POLA KOMUNIKASI DALAM MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN PERKAWINAN (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pola Komunikasi dalam Mempertahankan Hubungan Perkawinan pada Pasangan yang Menikah Muda di Desa Cikedunglor Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu) Dewi Anisa Wijayati Subagyo Sri Herwindya Baskara Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Marriage is an important episode in the life of two different types of humans for bind themselves in a covenant and promise in order to wade through the ups and downs of living in the world together. Age is one aspects affecting the emotional/psychological maturity, physiological/physical maturity, and socioeconomic maturity. Young marriage is a marriage that is susceptible to a various problems in domestic life so that the divorce rate at young age is very high, rarely a young marriage couple can defend their marriage, this has attracted the attention of to explain more about how, tactics and communication patterns of young married couples in maintaining their marriage relationship. This research is descriptive by qualitative research using in-depth interviews method. Sampling of this research is through by Purposive Sampling, the deliberately choice with the intention of finding what suits the purpose of research. In this research as for the informant amounts in these research in ten couples who marry at a young age in the village Cikedunglor Indramayu. The result of this research indicate how the young couples defend their marriage is using a pattern similarities form of communication (balanced), which is about the authority of the decision in understands and knows each their role in the family while over coming a conflict in accordance with their rspective fiekds, so that role in decision making in the household be fair and equitable between husband and wife. KeyWords: Communication Pattern, Marriage, Young Age.
1
Pendahuluan Perkawinan adalah sebuah episode penting dalam hidup dua anak manusia yang berlainan jenis untuk mengikat diri dalam suatu akad dan janji demi mengarungi suka duka hidup di dunia bersama-sama. Adanya ikatan perkawinan mengindikasikan leburnya kepribadian suami dan istri. Untuk mencapai tujuan dari perkawinan yang harmonis, kedewasaan fisik, kedewasaan berfikir dan kematangan jiwa atau mental bagi pasangan suami istri sangat dibutuhkan. Dengan demikian salah satu hal yang perlu dipertimbangkan oleh seseorang sebelum melangsungkan perkawinan adalah faktor usia. Usia perkawinan merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap kematangan emosi/psikologis, kematangan fisiologis/jasmani, dan kematangan dalam sosial ekonomi. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang rentan terhadap berbagai masalah dalam kehidupan berumah tangga sehingga dapat berdampak buruk terhadap keutuhan keluarga. Salah satu dari dampak negatifnya adalah “perceraian”, walaupun perceraian tidak hanya terjadi pada suami istri yang menjalani perkawinan usia muda, tetapi juga pada suami istri yang menjalani perkawinan pada usia dewasa. Guna menghindari persoalan perkawinan usia muda, maka komunikasi yang baik menjadi hal yang sangat penting yang harus dilakukan dalam sebuah hubungan, untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman antara kedua belah pihak. Sedikit terjadinya kesalahpahaman yang dilalui, akan mengurangi rasa ketidaknyamanan dalam suatu hubungan tersebut. Untuk itu diperlukan adanya teknik komunikasi yang efektif. Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2002: 22), bahwa batas usia dewasa bagi laki-laki 25 tahun dan bagi perempuan 20 tahun, karena kedewasaan seseorang tersebut ditentukan secara pasti baik oleh hukum positif maupun hukum Islam. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa batasan usia dikatakan di bawah umur ketika seseorang kurang dari 25 tahun bagi laki-laki dan kurang dari 20 tahun bagi perempuan. Sedangkan kata di bawah umur mempunyai arti bahwa belum cukup umur untuk menikah.
2
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian bagaimanapola komunikasi dalam mempertahankan hubungan perkawinan pada pasangan yang menikah muda di Desa Cikedunglor Kecamatan
Cikedung
Kabupaten
Indramayu
meliputi
bagaimana
cara
berkomunikasi satu sama lain sehari-hari sehingga terbentuk pola komunikasinya, serta pendukung dan penghambat dalam menjalankan sebuah hubungan perkawinan supaya selalu harmonis. Alasan peneliti memilih topic ini yaitu seperti yang telah kita ketahui, Indramayu sudah terkenal dengan tingkat perceraian yang tinggi.Tingkat perkara perceraian di Kabupaten Indramayu diklaim menjadi yang tertinggi di Indonesia. Rendahnya tingkat perekonomian dan pendidikan dianggap mempengaruhi tingginya pengajuan perkara perceraian di Pengadilan Agama Indramayu.Kepala Pengadilan
Agama Indramayu, Anis Fuadz menuturkan, berdasarkan ajuan perkara yang masuk ke lembaga yang dipimpinnya, terdapat 9.300 perkara yang masuk selama 2013. Dari jumlah tersebut, sebanyak 90% merupakan perkara soal tuntutan perceraian. Beliau mengatakan “Ini paling tinggi di Indonesia. Faktor ekonomi, pendidikan, dan dalam beberapa kasus, kondisi kerja tenaga kerja Indonesia asal Indramayu juga mempengaruhi adanya ajuan perkara cerai.” (Jawabaratnews.com, 17/08/2014).
Perumusan Masalah a)
Bagaimana cara berkomunikasi yang dilakukan sehari-hari oleh pasangan yang menikah muda dalam mempertahankan hubungan perkawinan di Desa Cikedunglor Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu?
b) Bagaimana polakomunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami-istri yang menikah muda dalammempertahankanhubungan perkawinannya di Desa Cikedunglor Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu? c)
Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan pola komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami-istri yang menikah muda dalammempertahankanhubungan
perkawinannya
Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu?
3
di
Desa
Cikedunglor
Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami-istri dalam mempertahankan hubungan perkawinannya serta melingkupi faktor pendukung dan penghambat dalam proses membentuk pola komunikasi di kalangan suami istri yang menikah di usia muda yang berdomisili di Desa Cikedunglor Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu Tinjauan Pustaka a.
Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna, jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu (Effendy, 2002: 9). Pengertian komunikasi secara etimologis diatas adalah bahwa komunikasi minimal harus mangandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informative, yakni agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan.
b. Komunikasi Interpersonal Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi antar dua orang dan dapat berlangsung dengan cara tatap muka atau melalui media. Pengertian komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication ) menurut Onong Uchjana Effendy (2002: 19) yang dikutip dari Joseph A. Devito sebagai berikut : “Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara kelompok kecil orang-orang, dengan beberapa elemen dan beberapa umpan balik seketika.” Proses pengalihan informasi pada komunikasi antar pribadi selalu mengandung pengaruh tertentu, proses pengaruh tersebut merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada gilirannya membentuk proses 4
sosial. Hal ini mengandung arti bahwa, komunikasi antar pribadi mempunyai keunikan karena selalu dimulai dari proses hubungan yang bersifat psikologis, dan proses psikologis selalu mengakibatkan keterpengaruhan. c.
Pola Komunikasi Pola adalah sebuah sistem maupun cara kerja sesuatu yang memiliki bentuk dan struktur tetap yang berpola pada bentuk fungsi, kategori ujaran dan sikap tentang bahasa dan penutur. Komunikasi berpola menurut peran tertentu dan kelompok tertentu dalam masyarakat, tingkat pendidikan, wilayah geografis, dan ciri-ciri organisasial yang lain. (Ibrahim, 1994: 17). Lingkungan sekitar yang dimaksud Ibrahim meliputi kelompok dalam masyarakat, yang pada umumnya merujuk pada status orang tersebut dalam masyarakat semisal kepala desa atau orang yang di tuakan. Tingkat pendidikan menurut Ibrahim juga menentukan terbentuknya pola komunikasi yang berlangsung dikehidupan bermasyarakat ditambah dengan lingkup wilayah geografis daerah tempat interaksi berlangsung ditambah organisasiorganisasi lain yang pasti mempunyai struktur dan cara tersendiri untuk berkomunikasi.
d. Pola Komunikasi Keluarga Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga bisa dinyatakan langsung ataupun hanya disimpulkan dari tingkah laku dan perlakuan yang terjadi dalam keluarga tersebut. Keluarga perlu mengembangkan kesadaran dari pola interaksi yang terjadi dalam keluarganya, apakah pola tersebut benar-benar diinginkan dan dapat diterima oleh seluruh anggota keluarga, apakah pola itu membantu dalam menjaga kesehatan dan fungsi dari keluarga itu sendiri, atau malah merusak keutuhan keluarga. e.
Teori Penetrasi Sosial Altman dan Taylor (dalam Budyatna, 2011: 225) membahas tentang bagaimana perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan. Menurut mereka, pada dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang yang lain sejauh kita mampu melalui proses. Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah.Maksudnya adalah pada
5
hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika kita mengupas kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya. Begitu pula kepribadian manusia.Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka bagi orangorang tertentu saja, orang terdekat misalnya. f. Teori Konflik Wirawan
(2010:
51)
mendefinisikan
konflik
sebagai
proses
pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Secara sosiologis, konflik lahir karena adanya perbedaan-perbedaan yang tidak atau belum dapat diterima oleh satu individu dengan individu lain atau antara suatu kelompok dengan kelompok tertentu. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan antara individuindividu (ciri-ciri badaniah), perbedaan unsur-unsur kebudayaan, emosi, perubahan sosial yang terlalu cepat, perbedaan pola-pola perilaku, dan perbedaan kepentingan.Giddens (dalam Susan, 2009) mengemukakan bahwa pendekatan primordial menganggap konflik sebagai akibat dari pergesekan kepentingan kelompok identitas, seperti; identitas yang berbasis pada etnis, keagamaan, budaya, geografis,bangsa, bahasa, tribal, kepercayaan, religius, kasta, dan lain sebagainya. g. Perkawinan Usia Muda Perkawinan usia muda dapat didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri pada usia yang masih muda atau remaja. Sehubungan dengan perkawinan usia muda, maka ada baiknya kita terlebih dahulu melihat pengertian dari remaja (dalam hal ini yang dimaksud rntng usianya). Golongan remaja muda adalah para gadis berusia 13-17 tahun, inipun sangat tergantung kepada kematangan secara
6
seksual, sehingga penyimpangan-penyimpangan secara kasuistik pasti ada.Dan bagi laki-laki yang disebut remaja muda berusia 14-17 tahun.Dan apabila remaja muda sudah menginjak 17-18 tahun mereka lazim disebut golongan muda atau anak muda.Sebab sikap mereka sudah mendekati pola sikap tindak orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum matang sepenuhnya (Soerjono, 2004: 53).
Sajian dan Analisis Data Peneliti
akan
membahas
mengenai
pola
komunikasi
dalam
mempertahankan hubungan perkawinan pada pasangan yang menikah muda di Desa Cikedunglor Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu. pola komunikasi di sini dikategorikan menjadi beberapa bagian yaitu, cara berkomunikasi dalam menyampaikan pesan di kehidupan sehari-hari, pola komunikasinya, serta penjabaran faktor-faktor pendukung dan penghambat yang terjadi dalam mempertahankan perkawinan. A. Cara Berkomunikasi dalam menyampaikan pesan Dalam penyampaian pesan, seorang komunikator (pengirim) dituntut untuk memiliki kemampuan dan sarana agar mendapatkan umpan balik (feedback) dari komunikan (penerima), sehingga maksud dari pesan tersebut dapat dipenuhi dengan baik dan berjalan dengan efektif. (Effendy, 2002: 7). Beberapa cara berkomunikasi yang digunakan oleh informan dilapangan sebagai upaya untuk mempertahankan perkawinan adalah sebagai berikut: 1.
Tatap Muka (Face to face) Dengan bertatap muka juga komunikator dan komunikan bisa lebih leluasa dalam mengutarakan hal yang ia sampaikan, dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi karena fungsi dari komunikasi tatap muka juga bisa berusaha meningkatkan hubungan insani. Menghindari konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Selain itu komunikator dapat megetahui diri komunikan selengkap-lengkapnya.Komunikator dapat mengetahui secara psikologis komunikan yang sedang dihadapinya (Cangara, 2004: 33).
7
2.
Bermedia (Mediated) Komunikasi yang menggunakan peralatan atau kegiatan yang menciptakan suatu kondisi sehingga memungkinkan seseorang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap. Menurut jenisnya, media kounikasi terbagi menjadi 3 jenis, yaitu media komunikasi audio yaitu komunikasi yang dapat melalui alat pendengaran seperti telephone, komunikasi visual yaitu yang ditangkap melalui alat penglihatan seperti surat, dan komunikasi audio visual yaitu alat komunikasi yang dapat dilihat dan di dengar seperti televisi.
3.
Verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Ada dua jenis komunikasi verbal yang
dilakukan
oleh
pasutri
informan
sebagai
salah
satu
cara
mempertahankan perkawinan yang ditemukan dilapangan yaitu komunikasi lisan dan tulisan. 4.
Non Verbal Kedekatan hubungan antar pihak-pihak yang melakukan komunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon nonverbal, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. (Mulyana, 2010: 18). Komunikasi nonverbal adalah proses penyampaian pesan-pesan oleh seseorang yang dilakukan tidak dengan kata-kata atau bahasa verbal, melainkan melalui petunjuk-petunjuk atau tanda-tanda lain yang terjadi pada tubuh seseorang.
B. Pola Komunikasi Pasangan Suami Istri dalam Mempertahankan Hubungan Perkawinan Pada kehidupan sehari-hari didalam keluarga juga terdapat kebiasaankebiasaan yang dilakukan setiap hari secara berulang-ulang sehingga menjadi pola, alasan yang dilakukan untuk pemeliharaan hubungan yang dikatakan oleh Devito (2001: 285) juga ditemui pada pasangan-pasangan yang menjadi responden dilapangan, di antaranya adalah:
8
a. Emotional attachment (Ikatan Emosional) Dengan adanya ikatan emosional diantara keduanya adalah semakin sering masing-masing pasangan memelihara hubungan karena keduanya saling mencintai satu sama lain dan ingin mempertahankan hubungannya. b. Convenience atau kenyamanan Kenyamanan adalah salah satu cara yang dilakukan oleh para informan di lapangan, kesulitan-kesulitan yang ada termasuk menemukan orang lain untuk hidup bersama, atau partner bisnis yang lain, atau pengawal sosial yang lain mungkin membuat lebih yakin untuk tetap bersama daripada harus berpisah. c.
Children atau anak Pasangan akan tetap bersama karena mereka merasa benar atau salah, bahwa alasan yang paling menarik adalah anak, atau anak akan merasa di terima untuk menutupi alasan sebenarnya yaitu keyakinan, keuntungan, takut hidup sendiri, dan sebagainya.
d. Commitment atau komitmen Banyak orang mempunyai komitmen yang kuat terhadap yang lain atau terhadap hubungan. Dari empat jenis pola komunikasi DeVito, hal yang paling banyak dan paling sering digunakan oleh semua pasangan yaitu pola komunikasi persamaan. Dalam pola ini, suami dan istri membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan oleh suami dan istri adalah sama. Pada pasangan yang menikah muda di Desa Cikedunglor Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu jenis yang paling mempengaruhi bertahannya sebuah hubungan pernikahan yaitu dengan cara keduanya menganggap hubungan suami dan istri adalah sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ideide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan inerpersona lainnya. Dari seluruh pola yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang menikah muda di Desa Cikedunglor kecamatan Cikedung kabupaten Indramayu dapat
9
disimpulkan dengan pola komunikasi yang universal menurut DeVito yang digmbarkan seperti berikut: Gambar. 1. Grand Pola Komunikasi Universal Menurut DeVito Feedback
ISTRI (Source/Encoder)
SUAMI(Source/Enc oder)
NOISE
ISTRI(Rece iver/Decoder)
SUAMI (Receiver/Decoder)
Feedback Sumber: Pola komunikasi universal (DeVito: 1991) Bagan diatas menggambarkan komunikasi universal dalam sebuah rumah tangga pasangan responden.Komunikasi universal ini berisi elemen-elemen yang yang ada disetiap aktivitas komunikasi. Dari bagan tersebut dapat diidentifikasi beberapa unsur dari komunikasi dan bagaimana suatu proses komunikasi terjadi. Suatu proses komunikasi terjadi ketika sumber/pengirim (source/encoder) yang bisa kita lihat dari bagan diatas keduanya berperan sebagai komunikator yang mengirimkan pesan (messages) melalui suatu saluran (channels) kepada penerima atau komunikan (receiver/decoder) yang dapat memberikan umpan balik (feedback), pada proses pengiriman pesan maupun umpan balik, terdapat gangguan/hambatan (noise) yang dapat merusak atau merubah isi pesan yang dikirimkan. Entah itu sinyal yang kurang baik dalam hubungan melalu telepon, ada juga kendala-kendala atau hambatan-hambatan dari pihak ketiga seperti orag tua, anak, dan lain-lain.
10
C. Faktor Pendukung Faktor pendukung dalam penelitian ini didasarkan pada karakteristik efektivitas komunikasi antarpribadi. Terdapat karakteristik tersebut pada komunikasi pasangan suami istri muda di Desa Cikedunglor Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu yakni; 1.
Keterbukaan Hubungan pribadi atau personal relationship adalah dimana orang mengungkapkan informasi satu sama lain dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pribadi satu sama lain (Budyatna, 2011: 36-37). Dalam berbagi informasi dan pengalaman tersebut dilakukan secara terbuka.Sikap terbuka untuk mengungkapkan tentang keadaan, masalah dan pendapat diri kepada pasangan.
2.
Suportif atau Dukungan Perginya suami atau istri bekerja adalah demi tujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan keluarganya.Permasalahan yang terjadi dalam keseharian ditempat yang berbeda harus dapat diselesaikan sendiri. Suport atau dukungan menjadi hal yang menguatkan untuk menjalani hari-hari tanpa pasangan. Suami dan istri berusaha untuk memberikan dukungan dan menjalani aktivitas masing-masing dan harapan hidup sama-sama serta mewujudkan keluarga yang bahagia. Dukungan yang diberikan pada pasangan supaya semangat setiap akan berangkat kerja.
3.
Sikap Positif Dalam menjalani kehidupan berumah tangga atau keluarga, yang diperlukan adalah sikap positif untuk melewati berbagai peristiwa dan persoalan.Kita tidak mungkin berharap memiliki keluarga yang tanpa masalah, semua keluarga punya masalah.Yang diperlukan adalah sikap positif dalam menghadapi permasalahan kehidupan. Dengan adanya sikap positif, maka rumah tangga akan terhindar dari pertengkaran atau keributan.
4.
Empati Kemampuan untuk memposisikan diri dalam posisi orang lain penting dalam komunikasi antarpribadi terutama suami istri. Orang yang mampu
11
berempati terhadap orang lain maka akan mampu mengerti orang lain. Saat berkomunikasi dengan orang lain pun dapat menjalin komunikasi yang baik karena ia mampu menempatkan diri dalam posisi lawan bicaranya. Empati sangat penting dalam satu hungan rumah tangga adanya empati juga menumbuhkan sikap saling menghargai pasangan dan mempertahankan hubungan yang baik. 5.
Kesamaan Suami istri berkomunikasi dan saling bertukar informasi tentang keadaan masing-masing, menyatakan pendapat. Dalam proses ini terjadi pertukaran makna sehingga suami istri memiliki pengetahuan tentang keadaan pasangannya. Terjadi kesamaan makna sebuah informasi tersebut antara suami dan istri.Makna dijelaskan dalam teori interaksi simbolik. Blumer (dalam Budyatna, 2011: 192) menjelaskan bahwa interaksi simbolik didasarkan pada pemikiran bahwa para individu bertindak terhadap objek atas dasar pada makna yang dimiliki objek itu bagi mereka, makna ini berasal dari interaksi sosial dengan teman mereka dan makna ini dimodifikasi melalui proses penafsiran.
6.
Bersikap Yakin Komunikasi
interpersonal
akan
lebih
efektif
bila
seseorang
mempunyai keyakinan diri. Orang yang mempunyai sifat semacam ini akan bersikap luwes dan tenang, baik secara verbal maupun non verbal Joseph A Devito (dalam Fajar, 2009: 84). Seseorang yang bersikap yakin kepada orang lain, tentu ia akan berkomunikasi secara baik dengan orang tersebut. Dalam konteks rumah tangga, keyakinan yang dimiliki kepada suami atau istri kepada pasangannya maka prasangka buruk tidak akan tumbuh. 7.
Kebersamaan Seseorang bisa meningkatkan efektivitas komunikasi interpersonal dengan orang lain bila ia bisa membawa rasa kebersamaan. Orang dengan sifat ini, akan memperhatikan dan merasakan kepentingan orang lain. Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal.Devito (dalam fajar, 2009: 84).Rasa kebersamaan yang ada dalam
12
komunikasi yang dilakukan oleh pasutri yang menikah muda untuk mempererat hubungan mereka. Seseorang terikat satu sama lain dan merasakan kedekatan karena rasa kebersamaan yang hadir dalam komunikasi. 8.
Manajemen Interaksi Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak. Hal ini ditunjukkan dengan mengatur isi, kelancaran dan arah pembicaraan secara konsisten.Devito (dalam fajar, 2009: 84).Manajemen interaksi yang dilakukan oleh setiap individu berbeda dengan individu lainnya sesuai keadaannya masing-masing.
9.
Keekspresifan Canda gurau, tertawa bersama dengan pasangannya menjadi bentuk keterlibatan sungguh-sungguh proses komunikasi. Antara suami dan istri saling mengungkapkan rasa senang dengan canda dan tawanya.Terlibatnya suami dan istri secara sungguh-sungguh dalam situasi komunikasi menjadikan suasana komunikasi menyenangkan.Pengungkapan rasa kangen dan manja-manja kepada pasangan ditanggapi oleh pasangan dengan nada bercanda dan menimbulkan tawa diantara suami dan istri.
10. Orientasi pada Orang Lain Komunikasi antarpribadi seringkali melibatkan perasaan yang dimiliki oleh individu-individu yang berinteraksi. Keadaan yang senang, sedih, marah, cemburu, emosi kerapkali nampak pada proses komunikasi. Perasaan senang dan bahagia pada individu memungkinkan membuat proses komunikasi juga menyenangkan. Namun saat salah satu pihak dalam keadaan emosi karena suatu hal membuka peluang ketidaknyamanan komunikasi. Salah satu pihak yang sedang emosi jangan sampai membuat pihak yang lain juga mengikutinya. Sebaliknya, dibutuhkan kemampuan dalam beradaptasi terhadap lawan bicara agar kondisi psikologi seseorang berdampak pada keefektifan komunikasi.
13
D. Faktor Penghambat Komunikasi tidak berjalan sesuai dengan keinginan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam menjalani rumah tangga terlebih pasangan yang menikah di usia muda. Faktor-faktor penghambat yang muncul di kehidupan rumah tangga pasutri informan peneliti dilapangan yaitu faktor-faktor sebagai berikut: 1.
Faktor Kurangnya Kematangan Sosial Ekonomi Kurangnya kematangan sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mendasar bagi pernikahan usia muda. Tidak sedikit pasangan yang menikah usia muda yang terbengkalai pernikahannya lantaran ekonomi. Susahnya mencari pekerjaan, mahalnya biaya hidup ditambah lagi melejitnya harga kebutuhan pokok tambahan seperti membeli susu untuk anak menjadi permasalahan yang sering terjadi. Faktor kurangya kematangan sosial ekonomi menjadi salah satu hambatan dalam mempertahankan hubungan perkawinan, karena faktor ini rentan dengan pertengkaran.
2.
Kurangnya Kesiapan mental (psikis) Faktor psikologi sangat berpengaruh dalam pernikahan.Hal ini merupakan salah satu faktor yang menjadi hambatan dalam mempertahankan hubungan perkawinannya. Masih labilnya emosi dari setiap pasangan muda dalam menghadapi masalah sangat berpengaruh terhadap pernikahannya. Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosionalnya.Keduanya masih sama-sama egois dan masih sama-sama merasa benar ketika terjadi perbedaan pendapat.
3.
Faktor Fisiologis atau jasmani Kawin muda berpengaruh terhadap kejadian kanker leher rahim (Loon,1992: 36). Dibawah usia 18 tahun, alat-alat reproduksi seorang perempuan masih sangat lemah. Jka dia hamil, maka akibatnya akan mudah keguguran karena rahimnya belum begitu kuat, sehingga sulit untuk terjadi
14
pelekatan janin di dinding leher rahim. Selain itu, kemungkinan mengalami kelainan kehamilan dan kelainan waktu persalinan. (Nafsiah, 2012: 43). 4.
Campur Tangan Keluarga Pasangan Faktor penghambat dalam mempertahankan hubungan perkawinanpun tidak hanya disebabkan oleh suami dan istri, namun juga dari luar, masih banyak pasangan-pasangan khususnya yang menikah muda yang masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Hal ini yang memicu adanya campur tangan orang tua dalam kehidupan rumah tangganya yang menyebabkan terjadinya pertengkaran antara suami dan istri.
Kesimpulan Penelitian ini mencoba menyajikan tentang bagaimana pola komunikasi yang dilakukan sehari-hari oleh pasangan suami istri yang menikah muda di Desa Cikedunglor Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu dalam mempertahankan hubungan perkawinannya. Pola komunikasi di sini dibagi menjadi beberapa yaitu, 1) Cara berkomunikasi dalam menyampaikan pesan di keseharian berumah tangga pasangan suami istri yang menikah muda di desa Cikedunglor menggunakan beberapa cara yaitu tatap muka (face to face) untuk menyelesaikan masalah supaya sama-sama tahu apa yang menjadi alasan pertengkaran, dan bisa menyelesaikannya bersama-sama, kemudian bermedia Kemudian komunikasi verbal yang meliputi komunikasi lisan memakai bahasa sehari-hari dan juga tulisan 2) Pola komunikasi yang terdapat pada seluruh pasutri informan meliputi 4 pola komunikasi yang berbeda-beda dan yang paling efektif dan paling sering digunakan oleh responden yaitu yaitu bentuk pola komunikasi persamaan (equality pattern) dimana peran istri dan suami sama dalam hal pekerjaan yang dua-duanya sama-sama bekerja, mengurus anak, dan manajemen keuangan. 3) Faktor pendukung dalam mempertahankan perkawinan pada pasutri informan dilapangan yaitu karena adanya keterbukaan diantara keduanya baik keterbukaan mengenai keadaan diri masing-masing, mengenai masalah yang
15
muncul
dalam
kehidupan
rumah
tangganya,
juga
keterbukaan
mengungkapkan pendapat satu sama lain kepada pasangannya. Kemudian adanya sikap suportif atau dukungan baik dari sang istri kepada suami ataupun sebaliknya, sikap positif dalam menanggapi sesuatu, adanya empati, kesamaan, bersikap yakin satu sama lain, adanya kebersamaan, manajemen interaksi, keekspresifan dan orientasi pada orang lain merupakan faktor yang menjadi pendukung untuk mempertahankan perkawinannya. 4) Faktor-faktor yang menghambat hubungan komunikasi antara pasangan suami istri yang menikah muda ada 4 faktor yang pertama adalah faktor kurangnya kematangan sosial ekonomi, kurangnya kesiapan mental (psikis) dimana mental suami dan istri usia muda pasti masih labil, sama-sama egois sehingga sering meributkan hal-hal sepele yang berujung pertngkaran. Yang ketiga yaitu faktor fisiologis atau jasmani yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi yang belum kuat pada wanita yang melahirkan di bawah umur 18 tahun, dan adanya campur tangan keluarga pasangan yaitu orang tua yang sering memicu terjadinya pertengkaran. Saran 1.
Kepada orang tua, untuk para orang tua hendaknya tidak menikahkan anakanaknya sebelum usia anaknya mencukupi untuk berumah tangga, karena pernikahan yang dilakukan dalam usia muda atau belum cukup umur sangat rentan terhadap masalah baik psikis, fisiologis, dan lain-lain yang bisa berujung perceraian.
2.
Kepada pasangan suami istri yang menikah muda hendaknya mengambil pelajaran disetiap pertengkaran yang terjadi, saling mengerti, terbuka satu sama lain, dan memahami arti rumah tangga yang sesungguhnya sehingga meminimalisir terjadinya pertengkaran diantara keduanya, karena hubungan perkawinan tidak akan bertahan jika yang mempertahankan hanya satu pihak.
3.
Kepada mahasiswa peneletian mengenai hubungan perkawinan hendaknya berhati-hati dalam menggunakan bahasa, perkataan dan perbuatan dalam menggali
informasi
kepada
informan,
16
karena
dikhawatirkan
dapat
menyinggung informan, karena penelitian ini berhubungan dalam rumah tangga yang bersifat pribadi dan sensitif. Daftar Pustaka Cangara, Hafid. (2005) Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Daryanto. (1984) Pengantar Sosiologi. Bandung. IKIP. DeVito, Joseph. (2007) The interpersonal communication book (11th edition). Pearson Boston, MA. Djalaluddin Rahmat (2000) Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Effendy, Onong Uchjana. (2002) Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya. Guerrero, Laura K, dkk. (2007) Close encounters communication in relationship. Sage Publication. Heri Fitrianto. (2010) Pola Komunikasi dalam Keluarga Etnis Minangkabau di Perantauan dalam Membentuk Kemandirian Anak. Jurnal Program Sarjana Strata Satu Psikologi (S1) Universitas Gunadarma Depok. Kurniadi, Oji. (2001) Mediator Jurnal Komunikasi (Volume 2 Nomor 2), Pengaruh Keluarga Terhadap Prestasi Belajar Anak. Bandung. Universitas Islam. Liliweri, Alo. (1997) Komunikasi Antarpribadi. Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. Median age at marital event for people 15 years and over by sex, race, and Hispanic, 2007. Mulyana. (2000) Ilmu Komunikasi. Bandung. Remaja. Rosdakarya. Rumanti, Asssumpta Maria. (2005) Dasar-Dasar Public Relatios, Teori dan Praktik. Jakarta. PT. Grasndo. http://jawabaratnews.com/2014/17/08/142552/2264300/10/tingkat-perceraian-diindramayu-tertinggi-se-indonesia (Diunduh tanggal 5 Oktober 2014) http://www.pikiranrakyat.com/node/240956/angka-perceraian-di-indramayutertinggi-se-indonesia (Diunduh tanggal 5 Oktober 2014)
17