Web Publishing
ISSN 2088-7590
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB
Volume 8 Nomor 2 Agustus 2015
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Society of Indonesian Petroleum Engineers JTMGB
Vol. 8
No. 2
Hal. 63-112
Jakarta Agustus 2015
ISSN 2088-7590
Keterangan gambar cover : Offshore Platform (Anjungan Lepas Pantai).
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410
JTMGB
Volume 8 Nomor 2 Agustus 2015
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah diterbitkan setiap kwartal yang menyajikan hasil penelitian dan kajian sebagai kontribusi para professional ahli teknik perminyakan indonesia yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dalam menyediakan media komunikasi kepada anggota IATMI pada khususnya dan mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya. KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSAT NO: 003/SK/IATMI/III/2015 Penanggung Jawab : Ir. Alfi Rusin Pemimpin Redaksi
: Ir Raam Krisna
Redaktur Pelaksana : Ir. Andry Halim Peer Review
: Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Enhanced Oil Recovery) Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System) Prof. Dr. Ir. Doddy Abdassah, PhD. (Reservoir Engineering) Dr. Ir. RS Trijana Kartoatmodjo (Production Engineering) Dr. Ir. Arsegianto (Ekonomi & Regulasi Migas) Dr. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi) Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA (Well Stimulation and Hydraulic Fracturing) Dr. Ir. Sudarmoyo, SE, MT (Penilaian Formasi) Dr. Ir. Ratnayu Sitaresmi (Penilaian Formasi - CBM) Dr. Ir. Sugiatmo Kasmungin (Reservoir Engineering) Dr. Ing. Ir. Bonar Tua Halomoan Marbun (Drilling Engineering) Suryono Adisoemarta, PhD. (Petroleum Engineering)
Senior Editor
: Ir. Junita Musu, M.Sc. Ir. Ida Prasanti Ir. Chairatil Asri
Sekretaris
: Ir. Bambang Pudjianto (IATMI)
Layout Design
: Alief Syahru Syaifulloh, S.Kom. (Sekretariat IATMI)
Sirkulasi
: Abdul Manan, A.Md. (Sekretariat IATMI) Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 Ruang 1-C Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia. Tel/Fax: +62-21-5203057 website: http://www.iatmi.or.id email:
[email protected] Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN 0216-6410) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakarta Didukung oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410
JTMGB
Volume 8 Nomor 2 Agustus 2015
DAFTAR ISI
Integrasi Teknik Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air Paul Hutabarat, Fakhriadi Saptono, Bambang Widarsono, Humbang Purba, Ridwan ........ 63 - 74 Tinjauan Aspek Fisika Kimia Lingkungan pada Kegiatan Operasi Migas di Kawasan Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar – Danau Bawah R. Abdullah Musa, Iskandar ................................................................................................. 75 - 82 Stimulasi Sumur Menggunakan Campuran Crude Oil, Demulsifier, dan Paraffin Solvent untuk Meningkatkan Produktivitas dan Mengurangi Tingginya Water Cut Bayu Apriansyah, Mas’un Hidayat, Fuad Habib .................................................................. 83 - 88 Aplikasi Teknologi Radial Jetting untuk Meningkatkan Produksi Sumur Minyak Rasanuddin, Arifin Eko Jati, M. Febrianto ........................................................................... 89 - 96 Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional Usman, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto, Danang Sismartono ................ 97 - 112
KATA PENGANTAR
JTMGB Edisi Agustus 2015 Para Pembaca JTMGB yang budiman, Dirgahayu Republik Indonesia ke-70. Merdeka!... Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya kami kembali bisa menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan ilmiah yang tersaji dalam Majalah Ilmiah JTMGB Volume 8 Nomor 2 Edisi Agustus 2015. Dalam rangka Ulang Tahun RI ke-70, kami menyajikan 5 artikel menarik untuk para pembaca setia JTMGB. Diantaranya adalah tulisan yang terkait dengan petrofisika menyajikan metode sangat berguna dalam pemodelan reservoar statik, dengan pendekatan baru menghitung porositas dan saturasi air dengan mengintegrasikan atribut seismik dan model analitik petrofisika. Dari aspek lingkungan membahas pengaruh aspek fisika-kimia terhadap lingkungan kegiatan operasi migas. Di bidang produksi mengulas tulisan yaitu penggunaan metode Huff and Puff dimana campuran demulsifier, paraffin solvent, dan base fluid diinjeksikan ke sumur dan direndam selama 24 jam. Metode ini diperkirakan memecah emulsion blocking dan melarutkan paraffin deposit serta menurunkan angka skin sehingga relative permeability dari minyak akan meningkat dan water cut turun. Penerapan enhanced oil recovery, pembaca dapat menemukan pada artikel yang menyajikan tulisan tentang radial jetting untuk memperbesar konduktivitas dan radius pengurasan hidrokarbon di dalam formasi, dengan tujuan meningkatkan laju produksi dan recovery hidrokarbon. Dibahas juga bahwa radial jetting memiliki kelebihan dibanding metoda stimulasi lain, diantaranya penetrasinya lebih besar dari penetrasi perforasi konvensional lain dan dapat diaplikasikan pada zona lapisan yang tipis, menghemat lokasi surface karena peralatan kerja tidak terlalu banyak dibandingkan dengan hydraulic fracturing dan waktu pengerjaan tiap lateralnya juga lebih cepat. Dalam artikel yang lain, tulisan yang tidak kalah pentingnya membahas pengembangan teknologi mini airgun seismik dengan daya eksplosif rendah sehingga aman bagi lingkungan, rig coal bed methane (CBM), dan tabung adsorbed natural gas (ANG). Teknologi mini airgun seismik, tidak menimbulkan getaran ekstrim, mudah dalam izin penggunaan dan penyimpanannya, dapat digunakan di rawa-rawa dan lokasi padat penduduk, serta lebih ekonomis. Kami berharap edisi JTMGB Agustus 2015 ini dapat melengkapi referensi para pembaca. Selamat membaca dan mudah-mudahan memberikan manfaat untuk kita semua. (Alfi Rusin)
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410
Date of issue: 2015-09-14
The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. Paul Hutabarat (PPPTMGB “LEMIGAS”) Fakhriadi Saptono (PPPTMGB “LEMIGAS”) Bambang Widarsono (PPPTMGB “LEMIGAS”) Humbang Purba (PPPTMGB “LEMIGAS”) Ridwan (PPPTMGB “LEMIGAS”) Integrasi Teknik Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air Integration AVO Inversion Technique with Petrophysical Analytical Model for Calculating Porosity and Water Saturation JTMGB. Agustus 2015, Vol. 8 No. 2, p 63-74 Adanya hubungan linieritas antara Impedansi Akustik (AI) dengan porositas (ϕ) reservoar telah digunakan untuk menghitung distribusi volumetrik porositas. Namun untuk menghitung distribusi saturasi air (Sw) mengalami kendala karena kesulitan mendapat data kecepatan gelombang shear (Vs). Saat ini teknologi telah memudahkan mengukur data log Vs. Dan ditunjang oleh teknik inversi AVO (Amplitude Versus Offset) yang dapat menghitung Ip (Impedansi-gelombang P), Is (Impedansi gelombang-S) dan Poisson’s Ratio (PR) sehingga peluang untuk menghitung Sw dari atribut seismik semakin terbuka. Didasarkan pada rumus Gassman, dibangun suatu model analitik antara besaran petrofisika dengan besaran akustik batuan sehingga untuk kondisi batuan reservoar yang spesifik, maka ϕ dan Sw berkorelasi dengan atribut seismik (Ip dan PR). Analisa sensitifitas menguji korelasi antara log akustik dan log ϕ dan Sw di sumur zona-fasies target, kemudian ditentukan zona pancung (cut-off). Hasil kalkulasi ϕ dan Sw divalidasi terhadap data log sumur. Contoh kasus ini diambil dari lapangan gas di Indonesia Timur yang memiliki data lengkap. Ini merupakan pengembangan teknik karakterisasi reservoar yang menyajikan suatu metode pendekatan baru untuk menghitung ϕ dan Sw dengan mengintegrasikan atribut seismik dan model analitik petrofisika. Hasil pemodelan yang diperoleh dari metode ini sangat berguna dalam pemodelan reservoar statik. Kata Kunci: besaran petrofisik, besaran akustik, model analitik petrofisik, atribut seismik.
R. Abdullah Musa (BOB PT Bumi Siak Pusako - Pertamina Hulu) Iskandar (BOB PT Bumi Siak Pusako - Pertamina Hulu) Tinjauan Aspek Fisika Kimia Lingkungan pada Kegiatan Operasi Migas di Kawasan Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar – Danau Bawah Review of Environmental Physico Chemical Aspects in The Oil and Gas Operating Activities at Danau Pulau Besar – Danau Bawah Wildlife Sanctuary Area JTMGB. Agustus 2015, Vol. 8 No. 2, p 75-82 Dalam upaya meningkatkan produksi minyak dan gas (migas) bumi untuk kepentingan nasional, kegiatan produksi dan pengembangan gencar dilakukan termasuk juga ke wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi, di antaranya Kawasan Suaka Marga Satwa Danau Pulau Besar – Danau Bawah (KSM DPB-DB) yang berada lebih kurang 160 km sebelah Timur Kota Pekanbaru dan 40 km dari Kota Siak Sri Indrapura dengan luasan total 28.237,5 Ha. Kawasan ini jenis ekosistemnya adalah rawa-gambut. Aspek yang ditinjau adalah parameter fisika-kimia lingkungan, hasil pemantauan yang dilakukan menunjukkan masih berada dalam kondisi baik. Hal ini menandakan bahwa kegiatan operasi migas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap aspek fisika-kimia lingkungan kawasan tersebut. Kata Kunci: Fisika-kimia lingkungan, kawasan suaka margasatwa, ekosistem rawa-gambut.
Bayu Apriansyah (PT. Pertamina EPAsset 5 Field Sangasanga) Mas’un Hidayat (PT. Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga) Fuad Habib (PT. Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga) Stimulasi Sumur Menggunakan Campuran Crude Oil, Demulsifier, dan Paraffin Solvent untuk Meningkatkan Produktivitas dan Mengurangi Tingginya Water Cut Huff and Puff Stimulation Using The Mix of Crude Oil, Demulsifier, and Paraffin Solvent to Increase Productivity and Reduce Water Cut JTMGB. Agustus 2015, Vol. 8 No. 2, p 83-88 Field Sangasanga memiliki satu blok yang memiliki karakteristik minyak paraffinic. Di salah satu sumurnya yaitu NKL-1014 telah dilakukan well testing serta uji Produksi dan dihasilkan angka Skin dan water cut cukup tinggi. Ada kemungkinan terjadinya paraffin deposit pada sand face formasi dan kecenderungan pembentukan emulsi yang menyebabkan angka Skin yang tinggi sehingga aliran ke wellbore akan didominasi oleh air, sehingga water cut akan cenderung tinggi. Dengan menggunakan campuran chemical berupa demulsifier (pemecah emulsi), paraffin solvent (pelarut paraffin), dan base fluid (light crude oil) diperkirakan akan memecah emulsion blocking dan melarutkan paraffin deposit serta menurunkan angka Skin sehingga relative permeability dari minyak akan meningkat dan water cut turun. Metode yang digunakan adalah Huff and Puff dimana campuran chemical diinjeksikan ke dalam sumur dan direndam selama 24 jam. Kemudian sumur diproduksikan kembali dan dilakukan well testing untuk analisa Skin. Hasil produksi sebelum stimulasi: 120 bfpd/ 4 bopd/ 97% WC/ Skin 16.3. Hasil Produksi setelah stimulasi: 450 bfpd/ 55 bopd/ 86% WC/ Skin 7.9. Kata Kunci: Well testing, Stimulasi, paraffin, chemical.
Rasanuddin (Pertamina EP Asset 2) Arifin Eko Jati (Pertamina EP Asset 2) M. Febrianto (Pertamina EP Asset 2) Aplikasi Teknologi Radial Jetting untuk Meningkatkan Produksi Sumur Minyak Application of Radial Jetting Technology to Improve Oil Well Production JTMGB. Agustus 2015, Vol. 8 No. 2, p 89-96 Radial jetting merupakan teknologi yang digunakan untuk membuat lateral section tanpa harus memotong casing. Lubang di casing dibuat dengan melakukan milling dengan milling bit kemudian lateral section dalam formasi tercipta karena proses jetting fluida dengan tekanan tinggi melalui nozzle. Lateral section dapat dibuat dalam beberapa kedalaman hingga 10.000 ft, arah dan panjang yang berbeda-beda tergantung kondisi reservoir dan sumur yang ada. Diameter dari lubang casing bervariasi tergantung pada diameter milling bit yang digunakan, sedangkan diameter lateral section dalam formasi tergantung pada beberapa variable : kekuatan formasi, jetting pressure dan lamanya jetting berlangsung. Radial jetting digunakan untuk memperbesar konduktivitas dan radius pengurasan hidrokarbon di dalam formasi, Meningkatkan rate produksi dan recovery hidrokarbon. Teknologi ini juga dapat diaplikasikan bersamaan dengan chemical treatment seperti asam, solvent. Disamping itu radial jetting juga memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan metoda stimulasi yang lain, diantaranya adalah penetrasi dari radial jetting akan lebih besar dari penetrasi perforasi konvensional yang saat ini ada, dapat diaplikasikan pada zona dengan lapisan yang tipis, menghemat lokasi permukaan karena peralatan kerja yang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan hydraulic fracturing dan waktu pengerjaan tiap lateralnya juga lebih cepat. Pertamina-EP Asset 2 mencoba mengaplikasikan teknologi ini pada sumur L5A-158 dan TTB-57 dengan karakteristik yang berbeda namun memiliki kesamaan masalah yaitu permeabilitas formasi yang kecil dan kondisi surface yang tidak memadai untuk dilakukan hydraulic fracturing. Pada kedua sumur tersebut dibuat 4 (empat) lateral section dengan arah dan panjang yang bervariasi, kenaikan produksi yang diperoleh cukup significant, berkisar antara 100200 % kenaikan produksi minyak. Kata Kunci: Jetting, permeabilitas, penetrasi.
Usman (PPPTMGB “LEMIGAS”) Humbang Purba (PPPTMGB “LEMIGAS”) Panca Wahyudi (PPPTMGB “LEMIGAS”) Rudi Indharto (PPPTMGB “LEMIGAS”) Danang Sismartono (PPPTMGB “LEMIGAS”) Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional Technology Development in Supporting Self-Reliance National Oil and Gas Industry JTMGB. Agustus 2015, Vol. 8 No. 2, p 97-112 Pengelolaan sumber daya migas saat ini dirasa masih belum optimal dalam mendorong kemampuan penguasaan teknologi nasional. Hal ini tercermin masih dominannya komponen impor yang digunakan dalam kegiatan hulu migas. Berbagai upaya terobosan telah dilakukan untuk mengurangi ketergantungan tersebut, di antaranya adalah pengembangan teknologi airgun mini seismik, rig untuk coal bed methane (CBM), dan tabung adsorbed natural gas (ANG). Teknologi airgun mini seismik dirancang dengan daya eksplosif rendah sehingga aman bagi lingkungan, tidak menimbulkan getaran ekstrim, mudah dalam izin penggunaan dan
penyimpanannya, dapat digunakan di rawa-rawa dan lokasi padat penduduk, serta lebih ekonomis. Teknologi rig CBM dirancang untuk pengeboran sumur CBM dan kerja ulang sumur migas, memiliki kemampuan memberikan beban tekan, tenaga kerja rig yang dibutuhkan lebih sedikit, dapat beroperasi pada lahan sempit, hemat biaya pengeboran, dan harga yang relatif murah. Teknologi tabung ANG menggunakan karbon aktif sebagai penyerap dan penampung gas dengan tekanan operasi jauh lebih rendah dibandingkan tabung compressed natural gas (CNG). Dengan teknologi ini, produksi gas bumi dari lapangan kecil dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar gas rumah tangga menggantikan liquefied petroleum gas (LPG) yang lebih mahal sehingga dapat mengurangi impor dan subsidi LPG. Tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ketiga teknologi tersebut bervariasi hingga mendekati 100%. Teknologi yang dikembangkan diharapkan dapat memberi kontribusi solusi persoalan migas nasional terkait kurang optimalnya eksplorasi migas, turunnya sentimen investasi eksplorasi dan eksploitasi CBM, serta tingginya impor LPG. Kata Kunci: seismik airgun mini, anjungan pemboran CBM, tabung ANG, TKDN.
Integrasi Teknik Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air Integration AVO Inversion Technique with Petrophysical Analytical Model for Calculating Porosity and Water Saturation Paul Hutabarat, Fakhriadi Saptono, Bambang Widarsono dan Ridwan. PPPTMGB “LEMIGAS”, Balitbang ESDM Abstrak Adanya hubungan linieritas antara Impedansi Akustik (AI) dengan porositas (ϕ) reservoar telah digunakan untuk menghitung distribusi volumetrik porositas. Namun untuk menghitung distribusi saturasi air (Sw) mengalami kendala karena kesulitan mendapat data kecepatan gelombang shear (Vs). Saat ini teknologi telah memudahkan mengukur data log Vs. Dan ditunjang oleh teknik inversi AVO (Amplitude Versus Offset) yang dapat menghitung Ip (Impedansi-gelombang P), Is (Impedansi gelombang-S) dan Poisson’s Ratio (PR) sehingga peluang untuk menghitung Sw dari atribut seismik semakin terbuka. Didasarkan pada rumus Gassman, dibangun suatu model analitik antara besaran petrofisika dengan besaran akustik batuan sehingga untuk kondisi batuan reservoar yang spesifik, maka ϕ dan Sw berkorelasi dengan atribut seismik (Ip dan PR). Analisa sensitifitas menguji korelasi antara log akustik dan log ϕ dan Sw di sumur zona-fasies target, kemudian ditentukan zona pancung (cut-off). Hasil kalkulasi ϕ dan Sw divalidasi terhadap data log sumur. Contoh kasus ini diambil dari lapangan gas di Indonesia Timur yang memiliki data lengkap. Ini merupakan pengembangan teknik karakterisasi reservoar yang menyajikan suatu metode pendekatan baru untuk menghitung ϕ dan Sw dengan mengintegrasikan atribut seismik dan model analitik petrofisika. Hasil pemodelan yang diperoleh dari metode ini sangat berguna dalam pemodelan reservoar statik. Kata kunci: besaran petrofisik, besaran akustik, model analitik petrofisik, atribut seismik. Abstract Correlation between acoustics and petrophysicals logs can be used to calculate the lateral distribution of porosity based on the linear relationship between porosity (ϕ) and acoustic Impedance (AI). However, to calculate the distribution of water saturation ( Sw ) are still experiencing problems due to unavailability of data shear wave velocity ( Vs ). But now technological advances have been able to measure the data log Vs and supported by techniques inversion AVO has been able to derivate seismic attribute Ip ( impedance wave - P ), Is ( impedance wave - S ) and Poisson ‘s ratio ( PR ) so that the opportunity to calculate the saturation - water ( Sw ) from seismic attributes more open . Based on a Gassman formula, has built an analytical model between petrophysical and elastic entities due to specific condition of reservoir rocks. Sensitivity analysis will test the correlation between the acoustic and petrophysical entities in the well test target zones, and then determined the cut-off. Porosity and water saturation will be deployed in the field scale, with support of AVO seismic attributes as a inversion result. The results of calculations are validated against the well log data. These case are taken from the gas field in East Indonesia which has complete data. These paper is part of reservoir characterization development that presents a new approach to calculate the porosity and water saturation by integrating seismic attributes and petrophysical analytical model whrere it’s very useful for static reservoir modelling. Keywords : petrophysic properties, acoustic properties, petrophysic analitic model, seismic attributes.
63
64
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 63-74
Pendahuluan Untuk dapat memahami karakterisasi reservoar suatu lapangan migas membutuhkan analisa terintegrasi dari beberapa bidang ilmu kebumian seperti geofisika, petrofisika/reservoar dan geologi. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui distribusi volumetrik besaran petrofisika seperti porositas dan saturasi, untuk mengoptimalkan pengembangan lapangan migas. Log akustik dan log petrofisika dapat diukur dengan resolusi yang tinggi dalam arah vertikal, namun resolusi lateral bergantung pada jarak antar sumur. Penambahan sumur untuk memperoleh data tambahan memerlukan biaya besar dan tidak efisien, sehingga muncul ide untuk mengoptimalkan informasi data seismik yang telah tersedia. Selain karena biayanya relatif murah, sebaran lateral data seismik kontinu dan meliput hampir seluruh area lapangan migas. Namun resolusi vertikal data seismik ini rendah jika dibandingkan dengan log. Inversi AVO akan menghasilkan beberapa atribut seismik yaitu Ip (Impedansi gelombang-P), Is (Impedansi gelombang-S) dan PR (Poisson Ratio). Ketiga atribut seismik ini dapat digunakan untuk menghitung nilai-nilai ϕ, Sw dan litologi yang terdistribusi secara lateral dalam suatu zona reservoar. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan karena tersedianya data Vs (shearwave velocity) dari beberapa sumur di lapangan penelitian (Gambar 1). Dalam suatu reservoar migas terdapat pola hubungan tertentu antara log akustik seperti kecepatan gelombang primer (Vp) dan Vs, PR, impedansi akustik (AI), densitas (ρ) dan modulus bulk dengan log petrofisika. Jika hubungan antara besaran petrofisik dengan log akustik dapat dimodelkan secara analitik (ataupun secara empirik) maka besaran petrofisika (ϕ, Sw) dalam satu lapangan migas dapat diprediksi. Berdasarkan rumus Gassman dapat dibuat suatu pemodelan analitik antara besaran-akustik dengan besaran petrofisik suatu model reservoar untuk kondisi spesifik misalnya fasies tertentu. Jika log akustik sumuran seperti densitas, ϕ dan Sw dengan atribut seismik seperti AI dan PR pada zona-zona reservoar yang berkorelasi secara analitik maka distribusi besaran petrofisik seperti ϕ, Sw akan dapat dihitung untuk seluasan
lapangan migas. Artinya nilai-nilai log akustik di sumur, dapat didekati atau digantikan dengan nilai-nilai atribut-atribut seismik yang diperoleh dari proses inversi seismik AVO. Sekedar untuk menyegarkan ingatan kita, bahwa sebaran data seismik, baik 2D terutama data 3D, meliputi hampir seluruh area lapangan migas. Paper ini membahas penerapan metode baru untuk memetakan penyebaran besaran petrofisik dalam suatu lapangan migas berdasarkan data seismik. Dimulai dari analisa sensitifitas antar log akustik dengan log ϕ dan log Sw.
Gambar 1. Hubungan atribut seismik, properti akustik dan properti reservoar.
Pemodelan analitik untuk mencari hubungan antara besaran akustik dengan besaran petrofisika batuan reservoar untuk tiaptiap fasies. Analisa sensitifitas akan membatasi zona-zona interes yang menjadi zona target dalam proses inversi AVO. Sementara dari proses inversi AVO diturunkan atribut-atribut seismik yaitu Ip, Is dan PR yang berkorelasi dengan properti petrofisik. Metode yang sedang dikembangkan ini diaplikasikan di lapangan gas di Indonesia Timur yang memiliki data seismic gather dan log yang lengkap. Target studi pada reservoar batupasir dari Formasi Plover yang berumur Middle Jurassic, yang berada pada kedalaman 3.725 m dengan kedalaman perairan/laut antara 500 hingga 650 m. Latar Belakang Teori Analisis AVO dilakukan dengan mengidentifikasi tipe-tipe anomali AVO untuk klasifikasi tipe-tipe batuan reservoar, telah dilakukan oleh banyak pakar. Salah satu klasifikasi AVO yang sering digunakan menurut cara Castagna et.al. (1997) :
Integrasi Teknik Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Fakhriadi Saptono, Bambang Widarsono dan Ridwan)
• Kelas-1: Jenis reservoar batupasir dengan kontras AI tinggi • Kelas 2: Jenis reservoar batupasir dengan kontras AI mendekati nol • Kelas 2p: Sama dengan kelas 2 tetapi berbeda polaritasnya. • Kelas 3: Jenis reservoar batupasir dengan kontras AI rendah. • Kelas 4: Jenis reservoar batupasir dengan kontras AI sangat rendah.
Gambar 2. Klasifikasi AVO Reservoar Batupasir menurut Castagna (1997).
Dengan menggunakan persamaan gelombang Vp dan Vs yang didasarkan hubungan antara konstanta Lame (λ), dan modulus geser (µ) dan densitas maka dapat diturunkan atribut AVO Lamda-Mu-Rho (LMR) dan Mu-Rho (MR) dari Ip dan Is sebagai berikut: µρ = Is2
λρ = Ip2 - 2Is2
Data yang diperlukan adalah data 3D Seismic Gather 3D dan data log akustik sonik, densitas, shear wave dan log petrofisik ϕ, Sw, serta data log penunjang GR, V-shale, resistivity sumur LMG-1 dan LMG-3.
65
hilang, sehingga dapat direkonstruksi kembali. Hal ini dapat terlihat dari bentang frekuensi dominan data seismik digunakan. Gambar 3 menunjukkan potongan data 3D seismic prestack setelah dilakukan koreksi NMO (normal move out). Distribusi frekuensi data 3D seismic prestack ini ditunjukkan pada Gambar 4. Kurva distribusi frekuensi menunjukkan bahwa posisi dominan frekuensi data seismik berada diangka 24 herzt. Artinya, jika diasumsikan kecepatan rambat rata-rata gelombang pada batuan bawah permukaan adalah 2600 m/det maka panjang satu gelombang seismik adalah 110 meter. Sebagai mana kita ketahui, resolusi data seismik adalah ¼ panjang gelombang (λ / 4), maka resolusi data seismik adalah 27 meter. Dengan melakukan proses inversi AVO maka resolusi data seismik dapat ditingkatkan hingga 300% karena adanya tambahan komponen frekuensi tinggi dari yang diadopsi data log sehingga resolusi data seismik setelah proses inversi menjadi 9 meter. Langkah selanjutnya, setelah melakukan koreksi NMO untuk meluruskan reflektor akibat pengaruh sudut pantul, kemudian data 3D seismic prestack disusun ulang dengan format angle gather untuk meningkatkan nilai S/N. Agar pengelompokan data disusun menurut near, mid, dan far offset maka lebih tepat jika pemisahan data 3D seismic prestack menggunakan susunan berdasarkan angle gather. Langkah terakhir dalam tahapan penyiapan data adalah menyusun data seismik 3D seismic restack dalam format super gather untuk mengoptimalkan kualitas data dan menekan noise. Gambar 5 dibawah ini ditampilkan sayatan data 3D seismic prestack setelah di stacking dengan sudut datang 0 hingga 30 derajat (full stacked). Data seismik setelah stacking siap diinterpretasi.
Analisis Data Pertama-tama yang diverifikasi adalah data 3D seismic gather yang digunakan adalah preserve amplitude. Persyaratan ini diperlukan mengingat data seismik ini akan digunakan untuk karakterisasi reservoar. Selain preserve amplitude, data seismik yang digunakan mempunyai ratio S/N yang tinggi agar kandungan informasi data seismik tidak banyak yang Gambar 3. Data Seismik 3D PreStack after NMO.
66
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 63-74
korelasi antara sintetik seismogram dengan data seismik sebesar 66%. Gambar 7 adalah hasil well seismik tie di sumur LMG-03 di zona reservoar target. Tingkat korelasi di sumur LMG-03 lebih baik yaitu 76%. Well seismic tie pada sumur LMG-01 dan LMG-03 menunjukkan bahwa pemilihan dan ekstraksi wavelet untuk data seismic full-stacking lebih tinggi dari pada data seismik partial offset stacking. Hal ini disebabkan oleh karena data seismik full-stacking merupakan hasil penjumlahan dan perata-rataan dari near-offset, mid-offset dan far-offset sehingga nilai S/N nya Gambar 4. Distribusi frekuensi dominan data seismik lebih meningkat dan sebagaian noise tereliminasi dalam proses tersebut. 3D Prestack
Gambar 5. Data Seismik 3D; setelah di stacking
Seperti kita ketahui data log dan data seismik berbeda domain, yang pertama dalam waktu sehingga perlu disinkronkan yaitu dengan suatu pengikatan yang disebut dengan well seismic tie. Sebelum well seismic tie terlebih dahulu dilakukan koreksi chekshot terhadap semua data log di sumur LMG-1 dan LMG-3. Horizon Top Jameison dan Top LMG-4000 adalah dua event paling mudah dikenali karena amplitudonya relatif besar dan muncul di semua tempat sehingga keduannya digunakan sebagai marker untuk membantu well seismic tie. Well seismic tie dilakukan pada data seismik yang telah di stacking. Gambar 6 menunjukkan hasil well seismic tie di sumur LMG-01 pada zona target reservoar. Tingkat Gambar 6. Well Seismic Tie di sumur LMG-1.
Integrasi Teknik Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Fakhriadi Saptono, Bambang Widarsono dan Ridwan)
Gambar 7. Well Seismic Tie di sumur LMG-3.
67
crossplot antara kurva amplitudo terhadap sudut datang di zona reservoir target pada sumur LMG-01 dan di LMG-03. Tampak jelas adanya anomali AVO dikedua sumur pada zona reservoar target yaitu dengan membesarnya amplitudo terhadap pertambahan sudut datang atau offset. Berdasarkan analisisa kurva anomali AVO ini dapat dilakukan pemisahkan antara near-offset, mid-offset dan far-offset yaitu sebagai berikut: Near-offset : (0-8) derajat. Mid-offset : (8-15) derajat Far-offset : (15-30) derajat
Gambar 8. Anomali AVO pada Super Gather Seismic 3D.
Tujuan analisis AVO dilakukan adalah untuk mengetahui adanya anomali amplitudo terhadap jarak (offset) pada data seismik yang diakibatkan oleh keberadaan fluida gas dalam batuan reservoar. Berikutnya pada Gambar 8, ditunjukkan suatu gambar sayatan data seismik super gather pada zona target. Analisis AVO dilakukan dengan membuat kurva amplitudo terhadap offset. Hasil analisis AVO menunjukkan bahwa semakin besar offset amplitudo semakin besar. Hal ini mengindikasikan ada anomali AVO didalam data seismik. Selain cara diatas, menguji respon AVO dapat juga dilakukan dengan menggunakan data angle gather. Analisa AVO dilakukan dalam studi ini adalah membuat crossplot amplitudo terhadap sudut datang. Gambar 9 dan Gambar 10 adalah
Analisa kesensitifan dilakukan untuk mengetahui pola korelasi antara besaran akustik dengan besaran petrofisika seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Untuk melakukan analisa ini, dibuat crossplot antara besaranbesaran yang terkait pada data log sumur. Dari pola penyebaran yang ditampilkan pada crossplot akan terlihat besaran apa saja yang berkorelasi dan bagaimana hubungan kesensitif antara besaran satu dengan besaran lainnya. terhadap zona dan fasies. Selain berfungsi untuk melihat korelasi antara besaran akustik dan besaran petrofisika, analisa kesensitifan ini digunakan untuk membantu menentukan zona cut off (batas nilai) yaitu kisaran nilai besaran akustik dan besaran petrofisik yang berpasangan pada zona target. Batasan cut off ini digunakan
68
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 63-74
sebagai batasan nilai atau filter. Model analitik antara besaran akustik Rp dan PR dengan besaran petrofisik yaitu ϕ dan Sw, diturunkan dari persamaan teoritik Gassman.
Gambar 9. Kurva Anomali AVO Top Zona-2 di LMG-1.
dari proses inversi AVO. Nomogram ini juga digunakan untuk memisahkan zona-zona yang termasuk dalam bagian target reservoar dan yang bukan target. Berdasarkan kurva-kurva pada nomogram. Model hubungan analitik ini dapat dikembangkan untuk berbagai karakter reservoar yang berbeda, dengan cara membuat nomogram yang sesuai dengan nilai-nilai pasangan parameter Kd dan Gd yang ditentukan terlebih dahulu. Hubungan matematis antara ϕ dengan AI dan PR digambarkan dalam Gambar 11a yaitu untuk masing-masing kurva ϕ ; 1%, 4%, 8% dan 12%. Hubungan matematis antara Sw dengan AI dan PR digambarkan pada Gambar 11b untuk masing-masing kurva Sw 30%, 50%, 80% dan 100%. Untuk menghitung distribusi lateral ϕ dan Sw dalam skala lapangan, maka besaran akustik AI dan PR diganti dengan atribut seismik pseudo AI dan PR. Atribut-atribut seismik ini diturunkan dari proses inversi AVO.
Gambar 10. Kurva Anomali AVO Top Zona-2 di LMG-3.
Untuk setiap batuan tertentu, terdapat nilai parameter Kd (imkompressibilitas batuan-kering) dan Gd (shear modulus batuankering) yang tertentu. Jika nilai Kd dan Gd sudah ditentukan, maka diturunkan hubungan model analitik besaran akustik dengan besaran petrofisik, seperti pada nomogram Gambar 11. Nomogram ini memperlihatkan model kurva analitik antara besaran petrofisik (ϕ dan Sw) terhadap besaran akustik (AI dan PR). Setiap nilai tertentu dari ϕ akan diwakili oleh satu buah kurva yang menyatakan perubahan nilai ϕ terhadap perubahan nilai AI dan PR. Demikian halnya dengan saturasi-air, setiap nilai tertentu akan diwakili oleh satu kurva yang menyatakan perubahan saturasi-air terhadap variabel AI dan PR, sehingga jika digambarkan untuk setiap nilai maka akan sangat banyak kurva dalam nomogram Gambar 11. Untuk distribusi lateral ϕ dan Sw maka nilai-nilai AI dan PR akan diwakili oleh atribut seismik AI dan PR yang diturunkan
Gambar 11. Model analitik antara AI dan PR dengan besaran petrofisik ϕ dan Sw.
Gambar 12 menunjukkan crossplot Ip terhadap PR di sumur LMG-01. Pada zona target, tampak pola hubungan Ip dengan PR tidak sederhana. Zona reservoar adalah kurva dan plot yang warna kuning. Karena tidak ada pola hubungan yang sederhana maka dibuat batasan bentang nilai (cut-off range) pada zona target sebagai berikut: Ip : (11100-11800) m/s.g/cc PR : (0,10-0,18) Gambar 11a dan 11b absis dan ordinatnya sama persis dengan absis dan ordinat Gambar 11, yaitu absis (sumbu datar) adalah Poisson’s Ratio (PR) dan ordinat (sumbu tegak) adalah Acoustik Impedance (AI).
Integrasi Teknik Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Fakhriadi Saptono, Bambang Widarsono dan Ridwan)
Gambar 11a. Hubungan analitik ϕ dengan AI dan PR.
Gambar 12 menunjukkan crossplot Ip terhadap PR di sumur LMG-01. Pada zona target, tampak pola hubungan Ip dengan PR tidak sederhana. Zona reservoar adalah kurva dan plot yang warna kuning. Karena tidak ada pola hubungan yang sederhana maka dibuat batasan bentang nilai (cut-off range) pada zona target sebagai berikut: Ip : (11100-11800) m/s.g/cc PR : (0,10-0,18)
69
Gambar 11b. Hubungan analitik Sw dengan AI dan PR.
Ip : (11100-11800) m/s.g/cc ϕ : (6-10)% Gambar 14 adalah crossplot antara Ip terhadap PR di sumur LMG-03 di zona target. Hubungan antara kedua variabel, acak tidak berpola. Zona reservoar adalah kurva dan plot yang warna kuning. Karena pola hubungan yang rumit maka dibuat batasan nilai (cut-off) pada zona target sebagai berikut: Ip : (11100-11900) m/s.g/cc PR : (0,17-0,22)
Crossplot Ip terhadap ϕ di sumur LMG01 (Gambar 13) menunjukkan pola yang sama dengan crossplot Gambar 12, kedua variabel di zona target mempunyai pola hubungan yang acak. Zona reservoar adalah kurva dan plot yang warna kuning. Karena pola hubungan yang tidak sederhana maka dibuat batasan nilai pada zona target sebagai berikut:
Gambar 15 adalah crossplot antara Ip terhadap ϕ di sumur LMG-03. Sama dengan crossplot sebelumnya, antara Ip dan ϕ pada zona target mempunyai pola hubungan yang acak. Zona reservoar adalah kurva dan plot yang berwarna kuning. Batasan nilai pada zona target
Gambar 12. Crossplot Ip terhadap PR di LMG-01.
Gambar 13. Crossplot Ip terhadap ϕ di LMG-01.
70
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 63-74
Gambar 14. Crossplot Ip terhadap PR di LMG-03.
Gambar 15. Crossplot Ip terhadap ϕ di LMG-03.
yang hasilnya adalah sebagai berikut:
AVO. Dalam analisis AVO bentang batas sudut datang telah dibagi dalam 3 bagian, near-stack, mid-stack dan far-stack. Bentang batas bisa dibuat dalam satuan jarak yang tetap atau dalam satuan sudut yang tetap. Untuk mengidentifikasi keberadaan fluida hidrokarbon pada suatu reservoar akan lebih sensitif jika menggunakan data seismik far-offset-stacking karena pada bentang batas ini terjadi sudut kritis refleksi dan anomali amplitudo mencapai maksimum. Hal ini dijelaskan sebagai pengaruh sudut datang terhadap perubahan AI/EI terhadap Sw. Baik AI maupun EI akan mengecil nilainya jika fluida semakin tersaturasi. Namun perubahan nilai EI lebih besar (sensitif) dibanding perubahan nilai AI. Perubahan ini lebih terlihat pada batuan reservoar dibandingkan shale. Validasi setelah proses inversi perlu dilakukan untuk memastikan hasil yang diperoleh terukur dan dapat dipercaya, paling tidak pada sumur-sumur sebagai titik kontrol. Gambar 16 menunjukkan validasi terhadap hasil inversi yang sudah dilakukan dalam bentuk korelasi antara AI sintetik inversi dengan AI di sumur LMG-01. Pada Gambar 17 ditunjukkan penampang Ip yang melalui sumur LMG-01. Korelasi antara hasil inversi (Ip) dengan log Impedansi tampak fit di sumur LMG-01. Artinya kalibrasi serta memvalidasi proses inversi AVO dengan data log impedansi di sumur LMG-01 (dalam skala warna) baik hasilnya. Bentang batasan nilai (cut-off range) dari reservoar target untuk atribut Ip adalah (11.100–11.900) m/s.gr/cc (dalam Gambar 17; warna biru hingga coklat). Untuk menghitung
Ip : (11100-11900) m/s.g/cc ϕ : (5-9)% Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari analisis kesensitifan di sumur LMG-01 dan LMG-03 pada zona reservoar target berdasarkan crossplot, maka hubungan besaran akustik dengan besaran petrofisik untuk zona target, diperoleh batasan nilai (cut-off) sebagai berikut: Ip : 11100–11800 (m/s*gr/cc) ϕ : (6 – 9) % PR : (0.17-0.18) Pembahasan Jika inversi konvensional seismik poststack menghasilkan atribut AI, maka inversi terhadap data seismik pre-stack atau yang dikenal dengan inversi AVO dapat menurunkan atribut AVO yaitu EI dan PR. Aplikasi dari atribut AI terbatas pada estimasi nilai-nilai ϕ dan litologi batuan reservoar, sedangkan aplikasi dari atribut-atribut AVO ini digunakan untuk mengestimasi Sw dalam batuan selain litologi dan ϕ. Inversi AVO ini menurunkan lebih banyak atribut-atribut seismik, dimana secara simultan dapat mengestimasi Vp, Vs dan densitas (ρ). Analisis dan inversi AVO sering digunakan sebagai DHI (direct hydrocarbon indicator) dan sebagai alat prediksi isi kandungan reservoir karena dalam reservoar pada umumnya terjadi anomali ratio Vp/Vs yang menyebabkan anomali
Integrasi Teknik Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Fakhriadi Saptono, Bambang Widarsono dan Ridwan)
71
Gambar 16. Korelasi hasil inversi (AI sintetik) vs EI di sumur LMG-01 = 92,2% Korelasi hasil inversi (AI sintetik) vs EI di sumur LMG-03 = 96,0%
distribusi secara lateral dari Ip, yang dihasilkan dari proses inversi, digunakan teknik multi atribut analisis untuk meningkatkan korelasi. Distribusi Ip secara lateral pada zona reservoar target ditampilkan pada Gambar 18. Berpedoman pada bentang batas nilai yang telah dianalisa kesensitifannya pada tahap sebelumnya, maka lokasi yang diharapkan berisi hidrokarbon adalah bentang batasan nilai (11.100 – 11.800) m/s.gr/cc. Lokasi zona target dalam peta Ip adalah berwarna merah hingga biru muda. Dalam Gambar 19 ditunjukkan irisan penampang ϕ hasil dari proses inversi AVO yang melewati sumur LMG-01. Untuk menghitung distribusi ϕ secara lateral digunakan rumus analitik yang diturunkan dari rumus Gasman (Gambar 11a) sebagai fungsi AI dan PR, untuk bentang batas nilai (6-8)%. Dari hasil kalkulasi ini diperoleh peta distribusi ϕ zona reservoar pada Gambar 20. Lokasi-lokasi target dalam peta ϕ adalah warna merah hingga ungu. Gambar 21 menunjukkan penampang PR yang melalui sumur LMG-01. Bentang batasan nilai untu katribut PR pada zona target adalah (0.170.18). Dalam gambar ini tampak atribut PR hasil inversi AVO yang melalui di sumur LMG01, terkalibrasi dan tervalidasi baik dengan log PR di sumur LMG-01. PR merupakan salah satu variabel paling penting untuk menghitung nilai ϕ dan Sw. Distribusi PR secara lateral di zona reservoar ditunjukkan pada Gambar 24 sebagai peta PR. Lokasi yang merupakan target
reservoar adalah warna kuning-hijau yang diprediksi sebagai lokasi-lokasi keberadaan hidrokarbon gas. Properti petrofisik terakhir yang akan diestimasi adalah Sw. Penampang Sw ditampilkan pada Gambar 23 yang melalui sumur LMG01. Sama seperti atribut seismik sebelumnya, pada Gambar 23 ini adalah cara kalibrasi dan validasi nilai nilai Sw hasil proses inversi AVO terhadap nilai-nilai Sw di sumur LMG-01. Untuk menghitung distribusi Sw secara lateral di zona reservoar maka digunakan rumus analitik yang telah diturunkan pada Gambar 11b sebagai fungsi AI dan PR. Karena bentang batas nilai Sw pada reservoar target adalah (30-50)% maka dipilih rumus perhitungan analitik Sw dari nomogram Gambar 11b antara Sw 30% hingga 50%. Hasil perhitungan Sw adalah distribusi nilai Sw secara lateral di zona reservoar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 24. Berdasarkan peta Sw ini, maka lokasi-lokasi yang diperkirakan mengandung hidrokarbon gas adalah yang peta Sw yang berwana biru. Hasil-hasil perhitungan Ip, PR, ϕ dan Sw telah dikalibrasi dan divalidasi terhadap nilai-nilai log di sumur LMG-01 dan LMG-03. Peta ϕ (Gambar 22) dan peta Sw (Gambar 24) tampak mempunyai kemiripan pola penyebaran satu dengan lainnya. Artinya antara zona porous dan zona saturasi air berada pada area yang sama.
72
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 63-74
Gambar 17. Penampang Ip melalui sumur LMG-01. Bentang cut-off (11.100 – 11.800) m/s.gr/cc
Gambar 18. Peta distribusi Ip. Bentang cut-off (11.10011.800) m/s.gr/cc.
Gambar 19. Penampang ϕ melalui sumur LMG-01. Bentang cut-off (6 – 9) %.
Gambar 20. Peta Distribusi ϕ; bentang cut-off (6 –9) %.
Gambar 21. Penampang PR melalui sumur LMG-01 bentang cut-off (0.17 – 0.18).
Gambar 22. Peta PR; bentang cut-off (0.17–0.18).
Integrasi Teknik Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Fakhriadi Saptono, Bambang Widarsono dan Ridwan)
73
Kesimpulan
Referensi
Studi terintegrasi inversi AVO, fisika batuan petrofisika dan geologi adalah suatu kajian karakterisasi reservoar, untuk mengestimasi penyebaran lateral saturasi air di zona reservoar dengan memanfaatkan atribut AVO. Studi kasus di suatu lapangan gas, pada reservoar batu pasir berumur Pratersier. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah studi menawarkan suatu metoda pendekatan untuk membuat peta distribusi nilai-nilai ϕ dan Sw seluas lapangan migas melalui pemodelan analitik petrofisik dan inversi AVO. Analisis sensitifitas menunjukkan bahwa antara properti petrofisik ϕ dan Sw dengan atribut seismik AVO Ip dan PR, tidak menunjukkan pola hubungan matematis yang sederhana sehingga diperlukan bantuan pemodelan analitik berdasarkan persamaan Gassman untuk mencari pola hubungan antara kedua properti ini. Pemodelan analitik dilakukan untuk fasies tertentu yang dipilih berdasarkan hasil analisa geologi, sehingga diperoleh pola hubungan antara besaran petrofisik ϕ dan Sw dan besaran akustik yang diwakili oleh atribut seismik Ip dan PR dalam bentuk nomogram seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Peta sebaran Ip dan PR (Gambar 18 dan Gambar 22) dan peta sebaran ϕ dan Sw (Gambar 20 dan Gambar 24) di zona reservoar untuk fasies tertentu, masingmasing telah dikalibrasi dan divalidasi terhadap besaran-besaran log yang samadi sumur LMG1. Dalam studi kasus ini digunakan data seismik yang mempunyai frekuensi dominannya 25 herzt sehingga memberikan resolusi data seismik sebesar 27 m. Untuk studi kasus karakterisasi reservoar kualitas data seismik ini kurang memadai, terutama untuk resevoir yang tebalnya kurang dari 25 meter. Faktor kedalaman reservoar diperkirakan menjadi salah satu penyebab hilangnya sebagian informasi data seismik.
Castagna, J.P., Swan, H.W., (1997), Principles of AVO crossplotting, The Leading Edge. Gan, Li-deng, Dai, Xiao-feng, Li, Ling-gao, (2008), Application of Petrophysics-based Prestack Inversion to Volcanic Gas Reservoar Prediction in Singliao basin”, Research Institute and Development, PetroChina Company Limited. Hu, R.Y., Holden, T., Broussard, M., (2011), Petrophysics and Rock Physics Modeling to Improve Seismic Reservoar CharcterizationCase study of Haclberry Sandstone, Search and Discovery Article #40774. Nugroho, P., Mishar, G., Gunawan, H., (2013), Thin Basal Sand Reservoar Distribution Using Elastic Properties Approach, Case Study: Aryani Field, Asri Basin, Southeast Sumatra, PIT HAGI-IAGI, Medan. Quijada, M.F., Srewart, R.R., (2008), Petrophysical and seismic signature of a heavy oil sand reservoar: Manitou Lake, Saskatchewan, Cewes, University of Calgary. Russell, B.H., Hedlin, K., Hilterman, F.J., Lines,L.R., (2003), Fuid property discrimination with AVO: A Biot-Gasmann perspective, Geophysics, Vol 68, No.1, P.29-39. Savic, Milos, Ver West, Bruce, Gingrich, Dean, (2005), Elastic Impedance Inversion in Practice, ARCO British Ltd. Veeken, P., Rauch-Davies, M., Peb. 2006, AVO attribute analysis and seismic reservoir characterization, First break, vol. 24. Walls, J., Dvorkin, J., Carr, M., 2009, Well Logs and Rock Physics in Seismic Reservoar Characterization, Rock Solid Images. Zhou, Zhengyun, Hilterman, F.J., Kumar, M., (2005), Water Saturation estimation from seismic and rock-property trends”, Center for Applied Geosciences and Energy, Houston.
74
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 63-74
Tinjauan Aspek Fisika Kimia Lingkungan pada Kegiatan Operasi Migas di Kawasan Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar – Danau Bawah Review of Environmental Physico Chemical Aspects in The Oil and Gas Operating Activities at Danau Pulau Besar – Danau Bawah Wildlife Sanctuary Area R. Abdullah Musa dan Iskandar Badan Operasi Bersama (BOB) PT. Bumi Siak Pusako - Pertamina Hulu Abstrak Dalam upaya meningkatkan produksi minyak dan gas (migas) bumi untuk kepentingan nasional, kegiatan produksi dan pengembangan gencar dilakukan termasuk juga ke wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi, di antaranya Kawasan Suaka Marga Satwa Danau Pulau Besar – Danau Bawah (KSM DPB-DB) yang berada lebih kurang 160 km sebelah Timur Kota Pekanbaru dan 40 km dari Kota Siak Sri Indrapura dengan luasan total 28.237,5 Ha. Kawasan ini jenis ekosistemnya adalah rawa-gambut. Aspek yang ditinjau adalah parameter fisika-kimia lingkungan, hasil pemantauan yang dilakukan menunjukkan masih berada dalam kondisi baik. Hal ini menandakan bahwa kegiatan operasi migas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap aspek fisika-kimia lingkungan kawasan tersebut. Kata kunci: Fisika-kimia lingkungan, kawasan suaka margasatwa, ekosistem rawa-gambut. Abstract In an effort to increase the production of oil and gas in the national interest, production and development activities as well as intensively carried out to areas that have a high degree of vulnerability, including reserve areas of wildlife sanctuary Danau Pulau Besar – Danau bawah (KSM DPB-DB) located approximately 160 kilometers east of Pekanbaru city and 40 km from the Siak Sri Indrapura city, with a total area of 28237.5 hectares. This area is a kind of peat-swamp ecosystem. Aspects to be reviewed were the physico-chemical parameters of the environment, the results of monitoring conducted showed they are still in good condition. This indicated that oil and gas operations do not significantly affect the physico-chemical aspects of the environment of the mentioned area. Keywords: Environmental physico-chemical, wildlife sanctuary, peat-swamp ecosystem.
Pendahuluan Kawasan Suaka Marga Satwa Danau Pulau Besar dan Danau Bawah (KSM DPB-DB) ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 846/Kpts/Um/II/1980 dan dengan SK Menhutbun No 688/Kpts-II/199926 Agustus 1999 luasannya adalah 28.237,95 Ha. Kawasan ini berada lebih kurang 160 km sebelah Timur Kota Pekanbaru dan 40 km dari Kota Siak Sri Indrapura. Secara administratif kawasan ini terletak di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak dan secara geografis berada di 102° 8’ 48.8” 102° - 18’ 51.8” BT dan 0° 36’ 3.6” - 0° 46’ 55.6” LU. (Gambar 1). Kawasan ini pernah diusulkan untuk menjadi Taman Nasional Zamrud melalui surat permohonan no. 660/SET/1005/2001 dan 364/ 75
Dishut/205/2005 yang diajukan oleh Bupati Siak, namun belum ada tanggapanan dari Menteri Kehutanan (WWF, 2006). Jenis hutan di kawasan ini adalah termasuk jenis Hutan Rawa Gambut Tinggi dan Campuran (Hayward et.al, 2005). Kegiatan operasi migas di kawasan ini bermula saat ditemukannya lapangan Zamrud oleh Caltex Pacific Indonesia (CPI) pada tahun 1975, lapangan ini mulai diproduksikan pada tahun 1982 dan termasuk Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP) (Yunan & Haryanto, 2002). Pengelolaan lingkungan sudah dilakukan oleh CPI sejak dari awal sebelum proyek development dan Enhanced Oil Recovery (EOR) diusulkan melalui Studi Evaluasi Lingkungan (SEL) pada tahun 1984, yang di antaranya
76
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 75-82
yang menyebabkan kondisi air yang tergenang sehingga mencegah adanya pembusukan secara organis dari tumpukan bahan tersebut (Verwer dan Van der Meer, 2010). Aspek fisika dan kimia lingkungan sangat berperan dalam ekosistem hutan rawa gambut. Jagaadeshappa dan Kumara (2013) menyatakan bahwa parameter fisika-kimia sangat penting dalam studi lingkungan apapun terutama lingkungan air yang terpisah dari kepentingan umum. Selain itu menurutnya parameter fisikakimia memiliki implikasi praktis dalam studi polusi dan sedimentasi di lahan basah yang merupakan tempat sumber nutrisi penting bagi organisme akuatik. Keanekaragaman hayati dalam ekosistem hutan rawa gambut merupakan satu kesatuan lingkungan yang melibatkan unsur-unsur biotik, faktor fisik dan kimia yang saling berinteraksi (Yunasfi, 2008). Faktor fisika kimia juga berpengaruh terhadap tingkat regenerasi (tunas baru) pada hutan mangrove (Mc. Kee, 1995). Gambar 1. Peta lokasi KSM Danau Pulau Besar – Danau Ketebalan gambut sebagai penopang vegetasi Bawah. (Sumber: http://alamsumatra.files.wordpress.com) diatasnya dapat mencapai 20 meter (UNDP, 2006). dievaluasi dampak fisika-kimia lingkungan terhadap ekosistem kawasan tersebut. Kajian Kegiatan Operasi Migas di KSM DPB -DB lingkungan kedua berupa ANDAL telah dilakukan lagi pada tahun 1991/1992 (Yunan & Lapangan Zamrud yang berada di dalam Haryanto, 2002). KSM DPB-DB terdapat lebih dari 100 sumur Blok CPP, pada tahun 2002 diserah- minyak, sebagian di antaranya merupakan terimakan ke konsorsium BP Migas – Badan sumur-sumur yang aktif berproduksi dan sisanya Operasi Bersama (BOB) PT. Bumi Siak sudah tidak berproduksi lagi. Sumur-sumur yang Pusako (BSP) – Pertamina Hulu. Pada tahun aktif berproduksi perlu perawatan terus-menerus 2007, konsorsium ini melakukan revisi hasil agar dapat berproduksi sebagaimana mestinya. kajian lingkungan sebelumnya (BOB PT BSP - Kegiatan perawatan sumur meliputi perawatan Pertamina Hulu, 2006). tapak sumur, pencegahan penyumbatan, perawatan pompa dan kompresor serta Peranan Aspek Fisika Kimia Lingkungan pencegahan luberan minyak (oil spill). pada Ekosistem Hutan Rawa Gambut Perawatan tapak sumur meliputi pembersihan semak yang tumbuh pada tapak, Hutan rawa gambut adalah hutan yang penimbunan dan pengerasan ulang (untuk tumbuh di daerah beriklim tropis dan subtropis mempertahankan ketinggian dan kerataan tapak) dengan tanah organosol atau histosol yang dan pengerukan parit di sekeliling tapak yang selalu tergenang air tawar secara periodik dikeraskan, kegiatan ini dapat dilihat dalam dengan keadaan pH rata-rata 3,5 – 4,0. Hutan Gambar 2. Kegiatan pencegahan penyumbatan ini merupakan ekosistem unik karena tumbuh dilakukan dengan cara menginjeksikan uap panas di atas tumpukan bahan organik yang melimpah atau air panas bertekanan tinggi. Minyak-minyak dan hidupnya tergantung turunnya hujan (Arief, yang menggumpal bila tidak segera dipanaskan 2001). Timbunan bahan organik yang menopang akan menyumbat (clogging) pipa – pipa produksi. hutan tersebut telah terbentuk selama ribuan tahun Perawatan beberapa unit pompa dan kompressor
Tinjauan Aspek Fisika Kimia Lingkungan pada Kegiatan Operasi Migas di Kawasan Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar – Danau Bawah (R. Abdullah Musa dan Iskandar)
meliputi pembersihan, penggantian komponen yang aus atau rusak, pelumasan dan evaluasi fungsi pompa secara keseluruhan. Pencegahan luberan minyak perlu dilakukan untuk mencegah agar tidak mengganggu lingkungan. Untuk keperluan itu dilakukan dengan cara pemantauan sumur produksi setiap dua jam sekali dan disediakn juga sistem penampung luberan (spill berms dan spill decks).
Gambar 2. Kegiatan pengerasan jalan/tapak ke sumursumur minyak. (Sumber: BOB PT BSP-Pertamina Hulu)
Kegiatan utama lainnya yang berhubungan langsung dengan operasi produksi adalah injeksi reservoir minyak, pemompaan minyak dan pengangkutan minyak. Injeksi reservoir adalah kegiatan memasukkan uap dan atau air panas dari permukaan bumi dengan tujuan untuk menaikkan tekanan reservoir yang mulai menurun. Minyak-minyak yang dihasilkan dari sumur-sumur minyak dipompa dan disalurkan atau melalui pipa-pipa penyalur menuju stasiun pengumpulan (Gathering Station /GS). Pemasangan pompa-pompa minyak memerlukan peralatan rig service. Khusus pengoperasian rig ada beberapa rangkaian kegiatan tersendiri, yakni dimulai dengan mobilassi rig, operasi rig dan demobilisasi rig seperti terlihat dalam Gambar 3.
Pengelolaan Lingkungan Kondisi lingkungan yang masih alami, tentunya harus terjaga dengan baik walaupun beberapa kegiatan operasi migas terus menerus berlangsung didalamnya. Perlu usaha yang maksimal dalam pengelolaan lingkungan tersebut. Interaksi kegiatan dengan lingkungan tentunya perlu dipantau dengan baik dan bila ada potensi dampak yang negatif perlu dicegah dengan pengelolaan yang tepat. Untuk mempermudah maka pengelolaannya ditinjau berdasarkan jenis obyek yang diperkirakan terdampak, yakni lingkungan abiotik, biotik dan lingkungan sosial. Dalam makalah ini akan ditinjau hanya dari obyek lingkungan abiotik saja yang meliputi kualitas udara dan air, khususnya ditinjau dari aspek kimia fisika. Parameter utama kualitas udara yang berpotensi terdampak adalah kebisingan dan polusi udara. Sumber utamanya adalah pengoperasian generator listrik (genset). Upaya pengelolaan yang dilakukan adalah memelihara genset secara rutin, mengalirkan gas buang ke flare pit, peletakkan genset yang terlindung dan dilapis dengan peredam (silencer). Sumber potensi terjadinya pencemaran air adalah dari kegiatan rig pemboran (drilling rig) maupun perawatan sumur (service rig) serta kebocoran pipa yang dapat berakibat tumpahan minyak ke lingkungan. Upaya pengelolaan yang dilakukan di antaranya adalah penggunaan water based additives, penampungan lumpur pemboran ke dalam mud tank/pit yang kedap air, penimbunan dan pemadatan bekas kolam penampungan setelah selesai dipakai, penggunaan ulang limbah cair bekas sumur, penyedotan dan pembersihan ceceran minyak, pemeriksaan toksisitas (TCCLP) lumpur bekas, pembuatan saluran drainase di sekeliling lokasi pemboran, perlengkapan MCK dengan septic tank dan penerapan house-keeping yang baik serta menyediakan peralatan khusus penanggulangan tumpahan minyak (oil spill kit) dilengkapi dengan peralatan pemadaman kebakaran. Hasil Pemantauan Aspek Lingkungan
Gambar 3. Kegiatan rig service dalam rangka pemeliharaan sumur-sumur minyak di dalam kawasan KSM DPB-DB. (Sumber: BOB PT BSP-Pertamina Hulu)
77
Fisika
Kimia
Pemantauan dilakukan dengan cara mengukur beberapa parameter fisika-kimia
78
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 75-82
Gambar 4. Grafik Nilai Hasil Pengukuran Parameter FisikaKimia Terhadap Nilai Ambang Batas (NAB). (Sumber: BOB PT BSP-Pertamina Hulu, 2013)
lingkungan di beberapa titik sampling yang di empat lokasi, yaitu di: (1) jalan utama di dekat jembatan Sungai Rasau; (2) jalan hantar di daerah Sungai Rawa; (3) jalan utama di perpotongan Sungai Sejuk; dan (4) jalan hantar di dekat Sumur No. 73. Penentuan lokasi-lokasi ini didasarkan atas aksesibilitas dan karena adanya kegiatan transportasi, sumur minyak dan kegiatan masyarakat setempat. Pengukuran dilakukan pada waktu berlangsung puncak aktifitas penggunaan jalan, yaitu antara jam 09.00 s/d 15.00. Lokasi dan metodologi dapat di lihat dalam lampiran I-ab-c. Khusus untuk parameter kebisingan, diukur dengan alat noise-level meter. Pengambilan sampel udara dilakukan dengan menggunakan gas sampler kemudian
dianalisis di laboratorium dengan menggunakan metode spektrofotometri dan gravimetri. Baku mutu kualitas udara yang digunakan adalah berdasarkan standar KLH yakni Kep-48/ MENLH/X/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan untuk Lingkungan Kawasan Terbuka Hijau (50 dB), selain itu juga berdasarkan Peraturan Pemerintah No. PP No.41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Kualitas Udara Ambien. Hasil pengukuran dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) masingmasing parameter. Untuk memudahkan dalam penilaian maka masing-masing parameter dinyatakan dalam prosentase (%) perbandingan dengan NAB-nya, kecuali nilai pH. Gambaran keseluruhan parameter dapat dilihat pada Tabel A dan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 4. Pembahasan dan Evaluasi Hasil pengukuran parameter kualitas udara yang terdiri dari kandungan CO (Carbon Monoksida), SO2 (Sulfur Dioksida), NO2 (Nitrit) dan Kebisingan menunjukkan kesemuanya masih di bawah nilai NAB. Prosentase kandungan gasgas tersebut maksimal 13% dari NAB. Khusus parameter kebisingan didapatkan 45,74 dB, nilai ini masih di bawah NAB untuk Lingkungan Kawasan Terbuka Hijau (50 dB), atau kalau diprosentasekan nilainya adalah 91%. Kondisi kebisingan ini tetap perlu dijaga agar tidak melewati NAB, yang mungkin akan mengganggu kehidupan satwa di dalam kawasan. Berdasarkan hasil penilaian parameter kualitas udara, maka
Tabel A. Hasil Pengukuran Parameter Fisika-Kimia dan Prosentasenya Terhadap Nilai Ambang Batas (NAB)
Tinjauan Aspek Fisika Kimia Lingkungan pada Kegiatan Operasi Migas di Kawasan Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar – Danau Bawah (R. Abdullah Musa dan Iskandar)
79
dapat dinyatakan bahwa kondisi kualitas udara di kawasan relatif tidak mengalami gangguan yang berarti dengan adanya kegiatan operasi migas yang rutin di dalamnya. Parameter kualitas air hasil pengukuran menunjukkan bahwa enam parameter yakni DO (oksigen terlarut), TDS (total padatan terlarut), NH3 (amoniak), Timbal dan Cl2 (Klorin) nilainya masih di bawah ambang batas.
RKL-RPL Pengembangan Lapangan Zamrud menunjukkan bahwa nilai COD dan BOD awalnya sudah melebihi ambang batas. Upaya pengelolaan sumber pencemaranan udara, kebisingan dan pencemaran air yang sudah efektif selama ini perlu dipertahankan. Frekuensi pemantauan perlu ditingkatkan untuk mengetahui pola fluktuasi kualitas udara, kebisingan dan kualitas air dalam rentang waktu yang lebih pendek, misalnya pola perubahan selama 24 jam Tiga parameter yakni COD (Chemical dan selama 12 bulan. Oxygen Demand), BOD (Biological Oxygen Demand) dan kandungan minyak atau lemak Referensi nilainya diatas NAB. Hal ini tidak bisa langsung dinilai bahwa tingginya nilai tiga parameter Arief, A. 2001. “Hutan dan Kehutanan”. Penerbit tersebut akibat adanya pencemaran dari dampak Kanisius. Yogyakarta. kegiatan operasi migas. Perlu diperhatikan Badan Operasi Bersama (BOB) PT Bumi Siak bahwa secara alami perairan gambut mempunyai Pusako (BSP) – Pertamina Hulu. 2013. “Studi kandungan zat organik yang tinggi (Syarfi dan Harmonisasi Kegiatan Eksplorasi dan Produksi Herman , 2007). Kandungan COD yang tinggi dengan Kawasan Suaka Margasatwa Danau dalam perairan menunjukkan bahwa kandungan Pulau Besar – Danau Bawah” BOB PT BSP – zat organik non-biodegradable yang terlarut Pertamina Hulu. Pekanbaru-Riau. yang salah satunya berasal dari tumbuhan berupa Caltex Pacific Indonesia (CPI), PT. 1999. “Revisi selulosa (Sastrawijaya, 2000). Nilai pengukuran Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana BOD yang tinggi menunjukkan indikasi bahwa Pemantauan Lingkungan (RKL – RPL) sudah terjadi pemakaian oksigen untuk proses Pengembangan Lapangan Zamrud – Riau. PT. CPI biologis yang berlebihan, diantaranya untuk Hayward, J., A. Sebastian, M. Leighton, C. Benett, proses pembusukan sampah-sampah organik M. Hardiono dan A. Sileuw. 2005. “Rainforest yang ada dalam badan air. Nilai BOD perairan Alliance Smartwood Program High Conservation dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, Value Forest (HCVF) Assesment Report for Siak keberadaan mikroba, serta jenis kandungan Districk”. PT Arara Abadi Asia Pulp and Paper / bahan organik. Pada perairan alami, yang Sinar mas Group. berperan sebagai sumber bahan organik adalah Jagadeshapaa, K. C.and V. Kumara. 2013. “Influence pembusukan tanaman. of Physico-chemical Parameters on The Diversity Kesimpulan dan Saran Hasil pengukuran parameter fisika-kimia lingkungan menunjukkan bahwa kegiatan operasi migas di Kawasan Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar dan Danau Bawah tidak berpengaruh terhadap aspek fisika kimia lingkungan ditinjau dari parameter kualitas udara dan air. Hal ini dibuktikan bahwa semua nilainya tidak melebihi ambang batas. Beberapa parameter yang melebihi ambang batas dikarenakan kondisi alami perairan gambut yang nilainya memang sudah tinggi sebelum adanya kegiatan operasi migas di kawasan tersebut. Beberapa studi lingkungan sebelumnya, salah satunya yang telah dilakukan oleh PT CPI tahun 1999 dalam dokumen Revisi
of Plankton Species in Wetlands of Tiptur Taluk, Tumkur dist, Karnataka State, India”. Carribean Journal Science and Technology. 2013. Vol. 1 p.185-193. Mc Kee, K. L. 1995. “Seedling Recruitment Patterns in a Belizean Mangrove Forest: Effects of Establishment Ability and Physicochemical Factors”. http://www.seaaroundus.org/ conference/belieze_scientific_papaers/ McKee_1995.pdf. [29 Sept 2014]. Sardesai,S. 1992. “Dissolved, Particulate and Sedimentary humid acids in The Mangroves and Estuarine Ecosystem of Goa, West Coast of India” Indian Journal of Marine Science Vol. 22 (March 1993) p.54-58. Syarfi, S. Herman. 2007. “Rejeksi Organik Air Gambut dengan Membran Ultrafiltrasi” Jurnal
80
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 75-82
Sains dan Teknologi 6(1) (Maret 2007) p. 1-4. Sastrawijaya, A.T. 2000. “Pencemaran Lingkungan”. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. United Nation Development Program (UNDP) Malaysia. 2006 . “Malaysia’s Peat Swamp Forest Coservation and Sustanable Use”. UNDP. Verwer, C., P. J. Van der Meer. 2010. “Carbon Pools in Tropical Peat Forest”. Altera Report 2108. Altera Wageningen, Wageningen. WWF Indonesia. 2006. “Overview of The Status of Natural Forests in Kuala Kampar, Riau, Sumatra, Indonesia: Proposed Expansion of The Peninsula’s Existing Coservation Areas”. http://www.
eyesontheforest.or.id/attach/WWF_14Feb2006_ Expansion_of_Kuala_Kampar_Conservation_ Areas_20121012101014.pdf [27 Sept 2014]. Yunan, A., B. Haryanto. 2001. “Management of Oil and Gas Exploration in The Zamrud Field”. PT. Caltex Pacific Indonesia. Paper IPA 01-BE-045 Presented at IPA – 28th Annual Covention and Exhibition, October 2001. Yunasfi. 2008. “Degradasi Hutan Indonesia dan Usaha Penanggulangannya” USU Repository. http://repository.usu.ac.id/bitsre am/123456789/1031/1/132288490.pdf [28 Sept 2014].
Lampiran a. Metode Pengukuran Kualitas Udara
b. Lokasi Pengukuran Kualitas Air
Tinjauan Aspek Fisika Kimia Lingkungan pada Kegiatan Operasi Migas di Kawasan Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar – Danau Bawah (R. Abdullah Musa dan Iskandar)
c. Parameter Fisika-Kimia Kualitas Air dan Metode Pengukurannya
81
82
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 75-82
Stimulasi Sumur Menggunakan Campuran Crude Oil, Demulsifier, dan Paraffin Solvent untuk Meningkatkan Produktivitas dan Mengurangi Tingginya Water Cut Huff and Puff Stimulation Using The Mix of Crude Oil, Demulsifier, and Paraffin Solvent to Increase Productivity and Reduce Water Cut Bayu Apriansyah, Mas’un Hidayat dan Fuad Habib PT. Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga, Jl. Dr. Sutomo No. 40 Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kaltim 75254, Email :
[email protected];
[email protected];
[email protected] Abstrak Field Sangasanga memiliki satu blok yang memiliki karakteristik minyak paraffinic. Di salah satu sumurnya yaitu NKL-1014 telah dilakukan well testing serta uji Produksi dan dihasilkan angka Skin dan water cut cukup tinggi. Ada kemungkinan terjadinya paraffin deposit pada sand face formasi dan kecenderungan pembentukan emulsi yang menyebabkan angka Skin yang tinggi sehingga aliran ke wellbore akan didominasi oleh air, sehingga water cut akan cenderung tinggi. Dengan menggunakan campuran chemical berupa demulsifier (pemecah emulsi), paraffin solvent (pelarut paraffin), dan base fluid (light crude oil) diperkirakan akan memecah emulsion blocking dan melarutkan paraffin deposit serta menurunkan angka Skin sehingga relative permeability dari minyak akan meningkat dan water cut turun. Metode yang digunakan adalah Huff and Puff dimana campuran chemical diinjeksikan ke dalam sumur dan direndam selama 24 jam. Kemudian sumur diproduksikan kembali dan dilakukan well testing untuk analisa Skin. Hasil produksi sebelum stimulasi: 120 bfpd/ 4 bopd/ 97% WC/ Skin 16.3. Hasil Produksi setelah stimulasi: 450 bfpd/ 55 bopd/ 86% WC/ Skin 7.9. Kata kunci: Well testing, Stimulasi, paraffin, chemical. Abstract An area of Sangasanga Field has waxy oil characteristic. At well NKL-1014 was conducted well testing and production testing, and the results were high Skin and high water cut. Hypothetically, paraffin deposits and emulsion blocking existed on sand face of the formation and restricted the flow of the fluid especially oil flow due to lower relative permeability. So, the water cut was high and so does the Skin factor. The mix of demulsifier, paraffin solvent, and crude oil could break the emulsion and solve the paraffin deposit. The stimulation method is Huff and Puff method which the mixture were injected to the formation and soak it for 24 hours. Then the well was produced and conducted well test for Skin analysis. Production pre-stimulation: 120 bfpd/ 4 bopd/ 97% WC/ Skin 16.3. Production after stimulation: 450 bfpd/ 55 bopd/ 86% WC/ Skin 7.9. Keywords: Well testing, Stimulation, Paraffin, Chemical.
Pendahuluan Latar Belakang Field Sangasanga berada di provinsi Kalimantan Timur, sekitar 3 jam perjalanan dengan kendaraan ke arah utara dari Balikpapan. Field Sangasanga memiliki 9 struktur yaitu NKL, SKL, Anggana, Tanjung Una, Muara, Louise, Nonny, Jembatan Bengkok dan Samboja. Gambar 1. Field Sangasanga. 83
84
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 83-88
Salah satu area di Struktur NKL bernama Area Site B memiliki mayoritas sumur yang memiliki kandungan paraffin yang relatif tinggi (Tabel A). Lapisan yang diproduksikan dari area Site B antara lain lapisan C-11, C-13, D-09, dan D-11. Area Site B memproduksikan rata-rata 15.000 bfpd, 1100 bopd, Water Cut (WC) ratarata 93%. Beberapa permasalahan yang timbul berkaitan dengan adanya paraffin di surface adalah flowline plugging dan yang lebih utama di subsurface adalah adanya emulsion blocking dan deposit paraffin pada sandface formasi. Angka Skin bisa bernilai tinggi akibat adanya emulsion blocking dan paraffin deposit tersebut. Untuk menurunkan angka Skin bisa dilakukan dengan metode stimulasi sumur. Stimulasi sumur ini bisa berupa fracturing, acidizing, huff and puff, dan lainlain. Field Sangasanga sendiri tidak memiliki kontrak ataupun peralatan fracturing. Fasilitas yang dimiliki untuk menunjang operasional stimulasi yaitu pompa triplex dan tangki mixing bersama mixer-nya. Demulsifier adalah senyawa kimia yang bisa digunakan untuk memecah emulsi. Dengan fungsinya tersebut diharapkan emulsion blocking dapat dipecahkan dan tidak lagi menghambat aliran dari formasi ke lubang sumur. Demulsifier ini bisa terlarut dalam air ataupun minyak. Paraffin Solvent berfungsi untuk melarutkan endapan paraffin sehingga tidak lagi menyumbat pori-pori dari sandface formasi. Paraffin Solvent ini bisa terlarut hanya dalam minyak.
Gambar 1. Korelasi Struktural NKL-1012 dan NKL-1014.
Karakteristik minyak dari sumur NKL1014 antara lain viskositas 11,24 cp dan berat jenis minyak 29,85 oAPI. Telah dilakukan well testing dan didapatkan nilai Skin sebesar 16,3. Angka Skin yang besar merupakan indikasi adanya hambatan aliran pada sandface. Emulsion blocking dan deposit paraffin merupakan suspect utama hambatan aliran tersebut. Hal ini dikarenakan properties minyak tersebut di permukaan yang menunjukan emulsi dan beku setelah keluar dari sumur.
Permasalahan Lapisan D-11 dibuka antara lain pada sumur NKL-1014 dan NKL-1012. Interval perforasi NKL-1014 yaitu 652 – 654 m dan Interval perforasi NKL-1012 yaitu 670 – 673 m. Secara struktural, lapisan D-11 NKL-1014 lebih updip dibandingkan dengan NKL-1012. Kedua sumur berjarak + 200 m. NKL1012 diproduksikan dengan menggunakan ESP dan NKL-1014 diproduksikan dengan Sucker Rod Pump. Anomali terjadi pada data WC dimana NKL-1014 memiliki WC rata-rata 97% sedangkan NKL-1012 memiliki WC rata-rata 90%.
Gambar 3. Minyak NKL-1014.
Dengan adanya emulsion blocking dapat meningkatkan nilai relative permeability of water sehingga laju produksi minyak akan menurun. Hal ini akan berimbas pada tingginya nilai WC. Data produksi air dan minyak NKL-1014 diplot dalam diagram Chan untuk menggambarkan kelakuaan Water Oil Ratio (WOR) dan Water Oil Ratio Derivative (WOR’). Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa terjadi indikasi rapid channeling. Hal ini memperkuat indikasi adanya kenaikan signifikan pada relative permeability dari air.
Stimulasi Sumur Menggunakan Campuran Crude Oil, Demulsifier, dan Paraffin Solvent untuk Meningkatkan Produktivitas dan Mengurangi Tingginya Water Cut (Bayu Apriansyah, Mas’un Hidayat dan Fuad Habib)
85
Program Design Volume campuran yang digunakan adalah untuk penetrasi 5 ft ke dalam formasi. Volume campuran akan bergantung pada parameter reservoir seperti porositas dan tinggi net sand dari lapisan prospek. Sedangkan konsentrasi demulsifier yang digunakan adalah 100 ppm dan konsentrasi paraffin solvent sebanyak 5% terhadap volume campuran. Referensi perencanaan konsentrasi chemical didasarkan pada rekomendasi dari penyedia Gambar 4. Diagram Chan Sumur NKL-1014. material chemical yang didapatkan dari history Metodologi penggunaan chemical tersebut di lapangan Sangasanga pada pekerjaan lain. Periode soaking Field Sangasanga belum memiliki direncanakan selama 24 jam kontrak slickline unit, welltest unit maupun Secara garis besar, flowchart dari stimulation unit. Yang ada hanya EMR untuk Stimulasi di NKL-1014 adalah sebagai berikut : mengukur bottomhole pressure dan temperature, chemical demulsifier, dan paraffin solvent. Field Sangasanga juga memiliki peralatan pompa triplex serta mixer. Untuk membuktikan adanya damage pada sumur NKL-1014 dilakukan well testing dengan memodifikasi ujung rangkaian pipa produksi agar bisa disambungkan dengan unit EMR.
Gambar 5. Modifikasi Koneksi EMR ke Pompa.
Campuran antara Demulsifier dan Paraffin Solvent pada base fluid berupa crude oil akan dimasukkan ke dalam formasi kemudian dilakukan perendaman selama 24 jam. Dengan base fluid berupa minyak, diharapkan tidak ada kekhawatiran terhadap adanya damage terhadap reservoir seperti halnya base fluid berupa air yang memerlukan compatibility test terlebih Gambar 6. Flowchart Pekerjaan. dahulu.
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 83-88
86
Setelah program design selesai disiapkan, peralatan dan material selanjutnya dipersiapkan di lokasi NKL-1014. Pre-Job meeting dilakukan untuk membahas hal teknis serta aspek safety dan lingkungan. Dari meeting tersebut dihasilkan modifikasi dari desain original untuk kemudahan operasional. Job Execution Langkah kerja saat main job stimulasi dimulai setelah rangkaian produksi dicabut ke permukaan dilanjutkan dengan Run In Hole rangkaian packer bersama tubing string sampai kedalaman 30 meter di atas perforasi (Gambar b. Pump Fluid until below Packer. 7a). Peralatan stimulasi seperti tangki, pompa, dan discharge line di-setup dan dilakukan Gambar 7b. Job Execution Sequences. pressure test. Campuran chemical sebanyak 57 bbl yang terdiri dari 54 bbls crude oil, 113,5 gallon paraffin solvent, dan 0,9 liter demulsifier. Mixing dilakukan selama satu jam. Dalam keadaan packer belum diset pada posisinya, campuran chemical dipompakan sebesar 17,5 bbl yang mencakup volume tubing string dan casing di bawah packer sampai (Gambar 7b). Packer diset dan dilakukan uji tekan packer dari annulus sampai 300 psi selama 10 menit (Gambar 7c). Sisa campuran chemical dipompakan ke dalam formasi dengan batasan tidak melebihi tekanan fracture sebesar 800 psi (Gambar 7d). c. Set and Test Packer.
Gambar 7c. Job Execution Sequences.
a. RIH Packer (Unset) + tbg. Gambar 7a. Job Execution Sequences.
d. Squeeze and soak for 24 hrs. Gambar 7d. Job Execution Sequences.
Stimulasi Sumur Menggunakan Campuran Crude Oil, Demulsifier, dan Paraffin Solvent untuk Meningkatkan Produktivitas dan Mengurangi Tingginya Water Cut (Bayu Apriansyah, Mas’un Hidayat dan Fuad Habib)
Hasil dan Analisis
87
Pembahasan
Indikator utama keberhasilan dari Water Cut sebelum stimulasi berkisar pekerjaan stimulasi ini adalah dari sisi produksi, pada angka 97%. Setelah dilakukan stimulasi, dimana sebelum dan sesudah pekerjaan dapat WC turun ke angka 86%. Emulsion blocking bisa digambarkan sebagai berikut : sedikit dipecahkan oleh kandungan demulsifier sehingga relative permeability dari air yang tinggi juga bisa diturunkan dan fraksi minyak yang mengalir bisa lebih banyak. Sehingga, water cut bisa turun dengan adanya fraksi minyak yang lebih banyak. Angka Skin yang sebelumnya bernilai 16,3 menjadi bernilai 7,94 setelah dilakukan stimulasi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kandungan paraffin solvent yang melarutkan endapan-endapan paraffin pada sandface. Kesimpulan Problematika produksi pada sumur paraffinic secara subsurface adalah adanya Gambar 8. Perbandingan produksi sebelum dan sesudah endapan paraffin serta emulsion blocking. stimulasi. Adanya masalah tersebut telah dibuktikan dengan Selain dari sisi produksi juga bisa dibandingkan melakukan well testing. Dengan batasan-batasan hasil well testing sebelum dan sesudah stimulasi. pada fasilitas dan peralatan untuk melakukan stimulasi sumur, Field Sangasanga berinovasi melakukan stimulasi tanpa bantuan dari Service Company. Stimulasi dengan metode Huff and Puff menggunakan campuran demulsifier, paraffin solvent, dan crude oil telah berhasil menurunkan water cut dari 97% menjadi 86% dan angka Skin dari 16,3 menjadi 7,94. Ucapan Terima Kasih
Gambar 9. Hasil well test sebelum stimulasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sangasanga Field Manager Bapak Hanief Jauhari dan Petroleum Engineering Assistant Manager Field Sangasanga Bapak Arief Setiawan yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penulisan paper ini. Referensi
Gambar 10. Hasil well test sesudah stimulasi.
Chan, K. S., 1995. Water Control Diagnostic Plots. paper SPE 30775 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, Dallas, Oct. 22–25. Nur, M.F., 2013. Laporan Test Surfactant S-9129. Starborn Chemical Indonesia. EON (Company). 2012. EONSURF SF 2129 –
88
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 83-88
Surfactant for oil cleaning and stimulating oil well. Product Information EON (Company). 2012. EONSURF SF 2129 – Material Safety Data Sheet. Matthews C.S. and Russels D.G., 1967. Pressure Build Up and Flow Tests in Wells. New York. Abdassah D. 1997. Pressure Transient Analysis. Penerbit ITB. Bandung.
Horne R.N., 1990. Modern Well Test Analysis – A Computer-Aided Approach. Petroway, Inc. California. Economides M.J. and Nolte K.G., 2000. Reservoir Stimulation 3rd Edition. Wiley. Amyx, J.W., Bass, Jr., D.M. & Whiting, R.L. (1960) “Petroleum Reservoir Engineering Physical Properties.” McGraw-Hill Book Co., New York
Lampiran Tabel A. Analisa properti fluida
Aplikasi Teknologi Radial Jetting untuk Meningkatkan Produksi Sumur Minyak Application of Radial Jetting Technology to Improve Oil Well Production Rasanuddin, Arifin Eko Jati dan M. Febrianto Pertamina EP Asset 2, Jl. Jenderal Sudirman 3 Prabumulih Abstrak
Radial jetting merupakan teknologi yang digunakan untuk membuat lateral section tanpa harus memotong casing. Lubang di casing dibuat dengan melakukan milling dengan milling bit kemudian lateral section dalam formasi tercipta karena proses jetting fluida dengan tekanan tinggi melalui nozzle. Lateral section dapat dibuat dalam beberapa kedalaman hingga 10.000 ft, arah dan panjang yang berbeda-beda tergantung kondisi reservoir dan sumur yang ada. Diameter dari lubang casing bervariasi tergantung pada diameter milling bit yang digunakan, sedangkan diameter lateral section dalam formasi tergantung pada beberapa variable : kekuatan formasi, jetting pressure dan lamanya jetting berlangsung. Radial jetting digunakan untuk memperbesar konduktivitas dan radius pengurasan hidrokarbon di dalam formasi, Meningkatkan rate produksi dan recovery hidrokarbon. Teknologi ini juga dapat diaplikasikan bersamaan dengan chemical treatment seperti asam, solvent. Disamping itu radial jetting juga memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan metoda stimulasi yang lain, diantaranya adalah penetrasi dari radial jetting akan lebih besar dari penetrasi perforasi konvensional yang saat ini ada, dapat diaplikasikan pada zona dengan lapisan yang tipis, menghemat lokasi permukaan karena peralatan kerja yang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan hydraulic fracturing dan waktu pengerjaan tiap lateralnya juga lebih cepat. Pertamina-EP Asset 2 mencoba mengaplikasikan teknologi ini pada sumur L5A-158 dan TTB-57 dengan karakteristik yang berbeda namun memiliki kesamaan masalah yaitu permeabilitas formasi yang kecil dan kondisi surface yang tidak memadai untuk dilakukan hydraulic fracturing. Pada kedua sumur tersebut dibuat 4 (empat) lateral section dengan arah dan panjang yang bervariasi, kenaikan produksi yang diperoleh cukup significant, berkisar antara 100-200 % kenaikan produksi minyak. Kata Kunci: Jetting, permeabilitas, penetrasi.
Abstract Radial Jetting is a technology used to make the lateral section without having to cut the casing. The hole in the casing is made by milling with a milling bit and then the lateral section in a formation created by the process of jetting fluid at high pressure through a nozzle. Lateral section can be made in some point of depth up to 10,000 ft, direction and length vary depending on the condition of the existing reservoir and wells. The diameter of the holes varies depending on the diameter of the casing milling bits used, while the diameter of the lateral section in formation depends on several variables: formation hardness, jetting pressure, and jetting time. Radial jetting is used to enlarge conductivity and drainage radius of hydrocarbons in the formation, increasing the production rate and recovery of hydrocarbons. This technology can also be applied in conjunction with chemical treatment such as acid, solvents. Besides, radial jetting also has several advantages compared with other methods of stimulation, such as penetration of radial jetting will be greater than the conventional perforation penetration currently exists, can be applied to zones with a thin layer, save space for the equipment required is less than the hydraulic fracturing and the processing time of each lateral is also shorter. Pertamina EP Asset 2 tried to apply this technology to the wells L5A-158 and TTB-57 with different characteristics but have a common problem that is a low formation permeability and surface conditions are not sufficient to do hydraulic fracturing. In both these wells 4 (four) lateral sections were made with varying direction and length. The increase in production obtained is quite significant, ranging between 100-200% increase in oil production. Keyword: Jetting, permeability, penetration.
89
90
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 89-96
Pengenalan Teknologi Radial Jetting
Untuk melakukan hal ini, diperlukan BHA (bottom hole assembly) khusus yang terdiri Rendahnya produksi sumur minyak dapat dari mata bor, selang bertekanan tinggi, dan disebabkan oleh kecilnya permeabilitas dari nozzle jet. formasi batuan reservoir. Hal ini tentu saja menjadi perhatian jika kita berniat untuk menaikkan tingkat produksi sumur. Sampai saat ini, telah ditemukan berbagai cara dan metode yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi sumur minyak, tugas kita hanya memilih metoda mana yang dianggap yang paling cocok diterapkan untuk suatu sumur, misalnya peralatan dan bahan kimia yang digunakan. Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan di luar hal-hal teknis tersebut, yaitu berhubungan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan kondisi area kerja. Adanya kerusakan formasi batuan disekitar lubang bor yang terjadi selama proses Gambar 2. Ilustrasi BHA radial jetting (Ragab, Adel M. pengeboran berlangsung ataupun kerusakan Salem., 2013 Improving Well Productivity in an Egyptian formasi akibat alterasi, atau yang disebut dengan Oil Field Using Radial Drilling Technique. Vol. 4(5), pp. skin area yang mengakibatkan hidrokarbon yang 103-117, May, 2013.) terkandung didalam formasi batuan tidak dapat Mekanisme penetrasi peralatan radial mengalir ke dalam lubang sumur. jetting adalah sebagai berikut: Perlu adanya suatu metoda diluar metoda 1. Milling untuk membuat lubang di yang konvensional yang dapat menghubungkan casing dengan menggunakan rotating antara akumulasi hidrokarbon dengan lubang bor. mill bit (dikendalikan oleh downhole Teknologi radial jetting digunakan untuk motor) membuat lubang lateral tanpa harus memotong 2. Perekahan formasi membentuk lubang casing. Lubang di casing dibuat dengan lateral kedalam formasi dengan mengebor casing dengan menggunakan milling fluida bertekanan tinggi hingga bit. Mata bor didorong dengan kombinasi motor mencapai 10.000 psi (Dickinson listrik dan piston hidrolik, membuat lubang di et al., 1989), didalam nozzle head, casing, ukurannya tergantung pada ukuran bit sehingga menimbulkan dorongan jet yang digunakan diameternya bisa berkisar mulai bertekanan tinggi dari fluida yang dari beberapa milimeter - puluhan milimeter. keluar di lubang pada nozzle head. 3. Pembersihan lubang dengan menarik keluar nozzle head dari dalam formasi. Keterbatasan teknologi radial jetting (Abdel-Ghany et al., 2011): 1. Sulit untuk penetrasi dengan porositas dibawah 3% - 4%. 2. Alat hanya dapat bekerja pada kedalaman maksimum 10000 ft. Gambar 1. Unit radial jetting. 3. Temperatur dasar sumur tidak lebih Lubang lateral dalam formasi terbentuk dari 120 oC (248 oF). karena proses jetting fluida dengan tekanan 4. Maksimum inklinasi sumur 30o dan tinggi melalui nozzle. Panjang lintasannya bisa maksimum 15o di zona target. mencapai 100 m tegak lurus penampang sumur 5. Kekuatan tarik maksimum 100.000 tergantung pada panjang selang yang digunakan. psi.
Aplikasi Teknologi Radial Jetting untuk Meningkatkan Produksi Sumur Minyak (Rasanuddin, Arifin Eko Jati dan M. Febrianto)
91
Gambar 6. Contoh efek semprotan jet nozzle pada sampel core (Ragab, Adel M. Salem., 2013 Improving Well Productivity in an Egyptian Oil Field Using Radial Drilling Technique. Vol. 4(5), pp. 103-117, May, 2013.).
Gambar 3. Tahapan proses radial jetting (Ragab, Adel M. Salem., 2013 Improving Well Productivity in an Egyptian Oil Field Using Radial Drilling Technique. Vol. 4(5), pp. 103-117, May, 2013.)
Gambar 7. Mill bit dan deflector shoe.
Gambar 4. Pengetesan jet nozzle ( Ragab, Adel M. Salem., 2013 Improving Well Productivity in an Egyptian Oil Field Using Radial Drilling Technique. Vol. 4(5), pp. 103-117, May, 2013.).
Gambar 8. Mill bit yang terkoneksi dengan flexible shaft.
Pembahasan ini akan mengulas upaya yang diambil untuk meningkatkan angka produksi minyak dari dua sumur minyak yang memiliki influx yang relatif kecil, yaitu sumur L5A-158 dan sumur TTB-57. Alasan yang menjadi dasar dilakukannya pekerjaan radial jetting di sumur L5A-158 dan TTB-57 adalah sebagai berikut : 1. Sumur L5A-158 sebenarnya adalah Gambar 5. Cross section jet nozzle (Ragab, Adel M. Salem., sumur yang cocok sebagai kandidat 2013 Improving Well Productivity in an Egyptian Oil Field hydraulic fracturing, tapi kondisi Using Radial Drilling Technique. Vol. 4(5), pp. 103-117, May, 2013.). permukaan tidak memungkinkan
92
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 89-96
karena lahannya sempit, sehingga tidak cukup untuk peralatan fracturing dan hoist secara bersamaan, maka diperlukan teknologi lain yang bisa memperbesar konduktivitas sumur, namun hemat tempat. 2. Sumur TTB-57, memiliki masalah reservoir sudah depleted, tekanan reservoirnya kecil sehingga tidak memungkinkan dilakukan fracturing, selain itu adanya kendala operasional dan kesulitan saat sand clean out (khawatir loss), sehingga diperlukan teknologi yang dapat memperbesar konduktivitas tanpa sand clean out.
penetrasi sejauh 0,3 meters / 1 ft. d. Target keempat yang dilakukan pada kedalaman 1579 m arah azimuth N240oE, menghasilkan lintasan penetrasi sejauh 50 meter / 164 feet.
Implementasi radial jetting di sumur L5A-158 Sumur L5A-158 merupakan sumur minyak yang berada di lapangan Limau. Fokus pekerjaan radial jetting di sumur ini adalah pada lapisan T1 dengan jumlah rata-rata produksi minyak di bulan Februari 2014 adalah sebesar gross / net / wc: 41 BFPD / 34 BOPD / 18%. Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dengan melihat data petrofisika dari hasil wireline logging, diputuskan untuk melakukan pelubangan pada casing dan formasi dengan zona target produksi pada lapisan T1 sebagai berikut : 1. Target pertama di kedalaman 1584 m arah azimuth N60oE sejauh 100 m. 2. Target kedua di kedalaman 1582 m arah azimuth N60oE sejauh 100 m. 3. Target ketiga di kedalaman 1580 m arah azimuth N240oE sejauh 50 m. 4. Target keempat di kedalaman 1579 m arah azimuth N240oE sejauh 50 m. Pekerjaan radial jetting sumur L5A-158 memberikan hasil sebagai berikut : a. Target pertama yang dilakukan pada kedalaman 1584 m arah azimuth N60oE, menghasilkan lintasan penetrasi sejauh 71 meter / 233 feet. b. Target kedua yang dilakukan pada kedalaman 1582 m arah azimuth N60oE, menghasilkan lintasan penetrasi sejauh 24 meter / 80 feet. c. Target ketiga yang dilakukan pada kedalaman 1580 m arah azimuth N240oE, menghasilkan lintasan
Gambar 9. Data log zona target pekerjaan radial jetting sumur L5A-158.
Dari keempat target diatas, hanya satu target yang dapat tercapat sesuai rencana, yaitu pada kedalaman 1579 m, azimuth N240oE, dengan penetrasi sejauh 50 m. Ketidaksesuaian ketiga target lainnya disebabkan oleh : a. Target pertama, karena formasi yang akan ditembus adalah formasi batuan yang keras, sehingga menyebabkan nozzle jetting tidak dapat masuk lebih dalam ke formasi tersebut. b. Target kedua, karena sudah terbentuk cavity / rongga didalam formasi, maka nozzle jetting tidak dapat bergerak lebih jauh kedalam formasi, seandainya di jetting ulang pun pada kedalaman dan arah yang sama, tidak akan menghasilkan peningkatan berarti, karena sudah terbentuk rongga yang besar, sehingga gaya dorong jetting akan jauh berkurang.
Aplikasi Teknologi Radial Jetting untuk Meningkatkan Produksi Sumur Minyak (Rasanuddin, Arifin Eko Jati dan M. Febrianto)
93
c. Target ketiga, diasumsikan karena adanya cement bonding yang sangat keras (> 1 inch), sehingga menyebabkan jetting tool tidak dapat masuk lebih jauh kedalam formasi.
Gambar 11. Data log zona terget pekerjaan radial jetting sumur TTB-57. Gambar 10. Grafik laju produksi sumur L5A-158 sebelum dan sesudah pekerjaan radial jetting.
Pada grafik diatas dapat dilihat terjadinya kenaikan produksi minyak, dari sebelumnya berproduksi di bulan Februari 2014 sebesar gross / net / wc: 41 bfpd / 34 bopd / 18%, menjadi gross / net / wc: 251 bfpd / 128 bfpd / 49% di awal bulan Maret 2014 setelah dilakukannya pekerjaan radial jetting. Implementasi radial jetting di sumur TTB-57 Sumur TTB-57 merupakan sumur produksi minyak yang berlokasi di lapangan Prabumulih. Fokus pekerjaan radial jetting di sumur ini adalah pada lapisan a0 dengan jumlah rata-rata produksi minyak di bulan Januari 2014 adalah sebesar gross / net / wc: 62 bfpd / 59 bopd / 5%. Target zona produksi lapisan a0 di sumur TTB-57 adalah sebagai berikut : 1. Target pertama di kedalaman 1341 m arah azimuth N0oE sejauh 50 m. 2. Target kedua di kedalaman 1340 m arah azimuth N90oE sejauh 100 m. 3. Target ketiga dikedalaman 1339 m arah azimuth N180oE sejauh 100 m. 4. Target keempat dikedalaman 1338 m arah azimuth N270oE sejauh 100 m.
Hasil pekerjaan radial jetting di sumur TTB-57 adalah sebagai berikut : a. Target pertama yang dilakukan pada kedalaman 1341 m arah azimuth N0oE, menghasilkan lintasan penetrasi sejauh 50 meter / 164 feet b. Target kedua yang dilakukan pada kedalaman 1340 m arah azimuth N90oE, menghasilkan lintasan penetrasi sejauh 34 meter / 111,5 feet. c. Target ketiga yang dilakukan pada kedalaman 1339 m arah azimuth N180oE, menghasilkan lintasan penetrasi sejauh 9,75 meters / 32 ft. d. Target kedua yang dilakukan pada kedalaman 1338 m arah azimuth N270oE, menghasilkan lintasan penetrasi sejauh 91 meter / 298,5 feet. Dari keempat target diatas, hanya satu target yang dapat tercapat sesuai rencana, yaitu pada kedalaman 1342 m azimuth N0oE sejauh 50 m. Ketidaksesuaian ketiga target lainnya disebabkan oleh jetting hose tidak dapat masuk lebih dalam ke formasi meskipun tekanan pompa dinaikkan hingga 6000 psia. Pada grafik diatas dapat dilihat terjadinya kenaikan produksi minyak, dari sebelumnya berproduksi di bulan Februari 2014 sebesar gross / net / wc: 62 bfpd / 59 bopd / 5%, menjadi gross /
94
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 89-96
net / wc: 125 bfpd / 101 bfpd / 19% di pertengahan bulan Maret 2014 setelah dilakukannya pekerjaan radial jetting, namun tidak bertahan lama, kemudian produksinya turun kembali seperti keadaan semula.
Gambar 13. Kondisi ring pada bit sebelum dan sesudah milling.
Kesimpulan Hal-hal yang menjadi perhatian dalam pekerjaan radial jetting adalah teknologi ini berhasil dari sudut pandang mekanik karena lubang berhasil dibor. Peningkatan radius pengurasan dengan kontak yang lebih panjang dengan reservoir apabila dibandingkan dengan perforasi konvensional yang menggunakan Gambar 12. Grafik laju produksi sumur TTB-57 sebelum bahan peledak. Pekerjaan ini tidak sepenuhnya dan sesudah pekerjaan radial jetting. berhasil, ada beberapa target yang sewaktu dikerjakan tidak menghasilkan penetrasi sejauh Kendala yang dihadapi : • Penentuan arah penetrasi lateral yang yang di inginkan. Penetrasi radial jetting tidak tepat sesuai perencanaan. Pengukuran dapat bekerja optimal pada batuan yang keras arah azimuth hanya dilakukan pada ataupun pada batuan yang unconsolidated. saat akan masuk rangkaian BHA radial jetting sewaktu deflector Saran shoe masih dilantai bor dengan Teknik ini lebih tepat untuk digunakan menggunakan bantuan kompas. • Tubing tersumbat akibat akumulasi pada batuan consolidated dari pada batuan yang kotoran dari dalam sumur L5A-158 unconsolidated dalam hal mempertahankan yang timbul saat cabut dan masuk lubang terbuka. Dengan demikian, diperlukan inovasi untuk dapat mempertahankan kenaikan nozzle. • Penentuan kondisi milling bit saat tingkat produksi, seperti gravel packing atau sebelum dan sesudah pelubangan menggunakan tubing tipis khususnya untuk casing. Milling bit yang berhasil formasi yang unconsolidated. Perlu untuk menembus casing akan ditandai dilakukan studi petrofisika, mekanika batuan dengan kerusakan di beberapa bagian dan tes tekanan, sebelum dilakukan kegiatan milling bit dan atau adanya sement radial jetting, untuk mengetahui kondisi reservoir. Perlu dilakukan pembersihan tubing yang menempel pada bit. • Penetrasi jetting yang tidak dapat dan dilakukan sablon di setiap joint tubing masuk lebih dalam ke formasi. Hal sebelum masuk BHA radial jetting, untuk ini dapat disebabkan karena formasi menghindari PDM tool stuck didalam tubing yang sangat keras, atau karena sudah tersebut. Perlu adanya pasokan stok air bersih terbentuk growong / rongga yang yang cukup untuk pekerjaan radial jetting yang besar sehingga nozzle kehilangan diambil dari SP, bukan air dari tangki rig yang biasanya sudah bercampur dengan crude oil. daya dorongnya.
Aplikasi Teknologi Radial Jetting untuk Meningkatkan Produksi Sumur Minyak (Rasanuddin, Arifin Eko Jati dan M. Febrianto)
Referensi Ragab, Adel M. Salem., 2013 Improving Well Productivity in an Egyptian Oil Field Using Radial Drilling Technique. Vol. 4(5), pp. 103117, May, 2013. Abdel-Ghany, M.A., Siso, M., Hassan, A.M., Pierpaolo, P., Roberto, C., 2011. New Technology Application, Radial Drilling Petrobel, First Well in Egypt, SPE 2011-163, 10th Offshore Mediterranean Conference and Exhibition (OMC) in Ravenna, Italy, March 23-25. Bruni, M., Biassotti, H., Salomone, G., 2007. Radial Drilling in Argentina, SPE 107382, SPE Latin American and Caribbean Petroleum Engineering Conference, Buenos Aires, Argentina, April 15-18. Buset, P., Riiber, M., Arne, E., 2001. Jet Drilling Tool: Cost-Effective Lateral Drilling Technology for Enhanced Oil Recovery. Presented at the SPE/ICoTA Coiled Tubing Roundtable held in Houston, Texas. Dickinson, W., Dickinson, R., Herrera, A., Dykstra, H., Nees, J., 1992. Slim Hole Multiple Radials Drilled with Coiled Tubing. SPE 23639, Second Latin American Petroleum Engineering Conference, II LAPEC, Caracas, Venezuela, March 8-11. Dickinson, W., Anderson, R.R., Dickinson, R.W., 1989. The Ultrashort- Radius Radial System. SPE Paper 14804, SPE Drilling Engineering, pp. 247-254.
95
Dickinson, W., Dickinson, R.W., 1985. Horizontal Radial Drilling System. SPE 13949, presented at the SPE 1985 California Regional Meeting, held in California. Elliott, S., 2011. Coiled-tubing Method Drills radial Laterals to Improve Oil Production from a Depleted Reservoir. World Oil 232:10. Marbun, B., Sinaga, S., Arliyando, A., Putra, S., 2012. Review of Ultrashort-Radius Radial System (URRS). IPTC 14823, presented at the International Petroleum Technology Conference held in Bangkok, Thailand, February 7-9. Yonghe, L., Chunjie, W., Lianhai, S., Weiyi, G., 2000. Application and Development of Drilling and Completion of the Ultrashort-radius Radial Well by High Pressure Jet Flow Techniques. SPE 64756, presented at the SPE International Oil and Gas Conference and Exhibition in China held in Beijing, China, November 7-10. Steven D. Cinelli, University of Alaska Fairbanks; and Ahmed H. Kamel, University of Texas of the Permian Basin. Low-cost radial jet drilling helps revitalize 40-year-old oilfield. Http://www.drillingcontractor.org/low-costradial-jet-drilling-helps-revitalize-40-year-oldoilfield-23377/ [28 May 2013]. Grace Visconti B.A., A.O.C.A., R.G.D. Radial Drilling Technology optimizes oil and gas wells. Http:// eagleheartdynamic.com/wrprradialdrillingrw1. pdf/ [Nov 2007].
96
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 89-96
Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional Technology Development in Supporting Self-Reliance National Oil and Gas Industry Usman, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto dan Danang Sismartono PPPTMGB “LEMIGAS”
[email protected] Abstrak Pengelolaan sumber daya migas saat ini dirasa masih belum optimal dalam mendorong kemampuan penguasaan teknologi nasional. Hal ini tercermin masih dominannya komponen impor yang digunakan dalam kegiatan hulu migas. Berbagai upaya terobosan telah dilakukan untuk mengurangi ketergantungan tersebut, di antaranya adalah pengembangan teknologi airgun mini seismik, rig untuk coal bed methane (CBM), dan tabung adsorbed natural gas (ANG). Teknologi airgun mini seismik dirancang dengan daya eksplosif rendah sehingga aman bagi lingkungan, tidak menimbulkan getaran ekstrim, mudah dalam izin penggunaan dan penyimpanannya, dapat digunakan di rawa-rawa dan lokasi padat penduduk, serta lebih ekonomis. Teknologi rig CBM dirancang untuk pengeboran sumur CBM dan kerja ulang sumur migas, memiliki kemampuan memberikan beban tekan, tenaga kerja rig yang dibutuhkan lebih sedikit, dapat beroperasi pada lahan sempit, hemat biaya pengeboran, dan harga yang relatif murah. Teknologi tabung ANG menggunakan karbon aktif sebagai penyerap dan penampung gas dengan tekanan operasi jauh lebih rendah dibandingkan tabung compressed natural gas (CNG). Dengan teknologi ini, produksi gas bumi dari lapangan kecil dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar gas rumah tangga menggantikan liquefied petroleum gas (LPG) yang lebih mahal sehingga dapat mengurangi impor dan subsidi LPG. Tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ketiga teknologi tersebut bervariasi hingga mendekati 100%. Teknologi yang dikembangkan diharapkan dapat memberi kontribusi solusi persoalan migas nasional terkait kurang optimalnya eksplorasi migas, turunnya sentimen investasi eksplorasi dan eksploitasi CBM, serta tingginya impor LPG. Kata kunci: seismik airgun mini, anjungan pemboran CBM, tabung ANG, TKDN
Abstract To date, the role of oil and gas industry in encouraging national technology development is still less. This is indicated by the use of imported components in oil and gas upstream activities are dominant. Various attempts have been made to reduce the dependency of imported technologies. Among these are the development of airgun-mini seismic, drilling rig for coal bed methane (CBM), and adsorbed natural gas (ANG) cylinder tube. The airgun- mini seismic is designed to have a low explosive that safe for the environment, low vibration, easy to get permit of using and storing, allow to use in swamp and dense population areas, as well as more economical. The CBM rig technology is designed for drilling CBM wells and work-over oil and gas wells, be able to provide compressive load, less rig worker required, enable to operate on less area, cost-effective drilling, and relatively cheap. The ANG tube technology uses activated carbon as adsorbent for storing gas with an operating pressure substantially lower than the tube of compressed natural gas (CNG). With ANG technology allows the gas production from a small field can be used for household gas fuels replace the expensive liquefied petroleum gas (LPG), therefore reduce imports and LPG subsidy. Domestic component level (TKDN) for those three technologies varied by nearly 100%. Developed technologies are expected to contribute in national oil and gas issues related to less optimal national oil and gas exploration, the decline in investment sentiment on CBM exploration and exploitation, as well as the high import of LPG. Keywords: airgun-mini seismic, drilling rig CBM, adsorbed natural gas cylinder tube, domestic component level
97
98
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 97-112
I. Pendahuluan Teknologi merupakan rangkaian proses untuk menghasilkan produk barang atau jasa yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Salah satu indikator ukuran tingkat kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa adalah perkembangan teknologinya (Schwab, 2013). Kemajuan teknologi diyakini menjadi bagian integral untuk mengangkat martabat bangsa. Dengan dukungan ketersediaan sumber daya alam, kekuatan sumber daya manusia, dan ketersediaan sistem pendanaan yang cukup dan baik, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan dapat menjadikan Indonesia sebagai negara maju dalam aspek sosial-budaya-ekonomi. Pembangunan iptek telah menjadi bagian dari politik negara sebagaimana termaktub dalam Amandemen pasal 31 ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan Pemerintah memajukan iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Arnold dan Listyani, 2013). Sejalan dengan amanat konstitusi tersebut, UndangUndang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi menekankan pentingnya mengutamakan kemampuan nasional dalam pengelolaan energi. Aspek kemandirian pengelolaan energi, di antaranya adalah kemampuan industri dan jasa energi dalam negeri yang mandiri, pengembangan sumber daya manusia profesional, serta terciptanya lapangan kerja. Aspek-aspek tersebut juga menjadi pijakan dalam Kebijakan Energi Nasional 2014. Dalam konteks pengelolaan migas, walaupun industri ini telah banyak memberi kontribusi dalam pembangunan nasional sebagai sumber penerimaan negara dan turut mendukung pembangunan daerah, perannya dalam mewujudkan nilai tambah dalam industri nasional belum optimal. Kandungan TKDN pada kegiatan industri hulu migas masih relatif kecil, kurang dari 50% (Gambar 1). Untuk mendukung kebijakan penggunaan komponen dalam negeri pada kegiatan hulu migas, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 Tahun 2013 dan menetapkan target jangka pendek, menengah, serta jangka panjang. Peningkatkan TKDN pada industri hulu migas akan dapat memberi nilai
tambah bagi perekonomian, menyerap tenaga kerja, memperkuat daya saing nasional, serta mendorong inovasi dan teknologi produk dalam negeri. Makalah ini menguraikan pengembangan teknologi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB) “LEMIGAS” sebagai upaya mendukung terwujudnya kemandirian pengelolaan energi migas dan pencapaian target TKDN yang dicanangkan. Teknologi yang dibahas dalam makalah ini dibatasi hanya untuk airgun mini seismik, rig CBM, dan tabung ANG. Ketiga teknologi tersebut diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menjawab isu nasional di subsektor migas yaitu kurang optimalnya eksplorasi migas, turunnya sentimen investasi eksplorasi dan eksploitasi CBM, serta pengurangan impor LPG. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) ketiga produk yang telah dikembangkan diukur dengan Tekno-Meter (Arwanto dan Kuncoro, 2013 dan BPPT, 2012). Instrumen ini dapat memberi gambaran universal seberapa siap atau matang ketiga teknologi tersebut diterapkan dan diadopsi oleh industri serta dapat memberi panduan strategi pengembangan selanjutnya. TKT dinyatakan dalam skala 1 sampai dengan 9. Hasil pengukuran TKT skala 1-3 menunjukkan kegiatan litbangyasa masih pada tataran riset dasar. Hasil pengukuran TKT skala 4-6 adalah tahapan pembuatan prototipe. Pada tahap ini mulai dipertimbangkan aspek teknis dan ekonomis, kemitraan pelaksana dan pengguna, serta program inkubasi. TKT skala 7-9 menandakan bahwa teknologi yang dikembangkan telah siap dikomersialkan. Kolaborasi dengan industri sudah dibangun dan mulai disiapkan keberlangsungan produk dengan mencari riset baru. Alur proses pengukuran TKT ditampilkan dalam Gambar 2. Pengembangan ketiga teknologi serta status kematangan teknologi tersebut diuraikan secara detail dalam bab berikut. II. Terobosan Teknologi Pengembangan teknologi airgun mini seismik, rig CBM, dan tabung ANG berangkat dari konsep reverse engineering. Teknologi yang sudah ada dibedah, lalu dikembangkan dan ditambahkan komponen-komponen baru sesuai
Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional (Usman, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto dan Danang Sismartono)
kebutuhan sehingga dihasilkan produk yang memiliki kualitas dan harga lebih murah. II.1 Airgun Mini Kegiatan akuisisi seismik di Indonesia banyak meggunakan dinamit sebagai sumber pembangkit gelombang karena dapat menghasilkan sinyal rekaman seismik yang lebih baik bila dibandingkan dengan sumber eksplosif dan impulsif lainnya. Namun demikian penggunaan dinamit menimbulkan banyak permasalahan. Mulai dari lamanya perizinan, pengadaan gudang bahan peledak, penjagaan yang ketat, konflik sosial penduduk karena rumah retak hingga perusakan lingkungan. Selain itu, juga terdapat sejumlah kendala teknis yaitu dinamit sulit digunakan pada daerah rawa-rawa, daerah transisi, banjir luapan sungai, daerah intrusi, dan kawasan padat penduduk. Konsekuensi permasalahan tersebut mengakibatkan biaya operasi menjadi mahal dan atau akuisisi seismik tidak bisa dilakukan pada daerah tersebut. Dengan latar belakang permasalahan di atas, LEMIGAS mengembangkan alat pembangkit sumber ledakan alternatif untuk mengatasi permasalahan dan kesulitan teknis dalam penggunaan dinamit. Alat ini dinamakan airgun mini karena diadopsi dari airgun laut. Namun airgun mini yang dikembangkan memiliki ukuran relatif lebih kecil dibandingkan dengan airgun laut (Humbang dkk., 2014) Prinsip kerja airgun mini adalah menyuplai udara dari tabung oksigen ke tabung (chamber) airgun mini dengan volume 60 cu-inchi. Posisi mini airgun dimasukkan ke dalam lubang dengan kedalaman 1,5 - 2,0 meter. Udara yang disuplai akan menghasilkan tekanan hingga 1500 psi. Katup airgun mini kemudian dilepas sehingga massa udara bertekanan tinggi di dalam tabung akan keluar dan merambat melalui air sebagai media kopling ke permukaan tanah. Energi tekan akan menggetarkan massa permukaan tanah dan menjalar ke bawah permukaan bumi. Gelombang yang menjalar tersebut akan mengalami refleksi ketika bertemu dengan lapisan batuan dan direkam di permukaan oleh geofone (receiver). Ilustrasi prinsip kerja airgun mini diberikan dalam Gambar 3. Pengujian skala lapangan telah
99
dilakukan untuk mengetahui performa airgun mini, hasil rekaman, keamanan operasi, dan perbandingannya dengan dinamit. Pengujian dilakukan bersamaan kegiatan akuisisi seismik. Geofone (receiver) yang digunakan sama dengan yang dipakai oleh industri akuisisi seismik dengan volume chamber 60 inci kubik. Pengujian dilakukan di sungai dengan menggantung alat hingga kedalaman 1 meter di dalam sungai dan di darat dengan membuat lubang dengan kedalaman 1 meter. Sebagai pembanding digunakan dinamit yang ditanam dekat lubang airgun mini pada kedalaman 5, 10, 20, dan 30 meter. Gambar 4 menunjukkan posisi airgun mini untuk akuisisi seismik di darat. Hasil akuisisi seismik di darat menunjukkan masih adanya noise pada far offset-nya. Frekuensi dominan juga masih relatif rendah, sekitar 7 Hz di darat dan sekitar 5 Hz di sungai dengan broadband relatif sempit. Rekaman refleksi dapat terlihat hingga 1.000 milisecond. Rekaman seismik hasil pembangkit gelombang dinamit dapat menghasilkan frekuensi dominan 45 Hz dan reflektor dapat terlihat hingga 3.000 milisecond dari peledakan pada kedalaman 30 m. Gambar 5 dan 6 menunjukkan data rekaman airgun mini dan peledakan dinamit. Capaian penting dari hasil uji coba yang dilakukan ini terbukti bahwa airgun mini dapat memunculkan reflektor di darat dan di sungai. Alat ini dapat bekerja baik pada daerah rawa dan padat penduduk serta tidak menimbulkan polusi suara. Alat ini dapat berfungsi di kedalaman 1 meter sehingga cocok untuk daerah intrusi. Uji coba lebih lanjut dengan variasi volume chamber dan tekanan diperlukan untuk mendapatkan kualitas rekaman data dan energi penetrasi standar industri. TKDN alat ini mencapai 99%. Penggunaan airgun mini untuk survei 2D dan 3D dapat memangkas biaya berkisar 50% - 60% dibandingkan dengan menggunakan dinamit. II.2 Rig CBM Coalbed methane (CBM) merupakan salah satu sumber daya alam strategis yang cukup potensial memasok kebutuhan energi nasional dalam rangka diversifikasi energi. Potensi CBM Indonesia berdasarkan hasil studi Advance Research International (ARI) dengan Ditjen
100
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 97-112
Migas dan Bank Pembangunan Asia tahun 2003 diperkirakan sebesar 453 triliun kaki kubik (Tcf) tersebar pada 11 cekungan di pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Data terbaru sumber daya CBM berdasarkan wilayah kerja aktif 2014 yaitu Sumatra (22 WK) sebesar 43,6 Tcf dan Kalimantan (32 WK) sebesar 94,8 Tcf (Gunawan, 2014). Produksi sumur gas CBM sangat berbeda dengan produksi sumur gas konvensional, dimana sumur gas CBM butuh waktu lama untuk mulai produksi dan laju alir relatif kecil, berkisar 0,2 juta standar kaki kubik (MMscf) per hari. Sehingga akan diperlukan jumlah sumur yang sangat banyak untuk mencapai tingkat produksi ekonomis pengusahaan CBM. Banyaknya jumlah sumur yang harus di bor per tahun membutuhkan dukungan ketersediaan rig dalam jumlah yang cukup. Selain kegiatan pengeboran, masih diperlukan tambahan rig untuk menunjang kegiatan perbaikan dan kerja ulang sumur. Kebutuhan rig pengeboran dan kerja ulang dengan kapasitas kecil sampai menengah akan menjadi sangat banyak bila pengusahaan lapangan CBM mulai masuk fase pengembangan. Saat ini jumlah rig dengan kapasitas 351-500 HP hanya 83 unit atau 24% dari total (Santoso, 2014). Jumlah tersebut hanya memenuhi rasio penyedian sebesar 69% dari total kegiatan sumur CBM tahun 2014 yang mencapai 119 program kerja sumur (Paju, 2014). Jumlah rig pada kapasitas tersebut masih bersaing untuk kebutuhan kerja ulang sumur migas. Praktis tidak ada pilihan lain bagi Kontaktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) CBM untuk menggunakan jenis rig migas yang umumnya memiliki kapasitas basar, peralatan yang kompleks dan memerlukan jumlah awak rig yang banyak. Akibatnya biaya operasi pengeboran dan kerja ulang sumur CBM menjadi sangat mahal. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab keekonomian pengusahaan CBM menjadi marginal, selain faktor regulasi dan tumpang tindih lahan, sehingga industri CBM nasional belum memperlihatkan gelagat yang menggembirakan. Penggunaan rig tambang yang relatif murah, awak rig relatif sedikit, dan dapat memberikan beban tekan saat pelaksanaan corring pada kedalaman relatif dangkal dapat digunakan dengan beberapa modifikasi yaitu
penambahan peralatan blow out preventer (BOP) dan substructure untuk meninggikan posisi meja bor (Panca dkk., 2013). Kelemahan rig tambang di antaranya kemampuan angkat rig hanya sekitar 30 ton. Kedalaman reservoar CBM di Indonesia pada umumnya berada di kedalaman 500 hingga 1.000 meter untuk wilayah Sumatera dan 500 hingga 1.500 meter untuk wilayah Kalimantan, sehingga memerlukan kemampuan angkat rig yang lebih besar, seperti pada rig migas. Berdasarkan peluang dan tantangan seperti diuraikan di atas, LEMIGAS mengembangkan prototipe rig CBM yang memenuhi standar internasional, relatif murah, handal, dan operasionalnya mudah dengan tingkat kandungan lokal tinggi. Konsep rancang bangun rig CBM adalah menggabungkan konsep rig konvensional migas dengan rig tambang. Hasil kombinasi tersebut menghasilkan keunggulan: kemampuan angkat mencapai 60 ton, dapat memberikan beban tekan selain berat rangkaian, dapat beroperasi pada lahan terbatas, jumlah operator lebih sedikit, BOP bisa dipasang di bawah rig, mobilisasi cepat pada segala kondisi, rig up-rig down dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, serta biaya operasi lebih murah (Panca dkk., 2013). Desain prototipe mengacu pada rig CBM yang sudah ada di pasaran dengan beberapa penambahan, di antaranya: operasional sistem putar menggunakan top drive yang dijalankan secara hidrolik, menara rig didesain kompak sehingga dapat menahan beban lebih dari kapasitas angkatnya, meja kerja dapat diatur naik turun untuk BOP, chases dapat menopang beban berat, truk mempunyai 4 axle ditambah 2 buah pada rig-nya dengan kapasitas tenaga 440 Hp pada 1800 rpm dengan penggerak 8x8. Gambar 7 sampai dengan 9 menunjukkan rangkaian pengerjaan instalasi komponen rig. Gambar 10 adalah rig CBM LEMIGAS yang telah siap digunakan. Rig ini mengacu pada standar API Spec 4E-F dan telah lulus uji fungsi dan uji beban. Proses pabrikasi dilakukan di warehouse Petrodrill, Dawuan, Jawa Barat. TKDN yang digunakan dalam pembangunan prototipe Rig CBM LEMIGAS sudah mencapai 40% dan diharapkan dapat terus meningkat jika telah memasuki fase pabrikasi komersial. Penghematan biaya dari komponen waktu mobilisasi, rig up-rig down, waktu pengeboran,
Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional (Usman, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto dan Danang Sismartono)
area lahan pengeboran, dan jumlah pekerja dapat mencapai 25%. Tingkat keekonomian pengembangan manufaktur CBM dengan skema direct investment berdasarkan skenario produksi dan penyerapan rig sesuai Gambar 11, menunjukkan keekonomian yang atraktif seperti pada Tabel 1 (Sismartono, 2014). Gambaran teknis prototipe CBM dan keekonomiannya diharapkan mendorong target jangka menengah yang ingin dicapai yaitu tumbuhnya manufaktur rig CBM dalam negeri serta menunjang pengusahaan industri CBM yang mandiri, efisien, dan kompetitif dalam rangka memperkuat ketahanan energi dan mewujudkan kemandirian industri migas nasional. II.3 Tabung ANG Penyimpanan bahan bakar gas (BBG) dalam tabung yang dikenal dengan CNG sebagai sarana penyaluran bahan bakar merupakan salah satu alternatif mengurangi ketergantungan energi pada bahan bakar minyak. Dengan menggunakan tabung gas, distribusi gas dapat menjangkau wilayah yang lebih luas tanpa membangun jaringan pipa gas yang sangat mahal. Namun pemakaian BBG menggunakan tabung CNG masih banyak mengalami kendala, di antaranya membutuhkan tabung yang besar dan berat, tekanan tabung relatif tinggi, dan kapasitas pengisian relatif terbatas. Untuk itu perlu dikembangkan metode alternatif penampungan BBG ke dalam tabung yang dapat memuat gas sebanyak mungkin dengan tekanan, berat, dan volume tabung yang relatif kecil. Menjawab tantangan tersebut, LEMIGAS mengembangkan tabung ANG (Rudi dkk, 2011). Proses pengembangan tabung ANG meliputi pembuatan adsorben dari karbon aktif sebagai media penyerap gas dan pembuatan tabung baja sebagai tempat adsorben. Tabung ANG yang dihasilkan terbukti dapat berfungsi sebagai media untuk menyerap gas dalam kapasitas besar pada tekanan yang relatif rendah. Pembuatan karbon aktif dilakukan dengan pengaktifan karbon yang ada di pasaran untuk mendapatkan luas area permukaan besar sebagai syarat karbon aktif sebagi adsorben. Selanjutnya dilakukan rekayasa permukaan pori karbon aktif tersebut untuk membentuk gugus fungsional permukaan pori karbon aktif
101
sehingga dapat menyerap gas metana. Pengujian terhadap karbon aktif yang dihasilkan telah dilakukan meliputi pengujian luas permukaan pori karbon aktif menggunakan metode nitrogen sorption (BET). Pengujian ini juga menghasilkan harga volume mikropori dan total volume pori. Pengujian dengan metode forrier tranformation infrared spectroscopy (FTIR) dan titrasi Boehm dilakukan untuk mengetahui gugus fungsional dari permukaan pori karbon aktif. Pengujian dengan X-ray defraction (XRD) untuk mengetahui struktur kristal karbon aktif. Perancangan tabung ANG memerlukan besaran penyerapan gas dalam adsorben (adsorbs/desorbsi) dan target kapasitas tabung sesuai dengan penggunaan tabung ANG tersebut. Daya penyerapan adsorben ditentukan melalui pengujian adsorbs/ desorbsi gas pada adsorben. Alat uji ini berupa tabung yang dapat diisi dengan butiran karbon aktif dengan kepadatan tertentu, kemudian tabung yang berisi karbon aktif tersebut diisi gas metana sampai dengan tekanan sekitar 30 bar, volume gas yang dapat terisi dan terserap di dalam tabung disebut kapasitas adsorbsi atau pengisisan tabung, kemudian untuk mengetahui kapasitas desorbsi gas, dilakukan dengan mengeluarkan gas dari tabung hingga mencapai tekanan 1 bar. Desain tabung ANG mengacu standar ASME VIII tentang desain pressure vessel. Hasil penelitian adsorben karbon aktif dan tabung ANG telah diuji coba pada penggunaan kompor gas LPG yang sudah dimodifikasi agar terjadi penyalaan dengan menggunakan BBG yang komposisinya berbeda dengan LPG. Modifikasi tersebut dengan memperbesar diamater nozel yang ke pembakar (burner) agar dipenuhi syarat perbandingan gas dan udara untuk terjadinya pembakaran. Peralatan kompor gas LPG yang ada di pasaran digunakan dalam uji coba ini dengan mengatur tekanan kerja tabung sekitar 10 bar, di bawah tekanan kerja tabung LPG sebesar 15 bar. Gambar 12 dan 13 menunjukkan fasilitas pengisian tabung ANG di LEMIGAS dan uji coba penggunaan tabung untuk pengganti LPG. Teknologi tabung ANG dengan karbon aktif sebagai media penyimpanan merupakan mode transportasi BBG yang sangat potensial dimanfaatkan pada lapangan-lapangan gas marginal, untuk substitusi LPG di sektor rumah
102
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 97-112
tangga sehingga potensial mengurangi impor LPG. Dengan tekanan yang rendah (maks 35 bar), tabung menjadi lebih aman dan bentuk tabung ANG dapat didesain fleksibel sesuai peruntukannya. Dari hasil percontohan untuk rumah tangga, tabung ANG berukuran 22 liter wc, tekanan 10 bar dapat digunakan untuk memasak setara dengan LPG 3 kg. Penggunaan TKDN hampir mencapai 100%. Perbandingan harga tabung ANG, LPG, dan kerosen di berikan dalam Tabel 2. III. Kesiapan Teknologi Untuk mengukur tingkat kesiapan ketiga teknologi diterapkan dan diadopsi oleh pengguna digunakan Tekno-Meter, yaitu sebuah perangkat lunak berbasis spreadsheet yang menghimpun beberapa pernyataan standar atau komponen indikator untuk setiap tingkatan dan menampilkan TKT yang dicapai secara grafis. Gambar 14 menampilkan TKT tertinggi yang dicapai airgun mini saat pengukuran dilakukan, yaitu TKT 6. Sedangkan TKT 7 belum dapat dipenuhi karena beberapa indikator TKT 7 masih berlangsung, khususnya yang terkait dengan proses dan prosedur fabrikasi serta validasi perkiraan biaya produksi. Hasil pengkuran TKT 7 ditampilkan pada Gambar 15. Capaian TKT 6 berarti dalam pengembangan airgun mini selanjutnya aspek teknis dan ekonomis, kemitraan pelaksana dan pengguna, serta program inkubasi sudah harus mendapat porsi yang besar. Untuk rig CBM, TKT tertinggi yang dicapai adalah skala 6. TKT 7 belum dapat dipenuhi karena belum dilakukan uji coba lapangan dan belum ada rencana produksi awal. Hasil pengukuran TKT 7 ditampilkan dalam Gambar 16. Saat ini masih dijajaki pelaksanaan uji coba bekerjasama dengan Kontraktor CBM. Idealnya uji coba hasil-hasil litbang yang masih memiliki risiko tinggi dilakukan pada lapangan yang khusus didedikasikan untuk kegiatan riset atau land grant college. Hal ini sebagai jalan keluar mengatasi rendahnya minat industri migas nasional dalam kegiatan litbang. Tahapan selanjutnya pengembangan rig CBM sama dengan pengambangan airgun mini. Tahapan TKT 6 merupakan titik kritis dari risiko yang harus ditanggung dalam suatu riset.
Setelah titik kritis, risiko teknis suatu hasil riset mulai berkurang sehingga industri atau swasta diharapkan mulai mengambil peran yang lebih besar dari sisi pembiayaan dan fasilitas (Gambar 17). Berbeda dengan airgun mini dan rig CBM, TKT tertinggi yang dicapai tabung ANG baru pada skala 4, sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 18. Pengembangan tabung ANG sudah memasuki fase prototipe dan uji coba pada lingkungan yang sebenarnya, namun belum dilakukan penelitian pasar dan penelitian laboratorium untuk memilih proses pabrikasi, akurasi integrasi sistem belum teruji, serta belum dilakukan penelaahan terhadap proses produksi sehingga akumulasi indikator TKT 5 belum dipenuhi. Hasil pegukuran TKT 5 tabung ANG ditampilkan dalam Gambar 19. IV. Kesimpulan Teknologi mini airgun, rig CBM, dan tabung ANG yang dikembangkan LEMIGAS merupakan bagian dari solusi persoalan migas nasional terkait kurang optimalnya eksplorasi migas, kurang optimalnya eksplorasi dan eksploitasi CBM yang ditandai dengan turunnya sentimen investasi, serta tingginya impor LPG. Pengembangan ketiga teknologi tersebut yang bertumpu pada komponen dalam negeri diharapkan akan memberi efek pengganda tumbuh kembangnya kewirausahaan, manufaktur, dan penciptaan lapangan kerja. TKT airgun mini dan rig CBM sudah mencapai skala 6. Pada titik ini risiko teknis dalam pengembangan selanjutnya mulai berkurang sehingga membuka peluang lebih besar keterlibatan swasta melalui kemitraan dan program inkubasi. TKT tertinggi tabung ANG mencapai skala 4. Tahapan selanjutnya perlu dilakukan pengujian akurasi integrasi sistem, penelaahan terhadap proses produksi, serta penelitian pasar dan penelitian laboratorium untuk memilih proses fabrikasi. Untuk mendapatkan tingkat kesiapan teknologi yang lebih baik, maka diperlukan lapangan migas khusus yang didedikasikan untuk uji coba pengembangan teknologi. Melalui ui coba lapangan diharapkan dapat mengurangi risiko teknis pengembangan suatu teknologi sehingga menarik bagi mitra industri.
Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional (Usman, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto dan Danang Sismartono)
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” atas dukungan yang diberikan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi sehingga telah dicapai hasil sebagaimana yang diuraikan dalam makalah ini. Referensi Arnold, S. dan Listyani. W., 2013. Penguasaan dan Kemandirian Iptek Nasional, Kebijakan RisetIptek-Inovasi Menuju Bangsa yang Berdaya Saing, Dewan Riset Nasional, hal. 53-74. Arwanto dan Kuncoro, B. P., 2013. Tekno-Meter Pengukuran Tingkat Kesiapan Teknologi: Suatu Upaya Mengurangi Stagnasi Inovasi di Lembaga Litbang dan Perkuatan Hubungan Pemasok-Pengguna, PAPPIPTEK LIPI. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), 2012. Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Nomor 001 Tahun 2012 tentang Panduan Pengukuran Tingkat Kesiapan Teknologi (TRL/ Technology Readiness Level). Gunawan, B. K., SKK Migas, 2014. Update Sumberdaya GMB & Strategi Eksplorasi GMB 2014. Humbang, P., Herru, L., Yudi, K., Hariyanto, Edy, W., Oki, H., Alpius, D. G., Agung, A., S.,
103
Muhammad, Z., Dadang, S., dan Hendro, L., 2014. Mini Airgun, Alternatif Sumber Pembangkit Gelombang Seismik dalam Mengatasi Permasalahan Penggunaan Dinamit, the 39th HAGI Annual Convention and Exhibition 2014, Solo, Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2013. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Paju, J. A., SKK Migas, 2014. Proyeksi Kebutuhan Rig CBM Berdasarkan Rencana Kerja KKKS CBM di Indonesia. Panca, W. dkk., 2013. Rancang Bangun dan Pengembangan Prototipe Rig CBM, Laporan DIPA PPPTMGB “LEMIGAS” 2013. Lembaran Negara Republik Indonesia, 2007. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi. Rudi, I. dkk., 2011. Rancang Bangun Pembuatan Tabung ANG (Adsorbed Natural Gas) untuk Penyimpanan Bahan Bakar Gas, Laporan DIPA PPPTMGB “LEMIGAS” 2011. Santoso, S., APMI, 2014. Populasi Rig Kapasitas 350-500 HP di Indonesia dan Potensi Pasarnya (Conventional & Unconventional). Sismartono, D. dkk., 2014. Kajian Kelayakan Manufaktur dan Rencana Bisnis Rig CBM, Laporan Kemajuan DIPA PPPTMGB “LEMIGAS” 2014. Schwab, K., 2013. The Global Competitiveness Report 2013-2014, World Economic Forum, Geneva.
Lampiran Tabel 1. Keekonomian manufaktur CBM.
104
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 97-112
Tabel 2. Perbandingan harga ANG, LPG, dan kerosen (dalam rupiah)
Gambar 1. Target capaian TKDN pada kegiatan usaha hulu migas berdasarkan Peraturan MESDM Nomor 15 Tahun 2013.
Gambar 2. Alur proses pengukuran TKT (Arwanto dan Kuncoro, 2013 dan BPPT, 2012)
Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional (Usman, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto dan Danang Sismartono)
regulator
air tank airgun mini
Gambar 3. Skematik prinsip kerja airgun mini (Humbang dkk, 2014).
Gambar 4. Posisi airgun mini untuk akusisi seismik di darat.
105
106
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 97-112
Gambar 5. (a) Rekaman seismik airgun mini di darat tekanan 1.000 psi; (b) Analisis amplitudo spektrum.
Gambar 6. (a) Rekaman seismik dinamit kedalaman 30 m; (b) Analisis amplitudo spektrum.
Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional (Usman, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto dan Danang Sismartono)
Gambar 7. Pemasangan sistem roda belakang.
Gambar 8. Pemasangan mesin, sistem transmisi dan power pack.
107
108
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 97-112
Gambar 9. Instalasi menara pada unit truk.
Gambar 10. Rig CBM LEMIGAS.
Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional (Usman, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto dan Danang Sismartono)
Gambar 11. Skenario produksi rig CBM.
Gambar 12. Pengisian tabung ANG.
109
110
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 97-112
Gambar 13. Uji coba tabung ANG untuk kompor gas rumah tangga.
Gambar 14. TKT tertinggi yang sudah dicapai mini airgun.
Terobosan Pengembangan Teknologi untuk Mendukung Kemandirian Industri Migas Nasional (Usman, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto dan Danang Sismartono)
Gambar 15. Hasil pengukuran TKT 7 untuk airgun mini.
Gambar 16. Hasil pengukuran TKT 7 untuk rig CBM.
Gambar 17. TKT sebagai acuan peran pemerintah dan swasta dalam pengembangan teknologi.
111
112
JTMGB, Vol. 8 No. 2 Agustus 2015: 97-112
Gambar 18. TKT tertinggi yang dicapai tabung ANG.
Gambar 19. Hasil pengukuran TKT 5 untuk tabung ANG.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada para Mitra Bestari yang telah mengevaluasi, mereview dan memberikan saran perbaikan tulisan-tulisan yang dimuat di majalah Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) edisi penerbitan Volume 8 Nomor 2, Agustus 2015. 1. 2. 3. 4. 5.
Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno Prof. Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA. Dr. Ir. Trijana Kartoatmodjo Dr. Ir. Bambang Widarsono Dr. Ir. Ratnayu Sitaresmi
INDEKS A acoustic properties 63 adsorbed natural gas cylinder tube 97 airgun-mini seismic 97 anjungan pemboran CBM 97 atribut seismik 63, 64, 68, 70, 71, 73 B besaran akustik 63, 64, 67, 68, 70, 73 besaran petrofisik 63, 64, 67, 68, 70, 73 C chemical 75, 79, 83, 85, 86, 87, 89 CO2 15, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 62 commingle 7, 8, 9, 10, 12 D domestic component level 97 drilling rig CBM 97 dual string 7, 8, 9, 10, 11, 12, 17 E ekosistem rawa-gambut 75 environmental physico-chemical 75 EOS 53, 54, 55, 56, 57 F fisika-kimia lingkungan 75, 76, 79 H heterogeneous 19 I IPR 8, 16, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35 J jetting 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95 K karakterisasi reservoir 37, 38, 39, 46 kawasan suaka margasatwa 75, 77, 79, 81 korelasi 29, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59
L lapangan marginal 37, 38, 39, 40 M Minimum Miscibility Pressure 53, 54, 56, 57, 58 model analitik petrofisik 63, 65, 67, 69, 71, 73 multilateral well 19, 30 P paraffin 83, 84, 85, 86, 87 peat-swamp ecosystem 75 penetrasi 85, 89, 90, 92, 93, 94, 99 penetration 89 permeabilitas 89, 90 permeability 83, 84, 87, 89 petrophysic analitic model 63 petrophysic properties 63 pola deposisional 37 prediksi permeabilitas 37, 38, 39, 40, 41, 44, 45 R recovery factor 7, 8, 10, 11, 12, 21, 55, 56 S seismic attributes 63 seismik airgun mini 97, 106 semen 1, 2 simulasi reservoir 37, 38, 39, 42, 43, 46 single string 7, 8, 9, 10, 11, 12 slim tube 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59 stimulasi 83, 84, 85, 86, 87, 89 stimulation 83, 85, 88, 89 sumur dangkal 1, 2 T tabung ANG 97, 98, 101, 102, 103, 109, 110, 112 TKDN 97, 98, 99, 100, 102, 104 W well testing 83, 84, 85, 87 wildlife sanctuary 75
JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN ISI DAN KRITERIA UMUM Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik/tinjauan (review) tentang minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang diajukan pada majalah/jurnal lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan dikembalikan ke penulis oleh redaksi untuk diperbaiki. FORMAT Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul abstrak, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut: Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor telepon dan faks serta alamat e-mail jika ada. Abstrak. Abstrak/abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab. Abstrak tulisan bahasa Indonesia paling banyak terdiri dari 250 kata, sedangkan tulisan dengan bahasa Inggris maksimal 200 kata. Kata kunci/keywords ditulis di bawah abstrak/abstract dan terdiri atas tiga hingga lima kata. Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan. Permasalahan. Bab ini menjelaskan permasalahan yang akan dilakukan penelitian ataupun kajian. Metodologi. Berisi materi yang membahas metodologi yang dipergunakan dalam menyesaikan permasalahan melalui penelitan atau kajian. Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun gambar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat. Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan. Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan. Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Kesimpulan atau saran tidak boleh diberi penomoran. Ucapan Terima Kasih. Bila diperlukan dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan.
JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA Acuan. Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan: Jurnal Hurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20. Buku Abramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications, Inc., New York. Bab dalam Buku Costa, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J. (eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317. Abstrak Barberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F., Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983. Magmatic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano, island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49. Peta Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Prosiding Marhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the Evaluation of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8. Skripsi/Tesis/Disertasi Marhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound ed Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX. Informasi dari Internet Cantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http:// www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26 Jan 2006] Software ECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997. Naskah sedapat mungkin dilengkapi dengan gambar/peta/grafik/foto. Pemuatan gambar/peta/grafik/foto selalu dinyatakan sebagai gambar dan file image yang bersangkutan agar dilampirkan secara terpisah dalam format image (*.jpg) dengan ukuran minimal A4 dan minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*,cdr), atau Autocad (*,dwg). Gambar dan tabel diletakkan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah. Gambar dan tabel dari publikasi sebelumnya dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dari penulisnya. PENGIRIMAN Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan dikembalikan untuk diperbaiki jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi d.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corresponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh salah satu penulis dan atau seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis.
ISSN 021664101-2 ISSN 0216-6410
9
7 7 0 2 1 6
6 4 1 0 1 4