EVALUASI KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR PERIODE 1999-2003
Oleh : ZAMRIN E03400023
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN ZAMRIN. E04300023. Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003. Dibawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, Namun dewasa ini penyediaan air menjadi permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus, sebab untuk mendapatkan air dengan kualitas dan kuantitas yang baik sesuai dengan kebutuhan dirasa mulai susah, hal ini terjadi karena penurunan kualitas air sebagai akibat banyaknya bahan pencemar yang tercampur dalam air. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat pencemaran air sungai Cisadane dengan menggunakan pendekatan fisika, kimia dan mikrobiologi serta menduga pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas air Sungai Cisadane. Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Cisadane yang melintasi wilayah Kabupaten Bogor. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari tiga titik, yaitu Jembatan Mesang Desa Pasir Buncit Kec. Caringin, Jembatan Ciampea Desa Rancabungur Kec. Kemang dan Jembatan Gerandong Desa Putatnutung Kec. Parung. Data yang dikumpulkan untuk analisis kualitas air antara lain suhu, kekeruhan, total padatan terlarut (TDS), total padatan tersuspensi (TSS), pH, BOD, DO, Nitrat dan total coli. Data ini merupakan hasil pemantauan kegiatan Program Kali Bersih (PROKASIH) yang dilakukan oleh BAPEDALDA Kabupaten Bogor selama periode pengukuran tahun 1999-2003. Data mengenai pola penggunaan lahan wilayah Kabupaten Bogor diperoleh dari Laporan Akhir Analisa Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan Citra Satelit Spot 5 di Wilayah Kabupaten Bogor yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Kabupaten Bogor bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis nilai rata-rata kualitas air yang dibandingkan dengan baku mutu dalam Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001. Untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan digunakan analisis nilai Indeks Mutu Kualitas Air (IMKA) NSF-WQI. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dilakukan pembandingan luas penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 1998 dengan luas penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003. Berdasarkan nilai rata-rata hasil pengukuran selama tahun 1999–2003 di tiga stasiun pengukuran diketahui bahwa nilai suhu tidak mengalami fluktuasi yang besar. Nilai suhu rata-rata selama lima tahun tersebut berkisar antara 26,828,2 °C. Namun bila dilihat secara lebih terperinci dapat dilihat bahwa dari tahun ketahun nilai suhu tersebut cenderung meningkat. Nilai rata-rata kekeruhan selama tahun 1999-2003 menunjukkan fluktuasi yang cukup lebar, nilai kekeruhan ini berkisar antara 18,56-69,22 NTU. Secara keseluruhan nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 39,04 NTU, peningkatan ini melabihi 100% dari kondisi awal. Bila dibandingkan dengan baku mutu maka nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 masih belum melewati baku mutu kekeruhan Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai padatan tersuspensi di tiga stasiun pengukuran diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi mengalami
peningkatan yang cukup tinggi antara tahun 1999, 2000 dan 2003. Namun bila dibandingkan dengan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dapat diketahui bahwa nilai padatan terlarut ini masih berada dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing Pengukuran terhadap nilai total padatan terlarut tidak menunjukkan kecenderungan naik ataupun turun.. Nilai TDS rata-rata per tahun ini masih berada dalam kisaran baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001. Pengukuran terhadap nilai pH menunjukkan terjadinya fluktuasi selama lima tahun pengukuran. Meskipun mengalami fluktuasi nilai pH rata-rata ini masih berada dalam kisaran pH air normal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 nilai pH tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 masih berada dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing Nilai DO rata-rata per tahun menunjukkan terjadinya fluktuasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilai DO dari tahun 1999 sampai tahun 2003 ini masih memenuhi baku mutu untuk semua kelas. Nilai BOD5 pada empat tahun pengukuran menunjukkan kecenderungan meningkatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 kondisi air sungai cisadane pada tahun 1999 dan 2000 masih berada dalam kisaran baku mutu. Namun pada tahun 2002 dan 2003 kondisi BOD5 pada perairan ini telah melampaui baku mutu. Pengukuran terhadap kandungan nitrat selama tiga tahun pengukuran menunjukkan kecenderung penurunan kandungan nitrat. Berdasarkan peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 kandungan nitrat ini berada dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing Nilai rata-rata kandungan total coli selama lima tahun pengukuran berfluktuasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kandungan total coli rata-rata pada tiga stasiun masih berada dalam kisaran baku mutu air. Berdasarkan perhitungan tingkat kualitas air Sungai Cisadane dengan menggunakan IKA-NSF WQI dapat diketahui bahwa selama tahun 1999 sampi dengan tahun 2003 kualitas air Sungai Cisadane termasuk dalam kategori baik sampai dengan sedang. Pada tahun 1999 kualitas air sungai cisadane yang melintasi Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori baik, tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 kualitas air sungai ini masuk dalam kategori sedang. Namun jika dilihat perubahan nilai kualitas air per tahunnya diketahui bahwa kualitas air Sungai Cisadane dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami penurunan. Perhitungan terhadap perubahan penggunaan lahan antara tahun 1998 dan 2003 pada kecamatan di Bogor yang dilalui Sungai Cisadane menunjukkan adanya perubahan luas tiap penggunaan lahan. Luas penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah kebun campuran, tanah kosong dan pemukiman sedangkan luas penggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah air, sawah irigasi, semak belukar, sawah tadah hujan, perkebunan dan hutan atau vegetasi campuran. Peningkatan luas terbesar terjadi pada luasan kebun campuran dan tanah kosong masing-masing 92,9% dan 74,9 % sedangkan penurunan luasan terbesar terjadi pada penggunaan lahan untuk sawah irigasi dan semak belukar masing-masing 47,7% dan 39,1%. Perubahan pada beberapa parameter penggunaan lahan ini telah mempengaruhi kualitas air Sungai Cisadane.
EVALUASI KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR PERIODE 1999-2003
KARYA ILMIAH Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Zamrin E03400023
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003
Departemen
: Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Nama
: ZAMRIN
NRP
: E03400023
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Ir. Agus Priyono, MS
Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi
NIP: 131 578 800
NIP : 132 257 887
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP: 131 430 799
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ke-2 dari empat bersaudara dari pasangan bapak Amiruddin Gani dan Ibu Hardaneli yang lahir pada tanggal 12 September 1982 di Kerinci, Jambi. Pendidikan formal penulis dimulai sejak tahun 1987 di TK Islam Diniyah Muara Bungo dan selesai pada tahun 1988. Kemudian dilanjutkan di SDN No. 285/II Muara Bungo pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Muara Bungo hingga tahun 1997, kemudian masuk di SMUN 1 Muara Bungo pada tahun 1997 hingga tahun 2000. Pada tahun 2000, Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003” dibawah Bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini 2. Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kabupaten Bogor dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung atas segala bantuan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini 3. Keluarga tercinta atas doa restu dan kasih sayangnya 4. Keluarga besar Fakultas Kehutanan dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan 5. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Maret 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .........................................................................................1 B. Tujuan Penelitian .....................................................................................2 C. Manfaat Penelitian ...................................................................................2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai dan Daerah Aliran Sungai ............................................................3 B. Kualitas Air ..............................................................................................3 C. Kriteria dan Baku Mutu Air .....................................................................4 D. Parameter Kualitas Air D.1. Parameter Fisika ..............................................................................5 D.2. Parameter Kimia ..............................................................................7 D.3. Parameter Mikrobiologi ...................................................................9 E. Pencemaran Air .......................................................................................10 F. Tata Guna Lahan ......................................................................................10 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................13 B. Cara Pengumpulan Data ...........................................................................13 C. Pengolahan Data C.1. Analisis Kualitas Air ........................................................................13 C.2. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ...........................................16 IV. KEADAAN UMUM SUNGAI CISADANE A. Deskripsi Wilayah Sungai Cisadane ........................................................17 B. Pemanfaatan Air Sungai Cisadane ...........................................................18 C. Sumber Pencemaran Air Sungai Cisadane ...............................................18 D. Keanekaragaman Hayati Sungai Cisadane ...............................................19
Halaman V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas Air Sungai Cisadane A.1. Parameter Fisika ..............................................................................21 A.2. Parameter Kimia ..............................................................................29 A.3. Parameter Mikrobiologi ...................................................................37 B. Tingkat Kualitas Air .................................................................................39 C. Kaitan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Kualitas Air ...................41 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..............................................................................................44 B. Saran .........................................................................................................44 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................45 LAMPIRAN ........................................................................................................48
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Bobot parameter dalam perhitungan IKA-NSF WQI ..................................14
2
Kisaran nilai indeks total IKA-NSF WQI ....................................................15
3
Fluktuasi suhu air rata-rata per stasiun .........................................................22
4
Fluktuasi rata-rata kekeruhan per stasiun .....................................................24
5
Fluktuasi rata-rata TSS per stasiun ...............................................................27
6
Fluktuasi rata-rata TDS per stasiun ..............................................................28
7
Fluktuasi rata-rata pH per stasiun .................................................................30
8
Fluktuasi rata-rata DO per stasiun ................................................................32
9
Fluktuasi rata-rata BOD5 per stasiun ............................................................35
10 Fluktuasi rata-rata nitrat per stasiun .............................................................36 11 Fluktuasi rata-rata Total coli per stasiun ......................................................38 12 Nilai indeks kualitas air Sungai Cisadane ....................................................40 13 Luas perubahan penggunaan lahan 1998-2003 ............................................45
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Fluktuasi suhu rata-rata per-tahun ..................................................................22
2
Fluktuasi suhu per-stasiun pengukuran ..........................................................23
3
Fluktuasi kekeruhan per-tahun .......................................................................23
4
Fluktuasi nilai kekeruhan per-stasiun.............................................................25
5
Fluktuasi TSS rata-rata per-tahun...................................................................26
6
Fluktuasi nilai TSS per-stasiun.......................................................................27
7
Fluktuasi TDS rata-rata per-tahun ..................................................................28
8
Fluktuasi nilai TDS per-stasiun ......................................................................29
9
Fluktuasi pH rata-rata per-tahun.....................................................................30
10 Fluktuasi nilai pH per-stasiun.........................................................................31 11 Fluktuasi DO rata-rata per-tahun....................................................................32 12 Fluktuasi nilai DO per-stasiun........................................................................33 13 Fluktuasi BOD rata-rata per-tahun .................................................................34 14 Fluktuasi nilai BOD per-stasiun .....................................................................35 15 Fluktuasi nitrat rata-rata per-tahun .................................................................36 16 Fluktuasi kandungan nitrat per-stasiun...........................................................37 17 Fluktuasi total coli rata-rata per-tahun ...........................................................37 18 Fluktuasi total coli rata-rata per-stasiun..........................................................38 19 Fluktuasi kualitas air dari tahun 1999-2003 ...................................................39 20 Fluktuasi kualitas air per-stasiun pengukuran ................................................40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Peta lokasi sampling ......................................................................................49
2
Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 dan SK Gub. Jawa Barat No.38 tahun 1991 ...........................................................................................50
3
Kurva sub indeks nilai IMKA .......................................................................53
4
Data Hasil Pengukuran Tahun 1999-2003 .....................................................56
5
Perhitungan nilai IMKA ................................................................................57
6
Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 1998 .....................................62
7
Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003 .....................................63
8
Peta DAS Cisadane ........................................................................................64
9
Sebaran penggunaan lahan per-kecamatan.....................................................65
10 Prediksi erosi di DAS Cisadane .....................................................................67 11 Prediksi kontribusi penduduk dan ternak terhadap peningkatan BOD ..........68 12 Faktor konversi pendugaan kontribusi BOD..................................................72
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ini, air antara lain digunakan sebagai bahan baku air minum, air untuk mandi, mencuci, pengairan pertanian, perikanan, transpotasi, dan industri. Dewasa ini penyediaan air menjadi permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus, sebab untuk mendapatkan air dengan kualitas dan kuantitas yang baik sesuai dengan kebutuhan di beberapa daerah sudah semakin susah, hal ini terjadi karena penurunan kualitas air sebagai akibat banyaknya bahan pencemar yang tercampur dalam air. Banyaknya bahan pencemar yang tercampur di dalam air merupakan salah satu dampak samping dari berbagai kegiatan manusia seperti kegiatan rumah tangga, kegiatan industri dan kegiatan lain yang menghasilkan limbah sisa. Meningkatnya pertumbuhan dan kepadatan penduduk serta berdirinya berbagai macam industri saat ini semakin meningkatkan kebutuhan air. Sungai merupakan salah satu jenis perairan umum yang sering digunakan masyarakat dan industri dalam memenuhi kebutuhan air. Sungai juga merupakan salah satu tempat yang dimanfaatkan untuk sarana penampungan limbah baik limbah rumah tangga maupun limbah industri. Hal inilah yang terutama menyebabkan penurunan kualitas air sugai. Peningkatan jumlah penduduk juga mendorong meningkatnya penggunaan lahan dan menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan terutama disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) diduga dapat mempengaruhi kualitas DAS tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air sungai di sekitar DAS tersebut. DAS Cisadane bagian hulu dan tengah yang merupakan bagian dari ekosistem DAS Cisadane secara keseluruhan merupakan satu unit kesatuan ekosistem yang mempunyai fungsi dan peranan penting terutama sebagai sumber air serta pengendali DAS bagian hilir. Sungai Cisadane adalah salah satu sungai yang mengalir melintasi wilayah Kabupaten Bogor dan Tanggerang. Sungai ini memiliki peranan penting bagi banyak aktifitas masyarakat. Peningkatan kepadatan penduduk dan aktivitas disepanjang DAS
sungai Cisadane diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan sungai ini, oleh karena pentingnya peranan sungai ini maka sungai Cisadane ditetapkan sebagai salah satu sungai yang ikut dipantau melalui kegiatan Program Kali Bersih (PROKASIH) sejak tahun 1995 sampai sekarang.
B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengevaluasi perubahan kualitas air sungai Cisadane selama kurun waktu 1999-2003 2. Mengevaluasi perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bogor yang dilalui sungai Cisadane 3. Menduga pengaruh perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bogor terhadap kualitas air sungai Cisadane.
C. Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi tentang kondisi kualitas air sungai Cisadane selama kurun waktu 1999-2003. Informasi ini diharapkan akan menjadi masukan bagi berbagai pihak yang memanfaatkan serta mengelola perairan ini 2. Informasi dan data penelitian terutama tentang perubahan penggunaan lahan diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan dalam perencanaan penyusunan tata ruang serta pengelolaan DAS secara terpadu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai adalah aliran air dari mata air di hulu bagian atas yang biasanya mencari jalan ke arah hilir yang lebih rendah untuk akhirnya bermuara ke laut (Rustamadji 1994 diacu dalam Imany 2001). Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang menampung air hujan kemudian mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan sungai utamanya untuk kemudian diteruskan ke laut. Antara DAS yang satu dengan lainnya dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung-pungung bukit dan puncak-puncak gunung (Ginting, 1993). Sedangkan Sub-DAS adalah bagian dari DAS, air hujan diterima dan dialirkan melalui anak sungai ke sungai utama. Sebuah DAS atau Sub-DAS merupakan unit alam berupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Pemisah topografi ini berupa punggung-punggung bukit. Di bawah tanah juga terdapat pemisah bawah tanah berupa batuan. Sebuah DAS merupakan kumpulan dari banyak sub DAS yang lebih kecil (Manan, 1998). Sebuah sungai yang bermula dari mata air hingga bermuara kelaut merupakan kesatuan organik yang tidak dapat dipisahkan. Setiap campur tangan dan tindakan manusia di bagian tertentu akan mempengaruhi bagian sungai lainnya. Jadi sebuah DAS atau Sub DAS dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem dimana terdapat masukan berupa curah hujan dan keluaran berupa aliran sungai.
B. Kualitas Air Kualitas air merupakan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter kualitas air yang meliputi parameter fisika seperti suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya; parameter kimia yang mencakup pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam-logam dan lain-lain; parameter mikrobiologi meliputi keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 20 Tahun 1990, dalam Adrian 2003). Beberapa parameter fisika yang penting adalah suhu, kekeruhan, kecerahan dan turbiditas, muatan padatan tersuspensi (MPT), total padatan terlarut (TDS), daya hantar listrik, bau dan warna. Sedangkan parameter kimia yang penting adalah pH, alkalinitas, salinitas, oksigen terlarut, BOD (Biochenical Oxygen Demand), COD ( Chemical Oxygen Demand), CO2 bebas, kandungan nitritn, nitrat dan amonia, kandungan fospat, kandungan bebagai jenis logam dan logam berat. Parameter biologis yang penting meliputi bakteri Coliform total dan Coliform tinja (Rushayati, 1999). Kulaitas air dipengaruhi oleh beberapa faktor alami seperti iklim, musim, mineralogi dan vegetasi, serta kegiatan manusia. Bilamana air alam oleh kegiatan manusia sedemikian rupa sehingga tidak memenuhi syarat untuk penggunaan khusus, maka dikatakan air tersebut mengalami pencemaran (Manan 1976, dalam Simorangkir 1984).
C. Kriteria dan Baku Mutu Air Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001). Baku mutu air ditetapkan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan mencantumkan pembatasan konsentrasi dari berbagai parameter kualitas air. Baku mutu air berlaku untuk lingkungan perairan suatu badan air, sedangkan baku mutu limbah berlaku untuk limbah cair yang masuk ke perairan (Widiastuty 2001). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 air diklasifikasikan ke dalam empat kelas, yaitu : Kelas Satu : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut Kelas Dua
: Air
yang
Peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut Kelas tiga
: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk membudayakan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau untuk keperluan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas empat : Air
yang
peruntukannya
dapat
digunaka
untuk
mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama.
D. Parameter Kualitas Air D. 1. Parameter Fisika a. Suhu Menurut Nybakken (1998) diacu dalam Harimurthy (2002), suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu sangat berperan dalam proses ekosistem perairan dan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme perairan. Perubahan suhu dapat mempengaruhi tanaman dan ikan secara langsung dan dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut di perairan (Nugraheni 2001). Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari bahan yang didinginkan, kemudian dikembalikan ketempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya. Air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu yang lebih tinggi daripada air asalnya (Fardiaz 1992). Menurut Sutrisno (1991) diacu dalam Nugroho (2003), suhu perairan dapat bervariasi tergantung faktor adanya pencemar, misalnya pembuangan air limbah
dapat
menyebabkan
kenaikan
temperatur
mengganggu kehidupan air misalnya ikan dan lain-lain.
perairan,
sehingga
b. Kekeruhan Kekeruhan adalah suatu ukuran pembiasan cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi suatu zat pencemar yang terkandung di dalam air, seperti adanya bahan liat, endapan lumpur, senyawa berwarna terlarut, plankton, dan organisme mikroskopik lainnya (Center dan Hill, 1979 dalam Suryadipura, 1996). Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air (APHA, 1985 dalam Nugroho 2003). Menurut Koesoebiono (1979) diacu dalam Yuristria (1994), pengaruh utama kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga menurunkan aktifitas fotosintesis fitoplankton dan algae benthik. Kondisi air yang keruh biasanya kurang disukai oleh hewan bentos (Reid, 1961 dalam Adrian 2003). c. Kandungan Padatan Tersuspensi Padatan tersuspensi adalah bahan yang masih tetap tinggal sebagai sisa selama penguapan dan pemanasan pada suhu 102 – 105° C. Bahan-bahan yang mempunyai tekanan uap kecil di bawah suhu ini akan hilang selama prosedur penguapan dan pemanasan. Penentuan padatan tersuspensi akan sangat berguna dalam analisis pengairan tercemar dan buangan dan dapat digunakan untuk mengevaluasi air buangan domestik dan untuk menentukan efisiensi unit-unit pengolahan (Saeni, 1989). Air buangan industri mengandung jumlah padatan teruspensi dalam jumlah yang bervariasi tergantung dari jenis industrinya. Air buangan dari industri-industri makanan, terutama industri farmasi dan industri tekstil sering mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis ( Fardiaz, 1992).
d. Kandungan Padatan Terlarut Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa anorganik dan organik terlarut air, mineral dan garam-garamnya Sebagai contoh air buangan pabrik gula biasanya mengandung berbagai jenis gula yang terlarut, sedangkan air buangan industri kimia sering mengandung mineral seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), cadmium (Cd), Khromium (Cr), nikel (Ni), Cl2, serta garam-garam kalsium dan magnesium yang mempengaruhi kesadahan air (Fardiaz 1992). Padatan terlarut mempengaruhi ketransparanan dan warna air, yang ada hubungannya dengan produktifitas (Sastrawijaya, 1991). Padatan terlarut total adalah bahan-bahan terlarut total dan koloid berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lainnya yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm (Rao, 1992 dalam Effendi, 2000).
D. 2. Parameter Kimia a. pH Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana air apakah bereaksi asam atau basa. Konsentrasi karbon dioksida dapat mempengaruhi pH perairan. Pada kisaran pH 5,0 – 9,0 ikan-ikan air tawar masih bisa hidup (Saeni 1989, diacu dalam Purwanto 1997). Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme aquatik, sehingga seringkali pH suatu perairan digunakan sebagai petunjuk baik-buruknya kualitas suatu perairan (Saeni, 1989 diacu dalam Nugroho 2003). Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh aktifitas fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan kation. Derajat keasaman (pH) air diduga sangat berpengaruh terhadap tingkat toksisitas bahan beracun, dan pada pH 5-9 pengaruh langsung bahan beracun adalah kecil (Hawkes, diacu dalam Yuristria 1994).
b. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air dan merupakan kebutuhan dasar biota air (Rushayati, 1999). Oksigen terlarut dalam air pada umumnya berasal dari hasil difusi oksigen secara langsung dari udara ke dalam air, melalui aliran air yang masuk, malalui air hujan dan melalui proses fotosintesis dalam air. Akan tetapi konsentrasi oksigen terlarut dapat berkurang karena proses respirasi hewan air, digunakan pada proses penguraian bahan organik secara biokimia dan dipakai dalam proses penguraian bahan-bahan organik secara kimiawi (Welch 1952, diacu dalam Yuristria 1994). Kandungan oksigen terlarut (DO) baik di perairan alami maupun limbah sangat tergantung pada sifat fisik, kimia dan aktifitas biokimia dalam air tersebut ( Husein 1998, diacu dalam Yuristria 1994). Pada umumnya perairan yang tercemar bahan organik akan mengalami penurunan oksigen terlarut karena oksigen tersebut banyak digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik tersebut. Air yang tercemar bahan organik biasanya oksigen terlarutnya rendah (Fardiaz, 1992). Pescod (1973), diacu dalam Yuristria (1994) menyatakan kandungan oksigen terlarut minimal sebesar 2 ppm cukup untuk mendukung kehidupan perairan secara normal di daerah tropik dengan asumsi perairan tidak mengandung bahan beracun. c. Biochemical Oxygen Demand (BOD) Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air (Fardiaz, 2002). Menurut Canter dan Hill (1979) dalam Suryadipura (1996) menyatakan bahwa peningkatan nilai BOD merupakan petunjuk adanya penurunan kandungan oksigen pengurai dan meningkatnya laju penguraian. Menurut Sylvester (1978) diacu dalam Yuristria (1994), nilai BOD tidak lebih dari 6 mg/l layak untuk mendukung kehidupan biota perairan. Nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi. Nilai ini dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan setelah inkubasi (Fardiaz, 1992).
d. Nitrat Senyawa nitrogen di dalam perairan terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi. Senyawa tersebut sangat penting dalam reaksi biologis suatu perairan (Pescod, 1973 dalam Suryadiputra, 1996). Jenis nitrogen anorganik utama dalam air adalah ion nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan amoniak (NH3). Sedangkan nitrogen organik merupakan komponen terbesar dari total nitrogen dalam air yang berasal dari berbagai jenis limbah yang dapat mengakibatkan pertumbuhan ganggang dengan cepat (suryadiputra, 1996). Sumber utama nitrogen antropogenik di perairan berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang menggunakan pupuk kandang maupun pupuk buatan dan juga berasal dari kegiatan domestik (Effendi, 2000).
D. 3. Parameter Mikrobiologi a. Fecal Coli dan Total Koliform James dan Evison (1979) dalam Taufik (2003) menyatakan bahwa banyak parameter mikrobiologi yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas air. sebagai contoh : jumlah total virus bakteri, bacteriophages, jamur (fungi), actinomycetes, protozoa, nemathoda dan alga. Namun untuk kemudahan, kecepatan dan ketepatan pada tes maka bakteri telah dihilangkan dalam penelaahan kualitas air, oleh sebab itu banyak metoda standar dalam penelaahan kualitas air dipersempit pada jumlah maksimum dari indikator bakteri sebagai limbah fecal ( koliform, fecal koliform/Escherichia coli, fecal streptococcus dan Clostridium pertringeus). Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 air dengan kelas I maksimal mengandung fecal coliform 100 jml/100 ml, kelas II maksimal 1000 jml/ 100 ml, kelas III 2000jml/100 ml dan kelas IV 2000 jml/ 100 ml.
E. Pencemaran Air Pencemaran
air
dapat
diartikan
sebagai
masuknya
atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat atau energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988 dalam Fardiaz, 1992) Ada tiga penyebab utama tercemarnya badan air, yaitu (1) peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat, (2) terjadinya pemusatan penduduk dan industri diikuti buangan limbahnya, (3) rendahnya investasi sosial ekonomi dan sosial budaya untuk memperbaiki lingkungan hidup, seperti investasi untuk pembuatan sanitasi dan keperluan lain (Purwani, 2001). Menurut Husin dan Eman (1991), diacu dalam Nedi (1997), ada dua jenis sumber pencemar perairan, yaitu point source dan non point source. Point source adalah pencemaran yang dapat diketahui secara pasti sumbernya, misalnya limbah industri. Sedangkan non point source adalah pencemaran yang tidak diketahui secara pasti sumbernya, yaitu pencemar yang masuk ke perairan bersama air hujan dan limpasan permukaan.
F. Tata Guna Lahan Vingk (1975) dalam Mahmudi (2002) mendefinisikan penggunaan lahan sebagai suatu penggunaan dari sebidang lahan yang kompleks baik secara alami atau campur tangan manusia menurut keperluannya, untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Menurut Schmab et al. (1996) dalam Taufik (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi aliran sungai secara umum dapat dibagi dua yaitu karakteristik hujan dan karakteristik DAS. Karakteristik hujan yang mempengaruhi run-off adalah jumlah, intensitas dan lama hujan serta distribusi di areal DAS tertentu, sedangkan pengaruh karakteristik DAS
ditentukan oleh ukuran, bentuk, orientasi, topografi, geologi, dan penggunaan lahan. Menurut Viessman et al (1977), dalam Taufik (2003), perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap aliran sungai dan karakteristik aliran permukaan DAS. Perubahan penutupan lahan akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah dan perubahan penggunaan lahan yang merubah sifat atau ciri vegetasi dapat memberikan dampak penting waktu dan volume aliran. Perubahan penggunaan lahan dapat meningkatkan atau menurunkan volume aliran permukaan serta laju maksimum dan waktu aliran suatu DAS. Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai dengan pengelolaan vegetasi atau tata guna lahan adalah agar DAS secara keseluruhan dapat berperan atau memberikan manfaat sebesar-besarnya secara lestari bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup serta kesejahteraannya, sehinggaa selain dapat menampung perkembangan dan dinamika kegiatan ekonomi masyarakat
setempat
maka
pengelolaan
tersebut
diharapkan
dapat
mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi ( Dahuri et al., 1996 dalam Lokollo, 2002). Kegiatan tata guna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutupan lahan dalam suatu DAS seringkali dapat memperbesar atau memperkecil hasil air, perubahan dari suatu jenis vegetasi ke jenis vegetasi lainnya adalah umum dalam pengelolaan sumberdaya alam. Penebangan hutan, perladangan berpindah, atau perubahan tata guna lahan hutan menjadi areal pertanian, padang rumput atau pemukiman adalah contoh yang sering dijumpai di daerah-daerah yang sedang tumbuh. Terjadinya perubahan tata guna lahan dan jenis vegetasi tersebut dalam sekala besar dan bersifat permanen akan mempengaruhi besar kecilnya air pada sistem hidrologi (Lokollo, 2002) Menurut Mahmudi (2002), perubahan atau perkembangan pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami antara lain tanah, air, iklim, pola musim dan land form, erosi dan kemiringan lahan. Faktor manusia berpengaruh lebih dominan
dibanding faktor alami dan dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan pengaruh luar seperti kebijakan nasional dan internasional. Sudadi et al. (1991) dalam Taufik (2003) menyatakan bahwa pengaruh penggunaan lahan terhadap aliran sungai utama erat kaitannya dengan fungsi Vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Disamping itu, secara fisik vegetasi akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan surface detention dan depression storage (simpangan permukaan) sehingga menurunkan besar aliran sungai. Menurut Puspaningrum (1997) dalam Umiyati (2002), perubahan lahan menjadi daerah pemukiman cenderung mengakibatkan dampak negatif, khususnya bila ditinjau dari laju erosi. Pada lahan terbuka terjadinya erosi tanah akan semakin tinggi, karena permukaan tanah yang tidak terlindung akan mengakibatkan air hujan yang jatuh ke tanah akan menggerus permukaan tanah lalu membawa hasil gerusan ke dalam badan perairan sehingga mutu perairan berubah. Sutamihardja (1978) dalam Taufik (2003) mengemukakan bahwa kegiatan
pertanian
mempengaruhi
secara
kualitas
langsung
perairan
yang
ataupun
tidak
diakibatkan
langsung oleh
dapat
penggunaan
bermacam-macam pupuk buatan dan pestisida. Penggunaan pupuk yang mengandung unsur N dan P akan dapat menyuburkan perairan dan dapat mendorong pertumbuhan ganggang dan tumbuhan akuatik lainnya. Keberadaan hutan pada suatu DAS dapat mengurangi terjadinya erosi dan sedimentasi, sehingga dapat menghasilkan kualitas air yang tinggi. Luasan hutan dan perlakuan yang dilakukan dalam pengelolaannya, secara langsung akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang dihasilkan (Manan, 1992).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Cisadane bagian hulu dan tengah yang melintasi Kabupaten Bogor dan dilakukan pada bulan Desember 2004 sampai dengan April 2005.
B. Cara Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mengkaji data sekunder yang terdiri dari : (a) Kualitas air (fisika, kimia dan biologi) Sungai Cisadane yang melintasi Kabupaten Bogor, dan (b) penggunaan lahan DAS Cisadane daerah Kabupaten Bogor. Parameter kualitas air yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak sembilan parameter. Ke-sembilan perameter tersebut adalah suhu air, kekeruhan, kandungan padatan tersuspensi, kandungan padatan terlarut, pH, oksigen terlarut, nitrat, biochemical oxygen demand (BOD), dan total coli.
C. Pengolahan Data C. 1. Analisis Nilai Kualitas Air Analisis kualitas air tahun 1999-2003 dilakukan dengan cara membandingkan nilai dari masing-masing parameter untuk setiap lokasi pengambilan sampel pada tahun pengukuran dengan baku mutu air sungai yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 untuk air kelas I sampai kelas IV, kemudian dievaluasi kualitas air Sungai Cisadane dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 untuk setiap lokasi. Tahapan analisis data adalah sebagai berikut : a. Mencari nilai rata-rata dari masing-masing parameter pada setiap lokasi pengambilan sampel untuk setiap waktu pengukuran dengan rumus : Keterangan : i
Xi Q=∑ n N (Walpole,1982)
Q : rata-rata pengukuran N : jumlah data pengukuran Xi : data pengukuran ke-i (i = 1, 2, 3,..., N)
b. Menyajikan nilai setiap parameter dalam bentuk grafik untuk setiap tahun, yaitu dengan menghubungkan nilai parameter ke- i dari titik-titik lokasi pengambilan sampel untuk setiap tahun pengukuran. Sehingga akan terlihat kecenderungan perubahan yang terjadi untuk setiap parameter dari tahun 1999 hingga tahun 2003 bila dibandingkan dengan baku mutu. Analisis kualitas air menggunakan Indeks Kualitas Air berdasarkan metode National Sanitation Foundation Water Quality Index (NSF WQI), untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan setiap titik lokasi pengukuran mulai 1999 - 2003. Parameter yang digunakan dalam analisa data menggunakan IKANSF WQI adalah suhu air, kekeruhan, kandungan padatan tersuspensi, kandungan padatan terlarut, pH, oksigen terlarut, biochemical oxygen demand (BOD), nitrat dan fecal coli. Tahapan analisis data : a. Menentukan bobot (W) untuk masing-masing parameter dan nilai sub indeks (I) untuk tiap parameter dengan membaca kurva fungsi sub indeks IKA-NSF WQI. Tabel 1. Bobot Parameter Dalam Perhitungan IKA-NSF WQI (Ott, 1978 diacu dalam Nugroho, 2003) No
parameter
Bobot parameter ke-i (Wi)
Bobot parameter ke-i (Wi) modifikasi
satuan % saturasi
1
Oksigen terlarut
0.17
0,19
2
pH
0.12
0,13
-
3
BOD
0.10
0,11
Mg/l
0,11
4
Nitrat
0.10
5
Phospat
0.10
Mg/l
6
Suhu deviasi *)
0.10
0,11
°C
7
Kekeruhan
0.08
0,09
NTU
8
Padatan total
0.08
0,09
Mg/l
9
Fecal coli total
0.15 1.00
0,17 1,00
MPN/100 ml
Mg/l
Keterangan : *) = Kekeruhan digunakan dengan asumsi satuan Nephelometric Turbidity Unit (NTU) satara dengan Jacson Turbidity (JTU) karena semakin keruh suatu perairan maka nilai kekeruhannya baik dalam satuan NTU maupun JTU akan semakin besar.
b. Menghitung nilai Indeks Kualitas Air dengan menggunakan rumus (Brown et al. In Ott, 1978) i
IKA − NSF ,WQI = ∑Wi b .Li n
Keterangan : i : 1 sampai dengan n n
: Jumlah parameter b
Wi : Bobot parameter ke-i yang dimodifikasi dari bobot yang telah ditetapkan dalam Ott, 1978 Li
: Nilai sub indeks parameter ke-i dengan menggunakan kurva sub indeks yang ditetapkan oleh IKA-NSF, WQI ( Ott, 1978)
c. Keadaan umum perairan dapat diketahui dengan membandingkan nilai indeks kualitas air yang diperoleh dengan kriteria kualitas air untuk setiap lokasi untuk setiap tahun. d. Kemudian dilakukan penyajian data dalam bentuk garafik yaitu dengan menghubungkan nilai IKA-NSF WQI hasil perhitungan dari titik-titik lokasi pengukuran untuk setiap tahun. Sehingga akan terlihat secara umum perubahan tingkat mutu kualitas air yang terjadi selama tahun 1999-2003. Tabel 2. Kisaran Nilai Indeks Total IKA-NSF WQI Indeks Kualitas Lingkungan
Tingkat Kualitas Lingkunagn
0-25
Sangat Buruk
26-50
Buruk
51-70
Sedang
71-90
Baik
91-100
Sangat Baik
Sumber (Ott, 1978 diacu dalam Nugroho, 2003)
C. 2. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan dianalisa dengan membandingkan luas setiap jenis penggunaan lahan tahun 1999 dan 2003. Untuk menduga hubungan perubahan penggunaan lahan dengan kualitas perairan dilakukan dengan cara membandingkan antara luas perubahan lahan dengan perubahan kualitas air setiap tahunnya. Nilai perubahan tataguna lahan Tahun 1999 dan 2003 diperoleh dari laporan akhir anasisis perubahan tutupan lahan berdasarkan citra satelit spot 5 di wilayah Kabupaten Bogor yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Kabupaten Bogor Bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB. Untuk mengetahui hubungan antara perubahan tataguna lahan dengan kualitas air dilakukan dengan cara membandingkan perubahan kualitas air dengan perubahan penggunaan lahan, kemudian dilakukan analisis korelasi variabel-variabel perubahan tataguna lahan dengan perubahan kualitas air.
IV. KEADAAN UMUM SUNGAI CISADANE
A. Deskripsi Wilayah Sungai Cisadane
Secara geografis DAS Cisadane terletak diantara 6°02’ sampai 6°54’ LS dan 106°17’ sampai 107°00’ BT. DAS Cisadane dibatasi oleh Sub DAS Cimanceuri di sebelah barat dan DAS Ciliwung di sebelah timur. Sungai Cisadane berhulu di Gunung Salak (3.019 mdpl). Sungai ini mengalir dari arah selatan ke utara, melewati Kabupaten Bogor (Kecamatan Nanggung, Caringin, Cijeruk, Ciomas, Ciampea, Rumpin, Cilangkap) dan Kabupaten Tangerang. Sungai Cisadane berawal dari Gunung Salak mengalir melalui Kota Bogor dan Tangerang serta bermuara di Laut Jawa. Panjang Sungai Cisadane sampai ke Mauk (Kabupaten Tangerang) adalah 137,8 Km, dengan rata-rata kemiringan dari hulu (+3,019 m) sampai ke Mauk (+2 m) adalah 21,9 % (Arwindrasti, 1997). Menurut Arwindrasti (1997) luas DAS Cisadane dari hulu sampai Teluk Naga adalah Sekitar 155.975 Ha. DAS ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu : a) DAS Cisadane wilayah hulu seluas 85.555 Ha mulai dari hulu sampai stasiun pengukuran Batu Beulah, meliputi Kecamatan Nanggung, Ciomas dan Ciampea. b) DAS Cisadane tengah seluas 48.205 Ha, mulai dari stasiun pengukuran Batu Beulah (Kabupaten Bogor) meliputi Kecamatan Semplak, Parung, Rumpin, Gunung Sindur, Cigudeg (Kabupaten Bogor), Serpong, Curug, Tangerang Legok, Jatiluwung, dan Cipondok (Kabupaten Tangerang) sampai dengan stasiun pengukuran Pasar Baru di Kabupaten Tangerang. c)
DAS Cisadane wilayah hilir seluas 22.215 Ha, mulai dari stasiun pengukuran Pasar Baru sampai muara sungai Cisadane, meliputi Kecamatan Ciledug, Pasar Kamis, Teluk Naga, Kecamatan Tigaraksa, Cikupa, Mauk di Kabupaten Tangerang. Sungai Cisadane mengalir melalui tiga wilayah ketinggian sebagai
berikut : (a). Wilayah hulu merupakan pegunungan yang berketinggian ± 300 - ± 3000 mdpl. DAS Cisadane wilayah hulu ini bertopografi datar, landai agak curam sampai dengan curam; (b). Wilayah tengah merupakan bagian yang bervariasi antara 100–300 mdpl; (c). Wilayah hilir merupakan dataran dengan topografi
datar sampai landai pada ketinggian 0–100 mdpl (BALITBAG Pertanian, Lembaga Penelitian Tanah Bogor, diacu dalam Arwindrasti, 1997). Iklim di daerah aliran Sungai Cisadane berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk iklim B. Pola musim dipengaruhi oleh perubahan angin monsoon yang menyebabkan terjadinya musim hujan (November-Mei) dan musim kemarau (Juni-Oktober). Di DAS Cisadane wilayah hulu curah hujan bulanan berkisar antara 195-609 mm/bulan. Bulan basah 8-10 bulan (AgustusMei) dan bulan terbasah Desember, bulan lembab 2-4 bulan (Juni-September) dengan bulan terkering bulan Juni. Pada DAS Cisadane wilayah tengah curah hujan bulanan berkisar antara 121-582 mm/bulan. Bulan basah 2-5 bulan (Desember-Mei) dengan bulan terbasah pada bulan Januari, bulan lembab 1-2 bulan (Juni-Agustus) sedangkan bulan terkering bulan Juli (DPMA1988. RLKT, 1989 diacu dalam Arwindrasti,1997).
B. Pemanfaatan Air Sungai Cisadane
Air permukaan pada Sungai Cisadane secara umum dipergunakan untuk keperluan irigasi, penyediaan air bersih, industri, perikanan maupun untuk keperluan pertanian. Irigasi merupakani pengguna air terbesar pada wilayah Sungai Cisadane, umumnya bertujuan untuk mengairi sawah melalui saluran irigasi dengan mengunakan konstruksi bendungan sedangkan pemanfaatan air permukaan untuk industri dan penyediaan air bersih (PDAM) kebanyakan menggunakan pompa hisap (Arwindrasti, 1997).
C. Sumber Pencemaran Air Sungai Cisadane
Selain dipergunakan sebagai sumberdaya air untuk berbagai keperluan Sungai Cisadane juga difungsikan sebagai sarana penampung limbah yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, peternakan dan pertanian. Pembuangan limbah penduduk yang tersebar di tiga wilayah (Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kodya Bogor) dilakukan melalui berbagai cara diantaranya yaitu : melalui kolam, sawah, tanah darat/tegalan, rembesan septic tank dan melalui saluran air kotor yang mengalir menuju sungai. Sumber pencemar yang berasal dari limbah pertanian umumnya berasal dari pemakaian pupuk dan pestisida.
Pembuangan limbah industri umumnya berasal dari industri yang berada si sekitar sungai, antara lain industri logam, tekstil, makanan/minuman, kimia dan farmasi. Sebagian besar industri tersebut belum memiliki unit pengolahan limbah yang memenuhi syarat, sehingga air limbah yang masih mengandung zat-zat pencemar langsung dibuang atau disalurkan melalui saluran terbuka menuju Sungai Cisadane (Brahmana dan Sutriati, 2001 dalam Umiyati, 2002)
D. Keanekaragaman Hayati Sungai Cisadane
Sebagai bagian dari DAS Cisadane, ekosistem Sungai Cisadane memiliki keanekaragaman hayati yang menggambarkan kekayaan vegetasi dan satwa yang hidup di kawasan tersebut. Keadaan vegetasi di DAS Cisadane dapat dibedakan menjadi vegetasi yang terdapat di dalam kawasan hutan dan yang berada diluar kawasan hutan (Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Cisadane, BPDAS Citarum-Ciliwung,2003). Vegetasi alami yang dapat dijumpai di sepanjang sungai Cisadane kurang lebih terdiri dari 47 jenis pohon, diantaranya adalah damar (Agathis alba), jeunjing (Albizzia Chinensis), angsana (Dipterocarpus indicus), karet (Ficus elastica) dan lain-lain (Keanekaragaman Hayati Cagar Alam Gunung Halimun, Biological Science Club, 1991 dalam Umiyati 2002). Selain itu di sepanjang aliran sungai Cisadane juga ditemukan berbagai macam jenis tanaman yang menghasilkan buah-buahan seperti mangga (Mangifera indica L.), pepaya (Carica papaya L.) durian (Durio zibethinus), kelapa (Cocos nucifera) dan jenis tanaman budidaya tegalan seperti jagung (Zea mays), kentang (Solanum tuberosum), talas (Colocassia asculenta), ubi jalar (Ipomoea batatas), ubi kayu (Menihot esculenta) dan lain-lain (Sari, 2001 dalam Umiyati 2002). Beberapa jenis satwa alami yang terdapat di sepanjang aliran Sungai Cisadane antara lain dari berbagai jenis mamalia seperti kucing (Felis pardus), kucing hutan (Felis bengalensis), owa (Hylobates moloch), lutung (Presbytis ayagula) dan kelelawar. Beberapa jenis burung yang dapat dijumpai di kawasan ini antara lain jinjing kulit (Parus major), Cekakak (Halcyon cyanoventris), walet dada putih (Callocalia sp), walet sapi (Callocalia esculenta), perkutut (Geopelia striata), tekukur (Streptopelia chinensis), gagak hutan (Corvus enca), burung
hantu (Tyto alba), burung gereja (Passer montanus), burung madu (Nectarinia sp), dan lain-lain. Jenis ikan yang banyak ditemukan di daerah hulu adalah kehkel (Glyptothorax platypogon), leundi (Clarias nieuhofi), sengal (Mystus planioeps), soro (Tor douronensis), jeler (Nemachilus fasciatus), beunteur (Puntius binotatus), paray (Rasbora lateristriata), sidat (Anguilla mauritania) dan sering juga di temui berbagai jenis udang (Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Cisadane-Ciliwung : DPU, 1999 dalam Umiyati 2002).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kualitas Air Sungai Cisadane A. 1. Parameter Fisika a. Suhu Air
Sebagai salah satu komponen fisika, suhu air mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Suhu berperan penting dalam ekosistem dan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme perairan (Nugraheni, 2001). Menurut saeni (1989) suhu antara 20–30 °C merupakan suhu optimal bagi pertumbuhan biota akuatik. Berdasarkan nilai rata-rata hasil pengukuran selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 di tiga stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 1, tampak bahwa nilai suhu tidak mengalami fluktuasi yang besar. Nilai suhu rata-rata selama lima tahun tersebut berkisar antara 26,8-28,2 °C. Namun bila dilihat secara lebih terperinci dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun nilai suhu tersebut cenderung meningkat. Pada tahun 1999 suhu rata-rata air Sungai Cisadane bernilai 26,8 °C kemudian meningkat pada tahun 2000 menjadi 27,4 °C, tahun 2001 bernilai 27,4 °C dan kembali meningkat pada tahun 2002 dan 2003 masing-masing menjadi 28,1 °C dan 28, 2 °C. Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kisaran nilai temperatur tersebut masih memenuhi baku mutu dan dapat digunakan untuk semua kebutuhan seperti yang tercantum dalam peraturan tersebut. Peningkatan suhu dari tahun 1999 sampai tahun 2003 ini kemungkinan disebabkan oleh semakin meningkatnya limbah rumah tangga, selain itu masuknya limbah industri ke sungai diduga juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan suhu air. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya pemukiman penduduk dari tahun 1998 sampai tahun 2003.
Fluktuasi suhu rata-rata per tahun
28.5 28.1
28.2
Suhu (°C)
28 27.4
27.5 27
27.4
26.8
26.5 26 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Gambar 1. Fluktuasi suhu rata-rata per tahun. Jika dilihat pada setiap lokasi pengukuran setiap tahunnya seperti terlihat pada Tabel 5, tampak bahwa nilai suhu ini juga tidak menunjukkan fluktuasi yang begitu besar. Untuk stasiun I nilai suhu berkisar antara 22,9– 27,0 °C, stasiun II berkisar antara 27,7–29,9 °C dan stasiun III berkisar antara 27,6–29,6 °C. Nilai di setiap lokasi pengukuran ini masih berada pada suhu normal perairan. Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kisaran nilai deviasi tersebut masih berada dalam kisaran nilai yang diizinkan sesuai dengan peruntukan masingmasingnya. Tabel 3. Fluktuasi suhu air rata-rata per stasiun untuk setiap tahun pengukuran Lokasi
Satuan
Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
°C °C °C
Tahun Pengukuran 1999 23 20,33 46
2000 21 27,33 37
2001 70 64,33 73,33
2002 58 65 50
2003 63,53 78,77 64,17
Jika dilihat dari nilai suhu rata-rata per stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 2 tampak adanya kecenderungan peningkatan suhu dari hulu ke hilir. Suhu rata-rata tertinggi terjadi di stasiun III. Tingginya suhu di stasiun III ini kemungkinan disebabkan akumulasi limbah rumah tangga dan limbah industri yang masuk ke badan sungai dari hulu stasiun ini.
Fluktuasi suhu rata-rata per stasiun 30.0
28.6
28.8
stasiun II
Stasiun III
Suhu (°C)
29.0 28.0 27.0 26.0
25.3
25.0 24.0 23.0 stasiun I
stasiun pengamatan
Gambar 2. Fluktuasi suhu rata-rata per stasiun. b. Kekeruhan
Berdasarkan nilai kekeruhan rata-rata per tahun seperti terlihat pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami fluktuasi yang cukup lebar. Nilai kekeruhan ini berkisar antara 18,56-69,22 NTU. Pada tahun 1999 nilai kekeruhan sebesar 29,78 NTU, dan mengalami penurunan pada tahun 2000 menjadi 18,56 NTU, namun pada tahun 2001 terjadi peningkatan yang cukup tinggi hingga mencapai nilai 69,22 NTU. Pada tahun 2002 kembali terjadi penurunan menjadi 57,67 NTU serta pada tahun 2003 kembali meningkat menjadi 68,82 NTU. Secara keseluruhan nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 39,04 NTU atau sebesar 131%. Peningkatan nilai kekeruhan ini berkaitan erat dengan semakin meningkatnya kandungan padatan tersuspensi dan senyawa koloid dalam perairan. Meningkatnya masukan bahan-bahan penyebab kekeruhan ini diduga berasal dari buangan limbah rumah tangga, industri dan juga erosi. Peningkatan luas tanah kosong dan luas pemukiman serta menurunnya luas hutan/vegetasi campuran memungkinkan untuk meningkatkan laju erosi. Fluktuasi ke ke ruhan rata-rata pe r tahun
80 69.22
70
Kekeruhan (NTU)
68.82 57.67
60 50 40
29.78
30
18.56
20 10 0 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Gambar 3. Fluktuasi kekeruhan rata-rata per tahun.
Jika dilihat dari nilai kekeruhan tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 pada tiap stasiun pengukuran seperti terlihat pada Tabel 6 tampak bahwa nilai kekeruhan ini mengalami fluktuasi dengan kisaran nilai yang berbedabeda. Pada stasiun I tampak bahwa nilai kekeruhan berkisar antara 21-70 NTU, stasiun II berkisar antara 20,33–78,77 NTU dan pada stasiun III nilai kekeruhan berkisar antara 37–73,33 NTU. Tabel 4.
Fluktuasi rata-rata kekeruhan per stasiun untuk setiap tahun pengukuran
Lokasi
Satuan
Tahun Pengukuran 1999
Stasiun II NTU 23 Stasiun III NTU 20,33 Stasiun IV NTU 46 Keterangan : Baku mutu = 100,00 NTU
2000 21 27,33 37
2001 70 64,33 73,33
2002 58 65 50
2003 63,53 78,77 64,17
Sedangkan jika dilihat pada nilai kekeruhan rata-rata per stasiun seperti terlihat pada Gambar 4 tampak terjadi kenaikan tingkat kekeruhan dari stasiun I sampai Stasiun III (hulu ke hilir). Meningkatnya nilai kekeruhan ini diduga disebabkan oleh akumulasi bahan-bahan organik dan bahan-bahan tersuspensi yang masuk ke badan sungai dari hulu stasiun ini. Bahan-bahan organik dan bahan-bahan tersuspensi yang masuk ke badan sungai ini kemungkinan besar berasal dari erosi akibat pembangunan perumahan yang diawali dengan pembukaan lahan, perataan dan pemadatan tanah. Tindakan ini menyebabkan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah tidak dapat terserap namun terus mengalir dan menggerus permukaan tanah dan pada akhirnya masuk ke badan sungai dengan membawa hasil gerusan tersebut. Selain itu pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri ke badan sungai juga merupakan sumber masuknnya bahan-bahan ini ke badan sungai. Kondisi ini didukung dengan data yang menunjukkan adanya peningkatan luas pemukiman dan tanah kosong serta menurunnya luas hutan atau vegetasi campuran pada kecamatan yang dilalui DAS Cisadane ini.
Fluktuasi kekeruhan rata-rata per stasiun 54.10
Kekeruhan (NTU)
56.00 54.00
51.15
52.00 50.00 48.00
47.11
46.00 44.00 42.00 stasiun I
stasiun II
Stasiun III
stasiun pengamatan
Gambar 4. Fluktuasi kekeruhan rata-rata per stasiun. c. Padatan Tersuspensi
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Contoh padatan tersuspensi adalah tanah liat, bahan-bahan organik, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Adanya padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Fardiaz, 1992). Dari sini dapat diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi erat kaitannya dengan tingkat kekeruhan. Pengukuran padatan tersuspensi hanya dilakukan pada tiga tahun pengukuran, yaitu tahun 1999, 2000 dan 2003. Berdasarkan hasil pengukuran di tiga stasiun seperti terlihat pada Gambar 5 tampak bahwa nilai padatan tersuspensi mengalami peningkatan yang cukup tinggi antara tahun 1999, 2000 dan 2003. Pada tahun 1999 kandungan padatan tersuspensi rata-rata 28,67 mg/l, pada tahun 2002 kandungan ini meningkat menjadi 64,67 mg/l serta pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai nilai 343,61 mg/l. Peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari tahun 1999 sampai tahun 2003 sebesar 314,94 mg/l atau sekitar duabelas kali lipat. Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dapat diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi untuk tahuntahun tersebut masih berada dalam kisaran baku mutu, untuk tahun 1999 nilai padatan tersuspensi berada dalam kelas I dan II atau dengan artian kandungan padatan tersusupensi ini masih memenuhi kriteria sebagai bahan baku air minum, prasarana rekreasi air, pembudayaan ikan air tawar, peternakan, untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang menpersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Sedangkan untuk tahun 2000 dan 2003 nilai padatan tersuspensinya berada dalam kisaran kelas III dan IV, kriteria ini menggambarkan bahwa kondisi kandungan padatan tersuspensi yang terdapat pada air Sungai Cisadane pada tahun tersebut sudah tidak layak digunakan sebagai bahan baku air minum tetapi masih layak digunakan untuk kegiatan pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama. Terjadinya peningkatan kandungan padatan tersuspensi ini memiliki kaitan erat dengan semakin
meningkatnya kekeruhan seperti yang
disampaikan sebelumnya. Masuknya limbah rumah tangga dan limbah industri serta adanya erosi dapat meningkatkan kandungan padatan terusupensi. Adanya peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman, meningkatnya luas tanah kosong dan semakin menurunnya luas hutan serta vegetasi campuran seperti terlihat pada Tabel 13 memungkinkan untuk meningkatkan laju erosi. Fluktuasi TSS rata-rata per tahun
400 343.61
350
TSS (mg/l)
300 250 200 150 100 50
64.67 28.67
0 1999
2000
2003
Tahun
Gambar 5. Fluktuasi TSS rata-rata per tahun. Sedangkan jika dilihat pada nilai padatan tersuspensi rata-rata per stasiun pengukuran per tahunnya seperti terlihat pada Tabel 5 tampak bahwa pada tahun 1999 dan 2000 tidak terjadi peningkatan yang besar pada parameter ini, namun pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Nilai terendah total padatan terlarut terjadi pada tahun 1999 pada stasiun II yaitu 20,67 mg/l sedangkan nilai padatan terlarut tertinggi terjadi pada stasiun II pada tahun 2003 yaitu 441,68 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 nilai rata-rata total padatan terlarut setiap stasiun masih berada pada baku mutu untuk kelas I sampai IV, namun untuk stasiun II pada tahun 2003 telah melampaui baku mutu tersebut hal ini mengindikasikan
bahwa pada waktu dan lokasi tersebut perairan ini mengalami pencemaran berat. Tabel 5. Fluktuasi rata-rata TSS per stasiun untuk setiap tahun pengukuran Lokasi
Satuan
Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
mg/l mg/l mg/l
Tahun Pengukuran 1999 21,33 20,67 44
2000 52,67 35,33 106
2003 189,48 441,68 399,65
Jika dilihat pada nilai kandungan total padatan tersuspensi rata-rata per stasiun tampak terjadi peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari stasiun I sampai stasiun III. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya akumulasi masukan bahan-bahan yang dapat meningkatkan kandungan padatan tersuspensi baik dari stasiun I ke stasiun II maupun dari stasiun II ke stasiun III. Fluktuasi TSS rata-rata per stasiun
TSS (ml/l)
200.00
183.22
165.89
150.00 100.00
87.83
50.00 0.00 stasiun I
stasiun II
Stasiun III
stasiun pengamatan
Gambar 6. Fluktuasi TSS rata-rata per stasiun. d. Padatan Terlarut
Pengukuran terhadap total padatan terlarut yang dilakukan selama kurun waktu 1999 sampai dengan 2003 hanya dilakukan pada tiga tahun pengukuran, yaitu pada tahun 2001, 2002 dan 2003. Berdasarkan hasil pengukuran seperti terlihat pada Gambar 7 tampak bahwa nilai TDS tidak menunjukkan adanya kecenderungan naik ataupun turun. Namun bila dilihat dari nilai total padatan terlarut pada tahun 2001 dan 2003 tampak terjadi penurunan kandungan padataan terlarut sebesar 483,97 mg/l atau sekitar 100%. Rata-rata kandungan tertinggi padatan terlarut terjadi pada tahun 2001 dan terendah terjadi pada tahun 2002. Nilai TDS rata-rata per tahun ini masih berada dalam kisaran baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82
tahun 2001 untuk kelas I-IV, yaitu batas nilai TDS 1000 mg/l untuk kelas I-III dan 2000 mg/l untuk kelas IV. Nilai baku mutu ini menunjukkan bahwa berdasarkan kandungan padatan terlarut kondisi air Sugai Cisadane dapat digunakan untuk semua keperluan yang tercantum dalam peraturan pemerintah tersebut. Fluktuasi TDS rata-rata per tahun
1000
943.33
900 800
TDS (mg/l)
700 600 459.36
430
500 400 300 200 100 0 2001
2002
2003
Tahun
Gambar 7. Fluktuasi TDS rata-rata per tahun. Berdasarkan hasil pengukuran pada tiga stasiun pengukuran seperti yang terlihat pada Tabel 6 tampak bahwa nilai total padatan terlarut pada tahun 2001 memiliki nilai yang lebih tinggi untuk setiap stasiunnya dibanding tahun 2002 dan 2003. Adanya pengaruh waktu dan kondisi lingkungan pada saat pengambilan sampel diduga menjadi penyebab tingginya kandungan padatan terlarut pada tahun ini. Jika dilihat fluktuasi kandungan total padatan terlarut pada setiap stasiun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 tampak tidak terjadi kecenderungan penurunan atau peningkatan. Tabel 6. Fluktuasi rata-rata TDS per stasiun untuk setiap tahun pengukuran Lokasi
Satuan
Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
mg/l mg/l mg/l
Tahun Pengukuran 2001
2002 1040 960 830
260 470 560
2003 327,26 441,02 609,82
Jika dilihat pada nilai kandungan total padatan terlarut rata-rata per stasiun tampak terjadi peningkatan kandungan padatan terlarut dari stasiun I sampai stasiun III. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya akumulasi masukan bahan-bahan yang dapat meningkatkan kandungan padatan terlarut baik dari stasiun I ke stasiun II maupun dari stasiun II ke stasiun III.
Fluktuasi TDS rata-rata per stasiun
TDS (mg/l)
600.00
666.61
623.67
700.00 542.42
500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 stasiun I
stasiun II
Stasiun III
stasiun pengamatan
Gambar 8. Fluktuasi TDS rata-rata per stasiun. A. 2. Parameter Kimia a. pH
Nilai pH perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukur aktifitas ion hidrogen dalam larutan (Saeni, 1989). Nilai pH air normal adalah sekitar netral, yaitu antara ph 6 sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan berbedabeda tergantung dari jenis buangannya (Fardiaz, 1992). Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tiga stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 9 tampak bahwa nilai pH dari tahun ke-tahun mengalami fluktuasi. Nilai pH pada tahun 1999 sebesar 7,4 mengalami penurunan pada tahun 2000 yaitu 7,1 tahun 2001 sebesar 6,8 serta kembali naik pada tahun 2002
sebesar 6,9 dan tahun 2003 sebesar 7. Meskipun
mengalami fluktuasi, nilai pH rata-rata dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 ini masih berada dalam kisaran nilai pH air normal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 nilai pH di atas berada dalam kelas I, II dan III yang berarti air sungai tersebut masih dapat digunakan untuk bahan baku air minum, prasarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersayaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Fluktuasi pH rata-rata per tahun
7.5 7.4
7.4
7.3 7.2 7.1
pH
7.1
7.0
7.0 6.9
6.8
6.9
6.8 6.7 6.6 6.5 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Gambar 9. Fluktuasi pH rata-rata per tahun. Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH pada tiga stasiun pengukuran seperti terlihat pada Tabel 7 tampak bahwa nilai pH untuk stasiun I cenderung mengalami penurunan. Nilai pH tertinggi pada stasiun ini terjadi pada tahun 1999 dan nilai terendahnya terjadi pada tahun 2002, pada staiun III nilai pH mengalami fluktuasi dimana nilai pH pada tahun 1999 mengalami penurunan pada tahun 2000 dan 2001, kemudian nilai pH ini kembali naik pada tahun 2002 dan 2003. Nilai terbesar pH pada stasiun ini terjadi pada tahun 1999 dan nilai terendahnya terjadi pada tahun 2001. Pada stasiun III nilai pH juga mengalami fluktuasi dimana nilai pH tertinggi terjadi pada tahun 1999 dan tahun 2000. Terjadinya fluktuasi nilai pH pada setiap stasiun dan setiap tahun pengukuran ini dipengaruhi oleh besarnya masukan limbah rumah tangga dan limbah industri yang dapat menurunkan atau menaikkan pH pada saat dilakukan pengukuran, selain itu aktifitas fotosintesis, suhu air dan kandungan anion dan kation yang ada dan terjadi pada saat pengambilan contoh juga mempengaruhi naik dan turunnya pH. Tabel 7. Fluktuasi rata-rata pH per stasiun untuk setiap tahun pengukuran Lokasi Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Tahun Pengukuran 1999 7,35 7,42 7,33
2000 6,87 7 7,33
2001 6,84 6,87 6,71
2002 6,28 7,13 7,16
2003 6,58 7,23 7,14
Nilai pH per stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 10 menunjukkan kecenderungan meningkat dari stasiun I sampai stasiun III, naiknya nilai pH ini kemungkinan disebabkan oleh masuknya bahan-bahan yang bersifat basa ke badan sungai. Bahan-bahan yang bersifat basa ini dapat
berupa detergen,
amonia dan lain-lain. Bahan-bahan yang dapat
meningkatkan pH ini kemungkinan berasal dari buangan limbah rumah tangga dan limbah industri serta penggunaan pupuk pada lahan pertanian. Meningkatnya pH rata-rata dari stasiun I ke stasiun II merupakan akumulasi dari masuknya bahan-bahan tersebut diatas kebadan sungai dan mengalir kelokasi yang lebih hulu. Fluktuasi pH rata-rata per stasiun 7.1
7.1
7.2 7.1
pH
7.0 6.9
6.8
6.8 6.7 6.6 stasiun I
stasiun II
Stasiun III
stasiun pengamatan
Gambar 10. Fluktuasi pH rata-rata per stasiun. b. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm (Fardiaz, 1992). Berdasarkan nilai rata-rata kandungan DO per tahun seperti terlihat pada Gambar 11 tampak adanya fluktuasi setiap tahunnya, nilai fluktuasi ini tidak menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan atau penurunan. Kandungan DO rata-rata terendah terjadi pada tahun 2002, yaitu 6, 98 mg/l. nilai terendah ini berada diatas nilai minimal kandungan DO untuk menjamin kehidupan biota. Nilai kandungan DO tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu 8,29 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilai DO dari tahun 1999 sampai tahun 2003 ini masih memenuhi baku mutu untuk semua kelas yang berarti kondisi air ini masih layak untuk semua peruntukan sesuai dengan yang tertera pada peraturan tersebut.
Fluktuasi DO rata-rata per tahun
8.5
8.29
8.2
8 7.57 7.51
DO (mg/l)
7.5 6.98 7
6.5
6 1999
2000
2001
2002
Tahun
2003
Gambar 11. Fluktuasi DO rata-rata per tahun. Berdasarkan hasil pengukuran per tahun pada tiga stasiun pengukuran seperti terlihat pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai DO untuk setiap stasiun ini mengalami fluktuasi dan tidak menunjukkan kecenderungan naik ataupun turun. Nilai kandungan DO rata-rata terendah terjadi di stasiun II pada tahun 2002 yaitu 6,5 mg/l dan nilai kandungan DO tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu 9,03 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilai rata-rata DO untuk setiap tahun dan setiap stasiun pengukuran masih memenuhi baku mutu untuk kelas I-IV dan berarti dapat digunakan untuk semua peruntukan sesuai dengan peruntukan yang tertera pada peraturan tersebut. Tabel 8. Fluktuasi rata-rata DO per stasiun untuk setiap tahun pengukuran Lokasi
Satuan
Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
mg/l mg/l mg/l
Tahun Pengukuran 1999 7,7 7,65 7,37
2000 7,57 7,5 7,47
2001 8,4 8,2 8
2002 7,25 6,5 7,2
2003 9,03 8,2 7,65
Jika dilihat dari kandungan DO rata-rata per stasiun seperti terlihat pada Gambar 12 tampak terjadi penurunan kandungan DO dari stasiun I ke stasiun II dan stasiun III. Penurunan kandungan DO ini kemungkinan terjadi karena adanya proses dekomposisi bahan-bahan organik yang membutuhkan oksigen dalam prosesnya. Proses dekomposisi atau pemecahan bahan organik ini dapat terjadi secara biologis dengan memanfaatkan organisme hidup seperti bakteri ataupun secara kimiawi dengan mamanfaatkan bahan oksidan. Meningkatnya bahan organik dari stasiun I sampai Stasiun III berhubungan
erat dengan meningkatnya kandungan padatan tersuspensi dari stasiun I sampai stasiun III seperti terlihat pada Gambar 6.
DO (mg/l)
Fluktuasi DO rata-rata per stasiun 8.10 8.00 7.90 7.80 7.70 7.60 7.50 7.40 7.30
7.99
7.61
stasiun I
stasiun II
7.54
Stasiun III
stasiun pengamatan
Gambar 12. Fluktuasi DO rata-rata per stasiun. c. BOD
Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi (Fardiaz, 1992). Air yang hampir murni mempunyai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BOD-nya mencapai 5 ppm (fardiaz, 1992). Analisis terhadap nilai BOD pada penelitian ini hanya dilakukan pada empat tahun pengukuran, tahun 2001 tidak dilakukan pengukuran terhadap nilai BOD. Berdasarkan hasil pengukuran pada tiga stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 13 tampak bahwa nilai rata-rata BOD pada tahun 1999-2000 mengalami penurunan sebesar 2,64 mg/l yaitu dari 8,12 mg/l menjadi 5,48 mg/l. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2002 dan 2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Peningkatan nilai BOD dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 sebesar 36,66 mg/l yaitu dari 5,48 mg/l menjadi 42,14 mg/l dan pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2003 terjadi peningkatan sebesar 171,09 mg/l yaitu dari 42,14 menjadi 213,23 mg/l . Dilihat dari nilai BOD tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 menunjukkan kecenderungan terjadinya peningkatan, hal ini mengindikasikan semakin meningkatnya kandungan bahan-bahan organik yang membutuhkan oksigen
dalam proses dekomposisinya. Peningkatan jumlah bahan organik ini dapat diketahui dari besarnya peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 seperti terlihat pada Tabel 5. Adanya peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman, meningkatnya luas tanah kosong dan semakin menurunnya luas hutan serta vegetasi campuran seperti terlihat pada Tabel 13 memungkinkan untuk meningkatkan laju erosi dan masuknya
bahan-bahan
yang
membutuhkan
oksigen
dalam
proses
dekomposisinya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 kondisi air Sungai Cisadane menurut nilai BOD pada tahun 1999 tergolong pada kelas IV, tahun 2000 tergolong kelas III, sedangkan pada tahun 2002 dan 2003 kondisi BOD pada perairan ini telah melampaui baku mutu air. Nilai BOD tahun 2002 dan 2003 mengindikasikan bahwa perairan ini mengalami pencemaran berat. Fluktuasi BOD rata-rata per tahun
250 213.23
BOD (mg/l)
200
150
100
42.14
50 8.12
5.48
1999
2000
0 2002
2003
Tahun
Gambar 13. Fluktuasi BOD rata-rata per tahun. Berdasarkan pengukuran pada setiap stasiun pengukuran seperti terlihat pada Tabel 9 tampak bahwa nilai BOD menunjukkan kecenderungan naik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 nilai BOD pada stasiun III tahun 1999 telah menunjukkan terjadinya pencemaran berat yang mana pada stasiun ini kandungan BOD telah melampaui batas maksimal yang diperkenankan dalam kisaran baku mutu tersebut. Untuk stasiun I dan II pada tahun ini kondisi air sungai Cisadane berada dalam kelas mutu II. Pada tahun 2000 kualitas air sungai cisadane berdasarkan kandungan BOD berada dalam kelas II dan III. Untuk tahun 2002 dan 2003 kondisi air sungai Cisadane ini
menunjukkan terjadinya pencemaran berat dimana nilai kandungan BOD berada di luar rentang kelas mutu air. Tabel 9. Fluktuasi rata-rata BOD per stasiun untuk setiap tahun pengukuran Lokasi
Satuan
Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
mg/l mg/l mg/l
Waktu Pengukuran 1999 5,43 5,98 15,36
2000 5,03 5,17 6,23
2002 40,42 65,14 20,85
2003 195,89 189,32 254,49
Jika dilihat dari nilai BOD rata-rata per stasiun seperti terlihat pada Gambar 14 tampak terjadi peningkatan nilai BOD dari stasiun I sampai stasiun III, hal ini mengindikasikan semakin meningkatnya jumlah bahan organik yang harus diuraikan baik secara biologis maupun secara kimiawi. Peningkatan kandungan bahan organik ini dapat diketahui dengan meningkatnya kandungan padatan tersuspensi perstaisun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 6.
BOD (mg/l)
Fluktuasi BOD rata-rata per stasiun 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
61.69
stasiun I
66.40
stasiun II
74.23
Stasiun III
stasiun pengamatan
Gambar 14. Fluktuasi BOD rata-rata per stasiun. e. Nitrat
Sumber-sumber nitrogen dalam air dapat bermacam-macam, meliputi hancuran bahan organik, buangan domestik, limbah industri, limbah peternakan dan pupuk (Saeni, 1989). Berdasarkan hasil pengukuran selama tiga tahun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 15 tampak bahwa kandungan nitrat rata-rata per tahun cenderung mengalami penurunan selama kurun waktu 2001-2003. Penurunan kandungan nitrat ini diduga berhubungan erat dengan penurunan luas sawah tadah hujan, sawah irigasi dan luas perkebunan yang merupakan sumber utama masuknya nitrat. Berdasarkan peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 kandungan nitrat pada tahun 2001
berada dalam kelas mutu III dan IV sedangkan untuk tahun 2002 dan tahun 2003 kondisi air sungai ini berada dalam kelas mutu I dan II. Fluktuasi nitrat rata-rata per tahun 12 10.19
9.96
10
Nitrat (mg/l)
8
6.73
6
4
2
0 2001
2002
2003
Tahun
Gambar 15. Fluktuasi nitrat rata-rata per tahun. Jika dilihat dari kandungan nitrat rata-rata per tahun pada setiap stasiun pengukuran seperti terlihat pada Tabel 10 tampak bahwa kandungan nitrat pada setiap stasiun cenderung mengalami penurunan untuk setiap tahunnya. Penurunan kandungan nitrat pertahun ini menunjukkan semakin menurunnya kegiatan yang menghasilkan nitrat sebagai limbah atau sebagai efek samping kegiatan. Salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan kandungan nitrat di alam adalah pertanian. Pemberian pupuk untuk meningkatkan produktifitas pertanian selain bermanfaat terhadap peningkatan hasil pertanian juga memberikan dampak negatif berupa masuknya nitrat ke alam. Tabel 10. Fluktuasi rata-rata nitrat per stasiun untuk setiap tahun pengukuran Lokasi
Satuan
Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
mg/l mg/l mg/l
Tahun Pengukuran 2001 11,27 8,19 11,11
2002 10,49 13,24 6,15
2003 4,749 6,9 8,54
Jika dilihat dari kandungan nitrat rata-rata per stasiun pengukuran tampak terjadi peningkatan kandungan nitrat pada stasiun II. Meningkatnya kandungan nitrat di lokasi ini diduga disebabkan oleh meningkatnya luas sawah tadah hujan pada empat kecamatan terdekat dari lokasi stasiun pengukuran yaitu Kec. Rancabungur, Kec. Ciampea, Kec. Dramaga dan Kec. Cibungbulang.
Fluktuasi nitrat rata-rata per stasiun 9.44
9.60 9.40 Nitrat (mg/l)
9.20 8.84
9.00
8.60
8.80 8.60 8.40 8.20 8.00 stasiun I
stasiun II
Stasiun III
stasiun pengamatan
Gambar 16. Fluktuasi nitrat rata-rata per stasiun. 3. Parameter Mikrobiologi a. Total coli
Bakteri fecal coli sangat erat kaitannya dengan tinja manusia dan hewan, karena bakteri ini hidup dan berkembang biak secara baik pada media ini (Fardiaz, 1989 dalam Nugroho, 2003). Berdasarkan hasil pengukuran pada kandungan total coli rata-rata pada tiga stasiun pengukuran untuk setiap tahunnya seperti terlihat pada Gambar 17 dapat diketahui bahwa kandungan total coli rata-rata setiap tahunya mengalami fluktuasi. Kandungan total coli tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu 1541 MPN/100 ml, sedangkan kandungan total coli terendah terjadi pada tahuan 1999 yaitu 586 MPN/100 ml. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 kandungan total coli rata-rata pada tiga stasiun pengukuran untuk setiap tahunya masih berada dalam kisaran baku mutu air. Tahun 2000, 2001 dan 2003 kandungan tota coli berada pada kelas II sementara itu tahun 1999 dan 2002 kondisi air tersebut berdasarkan kandungan total coli berada pada kelas I. Fluktuasi total coli rata-rata per tahun
1800 1541
Total Coli (MPN/100 ml)
1600
1433
1400 1083
1200
957 1000 800
586
600 400 200 0 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Gambar 17. Fluktuasi total coli rata-rata per tahun.
Kandungan total coli untuk setiap stasiun pengukuran mengalami fluktuasi dari tahun ketahun begitu juga dengan kondisi per stasiunnnya. Seperti terlihat pada Tabel 11 tidak adanya kecenderungan peningkatan kandungan total coli dari tahun ke-tahun. Kandungan total coli rata-rata terendah terjadi pada tahun 1999 yaitu 155 MPN/100 ml, sedangkan kandungan rata-rata total coli tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu 1.927 MPN/100 ml. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 kandungan total coli pada air Sungai Cisadane untuk setiap stasiunnya berada dalam kelas mutu I, tahun 2000 air sungai ini berada pada kelas II untuk stasiun I dan III dan kelas I untuk stasiun II, pada tahun 2001 sampai tahun 2003 kondisi air Sungai Cisadane berdasarkan kandungan total coli berada dalam kelas I untuk stasiun I dan kelas II untuk stasiun II dan III. Tabel 11. Fluktuasi rata-rata total coli per stasiun untuk setiap tahun pengukuran Tahun Pengukuran
Lokasi
Satuan
Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
MPN/100 ml MPN/100 ml MPN/100 ml
1999 154,8 802,13 801,47
2000 1430 571,5 1246,5
2001 960 1926,67 1736,67
2002 160 1260 1450
2003 923,333 1481,67 1895
Sedangkan jika diamati dari kandungan total coli rata-rata per stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 18 tampak bahwa terjadi peningkatan kandungan total coli dari hulu ke stasiun yang lebih hilir. Hal ini kemungkinan disebabkan akumulasi masuknnya bakteri coli melalui perantara kotoran manusia dan hewan. Fluktuasi total coli rata-rata per stasiun 1426
Total Coli (MPN/100ml)
1600 1208
1400 1200 1000 800
726
600 400 200 0 stasiun I
stasiun II
Stasiun III
stasiun pengamatan
Gambar 18. Fluktuasi total coli rata-rata per stasiun.
B. Status Kualitas Air
Berdasarkan perhitungan nilai indeks kualitas air Sungai Cisadane rata-rata per tahun seperti terlihat pada Gambar 19 tampak bahwa dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 kualitas air sungai cisadane berada dalam kategori baik dan sedang. Tahun 1999 kualitas air Sungai Cisadane yang melintasi Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori baik, tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 kualitas air sungai ini masuk dalam kategori sedang. Namun jika dilihat perubahan nilai kualitas air per tahunnya tampak bahwa kualitas air sungai Cisadane dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami penurunan. Penurunan kualitas air ini mengindikasikan semakin meningkatnya beban pencemar yang masuk ke aliran Sungai Cisadane. Penggunaan lahan di DAS cisadane adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan perubahan kualitas air sungai ini. Meningkatnya luas pemukiman dan tanah kosong serta menurunnya luas hutan dan vegetasi campuran mendorong semakin meningkatnya sumber pencemar.
Nilai IMKA
Nilai IMKA 1999-2003 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
74.12
1999
70.44
2000
59.07
57.66
2001
2002
55.52
2003
Tahun
Gambar 19. Kualitas air dari tahun 1999 sampai tahun 2003. Jika dilihat per stasiun pengukuran seperti tampak pada Gambar 20 kualitas air sungai pada setiap stasiun ini menunjukkan kecenderungan menurun untuk setiap tahun pengukuran. Nilai kualitas air terendah terjadi pada tahun 2002 pada stasiun II sedangkan nilai kualitas air tertinggi terjadi pada tahun 1999 pada stasiun II. Kecenderungan menurunnya kualitas air di setiap stasiun ini mengindikasikan semakin besarnya bahan pencemar yang masuk ke tiap stasiun. Selain itu penurunan kualitas air ini juga mengindikasikan adanya perubahan lahan di sekitar stasiun ataupun di hulu stasiun ke peruntukan yang
berpotensi meningkatkan bahan pencemar. Perubahan lahan pada tiap kecamatan seperti yang terlihat pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa hampir di setiap kecamatan terjadi peningkatan luas permukiman dan tanah kosong serta menurunnya luas hutan dan vegetasi campuran. Perubahan yang terjadi ini diduga dapat memicu meningkatnya bahan pencemar yang masuk ke badan sungai. Nilai IMKA per stasiun pengukuran
Nilai IMKA
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
1999
2000
2001
2002
2003
Stasiun I
73.03
68.39
58.88
58.83
56.87
Stasiun II
75.73
72.19
60.30
53.48
54.44
Stasiun III
73.60
70.75
58.02
60.67
55.23
Tahun
Gambar 20. Perubahan kualitas air per stasiun pengukuran. Untuk lebih jelasnya tentang gambaran perubahan kualitas air sungai Cisadane dapat dilihat di tabel berikut : Tabel 12. Nilai Indeks Kualitas Air Sungai Cisadane Nilai IMKA Stasiun Pengukuran
Waktu Pengukuran P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
SI
S II
S III Rata-rata
Keterangan : SI = Desa Pasir Buncit S II = Desa Rancabungur S III = Desa Putatnutung P1 = Pengukuran ke-satu P2 = Pengukuran ke-dua P3 = Pengukuran ke-tiga
KA 0-25 26-50 51-70 71-90 91-100
1999
2000
2001
2002
2003
78,92 75,49 64,67 79,79 80,97 66,45 83,26 81,03 56,51 74,12
66,44 78,56 60,17 74,27 78,89 63,4 70,83 80,42 61 70,44
60,2 59,13 57,3 58,85 60,03 62,03 53,86 61,02 59,19 59,07
61,81 55,85
54,56 57,5 58,55 54,36 55,84 53,13 54 56,1 55,6 55,52
= Kategori Kualitas Air : = kategori sangat buruk = kategori buruk = kategori sedang = kategori baik = kategori sangat baik
52,3 54,65 58,79 62,54 57,66
C. Kaitan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Kualitas Air
Berdasarkan perhitungan perubahan penggunaan lahan antara tahun 1998 dan 2003 pada beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor yang dilalui Sungai Cisadane seperti terlihat pada Tabel 13 tampak adanya perubahan luas tiap penggunaan lahan. Luas penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah kebun campuran, tanah kosong dan pemukiman sedangkan luas penggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah air, sawah irigasi, semak belukar, sawah tadah hujan, perkebunan dan hutan atau vegetasi campuran. Persentase peningkatan luas terbesar terjadi pada luasan kebun campuran dan tanah kosong masing-masing 92,9% dan 74,9 % sedangkan persentase penurunan luasan terbesar terjadi pada penggunaan lahan untuk sawah irigasi dan semak belukar masing-masing 47,7% dan 39,1%. Menurut Mahmudi (2002) perubahan atau perkembangan pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor alami dan faktor manusia. Dilihat dari bentuk penggunaan lahan yang mengalami perubahan pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa faktor manusia adalah faktor dominan yang meyebabkan perkembangan atau perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan ini mempunyai kaitan erat terhadap perubahan kualitas air Sungai Cisadane. Seperti yang telah dibahas sebelumnya diketahui bahwa dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 telah terjadi peningkatan dan penurunan beberapa parameter kualitas air. Parameter yang mengalami peningkatan antara lain suhu, kekeruhan, TSS, BOD dan total coli sedangkan parameter yang mengalami penurunan adalah pH. Beberapa parameter perubahan penggunaan lahan yang mempunyai kaitan erat dengan semakin meningkat atau menurunnya kualitas air adalah peningkatan luas tanah kosong, pemukiman dan kebun campuran. Menurut Puspaningrum (1997) dalam Umiyati (2002), perubahan lahan menjadi daerah pemukiman cenderung mengakibatkan dampak negatif, khususnya bila ditinjau dari laju erosi. Pada lahan terbuka atau tanah kosong terjadinya erosi tanah akan semakin tinggi, karena permukaan tanah yang tidak terlindungi akan mengakibatkan air hujan yang jatuh ke tanah akan menggerus permukaan tanah lalu membawa hasil gerusan ke dalam badan perairan sehingga mutu
perairan berubah. Berdasarkan perhitungan laju erosi yang dikeluarkan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung seperti terlihat pada lampiran 10, terlihat bahwa tingkat erosi yang terjadi di DAS Cisadane yang berada di wilayah Kabupaten Bogor cukup tinggi yaitu sekitar 36.434,464 ton/ha/thn dengan perkiraan erosi aktual sebesar 8.925,705 ton/ha/thn. Peningkatan laju erosi yang diakibatkan perubahan lahan ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya kekeruhan, TSS dan BOD. Bahan-bahan berupa lumpur, tanah liat dan bahan-bahan organik yang masuk ke badan sungai melalui erosi merupakan salah satu faktor utama semakin meningkatnya kekeruhan dan TSS, selain itu semakin meningkatnya bahan organik yang ada di perairan sungai secara tidak langsung akan meningkatkan nilai BOD. Hal ini terjadi karena peningkatan bahan organik yang ada di dalam air mendorong semakin meningkatnya jumlah oksigen yang harus disediakan untuk menguraikan bahan organik tersebut baik secara biologis maupun secara kimia. Berdasarkan perhitungan kontribusi penduduk dan peternakan terhadap peningkatan kandungan BOD seperti terlihat pada Lampiran 11, dapat diketehui bahwa penduduk dan peternakan memiliki peranan yang cukup signifikan terhadap peningkatan nilai BOD. Dengan asumsi bahwa semua penduduk yang berada di dalam kawasan DAS Cisadane menggunakan septic tank dapat diduga bahwa penduduk di kawasan ini menyumbangkan bahan buangan yang dapat meningkatkan BOD sebesar 9.442 ton/thn, ternak sapi memberikan kontribusi sebesar 3.939,2 ton/thn, ternak kambing memberikan kontribusi sebesar 2.162,9 ton/thn, ternak ayam memberikan kontribusi sebesar 5.164,7 ton/thn. Dari Tabel 15, terlihat bahwa kandungan nitrat rata-rata pertahun mengalami penurunan. Penurunan kandungan nitrat ini diduga erat kaitannya dengan penurunan luas sawah tadah hujan, sawah irigasi dan perkebunan. Menurut Effendi (2000) Sumber utama nitrogen antropogenik di perairan berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang menggunakan pupuk kandang maupun pupuk buatan dan juga berasal dari kegiatan domestik.
Penurunan luas sawah irigasi, sawah tadah hujan dan perkebunan masingmasing sebesar 3538,8 Ha, 1700 Ha dan 3259,9 Ha. Tabel 13. Luas perubahan penggunaan lahan 1998-2003 No
Jenis Penggunaan Lahan
Luas 1998 (Ha)
Luas 2003 (Ha)
Perubahan (Ha)
1837,2
1606,8
-230,4
Persentase Perubahan (%) -12,5
1
Air
2
Sawah Irigasi
7424,9
3886,2
-3538,8
-47,7
3
Semak Belukar
41886,2
25492,5
-16393,7
-39,1
4
Kebun Campuran
23619,9
45568,2
21948,3
92,9
5
Sawah tadah hujan
9241,9
7541,6
-1700,3
-18,4
6
Tanah kosong
5842,1
10215,8
4373,7
74,9
7
Perkebunan
14603,6
11343,7
-3259,9
-22,3
8
Pemu kiman
21397,3
22279,2
881,9
4,1
29352,9
27289,3
-2063,6
-7,0
9 Hutan/vegetasi campuran Ket : Nilai (–) = luas berkurang
Memperhatikan Gambar 19 dan Tabel 13 dapat dijelaskan bahwa selama kurun waktu 1999 sampai dengan 2003 nilai indeks kualitas air Sungai Cisadane yang melintasi wilayah Kabupaten Bogor telah mengalami penurunan yaitu dari 74,12 menjadi 55,52. Penurunan nilai indeks kualitas air ini telah merubah tingkat kualitas air Sungai Cisadane yang melintasi Kabupaten Bogor dari kategori baik menjadi sedang. Penurunan nilai indeks kualitas air ini berkaitan erat dengan perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan semakin meningkatnya beban pencemar yang masuk ke badan sungai.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kualitas perairan Sungai Cisadane mengalami perubahan yang bersifat fluktuatif dari tahun ke tahun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 perairan Sungai Cisadane selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 tidak memenuhi baku mutu air minum (kelas I) terutama parameter pH, TSS, nitrat, BOD, DO, dan total Coli sudah melebihi ambang baku yang ditetapkan untuk air minum. 2. Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Mutu Kualitas Air (IMKA), Sungai Cisadane pada tahun 1999 termasuk pada kategori baik, sedangkan untuk tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 Sungai Cisadane termasuk dalam kategori sedang. 3. Selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 telah terjadi perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bogor. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah kebun campuran, tanah kosong, dan pemukiman sedangkan luas penggunaan lahan yang mengalami penurunan antara lain sawah irigasi, semak belukar, air, sawah tadah hujan, perkebunan dan hutan atau vegetasi campuran. Hal ini menyebabkan menurunnya kualitas air Sungai Cisadane
B. Saran 1.
Untuk memperbaiki kondisi kualitas air Sungai Cisadane diperlukan upaya pemeliharaan DAS Cisadane secara terpadu yang melibatkan seluruh pihak dan pengawasan pada kegiatan yang berpotensi meningkatkan beban pencemaran.
2.
Perlunya pengawasan dan penataan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bogor utuk menjaga kualitas perairan Sungai Cisadane dan untuk mencegah dampak negatif dari rusaknya DAS Cisadane.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, C. 2003. Evaluasi Kualitas Air Kali Bekasi di Kota Bekasi Dengan Pendekatan Pengukuran Parameter Fisik-Kimia dan Biologi (Bioindikator). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Bogor. Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Arwindrasti, B.K. 1997. Kajian Karakteristik Hidrologi Daerah Aliran Sungai Cisadane. (Tesis). Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Bogor. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Damar A, Natih NMN, Atmadipoera AS. 1995. Pengaruh Beberapa Penggunaan Lahan Terhadap Kondisi Air di Perairan Pesisir Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB dan Lembaga Penelitian IPB Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta Hamilton, Lawrence S. 1986. Daerah Aliran Sungai Hutan Hujan Tropika . Gadjahmada University Press. Yogyakarta. Harimurthy, S. 2002. Tipologi Komunitas Makrozoobenthos sebagai Bioindikator Pencemaran Perairan di Muara Sungai Donan, Cilacap, Jawa Tengah. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Harjowigeno, S. dan S. Sukmana. 1995. Menentukan Tingkat Bahaya Erosi (Erosion Hazard Evaluation). Centre For Soil And Agroclimate Research. Bogor. Harjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta Imany, NE. 2001. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung di DKI Jakarta. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor , Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Manan, S. 1998. Hutan Rimbawan dan Masyarakat. IPB Press. Bogor.
Nugraheni, N. 2001. Pengkajian Kualitas Perairan Wilayah Keramba Jaring Apung, Waduk Jati Luhur. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Nugroho, AP. 2003. Evaluasi Kualitas air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta Melalui Pendekatan Indeks Kualitas Air National Sanitation Foundatioon (IKA–sNSF WQI). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Bogor. Perdani, V. 2001. Evaluasi Kualitas Air dan Komunitas Makrozoobenthos Pada Sungai Cileungsi-Bekasi di Kabupaten Bogor dan Bekasi. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan , Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Purwanto, E. 1997. Pengaruh Perubahan Kualitas Air Terhadap Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Kampar, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. (Tesis). Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Bogor. Puspita, L. 2003. Kualitas Air Sungai Citeureup-Cileungsi dan Kaitannya Dengan Buangan Libah Cair Industri. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor : Rushayati, SB. 1999. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Kandungan Bahan Organik dan Sedimen Tersuspensi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu-Tengah. (Tesis). Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Bogor. Simonangkir, D. 1984. Dampak Limbah Cair Pabrik Kertas Terhadap Kualitas Air. (skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Bogor. Sinukaban, N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. PT. Indeco Duta utama. Taufik, KL. 2003. Kualitas Air Hulu dan Tengah Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Umiyati. 2002. Kualitas Air Sungai Cisadane Bagian Hulu dan Tengah yang Melintasi Wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat Selama Periode 19962000. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor.
Widiastuty, S. 2001. Dampak Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Sriwidjaja Terhadap Kualitas air Sungai Musi Kotamadya Palembang. (Tesis). Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Bogor. Yuristria, T. 1994. Dampak Limbah Cair Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Mojokerto Jawa Timur Terhadap Kualitas Perairan Kali Magetan. (skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Bogor.
Lampiran 1: Peta lokasi sampling
Lampiran 2. A. Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 No
Parameter
Satuan
Kelas I
II
III
IV
Keterangan
Parameter Fisika 1
Suhu
°C
Deviasi 3
Deviasi 3
Deviasi 3
Deviasi 5
2
TDS
Mg/l
1000
1000
1000
2000
3
Kekeruhan
NTU
t.a
t.a
t.a
t.a
4
DHL
µmhos/cm
t.a
t.a
t.a
t.a
Deviasi temperaur dari keadaan alaminya
Parameter Kimia 5
pH
-
6-9
6-9
6-9
5-9
6
DO
Mg/l
6
4
3
0
7
NH3-N
Mg/l
0,5
t.a
t.a
t.a
8
NO2-N
Mg/l
0,06
0,06
0,06
t.a
9
NO3-N
Mg/l
10
10
20
20
10
Cl2
Mg/l
0,03
0,03
0,03
t.a
Mg/l
0,05
0,05
0,05
0,01
Mg/l
0,001
0,002
0,002
0,005
6+
11
Cr
12
Hg
Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi almiah Angka batas minimum Bagi perikanan kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤0,02 mg/l sebagai NH3 Bagi Pengolahan air minum secara konvensional, NO2N≤1mg/l Bagi air baku untuk air minum tidak dipersyaratkan
Lampiran 2. ( Lanjutan) Kelas Parameter
No
Satuan
I
II
III
IV
Keterangan
13
Fe
Mg/l
0,3
t.a
t.a
t.a
14
Mn
Mg/l
0,1
t.a
t.a
t.a
15
Zn
Mg/l
0,05
0,05
0,05
2
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn ≤ 5 mg/l
16
Cu
Mg/l
0,02
0,02
0,02
0,2
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/l
17
Pb
Mg/l
0,03
0,03
0,03
1
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb ≤ 1 mg/l
18
Cd
Mg/l
0,01
0,01
0,01
0,01
19
CN
Mg/l
0,02
0,02
0,02
t.a
20
Fenol
Mg/l
0,001
0,001
0,001
t.a
21
Minyak dan lemak Senyawa aktif biru metilen (deterjen)
Mg/l
1
1
1
t.a
Mg/l
0,2
0,2
0,2
t.a
22
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe ≤ 5 mg/l
Parameter Mikrobiologi 23
Facel Coliform
MPN/100 ml
100
1000
2000
2000
24
Total Coli
MPN/100 ml
1000
5000
10000
10000
Keterangan : t.a = tidak ada keterangan Lampiran 2. ( Lanjutan)
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fecal Coliform ≤ 2000 MPN/100 ml dan Coliform ≤ 10000 MPN/ 100 ml
Lampiran 2. ( Lanjutan) B. SK Gub. Jawa Barat No.38 tahun 1991 No.
Parameter
Satuan
B
Kriteria Kualitas Air (baku Mutu/Golongan) C D B;C;D
FISIKA 1
Suhu
2 3 4
TDS Kekeruhan DHL KIMIA pH DO NH3-N NO2-N NO3-N Cl2 Cr6+ Hg Fe Mn Zn Cu Pb Cd Cn Fenol Minyak & lemak Senyawa aktif biru metilen (detergen) MIKROBIOLOGI Fecal Coliform
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
mg/l NTU µmhos/cm
Suhu Air Normal 1000 t.a t.a
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
5-9 ≥6 0.5 1 10 t.a 0.05 0.001 5 0.5 5 1 0.1 0.01 0.1 0.002 0
6-9 ≥3 0.02. 0.06 t.a 0.003 t.a 0.002 t.a t.a 0.02 0.02 0.03 0.05 0.02 0.001 1
5-9 t.a t.a t.a t.a t.a 1 0.005 t.a 2 2 0.2 1 0.05 t.a t.a t.a
6-9 ≥3 0.02 0.006 10 0.003 0.005 0.001 5 0.5 0.02 0.02 0.03 0.01 0.02 0.001 0
mg/l
0.5
0.2
t.a
0.2
MPN/100 ml
2000
t.a
t.a
2000
°C
Suhu Air Normal
Suhu Air Normal
Suhu Air Normal
1000 t.a t.a
1000 t.a 2250
1000 t.a 2250
Lampiran 2. ( Lanjutan) No.
Parameter
Satuan
B
Kriteria Kualitas Air (baku Mutu/Golongan) C D
B;C;D
FISIKA 1
Suhu
2 3 4
TDS Kekeruhan DHL KIMIA pH DO NH3-N NO2-N NO3-N Cl2 Cr6+ Hg Fe Mn Zn Cu Pb Cd Cn Fenol Minyak & lemak Senyawa aktif biru metilen (detergen) MIKROBIOLOGI Fecal Coliform Total Coli
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
°C
Suhu Air Normal
Suhu Air Normal
Suhu Air Normal
mg/l NTU µmhos/cm
1000 t.a t.a
1000 t.a t.a
1000 t.a 2250
Suhu Air Normal 1000 t.a 2250
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
5-9 ≥6 0.5 1 10 t.a 0.05 0.001 5 0.5 5 1 0.1 0.01 0.1 0.002 0 0.5
6-9 ≥3 0.02. 0.06 t.a 0.003 t.a 0.002 t.a t.a 0.02 0.02 0.03 0.05 0.02 0.001 1 0.2
5-9 t.a t.a t.a t.a t.a 1 0.005 t.a 2 2 0.2 1 0.05 t.a t.a t.a t.a
6-9 ≥3 0.02 0.006 10 0.003 0.005 0.001 5 0.5 0.02 0.02 0.03 0.01 0.02 0.001 0 0.2
MPN/100 ml MPN/100 ml
2000 10000
t.a t.a
t.a t.a
2000 10000
Lampiran 3. Kurva sub indeks nilai IMKA
Lampiran 3.( Lanjutan)
Lampiran 3. (Lanjutan)
Lampiran 4. Data Hasil Pengukuran Tahun 1999-2003 Hasil Pengamatan Tahun
1999
Parameter
Satuan
P2
P3
22,8
24,0
22,0
28,0
30,5
28,0
28,0
31,0
27,0
TSS
mg/l
34,0
6,0
24,0
10,0
10,0
42,0
60,0
12,0
60,0
Kekeruhan
NTU
20,0
32,0
17,0
23,0
13,0
25,0
35,0
11,0
92,0
DO
mg/l
7,9
7,7
7,5
7,7
7,5
7,8
8,2
7,3
6,6
6,8
7,4
7,9
7,0
7,6
7,8
7,0
7,4
7,7
BOD5 Suhu
P2
P3
P1
P2
P3
P1
mg/l
2,8
9,4
4,1
3,6
9,0
5,3
2.01
8,2
22,6
2,2
2,2
460
4,2
2,2
2400
2,2
2,2
2400
°C
23,8
27,0
23,3
29,8
29,8
27,2
28,6
30,5
27,0
TSS
mg/l
58,0
50,0
50,0
40,0
36,0
30,0
92,0
38,0
188,0
Kekeruhan
NTU
17,0
26,0
20,0
30,0
25,0
27,0
20,0
26,0
65,0
DO
mg/l
7,4
8,2
7,1
7,4
8,2
6,9
7,2
8,3
6,9 7,4
6,5
6,3
7,8
7,2
6,3
7,5
7,2
7,4
mg/l
1,6
4,0
9,5
1,6
3,2
10,7
5,6
4,4
8,7
MPN/100ml
460
-
2400
43
-
1100
93
-
2400
Suhu
°C
24,9
27,5
28,0
27,2
28,0
28,0
27,4
27,5
28,0
TDS
mg/l
600
1200
1320
570
1100
1210
410
980
1100
Kekeruhan
NTU
60,0
70,0
80,0
58,0
65,0
70,0
70,0
70,0
80,0
DO
mg/l
8,0
7,0
10,2
7,6
7,2
9,8
6,8
8,0
9,2
BOD5 Total Coli
pH Nitrat Total Coli
7,0
6,8
6,8
6,9
7,2
6,5
6,4
6,9
6,8
mg/l
7,2
12,5
14,1
4,6
10,4
9,6
10,1
10,8
12,5
MPN/100 ml
560
870
1450
1600
1900
2280
1460
1780
1970
Suhu
°C
26,5
27,5
-
27,6
27,8
-
29,5
29,5
-
TDS
Mg/l
210,0
310,0
-
420,0
520,0
-
560,0
560,0
-
Kekeruhan
NTU
56,0
60,0
-
60,0
70,0
-
50,0
50,0
-
DO
mg/l
7,8
6,7
-
6,2
6,8
-
7,2
7,2
-
6,2
6,4
-
7,1
7,2
-
7,2
7,2
-
mg/l
8,6
12,4
-
14,3
12,2
-
6,2
6,2
-
pH Nitrat BOD5
mg/l
40,2
40,6
-
60,1
70,2
-
20,9
20,9
MPN/100ml
140
180
-
1120
1400
-
1450
1450
-
Suhu
°C
23,9
25,0
26,4
28,5
29,8
31,4
28,2
29,6
31,1
TDS
Mg/l
310,0
330,0
341,8
420,0
440,0
463,1
580,0
610,0
639,5
TSS
Mg/l
180,0
190,0
198,5
420,0
442,0
463,1
380,0
400,0
419,0
Kekeruhan
NTU
60,4
64,0
66,2
75,0
78,5
82,8
61,0
64,0
67,5
DO
mg/l
8,6
9,0
9,5
7,8
8,2
8,6
7,3
7,6
8,0 7,5
Total Coli
2003
P1
MPN/100ml
pH
2002
Stasiun IV
°C
Total Coli
2001
Stasiun III
Suhu
pH
2000
Stasiun II
pH
6,2
6,7
6,8
6,9
7,3
7,6
6,8
7,1
Nitrat
mg/l
4,5
4,7
5,0
6,9
6,7
7,0
8,1
8,5
9,0
BOD5
mg/l
186,4
195,7
205,5
180,2
189,2
198,6
242,2
254,3
267,0
MPN/100ml
880
920
970
1400
1500
1545
1800
1900
1985
Total Coli
Keterangan: NTU = Nephelometric Turbidity unit MPN = Most Probable Number mg = miligram l = liter
Lampiran 5. Perhitungan nilai IMKA Tahun
Parameter
PH
DO (mg/l)
BOD (mg/l)
1999 Suhu (°C)
Kekeruhan (NTU)
TSS (mg/l)
Total Coli (MPN/100 ml)
Parameter Perhitungan Data Pengukuran Li Wi Wi*li Data Pengukuran Suhu tlarut %saturasi indaks I WI Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran dev li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li
Pengukuran 1 S1 S2 S3 6,84 6,97 6,99 86,5 90,03 90,5 0,15 0,15 0,15 12,98 13,5 13,58 7,9 7,7 8,2 22,8 28 28 8,68 9,9 9,9 91,01 77,78 82,83 95 81 88 0,213 0,213 0,213 20,19 17,21 18,70 2,81 3,62 2,01 73 62 74 0,125 0,125 0,125 9,125 7,75 9,25 22,8 28 28 4,75 -0,45 -0,45 40 91 91 0,125 0,125 0,125 5 11,38 11,38 20 23 35 61,5 57,5 48 0,1 0,1 0,1 6,15 5,75 4,8 34 10 60 84,24 80,71 85 0,1 0,1 0,1 8,424 8,071 8,5 2,2 4,2 2,2 91 86 91 0,188 0,188 0,188 17,06 16,13 17,06
Pengukuran 2 S1 S2 S3 7,35 7,55 7,35 93,5 92 93,5 0,15 0,15 0,15 14,03 13,8 14,03 7,7 7,5 7,3 24 30,5 31 8,5 7,55 7,5 90,59 99,34 97,33 95 99,5 99 0,213 0,213 0,213 20,19 21,14 21,04 9,38 8,98 8,16 33 32,5 35 0,125 0,125 0,125 4,125 4,063 4,375 24 30,5 31 3,55 -2,95 -3,45 57 79 73 0,125 0,125 0,125 7,125 9,875 9,125 32 13 11 49,5 69,5 73 0,1 0,1 0,1 4,95 6,95 7,3 6 10 12 80,14 80,71 81 0,1 0,1 0,1 8,014 8,071 8,1 2,2 2,2 2,2 91 91 91 0,188 0,188 0,188 17,06 17,06 17,06
Hasil Perhitungan Nilai IMKA 1999 Lokasi Desa Pasir Buncit Desa Rancabungur Desa Putatnutung Rata-rata
Pengukuran Tahun 1999 Waktu Pengukuran Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III
Hasil Perhitungan 78,92 75,49 64,67 79,79 80,97 66,45 83,26 81,03 56,51 74,12
Kategori Baik Baik Sedang Baik Baik Sedang Baik Baik Sedang Sedang
S1 7,85 89,5 0,15 13,43 7,5 22 8,8 85,23 88,5 0,213 18,81 4,1 58 0,125 7,25 22 5,55 36 0,125 4,5 17 66 0,1 6,6 24 82,71 0,1 8,271 460 31 0,188 5,81
Pengukuran3 S2 S3 7,75 7,65 90,5 91,17 0,15 0,15 13,58 13,68 7,75 6,6 28 27 9,9 9,05 78,28 72,93 82 77,5 0,213 0,213 17,43 16,47 5,33 22,55 53 9 0,125 0,125 6,625 1,125 28 27 -0,45 0,55 91 91 0,125 0,125 11,38 11,38 25 92 56 18 0,1 0,1 5,6 1,8 25 60 82,86 85 0,1 0,1 8,286 8,5 2400 2400 19 19 0,188 0,188 3,56 3,56
Lampiran 5. (lanjutan) Tahun
Parameter
pH
DO (mg/l)
BOD (mg/l)
2000 Suhu (°C)
Kekeruhan (NTU)
TSS (mg/l)
Total Coli (MPN/100 ml)
Parameter Perhitungan Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran Suhu tlarut %saturasi indaks I WI Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran dev li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li
Pengukuran 1 S1 S2 S3 6,5 7,2 7,2 80 91 91 0,15 0,15 0,15 12 13,65 13,65 7,4 7,4 7,2 23,8 29,8 28,6 8,53 7,83 9,21 86,75 94,51 78,18 90,5 96 82 0,213 0,213 0,213 19,23 20,40 17,43 1,6 1,6 5,6 83 83 50,5 0,125 0,125 0,125 10,38 10,38 6,313 23,8 29,8 28,6 3,75 -2,25 -1,05 53 83 88 0,125 0,125 0,125 6,625 10,38 11 17 30 20 66 52,5 61,5 0,1 0,1 0,1 6,6 5,25 6,15 58 40 92 58 85 84,2 0,1 0,1 0,1 5,8 8,5 8,42 460 430 93 31 30,5 42 0,188 0,188 0,188 5,813 5,719 7,875
S1 6,3 74 0,185 13,66 8,2 27 9,05 90,61 95 0,262 24,84 4 58 0,154 8,92 27 0,55 91 0,154 14 26 55,5 0,121 6,704 50 86,42 0,121 10,44
Pengukuran 2 S2 S3 6,3 7,4 74 94 0,185 0,185 13,66 17,35 8,2 8,3 29,8 30,5 7,83 7,55 104,73 109,93 99 97 0,262 0,262 25,89 25,37 3,2 4,4 62,5 56 0,154 0,154 9,613 8,613 29,8 30,5 -2,25 -2,95 83 79 0,154 0,154 12,77 12,15 25 26 56 55,5 0,121 0,121 6,765 6,704 36 38 84,43 84,71 0,121 0,121 10,2 10,23
Hasil Perhitungan Nilai IMKA 2000 Lokasi Desa Pasir Buncit Desa Rancabungur Desa Putatnutung Rata-rata
Pengukuran Tahun 2000 Waktu Pengukuran Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III
Hasil Perhitungan 66,444 78,563 60,167 74,269 78,891 63,401 70,832 80,418 61,002 70,443
Kategori Sedang Baik Sedang Baik Baik Sedang Baik Baik Sedang Sedang
Pengukuran3 S1 S2 S3 7,8 7,5 7,4 89,5 92 94 0,15 0,15 0,15 13,43 13,8 14,1 7,1 6,9 6,9 23,3 27,2 27 8,605 9,22 9,05 82,51 74,84 76,24 88 80 81 0,213 0,213 0,213 18,70 17,00 17,21 9,5 10,7 8,7 32,5 28 33 0,125 0,125 0,125 4,063 3,5 4,125 23,3 27,2 27 4,25 0,35 0,55 45 92 91 0,125 0,125 0,125 5,625 11,5 11,38 20 27 65 61,5 54 29,5 0,1 0,1 0,1 6,15 5,4 2,95 50 30 188 86,42 83,57 76,77 0,1 0,1 0,1 8,642 8,357 7,677 2400 1100 2400 19 20,5 19 0,188 0,188 0,188 3,563 3,844 3,563
Lampiran 5. (lanjutan) Tahun
Parameter
pH
DO (mg/l)
Suhu (°C) 2001 Kekeruhan (NTU)
Nitrat (mg/l)
TDS (mg/l)
Total Coli (MPN/100 ml)
Parameter Perhitungan Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran Suhu tlarut %saturasi Indaks I WI Wi*li Data Pengukuran dev li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li
Pengukuran 1 S1 S2 S3 6,96 6,87 6,42 90,20 89,50 83,60 0,150 0,150 0,150 13,53 13,43 12,54 8,00 7,60 6,80 22,8 28 28 8,68 9,90 9,90 92,17 76,77 68,69 95,5 81 74 0,212 0,212 0,212 20,25 17,17 15,69 24,90 27,20 27,40 2,65 0,35 0,15 71,00 92,00 92,00 0,125 0,125 0,125 8,88 11,50 11,50 60,00 58,00 70,00 32,50 33,00 37,50 0,100 0,100 0,100 3,25 3,30 3,75 7,20 4,60 10,12 55,52 61,52 46,00 0,125 0,125 0,125 6,94 7,69 5,75 600 570 410 20,0 20,0 8,0 0,10 0,10 0,10 2,00 2,00 0,80 560 1600 1460 28,50 20,00 20,40 0,188 0,188 0,188 5,36 3,76 3,84
Pengukuran 2 S1 S2 S3 6,80 7,20 6,90 89,00 91,00 90,00 0,150 0,150 0,150 13,35 13,65 13,50 7,00 7,20 8,00 24 30,5 31 8,50 7,55 7,50 82,35 95,36 106,67 88 98 98 0,212 0,212 0,212 18,66 20,78 20,78 27,50 28,00 27,50 0,05 -0,45 0,05 93,00 91,00 93,00 0,125 0,125 0,125 11,63 11,38 11,63 70,00 65,00 70,00 37,50 29,50 37,50 0,100 0,100 0,100 3,75 2,95 3,75 12,50 10,40 10,75 43,38 45,50 45,30 0,125 0,125 0,125 5,42 5,69 5,66 1200 1100 980 20,0 20,0 20,0 0,10 0,10 0,10 2,00 2,00 2,00 870 1900 1780 23,00 19,10 19,70 0,188 0,188 0,188 4,32 3,59 3,70
Hasil Perhitungan Nilai IMKA 2001 Lokasi Desa Pasir Buncit
Desa Rancabungur
Desa Putatnutung
Rata-rata
Pengukuran Tahun 2002 Waktu Pengukuran Hasil Perhitungan Pengukuran I 60,2 Pengukuran II 59,13 Pengukuran III 57,3 Pengukuran I 58,85 Pengukuran II 60,03 Pengukuran III 62,03 Pengukuran I 53,86 Pengukuran II 61,02 Pengukuran III 59,19 59,07
Kategori Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Pengukuran3 S1 S2 S3 6,75 6,54 6,82 88,00 83,80 89,40 0,150 0,150 0,150 13,20 12,57 13,41 10,20 9,80 9,20 22 28 27 8,80 9,90 9,05 115,91 98,99 101,66 93 99,5 99,5 0,212 0,212 0,212 19,72 21,09 21,09 28,00 28,00 28,00 -0,45 -0,45 -0,45 91,00 91,00 91,00 0,125 0,125 0,125 11,38 11,38 11,38 80,00 70,00 80,00 23,00 37,50 23,00 0,100 0,100 0,100 2,30 3,75 2,30 14,12 9,56 12,45 39,00 46,50 43,39 0,125 0,125 0,125 4,88 5,81 5,42 1320 1210 1100 20,0 20,0 20,0 0,10 0,10 0,10 2,00 2,00 2,00 1450 2280 1970 20,40 28,90 19,07 0,188 0,188 0,188 3,84 5,43 3,59
Lampiran 5. (lanjutan) Tahun
Parameter
pH
DO (mg/l)
BOD (mg/l)
Suhu (°C)
2002
Kekeruhan (NTU)
Nitrat (mg/l)
TDS (mg/l)
Total Coli (MPN/100 ml)
Parameter Perhitungan Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran Suhu tlarut % saturasi indaks I WI Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran dev li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li
Pengukuran 1 S1 S2 S3 6,15 7,1 7,16 65,5 91,15 65,5 0,133 0,133 0,133 8,731 12,15 8,731 7,8 6,2 7,2 26,5 27,6 29,5 8,625 9,56 8,175 90,43 64,85 88,07 95 66 93 0,189 0,189 0,189 17,95 12,47 17,57 40,24 60,12 20,85 2 2 10 0,111 0,111 0,111 0,222 0,222 1,111 26,5 27,6 29,5 1,05 -0,5 -1,95 85 91 85 0,111 0,111 0,111 9,444 10,11 9,444 56 60 50 34 32,5 38 0,089 0,089 0,089 3,023 2,889 3,378 8,85 14,28 6,15 51,69 39 58 0,111 0,111 0,111 5,743 4,333 6,444 210 420 560 36,00 7,00 20,00 0,089 0,089 0,089 3,20 0,62 1,78 5 40 20 81 57 62 0,167 0,167 0,167 13,5 9,502 10,34
Pengukuran 2 S1 S2 S3 6,4 7,16 7,16 75 91,15 91,15 0,133 0,133 0,133 9,998 12,15 12,15 6,7 6,8 7,2 27,5 27,8 29,5 9,475 9,73 8,175 70,71 69,89 88,07 73,5 73 93 0,189 0,189 0,189 13,88 13,79 17,57 40,6 70,16 20,85 2 2 10 0,111 0,111 0,111 0,222 0,222 1,111 27,5 27,8 29,5 0,05 0,25 -1,95 93 92 85 0,111 0,111 0,111 10,33 10,22 9,444 60 70 50 32,5 37,5 38 0,089 0,089 0,089 2,889 3,334 3,378 12,4 12,2 6,15 43,39 43,42 58 0,111 0,111 0,111 4,821 4,824 6,444 310 520 560 28,50 20,00 20,00 0,089 0,089 0,089 2,53 1,78 1,78 10 60 20 67 50 64 0,167 0,167 0,167 11,17 8,335 10,67
Hasil Perhitungan Nilai IMKA 2002 Lokasi Desa Pasir Buncit Desa Rancabungur Desa Putatnutung Rata-rata
Pengukuran Tahun 2002 Waktu Pengukuran Hasil Perhitungan Pengukuran I 61,81 Pengukuran II 55,85 Pengukuran I 52,3 Pengukuran II 54,65 Pengukuran I 58,79 Pengukuran II 62,54 57,66
Kategori Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Lampiran 5. (lanjutan) Tahun
Parameter
pH
DO (mg/l)
BOD (mg/l)
Suhu (°C)
2003
Kekeruhan (NTU)
Nitrat (mg/l)
TDS (mg/l)
Total Coli (MPN/100 ml)
Parameter Perhitungan Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran Suhu tlarut %saturasi indaks I WI Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran dev li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li Data Pengukuran li Wi Wi*li
Pengukuran 1 S1 S2 S3 6,2 6,87 6,8 66 89,5 89 0,133 0,133 0,133 8,798 11,93 11,86 8,6 7,8 7,3 23,9 28,5 28,2 8,515 9,325 9,67 101,0 83,65 75,49 100 88,5 80 0,189 0,189 0,189 18,89 16,72 15,11 186,4 180,2 242,2 2 2 2 0,111 0,111 0,111 0,222 0,222 0,222 23,9 28,5 28,2 3,65 0,95 -0,65 53 88 90 0,111 0,111 0,111 5,888 9,777 9,999 60,4 75 61 32,5 24,5 31 0,089 0,089 0,089 2,889 2,178 2,756 4,52 6,925 8,124 63 56,18 53,39 0,111 0,111 0,111 6,999 6,242 5,932 310 420 580 28,50 7,00 20,00 0,089 0,089 0,089 2,53 0,62 1,78 60 120 200 50 40 38 0,167 0,167 0,167 8,335 6,668 6,335
Pengukuran 2 S1 S2 S3 6,7 7,25 7,14 86,5 91,5 91,1 0,133 0,133 0,133 11,53 12,2 12,14 9 8,2 7,6 25 29,8 29,6 8,35 7,83 8,06 107,78 104,73 94,29 98 99 96 0,189 0,189 0,189 18,51 18,70 18,13 195,7 189,2 254,3 2 2 2 0,111 0,111 0,111 0,222 0,222 0,222 25 29,8 29,6 2,55 -2,25 -2,05 73 83 84 0,111 0,111 0,111 8,11 9,221 9,332 64 78,5 64 30 24 30 0,089 0,089 0,089 2,667 2,134 2,667 4,746 6,746 8,53 62,5 56,6 52,44 0,111 0,111 0,111 6,944 6,288 5,826 330 440 610 17,00 5,50 20,00 0,089 0,089 0,089 1,51 0,49 1,78 70 130 215 48 39,5 36 0,167 0,167 0,167 8,002 6,585 6,001
Hasil Perhitungan Nilai IMKA 2003 Lokasi Desa Pasir Buncit
Desa Rancabungur
Desa Putatnutung Rata-rata
Pengukuran Tahun 2003 Waktu Pengukuran Hasil Perhitungan Pengukuran I 54,56 Pengukuran II 57,499 Pengukuran III 58,55 Pengukuran I 54,36 Pengukuran II 55,84 Pengukuran III 53,13 Pengukuran I 54 Pengukuran II 56,1 Pengukuran III 55,6 55,52
Kategori Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Pengukuran3 S1 S2 S3 6,84 7,57 7,49 89,5 91,5 93 0,133 0,133 0,133 11,93 12,2 12,4 9,48 8,599 8,048 26,4 31,4 31,1 8,54 7,46 7,49 111,01 115,27 107,45 94 93 98 0,189 0,189 0,189 17,76 17,57 18,51 205,5 198,6 267 2 2 2 0,111 0,111 0,111 0,222 0,222 0,222 26,4 31,4 31,1 1,15 -3,85 -3,55 87 72 73 0,111 0,111 0,111 9,666 7,999 8,11 66,2 82,8 67,5 29 22,5 28,5 0,089 0,089 0,089 2,578 2 2,534 4,982 7,084 8,956 62 55,82 51,44 0,111 0,111 0,111 6,888 6,202 5,715 341,76 463,05 639,45 16,00 4,00 20,00 0,089 0,089 0,089 1,42 0,36 1,78 68 132 220 48,5 39,5 38 0,167 0,167 0,167 8,085 6,585 6,335
Lampiran 6. Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 1998
Lampiran 7. Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003
Lampiran 8. Peta DAS Cisadane.
Lampiran 9. Sebaran penggunaan lahan per-kecamatan Kecamatan
Cijeruk
Cringin
Ciawi
Tamansari
Tahun
Ciampea
Kemang
Ciseeng
Parung
Gunung Sindur
Rumpin
Bojong Gede
Cibungbulang
Semak Belukar
Kebun Campuran
Sawah Tadah hujan
Tanah kosong
Perke bunan
Pemu kiman
Hutan/ Vegetasi campuran
8,6
453,7
1376,0
3433,7
181,4
703,8
206,5
1239,3
1945,3
2003
12,8
287,5
799,4
4086,4
614,1
239,1
220,3
1246,2
2043,9
Perubahan
-4,3
166,2
576,6
-652,7
-432,7
464,7
-13,9
-6,9
-98,6
1998
14,1
387,2
645,5
2019,3
342,8
168,2
188,1
883,8
3132,1
2003
14,1
55,1
535,3
2777,2
164,1
10,4
552,0
887,1
2787,9 -344,2
Perubahan
0,1
-332,1
-110,2
757,9
-178,7
-157,8
363,9
3,3
1998
7,5
56,1
658,2
801,1
332,3
130,6
124,0
786,5
1808,2
2003
4,0
0,5
98,3
1596,5
190,6
12,4
294,1
792,8
1710,8
Perubahan
-3,5
-55,6
-559,9
795,4
-141,7
-118,2
170,0
6,2
-97,4
1998
52,1
66,2
1179,1
512,2
126,0
114,4
239,2
692,3
916,8
2003
0,2
7,7
317,0
1040,1
179,7
314,0
240,4
694,5
1105,3 188,5
-51,8
-58,5
-862,1
527,9
53,7
199,6
1,2
2,2
1998
38,6
188,5
286,1
241,1
43,5
37,8
271,3
705,4
2,4
2003
1,6
51,6
239,8
572,6
136,7
25,2
42,7
719,7
22,7
Perubahan
-37,0
-136,9
-46,3
331,5
93,2
-12,6
-228,7
14,3
20,3
1998
200,5
502,7
1544,5
1075,1
687,8
190,8
704,6
1100,2
1009,0
2003
93,4
159,2
699,4
3053,2
509,9
428,9
179,7
1112,0
780,9
-107,1
-343,5
-845,1
1978,0
-177,8
238,1
-524,9
11,8
-228,1
1998
82,2
75,3
8452,9
2943,4
967,7
822,0
3052,7
813,0
569,8
2003
152,3
334,5
7899,6
3985,6
666,2
1374,4
1393,5
1253,8
721,4
Perubahan
70,1
259,2
-553,3
1042,2
-301,5
552,4
-1659,3
440,7
151,6
1998
24,2
510,5
864,0
392,4
26,7
149,4
437,2
996,0
10,9
2003
49,5
89,7
76,2
1205,2
137,4
235,9
597,6
1013,6
5,0
Perubahan
25,3
-420,7
-787,8
812,9
110,7
86,5
160,4
17,6
-5,8
1998
125,4
1021,6
1099,0
282,8
183,2
85,6
217,1
984,8
11,9
2003
106,7
614,9
11,8
1328,2
22,1
424,5
503,8
995,9
2,4
Perubahan
-18,7
-406,7
-1087,3
1045,5
-161,2
338,9
286,8
11,0
-9,5
1998
111,8
380,0
587,6
171,0
68,3
82,7
147,2
1159,3
3,3
2003
32,3
195,7
26,8
726,4
58,9
161,9
342,2
1168,3
Perubahan
-79,5
-184,3
-560,8
555,4
-9,4
79,2
195,0
9,0
1998
262,1
248,2
1589,0
119,2
131,4
409,4
361,3
1801,3
21,1
2003
168,1
183,8
91,1
1226,6
722,3
306,3
383,0
1861,9
0,6
Perubahan
-94,0
-64,4
-1497,9
1107,4
590,9
-103,1
21,7
60,6
-20,6
1998
198,7
651,2
4986,6
727,2
734,7
941,4
1560,1
2052,0
2011,6
2003
362,7
484,3
2526,7
3554,0
100,6
2709,9
1678,6
2267,9
187,1
Perubahan
164,0
-166,9
-2459,9
2826,8
-634,2
1768,5
118,5
215,9
-1824,5
1998
59,2
1120,7
1120,9
499,0
53,1
295,2
382,5
2394,1
7,0
2003
50,2
26,2
7,7
2404,9
430,3
179,4
405,1
2419,7
3,5
Perubahan
-9,1
-1094,5
-1113,2
1905,9
377,2
-115,7
22,6
25,6
-3,5
1998
156,4
391,0
1660,2
417,1
59,1
49,4
487,4
694,3
18,3
2003
108,1
367,2
156,0
1926,6
279,3
242,9
233,3
604,6
16,0
Perubahan
-48,4
-23,8
-1504,2
1509,5
220,2
193,5
-254,0
-89,7
-2,3
Perubahan Cigudeg
Sawah Irigasi
1998
Perubahan Ciomas
Air
-3,3
Lampiran 9. (lanjutan) Kecamatan
Dramaga
Leuwiliang
Tahun
Rancabungur
Kebun Campuran
Sawah tadah hujan
Tanah kosong
Perke bunan
Pemu kiman
Hutan / vegetasi campuran
53,7
275,1
668,3
602,3
47,3
42,5
275,6
588,5
11,4
40,1
77,2
278,1
1267,2
150,7
87,2
23,3
595,5
45,9
Perubahan 1998
-13,6
-198,0
-390,3
664,9
103,4
44,7
-252,3
6,9
34,5
125,9
537,3
4250,2
2286,5
1338,6
270,8
2099,9
1274,7
600,7
2003
133,8
623,4
3836,0
3244,7
929,3
542,4
1407,6
1294,7
737,4
8,0
86,2
-414,2
958,2
-409,3
271,5
-692,3
20,1
136,7
34,5
42,3
590,4
1396,9
229,7
319,5
549,3
1127,4
1927,4
36,3
1,3
127,7
2161,2
375,3
102,0
406,6
1128,8
1924,7
1,8
-41,0
-462,7
764,3
145,6
-217,6
-142,7
1,4
-2,7
99,1
250,4
3926,8
2037,5
1011,6
328,2
1151,5
613,4
6424,5
110,2
217,4
3835,4
2802,9
306,7
823,1
815,9
675,4
6252,4
11,1
-33,0
-91,4
765,4
-705,0
494,8
-335,6
62,0
-172,1
163,2
70,5
2059,9
2455,9
1721,9
322,8
1183,9
771,4
3745,4
2003
103,8
22,3
1685,2
3211,8
1335,0
951,4
918,7
792,4
3477,5
Perubahan 1998
-59,4
-48,1
-374,7
755,8
-386,9
628,6
-265,2
21,0
-267,9
6,6
29,6
3439,2
913,3
936,3
309,3
646,4
275,9
5163,5
2003
7,1
20,2
2180,3
2589,2
232,5
629,3
291,3
309,7
5461,0
Perubahan
0,5
-9,3
-1258,9
1675,8
-703,8
320,1
-355,2
33,8
297,5
2003
2003 Perubahan 1998
Pamijahan
Semak Belukar
2003
Perubahan 1998 Nanggung
Sawah Irigasi
1998
Perubahan 1998 Megamendung
Air
Lampiran 10. Prediksi erosi di DAS Cisadane Luas Plot 3 491 8 1 27 8 31 14 14 4 4 99 152 15 50 20 38 5 18 49 50 27 23 16 160 118 50 17 17 158 ...... 11 15,9
Erosi Aktual
SDR (%)
Erosi
100%
N/100
ton/Ha/Thn
4,226 25,358 4,226 2,717 0,083 55,424 0,085 0,084 0,084 56,228 56,228 26,093 0,085 0,528 0,213 1,598 0,085 2,028 26,460 26,460 26,460 0,222 27,195 0,089 27,195 0,091 0,091 0,091 0,091 0,091
35 8,5 27 35 24 27 24 24 24 35 35 15 13 24 15 24 24 27 24 24 15 24 24 24 13 13 15 24 24 13
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
0,35 0,085 0,27 0,35 0,24 0,27 0,24 0,24 0,24 0,35 0,35 0,15 0,13 0,24 0,15 0,24 0,24 0,27 0,24 0,24 0,15 0,24 0,24 0,24 0,13 0,13 0,15 0,24 0,24 0,13
1,479 2,155 1,141 0,951 0,020 14,964 0,020 0,020 0,020 19,680 19,680 3,914 0,011 0,127 0,032 0,384 0,020 0,548 6,350 6,350 3,969 0,053 6,527 0,021 3,535 0,012 0,014 0,022 0,022 0,012
24,365 11,148
24 24
100 100
0,24 0,24
5,848 2,676
19619,2 36.434,464
8.925,705
Lampiran 11. Prediksi kontribusi penduduk dan ternak terhadap peningkatan BOD A. Prediksi kontribusi penduduk terhadap peningkatan BOD Nama Kecamatan Cijeruk Caringin Ciawi Taman sari Ciomas Ciampea Cigudeg Kemang Ciseeng Parung Gunung Sindur Rumpin Bojong Gede Cibungbulang Dramaga Leuwiliang Megamendung Nanggung Pamijahan Rancabungur Sukajaya Bogor Tengah Bogor Barat Jumlah
Jumlah Penduduk (jiwa) 123579 86134 66475 65376 91578 149463 97338 68775 70519 65839 63071 106224 164158 105806 71883 144545 72759 69239 113077 41710 52051 9979 181995
2.081.573
BOD yang dihasilkan Tanpa septic tank Dengan septic tank (gram/kapita/hari) (gram/kapita/hari) 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53
12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6
Pridiksi BOD yang dihasilkan penduduk Tanpa septic tank Dengan septic tank (gram/kapita/hari) (gram/kapita/hari) 6549687 4565102 3523175 3464928 4853634 7921539 5158914 3645075 3737507 3489467 3342763 5629872 8700374 5607718 3809799 7660885 3856227 3669667 5993081 2210630 2758703 528887 9645735
1557095,4 1085288,4 837585 823737,6 1153882,8 1883233,8 1226458,8 866565 888539,4 829571,4 794694,6 1338422,4 2068390,8 1333155,6 905725,8 1821267 916763,4 872411,4 1424770,2 525546 655842,6 125735,4 2293137
110.323.369
26.227.819,8
Lampiran 11. (Lanjutan) B. Prediksi kontribusi ternak sapi terhadap peningkatan BOD Kecamatan
Jumlah ternak
Jumlah
SPR
SPT
KR
Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Caringin Ciawi Megamendung Bojonggede Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Bogor Tengah Bogor Barat
0 0 785 919 52 30 0 6 389 333 201 371 0 112 10 55 20 310 0 0 0
0 11 37 28 16 5 0 0 34 106 31 0 115 110 80 225 170 226 646 42 2
896 625 653 369 510 107 45 130 582 224 122 130 128 115 132 104 262 94 1244 1539 2160
39
16
55
110
Jumlah
39
16
55
110
896 636 1475 1316 578 142 45 136 1005 663 354 501 243 337 222 384 452 630 1890 1581 2162
BOD (gr/ekor/Hari) 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4 694,4
Kontribusi BOD Total (gr/hari)
Kontribusi BOD per tahun (gr/thn)
622182,4 441638,4 1024240 913830,4 401363,2 98604,8 31248 94438,4 697872 460387,2 245817,6 347894,4 168739,2 234012,8 154156,8 266649,6 313868,8 437472 1312416 1097846,4 1501292,8 0 76384
223985664 158989824 368726400 328978944 144490752 35497728 11249280 33997824 251233920 165739392 88494336 125241984 60746112 84244608 55496448 95993856 112992768 157489920 472469760 395224704 540465408 0 27498240
10.942.355,2
3.939.247.872
Lampiran 11. (Lanjutan) C. Prediksi kontribusi ternak kambing dan domba terhadap peningkatan BOD Jumlah ternak Kecamatan Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Caringin Ciawi Megamendung Bojonggede Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Bogor Tengah Bogor Barat
Jumlah
Km 1898 2173 2393 969 2421 252 524 650 4267 2098 1099 1559 2580 1988 2121 954 1202 5223 6568 3575 2249 428 124
47.315
Dm 7290 6296 9432 6762 7481 2175 2547 1814 10500 6632 5985 5989 938 3108 3659 494 4496 913 9278 10809 8785 499 959
Jumlah 9188 8469 11825 7731 9902 2427 3071 2464 14767 8730 7084 7548 3518 5096 5780 1448 5698 6136 15846 14384 11034 927 1083
116.841 164.156
BOD (gr/ekor/Hari) 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6
Kontribusi BOD Total (gr/hari)
Kontribusi BOD per tahun (gr/thn)
336280,8 309965,4 432795 282954,6 362413,2 88828,2 112398,6 90182,4 540472,2 319518 259274,4 276256,8 128758,8 186513,6 211548 52996,8 208546,8 224577,6 579963,6 526454,4 403844,4 33928,2 39637,8
121061088 111587544 155806200 101863656 130468752 31978152 40463496 32465664 194569992 115026480 93338784 99452448 46353168 67144896 76157280 19078848 75076848 80847936 208786896 189523584 145383984 12214152 14269608
6.008.109,6
2.162.919.456
Lampiran 11. (Lanjutan) D. Prediksi kontribusi ternak ayam terhadap peningkatan BOD Jumlah ternak Kecamatan
AB
ARPT
ARPD
Jumlah
ARPB
BOD (gr/ekor/Hari)
Nanggung
42352
0
115000
0
157352
1,4
Leuwiliang
25285
0
312000
0
337285
Pamijahan
30034
0
148500
0
178534
Cibungbulang
23869
50000
282000
0
Ciampea
28480
0
98000
0
Dramaga
21456
0
408500
0
Ciomas Tamansari Cijeruk
25530
0
13000
0
49543 38639
63000 0
122000 376000
Caringin
24019
0
Ciawi
23678
0
Megamendung
74565
Bojonggede
61983
Kemang
30146
Rancabungur
20990
Parung Ciseeng
Kontribusi BOD Total (gr/hari)
Kontribusi BOD per tahun (gr/thn)
220292,8
79305408
1,4
472199
169991640
1,4
249947,6
89981136
355869
1,4
498216,6
179357976
126480
1,4
177072
63745920
429956
1,4
601938,4
216697824
38530
1,4
53942
19419120
130642 42210
365185 456849
1,4 1,4
511259 639588,6
184053240 230251896
522500
110000
656519
1,4
919126,6
330885576
260000
0
283678
1,4
397149,2
142973712
40000
161500
0
276065
1,4
386491
139136760
363950
678074
0
1104007
1,4
1545609,8
556419528
218000
285000
78630
611776
1,4
856486,4
308335104
0
82000
0
102990
1,4
144186
51906960
24925
104900
304000
0
433825
1,4
607355
218647800
90111
52400
368100
0
510611
1,4
714855,4
257347944
Gunung Sindur
44536
1346000
555800
94076
2040412
1,4
2856576,8
1028367648
Rumpin
64828
642000
349000
269444
1325272
1,4
1855380,8
667937088
Cigudeg
46729
75000
79000
83029
283758
1,4
397261,2
143014032
Sukajaya
12939
0
10000
0
22939
1,4
32114,6
11561256
25426
1,4
35596,4
12814704
124051
1,4
173671,4
62521704
14.346.316,6
5.164.673.976
Bogor Tengah Bogor Barat
Jumlah
10.247.369
Lampiran 12. Faktor konversi pendugaan kontribusi BOD No
Jenis Limbah
1 Limbah Cair Penduduk -Tampa Septic tank -Dengan Septic Tank 3 Kerbau/Sapi 4 Ayam 5 Kambing
BOD 53 (gram/kapita/hari) 12,6 (gram/kapita/hari) 694,4 (gram/ekor/hari) 1,4 (gram/ekor/hari) 36,6 (gr/ekor/hari)