BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan
(financial intermediary). Sebagai perantara keungan, artinya bank menjembatani kebutuhan dua nasabah yang berbeda, satu pihak merupakan nasabah yang memiliki dana dan pihak lainnya merupakan nasabah yang membutuhkan dana. Di samping itu, bank juga sebagai suatu industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan masyarakat sehingga seharusnya tingkat kesehatan bank perlu dipelihara (Ismail, 2011:9). Perbankan menjalankan usahanya sebagai lembaga keuangan yang menjual kepercayaan dan jasa, setiap bank berusahaan sebanyak mungkin menarik nasabah baru atau investor, memperbesar dananya, memperbesar pemberian kredit dan jasanya. Peran perbankan dalam usahanya sangat strategis tetapi kesehatan dan stabilitas perbankan menjadi sesuatu yang sangat vital. Untuk bank yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan sebagai suatu sistem merupakan kebutuhan suatu perekonomian yang ingin tumbuh dan berkembang dengan baik. Tetapi, terganggunya fungsi intermediasi perbankan setelah terjadinya krisis ekonomi 1997 yang terjadi di Indonesia mengakibatkan perbankan di Indonesia telah berdampak dengan melambatnya kegiatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. (Veithzal, 2007:108).
1
2
Masalah yang muncul atas terganggunya fungsi intermediasi dihadapkan dengan ketidakseimbangan antara penghimpun dana dari nasabah dan penyalurannya. Penghimpun dana pihak ketiga (DPK) pada akhir tahun 2010 terdapat dana mengendap sebesar 24,5% dari total DPK atau berjumlah 572 triliun lebih terhadap LDR pada akhir tahun 2010 adalah sebesar 75,5% dengan trend meningkat dalam periode 6 tahun terakhir. (Yuda, 2011). Kuantitas bank banyak menciptakan persaingan yang semakin ketat dan kinerja bank menjadi rendah karena ketidak mampuan bersaing di pasar, sehingga banyak bank yang kurang sehat atau bahkan tidak sehat secara financial. Sehat tidaknya suatu perusahaan perbankan, dapat dilihat dari kinerja keuangan terutama kinerja profitabilitas dalam suatu perusahaan perbankan tersebut. (Fitriani, 2010). Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah return on equity (ROE) untuk perusahaan pada umumnya dan return on asset (ROA) pada industri perbankan. Return on asset (ROA) memanfaatkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh erning dalam operasi perusahaan, sedangkan return on equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam usaha tersebut. Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan. Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dalam hal ini Return On Asset (ROA) merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukan kinerja keuangan yang semakin baik. (Agus Sartono, 2012:123).
3
ROA %
3 2.5
2.4 2.07
2 1.5
1.61
1.58
ROA
1.3 1 0.5 0 2011
2012
2013
2014
2015
Gambar 1.1 Rata-rata Return On Asset perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015 Sumber:www.idx dan data diolah kembali. 2016 Seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 1.1 memberikan gambaran bahwa rata-rata ROA perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mengalami fluktuatif. Dimana rata-rata Return On Asset (ROA) pada tahun 2011 sebesar 1,58%, tahun 2012 sebesar 2,40%, tahun 2013 sebesar 1,61%, tahun 2014 sebesar 1,30% dan tahun 2015 sebesar 2,07%. Kesimpulan bahwa rata-rata Return On Asset (ROA) pada perbankan tahun 2012 memiliki presentase paling tinggi dan terendah pada tahun 2014. Perkembangan dunia perbankan tengah berjalan sangat pesat. Perkembangan dunia perbankan yang berlangsung sangat pesat tersebut banyak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah teknologi. Penggunaan teknologi di dalam dunia perbankan saat ini sudah merupakan suatu keharusan. Kebutuhan akan informasi yang cepat menuntut perbankan untuk menciptakan sebuah teknologi yang dapat meningkatkan kinerja perbankan tersebut. (Egan, 2013).
4
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat beberapa periode terakhir jumlah nasabah, frekuensi dan volume pengguna Internet banking di Indonesia menunjukkan terjadainya fluktuatif, frekuensi meningkat mulai dari 3,79 miliar transaksi tahun 2012, kemudian menurun 3,26 miliar pada 2013, dan meningkat pada tahun 2014 sebesar 5,69 miliar. Sementara Volume penggunaan internet banking sebesar Rp 4,441 triliun pada tahun 2012, Rp.4,110 triliun pada 2013 dan meningkat pada 2014 menjadi Rp.6,447 triliun. (infobanknews.com, 2015). Menurut Sharing vision jumlah transaksi pengguna Internet Banking setiap tahun cenderung turun dapat di lihat pada Gambar 1.2 :
Transaksi 400
349
350 300 250 200 144
150
86
100 50
38
46
2014
2015
0 2011
2012
2013
Gambar 1.2 Transaksi Pengguna Internet Banking di Indonesia Sumber:Sharing Vision.com dan data diolah kembali oleh penulis untuk kepentingan penelitian.2016 Seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 1.2 transaksi pengguna internet banking di Indonesia setiap tahun cenderung menurun. Pada tahun 2011 jumlah pengguna internet banking sebesar 349, tahun 2012 sebesar 144, tahun 2013 sebesar 86, tahun 2014 sebesar 38, dan tahun 2015 sebesar 46. Jumlah tertinggi pada tahun 2011 dan terendah tahun 2014.
5
Pada perkembangannya dunia perbankan menciptakan sebuah teknologi atau sebuah sistem yang menggunakan pemanfaatan internet sebagai media perantara yang bernama internet banking. Pengertian internet banking adalah salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dalam melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. (Bank Indonesia PBI No.5/8 tahun 2013). Pelayanan yang diberikan internet banking kepada nasabah berupa transaksi pembayaran tagihan, informasi rekening, pemindah bukuan antar rekening, informasi mengenai suku bunga, nilai tukar valuta asing, administrasi mengenai perubahan personal identification number (PIN), data pribadi dan lain-lain. Pada dasarnya teknologi internet banking yang telah dibuat oleh dunia perbankan memiliki manfaat bagi bank yaitu efisiensi kinerja perbankan dalam penggunaan kertas karena semua sudah melalui internet dan dapat menjadi sumber pendapatan yang diperoleh dari layanan yang dibebankan kepada nasabah. Dengan mengurangi penggunaan kertas dan mengefisiensikan keuntungan bank akan mengurangi biaya yang di keluarkan oleh perbankan dan profit akan meningkat karena biaya akan berkurang. (Egan, 2013). Menurut Malhotra dan Singh (2010) dengan mengambil sampel sejumlah 88 bank selain swasta di India, menemukan bahwa bank yang menyediakan layanan internet banking mempunyai accounting efficiency dan profitabilitas (ROA dan ROE) yang lebih baik dibandingkan dengan tidak menyediakan layanan internet banking. Akan tetapi penelitian ini berhasil membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara penyediaan layanan.
6
Perusahaan perbankan yang menggunakan Internet Banking di Indonesia sendiri sebesar 23 bank, dapat dilihat dalam Tabel 1.1 di bawah ini: Tabel 1.1 Daftar Perbankan Internet Banking Jenis
No
Nama Perusahaan
NON DEVISA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Bank Tabungan Negara Bank Negara Indonesia Bank Mandiri Bank Rakyat Indonesia Bank Agro Niaga Bank MNC Internasional Bank Central Asia Bank Danamon Indonesia Bank QNB Indonesia Bank Bumi Arta Bank CIMB Niaga Bank Maybank Indonesia Bank Permata Bank Sinar Mas Bank Of India Indonesia Bank Mega Bank OCBC NISP Bank Pan Indonesia Bank Bukopin Bank Victoria International Bank Mayapada International
BANK CAMPURAN
22
Bank Capital Indonesia
B.P.D
23
Bank Jabar Banten
BUMN
DEVISA
Sumber: survey ke setiap web bank. 2016 Penelitian yang dilakukan Zakaria (2012) di Indonesia, menyatakan bahwa bank dengan internet banking memiliki kinerja keungan yang lebih baik. Penerapan internet banking tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap return on asset (ROA) dan memberikan dampak yang positif pada return on equity (ROE) walaupun tidak signifikan. Adopsi internet banking dinilai mampu menurunkan risiko kredit dengan pengaruh negatif tetapi tidak signifikan.
7
Masalah keuangan merupakan hal yang sangat fundamental bagi perusahaan, sehingga perusahaan dituntut untuk mampu mengelola keuangan secara tepat demi kelangsungan dan tercapainya tujuan perusahaan. Laporan keuangan bisa digunakan sebagai barometer perusahaan, untuk mengetahui kemunduran, perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui perusahaan memperoleh laba dan mengalami kerugian dalam kegiatan operasional yang dijalankan. Fungsi lain laporan keuangan dimana para pihak yang berkepentingan akan lebih mudah mengetahui, menganalisis, dan menginterprestasikan keadaan perusahaan sehingga manakala terjadi problem akan segera diketahui dan dapat segera diambil langkah-langkah pemecahannya. Bank menjalankan usahanya tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai, usaha tersebut dapat didukung dengan mengetahui kinerja keungan perbankan yaitu mengetahui penilaian atas kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank didapat dari berbagai indikator. Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan. Laporan keuangan menjadi berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti dalam penilaian kinerja keuangan. Tujuan utama analisis laporan keuangan untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan, setelah dilakukan analisis laporan keuangan secara mendalam pihak manajemen dapat mengukur dalam mencapai target yang telah direncanakan. (Kasmir, 2011:66). Analisis laporan keuangan dapat membantu para pelaku bisnis, baik pemerintah dan para pemakai laporan keuangan lainnya dalam menilai kondisi keuangan suatu perusahaan tidak terkecuali perusahaan perbankan. Menurut Darmawi (2014:210), untuk menialai kinerja keuangan perbankan umumnya
8
digunakan enam aspek penilaian yaitu CAMELS (capital, asset, management, earning, liquidity dan sensitivity to market risk). Aspek capital meliputi CAR, aspek asset meliputi NPL, erning meliputi NIM dan BOPO, sedangkan aspek liquidity meliputi LDR. Empat dari enam aspek tersebut masing-masing capital, asset, management, earning, liquidity dan sensitivity to market risk dinilai dengan menggunakan rasio keuangan. Pada penelitian ini penulis hanya menggunakan CAR, NPL dan BOPO sebagai penilaian kinerja kesehatan bank. Capital (modal) merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran kinerja bank, yang tercermin dalam komponen CAMEL. Capital Adequacy Ratio (CAR) memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko, yang dibiayai dari modal sendiri. Adapun Penelitian yang dilakukan Yuliani (2007) yang menyatakan bahwa rasio CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas bank. Hal berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karunia (2013) yang menunjukkan hasil bahwa CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Pengukuran efisiensi operasi (BOPO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bungan dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. (Frianto, 2012:72). Semakin besar BOPO maka akan semakin kecil atau menurun kinerja keuangan perbankan dan sebaliknya jika BOPO semakin kecil, maka kinerja keuangan perbankan semakin
9
meningkat atau membaik. BOPO berpengaruh positif signifikan terhadap ROA artinya pengendalian biaya operasional harus diperhatikan secara sungguhsungguh oleh manajemen agar dapat memperoleh pendapatan yang maksimal sehingga akan meningkatkan kinerja bank dalam hal ini laba. (Listyorini, 2012) Penerapan teori perusahaan pada industri perbankan mengandung risiko. Hal ini di sebabkan situasi eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang akan diikuti oleh semakin kompleksnya risiko bagi kegiatan usaha perbankan tersebut (PBI No.17/11/2013), Non performing loan (NPL) merupakan rasio keuangan yang berkaitan dengan risiko kredit. Risiko kredit memiliki peringkat pertama di antara banyak risiko perbankan, risiko kredit merupakan sumber kerugian yang berhubungan dengan profitabilitas bank. Apabila suatu bank mempunyai Non Performing Loan (NPL) yang tinggi maka akan memperbesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, dengan kata lain semakin tinggi Non Performing Loan (NPL) suatu bank, maka hal tersebut akan mengganggu kinerja bank tersebut. (AL-Smadi, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2009) dan Joseph (2012) memperoleh hasil bahwa NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Pergerakan nilai dari ROA, CAR, BOPO dan NPL perbankan periode 2011-2015 cenderung fluktuatif. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh adanya permasalah yang terjadi di Indonesia, yang berdampak terhadap perbankan. Adapun data tentang dinamika pergerakan rasio-rasio keuangan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011 sampai 2015, gambaran secara umum ditampilkan seperti pada Tabel 1.2 berikut ini:
10
Tabel 1.2 Dinamika Rata-Rata Rasio Keuangan ROA, CAR, BOPO dan NPL Perbankan yang terdaftar di BEI Periode 2011 sampai dengan 2015 Jenis 2011 2012 2013 2014 ROA 1,58% 2,40% 1,61% 1,30% CAR 11,66% 12,49% 12,02% 11,48% BOPO 36% 39% 40% 48% NPL 2,84% 2,76% 2,28% 2,94% Sumber: Laporan keuangan idx dan data diolah kembali. 2016
2015 2,07% 12,96% 44% 3,00%
Seperti yang diilustrasikan pada Tabel 1.2 pergerakan ROA secara garis besar fluktuatif. Untuk ROA nilai paling terendah pada tahun 2014 sebesar 1,30% sedangkan paling terbesar pada tahun 2012 sebesar 2,40%. Hal ini menunjukan bahwa rata-rata ROA perbankan tahun 2014 dibawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia diatas 1,5% untuk ROA. Rasio permodalan yang diproksikan dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), pada Tabel 1.2 menyatakan bahwa pergerakan rata-rata CAR cenderung naik turun. Dimana tahun 2011 sebesar 11,66%, tahun 2012 sebesar 12,49%, tahun 2013 sebesar 12,02%, tahun 2014 sebesar 11,48%, tahun 2015 sebesar 12,96%. Dapat disimpulkan pada tahun 2015 angka tertinggi sebesar 12,96% dan angka terendah 11,48% pada periode 2014. Memang secara umum rata-rata rasio CAR yang dicapai perbankan yang terdaftar di BEI memenuhi persyaratan yaitu rasio CAR lebih dari 8%. Tetapi jika naik turun rata-rata rasio CAR dibandingkan dengan fluktuasi pada rata-rata rasio ROA, pergerakan naik turun rata-rata rasio CAR sama dengan pergerakan rata-rata rasio ROA. Serupa dalam teori yang menyatakan bahwa jika CAR naik maka seharusnya ROA naik.
11
Pengukuran yang terjadi pada tingkat efisiensi operasi perbankan yang terdaftar di BEI, dimana perolehan rata-rata rasio BOPO meningkat setiap tahun tetapi menurun tahun 2015. Angka terbaik untuk rata-rata rasio BOPO adalah di bawah 90% (Bank Indonesia, 2013). Jika rasio BOPO bank melebihi 90%, maka bank tersebut tidak efisien dalam menajalankan operasinya. Dari Tabel 1.2 menunjukan bahwa rata-rata rasio BOPO terbaik tahun 2011 sebesar 36% dan terburuk tahun 2014 sebesar 48%. BOPO berbanding terbalik dengan ROA dimana pada tahun 2012 naik tidak diikuti dengan penurunan ROA. Hal ini bertentangan bahwa BOPO naik seharusnya ROA turun. Non Performing Loan (NPL) pada Tabel 1.2 menunjukkan manajemen bank sudah baik dalam mengawasi dan mengelola kredit yang disalurkan, sehingga dapat memperkecil terjadinya kredit bermasalah. Bank yang mempunyai NPL tinggi, maka akan memperbesar biaya, baik biaya cadangan aktiva maupun biaya lainnya, dengan kata lain semakin tinggi NPL suatu bank, maka akan mengganggu kinerja bank tersebut. Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa risiko kredit bermasalah atau NPL adalah sebesar 5%, semakin tinggi penyaluran kredit maka semakin tinggi pula risiko yang didapat oleh bank. Kondisi NPL paling baik terjadi pada tahun 2013 sebesar 2,28% dan paling buruk terjadi pada tahun 2015 sebesar 3,00%. NPL bergerak berlawanan arah dengan ROA, dimana ketika NPL mengalami penurunan pada tahun 2013, mengalami kenaikan tahun 2015, hal ini tidak diikuti dengan kenaikan dan penurunan ROA pada tahun yang sama. Semakin kecil rasio NPL maka bank sudah baik dalam mengawasi dan mengelola kredit yang disalurkan.
12
Melihat dinamika rata-rata rasio ROA, CAR, BOPO dan NPL yang tidak menentu selama periode 2011-2015, maka perlu diajukan dalam penelitian mengenai “PENGARUH INTERNET BANKING, CAR, BOPO DAN NPL TERHADAP PROFITABILITAS PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011-2015”
1.2
Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka peneliti
akan mengidentifikasi dan merumuskan masalah dari penelitian.
1.2.1
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka masalah
yang teridentifikasi adalah sebagai berikut: 1.
Penurunan rata-rata ROA pada tahun 2013 dan 2014. Pada periode 2013 sebesar 1,61% dan periode 2014 sebesar 1,30%. Periode 2014 di bawah standar yang ditetapkan Bank Indonesia ROA diatas 1,5%.
2.
Terjadi penurunan frekuensi internet banking tahun 2013 sebesar 3,26 miliar. Sementara Volume penggunaan internet banking menurun pada tahun 2013 sebesar Rp 4,110 triliun. Jumlah transaksi pengguna internet banking terendah pada tahun 2014 sebesar 38.
3.
Penurunan rata-rata CAR pada tahun 2013 dan 2014. Pada periode 2013 sebesar 12,02% dan periode 2014 sebesar 11,48%. Standar terbaik untuk CAR diatas 8% (Bank Indonesia, 2013).
13
4.
Penurunan rata-rata BOPO pada tahun 2015. Pada periode 2015 sebesar 44% tetapi BOPO tersebut sesuai dengan Standar Bank Indonesia (SBI) dibawah 90%. Penurunan rata-rata BOPO berbanding terbalik dengan ROA dimana BOPO pada tahun 2012 naik hal ini tidak diikuti dengan penurunan ROA.
5.
Non Performing Loan (NPL) berlawanan arah dengan ROA, dimana ketika NPL mengalami penurunan pada tahun 2013, mengalami kenaikan tahun 2015, hal ini tidak diikuti dengan kenaikan dan penurunan ROA pada tahun yang sama. Semakin tinggi NPL maka semakin tinggi risiko kredit bank dan mempengaruhi return on asset (ROA).
1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana Internet Banking, CAR, BOPO, NPL dan PROFITABILITAS perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2015.
2.
Seberapa besar pengaruh Internet banking, CAR, BOPO, NPL, terhadap PROFITABILITAS perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2015 baik secara simultan dan parsial.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui, mengkaji dan menganalisis:
14
1.
Internet Banking, CAR, BOPO, NPL dan PROFITABILITAS perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2015.
2.
Besarnya pengaruh Internet banking, CAR, BOPO, NPL, terhadap PROFITABILITAS perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2015 baik secara simultan dan parsial.
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1
Kegunaan Teoritis
1.
Dapat memperkaya konsep atau teori yang menunjang perkembangan ilmu pengetahuan bidang kajian manajemen keuangan, khususnya perbankan.
2.
Dapat memperkaya teori-teori mengenai Internet Banking, CAR, BOPO dan NPL yang berhubungan dengan PROFITABILITAS perbankan.
1.4.2
Kegunaan Praktis Adapun kegunaan praktis dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagi penulis 1. Memahami penerapan Internet Banking, CAR, BOPO, NPL dan PROFITABILITAS pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. 2. Memahami
proses
Internet
Banking,
CAR,
BOPO,
NPL
dan
PROFITABILITAS pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015.
15
2. Bagi perusahaan 1. Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
membantu
perusahaan
dalam
mengetahui Internet Banking, CAR, BOPO, NPL dan PROFITABILITAS secara optimal. 2. Membantu perusahaan dalam penerapan Internet Banking, CAR, BOPO, NPL dan PROFITABILITAS. 3. Bagi pihak lain 1. Sebagai masukan bagi penulis lain yang sedang melakukan penelitian dengan bidang kajian yang sama. 2. Sebagai referensi bagi penelitian-penelitian lain yang sejenis.