JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
1
Pengaruh Goresan Lapis Lindung dan Salinitas Air Laut Terhadap Arus Proteksi Sistem Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) pada Pipa API 5 L Grade B Mochammad Nurus Shobah, Tubagus N.R. S.T. M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak—Korosi menjadi penyebab utama kegagalan material pipeline karena lingkungan yang ekstrem (korosif). Meski sudah diberikan lapis lindung, tetap ada kemungkinan lapisan rusak atau cacat pada saat shipping atau instalasi. Penelitian ini mempelajari pengaruh luas goresan lapis lindung dan salinitas air laut sebesar 3.2%, 3.5%, dan 3.8% terhadap arus proteksi sistem proteksi katodik arus paksa (ICCP). Luas goresan yang digunakan adalah 189 mm2, 568 mm2, 946.7 mm2, 1880 mm2, 5640 mm2, 9440 mm2, dan 13250 mm2. Spesimen tanpa goresan dan spesimen tanpa lapis lindung digunakan sebagai pembanding. Pipa API 5 L Grade B sebagai katoda dan grafit sebagai anoda inert serta rectifier sebagai penyearah arus. Arus proteksi ICCP diatur hingga mencapai nilai potensial proteksi sebesar -850 mV vs. SCE. Setelah 8 hari imersi awal dan 15 hari imersi untuk pengukuran arus, didapatkan bahwa semakin besar goresan lapis lindung maka semakin besar arus proteksi yang dibutuhkan dalam salinitas air laut yang sama. Arus proteksi terbesar pada goresan 18934.2 mm2 dalam salinitas 3.8% dengan rapat arus 154.8 mA/m2. Sedangkan arus proteksi terkecil pada goresan 0 mm2dalam salinitas 3.2% sebesar 7.18 mA/m2. Arus proteksi pada spesimen dengan luas goresan yang sama, arus proteksinya semakin meningkat seiring meningkatnya salinitas air laut. Arus proteksi terbesar berada pada salinitas 3.8% dengan nilai arus untuk spesimen tanpa goresan hingga tanpa lapis lindung berturut turut 11.46 mA/m2, 12.41 mA/m2, 14.25 mA/m2, 17.86 mA/m2, 43.47 mA/m2, 53.34 mA/m2, 64.96 mA/m2, 77.11 mA/m2, dan 154.8 mA/m2. Sedangkan arus terkecil pada salinitas 3.2% yaitu sebesar 7.18 mA/m2, 8.19 mA/m2, 10.52 mA/m2, 13.88 mA/m2, 24.55 mA/m2, 36.34 mA/m2, 44.21 mA/m2, 58.04 mA/m2, dan 89.54 mA/m2. Penggunaan lapis lindung pada spesimen memberikan pengaruh yang signifikan pada kebutuhan arus proteksi. Persaman regresi ganda untuk nilai arus proteksi (Y) dengan nilai salinitas (X 1) dan luas goresan (X2) yaitu Y = -0.437 + 363.75 X1 + 0.0051 X2 untuk salinitas 3.2% hingga 3.8% dan X2 dalam mm2. Kata Kunci—Goresan, Lapis lindung, Pipeline, ICCP, Salinitas, Arus Proteksi
J
I. PENDAHULUAN
aringan pipa bawah laut (pipeline) memiliki peranan yang sangat penting dalam industri minyak dan gas. Kelancaran proses produksi dan pendistribusian minyak dan gas sangat tergantung pada kondisi jaringan pipa. Pipa bawah laut didesain agar bisa beroperasi 10 hingga 40 tahun. Korosi menjadi penyebab utama kegagalan material pipeline yang menyebabkan penurunan kualitas material akibat interaksi dengan lingkungannya. Sehingga pipeline harus dirancang sedemikian rupa agar memiliki umur pakai yang lebih lama dan sesuai dengan standard.
Pelapisan eksternal (external coating) dapat mencegah korosi pada pipa. Lapisan (layer) tambahan diperlukan untuk tambahan proteksi, menjaga pipa agar stabil di dasar laut dengan memberi isolasi. Walaupun begitu, tetap ada kemungkinan coating rusak pada saat shipping atau instalasi. Cacat coating juga bisa terjadi selama pipeline dalam kondisi kerja (in service). Hal ini yang perlu digarisbawahi bahwa bahaya korosi masih mengancam meski telah dilakukan coating. Berdasarkan data dari PHMSA Filtered Incident Files, kerusakan pipa akibat penggalian atau instalasi (excavation damage) menjadi penyebab tertinggi kerusakan pada pipeline (offshore dan onshore) sebanyak 34,5% dari total kegagalan pipa yang terjadi selama 20 tahun, hingga tahun 2008. Upaya lain dilakukan untuk mengendalikan korosi dengan menggunakan proteksi katodik. Salah satunya adalah dengan merode Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) karena dengan sistem proteksi ini dapat melindungi struktur yang relatif besar dan jumlah arus yang dibutuhkan dapat diatur dengan menggunakan rectifier. Anoda yang digunakan lebih mulia daripada material pipa. Sistem ICCP ini sudah digunakan secara global oleh Negara besar di Asia, Eropa, dan Amerika. Fleksibilitas penggunaan metode ICCP dalam menentukan kebutuhan arus proteksi dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan korosi pada pipeline bawah laut yang memiliki cacat pada external coating atau dengan kata lain proteksi tetap dapat dilakukan pada lapisan (coating) yang rusak. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode ICCP untuk struktur pipa dengan kondisi coating yang rusak atau cacat menggunakan anoda grafit dalam dalam lingkungan air laut dengan salinitas yang berbeda. Adapun variasi yang digunakan adalah salinitas sebesar 3.2%, 3.5%, dan 3.8%. Variasi luas goresan spesimen yang digunakan adalah 189 mm2, 568 mm2, 946.7 mm2, 1880 mm2, 5640 mm2, 9440 mm2, dan 13250 mm2. Spesimen tanpa goresan dan spesimen tanpa lapis lindung digunakan sebagai pembanding II. URAIAN PENELITIAN 2.1 Standard yang Digunakan Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti standard: API 5L Specification fot Line Pipe NACE Standard TM-0169-95 Laboratory Corrosion Testing of Metals
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 2.2 Diagram Alir Penelitian
2 Tabel 1. Komposisi Kimia API 5 L Grade B [1] Elemen Kadar (%) Carbon Mangan
0.22 1.2
Phospor Sulfur Titanium
0.025 0.015 0.04
Tabel 2 Spesifikasi Anoda Grafit [2] Spesifikasi Keterangan Impregnated Epoxy Resin Kategori (H) Model M120H Bentuk Tubular Dimensi p=138 mm ; d = 36 mm Massa pakai 20 tahun Komposisi Kimia 99.8% Carbon; 0.2% Ash Laju konsumsi 0.1-1kg/A.Year
2.4 Preparasi Katoda dan Anoda Preparasi pipa katoda dilakukan dengan menempelkan lakban dengan ukuran tertentu sesuai prosentase goresan ke permukaan pipa. Ukuran untuk goresan dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Ukuran Goresan pada Spesimen Katoda
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
2.3 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipa API 5 L Grade B dengan panjang 100 mm dan diameter 60.3 mm sebanyak 27 buah. Anoda grafit tipe Impregnated Epoxy Resin (H) berbentuk tubular. Cat primer zinc kromat, thinner B, dan filler epoxy dengan hardener, garam klorida (NaCl), Aquades dengan volume 22.5 L untuk tiap salinitas. Karet sponge, kertas ampelas, dan filler lem tembak. Sedangkan untuk alat yang digunakan meliputi, kabel tembaga, rectifier, gergaji mesin, box container, kaca sekat, Analytical Balance Mettler Toledo New Classic M5, digital multitester, avometer, lakban, lem tembak, kuas, mur, baut, kuas, dan mesin bor.
Perlindungan pertama pada pipa dilakukan dengan memberikan lapis lindung dari cat primer zinc kromat yang dicampur dengan thinner B serta filler epoxy di bagian atasnya secara merata hingga betul-betul kering. Proses pengecatan dilakukan sebanyak 3 kali pelapisan. Setelah kering, kemudain melepas lakban yang menempel pada permukaan sehingga ada permukaan yang terekspose dengan lingkungan. Memasang kabel tembaga melalui mur dan baut pada pipa. Kedua ujung pipa ditutup dengan karet sponge dan direkatkan dengan menggunakan lem tembak. Preparasi anoda dilakukan dengan melubangi bagian tengah anoda kemudaian kabel dimasukkan dan diikatkan pada anoda. Kabel pada direkatkan pada anoda dengan lem tembak. 2.6 Preparasi Larutan NaCl Preparasi Larutan NaCl dilakukan dengan mencampurkan garam klorida (NaCl) sebanyak 746.78 gr untuk salinitas 3.2%, 819.6 gr untuk salinitas 3.5%, dan 892.85 gr untuk salinitas 3.8% ke dalam aquades dengan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 volume 22.5 L untuk tiap salinitas kemudian diaduk hingga homogen. 2.7 Pengkondisian Spesimen Sebelum dilakukan instalasi ICCP, terlebih dahulu spesimen katoda dikondisikan dalam larutan NaCl. Pengkondisian ini bertujuan untuk merusak lapisan pasif yang terbentuk pada permukaan pipa. Pengkondisian dilakukan dengan cara imersi dalam larutan selama 8 hari. Dari 3 variasi salinitas elektrolit yang berbeda, masing-masing elektrolit ditempatkan dalam 3 box container. Masing-masing box berisikan 5 spesimen dengan diberikan sekat antar spesimen. Setiap spesimen akan dimasukkan dalam larutan dengan volume 4.5 liter. 2.8 Skema Penelitian Katoda dan anoda dihubungkan melalui kabel dengan rectifier sebagai penyearah arus dan digital multitester serta avometer sebagai penunjuk potensial dan arus dalam rangkaian ICCP. Untuk instalasi ICCP, kabel tembaga pada pipa dihubungkan ke kutub negatif (-) rectifier sedangkan kabel tembaga pada anoda grafit dihubungkan ke kutub positif (+) rectifier.
3 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengkondisian Awal Spesimen Sebelum instalasi pipa dengan sistem ICCP, dilakukan pengkondisian awal dengan cara imersi pipa dalam lingkungan elektrolit 3.2% NaCl, 3.5% NaCl, dan 3.8% NaCl selama 8 hari sesuai NACE Standard TM0169-95. Pengukuran ini bertujuan untuk merusak lapisan pasif dan mengetahui perbandingan nilai potensial sebelum dan sesudah instalasi ICCP. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan avometer dan elektroda referen kalomel.
Gambar 4. Grafik Potensial Korosi Awal Imersi Pipa dalam Elektrolit 3.2% NaCl, 3.5% NaCl, dan 3.8% NaCl
3.2 Hasil Pengukuran Arus Proteksi Spesimen Dari hasil pengukuran arus proteksi masing-masing pipa dapat ditentukan nilai rata-rata arus proteksi yang dibutuhkan masing-masing pipa dengan luas goresan dan salinitas air laut. Tabel 3 menunjukkan rata-rata arus proteksi dalam salinitas 3.2%, 3.5%, dan 3.8%.. Tabel 3. Hasil Pengukuran Rata-rata Arus Proteksi (a) Salinitas 3.2%
Salinitas Gambar 3. Skema Rangkaian ICCP dalam Penelitian
2.8 Pengukuran Arus Proteksi Spesimen Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan mengukur half-cell potential. Pengukuran arus proteksi dilakukan selama 15 hari dengan interval: setiap hari selama 15 hari dilakukan pengukuran arus. Data yang diambil adalah nilai arus proteksi yang diatur dari rectifier ke katoda untuk mendapatkan nilai potensial yang sama dalam level terproteksi yaitu -850 mV vs. SCE (Saturated Calomel Electrode).. Pengukuran arus proteksi dilakukan dengan menggunakan dua avometer. Avometer pertama digunakan sebagai acuan untuk nilai potensial -850 mV vs. elektroda referen kalomel Avometer kedua digunakan untuk mengukur arus yang diberikan untuk mencapai nilai potensial proteksi sebesar -850 mV SCE. Pengukuran dilakukan dengan menghubungkan kabel tembaga pada pipa dengan kutub positif (+) avometer dan menghubungkan elektroda referen dengan kutub negatif (-) avometer. Dalam penelitian juga dilakukan pengamatan makro untuk mengetahui tipe korosi yang terjadi pada spesimen.
3.2%
Luas Goresan (mm2)
Rata-rata Arus Proteksi (mA)
0 189
0.136 0.155
568 946.7
0.199 0.263
1880 5640 9440
0.465 0.688 0.837
13250 18934.2
1.099 1.695
(b) Salinitas 3.5% Salinitas
3.5%
Luas Goresan (mm2)
Rata-rata Arus Proteksi (mA)
0 189 568
0.156 0.184 0.214
946.7 1880 5640
0.291 0.748 0.842
9440 13250
1.148 1.349
18934.2
2.065
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 (c) Salinitas 3.8% Salinitas
3.8%
Luas Goresan (mm2)
Rata-rata Arus Proteksi (mA)
0
0.217
189 568 946.7
0.235 0.270 0.338
1880 5640
0.823 1.010
9440 13250 18934.2
1.230 1.460 2.931
Gambar 5. Grafik Pengaruh Luas Goresan terhadap Arus Proteksi
Dari hasil pengukuran arus porteksi yang didapatkan, dapat dilihat bahwa dalam salinitas yang sama, semakin besar luas goresan pada pipa maka semakin besar pula arus proteksi yang harus diberikan pada pipa. Semakin besar luas permukaan pipa yang terekspose dengan lingkungan, maka daerah anodik menjadi lebih besar sehingga reaksi oksidasi akan lebih banyak terjadi. Pasokan elektron dibutuhkan lebih banyak didaerah anodik ini untuk menekan reaksi anodik yang melibatkan ion logam, menghindari korosi yang lebih parah. Oleh sebab itu, arus proteksi yang diberikan juga harus lebih besar karena arus proteksi berbanding lurus dengan arus elektron.
Gambar 6. Grafik Pengaruh Salinitas terhadap Arus Proteksi
Pengukuran arus proteksi juga dibandingkan berdasarkan lingkungan elektrolit dengan salinitas yang berbeda. Dalam pipa dengan prosentase goresan yang sama, kebutuhan arus proteksi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
4 nilai salinitas elektrolit dari 3.2% NaCl, 3.5% NaCl hingga 3.8% NaCl. Semakin besar konsentrasi NaCl dalam larutan maka akan menurunkan kelarutan oksigen dalam larutan tersebut. Ketika konsentrasi NaCl mencapai nilai 3 hingga 3.5% maka kelarutan oksigen akan optimum di dalam larutan NaCl. Namun semakin pekat konsentrasi NaCl maka akan terjadi penurunan kelarutan agen pereduksi sehingga laju korosi akan berkurang [3]. Dari teori di atas, dapat dikatakan bahwa seharusnya laju korosi tertinggi berada pada elektrolit dengan 3.5% NaCl. Sehingga arus proteksi yang dibutuhkan lebih besar dibandingkan elektrolit dengan konsentrasi NaCl 3.2% dan 3.8%. Namun berdasarkan hasil percobaan ini, nilai arus proteksi tertinggi berada pada pipa dalam elektrolit dengan 3.8% NaCl. Lapisan pasif yang bersifat protektif pada permukaan logam biasanya terbentuk dari oksida logam atau senyawa lain yang akan memisahkan logam dari media (larutan). Namun, bila logam pasif itu kontak dengan media yang menghasilkan ion-ion agresif seperti ion klorida (Cl-) maka korosi dapat terjadi. Ada tiga teori modern untuk menjelaskan efek ion klorida terhadap korosi pada baja [4]. 1. The Oxide Film Theory Lapisan oksida sangat berpengaruh terhadap passivasi dan proteksi struktur terhadap korosi. Teori ini mnunjukkan bahwa ion klorida dapat menembus lapisan film oksida lebih mudah dibandingkan ion lainnya seperti sulfat (SO4-). 2. The Adsorbtion Theory Ion klorida teradsorbsi ke permukaan logam berkompetisi dengan oksigen terlarut atau ion hidroksil. Ion klorida mendorong proses hidrasi ion ferrous dan menyebabkan korosi pada baja terjadi. 3. The Transitory Complex Theory Ion klorida tergabung dalam lapisan pasif menggantikan beberapa ion hidrokisa sehingga mengakibatkan naiknya konduktivitas dan kelarutan ion tersebut. Sehingga lapisan ini kehilangan kemampuan untuk memproteksi. Saat ion Cl- ditambahkan maka akan terjadi kompetisi antara oksigen dengan ion klorida untuk teradsorbsi pada permukaan material. Jika oksigen yang teradsorbsi maka akan terbentuk lapisan pasif. Jika yang teradsorbsi adalah ion klorida, maka lapisan pasif tidak terjadi. [5]. Jika laju korosi yang akan mencapai maksimum pada angka 3-3.5% NaCl karena oksigen terlarut juga lebih banyak, maka perlu dianalisis apakah pada angka 3.8% laju korosi mengalami penurunan yang siginifikan. Kelarutan garam NaCl pada temperatur kamar (25°C) menunjukkan tingkat kelarutan NaCl yaitu sebesar 36 gr per 100 gr air. Pada elektrolit dengan 3.8% NaCl, sebanyak 896 gr NaCl dilarutkan dalam 22500 mL air. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa angka ini setara dengan 0.04 gr NaCl per 100 gr air. Sehingga NaCl secara keseluruhan akan terlarut sempurna dalam air. Ini menunjukkan bahwa NaCl seluruhnya terurai menjadi ion Na + dan Cl-. Ion Cl- yang terurai akan lebih banyak jumlahnya dibandingkan pada elektrolit dengan 3.2% NaCl dan 3.5% NaCl. Dari hasil pengukuran arus proteksi juga terlihat adanya ketidakstabilan arus pada awal imersi dan semakin stabil seiring bertambahnya waktu. Arus akan fluktuatif akibat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 lapisan pasif masih dalam proses pembentukan. Hal ini juga berhubungan dengan teori Ion Competitive antara oksigen terlarut dan ion klorida untuk teradsorbsi ke permukaan logam. Fenomena seperti ini juga bisa diakibatkan karena overprotect yang terjadi saat awal pemberian arus proteksi [6]. Semakin bertambahnya waktu, arus semakin stabil disebabkan terjadinya passivasi pada permukaan spesimen. Sebagai referensi untuk proteksi dengan arus paksa untuk struktur (pipa) yang kontak dengan air laut, kebutuhan arus proteksi untuk pipeline baja karbon rendah (API 5 L Grade B) pada salinitas yang berbeda dapat ditentukan dengan cara membagi rata-rata arus proteksi masing-masing spesimen dengan luas permukaan spesimen yaitu sebesar 0.0189342 m2. Tabel 4 menunjukkan kebutuhan arus proteksi pada pipa API 5 L Grade B untuk struktur dalam air laut dan samudera dengan salinitas tertentu. Nilai arus proteksi pipa dengan coating penuh tanpa goresan dan pipa tanpa coating memiliki perbedaan yang signifikan. Selisih antara pipa tanpa coating dibandingkan dengan pipa dengan coating penuh tanpa goresan serta 7 variasi lus goresan yang lain jauh perbedaannya. Selisihnya mencapai 1.56 mA pada salinitas 3.2% NaCl, 1.91 mA pada salinitas 3.5% NaCl, dan 2.741 mA pada salinitas 3.8% NaCl. Nilai arus yang besar pada pipa tanpa coating menunjukkan laju perpindahan elektron yang besar menuju permukaan pipa untuk memberikan proteksi, karena pipa dengan kandungan besi (Fe) ini membutuhkan banyak pasokan elektron untuk mencegah oksidasi Fe menjadi Fe2+ sebagai akibat interaksi dengan lingkungan (elektrolit). Hal ini membuktikan bahwa penggunaan coating memberikan efek yang signifikan dalam memberikan perlindungan baja dari serangan korosi. Tabel 4. Kebutuhan Arus Proteksi Pipa API 5 L Grade B pada Salinitas Air Laut yang Berbeda dengan Goresan Tertentu . Luas Goresan Kebutuhan Arus Proteksi Salinitas (mm2) (mA/m2) 0 7.18 189 8.19 3.2% 568 10.52 (Samudera 946.7 13.88 Atlantik Utara, 1880 24.55 Laut Arktik, 5640 36.34 Pasifik Selatan) 9440 44.21 13250 58.04 18934.2 89.54 0 8.23 189 9.72 568 11.28 3.5% 946.7 15.39 (Samudera 1880 39.49 Hindia, Perairan 5640 44.47 Indonesia) 9440 60.62 13250 71.26 18934.2 109.06 0 11.46 189 12.41 568 14.25 3.8% 946.7 17.86 (Laut Merah. 1880 43.47 Laut Mediterania, 5640 53.34 Laut Tengah) 9440 64.96 13250 77.11 18934.2 154.80
5 Kebutuhan arus proteksi pada tabel 4 sesuai dengan kebutuhan arus proteksi baja dalam air laut. Untuk baja tanpa lapis lindung sebesar 100-110 mA/m2. Sedangkan kebutuhan arus proteksi baja dengan lapis lindung sebesar 20-30 mA/m2. 3.3 Analisis Hasil Pengukuran Arus Proteksi Menggunakan Metode Statistika Analisis yang dilakukan adalah dengan membuat persamaan regresi linier berganda untuk menentukan nilai arus proteksi jika salinitas dan luas goresan diketahui. Persamaan regresi berganda: Y = -0.437 + 363.75X1 + 0.0051X2 (1) Persamaan regresi di atas berlaku untuk nilai salinitas 3.2% hingga 3.8% dan X2 dalam satuan mm2. Untuk menguji kekuatan pengaruh salinitas dan luas goresan terahadap arus proteksi, digunakan uji korelasi pearson dan uji korelasi berganda. Dari hasil uji korelasi pearson didapatkan bahwa nilai salinitas elektrolit memiliki korelasi yang sangat lemah dengan arus proteksi karena nilai r sebesar 0.2 (masuk dalam rentang 0.0 s.d. 0.25). Sedangkan luas goresan coating memiliki korelasi yang sangat kuat karena nilai r sebesar 0.933 (karena masuk dalam rentang 0.75 s.d. 0.99). Dari hasil uji korelasi berganda, didapatkan nilai sebesar 0.982. Angka ini menunjukkan bahwa dua variabel, salinitas dan presentase goresan, secara bersama-sama mempengaruhi arus proteksi sebesar 95.4%. Kontribusi secara simultan kedua variabel tersebut adalah (0.954)2x 100% = 91% IV KESIMPULAN Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Dalam salinitas yang sama, asrus proteksi semakin meningkat seiring meningkatnya luas goresan. Arus proteksi terbesar terdapat pada pipa dengan luas goresan 18934.2 mm2 sebesar 89.54 mA/m2 dalam salinitas 3.2%, 109.06 mA/m2 dalam salinitas 3.5%, dan 154.8 mA/m2 dalam salinitas 3.8%. Sedangkan arus proteksi terendah pada pipa tanpa lapis lindung sebesar 7.23 mA/m2 dalam salinitas 3.2%, 8.23 mA/m2 dalam salinitas 3.5%, dan 11.46 mA/m2 dalam salinitas 3.8%. 2. Untuk luas goresan yang sama, arus proteksi sistem ICCP semakin meningkat seiring meningkatnya salinitas air laut dari 3.2%, 3.5%, hingga 3.8%. 3. Arus protkesi (Y) dapat ditentukan melalui persamaan regresi ganda dari nilai salinitas (X1) dan prosentase goresan (X2) dengan persamaan Y = 0.437 + 363.75 X1 + 0.0051 X2 untuk salinitas 3.2% hingga 3.8% dengan X2 dalam satuan mm2 [1] [2] [3] [4]
DAFTAR PUSTAKA
API Specification 5L. Forty Second Edition. 2000. STD API/PETRO Spec 5L-ENGL 2000-0732290 0618044970. A,W,Peabody. 2001. Control of Pipeline Corrosion. Edited by Ronald L Bianchetti. Texas: NACE International the Corrosion Society. Jones, D.A. 1992. Principles and Prevention of Corrosion. New York: University of Nevada-Maximillan Publishing Company Ramachandran V.S. dan J.J. Beaudoin. 2000. Handbook of Analytical Techniques in Concrete Science and Technology. USA: Elseiver Science
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 [5]
Febrianto.2009. “Analisis Fluktuasi Arus Korosi Saat Hancurnya Lapisan Pasif dan Repasifasi oleh Ion Klorida”. Proceeding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. Surakarta 17 Oktober 2009. [6] Abdul Latif Murabbi (2012), Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam Terhadap Laju Korosi dengan Metode Polarisasi dan Uji kekerasan Serta Uji Tekuk pada Plat Bodi Mobil. Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. [7] Ambat R., Aung N.N., and Zhou W. Oct.1999. “Studies on the Influence of Chloride ion and pH on the Corrosion and Electrochemical Behaviour of AZ91D Magnesium Alloy”. Journal of Applied Electrochemistry 30 (2000) 865-874. [8] Kenneth R., Trethewey, BSc., Ph.D, CChem., MRSC, MICorr.ST. 1991. CORROSION, for Students of Science and Engineering. Alih bahasa Alex Tri Kantjono Widodo. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta [9] Milosev I., and Metikos-Hukovic M. 1998. “Effect of Chloride Concentration Range on The Corrosion Resistance of Cu-xNi Alloys”. Journal of Applied Electrochemistry 29 (1999) 393-402. [10] Roberge, Pierre, R,. 2000. Handbook of Corrosion Engineering. USA: The Mc.Graw-Hill Companies Inc.
6