KAJIAN DAMPAK KEGIATAN RUMAH POTONG HEWAN TERPADU BUBULAK KOTA BOGOR TERHADAP MUTU AIR SUNGAI CISADANE
FAUZI ISKANDAR
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Dampak Kegiatan Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor yang Mempengaruhi Mutu Air Sungai Cisadane adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2014
Fauzi Iskandar NIM B04090037
ABSTRAK FAUZI ISKANDAR. Kajian Dampak Kegiatan Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor Terhadap Mutu Air Sungai Cisadane. Dibimbing oleh Eko Sugeng Pribadi dan Bambang Arief Mukti W. Sungai sebagai sumber kehidupan bagi makhluk hidup disekitarnya memiliki resiko yang tinggi terhadap sumber pencemaran. Limbah cair hasil kegiatan Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor mengalir memasuki perairan umum sungai Cisadane. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu mikrobiologi, fisika dan kimia limbah hasil instalasi pengolahan air limbah cair RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor yang masuk ke perairan umum sungai Cisadane. Metode yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada SNI 24611990 mengenai metode cara uji cemaran mikroba, baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan mutu air dan pengendalian pencemaran air, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan. Contoh air yang berasal dari limbah hasil instalasi pengolahan air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor mengandung bakteri Salmonella sp dan contoh air yang berasal dari perairan umum S. Cisadane mengandung bakteri Salmonella sp, Staphylococcus sp, Streptooccus sp, dan total Coliform yang cukup tinggi. Konsentrasi nilai COD dan BOD limbah cair yang berasal dari instalasi pengolahan air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor berada dibawah nilai maksimum yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 tahun 2001 secara umum uji fisika, kimia, dan mikrobiologi air sungai Cisadane berada pada kriteria Kelas III berdasarkan peruntukannya yaitu sarana/prasarana rekreasi air, pertanian, perkebunan dan perikanan. Kata kunci
: Air, bakteri patogen, limbah, sungai
ABSTRACT FAUZI ISKANDAR. Impact Assesment Of Bogor Bubulak Integrated Abattoir To Cisadane River Water Quality. Supervised by EKO SUGENG PRIBADI and BAMBANG ARIEF MUKTI W River as a source of water has a high risk of pollution. The aim of this study is to assess microbiology, physics, and chemestry qualities of Bubulak slaughterhouse wastewater that flow into Cisadane river. Procedure of microbial contamination test was based on SNI 2461-1990 about methods of microbial contamination test, the standard of water quality was based on Goverment
Regulation No. 82/2001 about water quality management and water pollution control and the standard of slaughterhouse wastewater quality was based on Decree of Ministry of Environment No. 02/2006 about wastewater quality standard for slaughterhouse activities. The samples of wastewater taken from Bubulak slaughterhouse was contained Salmonella sp. The water samples of Cisadane river was contained Salmonella sp, Staphylococcus sp, Streptococcus sp, and coliform total. Dissolve oxygen (DO), BOD and COD concentration of Bubulak slaughterhouse wastewater was below the allowed maximum limit according to the Ministry of Environment No. 02/2006. According to Goverment Regulation No. 82/2001, Cisadane river was clasified as the 3rd standard level of water quality and could be used for facilities or infrastructure of water recreation, agriculture, plantations, and fisheries. Keywords : bacteria, river, slaughterhouse, wastewater, water
KAJIAN DAMPAK KEGIATAN RUMAH POTONG HEWAN TERPADU BUBULAK KOTA BOGOR TERHADAP MUTU AIR SUNGAI CISADANE
FAUZI ISKANDAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Kajian Dampak Kegiatan Rumah Potong Hewan Bubulak Terhadap Mutu Air Sungai Cisadane Nama : Fauzi Iskandar NIM : B04090037
Disetujui oleh
Dr Drh Eko Sugeng Pibadi, MS Pembimbing I
Drh B Arief Mukti W, MM Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh. Agus Setiyono MS, Ph.D,APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah mutu air, dengan judul Kajian Dampak Kegiatan Rumah Potong Terpadu Bubulak Kota Bogor yang Mempengaruhi Mutu Air Sungai Cisadane. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Drh. Eko Sugeng Pribadi MS dan Drh Bambang Arif Mukti W MM selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Agus Soemantri, Pak Jumli (Almarhum), dan semua staf Laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet FKH IPB yang telah sangat membantu selama penelitian. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ayahanda Muhammad Naim, Ibunda Siti hajar, Saudari Juniana, Novia Triharna, Latifah Humairoh, Annisa Aprilia serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungan yang diberikan selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2014 Fauzi Iskandar
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Sungai Cisadane
3
RPH
5
Bakteri Patogen
7
METODE
9
Waktu dan Tempat
9
Alat dan Bahan
9
Rancangan Penelitian
9
Prosedur Analisis Data
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Pemeriksaan Mikrobiologi
15
Karakter Fisika dan Kimiawi
18
SIMPULAN DAN SARAN
22
Simpulan
22
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL 1 Hasil Uji Salmonella sp pada media TSIA SNI 2897:2008 2 Daftar APM Coliform (menggunakan 5 tabung) 3 Angka paling mungkin dari bakteri kelompok coliform dari contoh air dan air limbah dari RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor 4 Hasil pengujian identifikasi bakteri patogen 5 Karakter fisika dan kimiawi contoh air S. Cisadane dan air limbah dari RPH
12 14 15 17 19
DAFTAR GAMBAR 1 Peta keberadaan UPTD Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor
6
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan 2 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas, PP No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendelian Pencemaran Air 3 Hasil Analisis Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing) Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan IPB
25 25
26
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan sumber air permukaan yang memberikan manfaat kepada kehidupan manusia. Mata air sebagai awal aliran air, melintasi bagian alur sungai hingga bagian hilir dan terjadi secara dinamis. Kedinamisan tersebut tergantung dari musim, karakteristik air sungai, dan pola hidup manusia di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan debit air dan mutu air sungai akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan lingkungan sungai dan kehidupan manusia. Di bagian hulu sungai relatif masih sedikit adanya gangguan sehingga masih dapat dikatakan dalam kondisi baik. Bagian tengah dari alur sungai mengalami tingkat kerusakan yang sesuai dengan semakin meningkatnya pemukiman penduduk di sekitar alur sungai. Bagian hilir merupakan bagian dari alur sungai yang cukup parah tingkat kerusakannya akibat berbagai macam pencemaran. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan pencemaran air. Menurut peraturan tersebut pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga mutu air menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Wardhana (2004) menyatakan bahwa pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah limpasan (run off) pertanian, limbah domestik, dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain lain. Pencemaran terhadap air sungai tentunya tidak terjadi dengan sendirinya. Manusia merupakan faktor penting yang mengakibatkan pencemaran air sungai, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai. Setiap pinggiran sungai yang padat pemukiman, dipastikan akan terlihat saluran pembuangan yang langsung mengarah ke aliran sungai. Sehingga jika setiap saluran pembuangan yang mengarah ke sungai diakumulatifkan maka akan menjadikan pencemaran yang cukup tinggi. Industri peternakan dan usaha pemotongan hewan merupakan upaya masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupan dan perekonomian masyarakat. Usaha pemotongan hewan ini memiliki banyak manfaat, namun memiliki dampak negatif yang mengarah pada kerusakan lingkungan dan mengganggu kehidupan manusia apabila tidak dikelola dengan baik khususnya untuk perairan tempat pembuangan limbah. Limbah yang dihasilkan dapat bertindak sebagai media tumbuh berbagai macam mikroba dan mudah mengalami pembusukan. Limbah rumah potong hewan, sebagai limbah organik yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, dan garam-garam mineral, dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba sehingga mudah mengalami pembusukan. Air limbah dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan Biochemical Oxygen Demand (BOD), kebutuhan oksigen secara kimiawi Chemical Oxygen
2
Demand (COD), NH3, H2S, perubahan pH serta menimbulkan bau busuk seperti bau amoniak dan belerang (Widya et al 2008). Penggunaan lahan di hulu sungai Cisadane mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan fungsi secara tidak terkendali menjadi lahan pemukiman dan daerah industri mengakibatkan fungsi kawasan sebagai daerah resapan air menjadi berkurang dan dapat menimbulkan banjir di daerah hilir. Kegiatan industri, aktifitas rumah tangga, maupun fasilitas umum merupakan sumber buangan limbah yang dilakukan secara langsung atau setelah melewati proses pengolahan terlebih dahulu. Tahun 1987–1995 terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup besar yaitu dari lahan pertanian berubah menjadi pemukiman dan semak belukar. Lahan pertanian sawah berkurang seluas 334 ha (28%), tegalan seluas 67 ha (5%), dan kebun campuran seluas 433 ha (53%) berubah fungsi menjadi pemukiman. Perkebunan teh berkurang seluas 262 ha (100%) dan tegalan seluas 498 ha (39%) berubah menjadi semak belukar (Puspaningsih 1999).
Perumusan Masalah Merujuk pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang digali melalui penelitian ini melalui pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. mengetahui mikroba patogen yang berada di air limbah yang dikeluarkan oleh RPH dan masuk ke lingkungan air sungai?; 2. seberapa besarkah tingkat pencemaran oleh mikroba-mikroba patogen ini?; 3. seberapa burukkah mutu air limbah yang dikeluarkan RPH?
Tujuan Penelitian 1. 2. 3. 4.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis mikroba patogen yang kemungkinan dilepaskan oleh kegiatan RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor mengetahui mutu air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor selama kegiatan pemotongan; mengetahui mutu air s. Cisadane, terutama keberadaan bakteri patogen di aliran sebelum lokasi RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor; membandingkan mutu sumber air bersih RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor dengan s. Cisadane
. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diperoleh diantaranya 1. mendapatkan informasi tentang mikroba-mikroba patogen yang dilepaskan melalui air limbah kegiatan RPH Bubulak Kota Bogor; 2. mengetahui pengaruh air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor terhadap mutu air s. Cisadane;
3
3. memberikan peluang kepada pengelola RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor untuk menyusun tatakerja baku pengolahan air limbah yang dihasilkan dari kegiatan RPH Bubulak; 4. memberikan peluang bagi pengambil kebijakan untuk melakukan analisis risiko atas keberadaan RPH Bubulak dan dampak yang ditimbulkan dari kegiatannya; 5. memberikan peringatan dini dan sosialisasi kepada masyarakat pengguna air s. Cisadane agar bersikap hati-hati oleh adanya pencemaran yang kemungkinan disebabkan oleh kegiatan RPH Bubulak.
TINJAUAN PUSTAKA Sungai Cisadane Sungai Cisadane terletak di antara 6002’ sampai 6054’ LS dan 1060 17’ sampai 1070 0’ BT. Sungai Cisadane berhulu di Gunung Pangrango, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Sungai Cisadane memiliki ciri sungai pegunungan yang yang berarus deras, banyak tebing curam dengan dasar batuan pasir, berkerikil dan alur sungai yang berbelok-belok, memiliki hidograf aliran dengan puncak yang tajam. Menurut Anggoro (2004) hulu s. Cisadane merupakan pegunungan yang berketinggian ± 300 meter di atas permukaan laut (mdpl) sampai ± 3000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Di hulu S.Cisadane telah terdapat pemukiman yang semakin banyak ditemukan ke arah hilir. s. Cisadane merupakan salah satu sungai yang cukup besar di Propinsi Jawa Barat. Sungai yang memiliki panjang 140 kilometer memanjang melewati empat kota dan kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan akhirnya bermuara di laut Jawa (Wijaya 2009). Penggunaan lahan di kawasan ini telah mengalami perubahan. Daerah yang sebelumnya merupakan lahan pertanian produktif telah berubah fungsi menjadi lahan pemukiman dan daerah industri. Oleh karena itu, fungsi kawasan resapan air berkurang dan berakibat pada timbulnya ancaman banjir di daerah hilir. Daerah aliran sungai (DAS) Cisadane hulu, secara deskriptif terletak di kecamatan Ciomas, Darmaga, Ciampea, Cijeruk, Caringin, Naggung, Cibunbulan, Rumpin, Cigudeg, Leuwiliang, dan Ciawi, Kabupaten Bogor (Puspaningsih 1999) Sungai Cisadane berhulu di Gunung Pangrango Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Hulu s. Cisadane memliki luas daerah aliran sungai sebesar 7693,3 ha. Menurut Ahsoni (2008), penggunaan lahan di hulu s. Cisadane sangat beragam, yaitu untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat, sawah, perkebunan campuran dan ladang. Secara umum kualitas air s. Cisadane semakin ke hilir semakin menurun dengan tingkat pencemaran semakin tinggi. Sumber pencemaran dari berbagai aktivitas di DAS Cisadane dari rumah tangga pertanian, dan industri. Sungai Cisadane mengalir membelah wilayah pemukiman yang padat penduduk seperti Kota Bogor dan Kota Serpong. Hasil aktivitas manusia yang tidak dimanfaatkan dibuang ke s. Cisadane dan anak-anak s. Cisadane (Siahaan et al 2011)
4
Penggunaan lahan di hulu s. Cisadane banyak digunakan sebagai hutan dan ladang. Lahan hutan mendominasi wilayah Sub DAS Cisadane hulu dengan luas sekitar 1086,8 ha (60,35%). Area hutan ini sebagian besar merupakan hutan alami dan hutan pinus. Lahan hutan umumnya dijumpai di bagian hulu dengan kemiringan lereng yang sangat curam. Lahan ladang/tegalan mencakup luasan sekitar 621,6 ha (34,52%). Sedangkan sawah, pemukiman dan kebun kurang dari 50% dari sebaran penggunaan lahan. Lahan sawah lebih banyak terdapat di dekat aliran sungai sehingga dapat secara langsung mempengaruhi kondisi perairan di bagian hulu s. Cisadane (Ahsoni 2008). Di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango yang dilewati oleh Sungai Cisadane terdapat pembangkit listrik tenaga panas milik Chevron Geothermal Ltd di area hutan seluas 273,6 ha, tambang emas milik Aneka Tambang di daerah Gunung Pongkor, ratusan penambang emas tanpa izin, perambah liar, dan vila liar (Tempo 2013). Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air disebutkan bahwa Baku Mutu Air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau macam unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air pada sumber air tertentu. Sesuai dengan peraturan ini, air yang dimaksud adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk air laut dan air bawah tanah. Dalam Peraturan tersebut di Pasal 8 ayat 1 ditetapkan pengkelasan air sesuai dengan peruntukannya, yaitu: 1.
Kelas I
2.
Kelas II
3.
Kelas III
4.
Kelas IV
: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air sama dengan kegunaan tersebut : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau pembentukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan peruntukan tersebut. : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
5
Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor Rumah potong hewan (RPH) sebagai tempat usaha pemotongan hewan dalam penyediaan daging sehat seharusnya memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan sanitasi, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekitar kawasan RPH. Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian No 555/Kpts/TN 240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Potong Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya dampak terhadap kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan RPH. Unit Pelayanan Terpadu Rumah Potong Hewan Terpadu Kota Bogor terletak di Jl. KH. Abdullah Bin Nuh RT/RW: 02/01 Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat (Gambar 1). Unit ini mengelola usaha penyediaan daging sehat dan aman bagi kebutuhan penduduk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Kegiatan pemotongan hewan di Unit ini dilakukan dengan berpatokan pada SK Menteri Pertanian No. 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang syarat dan tata cara pemotongan hewan potong. RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor menempati area seluas 47954,28 m2 dengan sarana dan prasarana yang ada di RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor telah dipergunakan secara optimal. Sarana dan prasarana tersebut antara lain: 1. Kantor 2. Kandang penampungan 3. Kandang penampungan siap potong 4. Rumah pemotongan hewan sapi/kerbau 5. Kandang karantina / isolasi 6. Pangkalan ayam 7. Laboratorium 8. Krematorium 9. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 10. Mushola 11. Kantin 12. Pos satpam 13. Gudang pakan 14. Garasi 15. 13 unit rumah jabatan 16. Kendaraan operasional (mobil pengangkut daging) 17. Kendaraan operasional pengangkut limbah padat 18. Kendaraan operasional roda dua 19. Tempat pemotongan unggas skala kecil 20. Tempat pengolahan limbah padat 21. Instalasi air bersih 22. Rumah mekanik/listrik 23. Ruang tunggu tamu 24. Ruang tunggu tamu jasa pemotongan 25. Loket dan tempat pengaduan 26. Unit pengolahan ayam ungkep
6
Rumah Potong Hewan Terpadu Kota Bogor mendapatkan sertifikat dari International Standart Organization (ISO) 9001:2008 pada tahun 2010 dari SAI Global, penghargaan Citra Pelayanan Prima tingkat Pratama tahun 2010 dari Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta piagam penghargaan sebagai unit pelayanan publik dalam rangka Citra Pelayanan Prima tingkat Provinsi Jawa Barat tahun 2010 dari Gubernur Jawa Barat. Jumlah hewan yang dipotong di RPH tahun 2010 adalah 32.006 ekor yaitu sebanyak 20.250 ekor ayam dan 11.816 ekor sapi. Jumlah hewan yang dipotong tersebut telah mencapai 157,50% dari sasaran pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) tahun 2010, yaitu sebesar 20.360 ekor.
Gambar 1 Peta keberadaan UPTD Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor (Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031 Pemerintah Kota Bogor) Limbah RPH merupakan limbah organik, berserat dan bervolume besar. Limbah organik yang dihasilkan dari RPH berupa darah, sisa lemak, feses, isi rumen dengan kandungan protein, lemak, dan karbohidrat yang cukup tinggi. Secara teknis, limbah RPH termasuk ke dalam limbah industri. Dilihat dari komposisi dan pengaruhnya terhadap perairan, limbah RPH mirip dengan sampah domestik (domestic sewage). Namun karena kandungan organiknya yang tinggi, maka bahaya pencemaran mikroorganisme patogen dari limbah RPH lebih besar dibandingkan limbah domestik. Limbah cair RPH terbesar berasal dari darah yang menyebabkan meningkatnya nilai BOD, COD, dan padatan tersuspensi (Sianipar 2006) Limbah RPH dapat berfungsi sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah tersebut mudah mengalami pembusukan. Proses pembusukan di dalam air mengakibatkan kandungan NH3 dan H2S di atas maksimum dari kriteria mutu air yang telah ditetapkan. Gas NH3 dan H2S tersebut
7
menimbulkan bau yang tidak sedap serta dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan yang disertai dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain menimbulkan gas berbau busuk, terjadi juga penggunaan oksigen terlarut yang berlebihan oleh gas H2S sehingga mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (Widya et al. 2008).
Bakteri Patogen Bakteri patogen yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah Bacillus anthracis, Brucella sp., dan Salmonella sp. sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts/OT.140/3/2013 tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis. Selain itu juga, dilakukan analisis bakteri patogen lain seperti Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Escherichia coli dan total coliform. Coliform merupakan bakteri yang memiliki habitat normal di usus manusia dan hewan. Oleh karena itu, bakteri coliform, terutama E. coli menjadi petunjuk dari pencemaran fekal. Bakteri coliform meliputi semua bakteri berbentuk batang, Gram negatif, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa dengan menghasilkan gas dan asam pada suhu 37 0C dalam waktu kurang dari 48 jam (Arnia dan Warganegara 2012) Bakteri Salmonella sp dapat dikenali pada media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA) dengan terbentuknya koloni berwana merah muda, bening sampai buram (black center) (SNI. 2461-90). Salmonella sp. merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang. Keberadaannya di dunia hingga saat ini diketahui sebanyak kurang lebih 2500 spesies dari subspesies yang berbeda. Sebanyak 90% populasi adalah Salmonella enterica subspesies enterica. Spesies ini terdapat serovar yang terkenal menginfeksi manusia maupun hewan yaitu Salmonella thypimurium, Salmonella parathypi, Salmonella gallinarum, Salmonella pullorum, Salmonella enteridis. Serovar Salmonella memberikan efek yang fatal bagi hewan terutama pada bagian saluran pencernaan (Parija 2009). Bakteri lain yang kemungkinan dapat ditemukan pada limbah cair RPH adalah Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp.. Kedua bakteri tersebut merupakan bakteri yang bisa ditemukan di berbagai tempat seperti udara, debu, air, susu, makanan dan peralatan makan, lingkungan, tubuh manusia dan hewan seperti kulit, rambut/bulu, bahkan di saluran pernafasan pada individu sehat bakteri ini dapat ditemukan. Staphylococcus sp. merupakan bakteri patogen yang mampu menghasilkan zat toksik yang disebut enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan. Keracunan makanan tersebut disebabkan oleh terserapnya enterotoksin tahan panas yang masuk ke makanan seperti daging dan produk olahannya yang menyebabkan terjadinya gastroenteritis (Chotijah 2009). Selain menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia, bakteri Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. juga menimbulkan kerugian bagi para peternak di Indonesia. Menurut (Sugiri dan Anri 2008), bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae merupakan penyebab mastitis klinis maupun subklinis yang merupakan masalah penting dan merugikan dari segi ekonomi bagi peternak sapi perah berupa penurunan produksi dan kualitas susu segar dan olahannya. Bakteri Brucella sp. adalah bakteri bersifat Gram negatif, tidak berspora, berbentuk kokobasilus (short rods) dengan panjang 0,6–0,5 μm, tidak berkapsul,
8
tidak berflagella sehingga tidak bergerak (non motil). Bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit Brucellosis yang hubungannya erat dengan pekerjaan (occupational disease). Orang-orang yang sangat rentan terhadap penyakit tersebut adalah pekerja di RPH, dokter hewan, pemburu, petani. Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang dikenal sebagai penyakit reproduksi menular pada ternak. Hewan yang terinfeksi kuman Brucella dapat mengalami abortus, retensi plasenta, orchitis, dan epididimitis serta dapat mengeskresikan kuman ke dalam uterus dan susu. Berat ringan penyakit tergantung strain Brucella yang menginfeksi. Brucella abortus, B. Melitensis, B. Suis, dan B. Canis adalah strainyang patogen ke manusia. Gejala klinis Brucellosis pada manusia yaitu demam intermitten, sakit kepala, lemah, arthralgia, myalgia, dan turunnya berat badan. Antraks adalah penyakit zoonosis yang dapat ditularkan oleh hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Bacillus anthracis. Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan puluhan tahun dalam tanah dan bisa menjadi sumber penularan pada manusia dan hewan. Hewan dapat tertular penyakit ini jika memakan spora yang menempel pada tanaman yang dimakan. Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora yang ada di tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan yang sakit (kulit, daging, tulang atau darah), mengonsumsi produk hewan yang kena antraks atau melalui udara yang mengandung spora misalnya pada pekerja yang bekerja di pabrik wool, kulit binatang dan rumah potong hewan (Zahroh 2012). Tingkat kematian karena antraks sangat tinggi terutama pada hewan herbivora, mengakibatkan kerugian ekonomi dan mengancam keselamtan manusia.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari–Juli 2013, yang berlokasi di Rumah Potong Hewan Bubulak Kota Bogor yang berlokasi di Jalan KH Abdullah Bin Nuh Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat dan Daerah Aliran s. Cisadane di samping lokasi Rumah Potong Hewan Bubulak Kota Bogor.
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kertas lakmus, kertas pH, termometer, botol BOD untuk pengukuran oksigen terlarut (DO) dan BOD, gelas erlenmeyer 250 mL, pipet volumetrik, tabung reaksi, tabung Durham, pipet ukur (1,5, 10) mL, inkubator, cawan petri, inkubator, penangas air, kotak pendingin kapas, sarung tangan, masker, ember, spidol, bunsen, lap/tisu, gelas objek. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan MnSO4, larutan NaOH-KI, Kalium Bi-Iodat 0,025 N, Indikator Amilum, H2SO4 pekat, Na-Azida, Kalium Iodida, Na-tiosulfat 0,025, larutan K2Cr2O7 0,025 N, Larutan
9
Ag2SO4H2SO4 dan larutan ferro ammonium sulfat. Lactose Broth (LB), EC Broth, Briliant Lactose Bile Broth 2% (BGLB), Buffered Peptone Water, Lauryl Sulphate Tryptone/Tryptose Broth (LST) atau Lactose Broth, MacConkey Agar (MCA), Baird Parker Agar (BPA), Salmonella Shigela Agar (SSA), Brucella Selective Suplement, AnaeroGen (CO2), dan Agar darah. Contoh yang akan diperiksa adalah air dari sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari kegiatan RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor, limbah cair hasil pengolahan kegiatan RPH sebelum masuk ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL), air hasil IPAL sebelum menuju s. Cisadane dan air s. Cisadane sebelum pembuangan hasil pengolahan IPAL rumah potong hewan.
Rancangan Penelitian Pengambilan contoh Contoh yang digunakan di dalam penelitian ini adalah air dari sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari kegiatan RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor, limbah cair hasil pengolahan kegiatan RPH sebelum masuk instalasi pengolahan air limbah (IPAL), air hasil IPAL sebelum menuju s. Cisadane dan air s. Cisadane sebelum pembuangan hasil pengolahan IPAL rumah potong hewan. Pengujian terhadap keberadaan bakteri patogen dilakukan sebanyak 3 kali. Pengambilan contoh air dilakukan pada 4 titik yaitu Air sumur yang digunakan untuk kegiatan RPH sehari-hari, limbah cair hasil pengolahan kegiatan RPH, air hasil Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RPH, air s. Cisadane sebelum pembuangan limbah RPH. Air limbah diperoleh dari saluran pengeluaran yang berasal dari saluran pengeluaran gedung RPH. Sebanyak + 1,0 L contoh air limbah diambil secara aseptik dengan menggunakan botol sucihama sesuai dengan metode pengambilan contoh air dan lumpur berdasarkan SNI 03-7016-2004. Pengambilan contoh air limbah dilakukan dua kali dalam satu hari kegiatan pemotongan, yaitu saat proses pemotongan berlangsung dan setelah proses pengolahan air limbah di instalasai pengolahan air limbah (IPAL). Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 3 kali untuk pemeriksaan mikrobiolgi dan 2 kali untuk pemeriksaan kimia dan fisik. Untuk keperluan pemeriksaan Biological Oxygen Demand (BOD), Oxygen Demand (DO) dan Chemical Oxygen Demand (COD), pengambilan contoh air yang bebas udara dilakukan dengan menggunakan botol BOD (volume 300 mL) berbeda yang tertutup rapat dan dilapisi plastik hitam agar terlindung dari sinar matahari. Sebanyak 1,0 mL MnSO4 dan 1,0 mL NaOH +Ki ditambahkan ke dalam botol contoh tersebut dan kemudian botol ditutup kembali dan dikocok dengan gerakan angka delapan dengan hati-hati. Pemeriksaan contoh ini dilakukan di Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pengolahan contoh Contoh akan diperiksa secara fisik, kimiawi dan mikrobiologik. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan mengukur suhu. Pemeriksaan kimiawi dilakukan untuk parameter:
10
(a) Pengukuran pH Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas indikator pH universal. Indikator universal merupakan gabungan dari metil jingga, metil merah, bromtimol biru dan fenolftalein. Kertas pH dicelupkan ke dalam contoh yang akan ditentukan pH—nya. Kertas pH akan mengalami perubahan warna sesuai dengan pH larutan dan dicocokkan dengan warna warna yang tertera pada kemasan indikator universal (tabel panduan warna). Pengukuran pH akan diulangi ketika contoh air tiba di laboratorium dengan menggunakan pH—meter digital. (b) Penghitungan DO Penghitungan untuk parameter ini dilakukan menurut APHA (1998). Contoh air dimasukkan ke dalam botol BOD 300 mL sampai penuh sempurna. Contoh dengan tanpa kebutuhan Iod disimpan untuk beberapa jam dengan penambahan masing-masing sebanyak dua mililiter larutan mangan sulfat, larutan Azida NaOH-Kl, asam sulfat pekat ke dalam botol BOD dan dikocok hingga tercampur sempurna. Setelah itu dilakukan titrasi dalam waktu 1–2 jam setelah pengambilan contoh. 2 mL larutan mangan sulfat dipipet ke dalam contoh, selanjutnya 2 mL larutan azida natrium iodida alkali dipipet kedalam contoh dan botol ditutup dengan hati-hati agar udara tidak masuk ke dalam botol. Botol BOD tersebut dikocok dengan membolak-balik botol minimal 15 kali. Pengocokan diulangi setelah terjadi endapan dalam jangka waktu dua menit dan ditunggu sampai terbentuk endapan kembali dan sekurang-kurangnya terdapat 100 mL supernatan yang jernih. Setelah tutup botol dicabut, sebanyak dua mililiter asam sulfat pekat ditambahkan ke dalam contoh sampai asam tersebut turun ke leher botol BOD. Botol ditutup kembali dengan hati-hati. Larutan yang berlebih dibilas dengan air kran dan botol tersebut dikocok sampai seluruh botol tercampur rata samapai endapan terlarut. Sebanyak 50 mL larutan dari contoh (yang sudah dipersiapkan) dipindahkan ke gelas Erlenmeyer dan dititrasi dengan larutan Na--tiosulfat 0,025 N yang sudah standar. Gelas erlenmeyer dikocok hingga contoh tercampur rata. Titrasi dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari merah cokelat sampai kuning muda. Sebanyak 1–2 mililiter indikator amilum ditambahkan ke gelas erlenmeyer. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Titran ditambahkan satu tetes bila titik akhir tercapai dan volume titran dicatat. Bila titik titrasi berlebih, maka kembali dititrasi dengan 0.025 N larutan Biodat yang ditambahkan tetes demi tetes. (c) Penghitungan BOD Penentuan bahan organik total ini dilakukan berdasarkan pemakaian oksigen oleh jasad-jasad renik yang membongkar bahan organik yang larut dalam air. Makin banyak bahan organik yang dibongkar dalam waktu yang ditetapkan, makin banyak pemakaian oksigen. Banyaknya oksigen sebelum proses pembongkaran dan sesudah pembongkaran itulah yang dipakai sebagai ukuran (relatif) dari banyaknya bahan organik yang larut dalam air. (d) Penghitungan COD Sebanyak 20.00 mL air contoh dididihkan dalam tabung pendidih (reflux flask) untuk menghilangkan senyawaan yang mudah menguap. Sebanyak 0,4 g (HgSO)4, 10.00 mL K2Cr2O7 0.025 N ditambahkan ke dalam contoh yang telah
11
dididihkan. Kemudian tabung pendidih (reflux flask) dikocok dengan hati-hati agar larutan tercampur merata. Sebanyak 25 mL asam sulfat-peraksulfat ditambahkan ke botol contoh dengan hati-hati dan dididihkan selama kurang lebih 90 menit. Setelah didinginkan, kondensor dibilas dengan 20–30 mL air destilata dan diencerkan menjadi 75–100 mL. Titrasi dilakukan dengan menggunakan reagen bikromat, larutan ferro ammonium sulfat, dan indikator ferroin sebanyak 2–5 tetes. Warna akan berubah dari biru kehijauan menjadi merah kecoklatan. Penghitungan COD dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : COD (ppm) =
(
)
untuk A = mL ferro ammonium sulfat untuk blanko B = mL ferro ammonium sulfat untuk contoh C = normalitas ferro ammonium sulfat
(e) Pemeriksaan mikrobiologik Pemeriksaan mikrobiologik dilakukan untuk mendapatkan gambaran angka dari masing-masing mikroba yang diamati dan identitas mikroba yang berada di dalam contoh yang diperiksa. e.1 Pendugaan angka paling mungkin (APM) Perkiraan penghitungan mikroba di dalam contoh air limbah dilakukan dengan menggunakan metode angka paling mungkin (Most Probable Number-MPN) dengan menggunakan lima tabung (SNI 1990) e.1.1
Uji Pendugaan (Presumptive Test) Contoh air diencerkan secara desimal sampai pengenceran -3 10 dengan larutan NaCl 0,9% fisiologis. Sebanyak 10 mL contoh diambil dan dimasukkan ke lima tabung yang masing-masing berisi media kaldu Lactose Broth. Di dalam tabung ini juga terdapat tabung Durham terbalik yang berfungsi untuk menangkap gas hidrogen yang dihasilkan selama pertumbuhan mikroba di dalam media ini. Sebanyak satu mililiter dan 0,1 mL dari tabung ini dipindahkan ke tabung yang kedua dan ketiga yang juga berisi lima mililiter media yang sama.Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 37 o C selam 48 jam dan diamati terbentuknya gas yang terperangkap di dalam tabung Durham.
e.1.2
Uji Penegasan (Confimative Test) Sebanyak satu mililiter cairan dari tiap tabung yang membentuk gas pada media Lactose Broth dipindahkan ke dalam tabung yang berisi 10 mL media kaldu Briliant Lactose Bile Broth 2% (BGLB 2%) untuk mengenali keberadaan bakteri Coliform dan ke dalam tabung berisi 10 ml media kaldu EC Broth untuk bakteri Escherichia coli. Semua tabung tersebut diinkubasi pada suhu 37 o C selama 48 jam untuk bakteri Coliform dan pada suhu 47 oC
12
untuk bakteri E. coli selama 48 jam juga. Adanya gas pada tabung Durham pada media BGLB dan media EC Broth memperkuat dugaan adanya bakteri Coliform dan E. coli. Angka Paling Mungkin dari bakteri Coliform dan E. coli ditentukan dengan membandingkan hasil dari inkubasi terhadap Tabel 1 di bawah ini. e.2 Identifikasi bakteri patogen Contoh air juga akan diperiksa untuk mengisolasi dan mengidentifikasi mikroba-mikroba yang diduga patogen selain coliform dan fecal coliform, seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus, Brucella abortus, Bacillus anthracis, Salmonella sp. Isolasi dan identifikasi untuk bakteri-bakteri ini dilakukan dengan mengacu pada Barrow et al (2004) dan SNI. 2461-90 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba. e.2.1
Salmonella sp Pemeriksaan bakteri Salmonella sp dilakukan dengan metode agar tuang (pour plate). Suspensi contoh diencerkan 10-1 sampai 103 , dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml larutan ke dalam cawan petri dengan proses agar tuang (pour plate) selanjutnya dituangkan media Salmonella & Shigella Agar (SSA). Proses inkubasi dilakukan pada suhu 37 0C selama 48 jam dan diamati terbentuknya koloni bakteri tak berwarna sampai merah muda, bening sampai buram. Selanjutnya koloni yang diduga positif Salmonella sp dilakukan uji biokimia pada media TSIA dengan cara menusukkan pada bagian dasar agar kemudian digoreskan diatas agar miring. Bakteri yang ditemukan selanjutnya diuji dengan uji gula dan IMVIC berdasarkan SNI. 2461-90 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba.
Tabel 1 Hasil Uji Salmonella sp pada media TSIA SNI 2897:2008 Media Agar Miring Dasar Agar H2S Gas (Slant) (Butt/Bottom) TSIA Alkalin/K Asam/A Positif Positif/negatif (merah) (kuning) (hitam) e.2.2 Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp Identifikasi adanya bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp menggunakan metode agar tuang pada media Baird Parker Agar (BPA). Proses inkubasi dilakukan pada suhu 37 0 C selama 48 jam dan diamati terbentuknya koloni bakteri bundar, licin, halus, cembung berwarna abu-abu hingga kehitaman. Selanjutnya koloni bakteri yang diduga positif Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp dibiakkan kembali pada media Tryptic Soy Agar (TSA). Setelah diinkubasi selama 24 jam dilanjutkan dengan pewarnaan gram, uji Katalase dan uji gula yang mengacu SNI. 2461-90 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba.
13
e.2.3 Brucella sp Identifikasi adanya bakteri Brucella sp menggunakan metode agar tuang pada media Brucella selective supplement. Proses inkubasi dilakukan pada suhu 37 0C selama 48 jam di dalam tabung anaerob dengan menggunakan AnaeroGen (CO2). Selanjutnya koloni bakteri yang diduga positif Brucella abortus dibiakkan kembali pada media Tryptic Soy Agar (TSA) dengan ciri transparan bening atau tembus cahaya, permukaan cembung, pengecatan gram terlihat batang lembut cocoid atau antara batang dan coccus. e.2.4 Bacillus anthracis Identifikasi adanya B. anthracis dengan cara menanam contoh pada media agar darah berdasarkan sifat koloni bakteri yang dibiakkan dengan suhu 37 oC selama 16-24 jam. Koloni bakteri B. anthracis berwarna keabu-abuan, tepi tidak rata dan beraturan (medusa head), kasar, suram, non hemolitik, non motil dan konsistensi liat (SNI 1990).
Data Sekunder Selain digali data-data yang diperoleh dengan pengolahan contoh air, ada beberapa data sekunder yang diperlukan untuk penelitian ini. Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah data curah hujan yang berasal dari Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Analisis Data Data yang diperoleh akan disusun dan dianalisis secara deskriptif. Data yang diperoleh akan dibandingkan antara nilai parameter mutu air dengan nilai baku untuk masing-masing kelas air dan hasil penelitian di lokasi Rumah Potong Hewan Bubulak berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan dan PP Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
14
Tabel 2. Daftar APM Coliform dan Escherichia coli (menggunakan lima Tabung) berdasarkan SNI. 2461–90. Cara Uji Cemaran Mikroba Kombinasi / Jumlah tabung yang Positif 0-0-0 0-0-1 0-1-0 0-2-0
APM/ 100 Ml
Kombinasi/ Jumlah tabung yang positif
<2 2 2 4
4-2-0 4-2-1 4-3-0 4-3-1 4-4-0
22 26 27 33 34
1-0-0 1-0-1 1-1-0 1-1-1 1-2-0
2 4 4 6 6
5-0-0 5-0-1 5-0-2 5-1-0 5-1-1 5-1-2
23 30 40 30 50 60
2-0-0 2-0-1 2-1-0 2-1-1 2-2-0 2-3-0
4 7 7 9 9 12
5-2-0 5-2-1 5-2-2 5-3-0 5-3-1 5-3-2
50 70 90 80 110 140
3-0-0 3-0-1 3-1-0 3-1-1 3-2-0 3-2-1
8 11 11 14 14 17
5-3-3 5-4-0 5-4-1 5-4-2 5-4-3 5-4-4
170 130 170 220 280 350
4-0-0 4-0-1 4-1-0 4-1-1 4-1-2
13 17 17 21 26
5-5-0 5-5-1 5-5-2 5-5-3 5-5-4 5-5-5
240 300 500 900 1600 1600
APM/100 ml
dihitung dengan rumus
=
APM / 100 Ml
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Rumah potong hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor terletak di Jl. KH. Abdullah Bin Nuh RT. 02 / RW. 01 Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat. RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor ini terletak tepat di sisi jalur DAS Cisadane dengan curah hujan rata-rata yang tinggi, yaitu 552 mm pada bulan Februari dan 423 mm pada bulan Juli 2013 (BMKG 2013). Berdasarkan data yang diperoleh dari Pemerintah Kota Bogor tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031, bahwa lokasi Rumah Potong Hewan Bubulak Kota Bogor berada di kawasan Perlindungan plasma nuftah dan diapit oleh kawasan perumahan kepadatan sedang dan kawasan perumahan kepadatan tinggi. Keadaan s. Cisadane saat ini cukup memperihatinkan sebagai sungai besar yang melewati empat kota dan kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Penggunaan lahan di kawasan ini mengalami perubahan yang sangat cepat. Lahan pertanian subur telah berubah fungsi menjadi lahan pemukiman dan daerah industri. Oleh karena itu, fungsi kawasan sebagai wilayah resapan air berkurang, dan berakibat pada timbulnya ancaman banjir di daerah hilir. Jumlah Bakteri dan Keberadaan Bakteri Patogen Perkiraan jumlah bakteri, terutama bakteri kelompok coliform ditampilkan dalam bentuk angka paling mungkin seperti yang tercantum di dalam Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Angka paling mungkin dari bakteri kelompok coliform dari contoh air dan air limbah dari RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor Angka paling mungkin (APM/100 mL) Dari contoh yang diambil berulang 1
2
3
Kelas I
Baku mutu air sungai1) Kelas II
Kelas III
Kelas IV
1000
5000
10.000
10.000 10.000
Air sumur
40
Air limbah
16.000
16.000
16.000
1000
5000
10.000
Air limbah hasil IPAL
2.300
1.400
70
1000
5000
10.000
Air sungai sebelum outlet RPH
16.000
16.000
9.000
1000
5000
10.000
10.000
1)
PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari data di atas, dapat diketahui bahwa sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor memiliki kriteria mutu kelas I berdasarkan PP No 82 Tahun
16
2001. Artinya sumber air yang digunakan tidak dipengaruhi mutu air limbah yang menuju s. Cisadane. Air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor merupakan gabungan dari feses, darah, isi rumen, sisa-sisa daging yang tidak digunakan dan air cuciannya. Limbah cairnya menjadi media pertumbuhan mikroba yang sangat baik untuk bakteri coliform sehingga kandungan bakteri ini cukup tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kandungan bakteri coliform rata-rata pada s. Cisadane adalah 13.666 APM/100 ml yang melampaui batas maksimum yang diperbolehkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada lokasi pengamatan banyak terdapat sampah yang bersumber dari sisa-sisa tumbuhan, sisa-sisa makanan, dan bangkai–bangkai hewan yang merupakan substrat utama tumbuhnya bakteri coliform. Kurniawan (2006) mendapatkan hasil yang sama ketika sumber pencemar mikrobiologis dari sistem pembuangan sampah dapat meresap masuk ke lapisan tanah atas dan akhirnya masuk dan terakumulasi ke dalam sumur. Bakteri E. coli tidak ditemukan pada berbagai contoh yang diperiksa dengan menggunakan teknik yang sama. Diduga keberadaan bakteri ini hilang pada proses pengolahan limbah dengan menggunakan zat kimia berupa klorin. Menurut (Silitonga et al 2013), ketika chlorine dilarutkan dengan air akan berubah menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat yang mampu menghasilkan reaksi hidrolisis dengan berbagai komponen kimia bakteri, seperti peptidoglikan, lipid dan protein yang dapat menimbulkan kerusakan fisiologis dan mekanisme seluler bakteri. Bakteri E. coli juga tidak ditemukan pada s. Cisadane, diduga akibat pengaruh arus deras air s. Cisadane yang besar mengakibatkan bakteri tersebut terlarut dalam perairan s. Cisadane. Penelitian ini juga mengamati keberadaan beberapa bakteri patogen yang kemungkinan ada di contoh-contoh yang berkaitan dengan kegiatan RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor seperti yang terpapar pada Tabel 4. Hasil pengamatan terhadap contoh air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari aktifitas RPH tidak ditemukan Salmonella sp. Berbeda dengan contoh air yang berasal dari limbah cair, Air limbah IPAL, dan air s. Cisadane sebelum outlet RPH mengandung bakteri Salmonella sp. Hal ini membuktikan bahwa air limbah IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor mencemari s. Cisadane walaupun pada kenyatannya s. Cisadane sebelumnya telah tercemar bakteri Salmonella sp sebelum outlet pembuangan limbah RPH. Keberadaan bakteri ini di perairan umum dapat berakibat fatal, pada manusia gejala klinis yang muncul setelah terinfeksi Salmonella tergantung jenisnya. Salmonella thypimurium akan menyebabkan demam enterik ditandai dengan demam tinggi, diare, pusing, dan nyeri perut. Gejala klinis akan muncul setelah 28 hari terinfeksi. Gejala klinis yang muncul akibat Salmonella enteridis sangat cepat yaitu 8–72 jam setelah terinfeksi. Gejala klinis yang muncul yaitu sakit perut, diare, pusing, muntah dan demam. Kasus Salmonelosis di Indonesia dari tahun 1989–1997 terdapat 828 kasus dari ayam, 219 dari telur, 95 dari babi, dan 59 dari sapi. Menurut Bahri 2008, kejadian penyakit Salmonelosis terjadi karena sanitasi yang buruk.
17
Tabel 4 Beberapa bakteri patogen yang diisolasi dari contoh yang diambil di lokasi RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor Contoh yang Diperiksa dan pada Pemeriksaan ke-
Bakteri
Sumur sumber air bersih
Air limbah hasil pengolahan IPAL
Air limbah
Air sungai sebelum outlet RPH
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Coliform
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Escherichia coli
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Staphylococcus sp
-
-
-
+
+
-
-
-
-
+
+
+
Streptococcus sp
-
-
-
+
+
-
-
-
-
+
+
+
Salmonella sp
-
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Bacillus anthracis
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Brucella sp
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Staphylococcus sp, dan Streptococcus sp tidak ditemukan di dalam contoh air sumur dan air limbah yang telah melewati instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RPH. Kedua bakteri tersebut memang ditemukan di air limbah yang keluar dari ruang pemotongan. Akan tetapi, bakteri tersebut hilang dalam proses instalasi pengolahan air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor yang menggunakan zat kimia berupa klorin. Menurut (Yunus 2000), kemampuan klorin dalam mengendalikan bakteri dapat melalui persenyawaan dengan protein membran sel yang membentuk N-kloro yang kemudian melalui metabolisme sel mengakibatkan kematian organisme. Menurut (Silitonga et al) ketika chlorine dilarutkan dengan air akan berubah menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat desinfektan yang mampu menghasilkan reaksi hidrolisis dengan berbagai komponen kimia bakteri peptidoglikan, lipid dan protein yang dapat menimbulkan kerusakan fisiologis dan mekanisme seluler bakteri. Kedua bakteri terdapat di contoh air s. Cisadane yang berarti perairan sungai tersebut telah mengalami pencemaran sebelum lokasi outlet pembuangan limbah RPH Terpadu Bubulak Dinas Pertanian Kota Bogor. Dari hasil tersebut di atas, air limbah RPH tidak memberikan cemaran bakteri patogen ini karena proses instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor mampu membunuh bakteri tersebut dengan zat kimia klorin yang digunakan. Staphylococcus sp merupakan bakteri yang bisa ditemukan di berbagai tempat seperti udara, debu, air, susu, makanan dan peralatan makanan, lingkungan, tubuh manusia dan hewan seperti kulit, rambut/bulu, bahkan di saluran pernafasan pada individu sehat bakteri ini dapat ditemukan. Staphylococcus sp. merupakan bakteri patogen yang mampu menghasilkan zat toksik yang disebut enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan. Keracunan makanan tersebut disebabkan oleh terserapnya enterotoksin tahan panas yang masuk ke makanan seperti daging dan produk olahannya yang menyebabkan terjadinya gastroenteritis (Chotijah 2009). Selain menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia, bakteri Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. juga
18
menimbulkan kerugian bagi para peternak di Indonesia. Menurut (Sugiri dan Anri 2008), bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae merupakan penyebab mastitis klinis maupun subklinis yang merupakan masalah penting dan merugikan dari segi ekonomi bagi peternak sapi perah berupa penurunan produksi dan kualitas susu segar dan olahannya. Bakteri patogen yang diidentifikasi selain Salmonella, Staphylococcus sp & Streptococcus sp juga diuji keberadaan bakteri Brucella sp dan B. anthracis. Bakteri Brucella sp dapat menyebabkan penyakit Brucellosis yang hubungannya erat dengan pekerjaan (occupational disease). Orang-orang yang sangat rentan terhadap penyakit tersebut adalah pekerja di RPH, dokter hewan, pemburu, dan petani. Brucellosis merupakan zoonosis yang dikenal sebagai penyakit reproduksi menular pada ternak (ICCA 2007). Hewan yang terinfeksi kuman Brucella dapat mengalami abortus, retensi plasenta, orchitis, dan epididimitis serta dapat mengeskresikan kuman ke dalam uterus dan susu. Berat ringan penyakit tergantung strain Brucella yang menginfeksi (ICCA 2007). Brucella abortus, B. melitensis, B. suis, dan B. canis adalah jenis yang patogen ke manusia. Gejala klinis Brucellosis pada manusia yaitu demam intermitten, sakit kepala, lemah, arthralgia, myalgia, dan turunnya berat badan ( ICCA 2007). Antraks adalah penyakit zoonosis yang dapat ditularkan oleh hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Bacillus anthracis. Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan puluhan tahun dalam tanah dan bisa menjadi sumber penularan pada manusia dan hewan. Hewan dapat tertular penyakit ini jika memakan spora yang menempel pada tanaman yang dimakan. Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora yang ada di tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan yang sakit (kulit, daging, tulang atau darah), mengonsumsi produk hewan yang kena antraks atau melalui udara yang mengandung spora misalnya pada pekerja yang bekerja di pabrik wool, kulit binatang dan rumah potong hewan (Siregar 2002). Tingkat kematian karena antraks sangat tinggi terutama pada hewan herbivora, mengakibatkan kerugian ekonomi dan mengancam keselamatan manusia. Bakteri Brucella sp dan B. anthracis tidak diketemukan di seluruh contoh yang diperiksa pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh pemeriksaan antemortem rutin yang dilakukan oleh petugas dokter hewan yang berada di RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor. Hasil pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa hewan yang akan dipotong tersebut bebas dari infeksi bakteri Brucella sp dan B. anthracis.
Karakter Fisik dan Kimiawi Mutu air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Mutu air sangat tergantung dari komponen penyusunnya, dan juga banyak dipengaruhi oleh masukan komponen yang berasal dari pemukiman di sekitarnya. Komponen limbah yang berasal dari pemukiman dan dari daerah industri banyak mengandung bakteri, virus dan berbagai macam parasit patogen (Widya et al. 2008). Mutu air dinyatakan dengan dengan beberapa parameter mutu air yang meliputi parameter fisika, kimia dan biologi (Efendi 2003). Karakter fisik dan kimiawi contoh yang diperiksa terpapar di dalam Tabel 5 di bawah ini.
19
Tabel 5. Karakter fisika dan kimiawi contoh air s. Cisadane dan air limbah dari RPH Nilai Parameter Paramter yang diamati
Sumur
Air limbah
Air limbah IPAL
Sungai 12)
FISIK
Jernih
Darah bercampur feses
Jernih
keruh
Jernih
Darah bercampur feses
Jernih
Keruh
Tidak ada
Busuk
Tidak ada
Khas
Tidak ada
Busuk
Tidak ada
Khas
5,73
6,92
6,92
7,65
5,64
7,8
7,8
7,79
Dari contoh yang diambil
Baku mutu air sungai1) I
II
III
IV
6-9
6-9
6-9
5-9
6
4
3
0
2
3
6
12
10
25
50
100
Bau
pH KIMIAWI DO (mg/mL)
1,12
3,36
3,55
1,61
3,24
3,36
BOD (mg/mL)
0,39
660
0,79
0,79
68
670
4,80
4.60
COD (mg/mL)
38,55
1041
39,55
40,55
16,1
1054,33
34,60
19,10
1)
PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air s. Cisadane sebelum titik pembuangan limbah hasil IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor
2)
Bau merupakan parameter penting dalam mutu air minum. Parameter tersebut merupakan sifat fisik air yang secara langsung dapat dirasakan oleh indra perasa. Hasil analisis kualitatif secara langsung (in situ) di lokasi pengambilan contoh air menunjukkan bahwa limbah cair hasil kegiatan RPH memiliki bau yang sangat busuk karena merupakan gabungan dari feses, darah, urin dan isi perut. Sedangkan contoh air yang berasal dari sumber air RPH Bubulak Kota Bogor, air hasil pengolahan IPAL dan s. Cisadane tidak berbau. Limbah hasil pengolahan IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor memiliki pH sebesar 7,8-7,99. Nilai pH tersebut termasuk dalam kisaran nilai pH air Kelas I berdasarkan peraturan yang ada. Air limbah RPH yang memasuki perairan umum s. Cisadane tidak mempengaruhi pH air s. Cisadane dan layak untuk digunakan sebagai air baku air minum sebagaimana peruntukan air kategori mutu air kelas I. Batas toleransi organisme terhadap pH sangat beragam dan bergantung pada suhu, oksigen terlarut dan kandungan garam-garam ionik suatu
20
perairan. Kebanyakan perairan alami memiliki kisaran pH 6,0-9,0. Sebagian besar biota perairan peka terhadap pH dan menyukai pH sekitar 7,0-8,5 (Effendi 2003). Oksigen terlarut merupakan salah satu unsur pokok pada proses metabolisme organisme, terutama untuk proses respirasi. Pada umumnya oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen dari udara ke dalam air dan proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Pengurangan oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik. Oksigen merupakan salah satu gas terlarut dalam perairan. Kadar oksigen di perairan tawar berkisar antara 15 mg/L pada suhu 0 oC dan 8 mg/L pada suhu 25 oC. Kadar oksigen terlarut biasanya dipengaruhi oleh proses aerasi, fotosintesis, respirasi, oksidasi limbah (Efendi 2003). Nilai kandungan oksigen terlarut air limbah IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor dan s. Cisadane sebelum titik masuknya pembuangan limbah IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor masuk ke dalam kategori kriteria air Kelas III berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Nilai oksigen terlarut s. Cisadane masih dalam keadaan baik karena kecepatan aliran dan besarnya arus dalam perairan s. Cisadane dapat mengencerkan dan menjadikan bahan pencemar tidak berbahaya. Berdasarkan pengamatan s. Cisadane di sekitar RPH dikategorikan sebagai sungai yang dalam dengan aliran deras yang dicirikan dengan substrat yang berbatu dan berpasir (Habib 2009). Berdasarkan hasil analisis nilai oksigen terlarut pada limbah hasil dapat dinyatakan bahwa IPAL RPH tidak mempengaruhi nilai kadar oksigen terlarut pada s. Cisadane. Kadar oksigen terlarut air limbah sebelum IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor sangat kecil bahkan tidak ada. Nilai tersebut diduga karena bahanbahan yang terlarut pada air limbah tersebut adalah bahan-bahan organik yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, dan garam-garam mineral yang merupakan media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga mudah mengalami pembusukan. Aktifitas bakteri dalam proses pembusukan limbah organik di dalam air limbah RPH menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut. Menurut Widya et al (2008), lemak yang terdapat pada limbah RPH memiliki dampak yang sangat besar terhadap kadar oksigen terlarut. Lapisan lipid yang ada pada permukaan perairan akan menghalangi masuknya cahaya dalam badan air sehingga proses fotosintesis yang berlangsung akan terhambat. Kondisi ini menyebabkan kadar oksigen akan rendah dan menyebabkan organisme aerobik akan mati. Kebutuhan oksigen secara biokimiawi menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi zat-zat organik menjadi zat anorganik yang stabil (Chapmann 2000). Dalam air buangan, zat organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen dengan unsur tambahan yang lain seperti nitrogen dan belerang cenderung menyerap oksigen yang menyebabkan air menjadi keruh dan berbau busuk. Semakin banyak polutan organik di dalam air maka akan semakin banyak oksigen yang dibutuhkan oleh organisme hidup akuatik (Kristanto 2002). Nilai BOD untuk air hasil instalasi pengolahan air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor dan air s. Cisadane sebelum outlet pembuangan limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor termasuk ke dalam kategori kriteria air kelas II berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Perbedaan nilai BOD pada
21
pengambilan contoh air yang pertama dan kedua disebabkan oleh perbedaan arus s. Cisadane pada saat pengambilan contoh air (Habib 2009). Berdasarkan nilai BOD pada kedua lokasi tersebut, air hasil instalasi pengolahan air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor tidak mempengaruhi nilai BOD s. Cisadane. Kebutuhan oksigen secara kimiawi adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Nilai COD merupakan ukuran pencemaran zat-zat organik secara alamiah yang dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologik dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts 1984). Keberadaan bahan organik tersebut dapat berasal dari alam ataupun aktifitas manusia melalui rumah tangga dan industri. Nilai COD hasil IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor dan s. Cisadane sebelum titik pembuangan limbah IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor masuk kedalam kriteria mutu air kelas III berdasarkan peraturan yang ada. Nilai COD pada pengambilan contoh air s. Cisadane yang ke-2 diperoleh nilai yang berbeda yaitu 40,55 mg/L dan 19,10 mg/l. Perbedaan nilai tersebut diduga disebabkan oleh kecepatan aliran dan besarnya arus dalam perairan s. Cisadane yang dapat mengencerkan dan menjadikan bahan pencemar tidak berbahaya. Berdasarkan pengamatan s. Cisadane di sekitar RPH dikategorikan sebagai sungai yang dalam dengan aliran deras yang dicirikan dengan substrat yang berbatu dan berpasir (Habib 2009). Mutu air yang diperoleh dari hasil analisis mikrobilogik, kimiawi dan fisika limbah cair hasil aktivitas RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor sangat buruk. Mutu air tersebut dipengaruhi oleh kandungan limbah cair RPH yang berasal dari aktivitas RPH berupa darah, urin, feses, isi rumen dan air yang digunakan untuk membersihkan lantai dan peralatan RPH. Setelah limbah cair tersebut masuk dan diproses di IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor, didapatkan hasil berupa mutu air yang lebih baik dan hampir sama dengan mutu air s. Cisadane. Dari hasil analisis mikrobiologik, nilai coliform total yang semula tinggi pada limbah cair hasil aktivitas sehari-hari RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor menjadi rendah. Bakteri yang semula ditemukan di limbah cair hasil aktivitas RPH juga tidak ditemukan lagi di air limbah hasil IPAL RPH, seperti yaitu Staphylococcus sp dan Streptococcus sp. Padatan tersuspensi yang jumlahnya banyak pada limbah cair RPH menjadi berkurang dan lebih murni dengan proses pemurnian air dengan menambahkan flokulan pada proses di IPAL. Padatan tersuspensi tersebut ditengarai merupakan pencemaran utama di dalam air yang menjadi tempat tumbuhnya mikroorganisme, menyebabkan kekeruhan dan warna air, menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air yang akhirnya mengganggu keseimbangan ekosistem secara keseluruhan (Purwanto et al 2013). Mutu air yang diperoleh dari hasil IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor secara umum hampir sama dengan mutu air s. Cisadane. Menurut baku mutu air limbah kegiatan rumah potong hewan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Rumah Potong Hewan, mutu air limbah hasil IPAL yang masuk ke perairan s. Cisadane berada di bawah kadar batas maksimum yang ditentukan.
22
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi yang dilakukan terhadap limbah limbah cair hasil instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor yang masuk ke perairan umum s. Cisadane terdapat bakteri Salmonella sp. Contoh air yang berasal dari perairan umum s. Cisadane sebelum outlet RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor terdapat bakteri Salmonella sp., Streptococcus sp., Staphylococcus sp. dan bakteri Coliform yang tinggi. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan rataan hasil pengujian fisika dan kimia menunjukkan bahwa air hasil pengolahan limbah cair RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor berada di bawah kadar maksimum yang ditetapkan. Menurut PP No 82 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Air, secara umum air s. Cisadane masuk kedalam kriteria Kelas III yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, untuk mengairi tanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sumber air yang digunakan untuk aktivitas RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor masuk kedalam kriteria Kelas I dan tidak mempengaruhi pencemaran terhadap s. Cisadane.
Saran Dari hasil yang sudah diperoleh ini, maka saran yang perlu disampaikan adalah melakukan penelitian terhadap parameter mutu air s. Cisadane yang dipengaruhi oleh aktifitas limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor di musim kemarau dan musim hujan.
DAFTAR PUSTAKA [APHA] American Public Health Association; American Water Works Association; Water Environment Federation (US). 1998. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater . American Public Health Association, Washington, D.C. [ICCA] Institute For International Corporational In Animal Biologics. 2007. Brucellosis. The Center For Food Security & Public Health. 2013-0204 : 12 Alaerts G. 1984. Metoda Penelitian Air, Terjemahan Oleh Sri Sumestri S. Surabaya (ID): Usaha Nasional. Arnia, Warganegara E. 2012. Identifikasi kontaminasi bakteri coliform pada daging sapi segar yang dijual di pasar sekitar Kota Bandar Lampung. MAJORITY. 26(4):101-108
23
Ahsoni M A. 2008. Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anggoro H. 2004. Pencemaran beberapa unsur logam berat di Sungai Cisadane periode tahun 1998-2002 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Alton GG. 1984. Report on consultansy in animal Brucellosis. Bogor (ID): Research Institue for Veterinary Science. Bahri S. 2008. Beberapa aspek keamanan pangan asal ternak Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian. 1(3): 225-242. Barrow GI, R K A Feltham. 2004. Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical Banteria. Cambridge (US): Cambridge University Pr. Bell C, Kyriakides A. 2002. Salmonella. Blackburn CDW, McClure PJ, editor. Foodborne Pathogens. New York (US): Wiley Pub. BMKG. 2013. Data Curah Hujan Bulanan. Stasiun Klimatologi BMKG Dramaga Bogor. Chapmann, D. 2000. Water Quality Assesment. London(GB): E & FN Spon.. Chotijah S. 2009. Cemaran Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Olahannya. Seminar Nasional teknologi Peternakan dan Veteriner Veteriner. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Veteriner Cowan ST. 1974. Manual for The Identification of Medical Bacteria.Cambridge (UK): Cambridge University Pr. Effendi, H. 2003. Telaah Mutu Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius. Glenn JS, Karen WP. 2005. Veterinary Microbiology ; Bacterial and Fungal Agents of Animal Disease. Arizona (US): The University og Arizona Tucson. Habib KW. 2009. Komunitas perifiton dan fitoplankton serta parameter fisikakimia perairan sebagai penentu mutu air di bagian hulu Sungai Cisadane, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kristanto A I. 2003. Ekologi Industri. Jakarta (ID): Penerbit Andi Yogyakarta. Kurniawan B. 2006. Analisis mutu air sumur sekitar wilayah tempat pembuangan akhir sampah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Parija SC. 2009. Text Book Of Microbiology and Immunology. Chennai (IN): Elsevier Science. Purwanto S, Erliza H, Suprihatin. 2013. Sintesis flokulan dari sagu dan akrilamida menggunakan microwave initiated technique aplikasi penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air. Jurnal TIP. 23(1): 46-60. Puspaningsih N. 1999 Studi Perencanaan pengelolaan lahan di SUB DAS Cisadane hulu Kabupaten Bogor. IPB E-Journal [Internet]. [ diunduh 2013 Des 25]. Tersedia pada http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/30917 [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2008. Metode Pengujian Mikroba Dalam Daging, Telur dan Susu, Serta hasil Olahannya. SNI 2897-2008. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional. [SNI] Standar Nasional Indonesia.1990.Cara Uji Cemaran Mikroba. SNI 2461 – 90. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional. Siahaan R, Andry I, Dedi S, Lilik BP. 2011. Kualitas air Sungai Cisadane Jawa Barat–Banten. Jurnal Ilmiah Sains [Internet]. Waktu unduh [2014 02 25]; Vol. 11 No. 2. Bogor (ID).
24
Sianipar WS. 2006. Studi aplikasi produksi bersih pada industri Rumah Potong Hewan (RPH) studi kasus di PT Celmor Perdana Indonesia / PT Elders Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Silitonga YW, It Jamilah, Dwi S. 2013. Pengendalian sel biofilm bakteri patogen oportunistik dengan panas dan klorin. Saintia Biologi. 3(2): 53-61. Siregar EA. 2002. Antraks: sejarah masa lalu, situasi saat ini, sejarah diagnosa dan kecenderungan perkembangan ilmu di masa depan. Simposium sehari Penyakit Antraks : Antraks di Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa depan. 17 Juli 2002; Bogor, Indonesia. Bogor (ID). Balitvet Sugiri YD, Anri A. 2008. Prevalensi Patogen Penyebab Mastitis Subklinis (Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae ) dan Patogen Penyebab Mastitis Lainnya pada Peternak Skala Kecil dan Menengah di Beberapa Sentra Peternakan Sapi Perah di Pulau Jawa. Bandung (ID): Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet (BP3HK) Cikole Lembang Kab. Bandung Barat. Tempo. 2013 Maret 4. Ketika Resapan Cisadane Semakin Menganga. Tempo [Internet].[diunduh 2013 Des 25]. Tersedia pada http://www.tempo.co/read/news/2013/03/04/214464871/Ketika-ResapanCisadane-Kian-Menganga Wardhana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi Yogyakarta. Widya N, Burdiarsa W, Mahendra MS. 2008. Studi pengaruh air limbah pemotongan hewan dan unggas terhadap mutu air Sungai Subak Pakel I di Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten Bandung. ECOTROPHIC. 3(2): 55-60 Wijaya, H.K. 2009. Komunitas perifiton dan fitoplankton serta parameter fisikakimia perairan sebagai penentu mutu air di bagian hulu s. Cisadane Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yunus L. 2000. Pembentukan biofilm oleh Salmonella blockey pada permukaan stainless steel pengaruh sanitasi terhadap pembentukan kembali biofilm baru [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zahroh F. 2012. Studi awal aplikasi teknologi ozon untuk deaktivasi spora Bacillus sp. pada media padat. Depok (ID): Universitas Indonesia
25
LAMPIRAN Lampiran 1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No : 02 Tahun 2006 Tanggal : 20 April 2006 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH POTONG HEWAN PARAMETER Satuan Kadar Maksimum BOD Mg / L 100 COD Mg / L 200 TSS Mg / L 100 Minyak dan Lemak Mg / L 15 NH3-N
Mg / L
25
pH Volume air limbah maksimum untuk sapi, kerbau dan kuda hari Volume air limbah maksimum untuk kambing dan domba / hari Volume air limbah maksimum untuk babi / hari
6-9 : 1.5 m 3 / ekor / : 0.15 m3 / ekor : 0.65 m3 / ekor
Lampiran 2 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas, PP No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendelian Pencemaran Air No Parameter Satuan Kelas Keterangan I II III IV
I. 6-9
pH 4
BOD 5 COD 6 DO 7
KIMIA ORGANIK 6-9 6-9 5-9
mg/L mg/L mg/L
2 10 6
3 25 4
6 50 3
12 100 0
Total 8 Fosfat mg/L sebagai P NO 9 3 mg/L sebagai N
0,2
0,2
1
5
10
10
20
20
Apabila secara alamiah diluar tentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
Angka batas minimum
26
10
NH3-N
mg/L
0,5
mg/L
0,002
Belerang sungai sebagai H2S
(-)
(-)
(-)
0,002
0,002
(-)
Fecal Coliform
II. MIKROBIOLOGI Jml/10 Jml/10 1000 2000 0 ml 0 ml
Total Coliform
Jml/10 0 ml
1000
5000
Bagi perikanan, kandungan Amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3 Bagi Pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2 S ≤0,1 mg
2000
10000
Bagi pengolahan air minum secara 10000 konvensional, Fecal Coliform 2000 Jml/100 ml, total Coliform ≤ 1000 Jml/ml
Lampiran 3 Hasil Analisis Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing) Departemen Manajemen Sumbedaya Perairan – IPB. Contoh 1 No Parameter
DL
A
-
5.73
B
C
D
E
BM* Kls II
Metode/Ala t
7,65
7.69
6-9
APHA, ed 21, 2005,4500H *B APHA, ed 21, 2005,4500O-C APHA, ed 21, 2005, 5210-B APHA, ed 21, 2005,5220-D
Satuan
I 1pH +
-
KIMIA 6.92 7,99
2DO
mg/L
-
1.12
-
3,36
3,55
4.11
4
3BOD5
mg/L
-
0.39
660
0,79
0,79
0.39
3
4COD +
mg/L
4.00/R
38.55
-
39,55
40,55
41.55
25
Contoh -2
27
No
Parameter
C
D
E
BM* Kls II
Metode/ Ala t
7,8
7,79
7.76
6-9
-
3,24
3.36
4.11
4
68
670
4,80
4,60
4,20
3
16,1
1054, 33
34,60
19,10
8,10
25
APHA, ed 21, 2005,4500 -H*B APHA, ed 21, 2005,4500 -O-C APHA, ed 21, 2005, 5210-B APHA, ed 21, 2005,5220 -D
Satuan
DL
A
I 1 pH +
-
-
5.64
2 DO
mg/L
-
16,1
3 BOD5
mg/L
-
4 COD +
mg/L
4.00/R
B
KIMIA 7,33
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Langkat pada tanggal 27 Maret 1991, merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara dari pasangan Ayahanda (Muhammad Naim) dan Ibunda (Siti Hajar). Pendidikan formal penulis ditempuh di SD Negeri No 173270 Siborongborong (1997-2003), SMP Negeri 1 Siborongborong (20032006), SMA Negeri 1 Siborongborong (2006-2009). Tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengukuti beberapa organisasi kampus yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKH IPB (2010-2011), Uni Konservasi Fauna (UKF), Himpunan Minat dan Profesi Satwa Liar FKH. Penulis juga pernah menjadi volunter di International Animal Rescue (IAR).