JURNALISME WARGA DALAM RUBRIK JELAJAH PADA KORAN HARIAN REPUBLIKA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh : Halimatussa’diyah NIM : 1110051100065
KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H /2014
JURNALISME WARGA DALAM RUBRIK JELAJAH PADA KORAN HARIAN REPUBLIKA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh : Halimatussa’diyah NIM : 1110051100065
Pembimbing,
DR. Tantan Hermansah, M.Si NIP. 19760617 200501 1 006
KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H /2014
ABSTRAK Halimatussa’diyah 1110051100065 “Jurnalisme Warga dalam Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika” Media massa sudah menjadi satu institusi sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat. Kini masyarakat bukan saja sebagai penikmat produk jurnalistik, tetapi juga berpartisipasi menyumbangkan laporan atau informasi ke suatu media yang disebut sebagai jurnalisme warga atau citizen journalism (CJ). Sudah banyak media yang menyediakan kolom CJ, termasuk media cetak. Salah satunya adalah Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika sebagai salah satu rubrik yang membahas tentang jalan-jalan. Rubrik Jelajah berbeda dengan rubrik perjalanan pada umumnya, selain menerima tulisan dari pembaca, rubrik tersebut menyajikan perjalanan yang terasa lebih menantang dengan tema seperti gunung, gua, budaya dan sebagainya. Berdasarkan latar belakang di atas, munculah pertanyaan bagaimana peran CJ dalam Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika? Konten apakah yang ditulis atau diulas di dalamnya? Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif dengan analisis deskriptif yang menggambarkan secara sistematis atau karakteristik suatu pupolasi atau bidang tertentu secara fakta. Penelitian ini menggunakan pengklasifikasian CJ oleh Steve Outing yang membagi CJ menjadi 10 jenis dilihat dari cara kerjanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jurnalisme warga memiliki peran dalam Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika. Di antaranya peran warga dalam membantu redaktur sebagai salah satu pengisi kolom yang kosong, peran warga sebagai orang yang menemukan, memilih dan menulis informasi, dan peran partisipasi warga dengan mengirimkan tulisannya ke redaksi Republika. Ketiga peran tersebut sangat efektif apabila reporter tidak dapat mengunjungi suatu tempat karena keterbatasan waktu dan tenaga kerja. Konten dalam rubrik tersebut adalah tulisan berupa travelogue features (features perjalanan) yang mengulas suatu tempat secara lebih eksploratif dan menampilkan tempat-tempat wisata baru juga tempat-tempat wisata lama namun yang ditonjolkan adalah hal menarik yang baru. Republika sebagai media dengan tipologi pers berkualitas menampilkan jurnalisme warga jenis stand-alone journalism site (edited version) dalam Rubrik Jelajah. Edited version bisa dikatakan sebagai proses filterasi untuk tulisan warga yang masuk ke redaksi.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam beserta isinya yang telah senantiasa memberikan nikmat dan kasih sayang-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Jurnalisme Warga dalam Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan untuk junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Membuat sebuah karya berupa skripsi bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya menjadi sebuah hasil yang diinginkan, tetapi juga menghargai bagaimana prosesnya. Menjadi pengalaman yang dirasakan memiliki arti tersendiri, hingga membawa penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan banyak bersyukur. Skripsi ini pun dapat selesai berkat kerja keras dan bantuan dari segala pihak. Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Ibunda Hj. Latifah Abd. Rahman dan ayahanda H. Makmun Abd. Rasyid, yang tak lelahnya memberikan doa, nasihat dan motivasi setiap saat. 2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Illmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D., Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dr. Jumroni, M.Si., serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Sunandar, M.A.
ii
3. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si, dan Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik, Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. atas bantuannya telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini. 4. Dosen Pembimbing Dr. Tantan Hermansah, M.Si., atas bimbingan, kesabaran, waktu dan semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Para Karyawan FIDKOM, mulai dari bagian akademik, tata usaha, karyawan perpustakaan hingga security yang telah membantu penulis. 6. Pihak Republika, Redaktur Weekend “Jelajah” Nina Chairani, Sekretariat Redaksi Fahmi dan Nurudin, Tim Pusdok dan narasumber Efener yang telah membantu penyusunan skripsi ini. 7. Kedua kakak penulis Nur Rasyidah dan Ahmad Nurhadi. Keponakan Ahmad Zahruddin dan Aqila Humairah, juga seluruh keluarga besar H. Abd Rasyid - H. Abd Rahman. 8. Kawan seperjuangan Jurnalistik angkatan 2010 (Setiffani Andria, Dwiyan Pratiyo, Damar Yudhistira, Hanggi Tyo, Nurfajria, Athifa, Ika Suci, Latifah, Aulia, Nisa, Fauziah, Anis, Irvan, Fajar, Farhan, Rijuan, Isye, Ardi, Fauzi, Kenwal, Pupud, Cucu dan lainnya) dan Aditya HN.
iii
9. Teman-teman KKN PERS Rajeg Mulya. Alumni MTs N 1 Jakarta (Ustutifa I. Khara, Adnan Z. Khawa dan lainnya) dan alumni MAN 13 Jakarta (Aulia Khonsa, Rizki Dafin, Andika Alv, Fadel Kunasthon dan lainnya). Sahabat sejak kecil Ani Yunita. 10. Keluarga besar Klise Fotografi, Theo dan Yona. Kawan-kawan PPMDL. Keluarga besar HelloFest Indonesia. Para senior, junior beserta guru kehidupan bagi penulis, terima kasih telah berbagi dan lainnya yang telah berusaha membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca akan penulis terima. Akhir kata, penulis mengahrapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Aamiin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 6 November 2014
Halimatussa’diyah
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI .................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAR ..................................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................
1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ...................................
4
C. Tujuan Penelitian ..............................................................
4
D. Signifikasi Penelitian ........................................................
5
E. Metodologi Penelitian ......................................................
5
1. Metode Penelitian ........................................................
5
2. Subjek dan Objek Penelitian ........................................
6
3. Teknik Pengumpulan Data ..........................................
6
4. Teknik Analisis Data ...................................................
8
5. Tinjauan Pustaka .........................................................
8
F. Sistematika Penulisan ....................................................... 11 BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL DAN LANDASAN TEORI A. Kerangka Konseptual ......................................................... 13 1. Surat Kabar dan Rubrik ............................................... 13 2. Jurnalisme Partisipasi .................................................. 15
v
3. Tipologi Pers ............................................................... 16 B. Landasan Teoritis .............................................................. 18 1. Jurnalisme Warga ......................................................... 18 a. Jurnalistik .............................................................. 18 b. Jurnalisme Warga .................................................. 19 c. Bentuk Jurnalisme Warga ...................................... 20 d. Karakteristik Jurnalisme Warga ............................. 22 2. Features ....................................................................... 22 BAB III
GAMBARAN UMUM ............................................................. 27 A. Sejarah Singkat Republika ................................................. 27 B. Visi dan Misi Republika .................................................... 29 C. Struktur Redaksi Republika ............................................... 32
BAB IV
ANALISIS DATA ................................................................... 35 A. Peran Jurnalisme Warga dalam Rubrik Jelajah .................. 35 B. Konten dalam Rubrik Jelajah ............................................ 42
BAB V
PENUTUP ............................................................................... 81 A. Kesimpulan ....................................................................... 81 B. Saran ................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 84 LAMPIRAN .................................................................................................. 87
vi
DAFTAR TABEL Tabel 1
Struktur Organisasi Republika ..................................................... 32
Tabel 2
Peran Jurnalisme Warga .............................................................. 39
Tabel 3
Analisis Teks 1 ............................................................................ 45
Tabel 4
Analisis Teks 2 ............................................................................ 55
Tabel 5
Teks Asli Penulis dan Hasil Editor ................................................ 64
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Teks 1 Rubrik Jelajah Koran Harian Republika .......................... 44
Gambar 2
Teks 2 Rubrik Jelajah Koran Harian Republika .......................... 54
viii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Surat Permohonan Bimbingan Skripsi
Lampiran 2
Surat Izin Penelitian
Lampiran 3
Surat Keterangan Penelitian dari Harian Republika
Lampiran 4
Company Profile Harian Republika
Lampiran 5
Transkrip Wawancara Penulis dengan Editor Rubrik Jelajah Koran Harian Republika
Lampiran 6
Transkrip Wawancara Penulis dengan Penulis Rubrik Jelajah Koran Harian Republika
Lampiran 7
Dokumentasi Foto Wawancara
ix
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Pada dasarnya manusia memiliki keinginan untuk melakukan perjalanan
atau liburan sebagai salah satu kegiatan yang diperlukan. Liburan atau perjalanan ke tempat-tempat baru bagi mayoritas orang akan membantu menenangkan pikiran. Untuk itu diperlukan perencanaan matang agar perjalanan berlangsung baik. Referensi atau rekomendasi perjalanan menjadi salah satu cara yang tepat untuk mengunjungi tempat yang sesuai dengan minat calon pelancong. Hal tersebut di antaranya bisa didapat dari media massa seperti media cetak, cyber, televisi dan radio. Dari sumber-sumber tersebut calon pelancong akan mengetahui apa yang menarik dari tempat yang direkomendasikan, berapa biaya transportasi, hingga hal-hal tertentu di setiap tempat. Media massa sudah menjadi satu institusi sosial yang penting saat ini.1 Dalam konteks media massa sebagai institusi sosial itu, tentu media massa membentuk dirinya sebagai salah satu organisasi yang hidup di tengah masyarakat. Effendy mengatakan bahwa media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh.2 Menurut Karlina dkk, secara khusus media massa mempunyai fungsi meyakinkan, menganugerahkan status, membius, menciptakan rasa kebersatuan, privitasi dan 1
Ace Sriati Rachman, “Peranan Teknologi Media Massa dalam Era Komnikasi Global,” artikel diakses pada 4 Febuari 2014 dari http://www.ut.ac.id/html/suplemen/skom4315/f1b.htm. 2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 20.
1
2
hubungan parasosial.3 Sedangkan pendapat lain mengungkapkan bahwa media massa juga memiliki fungsi sebagai pengawasan, social learning, penyampaian informasi, transformasi budaya dan hiburan.4 Jurnalisme warga atau citizen journalism (CJ) adalah salah satu jenis jurnalisme, yaitu keterlibatan warga dalam memberikan suatu informasi. Seseorang tanpa memandang latar belakang pendidikan, kehalian dapat merencanakan, menggali, mencari, mengolah, melaporkan informasi (tulisan, gambar, foto, tuturan) kepada orang lain.5 Tetapi, sebagai sebuah genre baru dalam dunia komunikasi massa, jurnalisme warga tentu saja memunculkan pro dan kontra. Masyarakat yang pro terhadap jurnalisme warga menganggap bahwa jurnalisme warga adalah wujud dari sebuah kedemokratisan bangsa dalam suatu negara dengan berpartisipasi melaporkan informasi atau berita kepada khalayak. Sedangkan masyarakat kontra merasa kegiatan jurnalistik hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang telah terlatih dalam bidang jurnalistik dan bekerja di suatu media seperti wartawan dan sebagainya. Meski dari pihak kontra beranggapan bahwa CJ belum bisa masuk dalam ranah jurnalisme yang mensyaratkan banyak hal seperti yang terjadi pada dunia kewartawanan selama ini; namun keberadaan jurnalisme warga sangat membantu proses
penyebaran
informasi.6
Begitu
banyak
peran
warga
mewarnai
perkembangan jurnalisme di Indonesia. Keberadaan jurnalisme warga ternyata
3
Ace Sriati Rachman, “Peranan Teknologi Media Massa dalam Era Komnikasi Global,” artikel diakses pada 4 Febuari 2014 dari http://www.ut.ac.id/html/suplemen/skom4315/f1b.htm. 4 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 78. 5 Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 215. 6 Pepih Nugraha, Citizen Journalism, (Jakarta: Kompas, 2012).
3
dirasa sangat efektif. Salah satu contohnya seperti beredarnya video dari Cut Putri seorang warga Aceh saat terjadinya bencana tsunami di Aceh pada Desember 2004. Video tersebut menayangkan rekaman ketika datangnya air laut saat menutupi daratan yang tak akan pernah didapat oleh media manapun saat itu. Kini media telah banyak memberi ruang bagi nonjurnalis untuk turut memberikan informasi. Jurnalisme warga menjadi penting, terlebih fenomena jurnalisme warga yang bisa dikatakan sudah tak baru lagi di Indonesia. Seiring pengembangannya, CJ memerngaruhi industri media. Kebanyakan media saat ini sudah berdampingan dengan CJ dan memiliki versi online. Di antaranya Kompasiana.com kanal khusus untuk warga berkomentar dan laporan langsung mengenai lalu lintas di media sosial Twitter melalui akun @TMCPoldaMetro. Di luar versi online, terdapat tayangan program Wide Shot Metro TV yang menampung dan menyiarkan video kiriman warga. Bahkan pada tahun 1998 saat tragedi reformasi, Radio Elshinta telah mengaplikasikan konsep jurnalisme warga saat itu, ketika kondisi yang tidak menentu hingga mendorong masyarakat untuk mengetahui kondisi di sekitarnya. 7 Dari berbagai jenis CJ yang ada saat ini, yang menjadi objek penelitian ini adalah Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika. Koran Harian Republika adalah salah satu dari sekian banyak media massa yang memberikan informasi mengenai perjalanan.
7
Imam Suwandi, Langkah Otomatis Menjadi Citizen Journalism,(Jakarta: Dian Rakyat, 2010), h. 7.
4
Melalui Rubrik Jelajah yang terbit setiap hari minggu, Republika menyajikan destinasi yang berbeda tiap pekannya. Rubrik ini adalah salah satu bentuk realitas dari jurnalisme warga dalam wujud media cetak. Tidak hanya jurnalis profesional yang menulis di rubrik ini, namun nonjurnalis pun memiliki kesempatan berkontribusi pada rubrik tersebut. Bisa dikatakan, jurnalisme warga saat ini sudah tidak asing lagi dan masih sedikit mahasiswa yang meneliti akan hal itu sebagai skripsi khususnya di UIN Jakarta. Maka dari latar belakang masalah di atas, penelitian ini berjudul “Jurnalisme Warga dalam Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika”. B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti Rubrik Jelajah di Koran Harian
Republika yang ditulis oleh pembaca. Penulis menganalisis rubrik tersebut edisi Febuari - Maret 2014. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana peran jurnalisme warga dalam Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika? 2. Apa konten yang ditulis atau diulas dalam Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika? C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang tertulis sebelumnya, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui serta mengkaji peran jurnalisme warga yang
5
diwujudkan dalam Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika dan bagaimana konten yang ditampilkan dalam rubrik tersebut. D.
Signifikasi Penelitian Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut: 1) Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberi kontribusi dalam ilmu jurnalistik terutama mengenai bagaimana peran jurnalisme warga dalam sebuah media cetak. 2) Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat secara praktis bagi pembaca yang ingin mengetahui perkembangan informasi masa kini, khususnya tentang peran jurnalisme warga. E.
Metodologi Penelitian 1.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.8
8
Lexy J Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 6.
6
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta atau karakteristik suatu pupolasi tertentu atau bidang tertentu secara fakta dan cermat.9 2.
Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Redaktur Pelaksana Koran Harian
Republika Nina Chairani dan penulis nonjurnalis Farchan Noor Rachman yang menulis di rubrik tersebut dengan judul Berkenalan dengan Masyarakat Adat Bayan edisi 9 Maret 2014. Sedangkan objeknya adalah Rubrik Jelajah yang ditulis oleh nonjurnalis. Edisi yang dipilih dalam penelitian ini adalah tulisan Yogi Suryana Lathif edisi 9 Febuari 2014 berjudul Gunung Prau yang Terlupakan dan tulisan Farchan Noor Rachman edisi 9 Maret 2014 berjudul Berkenalan dengan Masyarakat Adat Bayan. Keduanya dipilih karena dianggap mewakili dari sebagian besar judul yang pernah diterbitkan, yaitu tentang gunung dan budaya. 3. Tehnik Pengumpulan Data a. Observasi Menurut Indriantoro dan Supomo observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subjek, objek atau kejadian yang sistematik
9
Jalaludin Rakhmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 22.
7
tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu.10 Proses pengumpulan data sebagai objek dalam penelitian ini adalah sejumlah teks Rubrik Jelajah Harian Republika edisi Febuari - Maret 2014 yang ditulis oleh nonjurnalis. b. Wawancara Dalam penelitian ini dilakukan wawancara mendalam atau wawancara yang bersifat terstruktur dan mendetail. Penelitian ini melakukan wawancara dengan Redaktur Pelaksana Koran Harian Republika Nina Chairani yang ditemui pada 20 Agustus 2014 di Kantor Redaksi Republika, Jl. Warung Buncit Raya No. 37 Jakarta dan salah satu penulis nonjurnalis Farchan Noor Rachman yang ditemui pada pada 21 Juli 2014 di Ngopi Doeloe, Jl. Veteran Raya, Bintaro, Jakarta. Setelah hasil dari observasi, dokumentasi dan wawancara didapatkan, kemudian data akan dikelola dan ditinjau kembali. Seluruh data tersebut akan dipaparkan dengan didukung oleh beberapa hasil temuan studi pustaka yang kemudian dianalisis. c. Dokumentasi Menurut Burhan Bungin, metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. 11 Intinya, metode inilah yang digunakan untuk menelusuri data 10
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 34. 11 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2005), h. 121-122.
8
historis. Bahan dokumen secara eksplisit berbeda dengan literature, namun letak perbedaannya hanya secara gradual. Literature adalah bahan-bahan yang diterbitkan secara rutin hingga berkala, sedangkan dokumenter adalah bahan-bahan yang disimpan atau didokumentasikan sebagai bahan dokumenter. Data yang digunakan oleh penulis yaitu berupa buku-buku, bahan kepustakaan, data di website dan referensi lainnya yang memiliki hubungan dengan permasalahan yang diteliti. 4.
Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yang bertujuan
untuk menggambarkan secara sistematis fakta atau karakteristik suatu pupolasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat dalam Rubrik Jelajah pada Koran Harian Republika. 5.
Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa referensi skripsi yang memiliki kesamaan
pembahasan juga yang memberikan inspirasi sebagai penambah referensi untuk dilakukan penelitian. Skripsi
pertama
berjudul
Jurnalisme
Warga:
Analisis
Situs
www.akumassa.org oleh Sudrajat, 2012, Konsentrasi Jurnalistik Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9
Penulis melihat adanya kesamaan analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan skripsi tersebut, yaitu analisis deskriptif dan juga berkaitan dengan jurnalisme warga. Sudrajat mendeskiripsikan analisisnya mengenai keterlibatan warga dalam situs www.akumassa.org adalah sama seperti jurnalis profesional yang melakukan kegiatan mengumpulkan, mencari, menyajikan, dan menyebarkan berita atau narasi-narasi kecil tentang peristiwa sekitar melalui media kepada khalayak, namun perbedaannya dalam situs tersebut tidak memiliki ketentuan spesifik yang menuntut pada kaidah jurnalistik sebab dalam situs tersebut memiliki basis untuk memproduksi informasi narasi-narasi kecil, cerita tentang orang-orang sekitar seperti membicarakan hal tentang keluarga, pengalaman hidup atau sejarah kota yang kemudian dikaji menjadi features.12 Kedua adalah dari jurusan dan universitas yang sama. Skripsi milik Amin Chafani, tahun 2011, berjudul Peran Jurnalisme Warga dalam www.eramuslim.com. Skripsini tersebut memiliki kesamaan dengan apa yang diteliti penulis yaitu Peran Jurnalisme Warga. Dalam skripsinya, Amin menyimpulkan bahwa peran jurnalisme warga dalam situs www.eramuslim.com antara lain sebagai penyuplai informasi dan berita, membantu redaksi mengetahui dan menganalisis informasi atau isu yang sedang up date maupun yang diprakirakan akan menjadi hot issue,
12
Sudrajat, “Jurnalisme Warga: Analisis Situs www.akumassa.org,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012), h. 70.
10
memberikan warna lain dalam media tersebut dan menambah jaringan baru dalam berbagi informasi. 13 Ketiga, penulis memilih skripsi berjudul Analisis Produksi Program Berita Wide Shot di Metro TV milik Diajeng Sekar Ramadhany Ernanda, mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Skripsi tersebut memiliki kesamaan pembahasan dengan penelitian ini yaitu mengenai citizen journalism atau jurnalisme warga. Namun dalam skripsi tersebut media yang diambil adalah media elektronik televisi. Sedangkan hasil penelitian skripsi tersebut yang didapat di antaranya adalah proses penayangan program yang memiliki format citizen journalism di televisi ini memiliki alur yang sudah ditentukan secara matang karena ditayangkan secara live (langsung). Mulai dari proses pra produksi program berita diawali dengan menentukan tema da nisi berita, kemudian proses produksi dengan mempersiapkan materi produksi, sarana dan prasarananya terlebih dahulu, proses pasca produksi, hingga diakhiri dengan evaluasi. 14
13
Amin Chafani, “Peran Jurnalisme Warga dalam www.eramuslim.com,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h 57. 14 Diajeng Sekar Ramadhany Ernanda, “Analisis Produksi Program Berita Wide Shot di Metro TV,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 66.
11
F.
Sistematika Penulisan BAB I
: Pendahuluan Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, metodologi penelitian yang di dalamnya terdapat metode penelitian, subjek dan objek penelitian, tehnik pengumpulan data, tehnik analisis data dan tinjauan pustaka, dan terahir adalah sistematika penulisan.
BAB II
: Kerangka Konseptual dan Landasan Teoritis Menguraikan rangkaian konseptual serta kajian teoritis yang digunakan mengenai surat kabar dan rubrik, jurnalisme partisipatoris, tipologi pers, jurnalisme warga dan features.
BAB III
: Gambaran Umum Berisi profil dari Harian Republika yang uraiannya tentang sejarah singkat, visi dan misi, serta struktur organisasi.
BAB IV
: Analisis Data Bab ini menjelaskan analisis dari data yang sudah diperoleh mengenai peran jurnalisme warga di media cetak, dalam penulisan kali ini adalah Koran Harian Republika, dan juga mengenai konten yang ditampilkan dalam Rubrik Jelajah tersebut.
12
BAB V
: Kesimpulan Dalam bab ini menjelaskan kesimpulan berdasarkan dari pemaparan setiap bab pembahasan beserta saran.
Daftar Pustaka Lampiran
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL DAN LANDASAN TEORI A. Kerangka Konseptual 1. Surat Kabar dan Rubrik Dalam jurnalistik terdapat berbagai macam media cetak salah satunya adalah surat kabar atau biasa disebut koran. Media ini merupakan salah satu kekuatan sosial dan ekonomi yang cukup penting dalam masyarakat. Pada awalnya, surat kabar di Itali hadir dalam bentuk sederhana berupa lembaran kertas yang dipublikasi secara lokal hingga kini dengan jumlah halaman yang banyak dan dipublikasikan secara internasional. Hal itu merupakan bagian dari cikal bakal lahirnya dunia pesuratkabaran yang kini terbit secara periodik, dengan produksi yang mekanik, berjangka, dan mengandung sejumlah berita yang sangat bervariasi dengan sistem organisasi dan mekanisme yang mumpuni.1 Berita adalah jalan cerita tentang peristiwa.2 Bisa dikatakan bahwa maksudnya adalah dari suatu berita itu memiliki dua unsur yang berhubungan yakni peristiwa dan jalan ceritanya. Jika keduanya terpisah maka tidak bisa dikatakan sebagai berita. Lebih dipertegas lagi oleh Jakob Oetama dalam bukunya “Perspektif Pers Indonesia” bahwa berita itu bukan fakta melainkan laporan tentang fakta itu sendiri.3 Suatu peristiwa menjadi berita hanya apabila ditemukan dan dilaporkan oleh wartawan atau membuatnya masuk dalam kesadaran publik
1
Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik (Pendekatan Teori dan Praktik), (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 88. 2 Sudirman Teba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 55. 3 Sedia Willing Barus, Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta: Erlangga, 2010), h.26.
13
14
hingga menjadi pengetahuan publik. Berita juga memiliki macamnya tergantung dari segi melihatnya: sifat kejadian, cakupan isi berita, dan bentuk penyajian berita. Jelang abad ke-20, dunia pesuratkabaran meraih kredibilitasnya menjadi lebih baik melalui pembentukan organisasi profesional. Hingga pada awal abad ini pers yang tadinya berpengaruh dari individu kini berubah menjadi perusahaan yang besar hingga membentuk press association. Selanjutnya kelangsungan pers ditunjang oleh kekuatan ekonomi yang terus berlagsung bersama perkembangan zaman, dalam perkembangannya kini pers mulai berupaya meningkatkan daya tarik melalui proses spesifikasi bacaan masyarakat, penerbitan edisi khusus daerah-daerah tertentu, dan pembagian rubrik atau kolom-kolom yang menarik. Onong Uchjana Effendy mengutarakan definisi mengenai rubrik dalam Kamus Komunikasi, bahwa rubrik berasal dari bahasa Belanda yaitu rubriek, yang artinya ruangan pada halaman surat kabar, majalah atau media cetak lainnya mengenai suatu aspek atau kegiatan dalam kehidupan masyarakat; misalnya rubrik wanita, rubrik olahraga, rubrik pendapat pembaca dan sebagainya.4 Sementara itu, dikutip dari Kamus Bahasa Indonesia yang disusun oleh WJS. Poerwadarminta dijelaskan, rubrik adalah kepala (ruangan) karangan dalam suratkabar, majalah, dan lain sebagainya.5 Menurut Effendy jenis-jenis rubrik ada tiga, yaitu rubrik informasi, rubrik edukasi, rubrik rekreasi.
4 5
Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi (Bandung: PT. Mandar Maju,1989), h. 316. WJS. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 83.
15
2. Jurnalisme Partisipasi Jurnalisme partisipasi atau participatory journalism adalah sesuatu yang dilakukan warga perorangan atau berkelompok yang berperan aktif dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis, dan penyebaran berita dan informasi. Maksud partisipasi di sini adalah untuk menyediakan kebebasan, kenyataan, keakurasian, dan informasi yang berjarak luas serta relevan seperti yang dibutuhkan dalam demokrasi.6 Bisa juga dikatakan bahwa partisipasi jurnalistik adalah seseorang atau sekumpulan orang tanpa dipandang latar belakang pendidikan dan keahliannya, dapat merencanakan, menggali, mengolah, mempresentasikan informasi, berupa tulisan, gambar, foto, tuturan (laporan lisan), video dan lain-lain dalam citizen journalism. JD Lasica menyusun enam kategori pasrtisipasi jurnalistik dalam salah satu artikelnya berjudul What is Participatory Journalism: 7 a.
Partisipasi khalayak untuk media arus utama (mainstream) seperti komentar pada tulisan atau berita tertentu,
b.
Situs berita dan informasi independen seperti situs Consumer Reports dan Drudge Report,
c.
Situs atau blog sosial sepenuhnya seperti Now public, OhMyNews, dan Kompasiana,
6
Shayne Bowman, Chris W “We Media: How Audiences are Shaping the Future of News and Informaation,” dalam Sudrajat “Jurnalisme Warga: Analisis Situs www.akumassa.org,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, (Universitas Islam Negeri: Jakarta, 2012). 7 Pepih Nugraha, Citizen Journalism, (Jakarta: Kompas, 2012), h. 20.
16
d.
Situs media kolaborasi dan kontribusi seperti Slash dot dan Newsvine,
3.
e.
Bentuk lain “media kecil” seperti mailing list,
f.
Situs penyiaran pribadi seperti KenRadio.
Tipologi Pers Umumnya masyarakat sering salah kaprah dalam memahami antara
jurnalistik dan pers. Memang berkaitan, namun keduanya berbeda. Menurut Sumadiria, jurnalistik adalah sebagai proses kegiatan, sedangkan pers kaitannya dengan media. Begitu pula pendapat Totok Djoroto yang ditulis dalam bukunya Manajemen Penerbitan Pers, pers adalah lembaga yang intensitasnya berdiri sendiri. Di masa kini, ada anggapan bahwa pers di Indonesia sudah menyatu dengan kapitalisme global yang berarti mengejar keuntungan dengan investasi minimal. Dengan paradigma apapun bisa disajikan selama hal itu dapat dijadikan komoditas. Hingga kemerdekaan pers berubah alih dari semula mengandung simpati akhirnya malah menjadi pemicu antipati. Menurut Djen Amar dalam Jurnalistik Indonesia Menulis Berita
dan
Features yang ditulis oleh Sumadiria, kualitas pers dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar. Kemudian Sumadiria menambahkan satu kelompok lagi dalam bukunya tersebut. Kelompok tipologi tersebut yaitu: 8
8
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Features, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 38.
17
a. Pers Berkualitas Pers
jenis ini memilih penyajian yang etis, moralis, dan
intelektual. Dikelola dengan konseptual dan profesional meski orientasi bisnisnya komersial dan serius dalam segala hal dengan mengutamakan pendekatan rasional dan institusional. Menghindari pola penyajian yang memiliki sifat frontal emosional dan melihat dengan pandangan aturan, norma, etika, dan kebijakan yang sudah terbukti aman bagi perusahaan. Sasaran pers berkualitas ditujukan untuk masyarakat menengah keatas. b. Pers Populer Jenis pers ini menggunakan cara penyajian yang sesuai mengikuti zaman, cepat berubah-ubah, tegas-lugas, sederhana, enak dipandang, mudah dibaca, penuh warna dan bersifat kompromistis dengan tuntutan pasar. Pers populer menekankan nilai dan kepentingan komersial. Namun menurut penelitian Amar, cara penyajiannya kurang etis, emosional dan terkadang sadistis. Sasaran khalayaknya adalah kalangan menengahbawah baik dari segi ekonomi maupun intelektual. c. Pers Kuning Penyajian pers ini lebih banyak mengeksploitasi warna dibanding pers populer. Segala macam warna ditampilkan untuk menarik perhatian, karena itulah disebut pers kuning. Peletakan judul sering tak beraturan. Bagi pers kuning, kaidah baku jurnalistik tak diperlukan. Berita tak harus berpijak pada f akta namun juga bisa didasari ilusi, imajinasi dan fantasi.
18
Pers kuning menggunakan pandangan sex, conflict and crime (seks, konflik dan kriminal). Ketiganya selalu mendominasi pers kuning. Pers kuning tidak bisa dipercaya karena opini dan fakta sering disatukan, dibaurkan, dikaburkan hingga diputarbalikkan. Khalayak sasaran dari pers kunig ditujukan untuk masyarakat kelas bawah. B. Landasan Teori 1. Jurnalisme Warga Jurnalisme warga atau citizen journalism adalah sebuah aliran baru yang termasuk dari bagian jurnalisme saat ini. Untuk itu penulis akan membahas sedikit mengenai jurnalistik dan dilanjutkan dengan jurnalisme warga, bentuk jurnalisme warga serta karakteristiknya. a.
Jurnalistik Suatu catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau
bisa juga berarti surat kabar disebut sebagai perkataan journa. Kemudian menjadi jurnalistik atau journalism.9 Singkatnya, jurnalistik adalah kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari.10 Pada menyiapkan,
definisinya, mencari,
jurnalistik
adalah
mengumpulkan,
sebuah
mengolah,
kegiatan
yang
menyajikan
dan
menyebarkan melalui media berkala kepada halayak seluas-luasnya dan secepat-cepatnya.11 Perbedaan jurnalistik dengan jurnalisme tidak ada yang signifikan, hanya saja berkaitan dengan penggunaan istilahnya saja. Dalam 9
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h.15. 10 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Features, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.2. 11 Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Features, h. 3.
19
sejarah perkembangannya, jurnalistik adalah kata sifat dari jurnalisme. McDougall menyebutkan bahwa jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa.12 Dalam dunia jurnalistik dikenal berbagai produk jurnalistik, di antaranya yaitu berita, artikel, tajuk rencana, reportase, opini dan features. Bila dikaitkan dengan penelitian ini, laporan yang terdapat dalam Rubrik Jelajah termasuk jenis features, karena laporan dituturkan secara berkisah oleh para penulis berdasarkan pengalaman dengan objek yang ditulis. Tentunya isi tersebut tak lepas dari unsur-unsur berdasarkan pengalaman yang berpijak pada fakta, data dan 5W+1H (what, who, where, when, why + how). b.
Jurnalisme Warga Kini warga memiliki pengertian yang mengakar pada pembahasan
jurnalisme warga negara. Warga negara disebut sebagai sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri berdasarkan undang-undang yang mempunyai hak dan kewajiban bersifat timbal balik. Menurut KBBI, warga adalah anggota (keluargaa, perkumpulan, dan sebagainya). Dari beberapa pendapat mengenai kata “jurnalisme” dan kata “warga”, penulis menarik kesimpulan tentang pengertian jurnalisme itu sendiri yakni kegiatan mencari, mengolah hingga menyiarkan informasi melalui media massa yang dilakukan oleh seorang atau sekumpulan anggota
12
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h.15.
20
masyarakat dan hal informasi tersebut berpengaruh bagi kehidupan masyarakat luas. Menurut Nurudin dalam bukunya Jurnalisme Masa Kini, jurnalisme warga
atau
citizen
journalism
adalah
keterlibatan
warga
dalam
memberitakan sesuatu. Seseorang tanpa memandang latar belakang pendidikan, keahlian dapat merencanakan, menggali, mencari, mengolah, melaporkan informasi (tulisan, gambar, foto, tuturan) kepada orang lain. c.
Bentuk-bentuk Jurnalisme Warga Steve Outing mengklasifikasikan bentuk-bentuk citizen journalism
menjadi 10 bentuk, masing-masing: 13 a) Membuka ruang untuk komentar publik. dalam ruang tersebut, pembaca dapat bereaksi, memuji, mengkritik atau menambahkan bahan tulisan jurnalis. Pada media cetak konvensional jenis ini bisa dikenal dengan surat pembaca. b) Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian artikel dari artikel yang ditulis. Nonjurnalis diminta untuk ikut menuliskan pengalamannya pada sebuah topik utama yang dilaporkan jurnalis. c) Kolaborasi atau gabungan antara jurnalis profesional dengan nonjurnalis yang memiliki kemampuan dalam materi yang sedang dibahas. Kolaborasi ini bertujuan untuk mengarahkan atau 13
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 218. Lihat juga Pepih Nugraha, Citizen Journalism: Pandangan, Pemahaman, dan Pengalaman (Jakarta: Kompas, 2012), h. 26.
21
memeriksa keakuratan artikel. Terkadang nonjurnalis dapat juga menjadi kontributor tunggal yang menghasilkan artikel tersebut. d) Bloghouse warga. Bentuknya blog-blog gratisan seperti wordpress, blogger atau multiply. Melalui blog, orang bisa berbagi cerita tentang
dunia
dan
bisa
menceritakan
dunia
berdasarkan
pengalaman dan sudut pandangnya. e) Newsroom citizen transparency blogs. Bentuk ini merupakan blog yang
disediakan
sebuah
organisasi
media
sebagai
upaya
transparansi. Dalam hal ini pembaca bisa memberikan keluhan, kritik ataupun pujian atas apa yang ditampilkan organisasi media tersebut. f) Stand-alone citizen journalism site, yang melalui proses editing. Sumbangan laporan dari warga, biasanya tentang hal-hal yang bersifat sangat lokal, yang dialami langsung oleh warga. Editor berperan sebagai penjaga kualitas laporan dan mendidik warga (kontributor) tentang topik-topik yang menarik dan layak untuk dilaporkan. g) Stand-alone citizen journalism, dalam bentuk ini tidak melalui proses editing. h) Gabungan Stand-alone citizen journalism website dan edisi cetak. i) Hybrid: pro + citizen journalism. Suatu kerja organisasi media yang menggabungkan pekerjaan jurnalis dengan nonjurnalis.
22
j) Penggabungan antara jurnalis dengan nonjurnalis dalam satu atap. Seperti website membeli tulisan dari jurnalis dan juga menerima tulisan dari nonjurnalis. d.
Karakteristik Jurnalisme Warga Untuk membedakan suatu hal dengan lainnya perlu diketahui ciri
khasnya. Berikut karakteristik jurnalisme warga: 14 a) Dibuat oleh nonjurnalis. b) Berperan aktif dalam proses jurnalistik seperti wawancara, foto dan sebagainya. c) Terdapat nama asli penulisnya. d) Terdapat dialog antara penulis dengan warga. 2. Features Dalam bukunya Jurnalistik Indonesia, Sumadiria mengatakan features adalah cerita khas yang diperoleh melalui proses jurnalistik karena bukan penuturan atau laporan tentang fakta secara lurus seperti berita langsung (straight news). Features tidak mematuhi kaidah 5W+1H, namun harus mengandung semua unsur keenamnya. Bahasa yang digunakan pun berupa pengisahan yang bersifat kreatif informal.
14
Sudrajat, “Jurnalisme Warga: Analisis Situs www.akumassa.org,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, (Universitas Islam Negeri: Jakarta, 2012).
23
Dalam Exploring Journalism, Wolseley dan Campabell meyebutkan features sebagai hiburan. Features merupakan bagian cukup penting sehingga surat kabar dapat memenuhi fungsi ketiga dalam media massa selain fungsi informasi dan pendidikan yaitu hiburan.15 Menurut Sumadiria features adalah tulisan khas yang berpijak pada jurnalistik sastra tentang suatu situasi, keadaan, atau aspek kehidupan, dengan tujuan untuk memberi informasi sekaligus menghibur khalayak media massa.16 Dari beberapa definisi di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa features adalah sebuah karangan yang berpijak pada fakta. Features merupakan sebuah produk jurnalistik yang cukup penting dalam media massa kemudian dikemas secara lebih ringan dari berita langsung (straight news), kreatif, kadang subjektif, tidak mematuhi kaidah 5W+1H namun harus mengandung keenam unsurnya dengan tujuan untuk menghibur dan memberi tahu pembaca tentang peristiwa, situasi atau aspek kehidupan. Sebagai sebuah produk jurnalistik, features memiliki karakteristik, yaitu17: a. Ditulis dengan gaya menulis cerita pendek yang bersifat lentur, hidup dan memikat. b. Cerita faktual yang menggunakan alur dan pemantik. c. Lebih banyak drencanakan sebelumnya dan cukup lama.
15
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Features (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 151. 16 Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Features, h. 152. 17 Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Features, h. 153-156.
24
d. Tidak hanya menyentuh kognisi tapi juga wilayah afeksi khalayak karena tulisan features bukan hanya menyampaikan informasi tetapi juga memberikan hiburan bagi khalayak. e. Melukiskan peristiwa secara naratif memikat. f. Tidak terikat pada aktualisasi. g. Nama lengkap wartawan atau reporter dicantumkan lengkap. h. Tidak mencantumkan tanggal pada intro atau paragraf pertama. i. Setiap bagiannya sama penting antara intro sampai penutup sehingga tidak bisa dipotong. Karena ditulis dengan tehnik mengisahkan maka dikatakan sama pentingnya. j. Tidak perlu menggunakan pola piramida terbalik. Biasanya juga dengan pola induktif, kronologis, logis, topikal, atau spasial tapi setiap unsur 5W+1H harus ada. k. Ditulis dengan menggunakan gaya bahasa jurnalistik sastra, merujuk pada gaya penulisan fiksi cerita pendek (cerpen) yang hidup, menarik, lincah, segar, terpilih, memikat dan mampu membangun imajinasi halayak pembaca, pendengar maupun pemirsa dan features bersifat naratif ekspresif Features ditulis dengan gaya bahasa jurnalistik sastra karena memang features termasuk dalam jenis jurnalistik sastrawi. Dibangun atas landasan gaya
25
penulisan fiksi yang bersifat naratif, kreatif dan bahkan imajinatif.18 Untuk kepentingan dramatisasi pelaporan dalam membuat tulisan menjadi memikat, penulisan dipenuhi dengan detail-detail potret subjek yang secara sengaja agar pembaca dapat berpikir, menggambarkan dan menarik kesimpulannya sendiri. Menurut Gay Talese meski jurnalistik sastra seperti fiksi, namun ini bukan fiksi. Istilah lainnya bagi jurnalistik sastra adalah fakta yang ditulis dengan kaidah dan elemen fiksi atau disingkat faksi. W. Ross Winterowd menyebutkan narrative journalism uses the novellist’s techniques and the reporter’s meticulousness and energy to create a more penetrating view of reality”.19 Berbagai features sering kita temui, setidaknya ada enam jenis features yang kita tahu, yaitu:20 Features minat insani (human interest features), features sejarah (historical features), features biografi (biographical features), features perjalanan (travelogue features), features yang mengajarkan suatu keahlian atau petunjuk praktis (how to do features), dan features ilmiah (scientific features). Keenamnya memiliki penjelasan masing-masing. a.
Features Perjalanan (travelogue features ) Features jenis ini terdapat diberbagai media seperti cetak, radio dan
televisi hingga cyber. Melalui features ini, media mengajak khalayak untuk mengenali lebih dekat tentang suatu kegiatan atau tempat yang diyakini memiliki daya tarik tertentu. Features perjalanan merupakan kisah 18
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Features, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 172. 19 Masri Sareb Putra, Literary Journalism Jurnalistik Sastrawi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h. 63. 20 Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Features, h. 161.
26
perjalanan wartawan atau seseorang bersama kelompoknya ke objek-objek tertentu yang menarik seperti gunung, hutan, lembah, laut, danau, pantai, gua serta termasuk objek wisata sejarah. Tujuan dari features ini adalah untuk memberi informasi serta memotivasi khalayak untuk mengenali dan mencintai alam beserta isinya baik di dalam maupun di luar negeri. Berdasarkan survey, kehadiran features perjalanan termasuk jenis berita non hiburan yang digemari khalayak. Karena mengajak khalayak bertamasya ke tempat-tempat yang eksotis tanpa meninggalkan tempat duduknya dan tentunya menambah pengetahuan, kepekaan lingkungan dan lebih kuat akan kecintaan terhadap alam semesta.21 Biasanya features ini ditulis oleh pelaku perjalanan atau petualangan secara langsung atau tak langsung dengan mengungkapkan laporan perjalanan fakta, dan kesan yang dijumpai selama perjalanan. Miasalnya kunjungan ke suatu tempat yang jarang dikunjungi orang di dalam ataupun luar negeri. Dalam features ini unsur subjektivitas sering menonjol dikarenakan penulisnya yang terlibat langsung dalam peristiwa/perjalanan itu mempergunakan “aku”, “saya”, atau “kami” (sudut pandang orang pertama – point of view).22
21
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 163. 22 Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 25.
BAB III GAMBARAN UMUM A.
Sejarah Singkat Republika Harian Umum Republika diterbitkan di bawah PT. Abdi Bangsa yang
didirikan pada 28 November 1992 di Jakarta. Nama Republika itu sendiri lahir atas ide dari Presiden ke empat Soeharto. Pada tanggal 19 Desember 1992, Republika terbit atas Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUUP) dari Departemen Penerangan Republika Indonesia nomor 283/SK/MENPEN/SIUUP/A.7/1992. Dengan motto “Mencerdaskan kehidupan bangsa”, Republika berkeinginan mewujudkan media massa yang mampu mendorong bangsa agar lebih kritis dan berkualitas, menjadi bangsa yang sederajat dengan bangsa lain, memiliki nilainilai spiritual sebagai perwujudan sila pertama dalam Pancasila dan memiliki hidup yang lebih terarah seperti yang tertulis dalam UUD 1945. Harian Umum Republika terbit pertama kali pada 4 Januari 1993. Lahir sebagai koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas Islam di Indonesia bernama Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang terbentuk pada 5 Desember 1990. ICMI memiliki berbagai program, tujuan dan cita-cita yang diantaranya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui program peningkatan kualitas iman, hidup, kerja, karya dan pikir. Maka untuk mewujudkan hal tersebut, maka beberapa tokoh yang memiliki dedikasi dan memiliki komitmen pada pembangunan bangsa yang beragama Islam membentuk sebuah yayasan yakni Yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992 dengan programprogram diantaranya: Pengembangan Islamic Center, Pengembangan Center for 27
28
Information and Development Studies (CIDES) dan Penerbitan Harian Umum Republika. Republika memiliki ideologi yakni Kebangsaan, Kerakyatan dan KeIslaman; dengan tujuan mempercepat terbentuknya civil society. Hal itulah yang sering dituangkan dalam bentuk informasi dan sajian lainnya dalam Republika. Harian Umum Republika terbit pertama kali pada 4 Januari 1993, sejak itu penjualan oplahnya terus meningkat. Pada Desember 1993 oplahnya mencapai 130.000 per hari. Harian Umum Republika tersebar mencapai ke seluruh wilayah Indonesia. Dengan jumlah terbanyak di Jakarta 50,31%, Jawa Barat 17,30% Jawa Tengah 6,90%, Jawa Timur 4,36% dan sisanya tersebar di wilayah-wilayah lain.1 Harian Republika lahir sebagai koran nasional yang lahir dari kalangan komunitas Islam di Indonesia pada tahun 1993 di bawah naungan PT. Republika Media Mandiri,. Seiring pergantian kepemimpinan, kini Republika berada di bawah bendera Mahaka Media yang juga menerbitkan Majalah Golf Digest Indonesia, Harian Indonesia, Majalah Parents Indonesia, Stasiun Radio Jak FM, Gen FM, Delta FM, FeMale Radio, Prambors FM, Jak TV dan Aliv TV.2 Sebagai upaya melakukan berbagai penyempurnaan, salah satunya diwujudkan dengan penyempurnaan desain dan penampilan koran. Tidak hanya sampai di situ, dari hal itulah Republika dapat meraih prestasi karena keberhasilan mendapatkan penghargaan bergengsi dalam lomba perwajahan media cetak 1993 yang diselenggarakan oleh Serikat Grafis Pers pada Oktober 1993. Selain menjadi 1
Data resmi company profile Harian Umum Republika 2014. Mahaka Media, “Unit Bisnis,” diakses pada 5 Oktober 2014 dari http://www.mahakamedia.com/business_units. 2
29
juara pertaman, Republika sekaligus menempatkan dirinya sebagai surat kabar dengan desain perwajahan terbaik di Indonesia. Republika pun menaruh perhatian di bidang sosial. Sebagai wujud atas tanggung jawabnya, khususnya kepada kaum dhuafa dan sebagai bentuk partisipasi dalam mensukseskan program pengentasan kemiskinan di Indonesia, Harian Umum Republika mendirikan program “Dompet Dhuafa” pada Juli 1993 yang menampung, mengelola, dan menyalurkan zakat pembacannya. B. Visi dan Misi Republika Berikut adalah visi dan misi harian Republika:3 a.
Visi Sikap umum Republika sebagai landasan penerbitannya adalah:
3
1.
Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
2.
Membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat.
3.
Mengkritisi tanpa menyakiti.
4.
Mencerdaskan, mennyelidik dan mencerahkan.
5.
Berwawasan kebangsaan.
Data resmi company profile Harian Umum Republika 2014.
30
b.
Misi Dari beberapa bidang yang dimiliki Republika di dalamnya terdapat
misi, misi tersebut antara lain: Bidang Politik 1. Mengembangkan demokrasi. 2. Optimalisasi peran lembaga-lembaga negara. 3. Mendorong partisipasi politik semua lapisan masyarakat. 4. Mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik. Penghargaan terhadap hak-hak sipil. 5. Mendorong terbentuknya pemerintahan yang bersih. Bidang Ekonomi 1. Mendukung keterbukaan dan demokrasi ekonomi. 2. Mempromosikan profesionalisme. 3. Berpihak pada kepentingan ekonomi domestik dari pengaruh globalisasi. 4. Pemerataan sumber-sumber daya ekonomi. 5. Mempromosikan etika dan moral dalam berbisnis. 6. Mengembangkan ekonomi yang syari’ah.
31
7. Berpihak pada usaha menegah, kecil, mikro dan koperasi (UMKMK). Bidang Budaya 1. Kritis-apresiatif terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang berkembang di masyarakat. 2. Mengembangkan bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdaskan, menghaliskan perasaan dan mempertajam kepekaan nurani. 3. Menolak bentuk-bentuk kebudayaan/kesenian yang merusak moral akidah dan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan. 4. Menolak pornografi dan pornoaksi. Bidang Agama 1. Mensyiarkan Islam. 2. Mempromosikan semangat toleransi. 3. Mewujudkan “Islam rahmatan lil alamin” dalam segala kehidupan. 4. Membela, melindungi dan melayani kepentingan umat. Bidang Hukum 1. Mendorong terwujudnya masyarakat sadar hukum. 2. Menjunjung tinggi supremasi hukum.
32
3. Mengembangkan mekanisme checks and balances pemerintahmasyarakat. 4. Menjunjung tinggi HAM. 5. Mendorong pemberantasan KKN secara tuntas. C.
Struktur Organisasi Harian Republika Berdasarkan data company profile Harian Umum Republika pertanggal
tahun 2014, di bawah ini adalah struktur organisasi harian tersebut:4 Tabel 1 Struktur Organisasi Republika Pemimpin Redaksi:
Nasihin Masha
wakil Pemimpin Redaksi:
Arsy Hilman Nugraha
Redaktur Pelaksana (Koran):
Irfan Junaidi
Redaktur Pelaksana Newsroom:
Elba Damhuri
Redaktur Senior:
Agung P. Vazza
Wakil Redaktur Pelaksana:
Subroto Syahruddin El-Fikri S. Kumara Dewatasari
Asisten Redaktur Pelaksana
4
Nur Hasan Murtiaji
Data resmi company profile Harian Umum Republika 2014.
33
Stevy Maradona Heri Ruslan Firkah Fansuri Priyantomo Oemar Joko Sadewo Johar Arief Redaktur Hlmn 1:
Andri Saubani EH Ismail
Redaktur Nasional:
Fitriyan Zamzami - Nasional/Podium Andi Nur A - Didaktika/Nusantara/Fokus Publik M Ikhsan Shiddieqy - Pesta Demokrasi Ratna Puspita - Nasional/Wawasan Karta Raharja Ucu - Urbana Dewi Mardiani - Urban/What On
Redaktur Olahraga:
Israr Itah - Bola/Arena Abdullah Sammy - Bola/Arena Endro Yuwanto – Rekor
Redaktur Ekonomi:
Fitria Andayani - Makro/Finansial Irwan Kelana - Ekonomi Syariah/Bincang Bisnis/Pareto Zaky Al HamzahMikro/Industri/Kreatipreneur/Pareto
Redaktur Internasional:
Wachidah Handasah
34
Teguh Firmansyah Redaktur Weekend:
Reiny Dwinada - Leisure (8 hlm) Natalia Endah Hapsari - Gen-I/Leisure (2 hlm) Nina Chairani Ibrahim - Jelajah/Leisur (Jalan-jalan)
Redaktur Agama:
Ferry Kisihandi - Khazanah/Mozaik/ Iqro/Sains Achmad Syalabi Ichsan - Khazanah/ Mozaik/Iqro/Sains Nashih Nasrullah – Islam Digest Hafidz Muftisany – Dialog Jumat
Editor Bahasa:
Abdul Sahal (Kepala) Muhammad Adriansyah Mohammad Arief Dharmawan Tyas Chairunnisa Fian Novera Aprivianti Sugiyo Meutia Fauziah Ririn Liechtiana
Foto:
Yogi Ardhi (Kepala) Edwin Dwi Putranto (Redaktur) Musiron (Wakil Redaktur)
Desain:
Sarjono M Ali Imron
35
BAB IV ANALISIS DATA A.
Peran Jurnalisme Warga dalam Rubrik Jelajah Belakangan ini, banyak media di Indonesia sudah mulai menjadikan
khalayak bukan lagi hanya sebagai konsumen karya jurnalistik seperti hard news, soft news, features dan lainnya. Tetapi mereka yang tidak berprofesi sebagai jurnalis sudah dapat terlibat dalam merencanakan, mencari, menggali, mengolah, melaporkan, memberitakan, menginformasikan sesuatu, melalui berbagai media: cetak (koran, majalah, tabloid, dsb.), radio, televisi dan cyber. Secara historis, maraknya jurnalisme warga (citizen journalism) yang dimulai sejak reformasi 1998 melalui media massa terutama radio. Pada masa itu warga turut berperan serta mewarnai perkembangan jurnalisme. Penyebaran pesan yang sebelumnya dimonopoli oleh jurnalis profesional, saat ini bisa dilakukan oleh warga negara biasa. Seiring perkembangan teknologi komunikasi, kemunculan internet pun menjadi andalan. Seketika warga biasa menjadi reporter yang siap memberikan pesan melalui jejaring sosial dan blog. Bahkan, berbagai media massa turut menyajikan peluang bagi masyarakat untuk menuliskan peristiwa, pengalaman atau sesuatu yang terjadi di sekitarnya untuk dikirimkan ke media tersebut, termasuk menggunakan jasa internet bagi media massa versi cetak. Tak sedikit mereka memunculkan rubrik atau tayangan citizen journalism. Tayangan atau konten ini tersedia mulai dari versi cetak, radio dan televisi. Karena media harus mencari jalan alternatif agar selalu menyajikan informasi yang up to date.
35
36
Dalam klasifikasi tipologi pers, Republika termasuk ke dalam tipologi pers berkualitas yang dikelola secara konseptual dan profesional serta melihat dengan pandangan aturan norma, etika dan kebijakan perusahaan. Jelajah adalah salah satu rubrik yang dimunculkan oleh Republika dan juga menerima tulisan pembaca. Karena keterbatasan reporter atau tenaga kerja di media serta tidak semua tempat dapat dikunjungi oleh wartawan yang disebabkan jarak dan waktu, maka media menerima tulisan dari pembaca. Meskipun demikian redaksi tetap menerapkan sistem penyeleksian tulisan-tulisan tersebut agar sesuai dengan Rubrik Jelajah.1 Menurut Nina Chairani editor Rubrik Jelajah Koran Harian Republika, redaksi memiliki definisi tersendiri untuk jurnalisme warga dalam rubrik tersebut. Tulisan warga yang dikirimkan ke Rubrik Jelajah tidak dikategorikan sebagai jurnalisme warga karena jurnalisme warga seharusnya berimbang memiliki cover both side, bukan opini serta terdapat wawancara yang narasumbernya harus mengetahui bahwa informasi hasil wawancara tersebut berpeluang untuk ditampilkan di media.2 Pandangan Chairani yang memberikan defisnisi sendiri pada jurnalisme warga memang beralasan. Sebab ada beberapa definisi jurnalisme warga yang menjadi acuan. Shayne Bowman dan Chris Wilis mendefinisikan CJ sebagai “… the act of citizen playing an active role in the process of collecting, reporting,
1
Wawancara pribadi dengan Redaktur Pelaksana Koran Harian Republika, Nina Chairani, Jakarta, 20 Agustus 2014. 2 Wawancara pribadi dengan Nina Chairani, Jakarta, 20 Agustus 2014.
37
analyzing and disseminating news and information”.3 Pranata yang pada kenyataannya menjalankan fungsi-fungsi jurnalistik seperti menyampaikan informasi dan melakukan kritik sosial dan lain sebagainya berdasarkan asas dan kode etik untuk mewujudkan tanggung jawab sosial serta menaati hukum.4 Keterlibatan warga dalam memberitakan sesuatu tanpa memandang latar belakang dapat merencanakan, menggali, mencari, mengolah, melaporkan informasi (tulisan, gambar, foto, tuturan, video) kepada orang lain.5 Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bisa dikatakan sebagai jurnalisme warga apabila warga tersebut turut berperan melakukan kegiatan jurnalistik seperti mencari, mengolah dan melaporkan informasi dan sebagainya berupa tulisan, gambar, foto, tuturan dan video kepada orang lain berdasarkan kode etik serta menaati hukum. Pepih Nugraha dalam bukunya Citizen Journalism: Pandangan, Pahaman, dan Pengalaman, menyatakan pula bahwa perkembangan jurnalisme warga saat ini ternyata apa yang dilaporkan warga tidak semata-mata peristiwa, tetapi juga opini dalam ruang lingkup lokal maupun nasional. Rubrik Jelajah tidak seluruhnya ditulis oleh warga, tulisan di rubrik tersebut banyak didominasi oleh jurnalis profesional meskipun bukan reporter rubrik tersebut. Sekitar 15% dalam presentasenya adalah kiriman pembaca.6 Tulisan yang berasal dari warga tersebut akan diseleksi dan diedit oleh pihak redaksi.
3
Amin Chafani, “Peran Jurnalisme Warga dalam www.eramuslim.com,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Negeri Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 17. 4 Peran Jurnalisme Warga dalam www.eramuslim.com, h. 17. 5 Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 215. 6 Wawancara pribadi dengan Redaktur Pelaksana Koran Harian Republika, Nina Chairani, Jakarta, 20 Agustus 2014.
38
Dalam pengklasifikasian bentuk-bentuk jurnalisme warga menurut Steve Outing, rubrik ini dapat dikatakan sebagai the stand-alone citizen journalism site: edited version. Melalui proses editing, editor menjaga kualitas laporan dan mendidik warga tentang topik-topik yang layak untuk dilaporkan karena biasanya tulisan tersebut sangat variatif. Proses ini biasa disebut sebagai proses filterasi. Melalui prosedur yang sudah seharusnya dilalui, tulisan masuk lalu dibaca oleh editor. Bila memenuhi syarat tulisan tersebut akan naik, jika tidak tetapi temanya menarik maka warga yang mengirimkan tulisan tersebut akan dihubungi untuk diminta memperbaiki tulisannya. Biasanya bila waktunya pendek dari deadline cetak, warga tersebut akan diwawancarai oleh redaktur melalui telepon.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat.8 Apabila seseorang menjalankan hak maupun kewajiban yang sesuai dengan status yang disandangnya, maka orang tersebut menjalankan suatu peran. 9 Peran diartikan sebagai sebuah kegiatan sosial yang akan berarti setelah dikaitkan dengan orang lain atau suatu perkumpulan, baik dalam melakukan interaksi, berperilaku dan lainnya sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Peran jurnalisme warga di Rubrik Jelajah Koran Harian Republika bisa dikatakan cukup membantu dalam rubrik tersebut. Diantaranya sebagai berikut:
7
Wawancara pribadi dengan Redaktur Pelaksana Koran Harian Republika, Nina Chairani, Jakarta, 20 Agustus 2014. 8 E.St. Harahap, dkk, Kamus Indonesia Ketjik, (Jakarta: B. Angin, 2007), h. 854. 9 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002), h. 243.
39
Tabel 2 Peran Jurnalisme Warga
Warga
Redaksi
Peran keredaksian
Membantu redaktur untuk mengisi kolom tulisan yang kosong. Biasanya tulisan dari pembaca dalam Rubrik Jelajah Koran Republika diletakkan di kolom zoom in.
Redaktur melakukan tugasnya seperti menyeleksi, mengedit, bertanggung jawab atas isi tulisan dan sebagainya.
Peran partisipasi
Warga turut berpartisipasi dengan mengirimkan tulisannya ke redaksi. Tidak hanya mengirim, penulis nonjurnalis juga diberi kesempa-tan untuk merevisi isi dari tulisannya bila diperlukan.
Peran penyebaran informasi (informatif)
Mencari informasi, menjaring informasi, menulis
Mencari informasi, menjaring informasi, menulis, mengelola, mendifusikan kepada halayak.
Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam proses pengiriman tulisan dari warga hingga sampai ahirnya layak diterbitkan, tidak tertutup kemungkinan adanya kendala dan pendukung yang terjadi disebabkan faktor internal dan eksternal. Di antaranya adalah:
40
1. Faktor pendukung a. Faktor pendukung internal Kepercayaan kepada pengirim tulisan sangat dibutuhkan. Mengingat bahwa warga yang mengirimkan tulisannya itu bukanlah wartawan Republika secara sah. Para penulis nonjurnalis tidak terikat untuk selalu menyerahkan tulisan mereka dan tidak mendapatkan imbalan untuk perjanjian jangka panjang. Maka kepercayaan dari redaksi akan sangat mendukung terjalinnya hubungan antara penulis nonjurnalis dengan pihak redaksi. Nina berkata: Sistemnya adalah sistem kepercayaan. Kita tidak tahu apa penulis ini ada kaitannya dengan orang-orang disana, kita gak kenal dan kita juga tidak mau diperalat. Jadi kita juga harus waspada karena kita gak kenal, dan sense kita sebagai redaktur untuk memperkirakan sebuah tulisan bisa masuk atau tidak.10 b. Faktor pendukung eksternal Umumnya para penulis yang mengirimkan tulisan mereka berprofesi sebagai seorang yang ahli di bidang tertentu seperti pecinta alam, geolog, dan traveler. Hal tersebut dapat membantu redaksi yang pada kenyataannya mengalami keterbatasan waktu untuk mengunjungi tempat-tempat yang jauh dan tidak banyak memiliki keahlian untuk menghadapi hal-hal yang kemungkinan akan terjadi selama penjelajahan. 10
Wawancara pribadi dengan Redaktur Pelaksana Koran Harian Republika, Nina Chairani, Jakarta, 20 Agustus 2014.
41
Misalnya untuk naik gunung, selain membutuhkan waktu berhari-hari melakukan perjalanan, juga dibutuhkan kemampuan khusus untuk memasak di dataran tinggi agar tetap makan, memasang tenda untuk perlindungan terhadap cuaca dan sebagainya. Setelah turun gunung wartawan harus menulis untuk dimuat dan seterusnya
seperti
itu.
Jika
memaksakan
wartawan
yang
melakukannya maka sama saja membunuh orang tersebut. Maka nonjurnalis yang mengirimkan pengalamannya itu dapat mendukung redaktur. 2. Faktor penghambat a. Faktor penghambat internal Beberapa kendala terkadang sering terjadi meski sudah dilakukan cara untuk menghindarinya. Masalah mekanis seperti komputer yang dijadikan sebagai databes mengalami kerusakan. Proses sirkulasi menjadi terganggu karena memerlukan waktu untuk menunggu komputer tersebut berfungsi kembali. b. Faktor penghambat eksternal Kurangnya pengetahuan warga tentang tehnik menulis. Karena dalam Rubrik Jelajah ini menampilkan gaya tulisan yang lebih mendalam untuk mengeksplorasi sebuah tempat dengan cara yang berbeda dari rubrik lainnya, maka gaya tulisan menjadi salah satu yang sangat diperhatikan di sini. Warga yang mengirimkan tulisan
42
pada umumnya pun bukan seorang penulis maka banyak terjadi konfirmasi atau revisi sebelum naik cetak bahkan tak sedikit yang dipulangkan, sehingga bisa dikatakan tulisan yang dimuat dari tulisan nonjurnalis amat sedikit jumlahnya. B. Konten dalam Rubrik Jelajah Rubrik Jelajah adalah salah satu rubrik yang memuat artikel terkait jalanjalan selain Leisure di Koran Harian Republika. Bukan hanya tulisan jurnalis profesional yang dimuat dalam rubrik ini, tetapi juga memuat tulisan yang ditulis oleh nonjurnalis. Jenis tulisannya bisa dikatakan sebagai features yang termasuk dalam kategori features perjalanan (travelogue features), karena sesuai pengertiannya features perjalanan merupakan kisah perjalanan wartawan atau seseorang bersama kelompoknya ke objek-objek tertentu yang menarik seperti gunung, hutan, lembah, laut, danau, pantai, gua termasuk objek wisata sejarah. Konten ini dimuat dengan tujuan agar pembaca ikut merasakan perjalanan yang ditulis di dalamnya, bagaimana kisahnya sesuai dengan apa yang dialami penulis rubrik tersebut.11 Selain itu juga juga bertujuan untuk memberi informasi serta memotivasi khalayak untuk mengenali dan mencintai alam beserta isinya. Gaya penulisan di Rubrik Jelajah ini dibuat seperti bercerita. Lebih mengeksplorasi dan mengangkat sesuatu yang jarang ditemui bukan sekedar bagaimana cara pergi ke sana.
11
Wawancara pribadi dengan Redaktur Pelaksana Koran Harian Republika, Nina Chairani, Jakarta, 20 Agustus 2014.
43
Penulis di Rubrik ini memaparkan bagaimana pengalaman perjalanannya secara lebih mendalam dengan penekanan yang berbeda. Segmennya cocok untuk khalayak dengan umur sekitar 20-40 tahun, penggemar jalan-jalan dengan tantangan fisik yang lebih berat dan suka daerah-daerah baru atau daerah lama namun dengan cara yang baru.12 Penulis dalam rubrik ini menganggap dirinya sebagai orang pertama. Hal itu berarti yang digunakan adalah kata “saya” atau “aku” dan “kami” dalam menuturkan laporan perjalanannya. Beberapa foto pun dihadirkan di setiap edisinya sebagai wujud visual dari tulisan-tulisannya.
12
Wawancara pribadi dengan Redaktur Pelaksana Koran Harian Republika, Nina Chairani, Jakarta, 20 Agustus 2014.
44
Hasil Analisis Teks 1 Gambar 1 Teks 1 Rubrik Jelajah Harian Republika
45
(Sumber Pusdok Republika) Judul : Gunung Prau yang Terlupakan (9 Febuari 2014) Tabel 3 Analisis Teks 1
1
BUNGA DAISY, Mutiara Gunung Prau Hiasan paling indah sepanjang Gunung Prau adalah bunga daisy. Hamparan bunganya cukup dominan. Sama halnya ketika kita menemukan bunga edelweis di Gunung Gede-Pangrango, Gunung Semeru ataupun daerah lain.
2
Bunga daisy merupakan bunga dari keluarga asteraceae, sama seperti bunga aster atau bunga matahari. Asteraceae sendiri merupakan keluarga tumbuhan berbunga kedua yang terbesar dari jenis maupun spesiesnya. Dari segi fisik, bunga daisy merupakan bunga yang wujudnya sangat sederhana. Ia berbentuk bulat. Bagian tengahnya sangat lebar dan dikelilingi petal-petal, seperti sinar matahari.
Terdapat subjektifitas dari penulis nonjurnalis mengenai bunga daisy yang lalu diangkat menjadi judul kecil.
Dalam paragraf ini terdapat informasi yang dikemas secara naratif dan deskriptif.
46
3
Salah satu ciri bunga ini, yaitu membuka petalnya pada pagi hari saat matahari terbit dan menutupnya kembali pada saat matahari terbenam. Oleh karena itu, penduduk lokal menyebutnya lonte sore. Bukan hanya itu, bunga daisy juga memiliki khasiat menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu, seperti sakit tenggorokan atau sakit perut.
Disebutkan informasi dalam paragraf ini namun disayangkan tidak ada sumber fakta atau wawancara.
4
Bunga yang dinobatkan sebagai simbol kelahiran bulan April dan diberi arti sebagai kerendahan hati, kestabilan, suci, simpati dan keceriaan itu kebanyakan berwarna putih. Kita juga dapat menjumpai bunga daisy yang berwarna merah dan kuning. Bahkan, ada yang berwarna ungu. Bila musim mekar tiba, bunga daisy akan tampak lebih indah menghiasi puncak bukit Gunung Prau dan Bukit Teletubies dengan warnawarninya.
Tidak ada data yang memperkuat fakta dalam paragraf ini. Sehingga syarat dalam kaidah jurnalistik dianggap tidak terpenuhi.
5
Namun sayang sekali, di beberapa lokasi, kita mendapati kerusakan bunga daisy akibat pendirian tenda beberapa pendaki. Ada baiknya bagi para pendaki yang ingin mendaki Gunung Prau, agar memilih lokasi yang tepat untuk mendirikan tenda. Sehingga, tak merusak keberadaan tumbuhnya bunga daisy.
Dalam paragraf ini terdapat subjektifitas penulis nonjurnalis yang menandakan adanya syarat penulisan features.
6
GUNUNG PRAU YANG TERLUPAKAN
Terdapat nama asli penulis yaitu „Yogi Suryana Lathif‟ dan dibuat oleh nonjurnalis ditandai dengan pernyataan profesi sebagai „fotografer freelancer‟ di bawah judul besar. Hal itu menjadi salah satu karakteristik jurnalisme warga sekaligus petanda adanya unsur who (siapa).
Oleh Yogi Suryana Lathif fotografer freelancer.
47
7
Dieng menyuguhkan dataran tinggi indah yang terletak di antara Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, Jawa Tengah. Di sekelilingnya terdapat Gunung Sikunir, Gunung Pakuwaja, dan Gunung Prau.
Terdapat unsur 5W+1H (where) yang menjadi syarat unsur jurnalistik. Selain itu juga penulis nonjurnalis memaparkannya dengan gaya deskriptif.
8
Perjalanan ke Dieng bukan pertama bagi kami. Kali kedua ini, saya bersama teman-teman menginjakkan kaki ke Gunung Prau. Gunung yang memiliki ketinggian 2.565 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu merupakan gunung tertinggi pertama di kawasan Dieng. Gunung itu memiliki kawasan hutan yang masih asri, indah, dan terjaga. Namun, masih sedikit orang yang menjadikan lokasi itu sebagai pilihan utama berwisata.
Penulis nonjurnalis disini menganggap dirinya sebagai orang pertama “aku”. Terdapat informasi tentang ketinggian Gunung Prau.
9
Saat kita menemui gerbang bertuliskan „Kawasan Dieng Plateau„ menandakan sudah tak lama lagi akan tiba di pos pendaftaran Gunung Prau. Pos itu berlokasi di Desa Patak Banteng, Kecamatan Kejajar. Untuk bisa mendaki Gunung Prau sebenarnya ada dua lokasi akses pendakian. Pertama, kita bisa melewati Desa Patak Banteng, melalui pos pendaftaran. Kedua, melewati SMP 2 Kejajar, Dieng Kulon. Jalur kedua itu bisa dikatakan ilegal.
Terdapat beberapa unsur 5W+1H, yaitu how (bagaimana) dan when (dimana).
10
Berangkat malam
Penulis nonjurnalis menuturkan paragraf ini secara naratif.
Papan petunjuk yang besarnya berukuran 2 x 1 meter bertuliskan „Pos Pendakian Gunung Prau„ sudah terlihat ketika memasuki Desa Patak Banteng. Namun, mata harus lebih jeli untuk melihat papan petunjuk yang tak terlalu besar itu. Tetapi, tak perlu khawatir, letak pos pendakian masih satu lokasi dengan Kantor Desa Patak Banteng. Kita cukup berjalan menuju belakang gedung balai desa. Di sana kita menemukan petunjuk „Basecamp Gunung Prau„.
48
11
Setiba di sana, Anda diharuskan mengisi buku administrasi yang tujuannya untuk mendata calon pendaki. Pendaki juga dikenakan biaya pendakian sebesar Rp 3.500 untuk sekali pendakian. Sedangkan, yang membawa kendaraan dikenakan biaya sebesar Rp 5.000.
Dalam paragraf ini juga memiliki unsur 5W+1H yaitu how (berapa).
12
Waktu pada jam tangan saya menunjukkan pukul 16.45. Kami berencana mendaki pada sore hari ternyata harus diundur karena tebalnya kabut dan hujan. Kami baru bisa mendaki setelah azan Maghrib. Rasa khawatir sempat muncul sejenak dari diri saya, karena pendakian pertama yang saya lakukan pada malam hari.
Dalam paragraf ini terdapat salah satu unsur 5W+1H yaitu when (kapan) kemudian penulis menuliskannya dengan cara berkisah.
13
Jalur yang kami lewati dimulai dengan melewati pemukiman penduduk. Keramahan mereka kian terasa sejak kami memasuki pemukiman. Mereka menyapa kami dengan senyum. Seolah obat mujarab bagi kami untuk mendaki hingga tiba di puncak Gunung Prau.
Penulis nonjurnalis menuliskan dengan cara berkisah.
14
Tanjakan awal cukup membuat kami letih. Pacu napas kami terasa sangat cepat. Kami menyadari masih banyak tanjakan dan bebatuan di depan.
Paragraf ini dipaparkan secara naratif oleh penulis nonjurnalis.
15
Empat pos
Terlihat penulis nonjurnalis menuliskan paragraf ini secara deskriptif.
Jalur bebatuan yang kami lewati membuat perjalanan kami lebih singkat. Jalur itu digunakan penduduk menuju lahan pertanian.Penduduk biasa menggunakan motor untuk membawa hasil panen. Tak lama, kami menemui jalur setapak. Dari sini sebenarnya pendakian dimulai. Kami melewati perkebunan kentang. Aromanya sangat terasa. Terlebih pada malam hari.
49
16
Bagi penduduk Desa Patak Banteng, kentang merupakan komoditas utama. Belakangan ini,hasil panen kentang kurang berkualitas. Menurut warga, hal itu disebabkan cairan antihama yang digunakan petani.
Terdapat kutipan wawancara dari warga setempat mengenai pengurangan kualitas kentang di dessa tersebut, tetapi tidak dituliskan secara jelas siapa narasumbernya.
17
Tak terasa, perjalanan memasuki semak belukar dan rimbunan pepohonan. Penanda kami akan tiba di Pos 2 dalam waktu 1,5 jam. Beruntung hujan turun hanya sore hari. Sehingga, kondisi langit pada malam hari terlihat terang. Cahaya bulan dan bintang turut menerangi pendakian. Alangkah baiknya kita tak selalu mengandalkan kondisi cuaca karena bisa saja berubah setiap saat.
Terdapat subjektifitas nonjurnalis dalam paragraf ini pada kalimat “Alangkah baiknya kita tak selalu mengandalkan kondisi cuaca karena bisa saja berubah setiap saat”
18
Gunung Prau sendiri memiliki empat pos yang harus dilewati. Kami sudah melewati tiga pos. Menuju pos terakhir, rintangan bertambah sulit. Jalur terus mendaki. Ditambah debu berterbangan dalam setiap langkah kami. Melewati jalur itu diperlukan masker atau kain untuk menutup hidung. Dibutuhkan sepatu khusus pendakian untuk melewati jalur itu. Hindari penggunaan sepatu kets yang dapat membuat Anda kesulitan melanjutkan perjalanan.
Penulis nonjurnalis menarasikan tentang jalan yang dilaluinya. Pada kalimat selanjutnya penulis menyisipkan unswur what yakni apa yang diperlukan saat melalui jalan tersebut.
19
Perlahan namun pasti, jalur terasa semakin landai. Bunga daisy atau lebih akrab disapa dengan sebutan bunga lonte sore sudah mulai terlihat di sisi kanan dan kiri jalur pendakian. Sebentar lagi kami akan tiba di puncak Gunung Prau.
Masih terlihat peunulisan yang ditulis secara deskriptif dalam paragraf ini.
50
20
Menyambut matahari terbit Tepat pukul 21.30 rombongan kami tiba di Puncak Gunung Prau, Gunung tertinggi di daerah Dieng. Hampir 4,5 waktu yang ditempuh untuk mencapai puncak. Dalam kondisi normal, pendakian mungkin hanya butuh waktu tiga jam. Rasa letih para pendaki tentunya tak sia-sia setiba di puncak yang begitu terbuka tanpa terhalang pepohonan.
Terdapat keterangan waktu yang menandakan adanya unsur 5W+1H (when).
21
Di puncak, kami merasakan terbebas dari kungkungan gedung-gedung bertingkat seperti di Jakarta. Seluas mata kami memandang, langit menyuguhkan indahnya jutaan mutiara bintang dan bulan. Di tempat yang sama itu, pendaki juga dapat melihat sunset dan sunrise jika cuaca cerah dan tidak diselimuti kabut tebal.
Penulis nonjurnalis memaparkan dengan cara deskriptif.
22
Di sana, kami juga merasakan kesunyian sambil bercengkerama ringan dan tawa. Segelas minuman sereal yang kami buat, menambah hangatnya suasana di puncak itu. Tak jarang para pendaki memilih tidur di luar tenda ditemani hangatnya api unggun.
Terdapat pemaparan secara naratif dalam paragraf ini. penulis menceritakan suasana ketika di puncak.
23
Pukul 04.30 kami terbangun. Kami menantikan kedatangan sunrise. Dari arah timur, terlihat sang surya mulai merekah, menampakkan semburan berwarna kuning keemasan. Di sebelah selatan, kami dapat melihat wajah Gunung Sindoro-Sumbing begitu dekat. Jika Anda menengok kepala ke sebelah kanan, maka akan terlihat jelas sekali Dataran Tinggi Dieng, yang pada waktu malam hanya melihat pancaran lampu saja.
Terdapat unsur when dalam paragraf ini. kemudian kalimat penjelasnya dipaparkan secara deskriptif.
51
24
Sementara di sebelah barat dan utara, mata Anda akan tertuju pada padang bunga daisy yang bila musim merekahnya, bunga-bunga itu terlihat indah di atas hijaunya rerumputan Bukit Teletubies.
Paragraf ini ditulis secara deskriptif yang mengajak pembaca seolah melihat keadaan yang sebenarnya.
25
Bagaimana Cara ke Dieng?
Dilihat dari judul, paragraf ini memiliki unsur how (bagaimana) dan dijelaskan secara naratif.
Untuk mencapai kawasan wisata Dieng, Anda yang dari Jakarta dapat menggunakan bis yang langsung menuju Wonosobo. Dari terminal bis Wonosobo, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan bis kecil tujuan Dieng. 26
Kami sendiri menggunakan kereta api menuju Dieng. Pukul 21.30, kami berangkat dari Stasiun Senen, Jakarta, dengan menggunakan Kereta Api Kelas Ekonomi. Pukul 03.40 dini hari, kami tiba di Stasiun Purwokerto.
Dalam paragraf ini terdapat unsur 5W+1H (when).
27
Tak jauh dari Stasiun Purwokerto, terdapat rental motor bagi anda yang ingin menempuh waktu perjalanan lebih cepat ke Dieng. Dengan biaya sewa sebesar Rp 90 ribu, anda dapat melaju dengan motor otomatik. Perjalanan menggunakan motor mencapai 3 – 4 jam dalam kondisi normal. Kami menempuh perjalanan denga waktu lebih lama. Beberapa kali kami transit untuk melepas lelah. Bahkan, kami menyempatkan tidur di mushala di Banjarnegara.
Terdapat unsur how pada paragraf ini, yakni bagaimana cara ke Dieng dengan menempuh waktu perjalanan yang lebih cepat. Paragraf ini ditulis secara naratif.
28
Memasuki daerah Wonosobo, jalur yang kita lewati mulai menanjak. Perlu tenaga ekstra untuk bisa menempuh jarak 24 km dari Wonosobo menuju Desa Patak Banteng. Bukan hanya jalur yang menanjak dan berkelok, namun perlahan kabut tebal turun dan menghalangi jarak pandang.
Penulis nonjurnalis menuliskan pararaf ini dengan naratif.
52
29
Bawa Perlengkapan Seperlunya
Masih dituturkan dengan cara deskriptif.
Gunung Prau dianggap surganya kawasan Dieng. Hamparan indahnya bunga daisy dan gundukan hijau Bukit Teletubies yang begitu luas membuat sejuk mata memandang. 30
Sebelum menuju ke sana, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk persiapan. Selain kebutuhan wajib, seperti tenda, sleeping bag, alat masak dan alat penerang, ada beberapa hal yang paling mendasar bila ingin melakukan pendakian ke Gunung Prau. Pertama, jadwal atau perencanaan waktu, merupakan dasar bagi para pendaki. Berapa lama Anda ingin melakukan camping di puncak Gunung Prau. Hal itu berpengaruh pada barang kebutuhan di sana.
31
Bila beban isi tas Anda terlalu berat, ada Didapatkan subjektifitas penulis baiknya dikurangi sesuai dengan dalam paragraf ini. kebutuhan jangka waktu Anda di puncak. Tak perlu khawatir bila ingin meninggalkan barang bawaan yang tak dibutuhkan, bisa dititipkan di basecamp pendakian.
32
Selama mendaki menuju puncak Gunung Prau tak ada sumber air di sepanjang jalur yang dilewati. Sumber air terakhir hanya ada sedikit di bawah Pos 1. Tetapi, jika belum mengetahui medan, sebaiknya penuhi botol atau jeriken air dari basecamp. Atur penggunaan air seefisien mung kin. Air dalam setiap pendakian merupakan hal yang sangat penting.
Terdapat informasi dalam paragraf ini yang menjadi syarat dalam kaidah jurnalistik, namun terdapat pula subjektifitasnya.
33
Bila selesai mendaki dan ingin melanjutkan berwisata di Dieng Plateau, di sana banyak home stay dengan harga bervariasi dari yang mahal hingga yang terjangkau kondisi keuangan kita. Tarifnya berkisar Rp 70 ribu hingga Rp 150 ribu untuk per malamnya.
Dalam paragraf ini terdapat makna berapa (how) yang menjadi unsur 5W+1H dalam jurnalistik.
Memiliki unsur 5W+1H yaitu what (apa) yakni apa yang perlu dipersiapkan untuk melakukan pendakian.
53
Semua tergantung fasilitas yang dimiliki penginapan itu.
Setelah berbagai pemaparan analisa perparagraf diatas, tulisan
yang
berjudul “Gunung Prau yang Terlupakan” tersebut ditulis oleh nonjurnalis serta memenuhi sebagian besar dari karakteristik jurnalisme warga (citizen Journalism) dan features. Dari segi jurnalisme warga, ditandai oleh adanya nama penulis nonjurnalis yang diiringi dengan profesinya. Turut berperan dalam proses kejurnalistikan seperti mencari informasi, dan foto seperti yang ada dalam gambar, namun penulis tidak menganalisa fotonya karena fokus kepada teks. Memiliki kutipan pendapat masyarakat namun kurang lengkap dengan nama narasumbernya. Dalam karakteristik features, tulisan di atas melukiskan peristiwa secara naratif dalam bahasa pengisahan yang informal. Meski sebagian besar gaya tulisannya naratif, namun juga terkadang deskriptif yakni dengan penggambaran suasana. Terdapat beberapa dari unsur 5W1H kecuali why, yaitu where, what, who, when dan how. Nama lengkap wartawan dicantumkan dan terbukti kadang subjektif. Tulisan tersebut bertema gunung, yaitu Gunung Prau dan lebih fokus kepada bunga Daisy. Bunga tersebutlah menjadi icon dari gunung yang berada di kawasan Dieng, Wonosobo tersebut setelah bukit teletubbies.
54
Teks 2 Gambar 2 Teks 2 Rubrik Jelajah Koran Harian Republika
55
(Sumber Pusdok Republika) Judul : Berkenalan dengan Masyarakat Adat Bayan (9 Maret 2014) Tabel 4 Tabel Analisis Teks 2
Dalam paragraf pembuka ini, penulis nonjurnalis Bayan terkenal dengan Masjid Bayan mengungkapkan keterangan Beleq. Masjid kayu ini konon waktu yang berarti itu adalah merupakan masjid pertama yang ada unsur kapan (when) dari di Lombok dan dibangun sekitar abad 5W+1H dan mengandung ke-16-17 Masehi. informasi meski datanya tidak disebutkan darimana Hanya para pemuka agama dan sumbernya. Diceritakan secara pemuka adat Bayan yang diizinkan naratif. shalat di masjid ini.
1
Masjid Bayan Beleq
2
Masjid Bayan Beleq hanya dibuka pada saat-saat tertentu. Menurut cerita, Islam masuk ke Lombok dibawa para mubalig era Wali Songo dari Tanah Jawa melalui Bayan. Teori ini kemudian berkembang untuk menjelaskan mengapa keturunan pembesar Bayan menyandang gelar raden di depan namanya.
Di paragraf selanjutnya, terdapat penuturan sejarah yang dituliskan dengan gaya berkisah.
56
3
Menuju Bayan
Dari sub judulnya, paragraf ini terlihat juga mengandung unsur Bayan terletak sekitar tiga jam jurnalistik 5W+1H (how) perjalanan dari Mataram, bisa melalui terbukti dengan kalimat ”bisa Pusuk ataupun Senggigi menuju arah melalui Pusuk atau Senggigi Senaru. Susuri saja jalan provinsi di menuju arah Senaru. Susuri saja garis pantai utara Lombok sampai jalan provinsi di garis pantai bertemu Kecamatan Bayan. Lokasi utara Lombok sampai bertemu Desa Bayan kurang lebih tiga Kecamatan Bayan.” kilometer dari pusat kecamatan dan dua kilometer dari pintu gerbang menuju GunungRinjani, Desa
4
BERKENALAN DENGAN MASYARAKAT ADAT BAYAN Oleh Farchan Noor Rachman travel blogger, penulis
Dibawah judul besar, terdapat nama asli penulis „Farchan Noor Rachman‟ serta profesinya sebagai „travel blogger, penulis‟ menandakan sebagai karakteristik jurnalisme warga.
5
Tiga jam bermobil dari Mataram, Lombok, saya sampai ke desa ini: Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Desa Bayan terletak di garis pantai utara Lombok, lokasinya seolah berada pada sebuah ceruk, tepat di tengah antara lautan di utara dan garis Pegunungan Rinjani di selatan.
Dalam paragraf ini, penulis nonjurnalis mengawali kalimat dengan menjelaskan berapa lama waktu yang ditempuh dan deskripsi mengenai lokasi yang dituju yaitu Bayan, Lombok. Dengan terdapat keterangan tempat berarti menunjukkan adanya salah satu unsur 5w+1H (where) yang menandakan dalam artikel ini memiliki unsur jurnalistik khususnya features.
6
Di desa yang hijau itu, saya menemukan alur hidup yang sangat lambat dan menenangkan. Alam seolah bersenandung riang menaungi masyarakat Bayan yang agraris. Petani-petani Bayan pun berangkat ke sawah berteman desau angin, kicau burung, dan lambaian pepohonan di hutan sekeliling desa.
Terdapat subjektifitas penulis dan dipaparkan secara deskripsi mengenai suasana di desa.
57
7
Keingintahuan yang kuat membimbing langkah saya bertamu ke masyarakat adat Bayan. Mereka, yang sering disebut orang Bayan, ini teguh menjalani filosofi Wetu Telu. Sebuah filosofi yang mewarnai denyut kehidupan sehari-hari mereka.
Dari paragraf ini penulis beranggapan bahwa penulis nonjurnalis adalah seorang yang memiliki keingintahuan lebih. Penulis nonjurnalis tampaknya penasaran akan filosofi wetu telu yang dijalani sehari-hari oleh orang Bayan sehingga menjadi fokus dalam tulisan ini. Terdapat pula subjektifitas penulis nonjurnalis dalam kalimat “Mereka, yang sering disebut orang Bayan, ini teguh menjalani filosofi Wetu Telu. Sebuah filosofi yang mewarnai denyut kehidupan sehari-hari mereka”.
8
Filosofi Wetu Telu
Terlihat dari judul kecil, penulis nonjurnalis berusaha menonjolkan apa yang ditulisnya yaitu Wetu Telu dalam kehidupan Orang Bayan. Terdapat juga kutipan wawancara dari pemuka adat setempat yang menguatkan bahwa adanya kesalahpahaman sehingga menimbulkan keinginan penulis nonjurnalis untuk menyelaraskan kebenaran yang ada.
“Banyak orang yang salah tangkap tentang Wetu Telu Bayan,” kata Raden Sawinggih. Tokoh pemuda Bayan itu menjelaskan, kesalahan utama pemahaman orang luar adalah anggapan bahwa penghayat Wetu Telu hanya menunaikan shalat tiga waktu dalam sehari. “Itu salah besar, banyak orang mengartikan wetu sebagai waktu, padahal bukan itu,” ujarnya.
Penulis nonjurnalis ingin meluruskan anggapan tentang wetu telu yang banyak terjadi. Karena wetu telu dianggap sesat oleh masyarakat lain.13 9
Lebih jauh lagi, anggapan umum bahwa Wetu Telu merupakan agama tradisional asli yang hanya ada di Bayan. Raden Gedarip, salah seorang pemangku adat Desa Bayan, yang 13
Adanya narasumber menandakan terdapat unsur 5W+1H yaitu Who (siapa), serta kutipan wawancara.
Wawancara pribadi dengan penulis nonjurnalis Rubrik Jelajah Koran Harian Republika, Farchan Noor Rachman, Jakarta, 21 Juli 2014.
58
saya temui di kediamannya di Dusun Karang Salah, Desa Bayan, meluruskan anggapan itu. “Wetu Telu itu adalah filosofi dasar orang Bayan, ini pedoman hidup, bukan agama. Agama kami, ya Islam, kami Muslim, shalat kami ya lima waktu,” katanya menegaskan. 10
Wetu Telu lebih dimaknai sebagai aturan adat yang berfungsi menjaga kehidupan masyarakat lebih teratur dan tenteram. Aturan-aturan agama Islam dan aturan adat, mereka mengungkapkan, saling melengkapi, bukan saling menyelisihi. Dengan ini orang Bayan memiliki panduan untuk jiwa, pun untuk kehidupan duniawinya.
Paragraf ini merupakan penjelas yang menjelaskan paragraf sebelumnya. Di bagian tengah paragraf ini terdapat kutipan kalimat tak langsung yang ditandai dengan kalimat “mereka mengungkapkan”.
11
Terma Wetu Telu dalam pemahaman orang Bayan juga sering disebut dengan Sesepan yang kira-kira jika dalam bahasa Indonesia berarti diresapi. Ini terkait dengan filosofi Wetu Telu sebagai sesuatu yang harus diresapi dengan benar oleh penghayatnya. Inti dari Wetu Telu adalah pemahaman akan tiga unsur utama dalam hidup manusia. Raden Gedarip lantas menjelaskan, filosofi Wetu Telu bisa dipahami dari tiga siklus hidup utama manusia, metu (beranak), tioq (tumbuh), dan menteloq (bertelur). Prinsip Wetu Telu juga bisa diartikan tiga unsur pemberi hidup manusia, yaitu Allah (Tuhan), imaq (ibu), dan amaq (ayah).
Terdapa unsur what (apa) dalam paragraf ini. Penulis nonjurnalis memaparkan apa arti sebenarnya dan apa prinsip utama dari wetu telu yang menjadi inti dalam features perjalanan edisi ini.
12
Tecermin dalam rumah adat
Dalam sub judul kedua ini, dapat dikatakan sebagai bukti yang ditampilkan penulis nonjurnalis secara naratif dan memasukkan kutipan kalimat
Agar memahami Wetu Telu dalam kehidupan sehari-hari, Sawinggih menyaran kan saya mengawalinya dengan kunjungan ke rumah adat
59
Bayan. Rumah-rumah di Bayan mayoritas mengarah ke arah utara dan selatan. “Utara itu laut, selatan itu Rinjani,” kata Raden Gedarip menjelaskan arah utara dan selatan yang merupakan penghormatan untuk lautan lepas dan Gunung Rinjani, dua tempat yang dianggap sakral di arah utara dan selatan Desa Bayan.
langsung.
13
Ada beberapa rumah adat di sudutsudut desa, saya mengunjungi salah satu di antaranya. Rumah adat di sini hanya untuk para pemangku adat Bayan dan keturunannya. Pemangku adat biasanya juga orang yang ditinggikan atau bangsawan, mereka dan keturunannya yang berhak menyandang gelar raden di depan namanya.
Dalam unsur-unsur jurnalistik salah satunya adalah harus mengandung informasi. Di paragraph inilah terdapat informasi mengenai rumah adat dan ketentuannya.
14
Rumah adat Bayan merupakan satu kompleks yang biasanya dipagari kayu di sekelilingnya dan terdiri atas beberapa bagian. Biasanya bagian paling depan merupakan halaman yang cukup luas dan terdapat beberapa beruga. Beruga adalah semacam balai-balai dari kayu yang utamanya digunakan sebagai rapat adat, jamuan makan, sampai pelaksanaan upacara adat.
Penulis nonjurnalis lebih menampilkan pendeskripsian tentang rumah adat Bayan dalam paragraph ini.
15
Bagian inti rumah adat terdiri atas Masih pendeskripsian tentang rumah utama dan kemudian dapur rumah adat dan ditambah yang terpisah dari rumah utama. dengan kutipan wawancara. “Setiap keputusan penting dalam hal adat lahir di beruga, beberapa upacara adat penting pun dimulai di beruga,” ujar Raden Gedarip.
16
Semua rumah adat Bayan dibangun dari susunan batu, uniknya batu-batu 14
Lihat gambar 2.
Paragraph ini pun didukung dengan foto yang dimuat, namun disayangkan foto tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda arah utara dan selatan yang dianggap sakral tersebut.14
Dalam paragraf ini penulis nonjurnalis terus
60
yang digunakan adalah batu bulat yang pipih dan disusun sedemikian rupa. Bukan fondasi batu umpak yang lazim ditemui di pedesaan. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu, sedangkan atapnya terbuat dari ilalang yang tumbuh di area lereng Gunung Rinjani. Bentuk atapnya berbeda dengan rumah adat suku Sasak yang menjadi atap khas Lombok.
menggambarkan rumah adat Bayan dan sedikit menambahkan perbandingan dengan adat lainnya yang masih satu wilayah.
17
Jika atap suku Sasak sedikit tinggi dan melengkung, bagian atap rumah adat di Bayan runcing segitiga, terbentuk dari silangan rangka atap pada bagian puncaknya.
Merupakan paragraf penjelas untuk paragraf sebelumnya, penulis nonjurnalis lebih menggambarkan perbedaan yang dapat mudah ditemukan antara rumah adat Bayan dengan adat pembandingnya.
18
Di bagian terpisah dari rumah adat biasanya juga terdapat lumbung padi yang disebut geleng. Lumbung padi ini dibangun dalam bentuk beruga panggung berukuran kecil dan dipancang tinggi untuk menghindari serbuan binatang pengganggu, seperti tikus. Geleng tersebar di penjuru desa. Padi biasanya disimpan setiap sehabis panen. Sebelum memasukkan padi ke geleng, si pemilik padi akan melakukan sedikit ritual sederhana dan rapalan doa-doa.
Msish berkaitan dengan rumah adat, penulis nonjurnalis menampilkan informasi lainnya dalam paragraph ini yaitu tempat penyimpanan padi atau disebut geleng dalam bahasa Bayan. Penulisannya dituliskan secara naratif.
19
Rumah-rumah di Bayan dibangun meng ikuti aturan adat, perawatan berkala, seperti penggantian atap atau dinding harus mengikuti aturan adat, renovasi, dan perbaikan rumah adat mesti dilakukan pada bulan-bulan tertentu yang sudah ditentukan. Bahkan, dalam setiap detail kecil ini pun, orang-orang Bayan tidak bisa melepaskan aturan adat yang menjadi pedoman hidup mereka.
Di paragraf ini sepenuhnya adalah informasi mengenai aturan yang berkaitan dengan rumah adat yang juga menjadi aturan atau pedoman hidupnya. Dipaparkan dengan cara naratif.
61
20
Kearifan Adat Menjaga Hutan Ucapan Raden Sawinggih langsung melekat di benak saya. “Desa ini tak pernah kekurangan air, adat menjaga hutan kami, hutan kami menyediakan mata air sehingga air terus mengalir dan desa ini tetap lestari,” katanya sebelum saya melakukan perjalanan ke Hutan Adat Mandala.
Terdapat kutipan langsung dari narasumber dalam paragraf ini, serta memiliki unsur why atau kenapa, yakni kenapa desa tak pernah kekurangan air lalu dijawab oleh kalimat selanjutnya.
21
Bayan memang masih dikelilingi hutan yang masih hijau dan menjadi sumber anugerah air yang berlimpah bagi masyarakatnya. Hutan-hutan ini merupakan hutan adat yang dijaga benar keberadaannya oleh masyarakat Bayan.
Paragraf ini terlihat sebagai paragraf penjelas dari paragraf sebelumnya yang mengandung informasi.
22
Tak hanya masyarakat Bayan yang menerima berkah air dari keberadaan hutan ini, tapi desa sebelah, Senaru, juga menerima berkah air berlimpah dan tak pernah habis pada musim kering. Sepasang air terjun di Lombok, Sendang Gile dan Tiu Kelep, yang lokasinya berada di batas Desa Bayan dan Senaru, mata airnya berada di dalam hutan adat Bayan.
Terdapat unsur 5W+1H (who), terlihat pada kalimat “yang menerima berkah air dari keberadaan hutan ini, tapi desa sebelah, Senari, juga menerima berkah air berlimpah dan tak pernah habis pada musim kering.”
23
Hutan Adat Mandala ada di tengahtengah desa, dikelilingi persawahan sejauh mata memandang. Hutan adat yang luasnya kira-kira 1,3 hektare ini memiliki tiga mata air di tengahtengahnya. Masyarakat adat sejak dulu menyadari pentingnya hutan untuk penghidupan desa. Oleh sebab itu, hutan ini dilindungi terusmenerus, turun-menurun. Hutan tersebut dilindungi dengan sistem adat sehingga setiap masyarakat Bayan mau tak mau harus tunduk pada aturan adat untuk menghormati dan menjag keberadaan hutan. “Tidak
Terdapat fakta dan data dalam paragraf ini, dengan adanya kalimat “Masyarakat adat sejak dulu menyadari pentingnya hutan untuk penghidupan desa. Oleh sebab itu, hutan ini dilindungi terus-menerus, turunmenurun. Hutan tersebut dilindungi dengan sistem adat sehingga setiap masyarakat Bayan mau tak mau harus tunduk pada aturan adat untuk menghormati dan menjaga keberadaan hutan.” Kemudian diperjelas oleh kutipan langsung
62
ada yang berani macam-macam di hutan, Mas, masya rakat sudah sadar sendiri,” ujar Raden Sawinggih.
dari perwakilan adat.
24
Masyarakat Bayan menjaga hutan dengan awiq-awiq atau aturan adat. Awiq-awiq yang dibuat untuk menjaga hutan mencakup pengelolaan hutan adat dan juga sumber mata air di dalamnya. Di dalamnya juga terdapat larangan dan sanksi bagi yang melanggarnya.
Paragraf ini terdapat informasi mengenai aturan atau awiqawiq dalam bahasa adat berikut sanksinya.
25
Sanksi adat ini macam-macam, mulai dari ringan sampai berat. Mulai dari denda, seperti satu ekor kerbau sampai sanksi sosial yang berat, yaitu dikucilkan dan tidak diakui lagi sebagai bagian dari masyarakat adat. Selain dibekali dengan aturan adat, masyarakat juga membentuk sistem pengamanannya sendiri. Dengan aturan adat, ada orang-orang yang kemudian diangkat dan diberi jabatan adat sebagai pemangku hutan sampai penjaga dan pengatur mata air.
Kemudian di paragraf inilah yang memperjelas paragraf sebelumnya dan terdapat fakta seperti sanksi yang harus diterima jika melanggar dan fakta adanya jabatan khusus di dalam adat.
Terbukti dengan awiq-awiq tentang hutan ini masyarakat terus menghormati kebera-daan hutan di Bayan. Hutan di Bayan masih terjaga lestari, hijau, masih rimbun, dan penuh pohon besar berusia ratusan tahun dengan sulur-sulur akar yang kekar men-cengkeram tanah. Kelestarian ini yang menjaga ke berlangsungan air yang mem-bawa kemakmuran bagi masyarakat Bayan.
Penulis nonjurnalis mendeskripsikan dalam paragraf ini, bagaimana gambaran hutan yang dijaga dengan awiq-awiq dan dipatuhi oleh masyarakat adat Bayan.
26
15
Tiap orang yang diangkat punya jabatan masing-masing seperti kepala dusun, imam dalam keagaman, pemimpin upacara dan mengurusi pertanian seperti menegakkan hukum-hukum pertanian.15
Wawancara pribadi dengan penulis nonjurnalis Rubrik Jelajah Koran Harian Republika, Farchan Noor Rachman, Jakarta, 21 Juli 2014.
63
27
“Saya ingin anak-anak kami nanti memandang Wetu Telu sebagai sebuah kebanggaan dan Wetu Telu akan terus menjaga filosofi yang menjaga hidup mereka kelak,” kata Raden Sawinggih mengucap kalimat perpisahan, yang mungkin mewakili suara anak muda Bayan pada akhir perjalanan.
Paragraf ini merupakan paragraf penutup, dengan kutipan langsung dari perwakilan adat. Hal ini merupakan struktur dalam gaya penulisan features yaitu penutup.
Hasil dari penjabaran diatas, teks tersebut lebih memiliki karakteristik features daripada teks sebelumnya. Diantaranya, ditulis dengan cara berkisah, berbentuk narasi namun juga terdapat deskriptif untuk memaparkan ceritanya yang berpijak pada fakta, terdapat subjektif dari penulis dan memiliki struktur pembuka dan penutup sebagaimana gaya penulisan dari features itu sendiri. Teks diatas menggunakan seluruh unsur dari 5W1H, yang berarti terdapat maksud dari apa, siapa, kapan, dimana, kenapa dan bagaimana. Hal itu memang diabaikan dalam features sebagaimana dikatakan oleh Mc Kinney dan Sumadiria dalam bukunya, namun harus mengandung semua unsur keenamnya. Tidak terikat pada aktualisasi karena tidak ada tanggal di dalam teksnya. Tulisannya pun ditulis dengan menggunakan gaya bahasa jurnalistik sastrawi. Dalam sisi jurnalisme warga, teks ditulis oleh seorang yang bukan nonjurnalis. Tertulis nama lengkap beserta profesinya. Turut berperan aktif dalam kegiatan jurnalistik seperti mencari dan mengolah, termasuk memotret juga melakukan wawancara dengan warga setempat dan mencantumkan nama narasumbernya.
64
Berikut adalah hasil analisis perbandingan antara teks asli tulisan penulis nonjurnalis dengan teks yang sudah diedit oleh editor: Tabel 5 Teks Asli Penulis dan Hasil Editor
Teks pada Republika
1
2
Teks Asli Penulis Nonjurnalis
Bayan terkenal dengan Masjid Bayan Beleq, Bayan terkenal dengan masjid kayu ini konon Masjid Bayan Beleq. merupakan masjid Masjid kayu ini konon pertama yang ada di merupakan masjid Lombok dan dibangun pertama yang ada di sekitar abad 16-17 Lombok dan dibangun Masehi. Hanya para sekitar abad ke-16-17 pemuka agama dan Masehi. Hanya para pemuka adat Bayan pemuka agama dan yang diizinkan shalat di pemuka adat Bayan masjid ini dan masjid ini yang diizinkan shalat hanya dibuka saat-saat di masjid ini. tertentu saja. Menurut cerita, konon Islam masuk ke Lombok melalui Bayan oleh mubaligh-mubaligh dari Tanah Jawa di era Wali Songo. Teori ini kemudian berkembang untuk menjelaskan kenapa keturunanketurunan pembesar Bayan menyandang gelar Raden di depan namanya, diyakini karena pengaruh dari Tanah Jawa. Masjid Bayan Beleq
Masjid Bayan Beleq hanya dibuka pada
Analisis
Pada bagian dua paragraf pertama dalam tulisan yang diterbitkan, mulanya berada di paragraf ke 27 dan menjadi satu bagian pada tulisan asli yang ditulis oleh penulis nonjurnalis sebelum masuk ruang editor. Editor membaginya menjadi dua paragraf. Terdapat beberapa diksi dan kalimat yang dihilangkan diantaranya “konon” dan “diyakini karena pengaruh dari Tanah Jawa.” Menghilang di tulisan yang diterbitkan. Selain itu juga mengalami perubahan kalimat. Dalam teks yang ditulis oleh nonjurnalis adalah “Menurut cerita, konon Islam masuk ke Lombok melalui Bayan oleh mubaligh-
65
saat-saat tertentu. Menurut cerita, Islam masuk ke Lombok dibawa para mubalig era Wali Songo dari Tanah Jawa melalui Bayan. Teori ini kemudian berkembang untuk menjelaskan mengapa keturunan pembesar Bayan menyandang gelar raden di depan namanya. 3
4
mubaligh dari Tanah Jawa di era Wali Songo.” Menjadi “Menurut cerita, Islam masuk ke Lombok dibawa para mubalig era Wali Songo dari Tanah Jawa melalui Bayan.”
Menuju Bayan
Menuju Bayan
Bayan terletak sekitar tiga jam perjalanan dari Mataram, bisa melalui Pusuk ataupun Senggigi menuju arah Senaru. Susuri saja jalan provinsi di garis pantai utara Lombok sampai bertemu Kecamatan Bayan. Lokasi Desa Bayan kurang lebih tiga kilometer dari pusat kecamatan dan dua kilometer dari pintu gerbang menuju Gunung Rinjani, Desa Senaru.
Bayan terletak sekitar 3 jam perjalanan dari Mataram, bisa melalui Pusuk ataupun Senggigi menuju arah Senaru. Susuri saja jalan propinsi di garis pantai utara Lombok sampai bertemu Kecamatan Bayan. Lokasi Desa Bayan kurang lebih 3 kilometer dari pusat kecamatan dan 2 kilometer dari pintu gerbang menuju Gunung Rinjani, Desa Senaru.
Berkenalan dengan Masyarakat Adat Bayan
Bayan, Kisah Keteguhan Menjaga Adat
Tiga jam bermobil dari Mataram, Lombok, saya sampai ke desa ini: Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Desa
Di tengah – tengah pesatnya perkembangan pariwisata yang diiringi kekhawatiran pergeseran budaya dan cara hidup masyarakat di Lombok, ternyata masih ada
Paragraf ketiga ini, berada di paragraf terakhir (28) dalam tulisan asli yang ditulis oleh nonjurnalis. Tidak banyak perubahan yang terlihat. Hanya pergantian tulisan angka manjadi huruf dan perubahan ejaan “propinsi” menjadi “provinsi”
Judul besar disini terlihat berbeda, interpretsinya editor mengganti diksi yang digunakan oleh penulis nonjurnalis. Paragraf yang ditulis oleh nonjurnalis sebenarnya berada pada paragraf pertama,
66
5
6
Bayan terletak di garis pantai utara Lombok, lokasinya seolah berada pada sebuah ceruk, tepat di tengah antara lautan di utara dan garis Pegunungan Rinjani di selatan.
sekelompok masyarakat di Lombok yang terus berpegang pada adat yang sudah dianut turuntemurun. Di Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara inilah masyarakat setempat yang sering disebut Orang Bayan teguh melestarikan adat yang menjadi filosofi hidup mereka, Wetu Telu.
Di desa yang hijau itu, saya menemukan alur hidup yang sangat lambat dan menenangkan. Alam seolah bersenandung riang menaungi masyarakat Bayan yang agraris. Petanipetani Bayan pun berangkat ke sawah berteman desau angin, kicau burung, dan lambaian pepohonan di hutan sekeliling desa.
Desa Bayan terletak di garis pantai utara Lombok, lokasinya seolah berada pada sebuah ceruk, tepat di tengah antara lautan di utara dan garis pegunungan Rinjani di selatan. Alur hidup di Bayan sangat lambat dan menenangkan, seolah alam bersenandung riang menaungi masyarakat Bayan. Petani-petani Bayan pun berangkat ke sawah berteman desau angin, kicau burung dan lambaian genit pepohonan di hutan – hutan sekeliling desa.
Keingintahuan yang kuat membimbing langkah saya bertamu ke masyarakat adat Bayan. Mereka, yang sering disebut orang Bayan, ini teguh menjalani filosofi Wetu Telu. Sebuah filosofi yang
namun dalam teks yang terbitkan berada di paragraf ketiga. Pembuka paragrafnya pun berbeda. Satu kalimat pertama dalam tulisan nonjurnalis dihapus dan diganti dengan beberapa kata saja. Dalam tulisan nonjurnalis tidak ditemukan kalimat yang menunjukkan adanya keterangan waktu “tiga jam bermobil dari Mataram”, tapi di sebaliknya ada. Selain itu, ada beberapa kata yang dihilangkan seperti “genit”. Pengulangan kata yag ada dalam teks asli pun tidak lagi menjadi berulang. Hal tersebut dianggap sebagai efesiensi kata atau menghindari mubazir kata dalam karakteristik bahasa jurnalistik. Jumlah paragraf pada awalnya berjumlah dua kini menjadi tiga paragraf pada teks yang diterbitkan. Susunannya pun berubah, paragraf terakhir seperti dibuat sebagai penyambung untuk ke judul kecil selanjutnya.
67
mewarnai denyut kehidupan sehari-hari mereka. 7
Filosofi Wetu Telu “Banyak orang yang salah tangkap tentang Wetu Telu Bayan,” kata Raden Sawinggih. Tokoh pemuda Bayan itu menjelaskan, kesalahan utama pemahaman orang luar adalah anggapan bahwa penghayat Wetu Telu hanya menunaikan shalat tiga waktu dalam sehari. “Itu salah besar, banyak orang mengartikan wetu sebagai waktu, padahal bukan itu,” ujarnya.
8
Lebih jauh lagi, anggapan umum bahwa Wetu Telu merupakan agama tradisional asli yang hanya ada di Bayan. Raden Gedarip, salah seorang pemangku adat Desa Bayan, yang saya temui di kediamannya di Dusun Karang Salah, Desa Bayan, meluruskan anggapan itu. “Wetu Telu itu adalah filosofi dasar orang Bayan, ini
Wetu Telu, Filosofi Utama Orang Bayan. “Banyak orang yang salah tangkap tentang Wetu Telu Bayan” kata Raden Sawinggih, tokoh pemuda Bayan. Menurut Sawinggih kesalahan utama pemahaman orang-orang tentang Wetu Telu adalah anggapan bahwa penghayat Wetu Telu hanya menunaikan shalat 3 waktu dalam sehari. “Itu salah besar, banyak orang mengartikan Wetu sebagai Waktu, padahal bukan itu.” Sawinggih menambahkan.
Memang anggapan umum menyatakan bahwa penganut umat Wetu Telu hanya menunaikan shalat 3 waktu dalam sehari, bahkan menganggap Wetu Telu adalah agama tradisional asli yang hanya ada di Bayan. Anggapan ini kemudian yang diluruskan oleh Raden Gedarip, salah seorang pemangku adat Desa Bayan yang saya temui di kediamannya di Dusun Karang Salah,
Judul kecilnya dirubah men-jadi lebih singkat. Dalam jur-nalistik, ini dianggap sebagai karakteristik bahasa jurnalis-tik, yaitu singkat dan padat. Tidak hanya terjadi pada judul, dalam paragraf ketujuh pada teks yang diterbitkan dan paragraf ketiga pada teks aslinya ini juga banyak mengalami pemenggalan kata sebagai efesiensi kata sebagai wujud untuk menghindari kemubaziran. Serta perubahan penulisan angka nominal kecil, berubah menjadi huruf. Tidak banyak terjadi perubahan dalam masing-masing paragraf ini. Hanya pemenggalan beberapa kalimat yang sudah pernah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya. Selebihnya sama termasuk pada kutipan wawancara, editor tidak merubahnya selain penulisan angka nominal kecil diganti dengan penulisan
68
pedoman hidup, bukan agama. Agama kami, ya Islam, kami Muslim, shalat kami ya lima waktu,” katanya menegaskan.
Desa Bayan.“Wetu Telu itu adalah filosofi dasar orang Bayan, ini pedoman hidup, bukan agama. Agama kami ya Islam, kami muslim, shalat kami ya 5 waktu” katanya menegaskan.
menggunakan huruf.
Wetu Telu lebih dimaknai sebagai aturan adat yang berfungsi menjaga kehidupan masyarakat lebih teratur dan tenteram. Aturanaturan agama Islam dan aturan adat, mereka mengungkapkan, saling melengkapi, bukan saling menyelisihi. Dengan ini orang Bayan memiliki panduan untuk jiwa, pun untuk kehidupan duniawinya.
Dari penjelasan 2 tokoh Bayan tadi, baik Raden Sawinggih maupun Raden Gedarip. Wetu Telu dalam kehidupan orang Bayan berfungsi sebagai pedoman hidup dan filosofi yang menyertai dalam laku kehidupan sehari-hari. Bukan sebagai agama, Wetu Telu lebih dimaknai sebagai aturan adat yang berfungsi menjaga kehidupan masyarakat lebih teratur dan tenteram. Aturanaturan agama Islam dan aturan adat saling melengkapi, bukan saling menyelisihi. Dengan ini orang Bayan memiliki panduan untuk jiwa, pun untuk kehidupan duniawinya
Tidak ada perubahan kata dalam kedua paragraf tersebut, hanya terlihat pemenggalan kalimat dan teks yang diterbitkan menjadi lebih singkat daripada teks aslinnya yang ditulis oleh nonjurnalis.
10 Terma Wetu Telu dalam pemahaman orang Bayan juga sering disebut dengan Sesepan yang kira-kira jika dalam bahasa Indonesia berarti diresapi. Ini terkait dengan filosofi Wetu Telu sebagai sesuatu yang harus diresapi dengan benar oleh
Terma Wetu Telu dalam pemahaman Orang Bayan juga sering disebut dengan Sesepan yang kira-kira jika dalam bahasa Indonesia berarti diresapi. Ini terkait dengan filosofi Wetu Telu sebagai sesuatu yang harus diresapi dengan benar oleh penghayatnya. Inti
Tida kbanyak mngalami perubahan dalam paragraf ini. perbaikan pada penulisan angka dan pemenggalan beberapa kata yang dirasa bertele-tele.
9
Editor menambahkan kalimat penjelas “mereka mengungkapkan,” sebagai penguat bahwa pernyataan tersebut adalah hasil wawancara dengan narasumebr warga setempat.
69
penghayatnya. Inti dari Wetu Telu adalah pemahaman akan tiga unsur utama dalam hidup manusia. Raden Gedarip lantas menjelaskan, filosofi Wetu Telu bisa dipahami dari tiga siklus hidup utama manusia, metu (beranak), tioq (tumbuh), dan menteloq (bertelur). Prinsip Wetu Telu juga bisa diartikan tiga unsur pemberi hidup manusia, yaitu Allah (Tuhan), imaq (ibu), dan amaq (ayah). 11 Tecermin dalam rumah adat Agar memahami Wetu Telu dalam kehidupan sehari-hari, Sawinggih menyaran kan saya mengawalinya dengan kunjungan ke rumah adat Bayan. Rumahrumah di Bayan mayoritas me-ngarah ke arah utara dan selatan. “Utara itu laut, selatan itu Rinjani,” kata Raden Gedarip menje-laskan arah utara dan selatan yang merupakan penghormatan untuk lautan lepas dan Gunung Rinjani, dua tempat yang dianggap sakral di arah utara dan selatan Desa Bayan.
dari Wetu Telu adalah pemahaman akan 3 unsur utama dalam hidup manusia. Seperti dituturkan oleh Raden Gedarip, filosofi Wetu Telu bisa dipahami dari 3 siklus hidup utama manusia, Metu (Beranak), Tioq (Tumbuh) dan Menteloq (Bertelur). Tapi tak terbatas itu, Wetu Telu menurut Raden Gedarip, prinsip Wetu Telu juga bisa diartikan 3 unsur pemberi hidup manusia, yaitu Allah (Tuhan), Imaq (Ibu) dan Amaq (Ayah). Watu Telu Dan Kehidupan Sehari-hari Wetu Telu tak hanya dimaknai sebagai filosofi, orang Bayan menerapkan Wetu Telu dalam kehidupan seharihari. Maka kemudian saya menyusuri jalanan Desa Bayan untuk menyaksikan bagaimana lekatnya Wetu Telu dalam kehidupan seharihari. Untuk memahami ini saya disarankan untuk mengunjungi Rumah Adat Bayan oleh Raden Sawinggih, sekaligus bisa memahami makna filosofis Wetu Telu dalam konstruksi rumah adat.
Judul kecil terlihat berubah menjadi lebih spesifik. Dalam teks asli yang ditulis oleh nonjurnalis, paragraf ini berada di urutan ke 13-14, namun dalam teks yang diterbitkan menjadi satu paragraf yakni paragraf 11. Terdapat banyak pemenggalan kalimat pada paragraf tersebut namun terlihat menjadi lebih ringkas. Tidak ada diksi yang dirubah. Namun terjadi penambahan kutipan yang sebenarnya di tulisan nonjurnalis tidak ada kalimat langsung.
70
Rumah-rumah di Bayan mayoritas mengarah ke arah utara dan selatan. Hal ini adalah penghormatan untuk lautan lepas dan Gunung Rinjani, 2 tempat yang dianggap sakral yang berada di arah utara dan selatan Desa Bayan. Masyarakat adat dimanapun memang tak bisa lepas dari simbolisasi-simbolisasi atas sesuatu yang dihormati. Kadang simbolisasi ini serupa kode dan seseorang baru bisa mengetahui maknanya setelah dipelajari beberapa lama. 12 Ada beberapa rumah adat di sudut-sudut desa, saya mengunjungi salah satu di antaranya. Rumah adat di sini hanya untuk para pemangku adat Bayan dan keturunannya. Pemangku adat biasanya juga orang yang ditinggikan atau bangsawan, mereka dan keturunannya yang berhak menyandang gelar raden di depan namanya.
Ada beberapa rumah adat di sudut-sudut desa, saya mengunjungi salah satu diantaranya. Rumah Adat disini hanya untuk para pemangku adat Bayan dan keturunannya, pemangku adat disini biasanya juga orang yang ditinggikan atau bangsawan, mereka dan keturunannya berhak menyandang gelar Raden di depan namanya.
Sebagian besar dalam paragraf ini tidak berubah. Hanya satu kata yang dihapus “disini” dan perubahan ejaan “Raden” menjadi “raden”.
71
13 Rumah adat Bayan merupakan satu kompleks yang biasanya dipagari kayu di sekelilingnya dan terdiri atas beberapa bagian. Biasanya bagian paling depan merupakan halaman yang cukup luas dan terdapat beberapa beruga. Beruga adalah semacam balai-balai dari kayu yang utamanya digunakan sebagai rapat adat, jamuan makan, sampai pelaksanaan upacara adat.
14 Bagian inti rumah adat terdiri atas rumah utama dan kemudian dapur yang terpisah dari rumah utama. “Setiap keputusan penting dalam hal adat lahir di beruga, beberapa upacara adat
Rumah Adat Bayan merupakan 1 kompleks yang biasanya dipagari kayu di sekelilingnya dan terdiri dari beberapa bagian. Biasanya bagian paling depan adalah halaman yang cukup luas dan terdapat beberapa Beruga. Beruga adalah semacam balai-balai dari kayu yang utamanya digunakan sebagai rapat adat, jamuan makan sampai pelaksanaan upacara adat. Beranjak dari bagian halaman, maka terdapat bagian inti rumah adat yang terdiri dari rumah utama dan kemudian dapur yang terpisah dari rumah utama. “Setiap keputusan penting dalam hal adat lahir di Beruga, beberapa upacara adat penting pun dimulai di Beruga” imbuh Raden Gedarip. Ini merupakan penegasan mengenai penting-nya Beruga dalam susunan rumah adat maupun adat Bayan itu sendiri.
Paragraf dalam teks yang ditulis oleh nonjurnalis ini terbagi menjadi dua paragraf di teks yang diterbitkan. Seperti yang sebelumnya, dalam paragraf 13 di teks yang diterbitkan penulisan angka nominal kecil berubah penulisannya menjadi huruf. Pemilihan diksipun berubah, kata “adalah” menjadi “merupakan”. Dalam paragraf 14 pada teks yang diterbitkan banyak mengalami pemenggalan kalimat. Selain itu EYD pun mengalami perbaikan “Beruga” dalam teks yang ditulis oleh nonjurnalis menjadi “beruga”.
72
penting pun dimulai di beruga,” ujar Raden Gedarip. 15 Semua rumah adat Bayan dibangun dari susunan batu, uniknya batu-batu yang digunakan adalah batu bulat yang pipih dan disusun sedemikian rupa. Bukan fondasi batu umpak yang lazim ditemui di pedesaan. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu, sedangkan atapnya terbuat dari ilalang yang tumbuh di area lereng Gunung Rinjani. Bentuk atapnya berbeda dengan rumah adat suku Sasak yang menjadi atap khas Lombok.
16
Jika atap suku Sasak sedikit tinggi dan melengkung, bagian atap rumah adat di Bayan runcing segitiga, terbentuk dari silangan rangka atap pada bagian puncaknya.
17
Di bagian terpisah dari rumah adat
Semua Rumah Adat Bayan dibangun dari susunan batu, uniknya batu-batu yang digunakan adalah batu bulat yang pipih dan disusun sedemikian rupa. Bukan pondasi batu umpag seperti halnya pondasi batu yang lazim ditemui di pedesaan. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu sementara atapnya terbuat dari ilalang yang tumbuh di area lereng gunung Rinjani. Bentuk atapnya berbeda dengan rumah adat Suku Sasak yang menjadi atap khas Lombok. Jika atap Suku Sasak sedikit tinggi dan melengkung, bagian atap Rumah Adat di Bayan runcing segitiga, terbentuk dari silangan rangka atap pada bagian puncaknya.
Disini terdapat perubahan EYD. Dalam teks yang ditulis nonjurnalis kata “pondasi, umpag, gunung rinjani” menjadi “fondasi, umpak, Gunung Rinjani”, dalam teks yang diterbitkan juga mengalami pemenggalan kata.
Di bagian terpisah dari Rumah Adat biasanya
Tidak ada perubahan yang mencolok pada
Selain itu, diksi juga ada yang berubah sebelumnya kata “sementara” pada teks yang ditulis oleh nonjurnalis menjadi “sedangkan”. Pada kalimat terakhir, editor menjadikannya sebagai paragaraf baru yang berarti paragraf ke 16 dalam teks yang diterbitkan dan tidak mengalami perubahan lainnya.
73
biasanya juga terdapat lumbung padi yang disebut geleng. Lumbung padi ini dibangun dalam bentuk beruga panggung berukuran kecil dan dipancang tinggi untuk menghindari serbuan binatang pengganggu, seperti tikus. Geleng tersebar di penjuru desa. Padi biasanya disimpan setiap sehabis panen. Sebelum memasukkan padi ke geleng, si pemilik padi akan melakukan sedikit ritual sederhana dan rapalan doa-doa.
juga terdapat lumbung padi yang disebut Geleng, lumbung padi ini dibangun dalam bentuk Beruga panggung berukuran kecil dan dipancang tinggi untuk menghindari serbuan binatang pengganggu seperti tikus. Geleng ini tersebar di penjuru desa, padi biasanya disimpan setiap sehabis panen, sebelum memasukkan padi ke Geleng, si pemilik padi akan melakukan sedikit ritual sederhana dan rapalan doa-doa.
bagian ini, hanya perubaha beberapa EYD seperti “Rumah Adat, Geleng, Beruga” menjadi “rumah adat, geleng, beruga”.
18 Rumah-rumah di Bayan dibangun meng ikuti aturan adat, perawatan berkala, seperti penggantian atap atau dinding harus mengikuti aturan adat, renovasi, dan perbaikan rumah adat mesti dilakukan pada bulan-bulan tertentu yang sudah ditentukan. Bahkan, dalam setiap detail kecil ini pun, orangorang Bayan tidak bisa melepaskan aturan adat yang menjadi pedoman hidup mereka.
Rumah-rumah di Bayan dibangun mengikuti aturan adat, perawatan berkala seperti penggantian atap atau dinding pun harus mengikuti aturan adat, renovasi dan perbaikan rumah adat harus dilakukan pada bulanbulan tertentu yang sudah ditentukan, tidak bisa dilakukan sembarangan. Bahkan dalam setiap detaildetail kecil ini pun, orang-orang Bayan tidak bisa melepaskan aturan adat yang memang sudah dijadikan sebagai pedoman hidup mereka.
Tidak banyak editan yang dilakukan dalam paragraf ini, hanya pemenggalan beberapa kalimat. Dalam teks yang ditulis oleh nonjurnalis kalimat “tidak bisa dilakukan sembarangan” dihapuskan pada teks yang diterbitkan, dan kalimat “memang sudah dijadikan sebagai pedoman” dipersingkat “menjadi pedoman” saja.
74
19 Kearifan Adat Menjaga Hutan Ucapan Raden Sawinggih langsung melekat di benak saya. “Desa ini tak pernah kekurangan air, adat menjaga hutan kami, hutan kami menyediakan mata air sehingga air terus mengalir dan desa ini tetap lestari,” katanya sebelum saya melakukan perjalanan ke Hutan Adat Mandala.
20 Bayan memang masih dikelilingi hutan yang masih hijau dan menjadi sumber anugerah air yang
Adat Menjaga Hutan “Desa ini tak pernah kekurangan air, adat menjaga hutan kami, hutan kami menyediakan mata air sehingga air terus mengalir dan desa ini tetap lestari.” ucap Raden Sawinggih sebelum saya melakukan perjalanan ke Hutan Adat Mandala. Bayan memang masih dikelilingi hutan yang masih hijau dan menjadi sumber anugerah air yang berlimpah bagi masyarakatnya, hutanhutan ini merupakan hutan adat yang dijaga benar keberadaannya oleh masyarakat Bayan. Tak hanya masyarakat Bayan yang menerima berkah air dari keberadaan hutan ini desa sebelah, Senaru juga menerima berkah air berlimpah dan tak pernah habis di musim kering. Sepasang air terjun nan indah di Lombok, Sendang Gile dan Tiu Kelep yang lokasinya berada di batas desa Bayan dan Senaru, mata airnya berada di dalam hutan adat Bayan.
Kalimat kedua dalam paragraf ke 19 ini berubah susunannya. Kemudian menjadi paragraf yang terpisah dari teks aslinya. Pada paragraf 20 juga merupakan satu bagian dari paragraf sbelumnya di teks aslinya, tidak ada dirubah perkatanya, hanya dari satu kalimat pada takes aslinya kini dibagi menjadi dua kalimat. Begitupun paragraf ke 21 masih satu bagian dengan paragraf sebelumnya di teks aslinya sebelum masuk ruang editor. Beberapa kata dalam paragraf ini terdepat EYD yang mengalami perubahan dan ada pemenggalan kata pada teks aslinya. Kalimat “Sepasang air terjun nan indah di Lombok,” kata “indah” menghilang pada teks yg diterbitkan.
75
berlimpah bagi masyarakatnya. Hutan-hutan ini merupakan hutan adat yang dijaga benar keberadaannya oleh masyarakat Bayan. 21 Tak hanya masyarakat Bayan yang menerima berkah air dari keberadaan hutan ini, tapi desa sebelah, Senaru, juga menerima berkah air berlimpah dan tak pernah habis pada musim kering. Sepasang air terjun di Lombok, Sendang Gile dan Tiu Kelep, yang lokasinya berada di batas Desa Bayan dan Senaru, mata airnya berada di dalam hutan adat Bayan. 22 Hutan Adat Mandala ada di tengah-tengah desa, dikelilingi persawahan sejauh mata memandang. Hutan adat yang luasnya kira-kira 1,3 hektare ini memiliki tiga mata air di tengah-tengahnya. Masyarakat adat sejak dulu menya-dari pentingnya hutan untuk penghidupan desa. Oleh sebab itu, hutan ini dilindungi terus-menerus, turunmenurun. Hutan tersebut dilindungi dengan sistem adat
Hutan Adat Mandala ada di tengah-tengah desa, dikelilingi persawahan sejauh mata memandang. Hutan Adat yang luasnya kirakira 1,3 hektar memiliki 3 mata air di tengahtengahnya. Masyarakat Adat sejak dulu menyadari pentingnya hutan untuk penghidupan desa, oleh sebab itu hutan ini dilindungi terus menerus, turun – menurun. Hutan ini dilindungi dengan sistem adat sehingga setiap masyarakat Bayan
Sebagian besar tidak banyak yang mengalami perubahan dalam paragraf ini. Hanya ditemukan diksi yang berubah, kata “ini” dalam teks asli berubah menjadi “tersebut” dan terdapat kutipan langsung pada teks yang diterbitkan.
76
23
sehingga setiap masya-rakat Bayan mau tak mau harus tunduk pada aturan adat untuk menghormati dan menjaga keberadaan hutan. “Tidak ada yang berani macammacam di hutan, Mas, masya rakat sudah sadar sendiri,” ujar Raden Sawinggih.
mau tak mau harus tunduk pada aturan adat untuk menghormati dan menjaga keberadaan hutan.
Masyarakat Bayan menjaga hutan dengan awiq-awiq atau aturan adat. Awiq-awiq yang dibuat untuk menjaga hutan mencakup pengelolaan hutan adat dan juga sumber mata air di dalamnya. Di dalamnya juga terdapat larangan dan sanksi bagi yang melanggarnya.
Masyarakat Bayan menjaga hutan dengan Awiq-awiq atau Aturan adat. Awiq-awiq yang dibuat untuk menjaga hutan mencakup tentang pengelolaan hutan adat dan juga sumber mata air di dalamnya. Di dalamnya juga terdapat larangan dan sanksi bagi yang melanggarnya. Sanksi adat ini macammacam, mulai dari ringan sampai berat, mulai dari denda seperti satu ekor kerbau sampai sanksi sosial yang berat yaitu dikucilkan dan tidak diakui lagi sebagai bagian dari masyarakat adat. Selain dibekali dengan aturan adat, masyarakat juga membentuk sistem pengamanannya sendiri. Dengan aturan adat, ada orang-orang yang kemudian diangkat dan diberi jabatan adat sebagai pemangku hutan
Tidak ada pergantian kalimat ataupun diksi dalam paragraf ke 2324 tapi adanya perbaikan EYD. Keduanya merupakan kesatuan paragraf dalam teks asli yang di tulis oleh nonjurnalis namun terbagi menjadi dua paragraf dalam teks yang diterbitkan.
77
sampai penjaga dan pengatur mata air. 24 Sanksi adat ini macam-macam, mulai dari ringan sampai berat. Mulai dari denda, seperti satu ekor kerbau sampai sanksi sosial yang berat, yaitu dikucilkan dan tidak diakui lagi sebagai bagian dari masyarakat adat. Selain dibekali dengan aturan adat, masyarakat juga membentuk sistem pengamanannya sendiri. Dengan aturan adat, ada orang-orang yang kemudian diangkat dan diberi jabatan adat sebagai pemangku hutan sampai penjaga dan pengatur mata air. 25 Terbukti dengan awiqawiq tentang hutan ini masyarakat terus menghormati keberadaan hutan di Bayan. Hutan di Bayan masih terjaga lestari, hijau, masih rimbun, dan penuh pohon besar berusia ratusan tahun dengan sulur-sulur akar yang kekar mencengkeram tanah. Kelestarian ini yang menjaga keberlangsungan air yang membawa kemakmuran bagi
Terbukti dengan awiqawiq tentang hutan ini masyarakat terus menghormati keberadaan hutan di Bayan. utan di Bayan masih terjaga lestari, hijau, masih rimbun dan penuh pohon besar berusia ratusan tahun, pun dengan sulur-sulur akar yang kekar mencengkeram tanah. Kelestarian ini kemudianlah yang menjaga keberlangsungan air yang membawa kemakmuran bagi
Kata “awiq-awiq” dalam teks yang diterbitkan tidak dimiringkan, namun sebaliknya pada teks aslinya. Terdapat penambahan huruf pada kata yang kurang lengkap seperti “utan” menjadi “hutan”, dan penghilangan kata “kemudianlah” dalam kalimat “Kelestarian ini kemudianlah yang menjaga” pada teks yang diterbitkan menjadi “Kelestarian ini yang menjaga”.
78
masyarakat Bayan.
masyarakat Bayan. Watu Telu Dan Penerusnya Perjalanan mengelilingi Desa Bayan membukakan mata bahwa masyarakat adat ternyata memiliki sistem yang maju untuk memproteksi lingkungan mereka sendiri. Aturanaturan adat dibuat bukan untuk membelenggu tapi justru untuk melindungi keberlangsungan kehidupan mereka. Bayan dan filosofi Wetu Telu terus menjaga lingkungan mereka melintasi lintasan masa dari masa lalu hingga sekarang. Adat memang berasal dari masa lalu, tapi terus dijaga untuk keberlangsungan hidup di masa mendatang. Terbukti modernitas di Bayan bisa berjalan seimbang tanpa harus menggerus aturan adat.
26 “Saya ingin anak-anak kami nanti memandang Wetu Telu sebagai sebuah kebanggaan dan Wetu Telu akan terus menjaga filosofi yang menjaga hidup mereka kelak,” kata Raden Sawinggih mengucap kalimat perpisahan, yang mungkin mewakili suara anak muda Bayan pada
Di akhir perjalanan, Raden Sawinggih mengucap kalimat perpisahan yang mungkin mewakili suara anak muda Bayan. “Saya ingin, anak-anak kami nanti memandang Wetu Telu sebagai sebuah kebanggaan dan Wetu Telu akan terus menjaga filosofi yang menjaga hidup mereka
Paragraf ini tidak terdapat di dalam teks yang diterbitkan, seluruhnya dihilangkan.
Dalam paragraf ke-26 pada teks yang diterbitkan, susunan kalimatnya berubah. Kutipan berada di awal paragraf, sedangkan sebaliknya pada teks asli. Kemudian terdapat perubahan kata “Di” menjadi “pada” serta penambahan kata “kata” setelah kutipan.
79
akhir perjalanan.
kelak”.
Dari hasil analisa penulis, sudah dapat ditemukan beberapa poin yang menjadi perhatian dalam penelitian ini. Dilihat dari teksnya, penulisan dalam rubrik tersebut yang ditulis oleh nonjurnalis bisa dikatakan sebagai features dengan jenis travelogue features yang memuat kisah atau pengalaman perjalanan seseorang ke objek-objek wisata tertentu. Pernyataan tulisan yang dibuat oleh nonjurnalis tersebut bisa dikatakan sebagai features karena telah memenuhi syarat khas features yaitu cerita khas yang diperoleh melalui proses jurnalistik seperti kutipan wawancara dan foto-foto. Mengandung keenam unsur 5W+1H. Bahasa yang digunakan bersifat informal dan memberikan informasi bagi halayak serta memiliki unsur subjektivitas karena penulis menganggap dirinya sebagai orang pertama. Demikian pula tulisan yang ditulis oleh nonjurnalis diatas, bisa penulis sebut sebagai jurnalisme warga karena warga telah terlibat dalam proses jurnalistik dan telah dimuat di media massa. Mengandung informasi juga fakta atas apa yang dialaminya. Ditulis oleh nonjurnalis ditandai dengan adanya penjelasan profesi di bawah nama asli penulis nonjurnalis. Syarat features dan jurnalisme warga tersebut ternyata hampir seluruhnya terkandung dalam tulisan yang ditulis oleh nonjurnalis. Jelaslah bahwa Rubrik Jelajah dalam Koran Harian Republika yang beberapa tulisannya ditulis oleh bukan jurnalis profesional dapat dikatakan sebagai jurnalisme warga dengan isi yang mengulas tentang perjalanan dan ditulis secara lebih mendalam, lebih
80
mengeksplorasi objek-objek tertentu, tempat-tempat baru atau tempat-tempat lama namun diulas dengan cara yang berbeda. Setelah dilakukan analisa antara teks asli dari penulis nonjurnalis dengan teks yang telah disunting oleh editor, terjadi perubahan sekitar 10% dari keseluruhan pada teks di atas. Hal itu berarti menunjukkan bahwa editor tidak terlalu memasukkan kesubjektifannya dalam tulisan nonjurnalis tersebut. Editor hanya memperbaiki, menjaga kualitas dan mendidik kontributor dalam hal ini adalah penulis nonjurnalis, yang sesuai dengan tulisannya maupun topik-topik yang layak dilaporkan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1.
Peran Jurnalisme Warga dalam Rubrik Jelajah Jurnalisme warga memiliki peran tersendiri bagi Rubrik Jelajah.
Dalam keredaksian, warga membantu redaktur sebagai salah satu pengisi kolom yang kosong. Tulisan nonjurnalis tersebut lebih sering masuk di kolom zoom in yang memiliki kapasitas sekitar 6000 karakter dengan beberapa foto di antaranya. Pada peran penyebaran informasi, warga berperan sebagai orang yang menemukan, memilih dan menulis informasi. Serta dalam peran partisipasi, warga mengirimkan tulisan ke redaksi Rubrik Jelajah. Dari warga tersebut pula redaksi dan halayak dapat menambah jaringan informasi mengenai budaya dan keterampilan khusus yang dibutuhkan untuk pergi ke tempat tertentu seperti gunung, gua dan sebagainya. Hal itu dikarenakan sebagian besar pengirim tulisan adalah orang-orang yang sudah memiliki pengalaman perjalanan di bidangnya seperti mahasiswa pecinta alam (mapala), culture traveler hingga geolog. 2.
Konten yang Dibahas dalam Rubrik Jelajah Tulisan yang dikirimkan oleh warga kepada Rubrik Jelajah dapat
dikatakan sebagai jurnalisme warga (citizen journalism) karena tulisan 81
82
tersebut memenuhi definisi dari citizen journalism yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Jenis jurnalisme warga yang dimiliki oleh “Jelajah” adalah the stand-alone citizen journalism site: edited version dengan melalui tahap edit sebagai proses filterasi. Sejumlah 15% tulisan di rubrik tersebut ditulis oleh nonjurnalis dengan ditandai adanya nama jelas dan profesi si penulis. Konten Rubrik Jelajah ini termasuk dalam jenis features setelah merujuk pada pengertian, karakteristik serta fungsinya. Lebih spesifiknya dapat disebut sebagai features perjalanan (travelogue features) yang mengajak pembaca untuk mengenali lebih dekat mengenai suatu kegiatan atau tempat yang diyakini memiliki daya tarik tertentu. Features ditulis dengan berpijak pada fakta dan disajikan dalam bahasa pengisahan yang bersifat kreatif informal, kadang subjektif dan menghibur serta sebagai wahana ekspresi yang efektif dalam mempengaruhi halayak seperti menemukan emosi, perasaan hingga jati diri. Meski kontennya tentang kisah perjalana, tapi dalam Rubrik Jelajah tulisan dibuat berbeda dengan tulisan features perjalanan pada umumnya. Perjalanan yang ditampilakan di sini banyak mengulas perjalanan yang lebih membutuhkan tenaga dan kemampuan tertentu seperti perjalanan adventure. Karena pada awalnya segmen rubrik ini dibuat untuk laki-laki berusia sekitar 20-40 tahun, namun semakin lama ternyata wanita yang menyukai adventure pun turut menjadi audien dan penulis.
83
B. Saran 1. Republika sebagi salah satu media yang telah menjalankan fungsinya dengan menerima aspirasi dan informasi dari halayak, baiknya lebih meningkatkan lagi promosi untuk menunjukkan bahwa Republika terutama dalam Rubrik Jelajah menerima tulisan dari pembaca agar lebih banyak tulisan masuk redaksi. Selain itu tim redaksi juga perlu memperbaiki sistem dan teknis dalam penerimaan tulisan dari warga tersebut. 2. Bagi para warga yang turut berpartisipasi menyumbangkan tulisannya, harap diperhatikan lagi gaya tulisan di media yang dituju, agar meminimalisir revisi yang mungkin akan terjadi. Sekaligus sebagai wahana pembelajaran khususnya bagi mahasiswa jurusan jurnalistik dan bidang komunikasi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU Barus, Sedia Willing. Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita. Jakarta: Erlangga, 2010. Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif: Komunikasi. Ekonomi. Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2005. Cet. Ke-1. ____________. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2006. Effendy, Onong Uchjana. Kamus Komunikasi. Bandung: PT. Mandar Maju, 1989. ____________. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Kusumaningrat, Hikmat dan Kusumaningrat, Purnama. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Moeleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Morissan. Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana, 2013. Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik (Pendekatan Teori dan Praktik). Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999. Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2006 Nugraha, Pepih. Citizen Journalism. Jakarta: Kompas, 2012. Nurudin. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Poerwadarminta, WJS. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.
84
85
Putra, Masri Sareb. Literary Journalism Jurnalistik Sastrawi. Jakarta: Salemba Humanika, 2010. Rakhmat, Jalaludin. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Romli, Asep Syamsul M. Jurnalistik Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Sumadiria, Haris. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006. Suwandi, Imam. Langkah Otomatis Menjadi Citizen Journalism. Jakarta: Dian Rakyat, 2010. Teba, Sudirman. Jurnalistik Baru.Ciputat: Kalam Indonesia, 2005. B. JURNAL Qodir, Zuli dan Lalu, M. Iqbal Songell, ed. ICMI, Negara dan Demokratisasi: Catatan Kritis Kaum Muda. Yogyakarta: Kelompok Studi Lingkaran, 1995. C. INTERNET Rachman, Ace Sriati. “Peranan Teknologi Media Massa dalam Era Komnikasi Global.” Artikel diakses pada 4 Febuari 2014 dari http://www.ut.ac.id/html/suplemen/skom4315/f1b.htm. Mahaka Media. “Unit Bisnis.” diakses pada 5 Oktober 2014 http://www.mahakamedia.com/business_units
dari
D. WAWANCARA Wawancara pribadi dengan dewan redaksi Rubrik Jelajah Koran Harian Republika. Nina Chairani. Jakarta, 20 Agustus 2014. Wawancara pribadi dengan penulis nonjurnalis Rubrik Jelajah Koran Harian Farchan Noor Rachman. Jakarta, 21 Juli 2014.
86
E. LAIN-LAIN Data resmi company profile Harian Umum Republika 2014.
Foto Bersama Nina Chairani Redaktur Rubrik Jelajah Koran Harian Republika
Foto Bersama Farchan Noor Rachman Penulis Non Jurnalis di Rubrik Jelajah Koran Harian Republika