KABA ANGGUN NAN TONGGA KARYA AMBAS MAHKOTA DAN DRAMA ANGGUN NAN TONGGA KARYA WISRAN HADI SEBUAH KAJIAN INTERTEKSTUALITAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP KELAS IX
ARTIKEL ILMIAH
Miftahul Jannah NPM 10080002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STIKP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2014
KABA ANGGUN NAN TONGGA KARYA AMBAS MAHKOTA DAN DRAMA ANGGUN NAN TONGGA KARYA WISRAN HADI SEBUAH KAJIAN INTERTEKSTUALITAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP KELAS IX Miftahul Jannah1, Iswadi Bahardur2, Indriani Nisja3 1) Mahasiswa STKIP (PGRI) Sumatera Barat 2) 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (STKIP) PGRI Sumatera Barat
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya perbedaan antara dua buah karya sastra yang mempunyai kesamaan tema. Dua karya tersebut juga ditulis oleh dua orang pengarang berbeda yang berasal dari daerah yang sama. Penelitian ini tidaklah mencari keorosinilan karya satra yang menimbulkan anggapan bahwa hipogram (karya sebelumnya) lebih tua dan lebih hebat. Akan tetapi, kajian intertekstualitas ingin melihat seberapa jauh tingkat kekreativitasan seorang pengarang untuk menciptakan karya sastra baru setelah membaca karya sastra sebelumnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Sumber data dari penelitian ini adalah kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota dan Drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi dengan fokus penelitian intertekstualitas drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi dan kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota dari aspek ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota) mengalami ekspansi (perluasan), konversi (pemutarbalikan hipogram), modifikasi (perubahan), dan ekserp (penulisan inti sari). 1) Ekspansi (perluasan) terjadi pada tokoh dan karakter tokoh. 2) Konversi (Pemutarbalikan hipogram) terjadi pada karakter tokoh, Modifkasi (perubahan) terjadi pada tokoh, karakter tokoh, dan alur (plot), dan ekserp (penulisan inti sari) terjadi pada alur (plot).
Kata Kunci: Intertekstualitas, Kaba, Naskah Drama, Implikasi.
KABA ANGGUN NAN TONGGA KARYA AMBAS MAHKOTA DAN DRAMA ANGGUN NAN TONGGA KARYA WISRAN HADI SEBUAH KAJIAN INTERTEKSTUALITAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP KELAS IX Miftahul Jannah1, Iswadi Bahardur2, Indriani Nisja3 1) Students STKIP (PGRI) West Sumatra 2) 3) Lecturer in Education Studies Program Language and Literature Indonesia (STKIP) PGRI West Sumatra
ABSTRAC The background of this research come from the differences between teo literature that have similar theme. It also write by different writer, but come from same place. The purpose of this research not for find out of the originalism (literature whick are appear the perception that hipogram (literature before) older and better. But investigation of intertekstualitas want to see how far the creativity level of the writer to create after read the hipogram (literature before). The design oh this research is kualitatif deskriptif research. The resource of the data are Anggun Nan Tongga tale by Ambas Mahkota and Anggun Nan Tongga drama by Wisran Hadi. This research focus on intertekstualitas from Anggun Nan Tongga drama by Wisran Hadi and Anggun Nan Tongga tale by Ambas Mahkota from same aspeck that are: ekspansi. Konversi, modifikasi, and ekserp. The finding of this research revealed that hipogram (Anggun Nan tale by Ambas Mahkota) it have ekspansi, konversi, modifikasi, and ekserp. 1) Ekspansi happen on figure and figure figure haracter. 2) Konversi happen on figure character. 3) Modification happen on figure, place, and plot.
Keywords: Intertekstulitas, kaba, Drama Script, Implications,
PENDAHULUAN Naskah drama merupakan hasil kreativitas dari seorang pengarang. Salah satu drama yang terkenal dalam sastra Indonesia adalah drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi. Drama Anggun Nan Tongga mengisahkan perebutan sebuah kerajaan yang menyebabkan berbagai macam konflik. Anggun Nan Tongga juga terdapat dalam versi yang berbeda yaitu kaba. Kaba Anggun Nan Tongga merupakan salah satu kaba yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau. Dalam perkembangannya, kaba Anggun Nan Tongga ditulis ulang oleh beberapa penulis. Salah satunya adalah kaba yang ditulis oleh Ambas Mahkota. Kaba Anggun Nan Tongga mengisahkan perjalanan seorang putra mahkota yang bernama Anggun Nan Tongga. Perjalanan itu dilakukan untuk mencari mamak-mamaknya yang telah menghilang. Kehadiran Anggun Nan Tongga dalam dua versi menimbulkan banyak pertanyaan. Pertanyaan tersebut muncul karena Anggun Nan Tongga versi naskah drama dan Anggun Nan Tongga versi kaba memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut terdapat dari segi tokoh, latar, dan alur (plot). Pertanyaan ini semakin mendasar karena penulis Anggun Nan Tongga versi naskah dan penulis Anggun Nan Tongga versi kaba berasal dari daerah yang sama yaitu Sumatra Barat. Karya tersebut juga menceritakan Anggun Nan Tongga yang berasal dari daerah yang sama Pariaman Sumatra Barat. Perbedaan dari kedua genre sastra ini dapat dilihat dengan kajian intertekstualitas. Ratna (2004: 72) menyatakan “Secara etimologis interteks berarti anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan produksi makna dalam interteks melalui proses oposisi, permutasi, dan transformasi.” Proses interteks yang terjadi dalam kajian ini adalah transformasi. Kaba Anggun Nan Tongga bertransformasi ke dalam genre yang berbeda yaitu drama. Endraswara (2013: 130-132) mengatakan sebuah teks sastra tidak berdiri dengan sendirinya. Teks sastra dibangun dari atau terinspirasi dari teks lainnya. Penulisan dengan genre yang berbeda termasuk ke dalam ranah hipogram. Ratna (2004: 172-173) mengatakan “Teks yang dikerangkakan sebagai interteks tidak berbatas sebagai persamaan genre. Interteks memberikan kemungkinan seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hipogram”. Hipogram merupakan karya pertama, atau karya yang akan dijadikan landasan untuk melahirkan karya berikutnya. Kajian interteks mengkaji hipogram dan karya sesudahnya. Hipogram diekspansi, dikonversi, dimodifikasi, dan diekserp untuk menciptakan sebuah karya sastra baru. Penelitian ini tidaklah mencari keorosinilan karya satra yang menimbulkan anggapan bahwa hipogram (karya sebelumnya) lebih tua dan lebih hebat. Akan tetapi, kajian interteks ingin melihat seberapa jauh tingkat kekreativitasan seorang pengarang untuk menciptakan karya sastra baru setelah membaca karya sastra sebelumnya. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini meneliti intertekstualitas kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota dan Drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi dari aspek ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti menganalisis dan menelaah sendiri kaba dan naskah drama yang dijadikan objek penelitian. Selain itu beberapa buku yang dapat menunjang dalam penelitian ini. Seperti buku-buku yang berhubungan dengan kaba, drama, dan intertekstualitas. Teknik analisis data yang digunakan adalah (1) Mendeskripsikan data intertekstualitas kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota dan Drama Anggun nan Tongga karya Wisran Hadi dari aspek ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp, (2) menganalisis data intertekstualitas kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota dan Drama Anggun nan Tongga karya Wisran Hadi dari aspek ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp, (3) Menginterpretasi data intertekstualitas kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota dan Drama Anggun nan Tongga karya Wisran Hadi dari aspek ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp, dan (4) menyimpulan data intertekstualitas kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota dan Drama Anggun nan Tongga karya Wisran Hadi dari aspek ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Hasil
Penelitian ini menemukan bahwa kaba Anggun Nan Tongga telah bertransformasi ke dalam bentuk drama Anggun Nan Tongga. Intertekstualitas yang terjadi pada hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota) adalah ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp. Ekspansi terjadi pada tokoh dan karakter tokoh. Konversi terjadi karakter tokoh. Modifikasi terjadi tokoh, latar, dan alur (plot), dan ekserp terjadi pada alur (plot). 2.
Pembahasan
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap Kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota dan Drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi dapat dilihat bahwa kedua teks itu saling berhubungan. Karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota) mempengaruhi lahirnya karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kristeva (dalam Hasanuddin, 2003: 30-31) yang menyatakan, bahwa suatu teks sastra merupakan pengungkapan dan transformasi dari teks-teks lain. Endraswara (2013: 133) mengatakan Ekspansi adalah perluasan atau perkembangan karya sastra. konversi adalah pemutarbalikan hipogram atau matriknya. Modifikasi adalah perubahan tataran linguistik, manipulasi urutan kata, dan kalimat, dan ekserp adalah semacam intisari dari unsur atau episode dalam hipogram yang disadap oleh pengarang. Wisran Hadi termasuk salah seorang sastrawan yang kreatif. Wisran hadi menulis kembali kaba Anggun Nan Tongga yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau (Pariaman) ke dalam genre yang berbeda yaitu drama Anggun Nan Tongga. Hipogram (kaba) diekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp. 1.
Ekspansi
Ekspansi dalam hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota) terjadi pada tokoh dan karakter tokoh. Beberapa tokoh ditambah dan karakter salah satu tokoh mengalami perluasan. Perluasan atau penambahan tokoh terjadi pada saudara ibu Anggun Nan Tongga, sedangkan penambahan karakter terjadi pada karakter Anggun Nan Tongga. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota) saudara perempuan ibu Anggun Nan Tongga hanya satu orang, yaitu Puti Suto Suri. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi) saudara perempuan ibu Anggun Nan Tongga berumlah tiga orang, yaitu Puti Ameh Urai, Puti Ganto Sori, Ambun Sori. Ekpansi juga terjadi pada karakter Anggun Nan Tongga. Dalam hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota) Anggun Nan Tongga adalah pemuda yang baik dan sabar. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), sifat Anggun mengalami perluasan atau penambahan. Anggun tidak hanya pemuda yang baik. Akan tapi, Angggun terkadang juga bersikap kasar dan tidak sabar. 2.
Konversi
Konversi dalam hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota) teradi pada karakter Gondan Gondoriah. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Gondan Gondoriah adalah wanita yang lembut dan penurut. Akan tetapi, dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga Karya Wisran Hadi), Gondan Gondoriah adalah wanita yang keras dan tidak penurut.
3.
Modifikasi
Modifikasi dalam hipogram terjadi pada tokoh, latar dan alur (plot). Tokoh yang mengalami modifikasi yaitu, a) Ibunda ratu. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), yang menjadi ibunda ratu dalam kerajaan adalah saudara kandung dari ibu Anggun Nan Tongga yaitu Suto Suri. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), yang menjadi ibunda ratu adalah saudara senenek dari ibu Anggun Nan Tongga. b) Orang yang membesarkan Anggun Nan Tongga. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun Nan Tongga dibesarkan oleh saudara kandung ibunya Suto Suri, sedangkan dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun Nan Tongga dibesarkan oleh saudara senenek ibunya. c) Intan Korong. Dalam karya sebelumnya (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Intan Korong adalah adalah adik dari Nangkodo Baha atau Laksamana, sedangkan dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Intan Korong dalah istri dari Laksamana. Modifikasi tokoh berikutnya terjadi pada d) Ameh Manah. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Ameh Manah adalah ibu dari Gondan Gondoriah, sedangkan dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Ameh Manah adalah adik dari ayah Anggun Nan Tongga. e) Jurumudi Anggun Nan Tongga. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Juru mudi Anggun Nan Tongga bernama Malin Cik Ameh, sedangkan dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), juri mudinya adalah Laksamana. f) Orang kepercayaan keluarga Anggun Nan Tongga. Dalam karya hipogram(kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), orang yang menjadi kepercayaan dan pedamping Anggun Nan Tongga adalah Bujang Salamat, sedangkan dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi) orang yang menjadi kepercayaan dan pedamping Anggun Nan Tongga adalah Janang. Modifikasi atau perubahan juga terjadi latar. Latar yang mengalami modifikasi adalah latar tempat. Latar tempat yang mengalami perubahan, di antaranya: 1) Tempat Anggun Anggun Nan Tongga ditanya oleh ibunya ketika pulang dari gelanggang. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun Nan Tongga ditanya di dalam kamarnya, tetapi dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi) Anggun Nan Tongga ditanya di ruang istana. 2) Perselisihan Anggun Nan Tongga dengan Laksamana. Dalam karya hipogran (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota) Anggun Nan Tongga berselisih dengan Laksamana di gelanggang sayembara Intan Korong. Sayembara itu diadakan untuk mencari jodoh bagi Intan Korong. Akan tetapi, dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi) Anggun Nan Tongga berselisih dengan Laksamana di gelanggang pesta pernikahan Laksamana dengan Intan Korong. 3) Tempat pertemuan Anggun Nan Tongga dengan Gondan Gondoriah dan pengucapan janji sebelum Anggun pergi berlayar. Dalam karya hipogran (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun Nan Tongga bertemu dengan Gondan Gondoriah di atas Dandang Panjang atau kapal. Akan tetapi, dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun bertemu dengan Gondan di tepi pantai. 4) Pertemuan Anggun dengan Alamsudin. Dalam karya hipogran (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun bertemu Alamsudin di negeri Koto Dalam. Akan tetapi, dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun betemu dengan Alamsudin di Gunung Ledang. Selain itu modifikasi (perubahan) juga terjadi pada tahapan alur atau rangkaian peristiwa. Perubahan itu terjadi pada tahap situation atau penyituasian, tahap generating circumstances atau tahap pemunculan konflik, tahap rising action atau tahap peningkatan konflik, tahap climax atau tahap klimaks, dan tahap denouement atau tahap penyelesaian. Dalam tahap situation penyituasian, terjadi beberapa perubahan. a) Kehadiran Laksamana dalam istana. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Laksamana tidak hadir di dalam istana. Akan tetapi, dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran hadi), Laksamana hadir di dalam istana. b) Kepergian ayah Nan Tongga. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Wisran hadi), ayah Nan Tongga yang bernama Tuanku Haji Mudo sudah pergi meninggalkan istana sewaktu Anggun Nan Tongga masih berada dalam kandungan. Beliau pergi untuk bersemedi. Akan tetapi, dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya
Wisran Hadi), ayah Anggun Nan Tongga pergi meninggalkan istana ketika ibu Nan Tongga sudah meninggal dunia. Hal ini disebabkan karena semenda tidak pantas lagi tinggal di rumah mertua setelah istrinya meninggal. Tahap generating circumstances atau tahap pemunculan konflik. Pada tahapan ini terjadi pada perselisihan Anggun Nan Tongga dengan Laksamana. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), perselisihan Anggun dengan Laksamana terjadi ketika Anggun pergi ke gelangang sayembara Intan Korong. Gelanggang sayembara itu diadakan dengan tujuan untuk mencari jodoh bagi Intan Korong. Intan Korong adalah adik dari Laksamana. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran hadi), perselisihan Anggun dengan Laksamana terjadi ketika Anggun pergi ke gelanggang pesta pernikahan Laksamana dengan Intan Korong. Tahap rising action atau tahap peningkatan konflik. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), peningkatan konflik terjadi ketika Anggun pergi berlayar untuk mencari mamaknya. Setelah melakukan peralanan panjang, Anggun akhirnya sampai di Pulau Binuang Sati. Pulau tersebut berada di bawah pemerintahan Panglimo Bajau. Seorang manti, anak buah dari panglimo Bajau tersebut mengusir Anggun dan rombongan untuk meninggalkan pulau larangan atau Binuang Sati. Akan tetapi, Anggun tidak bersedia meninggalkan pulau tersebut, dan menyebabkan terjadinya konflik. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), peningkatan konflik terjadi ketika Anggun berselisih dengan ibunda ratu tentang mahkota dan kekuasaan. Anggun menuduh orang yang telah membesarkannya merebut mahkota dan kekuasaannya. Ibunda ratu sangat marah dan meminta Janang untuk menyerahkan mahkota Puti Ganto Pomai kepada Anggun Nan Tongga. Dalam tahap climax atau klimaks, berbagai modifikasi atau perubahan juga terjadi pada tahapan ini. Modifikasi atau perubahan itu di antaranya: a) Pengkhiatan dan fitnah terhadap Anggun Nan Tongga. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun Nan Tongga dikhianati oleh Malin Cik Ameh. Malin Cik Ameh adalah jurumudi Angun ketika pergi berlayar. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun Nan Tongga dikhianati dan difitnah oleh Laksamana. b) Penawanan mamak Anggun Nan Tongga. Dalam karya hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), mamak Anggun Nan Tongga ditawan oleh Bajak Kuntuang di Pulau Binuang Sati yang bernama Panglimo Bajau. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), mamak Anggun Nan Tongga ditawan oleh orang-orang yang mengaku sebagai wakil rakyat. c) Pernikahan Anggun Nan Tongga. Dalam karya hipogram (kaba Angun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun Nan Tongga menikah dengan Puti Andami Sutan. Akan tetapi, dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun Nan Tongga menikah dengan Puti Kaco Batuang. Perubahan pada tahap klimaks berikutnya terjadi pada, d) Alasan Anggun menikahi wanita lain dan mengkhianati Gondan. Dalam karya hipogram (kaba Angun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun terpaksa menikahi wanita lain demi mendapatkan keinginan Gondoriah. Gondan menginginkan burung nuri yang pandai berbicara. Burung tersebut hanya dimiliki oleh Andami Sutan. Anggun harus menikahi Andami Sutan jika menginginkan burung tersebut. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun menikahi Kaco Batuang disebabkan oleh rasa kemanusian, karena umur wanita itu yang tidak lama lagi. e) Kepulangan Anggun Nan Tongga dari rantau orang. Dalam karya hipogram (kaba Angun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun pulang dari rantau ke Pariaman sebelum anaknya lahir ke dunia. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun pulang ke Pariaman setelah anaknya lahir dan meninggal dunia. Perubahan tahap klimaks selanjutnya terjadi pada, F) Gondoriah dan Katik Alamsudin di Gunung Ledang. Dalam karya hipogram (kaba Angun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Katik Alamsudin menculik Gondan Gondoriah di Gunung Ledang. Alamsudin menculik Gondan ketika Anggun mengambilkan air minum untuk Gondan. Dalam karya karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun dan Gondoriah menjalin hubungan sebagai kekasih. g) Alasan kepergian Katik Alamsudin ke Gunung Ledang. Dalam Karya hipogram (kaba Angun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Alamsudin pergi ke Gunung Ledng untuk mencari anak ayam yang dibawa oleh elang. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran
Hadi), Alamsudin pergi ke Gunung Ledang karena dikecewakan oleh kekasihnya yang bernama Nilam Cayo. Tahap denouement atau tahap penyelesaian. Beberapa modifikasi atau perubahan juga terjadi pada tahapan ini. a) Perdamaian Anggun Nan Tongga dengan Alamsudin. Dalam karya hipogram (kaba Angun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun Nan Tongga berdamai dan bersalaman dengan Alamsudin. Akan tetapi, dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun Nan Tongga dan Alamsudin tetap tidak mau berdamai, dan akhirnya Alamsudin pun menghilang. b) Pernikahan Alamsudin. Dalam karya hipogram (kaba Angun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Alamsudin menikah dengan Santan Batapih. Satan Batapih adalah anak dari mamak Nan Tongga, Khatib Intan. Dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Alamsudin tidak melakukan pernikahan dan menghilang begitu saja. c) Kepergian Anggun dan Gondan Gondoriah. Dalam karya hipogram (kaba Angun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), Anggun Nan Tongga dan Gondan Gondoriah naik ke atas langit bersama Tuanku Haji Mudo. Dalam karya transformasi (dramaAnggun Nan Tongga karya Wisran Hadi), Anggun terpisah dengan Gondan Gondoriah, karena Gondan tiba-tiba menghilang ketika berbicara dengan Anggun di Gunung Ledang. 4.
Ekserp
Ekserp dalam hipogram terjadi pada tahap situation (penyituasian) dan climax (klimaks). Dalam tahap situation (penyituasian) ekserp terjadi pada asal-usul negeri Pariaman, kelahiran, dan kepergian ibu Anggun Nan Tongga. a) Asal-usul negeri Pariaman. Dalam hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota) dijelaskan asal-usul negeri Pariaman dengan jelas. Akan tetapi, dalam karya transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi) tidak dijelaskan asal-usul negeri Pariaman dengan jelas. b) Kelahiran Anggun Nan Tongga dan kepergiannya ibunya. Dalam hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota), dijelaskan dengan detail kelahiran Anggun Nan Tongga dan kepergian ibunya. Akan tetapi, dalam transformasi (drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi, tidak dijelaskan dengan detail kelahiran Anggun Nan Tongga dan kepergian ibunya. KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Simpulan
Intertekstualitas merupakan kegiatan menganalisis unsur-unsur teks sastra itu sendiri yang mungkin berbeda wilayah, genre, konteks dan sebagainya. Interteks berarti anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan, melalui proses oposisi, permutasi, dan transformasi. Satu proses ini terjadi pada kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota. Kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota bertransformasi ke dalam bentuk drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi. Interteks memberikan kemungkinan seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hipogram. Kajian interteks mengkaji hipogram dan karya sesudahnya. Hipogram diekspansi, dikonversi, dimodifikasi, dan diekserp untuk menciptakan karya sastra baru. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan intertekstualitas kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas mahkota dan drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi dari aspek ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp. Hasil dari penelitian menemukan terjadinya ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp dalam hipogram (kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota). Ekspansi terjadi pada tokoh dan karakter tokoh. Konversi terjadi pada karakter tokoh. Modifikasi terkadi pada tokoh, latar, dan alur (plot), dan ekserp terjadi pada alur (plot). Terjadinya keempat hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kata, frasa, kalimat dan dialog-dialog yang disampaikan oleh tokoh-tokoh dalam kaba Anggun Nan Tongga karya Ambas Mahkota dan drama Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi. 2.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang kaba Anggun Nan Tongga Karya Ambas Mahkota dan drama Anggun Nan Tongga Kaya Wisran Hadi Sebuah Kajian Intertekstualitas dan
Implikasinya Terhadap Pengajaran Sastra di SMP Kelas IX dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. Pertama, bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kemampuan peneliti untuk menulis sebuah karya sastra yang berkualitas. Kedua, penelitian juga bermanfaat bagi siswa dalam berlajar menulis karya sastra. Siswa diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk menulis sebuah karya sastra yang berkualitas melalui pembelajaran menulis. Siswa dapat memahami bahwa semua itu dapat dilakukan dengan mudah, dengan menggunakan empat cara, yaitu ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp. Ketiga, selain itu kajian ini sangat berguna bagi guru Bahasa Indonesia. Seorang guru merupakan contoh dan panutan bagi siswa-siswa di sekolah. Seorang guru juga harus meningkatkan kemampuan menulisnya, sehingga dapat dijadikan contoh oleh siswa. Selain itu seorang guru Bahasa Indonesia juga harus mampu memberi pemahanam dan menekankan kepada siswa-siswanya, bahwa menulis sebuah karya sastra merupakan hal kegiatan yan sangat mudah untuk dilakukan. DAFTAR RUJUKAN Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Peneltian Sastra. Yogyakarta: Center For Academic Publishing Service). Hasanuddin. 2003. Transformasi dan Produksi Sosial Teks Melalui Tanggapan dan Penciptaan Karya Sastra: Kajian Intertekstualitas Teks Cerita Anggun Nan Tungga Magek Jabang. Bandung: Dian Aksara Press. Ratna, Kutha Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan Teknik penelitian Sastra dan Strukturalisme Hingga Postrukterdisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Priyatni, Endah Tri. 2012. Membaca Sastra dengan Literasi Kritis. Bandung: Bumi Aksara.