JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271
1
Studi Numerik Pengaruh Variasi Reynolds Number dan Richardson Number pada Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Tunggal yang Dipanaskan (Heated Cylinder) Ahmad Nurdiyan Syah dan Vivien Suphandani Djanali Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Pemahaman tentang karakteristik aliran melewati silinder sirkular sangatlah penting untuk menunjang perkembangan teknologi, misalnya dengan melakukan penelitian mengenai silinder sirkular baik secara eksperimen maupun numerik. Salah satu cara adalah dengan mengkaji karakteristik dari pengaruh temperatur silinder sirkular (heated cylinder). Temperatur pada silinder menyebabkan terjadinya gaya buoyancy yang berpengaruh pada fenomena aliran disekitar silinder. Gaya buoyancy dapat menginduksikan temperatur ke arah berlawanan dengan arah datangnya aliran yang dapat mengganggu fenomena aliran disekitar silinder. Penelitian ini dilakukan secara numerik dengan perangkat lunak Fluent 6.3.26 dengan menvariasikan bilangan Reynolds (Re) = 100;135; 200 dan bilangan Richardson 0; 0,25; 0,5; 0,75; 1 , dimana kecepatan inlet-nya = 0.0193 m/s,0.026 m/s dan 0,0359, fluida kerjanya berupa air dengan densitas (ρ)=997,2 kg/m3; dan viskositas (µ)=0,000893 kg/ms. Pemodelan geometri dibuat menggunakan software gambit dengan kondisi batas inlet adalah kecepatan inlet dan outletnya berupa outflow. Benda kerja yang disimulasikan adalah silinder tunggal yang dipasang horisontal pada water chanel. Dari penelitian ini dapat diketahui karakteristik aliran di sekitar model. Hasil post processing kuantitatif yang didapatkan berupa kecepatan pada wake centerline, koefisien drag, Strouhal number, average Nusselt number, sedangkan data kualitatif berupa tampilan grid display, plot kontur kecepatan dan plot temperatur. Kata Kunci— Gaya Buoyancy, heated cylinder, Richardson number , silinder sirkular
I. PENDAHULUAN
P
ERKEMBANGAN zaman selalu di iringi dengan perkembangan teknologi, hal ini mendorong manusia untuk menciptakan sesuatu yang bertujuan untuk memberikan keuntungan yang lebih kepada manusia. Dalam dunia industri telah banyak ditemui aplikasi dari aliran yang melintasi silinder sirkular, misalnya pada heat exchangers, electronics cooling dll. Dalam kasus engineering khususnya dalam bidang mekanika fluida, telah banyak dilakukan penelitian tentang silinder sirkular baik dalam hal simulasi maupun eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik aliran suatu fluida. Dalam berbagai literatur juga telah banyak dibahas mengenai karakteristik aliran dan vortex shedding melintasi silinder sirkular. Pemahaman tentang karakteristik aliran sangatlah penting untuk menunjang perkembangan ilmu mekanika fluida, misalnya saja dengan cara mengetahui pengaruh
perpindahan panas dari silinder yang dipanaskan (heated cylinder)pada karakteristik alirannya. Perpindahan panas pada silinder yang dipanaskan dibedakan menjadi tiga yaitu konveksi paksa, konveksi bebas, dan konveksi campuran. Pada konveksi paksa, Richardson number ( , ⁄ dengan adalah Grashof number dan adalah Reynolds number) , sehingga suhu yang ditimbulkan oleh gaya apung (buoyancy force) diabaikan dan perpindahan panasnya adalah fungsi Reynolds number ( ) dan Prandtl number ( ). Pada konveksi bebas, , sehingga gaya inersia pada aliran diabaikan dan perpindahan panasnya menggunakan fungsi Grashof number (Gr) dan Prandtl number ( ). Sedangkan konveksi campuran merupakan gabungan dari konveksi paksaan dan konveksi bebas dengan perpindahan panasnya menggunakan fungsi Grashof number (Gr), Reynolds number ( ), dan Prandtl number ( ) (Incroper, 2007). Eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya yaitu dengan mengetahui efek dari temperatur pada wake pada silinder yang dipanaskan dengan menggunakan konveksi campuran. Heated cylinder (D=4,76) diletakkan horizontal pada water channel (50 mm (width) x 30 mm (heigth) x 200 mm (Length)) yang alirannya bergerak vertikal ke bawah. Sedangkan arah temperatur yang diinduksikan oleh gaya apung berlawanan dengan arah aliran yang melintasi heated cylinder. Reynold number dan temperatur pada aliran yang melintasi silinder adalah konstan (Re=135, T∞=24 0C) dan Richardson number divariasikan antara 0,0 (unheated) sampai 1,04. Hasil yang diperoleh dari eksperimen tersebut adalah apabila Richardson number yang digunakan lebih kecil dari 0,31, pembentukan vortex yang terjadi sama dengan unheated cylinder, sedangkan jika Richardson number semakin besar, maka akan terbentuk vorteks „Karman‟ pada dua sisi silinder secara berurutan dan terjadi vorteks kecil pada wake di sekitar silinder serta dengan bertambahnya nilai richardson number maka frekuensi dari terbentuknya vortex menurun serta drag coefficient bertambah besar. Dan ketika nilai Richardson Number ditingkatkan maka nilai rata-rata Nusselt Number menurun secara linier. (Hu et al, 2011) Pada Tugas Akhir ini, akan memodelkan eksperimen yang telah dilakukan oleh Hu et al,2011 dengan menggunakan pemodelan numerik menggunakan sofware fluent dengan harapan data yang akan dihasilkan lebih
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 akurat. Fluent adalah perangkat lunak dalam komputer yang digunakan untuk mensimulasikan aliran fluida dan perpindahan panas. Aliran dan perpindahan panas dari berbagai fluida dapat disimulasikan pada bentuk/geometri yang sederhana sampai yang rumit dengan menggunakan program fluent, dapat diketahui parameter-parameter aliran dan perpindahan panas yang diinginkan. Distribusi tekanan, kecepatan aliran, laju aliran masa, distribusi temperatur dan pola aliran fluida yang terjadi dapat diketahui pada tiap titik yang terdapat dalam sistem yang di analisa. Tugas akhir ini akan memodelkan heated cylinder yang dialiri air sebagai fluidanya untuk mengetahui karakteristik aliran dan vortex shedding dengan memvariasikan Reynolds number dan Richardson number menggunakan software Fluent.
2
digunakan model 2D agar daya komputasi ringan serta konvergensinya semakin cepat. b. Membuat mesh Mesh dilakukan agar kondisi batas dan parameter yang diperlukan dapat di aplikasikan dalam volume-volume kecil. Meshing dilakukan dengan cara membagi model solid menjadi volume-kecil. Bentuk meshing yang dipilih adalah quad-map.
II. METODE PENELITIAN A. Geometri Pemodelan numerik yang akan dilakukan adalah menggunakan silinder yang dipanaskan (heated cylinder) yang diletakkan secara horizontal pada sebuah water channel. Dengan dimensi 50 mm (width) x 30 mm (heigth) x 200 mm (Length). B. Parameter Pemodelan Pada suatu pemodelan numerik perlu dilakukan analisa dimensi untuk mengetahui pengaruh dari parameter yang digunakan. Dalam pemodelan numerik ini, parameter yang mempengaruhi karakteristik aliran adalah massa jenis fluida (), viskositas fluida (), kecepatan fluida (U∞), diameter silinder (D), temperatur lingkungan (T∞), temperatur silinder (Ts). C. Tahapan Penelitian Tahapan – tahapan yang dilakukan sehubungan dengan pemodelan numerik ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan parameter-parameter yang mempengaruhi dengan cara analisa dimensi. 2. Membuat geometri set-up dari silinder yang dipanaskan yang diletakkan horizontal pada water channel dengan metode Computational Fluid Dynamic ( CFD ). 3. Analisis hasil pemodelan dan visualisasi aliran serta komparasi dengan hasil eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya. D.
Langkah-langkah Penggunaan Metode Komputasi Fluida (CFD) Penelitian numerik ini menggunakan perangkat lunak Fluent 6.3.26. Langkah – langkah yang digunakan dalam melakukan metode komputasi fluida adalah sebagai berikut: PRE – PROCESSING Proses yang kita lakukan pada tahapan ini adalah dengan menggunakan sofware GAMBIT. Adapun beberapa proses yang dilakukan pada sofware GAMBIT adalah sebagai berikut: a. Membuat model Proses yang dilakukan dalam pembuatan model silider dipanaskan (heated cylinder) yang diletakkan secara horiontal pada water channel. Penggambaran model dilakukan dengan gambar 2D dan 3D yang hasilnya akan dikomparasi antara 2D dan 3D dan akan dipilih hasil yang paling baik, apabila memiliki hasil yang hampir sama maka
Gambar 1 meshing 2D c. Menentukan daerah analisa Yaitu menentukan kondisi batas serta jenis kondisi batas yang diinginkan. Dalam hal ini silinder, dinding dari water channel berupa wall , inlet berupa Velocity inlet serta outlet berupa Outflow pada kasus 2D, sedangkan pada kasus 3D dinding samping adalah periodic dinding atas, dinding bawah berupa wall serta inlet, outlet berupa velocity inlet dan outflow. SOLVING Silinder dialiri dengan fluida berupa air pada water channel yang memiliki properti sebagai berikut: densitas 997,2 kg/m3 dan viskositas 0,000893 kg/m-s. Berikut merupakan langkah-langkah pemodelan aliran dengan Fluent 6.3.26: a. MODELS Model yang digunakan adalah viscous k-omega SST. Model ini dapat di aplikasikan pada aliran dalam saluran maupun aliran bebas geseran (free shear flow), pada kasus ini digunakan option Trantitional flow. Model ini dipilih karena penelitian numerik yang dilakukan menggunakan Reynolds number rendah. Dalam penelitian ini solver yang digunakan adalah unsteady pressure based. b. MATERIALS Material yang akan digunakan pada pemodel numerik ini adalah dengan menggunakan fluida air sebagai fluida kerjanya serta copper sebagai silinder. Dalam tahap ini menetapkan jenis material yang akan digunakan serta memasukkan data-data properties dari material tersebut. Data properties fluida yang dimasukkan adalah densitas (ρ) 997,2 kg/m3 dan viskositas (μ) 0,000893 Nm/s. c. OPERATING CONDITIONS Pada operating condition biasanya dengan menntukan perkiraan kondisi daerah operasi yang biasanya merupakan perkiraan tekanan pada daerah operasi serta penentuan percepatan gravitasi (besar dan arahnya). Percepatan gravitasi didefinisikan pada arah x sebesar 9,81 m/s2. a. BOUNDARY CONDITIONS Untuk mendefinisikan suatu kasus maka harus memasukkan informasi pada variabel aliran pada domain kasus tersebut. Boundary Condition pada Inlet merupakan velocity inlet, yang inputannya berupa kecepatan sebesar 0,0193 m/s untuk Re=100 ; 0,026 m/s untuk Re=135 dan 0,0359 m/s untuk Re=200. Temperatur yang digunakan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 sebesar 297 K (≈24oC) dan boundary Condition pada outlet berupa outflow. Untuk silinder yang dipanaskan Boundary Condition pada silinder di definisikan dengan temperatur silinder masing-masing pada Re 100, 135 dan 200 sebesar 30,97oC, 38oC, 51,89oC untuk Ri=0,25; 37,9oC, 53oC, 79,78oC untuk Ri = 0,5; 44,9 oC, 67,8oC, 107,67oC untuk Ri=0,75 dan 51 oC, 84,5oC, 135,56oC untuk Ri=1. b. SOLUTION Solusi pada penelitian ini adalah menggunakan second order untuk pressure, second order upwind untuk momentum, turbulent kinetic energy, dan turbulent dissipation rate. c. INITIALIZE Proses iterasi memerlukan inisialisasi (tebakan awal) sebelum memulai perhitungan. Inisialisasi di lakukan pada inlet yang sebelumnya telah didefinisikan. Inisialisasi dilakukan agar lebih memudahkan untuk konvergen. d. MONITOR RESIDUAL Pada convergence criterion dapat menentukan kriteria konvergensi yang diinginkan. Yang dimaksud kriteria konvergensi adalah kesalahan/perbedaan antar tebakan awal dan hasil akhir dari iterasi yang dilakukan oleh FLUENT pada masing-masing persamaan yang digunakan dalam kasus tersebut. Convergence criterion ditetapkan sebesar 10-6 , artinya proses iterasi dinyatakan telah konvergen setelah residualnya mencapai harga di bawah 106. e. ITERASI Untuk melakukan perhitungan pada fluent 6.3.26 maka diperlukan iterasi sampai menghasilkan solusi yang konvergen. POSTPROCESSING Post-processing berfungsi untuk menampilkan hasil dengan pola yang beragam. Tampilan hasil simulasi dapat berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif berupa X- velocity, koefisien drag, koefisien lift, dan Average Nusselt number sedangkan data kualitatif berupa visualisasi aliran dengan menampilkan grid display, plot kontur kecepatan dan plot temperatur.
3
Tabel 1 Analisis grid independensi drag coefficient Model Mesh Mesh A Mesh B Mesh C Mesh D
Cells
Y+
Cd
Error Cd (%)
13249 22365 27500 32564
1.576 1.351 1.178 1.154
1,2603 1,375 1,439 1,4420
15,98 8,33 4,17 3,97
Dimana, St = Strouhal number (0.017) f = frekuensi vortex shedding (Hz) D = Diameter silinder (m) U∞ = kecepatan fluida freestream (m/s) Pada Persamaan (1) di atas, diketahui bahwa dengan menggunakan diameter sebesar 0.005 m dan kecepatan freestream fluida sebesar 0.026 didapatkan time step size 0.0628 untuk kasus Re = 100, time step size 0.046 untuk kasus Re = 135 dan time step size 0.03257 untuk Re = 200. Domain 2D digunakan sebagai simulasi pada penelitian ini karena hasil yang didapatkan memiliki mean error square yang hampir sama yaitu yaitu 0.143 untuk model 2D dan 0.152 untuk model 3D, sehingga berdasarkan hasil komparasi antara model 2D dan model 3D dapat disimpulkan bahwa pemilihan domain 2D sudah cukup baik untuk mengkalkulasi fenomena aliran melintasi silinder. B. Reynolds Number 135 1. Kecepatan Pada Wake Centerline dan Wake Closure length (Lc) pada Re 135 Gambar 1 menunjukkan hasil simulasi berupa grafik profil kecepatan streamwise pada garis tengah wake pada Re 135 yang dibandingkan dengan hasil eksperimen Hu et al, 2011.
III. HASIL DAN DISKUSI A. Grid Independence dan Pemilihan Domain Dalam penelitian ini telah dilakukan simulasi numerik tentang silinder tunggal yang dipanaskan menggunakan sofware fluent. Untuk menghasilkan data yang lebih akurat dan tidak tergantung pada kerapatan grid maka dilakukan analisa grid independensi. Grid independensi adalah solusi yang konvergen yang ditentukan dari perhitungan CFD dan tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah cellmeshing. Pada penelitian ini analisa grid independensi dilakukan dengan menggunakan empat macam meshing yang berbeda dengan tingkat kerapatan yang bertambah dimulai dari meshing A hinggga meshing D yang kemudian akan didapatkan nilai error dari masing-masing meshing. Dalam hal ini nilai drag coefficient (Cd) dalam eksperimen Hu etal, 2011 pada Ri= 0 (unheated) akan digunakan sebagai acuan untuk mencari error masingmasing meshing yaitu sebesar 1,5, kemudian akan dicari perubahan error terkecilnya. Pada masing-masing meshing juga dilihat nilai Y plus dimana dalam penelitian ini digunakan turbulensi model k-ω SST yang memiliki nilai Y plus ≤ 5. Untuk semua nilai drag coefficient (Cd) dan Y plus telah ditabelkan pada Tabel 1.
Gambar 2 Profil kecepatan streamwise pada garis tengah wake pada Re 135 Untuk kasus unheated (Ri=0) kecepatan pada wake centerline berubah menjadi positif pada X/D = 3,4, untuk kasus heated cylinder pada Ri 0,25 tidak mengalami perbedaan nilai X/D. Sedangkan pada Ri 0,5; 0,75; dan 1 berubah dari negatif ke positif pada X/D = 6,1; 7,9 dan 8,6. Dengan menggunakan data pada Gambar 1 maka dapat ditentukan wake closure length (Lc) dengan mendefisikan jarak dari kecepatan ditengah wake pada belakang silinder yang menuju ke nilai nol yang ditandai dengan berubahnya nilai negatif ke positif. Pada Gambar 2 akan di jelaskan tentang wake closure length (Lc) fungsi Richardson number (Ri).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271
(a)
(b)
Gambar 3 (a) Wake closure length (Lc) vs Richardson number pada Re 135 (b) Wake closure length Gambar 3 (b) menunjukkan bentuk wake closure length. Secara kuantitatif, untuk silinder tanpa dipanaskan (Ri=0), wake closure length (Lc) bernilai 2,9 kali diameter silinder. Pada kasus heated Ri = 0,25, wake closure length (Lc) tidak mengalami pengaruh yang besar dengan adanya penambahan panas sehingga memiliki nilai yang sama dengan kasus Ri= 0,25 dengan nilai Lc/D = 2,9 akan tetapi pada Ri = 0,5; 0,75 dan 1 mengalami kenaikan terus menerus secara drastis dengan nilai Lc/D = 5,6; 7,4 dan 8,6. Dari data hasil wake closure length (Lc) ini dapat dilihat bahwa hasil simulasi cukup akurat apabila dibandingkan dengan eksperimen Hu et al 2011, dengan nilai error minimum sekitar 4,5 % yaitu pada Ri= 0 dan nilai error maximum pada Ri 0,5 yaitu 22,9%. Pada Gambar 3 (a) dapat disimpulkan bahwa dengan ditingkatkannya nilai Richardson number maka pengaruh dari gaya buoyancy semakin besar dimana arah gaya buoyancy tersebut berlawanan dengan arah kecepatan fluida sehingga bertindak sabagai penghambat aliran dan mendorong daerah resirkulasi semakin ke belakang. Hal ini mengakibatkan dengan ditingkatkannya nilai Richardson number maka nilai wake closure length (Lc) semakin panjang. b. Strouhal number pada Re 135 Strouhal number adalah bilangan tak berdimensi untuk mengukur fenomena aliran fluida yang bergerak pada daerah wake. Pada penelitian ini Strouhal number ditentukan dengan cara mengambil waktu periode gelombang pada coefficient lift history. Dengan menggunakan persamaan maka Strouhal number dapat diketahui.
Gambar 4 Strouhal number vs Richardson number pada Re 135
4
Gambar 4 menunjukkan nilai Strouhal number fungsi Richardson number pada Reynolds number 135. Pada simulasi numerik ini nilai Strouhal number semakin menurun seiring bertambahnya nilai Richardson number. Gambar 4.6 membandingkan hasil penelitian secara simulasi dengan hasil eksperimen oleh Hu et al,2011, nilai Strouhal number dari hasil simulasi numerik dengan penelitian Hu et al,2011 menurun dengan meningkatnya Richardson number, hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan sudah cukup akurat dengan nilai error min 0,14% yaitu pada Ri= 0 dan nilai error max sebesar 12,67% pada Ri 0,75 . Dari hasil yang didapatkan pada Re 135 ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penambahan panas maka terdapat pengaruh gaya buoyancy yang semakin besar, ini menyebabkan frekuensi terbentuknya vortex shedding semakin kecil dan waktu terbentuknya vortex shedding semakin lama. c. Nusselt Number rata-rata pada Re 135 Pada kasus ini perpindahan panas yang terjadi adalah konveksi campuran dimana konveksi campuran merupakan gabungan dari perpindahan panas konveksi paksa dan perpindahan panas konveksi bebas. Pada eksperimen yang dilakukan Hu et al ,2011 dengan ditingkatkannya nilai Richardson number maka nilai rata-rata Nusselt number menurun. Pada gambar 5 menunjukkan perbandingan hasil simulasi dengan eksperimen Hu et al, 2011. Rata-rata Nusselt number dapat didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut. ̅ ̅̅̅̅
Gambar 5 Nusselt number vs Richardson number pada Re 135 Hasil simulasi menunjukkan untuk Ri = 0,25 memiliki nilai ̅̅̅̅ = 10,136, seiring dengan bertambahnya Ri maka ̅̅̅̅ menurun. Untuk Ri = 0,5; 0,75 dan 1 berturutturut memiliki nilai ̅̅̅̅ = 6,913; 5,3 dan 3,55. Hasil dari simulasi mengindikasikan bentuk trendline yang sama dengan hasil eksperimen, keduanya memiliki kurang lebih nilai error minimum 7,4% pada Ri=0,5 dan nilai error maximum pada Ri=1 yaitu sebesar 26,4 %, akan tetapi hasil dari keduanya sangat jelas mengindikasikan bahwa dengan meningkatkan Richardson number maka pengaruh gaya buoyancy meningkat dimana gaya gaya buoyancy tersebut melawan arah aliran yang menyebabkan kecepatan aliran menjadi lebih lambat sehingga koefisien konveksi menjadi kecil dan nilai rata- rata Nusselt number menurun. 4.2.4 Coefficient drag (Cd) pada Re 135 Gaya drag adalah gaya yang sejajar horizontal dengan aliran, total drag dihasilkan oleh gaya geser dan pressure drag tetapi pada kasus ini gaya yang lebih dominan mempengaruhi total drag adalah pressure drag. Biasanya gaya hambat sering diekspresikan dalam bilangan tak
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 berdimensi yaitu koefisien drag (CD). Dalam hal ini digunakan time average drag coefficient yang didefinisikan sebagai berikut. ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ Pada Gambar 6 menunjukkan perbandingan hasil simulasi dengan eksperimen yang dilakukan Hu et al, 2011. Hasil yang didapatkan pada eksperimen tersebut adalah dengan meningkatkan nilai Ri maka coefficient drag meningkat.
5
100. Hal ini menunjukkan bahwa untuk semua nilai Richardson number dengan semakin tingginya nilai kecepatan maka nilai wake closure length (Lc) semakin kecil. Daerah wake sangat dipengaruhi adverse pressure gradient dan gaya buoyancy, gaya buoyancy tersebut disebabkan karena temperatur yang diinduksikan pada silinder. Aliran fluida yang memiliki nilai Re tinggi memiliki momentum yang kuat untuk mengatasi adverse pressure gradient dan gaya buoyancy sehingga titik separasi yang terjadi semakin kebelakang, sehingga wake closure length (Lc) semakin kecil. Adanya energi yang tidak teratur dari gerakan turbulen yang tinggi dan tekanan rendah di dalam wake menyebabkan pressure drag pada bodi. Drag sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya daerah resirkulasi (wake closure length). Untuk pengaruh Re terhadap koefisien drag dijelaskan pada Gambar 8.
Gambar 6 Coefficient drag vs Richardson number pada Re 135 Gambar 6 menunjukkan hasil simulasi numerik berupa grafik coefficient drag fungsi Richardson number. Untuk Ri = 0 (unheated) didapatkan Cd sebesar 1,43, untuk Ri= 0,25 tidak mengalami perubahan yang significant, hal ini dapat dikatakan memiliki cd yang hampir sama bila dibandingkan dengan kasus Ri=0 yaitu sebesar 1,49, akan tetapi pada pada Ri = 0,5; 0,75 dan 1 mengalami kenaikan secara berturut-turut sebesar 1,94; 2,66 dan 3,33. apabila dibandingkan dengan hasil eksperimen Hu etal,2011 nilai error pada Ri = 0 sebesar 4,03 % ,pada Ri = 0,5 sebesar 10,6% dan pada Ri = 1 sebesar 6 %. Besar coefficient drag yang terjadi semakin besar dengan bertambahnya nilai Ri, hal ini dikarenakan dengan semakin besarnya Ri maka wake yang terjadi semakin besar sehingga pressure drag menjadi besar. C. PENGARUH REYNOLDS NUMBER PADA WAKE CLOSURE LENGTH (LC), DRAG COEFFICIENT (CD) DAN AVERAGE NUSSELT NUMBER Pada Gambar 7 menunjukkan grafik wake closure length (Lc) dengan variasi Re dan Ri.
Gambar 8 Drag Coefficient vs Richardson number Terlihat pada Gambar 8 bahwa trendline grafik yang berada pada posisi paling bawah adalah Re 200 untuk semua nilai Ri, kemudian yang berada diatasnya adalah Re 135 dan yang berada pada posisi tertinggi adalah pada Re 100. Hal ini menunjukkan bahwa untuk semua nilai Richardson number dengan semakin tingginya nilai Re maka nilai koefisien drag semakin kecil. Koefisien drag sangat bergantung pada besar kecilnya daerah resirkulasi , semakin besar daerah resirkulisasi maka koefisien drag besar. Seiring dengan bertambahnya nilai Re dengan nilai Ri yang sama maka besar koefisien drag semakin kecil. Pada Gambar 9 menunjukkan grafik Richardson number fungsi average Nusselt number. Nusselt number rata-rata semakin naik dengan naiknya Reynolds number pada Ri yang sama. Hal ini tampak pada gambar 4.24 dibawah ini, terlihat trendline grafik yang berada di paling bawah adalah Re 100 kemudian Re 135 berada di atasnya serta paling atas adalah Re 200, Hal ini tampak bahwa pengaruh Re pada rata-rata Nusselt number sangat terlihat dengan perbedaan nilai ̅̅̅̅. Hal ini menunjukkan bahwa semakin cepat kecepatan pendinginan maka koefisien konveksi tinggi dan mengakibatkan nilai ̅̅̅̅ tinggi.
Gambar 7 Wake closure length (Lc) vs Richardson number Terlihat pada Gambar 7 bahwa trendline grafik yang berada pada posisi paling bawah adalah Re 200 untuk semua nilai Ri, kemudian yang berada diatasnya adalah Re 135 dan yang berada pada posisi tertinggi adalah pada Re
Gambar 9 Average Nusselt number vs Richardson number
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271
6
4.
Semakin meningkatnya nilai Richardson number, maka nilai average Nusselt number pada semua variasi Reynolds number menurun. Hal ini dikarenakan semakin besarnya Ri, maka pengaruh gaya buoyancy semakin besar yang bertindak sebagai penghambat aliran yang menyebabkan kecepatan pendinginan lebih lambat, sehingga koefisien konveksi semakin kecil.
5.
Semakin tinggi nilai Ri maka separasi semakin cepat terjadi sehingga wake pada Ri tinggi lebih besar.
6.
Semakin tingginya nilai Re, maka wake closure length akan kecil dan nilai koefisien drag semakin kecil. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya nilai Re, maka momentum yang dimiliki aliran semakin besar dan semakin kuat mengatasi adverse pressure gradient dan gaya buoyancy, sehingga daerah resirkulasi semakin kecil.
7.
Semakin tingginya nilai Re, maka average Nusselt number semakin kecil disebabkan karena semakin tinggi nilai Re, maka kecepatan pendinginan semakin cepat, sehingga koefisen konveksi menjadi besar.
[1]
Boirlaud, M., Couton, D. and Plourde, F.2009. “Experimental Turbulent Mixed Convection Behind a Heated Cylinder”. Chang, K. S. & Sa, J. Y. 1990. “The Effect of Buoyancy on Vortex Shedding in the Near Wake of a Circular Cylinder”. J. Fluid mech. 220, 253-266. FLUENT tutorial user guide Fox, Robert W. Pritchard, Philip J. Mc. Donald, Alan T. 2011. Introduction to Fluid Mechanics : 8 th edition. USA: John Wiley and Son, Inc. Hatanaka, Katsumori dan Kawahara, Mutsuto. 2007. “Numerical Study of Vortex Shedding Around a Heated/Cooled Circular Cylinder by the Three-Step Taylor-Galerkin Method”. International Journal for Numerical Method in Fluids, vol.21,857-867 Hu, H. and Koochesfahani, M. 2011. “Thermal Effects on thee Wake of a Heated Circular Cylinder Operating in Mixed Convection Regime”.Journal of Fluid Mechanics 68:235-270. Incropera., F.P and DeWitt, D.P. 2007. Fundamental of Heat and Mass Transfe. John Wiley and Sons, New York. Mills, A. F. 1995. Heat and Mass Transfer, Richard. Irwin, INC, Chicago. Morgan, V. T. 1975. “The Overall Heat Transfer From Smooth Circular Cylinder”. Adv. Heat Transfer. 11, 199-264. Nair, Aswathy, Kumar, Ajith, Sameen, A., and Lal, S.A. 2007. “Effect of Prandtl Number on Heat Transfer in Flow Past a Heated Cylinder”.Proceedings of International Conference on Energy and Enviroment-2013 (ICEE 2013). 2:2347-6710. S, Bijjam, A.K. Dhiman, S. Srikanth. 2010. “Unsteady Laminar Flow and Heat Transfer Across a Circular Cylinder Confined in Channel”. Proceedings of the 37th National & 4th International Conference on Fluid Mechanics and Fluid Power. December 16-18, IIT Madras, Chennai, India. FMFP10 - HT – 32. Tuakia, Firman. 2008. Dasar-Dasar Menggunakan CFD Fluent. Informatika Bandung. Zhukauskas, A. 1972. “Heat transfer from tubes in cross flow”. In Advance in heat transfer (ed. J. P. Hartnet & T. F. Irvine Jr), vol. 8. Academic.
D. Kontur 1. Kontur kecepatan pada Re 135
Gambar 10 Kontur kecepatan pada Re 100 pada saat t = 32 s a. Ri 0 b. Ri 0.5 c. Ri 1 2. Kontur temperatur pada Re 135
DAFTAR PUSTAKA [2]
[3] [4]
[5]
Gambar 11 Kontur temperatur pada Re 135 pada saat t =32 s a. Ri 0.25 b. Ri 0.5 c. Ri 1 [6]
IV. KESIMPULAN [7]
Dari hasil simulasi numerik yang telah dilakukan tentang pengaruh variasi Reynolds number dan Richardson number pada karakteristik aliran fluida melewati silinder tunggal yang dipanaskan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Semakin meningkatnya nilai Richardson number, maka nilai wake closure length pada semua variasi Reynolds number semakin panjang. Hal ini disebabkan karena semakin besar nilai Ri, maka gaya buoyancy yang mempengaruhi semakin besar, sehingga bertindak sebagai penghambat aliran dan mendorong daerah resirkulasi semaking ke belakang.
[8] [9] [10]
[11]
[12]
2.
3.
Semakin meningkatnya nilai Richardson number, maka pengaruh gaya buoyancy semakin besar, sehingga vortex shedding yang dihasilkan pada semua variasi Reynolds number semakin kecil dan waktu terbentuknya semakin lama. Semakin meningkatnya nilai Richardson number, maka koefisien drag yang terjadi pada semua variasi Reynolds number semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya Ri, maka wake yang terjadi semakin besar, sehingga pressure drag menjadi besar.
[13]