Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013 ISBN No.
Rancang Bangun Alat Purifikasi Biogas dengan Menggunakan CaO dan Water Scrubber (Studi Kasus Plant Biogas Wilayah Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia)
Arief Abdurrakhman 1*, Totok Soehartanto 2, Bambang Sudarmanta 3 Jurusan Teknik Fisika - FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 1* Email :
[email protected] Jurusan Teknik Fisika - FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 2 Jurusan Teknik Mesin - FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 3
Abstrak Biogas yang dihasilkan oleh para peternak sapi memiliki potensi yang besar di Indonesia. Kualitas yang ada dalam biogas bergantung dari konsentrasi gas metana (CH4). Semakin tinggi kandungan gas metana, maka semakin tinggi kualitas pada biogas, begitu pula sebaliknya. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan menghilangkan gas-gas pengotor pada biogas, terutama mereduksi kadar hidrogen sulfur (H2S) dan karbondioksida (CO2), serta particulate matter (PM). Adapun beberapa metode telah dilakukan untuk proses pemurnian biogas, namun masih belum ada pemurnian biogas yang menggabungkan metode adsorbsi dan absorbsi, serta bahan dan konstruksi yang telah ada saat ini masih relatif sulit diaplikasikan pada wilayah penggunaan biogas di Indonesia. Sehingga pada penelitian ini dirancang alat purifikasi biogas dengan menggunakan CaO yang digabung dengan water scrubber pada biogas yang didesain sesuai dengan karakteristik instalasi biogas di Indonesia. Alat yang telah dibuat pada penelitian ini memiliki efisiensi reduksi kadar H2S sebesar 98,24%, efisiensi reduksi CO2 mencapai 20,68%, dan peningakatan kadar methana sampai konsentrasi sekitar 65% pada biogas hasil purifikasi. Adapun efisiensi water scrubber dalam menangkap particulate matter adalah sebesar 81,4 %. Katakunci: biogas, purifikasi, water scrubber
1. Pendahuluan Saat ini telah banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan biogas sebagai sumber energi alternatif khususnya di daerah peternak sapi. Biogas yang dihasilkan oleh para peternak sapi memiliki potensi yang besar di Indonesia. Pada skala nasional, wilayah Jawa Timur menduduki posisi pertama untuk jumlah populasi sapi perah, sehingga secara linier terdapat juga lokasi peternakan sapi yang lebih banyak daripada provinsi yang lain (Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2010). Dari ribuan peternak sapi di Jawa Timur, sampai pada bulan April 2012 terdapat 5 ribu lebih jumlah reaktor biogas yang telah selesai dibangun di beberapa wilayah peternakan, dan ditargetkan mencapai 8 ribu reactor biogas secara nasional pada akhir tahun 2012 (Dirjen EBTKE, 2011). Pada 5 ribu lebih jumlah reaktor biogas yang ada di Indonesia, sekitar lebih dari 95% tidak memiliki instalasi pemurnian gas untuk produk biogas (Paguyuban KUD Jawa Timur, 2011). Secara teoritis kandungan biogas tanpa pemurnian yang dihasilkan dari proses anaerobik terdiri dari unsur utama berupa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa unsur yang lain, seperti hidrogen sulfida (H2S), amonia
(NH3), hidrogen (H2), nitrogen (N2), karbon monoksida (CO) , jenuh atau terhalogenasi karbohidrat, dan oksigen (O2). Biogas dapat juga mengandung partikel debu dan siloksan (Wheeler, et al., 2000). Komposisi biogas yang dihasilkan dari pencernaan anaerobik biasanya sekitar 60 - 70 % CH4, sekitar 30 - 40% CO2, kurang dari 1% N2, dan sekitar 10 - 2000 ppm H2S (Osorio dan Torres, 2009). Gas metana merupakan unsur primer dan menjadi parameter utama dalam menentukan kualitas hasil produksi pengolahan biogas. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan beberapa pemurnian, yaitu dengan menghilangkan gas-gas pengotor pada biogas, terutama mereduksi kadar hidrogen sulfur (H2S) dan karbondioksida (CO2), serta Particulate Matter (PM). Hidrogen sulphur (H2S) mengandung racun yang dapat menyebabkan kematian pada kadar melebihi 375 ppm (Skrtic, 2006) dan zat yang menyebabkan korosi. Jika biogas mengandung senyawa ini, maka akan menimbulkan gas yang berbahaya. Sedangkan karbondiokasida (CO2) memiliki sifat yang dapat menghambat proses pembakaran biogas yang sempurna (Harasimowicz, et al., 2007), beracun, dan dapat menyebabkan korosi (Noyola, et al., 2006). Untuk PM yang terkandung di dalam biogas dapat menyebabkan
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013 ISBN No.
terhambatnya biogas dalam proses pembakaran, serta berbahaya bagi pernafasan manusia untuk PM dengan ukuran 2,5 – 10 μm (WHO Europe, 2006). Beberapa metode telah dilakukan untuk proses pemurnian biogas, antara lain proses absorpsi reaktif H2 S pada biogas dengan menggunakan larutan katalis Fe-EDTA (Zaky, 2009) yang menghasilkan efisiensi reduksi H2S sampai 80,63%. Penggunaan larutan Ca(OH)2 juga telah dilakukan oleh N.Tippayawong, et al. pada 2010 dan menghasilkan pengurangan kadar CO2 sampai pada nilai 4 persen. Metode yang lain adalah reduksi CO2 dan H2S dengan menggunakan karbon aktif (BPTP RI, 2011) yang menghasilkan penurunan kadar CO 2 sebesar 53,24% dan H2S sebesar 99,98%. Adapun metode oksidasi biologi juga telah dilakukan (Montebello et al., 2012) dan telah menghasilkan reduksi H2S sampai 95%. Pada beberapa metode tersebut belum ada pemurnian biogas yang menggabungkan metode adsorbsi dan absorbsi dalam satu kolom, serta bahan dan konstruksi yang telah ada masih relatif sulit diaplikasikan pada wilayah penggunaan biogas di Indonesia. Sehingga pada penelitian ini dirancang alat purifikasi biogas dengan menggunakan CaO yang digabung dengan water scrubber pada biogas yang didesain sesuai dengan karakteristik instalasi biogas di Indonesia. Bahan baku yang digunakan untuk pemurnian biogas berupa CaO dan air juga relatif mudah didapatkan di sebagian besar daerah pengguna biogas di Indonesia, khususnya di daerah Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur, yang menjadi mitra dalam penelitian ini. 2. Metodologi Penelitian Pada penelitian ini bahan yang digunakan untuk proses pemurnian biogas adalah CaO dalam proses adsorpsi dan air dalam sistem water scrubber. Kapur yang dihasilkan dari proses kalsinasi batuan kapur memiliki 2 bentuk senyawa kalsium, yaitu CaO dan Ca(OH)2. CaO telah diidentifikasi sebagai zat yang paling potensial untuk menangkap CO2 karena CaO berbasis adsorben. CaO berbasis adsorben untuk menangkap CO2 melalui karbonasi-kalsinasi siklus yang banyak dipelajari pada teknologi pembangkit listrik zero-emission. Dalam teknologi ini, CaO dapat digunakan berulang kali didasarkan pada reaksi reversible yang dapat direpresentasikan dalam persamaan di bawah ini:
Proses kalsinasi dapat menentukan karakteristik struktural keterbaruan CaO, yang merupakan sorben aktif untuk CO2. Sintering selama siklus akan terus berulang mengalami kalsinasi dan karbonasi dengan kapur Dalam upaya reduksi H2S dan PM digunakan salah satu mekanisme Wet Scrubber, yaitu sistem Water Scrubber yang diletakkan di dalam kolom alat purifikasi biogas. Pada Wet Scrubber prinsip kerjanya adalah dengan mengalirkan fluida cair pada aliran gas, sehingga gas yang mengalir akan difiltrasi oleh fluida cair tersebut. Beberapa cara yang ada pada Wet Scrubber untuk sistem distribusi fluida cair diantaranya adalah dengan proses atomizing, proses ini mengatomisasi fluida cair menjadi partikel-partikel yang didistribusikan dalam jumlah banyak sehingga sistem filtrasi terjadi secara merata. Metode pemurnian H2S dengan water scrubber dapat terjadi karena H2S mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air, yaitu sekitar 3,5 gram gas per kg air pada suhu kamar . Sedangkan tingkat kelarutan CH4 oleh air sangat rendah, yaitu sekitar 0,02 gram gas per kg air pada suhu kamar.
Gambar 1. Tingkat Kelarutan CH4 oleh Air
Air yang mengandung H2S dan CO2 kemudian dapat diregenerasi dan dialirkan kembali ke dalam kolom alat purifikasi. Regenerasi dapat dilakukan dengan depressurizing atau melepaskan udara. Namun demikian, pelepasan udara tidak direkomendasikan ketika kandungan H 2S cukup tinggi karena udara ataupun air yang ada di sekitarnya dapat dengan cepat terkontaminasi H2S (Wellinger dan Lindeberg, 1999). Pelepasan udara yang berlebihan juga berbahayam karena biogas yang bercampur dengan udara dapat meledak jika konsentrasinya mencapai 6-12%.
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013 ISBN No.
Gambar 2. Tingkat Kelarutan H2S oleh Air
Proses filtrasi partikel pada wet scrubber adalah menangkap partikel yang terdapat pada gas dengan menggunakan butiran air sebagai fluida pengikatnya yang kemudian memisahkannya dari aliran gas. Proses koleksi pada wet scrubber terhadap partikel yang paling dominan adalah proses impaksi dan difusi.
Tipe try trap : Sieve Plate
Fungsi dari nozzle adalah sebagai komponen yang mengalirkan air dari pipa ke dalam kolom purifikasi. Air keluaran dari nozzle ini berupa water scrubber yang bertugas untuk menangkap gas H2S dan CO2 yang masuk ke dalam kolom. Blade digunakan sebagai mist eliminator, yaitu mereduksi kabut yang terbentuk karena adanya campuran antara biogas dengan air pada mekanisme water scrubber. Sedangkan Tray Trap dibawah nozzle berfungsi untuk meningkatkan waktu kontak antara biogas dengan water scrubber, sehingga reaksi pengurangan H2S oleh air dapat dioptimalkan. Untuk Tray Trap diatas nozzle difungsikan sebagai tempat bereaksinya CaO dan CaCl2 dengan biogas
3. Layout dan Spesifikasi Adapun skema pengujian alat purifikasi biogas adalah sebagai berikut :
Gambar 4. Alat Purifikasi
Keterangan : 1. Pipa output biogas 2. Chevron blade 3. Tray trap berisi CaO dan CaCl2 4. Kolom utama purifikasi 5. Nozzle 6. Tray trap 7. Pipa aliran air untuk water scrubber 8. Tray trap 9. Tangki berisi air dan pompa 10. Pipa input biogas Gambar 3. Skema Pengujan
Keterangan : Tinggi kolom : 1,2 m (Greenlane Tech., 2010) Diameter kolom : 6 inch (Greenlane Tech., 2010) Instalasi kolom menggunakan bahan dari pipa PVC (Calvert et al., 1972) Tipe nozzle: Impingement Nozzle Tipe blade : Chevron Blade dan Impingement Blade
Pada penelitian ini parameter yang dianalisis adalah perubahan kadar CH4, CO2, H2S, serta PM yang terkandung dalam biogas. Data kandungan zat-zat tersebut didapatkan dari pengambilan data secara langsung di lokasi penggunaan biogas pada saat alat purifikasi dioperasikan. Pengumpulan data dilakukan pada produk biogas sebelum dan sesudah masuk alat purifikasi. Untuk kecepatan dan kapasitas biogas diukur menggunakan metode pengisian sample bag pada volume tertentu dengan diiringi
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013 ISBN No.
pengamatan terhadap timer, sehingga dapat diketahui kapasitas dan kecepatan biogas, sedangkan pengukuran temperatur menggunakan alat ukur temperatur digital yang dibawa langsung di lokasi pengambilan data. Adapun komposisi biogas berupa CH4, CO2, dan ethana menggunakan Gas Chromatography (GC), dimana pengujian GC dilakukan 18 jam setelah pengambilan sampel menggunakan sample bag. Sedangkan pengukuran gas H2S menggunakan PID Detector digital yang dibawa langsung di lokasi pengambilan data. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu analisis yang memberikan hasil penelitian yang menunjukkan gejala atau fenomena. Dimana analisis ini meliputi penurunan kadar H2S dalam biogas, serta penurunan gas-gas pengotor yang lain terhadap kualitas biogas. Analisis dilakukan melalui pendekatan secara teoritis bidang mekanika fluida, thermodinamika, proses difusi, intersepsi, dan impaksi yang terjadi di dalam kolom purifikasi. Hasil rancangan alat purifikasi yang dibuat dalam penelitian ini telah diuji di daerah penggunaan biogas terbesar di Jawa Timur, yaitu di wilayah Nongkojajar, Pasuruan. Adapun spesifikasi teknis dari biogas di tempat pengujian antara lain : ukuran reaktor digester anaerob yang digunakan adalah 6 m3; kapasitas aliran biogas yang masuk ke dalam alat purifikasi sebesar 0,004 m3/s; kecepatan aliran biogas yang masuk ke dalam alat purifikasi sebesar 0,32 m/s; biogas hasil pemurnian digunakan untuk kebutuhan lampu dan kompor biogas skala rumah tangga.
4. Pembahasan Hasil Pada mekanisme pengukuran dalam penelitian ini, biogas diukur terlebih dahulu kadarnya sebelum masuk ke kolom alat purifikasi. Selanjutnya secara bersamaan output dari kolom juga diukur untuk mengetahui kadar biogasnya. Proses pengukuran dilakukan dengan selang waktu 2 menit. Total pengukuran dilakukan selama 15 kali pada sisi input alat purifikasi, dan 15 kali pada sisi output alat purifikasi. Berikut ini grafik perubahan kadar H2S pada alat purifikasi variasi 1 dengan spesifikasi Tray Trap sebanyak 2 lapis; tipe Impingement Blade; dan massa CaO sebesar 1,5 kg. Sedangkan variasi 2 dengan spesifikasi Tray Trap sebanyak 3 lapis; tipe Chevron Blade; dan massa CaO sebesar 0,5 kg
Gambar 5. Grafik Hasil Pengukuran Kadar H2S pada Alat Purifikasi Variasi 1
Gambar 6. Grafik Hasil Pengukuran Kadar H2S pada Alat Purifikasi Variasi 2
Berdasarkan pada pengambilan dan analisis data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa alat purifikasi variasi 2 memiliki efektifitas yang lebih besar daripada variasi 1, karena nilai pengurangan H2 S pada variasi 2 (efisiensi sebesar 98,24%) lebih tinggi daripada variasi 1 (efisiensi sebesar 87,82%) dalam kurun waktu operasi yang sama. Adapun hasil pengukuran terhadap kandungan CO2 pada biogas dengan menggunakan Gas Chromatography (GC) adalah terjadi penurunan kadar CO2 menjadi 21,36% dari kadar awal sebesar 26,93%, sehingga efisiensi reduksi CO2 mencapai 20,68%. Selanjutnya pada gambar dibawah ini ditampilkan grafik perubahan temperatur yang terjadi pada alat purifikasi biogas.
Gambar 7. Grafik Hasil Pengukuran Temperatur pada Alat Purifikasi Variasi 1
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013 ISBN No.
Dari perhitungan efisiensi wet scrubber terhadap reduksi PM diatas, maka dihasilkan nilai efsiensi wet scrubber sebesar 81,4%.
Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran Temperatur pada Alat Purifikasi Variasi 2
Proses perubahan temperatur seperti yang terlihat pada 2 grafik diatas menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi kimia antara CaO dengan biogas yang disertai dengan fenomena eksotermal, sehingga secara fisis pada tabung yang berisi CaO akan mengalami peningkatan temperatur. Hal ini dapat dinilai menguntungkan karena gas yang akan masuk ke dalam proses pembakaran sudah memiliki temperatur yang relatif tinggi (namun tidak over heat), sehingga dapat mempersingkat waktu dalam proses pembakaran. Berdasarkan pada pengambilan dan analisis data tentang perubahan temperatur diatas, maka dapat disimpulkan bahwa alat purifikasi variasi 2 memiliki dampak kenaikan temperatur yang lebih kecil daripada alat purifikasi variasi 1. Hal ini dapat dinilai efektif dalam hal perawatan alat purifikasi biogas, karena pipa PVC yang menjadi bahan dari kolom alat purifikasi tidak mengalami kontak fisis terhadap kenaikan temperatur yang besar seperti yang terjadi pada alat purifikasi variasi 1. Performa filtrasi partikel merupakan efisiensi wet scrubber yang dihimpun dari efisiensi filtrasi impaksi, intersepsi, dan difusi, dengan ketentuan untuk densitas partikel 1 gr/cm3, maka total keseluruhan efisiensi dikalikan
dengan
.
Adapun
perhitungannya dapat menggunakan persamaan di bawah ini (Wang et al., 2010) :
5. Kesimpulan Alat purifikasi biogas yang dibuat telah mampu mereduksi H2S dalam biogas sampai pada 0,7 ppm dari kandungan awal H2S rata-rata sebesar 40,99 ppm dengan waktu operasi selama 30 menit. Semakin banyak tray trap yang dipasang dibawah nozzle sebagai keluaran dari water scrubber, maka semakin efektif proses pengurangan kadar H2 S oleh water scrubber. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi water scrubber sebagai sistem yang digunakan untuk mereduksi H2S telah berjalan optimal. Kadar CO2 dalam biogas mengalami penurunan sebesar 5,57% setelah dilewatkan alat purifikasi biogas. Penurunan ini disebabkan oleh adanya water scrubber dan tray trap yang berisi CaO. Semakin banyak tray trap yang berisi CaO dipasang di dalam kolom purifikasi, maka semakin efektif juga proses pengurangan kadar CO2 oleh CaO. Biogas mengalami peningkatan temperatur terbesar senilai 19,97 oC setelah dilewatkan alat purifikasi biogas. Peningkatan temperatur ini disebabkan oleh adanya CaO di dalam alat purifikasi, dimana terjadi reaksi eksotermal pada saat biogas mengenai CaO. Hal ini akan membantu efektifitas proses pembakaran untuk aplikasi yang digunakan pada kompor biogas Nilai efisiensi water scrubber terhadap PM merupakan nilai kolektif dari efisiensi difusi, intersepsi, dan impaksi yang terjadi pada saat butiran water scrubber kontak dengan PM yang terdapat pada biogas. Berkurangnya PM pada biogas dapat membantu meningkatkan efektifitas penggunaan biogas karena dapat mengurangi potensi tersumbatnya pipa atau nozzle di kompor biogas yang disebabkan oleh adanya akumulasi PM pada satu area. Alat purifikasi biogas yang telah dibuat dalam penelitian ini bersifat mobile, compact, dan fleksibel, sehingga pengguna alat ini dapat relatif mudah melakukan penginstalan alat dan perawatannya, termasuk melakukan regenerasi air yang ada di dalam tangki. Alat purifikasi biogas yang telah dibuat dapat dikembangkan dengan menambahkan sensor-sensor gas polutan dan gas metan, sehingga dapat dijadikan media dalam pengambilan data-data representatif yang dapat dijadikan acuan dalam membuat pemodelan dan simulasi. 6. Penghargaan Ucapan terima kasih kami berikan kepada KPSP Setia Kawan di Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur atas kerja samanya dalam
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013 ISBN No.
pelaksanaan penelitian ini. Sehingga alat purifikasi biogas ini dapat diaplikasikan dan diuji secara langsung di masyarakat pengguna biogas. 7. Pustaka Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), (2010), Laporan Riset Tahunan. Calvert, S., J. Goldschmid, D. Leith, and D. Mehta. (1972), August. Wet Scrubber System Study. Vol. 1, Scrubber Handbook. EPA-R2-72-118a. U.S. Environmental Protection Agency. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), (2011), Seminar Green Productivity, Biogas : Is The Best Renewable Alternative for Indonesia, Jakarta. Greenlane Technology, (2010), Experience with the Application of Water Scrubbing Biogas Upgrading Technology, On the Road with CNG and Biomethane European Best Practice Examples the Madagascar Project, Prague, Czech Republic. Harasimowicz, M.; Orluk, P.; ZakrzewskaTrznadel, G. & Chmielewski, A. (2007). Application of Polyimide Membranes for Biogas Purification and Enrichment, Journal of Hazarous Materials, Vol. 144, No. 3, pp. 698-702, ISSN 0304-3894. Kementerian Pertanian Republik Indonesia, (2010), Statistik Populasi Sapi di Indonesia, Laporan Perkembangan Pertanian Indonesia, Jakarta. Montebello, A.M., Fernandez, M., Almenglo, F., Ramirez, M., Cantero, D., Baeza, M., Gabriel, D., (2012), Simultaneous Methylmercaptan and Hydrogen Sulfide Removal in The Desulfurization of Biogas in Aerobic and Anoxic Biotricking Filters, Scopus - Chemical Engineering Journal. 2012;200-202:237-246. Noyola, A., Morgan-Sagastume, J. M. & LópezHernández, J. E., (2006). Treatment of BiogasProduced in Anaerobic Reactors for Domestic Wastewater: Odor Control and Energy/Resource Recovery. Reviews in Environmental Science and Bio/Technology, 5, 93-114. Osorio, F. & Torres, J.C., (2009), Biogas Purification From Anaerobic Digestion In A Waste Water Treatment Plant for Biofuel Production. Renewable Energy, 34, 21642171. Paguyuban KUD Jawa Timur, (2011), Laporan Biogas untuk Rumah Tangga (BIRU), Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. Skrtic, L., (2006), Hydrogen Sulfide, Oil and Gas, and People’s Health, Energy and Resources Group, University of California, Berkeley.
Tippayawong, N., Thanompongchart, P., (2010), Biogas Quality Upgrade by Simultaneous Removal of CO2 and H2S in a Packed Column Reactor. Elsevier Publisher – Energy, Thailand. Wellinger A. and Lindeberg A., (1999), Biogas Upgrading and Utilization. Available online_at_http://www.novaenergie.ch./ieabi oetask37/documente/biogas.pdf, (tesedia online) 20 oktober 2009. Wang, X., Zhang, L., Moran, M.D., (2010), Uncertainty Assessment Of Current SizeResolved Parameterizations For BelowCloud Particle Scavenging By Rain. Atmospheric Chemistry and Physics, 10, 5685 – 5705, 2010. Wheeler, P., Jaatinen, T., Lindberg, A., HolmNielsen, J.B., Wellinger, A., & Pettigrew, A., (2000), Biogas Upgrading and Utilisation. IEA Bioenergy Task 24. International Energy Association, Paris, France. WHO Europe, (2006), Health Risks of Particulate Matter from Long-Range Transboundary Air Pollution, WHO Regional Office for Europe, Denmark. Zaky, (2009), Simulation Of H2s Reactive Absorption to Biogas With Using Fe-Edta Solution in Packed Column Packed Column, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.