JURNAL
POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PELAJAR TUNAGRAHITA (Studi Kualitatif tentang Pola Komunikasi Interpersonal antara Guru dan Pelajar Tunagrahita untuk Menanamkan Kemandirian dalam Aktivitas Sehari hari di SDLB-C Setya Darma Solo)
Oleh : Eva Menageti Sri Herwindya Baskara Wijaya, S.Sos., M.Si
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PELAJAR TUNAGRAHITA (Studi Kualitatif tentang Pola Komunikasi Interpersonal antara Guru dan Pelajar Tunagrahita untuk Menanamkan Kemandirian dalam Aktivitas Seharihari di SDLB-C Setya Darma Solo)
Eva Menageti Sri Herwindya Baskara Wijaya
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRACT Mental retarded is the term used to mention children with intellectuality below average. It is this that becomes constraints with communication in mental retarded children. For that reason, mental retarded children have different education method from the normal ones. The education service in mental retarded children existed in Special School (SLB), particularly SLB-C. The objective of research was to find out Interpersonal Communication Pattern between teacher and Mental Retarded students to Implant Independency in Daily Activities conducted in SDLB-C Setya Darma, Solo. This research was a qualitative research type, in which the author employed three methodology types: interview, documentation, and observation. In this study using purposive sampling technique in which sampling is based consideration of author adjusted for the purpose of research The result which researcher got, research conclude that communication patterns indicate if in the process of communication between students and teachers have the barriers that come from students themselves that caused the message delivered by teachers can not be captured and responded to quickly by students with intellectual challenges.his model explained the impairment and obstacles in communication process. Keywords : Interpersonal Commnication, mental retarded, children, message, process .
1
Pendahuluan Komunikasi merupakan salah satu bagian terpenting bagi manusia, terutama dalam kehidupan bersosial. Karena dengan melakukan komunikasi, manusia dapat berinterkasi dengan manusia lainnya.
Komunikasi interpersonal merupakan
rangkaian tindakan maupun kegiatan yang terjadi secara terus-menerus dan bersifat dinamis. Segala yang tercakup dalam komunikasi interpersonal selalu berubah, yakni pelaku, pesan maupun lingkungan.
Proses dalam komunikasi interpersonal
digambarkan sebagai proses sirkuler. Setiap individu bertindak sebagai pembicara sekaligus pendengar dan terjadi secara terus-menerus, sehingga batasan dalam komunikasi interpersonal tidak jelas. 1 Namun seperti yang kita ketahui, kemampuan berbahasa juga didukung dengan kecerdasan intelegensi yang memadai. . Oleh karena itu jika seseorang mengalami gangguan mental, maka orang tersebut akan kehilangan sebagian sistem motoriknya terutama dalam mengabstraksi maupun memvisualisasi peristiwa yang ada di sekitarnya. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang memiliki intelektual di bawah rata-rata. Kecerdasan di bawah rata-rata normal menyebabkan anak tunagrahita kesulitan pada empat hal yang berkaitan dengan atensi (attention), daya ingat (memory), bahasa (language) dan akademik (academics). 2 Hal
inilah
yang
menjadi
kendala
pada
anak
tunagrahita
dalam
berkomunikasi.Apa yang dilakukan oleh anak normal akan sulit dilakukan maupun diikuti oleh
anak
tunagrahita. Stimulasi verbal dan nonverbal seringkali sulit
ditransfer dan dicerna oleh tunagrahita sulit
mereka. Kesulitan berkomunikasi membuat anak
bersosialisasi dengan orang lain. Untuk itu anak tuna grahita
memerlukan pendidikan dan bimbingan yang khusus. 1
Marhaeni Fajar , “Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik”, Graha Ilmu, Jakarta, 2009, hlm.81 Aliyah Nura’ini Hanun, “Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita”, ( Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2 Universitas Tanjungpura, Pontianak, 2013), diakses dari http://jurnal.kominfo.go.id/index.php/jpk/article/view/112, pada tanggal 2 maret 2015 pukul 13.15 2
2
Adapun layanan pendidikan pada anak tunagrahita yaitu di Sekolah Luar Biasa (SLB) khususnya SLB-C yang memang dikhususkan bagi anak tunagrahita. Layanan pendidikan terebut dimulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Chaplin mengungkapkan jika anak berkebutuhan khususnya anak tunagrahita akan cenderung bergantung kepada orang lain dalam melakukan
kegiatan sehari-harinya. Untuk itu perlunya sikap mandiri maupun
kemandirian perlu dilatih dan diajarkan pada mereka dalam kegiatan belajar. 3 Oleh karena itu Sekolah Luar Biasa (SLB) memerlukan pendidikan yang dikhususkan bagi pelajar tunagrahita untuk melatih kemandirian mereka. Hal tersebut juga diterapkan oleh SDLB-C Setya Darma Solo. SDLB-C Setya Dharma Solo merupakan bagian dari Yayasan Pendidikan Setya Dharma Solo yang mana merupakan layanan pendidikan yang dikhususkan bagi anak berkebutuhan khusus. terutama bagi anak keterbelakangan mental. Dalam menanamkan kemandirian, terdapat pola komunikasi yang terjadi antara guru dan pelajar tunagrahita. Yang mana terdapat komponen-komponen dalam komunikasi, seperti komunikan, komunikator, pesan, efek, dan feedback. Pesan yang dimaksud adalah kegiatan penanaman kemandirian yang dilakukan oleh guru di SDLB-C Setya Dharma Solo. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Sarah Trenholm dan Arthur Jensen, jika komunikasi merupkakan proses dimana sumber mentransmisikan pesan pada penerima melalui berbagai saluran. 4 Adanya keterbelakangan mental yang dialami pelajar SDLB-C Setya Dharma Solo tidak menghambat adanya interaksi antara guru dan murid. Dimana dalam proses komunikasi yang dilakukan secara intens menumbuhkan hubungan secara interpersonal. Guru SDLB-C Setya Dharma Solo tidak hanya dituntunt untuk mengajar, tetapi juga memahami pelajar tunagrahita. Dalam hal ini adalah proses 3
Astati “ Menuju Kemandirian Anak Tunagrahita “ Pengayaan. Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194808011974032-ASTATI/BAHAN_AJARKEMANDIRIAN.pdf diakses pada tanggal 3 maret 2015 pukul 19.30 4 Fajar, Loc.Cit hlm.31 .
3
penyampaian penanaman kemandirian yang dilakukan oleh guru pada pelajar tunagrahita dalam aktivitas sehari-hari. Menelik dari uraian diatas, kemudian pada penelitian ini, peneliti memilih judul POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PELAJAR TUNAGRAHITA (Studi Kualitatif tentang Pola Komunikasi Interpersonal antara Guru dan Pelajar Tunagrahita untuk Menanamkan Kemandirian dalam Aktivitas Sehari-hari di SDLB-C Setya Darma Solo ) Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan suatu pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pola komunikasi interpersonal antara para guru dan pelajar tunagrahita untuk menanamkan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari di SDLB-C Setya Darma Solo. 2. Faktor pendukung apa saja bagi para guru dalam pelaksanaan pola komunikasi interpersonal untuk menanamkan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari pelajar tunagrahita di SDLB-C Setya Darma Solo. 3. Faktor Penghambat apa yang saja dihadapi para guru dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal antara guru dan pelajar tunagrahita untuk menanamkan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari sdi SDLB-C Setya Darma Solo.
Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi Komunikasi merupakan bentuk hubungan yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Carl I. Hoveland mengatakan jika komunikasi merupakan upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi, pembentukan sikap dan pendapat.5
5
Effendy Onong Uchyana, “ Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek” , Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hlm. 10
4
Harrold Lasswell mengungkapkan jika komnikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa” mengatakan “apa” ,“dengan saluran apa”, “kepada siapa” , dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa”. Unsur-unsur tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
6
a. Komunikator Individu yang memiliki informasi yang ada dalam pemikiran kepada penerima pesan. b. Pesan Sesuatu yang harus diinformasikan oleh komunikator pada komunikan. Pesan dapat berup tulisan, gambar, gerakan maupun suara. c. Komunikan Individu yang berperan sebagai penerima pesan maupun informasi dari komunikator. d. Saluran/ Chanel Sarana yang digunakan komunikator dalam menyampaikan pesan kepada komunikan. Baik komunikasi langsung (tatap muka) dengan suara maupun komunikasi tak langsung yang dibantu dengan media seperti gambar, pendengaran, dan tulisan. e. Efek Hasil penerimaan pesan/ informasi oleh komunikan, pengaruh yang timbul setelah komunikan menerima pesan. f. Umpan Balik/ Feedback Respon yang diberikan komunikan kepada komunikator atas pesan maupun informasi yang telah diberikan. 2. Pola Komunikasi Interpersonal
6
Wiryanto,” Pengantar Ilmu Komunikasi “, Gramedia, Jakarta, 2006, hlm. 70-80 .
5
Komunikasi menurut Anwar Arifin mempunyai hakikat sebagai suatu proses sosial yang yang berlangsung atau berjalan antar manusia.
7
Dan di dalam
melakukan komunikasi, kedudukan komunikator akan menentukan bagaimana mereka menyampaikan pesan ada komunikan. Pada tahap penyampaian pesan yang dilakukan komunikator terhadap komunikan dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kedudukan mereka. 8 De Vito dalam Communicology : An
Introduction to the Study Of
Communication juga mengungkapkan jika kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan, mendapat distorasi dari gangguan-gangguan, dalam konteks yang menimbulkan efek dan umpan balik. Sehingga, dalam kegiatan komunikasi memiliki komponen-komponen berikut : konteks, sumber, penerima pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian pesan, penerimaan pesan, arus balik dan efek. 9 Dalam bukunya dalam buku lainnya, “The Interpersonal Communication” Joseph A Devito
medefinisikan komunikasi interpersonal sebagai proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.10 Marhaeni fajar komunikasi interpersonal sebagai suatu proses, dimana komunikasi merupakan rangkaian tindakan, kejadian dan kegiatan yang terjadi terus menerus atau dapat dikatakan sesuatu yang dinamis. Dimana proses komunikasi intepersonal bersifat sirkuler dan terjadi secara terus menerus. 11 Hal ini berlaku dalam segala hubungan komunikasi yang terjadi diantara dua orang atau lebih. Termasuk interkasi antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar. Ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi dalam arti 7
Effendy, Op.Cit hlm. 49 H.A.W Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 103 9 Fajar,Op.Cit hlm.78. 10 Effendy, Op. Cit hlm.5 11 Fajar,Op.Cit hlm.81. 8
6
bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan. 12 Proses interaksi yang terjadi secara terus-menerus antara guru dan murid akan menciptakan suatu pola komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar. Soejanto mendefinisikan pola komunikasi adalah gambaran sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen dengan komponen lainnya. 13 Dari beberapa definisi diatas dapat diartikan pola komunikasi memiliki pengertian bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses penyampaian dan penerimaan pesan, dimana akan terjadi proses interaksi yang akan menimbulkan respon satu sama lain. Dan proses penyampaian dan penerima dengan cara yang tepat akan membuat pesan yang dimaksud dapat dipahami. 3. Kemandirian Pelajar Tunagrahita Kemandirian merupakan keadaan seseorang
yang dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung terhadap orang lain. Kemandirian tersebut berasal dari diri sendiri dan tidak bisa terlepas dari perkembangan diri itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat penyelarasan dan pengkoordinasian seluruh aspek kepribadian.14 Jadi, bisa disimpulkan jika kemandirian merupakan sikap individu untuk memtuskan tindakan atau melakukan aktivitasnya tanpa bergantung kepada orang lain. Permasalahannya adalah banyak anak memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang pada umumnya mengalami hambatan dalam tingkah laku dan penyesuaian diri di lingkungan. Di Indonesia anak-anak tersebut dikenal dengan istilah tunagrahita. “ Mental retardation reters to significantly subaverage general
12 13
Effendy, Op. Cit hlm. 101 Agoes Soejanto, “Psikologi Komunikasi”, Remaja Rosadakarya, Bandung, 2001, hlm. 27
14
Diakses dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-galihputih-5305-3bab2.pdf pada tanggal 6 maret 2015 pada pukul 18.17
7
inrtellectual functioning existing concurently with deficits in adaptive behavior and manifested during the developmental period” 15 Ketungrahitaan mengacu pada intelektual umum yang berada di bawah rata-rata. Seseorang dapat dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga indikator yaitu keterlambatan fungsi secara umum, ketidakmampuan dalam berperilaku adaptif dan hambatan perilaku sosial yang terjadi pada usia perkembangan sampai dengan 18 tahun. 16 Sebagaimana diketahui anak tunagrahita memiliki hambatan dalam kecerdasan, maka bagi anak tunagrahita kemandirian merupakan kesesuaian antara kemampuan aktual dan potensi. Oleh sebab itu kemandirian harus sesuai dengan potensi yang mereka miliki dan tidak dapat disamakan dengan kemandirian pada anak normal. Metodologi Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan purpose sampling, dimana peneliti menentukan populasi untuk menjadi anggota samplesesuai dengan kebutuhan penelitian. Adaapun metode pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan pada subyek penelitian ini adalah guru di yaitu SDLB-C Setya Dharma Solo dan orang tua murid dari pelajar. Sedangkan obyek dalam penelitian ini adalah pelajar SDLB-C Setya Dharma Solo. Dalam penelitian ini, menggunakan analisis data berdasarkan model analisis interaktif Miles dan Hubberman. 17
15
Ibid. hlm.2 Aliyah Nura’ini Hanun, “Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita”, ( Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2 Universitas Tanjungpura, Pontianak, 2013), diakses dari http://jurnal.kominfo.go.id/index.php/jpk/article/view/112, pada tanggal 2 maret 2015 pukul 13.15 17 Pawito, “Penelitian Komunikasi Kualitatif”, Lkis, Yogyakarta,2007,hlm. 106 16
8
Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman Punch mengungkapkan bahwa teknik analis ini sebenarnya hanya terdiri dari tiga komponen yaitu : reduksi data (data reduction) , penyajian data (data display), dan penarikan dan pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusions).
18
Sajian Data 1. Pola Komunikasi Interpersonal Pelajar Tunagrahita untuk menanamkan Kemandirian dalam Aktivitas Sehari-hari di SDLB-C Setya Darma Solo Pada penelitian ini, penulis menemukan suatu bentuk atau pola komunikasi yang terjadi guru dan murid di SDLB-C Setya Darma dalam menanamkan kemandirian pada pelajar tunagrahita. Pola komunikasi ini terbentuk dari proses interkasi yang terjadi secara terus menerus antara guru dan pelajar tunagrahita. Seperti yang diartikan oleh Soejanto yang mendefinisikan pola komunikasi adalah gambaran sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen dengan komponen lainnya. 19 De Vito juga mengungkapkan
jika dalam kegiatan penyampaian dan
penerimaan pesan, mendapat distorasi dari gangguan-gangguan, dalam konteks 18 19
Ibid Soejanto Op. Cit hlm. 27
9
yang menimbulkan efek dan umpan balik. Sehingga, dalam kegiatan komunikasi memiliki komponen-komponen berikut : konteks, sumber, penerima pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian pesan, penerimaan pesan, arus balik dan efek. 20 Proses komunikasi tersebut juga dapat terlihat dalam pola komunikasi yang terjadi antara guru dan dan pelajar tunagrahita pada kegiatan penanaman kemandirian di SDLB-C Setya Dharma Solo.
A : Guru
E : Gangguan
F : Pesan yang diterima
B : Faktor Pendukung
G : Pelajar tunagrahita
C : Faktor Penghambat
H : Feedback
D :Pesan
Untuk melihat gambaran pola komunikasi yang terjadi di SDLB-C Setya Dharma Solo, penelti melakukan wawancara serta observasi pada proses pengajaran yang dilakukan di sekolah tersebut. Adapun proses komunikasi yang 20
Effendy, Op. Cit hlm.5 .
10
terjadi dalam penanaman kemandirian di SDLB-C Setya Dharma Solo memiliki unsur-unsur komunikasi sebagai berikut : a. Komunikan dan Komunikator komunikator diposisikan sebagai guru, Sedangkan pelajar tunagrahita merupakan komunikan. Pada tahap ini, guru menyampaikan pesan yang dilakukan secara langsung dengan pelajar tunagrahita., Guru menerangkan bentuk-bentuk penanaman kemandirian dengan prosesnya secara bertahap. Pada proses komunikasi ini guru menerangkannya dengan berbicara keras namun juga tidak cepat. Hal ini dikarenakan karena keterbatasan pelajar tunagrahita dalam menyerap pesan secara cepat, sehingga guru di SDLB-C Setya Darma
menyesuaikan cara berbicara mereka ketika melakukan
pembelajaran b. Pesan Pesan yang disampaikan oleh komunikator atau dalam hal ini adalah Guru adalah penanaman kemandirian pada aktivitas sehari-hari. Yang mana penanaman kemandirian ini bertujuan untuk melatih para pelajar tunagrahita agar dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara mandiri. Meskipun dalam proses penyampaian pesan kepada komunikan, guru memiliki hambatan. Hambatan tersebut berupa gangguan pada proses penerimaan pesan pada pelajar tunagrahita c. Feedback dan Efek Pada pola komunikasi ini umpan balik atau feedback pelajar tunagrahita cenderung pasif dan berjalan satu arah. Hal tersebut terlihat dari observasi yang dilakukan oleh peneliti dimana pelajar tunagrahita tidak memberikan respon secara verbal. Meski tidak disampaikan secara verbal , feedback
tetap
ditunjukkan oleh pelajar tunagrahita dengan perilaku. Efek dari adanya penanaman kemandirian di sekolah, pelajar tunagrahita diharapkan dapat melakukan berbagai jenis kegiatan yang mendukung aktivitasnya sehari-hari. 11
Dari hasil observasi yang dilakukan penliti di beberapa rumah murid, terlihat bagaimana penanaman kemandirian yang dilakukan menimbulakan efek yang positif. Secara perlahan-lahan pelajar tunagrahita telah dapat melakukan berbagai aktivitas keseharian mereka secara mandiri. Pelajar tunagrahita di SDLB-C Setya Darma terbukti juga dapat melakukan kemandirian yang telah ia pelajari di sekolah. Tidak hanya diterapkan di sekolah, kemandirian yang diajarkan juga mereka terapkan di rumah. 2. Faktor Pendukung Pelajar Tunagrahita dalam Penanaman Kemandirian pada Aktivitas Sehari-hari oleh Guru di SDLB-C Setya Darma Solo Faktor pendukung dari penanaman kemandirian di SDLB-C Setya Darma menjadi 2 yaitu faktor internal dan factor eksternal. Faktor internal adalah faktor pendukung yang berada di lingkungan sekolah. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor pendukung yang berasal dari luar lingkungan sekolah. a) Faktor Internal Faktor Pendukung Internal meliputi sarana dan prasarana
sekolah yang
memadahi seperti ruangan kelas, media, alat-alat peraga. Selain itu sarana penunjang kegiatan sekolah, adapun prasarana yang juga yang diperlukan demi kelancaran pendidikan di sekolah. Salah satu jenis prasarana yang paling berpengaruh adalah metode belajar yang diterapkan oleh SDLB-C Setya Dharma Solo. Adapula faktor pendukung internal lain yang tak kalah penting adalah guru. Dalam hal ini guru mempunyai peran yang penting dalam membimbing pelajar tunagrahita untuk dapat melakukan kemandirian. Dan yang tak kalah penting adalah
semangat pelajar tunagrahita dalam
belajar. Meski sulit untuk dipahami, namun keinginan pelajar tunagrahita dapat dilihat dari semangat mereka untuk bersekolah dan belajar. Semangat dan keinginan dalam belajar juga akan menjadi dorongan bagi guru untuk lebih baik dalam mengajar mereka 12
b) Faktor Eksternal Faktor pendukung penanaman kemandirian di SDLB-C Setya Darma juga berasal dari eksternal. Peneliti menemukan jika faktor eksternal merupakan faktor yang paling berperan dalam keberhasilan penanaman kemandirian bagi pelajar tunagrahita. Salah satu yang terpenting adalah peran orang tua dan lingkungan. Peran orang tua sangat besar dalam mendukung penanaman kemandirian bagi setiap pelajar tunagrahita. Kemampuan pelajar tunagrahita dapat dilihat dari bagaimana orang tua dalam membimbing mereka dalam kehidupan seharihari. Orang tua yang aktif akan turut serta dalam mendukung proses penanaman kemandirian disekolah. 3. Faktor Penghambat Pelajar Tunagrahita dalam Penanaman Kemandirian oleh Guru di SDLB-C Setya Darma Solo Peneliti menemukan beberapa hambatan yang menjadi faktor penghambat utama dalam penanaman kemandirian di SDLB-C Setya Darma. Faktor-faktor tersebut adalah : a) Fasilitas pembelajaran yang minim dan terbatas Dari bbservasi yang dillakukan peneliti di SDLB-C Setya Dharma Solo menunjukan jika beberapa fasilitas yang diperlukan guna mendukung kegiatan pelajar nyatanya masih kurang. Seperti tidak adanya ruangan yang khusus yang diperuntukkan bagi kegiatan penanaman kemandirian. Karena selama ini kegiatan bina diri dilakukan di dalam kelas, seperti memasak juga dilakukan didalam kelas. Hal tersebut kurang efektif dan kadang tidak dapat dilakukan secara maksimal. b) Kemampuan pelajar tunagrahita yang berbeda-beda Kemampuan intelektual pelajar tunagrahita yang berbeda-beda meyebabkan kesulitan tersendiri bagi guru dalam mengajar. Oleh karena itu dalam mengajar, guru menerapkan formula yang berbeda-beda pada setiap anak. 13
c) Karakter dan perilaku pelajar yang terkadang diluar kontrol Karakter anak juga menjadi kendala yang cukup besar. Anak tunagrahita cenderung tidak bisa mengontrol emosi mereka, sehingga terkadang anak bersikap sedikit liar. Sikap tersebut kadang menganggu jalannya kegiatan belajar mengajar, termasuk dalam kegiatan penanaman kemandirian. Sehingga fokus dari pelajar lainnya juga ikut terganggu. d) Orang tua yang kurang peduli dan tanggap dengan keadaan pelajar tunagrahita Tidak semua orang tua murid mendukung dengan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah maupun anak mereka. Faktor penghambat terkadang datang dari orang tua murid. Beberapa orang tua murid justru menjadi penghambat proses penanaman kemandirian mereka. Tidak sedikit orang tua yang menyerahkan semua kepada sekolah. Hal ini dikarenakan orang tua yang kurang belum dapat menerima kondisi anak. Sehingga orang tua cenderung tidak peduli dengan keadaan dan perkembangan anak e) Lingkungan sekitar pelajar tunagrahita yang kurang mendukung beberapa lingkungan pelajar tunagrahita memang kurang mendukung, seperti keadaan mereka yang kadang kurang ditanggapi dengan baik, atau keadaan lingkungan yang cenderung mengarah pada hal-hal yang negatif
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya tentang pola komunikasi interpersonal antara guru dan pelajar tunagrahita
untuk
menanamkan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari di SDLB-C Setya Darma Solo dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Komunikasi dalam penanaman kemandirian bagi pelajar tunagrahita yang dilakukan oleh guru dan pelajar tunagrahita bersifat pasif. Meski demikian feed back
tetap ditunjukkan dengan perilaku
yang ditunjukkan oleh pelajar
tunagrahita. Dalam interaksi yang terjalin, guru yang berperan menjadi komunikan mendominasi hubungan komunikasi dengan pelajar tunagrahita. 14
Selain itu dalam hubungan komunikasi ini terdapat gangguan yang menyebabkan pesan yang yang akan disampaikan terhambat. Gangguan tersebut berasal dari pelajar tunagrahita yang memiliki keterbelakangan mental. Sehingga pesan yang disampaikan oeh guru sulit untuk diterima oleh para pelajar tunagrahita. 2. Terdapat beberapa faktor yang mendukung penanaman kemandirian bagi pelajar tunagrahita. Faktor pendukung dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mendukung penanman kemandirian berasal dari sarana dan prasarana yang cukup memadahi. Selain itu para guru yang mengajar juga memiliki pengalaman dalam menangani pelajar tunagrahita. Namun yang paling utama adalah semangat pelajar tunagrahita dalam belajar dan bersekolah. Selain itu peran orang tua sebagai faktor eksternal juga merupakan hal yang terpenting. Kerjasama dari orang tua dan guru akan membuat komunikasi dalam pembelajaran akan lebih mudah. 3. Selain faktor pendukung, adapula faktor penghamabat bagi pelajar tunagrahita dalam menanamkan kemandirian. Dari faktor internal sendiri seperti fasilitas sekolah dalam mendukung penanaman kemadirian sendiri masih terbatas. Perilaku pelajar tunagrahita yang cenderung tidak dapat terkontol menjadi kendala tersendiri bagi para guru untuk membimbing dan berkomunikasi dengan mereka. Sedangkan lingkungan sekitar pelajar tunagrahita yang kurang sehat membuat mereka sulit untuk berkembang. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukakan, maka saran peneliti untuk SDLB-C Setya Darma Solo, yaitu : 1. Sekolah diharapkan lebih mendisiplinkan para murid mereka. Dalam hal ini adalah dalam standarisasi penilaian bagi para murid. Penilaian diharapkan disesuaikan dengan kemampuan mereka dan tidak dipaksakan untuk ke tingkat berikutnya jika murid belum memenuhi standart kenaikan. Selain itu fasilitas untuk mendukung penanaman kemandirian lebih ditingkatkan.
15
2. Bagi orang tua pelajar tunagrahita juga diharapkan untuk lebih aktif dalam mendampingi anak-anak mereka. Dalam hal ini adalah membimbing pelajar tunagrahita dalam menanamkan kemandirian di rumah. Sehingga apa yang telah diajarkan disekolah dapat diulangi kembali untuk meningkatkan kemampuan pelajar tunagrahita. 3. Pemerintah lebih memperhatikkan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka yang memiliki kebutuhan khusus laying untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak noramal pada umunya. Dan kurikulum yang dibuat juga diharapkan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Sehingga dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pelajar.
16
Daftar Pustaka Astati,
Menuju
Kemandirian
Anak
Tunagrahita,
Januari
2010
.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1948080119740 32-ASTATI/BAHAN_AJAR-KEMANDIRIAN.pdf , diakses 3 Maret 2015. Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya. Fajar, M. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hanun, Aliyah Nura’ini . Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita ( Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2 Universitas Tanjungpura, Pontianak, 2013), diakses dari http://jurnal.kominfo.go.id/index.php/jpk/article/view/112, pada tanggal 2 maret 2015 pukul 13.15 Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS. Soejanto, A. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung, : Remaja Rosadakarya Widjaja, H.A.W . 2000. Ilmu Komunikasi : Pengantar Studi. Jakarta : Rineka Cipta.
17