JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
1
Perhitungan Critical Clearing Time Berdasarkan Critical Trajectory Menggunakan Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) Generator Kritis Pada Sistem Multimesin Terhubung Bus Infinite Lobbita Mandiri Utomo1, Dimas Anton Asfani2, dan Ardyono Priyadi 3 Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak— Perhitungan waktu pemutus kritis atau disebut Critical Clearing Time (CCT) selama ini dilakukan dengan menggunakan metode Time Domain Simulation (TDS). Metode ini cukup akurat untuk menemukan nilai Critical Clearing Time (CCT), akan tetapi diperlukan perhitungan berulang-ulang sehingga membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, Critical Clearing Time (CCT) ditemukan, di antara waktu pemutus stabil dan waktu pemutus tidak stabil atau Critical Clearing Time (CCT) ditemukan secara tidak langsung. Pada tugas akhir ini diusulkan sebuah metode untuk mendapatkan nilai CCT secara langsung dengan waktu yang relatif singkat. Metode yang diusulkan menggunakan Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) generator kritis berdasarkan Critical Trajectory. Critical Trajectory didefinisikan sebagai lintasan yang berawal dari titik gangguan dan berakhir pada Unstable Equilibrium Point. Perhitungan CCT akan dilakukan pada sistem Jawa-Bali 500kV 8 generator 25-bus terhubung bus infinite menggunakan model generator tanpa kontroler Kata Kunci—Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP), Critical Clearing Time (cct), critical trajectory, generator kritis.
I. PENDAHULUAN suatu sistem untuk mempertahankan Kemampuan kestabilan setelah mengalami gangguan merupakan hal yang sangat penting. Gangguan pada sistem tenaga bisa berupa gangguan kecil atau gangguan besar. Gangguan kecil misalnya perubahan beban yang terjadi secara terus menerus. Dalam hal ini, sistem harus mampu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi agar sistem tetap stabil. Sedangkan gangguan besar seperti gangguan hubung singkat, pemutusan saluran secara tiba-tiba melalui circuit breaker (CB), serta pemindahan beban secara tiba-tiba dapat membuat suatu sistem mengalami perubahan struktural dan mengakibatkan ketidakstabilan dalam sistem. Oleh karena itu, sebagai upaya pengamanan pada sistem tenaga listrik dipasang rele pengaman dan circuit breaker. Namun terkadang kemampuan rele pengaman untuk mendeteksi gangguan memerlukan waktu yang lebih lama dari waktu pemutus kritis circuit breaker. Circuit breaker ini harus dapat memutuskan saluran dan gangguan dalam waktu yang singkat, yakni kurang dari waktu pemutus kritisnya, atau biasa disebut critical clearing time. Jika gangguan diputus kurang dari waktu kritisnya /
critical clearing time maka sistem akan kembali stabil. Namun jika gangguan diputus melebihi dari waktu pemutus kritisnya / critical clearing time, maka generator akan berada dalam kondisi yang tidak stabil dan menyebabkan sistem pada kondisi yang tidak stabil. Pada sistem tenaga listrik analisa kestabilan yang disebabkan oleh gangguan besar yang terjadi secara tiba-tiba dan berhubungan erat dengan sudut rotor, menggunakan analisa kestabilan transient. Saat ini analisis kestabilan transien masih banyak menggunakan integrasi numerikal dari persamaan diferensial nonlinear. Metode ini cukup akurat dalam perhitungan critical clearing time (CCT), namun integrasi numerikal yang begitu panjang dalam proses perhitungan critical clearing time (CCT) menyebabkan metode ini memerlukan waktu yang tidak sedikit dalam proses iterasinya. Hal ini sangat tidak efektif jika diterapkan pada analisis kestabilan transien. Sebab, pola perubahan akibat gang guan-gangguan pada sistem terjadi dengan sangat cepat, sehingga diperlukan sebuah metode yang dapat menghitung critical clearing time (CCT) dengan iterasi yang lebih cepat dan akurat, sehingga dapat diaplikasikan secara nyata pada sistem. II. KESTABILAN TRANSIEN A. Kestabilan pada Sistem Tenaga Kestabilan pada sistem tenaga listrik dapat didefinisikan sebagai kemampuan sistem tenaga listrik untuk kembali pada kondisi awal kesetimbangan yang beroperasi pada kondisi normal dan memperoleh kembali titik keseimbangan setelah terjadi gangguan, agar sistem dapat kembali utuh [1]. Pada kestabilan tenaga listrik, kestabilan dapat klasifikasikan sebagai berikut: 1. Kestabilan Frekuensi 2. Kestabilan Tegangan 3. Kestabilan Sudut Rotor Kestabilan sudut rotor dibagi menjadi dua yakni: a)
Kestabilan sudut rotor gangguan kecil
Kemampuan sistem tenaga untuk mengatasi gangguan kecil, yakni gangguan saat operasi awal yang menyebabkan meningkatnya sudut rotor secara tidak periodik karena kehilangan sinkronisasi pada torsi. Pada kestabilan sudut rotor
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
gangguan kecil ini biasanya terjadi saaat kondisi beban puncak dimana beban yang besar akan menyebabkan perputaran rotor menjadi melambat. b)
Kestabilan sudut rotor ganguan besar/ kestabilan transien
Kemampuan sistem tenaga untuk dapat mempertahankan kestabilan sudut rotor setelah terjadi gangguan yang besar, seperti hubung singkat pada saluran transmisi dan pemutusan generator atau beban dalam sistem secara tiba – tiba. Waktu yang dibutuhkan untuk menganalisa kestabilan transien biasanya antara 3 hingga 5 detik dan 10 hingga 20 detik untuk sistem yang besar [1]. B. Respon Sudut Rotor Terhadap suatu Gangguan Respon sudut rotor pada gangguan akan berbeda – beda, berikut ini adalah ilustrasi respon sudut rotor terhadap gangguan transien yang akan dicontohkan dalam tiga kondisi. kondisi 2 Sudut (rad)
rotor( )
kondisi 3
kondisi 1
waktu (s)
Gambar 1 Respon sudut rotor terhadap gangguan transien[2]
Kondisi 1 menunjukkan sudut rotor bertambah hingga maksimum, akan tetapi kemudian berkurang dan berosilasi hingga pada kondisi steady-state. Kondisi 2 (first swing instability), sudut rotor terus bertambah sehingga generator kehilangan sinkronisasinya. Kondisi 3 (multi swing instability), osilasi yang semakin bertambah mengakibatkan generator menjadi lepas sinkron.
Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Lintasan 1 adalah lintasan pada saaat terjadi gangguan pada sistem. Lintasan 2 adalah kondisi stabil dimana gangguan telah hilang dengan cepat dan berosilasi disekitar stable equilibrium point. Lintasan 3 adalah kondisi kritis pada kestabilan dan didefinisikan sebagai lintasan kritis. Titik Xu atau biasa disebut unstable equilibrium point adalah titik akhir lintasan kritis dan titik hilangnya sinkronisasi. Lintasan 4 adalah kondisi tidak stabil akibat terlambat untuk mengatasi gangguan. III. PERHITUNGAN CCT BERDASARKAN CRITICAL TRAJECTORY MENGGUNAKAN CONTROLLING UNSTABLE EQUILIBRIUM POINT GENERATOR KRITIS A. Pemodelan Sistem Pemodelan sistem banyak mesin didefinisikan dengan menggunakan model generator Xd’ , dimana setiap generator direpresentasikan menggunakan persamaan diferensial pangkat dua. Untuk sistem multimesin terhubung bus infinite digunakan persamaan ayunan biasa atau ordinary swing equations seperti di bawah ini (1) (2) Dimana: Pmi : daya mekanis : kecepatan sudut generator i : sudut rotor generator i Mi : momen inersia Di : koefisien damping Ei : tegangan di belakang reaktansi transien Pei : daya elektrik B. Definisi persamaan untuk perhitungan CCT Persamaan yang didapatkan dengan pemodelan sistem banyak mesin akan digunakan sebagai penyelesaian (3) dan (5) pada saat kondisi gangguan, sedangkan untuk mendapatkan nilai CCT akan dijelaskan sebagai berikut [5-6]: Sistem bekerja normal, dilambangkan dengan xpre, dimana gangguan terjadi pada waktu t=0. Sistem terganggu dengan gangguan dinamis selama [0,τ], dengan penjelasan:
(rad/s)
C. Critical Trajectory / Lintasan Kritis Lintasan kritis atau Critical Trajectory didefinisikan sebagai lintasan yang berawal dari titik gangguan dan berakhir pada unstable equilibrium point[3].
2
(3) 4
1
2
3
(rad)
Dimana , dan N adalah nilai dari titik variabel = 2 x ng (dimana ng adalah jumlah dari generator). Kurva solusi untuk persamaan (3) berdasarkan pada gambar 2 ini disebut lintasan gangguan, persamaannya: (4) Dimana,
Gambar 2 Lintasan Fasa untuk Satu Mesin Terhubung dengan Infinite Bus Tanpa Damping [3]
.
Gangguan akan hilang pada waktu τ, dan setelah gangguan sistem akan digambarkan melalui persamaan:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
3
(5) Kurva solusi untuk persamaan (5) adalah lintasan setelah gangguan , yang digambarkan dalam gambar 2 sebagai kurva 2, 3, dan 4. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
C. Pemilihan Generator Kritis Generator kritis ditentukan melalui perhitungan perubahan potensial energi yang ada pada generator dan dijadikan sebagai index energi pada masing – masing generator. Perhitungan energi ini didasarkan pada perhitungan energy function dengan menggunakan rumus sebagai berikut [4-5]:
(6) (11) Sebagai catatan, nilai awal x0 adalah nilai dari lintasan gangguan pada waktu τ dimana gangguan akan diputus. (7) Lintasan kritis didefinisikan sebagai lintasan setelah gangguan yang mempunyai batasan kondisi sebagai berikut: 1. Kondisi nilai awal Nilai awal nya adalah dari lintasan gangguan saat nilai gangguan telah hilang, disebut juga dengan CCT.
Dimana (12) Dapat didefinisikan Ei adalah tegangan konstan dibelakang rekatansi konstan, Gii adalah nilai konduktansi, pangkat s menunjukkan konsisi (stable equilibrium point), Ep adalah total perubahan energi ( Energy Function), Epi adalah index pemilihan generator kritis. Berdasarkan (11), (12), generator kritis dapat ditentukan dengan melihat generator yang mempunyai index value energy potensial yang paling besar. D. Modifikasi Persamaan Trapezoidal
(8) 2. Kondisi nilai akhir Pada sistem menggunakan satu mesin lintasan kritis akan mencapai titik unstable equilibrium point (UEP) / titik kritis (CP), yaitu titik dimana suatu generator akan kehilangan sinkronisasi, dan diilustrasikan dengan , dimana m adalah banyaknya integrasi untuk persamaan trapesoida, gambar 3. Namun pada sistem multi machine, titik CUEP pada lintasan kritis hanya akan dicapai oleh generator kritis saja. (9) Dimana; ,
,
Dari (9) dan (10) dapat dikatakan lintasan kritis mencapai UEP saat nilai sehingga . Dengan xu controlling UEP yang didapatkan dari metode bantuan, metode Boundary Controlling Unstable Equilibrium Shadowing / BCU shadowing. ε
(10) akan
Pada persamaan (5) didonasikan sebagai , dengan memasukkan kedalam persamaan trapesoidal akan didapatkan: (13) Dimana Pada pembahasan ini pangkat k digunakan sebagai nomor perubahan berdasarkan waktu. Dengan fokus membahas lintasan kritis, dimana gangguan sistem telah menghilang pada saat CCT konvergen dengan titik kritis. Perhitungan menggunakan lintasan kritis dapat menghitung dengan cepat pada awalnya, namun akan terus melambat karena perhitungan tidak terbatas oleh waktu, untuk mengatasai masalah tersebut makan dikembangkan persamaan baru dengan menentukan jarak ε terlebih dahulu: (14)
dalah yakni Point
Selanjutnya, durasi waktu digantikan dengan jarak, sehingga persamaannya menjadi: (15)
ε
: critical trajectory
Persamaan (15) disubtitusi kedalam persamaan (14), sehingga didapatkan: (16)
Masing – masing titik terhubung dengan metode trapesoida
ε
CP Gambar 3 Konsep Persamaan Dengan Metode Trapesoida [4-5]
Dengan persamaan diatas, persamaan yang awalnya berdasarkan pada perubahan waktu diubah menjadi persamaan yang berdasarkan pada pada jarak, sehingga perhitungannya akan lebih cepat.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
4
E. Minimisasi Persamaan Dalam penentuan keadaan kritis untuk kondisi kestabilan transien dapat dirumuskan dengan persamaan berikut:
Setelah menentukan titik gangguan selanjutnya akan ditentukan generator kritis berdasarkan energy index dan juga nilai CUEP menggunakan metode bantuan BCU_Shadowing Tabel 1 Nilai Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP)
(17)
CUEP (Controlling Unstable Equilibrium Point)
Open Line
Fault
Dimana
Generator
1
(18) (19) Dengan pembatasan pada permasalahan: (20) dengan
(21)
Setelah minimisasi persamnaan (17), menjadi ideal untuk persamaan nol (18), dimana persamaan trapezoidal telah dirumuskan (16), pada persamaan – persamaan ini semua titik bernilai , hingga m+1, gambar 3. Pada perhitungan ini penambahan W sangat diperlukan pada kondisi (9). W (weighting) atau pemberat adalah matrik pemberat dengan nilai positif pada diagonalnya. Pemberat ini akan diterapkan pada persamaan (21) dengan cara perkalian matrik. Pemberat akan bernilai besar untuk generator kritis dan nilai kecil yang hampir mendekati nol digunakan untuk generator lainnya [4-5]. IV. SIMULASI DAN ANALISA Pada bab ini dilakukan analisa untuk membuktikan keakuratan dan kecepatan metode ini menghitung nilai CCT. Sistem yang digunakan untuk simulasi adalah sistem 500kv Jawa-Bali, berikut adalah single line diagram beserta titik-titik gangguan yang akan disimulasikan pada tugas akhir ini:
3
4
8
5
6
7
A
12-14
-0.0000
0.1130
0.1158
0.1783
2.4196
2.2999
2.4635
2.3581
B
12-20
-0.0000
0.1238
0.1239
0.1854
2.4215
2.3024
2.4663
2.3608
C
2-12
-0.0000
0.1361
0.1311
0.1914
2.4237
2.3046
2.5683
2.3629
D
7-23
-0.0000
0.1230
0.1242
0.1855
2.3051
2.2494
2.5412
2.3234
E
8-19
-0.0000
0.1208
0.1211
0.1826
2.3928
2.2670
2.6021
2.4015
F
2-15
-0.0000
0.1072
0.1252
0.1702
2.3603
2.2543
2.6204
G
15-3
-0.0000
0.1130
0.1258
0.1783
2.4196
2.2999
2.5635
2.4581
H
2-13
-0.0000
0.1373
0.1321
0.1923
2.4272
2.3079
2.5717
2.3662
I
7-8
2.2775
2.8148
2.3330
-0.0000
2
0.1201
0.1203
0.1819
2.4075
2.3458
A. Analisa Perhitungan Critical Clearing Time (CCT) Untuk Setiap Gangguan pada Sistem 500kv Jawa-Bali Berdasarkan Waktu yang Dibutuhkan Pada bagian ini akan dilakukan analisa perhitungan Critical Clearing Time berdasarkan waktu dengan membandingkan metode TDS dengan metode yang diusulkan. Pada metode TDS, diperlukan beberapa kali percobaan untuk mendapatkan rentang nilai CCT yang tepat. Dimisalkan untuk mendapatkan rentang waktu CCT yang tepat diperlukan 10 kali percobaan dan waktu yang dibutuhkan untuk memprediksi rentang CCT adalah 30 detik. Sehingga waktu yang diperlukan untuk mendapatkan nilai CCT yang benar adalah : CPU=(waktu simulasi x 10)+(10 kali x 30 detik). 1. Tanpa Damping Tabel2 Perbandingan Waktu untuk Mendapatkan Critical Clearing Time (CCT) Menggunakan Metode yang Diusulkan dengan Simulation Method / TDS pada Sistem 500kv Jawa-Bali tanpa damping Simulation Method / TDS
Metode yang diusulkan
G1
Fault
1
9
Open Line
CCT [s]
CPU [s]
CCT [s]
Iterasi
Waktu simulasi t [s]
Generator TES Kritis [s]
A
12-14
0.19-0.20
332.748
0.1841
50
1.6876
7
1.5
B
12-20
0.19-0.20
334.26
0.1803
50
1.6643
7
1.5
C
2-12
0.14-0.15
321.546
0.1824
29
1.7400
7
1.5
D
7-23
0.13-0.14
312.277
0.1363
13
1.6901
7
1.5
E
8-19
0.21-0.22
311.401
0.2200
11
1.7262
7
1.5
F
2-15
0.14-0.15
317.798
0.1850
23
1.6990
7
1.5
G
15-3
0.51-0.52
309.741
0.4801
9
1.5495
7
1.5
H
2-13
0.14-0.15
317.49
0.1862
22
1.8246
7
1.5
I
7-8
0.14-0.15
312.288
0.1445
22
1.7119
7
1.5
24 11
12 A
20
B
10
G4
16
21
G5
14 13 4 C
H 2
17 G3
5
F
18 3
G6
19
Waktu Rata - Rata E
G2 G
1.699
6
8
15 25 I G8
318.838
7
22
D 23
G7
Gambar 4 Single Line Diagram Sistem 500kv Jawa-Bali
Berdasarkan table 1 rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai CCT melalui metode yang diusulkan pada sistem tanpa damping adalah 1.699 detik. Sedangkan pada TDS (Time domain Simulation) waktu rata-rata dalam CPU adalah 318.838 detik. Waktu terlama yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai CCT melalui metode yang diusulkan pada sistem tanpa damping terdapat pada gangguan di titik H yaitu
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
5
1.8246 detik. Sedangkan pada metode TDS (Time domain Simulation) terdapat pada titik gangguan B yaitu 334.26 detik 2. Dengan Damping Pada sistem dengan damping digunakan konstanta damping sebesar 0.05. rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan CCT menggunakan metode yang diusulkan adalah 1.763 detik. Sedangkan dengan TDS (Time Domain Simulation) waktu rata-rata dalam CPU adalah 322.223 detik. Waktu terlama yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai CCT melalui metode yang diusulkan pada sistem menggunakan damping terdapat pada titik gangguan G yaitu 2.8204 detik. Sedangkan apabila menggunakan TDS (Time Domain Simulation) terdapat pada titik G yaitu 333.381 detik Tabel3 Perbandingan Waktu untuk Mendapatkan Critical Clearing Time (CCT) Menggunakan Metode yang Diusulkan dengan Simulation Method / TDS pada Sistem 500kv Jawa-Bali menggunakan damping Simulation Method / TDS Fault
Open Line
CCT [s]
CPU [s]
CCT [s]
Iterasi
Waktu simulasi t [s]
Generator TES Kritis [s]
12-14
0.28-0.29
325.532
0.2794
37
1.6096
7
1.5
B
12-20
0.28-0.29
314.667
0.2778
24
1.6108
7
1.5
C
2-12
0.43-0.44
333.037
0.3647
50
1.5908
7
1.5
D
7-23
0.17-0.18
310.276
0.1696
10
1.6764
7
1.5
E
8-19
0.29-0.30
310.131
0.2773
9
1.7003
7
1.5
F
2-15
0.43-0.44
324.402
0.4478
33
1.5299
7
1.5
G
15-3
1.13-1.14
333.821
`1.1387
50
2.8204
7
1.5
H
2-13
0.21-0.22
337.314
0.2352
16
1.6580
7
1.5
7-8
0.17-0.18
310.834
0.1658
10
1.6758
7
1.5
Waktu Rata - Rata
322.223
Fault
Open Line
CCT [s] pada Metode TDS
Metode yang diusulkan CCT [s]
Generator Kritis
Iterasi
% Error
50
-3.1%
7
A
12-14
0.19-0.20
0.1841
B
12-20
0.19-0.20
0.1803
50
-5.1%
7
C
2-12
0.14-0.15
0.1824
29
21.6%
7
D
7-23
0.13-0.14
0.1363
13
0%
7
E
8-19
0.21-0.22
0.2200
11
0%
7
F
2-15
0.14-0.15
0.1850
23
23.3%
7
G
15-3
0.51-0.52
0.4801
9
-5.8%
7
H
2-13
0.14-0.15
0.1862
22
24.1%
7
I
7-8
0.14-0.15
13
0%
7
0.1445
Rata - Rata
6.1%
Metode yang diusulkan
A
I
Tabel 4 Perbandingan Nilai Critical Clearing Time Menggunakan Simulation Method/TDS dengan Metode yang Diusulkan Beserta Perbandingan Error Perhitungan CCT pada Sistem 500kv Jawa-Bali tanpa damping
1.763
B. Analisa Perhitungan Critical Clearing Time (CCT) Untuk Setiap Gangguan pada Sistem 500kv Jawa-Bali Berdasarkan Error Perhitungan Berdasarkan hasil simulasi pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa salah satu dari keunggulan dari metode yang diusulkan ini adalah keakuratan nilai CCT. Hal tersebut dapat dibuktikan berdasarkan error hasil simulasi dibandingkan dengan metode TDS. Jika nilai CCT hasil simulasi metode yang diusulkan ini masuk dalam rentang waktu CCT hasil dari metode TDS maka nilai error adalah nol, sedangkan untuk nilai CCT yang melebihi rentang nilai CCT dari metode TDS maka error-nya : error % = ( nilai cct – batas atas cct )/(batas atas cct) x 100%. Nilai ini disebut juga nilai error positif. Jika nilai CCT lebih kecil dari rentang CCT metode TDS maka error-nya: error % = (nilai cct – batas bawah cct)/(batas bawah cct) x 100%. Nilai error ini disebut juga nilai error negatif. 1. Tanpa Damping Berdasarkan table 3 sistem yang tidak menggunakan damping rata-rata error sebesar 6.1%. Error terbesar terdapat pada titik gangguan H dengan nilai 24.1%. dan juga terdapat 3 titik gangguan dengan nilai error 0%.
2. Menggunakan Damping Dari hasil analisa keakuratan nilai CCT yang dihasilkan dari simulasi, didapatkan bahwa rata-rata error yang terjadi pada sistem yang menggunakan damping sebesar -1.5%. Pada sistem dengan damping, error terbesar terdapat pada titik gangguan C, yaitu -15.18% Pada sistem dengan damping rata-rata error lebih kecil yaitu -1.5% dibanding 6.1%. Tabel 4 Perbandingan Nilai Critical Clearing Time Menggunakan Simulation Method/TDS dengan Metode yang Diusulkan Beserta Perbandingan Error Perhitungan CCT pada Sistem 500kv Jawa-Bali menggunakan damping Open Line
CCT [s] pada Metode TDS
A
12-14
B C
Fault
Metode yang diusulkan
Generator Kritis
CCT [s]
Iterasi
% Error
0.28-0.29
0.2794
37
-0.2%
7
12-20
0.28-0.29
0.2778
24
-0.78%
7
2-12
0.43-0.44
0.3647
50
-15.18%
7
D
7-23
0.17-0.18
0.1696
10
-0.2%
7
E
8-19
0.29-0.30
0.2773
9
-4.3%
7
F
2-15
0.43-0.44
0.4478
33
1.77%
7
G
15-3
1.13-1.14
`1.1387
50
0%
7
H
2-13
0.21-0.22
0.2352
16
6.9%
7
I
7-8
0.17-0.18
0.1658
10
-2.4%
7
Rata - Rata
-1.5%
C. Analisa Perhitungan Critical Clearing Time (CCT) Untuk Setiap Gangguan pada Sistem 500kv Jawa-Bali Berdasarkan Grafik Karakteristik Sistem 1. Tanpa Damping Pada titik gangguan D, simulasi dilakukan dalam waktu 1.5 detik. Dari Gambar 6 dan Gambar 7 terlihat terjadi kondisi multiswing instability yakni kondisi ketidakstabilan setelah beberapa ayunan dan nilai CCT yang diperoleh dari metode yang diusulkan adalah 0.1363 sedangkan dengan metode TDS didapatkan waktu pemutusan kritis kondisi stabil, “warna biru” adalah 0.13 dan waktu pemutusan kritis kondisi tidak stabil “warna merah” pada gambar 6 adalah 0.14. CCT
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
6
yang diperoleh dari metode yang diusulkan ditunjukkan dengan warna hijau pada Gambar 5 dan warna biru muda pada Gambar 7
V. KESIMPULAN/RINGKASAN 1.
40
Simulation Methode Lintasan Kritis
30
omega [rad/s] Omega [rad/s]
2. 20
10
CT 0.14 [s]
0
-10 CT 0.13 [s] CCT Metode yang diusulkan 0.1363 [s]
-20
0
2
4
6
8
10
12
14
3.
delta [rad] Delta [rad/s]
Gambar 5 Perbandingan Omega dan Delta pada Gangguan D 14
40
Simulation Methode
Simulation SimulationMethode Methode
Lintasan Kritis
Lintasan LintasanKritis Kritis
12
Perhitungan CCT dengan menggunakan metode yang diusulkan akan menghasilkan nilai CCT lebih cepat dibandingkan dengan metode time domain Simulation. Perhitungan CCT pada sistem 500kv Jawa-Bali dengan menggunakan metode yang diusulkan membutuhkan waktu sekitar 1.699 detik untuk sistem tanpa damping dan 1.763 detik untuk sistem menggunakan damping, sedangkan menggunakan metode TDS akan membutuhkan waktu lebih dari 5 menit untuk dapat menghitung rentang CCT. Perhitungan CCT dengan menggunakan metode yang diusulkan cukup akurat dengan rata-rata error sebesar 0.64% untuk sistem tanpa damping dan 1.47% untuk sistem dengan damping.
30
omega [rad] Delta [rad/s]
Omega [rad/s] delta [rad]
10
8
6
20
CT 0.13 [s]
2
DAFTAR PUSTAKA [1]
0
CT 0.14 [s]
4
CT 0.14 [s]
10
-10
[2]
CT 0.13 [s]
CCT Metode yang diusulkan 0.1363 [s]
0 0
CCT Metode yang diusulkan 0.1363 [s]
0.5
1
-20
1.5
t [s] [s] Waktu
0
0.5
1
Waktu [s] t [s]
1.5
Gambar 6 Perbandingan Delta vs Waktu dan Omega vs Waktu pada Gangguan A
[3]
[4]
2.
Dengan Damping Pada titik gangguan E, simulasi dilakukan dalam waktu 1.5 detik. Dari Gambar 8 dan Gambar 9 terlihat terjadi kondisi multiswing instability yakni kondisi ketidakstabilan setelah beberapa ayunan dan nilai CCT yang diperoleh dari metode yang diusulkan adalah 0.2773 sedangkan dengan metode TDS didapatkan waktu pemutusan kritis kondisi stabil, “warna biru” adalah 0.29 dan waktu pemutusan kritis kondisi tidak stabil “warna merah” pada gambar 8 adalah 0.30. CCT yang diperoleh dari metode yang diusulkan ditunjukkan dengan warna hijau pada Gambar 7 dan warna biru muda pada Gambar 9. 20
[5]
[6]
IEEE/CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions, “Definition and Classification of Power System Stability,” IEEE Transaction on Power System, Vol.19, No.2, May. 2004. Grainger, Jhon. J dan William D. Stevenson, JR, Power System Analysis. New York: McGraw-Hill, Inc, Yorino, N., Kamei, Y., Zoka, Y.: “A New Method for Transient Stability Assessment Based on Critical trajectory”, Proc. of 15th Power System Computation Conference (PSCC), 2005, Paper ID: 20-3. Priyadi, Ardyono., N. Yurino., dan Mauridhi. H. P, “Critical trajectory for trasnsient stability analysis” Institut Teknologi Sepuluh Nopember , Surabaya, 2012 Priyadi, A., Yorino, N., Tanaka, M., Fujiwara, T., Zoka, Y., Kakui, H., dan Takeshita, M., “A Direct Method for Obtaining Critical clearing time for Transient Stability Using Critical Generator Conditions,” European Transactions on Electrical Power, Vol. 22, no. 5, pp. 674-687, June 2012 Yorino,N., A. Priyadi, H. Kakui, and M. Takeshita, “A New Method for Obtaining Critical Clearing Time for Transient Stability”, IEEE Transactions on Power Systems, vol. 25, no. 3, pp. 1620-1626, August 2010.
RIWAYAT HIDUP
Simulation Methode Lintasan Kritis
15
Lobbita Mandiri Utomo, lahir di Banyuwangi, 24 April 1991. Pada tahun 2009, penulis resmi diterima sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya. Penulis mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga dan selama kuliah aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasisea Teknik Elektro.
[rad/s] Omegaomega [rad/s]
10
5
CT 0.30 [s]
0
-5 CT 0.29 [s]
-10 CCT Metode yang diusulkan 0.2773 [s]
-15
0
1
2
3
4
5 6 delta [rad]
7
8
9
10
Delta [rad/s]
Gambar 7 Perbandingan Omega dan Delta pada Gangguan B 10
20 Simulation Methode
Simulation Methode
Lintasan Kritis
Lintasan Kritis
9
15 8
10
omega [rad] Delta [rad/s]
delta[rad/s] [rad] Omega
7 6 5 4
CT 0.30 [s]
3
CT 0.30 [s]
5
0
-5
2
CT 0.29 [s]
CT 0.29 [s]
-10
1 CCT Metode yang diusulkan 0.2773 [s]
0
0
0.5
CCT Metode yang diusulkan 0.2773 [s]
1 t [s] Waktu [s]
1.5
-15
0
0.5
t [s] Waktu [s]
1
1.5
Gambar 8 Perbandingan Delta vs Waktu dan Omega vs Waktu pada Gangguan B