Apendi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):142-150, April 2013
EVALUASI KADAR ASAM LEMAK BEBAS DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TELUR ASIN ASAP DENGAN LAMA PENGASAPAN YANG BERBEDA (EVALUATION OF FREE FATTY ACID AND ORGANOLEPTIC CHARACTERISTICS OF SMOKED SALTY EGGS AS AFFECTED BY SMOKING TIME) Apendi, Kusuma Widayaka, Juni Sumarmono Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
[email protected] ABSTRAK Telur asin asap merupakan telur itik yang dibuat telur asin kemudian dikukus dan dilanjutkan pengasapan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kadar asam lemak bebas dan sifat organoleptik pada telur asin asap dengan lama pengasapan yang berbeda. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk kadar asam lemak bebas dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk sifat organoleptik. Perlakuan penelitian terdiri dari 5 perlakuan yaitu tanpa pengasapan, 3 jam pengasapan, 6 jam pengasapan, 9 jam pengasapan dan 12 jam pengasapan kemudian dari masing – masing diulang sebanyak 2 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur. Hasil penelitian menunjukan lama pengasapan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap peningkatan kadar asam lemak bebas, warna cokelat kerabang dan aroma asap telur, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kesukaan telur. Kesimpulan penelitian ini ialah semakin lama pengasapan maka kadar asam lemak bebas yang dihasilkan semakin tinggi, rataan kadar asam lemak bebas tertinggi terdapat pada lama pengasapan 12 jam. Rataan kadar asam lemak bebas terendah terdapat pada telur asin tanpa pengasapan. Semakin lama pengasapan maka warna kerabang telur semakin cokelat dan aroma asap semakin kuat, tetapi kesukaan panelis terhadap telur asin asap tidak dipengaruhi oleh lama pengasapan. Kata kunci : kadar asam lemak bebas, sifat organoleptik, telur asin, proses pengasapan ABSTRACT Smoked salty eggs are duck eggs that have been salted, steamed and then smoked. The purpose of this research was to determine free fatty acids content and organoleptic characteristics of smoked salty eggs. Research was conducted using a completely randomized design (CRD). Treatments consisted of 5 treatments namely without smoking, 3 hours smoking, 6 hours smoking, 9 hours smoking and 12 hours smoking. Each treatment was repeated 4 times . Data was analyzed by analysis of variance and continued by Honesty Significant Difference. The results showed that smoking times have significant effect (P<0.05) on free fatty acids, Egg shell color and aroma, but not significant effect (P>0.05) on consumer’s preference by the smoking times. Conclusions of this research were longer smoked have been higher levels free fatty acid, highest free fatty acid’s mean on 12 hours smoking. Smallest free fatty acid’s mean on without smoking. Longer smoked have been more brown on egg shell color and stronger smoky aroma, but passions egg were not affected by smoking times. Keywords : levels free fatty acid, organoleptic characteristics, salted egg, smoking process
142
Apendi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):142-150, April 2013
PENDAHULUAN Latar Belakang Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu di ruang terbuka, oleh sebab itu diperlukan berbagai cara untuk memperpanjang masa simpan, salah satunya dibuat menjadi telur asin. Telur asin merupakan telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang mengandung garam dapur (NaCl) sehingga menghasilkan telur asin yang memiliki masa simpan yang lebih lama. Telur asin diduga akan lebih panjang lagi masa simpannya jika dilakukan pengasapan. Telur asin sebagai hasil akhir agribisnis itik banyak dijumpai di Brebes dan Tegal, Jateng. Produksi telur asin yang telah menjadi trademark di kota penghasil bawang merah itu mencapai 1.591.500 butir/bulan (Suhendar dkk., 2007). Produksi telur itik dan telur asin yang begitu melimpah ini jika tidak langsung disalurkan ke konsumen maka banyak telur yang terbuang akibat pembusukan. Hal ini disebabkan oleh daya simpan telur itik segar dan telur asin masih rendah. Ditambah lagi tingkat konsumsi rata-rata per kapita seminggu untuk telur itik dan telur asin masih sangat kecil yaitu tercatat untuk tahun 2009 sebesar 0,055 butir dan 2010 sebesar 0,077 butir (BPS, 2011). Melihat keadaan seperti ini maka diperlukan penganekaragaman telur asin yaitu telur asin asap yang daya simpannya lebih lama sekitar satu bulan dan diharapkan dapat menarik konsumen (Novia dkk., 2010). Pembuatan telur asin asap memerlukan bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan untuk pengasapan menggunakan sabut kelapa karena lebih mudah didapat, murah dan penggunaannya masih jarang terutama untuk pengasapan telur asin. Proses pengasapan pada telur merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur dalam waktu lama karena phenol dan asap organik merupakan zat anti bakteri (agen bakteriostatik) dan antioksidan. Hal ini disebabkan karena gugusan aldehyd dan keton bereaksi dengan lemak agar tidak terjadi hidrolisis pada lemak yang menyebabkan telur bau tengik, kerusakan lemak inilah yang dinyatakan tingkatannya dalam kadar asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (FFA). Kadar asam lemak bebas yang kecil menunjukan tingkat kerusakan lemaknya berarti sedikit. Jika telur asin asap memiliki kadar asam lemak bebas kecil maka telur tersebut masa simpannya akan lebih panjang. Proses pembuatan telur asin asap diduga juga dapat memberikan tekstur, aroma, rasa dan warna yang berbeda. Terutama warna yang berubah menjadi hitam atau cokelat manggis sehingga diharapkan dapat disukai serta diterima oleh konsumen. Lama pengasapan yang berbeda diduga memberikan pengaruh yang berbeda juga terhadap kadar asam lemak bebas dengan tujuan umum untuk mengetahui lama pengasapan yang tepat untuk menghasilkan produk berkualitas. Perumusan Masalah Proses pengasapan telur diduga akan mempengaruhi produk telur asin asap yang dihasilkan. Pengasapan telur berperan dalam menurunkan kadar asam lemak bebas dimana kadar asam lemak bebas berpengaruh terhadap daya simpan telur asin. Selain itu, pengasapan juga memberikan ciri khas pada produk pangan baik aroma dan warna kerabang yang akan mempengaruhi tingkat kesukaan. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini ingin mengetahui kadar asam lemak bebas dan sifat organoleptik telur asin yang diasapi dengan lama pengasapan tertentu.
143
Apendi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):142-150, April 2013
Tujuan Penelitian Penelitian yang telah dilaksanakan bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh lama pengasapan terhadap kadar asam lemak bebas dan sifat organoleptik pada telur asin asap dengan menggunakan bahan bakar sabut kelapa. METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur itik segar yang berasal dari peternakan itik petelur “Haji Jafar”, Bukateja Kabupaten Purbalingga. Telur sebanyak 60 butir. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terhadap parameter kadar asam lemak bebas dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terhadap sifat organoleptik. Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar asam lemak bebas(%) dan sifat organoleptik. Jumlah perlakuan 5 macam dengan 2 kali ulangan. Perlakuan adalah lama pengasapan (L), L0 : tanpa pengasapan, L1 : 3 jam pengasapan, L2 : 6 jam pengasapan, L3 : 9 jam pengasapan dan L4 : 12 jam pengasapan. Data yang diperoleh ditabulasikan dalam tabel tabulasi, kemudian dianalisis menggunakan analisis variansi. Analisis variansi dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diuji. Apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur ( Steel dan Torrie, 1996). Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman dan Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. HASIL DAN PEMBAHASAN Asam Lemak Bebas Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin lama pengasapan maka kadar asam lemak bebasnya semakin tinggi. Telur asin tanpa pengasapan memiliki kadar asam lemak bebas terendah (0,44 ± 0,018) dan telur asin dengan pengasapan 12 jam memiliki kadar asam lemak bebas tertinggi (0,44 ± 0,018). Pengaruh lama pengasapan terhadap kadar asam lemak bebas telur asin asap ditunjukkan dengan persamaan garis linier Y= 5,92 + 0,09 X dengan koefisien determinasi r2= 98,21% dan koefisien korelasi 0,99. Koefisien determinasi sebesar 98,21% menunjukan bahwa perlakuan perbedaan lama pengasapan memberikan pengaruh terhadap kadar asam lemak bebas yang dihasilkan sebesar 98,21% sedangkan 1,79% dipengaruhi faktor lain (Gambar 2). Asam lemak bebas atau FFA menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Gunawan dkk., 2003). Pada reaksi hidrolisis akan dihasilkan gliserida dan asam lemak bebas dengan rantai pendek (C4 - C12). Akibat yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah terjadinya perubahan bau dan rasa dari minyak atau lemak, yaitu timbulnya rasa tengik (Djatmiko dan Pandjiwidjaja, 1984). Ketengikan oksidasi yang umum dijumpai yaitu reaksi oksidasi pada ikatan rangkap dari asam lemak tidak
144
Apendi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):142-150, April 2013
jenuh. Asam lemak tidak jenuh mempunyai ikatan rangkap yang mempengaruhi reaksi ini menyebabkan lemak menjadi keras dan kental.
Gambar 2. Grafik Hubungan Lama Pengasapan dengan Kadar Asam Lemak Bebas Telur Asin Asap Peroksida merupakan hasil antara yang biasanya dipakai sebagai ukuran tingkat ketengikan (Kaced, et al., 1984). Ketengikan oksidatif merupakan reaksi autocatalytic dimana laju reaksi meningkat sejalan dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Hal tersebut disebabkan karena adanya hasil oksidasi awal yang dapat mempercepat reaksi oksidasi selanjutnya, dan reaksi ini dikenal sebagai reaksi berantai (Schultz, et. al., 1962). Menurut Kurashige (1993) dalam Ariyanto (2009), efek air terhadap kinetika reaksi hidrolisis sangat penting karena air dapat menyebabkan proses hidrolisis minyak. Kadar asam lemak bebas dipengaruhi oleh air yang masuk dalam lemak sehingga terjadi reaksi hidrolisis yang menyebabkan kerusakan lemak. Semakin lama pengasapan maka semakin tinggi kadar asam lemak bebas telur asin asap, karena lama pengasapan berpengaruh terhadap banyak sedikitnya uap air yang dihasilkan. Uap air dari pengasapan yang lama lebih banyak daripada uap air yang lebih singkat pengasapannya. Semakin banyak uap air maka semakin banyak pula lemak yang terhidrolisis olehnya, sehingga kadar asam lemak bebas meningkat. Selain uap air, ada beberapa hal yang diduga dapat menaikan angka nilai kadar asam lemak bebas diantaranya yaitu asam lemak bebas yang terkandung dalam asap yang masuk kedalam telur asin asap sehingga nilai kadar asam lemak bebas tinggi sesuai lamanya pengasapan (semakin lama pengasapan maka semakin banyak asap yang masuk). Panas yang dihasilkan selama pembakaran sabut kelapa dengan rataan sebesar 35ºC juga diduga dapat merusak lemak, karena lemak akan mencair jika dipanaskan. Jika makanan berbentuk cair maka akan lebih mudah rusak dibandingkan dengan padatan. Hal ini sesuai pendapat Gaman (1981) Lemak mencair jika dipanaskan, karena lemak adalah campuran trigliserida yang mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu rentangan suhu. Suhu pada saat lemak terlihat mulai mencair disebut titik lincir. Kebanyakan lemak mencair pada suhu antara 30°C dan 40°C. Titik cair untuk lemak adalah dibawah suhu udara biasa. Selain menjadikan cair, suhu yang relatif tinggi dan pemanasan yang lama juga dapat merusak lemak dengan meningkatnya kadar radikal bebas sesuai pendapat Hermanto dkk., (2008)
145
Apendi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):142-150, April 2013
stabilitas lemak nabati dan lemak hewani sangat berkaitan dengan tingkat kerusakan lemak. Pada umumnya lemak yang tidak stabil cenderung akan terhidrolisis atau teroksidasi menghasilkan senyawa radikal bebas. Senyawa radikal bebas yang dihasilkan ini sebanding dengan tingkat kerusakan lemak dimana pada pemanasan dengan suhu yang relatif tinggi dan lamanya proses pemanasan mampu meningkatkan kadar radikal bebas sehingga kerusakan lemak tersebut akan semakin besar. Di dalam asap sendiri juga mengandung asam lemak bebas, sehingga semakin lama pengasapan maka semakin banyak asam lemak bebas yang masuk kedalam telur sehingga nilai kadar asam lemak bebasnya tinggi. Suradi dan Suryaningsih (2005) menyatakan Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap antara lain asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal glioksal, furfural, methanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4- benzinpiren. Faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya kadar asam lemak bebas ialah manajemen pemeliharaan (pemberian pakan) sesuai pendapat Murtidjo (1987) yaitu solusi untuk meminimalisasi kandungan kolesterol dan asam lemak pada telur upaya yang dilakukan dapat melalui manajemen pemeliharaan yaitu pemberian pakan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar asam lemak bebas yang tinggi disebabkan oleh lama pengasapan, uap air, panas suhu pengasapan, kandungan asap dan asal telur. Sifat Organoleptik Warna Kerabang Rataan hasil uji organoleptik menghasilkan skor warna kerabang telur asin asap yaitu kisaran nilai antara 1,08 sampai 4,96 dengan penjelasan warna mulai dari biru sampai cokelat tua seperti yang tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1. Rataan Warna Kerabang Telur Asin Asap dengan Lama Pengasapan yang Berbeda Lama Pengasapan Skor (jam) Kuantitatif Kualitatif a Tanpa pengasapan 1,08 Biru – Biru Kecokelatan 3 2,48ab Biru Kecokelatan – Cokelat Muda 6 3,36bc Cokelat Muda – Cokelat c 9 4,4 Cokelat - Cokelat Tua 12 4,96cd Cokelat - Cokelat Tua Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda sangat nyata
Warna kerabang telur asin asap meningkat ketika lama pengasapan ditambah sehingga dapat disimpulkan semakin lama pengasapan maka warna kerabang telur semakin cokelat. Hal ini sesuai pendapat Sugitha dkk. (2004) pengasapan dapat juga merangsang terjadinya browningreaction atau reaksi pencokelatan. Tinggi rendahnya penilaian panelis tergantung pantulan cahaya dari benda ke mata. Menurut Desrosier (1988), warna bahan pangan tergantung pada kenampakan bahan pangan tersebut dan kemampuan dari bahan untuk memantulkan, menyebarkan, menyerap atau meneruskan sinar tampak. Sedangkan menurut Winarno (1995) warna paling cepat dan mudah 146
Apendi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):142-150, April 2013
memberi kesan tetapi paling sulit diberi deskripsi dan cara pegukurannya, oleh karena itu penilaian subyektif dengan penglihatan masih sangat menentukan dalam penilaian makanan. Pada penelitian ini penilaian panelis terhadap warna kerabang telur asin asap memberikan nilai yang relatif sama antara panelis satu dengan lainnya sehingga penilaiannya obyektif sesuai pendapat Susiwi (2009) bahwa Penilaian dengan indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan, dihubungkan dengan penilaian secara obyektif. Jadi penilaian warna tidak terlalu subyektif seperti yang disebutkan Winarno (1995). Aroma Asap Rataan nilai aroma asap telur asin asap masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Penilaian aroma telur asin yang dihasilkan dari lama pengasapan yang berbeda memberikan data yang berbeda. Tabel 2. Rataan Aroma Telur Asin dengan Lama Pengasapan yang Berbeda Lama Pengasapan Skor (jam) Kuantitatif Kualitatif a Tanpa pengasapan 1,32 Amis – Agak Amis ab 3 2,92 Agak Amis – Sedikit Aroma Asap 6 3,12ab Sedikit Aroma Asap – Aroma Asap 9 3,36ab Sedikit Aroma Asap – Aroma Asap bc 12 4 Aroma Asap Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda sangat nyata
Lama pengasapan dari masing – masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aroma telur. Panelis menilai bahwa aroma telur berbeda – beda pada tiap perlakuan, hanya saja pada lama pengasapan 6 jam dan 9 jam mempunyai nilai yang relatif sama yaitu berturut – turut 3,12 dan 3,36 (Lampiran 4). Menurut Winarno (1995) aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan. Aroma atau bau makanan banyak sangkut pautnya dengan alat panca indra hidung dan tidak tergantung pada penglihatan. Ditambahkan oleh Sugitha dkk. (2004) pengasapan dapat juga merangsang terjadinya browning- reaction yang menimbulkan aroma enak dan menarik. Pengasapan dapat dapat menghilangkan bau amis telur, hal ini sesuai pendapat Fuadi (2010) yaitu proses pengasapan pada telur asin berfungsi untuk mengeluarkan warna kerabang yang menarik, bau tidak amis serta aroma khas asap yang menggugah selera. Zuraida (2008) menyatakan bahwa komponen senyawa fenol yang berperan dalam pembentukan aroma adalah adalah siringol yang dapat memberikan bau terhadap produk yang diberikan. Pendapat ini diperkuat Girard (1992) hasil pirolisis sellulosa yang terpenting adalah asam asetat dan fenol dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pirolisis lignin menghasilkan aroma yang berperan dalam produk pengasapan. Senyawa aroma yang dimaksud adalah fenol dan eterfenolik seperti guaikol (2-metoksi fenol), syringol (1,6-dimetoksi fenol) dan derivatnya.
147
Apendi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):142-150, April 2013
Tingkat Kesukaan Tingkat kesukaan dinilai dari rasa, warna dan aroma terhadap telur asin asap kemudian barulah panelis menyimpulkan kesukaanya terhadap telur asin tersebut. Rataan hasil uji organoleptik dari 25 panelis agak terlatih diperoleh skor kesukaan telur asin asap dengan lama pengasapan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Pengujian secara subjektif (uji organoleptik) adalah pengujian dengan bantuan panca indera manusia untuk menilai karakteristik mutu, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat-sifat cita rasa makanan serta daya terima terhadap masyarakat. Pengujian secara subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan uji hedonik (kesukaan) dan uji mutu hedonik (Damayanthi dan Mudjajanto, 1995). Tabel 3. Rataan Tingkat Kesukaan Telur Asin dengan Lama Pengasapan yang Berbeda Lama Pengasapan Skor (jam) Kuantitatif Kualitatif Tanpa pengasapan 3,32 Agak suka – suka 3 3,16 Agak suka – suka 6 3,2 Agak suka – suka 9 2,84 Kurang suka – agak suka 12 3 Agak suka Uji kesukaan terhadap suatu produk dimaksudkan untuk mengukur respon atau kesukaan panelis terhadap sifat-sifat sampel secara keseluruhan. Kesukaan merupakan penilaian akhir dari panelis dan merupakan kunci diterima atau tidaknya suatu produk yang dihasilkan (Rampengan dkk, 1985). Jadi ini merupakan salah satu cara mengetahui kesukaan konsumen sesuai pendapat Wagiyono (2003) Keinginan konsumen dapat diketahui dengan survei konsumen, untuk mengetahui apa kebutuhannya dan apa keinginannya, sebab antara kebutuhan dengan keinginan dan kemampuan yang ada pada konsumen tidak selalu singkron. Salah satu cara mengetahui keinginan konsumen akan produk makanan dan minuman dapat dilakukan dengan uji kesukaan. Uji kesukaan ini dapat diperoleh informasi yang representatif tentang kesukaan konsumen. SIMPULAN Semakin lama pengasapan maka kadar asam lemak bebas yang dihasilkan semakin tinggi, rataan kadar asam lemak bebas tertinggi terdapat pada lama pengasapan 12 jam. Rataan kadar asam lemak bebas terendah terdapat pada telur asin tanpa pengasapan. Semakin lama pengasapan maka warna kerabang telur semakin cokelat dan aroma asap semakin kuat, tetapi lama pengasapan tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap telur asin asap. DAFTAR PUSTAKA Ariyanto, Y. 2009. Optimasi Suhu dan Lama Inkubasi Pada Hidrolisis In Situ Minyak Jarak Pagar untuk Produksi Surfaktan Mono- dan Digliserida. Skripsi. IPB. Bogor. BPS [Badan Pusat Statistik]. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia Agustus 2011. Edisi Agustus 2011. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Damayanthi, E. dan E.S. Mudjajanto. 1995. Teknologi Makanan. dalam. Tofan. 2008. Sifat Fisik Dan 148
Apendi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):142-150, April 2013
Organoleptik Kerupuk yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi Selama Penyimpanan. Skripsi. IPB. Bogor. Desrosier, N. W. 1988. The Technology of Food Preservation. Terjemahan. M. Muljohardjo. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta Djatmiko, B dan P. Widjaja. 1984. Teknologi Minyak dan Lemak. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fuadi, G. 2010. Pengaruh Lama Pengasapan dengan Bahan Bakar Sabut Kelapa (Coco Fiber) dan Penyimpanan Telur Asin Asap terhadap Nilai Gizi Organoleptik. Skripsi. Universitas Andalas. Padang. Gaman, P. M. Dan K. B. Sherrington. 1981. The Science of Food. Pergamon Press. England. Terjemahan. M. Gardijito, S. Naruki, A. Murdjiati, Sardjono. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Girard, J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Products. . Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan M. Muljohardjo. UI Press. Jakarta. Gunawan, M. Triatmo dan A. Rahayu. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai dengan Variasi Menggoreng. Jurnal UNDIP. Semarang. Hermanto, A. Muawanah, P. Wardhani. 2010. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan. Jurnal. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kaced, I., Hoseney, R. C., dan V. Marston, E. 1984. Factor Affecting Rancidity in Ground Pearl Millet. Jurnal American Association of Cereal Chemists. 61:187. Novia, D., A. Rakhmadi dan B. E. Wibowo. 2010. Studi Pembuatan Telur Asin Asap Menggunakan Sabut Kelapa. Universitas Andalas. Padang. Rampengan, V., J. Pontoh dan J. Sembel, 1985. Dasar-dasar Pengawasan Mutu Pangan. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Indonesia Bagian Timur, Makassar. Schultz, H. W., R. O. Sinnhuber, R. F. Cain, T. C. Yu, Mary Landers, R. E. Palmateer and G. Chandrasekharappa. 1962. Development of irradiation sterilized, shelf-stable fish and seafood products. U. S. Army Quartermaster-Corps. Progr. Rept. No. 14. Oregon State.University, Corvallis, Oregon. Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1996. Principles and Procedures of Statistics; A Biometrical Approach. Terjemahan. B. Sumantri. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sugitha, I. M., L. Ibrahim., S. N. Aritonang, N. Syair dan S. Melia. 2004. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Unand Press. Padang. Suhendar, Y. E. Purbani, S. Riyadi, Dadang, I. R. Palupi. 2007. Daging Atau Telur Itik Sama-Sama Menarik. Tabloid Agribisnis Dwi Mingguan Agrina Ed. Mei. Jakarta. Suradi dan Suryaningsih. 2005. Pengaruh Kombinasi Temperatur dengan Lama Pengasapan Terhadap Keasaman dan Total Bakteri Daging Ayam Broiler. Jurnal Universitas Padjajaran. Bandung. Susiwi. 2009. Penilaian Organoleptik. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Wagiyono. 2003. Menguji Kesukaan Secara Organoleptik. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. Widjaja, K. 2003. Peluang Bisnis Itik. Penebar Swadaya, Jakarta.
149
Apendi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):142-150, April 2013
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Cet-7. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Zuraida I. 2008. Kajian Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa terhadap Daya Awet Bakso Ikan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
150