Oky Estrada Simanjuntak dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):195-200, April 2013
PENGARUH LAMA PENGASAPAN TELUR ASIN DENGAN MENGGUNAKAN SERABUT KELAPA TERHADAP KADAR AIR DAN JUMLAH BAKTERI TELUR ASIN ASAP (THE EFFECT OF SMOKING TIME OF SALTED EGG USING COCONUT FIBERS ON WATER CONTENT AND TOTAL BACTERIA OF SMOKED SALTED EGG) Oky Estrada Simanjuntak, Samsu Wasito, Kusuma Widayaka Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh masih ditemukannya bakteri pada produk pengolahan hasil ternak, terutama pada proses pengawetan telur dengan pengasinan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pengasapan telur asin dengan menggunakan serabut kelapa terhadap kadar air dan jumlah bakteri telur asin asap. Penelitian dilaksanakan pada 1 Juni 2012 sampai dengan 22 Juni 2012 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Materi penelitian yang digunakan adalah 60 butir telur itik segar, serbuk batu bata, garam, air, serabut kelapa, dan Natrium Agar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu telur asin tanpa pengasapan (L0), dengan pengasapan 3 jam (L1), dengan pengasapan 6 jam (L2), dengan pengasapan 9 jam (L3), dan dengan pengasapan 12 jam (L4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengasapan telur asin asap dengan menggunakan serabut kelapa memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air (P<0.05) dan akan tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bakteri telur asin asap (P>0.01). Total rataan kadar air telur asin asap adalah 58.01% dan total rataan jumlah bakteri telur asin asap sebesar 5,31 cfu/cm2. Pengasapan telur asin asap menggunakan serabut kelapa disimpulkan bahwa kadar air telur asin asap relatif sama baik tanpa pengasapan maupun di asap hingga 12 jam dan jumlah bakteri telur asin asap tanpa pengasapan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengasapan sampai dengan 12 jam. Kata kunci : telur asin, pengasapan, serabut kelapa, kadar air, jumlah bakteri ABSTRACT This research is still in the background by the discovery of bacteria in the processing of livestock products, especially in the process of egg preservation by salting. This study aimed to determine the effect of smoking time of salted eggs using coconut fibers on water content and total bacteria of smoke salted eggs. The experiment was conducted 1st of June 2012 through 22nd of June 2012 at the Laboratory of Livestock Products Technology Faculty of Animal Husbandry and Nutrition and Food Science Laboratory of Animal Science Jenderal Soedirman University Purwokerto. The materials used in this research were sixty fresh duck eggs, brick powder, salt, water, coconut fiber, and Natrium Agar. The research method used was experimental methods using completely randomized design with five treatments and four replications. The treatments consisted of tsalted egg without smoking (L0), with 3 hours curing (L1), the smoking as long as 6 hours (L2), with smoking 9 hours (L3), and the curing 12 hours (L4). The results showed that smoking of smoke salted eggs using coconut fibers did not affect a significant effect on the water content (P<0.05) and highly significant but the number of bacteria salted smoked (P>0.01). The average of water content of smoked salted egg was 58.01% and the average number of bacteria smoke salted eggs was 5.31 cfu/cm2. The fumigation of smoke salted eggs using coconut fibers concluded that water 195
Oky Estrada Simanjuntak dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):195-200, April 2013
content of smoke salted eggs was relatively similar in both non-smoking and smoking up to 12 hours and the number of bacteria without smoking of smoked salted eggs was relatively higher than the fumigation up to 12 hours. Keywords : smoke eggs, fumigation, coconut fibers, against moisture, total bacteria PENDAHULUAN Dalam telur itik, protein lebih banyak terdapat pada bagian kuning telur 17%, sedangkan bagian putihnya 11%. Itik berperan sebagai penghasil telur dan daging. Sebanyak 19,35% dari 193.800 ton kebutuhan telur di Indonesia diperoleh dari telur itik (Ditjennak, 2010). Pembuatan telur asin umumnya menggunakan telur itik karena telur itik memiliki pori pori yang lebih besar dibandingkan dengan telur unggas lainnya, sehingga memudahkan penyerapan garam untuk masuk keseluruh bagian telur saat diasinkan. Pengasapan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan bahan makanan menggunakan kombinasi antara penggunaan panas dan zat kimia yang dihasilkan dari pembakaran. Semakin lama pengasapan, maka kadar air yang terkandung didalam telur asin semakin rendah. Pengasapan juga mempengaruhi jumlah bakteri karena komponen asap yang melekat pada kulit dan menutupi kulit telur asin asap, sehingga semakin lama pengasapan maka semakin tebal pula komponen asap yang melekat pada kerabang telur, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Formaldehid dari asap mempunyai pengaruh preservatif yang besar. Fenol mempunyai aktifitas sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatif. Senyawa karsinogen telah ditemukan dalam asap kayu alami dalam jumlah sangat rendah, sehingga bahaya karsinogen dapat diabaikan (Soeparno, 1992). METODE Penelitian menggunakan metode eksperimental. Penghitungan kadar air dan jumlah bakteri menggunakan Rancangan Acak Lengkap menurut Steel dan Torrie (1991) dengan 5 perlakuan yaitu telur asin tanpa pengasapan (L0), telur asin dengan lama pengasapan 3 jam (L1), telur asin dengan lama pengasapan 6 jam (L2), telur asin dengan lama pengasapan 9 jam (L3), telur asin dengan lama pengasapan 12 jam (L4) dan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Peubah yang diukur adalah kadar air dan jumlah bakteri. Dan apabila pengaruh perlakuan nyata, maka dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (Steel dan Torrie, 1991). Materi yang digunakan adalah 60 butir telur itik segar yang diperoleh dari peternakan itik pak Djafar di desa Bukateja, lalu serabut kelapa diperoleh dari penjual kelapa di Pasar Wage Purwokerto. Dan untuk menghitung jumlah bakteri menggunakan Natrium Agar sebanyak 28 g yang di peroleh dari Fakultas Biologi Unsoed. Adapun materi lainnya yaitu: serbuk batubata, garam, dan air. Diawali dengan membuat adonan telur asin, yaitu dengan mencampur 4,8 kg serbuk batubata, 1,2 kg garam, dan 1 liter air. Kemudian balut telur itik dan simpan selama 12 hari. Telur yang telah diperam selama 12 hari lalu ditiriskan selama 1 hari, kemudian lakukan pengukusan. Setelah itu telur asin tersebut dimasukkan ke dalam lemari pengasapan dengan menggunakan bahan bakar serabut kelapa dan dilakukan pengasapan sesuai dengan perlakuan, yaitu: 0 jam, 3 jam, 6 jam, 9 jam, dan 12 jam. Untuk penghitungan kadar air, telur asin asap di timbang sebanyak 2 gram, lalu dimasukkan dalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC hingga suhu stabil selama 12 jam. Lalu 196
Oky Estrada Simanjuntak dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):195-200, April 2013
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Untuk penghitungan jumlah bakteri, sampel perlakuan telur asin diusap dari bagian putih telur dan kuning telur menggunakan cotton bud. Selanjutnya kapas dimasukkan ke dalam tebung reaksi, mikroorganisme dilepaskan dan disuspensikan dengan cara dikocok-kocok untuk mendapatkan suspensi yang homogen, diperoleh suspensi pengenceran 10-1. Setiap seri pengenceran dihomogenkan selanjutnya dari masing masing 1 ml suspensi dan segera dikulturkan dengan medium Natrium Agar dengan teknik dilution pour plate method, diinkubasikan selama 2 x 24 jam pada suhu ruang (26oC sampai 29oC). menghitung jumlah koloni yang tumbuh (cfu) dilakukan pada biakan pengenceran 10-4, terkecuali untuk perlakuan control dihitung pada konsentrasi 10-6 karena pada pengenceran 10-4 masih tak terhitung (angka cfu nya terlalu padat). HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kadar air telur asin asap pada perlakuan lama pengasapan 0 jam (tanpa pengasapan), 3 jam, 6 jam, 9 jam, dan 12 jam berturut-turut adalah 59.62% ± 5.16; 59.06% ± 6.28; 54.11% ± 4.78; 56.71% ± 8.10; dan 60.57% ± 1.57. dari hasil tersebut, terlihat bahwa kadar air telur asin asap relatif sama, kisarannya 54.11% hingga 60.57%. Rataan hasil perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Rata-rata Kadar Air Telur Asin Asap Masing-masing Perlakuan Perlakuan Rata-rata(%) Suhu (0C) L0 Tanpa pengasapan (0 jam) 59.62 ± 5.16 26 (suhu ruang) L1 Pengasapan 3 jam 59.06 ± 6.28 54.22 L2 Pengasapan 6 jam 54.11 ± 4.78 48.56 L3 Pengasapan 9 jam 56.71 ± 8.10 48.67 L4 Pengasapan 12 jam 60.57 ± 1.57 50.89 Rata-rata 58.01% 50.58 Keterangan : Pengasapan hingga 12 jam berpengaruh tidak nyata pada kadar air telur asin asap (P>0.05). Hasil analisis variansi menunjukkan lama pengasapan telur asin asap dengan bahan bakar serabut kelapa berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap kadar air pada masing-masing perlakuan. Pengasapan hingga 12 jam cenderung tidak menurunkan kadar air yang terkandung di dalam telur asin, karena rata-rata kadar air pada telur asin yang tanpa pengasapan hasilnya tidak berbeda dengan pengasapan yang dilakukan hingga 12 jam. Proses pengasapan telur yang dilakukan adalah pengasapan dingin, dimana suhu lemari asap berkisaran 48 0C sampai kisaran 540C dengan rata-rata 50,580C. Akan tetapi pada pengasapan hingga 3 jam suhu mencapai 54.22 0C, suhu tersebut lebih tinggi dibanding dengan pengasapan 6 jam, 9 jam, dan 12 jam. Hal tersebut terjadi karena pada saat pengasapan 3 jam lemari pengasapan belum terlalu banyak dibuka. Sementara itu, di pengasapan 6 jam dan 9 jam terjadi penurunan suhu dikarenakan kontinuitas panas relatif tidak stabil yang disebabkan oleh penambahan bahan bakar pada tungku dan juga pemutaran posisi telur tiap jamnya. Sugitha, dkk (2004) menyatakan bahwa kisaran suhu dalam pengasapan dingin adalah 35 0C - 450C, tetapi kadang-kadang suhu 500C masih dianggap pengasapan dingin. Hal ini menyebabkan 197
Oky Estrada Simanjuntak dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):195-200, April 2013
pengurangan air pada produk tidak terlalu besar. Sehingga dengan semakin lamanya pengasapan tidak berpengaruh secara statistik terhadap kadar air telur asin asap. Rata-rata kadar air pada telur asin yang tanpa pengasapan hasilnya tidak berbeda dengan pengasapan yang dilakukan hingga 12 jam. Kisaran kadar air selama pengasapan 12 jam tidak terlalu besar yaitu 58.01%, sedangkan menurut Wulandari (2004) menyatakan bahwa kadar air keseluruhan isi telur berkisar antara 63.75% sampai dengan 70.50%. Jumlah Bakteri Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah bakteri telur asin asap pada perlakuan lama pengasapan 0 jam (tanpa pengasapan), 3 jam, 6 jam, 9 jam, dan 12 jam berturut-turut adalah 7,31 cfu/cm2; 4,83 cfu/cm2; 4,85 cfu/cm2; 4,77 cfu/cm2; 4,80 cfu/cm2. Dari hasil tersebut, rataan jumlah bakteri telur asin asap dari masing-masing perlakuan berbeda nyata terhadap jumlah bakteri. Tabel 2. Nilai Rata-rata Jumlah Bakteri Telur Asin Asap Masing-masing Perlakuan (cfu/cm2) Perlakuan Rata-rata (cfu/cm2) L0 Telur asin tanpa pengasapan (0 jam) 7,31 a L1 Pengasapan 3 jam 4,83 b L2 Pengasapan 6 jam 4,85 b L3 Pengasapan 9 jam 4,77 b L4 Pengasapan 12 jam 4,80 b Rata-rata 5,31 Keterangan : Pengasapan hingga 12 jam memberikan pengaruh sangat nyata pada jumlah bakteri telur asin asap (P>0,01). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa F hitung didapat 1045,06 sedangkan F tabel 0,05 sebesar 3,06 dan 4,89 pada F tabel 0,01. Hal ini berarti bahwa lama pengasapan telur asin dengan bahan bakar serabut kelapa berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap pengasapan telur asin asap hingga 12 jam, sehingga perlu dilakukan uji lanjut yakni dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Antara telur asin yang tanpa pengasapan (0 jam) dengan telur asin yang diasapi hingga 12 jam, terjadi perbedaan jumlah bakteri yang sangat signifikan, hal tersebut dikarenakan bahwa telur asin yang tanpa perlakuan masih ada bakteri didalamnya dan lebih banyak di bandingkan dengan telur asin yang telah diasapi. Perbedaan itu terjadi karena kandungan kimia yang dihasilkan oleh pengasapan yang melapisi kerabang telur. Semakin lama pengasapan yang dilakukan, semakin banyak pula kandungan asap yang terikat pada kerabang dan menyebabkan terjadinya perubahan warna kerabang menjadi sangat coklat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Darmadji (1996) bahwa, akumulasi asap semakin besar setiap jamnya dan semakin bertambah besar jumlah bakteri yang mati karena komponen asap tersebut. asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida, kedua senyawa ini bersifat bakteriosida (membunuh bakteri).
198
Oky Estrada Simanjuntak dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):195-200, April 2013
Jumlah Bakteri (cfu)
Y = 7.2698 - 1.2086 X + 0.1722 X2 - 0.00741 X3 R2 =97.38% 8 7 6 5 4 3 2 1 0
belok2(10.1,4.9) belok1( 5.4,4.6)
0
3 6 Lama Pengasapan (Jam)
9
12
Gambar rataan jumlah bakteri telur asin asap hingga lama pengasapan 12 jam. Grafik menunjukkan bahwa hubungan antara lama pengasapan dengan jumlah bakteri telur asin asap mengikuti persamaan Y = 7.2698 - 1.2086x + 0.1722x2 - 9.00741x3 dan nilai R = 97.38%. Hal ini berarti bahwa tiap lama pengasapan per tiga jam berbanding lurus dengan jumlah bakteri telur asin asap dengan nilai determinasi 97,38% dan sisanya yaitu 2,62% dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diketahui. jumlah bakteri berkembang pada titik belok 1 = (5.4 , 4.6) hingga titik belok 2 = (10.1 , 4.9) yang artinya pada pengasapan 5 jam hingga 10 jam terjadi kenaikan jumlah bakteri, tetapi setelah itu terjadi penurunan jumlah bakteri hingga pengasapan 12 jam. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada saat pengasapan 3 jam kedua dan 3 jam yang ketiga memiliki suhu pengasap yang lebih rendah dibandingkan dengan pengasapan 3 jam pertama dan 3 jam keempat. Pada pengasapan 3 jam pertama, suhu mencapai 54,22 0C; kemudian pengasapan 3 jam kedua bersuhu 48,560C; lalu pengasapan 3 jam yang ketiga mempunyai suhu 48,670C; dan pengasapan 3 jam yang terakhir (12 jam) bersuhu 50,890C. Darmadji (1996) juga menyatakan bahwa panas yang dihasilkan dari pembakaran juga membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air bahan makanan. Pada kadar air rendah, makanan lebih sulit dirusak oleh mikroba. Menurut Ruiter (1979) karbonil juga mempunyai efek terbesar pada terjadinya pembentukan warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang paling berperan adalah aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan formaldehid dan hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol juga memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil. Akan tetapi, pada pengasapan 5 hingga 10 jam terjadi peningkatan jumlah bakteri yang tidak terlalu signifikan. Hal tersebut disebabkan karena suhu pengasapan yang tidak stabil sehingga jumlah bakteri sedikit naik dan kemudian setelah itu jumlah bakteri kembali menurun hingga pengasapan 12 jam. Bakteri yang terkandung di dalam telur asin asap tersebut diduga adalah Salmonella.
199
Oky Estrada Simanjuntak dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):195-200, April 2013
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar air telur asin asap relatif sama baik tanpa pengasapan maupun di asap hingga 12 jam dan jumlah bakteri telur asin asap tanpa pengasapan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengasapan sampai dengan 12 jam. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada kedua pembimbing yang saya hormati, kepala Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang telah membimbing dan memberikan tempat untuk pelaksanakan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Darmadji,P. 1996. Antibakteri asap cair yang diproduksi dari bermacam-macam limbah pertanian. Agritech. 16 (4) : 19 – 22. Ditjennak, 2010. http://www.ditjennak.go.id/regulasi%5CRoadmap_Bab3b.pdf. Diakses tanggal 7 Desember 2011. Ruiter. A. 1979. Color of smoke foods. J. Food Tec.33: 54-63. Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Pusat Layanan Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Steel, R.G.D and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan B Sumantri. Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sugitha, I.M., L.Ibrahim., S.N.Aritonang, N.Syair dan S.Melia. 2004. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang. Wulandari, Z. 2004. Sifat fisikokimia dan total mikroba telur itik asin hasil teknik penggaraman dan lama penyimpanan yang berbeda. Media Peternakan, Agustus 2004, hlm. 38-45 Vol. 27. No. 2
200