Yaya Nurhidayat dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 813–820, September 2013
KADAR AIR, KEMASIRAN DAN TEKSTUR TELUR ASIN AYAM NIAGA YANG DIMASAK DENGAN CARA BERBEDA (WATER CONTENT, GRITTINESS AND TEXTURE OF SALTED CHICKEN EGG WITH DIFFERENT COOKING METHODS) Yaya Nurhidayat*, Juni Sumarmono, Samsu Wasito Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto * e-mail :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perbedaan cara pemasakan terhadap kadar air, kemasiran dan tekstur telur asin ayam niaga. Penelitian dilaksanakantanggal 03 sampai 26 April 2013 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.Materi penelitian yang digunakan adalah 150 butir telur ayam niaga, 2,7 kg garam, 10,8 kg serbuk batu bata dan air secukupnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental untuk kadar air dan tekstur menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, kemasiran dengan pengujian organoleptik (25 panelis agak terlatih).Perlakuan yang diberikan yaitu pemasakan telur asin ayam niaga dengan cara T1= direbus selama 60 menit dengan suhu 100oC, T2 =dikukus selama 60 menit dengan suhu 100oC, T3= dioven selama 60 menit dengan suhu 100oC, T4=direbus selama 30 menit dengan suhu 100oC + dioven selama 30 menit dengan suhu 100oC, T5= dikukus selama 30 menit dengan suhu 100oC + dioven selama 30 menit dengan suhu 100oC.Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi kemudian dilanjutkan dengan Duncant New Multiple Range Test (DMRT).Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pemasakan yang direbus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan oventidak memberikan pengaruh yang nyataterhadap kadar air, tekstur telur asin ayam niaga, namun memberikan pengaruh yang nyata terhadap kemasiran.Disimpulkan bahwa cara pemasakan kukus + oven menghasilkan telur asin ayam niaga yang paling masir. Untuk menghasilkan telur asin ayam niaga yang kadar airnya lebih rendah, lebih masir dan lebih kenyal sebaiknya dimasak dengan cara kombinasi. Kata Kunci:Telur asin ayam niaga,cara pemasakan,kadar air, kemasiran, tekstur. ABSTRACT This studywas aimed toevaluate theeffect of cooking methods on water content, grittiness, and texture of salted chicken eggs.The experiment wascarried outonApril 03rd to 26th, 2013 at Laboratory of Animal Products Technology, Faculty of Animal Science Jenderal Soedirman University, Purwokerto.A total of 150 chicken eggs, 2.7 kgs of salt, 10.8 kgs of brick powder and water were used. The experimental conducted using a Completely Randomized Design with 5 treatments and 5 replicates. Grittiness was assesed with organoleptic test (25 semi-trained panels). Treatments given were T1= boiling at 100o C for 60 minutes, T2= steaming at 100o C for 60 minutes, T3= roasting at 100o C for 60 minutes, T4= boiling at 100o C for 30 minutes + roasting by oven at 100o C for 30 minutes, T5= steaming at 100o C for 30 minutes + roasting by oven at 100o C for 30 minutes. Data were analyzedbyanalysis of variancefollowed by Duncant New Multiple Range Test (DMRT). Results showed that cooking methods have no significant effects on water content and texture of salted eggs, however cooking methods heve significant effects on grittiness.Cooking salted eggs by boiling at 100o C for 30 minutes followed by roasting at 100o C for 30 minutes produce salted chicken eggs with the most grittiness. Therefore, it is recomended to use combination cooking methods to produce salted chicken eggs. Keywords :chicken salted eggs, cooking methods, water content, grittiness, texture 813
Yaya Nurhidayat dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 813–820, September 2013
PENDAHULUAN Telur umumnya akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu diruang terbuka, baik kerusakan secara fisik, kimiawi maupun biologis yang disebabkan mikroorganisme (Sudaryani, 1996), oleh sebab itu diperlukan berbagai cara untuk mempertahankan mutu telur dalam jangka waktu yang cukup lama diantaranya dengan metode pengasinan. Telur asin merupakan telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang mengandung garam (NaCl) sehingga menghasilkan telur asin yang memiliki masa simpan yang lebih lama. Masyarakat biasanya membuat telur asin menggunakan telur itik, bahkan sudah banyak dijumpai berbagai variasi telur asin itik seperti telur asap, panggang dan sebagainya. Namun saat ini telur itik sulit untuk diperoleh, selain itu harganya lebih mahal dibandingkan dengan telur ayam niaga. Dewasa ini kasus flu burung kembali menyerang peternakan itik yang menyebabkan produksi telur itik dibeberapa kota besar Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 50%, sehingga harga telur itik mengalami kenaikan (Antara Jateng, 2012; Pikiran Rakyat Online, 2013). Tahun 2012 produksi telur itik di Indonesia hanya mencapai 276.215 ton lebih sedikit dibandingkan produksi telur ayam niaga yang mencapai 1.059.266 ton (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013). Proses pemasakan pada telur asin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur asin dalam jangka waktu yang lebih lama dan berpengaruh terhadap karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin umumnya dimasak dengan cara pengukusan atau perebusan. Suatu inovasi cara pemasakan telur asin yaitu dengan pengovenan. Pemasakan dengan pengovenan merupakan pengembangan dari prinsip pengeringan. Pemasakan dengan oven menggunakan udara panas sebagai media pemanas. Pada proses pengovenan akan terjadi pengeluaran air karena adanya perbedaan tekanan osmotis. Bersamaan dengan keluarnya air dari telur juga akan terjadi pengeluaran NaCl sehingga akan berpengaruh terhadap rasa asin yang dihasilkan dari telur asin (Hidayat, 2007). Menurut Sudarmadji, dkk. (1997) bahwa dengan adanya pemanasan, protein dalam telur akan mengalami perubahan dan akan membentuk persenyawaan antara asam amino hasil perubahan protein dengan gula-gula reduksi sehingga membentuk senyawa rasa dan aroma telur. Proses pemasakan yang berbeda diduga akan menghasilkan kadar air, kemasiran dan tekstur yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian pembuatan telur asin menggunakan telur ayam niaga dengan cara pemasakan yang berbeda. METODE Materi yang digunakan adalah 150 butir telur ayam niaga, 2,7 kg garam, 10,8 kg serbuk batu bata dan air secukupnya. Peralatan yang digunakan membuat telur asin meliputi kendil, pancioven, timbangan, desikator, cawan, nampan, sendok, kompor gas, gas LPG, pisau, kain lap, tissue,dan kertas label. Metode penelitianadalah metode eksperimental untuk kadar air, tekstur menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan dan kemasiran dengan pengujian organoleptik (25 panelis agak terlatih) menggunakan rancangan Rank Spearman.Perlakuan yang diberikan yaitu pemasakan telur asin ayam niaga dengan cara T1= direbus selama 60 menit dengan suhu 100oC, T2 =dikukus selama 60 menit dengan suhu 100oC, T3= dioven selama 60 menit dengan suhu 100oC, T4= direbus selama 30 menit dengan suhu 100oC + dioven selama 30 menit dengan
814
Yaya Nurhidayat dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 813–820, September 2013
suhu 100oC, T5 = dikukus selama 30 menit dengan suhu 100oC + dioven selama 30 menit dengan suhu 100oC. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) kadar air(%) (2) kemasiran(Ranking) (3) tekstur (mm/g/s).Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis variansi dan diuji lanjut dengan uji Duncant New Multiple Range Test (DMRT). HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Telur Asin Ayam Niaga Hasil pengukuran terhadap kadar air telur asin ayam niaga yang dimasak dengan cara direbus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan oven berkisar antara 70,15 ± 2,10 persen sampai dengan 72,83 ± 1,62 persen dengan rataan 71,49 ± 1,70 persen (Tabel 1). Tabel 1. Rataan ± SD Kadar Air Telur Asin Ayam Niaga dengan Cara Pemasakan yang Berbeda Perlakuan Kadar Air (%) T1 Pemasakan dengan cara direbus 72,38 ± 0,66 T2 Pemasakan dengan cara dikukus 72,83 ± 1,62 T3 Pemasakan dengan cara dioven 71,22 ± 0,96 T4 Pemasakan dengan cara direbus dan dikombinasikan dengan dioven 70,15 ± 2,10 T5 Pemasakan dengan cara dikukus dan dikombinasikan dengan dioven 70,88 ±1,67 Rataan 71,49 ± 1,70 Keterangan :Cara pemasakanyang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar airtelur asin ayam niaga (P>0,05). Hasil analisis variansi menunjukan bahwa cara pemasakan rebus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan oven berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap kadar air telur asin ayam niaga. Namun terdapat kecenderungan bahwa telur asin ayam niaga yang dimasak dengan cara kombinasi menghasilkan kadar air yang paling rendah. Cara pemasakan yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air telur asin ayam niaga yang dihasilkan, hal tersebut diduga karena suhu dan waktu yang digunakan dalam setiap cara pemasakan sama, sehingga pada suhu 100o C selama 60 menit air yang menghilang saat pemasakan relatif tidak berbeda. Menurut Wulandari (2002) penguapan air dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemasakan, pH, tekanan udara, suhu selama penyimpanan. Mustafid (2007) dan Widyantoro dkk (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu pemasakan penurunan kadar air semakin cepat sehingga kadar air telur asin yang dihasilkan semakin rendah. Berdasarkan Tabel 1 rataan kadar air telur asin ayam niaga yang dimasak dengan cara kombinasi cenderung lebih rendah dibandingkan dengan cara pemasakan yang lain. Hal ini disebabkan karena telur asin ayam niaga setelah dilakukan perebusan atau pengukusan dilanjutkan dengan tahap pengovenan yang menyebabkan air menguap lebih banyak lagi. Ayuza (2011) menyatakan bahwa level suhu pengovenan dapat berpengaruh terhadap kadar air, kadar protein, total bakteri, umur simpan dan nilai organoleptik telur asin yang dihasilkan. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukan bahwa kadar air telur asin ayam niaga yang dimasak dengan cara tunggal (rebus, kukus dan oven) dan kombinasi mengalami penurunan masing-masing sebesar 2-3% dan 4-6% dari kadar air telur ayam utuh. Hasil tersebut menunjukan
815
Yaya Nurhidayat dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 813–820, September 2013
bahwa penurunan kadar air telur asin ayam yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Mustafid (2007) dan Sumanto (1995) pada telur asin itik yang dimasak dengan cara tunggal mengalami penurunan kadar air sebesar 4-6% dari kadar air telur itik utuh dan hasil penelitian Rusli (2009); Ayuza (2011) dan Simanjuntak dkk (2013) kadar air telur asin itik yang dimasak dengan cara kombinasi mengalami penurunan sebesar 7-16% dari kadar air telur itik utuh. Hal tersebut diduga karena jumlah dan ukuran pori-pori kulit telur itik dengan telur ayam berbeda, sehingga kadar air telur asin ayam dan telur asin itik yang dihasilkan berbeda pula. Hal ini serupa dengan pendapat Wulandari (2002) penguapan air dipengaruhi oleh diameter dan jumlah pori-pori pada kulit telur. Hal serupa didukung oleh pernyataan Stadelman dan Cotterill (1997); Romanoff dan Romanoff (1963) jumlah pori-pori pada setiap butir telur berkisar antara 7.000 sampai 17.000 buah yang menyebar diseluruh permukaan cangkang telur, sedangkan untuk ukuran pori-pori pada telur itik yaitu 0,036 x 0,031 mm sampai 0,014 x 0,012 mm dan ukuran pori-pori pada telur ayam 0,029 x 0,02 mm sampai 0,011 x 0,009 mm. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hipotesis penelitian, yaitu cara pemasakan kombinasi kukus dilanjutkan oven menghasilkan telur asin ayam niaga yang memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan dengan cara pemasakan yang lainnya tidak diterima. Karena cara pemasakan rebus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan ovenmenghasilkan kadar air telur asin ayam niaga yang relatif sama. Tekstur Telur Asin Ayam Niaga Hasil pengukuran terhadap tekstur telur asin ayam niaga yang dimasakan dengan cara direbus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan oven antara 0,18 ± 0,015 (mm/g/s) sampai dengan 0,22 ± 0,036. (mm/g/s) dengan rataan 0,21 ± 0,038 mm/g/s (Tabel 2). Tabel 2. Rataan ± SD Tekstur Telur Asin Ayam Niaga dengan Cara Pemasakan yang Berbeda Tekstur Perlakuan (mm/g/detik) T1 Pemasakan dengan cara direbus 0,18 ± 0,015 T2 Pemasakan dengan cara dikukus 0,22 ± 0,036 T3 Pemasakan dengan cara dioven 0,21 ± 0,062 T4 Pemasakan dengan cara direbus dan dikombinasikan dengan dioven 0,21 ± 0,029 T5 Pemasakan dengan cara dikukus dan dikombinasikan dengan dioven 0,22 ± 0,027 Rataan 0,21 ± 0,038 Keterangan :Cara pemasakanyang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tekstur telur asin ayam niaga (P>0,05). Hasil analisis variansi menunjukan bahwa cara pemasakan rebus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan oven berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap tekstur telur asin ayam niaga. Cara pemasakan yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadaptekstur telur asin ayam niaga yang dihasilkan, hal tersebut diduga karena penurunan kadar air telur asin relatif sama, sehingga tekstur putih telur asin yang dihasilkan cenderung sama. Hal ini serupa dengan pernyataan Budiman dkk. (2012) bahwa putih telur yang kenyal dipengaruhi oleh kadar air.
816
Yaya Nurhidayat dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 813–820, September 2013
Kastaman dkk (2010) menyatakana bahwa tekstur telur asin dipengaruhi oleh kadar air, dimana berkurangnya kadar air menimbulkan tekstur telur asin semakin keras. Selain karena kadar air yang relatif sama, alasan lain yang menyebabkan cara pemasakan tidak menyebabkan pengaruh nyata terhadap tekstur telur asin ayam niaga yaitu karena kadar protein terkoagulasi pada suhu dan waktu pemasakan yang sama, sehingga menghasilkan tekstur yang sama. Menurut Gaman dan Sherington (1992) telur yang dipanaskan, protein putih maupun kuning telur akan terkoagulasi. Putih telur yang mengandung protein terkoagolasi lebih dulu pada suhu 60o C sehingga berubah dari jernih menjadi putih dan membentuk gel. Protein kuning telur terkoagulasi antara suhu 65o C sampai 68o C sehingga mengental. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Hidayat (2007) bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu pemasakan, maka protein telur terkoagulasi semakin cepat berubah bentuk menjadi gel dan lama kelamaan berubah menjadi padat. Pada proses pengasinan sendiri kemampuan NaCl untuk mengikat air mempunyai afinitas yang lebih besar dari pada protein menyebabkan jarak antara molekul protein semakin dekat sehingga interaksi antara molekul protein semakin kuat. Ikatan yang kuat tersebut menyebabkan protein menggumpal sehingga menyebabkan tekstur protein semakin kenyal (Noviastuti, 2002). Fardiaz dkk (1992) juga menyatakan bahwa tekstur putih telur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar protein, suhu pemanasan, kekuatan ion dan adanya interaksi dengan komponen lain. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hipotesis penelitian, yaitu cara pemasakan kombinasi kukus dilanjutkan oven menghasilkan telur asin ayam niaga yang memiliki tekstur lebih kenyal dibandingkan dengan cara pemasakan yang lainnya tidak diterima. Karena cara pemasakan rebus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan ovenmenghasilkan tekstur telur asin ayam niaga yang relatif sama. Kemasiran Telur Asin Ayam Niaga Hasil pengujian organoleptik terhadap kemasiran telur asin ayam niaga yang dimasakan dengan cara direbus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan oven berkisar antara 2,24 ± 1,54 sampai dengan 3,40 ± 1,32 dengan rataan 3,00 ± 0,00 (Tabel 3). Tabel 3. Rataan± SD Uji Organoleptik Kemasiran Telur Asin Ayam Niagadengan Cara Pemasakan yang Berbeda. Perlakuan Kemasiran T1 Pemasakan dengan cara direbus 2,72 ± 1,54ab T2 Pemasakan dengan cara dikukus 3,36 ± 1,19a T3 Pemasakan dengan cara dioven 3,28 ± 1,49a T4 Pemasakan dengan cara direbus dan dikombinasikan dengan dioven 2,24 ± 1,28b T5 Pemasakan dengan cara dikukus dan dikombinasikan dengan dioven 3,40 ± 1,32a Rataan 3,00 ± 0,00 Keterangan :Carapemasakan yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap kemasiran telur asin ayam niaga (P<0,05).
817
Yaya Nurhidayat dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 813–820, September 2013
Hasil analisis variansi menunjukan bahwa cara pemasakan rebus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan oven berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kemasiran telur asin ayam niaga yang dihasilkan. Cara pemasakan rebus yang dikombinasikan oven menghasilkan telur asin ayam niaga yang paling masir dibandingkan dengan cara pemasakan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena kadar air telur asin ayam niaga yang dihasilkan dari cara pemasakan rebus yang dikombinasikan oven lebih rendah. Hidayat (2007) menyatakan bahwa kemasiran telur asin terjadi karena masuknya NaCl kedalam kuning telur, yang menyebabkan kuning tersebut mengalami denaturasi karena komponen air dalam protein tertarik keluar. Denaturasi pada kuning telur menyebabkan telur asin masir karena lemak dalam kuning telur menjadi pecah. Kemasiran telur asin dapat terjadi karena kemampuan NaCl untuk mengikat air mempunyai afinitas yang lebih besar dari pada protein menyebabkan ikatan antar molekul protein semakin kuat. Ikatan yang kuat tersebut menyebabkan protein menggumpal. Penggumpalan protein dalam kuning telur menyebabkan rasa berpasir (Noviastuti, 2002). Terjadinya proses kemasiran akibat dari cara pemasakan yang berbeda dengan suhu yang tinggi, sehingga panas yang masuk ke dalam telur merubah bentuk lemak dari padat menjadi cair. Menurut Gaman dan Sherington (1992) akibat dari pengaruh panas, lemak akan mencair karena lemak adalah campuran trigliserida yang tidak memiliki titik cair yang jelas, tetapi akan mencair pada suatu rentang suhu. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hipotesis penelitian, yaitu cara pemasakan kombinasi kukus dilanjutkan oven menghasilkan telur asin ayam niaga yang lebih masir dibandingkan dengan cara pemasakan yang lainnya tidak diterima. Karena cara pemasakan rebus yang dikombinasikan oven menghasilkan telur asin ayam niaga yang paling masir dibandingkang dengan cara pemasakan rebus, kukus, oven, dan kukus yang dikombinasikan oven. SIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah cara pemasakan direbus, kukus, oven, rebus yang dikombinasikan oven dan kukus yang dikombinasikan oven yang berbeda menghasilkan telur asin ayam niaga dengan kadar air, tekstur yang relatif sama dan kemasiran yang berbeda. Cara pemasakan rebus selama 30 menit dengan suhu 100oC dilanjutkan dengan oven selama 30 menit dengan suhu 100oC direkomendasikan untuk memasak telur asin ayam niaga. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya. Dekan Fakultas Peternakan UNSOED yang telah memberikan ijin dilakukannya penelitian ini, Prof. Dr. Ir. SNO Suwandyastuti, MS yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasinya selaku pembimbing akademik, Ir. Juni Sumarmono, MSc., PhD dan Ir. Samsu Wasito, SU yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan motivasi yang bermanfaat dalam penelitian ini. Bapak, Ibu, kakak dan adikku serta keluarga besar, terima kasih atas doa dan dukungan selama penelitian ini.Sylvia Indriani tim satu penelitian, teman-teman angkatan 2009 serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
818
Yaya Nurhidayat dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 813–820, September 2013
DAFTAR PUSTAKA Antara Jateng. 2012. Produksi Telur Itik Turun Karena Flu Burung. (On-line). http://ANTARA Jateng Produksi Telur Itik Turun Karena Flu Burung-antarajateng.com.htm. Diakses pada tanggal 16 Februari 2013. Ayuza, N. Z. 2011. Pengaruh Level Suhu Pengovenan Terhadap Kadar Protein, Kadar Air, Total Koloni Bakteri, Umur Simpan dan Nilai Organoleptik Telur Asin. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Budiman, A., A. Hintono dan Kusrahayu. 2012. Pengaruh Lama Penyangraian Telur Asin Setelah Perebusan Terhadap Kadar NaCl, Tingkat Keasinan dan Tingkat Kekenyalan. Journal Animal Agriculture 1 (2): 219-227. Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Produksi Telur Itik dan Ayam Niaga Tahun 2008-2012. Jakarta. www.ditjennak.deptan.go.id. Diakses pada 1 Februari 2013. Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya dan N. L. Puspitasari.1992. Analisis Sifat Kimia dan Fungsionalitas Komponen Pangan.Pusat Antar Univeritas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gaman, P. M dan K. B. Sherington. 1992. The Science Of Food, An Introduction To Food Science Nutrition And Microbiology. Penerjemah Murdijati Gardjito, Sri Naruki, Agnes M, dan Sardjono. Pengantar Ilmu Pangan dan Mikrobiologi.Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. Hidayat, A. 2007. Pengaruh Perbedaan Cara dan Lama Pemasakan Telur Asin Terhadap Sifat Organoleptik. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.(Tidak dipublikasikan). Kastaman, R., Sudaryanto dan B. H. Nopianto. 2010. Kajian Proses Pengasinan Telur metode reverse osmosis pada berbagai lama perendaman. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(1), 30-39. Mustafid. 2007. Kajian Lama Penyimpanan dalam Cara Pemasakan yang Berbeda Terhadap Kadar Air dan Jumlah Mikroba Telur Asin. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. (Tidak dipublikasikan). Noviastuti, B. 2002. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Mahoni sebagai Sumber Tanin dalam Adonan Pengawet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Telur Asin. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Pikiran Rakyat. 2013. Dampak Serangan Virus Flu Burung Produksi Telur Bebek Turun 60 Persen. (On-line). http:// Produksi Telur Bebek Turun 60 Persen Pikiran Rakyat Online.html. Diakses pada tanggal 16 Februari 3013. Romanoff, A.L and A. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons, New York. Rusli. 2009. Kualitas Telur Asin Bakar Tradisional (Studi Kadar Air, Organoleptik dan Daya Simpa). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Muhamadiah Malang. Malang. Simanjuntak, O. E., S. Wasito dan K. Widayaka. 2013. Pengaruh Lama Pengasapan Telur Asin dengan Menggunakan Serabut Kelapa terhadap Kadar Air dan Jumlah Bakteri Telur Asin Asap. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):195-200. Stadelman, M.J. and O.J. Cotterill, 1997.Egg Scince and Technology.The AVI Publishing.Co. Inc. Westport, Connecticut, New York. Sudarmadji, S., B. Haryonodan Suhardi.1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian.Edisi ketiga. Liberty. Yogyakarta.
819
Yaya Nurhidayat dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 813–820, September 2013
Sudaryani, T. 1996. Telur dan Hasil Olahannya. Penerbar Swadaya. Jakarta. Sumanto.1995. Pengaruh Lama Perebusan dan Pengukusan terhadap Sifat Organoleptik Telur Asin.Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.(Tidak dipublikasikan). Widyantoro, B., M. Sulistyowati, dan S. Wasito. 2013. Evaluasi Kadar Air dan Jumlah Bakteri pada Telur Asin Asap (Smoked Salty Egg) dengan Menggunakan Bahan Sekam Padi. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):276-281. Wulandari, Z., 2002. Sifat Organoleptik, Sifat Fisikokimia dan Total Mikroba Telur Itik Asin Hasil Penggaraman dengan Tekanan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
820