
Salim H.S., Hukum Kontrak, (Sinar Grafika, Jakarta, 2006), hal 27-32
Universitas Sumatera Utara
26
(e) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publie ckrechtelijke overeenkomst. 2. Kontrak menurut namanya Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominnat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak innominat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain. Namun, Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran. Kontrak campuran yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian) sebagaimana yang terdapat dalam title I, II, dan IV karena kekhilafan, title yang terakhir ini (title IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi terdapat hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum. Contoh kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan (hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa menyewa), tetapi juga menyediakan makanan (jual beli), dan menyediakan pelayanan (perjanjian untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
27
jasa-jasa). Kontrak campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu ketentuan-ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundangundangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang paling menonjol, sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri (HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi. 3. Kontrak menurut bentuknya Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun apabila ditelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUHPerdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam hukum Romawi, tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang suci dan juga harus didasarkan atas penyerahkan nyata dari suatu benda. Perjanjian konsensuil adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata. Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat dilihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUHPerdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua
Universitas Sumatera Utara
28
macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh notaris itu merupakan akta pejabat. Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT. Akta yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta yang dibuat oleh para pihak dihadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir. 4. Kontrak Timbal Balik Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak. (a) Kontak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-prestasi seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biayabiaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantinya. (b) Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah
Universitas Sumatera Utara
29
perjanjian pinjam mengganti. Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam rangka pembubaran perjanjian. 5. Perjanjian cuma-cuma atau dengan alas hak yang membebani penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, di samping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontrak) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan. 6. Perjanjian berdasarkan sifatnya penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak. Disamping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.
Universitas Sumatera Utara
30
7. Perjanjian dari aspek larangannya. Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentang dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang dibagi menjadi tiga belas jenis, antara lain : (a) Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat. (b) Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini adalah: 1.1.Suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan 1.2.Suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku. (c) Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku-pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
31
(d) Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga yang berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. (e) Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya. Tindakan ini dilakukan dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. (f) Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat. (g) Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mengahalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri. (h) Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Universitas Sumatera Utara
32
(i) Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perseroan anggotanya. Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (j) Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (k) Perjanjian integrasi vertikal, perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan / atau jasa tertentu. Setiap rangkaian produksi itu merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. (l) Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang
Universitas Sumatera Utara
33
menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau pada tempat tertentu. (m) Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat. Dari berbagai perjanjian yang dipaparkan di atas, menurut Salim H.S, jenis atau pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun dari aspek hak dan kewajiban. Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah perjanjian konsensual, obligator dan lain-lain. Hukum kontrak dikenal beberapa asas, diantaranya adalah sebagai berikut: 1.1.Asas kebebasan berkontrak Setiap ini orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang, akan tetapi, kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.18
18
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012), hal 295
Universitas Sumatera Utara
34
1.1.Asas kepribadian (personality) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orangorang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari
Universitas Sumatera Utara
35
yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas. 1.3.
Asas kepastian hukum. Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antara pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.
1.4.
Asas konsensualisme Asas konsensualisme sering diartikan bahwa kebutuhan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadi
Universitas Sumatera Utara
36
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.19 Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensuil sedangkan terhadap kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku. 1.5.Asas obligatoir Asas obligatoir adalah suatu asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata. Sedangkan prestasi belum dapat dipaksakan karena kontrak kebendaan belum terjadi. Jadi jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja hak milik belum berpindah, jadi baru terjadi kontrak obligatoir saja. Hak milik baru berpindah setelah adanya kontrak kebendaan tersebut atau yang sering disebut juga dengan serah terima (levering). Hukum kontrak Indonesia memberlakukan asas obligatoir ini karena hukum kontrak Indonesia berdasarkan pada KUHPerdata. Walau pun hukum adat tentang kontrak
tidak
mengakui
asas
obligatoir
karena
hukum
adat
memberlakukan asas kontrak riil. Artinya suatu kontrak haruslah dibuat secara riil, dalam hal ini harus dibuat secara “terang” dan “tunai”. Dalam
19
Ahmadi Miru, Op.cit., hal 3
Universitas Sumatera Utara
37
hal ini kontrak haruslah dilakukan di depan pejabat tertentu, misal di depan penghulu adat atau ketua adat yang sekaligus juga dilakukan leveringnya. Jika hanya sekedar janji-janji saja, dalam hukum adat kontrak seperti dalam sistem obligatoir adalah hukum adat kontrak seperti itu tidak punya kekuatan sama sekali. 1.6.Asas itikad baik (good faith) Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif..20
3. Berakhirnya perjanjian Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhimya suatu perikatan, yaitu : “Perikatan-perikatan hapus karena: a. Pembayaran; b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; c. Karena pembaharuan hutang; d. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi; e. Karena percampuran hutang; 20
Salim H.S, “Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Sinar Grafika, Jakarta, 2004), hal. 3,
Universitas Sumatera Utara
38
f. g. h. i.
Karena pembebasan hutangnya; Karena musnahnya barang yang terhutang; Karena kebatalan atau pembatalan; Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini; j. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri". Menurut Mariam Darus, hapusnya perikatan dikarenakan beberapa hal yaitu:21 a. Pembayaran Pembayaran dalam Hukum Perikatan adalah setiap tindakan pemenuhan prestasi. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah “pembayaran”. b. Subrogasi Penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga. Penggantian itu terjadi dengan pembayaran yang diperjanjikan ataupun karena ditetapkan oleh undang-undang. Misalnya, apabila pihak ketiga melunaskan utang seorang debitur kepada krediturnya yang asli, maka lenyaplah hubungan hukum antara debitur dengan kreditur asli. c. Tentang penawaran pembayaran tunai, diikuti oleh penyimpanan atau penitipan Dalam hal perikatan dapat hapus dengan penawaran pembayaran yang diikuti penyimpanan atau penitipan ini di mana debitur yang akan membayar hutangnya kepada kreditur, tetapi kreditur menolak pembayaran tersebut dan oleh debitur uang atau barang yang akan dibayarkan kepada kreditur di titipkan ke pengadilan guna dibayarkan kepada kreditur. d. Pembaharuan Hutang Pembaharuan hutang adalah suatu perjanjian dengan mana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan baru. e. Musnahnya Barang yang Terhutang Musnahnya barang yang terhutang ini adalah suatu barang tertentu yang menjadi obyek perikatan dihapus dan dilarang oleh Pemerintah yang tidak boleh diperdagangkan lagi. Dalam Pasal 1553 KUH Perdata disebutkan bahwa jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tidak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum. f. Pengoperan Hutang dan Pengoperan Kontrak Dalam praktek selalu terjadi bahwa suatu kontrak dialihkan kepada pihak lain. Hal ini terjadi misalnya pemilik suatu perusahaan memindahkan perusahaannya kepada pihak lain dengan janji bahwa pemilik baru tersebut akan mengambil alih juga segala hak-hak dan kewajiban yang melekat pada perusahaan tersebut. g. Kompensasi atau Perjumpaan Hutang 21
Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, edisi II, Cet. I, (Bandung: Alumni, 1996), hal. 116.
Universitas Sumatera Utara
39
Kompensasi itu terjadi apabila 2 (dua) orang saling berhutang l (satu) dengan yang lain, sehingga hutang-hutang tersebut dihapuskan karena oleh Undang-undang telah ditentukan bahwa terjadi suatu perhitungan antara mereka. h. Percampuran Hutang Dalam hal pencampuran hutang ini biasanya dalam hal pewarisan, dimana debitur menjadi ahli waris si kredirur. Apabila kreditur meninggal dunia, maka hutang-hutang debitur dibayarkan oleh ahli warisnya dan menjadi lunas. i. Pembebasan Hutang Pembebasan Hutang adalah pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur. j. Kebatalan dan Pembatalan Perikatan Alasan-alasan yang dapat menimbulkan kebatalan suatu perikatan adalah kalau perikatan tersebut cacat pada syarat-syarat yang objektif saja. Cacat tersebut adalah objek yang melanggar undang-undang dan ketertiban umum. Di samping hapusnya perjanjian berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan diatas dan Pasal 1381 KUH Perdata, masih ada sebab lain berakhirnya perjanjian, yaitu : 1. Jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian tersebut telah berakhir; 2. Adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut; 3. Ditentukan oleh Undang-undang misalnya perjanjian akan berakhir dengan meninggalnya salah satu pihak peserta perjanjian tersebut; 4. Adanya putusan hakim dan; 5. Tujuan yang dimaksud dalam perjanjian telah tercapai.
4. Dasar Hukum Perjanjian Kerjasama dalam KUHPerdata Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi:"Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
Universitas Sumatera Utara
40
pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.Untuk memperjelas pengertian tersebut, maka dapat ditemukan dalam doktrin (teori lama), bahwa yang disebut perjanjian adalah "perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum". Dalam definisi tersebut tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh lenyapnya hak dan kewajiban) diantara para pihak yang membuat perjanjian. Sistem pengaturan kontrak innominaat juga sama dengan sistem pengaturan hukum kontrak yaitu open system, artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Hal ini dapat ditegaskan dan disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.22 Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : 1. Membuat atau tidak membuat perjanjian; 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun; 3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya; 4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis maupun lisan.
B. Tinjauan Umum Tentang Distributor 1. Pengertian, fungsi, dasar hukum distributor Pendistribusian adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar serta mempermudah penyampaian produk dan jasa dari produsen kepada konsumen 22
R.Subekti, dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Pradnya Paramitha, Jakarta, 2005), hal. 342
Universitas Sumatera Utara
41
sehingga penggunaannya sesuai (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat ) dengan yang diperlukan.23 Distributor adalah suatu perusahaan / pihak yang ditunjuk oleh pihak prinsipal untuk memasarkan dan menjual barang-barang prinsipal dalam wilayah tertentu dan jangka waktu tertentu, dimana pihak Distributor dalam menjalankan kegiatannya tidak bertindak selaku wakil dari Distributor. Distributor bertindak untuk dan atas namanya sendiri. Dalam melakukan kegiatan pemasaran dan penjualan barang, distributor melakukan pembelian barang-barang dari pihak prinsipal. Dengan adanya jual beli tersebut, kepemilikan barang berpindah kepada pihak distributor, dan barangbarang yang telah menjadi miliknya tersebut yang dijual kembali kepada konsumen terbatas dalam wilayah yang diperjanjikan. Fungi distribusi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu fungsi pokok dan fungsi tambahan.24 a. Fungsi pokok distribusi Fungsi pokok distribusi sebagai berikut. 1). Pengangkutan (transportasi) Pada umumnya tempat kegiatan produksi berbeda dengan tempat konsumen. Perbedaan tempat ini harus diatasi dengan kegiatan pengangkutan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan makin majunya teknologi, kebutuhan manusia makin banyak. Hal ini mengakibatkan barang yang disalurkan semakin besar sehingga membutuhkan alat transportasi (pengangkutan). 23
http://henisumiati.blogspot.co.id/2014/01/pendistribusian.html (diakses tanggal 1 November 2015) 24 http://www.artikelsiana.com/2014/11/tujuan-tujuan-distribusi-fungsi-fungsidistribusi.html
Universitas Sumatera Utara
42
2). Penjualan (selling) Di dalam pemasaran barang, selalu ada kegiatan menjual yang dilakukan oleh produsen. Pengalihan hak dari tangan produsen kepada konsumen dapat dilakukan dengan penjualan. Dengan adanya kegiatan ini maka konsumen dapat menggunakan barang tersebut. 3). Pembelian (buying) Setiap ada penjualan berarti ada kegiatan pembelian. Jika penjualan barang dilakukan oleh produsen maka pembelian dilakukan oleh orang yang membutuhkan barang tersebut. 4). Penyimpanan (stooring) Sebelum barang-barang disalurkan kepada konsumen, biasanya disimpan terlebih dahulu. Dalam menjamin kesinambungan, keselamatan, dan keutuhan barangbarang, perlu adanya penyimpanan (pergudangan). 5). Pembakuan standar kualitas barang Dalam setiap transaksi jual beli, banyak penjual maupun pembeli selalu menghendaki adanya ketentuan mutu, jenis, dan ukuran barang yang akan diperjualbelikan. Oleh karena itu, perlu adanya pembakuan standar, baik jenis, ukuran, maupun kualitas barang yang akan diperjualbelikan tersebut. Pembakuan (standardisasi) barang ini dimaksudkan agar barang yang akan dipasarkan atau disalurkan sesuai dengan harapan. 6). Penanggung risiko Seorang distributor menanggung risiko, baik kerusakan maupun penyusutan barang.
Universitas Sumatera Utara
43
b. Fungsi tambahan distribusi Fungsi tambahan distribusi, antara lain : 1). Menyeleksi Kegiatan ini biasanya diperlukan untuk distribusi hasil pertanian dan produksi yang dikumpulkan dari beberapa pengusaha 2). Mengepak/ mengemas Untuk menghindari adanya kerusakan atau hilang dalam pendistribusian maka barang harus dikemas dengan baik. 3). Memberi informasi Untuk memberi kepuasan yang maksimal kepada konsumen, produsen perlu memberi informasi secukupnya kepada perwakilan daerah atau kepada konsumen yang dianggap perlu informasi, informasi yang paling tepat bisa melalui iklan. Secara khusus ketentuan perundang-undangan yang mengatur distributor belum ada, jadi ketentuan-ketentuan yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah misalnya, pada Pasal 1 dan 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan yang mengatur tentang distribusi barang. Perjanjian distributor adalah perjanjian tidak bernama atau tidak terdapat dalam KUHPerdata. Alasan munculnya perjanjian ini adalah karena prinsipal tidak terlalu menguasai wilayah yang akan menjadi wilayah pemasaran produknya
Universitas Sumatera Utara
44
dan/atau prinsipal membutuhkan pihak lain yang memiliki jaringan bisnis yang luas sehingga sasaran dan target pemasaran produknya segera terealisasi.25 Perjanjian keagenan dan perjanjian distributor merupakan perjanjian tidak bernama yang tidak terdapat dalam KUHPerdata. Dasar hukum perjanjianperjanjian ini berdasarkan kebebasan berkontrak, yakni pada pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Sepanjang memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya kontrak , maka perjanjian ini berlaku dan memiliki nilai hukum. Perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan bahwa, “Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturanperaturan umum.”Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan dan perjanjian distributor tidak hanya didukung prinsip kebebasan berkontrak saja, tapi juga Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen dan Distributor Barang dan/atau Jasa (Permendag 11 Thn 2006).26 Distributor dapat dijumpai dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut : (1) Dasar Hukum Perjanjian distributor termasuk dalam perjanjian innomiaat perjanjian tidak bernama), karena tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata. Sekalipun tidak diatur secara khusus tetapi harus tetap tunduk pada peraturan atau ketentuan umum Buku III KUHPerdata. Dasar hukum dari perjanjian distributor adalah asas dari buku III KUHPerdata yang memberikan kebebasan berkontrak dan sifatnya yang terbuka yang 25
http://igapurwanti-fh10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71455-hukum%20kontrakPerjanjian%20Keagenan%20dan%20Distributor.html (diakses tanggal 1 November 2015) 26 http://igapurwanti-fh10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71455-hukum%20kontrakPerjanjian%20Keagenan%20dan%20Distributor.html (diakses tanggal 1 November 2015)
Universitas Sumatera Utara
45
memungkinkan masyarakat dapat membuat segala macam perjanjian di luar perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata Buku III. (2) Dalam KUHPerdata tentang kebebasan berkontrak (3) Dalam KUHPerdata tentang kontrak pemberian kuasa (4) Dalam KUHDagang tentang makelar; 5. Dalam KUHDagang tentang Komisioner; 6. Dalam bidang hukum khusus, seperti dalam perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengatur tentang dealer atau pialang saham. 7. Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangan dan perindustrian, yang mengatur masalah administrasi dan pengawasan terhadap masalah keagenan ini.
2. Sistem dalam pendistribusian Secara umum sistem distribusi dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu : a. Sistem distribusi langsung Tipe saluran distribusi langsung menggunakan satu atau berbagai perantara untuk sampai ke konsumen, dapat berbentuk : 1) Sistem pendistribusian konvensional (tradisional) Sistem pendistribusian konvensional menggunakan perantara yang independen dari pengendalian produsen. Sistem ini dapat menciptakan konflik apabila ada perbedaan pendapat atau perbedaaan kepentingan. 2) Sistem pemasaran vertikal (vertical marketing system) Sistem pemasaran vertikal dapat dilakukan melalui cara : (a) Administrasi
Universitas Sumatera Utara
46
(b) Kontraktual (c) Korporasi b. Sistem distribusi tidak langsung Tipe saluran distribusi tidak langsung tidak menggunakan perantara yang independen. Produsen (dapat menggunakan agen penjual) langsung kepada konsumen. Sistem distribusi langsung umumnya digunakan pada sistem: 1) Direct order (pelanggan dapat memesan langsung kepada penjual memalui surat, telepon, atau bentuk komunikasi lain). 2) Direct relationship marketing (bentuk pemasaran yang mendasarkan pada respon individual pelanggan).27 3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pendistribusian Kendala yang dihadapi perusahaan dalam mendistribusikan produknya datang dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal kendala dapat berasal dari kebijakan yang dikeluarkan perusahaan menyangkut distribusi dan pelayanan, serta sarana-prasarana penunjang dalam distribusi. Sedangkan dari sisi eksternal, kendala dapat berasal dari cara pendistribusian dan tempat yang dituju dan konsumen.28 Masalah yang sering terjadi dalam distribusi seperti: a. Pemilihan saluran distribusi yang digunakan Masalah pemilihan ini sangat penting sebab kesalahan dalam pemilihan saluran yang dipergunakan dapat memperlambat atau menghambat usaha 27
http://wiiludwy.blogspot.co.id/2014/03/makalah-hukum-bisnis-pengertian.html (diakses tanggal 1 Desember 2015) 28 https://nisrinaufairoh.wordpress.com/2013/12/27/masalah-dalam-distribusi/(diakses tanggal 1 Desember 2015).
Universitas Sumatera Utara
47
penyaluran barang atau jasa yang dihasilkan yang telah disesuaikan dengan selera konsumen, tetapi jika saluran distribusi yang dipergunakan tidak mempunyai kemampuan, tidak mempunyai inisiatif dan kreatif serta kurang bertanggung jawab dalam menciptakan transaksi, maka usaha untuk penyaluran akan mengalami kelambatan dan kemacetan. Oleh karena itu pengaruhnya sangat besar terhadap kelancaran penjualan, maka masalah saluran distribusi harus benar-benar dipertimbangkan. b. Sifat barang yang diproduksi Sifat barang itu sendiri dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan untuk menetapkan saluran distribusi yang harus ditempuh. Sifat barang ini dapat berupa cepat tidaknya barang tersebut mengalami kerusakan. Barang yang cepat rusak misalnya sayuran, susu segar, cenderung menggunakan saluran distribusi yang pendek atau langsung. c. Biaya Secara umum mata rantai saluran distribusi yang terlalu panjang akan menimbulkan biaya yang lebih besar dan mendorong harga jual yang tinggi dan selanjutnya dapat mengganggu kelancaran penjualan barang-barang tersebut. Untuk menekan harga harga penjualan, maka perusahaan harus rela untuk mendapatkan keuntungan yang tipis atau mengusahakan agar komisi dari mata rantai tersebut menjadi lebih kecil.29 d. Jumlah setiap kali penjualan Suatu barang tertentu mungkin setiap kali penjualan dilakukan dalam jumlah yang relatif besar meskipun jumlah konsumennya relatif kecil. Misalnya 29
http://wulanwdy.blogspot.co.id/2013/12/masalah-distribusi_8.html (diakses tanggal 1 Desember 2015)
Universitas Sumatera Utara
48
bahan-bahan bangunan, untuk barang seperti ini, perusahaan cenderung menggunakan mata rantai saluran distribusi pendek, sebab dengan cara ini harga jual kepada konsumen dapat ditekan serendah-rendahnya. Untuk penjualan langsung kepada konsumen, perusahaan biasanya menawarkan langsung kepada pabrik yang bersangkutan atau bila tidak langsung biasanya melalui perantara atau makelar. Untuk penjualan yang ditujukan kepada konsumen perorangan perusahaan langsung menjual kepada pengecer.
Universitas Sumatera Utara