56
Analisis Dampak Kegiatan Wisata Terhadap Kualitas Air Sungai Betimus Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Analysis of the impact of tourism activities on water quality Betimus River Deli Serdang District of Sibolangit. Ghanang Dhika Aria1, Pindi Patana2, Rusdi Leidonald2 1 Alumni ProgramStudiManajemenSumberdayaPerairan, FakultasPertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email :
[email protected]) 2 Staff Pengajar Program StudiManajemenSumberdayaPerairan, FakultasPertanian, Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT River is one of the most important sources of water for human, because it can serve as a source of drinking water, tourism, animal husbandry, and fishery. Positive impact of tourism activities in economic development can also lead to negative effects of environmental degradation. Therefore, a research had been conducted at Betimus River District of Sibolangit, Region of Deli Serdang in June– July 2013 by analyzing the water quality of Betimus Riverand compare it with the water quality standards based on PP No 82 tahun 2001and perceptions of visitors and managers. The Waters quality parameters thatanalyzed, i.e, stream. temperature, brightness, dissolved oxygen,pH, BOD5, ammonis,Colifaecal, and perceptions of visitors. The results showed that water quality value for eight parameters of Betimus River was meet the standard of quality based on PP No 82 tahun 2001 and visitors felt comfortable with these attractions. Key Words :Colifaecal, Betimus River, Tourism, Water Quality. PENDAHULUAN Air sungaimerupakansalahsatusumber air yang pentingbagimasyarakatkarenadapatbe rfungsisebagaisumber air minum, rekreasi air, perikanan, peternakanataupunperairantanaman.S alah satupemanfaatansungai yang seringdijumpaiadalahsebagaitempatw isata.Namun, pemanfaatansungaiiniseringmemberi kandampak yang buruk.MenurutRidwan (2012) dampak yang ditimbulkanolehkegiatanpariwisatada patbersifatpositifdannegatif.Salah
satudampaknegatifdarikegiatanpariwi sataadalahdampakterhadaplingkunga n.Dampak ini perlu dikelola kedepannya, oleh karena itu tingkat pencemaran perlu diketahui untuk melihat apakah dampak tersebut masih sesuai baku mutu atau tidak. Banyak sungai yang terdapat di Kabupaten Deli serdang khususnya di Kecamatan Sibolangit, salah satunya adalah Sungai Betimus. Sungai Betimus (yang lebih dikenal sebagai Sungai Sembahe) adalahwisatatempatpemandian yang seringdikunjungiolehparawisatawanl okal. Air sungainya dingin, mengalirderaskarenaterdapatbatu-
57
batubesar.Padasaatliburansekolah, tempatiniramaidikunjungi.Selainairn yadingin, suasananyanyamandanudaranyamasi hasri, dapatjugaterdapat penjualmakanandi tempat tersebut. Pengunjung yang datangke Sungai Betimus memberikan pengaruhterhadapfaktorfisika, kimia, maupunbiologi yang adapadasungaitersebut. Untukitudiperlukansuatuanalisis dampak kegiatan wisata terhadap kualitas air Sungai Betimus Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitianinidilaksanakanpad abulanJunisampaiJuli 2013 di hulu Sungai BetimusKecamatanSibolangitKabupa ten Deli Serdang. Sungai inibanyakdimanfaatkanolehmasyarak atuntukberbagaiaktivitasantara lain: sumber air untukkegiatanmandi, cuci, kakus (MCK), sertatempatpemandianalam. Analisis sampel air dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Medan. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakandalampenelitianiniadalah ember kapasitas 5 liter, kepingsecchi, gabus, cool box, alattulis, danperalatananalisakualitas air sepertiDO meter, termometer, pH meter. Bahan yang digunakanadalahakuades dan es. Pengumpulan Data Data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh di lapangan maupun hasil dari laboratorium untuk data analisis air.
Data yang nilainya langsung didapat dari lapangan meliputi nilai temperatur, pH, arus, kecerahan, oksigen terlarut, serta hasil kuisioner terhadap pengunjung dan penduduk sekitar. Data lain seperti BOD5, Amoniak, Colifaecal hasilnya diperoleh melalui analisis laboratorium. Analisis Data Korelasi Data yang didapat selanjutnya di uji korelasi menggunakan Analisis Korelasi Pearson. Ujiinimerupakanujistatistikuntukmen getahuikorelasiantaraaktivitaswisatad enganfaktorfisika, kimia, danbiologiperairan yang akanmempengaruhikualitas air sungai. Pengunjung Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode purposive sampling (sampel bertujuan), yaitu cara pengambilan sampel dengan cara disengaja dengan tujuan sampel tersebut dapat mewakili setiap unsur yang ada dalam populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan yang berkunjung ke kawasan Sungai Betimus dalam waktu satu bulan. Pemilihan sampel harus representatif atau mewakili populasi dengan kriteria cukup dewasa (umur 17 tahun ke atas), sehat jasmani dan mampu berkomuniaksi dengan baik. Menurut Sumanto (1990) dalam Melyana (2011) jika subjek penelitian atau wisatawan kurang dari 100 maka lebih baik diambil semuanya sebagai sampel dan jika jumlah sampel lebih dari 100 maka sampel dapat diambil antara 10%-
58
15% sebagai ukuran sampel dengan rumus Slovin dalam Nugraha (2007) 𝑛=
𝑁 1 + 𝑁 (𝑒)2
Keterangan : n = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran populasi e = Margin error yang diperkenankan (10%-15%) Jumlah populasi diambil dari jumlah kunjungan wisatawan per minggu yaitu sebesar 250 orang. Sehingga pengunjung yang menjadi responden adalah 38 orang. Persepsi Pengunjung dan Respons Masyarakat Analisis ini dilakukan untuk mengetahui persepsi pengunjung
tentang keindahan dan kenyaman objek wisata di Sungai Betimus serta untuk mengetahui respon masyarakat sekitar terhadap program-program yang telah dicanangkan, yaitu dengan cara melakukan pengukuran dengan variabel yang disusun berdasarkan kajian kondisi objek wisata. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Analisis Kualitas Air Parameter pengamatan yang digunakan dalam penentuan kualitas air di Sungai Betimus ini terdiri atas delapan (8) parameter, yang meliputi pengukuran arus, pH, suhu, Dissolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand(BOD5), penetrasi cahaya, amoniak, serta Colifaecal. Hasil analisis kualitas air dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisis kualitas air No
Parameter
Satuan
1 2 3 4 5 6
Arus pH Suhu DO BOD Penetrasi Cahaya Amoniak Colifaecal
m/detik
7 8
o
C mg/l mg/l Cm mg/l Jumlah/100
1 0,42 8,1 25,4 10,1 0,73 36,3
Stasiun 2 0,65 8 26 9,1 0,83 42,1
3 0,31 8 26,7 9,3 0,83 44,1
0,0006 402,77
0,0018 846,04
0,0009 450,88
Baku Mutu PP No 82 Tahun 2001
Ket
6-9
Baik
4 (min) 3 (max)
Baik Baik
1000
Baik
mL Kualitas Air Sungai Betimus Berdasarkan hasilpengukuran kualitas air yang telah dilakukan di tiga stasiun Sungai Betimus pada bulan Juni sampai bulan Juli 2013, diketahui bahwa kondisi air masuk dalam kualitas memenuhi baku mutu (kondisi baik). Dari tabel 1 didapat bahwa stasiun 2 memiliki kualitas air yang lebih rendah dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3. Sedangkan
stasiun 1 memiliki kualitas air yang paling tinggi dibandingkan dengan stasiun 2 dan stasiun 3. AnalisisKorelasi Pearson AntaraFaktorFisika dan KimiaDenganKelimpahan Colifaecal Berdasarkan pengukuran faktor fisika kima perairan yang telah dilakukan pada tiga (3) stasiun
59
penelitian dan dikorelasikan dengan total Colifaecal maka diperoleh nilai
korelasi seperti yang terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika Kimia dengan total Colifaecal Korelasi Pearson Total Colifaecal
Suhu
pH
+0.055
-0.583
Kecepatan arus +0.912
Persepsi pengunjung dan Respons Masyarakat Tingkat kenyamanan pengunjung mempunyai persentase sebesar 76,31% atau sebanyak 29 orang dari keseluruhan jumlah responden yang disebar yakni sebanyak 38 responden menyatakan obyek wisata sungai Betimus nyaman, dan sisanya sebanyak 23,68% atau 9 orang menyatakan obyek wisata sungai Betimus tidak nyaman. Selain itu juga didapat data tingkat kepuasan pengunjung, yakni sebesar 15,7% atau sebanyak 6 orang menyatakan sangat puas dengan keadaan obyek wisata sungai Betimus saat ini. Sedangkan 73,68% atau sebanyak 28 orang pengunjung menyatakan puas, dan 10,52% atau 4 orang menyatakan tidak puas. Pembahasan Kualitas Air Kecepatan arus tertinggi berada pada stasiun 2, yakni sebesar 0,65 m/detik. Sedangkan kecepatan arus di stasiun 1 sebesar 0,42 m/detik dan pada stasiun 3 sebesar 0,31 m/detik. Kecepatan arus disini dipengaruhi oleh kemiringan serta ketinggian yang berbeda-beda pada tiap stasiun. Tingginya kecepatan arus pada stasiun 2 juga dipengaruhi oleh banyaknya batu-batu besar yang ada disekitar badan sungai. Kecepatan arus dalam suatu badan sungai tidak dapat ditentukan dengan
DO -0.726
Penetrasi cahaya +0.365
BOD
Amoniak
+0.583
+0.990
pasti karena arus pada suatu sungai sangat mudah berubah. Menurut Barus (2004), sangat sulit membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus karena di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari periode ke periode tergantung dari fluktuasi debit dan aliran air serta kondisi substrat yang ada. Nilai pH pada ketiga stasiun penelitian masih dikategorikan aman atau masih dibawah baku mutu. Hasil pengukuran pH air sungai yang dilakukan di Sungai Betimus menunjukkan pH tertinggi berada pada stasiun 1, yaitu sebesar 8,1. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 menunjukkan hasil yang sama, yaitu sebesar 8,03. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Suhu terendah berada pada stasiun 1, yaitu pada kisaran 25,4 °C, stasiun 2 berada pada kisaran 26 °C, dan stasiun 3 pada kisaran 26,7 °C. Stasiun 1 memiliki suhu terendah karena pada daerah ini belum dijumpai aktivitas-aktivitas yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu. Suhu sekeliling mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kelarutan oksigen dalam air. Dengan demikian, kelarutan oksigen dalam air akan menurun sesuai
60
dengan meningkatnya suhu (Connel dan Miller, 2006). Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 2, yaitu 9,12 mg/l, sedangkan untuk nilai oksigen terlarut tertinggi berada pada stasiun 1, yaitu 10,12 mg/l. Sementara stasiun 3 memiliki nilai oksigen terlarut sebesar 9,37 mg/l. Perbedaan kandungan oksigen terlarut di tiga stasiun penelitian ini disebabkan karena pada stasiun 2 banyak terdapat aktivitas-aktivitas yang mengakibatkan menurunnya nilai oksigen terlarut. Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol. (Effendi, 2003). Nilai BOD5 pada ketiga stasiun penelitian masih memenuhi baku mutu kualitas air. Berdasarkan pengukuran diperoleh hasil bahwa nilai terbesar untuk parameter BOD5 terdapat di stasiun 2 dan 3, yaitu sebesar 0,83 mg/l. Sedangkan pada stasiun 1 sebesar 0,73 mg/l. Nilai BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgnisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik. Dalam proses oksidasi secara biologis ini tentu saja dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses oksidasi secara kimiawi (Barus, 2004). Kecerahan yang didapat dari stasiun 1 adalah 36,3 cm, pada stasiun 2 sebesar 42,1 cm, dan stasiun 3 sebesar 44,1 cm. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secci disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi
oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003). Nilai amoniak stasiun 1 sebesar 0,00065 mg/l, stasiun 2 sebesar 0,0018 mg/l, dan stasiun 3 sebesar 0,0009 mg/l. Pada stasiun 2 Konsentrasi N – NH3 mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan aktivitas-aktivitas yang terjadi pada daerah tersebut. Amoniak (N –NH3) merupakan senyawa yang bersifat toksis untuk kehidupan organisme. Menurut Purba (2002) konsentrasi N –NH3 cenderung mengalami kenaikan ke daerah hilir, kenaikan ini diakibatkan limbah domestik Konsentrasi N –NH3 juga cenderung mengalami kenaikan setelah aliran melalui daerah pemukiman. Stasiun 1 memiliki nilai total Colifaecal yang paling rendah. Total Colifaecal pada stasiun 1 yang merupakan daerah yang tidak terdapat aktivitas manusia menunjukkan angkasebesar 402,777/100mL. Hal ini dikarenakan lingkungan dengan pemukiman dan aktivitas penduduk yang masih sangat jarang sehingga buanganbungan limbah juga masih sangat sedikit.Nilai Colifaecal atau kepadatan Colifaecal tertinggi ditemukan di stasiun 2, yaitu sebesar 846,044/100mL. Lokasi ini merupakan lokasi dengan tingkat aktivitas wisata yang paling tinggi. Selain itu juga banyak terdapat pemukiman masyarakat, penginapan, serta pondok-pondok yang disewakan kepada pengunjung.Pengaruh limbah seperti feses atau sisa makanan lainnya masih mendominasi sebagai faktor penyebab pencemaran lingkungan air. Lokasi pemukiman padat
61
penduduk dengan kerapatan penduduk yang tinggi, jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain sangat dekat, jarak antara pembuangan limbah dan septic tank sumber air cenderung berdekatan serta kebiasaan penduduk ditepian sungai membuang limbah secara langsung ke sungai menyebabkan pencemaran bakteri coliform (Khotimah, 2013). Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia dengan Total Colifaecal Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa pH dan kelarutan oksigen berkorelasi negatif/berlawanan dengan total colifaecal dengan demikian jika pH dan kelarutan oksigen nilainya semakin tinggi maka total colifaecal semakin rendah nilainya dan sebaliknya. Nilai korelasi yang diperoleh dalam penelitian ini, diketahui Ph, dan kelarutan oksigen berkorelasi kuat dengan total colifaecal. Bakteri tumbuh dengan baik pada pH 7,0. pH berpengaruh terhadap metabolisme sel bakteri. Menurut Suriawiria (1996), batas pH untuk pertumbuhan jasad renik merupakan suatu gambaran dari batas pH bagi kegiatan ensim. Untuk tiap jasad dikenal nilai pH minimum, optimum, dan maksimum. Sedangkan bakteri sendiri memerlukan nilai pH 6,5 – 7,5. Oleh karena itu pH berkorelasi kuat dengan total Colifaecal namun korelasinya negatif. Keberadaan oksigen sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Ada beberapa mikroorganisme yang hanya dapat tumbuh jika tidak ada oksigen dan dapat tumbuh lebih baik apabila ada
oksigen. Dalam hal ini, Colifecal membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya namun tetap dapat hidup walaupun tidak ada oksigen. Menurut Pelczar dan Chan (1988) dalam Khotimah (2013), konsentrasi oksigen terlarut tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan Coliform, sebab bakteri ini merupakan bakteri anaerob fakultatif yang dapat hidup dengan ataupun tanpa oksigen. Oleh karena itu oksigen memiliki korelasi negatif terhadap colifaecal. Sedangkan kecepatan arus, suhu, penetrasi cahaya, BOD5 dan amoniak berkorelasi positif/searah dengan total colifaecal dengan demikian jika suhu, penetrasi cahaya, BOD5, dan amoniak nilainya semakin tinggi maka total colifaecal semakin tinggi pula dan sebaliknya. Nilai korelasi yang diperoleh diketahui dalam penelitian ini, diketahui bahwa arus berkorelasi sangat kuat, suhu berkorelasi sangat lemah, penetrasi cahaya berkorelasi cukup, BOD5 berkorelasi kuat, dan amoniak berkorelasi sangat kuat terhadap total colifaecal. Arah dan kecepatan arus sangat menentukan penyebaran bakteri, Suin (2002), menyatakan bahwa kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. Menurut Khotimah (2013), arus air mempengaruhi distribusi bakteri Coliform. Oleh karena itu kecepatan arus berkorelasi positif terhadap total Colifaecal. Golongan bakteri Coli merupakan indikator alami baik di dalam air yang tampak jernih maupun air kotor. Bakteri ini hidup pada temperaur 37°C Nugroho (2006). Menurut Khotimah (2013),
62
suhu rendah menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat mengakibatkan perubahan protein enzim. Meskipun korelasinya sangat lemah, suhu menentukan kehidupan mikroorganisme karena pengaruh suhu berhubungan dengan aktivitas enzim. Hasil pengukuran kecerahan pada ketiga stasiun penelitian menunjukkan cahaya matahari dapat menembus hingga kedasar perairan. Pada stasiun 1 memiliki kecerahan 34,66 cm, stasiun 2 35,33 cm, dan stasiun 3 40,66 cm. Tingkat kecerahan yang tinggi ini dikarenakan karateristik sungai yang dangkal sehingga cahaya matahari yang masuk mampu menembus hingga ke dasar sungai. Menurut Ariadi dan Dewi (2008), pertumbuhan bakteri akan sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang ada termasuk pengaruh dari lingkungan luar seperti cahaya matahari. Nilai rata-rata BOD5 sungai Betimus yang diperoleh berkisar 0,73 mg/l sampai 0,83 mg/l. Nilai BOD5 yang diperoleh pada dasarnya mengindikasikan tentang kadar bahan organik di dalam air karena nilai BOD5 merupakan nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen oleh bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik di dalam air sehingga secara tidak langsung juga menunjukkan keberadaan bahan organik di dalam air (Fitra, 2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan, nilai amoniak tertinggi terdapat pada stasiun 2, yaitu 0,0012 mg/l. Menurut Fitra (2008), tingginya Coliform suatu perairan menunjukkan bahwa perairan tersebut mendapat buangan ataupun
limbah organik berupa fe\ses dari sekitar maupun sekeliling badan perairan. Jumlah amoniak yang tinggi pada stasiun 2 erat kaitannya dengan adanya masukan berbagai buangan ataupun limbah organik yang berasal dari penduduk sekitar maupun dari wisatawan yang datang berkunjung. Lebih rendahnya amoniak pada stasiun 1 dan 3 karena aktivitas di lokasi tersebut cenderung lebih sedikit sehingga masukan limbah organik ke daerah tersebut juga menjadi lebih sedikit. Persepsi Pengunjung Terhadap Tempat Wisata Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Nilai tingkat kepuasan terhadap keindahan obyek wisata sungai Betimus sebesar 73,68% atau sebanyak 28 orang menyatakan cukup puas terhadap objek wisata ini. Sedangkan 15,7% atau sebanyak 6 orang responden merasakan puas. 10,52% atau 4 orang menyatakan tidak puas dengan keadaan dan keindahan objek wisata ini. Tingkat kenyaman diperoleh dari 38 orang responden sebesar 76,31% atau sebanyak 29 orang menyatakan bahwa obyek wisata Sungai Betimus nyaman. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 23,68% atau sebanyak 9 orang tidak nyaman. Menurut Sudewi (2000), sesuai dengan kriteria dari Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam(PHPA) bahwa suatu obyek wisata dapat dikatakan nyaman apabila nilai tingkat kenyamanan berada pada kisaran 60% – 79%. Maka obyek wisata sungai Betimus
63
termasuk dalam kategori lebih dari nyaman. Persepsi Pengelola Terhadap Wilayah Kelolanya Respon masyarakat terhadap program sapta pesona di obyek wisata Sungai Betimus yang sudah diterapkan sangat baik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya himbauanhimbaun dari masyarakat atau pengelola kepada pengunjung untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat. Selain itu juga disediakan tempat-tempat yang sampah yang mudah dijangkau oleh pengunjung dan dalam jumlah yang banyak. Sebanyak 100% pengelola menyatakan telah membuat larangan membuang sampah ke sungai bagi pengunjung. Kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya dinilai masih sangat kurang oleh pengelola, yaitu sebanyak 66,6% pengelola menyatakan pengunjung yang datang jarang membuang sampah pada tempatnya, sedangkan 33,3% pengelola menyatakan pengunjung mau membuang sampah pada tempatnya. Pengelola juga menyatakan terjadi perubahan yang siginifikan dari tahun ke tahun di Sungai Betimus ini, yaitu sebanyak 66,6% menyatakan ada perubahan yang signifika, sedangkan 8,3% menyatakan tidak ada perubahan, dan 25% menyatakan tidah tahu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpuan Kegiatan wisata yang dilakukan di sungai Betimus berpotensi menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air di sungai tersebut, walaupun nilainya masih berada di bawah ambang batas baku mutu kualitas air. Kualitas air Sungai
Betimus pada delapan parameter yaitu kecepatan arus, pH, suhu, DO, BOD5, penetrasi cahaya, amoniak, dan Colifaecal masih memenuhi baku mutu kualitas air berdasarkan PP No 82 Tahun 2001.Tingkat kenyaman pengunjung terhadap obyek wisata sungai Betimus mencapai 76,31%, sedangkan tingkat kepuasan pengunjung mencapai 73.68%. Sehingga obyek wisata sungai Betimus masuk dalam kategori lebih dari nyaman dan indah. Namun angka tingkat kesadaran pengunjung akan kebersihan masih sangat rendah, yakni 26,31%. Saran Penelitian tentang pengaruh aktivtias wisata terhadap kualitas air Sungai Betimus sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan. Agar kualitas air sungai tersebut tidak melewati ambang batas baku mutu air, sehingga kelestarian sungai Betimus dapat terjaga dan terus dijadikan sebagi sarana pariwisata. Juga dilakukan penelitian di daerah hilir sungai untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang kualitas air sungai tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ariyadi, T.,dan Dewi.,S,S. 2009. Pengaruh Sinar Ultra Violet Terhadap Pertumbuhan Bacillus sp. Sebagai Kontaminan. Jurnal Kesehatan, UNS. Semarang. (Diakses 4 Januari 2014) Barus, T.A. 2004.PengantarLimnologiStudi TentangEkosistem Air Daratan.USU press. Medan
64
Connel D. W., dan Gregory J. M. 2006. Kimia danEkotoksikologiPencemaran. Penerjemah: Yanti K. UI-Press. Jakarta.
Air.PenerbitUniversitasTrisakti . Jakarta. Purba
Effendi, H. 2003.TelaahKualitas Air BagiPengelolaanSumberDayad anLingkunganPerairan.KANIS IUS.Yogyakarta Fitra E. 2008. AnalisisKualitas Air danHubungannyadenganKeane karagamanVegetasiAkuatik di PerairanParapatDanau Toba.[Tesis].Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara. M e d a n. (Diakses 1 November 2013) Khotimah S. 2013. KepadatanBakteri Coliform di Sungai Kapuas Kota Pontianak.[ProsidingSemirata]. FMIPA, Universitas Lampung. (Diakses 1 November 2013) Melyana, A. 2011. Penilaian Kualitas Lingkungan Pada Kegiatan Wisata Alam di Kawasan Ekowisata Tangkahan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. (Diakses 25 April 2013) Nugraha, S. 2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin Dan Krejcie-Morgan: Telaah Konsep dan Aplikasi, disampaikan pada diskusi ilmiah jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Unpad. Bandung. (Diakses 24 November 2013) Nugroho A. BioindikatorKualitas
2006.
I. R. 2002.PengaruhKegiatanPertani andanPemukimanterhadapKual itas Air danKeanekaragamanMakrozoo benthos (StudiKasusKecamatanPurbaK abupatenSimalungun).[Tesis]. Program PascaSarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. (Diakses 1 November 2013)
Ridwan, M. 2012. Perencanaan&PengembanganP ariwisata Cetakanpertama. P.T Softmedia. Jakarta Sudewi N. M. K. K. 2000. Analisis Peluang Investasi. Sektor Pariwisata Bahari di Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor (Diakses 12 Desember 2013) Suin,
N. 2002.MetodaEkologi. PenerbitUniversitasAndalas, Padang.
Suriawiria U. 1996.Mikrobiologi Air. Penerbit Alumni. Bandung. Khotimah S. 2013. KepadatanBakteri Coliform di Sungai Kapuas Kota Pontianak. [ProsidingSemirata]. FMIPA, Universitas Lampung. (Diakses 1 November 2013)
65