Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
98
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016 KENDALA GURU DALAM MERUMUSKAN INSTRUMEN PENILAIAN PADA PEMBELAJARAN IPS SESUAI DENGAN RANAH AFEKTIF DI GUGUS I SD NEGERI UTEUN PULO SEUNAGAN TIMUR NAGAN RAYA Oleh: Hudiyatman , Sulaiman2, Nurmasyitah3 FKIP, PGSD Universitas Syiahkuala e-mail:
[email protected] 1
Abstrak: Dalam konteks ini, Kendala Guru Dalam Merumuskan Instrumen Penilaian Pada Pembelajaran IPS Sesuai Dengan Ranah Afektif di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya”. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apa kendala yang dihadapi guru dalam merumuskan instrumen penilaian pembelajaran IPS sesuai dengan ranah afektif di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya?”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala guru dalam merumuskan instrumen penilaian pembelajaran IPS sesuai dengan ranah afektif di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar pembelajaran IPS di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya yang berjumlah 18 guru. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi, dan wawancara. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif deskriptif non statistik, dimana komponen reduksi data, dan sajian data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data setelah data terkumpul maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan) berinteraksi. Hasil penelitian yang didapat pada penelitian ini adalah kendala-kendala yang dialami oleh guru dalam merumuskan penilaian afektif menentukan spesifikasi penilaian, menulis penilaian ranah afektif, menentukan skala penilaian ranah afektif, menentukan sistem penskoran, mentelaah penilaian ranah afektif. Kata Kunci: Kendala Guru, Penilaian Rana h Afektif, Pembelajaran IPS
PENDAHULUAN Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang berikan guru agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik dan dialami sepanjang hayat oleh seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Menurut Hamdani (2011:71), “Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik”. Jadi, pembelajaran adalah usaha pendidik untuk membentuk karakter yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari defenisi pembelajaran, dapat dikatakan bahwa kualitas pembelajaran merupakan kualitas implementasi dari program pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Upaya peningkatan kualitas program pembelajaran memerlukan informasi dari hasil evaluasi terhadap kualitas pembelajaran. Evaluasi atau penilaian merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai
99
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
sehingga bisa diketahui bila terdapat selisih antara standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai. Menurut Bloom (dalam Daryanto ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai. Menurut Blom (dalam Daryanto, 2010:1), “Evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa”. Evaluasi adalah alat untuk mengukur tingkat keberhasilan guru dalam mengajarkan materi pelajaran kepada siswa. Untuk menghasilkan penilaian yang baik, seorang guru harus merumuskan instrumen yang sesuai dengan berbagai ranah pembelajaran, salah satunya adalah ranah afektif. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Jadi, siswa yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu, semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua siswa untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu, ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang instrument penilaian, guru harus memperhatikan ranah afektif. Berdasarkan observasi penulis pada kegiatan evaluasi di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya pada tanggal 11 Maret 2015, diketahui bahwa sebahagian guru di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya kurang mencantumkan ranah afektif pada penilaian IPS seperti evaluasi yang mengandung unsur praktek, menyatakan pendapat, dan lain sebagianya. Hal ini menyebabkan siswa mengalami penurunan minat dalam menyelesaikan soal evaluasi. Dari masalah tersebut, penulis ingin mengetahui kendala-kendala guru dalam merumuskan instrumen penilaian dengan mengadakan suatu penelitian. Oleh karena itu, penulis tertarik mengangkat masalah tersebut kedalam penelitian dengan judul “Kendala Guru Dalam Merumuskan Instrumen Penilaian Pada Pembelajaran IPS Sesuai Dengan Ranah Afektif di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya”. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : (1) Apa kendala yang dihadapi guru dalam merumuskan instrumen penilaian pembelajaran IPS sesuai dengan ranah afektif di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya?. (2) Bagaimanakah cara guru Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya mengatasi kendala dalam merumuskan instrumen penilaian pembelajaran IPS sesuai dengan ranah afektif? Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui kendala guru dalam merumuskan instrumen penilaian pembelajaran IPS sesuai dengan ranah afektif di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya. (2) Untuk mengetahui cara guru Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya mengatasi kendala dalam merumuskan instrumen penilaian pembelajaran IPS sesuai dengan ranah afektif? Dengan adanya penelitian ini diharapkan: (a) Manfaat secara Teoritis, menjelaskan bahwa hasil penelitian bermanfaat memberikan sumbangan pemikiran atau memperkaya konsep-konsep, teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari penelitian yang sesuai dengan bidang ilmu dalam suatu penelitian. Hasil Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap guru dalam merumuskan instrument penelitian pada pembelajaran IPS guna memperkaya wawasan konsep pembelajan bagi guru bidang IPS. (b) Manfaat penelitian secara praktis, penelitian ini berguna secara teknis untuk memperbaiki, meningkatkan suatu keadaan berdasarkan penelitian yang dilakukan dan mencari solusi bagi pemecahan masalah yang ditemukan pada penelitian. Manfaat praktis: (1) Guru mendapatkan informasi bahwa ranah afektif sangat penting dalam penilaian, sehingga siswa termotivasi dalam menyelesaikan soal tes. (2) Dapat meningkatkan kualitas penilaian yang dilakukan guru untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran. (3) Dapat meningkatkan kualitas penilaian yang dilakukan guru untuk mengetahui keberhasilan
100
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
pembelajaran. (4) Peneliti mendapatkan pengalaman bahwa ranah afektif sangat penting dalam suatu penilaian. METODE PENELITIAN Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan Kualitatif. Sugiyono (2011:15), “Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan pada obyek yang alamiah, berkembang apa adanya dan tidak dimanipulasi oleh peneliti”. Sedangkan jenis penelitian ini adalah deskriptif. (Sugiyono, 2011:29). Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya. Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah penulis ingin mengetahui kendala guru dalam merumuskan instrument penilaian pembelajaran IPS sesuai dengan ranah afektif. Di samping itu,di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya belum pernah dilakukan penelitian tentang instrumen penilaian ranah afektif. Subjek Penelitian Penetapan subjek penelitian merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan karena penelitian ini bertujuan untuk mengambil kesimpulan objektif tentang pelaksanaan model pembelajaran terhadap subjek penelitian yang mempunyai kemampuan heterogen. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar pembelajaran IPS di Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya yang berjumlah 18 guru.
Teknik pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara guru mendapatkan informasi yang diharapkan penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui: a. Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencacatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan pencacatan yang dilakukan terhadap objek ditempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa sehingga peneliti berada bersama objek yang diselidiki disebut observasi langsung. Sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya peristiwa tersebut diamati melalui film, rangkaian slide atau rangkaian foto (Rachman, 2009:77). Observasi yaitu pengamatan langsung kelapangan sebagai usaha untuk membantu mendapatkan jawaban situasi dilingkungan. Dalam hal ini observasi yang dilakukan peneliti yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap (1) kegiatan ataupun langkah apa saja yang dilakukan guru SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya dalam menerapkan aturan tata tertib sekolah, (2) disini peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan guru selama proses belajar berlangsung. b. Wawancara yaitu suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya yaitu dengan berkomunikasi langsung dengan responden. Teknik komunikasi adalah cara mengumpulkan data melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpulan data dengan sumber data (Rachman, 2009:82). Dalam pelaksanaan nya peneliti menggunakan teknik komunikasi langsung yaitu teknik pengumpulan data dengan mempergunakan wawancara atau interview sebagai alatnya. Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa pedoman wawancara yaitu berbentuk pertanyaan yang akan diajukan
101
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
kepada subyek penelitian, sedangkan wawancara yang diterapkan adalah wawancara berstruktur. Wawancara berstruktur yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek-list (Arikunto, 2002:20) Maka dalam penelitian ini Penulis mewawancarai sejumlah guru Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya dua orang setiap kelas tertentu yang akan memberikan informasi terhadap permasalahan pertanyaan penelitian yang penulis ajukan pada responden. Teknik Analisis data Patton (dalam Hasan, 2002:97) “mengemukakan analisis data adalah proses mengatur urutan dan mengorganisasikannya kedalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar”. Analisis data dilakukan terbatas pada teknik pengolahan datanya, seperti pada pengecekan data dan tabulasi , dalam hal ini sekedar membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia kemudian melakukan uraian dan penafsiran (Hasan, 2002 : 98). (Sudjana, 2010 : 45) Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif deskriptif non statistik, dimana komponen reduksi data, dan sajian data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data setelah data terkumpul maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan) berinteraksi. Ini untuk menjawab permasalahan pertama dari penelitian. Maka dapat dijabarkan langkah-langkah analisis kualitatif deskriptif adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan data adalah mencari, mencatat dan mengumpulkan semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara dilapangan yaitu pencapaian data yang diperlukan terhadap jenis data dan berbagai bentuk data yang ada dilapangan yang diturunkan penulis serta malakukan pencacatan dilapangan. b. Data yang dibutuhkan telah benar terkumpul dipilih dan dikelompokkan berdasarkan data yang mirip atau sama. Kemudian data ini di organisasikan untuk mendapatkan kesipulan data sebagai bahan penyajian data. (Racman, 2009:103) Penyususnan data dilakukan dengan pertimbangan penyususnan data dilakukan dengan pertimbangan penyusunan data sebagai berikut: 1. Hanya memasukkan data yang penting data benar. 2. Hanya memasukkan data yang benar-benar objektif. 3. Hanya memassukkan data autentik. 4. Membedakan antara data informasi dengan pesan pribadi responden. c. Penyajian data, setelah diorganisasikan selanjutnya data disajikan dalam uraian-uraian naratif disertai dengan bagan atau tabel untuk memperjelaskan penyajian data. d. Penarikan kesimpulan dan Verifikasi, Setelah data disajikan maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi untuk lebih jelasnya proses pengumpulan data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi serta interaksi dari ketiga komponen tersebut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan setelah mendapat kan izin dari kepalakepala Sekolah Dasar Negeri Gugus I Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya berdasarkan surat permohonan izin penelitian dari Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsyiah Pada Dinas Pendidikan Nagan Raya. Penelitian dilaksanakan dimulai tanggal 03 Februari 2016 sampai dengan tanggal 18 Februari 2016 Peneliti mengobservasi gambaran umum sekolah, keadaan guru, keadaan Siswa dan mewawancarai sejumlah guru yang telah peneliti tetapkan sebagai subyek pada Bab III yaitu sebanyak 18 Orang Guru, teridiri dari tiga sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur Nagan Raya yaitu 6 guru dari Sekolah Dasar Negeri Uteun Pulo, 6 orang dari Sekolah Dasar Negeri Keude Linteung dan 6
102
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
orang dari Sekolah Dasar Negeri Kila yang akan memberikan Informasi untuk memperoleh data juga menjawab permasalahan penelitian ini. Gambaran Umum Sekolah Dasar Negeri Gugus I Sekolah Dasar Negeri Gugus I Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya merupakan sekolahsekolah di Nagan Raya. Peneliti mengambil subyek penelitian dengan tiga SD Negeri gugus 1 Uteun Pulo Seunagan Raya yaitu diantaranya Sekolah Dasar Negeri Uteun Pulo, Sekolah Dasar Negeri Keude Linteung dan Sekolah Dasar Negeri Kila. Sekolah Dasar Negeri Uteun Pulo Sekolah Dasar Negeri Uteun Pulo dengan No. Tanggal SK Penegerian 001/A/0/1985 Januari 1986 Mempunyai No Statistik Sekolah (NSS) 3010661010300 beralamat di Jl. Nasional JeuramBeutong Kecamatan Senagan Timur Kabupaten Nagan Raya dengan Nomor Telepon (0651) 48295 berstatus sebagai sekolah negeri. Sekolah Dasar (SD) Negeri Uteun Pulo menempati luas tanah sekolah 5.656 yang berdampingan dengan dikelilingi rumah warga. Sekolah Dasar Negeri Uteun Pulo mempunyai visi “Unggul dalam mutu berbasis pada Agama” dan Misi “Meningkatkan pelaksanaan proses belajar mengajar dan bimbingan secara efektif serta mengembangkan potensi sekolah, meningkatkan mutu dalam rangka meraih potensi memasuki sekolah menegah meningkatkan kedisplinan warga sekolah, memupuk kerja sama antar warga sekolah, memupuk rasa kebersamaan dalam mengembangkan budi pekerti bertaqwa cerdas terampil, inovatif, dinamis dan bertanggung jawab. Melaksanakan proses belajar mengajar secara billinggual dalam rangka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. memperlancar kegiatan sholat zuhur berjamaah. Keadaan Sekolah Dasar Negeri Uteun Pulo terdiri dari guru tetap, guru tidak tetap dan tenaga usaha. Guru tetap berjumlah 13 Orang terdiri dari 1 orang guru laki-laki dan 12 guru prempuan, Guru tidak tetap/honor berjumlah 1 orang guru laki-laki dan 2 orang guru perempuan, dan tenaga usaha 1 orang laki-laki, yang menjadi subyek penelitian di SD Negeri Uteun Pulo adalah guru yang berinisial JH, NI, NA NU, AY dan YS berjumlah 6 orang subyek. Tabel 4.1 Pegawai Guru Tetap/Tidak Tetap SD Negeri Uteun Pulo N Pegawai Status Jumlah Keterangan o Tetap/ Lk Pr Tidak Tetap 1 Guru 1 12 13 Tetap 2 Guru tidak 1 2 3 Tetap 3 Pegawai 0 1 1 TU Tetap 1 kepala Sekolah 4 Pegawai TU tidak 0 1 1 Tetap 5 Pesuruh Tidak 1 0 1 Tetap 3 16 19 Sumber: Data Tata Usaha SD Negeri Uteun Pulo Tabel 4.2 Subyek Penelitian di SD Negeri Uteun Pulo N Nama Jenis Guru Inisial o Guru Kelamin Kelas 103
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
1
Juraidah
JR
2 3 4 5 6
Nilawati NL Narmi NI Nurlina NR Aipiyastri AY Yusrila YS Jumlah 6 Sumber: Data Tata Usaha Pulo
Lk Pr III IV III V VI V SD Negeri Uteun
Sekolah Dasar Negeri Keude Linteung Sekolah Dasar Negeri Keude Linteung dengan No. Tanggal SK Penegerian 09/A/0/1978 Maret 1979 Mempunyai No Statistik Sekolah (NSS) 3010761090380 beralamat di Jl. H. Keujrunben Kecamatan Senagan timur Kabupaten Nagan Raya dengan Nomor Telepon (0651) 455673 berstatus sebagai sekolah negeri. Sekolah Dasar (SD) Negeri Keude Linteung menempati luas tanah sekolah 6.955 yang berdampingan dengan Puskesmas, dikelilingi perumahan warga dan sebelah baratnya terdapat sawah. Sekolah Dasar Negeri Keude Linteung mempunyai visi “Terwujudnya Peserta Didik Yang Beriman, Cerdas, Terampil, Mandiri Dan Berwawasan Global” dan Misi “Menanamkan keimanan dan ketakwaan melalui pengamalan ajaran agama, Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan. Mengembangkan bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berdasarkan minat, bakat, dan potensi peserta didik. Membina kemandirian peserta didik melalui kegiatan pembiasaan, kewirausahaan, dan pengembangan diri yang terencana dan berkesinambungan, Menjalin kerjasama yang harmonis antar warga sekolah, dan lembaga lain yang terkait. Keadaan Sekolah Dasar Negeri Keude Linteung terdiri dari guru tetap, guru tidak tetap dan tenaga usaha. Guru tetap berjumlah 15 Orang terdiri dari 3 orang guru laki-laki dan 12 guru prempuan, Guru tidak tetap/honor berjumlah 4 orang terdiri, 2 orang guru laki-laki dan 2 orang guru perempuan, dan tenaga usaha 1 orang laki-laki, yang menjadi subyek penelitian di SD Negeri Keude Linteung adalah guru yang berinisial WD, YN, NS, AR, RS, ZK berjumlah 6 orang subyek. Tabel 4.3 Pegawai Guru Tetap/Tidak Tetap SD Negeri Keude Linteng N o 1 2 3 4 5
Pegawai Tetap/Tidak Tetap Guru Tetap Guru tidak Tetap Pegawai TU Tetap Pegawai TU tidak Tetap Pesuruh Tidak Tetap
Status Lk Pr
Jum lah
3 2
12 2
15 4
0
1
1
0
0
0
1
0
1
6
15
21
Keteran gan
1 kepala Sekolah
Sumber: Data Tata Usaha SD Negeri Keude Linteng Tabel 4.4 Subyek Penelitian di SD Negeri Keude Linteng N o
Nama Guru
Inisial
Jenis Kelamin
Guru Kelas
104
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
1 Wardati 2 Yeniati Nona 3 Septiani 4 Ardian Riadhus 5 Sholihin 6 Zulkhairi Jumlah
WD YN
Lk -
Pr
NS
IV
AR
III
RS
-
V
ZK 6
-
-
V -
V III
Sumber: Data Tata Usaha SD Negeri Keude Linteng Sekolah Dasar Negeri Kila Sekolah Dasar Negeri Kila dengan No. Tanggal SK Penegerian 09/A/0/1987 Januari 1988 Mempunyai No Statistik Sekolah (NSS) 3099768870380 beralamat di Jl. Tgk Syik Dikila Kecamatan Senagan timur Kabupaten Nagan Raya dengan Nomor Telepon (0651) 458334 berstatus sebagai sekolah negeri. Sekolah Dasar (SD) Negeri Kila menempati luas tanah sekolah 6.625 yang berdampingan dengan Puskesmas dan dikelilingi sebelah utara kator Keucik, sebelah timur perumahan warga dan sebelah baratnya terdapat sungai. Sekolah Dasar Negeri Kila mempunyai visi “Unggul dalam Prestasi dan Berbudi Pekerti Luhur” dan Misi “Mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Unggul dan Berbudi Pekerti Luhur. Meningkatkan mutu pendidikan yang mengintegrasikan sistem nilai, agama dan budaya dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengembangkan seluruh potensi siswa secara optimal baik dalam bidang akademis maupun non-akademis. Mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada di sekolah dan mensinergikan seluruh potensi guna mewujudkan visi sekolah secara optimal. Keadaan Sekolah Dasar Negeri Kila terdiri dari guru tetap, guru tidak tetap dan tenaga usaha. Guru tetap berjumlah 12 Orang terdiri dari 2 orang guru laki-laki dan 10 guru prempuan, Guru tidak tetap/honor berjumlah 4 orang terdiri dari 2 guru laki-laki dan 2 orang guru perempuan, dan tenaga usaha 1 orang laki-laki, yang menjadi subyek penelitian di SD Negeri Kila adalah guru yang berinisial NS, HE, FS, IG, MR, dan ZH berjumlah 6 orang subyek.
Tabel 4.5 Pegawai Guru Tetap/Tidak Tetap SD Negeri Kila Pegawai No Tetap/Tidak Tetap 1 Guru Tetap Guru tidak 2 Tetap Pegawai TU 3 Tetap Pegawai TU 4 tidak Tetap 5 Pesuruh
Status jumlah
Lk
Pr
2
10
12
2
2
4
0
1
1
0
0
0
1 3
0 13
1 17
Ket
1 kepala Sekolah
Sumber: Data Tata Usaha SD Negeri Kila Tabel 4.6 Subyek Penelitian di SD Negeri Kila N Nama Guru Inisial Jenis Guru 105
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
o
1 2 3 4 5 6
Nasrullah NS Heni Ekawati HE Fitria Suzanna FS Irma Gemini IG Moriyadi MR Zuhdi ZH Jumlah 6 Sumber: Data Tata Usaha
Kelam Kelas in Lk Pr VI - IV - V - III VI V SD Negeri Kila
Hasil Observasi Hasil observasi di salah satu Sekolah Dasar Negeri Kila Gugus I Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya adalah saat peneliti mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar berlangsung, pada salah satu mata pelajaran yaitu IPS, siswa semangat tentang pelajaran tersebut, mereka mengatakan bahwa IPS itu sangat menyenangkan, berdasarkan isian penilaian yang berikan kepada siswa tentang minat terhadap suatu pelajaran, namun siswa sangat mengeluh pada saat pelajaran lain yaitu matematika, mereka mengaku sulit dan membosankan. Hasil observasi pada SD Negeri Keude Linteng gugus 1 Uteun Pulo senagan timur, Dalam aspek ini peserta didik dinilai sejauh mana ia mampu menginternalisasikan nilai-nilai pembelajaran ke dalam dirinya. ranah afektif ini erat kaitannya dengan tata nilai dan konsep diri. Dalam mata pelajaran IPS, merupakan salah satu pelajaran yang tidak terpisahkan dari ranah afektif, namun guru di tidak menggunakan penilaian ranah afektif pada saat pembelajaran, misalnya pada rencan pelaksanaan pembelaran guru tidak membuat penilaian afektif pada siswa tetapi guru hanya melihat sikap siswa pada saat kesehariannya saja tanpa membuat suatu penilai yang relevan. Begitu pula pada SD Negeri Uteun Pulo guru tidak membuat penilaian afektif pada siswa tetapi guru hanya melihat sikap siswa pada saat kesehariannya saja tanpa membuat suatu penilai yang relevan karena penilaian Sikap menentukan bagaimana keperibadian seseorang diekspresikan, oleh karena itu, melalui sikap siswa, guru dapat mengenal siapa siswa itu sebenarnya. Penilaian ranah afektif oleh guru di Sekolah Dasar Negeri Gugus I Peneltian ini dimulai pada tanggal 03 Februari 2016 sampai dengan tanggal 13 Februari 2016 dan peneliti memilih Gugus I Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya sebagai tempat untuk penelitian terdiri dari Sekolah Dasar Negeri Uteun Pulo, Sekolah Dasar Negeri Keude Linteung dan Sekolah Dasar Negeri Kila. Pada pertanyaan pertama yaitu “Apakah bapak ibu membuat instrument penilaian ranah afektif pada setiap perencanaan pembelajaran ? salah satunya ?” NS, AR, dan RS menjawabnya kami guru-guru membuat instrument penilaian ranah afektif pada setiap perencanaan pembelajaran. Karena Penilaian ranah afektif bertujuan untuk mengetahui potensi seorang murid sampai dimanakah pontensi anak tersebut. Adakah untuk melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi atau tidak, Penilaian untuk mengetahui sampai dimanakah anak dapat mencapai berbagai macam pelajaan, Penilaian bertujuan untuk mengetahui letak kelemahan-kelemahan atau kesulitan-kesulitan yang dialami oleh murid. Bahkan kesulitan yang bersifat umum maupun yang berisfat perseorangan. Dengan mengetahui kesulitan-kesulitan tersebut seorang guru lebih mudah dalam memberikan bantuan kepada peserta didik. Pertanyaan yang kedua peneliti menanyakan “Bagaimana cara Ibu / bapak Membuat Instrumen Penilaian? Peneliti mendapat jawaban dari responden guru kelas JR bahwa beberapa langkah yang harus dilewati ketika kita akan menyusun instrumen evaluasi, langkah tersebut diantaranya adalah menentukan tujuan dalam mengadakan penilaian. Tujuan nya di sini adalah 106
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
berorientasi pada materi. Dan materi ini bergantung pada luasnya evaluasi yang dikehendaki, misalnya: “ingin mengetahui seberapa jauh siswa telah mamahami meteri pada pembelajaran IPS”. Dengan demikian tujuan ini mengarah kepada Standar Kompetensi (BAB) atau kurikulum. Responden NL dan NI melanjutkan jawaban dari responden JR cara membuat instrumen penelitian “Membatasi materi yang akan diteskan. Hal ini dilakukan agar dalam instrumen tes tidak terdapat materi-materi di luar tujuan tes. Pembatasan ini mengarah pada Kompetensi Dasar dari bab tertentu. Merumuskan Kompetensi Dasar. Sesuai dengan Kompetensi Dasar dari setiap pembahasan (dari tiap-tiap bahan). Seperti: 1) Siswa mampu menyebutkan Peninggalan dan Tokoh Sejarah Nasional pada Masa Hindu-Budha dan Islam. 2) Siswa mampu mendeskripsikan Keragaman Kenampakan Alam dan Suku Bangsa. 3) Siswa mampu mendeskripsikan serta Kegiatan Ekonomi di Indonesia, dan lain-lain. NI melanjutkan, kemudian menyebutkan semua indikator dalam tabel persiapan yang juga memuat aspek tingkah laku yang terkandung dalam indikator. Tabel ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkah laku yang dikehendaki, agar tidak terlewati. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berpikir yang diukur beserta imbangan antara keduanya. Tabel ini disebut juga kisi-kisi. Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas TIK yang telah dituliskan pada tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup. Peneliti menanyakan pertanyaan ketiga adalah “Apakah bapak/ibu tahu apa yang dimaksud dengan ranah afektif? Coba bapak/ibu jelaskan?” Responden NR menjawab “Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak prilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Responden RY dan AY menjelaskan tentang pembagian ranah afektif, Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi jika di bagi ke dalam lima jenjang, yaitu: 1. Menerima atau memperhatikan adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lainlain. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: Peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh. 2. Menanggapi mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, ajaranajaran Islam tentang kedisiplinan. 3. Menilai, menghargai Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
107
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
4. Mengatur atau mengorganisasikan, artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. 5. Karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Kendala Guru dalam Penilaian ranah Afektif di Sekolah Dasar Negeri Gugus I Wawancara selanjutnya peneliti menanyakan kepada responden adalah“Kendala apa saja yang bapak/ibu temui saat melakukan penilaian?” Responden YS menjelaskan bahwa “kendala yang ada dalam melakukan penilaian adalah : Instrumen sikap. Untuk mengetahui sikap paserta didik oleh guru kelas pelajaran IPS di sekolah gugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur terhambat dikarenakan materi untuk pelajaran IPS sangat terbatas jam pembelajarannya khusus nya kelas yang masih menggunakan kurikulum KTSP sehingga untuk menilai sikap peserta didik terhadap suatu objek misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik dan sebagainnya sangat terbatas. Instrumen minat. Untuk penilaian minat siswa sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur, guru IPS mengalami hambatan dimana hampir semua siswa memiliki minat yang sama. Hal ini dikarenakan dalam mengikuti proses belajar mengajar masing-masing siswa cenderung berbaur dengan siswa satu pemikiran diluar proses pembelajaran. Responden WD meneruskan jawaban tersebut “Instrumen konsep diri, nilai dan moral. Dalam penilaian ketiga instrumen ini, guru IPS di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur terkendala karena keterbatasan pengetahuan tentang sistem penyusunan, spesifikasi instrumen yang terdiri dari tujuan pengukuran, pembuatan kisi-kisi instrumen, bentuk dan format instrumen, dan panjang instrumen. Dalam menulis instrumen, untuk menentukan instrumen sikap, minat, konsep diri, dan moral oleh guru IPS sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur sedikit mengalami hambatan terutama dalam penetuan indikator. Sedangkan hambatan yang dihadapi dalam penentuan skala instrumennya adalah belum adanya format skala instrumen yang ditetapkan di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur sehingga guru-guru dalam pelajaran IPS masing -masing membuat skala instrumen sesuai dengan keinginannya, yang menyebabkan tujuan akhir penilaian oleh guruguru kelas pelajaran IPS berbeda-beda. Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran, hal ini mengalami hambatan karena skala pengukuran yang dipergunakan di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur bermacam-macam yang pada tahap selanjutnya model penskoranpun berbeda pula. Sedangkan kegiatan pada telah instrumen yang menjadi hambatan guru dalam pelajaran IPS di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur juga merupakan hambatan bagi peserta didik di sekolah tersebut yakni terkadang tidak memahami tata bahasa atas pertanyaan yang diajukan dan pada akhirnya peserta didik memberikan jawaban pertanyaan yang tidak diharapkan. Dalam merakit instrumen bagi guru kelas dalam pelajaran IPS di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur tidak begitu menemui kendala yang berarti, karena hanya menetukan format
108
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
tata letak instrumen dan urutan pertanyaan serta penyusunan instrumen yang sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau menyusunnya. Untuk hambatan guru kelas pelajaran IPS di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur dalam menganalisis ujicoba adalah perbandingan yang menggunakan skala terhadap butir pertanyaan yang dapat digolongkan baik atau tidaknya jawaban peserta didik dan perbaikan butirbutir pertnyaan /pernyataan sehingga tidak mengalami kesulitan. Sedangkan pada pelaksanaan uji coba seringkali jawaban peserta didik saling mengikuti diantara mereka sehingga jawaban kuisioner hampir sama atau mengikuti jawaban peserta didik lain. Responden NL memberikan lanjutan jawaban adalah “Namun untuk penafsiran hasil pengukuran, bagi guru kelas dalam pelajaran IPS di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur lemah dalam penentuan kategorisasi untuk skor peserta didik dan kategori sikap atau minat”. Secara umum hambatan-hambatan guru di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur dalam mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif adalah ketidak aktifan sekolah dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran dan kurangnya diskusi dengan teman sejawat di sekolah untuk mengatasi kesulitan tentang hambatan-hambatan yang terjadi serta kurangnya pengetahuan merupakan salah satu penyebab munculnya kesulitan dalam mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif. YN dan NS menberikan jawaban nya juga “Hambatan lain yang dihadapi oleh guru IPS di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur dalam melaksanakan penilaian aspek afektif adalah belum adanya kesiapan guru untuk mngembangkan dan menggunakan angket dan rubrik penilaian. Hal ini disebabkan karena belum tersedianya angket dan rubrik penilaian di sekolah dan selain itu sulitnya mengolah data angket dan rubrik penilaian. “ Kami berupaya untuk mendapatkan format angket dan rubrik penilain aspek afektif tersebut melalui internet dan dari teman-teman guru dari sekolah lain ”(wawancara guru-guru kelas digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur, februari 2016)” Selanjutnya peneliti menanyakan kepada responden pertanyaan berikutnya yaiu “Bagaimana upaya bapak/ibu mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut?” Responden AR dan RS memberikan jawaban “Dalam mengatasi kesulitan-kesulitan penilaian afektif diatas terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan agar kesulitan-kesulitan tersebut dapat diminimalisir dan bahkan diatasi dengan baik”. Cara-cara mengatasinya adalah: Pertama, Pendidikan yang ada selama ini sesuai dengan kurikulum yang digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual anak dari pada kemampuan afektif, akan tetapi kemampuan dalam bersikap pun tidak kalah penting harus dimiliki anak, untuk apa memiliki generasi muda yang pintar akan tetapi perilakunya tidak mencerminkan orang yang memiliki intektual. Pendidikan agama dan kewarganegaraan sampai saat ini merupakan pendidikan yang wajib diberikan pada anak didik, karena dengan pendidikan agama dan moral dapat mengontrol perilaku anak agar tidak cepat terjerumus pada perilaku yang buruk tetapi sangat popular, akibat kemajuan zaman dan teknologi. Kesadaran yang harus dimiliki diri anak yang sangat baik ditanamkan sejak dini adalah sesuatu sikap yang sangat tepat dalam memfilter perilaku anak, anak akan memahami cara berperilaku saat anak mampu membedakan mana sikap yang baik dan mana sikap yang buruk bagi dirinya. Kedua, Peran dari guru dan orang tua serta lingkungan sangat menentukan perilaku yang akan dikeluarkan atau dicontoh oleh siswa. Guru mampu memberikan pembelajaran yang intelektual dan juga memiliki nilai sikap yang baik, contohya saat guru mengajarkan bagaimananya caranya bersikap pada pengemis, pemulung, orang tua, dan lain sebagainya. Guru pun dapat memberikan praktek melalui contoh dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lingkungan masyarakat orang tua yang harus menjadi contoh bagi anaknya, tanamkan ilmu agama dan moral dari anak berusia dini, serta berikan perhatian dan penjelasan yang ringan mengenai akhlaq manusia yang baik, dan kemukakan beberapa Ketiga, Pembentukan sikap bukan untuk dinilai akan tetapi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, apabila pembentukan sikap yang dilakukan guru dan orang tua serta lingkungan
109
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
berpengaruh baik pada anak maka kehidupan anak akan terjamin aman dan jauh dari kekacauan. Sebaliknya bila pembentukan sikap kurang optimal pada anak maka perilaku anak akan mudah tergantikan dengan perilaku yang datang silih berganti, membuat perilaku anak sulit terkontrol dan berakibat buruk bagi anak tersebut. Keempat, Pengaruh kemajuan teknologi dapat diatasi dengan pengawasan yang baik dari orang tua dan guru, berikan pengertian bahayanya kemajuan teknologi dengan menggunakan bahasa yang komunikatif tanpa gaya yang memaksa ataupun nada kasar. Kedekatan orang tua dan anak sangat banyak membantu dalam mengotrol sikap anak dalam menerima kemajuan teknologi yang ada, berikan anak kebebasan yang bertanggung jawab, berikan kepercayaan terhadap anak bahwa anak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya sendiri. Karakteristik ranah afektif penting yang perlu diperhatikan oleh guru di Sekolah Dasar Negeri Gugus I Peneliti melanjutkan wawancara berikutnya kepada responden “Coba bapak/ibu jelaskan tentang karakteristik penting dalam penilaian afektif yang bapak/ibu tahu?” jawaban dari responden HE, dan FS, karakteristik penting dalam penilaian afektif adalah: 1. Sikap Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan. Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya IPS, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran IPS dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif. 2. Moral Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Ranah afektif lain yang penting adalah kejujuran, integritas, adil dan kebebasan. Wawancara berikutnya adalah” Hal apa saja yang menjadi pertimbangan/ perhatian untuk memperoleh hasil penilaian yang optimal?” pada pertanyaan ini responden ZK dan NS memberikan jawaban mereka dalam kaitan untuk memperoleh hasil penilaian yang optimal tentang sejauh mana sikap dan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran atau materi pelajaran. Kurikulum yang digunakan di Sekolah Dasar Negeri Gugus I Wawancara berikutnya peneliti menanyakan kepada responden adalah “Kurikulum apa yang digunakan di sekolah ini? Mengapa menggunakan kurikulum tersebut?” AR dan NL menanggapi nya “digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur menggunakan Kurikulum 2013. (Kurikulum2013) adalah kurikulum yang berlaku dalam Sistem Pendidikan Indonesia. Kurikulum ini merupakan kurikulum tetap diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum-2006 (yang sering disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang telah berlaku selama
110
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaanya pada tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah rintisan. Peneliti melanjutkan wawancara “Apa kelebihan dan kelemahan dari kurikulum tersebut? FS dan IG mengatakan bahwa kelebihan dari kurikulum 2013 itu diantaranya Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah. Adanya penilaian dari semua aspek. Penentuan nilai bagi siswa bukan hanya didapat dari nilai ujian saja tetapi juga didapat dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain-lain. Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan ke dalam semua program studi. Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara holistic domain sikap, ketrampilan, dan pengetahuan, Banyak kompetensi yang dibutuhkan sesuai perkembangan seperti pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan. Hal yang paling menarik dari kurikulum 2013 ini adalah sangat tanggap terhadap fenomena dan perubahan sosial. Hal ini mulai dari perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global, Standar penilaian mengarahkan kepada penilaian berbasis kompetensi seperti sikap, ketrampilan dan pengetahuan secara proporsional, Mengharuskan adanya remediasi secara berkala, Sifat pembelajaran sangat kontekstual. FS dan IG juga mengemukakan kekurangan dari kurikulum 2013 yaitu Guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru. Banyak sekali guru-guru yang belum siap secara mental dengan kurikulum 2013 ini, karena kurikulum ini menuntut guru lebih kreatif, pada kenyataannya sangat sedikit para guru yang seperti itu, sehingga membutuhkan waktu yang panjang agar bisa membuka cakrawala berfikir guru, dan salah satunya dengan pelatihan-pelatihan dan pendidikan agar merubah paradigm guru sebagai pemberi materi menjadi guru yang dapat memotivasi siswa agar kreatif. Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific, Kurangnya ketrampilan guru merancang RPP Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik. Tugas menganalisis, KI, KD buku siswa dan buku guru belum sepenuhnya dikerjakan oleh guru, dan banyaknya guru yang hanya menjadi plagiat dalam kasus ini. Tidak pernahnya guru dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013, karena pemerintah cenderung melihat guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama. Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013 karena UN masih menjadi factor penghambat. Terlalu banyak materi yang harus dikuasai siswa sehingga tidak setiap materi bisa tersampaikan dengan baik, belum lagi persoalan guru yang kurang berdedikasi terhadap mata pelajaran yang dia ampu. Beban belajar siswa dan guru terlalu berat, sehingga waktu belajar di sekolah terlalu lama. Sebagian besar guru masih terbiasa menggunakan cara konvensional. Pada wawancara selanjutnya adalah “Penilaian ranah afektif apa yang bapak/ibu anggap paling sulit? Responden MR memberi tanggapan nya Instrumen sikap yang dianggap sulit. Karena Untuk mengetahui sikap paserta didik oleh guru kelas pelajaran IPS di sekolah gugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur terhambat dikarenakan materi untuk pelajaran IPS sangat terbatas jam pembelajarannya khusus nya kelas yang masih menggunakan kurikulum KTSP sehingga untuk menilai sikap peserta didik terhadap suatu objek misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik dan sebagainnya sangat terbatas. Berbeda dengan responden ZH Instrumen minat yang dianggap paling sulit. Untuk penilaian minat siswa sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur, guru IPS mengalami hambatankarena hampir semua siswa memiliki minat yang sama. Hal ini dikarenakan dalam mengikuti proses belajar mengajar masing-masing siswa cenderung berbaur dengan siswa satu pemikiran diluar proses pembelajaran. Peneliti menanyakan pertanyaan selanjutnya “Apa sajakah kesulitan bapak/ibu dalam merumuskan instrument penilaian terkait dengan ranah afektif terhadap perilaku siswa?” kedua responden NL dan FS mengatakan Hampir semua responden menyatakan hambatan yang dialami dalam melaksanakan penilaian aspek afektif berupa sulitnya mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif, sulitnya menentukan kriteria penilaian dan belum adanya kesiapan guru untuk
111
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
memanfaatkan angket dan rubrik penilaian. Semua hal tersebut menyatakan sulitnya kriteria penilaian aspek afektif. Wawancara berikutnya peneliti tanyakan adalah “Bagaimana cara bapak/ ibu menanggulangi kesulitan tersebut?” Sementara itu responden RS da AR menyampaikan sikap hidup, seperti wortel, telur ataukah kopi. Semisal wortel awalnya keras, warnanya menarik, bagus tetapi kalau dimasak dengan air akan lunak, berarti orangnya tegas, cerdas, komitmen hidupnya baik, tetapi ketika terjun membaur ke masyarakat, berubah ikut sistem menjadi lunak dan tidak mampu melakukan perubahan lebih baik. Akan tetapi kopi dicampur dengan air, maka air itu rasanya tetap kopi. “Jadilah guru seperti kopi, jika guru mengajar di sekolah akan mampu mengubah sekolah, dunia pendidikan menjadi lebih baik, gurulah salah satu komponen sistem pendidikan di sekolah yang diharapkan mampu melakukan perubahan ke arah lebih baik,” tegasnya. Wawancara selanjutnya adalah “Bagaimana langkah-langkah Bapak/Ibu untuk mengembangkan dan menyeimbangkan penilaian ranah afektif dalam pembelajaran IPS?” jawaban responden YR dan NL terhadap langkah-langkah mengembangkan dan menyeimbangkan penilaian ranah afektif adalah: menentukan spesifikasi instrument, menulis instrument, menentukan skala instrument menentukan sistem penskoran mentelaah instrument, merakit instrument, melakukan ujicoba, menganalisis hasil ujicoba, memperbaiki instrument, melaksanakan pengukuran, menafsirkan hasil pengukuran. Pertanyaan selanjutnya peneliti menanyakan “Berapa lamakah waktu yang bapak/ibu perlukan untuk merumuskan penilaian ranah afektif?” dalam membuat penilaian ranah afektif membutuhkan waktu sehari, ataupun lebih berdasarkan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik Oleh karena itu, guru-guru ketika pulang ke rumah masih mengerjakan tugas mengajar seperti, pembuatan perangkat pembelajaran, membuat soal, mengkoreksi soal, membuat media pembelajaran dan pula menjadi wali kelas atau tugas tambahan lainnya. Waktu yang seharusnya digunakan bersama keluarga seperti anak dan suami kadang digunakan untuk hal-hal yang belum terselesaikan di sekolah. Beratnya tugas guru dalam menjalankan tugasnya, harus mendapatkan perhatian pemerintah dalam mengambil kebijakan khususnya untuk guru. Kebijakan yang dapat membuat guru dapat menjalankan tugas mengajarnya disekolah dan kebijakan guru untuk mengembangkan profesinya agar lebih profesional. Peneliti melanjutkan Wawancara yang seterusnya “Penilaian bagaimanakah yang bapak/ibu berikan terhadap siswa Pada saat melakukan diskusi? Penilaian ranah afektif yang biasa dinilai yang diberikan pada sekolah, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral jawab responden NS. responden NR meneruskan Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen afektif. Sedangkan untuk mengukur sikap dari beberapa aspek yang perlu dinilai, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, laporan pribadi, dan penggunaan skala sikap. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan yang khusus tentang kejadian-kejadian yang berkaitan dengan siswa selama di sekolah. Pertanyaan langsung dapat dilakukan dengan menanyakan secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan suatu hal, contoh guru mengajukan pertanyaan tentang bagaimana upaya memberantas tauran di lingkungan sekolah, kemudian dari jawaban peserta didik, guru dapat mengambil kesimpulan tentang sikap peserta didik tersebut terhadap suatu objek. Peneliti mewawancarai lagi responden dengan pertanyaan “Bagaimanakah proses penilaian ranah afektif yang bapak/ibu masukkan? responden WD dan responden RS memberikan tanggapannya” proses penilaian yang kami guru-guru masukkan adalah nilai pencapaian kompetensi/ tujuan pembelajaran IPS dengan kategori istimewa (4) apabila tujuan/kompetensi dapat dicapai sepenuhnya dan prtumbuhan siswa sangat terarah kepada pencapaian tujuan, baik (3) apabila sebagaian besar tujuan/kompetensi dikuasai dengan baik dan pertumbuhan siswa terarah pada pencapaian tujuan. Cukup (2) apabila hanya sebagain kecil saja kompetensi yang dapat dicapai siswa dan pertumbuhan siswa siswa kurang terarah pada pencapaian kompetensi tersebut. Kurang (1) apabila tidak terdapat adanya tanda-tanda pencapaian tujuan/ kompetensi yang diharapkan. Wawancara yang terakhirnya adalah “Apakah ada kendala lain yang ibu alami dalam merumuskan penilaian ranah afektif?” responden NI mengatakan kendala lain yang dialami dalam merumuskan penilaian ranah afektif adalah kurang nya partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai 112
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja kurang memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga kurang bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya tidak senang membaca buku, tidak suka bertanya, malas membantu teman, tidak mencintai kebersihan dan kerapian, dan sebagainya Pembahasan Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Sikap merupakan konsep psikologis yang kompleks, sikap berakar dalam perasaan. Anastasi mendefenisikan sikap sebagai kecenderungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap sesuatu objek. Birrent mendefenisikan sikap sebagai kumpulan hasil evaluasi seseorang terhadap objek, orang atau masalah tertentu. Sikap menentukan bagaimana keperibadian seseorang diekspresikan, oleh karena itu, melalui sikap seseorang kita dapat mengenal siapa orang itu sebenarnya. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil penilaian afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Secara umum hambatan-hambatan guru di sekolah digugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur dalam mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif adalah ketidak aktifan sekolah dalam musyawarah guru mata pelajaran dan kurangnya diskusi dengan teman sejawat di sekolah untuk mengatasi kesulitan tentang hambatan-hambatan yang terjadi serta kurangnya pengetahuan merupakan salah satu penyebab munculnya kesulitan dalam mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif. Kendala lain dalam merumuskan instrumen penilaian ranah afektif adalah hampir semua responden menyatakan hambatan yang dialami dalam melaksanakan penilaian aspek afektif berupa sulitnya mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif, sulitnya menentukan kriteria penilaian dan belum adanya kesiapan guru untuk memanfaatkan angket dan rubrik penilaian. Semua hal tersebut menyatakan sulitnya kriteria penilaian aspek afektif. Menangani tentang kendala guru dalam merumuskan ranah afektif, salah satu informan menyampaikan yaitu sikap hidup, seperti wortel, telur ataukah kopi. Semisal wortel awalnya keras, warnanya menarik, bagus tetapi kalau dimasak dengan air akan lunak, berarti orangnya tegas, cerdas, komitmen hidupnya baik, tetapi ketika terjun membaur ke masyarakat, berubah ikut sistem menjadi lunak dan tidak mampu melakukan perubahan lebih baik. Akan tetapi kopi dicampur dengan air, maka air itu rasanya tetap kopi. Jadilah guru seperti kopi, jika guru mengajar di sekolah akan mampu mengubah sekolah, dunia pendidikan menjadi lebih baik, gurulah salah satu komponen sistem pendidikan di sekolah yang diharapkan mampu melakukan perubahan ke arah lebih baik,” tegasnya. langkah-langkah guru untuk mengembangkan dan menyeimbangkan penilaian ranah afektif dalam pembelajaran IPS yaitu jawaban salah satu informan menentukan spesifikasi instrument, menulis instrument, menentukan skala instrument menentukan sistem penskoran mentelaah instrument, merakit instrument, melakukan ujicoba, menganalisis hasil ujicoba, memperbaiki instrument, melaksanakan pengukuran, menafsirkan hasil pengukuran. Waktu dalam membuat penilaian ranah afektif membutuhkan waktu sehari, ataupun lebih berdasarkan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik oleh karena itu, guru-guru ketika pulang ke rumah masih mengerjakan tugas mengajar seperti, pembuatan perangkat pembelajaran, membuat soal, mengoreksi soal, membuat media pembelajaran dan pula menjadi wali kelas atau tugas tambahan lainnya. Waktu yang seharusnya digunakan bersama keluarga seperti anak dan suami kadang digunakan untuk hal-hal yang belum terselesaikan di sekolah. Beratnya tugas guru dalam menjalankan tugasnya, harus mendapatkan perhatian pemerintah dalam mengambil kebijakan khususnya untuk guru. Kebijakan yang dapat membuat guru dapat menjalankan tugas mengajarnya disekolah dan kebijakan guru untuk mengembangkan profesinya agar lebih profesional. PENUTUP 113
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
Simpulan Berdasarkan rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa: Kendala Guru Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya dalam merumuskan instrumen penilaian pembelajaran IPS sesuai dengan ranah afektif adalah : Instrumen sikap. Untuk mengetahui sikap paserta didik oleh guru kelas pelajaran IPS di sekolah gugus 1 Uteun Pulo Senagan Timur terhambat dikarenakan materi untuk pelajaran IPS sangat terbatas jam pembelajarannya khusus nya kelas yang masih menggunakan kurikulum KTSP sehingga untuk menilai sikap peserta didik terhadap suatu objek misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik dan sebagainnya sangat terbatas. Cara Guru Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya mengatasi kendala dalam merumuskan instrumen penilaian pembelajaran IPS sesuai dengan ranah afektif adalah : Memberi tanggapan terhadap langkah-langkah dalam mengembangkan dan menyeimbangkan penilaian ranah afektif, menentukan spesifikasi instrument, menulis instrument, menentukan skala instrument, menentukan sistem penskoran mentelaah instrument, merakit instrument, melakukan ujicoba, menganalisis hasil ujicoba, memperbaiki instrument, melaksanakan pengukuran, menafsirkan hasil pengukuran. Saran 1. Adapun saran-saran yang diberikan oleh pengurus adalah sebagai berikut : 2. Kepada Kepala Sekolah Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya kiranya dapat meningkatkan lagi pemahaman dan kemampuan dalam menilai. 3. ranah afektif terutama dalam mengembangkan instrumen penilaiankepada guru guru yang ada di gugus 1. 4. Guru-guru Gugus I SD Negeri Uteun Pulo Seunagan Timur Nagan Raya kiranya dapat meningkatkan lagi pemahaman dan kemampuan dalam menilai aspek afektif terutama dalam mengembangkan instrumen penilaian. 5. Kepada lembaga terkait khususnya Departemen Pendidikan Nasional kiranya dapat memberikan pelatihan-pelatihan kepada guru-guru agar kompetensi guru lebih baik sebagai mana yang diharapkan. 6. Kepada peneliti lain penelitian ini agar dapat digunakan sebagai acuan atau referensi dalam melakukan penelitian penilaian ranah afektif pada suatu materi pembelajaran.
114
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD FKIP Unsyiah Volume 1 Nomor 1, 98-115 Agustus 2016
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Darsono. 2000. Kemampuan Belajar Siswa. Jakarta: Rineka Cipta. Daryanto. 2010. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta. Djamarah, Bahri Syaiful dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. FKIP Unsyiah. 2012. Pedoman Penulisan Skripsi. Banda Aceh. Gramedia Pustaka Utama. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hidayat, Adi. 2001. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Bumi Aksara. Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran IPA di Sekalah Dasar. Jakarta: Indeks. Sudijono, Anas. 2010. Penerapan Statistik Pendidikan. Jakarta: Grafika Persada. Sudjana, Nana.2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudrajat. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitan. Bandung: Alfabeta. ________. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2011. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sukmadinata S. Nana. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
115