II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Produk Hasil Ternak Ternak memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kebutuhan manusia terutama dalam hal pangan, segala jenis ternak memiliki hasil produksinya baik berupa susu, daging, telur. Belum lagi apabila hasil produk tersebut diolah akan memiliki barbagai macam bahan makanan yang sangan diminati oleh masyarakat banyak. Semakin berkembang teknologi semakin tinggi tingkat kreatifitas yang di miliki oleh manusia untuk melakukan sesuatu terutama dalam bidang industri pangan. Salah satu produk olahan pangan yang berasal dari ternak adalah sosis, Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dai campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan kedalam selongsong sosis (SNI 01˗3020˗1995). Sosis telah dikenal oleh seluruh masyarakat dari kalangan bawah, menengah hingga kalangan atas, maka dari itu tingginya permintaan akan sosis ini mengaharuskan sebuah perusahaan untuk memenuhi permintaan tersebut baik dengan cara meningkatkan kualitas produk, pelayanan, maupun manajemen, guna memuaskan pelanggan dan mempertahankan perusahaan agar terus berdiri dan produknya diminati banyak masyarakat.
2.2 Proses Pembuatan Sosis Penerimaan
Persiapan
Pergudangan
Proses Produksi Sosis
-Pemotongan dengan Banndsaw -Pencabikan dengan Cubber Meat -Penggilingan dengan meat-micer
Cutter
Filler
Showerring
Cooking
-Reedening (Peemanasan awal 25˚c selama 5’) -Drying (60˚c 25-30’ sampai casing kering) -Smooking (50˚c 20’) asap cair/ natural Boiling (85˚c 35’)
Showerring
Chilling
Finishing
Packing
-Gunting -Skinless
Vacum
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Sosis Sumber : PT Kemang Food Industries Gambar di atas menjelaskan tahapan produksi sosis PT. Kemfood, pada proses produksi pembuatan Sosis PT Kemfood terdiri dari beberapa tahapan yaitu: Tahap Penerimaan, Tahap Penggudangan, Tahap Persiapan, Tahap Proses Produksi, Tahap Finishing, Tahap Pengepakan / Packing, Penggudangan barang jadi.
1. Tahap Penerimaan Pada tahap ini barang-barang yang dipesan di cek ulang sebelum dimasukkan ke dalam gudang, barang-barang tersebut adalah bahan baku seperti daging dan bahan-bahan tambahan yaitu bumbu-bumbu seperti, terigu, casing, kemasan dsb. Barang yang datang di cek ulang agar sesuai dengan pemesanan serta sesuai standar (tidak cacat). Daging yang digunakan PT Kemang Food Industries ini berasal dari Australia dan sebagian dari Newzealand dalam bentuk Fore Quarter. PT Kem Food menggunakan daging impor dengan alasan daging dari luar negeri karena kualitasnya lebih baik, konsisten dan sudah sesuai standar. 2. Tahap Penggudangan Sistem penggunakan yang diterapkan oleh PT Kemang Food Industries ini adalah sistem FIFO (First In First Out). Daging sapi yang sudah memenuhi standar dan telah diperiksa oleh QC kemudian disimpan pada gudang bahan baku frozen bersuhu -18˚C sampai dengan -20˚C. 3. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan ada beberapa proses yang dilakukan diantaranya : -
Pemotongan dengan Bandsaw
-
Pencabikan dengan Cubber meat
-
Penggilingan dengan meat-micer
4. Tahap Proses Produksi Untuk proses produksi pembuatan sosis Villa Dorp kadar daging yang digunakan sebesar 70% dari adonan seluruhnya. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3820-1995, sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, karbohidrat maksimal 8%.
Curing Curing merupakan proses dimana menggarami daging yang telah digiling dan ditimbang dengan menggunakan NPS (Nitrit Pocal Salt). Hal ini bertujuan untuk mengawetkan daging, mencegah berkembangnya mikroorganisme dalam daging dan menjaga warna daging tetap merah segar. Cutter / Mixing Pada tahap Cutter semua bahan seperti ice cube, daging, bumbu,, emulsi, purin, pewarna makanan dan tepung dihomogenkan menggunakan alat bowlcutter mixer. Filling (Pengisian) Adonan sosis dari hasil cutter kemudian dipindahkan ke dalam meat-car kemudian diisikan dalam former casing
yang terbuat dari colagen yang
berukuran sesuai standar. Cooking (Pemasakan) Pemasakan dilakukan di mesin Bastramat ini terdiri dari beberapa proses pemasakan diantaranya: Redeening yaitu proses pemanasan awal dengan suhu 25˚C selama 5 menit. Drying yaitu proses pengeringan casing dengan suhu 60˚C selama 2530 menit Smoking yaitu proses pengasapan, pengasapan dilakukan menggunakan asap natural agar rasa asap terasa di bagian luar sosis. Pengasapan dilakukan dengan suhu 50˚C selama 20 menit Boiling yaitu proses pemasakan dengan menggunakan uap air dengan suhu 85˚C selama 35 menit.
Showering(Pendinginan) Proses pendingina mengunakan shower imi dilakukan segera setelah proses pemasakan selesai dengan tujuan
menghindari over-cooked dan
menurunkan suhu pada sosis hingga suhu dapat stabil, mencapai suhu ruang yaitu sekitar
25˚C, untuk meringankan beban penyimpanan pada ruang anteroom
(chilling), untuk menghindari penguapan berlanjut, supaya sosis tidak keriput, apabila sosis skinless agar tidak lengkeet dan mudah dikupas. Pengudangan Barang Jadi Penggudangan barang jadi ini merupakan tahapan pembekuan dalam ruangan Blast-Freeze, dimana produk sosis yag sudah dikemas dibekukan secara cepat dengan sistem blast dengan suhu -35˚C s/d 40˚C dengan kecepatan udara dingin berkisar antara 30-1070 m/s (mp) sehingga untuk membekukan sosis memerlukan waktu sekitar ±7 jam. Produk sosis yang telah dibekukan (Frozen) dengan suhu -35˚C s/d -40˚C memiliki umur simpan hingga 6 bulan, sementara produk sosis yang hanya didinginkan (chilling) dengan suhu 0˚C s/d 4˚C memiliki umur simpan selama 3 bulan. 5. Produk Tidak Standar Produk tidak satndar pada proses pembuatan sosis terbagi menjadi 3 yaitu, repack, rework dan out. Produk dengan hasil pengemasan vakum yang tidak standar, misalnya bocor atau ukurannya tidah susuai akan dilakukan proses repack. Proses repack dapat dilakukan dengan syarat produk daging sosis masih dalam keadaan normal dan utuh secara fisik. Sementara produk yang memiliki cacat fisik namun rasa masih dalam kondisi normal dinamakan rework, produk rework ini biasanya digunakan dengan kadar 3% dari jumlah bahan dan Produk yang sudah mengalami perubahan rasa dan aroma seperti busuk atau asam disebut produk out atau produk tidak standar, dimana produk tersebut harus di buang.
6. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu yang dilakukan PT Kem Food ini dilakukan oleh tim Quality Control yang bertugas mengontrol setiap proses produksi, sudah dilakukan sesuai standar atau belum. Adapun prosedur pengendalian produk tidak standar yang dilakukan berdasarkan masing-masing penyebab, di antara lain a.
Prosedur pengendalian produk tidak standar dari produksi Menghentikan, mengidentifikasi, menganalisa proses produksi jika tejadi penyimpangan pada tahap persiapan, proses dan finishing.
b.
Pengendalian produk tidak standardari gudang produk jadi Melakukan pemeriksaan produk yang tidak sesuai standar, dan sebelum dikirim ke pelanggan, mambuat laporan hasil pengecekan. Pengawasan mutu ada uji organoleptik yaitu uji menggunakan indrawi.
Parameter yang di ukur dalam uji ini meliputi aroma, warna, cita rasa, dan tekstur. Adapun beberpa tahapan dalam pengujian organoleptik di PT Kemfood, adalah : - Mengambil sampel dari 1 jenis produk yang baru selesai di produksi pada hari itu ±3 pcs - Menguji secara organoleptik oleh tim Quality Control dari warna, aroma, rasa, tekstur dan pH (menggunakan kertas lakmus) - Di cek kembali oleh tim Quality Control 7.
Pengujian di Laboraturium Pengujian kimia yang dilakukan PT Kem Food hanya pengujian kadar
lemak (fat contain), hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan alat dan bahan uji yang diperlukan untuk analisis kimia lainnya yang lebih kompleks. Kadar lemak di uji menggunakan fat analyzer yang menggunaka prinsip pemanasan dimana lemak pada bahan akan menetes saat proses pemanasan dan tertampung pada tabung reaksi. Untuk mengetahui hasil uji proksimat dari produk lainnya, PT
Kem Food menggunakan jasa Balai Besar Kimia dan Kemasan Laboraturium Uji dan Kalibrasi. 8. Sertifikat Halal dan HACCP Sertifikat HACCP diperoleh pada tahun 2009, sertifikat HACCP di Kemfood termasuk level 1 yang menunjukan bahwa penerapan sistem HACCP adalah baik sehingga frekuensi audit HACCP tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan perusahaan bersertifikat HACCP level 2 dan level 3. PT Kemfood menerapkan sistem HACCP, diantaranya analisis bahaya, penentuan titik kendali kritis (CCP), penentuan batas-batas kritis (critical limit) pada setiap tiitk kendali kritis, penyusunan sistem monitoring untuk setiap titik kendali kritis, penetapan tindakan koreksi, penetapan prosedur verifikasi, penetapan dokumentasi dan pencatatan. Audit halal produk sosis PT Kemfood dilakukan setiap dua tahun sekali oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia), salah satu persyaratannya adalah semua bahan yang digunakan harus halal. 9. Pemasaran PT Kemang Food Industries telah memasarkan hasil produksi ke beberapa kota besar di Indonesia. Dengan segmentasi pasar retail dan HOREKA (Hotel, Restoran, Katering) Penyebaran produk tersebut adalah keseluruhan jenis pasar baik pasar modern seperti supermarket, hotel, restoran, bakery, fast-food, maupun pasar tradisional melalui agen dan kemitraan, untuk memudahkan dalam memberikan pelayanan, PT Kemfood saat ini memiliki tujuh cabang di Indonesia yang terdapat di beberapa kota besar yaitu seperti di Bandung, Solo, Surabaya, Palembang, Medan, Lampung dan Bali. Untuk alur distribusinya itu sendiri PT Kemfood memiliki agen untuk pendistribusian yang terdapat pada setiap cabang PT Kemfood. 2.3 Rantai Pasok
Rantai pasok atau rantai pengadaan adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut (Eko Indrajit, 2002). Konsep rantai pasok merupaka konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masingmasing perusahaan, dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing-masing. Konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas dari bahan dasar sampai barang jadi hingga digunakan oleh konsumen, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. 2.3.1 Rantai Pasok Pangan Definisi rantai pasok sebagai integrasi bisnis proses utama dari pengguna akhir melalui pemasok asli yang menyediakan produk, layanan dan informasi yang menambah nilai bagi pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya, menurut Lambert & Cooper (1998).
Definisi ini juga digunkan oleh Global
Supply Chain Forum (GSCF) pada tahun2000.
Rantai pasok merupakan
rangkaian aliran barang/fisik, informasi dan proses yang digunakan untuk mengirim produk atau jasa dari lokasi sumber (pemasok) ke lokasi tujuan atau pelanggan. Rantai pasok pangan berbeda dengan ranati pasok produk dan jasa lainnya. Perbedaan yang mendasar antara rantai pasok pangan lainnya adalah perubahan yang terus menerus dan signifikan terhadap kualitas produk pangan di seluruh rantai pasok hingga pada titik akhir, produk tersebut dikonsumsi.
Berdasarkan jenis proses produksi dan distribusi dari produk nabati dan hewani, rantai pasok pangan dapat dibedakan atas 2 (dua) tipe (Zuurbier et al., 1996), yaitu: 1. Rantai Pasok Produk Pangan Segar/fresh (seperti sayuran segar, bunga, buahbuahan). Secara umum, rantai pasok ini meliputi: petani, pengumpul, grosir, importir dan eksportir, pengecer dan took-toko khusus. Pada dasarnya, seluruh tahapan rantai pasok ini memiliki karakteristik khusus, produk ditanam atau diproduksi dari pedesaan. Proses utama adalah penanganan, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan, dan terutama perdagangan produk ini. 2. Rantai Pasok Produk Pangan Olahan (seperti makanan ringan, makanan sajian, produk makanan kaleng). Pada rantai pasok ini, produk pertanian dan perikanan digunakan sebagai bahan baku dalam menghasilkan produk-produk pangan yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi . Dalam banyak hal, proses pengawetan dan pendinginan akan memperpanjang masa guna (shelf life) dari produk pangan yang dihasilkan. Kesuksesan rantai pasok pangan, sangat tergantung pada interaksi yang kuat dan efektif, dalam perkembangannya, rantai pasok pangan memiliki berbagai keunikan yang dibentuk dari: - Karakteristik Produksi/sumber yang berasal dari proses biologi dan periode panen, yang meningkatkan variabilitas dan resiko kerusakan, fleksibilitas produk dan membutuhkan teknik proses yang khusus. - Karakteristik Produk dan Distribusi. Karakteristik produk yang mudah rusak (perishability) juga membutuhkan karakteristik dari sistem distribusi. - Preferensi Konsumen yang sangat rentan dengan isu-isu kesehatan dan tekanan lingkungan
Produk pangan memerlukan penanganan khusus sehingga dapat menekan nilai kerugian yang ditimbulkan dari tingkat kerusakan yang terjadi sebagai dampak dari penanganan yang tidak tepat dan mempengaruhi mutu produk. Penanganan yang khusus ini dapat ditemukan di pasar modern, yang telah menyediakan alat pendingin (chiller), yang memperlambat proses penurunan mutu produk serta memperpanjang umur produk (masa guna) produk yang menjadi lebih lama. Sedangkan untuk produk pangan yang melalui proses pembekuan, akan mendapat penangan yang khusus dalam suatu rantai dingin (cold chain) pada setiap tahapan, dan membutuhkan ruang penyimpanan khusus yang bersuhu lebih rendah dari minus 18 derajat Celsius. Hal ini berbeda dengan penanganan produk pangan yang telah melalui tahapan pengolahan pabrik dengan kemasan yang baik, akan memiliki masa guna yang lebih lama dan dapat disimpan pada suhu ruangan normal (ambient). Di beberapa negara, 20% – 60% dari total jumlah produk agrikultur segar terbuang sia-sia atau hilang, akibat keslahan dalam penanganan, pengangkutan dan penyimpanan (Widodo et al. (2006)). Industri makanan dan minuman melakukan pengelolaan siklus pasokan produk ke seluruh konsumen di berbagai tempat dengan perlakukan yang khusus untuk setiap kategori produk dan saluran pemasaran (channel) dan menggunakan sistem distribusi yang berbeda untuk outlet kecil dan outlet besar Seluruh pelaku (stake holders) rantai pasok bertanggung jawab dan berupaya untuk mencegah terjadinya kontaminasi (pencemaran) produk yang mengakibatkan produk berbahaya bagi kesehatan konsumen baik pada jangka pendek, maupun pada jangka panjang. Persyaratan akan produk pangan yang aman dikonsumsi dikenal dengan istilah Keamanan Pangan (Food Safety)., dalam
perkembagan rantai pasok pangan, keamanan produk tidak terbatas pada kontaminasi yang mempengaruhi kesehatan konsumen, tetapi telah meluas menjadi jaminan akan kesesuaian produk dengan spesifikasi dan kriteria produk yang ditawarkan kepada konsumen.
Jenis kontaminasi ini dapat digolongkan
menjadi 3 (tiga), yaitu: - Kontaminasi Fisik: benda asing (foreign material), yang tercampur ke dalam produk, baik yang berbahaya langsung ataupun tidak langsung, seperti rambut, logam, dll. - Kontaminasi Kimia: proses kimiawi yang berbaur dengan produk seperti bau lumpur (modish smell) pada produk perikanan, tercampur minyak tanah, dll. - Kontaminasi biologi: pencemarn yang disebabkan oleh mikroorganisma (bakteri),
baik
yang
bersumber
dari
produk
langsung
(proses
dekomposis/pembusukan), maupun yang berasal dari lingkungan. Prosedur dan prinsip utama Keamanan Pangan adalah pencegahan dan antisipasi terhadap kontaminasi –kontaminasi fisik seperti benda asing, kontaminasi kimia seperti bau minyak tanah, dll, produk dari berbagai kemungkinan, sebelum produk sampai kepada konsumen. Dalam rantai pasok pangan, prosedur keamanan pangan ini berlaku untuk seluruh tahapan tanpa terkecuali, berdasarkan tingkat resiko pencemaran (low risk to high risk). Apabila resiko pencemaran semakin tinggi, maka prosedur pencegahan yang diterapkan juga akan semakin ketat. Program dan prosedur keamanan pangan mengacu pada regulasi yang diterapkan pemerintah (Kementrian Kesehatan /BPOM, LPOM MUI) maupun oleh lembaga internasional, seperti CODEX Alimentarius, USFDA, ISO 22000, HACCP dan lainnya.
2.3.2 Manajemen Rantai Pasok Perusahaan industri terutama yang bergerak di bidang pangan, tentunya memiliki proses bisnis yang dijalankan oleh perusahaan. Manajemen operasi salah satu kedalam proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan.
Menurut
Heizer & Render, 2011 manajemen operasi adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan penciptaan barang atau jasa melalui transformasi input menjadi output, dalam transformasi ini ada suatu nilai yang ditambahkan pada produk sehingga membuat produk menjadi diinginkan. Menurut William J. S. Manajemen operasi adalah sistem manajemen atau serangkaian proses pembuatan produk atau penyediaan jasa. Perusahaan terus menerusbelajar dan menginovasi diri untuk mencapai keuntungan di masa yang akan datang. Menurut Simchi-Levi et al. (2000), supply chain management adalah serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan pemasok, produsen, gudang dan toko sehingga barang yang akan di produksi dan didistribusikan ada pada jumlah dan waktu yang tepat untuk meminimalisasikan nbiaya ketika memuaskan pelanggan. Hal ini dilakukan untuk meninimalisasi biaya produksi serta pemenuhan kebutuhan. Hal-hal yang perlu diperhatikn dalam manajemen rantai pasok pangan ini adalah cara operasional yang benar, Good Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Produksi yang Baik, merupakan prosedur keamanan pangan yang pertama sekali diterapkan, dengan fokus pada standarisasi proses pabrikasi yang memenuhi kriteria keamanan pangan (Personil, Peralatan Kerja, Proses Produksi dan Lingkungan Pabrik). Seiring dengan perkembangan rantai pasok pangan, persaingan serta persyaratan kosumen,
maka prosedur
pencegahan ini
diberlakukan pada setiap tahapan rantai pasok (Gambar 4), yaitu antara lain:
- GAP (Good Agriculture Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran selama masa budi daya atau panen/menangkap ikan/seafood. - GHP (Good Handling Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran yang dapat ditimbulkan dari kesalahan dalam proses penanganan, pengangkutan dan penyusunan selama proses perpindahan, baik dari dan kedalam kendaraan, dari dan kedalam gudang. - GDP (Good Distribution Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran dari ketidaksesuaian proses penyaluran produk menurut kategori produk pangan dan persyaratan produk termasuk saluran pemasaran (distribution channel) dan rantai dingin (Cold Chain). - GWP (Good Warehouse Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran yang dapat ditimbulkan dari kesalahan dalam proses penyimpangan di dalam gudang, seperti batas jumlah tumpukan, penyimpanan yang bersamaan dengan bahan kimia dan bahan berbahaya, suhu ruangan, dan lain sebagainya. - GRP (Good Retail Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran yang dapat ditimbulkan dari kesalahan dalam tata cara penyusunan dan penyajian produk di retail (toko). Prosedur ini adalah pengembangan dari prosedur GWP. - GLP (Good Laboratory Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan analisa dalam proses pemeriksaan produk di laboratorium. Manajemen rantai pasok termasuk kedalam keputusan penting manajemen operasi, adalah suatu jaringan dari aktivitas-aktivitas yang terkait
tentang pengadaan, pembuatan produk, hingga pengiriman produk ke konsumen, tujuan dari manajemen rantai pasok ini sendiri adalah untuk memaksimalkan keuntungan dari perusahaan. Ruanglingkup dari manamen rantai pasok ini sediri adalah production, inventory, transportasion, dan information. Rantai pasok terdiri dari beberapa mata rantai yaitu supplier, manufactures, distributors, retailers dan customers. Adapun 5 atribut yang mempengaruhi kinerja rantai pasok, yaitu supply cain reability, supply chain responsiveness, supply chain cost dan supply chain asset management.
2.4 Pengukuran Kinerja Kinerja merupakan faktor utama yang harus dimiliki perusahaan agar dapat bertahan dan bersaing. Kinerja merupakan kemampuan untuk mengikuti perkembangan, hal tersebut menentukan dimana posisi dan keunggulan perusahan dalam dunia prsaingan perusahaan, untuk itu diperlukan suatu pengukuran kinerja yang mampu mengukur prestasi perusahaan. Menurut Gazpers, 2005:68 pengukuran kinerja merupakan suatu cara memantau dan menelusuri kemajuan tujuan-tujuan strategis. Hasil pengukuran dapat berupa indikator awal menuju akhir. Menurut Rivai, 2008:324 pengukuran kinerja merupakan penilaian teradap perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya di perusahaan.
Menurut Yuwono, 2006:41 Pengukuran kinerja adalah tndakan
pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk tercapainya tujuan organisasi sehingga perlu diupayakan usaha untuk meningkatkan kinerja, tetapi hal tersebut tidak mudah karena banyak faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya kinerja seseorang.
Pemaparan dari beberapa ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu tindakan pengukuran yang bertujuan memantau dan menelusuri aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan akhir.
2.4.1 Manfaat Pengukuran Kinerja Menurut Yuwono, et al. (2008:29), manfaat penukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut: 1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberikan kepuasan pelanggan. 2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai mata rantai pelanggan dan pemasok internal. 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut. 4. Membuat tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi. 5. Membangun konsesus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi rewardatau perilaku yang diharapkan tersebut. Pengukuran Kinerja Rantai Pasok juga memberikan 3 (tiga) manfaat yang memberikan gambaran atas kinerja (Konrad dan Mentzer (1991) dan Caplice dan Sheffi (1994)): 1. Utilisasi:
aktual
masukan/masukan
mesin/kapasitas yang tersedia
standard;
contoh
jam
pemakaian
2. Produktivitas: aktual keluaran/aktual masukan; contoh hasil pekerjaan/jumlah jam kerja 3. Efektivitas: aktual keluaran/standard keluaran; contoh jumlah pengiriman tepat waktu/total jumlah pengiriman. Tiga manfaat pengukuran kinerja rantai pasok pangan tersebut diukur melalui 4 (empat) indikator kinerja rantai pasok pangan Aramyan et al., Performance Indicators in Agri-Food Production Chains, 2006), yaitu: 1. Food Quality (Mutu Pangan): merupakan seluruh aspek karakteristik produk (ISO 9000), peraturan yang berlaku serta persyaratan pelanggan. 2. Responsiveness: merupakan kepekaan dan kecepatan rantai pasok menyediakan produk dan informasi ke pelanggan (SCOR 2006) 3. Efficiency: efisiensi merupakan indikator kinerja rantai pasok yang mengukur hasil (keluaran) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan. Indikator efisiensi pada rantai pasok antara lain adalah: biaya/cost (produksi, pertanian, distribusi), Keuntungan, tingkat pengembalian investasi dan persediaan. 4. Flexibility; fleksibilitas merupakan indikator tingkat kemampuan rantai pasok pangan dalam merespon perubahan pasar untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif (SCOR 2006). Fleksibilitas dalam rantai pasok pangan tidak hanya respon pada perubahan permintaan pelanggan (fleksibilitas volume), tetapi juga respon atas perubahan sumber pasokan pangan yang bersifat seasonal (musiman). Karakteristik sumber pasokan pangan yang bersifat musiman berdampak pada fleksibilitas operasional (proses produksi) dan fleksibilitas dalam distribusi/penyaluran.
2.5 Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Pengukuran kinerja merupakan prosedur standar yang sering digunakan guna meningkatkan performa perusahaan. Pengukuran kinerja supply chain pada penelitian ini menggunakan balanced scorecard.
Sistem pengukuran kinerja
supply chain harus berdasarkan pada strategi supply chain yang diturunkan dari strategi korporasi yang ada pada perusahaan, dari strategi perusahaan diturunkan strategi inisiatif kemudian didapatkan key performance indikatorsupply chain. Setelah didapatkan key performance indikator
dilakukan pengelompokan ke
dalam empat prespektif balanced scorecard. Pengukuran kinerja supply chain dapat digambarkan bahwa sistem pengukuran kinerja supply chain perusahaan harus mempunyai hubungan erat dengan pengukuran kinerja perusahaan. 2.5.1 Balanced Scorecard dalam Pengukuran Kinerja Menurut Kaplan & Norton (2000:2), Balanced Scorecard merupakan terjemahan misi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pengukurab dan sistem manajemen strategis. Selain tetap memberi penekanan pada pencapaian tujuan financial, balanced scorecard juga memuat faktor pendorong kinerja tercapainya tujuan financial tersebut. Scorecard mengukur kinerja perusahaan pada empat prespektif yang seimbang: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan proses pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced scorecard memungkinkan perusahaan mencatat hasil kinerja finansial sekaligus memantau kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan untuk pertumbuhan di masa mendatang.
Menurut Widjadja (2002:2), balanced scorecard adalah sekelompok tolak ukur kinerja terintegrasi yang berasal dari trategi perusahaan secara keseluruhan. Menurut Yuwono (2007:8), balanced scorecard adalah suatu sistem manajemen kinerja dari perusahaan dan mampu mendukung pengambilan keputusan oleh pihak manajemen.
Menurut Kaplan dan Notron, Balanced
scorecard menawarkan kerangka kerja yang menjelaskan strategi untuk membuat nilai dari empat prespektif.
Gambar 3. The Balanced Scorecard Framework Sumber: Brewer and Speh, 2000 Gambar 3 menggambarkan satu set ukuran kinerja yang menunjukan keseimbangan diperoleh dengan mengadopsi ukuran kinerja dari empat area yang berbeda, yaitu prespektif pelanggan, proses bisnis internal, inovasi dan belajar dan keuangan. Kerangka ini menyeimbangkan antara kinerja non finansial dan kinerja finansial
dengan
memasukkan
metrik
terkait
dengan
penyebab
yang
melatarbelakangi profitabilitas jangka panjang, yaitu langkah-langkah proses bisnis, langkah-langkah inovasi dan pembelajaran dan langkah-langkah kepuasan pelanggan. 1. Prespektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process) Prespektif ini menjelaskan apa yang harus dilakukan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen, dengan memperhatikan empat atribut yaitu quality-oriented measure, time-based measures, flexibility-oriented measures dan cost measures. 2. Prespektif Pelatihan dan Pengembangan (Learning & Growth) Prespektif ini menjelaskan apa yang perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk memuaskan dan mempertahankan konsumen yang berfokus pada masa yang akan datang (perubahan, inovasi, pertumbuhan). 3. Prespektif Pelanggan (Customer) Prespektif ini menjelaskan apa yang pelanggan harus percaya tentang perusahan dalam rangka menjadi sukses, dan langkah-langkah apa yang dipilih harus mencakup pendapat pelanggan. Strategi untuk membuat nilai dan differentsiasi dari sudut pandang pelanggan. 4. Prespektif Keuangan (Financial) Strategi untuk pertumbuhan, resiko, dan keuntungan yang dapat dilihat dari prespektif shareholders. Fokus dari pengukuran kinerja sistem rantai pasok melalui pendekatan ini mengacu pada penilaian yang dilakukan secara kontinyu mengarah pada empat bidang kinerja yang lebih luas yaitu, kualitas atau kepuasan pelanggan, waktu biaya dan aset.
Hubungan konseptual antara SCM dan BSC pendekatan
oengukuran kinerja dengan balanced scorecard dapat digunakan untuk
mengembangkan kerangka kerja yang komperehensif untuk mengukur kinerja rantai pasok. Tujuan utamanya adalah untuk menghubungkan balanced scorecard dengan tujuan utama rantai pasok.
Customer Prespective
4.
Goals: 1. Customer view of products 2. Customer view of timelines 3. Customer view of flexibility 4. Customer value
Measures: 1. Number of Customer contacs points 2.Relative customer order 3.Customer prespection of flexibility respons 4.Customer value ratio
Internal Bussiness Prespective
4. 5.
Goals: 1. Waste Redection 2. Time Compression 3. Flexibel response 4. Unit cost reduction
Learning & Growth Prespective
Measures: 1. Supply Chain cost ownership 2.Supply chain cycle eficiency 3.Average responsive time 4.% of Supply chain target cost activied
4. 5.
Goals: 1. Product inovation 2. Partenrship management 3. Information flows 4. Treath and sunstitutes
Measures: 1. Product finalizationpoint 2.Product category commitment ratio 3.Number of shared data sets 4.Performances trajectories of commpeting technologies
Financial Prespective
4.
Goals: 1. Profit margin 1. 2. Cash flow 2. 3. Revenue growth 4. Return on assets
Measures: 1. Profit margin by supply chain partner 3.Cash-to-cash cycle 4.Customer growth & profitability 5.Return on supply chain assets
Gambar 4. Supply Chain Balanced Scorecard Framework Sumber: Brewer and Speh, 2000 Gambar diatas menunjukan contoh ukuran kinerja Balanced Scorecard rantai pasok dengan melihat empat prespektif,
A. Prespektif Pelanggan Terdapat empat ukuran kinerja prespektif pelanggan, yaitu: 1. Jumlah pelanggan yang dilayani yang merupakan ukuran kualitas pelayanan. 2. Waktu yang diperlukan untuk merespon pelanggan, diperlukan untuk membandingkan dengan waktu respon yang diberikan oleh perusahaan pesaing. 3. Presepsi pelanggan terhadap ukuran respon yag flksibel dapat digunakan untuk menaksir bagaimana pelanggan memandang hubungan antara cuztomization dan waktu respon. 4. Rasio pelanggan berbeda dengan ukuran-ukuran sebelumnya, dimana rasio ini digunakan untuk menguji presepsi pelanggan atas kinerja rantai pasok dalam hal kualitas, waktu dan fleksibilitas yang berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan. B. Prespektif Proses Bisnis Ukuran kinerja prespektif proses bisnis meliputi: 1. Biaya rantai pasok yang berhubungan dengan pembelian misalnya pemesanan,
pengangkutan dan pengendalian
kualitas,
persediaan
(penyimpanan), mutu rendah (rework) dan kegagalan pengiriman (kecepatan, kekurangan persediaan, transportasi). (Christopher, 1992) 2. Ukuran efisiensi siklus rantai pasok adalah rasio dengan rumus: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑛𝑖𝑙𝑎 𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑟𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑝𝑎𝑠𝑜𝑘
Ukuran ini membantu dalam mencari sumber-sumber pemborosan waktu dalam rantai pasok dan mengeahui dimana sumber permasalahan yang muncul atau efisiensi fungsional dapat diperoleh. 3. Jumlah pilihan yang ditawarkan berhubungan dengan waktu respon adalah ukuran yang dapat digunakan pada sejumlah penggunaan yang spesifik. Ukuran ini merupakan rasio yang menunjukan seberapa efektif rantai pasok mampu menawarkan berbagai variasi bagi pelanggannya. 4. Presentase pencapaian target biaya rantai pasok digunakan untuk meyakinkan bahwa peningkatan proses dalam kualitas, waktu dan fleksibilitas dapat diwujudkan dengan penurunan biaya yang sesuai dengan target yang diharapkan.
Jenis ukuran ini menunjukan bahwa
peningkatan ukuran non-finansial tidak selalu secara otomatis terwujud dalam penghematan pengeluaran yang nyata. Hal ini membedakan dari ukuran dalam prespektif keuangan, yang mencoba melihat kinerja dari prespektif ang lebih luas.
C. Prespektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Terdapat empat ukuran yang ber fokus pada inovasi dan pembelajaran antar organisasi yang meliputi: 1. Ukuran produk akhir mengarah kepada masalah yang lebih penting dalam penundaan.
Penundaan dilakukan bila barang yang telah selesai di
produksi tidak segera di jual tetap menuntut aktivitas sumber-sumber daya suatu organisasi sehingga meningkatkan kemungkinan hal ini akan mengalami stockout.
2. Rasio komitmen kategori produk dapat dianalisis dari dua prespektif berbeda, yaitu menguur tingkat keberadaaan kemitraan dalam rantai pasok yang sesungguhnya dan menaksir resiko potensial yang dihadapi setiap mitra dalam hubungan rantai pasok. 3. Jumlah data yang di bagi berhubungan dengan rangkaian data total yang dapat digunakan untuk mendukung mitra-mitra rantai pasok untuk menciptakan bahasa yang sama dalam mengelola berbagai proses. Pembagian informasi sangat penting untuk tercapainya keberhasilan kemitraan rantai pasok. 4. Ukuran lintasan kinerja teknologi bersaing dirancang untuk membanu rantai pasok dalam mengestimasi teknologi mana saja yang muncul dan dapat menjadi ancaman bagi operasi perusahaan. Kompetensi utama yang harus ada untuk mendukung ukuran ini adalah memantau para pesaing untuk munculnya teknologi-teknologi pengganti dan produk-produk sejenis yang akhirnya dapat mendefinisikan ulang bagaimana nilai yang dikirimkan pada para pelanggan merak.
D. Prespektif keuangan Empat ukuran kinerja prespektif keuangan meliputi: 1. Ukuran margin dan laba mencakup presentase keuntungan yang dihasilkan setiap rantai pasok 2. Ukuran siklus cash-to-cash adalah ukuran keuangan penting yang mengikat beberapa proses penting dalam rantai pasok. Siklus ini adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengubah setiap modal yang
dikeluarkan dalam bentuk bahan baku, tenaga kerja, pencairan pembayaran menjadi uang tunai di tangan. 3. Ukuran pertumbuhan pelanggan dan profitabilitas mengukur penjualan dan keuntungan setiap tahun yang diperoleh dari setiap pelanggan utama. Jenis ukuran ini menunjukan tiga pola utama kinerja, yaitu penjualan untuk setiap pelanggan harus meningkat secara teratur tiap tahunnya, keuntungan yang diperoleh minimal harus konstan dan basis pelanggan yang dilayani harus bertambah serta penjualan bertambah luas dengan setiap pelanggan baru harus menghasilkan keuntungan bagi rantai pasok. 4. Ukuran pengembalian aset-aset rantai pasok dihitung dengan membagi profitabilitas pelanggan dengan aset-aset rata-rata rantai pasok yang tersebar sepanjang periode.
Tujuannya untuk menaksir seberapa jauh
efisien rantai pasok mengkoordinir penggunaan aset-aset yang dimiliki. Terdapat 16 poin yang tercantum pada jurnal Weber & Speh (2000) yang telah dijelaskan, kemudian dijabarkan menjadi beberapa poin yang lebih menyediakan informasi yang mendetail mengenai rantai pasok suatu perusahaan dilihat dari kinerjanya, yaitu: Internal Bussiness Process Prespective -
Realisasi biaya rantai pasok, menunjukan besarnya biaya yang digunakan untuk aktivitas pengadaan material dari pemasok dan distribusi material kepada pelanggan.
-
Efisiensi siklus rantai pasok, menunjukan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan waktu pengadaan bahan baku dan waktu distribusi secara efisien.
-
Rata-rata waktu respon, menunjukan kecepatan perusahaan dalam merespon pesanan dari pelanggan.
-
Efisiensi eaktu penyediaan produk, menunjukan kemampuan perusahaan memanfaatkan waktu
yang disepakati bersama pelanggan untuk
menyediakan pesanan. -
Klaim produk cacat atau tidak sesuai, menunjukan ada atau tidak permintaan untuk memperbaiki atau mengganti suatu produk pesanan yang telah didistribusikan.
-
Jenis pengadaan barang, menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi target jenis produk pesanan yang diminta oleh pelanggan.
Learning & Growth Prespective -
Pelatihan
karyawan,
menunjukan
kemampuan
perusahaan
dalam
mengadakan program pendidikan dan pelatihan karyawan guna menunjang kebutuhan perusahaan. -
Peningkatan kualitas,
menunjukan kemampuan perusahaan dalam
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. -
Efisiensi
biaya,
menunjukan
kemampuan
perusahaan
dalam
perusahaan
dalam
mengefisiensikan biaya-biaya aktivitas usahanya. -
Responsiveness,
menunjukan
kemampuan
meningkatkan respon atau ketanggapan dalam permintaan pelanggan. -
Aliran informasi, menunjukan jalinan informasi baik dalam lingkungan internal perusahaan maupun dengan mitra usaha.
-
Antisipasi teknologi, menunjukan kemauan dan kemampuan perusahaan melakukan penelitian menghadapi kemajuan teknologi.
Customer Prespective -
Kualitas
material,
menunjukan kesesuaian
mutu
produk
dengan
permintaan pelanggan. -
Daya tahan material, menunjukan kekuatan produk yang diadakan oleh perusahaan dari segi waktu.
-
Reputasi produk, menunjukan kemampuan perusahaan untuk mengadakan suatu produk yang terpercaya kualitasnya.
-
Kerusakan produk, menunjukan presentasi produk yang cacat atau tidak sesuai dengan pesanan.
-
Waktu respon pesanan, menunjukan kecepatan perusahaan dalam mengantisipasi pesanan dari pelanggan.
-
Keluhan pelanggan, menunjukan tinggi-rendah nya tingkat keluhan pelanggan terhadap keseluruhan proses pemenuhan pesanan.
-
Keterlambatan pemenuhan pesanan, menunjukan waktu penundaann pemenuhan pesanan pelanggan yang dilakukan oleh perusahaan.
-
Ketepatan waktu pengiriman, menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kesepakatan batas waktu pengiriman.
-
Ketepatan order, menunjukan besaran pemenuhan permintaan
sesuai
dengan order. Financial Prespective -
Profit
dan pertumbuhan profit
margin,
menunjukan kemampuan
perusahaan dalam mewujudkan tingkat laba dan pertumbuhan laba yang diperoleh dari aktivitas usahanya.
-
Produktivitas modal, menggambarkan sampai sejauh mana modal yang diinvestasikan dapat mendukung berjalannya aktivitas usaha dan pencapaian laba.
-
Ketepatan alokasi modal, menggambarkan ketepatan alokasi modal yang diinvestasikan untuk tiap-tiap bidang dalam aktivitas perusahaan.
-
Waktu kembali modal, menunjukan kemampuan perusahaan dalam mengembalikan modal yang dikeluarkan dalam pemenuhan permintaan.
-
Siklus cash-to-cash, menunjukan aliran dana dalam sistem kemitraan antara perusahaan, pemasok dan pelanggan.
2.6 Review Penelitian Terdahulu Jurnal yang pertama berjudul ”Using Balanced Scorecard to Measure Supply Chain Performance” (Peter C. Brewer dan thomas W. Speh, Miami University, Journal of Business Logistic, Vol. 21, No. 1, 2000), menghubungkan pendekatan penilaian berimbang (Balanced Scorecard – BSC) dengan kinerja manajemen rantai pasok.
Pendekatan BSC dimodifikasi sehingga dapat
digunakan untuk mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif untuk mengukur kinerja Supply Chain Management (SCM). Tujuan utamanya adalah untuk menghubungkan penilaian berimbang dengan tujuan utama Supply Chain Management. Penelitian ini mengemukakan 16 hal dalam kerangka kerja Supply Chain Management. Hubungan konseptual antara 16 hal dalam kerangka kerja SCM dengan kerangka kerja BSC dalam penelitian Brewer dan Speh adalah sebagai berikut:
-
Tujuan SCM yang terdiri dari pengurangan pemborosan, pemadatan waktu, fleksibilitas respon dan pengurangan biaya
per unit yang
dihubungkan dengan prespektif proses bisnis internal. -
Keuntungan bagi pelanggan akhir yang terdiri dari kualitas produk/ jasa yang lebih baik, dan penambahan nilai dihubungkan dengan prespektif pelanggan.
-
Keuntungan finansial terdiri dari margin laba yang lebih tinggi, cash flow yang lebih baik, pertumbuhan penerimaan, dan pengembalian asset yang lebih tinggi dihubungkan dengan prespektif keuangan.
-
Pengembangan SCM yang terdiri dari inovasi produk/ proses, manajemen kemitraan, aliran informasi dan ancaman/ penggantian dihubungkan dengan prespektif inovasi/pertumbuhan dan pembelajaran. Keterkaitan antara kerangka kerja SCM dan BSC diatas, kemudian
menghasilkan suatu kerangka kerja terpadu mengenai pengukuran kinerja SCM melalui pendekatan BSC. Kerangka kerja ini ditetapkan tujuan serta ukuran untuk masing-masing prespektif. Kerangka kerja Balanced Scorecard untuk penilaian manajemen rantai pasok yang dikemukakan Brewer dan Speh (2000) di atas menunjukan bahwa kinerja rantai pasok dapat diukur atau dinilai melalui empat prespektif. Secara akurat, Brewer dan Speh (2000) memadukan tujuan-tujuan serta ukuran-ukuran didalam manajemen rantai pasok dengan keempat prespektif BSC beserta tujuan dan ukuran-ukurannya. Persamaan dan perbebdaan yang terdapat diantara jurnal pertama dengan jurnal peneliti yaitu penggunaan kerangka kerja Supply Chain Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerja rantai pasok perusahaan
terbilang sama. Tujuannya untuk mencari tau kelemahan kinerja, khususnya rantai pasok perusahaan, yang selanjutnya dijadikan pertimbangan oleh manajer dalam mengevaluasi kinerja karyawan agar lebih baik guna keberlangsungan perusahaan dalam mencapai tujuan, visi dan misinya. Adapun perbedaannya, penulis menjadikan 16 contoh ukuran pada jurnal sebagai acuan atau teori dasar yang digunakan, karena indikator Weber dan Speh masih terlalu umum. Maka dari itu penulis menentukan indikator yang lebih rinci dengan tujuan untuk menghasilkan kesimpulan yang lebih akurat. Jurnal kedua berjudul “Analisis Kinerja Perusahaan dengan Fokus pada Rantai Pasok dengan Balanced Scorecard: Studi kasus di PT Berdikari Metal & Engineering”
yang dilakukan oleh Angling Sugiatna, MT. Pada Tesis
Institut teknologi Bandung tahun 2004. Penelitian ini menggunakan 12 poin indikator dalam pengukuran masing-masing presektif. menggunakan kerangka pengukuran kinerja BSC.
Penelitian ini Tujuannya untuk
menganalisis masing-masing prespektif yang akan di nilai mengenai objectives, measure, targets dan initiatives pada scorecard. Hasilnya akan didapatkan evaluasi kinerja dalam usaha peningkatan kinerja perusahaan agar siap bersaing menghadapi era pasar global. Persamaan dengan peneliti yaitu, menggunakan goal & key question pada jurnal sebagai dasar penentuan beberapa indikator dalam membuat pertanyaan pada kuesioner yang akan disebar guna mengetahui penilaian aspek-aspek yang terlihat dalam rantai pasok. Perbedaannya, peneliti tidak menggunakan rasio, pembobotan atau nilai bobot total dalam masing-masing pengukuran dimensi atau prespektif yang ada.
Jurnal ketiga berjudul “Performance Measurement of Supply Chain via Balanced Scorecard: The Case of A Brewin Group” tahun 2008 oleh Karmen Muratoglu dari Istanbul Bilgi University.
Jurnal ini menyatakan bahwa
organisasi-organisai yang sukses adalah mereka yang mengembangkan kemampuan selaras dengan strategi rantai pasokan, mengintegrasikan dengan baik pada pelanggan, dan mengatur semua kegiatan internal dalam rangka memperoleh nilai maksimum dari supply Chain dan menjaga efisiensi, kinerja supply chain harus diukur dna dinilai. Perusahaan harus menentukan strategi, setelah itu merancang strategi rantai pasok sesuai dengan persyaratan. Pelacakan kinerja dari seluruh rantai pasokan serta memanfaatkan analisis bukan estimasi saat menetapkan tujuan merupakan hal penting untuk rantai pasokan yang efektif.
Perusahaan yang sukses adalah yang
menyelaraskan kegiatan operasional merak dengan pihak pelanggan, pemasok dan pihak-pihak lain dalam rantai tersebut, serta yang tahu metriks kinerja mereka sendiri dan kinerja orang lain dari rantai. Mengukur kinerja supply chain kelompok, peneliti memilih antara indikator kinerja yang sudah ada dalam sistem pengukuran kinerja kelompok atau indikator yang paling tepat untuk mengukur sasaran balanced scorecard. Teknik ini bersifat subyektif karena pemilihan kriteria, rasio yang ditargetkan dan bobot tidak dibatasi oleh aturan apapun.
Metodologi
perhitungan balanced scorecard ini terinspirasi oleh teknik yang disarankan Liberatore dan Miller (1998) dimana setiap dimensi memiliki sama berat, sama rata sebesar 25%.
Kesimpulan dari jurnal ini adalah bahwa sebuah sistem pengukuran kinerja untuk perusahaan pembuat bir terbesar di Turki, yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah strategi terfokus, dimana strategi ini terdiri dari beberapa matriks tentang orang, penjualan, keuangan, produktivitas, profitabilitas, pertumbuhan dan lain-lain. Peneliti harus berhati-hati dalam menetapkan tujuan yang kongruen satu sama lain antar dimensi. Adapun skor akhir penelitian ini menunjukan bahwa kelompok tersebut telah melakukan melebihi dari target, namun dalah satu bagian yang paling sulit dari mengembangkan sistem pengukuran kinerja adalah untuk mengukur target rasio. Pengaturan rasio rendah atau tinggi akan mempengaruhi kesehatan pengukuran kinerja. Menetapkan bobot untuk matriks dalam dimensi adalah tugas yang sulit dan bersifat subyektif. Bobot dalam penelitian ini diadaptasi dari sistem pengukuran kinerja aktual dari kelompok.
Penelitian ini
menunjukan bahwa orientasi perusahaan ada pada kinerja kelompok yang strategis dengan fokus pada semua aspek seperti keuangan, pelanggan, proses bisnis dan inovasi pembelajaran. Pemasok juga dilibatkan dalam penelitian ini, dalam pengukuran apabila skor tinggi satu kriteria telah tercapai, maka haru menetapkan target yang lebih tinggi untuk masa depan. Persamaan yang ada yaitu peneliti menggunakan goal & key question pada jurnal sebagai dasar penentuan beberapa indikator dalam membuat pertanyaan pada kuesioner yang akan dibuat guna mengetahui penilaian aspek-aspek yang terlibat dalam rantai pasok.
Perbedannya, peneliti tidak menggunakan rasio,
pembobotan atau nilai bobot total dalam masing-masing prespektif.