JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5
1
Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Sintesis Dye Komposit dari Garcinia mangostana, Celosia cristata, Beta vulgaris rubra dan Musa aromatica pada Fraksi Volume TiO2 Optimum Rizki Amelia, Doty Dewi Risanti, dan Dyah Sawitri
Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail:
[email protected] Abstrak—Usaha untuk meningkatkan efisiensi DSSC terus dilakukan seperti mencampurkan berbagai pewarna atau membuat layer pewarna atau yang biasa disebut co-sensitization. Selain itu, variasi fraksi volume TiO 2 juga dilaporkan mampu meningkatkan efisiensi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, 90% anatase : 10% rutile merupakan fraksi volume TiO 2 yang optimum. Penelitian ini menggunakan kulit manggis, bunga jengger ayam, buah bit merah dan kulit pisang mas sebagai pewarna yang masing-masing mengandung pigmen anthocyanin (A), betalain (B) dan carotenoidoid (C). Pewarna tersebut dikarakterisasi menggunakan UV-Vis dan menunjukkan absorpsi pada panjang gelombang 400,5 nm dan 440 nm untuk kulit manggis, 387 nm dan 475 nm untuk bunga jengger ayam, 485 nm untuk buah bit merah serta 420 nm, 440 nm, 475 nm dan 665 nm untuk kulit pisang mas. Dari berbagai pewarna tersebut akan divariasikan dengan susunan single layer komposit dan multi layer. TiO 2 disintesis menggunakan metode co-precipitation. Ukuran partikel yang dihasilkan adalah 20,06 nm untuk anatase and 69,07 nm untuk rutile dengan menggunakan persamaan Scherrer. DSSC difabrikasi dengan variasi fraksi volume TiO 2 100% anatase dan 90% anatase : 10% rutile. Kurva arustegangan (I-V) DSSC yang dihasilkan oleh sampel dengan pigmen anthocyanin-carotenoid baik susunan single layer komposit maupun multi layer sebesar 0,039% dan 0,047%. Variasi dengan tambahan pigmen betalain hanya menghasilkan efisiensi yang rendah disebabkan oleh cepatnya laju degradasi pewarna. Kata kunci: DSSC, single layer, multi layer, fraksi volume.
I. PENDAHULUAN
S
aat ini minyak bumi masih menjadi sumber energi utama bagi negara Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan bahwa penggunaan minyak bumi mencapai 50,9%. [1]. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara menggunakan sumber energi terbarukan. Salah satu energi terbarukan yang berpotensi di wilayah Indonesia yaitu sel surya. Namun dalam pembuatan sel surya konvensional membutuhkan biaya yang mahal dan proses yang sulit [2]. Pada tahun 1991, Brian O’Regan dan Michael Grätzel mengembangkan sel surya tersensitasi atau bisa disebut Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) [3]. Dalam proses pembuatan DSSC tidak memerlukan biaya yang banyak jika dibandingkan
dengan sel surya konvensional. Selain itu, DSSC juga ramah lingkungan. DSSC tersusun dari beberapa komponen yaitu semikonduktor oksida, pewarna, counter elektroda dan elektrolit [4]. Di dalam DSSC, pewarna memiliki peranan yang penting dimana berfungsi sebagai penyerap foton dari sinar matahari [5]. Pada penelitian sebelumnya, DSSC yang menggunakan pewarna yang berasal dari ruthenium complex menghasilkan efisiensi sebesar 11-12 % [4]. Namun proses sintesisnya sulit dan membutuhkan biaya yang mahal sehingga pewarna alami menjadi pilihan yang dapat digunakan sebagai zat pewarna karena jumlahnya yang melimpah dan harganya yang murah [6]. Secara umum pewarna alami yang digunakan pada DSSC berasal dari bunga, daun dan buah. Selain harganya yang murah dan jumlahnya melimpah, proses pembuatan pewarna alami terbilang mudah [4]. Namun beberapa pewarna yang telah digunakan merupakan sumber pangan seperti kunyit, beras hitam, bayam dan kol merah. Oleh karena itu, terdapat alternatif penggunaan pewarna alami dari bunga, daun maupun buah seperti kulit buah manggis, bunga jengger ayam, kulit pisang mas yang masih jarang digunakan. Selain zat pewarna, semikonduktor juga memiliki peranan penting untuk meningkatkan efisiensi DSSC. Semikonduktor yang biasa digunakan pada DSSC yaitu TiO 2 [2] . Secara umum, TiO 2 memiliki tiga fasa yaitu anatase, rutile dan brookite. Namun fasa yang sering ditemukan yaitu fasa anatase dan rutile. Berdasarkan penjelasan di atas, pada penelitian ini akan dilakukan fabrikasi DSSC dengan menggunakan pewarna komposit yang berasal dari kulit manggis yang mengandung pigmen anthocyanin, campuran bunga jengger ayam dan buah bit merah yang mengandung pigmen betalain serta kulit pisang mas yang mengandung pigmen carotenoid dengan fraksi volume TiO 2 sebesar 100 % anatase dan 90% anatase : 10% rutile. II. URAIAN PENELITIAN Pewarna alami yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 4 macam yaitu kulit manggis, bunga jengger ayam, buah bit merah dan kulit pisang mas. Ekstraksi kulit manggis menggunakan soxhlet extractor dengan perbandingan bubuk
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5
Jenis Layer
Single Layer
Multi Layer
Tabel 1. Sampel DSSC berdasarkan jenis layer Nama Jenis Sampel Sampel AB Anthocyanin + Betalain AC
Anthocyanin + Carotenoid
ABC
Anthocyanin + Betalain +Carotenoid
A’B’
Anthocyanin + Betalain
A’C’
Anthocyanin + Carotenoid
A’B’C’
Anthocyanin + Betalain +Carotenoid
A’C’B’
Anthocyanin + Carotenoid + Betalain
Pewarna yang digunakan dalam penelitian ini seperti kulit manggis, bunga jengger ayam, buah bit merah dan kulit pisang mas serta campuran dari beberapa pigmen seperti pigmen anthocyanin dan betalain, anthocyanin dan carotenoid serta anthocyanin, betalain dan carotenoid diuji menggunakan UVVis spectrophotometer. Sebelum pengujian, larutan pewarna tersebut diencerkan sebanyak 10 kali agar dapat dibaca oleh alat uji karena UV1100 Spectrophotometer tidak dapat membaca nilai spektrum absorbansi apabila larutan pewarna terlalu keruh maupun terlalu pekat. Panjang gelombang yang
digunakan pada pengujian ini sebesar 380 – 700 nm. Selain itu, serbuk TiO2 juga perlu diuji menggunakan XRD. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel dan tingkat kristalinitas dari TiO2 yang menggunakan sudut 15o hingga 65o. Dari hasil pengujian XRD, akan didapatkan ukuran kristal dari TiO 2 dengan menggunakan persamaan Scherrer (1) [11].
D=
kλ cos(θ ) * FWHM
(1)
Dimana D adalah ukuran kristal suatu bahan (nm), k adalah konstanta (k = 0,89), λ adalah panjang gelombang sinar-X (Cu Kλ) yang bernilai 0,154 nm, FWHM adalah Full Width Half Maximum (dalam radian), dan θ adalah sudut difraksinya. Untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk digunakanlah standar JCPDS 21-1272 untuk fasa anatase sedangkan untuk JCPDS 21-1276 untuk fasa rutile. Setelah DSSC siap, kemudian diuji IPCE dan diukur nilai arus tegangan yang dihasilkan. Proses ini mengacu pada penelitian [12]. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas
A. Pengujian XRD Serbuk TiO 2 Gambar 4.1 merupakan hasil XRD TiO 2 untuk fasa anatase dan rutile. Dari gambar tersebut dapat terlihat puncak dari masing-masing fasa. Untuk ukuran partikel fasa anatase sebesar 20,06 nm sedangkan ukuran partikel fasa rutile sebesar 69,07 nm.
Intensitas
kulit manggis terhadap ethanol 96% sebesar 1:5. Proses ini dilakukan pada suhu 200oC selama 3-5 jam. Untuk ekstraksi bunga jengger ayam dilakukan dengan menjemur bunga jengger ayam. Kemudian di oven selama 2-3 jam dengan suhu 100oC. Ekstraksi dilakukan dengan cara melarutkan bubuk bunga jengger ayam sebanyak 10 gram dalam 50 ml ethanol 96% dengan magnetic stirrer selama 10 menit pada suhu 25oC. Ekstraksi buah bit merah menggunakan metode perendaman dengan perbandingan buah bit merah terhadap larutan HCl 0,1M sebesar 1:5 selama 24 jam dalam wadah gelap. Kemudian larutan di-centrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit [7]. Sedangkan ekstraksi kulit pisang mas dilakukan dengan menjemur kulit pisang mas. Kemudian dioven selama 4 jam pada suhu 80oC. Selanjutnya kulit pisang mas direndam dalam larutan ethanol 96% dengan perbandingan sebesar 1:5 selama 2 minggu [8]. Nanopartikel TiO 2 disintesis menggunakan metode coprecipitation yang mengacu pada penelitian [9]. Endapan yang didapatkan, dioven dengan suhu 150oC selama 45 menit. Kemudian endapan dikalsinasi dengan suhu 300oC selama 4 jam untuk menghasilkan fasa anatase dan dengan suhu 1000oC selama 7 jam untuk menghasilkan fasa rutile [10]. Bubuk TiO 2 yang didapatkan dari proses kalsinasi dihaluskan menggunakan mortar. Tahapan selanjutnya yaitu pelapisan TiO 2 pada kaca TCO yang mengacu pada penelitian [9]. Pada tahap ini, terdapat dua macam fraksi volume TiO 2 yaitu 100% anatase dan 90% anatase: 10% rutile. Setelah kaca TCO yang berlapis TiO 2 disinter, kemudian didinginkan selama beberapa menit. Selanjutnya kaca TCO direndam dalam larutan pewarna. Waktu perendaman untuk pigmen anthocyanin dan carotenoid selama 12 jam. Sedangkan waktu perendaman untuk pigmen betalain selama 6 jam. Dalam penelitian ini, terdapat 7 sampel yang terbagi menjadi susunan single layer dan multi layer seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Setelah itu, DSSC dirakit menggunakan struktur sandwich yang mengacu pada . penelitian [9].
2
Rutile
R
1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 -200
R
R R
440 420 400 380 360 340 320 300 280 260 240 220
R
R
Anatase
A
A
20
30
40
50
A
60
70
2θ
Gambar 1. Hasil uji XRD TiO 2 fasa anatase dan rutile
B. Pengujian UV-Vis Pewarna Gambar 2 menunjukkan hasil pengujian UV-Vis untuk ekstrak kulit manggis, bunga jengger ayam, buah bit merah dan kulit pisang mas. Dari pengujian ini didapatkan spektrum serapan kulit manggis berada pada 400,5 nm dan 440 nm. Rentang absorbansi untuk anthocyanin berada pada 400-500 nm [13]. Untuk bunga jengger ayam terdapat dua spektrum serapan pada 387 nm dan 475 nm. Sedangkan untuk buah bit merah memiliki spektrum serapan yang berada pada 485 nm. Kedua pewarna alami tersebut termasuk dalam pigmen betalain yang memiliki spektrum serapan yang berada pada 400-600 nm [7]. Untuk kulit pisang mas memiliki empat spektrum serapan yaitu 420 nm, 440 nm, 475 nm dan 665 nm. Kulit pisang mas merupakan salah satu contoh dari pigmen carotenoid yang memiliki spektrum serapan yang berada pada 400-500 nm [14].
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5
nm. Selain itu terjadi pergeseran spektrum serapan yang semula berada pada 485 nm berubah menjadi 525 nm.
0,8 Bit Merah (Calogero, dkk., 2010)
Absorbansi
0,6
2,5
3
0,4
3,0
Anthocyanin + Caroten
2,5 0,0
400
450
500
550
600
650
700
2,0
Panjang Gelombang (nm)
0,5
Kulit Pisang Mas Bunga Jengger Ayam Bit Merah Manggis
Absorbansi
Absorbansi
0,2
0,0
1,5 1,0 0,5
400
450
500
550
600
650
700
Panjang Gelombang (nm)
0,0 400
Gambar 2. Hasil uji UV-Vis pewarna
450
500
550
600
650
700
Panjang Gelombang (nm)
Dalam penilitian ini, pigmen betalain diperoleh dari bunga jengger ayam dan buah bit merah. Maka dari itu, adanya kombinasi antara kedua pewarna tersebut. Hasil campuran kedua pewarna tersebut seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. %J: %B 10 : 90 20 : 80 30 : 70 40 : 60 50 : 50 60 : 40 70 : 30 80 : 20 90 ; 10
3,0 2,5
Absorbansi
2,0 1,5
Gambar 5. Hasil uji UV-Vis campuran pewarna kulit manggis dengan kulit pisang mas
Gambar 5 menunjukkan pewarna komposit yang berasal dari pigmen anthocyanin dan carotenoid. Terdapat pergeseran yang semula berada pada 440 nm menjadi 449 nm. Sedangkan untuk pigmen carotenoid mengalami penurunan spektrum serapan yang semula memiliki spektrum serapan pada 475 nm dan 665 nm menjadi tidak muncul.
1,0
3,0
0,5
2,5
Anthocyanin + Betalanin + Caroten
0,0 450
500
550
600
650
700
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 3. Hasil uji UV-Vis campuran buah bit merah dan jengger ayam
Absorbansi
2,0 400
1,5 1,0 0,5
Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa kombinasi antara 10% bunga jengger ayam dan 90% buah bit merah memiliki nilai absorbansi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kombinasi yang lain. Semakin lebar spektrum serapan menunjukkan bahwa pewarna akan diserap pada nanopartikel TiO 2 dengan baik sehingga akan meningkatkan absorpsi cahaya oleh nanopartikel TiO 2 pada daerah cahaya tampak [14]. 3,0
Anthocyanin + Betalanin
2,5
Absorbansi
2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 400
450
500
550
600
650
700
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 4. Hasil uji UV-Vis campuran pewarna kulit manggis dengan bunga jengger ayam dan buah bit merah
Gambar 4 menunjukkan hasil uji UV-Vis untuk pewarna komposit yang berasal dari pigmen anthocyanin dan betalain. Terdapat penambahan spektrum serapan pada 400 nm dan 525
0,0 400
450
500
550
600
650
700
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 6. Hasil uji UV-Vis campuran pewarna kulit manggis dengan bunga jengger ayam, buah bit merah dan kulit pisang mas
Gambar 6 menunjukkan hasil uji UV-Vis pewarna komposit dengan menggunakan campuran pigmen anthocyanin, betalain dan carotenoid. Puncak dari pigmen anthocyanin masih tampak (~ 400,5 nm). Begitu pula untuk pigmen betalain dan carotenoid (~ 550 nm dan 665 nm) namun kedua puncak tersebut mengalami penurunan nilai absorbansi. C. Spektrum IPCE Gambar 7 menunjukkan nilai spektrum IPCE dari multi layer,single layer komposit dan pigmen anthocyanin, betalain dan carotenoid. Didapatkan hasil bahwa pigmen betalain memiliki nilai IPCE tertinggi sebesar 0,00485% . Untuk susunan single layer komposit, sampel AB (90:10) memiliki nilai IPCE tertinggi sebesar 0,00918%. Sedangkan untuk susunan multi layer, sampel A’B’C’ (100) memiliki nilai IPCE tertinggi sebesar 0,00463%. Setelah proses fabrikasi, sampel harus segera diuji IPCE agar pewarna tidak mengalami degradasi yang mengakibatkan nilai IPCE menurun.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 AB (100) AC(100) ABC (100) AB (90:10) AC (90:10) ABC (90:10) A'B' (100) A'C' (100) A'B'C' (100) A'C'B' (100) A'B' (90:10) A'C' (90:10) A'B'C' (90:10) A'C'B' (90:10) Anthocyanin (100) Betalain (100) Carotenoid (100)
0,010
0,008
IPCE (%)
0,006
0,004
0,002
4 Gambar 10 menunjukkan karakteristik I-V pada single layer komposit pada fraksi volume TiO 2 90% anatase : 10% rutile Gambar 10 menunjukkan single layer komposit ABC pada 90% anatase :10% rutile memiliki nilai Jsc tertinggi. Sedangkan nilai Voc tertinggi terdapat pada sampel anthocyanin 90% anatase : 10% rutile. AB (90:10) AC (90:10) ABC (90:10) Anthocyanin (90:10)
30
25
0,000 350
400
450
500
550
600
650
700 20
Gambar 7. Spektrum IPCE pewarna tunggal single layer komposit dan multi layer. Pigmen anthocyanin diambil dari penelitian [9]
D. Performansi DSSC Gambar 8 menunjukkan karakteristik I-V pigmen anthocyanin, betalain dan carotenoid pada 100% anatase. Karakteristik I-V menunjukkan bahwa pigmen betalain dan carotenoid memiliki nilai Jsc dan Voc yang tidak jauh berbeda. Namun pigmen anthocyanin memiliki nilai Jsc dan Voc yang lebih rendah dibandingkan dengan pigmen betalain dan carotenoid. Hal tersebut dikarenakan transfer elektron dari pigmen betalain dan carotenoid ke pita konduksi semikonduktor TiO 2 berlangsung cepat. Anthocyanin (100) Betalain (100) Carotenoid (100)
20 18 16
Arus (µA)
Panjang Gelombang (nm)
15
10
5
0 0
50
100
150
200
250
300
Gambar 10. Kurva I-V DSSC dengan susunan single layer komposit dengan fraksi volume 90% anatase : 10% rutile. Pigmen anthocyanin diambil dari penelitian [12]
Gambar 11 menunjukkan karakteristik I-V pada multi layer pada fraksi volume TiO 2 100% anatase. Gambar 11 menunjukkan karakteristik I-V pada multi layer pada fraksi volume TiO 2 100% anatase. Terlihat bahwa sampel A’C’ memiliki bentuk kurva yang mendekati ideal dengan nilai Jsc dan Voc yang hampir sama dengan sampel A’B’. A'B' (100) A'C' (100) A'B'C' (100) A'C'B' (100)
14
Arus (µΑ)
350
Tegangan (mV)
12 20
10 8
15
Arus (µA)
6 4 2
10
0 0
50
100
150
200
250 5
Tegangan (mV)
Gambar 8. Kurva I-V pewarna tunggal. Pigmen anthocyanin diambil dari penelitian [9]
Gambar 9 menunjukkan karakteristik I-V pada single layer komposit pada fraksi volume TiO 2 100% anatase. Gambar 9 menunjukkan single layer komposit AC pada 100% anatase memiliki nilai Jsc dan Voc tertinggi. Meskipun hasil UV-Vis antara pigmen anthocyanin dengan single layer komposit AC memiliki hasil yang tidak jauh berbeda akan tetapi hasil karakteristik I-V untuk single layer komposit AC lebih besar daripada pigmen anthocyanin.
0 0
150
200
250
300
Gambar 11. Kurva I-V DSSC dengan susunan multi layer dengan fraksi volume 100% anatase
Gambar 12 menunjukkan karakteristik I-V pada multi layer pada fraksi volume TiO 2 90% anatase : 10% rutile. Gambar 12 menunjukkan karakteristik I-V pada multi layer pada 90% anatase :10% rutile. Terlihat bahwa sampel A’C’ memiliki nilai Jsc tertinggi sebesar 24 mA.cm-2. A'B' (90:10) A'C' (90:10) A'B'C' (90:10) A'C'B' (90:10)
25
20
20
Arus (µA)
Arus (µA)
100
Tegangan (mV)
AB (100) AC (100) ABC (100) Anthocyanin (100)
25
50
15
10
5
15
10
5
0
0
0
50
100
150
200
250
Tegangan (mV)
Gambar 9. Kurva I-V DSSC dengan susunan single layer komposit dengan fraksi volume 100% anatase. Pigmen anthhocyanin diambil dari penelitian [9]
0
50
100
150
200
250
300
Tegangan (mV)
Gambar 12. Kurva I-V DSSC dengan susunan multi layer dengan fraksi volume 90% anatase : 10% rutile
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5
5
Nilai efisiensi dari masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2 Hasil Pengukuran dan Perhitungan Melalui Persamaan (4-6) (* penelitian [9]), (** penelitian [12]) Fraksi J sc V oc Pewarna FF Volume (A:R) (mA/cm2) (mV)
Single Layer
Multi Layer
AB (100)
0,30
0,0516
165,33
0,017
AC (100)
0,21
0,100094
242
0,033
ABC (100)
0,16
0,050116
198
0,011
Anthocyanin*
0,47
0,028
198
0,015
AB (90:10)
0,33
0,0536
300
0,035
AC (90:10)
0,23
0,088
296
0,039
ABC (90:10)
0,13
0,1084
266,125
0,026
Anthocyanin**
0,42
0,104
347
0,076
A’B’ (100)
0,20
0,07696
255
0,027
A’C’ (100)
0,27
0,0724
243,29
0,031
A’B’C’ (100)
0,20
0,064
180,8889
0,016
A’C’B’
0,26
0,062
84
0,009
A’B’ (90:10)
0,20
0,0692
163
0,015
A’C’ (90:10)
0,28
0,096
258,75
0,047
0,23
0,0704
188,5455
0,020
0,34
0,0588
267
0,036
Anthocyanin*
0,47
0,028
198
0,015
Betalain
0,31
0,0704
238
0,035
Caroten
0,38
0,0596
227
0,034
A’B’C’ (90:10) A’C’B’ (90:10) Pewarna tunggal
η (%)
Dari semua DSSC yang telah difabrikasi, susunan multi layer memiliki efisiensi tertinggi terdapat pada sampel A’C’ (90:10) sebesar 0,047 %. Sedangkan untuk susunan single layer, efisiensi terbaik terdapat pada sampel AC (90:10) sebesar 0,039%. Sedangkan untuk pewarna yang tunggal yang memiliki efisiensi tertinggi terdapat pada sampel betalain dengan efisiensi sebesar 0,035 %. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan analisa yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa susunan layer mempengaruhi nilai efisiensi yang dihasilkan oleh DSSC. Susunan multi layer memiliki pengaruh yang signifikan terhadap eisiensi DSSC. Efisiensi yang terbaik dihasilkan oleh susunan multi layer dengan nilai sebesar 0,047% dengan sampel A’C’ 90:10. Sedangkan untuk susunan single layer memiliki nilai efisiensi tertinggi sebesar 0,039% dengan sampel AC 90:10. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Energi, Laboratorium XRD dan Laboratorium Lingkungan LPPM ITS atas bantuan penggunaan furnace dan karakterisasi
UV-Vis dan XRD. Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian Kompetitif Nasional skema “Strategis Nasional” yang didanai DIKTI dengan no. kontrak : 07555.28/IT2.7/PN.01.00/2014. DAFTAR PUSTAKA [1] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010. “Integrasi Kebijakan energi Regional dan Nasional”. [2] M.Grätzel, 2003. “Review Dye-sensitized Solar Cells”. Journal of Photochemistry and Photobiology C, vol. 4, hal. 145 – 153. [3] B. O’Regan., M. Grätzel, 1991. “A Low-Cost, High-Efficiency Solar Cell Based On Dye Sensitized Colloidal TiO 2 Films” Nature. 353, hal. 737– 740. [4] H. Zhou, W. Liqiong, G. Yurong, M. Tingli, 2011. “Dye-Sensitized Solar Cells Using 20 Natural Dyes As Sensitizers”. Journal of Photochemistry and Photobiology A Chemistry 219, hal. 188–194. [5] Z. X. Chemistry, 2012. “Characterization of the Dye Sensitized Solar Cell”. Major Qualifying Project, Worcester Polytechnic Institute. [6] K. Wongcharee, V. Meeyoo, S. Chavadej, 2007.” Dye-Sensitized Solar Cell Using Natural Dyes Extracted from Rosella and Blue Pea Flowers”. Solar Energy Materials & Solar Cells, vol 91, hal 566–571. [7] G. Calogero, G. Di Marco, S. Cazzanti, S. Caramori, R. Argazzi, A. Di Carlo, C.A. Bignozzi, 2010. “Efficient Dye Sensitized Solar Cells Using Red Turnip and Purple Wild Sicilian Prickly Pear Fruits”. International Journal of Molecular Sciences. 11, 254-267. [8] E.C. Prima, B. Yuliarto, B., Suyatman, 2013. “Performance of Natural Carotenoids from Musa aromatica and Citrus medica var Lemon as Photosensitizers for Dye-Sensitized Solar Cells with TiO 2 Nanoparticle”. Advanced Materials Research. Vol 789, pp. 167-170. [9] S. Agustini, 2013.“ Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell Berdasarkan Fraksi Volume TiO 2 Anatase-Rutile Dengan Garcinia mangostana Dan Rhoeo spatachea sebagai Dye Fotozensitizer”. Tugas Akhir, ITS. [10] A.L. Castro, M.R. Nunes, A.P. Carvalho, F.M. Costa, M.H. Florencio, 2008. “Synthesis of Anatase TiO 2 Nanoparticles With High Temperature Stability And Photocatalytic Activity”. Solid State Sciences vol. 10, hal. 602 – 606. [11] M. Sardela, “X-ray Analysis Methods. Advanced Materials Characterization Workshop”. The Frederick Seitz Materials Research Laboratory – University of Illinois at Urbana-Champaign. [12] B. Lestari, 2014. “Optimalisasi Fraksi Volume TiO 2 Anatase dan Rutile terhadap Efisiensi DSSC (Dye Sensitized Solar Cell”. Tugas Akhir, ITS. [13] H. Chang, danY.J. Lo, 2010. “Pomegranate Leaves And Mulberry Fruit as Natural Sensitizers for Dye-Sensitized Solar Cells. Journal of Solar Energy vol. 84, hal. 1833 – 1847. [14] K.V. Hemalatha, S.N. Karthick, C.J. Raj, N-Y Hong, S-K Kim, H-J Kim, 2012. “Performance of Kerria japonica and Rosa chinensis Flower Dyes as Sensitizers for Dye-Sensitized Solar Cells. Spectrochimica Acta Part A : Molecular and Biomolecular Spectroscopy. 96, 305-309.