KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH
AGUSTUS 2016
VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI Menjalankan kebijakan BI dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
1.
FUNGSI Fungsi Statistik dan surveillance
2.
Fungsi Kajian
3.
Fungsi Komunikasi dan Pelaksanaan Program
4.
Fungsi Sistem Pembayaran
5.
Fungsi Manajemen Intern dan koordinasi Wilayah
1.
TUGAS POKOK Memberikan masukan kepada Dewan Gubernur kondisi ekonomi dan keuangan daerah di wilayah kerjanya;
2.
Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan ekonomi dan keuangan daerah, yang didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian/riset serta memfasilitasi pengendalian inflasi, pemberdayaan sektor riil dan UMKM.
3.
Melaksanakan kegiatan perizinan dan pengawasan serta operasionalisasi sistem pembayaran tunai dan non tunai sesuai dengan kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya
4.
Melaksanakan
kebijakan
stabilitas
keuangan
,
program
perluasan
dan
pemerataan
akses
keterjangkauan keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif 5.
Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung fungsi-fungsi utama.
Kalender Publikasi KEKR Triwulan I Mei Triwulan II Agustus Triwulan III November Triwulan IV Februari
Penerbit : Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan - Tim Ekonomi Moneter Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh Jl. Cut Meutia No.15, Banda Aceh - Indonesia Telp : 0651-33200 / Fax : 0651-34116 Publikasi KER secara online dapat diperoleh di:http://www.bi.go.id/web/id/DIBI1/Regional/Publikasi/
dan
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat dan karuniaNya sehingga buku “Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Aceh Periode Agustus 2016” ini akhirnya dapat dipublikasikan. Buku ini memaparkan informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah, diantaranya pertumbuhan ekonomi, perbankan, sistem pembayaran dan keuangan daerah yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan informasi internal maupun eksternal Bank Indonesia. Secara umum, hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Aceh periode triwulan laporan mendeskripsikan bahwa perekonomian Aceh menunjukkan kecenderungan yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Dalam kesempatan ini, kami menghaturkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini. Harapan kami, kerja sama yang telah tercipta dapat terus berlanjut dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. Kami menyadari bahwa kualitas dan informasi yang disajikan masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari seluruh pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kami berharap, semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.
Banda Aceh,
Agustus 2016
Kepala Perwakilan,
Ahmad Farid Deputi Direktur
2
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
A. PDRB 2014
Sektoral (Rp Triliun) Pertanian, Kehutanan, & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan
2015
2016
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
7,17
7,51
7,68
7,30
7,58
7,66
8,02
7,87
7,90
7,84
3,43
3,36
3,20
2,95
2,49
2,39
2,33
2,08
2,27
1,89
2,18
2,21
2,07
1,77
1,58
1,64
1,70
1,51
1,54
1,51
Pengadaan Listrik, Gas
0,03
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
Pengadaan Air
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
Konstruksi Perdagangan Besar & Eceran, & Reparasi Mobil & Sepeda Motor Transportasi & Pergudangan Penyediaan Akomodasi & Makan Minum Informasi & Komunikasi
2,54
2,56
2,62
2,68
2,43
2,49
2,61
3,15
2,81
2,92
4,10
4,24
4,40
4,29
4,27
4,43
4,58
4,45
4,44
4,61
2,11
2,13
2,19
2,33
2,21
2,24
2,31
2,33
2,25
2,34
0,29
0,30
0,30
0,31
0,31
0,31
0,32
0,33
0,33
0,34
1,00
1,02
1,04
1,05
1,03
1,05
1,06
1,07
1,08
1,09
Jasa Keuangan
0,43
0,44
0,44
0,45
0,45
0,41
0,46
0,48
0,48
0,48
Real Estate
0,95
0,97
0,99
1,00
1,02
1,03
1,05
1,06
1,08
1,09
Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial Jasa lainnya
0,16
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,18
0,17
0,18
2,07
2,02
2,14
2,25
2,16
2,21
2,34
2,35
2,22
2,60
0,55
0,55
0,57
0,64
0,58
0,60
0,63
0,65
0,63
0,65
0,69
0,71
0,70
0,73
0,73
0,75
0,77
0,79
0,80
0,81
0,34
0,34
0,35
0,35
0,36
0,37
0,36
0,37
0,38
0,39
PDRB
28,05
28,57
28,90
28,32
27,42
27,80
28,75
28,71
28,42
28,78
PDRB Non Migas
24,83
25,45
26,13
26,11
25,76
26,29
27,18
27,35
26,78
27,54
Sumber: BPS Provinsi Aceh, Diolah Komponen (Rp Triliun)
2015
2014
2016
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
15,34
15,45
15,73
15,83
15,78
15,89
16,27
16,34
16,38
16,70
0,53
0,54
0,49
0,50
0,49
0,49
0,49
0,50
0,51
0,54
4,53
5,08
5,73
7,82
4,30
5,20
5,94
9,06
4,00
5,69
9,23
9,07
9,27
9,36
9,18
9,12
9,59
10,72
9,91
10,22
Perubahan Inventori
-0,09
0,12
-0,04
0,05
-0,05
0,02
-0,05
0,00
0,01
-0,01
Ekspor Luar Negeri
0,81
1,53
1,11
1,26
0,44
0,29
0,60
0,34
0,36
0,17
Impor Luar Negeri
0,28
0,33
0,26
0,37
0,87
0,66
0,48
0,44
0,35
0,41
Net Ekspor Antar Daerah
-1,99
-2,98
-3,07
-6,15
-1,85
-2,54
-3,61
-7,80
-2,41
-4,11
PDRB
27,96
28,39
28,84
28,30
27,42
27,80
28,75
28,71
28,42
28,78
PDRB Non Migas
24,83
25,45
26,13
26,11
25,76
26,29
27,18
27,35
26,78
27,54
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto
8
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
B. INFLASI yoy,%
Kota
I-15
II-15
III-15
IV-15
I-15
II-15
III-15
IV-15
I-16
II-16
Banda Aceh
5,40
6,12
4,30
1,27
5,40
6,12
4,30
1,27
3,10
2,01
Lhokseumawe
5,44
6,36
4,55
2,44
5,44
6,36
4,55
2,44
4,63
3,03
Meulaboh
5,67
6,47
2,86
0,58
5,67
6,47
2,86
0,58
3,12
2,19
Aceh
5,45
6,24
4,19
1,53
5,45
6,24
4,19
1,53
4,45
2,34
No
Kota
Kelompok
Banda Aceh
Aceh
Lhokseumawe
Meulaboh
5,69
6,18
4,17
5,66
5,02
5,24
4,69
5,04
1
Bahan Makanan
2
Makanan tembakau
3
Perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar
0,03
0,33
0,09
0,13
4
Sandang
6,30
3,65
2,48
4,99
5
Kesehatan
2,14
3,56
1,25
2,45
6
Pendidikan, rekreasi, olahraga
4,51
3,65
1,19
3,82
7
Transpor, komunikasi, jasa keuangan
-4,10
-3,08
-4,49
-3,89
2,01
3,03
jadi,
minuman,
rokok,
Inflasi Keseluruhan
2,19
2,34
Sumber: BPS Provinsi Aceh, Diolah
C. PERBANKAN (BERDASARKAN LOKASI BANK) Indikator (Rp Miliar)
2014
2015
2016 I
Total Aset Pertumbuhan (yoy)% Pertumbuhan (mtm)% DPK Pertumbuhan (yoy)% Pertumbuhan (mtm)% Pembiayaan Pertumbuhan (yoy)% Pertumbuhan (mtm)% FDR % NPL-gross % NPL-Nominal
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
9
II
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (Simpanan) 2014
SIMPANAN (Rp Miliar)
2015
2016 I
Total Pertumbuhan (yoy) Giro Pertumbuhan (yoy)% Tabungan Pertumbuhan (yoy)% Deposito Pertumbuhan (yoy)%
33.271,07
23.234,40
26.235,80
28.123,81
26.693,51
27.846,44
31.426,00
34.621,03
31.054,35
31.650,77
6,64
10,53
7,59
10,02
19,85
19,78
23,10
16,34
13,66
5,87 7.276,35
6.681,74
8.081,16
9.475,71
5.547,40
7.006,52
9.076,40
11.124,43
6.106,05
7.300,48
(29,97)
(26,39)
(24,91)
(19,22)
4,86
12,32
17,40
10,07
4,20
-19,83
14.560,97
15.652,03
11.212,11
11.259,91
11.740,15
14.687,07
12.569,63
12.647,87
13.654,61
17.023,94
53,51
56,69
47,49
13,14
12,11
12,33
16,31
15,91
15,84
23,75
5.340,55
6.894,73
6.907,95
6.459,04
8.270,29
9.701,73
9.841,99
7.924,36
9.789,32
10.342,69
8,04
23,77
24,22
46,32
54,86
40,71
42,47
22,69
18,37
6,61
Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan 2014
PINJAMAN (Rp Miliar) Total Pembiayaan Pertumbuhan (yoy) % Modal Kerja Pertumbuhan (yoy)% Investasi Pertumbuhan (yoy)% Konsumsi Pertumbuhan (yoy)%
23.826 10,72 7.872 0,20 2.271 74,27 13.683 10,71
24.709 8,72 8.084 0,00 2.359 20,43 14.265 12,48
2015 24.635 4,48 7.806 -6,95 2.337 13,14 14.493 10,43
25.229 7,14 7.884 -1,97 2.494 17,52 14.851 10,97
25.379 6,52 7.418 -5,77 2.676 17,86 15.284 11,70
26.359 6,68 7.803 -3,48 2.907 23,22 15.649 9,70
26.375 7,06 7.646 -2,04 2.907 24,41 15.822 9,17
2016 27.227 7,92 8.048 2,08 3.102 24,39 16.077 8,26
27.544 8,53 7.970 7,44 3.241 21,12 16.333 6,86
33.271 5,87 7.276 -19,83 15.652 23,75 10.343 6,61
Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Indikator (Rp Miliar) Pembiayaan Per Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan
23.825,98
24.708,03
24.634,90
25.229,24
25.378,31
26.359,59
26.374,82
27.227,38
27.544,49
28.626
1.058,12
1.184,44
1.298,96
1.479,93
1.648,14
1.910,65
1.899,18
2.051,52
2.127,03
2.216
34,53
32,73
34,41
30,91
29,09
38,62
34,14
36,70
35,53
34
1.801,84
1.824,55
1.278,70
1.292,32
1.277,15
1.278,97
1.268,19
1.384,07
1.473,46
1.483
Listrik Gas dan Air
100,00
104,19
100,33
118,74
109,25
102,00
96,24
192,78
185,46
194
Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masy. Lainnya
446,12
515,43
615,91
744,15
645,93
822,97
861,76
905,02
742,15
788
4.916,08
5.171,99
5.440,57
5.694,21
5.489,93
5.658,83
5.551,05
5.744,78
5.791,34
6.113
65,41
84,32
91,51
97,72
94,10
95,43
97,30
104,07
120,57
128
658,79
371,56
238,94
239,57
228,28
214,91
196,20
200,99
216,83
256
859,45
769,45
856,19
508,93
527,86
536,04
504,84
492,08
485,81
648
13.885,63
14.649,37
14.679,37
15.022,76
15.328,58
15.701,16
15.865,91
16.115,36
16.366,30
16.767
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (diolah)
10
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
C. SISTEM PEMBAYARAN Indikator (Rp Miliar) Transaksi Kliring Nominal Transaksi Volume Transaksi Transaksi Kas
19.395,00
19.395,00
19.395,00
19.395,00
19.395,00
19.395,00
19.395,00
19.395,00
19.395,00
19.395,00
660,56
660,56
660,56
660,56
660,56
660,56
660,56
660,56
660,56
660,56
Inflow
1.335,17
1.335,17
1.335,17
1.335,17
1.335,17
1.335,17
1.335,17
1.335,17
1.335,17
1.335,17
Outflow
1.258,10
1.258,10
1.258,10
1.258,10
1.258,10
1.258,10
1.258,10
1.258,10
1.258,10
1.258,10
D. EKSPOR IMPOR Indikator (Rp Miliar) Ekspor Luar Negeri Volume (kg) Nilai FOB (USD) Impor Luar Negeri Volume (kg) Nilai CIF (USD) Neraca (USD)
2014
2015
2016
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
190.745.443
190.745.443
190.745.443
190.745.443
190.745.443
190.745.443
190.745.443
190.745.443
190.745.443
190.745.443
100.984.712
100.984.712
100.984.712
100.984.712
100.984.712
100.984.712
100.984.712
100.984.712
100.984.712
100.984.712
34.414.818
34.414.818
34.414.818
34.414.818
34.414.818
34.414.818
34.414.818
34.414.818
34.414.818
34.414.818
13.577.945
13.577.945
13.577.945
13.577.945
13.577.945
13.577.945
13.577.945
13.577.945
13.577.945
13.577.945
87.406.767
87.406.767
87.406.767
87.406.767
87.406.767
87.406.767
87.406.767
87.406.767
87.406.767
87.406.767
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
11
0
12
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
RINGKASAN EKSEKUTIF
GAMBARAN UMUM
Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2016 tumbuh sebesar 3,54% (yoy), sedikit mengalami
penurunan
dibandingkan
triwulan
sebelumnya sebesar 3,64% (angka ini merupakan koreksi data dari BPS yang sebelumnya tumbuh secara tahunan sebesar 3,66%). Namun demikian, angka tersebut juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
II-2015
yang
terkontraksi
sebesar
2,09%(yoy).
Sementara
itu,
pertumbuhan ekonomi tanpa migas Aceh tercatat sebesar 4,75% (yoy), naik dibandingkan dengan posisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,96% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tanpa migas pada tahun ini juga tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan posisi pada triwulan yang sama di tahun 2014 yang tumbuh sebesar 3,32%.
Adanya penurunan kinerja ekonomi pada triwulan laporan didorong oleh adanya penurunan pertumbuhan di dua sektor utama di Aceh, yakni sektor pertanian dan perdagangan. Di samping itu, kontraksi yang semakin membesar kembali terjadi di sektor pertambangan dan industri pengolahan. Dari sisi permintaan, komponen yang mengalami penurunan adalah komponen ekspor yang kembali mengalami kontraksi cukup signifikan dari dari 116,05%(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 145,33%(yoy) pada triwulan laporan. Namun demikian, dari sisi penawaran adanya peningkatan kinerja pada sektor konstruksi mampu menahan laju penurunan pertumbuhan ekonomi Aceh. Peningkatan pada beberapa komponen dari sisi permintaan seperti investasi (PMTB), konsumsi rumah tangga, serta konsumsi pemerintah juga menjadi salah satu faktor yang dapat menahan penurunan kinerja ekonomi pada triwulan laporan.
Tekanan inflasi Aceh pada triwulan-II 2015 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahunan pada triwulan laporan tercatat menurun dari 3,55% (yoy) pada triwulan-I 2016 menjadi 2,34% (yoy). Inflasi Aceh triwulanII tercatat lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi yoy pada triwulan II dalam tiga tahun terakhir yaitu sebesar 5,05%. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan merupakan kelompok yang paling dominan dalam mempengaruhi rendahnya angka inflasi Aceh pada triwulan-II 2016. Hal ini terjadi terutama disebabkan adanya penyesuaian atau penurunan tarif angkutan dan pengiriman barang oleh karena kebijakan pemerintah yang menurunkan harga bahan bakar bensin dan solar di awal bulan April 2016.
Kinerja pendapatan Aceh pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Penerimaan pendapatan pemerintah Aceh pada triwulan II-2016 mencapai Rp 4,40 Triliun atau 35,07% dari target tahunan, sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya hanya mencapai 34,78% dari target tahunannya.
Di sisi lain, kinerja realisasi belanja
Provinsi Aceh pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan II-2016 sebesar Rp 1,94 Triliun atau 15,08% dari target tahunan sedangkan pada triwulan II-2015 hanya mencapai 12,48% dari target tahunan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
13
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Aceh di triwulan II 2016, sektor korporasi masih terekspos kerentanan yang bersumber dari perlambatan sektor pertambangan, pengolahan dan pertanian berbasis ekspor. Namun demikian optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian Aceh kedepan masih cukup tinggi yang tercermin dari hasil Survey Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Kualitas kredit yang disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi di Aceh berada di level yang perlu untuk mendapat perhatian lebih khusus atau kurang baik. Hal ini tercermin dari indikator Non Performing Loans (NPL) kredit pada sektor korporasi di Aceh yang berada di atas level aman 5% serta tren peningkatan NPL di sektor tersebut yang meningkat sejak awal tahun 2015. Seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi di triwulan II-2016, kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di Provinsi Aceh masih cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik untuk kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level yang berada jauh dibawah critical point 5%.
Seiring dengan momen menjelang perayaan hari raya Idul Fitri dan masuknya bulan Ramadhan 1437H. Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan Lhokseumawe menunjukkan adanya net outflow, atau cenderung keluar atau cenderung keluar dari Bank Indonesia menuju perbankan dan masyarakat. Aliran uang kartal menunjukkan adanya peningkatan net outflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Kegiatan sistem pembayaran non tunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal. Peningkatan aktivitas transaksi melalui SKNBI tersebut sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta didorong dengan adanya transfer gaji ke-14 bagi para pegawai negeri sipil.
Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Aceh hingga bulan Februari 2016 mencapai 64,24%, atau menurun dibanding bulan Februari 2015 yang mencapai 66,37. Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh berada pada level 8,13%, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,73%. Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh berdasarkan data terakhir bulan Maret 2016 tercatat sebesar 16,73%. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan kondisi kemiskinan pada bulan Maret 2015 yang mencapai 17,08%. menurunnya tingkat kemiskinan di Aceh tersebut diakibatkan oleh adanya penurunan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan sebesar -0,73%.
Perekonomian Aceh pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran 3,13% - 4,13% (yoy). Sementara itu, perekonomian Aceh pada triwulan III-2016 diperkirakan akan tumbuh positif antara 3,2% dan 4,2%. Dari sisi penawaran, sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan sementara itu sektor pertambangan dan industri pengolahan diperkirakan masih mengalami kontraksi. Dari sisi permintaan, peningkatan konsumsi diperkirakan memberikan andil utama dalam pertumbuhan namun defisit neraca perdagangan daerah Aceh masih menjadi penghambat. Pada tahun 2016 inflasi Aceh diperkirakan masih berada pada level antara 2,39% - 3,39% (yoy). Tekanan diperkirakan bersumber dari inflasi kelompok volatile food.
14
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
Pertumbuhan Ekonomi Aceh pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 3,54%(yoy) sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian pencapaian pada triwulan laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun sebelumnya.
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas masih tumbuh dalam angka yang positif pada triwulan II-2016 sebesar 3,54%(yoy) atau sedikit menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,64% (yoy) (Angka ini merupakan koreksi data dari BPS yang sebelumnya terkontraksi sebesar 3,66%). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi tanpa migas Aceh Aceh tercatat sebesar 4,75% (yoy), naik dibandingkan dengan posisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,96% (yoy).
Dari sisi penawaran, kontribusi pada pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan laporan bersumber dari tiga sektor yaitu sektor konstruksi (1,53%), administrasi pemerintahan (1,57%), pertanian (0,66%), dan sektor perdagangan (0,62%).
Sementara itu, dari sisi permintaan komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) memberikan kontribusi paling besar terhadap ekonomi Aceh dengan kontribusi sebesar 3,95%. Kontribusi terbesar kedua berasal dari komponen konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 2,90%. Sementara itu, komponen konsumsi pemerintah dan LNRT menjadi kontributor terbesar ketiga dan keempat dengan nilai kontribusi masing-masing sebesar 1,78% dan 0,16%. Namun demikian, kinerja komponen ekspor luar negeri dan inventori masih memberikan kontribusi pertumbuhan yang negatif bagi ekonomi Aceh.
Inflasi Aceh pada Triwulan II 2016 mengalami penurunan sebagai imbas menurunnya tekanan inflasi kelompok barang administered prices dan inflasi kelompok volatile food yang terkendali.
ASESMEN INFLASI DAERAH
Pada triwulan II-2016, pergerakan laju inflasi Aceh baik secara tahunan yaitu 2,34% (yoy) mengalami penurunan dibandingkan triwulan II tahun sebelumnya yang sebesar 6,24%(yoy). Inflasi triwulan-II 2016 di ketiga kota pantauan tercatat Banda Aceh 2,01% (yoy), Lhokseumawe 3,03% (yoy), dan Meulaboh 2,19% (yoy).
Tekanan inflasi pada periode ini tertahan oleh kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami deflasi sebesar 3,89% (yoy). Deflasi ini terjadi terutama disebabkan adanya penyesuaian atau penurunan tarif angkutan dan pengiriman barang oleh karena kebijakan pemerintah yang menurunkan harga bahan bakar bensin dan solar di bulan April tahun 2016. Namun demikian, terdapat juga tekanan inflasi yang didorong oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok, yang meningkat dari 3,50% (yoy) menjadi 5,04% (yoy). Sementara itu, untuk kelompok Bahan Makanan dan Sandang terjadi inflasi masing-masing sebesar 5,66% (yoy) dan 4,99% (yoy).
Komoditas administered price, volatile food, dan core mengalami deflasi dan inflasi secara year on year masing-masing sebesar -1,70%, 6,20%, dan 2,12%. Komoditas administered price dibandingkan dengan triwulan I-2016 tercatat mengalami penurunan tingkat inflasi seiring dengan ditetapkannya penurunan harga BBM dan tarif listrik yang efeknya terasa pada triwulan laporan. Kondisi yang sama juga terjadi pada komoditas volatile food yang berada pada posisi yang menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, kelompok inflasi inti masih berada pada posisi yang stabil dibandingkan dengan triwulan I-2016. Menurut kontribusinya tekanan inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok Volatile Food sebesar 1,29%. Menurut komoditasnya, Komoditas pada kelompok ini yang memberikan andil inflasi tinggi antara lain Beras, Cumi-cumi, Apel, dan Daging Ayam Ras. Selain itu inflasi tahunan Aceh pada triwulan laporan juga disumbang beberapa komoditas dari
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
15
kelompok administered price yaitu rokok kretek dan rokok kretek filter dengan ratarata andil inflasi sebesar 0,30% (yoy). Stabilitas Keuangan daerah di Aceh masih menunjukan kerentanan sebagai imbas perlambatan perekonomian. Namun optimisme pelaku usaha dan rumah tangga masih cukup tinggi.
ASESMEN
PERBANKAN,
STABILITAS
SISTEM
KEUANGAN,
DAN
SISTEM
PEMBAYARAN
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Aceh di triwulan II 2016, sektor korporasi masih terekspos kerentanan yang bersumber dari perlambatan sektor pertambangan, pengolahan dan pertanian berbasis ekspor. Namun demikian hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan optimisme bahwa kegiatan usaha di tahun 2016 meningkat dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Perbaikan dari sisi pembiayaan juga terlihat dari perbaikan pertumbuhan jumlah pembiayaan sektor korporasi oleh perbankan pada triwulan-II 2016. Walaupun mengalami perbaikan dari sisi pertumbuhan pembiayaan, kualitas kredit yang disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi di Aceh masih berada di level yang perlu untuk mendapat perhatian lebih khusus atau kurang baik. Hal ini tercermin dari indikator Non Performing Loans (NPL) kredit pada sektor Korporasi di Aceh yang berada di atas level aman 5%.
Pertumbuhan konsumsi di Aceh cenderung mengalami peningkatan pada triwulan II2016Namun demikian peningkatan tingkat pengangguran di Aceh yang mencapai level 8,13% pada bulan Februari 2016 dari 7,73% pada periode yang sama sebelumnya dikhawatirkan dapat mendorong perlambatan konsumsi masyarakat kedepan. Kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di Provinsi Aceh masih cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik untuk kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level yang berada jauh dibawah critical point 5%. Perbaikan tersebut juga terkonfirmasi dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) di triwulan II-2016 masing-masing sebesar 121,9 dan 115,2, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 110,4 dan 101,1. Demikian pula Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang tercatat sebesar 128,37, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 119,5.
Realisasi pendapatan dan realisasi belanja Provinsi Aceh pada triwulan II-2016 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya.
ASESMEN KEUANGAN DAERAH
Kinerja pendapatan Pemda Provinsi Aceh pada triwulan II 2016 laporan tercatat sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Penerimaan pendapatan Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan II-2015 adalah sebesar Rp 4.177,61 Milyar atau 34,78% dari target pendapatan tahunan, sementara pada triwulan II-2016 mencapai Rp 4.398,07 Milyar atau sebesar 35,07% dari target pendapatan tahunannya
Kinerja realisasi belanja Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan-II 2016 tercatat meningkat dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Persentase realisasi belanja yang dikelola oleh pemerintah provinsi meningkat dari sebesar 12,48% pada triwulan II tahun lalu menjadi 15,08% pada tahun 2016. Realisasi belanja modal pada periode laporan telah mencapai Rp456,97 miliar, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang baru. Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa meningkat dari Rp 766,86 miliar pada triwulan II-2015 menjadi Rp 1.117,14 miliar pada triwulan II-2016.
16
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
Aliran uang kartal menunjukkan adanya net outflow. Aktivitas kliring menunjukan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Seiring dengan momen menjelang perayaan hari raya Idul Fitri dan masuknya bulan Ramadhan 1437H. Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan Lhokseumawe menunjukkan adanya net outflow, atau cenderung keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat. Posisi netflow mengalami pertumbuhan negatif sebesar 927,8% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang mengalami inflow sebesar Rp413,45 miliar menjadi outflow sebesar Rp3,42 triliun pada triwulan laporan. Pertumbuhan tahunan netflow mencatat peningkatan outflow sebesar 191,9% (yoy), meningkat signifikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terkontraksi sebesar 334,6%.
Kegiatan sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem
Kliring
Nasional
Bank
Indonesia
(SKNBI)
menunjukkan
peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal. Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya volume berbagai transaksi masyarakat pada bulan Ramadhan serta transfer gaji ke-14 bagi para pegawai negeri sipil di Aceh. Secara triwulanan, pada triwulan II-2016 penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebesar 91.770
Data Keuangan Elektronik (DKE) atau
meningkat sebesar 25,34% dibandingkan dengan periode yang sama triwulan sebelumnya sebesar 73.218 DKE. Nilai transaksi yang diproses melalui SKNBI sebesar Rp4,62 triliun atau meningkat 13,22% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp4,08 triliun. Tingkat pengangguran Aceh per Februari 2016 meningkat namun tingkat kemiskinan per Maret 2016 menurun.
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Aceh per Februari menunjukkan jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh pada Februari 2016 mencapai 2235 juta orang, atau menurun sebanyak -26 ribu orang dari jumlah angkatan kerja di bulan Februari 2015 sebanyak 2261 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Aceh pada Februari 2016 mencapai 8,13%, lebih tinggi dibandingkan TPT bulan Februari 2015 sebesar 7,73%.
Sampai dengan periode bulan Maret 2016, tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Maret 2015. Jumlah penduduk miskin di Aceh pada bulan Maret 2016 mencapai 848 ribu jiwa (16,73%) atau menurun sebanyak 3 ribu orang jika dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang mencapai 852 ribu orang (17,08%) (Grafik 4.4).
Perekonomian dan Inflasi Aceh tahun 2016 diperkirakan mengalami peningkatan.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Aceh pada triwulan III-2016 diperkirakan akan tumbuh antara 3,2% dan 4,2% dan secara keseluruhan tahun 2016 diperkirakan mengalami pertumbuhan antara 3,13% dan 4,13%. Rentang proyeksi pertumbuhan tersebut tercatat sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan rentang angka proyeksi pada triwulan II-2016. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perekonomian Aceh tahun 2015 yang mengalami kontraksi 0,72%.
Sumber pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan-III 2016 diperkirakan masih akan berasal dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah seiring dengan peningkatan konsumsi menjelang persiapan pilkada serentak 2017 serta peningkatan alokasi dana desa. Sementara itu, dari sisi penawaran sektor pertanian,
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
17
kehutanan dan perikanan diperkirakan masih menjadi sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi Aceh di tengah risiko penurunan harga komoditas dunia.
Sumber pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2016 diperkirakan akan berasal dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah seiring dengan peningkatan konsumsi menjelang persiapan pilkada Aceh tahun 2017. Sementara itu, dari sisi penawaran sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan masih menjadi sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi Aceh ditengah risiko penurunan harga komoditas dunia.
pada triwulan III-2016, inflasi Aceh diperkirakan akan meningkat pada kisaran 1,74% - 2,74% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi Aceh pada triwulan III-2015 sebesar 4,18%. Penyesuaian harga BBM pada bulan April 2016 terkait perkembangan harga minyak dunia yang cenderung menurun telah mengurangi tekanan inflasi. Namun demikian, faktor hari raya Idul Adha diperkirakan akan menjadi salah satu faktor yang menjadi pendorong inflasi pada triwulan III-2016. Secara keseluruhan inflasi Aceh pada tahun 2016 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 2015 yang besarnya 1,53% (yoy). Diperkirakan inflasi di Aceh pada tahun 2016 berada pada kisaran 2,39% - 3,39% (yoy). Faktor utama penyebab penurunan inflasi Aceh pada tahun 2016 adalah penyesuaian harga BBM pada bulan April 2016 terkait perkembangan harga minyak dunia yang cenderung menurun telah mengurangi tekanan inflasi di tahun 2016.
18
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Perekonomian Aceh
dengan
migas
3,54% (yoy) atau mengalami
pada
penurunan
triwulan
II
tahun 2016 tumbuh sebesar
dibandingkan
triwulan sebelumnya yang
tumbuh secara tahunan sebesar 3,64% (Angka ini merupakan koreksi data dari BPS yang sebelumnya tumbuh sebesar 3,66%). Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas tercatat sebesar 4,75% (yoy), naik dibandingkan dengan posisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,96% (yoy).
Adanya penurunan kinerja ekonomi pada triwulan laporan didorong oleh adanya penurunan pertumbuhan di dua sektor utama di Aceh, yakni sektor pertanian dan perdagangan. Di samping itu, kontraksi yang kembali membesar kembali terjadi di sektor pertambangan dan industri pengolahan. Di sisi lain, pada triwulan laporan ini, sektor
konstruksi
kembali
menjadi
penyumbang
pertumbuhan
terbesar
dengan
sumbangsih sebesar 1,73%, kemudian diikuti oleh sektor Administrasi Pemerintahan kontribusi pertumbuhan sebesar 1,57%. Di sisi lain, dua sektor utama di Aceh yakni sektor pertanian dan perdagangan memberikan sumbangsih pertumbuhan sebesar 0,66% dan 0,62%.
Sementara itu, dari sisi permintaan, sumber peningkatan ekonomi Aceh berasal dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan kontribusi sebesar 3,95%, Konsumsi Rumah
Tangga
sebesar
2,90%,
serta
Konsumsi
Pemerintah
sebesar
1,78%.
Pertumbuhan terbesar berasal dari Komponen pada PMTB sebagai akibat dari naiknya investasi bangunan maupun non-bangunan 11,39%
persen
yang
masing-masing
tumbuh
sebesar
dan 7,37%. Beberapa investasi utama di Aceh pada triwulan laporan
antara lain pembangunan jalan, jembatan, masjid, serta pasar.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DARI SISI PENAWARAN Grafik 1. 1. Struktur Ekonomi Aceh Sisi Penawaran
Pada triwulan II-2016 struktur ekonomi Pertanian, Kehutanan, & Perikanan
Aceh relatif tidak berubah dibandingkan
Pertambangan & Penggalian
tahun
Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air 2% 3%1%
Konstruksi
10%
29%
1% 4% 2% 3% 1%
Perdagangan Besar & Eceran, & Reparasi Mobil & Sepeda Motor Transportasi & Pergudangan Penyediaan Akomodasi & Makan Minum Informasi & Komunikasi
4%
8% 16%
0%
10%
5%
struktur
ekonomi
tahun
sebelumnya. Struktur perekonomian Aceh pada triwulan-II 2016 masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
dengan
proporsi
sebesar
28,62%. Kondisi yang sama juga masih terjadi
di
sektor
perdagangan
besar-
Jasa Keuangan
eceran dan reparasi mobil sepeda motor
Real Estate
yang masih berada pada posisi kedua
Jasa Perusahaan
dengan share
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan
sebesar 15,93%. Sementara itu, sektor
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial Jasa lainnya
terhadap
ekonomi Aceh
terbesar ketiga dalam struktur ekonomi Aceh
ditempati
oleh
sektor
konstruksi
dengan proporsi sebesar 9,99% (Grafik Sumber:BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
1.1).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
19
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Tabel 1. 1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Provinsi Aceh
Sektoral (Rp Triliun)
2014
2015
2016
Growth qtq (%)
Growth yoy(%)
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
II-16
II-15
I-16
II-16
II-15
7,22
7,50
7,68
7,30
7,58
7,66
8,02
7,87
7,91
7,84
-0,82
0,97
0,44
2,42
2,13
4,28
3,42
3,34
3,14
2,93
2,49
2,39
2,33
2,08
2,27
1,89
-16,52
-4,14
8,90
-20,83
-28,37
-9,08
Industri Pengolahan
2,18
2,18
2,03
1,77
1,58
1,64
1,70
1,51
1,53
1,51
-1,54
4,15
1,74
-7,99
-24,68
-2,67
Pengadaan Listrik, Gas
0,03
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
1,90
-4,50
2,29
16,27
-0,01
8,97
Pengadaan Air
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
5,60
6,34
-2,95
10,07
5,75
10,84
Konstruksi
2,44
2,49
2,61
2,68
2,43
2,49
2,61
3,15
2,81
2,92
3,84
2,32
-10,97
17,04
-0,10
15,33
Perdagangan Besar & Eceran, & Reparasi Mobil & Sepeda Motor
4,10
4,24
4,40
4,33
4,27
4,43
4,58
4,45
4,44
4,61
3,71
3,78
-0,14
3,88
4,65
3,96
Transportasi & Pergudangan Penyediaan Akomodasi & Makan Minum Informasi & Komunikasi
2,11
2,13
2,22
2,32
2,21
2,24
2,31
2,33
2,26
2,34
3,46
1,10
-3,03
4,40
5,08
2,01
0,29
0,30
0,30
0,31
0,31
0,31
0,32
0,33
0,33
0,34
1,75
2,30
1,19
7,15
5,95
7,72
0,98
0,98
1,03
1,06
1,03
1,05
1,06
1,07
1,08
1,09
1,46
1,56
0,21
3,98
6,82
4,08
Jasa Keuangan
0,42
0,44
0,44
0,44
0,45
0,41
0,46
0,48
0,48
0,48
1,49
-7,91
-1,25
17,19
-5,95
6,33
Real Estate
0,95
0,97
0,98
1,00
1,02
1,03
1,05
1,06
1,08
1,09
1,23
1,23
1,73
5,46
6,82
5,46
Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial Jasa lainnya
0,16
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,18
0,17
0,18
1,88
1,88
-1,54
4,73
1,13
4,73
2,07
2,02
2,16
2,23
2,16
2,21
2,34
2,35
2,23
2,60
16,59
2,36
-5,20
17,38
9,35
3,06
0,55
0,56
0,58
0,62
0,58
0,60
0,63
0,65
0,63
0,65
3,86
2,33
-3,16
9,60
6,93
7,98
0,68
0,70
0,70
0,75
0,73
0,75
0,77
0,79
0,79
0,81
3,66
3,41
0,03
8,50
7,07
8,23
0,34
0,34
0,35
0,35
0,36
0,37
0,36
0,37
0,38
0,39
2,03
2,03
4,06
6,00
6,98
6,00
PDRB
27,96
28,39
28,84
28,30
27,42
27,80
28,75
28,71
28,42
28,78
1,28
1,38
-1,00
3,54
-2,09
3,64
PDRB Non Migas
24,83
25,45
26,13
26,11
25,76
26,29
27,18
27,35
26,78
27,54
2,84
2,06
-2,10
4,75
3,32
3,96
Pertanian, Kehutanan, & Perikanan Pertambangan & Penggalian
I-16
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Kondisi perekonomian Aceh pada triwulan II-2016 sedikit mengalami penurunan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kinerja ekonomi Aceh pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 3,54% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,64% (Angka ini merupakan koreksi data dari BPS yang sebelumnya tumbuh sebesar 3,66%). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kinerja ekonomi tanpa Migas Aceh tumbuh sebesar 4,75%(yoy) atau naik sebesar
0,80%
dibandingkan
triwulan
sebelumnya
yang
tumbuh
sebesar
3,96%(yoy).
Pencapaian
pertumbuhan ekonomi tanpa migas tersebut juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,32%(yoy) (Grafik 1.2). Penurunan pertumbuhan ekonomi Aceh tersebut secara sektoral (Supply/Penawaran) bersumber dari menurunnya kinerja di sektor pertanian serta semakin dalamnya kontraksi dari sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan. Sektor pertanian mengalami penurunan pertumbuhan hampir 50% dibandingkan dengan sebelumnya. Pada triwulan II-2016, tercacat pertumbuhan sektor terbesar di Aceh tersebut tumbuh sebesar 2,42%(yoy), turun dari periode triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,28%(yoy). Penurunan di sektor pertanian ini terjadi seiring dengan menurunnya penjualan komoditas perkebunan (Kopi), gagal panen akibat banjir pada tanaman pangan, serta tingginya gelombang laut yang terjadi di hampir seluruh perairan Aceh. Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan laporan juga kembali mengalami pendalaman kontraksi dari 9,08(yoy) menjadi -20,83%(yoy) seiring dengan berhentinya kegiatan ekspor komoditas
pertambangan (Batu bara) dari Aceh ke India. Kondisi yang sama juga dialami
oleh sektor Industri pengolahan yang mengalami kontraksi lebih dalam dari triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut seiring dengan masih tingginya ketergantungan serta keterkaitan antara sektor ini dengan sektor pertambangan yang mengalami
penurunan. Keterkaitan
tersebut seiring
dengan banyaknya industri
pengolahan utama di Aceh yang produksinya berbasiskan atau bergantung komoditas hasil barang tambang. Sektor tersebut tercatat terkontraksi sebesar 7,99%(yoy), turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 2,67%(yoy). Namun demikian, penurunan pada beberapa sektor tersebut tertahan oleh kenaikan laju pertumbuhan sektor konstruksi yang tumbuh sebesar 17,04% (yoy), naik dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 15,33%(yoy). Sektor lain yang mengalami pertumbuhan positif adalah sektor administrasi pemerintahan yang mengalami kenaikan pertumbuhan dari 3,96% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 17,38%(yoy) pada triwulan laporan. Pertumbuhan sektor ini juga merupakan pertumbuhan tertinggi di antara sektor-sektor lainnya di Aceh. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
20
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Selain tiga sektor tersebut, beberapa sektor lain juga mencatatkan peningkatan kinerja dibandingkan dengan triwulan sebelumnya antara lain sektor pengadaan listrik, air, dan gas, sektor transportasi dan pergudangan, sektor jasa keuangan, dan sektor jasa pendidikan (Tabel 1.1). Di samping pertumbuhannya yang terus memperlihatkan kinerja yang positif, sektor konstruksi pada triwulan laporan juga kembali menjadi sektor yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh. Kontribusi sektor ini tercatat sebesar 1,53%, lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi sektor paling besar di Aceh, yakni sektor pertanian yang tercatat memberikan andil sebesar 0,67%. Peningkatan di sektor konstruksi Aceh didorong oleh realisasi berbagai kegiatan pembangunan utama tahun ini, antara lain renovasi Masjid Baiturrahman serta pembangunan fly over di Simpang Surabaya. Sementara itu, seiring dengan adanya realisasi gaji ke-14 mendorong sektor administrasi pemerintahan memberikan kontribusi pertumbuhan terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 1,38%. Sektor kedua terbesar di Aceh, yakni sektor perdagangan memberikan kontribusi sebesar 0,62% pada triwulan laporan atau sama dengan kontribusi pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan di sektor perdagangan kali ini lebih didorong oleh adanya event hari-hari besar keagamaan seperti tradisi Meugang dan Bulan Ramadhan yang meningkatkan perdagangan pada berbagai komoditas, termasuk sandang dan pangan. Sementara itu, sektor-sektor lain tercatat memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi Aceh di bawah angka 0,40%. Adapun sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan pada triwulan laporan masih memberikan kontribusi negatif yang semakin besar dikarenakan masih mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.3). Grafik 1. 2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1. 3. Kontribusi Pertumbuhan Sektor-Sektor
Aceh
Ekonomi Aceh (yoy(%)
PDRB
PDRB Non Migas
YoY
YoY %
Rp Triliun 30,0
Persen (%)
6,0 4,0
28,0
2,0 Jasa lainnya
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial
Sumber: BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Jasa Pendidikan
2016
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib
2015
II
Jasa Perusahaan
I
Real Estate
IV
Jasa Keuangan
2014
III
Informasi & Komunikasi
II
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum
I
Transportasi & Pergudangan
IV
Perdagangan Besar & Eceran, & Reparasi Mobil & Sepeda Motor
III
Konstruksi
II
Pengadaan Air
-4,0 I
Pengadaan Listrik, Gas
-2,0
22,0
Industri Pengolahan
0,0
24,0
Pertambangan & Penggalian
Pertanian, Kehutanan, & Perikanan
26,0
Sumber: BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN Grafik 1. 4. Pertumbuhan Sektor Pertanian
Grafik 1. 5. Pangsa dan Kontribusi Sektor Pertanian %
Rp Triliun 8,4
10,0 8,0
8,0
6,0 7,6 4,0 7,2
2,0
6,8
0,0 I
II
III
IV
I
II
III
IV
2014 2015 Pertanian, Kehutanan, & Perikanan
I
II
Pangsa PDRB
%
YoY
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
% 29,00%
2
28,00%
2
27,00%
1
26,00%
1
25,00%
0
24,00% I
2016
Kontribusi Pertumbuhan
3
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II 2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
21
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Pada triwulan II-2016, sektor pertanian,
Grafik 1. 6. Pangsa Subsektor Pertanian
kehutanan, Pangan Peternakan Perikanan
18%
18%
Hortikultura Jasa Pertanian
18%
17%
17%
Perkebunan Kehutanan
18%
menjadi
18%
26%
26%
26%
27%
26%
26%
19%
19%
19%
20%
19%
19%
19%
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Average
sektor
perikanan terbesar
masih
di
dalam
struktur
ekonomi
Aceh.
Namun
demikian,
proporsi
sektor
tersebut
dalam struktur ekonomi Aceh mengalami sedikit
27%
dan
penurunan
dari 29,59%
pada
triwulan I-2016 menjadi 28,62% pada triwulan laporan atau bernilai Rp7,84 Triliun.
Meskipun
penurunan
tercatat
dibandingkan
mengalami
dengan
posisi
triwulan sebelumnya, kinerja sektor pertanian Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
masih
menunjukkan
angka
yang
positif
dengan pertumbuhan sebesar 2,42% (yoy). Penurunan ini terutama disebabkan oleh adanya penurunan di komoditas perkebunan, khususnya komoditas kopi. Di samping itu, penurunan di sektor pertanian ini juga disebabkan karena terjadinya puso di beberapa daerah yang menyebabkan turunnya produksi pertanian, terutama tanaman pangan sejak awal tahun 2016. (Grafik 1.4). Pada triwulan II-2016, kontribusi pertumbuhan sektor pertanian terhadap ekonomi Aceh tercatat sebesar 0,66%. Angka tersebut merupakan angka pertumbuhan kontribusi terbesar ketiga setelah sektor konstruksi dan sektor administrasi pemerintahan yang memberikan kontribusi masing-masing sebesar 1,53% dan 1,38% (Grafik 1.5). Data pada tahun 2015 yang dirilis oleh BPS menunjukkan pangsa terbesar sektor pertanian Aceh pada triwulan laporan masih berasal dari subsektor tanaman perkebunan (26%). Adapun subsektor tanaman pangan berada pada urutan kedua dengan pangsa sebesar 19%. Sementara itu, subsektor perikanan berada pada posisi ketiga dengan jumlah share sebesar 18%. Sejak tahun 2010, angka share ekonomi di sektor pertanian tersebut terpantau tidak terlalu mengalami banyak perubahan dengan dominasi subsektor perkebunan (Grafik 1.6). Penurunan di subsektor perkebunan khususnya dipengaruhi oleh kinerja komoditas kopi yang mengalami penurunan ekspor pada triwulan laporan. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah permintaan ekspor dari negara-negara tujuan utama, yakni Amerika Serikat serta negara-neagra di Benua Eropa. Namun demikian, kondisi penurunan di subsektor perkebunan tersebut dapat tertahan oleh perbaikan kinerja CPO sejalan dengan tren kenaikan harga CPO. Untuk subsektor perikanan, tinggi gelombang di Aceh yang masih berada di atas batas ambang yang aman, yakni di level moderate dan high dengan ketinggian di perairan Aceh telah mencapai 2-4 meter. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari menurunnya tangkapan ikan di PPS Lampulo (Banda Aceh) dan TPI Kuta Bawah Timur (Sabang) sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan harga ikan. Harga ikan cakalang (tongkol) dari Rp20.000 naik menjadi Rp40.000/Kg, begitu juga dengan ikan pisang, dari Rp25.000 menjadi Rp50.000/Kg. Sementara, harga ikan layang sebelumnya Rp20.000 meningkat menjadi Rp45.000/Kg, ikan gembung dari Rp15.000 naik menjadi Rp30.000/Kg. Faktor lain yang menyebabkan penurunan di sektor pertanian adalah terjadinya puso di beberapa kecamatan yang menjadi sentra komoditas pangan, khususnya padi di Aceh. Tercatat sebanyak 667 hektar area persawahan mengalami puso akibat dilanda banjir di Kabupaten Aceh Timur saja. Sementara itu, banjir pada triwulan laporan juga melanda kabupaten Aceh Barat dan Aceh Selatan sebagai salah satu sentra hasil komoditas pangan di Aceh. Data dari BMKG memperlihatkan bahwa curah hujan di Aceh meningkat dalam beberapa bulan ke depan dengan probabilitas sebagian besar terjadi hujan ringan, khususnya di wilayah pesisir timur, utara, dan barat.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
22
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Aceh pada triwulan II2016 juga menunjukkan adanya tendensi penurunan kinerja sektor pertanian pada triwulan-I 2016 (Grafik 1.8).
Dari sisi pembiayaan di sektor pertanian, pertumbuhan kredit yang disalurkan pada sektor pertanian
pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan. Tren penurunan ini sudah terjadi semenjak triwulan IV2013. Jumlah kredit ke sektor pertanian pada triwulan laporan tumbuh 15,98%(yoy), turun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 29,06% (Grafik 1.7). Perlambatan pertumbuhan kredit ke sektor ini diikuti oleh masih tingginya Non Performing Loan NPL) sektor pertanian yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,71%. Grafik 1. 8. Realisasi Ekonomi Sektor Pertanian 10,0 7,5
Grafik 1. 7. Perkembangan Kredit Sektor Pertanian Rp Miliyar
%
%
3.000
300
2.250
225
1.500
150
750
SKDU
%
PDRB
5,0
8,0
2,5
6,0
75
0
0,0
0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012
2013
2014
Kredit S_Pertanian
2015
III
I
III 2011
2016
I
III 2012
I
III
I
2013
III 2014
I
III
4,0
I
2015 2016
-2,5
2,0
-5,0
0,0
Growth (yoy)
Sumber : SKDU KPwBI Prov. Aceh
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum
SEKTOR PERDAGANGAN BESAR, ECERAN, REPARASI MOBIL & SEPEDA MOTOR Sektor perdagangan sebagai sektor kedua terbesar di Aceh pada triwulan laporan tercatat masih berada dalam level pertumbuhan yang positif meskipun mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2016 sektor perdagangan mengalami pertumbuhan sebesar 3,88%(yoy), sedikit menurun dibandingkan dengan kinerja pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,96%(yoy). Capaian pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya (Grafik 1.9). Penurunan di sisi perdagangan ini dipengaruhi oleh penurunan penjualan di sektor penjualan bahan makanan akibat adanya puso yang disebabkan oleh banjir pada beberapa sentra bahan pangan di Aceh. Dari sisi kontribusi terhadap perekonomian, sektor perdagangan memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 0,62% atau sama dengan triwulan sebelumnya (Grafik 1.10). Grafik 1. 9. Pertumbuhan Sektor Perdagangan
Perdagangan Besar & Eceran, & Reparasi Mobil & Sepeda Motor YoY
Rp Triliun
5,0
%
Grafik 1. 10. Pangsa dan Kontribusi Sektor Perdagangan
%
Pangsa PDRB
%
Kontribusi Pertumbuhan
1 5,0
16,50% 16,00%
1
4,0 4,5
3,0 2,0
4,0
1,0 3,5
0,0 I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Meskipun sedikit mengalami penurunan
15,50% 0 15,00% 0
14,50%
0
14,00% I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
II
2015
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
sebesar 0,08%, sektor perdagangan pada triwulan laporan masih
menunjukkan kinerja pada level yang cukup baik. Kinerja tersebut perdagangan ini tersebut ditopang dengan adanya kenaikan permintaan dari masyarakat, khususnya berbagai barang kebutuhan sehari-hari (Grosir KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
23
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
maupun eceran) akibat adanya momen Bulan Ramadhan di Aceh. Di samping itu, adanya pengaruh pencairan gaji ke-14 bagi para pegawai negeri sipil (PNS) meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat Aceh pada triwulan laporan. Badan pusat mencatat bahwa bulan Ramadhan yang jatuh 11 hari lebih awal dari tahun sebelumnya dan adanya gaji ke-14 mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 4,43 persen di semester II-2016. Momen stabilnya sektor perdagangan tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi Aceh yang menunjukkan terdapatnya pertumbuhan pada sektor perdagangan masih berada pada level yang hampir serupa dengan triwulan sebelumnya dengan tendensi mengalami peningkatan (Grafik 1.12). Berbeda dengan sektor pertanian, peningkatan pertumbuhan yang terjadi pada sektor perdagangan telah didukung oleh kenaikan kredit yang disalurkan pada sektor ini. Tercatat pertumbuhan kredit yang disalurkan hingga triwulan II-2016 pada sektor perdagangan sebesar 8,00%, naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,55% (Grafik 1.11).
Grafik 1. 11. Perkembangan Kredit PHR
Grafik 1. 12. Realisasi Ekonomi Sektor PHR
Rp Miliyar
%
8.000
40
6.000
30
4.000
20
2.000
10
0
0
4,0
%
%
2,0 0,0
9,00 I
III 2010
I
III 2011
I
III 2012
I
III 2013
I
III 2014
I
III I 2015 2016 6,00
-2,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012
2013
2014
2015
Kredit S_Perdagangan
3,00
-4,0
2016
SKDU
Growth (yoy)
12,00
PDRB
-6,0
0,00
Sumber : SKDU KPwBI Prov. Aceh
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum SEKTOR KONSTRUKSI
Sektor konstruksi menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan laporan. Selain mencapai pertumbuhan paling tinggi, sektor konstruksi juga menjadi sektor dengan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh. Pada triwulan laporan, sektor ketiga terbesar di Aceh tersebut mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,04%(yoy), naik dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya yang pertumbuhannya sebesar 15,33%(yoy). Capaian pertumbuhan ini juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi secara tahunan sebesar 0,10% (Grafik 1.13). Peningkatan
pertumbuhan
tersebut
didukung
oleh
terealisasinya
berbagai
proyek
multiyears,
yaitu
pembangunan fly over Simpang Surabaya serta renovasi dan pengembangan Masjid Raya Baiturrahman. Kedua sektor tersebut memberikan kontribusi cukup dominan terhadap pertumbuhan di sektor ini. Sementara itu, pada triwulan laporan, sektor konstruksi menjadi sumber pertumbuhan utama pada ekonomi Aceh pada triwulan laporan dengan kontribusi sebesar 1,53%, naik dibandingkan dengan kontribusi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 1,51% (Grafik 1.14).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
24
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Grafik 1. 13. Pertumbuhan Sektor Konstruksi Rp Triliun
Konstruksi
YoY
%
Grafik 1. 14. Pangsa dan Kontribusi Sektor Konstruksi %
Pangsa PDRB
Kontribusi Pertumbuhan
%
4,0
20,0
3
16,50%
3,0
15,0
2
16,00%
10,0
2,0
2
15,50%
1 5,0
1,0 0,0 I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
15,00%
1
0,0
0
-5,0
-1
14,50% I
II
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
I
II
14,00%
2016
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 15. Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
Meskipun pertumbuhan sektor konstruksi cukup Rp Miliyar
%
1.000
750
500
250
0 I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
Kredit S_ Konstruksi
I
II III IV
I
2015
2016
besar dan terus mengalami peningkatan, yakni
70
sebesar 17,04%, namun kondisi penyaluran
60
kredit perbankan kepada lapangan usaha ini
50
masih
40
penurunan
30
triwulan II-2015. Adanya penurunan kredit ini
20
juga dapat mengindikasikan adanya fenomena
10
carryover
di
0
terealisasi
merupakan
-10
proyek yang sudah dicanangkan pada triwulan-
II
Growth (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum
terus
mengalami
tersebut
mana
mulai
proyek
penurunan. terjadi
semenjak
konstruksi
realisasi
Tren
dari
yang
proyek-
triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2016, jumlah kredit konstruksi mengalami penurunan pertumbuhan dari 14,90% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi
-4,31%
(yoy)
pada
triwulan laporan.
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN Tren kontraksi di sektor pertambangan dan penggalian masih berlanjut hingga triwulan laporan dengan posisi lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kontraksi sektor pertambangan yang terjadi pada triwulan laporan tercatat sebesar 20,83% (yoy), atau mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi secara tahunan sebesar 9,08% (Grafik 1.16). Adapun andil dari sektor ini terhadap ekonomi Aceh sebesar -1,79%, lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang memberikan andil sebesar -0,72% (Grafik 1.17). Berhentinya ekspor batubara dari salah satu tambang di Aceh Barat pada awal tahun 2016 akibat rendahnya harga batubara dunia memukul sektor pertambangan yang sebelumnya sudah tidak lagi mengekspor komoditas gas oleh PT. Arun. Larangan ekspor mineral mentah tanpa disertai dengan pembangunan smelter mengakibatkan pengusaha tidak bisa mengekspor hasil produksinya. Di samping itu, adanya morotarium tambang yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Aceh mengakibatkan banyak tambang yang tidak diperpanjang ijin usahanya bahkan terpaksa ditutup.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
25
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Sebanyak 68% share di sektor pertambangan bersumber dari subsektor pertambangan minyak dan gas sehingga dengan berakhirnya produksi LNG Aceh sangat berdampak signifikan terhadap kontraksi di sektor pertambangan dan penggalian. Kondisi tersebut diperkirakan masih akan menjadi salah satu tantangan bagi pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh pada triwulan-triwulan selanjutnya. Di samping itu, pada tahun 2016 ini terdapat penghentian ekspor batu bara dari Aceh. Penghentian kegiatan ekspor komoditas tersebut seiring dengan jatuhnya harga komoditas batu bara di pasar internasional hingga mencapai 41,08 USD/metric ton. Di samping itu, masih adanya efek penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) juga masih terasa pada kinerja sektor ini. Perusahaan tambang harus membangun industri pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri dan melarang ekspor bahan baku mineral mentah. Grafik 1. 16. Pertumbuhan Sekto Pertambangan-
Grafik 1. 17. Pangsa dan Kontribusi Sektor
Penggalian
Pertambangan–Penggalian
Pertambangan & Penggalian
Rp Triliun 4,0
YoY
% 0,0
3,42 3,34 -5,92
-5,04
3,0
3,14 2,93
-11,23
-14,87
2,49 2,39 2,33
-9,08
2,08
2,27
2,0
-10,0 1,89
-20,0
-20,83 -27,10 -28,37 -25,70 -28,85
1,0
-30,0
0,0
-40,0 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II
%
Pangsa PDRB
%
Kontribusi Pertumbuhan
16,00%
0 -1 -1
12,00%
-0,72 -0,59
-0,72
-2
8,00%
-1,22 -1,54
-2
-1,79 -2,08 -2,09
-3 -2,46 -2,44
-3 I
II
2016
III
IV
I
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
0,00%
II
2014
4,00%
III
IV
I
2015
II
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN Pada triwulan laporan sektor industri pengolahan tercatat mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor Industri pengolahan tercatat mengalami kontraksi sebesar 7,99%(yoy) atau mengalami penurunan kinerja jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi secara tahunan sebesar 2,67% (Grafik 1.18). Terkontraksinya sektor ini berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh yang memberikan kontribusi negatif sebesar 0,14% (Grafik 1.19). Proyek LNG Storage & Regasification Terminal yang dikelola salah satu perusahaan di subsektor pengilangan migas masih memberikan perbaikan kinerja sektor Industri Pengolahan. Aktivitas pengolahan (Regasifikasi) tersebut memberikan kontribusi terhadap perbaikan kontraksi di sektor ini. Grafik 1. 18. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan
Grafik 1. 19. Pangsa dan Kontribusi Sektor Industri Pengolahan
Industri Pengolahan
Rp Triliun
2,5
% 0,0
2,18 2,18 -2,32
2,0
YoY
-2,67
2,03
-6,66 1,77 1,70 -7,99 1,58 1,64 1,51 1,53 1,51
-6,38
1,5 -15,84
1,0
-16,64
-5,0 -10,0 -15,0
-14,82
-20,0
0,5
-25,0
-24,68 -27,66
0,0 I
II
III
2014
IV
I
-30,0 II
III
2015
IV
I
II
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Pangsa PDRB
%
Kontribusi Pertumbuhan
%
0
10,00%
-0,14
-0,18
-1
-0,47
-0,50
7,50%
-0,47
-1
5,00%
-0,78 -0,98
-0,99 -2
2,50%
-1,59
-2
I
II
III
2014
IV
I
-1,46 0,00%
II
III
2015
IV
I
II 2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
26
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Grafik 1. 20. Pangsa Subsektor Industri Pengolahan
Adanya kontraksi di sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan disebabkan karena adanya pola keterkaitan
25% 15%
53%
28%
29%
27%
16%
17%
19%
48%
46%
45%
31%
21%
38%
28%
28%
18%
18%
Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional/Mfg. of Chemicals & Pharmaceuticals & Botanical Products Industri Makanan dan Minuman/Mfg. of Food Products & Beverages
46%
46%
yang
erat
di
antara
kedua
sektor
tersebut. Beberapa subsektor industri pengolahan yang terkait langsung dengan sektor pertambangan adalah
subsektor
pengolahan
batubara
dan
pengilangan migas, galian logam, galian non logam, dan logam dasar. Sebanyak 46% pangsa di sektor
Industri Batubara dan Pengilangan Migas/Mfg. of Coal & Refned Petroleum Products
Industri pengolahan berasal dari subsektor industri batu bara dan pengilangan migas.
BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sementara itu, industri kimia-farmasi dan industri makanan-minuman memiliki pangsa pasang masing-masing sebesar 28% dan 18% (Grafik 1.20). Berakhirnya produksi gas di Aceh berdampak pada kinerja industri pengolahan terutama subsektor pengilangan migas. Industri pengilangan migas membutuhkan pasokan gas alam yang merupakan bahan baku untuk diolah. Ketiadaan bahan baku tersebut membuat industri pengilangan migas mengalami penurunan yang signifikan.
Namun demikian, meskipun terdapat penurunan kinerja pada
triwulan laporan, pertumbuhan kredit untuk sektor industri pengolahan tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari -29,90%(yoy) pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya menjadi 15,92%(yoy) pada triwulan laporan. Angka tersebut juga tercatat sedikit lebih baik dibandingkan dengan periode pertumbuhan kredit pada triwulan sebelumnya yang besarnya 15,37%(yoy). Sejalan dengan kinerja sektor ekonomi yang mengalami perbaikan, penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan tercatat mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan ke sektor industri pengolahan mengalami peningkatan dari 7,10%(yoy) pada triwulan lalu menjadi 15,37% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.21). Adanya harapan di sektor industri pengolahan yang searah dengan kondisi kredit di sektor ini juga ikut dikonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi Aceh yang juga menunjukkan adanya peningkatan kegiatan usaha selama triwulan II-2016 meskipun dalam skala yang terbatas (Grafik 1.22).
Grafik 1. 21. Perkembangan Kredit Sektor industri
Grafik 1. 22. Realisasi Ekonomi Sektor Industri
Pengolahan
Pengolahan 4,0
Rp Miliyar
%
Kredit S_Ind.Pengolahan
2.500
Growth (yoy)
2.000 1.500 1.000 500 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012
2013
2014
2015
2016
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
150
2,0
100
0,0
50
-2,0
0
-4,0
-50
-6,0
%
%
20,0 10,0
III
I
III 2011
I
III 2012
I
III 2013
I
III 2014
I
III
I
0,0
2015 2016 -10,0 -20,0
SKDU
PDRB
-8,0
-30,0
Sumber : SKDU KPwBI Prov. Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
27
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DARI SISI PERMINTAAN Tabel 1. 2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Provinsi Aceh 2015
2014
Komponen
2016
Growth qtq (%)
Growth yoy(%)
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
II-16
II-15
I-16
II-16
II-15
I-16
3,32
3,48
3,25
2,85
2,93
2,82
3,47
3,20
3,78
5,08
1,92
0,66
0,28
5,08
2,82
3,78
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
28,31
29,23
9,73
2,55
-8,23
-10,01
1,20
0,54
4,97
9,32
4,83
0,66
2,42
9,32
-10,01
4,97
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
10,18
0,95
2,12
-1,36
-5,10
2,24
3,74
15,82
-6,99
9,53
42,29
20,83
-55,86
9,53
2,24
-6,99
Pembentukan Modal Tetap Bruto
12,29
7,74
5,08
0,91
-0,62
0,58
3,39
14,52
8,03
12,03
3,09
-0,59
-7,49
12,03
0,58
8,03
-230,01
177,29
8,75
-149,23
-41,35
-86,72
16,52
-2.092,64
-145,33
-86,72
-116,05
Ekspor Luar Negeri
-56,32
-20,46
-26,35
0,18
-45,18
-81,37
-45,70
-73,12
-17,74
-41,47
-54,06
-35,43
7,25
-41,47
-81,37
-17,74
Impor Luar Negeri
0,00
0,00
0,00
0,00
213,97
99,83
82,72
19,61
-59,89
-37,96
17,46
-24,07
-21,21
-37,96
99,83
-59,89
Net Ekspor Antar Daerah
14,63
11,45
-0,15
9,39
-7,10
-14,60
17,83
27,00
30,32
61,64
70,46
37,43
-69,09
61,64
-14,60
30,32
Pertumbuhan (yoy)
1,68
2,22
2,12
0,20
-1,93
-2,09
-0,29
1,42
3,64
3,54
1,28
1,38
-1,00
3,54
-2,09
3,64
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Perubahan Inventori
-100,83 -116,05 -145,33 -179,93 -128,31
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Grafik 1. 23. Laju dan Kontribusi Pertumbuhan PDRB dari
Grafik 1. 24. Struktur PDRB Sisi Permintaan
Sisi Permintaan (yoy, %) 75,0 0,0
5,08 2,90
Pertumbuhan (yoy)
9,32
9,53 1,78
3,95
-41,47
12,03
0,16
-75,0
Kontribusi Pertumbuhan61,64
-0,08
-150,0
-0,43 -37,96 -0,90
-145,33
-5,64
-225,0
-0,02%
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
0,50%
Net Ekspor Antar Daerah
Impor Luar Negeri
Ekspor Luar Negeri
Perubahan Inventori
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Persen (%)
6,0 4,0 2,0 0,0 -2,0 -4,0 -6,0 -8,0
Sumber : BPS Provinsi Aceh
1,21%
Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
30,31% 49,53%
Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori
16,88%
Ekspor Luar Negeri 1,59%
Impor Luar Negeri
Sumber : BPS Provinsi Aceh
Dari sisi permintaan, masih positifnya angka pertumbuhan ekonomi di Aceh pada triwulan laporan didorong oleh adanya pertumbuhan dan kontribusi positif dari komponen-komponen utama, yakni pembentukan modal tetap bruto, konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga, dan konsumsi lembaga nonprofit untuk rumah tangga (LNRT). Keempat komponen tersebut merupakan komponenkomponen terbesar dalam perekonomian Aceh di sisi permintaan. Secara tahunan, komponen pembentukan modal tetap bruto mengalami pertumbuhan sebesar 12,03%(yoy), konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 9,53%(yoy), konsumsi LNRT mengalami pertumbuhan sebesar 9,32%, sedangkan komponen konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,08%. Dari sisi kontribusi terhadap perekonomian Aceh, komponen pembentukan modal tetap bruto memberikan kontribusi paling besar terhadap ekonomi Aceh dengan kontribusi sebesar 3,95%. Kontribusi terbesar kedua berasal dari komponen konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 2,90%. Sementara itu, komponen konsumsi pemerintah dan LNRT menjadi kontributor terbesar ketiga dan keempat dengan nilai kontribusi masing-masing sebesar 1,78% dan 0,16%. (Tabel 1.2 dan Grafik 1.23). Kondisi struktur ekonomi Aceh dari sisi permintaan setelah adanya pergantian tahun dasar dari tahun 2000 menjadi tahun 2010 sedikit mengalami perubahan. Pada triwulan laporan, komponen konsumsi rumah tangga masih memiliki share paling besar dengan proporsi sebesar 49,53%. Di sisi lain, posisi share ekonomi paling besar kedua pada triwulan laporan diduduki oleh komponen pembentukan modal tetap bruto (30,31%), dan pengeluaran konsumsi pemerintah berada pada posisi ketiga dengan jumlah share terhadap struktur ekonomi sebesar 16,88% (Grafik 1.24).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
28
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
KONSUMSI Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan dari 3,78%(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,08%(yoy) pada triwulan laporan. Angka tersebut juga tercatat mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,82%(yoy) (Grafik 1.25). Peningkatan pada komponen konsumsi rumah tangga ini didorong oleh adanya momen hari-hari besar keagamaan, khususnya hari Meugang dan Bulan Ramadhan yang seringkali dirayakan oleh masyarakat Aceh dengan membeli berbagai kebutuhan rumah sehari-hari dan keperluan rumah tangga. Di samping itu, adanya pencairan gaji ke-14 bagi para PNS di Aceh juga ikut meningkatkan tingkat konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan komponen rumah tangga tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh. Hal tersebut terkait dengan proporsi komponen ini di dalam struktur ekonomi Aceh yang berada pada posisi paling besar (30,31%). Pada triwulan ini sendiri konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 2,90% pada triwulan laporan, mengalami peningkatan sebesar 0,63% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,27%(yoy) (Grafik 1.26). Grafik 1. 25. Perkembangan Konsumsi RT
Grafik 1. 26. Kontribusi Konsumsi RT
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Y on Y
Rp Triliun
%
17,0 5,08
16,5 16,0
3,32
3,48
3,25
15,5 15,0
3,47 2,85
2,93
2,82
6,0
4
5,0
3
4,0
3,78 3,20
3,0
14,5 I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
3 2
Kontribusi Pertumbuhan 2,90
1,82 1,90 1,77
1,60 1,69 1,61
1,96 1,82
2,27
0,59 0,58 0,57 0,56
2
0,55
1
0,54
1,0
1
0,53
0,0
0
2,0 15,3 15,5 15,7 15,8 15,8 15,9 16,3 16,3 16,4 16,7
Pangsa PDRB
%
0,52
II
I
II
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II 2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Data dari BPS menunjukkan bahwa hingga tahun 2015 komponen terbesar dalam konsumsi rumah tangga rata-rata secara tahunan adalah konsumsi nonmakanan yaitu sebesar 53% sementara konsumsi makanan
Grafik 1. 27. Pangsa Sub komponen Konsumsi Rumah
Grafik 1. 28. Pangsa Sub komponen Konsumsi Rumah
Tangga
Tangga Non Makanan
Komunikasi
52%
48%
2010
53%
47%
2011
53%
47%
2012
53%
47%
2013
54%
46%
2014
53%
47%
2015
53%
6%
6%
6%
6%
6%
6%
6%
12%
Non Makanan
11%
12%
12%
11%
12%
12%
Makanan
3% 5%
3% 5%
3% 5%
3% 5%
3% 5%
3% 5%
3% 5%
8%
8%
8%
8%
8%
8%
8%
5%
5%
5%
5%
5%
5%
5%
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Average
47%
Average
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Transportasi/Angkutan Kesehatan Perabot, Peralatan rumahtangga dan Pemeliharaan Rutin Rumah Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Lainnya Pakaian
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
sebesar 47% (Grafik 1.24). Komponen nonmakanan terdiri dari 10 sub komponen yang didominasi oleh konsumsi transportasi yang sebesar 12% dan konsumsi perumahan, air, listrik yang sebesar 8% (Grafik 1.27 dan 1.28).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
29
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Adanya peningkatan pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan konsumsi pada subkomponen transportasi dan perabotan serta peralatan rumah tangga. Kenaikan pertumbuhan sub komponen transportasi terkonfirmasi dari data penjualan kendaraan bermotor untuk keperluan konsumsi pada triwulan II-2016. Penjualan kendaraan bermotor untuk konsumsi mengalami perbaikan dari -4,30% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 31,14% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.29). Kondisi perbaikan penjualan yang terjadi pada kendaraan konsumsi juga terjadi pada penjualan listrik yang digunakan oleh rumah tangga. Hal tersebut terkonfirmasi dari tumbuhnya penggunaan listrik rumah tangga sebesar 13,23%(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang sebesar 6,86% (yoy) (Grafik 1.30). Grafik 1. 29. Penjualan Kendaraan Bermotor (Konsumsi)
Unit
Grafik 1. 30. Penggunaan Listrik Rumah Tangga
Kendaraan Bermotor Konsumsi
Kons.listrik Rmh Tangga
Growth (yoy)
KWh (Ribuan)
40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0
420.000
80% 40%
280.000
20%
210.000
0%
140.000
-20%
2013
2014
15 10 5
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
25 20
70.000
-40% 2012
yoy,%
350.000
60%
2011
g_kons.listrik RT
0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016
2012
Sumber : Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan
2013
2014
2015
2016
Sumber : PLN Aceh, diolah BI Aceh
Aceh, diolah BI Aceh Peningkatan kinerja juga ditunjukkan komponen konsumsi pemerintah di mana pada komponen ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami peningkatan dari -6,99% (yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 9,53% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.31). Dengan share sebesar 16,88% dalam struktur ekonomi Aceh, konsumsi pemerintah memberikan kontribusi positif sebesar 1,78% atau mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang memberikan kontribusi positif sebesar 0,29% (Grafik 1.32). Grafik 1. 31. Perkembangan Konsumsi Pemerintah
Grafik 1. 32. Kontribusi Konsumsi Pemerintah
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Rp Triliun
Y on Y
10,0
20,0 15,82 10,18
9,53
0,95
2,24
2,12
6
0,30
2
5,1
5,7
7,8
-5,10
4,3
5,2
5,9
9,1
4,0 -6,99
5,7
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
0,0
0,42 0,77
0,17 0,42 I
-2
0,20 0,10
0
-5,0 -10,0
2015
1,78
1,65
0,0
4,5
2014
0,40
4,99
4
10,0 5,0
3,74
-1,36
2,5
Kontribusi Pertumbuhan
15,0
7,5 5,0
Pangsa PDRB
%
%
II
III
2014
IV
-0,37
I
-0,80
II
III
2015
IV
I
-0,29
II 0,00
2016
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh fchg fhg hg
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
30
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh INVESTASI Pada triwulan laporan, pertumbuhan investasi Aceh mengalami peningkatan dari 8,17%(yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 12,03% pada triwulan laporan (Grafik 1.31). Dengan pertumbuhan yang demikian, komponen investasi ini memiliki kontribusi sebesar 3,95% terhadap ekonomi Aceh di triwulan laporan. Kontribusi tersebut merupakan kontribusi paling besar diantara komponen-komponen ekonomi Aceh dari sisi permintaan.
Peningkatan investasi di Aceh didorong oleh Anggaran Grafik 1. 33 Perkembangan Investasi
%
Y on Y
11,0
12,03
3,39 0,91
9,2
9,1
9,3
9,4
-0,62
9,2
9,1
12,48%. Realisasi belanja modal pada periode laporan
0,0
0,58
telah
9,6 10,7 9,9 10,2
8,0
-5,0 I
II
III
IV
I
II
2014
III
2015
IV
I
belanja yang
yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar
5,0
5,08
9,0
Realisasi
15,08% pada triwulan laporan setelah pada triwulan
10,0
8,17
7,74
sebelumnya.
dikelola oleh pemerintah provinsi meningkat menjadi
15,0
14,52 12,29
9,5
dengan tahun
20,0
10,5
8,5
yang mengalami peningkatan realisasi dibandingkan
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Rp Triliun
10,0
dan Belanja Aceh (APBA) untuk sektor infrastruktur
mencapai
Rp456,97
miliar,
meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu
II
2016
yang baru.
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Realisasi APBA untuk investasi infrastruktur tersebut mampu menaikkan pertumbuhan menjadi 11,39%(yoy) sedangkan investasi noninfrastruktur berhasil tumbuh
Grafik 1. 34 Realisasi Pengadaan Semen di Aceh Konsumsi Semen
Ribuan Ton 400
sebesar 7,37%(yoy). Beberapa investasi utama di Aceh %
Growth (yoy)
300
jembatan (Termasuk Jembatan Lamnyong dan Fly Over
75
Simpang Surabaya), masjid (Khususnya renovasi Masjid
50
Baiturrahman,
25
tradisional.
200 100
0
0
-25 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012
2013
2014
2015
2016
Sumber : Kemenperin dan Kemendag, diolah BI Aceh
pada triwulan laporan antara lain pembangunan jalan,
100
serta
pembangunan
beberapa
pasar
Peningkatan investasi infrastruktrur terkonfirmasi oleh adanya kenaikan pertumbuhan penjualan semen di Provinsi Aceh yang tumbuh sebesar 26,42%(yoy), naik dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II di tahun
sebelumnya
yang
terkontraksi
sebesar
6,17%(yoy).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
31
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Grafik 1. 34. Perkembangan Kredit Investasi
Grafik 1. 33. Perkembangan Penjualan Kendaraan Bermotor (Investasi)
Rp Miliyar
Unit
Kendaraan Bermotor Investasi
500
80%
300
40%
200
0%
60 2.000
-80%
1.000
2014
20
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
-40%
0 2013
80
3.000
40
100
2012
Growth (yoy) 100
120%
Growth (yoy)
400
2011
% Kredit Investasi
4.000
0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016
2012
Sumber : Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan
2013
2014
2015
2016
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
Aceh, diolah BI Aceh Adanya kenaikan pertumbuhan investasi juga terlihat dari adanya kenaikan pertumbuhan penjualan unit kendaraan bermotor untuk kepentingan investasi dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Kendaraan bermotor untuk investasi terdiri dari bus, truk, dan becak motor. Pada triwulan laporan, penjualan kendaraan bermotor untuk investasi ini mengalami pertumbuhan 5,06% (yoy), naik signifikan dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang mengalami kontraksi sebesar 11,07%
(Grafik 1.35).
Dari sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan dengan tujuan investasi mengalami penurunan pertumbuhan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan ini, jumlah kredit yang disalurkan untuk tujuan investasi tumbuh sebesar 18,01% (yoy), turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 21,12% (yoy) (Grafik 1.33). EKSPOR IMPOR
Grafik 1. 36. Perkembangan Ekspor (Dengan Migas)
Grafik 1. 37. Perkembangan Impor (Dengan
Provinsi Aceh
2,0
Migas) Provinsi Aceh
Ekspor Luar Negeri
Rp Triliun
Y on Y
%
16,52
8,75
1,0
-100,83-116,05 -145,33
-149,23
0,5
0,6
-100,0
0,4
-200,0
-230,01
0,2
0,8 1,5 1,1 1,3 0,4 0,3 0,6 0,3 0,4 0,2
0,0
-300,0 I
II
III
IV
2014
I
II
III
2015
IV
I
-20,46
-17,74
-20,0
-26,35 -45,18
-41,47
-45,70
-56,32
-40,0 -60,0
-73,12
0,3
0,3
0,3
0,4
0,9
-81,37
0,7
0,5
0,4
0,3
0,4
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
0,0
II
% 20,0 0,0
0,18
0,8
0,0
-41,35 -86,72
Y on Y
1,0
100,0
1,5
Impor Luar Negeri
Rp Triliun
200,0
177,29
-80,0 -100,0
2016
2014
2015
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Kinerja ekspor Aceh pada triwulan laporan semakin mengalami kontraksi lebih dalam seiring dengan masih adanya pengaruh penurunan ekspor minyak dan gas. Ekspor triwulan II-2016 mengalami
kontraksi
sebesar
145,09%(yoy),
lebih
dalam
dibandingkan
dengan
triwulan
sebelimnya yang terkontraksi sebesar 17,74%(yoy). Dengan adanya kontraksi tersebut, komponen ekspor memberikan kontribusi negatif terhadap ekonomi Aceh sebesar
-0,43% (Grafik 1.36). Di sisi lain,
pertumbuhan impor Aceh pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan sebesar 41,47% (yoy) (Grafik 1.37). Penurunan impor tersebut juga menjadi salah satu faktor penahan turunnya pertumbuhan ekonomi Aceh. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
32
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Sementara itu, impor antardaerah Aceh masih
Grafik 1. 38. Ekspor Impor Luar Aceh
tetap mengalami kondisi net ekspor yang negatif. 1.000
Angka defisit dari net ekspor antardaerah Aceh
408
167
pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp4,11
0
1 Miliar Rupiah
-1.000 -2.000
triliun atau lebih besar dibandingkan dengan defisit
-241
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp2,41 triliun
Ekspor
(Grafik
Impor
-3.000
Net Ekspor
-4.000
Net Ekspor Antardaerah
1.38).
Kondisi
neraca
perdagangan
antardaerah yang mengalami defisit ini menjadi salah satu faktor pendorong belum optimalnya pertumbuhan ekonomi di Aceh. Pada triwulan II(4.113)
2016, nilai defisit net ekspor antar daerah tersebut
-5.000
memberikan kontribusi menurunnya ekonomi Aceh sebesar -5,64%.
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Hasil survei perdagangan antar wilayah yang dilakukan oleh Bank Indonesia Aceh pada tahun 2015 juga ikut mendukung
fenomena
defisitnya
neraca
perdagangan
antardaerah
Aceh
ini.
Hasil
survei
tersebut
menyimpulkan bahwa aliran perdagangan daerah menunjukkan pola pembelian dan penjualan komoditas utama seperti Beras yang kurang efektif. Ketidak-efektifan tersebut terjadi karena barang/komoditas yang dijual dari Aceh dijual dalam bentuk nilai tambah yang lebih rendah ke Provinsi lain (Khususnya Sumatera utara) untuk kemudian produk tersebut dibeli kembali oleh Aceh dengan nilai tambah lebih tinggi. Berdasarkan data ekspor dari BPS Aceh pada triwulan II-2016, adanya penurunan ekspor luar negeri di Aceh terjadi karena terhentinya ekspor pada sektor migas serta menurunnya ekspor nonmigas Aceh. Sama dengan triwulan sebelumnya, Aceh tidak lagi mengekspor hasil migasnya setelah triwulan III-2015 pernah melakukan ekspor condensate dan LNG senilai USD27,30 juta. Sementara itu, di sisi ekspor nonmigas, terjadi penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 1.3). Ekspor nonmigas Aceh terbesar disumbang oleh komoditas Kopi, Coconuts, in the inner shell (endocarp), ikan tuna segar dan udang dengan tujuan ekspor utama ke Amerika Serikat dan Eropa (Untuk kopi) dan ke Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia untuk komoditas lainnya.
Tabel 1. 3. Ekspor Luar Negeri Aceh (dalam USD)
Uraian
II-2015
III-2015
IV2015
I-2016
II-2016
Migas
-
27.302.066
-
-
-
> Condensate
-
12.652.197
-
-
-
> Liquid natural gas
-
14.649.869
-
-
-
Non Migas
12.964.408
8.923.016
18.628.396
9.987.780
2.703.799
Total Ekspor
12.964.408
36.225.082
18.628.396
9.987.780
2.703.799
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
33
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Sementara itu, impor luar negeri Aceh pada triwulan laporan tercatat sebesar USD 11,10 juta, naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD 4,35 Juta (Tabel 1.4). Adanya peningkatan impor tersebut disebabkan oleh meningkatnya permintaan domestik Aceh akan mesin-mesin dan pesawat mekanik. Peningkatan paling signifikan terjadi pada komoditas nonmigas yang naik sebesar USD 8,00 juta. Sementara itu, impor migas mengalami penurunan sebesar $1,45 juta dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tabel 1. 4. Impor Luar Negeri Aceh (dalam USD)
Uraian
II-2015
III-2015
IV-2015
I-2016
II-2016
Migas
1.628.909
1.265.563
3.236.674
1.786.234
540.486
> Petroleum Bitumen
1.628.909
1.265.563
3.236.674
1.786.234
540.486
-
-
-
-
-
31.107.910
16.174.936
11.550.781
2.567.744
10.565.581
32.736.819
17.440.499
14.787.455
4.353.978
11.106.067
> Lubricating oils for aircraft engines Non Migas Total Impor
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
34
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Pertumbuhan ekonomi Aceh yang pada tahun 2014 dan 2015 masih rendah dan bahkan sempat terkontraksi memberikan pelajaran akan perlunya pengembangan sektor ekonomi lain yang potensial. Setelah puluhan tahun struktur ekonomi Aceh didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian, memasuki tahun 2006 sektor pertanian menjadi sektor utama di Provinsi Aceh dengan proporsi hampir 30,00% dari total share PDRB Aceh. Berbagai fluktuasi di sektor ini secara otomatis akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Aceh. Salah satu komponen sektor pertanian yang memiliki potensi yang cukup besar adalah subsektor perikanan dan kelautan. Kondisi potensi maritim tersebut didukung oleh kondisi geografis, historis, serta sosial budaya di Aceh. Provinsi Aceh memiliki letak geografis yang sangat strategis dikarenakan menjadi salah satu pintu masuk utama Indonesia serta belahan dunia timur, khususnya bagi para pelaku ekonomi dari barat yang berasal dari India, Timur Tengah, Afrika, hingga wilayah Eropa . Secara geografis sendiri, Aceh berada di jalur lalu lintas perdagangan dunia dikarenakan berbatasan langsung dengan selat Malaka yang menghubungkan aktivitas ekonomi di wilayah bagian Barat dan Timur sentra ekonomi dunia. Dengan garis pantai sepanjang 1.660 km, luas wilayah perairan laut seluas 295.370 km², Provinsi Aceh memiliki potensi kemaritiman yang cukup besar baik dari sisi sumber daya alamnya maupun sektor perdagangan baharinya. Dalam sejarahnya, Provinsi Aceh sejak masa kesultanannya sudah terkenal dengan kegiatan bahari dan saudagar-saudagarnya yang telah melakukan berbagai kegiatan transaksi ekonomi ke berbagai belahan dunia. Kegiatan tersebut hingga saat ini masih terasa terutama di daerah-daerah bahari seperti di kawasan Aceh bagian utara (Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya), Kawasan Aceh bagian barat (Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Tapaktuan), serta Kawasan Aceh bagian Timur (Lhokseumawe, Langsa, Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Aceh Utara). Dalam perkembangannya hingga saat ini, beberapa potensi kemaritiman di Aceh semakin patut untuk medapatkan perhatian oleh para pemangku kebijakan, antara lain: 1. 2.
3.
4.
5.
6. 7.
Perairan Aceh merupakan jalur migrasi yellowfin Tuna dan tongkol di dunia. Potensi yang bisa dihasilkan dari penjualan komoditas ikan tersebut dapat mencapai 1,8 juta ton/tahun. Dalam program unggulan Tol Laut yang dicananngkan oleh pemerintah pusat, pelabuhan Malahayati di Aceh terpilih menjadi salah satu dari sekian banyak pelabuhan yang dimasukkan dalam lintasan program tersebut. Lintasan program Tol Laut tersebut terbentang dari ujung barat hingga ujung timur kelautan Indonesia. Diperkirakan dengan dimasukkannya pelabuhan Malahayati dalam program Tol Laut dapat menggairahkan aktivitas ekonomi dan transaksi di pelabuhan tersebut serta dapat memberikan efek multiplier bagi sektor ekonomi lainnya di Aceh. Hal tersebut terkait dengan masih bergantungnya Aceh pada kegiatan pengiriman berbagai barang dana komoditas dari/ke pelabuhan di luar Aceh. Aceh merupakan salah satu dari provinsi di Sumatera yang memiliki pelabuhan perikanan dengan level pelabuhan Samudera atau dengan kapasitas 300 – 400 ton. Pelabuhan tersebut berlokasi di Lampulo (PPS Lampulo). Di pelabuhan Lampulo tersebut pada tahun 2015, Aceh juga dinobatkan langsung oleh Wakil Presiden RI sebagai salah satu poros maritim wilayah Barat Indonesia. Kawasan pulau Weh yang di dalamnya termasuk kota Sabang ditetapkan oleh Kemenko Maritim sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata. Dengan ditetapkannya Sabang sebagai kawasan strategis tersebut, maka perhatian pemerintah pusat terhadap Sabang akan semakin besar dan dapat dimanfaatkan untuk membangun berbagai sarana dan prasarana pendukung sektor pariwisata bahari di Aceh. Dari sisi jumlah armada kapal, Aceh memiliki cukup banyak armada dengan jumlah kapal tangkap sebanyak 15.000 unit, 3.000 unit diantaranya berkapasitas 60 GT. Keistimewaan lain dalam kemaritiman di Aceh adalah adanya qanun penerbitan ijin untuk kapal dengan kapasitas <60 GT. Pada tahun 2015 sendiri, produksi Produksi Perikanan Aceh tercatat sebanyak sebanyak 155,692,29 ton atau naik 5,50% dibandingkan tahun sebelumnya (Setara dengan 12.974 ton per bulan atau 432 ton per hari). Salah satu hal yang menjadi ciri khas dan tidak ada di tempat lainnya adalah adanya memiliki tradisi bahari dan kearifan lokal yang kuat. Salah satunya kelembagaan Panglima Laot yang membantu pengaturan tangkapan & konservasi bahari.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
35
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Grafik 1. Rekapitulasi Kegiatan Bongkar Muat di Provinsi Aceh Berdasarkan Lokasi
Grafik 2. Rekapitulasi Kegiatan Bongkar Muat di Provinsi Aceh
8.000
2.500 2.000 1.500
Ribu Ton
Ribu Ton
3.000
6.000 4.000
1.000 500 0
2.000 -
2011 2012 Bongkar
2013
2014 Muat
2015
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh
Namun demikian, potensi ekonomi yang berasal dari sektor kemaritiman yang tersedia tersebut tidak akan dapat dioptimalkan apabila tidak didukung oleh sarana dan prasaran infrastruktur yang memadai. Terlepas dari banyaknya potensi yang dimiliki oleh Aceh dari sektor kemaritiman, tidak dapat dipungkiri terdapat beberapa hal yang perlu untuk menjadi perhatian bagi seluruh pihak yang terkait dengan pengembangan kemaritiman di Aceh, antara lain: 1.
Sebagian besar pelaku usaha kemaritiman, khususnya pengusaha pelayaran barang (freight) masih menilai pelayaran ke Aceh tidak cost effective karena seringkali kapal yang dikirimkan untuk mengangkut barang ke Aceh kembali tanpa muatan barang (Kosong). 2. Masih minimnya fasilitas pelabuhan, khususnya terkait dengan keberadaan gudang dan crane yang ada di pelabuhan Aceh, khususnya pada pelabuhan Malahayati, Krueng Geukeuh Lhokseumawe. 3. Kondsi nelayan di Aceh masih bergantung pada pola pencarian ikan yang tradisional. Para nelayan masih berada dalam tahapan penyesuaian seiring dengan dengan adanya Peraturan Kelautan dan Perikanan Nomor 02/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). 4. Masih minimnya tenaga ahli perikanan yang ada di Provinsi Aceh. Sampai dengan saat ini baru terdapat 11 orang yang telah mendapatkan gelar Strata 2 (S2) / Master Degree di sektor perikanan dan kelautan. 5. Manajerial pelaku perikanan yang maish minim dan tingkat pendidikan yg masih terbatas serta penerapan IPTEK yg masih perlu untuk ditingkatkan di industri perikanan dan kelautan. 6. Terjadinya tendensi penolakan produk (Khususnya produk yang berasal dari luar Aceh) dan intimidasi pasar hasil perikanan. 7. Pedoman umum dan tata ruang ruang wilayah pengelolaan belum optimal dan lengkap. 8. Penggunaan alat dan bahan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan serta masih adnaya pencurian ikan oleh negara asing. 9. Rendahnya tingkat kesehatan lingkungan pemukiman nelayan dan serta adanya konflik pemanfaatan areal. 10. Masih perlu adanya peningkatan dari sisi koordinasi lintas sektoral dan lintas Wilayah Penangkapan WPP 9Wilayah Pengelolaan Perikanan) dan penerapan manajemen mutu hasil perikanan bagi masyarakat di pesisir (Nelayan) Dalam rangka menanggulangi berbagai tantangan yang dihadapi di sektor maritim tersebut, Pemerintah Provinsi Aceh telah mencanangkan beberapa program yang telah berlangsung hingga saat ini. Beberapa program tersebut antara lain: Pengembangan SDM Dan Penguatan Kelembagaan Usaha 1. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di sektor perikanan dan kelautan, Pemerintah Provinsi Aceh telah mulai melakukan pembangunan Akademi Perikanan Ladong pada tahun 2016. 2. Pencanangan Program Pemberdayaan Wanita Nelayan. 3. Pelaksanaan Program Sertifikasi Awak Kapal 4. Pelaksanaan Rehabilitasi tambak rakyat seluas 700 hektar. 5. Pelaksanaan Rehabilitasi saluran tersier sepanjang 65 km. 6. Melakukan perpanjangan jalan ke pusat produksi perikanan 20 km. 7. Pembangunan dan rehabilitasi kolam 184 unit.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
36
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Pengembangan Kawasan 1. Pengembangan kawasan industri cepat tumbuh yang terdiri dari Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe, Kawasan Industri Ladong, dan Pelabuhan Perikanan Samudera. Program-program tersebut dilakukan untuk dapat memberikan supply barang ke pelabuhan-pelabuhan utama Aceh. 2. Penyempurnaan Fasilitas Pelabuhan Perikanan Lampulo, sebagai Pelabuhan Perikanan level Samudera yang representatif di Aceh. 3. Peningkatan dan Pengembangan Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai Idi, sebagai Hinterland Pelabuhan Perikanan Bagian Timur Aceh. 4. Peningkatan dan Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan Labuhan Haji, sebagai Hinterland Pangkalan Pendaratan Ikan Bagian Barat Selatan Aceh. 5. Melakukan kegiatan investasi dalam bentuk pembelian crane di pelabuhan Malahayati serta pembangunan gudang Crude Palm Oil (CPO). Program Pengendalian Dan Kelestarian Sumber Daya Alam 1. Pemberantasan Illegal Fishing (Kapal yang ditenggelamkan sebanyak 3 unit kapal dengan kapasitas masing-masing 100 GT). 2. Kerja sama Patroli dengan instansi terkait. 3. Jumlah Pokmaswas sebanyak 83 kelompok yang tersebar di seluruh Aceh. 4. Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hukum Perikanan Sebanyak 3 kasus. 5. Kasus nelayan Aceh terdampar yang telah diselesaikan sebanyak 3 orang.
Dengan semakin majunya sektor maritim di Aceh, maka kinerja ekonomi Aceh diperkirakan akan mengalami akselerasi dikarenakan hampir 30,00% perekonomian Aceh disokong oleh sektor pertanian yang mana di dalamnya terdapat subsektor perikanan dan kelautan. Fokus pada kebijakaan pembangunan infrastruktur penunjang serta penyiapan sumber daya manusia yang handal dipercaya merupakan salah satu alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan sektor ini. Percepatan pembangunan tersebut tentu tidak hanya dapat mengandalkan inisiasi dari pemerintah. Partisipasi dari pihak swasta diperkirakan dapat mempercepat proses pembangunan di sektor yang sangat potensial ini.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
37
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Proporsi sektor pertanian yang masih mendominasi pada perekonomian Aceh juga diikuti oleh sektor perdagangan dan jasa akomodasi (Perhotelan) yang terus menunjukkan kinerja yang positif. Pada triwulan laporan, tercatat sektor perdagangan mampu memberikan kontribusi sebesar 0,62% terhadap perekonomian Aceh dengan pertumbuhan sebesar 3,88%(yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Aceh yang sebesar 3,54%(yoy). Peningkatan kinerja pertumbuhan ekonomi di sektor perdaganagn dan jasa akomodasi di Aceh tidak dapat terpisahkan dari kontribusi kondisi pariwisata di Aceh yang menarik para wisatawan untuk melakukan transaksi Ekonomi di Aceh. Untuk Aceh sendiri, berbagai potensi wisata baik yang belum maupun yang sudah akrab di telinga para wisatawan sangatlah potensial untuk mendukung sektor pariwisata di Aceh. Jenis-jenis wisata tersebut bervariasi dari wisata bahari, pegunungan, budaya, hingga wisata kuliner. Salah satu objek wisata yang paling terkenal dan paling besar kontribusi pariwisatanya di Aceh antara lain kawasan wisata Sabang. Meskipun sudah cukup terkenal di telinga para wisatawan baik domestik maupun mancanegara, kawasan ini masih memiliki berbagai potensi wisata yang dapat untuk dikembangkan. Kawasan Sabang sendiri merupakan daerah paling ujung barat Indonesia dengan letak koordinat 050 46' 28” – 050 54' 28” Lintang Utara (LU) dan 950 13' 02” – 950 22' 36' Bujur Timur (BT). Pemerintah Provinsi Aceh menjadikan Sabang sebagai andalan utama destinasi wisata di Provinsi Aceh, khususnya wisata bahari/maritim. Pada tahun 2016 Sabang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPD) dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. Beberapa informasi tambahan yang terkait dengan Sabang antara lain: Jumlah Kunjungan Wisatawan Asing ke Sabang 6.585 5.032 5.223
INFORMASI SABANG • Sebanyak 60%-70% Pendapatan Asli Daerah Sabang berasal dari sektor pariwisata. • Dengan keindahan panorama bahari baik di atas maupun di bawah laut yang dimilikinya, Sabang telah menerima penghargaan sebanyak 3 (Tiga) kali sebagai kawasan laut terbersih di Indonesia. • Setiap tahun terdapat 10 – 15 kapal pesiar yang datang dan singgah diSABANG Pulau Sabang. WISATAWAN (2015) • Wisatawan Domestik : 99,00% (623.635 orang) • Wisatawan Asing: 1,00% (5.582 orang) sebagian berasal dari Malaysia dan Singapura. • Rata-rata kunjungan 5 s/d 7 hari dengan rata-rata pengeluaran Rp1.100.000,- / hari
3.982 3.669
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sabang
Sebagai salah satu destinasi wisata paling utama dan strategis di Provinsi Aceh, Sektor pariwisata di Sabang telah memberikan kontribusi hampir 70% terhadap perekonomian di kota Sabang. Sampai dengan tahun 2015 kemarin tercatat sebanyak lebih dari 620.000 wisatawan domestik dan lebih dari 5.500 wisatawan berkunjung ke Sabang. Dari para wisatawan tersebut tercatat rata-rata pengeluaran para turis tersebut berkisar antara Rp1.100.000,-/hari. Angka tersebut diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan ditemukannya beberapa objek wisata baru di kawasan tersebut serta dengan adanya proses perbaikan dan renovasi berbagai icon Sabang. TRANSPORTASI • Kapal Laut: Kapal Cepat 14 s/d 28 kali dalam seminggu & Kapal lambat: 14 s/d 28 kali dalam seminggu. • Pesawat: 2 kali seminggu (Sabang – Kualanamu).
AKOMODASI • Total 579 Kamar. • 22 Bungalow, 13 Guest House, 10 Hotel, 4 Losmen & 5 Resort (Diluar Homestay).
PAKET WISATA • • • •
20 Tour & Travel telah dilatih oleh Dinas Pariwisata Sabang. 4 Dive Operator. 80% paket menawarkan kunjungan 3 hari 2 malam di Sabang. Dari 64 objek wisata yang ada baru 10% yang ditawarkan oleh penyedia paket wisata (tugu I love Sabang, Km 0, Pulau Rubiah, Benteng Anoi Hitam, Pabrik Bakpia, Pulau Klah, Air Panas Jaboi).
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sabang
Renovasi icon utama Sabang, yakni Tugu Nol Kilometer Indonesia tersebut menggunakan dana APBN sebesar 16 Miliar dan telah mencapai 50% hingga saat ini. Kegiatan pembanguann dan renovasi tersebut sendiri ditargetkan selesai pada tahun 2017. Di samping itu, telah dibangun juga projek The Sabang Hotel yang merupakan hotel berbintang lima pertama di Sabang telah dimulai sejak tahun 2015. Sampai dengan saat ini, progress dari pembangunan hotel tersebut telah berada dalam proses pembebasan lahan dan ditargetkan akan dapat beroperasi pada tahun 2017. Namun demikian, ditengah berbagai projek yang sedang dilaksanakan tersebut, berbagai kendala KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
38
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
dan tantangan di sektor infrastruktur dan sumber daya manusia masih menjadi tantangan utama yang dihadapi oleh potensi pariwisata di kawasan Sabang. Berikut disampaikan beberapa hal yang menjadi kendala serta tantangan yang dapat menjadi fokus perhatian bagi berbagai pihak dalam rangka mengembangkan pariwisata Sabang:
Sumber Daya Manusia: 1.
2.
Infrastruktur
Sumber daya manusia yang ada belum memiliki keahlian di bidang pelayanan jasa khususnya yang terkait dengan jasa akomodasi, tour guide, layanan transportasi, dan jasa kuliner. Belum adanya sekolah perhotelan atau pariwisata
2.
3. 4.
2. 3.
Fasilitas MCK masih kurang, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Kurangnya jumlah transportasi umum menuju objek wisata. Jadawal pesawat / kapal drasakan masih belum sesuai dengan kebituhan wisatawan
Lainnya
Objek Wisata 1.
1.
Masih mengandalkan wisata alam, belum banyak alternatif wisata lain. Kebersihan masih kurang terjaga Kurang terawatnya objek wisata Belum adanya objek wisata yang memperkenalkan budaya tradisional setempat.
1. 2. 3. 4.
Jumlah objek wisata unggulan masih relatif sedikit dibandingkan dengan daerah wisata lainnya. Minimnya jumlah kamar dan penginapan. Belum adanya hotel berbintang. Koordinasi antara warga, pengelola, dan pemerintah masih terasa kurang.
Sumber : Hasil Focussed Group Discussion KPwBI Provinsi Aceh
Dalam mengatasi berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi dalam sektor pariwisata tersebut, pihak pemerintah baik pemerintah kota maupun pemerintah provinsi telah bersama-sama telah mencanangkan berbagai program yang telah dan masih terus dilaksanakan. Beberapa program tersebut antara lain berkaitan dengan kendala yang terkait dengan sumber daya manusia dan infrastruktur: Sumber Daya Manusia 1. Pendirian dan Optimalisasi Koperasi Wisata (Binaan Dinas Pariwisata). 2. Mengadakan Pelatihan secara berkala terkait dengan tema hospitality, kuliner, tour guide. 3. Menggalakan gerakan Masyarakat Sadar Wisata melalui pelaksanaan berbagai event (Sabang Sail, Sabang Marine Festival,dll) 4. Menerapkan sanksi berupa denda sebesar Rp10.000 bagi masyarakat yang dengan sengaja membuang sampah di tempat wisata, khususnya di daerah wisata Iboih. Infrastruktur dan sarana dan prasarana pendukung: 1. Renovasi Total Tugu Nol Kilometer beserta prasarana umum (selesai tahun 2017) 2. Pelebaran jalan menuju Tugu Nol Kilometer (Tahap perundingan terkait dengan pembebasan lahan). 3. Pembangunan Hotel Bintang 5 di Aceh (Pembebasan lahan telah selesai dan pembangunan dimulai tahun 2017). 4. Pembangunan sarana MCK di tempat-tempat wisata utama (Pantai Iboih dan Tugu Nol Kilometer). 5. Memprioritaskan penambahan objek wisata alam dan heritage potensial yang menjadi prioritas, yakni: Wisata Goa Sarang, Wisata Historis Benteng Kolonial, Wisata historis bangunan rumah sakit bawah tanah. 6. Pembangunan jalan alternatif menuju KM Nol Lhong Angen sepanjang 9.500 meter. 7. Perubahan dan penyesuaian jadwal pesawat dari dan menuju Sabang dari Bandara Internasional Kuala Namu agar lebih banyak penerbangan yang terkoneksi. Adanya perbaikan maupun pembangunan di sisi infrastruktur berbagai objek wisata di Sabang diyakini dapat membantu menarik wisatawan baru baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Namun demikian, pembangunan infrastruktur tersebut harus dibarengi dengan perencanaan pasca selesainya pembangunan tersebut, baik dari sisi pemeliharaan, keamanan, kenyamanan, serta estetika. Seringkali permasalahan yang muncul adalah adanya pembangunan infrastruktur tetapi tidak ada tindak lanjut upaya pemeliharaannya agar berdampak secara lebih berkesinambungan. Sementara itu, dengan adanya usaha pengembangan sumber daya manusia (SDM), diharapkan pelayanan wisata terhadap para wisatawan akan semakin membaik (Terwujudnya budaya service excellence) bagi para wisatawan yang datang sehingga akan memberikan kesan baik bagi para wisatawan untuk datang kembali ke lokasi. Di samping itu, adanya perbaikan dan pemeilharaan SDM ini juga dapat memberikan peluang akan munculnya ruang bagi wisata baru, yakni wisata budaya, salah satunya dalam bentuk budaya atraksi, kerajinan tradisional, serta berbagai kearifan lokal yang menarik para wisatawan. Kemunculan alternatif wisata-wisata tersebut tentu dapat terwujud dari SDM-SDM yang sudah siap sehingga giat pariwisata di lokasi tersebut semakin berkembang.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016
39
BAB 5 Perkembangan Keuangan Daerah
Keuangan daerah terdiri dari uang yang dikelola oleh pemerintah provinsi dan yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Realisasi dari pendapatan dan belanja anggaran tersebut dapat menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui transmisi pengeluaran pemerintah dan investasi
Realisasi pendapatan dan belanja Provinsi dan Kabupaten/Kota Aceh pada triwulan II 2016 secara umum mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
5.1 PENDAPATAN DAERAH Pendapatan pemerintah Aceh pada tahun 2016 sebesar 70% dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota dan 30% dikelola oleh pemerintah Provinsi (Grafik 3.1). Proporsi pendapatan daerah oleh pemerintah Kabupaten / Kota Aceh cenderung berada dalam tren yang yang meningkat dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Target pendapatan
pemerintah kabupaten/kota Aceh tahun 2016 adalah sebesar Rp26,65 triliun, meningkat 17%
dibandingkan dengan tahun 2015. Sementara itu, target pendapatan pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 2016 adalah sebesar Rp12,54 Triliun, meningkat sebesar 4% dibandingkan dengan tahun 2015. Grafik 3. 1. Pangsa Pendapatan Daerah Aceh
80% 70%
60%
62%
60%
64%
60%
65%
40%
40%
38%
40%
Kota/Kab. Aceh
70%
Prov. Aceh
35%
60% 50%
Grafik 3. 2. Pertumbuhan Target Pendapatan Aceh
40%
30%
30% 36%
35%
30%
30%
25%
23%
23% 17%
14%
13%
29%
20%
20%
15%
10%
10%
0% 2010
2011
2012
2013
Kota/Kab. Aceh
2014
2015
Prov. Aceh
2016
16%
10%
13% 8%
5%
4%
0% 2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Struktur total pendapatan pemerintah Aceh baik provinsi maupun kabupaten/kota selama kurun waktu lima tahun terakhir didominasi oleh dana perimbangan dan dana Otsus plus. Dana Otsus plus merupakan gabungan dari dana otsus, penyesuaian, dan lainnya (Grafik 3.3). Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih tergolong memiliki pangsa yang rendah. Pada tahun 2016, dana perimbangan dan Otsus plus Aceh masing-masing mencapai Rp20,56 triliun dan Rp14,21 triliun, atau merupakan dua komponen terbesar dari pendapatan dengan pangsa masing-masing 53% dan 36% dari total pendapatan Aceh. Proporsi ini berubah dari tahun lalu dimana komponen dana perimbangan dan dana otsus ialah 47% dan 42% dikarenakan terdapat peningkatan dana perimbangan pada pemda Kota/Kab. Sementara itu, PAD hanya mencapai 11% dari total pendapatan Aceh (Grafik 3.4). Hal ini mencerminkan masih besarnya ketergantungan Aceh terhadap anggaran pusat dan potensi fiskal yang ada di Aceh masih dapat ditingkatkan.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
40
BAB 5 Perkembangan Keuangan Daerah
Triliun
Grafik 3. 3. Perkembangan Struktur Pendapatan Aceh
Grafik 3. 4. Struktur Pendapatan Aceh 2016
Rp45 Rp40 Rp35 Rp30 Rp25 Rp20 Rp15 Rp10 Rp5 Rp-
11% PAD
36%
Perimbangan Otsus+ 53% 2010
2011 PAD
2012
2013
Perimbangan
2014
2015
2016
Otsus+
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Jika dilihat lebih rinci pendapatan Aceh tahun 2016, pendapatan yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota Aceh lebih didominasi oleh dana perimbangan yang mencapai Rp 20,56 Triliun (Grafik 3.5). Pada tahun 2016, bantuan keuangan pemerintah provinsi yang berasal dari otsus mengalami peningkatan karena adanya keputusan pemerintah untuk meningkatkan pangsa penyaluran otsus kepada pemerintah kabupaten/kota. Sementara itu, pendapatan yang dikelola oleh pemerintah Provinsi Aceh didominasi oleh Otsus yang mencapai Rp 8,81 Triliun (Grafik 3.6). Grafik 3. 6. Struktur Pendapatan Provinsi Aceh 20156
Rp30
Triliun
Triliun
Grafik 3. 5. Struktur Pendapatan Kab/Kota Aceh 2016
Rp25
Rp14 Rp12 Rp10
Rp20
Otsus+
Rp15
Otsus+
Rp8
Perimbangan
Perimbangan Rp6
PAD
Rp10
PAD
Rp4
Rp5
Rp2
Rp-
Rp-
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Kinerja pendapatan Pemda Provinsi Aceh pada triwulan II 2016 laporan tercatat sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Penerimaan pendapatan Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan II-2015 adalah sebesar Rp 4.177,61 Milyar atau 34,78% dari target pendapatan tahunan, sementara pada triwulan II-2016 mencapai Rp 4.398,07 Milyar atau sebesar 35,07% dari target pendapatan tahunannya (Tabel 3.1). Tabel 3. 1. Realisasi Pendapatan Daerah Triwulan Laporan Realisasi Pendapatan Komponen Pendapatan
II 2015 Nilai (Rp Juta)
II 2016 %
Nilai (Rp Juta)
Rp
469.946
24,96%
Rp
864.648
42,02%
Perimbangan
Rp
922.632
55,60%
Rp
741.912
44,41%
Otsus+
Rp
2.785.033
32,89%
Rp
2.791.517
31,67%
4.177.611
34,78%
Total Pendapatan Provinsi
Rp
Rp
4.398.078
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
41
%
PAD
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
35,07%
BAB 5 Perkembangan Keuangan Daerah
5.2 BELANJA DAERAH Belanja pemerintah Aceh pada tahun 2016 sebesar 71% dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota dan 29% dikelola oleh pemerintah Provinsi (Grafik 3.7). Senada dengan struktur pendapatan daerah, terdapat tren peningkatan proporsi belanja oleh pemerintah Kota/Kabupaten dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Target belanja pemerintah kabupaten/kota Aceh tahun 2016 adalah sebesar Rp30,82 triliun, meningkat 31% dibandingkan dengan tahun 2015. Sementara itu, target belanja pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 2016 adalah sebesar Rp12,87 Triliun, atau hanya meningkat sebesar 1% dibandingkan dengan tahun 2015 (Grafik 3.8). Grafik 3. 7. Pangsa Belanja Daerah Aceh
Grafik 3. 8. Pertumbuhan Target Belanja Aceh
Kota/Kab. Aceh Kota/Kab. Aceh
Prov. Aceh
35%
80% 70% 60% 50%
60%
57% 43%
40%
59% 41%
71%
65%
61%
57%
32%
30% 25%
39%
40%
18%
15%
35%
29%
30%
10%
10%
0%
0%
-5% 2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
19%
24% 13%
12%
5%
20%
31%
17%
20%
43%
Prov. Aceh
14%
4% 1% 2011
2012
2013
2014
2015 -5%2016
-10% Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Struktur total belanja pemerintah Aceh dalam kurun waktu enam tahun terakhir, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota masih didominasi oleh belanja pegawai. Namun, belanja modal dalam dua tahun terakhir ini mengalami peningkatan (Grafik 3.9). Pada tahun 2016, belanja pegawai dan belanja modal masing-masing mencapai Rp13,37 triliun dan Rp10,03 triliun dan merupakan dua komponen terbesar dari belanja dengan pangsa masing-masing 35% dan 26% dari total belanja pengeluaran pemerintah Aceh (Grafik 3.10). Hal ini mencerminkan pemerintah Aceh sudah mulai concern untuk meningkatkan realisasi belanja pada komponen yang produktif dan memiliki dampak yang berkelanjutan seperti belanja modal.
Triliun
Grafik 3. 9. Perkembangan Struktur Belanja Aceh
Grafik 3. 10. Struktur Belanja Aceh 2016
Rp35 Rp30 Rp25
13% Belanja Pegawai
1%
Rp20
35%
Rp15 Rp10
Belanja Modal Belanja Barang
25%
Rp5
Belanja Bansos
Rp2010
2011
2012
2013
2014
2015
Belanja Lainnya
2016 26%
Belanja Pegawai
Belanja Modal
Belanja Barang
Belanja Bansos
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Jika dilihat lebih rinci belanja pemerintah Aceh tahun 2016, belanja yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota Aceh lebih didominasi oleh belanja pegawai yang mencapai Rp 12,35 Triliun (Grafik 3.11). Sementara itu, belanja yang dikelola oleh pemerintah Provinsi Aceh didominasi belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 4,22 Triliun (Grafik 3.12).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
42
BAB 5 Perkembangan Keuangan Daerah
Grafik 3. 12. Struktur Belanja Provinsi Aceh 2016
Rp30
Triliun
Triliun
Grafik 3. 11. Struktur Belanja Kab/Kota Aceh 2016
Rp25 Rp20 Rp15 Rp10
Rp14 Rp12
Belanja Bansos
Rp10
Belanja Barang
Rp8
Belanja Modal
Rp6
Belanja Lainnya Belanja Bansos Belanja Barang
Belanja Pegawai
Belanja Modal
Rp4
Rp5
Belanja Pegawai
Rp2
Rp-
RpSumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Kinerja realisasi belanja Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan-II 2016 tercatat meningkat dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Persentase realisasi belanja yang dikelola oleh pemerintah provinsi meningkat dari sebesar 12,48% pada triwulan II tahun lalu menjadi 15,08% pada tahun 2016. Realisasi belanja modal pada periode laporan telah mencapai Rp456,97 miliar, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang baru. Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa meningkat dari Rp 766,86 miliar pada triwulan II-2015 menjadi Rp 1.117,14 miliar pada triwulan II-2016 (Tabel 3.2). Tabel 3. 2. Realisasi Belanja Daerah Triwulan Laporan Realisasi Belanja
Komponen Belanja
II 2015
II 2016
Belanja Pegawai
Rp
Nilai (Rp Juta) 387.853
% 40,22%
Belanja Modal
Rp
85.528
Belanja Barang
Rp
766.861
Belanja Bansos
Rp
15.000
Belanja Lainnya
Rp
-
Total Belanja Provinsi
Rp
1.592.002
Nilai (Rp Juta) Rp 174.391
% 17,01%
3,71%
Rp
456.972
17,70%
16,35%
Rp
1.117.149
26,43%
5,81%
Rp
193.246
78,16%
0,00%
Rp
-
12,48%
Rp
1.941.758
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
43
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
0,00% 15,08%
4BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Tekanan
inflasi
Aceh
pada
triwulan-II
2016
mengalami
penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahunan pada triwulan laporan tercatat menurun dari 3,55% (yoy) pada triwulan-I 2016 menjadi 2,34% (yoy) pada triwulan laporan. Inflasi Aceh triwulan-II 2016 (yoy) yang tercatat sebesar 2,34% jauh lebih
rendah dibandingkan rata-rata inflasi YoY pada triwulan II dalam tiga tahun terakhir yaitu sebesar 5,05%. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan merupakan kelompok
yang paling dominan dalam mempengaruhi rendahnya angka inflasi Aceh pada triwulan-II 2016. Namun, kelompok bahan Makanan seperti ikan dan sayur mayur menjadi kelompok
barang yang memiliki andil besar dalam inflasi
triwulan-II 2016. Inflasi triwulan-II 2016 di ketiga kota pantauan tercatat masing-masing
Banda Aceh 2,01%, Lhokseumawe 3,03%, dan Meulaboh 2,19% (yoy).
KONDISI UMUM PERKEMBANGAN INFLASI ACEH TRIWULAN II 2016 Aceh mengalami laju inflasi secara tahunan / year on year sebesar 2,34% (yoy) pada triwulan II 2016. Perkembangan inflasi tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi tahunan sebesar 3,55%, dan juga lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi year on year pada triwulan II dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) yaitu sebesar 5,05% (yoy). Namun demikian, walaupun secara year on year menunjukan adanya penurunan, inflasi Aceh secara triwulanan (qtq) maupun bulanan (mtm) tercatat mengalami peningkatan pada level yang moderat (grafik 2.1). Inflasi Aceh dihitung berdasarkan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) di tiga kota pantauan inflasi, yaitu Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Meulaboh dengan nilai sebesar 2,34%(yoy) dan 0,89%(mtm) pada triwulanII 2016. Laju inflasi tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi inflasi tahunan nasional di triwulan yang sama yang tercatat sebesar 3,45% (yoy). Inflasi Aceh di triwulan laporan juga juga berada di bawah rata-rata inflasi seluruh provinsi di kawasan Sumatera dengan nilai 3,83%. Inflasi Aceh berada di urutan ke-2 terendah setelah Provinsi Riau. Inflasi tertinggi pada kawasan Sumatera terjadi di Provinsi Bangka Belitung (Grafik 2.2) yang mencapai 6,21% (yoy). Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi year on year, quarter
Grafik 2.2. Perbandingan Inflasi year on year di
to quarter, dan month to month di Aceh (%)
kawasan Sumatera (%)
Inflasi Bulanan (mtm)
% 10
Inflasi Triwulanan (qtq)
yoy (%) 7,00
Inflasi Tahunan (yoy)
8
4,32
5,00
6
4,00
4
3,00
2
2,00 I
II
III
2013
-4
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
2,34
0,00
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
44
3,85
3,23
1,00
0 -2
6,21 5,47
6,00
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
1,92
4,37 3,38
3,16
3,45
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
ASESMEN ARAH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH TERKINI Mencermati tren perkembangan inflasi tahunan Provinsi Aceh serta arah perkembangan inflasi Aceh pada bulan Juli dan Agustus 2016, diperkirakan Aceh akan mengalami inflasi secara year on year pada triwulan III 2016 dengan tingkat inflasi yang masih berada dalam target inflasi nasional 4±1%. Tekanan inflasi year on year di triwulan III 2016 diprediksi menurun bila dibandingkan dengan laju inflasi di Triwulan II 2016. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga Mingguan (SPHM) hingga minggu ketiga Agustus 2016, tren harga di Provinsi Aceh cenderung bervariasi. Namun demikian, berdasarkan analisis bobot, diperkirakan terjadi inflasi bulanan (mtm) di Aceh untuk periode Agustus 2016 dengan tingkat yang rendah. Komoditas penyumbang inflasi berasal dari komoditas beras, tongkol,
rokok kretek filter, tarif Listrik, Cabai Merah, Cabai Rawit.
Sedangkan komoditas utama penyumbang deflasi diperkirakan berasal dari komoditas udah basah, dan buahbuahan dan sayuran seperti pir, apel, dan wortel . Deflasi terjadi akibat normalisasi harga pasca Ramadhan & Idul Fitri. Minimnya bencana banjir dan longsor di periode awal triwulan III 2016 juga mengakibatkan arus barang dari Sumatera Utara cenderung lancar. Peningkatan harga terjadi pada komoditas beras, hal tersebut disebabkan produksi beras yang berada dibawah ekspektasi karena gangguan hama tikus. Sedangkan kenaikan harga tongkol terjadi karena gangguan angin kencang di beberapa sentra penangkapan ikan di Aceh. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI BULANAN (MONTH TO MONTH /MTM) Rata-rata laju inflasi Aceh secara bulanan pada bulan April, Mei, dan Juni 2016 sebesar 0,22% jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi bulanan di triwulan yang sama pada tahun 2015 yang tercatat sebesar 0,62%. Rendahnya inflasi pada periode ini disumbang oleh kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan yang mengalami rata-rata deflasi bulanan sebesar -0,73%, disusul oleh kelompok Perumahan, air, listrik, gas, dan Bahan Bakar, serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga yang mengalami rata-rata inflasi bulanan yang rendah, masing-masing sebesar 0,03% dan 0,04% (mtm). Sedangkan tekanan inflasi bulanan terbesar pada periode ini disumbang oleh kelompok sandang yang memiliki rata-rata inflasi bulanan sebesar 1,21%, nilai tersebut masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata tekanan inflasi bulanan kelompok sandang di Triwulan II 2015 yang mencapai 0,92% (Tabel 2.1 dan Grafik 2.3 & 2.4). Berdasarkan tabel 2.1
dapat
dilihat
bahwa kelompok
Sandang
memiliki kecenderungan mengalami
peningkatan inflasi bulanan yang signifikan pada bulan Juni dibandingkan dengan bulan sebelumnya di bulanbulan triwulan II (April, Mei, dan Juni). Berdasarkan pantauan di beberapa surat kabar lokal, memasuki bulan Juni mendekati perayaan hari raya Idul Fitri 1347 Hijriah, masyarakat Aceh cenderung menjalani kebiasaan tiap tahunnya yaitu berbelanja pakaian baru untuk anak dan keluarga. Sejumlah pertokoan dan swalayan ramai dipadati pembeli pada bulan Juni 2016, permintaan akan baju baru khususnya busana muslim turut meningkat yang mengakibatkan penjual mengalami kenaikan omzet di bulan tersebut. Adanya kenaikan harga Sandang merupakan respons penjual terhadap antusiasme pembeli. Namun demikian, kenaikan harga sandang secara bulanan tersebut tidak terlalu signifikan, atau masih dalam tingkat yang wajar. Di sisi lain, rendahnya rata-rata inflasi bulanan TW.II 2016 untuk kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan lebih disebabkan adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM per tanggal 1 April 2016. Hal tersebut terkonfirmasi oleh adanya deflasi untuk kelompok Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar di bulan April 2016. Dengan menurunnya harga BBM tersebut per 1 April 2016, maka pihak Organda Aceh merespon dengan menurunkan tarif angkutan darat khususnya rute Banda Aceh – Meulaboh dengan jumlah yang sepadan di bulan yang sama.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
45
4BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Bulanan Aceh (mtm %) 2014
2015
2016
Apr
Mei
Jun
Rat arata
Bahan Makanan
-1,60
3,18
0,48
0,69
-0,93
1,83
3,45
1,45
-2,26
1,33
2,47
0,51
Makanan jadi, minuman, rokok
0,36
0,14
0,16
0,22
0,10
0,31
0,31
0,24
0,42
0,75
0,83
0,67
Perumahan, air, listrik, gas, b.bakar
0,33
0,26
0,20
0,26
0,36
-0,08
0,08
0,12
-0,09
0,09
0,08
0,03
Sandang
-0,27
0,76
1,48
0,65
0,22
0,33
2,22
0,92
0,31
0,92
2,39
1,21
Kesehatan
0,42
0,03
0,06
0,17
0,24
0,48
0,20
0,31
0,06
0,23
0,11
0,14
Pendidikan, rekreasi, olahraga
0,25
0,00
0,13
0,13
0,00
0,07
0,16
0,07
0,00
0,04
0,06
0,04
0,61
0,08
0,15
0,28
2,34
-0,10
0,14
0,79
-2,17
0,08
-0,09
-0,73
-0,10
0,89
0,30
0,36
0,29
0,49
1,07
0,62
-0,76
0,54
0,89
0,22
Kelompok
Transpor, komunikasi, jasa keu. UMUM
Apr
Mei
Jun
Ratarata
Apr
Mei
Jun
RataRata
Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah BI Aceh
Lebih lanjut, pada awal triwulan II 2016 pemerintah juga melakukan penurunan tarif interkoneksi sebesar 30%. Hal ini membuat, sejumlah operator seluler menurunkan biaya telepon lintas operator, sehingga biaya penggunaan telepon seluler oleh masyarakat kini menjadi lebih murah. Grafik 2.3. Inflasi Kelompok Rata-Rata
Grafik 2.4. Inflasi Kelompok (mtm)
1,21 0,51
0,67 0,14
0,03
-0,73
2,47
2,39
0,83 0,11
0,08
0,06 -0,09
Transpor, komunikasi, jasa keu.
Pendidikan, rekreasi, olahraga
Kesehatan
Sandang
Perumahan, air, listrik, gas, b.bakar
Makanan jadi, minuman, rokok
Bahan Makanan
Transpor, komunikasi, jasa keu.
Pendidikan, rekreasi, olahraga
Kesehatan
Sandang
Perumahan, air, listrik, gas, b.bakar
Makanan jadi, minuman, rokok
Bahan Makanan
mtm(%)
0,04
3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 -0,50 mtm(%)
1,50 1,20 0,90 0,60 0,30 0,00 -0,30 -0,60 -0,90
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
INFLASI TRIWULANAN (QUARTER TO QUARTER/QTQ) Inflasi triwulanan Aceh pada periode laporan tercatat sebesar 0,66% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,30% (qtq). Namun, laju inflasi triwulanan di periode ini masih relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan laju inflasi di triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
46
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
1,86% (qtq). Sejalan dengan inflasi bulanannya, secara triwulanan nilai inflasi terbesar terjadi di kelompok sandang dengan nilai inflasi sebesar 3,65% (qtq) di triwulan II 2016 (Grafik 2.5 & Tabel 2.2).
Tabel 2.2. Perbandingan Inflasi Triwulanan (qtq) 2014
Kelompok
2015
2016
I 1,65 1,31
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
2,02
4,02
6,50
-5,85
4,36
-1,50
3,68
1,94
1,48
0,66
0,73
0,45
1,56
0,73
1,10
0,66
1,18
2,01
Perumahan, air, listrik, gas, b.bakar
2,66
0,80
2,05
2,55
1,38
0,36
0,02
0,76
-0,73
0,08
Sandang
2,03
1,97
2,54
0,09
1,01
2,78
0,82
1,52
3,65
Kesehatan
0,69
0,51
0,77
0,31
2,18
0,92
0,38
1,03 1,00
0,64
0,41
Pendidikan, rekreasi, olahraga
1,78
0,38
1,96
0,07
0,63
0,22
3,27
0,04
0,40
0,11
Transpor, komunikasi, jasa keu.
0,79
0,84
0,89
10,22
-6,21
2,38
0,16
0,02
-1,93
-2,18
UMUM
0,90
1,09
2,13
3,86
-1,66
1,86
0,15
1,21
0,30
0,66
Bahan Makanan Makanan jadi, minuman, rokok
Sumber: BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Secara umum pergerakan kenaikan harga di triwulan II 2016 masih relatif stabil untuk seluruh kelompok barang dan jasa, dengan tidak adanya lonjakan inflasi triwulanan yang melebihi target nasional 4±1%. Sejalan dengan nilai inflasi bulanannya, laju inflasi secara triwulanan tertinggi dialami oleh kelompok Sandang dengan nilai inflasi sebesar 3,65% (qtq) pada triwulan II 2016, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,52% (qtq). Namun, peningkatan laju inflasi kelompok Sandang tersebut dinilai bersifat temporer (Grafik 2.6). Adanya permintaan yang meningkat untuk pakaian muslim, pakaian baru, dan sandang lainnya oleh masyarakat dalam rangka untuk memperingati hari raya Idul Fitri 1437 H turut meningkatkan harga sandang di pasar dalam tingkat moderat dan wajar. Sejumlah pedagang pakaian muslim di Banda Aceh mengkonfirmasi bahwa terdapat kenaikan harga pakaian muslim dengan rentang Rp5.000,- s.d Rp8.000,- di pasar, kenaikan tersebut bukan hanya disebabkan oleh faktor permintaan, tetapi juga disebabkan oleh adanya kenaikan harga dari agen. Kenaikan harga sandang pada bulan Juni 2016 masih dapat dikatakan wajar, karena para pedagang telah melakukan upaya mitigasi kenaikan harga dengan menyimpan stok barang lebih banyak dari hari-hari biasa. Hal ini bertujuan agar pada saat permintaan sedang tinggi, pedagang masih dapat menyediakan barang. Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Provinsi Aceh
5,00
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok (qtq)
4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 -1,00 -2,00 -3,00
qtq (%)
4,00
3,86
3,00 2,13
2,00
III
2014
IV
I -1,66
II
III
2015
IV
I
II
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
47
Transpor, komunikasi, jasa keu.
-2,00
II
Pendidikan, rekreasi, olahraga
I -1,00
Kesehatan
0,00
qtq (%)
Sandang
0,66 0,30
0,15
Perumahan, air, listrik, gas, b.bakar
1,21
1,09
0,41 0,11 -2,18
0,08
Makanan jadi, minuman, rokok
0,90
1,48
Bahan Makanan
1,00
1,86
3,65 2,01
4BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Rendahnya inflasi secara triwulanan pada triwulan laporan dibandingkan dengan laju inflasi triwulan yang sama di tahun sebelumnya, disebabkan oleh adanya deflasi untuk kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan, serta inflasi yang rendah untuk kelompok Perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Adanya kebijakan penurunan tarif angkutan oleh organda Aceh sejak tanggal 7 April 2016, turut menahan laju inflasi kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Penurunan tarif angkutan oleh Organda Aceh tersebut menyusul adanya penurunan harga BBM oleh pemerintah sejak tanggal 1 April 2016. Selanjutnya, adanya kebijakan penurunan BI Rate pada bulan April dan bulan Juni 2016 sebanyak 25 basis poin juga disusul dengan adanya penurunan Suku bunga perbankan di bulan Juni 2016 untuk kredit perumahan, kredit ritel, dan kredit korporasi. Hal ini turut berdampak meredam laju inflasi triwulanan Provinsi Aceh pada triwulan laporan untuk sub kelompok jasa keuangan. Selain itu, pemerintah juga menurunkan biaya / tarif interkoneksi operator seluler yang juga menurunkan biaya / tarif telepon seluler di masyarakat. INFLASI TAHUNAN (YEAR ON YEAR/YOY) Secara tahunan, laju inflasi Provinsi Aceh pada triwulan II 2016 mencapai 2,34% (yoy), menurun dibandingkan triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 6,24% (yoy) (Grafik 2.7). Inflasi tahunan Aceh pada triwulan II 2016 juga lebih rendah daripada inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,45% (yoy). Di sisi lain, sebagai penahan laju inflasi tahunan di bulan Juni 2016, terdapat deflasi untuk kelompok, transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Deflasi ini terjadi terutama disebabkan adanya penyesuaian atau penurunan tarif angkutan dan pengiriman barang oleh karena kebijakan pemerintah yang menurunkan harga bahan bakar bensin dan solar per tanggal 1 April 2016. Selain itu, suku bunga kredit perbankan juga turun menyusul adanya kebijakan penurunan BI Rate sebanyak masing-masing 25 basis poin pada bulan April dan Juni 2016. Tekanan inflasi pada periode ini didorong oleh kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, serta kelompok sandang yang masing-masing tercatat sebesar 5,66% (yoy), 5,04% (yoy), dan 4,99% (yoy). Laju inflasi untuk ketiga kelompok barang/jasa tersebut di atas target inflasi nasional 4±1%. Namun demikian, nilai inflasi tahunan untuk kelompok bahan makanan menurun dari triwulan yang sama di tahun sebelumnya sebesar 8,83% (yoy) menjadi 5,66% (yoy) pada triwulan laporan. Sama halnya untuk laju inflasi tahunan kelompok sandang yang juga menurun dari triwulan yang sama di tahun sebelumnya sebesar 6,55% (yoy) menjadi 4,99% (yoy) di triwulan laporan. Hal ini menandakan risiko tekanan inflasi untuk kelompok tersebut di triwulan laporan cenderung menurun. Namun demikian, terdapat peningkatan risiko laju inflasi untuk kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok yang meningkat dari 3,50% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi sebesar 5,04% (yoy) pada triwulan laporan. (Grafik 2.8 dan Tabel 2.3). Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya Inflasi tahunan pada kelompok Bahan Makanan di triwulan laporan yang tercatat sebesar 5,66% (yoy). Memasuki awal bulan Ramadhan di bulan Juni 2016, harga buahbuahan baik buah impor maupun lokal di sejumlah pasar di Aceh mengalami kenaikan, kenaikan harga tersebut disebabkan adanya sebagian sentra pertanian buah yang sedang mengalami masa trek, sehingga pasokan juga berkurang disaat kebutuhan masyarakat cenderung meningkat. Selanjutnya, cuaca buruk yang masih terjadi di Aceh pada bulan Juni 2016 turut mendongkrak kenaikan harga ikan Segar. Bahkan, menurut pengakuan sejumlah pedagang, penambahan stok ikan dari daerah lain tidak dapat menutupi tingginya permintaan ikan di bulan Ramadhan. Selain itu, musibah longsor & banjir di Aceh Bagian Barat serta erupsi gunung Sinabung turut mengakibatkan pasokan sayur mayur, wortel, bawang merah dari Sumatera Utara menjadi terhambat, sedangkan permintaan masyarakat pada bulan Juni 2016 cenderung meningkat oleh karena memasuki bulan Ramadhan.
48
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Lebih lanjut, inflasi bahan makanan juga disebabkan oleh adanya kenaikan harga gula di tingkat grosir yang sebelumnya dijual pada harga yang berkisar antara Rp 11.000 hingga Rp 13.000/Kg menjadi Rp 18.000/kilogram. Tingginya harga gula sejak sebulan lalu, disebabkan berkurangnya jatah pasokan gula untuk Aceh yang diterima dari Medan. Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Aceh (yoy)
10,00
yoy (%)
Aceh
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Triwulan-II 2016 (yoy)
8,0
Nasional
6,0
8,00
yoy(%) 5,66
5,04
4,99 3,82
4,0
6,00
2,45
2,0
-3,89
0,13
4,00 0,0
II
III
2015
IV
I
II
2016
-4,0 -6,0
Transpor, komunikasi, jasa keu.
I
Pendidikan, rekreasi, olahraga
2014
IV
Kesehatan
III
Sandang
II
Perumahan, air, listrik, gas, b.bakar
I
Makanan jadi, minuman, rokok
-2,0
0,00
Bahan Makanan
2,00
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Harga beras secara tahunan juga cenderung meningkat di pasar, khususnya di kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dan Kota Lhokseumawe. Harga jual eceran beras di pasar Meulaboh, mengalami kenaikan sekitar 17 persen. Dari sebelumnya Rp10.670/kg menjadi Rp12.500/kg pada bulan Juni 2016 memasuki bulan Ramadhan. Sementara itu, harga beras di Lhokseumawe mulai merangkak naik di penghujung bulan Ramadhan. Naiknya harga beras di Aceh pada bulan Juni 2016 disebabkan oleh banyak faktor. Selain disebabkan oleh upaya pedagang yang menaikan harga, adanya hama ulat daun yang menyerang ratusan hektare areal tanaman padi di Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara turut menghambat pasokan gabah di kilang padi. Lebih lanjut, pada bulan Mei 2016 juga terdapat ratusan hektar tanaman padi berumur dua bulan 50 hari yang terserang penyakit Tungro di Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan. Sehingga petani tidak dapat menghasilkan gabah secara optimal. Di sisi lain, inflasi tahunan yang terjadi pada kelompok Sandang, disebabkan adanya peningkatan permintaan baju muslim, gamis, dan pakaian baru lainnya oleh masyarakat Aceh untuk memenuhi kebutuhan perayaan Idul Fitri 1437H. Namun demikian, peningkatan harga sandang tersebut masih dapat dikatakan wajar, dan tidak sebesar inflasi tahunan untuk kelompok Sandang di triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 6,55% (yoy). Hal tersebut dikarenakan para pedagang pakaian di Aceh telah mengantisipasi peningkatan permintaan dengan menyimpan stok lebih banyak dari jauh hari sebelumnya. Selanjutnya, tekanan laju inflasi untuk kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok disebabkan oleh meningkatnya konsumsi masyarakat sehubungan dengan bulan Ramadhan dan persiapan hari raya Idul Fitri 1437H. Dari hasil pemantauan di sejumlah pasar Banda Aceh, permintaan masyarakat akan sirup botol ratarata meningkat sebanyak 30%, merespon kenaikan permintaan tersebut sejumlah pedagang menaikan harga untuk mengambil keuntungan. Di samping itu, oleh karena adanya kenaikan harga untuk sejumlah bahan makanan yaitu daging sapi, ikan segar, sayur-mayur, buah-buahan, gula pasir pada bulan Ramadhan, maka hal tersebut juga meningkatkan harga makanan jadi. Permintaan kue basah dan kue kering pun meningkat pada bulan Juni 2016. Sehingga terjadi inflasi untuk sub kelompok makanan jadi dan minuman dalam tingkat moderat.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
49
4BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Tabel 2.3. Perbandingan Inflasi Tahunan (yoy) 2014
Kelompok
2015
2016
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
Bahan Makanan
2,69
1,87
6,71
11,49
6,39
8,83
3,07
0,35
8,65
5,66
Makanan jadi, minuman, rokok
5,97
5,07
3,63
2,90
3,44
3,50
3,89
4,11
3,71
5,04
Perumahan, air, listrik, gas, b.bakar
4,96
5,43
6,07
7,99
6,95
6,48
4,36
2,54
0,41
0,13
Sandang
7,11
11,00
6,35
6,34
5,71
6,55
4,76
3,59
4,11
4,99
Kesehatan
3,45
3,97
2,75
2,10
3,81
4,24
3,84
4,55
2,97
2,45
Pendidikan, rekreasi, olahraga
5,79
6,10
4,18
3,95
3,06
2,90
4,22
4,19
3,94
3,82
12,52
9,73
2,56
13,04
5,17
6,78
6,00
-3,80
0,59
-3,89
Aceh
5,73
5,45
5,07
8,09
5,45
6,24
4,19
1,53
3,55
2,34
Nasional
7,32
6,70
4,53
8,38
6,38
7,26
6,83
3,35
4,45
3,45
Transpor, komunikasi, jasa keu.
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
DISAGREGASI INFLASI1 Pada triwulan II 2016, laju inflasi untuk komoditas Administered Price dan Volatile Food secara year on year masing-masing tercatat mengalami deflasi sebesar -1,70% (yoy) dan inflasi sebesar 6,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 2,04% (yoy) dan 10,26%. Sedangkan untuk kelompok Core tercatat mengalami inflasi sebesar 2,12% (yoy) di triwulan laporan, meningkat dibandingkan dengan inflasi core di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,78% (yoy) (grafik 2.9). Menurut kontribusinya tekanan inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok volatile food sebesar 1,29%(Grafik 2.10). Komoditas pada kelompok ini yang memberikan andil inflasi tinggi antara lain Beras, Cumi-cumi, Apel, dan Daging Ayam Ras. Selain itu inflasi tahunan Aceh pada triwulan laporan juga disumbang beberapa komoditas dari kelompok administered price yaitu rokok kretek dan rokok kretek filter dengan rata-rata andil inflasi sebesar 0,30% (yoy). Grafik 2.9. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.10. Kontribusi Disagregasi Inflasi
Provinsi Aceh
Provinsi Aceh
%,yoy 16
IHK
Core
Volatile
Adm Price
7
14
6
12
5
10
%,yoy
Core
Volatile
Adm Price
4
8 6
3
4
2
2
1
0
0
-2
(1)
-4 1
2
3
4
5
6
7
2015
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2016
2015
2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
1
Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP (Classification of Individual Consumption According to Purpose), BPS juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. 50
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Meningkatnya harga beras di Aceh secara year on year pada Triwulan II 2016 disebabkan adanya serangan hama ulat daun yang menyerang ratusan hektare sawah di Aceh Utara, selain itu penyakit tungro yang menyerah ratusan hektare sawah di Aceh Selatan juga turut menghambat pasokan gabah. Di samping itu, pada pertengahan hingga akhir bulan Juni 2016, harga daging ayam ras di sejumlah pasar di Banda Aceh juga cenderung meningkat. Adanya kenaikan permintaan oleh masyarakat direspon dengan kenaikan harga oleh pedagang walaupun stok daging ayam ras masih mencukupi, hal ini dikarenakan masyarakat tetap melakukan konsumsi walaupun harga sedang naik. Laju inflasi tahunan untuk kelompok barang volatile food juga didorong oleh kenaikan harga komoditas buahbuahan dan cumi-cumi. Adanya sebagian sentra pertanian buah yang sedang mengalami masa trek, menyebabkan pasokan berkurang disaat kebutuhan masyarakat cenderung meningkat. Sedangkan untuk penyebab naiknya harga komoditas cumi-cumi ialah tingginya frekuensi angin kencang. Merujuk pada tren cuaca 30 tahun terakhir, sejumlah kabupaten/kota di Aceh selalu dilanda angin kencang pada bulan Juni, Juli hingga Agustus. Grafik 2.11. Pergerakan Harga Komoditas
Grafik 2.12. Pergerakan Harga Komoditas
Beras Premium
Daging Ayam
11.500 Rp/Kg
35.000
11.000
10.950 10.750 10.600 10.500
10.500
30.000
29.600 28.050 25.900 25.200
25.000
10.250
10.000
Rp/Kg
9.950 9.850 9.9009.850 9.750 9.750
9.850
9.500
20.000
23.700 21.250
20.650
19.150 18.150
21.150 19.950
21.100 21.000
9.300
9.000
15.000
9.0009.000
13.650 12.300
2015
Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
10.000
Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
8.500
2016
2015
2016
Sumber: http://hargapanganaceh.com/, diolah BI Aceh
Fenomena angin kencang biasanya terjadi di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Kota Sabang, bagian utara Aceh Jaya dan bagian utara Kabupaten Pidie. Tingginya frekuensi kejadian angin kencang di bulan Juni 2016 menyebabkan pasokan ikan segar dan cumi-cumi turut menurun di saat konsumsi masyarakat tengah mengalami peningkatan di bulan Ramadhan. Sehingga, harga ikan segar dan cumi cukup berfluktuasi dan cenderung meningkat di Bulan Juni 2016 dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama. Lebih lanjut, adanya deflasi secara year on year pada triwulan II 2016 untuk kelompok barang administered Price turut meredam laju inflasi di triwulan laporan. Deflasi pada kelompok barang administered price terjadi oleh karena adanya penurunan harga BBM oleh pemerintah per tanggal 1 April 2016, yang juga diikuti dengan adanya
penurunan
tarif
angkutan
oleh
Organda
Aceh
sebagai
respon
atas
kebijakan
tersebut.
Namun demikian, kebijakan pemerintah untuk menaikan biaya cukai rokok sebesar rata-rata 11,19 persen per 1 Januari 2016 menyebabkan komoditas rokok kretek dan rokok kretek filter memiliki andil yang cukup tinggi untuk menyebabkan inflasi tahunan di sepanjang periode tahun 2016.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
51
4BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Menurut survei pemantauan harga yang dilakukan oleh Disperindag Provinsi Aceh pada website Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Aceh, komoditas yang memiliki kenaikan harga secara year on year pada Triwulan II 2016 yakni daging ayam ras, beras, dan bawang. Sementara itu, komoditas cabai merah dan cabai rawit terpantau relatif cukup stabil. (Grafik 2.1 1-2.13). Grafik 2.13. Pergerakan Harga Komoditas Bumbu-Bumbuan
Rp/Kg
Cabe merah biasa
Cabe rawit
Bawang merah
45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2015
2016
Sumber: http://hargapanganaceh.com/, diolah BI Aceh
PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA Realisasi inflasi triwulan-II 2016 (yoy) di seluruh kota pantauan inflasi Aceh menunjukkan arah yang serupa dengan tren inflasi Provinsi Aceh, yaitu lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun sebelumnya (Grafik 2.14 dan Tabel 2.4). Grafik 2.14. Pergerakan laju Inflasi Tahunan
Grafik 2.15. Inflasi Bulanan
Kota Pantauan Aceh
Kota Pantauan Aceh Triwulan-III 2015
YoY (%) 7 6 5 4 3 2 1 0
2,01
2,19
3,03 2,34
2 MtM (%)
0,79
1,10
1
0,89
0,16
1
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
0 -1
2015 Banda Aceh
2016 Lhokseumawe
-1
Meulaboh
Aceh
-2
2015
2016
Banda Aceh
Lhokseumawe
Meulaboh
Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Laju inflasi tahunan masing-masing kota penimbang inflasi adalah Banda Aceh 2,01%, Lhokseumawe 3,03%, dan Meulaboh 2,19% (yoy), capaian tersebut masih berada jauh dibawah inflasi nasional sebesar 3,45% (yoy) dan target capaian inflasi di tahun 2016 sebesar 4±1%.
52
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Inflasi kota Banda Aceh pada triwulan laporan secara umum mengalami penurunan menjadi 2,01% (yoy) dari 3,10% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Bila dibandingkan dengan harga yang berlaku di triwulan II 2015, beberapa kelompok barang & jasa yang mengalami inflasi dengan tingkat moderat di Kota Banda Aceh pada triwulan II 2016 adalah Kelompok sandang sebesar 6,30%, Kelompok Bahan Makanan sebesar 6,69%, dan kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau sebesar 5,02% (yoy).
Tabel 2.4 Pergerakan Inflasi 3 Kota di Provinsi Aceh Kota
yoy,% II-14
III-14
IV-14
Banda Aceh
5,33
4,53
7,83
Lhokseumawe
5,26
5,12
8,53
Meulaboh
5,76
7,52
Aceh
5,45
5,07
I-15
II-15
III-15
IV-15
I-16
II-16
5,40
6,12
4,30
1,27
3,10
2,01
5,44
6,36
4,55
2,44
4,63
3,03
8,20
5,67
6,47
2,86
0,58
3,12
2,19
8,09
5,45
6,24
4,19
1,53
3,55
2,34
Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah BI Aceh
Sedangkan untuk kota Lhokseumawe, inflasi tahunan yang terjadi pada triwulan II 2016 terutama didorong oleh kenaikan harga untuk kelompok Bahan Makanan sebesar 6,18% (yoy), kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 5,24% (yoy), serta sandang sebesar 3,65% (yoy). Sejalan dengan kota lainnya, Di kota Meulaboh untuk kelompok barang dan jasa yang mengalami inflasi tertinggi yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 4,69% (yoy) (Tabel 2.5). Tabel 2.5. Inflasi menurut kota dan kelompok barang dan jasa di Provinsi Aceh (yoy%)
Kota No
Kelompok Banda Aceh
Lhokseumawe
Meulaboh
Aceh
1
Bahan Makanan
5,69
6,18
4,17
5,66
2
Makanan jadi, minuman, rokok, tembakau
5,02
5,24
4,69
5,04
3
Perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar
0,03
0,33
0,09
0,13
4
Sandang
6,30
3,65
2,48
4,99
5
Kesehatan
2,14
3,56
1,25
2,45
4,51
3,65
1,19
3,82
-4,10
-3,08
-4,49
-3,89
2,01
3,03
2,19
2,34
6 7
Pendidikan, rekreasi, olahraga Transpor, komunikasi, jasa keuangan
Inflasi Keseluruhan
Sumber : BPS Provinsi Aceh
Penyebab inflasi di ketiga kota pantauan inflasi Aceh juga tergambar dalam andil komoditas-komoditas di kota tersebut terhadap inflasi. Pada kota Banda Aceh, komoditas yang memberikan andil tertinggi adalah Cumicumi, sedangkan pada kota Lhokseumawe komoditas yang memberikan andil tertinggi adalah Daging Ayam Ras dan di kota Meulaboh komoditas yang memberikan andil tertinggi adalah Beras. Komoditas yang konsisten memberikan andil inflasi tahunan terbesar di 3 kota adalah Daging ayam ras, beras, dan Rokok Krektek Filter. Sementara itu, andil komoditas lainnya terhadap inflasi bervariasi di antara ketiga kota pantauan inflasi tersebut (Tabel 2.6).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
53
4BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Tabel 2.6. Komoditas Pemberi Andil Inflasi Triwulan II Tahun 2016 (yoy%)
Banda Aceh
Lhoksumawe Andil Inflasi
Komoditas Cumi-cumi
0,35
Rokok Kretek Filter
0,31
Apel
0,24
Beras
0,22
Pir
0,19
Emas Perhiasan
0,16
Akademi/Perguruan Tinggi Rokok Kretek
0,15 0,15
Sewa Rumah
0,09
Daging Sapi
0,08
Komoditas
Meulaboh Andil Inflasi
Komoditas
Daging Ayam Ras
0,50
Beras
Daging Sapi
0,27
Rokok Kretek Filter
Rokok Kretek Filter
0,26
Rokok Kretek
Gula Pasir
0,21
Pir
Bawang Merah
0,19
Bawang Merah
Cabai Rawit
0,18
Mie
Minyak Goreng
0,16
Emas Perhiasan
Mie
0,13
Gula Pasir
Beras
0,12
Kangkung
Kembung/Gembung/Banyar/G embolo/Aso-Aso
0,11
Bawang Putih
Andil Inflasi 0,40 0,38 0,26 0,22 0,15 0,14 0,13 0,11 0,10 0,10
Sumber : BPS Provinsi Aceh
Bila dilihat dari 23 kota di Sumatera, pada bulan Juni 2016, seluruhnya mengalami inflasi tahunan. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Pangkal Pinang yaitu sebesar 7,78% dan terendah di Kota Pekanbaru sebesar 1,65%. Kota-kota pantauan inflasi di Provinsi Aceh tercatat mengalami inflasi yang relatif lebih rendah diantara kotakota lainnya di Sumatera (Tabel 2.7). Tabel 2.7 Perbandingan Inflasi Kota
Kota
Y o Y (%)
Kota
Y o Y (%)
PANGKAL PINANG
7,78
PADANG
3,16
BENGKULU
5,47
LHOKSEUMAWE
3,03
MEDAN
4,54
DUMAI
3,02
PALEMBANG
4,37
METRO
2,84
LUBUKLINGGAU
4,3
SIBOLGA
2,81
BUNGO
4,13
PADANG SIDIMPUAN
2,71
BATAM
4,13
TEMBILAHAN
2,63
BUKIT TINGGI
3,76
TANJUNG PINANG
2,19
PEMATANG SIANTAR
3,68
MEULABOH
2,19
TANJUNG PANDAN
3,5
BANDA ACEH
2,01
JAMBI
3,3
PEKANBARU
1,65
BANDAR LAMPUNG
3,21 Sumber : BPS Provinsi Aceh
TPID PROVINSI ACEH Salah satu bentuk koordinasi antara Pemerintah dengan Bank Indonesia (BI) sebagai salah satu upaya dalam pengendalian inflasi adalah melalui pembentukan Tim Pengendalian Inflasi (TPI) baik di level Pusat maupun Daerah yang dikenal dengan sebutan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Dalam rangka menindaklanjuti surat Instruksi Menteri Dalam Negeri atau Inmendagri Nomor 027/1696/SJ Perihal Menjaga Keterjangkauan
54
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Barang dan Jasa di Daerah dimana pada poin ketujuh Instruksi tersebut menyebutkan bahwa “Segera membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang selanjutnya disingkat dengan TPID sebagai suatu wadah koordinasi dalam menjaga agar tidak terjadi inflasi di daerah”. Sehubungan dengan hal tersebut, sampai dengan bulan triwulan II 2016 seluruh kabupaten/kota di Provinsi Aceh telah memiliki TPID masing-masing, yakni dengan rincian di 23 kabupaten/kota dan 1 (satu) TPID Provinsi di Provinsi Aceh. Kabupaten / Kota yang baru membentuk TPID pada tahun 2016 antara lain: Kabupaten Aceh Barat Daya (24 Mei 2016), Gayo Lues (12 Maret 2016), Langsa (18 Maret 2016), Nagan Raya (29 Februari 2016). Untuk TPID Aceh, Surat Keputusan (SK) Pembentukan TPID telah mengalami beberapa pembaharuan, dimana TPID Aceh pertama kali dibentuk dengan adanya dasar hukum SK Gubernur Aceh No.580/703/2009 tanggal 26 November 2009 yang diperbarui dengan SK Gubernur Aceh No. 580/473/2011 tanggal 8 Agustus 2011, selanjutnya diperbaharui melalui SK Gubernur No.580/128/2015 tanggal 29 Januari 2015 dimana jabatan ketua TPID yang semula dijabat oleh Asisten II menjadi Sekretaris Daerah Aceh. Sementara Asisten II yang membidangi ekonomi ditetapkan sebagai sekretaris TPID. Dalam rangka penguatan kegiatan dan koordinasi terkait dengan stabilitas harga, TPID Provinsi Aceh juga selalu melibatkan instansi vertikal diantaranya adalah BPS Provinsi Aceh, Bulog Sub Divre Aceh, Pertamina, PLN, dll. Hal ini bertujuan untuk dapat meningkatkan koordinasi terutama dalam hal stabilisasi harga bahan pangan pokok dan ketersediaan energi (BBM, Listrik, dan Gas Elpiji) serta meningkatkan kualitas asesmen terhadap perkembangan inflasi Provinsi Aceh. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan TPID Aceh sampai dengan triwulan II 2016 antara lain: a)
Memfasilitasi pertemuan antara TPID Kota Banda Aceh dan TPID Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 12 Januari 2016 untuk menjajaki kerjasama perdagangan antar Kota/Kabupaten.
b)
Melakukan Rapat Koordinasi Wilayah TPID Provinsi Aceh (High Level Meeting) di Kabupaten Pidie pada tanggal 16 Maret 2016.
c)
Melalui surat Gubernur Aceh No.500/7300 tanggal 26 April 2016 tentang percepatan pembentukan tim pengendalian inflasi daerah, TPID Aceh mengakselerasi pembentukan TPID ke Kabupaten/Kota yang belum memiliki TPID di Provinsi Aceh.
d)
Melaksanakan Rapat Teknis TPID Provinsi Aceh pada tanggal 24 Februari 2016 yang membahas mengenai program kerja TPID Aceh tahun 2016 dan Rapat Tim Teknis Penyusunan Strategi TPID Menjelang Bulan Ramadhan dan Lebaran Tahun 2016 pada tanggal 11 Mei 2016.
e)
Membentuk satgas pemantauan distribusi elpiji untuk mencegah penyalahgunaan tabung elpiji 3kg dan kelangkaan tabung elpiji di pasar yang dapat memicu peningkatan harga.
f)
Mengevaluasi & mengirimkan konsep Perjanjian Kerjasama perdagangan antar wilayah antara pemerintah Provinsi Aceh dengan Pemprov Sumatera Utara.
g)
Melakukan strategi antisipasi lonjakan harga menjelang Ramadhan 1437 H melalui upaya-upaya sebagai berikut:
Melakukan kegiatan penyaluran beras miskin (Raskin) yang dikawal oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) Provinsi Aceh.
Melaksanakan kegiatan operasi pasar guna mengatasi lonjakan harga barang kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan 1437 H yang bertempat di 23 (dua puluh tiga) kabupaten/kota di Aceh selama bulan Ramadhan tahun 2016.
Melaksanakan kegiatan inspeksi pasar di Aceh.
Melakukan rapat high level pengendalian inflasi & stok Ramadhan yang dipimpin oleh Gubernur Aceh pada tanggal 1 Juni 2016 setelah melakukan sidak pasar di pasar peunayong Banda Aceh.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
55
4BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Melakukan diseminasi dalam bentuk pemutaran iklan layanan masyarakat di Radio yang berisi ajakan kepada masyarakat tidak hidup konsumtif dan berlebih-lebihan selama bulan Ramadhan 1437 H.
Melakukan himbauan di media massa agar masyarakat menjaga pola konsumsi.
Usulan tersebut di atas kemudian dibahas pada rapat high level pengendalian inflasi & stok Ramadhan yang dipimpin oleh Gubernur Aceh pada tanggal 1 Juni 2016 setelah melakukan sidak pasar di pasar peunayong Banda Aceh. Melalui upaya-upaya tersebut di atas, inflasi Aceh pada periode Ramadhan (Juni 2016) 1437 H relatif terkendali dengan capaian 2,34% (yoy) atau 0,89% (mtm). TPID Aceh juga mendapatkan penghargaan sebagai TPID Terinovatif dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VII Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Pada tanggal 4 Agustus 2016. Acara tersebut diselenggarakan di Hotel Grand Sahid Jakarta yang juga turut dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo. Penghargaan tersebut diberikan atas penilaian program inovatif yang dilakukan pemerintah setempat cukup berhasil dalam menjaga stabilitas harga di daerah. Penghargaan ini diberikan Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus D.W. Martowardojo yang diterima oleh Sekretaris Daerah Aceh, Dermawan MM. Salah satu program TPID Aceh terkait dengan pengendalian inflasi pangan khsusunya hasil laut, yaitu mengoperasikan dan membangun Pelabuhan Perikanan Lampulo (PPS Lampulo). Pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan perikanan baru yang memiliki tujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan perikanan tangkap di Aceh. Proyek kawasan pelabuhan & TPI Lampulo Banda Aceh dilakukan sejak tahun 2007 dan mulai beroperasi sejak tanggal 8 Januari 2014. Pada tahun 2015 operasional kegiatan ditingkatkan melalui operasionalisasi Cold Storage PPS Lampulo. Pada tahun yang sama, PPS Lampulo menjadi lokasi puncak kegiatan hari nusantara ke 15 yang dibuka oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla pada tanggal 12/12/2015. Dalam melakukan pembangunan PPS Lampulo, Pemerintah Provinsi Aceh melakukan penyediaan lahan pembangunan TPI seluas 30 Ha, serta pembangunan infrastruktur pendukung (jalan, listrik, air, gudang pengepakan). Grafik 2.16 Pergerakan Inflasi Komoditas Tongkol/Ambu-Ambu di Provinsi Aceh
40,0
% (yoy) 34,88
30,0 20,0
20,34
23,68
20,01 11,95 11,56 13,17
10,0
3,44
0,0 JAN
-10,0 -20,0
FEB -6,49 MAR -10,17
APR
MEI -5,87
-1,89 JUN
-13,00
JUL
AGU
6,53 1,82 SEP
-11,70
OKT
NOV
DES
-13,81
-18,20 -24,29
-30,0
Inflasi Tongkol (yoy) 2015
Inflasi Tongkol (yoy) 2016
Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah BI Aceh
PPS Lampulo direncanakan memiliki 3 (tiga) unit Gedung Cold Storage, saat ini telah dioperasikan 1 (satu) unit gedung Cold Storage dengan kapasitas 100 ton. Jumlah rata-rata per bulan orang yang melakukan transaksi mencapai 12.000 orang. Manfaat dari keberadaan PPS Lampulo yaitu dapat menurunkan kondisi asymetric
56
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
information di kalangan nelayan, konsumen maupun para pedagang. Hal tersebut diminimalisir dengan kondisi pasar yang lebih terbuka dan transparan di PPS Lampulo. Keberadaan dan pengoperasioan Cold Storage yang disediakan oleh PPS Lampulo dapat memberikan solusi over supply saat musim melaut dan menjamin ketersediaan stok saat cuaca buruk atau shortage. Sebagai akibatnya, inflasi komoditas ikan segar, tongkol/ambu-ambu di Banda Aceh dapat lebih terkendali. Sejak dimulainya program PPS Lampulo, Laju inflasi tongkol/ambu-ambu dari awal Januari 2015 hingga Juli 2016 terlihat mengalami tren yang menurun (Grafik 2.16). Hal ini menjelaskan bahwa Program PPS Lampulo cukup efektif untuk mengendalikan laju inflasi komoditas tongkol/ambu-ambu. Namun demikian, sejumlah tantangan masih perlu diatasi oleh pemerintah terkait dengan operasionalisasi PPS Lampulo. Yaitu masih kurangnya pasokan air bersih ke dalam lokasi pelabuhan yang hingga saat ini belum terselesaikan. Selain itu, belum adanya pasokan listrik yang sesuai dengan kapasitas optimal karena belum dibangunnya gardu induk PLN oleh pemerintah.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
57
4BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Mencermati tren Inflasi Aceh secara year on year (yoy) dan month to month (mtm) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2013 s.d 2015), terdapat pola dimana inflasi Aceh cenderung meningkat untuk kelompok barang volatile food di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Dari data perkembangan IHK Aceh untuk sejumlah barang dan sasa di tahun 2015 (Grafik 1), komoditas yang memiliki kontribusi penyumbang inflasi relatif tinggi pada bulan Ramadhan yaitu Ikan Tongkol, Daging Ayam Ras, Udang Basah, dan SayurSayuran. Grafik 1. Data Kontribusi Penyumbang Inflasi Aceh Tahun 2015 Secara Month to Month
Sumber: BPS (diolah BI Aceh)
Untuk mengidentifikasi sejumlah komoditas yang memiliki risiko lonjakan inflasi pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri di tahun 2016, KPw BI Provinsi Aceh mendiseminasikan data Survei Pemantauan Harga Mingguan (SPHM) di Rapat Teknis TPID Triwulan II 2016. Dari hal tersebut, diperoleh informasi bahwa harga barang sejumlah komoditas seperti Beras, Tongkol/Ambu-ambu, Daging Sapi, dan Daging Ayam Ras, di sejumlah pasar di Banda Aceh mulai merangkak naik menjelang “Meugang” menyambut bulan Ramadhan (Grafik 2). Menindaklanjuti hal tersebut, pada pelaksanaan Rapat Tim Teknis Penyusunan Strategi TPID Menjelang Bulan Ramadhan dan
Lebaran Tahun 2016 pada tanggal 11 Mei 2016, TIM Teknis TPID Aceh
mengusulkan beberapa program pengendalian inflasi Aceh untuk menghadapi risiko kenaikan harga sejumlah komoditas. Program-program dimaksud disusun berdasarkan Strategi Pengendalian Inflasi 4K yaitu: 1.
Ketersediaan Pasokan - Menjamin pasokan komoditas pokok masyarakat yang memberi andil besar terhadap inflasi.
2.
Keterjangkauan Harga - Menjaga stabilitas harga komoditas utama masyarakat.
3.
Kelancaran Distribusi - Menjamin tersalurkannya pasokan komoditas pokok kepada masyarakat.
4.
Komunikasi Ekspektasi - Menjaga ekspektasi masyarakat terhadap pembentukan harga Berdasarkan analisis 4K, terdapat beberapa alternatif kegiatan TPID Aceh yang dapat dilakukan
dalam rangka penanganan inflasi selama bulan Ramadhan (Bagan 1). Menindaklanjuti strategi pengendalian inflasi tersebut dan untuk menjaga ekspektasi masyarakat terkait dengan perkembangan harga komoditas
58
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
menjelang bulan Ramadhan, TPID Aceh melakukan kegiatan Sidak/ serta pemberitahuan melalui siaran pers mengenai kondisi pasokan dan distribusi yang masih terkendali. Salah satu pelaksanaan sidak pasar dilakukan pada tanggal 1 Juni 2016 di Pasar Peunayong Banda Aceh dan dipimpin langsung oleh Gubernur Aceh Dr. H. Zaini Abdullah. Pemerintah Aceh pun memberikan siaran pers di sejumlah surat kabar lokal guna memberitahukan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat selama bulan Ramadhan. KPw BI Provinsi Aceh juga gencar melakukan iklan layanan masyarakat yang berisikan himbauan belanja bijak di siaran-siaran radio lokal. Dengan demikian, ekspektasi harga dan perilaku konsumsi masyarakat Aceh pun turut terjaga. Grafik 2. Data perkembangan harga komoditas B.Aceh
Sumber: Survei Pemantauan Harga Mingguan (SPHM) KPw BI Prov.Aceh
Untuk mendukung kestabilan harga beras, Koordinasi antar anggota TPID ditingkatkan untuk mengatur kelancaran distribusi dan timing penyaluran beras miskin. Karena hal tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat berkemampuan ekonomi lemah di samping untuk stabilisasi harga pangan beras di pasar. Di samping itu, kondisi cuaca juga terus dipantau mengingat ketergantungan pasokan komoditas ikan dan bahan pangan berbasiskan holtikultura sangat bergantung pada kondisi cuaca. Untuk memitigasi fluktuasi harga barang pokok pada bulan Ramadhan, Bulog Provinsi Aceh telah melaksanakan kegiatan operasi pasar. Dalam jangka panjang, Bulog Aceh juga telah mencanangkan program Rumah Pangan Kita (RPK). RPK ini terimplementasi dalam bentuk outlet pemasaran bahan pangan dan produk industri pangan strategis yang dibentuk dengan tujuan untuk memotong mata rantai distribusi sehingga diharapkan dapat menurunkan harga/biaya transportasi. Di samping itu, program ini juga diharapkan dapat semakin mendekatkan jangkauan produsen kepada para konsumen Sebagai langkah mitigasi awal lonjakan kenaikan harga, Dinas Perhubungan Provinsi Aceh telah melakukan pemantauan di jembatan timbang perbatasan antara Aceh dan Sumatera Utara. Data dari pemantauan tersebut dapat menjadi informasi awal terkait dengan kondisi pasokan dan ketersediaan stok berbagai komoditas penyumbang inflasi di Aceh. Pada awal bulan Ramadhan, TPID Aceh telah memperoleh informasi pemantauan harga buah-buahan sudah mengalami peningkatan. Sehingga upaya pengendalian lebih lanjut pun dilakukan agar kenaikan harga tidak terlalu signifikan. Strategi TPID Aceh lainnya untuk menjaga agar jalur distribusi tetap lancar, maka diminta Dinas Perhubungan Aceh untuk melakukan penelitian gangguan lalu lintas, termasuk kerusakan yang terjadi di jalan-jalan yang menjadi nadi utama ekonomi Aceh.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
59
4BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Bagan 1. Bagan Strategi Pengendalian Inflasi Aceh Selama Bulan Ramadhan 2016
Sumber: Bahan Rapat Tim Teknis TPID Aceh TW.II 2016
Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Aceh juga telah diminta oleh TPID Aceh untuk memasang LED Display di beberapa pasar di kabupaten/kota di Aceh. LED Display tersebut dapat digunakan untuk mencegah terjadinya asymetric information di masyarakat terkait dengan perkembangan harga komoditas di Pasar selama bulan Ramadhan. BKP juga telah merencanakan untuk melaksanakan kegiatan pasar murah di beberapa titik di Aceh sebelum bulan Ramadhan. Kegiatan tersebut diharapkan dapat memperbaiki sistem tata niaga pangan dengan mengurangi rantai produksi, agar komoditas pangan dapat lebih terjangkau. Untuk mengoptimalisasi upaya pengendalian inflasi Aceh, TPID Aceh juga membuat jawdal pelaksanan kegiatan operasi pasar murah dan inspeksi pasar di Aceh. Operasi pasar dilakukan di 23 (dua puluh tiga) Kabupaten/Kota di Aceh. Khusus Banda Aceh, operasi pasar di lakukan di dua titik yaitu Pasar Peunayong dan Gampong Ateuk Banda Aceh. Namun, terdapat juga pasar murah keliling yang diluncurkan untuk menstabilkan harga di sejumlah titik di Banda Aceh. Melalui upaya-upaya tersebut di atas, inflasi Aceh pada periode Ramadhan (Juni 2016) 1437 H relatif terkendali dengan capaian 2,34% (yoy) atau 0,89% (mtm). Pasca Hari Raya Idul Fitri 1437 H, Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Aceh di bulan Juli 2016 juga turut mengalami Inflasi yang relatif rendah, yakni sebesar 0,52% (mtm) atau 2,31% (yoy).
Secara bulanan dan tahunan, capaian inflasi Aceh pada
bulan Juli 2016 juga tercatat menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Untuk menjaga kestabilan harga dalam sepanjang tahun 2016 untuk jangka panjang ke Depan. TPID Provinsi Aceh telah menyusun Roadmap pengendalian inflasi Aceh yang berisikan program-program kerja SKPD Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia dalam rangka penanggulangan inflasi Aceh ke depan.
60
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Aceh di triwulan II 2016, sektor korporasi
masih
terekspos
kerentanan
yang
bersumber
dari
perlambatan
sektor
pertambangan, pengolahan dan pertanian berbasis ekspor. Namun demikian optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian Aceh ke depan masih cukup tinggi yang tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha. Kualitas kredit yang disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi di Aceh berada di level yang perlu untuk mendapat perhatian lebih khusus atau kurang baik. Hal ini tercermin dari indikator Non Performing Loans (NPL) kredit pada sektor Korporasi di Aceh yang berada di atas level aman 5%.
Pertumbuhan konsumsi di Aceh cenderung mengalami peningkatan pada triwulan II 2016. Kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di Provinsi Aceh masih cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik untuk kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level yang berada jauh dibawah critical point 5%. Namun demikian peningkatan tingkat pengangguran di Aceh yang mencapai level 8,13% pada bulan Februari 2016 dari 7,73% pada periode yang sama sebelumnya perlu terus mendapatkan perhatian karena dapat menjadi sumber kerentanan sektor rumah tangga perseorangan.
KETAHANAN SEKTOR KORPORASI 3.1.1.
Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
Perekonomian Aceh di triwulan II-2016 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya karena penurunan ekspor Aceh sebagai dampak perlambatan ekspor bahan mineral tambang, bahan kimia anorganik dan perlambatan ekspor di sektor pertanian. Namun demikian hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan optimisme bahwa
kegiatan usaha di tahun 2016 meningkat dibandingkan kondisi tahun
sebelumnya. Peningkatan kegiatan usaha tersebut tercermin pada saldo bersih tertimbang (SBT)
1
kegiatan
usaha sebesar 6,35% atau lebih tinggi dibandingkan SBT akhir triwulan I 2016 sebesar 4,34% (Grafik). Dunia usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif dan diperkirakan akan terjadi peningkatan kegiatan usaha di 2016. Peningkatan kegiatan usaha terutama disebabkan oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dengan SBT sebesar 2,21%, sebagai dampak optimisme yang timbul akibat peningkatan tren harga komoditas dunia. Sementara itu, berdasarkan SKDU, rata-rata kapasitas produksi terpakai menurun dari 91,63% pada triwulan II 2015 menjadi 56,89% pada triwulan laporan. Indikasi penurunan kapasitas produksi terjadi pada sektor pertambangan yang secara rata-rata mengalami penurunan dari 100% pada tahun sebelumnya menjadi 40,22% pada periode laporan (Grafik). Penurunan ini dikonfirmasi oleh ekspor bahan bakar mineral Aceh yang mengalami perlambatan pada periode laporan. 3.1.2.
Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi
Kondisi korporasi di Aceh pada triwulan laporan menunjukkan adanya perbaikan kinerja ekonomi. Perbaikan tersebut khususnya berasal dari korporasi di sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan.
1 Saldo
Bersih Tertimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”. 61
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Berdasarkan hasil Liaison dan SKDU KPwBI Provinsi Aceh, adanya optimisme kenaikan harga komoditas perkebunan, khususnya minyak kelapa sawit dan kopi membuat para korporasi merasa optimis terhadap kinerja usaha mereka. Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya tingkat penjualan korporasi tersebut. Kondisi tersebut secara langsung juga ikut berdampak pada membaiknya kinerja perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang dimiliki oleh nasabah korporasi di Aceh pada triwulan II-2016 mencapai Rp2,02 triliun atau tumbuh sebesar 25,99%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 0,20%. Komposisi DPK korporasi di Aceh pada triwulan laporan masih didominasi oleh jenis simpanan Giro dengan proporsi 67,03%, kemudian diikuti dengan deposito dengan proporsi 19,25%, dan terakhir Tabungan dengan proporsi 13,71%. Secara nominal struktur DPK Aceh tergambar pada Grafik 4.2. Grafik 4. 1. Perkembangan DPK Korporasi
Rp Milyar
DPK Korporasi
Grafik 4. 2. Komposisi DPK Korporasi
Pertumbuhan DPK Korporasi(yoy)
4.000
30%
3.500
25%
3.000
19,25%
20%
2.500
Giro Korporasi
15%
2.000
Tabungan Korporasi
10%
1.500
13,71%
5%
1.000
0%
500 0
Deposito Korporasi
67,03%
-5% I
II
III
IV
I
2015
II 2016
Sumber : LBU, diolah BI Aceh
Peningkatan tingkat pertumbuhan DPK korporasi di Provinsi Aceh terutama diakibatkan oleh peningkatan tingkat pertumbuhan Giro. Pada triwulan laporan ini, pertumbuhan Giro korporasi adalah sebesar 49,75% (yoy) dengan posisi sebesar Rp1,35 triliun, meningkat secara signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,63% (yoy). Pertumbuhan giro korporasi terjadi seiring dengan pelunasan down payment dan pembayaran tahap awal proyek-proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pertumbuhan Deposito korporasi adalah sebesar 0,72%(yoy) dengan posisi sebesar Rp388 miliar, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 2,22%, sedangkan Tabungan korporasi terkontraksi sebesar 11,50% (yoy) dengan posisi sebesar Rp277 miliar atau mengalami perlambatan kontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 15,75% (yoy). Grafik 4. 3. Perkembangan Tabungan Korporasi Growth Giro Korporasi
3.500
60%
3.000
50% 40%
2.500 2.000 1.500 1.000 500 0 I
II
III 2015
IV
I
II 2016
Tabungan Korporasi
Rp Milyar
Rp Milyar
Giro Korporasi
Grafik 4. 4. Perkembangan Deposito Korporasi Growth Tabungan Korporasi
400
40%
350
30%
300
30%
250
20%
200
10%
150
0%
100
-10%
50
-20%
0
20% 10% 0% -10% -20% I
II
III 2015
IV
I
II 2016
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
62
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Sumber : LBU, diolah BI Aceh
Pada triwulan laporan, suku bunga Giro korporasi berada pada level 1,61% atau sedikit menurun dibandingkan suku bunga triwulan sebelumnya sebesar 1,66% (Grafik 4.8). Hal ini senada dengan suku bunga Tabungan korporasi yang sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya dari sebesar 3,40% menjadi 3,71% pada triwulan laporan. Suku bunga Deposito korporasi juga cenderung sedikit menurun di level 6,65% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,14%. Penurunan suku bunga DPK Korporasi di Aceh sejalan dengan rangkaian penyesuaian BI-Rate pada bulan awal tahun 2016, dari sebelumnya 7,25% pada bulan Januari 2016 menjadi 6,75% pada bulan Maret 2016 Grafik 4. 5. Perkembangan Giro Korporasi
Giro
Growth Giro Korporasi
3.500
60%
8
3.000
50%
7
40%
6
30%
5
20%
4
2.500 2.000 1.500 1.000 500 0 I
II
III
IV
I
2015
%
Rp Milyar
Giro Korporasi
Grafik 4. 6. Perkembangan Suku Bunga DPK Korporasi
10%
3
0%
2
-10%
1
-20%
0 I
II
Tabungan
II
III
Deposito
IV
I
2015
2016
II 2016
Sumber : LBU, diolah BI Aceh
Pembiayaan sektor Korporasi oleh perbankan berdasarkan lokasi proyek pada Triwulan-II 2016 menunjukkan penurunan kontraksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi kredit Bank Umum yang diterima oleh sektor korporasi di Aceh pada akhir Triwulan-II 2016 mencapai Rp31,91 triliun, terkontraksi sebesar 2,1% (yoy) atau mengalami perlambatan kontraksi dibandingkan dengan kontraksi kredit korporasi pada Triwulan-I 2016 sebesar 2,81% (yoy) (Grafik 4.1). Grafik 4. 7. Perkembangan Kredit ke Korporasi
Grafik 4. 8. Perkembangan NPL Kredit ke Korporasi
Kredit Ke Korporasi
Growth Kredit Korporasi (yoy, Kiri))
30
2%
25
0%
20
-2%
15
-4%
10
-6%
5
-8%
0
-10% I
II
III
IV
I
2015
II
Rp Triliun
Rp Triliun
4%
NPL Kredit ke Korporasi
5
8
4,5
7
4
%
Kredit Ke Korporasi
Kredit Total 35
6
3,5 3
5
2,5
4
2
3
1,5
2
1
1
0,5 0
0 I
2016
II
III 2015
IV
I
II 2016
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Kredit yang disalurkan oleh Bank Umum di Aceh tersebut diterima oleh tiga sektor korporasi utama di Aceh yaitu sektor Perdagangan Besar & Eceran, Pertanian, Kehutanan & Perikanan serta sektor Industri Pengolahan yang mencapai 67,52% dari total kredit yang disalurkan ke sektor Korporasi di Aceh. Kredit yang diterima oleh korporasi pada sektor pertanian di Aceh mencapai Rp1,78 triliun dan masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan laporan, yaitu sebesar 19,37% (yoy). Walaupun demikian, tingkat 63
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
pertumbuhan tersebut menurun dibandingkan dengan pertumbuhan kredit triwulan sebelumnya yang mencapai sebesar 27,02% (yoy). Seiring dengan perlambatan perekonomian pada sektor industri pengolahan, posisi kredit yang disalurkan kepada sektor industri pengolahan mengalami peningkatan kontraksi dari 31,71% (yoy) pada triwulan I-2016, menjadi terkontraksi sebesar 31,90% (yoy) pada triwulan laporan dengan baki debet sebesar Rp302,19 miliar. Kredit ke sektor perdagangan di Aceh mencapai Rp753,39 miliar dan masih mengalami kontraksi sebesar 22,04% (yoy), namun tingkat kontraksi tersebut mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi lebih dalam sebesar 32,42%. Grafik 4. 9. Komposisi Kredit Perbankan Di Aceh
Grafik 4. 10. Perkembangan Kredit dan NPL Sektor Industri Pertanian
Kredit Ke Pertanian
18%
33%
Industri Pengolahan Pertanian Sektor Lainnya
42%
NPL Pertanian (kanan)
2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
2,5
%
Rp Triliun
Perdagangan
7%
2 1,5 1 0,5 0 I
II
III
IV
I
2015
II 2016
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Grafik 4. 11. Perkembangan Kredit dan NPL Korporasi
Grafik 4. 12. Perkembangan Kredit dan NPL Korporasi
Sektor Perdagangan
Sektor Pengolahan
16
1000
14
800
12 10
600
8
400
6 4
200
2
0
0 II
III 2015
IV
I
NPL Industri Pengolahan (kanan)
500
3
%
18
Rp Milyar
1200
I
Kredit Ke Industri Pengolahan
NPL PHR (kanan)
%
Rp Triliun
Kredit Ke Perdagangan
2,5
400
2
300
1,5 200
1
100
0,5
0
0 I
2016
II
III 2015
IV
I 2016
Kualitas kredit yang disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi meningkat. NPL kredit Bank Umum yang disalurkan kepada sektor Korporasi di Aceh pada akhir Triwulan-II 2016 tercatat sebesar 7,18% (yoy), sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,54 % (yoy) (Grafik 4.18). Jika dilihat berdasarkan sektor Korporasi utama, NPL Kredit yang disalurkan sektor Perdagangan di Aceh pada akhir Triwulan-II 2016 masih berada pada level yang tinggi yaitu sebesar 14,26%. Kondisi tersebut berbeda dengan rasio NPL kredit yang disalurkan Bank Umum ke korporasi di sektor industri pengolahan dan pertanian yang masih terjaga rendah di bawah level 5% yaitu masing-masing hanya sebesar 1,86% dan 2,13%.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
64
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Grafik 4.13. Perkembangan Suku Bunga Kredit
Tingkat suku bunga kredit korporasi terus
Korporasi Di Aceh
menunjukkan tren penurunan seiring dengan rangkaian penyesuaian BI-Rate pada bulan
Jumlah Kredit Korporasi (kanan)
Rp Triliun
BI Rate 6
1500%
Suku Bunga Kredit Korporasi
4
1000%
2
500%
0
0% I
II
III
IV
I
2015
awal tahun 2016, dari sebelumnya 7,25% pada bulan Januari 2016 menjadi 6,75% pada bulan Maret 2016. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit perorangan berada pada level 12,27% atau sedikit menurun dibandingkan suku bunga
II
triwulan sebelumnya sebesar 12,38% (Grafik
2016
4.8). Sumber : LBU,diolah BI Aceh
KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA 3.2.1.
Sumber kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan konsumsi di Aceh cenderung mengalami peningkatan pada triwulan II-2016. Hal ini juga terkonfirmasi dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) di triwulan II-2016 masing-masing sebesar 121,9 dan 115,2, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 110,4 dan 101,1. Demikian pula Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang tercatat sebesar 128,37, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 119,5. Optimisme konsumen pada triwulan laporan ini didorong oleh adanya kepercayaan pada kondisi kegiatan dunia usaha saat ini. Di samping itu, sumber lain yang juga menjadi faktor pendorong kenaikan optimisme ini adalah adanya kenaikan pada komponen konsumsi barang-barang tahan lama dan perkiraan jumlah lapangan kerja. Namun demikian peningkatan tingkat pengangguran di Aceh yang mencapai level 8,13% pada bulan Februari 2016 dari 7,73% pada periode yang sama sebelumnya dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keuangan rumah tangga perorangan di wilayah. 3.2.2.
Eksposur Perbankan Terhadap Sektor Rumah Tangga
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang dimiliki oleh nasabah perorangan di Aceh pada triwulan II-2016 mencapai Rp20,07 triliun atau tumbuh sebesar 23,38%, meningkat dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 23,38%. Komposisi DPK perorangan di Aceh pada triwulan laporan masih didominasi oleh jenis simpanan Tabungan dengan proporsi 76,32%, kemudian diikuti dengan deposito dengan proporsi 20,02%, dan terakhir giro dengan proporsi 3,66%. Secara nominal struktur DPK Aceh tergambar pada Grafik 4.4. Grafik 4. 14. Perkembangan DPK Perseorangan
Rp Triliun
DPK Perseorangan
Grafik 4. 15. Komposisi DPK Perseorangan
Pertumbuhan DPK Perseorangan(yoy)
25
25%
3,66% 20,02%
20
20%
15
15%
10
10%
5
5%
0
0%
Giro Perseorangan Tabungan Perseorangan Deposito Perseorangan 76,32%
I
II
III
IV
2015
I
II 2016
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
65
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Peningkatan tingkat pertumbuhan DPK perorangan di Provinsi Aceh terutama diakibatkan oleh peningkatan tingkat pertumbuhan Tabungan. Pada triwulan laporan ini, pertumbuhan Tabungan perorangan adalah sebesar 24,20% (yoy) dengan posisi sebesar Rp15,31 triliun atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,32% (yoy). Pertumbuhan Deposito perorangan adalah sebesar 17,29%(yoy) dengan posisi sebesar Rp4,02 triliun, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 21,59%, sedangkan pertumbuhan Giro perorangan adalah sebesar 36,95% (yoy) dengan posisi sebesar Rp735 miliar atau meningkat secara signifikan dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 17,32% (yoy).
Grafik 4. 16. Perkembangan Tabungan Perseorangan
Grafik 4. 17. Perkembangan Deposito Perseorangan
18
Deposito Perseorangan
Pertumbuhan Tabungan Perseorangan (YoY, Kanan) 30%
16
25%
14 12
20%
10
15%
8 6
10%
4
5%
2 0 II
III
IV
I
2015
45%
4
40%
4
35%
3
30%
3
25%
2
20%
2
15%
1
10%
1
5%
0
0% I
Pertumbuhan Deposito Perseorangan (YoY, Kanan)
5
Rp Triliun
Rp Triliun
Tabungan Perseorangan
0% I
II
II
III
IV
I
2015
2016
II 2016
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Pada triwulan laporan, suku bunga Deposito perorangan berada pada level 6,51% atau sedikit menurun dibandingkan suku bunga triwulan sebelumnya sebesar 6,82% (Grafik 4.8). Hal ini senada dengan suku bunga Tabungan perorangan yang sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya dari sebesar 1,84% menjadi 1,73% pada triwulan laporan. Suku bunga giro perorangan juga cenderung sedikit menurun di level 1,53% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,54%. Grafik 4. 18. Perkembangan Giro Perseorangan
Grafik 4. 19. Perkembangan Suku Bunga DPK Perseorangan Giro
Pertumbuhan DPK Perseorangan(yoy) 25%
20
20%
15
15%
10
10%
Tabungan
Deposito
9 8 7 6
%
Rp Triliun
DPK Perseorangan 25
5
5%
0
0%
5 4 3 2 1
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
0 I
II
III
IV
2015
I
II 2016
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Kredit berdasarkan lokasi proyek yang disalurkan oleh perbankan kepada sektor Rumah Tangga perorangan di Aceh memiliki proporsi sebesar 44,59% dari total kredit. Pembiayaan kredit yang disalurkan kepada individu perorangan di Provinsi Aceh mengalami perlambatan pertumbuhan (Grafik 4.20). Pada akhir Triwulan-II 2016 kredit yang disalurkan perbankan kepada perorangan mencapai Rp14,23 triliun atau tumbuh sebesar 9,67% KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
66
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
(yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan kredit rumah tangga di Triwulan-I 2016 sebesar 15,46 % (yoy). Kredit rumah tangga terdiri dari Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp2,48 trilun (15,95%), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Rp1,26 triliun (8,86%), dan Multiguna sebesar Rp13,37 triliun (67,48%) Mayoritas kredit perorangan di Aceh disalurkan untuk skim multiguna yang pada triwulan II-2016 mencapai Rp13,37 triliun, atau tumbuh sebesar 10,28%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,55%. Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang disalurkan Bank Umum ke sektor Rumah Tangga di Aceh di Triwulan-II 2016
mencapai Rp1,26 triliun, dimana tingkat pertumbuhannya menurun dibandingkan
triwulan lalu yang tumbuh sebesar 11,04%, menjadi terkontraksi sebesar 2,24% (yoy) pada triwulan laporan. Selain dalam bentuk KKB, kredit Bank Umum yang diterima oleh sektor Rumah Tangga di Aceh juga berupa KPR sebesar Rp2,48 triliun pada Triwulan-II 2016 . Kredit dalam bentuk KPR yang diterima oleh sektor rumah tangga mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan sebesar 2,63% (yoy) atau sedikit menurun dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,39% (yoy).
Kredit Perorangan Kredit Total Pertumbuhan (yoy,kanan)
35
Grafik 4. 21. Perkembangan Kredit Multiguna
Multiguna
25%
30
20%
25 15%
20 15
Rp Triliun
Rp Triliun
Grafik 4. 20. Perkembangan Kredit Perorangan
40% 35%
10
30% 8
25%
6
10%
10
20% 15%
4
5%
5
Pertumbuhan yoy Multiguna (kanan)
12
10% 2
0
5%
0% I
II
III
IV
I
2015
II
0
0% I
2016
II
Grafik 4. 22. Perkembangan KKB
40% 1
0,5
0 IV
2015
I
II
18% 16%
2,5 2
20%
1,5
10%
1
-10%
Pertumbuhan yoy KPR (kanan)
3
30%
0%
III
II 2016
KPR 50%
Rp Triliun
Rp Triliun
Pertumbuhan yoy KKB (kanan)
II
I
Grafik 4. 23. Perkembangan KPR
1,5
I
IV
2015
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
KKB
III
14% 12% 10% 8% 6% 4% 2%
0,5
0%
0
-2% I
2016
II
III 2015
IV
I
II 2016
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di Provinsi Aceh masih cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik untuk kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level yang berada dibawah critical point 5%. NPL KPR pada Triwulan-II 2016
sebesar 2,53% atau menurun dari
triwulan sebelumnya sebesar 3,62%, sedangkan NPL KKB pada periode laporan mencapai 1,06%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1% sedangkan NPL kredit multiguna hanya sebesar 0,45% atau sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan tingkat NPL 0,44% (Grafik 4.24).
67
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Grafik 4. 24. Perkembangan NPL Kredit Perorangan
Grafik 4. 25. Perkembangan Suku Bunga Kredit Perorangan
NPL KPR
NPL KKB
NPL Multiguna
Posisi Kredit Perorangan
Rp Triliun
3,5 3
BI Rate Suku Bunga Kredit Perorangan (kanan) 14,5
16%
14
14%
2
13,5
12%
1,5
13
10%
12,5
8%
1
12
6%
11,5
4%
11
2%
2,5
0,5 0
10,5 I
II
III
IV
I
2015
II
0% I
II
2016
III
IV
I
2015
II 2016
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Tingkat suku bunga kredit perorangan terus menunjukkan tren penurunan seiring dengan rangkaian penyesuaian BI-Rate pada bulan awal tahun 2016, dari sebelumnya 7,25% pada bulan Januari 2016 menjadi 6,75% pada bulan Maret 2016. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit perorangan berada pada level 11,99% atau menurun dibandingkan suku bunga triwulan sebelumnya sebesar 12,08% (Grafik 4.8). PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 3.3.1.
Asesmen Penyaluran Pembiayaan UMKM
Penyaluran kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Aceh pada Triwulan-II 2016
mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi kredit yang disalurkan perbankan kepada UMKM di triwulan pelaporan ini mencapai Rp9,53 triliun, atau tumbuh sebesar 14,42% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,22%. Namun demikian, hingga akhir Triwulan-I 2016 pangsa penyaluran kredit UMKM hanya mencapai 29,86% dari total kredit yang disalurkan perbankan ke Provinsi Aceh. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penyaluran kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah di Aceh masih cukup rendah. Apabila dilihat berdasarkan skala usahanya, kredit UMKM masih didominasi oleh kredit skala kecil (rafik3.22). Kredit UMKM skala kecil (Rp 50juta – Rp500 juta) yang disalurkan pada Triwulan-II 2016 mencapai Rp4,60 triliun, disusul oleh kredit skala mikro (di bawah Rp50 juta) dengan baki debet sebesar Rp2,86 triliun dan kredit skala menengah (Rp500 juta – Rp5 miliar) senilai Rp2,06 triliun. Grafik 4. 26. Perkembangan Kredit UMKM
Grafik 4. 27. Komposisi Kredit UMKM
Rp Triliun
Total Pembiayaan UMKM (kiri) Pertumbuhan (yoy)
12
16% 14%
10
12%
8
10%
6
Mikro 30%
Menengah 22%
8% 6%
4
4%
2
2%
0
0% I
II
III
IV
I
II
2015
Kecil 48%
2016
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
68
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Terkait dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR), outstanding Kredit Untuk Rakyat (KUR) dengan total baki debet tercatat sebesar Rp458,83 miliar (Grafik 4.23) dengan jumlah debitur sebanyak 13.361 debitur (Grafik 4.24). Penyaluran KUR (total baki debet) Provinsi Aceh tersebut terkontraksi sebesar 7,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang telah terkontraksi sebesar 58,59% (yoy) (Grafik 4.24). Grafik 4. 28. Perkembangan Penyaluran
Grafik 4. 29. Perkembangan
KUR Aceh
Debitur KUR Aceh
Rp Miliar
Total Pembiayaan KUR (Kiri)
Pertumbuhan (yoy)
700
0%
600
-10%
500
-20%
400
-30%
300
-40%
200
Jumlah Debitur KUR (kiri)
20.000
-40%
0
-60%
0
IV
2015
I
II
-20% -30%
10.000
III
-10%
30.000
-50% II
0%
40.000
100 I
Pertumbuhan (yoy)
50.000
-50% -60% -70% I
2016
II
III
IV
2015
I
II 2016
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
3.3.2.
Program Akses Keuangan dan Pengembangan UMKM Dalam melaksanakan tugasnya mengawal kebijakan stabilitas sistem keuangan dan pengendalian inflasi
daerah, KPwBI Provinsi Aceh melakukan berbagai pengembangan UMKM dan sosialisasi akses keuangan. Salah satu program unggulan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada tahun 2016 adalah pengembangan program pengendalian inflasi klaster bibit bawang merah pada salah satu sentra bawang di Provinsi Aceh, yaitu Kabupaten Pidie dan Aceh Besar. Komoditas bawang merah merupakan komoditas yang sedang dirintis produksinya oleh Pemerintah Provinsi Aceh. Sentra produksi bawang merah di Aceh berada di Kabupaten Pidie, Bener Meriah dan Aceh Tengah. Bahkan pada tanggal 30 Juli 2015 telah dilaksanakan Jambore Bawang Merah Nasional di Kabupaten Pidie. Walau demikian, Aceh belum dapat untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Puncak panen bawang merah di Aceh terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun, dan terkonsentrasi antara bulan Maret s.d. September. Kebutuhan Bawang Merah untuk Provinsi Aceh Tahun 2015 diperkirakan adalah sebesar 31.809 ton sedangkan produksi bawang merah di Aceh baru 6.706,5 ton mencapai dan berarti kekurangannya harus dipasok dari luar daerah, terutama dari Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Persediaan Bawang Merah yang sering menipis dipasaran seringkali menimbulkan gejolak harga. Menipisnya persediaan Bawang Merah disebabkan produksi yang tidak stabil dan pasokan dari luar daerah yang suplainya tidak menentu. Kebutuhan komoditas bawang merah bagi masyarakat Aceh yang didatangkan dari luar daerah mengakibatkan sebuah ketergantungan yang dapat menjadi kendala ketika terjadi kendala pasokan, baik itu kegagalan panen dari daerah sumber penghasil maupun gangguan distribusi sehingga angkutan tidak dapat melayani pengangkutan distribusi bahan pokok yang tidak pelak secara bersamaan memicu terjadinya kenaikan harga jual bawang merah. Hal ini berpotensi berdampak buruk bagi perekonomian, ditandai dengan inflasi yang tinggi. Oleh karena itu, BI mendukung langkah budidaya benih bawang merah dalam rangka pengendalian inflasi dan kedaulatan pangan di Provinsi Aceh. Salah satu kendala yang dihadapi oleh petani dalam berproduksi adalah keterbatasan benih. Selama ini budidaya bawang merah diusahakan secara musiman, yang pada umumnya dilakukan pada musim kemarau (April s.d. Oktober), sehingga mengakibatkan produksi dan harganya berfluktuasi sepanjang tahun. Untuk mencegah terjadinya fluktuasi produksi dan fluktuasi harga yang sering merugikan petani, maka perlu upaya budidaya yang dapat berlangsung sepanjang tahun. 69
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Pada tahun 2014 Bank Indonesia menginisiasi program pengembangan klaster pengendalian inflasi bawang merah di Kabupaten Pidie dengan membuat program uji adaptasi dan demonstration plot bekerja sama dengan petani penangkar yang telah bersertifikasi dan juga pemerintah kabupaten Pidie dalam membina dan memberikan sertifikat benih hasil penangkaran bawang merah tersebut untuk dijual sebagai bibit. Tujuan pengembangan klaster mencakup penyediaan varietas unggul bawang merah kualitas sebagai salah satu upaya substitusi terhadap ketergantungan impor dan Pengembangan sentra produksi dan perluasan areal tanam. Gambar 4.1 Demplot Bawang Merah
Gambar 4.2. Praktek Lapangan Budidaya Bawang Merah
Dengan pemanfaatan ilmu dan teknologi yang sesuai, tanaman bawang merah pada demonstration plot ternyata dapat menghasilkan panen yang optimal walaupun mendekati musim penghujan. Pada demplot bawang merah, panen yang dilaksanakan pada permulaan musim penghujan dimana sebagian panen bawang gagal, benih bawang merah yang ditangkarkan berhasil tumbuh dan dapat dipanen. Hal ini akan membantu pemerataan jumlah produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Program pengendalian inflasi melalui klaster bawang kembali dilanjutkan pada
tahun 2016.
Berdasarkan identifikasi permasalahan terkini, Usaha budidaya bawang merah dibiayai oleh petani sendiri, masih belum banyak yang memperoleh pembiayaan dari kredit perbankan. Kesenjangan informasi (Asymetric Information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang ditetapkan dengan pengetahuan yang dimiliki usaha mikro kecil (UMK) sebagai salah satu dari penyebab masih belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan pada sektor usaha produktif. Di satu sisi, pelaku UMK masih mengalami keterbatasan informasi mengenai pola usaha yang layak dibiayai oleh bank. Dengan menyadari hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh terus mendukung pengembangan
komoditas
klaster
bawang
merah
yang
ada
setelah
dilakukannya
demplot
dengan
mengembangkan manajemen usaha pembibitan bawang merah melalui usaha kelompok yang mengedepankan aspek keuntungan serta kesinambungan dalam segi keuntungan maupun kelestarian lingkungan serta pemberdayaan masyarakat. Mengingat komoditas ini telah banyak diusahakan oleh masyarakat dalam skala usaha rumah tangga sehingga menjadi salah satu sumber mata pencaharian yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan keluarga, dan memberikan multiplier effect pada masyarakat di sekitarnya. Terlihat dalam kondisi masyarakat yang ada, walaupun sebagian besar petani sudah tergabung dalam kelompok tani, namun pada prakteknya, budidaya bawang merah kebanyakan dilakukan secara individu. Artinya fungsi kelompok tani belum dijalankan secara maksimal. Motivasi petani dalam membudidayakan bawang merah diantaranya adalah karena harga jual bawang merah yang cukup baik dengan pola perubahan yang statis, meneruskan usaha yang telah ada, pemasaran yang terjamin, sumber daya alam yang mendukung, atau adanya keterampilan yang sederhana. Untuk mencapai produktivitas bawang merah yang maksimal, budidaya harus dilakukan secara intensif sehingga perlu keuletan dan ketelatenan ekstra, terutama dalam hal pengendalian hama dan penyakit bawang KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
70
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
merah. Bawang merah termasuk komoditi yang rentan terhadap serangan hama penyakit yang dapat menyebabkan gagal panen. Untuk menanggulangi masalah tersebut diatas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh menggalakkan tema “Petani Pintar” dimana selain unggul dalam aspek produksi, para petani dituntut untuk unggul dalam aspek organisasi. Pembinaan kelompok petani ini dilakukan di dua kabupaten yakni Kabupaten Pidie dan Aceh Besar. Bekerja sama dengan pemerintah daerah terkait yakni Pemerintah Kabupaten Pidie serta Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, bersama sepakat dalam mengembangkan komoditas bawang merah dengan disepakatinya Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh serta Pemerintah Kabupaten Pidie dan Aceh Besar secara bersama-sama dengan kewenangan masingmasing untuk turut serta mengalokasikan sumber daya bagi pengembangan komoditas bawang merah di wilayah masing-masing. Gambar 4.2 Penyerahan Bantuan Sarana Tani
Gambar 4.2. Capacity Building Kunjungan Ke Petani Bawang Di Brebes
Wujud dari aksi tersebut ialah adanya pendampingan selama 6 (enam) bulan terhadap kelompok petani binaan di Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Besar dengan mengedepankan aspek manajemen produksi, keuangan dan pemasaran sehingga petani dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Petani bawang merah binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh telah mendapatkan pendampingan mengenai manajemen usaha yang baik. Diantaranya pencatatan, analisis usaha, dan pembuatan laporan keuangan. Saling bertukar informasi juga pengalaman dilakukan petani-petani bawang merah ini dengan pengusaha/petani bawang merah yang telah sukses. Setelah adanya demplot yang memprakarsai adanya manajemen produksi yang baik dengan teknologi yang sesuai dengan standar budidaya yang baik dan benar, kelompok petani didampingi oleh konsultan manajemen keuangan untuk melakukan pencatatan dalam setiap aspek pengeluaran dalam proses produksinya. Pencatatan ini dilakukan untuk memberikan kesadaran bagi petani penangkar dalam menyadari biaya yang dikeluarkan dalam setiap siklus produksi sehingga petani menyadari biaya yang produktif dan biaya yang tidak produktif serta menelusuri setiap biaya dengan jelas dan terukur. Setelah itu pada setiap siklus produksi didapat laporan keuangan sederhana yang memperlihatkan neraca dan laba rugi yang dilakukan oleh petani. Laporan keuangan sederhana ini berguna bagi entitas keuangan seperti perbankan, koperasi serta pihak berkepentingan yang lainnya dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi dalam sektor pertanian berikut. Laporan keuangan ini mengurangi adanya informasi yang tidak simetris antara institusi keuangan serta pelaku UMKM dalam mengambil keputusan untuk pembiayaan pada usaha ekonomi UMKM yang dimaksud dalam hal ini petani penangkar bawang merah dengan usaha penangkaran bawang merah. Para petani yang tergabung dalam kelompok tani tersebut mulai difungsikan secara aktif dengan adanya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai fondasi saling percaya dan komitmen antar anggota 71
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4 Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
kelompok tani dalam mewujudkan usaha bersama yang berkelanjutan dan berkesinambungan demi kesejahteraan bersama memenuhi kebutuhan hidup dengan rasa gotong royong dan kekeluargaan. Struktur organisasi ditentukan dalam musyawarah kelompok dengan beberapa fungsi strategis yang berperan dalam jabatan tertentu seperti jabatan inti, ketua, sekretaris dan bendahara serta badan pengawas untuk mengawasi jalannya jabatan inti sesuai aturan yang berlaku. Dengan adanya manajemen keuangan yang terpercaya melalui laporan keuangan sederhana yang dapat dijadikan acuan dalam memberikan kinerja serta struktur fondasi organisasi yang memberikan tanggung jawab bagi pihak luar dalam meyakini kelangsungan hidup kelompok tani tersebut. Kantor Perwakilan Bank Indonesia senantiasa berkontribusi dalam upaya pengembangan kelompok bagi tercapainya produksi komoditas yang berkelanjutan dan memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat dan tercapainya pengendalian inflasi dan keuangan inklusif.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
72
BAB 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan Lhokseumawe menunjukkan
adanya peningkatan net outflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Kegiatan sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal
KINERJA SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai Seiring dengan momen menjelang perayaan hari raya Idul Fitri dan masuknya bulan Ramadhan 1437H. Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan Lhokseumawe menunjukkan adanya net outflow, atau cenderung keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat. Posisi netflow mengalami pertumbuhan negatif sebesar 927,8% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami inflow sebesar Rp413,45 miliar menjadi outflow sebesar Rp3,42 triliun pada triwulan laporan. Pertumbuhan tahunan netflow mencatat peningkatan outflow sebesar 191,9% (yoy), meningkat signifikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terkontraksi sebesar 334,6%. Aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia (inflow) mengalami pertumbuhan negatif sebesar 40,4% (qtq) dari sebesar Rp1,62triliun pada triwulan I 2016 menjadi Rp967,77 miliar pada triwulan II 2016. Sebaliknya, aliran uang kartal dari Bank Indonesia menuju perbankan dan masyarakat (outflow) pada triwulan pelaporan tercatat sebesar Rp4,39 triliun atau lebih tinggi 262,7% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp1,2 triliun. Posisi
net
inflow
yang
tinggi
saat
triwulan
II
sejalan
dengan
pola
historisnya.
Hal
ini
didorong
oleh peningkatan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan/masyarakat seiring dengan masuknya hari raya Ramadhan dan Idul Fitri 1437 H. Secara tahunan, pertumbuhan posisi inflow pada triwulan laporan mengalami perlambatan dari 175,9% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 105,4% (yoy) pada triwulan II 2016. Namun demikian pertumbuhan posisi outflow sebesar 162,5% (yoy) lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang sebesar 115,7% (yoy). Grafik 5. 1. Perkembangan Inflow Outflow Outflow
Inflow
Grafik 5. 2. Perkembangan Uang Tidak Asli 130
140
Netflow
118
120
3000
100
Lembar
2000 1000 0 I
-1000
II
III IV
2013
-2000
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
80
80 60
II
40
2016
20
71
58 44 33
24 24
21
27
10
2
10
0
-3000
I
-4000
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV
I
2015
2016
II
Sumber : BI Aceh
Dalam rangka meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh secara rutin melaksanakan kegiatan kas keliling baik di dalam kota (Banda Aceh dan sekitarnya), luar kota, maupun remote area (daerah terpencil). Pada periode triwulan II-2016 telah dilaksanakan kegiatan kas keliling di Kota Banda Aceh sebanyak 20 kali, dan di Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 27 s.d 30 Mei 2016 dan di Kota Sabang tanggal 8 s.d 10 Juni 2016 yang seluruhnya terserap ke masyarakat. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan uang layak edar masyarakat di wilayah pesisir barat Aceh, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi 73
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Aceh juga telah membuka kas titipan sejak 25 Februari 2016 bertempat di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk, Cabang Blangpidie. Penemuan
uang
palsu
di
Provinsi
Aceh
pada
triwulan
laporan
meningkat
menjadi
sebanyak 10 lembar dari triwulan sebelumnya sebanyak 2 lembar (grafik 5.2). Penemuan tersebut antara lain berasal dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank Indonesia. Secara nominal, uang palsu yang ditemukan berada dalam pecahan Rp100.000 sebanyak 5 lembar, 4 lembar dalam pecahan Rp50.000 dan 1 lembar pecahan Rp5.000.
Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Kegiatan sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal (Grafik 5.). Secara triwulanan, pada triwulan II-2016 penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebesar 91.770 Data Keuangan Elektronik (DKE) atau meningkat sebesar 25,34% dibandingkan dengan periode yang sama triwulan sebelumnya sebesar 73.218 DKE. Nilai transaksi yang diproses melalui SKNBI sebesar Rp4,62 triliun atau meningkat 13,22% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp4,08 triliun. Peningkatan aktivitas transaksi melalui SKNBI tersebut sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebagaimana terkonfirmasi dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasil Survei Konsumen Bnak Indonesia. IKK pada triwulan berjalan berada pada level optimis dan tercatat sebesar 121,9 lebih tinggi dibandingkan IKK triwulan sebelumnya sebesar 110,4. Secara tahunan, volume transaksi ritel melalui SKNBI pada periode triwulan II-2016 tercatat meningkat sebesar 197,87% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 30.809 DKE. Nilai transaksi yang diproses melalui SKNBI sebesar meningkat 141,41% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,06 triliun. Grafik 5. 3. Perkembangan Nilai Kliring
Volume (kiri)
3,5
g_NomKliring(YoY)
2,5
1 0,5 0 -0,5 -1 I
II III IV 2013
I
II III IV
I
2014
II III IV
I
II
2015
2016
2,5
g_VolKliring(YoY)
80.000
2 1,5
g_VolKliring(QtQ)
100.000
3
2 1,5
60.000
1
40.000
0,5
%
5.000 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 0
g_NomKliring(QtQ)
%
Rp Miliar
Nominal (Kiri)
Grafik 5. 4. Perkembangan Volume Kliring
0
20.000
-0,5
0
-1 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2013
2014
2015
2016
Sumber : BI Aceh
Aktivitas kliring yang meningkat signifikan pada triwulan laporan didorong oleh implementasi Peraturan Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia yang berlaku efektif per 1 Januari 2016. Dengan adanya peraturan tersebut, SKNBI Generasi II melayani transfer dana masyarakat melalui sistem kliring sebanyak 5 kali dalam sehari (sebelumnya 4 kali), KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
74
BAB 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
sementara Layanan Kliring Warkat Debit ditingkatkan menjadi 4 kali dalam sehari (sebelumnya 1 kali) dengan jam layanan 9,5 jam (sebelumnya 8 jam) dan nilai maksimal transaksi Rp500 juta pertransaksi (sebelumnya Rp 100 juta). Selain itu, penyempurnaan dalam SKNBI Generasi II juga mencakup perluasan akses kepesertaan terhadap Penyelenggaraan Transfer Dana Selain Bank Umum, yaitu menambah juga Penyelenggara Transfer Dana (PTD) Non Bank khusus untuk Layanan Transfer Dana (Kliring Kredit). Hal ini memungkinkan masyarakat melakukan transfer dana ke seluruh wilayah Indonesia secara aman, murah dan efisien. Pada triwulan II 2016, transaksi perputaran kliring terbesar masih didominasi kota Banda Aceh sebagai kota pusat perekonomian di Provinsi Aceh. Secara volume dan nominal transaksi kliring di kota Banda Aceh mencapai masing-masing sebesar Rp2,50 triliun dan 46.043 DKE. Aktivitas kliring pada triwulan laporan di kota Banda Aceh menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 40,97% dari sisi volume dan 42,05% dari sisi nominal.
75
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Aceh hingga bulan Februari 2016 mencapai 64,24%, atau menurun dibanding bulan Februari 2015 yang mencapai 66,37. Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh berada pada level 8,13%, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,73%.
Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh berdasarkan data terakhir bulan Maret 2016 tercatat sebesar 16,73%. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan kondisi kemiskinan pada bulan Maret 2015 yang mencapai 17,08%. menurunnya tingkat kemiskinan di Aceh tersebut diakibatkan oleh adanya menurun tingkat kemiskinan di daerah pedesaan sebesar -0,73%, sementara itu tingkat kemiskinan di daerah perkotaan cenderung meningkat sebesar 1,22%.
KETENAGAKERJAAN Kondisi
ketenagakerjaan
di
Provinsi
Aceh
berdasarkan survei tenaga kerja BPS per Februari
Grafik 6. 1. Perkembangan Kondisi Ketenagakerjaan Aceh (%) 67
12
Provinsi Aceh pada Februari 2016 mencapai 2235
66
10
juta orang, atau menurun sebanyak -26 ribu orang
65
8
64
6
63
4
2016 menunjukan jumlah angkatan kerja di
dari jumlah angkatan kerja di bulan Februari 2015 sebanyak 2261 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Aceh pada Februari 2016 mencapai 8,13%, lebih
62
tinggi dibandingkan TPT bulan Februari 2015
61
sebesar 7,73%.
TPAK
Feb
Agu
Feb
2014
TPT (rhs)
2
Agu
Feb
2015
0
2016
TPAK
65,32
63,06
66,37
63,44
64,24
TPT (rhs)
6,75
9,02
7,73
9,93
8,13
Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2015, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2016 di sektor pertanian, industri pengolahan mengalami penurunan sedangkan penduduk yang bekerja di sektor jasa-jasa meningkat. Sektor pertanian masih merupakan sektor utama yang mempengaruhi keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Aceh. Pekerja di sektor pertanian mencapai 738 ribu orang, menurun sebanyak 122 ribu orang dibandingkan dengan bulan Februari 2015 sebanyak 860 ribu orang. Sedangkan pekerja di sektor industri adalah sebanyak 299 ribu orang atau menurun sebesar -5 ribu orang dibandingkan dengan bulan Februari 2015 sebanyak 304 ribu orang. Pekerja di sektor Jasa-Jasa meningkat sebanyak 93 ribu orang dari 923 ribu orang pada bulan Februari 2015 menjadi 1016 ribu pada bulan Februari 2016. (Grafik 6.2).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
76
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat
Grafik 6. 2. Perkembangan Tenaga Kerja Aceh menurut Lapangan Kerja Utama (dalam ribu jiwa)
Grafik 6. 3 Porsi Tenaga Kerja menurut Status Pekerjaan Utama
1200
Berusaha Sendiri
1000 800
12%
400
17%
200
38% 0 Feb
Agu 2014
Feb
21%
9%
Pertanian Ind.pengolahan Jasa-jasa
600
Agu 2015
Feb
3%
Berusaha dibantu buruh tdk tetap/Buruh tdk dibayar Berusaha dibantu butuh tetap Buruh/Karyawan/Pegawai Pekerja bebas di pertanian Pekerja keluarga / tidak dibayar
2016 Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Secara sederhana, pendekatan kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sedangkan selebihnya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, maka pada bulan Februari 2016 sebesar 853 ribu orang (41,55%) bekerja pada kegiatan formal dan 1200 juta orang (58,45%) bekerja pada kegiatan informal. Situasi ini menggambarkan bahwa sebagian besar tenaga kerja di Provinsi Aceh adalah tenaga kerja di sektor informal, yang artinya tenaga kerja di Provinsi Aceh mayoritas tidak memiliki perlindungan yang memadai bagi tenaga kerja. Karena pekerja di sektor informal tidak dilindungi dengan hak-hak yang didapatkan oleh tenaga kerja di sektor formal. Apabila dilihat secara rinci menurut status pekerjaan utama, situasi ini masih serupa dengan kondisi ketenagakerjaan pada bulan Februari 2016. Status pekerjaan utama yang terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 0,35% diikuti oleh berusaha sendiri sebesar 0,19% kemudian pekerja keluarga/tidak dibayar 0,11% lalu berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 0,03%. Pekerja dengan status berusaha sendiri mengalami penurunan paling banyak dibanding yang lain yakni sebanyak -78 ribu orang. Hal ini senada dengan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor jasa-jasa, karena mayoritas pekerja di sektor jasajasa adalah pekerja yang berusaha sendiri. 4.2. KESEJAHTERAAN Sampai dengan periode bulan Maret 2016,
Grafik 6. 4. Perkembangan Kemiskinan Aceh
tingkat kemiskinan1 di Provinsi Aceh mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Maret 2015. Jumlah penduduk miskin di Aceh pada bulan Maret 2016 mencapai 848 ribu jiwa (16,73%) atau menurun sebanyak -3 ribu orang jika dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang mencapai 852 ribu orang (17,08%) (Grafik 6.4). Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan 1
77
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Masyarakat
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Orang)
950
20
Angka Kemiskinan (rhs)
19 18
850
%
Ribu Jiwa
900
17 800
16
750
15 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar 2011
2012
2013
2014
2015
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin pada Maret 2015 yaitu 17,08%, terdapat penurunan persentase penduduk miskin sebesar -0,35%. Sementara itu, jika dibandingkan
dengan periode semester
sebelumnya yakni September 2015, tingkat kemiskinan di Aceh juga mengalami menurun sebanyak -10,97 ribu orang (naik 0,92%). Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut bersumber dari penurunan angka kemiskinan di daerah pedesaan sebesar 3,57% sedangkan di daerah perkotaan menurun sebesar -1,41%. Adanya penurunan realisasi anggaran belanja pemerintah yang diimplementasikan dalam berbagai proyek pembangunan diperkirakan menjadi faktor pendorong adanya naiknya tingkat kemiskinan di Aceh (Grafik 6.5). Grafik 6. 5. Perkembangan Angka Kemiskinan 20
Grafik 6. 6. Angka Kemiskinan Nasional Menurut Provinsi 30
15
Aceh (16,73%)
25 20
%
10
15 5
Kota
Desa
Nasional 10,86%
10
Nasional
5
Papua
Maluku
Aceh
Lambung
Sulbar
2016
Jateng
2015
Riau
2014
Jabar
2013
Riau
2012
Malut
2011
0
Bangka
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
DKIJ
0
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Tingkat kemiskinan di Aceh saat ini menduduki urutan ke-7 tertinggi dibandingkan 33 Provinsi lainnya (Grafik 6.6). Adapun 10 provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi lainnya dari rendah ke tinggi berturut-turut adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Gorontalo, Bengkulu, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah dan Lampung (grafik 6.7). Nilai Tukar Petani (NTP) Aceh yang mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani yang mayoritas tinggal di pedesaan pada 2015 mengalami peningkatan dibandingkan NTP triwulan sebelumnya sebesar 68,81 menjadi 69,45. Angka realisasi NTP subsektor tanaman pangan, hortikultura, perikanan, tanaman perkebunan rakyat masing-masing mengalami mengalami penurunan, penurunan, peningkatan, penurunan, peningkatan dibandingkan dengan angka NTP pada 2014, kecuali sektor (Grafik 6.7 dan 4.9). Apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya di wilayah Sumatera, NTP Aceh berada di posisi ke-1 terendah (Grafik 6.8).
Grafik 6. 7. Perkembangan NTP Aceh
Grafik 6. 8. NTP Tiap Provinsi di Wilayah Sumatera pada triwulan IV 2015
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
78
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat
130 It
Ib
140 120 100 80 60 40 20 0
NTP
120 110 100 90 80 I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
2015
I
II
2016
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Grafik 6. 9. NTP Aceh Menurut Sub Sektor pada triwulan IV 2015 110 105 100 95 90 T.Pangan Perikanan Peternakan
85 80 I
II
III 2014
Hortikultura TP Rakyat IV
I
II
III
IV
2015
I
II 2016
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Dimensi lain yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi kemiskinan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2016, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan sebesar 0,33. Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan dari 19,44 pada Maret 2015 menjadi 19,11 pada Maret 2016. Hal ini serupa dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yang penurunan sebesar -0,31. Indeks ini mengalami penurunan dari 11,13 pada Maret 2015 menjadi 10,82 pada Maret 2016. Jika dibandingkan dengan semester sebelumnya, yakni periode September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan mengalami penurunan dari 10,92 pada September 2015 menjadi 11,13 pada Maret 2016. Di samping itu, Indeks Keparahan Kemiskinan pada periode yang sama menurun dari 19,56 menjadi 19,11. (Grafik 6.10 dan 4.11)
79
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Masyarakat
Grafik 6. 10. Indeks Kedalaman Kemiskinan & Indeks Keparahan Kemiskinan Aceh
Grafik 6. 11. Indeks Kedalaman Kemiskinan & Indeks Keparahan Kemiskinan Nasional 3
4 3
2
%
%
Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan
2
Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan
1
1
0
0 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar 2011
2012
2013
2014
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar 2011
2015 2016
2012
2013
2014
2015 2016
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Indikator lain untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah. Pembangunan manusia di Provinsi Aceh terus mengalami perbaikan. Data terakhir pada tahun 2015 mencatat bahwa IPM Aceh mencapai 69,45, atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. namun demikian masih lebih rendah daripada IPM nasional sebesar 69,55. Capaian IPM yang terus meningkat dari tahun ke tahun merupakan indikasi positif bahwa kualitas manusia di Aceh semakin membaik dari aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi (Grafik 6.12). Aspek terakhir yang menggambarkan kualitas hidup manusia yaitu standar hidup layak yang digambarkan melalui indikator pengeluaran per kapita. Indikator ini memperlihatkan tingkat kesejahteraan yang dapat dinikmati oleh penduduk dan sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian. Data publikasi BPS terakhir mencatat selama periode 5 tahun (2011-2015) pengeluaran per kapita Aceh menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pengeluaran per kapita Aceh tahun 2015 tercatat sebesar Rp8,53 juta, atau telah mengalami peningkatan sebesar Rp235,57 ribu dibandingkan tahun 2014 (Grafik 6.13).
Grafik 6. 12. Indeks Pembangunan Manusia Aceh Aceh
Grafik 6. 13. Pengeluaran Per Kapita Aceh (Dalam Ribu Rp)
69,45 69,55
Nasional
8.533,05
68,81 68,90
8.288,79 8.297,48
68,30 68,31 67,81 67,70
67,45 67,09
8.134,01 8.043,67
67,09
7.933,73
66,53
2010 2010
2011
2012
2013
2014
2011
2012
2013
2014
2015
2015
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
80
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
Perekonomian Aceh pada tahun 2016
diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran
3,13% - 4,13% (yoy).
Dari sisi penawaran, sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup
signifikan
sementara
itu
sektor pertambangan
dan
industri pengolahan
diperkirakan masih mengalami kontraksi. Dari sisi permintaan, peningkatan konsumsi diperkirakan memberikan andil utama dalam pertumbuhan namun defisit neraca perdagangan daerah Aceh masih menjadi penghambat.
Pada tahun 2016 inflasi Aceh diperkirakan masih berada pada level antara 2,39% 3,39% (yoy). Tekanan diperkirakan bersumber dari inflasi kelompok volatile food.
7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan II 2016 sebesar 3,66% atau berada di bawah proyeksi pada triwulan sebelumnya yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,62% – 4,62%.
Perekonomian Aceh
tumbuh dibawah potensi optimumnya dikarenakan terjadi perlambatan ekspor, terutama ekspor batubara, bahan kimia anorganik dan ekspor produk pertanian. Tabel 7. 1. Perkembangan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Aceh (yoy,%) 2013
2014
2015
2,83
1,65
(0,72)
2016 I
II
IIP
IIIP
IVP
2016P
3,66
3,54
3,62-4,62
3,2-4,2
3,10-4,10
3,13-4,13
Sumber : BPS Provinsi Aceh *
) Angka perkiraan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh
Perekonomian Aceh pada triwulan III 2016 diperkirakan akan tumbuh positif antara 3,2% dan 4,2% dan pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh sebesar 3,1% sampai 4,1%. Secara keseluruhan perekonomian Aceh tahun 2016 diperkirakan mengalami pertumbuhan antara 3,13% dan 4,13%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perekonomian Aceh tahun 2015 yang mengalami kontraksi 0,72%. Sumber pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan-III 2016 diperkirakan masih akan berasal dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah seiring dengan peningkatan konsumsi menjelang persiapan pilkada serentak 2017 serta peningkatan alokasi dana desa. Sementara itu, dari sisi penawaran sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan masih menjadi sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi Aceh di tengah risiko penurunan harga komoditas dunia. Tabel 7. 2. Hasil Proyeksi PDRB Aceh 2016 Sisi Permintaan (yoy, %) 2016
Sektor
I
II
IIIP
2016P
IVP
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
3,94%
5,08%
4,94%
6,15%
5,04%
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
4,96%
9,32%
1,64%
6,77%
5,67%
-1,84%
9,53%
5,57%
3,62%
1,71%
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
81
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
Pembentukan Modal Tetap Bruto Net Ekspor Total (Median)
8,17%
12,03%
2,85%
4,37%
4,28%
16,55%
49,29%
11,47%
10,02%
8,57%
3,66%
3,54%
3,70%
3,60%
3,63%
Sumber : Proyeksi BI Aceh Dari sisi permintaan, keseimbangan internal dan eksternal yang baru diperkirakan kembali terbentuk seiring dengan permintaan domestik yang masih tetap kuat serta meningkatnya ekspor komoditas non migas. Permintaan domestik yang kuat diperkirakan ditandai dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah yang meningkat. Peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah masih mengandalkan APBA Aceh yang diperkirakan akan meningkat pada tahun 2016. Oleh karena itu, pertumbuhan pada tahun 2016 tergantung dari seberapa besar realisasi APBA di tahun 2016. Agenda pilkada serentak di Aceh pada tahun 2017 merupakan salah satu faktor yang mendorong peningkatan pertumbuhan komponen konsumsi di tahun 2016 karena berdasarkan historisnya, kegiatan kampanye dan persiapan pilkada akan memberikan dampak terhadap peningkatan konsumsi. Dengan kondisi optimis ini pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pemerintah pada tahun 2016 masing-masing diperkirakan sebesar 5,04% dan 1,71%. Namun, disisi lain, pilkada serentak ini juga memiliki risiko menghambat pertumbuhan jika konsentrasi pilkada membuat proyek-proyek pemerintah pada tahun 2016 menjadi terbengkalai. Alokasi dana desa dari pemerintah pusat kepada Provinsi Aceh yang sebesar Rp3,8 Triliun atau meningkat sebesar 123,5% dibandingkan tahun sebelumnya diperkirakan dapat memberikan stimulus perekonomian bagi masyarakat Aceh, khususnya di daerah pedesaan apabila serapannya dapat dimaksimalkan. Kinerja neraca perdagangan Aceh tahun 2016 diperkirakan masih belum pulih jika dibandingkan dengan era sebelum habisnya ekspor gas Aceh pada triwulan IV 2014. Namun demikian, dengan semakin besarnya concern pemerintah pada upaya peningkatan daya saing komoditas unggulan, diharapkan terjadi perbaikan kinerja ekspor sehingga ekspor Aceh diperkirakan akan tumbuh positif hingga 8,57% Ketergantungan Aceh terhadap pasokan barang dari daerah lain (Sumatera Utara) masih menjadi faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2016. Peningkatan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkatkan defisit neraca perdagangan Aceh sebesar 13,44%. Selain itu, proyek-proyek infrastruktur yang terlaksana pada tahun 2016 diperkirakan juga akan meningkatkan impor luar negeri Aceh. Sementara itu, seiring dengan realisasi megaproyek infrastruktur listrik & pengairan serta pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi baru, investasi pada tahun 2016 diperkirakan akan meningkat. Dana investasi yang masuk terkait beberapa megaproyek yang diselenggarakan di Provinsi Aceh serta pembangunan pabrik semen baru di Kabupaten Pidie pada tahun 2016 juga diharapkan dapat mendorong perekonomian Aceh dari sisi permintaan. Investasi masih tetap akan tumbuh positif pada tahun 2016 sebesar 4,28%. Program pemerintah untuk meningkatkan daya saing daerah lewat pengembangan kawasan strategis, agropolitan, minapolitan serta kawasan industri; peningkatan realisasi investasi serta pertambahan nilai tambah produk komoditas unggulan yang dikonkritkan melalui sinergi program SKPA pada tahun 2016 dapat pemenuhan pasokan bahan pangan dan beberapa komoditas inti yang saat ini masih dipenuhi lewat antar-daerah. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi keamanan, serta mempromosikan investasi akan semakin memperkuat peran investasi dalam pertumbuhan. Dari sisi penawaran, sektor utama yang diperkirakan akan menjadi penyangga ekonomi Aceh pada tahun 2016 adalah sektor pertanian, sektor perdagangan dan sektor konstruksi. Sektor pertanian diproyeksikan mengalami peningkatan seiring dengan tren membaiknya harga komoditas unggulan seperti sawit, kakao dan kopi. Dengan 82
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
kondisi tersebut, sektor pertanian diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan yang signifikan sebesar 4,13%. Seiring dengan meningkatnya investasi di Aceh terkait dengan megaproyek nasional, pembangunan kawasan industri dan kawasan khusus serta pembangunan pabrik semen baru, sektor konstruksi diharapkan dapat menyumbang andil pertumbuhan yang cukup tinggi. Pada tahun 2016 sektor konstruksi diperkirakan tumbuh sebesar 11,87%, jauh lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 4,53%. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Aceh masih terhambat sektor pertambangan dan industri pengolahan yang terkontraksi cukup dalam. Penghentian ekspor mineral mentah dan morotarium tambang serta berhentinya produksi gas masih menjadi pemicu utama menurunnya kinerja sektor ini. Berhentinya ekspor batubara di Aceh juga turut menyumbang terkontraksinya sektor pertambangan yang diperkirakan dapat mencapai -14,46% pada tahun 2016. Dari sisi eksternal, terdapat beberapa risiko yang masih perlu diwaspadai, antara lain: lemahnya pertumbuhan ekonomi global, ketidakpastian ekonomi Tiongkok yang meningkat. Namun demikian ketidakpastian atas peningkatan suku bunga acuan Amerika Serikat (fed fund rate) cenderung mereda dan harga komoditas dunia berada dalam tren peningkatan pada tahun 2016. Dengan kondisi tersebut, beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah Aceh untuk dapat menjaga pertumbuhan ekonomi Aceh antara lain: 1.
Memberikan stimulus perekonomian berupa percepatan realisasi APBA, tren peningkatan pertumbuhan pengeluaran pemerintah terutama untuk proyek pembangunan harus dipertahankan karena merupakan sumber utama penopang pertumbuhan Aceh.
2.
Merumuskan kebijakan untuk menurunkan defisit neraca perdagangan Aceh, diantaranya melalui upaya pembuatan model kerjasama perdagangan antar daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten / kota yang memprioritaskan pemenuhan komoditas strategis dari Aceh sendiri, selain itu percepatan pembangunan pabrik-pabrik pengolahan harus dilakukan agar produk dengan nilai tambah yang terbesar berada di Aceh.
3.
Melakukan penguatan daya saing daerah. Tren peningkatan ekspor non migas Aceh saat ini harus dipertahankan dan bahkan ditingkatkan melalui upaya: (i) Peningkatan nilai tambah komoditas pertanian dan perkebunan seperti gabah, kopi, CPO, karet, dan kokoa melalui integrasi dengan industri pengolahan pertanian sebagai sektor unggulan baru Aceh; (ii) Meningkatkan kemudahan dalam berusaha dan berinvestasi di Aceh melalui pembentukan kawasan khusus seperti kawasan industri maupun kawasan ekonomi khusus; (iv) Menumbuhkan sektor perdagangan & akomodasi melalui peningkatan infrastruktur, regulasi maupun tata kelola pariwisata potensial di Aceh; (v) pembentukan forum peningkatan daya saing daerah dan Regional Investment Relation Unit untuk meningkatkan awareness Aceh sebagai daerah berpotensi, baik dan terpercaya.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
83
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
7.2. INFLASI PROVINSI ACEH Tabel 7. 3. Perkembangan dan Perkiraan Inflasi Aceh (yoy, %) 2016
2015 I
II
III
IV
I
II
II
5,44
6,24
4,18
1,53
3,55
2,34
3,19-4,19
IIIP
IVP
1,74 – 2,74%
2,39-3,39
P
Sumber : BPS Provinsi Aceh *
) Angka perkiraan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh
Laju inflasi Aceh pada triwulan laporan yaitu 2,34%, berada di bawah range proyeksi KPw BI Provinsi Aceh maupun sasaran inflasi nasional sebesar 4±1%. Namun demikian, secara keseluruhan inflasi Aceh pada tahun 2016 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015 dengan kisaran 2,39% - 3,39% (yoy). Faktor utama penyebab peningkatan inflasi Aceh pada tahun 2016 adalah kebijakan pemerintah dalam penghapusan subsidi tarif listrik secara bertahap, peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat serta risiko cuaca buruk pada akhir tahun. Pada triwulan III-2016, inflasi Aceh diperkirakan berada pada kisaran 1,74% - 2,74% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi Aceh pada triwulan III-2015 sebesar 4,18%. Penyesuaian harga BBM pada bulan April 2016 terkait perkembangan harga minyak dunia yang cenderung menurun telah mengurangi tekanan inflasi di tahun 2016. Namun demikian, terdapat sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi pada semester II-2016, yakni: i) Perayaan Meugang & Ramadhan ii) Dampak kebijakan penyesuaian harga berbagai komoditas dalam kelompok administered prices khususnya UMR, Cukai Rokok, LPG dan tarif tenaga listrik iii) iii) tren kenaikan harga komoditas dunia, terutama emas sejak bulan Januari 2016. Koordinasi intensif antara BI dan pemerintah dalam Tim pengendalian inflasi Daerah (TPID) Aceh diperlukan untuk menjaga laju inflasi sehingga inflasi Aceh pada akhir tahun 2016 agar berada dalam kisaran target yaitu 4±1%. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga laju inflasi antara lain: 1.
Pengalokasian APBN dan APBD dalam memperbaiki konektivitas perhubungan dan energi untuk mendukung kelancaran distribusi barang dan mendukung peningkatan ketersediaan pasokan.
2.
Menyinergikan program kerja SKPA untuk pengendalian inflasi di Aceh melalui dokumen roadmap TPID Aceh.
3.
Senantiasa memonitor perkembangan harga, stok dan produksi komoditas bahan makanan sebagai dasar dalam pelaksanaan intervensi pengendalian harga melalui program operasi pasar, beras sejahtera dan pasar murah.
4.
Mendorong upaya pengembangan infrastruktur dan antisipasi kerusakan infrastruktur khususnya infrastruktur yang mendukung produksi bahan pangan dan terkait transportasi untuk
menjamin
kelancaran pasokan barang. 5.
Melakukan diseminasi dan komunikasi terkait inflasi untuk menjaga ekspektasi harga di masyarakat.
6.
Meningkatkan kelancaran distribusi barang ke masyarakat melalui pasar alternatif, seperti Toko Tani Indonesia atau optimalisasi pasar induk.
7.
Melakukan upaya untuk meningkatkan kecukupan pangan melalui upaya pemanfaatan bibit unggul, serta aplikasi metode dan teknologi tepat guna.
8.
Melaksanakan kerjasama perdagangan antar provinsi/kabupaten/kota terkait pemenuhan stok komoditas strategis di Aceh secara tepat waktu dan tepat guna.
9.
Mendorong peningkatan stok untuk menjaga ekspektasi pasar, salah satunya melalui optimalisasi program Sistem Resi Gudang (SRG) dan pemanfaatan cold storage. 84
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH Administered price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBA
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah Aceh yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Faktor Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price)
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Investasi
Kegiatan meningkatkan peningkatan modal.
Inflasi inti
Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Migas
Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Mtm
Month to month. sebelumnya.
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
nilai
tambah
Perbandingan
antara
komoditas/kelompok
suatu
data
kegiatan
satu
barang/kota
keyakinan
produksi
bulan
dengan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
86
melalui
bulan
LAMPIRAN
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Perceived risk
Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
87
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
LAMPIRAN
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB Ahmad Farid KOORDINATOR PENYUSUN Handoko EDITOR Akhmad Ginulur TIM PENULIS Akhmad Ginulur Ridwan Sobirin Fadhil Muhammad Muhamad Yoga Pranata KONTRIBUTOR Unist Statistik, Survei & Liaison Unit Operasional Kas
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI ACEH JL. Cut Mutia No.15, Banda Aceh Telp. (0651) 32320 ext. 8205| Fax. (0651) 34116 Softcopy dapat diunduh pada tautan: http://www.bi.go.id/web/id/publikasi/ ekonomi_regional/aceh/
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
88