ISSN 0216-6410
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB
Volume 7 Nomor 1 April 2015
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Society of Indonesian Petroleum Engineers JTMGB
Vol. 7
No. 1
Hal. 1-62
Jakarta April 2015
ISSN 0216-6410
Penentuan Tekanan Tercampur Minimum Pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air Benakat-Cekungan Sumatera Selatan Berdasarkan Eksperimen, Simulasi, Persamaan Keadaan, dan Korelasi Determination of Minimum Miscibility Pressure at AB-4 and AB-5 Layers of Air Benakat Formation-South Sumatra Basin Based on Experiments, Simulations, Equation of State, and Correlations Muslim1 dan A.K. Permadi2 University, Seoul, Korea Selatan 2Institut Teknologi Bandung,
[email protected] 1Sejong
Abstrak Setelah tahap primer (atau tahap sekunder), proses produksi masih menyisakan sejumlah minyak yang cukup besar. Kondisi ini terjadi di Lapisan AB-4 dan AB-5 di mana jumlah minyak yang tertinggal setelah tahap primer sebesar masing-masing 47 % dan 90% dari jumlah minyak awal di tempat. Dengan demikian, ada potensi untuk menambah cadangan dan meningkatkan produksi dari kedua lapisan tersebut melalui metode enhanced oil recovery (EOR). Metode injeksi gas CO2 sedang dipertimbangkan untuk diterapkan berdasarkan sifat fluida reservoir yaitu jenis minyak ringan dengan viskositas rendah. Studi ini bertujuan untuk menentukan minimum miscibility pressure (MMP) antara gas CO2 dan minyak di kedua reservoir tersebut. Studi dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) metode secara bersamaan, yaitu eksperimen menggunakan metode slim tube, simulasi numerik satu-dimensi, persamaan keadaan (equation of state, EOS), dan korelasi. Dibandingkan dengan hasil eksperimen, hasil simulasi memberikan perbedaan terkecil yaitu sebesar 0.48 % - 2.04 % untuk kedua lapisan pada berbagai temperatur yang digunakan dalam studi ini diikuti oleh hasil dari EOS dan korelasi. Faktor utama yang menyebabkan perbedaan antara hasil eksperimen dan simulasi adalah minyak yang digunakan, yaitu live oil dalam simulasi dan dead oil dalam eksperimen. Penggunaan berbagai metode dapat memberikan rentang harga MMP yang lebih dapat dipercaya dimana hasil eksperimen digunakan sebagai rujukan utama. Temperatur adalah faktor yang sangat dominan terhadap hasil penentuan MMP. Semakin tinggi temperatur, tekanan yang diperlukan untuk terjadi pencampuran (miscibility) antara gas CO2 dengan fluida reservoir semakin besar. Kata kunci: minimum miscibility pressure, CO2, slim tube, EOS, korelasi.
Abstract After the primary (or secondary) stage of production, significant amount of oil may still remain in the reservoir. This condition occurs at AB-4 and AB-5 Layers where the remaining oil after the primary process is found to be about 47% and 90% of its initial oil volume, respectively. Thus, there is possibility to increase the reserves and to enhance the production from both reservoirs by applying an enhanced oil recovery (EOR) method. The CO2 injection method is being considered to be implemented as the oil is light with low-enough viscosity. The objective of this study is to determine the minimum miscibility pressure (MMP) between CO2 and the reservoir oil. The investigation uses 4 (four) methods simultaneously, i.e. slim tube experiment, onedimensional numerical simulation, equation of state (EOS), and correlations. Comparing with that of the slim tube experiment, the simulation provides the nearest result with the difference of between 0.48 % - 2.04 % for both layers at various temperatures used in this study followed by that of EOS and correlations. The main factor causing the difference between the experiment and the simulation results is the oil used, i.e. live oil in the simulations and dead oil in the experiments. The use of various methods may provide the range of MMP values that are more convincing with the main reference is based on the experiment result. The temperature plays the dominating role in determining the MMP. The higher the temperature, the higher the pressure to create miscibility between CO2 and the reservoir fluid. Keywords: minimum miscibility pressure, CO2 , slim tube, EOS, correlations.
53
54
JTMGB, Vol. 7 No. 1 April 2015: 53-62
I. Pendahuluan Kebutuhan minyak bumi sebagai sumber energi semakin meningkat dengan berkembangnya perekonomian Indonesia saat ini. Di sisi lain, cadangan dan produksi minyak Indonesia mengalami penurunan sejak 1997 (SKKMIGAS, 2012). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan turunnya produksi dan yang paling utama adalah kondisi lapangan yang sudah tua atau mature (SKKMIGAS, 2012). Sebagian besar lapangan minyak telah mencapai puncak produksi (peak production) dan setelah fase ini produksi mengalami penurunan secara alamiah. Peningkatkan produksi minyak bumi dapat dilakukan dengan beberapa metode. Cara yang bersifat jangka pendek di antaranya dengan melakukan stimulasi, workover, dan infill drilling. Beberapa cara tersebut dapat meningkatkan laju produksi namun tidak dapat menambah jumlah cadangan. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produksi dalam jangka panjang dan menambah cadangan adalah dengan melakukan secondary recovery atau dengan melakukan enhanced oil recovery (Lake, 1989). Metode enhanced oil recovery (EOR) yang telah terbukti memberikan hasil yang signifikan adalah steam flood dan injeksi gas Karbon Dioksida (CO2). Lapisan AB-4 dan AB-5 merupakan dua reservoir yang terletak di Cekungan Sumatera Selatan dan memiliki light crude oil dengan viskositas yang cukup rendah. Jumlah original oil in-place (OOIP) adalah sebesar 6 MMSTB dan 25 MMSTB untuk masingmasing lapisan. Kumulatif produksi sebesar 3.2 MMSTB dari Lapisan AB-4 atau sekitar 53% dan 2.5 MMSTB dari Lapisan AB-5 atau sebesar 10%. Berdasarkan data yang tersedia, terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi dan cadangan. Metode EOR yang sedang dipertimbangkan untuk dilaksanakan adalah injeksi gas CO2. Pertimbangan untuk menggunakan metode ini antara lain karena jenis minyak yang terkandung, kedalaman reservoir, dan sumber CO2 dari lapangan sekitarnya. Berdasarkan literatur dan pengalaman beberapa lapangan yang telah melakukan injeksi gas CO2, metode ini dapat memberikan peningkatan perolehan sebesar 5% sampai 20 % (Lake, 1989). Sebelum dilakukan injeksi gas CO2 pada Lapisan AB-4 dan AB-5, perlu diketahui data
minimum miscibility pressure (MMP). Data ini menentukan besarnya tekanan minimum yang diperlukan sehingga gas yang diinjeksikan dapat tercampur dengan minyak pada kondisi reservoir. Perolehan minyak menjadi lebih maksimal jika injeksi dilakukan pada atau di atas MMP. Metode yang sering digunakan untuk menentukan MMP antara lain eksperimen slim tube di laboratorium, simulasi, persamaan keadaan (EOS), dan korelasi. Studi ini bertujuan untuk menentukan MMP dengan menggunakan keempat metode di atas secara bersamaan. Metode eksperimen slim tube menjadi acuan dalam studi ini. Metode lainnya digunakan sebagai pembanding untuk meningkatkan tingkat kepercayaan terhadap hasil eksperimen. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mendesain injeksi gas CO2 di kedua lapisan pada waktu yang akan datang. Berdasarkan harga MMP, injeksi CO2 dapat dilakukan dengan mekanisme injeksi tercampur (miscible) atau injeksi tidak tercampur (immiscible) serta disesuaikan dengan kondisi tekanan reservoir terkini. II. Metode Penentuan MMP dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) metode secara bersamaan, yaitu eksperimen menggunakan slim tube, simulasi satu-dimensi menggunakan software komersial dari Computer Modelling Group (CMG) yaitu Gem Versi 2013, persamaan keadaan (EOS) menggunakan Winprop, dan beberapa korelasi. Contoh minyak yang digunakan berasal dari Formasi Air Benakat Lapisan AB-4 dan AB-5. Komposisi minyak untuk kedua lapisan diperlihatkan pada Tabel 1 dan 2 dan sifat fisik minyak serta reservoir ditunjukkan pada Tabel 3. Temperatur yang digunakan adalah 140 oF dan 150 oF untuk Lapisan AB-4 dan 150 oF dan 158 oF untuk Lapisan AB-5. Gas CO 2 yang digunakan mempunyai tingkat kemurnian 99.99%. II.1 Eksperimen Slim Tube Slim tube adalah sebuah pipa yang terbuat dari stainless steel yang mempunyai diameter kecil dengan panjang tertentu. Di dalamnya berisi pasir kwarsa dengan permeabilitas dan porositas yang nilainya sudah diketahui. Karakteristik
Penentuan Tekanan Tercampur Minimum Pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air BenakatCekungan Sumatera Selatan Berdasarkan Eksperimen, Simulasi, Persamaan Keadaan, dan Korelasi (Muslim, A.K. Permadi)
dan peralatan slim tube yang digunakan untuk eksperimen dalam studi ini ditunjukkan pada Tabel 4 dan Gambar 1. Eksperimen dimulai dengan menginjeksikan sampel minyak ke dalam slim tube sejumlah 184 ml atau 2 pore volume (PV). Jumlah ini ditentukan berdasarkan volume pori pada slim tube dimana volume pori tersebut telah diketahui sebesar 92 ml. Minyak yang diinjeksikan sejumlah 2 PV tersebut didasarkan pada anggapan dapat menjenuhi slim tube 100%. Sebuah Isco Pump D260 digunakan untuk mengatur laju alir gas dan sampel minyak sesuai dengan laju alir yang diinginkan. Total volume gas yang diinjeksikan ke dalam slim tube adalah sebesar 1.2 PV dengan laju alir injeksi gas konstan sebesar 0.2 cc/menit. Pengaturan tekanan di dalam slim tube menggunakan back pressure regulator (BPR) dengan kapasitas 5,000 psia. Tekanan injeksi yang diberikan mulai dari 1,000 psia sampai 2,500 psia dan setiap volume minyak yang diproduksikan pada setiap tekanan ditampung. Volume minyak yang terkumpul pada setiap tekanan tersebut dikonversi menjadi faktor perolehan (recovery factor, RF). Selanjutnya recovery factor diplot terhadap tekanan sehingga menghasilkan sebuah grafik. MMP kemudian ditentukan berdasarkan grafik tersebut dengan melihat break-over point yang terjadi. II.2 Simulasi Numerik Satu-Dimensi Simulasi dilakukan sebagai salah satu metode selain eksperimen dan digunakan sebagai pembanding terhadap hasil ekperimen. Simulator yang digunakan adalah Gem Versi 2013 dari CMG. Model satu-dimensi dibuat untuk meniru keadaan slim tube dengan ukuran sebagai berikut: arah-i = 20 x 2.04 ft, arah-j = 1 x 0.013267 ft dan ketebalan grid = 0.013267 ft, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Data yang digunakan dalam model disesuaikan dengan data yang digunakan dalam eksperimen. Data tersebut antara lain porositas, permeabilitas, komposisi minyak, sifat fisik minyak, temperatur reservoir, dan tekanan.
55
2007). Persamaan keadaan yang digunakan adalah persamaan Peng-Robinson (1978). Model viskositas yang digunakan adalah korelasi JossiStiel-Thodos dengan aqueous phase salinity (konsentrasi NaCL) = 0. Minyak diperlakukan sebagai komponen primer dan gas CO2 sebagai komponen sekunder. Metode EOS yang digunakan merupakan “tool” yang tersedia dalam CMG software yaitu Winprop Versi 2013. Tahapan pengerjaan yang dilakukan adalah sebagai berikut: masukkan data komposisi minyak, sesuaikan tekanan dan temperatur reservoir dengan data lapangan atau data laboratorium, dan gunakan komposisi gas injeksi yang sama yaitu dengan tingkat kemurnian 99.99%. Setelah dilakukan running, keluaran yang diperoleh adalah besaran MMP berdasarkan komposisi minyak dan temperatur yang telah ditentukan. II.4 Korelasi Sebanyak 7 (tujuh) korelasi digunakan untuk menentukan MMP dalam studi ini. Sebagian korelasi memerlukan input data seperti temperatur reservoir dan API-gravity minyak. Sebagian korelasi lainnya memerlukan data yang lebih banyak seperti temperatur reservoir, komponen C2-C6, komponen CH4, dan N2 yang terkandung di dalam minyak (Ahmed, 2007). Ketujuh korelasi tersebut adalah: National Petroleum Council (1976), Cronquist (1978), Yellig-Metcalfe (1980), Johnson-Pollin (1981), Glaso (1985), Yuan, et al. (2005), dan Petroleum Recovery Institute (Ahmed, 2007 dan Stalkup, 1984). III.
Hasil
III.1 Eksperimen Slim Tube
Hasil eksperimen slim tube memberikan nilai MMP pada temperatur yang ditetapkan. MMP ditentukan berdasarkan break-over point (BOP) seperti terlihat pada Gambar 3 sampai 5. Gambar 3 menunjukkan miscibility terjadi di Lapisan AB-4 pada tekanan 1,680 psia untuk temperatur 150 oF dan Gambar 4 menunjukkan miscibility terjadi di Lapisan AB-5 pada tekanan 1,700 psia II.3 Persamaan Keadaan (EOS) untuk temperatur 150 oF. Sedangkan Gambar 5 Metode selanjutnya yang digunakan menunjukan miscibility terjadi di Lapisan AB-5 adalah persamaan keadaan atau EOS (Ahmed, pada tekanan 1,960 psia untuk temperatur 158 oF.
56
JTMGB, Vol. 7 No. 1 April 2015: 53-62
III.2 Simulasi Numerik Satu-Dimensi Data keluaran simulasi digunakan untuk menentukan MMP seperti ditunjukkan oleh Gambar 6 sampai 9. Gambar 6 menunjukan miscibility terjadi di Lapisan AB-4 pada tekanan 1,544 psia untuk temperatur 140 oF. Gambar 7 menunjukan misciblility terjadi di Lapisan AB-4 pada tekanan 1,672 psia untuk temperatur 150 oF. Gambar 8 menunjukan miscibility terjadi di Lapisan AB-5 pada tekanan 1,670 psia untuk temperatur 150 oF. Gambar 9 menunjukan miscibility terjadi di Lapisan AB-5 pada tekanan 1,920 psia untuk temperatur 158 oF. III.3 Persamaan Keadaan (EOS) Keluaran Winprop adalah MMP hasil dari penggunaan suatu persamaan keadaan. Gambar 10 sampai 25 menunjukkan proses miscibility yang terjadi pada masing-masing lapisan. Gambar tersebut berupa rangkaian ternary diagram yang menunjukan proses terjadinya miscibility pada berbagai temperatur. Gambar 10 sampai 13 menunjukkan proses miscibility yang terjadi di Lapisan AB-4 yaitu pada tekanan 1,650 psia dengan temperatur 140 oF. Gambar 14 sampai 17 menunjukan proses miscibility yang terjadi di Lapisan AB-4 yaitu pada tekanan 1,750 psia dengan temperatur 150 oF. Gambar 18 sampai 21 menunjukan proses miscibility yang terjadi di Lapisan AB-5 yaitu pada tekanan 1,780 psia dengan temperatur 150 oF. Gambar 22 sampai 25 menunjukkan proses miscibility yang terjadi di Lapisan AB-5 yaitu pada tekanan 1,870 psia dengan temperatur 158 oF. III.4 Korelasi MMP yang dihasilkan dari penggunaan korelasi pada Lapisan AB-4 dan AB-5 dengan temperatur yang telah ditetapkan dapat dilihat masing-masing pada Tabel 5 dan 6. IV. Pembahasan Studi ini ditujukan untuk menentukan minimum miscibility pressure (MMP) yang diperlukan agar CO2 dan minyak dapat tercampur pada kondisi reservoir. Dengan demikian, dapat direncanakan injeksi CO2 tercampur (CO2
miscible injection) sehingga memberikan tingkat perolehan yang maksimal (Jarrell, et al., 2002). Metode penentuan MMP yang digunakan secara bersamaan dalam studi ini adalah pengukuran di laboratorium menggunakan slim tube (Yellig, et al., 1980), simulasi numerik satu-dimensi, menggunakan persamaan keadaan (EOS) dan korelasi. Ringkasan hasil dari masing-masing metode dapat dilihat pada Tabel 7. Di dalam berbagai literatur dinyatakan bahwa hasil slim tube biasanya digunakan sebagai acuan dalam menentukan MMP (Elsharkawy, 1996). Eksperimen untuk menentukan MMP dilakukan pada kedua Lapisan AB-4 dan AB-5 dengan rentang harga temperatur reservoir tertentu. Hasil pengukuran menunjukan kenaikan temperatur memberikan nilai MMP yang lebih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan tekanan injeksi yang lebih besar untuk mencapai miscibility. Kenyataan ini sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh peneliti sebelumnya (Holm and Josendal, 1982 dan 1974). Dengan menggunakan metode eksperimen slim tube, MMP pada Lapisan AB-5 diperoleh sebesar 1,700 psia untuk temperatur 150 oF dan 1,960 psia untuk temperatur 158 oF. Kenaikan temperatur sekitar 8 oF memberikan kenaikan MMP sebesar 260 psia. Dengan demikian, semakin besar kenaikan temperatur akan menaikkan tekanan yang dibutuhkan secara signifikan untuk terjadi miscible. Perlu dicatat di sini bahwa pada Lapisan AB-4 dengan temperatur 140 oF tidak dilakukan eksperimen slim tube karena keterbatasan waktu pada saat pelaksanaan eksperimen. Satu set pekerjaan eksperimen (satu harga temperatur dengan beberapa harga tekanan) memerlukan waktu eksperimen sekitar 3-4 bulan; sehingga untuk 3 harga temperatur waktu eksperimen yang dibutuhkan hampir 1 tahun. Dari grafik hasil plot antara tekanan dan recovery factor, data hasil eksperimen tidak memberikan grafik yang halus (smooth) seperti ditunjukkan pada Gambar 3 sampai 5. Hal ini merupakan salah satu kekurangan dari eksperimen dalam menentukan MMP yang kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor termasuk di antaranya ketidak-akuratan peralatan dan kesalahan operator (human error) pada saat melakukan eksperimen. Walaupun demikian, dari kecenderungn kurva yang dihasilkan (curve trends), data hasil eksperimen tersebut masih dapat digunakan untuk menentukan MMP.
Penentuan Tekanan Tercampur Minimum Pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air BenakatCekungan Sumatera Selatan Berdasarkan Eksperimen, Simulasi, Persamaan Keadaan, dan Korelasi (Muslim, A.K. Permadi)
Simulasi 1-D dilakukan untuk menentukan MMP dengan menggunakan data live oil. Hasil simulasi memiliki perbedaan yang relatif kecil terhadap hasil eksperimen. Perbedaan tersebut sebesar 0.48 % untuk temperatur 150 oF pada Lapisan AB-4. Sedangkan pada Lapisan AB-5 untuk temperatur 150 oF dan 158 oF perbedaan tersebut masing-masing sebesar 1.76 % dan 2.04 %. Data keluaran simulasi menghasilkan grafik yang berbentuk relatif sama dengan grafik data hasil eksperimen seperti ditunjukkan pada Gambar 6 sampai 9. Tidak seperti pada proses/pekerjaan eksperimen, simulasi melakukan perhitungan tanpa keterlibatan human error sehingga proses perhitungan tersebut dapat memberikan hasil yang akurat jika input data yang diberikan sesuai dengan yang di gunakan pada saat eksperimen; tentu dengan anggapan model yang digunakan dalam simulasi tersebut sudah tepat. Penentuan MMP berdasarkan persamaan keadaan dilakukan dengan menggunakan “tool” yang terdapat dalam Winprop. Proses miscibility yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10 sampai 25. Dengan melakukan injeksi gas, sebagian komponen minyak diekstrak oleh CO2. Proses ini dinamakan vaporizing mechanism. Pada gambar-gambar tersebut dapat dilihat bahwa dengan injeksi CO2 tekanan reservoir meningkat hingga pada tekanan tertentu terjadi keadaan tercampur (miscible), di mana fasa gas dan fasa minyak menjadi satu fasa. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 13, 17, 21, dan 25. Gambar tersebut menunjukkan zona atau area 2 fasa sudah tidak terbentuk saat miscible sudah terjadi. Selisih harga MMP dengan menggunakan EOS terhadap harga MMP hasil eksperimen sebesar 4.17 % untuk Lapisan AB-4 dengan temperatur 150 oF. Sedangkan untuk Lapisan AB-5 perbedaan tersebut sebesar 4.71 % untuk temperatur 150 oF dan 4.59 % untuk temperatur 158 oF. Seperti dalam hal perbedaan hasil simulasi, perbedaan harga MMP dari EOS terhadap eksperimen ini kemungkinan juga disebabkan oleh perbedaan minyak yang digunakan, yaitu dead oil dalam eksperimen dan live oil dalam perhitungan EOS. Sebanyak 7 (tujuh) korelasi telah digunakan untuk menentukan MMP. Hasil perhitungan korelasi untuk masing-masing lapisan pada kedua harga temperatur dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Pada Lapisan AB-4, harga MMP terendah diperoleh sebesar 1,206
57
psia, yaitu jika menggunakan korelasi Cronquist, dan harga MMP tertinggi sebesar 4,013 psia, yaitu jika menggunakan korelasi Glaso untuk temperatur 140 oF. Sedangkan pada temperatur 150 oF, harga MMP terendah sebesar 1,274 psia (korelasi Cronquist) dan tertinggi sebesar 4,231 psia (korelasi Glaso). Pada Lapisan AB5, harga MMP terendah sebesar 1,129 psia, yaitu jika menggunakan korelasi Yuan, et al. dan harga tertinggi sebesar 4,352 psia, yaitu jika menggunakan korelasi Glaso untuk temperatur 150 oF. Sedangkan pada temperatur 158 oF, harga MMP terendah sebesar 1,203 psia (korelasi Yuan, et al.) dan tertinggi sebesar 4,517 psia (korelasi Glaso). Berdasarkan hasil perhitungan korelasi, harga MMP yang mendekati hasil eksperimen untuk kedua lapisan adalah MMP yang dihasilkan oleh korelasi Yellig-Metcalfe. Dari korelasi ini, untuk Lapisan AB-4 diperoleh MMP sebesar 1,871 psia pada temperatur 150 oF; yaitu dengan perbedaan sebesar 11.4%. Sedangkan untuk Lapisan AB-5 diperoleh MMP sebesar 1,883 psia pada temperatur 150 oF; yaitu dengan perbedaan sebesar 10.76 %. Sedangkan pada temperatur 158 oF, diperoleh MMP sebesar 1,981 psia; yaitu dengan perbedaan sebesar 1.07 %. Setiap korelasi memberikan hasil dengan perbedaan yang signifikan karena perbedaan asumsi yang digunakan dalam setiap korelasi. Dengan demikian, setiap korelasi mempunyai tingkat akurasi hasil yang tinggi hanya pada kondisi reservoir tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa penggunaan korelasi harus selalu disertai perhatian terhadap keadaan reservoir dan ketersediaan data yang dimiliki. V. Kesimpulan Hasil studi yang telah dilakukan memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil eksperimen slim tube merupakan rujukan utama dalam menentukan minimum miscibility pressure (MMP) untuk kedua Lapisan AB-4 dan AB-5. 2. Kenaikan temperatur menyebabkan naiknya tekanan yang dibutuhkan agar terjadi miscibility antara CO2 dengan minyak pada kondisi reservoir. 3. Metode yang menghasilkan MMP yang mendekati hasil eksperimen berturut-turut
58
JTMGB, Vol. 7 No. 1 April 2015: 53-62
adalah metode simulasi, diikuti metode persamaan keadaan dan metode korelasi. Metode korelasi selayaknya digunakan untuk reservoir dengan keadaan yang sesuai dengan anggapan yang digunakan dalam korelasi tersebut. 4. Penggunaan lebih dari satu metode dalam menentukan MMP memberikan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi terhadap harga MMP yang dihasilkan. 5. Walaupun hasil yang diperoleh layak digunakan sebagai rujukan utama, metode eksperimen seperti slim tube membutuhkan waktu pengerjaan yang lama dan biaya yang tinggi. Hasil eksperimen sebaiknya tetap dibandingkan dengan metode lain sehingga diperoleh kisaran harga MMP yang lebih dapat dipercaya. Referensi Ahmed, T., 2007. Equation of State and PVT Analysis. Gulf Publishing Company, Houston, Texas. CMG Software, Gem User’s Guide, 2013. Computer Modelling Group, Calgary, Alberta, Canada.
CMG Software, Winprop User’s Guide, 2013. Computer Modelling Group, Calgary, Alberta, Canada. Elsharkawy, A.M., 1996. Measuring CO2 MMP: Slim tube or Rising Bubble Method? Energy and Fuel (March. 1996) 10, 2. Holm, L.W., dan Josendal, V.A., 1982. Effect of Oil Composition on Miscible-Type Displacement by Carbon Dioxide. Society of Petroleum Engineers Journal (Feb. 1982) 22, 01. Holm, L.W., dan Josendal, V.A., 1974. Mechanism of Oil Displacement by Carbon Dioxide. Journal Petroleum Technology (Dec. 1974) 26, 12. Jarrell, P.M., Fox, C., Stein, M., dan Webb, S., 2002. Practical Aspects of CO2. Flooding. SPE Monograph Series, Society of Petroleum Engineers of AIME, Dallas, TX. Lake, L.W., 1989. Enhanced Oil Recovery. Prentice Hall, New Jersey. SKKMIGAS, 2012. Laporan Tahunan 2012. Stalkup Jr., F. I., 1984. Miscible Displacement. SPE Monograph Series (Second Printing), Society of Petroleum Engineers of AIME, Dallas, TX. Yellig, W.F., dan Metcalfe, R.S., 1980. Determination and Prediction of CO2 Minimum Miscibility Pressure. Journal of Petroleum Technology (Jan. 1980) 32, 01.
Lampiran Tabel 1. Komposisi minyak pada Lapisan AB-4
Tabel 2. Komposisi minyak pada Lapisan AB-5
Tabel 3. Karakteristik minyak dan data reservoir
Tabel 4. Data slim tube
Penentuan Tekanan Tercampur Minimum Pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air BenakatCekungan Sumatera Selatan Berdasarkan Eksperimen, Simulasi, Persamaan Keadaan, dan Korelasi (Muslim, A.K. Permadi)
Tabel 5. MMP Lapisan AB-4 dari Korelasi pada 140 oF dan 150 oF
Tabel 6. MMP Lapisan AB-5 dari Korelasi pada 150 oF dan 158 oF
Tabel 7. Perbandingan MMP dengan berbagai metode
Gambar 1. Peralatan slim tube (Laboratorium EOR Sejong University).
Gambar 2. Model simulasi slim tube 1-D.
Gambar 3. MMP Lapisan AB-4 @ 150 oF.
Gambar 4. MMP Lapisan AB-5 @ 150 oF.
59
JTMGB, Vol. 7 No. 1 April 2015: 53-62
60
Gambar 5. MMP Lapisan AB-5 @ 158 oF.
Gambar 6. MMP Lapisan AB-4 @ 140 oF.
Gambar 7. MMP Lapisan AB-4 @ 150 oF.
Gambar 8. MMP Lapisan AB-5 @ 150 oF. CO2
C7+
Gambar 9. MMP Lapisan AB-5 @ 158 oF.
Gambar 10. Pressure 500 psia @ 140 oF. CO2
CO2
C7+
Gambar 11. Pressure 1,000 psia @ 140 oF.
C2 -C6
C2 -C6
C7+
Gambar 12. Pressure 1,500 psia @ 140 oF.
C2 -C6
Penentuan Tekanan Tercampur Minimum Pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air BenakatCekungan Sumatera Selatan Berdasarkan Eksperimen, Simulasi, Persamaan Keadaan, dan Korelasi (Muslim, A.K. Permadi) CO2
CO2
C7+
C2 -C6
C7+
CO2
CO2
C2 -C6
Gambar 15. Pressure 1,000 psia @ 150 oF.
C7+
CO2
C2 -C6
Gambar 17. Pressure 2,000 psia @ 150 oF.
C7+
Gambar 19. Pressure 1,000 psia @ 150 oF.
C2 -C6
Gambar 18. Pressure 500 psia @ 150 oF. CO2
CO2
C7+
C2 -C6
Gambar 16. Pressure 1,500 psia @ 150 oF.
CO2
C7+
C2 -C6
Gambar 14. Pressure 500 psia @ 150 oF.
Gambar 13. Pressure 2,000 psia @ 140 oF.
C7+
61
C2 -C6
C7+
Gambar 20. Pressure 1,500 psia @ 150 oF.
C2 -C6
JTMGB, Vol. 7 No. 1 April 2015: 53-62
62 CO2
CO2
C7+
C2 -C6
C7+
Gambar 21. Pressure 2,000 psia @ 150 oF.
C2 -C6
Gambar 22. Pressure 500 psia @ 158 oF.
CO2
CO2
C7+
C2 -C6
C7+
Gambar 23. Pressure 1,000 psia @ 158 oF.
C2 -C6
Gambar 24. Pressure 1,500 psia @ 158 oF. CO2
C7+
Gambar 23. Pressure 1,000 psia @ 158 oF.
C2 -C6