JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
1
Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur dan Waktu Terhadap Karakteristik Tarik Komposit Polyester Partikel Hollow Glass Microspheres Irwan Nugraha Saputra dan Putu Suwarta, ST., MSc Jurusan S1 Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Teknologi pembuatan komposit telah berkembang secara pesat dewasa ini. Salah satunya pengembangan polimer foam komposit dengan penambahan Hollow Glass Microspheres (HGM) sebagai filler. Selain dengan metode penambahan filler, sifat mekanik material polimer komposit dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kadar cross-linking dimana material polimer komposit diberi perlakuan postcuring pada suhu tinggi. Material yang diteliti merupakan campuran dari resin polyester dan HGM. Spesimen uji tarik diproduksi sesuai dimensi ASTM D3039-00 dengan variasi fraksi volume penambahan HGM 0-30%. Material ini kemudian diberi perlakuan dua tahap curing yaitu curing suhu kamar selama 1 hari kemudian post-curing di dalam oven konvensional. Variasi temperatur yang dilakukan adalah 60°C, 90°C, dan 110°C. Masing-masing temperatur post curing ditahan selama 3 dan 5 jam. Untuk mempelajari perubahan sifat mekanik yang terjadi, dilakukan pengujian tarik. Hasil yang didapatkan adalah dengan penambahan HGM maka kekuatan tarik komposit maksimum didapatkan pada penambahan fraksi volume HGM 15%. Komposit dengan kekuatan tarik maksimum didapatkan pada temperatur postcuring 90°C, diatas temperatur tersebut kekuatannya cenderung turun karena telah melewati glass transition temperatur. Waktu penahanan post-curing juga berpengaruh terhadap kekuatan tarik komposit dimana waktu post curing untuk menghasilkan kekuatan tarik maksimum adalah 5 jam sebelum mencapai glass transition temperatur komposit. Kata Kunci— hollow glass polyester, , post-curing, uji tarik.
microspheres,
komposit,
I. PENDAHULUAN
P
enggunaan komposit sebagai alternatif pengganti logam dalam bidang otomotif dan bidang dirgantara semakin meluas. Keunggulan dari material komposit ini adalah strength to weight ratio yang tinggi dibandingkan material logam. Selain itu komposit juga memiliki kekuatan, ketangguhan dan ketahanan terhadap korosi yang tinggi sehingga dapat sebagai alternatif pengganti logam. Teknologi pembuatan komposit telah berkembang secara pesat dewasa ini. Untuk memenuhi kriteria material polimer komposit yang ringan dan juga aman bagi pengguna kendaraan maka dikembangkan jenis material polimer foam komposit. Salah satunya pengembangan polimer foam komposit dengan penambahan Hollow Glass Microspheres (HGM). Penambahan Hollow Glass Microspheres pada volume tertentu secara teoritis akan menaikkan kekuatan tariknya. Material ini diproduksi dengan cara mencampur resin unsaturated polyester dengan jenis filler Hollow Glass
Microspheres. Penggunaan jenis filler tersebut memberi kontribusi pada pengurangan densitas, modifikasi ketangguhan retak dan ketahanan beban kejut. Penelitian ini mempunyai kontribusi yang signifikan dalam bidang engineering dan industri, karena dengan analisa hubungan fraksi volume penambahan HGM terhadap spesimen uji polimer foam komposit dengan sifat mekaniknya maka bisa menjadi acuan untuk mendesain produk final yang reliable terutama untuk mendukung desain body kendaraan. Guna memberikan kontribusi terhadap pengembangan dalam bidang otomotif, dirgantara dan sumbangan data bagi ilmu pengetahuan maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami hubungan antara struktur mikro unsaturated polyester akibat penambahan hollow glass microspheres (HGM) dengan sifat mekaniknya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komposit Komposit adalah suatu material yang terdiri dari gabungan antara dua atau lebih material penyusun yang sifatnya berbeda [1]. Komposit memiliki sifat-sifat sebagai berikut yaitu kekuatan dan kekakuan tinggi, sangat ringan, ketahanan korosi oleh bahan kimia dan cuaca baik, mudah dibentuk, ketahanan creep tinggi, dan kekuatan tarik pada temperatur tinggi baik. Kelebihan material ini jika dibandingkan dengan logam adalah perbandingan kekuatan tehadap berat / densitas yang lebih baik serta sifat ketahanan korosinya. Material ini terdiri dari dua bahan penyusun, yaitu bahan utama sebagai bahan pengikat (reinforce) dan bahan pendukung sebagai pengisi (matriks). Dengan penggabungan material tersebut, maka akan didapatkan suatu material yang sifatnya lebih baik dari material penyusunnya, yang merupakan gabungan dari matriksnya dengan penguatnya. B. Matrix Matriks dapat didefinisikan sebagai suatu material yang berfungsi sebagai pengisi dan pengikat yang mendukung, melindungi, dan dapat mendistribusikan beban dengan baik ke material penguat komposit [2]. Polymer Matrix Composite merupakan salah satu jenis material komposit dimana material berbahan dasar polimer menjadi matriksnya. Fungsi dari matriks polimer pada PMC adalah untuk meneruskan tegangan dari luar (external stress)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 kepada penguat dan juga berfungsi untuk menahan abrasi yang mungkin terjadi Contohnya : polyester, epoxy, dan vinylester. C. Penguat (Reinforcement) Penguat (reinforce) dalam teknologi komposit dapat didefinisikan sebagai suatu material yang berfungsi sebagai penguat yang memiliki sifat lebih kuat dari fase matriks dan merupakan suatu konstruksi/rangka tempat melekatnya matriks. D. Hollow Glass Microspheres Hollow Glass Microsphere (HGM) merupakan kaca berdinding tipis yang berrongga dan terbuat dari kaca yang mengandung sodium borosilicate. HGM memiliki kekuatan tekan (kompresi) dan juga rasio strength-to-density yang tinggi. Memiliki ukuran rata-rata 22 micron tiap butirnya , serta memiliki kekuatan isostatic mencapai 11.500 psi dengan densitas 0,42 g/cc pada jenis HGM K42HS. Hollow Glass Microsphere sering digunakan sebagai filler dalam material komposit ringan seperti busa sintaksis (syntactic foam) dan beton ringan. Dengan properti densitas yang rendah, konduktivitas termal yang rendah, dan ketahanan terhadap tegangan tekan yang tinggi maka HGM banyak dimanfaatkan pada bagian lambung kapal selam dan pada peralatan yang digunakan di laut dalam seperti peralatan pengeboran minyak. E. Karakteristik Campuran Untuk memproduksi material komposit, perlu diperhatikan fraksi volume masing-masing penyusunnya. Perhitungan yang diperlukan dijabarkan di bawah ini: Fraksi volume total Vh + Vm = 1……….…. (II.1) Fraksi volume matriks Vm = vm / vc ……………(II.2) Fraksi volume penguat Vh = vh / vc …………….(II.3) Fraksi berat total Wh + Wm = 1……………(II.4) Fraksi berat matriks Wm = wm / wc……….…(II.5) Fraksi berat penguat Wh = wf /wc …………… (II.6) Dari persamaan 2.1-2.6, didapatkan: Vc = Vm + Vh m = matriks h = Hollow Glass Microsphere c = komposit V = Volume fraksi W = berat fraksi v = volume (m3) w = berat (kg) Umumnya perhitungan komposit berdasarkan atas volume, namun dalam proses produksinya, perhitungannya berdasarkan berat. Hal ini karena dengan menggunakan berat lebih memudahkan pengerjaannya. Berikut adalah konversi dari volume terhadap berat dan sebaliknya: Massa h = ρh Vh…………………………….(II.7) Massa m = ρm Vm………………….………...(II.8) Dimana: Vh = volume penguat Wh = berat penguat
Vm = volume matriks Wm = berat matriks
F. Post-Curing Proses curing yang sempurna dapat terjadi pada temperatur tinggi. Seiring dengan meningkatnya temperatur, maka aktivitas molekul dan polimerisasi juga meningkat
2
sehingga derajat kristalinitasnya akan meningkat. Dengan meningkatnya derajat kristalinitas maka karakteristik mekanikalnya akan berubah dari elastis menjadi kaku dan getas. Proses post-curing komposit dilakukan dengan cara memanaskan material benda uji tersebut pada temperatur tertentu, tetapi temperatur tersebut tidak boleh melebihi glass transition temperature, karena jika melebihi temperatur tersebut akan menyebabkan material tersebut menjadi lunak dan jika temperatur tersebut ditingkatkan lagi material akan menjadi cair.
(a) (b) Gambar. 1. Ikatan crosslink komposit (a) sebelum dan (b) sesudah melewati temperatur transisi [3].
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Material Material komposit akan dibuat dengan mencampurkan Hollow Glass Microspheres, dan polyester yang kemudian dituang ke dalam cetakan. Proses produksi menggunakan metode Hand Lay-up pada cetakan kaca. B. Variabel Penelitian Variabel penelitian pada pembuatan material komposit campuran antara resin unsaturated polyester BQTN 157 dengan HGM adalah volume fraksi penambahan HGM yaitu 0, 5 , 10, 15 , 20 , 25 , dan 30%. Masing-masing dari variasi volume fraksi akan diambil 3 sampel untuk diuji dan kemudian dirata-rata. Kemudian spesimen akan diuji tarik untuk mendapatkan hasil fraksi volume yang menghasilkan kekuatan tarik maksimum. Tabel 1. Massa penyusun bahan komposit Kode nomor spesimen 01-03 51-53 101-103 151-153 201-203 251-253 301-303
Fraksi volume HGM 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Temperatur Curing
Jumlah
Resin (gram)
HGM (gram)
27°C
3 3 3 3 3 3 3
78.732 74.7954 70.8588 66.9222 62.9856 59.049 55.1124
0 1.425 2.851 4.276 5.702 7.712 8.553
Setelah didapatkan fraksi volume yang menghasilkan kekuatan tarik maksimum, selanjutnya dibuat komposit dengan penambahan fraksi volume tersebut untuk variasi temperatur dan waktu post-curing pada oven konvensional.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 Tabel 2. Variasi temperatur dan waktu curing pada komposit Fraksi Kode nomor Temperatur Jumla volume spesimen Curing h HGM 60-3-1 - 60-3-3 3 60°C 60-5-1 - 60-5-3 5 90-3-1 - 60-3-3 3 15% 90°C 90-5-1 - 60-5-3 5 110-3-1 - 110-3-3 3 110°C 110-5-1 - 110-5-3 5
3
Resin (gram) 78.732 74.7954 70.8588 66.9222 62.9856 59.049
C. Proses Hand Lay-Up Persiapan cetakan kaca yang kemudian dilapisi dengan wax secara merata. Dimensi cetakan kaca yang digunakan berukuran besar. Proses pengadukan campuran selama 30 menit untuk mencapai homogenitas paduan. Katalis MEKP ditambahkan sebesar 1% dari volume resin yang digunakan. Komposit dibiarkan untuk mengalami proses curing pada temperatur kamar selama 24 jam. Kemudian komposit dibentuk sesuai dengan standard dimensi pengujian Tarik ASTM D3039-00. IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
(a) (b) Gambar. 3. Gambar permukaan pola patahan uji tarik komposit penambahan HGM (a) 15 % & (b) 25%.
Dari gambar 3 di atas, dapat dilihat pada penambahan fraksi volume HGM 15% tampak yang terjadi adalah pola patahan ulet, sedangkan pada penambahan fraksi volume 25% tampak yang terjadi adalah pola patahan getas. Pada pola patahan getas tampak lebih terang dan lebih halus, sedangkan pada pola patahan ulet tampak lebih gelap dan memiliki permukaan yang tidak rata B. Pengujian Tarik Komposit Post-Curing
A. Pengujian Tarik Komposit Dengan Variasi Fraksi Volume Berikut grafik hasil pengujian tarik komposit yang telah dilakukan :
Gambar. 4. Grafik Hasil Uji Tarik Komposit Untuk Penambahan HGM 15% UTS (MPa) vs. Temperatur-Waktu.
Gambar. 2. Grafik Hasil Uji Tarik Komposit UTS (MPa) vs Fraksi Volume (%).
Dari hasil pengujian tarik gambar 2, didapatkan adanya peningkatan kekuatan tarik komposit polyester-HGM pada beberapa penambahan fraksi volume HGM tertentu yaitu 5%, 10% , 15% jika dibandingkan dengan polyester murni. Kemudian kekuatan tarik menurun pada fraksi volume penambahan HGM 20% dan 25%. Selanjutnya kekuatan tarik naik kembali pada 30%. Dari gambar 2 didapatkan tegangan tarik tertinggi yaitu 26,52 MPa pada komposit dengan penambahan fraksi volume HGM 15%. Sedangkan tegangan tarik terendah ditemukan pada komposit dengan penambahan fraksi volume HGM 25%, dengan nilai tegangan tarik sebesar 20,049 MPa. Pada polyester murni tegangan tariknya adalah 21,22 MPa.
Dari hasil pengujian tarik gambar 4, didapatkan adanya penurunan kekuatan tarik komposit polyester-HGM yang diberi perlakuan post-curing pada temperatur 60°C dengan waktu penahanan 3 dan 5 jam. Namun komposit yang diberi perlakuan post-curing pada temperatur 90°C menunjukkan kenaikan kekuatan tarik. Kekuatan tarik optimal yaitu 31,92 MPa didapat pada komposit dengan post-curing 90°C dengan waktu penahanan selama 5 jam. Pada komposit dengan post-curing 110°C (setelah melebihi titik Tg) dengan waktu penahanan 5 jam memiliki kekuatan tarik (17,73 MPa) yang lebih rendah daripada dengan waktu penahanan 3 jam (21,04 MPa). Hal ini terjadi karena sifat fisik material mulai berubah menjadi fase viscous liquid yang lebih ulet sehingga semakin lama di dalam oven maka kekuatannya semakin menurun setelah melewati titik Tg.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
4
D. Hasil Scanning Electron Micfroscopy (SEM) Untuk melihat secara mikro hasil pola patahan dari komposit polyester-Hollow Glass Microspheres, maka dilakukan pengujian SEM.
(a) (b) Gambar. 5. Gambar permukaan pola patahan uji tarik komposit postcuring (a) 90°C selama 5 jam (b) 110°C selama 3 jam.
Dari hasil gambar 5 di atas, pada komposit yang mengalami post curing pada temperatur 90°C terlihat memiliki sebagian area yang lebih banyak memperlihatkan pola patahan getas daripada pola patahan ulet. Pola patahan getas ditunjukkan dengan permukaan yang lebih halus serta lebih terang. Sedangkan pola patahan ulet ditunjukkan dengan permukaan yang lebih kasar dan tidak rata. Komposit dengan temperatur post-curing 110°C terlihat memiliki pola patahan ulet seluruhnya. C. Pengujian DSC Pengujian DSC dilakukan untuk mengetahui nilai Glass Transition Temperature (Tg) serta persentase crystallinity dari polyester murni, HGM, komposit dengan penambahan fraksi volume HGM 15% serta komposit dengan perlakuan post-curing. Nilai Tg ditunjukkan oleh nilai Peak pada gambar grafik dibawah ini. Spesimen diuji DSC dari temperatur kamar hingga temperatur 200⁰C dengan kenaikan 5⁰C / min. Tabel 3. Hasil Uji DSC pada polyester, HGM, dan komposit dengan penambahan fraksi volume 15% HGM
Glass Transition Temperature (°C) Crystallinity (%) Integral (mJ) Sample weight (mg) Enthalpy (J/g)
Polyester
HGM
Komposit 15% HGM
76,98
132,79
96,29
89,07 x 10³ 8906,92 10 890,69
5942,07 332,76 5,6 59,42
93,61 x 10³ 13,95 x 10³ 14,9 936,11
Tabel 4. Hasil Uji DSC pada komposit penambahan fraksi volume 15% HGM dengan variasi temperatur post-curing dan waktu 3 jam
Glass Transition Temperature (°C) Crystallinity (%) Integral (mJ) Sample weight (mg) Enthalpy (J/g)
60°C - 3jam
60°C - 3jam
60°C - 3jam
98,07
103,88
105,06
82,71 x 10³ 8271,42 10 827,14
126,05 x 10³ 20170 16 1260,49
112,24 x 10³ 9427,79 8,4 1122,36
(a) (b) Gambar. 6. Hasil SEM polyester murni dengan perbesaran (a) 35x (b) 500x, arah beban tarik tegak lurus.
(a) (b) Gambar. 7. Hasil SEM komposit dengan penambahan HGM 15% dengan perbesaran (a) 35x (b) 500x , arah beban tarik tegak lurus terhadap arah bidang gambar.
(a) (b) Gambar. 8. Hasil SEM komposit dengan penambahan HGM 25% dengan perbesaran (a) 35x (b) 400x, arah beban tarik tegak lurus terhadap arah bidang gambar.
Tabel 5. Hasil Uji DSC pada komposit penambahan fraksi volume 15% HGM dengan variasi temperatur post-curing dan waktu 5 jam
Glass Transition Temperature (°C) Crystallinity (%) Integral (mJ) Sample weight (mg) Enthalpy (J/g)
60°C - 3jam
60°C - 3jam
60°C - 3jam
99,59
104,72
107,01
89,38 x 10³ 16980 19 893,77
137,24 x 10³ 23040 17 1372,41
98,03 x 10³ 21570 22 980,34
(a) (b) Gambar. 9. Hasil SEM komposit penambahan HGM 15% yang diberi perlakuan post-curing pada temperature 90°C selama 5 jam dengan perbesaran (a) 51x (b) 400x, arah beban tarik tegak lurus terhadap arah bidang gambar.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
(a) (b) Gambar. 10. Hasil SEM komposit penambahan HGM 15% yang diberi perlakuan post-curing pada temperature 110°C selama 5 jam dengan perbesaran (a) 48x (b) 800x, arah beban tarik tegak lurus terhadap arah bidang gambar.
Pada hasil SEM pola patahan polyester murni, dapat dilihat pada gambar 6 diatas polyester merupakan material yang kaku dan getas dengan tegangan yang rendah. Pada hasil SEM pola patahan komposit dengan penambahan fraksi volume HGM 15% dan 25%, dapat dilihat pada komposit banyak terdapat beberapa void yang berupa titiktitik hitam pada perbesaran 35x. Void ini terjadi akibat terperangkapnya udara pada proses pembuatan komposit serta adanya debonding antara polyester dan HGM. Mekanisme kegagalan Debonding dan HGM yang rusak terjadi pada komposit dengan penambahan fraksi volume 15%, 25% , dan 15% yang telah mengalami post-curing. Debonding ini disebabkan lemahnya atau tidak terjadinya ikatan antara HGM dan polyester sehingga HGM terlepas dari matrix. Pada perbesaran 800x terlihat lebih jelas bekas berbentuk lingkaran yang semula merupakan tempat melekatnya HGM pada matriks. Pada pola patahan komposit dengan penambahan fraksi volume 25% tampak HGM yang berikatan pada matriks jauh lebih sedikit daripada yang mengalami debonding. Hal ini disebabkan kurang ratanya persebaran HGM pada matriks yang diakibatkan penggumpalan HGM pada proses pengadukan. Serta berkurangnya volume resin polyester akibat disubstitusi dengan volume HGM sehingga fungsi matriks sebagai transfer beban ke penguat juga berkurang. Kedua hal inilah yang menyebabkan kekuatan tarik komposit menurun. Tampak juga bekas HGM yang telah rusak akibat tidak sanggup menahan beban yang terjadi. Dari hasil SEM pola patahan komposit dengan penambahan fraksi volume HGM 15% yang di post-curing pada temperatur 110°C selama 5 jam pada gambar 10, dapat dilihat pola permukaan patah terlihat ulet karena tampak berserabut dan bergaris karena komposit telah melewati temperatur Tg. E. Pembahasan Sifat Mekanik Peningkatan kekuatan tarik disebabkan microsphere dapat membantu menahan laju retakan (crack) yang menjalar pada komposit serta polyester sebagai matriks juga turut mentransferkan beban yang terjadi kepada butiran HGM lainnya. Mekanisme yang menggambarkan bagaimana HGM mampu memperlambat laju retakan ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
5
Gambar. 11. Skema peningkatan kekuatan oleh peregangan microsphere [4].
Gambar. 12. Mekanisme butir microsphere menahan retakan (a) mulai menahan gaya (b) terjadi deformasi pada dinding HGM (c) dinding HGM mulai rusak akibat menahan beban (d) dinding HGM yang rusak [4]
Apabila material komposit dengan penambahan microspheres dikenai beban tarik, butiran HGM yang berbentuk bulat dan melekat pada matriks polyester membantu memperlambat laju retakan yang terjadi sehingga kekuatan tarik pada komposit juga meningkat. Pada gambar dapat terlihat microsphere yang menahan laju retakan mengalami deformasi pada bagian dinding hingga akhirnya tidak mampu lagi menahan retakan dan akhirnya rusak. Micropshere yang telah rusak akan menyisakan cangkang atau dindingnya pada matrix. F. Pembahasan Hasil DSC
Gambar. 13. Grafik Hasil Pengaruh Temperatur dan Waktu Post-Curing Komposit dengan penambahan 15% HGM terhadap Percentage of Cure (%)
Dari Hasil DSC menunjukkan komposit dengan penambahan 15% fraksi volume HGM mengalami peningkatan titik temperatur transisi (Tg). Hal ini terjadi karena polyester yang memiliki Tg 76,98°C dikombinasikan dengan HGM yang memiliki Tg lebih tinggi yaitu 132,79°C sehingga komposit menghasilkan nilai Tg 96,29°C yang lebih tinggi daripada polyester. Hal ini berarti material komposit dapat bekerja pada kondisi temperatur sedikit lebih tinggi daripada polyester. Dari gambar 13 didapatkan seiring dengan kenaikan temperatur dan waktu penahanan post-curing komposit
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 maka nilai Tg mengalami pergeseran cenderung semakin meningkat. Yang semula pada temperatur kamar nilai Tg adalah 96,29°C meningkat hingga menjadi 106,01°C pada komposit dengan perlakuan post-curing 110°C selama 5 jam. Tg sendiri merupakan salah satu karakteristik termal material yang mengindikasikan titik temperatur tertentu yang apabila terlampaui maka komposit yang semula bersifat kaku dan getas akan berubah menjadi lebih ulet (viscous liquid) [5]. Nilai Tg bergantung beberapa faktor seperti komposisi paduan, curing agent, dan temperatur post-curing. Nilai Tg akan semakin meningkat seiring dengan kenaikan temperatur post-curing[5,6]. Titik Tg meningkat karena seiring dengan meningkatnya temperatur post curing maka degree of cross-linking nya juga meningkat seperti pada gambar 1. Dari gambar 4, terlihat nilai kekuatan tarik pada komposit dengan perlakuan temperatur post-curing 110°C lebih rendah daripada nilai kekuatan tarik komposit pada temperatur kamar. Hal ini disebabkan komposit dengan perlakuan post-curing 110°C telah melewati titik temperatur transisinya yaitu sekitar 105-107°C sehingga fase-nya berubah menjadi viscous-liquid dan menyebabkan ikatan crosslink mudah bergerak serta melepas ikatan seperti pada gambar 1. Ikatan crosslink yang mudah bergerak menyebabkan kekuatan tariknya menurun.
1. Penambahan fraksi volume HGM 5%, 10%, dan 15% pada polyester dapat meningkatkan kekuatan tariknya. Kekuatan tarik maksimum sebesar 26,52 MPa didapatkan pada penambahan fraksi volume HGM sebesar 15%. 2. Post-Curing pada komposit dapat meningkatkan kekuatan tarik dan modulus elastisitasnya apabila sebelum melewati temperatur transisinya (Tg). Temperatur postcuring 90°C menghasilkan kekuatan tarik maksimum sebesar 31,92 MPa 3. Waktu penahanan post-curing berpengaruh pada kekuatan tarik komposit. Waktu penahanan 5 jam menghasilkan kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu penahanan 3 jam apabila sebelum melewati temperatur transisinya (Tg). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS yang telah banyak mendukung kelancaran penelitian kali ini. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]
[4]
[5]
Gambar. 14. Grafik Hasil Pengaruh Temperatur dan Waktu Post-Curing Komposit dengan penambahan 15% HGM terhadap Percentage of Cure (%)
Dari gambar grafik 14 didapatkan percentage of cure (%) semakin meningkat seiring dengan kenaikan temperatur dan waktu penahanan post-curing pada komposit. Percentage of cure adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar derajat curing pada komposit berdasarkan temperatur post-curing nya. Percentage of cure merupakan nilai yang didapatkan dengan membandingkan nilai enthalpy (J/g) pada area exothermic yang di-normalisasi terhadap berat sample-nya antara komposit yang mengalami perlakuan post-curing dengan komposit pada temperatur kamar [7]. Semakin tinggi nilai enthalpy maka akan semakin mendekati kondisi crosslink akan mendekati 100%. Semakin tinggi percentage of cure (%) maka akan semakin tinggi kekuatan tariknya. Untuk mencapai percentage of cure 100% , temperatur postcuring pada komposit dengan penambahan 15% fraksi volume HGM harus mencapai 90°C dimana mendekati temperatur transisinya dan waktu penahanan 5 jam. Hasil ini sesuai dengan hasil uji tarik yang optimal pada komposit dengan perlakuan post-curing pada temperatur 90°C selama 5 jam V. KESIMPULAN Dari serangkaian penelitian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
6
[6] [7]
[8] [9] [10]
[11]
[12]
[13] [14]
Park, Metals, Composites, ASM International Handbook Vol 1. 1987. Mallick, P.K., Fibre Reinforced Composite Materials, Manufacturing and Design, Taylor & Francis Group, LLC ,2007. K.Y. Peter Wong, “Measurement of Mechanical, Electrial and Thermal Properties of Glass Powder Reinforced Epoxy Composites and Modelling”, University of Southern Queensland, 2012. Kunz-Douglass, S., Beaumont, P.W.R., and Ashby, M.F., 1980, “A Model for the Toughness of Epoxy-Rubber Particulate Composites,” Journal of Materials Science, Vol. 15, pp. 1109-1123. Wu, C. S, “Influence of Post Curing and Temperature Effects on Bulk Density, Glass Transition and Stress-Strain Behavior of ImidazoleCured Epoxy Network”, Journal of Materials Science 27, 1992: pp. 2952–2959. http://link.springer.com/article/10.1007%2FBF01154105. http://plc.cwru.edu/tutorial/enhanced/files/polymers/therm/therm.htm 28. Aruniit, A., Kers, J., Krumme, A., “Preliminary Study of the Influence of Post-Curing Parameters to the Particle Reinforced Composite’s Mechanical and Physical Properties”, Material Science, Vol. 18, No. 3. 2012. Surdia, T., dan Shinroku, S., Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta: P.T. Pradnya Paramita 1995. 3M, 3M Glass Bubbles K42HS, 3M center, St. Paul, USA. R. J. Cardoso, A. Shukla, A. Bose, “Effect of Particle Size and Surface Treatment on Constitutive Properties of PolyesterCenosphere Composites”, University of Rhode Island, Journal of Material Science 37 (2012) 603-613. Daniel Jung, “Performance and Properties of Embedded Microspheres for Self-Repairing Applications”, B.S. Cornell University, 1995.. J. S. Huang,L. J. Gibson, “Elastic Moduli of a Composite of Hollow Spheres in A matrix”, Great Britain, Journal Mech. Phys. Solids Vol 41, no 1 55-75, 1993.. A. Brent Strong, “Controlling Polyester Curing – A Simplified View”, Brigham Young University, undated. The Advantages of Epoxy Resin versus Polyester in Marine Composite Structure, SP-systems, undated.