Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (GIS) UNTUK PENGEMBANGAN KOMPETENSI KEAHLIAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DI KABUPATEN GRESIK Sokib1*, Dr. Ir. Wirawan, DEA 2.
Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia1*
[email protected] Dosen Pascasarjana Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia 2 Abstrak Pertumbuhan sektor industri di Wilayah Gresik cukup pesat, pada tahun 2008 jumlah industri naik sebesar 31,7 %, sehingga banyak dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya SDM dengan tingkat pendidikan menengah yaitu SMK. Rasio SMA : SMK di Gresik sebesar 83 % : 17 %, angka tersebut masih sangat jauh dari target yang telah ditetapkan oleh Depdiknas (rasio SMA : SMK = 40 : 60). Hal itu menunjukkan bahwa di Wilayah Gresik kekurangan SMK sehingga perlu adanya penambahan SMK. Agar program pendidikan di SMK sesuai dengan kebutuhan dunia kerja maka perlu penentuan Kopetensi Keahlian yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri di Wilayah Gresik dan juga perlu ditentukan keberadaannya untuk dapat melayani warga di wilayah tersebut. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis maka akan lebih mudah bagi pihak pengambil keputusan untuk menganalisa daerah mana saja yang sudah tepat bagi pengembangan Kompetensi Keahlian SMK dan mana yang belum. Karena dengan Sistem Informasi Geografis akan digambarkan juga penyebaran data pengembangan Kopetensi Keahlian SMK pada posisi yang sesungguhnya tervisualisasi pada peta. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kebutuhan SMK untuk mengetahui kebutuhan SMK kelompok teknologi dan industri. Untuk menentukan lokasi Kompetensi keahlian SMK dilakukan beberapa tahapan analisis yaitu AHP untuk menentukan nilai pembobotan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi Kompetensi keahlian SMK, analisis Super Impose (GIS) untuk mengetahui lokasilokasi yang sesuai untuk pendirian SMK dan Analisis Scoring untuk mentukan lokasi Kompetensi keahlian SMK paling ideal. Hasil analisis menunjukkan bahwa di Gresik Selatan kekurangan 4 Lokasi kompetensi keahlian SMK Kelompok Teknologi Industri. Adapun lokasi empat kompetensi keahlian SMK tersebut adalah 2 Lokasi kompetensi keahlian SMK di Kecamatan Driyorejo yaitu di Desa Banjaran dan Desa Petikan. Satu Lokasi kompetensi keahlian SMK di Kecamatan Wringinanom yaitu di Desa Sumberrame Satu Lokasi kompetensi keahlian SMK di Kecamatan Menganti yaitu di Desa Domas. Kata kunci : Sistem Informasi Geografis (GIS) , pengembangan Kopetensi Keahlian SMK, sektor industri.
701
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
1. Pendahuluan Dunia pendidikan merupakan salah satu ujung tombak dalam menciptakan manusia Indonesia yang terampil. Salah satu dari program pendidikan tersebut adalah pendidikan kejuruan. Pemerintah melalui pendidikan SMK berusaha untuk mencetak lulusan yang terampil dan siap untuk memasuki lapangan kerja. Kondisi pendidikan menengah di Wilayah Gresik Selatan terdiri dari 23 lembaga/sekolah yang terdiri dari 4 SMK, 19 SMA/MA atau jika diprosentasekan rasio SMA : SMK adalah sebesar 83 % : 17 % dan rasio siswa SMA : SMK adalah 88% : 12% (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Gresik, 2006). Rasio SMA : SMK tersebut masih sangat jauh dari target yang telah ditetapkan oleh Depdiknas (rasio SMA : SMK = 40 : 60). Hal itu menunjukkan bahwa di Wilayah Gresik terjadi kekurangan jumlah SMK sehingga perlu adanya pengembangan pendidikan SMK di Wilayah Gresik yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri di wilayah tersebut. Dimana pengembangan pendidikan SMK pada penelitian ini berupa penambahan Kopetensi Keahlian SMK baru (sesuai dengan potensi industri di Gresik Selatan) dan penentuan lokasi penempatannya di wilayah Gresik Selatan. Penambahan Kompetensi Keahlian SMK kelompok teknologi dan industri di wilayah Gresik ini harus berdasarkan pada kondisi internal (ketersediaan sarana prasarana dan kompetensi tenaga pendidik) dan kondisi eksternal (kebutuhan dunia kerja yaitu kebutuhan sektor industri). Berdasarkan permasalahan tersebut maka timbul pertanyaan penelitian (research question ) sebagai berikut: (1) SMK dengan Kopetensi Keahlian apa yang relevan dengan kebutuhan sektor industri Wilayah Gresik? (2) Bagaimana arahan lokasi penempatan Kopetensi Keahlian SMK yang sesuai di Wilayah Gresik? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan arahan pengembangan Kompetensi Keahlian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan potensi sektor industri di Wilayah Gresik Selatan, dimana arahan ini berupa Kompetensi Keahlian dan lokasi sekolah. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka ditetapkan sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi kebutuhan Kompetensi Keahlian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kelompok Teknologi Industri Wilayah Gresik Selatan; (2) Menentukan lokasi Kompetensi Keahlian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kelompok Teknologi Industri Wilayah Gresik selatan. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi merupakan proses perbaikan tatanan sosial, ekonomi, hukum, politik, lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Peranan suatu wilayah sebagai komponen (bagian) ekonomi nasional direpresentasikan oleh sektor industri dan struktur industri yang terdapat pada masing-masing wilayah. Industri bermacam-macam ada industri yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, lamban, dan ada yang mempunyai pertumbuhan stagnan
702
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
(mandeg). Ada suatu wilayah yang memiliki keunggulan lokasional (locational advantage) yang memungkinkan pengembangan industri. Perusahaan-perusahaan yang menguasai dominansi ekonomi adalah industri besar yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap kegiatan industri-industri lain yang terkait dengan industri besar tersebut, dimana industri yang besar tersebut biasa dikenal sebagai industri pendorong. Keberadaan industri pendorong di suatu wilayah memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, dimana dengan semakin pesatnya pertumbuhan industri maka pertumbuhan ekonomi juga akan semakin pesat. Namun, keberhasilan sektor industri di suatu wilayah tidak akan terlepas dari keberadaan sumberdaya manusia yang berkualitas, sumberdaya alam, dan teknologi yang tinggi. Namun, dari ketiga pilar di atas pilar yang paling utama dan paling menentukan adalah sumberdaya manusia (SDM). Jadi untuk mengembangkan suatu wilayah yang perlu diperhatikan adalah mempersiapkan Sumberdaya Manusia (SDM). 2.2 Pengembangan Sumberdaya Manusia melalui Sekolah Menengah Kejuruan Secara konseptual SDM adalah seluruh kemampuan atau potensi manusia (penduduk) yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Kualitas penduduk atau mutu sumberdaya manusia yaitu tingkat kemampuan penduduk dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk meningkatkan kesejahteraannya. Mutu sumberdaya manusia pada suatu negara dapat dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan tingkat kesehatannya. Salah satu pendidikan yang dapat berfungsi sebagai katalisator utama pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) adalah melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) (Djojonegoro W, 1999). Pendidikan SMK mempunyai tujuan utama yaitu mempersiapkan peserta didiknya untuk siap terjun ke dunia kerja dengan membekali ketrampilan tertentu, sehingga program-program pendidikan di SMK diharapkan senantiasa disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan kerja (Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1990 pasal 7) (Wena, 1996). Salah satu kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam pengembangan SDM SMK yang diperkenalkan pada tahun 1993/1994 adalah pendidikan Link and Match, yaitu pendidikan SMK harus bersifat link and match dengan kebutuhan baik itu kebutuhan peserta didik maupun kebutuhan masyarakat dengan harapan akan tercipta kesesuaian antara program pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. (Djojonegoro, 1999). Berdasarkan kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan 1991/1994 dalam Wena (1996) bahwa program pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu: (1) pertanian dan kehutanan; (2) teknologi dan industri (STM); (3) Kelompok bisnis dan manajemen (SMEA); (4) Kelompok kesejahteraan masyarakat (SMKK); (5) Kelompok pariwisata; dan (6) Kelompok seni dan kerajinan.
703
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
Kopetensi Keahlian yang terdapat di SMK kelompok Teknologi dan Industri adalah: 1. Teknik Listrik (Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik, Transmisi Tenaga Listrik, Listrik Industri) 2. Teknik Informasi dan Komunikasi (Rekaya Perangkat Lunak dan T. Komputer dan Jaringan) 3. Teknik Elektronika Industri 4. Teknik Pendingin dan Tata Udara 5. Teknik Mesin (Teknik Pengelasan, Mesin Produksi, Pemeliharaan Mekanik Industri, Gambar Mesin, Mekanik Otomotif, dan) Teknik Alat Berat 6. Kimia (Kimia Industri dan Kimia Analis) 7. Grafika (Produksi Grafika dan Persiapan Grafika) 8. Kriya (Kriya Kayu dan Kriya Tekstil)
3 Teori Lokasi 2. 2.3 3. 1 Lokasi Sekolah (Kopetensi Keahlian 2. 2.3. 3.1 Keahlian)) Menurut PP 19 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan ketentuan lokasi sekolah terkait dengan standarisasi sarana prasarana pendidikan berupa lahan sebagaimana berbunyi pada pasal 44, yaitu : (11) Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat. (22) Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio luas lahan per peserta didik. (33) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan sejenis dan sejenjang, serta letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik. (44) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut. (55) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan kesehatan lingkungan. 2.3.2 Lokasi Sekolah (Kopetensi Keahlian Keahlian)) Menurut Engelhardt Engelhardt menjelaskan bahwa dalam memilih lokasi sekolah dari beberapa bidang tanah membutuhkan pertimbangan. Yang terpenting adalah bahwa pengurus sekolah dapat mengukur masing-masing lokasi dengan bantuan dari catatan (scorecard) yang berisikan kriteria. (Engelhardt dalam De Chiara dkk., 1978). Scorecard yang dimaksud berisikan beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi sekolah, yang secara garis besar pertimbangan tersebut terdiri atas beberapa aspek yaitu : 1. Kondisi lingkungan sekarang dan masa depan.
704
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
2.
3.
4.
5.
ISBN 978-979-028-272-8
a. Kondisi lingkungan sekitar. 1) Karakteristik lingkungan sekitar. 2) Bebas dari gangguan kegiatan ekonomi. 3) Bebas dari kebisingan, bau, debu dan lalu lintas industri. 4) Jauh dari jalur rel kereta, lapangan terbang dan dermaga. 5) Jauh dari jalur lalu lintas jalan yang padat (jalan tol). b. Terlindungi dari jalur penerbangan existing dan rencana. c. Adanya prospek masa depan dari lingkungan sekitar. Keterkaitan dengan rencana pengembangan komunitas. a. Dapat diterima dalam rencana pengembangan komunitas. b. Tidak mencampuri rencana pengembangan komunitas lainnya. c. Nilai guna komunitas secara luas. Peranan dalam rencana pengembangan sekolah secara komprehensif. a. Penentuan lokasi secara ilmiah dengan mempertimbangkan populasi sekarang dan masa depan. b. Intregrasi dengan sekolah yang ada. c. Letak dengan program pokok sekolah d. Persetujuan resmi atas lokasi umum Luas dari lokasi (site). a. Kenyamanan dalam program pendidikan untuk sekarang dan masa depan b. Pemenuhan atas saran diatas, minimal pada tiap tingkat : 1) 10 acres (+ 40.468 m²) untuk sekolah dasar, dan 1 acre (+ 4.046 m²) untuk 100 siswa. 2) 20 acres (+ 80.937 m²) untuk SLTP, dan 1 acre (+ 4.046 m²) untuk 100 siswa. 3) 30 acres (+ 121.405 m²) untuk SLTA, dan 1 acre (+ 4.046 m²) untuk 100 siswa. c. Perlindungan atas perluasan pendidikan di masa depan d. Penyediaan area bermain pada tiap tingkatan untuk sekarang maupun masa depan. Aksesbilitas. a. Aksesbilitas untuk masyarakat umum. b. Jarak tempuh optimal untuk anak-anak/ siswa. 1) 1,5 mil (+ 2,4 km) sampai 2 mil (+3,2 km) untuk tingkat SLTA 2) 1 mil (+ 1,6 km) untuk tingkat SLTP 3) 0,5 mil (+ 0,8 km) untuk tingkat SD 4) 0,25 mil (+ 0,4 km) sampai 0,5 mil (+ 0,8 km) untuk home-school (PAUD dan TK) c. Kelayakan/ kemungkinan dalam menjangkau lokasi. 1) Trotoar 2) Sepeda 3) Mobil 4) Bis sekolah
705
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
d. Keamanan dalam menjangkau lokasi. 1) Bebas dari perempatan jalan yang berbahaya (ramai). 2) Penyediaan trotoar dan jalan yang memadai. 3) Penghapusan arus lalu lintas dua arah. 4) Penyediaan underpass dan jembatan penyeberangan. 6. Karateristik lokasi (site). a. Bentuk lahan. b. Ulitilas yang tersedia. c. Nilai estetika lokasi. d. Pengaruh lokasi terhadap design bangunan. e. Kemungkinan dari orientasi yang diminati untuk semua ruangan dan area permainan. f. Kemerataan dari karateristik-karateristik sebagai keuntungan dalam pendidikan. g. Tingkat penyesuaian permukaan lahan yang rendah untuk bangunan, area bermain dan parkir. h. Kondisi subsoil/ lapisan tanah bagian bawah. 7. Layanan utilitas. a. Kedekatan dengan jaringan utilitas. 1) Jaringan air bersih 2) Jaringan pembuangan/ selokan (sewage). 3) Gas. b. Kelayakan/ kemungkinan dalam menyediakan jaringan utilitas. 8. Biaya/ Harga. a. Harga tanah. b. Biaya pengolahan lahan. 1) Penyesuaian umum dari kontur tanah terhadap bangunan dan area bermain. 2) Kemiringan yang memadai untuk drainase dengan biaya yang sesuai. 3) Drainase yang lancar dari lahan bersebelahan. 4) Kemudahan dalam penyiapan dari area parkir, pintu masuk dan jalan. 5) Biaya tambahan untuk tiang pancang, pemindahan batu besar, pohon dan sebagainya. 6) Penghancuran dan perataan bangunan. c. Biaya jaringan utilitas. 1) Panjang pengerjaan parit/ galian jika diperlukan. 2) Kebutuhan pompa air. d. Biaya pembangunan koneksi dan penjangkauan lokasi. 1) Penyediaan paving jalan. 2) Penyediaan trotoar. 2.3.3 Distribusi Infrastruktur Sosial (De Chiara) De Chiara dkk. (1975) menjelaskan pendistribusian infrastruktur sosial melalui gambar sebagaimana berikut:
706
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
High School Nurcery
Elementary School 1/2 mile Junior High School
Gambar 1. Typical Distric Organization (Sumber : Diolah dari De Chiara dkk., 1975) Melalui gambar 1 dijelaskan kurang lebih bahwa didalam suatu lingkungan (neighborhood) yang dibatasi oleh neighborhood boundary (lingkaran besar) setidaknya terdiri atas 3 (tiga) residential area yang dilambangkan dengan lingkaran lebih kecil. Residential area tersebut dilayani minimal masing-masing oleh satu nursery school (TK). Ketiga residential area tersebut dilayani oleh 1 (satu) elementary school (SD) yang terletak didalam neighborhood boundary, sehingga satu neighborhood minimal terlayani oleh satu elementary school. Sedangkan junior high school (SMP) terletak diluar neighborhood boundary, yang melayani beberapa neighborhood yang terletak secara berdekatan, dengan jarak maksimum dari junior high school adalah l/2 mil. Demikian juga dengan high school (SLTA), satu high school setidaknya tersedia untuk melayani beberapa neighborhood atau bahkan satu district (kecamatan) dengan jarak tempuh maksimal dengan berjalan kaki antara 3/4 mil s/d 1 mil, atau jika lebih maka harus disediakan bus. Dari beberapa teori lokasi tersebut diperoleh beberapa factor penentu lokai sekolah yang digunakan pada penelitian ini adalah: Tabel 1 Faktor penentu lokasi sekolah (Kopetensi Keahlian) Kajian
Faktor-Faktor Penentu Lokasi
Distribusi Infrastruktur Sosial (De Chiara)
• Jarak (sekolah - permukiman) dan transportasi. • Demografi • Neighborhood boundary. • Daerah layanan. • Tingkat/ jenjang layanan. • Luas lahan • Letak lahan (mempertimbangkan klaster pendidikan sejenis, sejenjang serta pendidikan dibawahnya). • Jarak (jarak tempuh maksimal mencapai satuan pendidikan). • Kenyamanan dan kesehatan lingkungan.
Lokasi Kopetensi Keahlian SMK Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005(SNP)
707
Faktor yang digunakan pada penelitian 1. Jarak 2. Kondisi lingkungan sekarang dan masa depan 3. Keterkaitan dengan rencana pengembangan komunitas. 4. Peranan dalam rencana pengembangan sekolah secara komprehensif 5. Aksesbilitas. 6. Biaya/ Harga. 7. Layanan utilitas. 8. Karateristik lokasi
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
Kajian Lokasi Sekolah Engelhardt.
Faktor-Faktor Penentu Lokasi Menurut
ISBN 978-979-028-272-8
Faktor yang digunakan pada penelitian
• Kondisi lingkungan sekarang dan masa depan • Keterkaitan dengan rencana pengembangan komunitas. • Peranan dalam rencana pengembangan sekolah secara komprehensif. • Luas dari lokasi • Aksesbilitas. • Karateristik lokasi (site). • Layanan utilitas. • Biaya/ Harga.
3. Metode Penelitian 3.1 Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari responden (Arikunto, 2006). tentang Kompetensi Keahlian di SMK sesuai dengan kebutuhan sektor industri dan pendapat para pakar tentang pembobotan dan penilaian subvariabel yang mempengaruhi penentuan lokasi Kompetensi Keahlian SMK di Wilayah Gresik. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah oleh pihak lain dan disajikan dalam bentuk data (Arikunto, 2006). Sumber data sekunder yang akan diobservasi berasal dari beberapa instansi terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Pusat Statistika (BPS) Kabupaten Gresik. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data jumlah penduduk, jumlah peserta didik SMK, data SMP,SMA, SMK, industri, Kompetensi Keahlian SMK yang ada, pekerjaan penduduk di wilayah Gresik Selatan. 3.2 Metode Analisis Data 3.2.1. Analisis Penentuan Kebutuhan Kopetensi Keahlian SMK Teknologi Industri di Wilayah Kecamatan Menganti Gresik Pada penelitian ini, perhitungan kebutuhan Kopetensi Keahlian SMK di Kabupaten Gresik dilakukan dengan menggunakan variabel jumlah penduduk menurut usia sekolah dan daya tampung efektif setiap kelas (rombongan belajar). Adapun perhitungan kebutuhan lembaga SMK Kelompok Teknologi dan Industri di Wilayah Kecamatan Menganti Gresik adalah sebagai berikut: • Kebutuhan lembaga SMU/SLTA = • Kebutuhan lembaga SMK = 60% x Jumlah Kebutuhan SMU/SLTA • SMK Kelompok Teknologi Industri = % tenaga kerja sektor industri x Jumlah Kebutuhan SMK tiap kecamatan mpetensi Keahlian SMK di Wilayah Gresik 3.2.2 Analisis Penentuan Lokasi Ko Kom 3.2.3.1 Analisis Super Impose / Overlay
708
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
Analisis Super Impose atau overlay digunakan utuk mengetahui lokasi Kopetensi Keahlian SMK teknologi dan industri yang sesuai dengan kondisi eksisting dan rencana pembangunan di lokasi masing-masing. Analisis Super Impose dilakukan dengan cara meng-overlay-kan peta-peta kondisi eksisting dan rencana pembangunan yang terkait. Adapun peta-peta kondisi yang akan dilakukan proses overlay pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Peta jaringan jalan 2. Peta jaringan listrik tegangan tinggi (SUTET) 3. Peta rencana kawasan industri 4. Peta kawasan terbangun
3.2.3.2 Analitycal Hierarchy Proccess (AHP) Pada penelitian ini AHP digunakan untuk mengetahui nilai pembobotan dari setiap variabel dan subvariabel yang berpengaruh dalam penentuan lokasi Kopetensi Keahlian SMK teknologi dan industri di Wilayah kecamatan Menganti Gresik. Perhitungan bobot dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Skala yang digunakan dalam perhitungan bobot adalah dengan skala 1-9 (Saaty,1993). Skala pembobotan dapat dilihat padaTable 2: Tabel 2 Skala Nilai dan Definisi Pendapat Kualitatif Intensitas kepentingan
Keterangan
1
Kedua elemen sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lainnya
5
Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya
7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari elemen lainnya
9
Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainnya
2,4,6,8,
Nilai-nilai diantara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Kebalikan
Kebalikan nilai tingkat kepentngan dari skala 1- 9
Sumber; Saaty (1993) Untuk menghitung bobot tiap kriteria dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: 1. Matriks Perbandingan Berpasangan 2. Menjumlahkan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan. 3. Normalisasi yaitu dengan membagi setiap nilai perbandingan berpasangan dengan total nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan yang dilakukan pada langkah ke 1. 4. Menjumlahkan hasil normalisasi setiap elemen pembanding.
709
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
5. Membagi jumlah bobot tiap elemen pembanding dengan banyaknya elemen pembanding. 6. Mengecek nilai bobot yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh, dimana hasil yang didapat harus sama atau mendekati angka 1.. 7. Uji Konsistensi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini : a) Mengalikan bobot yang diperoleh dengan nilai nilai perbandingan berpasangan yang diperoleh. b) Menjumlahkan hasil kali dari langkah ke-1 tersebut pada setiap elemen pembanding
c) Membagi jumlah bobot dengan bobot (Wi) sehingga diperoleh eigenvector d) Menghitung eigenvalue ( l maks), hal ini dilakukan dengan membagi eigenvector dengan banyaknya elemen pembanding e) Menghitung nilai indeks konsistensi (CI)
Dengan: :eigenvalue maksimum dan n : ukuran matriks f) Menghitung rasio konsistensi (CR). g) Nilai rasio konsistensi (CR) adalah perbandingan antara indeks konsistensi (CI) dan nilai random indeks (RI). Untuk model AHP matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensinya tidak lebih dari 0,1 atau sama dengan 0,1. Tabel 3 Nilai Indeks Random Ukuran Matriks
1,2
3
4
5
6
7
8
9
10
Indeks Random
0,0
0,58
0,9
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
Sumber : Saaty, 1993 Analisis Scoring Analisis scoring digunakan untuk mengetahui prioritas lokasi Kopetensi Keahlian SMK di Wilayah Gresik selatan, sehingga lokasi hasil analisa skoring ini dapat digunakan sebagai arahan lokasi Kompetensi Keahlian SMK Kelompok Teknologi Industri di Wilayah Gresik selatan. 3.2.3.3
Secara garis besar tahapan analisa untuk menentukan lokasi SMK dapat dibuat bagan:
710
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
Analisis Scoring Analisis scoring digunakan untuk mengetahui prioritas lokasi Kopetensi Keahlian SMK di Wilayah Gresik selatan, sehingga lokasi hasil analisa skoring ini dapat digunakan sebagai arahan lokasi Kompetensi Keahlian SMK Kelompok Teknologi Industri di Wilayah Gresik selatan. Secara garis besar tahapan analisa untuk menentukan lokasi SMK dapat dibuat bagan: 3.2.3.1
Variabel-variabel yang berpengaruh dalam penentuan lokasi Kopetensi KeahlianSMK
Peta jalan, kawasan terbangun, jalan tol, jaringan SUTET,rencana industri
Analisis Overlay / Super impose
AHP
Nilai bobot variable penentuan lokasi Kopetensi Keahlian SMK
Alternatif lokasi Kopetensi Keahlian SMK
Analisis Skoring
Lokasi Kopetensi Keahlian SMK yang ideal
Gambar 2 Analisa Penentuan Lokasi Kopetensi Keahlian SMK
4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1 Analisa Penentuan Lokasi Kompetensi Keahlian SMK 4.1.1 Analisa Penentuan Lahan
Untuk menentukan lahan yang sesuai sebagai lokasi Kopetensi Keahlian SMK yaitu dengan menggunakan analisa super impose. Dari hasil analisa super impose diperoleh hasil yang berupa peta seperti pada Gambar 3 :
711
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
Kecamatan Cerme Kota Surabaya
Lokasi 2 Menganti
Lokasi 3 Menganti
Lokasi 1 Menganti
Lokasi 4 DriyoArejo
Lokasi 3 Driyorejo
Lokasi 2 Driyorejo
Lokasi 1 Driyorejo Lokasi Wringinanom Kabupaten Sidoarjo
Gambar 3. Hasil akhir analisa super impose Dari Gambar 3 diketahui bahwa, terdapat beberapa alternatif lokasi Kompetensi Keahliaan SMK ditiap kecamatan yaitu: Kecamatan Wringinanom terdapat 1 alternatif lokasi, Kecamatan Driyorejo terdapat 4 alternatif lokasi dan Kecamatan Menganti terdapat 3 alternatif lokasi. Untuk mendapatkan lokasi yang sesuai maka kecamatan yang mempunyai kelebihan dari jumlah lokasi yang dibutuhkan maka perlu di skoring untuk mendapatkan lokasi yang benar-benar sesuai. 4.1.2 Analisa Pembobotan Variabel Penentuan Lokasi Kompetensi Keahlian SMK
Untuk memperoleh bobot variabel- variabel penentu dari beberapa variabel yang ada dalam menentukan penempatan lokasi Kompetensi Keahlian SMK, dilakukan pembobotan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Proccess (AHP). Adapun hirarki yang digunakan dalam proses AHP adalah tampak dalam Gambar 4. Dari hasil AHP diperoleh nilai pembobotan kriteria penentuan lokasi Kompetensi Keahliaan SMK seperti yang terlihat pada Tabel 4 :
712
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
Kondisi Eksisiting dan Masa Depan Jumlah Penduduk Integrasi dgn Rencana Pengembangan Lahan
Jumlah SLTP
Pembobotan Kriteria Lokasi Kompetensi Keahlian SMK
Integrasi Pengembangan Pendidikan
Jumlah SLTA
Jenis Jalan Lokasi
Jarak Tempuh Siswa
Aksesibilitas
Ketersediaan Angk. Umum
Kelerengan Lahan
Ketersediaan Jaringan Telpon Kondisi Lahan Ketersediaan Jaringan Air
Ketersediaan Jaringan Listrik
Luas Lahan
Harga Tanah /M2
Biaya Pengolahan Tanah Harga Tanah Biaya Jaringan Utilitas
Biaya Koneksi Lokasi
Gambar 4 Hirarki Penentuan Lokasi Kompetensi Keahlian SMK
713
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
Tabel 4 Nilai Pembobotan kriteria lokasi Kompetensi Keahlian SMK Level Pertama
Level Kedua Bobot
Kond. Eksist & M Depan
0.1279
0.12790
12.79%
Intgr.Pengembanga n Lahan
0.1301
0.13010
13.01%
Intgr.Pengembanga n Pendidikan
Aksesilbilitas
Kondisi Lahan
0.2159
0.2082
0.1694
Kriteria
Bobot
Bobot Final
Faktor
Jumlah Penduduk
0.3638
0.07854
7.85%
Jumlah SLTP
0.2888
0.06235
6.24%
Jumlah SLTA
0.3474
0.07500
7.50%
Jarak dgn jenis Jalan
0.5274
0.10980
10.98%
Jarak Tempuh siswa
0.2006
0.04176
4.18%
0.2719
0.05661
5.66%
0.1717
0.02909
2.91%
0.1969
0.03335
3.34%
0.2031
0.03441
3.44%
0.2251
0.03813
3.81%
0.2032
0.03442
3.44%
0.3314
0.04921
4.92%
0.2253
0.03346
3.35%
Biaya Jaringan Utilitas
0.2221
0.03298
3.30%
Biaya Koneksi
0.2212
0.03285
3.28%
Cara Menjangkau Lokasi Kond.Kelerengan Lahan Ketersediaan jaringan Telpon Ketersediaan jaringan Air Ketersediaan jaringan Listrik Luas Lahan Harga Tanah/M
Harga Tanah
0.1485
Biaya Tanah
2
Pengolahan
1.2.1 Penilaian dan Pembobotan Alternatif tiap Lokasi Penilaian dilakukan dengan melihat terpenuhiatau tidaknya kriteria pada masing-masing alternatif lokasi Kopetensi Keahlian SMK. Justifikasi atau penilaian dilakukan dengan analisa skoring. Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang mempunyai bobot besar ditiap lokasi kecamatan sesuai dengan kebutuhannya. Hasil Pembobotan dapat dilihat pada Tabel 5 Tabel 5 Bobot Total Tiap Lokasi Kompetensi Keahlian SMK No Kecamatan Alternatif Lokasi Bobot 1 2
Wringin Anom Driyorejo
3
Menganti
Lokasi 1 Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 1
426.6 454.8 355.8 290.2 313.7 432.6
714
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
Lokasi 2 Lokasi 3
ISBN 978-979-028-272-8
342.4 436.8
Dari analisa skoring diperoleh hasil bahwa di Kecamatan Menganti Lokasi 3 yang memperoleh bobot terbesar yaitu 436,8 yang sekaligus merupakan Lokasi terpilih di Kecamatan Menganti (Ds. Domas). Sedangkan di Kecamatan Driyorejo yang mendapatkan bobot terbesar adalah Lokasi 1 (Ds. Banjaran) dengan bobot 454.8, kemudian Lokasi 2 (Ds. Petiken) dengan bobot 355.8 yang menjadi lokasi terpilih di Kecamatan Driyorejo, sedangkan di Kecamatan Wringinanom lokasi terpilih adalah di Desa Sumberrame yang merupakan satu-satunya alternatif lokasi ideal di Kecamatan Wringinanom. 1.2.2
Arahan Pengembangan Kopetensi Keahlian Sekolah Menengah Kejuruan
Dari hasil analisis tersebut dapat dibuat rumusan arahan pengembangan Kompetensi Keahlian SMK di Wilayah Gresik Selatan, yaitu sebagai berikut: • Kecamatan Menganti Dilakukan pendirian 1 Kompetensi Keahlian SMK Kelompok Teknologi dan Industri yaitu di Desa Domas. • Kecamatan Wringinanom Dilakukan pendirian 1 Kompetensi Keahlian SMK Kelompok Teknologi dan Industri yaitu di Desa Sumberrame. • Kecamatan Driyorejo Dilakukan pendirian 2 Kompetensi Keahlian SMK Kelompok Teknologi dan Industri yaitu di Desa Banjaran dan Desa Petiken • Kecamatan Kedamean Belum diperlukan penambahan Kompetensi Keahlian SMK Kelompok Teknologi dan Industri, sehingga pengembangan Kompetensi Keahlian SMK yang perlu dilakukan dapat berupa peningkatan kualitas SMK yang sudah ada seperti evaluasi Kompetensi Keahlian dan sarana prasarana untuk kegiatan praktek di SMK sehingga ketrampilan yang diberikan di SMK akan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. 2.
KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari tahapan-tahapan analisa yang telah dilaksanakan pada penelitian ini, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : • Kecamatan Menganti Dilakukan pendirian 1 Kompetensi Keahlian SMK Kelompok Teknologi dan Industri yaitu di Desa Domas
715
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
Kecamatan Wringinanom Dilakukan pendirian 1 Kompetensi Keahlian SMK Kelompok Teknologi dan Industri yaitu di Desa Sumberrame • Kecamatan Driyorejo Dilakukan pendirian 2 Kompetensi Keahlian SMK Kelompok Teknologi dan Industri yaitu di Desa Banjaran dan Desa Petiken 5.2 Saran Berdasarkan hasil analisa pada penelitian ini dapat diberikan saran berkaitan dengan pengembangan SMK berdasarkan kebutuhan sektor industri di Wilayah Gresik Selatan adalah sebagai berikut: 1. Penambahan Kompetensi Keahlian SMK lebih diprioritaskan pada kecamatan yang mempunyai kekurangan Kompetensi Keahlian SMK paling banyak. 2. Perlu adanya pertimbangan dan perhatian dalam menentukan Kompetensi Keahlian di setiap kecamatan, agar tidak terjadi kesamaan Kompetensi Keahlian dengan kecamatan di sekitarnya. 3. Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik membuat kebijakan yang mewajibkan pihak Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) untuk lebih memperhatikan dan peduli pada perkembangan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan benar-benar menerapkan peran DUDI pada Pendidikan Sistem Ganda (PSG). •
6. PUSTAKA Alkadri , (2001), “Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah” Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT, Jakarta Arikunto, Suhasimi,(2006) Prosedur Penelitian, PT. Rineka Cipta, Jakarta Chiara, Joseph De dan Keppelman, Lee (1975), Urban Planning and Design Criteria, Van Nostrand Reinhold Company, New York. Departemen Pendidikan Nasional (2005), Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional (2004), Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Edisi 2004, Jakarta. Djojonegoro, W. (1998), Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui Sekolah
Menengah Kejuruan. Penerbit PT. Balai Pustaka, Jakarta Gresik Dalam Angka, 2008
716
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
ISBN 978-979-028-272-8
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Saaty, T. L. (1993), Decision Making for Leader : The Analytical Hierarchy Process for Decisions in Complex World. Pittburgh : University of Pittsburgh. Standar Nasional Indonesia Nomor 03-1733-2004 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan. Tarigan, Robinson (2005), Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta. Wena, Made.1996, Pendidikan Sistem Ganda. Penerbit PT. Tarsito, Bandung
717