Web Publishing
ISSN 2088-7590
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB
Volume 10 Nomor 1 April 2016
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Society of Indonesian Petroleum Engineers JTMGB
Vol. 10
No. 1
Hal. 1-46
Jakarta April 2016
ISSN 2088-7590
Keterangan gambar cover : CO2 EOR dan CCS.
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410
JTMGB
Volume 10 Nomor 1 April 2016
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah diterbitkan setiap kwartal yang menyajikan hasil penelitian dan kajian sebagai kontribusi para professional ahli teknik perminyakan indonesia yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dalam menyediakan media komunikasi kepada anggota IATMI pada khususnya dan mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya. KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSAT NO: 003/SK/IATMI/III/2015 Penanggung Jawab : Ir. Alfi Rusin Pemimpin Redaksi
: Ir Raam Krisna
Redaktur Pelaksana : Ir. Andry Halim Peer Review
: Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Enhanced Oil Recovery) Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System) Prof. Dr. Ir. Doddy Abdassah, PhD. (Reservoir Engineering) Dr. Ir. RS Trijana Kartoatmodjo (Production Engineering) Dr. Ir. Arsegianto (Ekonomi & Regulasi Migas) Dr. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi) Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA (Well Stimulation and Hydraulic Fracturing) Dr. Ir. Sudarmoyo, SE, MT (Penilaian Formasi) Dr. Ir. Ratnayu Sitaresmi (Penilaian Formasi - CBM) Dr. Ir. Sugiatmo Kasmungin (Reservoir Engineering) Dr. Ing. Ir. Bonar Tua Halomoan Marbun (Drilling Engineering) Suryono Adisoemarta, PhD. (Petroleum Engineering)
Senior Editor
: Ir. Junita Musu, M.Sc. Ir. Ida Prasanti Ir. Chairatil Asri
Sekretaris
: Ir. Bambang Pudjianto (IATMI)
Layout Design
: Alief Syahru Syaifulloh, S.Kom. (Sekretariat IATMI)
Sirkulasi
: Abdul Manan, A.Md. (Sekretariat IATMI) Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 Ruang 1-C Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia. Tel/Fax: +62-21-5203057 website: http://www.iatmi.or.id email:
[email protected] Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN 0216-6410) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakarta Didukung oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410
JTMGB
Volume 10 Nomor 1 April 2016
DAFTAR ISI
Pengaruh Koefisien Gesek Terhadap Beban Drag, Torsi dan Buckling pada Drilling With Casing (DWC) di Pemboran Berarah Sumur 39-A6 dan 39-A8 Tommy Arjanggi dan Ted Pelawi
........................................................................................... 1 - 6
Komputasi untuk Optimisasi Keekonomian Perekahan Hidrolik Vertikal di Sumur Minyak Sudjati Rachmat dan Berman Danyel .................................................................................... 7 - 16 Analisa Penentuan Laju Alir Produksi yang Optimum untuk Memperlambat Water Coning di Lapisan Tipis Bambang Yoedi Permadi dan Asep Hudiman ........................................................................ 17 - 22 Pemodelan Numerik Stress-Dependent Permeability pada Reservoir CBM untuk Mendapatkan Persamaan Korelasi Antara Rasio Perubahan Permeabilitas Sebagai Fungsi dari Tekanan Injeksi Mukhammad Nuruddin, Doddy Abdassah dan Dedy Irawan ................................................ 23 - 36 Pencampuran Gas CO2 untuk Menurunkan Tekanan Tercampur Minimum: Studi Kasus pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air Benakat, Cekungan Sumatera Selatan Muslim dan A.K. Permadi ..................................................................................................... 37 - 46
KATA PENGANTAR
JTMGB Edisi April 2016 Para Pembaca JTMGB yang budiman, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya kami kembali bisa menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan ilmiah yang tersaji dalam Majalah Ilmiah JTMGB Volume 10 Nomor 1 Edisi April 2016. Edisi kali ini menyajikan 5 (lima) tulisan ilmiah dengan berbagai topik menarik. Artikel pertama bidang pemboran mengulas sangat pentingnya menganalisa torsi, drag dan buckling dalam perencanaan pemboran dengan drilling with casing (DWC) terutama pada bagian horizontal. Penentuan koefisien gesek yang akurat sangat penting ketika menganalisa beban torsi, drag dan buckling. Faktor koefisien gesek mewakili variabel-variabel yang tidak dapat dihitung secara pasti di dalam lubang bor ketika operasi pemboran. Dalam bidang produksi disajikan 2 (dua) tulisan yang membahas teknik-teknik baru seperti highpermeabilty fracturing dan teknik tip screen out memungkinkan stimulasi pada berbagai kondisi reservoir, diulas upaya membuat metodologi terperinci untuk melakukan optimisasi desain perekahan hidrolik secara ekonomis yang disajikan dalam hubungan antara panjang rekahan dan NPV. Dibuat model komputerisasi berupa software berdasarkan metodologi yang berlaku secara umum untuk berbagai bentuk reservoir, namun terbatas dengan asumsi rekahan 2 dimensi. Tulisan lain di bidang produksi, menyajikan pembahasan terkait proses hydraulic fracturing shale gas, dengan melakukan proses analisis pengaruh dari parameter panjang setengah rekahan dari hydraulic fracturing dan hydraulic fracture spacing terhadap aspek produksi dan reservoir lapangan shale gas, serta menentukan hubungan kedua parameter tersebut dalam penentuan IGIP. Di bidang reservoir menyajikan pembahasan faktor penyebab penurunan laju produksi minyak pada sumur karena air yang menembus lapisan minyak secara vertikal atau water coning, dengan mengatur laju alir produksi sehingga terjadinya water coning dapat diminimalkan dan kumulatif produksi minyak menjadi lebih besar. Laju produksi optimum dapat dilakukan dengan metode analitik dan numerik (simulasi). Di bidang EOR, membahas hal yang mengkaji penurunan TTM dengan cara mencampurkan CO2 dengan gas etana, propana, atau butana untuk mendapatkan minyak tersisa dalam reservoir. Campuran gas CO2 dengan gas butana memberikan penurunan TTM terbesar. Kami berharap, edisi JTMGB April 2016 ini dapat menambah dan melengkapi referensi para pembaca. Selamat menikmati... (Alfi Rusin)
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410
Date of issue: 2016-06-10
The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. Tommy Arjanggi (Magister TM Universitas Trisakti) Ted Pelawi (PT Pertamina PHE WMO) Pengaruh Koefisien Gesek Terhadap Beban Drag, Torsi dan Buckling pada Drilling With Casing (DWC) di Pemboran Berarah Sumur 39-A6 dan 39-A8 The Influence of Coefficient Friction To Drag Load, Torque and Buckling on Drilling With Casing (DWC) at Directional Drilling 39-A6 and 39-A8 Wells JTMGB. April 2016, Vol. 10 No. 1, p 1-6 Drilling with casing (DWC) adalah teknologi pemboran dengan menggunakan casing pemboran sebagai drillstring. Analisa Torsi, drag dan buckling sangat penting dalam perencanaan pemboran dengan drilling with casing (DWC) terutama pada bagian horizontal. Penentuan koefisien gesek yang akurat sangat penting ketika menganalisa beban torsi, drag dan buckling. Faktor koefisien gesek mewakili variabelvariabel yang tidak dapat dihitung secara pasti didalam lubang bor ketika operasi pemboran. Faktor tersebut diantaranya ketidakpastian geometri lubang bor (Dogleg dan Trajektori), rigiditas pipa dan tanah sisa pengeboran. Beban drag dan torsi yang terjadi harus lebih kecil dari yield strength dan torsional yield casing. Beban critical buckling harus lebih besar dari gaya komperesi aksial agar pada saat pemboran tidak terjadi casing tertekuk/ buckling. Dengan mengasumsikan koefisien gesek 0,2; 0,3; 0,4. Beban drag maksimum sumur 39-A6 dan 39-A8 masing-masing adalah 132.293 lb.ft dan 168.586 lb.ft. Beban torsi maksimun sumur 39-A6 dan 39-A8 masingmasing adalah 73.726 lb.ft dan 93.952 lb.ft.Rasio terkecil beban buckling critical (batas terjadinya buckling) terhadap gaya kompresi pada sumur 39-A6 dan 39-A8 ialah 1,47 dan 1,28. Kata Kunci: Drilling with casing, Torsi, drag, buckling, koefisien gesek.
Sudjati Rachmat (Institut Teknologi Bandung) Berman Danyel (Institut Teknologi Bandung) Komputasi untuk Optimisasi Keekonomian Perekahan Hidrolik Vertikal di Sumur Minyak Computation of Oil Well’s Vertical Hydraulic Fracturing Economic Optimization JTMGB. April 2016, Vol. 10 No. 1, p 7-16 Optimisasi adalah salah satu bagian yang paling penting dalam keteknikan. Perekahan hidrolik pada bidang teknik perminyakan merupakan salah satu contoh optimisasi produksi sumur. Sebelumnya, perekahan hidrolik hanya digunakan pada reservoir dengan permeabilitas rendah, namun sekarang sudah terdapat teknik-teknik baru seperti high-permeabilty fracturing dan teknik tip screen out yang memungkinkan stimulasi pada berbagai kondisi reservoir. Hal ini tentunya akan melibatkan banyak variabel yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pada kasus ini, panjang rekahan adalah tolok ukur desain optimisasi, yang mempengaruhi performa reservoir dan menentukan biaya treatment. Panjang rekahan yang merupakan fungsi dari biaya dan menentukan net present value (NPV) dari proyek, sehingga analisa sensitivitas variabel-variabel sangat mempengaruhi NPV. Konsep Unified Fracture Design (UFD) dapat menjawab tantangan tersebut. Kunci utama konsep UFD ada dua adalah: pertama, tidak terdapat perbedaan antara permeablitas rendah maupun permeabilitas tinggi dalam hal keuntungan pada perekahan. Kedua, untuk setiap massa proppant yang diinjeksikan ke dalam sumur, hanya ada satu geometri yang akan memberikan produksi maksimal. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membuat metodologi secara rinci untuk melakukan optimisasi desain perekahan hidrolik secara ekonomis yang disajikan dalam hubungan antara panjang rekahan dan NPV. Selain itu juga dibuat model komputerisasi berupa software berdasarkan metodologi yang telah dibuat. Metodologi ini berlaku secara umum untuk berbagai bentuk reservoir, namun masih terbatas dengan asumsi rekahan 2 dimensi. Software ini dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemograman C++ dengan framework yang sederhana sehingga mudah digunakan. Diharapkan software ini dapat memberikan kemudahan kepada operator untuk menentukan prioritas utama perekahan, bagaimana pengaruh jenis proppant, ukuran dan jumlah yang digunakan akan mempengaruhi NPV pada rentang waktu yang ditentukan. Operator akan memilih desain yang paling memuaskan dalam tujuan keekonomisan untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Kata Kunci: optimisasi, model komputerisasi, software, rekahan vertikal, perekahan hidrolik.
Bambang Yoedi Permadi Asep Hudiman Analisa Penentuan Laju Alir Produksi yang Optimum untuk Memperlambat Water Coning di Lapisan Tipis Analysis Determination of The Optimum Production Flow Rate for Slowing Water Coning in Thin Layer JTMGB. April 2016, Vol. 10 No. 1, p 17-22 Salah satu faktor penyebab penurunan laju produksi minyak pada suatu sumur karena adanya air yang menembus lapisan minyak secara vertikal atau biasa disebut dengan water coning. Salah satu cara mengurangi hal ini adalah dengan mengatur laju alir produksi sehingga terjadinya water coning dapat diminimalkan dan kumulatif produksi minyak menjadi lebih besar. Perhitungan untuk mencari Laju Produksi yang optimum dapat dilakukan dengan metode analitik dan numerik (simulasi). Secara perhitungan analitik dan simulasi dapat diketahui bahwa kenaikan laju produksi dari suatu sumur dapat mempercepat terjadinya water coning namun produksi komulatif yang dihasilkan tidak selalu lebih kecil karena berdasarkan hasil perhitungan numerik (simulasi), laju produksi optimum untuk mendapatkan produksi komulatif terbesar, berada pada laju produksi yang menengah dari range simulasi yang dilakukan. Kata Kunci: Water Coning, Laju Alir Produksi.
Mukhammad Nuruddin (Institut Teknologi Bandung) Doddy Abdassah (Institut Teknologi Bandung) Dedy Irawan (Institut Teknologi Bandung) Pemodelan Numerik Stress-Dependent Permeability Pada Reservoir CBM untuk Mendapatkan Persamaan Korelasi Antara Rasio Perubahan Permeabilitas Sebagai Fungsi dari Tekanan Injeksi Numerical Model of Stress Dependent Permeability in CBM Reservoir in Development Correlation of Permeability Ratio Changing as a Function of Injection Pressure JTMGB. April 2016, Vol. 10 No. 1, p 23-36 Reservoir Coalbed methane termasuk ke dalam reservoir rekah alami. Reservoir rekah alami memiliki harga permeabilitas yang sangat sensitif terhadap perubahan stress atau tekanan pori batuan. Drawdown yang terjadi selama produksi akan meningkatkan effective stress batuan sehingga akan menurunkan harga permeabilitas. Sebaliknya, negative drawdown yang terjadi akibat injeksi akan menurunkan effective stress batuan sehingga harga permeabilitas akan naik. Berbagai model perubahan permeabilitas pun telah dikembangkan untuk menganalisa adanya stress-dependent permeability. Dalam tugas akhir ini digunakan model Palmer and Mansoori untuk menganalisa perubahan permeabilitas yang terjadi akibat adanya stress-dependent permeability. Model Palmer and Mansoori memberikan hubungan antara rasio perubahan permeabilitas dengan parameter rock mechanic dan perubahan tekanan pori batuan. Konsekuensinya, diperlukan pengetahuan tentang harga tekanan pori batuan untuk mengetahui perubahan permeabilitas yang terjadi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diusulkan sebuah persamaan yang dapat menggambarkan secara langsung hubungan antara rasio perubahan permeabilitas terhadap drawdown tekanan berdasarkan model numerik yang dibangun dengan menggunakan model perubahan permeabilitas Palmer and Mansoori.. Kata Kunci: injection falloff test, stress-dependent permeability, model Palmer and Mansoori, rasio perubahan permeabilitas.
Muslim (Universitas Islam Riau) A.K. Permadi (Institut Teknologi Bandung) Pencampuran Gas CO2 untuk Menurunkan Tekanan Tercampur Minimum: Studi Kasus pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air Benakat, Cekungan Sumatera Selatan CO2 Gas Blending to Lower the Minimum Miscibility Pressure: A Case Study at AB-4 and AB-5 Layers of Air Benakat Formation, South Sumatera Basin JTMGB. April 2016, Vol. 10 No. 1, p 37-46 Dua lapisan pada Formasi Air Benakat (FAB) telah berproduksi dengan metode primary recovery. Saat ini, FAB masih menyisakan sejumlah minyak yang cukup signifikan. Injeksi gas CO2 merupakan salah satu alternatif metode yang dapat diterapkan untuk mendapatkan minyak tersisa tersebut. Tekanan tercampur minimum (TTM) pada kedua lapisan tersebut telah ditentukan melalui berbagai metode (Muslim dan Permadi, 2015). Namun, TTM yang berada jauh di atas tekanan reservoir menjadi permasalahan tersendiri dalam menerapkan injeksi CO2 pada kedua lapisan. Studi ini bertujuan untuk mengkaji penurunan TTM dengan cara mencampurkan gas
CO 2 dengan gas lain. Gas CO 2 dicampurkan dengan beberapa jenis gas dengan perbandingan konsentrasi (persen mol) tertentu dan TTM untuk masing-masing campuran kemudian ditentukan. Penentuan TTM dilakukan dengan menggunakan metode simulasi persamaan keadaan. Sebagai bagian dari analisis, TTM untuk injeksi menggunakan flared gas juga dilakukan. Hasil studi menunjukkan bahwa TTM dapat diturunkan jika gas CO2 dicampur dengan salah satu dari gas etana, propana, atau butana. Campuran gas CO2 dengan gas butana memberikan penurunan TTM terbesar. Secara umum, semakin besar persentase gas butana yang dicampurkan, semakin rendah TTM terhitung. Walaupun TTM terendah, yang diperoleh dengan perbandingan campuran gas CO2: butana sebesar 40:60, masih berada di atas tekanan reservoir saat ini, studi seperti ini sangat penting untuk dilakukan sebelum pelaksanaan injeksi dan hasilnya dapat dijadikan panduan dalam penerapan injeksi gas CO2 agar dicapai perolehan yang lebih baik. Kata Kunci: Tekanan tercampur minimum, CO2, simulasi numerik, persamaan keadaan, korelasi.
Pengaruh Koefisien Gesek Terhadap Beban Drag, Torsi dan Buckling pada Drilling With Casing (DWC) di Pemboran Berarah Sumur 39-A6 dan 39-A8 The Influence of Coefficient Friction To Drag Load, Torque and Buckling on Drilling With Casing (DWC) at Directional Drilling 39-A6 and 39-A8 Wells Tommy Arjanggi1 dan Ted Pelawi2 1Magister Teknik Perminyakan Universitas Trisakti
[email protected] (081231072032); 2PT Pertamina PHE WMO Abstrak Drilling with casing (DWC) adalah teknologi pemboran dengan menggunakan casing pemboran sebagai drillstring. Analisa Torsi, drag dan buckling sangat penting dalam perencanaan pemboran dengan drilling with casing (DWC) terutama pada bagian horizontal. Penentuan koefisien gesek yang akurat sangat penting ketika menganalisa beban torsi, drag dan buckling. Faktor koefisien gesek mewakili variabel-variabel yang tidak dapat dihitung secara pasti didalam lubang bor ketika operasi pemboran. Faktor tersebut diantaranya ketidakpastian geometri lubang bor (Dogleg dan Trajektori), rigiditas pipa dan tanah sisa pengeboran. Beban drag dan torsi yang terjadi harus lebih kecil dari yield strength dan torsional yield casing. Beban critical buckling harus lebih besar dari gaya komperesi aksial agar pada saat pemboran tidak terjadi casing tertekuk/ buckling. Dengan mengasumsikan koefisien gesek 0,2; 0,3; 0,4. Beban drag maksimum sumur 39-A6 dan 39-A8 masing-masing adalah 132.293 lb.ft dan 168.586 lb.ft. Beban torsi maksimun sumur 39-A6 dan 39-A8 masing-masing adalah 73.726 lb.ft dan 93.952 lb.ft.Rasio terkecil beban buckling critical (batas terjadinya buckling) terhadap gaya kompresi pada sumur 39-A6 dan 39-A8 ialah 1,47 dan 1,28. Kata kunci: Drilling with casing, Torsi, drag, buckling, koefisien gesek. Abstract Drilling with casing (DWC)is drilling technology with casing drilling as drillstring. Torque, drag and buckling analysis very important in drilling planning with CWD especially on the horizontal section. The determination of the coefficient frictionis very important while analysis torque, drag and buckling load. Frictionfactor represents all unknownvariables factor that are unmeasurable in the wellbore in drilling condition. Such as theuncertainty of the hole geometry (Dogleg Severity and Trajectory), pipe stiffness and cutting beds. Drag and torque load shall be less than body yield strenht and torsional yield strength. Critical buckling load shall be greater than compresial axial load in order to casing drilling not buckling in drilling condition. With Assuming coefficient Friction 0,2; 0,3; 0,4. Drag Load maximun 39-A6 and 39-A8 wells are132.293lb.ftand168.586lb.ft. Torque load maximun 39-A6 and 39-A8 wells 73.726 lb.ftand 93.952 lb.f. the smallest ratio of buckling load against axial copmression load 39-A6 and 39-A8 wells are 1,47 and 1,28. Keywords : Drilling with casing, Torque, drag, buckling, Friction factor.
LATAR BELAKANG zona produktif yang lebih besar dan laju pertambahan sudut yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemboran vertikal. Pengeboran Sumur horizontal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian vertikal, bagian pertambahan sudut dan bagian horizontal. Adanya bagian pertambahan sudut dan bagian horizontal memerlukan suatu perencanaan
Pemboran merupakan pekerjaan penting dalam industri perminyakan. Saat ini pemboran telah dapat dioperasikan dalam berbagai cara seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Pemboran horizontal merupakan pengembangan dari teknik directional drilling. Lubang bor diupayakan mempunyai panjang penembusan 1
2
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 1-6
yang baik sehingga tidak menimbulkan berbagai METODOLOGI masalah dalam pengoperasiannya. Drilling with casing (DWC) adalah teknologi pemboran dengan menggunakan casing pemboran sebagai drillstring. Analisa Torsi, drag dan bukcling sangat penting dalam perencanaan pemboran dengan drilling with casing (DWC) terutama pada bagian horizontal. Dalam melakukan analisa Torsi, drag dan bukcling penentuan koefisien gesek yang akurat sangat penting. Faktor koefisien gesek mewakili variabel-variabel yang tidak dapat dihitung secara pasti di dalam lubang bor ketika operasi pemboran. Faktor tersebut diantaranya ketidakpastian geometri lubang bor (Dogleg dan Trajektori), rigiditas casing dan tanah sisa pemboran. PERMASALAHAN Menghasilkan perhitungan beban drag, beban torsi dan beban buckling dengan koefisien gesek yang berbeda-beda pada pemboran dengan drilling with casing pada casing 13 3/8”. Berikut Gambar 2. Diagram Alir. ini adalah penyebaran lapisan Stratigrafi dari cekungan Laut Jawa Timur bagian utara yang RANGKAIAN BHA YANG DIGUNAKAN digambarkan pada Gambar 1 di bawah ini: Pemboran sumur 39-A6 & 39-A8 menggunakan 5 jenis BHA (Bottom Hole Assembly) pada interval kedalaman tertentu. Jenis BHA yang digunakan tergantung pada pembentukkan diameter lubang dan kedalaman yang akan ditembus. Ada 4 jenis ukuran diameter lubang yang dibuat pada sumur 39-A6 & 39-A8 yaitu: diameter lubang 26”, diameter lubang 17 1/ ”, diameter lubang 12 1/ ” dan lubang diameter 2 4 8 1/2”. Untuk rangkaian BHA pada Casing With Drilling 13 3/8” dapat dilihat pada Tabel 1 & 2. EVALUASI BEBAN DRAG Perhitungan beban drag pada Drilling With Casing (DWC) 13 3/8” di sumur 39-A6 dan 39-A8 dihitung dengan koefisien gesek yang berbeda. Menurut Bagadi, Yousif E.A, et.al perhitungan beban drag untuk lubang miring sebagai berikut: .......................................... (1) Gambar 1. Kolom Statigrafi dari cekungan Laut Jawa Timur bagian utara.
Perhitungan horizontal:
Drag
untuk
lubang
Pengaruh Koefisien Gesek Terhadap Beban Drag, Torsi dan Buckling pada Drilling With Casing (DWC) di Pemboran Berarah Sumur 39-A6 dan 39-A8 (Tommy Arjanggi dan Ted Pelawi)
3
............................................................... (2)
Hasil perhitungan pada setiap koefisien gesek dibandingkan dengan data aktual, diharapkan dapat mengevaluasi perbedaan beban drag yang dialami oleh kedua sumur. Tabel 1. Rangkaian BHA Pada Casing With Drilling 13 3/8” Sumur 39-A6.
Tabel 2. Rangkaian BHA Pada Casing With Drilling 13 3/8” Sumur 39-A8.
Gambar 3. Hubungan koefisien gesek dengan drag sumur 39-A6.
4
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 1-6
Pada sumur 39-A8 hubungan antara koefisien gesek dengan beban drag yang dialami casing pada setiap kedalaman ditunjukaan pada Gambar 4.
Gambar 5. Hubungan Koefisien Gesek Dengan Beban Torsi Sumur 39-A6.
Gambar 4. Hubungan Koefisien Gesek Dengan Drag Sumur 39-A8.
Pada sumur 39-A8 hubungan antara koefien gesek dengan beban torsi yang dialami casing pada setiap kedalaman ditunjukaan pada gambar 6.
PERHITUNGAN BEBAN TORSI PADA SUMUR 39-A6 DAN 39-A8 Beban torsi yang dialami Casing With Drilling (CWD) 13 3/8” berbeda-beda tiap koefisien gesek. Perhitungan beban drag menggunakan persamaan (3) Untuk lubang lurus gaya torsi dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut yang diturunkan oleh Marbun, dkk3 : ....................................... (3)
Hasil dari perhitungan torsi yang terjadi pada sumur 39-A6 dan 39-A8 pada tiap koefisien gesek berdasarkan perhitungan ditampilkan pada grafik berikut : Gambar 6. Hubungan Koefisien Gesek Dengan Beban Torsi Sumur 39-A8.
Pengaruh Koefisien Gesek Terhadap Beban Drag, Torsi dan Buckling pada Drilling With Casing (DWC) di Pemboran Berarah Sumur 39-A6 dan 39-A8 (Tommy Arjanggi dan Ted Pelawi)
5
PERHITUNGAN BEBAN BUCKLING PADA SUMUR 39-A6 DAN 39-A8
sumur tersebut ternyata beban torsi lebih besar dari tosional yield strength casing L80 pada koefisien gesek 0,4, sehingga casing Perhitungan beban buckling pada L80 tidak dapat dipakai. Pada koefisien gesek Drilling With Casing (DWC) 13 3/8” di sumur 390,4 harus memakai grade casing yang lebih A6 dan 39-A8 dihitung dengan koefisien gesek tinggi dari L80. yang berbeda. Evaluasi beban buckling, harus 3. Rasio terkecil beban buckling critical (batas dipastikan beban kompresi harus lebih kecil dari terjadinya buckling) terhadap gaya kompresi maximum axial load yang boleh terjadi pada pada sumur 39-A6 dan 39-A8 ialah 1,47 casing. Hal tersebut bertujuan agar mencegah dan 1,28. Dengan mengasumsikan koefisien tertekuknya casing selama pemboran, Fcri > gesek 0,2; 0,3; 0,4 untuk kedua sumur tersebut FEOC. Melalui perhitungan dengan persamaan ternyata beban critical buckling lebih besar buckling, didapatkan gaya critical buckling lebih dari gaya kompresi aksial sehingga casing besar dari gaya kompresi aksial sehingga pada dalam kondisi aman dipakai untuk membor. saat pemboran tidak terjadinya buckling. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Ir. Sugiatmo Kasmungin, MT, PhD, Dekan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi, Universitas Trisakti, dosen pembimbing tesis Ir. R.S Trijana Kartoatmodjo, MSc, Ph.D dan Ir. Abdul Hamid, MT, Ir. Widrajat Aboekasan, MM, MBA selaku dosen mata kuliah teknologi pemboran, Manajemen PT Pertamina PHE WMO, Ayah dan Bunda serta kakak tercinta, yang telah yang memberikan do’a, dorongan dan materi pendukung serta membantu dalam penyelesaian makalah ini. REFERENSI
Gambar 7. Evaluasi Beban Buckling Terhadap Koefisien Gesek.
KESIMPULAN 1. Beban drag maksimum sumur 39-A6 dan 39-A8 masing-masing adalah 132.293 lb.ft dan 168.586 lb.ft. Dengan mengasumsikan koefisien gesek 0,2; 0,3; 0,4 untuk kedua sumur tersebut ternyata beban drag lebih kecil dari body yield strength casing L80, sehingga casing dalam kondisi aman dipakai untuk membor. 2. Beban torsi maksimun sumur 39-A6 dan 39-A8 masing-masing adalah 73.726 lb.ft dan 93.952 lb.ft. Dengan mengasumsikan koefisien gesek 0,2; 0,3; 0,4 untuk kedua
API 5 CT, “Specification for Casing and Tubing”, Eighth Edition, 2005 Bagadi, Yousif E.A, et.al, ”A Study On Effect of Drag and Torque on Buckling of Drillstring in Horizontal Wells”, IJRRAS 11, Volume 1, 2012. Marbun, Bonar, T.H., et.al, ”Feasibility Study of Casing While Drilling Application on Geothermal Drilling Operation, Thirty-Ninth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering Stanford University, Stanford, California, 2014 Menand, Stephane, et.al, “A New Buckling Model Successfully Validated with Full-Scale Buckling Tests”, American Association of Drilling Engineers, 2011 Mohammed, Abu, Bakar, C ”Current Trends and Future Development in Casing Drilling”, International Journal of Science and Technology, Volume 2 No.8, 2012 Nediljka, Gaurina, ”Casing Drilling Technology”,
6
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 1-6
Rudarsko Geološko Naftni Zbornik, Volume 17. Zagreb, 2005. PT. Pertamina PHE WMO, “KE 39-A6 Drilling Plan”, 2014. Raksagati, Sanggi, “Well Drillabity Horizontal Well Torque and Drag Prediction and its Application For Erd Well”, Final Thesis, ITB, 2008. Sanchez,F, et.al, “Casing While Drilling (CwD): A New Approach To Drilling Fiqa Formation in
the Sultanate of Oman—A Success Story”, SPE Drilling & Completion, 2012. Shen, Hendry, ”Feasibility Studies of Combining Drilling With Casing and Expandable Casing”, University of Stavanger, 2007. Teodoriu, Catalin, “Dynamic Casing Shoe While Drilling A Smart Drilling concept for future monobore technologies”, Journal of Natural Gas Science and Engineering, 2015.
Komputasi untuk Optimisasi Keekonomian Perekahan Hidrolik Vertikal di Sumur Minyak Computation of Oil Well’s Vertical Hydraulic Fracturing Economic Optimization Sudjati Rachmat1 dan Berman Danyel2
[email protected] (1)(2)Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia Abstrak Optimisasi adalah salah satu bagian yang paling penting dalam keteknikan. Perekahan hidrolik pada bidang teknik perminyakan merupakan salah satu contoh optimisasi produksi sumur. Sebelumnya, perekahan hidrolik hanya digunakan pada reservoir dengan permeabilitas rendah, namun sekarang sudah terdapat teknikteknik baru seperti high-permeabilty fracturing dan teknik tip screen out yang memungkinkan stimulasi pada berbagai kondisi reservoir. Hal ini tentunya akan melibatkan banyak variabel yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pada kasus ini, panjang rekahan adalah tolok ukur desain optimisasi, yang mempengaruhi performa reservoir dan menentukan biaya treatment. Panjang rekahan yang merupakan fungsi dari biaya dan menentukan net present value (NPV) dari proyek, sehingga analisa sensitivitas variabel-variabel sangat mempengaruhi NPV. Konsep Unified Fracture Design (UFD) dapat menjawab tantangan tersebut. Kunci utama konsep UFD ada dua adalah: pertama, tidak terdapat perbedaan antara permeablitas rendah maupun permeabilitas tinggi dalam hal keuntungan pada perekahan. Kedua, untuk setiap massa proppant yang diinjeksikan ke dalam sumur, hanya ada satu geometri yang akan memberikan produksi maksimal. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membuat metodologi secara rinci untuk melakukan optimisasi desain perekahan hidrolik secara ekonomis yang disajikan dalam hubungan antara panjang rekahan dan NPV. Selain itu juga dibuat model komputerisasi berupa software berdasarkan metodologi yang telah dibuat. Metodologi ini berlaku secara umum untuk berbagai bentuk reservoir, namun masih terbatas dengan asumsi rekahan 2 dimensi. Software ini dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemograman C++ dengan framework yang sederhana sehingga mudah digunakan. Diharapkan software ini dapat memberikan kemudahan kepada operator untuk menentukan prioritas utama perekahan, bagaimana pengaruh jenis proppant, ukuran dan jumlah yang digunakan akan mempengaruhi NPV pada rentang waktu yang ditentukan. Operator akan memilih desain yang paling memuaskan dalam tujuan keekonomisan untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Kata kunci: optimisasi, model komputerisasi, software, rekahan vertikal, perekahan hidrolik. Abstract Optimization is one of the most important parts in engineering. Hydraulic fracturing in the field of petroleum engineering is one example of optimization of producing well. In the past, stimulation is only used in low-permeability reservoirs. But today there are new techniques such as high-permeabilty fracturing and tip screen out techniques which of can be applied for reservoir conditions varieties. This will involve many variables that influence each other. In this case, the length of the fracture is the benchmark of optimization design, which affects the performance of the reservoir and dictate the cost of treatment. Fracture length which is a function of cost will determine the net present value (NPV) of the project, so that the sensitivity analysis variables affect NPV. The concept of Unified Fracture Design (UFD) can answer the challenge. The main key concept is the UFD there are two: first, there is no difference between the low and high permeability permeablitas in terms of gains in cracking. Second, for each mass proppant injected into the well, there is only one geometry that will provide maximum production. The purpose of this paper is to make a detailed methodology for optimizing the design of the hydraulic fracturing economically served in the relationship between the length of the fracture and NPV. It also created a computerized model with a software based methodology that has been made. This methodology applies in general to the various forms of reservoirs, but is still limited by the assumption of two - dimensional fracture. The software was developed using C++ programming language with a simple framework which is easy to use even by a layman.
7
8
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 7-16
The software is expected to provide convenience to the operator to define the main fracturing priorities parameters, how to influence proppant type, size and quantity used which will affect the NPV at a specified timeframe. Then the operator will select the best design to satisfy the objectives of economy for the long term and short term. Keywords: optimization, computerized model, software, vertical fract, hydraulic fracturing.
PENDAHULUAN
PERHITUNGAN PARAMETER-PARAMETER
Perekahan hidrolik (hydraulic fracturing) menjadi salah satu metode utama di dunia perminyakan untuk meningkatkan produktivitas sumur. Perekahan hidrolik dilakukan dengan memompakan fluida kedalam formasi dengan tekanan yang lebih besar dari tekanan rekah formasi. Alasan melakukan perekahan hidrolik, melewati formasi yang rusak di sekitar lubang sumur dan meningkatkan konduktivitas formasi, dan mengubah aliran fluida dalam formasi. Desain dan eksekusi perekahan hidrolik melibatkan banyak disiplin ilmu yaitu teknik reservoir, teknik produksi sumur dan teknik komplesi sumur yang memiliki background mekanika batuan dan dinamika fluida. Desain diperlukan karena adanya batasan fisik material dan peralatan yang digunakan serta masalah operasional. Dalam lingkungan multidisiplin yang kompleks, tidak ada kondisi optimum pada desain. Kondisi optimum pada satu aspek mungkin tidak sama pada aspek lain. Namun dinilai secara ekonomis adalah menguntungkan. Economides dan Valko memperkenalkan konsep Unified Fracturing Design (UFD) yaitu desain geometri rekahan untuk mengoptimalkan produktivitas sumur. Dengan demikian, konsep tersebut sejalan dengan desain keekonomian. Langkah selanjutnya adalah menerapkan perhitungan net present value (NPV) untuk analisa keekonomian. Berdasarkan pemikiran tersebut telah dilakukan komputerisasi desain yang bertujuan untuk menentukan bagaimana NPV dipengaruhi oleh perubahan geometri rekahan (dalam hal ini adalah panjang rekahan). Terlebih lagi, hubungan kedua variabel tersebut juga bisa dibandingkan dengan berbagai perubahan variabel maupun asumsi lain seperti perubahan jenis proppant, jangka waktu, model rekahan, dan penurunan produksi. Hal ini memungkinkan operator untuk memilih desain rekah yang paling sesuai dengan tujuan kinerja ekonomi dan kinerja sumur.
Lebar dan Volume Rekahan Model propagasi rekahan yang digunakan dalam makalah ini adalah model 2D yaitu model PKN dan KGD. Kedua model ini mempunyai asumsi dasar yang berbeda sehingga mengakibatkan cara perhitungan dan prediksi geometri yang berbeda pula. Pada model PKN mengasumsikan bahwa penampang melintang suatu rekahan adalah elips dengan lebar maksimum pada penampang sebanding dengan net pressure pada titik tersebut dan tidak bergantung lebar pada posisi lain. Lebar rekahan dapat dihitung dengan persamaan berikut : ............................................... (1)
Untuk satuan lapangan (qi dalam bbl/ min dan w dalam in), lebar rekahan pada lubang sumur (x=0) maka .................................................... (2)
Untuk model ini, lebar rekahan rata-rata adalah π/4 dari lebar lubang sumur. Sementara pada model KGD diasumsikan bahwa lebar rekahan pada jarak tertentu tidak bergantung pada posisi vertikal. Asumsi ini cocok untuk rekahan dengan tinggi rekahan lebih besar dari panjang rekahan. Lebar rekahan dapat dihitung dengan persamaan berikut : .................................................... (3)
Volume kedua sayap rekahan adalah : ............................................................. (4)
Komputasi untuk Optimisasi Keekonomian Perekahan Hidrolik Vertikal di Sumur Minyak (Sudjati Rachmat dan Berman Danyel)
9
dengan C2 adalah konstanta fluid-loss (berkisar antara 0.0005 sampai 0.05 ft/min1/2), h2 adalah tinggi fluid-loss, dan Sp adalah spurtloss (berkisar antara 0 sampai 50 gal/100 ft2). Volume Fluida dan Pad Selama proses perekahan sebagian fluida akan hilang ke dalam formasi, sementara sisanya akan membentuk volume rekahan (panjang, lebar dan tinggi). Sehingga volume fluida yang dipompakan adalah : ................................................................. (6) Gambar 1. Model rekahan KGD.
Dimana qi adalah laju pemompaan fluida dan tp adalah waktu pemompaan. Secara ideal, volume rekahan yang terbentuk selama pemompaan adalah : ........................................ (7)
Menurut Nolte (1986), parameter kritis volume pad atau fraksi pad, fpad berhubungan langsung dengan efisiensi fluida. Hubungan ini dinyatakan melalui persamaan : .............................................................. (8)
dimana volume pad Gambar 2. Model rekahan PKN.
........................................................ (9)
Fluid Loss
UFD (UNIFIED FRACTURE DESIGN)
Sebagian fluida yang dipompakan selama proses perekahan akan hilang kedalam formasi sebagai akibat dari proses filtrasi. Banyak fluida yang hilang bergantung pada beberapa parameter antara lain komposisi fluida, laju alir, tekanan pemompaan. dan sifat fisik reservoir seperti permeabilitas, tekanan, saturasi fluida, dan ukuran pori. Menurut Harrington dkk (1973), volume fluida yang hilang selama proses perekahan hidraulik dapat dianggap sebesar :
Valko dan Economides memperkenalkan metode optimisasi perekahan hidrolik dengan memaksimalkan performanya. Teknik ini dikenal sebagai Unified Fracture Design (UFD) yang membuat suatu hubungan konduktivitas optimum dan Productivity Index (PI) maksimum dengan menggunakan parameter baru yaitu bilangan proppant (Np). Untuk setiap nilai Np akan diperoleh PI maksimum pada konduktivitas optimum.
...................................... (5)
Performa Rekahan Cinco-Ley dan Samaniego membuat fungsi pseudo-skin untuk konduktivitas finite.
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 7-16
10
Mereka mempersiapkan plot sf + ln (xf / rw) sebagai fungsi konduktivitas dimensionless (CfD). Fungsi digunakan untuk memprediksi performa sumur setelah perekahan. Kemuidan Valko dan Economides melakukan koreksi terhadap fungsi tersebut sebagai berikut :
...................................................... (16)
Dimana CA adalah Dietz shape factor, yang ditabulasikan dalam tabel berikut :
..... Tabel 1. Dietz shape factor. ...................................................................................... (10)
dengan, ............................................................... (11)
Dimensionless PI (JD) dapat dituliskan dalam faktor pseudo-skin ............................................. (12)
Peforma Rekahan pada Berbagai Bentuk Resevoir Jika rekahan sepenuhnya memotong lubang sumur, performa sumur akan bergantung pada rasio penetrasi .................................................................... (13)
Dimana xe adalah daerah pengurasan reservoir, dan dimensionless fracture conductivity
Kemudian hubungan JD dengan Nprop / Npe dan CfD dinyatakan dengan .......... (17)
................................................................ (14)
Valko dan Economides memadukan kedua persamaan di atas menjadi bilangan proppant : ...................................................... (15)
Persamaan di atas adalah untuk reservoir berbentuk bujursangkar. Kemudian untuk Gambar 3. Ekuivalensi skin pada rekahan vertikal finitereservoir berbentuk persegi panjang, persamaan conductivity untuk aliran radial steady-state (Cinco-Ley di atas dimodifikasi menjadi : dan Samaniego-V., 1981).
Komputasi untuk Optimisasi Keekonomian Perekahan Hidrolik Vertikal di Sumur Minyak (Sudjati Rachmat dan Berman Danyel)
11
b = eksponen penurunan (decline) laju produksi. Kemudian Arps mengelompokkan tiga jenis decline berdasarkan persamaan tersebut, yaitu eksponensial, hiperbolik, dan harmonik. Perbedaan ketiganya terletak pada harga b, yaitu : 1. Eksponensial : b = 0 2. Hiperbolik : 0 < b < 1 3. Harmonik : b = 1.
Gambar 4. Hubungan JD terhadap CfD pada berbagai Np (Valko dan Economides).
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam melakukan estimasi terhadap produksi kumulatif untuk ketiga jenis decline di atas ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 2. Persamaan-persamaan menghitung produksi kumulatif.
ESTIMASI BIAYA TREATMENT
Gambar 5. Hubungan JD terhadap CfD pada berbagai bentuk reservoir (Valko dan Economides).
ESTIMASI PRODUKSI KUMULATIF Produksi kumulatif dapat diperkirakan dari analisa decline-curve. Arps (1945) mempublikasikan suatu hasil studi mengenai analisa penurunan produksi, yang menyatakan bahwa semua penurunan produksi pada periode depletion dapat dinyatakan oleh persamaan empiris berikut. ......................................................... (18)
Dimana qi = laju produksi awal q = laju produksi pada waktu t D = konstanta penurunan (decline) laju produksi
Dalam menentukan estimasi biaya perekahan, terdapat dua macam biaya yaitu, biaya tetap yang tidak bergantung pada jumlah bahan dan biaya variabel (variable cost) yang jumlahnya tergantung jumlah bahan yang dipakai. Secara umum biaya yang dikeluarkan selama proses perekahan hidrolik adalah: • Variable fluid cost = $/unit x jumlah fluida. antara lain : - Fluida perekah + aditif - Biaya mixing dan blending - Transportasi, penyimpanan dan biaya pengolahan (biasanya dimasukkan dalam biaya tetap). • Variable proppant cost = $/unit x jumlah proppant. Antara lain : - Proppant - Biaya transportasi proppant - Biaya pemompaan proppant • Variable hydraulic horsepower (hhp) cost = $/hhp x laju injeksi x surface treating pressure/40.8 x standby hhp factor
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 7-16
12 • Biaya tetap - Mobilisasi - Personil - Persiapan (rig dll) - Biaya pengolahan Net present value (NPV)
Konsep present value digunakan untuk menyatakan nilai sekarang dari sejumlah uang di waktu yang akan datang. Net present value adalah perbedaan antara nilai sekarang dari penerimaan total dan nilai sekarang dari pengeluaran sepanjang umur proyek pada discount rate yang diberikan. Dari defenisi tersebut NPV pada perekahan hidrolik dapat dicari dengan persamaan :
7. Menghitung present value dari keuntungan bersih berdasarkan discount rate. 8. Menghitung biaya treatment. 9. Menghitung NPV untuk panjang rekahan yang dipilih dengan mengurangkan keuntungan bersih dengan biaya treatment. 10. Kembali ke prosedur 5 dengan penambahan panjang rekahan yang baru sampai panjang rekahan maksimum dicapai. 11. Membuat grafik hubungan NPV terhadap panjang rekahan. Kondisi optimum dicapai saat nilai NPV maksimal.
..................................... (19)
Dimana Δ$n adalah peningkatan keuntungan setelah perekahan, n adalah periode waktu perhitungan, dan cost adalah biaya treatment. PROSEDUR OPTIMISASI DESAIN TREATMENT Langkah – langkah dalam melakukan optimisasi keekonomisan pada perekahan hidrolik adalah sebagai berikut : 1. Memilih sistem fluida yang cocok untuk formasi yang akan direkahkan. 2. Memilih jenis proppant berdasarkan tekanan dan konduktivitas yang dibutuhkan. 3. Menentukan laju pemompaan maksimum yang diperbolehkan berdasarkan batas tekanan pada kepala sumur dan tubing. 4. Menentukan model propagasi pada karakteristik formasi. 5. Menentukan volume fluida dan proppant yang dibutuhkan dan konduktivitas yang didapatkan untuk panjang rekahan yang dipilih. 6. Menghitung laju produksi berdasarkan perubahan produktivitas setelah perekahan. Selanjutnya Gambar 6. Flowchart prosedur optimisasi desain perekahan produksi kumulatif dapat dihitung. hidrolik.
Komputasi untuk Optimisasi Keekonomian Perekahan Hidrolik Vertikal di Sumur Minyak (Sudjati Rachmat dan Berman Danyel)
PENGEMBANGAN SOFTWARE Untuk memudahkan optimisasi keekonomisan, penulis telah mengembangkan software dengan menggunakan bahasa pemograman C# (C-sharp). Software ini mudah untuk digunakan dan memberikan banyak pilihan dalam desain. Pilihan yang diberikan antara lain model propagasi, bentuk pengurasan dan jenis decline.
13
bawahnya akan memberikan nilai NPV yang lebih kecil.
Tab Data Reservoir Pada bagian ini operator hanya perlu menginput data sesuai dengan keadaan reservoir dan sumur seperti permeablitas Gambar 8. Tab data fluida dan proppant. formasi, ketinggian rekahan yang diinginkan, konfigurasi bentuk reservoir dan lain-lain. Tab Data Produksi Selain itu operator juga diberikan plilihan apakah fluida treatment akan dipompakann Pada bagian ini operator harus memilih lewat tubing maupun casing. jenis decline berdasarkan asumsi yang ada. Ada kalanya prediksi penurunan performa sumur tidak selalu tepat. Untuk itu diberikan pilihan untuk menentukan variabel decline secara bebas.
Gambar 7. Tab input data reservoir.
Tab Fluida dan Proppant Pada bagian ini operator harus terlebih dahulu memilih sistem fluida yang cocok digunakan sesuai dengan kondisi fisik formasi dan memilih jenis proppant yang berdasarkan konduktivitas yang dibutuhkan. Bagian ini termasuk salah bagian utama dalam desain karena terbatas oleh biaya yang dianggarkan. Kualitas proppant yang semakin baik akan memberikan peningkatan produktivitas yang semakin baik namun harganya tentu akan lebih mahal. Dan apabila biaya yang dianggarkan jumlah tak terbatas akan ada kondisi optimum konduktivitas, dimana nilai diatas maupun di
Gambar 9. Tab data produksi.
Tab Analisa Sensitivitas Hal terpenting dalam desain adalah analisa sensitivitas. Software ini juga mempunyai fitur yang memungkinkan pengguna melakukan analisa sensitivitas terhadap variabel-variabel bebas seperti jenis proppant, jangka waktu, dan variabel lainnya dengan memberikan grafik pada setiap perubahan variabel tersebut. Hal ini diharapkan dapat memberikan kemudahkan bagi operator dalam memilih desain yang sesuai.
14
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 7-16
Tabel 4. Data desain.
Gambar 10. Tab analisa sensitivitas.
Tab Ringkasan Pada tab ini disajikan hasil perhitungan biaya treatment dan keuntungan bersih untuk Tabel 5. Data ekonomi. setiap panjang rekahan. Selain itu, juga ditampilkan grafik hubungan NPV terhadap panjang rekahan.
Selanjutnya berdasarkan data tersebut dicari desain paling optimum secara ekonomi dengan beberapa skenario. Gambar 11. Grafik NPV vs Xf.
CONTOH APLIKASI
Skenario Dengan Jangka Waktu Produksi Berbeda
Pada skenario ini akan dibuat desain Berikut adalah seperangkat data reservoir perekahan hidrolik dengan jangka waktu produksi dan sumur yang akan distimulasi dengan berbeda. Yaitu satu tahun produksi dan dua tahun perekahan hidrolik. produksi. Sementara itu batasan panjang rekah Tabel 3. Data reservoir dan sumur. maksimum adalah 200 ft. Hubungan antara panjang rekahan terhadap NPV terlihat pada grafik di gambar 12. Dari grafik tersebut terlihat bahwa sampai dengan panjang rekahan 200 ft NPV masih meningkat untuk kedua grafik. Sementara itu peningkatan NPV dengan penambahan waktu produksi mencapai $50.000. Dengan kata lain masih sangat ekonomis untuk memproduksi sumur dengan jangka waktu yang lebih lama.
Komputasi untuk Optimisasi Keekonomian Perekahan Hidrolik Vertikal di Sumur Minyak (Sudjati Rachmat dan Berman Danyel)
15
KESIMPULAN Telah dikembangkan sebuah software untuk simulasi desain optimisasi keekonomisan pada perekahan hidrolik dengan menggunakan konsep unified design fracture (UFD). Pada konsep UFD dibuat hubungan antara jumlah proppant dengan produktivitas tanpa memperhatikan biaya lain. Dengan menerapkan perhitungan NPV pada konsep UFD maka didapatkan metodologi yang lengkap dalam menganalisa keekonomisan pada perekahan hidrolik. Gambar 12. Grafik hubungan xf vs NPV dengan waktu produksi berbeda.
Skenario Dengan Konduktivitas Berbeda Konduktifitas ditentukan oleh kualitas proppant. Pada skenario ini akan digunakan 3 jenis proppant yang berbeda sesuai dengan data. Semantara jangka waktu produksi adalah 2 tahun. Pada grafik berikut akan ditunjukkan bagaimana konduktivitas akan mempengaruhi NPV.
DAFTAR SIMBOL CA CfD E’ f Ix JD K kf L Np Npe Nprop q rw VLP w ww xf xe ye .
= Dietz shape factor = dimensionless fracture conductivity = modulus Young = fungsi skin = rasio penetrasi = index produktivitas dimensionless = permeablitas formasi = permeabilitas proppant = panjang rekahan = produksi kumulatif = bilangan proppant yang dikoreksi = bilangan proppant = laju produksi = radius lubang sumur = volume fluida yang hilang ke formasi = lebar rekahan = lebar rekahan pada lubang sumur = panjang rekahan = ukuran drainage area = ukuran drainage area
REFERENSI Gambar 13. Grafik hubungan xf vs NPV dengan kualitas proppant berbeda.
Terlihat dari Gambar 13 bahwa peningkatan konduktivitas hingga 7000 md-ft masih meningkatkan NPV. Namun pengunaan proppant ini dibatasi oleh anggaran yang ada. Bila anggaran jumlahnya tidak terbatas maka kualitas dapat ditingkatkan hingga kondisi optimum.
Cinco-Ley dan Samaniego, V.F : “Transient Pressure Analysis for Fractured Well,” paper SPE 6752, 1977 Diego J. Romero, Vaklo P.P., dan Economides, M.J.:”The Optimization of The Productivity Index And Fracture Geometry of A Stimulated Well With Fracturre Face And Choke Skins,” paper SPE 73758, 2002 Economides,M. dan Boney,C.:”Reservoir Stimulation Ebook,”2000. Economides, M.J. and Martin, T.: “Modern Fracturing, Enhancing Natural Gas Production”,
16
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 7-16
ET Publishing, 2007. Daal,J.A. dan Economide, M.j.: “Optimization of Hydraulically Fracture Wells in Irregularly Shape Drainage Areas,” paper SPE 98047, 2006. Halliburton: “Fracturing Fundamental”, Medco sharing session 2005. Li, X., Zhao, Z., Ma X., Wang, X. and Zhou , SPE 102276 : “Case Studies of Tight-Gas Carbonate Reservoir Stimulation: Acid Fracturing vs. Propped Fracturing”, 2006. McGuire, W.J. dan Sikora V.J.: “The Effect of Vertical Fracture on Well Productivity,” Trans, AIME, pp
401-403, 1960. Permadi, Asep Kurnia. Diktat Teknik Reservoir II. Bandung: Institut Teknologi Bandung. (2004). Prats,M, Hazebroek,P and Strickler, W.R.: Effect of Vertical Fracture on Reservoir BehaviourCompressible-Fluid Case,” SPEJ pp 87-94, 1962. Schechter, R.S. : “Oil Well Stimulation”, Prentice Hall, 1992. Wijayanti Elisa et.al, SPE 130518 : “Proppantt Hydraulic Fracturing in Low Permeability and Low Acid-Soluble Carbonate Reservoir: A Case History”, 2010.
Analisa Penentuan Laju Alir Produksi yang Optimum untuk Memperlambat Water Coning di Lapisan Tipis Analysis Determination of The Optimum Production Flow Rate for Slowing Water Coning in Thin Layer Bambang Yoedi Permadi1 dan Asep Hudiman2
[email protected] (08118504217);
[email protected] (08117801981) Abstrak Salah satu faktor penyebab penurunan laju produksi minyak pada suatu sumur karena adanya air yang menembus lapisan minyak secara vertikal atau biasa disebut dengan water coning. Salah satu cara mengurangi hal ini adalah dengan mengatur laju alir produksi sehingga terjadinya water coning dapat diminimalkan dan kumulatif produksi minyak menjadi lebih besar. Perhitungan untuk mencari Laju Produksi yang optimum dapat dilakukan dengan metode analitik dan numerik (simulasi). Secara perhitungan analitik dan simulasi dapat diketahui bahwa kenaikan laju produksi dari suatu sumur dapat mempercepat terjadinya water coning namun produksi komulatif yang dihasilkan tidak selalu lebih kecil karena berdasarkan hasil perhitungan numerik (simulasi), laju produksi optimum untuk mendapatkan produksi komulatif terbesar, berada pada laju produksi yang menengah dari range simulasi yang dilakukan. Kata Kunci: Water Coning, Laju Alir Produksi. Abstract One of the factor which cause the decreasing of oil production is water production that permeate to oil layer vertically which called water coning. One of the methode to minimize water coning is adjusting the production rate to eliminate water coning and get the higher cumulative oil production. To calculate the optimum production rate, we can use analitical and numerical (simulation) calculation methods. From analitical and numerical calculation, we get that the increasing of well production rate, will cause earlier water coning occurance but the cumulative oil production output is not always getting lower because refer to the simulation, the optimum oil production rate which can give the highest cumulative oil production, was obtained at the medium production rate of the simulation range. Keywords: Water Coning, Production Rate.
PENDAHULUAN Keberadaan minyak dan gas bumi saat ini belum dapat digantikan dengan sumber energi lainnya, pada kenyataannya produksi minyak sering kali mengalami penurunan dalam waktu cepat. Salah satu faktor penyebab penurunan laju produksi minyak karena adanya air yang menembus lapisan minyak secara vertikal atau biasa disebut dengan water coning. Salah satu cara mengurangi hal ini adalah dengan mengatur laju alir produksi sehingga terjadinya water coning dapat diminimalkan dan kumulatif produksi minyak menjadi lebih besar. Makalah ini akan membahas mengenai strategi Laju Produksi yang optimum untuk mengatasi masalah water coning 17
pada Reservoar yang tipis menggunakan metode perhitungan analitik dan numerik (simulasi). TINJAUAN LAPANGAN Lapangan XYZ terdiri dari selang-seling batu pasir, batu lempung dan batubara. Batu pasir dilapangan ini berbutir kasar bahkan kadangkadang konglomeratan dan selang-seling dengan lignit dan serpih. Formasi di Lapangan ini mempunyai ketebalan antara 300-700 m dan diendapkan secara tidak selaras. Batuan Reservoar dari lapangan ini diperkirakan memiliki porositas rata-rata 1835%.
18
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 17-22
Reservoar utama yang berupa fluvial deltaik hingga marine dangkal memiliki litologi berupa batu pasir berumur Plio-Pleistosen. Berdasarkan data core dan petrografi, secara umum batuan Reservoar lapangan ini diidentifikasikan sebagai facies Distributary Channel, facies Aggraded Mouth Bar, facies Destructive Mouth Bar. Lapisan batu pasir ini memiliki ketebalan relatif tipis yaitu antara 5-10 m dan memiliki distribusi lateral yang terbatas yang merupakan endapan channel dan lensa-lensa pasir. Berdasarkan performance produksi dan tekanan Reservoar di lapangan ini disimpulkan bahwa tenaga dorong yang utama pada lapangan ini adalah kombinasi water drive dan solution gas drive. Primary recovery factor rata-rata yang dapat dicapai adalah 34-37%. METODE PERHITUNGAN
DATA SCAL (SPECIAL CORE ANALISYS) Data batuan diperoleh dari analisa laboratorium sample core sumur G-47 kedalaman (878885,5) mMD untuk mewakili lapisan BYP-1. Data yang akan dijadikan sebagai input data adalah unsteady state permeabilitas relatif air dan minyak [Kw/Ko] dan data unsteady state permeabilitas relatif air dan gas [Kg/Ko]. Data ini yang akan merepresentasikan kelakuan produksi minyak dan air di Reservoar. Parameter permeabilitas relatif minyak dan air (Kw/Ko) dengan parameter sebagai berikut : Sample depth
: 878,45 mMD
Permeability to air
: 640 md
Porosity
: 0,295
Initial water saturation
: 0,262
Effective permeability to oil at Swi
: 517 md
Water saturation
: Increasing
Permeability to air
: 640 md
Porosity
: 0,295
Initial water saturation
: 0,262
Effective permeability to water at Sor : 144 md
Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan menggunakan metode analitik dan Data unsteady state permeabilitas relatif metode numerik untuk mencari waktu yang gas dan minyak [Kg/Ko] diperoleh dari analisa dibutuhkan untuk terjadi water coning dan laboratorium sample core sumur G-47, dengan produksi komulatif yang dihasilkan untuk laju parameter sebagai berikut : alir produksi 100 – 2000 bbl/hari pada sumur BYP-1 yang memiliki net pay sebesar 8 m. Sample depth : 878,45 mMD
Effective permeability to oil at Swi Effective permeability to gas at Sor Gas saturation
Gambar 1. Log Lapisan G-45.
Perhitungan analitik dilakukan dengan mencari laju kritis dan time breakthrough sebelum terjadi water coning. Sedangkan untuk perhitungan secara numerik, model yang digunakan yaitu pengurasan sumur tunggal dengan radial-cylindrical grid. DATA POROSITAS DAN PERMEABILITAS
: 517 md : 369 md : Increasing
Tekanan kapiler diperoleh dari sample core yang dijenuhi dengan air formasi kemudian diberikan tekanan sebesar (1,0), (2,0), (4,0), (8,0), (15,0), (35,0), (75,0), (150) dan (200) psig untuk mendapatkan 9 titik antara tekanan kapiler dengan saturasi air, hasil analisa laboratorium tekanan kapiler seperti terlihat pada Tabel 3 dan Gambar 2. Grafik pada Gambar 3 dengan persamaan adalah persamaan yang dipakai untuk input data tekanan kapiler yang merepresentasikan distribusi saturasi minyak dan air dalam pemodelan Reservoar.
Data porositas, permeabilitas, saturasi air, thickness, dan saturasi oil diperoleh dari PERHITUNGAN ANALITIK hasil pengukuran log density dan netron dengan porositas efektif rata-rata 23% dan permeabilitas Sebelum memproyeksi sumur “BYP-1” rata-rata 434,89 md. terlebih dahulu dilakukan perhitungan laju alir
Analisa Penentuan Laju Alir Produksi yang Optimum untuk Memperlambat Water Coning di Lapisan Tipis (Bambang Yoedi Permadi dan Asep Hudiman)
19
Tabel 3. Pengukuran Tekanan Kapiler.
Gambar 3. Plot saturasi air dengan tekanan kapiler kondisi di Reservoar. Gambar 2. Tekanan Kapiler vs Saturasi Air (Brine Saturation).
maksimum menggunakan persamaan Petrobras dan dipatkan laju alir maksimum dari sumur BYP-1 sebesar 7.018,65 BOPD Perhitungan laju kritis menggunakan metode Chierici et al didapatkan laju kritis untuk Sumur BYP-1 sebesar 159 BOPD, sedangkan menggunakan metode Craft Hawkins didapatkan 1.550,41 BOPD. Menggunakan rumus dibawah ini. Persamaan Chierici et al :
Persamaan Craft and Hawkins :
Kedua Persamaan tersebut menggunakan parameter yang berbeda untuk mendapatkan laju alir kritis. Dalam Persamaan Chierici et al perbedaan densitas air dan minyak dimasukkan kedalam perhitungan sedangkan didalam persamaan craft Hawkins faktor draw-down sumur yang digunakan. Untuk menentukan waktu yang diperlukan tercapainya cone hingga lubang sumur atau waktu terjadinya breakthrough. Maka digunakan metode Sobocinski dan Cornelius. Persamaan Sobocinski dan Cornelius :
20
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 17-22
Menggunakan metode Sobocinski dan Cornelius ini dimasukkan nilai alir produksi minyak (qo) antara 100 bbl/hari – 2.000 bbl/hari. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Untuk melihat performance produksi dari segi peningkatan water cut sebagai indikasi terjadinya water coning. Peramalan produksi dilakukan dengan merubah laju alir produksi antara 100 bbl/hari sampai 2.000 bbl/hari. Menggunakan simulasi ini dapat terlihat bahwa water cut akan meningkat secara signifikan serta terbentuknya cone yang menyentuh lubang perforasi pada saat awal terjadinya water coning, menjadi acuan saat terjadinya breakthrough pada masing-masing laju alir produksi seperti terlihat pada Gambar 6 berikut.
Gambar 4. Kurva Laju Alir Produksi vs Produksi Komulatif (Analitik).
PERHITUNGAN NUMERIK (SIMULASI)
Gambar 6. Peramalan Water Cut vs waktu pada laju alir 100 – 2.000 bbl/hari.
Perhitungan Numerik dilakukan dengan membuat model dengan radial-cylindrical grid.
Gambar 7. Kurva Laju Alir Produksi vs Produksi Komulatif (Simulasi).
Dari Gambar 7 diatas dapat diketahui bahwa hasil simulasi sumur BYP-1 dengan peramalan produksi antara 100 – 2.000 bbl/hari Model ini merepresentasikan kondisi menunjukan bahwa produksi komulatif minyak Reservoar dilihat dari faktor tekanan, saturasi, yang paling optimum dihasilkan pada laju alir perubahan kontak fluida, dan vertical sweep minyak sebesar 1.100 bbl/hari. efficiency. Ukuran grid dibuat dengan arah I = 30 , J = 1, dan K = 113. Setelah model terbentuk PERBANDINGAN ANALITIK & NUMERIK selanjutnya dilakukan history matching untuk menyelaraskan data hasil dari perhitungan Berdasarkan perhitungan secara analitik simulator dengan produksi lapangan sebenarnya maupun perhitungan numerik didapatkan bahwa sebelum dilakukan peramalan. kenaikan laju alir produksi akan mempercepat Gambar 5. Model 3D Reservoar Radial Grid (Cylindrical) arah I, J, K.
Analisa Penentuan Laju Alir Produksi yang Optimum untuk Memperlambat Water Coning di Lapisan Tipis (Bambang Yoedi Permadi dan Asep Hudiman)
21
terjadinya water coning seperti terlihat pada produksi sumur dan diambil dengan nilai tetap rata-rata. Sedangkan pada perhitungan numerik Gambar 8. (simulasi) data property sumur dimasukkan pada setiap grid pada model lapisan sumur dan akan ter-update secara dinamis seiring waktu simulasi yang dilakukan. Selain itu, didalam perhitungan secara numerik faktor kapilaritas juga dijadikan dasar perhitungan. KESIMPULAN
Gambar 8. Kurva Perbandingan Waktu Coning Analitik dan Numerik.
Berdasarkan perhitungan numerik (simulasi) untuk sumur BYP-1 dengan proyeksi laju alir 100 bbl/hari sampai 2.000 bbl/hari didapatkan laju produksi optimum dari sumur BYP-1 adalah sebesar 1.100 bbl/hari dengan komulatif sebesar 536.800 STB dengan waktu 488 hari. Secara analitik produksi komulatif tersebut akan diperoleh pada laju produksi sebesar 66,5 bbl/hari dan memerlukan waktu 8056 hari. Dengan hasil perhitungan analitik dan numerik dapat disimpulkan untuk menentukan laju produksi yang tepat untuk memperoleh produksi komulatif yang paling optimum perlu dilakukan simulasi.
Sementara berdasarkan perhitungan secara analitik dapat dilihat bahwa makin kecil laju alir produksi dari suatu sumur maka makin besar produksi komulatif yang didapatkan sebelum terjadi water coning. Namun jika menggunakan perhitungan simulasi dapat dilihat bahwa kenaikan laju alir produksi sampai 1100 bbl/hari akan berbanding lurus dengan kenaikan produksi minyak secara komulatif. Namun jika UCAPAN TERIMA KASIH laju alir produksi dinaikan diatas 1.100 bbl/hari, Terima kasih kepada Ir. R.S Trijana produksi komulatif menjadi lebih kecil, seperti Kartoatmodjo, MSc, Ph.D, sebagai pembimbing terlihat pada Gambar 9. tesis Magister Perminyakan – Universitas Trisakti yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. REFERENSI
Gambar 9. Kurva Perbandingan Produksi komulatif secara Analitik dan Numerik.
Perbedaan perilaku hasil perhitungan analitik dan numerik disebabkan karena pada perhitungan analitik, lapisan yang diproduksi dianggap homogen dan perhitungan menggunakan single data yaitu data awal
Mattax, C.C. and Dalton, L.R., ”Reservoar Simulation”, Society of Petroleum Engineers, Richadson, Texas, 1990. Leif A heyland et.al, “Critical Rate for Water Coning : Correlation and Analytical Solution”, SPE 15855, London, 1989. Ahmed, Tarek., “Reservoir Engineering Handbook”, 3rd edition, Gulf Publishing Company, Chapter 9, Oxford, 2006. Aminian, K., “Water Production Problems and Solutions-Part 1”, Petroleum & Natural Gas Engineering Department, West Virginia University, 2001. Brown, Kermit E., “The Technology Artificial Lift Methods”, Volume 4, Pennwell Publishing Co,
22
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 17-22
Chapter 7, Tulsa, 1984. Chan, K.S., “Water Control Diagnostic Plots”, SPE Paper 30775, Dallas, 1995. Craft, B.C., Hawkins, M.F. “Applied Reservoir Engineering”, 2nd edition , Englewood Cliffs, Prentice Hall, Inc., Chapter 7, New Jerey, 1991.
Deddy Phitra Akbar., 2014, “Well Production Forecast “X” in Layers Reservoir “Y” with Reservoir Simulation Radial“, Skripsi, Trisakti University. Dake, L.P., “Fundamental Of Reservoir Engineering”, Elsevier Science B.V., Chapter 5, Amsterdam, 1978.
Pemodelan Numerik Stress-Dependent Permeability pada Reservoir CBM untuk Mendapatkan Persamaan Korelasi Antara Rasio Perubahan Permeabilitas Sebagai Fungsi dari Tekanan Injeksi Numerical Model of Stress Dependent Permeability in CBM Reservoir in Development Correlation of Permeability Ratio Changing as a Function of Injection Pressure Mukhammad Nuruddin1, Doddy Abdassah2 dan Dedy Irawan3
[email protected];
[email protected];
[email protected] (1)(2)(3)Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia Abstrak
Reservoir Coalbed methane termasuk ke dalam reservoir rekah alami. Reservoir rekah alami memiliki harga permeabilitas yang sangat sensitif terhadap perubahan stress atau tekanan pori batuan. Drawdown yang terjadi selama produksi akan meningkatkan effective stress batuan sehingga akan menurunkan harga permeabilitas. Sebaliknya, negative drawdown yang terjadi akibat injeksi akan menurunkan effective stress batuan sehingga harga permeabilitas akan naik. Berbagai model perubahan permeabilitas pun telah dikembangkan untuk menganalisa adanya stressdependent permeability. Dalam tugas akhir ini digunakan model Palmer and Mansoori untuk menganalisa perubahan permeabilitas yang terjadi akibat adanya stress-dependent permeability. Model Palmer and Mansoori memberikan hubungan antara rasio perubahan permeabilitas dengan parameter rock mechanic dan perubahan tekanan pori batuan. Konsekuensinya, diperlukan pengetahuan tentang harga tekanan pori batuan untuk mengetahui perubahan permeabilitas yang terjadi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diusulkan sebuah persamaan yang dapat menggambarkan secara langsung hubungan antara rasio perubahan permeabilitas terhadap drawdown tekanan berdasarkan model numerik yang dibangun dengan menggunakan model perubahan permeabilitas Palmer and Mansoori. Kata Kunci: injection falloff test, stress-dependent permeability, model Palmer and Mansoori, rasio perubahan permeabilitas.
Abstract Coalbed methane reservoir is belongs to naturally fractured reservoir. Naturally fractured reservoir has permeability value that is very sensitive with stress change or pore pressure. Drawdown that occurred during production will increase the effective stress so that it will decrease the value of rock permeability. In contrast, negative drawdown that occurred during injection will decrease the effective stress so that it will increase the value of rock permeability. Various models of permeability change have been developed to analyze the stress-dependent permeability. In this thesis, Palmer and Mansoori model is used to analyze the permeability changes that occur as a result of stress-dependent permeability. Palmer and Mansoori model gives the relationship between the ratio of permeability change as a function of rock mechanic parameters and pore pressure change. Consequently, the value of pore pressure is needed to find out the change in permeability. Therefore, this study will propose an equation which can describe directly the relationship between the ratio of permeability change and the pressure drawdown based on numerical models built using the permeability change model of Palmer and Mansoori. Keyword: injection falloff test, stress-dependent permeability, Palmer and Mansoori model, of permeability change.
I. PENDAHULUAN
Dari keempat karakteristik tersebut, permeabilitas merupakan parameter yang relatif sulit diperoleh Produksi secara ekonomis dari coalbed karena membutuhkan tes yang tidak mudah methane dipengaruhi oleh empat karakteristik (McKee et al., 1988). Selain itu, permeabilitas penting dari reservoir CBM yaitu tekanan gas, gas merupakan parameter reservoir yang mengontrol content, ketebalan reservoir, dan permeabilitas. perolehan gas metana dari reservoir CBM. 23
24
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 23-36
Permeabilitas mengontrol waktu dewatering dan waktu produksi yang diperlukan untuk mencapai produksi gas metana yang maksimal. Oleh karena itu, penentuan harga permeabilitas menjadi hal yang sangat penting. Harga permeabilitas antara lain digunakan untuk mendesain field installation (komplesi sumur), menentukan well spacing yang optimal, mendesain stimulasi sumur, dan mengatur performance reservoir secara optimal. (Zuber, et al. 1990). Penentuan harga permeabilitas dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Transient testing merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menentukan permeabilitas reservoir. Dalam kasus reservoir CBM dimana gas tidak dapat berproduksi secara sembur alami, injection falloff test dapat menjadi pilihan dan telah sering dilakukan sebagai salah satu cara untuk menentukan harga permeabilitas reservoir. Akan tetapi, harga permeabilitas yang diperoleh dari injection falloff test sangat bergantung dari laju injeksi yang digunakan. Semakin besar laju injeksi yang diberikan maka harga permeabilitas yang diperoleh akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh adanya stress-dependent permeability pada reservoir CBM. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk mengetahui hubungan antara perubahan permeabilitas dengan perubahan laju injeksi yang diberikan. II. INJECTION FALLOFF TEST Injection falloff test merupakan salah satu transient testing yang sering dilakukan pada sumur coalbed methane untuk memperkirakan harga permeabilitas, faktor skin, dan tekanan rata-rata reservoir. Pada prinsipnya, injection falloff test sama dengan pressure build up hanya saja injection falloff test dilakukan pada sumur injeksi. Pada pressure build up, transient tekanan yang diamati adalah respon kenaikan tekanan (build up) sedangkan pada injection falloff test, transient tekanan yang diamati adalah respon penurunan tekanan (falloff). Injection falloff test dilakukan dengan menginjeksikan fluida ke dalam reservoir pada selang waktu injeksi tertentu kemudian injeksi dihentikan dan dicatat respon falloff tekanan. Gambar 1 menunjukkan profil laju injeksi dan tekanan dasar sumur terhadap waktu pada injection falloff test.
Gambar 1. Idealisasi Respon Tekanan dan Laju Injeksi pada Injection Falloff Test (Johnson et al., 2003).
Dapat dilihat pada Gambar 1, ketika injeksi dilakukan pada selang waktu tp, harga tekanan dasar sumur terjaga konstan. Pada kebanyakan kasus, injeksi menyebabkan kenaikan tekanan dasar sumur. Injeksi ditunjukkan oleh harga laju alir negatif. Ketika injeksi dihentikan dengan menutup sumur, tekanan dasar sumur akan mengalami penurunan. Harga laju alir akan bernilai nol dan periode falloff pun dimulai. Lama periode falloff ditentukan dengan menggunakan persamaan (Seidle et al., 1991): ........................................................ (1)
Lama periode falloff tersebut dapat dikatakan cukup untuk menghasilkan garis lurus pada kurva semilog jika : ............................................................. (2)
dimana, ........................................................... (3)
Injection falloff test digunakan untuk menentukan harga permeabilitas dan faktor skin reservoir. Setelah garis lurus pada kurva semilog dapat tercapai, harga permeabilitas dapat ditentukan dari kemiringan (slope) garis lurus tersebut pada kurva semilog antara tekanan dan waktu. Harga permeabilitas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Seidle et al., 1991) : ........................................................ (4)
Pemodelan Numerik Stress-Dependent Permeability pada Reservoir CBM untuk Mendapatkan Persamaan Korelasi Antara Rasio Perubahan Permeabilitas Sebagai Fungsi dari Tekanan Injeksi (Mukhammad Nuruddin, Doddy Abdassah dan Dedy Irawan)
25
Sedangkan faktor skin dapat dihitung adanya stress-dependent permeability. Dalam dengan menggunakan persamaan : tugas akhir ini digunakan model Palmer and Mansoori untuk menganalisa perubahan ........... (5) permeabilitas yang terjadi akibat adanya stressdependent permeability. Model Palmer and Persamaan (4) dan persamaan (5) akan Mansoori memberikan hubungan antara rasio menghasilkan hasil yang akurat jika model reservoir perubahan permeabilitas dengan parameter rock mechanic dan perubahan tekanan pori CBM memenuhi asumsi berikut (Sari, 2000): batuan. Model ini dinyatakan dengan persamaan • Reservoir homogen matematis sebagai berikut (Palmer et al., 1998) : • Ketebalan lapisan seragam • Fluida satu fasa dengan kompresibilitas ........... (6) kecil dan konstan Prosedur umum melakukan injection falloff dimana, test adalah sebagai berikut (Rodvelt et al., 2006) : ...................................................... (7) • Lakukan shut in sumur selama 6-8 jam (biasanya pada malam hari) sebelum injeksi dilakukan untuk ..................................................................... (8) menyeragamkan tekanan reservoir. • Setelah kondisi stabil, injeksikan .................................................................. (9) air dengan rate 0.1 gal/min selama 8 jam. Injeksi dilakukan dengan Persamaan (6) di atas dapat dinyatakan menaik-turunkan laju injeksi untuk ke dalam bentuk lain sebagai berikut (Stewart, mendapatkan 15-25% kenaikan 2010) : tekanan di atas tekanan reservoir. Tekanan reservoir diperkirakan dari ............................................................. (10) data pressure gradient yang ada. • Tutup downhole shut in valve dan dimana, hentikan injeksi. • Catat respon falloff tekanan selama ....................................................... (11) shut in. Shut in biasanya dilakukan selama 48 jam. Persamaan (10) dapat dinyatakan dalam bentuk rasio perubahan permeabilitas sebagai Pada reservoir rekah alami seperti reservoir berikut : coalbed methane, harga permeabilitas sangat .......................................................... (12) sensitif terhadap perubahan stress atau tekanan pori batuan. Sensitifitas harga permeabilitas Dapat dilihat pada persamaan (12) di terhadap perubahan stress atau tekanan pori batuan ini terjadi baik pada saat produksi maupun atas bahwa harga rasio perubahan permeabilitas injeksi. Drawdown yang terjadi selama produksi merupakan fungsi dari perubahan tekanan pori akan meningkatkan effective stress batuan dan batuan, porositas awal, dan harga parameter menurunkan harga permeabilitas karena adanya mekanika batuan. cleat compression. Sebaliknya, negative drawdown yang terjadi akibat injeksi akan menurunkan IV. METODOLOGI effective stress batuan dan meningkatkan harga Untuk mendapatkan persamaan permeabilitas karena adanya matrix shrinkage perubahan permeabilitas sebagai fungsi dari (Palmer et al., 1998). Berbagai model perubahan permeabilitas perubahan tekanan dan parameter geomekanik pun telah dikembangkan untuk menganalisa batubara, maka digunakan simulasi numerik III. STRESS-DEPENDENT PERMEABILITY
26
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 23-36
untuk memodelkan injection falloff test. Kemudian, dilakukan pressure transient analysis terhadap data hasil injection falloff test dengan menggunakan PTA software. Keseluruhan proses dalam penentuan persamaan perubahan permeabilitas ini disajikan dalam sebuah algoritma diagram alir penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 3.
melakukan simulasi dengan model compositional, yang merupakan karakteristik dari reservoir CBM. Tugas akhir ini menggunakan model yang telah disediakan oleh CMG-GEM yaitu gmsmo17 yang memiliki model compositional dan system dual-porosity. Model gmsmo17 selanjutnya dimodifikasi untuk mendapatkan model utuh yang dapat memodelkan stressdependent permeability pada CBM.
Analisis Transien Tekanan
Simulasi CMG-GEM
Regresi Linear
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian.
Simulasi CMG-GEM Untuk mendapatkan data profil tekanan dasar sumur (BHP) dan laju injeksi terhadap waktu, digunakan simulasi dengan menggunakan CMG-GEM untuk memodelkan injection falloff test. CMG-GEM digunakan karena mampu
Gambar 3. Model Grid yang Digunakan.
Model grid menggunakan model grid yang berasal dari model gmsmo17 yaitu model dengan tipe grid cartesian dan berbentuk balok sederhana tanpa inklinasi. Dimensi grid yang digunakan adalah 10x10x1 dengan ukuran tiap grid-nya ditentukan sebesar 10x10 m2. Top reservoir berada pada kedalaman 995 m. Geometri dari grid yang digunakan ditunjukkan oleh Gambar 2. Tabel 1. Data pada Quick Model CBM.
Pemodelan Numerik Stress-Dependent Permeability pada Reservoir CBM untuk Mendapatkan Persamaan Korelasi Antara Rasio Perubahan Permeabilitas Sebagai Fungsi dari Tekanan Injeksi (Mukhammad Nuruddin, Doddy Abdassah dan Dedy Irawan)
Selain model grid, model fluida juga menggunakan model fluida yang berasal dari model gmsmo17. Model fluida yang berasal dari model gmsmo17 dibuat dengan menggunakan fasilitas quick model CBM yang terdapat pada CMG-GEM. Dengan menggunakan fasilitas quick model CBM, model fluida dibuat dengan terlebih dahulu memilih jumlah komponen yang diinginkan. Dalam model fluida gmsmo17 ini digunakan dua komponen yaitu CH4 dan CO2. Tabel 1 menunjukkan data-data yang digunakan pada model fluida gmsmo17. Dapat dilihat bahwa beberapa data menggunakan harga default yang diberikan oleh CMG-GEM. Data lain yang berkaitan dengan model fluida adalah data konstanta Langmuir. Tabel 2 menunjukkan data konstanta Langmuir dari model fluida gmsmo17. Tabel 2. Konstanta Langmuir.
27
Model gmsmo17 juga telah menyertakan harga properties reservoir seperti porositas, porositas fracture, permeabilitas, permeabilitas fracture, kompressibilitas, kompressibilitas fracture, luas area, ketebalan, tekanan awal, dan datum depth. Tabel 3 menunjukkan harga masing-masing properties reservoir tersebut. Perlu menjadi catatan bahwa harga kompressibilitas dan kompressibilitas fracture telah diubah dari harga default yang diberikan oleh model gmsmo17. Hal ini dilakukan agar model dapat mengakomodasi stress-dependent permeability. Selain itu, setelah dilakukan simulasi diketahui bahwa dibutuhkan harga kompressibilitas fracture yang relatif besar agar profil BHP terhadap waktu yang dihasilkan mendekati ideal. Dalam tugas akhir ini akan dimodelkan stress-dependent permeability. Hal penting yang harus dilakukan adalah memodelkan perubahan permeabilitas terhadap perubahan tekanan. Dalam hal ini, perubahan tekanan direpresentasikan oleh perubahan laju injeksi air pada injection falloff test. Untuk memodelkan perubahan permeabilitas, dalam tugas akhir ini digunakan model Palmer and Mansoori. Model Palmer and Mansoori digunakan karena CMG-GEM mampu memfasilitasi model ini. Tabel 4 menunjukkan data yang digunakan sebagai masukan dalam model Palmer and Mansoori. Tabel 4. Model Palmer and Mansoori.
Tabel 3. Harga Properties Reservoir.
Dalam Tabel 2 terlihat bahwa data konstanta Langmuir tidak didefinisikan. yang
Setelah diperoleh base model reservoir mampu mengakomodasi perubahan
28
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 23-36
permeabilitas, selanjutnya dilakukan simulasi injection falloff test terhadap model yang telah dibuat dengan menggunakan CMG-GEM. Simulasi injection falloff test dilakukan dengan membuat sumur injeksi air yang diletakkan di tengah reservoir. Sumur injeksi merupakan sumur vertikal yang terletak pada koordinat i=5 dan j=5 dan menembus layer 1. Gambar 4 menunjukkan letak sumur injeksi pada model simulasi yang digunakan. Injection falloff test disimulasikan menggunakan waktu injeksi selama 7 jam dan waktu shut in selama 17 jam. Dalam hal ini, lama waktu injeksi dan waktu shut in diatur konstan untuk menyederhanakan proses penelitian.
Gambar 4. Posisi Sumur Injeksi.
Model yang digunakan memiliki beberapa asumsi antara lain reservoir bersifat homogen, isotropik, dan tidak memiliki dukungan dari akuifer atau sumber air meteorik. Keseluruhan proses yang telah dijelaskan di atas merupakan bagian dari simulasi CMG-GEM yang terdapat pada Gambar 3. Proses simulasi ini akan menghasilkan data profil BHP terhadap waktu pada berbagai laju injeksi. Kemudian, data yang diperoleh dari simulasi digunakan sebagai input dalam analisis transien tekanan untuk menentukan permeabilitas, faktor skin, dan tekanan awal reservoir. Analisis Transien Tekanan Setelah mendapatkan data profil BHP terhadap waktu pada berbagai laju injeksi dari proses simulasi CMG-GEM, proses selanjutnya yaitu melakukan analisis transien tekanan. Analisis transien tekanan dilakukan dengan menggunakan bantuan software PTA. Software PTA yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah Ecrin-Saphir karena mudah digunakan dan mengakomodasi model dual porosity. Tabel 5 menunjukkan parameter-parameter yang digunakan sebagai masukan pada analisis transien tekanan dengan menggunakan software Pressure Transient Analysis.
Setelah diperoleh base model reservoir dan model injection falloff test, selanjutnya Tabel 5. Parameter Masukan pada software Pressure Transient Analysis. dilakukan simulasi injection falloff test dengan menggunakan berbagai harga laju injeksi. Dalam kasus adanya stress-dependent permeability pada model reservoir, maka digunakan laju injeksi yang rendah agar data profil BHP terhadap waktu dapat dianalisis dengan baik. Penggunaan laju alir rendah juga dimaksudkan agar tidak terjadi efek kompaksi batuan yang terlalu besar yang membuat data sulit dianalisis. Laju injeksi yang digunakan pada simulasi injection falloff test ini berada pada rentan 1 – 18 BWIPD. Selain itu dilakukan pula simulasi injection falloff test dengan menggunakan laju injeksi 0.06 BWIPD untuk mendapatkan harga permeabilitas awal reservoir. Laju injeksi 0.06 BWIPD dinilai cukup sangat kecil untuk memberikan efek perubahan permeabilitas sehingga harga permeabilitas yang diperoleh dari Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5, analisis transien tekanan dapat menggambarkan beberapa harga parameter di atas diperoleh dari permeabilitas awal reservoir.
Pemodelan Numerik Stress-Dependent Permeability pada Reservoir CBM untuk Mendapatkan Persamaan Korelasi Antara Rasio Perubahan Permeabilitas Sebagai Fungsi dari Tekanan Injeksi (Mukhammad Nuruddin, Doddy Abdassah dan Dedy Irawan)
harga parameter yang digunakan pada model simulasi. Parameter yang diperoleh dari model simulasi yaitu jari-jari sumur, ketebalan reservoir, kompressibilitas total, well model, reservoir model, dan tekanan awal. Sementara harga porositas diperoleh dari harga porositas rata-rata yang digunakan pada model simulasi. Untuk harga formation volume factor dan viskositas digunakan harga Bw dan μw karena reference phase yang digunakan adalah air dan juga model simulasi menggunakan air sebagai fluida yang diinjeksikan. Wellbore model menggunakan asumsi model constant WBS dan boundary model menggunakan model infinite karena waktu injeksi dan waktu shut in dinilai masih sangat kecil untuk memberikan efek transien tekanan mencapai batas reservoir. Analisis menggunakan berbagai boundary model juga memberikan harga permeabilitas dan faktor skin yang sama sehingga penggunaan boundary model tidak berpengaruh terhadap hasil analisis. Regresi Linear Setelah mendapatkan data permeabilitas dari analisis transien tekanan, proses selanjutnya yaitu melakukan regresi linear. Regresi linear dilakukan terhadap plot antara rasio perubahan permeabilitas (k / ko) terhadap perbedaan tekanan (p - pi). Regresi linear dipilih karena perubahan permeabilitas dimodelkan dengan model Palmer and Mansoori dimana mempunyai persamaan perubahan permeabilitas yang linear (orde 1) sehingga diharapkan persamaan yang dihasilkan dari regresi linear akan lebih akurat. Parameter yang digunakan untuk menganalisis persamaan yang didapatkan dengan menggunakan teknik ini adalah nilai koefisen korelasi (R2) dan nilai kesalahan ratarata. Persamaan dapat dikatakan akurat jika memberikan harga R2 ≈ 1 dan nilai kesalahan rata-rata ≤ 5%. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan simulasi injection falloff test menggunakan simulasi CMG-GEM, akan diperoleh profil BHP terhadap waktu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 merupakan contoh profil BHP terhadap waktu pada laju injeksi 0,06 BWIPD.
29
Gambar 5. Profil BHP pada Laju Injeksi 0,06 BWIPD.
Dapat dilihat pada Gambar 5, profil BHP terhadap waktu sesuai dengan tipikal respon dari injection falloff test. Pada saat tujuh jam pertama, tekanan dasar sumur akan naik terhadap waktu akibat adanya injeksi. Tekanan dasar sumur akan terus naik sampai injeksi dihentikan. Setelah tujuh jam injeksi, injeksi dihentikan dan akibatnya tekanan dasar sumur turun terhadap waktu. Profil BHP terhadap waktu inilah yang selanjutnya akan dianalisis menggunakan Ecrin-Saphir. Setelah diperoleh kurva awal profil BHP terhadap waktu, selanjutnya dilakukan simulasi injection falloff test pada laju injeksi yang bervariasi antara selang 1 BWIPD – 18 BWIPD. Hal ini dilakukan untuk memperoleh hubungan antara perubahan tekanan yang direpresentasikan oleh perubahan laju injeksi dengan perubahan profil BHP terhadap waktu. Perubahan profil BHP terhadap waktu pada berbagai laju injeksi inilah yang nantinya akan dianalisis untuk mendapatkan harga permeabilitas sehingga diharapkan akan dihasilkan harga permeabilitas yang berbeda-beda pada berbagai laju injeksi dan dapat dicari hubungan antara perubahan permeabilitas terhadap perubahan laju alir. Profil BHP terhadap waktu pada berbagai harga laju injeksi ditunjukkan pada Gambar 6. Dapat dilihat pada Gambar 6 bahwa semakin besar laju injeksi yang diberikan maka profil BHP terhadap waktu akan bergeser ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar laju injeksi yang diberikan, maka harga tekanan dasar sumur akan makin besar. Gambar 7 menunjukkan perubahan harga tekanan shut in dasar sumur terhadap perubahan laju injeksi yang diberikan. Tekanan shut in dasar sumur merupakan tekanan
30
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 23-36
0,06 BWIPD sebagai laju alir terendah dimana laju injeksi ini merupakan laju injeksi terkecil yang dapat digunakan dalam simulasi CMGGEM untuk menghasilkan profil BHP terhadap waktu yang bagus. Gambar 8 menunjukkan type curve matching pada injection falloff test dengan laju injeksi 0,06 BWIPD.
Gambar 7. Profil tekanan shut in dasar sumur. Gambar 6. Profil BHP terhadap waktu pada berbagai harga laju injeksi.
pada saat injeksi dihentikan atau tekanan yang tercatat pada jam ke tujuh. Dapat dilihat pada Gambar 7, adanya kenaikan laju injeksi akan menyebabkan kenaikan tekanan shut in dasar sumur. Setelah diperoleh profil BHP terhadap waktu dari simulasi injection falloff test yang dilakukan pada berbagai harga laju injeksi, selanjutnya dilakukan analisis transien tekanan untuk memperoleh harga permeabilitas reservoir. Selanjutnya, harga permeabilitas pada berbagai laju injeksi tersebut dibandingkan dengan harga permeabilitas awal untuk memperoleh rasio perubahan permeabilitas . Oleh karena itu, perlu ditentukan harga permeabilitas awal reservoir terlebih dahulu. Permeabilitas awal diperoleh dari analisis transien tekanan pada injection falloff test dengan laju injeksi yang sangat rendah. Laju injeksi yang sangat rendah digunakan untuk menghindari adanya efek kompaksi yang signifikan sehingga akan mengakibatkan perubahan permeabilitas yang signifikan pula dan harga permeabilitas akan semakin menyimpang dari harga permeabilitas awal. Dalam simulasi injection falloff test ini digunakan laju injeksi
k = 4,49 md S = -4,18 Pi = 7560 kPa
Gambar 8. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan laju injeksi 0,06 BWIPD.
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa harga permeabilitas awal sebesar 4,49 md. Harga ini merupakan harga permeabilitas rata-rata dan cukup mendekati range harga permeabilitas yang diberikan pada Tabel 3. Akan tetapi, harga permeabilitas awal yang diperoleh dari analisis transien tekanan ini sedikit lebih besar karena adanya efek kompaksi akibat injeksi yang dilakukan. Efek kompaksi masih terjadi walaupun injeksi dilakukan pada laju yang sangat rendah. Karena laju injeksi 0,06 BWIPD merupakan laju injeksi terkecil yang dapat diberikan, maka harga permeabilitas dari Gambar 8 diasumsikan sebagai harga permeabilitas awal.
Pemodelan Numerik Stress-Dependent Permeability pada Reservoir CBM untuk Mendapatkan Persamaan Korelasi Antara Rasio Perubahan Permeabilitas Sebagai Fungsi dari Tekanan Injeksi (Mukhammad Nuruddin, Doddy Abdassah dan Dedy Irawan)
31
Hasil analisis transien tekanan dalam log-log diagnostic pada berbagai harga laju injeksi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B. Log-log diagnostic pada lampiran B dihasilkan dari analisis transien tekanan dengan menggunakan Ecrin-Saphir sesuai dengan input yang diberikan pada Tabel 5. Setelah harga permeabilitas pada berbagai laju injeksi diperoleh dari analisis transien tekanan, harga permeabilitas tersebut dibandingkan dengan harga permeabilitas awal untuk mendapatkan harga rasio perubahan permeabilitas. Tabel 6 menunjukkan tabulasi hasil analisis transien tekanan pada berbagai laju injeksi beserta dengan Gambar 9. Grafik k / k0 terhadap Laju Injeksi. perubahan harga rasio permeabilitas terhadap Berdasarkan Gambar 9 di atas, terlihat laju injeksi. bahwa terdapat hubungan yang linear antara k / ko terhadap laju injeksi. Hal ini dapat dibuktikan Tabel 6. Hasil Perhitungan Rasio Perubahan Permeabilitas. dari harga koefisien korelasi dimana R2 ≈ 1. Dari hubungan tersebut diperoleh suatu persamaan korelasi antara k / ko terhadap laju injeksi yang dapat dituliskan sebagai berikut : ................................... (13)
Persamaan (13) dapat digunakan untuk menentukan hubungan antara k / ko terhadap laju injeksi. Selain itu, dilakukan pula plot antara k / ko terhadap ΔP untuk mengetahui hubungan antara k / ko terhadap ΔP. Gambar 10 menunjukkan plot antara k / ko terhadap ΔP.
Setelah diperoleh hasil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6, selanjutnya dilakukan plot antara k / ko terhadap laju injeksi untuk mengetahui hubungan antara k / ko terhadap laju injeksi. Persamaan hubungan antara k / ko terhadap laju injeksi diperoleh dengan melakukan regresi linear terhadap tren yang dihasilkan dari plot antara k / ko terhadap laju injeksi tersebut. Gambar 9 menunjukkan plot antara k / ko terhadap laju injeksi.
Gambar 10. Grafik k / k0 terhadap ΔP.
Berdasarkan Gambar 10 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang linear antara k / ko terhadap ΔP. Hal ini dapat dibuktikan dari harga koefisien korelasi dimana R2 ≈ 1. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan regresi linear untuk melihat hubungan dari tren yang dihasilkan
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 23-36
32
dari plot k / ko terhadap ΔP sudah tepat. Dari hubungan tersebut diperoleh suatu persamaan korelasi antara k / ko terhadap ΔP yang dapat dituliskan sebagai berikut : ..................................... (14)
Dari persamaan (14), dapat dilihat bahwa harga (ΔP) merupakan suatu variabel bebas yang dapat dijadikan masukan. Sedangkan harga k / ko merupakan variabel terikat yang terikat oleh variabel bebas (ΔP). Oleh karena itu, persamaan (14) dapat digunakan untuk menentukan hubungan antara k / ko terhadap ΔP. VI. KESIMPULAN 1. Korelasi antara rasio perubahan permeabilitas terhadap laju injeksi dan rasio perubahan permeabilitas terhadap drawdown tekanan injeksi menunjukkan hubungan linear pada laju injeksi rendah (kurang dari 20 BWIPD. 2. Korelasi ini berlaku jika suatu lapangan CBM memiliki property yang sama seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4. 3. Persamaan korelasi antara rasio perubahan permeabilitas dan drawdown tekanan injeksi adalah sebagai berikut :
VII. SARAN Perlu dilakukan studi lebih lanjut dengan cara melakukan sensitifitas terhadap harga kompressibilitas batuan, modulus Young, dan Poisson ratio sehingga persamaan korelasi rasio perubahan permeabilitas dapat berlaku lebih umum pada harga parameter geomekanik batuan yang bervariasi. VIII. DAFTAR SIMBOL tD = tp = Δt = CD = C = k =
dimensionless time waktu produksi, jam shut in time, jam dimensionless wellbore storage coefficient wellbore storage coefficient, bbl/psi permeabilitas reservoir, md
k0 = permeabilitas awal, md ø = porositas øf = porositas rekahan ø0 = porositas awal ct = kompressibilitas total batuan, 1/psi rw = jari-jari lubang sumur, ft h = ketebalan reservoir, ft μw = viskositas air, cp Bw = faktor volume formasi air, Res.bbl/STB qinj = laju injeksi, BWIPD m = kemiringan kurva semilog S = faktor skin P = tekanan reservoir, psi P0 = tekanan awal reservoir, psi Pws = tekanan shut in dasar sumur, psi P1hr = tekanan shut in satu jam, psi ΔP = drawdown tekanan injeksi, psi BHP= tekanan dasar sumur, psi E = modulus Young, psi v = Poisson ratio M = constrained axial modulus f = konstanta antara 0 – 1 γ = grain compressibility, 1/psi K = modulus bulk batuan, psi α,β = parameter kurva Langmuir yang match dengan perubahan volumetric strain karena adanya matrix shrinkage R2 = koefisien korelasi REFERENSI Johnson, K., Lopez, S., 2003. The Nuts and Bolts of Falloff Testing. Environmental Protection Agency. Kesuma, A.J., 2011. Waktu Dewatering sebagai Fungsi dari Sifat-Sifat Reservoir dan Batubara. Bandung: ITB. (Tugas Akhir). McKee, C.R., Bumb, A.C., and Koenig, R.A., 1988. Stress-Dependent Permeability and Porosity of Coal and Other Geologic Formations. SPE Formation Evaluation (81-91). Palmer, Ian. 2008. Permeability Changes in Coal: Analytical Modeling. International Journal of Coal Geology (119-126). Palmer, I., Mansoori, J., 1998. How Permeability Depends on Stress and Pore Pressure in Coalbeds: A New Model. SPE Reservoir Evaluation & Engineering 539 – 544. Rodvelt, G., Toothman, R., Hayhurst, J., Oestreich, R., 2006. Obtaining Permeability Values in a Coalbed Methane Core-Hole Utilizing Slimhole
Pemodelan Numerik Stress-Dependent Permeability pada Reservoir CBM untuk Mendapatkan Persamaan Korelasi Antara Rasio Perubahan Permeabilitas Sebagai Fungsi dari Tekanan Injeksi (Mukhammad Nuruddin, Doddy Abdassah dan Dedy Irawan)
Technology Coupled With an Injection/Falloff Technique. SPE 104319. Sari, Andam. 2000. Teknik Interpretasi untuk Analisis Uji Pressure Falloff. Bandung: ITB. (Tugas Akhir). Seidle, J.P., Kutas, G.M., Krase, L.D., 1991. Pressure Falloff Tests of New Coal Wells. SPE 21809. Stewart, G., 2010. Transient Testing of CBM Wells.
33
SPE 133356. Wang, G.X., Massarotto, P., Rudolph, V., 2009. An Improved Permeability Model of Coal for Coalbed Methane Recovery and Co2 Geosequestration. International Journal of Coal Geology (127-136). Zuber, M.D., Sparks, D.P., Lee, W.J., 1990. Design and Interpretation of Injection/Falloff Tests for Coalbed Methane Wells. SPE 20569
LAMPIRAN A : Hasil Analisis Transien Tekanan k = 4.76 md S = -3.47 Pi = 7560 kPa
Gambar A-1. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 1 BWIPD.
k = 4.97 md S = -3.32 Pi = 7560 kPa
Gambar A-2. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 2 BWIPD.
k = 5.18 md S = -3.18 Pi = 7560 kPa
Gambar A-3. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 3 BWIPD.
k = 5.39 md S = -3.04 Pi = 7560 kPa
Gambar A-4. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 4 BWIPD.
k = 5.67 md S = -2.84 Pi = 7560 kPa
Gambar A-5. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 5 BWIPD.
k = 5.85 md S = -2.75 Pi = 7560 kPa
Gambar A-6. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 6 BWIPD.
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 23-36
34 k = 6.08 md S = -2.59 Pi = 7560 kPa
Gambar A-7. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 7 BWIPD. k = 6.44 md S = -2.34 Pi = 7560 kPa
Gambar A-8. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 8 BWIPD. k = 6.71 md S = -2.16 Pi = 7560 kPa
Gambar A-9. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 9 BWIPD. k = 6.86 md S = -2.1 Pi = 7560 kPa
Gambar A-10. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 10 BWIPD.
k = 7.29 md S = -1.8 Pi = 7560 kPa
Gambar A-11. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 11 BWIPD. k = 7.42 md S = -1.75 Pi = 7560 kPa
Gambar A-12. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 12 BWIPD. k = 7.73 md S = -1.55 Pi = 7560 kPa
Gambar A-13. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 13 BWIPD. k = 7.93 md S = -1.45 Pi = 7560 kPa
Gambar A-14. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 14 BWIPD.
Pemodelan Numerik Stress-Dependent Permeability pada Reservoir CBM untuk Mendapatkan Persamaan Korelasi Antara Rasio Perubahan Permeabilitas Sebagai Fungsi dari Tekanan Injeksi (Mukhammad Nuruddin, Doddy Abdassah dan Dedy Irawan)
k = 8.24 md S = -1.25 Pi = 7560 kPa
Gambar A-15. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 15 BWIPD. k = 8.71 md S = -0.933 Pi = 7560 kPa
Gambar A-16. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 16 BWIPD.
35
k = 9.07 md S = -0.702 Pi = 7560 kPa
Gambar A-17. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 17 BWIPD. k = 9.27 md S = -0.613 Pi = 7560 kPa
Gambar A-18. Log-Log Diagnostic pada Injection Falloff Test dengan Laju Injeksi 18 BWIPD.
36
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 23-36
Pencampuran Gas CO2 untuk Menurunkan Tekanan Tercampur Minimum: Studi Kasus pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air Benakat, Cekungan Sumatera Selatan CO2 Gas Blending to Lower the Minimum Miscibility Pressure: A Case Study at AB-4 and AB-5 Layers of Air Benakat Formation, South Sumatera Basin Muslim1 dan A.K. Permadi2
[email protected];
[email protected] 1Universitas Islam Riau, Jl. Kaharuddin Nasution No. 113, Pekanbaru, Riau; 2Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia Abstrak Dua lapisan pada Formasi Air Benakat (FAB) telah berproduksi dengan metode primary recovery. Saat ini, FAB masih menyisakan sejumlah minyak yang cukup signifikan. Injeksi gas CO2 merupakan salah satu alternatif metode yang dapat diterapkan untuk mendapatkan minyak tersisa tersebut. Tekanan tercampur minimum (TTM) pada kedua lapisan tersebut telah ditentukan melalui berbagai metode (Muslim dan Permadi, 2015). Namun, TTM yang berada jauh di atas tekanan reservoir menjadi permasalahan tersendiri dalam menerapkan injeksi CO2 pada kedua lapisan. Studi ini bertujuan untuk mengkaji penurunan TTM dengan cara mencampurkan gas CO2 dengan gas lain. Gas CO2 dicampurkan dengan beberapa jenis gas dengan perbandingan konsentrasi (persen mol) tertentu dan TTM untuk masing-masing campuran kemudian ditentukan. Penentuan TTM dilakukan dengan menggunakan metode simulasi persamaan keadaan. Sebagai bagian dari analisis, TTM untuk injeksi menggunakan flared gas juga dilakukan. Hasil studi menunjukkan bahwa TTM dapat diturunkan jika gas CO2 dicampur dengan salah satu dari gas etana, propana, atau butana. Campuran gas CO2 dengan gas butana memberikan penurunan TTM terbesar. Secara umum, semakin besar persentase gas butana yang dicampurkan, semakin rendah TTM terhitung. Walaupun TTM terendah, yang diperoleh dengan perbandingan campuran gas CO2: butana sebesar 40:60, masih berada di atas tekanan reservoir saat ini, studi seperti ini sangat penting untuk dilakukan sebelum pelaksanaan injeksi dan hasilnya dapat dijadikan panduan dalam penerapan injeksi gas CO2 agar dicapai perolehan yang lebih baik. Kata kunci: Tekanan tercampur minimum, CO2, simulasi numerik, persamaan keadaan, korelasi.
Abstract Two main production zones within Air Benakat Formation have long been produced with the primary recovery method. At present, a significant amount of oil still remains in the formation. CO2 gas injection may be applied alternatively in order to recover the remaining oil. The minimum miscibility pressure (MMP) in both layers has been determined previously using various methods (Muslim and Permadi, 2015). However, the MMP that is still far above the current reservoir pressure results in problems for injecting CO2 into the layers. This study is aimed to assess the possibility of lowering the MMP by blending the gas with some other gases. The CO2 gas is blended with several gases with several scenarios of mole percentage ratio and the MMP of the blended gas in each scenario is determined. The determination of MMP is conducted using equation of state (EOS) simulation. As part of the analysis, the MMP for injecting flared gas is also performed. The results of the present study show that the required MMP can be lowered if the CO2 is blended with ethane, propane, or butane. The blend of CO2 and butane provides the largest MMP reduction. Generally, the higher the percentage of the butane, the lower the calculated MMP. Although the lowest MMP obtained by the CO2:butane blend ratio of 40:60 is still above the current reservoir pressure, a kind of this study is crucial to be conducted prior to the CO2 injection and would be an important guide for the CO2 injection applications in order to obtain a better recovery. Keywords: Minimum miscibility pressure, CO2, numerical simulation, equation of state, correlation.
37
38
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 37-46
I. PENDAHULUAN Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi minyak di Indonesia saat ini adalah umur lapangan yang sudah tua (mature fields). Jika hal ini terus berlangsung tanpa ada usaha lain maka lapangan-lapangan yang sudah tua tersebut menjadi tidak ekonomis untuk terus diproduksikan. Berdasarkan data Tahun 2012, perkiraan jumlah minyak yang masih tersisa dari original oil in place (OOIP) adalah sebesar 49,5 miliar barrel (SKKMigas, 2012). Sementara itu, upaya yang telah dan sedang dilakukan pada saat ini masih terbatas pada tahapan atau metode primary recovery dan secondary recovery dan tingkat produksi sulit untuk dapat dinaikkan. Dalam keadaan demikian, metode enhanced oil recovery (EOR) dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi minyak dan cadangan yang makin menipis pada saat ini. Di antara metode EOR yang telah terbukti berhasil meningkatkan produksi minyak adalah injeksi uap (steamflood) dan injeksi gas CO2. Metode injeksi uap telah terbukti meningkatkan produksi minyak di Lapangan Duri (Lumbantobing et al., 2011). Metode ini sangat tepat untuk lapangan yang dangkal serta jenis minyak berat. Metode injeksi gas CO2 sangat cocok digunakan untuk minyak ringan hingga medium dan reservoir yang relatif dalam agar tekanan tercampur minimum (TTM), yaitu tekanan terendah yang diperlukan agar gas CO2 dapat bercampur dengan minyak di reservoir, yang diperlukan dapat dicapai. Di samping keadaan reservoir, yang menjadi pertimbangan adalah sumber gas CO2 di sekitar daerah operasi. Cekungan Sumatera Selatan memiliki beberapa lapangan gas yang sebagian di antaranya mengandung gas CO2 yang cukup besar. Hingga saat ini gas CO2 hanya terbuang bersamaan dengan gas yang dibakar (flared) karena tidak memiliki nilai ekonomis untuk dijual. Padahal, gas CO2 dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan untuk diinjeksikan ke dalam reservoir sebagai metode EOR yang telah terbukti berhasil meningkatkan produksi di beberapa lapangan minyak seperti telah dilaporkan oleh Kane (1979). Pemanfaatan gas CO2 dalam rangka meningkatkan produksi minyak sebagai metode EOR didasarkan pada kemampuan gas CO2 untuk bertindak sebagai solvent. Di dalam
literatur disebutkan bahwa injeksi gas CO2 dapat meningkatkan perolehan minyak sebesar 5-20 % (Lake, 1989). Injeksi CO2 dapat diterapkan di Formasi Air Benakat (FAB) yang terletak di Cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini terdiri dari beberapa lapisan yang dapat menjadi target penerapan CO2 - EOR. Dua lapisan di antaranya, yang telah berproduksi, adalah Lapisan AB-4 dan AB-5. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan sehingga kedua lapisan ini dapat dijadikan target EOR di antaranya adalah jumlah cadangan mulamula (OOIP); untuk masing-masing lapisan sebesar 6 MMSTB dan 25 MMSTB, kumulatif produksi; untuk masing-masing lapisan sebesar 3,2 MMSTB dan 2,5 MMSTB atau sebesar 53% dan 10% dari OOIP, dan jenis minyak yang terkandung dalam kedua lapisan tersebut; yaitu light oil. Sebelum injeksi CO2 dilakukan, terlebih dahulu dilakukan kajian sehingga target yang sesuai rencana dan faktor perolehan minyak yang maksimal dapat dicapai. Salah satu hal pertama yang dilakukan adalah penentuan TTM, yaitu tekanan minimum yang dibutuhkan agar gas CO2 dapat tercampur dengan minyak. Penentuan TTM untuk kedua lapisan telah dilakukan oleh Muslim dan Permadi (2015) menggunakan empat metode, yaitu pengukuran di laboratorium (eksperimen slimtube), simulasi numerik, simulasi persamaan keadaan, dan korelasi. Dengan diketahuinya tekanan minimum yang dibutuhkan serta kondisi tekanan reservoir terkini maka dapat dipilih mekanisme injeksi yang bisa dilakukan. Metode injeksi tersebut dapat berupa injeksi tercampur (miscible) atau injeksi tidak tercampur (immiscible) (Martin, 1992). Perbedaan keduanya terletak pada besaran tekanan yang diberikan pada saat injeksi. Jika tekanan yang diberikan berada di bawah TTM maka disebut injeksi tidak tercampur dan sebaliknya. Pada lapangan yang sudah tua, tekanan reservoir pada umumnya sudah mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini pula yang terjadi pada FAB di mana tekanan reservoir saat ini adalah masing-masing 300 psi dan 350 psi pada Lapisan AB-4 dan Lapisan AB-5. Tekanan tersebut sudah berada di bawah tekanan gelembung, yaitu masing-masing 600 psi dan 800 psi pada Lapisan AB-4 dan Lapisan AB-5. Oleh karena itu, untuk menerapkan injeksi gas CO2 pada kedua lapisan ini, dapat dilakukan salah
Pencampuran Gas CO2 untuk Menurunkan Tekanan Tercampur Minimum: Studi Kasus pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air Benakat, Cekungan Sumatera Selatan (Muslim dan A.K. Permadi)
satu atau dua hal berikut: 1) melakukan injeksi air untuk menaikkan tekanan reservoir dan 2) melakukan percampuran gas CO2 dengan gas lain untuk menurunkan TTM yang dibutuhkan (Metcalfe, 1980). Studi ini mengkaji kemungkinan cara menurunkan TTM yang dibutuhkan dengan melakukan pencampuran gas CO2 dengan gas lain, di antaranya etana, propana, dan butana. Selain ketiga jenis gas tersebut, dilakukan pula pencampuran dengan gas metana dan nitrogen sebagai bagian dari kajian. Injeksi dengan menggunakan gas yang diperoleh dari separator (flared gas) yang mengandung CO2 juga dilakukan untuk mengetahui TTM yang diperlukan. Harga perbandingan konsentrasi (persen mol) untuk pencampuran gas CO2 dengan ke-lima jenis gas tersebut adalah 40:60, 50:50, dan 60:40. Perbandingan persen mol terhadap gas CO2 ini harus dibatasi mengingat gas etana, propana, dan butana memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Studi ini bertujuan untuk menentukan TTM dari injeksi campuran gas CO2 dengan gas lain dan selanjutnya menentukan campuran gas dan perbandingan konsentrasi dalam campuran gas yang memberikan TTM minimal. Studi ini merupakan bagian dari studi yang telah dilakukan sebelumnya (Muslim dan Permadi, 2015). Hasil dari studi ini dapat dijadikan rujukan untuk studi berikutnya dalam menentukan campuran gas dan tekanan injeksi yang diterapkan sesuai dengan kondisi reservoir pada saat itu serta dalam menentukan mekanisme injeksi yang dapat dilakukan. II. METODE PENENTUAN TTM Metode yang digunakan untuk menentukan TTM dalam studi ini adalah simulasi persamaan keadaan. Sebagai pelengkap analisis, digunakan data hasil eksperimen menggunakan slimtube, simulasi numerik, dan korelasi yang telah dilaporkan sebelumnya untuk sampel minyak dari FAB pada Lapisan AB-4 dan AB-5 (Muslim dan Permadi, 2015). Berikut adalah ringkasan tentang hasil-hasil tersebut.
39
permeabilitas serta porositas yang homogen. Dimensi dan data slimtube yang digunakan untuk eksperimen telah dilaporkan sebelumnya dengan setup peralatan seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peralatan eksperimen slimtube (Muslim dan Permadi, 2015).
Harga TTM hasil eksperimen slimtube berdasarkan break over point pada temperatur yang digunakan telah dilaporkan sebelumnya, yaitu pada temperatur 150oF, miscibility gas CO2 dengan minyak terjadi di Lapisan AB-4 pada tekanan 1.680 psia dan terjadi di Lapisan AB-5 pada tekanan 1.700 psia. Sedangkan miscibility pada temperatur 158oF terjadi di Lapisan AB-5 pada tekanan 1.960 psia (Muslim dan Permadi, 2015). II.2. Simulasi Numerik Simulasi numerik dilakukan untuk mendapatkan data MMP secara lebih cepat dan lebih efisien. Data yang dimasukkan ke dalam model simulasi disesuaikan dengan data yang digunakan pada eksperimen. Simulator yang digunakan adalah CMG/Gem Ver. 2013. Model simulasi satu-dimensi untuk meniru keadaan slimtube telah dilaporkan pada studi sebelumnya. Model tersebut mempunyai dimensi sebagai berikut: arah-i berukuran 20 x 2,04 ft, arah-j berukuran 0,013267 ft, dan ketebalan grid sebesar 0,013267 ft seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
II.1. Eksperimen Menggunakan Slimtube Slimtube adalah sebuah pipa stainless steel yang berdiameter kecil dengan panjang tertentu Gambar 2. Model slimtube 1-D dalam simulasi numerik dan di dalamnya berisi pasir kwarsa dengan (Muslim dan Permadi, 2015).
40
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 37-46
Hasil simulasi numerik untuk kondisi yang sama seperti dalam eksperimen slimtube telah dilaporkan sebelumnya. Pada temperatur 140oF, miscibility terjadi di Lapisan AB-4 pada tekanan 1.544 psia. Sedangkan pada temperatur 150oF, miscibility terjadi di Lapisan AB-4 pada tekanan 1.672 psia dan terjadi di Lapisan AB-5 pada tekanan 1.670 psia. Miscibility dengan temperatur 158oF terjadi di Lapisan AB-5 pada tekanan 1.920 psia (Muslim dan Permadi, 2015). II.3. Korelasi Dalam laporan studi sebelumnya (Muslim dan Permadi, 2015), sebanyak 7 (tujuh) korelasi telah digunakan untuk menghitung TTM dengan memasukkan data seperti temperatur reservoir dan API gravity minyak atau data seperti temperatur reservoir dan komponen C2-C6 yang terkandung di dalam minyak seperti dijelaskan oleh Ahmed (2007). Ketujuh korelasi yang digunakan tersebut adalah National Petroleum Council (1976), Cronquist (1978), Yellig dan Metcalfe (1980), Johnson dan Pollin (1981), Glasso (1985), Yuan, Johns dan Egwuenu (2005), dan Petroleum Recovery Institute (Ahmed, 2007 dan Stalkup, 1984). III. PENURUNAN TTM DENGAN CAMPURAN GAS Seperti telah disebutkan di atas, tekanan reservoir di FAB, khususnya di Lapisan AB-4 dan AB-5, saat ini telah berada di bawah tekanan gelembung. Dengan kondisi tekanan reservoir seperti di atas maka mekanisme injeksi yang dapat dilakukan adalah injeksi tidak tercampur (immiscible injection). Telah diketahui bahwa injeksi tidak tercampur dapat menghasilkan tambahan faktor perolehan sebesar 5-10%. Sedangkan injeksi tercampur (miscible injection), dimana tekanan reservoir pada saat proses injeksi dilakukan berada di atas TTM, dapat menghasilkan tambahan faktor perolehan sebesar 10-20% (Lake, 1989). Dalam melakukan kajian penurunan TTM melalui pencampuran gas CO2 dengan gas lain, digunakan temperatur yang sama dengan temperatur yang digunakan dalam studi sebelumnya, yaitu 140oF dan 150oF untuk Lapisan AB-4 dan 150oF dan 158oF untuk
Lapisan AB-5. Gas CO2 yang digunakan dalam studi sebelumnya mempunyai konsentrasi 100% sedangkan gas CO2 dalam studi ini dicampur dengan salah satu dari gas etana, propana, atau butana. Untuk kelengkapan analisis, gas CO2 juga dicampur dengan gas metana dan nitrogen disamping juga dikaji injeksi menggunakan flared gas. Studi injeksi gas metana untuk meningkatkan perolehan minyak telah dilakukan di tempat lain seperti dilaporkan oleh Harvey (1988). Sedangkan injeksi gas nitrogen telah dilakukan di Lapangan Jay seperti dilaporkan oleh Lawrence (2002). Gas yang ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak dapat digunakan sebagai gas injeksi untuk meningkatkan perolehan minyak (Jaime, et al., 2009). Gas metana dan flared gas dapat berupa associated gas seperti dilaporkan oleh Dehghani and Ehrlich (1999). Literatur menunjukkan bahwa gas injeksi yang telah terbukti berhasil menambah perolehan minyak yang cukup signifikan adalah gas CO2. Injeksi gas CO2 telah dilakukan di lapangan Maljamar dan telah menghasilkan perolehan minyak sebesar 10-17% (Pittaway, 1987). Gas CO2 dapat diinjeksikan ke dalam reservoir dengan konsentrasi 100% atau dicampur dengan gas lain. Pencampuran gas CO2 dengan gas lain dapat menurunkan TTM yang diperlukan. Telah diketahui bahwa gas yang dapat digunakan untuk menurunkan TTM adalah gas etana, propana, dan butana (Metcalfe, 1980). Di industri migas, gas ini diproduksi dan diproses menjadi liquified natural gas (LNG) yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, penggunaan gas ini sebagai gas pencampur CO2 akan sangat terbatas. Dalam percampuran gas CO2 dengan gas lain dalam rangka mendapatkan TTM yang lebih rendah, maka perlu dikaji jenis gas pencampur dan perbandingan gas pencampur dengan gas CO2. Percampuran tersebut ditujukan untuk mendapatkan TTM yang serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor jumlah gas pencampur. Berikut adalah hasil dari perhitungan TTM untuk pencampuran berbagai jenis gas dengan gas CO2 dengan menggunakan tiga skenario konsentrasi (persen mol) dalam campuran, yaitu 60%, 50%, dan 40% gas CO2. TTM dihitung dengan metode simulasi persamaan keadaan atau equation of state (EOS) dalam Winprop CMG Simulator Ver. 2013 dengan data
Pencampuran Gas CO2 untuk Menurunkan Tekanan Tercampur Minimum: Studi Kasus pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air Benakat, Cekungan Sumatera Selatan (Muslim dan A.K. Permadi)
masukan di antaranya berupa komposisi minyak, komposisi gas injeksi, dan temperatur reservoir. (1) Gas CO2 Gas yang diinjeksikan berupa gas CO2 murni (konsentrasi 100%). TTM pada Lapisan AB-4 untuk temperatur 140oF diperoleh sebesar 1.650 psia dan untuk temperatur 150oF sebesar 1.750 psia. TTM pada Lapisan AB-5 untuk temperatur 150oF diperoleh sebesar 1.780 psia dan untuk temperatur 158oF sebesar 1.870 psia. (2) Flared Gas Komposisi flared gas yang digunakan dalam studi ini ditunjukkan pada Tabel 1. TTM pada Lapisan AB-4 untuk temperatur 140oF diperoleh sebesar 4.380 psia dan untuk temperatur 150oF sebesar 4.420 psia. TTM pada Lapisan AB-5 untuk temperatur 150oF diperoleh sebesar 4.420 psia dan untuk temperatur 158oF sebesar 4.440 psia.
41
(5) Campuran Gas CO2 + Gas Etana Campuran gas CO2 dan gas etana menggunakan konsentrasi (persen mol) gas CO2 dalam campuran yang sama seperti pada campuran gas CO2 dengan gas metana maupun campuran gas CO2 dengan gas nitrogen. Hasil perhitungan TTM diperlihatkan pada Tabel 4. Terlihat bahwa jika gas CO2 dicampur dengan gas etana maka TTM akan lebih rendah. Sebagai contoh, TTM pada Lapisan AB-4 dengan perbandingan persen mol dalam campuran 40% CO2 + 60% etana pada temperatur 140oF adalah sebesar 1.510 psia dan pada temperatur 150oF sebesar 1.600 psia. (6) Campuran Gas CO2 + Gas Propana
Dengan skenario konsentrasi (persen mol) gas CO2 dalam campuran yang sama, campuran gas CO2 dengan gas propana diinjeksikan dan TTM diukur. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 5. Terlihat bahwa gas CO2 yang dicampur dengan gas propana akan menurunkan TTM. Sebagai contoh, TTM pada Lapisan AB-4 dengan (3) Campuran Gas CO2 + Gas Metana komposisi campuran 40% CO2 + 60% propana pada temperatur 140oF diperoleh sebesar 850 Hasil perhitungan TTM untuk campuran psia dan pada temperatur 150oF sebesar 880 psia. gas CO2 + metana dengan tiga harga konsentrasi (persen mol) dalam campuran, masing-masing (7) CO2 + Gas Butana 60%, 50%, dan 40% gas CO2, ditunjukkan pada Tabel 2. Terlihat bahwa peningkatan konsentrasi Injeksi campuran gas CO2 + gas butana gas metana dalam campuran akan meningkatkan ternyata juga dapat menurunkan TTM. Penurunan TTM. Sebagai contoh campuran gas yang terdiri TTM campuran gas CO2 + gas butana bahkan dari 40% CO2 + 60% metana memberikan nilai lebih besar dibandingkan dengan campuran TTM untuk Lapisan AB-4 pada temperatur 140oF gas CO2 + gas etana dan campuran gas CO2 + sebesar 4.080 psia dan pada temperatur 150oF gas propana. Hasil perhitungan TTM, dengan sebesar 4.160 psia. konsentrasi (persen mol) gas CO2 dalam campuran yang sama seperti sebelumnya, ditunjukkan pada (4) Campuran Gas CO2 + Gas Nitrogen Tabel 6. Sebagai contoh, TTM pada Lapisan AB-4 dengan campuran 40% CO2+ 60% butana Campuran gas ini menggunakan persen pada temperatur 140oF adalah sebesar 560 psia mol dalam campuran yang sama yaitu 60%, dan pada temperatur 150oF sebesar 605 psia. 50%, dan 40% gas CO2. Hasil perhitungan TTM yang ditunjukkan pada Tabel 3 memperlihatkan IV. PEMBAHASAN peningkatan konsentrasi gas nitrogen dalam campuran akan meningkatkan TTM. Sebagai Studi ini mempunyai dua tujuan utama, contoh, TTM pada Lapisan AB-4 dengan yaitu 1) menentukan TTM dari injeksi campuran perbandingan persen mol dalam campuran 40% gas CO2 dengan gas lain dan 2) melakukan kajian CO2 + 60% nitrogen pada temperatur 140oF terhadap campuran gas CO2 dengan gas lain adalah sebesar 7.250 psia dan pada temperatur sebagai upaya untuk menurunkan TTM. Hasilnya 150oF sebesar 7.100 psia. berupa penetapan jenis gas pencampur dan persen
42
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 37-46
mol gas CO2 dalam campuran yang memberikan TTM minimal. Untuk menentukan TTM gas campuran digunakan simulasi persamaan keadaan melalui aplikasi Winprop CMG Simulator Versi 2013. Sebagai perbandingan dan acuan, digunakan TTM dari injeksi gas CO2 dengan konsentrasi 100% yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan 3 (tiga) metode yaitu eksperimen slimtube, simulasi numerik, dan korelasi. Menurut Elsharkawy (1996), pengukuran TTM dengan menggunakan eksperimen slimtube telah menjadi acuan standar di industri. Sementara itu, melakukan eksperimen slimtube memerlukan biaya yang besar dan waktu yang panjang. Satu set eksperimen, yaitu untuk satu harga temperatur dan beberapa harga tekanan, memerlukan waktu antara 3 sampai 4 bulan. Dengan demikian, eksperimen yang harus dilakukan untuk dua lapisan dalam studi ini dengan dua harga temperatur yang berbeda memerlukan waktu eksperimen hampir 1 tahun. Karena alasan itu, pengukuran TTM pada Lapisan AB-4 dengan temperatur 140oF tidak dapat dilakukan. Metode simulasi numerik dan korelasi digunakan untuk mendapatkan TTM secara lebih cepat dan relatif lebih murah. Dalam studi sebelumnya, ketiga metode telah digunakan untuk kedua lapisan di atas dan hasilnya telah dilaporkan (Muslim dan Permadi, 2015). Telah ditunjukkan bahwa kenaikan temperatur mengakibatkan kenaikan TTM. Hal yang sama telah pula dilaporkan sebelumnya oleh Holm and Josendal (1982 dan 1974). Untuk kasus Lapisan AB-5, kenaikan temperatur dari 150oF menjadi 158oF memberikan kenaikan TTM sebesar 260 psia atau setiap kenaikan 1oF mengakibatkan kenaikan TTM sebesar 32.5 psia. Oleh karena itu, dengan naiknya temperatur, maka diperlukan tekanan injeksi yang lebih besar untuk mencapai miscibility. Tekanan reservoir baik pada Lapisan AB-4 maupun Lapisan AB-5 sudah sangat rendah dan berada di bawah tekanan gelembung. Seperti telah dilaporkan sebelumnya, TTM hasil eksperimen slimtube, yang telah dikonfirmasi oleh hasil simulasi numerik serta korelasi, menunjukkan bahwa tekanan yang dibutuhkan agar terjadi proses percampuran antara gas CO2 dengan minyak di reservoir berada di atas tekanan gelembung. Terkait hal itu, tekanan
yang dibutuhkan agar terjadi percampuran antara gas CO2 dengan minyak dapat diturunkan jika dilakukan pencampuran gas CO2 dengan gas lain. Jenis gas yang digunakan sebagai gas pencampur dalam studi ini adalah metana, nitrogen, etana, propana, dan butana. TTM untuk masing-masing campuran gas tersebut kemudian dihitung. Sebagai pembanding dihitung pula TTM jika flared gas dan CO2 dengan konsentrasi 100% diinjeksikan. Dengan menggunakan persamaan keadaan, injeksi gas CO2 menghasilkan nilai TTM lebih kecil. Hasil yang sama telah pula dilaporkan oleh Johnson and Pollin (1981). Pencampuran gas CO2 dengan gas lain dilakukan dengan menggunakan tiga harga konsentrasi (persen mol) gas CO2 yaitu 60%, 50%, dan 40%. Disamping gas CO2 dengan konsentrasi 100% sulit didapatkan dan berharga lebih mahal, pencampuran dengan gas lain dapat menurunkan TTM. Namun, ternyata gas pencampur yang memberikan harga TTM lebih rendah dari gas CO2 dengan konsentrasi 100% merupakan gas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti gas butana. Lebih lanjut, untuk menurunkan TTM menjadi lebih rendah lagi memerlukan konsentrasi gas pencampur yang lebih tinggi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, jenis gas C2-C6 mempunyai nilai ekonomi tinggi sebagai LNG. Terlepas dari itu, campuran yang memberikan harga TTM paling rendah pada setiap temperatur dalam studi ini adalah campuran gas CO2 + gas butana. Pada Lapisan AB-4 dengan temperatur 140oF dengan campuran 40% gas CO2 memberikan nilai TTM sebesar 560 psia dan pada temperatur 150oF memberikan TTM sebesar 605 psia. Untuk Lapisan AB-5 dengan konsentrasi (persen mol) gas CO2 yang sama pada temperatur 150oF memberikan TTM sebesar 600 psia dan pada temperatur 158oF memberikan TTM sebesar 640 psia. Dengan demikian, menambahkan sejumlah gas butana ke dalam gas CO2 dapat menurunkan TTM lebih rendah dibandingkan dengan menambahkan gas lain. Selanjutnya, terlihat pula bahwa persen mol gas pencampur mempengaruhi besarnya penurunan TTM. Sebagai contoh, pada Lapisan AB-4 dengan temperatur 140oF, campuran dengan konsentrasi 40% CO2 dan 60% gas butana memberikan TTM sebesar 560 psia. Jika
Pencampuran Gas CO2 untuk Menurunkan Tekanan Tercampur Minimum: Studi Kasus pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air Benakat, Cekungan Sumatera Selatan (Muslim dan A.K. Permadi)
konsentrasi gas butana dalam campuran dikurangi menjadi 40% maka TTM yang diperlukan menjadi 955 psia. Hal yang sama terjadi pada perubahan konsentrasi campuran yang sama pada Lapisan AB-5 dengan temperatur 150oF di mana TTM naik dari 600 psia menjadi 900 psia. Studi ini menunjukkan dengan jelas bahwa pencampuran gas C2-C6 terhadap gas CO2 dapat menurunkan TTM secara signifikan seperti juga telah ditunjukkan sebelumnya oleh Metcalfe (1980). Lebih lanjut, studi ini menunjukkan bahwa untuk gas pencampur yang berupa gas etana dan propana, maka diperlukan konsentrasi atau persen mol gas pencampur yang lebih besar agar TTM dapat diturunkan menjadi harga yang mendekati harga TTM yang dihasilkan dari gas pencampur butana. Sebagai contoh untuk menurunkan TTM menjadi harga sekitar 840 psia pada temperatur 140oF, gas pencampur butana memerlukan konsentrasi 50% mol sedangkan gas pencampur propana memerlukan konsentrasi sekitar 60% mol seperti diperlihatkan oleh Tabel 5 dan 6. Studi ini juga menunjukkan pengaruh komposisi minyak terhadap besaran TTM. Telah ditunjukkan bahwa TTM pada Lapisan AB-4 dan AB-5 mempunyai harga yang berbeda karena komposisi minyak yang berbeda pada masing-masing lapisan. Komponen CH4 dan N2 yang terdapat di dalam minyak mempunyai pengaruh terhadap nilai TTM. Semakin besar konsentrasi kedua komponen tersebut di dalam minyak maka nilai TTM semakin tinggi. Hasil ini memberikan konfirmasi terhadap hasil studi sebelumnya yang salah satunya disampaikan oleh Cronguist (1978). Salah satu faktor pertimbangan dalam melakukan injeksi, termasuk injeksi gas CO2, adalah tekanan rekah formasi. Dalam studi ini, hanya campuran gas CO2 + gas propana dan gas CO2 + gas butana yang menghasilkan TTM di bawah tekanan rekah formasi. Campuran gas CO2 + gas etana memberikan TTM yang berada sedikit di bawah tekanan rekah formasi dan campuran gas CO2 + gas metana dan gas CO2 + gas nitrogen menghasilkan TTM yang berada di atas tekanan rekah formasi. Untuk Lapisan AB-4, campuran gas CO2 + gas propana menghasilkan TTM antara 850 sampai 1100 psi sedangkan campuran CO2 + gas butana memberikan TTM antara 560
43
sampai 1000 psi. Angka tersebut berada di bawah tekanan rekah formasi sebesar 1700 psi. Untuk Lapisan AB-5, campuran gas CO2 + gas propana memberikan TTM antara 760 sampai 1175 psi dan campuran gas CO2 + gas butana memberikan TTM sebesar 600 sampai 950 psi. TTM yang dihasilkan dari campuran tersebut berada di bawah tekanan rekah formasi sebesar 1900 psi. V. KESIMPULAN Kesimpulan utama dari studi ini dikaitkan dengan studi sebelumnya (Muslim dan Permadi, 2015) adalah sebagai berikut : 1. TTM hasil eksperimen slimtube untuk konsentrasi gas CO2 100% (murni) jauh lebih tinggi dari tekanan reservoir baik pada Lapisan AB-4 maupun pada Lapisan AB-5. 2. TTM yang diperoleh dengan menggunakan metode simulasi numerik dan korelasi dapat digunakan untuk konfirmasi harga TTM hasil pengukuran melalui eksperimen slimtube. 3. Untuk menurunkan TTM, gas CO2 dapat dicampur dengan gas lain. Dalam studi ini, gas pencampur yang memberikan TTM terendah adalah gas butana dengan campuran 40% CO2 + 60% butana. 4. Gas pencampur metana, gas pencampur nitrogen, dan flared gas menghasilkan TTM yang sangat tinggi yang berada jauh di atas TTM untuk gas CO2 100% (murni). 5. Untuk suatu harga temperatur, komposisi gas yang terkandung di dalam minyak seperti metana dan nitrogen yang berbeda memberikan nilai TTM yang berbeda pula. UCAPAN TERIMA KASIH Para penulis mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada EOR Laboratory, Department of Energy and Mineral Resources Engineering, Sejong University, Seoul, Korea atas pemakaian peralatan dan material eksperimen slimtube untuk keperluan studi ini.
44
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 37-46
REFERENSI Ahmed, T., 2007. EOS and PVT Analysis. Gulf Publishing Co., Houston, TX. Cronguist, C., 1978. Carbon Dioxide Dynamic Miscibility with Light Reservoir Oils. Presented at US DOE Symposium, Tulsa, OK, Aug. 28-30. CMG, 2013. Gem User’s Guide. Computer Modelling Group. CMG, 2013. Winprop User’s Guide. Computer Modelling Group. Dehghani, K. dan Ehrlich, R., 1999. Utilization of Associated Produced Gas to Improve Oil Recovery. Paper SPE 53338 presented at the Middle East Oil Show and Conference, Bahrain, Feb. 20-23. Elsharkawy, A.M., 1996. Measuring CO2 MMP: Slimtube or Rising Bubble Method? Energy and Fuel, 10, 3. Harvey, A. H., 1988. A Comparison of Nitrogen and Methane Injection for Attic Oil Recovery. SPE 18603, Society of Petroleum Engineers, Richardson, TX. Holm, L.W. dan Josendal, V.A., 1982. Effect of Oil Composition on Miscible-Type Displacement by Carbon Dioxide. SPE Journal, 2, 1. Holm, L.W. dan Josendal, V.A. 1974. Mechanism of Oil Displacement by Carbon Dioxide. Journal Petroleum Technology, 26, 12. Jarrell, P.M., Fox, C.E., Stein, M.H., dan Webb, S.L., 2002. Practical Aspects of CO2. Flooding. SPE Monograph Series, Society of Petroleum Engineers, Richardson, TX. Johnson, J.P. dan Pollin, J.S., 1981. Measurement and Correlation of CO2 Miscibility Pressures. Paper SPE 9790 presented at the SPE Symposium on EOR, Tulsa, OK, April 5-8. Lawrence, J. J., Maer, N. K., Stern, D., Corwin, L. W., dan Idol, W. K., 2002. Jay Nitrogen Tertiary Recovery Study: Managing a Mature Field. Paper SPE 78527 presented at the SPE ATCE, Abu Dhabi, Oct. 13-16. Lumbantobing, S., Natalia, S., dan Silalahi, H. S., 2011. Improving Oil Recovery and Injection
Strategy in Shallow Reservoir (Rindu Reservoir) of Area 3,4 Duri Steam Flood. Paper SPE 147706 presented at the SPE APOGCE, Jakarta, Indonesia, Sept. 20-22. Martin, D. F., dan Taber, J. J., 1992. Carbon Dioxide Flooding. Journal of Petroleum Technology, 44, 04. Metcalfe, R.S., 1980. Effects of Impurities on MMP and MME Levels for CO2 and Rich Gas Displacements. Paper SPE 9230 presented at the SPE ATCE, Dallas, TX, Sept. 21-24. Moreno, J. E., Badawy, A., Kartoatmodjo, G. P., Al-Shuraiqi, H., Friedel, T., Zulkhifly, F., dan Tan, L. T., 2009. Flaring, Gas Injection and Reservoir Management Optimization: Preserving Reservoir Energy Maximizes Recovery and Prolong the Life of an Ageing Brown Field. Paper SPE 122339 presented at the SPE APOGCE, Jakarta, Indonesia, Aug. 4-6. Muslim dan Permadi, A. K., 2015. Penentuan Tekanan Tercampur Minimum Pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air Benakat-Cekungan Sumatera Selatan Berdasarkan Eksperimen, Simulasi, Persamaan Keadaan, dan Korelasi. Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi, 7 (1), 53-62. Pittaway, K. R., Albright, J. C., Hoover, J. W., dan Moore, J. S., 1987. The Maljamar CO2 Pilot: Review and Results. Journal of Petroleum Technology, 39, 10. Kane, A. V., 1979. Performance Review of a LargeScale CO2-WAG Enhanced Recovery Project, SACROC Unit Kelly-Snyder Field. Journal of Petroleum Technology, 31, 02. SKKMigas, 2012. Laporan Tahunan Tahun 2012. Stalkup Jr., F. I., 1984. Miscible Displacement. SPE Monograph Series, Second Printing, Society of Petroleum Engineers, Richardson, TX. Lake, L.W., 1989. Enhanced Oil Recovery. Prentice Hall, NJ. Yellig, W.F. dan Metcalfe, R.S., 1980. Determination and Prediction of CO2 Minimum Miscibility Pressure. SPE Journal of Petroleum Technology, 32, 1.
Pencampuran Gas CO2 untuk Menurunkan Tekanan Tercampur Minimum: Studi Kasus pada Lapisan AB-4 dan AB-5 Formasi Air Benakat, Cekungan Sumatera Selatan (Muslim dan A.K. Permadi)
LAMPIRAN Tabel 1. Komposisi gas separator.
Tabel 2. Campuran gas CO2 : metana.
Tabel 3. Campuran gas CO2 : nitrogen.
Tabel 4. Campuran gas CO2 : etana.
45
46
JTMGB, Vol. 10 No. 1 April 2016: 37-46
Tabel 5. Campuran gas CO2 : propana.
Tabel 6. Campuran gas CO2 : butane.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada para Mitra Bestari yang telah mengevaluasi, mereview dan memberikan saran perbaikan tulisan-tulisan yang dimuat di majalah Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) edisi penerbitan Volume 10 Nomor 1, April 2016. 1. 2. 3. 4. 5.
Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar Prof. Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA. Dr. Ir. RS Trijana Kartoatmodjo Dr. Ing. Ir. Bonar Tua Halomon Marbun
INDEKS B Buckling 1, 2, 5
N numerical simulation 37
C CO2 27, 33, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46 computerized model 7, 8 correlation 21, 23, 37, 44
O Optimisasi 7, 9, 12, 13, 15 Optimization 7, 8, 15, 16, 44
D Drag 1, 2, 3, 4, 5, 6 Drilling with casing 1, 2, 5, 6
P Palmer and Mansoori model 23, 27 perekahan hidrolik 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 persamaan keadaan 37, 38, 39, 40, 42, 44 Production Rate 17
E equation of state 37, 40 F Friction factor 1 H hydraulic fracturing 7, 8, 16 I injection falloff test 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 33, 34, 35 K koefisien gesek 1, 2, 3, 4, 5 korelasi 23, 29, 31, 32, 37, 38, 39, 40, 42, 43, 44 L Laju Alir Produksi 17, 18, 20, 21 M Minimum miscibility pressure 37, 44 model komputerisasi 7 model Palmer and Mansoori 23, 25, 27, 29
R rasio perubahan permeabilitas 23, 25, 29, 30, 31, 32 ratio of permeability change 23 rekahan vertikal 7, 10 S simulasi numerik 25, 37, 38, 39, 40, 42, 43 software 7, 8, 13, 15, 26, 28 stress-dependent permeability 23, 24, 25, 26, 27, 28, 32 T Tekanan tercampur minimum 37, 38, 44 Torque 1, 5, 6 Torsi 1, 2, 4, 5 V vertical fract 8, 16 W Water Coning 17, 18, 20, 21
JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN ISI DAN KRITERIA UMUM Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik/tinjauan (review) tentang minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang diajukan pada majalah/jurnal lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan dikembalikan ke penulis oleh redaksi untuk diperbaiki. FORMAT Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul abstrak, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut: Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor telepon dan faks serta alamat e-mail jika ada. Abstrak. Abstrak/abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab. Abstrak tulisan bahasa Indonesia paling banyak terdiri dari 250 kata, sedangkan tulisan dengan bahasa Inggris maksimal 200 kata. Kata kunci/keywords ditulis di bawah abstrak/abstract dan terdiri atas tiga hingga lima kata. Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan. Permasalahan. Bab ini menjelaskan permasalahan yang akan dilakukan penelitian ataupun kajian. Metodologi. Berisi materi yang membahas metodologi yang dipergunakan dalam menyesaikan permasalahan melalui penelitan atau kajian. Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun gambar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat. Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan. Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan. Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Kesimpulan atau saran tidak boleh diberi penomoran. Ucapan Terima Kasih. Bila diperlukan dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan.
JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA Acuan. Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan: Jurnal Hurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20. Buku Abramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications, Inc., New York. Bab dalam Buku Costa, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J. (eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317. Abstrak Barberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F., Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983. Magmatic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano, island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49. Peta Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Prosiding Marhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the Evaluation of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8. Skripsi/Tesis/Disertasi Marhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound ed Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX. Informasi dari Internet Cantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http:// www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26 Jan 2006] Software ECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997. Naskah sedapat mungkin dilengkapi dengan gambar/peta/grafik/foto. Pemuatan gambar/peta/grafik/foto selalu dinyatakan sebagai gambar dan file image yang bersangkutan agar dilampirkan secara terpisah dalam format image (*.jpg) dengan ukuran minimal A4 dan minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*,cdr), atau Autocad (*,dwg). Gambar dan tabel diletakkan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah. Gambar dan tabel dari publikasi sebelumnya dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dari penulisnya. PENGIRIMAN Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan dikembalikan untuk diperbaiki jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi d.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corresponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh salah satu penulis dan atau seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis.
ISSN 021664101-2 ISSN 0216-6410
9
7 7 0 2 1 6
6 4 1 0 1 4