TESIS
KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK
PRISKA WIDIASTUTI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 ii
TESIS
KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK
PRISKA WIDIASTUTI NIM 1114068103
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
iii
KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
PRISKA WIDIASTUTI NIM 1114068103
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
iv
v
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 1 Juli 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 2992/UN14.4/HK/2016, Tanggal 24 Juni 2016
Ketua
:
Anggota
:
Dr. dr. Thomas Eko Purwata Sp.S(K), FAAN
1. dr. IGN Purna Putra Sp.S(K) 2. dr. I Made Oka Adnyana Sp.S(K) 3. Dr. dr. DPG Purwa Samatra Sp.S(K) 4. Dr. dr. Anna Marita Gelgel, Sp.S(K)
vi
UCAPAN TERIMA KASIH vii
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya akhir ini sebagai prasyarat mendapatkan tanda keahlian di bidang Neurologi dan Magister Ilmu Biomedik. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berperan besar sehingga penulis dapat menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Udayana sampai tersusunnya karya akhir ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof.Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Dr.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah. Terima kasih juga kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes., dan dr. I Wayan Sutarga, MPHM, selaku Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar saat penulis menjalani pendidikan sebagai peserta PPDS-1 Neurologi. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah saat penulis diterima sebagai peserta PPDS-1 dan kepada Dr. dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K), selaku Plt. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah serta dr. Ida Bagus Kusuma Putra, Sp.S selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah.
viii
Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Kepala Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar periode 2006-2014 Dr. dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K) dan periode 2014-2019 dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K), Ketua TKP PPDS-1 FK UNUD/RSUP Sanglah saat penulis diterima sebagai peserta PPDS-1 dr. I Wayan Kondra, Sp.S(K) dan Ketua TKP PPDS-1 FK UNUD/RSUP Sanglah saat ini dr. I Nyoman Semadi, Sp.B, Sp.BTKV. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Divisi Ginjal Hipertensi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Prof. Dr. dr. Ketut Suwitra, SpPD-KGH serta seluruh staf medis Divisi Ginjal Hipetensi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk dilaksanakannya penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pembimbing karya akhir ini, Dr. dr. Thomas Eko Purwata Sp.S(K), FAAN dan dr. IGN Purna Putra Sp.S(K) atas segala bimbingan, saran, waktu, kesabaran, nasehat dan motivasi yang luar biasa selama pendidikan dan penyusunan karya akhir ini serta kepada para penguji Dr. dr. DPG Purwa Samatra,Sp.S(K), dr.I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), dan Dr. dr. Anna Marita Gelgel, Sp.S(K) yang telah membantu, memberi dorongan semangat, saran dan koreksi dari tahap praproposal, ujian proposal, seminar hasil penelitian, ujian hasil penelitian hingga ujian akhir tesis. Kepada seluruh supervisor di Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah, dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K), Dr. dr. DPG. Purwa Samatra, Sp.S(K), dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), dr. I G.N. Budiarsa, Sp.S, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), dr. I G.N. Purna Putra, Sp.S(K), Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K), FAAN, Dr. dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K), Dr. dr. Anna Marita Gelgel, Sp.S(K), dr. A.A.A. Meidiary, Sp.S, dr. I.B. Kusuma Putra, Sp.S, dr. I Komang Arimbawa, Sp.S, dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S sebagai pembimbing akademik, dr. I Putu Eka Widyadharma, M.Sc, Sp.S(K), dr. Kumara Tini, Sp.S, FINS, dr. I.A. Sri Wijayanti, M. Biomed, Sp.S, dr. Ketut Widyastuti, Sp.S, dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S, dr. I.A. Sri Indrayani, Sp.S, dr.
ix
Ni Putu Witari, Sp.S, dr. Sri Yenni Trisnawati GS, M. Biomed, Sp.S, dr. I Wayan Widyantara, M. Biomed, Sp.S, dr. A.A.A. Suryapraba Indradewi, M.Sc, Sp.S, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala bimbingan dan saran selama penulis mengikuti pendidikan. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Lina Kamelia Sp.S, dr. Deddy Andaka, M.Biomed, Sp.S, dr. Yoanes Gondowardaja, M.Biomed, Sp.S, dr. I Nyoman Darsana, M.Biomed, Sp.S, dr. Saktivi Harkitasari, M.Biomed, Sp.S, dr. Hadi Widjaja, M.Biomed, Sp.S, dr. Ni Putu Sukarini, M.Biomed, Sp.S, dr. Made Rudy, dr. I Ketut Catur Wipradnyana, dr. Gracia Meliana Tanoyo, dr. Octavianus Darmawan serta seluruh teman sejawat lainnya, peserta PPDS I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah yang telah memberikan inspirasi, dorongan, segala bantuan
dan
kebersamaan
selama
penulis
menjalani
pendidikan
dan
menyelesaikan karya akhir ini. Terima kasih juga kepada dr. Cokorda Agung Wahyu, dr. Tersila, dr. Setiani, dr. Hesti, dr. Angga, dr. IB Dharma, dr. IB Kade Satyagraha, dr. Dewi Mahayani, dr. Ayu Trisnadewi, dr. Widyawati, para perawat, paramedis, dan dokter muda atas bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini, serta tenaga administrasi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah Ni Putu Oka Swardani, I Wayan Sika Priantha, Kadek Febriyanti, SE, Kadek Arie Ardhiani, Amd.Akun, dan Ni Wayan Ayu Sukyartini, SE. atas jalinan kerjasama dan dorongan semangat selama penulis mengikuti pendidikan ini. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pasien penyakit ginjal kronis yang telah berkenan menjadi subyek penelitian serta kepada anggota keluarga pasien atas bantuan dan kerjasamanya selama pelaksanaan penelitian ini. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orangtua yang penulis cintai dan teriring doa yang tulus kepada ayahanda tercinta, dr. Setiardi Widodo, MARS, dan ibunda tercinta, Ir. Maria Agustin Sri Lestari yang telah mengasuh, memberikan kasih sayang dan pendidikan pada penulis serta memberikan semangat dan dorongan dalam menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih juga kepada ayah dan ibu mertua yang penulis hormati, bapak Almatheus
x
Saimo dan ibu Theresia Sukiati, serta saudara saudari penulis Yusak Indradi Priambodo, Etsmi Monika, Krisdiono Nugrahadi yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan dan semangat kepada penulis kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih dari lubuk hati terdalam juga penulis sampaikan kepada suami tercinta dan anak terkasih, Andreas Didik Setiyawan, ST dan Nathanael Aditya Setiawan yang dengan penuh pengertian, kerelaan, pengorbanan, cinta dan kasih mendukung penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Penulis telah berusaha membuat tesis ini dengan sebaik-baiknya namun tetap menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik dari aspek materi dan penyajiannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan tesis ini. Akhirnya penulis tidak lupa mohon maaf sebesarbesarnya kepada semua pihak, bila dalam proses pendidikan maupun dalam pergaulan sehari-hari ada tutur kata dan sikap yang kurang berkenan dihati. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang selalu melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Amin.
Denpasar, Juni 2016
Penulis
ABSTRAK
xi
KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang sering menimbulkan komplikasi neurologi berupa neuropati perifer. Kadar asam urat serum pada penderita PGK umumnya meningkat akibat penurunan fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah periode Maret hingga Mei 2016, menggunakan rancangan kasus kontrol pada sebanyak 23 subyek penderita PGK dengan neuropati perifer dan 23 subyek penderita PGK tanpa neuropati perifer. Penilaian neuropati perifer menggunakan pemeriksaan nerve conduction study. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa kadar asam urat serum kelompok kasus dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan nilai p=0,012 (p<0,05) dan didapatkan OR=2,7 (IK 95%=0,236-30,846). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. Kata kunci: penyakit ginjal kronik, neuropati perifer, asam urat, nerve conduction study
ABSTRACT
xii
HIGH SERUM URIC ACID LEVEL INCREASING RISKS PERIPHERAL NEUROPATHY IN PATIENTS WITH CHRONIC KIDNEY DISEASE
Chronic kidney disease (CKD) is a disease that often causes neurological complication such as peripheral neuropathy. Serum uric acid levels in patients with CKD generally increased due to decreased kidney function. This study aims to determine whether high serum uric acid levels increase the risk of peripheral neuropathy in patients with CKD. This is a case control study design that was enrolled in Sanglah General Hospital from March until May 2016, included 23 subjects patients with CKD with peripheral neuropathy and 23 subjects patients with CKD without peripheral neuropathy. Peripheral neuropathy was evaluated using nerve conduction study. The results of statistical analysis showed that serum uric acid levels of case group and control group differ significantly with p=0,012 (p<0,05) and obtained OR=2,7 (95% CI=0,236-30,846). Based on these results it can be concluded that high serum uric acid levels increase the risk of peripheral neuropathy in patients with CKD. Key words: chronic kidney disease, peripheral neuropathy, uric acid, nerve conduction study
DAFTAR ISI
xiii
Halaman SAMPUL DALAM.………..……………………………………………….. i PRASYARAT GELAR …………………………………………………….. ii LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………………... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT …………………………….. v UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………….. vi ABSTRAK …………………………………………………………………. x ABSTRACT……………………………………………………………….... xi DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. xii DAFTAR TABEL ….………………………………………………………. xiv DAFTAR GAMBAR ...…………………………………………………….. xv DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………... xvi DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xviii BAB I
PENDAHULUAN …………..……...………………………….. 1.1 Latar Belakang ………...…………………………………… 1.2 Rumusan Masalah …………………………...……………... 1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………... 1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………. 1.4.1 Manfaat Ilmiah ………..…………………………….... 1.4.2 Manfaat Klinik Praktis ……………….……………….
1 1 4 4 5 5 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA …………………….………………….. 2.1 Penyakit Ginjal Kronik ………...…………………………... 2.1.1 Definisi………...……………………………………… 2.1.2 Klasifikasi……………...……………………………... 2.1.3 Komplikasi pada Sistem Saraf……………………...… 2.2 Neuropati Perifer pada PGK…………...…………………… 2.2.1 Manifestasi Klinis Neuropati Perifer pada PGK…….... 2.2.2 Patogenesis Neuropati Perifer pada PGK…………….. 2.2.3 Pemeriksaan Penunjang Neuropati Perifer…………… 2.3 Asam Urat………...………………………………………… 2.3.1 Struktur Asam Urat…………………………...………. 2.3.2 Sintesis dan Ekskresi Asam Urat……………………... 2.3.3 Peran Asam Urat pada Tubuh………………………… 2.4 Asam Urat dengan Neuropati Perifer……………………......
6 6 6 7 7 9 9 10 15 16 16 17 20 23
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ……………………….……………………….… 3.1 Kerangka Berpikir ………………………………………….. 3.2 Konsep Penelitian ………………………………………….. 3.3 Hipotesis Penelitian ………………………………………… METODE PENELITIAN ……………………………………… 4.1 Rancangan Penelitian ..……………………………………... 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian …..…………………………...
25 25 28 29 30 30 30
BAB IV
xiv
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ….………....……………………. 4.4 Penentuan Sumber Data ……………………………………. 4.4.1 Populasi Target ……………………...……………….. 4.4.2 Populasi Terjangkau ………………………………….. 4.4.3 Kriteria Sampel ………………………………………. 4.4.3.1 Kriteria Inklusi Kasus …………....………...… 4.4.3.2 Kriteria Inklusi Kontrol ………………………. 4.4.3.3 Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol ………… 4.4.4 Besar Sampel ………………………………………… 4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ………………………… 4.5 Variabel Penelitian ……...………………………………….. 4.5.1 Identifikasi Variabel …………...…………………....... 4.5.2 Definisi Operasional Variabel ………………………... 4.6 Instrumen Penelitian ……………………………...………... 4.7 Prosedur dan Alur Penelitian ……………..…………..……. 4.8 Analisis Data …. ...………………………………………….
31 31 31 31 31 31 32 32 33 33 34 34 34 38 38 40
HASIL PENELITIAN …………………………………………. 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian……………………... 5.2 Hubungan antara Kadar Asam Urat Serum dan Variabel Perancu Lainnya dengan Kejadian Neuropati Perifer……….
41 41
BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………... 6.1 Karakteristik Demografi Subyek Penelitian………………... 6.2 Hubungan antara Kadar Asam Urat Serum dan Variabel Perancu Lainnya dengan Kejadian Neuropati Perifer………. 6.3 Kelemahan dan Kekuatan Penelitian......................................
47 47
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………….. 7.1 Simpulan……………………………………………………. 7.2 Saran ………………………………………………………...
54 54 54
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. LAMPIRAN ………………………………………………………………...
55 61
BAB V
xv
44
49 52
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6
Kriteria Definisi Penyakit Ginjal Kronik ………………………….….. Klasifikasi Stadium PGK…………………………………........……… Komplikasi Neurologi Pada Pasien Hemodialisis………….………….. Hasil Pemeriksaan Motorik atau CMAP ……………………………… Hasil Pemeriksaan Sensorik atau SNAP ……………………………… Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ………………………………... Analisis Bivariat Uji T Berpasangan Usia dan Lama Menderita PGK Antara Kelompok Kasus dan Kontrol ………………………………… Analisis Bivariat Uji McNemar Indeks Massa Tubuh Antara Kelompok Kasus dan Kontrol ................................................................ Analisis Bivariat Uji McNemar Kadar Asam Urat Serum Antara Kelompok Kasus dan Kontrol ………..……………………………...... Analisis Bivariat Uji McNemar Laju Filtrasi Glomerulus Antara Kelompok Kasus dan Kontrol .................……………………………... Analisis Bivariat Uji McNemar Anemia Antara Kelompok Kasus dan Kontrol …………………………….…………………………………..
xvi
6 7 8 15 15 42 43 43 45 45 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1 2.2 2.3 2.4 3.1 3.2 4.1 4.2
Kerusakan Serabut Saraf pada Neuropati ……………………………... Stuktur Kimia Asam Urat ………………………………....................... Pembentukan Asam Urat dari Asam Nukleat…….……………………. Metabolisme Purin (Adenosin) ………………………………………... Kerangka Berpikir……………………………………………............... Kerangka Konsep ……………………………………………............... Bagan Rancangan Penelitian…………………………………............... Alur Penelitian………………………………………………………….
xvii
13 17 18 18 27 28 30 39
DAFTAR SINGKATAN
AIDS ATP ATPase AUS Ca CDC CMAP Cu DM DNA ENMG Fe g/dL Hb HD HIV IK IMT K KHS KTP LFG m/det mdet mg mg/dL ml/menit MRP4 mV Na NAD NCS NKF- K/DOQI
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
NO OAT OR PERKENI PERNEFRI pH pKa PGK RNA
: : : : : : : : :
Acquired Immunodeficiency Syndrome Adenosin Triphosfate Adenosine Triphosphate-ase Asam Urat Serum Calsium Centers for Disease Control and Prevention Compound Muscle Action Potential Cuprum Diabetes Melitus Deoxyribonuclease acid Elektroneuromiografi Ferrum Gram per desiliter Hemoglobin Hemodialisis Human Immunodeficiency Virus Interval kepercayaan Indeks Massa Tubuh Kalium Kecepatan Hantar Saraf Kartu Tanda Penduduk Laju Filtrasi Glomerulus Mili per detik Milidetik Milligram miligram/desiliter Milliliter per menit Multidrug Resistance-associated Protein 4 Milivolt Natrium nicotinamide adenine dinucleotide Nerve Conduction Study National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative Nitric Oxide Organic anion transporer Odds Ratio Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Persatuan Nefrologi Indonesia Power of Hydrogen Power of acidity constant Penyakit Ginjal Kronik Ribonuclease acid xviii
ROS RSUP SGOT SGPT SNAP SPSS TTGO UNUD URAT1 WHO XO
: : : : : : : : : : :
Reactive Oxigen Species Rumah Sakit Umum Pusat Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase Serum Glutamic Pyruvic Transaminase Sensory Nerve Action Potential Statistical Product and Service Solutions Tes Toleransi Glukosa Oral Universitas Udayana urat transporter 1 World Health Organization xanthine oxidase
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik……………………………………… Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari RSUP Sanglah………………………. Lampiran 3 Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ………….. Lampiran 4 Formulir Persetujuan Tertulis …………………………………. Lampiran 5 Lembar Pengumpulan Data …………………………………… Lampiran 6 Pemeriksaan Studi Hantaran Saraf/Nerve Conduction Study….. Lampiran 7 Data Subyek Penelitian………………………………………… Lampiran 8 Hasil Analisis SPSS…………………………………………….
xx
61 62 63 64 65 67 68 70
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang cukup banyak terjadi di dunia ini. Jumlah penderita PGK juga semakin meningkat seiring dengan gaya hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini dapat dijumpai mulai dari stadium awal hingga stadium lanjut. Selain mempengaruhi fungsi ginjal, komplikasi PGK juga bermanifestasi pada organ lain, salah satunya adalah sistem saraf. Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari tiga bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal maka diagnosis PGK ditegakkan bila nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2. Penyakit ginjal kronik ini terdiri dari 5 stadium dan dikatakan stadium akhir atau stadium 5 bila didapatkan fungsi laju filtrasi glomerulus <15 ml/menit/1,73 m2. Pada stadium ini diperlukan terapi renal replacement baik dengan hemodialisis maupun transplantasi ginjal (Pezarella dan Reilly, 2003; Couser dkk, 2011). Jumlah penderita PGK semakin meningkat. Di Amerika Serikat, diperkirakan 10% penduduk atau sekitar 20 juta penduduk dewasa mengalami PGK. Kemungkinan menderita PGK akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, biasanya dimulai dari usia 50 tahun atau lebih. Selain itu diabetes melitus dan hipertensi akan meningkatkan risiko menderita PGK. Pada tahun 2011,
xxi
penduduk Amerika Serikat yang menderita PGK stadium akhir sebesar 113.136 orang (CDC, 2014). World Health Organization (WHO) memperkirakan akan terjadi peningkatan penderita PGK stadium akhir di Indonesia tahun 1995-2025 sebesar 41,4%. Data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) memperkirakan terdapat 70.000 orang menderita gagal ginjal atau PGK stadium akhir di Indonesia. Angka ini akan terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya (Tandi dkk, 2014). Data tahun 2012, jumlah penderita PGK stadium akhir di Bali sebanyak 1433 orang yang memerlukan terapi hemodialisis (PERNEFRI, 2012). Penderita PGK selain mengalami kelainan pada ginjal, biasanya juga sudah mulai mengalami komplikasi ke organ lain, salah satunya adalah sistem saraf. Sekitar 60 persen penderita PGK akan mengalami komplikasi neurologi berupa kelainan pada susunan saraf pusat, saraf perifer, dan saraf otonom. Kelainan pada susunan saraf pusat berupa gangguan kognitif sampai terjadi perubahan status mental karena ensefalopati uremikum. Gangguan neurologi yang mengenai susunan saraf tepi adalah berupa neuropati perifer (Nolan, 2005; Krishnan dan Kiernan, 2009). Neuropati perifer pada penderita PGK dapat berupa kelainan motorik maupun sensorik. Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi yang ditemukan pada 2/3 atau sekitar 60% hingga 90% dari keseluruhan penderita PGK dan dikatakan lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Neuropati ini ditandai dengan gejala kelainan sensorik dan atau motorik dari bagian distal ekstremitas, simetris, dan biasanya lebih banyak menyerang pada tungkai dibandingkan lengan (Rizzo dkk, 2012). Kerusakan saraf tepi dapat diketahui
xxii
dengan pemeriksaan elektrofisiologi sehingga dapat dikatakan bahwa hampir semua penderita PGK stadium lanjut mengalami neuropati (Levey dan Coresh, 2002; Krishnan dan Kiernan, 2009). Penderita PGK umumnya memiliki kadar asam urat serum yang meningkat. Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan kadar asam urat serum secara independen dapat memprediksi berkembangnya penyakit PGK. Namun pada beberapa buku lain disebutkan bahwa penyakit Gout atau hiperurisemia dikeluarkan dari faktor penyebab terjadinya PGK. Hubungan yang terjadi antara hiperurisemia dengan PGK adalah sebagai akibat retensi asam urat di dalam tubuh oleh karena penurunan laju filtrasi glomerulus. Asumsi yang menyebutkan bahwa asam urat dapat menyebabkan PGK adalah melalui mekanisme presipitasi asam urat yang membentuk kristal pada ginjal. Tetapi pada studi uji binatang coba dengan PGK dan hiperurisemia, didapatkan bahwa perkembangan penyakit ginjal yang semakin cepat namun tidak disertai dengan adanya kristal asam urat pada ginjal. Sebagai tambahan, pada beberapa penderita dengan penyakit Gout atau hiperurisemia memiliki kondisi lain yang terjadi bersamaan, seperti hipertensi dan penyakit vaskular sehingga beberapa para ahli menduga bahwa kelainan ginjal yang terjadi adalah akibat sekunder akibat kondisi-kondisi tersebut (Johnson dkk.,2013). Kadar asam urat serum yang meningkat dapat menimbulkan beberapa kelainan lain seperti disfungsi endotel (Edwards, 2009), penyakit jantung iskemik, stroke, penyakit arteri perifer (Baker et al.,2007), dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler (Fang et al.,2000). Peningkatan kadar asam urat serum juga
xxiii
dihubungkan dengan terjadinya neuropati perifer. Neuropati perifer akibat peningkatan asam urat ini terjadi oleh karena kerusakan endotel vaskuler melalui peningkatan reaksi stres oksidasi dan respon inflamasi pada sistem saraf. Pada penderita PGK, fungsi nefron yang terganggu dapat meningkatkan kadar asam urat serum sebagai salah satu toksin uremik dan akumulasi produk racun lain serta defisiensi metabolit esensial, yang diduga sebagai penyebab kematian neuron pada neuropati perifer (Laaksonen dkk., 2002). Beberapa studi telah menunjukkan hubungan antara peningkatan kadar asam urat serum dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita diabetes melitus (Papanas, 2011; Darsana 2014), namun hingga saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan kadar asam urat serum tinggi dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan kadar asam urat serum dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas, maka didapatkan rumusan masalah yaitu apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK.
xxiv
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Dengan mengetahui kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK maka diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai peranan asam urat pada kejadian neuropati perifer dan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian serupa di masa yang akan datang. 1.4.2 Manfaat Klinik Praktis Dengan mengetahui kadar asam urat serum tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK diharapkan klinisi dapat melakukan deteksi dini terhadap kejadian neuropati perifer dan penatalaksanaan yang lebih adekuat terhadap kadar asam urat serum pada penderita PGK.
xxv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi National Kidney Foundation mendefinisikan PGK berdasarkan ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan tingkat fungsi ginjal. Suatu studi patologi menunjukkan bahwa kerusakan ginjal bisa tidak disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Bukti adanya kerusakan ginjal tergantung pada tipe dari penyakit ginjal itu sendiri dan dapat meliputi abnormalitas pada pemeriksaan darah, urin seperti adanya proteinuri yang menetap, hematuria serta tes pencitraan (National Kidney Foundation, 2002).
Tabel 2.1 Kriteria Definisi Penyakit Ginjal Kronik (National Kidney Foundation, 2002) 1. Kerusakan ginjal selama > 3 bulan, yang disebabkan oleh abnormalitas struktural atau fungsional dari ginjal, dengan atau tanpa penurunan LFG, manifestasi sebagai: Abnormalitas patologi Bukti kerusakan ginjal, meliputi abnormalitas komposisi darah atau urin, abnormalitas pada tes pencitraan 2. Laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Stadium PGK ditegakkan berdasarkan pada tingkat fungsi ginjal. Identifikasi stadium pada penderita PGK tidak secara akurat mengetahui penyebab penyakit ginjal yang mendasari (National Kidney Foundation, 2002). Batasan laju filtrasi
xxvi
glomerulus yang digunakan adalah 60 ml/menit/1,73m2 karena hal itu merupakan penurunan 50 persen dari fungsi ginjal yang normal (Couser dkk, 2011).
2.1.2 Klasifikasi Penyakit ginjal kronik dapat diklasifikasikan menjadi stadium 1 hingga 5, dimana stadium 1 ditandai dengan kerusakan ginjal dengan LFG normal. Stadium 2 ditandai dengan kerusakan ginjal dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ringan. Stadium menengah yang signifikan secara klinis adalah PGK stadium 3 dan 4 sedangkan PGK stadium 5 sudah dikatakan stadium akhir yaitu dengan nilai laju filtrasi glomerulus yang rendah <15 ml/menit/1,73m2 (MacGregor, 2006; Couser dkk, 2011).
Tabel 2.2 Klasifikasi Stadium PGK (National Kidney Foundation, 2002) Stadium 1
Laju Filtrasi Glomerulus (ml/menit/1,73m2) >90
2
60-89
3 4 5
30-59 15-29 <15
Deskripsi Kerusakan ginjal dengan LFG normal Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan LFG Penurunan LFG sedang Penurunan LFG berat Gagal ginjal
2.1.3 Komplikasi pada Sistem Saraf Penyakit ginjal kronik menyebabkan akumulasi produk sisa organik dari tubuh yang normalnya dibersihkan oleh ginjal. Pada penderita PGK dengan laju filtrasi glomerulus dibawah 50% sering mengalami komplikasi dibidang neurologi (Ramirez dan Gomez, 2012). Komplikasi neurologi terjadi hampir 60% pada
xxvii
penderita PGK stadium lanjut (Brouns dan De Deyn, 2004) dan mempengaruhi sistem saraf pada semua level baik sentral maupun perifer (Krishnan dan Kiernan, 2009). Komplikasi pada sistem saraf dapat berhubungan langsung diakibatkan oleh penyakit ginjal itu sendiri dan dapat berhubungan dengan terapi hemodialisis. Komplikasi neurologi pada sistem saraf pusat antara lain demensia dialisis, sindrom disekuilibrium dan ensefalopati uremik sedangkan komplikasi neurologi pada sistem saraf perifer yang paling sering adalah neuropati perifer (Krishnan dan Kiernan, 2009; Rizzo dkk, 2012). Komplikasi yang berhubungan dengan terapi hemodialisis tampak pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komplikasi Neurologi Pada Pasien Hemodialisis (Rizzo dkk, 2012) Sistem Saraf Pusat Dipicu oleh Dialisis
Dimodifikasi oleh Dialisis
Sistem Saraf Perifer Dipicu oleh Dialisis
Dimodifikasi oleh Dialisis
Demensia Dialisis Ensefalopati Wernicke (defisiensi thiamin) Central pontine myelinolysis (koreksi cepat dari hiponatremi) Ensefalopati uremik (memperbaiki) Aterosklerosis (memperberat) Stroke perdarahan (memperberat) Leukoenchephalopathy (reversibel) Mononeuropati Carpal tunnel syndrome Berhubungan dengan akses vaskular (ischemic monomelic neuropathy) Anterior ischemic optic neuropathy Polineuropati (memperbaiki/memperberat) Subklinis Gejala ringan dan di daerah distal Gejala berat, neuropati sensorik dan motorik Kondisi akut, mirip dengan Guillain-Barre Syndrome
xxviii
2.2 Neuropati Perifer pada PGK Neuropati perifer diartikan sebagai suatu proses menyeluruh yang memberikan efek yang bersifat menyebar, simetris bilateral dan bersifat motorik, sensorik, atau otonom (Herskovitz, 2010). Neuropati uremik terjadi pada dua per tiga pasien PGK stadium akhir. Proses dialisis biasanya akan memperbaiki kondisi neuropati ini (Weisberg, 1996). Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa dengan hemodialisis, gejala neuropati perifer akan semakin bertambah oleh karena hilangnya tiamin saat proses dialisis. Hal ini belum diketahui secara pasti (Rizzo dkk, 2012). Neuropati perifer pada penderita PGK memiliki prevalensi bervariasi sekitar 60%-90% dan dua kali lebih sering terjadi pada laki-laki (Wijdicks, 2002; Krishnan dan Kiernan, 2009).
2.2.1 Manifestasi Klinis Neuropati Perifer pada PGK Neuropati perifer pada penderita PGK merupakan suatu neuropati lengthdependent, memiliki karakteristik degenerasi aksonal dengan demielinisasi sekunder dan kondisi tersebut dapat mempengaruhi saraf motorik, sensorik dan saraf kranialis. Neuropati yang terjadi ditandai dengan kelainan pada daerah distal, bersifat simetris dengan predominan neuropati aksonal, campuran neuropati motorik dan sensorik. Biasanya lebih banyak mengenai tungkai kaki dibandingkan lengan tangan (Rizzo dkk, 2012). Neuropati ini biasanya terjadi subklinis dan didiagnosis berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi. Pada kondisi ringan, gejala yang paling sering terjadi adalah kesemutan pada ekstremitas bagian distal, serta berhubungan
xxix
dengan hilangnya rasa getar atau vibrasi (Rizzo dkk, 2012). Gejala klinis yang muncul dapat berupa kram otot yang biasanya dikeluhkan pada malam hari, biasanya berlokasi pada satu atau lebih otot yang lebih sering mengenai ekstremitas bawah, selain itu dapat juga terjadi restless leg syndrome, parestesi, disestesi atau sensasi abnormal yang mengenai jari-jari kaki dan tangan dan biasanya terjadi pada stadium lanjut PGK, nyeri pada kedua ektremitas bawah terutama pada daerah yang dipersarafi nervus peroneus dan sensasi terbakar pada kedua kaki (Mustofa dan El Tayeb, 2004). Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hilangya refleks tendon Achiles pada kasus yang lebih lanjut. Gangguan vibrasi pada ekstremitas bagian distal dialami selanjutnya. Namun terdapat penelitian lain yang menyebutkan bahwa gangguan vibrasi lebih terganggu terlebih dahulu dibandingkan modalitas lainnya. Kelemahan motorik tersering adalah kelemahan dorsofleksi kaki hingga atrofi otot terutama di bagian distal. Gejala sensoris dominan yang muncul dengan distribusi seperti kaos kaki. Gangguan motorik dan sensorik lebih ke proksimal dan pada ekstremitas superior menunjukkan bahwa kerusakan saraf telah lanjut (Latov, 2007; Palmer, 2007; Krishnan dan Kiernan, 2009; Pan, 2009; Herskovitz, 2010).
2.2.2 Patogenesis Neuropati Perifer pada PGK Patogenesis neuropati perifer pada penderita PGK diawali dengan kondisi uremia. Pada kondisi uremia banyak bahan toksin uremik yang dapat memicu munculnya neuropati uremik. Bahan toksin uremik adalah suatu substrat atau bahan yang normalnya diekskresikan oleh ginjal dan bahan ini memberikan efek
xxx
negatif pada fungsi biologis tubuh (Duranton, 2012). Meskipun beberapa atau semua bahan toksin ini berperan dalam terjadinya neuropati uremik, faktanya bahwa beberapa dari bahan tersebut bersifat neurotoksin masih belum pasti, contohnya molekul berukuran sedang dengan berat molekul 300 hingga 2500 Dalton dapat bersifat neurotoksin. Suatu bahan disebut toksin uremik biasanya memiliki syarat-syarat sebagai berikut (Arminoff, 2008; Krishnan dan Kiernan, 2009) : 1. Bahan diidentifikasi secara kimia dan ditemukan dalam cairan biologis tubuh. 2. Konsentrasi zat tersebut lebih tinggi pada pasien dengan uremia. 3. Konsentrasi dari zat tersebut berkorelasi dengan gejala uremik yang spesifik. 4. Gejala berkurang bila zat tersebut kadarnya menjadi normal. 5. Efek toksik zat tersebut muncul pada konsentrasi yang sama.
Bahan-bahan toksin uremik ini secara umum dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar antara lain bahan molekul ringan yang larut air, molekul berukuran sedang dan bahan yang terikat dengan protein. Yang termasuk dalam bahan molekul ringan adalah urea, kreatinin, oksalat dan asam urat. Yang termasuk dalam molekul berukuran sedang adalah leptin, beta 2 mikroglobulin dan hormon paratiroid, sedangkan yang termasuk dalam bahan terikat dengan protein adalah polyamines, indoxyl sulfate, homocystein dan hippuric acid (Dhondt, 2000).
xxxi
Ada beberapa teori mengenai efek toksik dari bahan-bahan toksin uremik. Berdasarkan pengamatan pada beberapa pasien didapatkan teori bahwa molekul berukuran sedang ini memberikan efek toksik, namun terdapat beberapa studi lain yang tidak mendukung teori ini. Suatu postulat yang dikemukakan oleh Fraser dan Arieff mengungkapkan bahwa neurotoksin berefek mengurangi suplai energi pada akson dengan cara menghambat enzim serabut saraf yang diperlukan untuk produksi energi tersebut. Dengan berkurangnya energi akan mempengaruhi nodus ranvier dalam menyalurkan impuls konduksi dan akhirnya akan menyebabkan kerusakan akson (Ramirez dan Gomez, 2012). Bahan toksin juga menyebabkan disfungsi dari beberapa membran pada perineurium, dimana berperan sebagai barier difusi antara cairan interstitial dan saraf; dan pada endoneurium, dimana berperan sebagai barier antara darah dan saraf. Sebagai konsekuensinya, toksin uremik dapat masuk ke ruang endoneural dan menyebabkan kerusakan saraf secara langsung, dengan perubahan hidroelektrolit yang dapat menyebabkan penciutan (shrinkage) (Pan, 2009). Nielsen pada tahun 1973 mengajukan suatu hipotesis bahwa disfungsi saraf yang terjadi berhubungan dengan faktor toksik serum uremik yang menghambat fungsi membran akson dan aktivasi pompa Na/K ATPase. Hal ini dipikirkan karena terjadi pengurangan kecepatan konduksi saraf akibat dari pompa Na/K ATPase pada aksolema yang berhubungan dengan toksin uremik, membentuk akumulasi natrium intrasel dan perubahan potensial membran istirahat. Kondisi ini memicu degenerasi aksonal dan demielinisasi segmental sekunder (Nielsen, 1973, Krishnan et al, 2005).
xxxii
Studi morfologi menunjukkan degenerasi aksonal dengan tipe dying-back dan demielinisasi yang terjadi merupakan kondisi sekunder dari atropi akson yang mendahului proses degenerasi aksonal. Gangguan metabolik bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati tetapi juga berhubungan dengan monoclonal cryoglobulinemia dari diskrasia sel plasma. Pada Gambar 2.1 tampak gambaran potongan melintang serabut saraf menggunakan mikroskop elektron pada kondisi neuropati. Beberapa spiral bagian dalam dari sel Schwann tampak tidak padat untuk membentuk lamellar myelin. Lamellar yang tidak padat ini tampak pada beberapa neuropati (Garcia, 2013).
Gambar 2.1 Kerusakan Serabut Saraf pada Neuropati (Garcia, 2013)
Hemodialisis juga dapat mengakibatkan terakumulasinya molekul berukuran sedang. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang mengatakan bahwa neuropati disebabkan oleh akumulasi molekul berukuran sedang (300 hingga 12.000 Dalton), dimana dibersihkan lebih lambat daripada urea dan kreatinin (Vanholder et al, 2008). Secara patologi, kondisi neuropati perifer dibagi menjadi 3 pola dasar yaitu degenerasi Wallerian, aksonopati distal dan demielinisasi segmental. Neuropati xxxiii
yang ditandai dengan degenerasi Wallerian, meliputi neuropati akibat trauma, infark dari saraf perifer (mononeuropati diabetik, vaskulitis) dan infiltrasi neoplasma. Pada aksonopati distal, didapatkan neuropati akibat gangguan metabolik, obat-obatan, dan toksin industri seperti pestisida, sedangkan demielinisasi segmental terjadi pada neuropati demielinisasi akut dan kronik, neuropati difteritik, metachromatic leukodystrophy dan penyakit Charcot-MarieTooth (Agamanolis, 2015). Neuropati perifer pada PGK terjadi proses aksonopati distal, diawali dengan degenerasi akson dan myelin terutama pada bagian distal dari akson. Apabila kerusakan ini terjadi menetap maka akan terjadi akson “dies back”. Hal ini yang menyebabkan gejala dengan karakteristik kelemahan dan hilangnya sensoris area distal “stocking-gloves”. Neurofilamen dan organela berakumulasi pada proses degenerasi akson, hal ini terjadi kemungkinan oleh karena kondisi stagnan dari aliran aksoplasmik. Kemudian akson menjadi atropi dan hancur. Aksonopati distal yang berat hampir menyerupai degenerasi Wallerian. Pada tahap lanjut, akan terjadi hilangnya mielin pada akson. Aksonopati distal disebabkan oleh patologi atau kelainan dari badan neuron sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang diperlukan akson. Hal ini menjelaskan mengapa penyakit dimulai dari bagian distal saraf dan akson yang besar yang memiliki kebutuhan metabolik dan nutrisi terbanyak biasanya sering mengalami kerusakan yang cukup berat (Agamanolis, 2015).
xxxiv
2.2.3 Pemeriksaan Penunjang Neuropati Perifer Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosis suatu neuropati perifer adalah elektroneuromiografi atau pemeriksaan nerve conduction study (NCS). Pemeriksaan compound muscle action potential (CMAP) dilakukan pada nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis, nervus tibialis, nervus peroneus. Pemeriksaan sensory nerve action potential (SNAP) pada nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis dan nervus suralis. Nilai normal dari pemeriksaan NCS untuk pemeriksaan motorik dan sensorik nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis, nervus tibialis, nervus peroneus, dan nervus suralis tampak pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 (Preston, 2013).
Tabel 2.4 Hasil Pemeriksaan Motorik atau CMAP (Preston, 2013) Variabel N. Medianus N. Ulnaris N. Radialis N. Tibialis N. Peroneus
Latensi (mdet)
Amplitudo(mV)
KHS(m/det)
<4,4 <3,3 <2,9 <5,8 <6,5
>4,0 >6,0 >2,0 >4,0 >2,0
>49 >49 >49 >41 >44
Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Sensoris atau SNAP (Preston, 2013) Variabel N. Medianus N. Ulnaris N. Radialis N. Suralis
Latensi(mdet) <3,5 <3,1 <2,9 <4,4
Amplitudo(mV) >20 >17 >15 >6
KHS(m/det) >50 >50 >50 >40
Nerve Conduction Study merupakan standar baku emas dalam mendiagnosis neuropati perifer pada penderita PGK (Krishnan dan Kiernan, 2009). Pemeriksaan NCS pada neuropati perifer penderita PGK menunjukkan gambaran neuropati
xxxv
perifer menyeluruh, tipe aksonal, dengan penurunan amplitudo SNAP dan bila meluas amplitudo CMAP pun menurun, sedangkan kecepatan hantar saraf (KHS) relatif masih baik. Latensi F-wave dan H-reflex, amplitudo nervus suralis, dan deteksi vibrasi pada ekstremitas bawah merupakan parameter elektrofisiologis yang sensitif. Nervus suralis lebih sering terlibat dibandingkan nervus peroneus dan tibialis. Amplitudo sensoris nervus suralis menurun pada 50% kasus. Latensi F-wave pada nervus tibialis dan peroneus memanjang dan H-reflex pun abnormal. Polineuropati dapat terjadi pada stadium awal PGK dan kemungkinan berjenis demielinisasi yang ditandai dengan perlambatan pada konduksi saraf dengan amplitudo sensorik dan motorik yang masih baik. Elektroneuromiografi khususnya NCS mampu mendeteksi adanya neuropati perifer subklinis 48%-70% pasien dengan PGK (Oh, 2003; Krishnan dan Kiernan, 2009; Pan, 2009; Herskovitz, 2010). Suatu penelitian dengan pemeriksaan elektrofisiologis pada penderita PGK pre-dialisis yang dilakukan pada nervus medianus, nervus ulnaris, nervus peroneus dan nervus tibialis, didapatkan hasil sebanyak 70% pasien mengalami neuropati perifer, 6% neuropati asimptomatik, 51% neuropati simptomatik (Aggarwal, 2013).
2.3 Asam Urat 2.3.1 Struktur Asam Urat Asam urat adalah produk akhir metabolism purin. Purin (adenin dan guanin) merupakan konstituen asam nukleat (Warner et al., 2004). Asam urat (7,9dihydro-1H-purin-2,6,8(3H)-trione) merupakan asam lemah dengan pKa 5,8 yang
xxxvi
didistribusikan dalam cairan ekstraseluler sebagai natrium urat. Asam urat cenderung berada di cairan plasma ekstraselular sehingga membentuk ion urat pada pH 7.4. Ion urat mudah disaring dari plasma (McCrudden, 2000).
Gambar 2.2 Stuktur Kimia Asam Urat (McCrudden, 2000).
2.3.2 Sintesis dan Ekskresi Asam Urat Asam urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase (XO). Metabolisme adenosin triphosfate (ATP) menyebabkan akumulasi hypoxanthine. Hypoxanthine dirubah oleh enzim XO menjadi xantin. Pada jaringan yang non-iskemik, XO yang berada dalam bentuk nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) menurunkan hydrogenase. Selama iskemia, Ca2+-stimulated protease yang menyebabkan pemecahan parsial xanthine dehydrogenase menjadi XO yang irreversible. XO selanjutnya mengoksidasi xanthine, menghasilkan asam urat, superoksida dan hidrogen peroksida (Warner et al., 2004).
xxxvii
Gambar 2.3 Pembentukan Asam Urat dari Asam Nukleat (Sumarni, 2015)
Gambar 2.4 Metabolisme Purin (Adenosin) (Hare dan Johnson, 2003)
Kadar asam urat serum diatur oleh 4 komponen sistem transpor ginjal yang meliputi proses filtrasi, reabsorbsi, sekresi dan reabsorbsi paska sekresi. Sejumlah transporter ginjal turut terlibat dalam pengaturan kadar asam urat dalam plasma seperti urat transporter 1 (URAT1) yang bertanggung jawab terhadap reabsorbsi urat dan sejumlah sejumlah transporter ion organik (OAT) seperti OAT1 dan OAT3 dan ATP-dependent urate export secretion MRP4 yang terlibat dalam
xxxviii
sekresi urat. Karena keterlibatannya yang begitu penting dalam reabsorbsi urat, URAT1 dipercaya memainkan peranan yang sangat kritis dalam pengaturan kadar asam urat serum (Johnson et al., 2003; Hediger et al., 2005). Sumber asam urat pada manusia didapat melalui dua cara, yaitu secara endogen dan eksogen. Sumber asam urat secara endogen yaitu melalui sintesis de novo dan pemecahan asam nukleat kurang lebih sebanyak 600 mg/hari. Sumber asam urat yang berasal dari eksogen yaitu melalui asupan makanan yang mengandung purin kurang lebih 100 mg/hari (Pasalic, 2012). Ekskresi asam urat total pada manusia normal rata-rata adalah 400-600 mg per hari. Kebanyakan asam urat diekskresikan lewat urin melalui mekanisme yang kompleks dengan melibatkan filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus di bagian awal tubulus konkortus proksimal, sekresi tubulus di bagian akhir reabsorbsi dan mungkin mengalami reabsorbsi lagi di bagian akhir tubulus proksimal (Capasso et al., 2005; Hediger et al., 2005). Kadar darah asam urat normal pada laki-laki yaitu 3.4 - 7 mg/dl sedangkan pada perempuan yaitu 2.4 - 6 mg/dl (Gray, 2015). Pada keadaan normal, kebutuhan produksi dan eliminasi asam urat kurang lebih 700 mg. Kurang lebih sebanyak 30% dari kebutuhan asam urat berkurang di usus karena bakteri uricolysis pada sistem pencernaan, sedangkan 70% sisanya (atau kurang lebih 500 mg) disekresikan melalui ginjal. Pada manusia, plasma urat secara bebas mengalami filtrasi di glomerulus, namun komponen yang dieksresikan hanya 10% dari plasma asam urat (Edwards, 2009).
xxxix
Beberapa faktor yang telah diteliti berpengaruh terhadap kadar asam urat serum dalam darah adalah umur dan jenis kelamin. Kadar asam urat juga akan meningkat dengan adanya gangguan fungsi ginjal (McCrudden, 2000; Liu et al.,2011). Jumlah asam urat dalam plasma tergantung pada jumlah makanan atau minuman yang mengandung purin, biosintesis asam urat dan laju ekskresi urat. Namun di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang subtansial. Kadar asam urat akan meningkat dengan bertambahnya usia dan gangguan fungsi ginjal (McCrudden, 2000). Gagal ginjal menyebabkan asam urat, urea, dan kreatinin terakumulasi. Diuretik tiazid menurunkan ekskresi urat. Alopurinol, probenesid, kortikosteroid, dan aspirin dosis besar meningkatkan ekskresi urat (Liu et al.,2011).
2.3.3 Peran Asam Urat pada Tubuh Asam urat merupakan antioksidan cair terbanyak pada manusia, 2/3 dari total antioksidan yang memiliki kemampuan menetralisir radikal bebas dalam plasma terutama hidroksil, superoksida, peroksinitrit dan mungkin memiliki kemampuan melindungi secara fisiologis dengan mencegah peroksidasi lipid. Namun apabila jumlahnya berlebihan dalam tubuh juga dapat menimbulkan efek merugikan yaitu suatu kondisi hiperurisemia dan juga dapat menginduksi stres oksidasi atau berperan sebagai prooksidan (McCrudden, 2000).
xl
Kadar asam urat dapat meningkat pada keadaan tertentu seperti diet tinggi purin, konsumsi alkohol yang berlebihan, perubahan sel atau kematian sel pada neoplasma atau obat sitotoksik, kelainan metabolisme purin karena faktor genetik, kelainan fungsi ginjal yang menyebabkan penurunan klirens (clearance) asam urat, gangguan ekskresi asam urat yang berhubungan dengan reabsorbsi natrium yang berlebihan pada beberapa kondisi seperti obesitas, resistensi insulin atau hiperinsulinemia, hipertensi, diet rendah natrium dan terapi diuretik. Dalam berbagai organ dan pembuluh darah, konsentrasi lokal asam urat meningkat selama stres oksidatif akut dan iskemia serta peningkatan konsentrasinya mungkin merupakan mekanisme kompensasi untuk memberikan efek perlindungan melawan peningkatan aktivitas radikal bebas. Berkaitan dengan kondisi iskemik dalam hubungannya dengan kenaikan kadar asam urat perlu dicatat bahwa xanthin oxidoreductase terdapat dalam dua bentuk yang berbeda yaitu xanthine dehidrogenase dan xanthine oxidase. Xanthine dehidrogenase adalah bentuk paling umum yang bekerja di bawah kondisi fisiologis dan memiliki afinitas yang lebih besar untuk nicotinamide adenin dinukleotide dioksida (NAD+) dibandingkan dengan oksigen sebagai akseptor elektron. Dalam kondisi iskemik seiring degradasi ATP menjadi adenin dan xanthine, terjadi perubahan besar xanthine dehidrogenase menjadi XO. Proses ini menggunakan molekul oksigen pada tempat NAD+ sebagai akseptor elektron dan mengarah pada pembentukan anion superoksida dan hidrogen peroksida secara paralel dengan kadar asam urat serum seperti yang ditunjukkan oleh beberapa studi eksperimental.
xli
Selama beberapa tahun, hiperurisemia telah diidentifikasi bersama-sama atau dianggap sama dengan gout, namun saat ini asam urat telah diidentifikasi sebagai penanda untuk sejumlah kelainan metabolik dan hemodinamik (Waring et al., 2000; Qasi and Lohr, 2005). Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan dan degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan asam urat. Apabila terjadi kelebihan pembentukan asam urat, hambatan pengeluaran asam urat atau keduanya maka akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat darah yang disebut dengan hiperurisemia (Edward, 2009). Asam urat serum merupakan salah satu antioksidan. Namun antioksidan dapat menjadi prooksidan pada beberapa situasi. Diperkirakan terdapat suatu mekanisme antioxidant–prooxidant redox shuttle pada pembuluh darah lapisan intima yang mengalami aterosklerosis. Asam urat pada tahap awal proses aterosklerosis telah diketahui berperan sebagai antioksidan dan mungkin merupakan antioksidan terkuat yang terdapat di plasma. Kemudian proses aterosklerosis dengan kadar asam urat serum meningkat lebih dari nilai normal > 6 mg/dl untuk perempuan dan 6,5-7 mg/dl untuk laki-laki, didapatkan bahwa asam urat akan berperan sebagai prooksidan. Antioxidant-prooxidant urate redox shuttle juga bergantung pada kondisi lingkungan sekitar seperti waktu (awal atau akhir dari proses penyakit), lokasi jaringan dan substrat, tingkat keasaman (pH asam-basa-netral), oksidan yang ada di lingkungan sekitar, kekurangan antioksidan pada area tertentu, suplai dan durasi substrat antioksidan. Reaksi yang terjadi meliputi ion metal transisional seperti tembaga dan besi yang penting pada
xlii
stres oksidatif. Reaksi Fenton dan reaksi Haber-Weiss dapat meningkatkan oxidative-redox stress (Hayden, 2004). Reaksi Fenton: Fe2+ + H2O2 → Fe3+ + OH• + OH Fe3+ + H2O2 → Fe2+ + OOH• + H+ Reaksi Haber-Weiss: H2O2 + O2- → O2 + OH- + OH H2O2 + OH- → H2O + O2- + H+
Radikal hidroksil dapat memicu reaksi lanjutan dengan memproduksi ROS melalui reaksi tambahan, abstraksi hidrogen, transfer elektron dan interaksi radikal. Sebagai tambahan, ion copper (Cu3+ - Cu2+ - Cu1+) dapat mengalami reaksi yang serupa dengan pembentukan peroksidase lipid dan ROS. Hal ni akan menyebabkan kebocoran ion besi dan tembaga dari pecahnya vasa vasorum (Hayden, 2004).
2.4 Asam Urat dengan Neuropati Perifer Asam urat merupakan toksin uremik yang jumlahnya semakin meningkat terutama pada penderita PGK. Pada kondisi jumlah asam urat meningkat, asam urat sebagai neurotoksin berefek mengurangi suplai energi pada akson dengan cara menghambat enzim serabut saraf yang diperlukan untuk produksi energi tersebut. Bahan toksin juga menyebabkan disfungsi dari beberapa membran pada perineurium, dimana berperan sebagai barier difusi antara cairan interstitial dan saraf; dan pada endoneurium, dimana berperan sebagai barier antara darah dan saraf. Sebagai konsekuensinya, toksin uremik dapat masuk ke ruang endoneural
xliii
sehingga menyebabkan kerusakan saraf secara langsung melalui perubahan hidroelektrolit yang dapat menyebabkan penciutan (shrinkage) (Pan, 2009). Asam urat meskipun sebagai antioksidan utama dalam sirkulasi (Ames,1981), namun juga menginduksi stres oksidasi pada beberapa sel termasuk sel otot polos (Corry et al.,2008) yang menyebabkan progresivitas penyakit termasuk kardiovaskular.
Mekanisme
patogenesisnya
diduga
melalui
penurunan
bioavaibilitas nitric oxide (NO) pada sel otot polos dan sel endotel serta mengurangi langsung NO (Gersch et al.,2008). Pengamatan klinis dan laboratorium memperlihatkan peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah lebih dari 5,5 mg/dL, dikaitkan dengan disfungsi endotel (Zharikov et al., 2007). Peran asam urat pada sel endotel diperkirakan juga melalui aktivasi leukosit dan terdapat korelasi yang konsisten antara peningkatan konsentrasi asam urat dengan penanda inflamasi dalam sirkulasi (Culleton et al., 2006). Dengan adanya kerusakan pada sel otot polos dan sel endotel, akan mempengaruhi vaskularisasi perifer sehingga dapat mengganggu fungsi saraf perifer sehingga akhirnya menimbulkan neuropati perifer. Terdapat suatu penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara peningkatan kadar asam urat serum dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita diabetes melitus (Papanas, 2011; Darsana, 2014).
xliv
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Penderita PGK memiliki fungsi ginjal yang menurun. Hal ini ditandai dengan laju filtrasi glomerulus yang rendah yaitu dibawah 60 ml/menit/1,73 m2 (Pezarella and Reilly, 2003). Oleh karena fungsi ginjal yang kurang baik, maka filtrasi bahan-bahan toksik tubuh juga kurang baik sehingga terdapat bahan toksin uremik yang tertinggal dalam darah. Bahan toksin uremik adalah suatu substrat atau bahan yang normalnya diekskresikan oleh ginjal dan bahan ini memberikan efek negatif pada fungsi biologis tubuh (Duranton, 2012). Toksin uremik terdiri dari 3 kelompok yaitu molekul berukuran kecil yang larut air, molekul berukuran sedang dan bahan yang terikat dengan protein. Bahan toksin uremik ini bersifat neurotoksin. Asam urat merupakan salah satu produk toksin uremik dengan molekul berukuran kecil yang larut air (Dhondt, 2000). Asam urat serum merupakan salah satu antioksidan. Namun antioksidan dapat menjadi prooksidan bila berada dalam jumlah yang berlebihan (Hayden, 2004) sehingga kondisi ini juga dapat menginduksi stres oksidasi. Stres oksidasi dapat terjadi pada beberapa sel termasuk sel otot polos (Corry et al.,2008). Mekanisme patogenesisnya diduga melalui penurunan bioavaibilitas NO pada sel otot polos dan sel endotel serta scavenging langsung NO oleh asam urat (Gersch et al.,2008). Dengan adanya kerusakan pada sel otot polos dan sel endotel, akan
xlv
mempengaruhi vaskularisasi perifer dengan menimbulkan hipoksia saraf sehingga dapat mengganggu fungsi saraf perifer dan akhirnya muncul neuropati perifer. Suatu postulat yang dikemukakan oleh Fraser dan Arieff mengungkapkan bahwa neurotoksin berefek mengurangi suplai energi pada akson dengan cara menghambat enzim serabut saraf yang diperlukan untuk menghasilkan energi tersebut. Dengan berkurangnya energi akan mempengaruhi Nodus Ranvier dalam menyalurkan impuls konduksi dan akhirnya akan menyebabkan kerusakan akson (Ramirez dan Gomez, 2012). Asam urat sebagai bahan toksin juga menyebabkan disfungsi beberapa membran seperti pada perineurium, yang berperan sebagai barier difusi antara cairan interstitial dan saraf; dan pada endoneurium, yang berperan sebagai barier antara darah dan saraf. Sebagai konsekuensinya, toksin uremik dapat masuk ke ruang endoneural sehingga menyebabkan kerusakan saraf secara langsung melalui perubahan hidroelektrolit yang dapat menyebabkan penciutan (shrinkage) (Pan, 2009). Nielsen pada tahun 1973 mengajukan suatu hipotesis bahwa disfungsi saraf yang terjadi berhubungan dengan faktor toksin uremik yang menghambat fungsi membran akson dan aktivasi pompa Na/K ATPase. Hal ini dipikirkan karena terjadi pengurangan kecepatan konduksi saraf akibat pompa Na/K ATPase pada aksolema yang berhubungan dengan toksin uremik, membentuk akumulasi natrium intrasel dan perubahan potensial membran istirahat. Kondisi ini memicu degenerasi aksonal dan demielinisasi segmental sekunder (Nielsen, 1973; Krishnan et al, 2005). Degenerasi aksonal dan demielinisasi yang terjadi lebih banyak pada saraf area distal sehingga muncul suatu neuropati perifer.
xlvi
Penurunan fungsi ginjal
Asam Urat ↑
Pro-oksidan
Stres Oksidatif
Menghambat enzim penghasil energi
Disfungsi membran perineurium dan endoneurium
Suplai energi menurun
Toksin masuk ke ruang endoneural
Gangguan konduksi impuls saraf pada Nodus Ranvier
Perubahan hidroelektrolit
Kerusakan membran akson dan hambatan aktivasi Na/K ATPase
Akumulasi Natrium intrasel
Perubahan potensial membran istirahat
Penciutan (shrinkage) sel saraf
Degenerasi aksonal dan demielinisasi serabut saraf distal
Kerusakan sel saraf
Neuropati perifer
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
xlvii
Kerusakan sel otot polos dan endotel
Gangguan pembuluh darah perifer
Hipoksia saraf
3.2 Konsep Penelitian Kadar Asam Urat Serum ↑
-
Diabetes melitus Penyakit hati Critical illness HIV Morbus Hansen Keganasan Riwayat paparan toksin, alkohol - Neuropati jebakan
Neuropati Perifer pada penderita PGK
- Usia - Jenis Kelamin - Laju filtrasi glomerulus - Anemia
: variabel yang dikendalikan dengan cara dieksklusi : variabel yang akan diteliti
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah konsep penelitian sebagai berikut: 1. Kadar asam urat serum tinggi mempengaruhi kejadian neuropati perifer pada penderita PGK. Pada penelitian ini, neuropati perifer pada penderita PGK sebagai variabel tergantung dan kadar asam urat serum sebagai variabel bebas. 2. Variabel lain yang dapat mempengaruhi kejadian neuropati perifer pada penderita PGK seperti usia dan jenis kelamin akan dilakukan proses matching dalam tahap rancangan penelitian sedangkan laju filtrasi glomerulus dan anemia akan dilakukan proses analisis statistik.
xlviii
3. Variabel perancu lainnya seperti : diabetes melitus, penyakit hati kronis, critical illness, HIV, Morbus Hansen, keganasan, riwayat paparan toksin, alkohol dan neuropati jebakan akan dieksklusi pada penelitian ini.
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: Kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK.
xlix
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK.
Kadar Asam Urat Serum Normal KASUS Neuropati perifer (+) Kadar Asam Urat Serum Tinggi Penderita PGK Kadar Asam Urat Serum Normal KONTROL Neuropati perifer (-) Kadar Asam Urat Serum Tinggi
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di poliklinik saraf, poliklinik penyakit dalam dan ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, mulai Maret hingga Mei 2016.
l
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu penyakit saraf khususnya sub divisi saraf tepi dan neurofisiologi.
4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1 Populasi Target Populasi target adalah seluruh penderita PGK. 4.4.2 Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah penderita PGK yang menjalani perawatan di RSUP Sanglah Denpasar. 4.4.3 Kriteria Sampel Sampel diambil dari penderita PGK yang menjalani perawatan di RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inkusi dan eksklusi. 4.4.3.1 Kriteria Inklusi Kasus Kriteria inklusi terhadap kasus yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Penderita yang telah terbukti menderita PGK yang ditegakkan oleh dokter bagian Ilmu Penyakit Dalam. 2. Penderita PGK yang mengalami neuropati perifer berdasarkan hasil pemeriksaan elektroneuromiografi. 3. Berumur 40 – 70 tahun. 4. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed-consent dan persetujuan ikut serta dalam penelitian.
li
4.4.3.2 Kriteria Inklusi Kontrol Kriteria inklusi terhadap kontrol yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Penderita yang telah terbukti menderita PGK yang ditegakkan oleh dokter bagian Ilmu Penyakit Dalam. 2. Penderita PGK yang tidak mengalami neuropati perifer berdasarkan hasil pemeriksaan elektroneuromiografi. 3. Berumur 40 - 70 tahun. 4. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed-consent dan persetujuan ikut serta dalam penelitian. 4.4.3.3 Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol 1. Penderita PGK yang menjalani hemodialisis. 2. Penderita PGK dengan LFG < 15 ml/menit/1,73m2. 3. Penderita PGK dengan kadar hemoglobin < 8 mg/dl. 4. Penderita PGK dengan kadar asam urat rendah yaitu < 2,4 mg/dL untuk perempuan dan < 3,4 mg/dL untuk laki-laki. 5. Penderita dengan riwayat DM, penyakit hati kronis. 6. Penderita dengan infeksi HIV, Morbus Hansen. 7. Penderita dengan keganasan. 8. Penderita dengan riwayat paparan toksin termasuk penggunaan alkohol, pestisida, merkuri, organofosfat, dan timbal. 9. Penderita dengan penyakit neuropati jebakan.
lii
4.4.4 Besar Sampel Besar sampel (n) ditetapkan berdasarkan rumus untuk penelitian analitik kategorik berpasangan (Dahlan, 2009) :
dimana : n
: besar sampel
Zα
: deviat baku alfa (α = 5%, Zα = 1,96)
Zβ
: deviat baku beta (β = 20%, Zβ = 0,84)
π
: besarnya diskordan (ketidaksesuaian)
P1-P2 : beda proporsi minimal yang dianggap bermakna
Dari penelitian terdahulu (Darsana, 2014) diketahui informasi proporsi diskordan (π) sebesar 0,46 dan peneliti menetapkan perbedaan proporsi yang dianggap bermakna adalah 40% maka berdasarkan rumus diatas diperoleh besar sampel n1 = n2 = 22,54 ∞ 23 untuk masing-masing kelompok sehingga jumlah sampel keseluruhan berjumlah 46 orang.
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling non random jenis konsekutif yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan ke dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
liii
4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi Variabel 1. Variabel tergantung: neuropati perifer pada penderita PGK 2. Variabel bebas : kadar asam urat serum tinggi 3. Variabel perancu : riwayat DM, penyakit hati kronis, infeksi HIV, Morbus
Hansen,
keganasan,
riwayat
paparan
toksin
termasuk
penggunaan alkohol, penyakit neuropati jebakan. 4.5.2 Definisi Operasional Variabel 1. Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal selama > 3 bulan, yang disebabkan oleh abnormalitas struktural atau fungsional dari ginjal dan atau laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan (National Kidney Foundation, 2002). Pada penelitian ini penyakit ginjal kronik ditegakkan oleh dokter bagian Ilmu Penyakit Dalam dan data diperoleh dari catatan rekam medis. 2. Neuropati perifer pada PGK adalah kelainan atau abnormalitas saraf perifer dapat bersifat motorik atau sensorik atau keduanya yang berhubungan dengan PGK dan ditegakkan melalui pemeriksaan NCS menggunakan alat elektroneuromiografi. Data dipresentasikan dalam skala nominal yaitu ada neuropati perifer dan tidak ada neuropati perifer. Dikatakan ada neuropati perifer apabila terdapat nilai abnormal dari nilai latensi distal, amplitudo dan kecepatan hantar saraf pada > 2 pemeriksaan hantaran saraf sedangkan dikatakan tidak ada neuropati perifer apabila nilai latensi distal, amplitudo dan kecepatan hantar saraf dalam batas normal atau terdapat abnormalitas pada < 2
liv
pemeriksaan hantaran saraf. Hal ini sesuai dengan kriteria neuropati perifer oleh Dyck. Saraf yang diperiksa antara lain nervus median, nervus ulnaris, nervus peroneus, nervus tibialis dan nervus suralis (Lampiran 6) (Dyck, 1988; Aggarwal, 2013). 3. Kadar asam urat serum (AUS) adalah kadar asam urat penderita PGK yang diperiksa di laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah dengan metode enzymatic colorimetric menggunakan alat Synchron CX9 Pro buatan Beckham Coulter Amerika Serikat tahun 2000. Data dipresentasikan dalam skala ordinal yaitu kadar asam urat normal dan kadar asam urat tinggi. Dikatakan kadar asam urat serum normal apabila kadar AUS 2,4-6 mg/dL untuk perempuan dan 3,4-7 mg/dL untuk laki-laki, sedangkan dikatakan kadar asam urat serum tinggi apabila kadar AUS > 6 mg/dL untuk perempuan dan > 7 mg/dL untuk laki-laki (Hayden, 2004). 4. Usia adalah umur penderita pada saat dilakukan wawancara dan pemeriksaan sesuai dengan yang tercatat pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau keterangan keluarga sesuai rekam medis. Usia yang digunakan sebagai kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 40-70 tahun. Data dipresentasikan dalam bentuk mean atau rata-rata. 5. Jenis kelamin: jenis kelamin penderita sesuai dengan KTP dan data dikelompokkan ke dalam skala nominal yaitu laki-laki atau perempuan. 6. Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah laju aliran darah melalui ginjal dihitung dengan mengukur bersihan kreatinin menggunakan persamaan CockcroftGault dengan rumus (Hsu, 2005) :
lv
Bersihan kreatinin = (140-umur) x berat badan x (0,85 jika wanita) 72 x kreatinin serum Variabel umur ditetapkan berdasarkan KTP, berat badan yang ditimbang menggunakan alat pengukur berat badan merek Health Scale SMIC buatan Cina, dan kreatinin serum berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang diambil dari catatan rekam medis. Data dipresentasikan dalam skala ordinal yaitu LFG 15-29 ml/menit/1,73m2 sesuai dengan penurunan LFG berat dan LFG > 30 ml/menit/1,73m2 sesuai dengan penurunan LFG ringan sedang (MacGregor, 2006). 7. Anemia pada PGK adalah menurunnya kadar Hb sesuai dengan ketentuan NKF-K/DOQI yaitu Hb <12 g/dL pada laki-laki dan Hb < 11 g/dL pada perempuan (Levey dan Coresh, 2002). Data diambil dari catatan rekam medis. Data dipresentasikan dalam skala nominal yaitu ada anemia dan tidak ada anemia. 8. Hemodialisis adalah suatu tindakan menghilangkan produk sampah dan cairan berlebihan dari darah saat ginjal sudah tidak berfungsi secara efisien lagi. Darah dikeluarkan secara intravena secara terus menerus bersirkulasi melalui mesin HD (dialyzer) dan kembali ke dalam tubuh melalui pembuluh darah selama proses pengeluaran tersebut (Risqallah, 2006). 9. Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan keluhan poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu atau 2 jam setelah TTGO > 200 mg/dl atau adanya gejala klasik disertai
lvi
pemeriksaan glukosa darah puasa > 126 mg/dL (PERKENI, 2015). Data diperoleh melalui wawancara dan catatan rekam medis pasien. 10. Penyakit hati kronis didefinisikan sebagai suatu kondisi medis yang ditandai dengan kerusakan jaringan hati yang bertahap seiring dengan perjalanan penyakit, yang dapat menyebabkan fibrosis dan sirosis hati, ditandai dengan rasio SGOT/SGPT lebih dari 2 (Cohen dan Kaplan, 1979). Data diperoleh melalui wawancara dan catatan rekam medis pasien. 11. Penderita HIV/AIDS adalah penderita dengan gejala klinis infeksi HIV/AIDS dan hasil pemeriksaan serologis HIV menunjukkan hasil positif. Data diperoleh dari wawancara dan catatan rekam medis pasien. 12. Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae, yang menyerang saraf tepi. Data diperoleh dari wawancara dan catatan rekam medis pasien. 13. Neuropati karena keganasan adalah penderita dengan keganasan yang dapat menyebabkan neuropati. Ditentukan berdasarkan anamnesis dan catatan rekam medis pasien. 14. Paparan toksin adalah penderita dengan riwayat paparan toksin, termasuk paparan bahan yang mengandung pestisida, merkuri, organofosfat, dan timbal setiap hari selama 2 bulan secara terus menerus (Siswanto, 1991) dan disertai gejala neuropati perifer. Data diperoleh dari wawancara dan catatan rekam medis pasien. 15. Paparan alkohol adalah subyek yang minum minuman mengandung alkohol > 1 gelas/hari untuk perempuan dan > 2 gelas/hari untuk laki-laki secara regular
lvii
selama lebih dari 1 tahun terakhir (Van Horn, dkk., 2010). Data diperoleh dari wawancara dan catatan rekam medis pasien. 16. Neuropati jebakan seperti carpal tunnel syndrome dan atau cervical root syndrome ditentukan berdasarkan klinis, wawancara dan catatan rekam medis pasien.
4.6 Instrumen Penelitian Data primer diperoleh dari penderita melalui wawancara aktif menggunakan lembar pengumpulan data yang digunakan untuk mencatat data dasar karakteristik penderita dari catatan medis. Alat diagnostik yang digunakan untuk menunjang diagnosis suatu neuropati perifer adalah elektroneuromiografi yang terdapat di poliklinik saraf RSUP Sanglah merek Natus-Dantec dengan tipe Keypoint Focus 6 Ch + EP PC. Kadar asam urat serum diperiksa di bagian Patologi Klinik, diperiksa dengan metode enzymatic colorimetric dengan alat Synchron CX9 Pro buatan Beckham Coulter, Amerika Serikat tahun 2000. Untuk menghitung laju filtrasi glomerulus, maka dilakukan pengukuran berat badan pasien menggunakan alat pengukur berat badan di poliklinik saraf RSUP Sanglah dengan merek Health Scale SMIC buatan Cina.
4.7 Prosedur dan Alur Penelitian Penderita PGK yang datang ke RSUP Sanglah dan memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai sampel secara consecutive sampling, dilakukan inform consent, dan bila setuju kemudian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
lviii
pemeriksaan NCS. Hasil NCS tersebut menunjukkan pasien mengalami neuropati perifer atau tidak. Setelah itu pasien akan dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 2-3 cc menggunakan jarum suntik standar ukuran 20G oleh peneliti untuk kemudian dilakukan pemeriksaan kadar asam urat serum di laboratorium. Karakteristik lain seperti hasil-hasil laboratorium dan lain-lain ditelusuri dari rekam medis. Data-data yang diperoleh selanjutnya akan dilakukan pengolahan data serta analisis statistik.
Penderita PGK yang datang ke RSUP Sanglah Inklusi
Eksklusi Sampel
Pemeriksaan nerve conduction study di Poliklinik Saraf Pemeriksaan kadar asam urat di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah
Neuropati perifer (+)
Kadar AUS Tinggi
Neuropati perifer (-)
Kadar AUS Normal
Kadar AUS Tinggi
Analisis Data
Gambar 4.2 Alur Penelitian
lix
Kadar AUS Normal
4.8 Analisis Data Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan bantuan program SPSS versi 20. Analisis dan penyajian data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik dasar subyek penelitian pada masing-masing kelompok. 2. Analisis bivariat untuk membandingkan rerata usia subyek penelitian dan lama menderita PGK berskala numerik pada kelompok kasus dan kontrol menggunakan uji student t berpasangan bila data tersebar normal atau uji Wilcoxon bila data tersebar tidak normal. Tingkat kemaknaan dengan nilai p<0,05. 3. Analisis bivariat untuk uji hipotesis komparatif katagorik berpasangan dengan menggunakan uji McNemar untuk variabel kadar asam urat serum, laju filtrasi glomerulus, anemia dan IMT dengan kemaknaan secara statistik ditentukan berdasarkan nilai p, dinyatakan bermakna bila p<0,05. Apabila didapatkan lebih dari satu variabel yang memiliki kemaknaan secara statistik akan dilanjutkan dengan uji regresi logistik. Uji regresi logistik ini dinyatakan memiliki kemaknaan secara statistik berdasarkan nilai p<0,05 dan ukuran kekuatan diketahui dengan nilai odd rasio (OR).
lx
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai bulan Mei 2016 bertempat di poliklinik saraf, poliklinik penyakit dalam dan ruang rawat inap RSUP Sanglah. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kasus dan kontrol. Sebanyak 46 subyek dengan penyakit ginjal kronik memenuhi kriteria eligibilitas, subyek dengan neuropati perifer dikelompokkan sebagai kasus dan subyek tanpa neuropati perifer sebagai kelompok kontrol. Kedua kelompok dirancang homogen untuk mengurangi bias yang dapat terjadi. Jumlah sampel pada penelitian ini telah memenuhi jumlah sampel minimal berdasarkan perhitungan yaitu sebanyak 23 pasang kasus dan kontrol.
5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian Berdasarkan kategori usia, rerata usia secara keseluruhan (baik kelompok kasus maupun kontrol) adalah 59,06 + 8,78 tahun. Rerata usia kelompok kasus adalah 58,78 + 9,21 tahun, sedangkan kelompok kontrol adalah 59,34 + 8,53 tahun. Umur terendah dan tertinggi pada kedua kelompok adalah sama (40 dan 70 tahun). Rerata usia kedua kelompok tidak berbeda bermakna secara statistik dengan nilai p=0,325 (p>0,05). Berdasarkan kategori jenis kelamin, terdapat 17 pasang subyek laki-laki (73,9%) dan 6 pasang subyek perempuan (26,1%). Seluruh subyek (100%) memiliki status menikah baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Karakteristik dasar subyek penelitian disajikan pada Tabel 5.1.
lxi
Tabel 5.1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian Variabel Umur (tahun) Jenis kelamin laki-laki perempuan Status pernikahan menikah tidak menikah Pendidikan SD SLTP SLTA Diploma/Sarjana Pekerjaan tidak bekerja wiraswasta pegawai swasta pegawai negeri lain-lain Lama menderita PGK (tahun) IMT < 25 kg/m2 > 25 kg/m2 Kadar asam urat tinggi normal Laju filtrasi glomerulus 15-29 ml/menit/1,73m2 > 30 ml/menit/1,73m2 Anemia ya tidak Tipe neuropati (ENMG) Demielinisasi Aksonal Campuran
Kasus n (%) 58,78 + 9,21
Kontrol n (%) 59,34 + 8,53
17 (73,9) 6 (26,1)
17 (73,9) 6 (26,1)
23 (100) 0 (0)
23 (100) 0 (0)
1 (4,3) 2 (8,7) 10 (43,5) 10 (43,5)
1 (4,3) 1 (4,3) 6 (26,1) 15 (65,2)
12 (52,2) 3 (13,0) 3 (13,0) 3 (13,0) 2 (8,7) 2,66 + 3,26
11 (47,8) 5 (21,7) 2 (8,7) 4 (17,4) 1 (4,3) 2,09 + 2,46
16 (69,6) 7 (30,4)
20 (87) 3 (13)
19 (82,6) 4 (17,4)
10 (43,5) 13 (56,5)
12 (52,2) 11 (47,8)
6 (26,1) 17 (73,9)
10 (43,5) 13 (56,5)
9 (39,1) 14 (60,9)
0 (0) 9 (39,13) 14 (60,87)
-
Seluruh subyek penelitian ini menjalankan pendidikan formal mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, pada kelompok kasus memiliki tingkat
lxii
pendidikan terbanyak SLTA (43,5%) dan Diploma/Sarjana (43,5%) sedangkan pada kelompok kontrol tingkat pendidikan terbanyak adalah Diploma/Sarjana (65,2%). Sebagian besar subyek pada penelitian ini tidak bekerja yaitu 52,2% subyek pada kelompok kasus dan 47,8% pada kelompok kontrol. Rerata lama menderita PGK pada kelompok kasus 2,66 + 3,26 tahun sedangkan pada kelompok kontrol 2,09 + 2,46 tahun. Hasil rerata lama menderita PGK kelompok kasus dan kelompok kontrol secara statistik tidak berbeda bermakna dengan p=0,484 (p>0,05). Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 16 subyek (69,6%) pada kelompok kasus dan 20 subyek (87%) pada kelompok kontrol memiliki IMT < 25 kg/m2. Hasil IMT kelompok kasus dan kelompok kontrol secara statistik tidak berbeda bermakna dengan p=0,219 (p>0,05) sehingga pengaruhnya terhadap kejadian neuropati perifer dapat diabaikan.
Tabel 5.2 Analisis Bivariat Uji T Berpasangan Usia dan Lama Menderita PGK Antara Kelompok Kasus dan Kontrol Karakteristik Subyek Usia (tahun) Lama mendeita PGK (tahun)
Kasus 58,78 + 9,21 2,66 + 3,26
Kontrol 59,34 + 8,53 2,09 + 2,46
P 0,325 0,484
Tabel 5.3 Analisis Bivariat Uji McNemar Indeks Massa Tubuh Antara Kelompok Kasus dan Kontrol
< 25 kg/m2 Kasus > 25 kg/m2 Total
Kontrol < 25 kg/m2 > 25 kg/m2 15 1 5 2 20 3
lxiii
Total
OR (IK 95%)
p
16 7 23
6,0 (0,443-81,196)
0,219
Sebanyak 19 subyek (82,6%) dari kelompok kasus memiliki kadar asam urat tinggi sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 10 subyek (43,5%) dengan kadar asam urat tinggi. Subyek pada kelompok kasus dengan laju filtrasi glomerulus > 30 ml/menit/1,73m2 sebanyak 11 subyek (47,8%) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 17 subyek (73,9%). Sebanyak 10 subyek (43,5%) pada kelompok kasus dan 9 subyek (39,1%) mengalami anemia. Pada kelompok kasus didapatkan kelainan pada hasil pemeriksaan elektroneuromiografi dengan tipe yang berbeda. Dari 23 subyek (100%) kelompok kasus didapatkan 14 subyek (60,87%) dengan polineuropati tipe campuran, 9 subyek (39,13%) dengan tipe aksonal dan tidak ada subyek yang mengalami tipe demielinisasi.
5.2 Hubungan antara Kadar Asam Urat Serum dan Variabel Perancu Lainnya dengan Kejadian Neuropati Perifer Uji hipotesis McNemar digunakan untuk analisis bivariat hubungan antara kadar asam urat serum, laju filtrasi glomerulus (LFG) dan kondisi anemia sebagai faktor risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita penyakit ginjal kronik. Hasil uji statistik akan didapatkan nilai odds ratio (OR) dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Kemaknaan penelitian ini ditetapkan pada nilai probabilitas (p)<0,05. Hasil analisis bivariat yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya variabel kadar asam urat serum yang memiliki kemaknaan secara statistik, dengan nilai p=0,012 (p<0,05), kekuatan hubungan antara kadar asam urat serum dengan neuropati perifer dinilai dengan odds ratio (OR), dengan nilai OR=2,7 (0,236-
lxiv
30,846) pada interval kepercayaan (IK) 95%. Hasil analisis statistik disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Analisis Bivariat Uji McNemar Kadar Asam Urat Serum Antara Kelompok Kasus dan Kontrol
Kasus
Tinggi Normal Total
Kontrol Tinggi Normal 9 10 1 3 10 13
Total
OR (IK 95%)
p
19 4 23
2,7 (0,236-30,846)
0,012
Laju filtrasi glomerulus dan kondisi anemia juga dianalisis bivariat menggunakan uji McNemar. Laju filtrasi glomerulus dibagi menjadi skala ordinal, menjadi LFG 15-29 ml/menit/1,73m2 sesuai dengan penurunan LFG berat dan LFG > 30 ml/menit/1,73m2 sesuai dengan penurunan LFG ringan sedang. Hasil uji statistik terhadap laju filtrasi glomerulus pada kelompok kasus dan kontrol didapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna secara statistik dengan nilai p=0,180 (p>0,05).
Tabel 5.5. Analisis Bivariat Uji McNemar Laju Filtrasi Glomerulus Antara Kelompok Kasus dan Kontrol
Kasus
berat ringan sedang Total
Kontrol berat ringan sedang 2 10 4 7 6 17
lxv
Total
OR (IK 95%)
p
12 11 23
0,350 (0,050-2,467)
0,180
Uji statistik variabel anemia antara kelompok kasus dan kontrol juga tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik dengan nilai p=1 (p>0,05). Oleh karena kedua variabel tersebut mendapatkan hasil tidak bermakna secara statistik maka tidak dilanjutkan dengan analisis multivariat.
Tabel 5.6. Analisis Bivariat Uji McNemar Anemia Antara Kelompok Kasus dan Kontrol
Kasus
Ya Tidak Total
Ya 5 4 9
Kontrol Tidak 5 9 14
lxvi
Total
OR (IK 95%)
p
10 13 23
2,250 (0,407-12,439)
1,00
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Demografi Subyek Penelitian Pada penelitian ini didapatkan subyek penelitian dengan rerata usia 59,06 + 8,78 tahun, rerata pada kelompok kasus adalah 58,78 + 9,21 tahun, sedangkan kelompok kontrol adalah 59,34 + 8,53 tahun. Berdasarkan karakteristik subyek pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ogura dkk (2001) dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 70 orang dengan rerata usia 61,4 tahun. Penelitian oleh Kamelia (2012) memperoleh hasil penelitian dengan rerata usia 51,57 + 13,39 tahun. Penelitian Aggarwal (2013) pada pasien PGK yang belum menjalani dialisis dengan usia antara 19-74 tahun mendapat rerata usia sebesar 48,66 + 13,07 tahun. Laporan tahunan Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) pada tahun 2006, memperkirakan jumlah penderita PGK di Indonesia sebanyak 150 ribu pasien. Dari jumlah total pasien tersebut, 21% berusia 15-34 tahun, 49% berusia 35-55 tahun, dan 30% berusia diatas 56 tahun (Kusumo, 2010). Pada penelitian ini didapatkan rerata usia yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia 35-55 tahun, hal ini terjadi karena penelitian ini membatasi usia subyek penelitian antara 40-70 tahun sehingga rerata usia yang diperoleh lebih besar. Selain itu untuk menghilangkan pengaruh usia terhadap kejadian neuropati perifer, maka pada penelitian ini dilakukan proses matching antara kelompok kasus dan kontrol terhadap katagori usia sehingga pengaruh usia terhadap
lxvii
kejadian neuropati perifer pada penderita PGK dapat diabaikan pada penelitian ini. Sebanyak 17 pasang sampel (73,9%) pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki, hasil ini serupa dengan hasil penelitian oleh Babu (2015) yang mendapatkan 75% subyek laki-laki dengan PGK. Penelitian yang dilakukan Kamelia (2012) memiliki hasil dengan subyek penelitian dominan dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 55,80%. Penelitian oleh Aggarwal (2013) juga didapatkan 68% subyek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki. Polineuropati pada PGK lebih sering ditemui pada laki-laki daripada wanita. Nielsen (1973) melaporkan rasio laki-laki yang menderita neuropati perifer pada PGK terhadap perempuan adalah 60 : 49 dari 109 subyek penelitiannya sedangkan penelitian oleh Babu (2015) didapatkan rasio laki-laki dan wanita dengan PGK yang mengalami neuropati perifer sebesar 3:1. Untuk menghilangkan pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian neuropati perifer maka pada penelitian ini dilakukan matching antara kasus dan kontrol terhadap katagori jenis kelamin. Beberapa studi meneliti pengaruh indeks massa tubuh (IMT) terhadap elektrofisiologi NCS dan mendapatkan hubungan antara IMT dengan KHS. Abnormalitas saraf motorik dan sensoris pada ekstermitas superior dan inferior sesuai dengan penambahan IMT. Berat badan mempengaruhi terutama amplitudo saraf sensoris karena kedalaman saraf sensoris dari permukaan kulit tergantung dari berat badan (Laaksonen, 2002; Awang, 2006). Pada penelitian ini didapatkan hasil IMT kelompok kasus dan kelompok kontrol secara statistik tidak berbeda
lxviii
bermakna dengan p=0,219 (p>0,05) sehingga pengaruhnya terhadap kejadian neuropati perifer dapat diabaikan. Penelitian oleh Kamelia (2012) menunjukkan bahwa tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik antara lama menderita PGK dengan kejadian neuropati perifer. Pada penelitian ini mendapatkan hasil yang serupa dengan penelitian tersebut yaitu tidak ada perbedaan bermakna rerata lama menderita PGK antara kelompok kasus dan kelompok kontrol dengan nilai p=0,48 (p>0,05) yang artinya rerata lama menderita PGK pada kelompok kasus dan kontrol tidak berbeda bermakna.
6.2 Hubungan antara Kadar Asam Urat Serum dan Variabel Perancu Lainnya dengan Kejadian Neuropati Perifer Pada penelitian ini hasil analisis bivariat variabel kadar asam urat serum terhadap kejadian neuropati perifer pada penderita PGK memiliki kemaknaan secara statistik, dengan nilai p=0,012 (p<0,05) dan nilai OR=2,7 (0,236-30,846) yang artinya penderita PGK dengan kadar asam urat serum tinggi memiliki risiko 2,7 kali lebih tinggi untuk mengalami kejadian neuropati perifer dibandingkan dengan penderita PGK yang memiliki kadar asam urat normal. Penelitian ini serupa dengan penelitian oleh Papanas (2011) dan Darsana (2014) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi kadar asam urat serum maka kemungkinan mengalami neuropati perifer akan semakin tinggi, namun populasi pada penelitian ini adalah pada penderita diabetes mellitus.
lxix
Pada penderita PGK risiko peningkatan kadar asam urat serum akan semakin tinggi oleh karena penurunan filtrasi glomerulus, ekskresi tubulus atau peningkatan reabsorbsi. Peningkatan kadar asam urat serum berperan dalam disfungsi endotel dan peningkatan stres oksidatif dalam glomerulus dan tubulus interstitium dan berhubungan dengan peningkatan remodeling fibrosis dari ginjal serta
merupakan
pro-aterosklerotik
dan
proinflamasi.
Glomerulus
juga
dipengaruhi oleh asam urat yaitu pada endotel glomerulus yang menyebabkan disfungsi endotel oleh karena stres oksidatif. Kadar asam urat serum tinggi juga berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi dan kerusakan endotel vaskuler melalui peningkatan reaksi stres oksidasi. Progresivitas disfungsi endotel vaskular dan proses inflamasi akan menimbulkan hipoksia saraf. Kerusakan struktural dan fisiologis saraf perifer ditandai dengan munculnya tanda klinis neuropati dan perubahan abnormal elektrofisiologis (Hayden, 2004). Laju filtrasi glomerulus kelompok kasus dan kontrol pada penelitian ini mendapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna secara statistik dengan nilai p=0,180 (p>0,05). Hasil yang didapatkan pada penelitian ini berbeda dengan penelitian Kamelia (2012), yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara LFG dengan kejadian neuropati perifer pada penderita PGK yaitu semakin menurun LFG maka semakin besar kemungkinan pasien PGK menderita neuropati perifer. Hasil yang berbeda ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan metode penelitian. Pada penelitian Kamelia (2012) subyek yang digunakan tidak dibatasi nilai laju filtrasi glomerulusnya, namun pada penelitian ini membatasi subyek penelitian dengan mengeksklusi subyek dengan LFG <15
lxx
ml/menit/1,73m2 dan atau subyek yang menjalani dialisis. Hal ini dilakukan karena berdasarkan penelitian oleh Kamelia (2012) dan Babu dkk (2015) yang menyebutkan bahwa status dialisis dan subyek dengan LFG <15 ml/menit/1,73m2 juga berkorelasi dengan kejadian neuropati perifer pada penderita PGK. Demikian pula halnya dengan hasil uji statistik variabel anemia antara kelompok kasus dan kontrol pada penelitian ini juga tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik dengan nilai p=1 (p>0,05). Hasil ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Kamelia (2012) yang menunjukkan bahwa kadar Hb tidak berkorelasi dengan kejadian neuropati perifer pada penderita PGK. Namun hal yang berbeda didapatkan pada penelitian Ibrahim (2007) yang menunjukkan hasil adanya korelasi negatif yang bermakna antara kadar Hb dengan tingkat berat ringannya kelainan neuropati yang terjadi pada penderita PGK. Kondisi anemia pada penderita PGK dapat terjadi akibat berbagai macam penyebab, diantaranya insufisiensi produksi eritropoetin sehingga tidak dapat menjaga kadar Hb yang normal (sekitar 12 g/dL), selain itu terdapat kondisi lain yang ikut berperan terhadap terjadinya anemia adalah defisiensi besi, asam folat atau vitamin B12, inflamasi kronik, racun metabolik yang menghambat eritropoesis (Seguchi dkk, 1992). Penurunan kadar Hb diduga berhubungan dengan perubahan metabolisme mitokondria dan hantaran oksigen yang abnormal pada mikrosirkulasi menuju mitokondria sehingga menurunkan capillary/fiber ratio pada mikrosirkulasi perifer (Brouns dan DeDeyn, 2004).
lxxi
6.3 Kelemahan dan Kekuatan Penelitian Kelemahan penelitian ini adalah penelitian ini tidak dapat menentukan durasi peningkatan kadar asam urat serum yang dapat menimbulkan kejadian neuropati perifer pada penderita PGK. Selain itu penelitian ini juga tidak dapat menentukan kadar asam urat serum minimal yang mampu menyebabkan kerusakan saraf perifer. Namun berdasarkan penelitian dari Hayden (2004), dapat diperoleh data bahwa kadar asam urat serum > 7 mg/dl untuk laki-laki dan > 6 mg/dl untuk perempuan merupakan kadar asam urat yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Kekuatan penelitian ini adalah telah dilakukan proses matching terhadap beberapa variabel perancu yang pada penelitian sebelumnya diketahui bermakna secara statistik sebagai faktor risiko kejadian neuropati perifer pada penderita PGK. Penilaian neuropati perifer pada penderita PGK telah menggunakan alat elektroneuromiografi yang dianggap sebagai pemeriksaan standar baku emas dalam mendiagnosis neuropati perifer pada penderita PGK (Krishnan dan Kiernan, 2009). Penggunaan alat elektroneuromiografi ini cukup penting oleh karena dapat menentukan adanya kelainan neuropati perifer lebih baik dibandingkan dengan alat penapis neuropati perifer lainnya, dimana terdapat pasien-pasien yang belum menunjukkan gejala klinis namun sudah terdapat kelainan pada pemeriksaan nerve conduction study. Saran untuk penelitian lanjutan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan penelitian intervensi untuk melihat efek penurunan kadar asam urat serum dengan obat penurun asam urat terhadap perbaikan klinis neuropati perifer pada penderita
lxxii
PGK. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini mendukung kesimpulan bahwa kadar asam urat serum tinggi meningkatkan terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK.
lxxiii
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan simpulan bahwa kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer sebesar 2,7 kali pada penderita PGK.
7.2 Saran Sebagai saran dari hasil penelitian ini: 1. Klinisi dapat melakukan pemeriksaan kadar asam urat serum untuk meramalkan kemungkinan terjadinya komplikasi neuropati perifer dan melakukan intervensi terhadap peningkatan kadar asam urat serum > 7 mg/dl untuk laki-laki dan > 6 mg/dl untuk perempuan sehingga diharapkan dapat mengurangi risiko kejadian neuropati perifer pada penderita PGK. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan kohort dan jumlah sampel lebih banyak untuk memperoleh kekuatan hubungan yang lebih besar dengan presisi lebih sempit serta mengetahui durasi peningkatan kadar asam urat serum yang dapat menyebabkan neuropati perifer pada penderita PGK.
lxxiv
DAFTAR PUSTAKA
Agamanolis, Dimitri P. 2015. Neuropathology, Peripheral Nerve Pathology Chapter 12. [cited 2016 Jan. 10]. Available from: URL: http:// neuropathology web.org/chapter12/chapter12Neuropathy.html. Aggarwal, Hari; Sood, Sushma; Jaim, Deepak; Kaverappa, Vipin; Yadav, Sachin. 2013. Evaluation of Spectrum of Peripheral Neuropathy in Predialysis Patients with Chronic Kidney Disease. Ren Fail 35(10): 1323–1329. Ames, B.N., Cathcart, R., Schwiers, E., Hochstein, P. 1981. Uric Acid Provides an Antioxidant Defense In Humans Against Oxidant And Radical-caused Aging And Cancer= A Hypothesis. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A; 78(11): 6858-6862. Arminoff, M. 2008. Neurology and General Medicine. Philadelphia; Churchill Livingstone Elsevier. Awang, MS., Abdullah, JM., Abdullah, MR., Tharakan, T., Prasad, A., Husin, ZA., Munawir , AM.,Hussin., Tahir, A., Razak, SA. 2006. Nerve Conduction Study Among Healthy Malays. The Influence of Age, Height and Body Mass Index on Median, Ulnar, Common Peroneal and Sural Nerves. Malays J Med Sci;13(2):19-23. Babu, Madhusudhana; Kiran, Ravi, Ravindra, Kavuru et al. 2015. Clinical Manifestation and Prevalence of Peripheral Neuropathy And Nerve Dysfunction In Patients With Chronic Kidney Disease. Int J Res Med Sci 3(2):451-455 Baker, J.F., Schumacher, H.R., Krishnan, E. 2007. Serum Uric Acid Level and Risk for Peripheral Arterial Disease: Analysis of Data from The Multiple Risk Factor Intervention Trial. Angiology; 58(4): 450-457. Broun, R. dan De Deyn, P.P. 2004. Neurological Complications In Renal Failure: A Review. Clin Neurol Neurosurg;107(1):1-16. Capasso, G., Jaeger, P., Robertson, W.C., Unwin, R.J. 2005. Uric Acid and The Kidney: Urate Transport, Stone Disease and Progressive Renal Failure. Curr Pharm,11: 4153-4159. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2014. National Chronic Kidney Disease Fact Sheet: General Information and National Estimates on Chronic Kidney Disease in the United States, 2014. Atlanta: US
lxxv
Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention. Cohen, Jerold A., Kaplan, Marshall M. 1979. The SGOT/SGPT Ratio - An Indicator of Alcoholic Liver Disease. Digestive Disease and Sciences 24(11): 835-8. Corry, D.B., Eslami, P., Yamamoto, K., Nyby, M.D., Makino, H., Tuck, M.L. 2008. Uric Acid Stimulates Vascular Smooth Muscle Cell Proliferation And Oxidative Stress Via The Vascular Renin-Angiotensin System. J. Hypertensi; 26(2): 269-275. Couser, W.G., dkk. 2011. The Contribution of Chronic Kidney Disease to The Global Burden of Major on Communicable Diseases. Kidney International advance online publication [cited 2015 Sept.25]. Available from: URL: http://www.nature.com/ki/journal/v80/n12/full/ki2011368a.html. Culleton, B.F., Larson, M.G., Kannel, W.B., Levy, D. 2006, Serum Uric Acid and Risk for Cardiovascular Disease and Death. The Framingham Heart Study. Ann Intern Med; 131:7-13. Dahlan, S.M. 2009. Hipotesis Koelatif. Dalam: Dewi, I.J., Editor. Statistik untuk Kedoktean dan Kesehatan, Edisi ke-4. Jaarta. Salemba Medika. 155-174. Darsana, I Nyoman. 2014. “Korelasi Positif Kadar Asam Urat Serum Tinggi Dengan Neuropati Diabetik Perifer Pada Penderita DM Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar”(tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Dhondt, Annemieke; Vanholder, Raymond; Van Biesen; Lameire, Nobert. 2000. The Removal of Uremic Toxins. Kidney International 58; S47–S59. Duranton,F; Cohen, G; De Smet R; Rodriguez, M; Jankowski, J; Vanholder, R; Argiles, A. 2012. Normal and Pathologic Concentrations of Uremic Toxins. J Am Soc Nephrol 23(7):1258-70. Dyck,PJ. 1988. Detection, Characterization, and Staging of Polyneuropathy: Assessed in Diabetics. Muscle Nerve (11):21-32. Edwards, N.L. 2009. The Role of Hyperuricemia in Vascular Disorders. Curr Opin Rheumatol; 21(2): 132-137. Fang, J., Alderman, M.H. 2000. Serum Uric Acid And Cardiovascular Mortality: The NHANES I Epidemiologic Follow-up Study, 1971–1992. National Health And Nutrition Examination Survey. JAMA; 283(18): 2404-2410.
lxxvi
Garcia, Julio; Zapata-Escalona, Julio; et al. 2013. Diagnostic Neuropathology volume 2. Springer Science and Business Media. Gersch, C., Palii, S.P., Kim, K.M., Angerhofer, A., Johnson, R.J., Henderson, G.N. 2008. Inactivation of Nitric Oxide by Uric Acid. Nucleosides Nucleotides Nucleic Acids; 27(8): 967-978. Gray, Max. 2015. What is The Normal Level of Uric Acid in a Human Body. [cited 2015 Sept.25]. Available from: URL: http://health.onehowto.com/ article/what-is-the-normal-level-of-uric-acid-in-a-humanbody1090.html#ixzz407 TIxf9p Hare, Joshua M., Johnson, Richard J. 2003. Uric Acid Predicts Clinical Outcomes in Heart Failure. Circulation (107): 1951-1953. Hayden, Melvin; Tyagi, Suresh C. 2004. Uric Acid: A New Look At An Old Risk Marker For Cardiovascular Disease, Metabolic Syndrome, and Type 2 Diabetes Mellitus: The Urate Redox Shuttle. Nutr Metab (1): 10. Hediger, M.A., Johnson, R.J., Miyazaki, H., Endou, H. 2005. Molecular Physiology of Urate Transport. Physiology, 20: 125–133. Herskovitz, S.,Scelsa, S., Schaumburg, H. 2010. Peripheral Neuropathies In Clinical Practice. Oxford: Oxford University Press.p.3-23. Hsu, C. 2005. Clinical Evaluation of Kidney Injury. In: Greenberg, A., editor. Primary on Kidney Disease. 4th Ed. Philadelphia: Elsevier-Sanuders.p.2025. Ibrahim, L. 2007. Evaluation of The Clinical and Neurophysiologic Parameters of Peripheral Nerve Functions in Uremic Egyptian Patients. Egypt J. Neurol. Psychiat. Neurosurg;44(2):473-487. Johnson, R.J., Kang, D.H., Feig, D., Kivlighn, S., Kannelis, J., Watanabe, S., Tuttle, K.R. 2003. Is there a Pathogenetic Role for Uric Acid in Hypertension and Cardiovascular and Renal Disease?. Hypertension, 41: 1183-1190. Johnson, R.J., Nakagawa, T., Jalal, D., Sanchez-Lozada, L.G., Kang, D.H., Ritz, E. 2013. Uric Acid and Chronic Kidney Disease Which Is Chasing Which?. Nephrol Dial Transplant, 28: 2221-8. Kamelia, Luh Putu Lina. 2012. “Korelasi Laju Filtrasi Glomerulus Dengan Polineuropati Perifer Pada Penyakit Ginjal Kronik”(tesis). Denpasar. Universitas Udayana.
lxxvii
Krishnan, A.V., Phoon, R., Pussell, B., et al. 2005. Altered Motor Nerve Excitability in End-Stage Kidney Disease. Brain;128:2164–2174. Krishnan, A.V, Kiernan, M. 2009. Neurological Complications of Chronic Kidney Disease. Nat. Rev. Neurol. 5, 542–551. Kusumo, A.W. 2010. “Perbedaan Penyebab Gagal Ginjal antara usia tua dan Muda pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Moewardi”(tesis). Surakarta: Universitas Muhammadiyah. Laaksonen,S., Metsarinne,K., Voipio-Pulki,L., Falck,B. 2002. Neurophysiologic Parameter and Symptoms in Chronic Renal Failure. Muscle & Nerve; 25: 884-890. Latov, N. 2007. Peripheral Neuropathy: When the Numbness, Weakness, and Pain Won’t Stop. New York : American Academy of Neurology Press. Levey, A.S., Coresh, J. 2002. Clinical Clinic Guidline for Chronic Kidney Disease : Evaluation, Classification, and Stratification NKF/DOQI. New York: National Kidney Foundation. Inc.p.180-185. Liu, B, Wang, T., Zhao, H.N., Yue, W.W., et al. 2011. The prevalence of hyperuricemia in China: a meta-analysis; B.et al. BMC Public Health. [cited 2016 Jan. 10]. Available from: URL:http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/ 832. MacGregor, MS; Boag, DE; Innes, A. 2006. Chronic Kidney Disease: Evolving Strategies For Detection And Management of Impaired Renal Function. Q.J. Med 99: 365-375. McCrudden, Francis H. 2000. Uric Acid. Penerjemah Suseno Akbar. Yogyakarta : Salemba Medika. Mustafa, M. dan El Tayeb, M. 2004. The Effect of Daily Hemodialysis on Uremic Peripheral Neuropathy. Egypt J. Neurol. Psychiat. Neurosurg; 41(1): 30312. National Kidney Foundation. 2002. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. Am J Kidney Dis 39:1-266. Nielsen, V.K. 1973. The Peripheral Nerve Function in Chronic Renal Failure. V. Sensory and Motor Conduction Velocity. Acta Med Scand; 194: 445-454.
lxxviii
Nolan, C.R. 2005. Strategies for Improving Long-Term Survival in Patients with ESRD. J Am Soc Nephrol 16: 120–127. Ogura, T., Makinodan, A., Kubo, T., Hayashida, T., Hirasawa, Y. 2001. Electrophysiological Course of Uremic Neuropathy in Haemodialysis Patients. Postgrad Med J; 77: 451–454. Oh, S.J. 2003. Clinical Electromyography : Nerve Conduction Study. 3rd Ed. Philadelphia: Lippincont William and Wilkins. Palmer , B., Henrich, W. 2007. Uremic Mononeuropathies. [cited 2016 Jan. 5]. Available from: URL:http://www.uptodate.com/contents/uremicmononeuro pathy. Pan, Y. 2009. Uremic Neuropathy. [cited 2016 Jan. 5]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1175425. Papanas, N., Papatheodorou, K., Papazoglou, D., Monastiriotis, C., Christakidis, D., Maltezos, E. 2011. Peripheral Neuropathy is Associated With Increased Serum Levels of Uric Acid in Type 2 Diabetes Mellitus Exp. Angiology; 62(4): 291-295. Pasalic, Daria., Marinkovic, Natalija., Feher-Turkovic, Lana. 2012. Uric Acid As One Of The Important Factors In Multifactorial Disorders – Facts and Controversies. Biochemia Medica 22(1):63–75. Perazella, M. dan Reilly, R.F. 2003. Chronic Kidney Disease : A New Classification and Staging. Hospital Physician; 18-22. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB PERKENI. Jakarta Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). 2012. Program Indonesian Renal Registry 5th Report Of Indonesian Renal Registry [cited 2016 Jan. 5]. Available from: URL: http://www.pernefriinasn.org/Laporan/5th%20Annual %20Report%20Of%20IRR%202012.pdf. Preston, David C. 2013. Electromyography and Neuromuscular Disorder: Clinical-Electrophysiologic Correlations Third Edition. London: Elsevier Saunder. Qasi, Y., and Lohr, J.W. 2005. Hyperuricemia. e-Medicine. [Online],[cited 2013 March 12]. Available from: http:/www.emedicine.com/med/topic1112.htm.
lxxix
Ramirez, B.V., Gomez, P.A.B. 2012. Uremic Neuropathy: A Review. International Journal of Genetics and Molecular Biology; 3(11): 155-160. Risqallah, A.M.A. 2006. “Adequacy of Hemodialysis among End –Stage Renal Disease Patients at Al- Watani Hospital” (tesis). Palestine: An-Najah National University. Rizzo, M.A., dkk. 2012. Neurological Complications of Hemodialysis: State of The Art. JNEPHROL; 25 (Suppl.2): 170-182. Seguchi, C., Shima, T., Misaki, M., Takarada, Y., Okazaki, T. 1992. Serum Erythropoietin Concentration and Iron Status in Patients on Chronic Hemodialysis. Clin.Chem; 38(2):199-203. Siswanto, A. 1991. Toksikologi Industri. Surabaya: Balai Hiperkes Dan Keselamatan Depnaker Jatim: 1-30. Sumari, Elni. 2015. Metabolisme Purin Pirimidin. [cited 2016 Jan. 10]. Available from: URL: http://stikeskotasukabumi.wordpress.com Tandi, M., dkk. 2014. Hubungan Antara Derajat Penyakit Ginjal Kronik dengan Nilai Agregasi Trombosit Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM) 2 (2): 509-13. Van Horn, L., Fukagawa, N.K., Achterberg, C., Appel, L.J., Clemens, R.A., Nelson, M.E., Pearson, T.A., Rimm, E.B., Slavin, J.L., Williams, C.L. 2010. Dietary Guidelines for Americans 2010. Washington DC: U.S. Departement of Agriculture Economic Research Service. p.30-1. Vanholder, R., Van Laecke, S., Glorieux, G. 2008. What is New in Uremic Toxicity?. Pediatr Nephrol; 23:1211–1221. Waring, W.S., Webb, D.J., Maxwell, S.R.J. 2000. Uric Acid as a Factor for Cardiovascular Disease. Q J Med, 93: 707-713. Warner, D.S., Sheng, H., Batinic-Haberle, I. 2004. Oxidants, Antioxidant and the Ischemic Brain, Review. The Journal of Experimental Biology, 207:32213231. Weisberg, LA., dkk. 1996. Essentials of Clinical Neurology: Neurologic Complication of Systemic Disease. Third Edition. New Orleans: Mosby.p.22-32. Wijdicks, E. 2002. Neurologic Complication of Critical Illness. 2nd Ed. New York: Oxford University Press.
lxxx
Zharikov, S., Karina, K., Richard, J., Chris, B., Edward, R. 2007. Uric Acid Reduces Nitrioxide (NO) Bioavailability in Endotelial Cells by Activating the L-Arginine/Arginase Pathway. The FASEB Journal; 21: 745-751. Lampiran 1
Keterangan Kelaikan Etik
lxxxi
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari RSUP Sanglah
lxxxii
Lampiran 3
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Kami mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara dalam penelitian ilmiah yang dilaksanakan oleh dr. Priska Widiastuti Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar asam urat serum tinggi sebagai faktor risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita penyakit ginjal kronik. Secara keseluruhan, 46 penderita penyakit ginjal kronik RSUP Sanglah Denpasar termasuk Bapak/Ibu/Saudara akan berperan serta dalam penelitian ini. Sebelum Bapak/Ibu/Saudara memutuskan akan ikut serta berpartisipasi ataupun tidak dalam penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Saudara dapat memahami informasi mengenai penelitian ini. Bila Bapak/Ibu/Saudara memutuskan untuk berpartisipasi kami harap Bapak/Ibu/Saudara bersedia dilakukan wawancara dan pemeriksaan klinis secara neurologi. Dalam penelitian ini, peneliti atau petugas yang telah dilatih oleh peneliti akan mewawancara dan memeriksa Bapak/Ibu/Saudara secara klinis neurologi terutama menanyakan tentang gejala-gejala neuropati yang bapak/ibu alami, dan juga mengenai penyakit ginjal kronik yang Bapak dan Ibu derita. Selama penelitian Bapak/Ibu/Saudara tidak dikenakan biaya dan tidak ada efek samping dari pemeriksaan klinis yang dilakukan. Data-data dikumpulkan dalam penelitian ini akan disimpan dalam data komputer tanpa nama Bapak/Ibu/Saudara. Hanya peneliti yang mengetahui datadata Bapak/Ibu/Saudara. Hasil penelitian ini mungkin akan dipublikasikan di fórum ilmiah terbatas tanpa menampilkan identitas Bapak/Ibu/Saudara. Sehubungan dengan penelitian ini, bila timbul pertanyaan mengenai penelitian ini harap menghubungi : dr. Priska Widiastuti, nomor telp : 08123024269. Terima kasih atas perhatiannya.
lxxxiii
Lampiran 4
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Pekerjaan
:
Telah membaca dengan seksama keterangan/informasi yang berkenaan dengan penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan saya mengerti dan bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Nama
Tanda tangan
Pasien/Keluarga :...................................................
........................................
Saksi
:...................................................
.........................................
Peneliti
:...................................................
.........................................
lxxxiv
Lampiran 5 LEMBAR PENGUMPULAN DATA KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK Tanggal Waktu Pemeriksa Paraf
NO ID:
No 1 2 3 4
Variabel No. Rekam medis Nama Usia Alamat
5 6
BB/ TB Jenis Kelamin
7
Pendidikan
8
Pekerjaan
9
Status Pernikahan
10 11
ANAMNESIS Diagnosis PGK pertama kali ditegakkan Diagnosis Interna
: : : :
Kode
Jawaban
: : : : : Laki-laki Perempuan Tidak sekolah SD SLTP SLTA Diploma/Sarjana Tidak Bekerja Petani/ Buruh Wiraswasta Pegawai swasta Pegawai Negeri Lain-lain Tidak menikah Menikah : :
lxxxv
(1) (2) (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (1) (2)
12
Riwayat sakit asam urat
13
Keluhan neuropati perifer
14
Riwayat obat-obatan yang pernah digunakan (alkohol, obat-obat ARV, obat kemoterapi, suplemen kreatinin), termasuk riwayat kontak dengan bahan atau zat seperti pestisida, merkuri, organofosfat, timbal : Ya / Tidak Riwayat penyakit sebelumnya : Riwayat penyakit dalam keluarga : PEMERIKSAAN FISIK Tekanan Darah : mmHg RR : x/menit NPRS: o Nadi : x/menit Suhu : C Status Neurologis - Motorik :
15 16 17 18
Tenaga :
-
19
: Ya/ tidak Bila Ya, mulai kapan………………………. :
Tonus :
Trofik :
Refleks tendon Patella : □ Normal □ Menurun Refleks tendon Achilles : □ Normal □ Menurun Gangguan sensibilitas tipe stocking and gloves : □ Ada □ Tidak
LABORATORIUM Hb : GDP: GD2jPP: Na : K:
BUN : Cr : Asam Urat : LFG :
lxxxvi
Lampiran 6 Pemeriksaan Studi Hantaran Saraf/ Nerve Conduction Study CMAP
Latensi Distal
Amplitudo
KHS
Latensi Distal
Amplitudo
KHS
N. Medianus N. Ulnaris N. Tibialis N. Peroneus
SNAP N. Medianus N. Ulnaris N. Suralis
Keterangan: 1. Pemeriksaan NCS dikerjakan pada ekstremitas non dominan. 2. Nilai normal pada masing-masing saraf adalah: CMAP : Variabel N. Medianus N. Ulnaris N. Tibialis N. Peroneus
Latensi (mdet) <4,4 <3,3 <5,8 <6,5
Amplitudo(mV) >4,0 >6,0 >4,0 >2,0
KHS(m/det) >49 >49 >41 >44
SNAP: Variabel N. Medianus N. Ulnaris N. Suralis
Latensi(mdet) <3,5 <3,1 <4,4
Amplitudo(mV) >20 >17 >6
KHS(m/det) >50 >50 >40
Kesimpulan NCS : Polineuropati : Ya / Tidak Tipe Polineuropati : □ Tipe demielinisasi □ Tipe aksonal
lxxxvii
□ Tipe campuran
Lampiran 7 Data Subyek Penelitian Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Inisial Nama NWR BS PEA GKH NS IWB IKS INS IGARJ SGH YSN YBDA INW IWG IBAN NKR INR NKS IKT SS GM IKP INW IKK NNM LYK IWS INW INM IWS RR IGNA MSN IKS NWS IKKY NS WR IDMR AAIR NN
Jenis Kelamin perempuan laki-laki perempuan perempuan perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
65 54 40 68 61 58 50 53 47 47 56 52 64 63 70 70 64 70 61 69 47 55 68 56 59 49 66 68 44 66 70 70 70 61 70 52 67 59 51 59 52
SD Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana SLTP SLTA Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana SLTA Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana SLTA SLTA Diploma/Sarjana SLTA Diploma/Sarjana SLTA SLTA Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana SLTA Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana SLTA SLTP SLTA SLTA Diploma/Sarjana SLTA Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana SLTA Diploma/Sarjana SLTA SLTP Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana
Tidak bekerja Pegawai swasta Pegawai negeri Tidak bekerja Tidak bekerja Pegawai negeri Wiraswasta Tidak bekerja Wiraswasta Pegawai swasta Pegawai negeri Lain-lain Tidak bekerja Tidak bekerja Tidak bekerja Tidak bekerja Tidak bekerja Tidak bekerja Tidak bekerja Tidak bekerja Lain-lain Wiraswasta Tidak bekerja Pegawai negeri Tidak bekerja Lain-lain Tidak bekerja Tidak bekerja Pegawai swasta Tidak bekerja Tidak bekerja Tidak bekerja Wiraswasta Pegawai negeri Tidak bekerja Wirswasta Tidak bekerja Tidak bekerja Wiraswasta Tidak bekerja Pegawai swasta
lxxxviii
Status Pernikahan menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah menikah
42 43 44 45 46
IWK NNB INS IWM GBP
laki-laki perempuan laki-laki laki-laki perempuan
52 60 68 56 40
SLTA SD Diploma/Sarjana Diploma/Sarjana SLTA
Pegawai negeri Wiraswasta Pegawai swasta Pegawai negeri Wiraswasta
menikah menikah menikah menikah menikah
Data Subyek Penelitian (lanjutan) Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Inisial Nama NWR BS PEA GKH NS IWB IKS INS IGARJ SGH YSN YBDA INW IWG IBAN NKR INR NKS IKT SS GM IKP INW IKK NNM LYK IWS INW INM IWS RR IGNA MSN IKS NWS IKKY NS WR IDMR AAIR NN IWK
Stadium PGK 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 2 3 3 4 4 3 3 4 3 2 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3
Anemia Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya
IMT 2
< 25 kg/m < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 > 25 kg/m2 < 25 kg/m2 > 25 kg/m2 > 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 > 25 kg/m2 > 25 kg/m2 < 25 kg/m2 > 25 kg/m2 > 25 kg/m2 > 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 > 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 > 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2
lxxxix
Asam Urat Tinggi Tinggi Normal Tinggi Tinggi Tinggi Normal Tinggi Normal Tinggi Tinggi Tinggi Normal Normal Normal Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Normal Tinggi Tinggi Normal Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Normal Normal Normal Normal Normal Tinggi Tinggi Tinggi Normal Normal
Neuropati (EMG) Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya
Kelompok Kontrol Kontrol Kontrol Kasus Kontrol Kontrol Kasus Kasus Kontrol Kasus Kasus Kasus Kontrol Kontrol Kontrol Kasus Kasus Kasus Kasus Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kontrol Kasus Kasus Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kasus Kontrol Kontrol Kontrol Kasus
43 44 45 46
NNB INS IWM GBP
4 3 4 4
Tidak Tidak Ya Ya
< 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2 < 25 kg/m2
Tinggi Normal Tinggi Normal
Ya Ya Ya Ya
Kasus Kasus Kasus Kasus
Lampiran 8 Hasil Analisis SPSS Usia Statistics N
Valid
46
Missing
0 59.0652 59.5000 70.00 8.78484 77.173 -.414 .350 -.825 .688 40.00 70.00
Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum Descriptives
Statistic Usia_kasus
Mean 95% Confidence Interval for Mean
58.7826 Lower Bound
54.7980
Upper Bound
62.7672
5% Trimmed Mean
59.1739
Median
59.0000
Variance
1.92133
84.905
Std. Deviation
Usia_kontrol
Std. Error
9.21440
Minimum
40.00
Maximum
70.00
Range
30.00
Interquartile Range
16.00
Skewness Kurtosis
-.346 -.967
.481 .935
59.3478
1.77889
Mean 95% Confidence Interval for
Lower Bound
xc
55.6586
Mean
Upper Bound
63.0370
5% Trimmed Mean
59.7802
Median
61.0000
Variance
72.783
Std. Deviation
8.53127
Minimum
40.00
Maximum
70.00
Range
30.00
Interquartile Range
15.00
Skewness Kurtosis
-.513 -.541
.481 .935
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Usia_kasus Usia_kontrol
df
Shapiro-Wilk
Sig.
.146 .106
Statistic *
23 23
.200 * .200
df
.930 .942
Sig. 23 23
.108 .202
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Usia_kasus
58.7826
23
9.21440
1.92133
Usia_kontrol
59.3478
23
8.53127
1.77889
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Std. Std. Error Mean Deviation Mean Pair 1 Usia_kasus Usia_kontrol
.56522
Lower
2.69387 .56171
Upper
-1.73013
.59970
t 1.006
Sig. (2tailed)
Df 22
Jenis Kelamin JK_kasus Frequency Valid
laki-laki perempuan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
17
73.9
73.9
73.9
6
26.1
26.1
100.0
xci
.325
JK_kasus Frequency Valid
laki-laki perempuan Total
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
17
73.9
73.9
73.9
6
26.1
26.1
100.0
23
100.0
100.0
JK_kontrol Frequency Valid
Percent
laki-laki
17
perempuan Total
6 23
Cumulative Percent
Valid Percent
73.9
73.9
73.9
26.1
26.1
100.0
100.0
100.0
Pendidikan Pendidikan_Kasus Frequency Valid
SD SLTP SLTA Diploma/Sarjana Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
4.3
4.3
4.3
2 10 10
8.7 43.5 43.5
8.7 43.5 43.5
13.0 56.5 100.0
23
100.0
100.0
Pendidikan_Kontrol Frequency Valid
SD SLTP SLTA Diploma/Sarjana Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
4.3
4.3
4.3
1 6 15
4.3 26.1 65.2
4.3 26.1 65.2
8.7 34.8 100.0
23
100.0
100.0
Pekerjaan Pekerjaan_Kasus Frequency Valid
tidak bekerja Wiraswasta Pegawai Swasta Pegawai Negeri lain-lain
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
12
52.2
52.2
52.2
3 3 3 2
13.0 13.0 13.0 8.7
13.0 13.0 13.0 8.7
65.2 78.3 91.3 100.0
xcii
Pekerjaan_Kasus Frequency Valid
tidak bekerja Wiraswasta Pegawai Swasta Pegawai Negeri lain-lain Total
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
12
52.2
52.2
52.2
3 3 3 2
13.0 13.0 13.0 8.7
13.0 13.0 13.0 8.7
65.2 78.3 91.3 100.0
23
100.0
100.0
Pekerjaan_Kontrol Frequency Valid
tidak bekerja Wiraswasta Pegawai Swasta Pegawai Negeri lain-lain Total
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
11
47.8
47.8
47.8
5 2 4 1
21.7 8.7 17.4 4.3
21.7 8.7 17.4 4.3
69.6 78.3 95.7 100.0
23
100.0
100.0
Status Pernikahan StatusPernikahan_Kasus Frequency Valid
menikah
23
Percent
Valid Percent
100.0
100.0
Cumulative Percent 100.0
StatusPernikahan_Kontrol Frequency Valid
menikah
23
Percent
Valid Percent
100.0
100.0
Cumulative Percent 100.0
Lama menderita PGK Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
LamaKasus
2.6670
23
3.26213
.68020
LamaKontrol
2.0904
23
2.46148
.51325
xciii
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Tran_LamaKasus Tran_LamaKontrol
df
.150 .146
Shapiro-Wilk
Sig. 23 23
Statistic
.194 * .200
df
.922 .951
Sig. 23 23
.073 .314
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Paired Samples Test Paired Differences
Std. Deviation
Mean Pair 1 LamaKasus LamaKontrol
.57652
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Error Mean
3.88674
Lower
.81044
Upper
-1.10423
t
2.25727
.711
IMT IMT_Kasus Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
=< 25
16
69.6
69.6
69.6
> 25 Total
7
30.4
30.4
100.0
23
100.0
100.0
IMT_Kontrol Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
=< 25
20
87.0
87.0
87.0
> 25 Total
3
13.0
13.0
100.0
23
100.0
100.0
IMT_Kasus * IMT_Kontrol Crosstabulation IMT_Kontrol =< 25 IMT_Kasus
=< 25
Count % of Total
> 25
Count
xciv
> 25
Sig. (2tailed)
df
Total
15
1
16
65.2%
4.3%
69.6%
5
2
7
22
.484
% of Total Total
21.7%
8.7%
30.4%
20
3
23
87.0%
13.0%
100.0%
Count % of Total
Exact Sig. (2sided)
Value McNemar Test
.219
N of Valid Cases
a
23
a. Binomial distribution used. Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for IMT_Kasus (=< 25 / > 25) For cohort IMT_Kontrol = =< 25 For cohort IMT_Kontrol = > 25 N of Valid Cases
Lower
Upper
6.000
.443
81.196
1.312
.808
2.132
.219
.024
2.035
23
Asam Urat AsamUrat_Kasus Frequency Valid
tinggi normal Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
19
82.6
82.6
82.6
4
17.4
17.4
100.0
23
100.0
100.0
AsamUrat_Kontrol Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tinggi
10
43.5
43.5
43.5
normal Total
13
56.5
56.5
100.0
23
100.0
100.0
LFG LFG_Kasus Frequency Valid
=< 29
12
Percent 52.2
xcv
Valid Percent 52.2
Cumulative Percent 52.2
=> 30 Total
11
47.8
47.8
23
100.0
100.0
100.0
LFG_Kontrol Frequency Valid
Percent
=< 29
6
=> 30 Total
17 23
Cumulative Percent
Valid Percent
26.1
26.1
26.1
73.9
73.9
100.0
100.0
100.0
Anemia Anemia_Kasus Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
ya
10
43.5
43.5
43.5
tidak Total
13
56.5
56.5
100.0
23
100.0
100.0
Anemia_Kontrol Frequency Valid
ya
Percent 9
tidak Total
Cumulative Percent
Valid Percent
39.1
39.1
39.1 100.0
14
60.9
60.9
23
100.0
100.0
Test McNemar_Asam Urat AsamUrat_Kasus * AsamUrat_Kontrol Crosstabulation AsamUrat_Kontrol tinggi AsamUrat_Kasus
tinggi
Count % of Total
normal
Count % of Total
Total
Count % of Total
normal 9
10
19
39.1%
43.5%
82.6%
1
3
4
4.3%
13.0%
17.4%
10
13
23
43.5%
56.5%
100.0%
Exact Sig. (2sided)
Value McNemar Test
.012
N of Valid Cases
23
xcvi
Total
a
Exact Sig. (2sided)
Value McNemar Test
.012
a
a. Binomial distribution used.
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for AsamUrat_Kasus (tinggi / normal) For cohort AsamUrat_Kontrol = tinggi For cohort AsamUrat_Kontrol = normal N of Valid Cases
Lower
Upper
2.700
.236
30.846
1.895
.325
11.039
.702
.346
1.425
23
Test McNemar_LFG LFG_Kasus * LFG_Kontrol Crosstabulation LFG_Kontrol =< 29 LFG_Kasus
=< 29
Count
10
12
8.7%
43.5%
52.2%
4
7
11
17.4%
30.4%
47.8%
6
17
23
26.1%
73.9%
100.0%
Count % of Total
Total
Count % of Total
Total
2
% of Total => 30
=> 30
Exact Sig. (2sided)
Value McNemar Test
.180
N of Valid Cases
23
a. Binomial distribution used.
xcvii
a
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for LFG_Kasus (=< 29 / => 30) For cohort LFG_Kontrol = =< 29 For cohort LFG_Kontrol = => 30 N of Valid Cases
Lower
Upper
.350
.050
2.467
.458
.104
2.028
1.310
.784
2.188
23
Test McNemar_Anemia Anemia_Kasus * Anemia_Kontrol Crosstabulation Anemia_Kontrol ya Anemia_Kasus
ya
Count % of Total
tidak
Count % of Total
Total
Count % of Total
tidak 5
5
10
21.7%
21.7%
43.5%
4
9
13
17.4%
39.1%
56.5%
9
14
23
39.1%
60.9%
100.0%
Exact Sig. (2sided)
Value McNemar Test
1.000
N of Valid Cases
Total
a
23
a. Binomial distribution used. Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Anemia_Kasus (ya / tidak) For cohort Anemia_Kontrol = ya For cohort Anemia_Kontrol = tidak N of Valid Cases
Lower
Upper
2.250
.407
12.439
1.625
.584
4.525
.722
.352
1.481
23
xcviii
xcix