TESIS
KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
I NYOMAN DARSANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
I NYOMAN DARSANA NIM 1014068105
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN DARSANA NIM 1014068105
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL: 9 Desember 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K) NIP. 195404201982111001
dr. I.G.N. Purna Putra,Sp.S(K) NIP. 195403301983031001
Mengetahui
Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila,Sp.And.FAACS NIP. 196412131971071001
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 9 Desember 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No. SK: 4162 / UN.14.4 / HK / 2014 Tertanggal: 31 Oktober 2014
Ketua
: Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S (K)
Sekretaris
: dr. I Gusti Ngurah Purna Putra,Sp.S (K)
Anggota 1. Dr. dr. Dw. Pt. Gde Purwa Samatra, Sp.S (K) 2. dr. Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha, Sp.S (K) 3. dr. I Made Oka Adnyana, SpS (K)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya akhir sebagai persyaratan mendapatkan tanda keahlian di bidang neurologi. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berperan sehingga saya dapat menempuh Pendidikan Dokter Spesialis I sampai tersusunnya karya akhir ini. Terima kasih kepada kepada dr.A.A.B.N Nuartha, Sp.S(K) selaku Kepala Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan keahlian. Kepada dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK Unud selama pendidikan saya, atas bimbingan dan tuntunan dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan. Dr.dr.A.A.A. Putri Laksmidewi,Sp.S(K) selaku plt. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK Unud atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan dan penyusunan karya akhir ini. Kepada Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K) dan dr. I.G.N. Purna Putra,Sp.S (K), selaku pembimbing, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala perhatian, bimbingan, didikan, bantuan, dorongan, dan petunjuk yang diberikan selama pendidikan dan penyusunan karya akhir ini. Kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Swastika, Sp.PD (KEMD), dan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof.Dr.dr. Ketut Astawa, Sp.OT (K) M.Kes. atas ijin, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I FK UNUD/RSUP Sanglah. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada dr. Anak Ayu Sarawati,M.Kes. Direktur RSUP Sanglah Denpasar atas ijin yang diberikan penulis untuk mengikuti pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di RSUP Sanglah Denpasar. Kepada seluruh supervisor di Bagian/SMF Neurologi FK Unud/RSUP Sanglah, Prof. Dr. dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K), Dr.dr.D.P.G. Purwa Samatra,Sp.S(K), dr. I.G.N Budiarsa, Sp.S, dr.Anna Marita Gelgel,Sp.S(K), dr. A.A.A. Meidiary,Sp.S, dr.I Komang Arimbawa,Sp.S, dr. I.B. Kusuma Putra,Sp.S, dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S, dr.Putu Eka Widyadharma,M.Sc,Sp.S(K), dr. Kumara Tini, Sp.S, FINS, dr. Ketut Widyastuti,Sp.S, dr. Ni Made Susilawathi,Sp.S, dr. IA.Sri Indrayani,Sp.S, dr. Ni Putu Witari,Sp.S saya mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan saran selama saya mengikuti pendidikan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Institusi Kepolisian Republik Indonesia khususnya Kedokteran Kepolisian, atas segala dukungan dan dorongan kepada penulis yang telah memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr.Sri Yenni Trisnawati, Sp.S, M.BioMed., dr. I Made Widyantara,Sp.S,Bio Med.,dr. IA.Sri Wijayanti,Sp.S,Bio Med, dr. Agus Antara, dr. Bhaskoro Adi Nugroho, dr. Octavianus Damawan khususnya serta teman sejawat lainnya, peserta PPDS I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Seluruh tenaga paramedis di bangsal dan poliklinik neurologi RSUP Sanglah Denpasar dan tenaga administrasi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah atas jalinan kerjasama dan dorongan semangat selama penulis mengikuti pendidikan ini. Kepada keluarga besar saya di Tabanan, ayahanda dan ibunda, kakak saya, terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengertian, semangat dan dorongannya baik material maupun moral selama penulis mengikuti pendidikan ini, dan terakhir, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pasien dan keluargannya atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis mengikuti pendidikan dan melaksanakan penelitian ini. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada istri tercinta Ni Putu Ayu Puspala Dewi,Amd. Kep dan anak-anak tercinta Ni Putu Devi Maheswari dan I Made Sastra Wicaksana atas segala pengorbanan, pengertian, kasih sayang, bantuan, dan doanya selama saya menjalani pendidikan. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya bagi kita semua.
Denpasar, Nopember 2014 Penulis
ABSTRAK
KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Neuropati diabetik perifer merupakan komplikasi kronis dari diabetes melitus tipe 2, yang meningkatkan risiko ulkus kaki dan kesakitan. Hiperglikemia kronis merupakan faktor etiologi utama. Tetapi terdapat, peningkatan bukti dari prediktor vaskuler seperti obesitas, hiperlipidemia dan hipertensi, demikian juga faktor genetik berperanan dalam patogenesis dari neuropati diabetik perifer. Asam urat merupakan faktor risiko vaskuler. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan disfungsi endotel, penyakit jantung iskemik stroke, dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler. Hubungan antara kadar asam urat serum dengan neuropati diabetik perifer belum diteliti luas. Oleh karena itu kami meneliti hubungan kadar asam urat serum tinggi dengan neuropati diabetik perifer. Kami juga mempertimbangkan kemungkinan hubungan kadar asam urat serum tinggi dengan usia, lipid, hipertensi, obesitas dan HbA1C. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik potong lintang. Pengambilan sampel dengan metode sampling non random jenis consecutive. Data dianalisis dengan SPSS 16.0 for window. Analisis deskriptif dilakukan untuk menentukan proporsi kadar AUS tinggi pada penderita NDP, uji coeficient contigency untuk menentukan korelasi antara kadar AUS tinggi dengan NDP. Sampel sebanyak 82 orang, periode April sampai Agustus 2014. Ditemukan proporsi kadar AUS tinggi pada NDP sebesar 53,7% (N=44), NDP berkorelasi bermakna (p<0,001), sedang (r=0,509) dengan arah korelasi positif terhadap kadar AUS tinggi. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar AUS semakin tinggi kemungkinan menderita NDP. Kata kunci: Kadar AUS tinggi, disfungsi endotel, Neuropati Diabetik Perifer
ABSTRACT
POSITIF CORRELATION OF HIGH SERUM URIC ACID LEVELS WITH PERIPHERAL DIABETIC NEUROPATHY IN TYPE 2 DIABETES MELITUS PATIENTS AT SANGLAH HOSPITAL Peripheral diabetic neuropathy is a chronic microvascular complication of type 2 DM, leading to increased risk of foot ulceration and morbidity. Chronic hyperglycemia is the most important etiological factor. However, there is increasing evidence that predictors of vascular risk eg, obesity, hyperlipidemia, and hypertension as well as genetic polymorphisms, play an additional role in the pathogenesis of T2DM peripheral neuropathy. Uric acid is probably a cardiovascular disease (CVD) risk predictor. Raised serum uric acid (SUA) levels have been associated with endothelial dysfunction, ischemic heart disease, stroke, PAD, and CVD mortality.In T2DM, elevated SUA levels have been linked with macrovascular disease. To the best of our knowledge, the association between SUA and peripheral diabetic neuropathy has not been investigated. Therefore, we assessed SUA levels in T2DM patients with and without peripheral neuropathy. We also considered the possible correlations between SUA, ages, lipids, hypertension, obesity and HbA1C. This is an observational study with cross-sectional design. The study use consecutive non-random sampling. Data were analyzed with SPSS 16.0 for windows. Descriptive analysis was performed to determine the correlation between peripheral diabetic neuropathy and high uric acid serum levels. Between April to August 2014, 82 patient’s including to this study. The study reveal proportion of high uric acid levels in peripheral diabetic neuropathy was 53,7% (N=44), and showing significantly moderate positive correlation between high uric acid serum levels and peripheral diabetic neuropathy (p<0,001), moderate (r=0,509). This study showed that higher of uric acid serum levels the more likely patient suffering peripheral diabetic neuropathy. Keyword: high uric acid levels, endothelial dysfunction, peripheral diabetic neuropathy
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ……………………………………………….. PRASYARAT GELAR ………………………………………....... LEMBAR PERSETUJUAN ………………….…………………… PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………… KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ……………………………… UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………... ABSTRAK ………………………………………………………... ABSTRACT ………………………………………………………. DAFTAR ISI ………………………………………………………. DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… DAFTAR TABEL …………………………………………………. DAFTAR SINGKATAN ...………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………
Halaman i ii iii iv vi viii ix x xii xiii xiv xvi
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………....
1
Latar Belakang …….………………………………...……….. Rumusan Masalah ……………………………………………. Tujuan ……………………………………………………….. Manfaat Penelitian …………………………………………… 1.4.1 Manfaat Ilmiah ………………………..………………. 1.4.2 Manfaat Praktis …………………….………………….
1 4 4 4 4 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………… 2.1 Neuropati Diabetik Perifer.…………………………………… 2.1.1 Definisi NDP……………………………..…………..... 2.1.2 Gejala klinis dan klasifikasi….…………….....………... 2.1.3 Diagnosis dan stadium NDP……………….…………... 2.1.4 Patofisiologi NDP…………………………..…………... 2.2 Asam Urat ……………………………………………………. 2.3.1 Peranan asam urat …………………………………..…. 2.3.2 Asam urat dan kardiovaskular ……………………….... 2.3.3 Asam urat dan sindrom metabolik ……..……………… 2.3 Asam Urat dan Neuropati Diabetik ….……………...…….
6 6 6 6 9 10 20 22 24 26 30
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir……………………………………………... 3.2 Kerangka Konsep …………………………………………...... 3.3 Hipotesis Penelitian ………………………………………….. BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………. 4.1 Rancangan Penelitian ………………………………………… 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………... 4.3 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………….
32 32 33 34 35 35 36 36
1.1 1.2 1.3 1.4
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian ……………………………… 4.4.1 Populasi target………………………………………….. 4.4.2 Populasi terjangkau …………………………………… 4.4.3 Kriteria sampel ………………………………………… 4.4.3.1 Kriteria inklusi sampel ………………………... 4.4.3.2 Kriteria eksklusi sampel ………………………. 4.4.4 Besar Sampel ………………………………...………... 4.4.5 Teknik pengambilan sampel ………………………….... 4.5 Variabel Penelitian ……………………………………………. 4.6 Definisi Operasional Variabel ………………………………... 4.7 Alat Pengumpul Data ………………………………………… 4.8 Prosedur Penelitian …………………………………………... 4.9 Analisa Data …………………………………………………..
36 36 36 36 36 37 37 38 38 38 42 42 43
BAB V HASIL PENELITIAN …………………………………… 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ……………………………… 5.2 Korelasi Kadar AUS terhadap NDP ………………………….
45 47
BAB VI PEMBAHASAN ………………………...……………… 6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ……………………………….
49 50
6.2 Korelasi Kadar AUS dengan NDP …………….…………………. 6.3 Temuan Penelitian ………………………………………………….. 6.4 Kelemahan Penelitian ……………………………………………..
55 56 56
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………………………….. 7.1 Simpulan …………………………………………………….. 7.2 Saran ………………………………………………………...
58 58 58
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….. KETERANGAN KELAIKAN ETIK ……………………………. SURAT IJIN ………………………………………………………. LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………..
59 68 69 70
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 3.1 3.2 4.1 4.2
Jalur Poliol …………………….…………………………………… Peranan Aldosa reduktase pada cedera iskemik/reperfusi …............. Reaksi AGE dan RAGE dalam patogenesis neuropati diabetika …… Mekanisme Pembentukan ROS pada Hiperglikemia ………………. Patogenesis Neuropati Diabetika …………………………………... Bagan Metabolisme Purin dan Pembentukan Asam Urat ………….. Bagan Pengaruh Asam Urat pada Otot Polos Vaskuler ……………. Hubungan Komponen Sindrom Metabolik, Resistensi Insulin dan Hiperurisemia …..…………………………………………….……. Kerangka Berpikir…………………………………………………… Bagan Kerangka Konsep…………………………………………….. Bagan Kerangka Penelitian………………………………………….. Bagan Alur Penelitian……………………………………………......
12 13 14 19 20 21 28 30 33 34 35 43
DAFTAR TABEL
2.1 2.2 5.1 5.2 5.3
Klasifikasi Neuropati Diabetik…………………………………….... Stadium NDP …….……………………………………………….... Karakteristik Subjek Penelitian ………………………………….... Korelasi Kadar AUS pada NDP ……………………………………. Korelasi Beberapa Variabel Subjek pada NDP …………………….
Halaman 8 10 46 47 48
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA
SINGKATAN AIDS AGE AUS CVD CAVT DCCT DM DAG EDS eNOS ENMG ERK GFR GSH GGK HDL HIV IDDM IL IMT JK KHS LDL LFG MAP MAPK MDNS MH NAD NADP Phosphate NAD+ NCEP NCS ND NDP NDS NF-kB NGF NGF NO NOS
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Acquired Immuno Deficiency Syndrome Advance Glication End product Asam Urat Serum Cardio Vascular Disease Cardiovascular Autonomic Function Testing Diabetes Control and Complications Trial Diabetes Melitus Diacylglycerol Electro-Diagnostic Studies ekstracellular Nitric Oxide Synthase Electroneuromyography Ekstraselular-signal Regulator Kinase Glomerulo Filtration Rate Gluthatione Gagal Ginjal Kronis High Density Lipoprotein Human Immunodefisiency Virus Insulin Dependent Diabetes Mellitus Interleukin Indek Massa Tubuh Jenis Kelamin Kecepatan Hantar Saraf Low Density Lipoprotein Laju Filtrasi Glomerulus Mitokondrial Action Potential Mitogen Activated Protein Kinase Michigan Diabetic Neuropathy Score Morbus Hansen Nicotinamide Adenine Dinucleotide Nicotinamide Adenine Dinucleotide
: : : : : : : : : : :
Nicotinamide Adenin Dinukleotide Dioksida National Cholesterol Education Program Nerve Conduction Study Neuropati Diabetik Neuropati Diabetik Perifer Neuropathy Diabetic Score Nuclear Factor-kB Nerve Growth Factor Nuclear Growth Factor Nitric Oxide Nitric Oxide Sintase
PAI-1 PARP Pddk PGK PKC PT QST RAGE RM ROS
: : : : : : : : : :
Plasminogen Activator Inhibitor-1 Poly ADP Ribosa Polymerase xv Pendidikan Penyakit Ginjal Kronis Protein Kinase C Perguruan Tinggi Quantitative Sensory Testing Receptor Advance Glication End Product Rekam Medis Reactive Oxigen Species
SDH
: Sorbitol Dehydrogenase
SOD2 SOD3 SM TGF-β TNF-α TS VEGF VSMC XO
: : : : : : : : :
Super Oxide Dismutase 2 Super Oxide Dismutase 3 Sindrom Metabolik Tumor Growth Factor-β Tumor Necrotizing Factor-α Tidak Sekolah Vascular Endotelial Growth Factor Vascular Smooth Muscle Cell Xanthine Oxydase
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6
Informed consent ……………………………………... Formulir Persetujuan Tertulis ……………………….. Lembaran Pengumpulan Data ……………………….. Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS) ……… Daftar Subjek Penelitian …………………………….. Daftar Analisis Data ………………………………….
70 71 72 74 78 83
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus tipe 2 merupakan masalah kesehatan masyarakat yang semakin meningkat dan menjadi perhatian diseluruh dunia. Tahun 2010 terdapat kurang lebih 285 juta orang menderita diabetes melitus (DM) di dunia. Diperkirakan tahun 2030 jumlah penderita DM di dunia mencapai 420 juta orang (Yan et al.,2010). Di Indonesia, prevalensi DM menurut WHO 1998 diperkirakan meningkat 250% dari 5 juta penduduk di tahun 1995 menjadi 12 juta pada tahun 2025. Survei Kesehatan Rumah tangga 2001 yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2007, menemukan prevalensi DM dikalangan penduduk 2564 tahun di Bali sebesar 7,5%. Meningkatnya penderita DM, meningkatkan prevalensi neuropati penderita diabetes. Neuropati Diabetik Perifer (NDP) merupakan komplikasi kronis yang paling sering terjadi pada penderita DM. Hiperglikemia kronis merupakan penyebab utama NDP (Varkonyi et al.,2008). Terdapat peningkatan bukti sindrom metabolik seperti obesitas, hiperlipidemia, hipertensi dan merokok sebagai prediktor vaskular terjadinya neuropati (Tesfaye et al.,2010). Bukti klinis yang menunjukkan terjadi aterosklerosis misalnya penyakit jantung koroner dan penyakit arteri perifer serta polimorfisme genetik (Ziegler et al.,2008; Habib and Brannagan, 2010) berperanan dalam mekanisme patogenesis timbulnya neuropati pada penderita DM.
1
Prevalensi neuropati pada penderita DM selama 25 tahun, lebih dari 40%. Secara keseluruhan prevalensi neuropati diperkirakan sebesar 28% (Tesfaye et al.,2010). NDP merupakan komplikasi mikrovaskular kronis yang banyak terjadi pada penderita DM tipe 2 (Valeria et al.,2010). Timbulnya komplikasi neuropati meningkatkan angka kesakitan dan risiko amputasi penderita DM (Konsensus Perkeni, 2011). Pada EURODIAB IDDM complications study, NDP dihubungkan dengan pengaturan gula darah dan durasi DM. Meskipun 30% prevalensi NDP berhubungan dengan HbA1C, namun nilainya bervariasi antara 17% sampai 41% setelah dilakukan penyesuaian terhadap lama DM, dimana HbA1c yang rendah berhubungan dengan prevalensi yang rendah. Meskipun pengaturan gula darah yang baik (HbA1C 4,5% sampai 7% pada Diabetes Control and Complications Trial), masih terjadi penyakit mikrovaskular, diduga terdapat faktor lain yang terlibat selain kontrol glukosa darah dan lama DM (Tesfaye, 2004). Kadar Asam Urat Tinggi (AUS) berhubungan dengan kejadian komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular pada penderita DM (Ito et al.,2011). Hubungan kadar AUS tinggi dengan DM dilaporkan dalam beberapa studi (Nakanishi et al., 2003; Deghan et al.,2008; Chen et al.,2008; Kramer et al.,2009; Kodoma et al.,2009). Peningkatan kadar AUS telah dihubungkan dengan disfungsi endotel (Edwards, 2009), penyakit jantung iskemik, stroke, penyakit arteri perifer (Becker et al.,2007) dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler (Fang et al.,2000). Pada DM tipe 2 peningkatan kadar AUS berhubungan dengan resistensi insulin dan sindrom metabolik (Li et al.,2013). Pada penderita DM tipe 2, terjadi peningkatan produksi reactive oxigen species (ROS) akibat hiperglikemia kronis melalui
berbagai mekanisme. Peningkatan ROS akan mengakibatkan stres oksidatif akibat gangguan keseimbangan penyokong pembentukan radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan. Penderita DM yang mengalami komplikasi mikroangiopati seperti NDP, terjadi hipoksia yang menyebabkan mikroangiopati endoneural dan kematian sel neuron perifer. Kerusakan tersebut secara tidak langsung merangsang proses inflamasi yang mengakibatkan kerusakan neuron. Stres oksidatif
dapat menginduksi kerusakan jaringan saraf perifer pada penderita
diabetes (Yagihashi et al., 2011). Asam urat merupakan asam organik lemah, hasil dari degradasi nukleotida urin yang merupakan antioksidan yang memiliki kemampuan menetralisir radikal bebas dalam plasma terutama hidroksil, superoksida dan peroksinitrit. Asam urat memiliki kemampuan melindungi secara fisiologis dengan mencegah peroksidasi lipid. Pada kondisi iskemia, terjadi peningkatan sintesis ROS dan asam urat karena peningkatan aktivitas xanthine oxidase (Amar et al.,2008). Hubungan hiperurisemia dengan NDP masih kontroversi. Hiperurisemia pada penderita DM tipe 2 berhubungan dengan komplikasi makro maupun mikroangiopati. Pada penelitian Ito et al.,2011, hiperurisemia merupakan prediktor bebas komplikasi penyakit jantung koroner dan disfungsi ginjal pada penderita DM tipe 2. Pada penelitian tersebut, terdapat perbedaan tidak bermakna proporsi NDP pada hiperurisemia dibandingkan dengan normosemia (75% berbanding 74%; p=0,19). Penelitian lain menunjukkan bahwa pada penderita DM tipe 2 yang menderita neuropati, kadar AUS lebih rendah karena kebutuhan AUS sebagai antioksidan berkurang dengan meningkatnya stres oksidatif pada
penderita DM tipe 2 dengan neuropati (Mahmoed,2007). Tetapi studi potong lintang oleh Papanaz et al.(2011) menunjukkan kadar AUS secara signifikan lebih tinggi (8,1+1,4 vs 5,7+1,3 mg/dL) pada pasien DM tipe 2 dengan neuropati dibandingkan tanpa neuropati. Pengukuran derajat keparahan dengan Neuropathy Diabetic Score (NDS) mempunyai korelasi bermakna dengan kadar AUS pada pasien DM tipe 2 dengan neuropati (rs= 0,934, p< 0,001). Penelitian ini juga didukung oleh Shoeib (2012) yang menunjukkan hubungan neuropati pada penderita DM tipe 2 dengan hiperurisemia secara signifikan lebih tinggi (69% berbanding 31%; p=0,01) dibandingkan tanpa hiperurisemia.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah yaitu adakah korelasi positif kadar AUS tinggi dengan NDP pada penderita DM tipe 2?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi positif kadar AUS tinggi dengan NDP pada penderita DM tipe 2.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat ilmiah Untuk mendapatkan data proporsi NDP dan korelasi kadar AUS tinggi
dengan NDP pada DM tipe 2, sehingga dapat dipakai data dasar untuk pengembangan penelitian dimasa yang akan datang.
1.4.2
Manfaat praktis Dengan mengetahui adanya korelasi kadar AUS tinggi dengan NDP pada
DM tipe 2 diharapkan dapat dilakukan deteksi dini dan penatalaksanaan yang komprehensif terhadap AUS tinggi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Neuropati Diabetik Perifer 2.1.1 Definisi NDP Istilah “neuropati” merupakan terminologi yang sangat luas, dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi yang disebabkan berbagai faktor antara lain metabolik, trauma, jebakan, penyakit defisiensi, keracunan, gangguan imunologis dan genetik. ND adalah keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi akibat kerusakan seluler maupun molekuler yang etiologinya karena penyakit DM. Polineuropati diabetik menggambarkan keterlibatan banyak saraf tepi dan distribusinya umumnya bilateral simetris meliputi gangguan motorik, sensoris, maupun otonom (Tesfaye,2004). NDP bersifat chronic, distal symetrical sensory motor length dependent polyneuropathy, merupakan neuropati yang paling sering pada penderita DM dan diperkirakan mekanismenya akibat perubahan metabolik dan mikrovaskular sebagai akibat dari hiperglikemia kronis pada pasien DM (Tesfaye,2004). 2.1.2 Gejala klinis dan klasifikasi NDP Gambaran NDP dapat asimptomatis atau NDP subklinis dan NDP yang simptomatis atau menunjukkan gejala klinis. Gangguan sensoris merupakan gangguan yang sering dirasakan pasien. Gangguan rasa getar pada jari kaki paling sering terkena. Rasa nyeri, suhu, dan rasa raba hilang sesuai dengan distribusi kaos kaki dan bila ada gangguan sensoris ekstremitas atas bentuknya sesuai 6
dengan distribusi sarung tangan (glove and stocking distribution). Berdasarkan hilangnya modalitas sensoris, neuropati dapat dibagi menjadi tipe saraf besar (terutama hilangnya rasa getar, rasa raba ringan, dan rasa posisi sendi) dan tipe saraf kecil (terutama hilangnya nyeri dan suhu). Pada kasus yang lebih berat, hilangnya sensoris dapat meluas ke dada depan dan dinding abdomen, serta meluas ke lateral sekitar tubuh (Llewelyn, 2003; Callaghan et al.,2012). Gejala positif adalah nyeri, parastesia, keluhan rasa panas, kesemutan, rasa dingin, nyeri seperti ditusuk (lancinating), rasa tebal dan alodinia (Widjaja, 2004). Gejala negatif berupa hilangnya rasa sensoris lebih sering terjadi pada seluruh perjalanan diabetes. Pasien tidak dapat merasakan, mengenal, atau menggunakan benda kecil. Penderita secara perlahan mengalami kehilangan kemampuan untuk menilai suhu, perasaan nyeri atau rangsangan yang mengancam. Hilangnya inervasi dapat menyebabkan atrofi otot-otot kaki, deformitas seperti jari-jari kaki palu (hammertoes) yang mengakibatkan timbulnya kallus dan akhirnya ulserasi (diabetic foot ulcer) (Va´rkonyi et al.,2008). Gejala klinis neuropati diabetik otonom berupa anhidrosis, keringat berkurang, hipotensi ortostatik, tekanan darah tidak stabil, gastroparesis atau diare, paresis kandung kencing dan disritmia kardiak. Kasusnya kurang dari 5% dari penderita diabetes. Impotensi dan fungsi kardiak otonom adalah manifestasi yang sering dari ND otonom (Valeria et al.,2010).
Tabel 2.1 Klasifikasi NDP (Tesfaye,2004) I. Neuropati Subklinis A. Tes Elektrodiagnostik Abnormal 1. Penurunan kecepatan hantar saraf 2. Penurunan amplitudo bangkitan aksi potensial otot atau saraf B. Pemeriksaan Neurologi Abnormal 1. Tes rangsang getar dan raba 2. Tes suhu panas dan dingin 3. Lain-lain C. Tes Fungsi Otonom Abnormal 1. Reflek kardiovaskular abnormal 2. Perubahan reflek kardiovaskular 3. Respon biochemical abnormal terhadap hipoglikemia II. Neuropati Klinis A. Neuropati Difus Sensori motor atau distal simetrikal sensorimotor polineuropati a. Neuropati primary small-fiber b. Neuropati primary-large fiber c. Neuropati campuran Neuropati Otonom 1. Otonomik kardiovaskular 2. Fungsi pupil abnormal 3. Neuropati otonomik gastrointestinal (gastroparesis, konstipasi, diare diabetik, inkontinensia anorektal) 4. Disfungsi otonomik genitourinaria B. Neuropati Fokal 1. Mononeuropati 2. Mononeuropati multiplex 3. Amiotropi
Kelainan neurofisiologis berupa penurunan kecepatan hantar saraf (KHS) sensoris dan motorik terutama bagian distal. KHS sensoris menunjukkan amplitudo rendah dan latensi distal memanjang, biasanya lebih jelas daripada perubahan KHS motorik. Amplitudo respon motorik mungkin normal atau berkurang bila penyakitnya bertambah parah. KHS setinggi segmen proksimal sering menurun dan respon F memanjang, keduanya menunjukkan demielinisasi ringan. Elektromiografi biasanya jarang menunjukkan aktivitas spontan abnormal. Timbulnya aktivitas spontan abnormal dan amplitudo motor unit bertambah menunjukkan hilangnya akson dengan inervasi kompensatoris (Widjaja, 2004). NDP tipikal lebih sering pada penderita DM lama, laki-laki dan berbadan tinggi. Biasanya berhubungan dengan retinopati dan/atau nefropati (Llewelyn et al.,2003). 2.1.3 Diagnosis dan Stadium NDP Untuk menegakkan diagnosis NDP sangat komplek, karena gangguannya menyebabkan timbulnya variasi serat saraf yang terlibat. Untuk memenuhi klasifikasi NDP pasien membutuhkan penilaian gejala, tanda klinis, tes kuantitatif sensoris, fungsi otonom, dan pemeriksaan elektrodiagnostik. Direkomendasikan 1 dari 5 kriteria dibawah ini dipakai untuk menegakkan diagnosis neuropati diabetik, yakni (1). Symptom scoring; (2). Physical examination scoring; (3). Quantitative Sensory Testing (QST); (4). Cardiovascular Autonomic Function Testing (cAFT), dan (5). Electro-diagnostic Studies (EDS) (Concencus Statement San Antonio,1988). Standar diagnosis NDP adalah biopsi saraf.
Karena
keterbatasan dan kesulitan dalam biopsi saraf sebagai standar diagnosis,
elektrodiagnostik mempunyai nilai akurasi yang lebih tinggi sebagai alternatif prosedur diagnosis untuk menghindari underdiagnosis NDP (Mete et al.,2013). Beberapa instrumen dipakai untuk menegakkan diagnosis NDP. NDS merupakan instrumen dengan skor yang lengkap untuk menilai neuropati DM, tapi sulit dalam aplikasi klinis. Salah satu modifikasi dari NDS adalah Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS). NDP dan stadium NDP ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik kuantitas disertai pemeriksaan KHS. Parameter klinis yang dipilih dalam MDNS memiliki prediksi yang tinggi terjadinya neuropati diabetik dan berkorelasi dengan NDS, seperti tes vibrasi, fungsi otonom dan konduksi saraf (Feldman,1994).
Stadium 0
Tabel 2.2 Stadium NDP (Feldman, 1994) : Skor MDNS < 6, dan/ atau gambaran pemeriksaan hantaran saraf abnormal < 2, atau tidak ada neuropati.
Stadium 1
:
Skor MDNS <12, dan/ atau 2 abnormalitas pemeriksaan hantaran saraf (neuropati ringan).
Stadium 2
:
Skor MDNS < 29, dan/ atau 3-4 abnormalitas dari pemeriksaan hantaran saraf (neuropati sedang).
Stadium 3
:
Skor MDNS < 46, dan/ atau 5 abnormalitas hantaran saraf (neuropati berat).
2.1.4 Patofisiologi NDP Banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang patofisiologi terjadinya NDP tetapi sampai sekarang belum sepenuhnya dipahami. Faktorfaktor yang diduga berperanan adalah vaskular, metabolik, neutrofik, imun dan genetik.
Studi
terbaru
menunjukkan
kecendrungan
suatu
multifaktorial
patogenesis yang terjadi pada pada neuropati diabetik. Beberapa teori yang dapat diterima saat ini adalah: 2.1.4.1 Teori vaskular (iskemik-hipoksia) Pada pasien neuropati diabetik terjadi penurunan aliran darah ke endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat hiperglikemia. Biopsi pada nervus suralis pada pasien neuropati diabetik ditemukan adanya penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasia endotelial dan pembuluh darah yang semunya dapat menyebabkan iskemia. Iskemia juga menyebabkan terganggunya transpor aksonal, aktivitas Na+/K+ ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson. 2.1.4.2 Teori Metabolik Teori
ini
menerangkan
adanya
gangguan
metabolik
akibat
dari
hiperglikemia dan atau defisiensi insulin pada satu atau lebih komponen seluler pada saraf
yang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi dan struktural.
Gangguan ini akan menyebabkan kerusakan jaringan saraf dan mengakibatkan defisit neurologi. a. Teori jalur poliol Pada keadaan normoglikemia, sebagian besar glukosa intrasel di fosforilasi ke glukosa 6-fosfat oleh heksokinase, hanya sebagian kecil glukosa masuk jalur poliol. Pada kondisi hiperglikemia, glukosa akan masuk jalur poliol karena heksokinase jenuh. Terdapat perbedaan utama ekspresi enzim pada jalur poliol di epineurial arteri dan jaringan endoneurial. Aldosa reduktase banyak diekspresikan baik di jaringan endoneurial maupun di arteri
epineurial sedangkan SDH (sorbitol dehydrogenase) sedikit diekspresikan di endoneurial tapi banyak di arteri epineuron. Aldosa reduktase merubah glukosa menjadi sorbitol, yang menyebabkan penurunan glutathion dan NO akibat
penggunaan
NADPH.
Sorbitol
yang
meningkat
dalam
sel,
meningkatkan osmolit dalam sel. Sebagai kompensasi untuk keseimbangan osmolit, mioinositol menjadi berkurang yang menyebabkan fosfatidilinositol menurun, yang akan menekan produksi DAG (Diacylglycerol) dan akhirnya menurunkan PKC (bentuk α). Sebagai hasil akhir akan menurunkan aktivitas Na+/K+ ATPase. Menurunnya glutathion dan NO juga meningkatkan kepekaan sel terhadap proses stres oksidatif. Sebaliknya, jalur poliol yang diatur oleh SDH diaktifkan di dinding vaskular pada keadaan hiperglikemia. Akibatnya terjadi perubahan reaksi redok dari NAD/NADH, yang mengkonversi glyceraldehid 3-phosphate (Glycer-3) menjadi asam fosfatidil. Peningkatan DAG meningkatkan aktivitas PKC (bentuk β ).
Gambar 2.1 Jalur Poliol
Pada keadaan iskemik/reperfusi, peranan aldosa reduktase seperti gambar 2.2. Saat sel mengalami iskemia, pengambilan glukosa diperkuat sebagai kompensasi pengurangan energi (1). Karena terjadi kerusakan mitokondria untuk membentuk ATP akibat penurunan oksigen. Kelebihan glukosa akan masuk ke jalur sorbitol dan asam fosfatidil. Aktivasi aldosa reduktase ini akan mengurangi glutasion dan deviasi redok sebagai akibat hiperglikemia (2). Sebagai akibatnya terjadi cedera radikal bebas dan perangsangan PKC yang memperburuk cedera iskemik (3). Saat
reperfusi mulai terjadi
penumpukan aldehid dari radikal bebas dan juga substrat aldosa reduktase yang memperkuat kerusakan (4).
Gambar 2.2 Peranan Aldosa reduktase pada cedera iskemik/reperfusi b. Teori Advance Glycation End Products (AGEs)
Peningkatan glukosa intraseluler meningkatkan pembentukan AGE, melalui glikosilasi non enzimatik protein seluler. Glikosilasi non enzimatik ini merupakan hasil interkasi glukosa dengan asam amino protein. Pada awalnya glikosilasi ini bersifat reversibel, tapi lama-kelamaan akan bersifat irreversibel.
(Singleton et al.,2003; Liewelyn et al.,2003; Tesfaye,2004;
Duby et al.,2004). Pada jaringan saraf, seperti sel Schwann, serat saraf dan sel endotel dari vasa nervosum, semuanya mengekspresikan RAGE. Ketika AGE berikatan dengan RAGE, terbentuk reaksi stres oksidatif
melalui
aktivasi NADPH oksidase. Komplek ik-β-Nuclear Factor akan berpisah pada masing-masing fraksi ikβα dan NFkβ kemudian bertranslokasi ke nukleus sebagai faktor transkripsi untuk mengaktivasi gen yang berhubungan dengan kematian sel atau kehidupan. Sebagai akibatnya terjadi mikroangiopati dan disfungsi saraf yang menyebabkan nyeri atau perlambatan konduksi saraf.
Gambar 2.3 Reaksi AGE dan RAGE dalam patogenesis neuropati diabetik
c. Jalur Protein Kinase C Peranan Protein Kinase C (PKC) sangat penting dalam fungsi saraf dan memegang peranan penting dalam patogenesis neuropati. Perubahan dalam jaringan saraf dan peranannya dalam sistem vaskular endoneurial sangat komplek. Sebagai enzim mayor dalam jalur kolateral glikosilasi sangat berbeda pada kedua jaringan tersebut (seperti gambar 2.2). Aktivasi jalur PKC pada ND diperkirakan melalui pengaruhnya pada aliran pembuluh darah dan gangguan mikrovaskular dibandingkan pengaruh secara langsung pada sel. PKC mempunyai beberapa struktur khas yang memperantarai reaksi redok. Prooksidan bereaksi dengan bagian stimulasi aktivitas PKC. Aktivasi PKC pada sel non neuron terutama disebabkan jalur lipolisis dan pembentukan DAG. Sekali teraktivasi, PKC mengaktifkan Mithogen Activated Protein Kinase (MAPK) yang merupakan faktor transkripsi fosforilasi dan mempengaruhi keseimbangan ekspresi gen (Tomlinson, 1999). Aktivitas PKC berefek terhadap : 1)
Produksi molekul proangiogenik Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berimplikasi terhadap neovaskularisasi dan karakteristik komplikasi diabetes.
2)
Peningkatan aktivitas vasokontriktor endotelin-1 dan penurunan aktivitas vasodilator endotelhelial nitric oksida sinthase (eNOS).
3)
Produksi molekul fibrinogenik serupa Tumor Growth Factor- β (TGF-β) yang akan memicu deposisi matrik ekstraselular dan material membran basal.
4)
Produksi molekul prokoagulan plasminogen activator inhibitor-1(PAI-1), memicu penurunan fibrinolisis dan kemungkinan terjadi oklusi vaskuler.
5)
Produksi sitokine proinflamasi oleh sel endotel vaskuler.
2.1.4.3 Proses Pronflamasi Jaringan saraf pada diabetes juga mengalami reaksi proinflamasi yang menimbulkan gejala dan memperkuat perkembangan ND. Jaringan saraf pada diabetes baik pada manusia maupun binatang mempunyai makrofag dan limfosit yang melepaskan Tumor Necrotizing Factor-α (TNF-α) dan Interleukin (IL). Penghambatan pelepasan sitokin atau migrasi makrofag dihubungkan dengan perbaikan kecepatan hantar saraf (Yagihashi et al.,2011). Reaksi proinflamasi sendiri merangsang hiperaktivitas jalur poliol dan peningkatan pembentukan AGE. Kadar TNF-α dalam plasma telah dibuktikan sebagai faktor risiko terpenting dan paling konsisten terhadap kejadian nyeri neuropati diabetik (Purwata, 2010). 2.1.4.4 Peranan Faktor Selular dan Tropik Kekurangan neutrophin memegang peranan penting dalam patogenesis NDP. Produksi
Neutrophin Growth Factor (NGF) tertekan pada kulit serta
penggantian NGF memperbaiki proses patologi small fiber dan otonom pada binatang yang menderita diabetes. Penggunaan NGF secara klinis masih belum sukses dalam perbaikan neuropati. Saat hal ini, faktor seluler yang berasal dari sumsum tulang ditemukan memproduksi chemeric cell pada saraf binatang yang merusak saraf dan beberapa faktor sel lain juga diperkirakan berpengaruh.
2.1.4.5 Peranan radikal bebas Stres
oksidatif didefinisikan sebagai gangguan keseimbangan antara
penyokong pembentukan radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan yang mengakibatkan suatu kerusakan. Proses pembentukan oksidan secara alamiah diantaranya
adalah
transpor
elektron
mitokondria,
oksidatif
beberapa
neurotransmiter seperti norepinefrin dan dopamin, fase awal selama kondisi hipoksia dan iskemia dapat mengakibatkan pembentukan oksidan yang selanjutnya dapat merusak jaringan. Beberapa radikal bebas dibentuk tubuh untuk fungsi yang spesifik. Terdapat 3 radikal bebas dari ROS yang penting bagi proses fisiologi normal yaitu superoksida, hidrogen peroksida, dan nitrit oksida. Radikal bebas ini membentuk oksigen tunggal reaktif, radikal hidroksil dan peroksinitrit yang dapat merusak protein, lipid dan DNA. Kerusakan ini dapat menurunkan aktivitas biologi sel, hilangnya metabolisme energi, sinyal sel, transporasi dan beberapa fungsi utama sel. Kumpulan dari kerusakan tersebut dapat menyebabkan kematian sel melalui mekanisme nekrosis dan apoptosis. Stres oksidatif dapat dilacak terutama melalui pembentukan superoksida dan nitrit oksida (Warner et al., 2004). Hiperglikemia kronis menyebabkan stres oksidatif pada jaringan yang cendrung menyebabkan pasien DM mengalami komplikasi (Russell et al.,2002). Mekanisme yang mendasari stres oksidatif pada hiperglikemia kronis dan perkembangan dari neuropati telah diperiksa pada model binatang. Pada NDP bukan saja terjadi kerusakan neuron tetapi kemampuan untuk beregenerasi juga terganggu, khususnya pada small caliber fiber. Mekanisme yang mengawali
hilangnya regenerasi sel saraf termasuk kerusakan kerja insulin, hilangnya sistem growth factor dan penurunan bentuk spesifik dari PKC. Sel Schwann penting dalam proses regenerasi neuron juga mengalami kerusakan pada DM akibat hiperglikemia, hipoksia dan stres oksidatif. Terdapat bukti single-nucleotida polymorphism genes dari superoksida dismutase mitokondria (SOD2) dan superoksida
dismutase
ekstraseluler
(SOD3)
berisiko
meningkatkan
perkembangan neuropati (Rayas, 2005). Pemberian antioksidan pada percobaan tikus yang mengalami diabetes menunjukkan perbaikan penurunan KHS, perbaikan aliran darah dan struktur saraf. Bersamaan dengan pembentukan radikal bebas selama proses glikolisis, mitokondria mempunyai peranan penting dalam kematian sel melalui aktivasi sinyal sel spesifik dan sistem endonuklease. Hiperglikemia menginduksi perubahan mitokondria termasuk pelepasan sitokrom C, aktivasi caspase 3, perubahan biogenesis dan fisiion yang menyebabkan program kematian sel. Hiperglikemia menyebabkan transpor elektron yang berlebihan dan menghasilkan oksidan yang banyak pada mitokondria. Hal ini mengakibatkan berkurangnya mitokondrial action potential (MAP) dan energi untuk pembentukan ATP berkurang. Dukungan neutropik juga mengalami gangguan akibat perubahan mitokondria yang menyebakan berkurangnya neutrophin-3 dan nerve growth factor (NGF).
Organel sel yang lain seperti apparatus golgi dan retikulum
endoplasma juga berperanan dalam pembentukan radikal bebas, bukan saja melalui apoptosis tetapi juga kematian akibat autofagi. Stres nitrooksidatif
bersama aktivasi PARP juga menyebabkan disfungsi dan kematian sel akibat hiperglikemia (Yagihashi et al.,2011).
Gambar 2.4. Mekanisme Pembentukan ROS pada Hiperglikemia (Vincent,2004)
Hiperglikemia yang lama menyebabkan hiperaktivitas kaskade metabolik dari jalur poliol, reaksi AGE/reseptor dan peningkatan ROS. Semua proses tersebut mengganggu pembuluh darah mikrovaskuler dan jaringan saraf melalui aktivasi PARP, perubahan PKC, peningkatan MAPK, demikian juga peningkatan Nuclear Factor-kB (NF-kB), yang menyebabkan perubahan fungsi dan struktur saraf perifer. Penyimpangan metabolik saraf perifer merangsang reaksi proinflamasi dengan peningkatan pelepasan sitokin, migrasi makrofag, menekan neurotropin yang merangsang perkembangan kearah neuropati. Sebagai tambahan iskemia/reperfusi juga merangsang sel saraf termasuk reaksi inflamasi. Faktor lain
termasuk hipertensi, merokok, resistensi insulin juga berperanan dalam perkembangan neuropati (Yagihashi et al.,2011).
Gambar 2. 5 Patogenesis Neuropati Diabetik (Yagihashi et al.,2011) 2.2 Asam Urat Asam urat adalah produk akhir metabolism purin. Purin (adenin dan guanin) merupakan konstituen asam nukleat. Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang subtansial. Asam urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase (XO). Metabolisme
adenosin
triphosfate)
(ATP)
menyebabkan
akumulasi
hypoxanthine. Hypoxanthine dirubah oleh enzim XO menjadi xantin. Pada jaringan yang non-iskemik, XO yang berada dalam bentuk nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) menurunkan hydrogenase. Selama iskemia, Ca2+-stimulated
protease yang menyebabkan pemecahan parsial xanthine dehydrogenase menjadi XO yang irreversible. XO selanjutnya mengoksidasi xanthine, menghasilkan asam urat, superoksida dan hidrogen peroksida (Warner et al., 2004). ISCHEMIA
Xanthine dehydrogenase
REPERFUSION
Xanthine oxydase Ca influx Protease
Adenosin Inosine Hypoxanthine
ATP ADPAMP
Xanthine -
+
+2O2 +2H (H2O2+H+)
IMP
Uric acid +2O2 -+2H+ (H2O2+H+)
Gambar 2.6 Reaksi Xanthine Oksidase selama Reperfusion Injury (Becker et al., 1991)
Asam urat (7,9-dihydro-1H-purin-2,6,8(3H)-trione) merupakan asam lemah yang didistribusikan dalam cairan ekstraseluler sebagai natrium urat. Jumlah asam urat dalam plasma tergantung pada jumlah makanan atau minuman yang mengandung purin, biosintesis asam urat dan laju ekskresi urat. Kadar AUS plasma diatur oleh 4 komponen sistem transpor ginjal yang meliputi proses filtrasi, reabsorbsi, sekresi dan reabsorbsi paska sekresi. Sejumlah transporer ginjal turut terlibat dalam pengaturan kadar asam urat dalam plasma seperti urat transporer 1 (URAT1) yang bertanggung jawab terhadap reabsorbsi urat dan sejumlah sejumlah transporer ion organik (OAT) seperti OAT1 dan OAT3 dan ATP-dependent urate export secretion MRP4 yang terlibat dalam sekresi urat. Pada manusia lebih kurang 90% hasil filtrasi urat dirabsorbsi kembali. Karena
keterlibatannya yang begitu penting dalam reabsorbsi urat, URAT1 dipercaya memainkan peranan yang sangat kritis dalam pengaturan kadar AUS (Johnson et al., 2003; Hediger et al., 2005). Pada diet rendah purin, ekskresi harian adalah sekitar 0,5 g dan pada diet normal ekskresinya adalah sekitar 1 g per hari. Produksi tersebut juga meningkat setara dengan perputaran sel akibat penguraian asam-asam nukleat, seperti pada keganasan. Gagal ginjal menyebabkan asam urat urea, dan kreatinin terakumulasi. Diuretik tiazid menurunkan ekskresi urat. Alopurinol, probenesid, kortikosteroid, dan aspirin dosis besar meningkatkan ekskresi urat. Beberapa faktor yang telah diteliti berpengaruh terhadap kadar AUS dalam darah adalah umur, jenis kelamin (Liu et al.,2011). Pada kebanyakan spesies, asam urat akan dimetabolisme menjadi alantoin. Uricase, suatu enzim hati merubah asam urat menjadi allantoin yang pada hakekatnya akan menurunkan kadar AUS. Menariknya, pada manusia gen yang mengatur uricase tidak aktif sehingga mengakibatkan kadar asam urat serum lebih tinggi dan lebih berfluktuasi dibandingkan dengan mammalia lainnya. Kebanyakan asam urat diekskresikan lewat urin melalui mekanisme yang kompleks dengan melibatkan filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus di bagian awal tubulus convolutus proksimal, sekresi tubulus di bagian akhir reabsorbsi dan mungkin mengalami reabsorbsi lagi di bagian akhir tubulus proksimal (Hediger et al., 2005; Capasso et al., 2005). 2.3.1 Peranan asam urat Asam urat telah diidentifikasi lebih dari 2 abad yang lalu namun beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam
urat merupakan antioksidan cair terbanyak pada manusia, 2/3 dari total antioksidan yang memiliki kemampuan menetralisir radikal bebas dalam plasma terutama
hidroksil, superoksida dan peroksinitrit dan mungkin memiliki
kemampuan melindungi secara fisiologis dengan mencegah peroksidatif lipid. Kadar AUS dapat meningkat pada keadaan tertentu seperti diet tinggi purin, konsumsi alkohol yang berlebihan, perubahan sel atau kematian sel pada neoplasma atau obat sitotoksik, kelainan metabolisme purin karena faktor genetik, kelainan fungsi ginjal yang menyebabkan penurunan klirens asam urat, gangguan ekskresi asam urat yang berhubungan dengan reabsorbsi natrium yang berlebihan pada beberapa kondisi seperti obesitas, resistensi insulin atau hiperinsulinemia, hipertensi, diet rendah natrium dan terapi diuretik. Dalam berbagai organ dan pembuluh darah, konsentrasi lokal asam urat meningkat selama stres oksidatif akut dan iskemia serta peningkatan konsentrasinya mungkin merupakan mekanisme kompensasi untuk memberikan efek perlindungan melawan peningkatan aktivitas radikal bebas. Berkaitan dengan kondisi iskemik dalam hubungannya dengan kenaikan kadar AUS perlu dicatat bahwa xanthin oxidoreductase terdapat dalam dua bentuk yang berbeda. Xanthine dehidrogenase adalah bentuk paling umum yang bekerja di bawah kondisi fisiologis dan memiliki afinitas yang lebih besar untuk nicotinamide adenin dinukleotide dioksida (NAD+) dibandingkan dengan oksigen sebagai akseptor elektron. Dalam kondisi iskemik seiring degradasi ATP menjadi adenin dan xanthine, terjadi perubahan besar xanthine dehidrogenase menjadi XO. Proses ini menggunakan molekul oksigen pada tempat NAD+ sebagai
akseptor elektron dan mengarah pada pembentukan anion superoksida dan hidrogen peroksida secara paralel dengan kadar AUS seperti yang ditunjukkan oleh beberapa studi eksperimental. Selama beberapa tahun hiperurisemia telah diidentifikasi bersama-sama atau dianggap sama dengan gout namun saat ini asam urat telah diidentifikasi sebagai marker atau petanda untuk sejumlah kelainan metabolik dan hemodinamik (Waring et al., 2000; Qasi and Lohr, 2005). Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan dan degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan asam urat. Apabila terjadi kelebihan pembentukan asam urat, hambatan pengeluaran asam urat atau keduanya maka akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat darah yang disebut dengan hiperurisemia (Edward, 2009). Angka kejadian hiperurisemia di masyarakat dan berbagai kepustakaan barat sangat bervariasi, diperkirakan antara 2,3-17,6%, sedangkan kejadian gout bervariasi antara 0,161,36% (Kelly and Wortmann, 1997). Nan et al.,2006 pada penelitiannya di China mendapatkan prevalensi hiperurisemia 25,3% dan gout 0,36% pada orang dewasa usia 20-74 tahun. 2.3.2 Asam urat dan kardiovaskuler Asam urat merangsang produksi sitokin dari lekosit dan chemokine dari otot polos pembuluh darah, merangsang perlekatan granulosit pada endotelium, adhesi platelet dan pelepasan radikal bebas peroksida dan superoksida serta memicu stres oksidatif (Johnson et al., 2003; Culleton et al., 2006). Dari data-data tersebut diduga terdapat peranan potensial asam urat atau XO dalam proses terjadinya disfungsi endotel dan dalam memediasi respon inflamasi sistemik yang berakibat
pada kejadian kardiovaskular (Johnson et al., 2003). Asam urat diketahui berfungsi sebagai antioksidan dan mungkin antioksidan yang paling penting dalam plasma dengan kontribusi sampai 60% dari seluruh aktivitas pembersihan radikal bebas dalam serum manusia (Waring et al., 2000; Johnson et al., 2003). Urat, yakni bentuk asam urat yang larut dalam darah dapat menangkap superoksida, radikal hidroksil, oksigen tunggal dan juga mempunyai kemampuan untuk mengikat logam-logam transisi (Johnson et al., 2003). Asam urat dapat berinteraksi dengan peroxynitrite, suatu produk toksik yang terbentuk dari reaksi antara anion superoksida dengan NO yang dapat merusak sel melalui proses nitrosilasi residu protein tirosin (terbentuknya nitrotirosin) dan membentuk donor NO yang stabil sehingga menyebabkan vasodilatasi dan meminimalkan kerusakan oksidatif yang diinduksi oleh peroxynitrite (Waring et al., 2000). Asam urat dapat mencegah degradasi SOD3 yang merupakan enzim penting dalam mempertahankan fungsi endotel dan vaskular. SOD3 merupakan ensim ekstraseluler yang mengalkalisasi reaksi anion superokside (O2ˉ) menjadi hydrogen peroxide (H2O2). Pembuangan anion O2ˉ oleh SOD3 mencegah reaksi dan inaktivasi anion O2ˉ oleh NO sehingga hal ini membantu mempertahankan konsentrasi NO dan fungsi endotel dengan baik (Waring et al., 2000; Johnson et al., 2003). Namun demikian asam urat juga bersifat prooksidatif pada kondisi tertentu, khususnya bila antioksidan lain berada pada tingkat yang rendah (Johnson et al., 2003). Asam urat dapat merangsang oksidatif Low Density Lipoprotein (LDL) in vitro yang merupakan langkah kunci dalam progresivitas arterosklerosis. Efek
merusak asam urat pada sel endotel diperkirakan melalui aktivasi leukosit dan terdapat korelasi yang konsisten antara peningkatan konsentrasi asam urat dengan marker inflamasi dalam sirkulasi (Culleton et al., 2006). Pengamatan klinis dan laboratoris memperlihatkan peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah lebih dari 5,5 mg/dL, dikaitkan dengan disfungsi endotel (Zharikov et al., 2007). Jadi asam urat mempunyai peranan sebagai antioksidan yang signifikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, asam urat juga dapat menyebabkan kerusakan vaskuler (Waring et al., 2000). 2.3.3 Asam urat dan sindrom metabolik Sindrom metabolik (SM) kini menjadi masalah pandemik. Di Amerika Serikat saat ini prevalensinya 27% dari populasi dan diperkirakan lebih dari 50-75 juta orang dengan SM pada tahun 2010 sejalan dengan semakin meningkatnya prevalensi obesitas dan perubahan gaya hidup di masyarakat (Nakagawa et al., 2005). Prevalensi berdasarkan laporan terakhir The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dengan memakai definisi SM berdasarkan kriteria National Cholesterol Education Program (NCEP) yaitu pada orang dewasa > 20 tahun sebesar 24%, pada umur 50 tahun sebesar > 30% dan umur 60 tahun ke atas sebesar 40%. Di Asia prevalensinya lebih rendah sekitar 516% (Lebovits, 2001; Lee et al., 2004). Hiperurisemia sering dijumpai dan berkaitan dengan faktor-faktor yang berperanan penting pada SM seperti hipertrigliseridemia, obesitas, hipertensi, dan hiperglikemia (Facchini et al., 1999; Conen et al., 2004). Resistensi insulin memegang peranan penting pada sebagian besar komponen SM. Hubungan antara
konsentrasi AUS dengan obesitas abdominal, resistensi insulin, hipertensi dan dislipidemia bersifat kompleks dan multi direksional (Lee et al., 2004). Lin et al. (2006) mendapatkan hubungan signifikan antara AUS dengan komponen dari SM. Konsentrasi AUS secara signifikan lebih tinggi dan meningkat secara linier sesuai dengan jumlah faktor risiko yang ada pada individu bersangkutan. Hubungan ini tetap signifikan walaupun telah dilakukan kontrol terhadap faktor-faktor perancu seperti umur, indek massa tubuh (IMT), kreatinin serum, kolesterol LDL dan kolesterol total. Hubungan ini juga dijumpai pada studi-studi yang lain (Conen et al., 2004). Konsentrasi AUS merupakan marker pengganti SM yang sangat baik (Lakka et al., 2002). Hiperinsulinemia dan resistensi insulin menyebabkan kenaikan kadar AUS lewat mekanisme langsung maupun tidak langsung, meningkatkan produksi asam urat atau menurunkan fungsi ekskresi ginjal yang mungkin disebabkan oleh
efek stimulasi insulin terhadap reabsorbsi urat di tubulus
proksimal (Manzato, 2007). Pemeriksaan asam urat perlu dipertimbangkan walaupun tanpa ada tanda dan gejala gout oleh karena jika meningkat asam urat dapat sebagai marker yang murah untuk menduga adanya resistensi insulin sehingga akibat selanjutnya dapat diantisipasi lebih dini (Johnson et al., 2003) namun hasil-hasil penelitian tersebut dibantah oleh hasil penelitian Anttila et al. (1996) yang menemukan bahwa pengukuran kadar AUS tidak memberikan nilai untuk mengidentifikasi SM pada pasien sindrom polikistik ovarium yang memiliki risiko tinggi menderita obesitas, penyakit jantung koroner, hipertensi dan diabetes melitus.
Di masa yang akan datang prevalensi dan insiden SM diperkirakan semakin meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi dan insiden obesitas dan perubahan gaya hidup, dimana hal tersebut akan meningkatkan kejadian resistensi insulin. Juga terdapat hubungan potensial antara hiperurisemia dengan risiko kardiovaskuler sementara konsentrasi asam urat merupakan faktor risiko yang dapat dicegah maka dipandang perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara konsentrasi AUS dengan resistensi insulin sebagai basis dari SM dengan berbagai konsekuensinya (Manzato, 2007). Konsep bahwa asam urat mungkin terlibat dalam patogenesis hipertensi bukanlah sebuah konsep yang baru. Sekalipun secara berturut-turut sudah ada laporan tentang hubungan antara hipertensi dan kadar AUS sejak tahun 1950an sampai tahun 1980 namun perhatian ke topik itu masih sedikit oleh karena kurangnya penjelasan secara mekanistik (Feig et al., 2006). VASCULAR SMOOTH MUSCLE CELL ↑ PDGF A S A M U R A T
Ur at
↑ Erk 1/2
AP1, NF-B Transcription Factors
VSMC Proliferation
↑ COX-2 ↑ TxA2
↑ MCP 1
Macrophage Infiltration
Gambar 2.7 Bagan Pengaruh Asam Urat pada Otot Polos Vaskuler (VSMC) (Feig et al., 2006)
Studi terbaru saat ini sudah dapat menjelaskan bagaimana asam urat memicu terjadinya aterosklerosis dan hipertensi. Pada studi laboratorium penambahan asam urat ke dalam media pertumbuhan menginduksi proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah. Sel-sel otot polos pembuluh darah manusia mengekspresikan urate-transpor channel URAT1. Ekskresi urat oleh ginjal manusia diatur oleh kelompok organic anion transporer superfamily (URAT1). Ekspresi spesifik URAT1 pada otot polos aorta telah dapat dibuktikan dan inilah yang diduga menjadi mekanisme bagaimana asam urat masuk ke dalam sel-sel otot polos pembuluh darah dan menyebabkan penyakit kardiovaskular (Price et al., 2006). Kultur sel otot polos pembuluh darah menunjukkan ambilan 14C-urate yang cepat dibandingkan kontrol. Pada pemeriksaan histologi jaringan ginjal ditemukan peningkatan dramatis infiltrasi parenkim ginjal oleh makrofag yang menunjukkan kadar asam urat yang tinggi membuat kondisi menjadi ke keadaan proinflamasi. Kenaikan kadar asam urat yang ringan sudah dapat memicu inflamasi ginjal, mengaktivasi sistem rennin-angiotensin dan menurunkan produksi nitric oxide yang
semuanya
merupakan
jalur
penting
terjadinya
uric-acid-mediated
hypertension (Feig et al., 2006). Kontrol terhadap AUS pada penderita hipertensi mengurangi risiko terjadi penyakit kardiovaskuler (Alderman, 1999). Peningkatan
AUS merupakan faktor risiko independen
pada diabetes
melitus baik pada laki-laki maupun wanita. Pada penelitian tersebut telah dilakukan penyesuaian terhadap umur, jenis kelamin,ras, pendidikan, merokok, konsumsi alkohol, IMT, kolesterol serum dan hipertensi. Hubungan timbal balik antara peningkatan AUS dengan DM diduga melalui penghambatan reabsorpsi
pada tubulus proksimal pada penderita DM (Bandaru et al.,2011). Suatu metaanalisis menyatakan AUS yang tinggi sebagai faktor risiko independen terhadap komponen metabolik DM pada umur pertengahan (Qin et al.,2013). Secara ringkas hubungan SM digambarkan oleh Li dan kawan-kawan seperti bagan berikut. Asam urat dihubungkan dengan SM melalui peningkatan resistensi insulin dan disfungsi dari ginjal. Hiperurisemia menyebabkan disfungsi dan penghambatan dari bioavailability dari NO yang mengawali hiperinsulinemia. Demikian juga hiperinsulinemia dan hiperurisemia merupakan hubungan yang saling mempengaruhi.
Gambar 2.8 Hubungan komponen sindrom metabolik, resistensi insulin dan hiperurisemia (Li et al.,2013)
2.3 ` Asam Urat dan Neuropati Diabetik Asam urat meski sebagai antioksidan utama dalam sirkulasi (Ames,1981), juga menginduksi stres oksidasi pada beberapa sel termasuk sel otot plos (Corry et al.,2008) yang menyebabkan progresivitas penyakit termasuk kardiovaskular. Mekanisme patogenesisnya diduga melalui penurunan bioavaibilitas NO pada sel otot polos dan sel endotel serta scavenging langsung dari NO oleh asam urat (Gersch et al.,2008). Penderita DM tipe 2 dengan hiperurisemia, terjadi peningkatan risiko mengalami komplikasi diabetes khususnya komplikasi gangguan ginjal (Bo et al.,2001; Rosolowsky et al.,2008) dan gangguan kardiovaskular (Zoppini et al.,2009). Insiden neuropati pada penderita DM dengan
hiperurisemia
lebih
tinggi
dibandingkan
penderita
DM
tanpa
hiperurisemia (Ito et al.,2011). Beberapa faktor telah diteliti berhubungan dengan derajat kerusakan neuron dan progresivitas dari neuropati diabetik (Rayas,2005; Liu et al., 2011). Penelitian Papanaz (2011) menunjukkan kadar AUS secara signifikan lebih tinggi ( 8,1+1,4 vs 5,7+1,3 mg/dL) pada pasien DM tipe 2 dengan neuropati dibandingkan tanpa neuropati. Terdapat korelasi bermakna, AUS dengan NDS baik pada pasien DM tipe 2 dengan neuropati (r s= 0,934; p<0,001). Peningkatan stadium NDP berhubungan dengan derajat kerusakan dari neuron yang terlibat. Penelitian Kiani et al. (2014) menunjukkan hubungan kadar AUS dengan NDP. Terdapat perbedaan rerata kadar AUS (4,7+0,96) pada pasien DM dengan NDP dan (4,36+0,89) mg/dL pada pasien DM tanpa neuropati (p=0.019). Diperlukan studi lanjutan untuk mengetahui peranan AUS pada perkembangan dan progresivitas dari NDP.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Bagan di bawah ini menunjukkan mekanisme yang mungkin terjadi dan menjadi landasan berpikir mengenai korelasi kadar AUS tinggi dengan neuropati pada penderita DM tipe 2. NDP terjadi akibat hipoksia yang disebabkan mikroangiopati endovaskular. Disamping itu akibat aktivasi jalur metabolik yang merangsang reaksi proinflamasi dan cedera langsung dari hiperglikemia berperanan terhadap terjadinya NDP. Gangguan vaskular disebabkan oleh faktor risiko dari sindrom metabolik yang berhubungan secara timbal balik dengan peningkatan
resistensi
insulin.
Sindrom
metabolik
meliputi
hipertensi,
dislipidemia, obesitas, merokok, intake alkohol, dan keadaan resistensi insulin. Kadar AUS tinggi berhubungan dengan sindrom metabolik melalui resistensi insulin. Resistensi insulin akan menyebabkan keadaan hiperglikemia yang merangsang aktivasi jalur metabolik dan reaksi proinflamasi. Kadar AUS tinggi juga berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi dan kerusakan endotel vaskuler melalui peningkatan reaksi stres oksidasi. Progresivitas disfungsi endotel vaskular dan proses inflamasi akan menimbulkan hipoksia saraf. Kerusakan struktural dan fisiologis saraf perifer ditandai dengan munculnya tanda klinis neuropati dan perubahan abnormal elektrofisiologis.
32
Resistensi Insulin
Sindrom metabolik
Hiperglikemia
ROS
AUS tinggi
Poliol
AGE/RAGE
Peningkatan respon Inflamasi
Gangguan vaskular
\
NDP
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
3.2 Kerangka Konsep Berdasarkan
rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah
kerangka konsep penelitian bahwa kadar AUS tinggi pada penderita DM tipe 2 berkorelasi dengan NDP dan peningkatan stadium NDP. Faktor-faktor yang berkorelasi terhadap NDP adalah usia, jenis kelamin, durasi menderita DM, dan HbA1C dan sindrom metabolik yang akan ditampilkan sebagai kharakteristik subjek penelitian. Faktor-faktor lain yang berkorelasi dengan neuropati lainnya seperti penyakit ginjal dan hati kronis, infeksi HIV/AIDS, Morbus Hansen (MH), neuropati jebakan, keganasan, obat, paparan toksik, dan pemakaian alkohol dikendalikan pada tahap rancangan penelitian.
KADAR AUS TINGGI
1. Penyakit ginjal dan hati kronis 2. Infeksi HIV/AIDS dan MH 3. Neuropati jebakan 4. Keganasan 5. Konsumsi obat-obatan 6. Riwayat paparan toksin peptisida, merkuri, organofosfat, timbal dan alkohol.
1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Lama DM 4. HbA1C 5. Hipertensi 6. Obesitas 7. Dislipidemia
NDP
Gambar 3.2 Bagan Kerangka Konsep
Keterangan : Faktor yang diukur Faktor yang ditampilkan sebagai karakteristik subjek penelitian Faktor yang dikendalikan pada tahap rancangan penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Kadar AUS tinggi berkorelasi positif dengan NDP pada penderita DM tipe 2.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan potong lintang. Subjek penelitian diambil secara consecutive sampling di bagian poliklinik diabetes dan ruang rawat inap RSUP Sanglah, Denpasar. Secara lebih jelas dapat digambarkan dalam diagram berikut:
Penderita DM tipe 2
Kadar AUS
NDP
Tidak NDP
Gambar 4.1 Bagan Kerangka Penelitian
35
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah mulai bulan April 2014 sampai Agustus 2014.. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup korelasi dibidang neurologi khususnya subdivisi sistem saraf tepi. 4.4 Populasi dan Sampel Penelitian 4.4.1 Populasi target Populasi target penelitian ini adalah semua penderita DM tipe 2. 4.4.2 Populasi terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 yang menjalani perawatan di poliklinik diabetes dan
di ruang rawat inap
RSUP Sanglah
Denpasar. 4.4.3 Kriteria sampel Semua penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan sampai jumlah sampel penelitian terpenuhi. 4.4.3.1 Kriteria inklusi sampel 1. Penderita DM tipe 2. 2. Penderita sadar baik dan kooperatif. 3. Umur 20 - 65 tahun. 4. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed-consent ikut serta dalam penelitian.
4.4.3.2 Kriteria eksklusi 1. Penderita penyakit ginjal kronis, penyakit hati kronis. 2. Penderita infeksi HIV/AIDS dan Morbus Hansen. 3. Penderita neuropati jebakan 4. Penderita keganasan 5. Riwayat penderita mengalami paparan toksin peptisida, merkuri, organofosfat, timbal, dan penggunaan alkohol. 6. Penderita
mengkonsumsi
obat-obatan
seperti
anti
retroviral,
kemoterapi,allupurinol, dan estrogen. 4.4.4
Besar sampel Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumus berikut: (Dahlan, 2005). dimana : 2 n = (Zα) PQ
= (1.96)2 x 0,69 x 0,31
d2
= 82 orang
(0,1)2
Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 82 orang. Zα
= kesalahan tipe I ditetapkan 5% = 1,96
P
= proporsi pasien neuropati pada DM tipe 2 dengan hiperurisemia sebesar 69 % (Shoeib, 2012).
Q
= 1- P = 1- 0,69 = 0,31
n
: besar sampel
d
: tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki ditetapkan sebesar
4.4.5
Teknik pengambilan sampel Sampel pada penelitian ini diambil secara consecutive sampling yaitu
semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. 4.5
Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : kadar AUS tinggi. 2. Variabel tergantung : NDP 3. Variabel kendali : usia, jenis kelamin, lama DM, dislipidemia, obesitas, hipertensi, dan HbA1C.
4.6
Definisi Operasional Variabel 1. Definisi DM
tipe 2 adalah suatu kelompok penyakit dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan keluhan poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, dan pemeriksaan glukosa darah puasa > 126 mg/dL (Konsensus Perkeni, 2011). Data diperoleh dari rekam medis pasien. 2. NDP ditegakkan dengan pemeriksaan MDNS. Data berskala nominal yaitu NDP dan tidak NDP. NDP dibagi menjadi stadium 0, stadium 1, stadium 2, dan stadium 3. NDP memenuhi kriteria stadium 1,2, dan 3. Tidak NDP memenuhi kriteria stadium 0 (Lampiran 3), (Feldman,1994). 3. Kadar AUS adalah kadar AUS yang diperiksa dengan metode enzymatic colorimetric dengan alat Synchron CX9 Pro buatan Beckham Coulter, Amerika Serikat tahun 2000 di laboratorium Patologi Klinik RSUP
Sanglah. Kadar AUS dinilai dalam satuan mg/dL. Data diambil secara numerik, selanjutnya untuk analisis korelasi digunakan data berskala nominal dikotomi yaitu AUS rendah/normal dan AUS tinggi. Kadar AUS rendah/normal bila kadar AUS < 5,5 mg/dL dan tinggi >5,5 mg/dL. Sesuai dengan penelitian Zharikov et al. (2007), kadar AUS >5,5 mg/dL dapat menyebabkan gangguan fungsi endotel. 4. Usia: ditentukan dari tanggal atau tahun lahir sampai saat pemeriksaan berdasarkan kartu tanda penduduk (KTP) atau keterangan keluarga sesuai rekam medis. Usia yang memenuhi kriteria inklusi 20-65 tahun dengan pertimbangan sebagian besar pasien DM tipe 2 berusia > 20 tahun dan menghindari sampel pasien DM tipe 1 yang biasanya berusia <20 tahun. Sedangkan bila usia lebih 65 tahun kemungkinan pasien menderita beberapa penyakit yang lain berperan sebagai perancu. Data disajikan dalam bentuk katagorikal. Usia 20-39, 40-59, dan > 60 tahun (Yang et al., 2010). 5. Jenis kelamin: jenis kelamin penderita sesuai dengan KTP dan dikelompokkan kedalam skala nominal yaitu laki-laki atau perempuan. 6. Obesitas dihitung berdasarkan indek massa tubuh yang dihitung dengan rumus: IMT (Indek Massa Tubuh) = Berat Badan (Kilogram)/Tinggi Badan (meter2) sesuai dengan konsensus perkeni, 2011. Data disajikan berskala nominal dikotomi. Kriteria untuk obesitas bila IMT > 25,0 dan tidak obesitas bila IMT < 25,0 (He et al., 2007).
7. Hipertensi adalah penderita dengan tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dengan dua kali pengukuran pada posisi berbaring atau penderita dengan riwayat hipertensi dan sedang minum obat antihipertensi (sesuai dengan Eighth Joint National Committee Classification/JNC VIII) dan dikelompokkan menjadi hipertensi dan tidak hipertensi. 8. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai oleh peningkatan maupun penurunan lipid dalam plasma. Data disajikan dalam bentuk skala nominal dikotomi, yaitu dislipidemia dan tidak dislipidemia Dislipidemia bila terdapat kelainan lipid yang utama yaitu kenaikan kadar kolesterol total > 200 mg/dL dan/ atau kolesterol LDL > 130 mg/dL dan/atau penurunan HDL < 35 mg/dL dan/ atau kenaikan trigliserida > 200 mg/dL (Konsensus Perkeni, 2011). 9. Lama menderita DM tipe 2 adalah waktu dalam hitungan tahun sejak penderita didiagnosis menderita DM tipe 2 yang diketahui dari wawancara kepada pasien, keluarga, dan rekam medis penderita. Data disajikan berskala nominal dikotomi dibagi menjadi lama DM < 5 tahun dan > 5 tahun (Wheeler et al.,2007). 10. HbA1C
merupakan bentuk glikolisasi dari hemoglobin yang dapat
digunakan sebagai indikator dari toleransi glukosa dan regulasi glukosa pada penderita DM. Kadar HbA1C disajikan berskala katagori nominal dikotomi, yaitu HbA1C normal/rendah bila kadar HbA1C<7% dan tinggi bila HbA1C > 7% (Konsensus Perkeni, 2011).
11. Penyakit ginjal kronis (PGK)
didefinisikan sebagai penderita yang
sudah terdiagnosis gagal ginjal kronis (GGK) atau terduga GGK; mengalami abnormalitas struktural atau fungsional ginjal yang menetap dalam 3 bulan dan dimanifestasikan
oleh kerusakan ginjal yang
terdeteksi sebagai ekskresi albumin urin abnormal atau GFR dibawah 60 ml/menit/1,73m2 (Milner, 2003). Data diperoleh dari wawancara, pemeriksaan penunjang, dan catatan medis. 12. Penyakit hati kronis didefinisikan sebagai suatu kondisi medis yang ditandai dengan kerusakan jaringan hati yang bertahap seiring dengan perjalanan penyakit, yang dapat menyebabkan fibrosis dan sirosis hati. Data diperoleh berdasarkan catatan rekam medis pasien. 13. Penderita HIV/AIDS
adalah penderita dengan gejala klinis infeksi
HIV/AIDS dan hasil pemeriksaan serologis HIV menunjukkan hasil positif. Data diperoleh dari wawancara, pemeriksaan penunjang, dan catatan medis. 14. Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae, yang menyerang saraf tepi. Data diperoleh dari catatan rekam medis pasien. 15. Neuropati karena keganasan adalah penderita yang menderita keganasan berdasarkan catatan rekam medis pasien. 16. Penderita menggunakan obat-obatan seperti, obat kemoterapi, anti retroviral, alupurinol, dan estrogen dalam 3 bulan terakhir.
17. Paparan toksin adalah penderita dengan riwayat paparan toksin, termasuk paparan bahan yang mengandung pestisida, merkuri, organofosfat, dan timbal. Data diperoleh dari wawancara dan catatan medis penderita. 18. Riwayat peminum alkohol/zat adiktif lain adalah penderita yang mempunyai kebiasaan minum alkohol/zat adiktif lain secara reguler selama lebih dari 1 tahun terakhir. 4.7
Alat Pengumpul Data Data primer diperoleh dari penderita melalui wawancara menggunakan
kuesioner dan lembar pengumpulan data yang digunakan untuk mencatat data dasar karakteristik penderita dari catatan medis. Kadar AUS diperiksa di bagian Patologi Klinik, diperiksa dengan metode enzymatic colorimetric dengan alat Synchron CX9 Pro buatan Beckham Coulter, Amerika Serikat tahun 2000. Alat diagnostik yang digunakan untuk menunjang diagnosis suatu NDP adalah pemeriksaan MDNS dan ENMG. Alat ENMG yang digunakan merek Dantec keluaran tahun 1992 dengan perangkat lunak ENMG Medtronic di ruang Poliklinik Saraf Denpasar. 4.8
Prosedur Penelitian Penderita DM yang dirawat di Instalasi Rawat Inap dan poliklinik diabetes
RSUP Sanglah dan memenuhi kriteria eligibilitas diambil sebagai sampel secara consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui pemeriksaan anamnesis kemudian dilakukan pemeriksaan MDNS, serta pemeriksaan hantaran saraf.
Populasi Target: pasien DM tipe 2
Populasi Terjangkau: Pasien DM tipe 2 di Poliklinik DM dan Rawat Inap RSUP Sanglah Denpasar di RSUP Sanglah, Denpasar Kriteria Inklusi dan Eksklusi di RSUP Sanglah, Denpasar Kasus di RSUP Sanglah, Denpasar Pemeriksaan kadar AUS
Kadar AUS rendah/normal
Kadar AUS tinggi
Pemeriksaan NDP
NDP
Tidak NDP ANALISIS DATA Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian
9.4 Analisis Data Seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis
dengan
program SPSS 16.0 for windows. Analisis dan penyajian data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif disajikan untuk melihat sebaran usia, jenis kelamin, lama DM, obesitas, dislipidemia, hipertensi, dan HbA1C. 2. Korelasi kadar AUS tinggi dengan NDP digunakan uji korelasi coefficient contingency dengan masing-masing berskala nominal. Uji korelasi variabel nominal dan ordinal juga digunakan uji coefficient contingency.
BAB V HASIL PENELITIAN
Dari periode waktu 1 April sampai 31 Agustus 2014, sebanyak 82 orang penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi yang diperiksa di Poliklinik DM dan ruang perawatan RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang untuk mengetahui korelasi kadar AUS dengan NDP. Untuk mengetahui korelasi kadar AUS dengan NDP digunakan uji korelasi coefficient contingency. 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 5.1 menunjukkan data dasar karakteristik subjek penelitian. Rerata usia, 55.5(33-65) tahun. Kelompok usia 20-39 tahun 3,7%, 40-59 tahun sebesar 67,1%, dan usia ≥ 60 tahun 29,2%. Jenis kelamin laki-laki 54,9% dari seluruh subjek penelitian. Pendidikan terbanyak adalah tamatan SMA sebesar 34(41,5%). Sebagian besar subjek bekerja sebagai wiraswasta 21(25,6%). Rerata lama DM, 5(1-20) tahun. Rerata BMI adalah 25,33+3,59 kg/m2. Setelah dikelompokkan, subjek yang obese 44(53,7%). Subjek yang menderita dislipidemia sebesar 26(31,7%), hipertensi 49(59,8%). Rerata kadar HbA1C(%), 7,36(4,48-13,6)%. Setelah dikelompokkan menjadi subjek dengan HbA1C tinggi, sebanyak 51(63,3%), dan kadar HbA1C yang rendah/normal sebanyak 31(36,7%).
45
Tabel. 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Variabel Usia(tahun),median,(min-mak) 20-39 tahun 40-59 tahun >60 tahun Pendidikan sampel Tidak tamat sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Diploma/S1 Pekerjaan Sampel Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Buruh Lain-lain Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Lama DM( tahun), median(min-mak) < 5 tahun ≥ 5tahun BMI(kg/m2), mean+SD Tidak obese Obese Dislipidemia Tidak dislipidemia Dislipidemia Hipertensi Tidak hipertensi Hipertensi Kadar HbA1C(%), median (min-mak) HbA1C tinggi HbA1C normal/rendah NDP Tidak NDP NDP
N (Jumlah)
Frekuensi (%)
3 55 24
55,5(33-65) 3,7 67,1 29,2
5 17 10 34 16
6,1 20,7 12,2 41,5 19,5
19 16 21 9 17
23,2 19,5 25,6 11,0 20,7
45 37
54,9 45,1 5(1-20)
31 51
37,6 62,4 25,33+3,59
38 44
46,3 53,7
56 26
68,3 31,7
33 49
40,2 59,8 7,36(4,48-13,6) 51 63,2 31 37,8 29 53
35,4 64,6
Rerata kadar AUS 5,8(2,9-13,1) mg/dL, dengan kadar AUS tinggi sebanyak 44(53,7%), dan kadar AUS rendah/normal 38(46,3%); subjek yang menderita NDP 53(64,6%) dengan rincian karakteristik stadium NDP adalah stadium 0: 35,4%, stadium 1: 11,0%, stadium 2: 32,9%, stadium 3: 20,7%. 5.2 Korelasi kadar AUS terhadap NDP Dari tabel 5.2 menunjukkan korelasi bermakna dengan kekuatan korelasi sedang dan arah korelasi positif (r= 0,509; p<0,001) kadar AUS dengan NDP. Tabel 5.2 Korelasi kadar AUS dengan NDP Variabel
NDP
Tidak NDP
AUS normal/rendah
13(24,5%)
25(86,2%)
AUS tinggi
40(75,5%)
4 (13,8%)
r
p
0,509
<0,001
Kadar AUS
Uji korelasi coefficient contingency Pada tabel 5.3 menunjukkan korelasi dan significancy beberapa variabel subjek penelitian yang lain. Variabel usia menunjukkan korelasi yang tidak bermakna terhadap kejadian NDP (r=0,143; p=0,425). Tidak terdapat korelasi bermakna antara variabel jenis kelamin dengan NDP (r=0,197; p=0,069). Variabel dislipidemia juga menunjukkan korelasi yang tidak bermakna terhadap NDP (r=0,650; p=0,553). Variabel lama DM menunjukkan korelasi bermakna dengan kekuatan lemah serta arah korelasi positif dengan NDP (r=0,303; p=0,004). Variabel obesitas mempunyai korelasi bermakna dengan NDP dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif (r=0,227; p=0,035); variabel hipertensi mempunyai korelasi bermakna dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif
terhadap NDP (r=0,356; p=0,001), dan kadar HbA1C mempunyai korelasi bermakna dan kekuatan korelasi lemah serta arah korelasi positif (r=0,260; p=0,016). Tabel 5.3 Korelasi Beberapa Variabel Subjek dengan NDP NDP jumlah (%)
Tidak NDP jumlah (%)
20-39
1 (1,9)
2(6,9)
>40-59
35(66,0)
20(69,0)
>60
17(32,1)
7(24,1)
Laki-laki
33(73,3)
12(26,7)
Perempuan
20(54,1)
17(45,9)
<5 tahun
14(26,4)
17(58,6)
>5 tahun
39(73,6)
12(41,4)
Tidak dislipidemia
35(66,0)
21(72,4)
Dislipidemia
18(34,0)
8(27,6)
Tidak obese
20(37,7)
18(62,1)
Obese
33(37,7)
11(37,9)
Tidak hipertensi
14(26,4)
19(65,5)
Hipertensi
39(73,6)
10(34,5)
HbA1C normal
15(28,3)
16(55,2)
HbA1C tinggi
38(71,7)
13(44,8)
Variabel
r
P
0,143
0,425
0,197
0,069
0,303
0,004*
0,650
0,553
0,227
0,035*
0,356
0,001*
0,260
0,016*
Usia (tahun)
Jenis kelamin
Lama DM
Dislipidemia
Obesitas
Hipertensi
HbA1C (%)
*bermakna secara statistik
BAB VI PEMBAHASAN
Neuropati diabetik perifer merupakan komplikasi mikrovaskular dari penyakit DM yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta mempengaruhi kualitas hidup penderita (Valeria et al.,2010). NDP ini bisa karena disebabkan oleh resistensi insulin pada keadaan DM ataupun kondisi lain yang meningkatkan resistensi insulin termasuk hipeurisemia oleh karena gangguan metabolik (Li et al.,2004). 6.1 Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian diperoleh dari poliklinik diabetes dan ruang perawatan RS Sanglah Denpasar dengan pemilihan sampel secara consecutive terhadap seluruh penderita DM tipe 2 yang berobat sampai jumlah sampel terpenuhi. Didapatkan 82 orang penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria
eksklusi. Dari hasil penelitian, usia subjek penelitian adalah 55,5(33-65) tahun. Proporsi pada masing-masing kelompok umur 20-39; 40-59 dan diatas 60 tahun yaitu 3,7%; 67,1%; dan 29,2%. Proporsi NDP pada masing-masing kelompok umur yaitu 1,9%; 66%; dan 32,1%. Prevalensi NDP meningkat secara bertahap sesuai dengan usia dan lama menderita DM (Wheeler et al.,2007). Usia 20-39 tahun meningkat 3,2%, 40-59 tahun 11,5% dan >60 tahun meningkat 20,4% (Yang et al.,2010). Studi potong lintang oleh Guirrero et al.,2012, rerata usia yang menderita NDP adalah 56,9+9,6(26-80) tahun. Penelitian prospective, European
49
Diabetes (EURODIAB) Prospective Complications Study tahun 1989-1991 dari 1172 pasien DM tipe 2 didapatkan rerata usia penderita neuropati 32,7+10,2 tahun (Tesfaye et al.,2005). Penelitian prospektif deskriptif di Saudi Arabia mendapatkan rerata usia penderita NDP yang asimptomatis 49.84±11.85, sedangkan penderita NDP simptomatis sebesar 52.90+10.21 tahun (Mojaddidi et al.,2011). Progresivitas dan luasnya mikroangiopati berperanan dalam banyaknya saraf yang terlibat dalam NDP (Sabanayagam
et al.,2009). Peningkatan
prevalensi NDP sesuai dengan usia dan lama DM. Hal ini mungkin berhubungan dengan karakteristik pembuluh darah dari sistem saraf perifer mempengaruhi patogenesis terjadinya neuropati. Sistem saraf perifer yang hanya ditutup oleh perineurium, hanya dapat ditembus oleh beberapa arteriole transperineurial ke dalam endoneurium, sehingga sangat rentan terhadap iskemia. Ketergantungan terhadap suplai vaskular, menyebabkan sistem saraf perifer pada pasien diabetes sangat rentan mengalami gangguan (Yagihashi et al.,2010). Pada penelitian ini proporsi penderita DM dan NDP pada kelompok usia diatas 60 tahun lebih kecil dari kelompok umur 40-59 tahun. Hal ini mungkin disebabkan eklsusi kasus usia lebih dari 65 tahun. Pada usia tua prevalensi neuropati perifer sangat umum terjadi. Beberapa faktor risiko yang berperan diantaranya rheumatoid artritis, defisiensi vitamin B12, riwayat hipertensi, sosial ekonomi, pengobatan, dan lainlain (Mold et al.,2004). Subjek laki-laki yang menderita NDP sebesar 64,6%. Tidak terdapat korelasi bermakna antara jenis kelamin dengan NDP (r=0,285; p=0,069). Hasil penelitian ini mendukung studi sebelumnya yang dilakukan oleh Fabian et
al.,2007 yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna prevalensi NDP pada laki-laki dan perempuan. Sebagian besar subjek (25,6%) bekerja sebagai wiraswasta. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh sebagian besar berdomisili di daerah perkotaan. Tingkat pendidikan
subjek sebagian besar tamatan SMA. Hal ini mungkin berkaitan
dengan tingkat pendidikan penduduk perkotaan yang memiliki pendidikan minimal SMA. Pekerjaan dan pendidikan tidak berhubungan secara langsung dengan dengan kejadian DM maupun NDP, tetapi lebih banyak berkaitan dengan keberadaan penduduk perkotaan yang sebagian besar adalah penduduk urban yang dihubungkan dengan pola hidup. Perubahan pola hidup dan pola makan yang tidak baik meningkatkan risiko timbulnya DM (Shaw et al.,2010). Rerata lama DM pada subjek penelitian adalah 5 (1-20) tahun. Terdapat korelasi bermakna dengan kekuatan sedang dan arah korelasi positif (r=0,303; p=0,004) antara lama DM dengan NDP. Lama DM merupakan faktor risiko terjadinya NDP pada studi Diabetes Control and Compilcations Trial selain faktor hiperglikemia (Tesfaye et al.,2005). NDP merupakan komplikasi mikroangiopati pada penderita DM tipe 2 yang meningkat prevalensinya sejalan dengan lama DM. Komplikasi NDP dapat terjadi pada penderita DM melalui berbagai mekanisme. Faktor hiperglikemia yang lama, genetik dan mekanisme lain seperti imun akan meningkatkan stres oksidatif dan merangsang jalur-jalur lainnya yang menyebabkan kerusakan saraf, endotel pembuluh darah, glomerulus, mesangial dan sel retina (Vincent et al., 2004). Lama maupun usia penderita DM tipe 2 berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi DM. Studi Pittsburg tahun 1950-
1980, dari 567 pasien DM menunjukkan terhadap prevalensi neuropati perifer meningkat dengan lama dan bertambahnya usia. Korelasi antara usia dan lama menderita neuropati sangat kuat (r =0.8; p:<0.0001) (Orchad,1990). Rata-rata lama DM tipe 2 pada studi potong lintang didapatkan 8.5+5.7(1-27) tahun (Guirrero et al.,2012). Pada penelitian ini, rerata lama DM untuk menimbulkan NDP lebih rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemeriksaan menggunakan elektrofisiologi untuk mendeteksi NDP yang dapat menjaring NDP subklinis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Nathan (1993) yang menunjukkan pemeriksaan dengan alat elektrofisiologi dapat menunjukkan NDP subklinis, yang ditunjukkan dengan penurunan hantaran saraf baik sensoris maupun motorik pada penderita DM setelah 5-10 tahun. Rerata BMI adalah 25,33+3,59 kg/m2. Penderita yang obese sebanyak 53,7%. Obesitas mempunyai korelasi bermakna dengan NDP (r=0,227; p=0,035). Obesitas, tersendiri ataupun kombinasi dengan sindrom metabolik (HbA1C), tekanan darah sistolik dan diastolik, kolesterol LDL merupakan faktor risiko komplikasi neuropati (Tomic et al.,2003). Peningkatan prevalensi neuropati perifer berkorelasi secara signifikan dan independen dengan berat badan (p<0,01). Obesitas dan trigliserida berhubungan dengan hilangnya akson saraf kecil yang tidak berselubung mielin. Lebih jauh dikatakan obesitas berhubungan dengan edema yang mengawali terjadinya fenomena jepitan yang mengganggu barier sehingga kekurangan nutrisi pada jaringan saraf yang rentan. Obesitas bersama dengan sindrom metabolik yang lain menyebabkan peningkatan resistensi insulin (Yagishasi et al.,2011). DM tipe 2 dan obesitas sendiri mempunyai hubungan
yang komplek.
Studi dari Mitrofolous (1992) menyatakan obesitas sebagai
prekursor DM tipe 2 melalui mekanisme resistensi insulin (Hussain et al.,2010). Subjek yang menderita hipertensi sebesar 59,8%. Terdapat
korelasi
bermakna dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif (r=0,356; p=0,001) antara hipertensi dengan NDP. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya bahwa hipertensi merupakan faktor risiko independent pada penyakit makrovaskular, retinopati dan nefropati (Tesfaye,2004). Hipertensi merupakan komplikasi pembuluh
darah
akibat
hiperinsulinemia.
Resistensi
terhadap
insulin
meningkatkan reabsopsi natrium di tubulus proksimal ginjal (Yagihashi et al., 2011). Subjek yang menderita dislipidemia sebesar 31,7%. Tidak terdapat korelasi bermakna dislipidemia dengan NDP (r=0,650; p=0,553). Penelitian dislipidemia sebagai faktor risiko neuropati masih kontroversi. Terdapat perbedaan yang tidak signifikan, kadar kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida penderita DM tipe 2 yang menderita neuropati somatik dengan tanpa neuropati (Subbalakhsmi et al., 2013). Pada studi Steno 2, pasien DM tipe 2, yang diterapi intensif dengan statin mengurangi risiko neuropati otonom, tetapi tidak pada NDP. Studi yang berbeda ditemukan bahwa dislipidemia merupakan faktor risiko independen terhadap penyakit makrovaskular pada penderita DM tipe 2 (Hussain et al., 2010, Veves and Caselli,2007). Pada studi pendahuluan, penurunan kadar lipid baik dengan fibrat dan statin dalam waktu 5 tahun mencegah insiden neuropati sensoris baru. Dengan terapi fibrat (HR)= 0.52; 95%; CI 0.27–0.98 dan penggunaan statin (HR=0.65; 95% CI 0.46–0.93; p<0.042. Bukti ini konsisten dengan penelitian in
vitro dan pada binatang yang menunjukkan terapi penurunan kadar lipid mempunyai efek neuroproteksi melalui perbaikan sel Schwann, jalur poliol, dan perbaikan aliran darah saraf (Davis,2007). Pada penelitian ini didapatkan penderita NDP sebesar 64,6%. Prevalensi NDP pada pasien DM bervariasi dari 10-75%. Nilai ini menggambarkan besarnya variasi tempat, metode diagnostik, karakteristik populasi dan kualitas kesehatan antar negara (Lazo,2014). Dyck (2011) melaporkan prevalensi neuropati pada DM tipe 2 sebesar 45%. Neuropati pada penderita DM merupakan komplikasi yang umum terjadi dan hampir mengenai 50% penderita diabetes melitus (Modjadidi et al.,2011). Suatu studi di Meksiko dengan kuisioner Michigan menemukan prevalensi NDP pada DM tipe 2 sebesar 64% (Ibara et.al.,2012). Pada penelitian European Diabetes (EURODIAB) Prospective Complications Study tahun 19891991, didapatkan 23,3% penderita mengalami neuropati. Pittsburgh epidemiology of diabetes complications study prevalensi neuropati subklinis pada penderita DM tipe 2 sebesar 71%. Secara keseluruhan prevalensi neuropati pada penderita DM tipe 2 diatas usia 30 tahun sebesar 58%
(Wheeler et al.,2007). Beberapa
perbedaan dari proporsi penderita DM tipe 2 yang menderita neuropati ini disebabkan beberapa teknik pemeriksaan yang dipakai oleh pemeriksa. Diagnostik neuropati sangat dipengaruhi definisi yang digunakan oleh peneliti untuk menentukan seseorang menderita neuropati, faktor pemeriksa (bias dari pemeriksa) dan teknik atau metode yang digunakan (Tesfaye et al.,2005). Diagnostik neuropati yang dilaporkan oleh Dyck(1991) ditegakkan dengan 2 kriteria yaitu ditemukan 1 atau lebih gangguan hantaran saraf atau tes otonom
abnormal dan adanya gejala neuropati atau pada pemeriksaan tes quantitative sensoris terganggu. Diagnostik NDP dengan metode NCV meningkatkan sensitivitas dalam menjaring penderita DM tipe 2 yang menderita NDP dibandingkan dengan metoda lain (Mete et al.,2013). Prevalensi NDP dengan pemeriksaan elektromiografi lebih tinggi (74,5%) dibandingkan dengan MNSI (32,1%) dan neurothesiometer (46,2%). Prevalensi yang tinggi juga tergantung dari penderita DM tipe 2 yang menderita DM yang lama, hipertensi dan kadar glukosa yang tinggi (Wheeler et al.,2007). Dari 64,4% penderita NDP dapat dibagi menjadi stadium NDP ringan 11 %, sedang 32,9% dan berat 20,7%. Laporan penelitian Bansal (2014) menunjukkan NDP ringan 8,06%, sedang, 14,55% dan berat 6,63% dari 29,2% penderita yang mengalami NDP. Rerata kadar HbA1C adalah 7,36(4,48-13,6)%. Kadar HbA1C mempunyai korelasi bermakna dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif dengan NDP (r=0,26; p=0,016). Hal ini mungkin disebabkan oleh penilaian terhadap HbA1C hanya satu titik waktu, sehingga tidak mengetahui penilaian kondisi hiperglikemia sebelumnya. Penelitian dari Kamran (2010) menujukkan kadar HbA1C berhubungan dengan neuropati pada penderita DM. Kadar HbA1C lebih dari 10 mg/dL berhubungan dengan neuropati. Kadar HbA1C dihubungkan dengan komplikasi mikrovaskular (Sabanayagam et al.,2009). 6.2 Korelasi Kadar AUS dengan NDP Korelasi kadar AUS dengan NDP secara statistik bermakna, dengan kekuatan korelasi sedang serta arah korelasi positif (r=0,509; p<0,001)). Ini berarti semakin tinggi kadar AUS kemungkinan mendapatkan NDP semakin
besar. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang menghubungkan kadar AUS dengan NDP dan derajat keparahan NDP. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya korelasi kadar AUS dengan skor NDS (r=0,93; p<0,01) (Papanaz et al.,2011). Kadar AUS mempunyai hubungan positif dengan perkembangan dari DM tipe 2 (Kodama et al..,2009). Stadium NDP menggambarkan derajat keparahan dari NDP (Feldman, 1994). Mekanisme patogenetik dari NDP kurang begitu dimengerti tetapi peranan metabolik dan defisiensi vaskular yang disebabkan oleh diabetes memegang peranan penting (Tesfaye
and
Selvarajah,2012).
Hiperurisemia
meskipun
terlibat
dalam
patogenesis dari NDP tetapi masih perlu dibuktikan (Papanaz et al.,2011). Hiperinsulinemia dan resistensi insulin akibat SM menyebabkan kenaikan kadar AUS lewat mekanisme langsung maupun tidak langsung, meningkatkan produksi asam urat atau menurunkan fungsi ekskresi ginjal yang mungkin disebabkan oleh efek stimulasi insulin terhadap reabsorbsi urat di tubulus proksimal (Manzato, 2007). Konsentrasi AUS merupakan marker pengganti SM yang sangat baik (Lakka et al., 2002). 6.3 Temuan Penelitian Dari penelitian ini ditemukan adanya korelasi yang bermakna dengan kekuatan korelasi sedang serta arah korelasi yang positif antara kadar AUS dengan NDP (r= 0,509; p<0,001), yang berarti semakin tinggi kadar AUS maka kemungkinan penderita DM tipe menderita NDP juga semakin besar. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Papanaz et al.,2011. Pada penelitian ini lebih menekankan kriteria NDP yang menggunakan elektrodiagnostik untuk menilai variabel NDP. 6.4 Kelemahan Penelitian Penelitian ini masih merupakan penelitian awal untuk melihat proporsi NDP, serta menilai apakah ada korelasi antara kadar AUS dengan NDP. Terbatasnya sampel pada penelitian ini dan penelitian yang berbasis pada satu pusat kesehatan saja, kurangnya petanda biokimia lain untuk mendeteksi komplikasi mikroangiopati lain serta tidak adanya kontrol merupakan kelemahan dari penelitian ini. Hasil dari penelitian ini belum dapat digeneralisir di masyarakat.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Proporsi kadar AUS tinggi pada penderita DM tipe 2 sebesar 53,7%. 2. Terdapat korelasi bermakna (p<0,001) dengan kekuatan sedang (r=0,509) serta arah korelasi positif antara kadar AUS tinggi dengan NDP, yang berarti semakin tinggi kadar AUS maka semakin besar kemungkinan untuk menderita NDP. 7.2 Saran 1. Perlu dilakukan pemeriksaan kadar AUS untuk mendeteksi kemungkinan komplikasi NDP dan menjaga kadar AUS tetap normal pada penderita DM tipe 2. 2. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan metode penelitian kasus kontrol atau kohort untuk menilai apakah kadar AUS tinggi sebagai faktor risiko terjadinya NDP pada penderita DM tipe 2.
58
DAFTAR PUSTAKA
Alderman, M.H. 2002. Uric Acid and Cardiovascular Risk. Curr Opin Pharmacol, 2: 126-130. Amaro, S., Planas, A.M., Chamorro, A. 2008. Uric Acid administration in patients with acute stroke; a novel approach to neuroprotection. Expert Rev. Neurotherapeutics; 8 (2): 259-270. Ames, B.N., Cathcart, R., Schwiers, E., Hochstein, P. 1981. Uric acid provides an antioxidant defense in humans against oxidant and radical-caused aging and cancer= a hypothesis. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A; 78(11): 6858-6862. Anttila, L., Rouru, J., Penttila, T., Irjala, K. 1996. Normal Serum Uric Acid Consentrations in Women with Policystic Ovary Syndrome, Human Reproduction; 11(11): 2405-2407. Baker, J.F., Schumacher, H.R., Krishnan, E. 2007. Serum uric acid level and risk for peripheral arterial disease: analysis of data from the multiple risk factor intervention trial. Angiology; 58(4): 450-457. Bandaru, P. and Shankar, A. 2011. Association between Serum Uric Acid Levels and Diabetes Mellitus. International Journal of Endocrinology, 11: 1-6. Bansal, D., Gudala, K., Muthyala, H., Esam, H.P., Nayakalu, R., Bhansali, A. 2014. Prevalence and risk factors of development of peripheral diabetic neuropathy in type 2 diabetes mellitus in a tertiary care setting. Diabetes Invest, 5: 1-8. Bo, S., Cavalo-Perin, P., Gentile, L., Repetti, E., Pagano, G. 2001. Hypouricemia and hyperuricemia in type 2 diabetes: two different phenotypes. Eur. J. Clin. Invest ; 31(4): 318-321. Calaghan, B.C., Cheng, H.T., Stables, C.L., Smith, A.L., Feldman, E.L. 2012. Diabetic neuropathy: Clinical manifestations and current treatments. Lancet Neurol, 11: 521–534. Capasso, G., Jaeger, P., Robertson, W.C., Unwin, R.J. 2005. Uric Acid and the Kidney: Urate Transport, Stone Disease and Progressive Renal Failure. Curr Pharm,11: 4153-4159. Chien, K.L., Chen, M.F. Hsu, et al. 2008. Plasma Uric Acid and The Risk of type 2 Diabetes in Chinese Community.Clinical chemistry; 54(2): 310-316.
59
Concensus Statement. 1988. Report and Recommendation of The San Antonio Conference on diabetes neuropathy. American Diabetes Association American Academy of Neurology. Diabetes care; 11(7): 592-597. Conen, D., Wietlisbach, V., Bovet, P., Shamlaye, C., et al. 2004. Prevalence of Hyperuricemia and Relation of Serum Uric Acid with Cardiovascular Risk Factor in A Developing Country. BMC Public Health, 4: 1-9. Corry, D.B., Eslami, P., Yamamoto, K., Nyby, M.D., Makino, H., Tuck, M.L. 2008. Uric acid stimulates vascular smooth muscle cell proliferation and oxidative stress via the vascular renin-angiotensin system. J. Hypertens; 26(2): 269-275. Culleton, B.F., Larson, M.G., Kannel, W.B., Levy, D. 2006, Serum Uric Acid and Risk for Cardiovascular Disease and Death. The Framingham Heart Study. Ann Intern Med; 131:7-13. Dahlan, S.M. 2009. Hipotesis Koelatif. Dalam: Dewi, I.J., Editor. Statistik untuk Kedoktean dan Kesehatan, Edisi ke-4. Jakarta. Salemba Medika. 155-174. Davis, T.M.E., Yeap, B.B., Davis, W.A., Bruce, D.G. 2008. Lipid lowering theraphy and peripheral sensory neuropathy in type 2 diabetes: the Fremantle Diabetes Study. Diabetologia; vol 2. No3: 201-204. Deghan, A. and Hock, M.V. 2008. High Serum Uric Acid as a novel risk for type 2 Diabetes. Diabetes Care; vol 31. No.21: 361-362. Dyck, P.J., Bushek,W., Spring, E.M., Karnes, J., Litch, L.J., O'brien, P.C., and Service, F.J. 2011. Diabetic polyneuropathies: update on research definition, diagnostic criteria and estimation of severity. Diabetes/metabolism research and reviews. Diabetes Metab Res Rev, 27: 620–628. Edwards, N.L. 2009. The role of hyperuricemia in vascular disorders. Curr Opin Rheumatol; 21(2): 132-137. Fabian,W., Majkowska, L., Stefañski, A., Molêda, P. 2007. Prevalence of diabetic microangiopathy in patients with type 2 diabetes mellitus managed in the primary care setting: discrepancies in the opinion of primary care physicians and diabetologists; Diabetologia Do.wiadczalna i Kliniczna; 7(1): 6-12. Facchini, F.S., Donascimento, C., Gerald, M.R., Jeannie, W., Yip, X. 1999. Blood Pressure, Sodium Intake, Insulin Resistance, and Urinary Nitrate Excretion. Hypertension, 33: 1008-1012.
Fang, J., Alderman, M.H. 2000. Serum uric acid and cardiovascular mortality: The NHANES I epidemiologic follow-up study, 1971–1992. National health and nutrition examination survey. JAMA; 283(18): 2404-2410. Feig, D.I., Mazzali, M., Kang, D.H., Nakagawa, T., Price, K., Kannelis, J., Johnson, R.J. 2006. Serum Uric Acid: A Risk Faktor and a Target for Treatment?. J Am Soc Nephrol, 17: 69–73. Feldmen, E.L., Steven, M.J., Thomas, P.K., et al. 1994. A Practical Two-Step Quantitative Clinical and Electrophysiological Assessment for the Diagnosis and Staging of Diabetic Neuropathy, Diabetes care; 17(11): 12811289. Gersch, C., Palii, S.P., Kim, K.M., Angerhofer, A., Johnson, R.J., Henderson, G.N. 2008. Inactivation of nitric oxide by uric acid. Nucleosides Nucleotides Nucleic Acids; 27(8): 967-978. Guirrero, R.O., Hernandez, B.T., Millan, S.I., Chavez, F.D., Vasquez, C., Hoyos,J.C., and Magana, G. 2012. H-Reflex and Clinical Examination in the Diagnosisof Diabetic polyneuropathy,The Journal of International Medical Reaserch, 40: 694-700. Habib, A.A., Brannagan, T.H. 2010. Therapeutic strategies for diabetic neuropathy. Curr Neurol Neurosci Rep.; 10(2): 92-100. Hagen, T., Vidal-Puig, A. 2002. Mitochondrial uncoupling proteins in human physiology and disease. Minerva Med, 93: 41–57. Hediger, M.A., Johnson, R.J., Miyazaki, H., Endou, H. 2005. Molecular Physiology of Urate Transport. Physiology, 20: 125–133. Hinder, L.M., Vincent, A.M., Burant, C.F., Pennathur, S., Feldmen, E.L. 2012. Bioenergetics in diabetic neuropathy: what we need to know. Journal of the Peripheral Nervous System; 17(Suppl. 2): 10–14. Hussain, A., Hydrie, M.Z.I., Claussen, B., Asghar, S. 2010. Type 2 Diabetes and obesity. A review Journal of Diabetology; Juni 2:1 http://www.journalofdiabetology.org/ Ibarra, C.T., Rocha, J., Herna´ndez, R.O., Nieves, R.E., Leyva, R.J. 2012. Prevalence of peripheral neuropathy among primary care type 2 diabetic patients. Rev Med Chil, 140: 1126–1131. Ito, H., Abe, M., Mifune, M., et al. 2011. Hyperuricemia Is Independently Associated with Coronary Heart Disease and Renal Dysfunction in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. PLosONE 6(11): e27817.
Johnson, R.J., Kang, D.H., Feig, D., Kivlighn, S., Kannelis, J., Watanabe, S., Tuttle, K.R. 2003. Is there a Pathogenetic Role for Uric Acid in Hypertension and Cardiovascular and Renal Disease?. Hypertension, 41: 1183-1190. Kamran, M.A.Z. 2010. Association between High Risk Foot, Retinopathy and HbA1C Saudi Diabetic Population. Pak J Physiol, 6(2). Kelly, W.N., and Wortmann, R.L. 1997. Crystal-associated Synovitis: Gout and Hyperuricemia. In: Kelly, W.N., Harris, E.D., Ruddy, S., Sledge, C.B., editors. Textbook of Rheumatology. 5th. Ed. Philadelphia: WB Saunders. p.13131347. Kiani, J., Habibi, Z., Tajziehchi, A., et al. 2014. Association between serum uric acid level and diabetic peripheral neuropathy (A case-control study). Caspian J Intern Med; 5(1): 17-21. Kodama, S., Saito,Y., Yachi, et al. 2009. Association between serum uric acid and development of type 2 diabetes. Diabetes Care; 32(29): 1737-1742. Kramer, C.K., Muhlen, D.V., Jasral, S.K., Connor, B. 2009. Serum Uric Acid level improve prediction of incidence type 2 diabetes in individuals with impaired fasting glucosa. The Rancho Bernando Study. Diabetes Care; 32(7): 1272-1273. Lakka, H.M., Laaksonen, D.E., Lakka, T.A., Niskanen, L.K., Kumpusalo, E., Tuomilehto, J. et al. 2002. The Metabolic Syndrome and Total Cardiovascular Disease Mortality in Middle-aged Men. JAMA, 288: 2709-16. Lazo, M.A., Antonio, B.O., Pinto, M.E., Ticse, R., Malaga, G., Sacksteder, K., Miranda, J., Gilman, R.H. 2014. Diabetic Peripheral Neuropathy in Ambulatory Patients with Type 2 Diabetes in a General Hospital in a Middle Income Country: A Cross-Sectional Study. PLOS ONE, 9: 1-5. Lebovits, H.E. 2001. Insulin Resistance: Definition and Consequences. Exp Clin Endocrinol Diabetes, 2: 135-148. Lee, W.Y., Park, J.S., Noh, S.Y., Rhee, E.J., Kim, S.W., Zimmet, P.Z. 2004. Prevalence of the Metabolik Syndrome among 40,698 Korean Metropolitan Subjects. Diabetes Res Clin Pract, 65: 143-149. Lehto, S., Niskanen, L., Ronnemaa, T., Laakso, M.1998. Serum uric acid is a strong predictor of stroke in patients with noninsulin-dependent diabetes mellitus. Stroke; 29(3): 635-639.
Li, Q.,Yang, Z., Lu,B., Wen, J., Ye, Z., Chen, L., et al. 2011. Serum uric acid level and its association with metabolic syndrome and carotid atherosclerosis in patients with type 2 diabetes. Cardiovascular Diabetology; 10(7): 1-7. Li, C., Hsieh, M.C., Chang, S.J. 2013. Metabolik syndrome, diabetes and hiperuricemia. Current opin rheumatology, 25: 210-216. Liu, B, Wang, T., Zhao, H.N., Yue, W.W., et al. 2011. The prevalence of hyperuricemia in China: a meta-analysis; B.et al. BMC Public Health. Available from: URL:http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/832. Llewelyn, J.G. 2003. The diabetic neuropathies types, diagnosis and management. J Neurol Neurosurg Psychiatr; 74 (Suppl. 2): 1115-1119. Lorenzo, C., Okoloise, M., Williams, K., Stern, M.P., Haffner, S.M. 2003. The Metabolic Syndrome as Predictor of Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 26: 3153–3159. Mahmoed, I.H. 2007. Serum Uric Acid Concentration in Patient With Type 2 Diabetes Mellitus During Diet or Glibenclamid Theraphy. Pak J Med Sci; 23(3): 361-365. Manzato, E. 2007. Uric Acid: An Old Actor for A New Role. Intern Emerg Med, 2: 1-2. Mete T., Aydin Y., Saka, M., et al. 2013. Comparison of Efficiencies of Michigan Neuropathy Screening Instrument, Neurothesiometer, and Electromyography for Diagnosis of Diabetic Neuropathy. International Journal of Endocrinology;Volume 2013, Aticle ID 821745, 7 pages. Available fom: URL: http://dx.doi.org/10.1155/2013/821745. Milner, Q. 2003. Pathohyisiology of Chronic Renal Failure. British Journal of Anesthesia. CEPD Review; 3(5): 130-133. Modjaddidi, M.A., Aboong, M., Nozha, O.M., Alam, A., El-Bab, M.F. 2011. Early Diagnosis of Diabetic Neuropathy in Almadinah Almunawwarah. Journal of Taibah University Medical Sciences, 6: 121-131. Mold, J.W., Vesely, S.K., Kely, B.A., et al. 2004. The Prevalence, Predictor, and Consequences of Peripheral Sensory Neuropathy in Older Patient. J Arm BoardFam Pract,17: 309-318. Nan, H., Qiao,Q., Dong, Y., Gao, W., Tang, B., Qian, R., et al. 2006. The Prevalence of Hyperuricemia in a Population of the Coastal City of Qingdao, China. J Rheumatol, 33: 1346-1350.
Nakagawa, T., Zharikov, S., Tuttle, K.R., Short, R., Glushakova, O., Ouyang, X., Feig, D., Block, E.R., Acosta, J., Patel, J.M., Johnson, R.J. 2005. A Causal Role for Uric Acid in Fructose-induced Metabolik Syndrome. Am J Physiol Renal Physiol, 10: 1152-1159. Nakanishi, N., Okanoto, M., et al. 2003. Serum uric acid and risk for development of hipertension and impaired fasting glucosa of type 2 diabetes in Javaness male office workers. European Journal of epidemilogy; 18(6): 523-530. Nathan, D.M. 1993. Long Term Medication of Diabetes Mellitus. The England Journal of Medicine; 328(23): 1676-1684. Orchad, T.J., Dorman, J.S., Maser, R.E., Becker, D.J., Drash, A.L., Ellis, D., Laporte, R.L., and Kuller, L.H. 1990. Prevalence of Complications in IDDM by Sex and Duration Pittsburgh Epidemiology of Diabetes Complications Study II. Diabetes, 39: 1116-1124. Papanaz, N., Papatheodorou, K., Papazoglou, D., Monastiriotis, C., Christakidis, D., Maltezos, E. 2011. Peripheral Neuropathy is Associated With Increased Serum Levels of Uric Acid in Type 2 Diabetes Mellitus Exp. Angiology; 62(4): 291-295. Papazafiropoulou, A., Tentolouris, N., Moyssakis, I., Perrea, D., Katsilambros, N. 2006. The potential effect of some newer risk factors for atherosclerosis on aortic distensibility in subjects with and without type 2 diabetes. Diabetes Care; 29(8): 1926-1928. Price, K.L., Sautin, Y.Y., Long, D.A et al. 2006. Human Vascular Smooth Muscle Cells Express A Urat Transporter. J Am Soc Nephrol, 17: 791-795. Purwata, T.E. 2010. “Kadar TNF-α, ekspresi iNOS dan TNF- α yang tinggi sebagai faktor risiko nyeri neuropati diabetik” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Qasi, Y., and Lohr, J.W. 2005. Hyperuricemia. e-Medicine. [Online],[cited 2013 March 12]. Available from: http:/www.emedicine.com/med/topic1112.htm. Qin, L.V., Meng, X.F., He, F., et al. 2013. High Serum Uric Acid and Increased Risk of Type 2 Diabetes: A Systemic Review and Meta-Analysis of Prospective Cohort Studies. PLOS ONE; Vol. 8(2): p. 1-7. Rayas, A.M. 2005. Pathophysiologiy of Diabetic Neuropathy. in: Donnelly, R., Horton, E., editors. Vascular Complications of Diabetes: Current Issues in Pathogenesis and Treatment. 2th. Ed. Blackwell Publishing. pp. 85-90.
Rosolowsky, E.T., Ficociello, L.H., Maselli, N.J., Niewczas, M.A., Binns, A.L., Roshan, B., et al. 2008. High-normal serum uric acid is associated with impaired glomerular filtration rate in nonproteinuric patients with type 2 diabetes. Clin. J. Am. Soc. Nephrol; 3(3): 706-713. Russell, J.W., Golovoy, D., Vincent, A.M., Mahendru, P., Olzmann, J.A., Mentzer, A., Feldman, E.L. 2002. High glucose induced oxidative stress and mitochondrial dysfunction in neurons. FASEB J, 16: 1738–1748. Sabanayagam, C., Liew, G., Tai, E.S., Shankar, A., Lim, S.C., Subramaniam, T., Wong, T. 2009. Relationship between glycated haemoglobin and microvascular complications: Is there a natural cut-off point for the diagnosis of diabetes? Diabetologia, 52:1279–1289. Shankar, A., Klein, B.E., Nieto, F.J., Klein, R. 2008. Association between serum uric acid level and peripheral arterial disease. Atherosclerosis; 196(2): 749755. Shaw, J.E., Sicree, R.A., Zimmet, P.Z. 2010. Global estimates of the prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes research and clinical practice; 8(7): 4-14. Shoeib, S., Atti, E.A., Dala, A.G., et al. 2012. Is hyperuricaemia one of the cardiovascular risk factors clustering in type 2 diabetic patients? Life Science Journal; 9(3): 657-666. Subbalakshmi, N.K., Sathyanarayana, R.K.N., Adhikari, P.M.R. & Sheila, R. P. 2013. Infulence of Dyslipidemia on Somatic Neuropathy in Type 2 Diabetes Mellitus. NUJHS; 3(3): pp.1-6. Tesfaye, S. 2004. Epidemiology and Etiology of Diabetic Peripheral Neuropathies. Ad Stud Med, 4: 1-8. Tesfaye, S., Chaturvedi, N., Eaton, S.E., et al. 2005.Vascular Risk Factors and Diabetic Neuropathy. N Engl J Med; 352(4): 341-350. Tesfaye, S., Boulton, A.J., Freeman, R., et al. 2010. Diabetic Neuropathies: Update on Definitions, Diagnostic Criteria, Estimation of Severity, and Treatments. Diabetes care; 33(10): 1-12. Tesfaye, S., Selvarajah, D. 2012. Advances in the epidemiology, pathogenesis and management of diabetic peripheral neuropathy. Diabetes Metab Res; 28(Suppl. 1): 8–14.
Tomic, M., Poljicanin, T., Renar, I.P., Metelko, Z. 2003. Obesity- A Risk Factor for Microvascular and Neuropathic Complications in Diabetes?. Diabetologia Croatica, 32-42. Tomlinson, D.R. 1999. Mitogen-activated protein kinases as glucose transducers for diabetic complications. Diabetologia, 42: 1271–1281. Tseng, C.H. 2004. Independent association of uric acid levels with peripheral arterial disease in Taiwanese patients with type 2 diabetes. Diabet Med.; 21(7): 724-729. Valéria, P., Sassoli, F., et al. 2010. Diabetic Peripheral Neuropathies: A Morphometric Overview. Int. J. Morphol; 28(1): 51-64. Va´rkonyi, T., Kempler, P. 2008. Diabetic neuropathy: new strategies for treatment. Diabetes Obes Metab.; 10(2): 99-108. Veves, A., and Caselli, A. 2007. Micro-and Macrovascular Disease in Diabetic Neuropathy in: Veves, A., and Rayas, A.M., editors. Diabetic Neuropathy Clinical Management, 2th. Ed. Humana Press Tutuwa: New Jersey. P. 259-274. Vincent, A.M., et al. 2004. Oxidative Stress in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews; 25(4): 612–628. Waring, W.S., Webb, D.J., Maxwell, S.R.J. 2000. Uric Acid as a Faktor for Cardiovascular Disease. Q J Med, 93: 707-713. Warner, D.S., Sheng, H., Batinic-Haberle, I. 2004. Oxidants, Antioxidant and the Ischemic Brain, Review. The Journal of Experimental Biology, 207:32213231. Wautier, M.P., Chappey, O., Corda, S., Stern, D.M., Schmidt, A.M., Wautier, J.L. 2001. Activation of NADPH oxidase by AGE links oxidant stress to altered gene expression via RAGE. Am J Physiol, 280: 685–694. Wheeler, S., Singh, N., Boyko, E,J. 2007. The Epidemiology of Diabetic Neuropathy. In: Veves, A., Malik, R.A., editors. Diabetic Neuropathy Clinical Management. 2th. Ed. Human Press: New Jersey. Pp. 7-30. Widjaja, D. 2004. Diabetic Neuropathy (An Intensive review). Course and Workshop on Neurophysiology in clinical Practise. Surabaya 10-11 Desember. Yagihashi, S., Yamagishi, S., Wada, R. 2007. Pathology and pathogenetic mechanisms of diabetic neuropathy: correlation with clinical signs and symptoms. Diabetes Res Clin Pract.; 77(Suppl. 1): 184–189.
Yagihashi, S., Mizukami, H., Sugimoto, K. 2011. Mechanism of diabetic neuropathy: Where are we now and where to go?. Journal of Diabetes Investigation; 2(1): 1-13. Yang, W., Lu, J., Weng, J., et al. 2010. Prevalence of diabetes among men and women in China. N Engl J Med.; 362(12): 1090-1101. Zhang, M.L., Gao, A.X., Wang, X., Chang, H., Huang, G.W. 2012. Serum uric acid and appropriate cutoff value for prediction of metabolic syndrome among Chinese adults. J. Clin. Biochem. Nut; 52 (1): 38–42. Zharikov, S., Karina, K., Richard, J., Chris, B., Edward, R. 2007. Uric Acid Reduces Nitrioxide (NO) Bioavailability in Endotelial Cells by Activating the L-Arginine/Arginase Pathway, The FASEB Journal; 21: 745-751. Ziegler, D., Rathmann ,W., Dickhaus, T., Meisinger, C., Mielck, A. 2008. KORA Study Group. Prevalence of polyneuropathy in prediabetes and diabetes is associated with abdominal obesity and macroangiopathy. Diabetes Care; 31(3): 464-469. Zoppini, G., Targher, G., Negri, C., Stoico V., Perrone, F., Muggeo, M., Bonora, E. 2009. Elevated serum uric acid concentrations independently predict cardiovascular mortality in Type 2 diabetic patients. Diabetes Care, 32: 17161720.
Surat Kelaikan Etik
Surat Ijin RSUP Sanglah
Lampiran 1 INFORMED CONSENT
Penulis mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/saudara dalam penelitian ilmiah yang dilaksanakan oleh dr. I Nyoman Darsana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi positif kadar asam urat serum tinggi dengan neuropati diabetik perifer pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUP Sanglah Denpasar. Secara keseluruhan, penderita DM RSUP Sanglah Denpasar termasuk Bapak/Ibu/Saudara akan berperan serta dalam penelitian ini. Dengarkan dengan seksama informasi ini sebelum Bapak/Ibu/saudara memutuskan apakah Bapak/Ibu/saudara akan turut berpartisipasi atau tidak. Jangan ragu-ragu untuk bertanya jika ada hal-hal yang belum dimengerti. Bila Bapak/Ibu/saudara memutuskan untuk berpartisipasi kami harap Bapak/Ibu/saudara bersedia dilakukan wawancara, pemeriksaan klinis secara neurologi, pemeriksaan Elektroneuromiografi (ENMG), serta pemeriksaan laboratorium. Dalam penelitian ini, peneliti atau petugas yang telah dilatih oleh peneliti akan mewawancarai dan memeriksa Bapak/Ibu/saudara secara klinis neurologi terutama menanyakan tentang gejala-gejala neuropati yang Bapak/Ibu/saudara alami, dan juga mengenai penyakit DM yang Bapak/Ibu/saudara derita. Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang ringan. Bapak/Ibu/saudara diharapkan untuk melaporkan kepada dokter peneliti bila terjadi efek samping yang tidak diharapkan dalam penelitian ini agar mendapatkan penanganan selanjutnya. Selama penelitian Bapak/ibu/saudara tidak dikenakan biaya. Data-data dikumpulkan dalam penelitian ini akan disimpan dalam data komputer tanpa nama Bapak/Ibu/saudara. Hanya peneliti yang mengetahui datadata Bapak/Ibu/saudara. Hasil penelitian ini mungkin akan dipublikasikan di forum ilmiah terbatas tanpa menampilkan identitas Bapak/ibu/saudara. Sehubungan dengan penelitian ini, bila timbul pertanyaan mengenai penelitian ini harap menghubungi: dr. I Nyoman Darsana, nomor telepon: 081338158164.
Lampiran 2 FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
Telah membaca dengan seksama keterangan/ informasi yang berkenaan dengan penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan saya mengerti dan bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Nama
Tanda tangan
Pasien
: …………………….
………………………….
Saksi
: ……………………
………………………….
Peneliti
: ……………………
………………………….
Lampiran 3
LEMBAR PENGUMPULAN DATA KORELASI KADAR AUS TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RSUP SANGLAH DENPASAR
Identitas dan Anamnesis Pasien No.
Tanggal Pemeriksaan
1.
Pemeriksa
2.
No. Rekam Medik
3.
Nama
4.
Umur
5.
Alamat
6.
Jenis Kelamin
7.
8.
Pendidikan
Pekerjaan
1. 2.
Laki-laki
(1)
Perempuan
(2)
Tidak Sekolah
(1)
SD
(2)
SMP
(3)
SMA
(4)
Akademi/Diploma/PT
(5)
Pegawai Negeri
(1)
Pegawai Swasta
(2)
Wiraswasta
(3)
Buruh/Tani
(4)
Lain-lain
(5)
[ ]
[ ]
[ ]
< 5 tahun 9.
10.
11.
(1)
Lama menderita DM (..... tahun)
[ ] > 5 tahun
(2)
Tinggi badan = .... cm ; Berat badan ( .......kg)
Tidak Obese
(1)
BMI ( ....... kg/m2)
Obese
(2)
< 7%
(1)
>7 %
(2)
Tidak Dislipidemia
(1)
Kadar HbA1c (........ %)
[ ]
[ ]
1. Kolesterol total ( … mg/dL) 12.
13.
14.
2. Kadar HDL
(….mg/dL)
3. Kadar LDL
(.…mg/dL)
4. Trigliserida
(.…mg/dL)
[ ] Dislipidemia
(2)
Tekanan darah
Tidak Hipertensi
(1)
(Sistolik/diastolik) (…. mmHg)
Hipertensi
(2)
AUS normal/rendah
(1)
[ ]
Kadar asam urat (…… mg/dL)
[ ] AUS tinggi Stadium 0 (Tidak neuropati) Stadium 1
15.
Stadium NDP
(Neuropati ringan) Stadium 2 (Neuropati Sedang) Neuropati berat (Stadium 3)
(2) (0)
(1) [ ] (2)
(3)
Lampiran 4 Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS) 1. Pemeriksaan neurologis Kerusakan Sensoris Kanan 1. Vibrasi ibu jari kaki 2. Filament 10-g 3. Nyeri dorsum manus ibu jari kaki Kiri 1. Vibrasi ibu jari kaki 2. Filament 10-g 3. Nyeri dorsum manus ibu jari kaki Tes Kekuatan Otot Kanan 1. Abduksi jari 2. Ekstensi ibu jari 3. Dorsofleksi ankle Kiri 1. Abduksi jari 2. Ekstensi ibu jari kaki 3. Dorsofleksi ankle Refleks Kanan 1. Bisep brakii 2. Trisep brakii 3. Quadrisep 4. Akiles Kiri 1. Bisep brakii 2. Trisep brakii 3. Quadrisep 4. Akiles Total Keterangan 1. Pemeriksaan sensoris:
Skor Normal Menurun Tidak ada 0 1 2 0 1 2 Nyeri Tidak nyeri 0 2 0 0
1 1 Nyeri 0
Normal
2 2 Tidak nyeri 2 Berat
0 0 0
Ringansedang 1 1 1
0 0 0
1 1 1
[ ] [ ] [ ]
[ ] [ ] [ ]
2 2 2
Tidak ada 3 3 3
[ ] [ ] [ ]
2 2 2
3 3 3
[ ] [ ] [ ]
0 0 0 0
1 1 1 1
2 2 2 2
[ [ [ [
] ] ] ]
0 0 0 0
1 1 1 1
2 2 2 2
[ [ [ [
] ] ] ]
a. Rangsang vibrasi. Pemeriksaan menggunakan garputala 128 Hz. Pemeriksa memegang garpu tala dengan telunjuk dan ibu jari tangan. Pemeriksaan dengan cara menempatkan garpu tala diatas penonjolan tulang interphalang distal dorsum jari kaki pertama. Dikerjakan pada penderita secara bilateral dengan mata tertutup. Interpretasi setelah penderita tidak merasakan lagi vibrasi : -
Normal (skor 0): bila pemeriksa merasakan vibrasi pada telunjuk distal kurang dari 10 detik.
-
Menurun (skor 1): bila pemeriksa merasakan > 10 detik.
-
Tidak ada (skor 2): bila penderita tidak merasakan rangsangan.
b. Pemeriksaan 10-g filament dikerjakan pada dorsum manus jari kaki pertama, diantara nail fold dan interphalang distal. Penekanan 10-g filament secara tegak lurus, singkat < 1 detik secara konsisten. Penekanan 10-g terjadi saat alat melengkung. Ditanyakan respon penderita ya/tidak pada saat mata tertutup. Pemeriksaan dikerjakan secara bilateral sebanyak 10 kali. Interpretasi : -
Normal (skor 0): bila penderita menunjukkan 8-10 respon “ya”
-
Skor 1: 1-7 respon “ya”
-
Nilai 2: tidak ada jawaban benar.
c. Pemeriksaan nyeri. diperiksa dengan jarum pentul. Nyeri : pemeriksaan dengan jarum pentul di dorsum manus ibu jari kaki pertama. Interpretasi : -
Nilai 0: respon penderita: ”tidak nyeri”.
-
Nilai 2: respon penderita “nyeri”.
2. Pemeriksaan refleks Pemeriksaan menggunakan palu reflek. Pemeriksaan dilakukan pada tendon Achilles. Interpretasi : -
Skor 0: kontraksi otot, dan ada gerakan sendi (normal).
-
Skor 1: bila reflek menurun. Hanya kontraksi otot.
-
Skor 2: tidak ada reflek.
3. Pemeriksaan kekuatan otot Interpretasi : -
Nilai 0 (normal)
: kekuatan otot normal, mampu melawan tahanan maksimal pemeriksa
-
Nilai 1 (ringan-sedang)
: mempu melawan tahanan ringan dan sedang pemeriksa
-
Nilai 2 (berat)
: penderita tidak mampu melawan gaya berat, tahanan ringan pemeriksa
-
Nilai 3 (tidak ada)
: tidak ada kontraksi otot maupun gerakan sendi.
2. Pemeriksaan studi hantaran saraf/Nerve Conduction Study (NCS) Pemeriksaan
Latensi distal
Amplitudo
KHS
mm/s
mv
m/s
SNAP a. Nervus medianus b. Nervus ulnaris c. Nervus suralis CMAP a. Nervus medianus b. Nervus peroneus
Keterangan: 1. Pemeriksaan NCS dikerjakan pada ekstremitas non dominan. 2. Dikerjakan pada suhu tubuh 32-33o C 3. Nilai normal pada masing-masing saraf adalah: a. Nervus medianus
SNAP: latensi distal (2,5-3,18 mm/s), amplitudo (>10 mv), KHS (>44 m/s). CMAP: latensi distal (3,15-3,83 mm/s), amplitudo (2,10-6,1 mv), KHS (53,9-61,5 m/s). b. Nervus ulnaris SNAP: latensi distal (2,25-2,83 mm/s), amplitudo (5 mv), KHS (>44 m/s). c. Nervus suralis SNAP: latensi distal (1,73-2,43 mm/s), amplitudo (5 mv), KHS (>44 m/s). d. Nervus peroneus CMAP: latensi distal (3,15-4,39 mm/s), amplitudo (2,8-7,4 mv), KHS (49,8-56,4 m/s). Nilai abnormal adalah nilai latensi distal menurun, amplitudo menurun, KHS menurun diluar nilai normal pada rentang first and 99th percentiles . Interpretasi Stadium NDP Stadium 0
:
Skor MDNS < 6, dan/ atau gambaran pemeriksaan hantaran saraf abnormal < 2, atau tidak ada neuropati.
Stadium 1
:
Skor MDNS <12, dan/ atau 2 abnormalitas pemeriksaan hantaran saraf (neuropati ringan).
Stadium 2
:
Skor MDNS < 29, dan/ atau 3-4 abnormalitas dari pemeriksaan hantaran saraf (neuropati sedang).
Stadium 3
:
Skor MDNS < 46, dan/ atau 5 atau lebih abnormalitas hantaran saraf (neuropati berat).
Lampiran 6. Daftar Subjek Penelitian Usia No
Nama
RM
Peker JK
Pddk
(th)
jaan
Dislip idemia
HT
Lama DM (Th)
BMI (Kg/ m2)
Kadar HbA1C
Kadar AUS
(%)
(mg/dL)
STD NDP
1
DNI
14019659
60
L
SMA
Wiras wasta
Tidak
Tidak
5.5
25.9
5.74
4.6
2
2
SUW
00933176
51
L
SMA
PS
Ya
Ya
12.0
25.0
7.1
7.8
2
3
KA
13006833
45
P
SMA
PS
Tidak
Tidak
2.5
24.4
6.6
7.7
3
4
NT
14020365
58
P
TS
Lainlain
Ya
Ya
2.5
24.0
7.36
7.8
3
5
MSW
13011704
59
P
SD
Tani
Ya
Tidak
5.0
30.0
6.6
5.3
2
6
MST
14016633
59
L
SMA
Lainlain
Ya
Tidak
5.0
32.2
7.36
8.3
2
7
RTN
14023092
59
P
SD
Wiras wasta
Tidak
Ya
10.0
25.0
7.6
3.7
3
8
RDT
00773741
46
L
SMA
PN
Tidak
Ya
8.0
29.8
9.45
10.0
2
9
LDR
14036619
49
P
SD
Lainlain
Tidak
Tidak
2.0
19.5
8.8
4.8
3
10
RTN
14032467
42
P
PT
PN
Tidak
Ya
10.0
25.4
11.6
2.9
1
11
SDN
14093881
43
L
PT
Wiras wasta
Tidak
Ya
4.0
22.5
7.8
8.0
3
12
WRN
14038897
65
L
SD
Wiras wasta
Ya
Ya
6.0
25.4
10.29
4.1
2
13
DRM
14035573
45
P
SMA
Tani
Tidak
Tidak
1.5
27.0
9.59
3.87
1
14
ASM
14038258
56
L
PT
Lainlain
Tidak
Ya
15.0
23.5
7.0
7.8
3
15
M SH
14020108
62
L
SD
Lainlain
Tidak
Ya
4.0
23.9
12.8
8.2
3
16
STM
01301192
51
L
SMA
Wiras wasta
Tidak
Ya
3.0
22.7
8.8
5.8
2
17
WND
00273724
65
L
SMA
PN
Ya
Ya
6.0
29.4
7.13
8.0
2
18
WSM
13023363
55
L
PT
PN
Ya
Ya
7.0
27.6
8.51
8.8
2
19
SPT
14037490
65
P
SMP
Wiras wasta
Tidak
Ya
3.5
28.0
6.27
7.1
2
20
SKD
13031568
51
L
SMA
PS
Tidak
Ya
10.0
25.8
9.99
8.7
2
21
BDH
14031951
44
L
SMP
Wiras wasta
Tidak
Ya
9.0
19.6
10.6
13.1
2
22
SRD
01302335
50
L
SMA
PS
Ya
Ya
14.0
35.0
6.12
7.18
3
23
SBR
14039673
53
L
SMP
Wiras wasta
Ya
Ya
2.0
28.0
5.1
7.3
3
24
ANM
01136416
60
L
SMA
Lainlain
Tidak
Ya
5.0
25.0
6.02
7.0
3
25
SDM
00999546
63
L
SMP
Tani
Tidak
Ya
5.0
28.0
7.4
6.0
2
26
SNM
00836844
65
P
SMP
Lainlain
Tidak
Tidak
16.0
20.8
5.34
6.8
1
27
FTM
14033382
58
P
SD
Wiras wasta
Tidak
Tidak
4.0
24.0
11.11
5.0
1
28
SFl
14012252
59
L
SMA
Wiras wasta
Ya
Ya
13.0
25.1
7.85
9.9
3
29
JNT
14017905
62
P
SD
Buruh
Tidak
Ya
8.0
27.7
6.5
9.2
2
30
ST M
01609536
57
P
SMA
Lainlain
Tidak
Ya
12.0
30.5
5.59
5.8
1
31
SKD
01043754
63
L
PT
PS
Ya
Ya
9.0
30.1
6.9
5.6
1
32
SWS
14037597
65
P
SD
Lainlain
Tidak
Ya
10.0
30.1
8.68
3.3
3
33
KNG
14040367
61
L
TS
Tani
Ya
Ya
13.0
24.8
7.5
11.2
3
34
JGR
00021509
61
P
TS
PN
Tidak
Ya
15.0
29.6
5.83
7.0
2
35
ANS
14032572
48
L
SMA
PS
Ya
Ya
1.5
24.4
6.7
4.4
1
36
RGP
14029984
46
P
SMA
Wiras wasta
Tidak
Tidak
18.0
24.4 8
10.26
10.5
3
37
JYT
14038038
50
L
D3
PN
Ya
Ya
5.0
26.0
8.2
7.1
2
38
UJS
1400751
62
L
SMP
Lainlain
Tidak
Tidak
5.0
20.2 8
5.92
9.11
2
39
WDY
14001627
33
L
PT
PN
Tidak
Tidak
2.5
25.7 3
9.48
8.0
2
40
EDW
01534759
40
P
SMA
Wiras wasta
Tidak
Tidak
5.0
24.0
9.97
7.9
2
41
SWN
01510595
48
P
SMA
PS
Tidak
TIdak
3.0
29.4
7.88
7.98
2
42
MLY
14033062
56
P
SMP
Wiras wasta
Ya
Ya
10.0
23.1
6.9
7.1
3
43
TTL
13013503
59
P
SMA
Wiras wasta
Tidak
Ya
20.0
22.2
8.5
8.9
3
44
BBI
1151874
56
L
SD
Wiras wasta
Tidak
Ya
10.0
20.0
10.7
10.4
1
45
SMT
1402622
55
L
PT
PN
Ya
Ya
6.0
25.8
9.0
11.67
2
46
MRT
1139027
51
L
PT
PS
Tidak
Ya
10.0
24.8
7.0
8.9
2
47
RMD
0945624
65
L
SMA
Lainlain
Tidak
Ya
10.0
29.4
7.23
6.9
2
48
LND
0771967
51
L
SMA
PN
Tidak
Ya
5.0
29.4
8.76
6.5
2
49
SKW
0975109
55
L
SD
PN
Tidak
Ya
6.0
26.0
7.23
5.1
1
50
SRW
1461821
64
L
PT
PN
Tidak
Ya
3.0
25.3 9
8.1
8.1
2
51
BRW
0911314
57
P
PT
PN
Ya
tidak
15.0
30.0
7.53
5.4
3
52
SFY
14040532
55
L
SMA
PS
Tidak
Ya
20.0
24.0
8.4
4.0
2
53
BFA
1402214
65
L
SMA
Lainlain
Ya
Ya
6.0
29.4
8.61
6.0
2
54
SBR
14033942
52
L
SD
Tani
Ya
Ya
8.0
25.7
7.0
4.0
0
55
SSN
10038639
39
P
SD
Lainlain
Ya
Ya
7.0
19.5
9.0
3.0
0
56
KRY
13011932
39
P
SMA
PS
Tidak
Tidak
3.0
25.8
6.9
5.6
0
57
NMP
14038916
58
P
SMP
Tidak
Tidak
5.0
10.4
4.3
0
Wiras
25.3
wasta
9
58
WSD
1601728
56
L
SMA
PS
Tidak
Tidak
1.5
20.2
5.6
4.9
0
59
DMP
1577331
50
P
SMA
PN
Tidak
Tidak
2.0
20.8
5.4
4.7
0
60
RWG
14038438
52
P
SD
Tani
Tidak
Tidak
6.0
18.4
6.4
5.8
0
61
WNW
14036112
59
P
SMA
Wiras wasta
Ya
Tidak
3.0
28.0
9.97
3.1
0
62
WMA
14036121
56
L
SD
Tani
Tidak
Tidak
2.0
19.7
9.93
4.9
0
63
MLK
14046041
58
P
SMP
Lainlain
Ya
Tidak
2.5
22.2
7.24
4.0
0
64
KSJ
1400498
65
P
SD
Wiras wasta
Tidak
Ya
6.0
21.9
10.41
4.3
0
65
BDS
14007513
45
L
PT
PS
Ya
Tidak
5.0
32.0
8.27
4.36
0
66
SNN
14012394
63
P
SD
Tani
Tidak
Ya
10.0
24.0 6
6.98
6.3
0
67
BDS
270279
47
P
PT
PN
Tidak
Tidak
5.0
24.6
4.8
4.8
0
68
KJM
14038955
61
L
SMA
PN
Tidak
Tidak
2.0
20.2
13.6
5.2
0
69
RSD
1035474
62
L
SMA
Wiras wasta
Tidak
Ya
3.5
24.6
6.74
5.9
0
70
KRM
163749
51
P
PT
Lainlain
Ya
Tidak
4.0
29.4
9.0
5.2
0
71
WRD
13030552
46
L
SMP
wiras wasta
Tidak
Ya
3.0
23.8
5.57
4.8
0
72
AAS
14875121
55
P
SMA
PN
Tidak
Tidak
5.0
26.7
9.64
5.1
0
73
MRJ
14008415
55
L
PT
PN
Tidak
Tidak
2.5
19.6
4.48
4.1
0
74
MRT
14215169
61
L
TS
Lainlain
Tidak
Ya
4.0
22.2
6.7
5.0
0
75
WTN
870269
48
L
SMA
PS
Ya
Ya
6.0
28.0
6.05
5.1
0
76
EHD
1621894
63
P
SMA
PS
Tidak
Ya
1.5
22.9
7.0
5.0
0
77
SGR
1402235
41
L
SMA
Wiras
Tidak
Tidak
2.5
30.0
5.0
3.0
0
78
SNA
1401365
50
P
D3
PN
Tidak
Tidak
5.0
25.7
6.0
4.0
0
79
SAR
1215900
54
L
SMA
PS
Ya
Tidak
2.0
30.5
6.0
5.0
0
80
GAN
14028531
47
P
SD
PS
Tidak
Tidak
1.6
18.0
6.0
3.0
0
81
AAST
14037583
55
P
SMA
PN
Tidak
Tidak
3.0
24.0
9.64
5.1
0
82
ASA
14054267
65
P
SMA
Lainlain
Tidak
Ya
8.0
23.8
6.05
5.2
0
Lampiran 6 Hasil Analisis SPSS 16.0 5.1 Karakteristik Dasar Subjek
Descriptives
Statistic Umur Sampel Mean
Std. Error
54.59
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
52.91
Upper Bound
56.26
5% Trimmed Mean
54.94
Median
55.50
Variance
57.801
Std. Deviation
.840
7.603
Minimum
33
Maximum
65
Range
32
Interquartile Range
11
Skewness
-.519
.266
Kurtosis
-.388
.526
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
Umur Sampel
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.107
82
.021
.954
82
.005
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi Usia Frequency
Percent
Valid Percent Cumulative Percent
Valid 20-39 th
3
3.7
3.7
3.7
40-59 th
55
67.1
67.1
70.7
lebih 60 th
24
29.3
29.3
100.0
Total
82
100.0
100.0
Jenis kelamin sampel Frequency
Percent
45
54.9
54.9
54.9
Perempuan
37
45.1
45.1
100.0
Total
82
100.0
100.0
Valid Laki-laki
Valid Percent Cumulative Percent
Pendidikan sampel Frequency Valid Tidak tamat sekolah
Percent Valid Percent
Cumulative Percent
5
6.1
6.1
6.1
Tamat SD
17
20.7
20.7
26.8
Tamat SMP
10
12.2
12.2
39.0
Tamat SMA
34
41.5
41.5
80.5
Tamat Diploma
16
19.5
19.5
100.0
Total
82
100.0
100.0
Pekerjaan Sampel
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Pegawai Negeri
19
23.2
23.2
23.2
Pegawai Swasta
16
19.5
19.5
42.7
Wiraswasta
21
25.6
25.6
68.3
Buruh
9
11.0
11.0
79.3
Lain-Lain
17
20.7
20.7
100.0
Total
82
100.0
100.0
Descriptives
Lama pasien DM
Statistic
Std. Error
Mean
6.562
.4978
95% Confidence Interval Lower Bound for Mean Upper Bound
5.572
5% Trimmed Mean
6.185
Median
5.000
Variance
20.317
Std. Deviation
4.5075
7.553
Minimum
1.5
Maximum
20.0
Range
18.5
Interquartile Range
7.0
Skewness
1.180
.266
Kurtosis
.883
.526
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
Lama pasien DM
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.196
82
.000
.878
82
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi Lama DM Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 5 tahun
31
37.8
37.8
37.8
> 5 tahun
51
62.2
62.2
100.0
Total
82
100.0
100.0
Descriptives Statistic BMI
Mean
25.3260
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
24.5359
5% Trimmed Mean
25.2930
Median
25.0500
Variance
12.929
Std. Deviation
Std. Error .39708
26.1160
3.59567
Minimum
18.00
Maximum
35.00
Range
17.00
Interquartile Range
4.95
Skewness
.107
.266
Kurtosis
-.367
.526
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.096
82
.057
.978
82
.171
BMI
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi BMI
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak Obese
38
46.3
46.3
46.3
Obese
44
53.7
53.7
100.0
Total
82
100.0
100.0
Dilipidemia Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
26
31.7
31.7
31.7
Tidak Dislipidemia
56
68.3
68.3
100.0
Total
82
100.0
100.0
Valid Dislipidemia
Hipertensi
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Hipertensi
49
59.8
59.8
59.8
Tidak hipertensi
33
40.2
40.2
100.0
Total
82
100.0
100.0
Descriptives HbA1C Mean
Statistic
Std. Error
7.7935
.20779
95% Confidence Interval Lower Bound for Mean Upper Bound
7.3801
5% Trimmed Mean
7.7097
Median
7.3600
Variance
3.540
8.2070
Std. Deviation
1.88158
Minimum
4.48
Maximum
13.60
Range
9.12
Interquartile Range
2.63
Skewness
.678
.266
Kurtosis
.215
.526
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov
HbA1C
a
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.107
82
.021
.962
82
.015
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi HbA1C
Frequency
Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid HbA1C normal 31
37.8
37.8
37.8
BHbA1C tinggi
51
62.2
62.2
100.0
Total
82
100.0
100.0
Klasifikasi NDP
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
NDP
53
64.6
64.6
64.6
Tidak NDP
29
35.4
35.4
100.0
Total
82
100.0
100.0
Descriptives Statistic Asam Urat Serum
Mean
Std. Error
6.2972
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
5.8093
Upper Bound
6.7851
5% Trimmed Mean
6.1877
Median
5.8000
Variance
4.932
Std. Deviation
2.22072
Minimum
2.90
Maximum
13.10
Range
10.20
Interquartile Range
3.14
Skewness
.713
.266
Kurtosis
.132
.526
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
Asam Urat Serum
.24524
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.128
82
.002
.951
82
.003
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi AUS Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
38
46.3
46.3
46.3
AUS tinggi
44
53.7
53.7
100.0
Total
82
100.0
100.0
Valid AUS normal
5.2 Analisis Korelasi Klasifikasi AUS * Klasifikasi NDP Crosstabulation
Klasifikasi NDP NDP Klasifikasi AUS
AUS normal
13
25
38
% within Klasifikasi AUS
34.2%
65.8%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
24.5%
86.2%
46.3%
40
4
44
% within Klasifikasi AUS
90.9%
9.1%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
75.5%
13.8%
53.7%
53
29
82
% within Klasifikasi AUS
64.6%
35.4%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
100.0%
100.0%
100.0%
Count
AUS tinggi Count
Total
Tidak NDP Total
Count
Symmetric Measuresa
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.509
.000
N of Valid Cases a. Correlation statistics are available for numeric data only.
82
5.3 Tabel 5.3 Korelasi Beberapa Variabel Subjek pada NDP Klasifikasi Umur * Klasifikasi NDP Crosstabulation Klasifikasi NDP
Klasifikasi Umur
20-39 th
Count % within Klasifikasi Umur
40-59 th
Count % within Klasifikasi Umur
lebih 60 th
Count % within Klasifikasi Umur
Total
Count % within Klasifikasi Umur
NDP
Tidak NDP
Total
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
35
20
55
63.6%
36.4%
100.0%
17
7
24
70.8%
29.2%
100.0%
53
29
82
64.6%
35.4%
100.0%
Symmetric Measuresa
Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.143
.425
82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Jenis kelamin sampel * Klasifikasi NDP Crosstabulation Klasifikasi NDP
Jenis kelamin sampel
Laki-laki
Count % within Jenis kelamin sampel
Perempuan Count % within Jenis kelamin sampel
Total
Count % within Jenis kelamin sampel
Total
NDP
Tidak NDP
33
12
45
73.3%
26.7%
100.0%
20
17
37
54.1%
45.9%
100.0%
53
29
82
64.6%
35.4%
100.0%
Symmetric Measuresa
Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.197
.069
82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Klasifikasi Lama DNM * Klasifikasi NDP Crosstabulation Klasifikasi NDP NDP Klasifikasi < 5 tahun Lama DM
>5 tahun
Total
Count
Tidak NDP Total
14
17
31
% within Klasifikasi Lama DNM
45.2%
54.8%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
26.4%
58.6%
37.8%
39
12
51
% within Klasifikasi Lama DNM
76.5%
23.5%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
73.6%
41.4%
62.2%
53
29
82
% within Klasifikasi Lama DNM
64.6%
35.4%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count
Symmetric Measuresa
Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.303
.004
82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Klasifikasi BMI * Klasifikasi NDP Crosstabulation Klasifikasi NDP NDP Klasifikasi BMI
Tidak Obese Count
Obese
Total
Tidak NDP Total
22
18
40
% within Klasifikasi BMI
55.0%
45.0%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
41.5%
62.1%
48.8%
31
11
42
% within Klasifikasi BMI
73.8%
26.2%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
58.5%
37.9%
51.2%
53
29
82
% within Klasifikasi BMI
64.6%
35.4%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count
Symmetric Measuresa
Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases
Value
Approx. Sig.
.193
.075
82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Dilipidemia * Klasifikasi NDP Crosstabulation Klasifikasi NDP Tidak NDP
18
8
26
% within Dilipidemia
69.2%
30.8%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
34.0%
27.6%
31.7%
35
21
56
62.5%
37.5%
100.0%
66.0%
72.4%
68.3%
53
29
82
% within Dilipidemia
64.6%
35.4%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
100.0%
100.0%
100.0%
Dilipidemia Dislipidemia Count
Tidak Count Dislipidemia % within Dilipidemia % within Klasifikasi NDP Total
Total
NDP
Count
Symmetric Measuresa
Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.065
.553
82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Hipertensi * Klasifikasi NDP Crosstabulation Klasifikasi NDP
Hipertensi Hipertensi
Tidak hipertensi
Total
Total
NDP
Tidak NDP
39
10
49
% within Hipertensi
79.6%
20.4%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
73.6%
34.5%
59.8%
14
19
33
% within Hipertensi
42.4%
57.6%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
26.4%
65.5%
40.2%
53
29
82
% within Hipertensi
64.6%
35.4%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count
Count
Symmetric Measuresa
Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.356
.001
82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Klasifikasi HbA1C * Klasifikasi NDP Crosstabulation Klasifikasi NDP
Klasifikasi HbA1C HbA1C normal
BHbA1C tinggi
Total
NDP
Tidak NDP
Total
15
16
31
% within Klasifikasi HbA1C
48.4%
51.6%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
28.3%
55.2%
37.8%
38
13
51
% within Klasifikasi HbA1C
74.5%
25.5%
100.0%
% within Klasifikasi NDP
71.7%
44.8%
62.2%
53
29
82
64.6%
35.4%
100.0%
% within Klasifikasi NDP 100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count
Count % within Klasifikasi HbA1C
Symmetric Measuresa
Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.256
.016
82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.