1
Jurnal
POLA KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL PADA EKS WANITA TUNA SUSILA (WTS) DI BALAI REHABILITASI SOSIAL “WANITA UTAMA” SURAKARTA
Oleh Rosita Nur Anggraini D1213064
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
2
POLA KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL PADA EKS WANITA TUNA SUSILA (WTS) DI BALAI REHABILITASI SOSIAL “WANITA UTAMA” SURAKARTA
Rosita Nur Anggraini Tanti Hermawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Social problems are phenomena that appear in social life is always there along with the times. One of the social problems that a crucial issue in Indonesia is the existence of prostitutes (WTS). As part of an effort to return humans normative government has a Social Rehabilitation Institute "Wanita Utama" Surakarta as a place to rehabilitate former prostitutes within the territory of the province of Central Java. Various guidance in Social Rehabilitation Institute "Wanita Utama" Surakarta is a series of rehabilitation activities aimed at developing the potential of ex-prostitutes and make them to be normative. The social worker is supervising former prostitute at Social Rehabilitation Institute "Wanita Utama" Surakarta. Social workers use communication as their way to deliver a message to former prostitutes often called the beneficiary. Purpose of this study was to determine the communication patterns of social workers to the beneficiaries in the Social Rehabilitation Institute "Wanita Utama" Surakarta. Moreover, the authors also identify factors inhibiting and supporting the communication of social workers to beneficiaries. This research is a qualitative descriptive study aimed to describe, explain, explained and analyze the data in depth. Data was collected through interviews and documentation. While the withdrawal of the sample used in this research is purposive sampling. Methods of data analysis in this study using triangulation of data sources. The theory used is the use of interpersonal communication, group communication and mass mediated communication. From this research it is known that the communication patterns of social workers to beneficiaries using interpersonal communication, group communication and mediated communication. In the communication used social worker beneficiaries have their uniqueness in accordance with the purpose of
3
communication. Moreover, the authors also identify factors inhibiting and supporting the communication of social workers to beneficiaries. Keywords: pattern, communication, interpersonal, group, mass media, social workers, beneficiaries.
Pendahuluan Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi banyak membawa dampak dikehidupan ini, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kemajuan teknologi adalah semakin mudahnya sarana dan prasarana yang memudahkan manusia melakukan aktivitas di kehidupan ini. Sedangkan dampak negatif dari kemajuan ini memunculkan banyak masalah-masalah sosial seperti perilaku menyimpang yang melanggar norma-norma sosial yang sudah ada. Masalah sosial adalah fenomena yang muncul dikehidupan bermasyarakat yang selalu ada seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu masalah sosial yang menjadi persoalan krusial di Indonesia adalah keberadaaan wanita tuna susila (WTS). Permasalahan wanita tuna susila (WTS) yang belum terselesaikan, menjadi bayang-bayang pemerintah untuk melakukan upaya dalam mengurangi dan menghilangkan permasalahan tentang wanita tuna susila. Permasalahan tentang wanita tuna susila tidak akan terjadi apabila komunikasi antarpribadi, keluarga, dan masyarakat berjalan tepat sebagaimana mestinya. Komunikasi bersifat fundamental dalam kehidupan sehari-hari karena kita tidak dapat hidup tanpa berkomunikasi. Komunikasi merupakan proses untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan sehingga tercapainya tujuan, yaitu pemahaman bersama atas pesan yang disampaikan. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahwa pemerintah memiliki Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta untuk merehabilitasi wanita tuna susila yang terkena razia polisi dan satpol PP. Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta merupakan sebuah Balai Rehabilitasi Sosial Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan UU Kesos No 11 tahun 2009, Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
4
memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dikehidupan bermasyarakat. Sehingga tujuan dari Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta adalah memulihkan kembali harga diri, percaya diri, kesadaran, serta tanggungjawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya serta mengembangkan kemampuan seseorang yang telah mengalami disfungsi sosial agar dapat kembali normal seperti yang seharusnya.1 Balai Rehabilitasi Sosial memiliki berbimbingan diantaranya: bimbingan mental, bimbingan fisik, sosial, ketrampilan. Tujuan dari bimbingan ini agar eks wanita tuna susila (WTS) kembali mendapatkan jati diri dan harga dirinya dimata masyarakat, tidak lagi dianggap sebelah mata oleh masyarakat dan untuk kembali
hidup normal diterima oleh masyarakat. Pekerja sosial perlu
memiliki ketrampilan berkomunikasi yang baik dalam menghadapi penerima manfaat atau eks WTS, seperti halnya komunikasi kesehatan yang dilakukan antara dokter dengan pasiennya. Arianto dalam jurnal komunikasi kesehatan antara dokter dan pasien menyebutkan bahwa komunikasi kesehatan dokter dan pasien yang sukses dan komunikatif akan berdampak positif bagi pasien. Hal ini berdampak pada efektifitas komunikasi antara dokter dan pasien yang merupakan penentu utama dari kepuasan pasien dan kepatuhan terhadap pengobatan dan perawatan. Secara khusus hubungan interpersonal dokter dan pasien yang baik akan menciptakan keramahan, perilaku sopan, percakapan sosial, perilaku mendukung, serta dapat membangun kemitraan, dan menimbulkan rasa empati selama konsultasi.2 Melalui komunikasi dalam berbagai bimbingan yang dilakukan oleh pekerja sosial diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku penerima manfaat menjadi normatif. Pekerja sosial adalah orang yang berperan penting dalam memantau perkembangan penerima manfaat dan menjadi fasilitator untuk 1
(Sumber: Leaflet Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tentang Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta edisi 2015) 2 Arianto. 2013. Komunikasi Kesehatan (Komunikasi antara Dokter dan Pasien). Jurnal Komunikasi. Volume 03 Nomor 2. Hal : 12
5
penerima manfaat selama masa rehabilitasi berlangsung. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pola komunikasi pekerja sosial pada eks wanita tuna susila di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta dalam upaya merubah perilaku penerima manfaat menjadi normatif dan dapat menjalankan peran sosial di lingkungan masyarakat sehingga tidak kembali menjadi wanita tuna susila lagi.
Rumusan Masalah Peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana pola komunikasi pekerja sosial pada eks Wanita Tuna Susila (WTS) di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta?
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pola komunikasi pekerja sosial pada eks Wanita Tuna Susila (WTS) di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta?
Telaah Pustaka 1.
Komunikasi Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari komunikasi, manusia sebagai makhluk sosial pasti berinteraksi dengan sesama. Komunikasi digunakan untuk berinteraksi dan melakukan aktivitas, juga memenuhi kebutuhan sehari-hari. Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis yang bermakna umum atau bersama-sama. Para ahli banyak mendefinisikan tentang pengertian komunikasi, salah satunya adalah Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik yang mendefinisikan komunikasi sebagai: Proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
6
memberitahu atau untuk mengubah sikap dan perilaku baik secara langsung lisan maupun tidak langsung menggunakan media (Effendi, 1986:6). Selain itu Carl I. Hovland, Jannis & Kelley dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik menyebut komunikasi “The process by which an individual (the communicator) transmits stimult (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individu”. Artinya komunikasi sebagai
suatu
proses
melalui
makna
seseorang
(komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak) (Fajar, 2009: 31-32). Dalam proses komunikasi, pesan berbentuk verbal maupun non verbal. Seperti yang disampaikan Barelson dan Steiner, bahwa definisi komunikasi adalah penyampaian informasi, ide, emosi, ketrampilan, dan seterusnya melalui penggunaan simbol, kata, gambar, angka, grafik, dan lain-lain (Fajar, 2009 : 32). Artinya dalam
proses komunikasi pesan
disampaikan melalui lambang-lambang baik verbal seperti ucapan, kalimat, kata-kata maupun nonverbal seperti gerak tubuh, ekspresi wajah, dan lain sebagainya. Untuk lebih memahami pengertian komunikasi, Harold Laswell dalam karyanya The Structure and Function of Communication in Society dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik mengatakan cara yang tepat untuk menjelaskan komunikasi dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who, Says What In Which Channel, To Whom, With What, Effect? Paradigma Laswell menunjukan ada 5 unsur dalam komunikasi yaitu : a.
Komunikator (meliputi sumber atau sender)
b.
Pesan ( dapat berupa simbol, kata, gambar, angka, grafik )
c.
Media ( channel, sarana dan media )
d.
Komunikan ( penerima atau receiver, recipient)
e.
Efek (impact atau sebab akibat) ( Fajar, 2009: 32).
7
2.
Tujuan Komunikasi Berbagai definisi komunikasi menurut para ahli komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila tujuan dari komunikator tersampaikan kepada komunikan. Tujuan dari komunikasi adalah membangun atau menciptakan pemahaman bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui tetapi dengan komunikasi dapat terjadi perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara sosial (Fajar, 2009:60). a.
Perubahan Sikap (attitude change) Dalam
berbagai
situasi
seorang
komunikan
berusaha
mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain (komunikan) bersikap positif sesuai dengan keinginan atau harapan kita. b.
Perubahan Pendapat (opinion change) Diharapkan dalam komunikasi dapat mencapai
tujuannya,
yaitu menciptakan pemahaman bersama. Sehingga antara komunikator dan komunikan yang awalnya berbeda pendapat menjadi sependapat. c.
Perubahan perilaku (behavior change) Komunikasi juga bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan seseorang. Peran balai rehabilitasi sosial bagi penerima manfaat adalah mengubah perilaku negatif kedalam perilaku positif melalui berbagai bimbingan yang ada.
d.
Perubahan Sosial (social change) Komunikasi dapat menciptakan dan memelihara ikatan hubungan dengan oranglain sehingga tercipta hubungan yang semakin baik antar sesama. Tujuan komunikasi disini merujuk pada hasil yang diinginkan
atau diharapkan oleh pelaku komunikasi. Menurut Wilburn Scramm (1974) dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yaitu kepentingan sumber/komunikator 2009:60)
dan
kepentingan
penerima/komunikan
(Fajar,
8
3.
Pola Komunikasi Pola dalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah model, sistem, atau cara kerja.3 Pola komunikasi adalah suatu kencenderungan gejala umum yang menggambarkan cara berkomunikasi yang terjadi dalam kelompok sosial tertentu. Setiap kelompok sosial tertentu dapat menciptakan norma sosial dalam proses komunikasinya yang biasanya ditaati oleh semua anggota kelompoknya. (Suranto, 2010:116) Selain itu, pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1) Blumer dalam Theories of Human Communication mencatat bahwa pola komunikasi merupakan tindakan kelompok yang terdiri atas pola-pola yang stabil dan selalu berulang yang memiliki makna umum dan tetap bagi anggota mereka (Little Jhon,dkk, 2009:9). Sehingga pola komunikasi dapat diartikan sebagai cara seseorang atau kelompok berinteraksi, bertukar informasi, pikiran dan pengetahuan dengan menggunakan simbol-simbol yang telah disepakati sebelumnya dalam kurun waktu tertentu dan terjadi berulang-ulang.
4.
Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communications) Komunikasi antar pribadi atau dikenal dengan interpersonal communication adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang dan dapat berlangsung dengan cara tatap muka maupun menggunakan media. Komunikasi personal berlangsung secara dialogis sambil saling menatap sehingga terjadi kontak pribadi (Effendy, 2002:125). Sedangkan komunikasi antar pribadi menurut Bittner (1985) dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi menerangkan bahwa komunikasi antar pribadi berlangsung apabila pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata kepada penerima, dengan menggunakan medium suara atau human voice (Wiryanto, 2004:32).
3
(sumber: http://kbbi.web.id/pola).
9
Selain itu, Josep A. Devito (1989) dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. (Fajar, 2009:78) Pada hakekatnya interpersonal communication adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. (Sunarto, 2003:12). Artinya komunikasi antarpersonal adalah proses dimana orang bertukar informasi dan perasaan melalui pesan verbal dan non-verbal. Dalam komunikasi antarpersonal, hal yang utama bukan pada “apa” melainkan “bagaimana” pesan verbal dan non verbal itu disampaikan. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya berhasil atau tidaknya. Sedangkan efektivitas komunikasi antar pribadi menurut Kumar dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi adalah sebagai berikut : a.
Keterbukaan (Openness) Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima didalam menganggapi hubungan antarpribadi.
b.
Empati (empathy) Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Berempati berarti merasakan apa yang dirasakan orang lain.
c.
Sikap mendukung (supportiveness) Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb.
10
Komunikasi yang terbuka mendukung komunikasi berlangsung secara efektif. d.
Sikap positif (positiveness) Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lainlebih aktif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
e.
Kesetaraan (Equality) Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama berharga, berguna dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan (Wiryanto, 2004) Efektivitas
sering
dikenal
dengan
istilah
keberhasilan.
Sehingga keberhasilan komunikasi antarpribadi akan tercipta apabila adanya rasa keterbukaan, sikap mendukung, sikap positif, rasa empati, terciptanya suasana yang setara antara komunikator dan komunikan pada saat komunikasi dilangsungkan. 5. Komunikasi Kelompok Komunikasi
kelompok
diartikan
sekumpulan
orang
yang
mempunyai tujuan yang sama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang sama, yang berinteraksi satu sama lainnya, dan memandang mereka menjadi salah satu bagian dari kelompok tersebut. (Fajar, 2009:65) Sedangkan Michael Burgoon (1978) dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat (Wiryanto, 2004: 46).
11
Golberg (1975) dalam buku Pengantar Ilmu Komuniasi mengatakan bahwa komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan penerapan yang menitikberatkan, tidak hanya proses kelompok secara umum tetapi juga pada perilaku komunikasi individuindividu pada tatap muka kelompok diskusi kecil (Wiryanto, 2004: 47). Sendjaja dalam buku sosiologi komunikasi mengatakan fungsi komunikasi kelompok dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok, dan para anggota kelompok itu sendiri (Bungin, 2008:270171), yang mencakup : a.
Fungsi hubungan sosial Dalam fungsi hubungan sosial ini, mencakup bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial diantara para anggotanya, seperti bagaimana sebuah kelompok rutin memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk melakukan aktivitas informal, santai dan menghibur.
b.
Fungsi pendidikan Dalam fungsi ini, bagaimana sebuah kelompok secara formal
maupun
informal
bekerja
untuk
mencapai
dan
mempertukarkan pengetahuan. c.
Fungsi persuasi Didalam fungsi ini seorang anggota kelompok berupaya memersuasi anggota lainnya supaya melakukan atu tidak melakukan sesuatu. Misalnya satu anggota kelompok mempersuasi anggota kelompok lainnya tentang nilai-nilai dan norma yang ada dikelompok tersebut.
d.
Fungsi problem solving Sebuah kelompok juga dicerminkan dengan kegiatankegiatan untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusankeputusan. Pemecahan masalah atau problem solving ini berkaitan dengan penemuan alternative atau solusi masalah yang
belum
diketahui sebelumnya, sedangkan pembuatan keputusan (decision
12
making) berhubungan dengan pemilihan keputusan diantara dua atau lebih dari solusi yang ada. e.
Fungsi terapi Dalam fungsi ini, setiap objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahannya persoalannya. Artinya individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun hal utamanya membantu dirinya sendiri untuk terapi. Tindakan komunikasi dalam pengungkapan diri disebut self disclosure. Artinya setiap ada permasalahan para anggota dianjurkan berbicara secara terbuka apa yang menjadi permasalahannya, agar anggota kelompok lain dapat memberikan terapi dalam mengatur dan menyelesaikan permasalahan.
6. Komunikasi Bermedia Massa Komunikasi bermedia merupakan cara berkomunikasi melalui medium sebagai alat penyalur ide dalam rangka merebut perhatian khalayak. Saluran komunikasi menurut Fajar (2009: 55) terbagi menjadi tiga, yaitu : a.
Media Cetak Dengan adanya komunikasi baru publikasi cetak menjadi media utama untuk komunikasi internal di kebanyakan organisasi. Media cetak bisa terdiri dari majalah, koran, surat, newsletter dan lain sebagainya.
b.
Media Elektronik Menyediakan informasi dalam bentuk Audible, Visual, Audiovisual yang terdiri dari : televisi, radio, satelit, display, video atau film, internet (blog, facebook, email, chating)
c.
Komunikasi Tatap Muka Temuan riset menunjukan bahwa karyawan lebih suka komunikasi secara langsung atau tatap muka dengan atasannya daripada melalui email, memo, voice mail, dan bentuk lainnya. Studi
13
menunjukkan bahwa jenis pesan yang mudah diingat adalah melalui komunikasi tatap muka. (Fajar, 2009: 55) Alo Lilliweri dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik berpendapat bahwa komunikasi massa sebenarnya sama seperti bentuk komunikasi lainnya, yang memiliki unsur-unsur seperti sumber, pesan, saluran, gangguan dan hambatan, efek, konteks maupun umpan balik. Lilliweri (1991) mengatakan bahwa prosesnya memiliki suatu unsur yang istimewa yaitu menggunakan saluran. Teknologi atau disebut media dengan massa merupakan saluran yang digunakan untuk mengirim pesan yang melintasi jarak jauh. Seperti pamflet, buku, majalah, surat kabar, warkat pos, rekaman, televisi, gambar-gambar poster, computer beserta aplikasinya, telepon dengan jaringan satelitnya (Fajar, 2009:222) Sebagaimana dalam menyusun pesan dalam sebuah komunikasi, seseorang harus selektif dalam melihat keadaan dan kondisi khalayak, begitu juga dengan memilih penggunaan media sebagai sarana untuk menyampaikan pesan. Sehingga dapat diketahui bahwa komunikasi bermedia adalah serangkaian proses komunikasi dalam menyampaikan pesan kepada komunikan menggunakan medium seperti media cetak, media elektronik yang didalam medium tersebut terdapat kelebihankelebihan dan kelemahan-kelemahannya dalam hubungan mempengaruhi audiencenya. Metodologi Penelitian Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan didukung data kualitatif dimana metode ini digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik “purposive sampling” untuk menentukan informan atau nara sumber selama penelitian. Dengan menggunakan teknik ini peneliti akan memilih informan yang dianggap mengetahui masalah secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang tepat. Penggunaan teknik ini dirasa
14
akan lebih efektif karena melalui teknik ini peneliti akan langsung mendapatkan data yang dibutuhkan sehingga mengurangi jumlah data yang tidak relevan. Sehingga peneliti menunjuk enam pekerja sosial dan tiga penerima manfaat sebagai informan dalam penelitian ini. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara dan dokumentasi, dengan analisis data menggunakan triangulasi data dan triangulasi teori. Model analisis interkatif dipilih peneliti untuk validitas data pada penelitian ini.
Sajian dan Analisis Data Pola komunikasi yang digunakan pekerja sosial dalam menyampaikan pesan kepada penerima manfaat di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta merupakan sebuah proses yang terjadi secara berulang menggunakan komunikasi antarpersonal (interpersonal communication), komunikasi kelompok dan komunikasi bermedia. Seperti yang dikatakan oleh Suranto dan Blummer bahwa pola komunikasi diartikan sebagai cara seseorang atau kelompok berinteraksi, bertukar informasi, pikiran dan pengetahuan dengan menggunakan simbol-simbol yang telah disepakati sebelumnya dalam kurun waktu tertentu dan terjadi berulang-ulang. Dalam proses komunikasi pekerja sosial pada penerima manfaat menggunakan pesan verbal dan pesan non verbal. 1.
Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) Di Balai Rehabilitasi Sosial
“Wanita Utama”
Surakarta
komunikasi antarpribadi merupakan cara yang dipakai pekerja sosial dalam
menyampaikan
pesan
kepada
penerima
manfaat
secara
individu/personal secara langsung atau face to face. Hal tersebut sama seperti yang dikatakan Effendy (2002) bahwa komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang dan dapat berlangsung dengan cara tatap muka maupun menggunakan media. Komunikasi personal berlangsung secara dialogis sambil saling menatap sehingga terjadi kontak pribadi.
15
Pekerja sosial di balai menggunakan komunikasi antarpersonal pada saat bimbingan sosial. Bimbingan sosial merupakan kegiatan untuk memberikan arahan dan bimbingan agar dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, kerukunan, kekeluargaan, serta bagaimana hidup di kehidupan masyarakat. Sosialisasi program juga merupakan cara yang dilakukan pekerja sosial dalam rangka mengajak penerima manfaat untuk mau mengikuti proses rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta. Dengan sosialisasi program, pekerja sosial ingin menyadarkan penerima manfaat bahwa pekerjaan menjadi WTS merupakan perbuatan yang salah. Selain itu cara lain yang dilakukan pekerja sosial dalam berkomunikasi dengan penerima manfaat yaitu memberikan motivasi dan support untuk mengajak penerima manfaat dalam mengikuti berbagai bimbingan yang ada, serta mentaati peraturan yang ada di Balai Rehabilitasi “Wanita Utama” Surakarta. Pendekatan komunikasi yang dilakukan pekerja sosial dengan menggunakan komunikasi small talk, artinya komunikasi ringan menggunakan candaan. Pekerja sosial merupakan fasilitator untuk penerima manfaat dalam menyelesaikan permasalahan mereka. Seperti menyelesaikan permasalahan penerima manfaat dengan mengetahui akar masalahnya terlebih dahulu. Pekerja sosial mencari akar masalah yang menjadi penyebab penerima manfaat menjadi wanita tuna susila. Untuk mengetahui permasalahan penerima manfaat, pekerja sosial menggunakan komunikasi secara face to face dan membujuk penerima manfat untuk bercerita tentang permasalahannya. Kontrak sosial adalah tahapan komunikasi antarpersonal yang digunakan pekerja sosial di tahapan assessment, yaitu tahapan pengungkapan masalah penerima manfaat. Komunikasi antarpersonal juga digunakan untuk membangun relasi diantara pekerja sosial dengan penerima manfaat, pekerja sosial ingin membuat penerima manfaat merasa nyaman karena akrab atau dekat dengan pekerja sosial. Sehinggga kepercayaan penerima manfaat kepada
16
pekerja sosial dapat menjadikan komunikasi antarpersonal berjalan efektif karena didukung oleh keterbukaan penerima manfaat dalam melakukan aktivitas komunikasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kumar (2000:121-122). 2.
Komunikasi Kelompok Pekerja sosial memanfaatkan komunikasi kelompok sebagai sarana berbagi informasi antar sesama, memecahkan masalah penerima manfaat saat mengikuti rehabilitasi, hingga memahami karakter masingmasing penerima manfaat. Hal tersebut sama dengan pernyataan Michael Burgoon (1978) bahwa komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Penerapan komunikasi kelompok oleh pekerja sosial di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” dilakukan pada saat bimbingan fisik, bimbingan sosial yaitu bimbingan konseling kelompok, bimbingan mental dan bimbingan ketrampilan. a.
Bimbingan Fisik Pada saat bimbingan fisik yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kondisi fisik, dan kesehatan penerima manfaat. Komunikasi
kelompok
digunakan
pada
saat
memberikan
penyuluhan, praktisi dari rumah sakit Moewardi bekerjasama dengan pekerja sosial memiliki tujuan untuk menjauhkan penerima manfaat dari bahaya HIV/ AIDS, sementara penerima manfaat memperoleh pengetetahuan
tentang
bahaya
penyakit
HIV/AIDS.
Dalam
komunikasi kelompok ini para anggotanya sama-sama memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk kebaikan sosial bersama agar hidup sehat terhindar dari bahaya virus HIV/AIDS.
17
b.
Bimbingan Mental Komunikasi kelompok juga digunakan pekerja sosial saat bimbingan sosial yakni pada waktu bimbingan konseling kelompok, dinamika kelompok juga pada saat apel pagi. Bimbingan konseling kelompok biasanya dilakukan pada saat bimbingan dimasing-masing asrama penerima manfaat. Pada kegiatan apel pagi, pekerja sosial menjadi
pemimpin
apel
sekaligus
anggota
kelompok
dari
komunikasi kelompok yang dilakukan pada saat itu. Melalui support dan motivasi yang disampaikan secara masal pada saat apel, pekerja sosial memiliki tujuan yaitu agar penerima manfaat dan pekerja sosial dapat saling bekerjasama dalam mematuhi aturan balai untuk kepentingan bersama. c.
Bimbingan Sosial Pada saat bimbingan mental, pekerja sosial bekerjasama dengan komunitas, lembaga keagamaan atau lembaga kesehatan, TNI ataupun, para mahasiswa dan mahasiswi perguruan tinggi untuk memberikan penyuluhan kepada penerima manfaat. Seperti pada saat bimbingan religi, pekerja sosial dan tokoh agama dalam memberikan dakwahnya, memberikan wawasan tentang agama melaui komunikasi kelompok. Pekerja sosial memiliki tujuan untuk kepentingan bersama dalam menanamkan dan menumbuhkan kesadaran penerima manfaat agar berlaku normative sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Perbaikan mental penerima manfaat yang menjadi fokus pekerja sosial agar penerima manfaat memiliki akhlak yang baik dan perilaku baik sehingga tidak kembali menjadi wanita tuna susila.
d.
Bimbingan Ketrampilan Komunikasi kelompok juga digunakan dalam bimbingan ketrampilan. Bimbingan ketrampilan yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarrta berupa ketrampilan tata boga, menjahit, dan salon. Dalam bimbingan ketrampilan, pekerja sosial
18
memiliki tujuan yaitu agar penerima manfaat memiliki kemampuan sesuai dengan bakat dan minat yang dipilih untuk membekali penerima manfaat dalam memperoleh pekerjaan. 3.
Komunikasi Bermedia Massa Komunikasi bermedia juga merupakan salah satu cara komunikasi pekerja sosial pada penerima manfaat di Balai rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta. Pekerja sosial menyeleksi penggunaan media dalam menyampaikan pesan pada penerima manfaat. Media yang dipakai disesuaikan
dengan
kebutuhan
dan
kondisi
penerima
manfaat.
Komunikasi menggunakan media massa disisipkan pada saat bimbingan yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta. Seperti pada saat Pengajian Komunitas Solo Hijabers yang termasuk pada bimbingan mental spiritual, pekerja sosial bekerjasama dengan ustadzah untuk memberikan tauziah pada penerima manfaat. Pada saat tausiah berlangsung, ustadzah memberikan tayangan film untuk memberikan gambaran secara nyata kepada penerima manfaat. Film merupakan golongan media audiovisual yang dapat menggugah emosi yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan pikiran penerima manfaat. Seperti yang dikatakan Marhaeni Fajar (2009: 209) bahwa keunggulan film menggunakan suara dan gambar-gambar yang hidup diatas layar, sehingga menciptakan keintiman, keakraban, dan kehangatan dalam mempengaruhi audience. Keunikan medium film ini langsung mengenai pada aspek emosi khalayak, sehingga film dirasa efektif dalam mempengaruhi pemikiran dan mengubah sikap penerima manfaat menjadi lebih baik. Selain itu, komunikasi bermedia juga digunakan pada saat bimbingan fisik yaitu pada saat penerima manfaat melakukan senam aerobic. Pekerja sosial menggunakan media audiovisual sebagai alat dalam komunikasinya. Musik menjadi medium audio dan gerakan instruktur senam merupakan medium berupa gerakan dalam komunikasi ini. Pekerja sosial menggunakan senam aerobic sebagai salah satu cara untuk
19
menanamkan pola hidup sehat kepada penerima manfaat. Penyampaikan tujuan komunikasi dengan menggunakan gerakan dan music (audiovisual) dirasa efektif karena secara tidak langsung keadaan atau kondisi fisik penerima manfaat akan mempengaruhi bagaimana sebuah pesan itu dapat tersampaikan sesuai dengan tujuannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Jalaludin Rakhmat (2007:4) bahwa komunikasi adalah ilmu penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan diantara organisme. Sistem organ didalam tubuh manusia merupakan alat untuk merespon rangsang pesan/informasi yang ada, kemudian diproses oleh otak, sehingga dapat menghasilkan sebuah pemahaman.
Kesimpulan Pola komunikasi diartikan sebagai cara seseorang atau kelompok berinteraksi, bertukar informasi, pikiran dan pengetahuan dengan menggunakan simbol-simbol yang telah disepakati sebelumnya dalam kurun waktu tertentu dan terjadi berulang-ulang. Pola komunikasi pekerja sosial pada penerima manfaat di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta menggunakan komunikasi antarpribadi/interpersonal
communication,
komunikasi
kelompok
dan
komunikasi bermedia. Komunikasi antarpribadi digunakan pada saat bimbingan sosial pada bimbingan konseling individu. Komunikasi antarpersonal merupakan komunikasi yang dilakukan pekerja sosial terhadap penerima manfaat secara langsung atau face to face. Sedangkan komunikasi kelompok digunakan pekerja sosial pada saat bimbingan fisik, bimbingan sosial yaitu pada bimbingan konseling kelompok, dinamika kelompok, bimbingan mental dan bimbingan ketrampilan. Dalam komunikasi kelompok pekerja sosial menyampaikan pesan kepada penerima manfaat secara langsung dengan sekumpulan penerima manfaat yang memiliki tujuan bersama. Selanjutnya komunikasi bermedia diterapkan penerima manfaat untuk membantu kelancaran proses penerimaan pesan kepada penerima manfaat. Komunikasi bermedia biasanya dilakukan menggunakan media
20
cetak, media elektronik, alat peraga, dan melalui gerakan. Masing-masing komunikasi yang digunakan pekerja sosial memiliki keunikan tersendiri sesuai dengan tujuan komunikasi.
Saran Saran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah menganalisis data adalah sebagai berikut : a.
Dalam hal berkomunikasi dengan penerima manfaat, hendaknya pekerja sosial lebih menonjolkan rasa kesetaraannya dengan penerima manfaat, sehingga penerima manfaat tidak merasa ada GAP saat berkomunikasi.
b.
Dalam komunikasi bermedia, pekerja sosial diharapkan memilih media yang tepat untuk menyampaikan pesan kepada penerima manfaat, agar komunikasi diantara keduanya berjalan dengan efektif.
Daftar Pustaka Bungin, Burhan. (2008). Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana. Effendy, Onong Uchjana. (1986). Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: Remaja karya. Effendy, Onong Uchjana. (2002). Ilmu Komunikasi Praktek dan Teori. Bandung: Rosda Karya. Djamarah, S.B. (2004). Pola Komunikasi Orangtua dan Anak (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam). Jakarta: Rineka Cipta. Fajar, Marhaeni. (2009). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Jakarta: Graha Ilmu. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sumber: http://kbbi.web.id/pola diakses pada 8 Desember 2015. Little John, W Stephen Karen A Foss. (2009). Teori Komunikasi Edisi 9. Jakarta: Salemba. Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grasindo.