1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transaksi perbankan merupakan hubungan hukum antara, bank dengan nasabah di bidang bisnis, yang di dalamnya kedua belah pihak saling membutuhkan. Transaksi perbankan terdiri atas transaksi di bidang pendanaan dan transaksi di bidang perkreditan. Transaksi perbankan di bidang perkreditan memberikan peran bagi bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debitur. Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit konsumtif, kredit investasi, kredit modal kerja, kredit usaha kecil, dan jenis-jenis kredit lainnya sesuai dengan kebutuhan debiturnya. Hubungan antara debitur dan bank merupakan hubungan interpersonal. Dengan perkembangan jaman yang semakin maju, menyebabkan setiap manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan beraneka ragam cara, sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sangat terbatas. Hal tersebut yang membuat manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi keinginannya.1 Seperti membuka usaha sampingan, manusia memerlukan bantuan dalam bentuk modal dan hal ini didapat dengan bantuan dari bank dalam bentuk tambahan modal, inilah yang disebut dengan Kredit.2 Menurut Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
1
Gunawan Widjaja dan Kartini Mulyadi, 2003, Jual Beli Seri Hukum Perikatan, Cet 1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.2 2
Hermansyah, 2003, Hukum Perbankan Indonesia, Cet. II, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.60.
1
2
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790, selanjutnya disebut UU Perbankan) : Kredit Bank adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Sebagai salah satu badan usaha yang berorientasi pada keuntungan, bank berusaha untuk menyalurkan kredit sebanyak-banyaknya kepada masyarakat. Saat ini bank dihadapkan pada persaingan yang sangat ketat antar bank mengingat semakin banyaknya muncul bank-bank baru. Untuk memenangkan persaingan banyak cara yang dilakukan oleh bank salah satunya memberikan service yang terbaik untuk calon debiturnya yang bertujuan agar calon debitur tersebut tidak berpaling ke bank lain. Salah satunya dengan mempermudah persyaratan dalam pengajuan kredit. Di satu sisi kredit menjadi sumber pendapatan dan keuntungan Bank yang terbesar, di sisi lain kredit juga merupakan jenis kegiatan menanamkan dana yang sering menjadi penyebab utama Bank menghadapi masalah besar. Oleh karena itu tidak
berlebihan
jika
stabilitas
usaha
Bank
sangat
dipengaruhi
oleh
keberhasilannya dalam mengelola kredit. Bank yang berhasil mengelola kreditnya diprediksikan akan berkembang usahanya. Kondisi Bank yang selalu dirongrong kredit bermasalah pasti akan mundur usahanya. Kemunduran usaha perbankan karena kerugian yang didatangkan dari kerugian kredit ini akan lebih besar dibandingkan kerugian yang didatangkan dari jenis usaha lainnya, karena jumlah
3
dana yang ditanam dalam jenis kegiatan lain ini biasanya lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah dana yang ditanam dalam jenis kegiatan kredit. Kegiatan pinjam meminjam uang atau kredit adalah kegiatan yang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dalam kegiatan pinjam meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjaman. Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaannya kepada pemegang jaminan. Pada dasarnya, pemberian kredit oleh bank diberikan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk membayar kembali dengan syarat melalui suatu perjanjian utang piutang di antara kreditur dan debitur. Perjanjian kredit yang dibuat oleh bank kepada debitur merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara kreditur dan debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak sehubungan dengan pemberian kredit.3 Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 UU Perbankan dapat diketahui bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan 3
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1
4
pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Berdasarkan ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa diperkenankan untuk memberikan kredit tanpa jaminan atas dasar kepercayaan dari pihak bank bahwa debitur akan sanggup melunasi kredit yang telah diberikannya itu. Namun dalam kenyataannya di lapangan banyak terjadi bahwa atas dasar kepercayaan tersebut bank menerima jaminan kredit atas nama orang lain. Jasa perbankan dalam membantu bidang perekonomian bukanlah tanpa resiko. Resiko usaha yang terjadi di kalangan perbankan justru terutama menyangkut pemberian kredit. Pemberian kredit oleh bank pada dasarnya harus dilandasi keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya. Bank dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pasti mengalami permasalahan mengenai kredit macet dan hal tersebut bukanlah merupakan sesuatu yang baru bagi dunia perbankan. Permasalahan kredit macet yang dihadapi oleh pihak bank, banyak disebabkan oleh lemahnya kemampuan debitur untuk menyelesaikan kewajibannya serta tidak selektifnya petugas baik dalam memberikan kredit. Dari segi debitur banyaknya permasalahan-permasalahan intern yang dihadapi oleh debitur, menyebabkan debitur tidak bisa memenuhi kewajibannya, sehingga terjadi kredit macet. Hal ini biasanya berkaitan dengan usahanya yang macet, terkena dampak krisis ekonomi atau hal lain yang menyebabkan debitur kesulitan keuangan. Dari sisi petugas bank, tidak selektifnya dalam studi kelayakan dalam pemberian kredit, sehingga banyak debitur yang tidak layak diberikan kredit mendapatkan kredit sehingga terjadinya kredit macet. Untuk menjamin
5
kedudukan pihak bank, maka dalam memberikan kredit pihak bank meminta jaminan kepada debitur sesuai dengan besaran kredit yang diberikan. Jaminan merupakan salah satu aspek yang penting dan strategis dalam kaitannya dengan penyaluran kredit, terutama sangat dibutuhkan untuk menekan tingkat resiko atau kemungkinan munculnya kredit bermasalah dalam penyaluran kreditnya yang sekaligus sebagai wujud dari penerapan prinsip kehati – hatian. Dalam hal dana yang dipakai untuk pemberian kredit, bank hanya boleh memberikan kredit apabila bank benar-benar telah meyakini bahwa debitur mempunyai kemampuan, kesanggupan dan beritikad baik untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Apabila tidak demikian resiko yang dihadapi oleh bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu hubungan antara bank dengan nasabah adalah hubungan kontraktual yang dilandasi oleh prinsip kehati-hatian. Adapun penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit yang dilakukan oleh bank dapat dilihat pada saat proses penilaian dan keputusan kredit, dan juga pada saat pengikatan jaminan kredit. Benda yang telah dijaminkan oleh debitor yang meminjam uang di bank haruslah mempunyai nilai yang melebihi dari jumlah uang yang dipinjam oleh debitor itu sendiri, sebab dalam perjanjian kredit ada beberapa bank yang mengenal prinsip “ Tiada Kredit Tanpa Jaminan “. Maksudnya disini adalah pihak bank tidak akan memberikan kredit terhadap debitor peminjam kredit di bank apabila tidak disertai adanya benda jaminan atau agunan dari pihak debitor. 4
4
Hermansyah, Op.Cit, h.64
6
Salah satu jenis Jaminan kebendan yang dikenal dalam Hukum positif adalah Jaminan Fidusia, sebagai lembaga Jaminan atas benda bergerak, Jaminan Fidusia banyak dipergunakan oleh masyarakat bisnis. Pada awalnya Fidusia didasarkan kepada Yurisprudensi, sekarang Jaminan Fidusia sudah diatur dalam undangundang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3889, selanjutnya disebut dengan UUJF). Dalam jaminan fidusia dikenal dengan istilah Fiducia Cum Creditore Contracta yang berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditur, dikatakan bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditur sebagai Jaminan atas utangnya dengan kesepakatan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur apabila utangnya sudah dibayar lunas. Dengan Fiducia cum creditore ini maka kewenangan yang dimiliki oleh kreditur akan lebih besar yaitu sebagai pemilik atas barang yang diserahkan sebagai Jaminan. Debitur percaya bahwa kreditur tidak akan menyalahgunakan wewenang yang diberikan itu. Kekuatannya hanya terbatas pada kepercayan secara moral saja dan bukan kekuatan hukum yang pasti. Debitur tidak akan dapat berbuat apaapa jika kreditur tidak mau mengembalikan hak milik atas barang yang diserahkan sebagai Jaminan.5 Dari hasil penelitian di lapangan dapat diketahui terjadi kredit macet dengan jaminan fidusia pada salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kota Denpasar. Permasalahan yang terjadi yaitu Bank Perkreditan Rakyat tersebut 5
Tan Kamelo, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, h. 3
7
menerima jaminan BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor) dengan diikat jaminan fidusia, yang diakui oleh debitur adalah miliknya namun karena kesibukannya belum sempat melakukan balik nama, kemudian kredit ini mengalami macet, pada saat akan dilaksanakan eksekusi obyek jaminan fidusia terjadi kendala karena jaminan fidusia tersebut bukan milik debitur, sehingga pada saat terjadi kredit macet, pihak bank mengalami kendala untuk melaksanakan eksekusi, karena obyek jaminan fidusia ternyata adalah hak milik orang lain, bukan hak milik dari debitur yang merupakan hasil penggelapan dan penipuan. Pada kenyataannya di lapangan banyak kasus seperti ini yang terjadi terutamanya pada Bank Perkreditan Rakyat. Permasalahan seperti ini tentunya menimbulkan resiko yang mengakibatkan kerugian bagi pihak bank, yang dalam tesis ini akan dibahas lebih lanjut dengan mengangkat judul Resiko Kreditur Atas Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia Yang Bukan Milik Debitur Pada Bank Perkreditan Rakyat di Kota Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapatlah ditarik permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah akibat hukum dari pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang menggunakan jaminan bukan milik debitur? 2. Bagaimanakah resiko kreditur atas kredit macet dengan jaminan fidusia yang menggunakan jaminan bukan milik debitur pada Bank Perkreditan Rakyat Di Kota Denpasar?
8
1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari agar pembahasan dalam tesis ini tidak keluar atau melenceng dari pokok permasalahan, maka diperlukan adanya batasan-batasan terhadap permasalahan yang akan dibahas yaitu sebagai berikut: Pada permasalahan pertama dibahas mengenai akibat hukum dari pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang menggunakan jaminan bukan milik debitur dan pada permasalahan kedua membahas mengenai resiko kreditur atas kredit macet apabila barang yang dijadikan jaminan fidusia ternyata bukan milik debitur pada Bank Perkreditan Rakyat Di Kota Denpasar.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah dalam kerangka pengembangan ilmu hukum sehubungan dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai suatu proses). Paradigma ilmu tidak akan berhenti dalam penggaliannya atas kebenaran dalam bidang perbankan, khususnya yang berkaitan dengan hukum perbankan dan hukum jaminan dalam memberikan perlindungan hukum bagi bank apabila terjadi kredit macet dengan jaminan fidusia. 1.4.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisa lebih lanjut kenyataan di lapangan mengenai akibat hukum pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang menggunakan jaminan bukan milik debitur.
9
2. Untuk mengetahui resiko kreditur apabila terjadi kredit macet dengan jaminan fidusia yang menggunakan jaminan bukan milik debitur pada Bank Perkreditan Rakyat di Kota Denpasar.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat positif bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya bidang Hukum Perbankan dan Hukum Jaminan terutama yang berkaitan dengan resiko kreditur apabila terjadi kredit macet dengan jaminan fidusia yang bukan milik debitur. 1.5.2
Manfaat Praktis 1. Manfaat bagi pihak bank Bagi pihak bank penelitian tesis ini diharapkan mampu menjadi tambahan informasi untuk lebih berhati-hati dalam memberikan kredit terutama dengan jaminan fidusia agar dikemudian hari tidak terjadi permasalahan kredit macet sehingga bank mengalami kerugian. 2. Manfaat bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi bagi rekan mahasiswa mengenai aspek hukum dalam kaitannya dengan penyelesaian kredit macet dengan jaminan fidusia pada bank.
10
1.6 Orisinalitas Penelitian Penelitian terhadap resiko kreditur atas kredit macet dengan jaminan fidusia yang bukan milik debitur sangat menarik, karena kasus ini dapat menyebabkan bank mengalami kerugian dan mempengaruhi elektabilitasnya. Penelusuran kepustakaan yang dilakukan, ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan kredit macet dengan jaminan fidusia yaitu : a. Tesis dari DYAH KUSUMANINGRUM, NIM B4B 006 106, alumni Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, Semarang, Tahun 2008 dengan judul tesis “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Yang Diikat Dengan Jaminan Fidusia Di PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk. Cabang Semarang”. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis tersebut yakni: 1. Bagaimana pelaksanaan kredit dengan jaminan fidusia di PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk Cabang Semarang? 2. Bagaimana penyelesaian jika terjadi debitur wanprestasi di PT. Bank Eksekutif Internasional Tbk Cabang Semarang? b. Tesis dari NI MADE TRISNA DEWI, NIM 0790561070, alumni Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, Tahun 2011 dengan judul tesis “Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank”. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis tersebut yakni :
11
1. Bagaimana pengaturan tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah dalam suatu perjanjian kredit bank menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia? 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian kredit bank terhadap masalah musnahnya benda jaminan fidusia? c. Tesis dari EKO PUSPITA NINGRUM, NIM B4B003080, alumni Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2005, dengan judul tesis “Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Perjanjian Pembiayaan Dengan Jaminan Fidusia Kendaraan Bermotor Roda Empat (Studi Kasus Di Astra Credit Companies (ACC) Cabang Semarang). Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis tersebut yakni : 1. Apa yang menjadi alas hak dalam pemberian dana dari Astra Credit Companies (ACC) ke konsumen? 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah dalam Perjanjian Pembiayaan dengan jaminan fidusia kendaraan bermotor roda empat di Astra Credit Companies (ACC) cabang Semarang? Berdasarkan penelusuran dari tesis dengan judul dan pokok permasalahan seperti yang dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Resiko Kreditur Atas Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia Yang Bukan Milik Debitur Pada Bank Perkreditan Rakyat Di Kota Denpasar belum ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah orisinalitas atau keasliannya.
12
1.7 Landasan Teoritis Salah satu unsur terpenting dalam penelitian yang memiliki peran sangat besar dalam pelaksanaan penelitian adalah teori. Teori dengan unsur ilmiah inilah yang akan mencoba menerangkan fenomena-fenomena sosial yang menjadi pusat perhatian peneliti, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar variabel. Berdasarkan pengertian tersebut, definisi teori mengandung tiga hal. Pertama, teori adalah serangkaian proposisi antar konsep-konsep yang saling berhubungan. Kedua, teori menerangkan secara sistematis atas fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena-fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya. Untuk mengkaji permasalahan hukum secara mendetail diperlukan beberapa teori yang merupakan rangkaian asumsi, konsep, definisi, untuk mengembangkan, menekankan serta menerangkan suatu gejala sosial secara sistematis. Suatu teori adalah hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut caracara tertentu fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variable atau lebih yang telah diuji kebenarannya.6 Pengertian teori oleh para sarjana didukung dengan fungsi dari penggunaan teori dalam menjawab masalah dalam penelitian ini. Brian 6
Soerjono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I) h. 30.
13
H. Bix dalam bukunya yang berjudul Jurisprudence: Theory and Context menyebutkan mengenai fungsi teori yakni : “Legal theory would be more clearly (and more deeply) understood if its issues and the writings of its theorists were approached thought a focus on questions rather than answers”.7 Pengertian fungsi teori di atas diterjemahkan secara bebas yakni teori hukum akan dapat lebih mudah dimengerti atau (lebih mudah didalami) apabila permasalahannya dan penulisan dari teori-teorinya dilakukan pendekatan melalui sebuah fokus pertanyaan daripada jawaban. Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau menganalisis tidak sekedar menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau permasalahan secara kritis ilmu hukum maupun hukum positif dengan menggunakan interdisipliner. Jadi, tidak hanya menggunakan metode sintesis saja. Dikatakan secara kritis karena pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan teori hukum tidak cukup dijawab secara “otomatis” oleh hukum positif karena memerlukan argumentasi atau penalaran.8 Landasan Teoritis atau Kerangka Teori adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asasasas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan
untuk
membahas
permasalahan
penelitian.
Untuk
membahas
permasalahan yang diangkat dalam tesis ini maka digunakan beberapa teori hukum, diantaranya yaitu: a. Teori Perlindungan Hukum
7
Brian H. Bix. 2009, Jurisprudence: Theory and Contex, Thomson Reuters, England, h.
3. 8
Sudikno Mertokusumo, 2012, Teori Hukum (edisi revisi), Cahaya Atma Pusaka, Yogjakarta, (selanjutnya disebut Sudikno Mertokusumo I) h. 87.
14
b. Teori Keberlakuan Hukum c. Teori Kesadaran Hukum d. Teori Keadilan Teori Perlindungan Hukum dipergunakan untuk menganalisis permasalahan kedua dalam tesis ini, kemudian teori keberlakuan hukum dipergunakan untuk membahas rumusan masalah pertama, teori kesadaran hukum dipergunakan untuk membahas rumusan masalah pertama dan kedua terkait dengan kesadaran hukum dari pihak debitur dan pihak bank, dan teori keadilan dipergunakan untuk membahas rumusan masalah pertama, yaitu keadilan untuk pihak bank dan debitur. Adapun teori-teori diatas dapat diuraikan sebagai berikut: 1.7.1 Teori Perlindungan Hukum Upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya yang diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari hukum yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta keadilan hukum. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Teori perlindungan hukum pada awal mulanya bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam yang dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato) dan Zeno. Menurut pendapat Fitzgerald, menyatakan bahwa: “teori perlindungan hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu
15
lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.”9 Terdapat
beberapa
ahli
yang
memberikan
pendapatnya
mengenai
perlindungan hukum. Menurut Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa perlindungan hukum bagi rakyat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif, rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang defenitif, artinya perlindungan hukum yang preventif bertujuan
untuk
mencegah
terjadinya
sengketa,
sedangkan
sebaliknya
perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang didasarkan kepada kebebasan bertindak, karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada dekresi.10 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Satijipto Rahardjo yang menyatakan bahwa “perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”11 Pendapat lain mengenai perlindungan hukum juga dikemukakan oleh C.S.T Kansil yang menyatakan bahwa : 9
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Satjipto Rahardjo I) h. 53. 10 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, h. 38. 11 Satjipto Rahardjo I, Op.cit, h. 54.
16
Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.12 Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan
dengan
pemerintah
yang
dianggap
mewakili
kepentingan
masyarakat. Fungsi primer hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Di samping itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi
sarana untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh
rakyat.
Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, teori perlindungan hukum berkaitan dengan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak debitur sehingga mengakibatkan terjadinya kredit macet. Dalam hal debitur melakukan penggelapan dan penipuan, barang jaminan yang bukan miliknya, mengakibatkan pihak bank sulit untuk melaksanakan eksekusi. Dalam hal ini pihak bank tidak akan mendapatkan perlindungan hukum karena obyek perjanjian tersebut bukan milik debitur yang merupakan hasil penggelapan dan penipuan, obyek perjanjian yang tidak sah
12
C.S.T Kansil, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 23.
17
mengakibatkan perjanjian menjadi batal demi hukum. Dengan terjadinya kasus ini maka pihak bank selaku kreditur dapat mengajukan penyelesaian kasus ini kepada pengadilan sebagai upaya perlindungan hukum secara represif setelah terjadinya sengketa. 1.7.2 Teori Keberlakuan Hukum Kekuatan berlakunya undang-undang di dalam memberikan jaminan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi warganegara dapat dijelaskan dalam tiga keberlakuan, antara lain: 1) Kekuatan berlaku filosofis (Filosofische Geltung); Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum bangsa Indonesia (rechtsidee) sebagai nilai positif yang tertinggi yaitu Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Cita hukum ini dapat dilihat dalam ketentuan alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, sehingga suatu kaidah hukum dikatakan berlaku apabila berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Untuk memenuhi tuntutan berlaku filosofis maka harus memasukkan unsur ideal. 2) Kekuatan berlaku yuridis (Juristiche Geltung); Undang-undang
mempunyai
kekuatan
berlaku
yuridis
apabila
persyaratan material dan formal terbentuknya undang-undang itu telah terpenuhi. Kaidah hukum yang berlaku harus berdasarkan pada hirarki norma. Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian hukum yang berlaku tidak boleh
18
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan dasar hukum dalam membentuk suatu peraturan perundang-undangan. 3) Kekuatan berlaku sosiologis (Soziologische Geltung). 13 Hukum merupakan kenyataan di masyarakat. Kekuatan berlakunya hukum di dalam masyarakat ada dua macam yakni: 1. Menurut Teori Kekuatan (Machtstheorie) hukum mempunyai kekuatan berlaku secara sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa, terlepas dari diterima atau pun tidak oleh warga masyarakat. 2. Menurut
Teori
Pengakuan
(Anerkennungstheorie)
hukum
mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga masyarakat. Kekuatan berlakunya undang-undang perlu dibedakan dari kekuatan mengikatnya undang-undang. Undang-undang mempunyai kekuatan mengikat sejak diundangkan di dalam lembaran negara,hal ini berarti bahwa sejak dimuatnya dalam lembaran negara setiap orang terikat untuk mengakui eksistensinya.14 Suatu kaidah atau produk hukum hendaknya memenuhi ketiga aspek sebagaimana diuraikan diatas. Keberlakuan hukum di tengah masyarakat bukan lagi untuk mencapai keadilan semata, tetapi juga harus memberikan kepastian. Kepastian hukum diharapkan dapat menjadi pedoman, baik bagi masyarakat
13
Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Buku Kompas, Jakarta, (selanjutnya disebut Satjipto Rahardjo II) h. 18. 14 Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogjakarta, (selanjutnya disebut Sudikno Mertokusumo II) h. 94
19
maupun bagi aparatur hukum dalam mengambil keputusan.15 Teori keberlakuan hukum untuk menjawab rumusan masalah pertama, dalam kaitannya dengan pemberian kredit dengan jaminan fidusia, dimana perjanjian jaminan fidusia bukan suatu hak jaminan yang lahir karena undang-undang melainkan harus diperjanjikan terlebih dahulu antara Bank dan nasabah debitur. Oleh karena itu, fungsi yuridis pengikatan jaminan fidusia lebih bersifat khusus jika dibandingkan jaminan yang lahir berdasarkan pasal 1131 KUHPerdata. Fungsi yuridis pengikatan benda jaminan fidusia dalam akta jaminan fidusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit. Dengan fungsi yuridis jaminan fidusia yang dinyatakan dalam akta Jaminan Fidusia semakin meneguhkan kedudukan Bank sebagai kreditur preferent. Selain itu kreditur penerima Fidusia akan memperoleh kepastian terhadap pengembalian hutang debitur. Fungsi yuridis itu juga akan mengurangi tingkat resiko Bank dalam menjalankan usahanya sebagaimana yang dimaksud dalam undang- undang perbankan.16 Untuk memiliki fungsi yuridis dalam suatu perjanjian kredit, maka obyek dari perjanjian tersebut haruslah obyek yang sah sehingga tidak akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari seperti adanya penuntutan oleh pihak ketiga pemilik obyek jaminan fidusia yang sah. 1.7.3 Teori Kesadaran Hukum Di dalam ilmu hukum dikenal adanya beberapa pendapat tentang kesadaran hukum. Perihal kata atau pengertian kesadaran hukum, ada juga yang merumuskan bahwa sumber satu-satunya dari hukum dan kekuatan mengikatnya adalah kesadaran hukum dan keyakinan hukum 15
Satjipto Rahardjo II, Op.cit, h.19. Tan Kamelo, Op.cit, h. 187
16
20
individu di dalam masyarakat yang merupakan kesadaran hukum individu, merupakan pangkal daripada kesadaran hukum masyarakat. Selanjutnya pendapat tersebut menyatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat adalah jumlah terbanyak daripada kesadaran-kesadaran hukum individu sesuatu peristiwa yang tertentu. Kesadaran hukum mempunyai beberapa konsepsi, salah satunya konsepsi mengenai kebudayaan hukum. Konsepsi ini mengandung ajaran-ajaran kesadaran hukum lebih banyak mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai mediator antara hukum dengan perilaku manusia, baik secara individual maupun kolektif. Konsepsi ini berkaitan dengan aspek-aspek kognitif dan perasaan yang sering kali dianggap sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara hukum dengan pola-pola perilaku manusia dalam masyarakat. Setiap masyarakat senantiasa mempunyai kebutuhankebutuhan utama atau dasar, dan masyarakat menetapkan pengalaman-pengalaman tentang faktor-faktor yang mendukung dan yang mungkin menghalang-halangi usahanya untuk memenuhi kebutuhan utama atau dasar tersebut. Apabila faktor-faktor tersebut dikonsolidasikan, maka terciptalah sistem nilai-nilai yang mencakup konsepsi-konsepsi atau patokan-patokan abstrak tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.17 Soerjono Soekanto mengemukakan empat indikator kesadaran hukum, yaitu:18 a. Pengetahuan tentang hukum; b. Pemahaman tentang hukum; c. Sikap terhadap hukum; dan d. Perilaku hukum.
17
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2019067-teori kesadaran hukum/, diunduh pada 28 Februari
2016. 18
Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, h. 140
21
Di dalam literatur-literatur hukum yang ditulis oleh pakar-pakar terkenal di dunia dibedakan adanya dua macam kesadaran hukum yaitu :19 (1) Legal consciousness as within the law, kesadaran hukum sebagai ketaatan hukum, berada dalam hukum, sesuai degan aturan hukum yang disadarinya atau dipahaminya. (2) Legal consciousness as against the law, kesadaran hukum dalam wujud menentang hukum atau melanggar hukum. Achmad Ali, menyatakan kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektifitas hukum adalah tiga unsur yang saling berhubungan. Sering orang mencampur adukkan antara kesadaran hukum dan ketaatan hukum, padahal kedua hal itu, meskipun sangat erat hubungannya, namun tetap tidak persis sama. Kedua unsur itu memang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan perundang-undangan di dalam masyarakat.20 Adanya kesadaran hukum dalam masyarakat belum tentu menyebabkan masyarakat taat terhadap aturan hukum. Sudikno Mertokusumo mempunyai pendapat tentang pengertian Kesadaran Hukum. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa : Kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masingmasing terhadap orang lain.21 Kesadaran hukum menunjuk pada kategori hidup kejiwaan pada individu, sekaligus juga menunjuk pada kesamaan pandangan dalam lingkungan masyarakat tertentu
19
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, h. 510 20 Achmad Ali, Op. Cit, h.299 21 Sudikno Mertokusumo, 1981, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Cetakan Pertama, Edisi Pertama, Liberty, Yogyakarta, h. 3
22
tentang apa hukum itu, tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat dalam menegakkan hukum atau apa yang seyogyanya tidak kita lakukan untuk terhindar dari perbuatan melawan hukum. Problema dari kesadaran hukum sebagai landasan memperbaiki sistem hukum adalah kesadaran hukum bukan merupakan pertimbangan rasional, atau produk pertimbangan menurut akal, namun berkembang dan dipengaruhi oleh pelbagai faktor seperti faktor agama, ekonomi, politik dan sebagainya, dan pandangan ini selalu berubah. Oleh karena itu kesadaran hukum merupakan suatu proses psikhis yang terdapat dalam diri manusia, yang mungkin timbul dan mungkin tidak timbul. Akan tetapi, tentang asas kesadaran hukum, ada pada setiap manusia, oleh karena setiap manusia mempunyai rasa keadilan. Oleh sebab itu begitu pentingnya kesadaran hukum di dalam memperbaiki sistem hukum. Dalam kaitannya dengan permasalahan dalam tesis ini maka teori kesadaran hukum dipergunakan untuk membahas rumusan masalah pertama dan kedua. Dimana dalam hal ini sangat diperlukan adanya kesadaran hukum dari semua pihak baik dari debitur sendiri maupun pihak bank untuk tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Salah satu langkah untuk menumbuhkan kesadaran hukum dalam masyarakat adalah dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan hukum yang dapat dilakukan oleh pemerintah maupun kalangan akademisi. Pentingnya kesadaran hukum ini dari semua pihak sebagai langkah preventif untuk menghindari terjadinya masalah dikemudian hari. Dari pihak debitur hendaknya menjaminkan agunan milik debitur sendiri, dan pihak bank hendaknya lebih berhati – hati dalam melakukan analisa terhadap pengajuan kredit dari calon debitur tanpa mengesampingkan aspek yuridis.
23
1.7.4 Teori Keadilan Carl Joachim Friedrich dalam bukunya Filsafat Hukum Perspektif Historis mengutip teori keadilan John Rawls yang didalamnya memuat tentang original contract dan original position adalah dasar baru yang mengajak orang-orang untuk melihat prinsip keadilan sebagai tujuan (objek) bukan sekedar sebagai alat masuk. Kritik Rawls terhadap utilitarianisme klasik dan intusionisme merupakan salah satu titik berangkat utamanya dalam menyusun sebuah teori keadilan secara menyeluruh. Keadilan hanya bisa dipahami jika diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya.22 Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state, berpandangan bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagiaan didalamnya.23 Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme, nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum yang mengakomodir nilai-nilai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan kebahagiaan diperuntukkan tiap individu. Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan yang adil yang beranggapan
22
Carl Joachim Friedrich, 2004, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Nusamedia, Bandung, h. 239 23 Hans Kelsen, 2011, General Theory Of Law And State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien, Nusa Media Bandung, h. 7
24
bahwa suatu tatanan bukan kebahagiaan setiap perorangan, melainkan kebahagiaan sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tetapi kebutuhankebutuhan manusia yang manakah yang patut diutamakan. Hal ini dapat dijawab dengan
menggunakan
pengetahuan
rasional,
yang
merupakan
sebuah
pertimbangan nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional dan oleh sebab itu bersifat subjektif.24 Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut aliran positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam. Sehingga pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme antara hukum positif dan hukum alam. Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen : pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui suatu tatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan. Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas dasar suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas.
24
Ibid
25
Suatu peraturan umum adalah “adil” jika ia benar-benar diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa.25 Konsep keadilan dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional bangsa Indonesia, yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat dijadikan sebagai payung hukum (law umbrella) bagi peraturan - peraturan hukum nasional lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki daya ikat terhadap materi-materi yang dimuat (materi muatan) dalam peraturan hukum tersebut. Dalam kaitannya dengan permasalahan dalam tesis ini yaitu pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang bukan milik debitur yang merupakan hasil dari penggelapan dan penipuan yang berakibat batal demi hukum. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut guna memberikan keadilan bagi para pihak maka keadilan juga bisa tercapai apabila kedua belah pihak bisa mencapai suatu kesepakatan dari sebuah kompromi seperti penukaran jaminan dengan jaminan yang baru oleh pihak debitur atau melunasi utang debitur di bank. Apabila dari pihak debitur tidak memiliki itikad untuk menyelesaikan secara damai, maka pihak bank dan pihak ketiga yang merasa dirugikan berhak mengajukan gugatan terhadap debitur ke pengadilan untuk memperoleh keadilan.
1.8 Metode Penelitian Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam kegiatan penelitian, untuk
mendapatkan
25
Ibid, h. 16
data
dan
kemudian
menyusun,
mengolah,
dan
26
menganalisanya. Van Peursen menerjemahkan pengertian metode secara harfiah, mula-mula metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi : penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.26 Pengertian secara operasional jaminan bukan milik debitur dalam penelitian ini adalah jaminan berupa BPKB (Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor) milik debitur yang karena kesibukannya belum sempat dilakukan balik nama, sehingga secara de facto adalah milik debitur namun secara de jure adalah milik orang lain. 1.8.1
Jenis Penelitian
Menurut pendapat Mukti Fajar, ND. dan Yulianto Achmad dalam bukunya yang berjudul Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, penelitian hukum terdiri dari dua jenis, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris atau sosiologis.27Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah jenis penelitian hukum empiris, yaitu dengan melihat permasalahan dari kenyataan yang ada dalam masyarakat dan dikaitkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku saat ini. Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau kontrak) secara in action/in abstracto pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).28
26
Johnny Ibrahim, 2011, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising, Malang, h. 26. 27 Mukti Fajar ND. dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 153. 28 AbdulkadirMuhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 134
27
1.8.2
Jenis Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam penelitian hukum empiris terdapat beberapa pendekatan yaitu : a. Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukum bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. b. Pendekatan
perundang-undangan
(statute
approach)
hal
ini
dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundangundangan sebagai dasar awal melakukan analisis. c. Pendekatan fakta (the fact approach) d. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach) e. Pendekatan Frasa (Words and Phrase Approach) f. Pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan sejarah ini dilakukan dengan menelaah latar belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti. g. Pendekatan perbandingan (Comparative Approach), pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan peraturan perundangan Indonesia dengan satu atau beberapa peraturan perundangan negara-negara lain.29
29
Fajar Mukti dan Yulianto Achmad, Op.cit, h. 185-190.
28
Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan dibahas menggunakan jenis pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach) dan pendekatan Kasus (The Case Approach).
1.8.3
Sifat Penelitian
Menurut Amiruddin dan Zainal Asikin, dilihat dari sudut sifatnya penelitian dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Penelitian yang bersifat eksploratif (penjajakan atau penjelajahan), yang umumnya dilakukan terhadap pengetahuan yang masih baru, belum banyak ditemukan informasi mengenai masalah yang diteliti, atau bahkan belum ada sama sekali, seperti belum adanya teori-teori dan norma-norma. Kalaupun ada namun hal itu masih relatif sedikit. Oleh karena itu dalam penelitian ini tidak menggunakan hipotesis. 2. Penelitian yang bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau suatu kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat. Dalam penelitian ini teori-teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat, baik dalam literature maupun jurnal, doktrin serta laporan penelitian terdahulu sudah mulai ada, bahkan jumlahnya cukup memadai. Sehingga dalam penelitian
29
ini hipotesis tidak mutlak harus diperlukan, atau dengan kata lain hipotesis boleh ada boleh juga tidak. 3. Penelitian yang bersifat eksplanatif (menerangkan) bertujuan menguji hipotesis-hipotesis tentang ada tidaknya hubungan sebab akibat antara berbagai variabel yang diteliti. Dengan demikian penelitian ini baru dapat dilakukan apabila informasi-informasi tentang masalah yang diteliti sudah cukup banyak, yaitu adanya beberapa teori tertentu dan telah ada berbagai penelitian empiris yang menguji berbagai hipotesis tertentu.30 Sifat penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif. karena ingin menggambarkan kenyataan yang terjadi. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu pada saat tertentu dan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.31 1.8.4
Data dan Sumber Data
Dalam penelitian hukum ini data yang digunakan adalah data primer (lapangan) dan data sekunder (kepustakaan ) yaitu sebagai berikut: 1. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait yaitu pada bagian Legal dan bagian kredit Bank Perkreditan Rakyat Wilayah Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu 30
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 25. 31 Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 8.
30
yang memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya. Responden, adalah seseorang atau individu yang mengetahui dan mengalami langsung suatu kejadian.32 2. Data Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan cara studi dokumen terhadap bahan-bahan hukum yang terdiri dari : 1.
Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari : (a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; (b) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang
Nomor
7
Tahun
1992
tentang
Perbankan; (c) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; 2.
Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, bukubuku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumendokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas. Menurut Robert Watt bahan hukum sekunder adalah “all of the other materials in the library are used basically to assist researcher in understanding the law and this group se call secondary materials”.33 Terjemahan bebasnya
adalah semua bahan-bahan
lain di perpustakaan pada dasarnya digunakan untuk membantu
32
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II) h. 174 33 Robert Watt, 2001, Concise Legal Research, The Federation Press, Leinchrdt, NSW, h.1.
31
peneliti memahami hukum dan kelompok ini disebut bahan-bahan sekunder. 3.
Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan ensiklopedia.34
1.8.5
Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Adapun lokasi Penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada 5 (lima) Bank Perkreditan Rakyat di Wilayah Kota Denpasar, yaitu PT. BPR Luhur Pucak Sari, PT. BPR Padma, PT. BPR Legian, PT. BPR Hoki, dan PT. BPR Duta Bali.Terpilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan pada bank tersebut terdapat kasus kredit macet dengan jaminan fidusia yang bukan milik debitur sehingga menyulitkan pihak bank untuk melakukan eksekusi atas benda jaminan. Dalam Penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah sampel secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya.35 Penentuan responden ataupun informan dilakukan dengan menggunakan metode snowball sampling yang dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari sampel sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh peneliti yaitu dengan mencari responden kunci ataupun informan kunci, kemudian responden berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung dari rekomendasi yang diberikan oleh responden kunci yang diawali dengan menunjuk sejumlah responden yaitu responden yang mengetahui, memahami, dan berpengalaman
34
Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 119. Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, hal. 98.
35
32
sesuai dengan objek penelitian ini yakni Bank Perkreditan Rakyat di Kota Denpasar. 1.8.6
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara dengan mewawancarai para Responden maupun informan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Jenis wawancara yang dipergunakan adalah wawancara terstruktur, yang telah disusun terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dan semua yang diwawancarai ditanyakan dengan pertanyaan yang sama. Dengan tehnik wawancara ini akan lebih mudah mendapatkan informasi yang diinginkan, menurut pendapat yang dikemukakan oleh William D. Crano dan Marilyn B. Brewer, bahwa : “in survey research, personal contact is achieve higher response rates than the more impersonal question approach”36 terjemahan bebas penulis bahwa dalam penelitian lapangan, wawancara secara pribadi memberikan respon yang lebih tinggi dari pada tidak dengan melakukan wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara adalah pihak yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara adalah pihak yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.37 Tehnik pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini menggunakan tehnik studi dokumen melalui kepustakaan dipergunakan
dengan cara mencatat data-data
yang bersumber pada bahan hukum primer maupun dari bahan hukum sekunder
36
Crano, William D. and Brewer, Marilyn B., 2002, Principles and Methodes of Social Research,Lowrence Erlbaum Associates, Mahwah, New Jersey, hal. 223. 37 Lexy J. Moleong, 2013, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Cet. XXXI, Bandung, hal. 186.
33
yang berupa buku-buku tulisan dari para sarjana dan bahan hukum tersier yang berupa kamus dan ensiklopedia. 1.8.7
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.38 Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling menunjang antara teori dan praktek. Dalam menganalisa data, setelah data terkumpul maka langkah penting selanjutnya adalah analisis data.39Analisis data yang dipergunakan deskriptif,
dalam penelitian ini adalah
analisis
yaitu data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian lapangan
maupun kepustakaan diolah dengan pendekatan kualitatif dan disajikan secara deskriptif sesuai dengan hasil penelitian lapangan dan kepustakaan
untuk
memperoleh kesimpulan yang tepat dan logis sesuai dengan permasalahan yang dikaji.40
38
Bambang Waluyo, op.cit, hal. 72. Bambang Waluyo, op.cit, hal 19. 40 Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 107. 39