SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TELUR ASIN YANG DIRENDAM PADA KONSENTRASI GARAM DAN UMUR TELUR YANG BERBEDA
ASTRI DAMAYANTI
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL. TERNAK DEPARTEMEN =MU PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ASTRI DAMAYANTI. D14203029. 2008. Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Telur Asin yang Direndam pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda. Sknpsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Dan Teknologi Petemakan, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS. Pembimbing Anggota : Ir.Rukmiasih, MS. Itik merupakan ternak unggas yang memberikan sumbangan protein yang tinggi. Protein tinggi tersebut diperoleh dari telur itik. Salah satu pemanfaatan telur itik adalah dengan membuat telur asin. Telur asin yang ada di masyarakat sekarang ini masih memiliki pennasalahan yaitu belum seragamnya rasa asin baik dari putih telur, kemasiran kuning telur serta daya terima masyarakat terhadap telur asin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan keseragaman rasa asin dari putih telur, kemasiran yang tinggi dari kuning telur serta daya terima konsumen terhadap telur asin tersebut. Penelitian dilakukan di b a ~ a nIlmu Produksi Ternak Unggas dengan mengasinkan telur pada konsentrasi garam dan urnur yang berbeda dengan metode perendaman. Peubah yang diukur adalah kadar garam putih dan kuning telur asin, kadar air putih dan kuning telur asin, kemasiran kuning telur dan uji organoleptik telur asin. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar garam putih telur asin yang tertinggi dicapai pada konsentrasi garam 1:4 dengan umur telur yaitu 14 hari sebesar 3,06 5 0,59%, sedangkan nilai terendah dicapai pada konsentrasi garam 1:5 dengan umur telur yaitu 0 hari sebesar 2,01* 0,50%. Kadar garam kuning telur asin tertinggi dicapai pada konsentrasi garam 1:4 pada umur telur itik 14 hari sebesar 0,07 5 0,01%, sedangkan nilai terendah dicapai pada konsentrasi garam 1:5 pada umur telur itik yaitu 0 hari sebesar 0,03 5 0,01%. Kadar air putih telur asin baik pada konsentrasi garam maupun umur telur itik yang berbeda memiliki nilai yang hampir sama dengan rataan 85,OO-87,32%. Kadar air kuning telur asin tertinggi dicapai pada konsentrasi garain 1:4 dengan umur telur itik yaitu 14 hari sebesar 35,78 rt 1,46%, sedangkan nilai terendah dicapai pada konsentrasi garam 1:5 dengan umur telur itik yaitu 0 hari sebesar 30,86 3,99%. Kemasiran kuning telur asin tertinggi dicapai pada konsentrasi garam 1:4 dengan umur telur itik yaitu 14 hari sebesar 84,36 5 5,25%, sedangkan nilai terendah dicapai pada konsentrasi garam 1:5 dengan umur telur itik yaitu 0 hari sebesar 70,74 5 10,13%. Uji organoleptik oleh panelis tidak terlatih menunjukkan bahwa konsentrasi garsun dan umur telur yang berbeda tidak berpengaruh terhadap penampilan m u m , rasa asin putih telur dan rasa masir kuning telur.
*
Kata kunci : telur asin, konsentrasi garam, umur telur
ABSTRACT The Physic, Chemical and Organoleptic Salted Egg was Soaked With Different Level of Concentration of Salt and the Age of the Eggs Damayanti, A, N. Ulupi, Rukmiasih Duck eggs is commonly used for salted eggs. The research was conducted to know based on physic, chemical and organoleptic characteristic with different level of concentration of salt and egg age. The treatment was divided into two different level salt concentration used 1:4 and 1:5 and three different egg age that is 0; 7, and 14 day. Data obtained of physic, chemical characteristic analysed with the descriptive analysis, hecause passed the assumption test. Data for hedonic test was analysed with Kruskal-Wallis. The result showed that salted eggs with salt concentration 1:4 and 14 days age given the highest salt content, moisture content of yolk and grittiness. Moisture content of egg white from salted eggs for all teratment showed that result much the same (85,00%-87,32%). The hedonic test that the treatments was not significant.
Keywords :consentration salt, egg age, salty egg.
SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TELUR ASW YANG DIRENDAM PADA KONSENTRASI GARAM DAN UMUR TELUR YANG BERBEDA
ASTRI DAMAYANTI Dl4203029
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TELUR ASIN YANG DIRENDAM PADA KONSENTRASI GARAM DAN UMIJR TELUR YANG BERBEDA
Oleh ASTRI DAMAYANTI Dl4203029
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Kornisi Ujian Lisan pada tanggal 2 Januari 2008
Pembimbing Anggota
Ir. Rukmiasih, MS NIP. 131 284 605
Ir. Niken Ulupi, MS. NIP. 131 284 604
NIP. 131 955 531
RIWAYAT BIODUP Penulis dilahirkan pada tanggal 15 September 1985 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Nurdin dan Ibu Entin Surtini. Pendidikan dasar diselesaikan oleh penulis pada tahun 1997 di SDN Tajur 2, pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 1 Ciawi, dan pendidikan Lanjutan Tingkat Akhir diselesaikan pada tahun 2003 di SMAN I Cijeruk. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknolog~Hasil Temak, Departemen Ilmu Produksi Temak, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2003. Selama mengikuti pendidikan, penulis pemah aktif di HIMAE'ROTER pada tahun 2004-2005 (anggota kewirausahaan) dan 2005-2006 (anggota club Non Ruminansia dan Satwa Harapan).
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,. karena berkat rahrnat clan karunia-Nya akhimya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki penulis. Skripsi dengan judul "Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Telur Asin yang Direndam pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda" ini disusun untuk melengkapi tugas dan memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Petemakan di Fakultas Petemakan Institut Pertanian Bogor. Pada saat ini telur asin yang beredar di pasar seringkali rasa putih telumya terlalu asin sehingga sebagian besar konsumen tidak menyukainya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan telur asin dengan kualitas yang baik ( rasa putih telur yang tidak terlalu asin dengan kuning telur yang masir) melalui penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis, umumnya bag para pembaca. Bogor, Januari 2008 Penulis
DAFTAR IS1 Halaman RINGKASAN........................................................................
i
ABSTRACT ......................................................................
11
RIWAYAT HIDUP ................................................................
111
KATA PENGANTAR............................................................
iv
DAFTAR IS1........................................................................
v
..
...
DAFTAR TABEL ................................................................vii ... DAFTAR GAMBAR ............................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................... ,..................... ix PENDAHULUAN................................................................. 1 Latar Belakang............................................................. 1 Tujuan ...................................................................... 2 Manfaat .....................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................
3
Telur Itik .................................................................... 3 Kerabang Telur ................................................ 4 Putih Telur ...................................................... 6 Kuning Telur ................................................... 6 Kualitas Telur ............................................................. 7 Penurunan Kualitas Telur Selma Penyimpanan .................... 8 Pengawetan Telur ........................................................ 9 Pengasinan Telur ......................................................... 10 Pembahan yang Tejadi Selama Proses Pengasinan ................ 11 Denaturasi Protein .............................................I1 Pembentulcan Gel ............................................. 11 Proses Kemasiran Telur....................................... 12 Penilaian Organoleptik ..................................................12 METODE ........................................................................... 13 Lokasi dan Waktu ........................................................ 13 Materi ..................................................................... 13 Percobaan ....................................................13 Rancangan .. Analls~sData ............................................................ 14 Prosedur ................................................................... 14 Pengkoleksian Telur Itik ...................................... 14 Pembuatan Larutan Garam ................................... 14 Pengasinan ...................................................... 15 Pengukuran Kadar Garam NaC1.............................. 15 Pengukuran Kadar Air ....................................... 16 Pengukuran kemasiran Kuning Telur ....................... 16
Uji Organoleptik .............................................. 17 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................
..
18
Anallsls Data ............................................................. 18 Kadar Garam Telur Asin ................................................ 18 Kadar Garam Putih Telur..................................... 18 Kadar Garam Kuning Telur ................................. 19 Kadar Air Telur Asin .................................................... 20 Kadar Air Putih Telur ........................................ 20 Kadar Air Kuning Telur ..................................... 21 Kemasiran Kuning Telur ............................................... 21 .. UJI Organoleptik .........................................................23 Penampilan Umum ............................................ 23 Rasa Asin Putih Telur ........................................ 23 Rasa Masir Kuning Telur ............:........................ 24 KESLMPULAN DAN SARAN.................................................25 Kesimpulan ............................................................... 25 Saran ....................................................................... 25 UCAPAN TERlMA KASIH .................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 27
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Komposisi Kimia Telur Ayam dan Itik....................................... 3
2.
Ukuran dan Bentuk Pori-pori Telur Itik dan Ayam..................... 5
3.
Kadar Gararn Putih serta Kuning Telur pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda.. ............................
18
4.
Kadar Air Putih Telur dan Kuning Telur pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda.. ............................. 20
5.
Persentase Tingkat Kemasiran Kuning Telur Asin pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda................ 22
6.
Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Telur Asin pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda................ 23
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Struktur Telur Ayam ..................................................................
2.
Susunan Bagian Kerabang Telur................................................. 5
4
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Diagram Alir Pengasinan Telur.............................................. 30
2.
From Uji Hedonik Telur Asin......................................................31
3.
Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Rasa Asin Putih Telur........ 32
4.
Uji Non Paramettik Kruskal-Wallis Rasa Masir Kuning Telur ... 32
5.
Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Penampilan Umum Telur Asin ..............................................................................................
32
PENDAHULUAN Latar Belakang Itik merupakan salah satu temak unggas yang memberikan sumbangan protein yang cukup besar terhadap masyarakat. Sumber protein yang bisa dimanfaatkan dari itik terdapat pada telurnya. Telur itik termasuk sumber makan yang memiliki gizi yang cukup baik. Hal ini terlihat dari kandungan protein (*13%) serta lemak (112%) yang tinga hbandingkan dengan telur unggas lainnya. Telur itik memiliki kelebihan diantaranya yaitu kulit telur yang tebal, ukuran telur yang besar serta kadar air rendah dibandingkan dengan telur ayam. Selain itu juga ada kekurangannya yaitu pori-pori yang besar dibandingkan dengan telur ayam sehingga akan terjadi penguapan yang besar dan berakibat pada penurunan kualitas telur, serta kandungan lemak yang tinggi. Kadar air yang rendah dan kandungan lemak yang tinggi, oleh sebab itu telur itik baik untuk dijadikan telur asin. Pencegahan terhadap kerusakan telur dapat dilakukan dengan cara pengawetan. Pengawetan telur dapat dilakukan dengan cara pengawetan telur utuh dan pengawetan telur tanpa kulit. Pengawetan telur utuh menggunakan bahan pengawet garam, atau disebut juga pengasinan yang akan menghasilkan telur asin. Cara pengawetan tersebut menggunakan teknologi sederhana sehngga memerlukan biaya yang relatif murah. Berdasarkan proses pengolahannya pengawetan dengan cara pengasinan ada dua metode yaitu dengan cara perendaman (larutan garam) dam pembalutan (cainpuran garam dengan abu gosok atau serbuk bata merah dengan sedikit penambahan kapur). Pengasinan dengan perendaman yaitu dengan merendam telur didalam larutan garam jenuh, sedangkan pembalutan yaitu telur dibalut oleh adonan garam dengan abu gosok atau serbuk bata. Metode yang dikenal masyarakat adalah perendaman, karena metode ini sangat mudah dilakukan dan biayanya murah. Selain itu juga prosesnya sangat praktis. Telur asin yang ada di pasar berasal dari telur itik yang memiliki umur telur yang tidak seragam. Hal tersebut dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk pendistribusian telur dari petemak ke produsen. Perbedaan umur telur itik akan berakibat pada kualitas telur tersebut. Semakin lama urnur simpan telur maka akan
menyebabkan putih telur menjadi encer. Kondisi putih telur yang encer akan mengakibatkan larutan garam mudah masuk kedalam telur pada saat pengasinan. Jumlah larutan garam yang masuk akan menentukan rasa asin telur serta kemasiran kuning telur. Hal tersebut dapat dikombinasikan dengan penggunaan konsentrasi garam pada saat pengasinan, sehingga dapat dihasilkan rasa asin telur yang tidak terlalu asin dengan kemasiran yang digemari oleh konsumen. Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh umur telur dan konsentrasi gararn yang berbeda terhadap sifat fisikolcimia dan organoleptik telur asin sehingga dapat menghasilkan telur asin yang baik dan disukai oleh konsumen. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pilihan dalarn penggunaan konsentrasi garam dan umur telur itik yang tepat untuk pembuatan telur asin. Telur asin yang diharapkan dari penelitian ini mendapatkan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan metode tradisonal lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA
TeIur Itik Telur adalah salah satu bahan pangan hasil ternak yang memilib kandungan gizi tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Telur itik mempakan sumber makanan yang memiliki nilai gizi cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kandungan protein dan lemak yang tinggi dibandingkan dengan telur ayam (Moutney, 1976). Pada umumnya telur mengandung komponen utama yang terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat vitamin dan mineral. Perbandingan kandungan gizi telur itik dengan telur ayam disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Telur Ayam dan Itik per 100 gram Bahan Telur Ayam
Telur Itik
Komposisi
Putih telur
Kuning telur
Telur utuh
Putih telur
Kuning telur
Telur utuh
Air (96)
88,57
48,50
73,70
88,OO
47,OO
70,60
Protein (%)
10,30
16,15
13,OO
11,OO
17,OO
13,lO
Lemak (g)
0,03
34,65
11,50
0,OO
35,OO
14,30
Karbohidrat (g)
0,65
0,60
0,65
0,80
0,80
0,80
Abu (g)
0,55
1,lO
0,90 .
0,8*
1,2'
1,0*
Surnber : Winarno d m Koswara (2002) *) Rornanoff dan Romanoff (1963)
Struktur telur itik secara keseluruhan harnpir sama dengan telur ayam. Telur itik terbagi atas tiga bagian utama yaitu kerabang telur (8-1 I%), putih telur (56-61%) dan kuning telur (27-31%). Akan tetapi telur itik mengandung kuning telur 7% lebih banyak dan putih telur 5% lebih sedikit dibandingkan dengan telur ayam (Powrie, 1984). Bentuk telur itik normal umumnya sama dengan telur ayam yaitu oval dengan salah satu ujung meruncing sedangkan ujung yang lainnya tumpul. Bentuk seperti ini akan berguna meningkatkan daya tahan kulit telur terhadap tekanan mekanis serta mengurangi telur tergelincir pada bidang datar. Struktur telur secara keseluruhan dlsajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Telur Ayam Sumber : Stadelmen dan Cotterill, 1995
Kerabang Telur Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling kaku dan keras. Fungsi dari kerabang tersebut adalah sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi mikroorganisme (Sirait, 1986). Kerabang telur terdiri atas empat lapisan yaitu : (1) n (2) lapisan bunga karang (spongiosa); (3) lapisan mamilaris kutikula ( b a ~ a terluar); dan (4) lapisan membran (bagian terdalam) (Stadelman dan Cotterill, 1995). Komposisi kerabang telur diperlihatkan pada Gambar 2. Lapisan kutikula merupakan iapisan terluar dari kerabang telur yang berfungsi untuk mencegah penetrasi mikroba melalui kerabang telur dan mengurangi penguapan air yang terlalu cepat (Sirait, 1986). Telur yang baru keluar dari induknya dilapisi oleh lapisan tipis kutikula yang terdiri atas 90% protein dan sedikit lemak. Lapisan kulit telur yang berada dibawah lapisan kutikula adalah lapisan bunga karang yang merupakan bagian yang kompak. Lapisan bunga karang sering hsebut sebagai lapisan sebenamya karena terdiri atas 213 bagian dari seluruh lapisan kulit luar. Lapisan ini terdiri atas protein, karbohidrat, lamak dan garam kalsium (kalsium karbonat, kalsium phosphat, dan magnesium karbonat) (Belitz dan Grosch, 1999). Lapisan mamilaris merupakan lapisan yang terdiri dari mukopolisakarida sialomusin. Ikatan yang terbentuk adalah ikatan hidrogen dan disulfida (Belitz dan Grosch, 1999). Lapisan ini terdiri dari
jonjot-jonjot kapur yang biasa disebut mamila, serta berbentuk bonggol-bonggol dengan penampang bulat atau lonjong.
Gambar 2. Susunan Bagian Kerabang Telur Sumber : Stadelman dan Cotteri11,1995
Lapisan terakhlr pada lapisan kerabang yaitu lapisan mernbran. Lapisan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan dari kerabang telur kecuali pada bagian rongga udara. Membran ini terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan membran kulit luar dan dalam (Romanoff dan Romanoff,
1963). Winamo dan Koswara (2002)
menambahkan bahwa kedua lapisan Inernbran tersebut disusun oleh protein yang sama dengan yang terdapat dalam kutikula yaitu mucin. Fungsi dari membran ini adalah sebagai penghambat bakteri gram positif karena mengandung enzim lipozim. Karakteristik dari kerabang telur adalah adanya pori-pori pada permukaan kerabang. Menurut Sirait (1986) pada bagian tumpul telur jumlah pori-pori persatuan luas lebih besar dibandingkan bagian lainnya sehngga terjadi rongga udara diselcitar daerah ini. Pori-pori telur itik berbeda dengan telur ayam, baik dalam jumlah maupun ukurannya. Perbedaan tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Ukuran dan Bentuk Pori-pori Telur Itik dan Ayam. Pori-pori besar (mm)
Pori-pori kecil (mm)
Itik
0,036 x 0,031
0,014 x 0,012
Ayam
0,029 x 0,020
0,011 x 0,009
Jenis telur
Sumber : Romanoff dan Romanoff (1963)
Putih Telur Kandungan putih telur pada telur utuh
* 60%. Putih telur terdiri dari empat
lapisan yang memiliki perbedaan kekentalannya yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam, dan lapisan khalazaferous. Perbedaan kekentalan ini disebabkan oleh kandungan airnya (Hadiwiyoto, 1983). Antara kuning telur dan lapisan kental luar putih telur dihubungkan oleh khalaza. Bagian tersebut terdiri dari protein yang berbentuk serabut spiral, yang behngsi sebagai pertahanan letak kuning telur agar tetap berada ditengah-tengah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Proporsi lapisan albumen terdiri dari lapisan encer luar (23,22%), lapisan kental luar (57,30%), lapisan encer dalam (16,80%), dan daerah kental dalam atau kaladza (2,70%). Komponen utama putih telur adalah air dan protein (Powrie, 1973). Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan globular. Jenis protein yang terdapat pa& putih telur diantaranya ovalbumin, konalbumin, ovomucoit, lizozim, ovoglobulin, ovomucin, flavoprotein, ovoglikoprotein, ovomakroglobulin, ovoinhibitor dan avidin. Ovomucin merupakan protein yang mengandung karbohidrat yang berbentuk serabut. Serabut-serabut tersebut berbentuk jala yang dapat mengikat bagian cair dari putih telur sehingga ovomucin menentukan kekentalan putih telur (Powrie, 1973).
Kuning Telur Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air yang terdiri atas 113 protein dan 213 lemak (Belitz dan Grosch, 1999). Protein yang berikatan dengan kuning telur disebut lipoprotein, sedangkan yang berikatan dengan fosfor adalah fosfoprotein (Fardiaz, 1986). Lipoprotein mengandung fosfolipid yang berfungsi sebagai pengemulsi (Matz, 1977). Karbohtdrat yang terdapat pada kuning telur sebanyak 0,2% berikatan dengan protein. Karbohidrat yang tidak berikatan dengan protein adalah monosakarida dan terdapat sekitar 0,5% dengan jenis yang sama pada putih telur. Komponen lain yang terdapat pada kuning telur adalah vitamin dan mineral. Kuning telur yang berbatasan dengan putih telur dibungkus oleh suatu lapisan tipis yang disebut membran vitellin (Davis dan Reeves, 2002). Kuning telur terletak ditengah-tengah bila telur dalam keadaan normal atau masih segar (Romanoff dan Romanoff, 1963). Posisi kuning telur akan bergeser bila telur mengalami p e n m a n selama penyimpanan telur. Penumnan tersebut terjadi 6
karena elastisitas membran vitellin menurun, akibat adanya penguapan air yang berpengaruh terhadap perubahan tekanan osmotik kuning telur (Sirait, 1986).
Kualitas Telur Kualitas telur adalah kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhi selera konsumen (Stadelman dan Cotterill, 1995). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) kualitas adalah ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaannya yang akan memepengaruhi penerimaan konsumen. Menurut Sirait (1986) faktor-faktor kualitas yang dapat memberikan petunjuk terhadap kesegaran telur adalah penyusutan bobot telur, keadaan diameter rongga udara, keadaan putih telur dan kuning telur, bentuk dan wama kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang telur. Kualitas yang dipengaruhi oleh faktor genetik diantaranya tekstur dan ketebalan kerabang telur, adanya noda darah, banyaknya putih telur kental dan komposisi telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Mountney (1976) kualitas telur dibagi menjadi dua yaitu interior (keadaan putih dan kuning telur) dan eksterior (bentuk dan wama kerabang serta kebersihan kerabang telur). Kualitas telur utuh dinilai secara candling yaitu dengan ineletakkan telur dalam sorotan sinar yang h a t sehingga menlungkinkan pemeriksaan bagian dalarn. Selain.itu juga, candling dapat mengetahui keretakan kerabang telur, ukuran serta posisi kuning telur, ukuran kantung udara, bintik-bintik darah, kerusakan oleh mikroorganisme, dan perturnbuhan benih (Buckle et al., 1987). Kerusakan telur yang menonjol saja dapat diketahui dengan cara candling. Kualitas putih telur dapat dinilai dengan menghitung Haugh Units yaitu menggunakan egg quality slide rule atau menggunakan rumus izaugl? units (Stadelman dan Cotterill, 1995). Telur hams dipecahkan terlebih dahulu kemudian ketebalan putih telur diukur dengan menggunakan alat mikrometer. Telur yang masih segar memilila putih telur yang kental dengan ditandai tingginya lapisan putih telur yang kental. Penurunan tinggi putih telur bersifat logaritmik negatif dan secara matematis telah dijabarkan oleh Haugh (1937) yang dikenal dengan Haugh unit (Stadelman dan Cotterill, 1995). Keadaan kuning telur dapat diukur dengan menghitung indeks kuning telur. Indeks kuning telur adalah perbandingan tinggi kuning telur dengan garis tengahnya 7
yang diukur setelah kuning telur dipisahkan dari putih telur. Dengan bertambahnya umur telur maka indeks kuning telur &an menurun karena penambahan ukuran kuning telur akibat perpindahan air (Buckle et aL, 1987). Penurunan kuning telur dapat mencerminkan kemsakan telur. Wama kuning telur dapat dideterminasi dengan menggunakan Roche Color Fan yang mempunyai liina belas seri wama. Penurunan h n g telur merupakan fungsi dari kekuatan menbran vitellin (Stadelman dan Cotterill, 1995). Peuurunau Kualitas Telur Selama Penyimpanan Kualitas telur dapat mengalami penurunan karena
adanya faktor
penyimpanan. Penurunan tersebut dapat dinilai pada telur utuh dan telur yang sudah dipecahkan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Penurunan yang tejadi pada telut utuh diantaranya penyusutan bobot telur, pembesaran rongga udara, sedangkan pada telur yang sudah dipecahkan dapat diketahui kekentalan putih telur serta keadaan kuning telur. Lamanya penyimpanan dapat menyebabkan penguapan gas dan pelepasan air. Penyusutan bobot telur serta pembesaran kantung udara terjadi karena adanya pelepasan gas seperti CO2, NH3, N2, dan kadang-kadang H2S. Selain i t - juga pelepasan gas tersebut dapat menyebabkan bau yang menyimpang dari telur. Perubahan selanla penyimpanan dipengaruhi oleh suhu, suhu penyimpanan tinggi maka kualitas telur akan semahn rendah. Pembahan penampakan kuning telur dapat terjadi karena pada suhu maupun kelembaban udara yang tinggi dapat tejadi kondensasi air yang berlebihan pada kulit telur sehingga dapat menjadi media baik untuk pertumbuhan kapang dan bakteri. Timbulnya bintik hitam pada kerabang telur disebabkan oleh kapang dan distribusi air yang tidak merata diseluruh permukaan kerabang telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kualitas putih telur ditentukan oleh tingginya lapisan putih telur yang kental. Kekentalan tersebut akan menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Hal mi tejadi ahbat pelepasan air dan penguapan C02 yang &an menyebabkan pH telur meningkat dari 7.6 (telur segar) menjadi basa sehingga mencapai 9,O-9,7. Peningkatan pH tersebut akan tejadi ikatan kompleks ovomucm-lysozym yang akan mengeluarkan air sehingga putih telur menjadi encer (Stadelman clan Cotterill, 1995). Romanoff dan Romanoff (1963) menambahkan perubahan nilai pH putih telur 8
disebabkan oleh hllangnya C02 dan aktifnya enzim proteolitik yang merusak membran vitellin menjadi lemah dan akhirnya pecah sehingga menyebabkan putih telur menjadi cair dan tipis. Selama penyimpanan kuning telur akan mengalami penurunan kekuatan membran vitellin akibat adanya penguapan COz serta air yang berasal dari putih telur masuk ke dalam kuning telur melalui proses osinosis (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Pengawetan Telur Pengawetan adalah salah satu teknik untuk membuat bahan pangan tidak mudah rusak. Telur yang diawetkan hams memiliki kualitas yang baik (telur segar), bentuk dan ukuramya normal, keadaan rongga udara dan kebersihan kulit telur termasuk kualitas AA. USDA membagi telur dalam tingkatan kualitas berdasarkan dalam nilai haugh units yaitu kualitas AA (HUL72), A (723U260), dan B (HU<60). (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kualitas AA adalah termasuk kualitas tertinggi dalam Masifikasi telur. Nilai haugh units akan semakin menurun dengan adanya penyimpanan terhadap telur. Menurut Rosidah (2006) nilai haugh units akan menurun sebesar 0,43 seiring dengan semakin lamanya telur disimpan. Selain itu juga terjadi pembesaran ukuran kantung udara, putih dan kuning telur menjadi lebih encer, pH telur menjadi basa, timbul bau busuk akibat mikroba yang masuk ke dalam telur. Pengawetan terhadap telur dilakukan agar dapat menghambat terjadinya kebusukan oleh bakteri dan menunda kerusakan fisik dan lamia dari telur (Hintono, 1984). Metode pengawetan telur dibagi menjadi dua yaitu pengawetan telur pecah dan pengawetan telur utuh. Pengawetan telur hpecahkan belum cukup dikenal dimasyarakat ha1 tersebut karena memerlukan prasarana yang mahal dan prospek pemasarannya belum baik.
Bahan pengawet yang biasa digunakan untuk
pengawetan telur utuh antara lain parafin, vaselin kapur, waterglass, garam dapur, bahan penyamak nabati, dan lain-lain. Pengawetan telur utuh yang menggunakan ballan pengawet garam dapur biasa disebut dengan pengasinan telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Pengasinan Telur Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak dilakukan oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk mencegah kemsakan dan kebusukan telur serta memberi citarasa khas dari telur (Sirait, 1986). Selain itu juga pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara lain mudah untuk dilakukan, biayanya murah, praktis, serta dapat meningkatkan kesukaan konsumen. Berdasarkan metode pengolahannya, ada dua metode yang digunakan yaitu perendaman dengan menggunakan lamtan garam jenuh dan pembalutan dengan mencampur garam, serbuk bata merah atau abu gosok, dan kadang-kadang menggunakan kapur. Pembuatan telur asin dengan menggunakan metode perendaman dalam larutan garam jenuh sangat mudah dan praktis. Keunggulan pembuatan telur asin dengan perendaman adalah prosesnya singkat, sedangkan dengan cara pembalutan prosesnya rumit. Garam dapur mengandung 91.62% NaCl, dan sisanya adalah Ca, Mg, dan Fe dalarn bentuk garam klorida (Joedawinata, 1976). Garam mempunyai sifat higroskopis sehingga dapat menyebabkan plasmolisis dan dehidrasi pada sel bakteri, menghambat kerja enzim proteolitik, mengurangi daya larut oksigen serta menurunkan daya aktivitas air (Frazier dan Westhoff, 1983). Garam yang digunakan dalam proses pengawetan membutuhkan konsentrasi garam sebesar lebih dari 15% (Ayres et al., 1980). Ukuran kristal garam dapat mempengaruh~dalan proses pengasinan telur. Ukuran kristal yang baik sekitar 1-6 mm!. Apabila ukurannya lebih kecil dari 1 mm3 maka laju difusinya akan cepat sehingga menyebabkan kekerasan pada protein putih telur, sedangkan ukuran kristal garam lebih dari 6 mm3 maka laju difusinya menjadi lambat (Koswara, 1991). Mekanisine yang terjadi pada pengasinan adalah proses penetrasl garam dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi ion ~ a dan ' Cf. Kedua ion tersebut berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilaris, membran kulit telur, putih telur, membran vitellin dan yang terakhir adalah kuning telur. Laju difusi mendapat hambatan dari lapisan kapur yang terdapat pada kerabang telur serta lapisan lemak pada kuning telur (Koswara, 1991). Larutan
garam yang berdifusi ke dalam telur disebabkan oleh terdapatnya pori-pori pada kerabang telur dan konsentarsi larutan garam NaCl. Difusi ini hiasa disebut dengan osmosis. Larutan garam dari putih telur yang masuk ke dalam kuning telur melalui membran vitellin karena adanya perhedaan tekanan osmotik antara kedua bagian tersebut. Membran vitellin adalah salah satu bagian terpenting pada kuning telur selama proses pengasinan. Ketebalan membran ini sekitar 0,012
- 0,023
mm, yang
sebagian besar tersusun dari keratin (Moran dan Hale, 1936 dalam Shenstone, 1968). Pada membran vitellin, air didorong keluar dari kuning telur dan mencegah air masuk, mendorong NaCl masuk kedalam kuning telur dan mencegah NaCl keluar (Romanoff dan Romanoff, 1993). Kecepatan difusi pada putih telur lebih cepat dibandingkan dengan kecepatannya pada kuning telur. Hal tersebut dipengaruhi oleh konduktivitas membran vitellin putih telur tinggi, sedangkan konduktivitas pada kuning telur rendah (Shenstone, 1968). Perubahan yang Terjadi Selama Proses Pengasinan Denaturasi Protein
Denaturasi adalah proses perubahan konfigurasi tiga dimensi dari molekul protein tanpa menyebabkan pemutusan ikatan peptida (Tarigan, 1983). Menurut Pomeranz (1985) menyatakan bahwa denaturasi adalah proses modifikasi ikatan selain ikatan rantai pada rantai utama. Denaturasi protein terjadi karena putusnya ikatan hidrogen oleh urea dan garam guanidina (Winarno, 1991). Terdapat dua jenis denaturasi yaitu, denaturasi tidak dapat balik dan denaturasi yang dapat balik (Tarigan, 1983). Menurut Fennema (1985) mengkategorikan denaturasi menjadi dua jenis yaitu agen fisik dan agen kimia. Denaturasi yang disebabkan oleh agen fisik yaitu temperatur, tekanan, hidrostatis dan gaya mekanik yang besar, sedangkan yang disebabkan oleh agen kimia adalah pH, zat organik, garam-garaman dan detergen. Pembentukan Gel
Gel adalah fase antara padat dan cair, sebagai sistem larutan yang kehilangan sifat mengalir. Gelasi terjadi pada saat terbentuk ikatan nonkovalen dari gugus
fungsional yang sudah stabil. Mekanisme dari gelasi ini adalah pemerangkapan air, immobilisasi dan pembentukan struktur gel yang stabil (Fennema, 1985). Pembentukan gel ada empat tahapan diantaranya adalah denaturasi, agregasi, koagulasi dan flokulasi (Pomeranz, 1985). Garam merupakan salah satu faktor yang inenyebabkan denaturasi dan mempengaruhi pembentukan gel pa& kuning telur. Hal tersebut terjadi karena adanya aktivitas kation dan anion dari garam yaitu ~ a dan + C1yang meningkat (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Proses Kemasiran Telur Kemasiran merupakan salah satu karakteristik kuning telur asin. Tekstur masir pada kuning telur akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen (Chidan Tseng, 1998). Ukuran granul diakibatkan oleh adanya air garam yang masuk ke &lam granul dan reaksi garam dengan low density lipoprotein (LDL). Menurut Chang, Powrie dan Fennema (1997) menambahkan garam yang masuk ke dalam kuning telur akan bereaksi dengan lipoprotein (yang sebagian besar dalam bentuk fraksi low densiw). Hal diatas akan membentuk tekstur masir pada kuning telur.
Penilaian Organoleptik Penilaian organoleptik biasa disebut juga penilaian inderawi atau sensori karena melibatkan panca indera (Soekarto, 1985). Penilaian ini dilakukan karena pelaksanaannya mudah dan cepat. Panca indera yang biasanya digunakan adalah penglihatan, perasa dan penciuman. Penilaian mutu produk yang menggunakan indera penglihatan diantaranya adalah warna, ukuran dan penampakan m u m . Indera perasa melibatkan lidah sebagai media yang dapat merasakan rasa asin, pahit, manis, dan asin (Winarno, 1991). Penciuman terhadap bau merupakan produk dengan mencium baunya baik pada produk pangan maupun non pangan. Uji hedonik merupakan uji kesukaan dari panelis sebagai salah satu penerimaan produk yang diujikan. Bentuknya berupa tanggapan atau respon pribadi suka atau tidaknya terhadap sampel oleh panelis. Tanggapan tingkat kesukaan dari panelis dinyatakan dalam skala hedonik. Jumlah panelis untuk uji hedonik adalah 15-20 orang (agak terlatih) dan lebih dari 80 orang untuk panelis yang tidak terlatih (Soekarto, 1985).
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di baaan Ilmu Produksi Temak Unggas, Bagian Ilmu Nutrisi clan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan mulai dari bulan Mei sampai Oktober 2006.
Materi Bahan utama yang digunakan adalah telur itik yang berasal dari itik yang dipelihara di Bagian Ilmu Produksi Temak Unggas, Fakultas Petemakan IPB. Bahan yang digunakan dalam proses pengasinan adalah garum dapur, sedangkan untuk analisis kadar garam diantaranya H N O 3 4 N, KSCN O,11 N, tawas fen ammonium sulfat 40% Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah candler, wadah telur (egg .tray), timbangan dengan ketelitian 0,001 g, cawan porselen, gelas piala, toples bening, oven 60' C, oven 105' C, tanur, labu erlemeyer, kompor listrik, pipet, buret, piring kecil, plastik transparansi, kertas manila, gunting.
Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial 3 x 2 dengan dua kelompok. Faktor pertama (A) adalah urnur telur yaitu telur segar (0 hari), telur berumur 7 hari, telur berumur 14 hari. Faktor kedua (B) adalah konsentrasri garam yang terdiri dari 2 taraf yaitu (20% dan 25%) dengan perbandingan garam dan air yaitu 1 : 4 dan 1 : 5. Sebagai kelompok adalah waktu pengasinan yang berbeda. Peubah yang diukur terdiri atas kadar garam putih telur dan kuning telur, kadar air putih telur dan kuning telur, kemasiran h n g telur, serta uji organoleptik telur asin (penampilan m u m , rasa asin putih telur, rasa masir kuning telur). Hasil penelitian uji hedonik dianalisis dengan menggunakan model nonpararnetrik Kruskal-Wallis. Jika diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji banding rataan ranking yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Model rancangannya yaitu sebagai berikut :
I
I
l ~ i - ~ SjZ I k ( ~ + 1 ) / 6 I ~ '
I
Jika Ri - Rj
I 2 Z I k (N+1)/6 I O", maka perbedaan Ri dan Rj adalah nyata
pada taraf Z = 0,05. Keterangan : Ri Rj K N Z
= Rataan perlakuan
ke-i = Rataan perlakuan ke-j = Jumlah level dalam perlakuan = Jumlah total data = Nilai Z untuk perbandingan lebih dari dua rata-rata.
Analisis Data Data yang diperoleh kadar garam putih dan kuning telur asin, kadar air putih dan kuning telur asin, kemasiran kuning telur sebelum dianalisis dilakukan pengujian asumsi yaitu uji kehomogenan, uji kemormalan, uji keaditifan, serta uji kebebasan galat. Apabila memenuhi persyaratan keempat asumsi di atas maka dilakukan analisis ragam. Bila tidak memenuhi persyaratan empat pengujian asumsi maka data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Uji organoleptik dianalisis menggunakan model non-parametrik Kruskal-Wallis.
Prosedur Pengkoleksian Telur Itik Telur diperoleh dari itik yang dipelihara di kandang bagian Ilinu Produksi Unggas sebanyak 216 butir. Telur itik tersebut kemudian ditimbang dan dicuci. Telur dikelompokkan berdasarkan perlakuan umur penyimpanan selama 0, 7, dan 14 hari. Masing-masing umur telur memiliki bobot telur sebesar 64
*3
gramlbutir dan
disimpan dalam suhu ruang.
Pembuatan Larutan Garam Garam yang dipakai merupakan garam dapur halus. Larutan garam yang digunakan adalah larutan garam dengan konsentrasi 1:4 (1 bagian garam yang dilarutkan dalam 4 bagian air) dan larutan garam dengan konsentrasi garam 1:5 (1 bagian garam yang dilarutkan dalam 5 bagian air). Garam yang diperlukan ditimbang sesuai dengan perlakuan. Garam dilarutkan dalam air mendidih kemudian larutan garam tersebut didiarnkan selama 1 hari dan disaring untuk memperoleh lamtan yang bening.
Pengasinan Pengasinan yang dilakukan yaitu dengan cara merendam telur didalam larutan garam. Telur yang telah ditirnbang dengan masing-masing bobot 63*4 garm dicuci dengan air hangat lalu dikering udarakan kemudian diteropong (candling). Telur direndam dalam lamtan garam sesuai dengan perlakuan masing-masing selama 12 hari kemudian dikeluarkan dan dicuci dengan air. Telur yang telah diasinkan disimpan di suhu ruang selama 2 hari di dalam toples.
Pengukuran Kadar Garam NaCl (Volhard dalam Tim Laboratorium Ilmu dan Tehologi Pakan, 2003). Sampel putih telur ataupun kuning telur diambil sebanyak 4-5 gram kemudian dimasukan ke dalam cawan porselin. Sampel yang telah diberi kode kemudian dimasukkan dalam oven 60" C selama 24 jam. Sampel diangkat, kemudian di letakkan dalam oven 105' C selama 5 jam. Sampel dikeluarkan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sarnpel yang telah dioven keinudian diabukan dalam tanur (600" C). Abu yang diperoleh ditambah dengan air dan HN03 pekat sampai lembab. Sampel tersebut dimasukan dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan air hingga tanda garis pada labu dan didiamkan selama satu malam. Larutan tersebut dipipet sebanyak 10 ml ke dalam labu erlemeyer. Setelah itu ditambahkan 10 ml HN03 4 N dan tawas feri ammonium sulfat 40% sebanyak 10 ml. Larutan tersebut
dititrasi dengan KSCN O,11 N. Volume KSCN yang digunakan dicatat dan dibuat sebagai penetapan blanko. Kadar garam dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar garam (%) =
(B-A)xfpxNKSCNx58,50 mg sampel
Keterangan
B =ml blanko A =ml contoh N = normalitas KSCN 58,50 = berat molekul NaCl fp = faktor pengenceran
:100%
Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1984) Sampel (putih atau kuning telur) sebanyak 4 - 5 gram dalam cawan yang telah diketahui bobotnya dimasukkan kedalam oven dan dipanaskan dengan suhu 105" C selama 15 menit, kemudian didingnkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang kembali. Kehilangan berat
x 100%
Kadar air = Berat sampel
Pengukuran Kemasiran Kuning Telur (AAICS, 1974) Pengukuran kemasiran telur dilakukan terhadap telur asin yang telah direbus. Pengukuran kemasiran diawali dengan memotong kertas manila berukuran 1x1 cm,
2x2 cm, 3x3 cm, 4x4 cm, dan 5x5 cm. Masing-masing ukuran kertas dihltung luasnya dan ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan digital. Berdasarkan data luas tersebut dan berat tersebut dapat diketahui rata-rata luas kertas persatuan berat (a cm2/gram). Pengukuran kemasiran kuning telur dilakukan dengan mengukur luas permukaan kuning telur yang masir dan dinyatakan dalam bentuk persen. Permukaan luas kuning telur yang masir dilakukan dengan meletakkan plastik transparansi ke atas permukaan kuning telur. Bagian kuning total clan bagian yang masir kemudian ditandai clan digambar pada plastik transparansi. Plastik transparansi ditandai, kemudian diplotkan pada kertas manila. Plastik yang diplotkan pada kertas manila tersebut adalah sisi sebaliknya dari plastik transparansi yang mengenai telur. Kertas manila kuning telur total kemudian dipotong dan ditimbang (b gram). Kertas manila dari bagian yang inasir (Y) dipotong dan dipisahkan dari bagian yang tidak masir
(X). Bagian kertas yang masir tersebut kemudian ditimbang (Y gram). Kertas manila dari kuning total (b gram) dan bagian yang masir (Y gram) yang telah ditimbang tersebut, kemudian dikonversikan dalam satuan luas dengan menggunakan rumus : Bagian kuning telur total (P cm2)
= a cm2/gram x b
Luas bagian kertas yang masir (Q an2)
=a
gram
cm2/gram x Y gram
Bagian yang tidak masir Bagian yang masir Berat kertas kuning telur total dan bagian yang masir yang telah dikonversikan tersebut dinyatakan luas kuning total (P cm2) dan luas bagian yang masir (Q cm2). Persentase luas pennukaan yang masir (Y) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % pennukaan yang masir (Y) = Q cm2/ P cm2 x 100%
Luas permukaan yang masir (Y) menyatakan banyaknya kuning telur yang masir.
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik). Panelis &beri formulir isian untuk memberikan penilaian terhadap sampel yang hsajikan. Sampel yang diujikan pada panelis disajikan secara acak dengan cara pemberian kode tertentu yang masing-masing terdiri dari tiga angka. Panelis diharapkan dapat menanggapi persepsi kesukaannya pada sampel yang meliputi nilai hedonik yaitu penampilan umum, rasa asin putih telur serta rasa masir kuning telur. Skala hedoniknya adalah : (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) netral; (5) agak suka; (6) suka dan (7) sangat suka. Penilaian dilakukan lebih dari 80 orang panelis tidak terlatih.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data Data yang diperoleh untuk kadar garam putih dan kuning telur asin, kadar air putih dan kuning telur asin, serta kemasiran kuning telur tidak memenuhi keempat uji asumsi yang terdiri dari uji kehomogenan, uji kenormalan, uji keaditifan dan uji kehebasan galat, sehingga data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Uji organoleptik dianalisis menggunakan model non-parametrik Kruskall-Walis. Kadar Garam Telur Asin Pengaruh penggunaan konsentrasi garam (1:4 dan 1:5) dan umur telur yang berbeda (0, 7, dan 14 hari) terhadap kadar garam putih dan kuning telur asin disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar Garam Putih serta Kuning Telur Pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda Bagian Telur
Konsentrasi Garam
Putih telur Kuning telur
1:4 1:5 1:4 1:5
0
Umur Telur ( Hari ) 7
14
... . . . . .. ... . . . .. . . . ... ..%............................... 2,47 0,21 2,65 k 0,52 3,06 i 0,59
*
2,Ol h 0,50
2,51 h 0,39
2,81 i 0,11
* *
0,06 0,02 0,04 0,02
*
0,07 0,Ol 0,04 i 0,02
0,04 0,Ol 0,03 0,Ol
*
*
Kadar Garam Putih Telur Kadar garam putih telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda berkisar 2,01%-3,06%. Kadar garam putih telur tertingg dicapai pada telur itik yang berumur 14 hari dengan konsentrasi garam 1:4 yaitu sebesar 3,06%. Kadar garam putih telur asin terendah dicapai pada telur itik segar (0 hari) dengan konsentrasi garam 1:5 yaitu sebesar 2,01%. Bertambahnya umur penyimpanan pada telur akan mengakibatkan berubahnya kondisi dari telur baik pada putih maupun kuming telur. Sela~na penyimpanan terjadi penguapan C02 dan pelepasan air yang menyebabkan putih telur encer (Romanoff dan Romanoff, 1963). Penguapan COz terjadi akibat adanya penguraian senyawa NaHC03 menjadi NaOH (Stadelman dan Cotterill, 1995) yang + OH-, sehingga pH selanjutnya NaOH akan terurai kembali inenjadi ion-ion ~ a dan
putih telur menjadi naik (bersifat basa). Peningkatan pH pada putih telur tersebut
-
akan mengakibatkan tejadinya ikatan ovomucin-lysozim sehingga mengeluarkan air. Reaksi penguraian senyawa NaHC03 menjadi NaOH sebagai berikut : NaHC03 NaOH
NaOH+ COz Na++ OK
Keadaan putih telur yang telah
encer akibat penyimpanan akan
mempengaruhi kuning telur. Kondisi putih telur yang encer tersebut menyebabkan larutan garam mudah masuk ke dalam telur. Air yang berada pada putih telur akan menuju kuning telur. Proses penetrasi garam masuk ke dalam telur bejalan secara difusi setelah garam (NaCl) mengion menjadi ion Na+ dan C1-. Ion-ion tersebut masuk ke dalam telur karena didorong oleh adanya tekanan osmotik dari larutan garam. Tekanan osmotik dari larutan garam tergantung dari konsentrasi garam. Semakin tinggi konsentrasi garam maka akan diperoleh tekanan osmotik yang semakin tinggi pula sehingga kecepatan difusi larutan garam yang masuk ke dalam telur akan semakin cepat (Romanoff dan Romanoff, 1963). Tekanan osmotik merupakan dorongan untuk tejadinya transport molekul melalui selaput tipis karena adanya perbedaan kepekatan (konsentrasi) antara kedua larutan sampai tercapainya keadaan setimbang (isotonik). Terlihat dari Tabel 3 dengan penggunaan konsentrasi garam tertinggi (1:4) pada semua umur telur itik (0,7 dan 14 hari) menghasilkan kadar garam putih telur tertinga masing-masing sebesar 2,47%, 2,65%, dan 3,06% bila dibandingkan dengan konsentrasi garam 1:5. Kadar Garam Kuning Telur
Kadar garam kuning telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda berkisar 0,03%-0,07%. Kadar garam kuning telur asin tertinggi dicapai pada telur itik yang berumur 14 hari dengan konsentrasi garam 1:4 yaitu sebesar 0,07%. Pada kondisi tersebut kadar garam di putih telur dalam jumlah terbanyak yaitu sebesar 3,06%. Larutan garam yang telah masuk di dalam putih telur akan menuju kuning telur. Semakin larnanya telur disimpan (14 hari) maka laju difusi larutan garam masuk ke dalam kuning telur semakin cepat. Hal tersebut disebabkan karena semakin lamanya telur disimpan akan menyebabkan putih
telurnya semakin encer sehingga garam yang melewati putih telur menuju kuning telur semakin mudah. Semahn tinggi konsentrasi garam, maka semakin tinggi pula tekanan osmotiknya sehingga akan mempercepat laju penetrasi garam ke dalam kuning telur. Adanya tekanan osmotik tersebut akan membantu garain inasuk ke dalam kuning telur. Kadar garam kuning telur asin terendah dicapai pada telur itik segar (0 hari) dengan konsentrasi garam rendah yaitu 1:5. Kadar garam kuning telur pada konsentrasi garam 1:4 lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi garam 1:5.
Kadar Air Telur Asin Pengaruh penggunaan konsentrasi garam (1:4 dan 1:5) dan umur telur yang berbeda (0,7 dan 14 hari) terhadap kadar air putih serta kuning telur msajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kadar Air Putih Telur dan Kuning Telur Pada Konsentrasi garam dan Umur Telur yang Berbeda Bagian telur
Konsentrasi Garam
0
Umur Telur ( Hari ) 7
14
.... ... ... ... ... ... ......%................................
*
Putih telur
1:4 1:5
85,66 0,70 86,15 k 0,17
Kuning telur
1:4 1:5
33,66 1,78 30,86i 3,99
*
* *
85,OO k 1,05 87,32 k 1,72
86,58 2,86 86,90 1,94
* 8,46
35,78 5 1,46 32,81 1,74
32,25 31,53
* 3,79
*
Kadar Air Putih Telur Kadar air putih telur dari telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda berkisar 85,00%-87,32%. Kadar air putih telur pada konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda bila dilihat dari data diatas ternyata belum begitu terlihat perbedaan yang mencolok. Masuknya air ke dalam putih telur didorong oleh tekanan osmotik dari larutan garam. Semakin tinggi konsentrasi garam larutan maka akan semakin tinggi pula tekanan osmotik yang dihasilkan. Perbedaan tekanan osmotik pada konsentrasi garam 1:4 dengan 1:5 akan mengakibatkan pula pada perbedaan jumlah air dari larutan garam yang masuk ke dalam putih telur. Hasil yang diperoleh pada data diatas ternyata kadar air pada konsentrasi garam yang berbeda hampir sama. Dengan adanya perbedaan jumlah air yang masuk pada putih telur dengan konsentrasi garam
yang berbeda ternyata belum mengalami perubahan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan kandungan terbesar putih telur adalah air. Komponen utama dalam putih telur adalah air dan protein. Kandungan terbesar dari putih telur yaitu air. Kandungan air putih telur pada telur itik sebesar 88,00% (Winarno dan Koswara, 2002). Kadar Air Kuning Telur
Kadar air kuning telur pada telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam dan umur telur itik yang berbeda berkisar 30,86%-35,7896. Kadar air kuning telur tertinggi dicapai pada telur itik yang bemnur 14 hari pada setiap konsentrasi garam. Semakin lama umur simpan telur akan mengakibatkan putih telur menjadi encer, sehingga air yang berada pada putih telur akan masuk ke dalam kuning telur. Hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara putih telur dengan kuning telur. Tekanan yang terdapat pada putih telur lebih tinggi dari pada tekanan yang terdapat pada kuning telur. Selain itu juga, kondisi dari membran vitellin sudah melemah saat penyimpanan (Romanoff dan Romanoff, 1963) dan kualitas kuning telur menurun. Banyaknya air yang masuk ke dalam kuning telur dipengaruhi oleh tekanan yang ada pada larutan garam. Adanya perbedaan tekanan diluar dengan tekanan di dalain telur akan mempengaruhi larutan garam yang masuk ke dalam kuning telur. Tekanan osmotik larutan dipengaruhi oleh tinggi dan rendahnya konsentrasi garam. Semakin tinggi konsentrasi garam maka tekanan osmotiknya semalun t i n g ~pula. Garam yang masuk ke dalam k m n g telur akan menyebabkan sebagian air yang berada pada kuning telw akan keluar ke putih telur. Hal tersebut disebabkan karena adanya proses osmosis. Semalun banyak garam yang masuk akan menyebabkan air pada kuning telur akan semakin banyak yang keluar ke putih telur (Chi dan Tseng, 1998). Kadar air kuning telur mengalami peningkatan pada setiap umur telur yang sama dengan meningkatnya konsentrasi garam (1:4). Kemasiran Kuning Telur
Hasil analisis sifat fisik telur asin dengan pengaruh penggunaan konsentrasi garam (1:4 dan 1:5) dan umur telur berbeda (0, 7, dan 14 hari) terhadap tingkat kemasiran kuning telur disajikan pada Tabel 5.
21
Tabel 5. Persentase Tingkat Kemasiran Kuning Telur Asin Pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda Konsentrasi Garam
0
Umur Telur ( Hari ) 7
14
... ... ... .. . ... ... ... ... . .. ... ... ... ......%.....................................................
1:4 1:5
72,58*9,87 70,74*10,13
79,33*4,26 72,43*6,37
84,36*5,25 79,73*3,64
Kemasiran kuning telur akibat penggunaan konsentrasi garam 1:4 dan 1:5 dan umur telur itik yaitu segar (0 hari), 7 dan 14 hari berkisar antara 70,74%-84,36%. Kemasiran kuning telur tertinggi dicapai pada telur itik yang berumur 14 hari dengan konsentrasi garam 1:4 sebesar 84%. Kemasiran kuning telur dipengaruhi oleh kadar garam yang masuk ke dalam kuning telur. Kadar garan1 kuning telur tertingg dicapai pada telur itik yang berumur 14 hari dengan konsentrasi garam 1:4 (35,78%). Kemasiran kuning telur terendah dicapai pada telur itik segar (0 hari) dengan konsentrasi garam 1:5. Hal ini sesuai dengan data diatas bahwa kadar gararn pada telur itik segar (0 hari) dan konsentrasi garam 1:5 tersebut memiliki nilai yang terendah (70,74%). Semalan tinggi konsentrasi garam maka tekanan akan semakin tinggi pula sehingga menyebabkan laju difusi larutan garam akan semalun cepat. Keadaan tersebut menyebabkan kemasiran semakin tinggi. Terlihat pada Tabel 5, semakin tinggi konsentrasi garain (1:4) maka kemasiran kuning telur yang dihasilkan semakin tinggi pula. Tekstur masir pada kuning telur asin disebabkan oleh adanya pembesaran ukuran granula (Chi dan Tseng, 1998). Menurut Chang, Powrie dan Fennema (1997), granula adalah bintik-bintik atau butiran-butiran lipoprotein yang terdiri dari lipovitellin (70%), low density lipoprotein (LDL) (12%), dan phosvitin (16%). Garam yang inasuk ke dalam kuning telur akan bereaksi dengan lipoprotein (kompleks antara lemak dan protein) yang sebagian besar dalam bentuk fiaksi low density. Akibat adanya reaksi antara garam dan lipoprotein tersebut akan
menyebabkan ikatan antara lemak dan protein lepas sehingga lemak dan proteinnya akan berpisah. Hal tersebut inenyebabkan partikel-partikel protein yang terlepas dari lemak saling menyatu. Selain itu juga, protein akan terdenaturasi dan terkoagulasi sehingga akan terbentuk gel.
Uji Organoleptik Pengaruh penggunaan konsentrasi garam (1:4 dan 1:5) dan umur telur yang berbeda (0, 7, dan 14 hari) terhadap uji organoleptik (hedonik) telur asin dsajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Telur Asin Pada Umur Telur dan Konsentrasi Larutan Garam yang Berbeda Peubah yang diamati
Umur Telur ( Hari ) 7
Konsentrasi Garam
0
Penampilan umum
1:4 1:5
4,91*1,64 4,40*1,80
4,57*1,66 4,52*1,48
4,17*1,93 4,64*1,49
Rasa asin putih telur
1:4 1:5
4,5011,49 4,33*1,62
4,24*1,57 4,46*1,54
4,26*1,53 4,60*1,49
Rasa masir kuning telur
1:4 1:5
4,61+1,73 4,63*1,78
4,36*1,70 4,79*1,56
4,62*1,57 4,78*1,55
14
Keterangan : 1. Sangat tidak suka; 2. Tidak suka; 3. Agak tidak suka; 4. Netral; 5. Agak suka; 6. suka; 7. Sangat suka.
Penampilan Umum Telur Penampilan umum telur dinilai dari putih serta kuning telur. Penampilan
umum telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda berkisar 4,17-4,91. Kisaran tersebut termasuk dalam skala hedonik agak suka. Hasil statistik menunjukkan bahwa respon panelis terhadap penampilan umum telur asin tidak berbeda. Hal tersebut karena panelis belum mampu membedakan penampilan telur asin akibat adanya penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda.
Rasa Asin Putih Telur Nilai rasa asin putih telur berkisar 4,26 - 4,60. Hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata dari respon panelis terhadap rasa asin putih telur &bat penggunaan konsentrasi garam 1:4 dan 1:5 dan umur telur itik segar (0 hari), 7 dan 14 hari. Respon panelis terhadap rasa asin putih telur belum mampu untuk membedakannya dengan kadar garam putih telur yang berkisaran 2,01%-
3,06%.
Rasa Masir Kuning Telur Rasa masir kuning telur asin ahbat penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda memiliki nilai rata-rata 4,36-4,79. Kisaran tersebut termasuk dalam skala hedonik agak suka tetapi secara statistik menunjukkan tidak berbeda. Hal ini berarti dengan adanya perbedaan persentase tingkat kemasiran sebesar 70,7484,36% (Tabel 5) tidak dapat dibedakan rasa kemasirannya oleh penelis.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Semalan tinggi konsentrasi garam dan semakin lama umur simpan telur, kadar garam telur asin yang dihasilkan semakin tinggi. Kadar air telur asin pada putih telur hampir sama dengan adanya konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda, sedangkan kadar air kuning telur mengalami peningkatan. Kadar garam dan kadar air kuning telur mempengaruhi kemasiran kuning telur yang dihasilkan. Konsentrasi garam yang tinggi dan umur telur yang lama menghasilkan kemasiran kuning telur semakin tinggi. Uji organoleptik akibat penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda terhadap penampilan m u m , rasa asin putih telur, rasa masir kuning telur tidak berbeda nyata, termasuk dalam skala hedonik agak suka. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini berdasarkan sifat fisik, kimia dan uji organoleptik adalah peinbuatan telur asin dengan menggunakan konsentrasi garam 1: 5 dengan telur itik pada setiap umur sampai dengan 14 hari.
UCAPAN TERIMA KASlH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas ridho, rahmat, kekuatan, kesehatan serta kesempatan yang telah diberikan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan sknpsi ini. Tak lupa penulis panjatkan shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Niken Ulupi, MS, dan Ir. Rukmiasih, MS sebagai dosen pembimbing atas segala masukan, arahan, dan nasihatnya selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Yamin, M. AgrSc sebagai dosen pembimbing akademik yang banyak membantu dalam menyelesaikan stud. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tuti Suryati S. Pt, Msi dan Dr. Ir. M. Ridla, M. Agr sebagai dosen penguji atas segala masukan untuk perbaikan pada skripsi ini. Semoga Allah SWT memberi balasan atas segala kebaikannya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk ayahanda Nurdin dan ibunda Entin Surtini tercinta atas do'a yang tak pemah putus, motivasi, harapan, kepercayaan, jerih payah dengan dukungan moril maupun materil serta curahan kasih sayang yang tak pernah henti. Ucapan teriina kasih juga penulis sampaikan kepada kakak tercinta Reni Nurdianawati, S. Tp, dan Irma Nurmawati atas segala bantuannya baik material motivasi dan semangat kepada penulis serta adik lelalaku M. Farhannudin Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Program Hibah Kompetisi A2, seluruh staf dan teknisi Bagian Ilmu Produksi Temak Unggas atas kerjasama dan semangat selama penelitian. Kepada teman satu penelitian unggas Windy, Maya, Lukito, Aif, Anggoro, Aldina, Rmi, Nina, Adit, Yanuar atas kerjasama dan semangat selama penelitian baik di kandang maupun di Laboratorium, Eva, Manda, Laila, Uqi, Nawawi, Shanti terima kasih atas jalinan persahabatan yang indah serta rekan-rekan THT'40 dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Bogor, Januari 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA AAICS. 1974. A Course Manual in Tropical Pasture Science. Australian Vicechencellors Committee, Australia. Association of Official Analytical Chemists ( AOAC ). 1995. Official Methods of ~ AOAC ~ Inc., Washington DC. Analysis. 1 6 ed. Ayres, J. C., and J. 0. Mundt. 1980. Microbiology of Foods. W. H. Freeman and Company, San Francisco. Belitz, H. D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Germany. Buckle, K.A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wootton. 1985. Illnu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Pumomo dan Akono. Penerbit UI-Press, Jakarta. Chang, C. M., Powrie, W. D. and Fennema, 0. 1972. Electron microscopy of mayonaise. J. inst. Can. Sci. Technol. 5 (3). Davis, C. and R. Reeves. 2002. High Value Opportunities From The Chicken Egg. A Report For Rural Industries Research and Development Corporation. RIRDC Publication No. 021094. Fennema, 0 . R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc, New York. Frazier, W. C. and D. C. Westhoff. 1983. Food Microbiology. McGraw Hill Co., New York. Georgia Egg Commission. 2005. Albumen. Http: www. Georgia eggs. Org/pages/composition.html. Gibbons, J. 1975. Non Parametric Method 4 Quantitive Analysis. Alabana : Elsevier Co. Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Hintono, A. 1984. Prinsip pengawetan telur. Poultry Indonesia. 5 (53) : 20-21. Joedawinata, M. A. 1976. Mempelajari pengaruh perbandingan pemakaian garam dan bata serta waktu pengasinan terhadap kulitas telur asin dari telur ayam. Skripsi. Fakultas Mekanisme dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Matz, S. A. and T. D. Matz . 1978. Cookie and Cracker Technology. The AVI Publishingh Co. Inc., Connecticut. Mountney, G. I. 1976. Poultry Products Tecnology. The 2"* edition. AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut. Pomeranz, Y. 1985. Functional Propoteis of Food Components Academic Press, Inc., London. Powrie, W. D. 1973. Chemistry of Egg and Egg Product. P61-90. In: Stadelman, W. J. and 0. J. Cotterill. Egg Science and Technology. The AVI Publising Co. Inc., Connecticut.
Powrie, W. C. 1984.Chemistry of Egg ang Egg Product. The AVI Publishing Company Inc., Westport. Connecticut. Rahayu, W. P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Johnwilley and Sons, Inc., New York. Rosidah. 2006. EIubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Petemakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Shenstone, F. S. 1968. The gross composition, chemistry and physicochemical basic of organisation of the yolk and the white. In: Egg Quality : A Study of The ~ e n ' Egg. s T. C. Carter (Editors). Oliver and Boyd Edinburgh, England. Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Bogor. Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk Industri pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Stadelman, W. J., and 0 . J. Cotterill. 1977. Egg Science and Technolog. The AVI Publishing Company, Inc., Connecticut.
"
Stadelman, W. J., and 0. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Tecnology. 4 ed. Food Product Press, New York. Sutresna, N. 1996. Penuntun Belajar Kimia 3. Ganeca Exact Bandung, Bandung United States Departement of Agriculture. 1972. Egg Grading Manual. Agriculture Handbook, Washington D. C. Tarigan, P. 1983. Kimia Organik Bahan Makanan. Penerbit Alumni, Bandung. Tim Laboratoriun Ilmu dan Teknologi Pakan. 2003. Pengetahuan Bahan Makanan Temak. Jurusan Ilmu Nutrisi dan makanan Temak. Fakultas Petemakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winamo, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winamo, F. G dan Koswara S. 2002. Telur Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Pengasinan Telur Garam
Telur itik
Air bersih
1
1
Haluskan
Dikoleksi (umur t e l w 0,7,14 hari)
I
1 1
Diteropong Masukkan kedalam ember garam (Kg): air (L) 1:4 1:5
Ditimbang Bobot telur 63*4 g
1
Dicuci air hangat dengan suhu 37-39 OC
Diaduk
+I
~idiamk'ansemalam
Kering udara
1 Diambil bagan bening dan disaring
/
I
Pengasinan (g telur : ml larutan) (1 : 2 )
Konsentrasi garan 1:4
Konsentrasi garam 1:5
Umur telur 0 hari 7 hari
Telur asin
Umur telur 14 hari
0 hari
7 hari
Telur asin
14 hari
A
Lampiran 2. Form Uji Hedonik Telur Asin
UJI ORGANOLEPTIK (HEDONIK) Nama :........................ Tlp/Hp:.................... Tanggal pengujian :......... Jenis sampel : Telw asin Insttuksi : 1. Dihadapan anda tersedia sampel telw asin yang hams dinilai penampilan mum, rasa asin putih telnr serta rasa masir kuning telur. 2. Beri tanda (4) pada kolom yang tersediaa sesuai dengan penilaian anda.
Lampiran 3. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Rasa Asin Putih Telur
Lampiran 4. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Rasa Masir Kuning
Lampiran 5. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis PenampiIan Umum Telur Asin