JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) ISSN: 2301-9271
1
Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Start Of Injection Dan Durasi Pemasukan Bahan Bakar Compressed Natural Gas Terhadap Performa Mesin Diesel Sistem Dual Fuel Zefirinus Wisnu dan Bambang Sudarmanta Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak—Tujuan dari penggunaan compressed natural gas (CNG) pada mesin diesel, antara lain: untuk mengurangi konsumsi minyak solar sehingga dapat mengurangi biaya operasional, yang kedua untuk mengurangi emisi / kadar polutan pada gas buang yang dihasilkan. Berikut ini adalah beberapa pengembangan mesin diesel sistem dual fuel, antara lain: high pressure injection gas (HPIG), low pressure injection gas (LPIG), combustion air – gas integration (CAGI). Beberapa kekurangan pada pengoperasian mesin diesel sistem dual fuel dengan beberapa metoda di atas, antara lain: CAGI diantaranya, terdapat bahan bakar gas terbuang / losses pada proses pemasukan bahan bakar gas saat langkah overlap, dan terjadi penurunan nilai AFR yang berpengaruh pada kualitas pembakaran, pada LPIG losses bahan bakar gas sudah bisa dihindari, namun penurunan nilai AFR secara signifikan masih terjadi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk dapat meningkatkan performa mesin diesel sistem dual fuel dengan bahan bakar minyak solar dan cng. Mekanisme eksperimen kali ini, yaitu: pemasukkan bahan bakar compressed natural gas (CNG) melalui injektor yang ditempatkan di leher saluran udara masuk, yang dikontrol oleh electronic control unit (ECU) Programmable. Metode yang digunakan untuk mengetahui nilai pengaturan yang optimum adalah dengan melakukan mapping start of injection dan durasi injeksi CNG melalui software VEMSTUNE pada komputer. Start of injection yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60°,90°, 120° dan 150° after top dead center (ATDC) dan durasi injeksi sebesar 40°, 50°, 60°, dan 70° crank angle. Pengujian dilakukan dengan putaran mesin konstan pada 2000 rpm dan pembebanan bervariasi dari 500 Watt sampai 4000 Watt dengan interval 500 Watt. Hasil yang didapatkan dari eksperimen yang dilakukan kali ini, antara lain: performa yang lebih optimal dibandingkan saat pengoperasian single fuel. Pengaturan paling optimal terjadi pada durasi injeksi 70° CA, dan start of injection 150° CA ATDC, CNG dapat menggantikan porsi bahan bakar solar hingga 67.49 %, dan SFC solar rata-rata mengalami penurunan sebesar 69.85 %, tetapi SFC dual fuel ratarata meningkat hingga 66.16 % dibandingkan SFC single fuel. Pada sistem dual-fuel dengan pengaturan 70° CA, dan start of injection 150° CA ATDC, nilai rata-rata efisiensi thermal turun sebesar 58.5 %, nilai AFR rata-rata turun sebesar 70.63 % dibandingkan sistem single fuel. Kata kunci: diesel dual fuel, start injeksi, durasi injeksi.
I. PENDAHULUAN
P
enggunaan natural gas pada pengoperasian mesin diesel dilakukan dengan tujuan utama, antara lain: mengurangi konsumsi minyak solar sehingga dapat mengurangi biaya operasional, serta dapat mengurangi emisi / kadar polutan pada gas buang yang dihasilkan. Natural gas memiliki sifat penyalaan seperti bensin namun dengan angka oktan yang
lebih tinggi, maka dari itu diperlukan nyala api sebagai sumber pemicu awal penyalaan. Oleh karena itu diperlukan peran dari minyak solar yaitu sebagai pilot fuel. ini terbagi menjadi tiga jenis, antara lain: Berdasarkan mekanisme pencampuran bahan bakar, pengaplikasian natural gas pada mesin diesel dibagi menjadi tiga tipe, antara lain: high pressure injection gas (HPIG), low pressure injection gas (LPIG), combustion air – gas integration (CAGI). Pada sistem combustion air – gas integration, terdapat beberapa kekurangan, antara lain: terdapat losses bahan bakar gas pada saat langkah overlapping katup buang dan katup hisap, serta pada saat langkah hisap berakhir pasokan bahan bakar gas tetap mengalir, permasalahan selanjutnya yaitu turunnya nilai rasio udara dan bahan bakar. Pada metoda LPIG, persoalan losses bahan bakar gas sudut bisa dihindari dengan melakukan pengaturan start injeksi. Penelitian tentang pengoperasian mesin diesel dual – fuel ini sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Jefri (2010) [1]. Metodologi eksperimen yang dilakukan, yaitu: mekanisme pemasukan gas menggunakan mixer berbentuk venturi di saluran inlet udara masuk sekaligus berfungsi sebagai pencampur udara dan gas, sistem diesel dual - fuel divariasikan melalui pengaturan tekanan pada pressure regulator yaitu sebesar 1 bar, 1.5 bar, 2 bar, 2.5 bar, 3 bar, 3.5 bar, serta variasi pembebanan dari 200 – 2000 watt. Hasil eksperimen menunjukkan rasio udara dan bahan bakar sistem diesel diesel dual - fuel nilainya berada jauh di bawah nilai air fuel ratio (AFR) dengan mode pengoperasian bahan bakar diesel dan berada di bawah batas ideal untuk pengoperasian mesin diesel. Penelitian yang dilakukan oleh Paul (2014) [2], dengan metodologi eksperimen, yaitu: variasi start pemasukan bahan bakar gas sekaligus mempengaruhi durasi, yaitu: 1730, 1310, 890, 470, 50 crank angle (CA) setelah titik mati atas (TMA) dan pemasukkan berhenti di 30 0 sesudah titik mati bawah (TMB), kemudian variasi pembebanan 20% - 100% dengan interval 20%, injector bahan bakar gas ditempatkan di saluran intake manifold udara. Dari proses eksperimen didapatkan hasil, antara lain: pada grafik nilai substitusi terbesar bahan minyak oleh gas CNG didapat dari strategi 5 kombinasi diesel dan CNG pada pembebanan 20%, dari grafik didapatkan kesimpulan seiring meningkatnya durasi pemasukkan jumlah CNG nilai specific fuel consumption (SFC) semakin meningkat, peningkatan durasi pemasukkan CNG menyebabkan menurunnya nilai efisiensi thermal, dari grafik kandungan carbon monoksida (CO) didapatkan hasil nilai kandungan CO tertinggi dihasilkan oleh
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) ISSN: 2301-9271 strategi 5 kombinasi diesel dan CNG, hal ini menunjukkan bahwa seiring peningkatan jumlah pasokan CNG, maka menyebabkan nilai campuran udara dan bahan bakar menjadi semakin kecil atau miskin. Hal ini menyebabkan ignition delay bahan bakar pilot meningkat dan pembakaran menjadi terlambat sehingga bahan bakar tidak bias terbakar dengan sempurna. Penelitian yang Dilakukan oleh Arif (2015) [3], dengan melakukan start of injection yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35°, 40° dan 45° after top dead center (ATDC) dikombinasi dengan durasi injeksi sebesar 25, 23 dan 21 milisecond (ms). Hasil eksperimen menunjukkan rasio udara dan bahan bakar sistem diesel diesel dual - fuel nilainya berada di bawah nilai AFR dengan mode pengoperasian bahan bakar diesel, berada di zona ideal untuk pengoperasian mesin diesel. Hasil yang didapatkan dari penelitian menunjukkan bahwa pengaturan paling optimal terjadi pada start of injection 45° ATDC dengan durasi injeksi 25 ms, yaitu terjadi peningkatan SFC dual fuel rata-rata yang paling kecil sebesar 31,51%. Hal tersebut menurunkan SFC solar rata-rata sebesar 55,64% atau terjadi substitusi solar oleh CNG sebesar 47,15%. Berdasarkan atas beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada pengoperasian mesin diesel sistem dual - fuel menyebabkan nilai campuran bahan bakar menjadi semakin kaya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengaturan pasokan bahan bakar gas untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu: melalui melakukan pengaturan start of injection CNG lebih terlambat, serta dengan durasi injeksi CNG yang lebih pendek dari percobaan sebelumnya dengan tekanan CNG yang lebih tinggi dari penelitian terdahulu. Harapan dari eksperimen tersebut, ialah: mendapatkan nilai campuran udara dan bahan bakar yang lebih tinggi dan masuk ke dalam range ideal untuk pembakaran pada compression ignition (CI) engine, meningkatkan pasokan CNG masuk lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai subtitusi minyak solar dengan CNG.
2
B. Profil Induksi Udara Masuk Menurut Heywood [5].
Gambar 2 Grafik Profil Udara terhadap derjat crankshaft.
Gambar di atas merupakan grafik profil mass flowrate udara masuk ke ruang bakar (ṁi) pada langkah hisap dan udara exhaust pada langkah buang (ṁe) terhadap posisi derajat crankshaft. Grafik ini dihasilkan pada pengoperasian mesin empat langkah penyalaan busi pijar, pada putaran konstan 1500 rpm, pada bukaaan throttle 100%. Pada grafik dapat dilihat bahwa daya hisap maksimal / induksi maksimal terjadi pada posisi crankshaft di tengah antara 360° - 540° crank angle, kemudian terjadi penurunan sampai nilai nol (0) pada beberapa derajat sebelum 540° CA atau mendekati akhir langkah hisap. C. Durasi Injeksi Durasi injeksi merupakan lamanya periode pemasukkan bahan bakar berdasarkan posisi derajat crank angle kemudian dikonversi ke satuan waktu. Karena sistem pengontrolan durasi injeksi yang digunakan menggunakan kontrol satuan waktu. Berikut ini rumusan yang digunakan, yaitu: 60 𝑥 𝛳 𝑥 106 Durasi injeksi (ms) = 360° 𝑥 𝑁 (𝑟𝑝𝑚) Dimana: N = putaran engine (rpm). ϴ =derajat crank angle.
II. URAIAN PENELITIAN A. Valve timing diagram. Di bawah ini merupakan gambar diagram bukaan katup pada mesin yang digunakan pada proses eksperimen T kali ini. M
5
1
Tekan
2 Hisap
120°
Gambar 1 diagram bukaan katup.
Katup intake membuka Katup intake menutup Katup exhaust membuka Katup exhaust menutup
: 5° crank angle ATDC. : 220° crank angle ATDC. : 160° crank angle ATDC. : 15° crank angle ATDC.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Experimental apparatus Penelitian dilakukan dengan menggunakan mesin diesel 6 kW, 4 langkah, dengan rasio kompresi 18:1 yang dikopel dengan generator listrik “Daiho” 6 Kw dengan menggunakan sistem pembebanan lampu. Bahan bakar diesel yang digunakan adalah minyak solar produksi PT Pertamina. Pengujian dilakukan dengan putaran mesin konstan 2000 rpm dan pembebanan bervariasi dari 500 watt sampai 4000 watt dengan interval 500 watt dan setiap tahap pembebanan dilakukan pengambilan data. Tekanan CNG konstan pada besaran 3 bar. Data yang diambil antara lain laju alir udara dan CNG, waktu konsumsi minyak solar setiap 25 ml, Δ l manometer udara dan CNG, arus, tegangan dan temperatur (mesin, gas buang, pelumas, dan cairan pendingin). Sebelum dilakukan pengujian dengan sistem dual fuel maka terlebih dahulu dilakukan pengujian dengan single fuel minyak solar, hal ini dimaksudkan agar didapatkan data awal sebagai acuan/standar guna melihat perubahan parameter-parameter yang terjadi saat penerapan sistem dual fuel.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) ISSN: 2301-9271
Gambar 3 Skema Peralatan Eksperimen.
Gambar di atas merupakan gambar skema eksperimen yang dilakukan, antara lain: 1) Tangki CNG, 2) Pressure reducer, 3) Incline manometer, 4) Pitot static tube, 5) gelas ukur minyak solar, 6) Tabung minyak solar, 7) lampu pembebanan, 8) Generator, 9) mesin diesel, 10) injector CNG. Penentuan start of injection CNG didasarkan pada kondisi aktual durasi efektif katup udara masuk terbuka pada mesin diesel yang digunakan, yaitu dari 15° - 220° CA. Start of injection bahan bakar CNG dimulai pada 60°, 90°, 120°, 150° crank angle (CA) after top dead center (ATDC), serta durasi injeksi sebesar 40°,50°, 60° dan 70° crank angle.
3
akan lebih banyak untuk menjaga putaran engine konstan, karena pada saat beban listrik ditambah maka beban putaran generator bertambah berat dan putaran engine turun. Putaran tersebut dinaikkan kembali, dengan melakukan kontrol pada jumlah bahan bakar minyak solar yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar melalui mekanisme pada pompa injeksi minyak solar yang diatur oleh governor. Pada grafik di atas terlihat kecenderungan bahwa tidak ada perbedaan nilai daya yang dihasilkan antara pengoperasian dual-fuel dan single-fuel. Hal ini disebabkan oleh karena pada pengoperasian dual-fuel, putaran mesin dijaga konstan untuk mendapatkan tegangan listrik yang stabil, dengan mengatur jumlah pasokan laju alir minyak solar dengan mekanisme governor. Laju alir massa bahan bakar gas yang masuk dijaga konstan sesuai dengan tekanan yang diatur melalui tekanan keluar pada pressure regulator. B. Torsi. Di bawah ini adalah grafik torsi fungsi beban untuk percobaan single- fuel dan dual- fuel. Di sini ditampilkan grafik dari nilai durasi injeksi terkecil dan durasi injeksi terbesar, yaitu: 40° crank angle dan 50° crank angle.
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Daya Efektif. Gambar di bawah ini merupakan grafik nilai daya efektif fungsi beban. Di sini ditampilkan grafik dari nilai durasi injeksi terkecil dan durasi injeksi terbesar, yaitu: 40° crank angle dan 50° crank angle.
Gambar 4. 3 Grafik torsi fungsi beban pada DI 40° CA.
Gambar 4. 1 Grafik daya fungsi beban pada DI 40° CA. Gambar 4. 4 Grafik torsi fungsi beban pada DI 70° CA.
Gambar 4. 2 Grafik daya fungsi beban pada DI 70° CA.
Grafik nilai daya di atas mempunyai Trend nilai daya naik seiring dengan meningkatnya nilai beban yang diterima. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya beban listrik maka jumlah minyak solar yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar
Grafik torsi mesin fungsi beban listrik ini memiliki karakteristik yang sama dengan grafik daya efektif, yaitu nilai torsi meningkat seiring dengan meningkatnya beban yang diterima mesin. Pada pengujian kali ini putaran mesin berputar secara stasioner, maka perubahan nilai torsi bergantung variasi daya efektif yang pada akhirnya bentuk grafik yang ditunjukkan sama dengan bentuk grafik yang ditunjukkan oleh grafik daya efektif fungsi beban listrik. Pada grafik ini didapatkan tidak ada perbedaan signifikan antara nilai torsi sistem single-fuel dan dual-fuel, hal ini dikarenakan perubahan nilai arus dan tegangan yang dihasilkan oleh generator juga relatif kecil karena putaran mesin yang dijaga konstan di putaran 2000 rpm dengan melakukan kontrol pada pemasukkan bahan bakar minyak solar menggunakan mekanisme governor.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) ISSN: 2301-9271
4
C. Brake Mean Effective Pressure. Brake mean effective pressure atau tekanan efektif rata-rata didefinisikan dengan tekanan tetap rata-rata teoritis yang bekerja sepanjang langkah kerja piston.
Gambar 4. 8 Grafik SFC minyak solar fungsi beban pada DI 40° CA. Gambar 4. 5 Grafik BMEP fungsi beban pada DI 40° CA.
Gambar 4. 6 Grafik BMEP fungsi beban pada DI 70° CA.
Grafik bmep terlihat mempunyai kecenderungan linear naik seiring dengan bertambahnya beban. Apabila ditinjau dari fenomena yang terjadi di dalam mesin, kenaikan beban akan menyebabkan perubahan air-fuel ratio (AFR) ke arah campuran kaya bahan bakar. Semakin banyak bahan bakar yang diledakkan di ruang bakar, maka tekanan ekspansi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kenaikan BMEP seiring dengan kenaikan beban. Grafik juga menunjukkan tidak ada perbedaan tekanan rata-rata yang signifikan antara sistem single fuel dan dual fuel, hal ini disebabkan perubahan nilai arus dan tegangan yang dihasilkan oleh generator juga relatif kecil karena putaran mesin yang dijaga konstan di putaran 2000 rpm dengan melakukan kontrol pada pemasukkan bahan bakar minyak solar menggunakan mekanisme governor. D. SFC Minyak Solar. Di bawah ini merupakan grafik konsumsi spesifik minyak solar fungsi beban pada pengoperasian single-fuel dan dual fuel.
Pada Gambar di atas dapat dilihat perbandingan konsumsi bahan bakar spesifik minyak solar untuk pengoperasian single-fuel dan dual-fuel dengan variasi durasi injeksi dan start of injection. Nilai konsumsi spesifik minyak solar pada sistem dual-fuel mengalami penurunan dibandingkan pengoperasian dengan sistem single-fuel. Dari pengoperasian sistem dual-fuel ini didapatkan hasil bahwa nilai konsumsi spesifik minyak semakin kecil seiring dengan penambahan besaran durasi injeksi dan start of injection. Dengan meningkatnya durasi injeksi, maka besar energi yang masuk ke ruang bakar meningkat, dimana CNG memiliki nilai kalor bahan bakar yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak solar, yaitu: sebesar 47.141 kj/kg, sedangkan nilai kalor minyak solar sebesar 45,519.83 kj/kg. Untuk memproduksi energi dengan putaran stasioner 2000 rpm maka laju energi yang diperlukan dari minyak solar menjadi lebih sedikit. Dengan start of injection yang semakin mundur, menyebabkan peningkatan jumlah laju alir massa udara ke ruang bakar sehingga pasokan oksigen yang diperlukan untuk proses oksidasi pilot fuel bertambah. Hal ini berpengaruh pada ignition delay periode pada proses pembakaran pilot fuel. E. Subtitusi Minyak Solar.
Gambar 4. 9 Grafik Subtitusi minyak solar fungsi beban pada DI 40° CA.
Gambar 4. 10 Grafik Subtitusi minyak solar fungsi beban pada DI 70° CA. Gambar 4. 7 Grafik SFC minyak solar fungsi beban pada DI 40° CA.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) ISSN: 2301-9271 Pada gambar di atas dapat dilihat jumlah persentase minyak solar yang digantikan oleh CNG setiap penambahan beban listrik. Trend dari grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai subtitusi solar cenderung naik sampai titik maksimum di pembebanan 37.5 % kemudian bergerak turun seiring dengan beban listrik semakin besar, konsumsi minyak solar semakin banyak untuk menjaga putaran konstan sehingga persentase pergantian semakin kecil. Pada grafik tersebut terlihat bahwa jumlah persentase penggantian minyak solar rata-rata yang terbesar terjadi pada start of injection 150° CA ATDC dengan durasi injeksi 70° CA. Dengan meningkatnya durasi injeksi, maka besar energi yang masuk ke ruang bakar meningkat, dimana CNG memiliki nilai kalor bahan bakar yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak solar, yaitu: sebesar 47.141 kj/kg, sedangkan nilai kalor minyak solar sebesar 45,519.83 kj/kg. Untuk memproduksi energi dengan putaran stasioner 2000 rpm maka laju energi yang diperlukan dari minyak solar menjadi lebih sedikit. Dengan pengaturan start of injection yang semakin mundur dapat meningkatkan jumlah laju alir massa udara ke ruang bakar sehingga pasokan oksigen yang diperlukan untuk proses oksidasi pilot fuel bertambah. Hal ini berpengaruh pada ignition delay periode pada proses pembakaran pilot fuel. F. Effisiensi Thermal. Efisiensi thermal (ηth) adalah ukuran besarnya pemanfaatan energi yang tersimpan dalam bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh motor pembakaran dalam, semakin tinggi nilai effisiensi thermal berarti semakin tinggi energi yang dapat diubah menjadi daya. Di bawah ini adalah grafik Efisiensi thermal (ηth) fungsi beban pada sistem operasi single-fuel dan dual-fuel pada durasi injeksi 40°, dan 70° CA.
5
yang dioperasikan dengan variasi durasi injeksi dan start injeksi. Hal ini disebabkan karena pada dual fuel, besar energi input melalui bahan bakar yang masuk ke ruang bakar lebih besar untuk beban yang sama. Grafik juga menunjukkan bahwa efisiensi termal cenderung naik seiring bertambahnya beban sampai pada nilai maksimum, kemudian nilainya menurun. Dari variasi durasi injeksi dan start of injection bahan bakar CNG menunjukkan efesiensi thermal (ηth) terbaik terjadi pada durasi injeksi 70° CA, dan strart of injection dengan derajat sebesar 150o CA ATDC. Hal ini menunjukkan bahwa besar derajat start injeksi yang optimum untuk menghasilkan efesiensi maksimal ketika menggunakan bahan bakar CNG sebesar 150° CA ATDC karena dengan meningkatnya durasi injeksi maka jumlah massa bahan bakar CNG yang masuk ke ruang bakar meningkat sehingga jumlah energi yang masuk ke ruang bakar semakin meningkat. Besar energi yang meningkat untuk menghasilkan besaran energi untuk sebuah besaran daya yang konstan di setiap bebannya membuat laju alir massa minyak solar berkurang. Meningkatnya nilai efesiensi thermal (ηth) seiring dengan start of injection yang dimundurkan, hal ini disebabkan oleh jumlah laju alir udara masuk meningkat sehingga proses pembakaran yang lebih sempurna (ignition delay periode berkurang) sehingga dapat mengurangi laju alir massa minyak solar. G. Air Fuel Ratio Gambar 4.7 di bawah merupakan grafik nilai AFR fungsi beban dengan variasi durasi injeksi 40°, dan 70° crank angle, yaitu nilai minimal dan maksimal dari variasi durasi injeksi yang dilakukan.
Gambar 4. 13 Grafik AFR fungsi beban pada DI 40° CA. Gambar 4. 11 Grafik Effisiensi Thermal fungsi beban pada DI 40° CA.
Gambar 4. 14 Grafik AFR fungsi beban pada DI 70° CA. Gambar 4. 12 Grafik Effisiensi Thermal fungsi beban pada DI 70° CA.
Dari gambar di atas terlihat bahwa efisiensi termal tertinggi ada pada penggunaan single-fuel, dan kemudian diikuti penurunan nilai efisiensi termal saat laju alir massa CNG
Pada setiap pengaturan start of injection dan durasi injeksi, nilai AFR turun sejalan dengan penambahan beban listrik. Hal ini disebabkan karena untuk mengatasi pertambahan beban, mesin harus menghasilkan daya yang besar pula. Daya yang semakin besar ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang semakin banyak, dan bahan bakar yang ditambah
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) ISSN: 2301-9271 adalah solar karena bahan bakar CNG dimasukkan secara konstan dengan tekanan 3 bar. Pada grafik di atas didapatkan nilai AFR tertinggi pada pengoperasian dual-fuel pengaturan durasi injeksi 60° CA, dan start of injection 150° CA ATDC. Hal ini disebabkan karena pada setiap peningkatan durasi injeksi bahan bakar CNG terjadi pengurangan nilai laju alir minyak solar, yang disebabkan oleh peningkatan laju energi yang masuk ke ruang bakar di mana nilai energi CNG lebih besar daripada LHV minyak solar meskipun juga terjadi penurunan nilai laju alir udara sampai titik maksimal di 60° CA kemudian di durasi injeksi 70° CA penurunan laju alir massa udara sudah terlalu besar sehingga nilai AFR turun di bawah AFR durasi 60° CA. Pemunduran titik start of injection meningkatkan nilai AFR dikarenakan terjadi peningkatan laju alir massa udara, hal ini disebabkan oleh start of injection yang dilakukan setelah bukaan maksimal dari katup intake atau mendekati akhir dari periode langkah hisap. Proses induksi udara masuk berlangsung sampai melewati titik maksimal bukaan katup untuk lebih dahulu mengisi ruang bakar, kemudian setelah besar bukaan mulai berkurang baru CNG diinjeksikan. H. Laju Energi per Siklus. Di bawah ini adalah gambar grafik nilai laju energi yang masuk ke ruang bakar pada start of injection 60° crank angle after top dead center.
0.25
Laju Energi Fungsi Beban Pada SOI 60
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Laju Eneri (kJ)
0.20
Single Fuel DI 40
0.15 0.10
DI 50
0.05
DI 60
0.00
0
12.5
25
37.5
50
62.5
75
87.5
100
(Beban %) Gambar 4. 15 Laju Energi Fungsi Beban Pada SOI 60° CA.
Trend dari grafik di atas, yaitu: nilai besar energi masuk meningkat seiring dengan peningkatan beban, hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya laju alir massa minyak solar seiring dengan meningkatnya beban dengan mekanisme pengaturan pada governor. Hal ini dilakukan untuk menjaga putaran mesin tetap konstan agar dapat menghasilkan listrik yang stabil dengan tegangan 220 volt . Dari grafik ini pula didapatkan nilai laju energi pada pengoperasian dual fuel lebih tinggi dibandingkan pengoperasian single fuel. Hal ini disebabkan oleh adanya laju alir massa masuk CNG yang mempunyai nilai kalor sedikit di atas nilai kalor minyak solar, yaitu 47141 kJ/kg sedangkan minyak solar sebesar 45519 kJ/kg.
dibandingkan pengaturan start of injection. Hal ini disebabkan oleh, nilai kalor CNG yang lebih tinggi dibandingkan minyak solar, dengan adanya peningkatan laju alir maka laju energi masuk juga meningkat. Pengaturan paling optimal terjadi pada durasi injeksi 70° crank angle (CA), dan SOI 150° CA after top dead center (ATDC), CNG dapat menggantikan porsi bahan bakar solar hingga 67.49 %. Nilai rata – rata sfc minyak solar terendah ada pada durasi injeksi 70° CA, dan variasi start injeksi 150° CA after top dead center (ATDC), dengan nilai penurunan SFC minyak solar adalah sebesar 69.6 % dibandingkan SFC minyak solar pengoperasian single-fuel. Pada grafik tersebut terlihat bahwa jumlah persentase penggantian minyak solar rata-rata yang terbesar terjadi pada start of injection 150° CA ATDC dengan durasi injeksi 70° CA. dengan solar tersubstitusi rata-rata sebesar 67,49 %. Efesiensi thermal (ηth) terbaik pada pengoperasian dualfuel terjadi pada durasi injeksi 70° CA, dan strart of injection dengan derajat sebesar 150o CA ATDC. Dimana nilai rata-rata penurunan efisiensi thermal (ηth) sebesar 58.9 % terhadap pengoperasian single fuel. Pada pengoperasian dual-fuel pengaturan durasi injeksi 60° CA, dan start of injection 150° CA ATDC didapat nilai rata-rata AFR tertinggi, dengan penurunan nilai AFR sebesar 33.14 % pada tekanan CNG 3 bar dari AFR single-fuel. Penulis merekomendasikan pengoperasian dengan durasi injeksi 70° CA dan start of injection 150° CA ATDC untuk tekanan operasi CNG 3 bar. UCAPAN TERIMA KASIH
Pada penyusunan Tugas Akhir, penulis menerapkan ilmu yang didapat selama kuliah di Teknik Mesin. Penulis tidak akan mampu menyelesaikan Tugas Akhir tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh rekan-rekan elemen Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar– Teknik Mesin ITS. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
V. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan pengambilan data dan analisa yang telah dilakukan pada eksperimen kali ini, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari eksperimen yang dilakukan, didapatkan hasil berupa durasi injeksi mempunyai pengaruh yang paling signifikan dalam peningkatan subtitusi minyak solar
6
[5]
Sauliar, J. N. (2010), “Desain Mekanisme Sistem Dual-Fuel dan Uji Unjuk Kerja Motor Diesel Stasioner Menggunakan Gas Hasil Gasifikasi dan Minyak Solar”, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh Nophember, Surabaya, 2010. Santoso, A. B. (2013), “Karakterisasi Unjuk Kerja Mesin Diesel Generator Set Sistem Dual-Fuel Solar Dan Biogas Dengan Penambahan Fan Udara Sebagai Penyuplai Udara”, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh Nophember, Surabaya, 2013. Paul, Abishek. Panua, R. S. Debroy, D. Bose, P. K. (2014), “Effect of compressed natural gas dual fuel operation with diesel and Pongamia Pinnata Methyl Ester (PPME) as pilot fuels on performance and emission characteristics of a CI (compression ignition) engine”, Energy Vol.68, hal 495-509. Arif, Ahmad. (2014), “Karakterisasi Performa Mesin Diesel Sistem Dual Fuel Solar-CNG Tipe LPIG dengan Pengaturan Start of injection Dan Durasi Injeksi CNG”, Tesis Magister, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2014. Heywood, J.B. (1988), Internal Combustion Engine Fundamental, Mc.Graw Hill, Singapore.